SKRIPSI
Disusun Oleh:
Ibno Hajar
NIM 09370011
JURUSAN SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
ABSTRAK
ii
FS-UINSK-BM-0s06/Ro
Universitas [slam Negeri Sunan Kalijaga
|}rJ
ST]RAT PERNYATAAN KEASLIAN SI(RIPSI
- Hormat saya
trffi@
ts6ig---T> b4
tu 4 tDAcF ior
ffi HajJ7t
610:0,10.
Ibno
MM. 09370011
FS-UINSK.BM.OSO3/RO
Universitas Islam Negeri Sunen Kaliiaga
Hal iskripsi
Kepada:
Yth. Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
di Yogyakarta
Assalamualaikum wr. wb
Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Sya 'ah dan Hukum Jurusan Siyasah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sa{ana
Strata Satu dalam bidang hukum Islam
Dengan ini kami mengharap agar skipsi/tugas akhir sauara t€rsebut di atas dapat
segera dimunaqosyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Pembimbing
KEMENTERIAN AGAIItr{
UNIVtrRSITAS ISLAM NEGERJ SUNAN KALIJAGA
FAKIJLTAS SYAR'AH DAN HUKUM
Jf]RUSAN S]YASAI
PENGESAIIAN SKRIPSI
Nonor: U!N.02/K JS-SKR-/P?.00 9/2064/2014
Skripsi/Tugas Akhr dengan Judul :Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM Dalam Proses Peliputan Beita Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Teotang Pers
Dan diryatakao telah diterima oleh Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
n
Penguji II
4
Dr. Ocktoberrinsyah, M.Ag Dr. Subaidi, . Ag., M.Si.
NIP. 19680202 199303 1 003 NIP. I 9710 200604 2 001
MA, M.Phrl,. Ph D.
7i r20? 199503 1 002
HALAMAN MOTTO
(Ar-Ra’d [13]:11)
(Wiji Thukul)
vi
PERSEMBAHAN
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
1. Konsonan Tunggal
ب Ba„ B -
ت Ta‟ T -
ج Jim J -
خ Kha Kh -
د Dal D -
ر Ra R -
ز Zai Z -
س Sin S -
ش Syin Sy -
viii
ض Dad D D (dengan titik di bawah)
غ Ghain G -
ؼ Fa F -
ؽ Qaf Q -
ؾ Kaf K -
ؿ Lam L -
ـ Mim M -
ف Nun N -
و Wau W -
هػ Ha H -
Apostrof (tetapi tidak
ء Hamzah ‟ dilambangkan apabila ter-
letak di awal kata)
ي Ya' Y -
2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
a. Vokal Tunggal
ix
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harakat yang
َ Fathah a A
َ Kasrah i I
َ Dammah u U
Contoh:
ب
َ َ كَت- kataba َيَ َر َهب - yazhabu
Contoh:
ف
َ َ كَي- kaifa حَ َو َل- haula
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
x
ا ى ََ Fathah dan alif ā a dengan garis di atas
di atas
Contoh:
3. Ta’ Marbūtah
c. jika Ta‟ Marbūtah diikuti kata yang menggunakan kata sandang “al” serta
Contoh: ض َة
َ جَن َة زَ َو
َ َ ال- Raudah al-Jannah
طََلحَ َة- Talhah
4. Syaddah (Tasydid)
dengan sebuah tanda syaddah, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut
dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda
syaddah itu.
xi
Contoh: – زََبَنبrabbana
َ نَ َعم- nu‟imma
5. Kata Sandang
yaitu “”ال. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas
kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti
oleh qamariyyah.
6. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi
huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti
ketentuan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak ditulis dengan
xii
KATA PENGANTAR
احلمد هلل الذى أنعمنا بنعمة اإلميان واإلسالم أشهد ان الاله إآل اهلل وأشهد ان
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, karena hanya
dengan pertolongan-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak
lupa sholawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
manusia.
Selain itu, penyusun juga menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan
atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil.
