Desain Pipeline
Desain Pipeline
DESAIN PIPELINE
Dalam mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda transportasi, hal pertama
yang harus dilakukan adalah menghitung ketebalan pipa yang optimal. Tebal pada struktur pipa
menjadi dasar dari analisa karakteristik pipa selanjutnya. Dengan mengoptimalkan ketebalan pipa
maka dapat ditentukan kekuatan pipa dan laju aliran yang optimal.
1
Gambar 2.1 Diagram Alur Mendesain Dinding Pipa
Desain pipa bawah laut yang diperlukan beberapa tahapan dan kriteria yang harus dipenuhi.
Tahapan atau mendesain ketebalan pipa dapat dilihat dalam gambar 2.1. Secara garis besar desain
pipa pada gambar 2.1 dapat dikelompok menjadi 6 tahapan, yaitu:
a. Pengumpulan data
Data merupakan dasar dalam melakukan analisis. Sebuah analisa dikatakan tepat
jika data yang digunakan akurat dan lengkap. Data yang disiapkan dalam mendesain pipa
adalah data material pipa dan data lingkungan pada daerah pipa beroperasi. Data material
pipa berfungsi untuk mengetahui jenis pipa dan kekuatan pipa yang digunakan. Data
lingkungan berfungsi untuk mengetahui gaya lingkungan yang bekerja pada pipa dan reaksi
pipa akibat gaya lingkungan yang bekerja.
2
b. Analisa lingkungan
Analisa lingkungan sangat penting, digunakan untuk menentukan karakteristik dari
lingkungan tempat pipa digelar. Analisa lingkungan meliputi pengolahan data gelombang
dan data arus dan menentukan karakteristik permukaan dasar. Analisa lingkungan
menghasilkan kecepatan dan percepatan gelombang, kecepatan dan percepatan arus, teori
gelombang dan jenis tanah tempat pipa digelar.
c. Menentukan ketebalan pipa
Menentukan ketebalan nominal pipa merupakan sebuah proses iterasi yang
dilakukan berulang-ulang. Tebal pipa harus dapat mengakomodir gaya-gaya yang
mengenai pipa. Ketebalan nominal pipa didapatkan dari hasil penjumlahan ketebalan
minimal yang memenuhi kriteria tegangan pipa dan Propagation Buckling ditambah
dengan fabrication tolerance dan corrosion allowance.
Perhitungan tegangan pipa dan propagation buckling diatur dalam ASME B31.4
dan B31.8. Analisa tegangan yang terjadi pada pipa meliputi tegangan hoop, tegangan
longitudinal dan tegangan kombinasi. Analisa pada propagation buckling dimaksudkan
mencegah perubahan bentuk akibat perbedaan tekanan internal dan eksternal pipa.
Ketebalan pipa yang tidak memenuhi kriteria tegangan pipa dan propagation
buckling pada ASME B31.4 dan B31.8, dilakukan perhitungan tebal pipa ulang pipa.
Perhitungan ulang tebal pipa dilakukan dengan menggunakan nilai minimum pada kriteria.
Ketebalan minimum pipa yang memenuhi analisa tegangan pipa, Propagation Buckling
ditambah dengan fabrication allowance dan corrosion allowancde. Kemudian hasil
ketebalan yang digunakan dilakukan validasi material pipa yang merujuk schedule API 5L.
d. Properti pipa dan gaya hidrodinamika
Nilai tebal nominal yang diperoleh digunakan untuk menghitung properti pipa.
Properti pipa adalah menghitung diameter dan berat total pipa yang sudah dilapisi oleh
concrete (lapisan pemberat) dan lapisan pelindung korosi. Berat total pipa digunakan dalam
analisa fresspan dan stabilitas pipa
Gaya hidrodinamika adalah gaya lingkungan (fluida) yang diterima oleh pipa. Gaya
hidrodinamika yang terjadi pada pipa ada tiga yaitu gaya drag, gaya inersia dan gaya
angkat. Ketiga gaya tersebut mengenai pipa secara bersamaan sehingga diperlukan analisa
kekuatan pipa dalam menahan gaya.
3
e. Analisa stabilitas dan analisa free span
Sebuah pipa bawah laut dapat dikatakan stabil apabila pipa dapat menahan gaya-
gaya yang bekerja dalam arah vertical dan arah horizontal. Gaya lingkungan merupakan
gaya dominan yang bekerja pada pipa. Gaya–gaya lingkungan yang termasuk dalam
analisis kestabilan pipa terdirir dari gaya hidrodinamika, gaya seret (drag force), gaya
inersia, gaya angkat (lift force). Sedangkan resistensi permukaan dasar laut merupakan
gaya gesek (friction force) yang terjadi antara permukaan pipa dengan permukaan tanah
dasar laut tersebut.
