Anda di halaman 1dari 29

Makalah KB dan Kontrasepsi

“Manajemen Pasokan Alat Kontrasepsi di Indonesia”

Oleh :

Kelompok 6
Febby mula marta 1711211043
Aurora Alifa 1711212002
Cynthia cahya nopiyandi 1711213007
Finy Marsyah 1711213003
Diva Febrisia Alfer 1711213014
Prayoga wagesti 1711211022
Devhani fitri 1711213022

DEPARTEMEN KESEHATAN REPRODUKSI

BIDANG STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGATAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini pada
mata kuliah KB dan Kontasepsi.

Shalawat beriring salam, tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan umat
yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Kelompok menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini tidak akan


terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kelompok
mengucapkan terima kasih kepada:

1. dosen yang telah memberikan bimbingan serta tambahan pengetahuan kepada


kelompok;
2. orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril dan spiritual
kepada kelompok;
3. teman-teman yang telah memberi dukungan serta semangat kepada kelompok.
kelompok menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi tercapainya kesempurnaan di masa yang akan
datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita pembaca terutama bagi
penulis sendiri, dan dapat berguna dimasa yang akan datang.

Padang, 1 Maret 2020

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Pengorganisasian KB...................................................................................................3
2.2 Penyimpanan Alat kontrasepsi....................................................................................8
2.2.1 Tujuan Gedung Alkon..........................................................................................9
2.2.2 Petugas...............................................................................................................10
2.2.3 Persyaratan Gedung Alkon................................................................................11
2.3 Inventarisasi Alat Kontrasepsi...................................................................................12
2.4 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB..................................................................14
2.4.1 Mekanisme dan Alur Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasespi..........14
2.5 Pemantauan dan Evaluasi Program KB.....................................................................16
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................24
3.2 SARAN......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................25

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya merupakan suatu
kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lainnya untuk
menjalankan rencana yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Pelaksanaan program pelayanan KB tidak sepenuhnya berada
dijajaran sektor kesehatan, maka diperlukan upaya untuk mengorganisasi semua
sumber daya di lintas program dan lintas sektor agar mendapatkan hasil yang
optimal.

Penyimpanan logistik dilakukan pada tempat yang memadai di lokasi yang


strategis agar menjamin ketersediaan barang yang dapat digunakan sewaktu-waktu
dan tidak tergantung pada jam kerja Proses penyimpanan meliputi pemilihan
tempat/lokasi penyimpanan, kapasitas, dan fasilitas penyimpanan, termasuk sistem
pengamanan dan keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Logistik Kit Individu, Kit Persalinan Lapangan dan Kit Kesehatan Reproduksi
perlu tersedia dan disimpan di Provinsi, Kabupaten/Kota rawan bencana atau sering
terjadi bencana yang menimbulkan krisis kesehatan. Apabila di daerah bencana, tidak
tersedia gudang yang dapat digunakan, koordinator sub klaster kesehatan reproduksi
harus berkoordinasi dengan klaster logistik atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
lain yang memiliki fasilitas gudang untuk penyimpanan logistik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu pengorganisasian KB ?


2. Bagaimana cara peyimpanan alat kontrasepsi ?
3. Bagaimana inventarisasi alat kontrasepsi ?
4. Bagaimana cara pencatatan dan pelaporan KB ?
5. Bagaimana pemantauan dan evaluasi program KB ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Memahami pengorganisasian KB
2. Memahami cara penyimpanan alat kontrasepsi

1
3. Memahami inventarsasi alat kontrasepsi
4. Memahami pencatatan dan pelaporan KB
5. Memahami pemantauan dan evaluasi KB

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengorganisasian KB
Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya merupakan suatu
kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lainnya untuk
menjalankan rencana yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Pelaksanaan program pelayanan KB tidak sepenuhnya berada
dijajaran sektor kesehatan, maka diperlukan upaya untuk mengorganisasi semua
sumber daya di lintas program dan lintas sektor agar mendapatkan hasil yang
optimal.

Untuk mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas, perlu


dilakukan pengorganisasian sumber daya sebagai berikut:

1. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai,
penyimpanan dan distribusinya
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan terkait ketersediaan alokon dan
bahan habis pakai :
a) Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan yang dijamin oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah, maka tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan,
meliputi alat kontrasepsi dasar, vaksin untuk imunisasi dasar dan obat
program pemerintah (Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 19). Sesuai
dengan kebijakan yang ada saat ini, penyediaan alat dan obat kontrasepsi
disediakan oleh BKKBN. Selain itu, penyediaan alokon juga dapat
disediakan oleh Pemerintah Daerah.
b) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, pasal 15).
Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan
pelayanan kefarmasian (Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian)

3
c) Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai oleh fasilitas
kesehatan dilakukan melalui e-purchasing, yang harganya tercantum
dalam e- catalogue (Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013)
Mekanisme distribusi alokon program KB adalah sebagai berikut:

Alokon dikirimkan dari BKKBN Pusat ke Perwakilan BKKBN


Provinsi, kemudian ke SKPD KB Kabupaten/ Kota. SKPD KB Kab/ Kota
mengirimkan alokon sesuai pengajuan dari Puskesmas dan jejaringnya ke
UPT Farmasi Kab/ Kota. Kemudian UPT Farmasi Kab/ Kota
mendistribusikan ke Puskesmas dan jejaringnya sesuai dengan kebutuhan
yang diajukan. Jaringan pelayanan Puskesmas ( Pustu, Pusling dan Bidan
desa) mendapat alokon dari Puskesmas diwilayahnya. Bidan Praktik Mandiri
yang membuat jejaring dengan FKTP (Puskesmas atau Dokter Praktik
Mandiri) mendapat alokon dari FKTP yang menjadi pembinanya. Pekerjaan
kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi,
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, termasuk alat dan
obat kontrasepsi
2. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-bed,
IUD kit, implan removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, pedoman
klinis dan pedoman manajemen. Pengelola program KB perlu berkoordinasi
dengan pengelola program terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dan
kota, baik di sarana pelayanan pemerintah maupun swasta. Mekanisme
penyediaan sarana penunjang pelayanan KB mengikuti mekanisme
penyediaan alokon.

4
3. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB baik melalui APBN
(Kementerian Kesehatan dan BKKBN) dan APBD dan sumber lain yang tidak
mengikat misalnya dana hibah dalam dan luar negeri serta bantuan swasta dan
perorang.
4. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB
yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui
pelatihan yang terakreditasi. Pengelola program KB perlu mengadakan
koordinasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Balai Pelatihan
Kesehatan (Bapelkes), Balai Pelatihan dan Pengembangan KB (BKKBN),
Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS) di Provinsi, Pusat Pelatihan Klinik
Primer (P2KP) di kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, Organisasi
Profesi (POGI, IDI dan IBI) dan lintas sektor terkait yang mengacu kepada
pedoman pelatihan yang berlaku.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pelayanan


KB di wilayahnya diharapkan dapat mengorganisir sumber daya yang ada dan
menggali potensi pendukung lainnya, serta berkoordinasi dengan lintas sektor
terkait sehingga tidak terjadi duplikasi agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal.Untuk mendapatkan pelayanan KB sesuai standar, maka diperlukan
penguatan supply dalam rangka percepatan revitalisasi program KB tersebut.

5
6
Sistem,mekanisme dan prosedur :

1. Menerima barang Alokon dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen


dengan fisix barang,jumlah, identitas barang (jenis, merek, tahun produksi,
masaka daluarsa, nomor batch, sumberdana)
2. Melakukan pemeriksaan secara keseluruhan atau dapat disamping sebesar 10 %
dari jumlah barang yang diperiksa dengan dokumen pendukung (surat jalan,
SBBK, Spesifikasi Barang)
3. Jika saat pemeriksaan terdapat ketidak sesuaian antara barang dengan dokumen
maka member catatan pada dokumen pengiriman (surat jalan, SBBM)
4. Membuat Berita acara Penerimaan Barang (BAPB) berdasarkan hasil pemeriksaan
5. Meletakkan dan menyusun barang-barang diatas palet dengan susunan sesuai
ketentuan
6. Susunan berdasarkan identitas barang serta jenis barang sesuai prinsip First In
First Out (FIFO)
7. Pemeriksaan kembali semua persiapan baik secara administrative maupun fisik
barang ( Push System/Pull Sytem)
8. Mencermati kembali barang yang akan dikirim seperti jumlah per jenis barang,
tahun produksi dan tujuan pengiriman
9. Setiap barang yang keluar disertai dengan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)
dilengkapi dengan dokumen lain
10. Setiap penyerahan barang disertai dengan Berita Acara Penyerahan dan
Penerimaan Barang Alkon dan Non kontrasepsi

Waktu Penyelesaian :

1. Menerima barang Alokon dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen


dengan fisik barang,jumlah, identitas barang (jenis, merek, tahun produksi, masa
kadaluarsa, nomor batch, sumberdana) dilaksanakan Sesuai volume dan jenis
Alokon
2. Melakukan pemeriksaan secara keseluruhan atau dapat disamping sebesar 10 %
dari jumlah barang yang diperiksa dengan dokumen pendukung (surat jalan,
SBBK, Spesifikasi Barang) dilakukan Sesuai volume dan jenis barang

