Perawatan Janazah
Perawatan Janazah
1
perempuan ketika duduk jongkok dan kulit yang berada di
bawah qulfah anak yang belum dikhitan 1.
Sedangkan cara memandikan mayyit yang lebih sampurna
adalah sebagai berikut :
1. Mayyit di mandikan di tempat yang sepi beratap, tidak ada yang
boleh masuk kecuali orang yang memandikan dan yang
membantunya.2 Sekeliling tempat itu ditutup sehingga orang-
orang yang memandikan (yang berada dalam tempat itu) tidak
kelihatan oleh orang-orang yang berada di luar atau orang yang
berdatangan.
2. Mayyit di tutup dengan kain yang tipis dan diletakkan di tempat
yang agak tinggi semisal di atas ranjang supaya tidak terkena
percikan air.
3. Menggunakan air asin yang dingin kecuali ada kebutuhan
terhadap air hangat.
Air yang digunakan untuk memandikan mayyit dimasukkan dalam
tong yang diletakkan di tempat yang lebih tinggi. Bagian bawah tong
1 Anak laki-laki yang belum di khitan apabila bagian yang berada di bawah
qulf dalam keadaan suci namun tidak bisa dibuka/ tidak bisa di tembus oleh
air mandi, menurut Ibnu Hajar sebagai pengganti membasuh adalah
ditayamumi.
2 Mayyit lakilaki dimandikan oleh orang lakilaki mayyit perempuan dimandikan oleh orang
orang perempuan. Keterangan dibeberapa kitab yang menjelaskan bahwa jika jenazah
perempuan, maka orang laki-laki yang berstatus kerabat (mahramnya)
boleh masuk, demikian juga jika jenazah laki-laki, maka orang perempuan
yang menjadi kerabatnya (mahramnya) boleh masuk, itu maksudnya
adalah hukum diperbolehkannya melihat jenazah tersebut, karena adanya
hubungan kekerabatan diantara mereka dan jenazah. Dan perlu diketahui
bahwa hukum ini belum secara utuh atau menyeluruh.
Sedangkan hukum yang seutuhnya adalah wanita yang menjadi
mahram jenazah laki-laki tidak boleh masuk ke tempat memandikan.
Karena jika jenazah laki-laki, maka orang yang boleh memandikan adalah
orang laki-laki. apabila perempuandari mahram jenazah tetap
diperbolehkan masuk, maka akan terjadi percampuran (ikhthilath) antara
perempuan ajnabiyyah dan laki-laki ajnabi.
Jadi, ringkas dan jelas hukum seutuhnya adalah jika jenazah laki-laki,
maka yang boleh masuk untuk memandikan adalah laki–laki. Sedangkan
perempuan tidak boleh masuk, meskipun berstatus mahram jenazah.
Demikian sebaliknya, jika jenazah perempuan, maka orang laki-laki tidak
boleh masuk walaupun berstatus mahram. (At-Tamriidl Hal: 18 karya
Asysyaikh Maisur Sindi)
2
diberi pipa saluran air yang ada krannya, agar mudah mengalirkan
air pada badan jenazah yang dimandikan. Bila hendak
menghentikan aliran air, maka cukup memutar kran saja. Cara
demikian itu lebih aman dan lebih praktis. 3
Sebelum mayyit dimandikan, bila dalam tubuh si mayyit terdapat
hal-hal yang menghalangi sampainya air pada kulitnya, maka harus
dibersihkan terlebih dahulu, seperti getah dan kotoran yang ada di
bawah kuku. Cara pembersihan Kotoran ini bisa dilakukan dengan
sejenis lidi.
