Anda di halaman 1dari 15

Estetika Tari Réndéng Bojong

Karya Gugum Gumbira


Lalan Ramlan, Jaja
Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan,
Institut Seni Budaya Indonesia Bandung
Jalan Buah Batu No. 212 Bandung 40265
Email: laramlan@yahoo.com

ABSTRACT

The réndéng bojong dance, which was created by Gugum Gumbira in 1978 and throughout the
1980s, is prevalent among Sundanese people. However, since the mid-1990s, this dance form has
never been seen again. The purpose of this study is to understand various elements forming it. This
qualitative research uses the theory of instrumental aesthetics with descriptive analysis methods in
which data collection uses several stages: library study, observation, and documentation study. The
results of the analysis are the jaipongan réndéng bojong dance was formed by three main elements,
namely, first, “form” consisting of a choreographic structure, musical structure, and makeup ar-
rangement. Second, “weight” includes the existence of the artist, the concept of working on, and the
working process. Third, “presentation” is a paired dance with a social nuance. The three elements
integrated into a dance aesthetic crystallization, which is the identity of réndéng bojong dance.

Keywords: dance aesthetics, jaipongan, Gugum Gumbira, réndéng bojong dance, instrumental
aesthetics

ABSTRAK

Tari réndéng bojong yang diciptakan oleh Gugum Gumbira pada tahun 1978 dan
sepanjang tahun 1980-an, sangat populer di kalangan masyarakat Sunda. Akan tetapi, sejak
pertengahan tahun 1990-an bentuk tarian ini tidak pernah terlihat lagi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui secara komprehensif mengenai berbagai unsur yang memben-
tuknya. Penelitian kualitatif ini mengggunakan teori estetika instrumental dengan metode
deskriptif analisis yang tahapan penggalian datanya dilakukan melalui studi pustaka, ob-
servasi, dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh simpulan, bahwa tari
jaipongan réndéng bojong itu wujudnya dibentuk oleh tiga unsur utama, yaitu “bentuk”
terdiri dari struktur koreografi, struktur karawitan, dan penataan rias-busana; “bobot” ter-
diri dari eksistensi senimannya, konsep garap, dan proses garap; “penyajian” yaitu tarian
berpasangan yang bernuansa pergaulan. Ketiga unsur tersebut terintegrasi menjadi sebuah
kristalisasi estetika tari yang menjadi identitas tari réndéng bojong.

Kata kunci: Estetika tari, jaipongan, Gugum Gumbira, tari réndéng bojong, estetika in-
strumental
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 329

PENDAHULUAN tari réndéng bojong? Dengan demikian, ha-


Jaipongan yang diciptakan oleh Gu- sil penelitian ini diharapkan mengungkap
gum Gumbira dilatarbelakangi oleh sikap keberadaan tari jaipongan réndéng bojong,
kritisnya terhadap kemapanan tarian bang- sehingga dapat menjadi sebuah penge-
sawan/menak. Jenis tarian ini pun ia gali tahuan akademik dalam pengembangan
dari berbagai jenis kesenian yang hidup di pengetahuan tari jaipongan bagi masyara-
kalangan rakyat biasa, seperti ketuk tilu, to- kat luas.
peng banjet, bajidoran, dan maenpo/penca.
Repertoar pertama yang diciptakan Gugum METODE
Gumbira sekitar tahun 1980-an adalah tari Penelitian kualitatif ini secara substansi
réndéng bojong, bahkan sempat mengalami mengungkap tiga sisi yang saling meleng-
masa jayanya pada akhir tahun 1980-an. kapi, yaitu bentuk, isi, dan penyajiannya.
Tarian berpasangan tersebut, pada zaman- Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekat-
nya, selalu hadir dalam berbagai acara. an paradigmatik untuk mengungkap kekuat-
Repertoar tari réndéng bojong sebagai an-kekuatan nilai yang terkandung pada ke-
bentukan awal tari jaipongan mengandung tiga sisi tersebut, yaitu melalui pendekatan
arti ‘tari berpasangan gaya Bojong Loa’, ter- teori estetika instrumental Djelantik (1999:
curahkan atau terekspresikannya seluruh 17-18) yang menjelaskan, bahwa “semua
potensi kreatif Gugum Gumbira. Namun benda atau peristiwa kesenian mengan-
demikian, tentu saja hal itu perlu dibuk- dung tiga aspek yang mendasar, yaitu; wu-
tikan melalui sebuah kegiatan penelitian. jud (bentuk atau appearance), bobot (isi atau
Berdasarkan pemahaman itulah, maka content/substance), dan penyajian (presenta-
perlu dilakukan penelitian dengan tujuan tion)”. Merujuk pada teori tersebut, maka
mendapatkan penjelasan mengenai berba- metode yang digunakan adalah deskriptif
gai unsur estetika yang membentuknya. analisis dengan tahapan penggalian data
Berdasarkan hal itu, maka dapat di- dilakukan melalui studi pustaka, observasi,
katakan bahwa dalam repertoar tari rén- dan studi dokumentasi.
déng bojong tercurahkan seluruh dimensi Adapun desain atau bagan penelitian
potensi kesenimanan Gugum Gumbira dapat dirangkum seperti dapat dilihat pada
mulai dari konsep (ide/gagasan dan sum- bagan 1.
ber inspirasi) yang terkait dengan “isi”
dan secara bentuk yang dibangun oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
konstruksi, struktur, dan bentuk penyajian, Wujud “Bentuk” (Appearance)
serta berbagai dimensi artistik yang me- Bentuk yang dimaksud dalam sebuah
lengkapinya. Mencermati uraian yang telah karya tari khususnya, merupakan perwu-
dipaparkan tersebut di atas, ditemukan be- judan akhir dari sebuah perjalanan panjang
gitu banyak dimensi yang dapat diungkap yang disebut proses garap, disajikan dalam
dalam penelitian ini. bentuk pertunjukan yang disaksikan oleh
Namun demikian, ruang lingkup pene- publik secara luas. Menurut Hadi (dalam
litian difokuskan pada persoalan berbagai Hastuti dan Supriyanti, 2015: 357) bahwa
unsur estetika pembentuk struktur pe- “prinsip-prinsip bentuk itu menyangkut
nyajian tari yang menjadi pondasi terben- kesatuan, variasi, repetisi atau ulangan,
tuknya sebuah genre tari baru yang disebut transisi atau perpindahan, rangkaian, per-
jaipongan. Oleh karena itu, maka perma- bandingan dan klimaks”. Oleh karena itu,
salahan difokuskan pada: unsur estetika dimensinya merupakan representasi dari
apa saja yang menjadi faktor pembentuk faktor intrinsik (Sumardjo, 2000: 169) atau
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 330

Jaipongan Réndéng Bojong Tiga Unsur


Gugum Gumbira Pembentuknya
(Pimp. Padepokan Jugala)

Pola Penyajian
Koreografi Tari:
Berpasangan Putra-Putri
1. Struktur Tari
2. Pola Penyajian

Karawitan Tari:
Konstruksi tari: 1. Instrumental
Bukaan, Pencugan, 2. Rumpaka Lagu
Nibakeun, Mincid

Rias-Busana

Dibentuk oleh 4 Sumber Utama, yaitu;