. Pipa yang mengalami freespan membutuhkan analisa yang lebih mendalam. Free
span pada pipa bawah laut dapat terjadi ketika konstruksi pipa bawah laut kehilangan
kontak dengan permukaan dasar laut dan memiliki jarak ke permukaan dasar laut Hal ini
dikarenakan pipa yang mengalami freespan harus menahan gaya-gaya yang bekerja
f. Kesimpulan
Memberikan kesimpulan mengenai desain pipa yang dapat menahan gaya lingkungan,
ekonomis dan dapat mengalirkan fluida sesuai yang direncanakan.
4
Data parameter operasi dan desain adalah data yang berisi mengenai tekanan dan
temperatur pada saat pipa beroperasi. Data ini digunakan sebagai input tekanan desain dan
faktor temperature derating dalam menghitung ketebalan pipa bawah laut. Untuk memahami
yang dimaksud data parameter operasi dan desain dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 contoh parameter operasi dan desain pada desain pipa PHEWMO
dengan jalur dari PPP ke ORF gresik
Parameter Unit Nilai
Maximum allowable psig 900
operating pressure
Maximal design °F 200
temperature
Maxsimal operating °F 175
design
Data fluida adalah data berisi mengenai berat jenis fluida yang dialirkan. Untuk
memahami yang dimaksud data fluida dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 adalah tabel
contoh data fluida yang dialirkan dalam proyek pembangunan pipa bawah laut PHEWMO
dengan jalur transmisi dari PPP ke ORF gresik. Fluida yang dialirkan dalam tabel 2.2 adalah
fluida berjenis gas yang memiliki massa jenis 25,23 Kg/m 3.
Tabel 2.2 contoh data fluida pada desain pipa PHEWMO dengan jalur dari PPP ke
ORF gresik
Parameter Units Value
Density Kg/m3 25,23
Service - Gas
Data material pipa adalah data yang berisi mengenai karakteristik dari material yang
digunakan untuk membuat pipa. Data material pipa berisi mengenai modulus young, line
pipe SMYS, poisson ratio dan steel ratio. Dalam memahami data material dapat dilihat dalam
tabel 2.3 yang berisi contoh tabel material pipa. Tabel 2.3 adalah contoh tabel material yang
dialirkan dalam proyek pembangunan pipa bawah laut PHEWMO dengan jalur transmisi
dari PPP ke ORF gresik.
Tabel 2.3 contoh data material pipa pada desain pipa PHEWMO dengan jalur dari
PPP ke ORF gresik
5
Parameter Units Pipeline diameter 16 inch
Diameter Luar mm 406,4 (16 inch)
Material Grade - API 5LX52 PSL-2 CS
Metode Fabrikasi - HFW
Line pipa SMYS Mpa 360
Modulus young Mpa 2,07 x 105
Ratio Poisson - 0,3
Densitas baja Kg/m3 7850
Koeffisien termal expansion °C 1,17 x 105
2.1.2. Data lingkungan
Data lingkungan adalah data yang berasal dari pengamatan langsung di lapangan
tempat pipa di gelar. Data lingkungan yang digunakan terdiri dari dua tiga data utama yaitu
data gelombang, data arus dan data permukaan dasar laut. Data lingkungan yang didapat
digunakan pada analisa lingkungan kemudian digunakan sebagai analisa hidrodinamika.
Data gelombang yang didapatkan dari pengamatan merupakan data acak, sehingga
perlu dilakukan analisa statistik. Data gelombang diukur dengan menggunakan buoy yang
ditempatkan di laut sehingga didapatkan data gelombang dapat diukur secara akurat.
Data arus diukur menggunakan sebuah alat yang bernama current meter. Current
meter dapat mengukur kecepatan air laut pada kedalaman tertentu. Pada waktu pengamatan
diperlukan beberapa current meter yang ditempatkan pada stasiun pengamatan bawah laut.
Current meter memiliki beberapa keunggulan yaitu:
a. Dapat mengukur pada setiap kedalaman.
b. Pencatatanya secara otomatis.
c. Data Ukurannya relatif teliti.
Data permukaan dasar laut adalah data mengenai karakteristik tanah permukaan
dasar laut tempat pipa digelar. Tanah dianalisa secara ex situ dan in situ. Analisa karakteristik
tanah permukaan dasar laut secara ex situ dilakukan pengeboran yang bertujuan mengambil
contoh tanah. Contoh tanah yang didapatkan kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan analisa tanah jenis tanah, daya dukung tanah, porositas tanah, derajat saturasi dll.