1. Prof. Dr. H. Musa Asy’arie, selaku Rektor Uinversitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
2. Prof. Noorhaidi, MA., M.Phil., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
xiii
3. Dr. H. M. Nur, S. Ag., M.Ag, selaku Ketua Jurusan Siyasah Fakultas
6. Drs. M. Rizal Qosim, M.Si, Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberi dukungan dan doa sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
8. Marto, terima kasih telah memberi atas kebaikan dan motivasinya yang
tak kenal lelah agar penulis menjadi pribadi yang utuh dan berguna. Dari
xiv
11. Kawan-kawan Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (FORKOM
12. Terima kasih kepada Pablo (Broto), Waris, Rofi’, Fatoni, Nahendra,
Makin selama ini yang masih setia menemani untuk berdialektika tentang
sempurna sehingga kritik dan masukan akan senantiasa saya terima dengan
Penyusun,
Ibno Hajar
NIM 09370011
xv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN....................................................viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. xiii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
xv
1. Perlindungan kemerdekaan pers dalam perspektif Islam........................ 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN I: UU Nomor 40 Tahun 1999
LAMPIRAN II: Curriculum Vitae
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pers merupakan pilar ke empat bagi demokrasi. Sebagai forum publik, pers
mempunyai peranan penting sebagai penyalur informasi. Selain itu, pers juga dapat
koreksi, saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan dapat
mengingatkan dalam bentuk apapun. Dalam hal ini, proses dakwah akan berlangsung
bantah membantah yang dibungkus dalam media pers merupakan sarana bagi
masyarakat sipil untuk terus mengawal proses kebijakan dari pemerintah atau
stakeholders. Hal itu dilakukan agar masyarakat madani dapat terwujud dengan baik.
Namun, idealitas tersebut kini berbeda. Pers yang mestinya dijadikan media
perlawanan dan perjuangan saat ini berubah arah menjadi pers industri. Dimana berita
serta tulisan yang diangkat di dalamnya sangat tergantung pada pemodal. Kebebasan
pers yang muncul pasca 1998, tepatnya rezim Soeharto jatuh, melahirkan undang-
undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Ini adalah nafas baru bagi insan pers
ketika itu. Sebab, freedom of press yang diidam-idamkan selama 32 tahun akhirnya
mengakibatkan pers mengalami perubahan. Pers saat ini lebih ke arah media
2
mainstream. Sementara freedom of press pada hakikatnya adalah setiap orang berhak
mendapatkan informasi sebagai dasar dalam membentuk sikap dan pendapat, baik
dalam konteks sosial maupun estetis. Adanya perubahan arah fungsi pers
kebanyakan, disebabkan adanya dominasi pada pers yang kemudian menjadi celah
penguasa, dalam hal ini pemilik modal untuk turut menggunakan jasa media untuk
mengeluarkan pendapat. Dalam hal inilah pers menjadi suatu organisasi yang sangat
salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi. 2 Dalam pendahuluan UU No. 40
Tahun 1999 tentang kebebasan pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers adalah
keadilan dan supremasi hukum. 3 Oleh karena itu, tidak boleh ada pengekangan apa
1
Harpiana Rahman, dkk., Jalan Baru Bagi Pers Mahasiswa UKPM Catatan Kaki Unhas ,
Makalah disampaikan pada acara sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Yogyakarta (2-3 Juni 2009),
hlm. 13.
2
Robet Haas (ed), Hak-Hak Asasi Manusia dan Media, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1998), hlm.. 36.
3
Kusmadi, M.Si dkk, UU Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan pers, (Jakarta: Dewan Pers,
2010), hlm. 58.
3
pun terhadap kebebasan pers. Pemerintah juga tidak boleh memiliki hak untuk
Namun meskipun sudah tertulis secara jelas dan rinci dalam aturan tersebut,
diskriminasi. Tak hanya pers umum, diskriminasi tersebut sering terjadi pada pers
mahasiswa.
