Anda di halaman 1dari 33

SAMPUL

MAKALAH

SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

OLEH :

AHMAD MAYUNDARI (202108009)

MK : SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

(FARADILLAH, SKM., M.Si)

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

PRODI S1 ADMINISTRASI KESEHATANITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

2022
Kata pengantar
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Cellamata, 19 Juni 2022

Ahmad mayundari
DAFTA ISI

Table of Contents
SAMPUL..................................................................................................................................................i
Kata pengantar......................................................................................................................................ii
DAFTA ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
KAJIAN PUSTAKA..................................................................................................................................5
A. Sejarah BPJS..............................................................................................................................5
B. Definisi BPJS............................................................................................................................10
C. Dasar Hukum...........................................................................................................................10
D. Visi dan Misi BPJS....................................................................................................................11
E. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan..........................................................................12
F. Fungsi BPJS..............................................................................................................................12
G. Tugas BPJS...............................................................................................................................13
H. Wewenang BPJS......................................................................................................................14
I. Pertanggung Jawaban BPJS.....................................................................................................15
J. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin........................................................................................15
K. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin..............................................................................16
L. Manfaat BPJS..........................................................................................................................17
M. Pembiayaan BPJS................................................................................................................18
BAB III..................................................................................................................................................20
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................................................20
A. HASIL.......................................................................................................................................20
B. PEMBAHASAN.........................................................................................................................22
BAB IV.................................................................................................................................................27
PENUTUP.............................................................................................................................................27
A. KESIMPULAN...........................................................................................................................27
B. SARAN.....................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan
Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia,
terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran,
Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat
biasa.

Setiap warga negara wajib mengikuti BPJS sesuai ketentuan Pasal 14


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Untuk perusahaan diwajibkan untuk mendaftarkan karyawannya mengikuti
BPJS, sedangan untuk orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Dan untuk warga miskin
nantinya BPJS akan ditanggung pemerintah sebagai Program Bantuan Iuran.

BPJS Kesehatan mulai diberlakukan sejak tahun 2014. Dan diberlakukan


sistem mandiri bagi peserta kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang
sistem pembayarannya ditagihkan secara per individu. Namun dengan sistem ini
didapati rendahnya tingkat kepatuhan terutama terjadi pada peserta mandiri
mencapai 50 persen lebih dari total 19 juta peserta pada 2015 lalu. Karenanya BPJS
Kesehatan membuat sistem baru yakni 1 Virtual Accont untuk meningkatkan tingkat
kepatuhan masyarakat untuk aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan dan menekankan
sistem gotong royong sebagai peserta BPJS Kesehatan. Status aktivasi peserta
sebelum pembayaran bulan September 2016 akan disesuaikan dengan status aktivasi
pada masing-masing peserta sebelumnya. Sedangkankan status peserta yang telah
membayar iuran pada bulan September 2016 adalah sama aktif untuk seluruh
anggota keluarga.

Sistem pambayaran BPJS mulai 1 September 2016, peserta Jaminan


Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di kategori Pekerja Bukan
Penerima Upah (PBPU) atau mandiri dapat melakukan pembayaran dengan sistem
satu VA untuk seluruh anggota keluarganya atau VA Keluarga.

“Dalam sistem baru ini peserta mandiri diharuskan membayar iuran secara
kolektif yang mencakup seluruh nama dalam satu Kartu Keluarga (KK) yang terdaftar.
Artinya, setiap bulan, peserta mandiri harus membayar total tagihan seluruh anggota
keluarga secara akumulatif.” Seluruh anggota keluarga wajib mengikuti dan
membayar iuran BPJS Kesehatan agar anggota keluarga lain bisa dinyatakan aktif
mengikuti BPJS Kesehatan.

Sesuai Peraturan Presiden No 19/2016 pasal 17A.1 keterlambatan bayar lebih


dari 1 bulan sejak tanggal 10 maka status penjamin peserta BPJS akan dihentikan
sementara. Dalam waktu 45 hari sejak status diaktifkan kembali, peserta wajib
membayarkan denda kepada pihak BPJS untuk setiap pelayanan rawat inap. Besaran
denda yang dimaksud adalah sebesar 2,5% dari setiap biaya pelayanan kesehatan
untuk setiap bulan tertunggak. Ketentuan ini berlaku jika peserta menunggak sampai
paling banyak 12 bulan dengan besar denda paling banyak Rp. 30.000.000.

