Anda di halaman 1dari 87

375.

615 1
Ind
i

ILMU RESEP TEORI


Jilid II ( untuk kelas II )
Cetakan Kedua

Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001


KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI

Departemen Kesehatan RI
Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pusdiknakes
2004
ILMU RESEP TEORI
Jilid II ( untuk kelas II )
Cetakan Kedua

Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001


KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI

Tim Penyusun :
1. Drs. Seno Soetopo, Apt.
2. Dra. Siti Atifah Wardiyati, Apt.
3. Dra. Russie Rohadiyatie, Apt.
4. Purwitaningsih, S.Pd.

Tim Pembahas / Editor :


1. Drs. Abd. Karim Zulkarnaen, Apt. M.Si. 5. Fahleni, S.Si., Apt.
2. Drs. Fery Norhendy, Apt. 6. Yugo Susanto, S.Si., Apt.
3. Drs. Hendra Nanto, Apt. 7. I. Wayan Sueta, B.A
4. Dra. Zubaedah, Apt. 8. Yulie, Amd.
9. Maryani

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, atas segala rahmat dan petunjukNya, buku pegangan
untuk siswa Sekolah Menengah Farmasi telah dapat disusun
kembali. Penyusunan kembali ini disesuaikan dengan kurikulum
baru yakni Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001.
Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku
pegangan ini yang dikoordinir oleh Sekretariat Bersama Sekolah
Menengah Farmasi Se Indonesia dan telah melibatkan seluruh
unsur SMF Se Indonesia.
Kami harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi siswa /
peserta didik, guru / tenaga pendidik di sekolah dalam upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilannya, selanjutnya dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang farmasi
khususnya dan dibidang kesehatan umumnya.
Akhirnya untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya kami
harapkan adanya saran perbaikan dan kritik dari semua pembaca.

Jakarta, Mei 2002

ii
PENGANTAR DARI SEKBER

Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam


bidang farmasi telah diikuti dengan perombakan kurikulum
Sekolah Menengah Farmasi 1987 dengan kurikulum Sekolah
Menengah Farmasi 2001. Dalam kurikulum baru ini telah
diperjelas kompetensi seorang Asisten Apoteker berdampingan
dengan peran tenaga farmasi lainnya.
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa,
Buku Ilmu Resep Jilid II untuk siswa kelas II Sekolah
Menengah Farmasi dapat terbit pada waktunya.
Buku Ilmu Resep ini disusun kembali untuk disesuaikan dengan
perkembangan jenis obat dan teknologinya disertai dengan harapan
akan menjadi buku pegangan yang sangat bermanfaat bagi siswa
Sekolah Menengah Farmasi.
Kami sangat berterima kasih kepada Tim Penyusun, Tim
Pembahas dan Editor yang telah bekerja keras sehingga buku ini
dapat terbit pada waktunya.

Jakarta, Mei 2004

iii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ii
PENGANTAR DARI SEKBER iii
DAFTAR ISI iv
BAB I SOLUTIO ( LARUTAN ) 1
BAB II SUSPENSI 16
BAB III EMULSI 22
BAB IV PILULAE 36
BAB V GALENIKA 41

iv
BAB I
SOLUTIO (LARUTAN)

A. Pengertian
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
Misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur.
Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan
larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan
memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.
Bila zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan terjadi tipe larutan sebagai berikut
:
1. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut
dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi
batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.

Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut disebut solute. Solvent
yang biasa dipakai adalah :
1. Air untuk macam-macam garam
2. Spiritus , misalnya untuk kamfer, iodium , menthol.
3. Gliserin, misalnya untuk tannin, zat samak, borax, fenol.
4. Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor , sublimat.
5. Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.

6. Parafin Liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer, menthol, chlorobutanol.


7. Eter minyak tanah , untuk minyak-minyak lemak.

B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

1. Sifat dari solute atau solvent.


Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam
anorganik larut dalam air.
Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa
(umumnya senyawa organik) larut dalam chloroform.

2. Cosolvensi.
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan
pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya Luminal tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam campuran air – gliserin atau solutio petit

3. Kelarutan.
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut , zat yang sukar larut memerlukan
banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah
:

1
a. Dapat larut dalam air.

Semua garam klorida larut , kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2.
 Semua garam nitrat larut, kecuali nitrat base, seperti bismuthi subnitras.
 Semua garam sulfat larut, kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit larut)

b. Tidak larut dalam air.


 Semua garam karbonat tidak larut , kecuali K2CO3, Na2CO3, (NH4) 2CO3.

Semua oksida dan hidroksida tidak larut , kecuali KOH, NaOH, NH4OH, BaO, dan
Ba(OH)2.

Semua garam posphat tidak larut, kecuali K3PO4, Na3PO3, (NH4)3PO4

4. Temperatur.
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat tersebut dikatakan
bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
Zat terlarut + pelarut + panas  Larutan
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan
panas.
Zat terlarut + pelarut  Larutan + panas
Contoh : K2SO4, KOH, CaHPO4, Calsium gliseropospat,
minyak atsiri, gas-gas yang larut.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan,
misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri, misalnya etanol, minyak atsiri
b. Zat yang terurai, misalnya Natrii bicarbonas
c. Saturatio
d. Senyawa – senyawa calsium, misalnya aqua calcis

5. Salting Out.
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih besar di banding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau
terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contoh :
a. Kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan
larutan NaCl jenuh. Disini kelarutan NaCl dalam air lebih besar dibanding kelarutan
minyak atsiri dalam air, maka minyak atsiri akan memisah.
b. Reaksi antara papaverin Hcl dengan solutio charcot menghasilkan endapan papaverin
base.
6. Salting In.
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : riboflavin (vitamin B2) tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam larutan yang mengandung nicotinamidum (terjadi penggaraman
riboflavin + basa NH4 ).

7. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut
dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.
KI + I2  KI3
HgI2 + 2KI  K2HgI4

2
Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :
 Ukuran partikel ; makin halus solute, makin kecil ukuran partikel ; makin luas
permukaan solute yang kontak dengan solvent, solute makin cepat larut.
 Suhu ; umumnya kenaikan suhu menambah kelarutan solute.
 Pengadukan.

C. Cara Mengerjakan Obat Dalam Larutan


Beberapa bahan obat memerlukan cara khusus dalam melarutkannya. diantaranya
adalah :

1. Natrium bicarbonas, harus dilakukan dengan cara gerus tuang (aanslibben)

2. Natrium bicarbonas + Natrium salicylas, Bic natric digerus tuang , kemudian ditambah
natrium salicylas.Untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada larutan harus
ditambahkan Natrium pyrophosphat sebanyak 0,25 % dari berat larutan.

3. Sublimat (HgCl2), untuk obat tetes mata harus dilakukan dengan pemanasan atau
dikocok-kocok dalam air panas, kemudian disaring setelah dingin. NaCl dapat
meningkatkan kelarutan sublimat, tetapi menurunkan daya baktericidnya. Kadar
Sublimat dalam obat mata 1 :4000

4. Kalium permanganat (KMnO4), KMnO4 dilarutkan dengan pemanasan . Pada proses


pemanasan akan terbentuk batu kawi ( MnO2) , oleh sebab itu setelah dingin tanpa
dikocok – kocok dituangkan ke dalam botol atau bisa juga disaring dengan gelas wol .

5. Seng klorida,, melarutkan seng klorid harus dengan air sekaligus, kemudian disaring .
Karena jika airnya sedikit demi sedikit maka akan terbentuk seng oksi klorid yang sukar
larut dalam air. Bila terdapat asam salisilat larutkan seng klorid dengan sebagian air
kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air baru disaring.

6. Kamfer, kelarutan dalam air 1: 650. Dilarutkan dengan spiritus fortior ( 96 % ) 2 X berat
kamfer dalam botol kering kocok-kocok kemudian tambahkan air panas sekaligus ,
kocok lagi.

7. Tanin, tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin. Tetapi tanin selalu mengandung
hasil oksidasi yang larut dalan air, tetapi tidak larut dalam gliserin sehingga larutannya
dalam gliserin harus disaring dengan kapas yang dibasahkan. Jika ada air dan gliserin,
larutkan tanin dalam air kocok baru tambahkan gliserin.

8. Extract opii dan extract ratanhiae, dilarutkan dengan cara ditaburkan ke dalam air sama
banyak, diamkan selama ¼ jam.

9. Perak protein, dilarutkan dalam air suling sama banyak, diamkan selama ¼ jam , di
tempat yang gelap.

10. Succus liquiritiae,


a. dengan gerus tuang (aanslibben), bila jumlahnya kecil.
b. dengan merebus atau memanaskannya hingga larut.

11. Calcii Lactas dan Calcii Gluconas, kelarutan dalam air 1 : 20


Bila jumlah air cukup , setelah dilarutkan disaring untuk mencegah kristalisasi.

3
Bila air tidak cukup disuspensikan dengan penambahan PGS dibuat mixtura agitanda.

12. Codein :
a. direbus dengan air 20 X nya, setelah larut diencerkan sebelumdingin.
b. dengan alkohol 96 % sampai larut ,lalu segera encerkan dengan air.
c. diganti dengan HCl Codein sebanyak 1,17 X-nya.

13. Bahan-bahan obat yang bekerja keras harus dilarutkan tersendiri.

14. Bila terdapat bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil pengenceran yang
diambil paling sedikit adalah 2 CC

15. Pepsin, tidak larut dalam air tapi larut dalam HCl encer.
Pembuatan : pepsin disuspensikan dengan air 10 X nya kemudian tambahkan HCl encer.
Larutan pepsin hanya tahan sebentar dan tidak boleh disimpan.

16. Nipagin dan Nipasol, kelarutan 1 : 2000


Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk larutan air
Nipasol berfungsi sebagai pengawet untuk larutan minyak
a. dilarutkan dengan pemanasan sambil digoyang-goyangkan
b. dilarutkan dulu dengan sedikit etanol baru dimasukkan dalam sediaan yang diawetkan.
17. Fenol, diambil fenol liquefactum yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol.
Jumlah yang diambil 1,2 x jumlah yang diminta.

D. Macam – Macam Sediaan Larutan Obat


Bentuk sediaan larutan berdasarkan cara pemberiannya dibedakan atas :

Larutan oral
Yaitu sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral , mengandung satu atau lebih
zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau
campuran kosolven-air.

1. Potiones (obat minum)


Adalah solutio yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam ( per oral ). Selain
berbentuk larutan potio dapat juga berbentuk emulsi atau suspensi.

2. Elixir
Adalah sediaan larutan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan (pemanis,
pengawet, pewarna, pewangi) sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap dan sebagai
pelarut digunakan campuran air - etanol.
Disini etanol berfungsi mempertinggi kelarutan obat . Pada elixir dapat pula
ditambahkan glycerol, sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti gula bisa
digunakan sirup gula.

3. Sirup.
Ada 3 macam sirup yaitu :
a. sirup simplex mengandung 65 % gula dalam larutan nipagin 0,25 % b/v
b. sirup obat mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan
digunakan untuk pengobatan
c. sirup pewangi tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap
lain. Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup rasa atau bau obat yang tidak
enak.

4
4. Netralisasi, Saturatio dan Potio Effervescent.
a. Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan
bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral Contoh : Solutio Citratis
Magnesici, Amygdalas Ammonicus
Pembuatan : Seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian basanya bila perlu
reaksi dipercepat dengan pemanasan.

b. Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan basa
tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.
Pembuatan :
1. Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia. Misalnya NaHCO3
digerus tuang kemudian masuk botol.
2. Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yang tersedia.
3. 2/3 bagian asam masuk basa, gas dibuang seluruhnya. Sisa asam dituang hati-hati
lewat tepi botol, segera tutup dengan sampagne knop sehingga gas yang terjadi
tertahan.

c. Potio Effervescent adalah saturatio yang CO2nya lewat jenuh.


Pembuatan :
Langkah 1 dan 2 sama dengan pada saturatio.
Langkah ke 3 Seluruh bagian asam dimasukkan kedalam basa dengan hati-hati,
segera tutup dengan sampagne knop.

Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas obat, dan kadang-
kadang dimaksudkan untuk menyegar-kan rasa minuman ( corrigensia).

Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan saturatio dan potio effervescent adalah :
- diberikan dalam botol yang kuat , berisi kira-kira 9/10 bagian dan tertutup kedap
dengan tutup gabus atau karet yang rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop.
- Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut , karena tidak boleh dikocok.
Pengocokan menyebabkan botol pecah karena botol berisi gas dalam jumlah besar.

Penambahan Bahan –bahan.


 Zat – zat yang dilarutkan dalam bagian asam
a. Zat netral dalam jumlah kecil.
Bila jumlahnya banyak, sebagian dilarutkan dalam asam sebagian dilarutkan dalam
basa, berdasarkan perbandingan jumlah airnya.
b. Zat-zat mudah menguap.
c. Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkaloid
d. Sirup

 Zat- zat yang dilarutkan dalam bagian basa.


a. Garam dari asam yang sukar larut . misalnya natrii benzoas, natrii salisilas.
b. Bila saturasi mengandung asam tartrat maka garam-garam kalium dan ammonium
harus ditambahkan kedalam bagian basanya, bila tidak, akan terbentuk endapan
kalium atau ammonium dari asam tartrat.

Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat melihat tabel
penjenuhan ( saturasi dan netralisasi ) dalam Farmakope Belanda edisi V berikut ini :

5
Tabel saturasi dan netralisasi (Farmakope Belanda V)

Untuk 10 Asam Asam Asetat Asam Asam Asam


bagian Amygdalat Encer Sitrat Salisilat Tartrat
Ammonia 8,9 58,8 4,1 8,1 4,41
Kalium - 144,7 10,1 20,0 10,9
Karbonat
Natrium - 69,9 4,9 9,7 5,2
Karbonat
Natrium 18,1 119,0 8,3 16,4 8,9
Bikarbonat
Ammonia Kalium Natrium Natrium
Karbonat karbonat Bikarbonat
Asam 11,2 - - 5,5
Amygdalat
Asam 1,7 0,7 1,43 0,84
Asetat (e)
Asam 24,0 9,9 20,4 12,0
Sitrat
Asam 12,3 5,0 10,4 6,1
Salisilat
Asam 22,7 9,2 19,1 11,2
Tartrat

5. Guttae ( drop)
Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi ,
apabila tidak dinyatakan lain dimaksudkan untuk obat dalam. Digunakan dengan cara
meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan
yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan oleh Farmakope Indonesia. Biasanya obat
diteteskan ke dalam makanan atau minuman atau dapat diteteskan langsung kedalam
mulut.
Dalam perdagangan dikenal pediatric drop yaitu obat tetes yang digunakan untuk
anak-anak atau bayi .
Obat tetes sebagai obat luar, biasanya disebutkan tujuan pemakaiannya misalnya :
eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga.

Larutan topikal
Larutan topikal ialah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali juga
pelarut lain, misalnya etanol untuk penggunaan topikal pada kulit dan untuk penggunaan
topikal pada mukosa mulut. Larutan topikal yang berupa suspensi disebut lotio
Sedian-sedian termasuk larutan topical :

1. Collyrium
Adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing, isotonus, digunakan
untuk membersihkan mata.dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet.
Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, saring hingga jernih,masukkan
kedalam wadah, tutup dan sterilkan.
Penyimpanan : Dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap.

Catatan :
 Pada etiket harus tertera :
a. Masa penggunaan setelah tutup dibuka.
b. “ Obat cuci mata”

6
 Kolirium yang tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan paling lama 24
jam setelah botol dibuka tutupnya. Kolirium yang mengandung pengawet dapat
digunakan paling lama tujuh hari setelah botol dibuka tutupnya.

2. Guttae Ophthalmicae.
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang dibuat
dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Tetes mata juga
tersedia dalam bentuk suspensi, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.

Hal –hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan obat tetes mata :

a. Nilai isotonisitas.
Secara ideal obat tetes mata harus memiliki nilai isotonis sama dengan larutan
NaCl 0,9 % b/v. Tetapi mata masih dapat tahan terhadap nilai isotonis rendah yang
setara dengan larutan NaCl 0,6 % b/v dan tertinggi yang setara dengan larutan NaCl 2,
0 % b/v.

b. Pendaparan
Salah satu maksud pendaparan larutan obat mata adalah untuk mencegah
kenaikan pH yang disebabkan oleh pelepasan lambat ion hidroksil oleh wadah kaca.
Hal tersebut dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Selain itu penambahan
dapar juga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas obat tertentu misalnya : garam –
garam alkaloid.
Air mata normal memiliki pH 7,4 secara ideal obat tetes mata memiliki pH
seperti pada air mata, tetapi karena beberapa bahan obat tidak stabil (tidak larut/ rusak/
mengendap) pada pH tersebut maka sebaiknya obat tetes mata di dapar pada pH
sedekat mungkin dengan pH air mata supaya tidak terlalu merangsang mata.
Pada larutan yang digunakan pada mata, terlebih pada mata yang luka sterilitas
adalah yang paling penting, untuk mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.

c. Pengawet
Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin
sterilitas pada pemakaian pertama. Larutan harus mengandung zat atau campuran zat
yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan bakteri yang mungkin
masuk pada waktu wadah dibuka pada saat digunakan.

Pengawet yang dianjurkan :


 nipagin dan nipasol
 fenil merkuri nitrat, timerosol
 benzalkonium klorid
 klorbutanol, fenil etil alcohol

Untuk penggunaan pada pembedahan , selain steril larutan obat mata tidak
boleh mengandung antibakteri karena dapat menimbulkan iritasi pada jaringan mata.

d. Pengental
Ditambahkan untuk meningkatkan kekentalan sehingga obat lebih lama kontak
dengan jaringan. Larutan obat mata yang dikentalkan harus bebas dari partikel yang
dapat terlihat. Contoh : metil selulosa, hidroksi propil selulosa, polivinil alcohol

7
Cara pembuatan obat tetes mata
a. Obat dilarutkan kedalam sal;ah satu zat pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet , dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup
wadah dan sterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 115-116oC selama 30 menit.

b. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat
pengawet dan disterilkan menggunakan bakteri filter masukkan kedalam wadah secara
tehnik aseptis dan tutup rapat

c. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat
pengawet, dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup
rapat dan sterilkan dengan penambahan bakterisid , dipanaskan pada suhu 98- 100oC
selama 30 menit.

3. Gargarisma (Gargle)
Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan umumnya dalam
keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk
digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.

Penandaan.
1. Petunjuk pengenceran sebelum digunakan
2. “ Hanya untuk kumur, tidak ditelan “
Contoh : Betadin Gargle.

4. Litus Oris.
Oles Bibir adalah cairan agak kental dan pemakaiannya secara disapukan dalam
mulut.
Contoh : Larutan 10 % borax dalam gliserin.

5. Guttae Oris
Tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara
mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumurkan, tidak untuk ditelan.

6. Guttae Nasales
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat
ke dalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.

7. Inhalationes
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau mulut, atau disemprotkan dalam
bentuk kabut kedalam saluran pernafasan . Tetesan butiran kabut harus seragam dan
sangat halus sehingga dapat mencapai bronkhioli. Inhalasi merupakan larutan dalam air
atau gas. ( akan dibahas lebih lanjut dikelas III)
Penandaan : Jika mengandung bahan yang tidak larut pada etiket harus tertera “ Kocok
dahulu”

8. Injectiones / obat suntik. (dibahas dikelas III)

9. Lavement / Clysma / Enema.


Cairan yang pemakaiannya per rectum/colon yang gunanya untuk membersihkan atau
menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik Enema yang digunakan untuk
membersihkan atau penolong pada sembelit atau pembersih faeces sebelum operasi,

8
tidak boleh mengandung zat lendir. Selain untuk membersihkan enema juga berfungsi
sebagai karminativa, emolient, diagnostic, sedative, anthelmintic dan lain-lain. Dalam
hal ini untuk mengurangi kerja obat yang bersifat merangsang terhadap usus , dipakai
basis berlendir misalnya mucilago amyli. Pada pemakaian per rectal berlaku dosis
maksimal.
Enema diberikan dalam jumlah variasi tergantung pada umur dan keadaan penderita.
Umumnya 0,5 sampai 1 liter, tetapi ada juga yang diperpekat dan diberikan sebanyak
100 – 200 ml.

10. Douche.
Adalah larutan dalam air yang dimasukkan dengan suatu alat ke dalam vagina, baik
untuk pengobatan maupun untuk membersihkan. Karenanya larutan ini mengandung
bahan obat atau antiseptik. Untuk memudahkan, kebanyakan douche ini dibuat dalam
bentuk kering/padat (serbuk, tablet yang kalau hendak digunakan dilarutkan dalam
sejumlah air tertentu, dapat juga diberikan larutan kental yang nantinya diencerkan
seperlunya. Contoh Betadin Vaginal Douche (dikemas beserta aplikatornya)

11. Epithema /Obat kompres


Adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat tempat yang
sakit dan panas karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose
digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Contoh : Liquor Burowi, Solutio
Rivanol, campuran Borwater - Rivanol.

E. Hitungan Farmasi
Farmakope Indonesia Edisi IV memberikan 3 bentuk persen yaitu :

1. Persen bobot per bobot (b/b)


Menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram campuran atau larutan.

2. Persen bobot per volume (b/v)


Menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air
atau pelarut lain.

3. Persen volume pervolume (v/v)


Menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan. Pernyataan persen tanpa penjelasan
lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat , yang dimaksud adalah b/b, untuk
larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v dan untuk
larutan cair di dalam cairan yang dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam
cairan yang dimaksud adalah b/v.

 Perhitungan Etanol.
Yaitu mengubah atau mengencerkan kadar etanol yang lebih tinggi menjadi kadar yang
lebih rendah .
Perlu diketahui bahwa apabila kita mencampur 2 larutan yang berbeda berat jenisnya
(termasuk etanol/spiritus ) akan terjadi penyusutan volume yang disebut dengan kontraksi.
Spiritus atau etanol adalah campuran alkohol absolut dengan air. Umumnya dinyatakan
dalam persen b/b atau v/v, sehingga :

1. 100 gram etanol 0 % b/b artinya larutan mengandung

9
0
alkohol absolute x 100 gram = 0 gram
100
air 100 gram – 0 gram = 100 gram

2. 200 cc etanol 70 % v/v artinya larutan mengandung


70
alkohol absolute x 200 cc = 140 cc
100
air bukan 200 cc – 140 cc = 60 cc, tetapi lebih besar dari 60 cc (hal ini dapat
dihitung)

3. 200 cc etanol 70 % b/b, jumlah alkohol absolute tidak bisa langsung dihitung. Disini harus
kita sejeniskan terlebih dahulu. Untuk mengetahuinya dapat dipergunakan tabel pada
Farmakope edisi IV

etanol 70 % b/b = etanol 76,91 % v/v = BJ 0,8658


Volume larutan = 200 cc
76,91
alkohol absolut = x 200 cc = 153,82 cc
100
Berat larutan = 0,8658 x 200 cc = 173,16 gram
70
Alkohol absolut = x 173,16 g = 121,21 gram
100
Berat air = 173,16 g – 121,21 g = 51,95 gram

Latihan .
1. 500 gram etanol 95 % b/b , berapa cc dan gram alkohol absolutnya ?
Jawab :
95
alkohol absolute = x 500 gram = 475gram
100
95 % b/b = 96,79 % v/v = BJ 0,8020
500/0,8020 = 623,44 cc,
96,79
alkohol absolut = x 623,44 cc
100
= 603,42 cc

2. 1 liter etanol 77,79 % v/v, berapa cc dan gram alkohol absolutnya ?


Jawab :
77,79
Alkohol absolute = x 1000 cc = 777,9 cc
100

10
77,79 % v/v = 71 % b/b = BJ 0,8634
Berat larutan = 0.8634 x 1000 = 863,4 gram
71
Alk. absolute = x 863,44 gram = 613,04gram
100

3. 500 gram etanol 73,3 % v/v berapa gram dan cc alkohol absolutnya ?
Jawab :
73,3 % v/v = 66 % b/b = 0,8753

66
alkohol absolute = x 500 gram = 330 gram
100

500
volume larutan = = 571,23 cc
0,8753

73,3
alkohol absolute = x 571,23 cc = 418,71 cc
100

4. 1 liter etanol 57 % b/b berapa cc dan gram alkohol absolutnya


Jawab :
57 % b/b = 64,8 % v/v = BJ 0,8964
64,8
alkohol absolut = x 1000 cc = 648 cc
100
Berat larutan = 1000 x 0,8964 = 896,4 gram
57
Alkohol absolut = x 896,4 g = 510,95 gram
100

5. 800 cc etanol BJ 0,8364


Jawab :
BJ 0,8364 = 87,8 % v/v = 82 % b/b
87,8
Alkohol absolut = x 800 cc = 702,4 cc
100
Berat larutan = 800 x 0,8364 = 669, 12 gram
82
Alkohol absolut = x 669,12 g = 548,68gram
100

Kegunaan menghitung alkohol absolut adalah untuk mencari kadar.

Contoh soal :
Berapa % b/b kadar etanol yang diperoleh kalau kita mencampurkan 100 gram etanol 70 %
v/v dengan air 200 cc ?
Penyelesaian :

11
100 gram etanol 70 % v/v = 62,44 % b/b  alkohol abs. 62,44/100 x 100
= 62,44 g
62,44
Kadar campuran = x 100 % = 20,81 % b/b
100  200
Atau menggunakan rumus :

B1 x K1 + B2 x K2 = B3 x K3

100 x 62,44 + 200 x 0 = 300 x K3


62,44
K3 = x 100 % = 20, 81 %
300

Apabila tabel yang dimaksud tidak ada dalam daftar maka harus dilakukan interpolasi .

Cara :
Misalkan yang hendak diketahui % b/b dan BJ etanol 90,5 % v/v.
Ambil 1 tabel yang terdekat diatasnya. Dengan perbandingan biasa kita dapat membuat tabel
baru.

