Anda di halaman 1dari 32

HALAMAN SAMPUL

MAKALAH
“SISTEM CASEMIX DAN DRG (INA-CBGs)“

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
1. BAGUS RAMA YUDHA 195007

2. DYAH AYU PRATIWI 195011

3. FATIMATUZ ZAHRA 195015

4. IVANA KUSUMA WIDYAWATI 195019

5. CHELSEA KURNIAWATI 195023

6. CHOLIDA AISA FURI 195051

7. NI LUH AYU PITASARI 195069

8. NOVIA RAHMAWATI 195070

9. YOHANA LISTYAWATI 195084

Dosen Pengajar : Fita Rusdian Ikawati, SE,MM

PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI, SAINS DAN KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN
KESDAM V/BRAWIJAYA MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-
Nya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan.Tidak lupa
kami ucapkan trimakasih atas segala bentuk dukungan data berdasarkan berbagai referensi
demi kelangsungan penyelesaian makalah dengan tepat waktu dan dapat berguna untuk
kita semua.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang disusun masih
belum atau jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami butuhkan untuk kelanjutan penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

Malang, 09 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................... 4
2.1 Pengertian INA-CBG’s ............................................................................... 4
2.2 Pengertian Diagnostic Related Group (DRG) .............................................. 5
2.3 Penerapan INA-CBGc di Indonesia ............................................................. 6
2.4 Sistem Coding INA-CBG’s ......................................................................... 8
2.5 Kelebihan dan Kekurangan INA-CBG’s ...................................................... 9
2.6 Tarif INA-CBGs dalam Jaminan Kesehatan Nasional ................................. 10
2.7 Pengajuan Klaim BPJS .............................................................................. 11
2.8 Konsep INA-CBG’s .................................................................................. 12
2.9 Konsep Sistem Casemix ............................................................................ 22
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................. 25
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 25
3.2 Saran ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 27
SOAL VIGNETTE ................................................................................................. 28

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai
upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya
dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sistem
pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu Fee for
Service (Out of Pocket) dan Health Insurance. Sistem Fee for Service (Out of Pocket)
secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana
pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan
kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan
berdasarkan atas pelayanan yangdiberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin
banyak pula pendapatan yang diterima. Sedangkan sistem Health Insurance diartikan
sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi
setelah pencari layanan kesehatan berobat.
Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan sistem Diagnose
Related Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk
jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per
peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Sistem kedua
yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan sistem kapitasi di
atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang
dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis
tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana
yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa
dana akan menjadi pemasukan bagi PKK.
INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related
Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA
DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA

1
CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat
edaran mengenai implementasi INA-CBGs. Sistem yang baru ini dijalankan dengan
meng-gunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for
Global Health (UNU - IIGH). Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh
jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs
bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah negara.
Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean
diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru. Pengelompokan ini
dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode
diagnosa (ICD — 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD — 9 CM).
Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin
dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut
grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok
atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari
1077 kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode
untuk rawat jalan.(Septiani, Oktaviany and Dkk, 2014)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud INA-CBGs?
2. Apa yang dimaksud Diagnostic Related Group (DRG)?
3. Bagaimana penerapan INA-CBG di Indonesia?
4. Bagaimana sistem coding INA-CBGs?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan INA-CBGs?
6. Bagaimana tarif INA-CBGs dalam Jaminan Kesehatan Nasional?
7. Bagaimana Pengajuan Klaim BPJS Kesehatan?
8. Bagaimana Konsep INA-CBGs?
9. Bagaimana Konsep Sistem Casemix?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengertian INA-CBG’s
2. Mengetahui pengertian Diagnostic Related Group (DRG)
3. Memahami dan Mengetahui penerapan INA-CBG’s di Indonesia
4. Mengetahui sistem coding INA-CBGs
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan INA-CBG’s

2
6. Mengetahui tarif INA-CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional
7. Mengetahui Pengajuan Klaim BPJS Kesehatan
8. Mengetahui Konsep INA-CBG’s
9. Mengetahui Konsep Sistem Casemix

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian INA-CBG’s


Sistem INA-CBG’s merupakan metode sistem pembayaran rumah sakit berdasarkan
pengelompokan diagnosis penyakit dan pengelompokan tindakan prosedural yang
dikaitkan dengan biaya perawatan, yang sudah ditentukan dalam bentuk paket biaya
sebelum diagnosa ditegakkan maupun tindakan prosedural dilakukan dalam rumah sakit
dan dimasukkan kedalam group — group.
Tarif INA-CBG’s mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode
group/kelompok rawat inap dan 288 kode kelompok rawat jalan. Pengelompokan kode
diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper United Nations
University (UNU Grouper). UNU Grouper adalah grouper case_mix yang dikembangkan
oleh UNU Malaysia (Kemenkes, 2014).
Tarif INA-CBG’s merupakan besaran yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan untuk
klaim BPJS Kesehatan di fassilitas kesehatan rujukan lanjutan untuk paket layanan
kelompok dan prosedur diagnostik. (Permenkes, 2016)
a. Tujuan Penggunaan Pembayaran Dengan INA-CBGS
Adapun tujuan rumah sakit dari sistem pembayaran dengan metode INA-
CBG’s meliputi :
1) Meningkatkan Efisiensi Pembiayaan kesehatan, antara lain :
a) Menurunkan pelayanaan yang tidak perlu (unnecessary treatment)
b) Menurunkan lama hari rawat (lenght of stay)
c) Menurunkan excess hospital capacity
2) Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan, antara lain :
a) Mendorong standarisasi pelayanan kesehatan melalui penerapan standart
pelayanan medis (PPK,SOP), asuhan keperawatan, formularium obat,
kompendium alkes , dll
b) Memperbaiki manajemen RS yaitu sistem informasi dan rekam medis yang
lebih baik, lebih lengkap, lebih akurat, dan lebih tepat waktu pengembalian ke
tempat filing.