Bila dalam tubuh si mayyit terdapat Najis ‘ainiyah, maka harus
dibersihkan dulu, sebab bila tidak, maka najis tersebut akan
berpindah ke tempat lain yang suci, sehingga tempat tersebut
menjadi mutanajjis. Apalagi kalau najis tersebut terkena air, maka
najis tersebut akan mudah menyebar dan merata ke sekujur tubuh
jenazah dan juga kain yang menutupinya. Kalau sudah demikian,
kesucian jenazah akan sulit terjaga. Oleh karenanya najis 'ainiyah
harus disucikan terlebih dahulu4
4. Hal yang pertama kali dilakukan oleh orang yang memandikan
setelah mayyit diletakkan di atas tempat memandikan adalah :
a. Mendudukkan mayyit agak condong kebelakang, seraya tangan
kanannya diletakkan pada bahu si mayyit sedang ibu jarinya
diletakkan pada tengkuk leher si mayyit agar kepalanya tidak
miring, punggung si mayyit disandarkan pada lutut kanan yang
memandikan agar tidak jatuh.
b. Selanjutnya perut mayyit ditekan sedikit dengan tangan kiri dari
bagian atas menuju kebawah agar kotoran-kotoran yang ada di
dalam perut keluar, sehingga setelah di mandikan tidak keluar
kotoran lagi.
c. Selanjutnya mayyit dibaringkan terlentang dan kedua
kemaluannya di sucikan dengan tangan kiri yang di balut kain.
d. Kemudian membalutkan kain yang lain (setelah balut yang
pertama dibuang) dalam keadaan dibasahi air pada tangan kiri
untuk membersihkan gigi dan kedua lubang hidung si mayyit
dengan telunjuk jari tangan kiri dan mengeluarkan kotoran-
kotoran hidung jika ada.
3 At-Tamriidl Hal: 16
4 At-Tamriidl Hal: 18
3
e. Kemudian mayyit di wudlu’kan sebagaimana wudlunya orang
hidup dengan niat sebagai berikut : نويت توضئة هذا الميت سنة لله تعالي
f. Kemudian kepala lalu jenggot si mayyit dibasuh dengan air yang
bercampur daun bidara atau sejenisnya (dikeramasi) dan
keduanya disisir pelan-pelan dengan sisir yang giginya renggang
jika rambutnya acak-acakan. Rambut yang rontok disunnahkan
untuk dimasukkan ke dalam kain kafan dan wajib dikebumikan
bersama mayyit.
g. Kemudian badan mayyit bagian depan sebelah kanan dibasuh
dengan air yang telah dicampur daun bidara atau sabun mulai
dari leher hingga ujung kaki kanan, disusul kemudian bagian
depan sebelah kiri mulai leher sampai ujung kaki kiri, Lalu mayyit
dimiringkan ke kiri untuk membasuh bagian badan sebelah kanan
yang belakang mulai tengkuk sampai telapak kaki, kemudian
dimiringkan ke sebelah kanan untuk membasuh bagian badan
belakang sebelah kiri. Untuk kepala dan jenggot tidak perlu
dibasuh kembali dan haram menelungkupkannya.
h. Kemudian mengguyurkan air yang jernih (tidak dicampur daun
bidara atau sabun) untuk membilas basuhan yang pertama secara
merata mulai dari kepala sampai telapak kaki dengan cara seperti
basuhan yang pertama. 5
i. Kemudian mengguyur seluruh tubuh mayyit 6 dengan air jernih
yang dicampur dengan sedikit kapur barus (sekira tidak merubah
kemuthlakan air), pada basuhan yang ketiga ini, orang yang
memandikan disunnahkan berniat memandikan mayyit
sebagaimana berikut : نويت غسل هذا الميت لله تعالى
Tiga kali basuhan tersebut7 dihitung satu kali dan disunnahkan
mengulanginya sampai tiga kali.8
j. Selanjutnya mayyit dihisap dengan kain atau handuk agar kain
kafan tidak basah sehingga tidak mempercepat pembusukan
mayyit.
5 Al-Jamal Juz: 2 Hal: 146
6 termasuk bagian yang tampak dari kemaluan perempuan ketika duduk
jongkok.
7 Yakni mulai yang termaktub pada poin g sampai dengan i.
8 Hal ini mengecualikan basuhan kepala dan jenggot, karena keduanya
tidak disunnahkan untuk diulangi.
