Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASURANSI JAMINAN KESEHATAN


“Casemix ( INA CBGs )”

OLEH :
Kelompok 1
Abdul Qowiy 2011211021
Delfi Astriandini 2011212069
Dini Nur Annisa 2011212028
Diva Damar Edaza 2011212033
Mita Gresya 2111216010
Seyna Adhia Satriana 2011213028
Uais 2011211057
Yana Mora Sindhana 2111216009

Dosen Pengampu:
Dr. Syafrawati, SKM., M. Comm Health Sc

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini, makalah ini merupakan
salah satu dari tugas mata kuliah asuransi jaminan kesehatan.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen Dr. Syafrawati, SKM., M. Comm
Health Sc yang telah memberikan amanahnya kepada kami sehingga kami dapat mengambil
pembahasan ini dalam rangka pengembangan wawasan terhadap ilmu yang diberikan. Kemudian
ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah memberi dukungan
dan bantuannya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam makalah ini kami menyadari masih tedapat kekurangan-kekurangan yang
disebabkan karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu, kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat memberikan kontribusi bagi kami,
sehingga makalah ini dapat diperbaiki menjadi makalah yang bermanfaat dan layak untuk
dijadikan sumber acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Atas perhatian pembaca
kami tim penulis mengucapkan terimakasih.

.
Padang, 28 November 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB 1 ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
2.1 Sejarah Casemik ( INA CBGs ) di Indonesia................................................................... 3
2.2 Pengertian casemik ( INA CBGs ) ................................................................................... 4
2.3 Penerapan Sistem Pembayaran INA CBGs Di Indonesia ................................................ 5
2.4 Manfaat casemik ( INA CBGs ) ....................................................................................... 7
2.5 Mekanisme Casemik ( INA CBGs ) ................................................................................. 8
2.6 Alur Klaim dalam Sistem INA CBG.............................................................................. 10
2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pembayaran INA CBGs ........................................ 11
BAB III ......................................................................................................................................... 13
PENUTUP..................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 13
3.2 Saran ............................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik dan biaya terjangkau menjadi harapan
bagi seluruh masyarakat. Untuk itu, rumah sakit yang merupakan pemberi pelayanan
kesehatan yang utama pun dituntut melakukan pengendalian biaya dan pengendalian mutu.
Diselenggrakan program JKN membawa perubahan yang cukup signifikan khususnya pada
pembayaran fasilitas kesehatan terutama rumah sakit. Pola pembayaran ke rumah sakit yang
sebelumnya berbasis Free for Service, pada era JKN diselenggrakan melalui pola Diagnosis
Related Group (DRG) yang di Indonesia dikenal dengan INA-CBGs (Indonesian Case Based
Groups). Pemberlakuan ini menjamin pasien mendapatkan pelayanan bagus dan rumah sakit
memperoleh pembiayaan yang standar.
INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan
penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif
INA CBGs yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok
diagnosis. Dalam pembayaran menggunakan INA-CBGs, baik rumah sakit maupun pihak
pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan,
melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Diagnostic
Related Group).
Dengan menggunakan sistem itu, maka perhitungan tarif pelayanan lebih objektif
berdasarkan pada biaya sebenarnya. Melalui INA-CBG’s diharapkan dapat meningkatkan
mutu dan efisiensi rumah sakit. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 yang
merupakan revisi dari Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, bahwa pola
pembayaran pelayanan kesehatan di tingkat lanjutan oleh BPJS Kesehatan menggunakan
sistem pola pembayaran Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s). Dimana manfaat
implementasi INA CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah tarif
terstandarisasi dan lebih memberikan kepastian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sejarah Casemix INA CGBs di Indonesia?
2. Apa itu Casemix INA CBGs?