4
2.2 Pengertian Diagnostic Related Group (DRG)
DRGs (Diagnosis Related Group) atau sistem pembiayaan kelompok diagnosa terkait
adalah suatu sistem/cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan (health
provider) untuk pelayanan yang diselenggarakannya tanpa memperhatikan jumlah
tindakan atau pelayanan yang diberikan, melainkan pengelompokan pelayanan medis
kedalam suatu besaran pembiayaan menurut kelompok penyakit dimana pasien yang
sedang ditangani tersebut berada.
Hal – hal yang termasuk manfaat DRGs, yaitu sistem dan beban administrasi pihak
penanggung biaya dan provider lebih sederhana, tidak perlu lagi secara rinci
memperhitungkan biaya pelayanan, pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien karena
mampu mengendalikan biaya pelayanan kesehatan.
DRGs dapat memberikan kepastian biaya rumah sakit dan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit. DRGs dapat mengurangi: biaya rumah sakit, intensitas pelayanan
yang diberikan, lama hari rawat, dan menghasilkan produk yang efisien. DRG telah
dipakai sejak tahun 1983 untuk menentukan seberapa besar medicare membayar kepada
rumah sakit. Pada tahun 1970, DRGs pertama kali dikenal di Amerika serikat, diterapkan
di Rumah sakit negara bagian New Jersey dan sebagai dasar perhitungan biaya rawat inap
oleh rumah sakit dan asuransi.
Pengelompokkan DRGs saat ini di dasarkan pada ICD X, ICD X merupakan suatu
sistem kategori yang mengelompokan satuan penyakit menurut kriteria yang telah
disepakati. Tujuan pemakaian ICD untuk membuat catatan sistematik dan dapat dianalisis,
untuk menterjemahkan diagnosa penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi
kode/sandi alfanumerik sehingga mudah disimpan, dicari, dianalisis. Ciri ICD X koding
alfanumerik, 1 huruf diikuti 3 angka untuk tingkatan 4 karakter.
Sejak tahun 1981 berkembang generasi kedua berdasarkan ICD 9 CM yang terdiri
dari 23 MDC (Major Diagnostic Categories) dengan 467 DRGs. Dalam perkembangan
selanjutnya pada bulan April 1994 muncul Australian National DRGs dengan 23 MDC
dan 956 DRGs. Pada tahun 1995 Australia mengumumkan perubahan DRGs yang
mengacu kepada ICD X, yaitu AR DRG versi 4.1 dengan 20 perubahan kode klinik dan
klasifikasi keompok pada beberapa MDC Tahun 1998 Australian Refined DRG ( AR-
DRG) clasification versi 4.1 dengan Case Studi: Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan
DRG Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD. 13 23 MDC dan 661 DRGs oleh commonwealth
departemen of health dan aged care of Australia.
Yang termasuk komponen-komponen biaya dalam menyusun DRGs adalah lama hari

5
rawat inap untuk masing-masing DRGs baik untuk perawatan rutin dan khusus, biaya
perdiem baik untuk perawatan rutin maupun khusus, perkiraan biaya, pelayanan
pendukung (laboratorium, radiologi, obat-obatan, alat habis pakai, anastesi, dan pelayanan
lainnya perkasus). Data yang dipakai adalah diagnosa DRGs dibuat keadaan saat pasien
keluar RS.
Dalam menentukan DRGs langkah-langkah yang dilakukan adalah menegakan
diagnosa utama (lihat medical record) dan tentukan MDC berdasarkan diagnosa utama
oleh dokter atau bidan,berdasakan ICD X ada saat pasien pulang, lihat tindakan yang
dilakukan, dan evaluasi apakah dilakukan tindakan yang signifikan (operasi atau tindakan
medis), umur pasien, Diagnosa sekunder (bila ada), Lama hari rawat, utilisasi (identifikasi
kelas perawatan, tindakan medis, pemeriksaan penunjang, obat-obatan, alkes, dan jasa
medis paramedik).
Sebelum menentukan DRG harus ditetapkan clinicval pathway yang merupakan cikal
bakal costing atau casemix, yaitu: Identifikasi intervensi/aktivitas berdasarkan Standard
Operating Procedure/Clinical Guidelines, baik sifat maupun jumlah pemakaian resources-
nya mulai dari penerimaan sampai pasien pulang. Clinical pathway ialah konsep
perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada
pasien berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan dan standar
pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis bukti dengan hasil yang dapat diukur
dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit clinical pathway ialah rencana
multidisiplin yang memerlukan praktik kolaborasi dengan pendekatan team, melalui
kegiatan day to day, berfokus pada pasien dengan kegiatan yang sistematik memasukan
standar outcome.
Kasus yang diutamakan untuk clinical pathway ialah kasus yang sering ditemui, kasus
yang terbanyak, biaya tinggi, perjalanan penyakit dan hasilnya dapat diperkirakan. Untuk
membuat clinical pathway telah tersedia Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur
Operasional.