4
Catatan :
a. Apabila ada najis yang keluar dari tubuh mayyit setelah
dimandikan maka wajib menghilangkan dan membasuhnya saja
(tidak wajib memandikannya lagi).
b. Yang memandikan disunnahkan untuk tidak melihat bagian-
bagian selain aurot mayyit kecuali sekedar kebutuhan. Adapun
aurot mayyit maka tidak boleh dilihat.
c. Sejak awal proses memandikan sampai akhir wajah mayyit
disunnahkan ditutup.
Mengkafani jenazah
Sebelum jenazah dikafani, seluruh lapisan kain kafan
hendaknya sudah di bentangkan dan ditata rapi di suatu tempat
tertentu.
Kain kafan mayyit adalah kain yang diperbolehkan dipakai
sewaktu ia masih hidup, untuk itu mayyit laki-laki tidak boleh
dikafani dengan kain sutra.
Yang lebih sempurna dalam mengkafani mayyit laki-laki adalah
memakai tiga lapis kain putih yang setiap lembarnya bisa menutup
badan mayyit, tanpa tambahan baju gamis dan surban. Rasulullah
juga dikafani tiga lapis kain kafan tanpa gamis dan surban. Untuk
jenazah wanita, maka yang lebih sempurna adalah dengan
menggunakan beberapa potong kain yang terdiri dari : izar, gamis,
tutup kepala, dua lapis kain kafan.
Mayyit laki-laki yang meninggal saat melaksanakn ihrom maka
kepalanya harus dibuka (tidak boleh ditutup dengan kain kafan).
Mayyit wanita yang meninggal saat melaksanakn ihrom, maka
wajahnya tidak boleh ditutup dengan kain kafan.
Sebelum meletakkan mayyit pada kain kafan, letakkanlah
terlebih dahulu di luar/di bawah kain kafan: 3 utas tali atau sesuai
kebutuhan, dan tambahkanlah kain ikat dengan ukuran yang agak
lebar (kurang lebih setengah jengkal) pada bagian payudara mayyit
perempuan, dan letakkanlah satu tali pengikat untuk pantat mayyit
di atas/bagian dalam kain kafan.
Di dalam liang kubur semua tali pengikat tersebut dilepas kecuali
tali pengikat pantat.
5
Setiap lapis kain kafan sunnah ditaburi kerikan kayu cendana /kapur
barus.
Kemudian mayyit diletakkan di atas kain kafan yang telah
disiapkan. Tubuhnya ditaburi dengan kerikan kayu cendana atau
kapur barus, kemudian kedua tangannya disedekapkan diatas dada
(tangan kanan memegang tangan kiri) atau dibiarkan terbujur
disamping lambungnya.
Memberi kapas yang telah ditaburi kerikan kayu cendana atau
kapur barus pada kedua telinga, dahi, kedua mata, hidung, mulut,
kedua telapak tangan dan kaki, qubul, dubur, kedua lutut, dan
semua luka-luka mayyit.
Kain kafan sebelah kiri mayyit dilipat menuju sebelah kanan
dan yang sebelah kanan di lipat menuju sebelah kiri, begitu pula
selanjutnya. Lebihan kain pada bagian kepala dianjurkan lebih
banyak daripada bagian kaki. Setelah itu kedua ujung dan
tengahnya di ikat agar ketika diangkat tidak lepas. Selanjutnya
mayyit diletakkan di keranda atau disuatu tempat untuk kemudian
disholatkan.
Mensholati jenazah
Pelaksanaan sholat jenazah dilakukan jika jenazah sudah
dimandikan (disucikan) karena mengikuti sunnah Rosul saw. Dan
disunnahkan melaksanakan sholat jenazah setelah jenazah dikafani.
Sedangkan mensholati jenazah yang sudah disucikan namun belum
dikafani hukumnya sah, akan tetapi makruh, karena ada unsur
penghinaan terhadap mayyit.