1
3. Bagaimana penerapan sistem pembayaran INA CBGs di Indonesia?
4. Apa Manfaat Casemix INA CBGs?
5. Bagaimana Mekanisme Casemix INA CBGs di rumah sakit?
6. Bagaimana alur klaim dalam sistem INA CBGs?
7. Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran INA CBGS?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami sejarah Casemix INA CGBs di Indonesia
2. Mengetahui dan memahami defenisi Casemix INA CGBs
3. Mengetahui dan memahami penerapan sistem pembayaran INA CBGs di Indonesia
4. Mengetahui dan memahami manfaat penerapan Casemix INA CGBs
5. Mengetahui dan memahami alur mekanisme Casemix INA CBGs di rumah sakit
6. Mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran INA CBGs

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Casemik ( INA CBGs ) di Indonesia


Pada awal mulanya, sistem pembayaran di Indonesia menggunakan sistem Fee For
Service, dimana pasien yang melakukan perawatan di pelayanan di rumah sakit harus
membayar secara out of pocket dengan besaran tarif yang berbeda antara satu rumah sakit
dengan rumah sakit yang lain, walaupun hasil diagnosis dan pelayanan yang didapatkan
pasien sama. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya standar baku yang berlaku secara
nasional untuk menghitung dan mengevaluasi pelayanan medis yang harus dikenakan pada
masyarakat, sehingga banyak institusi pelayanan medis yang mengambil jalan pintas dengan
menentukan tarif pelayanan medis secara sembarangan.
Ketiadaan standar ini memang sangat merugikan konsumen jasa pelayanan kesehatan,
terlebih lagi bagi golongan masyarakat miskin. Dibutuhkan sebuah solusi yang dapat
menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, terjangkau, dan dapat dijadikan
sebagai sebuah standar tarif nasional. Sehingga pada saat itu Indonesia menerapkan sistem
pembayaran INA DRG (Indonesia Diagnosis Related Group). INA DRG merupakan variasi
dari sistem casemix yang diterapkan di Amerika, sebuah sistem pembiayaan pelayanan
kesehatan berbasis kelompok penyakit yang homogen. Sistem ini mulai dikenalkan pada
tahun 2005 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1663/MENKES/SK/XII/2005
tentang ujicoba penerapan Sistem Diagnostic Related Group di 15 Rumah Sakit di Indonesia.
kemudian sistem INA DRG mulai diimplementasikan pada pembiayaan jaminan kesehatan
masyarakat 2008 melalui SK Menkes nomor 125/MENKES/SK/II/2008. Kemudian
penggunaan sistem INA DRG di Indonesia berakhir lisensinya pada tanggal 30 September
2010 dan digantikan dengan penggunaan sistem INA CBG. Penggantian penggunaan INA
DRG menjadi INA CBG dikarenakan ada beberapa kelemahan dai penggunaan sistem INA
DRG diantaranya, (1) sistem INA DRG hanya mencakup kasus-kasus penyakit akut saja; (2)
tarif tidak adekuat pada beberapa kasus seperti, kasus sub akut dan kronik, prosedur khusus,
MRI (Magnetic Resonance Imaging), dan lain sebagainya.
Pada masa transisi antara INA DRG dan INA CBG yakni pada tahun 2011, sistem
yang digunakan masih menggunakan sistem costing yang sama dengan INA DRG. Namun

3
pada tahun yang sama National Casemix Center Kementerian Kesehatan melihat
ketidakcocokan tarif INA CBGs bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi secara
berkala dan menghasilkan tarif sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 tahun 2012 tentang
Penetapan Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs).
Sampai tahun 2013, sistem INA CBG masih digunakan dalam klaim program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dan pada era Jaminan Kesehatan Nasional, sistem INA
CBGs masih digunakan dengan terus dilakukan evaluasi tarif oleh NCC dan yang kemudian
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

2.2 Pengertian casemik ( INA CBGs )


Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada
ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama,
pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. Di Indonesia, sistem
Casemix (case based payment) sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode
pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix
saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di negara-negara maju
dan sedang dikembangkan di negara-negara berkembang.
Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA-CBGs sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Untuk tarif yang berlaku
pada 1 Januari 2014, telah dilakukan penyesuaian dari tarif INA-CBG Jamkesmas dan telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006 dengan
nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Implementasi pembayaran dengan
INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari
2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas.
Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG
(Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group)

4
seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University)
Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran
kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak diimplementasikannya sistem casemix di
Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008,
tarif INA-CBG Tahun 2013 dan tarif INA-CBG Tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai
1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode
grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis
serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur
dilakukan dengan menggunakan grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah
Grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations University (UNU).