2.3 Penerapan INA-CBGc di Indonesia


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggunakan tarif INA-
CBG’s (Indonesia Case Based Groups) versi terbaru yakni versi 4.0 pada pola
pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Versi tersebut mulai diberlakukan pada
2014. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 sebagai revisi
dari Perpres No 12 Tahun 2013 mengenai Jaminan Kesehatan.

6
Seperti sebelumnya, Ina CGB’s versi 4.0 berdasarkan pada data-data dari rumah
sakit. Sesuai dengan regulasi, di dalam INA CBG’s ini ada kendali mutu di dalamnya.
Kendali mutu ini terkait baik dari profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga dinas
kesehatan. Diharapkan, dengan pola pembayaran ini bisa mendorong efisiensi dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur dalam jumpa pers di Kantor BPJS
Kesehatan, Jakarta (6/1) mengatakan, Rata - rata tarif INA-CBG’s 2014 dibandingkan
2013 naik 29-54%, dimana RS swasta dan pemerintah tidak ada perbedaan. “Antara RS
tipe A, B, C, dan D terjadi ketidakseimbangan dan memang sangat jauh pada INA-CBG’s
3.1, tetapi yang sekarang sudah diberikan solusi ialah kenaikan 29-54%. Yang 54% adalah
RS tipe D, sedangkan yang tipe A ialah 29%. Artinya apa? Disparitas RS tipe A, B, C,
dan D itu semakin sempit,” tuturnya. Dijelaskan, tarif tersebut berbentuk paket yang
mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit berdasarkan penyakit yang diderita. Di
dalamnya mencakup jenis obat dan kelas perawatan bila harus menjalani rawat inap,
berikut pengobatannya sampai dinyatakan sembuh. “Dengan penerapan INA-CBG’s, RS
akan memiliki peran terhadap ketersediaan pelayanan kesehatan, termasuk ketersediaan
obat. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan pada paket
INA-CBG’s,” katanya.
Tarif INA-CBG’s hampir tiap tahun mengalami pemutakhiran sesuai dengan
perkembangan atau mengikuti laju inflasi. INA-CBG’s 4.0 yang digunakan dalam
pelaksanaan JKN dikelompokan dalam enam jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A,
serta RS Umum dan RS Khusus rujukan nasional. Tarif INA-CBG’s juga disusun
berdasarkan perawatan kelas 1, 2, dan 3. Dalam siaran pers yang dikeluarkan BPJS
Kesehatan, dinyatakan bahwa implementasi INA-CBG’s pada JKN berguna dalam
standardisasi tarif sehingga lebih memberikan kepastian. “Perhitungan tarif pelayanan lebih
objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. Melalui INA-CBG’s, diharapkan dapat
meningkatkan mutu dan efesiensi rumah sakit.
Tarif paket itu mencakup seluruh komponen biaya RS yang berbasis pada data
costing dan coding penyakit, yang mengacu pada International Classification of Diseases
(ICD) yang disusun WHO. Penggunaan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500 kode dan
ICD 9 Chlinical Modifications yang mencakup 7.500 kode. Adapun tarif INA-CBG’s
terdiri atas 1.077 kode CBG, yakni 789 rawat inap dan 288 rawat jalan dengan tiga
tingkat keparahan.

7
Di Indonesia, INA-CBG’s bukan sistem baru karena telah dibangun sejak 2006
oleh Kemenkes. Pada 2008, INA-CBG’s diimplementasikan dalam program Jamkesmas.
Sampai 2013, jumlah pemberi pelayanan kesehatan Jamkesmas yang menggunakan INA-
CBG’s meliputi 1.273 RS.