BJ b/b v/v
0,8271 85,69 90

0,5 1 0,0066 1,3 90,5

0,8337 86,99 91

Perbandingan 0,5/1 =1/2


% b/b= 85,69 + ( ½ x 1,3 )
= 85,69 + 0 65
= 86,34
BJ = 0,8271 + ( ½ x 0,0066 )
= 0,8271 + 0,0033
= 0,8304
Jadi etanol 90,5 % v/v = etanol 86,34 % b/b; Bj = 0,8304.

Latihan soal.

1. Interpolasi dari BJ 0,9003


2. Interpolasi dari 66,5 % b/b
3. Tentukan % b/b, % v/v dan BJ dari campuran :
1200 gram etanol 60 % v/v + 200 cc air
4. Hitunglah % b/b, % v/v dan BJ campuran :
100 gram spiritus dilutus + 100 gram air
5. Hitung berapa gram air yang ditambahkan pada campuaran
500 cc spiritus 96 % v/v + air samapi 1 liter
6. Dibutuhkan 1 liter spiritus 60 % b/b. Dalam persediaan kita mempunyai spiritus
fortior. Berapa cc air yang diperlukan

12
7. Dibutuhkan etanol 40 % v/v dalam persediaan terdapat 300 cc spiritus fortior dan 200
cc spiritus dilutus.
8. Tentukan BJ dari campuran sama berat spiritus dilutus dan air
9. Tentukan BJ dari campuran sama volume spiritus dilutus dan air.

Contoh soal kontraksi.


Dicampurkan 100 cc spiritus dilutus dengan 100 cc air.
Berapa cc hasil yang akan didapat dan hitungkan kontraksinya!
100 cc x 70 % v/v + 100 cc 0% v/v  ?

Berat campuran :
= (100 x 0,8837) g + 100 g  88,37 + 100
= 188,37 g (x) % b/b
Etanol absolut :
62,44
= x 88,37 = 55,18 g
100

55,18
Kadar = x 100 % = 29,29 % b/b
188,37
188,37
BJ 0,9545 (hasil interpolasi), maka volume sebenarnya (Volume praktis) =
0,9545
= 197,35 ml
Volume teoritis = Vt = V1 + V2
= 100 ml + 100 ml
= 200 ml

Kontraksi = Vt - Vp
= 200 ml - 197,35 ml
= 2,65 ml
2,65
% kontraksi = x 100 % = 1,33 %.
200
kontraksi tidak boleh lebih dari 3,6 %

Latihan soal

1. Hitunglah kontraksi bila dicampur etanol absolut dengan air sama jumlah volumenya

13
2. Hitunglah kontraksi dalam % jika dicampur 200 ml spiritus dilutus dengan 300 ml
spiritus 95 % v/v
3. Hitunglah kontraksi bila dicampur masing-masing 100 g spiritus 95 % v/v, 100 g spiritus
dilutus dan 200 g air.

 Hitungan Pengenceran Bukan Etanol.


Hendak dibuat 300 gram larutan yang mengandung 10 % NaCl dengan
mempergunakan larutan yang mengandung 50 % NaCl. Berapa jumlah larutan 50 % yang
harus dipakai dan berapa air yang harus ditambahkan ?
Untuk menyelesaikan soal ini , tentukan dulu :
1. Mana bagian yang membentuk dan mana yang terbentuk.
2. Komponen yang belum kita ketahui kita misalkan X
3. Zat aktif yang membentuk sama dengan yang terbentuk
4. Berat zat yang membentuk harus sama dengan yang terbentuk.
5. Kalau terdapat selisih berat antara zat terbentuk dengan yang membentuk maka selisihnya
adalah zat penambah.

Jawab.
X gram 50 % = 300 gram 10 %
50
Zat aktif (za) = x X = 0,5 X
100
10
Z.A = x 300 = 30 gram
100
0,5 X = 30

30
X = g = 60 gram
0,5

Zat penambah (air) = 300 - 60 = 240 gram

Latihan soal

1. Hitung berapa gram zat penambah diperlukan pada pembuatan 400 gram campuran
dengan kadar 20 %, bila yang tersedia 200 gram zat 25 % dan zat 15% yang belum
diketahui jumlahnya.
Jawab.
X g x 15 % + 200 g x 25 %  400 g x 20 %
Z.A (15/100 x X ) + ( 25/100 x 200)  20/100 x 400
Z.A 0,15 X + 50 = 80
0,15 X = 80 - 50
30
X = = 200
0,15
Zat 15 % diambil sebanyak 200 gram

14
Zat penambah sebanyak 400 – ( 200 + 200 ) = 0 gram

2. Hitung berapa gram larutan NaCl 40 % harus ditambahkan pada 10 gram larutan NaCl
10 % supaya diperoleh 100 gram larutan NaCl 20 % !
Jawab :
( 10 g x 10 % ) + ( X g x 40 % )  100 g x 20 %
10 40
Z.A( x 10 ) + ( x X) 20/100 x 100
100 100
1 + 0,4 X = 20
1
X = 20 -
0,4
X = 47,5 g
Larutan NaCl 40 % yang diambil 47,5 gram
Zat penambah 100 - ( 10 + 47,5 ) = 42,5 gram

3. Hitunglah berapa gram larutan glukosa 15 % dan glukosa 25 % harus ditambahkan


pada 200 gram larutan glukosa 20 % supaya diperoleh 600 gram larutan glukosa 18 %
Jawab :
Glukosa 15 % = X
Glukosa 25 % = (600 – 200 ) – X
X x 15 % + (400-X) x 25 % + 200 x 20 %
 600 x 18 %
0,15 X + 100 - 0,25 X + 40 = 108
0,15 X - 0,25 X = 108 - ( 100 + 40) - 0,1 X = - 32
32
X = = 320
0,1
Jumlah glukosa 15 % 320 gram
Jumlah glukosa 25 % 400 – 320 = 80 gram

4. 50 mg alkaloid belladon dicampur dengan 1 gram extract belladon yang mengandung 1,5
% alkaloid belladon. Berapa gram campuran extract belladon 1,3 % yang diperoleh dan
berapa gram zat penambahnya.
Jawab :
50 x 100 % + 1000 x 1,5 %  X x 1,3 %
50 + 15 = 0, 013 X
65
X = = 5000 mg = 5 g
0,013
Campuran yang diperoleh 5000 mg = 5 gram
Zat penambah = 5000 – (1000 + 50) = 3950 mg = 3,95 g

15
BAB II
SUSPENSI

A. Pengertian
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair.
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan , sedangkan yang lain berupa campuran padat
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan. Sediaan seperti ini disebut “ Untuk Suspensi oral”
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus
dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

B. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

1. Ukuran partikel.
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta
daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang
dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran
partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama) .Sedangkan
semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin
memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat
gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut,
makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya
partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas
cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu

16
diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang.

Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum “ STOKES “.

d2 (  -0) g
V = -------------------------

Keterangan : V = kecepatan aliran


d = diameter dari partikel
 = berat jenis dari partikel
0 = berat jenis cairan
g = gravitasi
 = viskositas cairan

3. Jumlah partikel (konsentrasi)


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar , maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena
itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat.

4. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi
interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat
mempe-ngaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana
partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel
mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan.
Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan
untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini
disebut caking .
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan sifat dari
partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena konsentrasi
merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel merupakan sifat alam.
Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut.
Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan
pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).

17
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Bahan pensuspensi dari alam


Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid. Gom
dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan
mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan proses fermentasi bakteri .
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan :
- Simpan 2 botol yang berisi mucilago sejenis .
- Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian keduanya disimpan
ditempat yang sama.
- Setelah beberapa hari diamati ternyata botol yang ditambah dengan asam dan
dipanaskan mengalami penurunan viskositas yang lebih cepat dibanding dengan
botol tanpa pemanasan.

Termasuk golongan gom adalah :


 Acasia ( pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak larut dalam
alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara pH 5 – 9.
Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 – 9
akan menyebabkan penurunan viskositas yang nyata.
Mucilago gom arab dengan kadar 35 % kekentalannya kira-kira sama dengan
gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus
ditambahkan zat pengawet ( preservative).

 Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartina mamilosa, dapat larut
dalam air, tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut
caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan derivat
dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan bahan
pengawet untuk suspensi tersebut.

 Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat lambat
mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan,
Mucilago tragacanth lebih kental dari mucilago dari gom arab. Mucilago
tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator.

 Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat dalam
bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa organik yang
mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi dengan algin memerlukan
bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai suspending agent umumnya 1-2 %.

Golongan bukan gom


Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat.Tanah liat yang sering
dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3 macam yaitu bentonite,
hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukkan ke dalam air mereka akan
mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut
tiksotrofi.

18
Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah sehingga stabilitas dari
suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan bahan
tersebut kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran suspensi.
Kebaikan bahan suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu/panas dan
fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan senyawa anorganik,
bukan golongan karbohidrat.

2. Bahan pensuspensi sintetis


 Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose), karboksi metil
selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
Dibelakang dari nama tersebut biasanya terdapat angka/nomor, misalnya methosol
1500. Angka ini menunjukkan kemampuan menambah viskositas dari cairan yang
dipergunakan untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya berarti kemampuannya
semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun ,
sehingga banyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan
pensuspensi juga digunakan sebagai laksansia dan bahan penghancur/disintregator
dalam pembuatan tablet.

 Golongan organik polimer


Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Carbophol 934 (nama dagang suatu
pabrik) .Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam air,tidak beracun
dan tidak mengiritasi kulit, serta sedikit pemakaiannya.Sehingga bahan tersebut
banyak digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk memper-oleh viskositas yang
baik diperlukan kadar  1 %.
Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan viskositas dari larutannya.

C. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi

1. Metode pembuatan suspensi.


Suspensi dapat dibuat secara :

 Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah terbentuk
kemudian baru diencerkan.
Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesuka-ran pada saat mendispersi serbuk
dalam vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah
dan sukarnya serbuk terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat terdispers
dengan medium. Bila sudut kontak  90o serbuk akan mengambang diatas cairan.
Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
antar muka antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat
pembasah atau wetting agent.

 Metode praesipitasi.
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencer- kan dengan larutan
pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan
pensuspensi.
Cairan organik tersebut adalah : etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol

19
2. Sistem pembentukan suspensi
 Sistem flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah,cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali

 Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan
sukar tersuspensi kembali.

Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :


Deflokulasi :
1. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
2. Sedimentasi yang terjadi lambat masing - masing partikel mengendap terpisah dan
ukuran partikel adalah minimal
3. Sedimen terbentuk lambat
4. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi
5. Ujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.

Flokulasi :
1. Partikel merupakan agregat yang bebas.
2. Sedimentasi terjadi cepat.
3. Sedimen terbentuk cepat.
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali
seperti semula
5. Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya
terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.

D. Formulasi Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
 Penggunaan “structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi
structured vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-
lain.

 Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat


pengendapan, tetapi dengan penggojokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :


1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau
polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah
structured vehicle
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam
structured vehicle

Bahan pemflokulasi yang digunakan dapat berupa larutan elektrolit, surfaktan atau
polimer. Untuk partikel yang bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan

20
negatif, dan sebaliknya. Contohnya suspensi bismuthi subnitras yang bermuatan positif
digunakan zat pemflokkulasi yang bermuatan negatif yaitu kalium fosfat monobase. Suspensi
sulfamerazin yang bermuatan negatif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan positif
yaitu AlCl3 (Aluminium trichlorida)

Bahan Pengawet
Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk menambah stabilitas suspensi,
antara lain penambahan bahan pengawet. Bahan ini sangat diperlukan terutama untuk
suspensi yang menggunakan hidrokoloid alam, karena bahan ini sangat mudah dirusak oleh
bakteri.
Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil p. benzoat (1 : 1250), etil p.
benzoat (1 : 500 ), propil p. benzoat (1 : 4000), nipasol, nipagin  1 %
Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek dari mercuri untuk pengawet,
karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri
nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.

E. Penilaian Stabilitas Suspensi

1. Volume sedimentasi
Adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-mula dari
suspensi (Vo) sebelum mengendap.
Vu
F=
Vo

2. Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspensi deflokulasi ( Voc)

Vu
Derajat Flokulasi =
Voc

3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menentukan
perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan
perbandingan.

4. Perubahan ukuran partikel


Digunakan cara Freeze – thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu
dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal,
yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.

21
BAB III
EMULSI

A. Pengertian Emulsi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase yang
salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam
bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan
penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator
(emulsifying agent)
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai
milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal
emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air.
Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai
emulgator dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi Perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum, oleum
anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab,
tragacanth, kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena
penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi
buatan.

B. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam
emulsi. Terdiri atas :
 Fase dispers / fase internal / fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil ke
dalam zat cair lain.

 Fase kontinue / fase external / fase luar


Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.

22
 Emulgator.
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.

2. Komponen tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen
saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), anti oksidan.
Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil
paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol,
benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas dan lain – lain.
Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat,
L.tocopherol, asam sitrat, propil gallat , asam gallat.

C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase
internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua
macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W ( oil in water) atau M/A ( minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase
external.

2. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam minyak)
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar
kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai
fase external.

D. Tujuan pemakaian emulsi


Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan
rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.

Tujuan pemakaian emulsi adalah :


1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi
tipe o/w

23
2. Dipergunakan sebagai obat luar.
Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung banyak faktor misalnya
sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki.