Kemudahahannya, saat ingin membayar iuran peserta tidak perlu harus


mencatat dan menunjukkan seluruh nomor peserta keluarganya ketika mendaftar.
Selain itu peserta juga akan lebih hemat ketika membayar iuran di outlet PPOB yang
telah menerima sistem pembayaran iuran BPJS Kesehatan, karena biaya administrasi
transaksi yang dikenakan hanya 1x (satu kali) untuk transaksi seluruh anggota
keluarga.

Namun pada kenyataannya banyak ditemukan fakta di lapangan bahwa


sistem ini malah memberatkan masyarakat yang berpenghasilan rendah serta
memiliki tanggungan anggota keluarga yang lebih dari 4 (empat) orang karena tidak
bisa lagi melakukan pencicilan dalam pembayaran BPJS Kesehatan untuk
keluarganya sesuai prioritas kebutuhan. Mekanisme pembayaran iuran BPJS
Kesehatan yang baru dianggap tidak fleksibel, walaupun secara administratif
pembayaran kolektif dianggap lebih efisien. potensi penurunan kolektabilitas iuran
sangat tinggi. Ketidakmampuan untuk membayar secara kolektif di kelas yang sama
akan mengakibatkan penundaan atau bahkan gagal bayar seluruh keluarga.
Aturan ini dinilai justru akan menyurutkan minat masyarakat untuk
mendaftar secara mandiri menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu
Indonesia Sehat (JKN-KIS) mengingat nominal yang harus dibayarkan cukup besar
JKN semestinya bersifat inklusif yang berarti memudahkan akses seluruh masyarakat
terhadap jaminan kesehatan, terlepas dari kemampuan ekonomi, jenis pekerjaan,
latar belakang pendidikan, maupun determinan lainnya.5 Dengan ketentuan tagihan
1 Virtual Account maka tunggakan iuran salah satu anggota keluarga akan
mempengaruhi status kepesertaan BPJS anggota keluarga lainnya. Jika salah satu
atau beberapa anggota keluarga menunggak maka anggota lain harus membayar
seluruh tunggakan agar kartu semua peserta dalam satu KK bias kembali aktif. Hal ini
tentunya akan sangat membebani masyarakat golongan kebawah yang hanya
mampu membayar sebagian tagihan BPJS sesuai kebutuhan. Jika salah satu tidak
membayar maka tentu anggota keluarga lainnya tidak bisa aktif dalam BPJS
Kesehatan karena sistem memberlakukan harus melalui satu Kartu Keluarga aktif.
Karena meskipun pada bulan-bulan sebelumnya aktif melakukan pembayaran,
namun pada bulan terakhir ada tunggakan pembayaran

karena tidak mampu menanggung pembayaran untuk seluruh anggota


keluarga maka pelayanan untuk seluruh anggota keluarga akan terganggu dan tidak
bisa dilakukan klaim pelayanan dengan BPJS Kesehatan. Dilihat dari kasus yang
terjadi di kalangan masyarakat, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai kebijakan BPJS Kesehatan tentang sistem pembayaran 1
Virtual Account untuk satu Kartu Keluarga yang masih banyak menimbulkan
persoalan di masyarakat, khususnya pada golongan menegah kebawah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengetahui gambaran pelaksanaan program jaminan kesehatan

nasional di puskesmas Kabupaten Sidrap ?


2. Bagaimana Mengetahui input pelaksanaan program BPJS Kesehatan di

puskesmas ?
3. Bagaimana mengetahui Proses pelaksanaan program BPJS Kesehatan pelayanan

kesehatan di puskesmas kabupaten Sidrap ?l


4. Bagaimana mengetahui output pelaksanaan program BPJS Kesehatan di
puskesmas kabupaten Sidrap ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional
di puskesmas Kabupaten Sidrap.
2. Untuk Mengetahui input pelaksanaan program BPJS Kesehatan di puskesmas.
3. Untuk mengetahui Proses pelaksanaan program BPJS Kesehatan pelayanan

kesehatan di puskesmas kabupaten Sidrap.


4. Untuk mengetahui output pelaksanaan program BPJS Kesehatan di puskesmas

kabupaten Sidrap.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Sejarah BPJS
Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit,
apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti
hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada
penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada
umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain
lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun
keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat
disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada
orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang
dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Begitu
pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita
harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat
menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanya kita
kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen.

Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa
datang semakin bertambah. Pada tahun 2030, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia adalah 270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60
tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk
Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit
degenerative yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai dampak
lainnya. Apabila tidak ada yang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin
dapat menjadi masalah yang besar.

Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU


No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004,
banyak pihak berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial”
akan segera luntur dan menjawab permasalahan di atas.
Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya
Tahun 2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3), serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah
melalui proses yang panjang, dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004.

Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden


Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN.
Pernyataan Presiden tersebut direalisasikan melalui upaya penyusunan konsep
tentang Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep.
Menko Kesra dan Taskin No. 25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus
2000, tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional).
Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No.
30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segera dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
sejahtera.

Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara


pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun
2001 butir 5.E.2) dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan
Presiden RI “Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu”.

Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan


Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Pokja SJSN - Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo.
Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli 2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C.
Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menghasilkan naskah awal dari Naskah
Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada perkembangannya Presiden RI yang
pada saat itu Megawati Soekarnoputri meningkatkan status Pokja SJSN menjadi Tim
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20 Tahun 2002, 10 April
2002).
“NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan Rancangan
Undang-undang (RUU) SJSN. Setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan
hingga 8 (delapan) kali, dihasilkan sebuah naskah terakhir NA SJSN pada tanggal 26
Januari 2004. NA SJSN selanjutnya dituangkan dalam RUU SJSN,” ujar Sulastomo,
salah satu TIM Penyusun UU SJSN pada saat itu.Konsep pertama RUU SJSN, 9
Februari 2003, hingga Konsep terakhir RUU SJSN, 14 Januari 2004, yang diserahkan
oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, telah mengalami 52 (lima puluh dua) kali
perubahan dan penyempurnaan. Kemudian setelah dilakukan reformulasi beberapa
pasal pada Konsep terakhir RUU SJSN tersebut, Pemerintah menyerahkan RUU SJSN
kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.

Selama pembahasan Tim Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI


hingga diterbitkannya UU SJSN, RUU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan.
Maka dalam perjalanannya, Konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN
telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam)
kali. UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004
tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004.

Dengan demikian proses penyusunan UU SJSN memakan waktu 3 (tiga)


tahun 7 (tujuh) bulan dan 17 (tujuh belas) hari sejak Kepseswapres No. 7 Tahun
2001, 21 Maret 2001.

Lanjutan Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS

Setelah resmi menjadi undang-undang, 4 bulan berselang UU SJSN kembali


terusik. Pada bulan Januari 2005, kebijakan ASKESKIN mengantar beberapa daerah
ke MK untuk menguji UU SJSN terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Penetapan 4
BUMN sebagai BPJS dipahami sebagai monopoli dan menutup kesempatan daerah
untuk menyelenggarakan jaminan sosial. 4 bulan kemudian, pada 31 Agustus 2005,
MK menganulir 4 ayat dalam Pasal 5 yang mengatur penetapan 4 BUMN tersebut
dan memberi peluang bagi daerah untuk membentuk BPJS Daerah (BPJSD).

Putusan MK semakin memperumit penyelenggaraan jaminan sosial di masa


transisi. Pembangunan kelembagaan SJSN yang semula diatur dalam satu paket
peraturan dalam UU SJSN, kini harus diatur dengan UU BPJS. Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN) pun akhirnya baru terbentuk. Pemerintah secara resmi membentuk
DJSN lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 110 tahun 2008 tentang
pengangkatan anggota DJSN tertanggal 24 September 2008.

Pembahasan RUU BPJS berjalan alot. Tim Kerja Menko Kesra dan Tim Kerja
Meneg BUMN, yang notabene keduanya adalah Pembantu Presiden, tidak
mencapai titik temu. RUU BPJS tidak selesai dirumuskan hingga tenggat peralihan
UU SJSN pada 19 Oktober 2009 terlewati. Seluruh perhatian tercurah pada RUU
BPJS sehingga perintah dari 21 pasal yang mendelegasikan peraturan pelaksanaan
terabaikan. Hasilnya, penyelenggaraan jaminan sosial Indonesia gagal menaati
semua ketentuan UU SJSN yaitu 5 tahun.

Tahun berganti. DPR mengambil alih perancangan RUU BPJS pada tahun
2010. Perdebatan konsep BPJS kembali mencuat ke permukaan sejak DPR
mengajukan RUU BPJS inisiatif DPR kepada Pemerintah pada bulan Juli 2010.
Bahkan area perdebatan bertambah, selain bentuk badan hukum, Pemerintah dan
DPR tengah berseteru menentukan siapa BPJS dan berapa jumlah BPJS. Dikotomi
BPJS multi dan BPJS tunggal tengah diperdebatkan dengan sengit.

Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


akhirnya berakhir pada 29 Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat dan kemudian
mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Setelah melalui proses panjang yang
melelahkan mulai dari puluhan kali rapat di mana setidaknya dilakukan tak kurang
dari 50 kali pertemuan di tingkat Pansus, Panja, hingga proses formal lainnya.
Sementara di kalangan operator hal serupa dilakukan di lingkup empat BUMN
penyelenggara program jaminan sosial meliputi PT Jamsostek, PT Taspen, Asabri,
dan PT Askes.

Meski bukan sesuatu yang mudah, namun keberadaan BPJS mutlak ada
sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah dapat
dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak selesai
sampai disahkannya BPJS menjadi UU formal, jalan terjal nan berliku menanti di
depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan demi
terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian menyebutkan bahwa
saat ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero tersebut,
hanya terdapat sekitar 50 juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosial
yang diselenggarakan oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial.

Pasca Sah UU BPJS

Perubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini menyelenggarakan program


jaminan sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi perintah Undang-Undang, karena itu
harus dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harus dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS.Pasal 60
ayat (1) UU BPJS menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62 ayat
(1) UU BPJS menentukan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan dan menurut
Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli 2015.

Pada saat mulai berlakunya UU BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU BPJS untuk menyiapkan
berbagai hal yang diperlukan untuk berjalannya proses tranformasi atau perubahan
dari Persero menjadi BPJS dengan status badan hukum publik. Perubahan tersebut
mencakup struktur, mekanisme kerja dan juga kultur kelembagaan.Mengubah
struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang lama, yang sudah
mengakar dan dirasakan nyaman, sering menjadi kendala bagi penerimaan
struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru, meskipun hal
tersebut ditentukan dalam Undang-Undang.

Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari kedua BUMN ini, BUMN yang
dipercaya mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut. Sebagai
professional tentu mereka paham bagaimana caranya mengatasi berbagai
persoalan yang timbul dalam proses perubahan tersebut, dan bagaimana harus
bertindak pada waktu yang tepat untuk membuat perubahan berjalan tertib efektif,
efisien dan lancar sesuai dengan rencana.
Tahun 2012 merupakan tahun untuk mempersiapkan perubahan yang
ditentukan dalam UU BPJS. Perubahan yang dipersiapkan dengan cermat, fokus
pada hasil dan berorientasi pada proses implementasi Peraturan Perundang-
undangan secara taat asas dan didukung oleh pemangku kepentingan, akan
membuat perubahan BPJS memberi harapan yang lebih baik untuk pemenuhan hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial.

B. Definisi BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011.
Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan


menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu
lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan
dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT. Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan
secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan,
selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di


Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang
di tingkat kabupaten kota.

C. Dasar Hukum
1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Kesehatan;
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan;
5. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran;
6. UU No. 44 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit.

D. Visi dan Misi BPJS


Visi BPJS Kesehatan :

“Cakupan Semesta 2019”

Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan


kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.

Misi BPJS Kesehatan :

1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong


partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang
efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal
dengan fasilitas kesehatan.
3. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS
Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung
kesinambungan program.
4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata
kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk
mencapai kinerja unggul.
5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan
evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh
operasionalisasi BPJS Kesehatan.
6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.
E. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
Hak Peserta :
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan; dan
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor BPJS Kesehatan.

Kewajiban Peserta :
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang
yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

F. Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan
tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4


program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.

Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan


secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar
peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai
apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit
akibat kerja.

Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional


berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional


berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan
derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional


berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

G. Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas
untuk:

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;


2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial; dan
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada
peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan


pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk
menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial,
pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas
penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan
keterbukaan informasi.

Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti


menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

H. Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS
berwenang:

1. Menagih pembayaran Iuran;


2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai;
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional;
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak
memenuhi kewajibannya;
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program
jaminan sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran


dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik.

I. Pertanggung Jawaban BPJS


BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di
wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri
Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan.
Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat


yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan
kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge).
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS


Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai
dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan
kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni
tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan
eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media
massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31
Juli tahun berikutnya.

J. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin


1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan non-spesifikasi:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promitif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif
e. Transfusi darah
f. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
g. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang


mencakup:

Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat paripurna


meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang Program
Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai
Pengobatan atau Dokter praktek solo
b. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan dan pengobatan
yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai
dengan indikasi medis
c. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
d. Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga
kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program jaminan
pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
e. Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan
untuk mengembalikan fungsi tubuh
f. Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan
segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

K. Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin


1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas.
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
8. Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
9. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan
hobi yang berbahaya.
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi.
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.