2.3 Penerapan Sistem Pembayaran INA CBGs Di Indonesia


a. Dasar Penerapan INA CBGs
Di Indonesia penerapan sistem INA CBGs mempunyai dasar hukum, antara lain:
1) UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
2) UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
3) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4) UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
5) SK Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.03.05/I/589/2011 Tentang
Kelompok Kerja Centre for Casemix tahun 2011.
b. Tahap Implementasi dan pengembangan INA CBGs
Implementasi sistem INA CBG dimulai pada Oktober 2010 yang dimulai dengan
menggunakan UNU Grouper. Setelah itu pada tahun 2011 mulailah disusun tarif INA
CBG yang akan digunakan, dimana launching tarifnya sendiri dilaksanakan pada awal
Januari 2013. Selama kurun waktu 2013 selalu dilakukan update tarif INACBGs dan
persiapan JKN sampai pada awal Januari 2014 barulah implementasi INA CBG dalam
program JKN diberlakukan.

5
Penyusunan tarif dalam sistem INA CBGs dilakukan oleh National Casemix
Center (NCC) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan dan dibantu oleh konsultan
dari United Nations University (UNU) Malaysia.
National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG,
terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014. Tarif yang
berlaku merupakan tarif baru yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif
pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama
dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 Tahun 2012.
Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada
penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum dan Khusus kelas A, B Pendidikan, B
Non-Pendidikan, C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa
dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi
dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT),
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap
wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya.
Tarif yang akan diberlakukan saat JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang
lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan
tarif untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang
dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok
khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru
yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes. Perubahan juga menyangkut
pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit.
Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta
diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan

6
ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang
digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Dari tahun ke tahun jumlah rumah sakit pengguna INA CBGs semaikn
meningkat. Hal tersebut terlihat pada tabel dibawah ini.
Tahun 2009 Tahun 2012 Tahun 2013
RS Swasta 310 426 515
RS Pemerintah 635 718 747

2.4 Manfaat casemik ( INA CBGs )


Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan kebijakan program Casemix INA
CBGS secara umum adalah secara Medis dan Ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat
mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi langsung kepada penanganan
penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) jadi
lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan
akan mengitung dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya. Menurut Kementerian
Kesehatan RI (2012), manfaat kebijakan program Casemix INA CBGS adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Bagi Pasien
a. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat
keparahan
b. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan
perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena
berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan.
c. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.
d. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga
medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit
a. Rumah sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya.
b. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan rumah sakit.
c. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas
pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar

7
spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta
dapat memonitor QA (quality assessment) dengan cara yang lebih objektif.
d. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat.
e. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing
klinisi.
f. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran.
g. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway.
3. Manfaat Bagi Penyandang Dana Pemerintah (Provider)
a. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan.
b. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan
akan terjangkau.
c. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan
kepuasan pasien dan provider/Pemerintah.
d. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang
sebenarnya.

2.5 Mekanisme Casemik ( INA CBGs )


Pembayaran fasilitas kesehatan dapat diartikan secara sempit sebagai mekanisme
pemberian dana kepada fasilitas kesehatan untuk mengganti biaya pelayanan yang telah
dikeluarkannya. Namun pembayaran fasilitas kesehatan dapat pula diartikan sebagai suatu
hal yang lebih luas di mana ia dan subsistem yang lain seperti kontrak, mekanisme
akuntabilitas yang menyertai metode pembayaran, dan sistem informasi manajemen dan
lain-lain bekerja bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan kebijakan. Hal ini
dimungkinkan karena setiap metode pembayaran fasilitas kesehatan memunculkan insentif
berupa sinyal-sinyal ekonomi yang akan direspon oleh fasilitas kesehatan untuk
memaksimalkan keuntungannya.
Secara umum tujuan implementasi Diagnosis Related Group (DRG) yang dikenal di
Indonesia sebagai INA-CBGs bila digunakan sebagai mekanisme pembayaran ke rumah
sakit adalah peningkatan efisiensi, transparansi, mengurangi lama hari rawat, peningkatan
mutu layanan, memberikan ruang yang kondusif bagi persaingan rumah sakit, perencanaan,
penganggaran serta peningkatan manajemen pelayanan Kesehatan.