7
3. Jika saat pemeriksaan terdapat ketidak sesuaian antara barang dengan dokumen
maka member catatan pada dokumen pengiriman (surat jalan, SBBM) Selama 30
Menit
4. Membuat Berita acara Penerimaan Barang (BAPB) berdasarkan hasil pemeriksaan
selama 30 Menit
5. Meletakkan dan menyusun barang-barang diatas palet dengan susunan sesuai
ketentuan dilakukan Sesuai Volume Alokon
6. Susunan berdasarkan identitas barang serta jenis barang sesuai prinsip First In
First Out (FIFO) dilakukan Sesuai Volume Alokon
7. Pemeriksaan kembali semua persiapan baik secara administrative maupun fisik
barang ( Push System/Pull Sytem) dilakukan Sesuai Volume Alokon
8. Mencermati kembali barang yang akan dikirim seperti jumlah per jenis barang,
tahun produksi dan tujuan pengiriman dilakukan Sesuai Volume Alokon
9. Setiap barang yang keluar disertai dengan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)
dilengkapi dengan dokumen lain dilakukan Sesuai Volume Alokon
10. Setiap penyerahan barang disertai dengan Berita Acara Penyerahan dan
Penerimaan Barang Alkon dan Non kontrasepsi 30 Menit

2.2 Penyimpanan Alat kontrasepsi


Penyimpanan logistik dilakukan pada tempat yang memadai di lokasi yang
strategis agar menjamin ketersediaan barang yang dapat digunakan sewaktu-waktu
dan tidak tergantung pada jam kerja Proses penyimpanan meliputi pemilihan
tempat/lokasi penyimpanan, kapasitas, dan fasilitas penyimpanan, termasuk sistem
pengamanan dan keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Logistik Kit Individu, Kit Persalinan Lapangan dan Kit Kesehatan Reproduksi
perlu tersedia dan disimpan di Provinsi, Kabupaten/Kota rawan bencana atau sering
terjadi bencana yang menimbulkan krisis kesehatan. Apabila di daerah bencana, tidak
tersedia gudang yang dapat digunakan, koordinator sub klaster kesehatan reproduksi
harus berkoordinasi dengan klaster logistik atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
lain yang memiliki fasilitas gudang untuk penyimpanan logistik.

Dalam penyimpanan logistik perlu memperhatikan masa kadaluarsa bahan,


obat dan alat kesehatan PPAM melalui pengecekan secara rutin dan pengeluaran
logistik dengan menggunakan prinsip First to Expire First Out (FEFO), yaitu dengan

8
mengeluarkan bahan/obat/alat kesehatanyang diproduksi terlebih dahulu dengan
memperhatikan tanggal kadaluarsanya. Apabila tidak tersedia tanggal kadaluarsanya
dapat menggunakan prinsip First In First Out (FIFO). Selain tanggal kadaluarsa, harus
diperhatikan juga kondisi dari barang tersebut, apakah masih layak digunakan atau
tidak. Dalam pelaksanaannya, harus disertai dengan pencatatan dan pelaporan
mobilisasi logistik.

Apabila perlu dapat dilaksanakan ‘rolling’ logistik, yaitu memobilisasi logistik


dari daerah lain untuk dipergunakan terlebih dahulu agar selalu valid masa berlakunya
dan dilakukan penggantian kemudian hari. Disamping itu, harus dipastikan bahwa
data tahun pengadaan, produksi dan masa kadaluarsa barang tercantum pada kemasan
paket. Penyimpanan logistik dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemanfaatan Barang Milik Negara.

2.2.1 Tujuan Gedung Alkon


Menyambung tulisan beberapa hari yang lalu pada dasamya standar
pengelolaan dimaksudkan menjaga stander kuatitas alat dan obat kontrasepsi agar
tetap terjaga dengan baik selama pengiriman,penyimpanan,distribusi sampai ke
penggunaanya. Khusus tentang penyimpanan beralti mengelola barang yang ada
dalam persediaan, dengan maksud selalu dapat menjamin ketersediaan bila sewaktu-
waktu dibutuhkan klien , terjadi stock out atau over stock, tempat penyimpanan yakni
gudang alat dan obat kontrasepsi di Kabupaten dan kota . Dengan demikian secara
teknis tujuan standar penyimpananan adalah untuk :
1. Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada
stock).
2. Menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran.
3. Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa.
4. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat
Kesemuanya itu adalah dalam rangka menfungsikan gudang alat. dan obat
kontrasepsi secamara maksimal yakni ;
1. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat jadi jangan sampai Gudang diletakkan
ditempat yang sulit dijangkau bahkan ada yang disimpan di Iantai empat(4)
gedung perkantoran jelas ini tidak fungsional.

9
2. Mempercepat proses menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan
alat dan obat kontrasepsi kepada klien.
3. Menyiapkan penyusunan rencana kebutuhan satu periode karena semua stok
persediaan selalu dihitung berdasarkan stoke opname.
4. pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan perbekalan alat dan
obat kontrasepsi.
5. Melakukan control kualitas secara periodic serta mengamati mutu dan khasiat
obat yang disimpan.