2.4 Sistem Coding INA-CBG’s


Dalam pelaksanaan Case Mix INA CBGs, peran koding sangat menentukan, dimana
logic software yang digunakan untuk menetukan tarif adalah dengan pedoman ICD 10
untuk menentukan diagnois dan ICD 9 CM untuk tindakan atau prosedur. Besar kecilnya
tarif yang muncul dalam software INA CBGs ditentukan oleh Diagnosis dan Prosedur.
Kesalahan penulisan diagnosis akan mempengaruhi tarif. Tarif bisa menjadi lebih besar
atau lebih kecil. Diagnosis dalam kaidah CBGs, harus ditentukan diagnosa utama dan
diagnosa penyerta. Diagnosa penyerta terdiri dari Komplikasi dan Komorbiditas.
Diagnosis penyerta juga dapat mempengaruhi besar kecilnya tarif, karena akan
mempengaruhi level severity (tingkat keparahan) yang diderita oleh pasien. Logikanya
pasien yang dirawat terjadi komplikasi, maka akan mempengaruhi lama perawatan di
rumah sakit. Jika lama perawatan bertambah lama dibanding tidak terjadi komplikasi,
maka akan menambah jumlah pembiayaan dalam perawatan. Dalam logic software INA-
CBGs penambahan tarif dari paket yang sebenarnya, jika terjadi level severity tingkat 2
dan level severity tingkat 3. Jika dalam akhir masa perawatan terjadi lebih dari satu
diagnosis, koder harus bisa menetukan mana yang menjdi diagnosa utama maupun
sekunder
Kode yang digunakan dalam INA CBGs terdiri dari 4 sub groups kode. Contoh
kode INA CBGs seperti I-4-10-I, kode tersebut mengandung makna bahwa pasien
terdiagnosa Infark Miocard Akut Ringan.
a. Sub Grup ke 1 menunjukkan CMGs ( Casemix Main Groups). CMGs dalam INA-
CBG’s terdiri dari 31 kode.
b. Sub Grup ke 2 menunjukkan tipe kasus, dimana tipe kasus yang ada dalam sistem
INA-CBG’s terdiri dari 1- 9 group kasus dan group 10 akan muncul jika terjadi
error. Secara rinci kode tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Prosedur Rawat Inap
2. Prosedur Besar Rawat Jalan 3. Prosedur Signifikan Rawat Jalan 4. Rawat Inap
Bukan Prosedur 5. Rawat Jalan Bukan Prosedur 6. Rawat Inap Kebidanan 7. Rawat
Jalan Kebidanan 8. Rawat Inap Neonatal 9. Rawat Jalan Neonatal 10. Error
c. Sub Group ke 3 menunjukkan spesifik CBG’s (Kode CBG’s). Kode INA-CBG’s

8
terdiri dari 1077 kode yang terdiri dari 789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk
rawat jalan.
d. Sub Group ke 4 menunjukkan severity level (tingkat keparahan). Tingkat keparahan
terdiri dari 3 level, Severity level 1 (ringan), Severity Level II (Sedang), dan Severity
Level III (Berat).

2.5 Kelebihan dan Kekurangan INA-CBG’s


Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan kekurangan
dalam penerapannya. Kelebihan dari penggunaan sistem pembayaran
INA CBGs antara lain:
a. Bagi provider
1) Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan
2) Proses klaim lebih cepat
b. Bagi pasien
1) Kualitas pelayanan cukup baik
2) Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik
c. Bagi pembayar
1) Terdapat pembagian risiko keuangan dengan provider
2) Biaya administrasi lebih rendah
3) Mendorong peningkatan sistem informasi
Sedangkan kekurangan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain:
a. Provider
1) Kurang kualitas koding akan menyebabkan kurangnya besaran penggantian yang
seharusnya dibayar
b. Pasien
1) Pengurangan kuantitas pelayanan
2) Referral out
c. Pembayaran
1) Memerlukan pemahaman implementasi konsep prospektif
2) Diperlukan monitoring pasca klaim

9
2.6 Tarif INA-CBGs dalam Jaminan Kesehatan Nasional
Tarif INA-CBGS dalam Jaminan Kesehatan Nasional Berdasarkan Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan no 27 tahun 2014 dalam laman web JKN Kemenkes
(Kemenkes, 2014, Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case base Groups (INA-
CBG’s), bahwa per 1 Januari 2014 diberlakukan Tarif INA-CBGs dalam program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
a. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu :
1) Tarif Rumah Sakit Kelas A
2) Tarif Rumah Sakit Kelas B
3) Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan
4) Tarif Rumah Sakit Kelas C
5) Tarif Rumah Sakit Kelas D
6) Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional
7) Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional
b. Penyesuaian nilai dilakukan setelah melihat besaran Hospital Base Rate (HBR) sakit
yang didapatkan dari perhitungan total biaya pengeluaran rumah sakit yang
digunakan sebagai acuan pengelompokan tarif sedangkan digunakan Mean Base Rate
bila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit.
c. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan
Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
d. Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA-CBGs versi 4.0 yang
meliputi : a.Special Prosedure, b.Special Drugs, c.Special Investigation, d.Special
Prosthesis, dan e. Special Groups Subacute dan Kronis. Top up pada special CMG
tidak diberikan untuk seluruh kasus atau kondisi, tetapi hanya diberikan pada kasus
dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa kasus atau kondisi dimana rasio
antara tarif INACBGs yang sudah dibuat berbeda cukup besar dengan tarif RS.
Penjelasan lebih rinci tentang Top Updapat dilihat pada poin D.
e. Tidak ada perbedaan tarif antara rumah sakit umum dan khusus, disesuaikan dengan
penetapan kelas yang dimiliki untuk semua pelayanan di rumah sakit berdasarkan
surat keputusan penetapan kelas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
f. Tarif INA-CBGs merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber
daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis.

10
Tarif INA-CBGs yang digunakan setara dengan Tarif Rumah Sakit Kelas D sesuai
regionalisasi masing-masing bagi Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas.
Penghitungan tarif INA CBGs berbasis pada data costing dan data koding rumah
sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel)
representasi dari kelas rumah sakit, jenis rumah sakit maupun kepemilikan rumah
sakit (rumah sakit swasta dan pemerintah), meliputi seluruh data biaya yang
dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang sumber pembiayaannya dari
program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya). Data koding diperoleh dari data koding
rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk penyusunan tarif JKN digunakan data costing 137
rumah sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data koding (kasus).