6
2.2. Analisa Lingkungan
Dalam proses desain pipa bawah laut data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang
dan arus laut. Data lingkungan yang digunakan merupakan data yang berasal dari tempat desain
analisis dilakukan. Data biasanya merupakan hasil pengukuran, hasil pemodelan, dan hasil
pengamatan langsung di tempat.
2.2.1. Gelombang Laut
Gelombang laut adalah bentuk permukaan laut yang berupa punggung atau puncak
gelombang dan palung atau lembah gelombang oleh gerak ayun (oscillatory movement)
akibat tiupan angin, erupsi gunung berapi, pelongsoran dasar laut, atau lalu lintas kapal
(Sunarto, 2003). Gelombang laut memiliki dimensi yaitu periode gelombang, panjang
gelombang, tinggi gelombang, dan cepat rambat gelombang.
Periode gelombang (T) adalah waktu tempuh di antara dua puncak atau dua lembah
gelombang secara berurutan pada titik yang tetap (satuan detik). Panjang gelombang (L)
adalah jarak horizontal antara dua puncak atau dua lembah yang berurutan (satuan meter).
Tinggi gelombang (H) adalah jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah
gelombang (satuan meter). Cepat rambat gelombang (C) adalah kecepatan tempuh
perjalanan suatu gelombang, yang dapat diperoleh dengan pembagian panjang gelombang
(L) dengan periode gelombang (T).
Gelombang yang bergerak pada permukaan air akan memberikan percepatan pada
partikel air yang dilaluinya. Partikel air yang bergerak memiliki bentuk orbit. Selama
penjalaran gelombang dari laut dalam menuju laut dangkal, orbit partikel akan mengalami
perubahan bentuk seperti pada gambar 2.2. orbit perpindahan partikel berbentuk lingkaran
pada seluruh kedalaman pada laut dalam, sedangkan pada laut transisi dan laut dangkal orbit
perpindahan akan mengalami perubahan bentuk menjadi elip. Semakin dangkal kedalaman
perairan bentuk orbit perpindahan partikel akan semakin pipih dan pada dasar laut
pergerakan orbit berbentuk horizontal.
Data gelombang yang didapatkan dari pengamatan merupakan data acak, sehingga
perlu dilakukan analisa statistik. Analisa statistik dilakukan untuk mendapatkan pendekatan
gelombang signifikan (Hs), periode puncak gelombang (Tp). Pada analisa selanjutnya,
gelombang signifikan dan periode puncak gelombang digunakan untuk melakukan
pendekatan teori gelombang yang digunakan.
7
.Gambar 2.2 Sketsa Orbit Partikel gelombang
Teori gelombang yang digunakan dalam perencanaan desain pipa bawah laut dapat
dihitung dengan matematis, dengan menggunkan persamaan 2.2.
𝐻 𝑑
𝑑𝑎𝑛 … … … … … … … … … … … . (2.1)
𝑔𝑇 2 𝑔𝑇 2
Dengan: H = tinggi gelombang (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
d = Kedalaman Perairan (m)
T = periode gelombang (s)
Setelah mendapatkan harga pada persamaan 2.2, kemudian disesuaikan dengan
diagram of validity seperti pada gambar 2.3 sehingga dapat diketahui teori gelombang yang
digunakan.
8
2.2.2. Arus laut
Arus laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga
menuju keseimbangannya. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai
macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan
massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah. Pergerakan massa
air terjadi karena tiupan angin, perbedaan densitas atau pergerakan gelombang.
Secara garis besar penyebab terbentuknya arus laut dapat dibedakan menjadi dua
faktor, yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam. Faktor internal arus laut
seperti perbedaan densitas, gradient tekanan mendatar, dan gesekan lapisan air
laut.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar. Faktor eksternal arus laut
berasal dari gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi tahanan gaya dasar
laut, perbedaan tekanan udara, gaya tektonik, gaya gravitasi dan angin.
Dalam mendesain pipa bawah, kecepatan arus yang digunakan adalah arus yang
diukur pada ketinggian 1 meter diatas permukaan laut. Untuk menghitung kecepatan
horizontal partikel air (arus) digunakan hukum pangkat 1/7, seperti yang dinyatakan pada
mouselli (1981).