L. Manfaat BPJS
Manfaat BPJS dari segi Promosi dan Preventif akan memberikan pelayanan yang
meliputi:

1. Penyuluhan kesehatan perorangan


Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolahan faktor resiko penyakit dan PHBS.

2. Imunisasi dasar
Pelayanani imunisasi dasar meliputi:
a. Vaksin Baccile Calmett Guerin (BCG)
b. Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
c. Vaksin Hepatitis-B
d. Vaksin Polio, dan
e. Vaksin Campak

3. Keluarga Berencana (KB)


Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi
dan tubektomi dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait.

4. Skrining kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit
tertentu.

M. Pembiayaan BPJS
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
berdasarkanjumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan
jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.
Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlahpelayanan
kesehatan yang diberikan.
Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG’sadalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
FasilitasKesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepadapengelompokan diagnosis penyakit.

A. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama


dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan
membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan
dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan
tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak


menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan
tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
Penelitian ini memperlihatkan pelaksanaan program BPJS Kesehatan dari
aspek input (Tenaga Kesehatan, Fasilitas), aspek Proses (Prosedur Pelayanan
Kesehatan, Pelaksanaan kegiatan penunjang, pengelolaan dana, Pelaksanaan
Kebijakan Program) dan dari aspek Output (Ketetapan Sasaran Program
Pelayanan, Tercapainya Cakupan Program). Dari hasil penelitian dari informan
tentang penyebaran tenaga kesehatan yang ada di puskesmas kabupaten
sidrap dapat disimpulkan masih ada kekurangan untuk tenaga medisnya perlu
adanya penambahan tenaga kesehatan. Hal ini didukung dari pernyataan
Informan sebagai Berikut :
“Memang ada kekurangan tenaga kesehatan di beberapa puskesmas
nanti akan mempengaruhi lamanya antrian pasien berobat dipolik umum bisa
memakan waktu 30-60 menit“ (THR, 38 tahun, Ka. Seksi Pelayanan
Kesehatan)
Fasilitas yakni alat, bahan, serta infrastruktur yang dapat digunakan untuk
pelaksanaan suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program
dan pelayanan kesehatan yang meliputi kendaraan operasional, dan alat-alat
lainnya. Perlu adanya penambahan dan perbaikan fasilitas yang ada di
puskesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “
Memang sudah cukup lengkap tapi harus trus dibenahi agar masalah yang
ada pada fasilitas tidak jadi lagi masalah” (SRT, 32 tahun, Pengelolah BPJS
PKM Pangkajene )
Dari Segi Proses (Prosedur Pelayanan) Mempercepat prosedur pelayanan
kesehatan sampai ke pengobatan merupakan harapan pasien dan
pengunjung yakni pada bagian pendaftran dan di ruangan pengobatan (Poli),
masih perlu perbaikan yang nyata di puskesmas karena untuk mempercepat
pelayanan kepada pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan: “
Semua sudah ada semua puskesmas mempunyai alur kesehatan mulai dari
masuknya pasien melalui pendaftaran mau kemana mana Dan Tidak ada
perbedaan pelayanan semua masuk di puskesmas namanya“ (ADM, 49 tahun
Ka. Bidan Pelayanan Kesehatan)
Dari segi Proses (Pengloaan dana) yang dilakukan oleh puskesmas dan
pencairan adalah harapan petugas kesehatan untuk mendukung kelancaran
pelayanan walupun masih ada keterlambatan dalam pengelolaan dana
maupun pencairannya ke Pusekesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
informan : “ Ada dua macam dari dana kapitasi dan dana klaim, kalo dana
kapitasi itu sebelum taggal 15 bulan berjalan,memanfaatkan sesuai dengan
ketentuannya yang berlaku yaitu 60% dari jasa pelayanan 15% obat dan BLHP
dan 15% untuk penunjang operasional kegiatan puskesmas kemudian untk
dana klaim masuknya ke kas daerah dari kas daerah kemudian puskesmas
Dana klaim biasa terjadi keterlambatan kadang sampai 3 bulan proses
pencairan “ (THR, 38 tahun, Ka. Seksi Pelayanan Kesehatan)
Dari segi Output Pencatatan dan pemantauan untuk mengetahui hasil
dalam program bpjs kesehatan yang dilakukan oleh pihak puskesmas maupun
Dinas kesehatan telah menggunakan komputerisasi dan manual, data yang
telah di input langsung terkirim ke database bpjs maupun data manual yang
diserahkan ke dinas kesehatan sesuai dengan tanggang waktu yang
ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan :
“Rutin dilakukan oleh bpjs dengan menggunakan survey kepuasan
pelanggan bpjs terus dilakukan analisa data Pengawasan Kepala puskesmas,