8
Terdapat 3 strategi utama RS bila dibayar dengan mekanisme INA-CBGs yaitu
efisien di setiap kasusnya, memaksimalkan tagihan di setiap klaimnya dan meningkatkan
jumlah kasus. Strategi ini dapat ditempuh dengan cara yang positif namun tidak jarang RS
menempuh dengan cara yang tidak diharapkan oleh pengambil kebijakan (unintended
consequences) misalnya merujuk pasien yang dianggap kurang menguntungkan (dumping),
memulangkan pasien lebih awal ketika masih membutuhkan perawatan (bloody/early
discharge), meminta pasien untuk datang kembali berobat di rumah sakit (readmisi, supply
induced demand), mengurangi layanan kesehatan, dan pemberian layanan tambahan
(gaming) untuk mendapatkan grup dengan bayaran lebih tinggi serta mengganti kode untuk
mendapatkan tarif yang lebih besar (up-coding).
Dalam pembayaran DRG atau CBG, aktivitas rumah sakit tidak hanya diukur
menggunakan jumlah kunjungan namun juga menggunakan casemix. Casemix merupakan
bauran kasus yang dilayani oleh rumah sakit. Angka casemix menunjukkan volume aktivitas
rumah sakit secara lebih nyata karena mempertimbangkan jumlah kunjungan dan keparahan
penyakit yang diderita pasien. Semakin banyak jumlah kasus semakin besar casemix nya.
Semakin tinggi severity level kasus yang ditangani rumah sakit maka semakin besar casemix
nya. Karena mencerminkan bauran keseluruhan kasus di RS, maka angka casemix ini juga
menggambarkan sumber daya yang dibutuhkan oleh RS. Semakin besar casemix RS maka
semakin besar pula sumber daya yang dibutuhkan. Setiap rumah sakit dapat menghitung
angka casemix nya.
Pada alur mekanisme di rumah sakit, setelah adanya nomor surat rujukan pasien,
maka akan dibuatkan SEP-nya dan mendapatkan perawatan baik di rawat jalan maupun
rawat inap, maka selanjutnya adalah proses penagihan (klaim) dari berbagai biaya perawatan
yang dilakukan terhadap pasien tersebut, pada proses penagihan ini dilakukan oleh petugas
casemix inacbg.
Ada beberapa data yang perlu dipersiapkan oleh petugas casemix secara manual,
data-data tersebut dapat pula bersumber dari aplikasi SIM RS (milik pihak ke tiga) yang
telah dimiliki oleh rumah sakit, seperti data kwitansi atau billing dari kasir, resep apotek,
rekam medis di perawatan, hasil laboratorium, hasil radiologi dan beberapa data manual
lainnya sebagai penunjang untuk proses klaim di rumah sakit.

9
Pada proses penagihan tim Casemix dapat menggunakan aplikasi bawaan dari
kemenkes yang disebut dengan National Casemix Center atau disingkat dengan NCC,
dimana aplikasi disediakan oleh Tim Teknis INA-CBG yang berada dibawah Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Aplikasi INA-CBGs
Aplikasi INA-CBGs merupakan salah satu perangkat entri data pasien yang
digunakan untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari resume medis.
Aplikasi INA-CBGs sudah terinstall dirumah sakit yang melayani peserta JKN, yang
digunakan untuk JKN adalah INA-CBGs 4.0 Untuk menggunakan aplikasi INA-CBGs,
rumah sakit sudah harus memiliki kode registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, selanjutnya akan dilakukan aktifasi software
INA-CBGs setiap rumah sakit sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Bagi
rumah sakit yang ingin melakukan aktifasi aplikasi INA-CBGs dapat mengunduh database
rumah sakit sesuai dengan data rumah sakit di website buk.depkes.go.id.
Proses entri data pasien ke dalam aplikasi INA-CBGs dilakukan setelah pasien
selesai mendapat pelayanan di rumah sakit (setelah pasien pulang dari rumah sakit), data
yang diperlukan berasal dari resume medis.
Proses entri aplikasi INA-CBGs 4.0 dilakukan oleh petugas koder atau petugas
administrasi klaim di rumah sakit dengan menggunakan data dari resume medis, perlu
diperhatikan juga mengenai kelengkapan data administratif untuk tujuan keabsahan klaim.