Pers mahasiswa sering kali tidak mendapat tempat di mata publik. Merujuk
pada namanya, “Pers Mahasiswa”, esensi karakter aktivitas pers yang digawangi
mahasiswa sebenarnya sudah jelas. Persma adalah entitas-sintesis dari dua subjek
yang sama-sama potensial dan berat; yang satu “pers” dan satunya lagi “mahasiswa”.
Sebagai pers, ia dituntut menjadi pelopor perubahan dan pemecah kebekuan. Maka
ketika kedua entitas ini digabungkan, dapat dibayangkan betapa besar, agung, dan
umumnya ialah: (1) mahasiswa adalah kelompok kaum muda, yang masih merasakan
mentalitas kaum muda-dinamis, radikal, lugas; (2) mahasiswa adalah kelompok yang
rasional, kritis, skeptis dan objektif; (3) mahasiswa merupakan entitas yang relatif
baik, dan tak punya keterikatan materialis, politis, ideologis; (4) mahasiswa
4
Elvinro dkk, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, (Bandung: Simbioasa Rekatama Media,
2004), hlm. 199.
4
pemenuhan hak asasi menusia, yaitu hak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Namun, selama ini pers mahasiswa tidak mempunyai payung hukum untuk
pers mahasiswa. Hal tersebut terlihat dalam bab IV UU Nomor 40 Tahun 1999
tentang perusahaan pers pasal 9 ayat 2 yang berbunyi: Setiap perusahaan pers harus
Pasal ini merupakan salah satu contoh bukti adanya diskriminasi terhadap pers
mahasiswa. Di dalam pasal tersebut tertulis bahwa setiap perusahaan pers harus
berbadan hukum. Padahal selama ini pers mahasiswa tidak mempunyai badan hukum
karena pers mahasiswa merupakan media komunitas di kampus. Selain itu, pers
mahasiswa juga tidak bisa menjadikan dirinya sebagai media yang berbadan hukum
karena tidak memenuhi persyaratan standar perusahaan pers yang diatur oleh dewan
pers dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 04/ Peraturan-DP/ III/ 2008 tentang Standar
Perusahaan Pers. Peraturan tersebut berbunyi: perusahaan pers memiliki modal dasar
sekurang-kurangnya sebesar lima puluh juta rupiah atau ditentukan oleh peraturan
dewan pers.
5
Muhdar, Peran pers Mahasiswa dalam Kanacah pers Indonesia, (Yogyakarta: Mata Media, 2012),
hlm, 46.
5
Karena tidak berbadan hukum, maka segala aktifitas yang dilakukan oleh lembaga
pers mahasiswa tidak mendapat legitimasi kuat di mata birokrasi dan publik saat
tidak mendapatkan respon positif dari berbagai narasumber terkait yang menanyakan
ini dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dalam Proses Peliputan Berita Ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers” sebagai tugas akhir dalam
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana. Meskipun pada akhirnya karya ini akan
jauh dari sempurna, namun setidaknya diharapkan penelitian ini dapat memberi
jurnalistik.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pokok masalah
a. Kegunaan ilmiah
kejurnalistikan.
b. Kegunaan terapan
Diharapkan hasil kajian ini dapat dijadikan literatur keilmuan dan sebagai
D. Telaah Pustaka
kebebasan pers tentang kelembagaan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) belum ada
yang menyentuh sama sekali dalam bentuk karya ilmiah yang berupa skripsi atau
buku.
7
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis juga mengacu pada beberapa pemikiran
yang berkaitan dengan apa yang nantinya menjadi teori-teori yang digunakan dalam
Sebagai bahan rujukan, penulis menemukan buku untuk referensi yang beberapa
tentang peran pers mahasiswa pada rezim orde baru hingga reformasi berjalan. Pers
Selain itu, penulis juga mengambil beberapa buku sebagai bahan rujukan. Di
antara beberapa buku tersebut ialah, 1966 Kisah Pers Indonesia 1974 karya Ahmad
Zaini Abar, , Hukum Pers karya Samsul Wahidin, Dasar-Dasar Hukum Media karya
Hari Wiryawan, politik hukum pers Indonesia karya Wikrama Iryans Abidin dan
lainnya.