E. Teori Terjadinya Emulsi


Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4
macam teori , yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah :

1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)


Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang
sejenis yang disebut daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki
daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut
daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan
suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseim -bangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada
permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan (surface
tension).
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya
perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat
bercampur (immicible liquid). Tegangan yang terjadi antara dua
cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas (interfacial
tension).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi
akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu
antara lain sabun (sapo).
Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang
batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah
bercampur.

24
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok
yakni :
 Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka
pada air.
 Kelompok lipofilik , yaitu bagian yang suka pada minyak.

Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair


yang disenanginya, kelompok hidrofil kedalam air dan kelompok
lipofil kedalam minyak. Dengan demikian emulgator seolah-olah
menjadi tali pengikat antara air dan minyak. Antara kedua
kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang
besarnya tidak sama.Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah
H.L.B. (Hydrophyl Lipophyl Balance) yaitu angka yang
menunjukkan perbandingan antara kelompok lipofil dengan
kelompok hidrofil .
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak
kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih
mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat keguaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.

HARGA HLB KEGUNAAN


1 - 3 Anti foaming agent
4 – 6 Emulgator tipe w/o
7 – 9 Bahan pembasah ( wetting agent)
8 – 18 Emulgator tipe o/w
13 - 15 Detergent
10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent)

Untuk menentukan komposisi campuran emulgator sesuai


dengan nilai HLB yang dikehendaki , dapat dilakukan dengan
contoh perhitungan seperti tersebut dibawah ini.

25
Contoh :
Pada pembuatan 100 ml emulsi tipe o/w diperlukan emulgator
dengan harga HLB 12. Sebagai emulgator dipakai campuran Span
20 (HLB 8,6) dan tween 20 (HLB 16,7) sebanyak 5 gram.
Berapa gram masing-masing berat Span 20 dan Tween 20 ?

Jawab :
Rumus I

( x  HLBb)
A%b = x 100 %
HLBa  HLBb

B % a = ( 100% - A%)

Keterangan :
x = Harga HLB yang diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah

(12  8,6)
% Tween = X 100% = 42%
(16,7  8,6
42
X 5 gram = 2,1 gram
100
% Span = 100 % - 42 % = 58 %
58
X 5 gram = 2,9 gram
100

26
Rumus II.

(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = (B campuran x HLB campuran)

B = Berat emulgator

Misalnya berat tween = X


Berat span = 5–X
(X x 16,7) + (5-X) x 8,6 = 5 x 12
16,7 X + 43 – 8,6 X = 60
8,1X = 60 – 43
17
X = = 2,1 gram ( tween)
8,1
Berat span = 5 – 2,1 = 2,9 gram

Cara menghitung nilai HLB dari campuran surfaktan


Contoh :
R/ Tween 80 70% HLB = 15
Span 80 30% HLB = 4,5
Perhitungan :

Cara I
70
Tween 80 = x 15 = 10,5
100
30
Span 80 = x 4,5 = 01,35
100
HLB Campuran 11,85

27
Cara II. (Cara Aligatie)

Tween 15 (X – 4,5) (X – 4,5) : (15 – X) = 70 : 30 = 7 : 3


80 (X – 4,5) 3 = 7 (15 – X)
3X – 13,5 = 105 – 7X
10X = 118,5
X = 11,85
X
Jadi HLB Campuran = 11,85

Span 4,5 (15 – X)


80

Nilai HLB beberapa surfaktan

Zat HLB Zat HLB


Tween 20 16,7 Span 20 8,6
Tween 40 15,6 Span 60 4,7
Tween 80 15,0 Span 80 4,3
Tween 60 14,9 Arlacel 83 3,7
Tween 85 11,0 Gom 8,0
Tween 65 10,5 Trietanolamin 12,0

Nilai HLB Butuh beberapa zat yang sering dipakai.

Nama Zat HLB butuh HLB butuh


(type a/m) (type m/a)
Asam stearat 6 15
Setil alcohol 15
Paraffin 5 12
Vaselin 5 12
Cera alba 4 12

28
3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada
batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang
akan membungkus partikel fase disper.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara
partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan
kata lain fase disper menjadi stabil.
Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat
emulgator yang dipakai adalah :
 dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
 jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel
fase- dispers
 dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat
menutup semua permukaan partikel dengan segera.

4. Teori electric double layer ( lapisan listrik rangkap)


Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang
langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan
sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan
yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan
listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak
setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan
listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai
susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan
tolak-menolak , dan stabilitas emulsi akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ke
tiga cara dibawah ini,
 terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
 terjadinya absorbsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
 terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.

29
F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)

 Emulgator alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan.


Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan
emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol
kadar tinggi, juga dapat dirusak bakteri. Oleh sebab itu pada
pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah
bahan pengawet.

a. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat
minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak
terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom
arab berdasarkan 2 faktor yaitu
 kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film)
 terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah
dituang (tiksotropi)
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab
menggunakan gom arab sebanyak ½ dari jumlah
minyaknya.
Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,5 X berat
gom, diaduk keras dan cepat sampai putih , lalu diencerkan
dengan air sisanya. Selain itu dapat disebutkan :

 Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak


padat
Cara pembuatan .
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus
emulsi dengan air panas 1,5 X berat gom . Dinginkan

30
dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh : cera,
oleum cacao, parafin solid
 Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri

 Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak, kecuali


oleum ricini karena memiliki gugus OH yang bersifat
hidrofil sehingga untuk membuat emulsi cukup
dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : Oeum amygdalarum

 Minyak Lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam


minyak lemak
Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan
dalam minyaknya, tambahkan gom ( ½ x myk lemak +
aa x myk atsiri + aa x zat padat )

 Bahan obat cair BJ tinggi, contohnya chloroform,


bromoform :
Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ
campuran mendekati satu. Gom sebanyak ¾ kali bahan
obat cair.

 Balsam-balsam
Gom sama banyak dengan balsam.

 Oleum Iecoris Aseli


Menurut Fornas dipakai gom 30 % dari berat minyak.

b. Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk
memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya
diperlukan trgacanth sebanyak 1/10 kali gom arab.
Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5 – 6.
Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan
sekaligus air 20 x berat tragacanth. Tragacanth hanya

31
berfungsi sebagai pengental tidak dapat membentuk koloid
pelindung.

c. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada
umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas
dari emulsi dengan gom arab.
Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air
mendidih Kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu
tidak kurang dari 45oC (bila suhunya kurang dari 45oC
larutan agar-agar akan berbentuk gel). Biasanya
digunakan 1-2 %

d. Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat
menutup rasa dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan
dilakukan seperti pada agar.

e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.

2. Emulgator alam dari hewan

a. Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein / asam
amino) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi
sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w.
Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol
sehingga secara total kuning telur merupakan emulgator tipe
o/w. Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat
kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.

b. Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol , merupakan
emulgator tipe w/o dan banyak dipergunakan untuk
pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah

32
kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan
kering dapat menyerap air 2 X beratnya.

Contoh resep emulsi dengan adeps lanae :


R/ Adeps lanae 100
Ol. Olivarum 400 ml
Zinc. Oxyd 100
Talc. 100
Sol. Pb. Acet. 28 ml
Aq. Calcis ad 1000 ml

3. Emulgator alam dari tanah mineral.

a. Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum


Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam -
garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini,
emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan
pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1 %. Emulsi ini
khusus untuk pemakaian luar.

b. Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang
dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga
membentuk massa sepert gel. Untuk tujuan sebagai
emulgator dipakai sebanyak 5 %.

 Emulgator buatan

1. Sabun.
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap
elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator tipe o/w
maupun w/o, tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut
bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator

33
tipe o/w, sedangkan sabun dengan valensi 2 , missal sabun
kalsium, merupakan emulgator tipe w/o.

2. Tween 20 : 40 : 60 : 80

3. Span 20 : 40 : 80

Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :


 Anionik : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
 Kationik : senyawa ammmonium kuartener
 Non Ionik : tween dan span.
 Amfoter : protein, lesitin.

G. Cara Pembuatan Emulsi


Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi , secara singkat
dapat dijelaskan :

1. Metode gom kering atau metode kontinental.


Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab)
dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian
ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru
diencerkan dengan sisa air yang tersedia.

2. Metode gom basah atau metode Inggris.


Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi
umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian
perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk mem-bentuk
emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.

3. Metode botol atau metode botol forbes.


Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifat
minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental).
Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian
ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran

34
tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi
sedikit sambil dikocok.

Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi


Untuk membuat emulsi biasa digunakan :

1. Mortir dan stamper


Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan
untuk pembuatan emulsi yang baik.

2. Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik
daripada terus menerus, hal tersebut memberi kesempatan pada
emulgator untuk bekerja sebelum pengocokan berikutnya.

3. Mixer, blender
Partikel fase disper dihaluskan dengan cara dimasukkan
kedalam ruangan yang didalamnya terdapat pisau berputar
dengan kecepatan tinggi , akibat putaran pisau tersebut,
partikel akan berbentuk kecil-kecil.

4. Homogeniser
Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena
campuran dipaksa melalui saluran lubang kecil dengan tekanan
besar.

5. Colloid Mill
Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan
yang dapat diatur. Coloid mill digunakan untuk memperoleh
derajat dispersi yang tinggi cairan dalam cairan

35
H. Cara Membedakan Tipe Emulsi
Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi yaitu :

1. Dengan pengenceran fase.


Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya.
Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan
dengan air sedangkan emulsi tipe w/o dapat diencerkan dengan
minyak.

2. Dengan pengecatan/pemberian warna.


Zat warna akan tersebar rata dalam emulsi apabila zat tersebut
larut dalam fase external dari emulsi tersebut. Misalnya
(dilihat dibawah mikroskop)
- Emulsi + larutan Sudan III dapat memberi warna merah
pada emulsi tipe w/o, karena sudan III larut dalam minyak
- Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru
pada emulsi tipe o/w karena metilen blue larut dalam air.

3. Dengan kertas saring.


Bila emulsi diteteskan pada kertas saring , kertas saring
menjadi basah maka tipe emulsi o/w, dan bila timbul noda
minyak pada kertas berarti emulsi tipe w/o.

4. Dengan konduktivitas listrik


Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan
K ½ watt lampu neon ¼ watt semua dihubung- kan secara seri.
Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam
cairan emulsi tipe o/w, dan akan mati dicelupkan pada emulsi
tipe w/o

36
I. KESTABILAN EMULSI.
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti
dibawah ini :

1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana


yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada
lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya bila
digojok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.

2. Koalesen dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi


karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak
akan koalesen(menyatu).Sifatnya irreversible ( tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
 Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan
pH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
 Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan,
pendinginan, pengadukan.

3. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe


emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.

37
BAB IV
PILULAE

A. Pengertian
Pilulae (menurut F.I.III) ialah suatu sediaan berupa massa
bulat mengandung satu atau lebih bahan obat.
Boli (menurut F.I. III) ialah pil yang beratnya diatas 300 mg,
pembuatan sam dengan pil
Granula (menurut F.I III) ialah pil kecil yang beratnya tidak
lebih dari 30 mg, mengandung 1 mg bahan obat.
Lozenges / tablet hisap menurut (F.I. IV) ialah sediaan padat
mengandung satu atau lebih bahan obat , umumnya dengan bahan
dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau
hancur perlahan dalam mulut. Mengandung bahan obat, juga
bahan dasar gelatin, sukrosa, sorbitol atau gula. Umumnya
ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau
tenggorokan, tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang
ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan.
Lozenges terdiri dari dua macam yaitu troches dan pastiles.
Trochisi ( troches) adalah tablet hisap yang dibuat dengan cara
kempa tablet, sedangkan pastiles adalah tablet hisap yang dibuat
dengan cara tuang.

B. Komponen, Penggunaan dan Contoh Pilulae

Zat utama : berupa bahan obat

Zat tambahan, terdiri dari

Zat pengisi : gunanya untuk memperbesar volume pil,


contoh : akar manis, bolus alba, atau bahan
lain yang cocok

36
Zat pengikat : membuat massa supaya saling melekat antara
satu dengan yang lain. Contohnya sari akar
manis, gom akasia, tragacanth, campuran
bahan tersebut (PGS), atau bahan lain yang
cocok.

Zat penabur : membuat sediaan yang sudah terbentuk tidak


melekat satu sama lain lycopodium atau talk,
atau bahan lain yang cocok

Zat penyalut digunakan karena ada beberapa alasan yaitu :


1. untuk menutup rasa dan bau yang kurang enak
2. mencegah perubahan karena pengaruh udara
3. supaya pil pecah dalam usus (enteric coated
pil)
Contoh : Perak, balsam tolu, keratin, sirlak,
kolodium, salol, gelatin, gula atau
bahan lain yang cocok.

Zat pembasah : membasahi masa sebelum dibentuk. Contoh,


air, gliserol, sirup, madu, campuran bahan
tersebut atau bahan lain yang cocok.