2.2.2 Petugas
Surat Keputusan Penunjukan Bendahara Materiil Pengelola Gudang Alkon di
Kabupaten dan Kota, sebagai konskwensi tanggung jawab pengelolaan adalah mereka
yang telah lolos seleksi sebagai tenaga yang kompeten, terdidik, mempunyai ijin .
Untuk mengelola Gudang Alkon memerlukan keahlian khusus yakni tenaga yang
sudah memiliki kompetensi penangan alat dan obat kontrasesi. Untuk mempermudah
pengawasan maka unit kerja yang membidangi logistic kontrasepsi hendaknya
sekaligus mengelola Gudang , hal ini untuk menjamin komunikasi organisasi linier
dengan tugas dan fungsi pelayanan. Dilain pihak juga dimaksudkan pengelolaan alkon
untuk menjamin persediaan selalu tetap terjaga memenuhi persyaratan alat dan obat
kontrasepsi yang ditetapkan farmasi. Minimal beberapa kegiatan yang selalu
dilakukan di gudang oleh petugas pengelola tersebut antara lain :

1. Pemeriksaan obat/alkes /aldok yang baru datang.


2. Penerimaan obat (perbekalan farmasi).
3. Pengaturan barang sesuai dengan jenis dan peruntukannya.
4. Penyimpanan sesuai standar penyimpanan mana yang masuk duluan'hatus keluar
duluan
5. Pengeluaran sesuai peruntukannya dan siapa yang berhak
membawa/mengantarkan/mengambil
6. Transportasi dengan memperhitungkan karak tempuh dan medan geografisnya.
7. Administrasi
8. Pelaporan.
9. Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan alat dan obat kontrasepsi.

10
2.2.3 Persyaratan Gedung Alkon
1. Accessibility ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses, kenapa
penting karena terdapat di Kabupaten tertentu yang lokasinya sulit diakses
karena kontur tanah yang terhalang, sangat sulit kendaraan besar keluar
masuk
2. Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan
fasilitas lain. Masing-masing alat kontrasepsi itu meiliki karakter yang
berbeda sehingga dari suhu nudara saja daya tahannya berbeda , tidak bias
disamakan dengan Gudang barang biasa . Sangat memprihatinkan di
beberapa Kabupaten Gudang Kontrasepsi campur dengan barang-barang
punya social seperti ; kasur, kursi , kompor peralatan pertanian dsb.
3. Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat
komunikasi. Ini untuk keamanan jika sekarang sudah ada HP sudah
terpenuhi , jangan sampai petugas yang sedang bekerja di Gudang tahu-
tahu digembok dari luar, atau ada kecelakaan petugas ditumpukan barang
tidak ketahuan dst
4. Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan
sistempengairan yang baik pula. Jangan sampai lokasi daerah banjir natau
disekitar pemukiman dengan drainase yang kurang sehat.
5. Ukuran , ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk
menampung barang yang ada. Ini bias diambil dari petunjuk teknis DAK.
6. Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan
penyalahgunaan sertahewan pengganggu.
7. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan :Penyimpanan <
25°C (sejuk) : disimpan dalam ruangan berAC. Penyimpanan dingin
disimpan dalam lemari pendingin (28°C), Penyimpanan 0°C disimpan
dalam freezer

11
2.3 Inventarisasi Alat Kontrasepsi
Panduan inventarisasi alat/obat kontrasepsi Guna mengetahui apakah alat/obat
kontrasepsi yang tersimpan dalam tempat penyimpanan di faskes masih berada dalam
kualitas yang baik dan aman untuk disalurkan ke klien, perlu dilakukan pengamatan
mutu terhadap fisik alat/obat kontrasepsi secara berkala. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan Daftar Tilik: 1) Manajemen Inventarisasi 2) Kondisi tempat
penyimpanan Efektivitas dan mutu alat/obat kontrasepsi dapat terjaga dengan baik
apabila disimpan dalam kondisi yang baik. Penjagaan mutu dan kondisi penyimpanan
alat/obat kontrasepsi

Untuk memastikan apakah alat/obat kontrasepsi dalam kondisi baik, sebelum


didistribusikan kepada klien, lakukan hal sebagai berikut:

1. Petugas melakukan pengecekan kondisi fisik atas alat/obat kontrasepsi yang


diterima
2. Apabila kondisi kontrasepsi baik, kemudian akan disimpan lebih dari 6 bulan,
apabila kondisi tempat penyimpanan kurang baik (terlalu panas/klembab), petugas
perlu melakukan pengecekan fisik secara berkala (mingguan/bulanan)
3. Lakukan pencatatan dan palporan atas temuan yang ada untuk mendapatkan solusi
yang baik

12
13
2.4 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB
Khusus untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi,
terkait dengan kebutuhan yang berbeda, dilakukan dalam dua versi yakni:

1. sesuai dengan format dari BKKBN, dan


2. sesuai dengan format dari Kementerian Kesehatan.