2.6 Alur Klaim dalam Sistem INA CBG


Prinsip klaim dalam sistem INA CBGs antara lain bahwa koding harus dilakukan oleh
petugas ruangan (yang memberikan pelayanan) dan bagian rekam medis. Dimana koding
tersebut kemudian diproses dalam grouping INA CBGs oleh koder. Apabila terjadi kesalahan
koding, maka grouping juga akan mengalami kesalahan. Jika grouping mengalami kesalahan,
maka akan terjadi kesalahan pula dalam proses klaim, dan rumah sakit dapat mengalami
kerugian. Oleh karena itu proses koding harus dilakukan secara cermat. Klaim yang akan
dilakukan harus dilengkapi dengan tanda tangan dokter dan nama terang dengan lengkap.
Dan kemudian diproses ke dalam software INA CBGs, dimana pengisian harus benar- benar
lengkap sehingga klaim yang dilakukan akan mendapatkan uang ganti/reimbursmet sesuai

10
dengan diagnosa dan prosedur yang dilakukan rumah sakit kepada pasien. Besarnya
pembayaran dalam INA CBGs ditentukan oleh: (1) Diagnosa Primer; (2) Diagnosa
Sekumder; (3) Komplikasi; dan (4) Prosedur. Alur klaim dalam sistem INA CBGs secara
singkat dapa digambarkan pada bagan.

2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pembayaran INA CBGs


Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan
kekurangan dalam penerapannya. Kelebihan dari penggunaan sistem pembayaran INA
CBGs antara lain:
a. Bagi provider
- Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan
- Proses klaim lebih cepat
b. Bagi pasien
- Kualitas pelayanan cukup baik
- Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik
c. Bagi pembayar
- Terdapat pembagian risiko keuangan dengan provider
- Biaya administrasi lebih rendah
- Mendorong peningkatan sistem informasi

11
Sedangkan kekurangan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain:
a. Provider
- Kurang kualitas koding akan menyebabkan kurangnya besaran penggantian yang
seharusnya dibayar
b. Pasien
- Pengurangan kuantitas pelayanan
- Referral out
c. Pembayaran
- Memerlukan pemahaman implementasi konsep prospektif
- Diperlukan monitoring pasca klaim

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada
ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama,
pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. Manfaat system ini dari
segi medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi
langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun secara ekonomi,
dalam hal ini keuangan (costing) jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya
kesehatan.
Terdapat 3 strategi utama RS bila dibayar dengan mekanisme INA-CBGs yaitu efisien
di setiap kasusnya, memaksimalkan tagihan di setiap klaimnya dan meningkatkan jumlah
kasus. Pada alur mekanisme di rumah sakit, setelah adanya nomor surat rujukan pasien, maka
akan dibuatkan SEP-nya dan mendapatkan perawatan baik di rawat jalan maupun rawat inap,
maka selanjutnya adalah proses penagihan (klaim) dari berbagai biaya perawatan yang
dilakukan terhadap pasien tersebut, pada proses penagihan ini dilakukan oleh petugas
casemix INACBGs. Klaim yang akan dilakukan harus dilengkapi dengan tanda tangan dokter
dan nama terang dengan lengkap. Dan kemudian diproses ke dalam software INA CBGs.
Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan kekurangan
masing-masing bagi ketiga pihak yaitu provider, pasien, pembayar.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasa, materi, dan penyusunnnya.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulisan
makalah ini. Makalah ini juga mungkin masih jauh dari kata sempurna dan disarankan
kepada penulis selanjutnya untuk lebih mengembangkan pemahaman materi dan mencari
referensi sebanyak-banyaknya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-
CBGs). 2014;

Nurwahyuni A, Baros WA. SISTEM PEMBAYARAN MIXED METHOD INA-CBGs DAN


GLOBAL BUDGET DI RUMAH SAKIT: TAHAP I UJI COBA MIXED METHOD INA-
CBGS-GLOBAL BUDGET DI INDONESIA. J Ekon Kesehat Indones. 2021;5(2):72–88.

PERMENKES RI. No 27. Tahun 2014. Tentang sistem Indonesian case base groups ( INA-
CBGs )

https://id.scribd.com/doc/227217313/Makalah-INA-CBG-s diakses pada 25 November 2021,


pukul 18.55 WIB.

https://www.scribd.com/document/335283921/Pengertian-Sistem-Casemix
https://bpjsdataanalytics.com/sistem-casemix-inacbg-rumah-sakit-rs/

14

Anda mungkin juga menyukai