C. Pembuatan Sediaan
Cara pembuatan pil pada prinsipnya , mencampur bahan-
bahan obat padat sampai homogen , kemudian ditambah zat-zat
tambahan, setelah homogen ditetesi bahan pembasah. Kemudian
dengan cara menekan sampai diperoleh masa pil yang elas- is lalu
dibuat bentuk batang dan dipotong dengan alat pemotong pil
sesuai deng-an jumlah pil yang diminta. Bahan pelicin
ditambahkan setelah terbentuk masa pil agar supaya masa pil yang
telah jadi tidak melekat pada alat pembulat pil.

37
Beberapa keterangan pada pembuatan pil :

1. Bobot pil ideal antara 100 –150 mg, rata-rata 120 mg.
Oleh karena sesuatu hal syarat ini seringkali tidak dapat
dipenuhi.

2. Sebagai zat pengisi , jika mungkin dipilih radix liq kecuali ada
reaksi Kadang digunakan bolus alba. Jumlah yang dipakai
umumnya 2 x Jumlah zat pengikatnya. (biasanya succus liq.).
Dikenal juga istilah PPP ( Pulvis Pro Pilulae ) yaitu campuran
succus liq dan radix liq. Sama banyak.

3. Sebagai zat pengikat, jika mungkin gunakan succus liq. 2 gram


/ 60 pil. Kecuali ada reaksi kadang digunakan adeps lanae atau
vaselin.

4. Pada pembuatan masa pil kedalam campuran obat, radix dan


succus harus ditambahkan cairan (zat pembasah) supaya pada
pengepalan diperoleh ma- sa yang homogen yang cukup baik
untuk dikerjakan selanjutnya. Paling baik gunakan aq.
glicerinata yaitu campuran air dan gliserin sama banyak.

5. Setelah pembuatan masa pil kemudian masa pil digulung dan


dipotong menurut jumlah yang diminta dan akhirnya pil-pil
dibulatkan . Untuk mencegah melekatnya pil pada alat
pembulat pil taburkan talkum / likopodium dengan rata.
Setelah selesai jangan lupa hitung lagi pil-pil tersebut.

Pil Dengan Bahan - Bahan Khusus.

1. Pil dengan senyawa mengoxid (KMnO4, KNO3, FeCl3, AgNO3)


atau garam-garam Pb, pengisi menggunakan 100mg bolus
alba, pengikat adeps/vaselin secukupnya . Selain itu
menggunakan pillen plank ebonit)

38
2. Pil dengan extractum gentian ( bereaksi asam) bila diberikan
bersama-sama dengan zat lain yang dengan asam-asam
melepaskan gas misal : ferrum reductum, ferrum pulveratum,
natrii carbonas, natrii bicarbonas, maka untuk menetralkan
asamnya perlu ditambah MgO sebanyak 100 mg untuk
setiap 3 gram extract gentian.

3. Pil dengan garam-garam ferro harus dibalut dengan tolubalsem


untuk mencegah oksidasi oleh udara.

4. Pil dengan liquor fowleri tidak boleh diganti dengan As2O3


yang telah diperhitungkan.

5. Pil dengan sari-sari cair.


Dalam jumlah kecil , tetap digunakan succus dan radix sari cair
digunakan sebagai pengganti aqua gliserinata. Dalam jumlah
besar, diuapkan kemudian tambahkan radix secukupnya atau
diganti dengan sisa keringnya.

D. Persyaratan Pillulae

1. Memenuhi syarat waktu hancur yang tertera pada compresi


(FI Edisi III )
2. Memenuhi keseragaman bobot pil ( FI edisi III )
3. Pada penyimpanan bentuknya harus tetap , tetapi tidak begitu
keras sehingga dapat hancur dalam saluran pencernaan .

Keseragaman bobot.
Timbang 20 pil satu per satu, hitung bobot rata-rata,
penyimpangan terbesar yang diperbolehkan terhadap bobot
rata-rata adalah sebagai berikut :

39
Penyimpangan terbesar terhadap bobot
Bobot rata - rata rata – rata yang diperbolehkan (%)
18 Pil 2 Pil
100 mg – 250 mg 10 % 20 %
251 mg – 500 mg 7,5 5 15 %

Penyimpanan : Sesuai dengan cara penyimpanan tablet,


dengan memperhatikan sifat zat tambahan
yang digunakan.

40
ILMU GALENICA

A. Pendahuluan
Istilah galenika di ambil dari nama seorang tabib Yunani
yaitu Claudius Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-
obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga timbulah
ilmu obat-obatan yang disebut ilmu galenika.
Jadi Ilmu Galenika adalah : Ilmu yang mempelajari tentang
pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan
dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan).
Pembuatan sediaan galenik secara umum dan singkat sebagai
berikut :
 Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi
simplisia atau bahan obat nabati.
 Dari simplisia tersebut obat-obat (bahan obat) yang terdapat di
dalamnya diambil dan diolah dalam bentuk sediaan / preparat.
Tujuan dibuatnya sediaan galenik :
1. untuk memisahkan obat-obat yang terkandung dalam simplisia
dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat.
2. membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai
3. agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam
penyimpanan yang lama.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan galenik


1. Derajat kehalusan
Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau
tidaknya obat yang terkandung tersebut di sari.
Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus,
dan sebaliknya.

2. Konsentrasi / kepekatan
Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan
tersebut harus jelas konsentrasinya agar kita tidak mengalami
kesulitan dalam pembuatan.

41
3. Suhu dan lamanya waktu
Harus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau
tidak, mudah tersari atau tidak.

4. Bahan penyari dan cara penyari


Cara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan
daya serap bahan penyari ke dalam simplisia.

Bentuk-bentuk sediaan galenik


1. Hasil Penarikan : Extracta, Tinctura, Decocta / Infusa
2. Hasil Penyulingan/ pemerasan : Aqua aromatika, olea velatilia
(minyak menguap), olea pinguia (minyak lemak)
3. Syrup.

B. Penarikan (Extraction)
Extractio adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari
bahan asal yang umumnya zat berkhasiat tersebut tertarik dalam
keadaan (khasiatnya) tidak berubah.
Istilah extractio hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat
dari bahan asal dengan menggunakan cairan penarik/ pelarut.
Cairan penarik yang dipergunakan disebut menstrum, ampasnya
disebut marc atau faeces. Cairan yang dipisahkan disebut Macerate
Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.
Umumnya extractio dikerjakan untuk simplisia yang
mengandung zat berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan
tertentu.. Zat-zat berkhasiat tersebut antara lain alkaloida,
glukosida, damar, olea, resina, minyak atsiri, lemak. Disamping itu
terdapat juga jenis-jenis gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein,
pectin, selulosa yang pada umumnya mempunyai daya larut dalam
cairan pelarut tertentu dimana sifat-sifat kelarutan ini dimanfaatkan
dalam extractio.
Tujuan utama extractio adalah :untuk mendapatkan zat-zat
berkhasiat pengobatan sebanyak mungkin dari zat-zat yang tidak
berfaedah, supaya lebih mudah digunakan dari pada simplisia asal.
Begitu juga penyimpanan dan tujuan pengobatannya terjamin sebab
pada umumnya simplisia terdapat dalam keadaan tercampur yang

42
memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-cairan penarik tertentu
yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan
pengolahannya.
Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan,
suhu penarikan untuk :
Maserasi : 15 – 25 0C
Digerasi : 35 – 45 0C
Infundasi : 90 – 98 0C
Memasak : suhu mendidih

Dalam beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat,


simplisia perlu diolah terlebih dahulu, Misalnya mengawal
lemakkannya seperti: Strychni, Secale cornuti; atau menghilangkan
zat pahitnya seperti : Lichen islandicus.
Supaya zat-zat yang tidak berguna / merusak tidak ikut
tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang berkhasiat.

Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :

1. Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan


berkhasiatnya mudah larut, sedangkan yang tidak berguna
sedikit atau tidak larut dalam cairan penyari tersebut.

2. Dengan menarik / merendam pada suhu tertentu dimana bahan


berkhasiat terbanyak larutnya.

3. Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu


dimana bahan berkhasiat dari sipmlisia lebih banyak larutnya,
sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut.

4. Dengan memurnikan / membersihkan memakai cara-cara


tertentu baik secara ilmu alam maupun ilmu kimia.

Jadi kesimpulan dalam extractio ini adalah memilih salah


satu cara penarikan yang tepat dengan cairan yang pantas dan

43
memisahkan ampas dengan hasil penarikan yang akan
menghasilkan sebuah preparat galenik yang dikehendaki.
Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan,
kadang-kadang juga yang segar. Untuk kemudahan simplisia yang
kering ini dilembabkan terlebih dahulu / di maserer dalam batas
waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini ditentukan derajat
halusnya untuk memperbesar atau memperluas permukaannya,
sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-zat berkhasiat lebih
cepat dari pada melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses
osmose).

C. Cairan - Cairan Penarik


Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus
diperhitungkan betul-betul dengan memperhatikan beberapa faktor,
antara lain :
1. Kelarutan zat-zat dalam menstrum
2. Tidak menyebabkan nantinya zat-zat berkhasiat tersebut rusak
atau akibat-akibat yang tidak dikehendaki (perubahan warna,
pengendapan, hidrolisa)
3. Harga yang murah
4. Jenis preparat yang akan dibuat

Macam – macam cairan penyari :

1. Air
Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang
luas, pada suhu kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-
macam zat misalnya : garam-garam alkaloida, glikosida, asam
tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral.
Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan
pengecualian misalnya pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber
dll. Keburukan dari air adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik
dimana zat-zat tersebut meripakan makanan yang baik untuk jamur
atau bakteri dan dapat menyebabkan mengembangkan simplisia
sedemikian rupa, sehingga akan menyulitkan penarikan pada
perkolasi.

44
2. Etanol
Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya
pelarut yang baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak
atsiri tetapi bukan untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol
juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja termasuk peragian
dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri.
Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga berguna
sebagai pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum)
lebih baik dari pada air sendiri.

3. Gycerinum (Gliserin)
Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan
menstrum untuk penarikan simplisia yang mengandung zat samak.
Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil
oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin.
Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan
ekstrak-ekstrak kering.

4. Eter
Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat
untuk pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang
nantinya disimpan lama.

5. Solvent Hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak
tanah kasar. Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-
minyak. Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari
simplisia yang mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan,
sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya
strychni, secale cornutum.

6. Acetonum
Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam,
pelarut yang baik untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri,
damar. Baunya kurang enak dan sukar hilang dari sediaan. Dipakai
misalnya pada pembuatan Capsicum oleoresin (N.F.XI)

45
7. Chloroform
Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek
farmakologinya. Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida,
damar, minyak lemak dan minyak atsiri.

D. Cara – Cara Penarikan

1. Maserasi
Adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara
merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu
biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Maserasi juga merupakan
proses pendahuluan untuk pembuatan secara perkolasi.

2. Digerasi
Cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan
cairan penyari pada suhu 35o – 45o. Cara ini sekarang sudah
jarang dilakukan karena disamping membutuhkan alat-alat
tertentu juga pada suhu tersebut beberapa simplisia menjadi
rusak.

3. Perkolasi
Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang
disebut perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan
penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan
menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-
syarat yang telah ditetapkan.
Cara-cara perkolasi :
1. perkolasi biasa
2. perkolasi bertingkat, reperkolasi, fractional percolation
3. perkolasi dengan tekanan, pressure percolation
4. perkolasi persambungan, continous extraction, memakai
alat soxhlet.

Hal-hal yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah :


1. mempersiapkan simplisianya : derajat halusnya.

46
2. melembabkan dengan cara penyari : maserasi I
3. jenis perkolator yang dipergunakan dan memper-siapkannya
4. cara memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya di
maserer dalam perkolator : maserasi II
5. pengaturan penetapan cairan keluar dalam jangka waktu
yang ditetapkan.

A. Perkolasi Biasa
Simplisia yang telah ditentukan derajat halusnya
direndam dengan cairan penyari, masukkan kedalam
perkolator dan diperkolasi sampai didapat perkolat tertentu.
Untuk pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian
tertentu, untuk ekstrak cair disari sampai tersari sempurna.
Perkolasi umumnya digunakan untuk pengambilan sari zat-zat
yang berkhasiat keras.
Gambar Perkolator :

perkolator perkolasi biasa perkolasi kontinyu

B. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi


Reperkolasi adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi
dipakai beberapa perkolator. Dengan sendirinya simplisia di
bagi-bagi dalam beberapa porsi dan ditarik tersendiri dalam
tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga bagian

47
dalam tiga perkolator, perkolat-perkolat dari tiap perkolator
diambil dalam jumlah yang sudah ditetapkan dan nantinya
dipergunakan sebagai cairan penyari untuk perkolasi
berikutnya pada perkolator yang kedua dan ketiga.