𝑈 𝑌 1/7
= ( ) … … … … … … … … … … … (2.2)
𝑈0 𝑌0
Dengan: U = kecepatan horizontal partikel ketinggian y dari dasar laut (m/s)
U0 = kecepatan horizontal partikel ketinggian y0 dari dasar laut (m/s)
y = adalah ketinggian yang dicari (m)
y0 = ketinggian 1 meter diatas permukaan laut
2.2.3. Permukaan dasar laut
Dalam perencanaan pipa bawah laut, jenis tanah diklasifikasikan menjadi dua jenis utama,
yaitu tanah lempung (clay) dan jenis tanah pasir (sand). Jenis tanah lempung memiliki sifat
kohesif sedangkan jenis tanah pasir bersifat non kohesif. Analisa jenis tanah dilakukan
melalui dua metode yaitu:
9
a. In situ
Analisa in situ dilakukan langsung pada lokasi. Analisa in situ merupakan analisa
kekuatan daya dukung tanah yaitu dengan melakukan pengeboran. Pengeboran
dilakukan sampai titik keras tanah.
b. Ex situ
Analisa ex situ dilakukan dengan pengambilan contoh dilapangan. Contoh yang
didapat dibawa ke laboratorium unntuk dianalisis karakteristik tanah.
Untuk mengetahui karakteristik tanah dilakukan analisa secara ex situ dan in situ. Kedua
metode harus dilakukan, karena kedua metode tersebut saling melengkapi. Data-data yang
dihasilkan dari dua metode analisa adalah:
a. Void ratio
b. Submerged unit weight
c. Indeks plastisitas
d. Kondisi tegangan dan regangan in situ
e. Tegangan geser
f. Settlement tanah
Dalam suatu proyek pembangunan jaringan pipa, data-data harus diperoleh dari survei di
lapangan. Untuk melakukan penyederhanaan atau aproksimasi terhadap data yang kurang
lengkap, DNV-RP-F105 menyarankan nilai-nilai parameter tanah seperti dijelaskan oleh
Tabel 2.4
Tabel 2.4 Tabel Parameter Tanah (sumber: DNV-RP-F105)
10
2.2.4. Tekanan Hidrostatik
Struktur pipa bawah laut yang digelar diatas dasar laut akan mengalami tekanan hidrostatik
dari air laut. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diberikan oleh zat cair pada
kesetimbangan karena pengaruh gaya gravitasi. Tekanan hidostatik memiliki arah tekanan
yang menyebar ke segala arah. Sehingga benda yang dimasukkan kedalam zat cair akan
mengalami penekanan dari segala arah.
Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah percepatan gravitasi, massa jenis
cairan dan kedalaman zat cair. Dikarenakan tekanan hidrostatis tergantung pada kedalaman
zat cair, semakin dalam kedalaman zat cair maka semakin besar tekanan hidrostatis. Tekanan
hidrostatis dapat dihitung dengan persamaan 2.3.
𝑃 = 𝜌𝑔ℎ … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)
Dengan: P = tekanan hidrostatis (Pa/ N/m2)
ρ = massa zat jenis cair (kg/m3)
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
h = kedalaman zat cair (m)
11
T = Faktor temperature derating
Faktor temperature derating adalah faktor yang diberikan untuk mengantisipasi tekanan
yang terjadi pada zat cair yang bersuhu tinggi. Semakin panas zat cair maka semakin besar
tekanan yang diberikan kepada dinding pipa. ASME B31.8 memberikan nilai faktor temperature
derating yang dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Faktor Temperatur Derating
(ASME Tabel 841.1.8-1)
Pada proses instalasi pipa bawah laut hal yang tidak dapat dihindarkan adalah proses
pengelasan. Proses pengelasan berfungsi untuk menggabungkan pipa lonjoran dari fabrikasi
menjadi satu konstruksi pipa. Pengelasan pipa dilakukan secara longitudinal menggunakan jenis
las SMAW. ASME B31.8 memberikan sebuah faktor longitudinal weld-joint untuk
mengantisipasi jika terjadi kesalahan dalam pengelasan. Faktor Longitudinal Weld-Joint dapat
dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Longitudinal Weld-Joint
(ASME Tabel 841.1.7-1)
12
Konstruksi pipa tidak dapat dibangun pada daerah yang bebas dari gangguan. Ada kalanya
pipa dibangun pada daerah pemukiman sehingga diperlukan faktor desain yang besar. ASME
B31.8 membagi daerah wilayah menjadi 4 kelas lokasi, yaitu:
a. Lokasi kelas 1
Lokasi kelas 1 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat
maksimal 10 bangunan yang dihuni manusia. Kelas 1 memiliki 2 divisi, divisi pertama
yaitu nilai design factor nya adalah 0.72 > F ≤ 0.8 dan telah di hidrostatic test 1.25 kali
maksimum operating pressure. Kelas 1 divisi kedua memiliki design factor nya adalah F ≤
0.72 dan telah di hidrostatic test 1.1 kali maksimum operating pressure.