1. Ketuk Tilu;
2. Penca/Maenpo;
3. Bajidoran;
4. Topeng Banjet

Bagan 1. Desain penelitian

Rohidi (2011: 53) menyebutnya dengan is- dengan hal tersebut, maka setiap unsur
tilah intra-estetik, yaitu “material seninya terkait itu menjadi penting secara parsial
berlandaskan pada struktur yang tersistem, dieksplanasi agar tergambarkan kontribusi-
sehingga memiliki pola susunan yang dise- nya masing-masing terhadap perwujudan
but koreografi”. Koreografi inilah yang dari sebuah karya repertoar tari.
selanjutnya dilengkapi dengan berbagai
unsur estetika seni lainnya, yang meliputi 1. Struktur Koreografi
karawitan serta penataan rias dan busana. Struktur koreografi terlihat secara jelas
Ketiga unsur material seni yang me- pada repertoar tari réndéng bojong yang
ngandung nilai estetika tersebut, perwujud- tersusun sebagai berikut.
annya dalam sebuah karya tari ini terinte- Intro atau pendahuluan:
grasikan sedemikian rupa sehingga menjadi Penyajian tari réndéng bojong diawali
satu kesatuan yang utuh sebagai identitas dengan overture yang bersifat instrumen-
repertoar tari réndéng bojong. Sehubungan tal dalam beberapa goongan, termasuk di
dalamnya olahan vokal (alok dan nayaga)
yang bersifat obrolan (bersahutan).

2. Struktur Karawitan Iringan Tari


Gending dimainkan berulang-ulang
disesuaikan dengan kebutuhan gerak tari,
dengan gamelan laras salendro dalam irama
dua wilet/sawilet satengah. Adapun lagu
yang digunakan dalam tarian réndéng bo-
jong ini adalah lagu Banda Urang, sedang-
kan tepakan kendangnya memiliki domi-
Gambar 1. Kesatuan gerak, rias, dan busana nasi yang kuat dalam mengiringi gerak
pada irama pencugan dalam réndéng bojong
(Dok: Tim Peneliti, 24 Mei 2019) tarinya. Pada umumnya dalam kelompok
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 331

Tabel 1. Struktur Koreografi

No. Ragam Gerak Uraian Gerak Penari Putra Uraian Gerak Penari Putri
1 mincid hiji Penari bergerak memutar dalam gerakan Penari bergerak memutar dalam gerakan
mincid salancar (2x8), cindek/koma. mincid galayar (2x8), cindek/koma.
2 bukaan hiji Jérété mundur, malik, angin-angin (pa- Obah taktak mundur, malik, angin-angin
sang muka), golong, sonténg katuhu, (pasang muka), golong, sonténg kénca,
léngkah malik, pasang, léngkah, pasang léngkah malik, pasang, léngkah, pasang
rogok luhur kénca. rogok luhur katuhu.
3 pencugan hiji sonténg siku luhur, léngkah muka, son- sonténg siku luhur, léngkah muka, son-
téng eluk paku, léngkah muter kénca, pa- téng eluk paku, léngkah muter jambret
sang, jedag, golong, takis kénca, golong kénca, pasang, jedag. Golong, gunting
takis katuhu), koma, pasang muka, ung- handap kénca, golong, gunting handap
kleuk, jedag (goong). Golong, gunting katuhu, koma, adeg-adeg muka, ung-
handap kénca, golong, gunting handap kleuk, jedag...(goong). Golong maju, léng-
katuhu, koma, adeg-adeg muka, ungkleuk, kah malik, gunting sonténg (bolak-balik),
jedag...(goong). Golong maju, léngkah ma- golong maju, gunting sonténg, léngkah
lik, gunting sonténg (bolak-balik), golong pasang katuhu, jalan jinjit ngénca, koma
maju, gunting sonténg, léngkah pasang képrét katuhu, pasang muka, galeong,
kénca, jalak péngkor maju ngénca, koma, jedag (goong).
pasang muka, galéong, jedag (goong).
4 bukaan dua koma, mundur rogok katuhu, suay kénca, koma, rogok katuhu, léngkah muter, suay
pasang kénca, kénca, pasang kénca,
5 mincid dua léngkah gitek pasang kénca, dengan pola léngkah gitek pasang kénca, dengan pola
lingkaran (mincid, ini dilakukan bo- lingkaran (mincid ini dilakukan bolak-
lak-balik/berganti arah gerak dan arah balik/berganti arah gerak dan arah ha-
hadap, juga posisi tangan nya kénca- dap, juga posisi tangannya kénca-katuhu),
katuhu), selama hampir dua goong, cin- selama hampir dua goong, cindek.
dek.
6 Nibakeun hiji pasang, léngkah mundur, cindek, léngkah maju motong, cindek.
7 Pencugan dua luncat rontok, léngkah, ngadangheuak galieur, léngkah, suay katuhu, rengkuh
(dilakukan 3x), léngkah golong muter, (dilakukan 3x), léngkah muter, cindek,
cindek, pasang muka, adu manis; keprok, pasang muka, adu manis; keprok, pa-
pasang muka, galieur, malik katuhu, adu sang muka, galieur, malik kénca, adu ma-
manis; keprok, pasang muka, galieur, ma- nis; keprok, pasang muka, galieur, malik
lik kénca, adu manis; keprok, pasang muka, katuhu, adu manis; keprok, pasang muka,
galieur, malik katuhu galieur, malik kénca.
8 Nibakeun dua muter, pasang muka katuhu, cindek, pa- Muter pasang muka, cindek, pasang,
sang,... goong. ...goong.
9 Pencugan tilu sonténg rogok luhur kiri, kulawit, obah sonténg rogok luhur katuhu, kulawit, obah
taktak, pasang muka siku kénca, nun- taktak, pasang muka siku katuhu, nunduk
duk (dilakukan 3x bergantian kénca- (dilakukan 3x bergantian kanan-kiri).
katuhu)
10 Nibakeun tilu léngkah mundur, selup katuhu eluk paku, léngkah mundur, selup katuhu eluk paku,
jalak péngkor mundur, léngkah kénca, jalak péngkor mundur, léngkah kénca,
ayun, koma, sonténg ayun...goong. ayun, koma, sonténg ayun...goong.
11 Bukaan tilu rogok luhur katuhu, kulawit siku handap, Rogok luhur katuhu, kulawit siku handap,
mincid, mincid tilu; adu manis (dilakukan mincid, mincid tilu; adu manis (dilaku-
bolak-balik kanan-kiri; sebanyak dua kan bolak-balik kanan-kiri; sebanyak
goongan), yang pada goongan kadua se- dua goongan), yang pada goongan kadua
belum goong, didahului oleh nibakeun. sebelum goong, didahului oleh ni-
bakeun.
12 Nibakeun opat koma, jérété sonteng katuhu maju, koma, léngkah suay muter katuhu, koma, pasang
pasang, muka.
13 Pencugan opat jérété muter kénca, koma, pasang, jérété golong kénca, ngalagena, koma, jalak
muter katuhu, koma, pasang, pabalatak péngkor katuhu, ngalagena, koma, paba-
(téwak, siku, tunjel, léngkah, usik-malik, latak (suay muter katuhu, suay muter ké-
koma), nca, koma, pasang muka).
14 Nibakeun lima koér, usik-malik, jérété muter kénca, koma, Jambret katuhu, muter kénca, koma, pa-
émprak (dépok jerit)... goong. sang muka... goong.
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 332