Selain buku yang menjadi bahan rujukan, penulis juga menggunakan makalah
yang disampaikan oleh berbagai lembaga pers mahasiswa se-Indonesia pada acara
sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Yogyakarta tanggal 2-3 Juni 2009. Bahan
rujukan tersebut penting untuk dijadikan bahan rujukan, karena berbagai kumpulan
tulisan tersebut menguraikan berbagai permasalahan yang dialami oleh lembaga pers
mahasiswa.
6
Ana Nadhya Abrar, Pers Mahasiswa & Permasalahan Operasionalisasinya, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta, 1992), hal. 2.
8
dari sumber lainnya seperti majalah, buletin, koran, dan internet yang berkaitan serta
E. Kerangka Teori
berpendapat dijadikan sebagai dasar dan kerangka analisis dalam mengkaji persoalan
yang ada, yaitu mengenai perlindungan hukum terhadap lembaga pers mahasiswa
dalam proses peliputan berita ditinjau dari undang-undang nomor 40 tahun 1999
tentang pers.
kebebasan berpikir. Karena berpendapat bagi seseorang terdorong dari daya pikir
yang ada pada setiap orang. Oleh karena itu, kebebasan berpikir adalah satu hak yang
7
Lihat dan baca Q.S. al-Baqarah [2]: 164; Q.S. al-Nahl [16]:48; Q.S. al-Nur [24]: 43-44; Q.S.
al-Rum [30]: 22-23-24-25; Q.S. al-Ghasyiyah [88]: 17-20; Q.S. al-Syura [42]: 32-33; Q.S. Yasin [36]:
33-42; Q.S. al-Zumar [39]: 21.
9
benar dan baik. Salah satu cara untuk mempertahankan suatu kebenaran adalah
dari martabat manusia. 8 Karena itu, martabat seseorang akan rendah bila menolak
kebebasan untuk memberikan pendapatnya dalam hal-hal yang mereka anggap benar.
Secara praktis, dalam al-Qur‟an telah diberikan jalan bagi setiap umat manusia untuk
serta mencegah, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Ali Imran [03]: 104,
وألئك هم ولتكن منكم أمة يدعون اىل اخلري ويأمرون باملعروف و ينهون عن املنكر
9
املفلحون
Kalimat minkun yang terdapat pada ayat di atas mengandung dua fungsi
pokok. Pertama, berfungsi sebagai penjelas dan mengandung perintah kepada seluruh
umat muslim untuk menegakkan al-amr bi al-ma‘rūf dan al-nahy 'an al-munkar.10
ولو ءامن كنتم خري أمة أخرجت للناس تأمرون باملعروف وتنهون عن املنكر وتؤمنون باهلل
8
Muhammad Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, terj. (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 24-25
9
Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Terjemahan Edisi Tahun 2002, hlm 51
.
10
Al-Syaukani, Muhammad ibn „Alî ibn Muhammad, Fath al-Qadir al-Jami’ Baina al-
Riwayah wa al-Diraya min ‘Ilm al-Tafsir (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), hlm, 2369.