Cara Kerjanya :
 Isi perkolator pertama–tama dilembabkan, dan ditarik
seperti cara memperkoler biasa, tetapi perkolatnya
ditentukan dalam beberapa bagian dan jumlah volume
tertentu, misalnya : 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc,
300 cc bagian yang pertama perkolat A (200 cc) adalah
sebagian sediaan yang diminta dan perkolat selanjutnya
disebut susulan pertama.
 Perkolator kedua dilembabkan simplisianya dengan perkolat
A (susulan pertama), akan diperoleh perkolat-perkolat
dalam jumlah-jumlah dan volume tertentu, dengan catatan
perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200 cc, 200 cc, 200
cc, 200 cc, 200 cc, bagian pertama perkolat (300 cc) adalah
sebagian dari sediaan.
 Perkolator ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B
bagian kedua 200 cc dan seterusnya sampai terdapat
nantinya sebanyak 500 cc, terlihat disini bahwa perkolat A
bagian pertama, lebih kecil volumenya dari perkolat B
bagian pertama, tetapi sebaliknya perkolat A bagian-bagian
berikutnya lebih besar volumenya dari perkolat-perkolat B.
Hasilnya ialah:
- perkolat A pertama 200 cc
- perkolat B pertama 300 cc jumlah 1000 cc
- perkolat C pertama 500 cc

Keuntungan pertama pada reperkolasi ialah preparat


yang terdapat dalam bentuk pekat dan berarti penghematan
menstrum. Tetapi reperkolasi ini tidak dapat dipergunakan
untuk ekstraksi sampai habis. Secara resmi reperkolasi
dipergunakan hanya untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair

48
yang simplisianya mengandung zat berkhasiat yang tidak tahan
atau rusak oleh pemanasan.

C. Perkolasi Dengan Tekanan


Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang
sangat kecil sehingga cara perkolasi biasa tidak dapat
dilakukan. Untuk itu perlu ditambah alat penghisap supaya
perkolat dapat turun ke bawah.Alat tersebut dinamakan
diacolator.

E. Tingtur (Tinctura)
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau
perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan
senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada masing – masing
monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan
20% zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat keras.

Cara Pembuatan

1. Maserasi , kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut :


 Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang
cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian
cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya sambil sering di aduk, serkai, peras, cuci ampas
dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100
bagian.

 Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk


terlindung dari cahaya, selama 2 hari, enap, tuangkan atau
saring.

2. Perkolasi, kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut :


 Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan
derajat halus yang cocok dengan 2,5 – 5 bagian cairan
penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-
kurangnya 3 jam. Pindahkan masa sedikit demi sedikit ke

49
dalam perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, tuangi
dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan
penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.
 Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit,
tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya
sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas
simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.
 Peras masa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat,
tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diproleh 100
bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2
hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Enap, tuang atau
saring.

Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah


diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga
memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan cairan penyari
secukupnya.

Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk.

Sediaan tingtur harus jernih, untuk bahan dasar yang


mengandung harsa digunakan cairan penyari etanol 90% dan pada
umumnya cairan penyari adalah etanol 70%.
Tingtur yang mengandung harsa / damar adalah Mira Tinctura,
Asaefoetida Tinctura, Capsici Tinctura, Tingtur Menyan.

Pembagian Tinctur
1. Menurut Cara Pembuatan
A. Tingtur Asli
Adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.

50
Contoh :
Tingtur yang dibuat secara maserasi
1. Opii Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
3. Capsici Tinctura FI II
4. Myrrhae Tinctura FI II
5. Opii Aromatica Tinctura FI III
6. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
7. Dan lain-lain

Tingtur yang dibuat secara perkolasi, contoh :


1. Belladonae Tinctura FI III
2. Cinnamomi Tinctura FI III
3. Digitalis Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Strychnini Tinctura FI II
6. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974
7. Dan lain-lain

B. Tingtur Tidak Asli (Palsu)


Adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan
dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.
Contoh :
1. Iodii Tinctura FI III
2. Secalis Cornuti Tinctura FI III

2. Menurut Kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan


penyari)
A. Tingtur Keras
Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia
yang berkhasiat keras. Contoh :
1. Belladonae Tinctura FI III
2. Digitalis Tinctura FI III
3. Opii Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Stramonii Tinctura FI II

51
6. Strychnin Tinctura FI II
7. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974

B. Tingtur Lemah
Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20 % simplisia
yang tidak berkhasiat keras. Contoh :
1. Cinnamomi Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
3. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
4. Myrrhae Tinctura FI II

3. Berdasarkan Cairan Penariknya


a. Tingtura Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether
atau campuran aether dengan aethanol. Contoh : Tingtura
Valerianae Aetherea.

b. Tingtura Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah


campuran anggur dengan aethanol. Contoh : Tinctura Rhei
Vinosa (Vinum Rhei).

c. Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai


sebagai cairan penarik ditambahkan suatu asam sulfat.
Contoh : pada pembuatan Tinctura Acida Aromatica.

d. Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air,


contoh : Tinctura Rhei Aquosa.

e. Tinctura Composita, adalah tingtur yang didapatkan dari


jika penarikan dilakukan dengan cairan penarik selain
aethanol hal ini harus dinyatakan pada nama tingtur
tersebut, misalnya campuran simplisia, contoh : Tinctura
Chinae Composita.

52
Contoh Sediaan Tinctura

1. Tingtur Kina (Chinae Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian kulit kina yang diserbuk
agak kasar (22/60) dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100
bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan
dengan etanol 70% hingga memenuhi syarat.

2. Tingtur Ipeka (Ipecacuanhae Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (18/34) akar
ipeka dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.

3. Tingtur Gambir (Catechu Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 200 g gambir yang telah
diremukkan dengan 50 g kulit kayu manis yang telah
dimemarkan dengan 1000 ml etanol 45%, biarkan selama 7
hari, serkai, jernihkan dengan penyaringan.

4. Tingtur Poligala (Polygalae Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 20 bagian irisan halus herba
poligala dengan etanol 60% secukupnya hingga diperoleh 100
bagian tingtur.

5. Tingtur Ratania (Ratanhiae Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar ratania
dengan etanol 60 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.

6. Tingtur Stramonii (Stramonii Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba
Stramonium dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian
tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan
etanol 70%, hingga memenuhi persyaratan kadar, biarkan
selama tidak kurang dari 24 jam, saring.

53
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1
tahun sejak tanggal pembuatan. Pada etiket harus tertera
tanggal pembuatan.

7. Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji
strichni yang telah dihilangkan lemaknya dengan eter minyak
tanah, yang menggunakan pelarut penyari etanol 70 % hingga
diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar strichnina, jika
perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga memenuhi
persyaratan kadar.

8. Tingtur Kemenyan ( Benzoes Tinctura)


Cara pembuatan : Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100
bagian etanol 90 %, saring.

9. Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)Cara pembuatan : perkolasi


10 bagian serbuk (6/34) herba lobelia dengan etanol 70%
secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

10. Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira
dengan etanol 90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

11. Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)


Cara pembuatan : 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah
dipotong-potong halus, maserasi dengan etanol encer, hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.

12. Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan
campuran 9 bagian etanol 95 % dan 1 bagian air selama 3 jam.
Perkolasi dengan cepat hingga diperoleh 1000 ml tingtur.

54
13. Tingtur Beladon (Belladonnae Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan
etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan
kadar alkaloida, atur kadar dengan penambahan etanol encer
hingga memenuhi syarat, biarkan selama tidak kurang dari 24
jam, saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1
tahun sejak tanggal pembuatan

14. Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit
kayu manis dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.

15. Tingtur Digitalis ( Digitalis Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan
etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan
potensi atur potensi jika perlu encerkan dengan etanol 70 %
hingga memenuhi syarat.

16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)


Cara pembuatan : Larutkan Iodum 1,8 – 2,2 %, Natriun Iodida
2,1 – 2,6 % dalam etanol encer.

17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)


Cara pembuatan : maserasi 10 bagian serbuk opium dengan
etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan
kadar dan atur hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan
dengan etanol 70 % secukupnya.

18. Tingtur Opium wangi (Opii Tinctura Aromatica)


Cara pembuatan : maserasi campuran 1 bagian kulit kayu
manis serbuk (22/60), 1 bagian serbuk (22/60) cengkeh dan 12
bagian serbuk opium dengan campuran etanol 90 % dan air
volume sama banyak hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

55
19. Tingtur Sekale Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)
Cara pembuatan : Campur 1 bagian ekstrak sekale kornutum
dengan 9 bagian etanol encer.

20. Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)


Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar
valerian dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.

F. Ekstrak (Extracta)
Adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok
diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus
mudah digerus menjadi serbuk.
Cairan penyari yang dipakai adalah air, eter dan campuran
etanol dan air

Cara Pembuatan

Penyarian :
 Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara
maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih.
 Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan
cara maserasi atau perkolasi.
 Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.

1. Maserasi
Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur,
suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu
tidak leih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.

2. Perkolasi
 Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura.
Setelah perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam
biarkan cairan menetes, tuangi massa dengan cairan penyari

56
hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan
tidak meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau diuapkan
dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C
hingga konsistensi yang dikehendaki
 Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama
dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2
bagian campur dengan perkolat pertama.
 Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga
dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan
panas.
 Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air hangatkan segera
pada suhu kurang lebih 90 0C, enapkan, serkai. Uapkan
serkaian pada takanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50
0
C hingga bobotnya sama dengan bobot simplisia yang
digunakan.
 Enapkan di tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan
pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C
hingga konsentrasi yang dikehendaki.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
 Untuk ekstrak kering dan kental perkolat disuling atau
diupkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari
50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.

Contoh – Contoh Ekstrak


1. Ekstrak Belladonae
Cara pembuatan : perkolasi 100 bagian serbuk belladon
(85/100) dengan campuran etanol encer dan larutan dalam air
asam asetat 2% v/v volume sama sehingga alkaloida tersari
sempurna yang diperiksa dengan cara sebagai berikut :
Kocok kuat-kuat campuran 3 ml eter, 5 tetes amonia encer dan
2 ml perkolat. Uapkan 2 ml lapisan eter, larutkan sisa dalam 1
tetes H2SO4 encer, kemudian tambahkan 5 tetes air dan 1 tetes
larutan kalium tetraiodida hidrargyrat (II) tidak terjadi
kekeruhan. Suling etanol dengan perkolat, biarkan di tempat

57
sejuk selama 24 jam. Tambahkan talk, saring, cuci sisa dengan
100 bagian air. Uapkan filtrat menurut cara yang tertera pada
extracta hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak ini berkadar
1,3% alkaloida.
Penyimpanan : Ekstrak belladon dapat disimpan dalam
persediaan dalam bentuk serbuk kering yang dibuat sebagai
berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati beras atau
laktosa, keringkan pada suhu tidak lebih dari 30 0C,
tambahkan sejumlah pati beras atau laktosa hingga tepat 3
bagian. Sisa dalam wadah berisi zat pengering.

2. Ekstrak Hiosiami (Hyosyami Extractum)


Cara pembuatan : sama dengan cara pembuatan Belladonae
Extractum yang dibuat dari serbuk hiosiamin
Ekstrak hiosiami kental disimpan dalam persediaan dalam
bentuk serbuk yang dibuat sebagai berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati atau laktosa
keringkan pada suhu tidak lebih dari 80 0C, tambahkan
sejumlah pati atau laktosa kering hingga tapat 3 bagian.
Simpan dalam wadah berisi zat pengering.

3. Ekstrak Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum)


Cara pembuatan : penyarian dilakukan dengan air mendidih
kemudian diuapkan hingga kering.

4. Ekstrak Timi (Thymi Extractum)


Cara pembuatan :
 campurkan 500 bagian serbuk (85/100) herba timi dengan
campuran 125 bagian air, 50 bagian gliserol dan 75 bagian
etanol (90%). Biarkan campuran selama 24 jam dalam
sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam perkolator,
perkolasi dengan campuran yang terdiri dari 1 bagian etanol
(90%) dan 3 bagian air q.s. hingga diperoleh 175 bagian
cairan, simpan cairan ini sebagai perkolat I

58
 lanjutkan perkolasi dengan campuran etanol air seperti di
atas, sehingga diperoleh 1500 bagian yang dinyatakan
sebagai susulan I. Larutkan 30 bagian gliserol dalam 130
bagian susulan I yang mula-mula keluar, campurkan larutan
ini dengan 325 bagian serbuk (85/100) herba timi. Biarkan
campuran selama 24 jam dalam sebuah bejana tertutup,
pindahkan ke dalam sebuah perkolator, perkolasi dengan
sisa susulan I. Pisahkan 325 bagian cairan mula-mula keluar
yang dinyatakan sebagai hasil perkolasi II. Hasil perkolasi
selanjutnya dinyatakan sebagai susulan II.
 Larutkan 20 bagian gliserol dalam 70 bagian susulan II
yang mula-mula keluar, campurkan larutan ini dengan 175
bagian serbuk (85/100) herba timi. Biarkan campuran selam
24 jam dalam sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam
perkolator, perkolasi dengan sisa susulan II q.s. hingga
diperoleh campuran 500 bagian campuran yang dinyatakan
sebagai hasil perkolasi III. Campur hasil perkolasi I, II
dan III.

5. Ekstrak Strichi (Strychni Extractum)


Cara pembuatan : perkolasi serbuk biji strichni (24/34) yang
telah dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, dengan
penyari etanol 70% v/v sampai sisa penguapan dari 2 tetes
perkolat terakhir dengan penambahan 2 tetes asam nitrat tidak
berwarna merah. Uapkan perkolat menurut cara yang tertera
pada ekstrakta hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar
strichnina dan jika perlu tambahkan laktosa hingga memenuhi
persyaratan kadar.