15 Pencugan lima jérété maju nyérong, koma, pasang ka- balungbang muter katuhu (2x), jalak péng-
tuhu, jérété muter katuhu, koma, pasang kor katuhu, koma, siku kénca, balungbang
katuhu, golong, suay dépok katuhu, suay muter kénca, képrét kenca, balungbang
dépok kénca, léngkah kénca, pling kénca... katuhu, képrét katuhu, koma, siku katuhu,
goong. Léngkah kénca, usik malik, pa- pling, léngkah katuhu, pasang katuhu...
sang katuhu, selup katuhu, luncat malik goong. Jambret muter kenca, suay muka,
katuhu, pasang katuhu, selup kénca, lun- cindek, ayun katuhu-ayun kénca, cindek
cat malik kénca, pasang katuhu, jambret gunting, siku, takis, suay katuhu, rogok,
katuhu, siku katuhu, nyokot katuhu, suay jedag, jalak péngkor katuhu, koma, siku
maju galéong nyérong kénca, jalak péng- kénca, ayun katuhu, rogok katuhu, jedag,
kor maju, galéong, jeda...goong. siku, takis, suay muter kénca, pasang
muka, galieur, cindek...goong.
16 Bukaan opat rogok luhur katuhu, malik, pasang muka, rogok luhur katuhu, malik, pasang muka,
obah taktak, mincid obah taktak, mincid.
17 Mincid tilu Kanyay (2x goongan) yang sebelum Kanyay (2x goongan) yang sebelum
goongan kadua didahului dengan selup goongan kadua didahului dengan se-
katuhu-kénca, léngkah acreud maju, sung- lup katuhu-kénca, léngkah acreud maju,
kem,...goong. sungkem,...goong.
18 Mincid opat écék, gilir simeut, pulang. écék, gilir simeut, pulang.

atau rumpun (genre) tari jaipongan, ter- Énjing Deui, Lindeuk Japati, Daun Pulus Késér
masuk réndéng bojong, kehandalan pe- Bojong, Serat Salira, Iring-Iring Daun Puring,
Banda Urang, Sénggot, Toka-Toka, Bulan Sa-
ngendang memiliki peranan yang sangat pasi, Seunggah, Tepung Ti Luhur Panggung.
penting. Saepudin (2013: 21) mengatakan Pola-pola tepak kendang tersebut, sering
menjadi rujukan bagi para pengendang di
sebagai berikut:
Jawa Barat untuk dapat mengiringi tarian
jaipongan.
Suwanda termasuk seniman pencipta pola-
pola tepak kendang jaipongan. Ia memiliki
peranan yang sangat penting karena ter-
Adapun karawitan iringan tari yang di-
masuk pengendang pertama yang berhasil gunakan pada tarian jaipongan réndéng bo-
menciptakan tepak kendang jaipongan. Pola jong menggunakan notasi karawitan Sunda
tepak kendang jaipongan hasil karya Suwan-
da di antaranya tepak kendang jaipongan Da Mi Na Ti La , yang meliputi; bagian intro
dalam lagu Oray Welang, Génjlong Jaipong, (termasuk alok) dan lagu.
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 333

Lagu : Banda Urang


Laras : Madenda Sanggian : Gugum Gumbira
Surupan : 4=T , 4=S Gerakan/irama : sedeng

4=T

0 0 0 0 0 5 3 4 4 3. 0 0 4 3 2 4 3 5 ! @
I Ha - ri - ta - Ba-rang Mi - os - Ka On - dang - an
4=S

. . 0 0 0 4 3 2 1 . 0 2 1 t . 2 1 3 4 5
Ka - ting - gal - seu - eur - ja - ja - ka - jeung-Mojang

. . . 0 0 @ ! 5 4 . 0 5 4 3 . 2 1 2 3 4
- Mang - sa -na - di –na A - ca - ra - Hi - bu - ran
4=T

. . 0 0 2 1 t r . 0 t r e . w q w e r
Nga - ra- ri - bing - ke –tukti - lu - ja - i - pong - an

. . 0 w q w q e r . e 0 . w q w 1 w q e r
- Nyi - Mo - jang - Ma - i - ran - E - man si - pa si - hor - mat - an

. 3 . 4 3 5 ! @ . 0 @ ! @ 3 . . @ ! 5 5
- Ngi - bing - pa - pa - sang - an - di - na wan - da - ja - i pong-an

Syair lagu

Dalam Bahasa Sunda Dalam Bahasa Indonesia (terjemahannya)


Harita Barang Mios Ka ondangan Waktu itu, ketika pergi ke undangan
Katinggal seueur jajaka jeung Mojang Terlihat banyak pemuda dan pemudi
Mangsana dina Acara Hiburan Saat waktunya dalam acara hiburan
Ngararibing ketuk tilu jaipongan Pada menari ketuk tilu jaipongan
Nyi Mojang Mairan, Emansipasi hormatan Pemudi berpartisipasi menari, sebagai emansipasi peng-
hormatan
Ngibing papasangan dina wanda jaipongan Menari berpasangan dalam tarian jaipongan
Kiwari jadi catur kacapangan Sekarang telah menjadi populer
jaipongan nyebar satatar pasundan Jaipongan menyebar ke seluruh wilayah Sunda (Pasundan)
Urang kota ti kampung ti padesaan Orang kota, dari kampung, dari desa
Tawis miasih miheman banda sorangan Sebagai tanda mencintai seni miliknya
Payus mun ngajenan, maluruh nitenan Pantas kalau menghargai, menelusuri dan mengamati
Riksa sasarengan kapan seni Banda Urang Menyadari bersama, bahwa seni itu milik kita
Jaipongan jaipongan jasana sanes Lumayan Jaipongan-jaipongan begitu besar jasanya
Poko dianggo hiburan ngaraketkeun duduluran Utamanya sebagai hiburan yang mengikat persaudaraan
Aya lumut dina batu, aya kuya di muara Ada lumut di atas batu, ada kura-kura di muara
Masing emut Kana Waktu, di dunya ukur ngumbara Harus ingat dengan waktu, bahwa di dunia itu hanya se-
saat (mengembara)
Jaipongan-jaipongan jasana sanes lumayan Jaipongan-jaipongan begitu besar jasanya
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 334

Poko dianggo hiburan ngaraketkeun duduluran Utamanya sebagai hiburan yang mengikat persaudaraan
Siklukna tararunduk Seluruh pelosok menundukan kepala
Najan anggang dararatang Walau jauh berdatangan
Barang aya nu hiburan Ketika ada hiburan
Naranggapna jaipongan Selalu menghadirkan seni jaipongan