2.4.1 Mekanisme dan Alur Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasespi

1. Setiap peserta KB baru dan peserta KB pindahan dibuatkan Kartu Peserta KB


(K/I/KB/04), disimpan oleh peserta KB dan dibawa ke faskes setiap kali sewaktu
peserta KB melakukan kunjungan ulang
2. Setiap peserta KB baru dan peserta KB pindahan dibuatkan Kartu Status Peserta
KB (K/IV/KB/04), disimpan di faskes yang bersangkutan dan digunakan kembali
sewaktu peserta KB melakukan kunjungan ulang di faskes tersebut
3. Setiap pelayanan KB yang dilakukan oleh Puskesmas harus dicatat dalam Kohor
Pelayanan KB dan Register Klinik KB (R/I/KB/04), dilakukan rekapitulasi pada
setiap akhir bulan, dan merupakan sumber data untuk pengisian Laporan Bulanan
Klinik KB (F/II/KB/2004)
4. Setiap penerimaan dan pengeluaran jenis alat/obat kontrasepsi oleh faskes dicatat
dalam Register Alat Kontrasepsi Klinik KB (R/II/KB/2004), dilakukan
rekapitulasi pada setiap akhir bulan, dan merupakan sumber data untuk pengisian
Laporan Bulanan Klinik KB (F/II/KB/2004)
5. Pelayanan kontrasepsi yang dilakukan di Pustu, Poskesdes/ Polindes dan Bidan/
Dokter Praktik Mandiri setiap hari dicatat dalam Kohor KB, dilakukan
rekapitulasi pada setiap akhir bulan, dikirim ke Puskesmas penanggung jawab
wilayah kerja yang bersangkutan dan merupakan sumber data untuk pengisian
Laporan Bulanan Puskesmas
6. Pelayanan kontrasepsi yang dilakukan di Bidan/ Dokter Praktik Mandiri setiap
hari dicatat dalam Buku Bantu Hasil Pelayanan Kontrasepsi pada Dokter/Bidan
Praktik Swasta (B/I/DBS/04), diambil oleh PDPKB dan merupakan sumber data
untuk pengisian Laporan Bulanan Petugas Penghubung Dokter/Bidan Praktik
Mandiri (F/I/PHDBS/04) yang kemudian menjadi sumber data untuk pengisian
Laporan Bulanan Klinik KB (F/II/KB/2004)

14
Setiap bulan petugas Puskesmas membuat Laporan Hasil Pelayanan
kontrasepsi yang ada di seluruh wilayah kerjanya dengan merekapitulasi hasil
pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh Puskesmas dan hasil pelayanan
kontrasepsi yang dikirim dari Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan suatu
proses untuk mendapatkan data dan informasi yang merupakan substansi pokok
dalam sistem informasi dan dibutuhkan untuk kepentingan operasional program.
Data dan informasi tersebut juga merupakan bahan pengambilan keputusan,
perencanaan, pemantauan dan penilaian serta pengendalian program. Oleh karena
itu data dan informasi yang dihasiljkan harus akurat, tepat waktu dan dapat
dipercaya. Dalam upaya memenuhi harapan dan informasi yang dihasilkan
merupakan data dan informasi yang berkualitas, maka selalu dilakukan langkah-
langkah penyempurnaan sesuai dengan perkembangan program dengan visi dan
misi program baru serta perkembangan kemajuan teknologi informasi.

Pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasespi Program KB ditujukan


kepada kegiatan dan hasil kegiatan operasional yang meliputi:

1. Kegiatan pelayanan kontrasepsi


2. Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi
3. Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi
7. Pustu, Poskesdes/Polindes dan Bidan/Dokter Praktik Mandiri tang ada dalam
wilayah kerjanya.
8. Pelaporan puskesmas dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
ditembuskan juga ke SKPD KB

15
2.5 Pemantauan dan Evaluasi Program KB
Pemantauan (monitoring) dapat diartikan sebagai upaya pengumpulan,
pencatatan, dan analisis data secara periodik dalam rangka mengetahui
kemajuan program dan memastikan kegiatan program terlaksana sesuai
rencana yang berkualitas. Penilaian (evaluasi) adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis informasi mengenai efektivitas dan dampak suatu
program dalam tahap tertentu baik sebagian atau keseluruhan untuk mengkaji
pencapaian program yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan. Pada
pelaksanaannya sering terjadi kerancuan pengertian kegiatan monitoring
dengan evaluasi walaupun sebenarnya pengertian keduanya sangat berbeda.
Namun demikian ada juga persamaannya, yaitu sebagai alat dalam
manajemen. Berikut adalah gambaran perbedaan antara pemantauan dan
evaluasi :

Dengan adanya pemantauan, maka penanggung jawab program mendapat


informasi yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan, agar pelaksanaan
program dapat berjalan lebih baik.