10
Kedua, berfungsi li al- tab‘îdh, di mana perintah al-amr bi al-ma‘rūf dan al-
nahy 'an al-munkar hanya tertuju pada sebagian umat.11 Sebagaimana tersurat dalam
فلوا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا يف الدين ولينذروا وما كان املؤمنون لينفروا كافة
12
حيذرون قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم
Terlepas dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa esensi dari ayat tersebut
adalah seruan untuk melakukan kebajikan bagi orang beriman. Seruan kebajikan yang
dimaksud adalah seruan kepada Kitab Allah dan Sunnah Nabi. Adapun makna makrūf
adalah segala sesuatu yang dipandang baik atau dikenal baik oleh syari„at atau akal,
tidak bertentangan dengan Kitab Allah dan Sunnah Nabi dan wajib bagi manusia
dengan syari‟at dan kitab Allah dan Sunnah Nabi, kemaksiatan, makruh, dan haram
berpikir, berkreasi dan menyatakan pendapat adalah hak-hak yang dijamin oleh Al-
Qur‟an dengan syarat hak tersebut digunakan untuk menyebarkan kebaikan dan
11
Sa„id Hawwa, Al-Asas fi al-Tafsir, (t.tp: Dar al-Salam, 1989), Jilid 2, hlm, 349. Pendapat
serupa juga disampaikan oleh Thaba‟thabā‟ī. Menurutnya, bila Kalimat minkum berfungsi li al-tab‘īdh,
maka konsekuensi suruhan amr ma‘rûf nahy munkar adalah wajib kifayat. Lihat pula Thaba‟thaba‟i,
Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirût: Mu‟assasat al-A„lami li al-Mathbu„at, 1991), hlm, 427.
12
Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Terjemahan Edisi Tahun 2002, hlm 207
13
Abî Muhammad al-Husain ibn Mas„ud al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi: Ma‘alim al-Tanzil,
(Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1993), Jilid 1, hlm, 338.
11
bukan untuk menyebar keburukan. Perintah menyeru kepada kebajikan dan mencegah
mewujudkan masyarakat yang tertib dan bermoral, dan untuk merealisirnya dituntut
sesuatu secara benar. Seseorang wajib mengatakan yang benar, apapun resikonya. Ini
sesuai dengan potongan sabda Nabi SAW. yang sangat panjang yang diriwayatkan
oleh Ibn Hibban: "katakan yang benar meskipun pahit dan berat”.14 Menarik untuk
Dalam UDHR penggunaan hak ini tidak dibatasi sehingga dapat menimbulkan
penggunaan kebebasan dibatasi dalam koridor yang wajar. Hal demikian diharapkan
manusia dan nilai-nilai moral dan etika. Disamping itu dalam Al-Qur‟an persoalan
tentang kebebasan berpikir dan berpendapat, bukan hanya sekedar hak, tetapi juga
Lebih khusus lagi, mengenai kebebasan berpendapat yang diurai di atas sesuai
dengan perlindungan hukum terhadap lembaga pers yang ada di kalangan mahasiswa
14
Muhammad ibn Hibban Abu Khatim al-Tamimi, Shahih Ibn Hibban, (Beirut: Mu‟assasah
al-Risalah, 1993), hlm. 76.
12
sebagai media yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menyuarakan aspirasi dan
pendapat terhadap khalayak umum. Selain itu pula peneliti mengkorelasikan dengan
pers yang ada di kalangan mahasiswa mempunyai payung hukum secara formal.
F. Metode Penelitian
penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber data yang ada kaitannya
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, lembaga atau
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat.
mengadakan perincian terhadap objek yang diteliti dengan jalan memilih antara
pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk sekedar memperoleh
2. Pengumpulan data
15
Michael S. Northcott, Pendekatan Sosiologis, dalam Peter Connolly (ed), Aneka Pendekatan
Studi Agama, alih Bahasa Imam Khoiri (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 267.
16
. Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 47-49.
13
Pengumpulan data yang penyusun lakukan adalah menelusuri data berupa buku
yang berkaitan dengan objek penelitian. Sumber data yang penulis lakukan adalah
berbagai literatur yang terkait dengan tema tersebut. Pertama, data primer, meliputi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang membahas tentang pers. Kedua, data
sekunder, yaitu buku-buku, penulisan ilmiah, jurnal, majalah, koran, artikel, hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sarjana, berbagai media online dan
beberapa situs resmi Dewan Pers,17 dan situs resmi LBH Pers seluruh indonesia. 18
Selain itu, penulis juga mengumpulkan data dengan cara wawancara kepada
Lembaga Pers Mahasiswa (Taufikurrahman, LPM ARENA, Satrio Priyo Tomo LPM
Didaktika dan Haedar LPM Rthor), Ketua Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia
(PPMI) (Ketua PPMI Richi Anyan), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) (Addi
3. Pendekatan masalah
dengan cara mengetahui dan menyelidiki dari aspek sosial kehidupan masyarakat
tertentu, sehingga akan terjawab atau diketahui akar persoalan yang dimaksud dalam
kajian ini. Pendekatan historis adalah suatu proses pendekatan terhadap suatu masalah
17
www. dewanpers.or.id.