Pada penyajiannya, karawitan iringan Nyi Mojang Mairan,Emansipasi hormatan


tari réndéng bojong dalam lagu Banda Urang Ngibing papasangan dina wanda jaipongan

dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian in- Kiwari jadi catur kacapangan (4=T /patet nem)
tro dan iringan. jaipongan nyebar satatar pasundan (4=S /patet sanga)
Urang kota ti kampung ti padesaan
Bagian Intro Tawis miasih miheman banda sorangan (4=T / patet nem)
Bagian ini diawali dengan kendang Payun mun ngajenan, maluruh nitenan
Riksa sasarengan kapan seni Banda Urang
(solois), kempul dan goong (opat goongan),
kemudian masuk gending dalam bentuk Alok
melodi pengulangan (repetitif) dan disertai Jaipongan jaipongan jasana sanes Lumayan (4= S /patet sanga)
Poko dianggo hiburan ngaraketkeun duduluran
pola kendang sebanyak 27 goongan. Ada hal Aya lumut dina batu, aya kuya di muara
penting yang menarik pada tari réndéng Masing emut Kana Waktu, di dunya ukur Ngumbara
bojong, yaitu penggunaan bentuk intro jaipongan-jaipongan jasana sanes lumayan
Poko dianggo hiburan ngaraketkeun duduluran
dengan irama kering karena pada umum- Siklukna tararunduk
nya intro-intro dalam tarian yang termasuk Najan anggang dararatang
jaipongan, baik produk Jugala, Sari Pang- Barang aya nu hiburan
Naranggapna jaipongan
gugah (Adu Manis), Tati Saleh (Lindeuk Japa-
ti), Nano S. (Nonblok) maupun grup-grup Setelah alok, kembali ke lagu, dan ter-
lainnya, biasanya Intro dalam bentuk irama akhir, kembali ke alok.
sawilet.
Bagian Iringan (Pirigan) 3. Penataan Rias dan Busana Tari
Pada tari réndéng bojong dengan lagu Rias dan busana tari yang dipakai dalam
Banda Urang ini menggunakan dua tang- repertoar tari réndéng bojong sangat jelas
ga nada (laras), yaitu laras madenda 4=T bercirikan busana ketuk tilu (lihat gambar
(Ti=Tugu) dan laras madenda 4=S (Ti=Singgul). 2a dan 2b). Hal ini menunjukkan bahwa
Oleh karena itu, penggunaan dua laras inilah Gugum Gumbira masih kental memper-
yang mengakibatkan iringannya pun meng- tahankan identitas sumber. Dengan kata
gunakan dua patet, yaitu patet nem dan patet lain, hampir keseluruhan identitas yang
sanga. Penggunaan patet nem terlihat pada ada pada kesenian ketuk tilu dipertahan-
bagian sinopsis, seperti berikut. kan dalam repertoar réndéng bojong.
Paramitra (pamiarsa) anu nuju resep ngi- Walaupun demikian, ada beberapa ba-
bing dina wanda jaipongan, sumangga nyang- gian terutama pada busana yang dimodi-
gakeun ieu tepakeun teh tepakan dina wanda ib- fikasi atau mendapat sentuhan baru. Pada
ing réndéng bojong dina lagu Banda Urang. bagian rias, nyaris menggunakan pola yang
Kemudian, pada bagian lagu meng- sudah umum digunakan, baik oleh pada
gunakan dua laras dan dua patet, dengan jawara (pamogoran) maupun oleh ronggeng.
pembagiannya seperti di bawah ini: Pada penari putra, penggunaan rias tidak
ketat (bebas) kecuali ikat kepala (iket; model
Harita Barang Mios Ka Ondangan (4=T / patet nem) barangbang semplak) yang selalu digunakan
Katinggal seueur jajaka jeung Mojang (4= S /patet sanga)
Mangsana dina Acara Hiburan dengan bahan pada umumnya yang terbuat
Ngararibing ketuk tilu jaipongan (4=T /patet nem) dari batik. Adapun rias yang digunakan
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 335

Gambar 2a. Rias dan Busana Putra Gambar 2b. Rias dan Busana Putri
(Dok: Tim Peneliti, 24 Mei 2019) (Dok: Tim Peneliti, 24 Mei 2019)

oleh penari putri juga nyaris sama dengan tradisional Sunda, sinjang,yang di dalam-
yang digunakan oleh ronggeng (rias kese- nya menggunakan celana pangsi, justru
harian), dilengkapi sanggul Sunda pada posisinya dibalik yaitu celana pangsinya
bagian kepala dengan asesorisnya. yang menjadi pokok atau terlihat sebagai
Busana penari putra adalah bentuk busana bawahan, sedangkan kain sinjang
baju kampret yang pada umumnya terbuka diposisikan sebagai kain yang menjadi ke-
di tengah, baju tanpa kancing. Lalu, war- lengkapan busana bawahan (aksesoris atau
na yang pada umumnya berwarna hitam, dodot), dan di bagian pinggang dililitkan
dibuat lebih cerah. Begitu pula bahan yang kain sampur/soder yang melengkapi busana
biasanya terbuat dari katun, dibuat dari ba- keseluruhan.
han silk yang mengkilat. Selanjutnya, yang
biasanya menggunakan kain sarung, yang Bobot atau “Isi” (Content, Substance)
dipakai adalah kain sampur/soder dengan Berdasarkan pendadaran struktur ben-
bahan lebih lembut dan berwarna-warni tuk penyajian repertoar tari réndéng bo-
yang dililitkan di pinggang. jong yang disajikan berpasangan, maka,
Busana penari putri adalah bentuk didapatkan makna atau nilai di dalamnya
baju kebaya yang pada umumnya seder- yang disebut “isi garap”. Isi garap yang
hana, digunakan baju model kebaya yang dimaksud adalah dimensi nilai ekstrinsik
lebih menarik baik model (desain), bahan, (ekstra-estetik) yang merupakan represen-
warna, maupun pernak-pernik hiasan yang tasi dari nilai gagasan, pikiran, perasaan
menempel pada kebaya. Model kebaya ma- senimannya, latar budaya dari kehidupan
sih tetap dipertahankan (sebagaimana yang seniman penciptanya.
dipakai oleh ronggeng ketuk tilu), hanya 1. Eksistensi Gugum Gumbira
pada bagian ujung kebaya berbentuk run- Kemapanan estetika tari Sunda hingga
cing. Lalu bahan yang digunakan dari bro- sekitar tahun 1970-an didominasi oleh este-
kat, warna yang pada umumnya berwarna tika tari kaum bangsawan (menak Sunda).
gelap dibuat lebih cerah dengan dilengkapi Padahal di wilayah pinggiran begitu ba-
hiasan bermotif. Selanjutnya, bawahan kain nyak dan beragam jenis kesenian Sunda
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 336