pemerintah setempat dan juga dinas kesehatan, kalau pemantauannya itu
laporannya di kirim ke dinas kesehatan untuk di verifikasi dan kalau ada
kesalahan di kembalikan untuk diperbaik. Masih terdapat kendalakarena kan
bpjs ini masih nmanya sistem penjaminan yang baru dilaksanakan” (JM, 38
Tahun Pengelolah BPJS PKM Rappang)
Penelitian yang saya kutip menunjukkan bahwa fakta fakta yang terjadi
mengenai program badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang ada
di puskesmas kabupaten sidrap terjadi kendala ditenaga kesehatan dan
fasilitasnya yang masih belum merata penyebarannya dan sarana dan
prasarana yang masih perlu perbaikan yang berkelanjutan.
B. PEMBAHASAN
Pelaksanaan Program BPJS kesehatan dari aspek input (Tenaga
Kesehatan) menunjukkan bahwa kedua puskesmas tersebut kekurangan
tenaga medis, sedangkan variabel yang ditetapkan untuk perhitungan dana
kapitasi dipuskesmas salah satunya variabel ketenagaan. Hasil tersebut
menginformasikan kepada kita bahwa distribusi tenaga kesehatan di kedua
puskesmas belum merata. Ini merupakan hal serius yang harus diperhatikan
oleh pemerintah daerah setempat. Salah satu indikator pelayanan yang baik
adalah dengan proses pelayanan yang cepat. Dengan pelayanan yang cepat
tersebut akan meningkatkan kepuasan pasien, sehingga bisa memberikan
image positif terhadap pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, penting bagi
setiap fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit agar
memperhatikan kecepatan pelayanannya agar bisa memberikan pelayanan
yang maksimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut penggunaan teknologi
informasi yang maju adalah solusi yang jitu untuk peningkatan kinerja dalan
layanan di fasilitas Kesehatan. Upaya kesehatan yang diselenggarakan di
Puskesmas terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan
Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib memberikan daya ungkit yang
sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat
melalui peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Upaya Kesehatan
Wajib terdiri dari promosi kesehatan ibu anak (KIA), keluarga berencana (KB),
kesehatan lingkungan dan lain-lain. Sedangkan, Upaya Kesehatan
Pengembangan adalah upaya kesehatan yang telah ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan
puskesmas antara lain upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan
jiwa, upaya kesehatan mata, pembinaan pengobatan tradisional, dan
perawatan kesehatan masyarakat. Misalkan pada perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung sebanyak 71% menggunakan JKN PBI dengan jenis
pelayanan paling banyak pada renal unit di Indonesia adalah melayani
Hemodialisis (78%) pada tahun 2012.
Untuk menjalankan program tersebut, puskesmas perlu didukung oleh
unit pembantu yang mempunyai tugas spesifik salah satunya unit rekam
medis. Unit rekam medis bertanggung jawab untuk mengelola data pasien
menjadi informasi terkait dengan kesehatan. Tujuan rekam medis adalah
untuk menunjang tercapainya tertib administrasi sehingga pelayanan
kesehatan dapat memuaskan. Rekam medis di Puskesmas x sudah
menggunakan aplikasi dari pemerintah yang merupakan sistem informasi
pelayanan pasien yang ditujukan untuk pasien berstatus BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) berbasis komputer dan online via internet.
Namun, untuk menggunakan aplikasi tersebut hanya pasien yang mempunyai
kartu BPJS saja yang bisa dimasukan data-nya sehingga pencatatan rekam
medis dilakukan tidak dapat dilakukan bagi pasien dengan kategori umum.
Kebijakan pembiayaan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran
kesehatan kurang dari 15%, belum ada kebijakan pembiayaan dalam
mengatasi kekurangan bidan desa, hanya sekitar 3-4% digunakan untuk
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan. Pemberian insentif bagi bidan desa
masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan insentif yang ditetapkan oleh
Depkes.
H.D. Ulfa menyarankan ada dua pendekatan utama: ekonomi dan
normatif. Ekonomi: distribusi adalah fungsi pasar tenaga kerja pelayanan
kesehatan. Ketidakseimbangan merupakan ketimpangan antara ketersediaan
dan permintaan. Saat upah meningkat, distribusikan meningkat pula. Strategi
utamanya adalah menetapkan pasar tenaga kerja yang kompetitif.
Pelaksanaan Program BPJS kesehatan dari aspek input (Fasilitas) Hasil
penelitian yang diperoleh bahwa fasilitas yang ada dipuskesmas terjadi
kekurangan dari segi bahan habis pakai, sarana, dan prasarana dari segi ruang
pendaftarannya, ruang tunggu untuk pasien yang berkunjung, laboratorium,
serta jaringan internet yang masih sering Offline sehingga pelayanan kadang
lambat.
Sarana dan prasarana merupakan suatu aspek terpenting dalam
mencapai target dari program-program Puskesmas. Tetapi yang terjadi pada
Puskesmas di Indonesia terkesan tidak diperhatian oleh pemerintah dengan