A. Orang-Orang Yang Mensholati Jenazah
Menurut qoul mu’tamad, orang yang sah mensholati jenazah
adalah orang yang mendapat khithob fardlu sejak seseorang
meninggal dunia hingga ia akan dikubur, kira-kira dalam jangka
waktu yang cukup untuk mensholati jenazah. Hal ini dinamakan
waqtul wujub. Selain itu, orang tersebut tidak mengalami satupun
dari mawani‘us shalah (hal-hal yang manghalangi wajibnya shalat )
yang berjumlah 7 macam yaitu :
1. Kafir asli 5. Ighma’
2. Shiba 6. Haidl
6
3. Junun 7. Nifas
4. Sakar
Junun (gila), sakar (mabuk), dan ighma’ (ayanen, epilepsi)
menjadi mawaani’ apabila tidak ada unsur kesengajaan (bi la
ta’addin).
B. Hukum Sholat Jenazah Dan Beberapa Permasalahannya
Hukumnya adalah Fardlu kifayah bagi orang laki-laki yang berada
di daerah (baladnya) orang yang meninggal, yang tidak mengalami
mawani’us sholah dan juga tidak masyaqqot (kesulitan). Atau orang
yang di luar balad orang yang meninggal, namun jika dia datang
menuju tempat tersebut, maka dia tidak mengalami masyaqqot.
Jadi, orang yang mengalami masyaqqot untuk datang ke tempat
jenazah baik satu balad dengan jenazah atau tidak, dinamakan
ghoib dari tempat jenazah. Dengan demikian status ghoib atau
hadir, pada dasarnya merupakan sifat dari orang yang mensholati.
Tetapi seandainya menjadi sifatnya jenazah, maka tidak
berpengaruh apa-apa, karena kaifiyyah mensholati jenazah ghoib
atau hadir itu sama saja.9 Orang laki-laki dan perempuan semuanya
dianjurkan oleh syara’ untuk berlomba taqorrub kepada Alloh swt.
dengan menjalankan ibadah.
Hukum Fardlu kifayah pelaksanaan sholat jenazah di atas bisa gugur
bila terdapat salah satu dari 4 hal, yaitu:
1. Ada orang laki-laki, satu atau lebih, yang telah menjalankan
sholat jenazah.
2. Ada orang laki-laki dan orang perempuan yang telah menjalankan
sholat jenazah dengan berjama’ah.
3. Ada orang perempuan yang telah menjalankan sholat jenazah
ketika tidak ada orang laki-laki.
4. Ada orang perempuan yang telah menjalankan sholat jenazah
ketika ada orang laki-laki, tetapi si laki-laki tidak mau
mengerjakannya. sholat jenazah setelah disuruh untuk
mengerjakannya.
Jadi, sholat jenazah yang dilakukan oleh orang perempuan sebelum
gugurnya fardlu kifayah adalah tidak sah, sebab belum masuk
waktunya. Padahal mengetahui masuknya waktu sholat merupakan
salah satu syarat sahnya sholat.
Sholat jenazah sunnah dilakukan di dalam masjid, karena
Rosulullah saw. mensholati shahabat Suhaili bin Baidho’ dan
9 At-Tamriidl Hal: 33
7
saudaranya di dalam masjid. Selain itu, sholat jenazah juga sunnah
dilakukan secara berjama’ah sebanyak tiga baris atau lebih.
Asy-Syaikh Sulaiman al-Jamal menyatakan :
1. Jika ada enam orang hadir dan akan melaksanakan sholat jenazah
secara berjama’ah, maka cara mengatur barisannya adalah : 10
Satu orang berdiri, di sebelah kanan Imam, sedikit ke belakang,
kemudian yang empat orang dijadikan dua baris, setiap satu baris
berisi dua orang, sehingga seluruhnya terdapat tiga baris.
2. Jika yang hadir tiga orang, maka satu orang berdiri sendirian
sebagai Imam, satu orang berdiri di belakang Imam, dan satu
orang lagi berdiri di belakang orang itu.