yang nyaris tidak terangkat ke permukaan


atau menjadi termarjinalkan karena diang-
gap rendah. Keadaan inilah yang pada
akhirnya dirasakan oleh seorang Gugum
Gumbira, bahkan, ia menyikapinya seba-
gai sebuah keadaan kekosongan (stagnasi)
atau fase yang disebutnya kevakuman.
Gugum beranggapan bahwa kekayaan ke-
senian Sunda yang beragam itu memiliki
keunikan atau kekhasan tersendiri dan sa-
ngat layak untuk diangkat ke permukaan.
Ia sangat yakin, bahwa kesenian yang hi-
dup di kalangan rakyat pinggiran memiliki
keindahan (estetika) tersendiri.
Gambar 3. Profil Gugum Gumbira Tirasonjaya
Sikap kritisnya waktu itu didasari oleh saat ini pada usia 74 tahun
pengalaman dan keterampilan yang dimi- (Dok: Koleksi Jugala, 2019)
likinya, karena sudah sejak kecil ia dibekali
kemampuan bela diri pencak silat dan juga Petualangan Gugum dalam berkesenian
keterampilan menari ketuk tilu. Di sisi lain, yang mendalam terutama terjadi pada masa
ia juga menjadi seorang pegawai di ling- setelah berkeluarga, yaitu mempelajari ber-
kungan Dinas Pariwisata yang seringkali bagai jenis kesenian, seperti ketuk tilu dari
terlibat dalam pengembangan budaya dan Ki Sanhudi, Ibu Jubaedah, dan Bah Akil.
pariwisata. Selain mempelajari teknis pertunjukannya,
Kedua jenis kesenian buhun (tua) terse- ia pun menggali latar belakang kesejarah-
but, pada akhirnya dijadikan pijakan atau annya. Kesenian lain yang pernah dipela-
sumber inspirasi sekaligus sumber garap jari oleh Gugum berikutnya adalah belajar
oleh Gugum dalam upayanya menciptakan tari topeng cirebon dari dalang topeng Suji
bentuk tari yang lebih segar, menarik, dan dan Sujana Arja serta mempelajari gerak-
diminati oleh masyarakat semua golongan, gerak topeng banjet dari Bah Epeng, Ali Sa-
terutama kaum muda. Untuk menguatkan ban, dan Bah Pendul. Menurut keterangan
pembentukan sikap kritis yang bermuara Gugum, dalam mempelajari gerak-gerak
pada keinginan yang kuat dalam mencip- penca, ketuk tilu, dan gerak-gerak topeng
takan bentuk tarian baru tersebut, maka banjet dilakukannya sampai tuntas.
penting disampaikan berbagai pengalaman Setelah berguru kepada beberapa tokoh
kehidupannya di masa-masa awal perjalan- topeng banjet, giliran berikutnya yang dipe-
an karirnya sebagai seniman tari. lajarinya adalah seni kliningan bajidoran di
Untuk mewujudkan hal itu, ia belajar daerah Pantai Utara Jawa Barat, khususnya
berbagai jurus penca dari berbagai aliran, Karawang dan Subang. Hal ini merupakan
seperti; cikalong, cimande, dan sabandar. daya tarik tersendiri dalam pertunjukan
Gugum belajar aliran cikalong dan cimande kliningan bajidoran di samping penampil-
dari Bapak Saleh, Ki Bacih, dan Ki Sanhudi. an fisik sinden yang rata-rata masih muda,
Selain ayahnya sendiri, dari sekian banyak juga memiliki keterampilan ganda, yakni
gurunya yang paling mewarnai keterampil- menyanyi dan menari. Bahkan, pada ke-
an silatnya adalah Ki Bacih dan Ki Sanhudi. sempatan tertentu, para bajidor pun ke-
Kedua guru inilah yang banyak mewarnai rapkali menampilkan kebolehan menarinya
prinsip berkeseniannya. dan kalau dilihat secara koreografis gerak-
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 337

gerak yang muncul merupakan gerak im- hal yang dikerjakannya itu senantiasa sela-
provisasi yang unik. ras dengan minat masyarakat penikmatnya
Ketertarikan Gugum pada kesenian ini serta berhasil dan berdayaguna, baik bagi
karena terdapatnya kesamaan bentuk sa- dirinya maupun bagi masyarakat luas. Pada
jian dengan beberapa jenis kesenian yang dasarnya, karsa dan karya manusia itu ber-
telah dipelajari sebelumnya, yaitu: keur- orientasi pada kepentingan hajat hidup, se-
seus (tayub), ketuk tilu, penca, topeng ci- hingga ia senantiasa haus dengan berbagai
rebon, dan topeng banjet, yang kaya de- pengalaman batin, dalam hal ini mencari
ngan variasi gerak yang ditarikan secara sesuatu yang baru atau mempelajari dan
spontan, improvisasi, dan unik, baik yang mencari lagi hal-hal baru yang sebelumnya
ditarikan oleh para pesinden maupun para tidak pernah diterima oleh dirinya.
bajidor. Untuk mengetahui lebih dekat Berdasarkan hasil penelusuran berbagai
dengan kesenian tersebut, ia memutuskan data di lapangan menunjukkan bahwa di-
ikut ngabajidor (terlibat menjadi bajidor). Se- sadari ataupun tidak, proses kreatif pencip-
lanjutnya Gugum (wawancara di Bandung; taan repertoar tari réndéng bojong dilalui-
20 Mei 2019) menjelaskan, bahwa “Ia mulai nya dengan berbagai tahapan sebagaimana
berkenalan dengan beberapa tokoh bajidor pola umum penciptaan seni, yang meliputi
yang ada di daerah Karawang, seperti Atut, penyusunan konsep, proses garap, dan ha-
Askin, Dimyati, dan dari Subang, seperti sil garap (produk).
Lurah Hilman, Upas Omo, Lurah Joni, ser- Berpijak pada pembacaannya terha-
ta beberapa tokoh bajidor lainnya”. dap genre tari keurseus yang merupakan
Perjalanan menjelajahi berbagai jenis tarian tunggal putra dan genre tari kreasi
kesenian rakyat (pinggiran) itulah yang baru yang justru sebaliknya karena ma-
membentuk suatu pemahaman, bahwa yoritas merupakan jenis tarian tunggal
Jawa Barat begitu kaya akan keragaman putri, maka Gugum Gumbira hendak
dan keunikan yang selama ini tidak pernah mengembalikan atmosfer dari kehangatan
tergali. Berbagai nilai yang terkandung di tarian pergaulan yang menghadirkan so-
dalamnya, melalui pengolahan yang opti- sok perempuan dan laki-laki secara berpa-
mal dari seorang seniman, maka diyakini sangan sebagai gambaran tari pergaulan.
akan menjadi sumber estetik baru dalam Gugum dalam hal ini (wawancara di Ban-
wujud tari kekinian yang diminati oleh ka- dung, 20 Mei 2019) mengatakan, sebagai
langan muda Kota Bandung, khususnya berikut:
yang selama ini lebih menyukai kesenian
yang datang dari Barat. Berpijak dari prin- Ia melihat dan memahami dengan sepenuh
hati, bahwa dibalik keindahan tubuh dari
sipnya yang kuat itu, Gugum mulai mene- seorang perempuan (ronggéng) terkan-
tapkan hati bahwa kesenian rakyat harus dung dimensi keindahan (estetika dan etika)
yang luar biasa dahsyatnya. Begitu pula Ia
dapat diminati oleh kaum muda dalam per-
melihat dan memahami dengan sepenuh
gaulannya sehari-hari. Oleh karena itu, ia hati, bahwa dibalik keindahan tubuh dari
bertekaduntuk menciptakan suatu bentuk seorang laki-laki (pamogoran) seperti dirinya,
terkandung dimensi kekuatan (estetik dan
tarian pergaulan yang kekuatan estetikan- etik) yang memiliki daya tarik tersendiri.
ya digali dari berbagai sumber keragaman
kesenian rakyat. Kedua kekuatan tersebut ingin dipersa-
tukan dalam sebuah bentuk tarian berpasang-
2. Konsep Garap an, dengan harapan dapat menggambarkan
Gugum dalam meniti karir berkeseni- (merepresentasikan) nuansa pergaulan
annya mempunyai pandangan, bahwa hal- muda-mudi (rumaja) Kota Bandung.
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 338