Untuk melaksanakan kegiatan pemantauan dan penilaian dengan baik dalam


program pelayanan KB, maka dapat dilakukan langkah-langkah berikut :

1. Menentukan secara spesifik tujuan dilakukannya pemantauan Sebelum melakukan


kegiatan pemantauan tentukan tujuannya terlebih dahulu. Untuk program KB, apa
yang akan dimonitor, bagaimana kualitas pelayanannya, manajemen program,
ketersediaan logistik, serta pihak yang akan memanfaatkan hasil monitoring

16
tersebut.Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen Kajian
Mandiri.
2. Menentukan ruang lingkup kegiatan yang akan dipantau Hal ini terkait dengan
sumber daya, tenaga, waktu, metode, biaya dan sarana prasarana. Sehingga dapat
ditentukan berapa sasaran yang akan dimonitor, frekuensi monitoring serta berapa
lama waktu yang diperlukan.
3. Memilih beberapa indikator Indikator dapat dikelompokkan berdasarkan kategori
indikator input, proses dan output serta outcome. Pilihlah indikator yang paling
berkaitan (berkaitan langsung) dengan kinerja program KB dan utamakan
indikator yang ada dalam pedoman sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan
KB.
a) Indikator Input
Indikator input mengacu pada Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
 data sasaran : sasaran PUS, PUS dengan 4T dan sasaran ibu bersalin
 data alat dan obat kontrasepsi : memenuhi kecukupan jumlah dan jenis
alokon di fasilitas
 data ketenagaaan: kecukupan dari segi jumlah, distribusi, pelatihan
yang yang telah dilaksanakan serta kompetensi petugas
 data sarana-prasarana : memenuhi kecukupan jumlah dan jenis
saranaprasarana pelayanan KB
 data sumber pembiayaan : ABPN, APBD atau sumber daya lainnya
yang tidak mengikat.
b) Indikator proses
Mengacu atau membandingkan kesesuaian pelaksanaan dengan standar (dapat
menggunakan instrumen kajian mandiri, penyelian fasilitatif dan audit medik
pelayanan KB), seperti:
 pemrosesan alat
 pelayanan konseling
 pemberian pelayanan KB
c) Indikator Cakupan Pelayanan KB :
 Persentase peserta KB baru permetode kontrasepsi
 Persentase peserta KB aktif permetode kontrasepsi
 Persentase KB Pasca Persalinan permetode kontrasepsi.

17
 Persentase kasus efek samping per metode
 Persentase kasus komplikasi per metode
 Persentase kasus kegagalan per metode
 Persentase kasus Drop-Out per metode
 Persentase PUS “4T” ber KB
d) Indikator outcome
Merupakan indikator hasil atau dampak terkait pelayanan KB yaitu Angka
Kematian Ibu. Diharapkan dengan pelayanan KB yang optimal, maka dapat
mendukung penurunan kejadian kehamilan yang tidak diiinginkan dan aborsi
yang tidak aman sehingga berdampak dalam menurunkan Angka Kematian
Ibu.
4. Memilih sumber informasi Tentukan darimana informasi yang akan kita dapatkan.
5. Mengumpulkan data Pengumpulan data dapat dilakukan melalui beberapa cara,
yaitu :
a) Pencatatan dan Pelaporan (Rutin)
b) Penyeliaan fasilitatif, Kajian Mandiri, Audit Medik Pelayanan KB
c) Pengamatan di lapangan (observasi), wawancara dengan pengelola program
KB
d) Survei cepat, wawancara dengan klien
6. Menganalisis data
Data diolah dan dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang ada serta
penyebabnya dengan menampilkan melalui bentuk tabel atau bentuk lainnya.
7. Diseminasi/ mempresentasikan analisis data
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel atau bentuk lainnya pada pada forum-
forum koordinasi teknis yang ada.
8. Melaksanakan tindak lanjut
Setelah mengkaji permasalahan dan penyebabnya, tentukan kegiatan untuk
menindaklanjuti permasalahan yang ada dengan melibatkan semua pihak terkait,
melalui penyusunan RTL mengikuti format Rencana Kerja sebagaimana lazimnya
(kegiatan, tujuan, penanggung jawab, waktu, sumber biaya, dll).

Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas dan fungsi
unit kerja di tingkat pusat sampai ke tingkat kabupaten/ kota:

18
1. Tingkat pusat
Kementerian Kesehatandan BKKBN melakukan pemantauan secara berkala
terhadap seluruh pelaksanaan program pelayanan KB di tingkat Provinsi ,
diantaranya melalui pelaporan data rutin daerah secara berkala, uji petik dan
fasilitasi di lapangan, maupun dalam implementasi kebijakan yang ada
bersamasama dengan tim provinsi. Sedangkan dalam melakukan evaluasi,
Kementerian Kesehatan dan BKKBN melihat pelaporan data rutin di awal dan
akhir program, hasil survei, studi literatur dan penelitian maupun implementasi
kebijakan yang ada di akhir program. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program KB sebagai umpan balik diteruskan kepada Provinsi dan Kab/kota untuk
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan KB.
2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi dan Perwakilan BKKBN Provinsi melakukan
pemantauan secara berkala terhadap seluruh pelaksanaan program pelayanan KB
di tingkat Provinsi, di antaranya melalui pelaporan data rutin Kab/kota secara
berkala, bimbingan dan fasilitasi di lapangan, maupun dalam implementasi
kebijakan yang ada bersama-sama dengan tim Kab/kota. Sedangkan dalam
melakukan evaluasi, Dinas Kesehatan Provinsi dan Perwakilan BKKBN Provinsi
melihat pelaporan data rutin di awal dan akhir program, hasil survei, studi literatur
dan penelitian maupun implementasi kebijakan yang ada di akhir program. Hasil
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program KB sebagai umpan balik
diteruskan kepada Kab/kota dan Faskes untuk perbaikan dan peningkatan kualitas
pelayanan KB.
3. Tingkat Kabupaten/ Kota
Dinas Kesehatan Kab/kota dan SKPD KB Kab/kota melakukan pemantauan
secara berkala terhadap seluruh pelaksanaan program pelayanan KB di tingkat
Kab/kota, di antaranya melalui pelaporan data rutin Puskesmas secara berkala,
bimbingan dan fasilitasi di lapangan, Audit Medik Pelayanan KB maupun dalam
implementasi kebijakan yang ada. Sedangkan dalam melakukan evaluasi, Dinas
Kesehatan Kab/kota dan SKPD KB Kab/kota melihat pelaporan data rutin di awal
dan akhir program maupun implementasi kebijakan yang ada di akhir program.

Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program KB sebagai umpan balik


diteruskan kepada Faskes untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan KB.

19
Pemantauan pelayanan KB dapat dilaksanakan tersendiri maupun terintegrasi dengan
program lainnya seperti program KIA.

Demikian juga dengan pemantauan di tingkat pelayanan dilaksanakan baik di tingkat


Puskesmas maupun RS.

1. Tingkat Puskesmas
Puskesmas melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
pelayanan KB di wilayah kerjanya secara berkala dan terpadu menggunakan kohort
KB, kajian mandiri, penyeliaan fasilitatif dan Audit Medik Pelayanan KB Pemantauan
juga dilaksanakan sampai ke jejaring FKTP yang memberikan pelayanan KB.
Contoh: Kohort KB dapat digunakan untuk memantau kunjungan ulang klien KB
non-MKJP sehingga bisa mencegah terjadinya drop out karena dengan kohort KB
dapat dipantau kapan waktu seharusnya klien datang untuk kunjungan ulang. Jika
diketahui klien tidak melakukan kunjungan ulang maka tenaga kesehatan wajib
mencari tahu dan bisa bekerjasama dengan PLKB atau kader setempat untuk melacak
klien tersebut
2. Tingkat Rumah Sakit
Rumah Sakit melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
pelayanan KB di Rumah Sakit secara berkala dengan menggunakan kajian mandiri,
penyeliaan fasilitatif dan Audit Medik Pelayanan KB.

Dalam pemantauan diberikan umpan balik kepada pemberi laporan. Tindak lanjut
diberikan berdasarkan kondisi yang ditemukan pada saat pemantauan. Dalam upaya
peningkatan kualitas pelayanan KB, sampai dengan saat ini Kementerian Kesehatan telah
mengembangkan:
1. Kajian Mandiri untuk melakukan pemantauan dan penilaian diri sendiri, Kajian
mandiri berarti penilaian sendiri mengenai kinerja pelayanan KB yang dilakukan oleh
tim jaminan/menjaga mutu fasilitas yang ditunjuk oleh fasilitas pelayanan sendiri
yang dilakukan secara berkala untuk memantau kualitas pelayanan yang diberikan
dengan menggunakan instrumen Kajian Mandiri Kualitas Pelayanan’. Hasil kajian
dibahas dan divalidasi oleh tim secara bersama yang selanjutnya merupakan dasar
untuk melakukan intervensi. Instrumen ini terdiri dari 12 modul, terdiri dari:
a) Sumber daya manusia dan fasilitas fisik,
b) Manajemen fasilitas,