3. Jika yang hadir sudah dapat mencapai tiga baris selain imam,
misalnya: 7 orang dan semuanya satu jenis, maka supaya
berbaris menjadi tiga baris di belakang si
imam
4. Dan bila jama’ah sholat jenazah sudah berjumlah tiga shof, lalu
seseorang datang, maka ia berdiri dalam barisan pertama, tidak
berdiri sendiri di belakang shof ketiga, karena hal ini akan
menghilangkan nama shof. Ia juga tidak berdiri pada shof yang
ketiga atau yang kedua, karena shof pertama adalah paling
utama, kemudian kedua dan seterusnya.
5. Apabila sudah terdapat tiga shof, lalu menyusul datang beberapa
orang yang berlainan jenisnya, maka kelompok laki-laki dibuat
tiga baris, secara terpisah dari kelompok perempuan. Dan
kelompok perempuan supaya membuat barisan sendiri yang
berjumlah tiga baris di belakang kelompok laki-laki.
Lafadz yang digunakan memberitahukan akan dilaksanakannya
sholat jenazah adalah lafadz : 11 ص ل لةة على من حضر من اموات المسلمين ال ص
.
Untuk memberitahukan jama’ah sholat jenazah tidak
menggunakan lafadz : ة معل ة صل لة ة ل
جا م ال صkarena sholat jenazah bukanlah
termasuk sholat sunnah, walaupun dianjurkan berjama’ah.
Posisi imam/ yang mensholati sendirian adalah berdiri lurus
dengan pundak atau bahu mayyit laki-laki, atau lurus dengan pantat
jenazah perempuan. Sedangkan posisi mayyit lk/pr mayoritas
badannya berada di sebelah kanan imam atau yang mensholati
10 Baca alJamal, juz : II, hal : 185.
11 AlBajuri Juz : 1 Hal : 168
8
sendirian. Untuk itu mayyit laki-laki afdlolnya dibujurkan ke arah
selatan (di negara kita), dan mayyit perempuan dibujurkan ke utara.
Mayyit harus berada di depan orang yang mensholati kecuali
mayit ghoib. Antara mayyit hadir dan orang yang mensholati harus
tidak ada penghalang. Keranda tidak diaggap penghalang selama
tidak dipaku, kecuali apabila mayyit disholati di dalam masjid, maka
secara muthlaq keranda tidak dianggap sebagai penghalang.
Dalam sholat jenazah yang hadir, posisi jenazah terhadap
musholli adalah sama dengan posisi Imam ( ) نممزل منزلممة المممام
Sehingga jenazah harus ada di depan Musholli (arah Qiblat),
sedangkan musholli harus berada di belakangnya (jenazah berada di
sebelah barat dan musholli di sebelah timur. Hal ini berlaku untuk
daerah yang berada di sebelah timur kota Makkah ). Selain itu,
musholli harus bisa wushul / sampai pada jenazah tanpa ada
rintangan ( haail ).
Yang dii’tibar / diperhitungkan dalam hal " wushul " adalah kaki
musholli terhadap jenazah. artinya kaki musholli sama rata dengan
jenazah. Oleh karena itu, seandainya jenazah berada di tempat yang
tinggi, yang apabila musholli berdiri di sisinya niscaya tidak sejajar,
walaupun tangannya bisa sampai, maka sholatnya tidak sah. Dan
jika di antara musholli dan mayat, terdapat tangga, sehingga mudah
bagi musholli untuk menuju ke arah mayat, dan tangga tersebut,
berada di depan musholli, maka sah sholatnya.12
Pemakaman jenazah
12 alTamridl. Hal : 40
9
Seusai di sholati mayyit hendaknya segera diusung ke
pemakaman dengan posisi kepala jenazah di depan, pemikul
jenazah adalah laki-laki, bagi perempuan hukumnya makruh ikut
memikul. Pengantar jenazah lebih utama berjalan di depan dengan
jarak sekira jika menoleh kebelakang bisa melihat jenazah.