3. Proses Garap a. Tahap Eksplorasi


Setelah menetapkan sebuah konsep Proses eksplorasi yang dilakukan oleh
yang pasti, berikutnya adalah melakukan Gugum Gumbira sangat memperhatikan
proses garap. Konsep inilah yang menjadi unsur-unsur harmonisasi antara gerak dan
rujukan atau pengendali (mengontrol) ber- gending, sehingga senantiasa terbentuk
bagai pengjelajahan terhadap seluruh po- keselarasan satu sama lain yang saling me-
tensi idiom yang memungkinkan untuk lengkapi. Namun demikian, faktor yang
menjadi unsur-unsur pelengkap yang se- menentukan bentuk akhir dari sebuah ta-
cara integral membentuk hasil akhir yang rian adalah kadar dan cara penggabungan
diharapkan. Berbagai kekuatan idiom terse- dari elemen-elemen tersebut menjadi ben-
but meliputi gerak (koreografi), karawitan tuk yang saling berhubungan dan tidak
iringan tari, dan rias busana tari. Sekaitan dapat dipisahkan satu sama lain. Demikian
dengan hal itu Ellfeldt dalam Mulyana dan Gugum melakukan proses kreatifnya ber-
Ramlan (2012: 28) menjelaskan, sebagai dasarkan metoda dan kiat-kiatnya sendiri.
berikut. Pada awal prosesnya, Gugum meng-
olah struktur lagu dalam hal ini menge-
Setiap penata tari adalah seorang pencari liminir pengulangan-pengulangan serta
gerak, ia mengumpulkan perbendahara-
an gerak, kemudian gerak-gerak tersebut membuat kerangka lagu atau gending pe-
diseleksi untuk dipilih, diolah dan disusun ngiring. Diawali oleh introduksi (bubuka),
sesuai dengan konsep garap yang telah berlanjut pada bagian pokok (bukaan) dan
direncanakan. Selanjutnya ia mengadakan
penjelajahan atau eksplorasi, dalam arti pencugan, yaitu gending untuk gerak-gerak
menggali, mengolah, dan mengembangkan pokok. Kemudian panutup (nibakeun; ben-
idiom-idiom gerak-gerak tari tradisi tersebut
menjadi suatu gerak yang betul-betul baru.
tuk akhir gerak pokok yang berujung pada
goong), dan mincid yaitu merupakan ragam
Untuk mewujudkan konsep tersebut, gerak penghubung, yang fungsinya men-
Gugum sangat mengandalkan pengalaman jembatani antara gerak pokok yang satu
lahir dan batinnya yang telah diisi oleh dengan gerak pokok lainnya. Selanjutnya
berbagai idiom gerak tari tradisi kerak- dilakukan dialog dengan para mitra kerja
yatan, kemudian diseleksinya berdasar- kreatifnya dan para pendukungnya (penari
kan daya telaah serta pemahaman este- dan penabuh). Bagian kedua, pengolah-
tika yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia an bentuk dan isi tarian. Bagian ketiga,
tidak menafikan bahwa sumber inspirasi membuat desain busana, dan fase terakhir
yang mengilhaminya dalam proses kreatif adalah penerapan karyanya kepada para
menciptakan jaipongan adalah apa yang pendukungnya, yang didahului oleh pe-
dikuasainya selama ini dalam hidupnya, nyeleksian.
yaitu; penca/maénpo, ketuk tilu, topéng Setelah mengidentifikasi gerak-gerak,
banjet, dan bajidoran. tahap berikutnya adalah membuat variasi-
Bagi Gugum Gumbira, kesenian tradisi variasi gerak, tempo atau dinamika irama
adalah modal yang sangat penting atau pa- tarian dari mulai irama atau embat sawilet
ling utama dalam proses kreatifnya. Per- (irama sedang), dua wilet (irama lambat),
bendaharaan gerak tradisi adalah acuan sampai dengan embat opat wilet (irama
orientasinya, bahkan, senantiasa didahului lalamba). Ternyata setelah diseleksi, irama
oleh pemahaman terhadap kesenian-kese- dua wilet lah yang dianggap paling pas un-
nian tradisi yang dilihat dan dirasakannya tuk pengembangan pola ibing-nya. Tahap
dengan menyerap nilai-nilai, baik nilai es- pertama, Gugum membuat salah satu jurus
tetika maupun aspek spiritualnya. dasar yang mengembangkan gerak-gerak
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 339

kaki atau léngkahan. Gerak-gerak kaki terse- menghasilkan sebuah susunan (kompo-
but diolah menjadi beberapa motif, dari sisi) dengan bangunan struktur tari dalam
mulai léngkahan lambat, léngkahan sedang, bantuk tarian baru yang memiliki identitas
sampai dengan léngkahan cepat. yang khas.
Selanjutnya pengembangan variasi ge- b. Tahap Evaluasi
rak tangan, dengan pengembangan kualitas Gugum selalu memperhatikan struktur
geraknya. Gerak mengayun yang terdapat tariannya, baik pada bentuk awal, bagian
pada gerak pasang, yaitu ayunan gerak ta- tengah, maupun bagian akhir tarian yang
ngan dari mulai ayunan gerak ringan hingga lebih menitikberatkan pada keindahan
ayunan gerak bertenaga. Pola tersebut sa- gerak. Penyusunan koreografinya lebih
ngat jelas tata urutnya dan kerapkali terjadi mengutamakan pada penempatan irama,
pengulangan; penggunaan gerak khusus- dengan struktur tariannya diawali dengan
nya dalam penempatan tenaga seolah-olah intro dalam gending, seperti untuk kebu-
pola gerak tersebut tidak berkelanjutan. tuhan tari réndéng bojong yang diawali
Pengembangannya membuat berbagai mo- dengan mengisi introduksi musik dengan
tif gerak bukaan, pencugan, dan nibakeun mincid boboyongan, yang dilanjutkan de-
yang berbeda dengan motif awal, walau- ngan bukaan, pencugan, dan diakhiri dengan
pun secara bentuk mempunyai kesamaan. mincid.
Berikutnya adalah pengembangan ru- Tidak semua tarian atau karya tari dapat
ang, baik pengembangan posisi maupun ditarikan dengan baik oleh seorang penari,
dimensi; berbagai arah gerak, arah hadap, hal ini tentu saja berkaitan dengan wanda,
dan tinggi rendahnya (leveling). Hal inilah yaitu kesesuaian fisik penari dan karakter
yang jarang terlihat pada tari-tarian tradisi penari dengan tarian. Selain itu, yang me-
Sunda sebelumnya, sedangkan dalam di- nentukan baik dan tidaknya tarian adalah
mensi ruang adalah mengembangkan vo- kemampuan dan bakat penari. Menurut
lume gerak dari satu motif menjadi berbagai Sal Murgiyanto (1993: 12) semua orang me-
motif gerakan. Berbagai pengembangan ngetahui bakat tari merupakan pra-syarat
tersebut, pada tari réndéng bojong nampak untuk dapat membawakan sebuah tarian
kaya akan variasi gerak. dengan baik dan mengesankan. Jadi sangat
Hal lainnya adalah, bahwa pengem- jelas, penentuan casting harus dilakukan se-
bangan tari réndéng bojong dipengaruhi cara selektif.
pula oleh motif tepak kendang. Dalam hal Pada pemilihan casting ini Gugum be-
ini, ia mencoba menggali berbagai motif gitu hati-hati. Beberapa orang atau penari
tepak kendang yang dilakukan dengan me- diamatinya dan setelah dipertimbangkan
nyertakan seniman lain yang mempunyai masak-masak, akhirnya ia memilih Tati
potensi dalam keterampilan bermain ken- Saleh, Eli Somali, dan Yeti Mamat. Sekaitan
dang (Suwanda dan Dali; pengendang han- dengan hal itu Gugum menjelaskan seba-
dal dalam kesenian topeng banjet di Kara- gaimana dikutip oleh Mulyana dan Ramlan
wang). Di sini, pengendang dituntut peka (2012: 33) bahwa:
terhadap kebutuhan irama gerak seperti;
tepak kendang yang mengikuti pola gerak Alasan yang paling mendasar pemilihan
ketiga orang tersebut, karena mereka baik
dan/ atau gerak mengikuti tepak kendang. secara fisik dan keterampilan menarinya
Pengembangan ini kemudian melahirkan dianggap memadai. Bahkan menurut pe-
ngamatan Gugum ketiga orang tersebut
motif gerak baru, dan lahir pula motif te-
memiliki dasar yang baik dalam menari,
pak kendang yang baru. Selanjutnya adalah apalagi salah seorang dari mereka ada yang
pengembangan secara bentuk, sehingga sudah eksis di dunia seni pertunjukan yang
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 340