20
c) Fokus pada klien,
d) Pencegahan infeksi,
e) Peserta KB baru,
f) Peserta Baru Pil KB,
g) Peserta Baru Suntik KB,
h) Peserta Baru AKDR,
i) Peserta Baru Implan,
j) Kunjungan Ulang: Kontrasepsi Hormonal Kombinasi,
k) Kunjungan Ulang: Kontrasepsi Hormonal Progestin Saja,
l) Kunjungan Ulang: AKDR.
Bila hasil kajian mandiri ditemukan ketidaksesuaian antara standar dengan
pelaksanaan pelayanan KB maka tim mengkaji atau mengidentifikasi penyebabnya
dan merumuskan masalah dan alternatif pemecahan masalah.
2. Penyeliaan Fasilitatif untuk memantau dan menilai jenjang dibawahnya
Penyeliaan adalah proses atau kegiatan untuk melihat kinerja suatu unit atau individu
dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tugas, program, atau semua aktivitas yang
dijalankan untuk mencapai suatu standar/ target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penyeliaan fasilitatif adalah penyeliaan yang lebih mengutamakan kajian terhadap
sistem, masalah ataupun penyebab rendahnya kinerja dan dalam menyusun rencana
perbaikan kinerja mengacu pada perbaikan sistem (bukan individu) dengan
melibatkan dan mendapatkan persetujuan pihak terkait
Penyeliaan fasilitatif dilakukan sebagai proses kendali mutu dan berlangsung secara
berkesinambungan meliputi aspek pelayanan dan manajemen menggunakan suatu
instrumen/daftar tilik dalam periode waktu tertentu secara berjenjang, yaitu dari
Puskesmas melakukan penyeliaan fasilitatif ke desa minimal sekali setahun,
penanggung jawab program KB di Dinas Kesehatan kabupaten/kota melakukan
penyeliaan ke Puskesmas (minimal sekali setahun).
3. Audit Medik Pelayanan KB, yang juga harus dimanfaatkan dalam pemantauan dan
evaluasi pelayanan KB, sehingga dihasilkan perencanaan yang berbasis data. Audit
Medik Pelayanan KB (AMP-KB) merupakan suatu proses kajian kasus medik KB
yang sistematis dan kritis dari komplikasi, kegagalan penggunaan alat/obat
kontrasepsi serta penatalaksanannya dengan memanfaatkan data dan informasi yang
terkait, sehingga teridentifikasi berbagai faktor penyebab serta memperoleh solusi
perbaikan dan disepakatinya jenis intervensi yang diperlukan sebagai kegiatan tindak

21
lanjut baik dari aspek teknis maupun aspek manajemen. Prinsip AMP KB adalah
berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan siklus
pemecahan masalah, tidak saling menyalahkan, mencari solusi untuk perbaikan, serta
dilakukan per-klien. Dengan dilakukannya audit medic pelayanan KB diharapkan
dapat menurunkan angka komplikasi KB, angka kegagalan KB maupun angka drop
out KB.
4. Jaga mutu pelayanan KB merupakan proses pemantauan dan evaluasi pelayanan KB
untuk menjamin kualitas pelayanan yang dilaksanakan melalui pelaksanaan kajian
mandiri dan penyeliaan fasilitatif

Hasil pemantauan dan evaluasi sesuai alur di atas untuk analisis situasi dan
kualitas pelayanan saat ini sebagai bahan perencanaan peningkatan kualitas pelayanan
KB berikutnya.

22
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya merupakan suatu
kegiatan pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lainnya untuk

23
menjalankan rencana yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Pelaksanaan program pelayanan KB tidak sepenuhnya berada
dijajaran sektor kesehatan, maka diperlukan upaya untuk mengorganisasi semua
sumber daya di lintas program dan lintas sektor agar mendapatkan hasil yang
optimal.

3.2 SARAN
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Kepada penulis selanjutnya agar dapat lebih baik lagi dengan merujuk kepada
sumber-sumber yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.

24
DAFTAR PUSTAKA

-Pedoman Manajemen Pelayanan KB. Kementrian Kesehatan RI tahun 2004

-Peraturan menteri kesehatan No.97 Tahun 2014 tentang Pelayanan


KesehatanMasaSebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah
Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual
-[Perpres RI] Peraturan Presiden Republik Indonesia.(2010). Peraturan Presiden Republik `
Indonesia Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional.
-Standar Operasional prosedur Penerimaan, penyimpanan, pendistribusian Alat Kontrasepsi
Kabupaten Banyuwangi, Diunduh pada
https://www.banyuwangikab.go.id/skpd/unit/20201/dinas-pemberdayaan-perempuan-
dan-kb.html pada tanggal 22 februari 2020 pukul 20.21WIB
-SumarwanU.(2011). Perilaku konsumen: Teori dan penerapannya dalam pemasaran.
Jakarta,ID : Gahlia Indonesia.
-Tawiah,E.O.(2012).Factors affecting contraceptive use in Ghana. Journal Biosocial
Sciences, 29(2), 141-149. Diambil dari:http://www.mtholyoke.edu/~rusib20a/a
sinath/contrac Ghana.pdf. [diunduh 27 Februari 2020].
-Utami,S.,Sukesi,& Ayu,W.H. (2011). Hubungan efek samping dengan kejadian dropout
pada akseptor AKDR di Poli KBI RSUD dr.Soetomo Surabaya. E-journal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes,2(3).

25

Anda mungkin juga menyukai