Dimakruhkan membawa api ketika mengantarkan jenazah termasuk
rokok.
13 Baca Raudlatuth Thaalibin, juz : I, hal : 652.
14 Baca I'aanatuth Tholibin dan Haamisynya, juz : II, hal : 135.
10
Permasalahan Waaqi'iyyah.
Telah biasa terjadi di daerah kita, adanya adzan yang
dikumandangkan oleh seseorang yang berada di dalam liang kubur
ketika jenazah sudah diletakkan dan akan ditimbun. Padahal,
menurut fatwa asy-Syaikh Ibni Hajar kebiasaan tersebut merupakan
bid'ah yang harus diingkari.15
11
Untuk tali, kita membutuhkan 4 utas tali yaitu :
3 utas tali dengan ukuran sama : @ 8 cm
1 utas tali dengan ukuran lebih lebar : 12 cm
Dengan demikian panjang kain yang kita butuhkan secara total adalah :
216 cm x 4 = 864 cm
108 cm
36 cm +
Total : 1008 cm = 10,08 m
Yang kita butuhkan untuk mengkafani mayyit perempuan adalah sbb :
1. 2 lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama
2. Khimaar (tutup kepala / kerudung)
3. Izaar (jarit)
4. Qomiish (baju gamis)
5. 5 utas tali dengan 3 ukuran sama, satu agak lebar dan satu lagi lebih lebar.
Contoh : Untuk mayyit perempuan dengan tinggi 160 cm kita membutuhkan kain
dengan ukuran :
Panjang 210 cm dengan perincian :
160 cm tinggi mayyit
30 cm pocong atas
20 cm pocong bawah
Lebar lebih dari 100 cm (1 M)
Untuk membuat dua lapis yang panjang dan lebarnya sama di perlukan langkah
sebagai berikut :
1. Potonglah kain dengan ukuran panjang 210 cm sebanyak 3 lembar (3 lb)
2. Ambilah satu lembar dan potong memanjang dengan lebar sama sehingga menjadi
dua (A&B)
3. Ambil keduanya kemudian masingmasing jahitlah dengan masingmasing kain
yang berukuran panjang 210 cm untuk menambah lebarnya, sehingga kita sudah
berhasil menyiapkan kain kafan sebanyak dua lembar dengan ukuran @ 210 cm x
150 cm.
Untuk membuat khimaar : yang kita butuhkan adalah kain dengan ukuran kurang lebih
100 cm x 100 cm. dan caranya adalah : tarik dalah satu ujung kain membentuk segi
tiga sama sisi dan potonglah pada sisi panjang kain.
12
Untuk membuat izaar : ukuran lebar kain (paten dari pabrik) dijadikan ukuran
panjangnya mayyit. Jadi kita potong kain sepanjang kurang lebih 115 cm (untuk
dibalutkan / disarungkan).
Untuk membuat gamis :
a. Potong kain ukuran 220 cm lalu lipatlah menjadi dua bagian sama panjang (110)
b. Lipatlah sisi lebar kain tersebut ke sisi yang lain
c. Pojok pertemuan lipatan panjang dan lebar kia gunting dari arah bawah pojok
tersebut (kurang lebih 14 cm) membentuk pola seperempat lingkaran. Dan
usahakan tidak sampai putus total.
d. Kain lipatan paling luar di belah menjadi dua sampai pada potongan seperempat
lingkaran tadi.
Untuk ukuran tali :
3 utas : lebar @ 5 cm
1 utas : lebar 10 cm
1 utas : lebar 20 cm
Jadi total kain yang kita butuhkan adalah
210 cm x 3 = 630 cm untuk 2 lapis kafan
100 cm untuk kerudung
220 cm untuk gamis
115 cm untuk izaar
45 cm untuk tali
======= 1.110 cm = 11,1 m
Ringinagung,
Hafizh Ghozali
Pondok Pesantren Arriyyadl Putri
13
14