18
www.lbhpres.org.
14
tersebut yang meliputi pengumpulan dan interpretasi terhadap peristiwa atau gagasan
empiris yang mengukur manfaat keberlakuan hukum dengan melihat kondisi/ fakta di
4. Analisis data
Analisis data yang dilakukan oleh peneliti ialah dengan menggunakan metode
Tahun 1999 yang menjadi indikasi adanya diskriminasi terhadap pers mahasiswa.
Jika data telah terkumpul, akan dilakukan analisis data secara kualitatif dengan
19
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Reneka Cipta,
1993), hlm. 202.
20
Suryo Ali Mahdi, Teori Dan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Prasada, 1978), hlm. 29-30.
21
Deduksi merupakan langkah analisis dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang
bersifat khusus. Sedangkan interpretatif artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak
15
G. Sistematika Pembahasan
sesuai dengan standar penulisan karya ilmiah. Hal ini dilakukan agar memberikan
Hukum Terhadap Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dalam Proses Peliputan Berita
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik,
terhadap lembaga pers mahasiswa dalam proses peliputan berita yang meliputi: peran
dan kedudukan pers mahasiswa di Indonesia, proses kerja peliputan berita dalam
mahasiswa.
tahun 1999 tentang pers yang meliputi: sejarah pembentukan UU Nomor 40 Tahun
bersifat objektif (menurut salera orang yang menafsirkan) melainkan bertumpu pada evidensi objektif
untuk mencapai kebenaran yang objektif. Dengan instrumen di atas, diuraiakan padandangan masing-
masing tokoh atau lembaga pers mahasiswa tersebut lebih dahulu, lalu dicari metode pendekatan dan
substansinya. Lihat Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, hlm. 42- 43.
16
mahasiswa (LPM) dalam proses peliputan berita ditinjau dari undang-undang nomor
40 Tahun 1999 tentang pers, yang meliputi: analisis isi Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 terhadap perlindungan hukum lembaga pers mahasiswa dan perlunya
payung hukum bagi lembaga pers mahasiswa dalam melakukan aktivitas peliputan
berita.
BAB V merupakan penutup yakni berisi kesimpulan penelitian dan jawaban atas
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
sosial yang berlandaskan pada kebenaran. Pers mahasiswa merupakan pers yang
terpengaruh oleh modal. Dengan begitu pers mahasiswa masih harus tetap ada dan
Indonesia dewasa ini, keberaddan pers mahasiswa hampir tak punya tempat di
kepada Lembaga Pers Mahasiswa. Hal itu terlihat dari sebagian besar
kepada para pegiat pers mahasiswa. Semua pasal berlaku umum tanpa
93
ruang bagi pers mahasiswa untuk membuat badan hukum, karena tidak
hukum.
3. Mengenai kewartawanan dan kode etik jurnalistik, tidak ada kode etik
selama ini ada ialah kode etik yang diperuntukkan oleh wartawan
idealisme.
4. Mengenai hak jawab dan hak koreksi, tidak ada mekanisme yang
pedoman hak jawab yang dkeluarkan oleh Dewan Pers tidak bisa
B. Saran
3. Kode etik jurnalistik bagi pegiat pers mahasiswa, hak jawab dan hak
karena segmentasinya berbeda. Kode etik jurnalistik ini lah yang nantinya
bahaya ancaman dari pihak kampus. Dalam hal ini Dewan Pers tetap
A. Al-Quran
Depertemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung: Lubuk
Agung, 1990.
B. Rujukan Buku
Haas, Robet, Hak-Hak Asasi Manusia dan Media, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1998.