2.7 Pengajuan Klaim BPJS


Pengajuan Klaim BPJS Kesehatan dalam hal penyajian klaim BPJS Kesehatan, ada
beberapa ketentuan yang untuk dipertimbangkan, ialah:
a. Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan klaim oleh Fasilitas
Kesehatan.
b. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasiltas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima
lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.
c. Kendali Mutu dan Biaya.
1) Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya, BPJS Kesehatan
membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi
profesi, akademisi, dan pakar klinis.
2) Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat melakukan:
a) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi
sesuai kompetensi;
b) utilization review dan audit medis; dan/atau
c) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.
3) Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan Peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas
Kesehatan sesuai kebutuhan.
d. Kadaluarsa Klaim

11
1) Klaim Kolektif Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta, baik Tingkat
Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan
diberikan.
2) Klaim Perorangan Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2
(dua) tahun setelah pelayanan diberikan, kecuali diatur secara khusus.
e. Kelengkapan administrasi klaim umum
1) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
3) Softcopy data pelayanan bagi Fasilitas Kesehatan yang telah menggunakan
aplikasi P-Care/aplikasi BPJS Kesehatan lain (untuk PMI/UTD) atau rekapitulasi
pelayanan secara manual untuk Fasilitas Kesehatan yang belum menggunakan
aplikasi P-Care.
4) Kuitansi asli bermaterai cukup
5) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga.
6) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan klaim
f. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga),
2) Softcopy luaran aplikasi
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga.
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan klaim

2.8 Konsep INA-CBG’s


a. Struktur Kode INA CBG’s
Pengelompokan dasar di INACBGS menggunakan sistem pengkodean diagnostik akhir
dan tindakan / prosedur yang menjadi layanan keluar, dengan referensi ICD10 untuk
diagnosis dan ICD9CM untuk tindakan / prosedur. Pengelompokan menggunakan sistem
teknologi informasi dalam bentuk permintaan INACBG untuk produksi 1.077 kelompok
kelompok / kelompok yang terdiri dari 789 kelompok rawat inap dan 288 kelompok
kasus ambulatory. Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan
numerik dengan contoh – contoh berikut:
Keterangan:
1) Digit ke-1 adalah CMG (Casemix Main Groups)
2) Digit ke-2 adalah tipe kasus

12
3) Digit ke-3 adalah spesifik CBG kasus
4) Digit ke-4 adalah angka romawi merupakan severity level
Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas:
a. Case-Mix Main Groups (CMGs)
1) Merupakan klasifikasi tahap pertama
2) Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)
3) Berhubungan dengan sistem organ tubuh
4) Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap
sistem organ
5) Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2 Ambulatory
CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error
CMGs)
6) Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.
7) CMGs yang ada dalam INA-CBGs terdiri dari :
No Case-mix Main Group’s (CMG) CMG Kodes
1. Central nervous system Groups G
2. Eye and Adnexa Groups H
3. Ear, nose, mouth& throat Groups U
4. Respiratory system Groups J
5. Cardiovascular system Groups I
6. Digestive system Groups K
7. Hepatobiliary & pancreatic system Groups B
8. Musculoskeletal system & connective tissue Groups M
9. Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L
10. Endocrine system, nutrition & metabolism Groups E
11. Nephro-urinary System Groups N
12. Male reproductive System Groups V
13. Female reproductive system Groups W
14. Deleiveries Groups O
15. Newborns & Neonates Groups P
16. Haemopoeitic & immune system Groups D
17. Myeloproliferative system & neoplasms Groups C

13
18. Infectious & parasitic diseases Groups A
19. Mental Health and Behavioral Groups F
20. Substance abuse & dependence Groups T
21. Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S
Factors influencing health status & other contacts with health
22. Z
services Groups
23. Ambulatory Groups-Episodic Q
24. Ambulatory Groups-Package QP
25. Sub-Acute Groups SA
26. Special Procedures DD
27. Special Drugs YY
28. Special InvestigationsI II
29. Special InvestigationsII IJ
30. Special Prosthesis RR
31. Chronic Groups CD
32. Errors CMGs X
b. Case-Based Groups (CBG’s)
1) Prosedur rawat inap (Group-I)
2) Prosedur Besar Rawat Jalan (Group-2)
3) Prosedur Signifikan Rawat Jalan (Group-3)
4) Rawat Inap Bukan Prosedur (Group-4)
5) Rawat Jalan Bukan Prosedur (Group-5)
6) Rawat Inap Kebidanan (Group-6)
7) Rawat Jalan kebidanan (Group-7)
8) Rawat Inap Neonatal (Group-8)
9) Rawat Jalan Neonatal (Group-9)
10) Error (Group-0)
c. Kode CBG’s
Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan
numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

14
d. Severity Level
Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat
keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam
masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi:
1) “0” Untuk Pasien Rawat jalan
2) “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi
maupun komorbiditi)
3) “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild
komplikasi dan komorbiditi)
4) “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major
komplikasi dan komorbiditi)
b. Tahapan Pengaplikasian INA-CBG’s
Aplikasi INA-CBGs merupakan salah satu perangkat entri data pasien yang digunakan
untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis.
Aplikasi INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN, yang
digunakan untuk JKN adalah INA-CBG’s 4.0
Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs , rumah sakit sudah harus memiliki kode
registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan
kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Bagi rumah sakit yang ingin melakukan aktifasi
aplikasi INA-CBGs dapat mengunduh database rumah sakit sesuai dengan data rumah
sakit di website buk.depkes.go.id.
Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs dilakukan setelah pasien selesai
mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah pasien pulang dari rumah sakit), data yang
diperlukan berasal dari resume medis.
Untuk menggunakan aplikasi INA CBG, rumah sakit harus memiliki kode registrasi
rumah sakit yang dikeluarkan oleh direktorat jenderal bina upaya kesehatan, dan
melakukan aktifasi aplikasi ina-cbg sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya.
File aktifasi aplikasi ina-cbg dapat diunduh pada website buk.depkes.go.id
Aplikasi INA-CBG pertama kali dikembangkan dengan versi 1.5 yang berkembang
sampai dengan saat ini menjadi versi 5.2 dengan pengembangan pada pada beberapa hal
diantaranya:
a) Interface