6. Ekstrak Pulepandak (Rouwolfiae Extractum)


Cara pembuatan : perkolasi 1800 bagian serbuk (8/24) akar
pule pandak dengan etanol 90% v/v hingga alkaloida tersari
sempurna, suling etanol pada tekanan rendah pada suhu tidak
lebih dari 70 0C hingga diperoleh ekstrak lembek. Tambahkan
50 bagian pati kering, lanjutkan penguapan hingga diperoleh

59
ekstrak kering. Tetapkan kadar elkaloidanya hingga memenuhi
syarat kadar. Ayak melalui pengayak no 12.

7. Ekstrak Kelembak (Rhei Extractum)


Cara pembuatan : perkolasi serbuk (8/24) kelembak dengan
campuran yang terdiri dari etanol 90% dan air volume sama,
hingga perkolat terakhir hampir tidak berwarna, uapkan
perkolat hingga diperoleh ekstrak kering.

8. Ekstrak Stramonium (Stramonium Extractum)


Cara pembuatan : perkolasi 1000 g serbuk (8/24) herba
stramonium dengan etanol 45%. Pisahkan 850 ml perkolat
pertama, teruskan perkolasi hingga penyarian sempurna.
Suling etanol dari perkolat sisa hingga menjadi ekstrak kental,
larutkan ekstrak dalam perkolat pertama. Tetapkan kadar
alkaloidanya, jika perlu tambahkan etanol 45% q.s. hingga
memenuhi persyaratan kadar. Biarkan selama tidak kurang dari
24 jam, jika perlu saring.

9. Ekstrak Frangulae (frangulae extractum)


Cara pembuatan : pada 100 bagian serbuk (33/36) kulit
frangula, tuangkan air mendidih, biarkan selama 12 jam, peras.
Pada sisa tambahkan 300 bagian air mendidih, biarkan selama
6 jam, peras lagi. Kumpulkan sari, biarkan mengendap, serkai,
uapkan serkaian hingga diperoleh ekstrak kering.

10. Ekstrak Jadam (Aloes Extractum)


Cara pembuatan : tuangi 100 bagian jadam dengan 500 bagian
air mendidih, tuangkan campuran sambil diaduk ke dalam 500
bagian air, biarkan di tempat sejuk selam 24 jam, serkai,
uapkan serkaian hingga kering.

11. Ekstrak Kecambah (Malti Extractum)


Cara pembuatan : panaskan campuran kecambah yang telah
dimemarkan dengan air panas 3 kali bobot kecambah selama 3
jam. Biarkan mengenap, pisahkan cairan, sari sisa dengan air

60
panas. Campuran sari dipanaskan pada suhu kurang lebih
90 0C selama 1 jam, kemudian aupkan hingga diperoleh massa
kental.

12. Ekstrak Hati (Hepatis Extractum)


Cara pembuatan : giling hati sapi segar dengan penggiling
daging yang berlubang 3 mm, maserasi 1000 bagian dengan
campuran 1500 bagian volume air dan 2 bagian volume HCl 4
N selama 12 jam, sambil berulang-ulang diaduk. Hangatkan
hingga suhu 80 0C serkai dan peras. Uapkan serkaian di atas
penangas air hingga 100 bagian, dinginkan,campur dengan 150
bagian volume etanol, kocok selama 10 menit,saring. Suling
etanol, uapkan sisa hingga 30 bagian volume, kocok dengan
300 bagian volume etanol selama 10 menit, biarkan selama 12
jam. Tuangkan etanol, larutkan sisa dalam air secukupnya
hingga 135 bagian volume, tambahkan 15 bagian volume
tingtur kayu manis.

13. Ekstrak Kina (Cinchonae Extractum)


Cara pembuatan : maserasi 100 bagian serbuk (34/40) kulit
kina dengan 50 bagian campuran 35 bagian HCl encer p, 20
bagian gliserol p, 45 bagian air selama 24 jam, pindahkan ke
dalam perkolator. Perkolasi mula-mula dengan 50 bagian sisa
campuran di atas yang diencerkan dengan 450 bagian air,
kemudian dengan air secukupnya hingga 2 tetes perkolat
terakhir jika di tambah 8 tetes larutan Na2CO3 p tidak keruh.
Uapkan segera perkolat hingga diperoleh 90 bagian, dinginkan,
tambahkan 100 bagian etanol. Ekstrak ini berkadar 6 – 8 %
alkaloida.

14. Ekstrak Kola (Colae Extractum)


Cara pembuatan : Perkolasi, serbuk (24/34) biji kola dengan
campuran 60 bagian etanol 90% dan 40 bagian volume air
hingga perkolat hampir tidak berasa dan tidak berwarna,
kemudian buatlah ekstrak cair.

61
15. Ekstrak Opium (Opii Extractum)
Cara pembuatan : maserasi 100 bagian opium yang telah
dipotong tipis dengan 500 bagian air selama 24 jam sambil
berulang-ulang di aduk, peras, campur dengan maserat I.
Uapkan hingga sisa 200 bagian, biarkan selama 24 jam, saring.
Uapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar
morfinanya, atur kadar dengan laktosa atau ekstrak opium
kering lain hingga memenuhi persyaratan kadar. Ekstrak ini
mempunyai kadar morphin 20 %.

G. Infus (Infusa)
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit.

Cara Pembuatan
Campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam
panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15
menit terhitung mulai suhu mencapai 90 0C sambil sekali-sekali di
aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki.

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan infus :


1. Jumlah simplisia
2. Derajat halus simplisia
3. Banyaknya ekstra air
4. Cara menyerkai
5. Penambahan bahan-bahan lain
 untuk menambah kelarutan
 untuk menambah kestabilan
 untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain.

62
1. Jumlah Simplisia
 Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan
bahan berkhasiat keras di buat dengan menggunakan 10 %
simplisia.
 Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini,
untuk membuat 100 bagian infus, digunakan sejumlah
simplisia seperti tersebut di bawah ini :

Kulit kina 6 bagian


Daun digitalis 0,5 bagian
Akar ipeka 0,5 bagian
Daun kumis kucing 0,5 bagian
Sekale kornutum 3 bagian
Daun sena 4 bagian
Temulawak 4 bagian

2. Derajat Halus Simplisia


Yang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus
sebagai berikut :
Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing,
daun sirih, daun sena
Serbuk (8/10) Dringo, kelembak
Serbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk (22/60) Kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum
Serbuk (85/120) Daun digitalis

3. Banyaknya Air Ekstra


Umumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan
penambahan air sebanyak 2 kali berat simplisia. Air ekstra ini
perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya
dalam keadaan kering.

63
4. Cara Menyerkai
 Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus
simplisia yang mengandung minyak atsiri, diserkai setelah
dingin. Infus daun sena, infus asam jawa dan infus simplisia
lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas.
 Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat
berkhasiatnya larut dalam keadaan panas, akan mengendap
dalam keadaan dingin.
 Infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus
daun sena mengandung zat yang dapat menyebabkan sakit
perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air
dingin.
 Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan
diremas dengan air hingga massa seperti bubur.
 Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah
dahulu.
 Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya,
hendaknya diambil derajat kehalusan suatu bahan dasar
yang keketalannya sama / sediaan galenik dengan bahan
yang sama.

5. Penambahan Bahan-Bahan Lain


Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10%
dari bobot bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus
simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan
Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.

H. Air Aromatik (Aqua Aromatica)


Adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang
beraroma dalam air. Diantara air aromatika, ada yang mempunyai
daya terapi yang lemah, tetapi terutama digunakan untuk memberi
aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet.

64
Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang
menyerupai bahan asal, bebas bau empirematic atau bau lain, tidak
berwarna dan tidak berlendir.

Cara pembuatan :
1. larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-
masing monografi dalam 60 ml etanol 95%.
2. tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml
sambil dikocok kuat-kuat.
3. tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.
4. encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.

Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak


atsiri dalam air. Talc berguna untuk membantu terdistribusinya
minyak dalam air dan menyempurnakan pengendapan kotoran
sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.
Selain cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku
lain juga mencantumkan aqua aromatik adalah hasil samping dari
pembuatan olea volatilia secara penyulingan sesudah diambil
minyak atsirinya.
Aqua aromatik yang diperoleh sebagai hasil samping
pembuatan minyak atsiri secara destilasi dapat dicegah
pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup
rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.
Pemerian aqua aromatika : cairan jernih, atau agak keruh, bau
dan rasa tidak boleh menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri
asal.
Syarat untuk resep : jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat
sebelum digunakan.
Penyimpanan : dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk.
Khasiat : zat tambahan.

Air aromatika yang tertera dalam FI II ada 3 yaitu :


1. Aqua Foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air.
Aqua foeniculi dibuat dengan melarutkan 4 g oleum foeniculi

65
dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air sampai 100 ml sambil
dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan,
saring. Encerkan 1 bagian filtrat dalam 39 bagian air.
Pemerian, penyimpanan sama seperti aqua aromatik.
Syarat untuk resep : seperti aqua aromatik dan sebelum
digunakan harus disaring lebih dahulu.

2. Aqua Menthae Piperitae = air permen, adalah larutan jenuh


minyak permen dalam air.
Cara pembuatan : lakukan pembuatan menurut cara yang
tertera pada aqua aromatika dengan menggunakan 2 g minyak
permen.
Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti
aqua aromatik.

3. Aqua Rosae = air mawar, adalah larutan jenuh minyak mawar


dalam air. Cara pembuatan : larutkan 1 g minyak mawar dalam
20 ml etanol, saring. Pada filtrat tambahkan air secukupnya
hingga 5000 ml, saring.
Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti
aqua aromatika.

Khusus untuk aqua foeniculi jangan disimpan ditempat sejuk


karena etanol akan menghablur, jadi disimpan pada suhu kamar,
kalau keruh kocok dulu sebelum digunakan. Aqua foeniculi bila
menghablur harus dipanaskan pada suhu 25 0C dan kemudian
dikocok kuat-kuat, sebelum digunakan harus disaring.

I. Minyak Lemak (Olea Pinguia)


Adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi
dengan gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi).

Cara-cara mendapatkan minyak lemak


1. diperas pada suhu biasa, misalnya : oleum arachidis, oleum
olivae, oleum ricini
2. diperas pada suhu panas, misalnya : oleum cacao, oleum cocos

66
Syarat-syarat untuk minyak lemak antara lain :
1. harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat
sesudah dihangatkan (diatas suhu leburnya) tidak boleh berbau
tengik.
2. kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan
dalam CHCl3, Eter dan Eter minyak tanah.
3. Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa
dan minyak-minyak asing lainnya, senyawa belerang dan
logam berat.

Cara identifikasi minyak lemak :


Pada kertas meninggalkan noda lemak

Penggunaan minyak lemak :


1. Sebagai zat tambahan
2. Sebagai pelarut, misalnya : sebagai pelarut obat suntik, lotio
dan lain-lain, anti racun, untuk racun yang tidak larut dalam
lemak (racunnya dibalut lemak, lalu segera diberi pencahar
atau emetikum) tetapi bila racun yang larut dalam lemak maka
dalam bentuk terlarut absorpsi dipercepat.
3. Sebagai obat, misalnya : oleum ricini, dapat dipakai sebagai
pencahar.

Minyak lemak dibagi dalam dua golongan :


1. minyak-minyak yang dapat mengering misalnya : oleum lini,
oleum ricini.
2. minyak-minyak yang tidak dapat mengering, misalnya : oleum
arachidis, oleum olivarum, oleum amygdalarum, oleum
sesami.

Penyimpanan minyak lemak :


Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, terisi penuh, terlindung dari cahaya.

67
Contoh-contoh minyak lemak :
1. Minyak kacang = Oleum Arachidis
Adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh
dengan pemerasan biji arachidis hypogeae L yang telah
dikupas.

2. Minyak coklat = Oleum Cacao


Adalah lemak padat yang diperoleh dengan pemerasan panas
biji Theobroma cacao L yang telah dikupas dan dipanggang.

3. Minyak kelapa = Oleum Cocos.


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan
panas endosperm cocos nucipera L yang telah di keringkan.

4. Minyak ikan = Oleum Iecoris Aselli


Adalah minyak lemak yang di peroleh dari hati segar Gadus
calarias L dan species gadus lainnya, dimurnikan dengan
penyaringan pada suhu 0 0C.
Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 SI tiap gram, potensi
vitamin D tidak kurang dari 80 SI tiap gram.

5. Minyak Lini = Oleum Lini


Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji
masak Linum usitatissinum L

6. Minyak zaitun = Oleum olivae


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan
dingin biji masak olea europeae L Jika perlu di murnikan.

7. Minyak jarak=Oleum ricini


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan
dingin biji Ricinus communis L yang telah di kupas.

8. Minyak Wijen = Oleum sesami


Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji
Sesamum indicum L.

68
9. Minyak Kelapa Murni = Oleum Cocos purum
Adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan penyulingan
bertingkat ,diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang
telah dikeringkan.

10. Minyak Tengkawang = Oleum Shoreae


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan
panas keping biji Shorea stenoptera Burck yang segar atau
kering atau dari biji spesies shorea yang lain.