alasan wilayah geografis yang sulit untuk dijangkau, sehingga sarana dan
prasarana yang ada di dalam Puskesmas sangat terbatas, baik berupa alat
medis maupun obat-obatan. Hal ini terjadi akibat dari sumber keuangan yang
dimiliki Puskesmas terbatas sehingga mutu pelayanan puskesmas pun
menjadi rendah karena tidak sesuai dengan standart kesehatan.
Dari Aspek Proses (Prosedur Pelayanan) Hasil wawancara dengan
informan diperoleh memang tidak ada perbedaan pelayanan yang diberikan
kepada pasien Bpjs dan pasien umum yang berkunjung ke puskesmas tapi
dalam pelayanannya harus tetap melengkapi administrasi karena datanya
akan di input di database puskesmas tempat berkunjung.
Pelaksanaan Program BPJS Kesehtatan Dari Aspek Proses (Pelaksanaan
kegiatan penunjang) Bahan yang harus dikomunikasikan adalah manfaat
layanan yang akan diterima dan di fasilitas mana layanan akan disediakan.
Selain itu, kebebasan memilih dokter/dokter gigi dan fasilitas kesehatan yang
dipercaya peserta harus dijelaskan dengan baik. Beban iuran pekerja dan
pemberi kerja dan mekanisme pembayaran dan pengecekan pembayaran
iuran harus telah disiapkan secara tertulis, agar tidak menimbulkan
pemahaman keliru atau harapan yang berlebihan. Hasil penelitian yang
didapatkan untuk kegiatan penunjang sudah terlaksana dengan baik dan
laboratorium sederhana disetiap puskesmas sudah disediakan tapi jumlah
petugas dalam laboratorium masih perlu penambahan dan ada puskesmas
yang tenaga yang ditempatkan di laboratoriumnya tidak sesuai dengan
Spesialisasinya. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian G. Pamungkas
(2020), mengenai sikap Masyarakat dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Program, hasilnya mengarah pada sikap merespon dengan
sebanyak 161 responden (61,7%) menyatakan bawa responden ragu – ragu
bahwa program JKN PBI mampu untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat hal ini di sebabkan kurangnya informasi yang didapat oleh
masyarakat sehingga menimbulkan sikap mereka pun menjadi ragu – ragu
atau tidak tahu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan program JKN
PBI.
Pelaksanaan Program BPJS Kesehatan Dari Aspek Proses (Pengelolaan
Dana) Hasil penelitian yang didapatkan dana yang dialirkan ke petugas
kesehatan terbagi dua ada dana klaim dan dana kapitasi, pembagian
pengolaan dananya yang di manfaatkan oleh puskesmas yaitu 60% dari jasa
pelayanan 15% obat dan BLHP dan 15% untuk penunjang operasional
kegiatan puskesmas. Situasi perawat, pegawai tidak tetap di daerah terpencil
hasilnya Obatobatan dan bahan habis pakai untuk kegiatan pelayanan
kesehatan di desa terpencil disediakan oleh puskesmas .
Tindakan atau cara petugas dalam melakukan pelayanan merupakan hal
yang sangat mempengaruhi pasien dalam pemanfaatan layanan. Adanya
perlakuan yang baik dan penuh perhatian menjadi suatu daya tarik tersendiri
dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Hal ini dapat menumbuhkan
pengaruh psikologis dan motivasi bagi pasien untuk dapat memanfaatan
pelayanan kesehatan. Persepsi masyarakat yang kurang baik mengenai JKN
pada penelitian yang dilakukan Irawan (2018) terkait dengan alur pelayanan
yang dirasakan sulit serta lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Hal ini menyebabkan responden peserta JKN memiliki
persepsi untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Payakabung. Selain itu akses jalan yang buruk dan sulitnya akses ke
pelayanan kesehatan membuat seseorang tidak mau memanfaatkan
pelayanan kesehatan tersebut.
Faktor struktur yang berkaitan dengan akses ke pelayanan kesehatan
akan cenderung mempengaruhi keputusan seseorang untuk memanfaatkan
atau tidak memanfaatkan pelayanan Kesehatan.
Pelaksanaan program BPJS Kesehatan dari aspek output hasil penelitian
yang didapatkan terhadap ketatapan sasaran program memang sudah
dilaksakan dengan baik karena dalam setiap pelaksanaannya dilakukan
pencatatan manual maupun online. Penelitian yang dilakukan oleh Eliana
(2019), hasil analisis dengan multivariat mengindikasikan bahwa
peningkatanpeningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan tidak
disebabkan oleh faktor demografi atau faktor-faktor pelayanan kesehatan
yang pernah diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa asuransi meningkatkan
akses, kesinambungan dan kualitas pelayanan Kesehatan.
Penggunaan teknologi informasi juga akan mengurangi kesalahan-
kesalahan data yang bisa merugikan pihak puskesmas atau rumah sakit. Data
yang akurat akan memberikan pengaruh terhadapa pemasukan karena
dengan data yang dihasilkan tersebut menjadi dasar dalam pembayaran dari
pihak pasien
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari segi (tenaga kesehatan) kekurangan tenaga kesehatan masih menjadi
masalah yang terjadi di puskesmas Pangkajene, puskesmas Rappang, dan Pukesmas
Belawae kabupaten Sidrap khususnya tenaga Medis (Dokter Umum/Gigi).