pada gilirannya eksistensi seseorang adalah (wawancara di Bandung, 20 Mei 2019) me-
penting terutama berkaitan dengan nilai jual. ngatakan, bahwa “Penggunaan nama ketuk
tilu perkembangan tersebut mengundang
Selanjutnya, secara bertahap karya
reaksi keras dari para seniman tari tradi-
perdana Gugum, yaitu réndéng bojong
sional (konservatif) masa itu, tetapi mere-
diterapkan kepada ketiga orang tersebut,
ka mengusulkan dan menyarankan untuk
dan dalam waktu kurang lebih tiga bulan
menggatinya dengan nama lain yang lebih
tarian tersebut telah dikuasai oleh mereka
sesuai, baru, dan khas”.
bertiga. Selama dalam proses penerapan,
Lontaran kritik dari para seniman tradi-
ia senantiasa memberikan keleluasaan ke-
si (konservatif) tersebut memiliki argumen-
pada para penarinya. Hal yang dipandang
tasi yang dapat dipertanggungjawabkan,
kurang enak ditarikan oleh penarinya ti-
yaitu bahwa hendaknya nama ketuk tilu
dak dipaksakan, tetapi bisa dicari alterna-
melekat sebagai nama yang sudah menjadi
tif lain yang sekiranya dianggap pas buat
entitas dari sebuah bentuk kesenian yang
penarinya. Selama itu, para penarinya pun
sudah ada dan masih hidup sebagai warisan
diberikan kebebasan untuk mengembang-
tradisi masyarakat Sunda. Kesenian ketuk
kan gayanya. Akhirnya, tarian itu menjadi
tilu tersebut merupakan jenis kesenian per-
lebih berkembang sesuai dengan keinginan
gaulan/hiburan di kalangan rakyat, sehingga
para penarinya, sepanjang tidak mengubah
memiliki bentuk penyajian dengan pola ber-
esensi dari tariannya.
pasangan, yaitu antara penari perempuan
Berdasarkan uraian tersebut, maka da-
(ronggeng) dengan penari partisipan (laki-
pat diperoleh gambaran bahwa Gugum
laki) dari kalangan penonton yang hadir
dalam uji coba ini banyak memotivasi para
pada acara tersebut. Pola penyajian berpa-
penarinya. Setelah mengadakan penerapan
sangan itu lah yang masih kental diadopsi
koreografi, maka dilakukan uji coba berupa
ke dalam tari ketuk tilu Perkembangan,
pertunjukan. Tahap uji coba ini dilakukan
nama yang dipakai saat itu.
pada acara-acara yang dianggap baik, mi-
Kritik dan saran tersebut disikapi oleh
salnya pada acara-acara tertentu yang di-
Gugum Gumbira dengan arif dan bijaksa-
hadiri oleh orang banyak dan orang-orang
na, bahkan, diposisikan sebagai sebuah tan-
penting, baik kalangan birokrat, seniman,
tangan untuk segera menemukan sebuah
maupun budayawan.
nama yang lebih tepat. Sekaitan dengan hal
Salah satu momentum yang digunakan
itu Gugum (wawancara di Bandung, 20 Mei
oleh Gugum adalah melakukan presentasi
2019) menegaskan, bahwa “Pada akhirnya
karya dan sekaligus diskusi dengan para
setelah peristiwa dialogis tersebut berlalu,
akademisi seni di lingkungan Akademi Seni
dalam waktu yang tidak terlalu lama ia
Tari (ASTI) Bandung. Berkaitan dengan hal
menemukan nama yang dimaksud, yaitu
itu, Azis (dalam Caturwati dan Ramlan, ed.
‘Jaipong’. Nama tersebut diadopsi dari lon-
2007: 8) menuturkan, bahwa pada tahun
taran Ali Syaban (pelawak) dan para nayaga
1978 ia menyaksikan pertunjukan ketuk tilu
dalam kesenian topeng banjet”.
gaya baru (ketuk tilu perkembangan) hasil
c. Tahap Komposisi
kreasi Gugum Gumbira di ASTI Bandung.
Bagian akhir dari sebuah perjalanan
Sajian tari itu berupa tari berpasangan an-
panjang yang telah dilalui Gugum dalam
tara Gugum dan Tati Saleh. Saat itu, Gugum
upaya menciptakan sebuah karya tari,
belum memakai istilah jaipongan pada
adalah menentukan atau menetapkan suatu
karya-karyanya yang berorientasi pada tari
bentuk penyajian dengan segala kelengkap-
ketuk tilu, seperti; oray welang, kangsreng,
an estetik yang artistik dari seluruh unsur
geboy, dan sebagainya. Bahkan, Gugum
Panggung Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2019 341