11. Minyak Kaulmogra = Minyak Hidnokarpi


= Oleum Hydnocarpi
Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan
dingin biji dari buah masak segar Hidnocarpus wightraria
Blume, spesies Hydnocarpus lain dan Taraktogenus kurzii
King.

12. Minyak Jagung = Oleum Maydis


Adalah minyak lemak yang diperoleh dari embrio Zea mays L,
kemudian dimurnikan.

13. Minyak Pala = Oleum Myristicae expressum


Adalah campuran minyak lemak dan minyak atsiri, diperoleh
dengan pemerasan panas biji Myristica fragrans Houtt, yang
telah dibuang selaput biji dan kulit bijinya.

J. Minyak Atsiri (Olea Volatilia)


Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak
terbang. Olea Volatilia adalah campuran bahan-bahan berbau keras
yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara penyulingan atau
perasan simplisia segar maupun secara sintetis. Minyak atsiri
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun, bunga, kulit buah,
buah atau dibuat secara sintetis.

69
Sifat-sifat minyak atsiri :
1. mudah menguap
2. rasa yang tajam
3. wangi yang khas
4. tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.
5. minyak atsiri yang segar tidak berwarna, sedikit kuning muda.

Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat


asing dalam minyak atsiri tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih
(Oleum Cajuputi) yang murni tidak berwarna. Warna hijau yang
ada seperti yang terlihat diperdagangan karena adanya : klorophyl
dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat
terjadi karena adanya penguraian.

Pemerian :
 Cairan jernih
 Bau seperti bau bagian tanaman asal.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh,
terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk.

Identifikasi :
1. teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.
2. pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh
dengan cara penyulingan uap tidak terjadi noda transparan
3. kocok sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume
sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh bertambah.

Cara-cara memperoleh minyak atsiri :


A. Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih dapat
dikatakan primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk
minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan untuk
minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak atsiri
yang tidak tahan pemanasan. Contoh : minyak jeruk

70
B. Cara penyulingan ( destilasi).
Ada 2:
1. Cara langsung ( menggunakan api langsung)
Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah
bejana di atas pelat yang berlubang dan bejana berisi air.
Uap air yang naik melalui lubang dan melalui sebuah
pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap air di
tampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk jumlah
bahan bakal yang sedikit, karena jumlah air yang akan
menjadi uap dan membawa serta minyak terbatas
jumlahnya.

2. Cara tidak langsung ( destilasi uap)


Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah
bejana dan di tambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap
air yang berasal dari bejana lain. Cara ini dapat digunakan
untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar terutama bahan
bakal yang mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.

Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan


terdapat dua lapisan, yaitu air dan minyak atsiri.
Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat jenisnya. Jika
Bj minyak atsiri > Bj air maka minyak atsiri berada di bawah
dan sebaliknya.
Ke dua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa
air dapat di keringkan dengan menggunakan zat - zat
pengering, contoh: Na2SO4 exicatus.
Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan adanya
sisa air tersebut minyak atsiri cepat rusak / menjadi tengik.
Bila lapisan minyak atsiri dan air sukar dipisahkan dapat di
tambahkan NaCl jenuh untuk menarik airnya

3. Cara Enfleurage
 Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun
bunga yang digunakan untuk kosmetik. Daun bunga
disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu dilapisi

71
dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan beberapa lama,
tergantung dari jenis daun yang diolah, contoh:bunga
melati 24 jam. Kemudian daun bunga diangkat, diganti
dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak
itu benar-benar jenuh dengan minyak atsiri. Biasanya
lemak itu dapat digunakan untuk 30 kali.
 Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam
alkohol absolut, minyak atsiri akan larut, sedangkan
lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat
dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada
dalam alkohol disuling secara vacum (dengan alat
evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan
alkohol fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan
membawa minyak atsiri.
Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan
minyak atsiri yang rendah dan tidak tahan pemanasan.

Syarat – syarat minyak atsiri


1. Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah
pemanasan.Kejernihan dapat dibuktikan dengan cara
meneteskan 1 tetes minyak atsiri keatas permukaan air,
permukaan air tidak keruh.Minyak menguap umumnya tidak
berwarna, hanya beberapa yang sesui dengan warna aslinya.
Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya terlarut
kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa
tembaga dari alat penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak
atsiri akan berwarna kuning atau kuning kecoklatan karena
sudah terurai atau teroksidasi.
2. Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.
3. Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas
minyak lemak. Hal ini dibuktikan dengan cara meneteskan
keatas kertas perkamen tidak meninggalkan noda transparan.
4. Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi
sehingga minyak akan berwarna. Kekeringan dibuktikan
dengan cara mengocok sejumlah minyak atsiri dengan larutan

72
Natrium Klorida jenuh vbolume sama, biarkan memisah,
volume air tidak boleh bertambah.
5. Bau dan rasa seperti simplisia.
Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak
atsiri dengan 10 ml air. Rasa diperiksa dengan mencampur
satu tetes minyak atsiri dengan 2 gram gula.

Contoh-contoh minyak atsiri :


1. Oleum foeniculi (minyak adas)
Cara pembuatan :
Penyulingan uap buah masak Foeniculum vulgaris Mill
varietas  vulgare dan -dulce.

2. Oleum Anisi (minyak adas manis)


Cara pembuatan :
Penyulingan uap buah kering Illicium verum Hook dan buah
kering Pimpenilla anisum L (fam : Magnoliaceae)

3. Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)


Cara pembuatan :
Penyulingan pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari
tanaman Eugenia caryophyllata.

4. Oleum Citri (minyak jeruk)


Cara pembuatan :
Pemerasan pericarp (kulit buah bagian luar yang masih segar)
dari tanaman Citrus lemon.

5. Oleum Aurantii (minyak jeruk manis)


Cara pembuatan :
Pemerasan pericarp (kulit buah luar yang segar dan masak)
dari tanamam Citrus sinensis.

6. Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)


Adalah minyak atsiri yang mengandung sineol 50-60%.
Diperoleh dengan destilasi uap dari daun segar, ujung cabang

73
segar dari berbagai spesies Eucalyptus atau spesies yang
diinginkan (E. globulus, E. futicerutum, E. polybractea, E.
Smithii).

7. Oleum Menthae piperitae (minyak permen)


Adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi uap dari
bagian di atas tanah tanaman berbunga Mentha piperita yang
segar dan telah dimurnikan.

8. Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis)


Pembuatan : Penyukingan uap kulit batang dan kulit cabang
Cinnamomum zeylanicum Blume.

9. Oleum Citronellae ( minyak sereh)


Pembuatan : Penyulingan uap daun Cymbopogon Nardus.

10. Oleum Rosae ( minyak mawar)


Pembuatan : Penyulingan uap bunga segar Rosa Galica Alba.

K. Syrup (Sirupi)
Adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan
tidak lebih dari 66%.

Cara pembuatan sirup :


Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu
didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih secukupnya
hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi,
serkai.
Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan
dapat dibuat dari :
1. aqua destilata : untuk sirupus simplex.
2. hasil-hasil penarikan dari bahan dasar :
a. maserat misalnya sirupus Rhei
b. perkolat misalnya sirupus Cinnamomi

74
c. colatura misalnya sirupus Senae
d. sari buah misalnya rubi idaei
3. larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya :
methydilazina hydrochloridi sirupus, sirup-sirup dengan nama
patent misalnya yang mengandung campuran vitamin .

 pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung


glikosida antrakinon di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10%
bobot simplisia.

 Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk


persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau
pengawet lain yang cocok.

 Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 %


sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila
lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.

 Bj sirup kira-kira 1,3

 Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah


menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi
asam inversi dapat terjadi lebih cepat.

 Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan


menyebabkan terjadinya gula invert.

 Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian


sakarosa yang memutar bidang polarisasi kekiri.

 Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer


sehingga mudah berjamur dan berwarna tua ( terbentuk
karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.

75
 Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup
tidak dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.

 Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat


tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat
pula ditumbuhi jamur.

 Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat


ditambahkan bahan pengawet misalnya nipagin.

 Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya


dalam pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.
Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang
mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri.
Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan
memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.

 Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap


maka sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam
botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan
Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk
cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.

 Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup


yang jernih.

Ada beberapa cara menjernihkan sirup :


1. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup .
Didihkan sambil diaduk, zat putih telur akan menggumpal
karena panas.
2 Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring
kotoran sirup akan melekat ke kertas saring.

76
Cara memasukkan sirup ke dalam botol.
Penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet
(tidak berjamur ) sebaiknya sirup disimpan dengan cara :
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering.
Tetapi pada pendinginan ada kemungkinan terjadinya
cemaran sehingga terjadi juga penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena
sterilisasi ) sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat
dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat
gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang
menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30
menit apakah tidak berakibat terjadinya gula invert.
Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang
panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang
cocok.

Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik
adalah cara ketiga.
Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi
sebagai :
1. Obat, misalnya : chlorfeniramini maleatis sirupus.
2. Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex
Corigensia odoris, misalnya : sirupus aurantii
Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus rubi
idaei
3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup
karena konsentrasi gula yang tinggi mencegah pertumbuhan
bakteri.

Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.

Penetapan kadar sakarosa


 Timbang seksama + 25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml,
tambahkan 50 ml air dan sedikit larutan Aluminium hidroksida

77
p. Tambahkan larutan timbal ( II ) sub asetat p tetes demi tetes
hingga tetes terakhir tidak menimbulkan kekeruhan.
 Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10
ml filtrat pertama. Masukkan + 45,0 ml filtrat kedalam labu
tentukur 50 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam
klorida p dan 21 bagian vol. Air secukupnya hingga 50,0 ml.
Panaskan labu dalam tangas air pada suhu antara 68 o dan 70 oC
selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu lebih
kurang 20 oC.
 Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih
dari 100 mg arang penyerap.
 Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah
inversi menggunakan tabung 22,0 cm pada suhu pengukur
yang sama antara 10 o dan 25 o C. Hitung kadar dalam %,
C12H22O11 dengan rumus :

C = 300 x ( 1 - 2 )
( 144 - 0,5 t )

C = Kadar sacharosa dalam %


1 = rotasi optik larutan yang belum di inversi
2 = rotasi optik larutan yang sudah di inversi
t = suhu pengukuran

Contoh-contoh Sediaan Sirup


1. Ferrosi Iodidi Sirupus
Cara pembuatan : 20 bagian ferrum pulveratum dicampur
dengan 60 bagian air, tambahkan 41 bagian Iodium sedikit
demi sedikit sambil digerus. Setelah warna coklat hilang maka
larutan disaring, dimasukkan kedalam larutan ½ bagian acidum
citricum dan 600 bagian sakarosa dalam 200 bagian air panas.
Untuk mencegah terjadinya oksidasi dari ferro Iodida maka
ujung corong masuk kedalam larutan sakarosa. Sisa serbuk

78
besi pada kertas saring dicuci dengan air sampai diperoleh
1000 bagian sirup.
 Guna acidum citricum adalah untuk mempercepat inversi
sakarosa, menjadi glukosa dan fruktosa yang merupakan
reduktor kuat yang berguna untuk mencegah oksidasi ferro
lodidum.
 Ferro Iodidum selalu dibuat baru.

2. Sirupus Simplex = Sirup Gula


Cara pembuatan : larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan
metil paraben 0,25 % secukupnya hingga diperoleh 100 bagian
sirup
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk

3. Auranti Sirupi = Sirup Jeruk Manis


Cara pembuatan : campur 10 bagian kulit buah jeruk manis
yang telah dipotong kecil-kecil dengan 20 bagian larutan metil
paraben 0,25%. Biarkan dalam tempat tertutup selama 12 jam.
Pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan larutan metil
paraben 0,25% secukupnya hingga diperoleh 37 bagian
perkolat. Tambahkan 63 bagian gula pada suhu kamar atau
pada pemanasan perlahan-lahan dalam tempat tertutup hingga
diperoleh 100 bagian sirup
Pemerian : cairan kental, jernih, warna coklat, bau khas
aromatik.

4. Sirupus Thymi = Sirup Thymi


Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba timi dengan air
sesukupnya dan diamkan 12 jam dalam bejana tertutup.
Masukan dalam perkolatordan sari dengan air, perkolat
dipanasi sampai 90 0C dan diserkai hingga diperoleh 36 bagian
hasil perkolat. Masukan dalam bejana tertutup dan tambahkan
64 bagian gula panaskan dengan pemanasan lemah hingga
diperoleh 100 bagian sirup.
Pemerian : sirup warna coklat, bau dan rasa seperti thymi.

79
Sirup-sirup yang tercantum dalam FI ed III
1. Chlorpheniramini maleatis sirupus
2. Cyproheptadini hydrochloridi sirupus
3. Dextrometorphani hydrobromidi sirupus
4. Piperazini citratis sirupus
5. Prometazini hydrochloridi sirupus
6. Methidilazini hydrochloridi sirupus
7. Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian
sacharosa dalam larutan metil paraben secukupnya hingga
diperoleh 100 bagian sirup.

Dalam perdagangan dikenal “dry syrup” yaitu syrup


berbentuk kering yang kalau akan dipakai ditambahkan sejumlah
pelarut tertentu atau aqua destilata, biasanya berisi zat yang tidak
stabil dalam suasana berair.

80

Anda mungkin juga menyukai