15
b) Fitur
c) Grouper
d) Penambahan variable
e) Tarif INA-CBG
f) Modul Protokol Integrasi dengan SIMRS serta BPJS
g) Rancang bangun Pengumpulan data dari rumah sakit Data Center
Kementerian Kesehatan RI Aplikasi E-Klaim v5 yang dimiliki oleh rumah sakit hanya
bisa diakses oleh rumah sakit yang bersangkutan dan pihak lain tidak dapat mengakses
untuk tujuan privasi dan keamanan data rumah sakit.
Pada Aplikasi ini yang akan digunakan pada tahun 2016 telah mengalami perubahan
yang cukup signifikan baik dari segi interface maupun rancang bangun alur pengiriman
data. Aplikasi INA-CBG sampai saat ini telah digunakan oleh rumah sakit dan klinik yang
melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Tatacara input INA CBG’s v 5
1) Setelah instalasi selesai, aktifkan XAMPP dengan cara klik kanan icon xampp,
mohon module service tidak di checklist karena akan mengakibatkan grouper tidak
berhasil.
2) Kemudian buka Browser yang ada di computer dan diketik pada alamat URL:
localhost/eclaim , kemudian akan muncul tampilan seperti gambar dan masukkan
username : inacbg , password : inacbg.

3) Klik Menu Coding/Grouping, masukkan nomor Rekam Medik/Nomor SEP/ Nama


apabila pasien lama, atau klik pasien baru bagi pasien yang baru pertama kali datang

16
4) Untuk Pasien baru, silahkan memasukkan data sesuai variable yang diminta sampai
dengan proses grouping

Pada update 5.2 apabila saat input pasien terdapat notifikasi seperti di atas, akan
Terdeteksi duplikasi nomer rekam medis, dengan keterangan sebagai berikut:
a) Ya, apabila pasien tersebut akan digabung dengan nomor rekam medik yang telah
ada, artinya pasien tersebut akan menggunakan nomer rekam medik pasien yang
Sudah ada, pada gambar di atas berarti akan menggunakan nomor rekam medik
dari 'TEST PASIEN'
b) Tidak, berarti petugas harus mengganti nomor rekam medik yang baru untuk
pasien tersebut yang artinya akan terpisah. Adapun pada contoh ini pasien yang
akan di input akan terpisah dengan pasien

17
5) Klaim baru

Klik Klaim “baru”


Silakan diisi sesuai dengan permintaan, mohon perhatikan beberapa penambahan
variabel seperti:
a) Pada Rawat Jalan akan ada penambahan opsi “ reguler” atau “eksekutif” hal ini
untuk RS yg ada melayani rawat jalan pilih eksekutif
b) Pada Rawat inap terdapat penambahan variabel “ ada rawat intensif” dan juga
keterangan mengenai “hari di perawatan intensif dan “ jam penggunakan
ventilator” variabel ini saat ini tidak akan berpengaruh terhadap tarif yang
dihasilkan, variabel bertujuan dalam pengumpulan data kasus intensif untuk proses
updating selanjutnya.
c) Pada Kasus Kronis terdapat penginputan nilai ADL pada fase “subakut” dan
“Kronis”
6) Pada Kasus Kronis terdapat penginputan nilai ADL pada fase “subakut” dan
“Kronis”

18
7) Pada tarif rumah sakit diminta untuk memberikan detail dari tarif rumah sakit sesuai
dengan gambar berikut:

8) Setelah grouping selesai dilakukan, dapat dilihat pada keterangan Spesial CMG
apabila pada kasus yang mendapat special CMG dapat diklik pada menu seperti
gambar dan silakan dipilih

19
9) Setelah dilakukan pemilihan pada menu special CMG maka total tarif akan berubah
sesuai dengan nilai special CMG yg didapatkan, setelah dinilai data sudah valid
kemudian diklik “final klaim”

10) Setelah di klik final klaim, maka akan tampilan sebagai berikut

20
11) Setelah final terdapat pilihan untuk langsung mengirimkan data ke pusat data
kementerian kesehatan dengan klik tombol kirim klaim online

Apabila berhasil akan terdapat keterangan pada status data klaim terkirim.