atau idiom seni yang terkait di dalamnya. tersebut, di lingkungan akademis lebih
Berbagai unsur estetika tersebut, meliputi; dikenal dengan istilah bukaan, pencugan, ni-
estetika gerak dalam struktur koreografi, bakeun, dan mincid.
estetika musik dalam struktur karawitan i-
ringan tari, dan estetika rupa dalam pentaan Penyajian (Presentation)
(desain) rias dan busana tari. Penyajian (presentation) tari ini meru-
Proses pembentukan atau penyusunan pakan satu kesatuan utuh (integral) dari
struktur tarian senantiasa dilakukan secara perwujudan seluruh unsur estetika yang
sadar, artinya terencana dan terkonsep- melekat pada repertoar tari, terutama ke-
kan sehingga pembentukan keseluruhan tika disajian di atas panggung dan disaksi-
elemen yang terdapat dalam tarian men- kan oleh publik penonton. Pada perwujud-
jadi kesatuan bangunan struktur tari yang annya, keseluruhan unsur estetika sudah
utuh. Struktur tari tersebut, pada dasarnya menjadi identitas repertoar tari réndéng
dijalin oleh berbagai ragam gerak yang bojong. Repertoar tari ini disajikan dalam
dikenal dengan istilah konstruksi (memin- bentuk berpasangan putra dan putri, de-
jam istilah dalam arsitektur). ngan menggunakan penataan rias dan bu-
Konstruksi garap yang disusun oleh Gu- sana yang telah ditetapkan dengan berbagai
gum diawali dengan bubuka, yakni awal tari- olahan ruang, tenaga, dan waktu (tempo;
an atau introduksi tarian berdasar pada pola dinamika), arah hadap, dan arah gerak, le-
tepak kendang dan gending atau sebaliknya veling, bloking, dan sebagainya.
pola gerak yang diisi oleh tepak kendang dan Keseluruhan olahan tersebut disajikan
gending (berdasarkan lagu dan gending dengan teknik yang baik dan penghayatan
atau sebaliknya). Bagian tengah diisi de- yang mendalam dari para penarinya, se-
ngan jurus-jurus dari ibingan penca (penca hingga mampu mengeluarkan ekspresi
kembang; pencugan) merupakan inti atau sesuai dengan karakter yang dikehendaki
gerak pokok jaipongan, dan sebagai sisipan dalam tarian réndéng bojong tersebut,
atau gerak peralihannya digunakan gerak yaitu bernuansa pergaulan. Teknik yang
mincid. Bagian akhir disebut panutup atau dimaksud merupakan cara yang sudah di-
ngagoongkeun, yakni dari pola-pola gerak pandang baik dan benar dalam melakukan
sorong atau nyéréd yang berpijak pada pola suatu gerakan tubuh sesuai dengan capai-
gerak ketuk tilu pada bagian akhir (arang- an hasil yang dianggap terbaik, sehingga
arang dan nyorong atau nyéréd; nibakeun). sudah menjadi sebuah sistem atau ketetap-
Pola-pola atau ragam gerak-ragam gerak an tersendiri.
tersebut menjadi pijakan atau acuan (pola Oleh karena itu, dengan menggunakan
baku) dalam setiap tarian yang diciptakan- teknik menari yang baik dan benar maka
nya. Namun demikian, pola-pola tersebut tarian ini sangat terlihat begitu enerjik, di-
begitu lentur atau fleksibel, sehingga dapat namis, dan komunikatif baik dilihat dari sisi
ditempatkan bebas (tidak berurutan). bentuk dan performa, maupun dilihat dari
Metode konstruksi dalam struktur tari sisi ekspresinya. Adapun cara mengolah
réndéng bojong tersebut sangat menekan- bentuk penyajiannya tidak banyak menggu-
kan pada keadaan yang selalu hidup/plas- nakan pendekatan objektif (rasional; akal),
tis/asimetris, sehingga mampu melahirkan karena tari réndéng bojong tidak akan dapat
sebuah struktur koreografi yang simpel dan diterjemahkan secara kasat mata atau tidak
dinamis yang memiliki tingkat fleksibili- bersifat verbal dan dangkal.
tas gerakan yang sangat tinggi. Keempat Cara mengolah tari réndéng bojong
ragam gerak yang menjadi konstruksi tari tampak dititikberatkan pada nilai-nilai rasa
Ramlan, Jaja: Estetika Tari Réndéng Bojong Karya Gugum Gumbira 342

yang dikendalikan dan dihayati oleh penari enerjik, dinamis, dan maskulin, baik disa-
melalui imajinasi, atau dengan kata lain jikan oleh penari putri maupun penari pu-
bentuk-bentuk yang hendak diwujudkan- tra. Sejak saa itu, Gugum Gumbira telah
nya senantiasa bersifat simbolik atau idiom- menciptakan lebih dari lima belas reper-
atik dari isinya. Sekaitan dengan hal itu Iyus toar tari jaipongan, di antaranya; réndéng
Rusliana (2008: 115) menjelaskan, bahwa bojong, Késér Bojong, Pencug Bojong, Iring-
“Esensi gambaran isi tariannya tercermin iring Daun Puring, Setrasari, Bulang Sapasi,
secara simbolik dari keseluruhan bentuk ta- Kuntul Mangut, Senggot, Sonteng, Toka-toka,
rian tersebut, sehingga menghasilkan karya Ringkang Gumiwang, Rawayan, Kawung An-
tari yang bukan untuk dikonsumsi akal se- ten, Tawadhu, Alas Gromyang, Jalak Ngejat,
mata tetapi juga memerlukan penghayatan dan sebagainya.
dan kepekaan estetik dari penontonnya”.
Daftar Pustaka
SIMPULAN Caturwati, E. dan L. Ramlan, ed. (2007). Gu-
Berdasarkan hasil analisis diperoleh gum Gumbira Dari ChaCha ke Jaipong-
simpulan, bahwa tari réndéng bojong karya an. Bandung: Sunan Ambu Press.,
Gugum Gumbira Tirasonjaya diciptakan STSI Bandung.
dalam bentuk penyajian berpasangan pu- Djelantik, A.A.M. (1999). Estetika: Sebuah
tra-putri yang dibangun oleh tiga unsur Pengantar. Bandung: MSPI.
utama, yaitu Wujud (bentuk)yang terdiri Hastuti, B. Budi dan Supriyanti (2015). Me-
dari struktur koreografi, struktur karawi- tode Transformasi Kaidah Estetis
tan, dan penataan rias dan busana; Bobot Tari Tradisi Gaya Surakarta. Pang-
(isi) meliputi eksistensi Gugum, konsep gung, 25 (4), 356-367.
garap, dan proses garap; dan Penyajian se- Mulyana, E. dan L. Ramlan. (2012). Tari Ja-
bagai tarian berpasangan yang bernuansa ipongan (Buku Ajar). Bandung: Juru-
tari pergaulan. Ketiga unsur utama terse- san Seni Tari Press, STSI Bandung.
but, secara integral menjadi sebuah krista- Murgiyanto, S. (1993). Ketika Cahaya Merah
lisasi nilai estetis yang menjadi identitas Memudar: Sebuah Kritik Tari. Bandung:
repertoar tari réndéng bojong. CV. Gevin Ganan.
Tari réndéng bojong sebagai produk Rohidi, T. R. (2011). Metodologi Penelitian
akhir merupakan sebuah sajian pertunjuk- Seni. Semarang: CV. Cipta Prima
an tari yang menyajikan warna, nuansa, Nusantara.
dan identitas berbeda dari genre tari pen- Rusliana, Iyus. (2008). Penciptaan Tari Sunda
dahulunya. Tari réndéng bojong memiliki Gagasan Global Bersumber Nilai-Nilai
pondasi (konstruksi) struktur koreografi Lokal. Bandung: Etnopublisher, STSI
yang dibangun oleh empat frase ragam Bandung.
gerak, yaitu bukaan, pencugan, nibakeun, dan Saepudin, A. (2013). Konsep dan Metode
mincid, dengan sifatnya yang lentur (fleksi- Garap dalam Penciptaan Tepak Ken-
bel) dalam tata urutannya. dang jaipongan. Panggung, 23 (1),
Tari réndéng bojong karya Gugum 1-30.
dengan konstruksi seperti itu, telah mem- Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung:
bentuk karakteristik tarian menjadi sangat ITB.

Anda mungkin juga menyukai