Dari segi (Fasilitas)terkait dengan fasilitas apakah sarana maupun prasarana


untuk saat ini hanya puskesmas yang berada di kota yang memenuhi standar fasilitas
yang diharapkan tetapi untuk puskesmas yang pedesaan dan terpencil masih sangat
perlu perhatian Pemerintah Daerah apakah segi jangkauan pasien ke puskesmas dan
ruangan yang perlu di renovasi.

Dari segi (Prosedur pelayanan kesehatan) Alur yang disediakan sesuai dengan
SOP (standar operasional) yaitu mulai dari pendaftaran, antrian, pengobatan ke poli,
laboratorium sampai ke apotik Tetapi dalam pelaksanaannya pasien sering antrian
dan keterlambatan dalam pelayanan sering terjadi.

Dari segi (Pelaksanaan Kegiatan Penunjang) Sarana penunjang yang standar


yang disiapkan di puskesmas sudah berjalan sesuai dengan harapan Puskesmas tapi
tetapi tidak sesuai dengan harapan pasien karena tenaga yang ditempatkan tidak
sesuai dengan disiplin ilmunya dan kegiatan penunjang juga terlaksana diluar gedung
maupun di dalam gedung seperti Kegiatan Promotif dan Preventif.

Dari segi (Penglolaan Dana) yang dialirkan ke petugas terbagi dua dana
kapitasi dan dana klaim, untuk dana kapitasi setiap tanggal 15 telah dikirim ke
rekening kemudian puskesmas memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya yang
berlaku yaitu 60% dari jasa pelayanan 15% obat dan BLHP dan 15% untuk penunjang
operasional kegiatan puskesmas.

Pelaksanaan Program Dari segi (Output) Terjadi peningkatan kualitas


pelayanan kepada pasien hanya terkendala dari segi pembagian pembiayaannya
yang cukup besar
B. SARAN
1. Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harus berkelanjutan
selama negara ini ada, oleh karena itu harus dikelola secara prudent, efisien
dengan tetap mengacu pada budaya pengelolaan korporasi
2. Kenyataannya 80% penyakit yang ditangani rumah sakit rujukan di Provinsi
adalah penyakit yang seharusnya ditangani di Puskesmas. Tingkat okupansi
tempat tidur yang tinggi di RS Rujukan Provinsi bukan indikator kesuksesan suatu
Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak pada beban fiskal daerah yang terlalu
tinggi.Oleh karenanya Pelaksanaan Jaminan Kesehatan membutuhkan sistem
rujukan berjenjang dan terstruktur maka setiap Provinsi harap segera menyusun
peraturan terkait sistem rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
https://eprints.umm.ac.id/37850/2/jiptummpp-gdl-arsylianan-51313-2-babi.pdf
Sulaiman, zulkarnain, dkk. 2021. PELAKSANAAN PROGRAM BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DI PUSKESMAS KABUPATEN SIDRAP.Rappang : Program Studi
Administrasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidenreng
Rappang.
Pratiwi.AB.dkk.2015. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial( Bpjs ).Klaten: Stikes

Muhammadiyah Klaten Prodi D Iii Kebidanan 2014 /2015

Anda mungkin juga menyukai