Beberapa Tambahan keterangan kode error:


a) X-0-94-X : GAGAL : DATA TIDAK LENGKAP
Terjadi karena ada beberapa data input yang tidak memenuhi syarat seperti
pengisian tarif rumah sakit dimana dibuat minimal adalah 15.000 (pada aplikasi
versi 5)
b) X-0-97-X : GAGAL : FAILED : LISENSI EXPIRED
Dijelaskan di Bab V nomer 6
c) X-0-98-X : GAGAL : FAILED : INVALID PARAMETER
Dijelaskan pada Bab V nomor 6
12) Untuk mengirimkan data klaim secara online ke pusat data kementerian kesehatan
silahkan klik “kirim data online” Pilih per tanggal keluar yang akan dikirim kemudian
klik “kirim klaim(online)”

21
2.9 Konsep Sistem Casemix
a. Pengertian Sistem Casemix
Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan
nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Implementasi pembayaran
dengan INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada
1 Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program
Jamkesmas.
Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG
(Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group)
seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University)
Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013,
pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak
diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan
besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013 dan tarif
INA-CBG Tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789
kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan
sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan.
Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper
UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan oleh
United Nations University (UNU).
Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada
ciri klinis yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan
dilakukan dengan menggunakan grouper. (Juknis INA CBG’s:2014). Jika menilik pada
pengertian sistem casemix maka diagnosis dan prosedur pasien yang mirip atau sama
dikategorikan pada kelompok yang sama. Selain menurut diagnosis dan prosedur,
pengelompokkan juga berdasarkan kepada biaya perawatan yang mirip/sama, misalnya
perawatan untuk kategori pasien penyakit Gastritis dan Dispepsia adalah sama, maka
grouper dari penyakit tersebut adalah sama.
b. Komponen Casemix
Dalam penyelenggaraan BPJS di fasilitas pelayanan kesehatan dengan BPJS
kesehatan, terdapat beberapa komponen yang sangat penting dalam mendukung
penyelenggaraan BPJS di fasilitas pelayanan kesehatan. Komponen-komponen tersebut
adalah:

22
1) Coding
Coding adalah Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan
diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai
dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif
yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit. (PMK 27
Juknis INA CBG’s:2014)
Koding merupakan salah satu komponen casemix dalam memberikan kode
penyakit dan tindakan untuk menentukan pembiayaan dari grouper sistem INA
CBG’s. Dengan koding yang baik maka akan dihasilkan hasil pengkodean yang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Costing
Salah satu komponen penting lainnya adalah costing. Costing diperlukan agar
dapat menghasilkan informasi keuangan pasien yang cepat, akurat dan terinci. Sistem
keuangan yang baik akan mempermudah fasilitas pelayanan kesehatan dalam
mendapatkan rincian keuangan per pasien, per periode dan per item kegiatan
pelayanan yang diberikan kepada pasien.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengajuan klaim pasien ke BPJS maka setiap
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan rincian biaya pasien dari semua
pelayanan yang dilakukan kepada pasien selama mendapat pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, costing perlu dikelola dengan baik agar setiap
tindakan dan pengobatan yang diberikan kepada pasien terekam dengan baik.

23
3) Clinical Pathway
Clinical Pathway adalah suatu cara untuk menstandarisasikan praktik klinis dan
umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Pelayanan medis yang terstandarisasi akan
memudahkan fasilitas pelayanan kesehatan menyeragamkan pelayanan tenaga medis
dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan. Dengan adanya clinical pathway
fasilitas pelayanan kesehatan dapat melakukan efisiensi pelayanan tanpa mengurangi
kualitas yang diberikan kepada pasien karena jenis pemeriksaan, jenis tindakan dan
pengobatan yang diberikan telah merujuk kepada panduan klinis yang sesuai dengan
standar.
4) Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan sarana yang sangat penting dalam mendukung
penyelenggaraan BPJS (INA CBG’s). Pelayanan BPJS adalah pelayanan yang
berbasis teknologi informasi mulai sejak pasien mendaftar, kemudian pada
pengolahan data dengan INA CBG’s sampai pengajuan klaim ke BPJS seluruhnya
adalah menggunakan teknologi informasi. Oleh karena itu fasilitas pelayanan
kesehatan perlu menyiapkan hardware, software dan jaringan yang mumpuni agar
pengelolaan pasien BPJS dapat diselenggarakan dengan mudah, cepat, dan data yang
akurat.

24
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada
ciri klinis yang mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan
dilakukan dengan menggunakan grouper. Dalam pengelolaan pasien JKN fasiliitas
pelayanan kesehatan perlu menyiapkan komponen-komponen penting. Komponen-
komponen dalam sistem casemix tersebut adalah coding, costing, clinical pathway dan
teknologi informasi.
Struktur kode dalam INA CBG’s terdiri atas empat digit. Digit ke-1 merupakan
CMG (Casemix Main Groups), Digit ke-2 merupakan tipe kasus, Digit ke-3 merupakan
spesifik CBG kasus dan Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level.
Aplikasi INA-CBG pertama kali dikembangkan dengan versi 1.5 yang berkembang sampai
dengan saat ini menjadi versi 5.2 dengan pengembangan pada beberapa hal di antaranya :
Interface, Fitur, Grouper, Penambahan variable, Tarif INA-CBG, Modul Protokol
Integrasi dengan SIMRS serta BPJS dan Rancang bangun Pengumpulan data dari rumah
sakit Data Center.
Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Dalam pelaksanaan JKN, sistem INA-CBG merupakan salah
satu instrumen penting dalam pengajuan dan pembayaran klaim pembayaran pelayanan
kesehatan yang telah dilaksanakan oleh FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
Dasar pengelompokan dalam INA-CBG menggunakan sistem kodifikasi dari
diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan
ICD-10 Revisi Tahun 2010 untuk diagnosis dan ICD-9-CM Revisi Tahun 2010 untuk
tindakan/prosedur. Pengelompokan menggunakan system teknologi informasi berupa
Aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan 1.075 Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari
786 kelompok kasus rawat inap dan 289 kelompok kasus rawat jalan.
Tarif INA-CBG merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya
rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis.
Penghitungan tarif INA-CBG berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit.
Data costing merupakan data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit baik operasional
maupun investasi, yang didapatkan dari rumah sakit terpilih yang menjadi representasi
rumah sakit. Sedangkan data koding diperoleh dari data klaim JKN.