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnaistik, Yogyakarta: UII Pers,
2004.
Muis, Abdul, Media Massa dan Era Informsi, Jakarta: Pustaka Penjimas,
1989.
Raillon, Francois, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan
dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, Jakarta: LP3ES, 1989.
C. Artikel
2. Makalah
Harpiana Rahman, dkk., “Jalan Baru Bagi Pers Mahasiswa UKPM Catatan
Kaki Unhas,” makalah disampaikan pada acara Sarasehan Pers
Mahasiswa Indonesia di Yogyakarta, 2-3 Juni 2009, hlm. 13.
Peraturan penguasa perang tertinggi tantang izin terbit surat kabar dan
majalah, peperti nomor 10/1960
www. dewanpers.or.id.
www.lbhpres.org
Terjemahan
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau
menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik,
atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi
yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang
bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta
memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran
atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan
nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu
informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh
pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-
prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai
lembaga ekonomi.
Pasal 4
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka
melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat
percetakan.
Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan
hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-
peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g. mendata perusahaan pers;
3) Anggota Dewan Pers terdiri dari:
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang
lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan
pers;
4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya
dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan
menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan
kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta
rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang
pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap
menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang
baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia nomor 3235);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-
barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-
buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
ttd
MULADI
Plt
Edy Sudibyo
PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40
TAHUN 1999 TENTANG PERS
I. UMUM
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media
cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara
maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 maka perlu
dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena
kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan
unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang demokratis.
Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin,
sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan
kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga
sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam
Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi:
"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam
hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja
dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah".
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun
penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak
asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh
masyarakat.
Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak
Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau
media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.
Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak
mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers
dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat
dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Pasal 4
Ayat 1
Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan
atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Ayat 2
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada
media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari
pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang
berlaku.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber
informasi, dengan cara menolak menyebutkan indentitas sumber informasi.
Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat
penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.
Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban
umum yang dinyatakan oleh pengadilan.
Pasal 5
Ayat 1
Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat
kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih
dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua
pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 6
Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi
yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan
kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang
tertib.
Pasal 7
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang
disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan
Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 9
Ayat 1
Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja
sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara
dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan
usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji,
bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham
mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 12
Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara:
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggungjawab penerbitan
serta nama dan alamat percetakan;
b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada
awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang
bersangkutan.
Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas
karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat 1
Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan
pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.
Ayat 2
Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2)
huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan
pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media
watch).
Pasal 18
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka
perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam penjelasan Pasal 12.
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pengalaman-Pengalaman
Pendidikan :
MI Fathul ulum Poteran Talango Sumenep, lulus tahun 2003.
MTs I Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, lulus 2006
MA I Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, lulus 2009.
Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, lulus 2003-2009.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (angkatan 2009).
Organisasi :
Ketua Umum ISARAT (Ikatan Santri Madura Timur) Organisasi
Daerah Ponpes (ORDA) Annuqayah Lubangsa Raya Guluk-guluk
Sumenep, 2006-2007.
Wakil Ketua Usaha Kesehatan Pondok Pesantren (UKPP)
Annuqayah Lubangsa Raya Guluk-guluk Sumenep, 2007-2008
Koord. Div. Agitasi Dan Propaganda (Agitprop) KeMPeD
(Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi), 2010-2011
IV
Koord. Div. Agitasi Dan Propaganda (Agitprop) Front Perjuangan
Pemuda Indonesia (FPPI) Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012-
2014
Koord. Div. Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
Lembaga Pers Mahasiswa ARENA UIN Sunan Kalijaga, 2011-
2013
Ketua Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (FORKOM
UKM) UIN Sunan Kalijaga. 2011-2013.
Koord. Div. Pers, Forum Silaturrahim Mahasiswa Keluarga
Madura Jogjakarta (FSM-KMJ). 2014-2016
Wakil Ketua Karang Taruna TUNAS BANGSA Desa Poteran,
2014-2016