25
Koding dalam INA–CBG menggunakan ICD-10 revisi Tahun 2010 untuk mengkode
diagnosis utama dan diagnosis sekunder serta menggunakan ICD-9-CM revisi Tahun
2010 untuk mengkode tindakan/prosedur. Ketepatan koding diagnosis dan
tindakan/prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam aplikasi INA-CBG.
Aplikasi INA-CBG merupakan aplikasi yang digunakan dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014. Aplikasi ini sebelumnya
juga telah digunakan dalam program jaminan Kesehatan yang dicanangkan oleh
pemerintah seperti JAMKESMAS pada tahun 2010 dengan versi sebelumnya.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran
bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2008) Kebijakaan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related


Group (DRG), Kelayakan Peneraapannya di Indonesia, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, pp. 2 – 24.
BPJS.2014. Perubahan Tarif INA-Cbgs Membuat Biaya Kesehatan Lebih Efektif. Jakarta
Pusat.
Dina Wunari, W.O., Siti Rabbani, K,. and Sabril Munandar (2015) “Studi Persiapan
Sistem Pembayaran Layanan Kesehatan Dengan Sistem Diagnosis Penyakit
(Indonesia Case Based Groups/INA-CBGS) Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Bahteramas Kota Kendari Tahun 2015” Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo. At : bab2_18612.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2016 “Tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan”.
Septiani, A.A., Oktaviany and Dkk (2014) Makalah Sistem Pembayaran INA CBGS,
(6411411173)
Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBGs pada Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional.
Permenkes RI No. 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case
Base Groups (INA CBG’s).
Petunjuk Teknis E-Klaim INA-CBG 5.2, Kementerian Kesehatan, Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan, National Casemix Center, 2017.
Naga, dr. Mayang Anggraini. (2013). Buku Kerja Praktik Pengkodean Klinis Berdasarkan
Rules dan Konvensi ICD-10, WHO.
World Health Organization. (2014). ICD-10. World Health Organization, ICD-10,
Volume 2 : Instruction Manual, Geneva.

27
SOAL VIGNETTE

1. Dalam pengelolaan casemix pada pasien BPJS, fasilitas kesehatan perlu menyelaraskan
komponen-komponen yang berperan penting agar setiap unsur dapat berjalan harmonis
sehingga dapat tercipta kendali mutu dan kendali biaya. Komponen-komponen
tersebut adalah….
b. Koder, Costing, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
c. Koding, Costing, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
d. Koding, Costing, Klaim, Clinical Pathway dan Teknologi Informasi
e. Koding, Costing, Clinical Practice Guideline (CPG) dan Teknologi Informasi
f. Koding, Costing, Clinical Pathway (CP), Clinical Practice Guideline (CPG) dan
Teknologi Informasi

2. Pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang
mirip/sama dan biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan grouper. Pengertian tersebut merupakan definisi dari…. C
a. Sistem INA CBG’s
b. Casemix analisis
c. Sistem casemix
d. Sistem BPJS
e. Sistem JKN

3. Komponen penting lainnya dalam sistem casemix adalah teknologi informasi. Pada
pendaftaran pasien PBJS teknologi informasi diperlukan berkaitan dengan pembuatan
SEP online pada setiap kunjungan pasien. Pada proses koding, teknologi informasi
sangat berpengaruh terhadap proses pengkodean dengan menggunakan aplikasi.
Aplikasi yang dimaksud adalah….
a. INA DRG’s
b. INA CBG’s
c. Casemix DRG’s
d. Casemix CBG’s
e. Kodifikasi penyakit

28
4. Seorang Pasien dengan masuk rawat inap karena jatuh di kamar mandi, setelah
dilakukan pemeriksaan CT Scant pasien didiagnosa cerebral hemorrhage. Pasien
diketahui memiliki riwayat hypertensi dan tidak rutin minum obat. Selama di RS
dilakukan operasi craniotomy. Sub group kedua dalam program INA CBG’s
menunjukkan tipe kasus, maka pada kasus Pasien ini dikategorikan sebagai tipe
kasus….
a. Prosedur Rawat Inap
b. Rawat Inap Bukan Prosedur
c. Rawat Jalan Bukan Prosedur
d. Prosedur Besar Rawat Jalan
e. Prosedur Signifikan Rawat Jalan

5. Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs , rumah sakit sudah harus memiliki kode
…………… rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBGs setiap rumah sakit
sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Kode yang dimaksud adalah….
a. INA CBG’s
b. Registrasi
c. Akreditasi
d. Verifikasi
e. SEP

29

Anda mungkin juga menyukai