b. Lokasi kelas 2
Lokasi kelas 2 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat lebih
dari 10 bangunan dan kurang dari 46 bangunan yang dihuni manusia. Selain itu, daerah
yang tergolong kelas 2 adalah daerah pinggiran kota, kawasan industri, peternakan atau
perkebunan
c. Lokasi kelas 3
Lokasi kelas 3 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat lebih
dari 46 bangunan yang dihuni manusia. Selain itu, daerah yang tergolong kelas 3 adalah
daerah perumahan pinggir kota, mal, daerah pemukiman.
d. Lokasi kelas 4
Lokasi kelas 4 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil terdapat bangunan
bertingkat, lalu lintas yang padat dan banyak fasilitas-fasilitas bawah tanah.
ASME B31.8 memberikan sebuah faktor desain untuk mengantisipasi gangguan yang
terjadi pada lokasi penggelaran pipa. Faktor desain dapat dilihat pada tabel 2.7.
13
Tabel 2.7 Faktor Desain
(ASME Tabel 841.1.7-1)
14
tekanan eksternal dan internal yang mungkin terjadi. Perbedaan tekanan eksternal dan
internal menyebabkan munculnya tegangan hoop.
(𝑃𝑖 −𝑃𝑒 ).𝐷
𝑆ℎ = … … … … … … … … … … … … (2.5)
2.𝑡
(𝑃𝑖 −𝑃𝑒 ).(𝐷−𝑡)
𝑆ℎ = … … … … … … … … . … … (2.6)
2.𝑡
15
𝑆ℎ ≤ 𝑓1 𝑆𝑦 … … … … … … … … … … … … … (2.7)
16
Tegangan axial terjadi ketika gaya yang bekerja searah dengan penampang benda.
Dalam sistem perpipaan tegangan axial searah dengan penampang pipa dan dapat dihitung
dengan persamaan 2.10.
𝐹𝑎
𝑆𝑎 = … … … … … … … … … … … … … (2.10)
𝐴
Dengan: 𝑆𝑎 = Tegangan axial (psi)
𝐹𝑎 = Gaya axial (lbs)
A = Luas penampang pipa (in2)
Tegangan Lentur dalam ASME didefiniskan sebagai penjumlahan dari momen
lentur segaris pipa pangkat dua dengan momen lentur diluar garis pipa pangkat dua
kemudian dibagi dengan modulus section dari pipa. Tegangan Lentur dapat diketahui
dengan menggunakan rumus 2.12.
1⁄
[(𝑖𝑖 𝑀𝑖 )2 + (𝑖0 𝑀0 ) 2]
𝑆𝑏 = … … … … … … (2.11)
𝑧
Dengan: 𝑆𝑏 = Tegangan lentur (psi)
𝑖𝑖 = Faktor intensifikasi tegangan segaris
𝑀𝑖 = Momen lentur tegangan segaris (in-lb)
𝑖0 = Faktor intensifikasi tegangan diluar garis
𝑀0 = Momen lentur tegangan diluar garis (in-lb)
Z = Modulus section pipa (in3)
2.4.3. Tegangan kombinasi
Tegangan kombinas adalah resultan dari tegangan yang bekerja pada pipa bawah
laut yaitu tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Besar tegangan kombinasi maksimum
yang diijinkan dalam mendesain pipeline diatur dalam ASME B31.8 tahun 2012 pada
persamaan 2.13. Safety faktor tegangan kombinasi dapat dilihat dalam tabel 2.8.
1⁄
𝑆𝐿 − 𝑆ℎ 2 2
2 [( ) + 𝑆𝑡 2 ] ≤ 𝐹3 𝑆𝑌 … … … … … … (2.12)
2
Dengan: 𝑆𝐿 = Tegangan longitudinal (psi)
17
𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)
𝑓3 = Safety faktor tegangan kombinasi
Tabel 2.8 Safety Factor untuk Offshore Pipeline, Platform Piping dan Pipline
Risers (ASME B31.8 tabel A842.22)
2.5. Buckling
Penekukan (buckling) pada pipeline dapat didefinisikan sebagai perubahan atau deformasi
(ovalling) pada penampang pipa yang terjadi pada satu atau seluruh bagian komponen pipa.
Apabila perubahan dan deformasi tidak disertai dengan retaknya pipa, maka disebut buckling
kering,sedangkan jika disertai dengan retaknya pipa maka disebut buckling basah.
18
𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)
t = Ketebalan pipa (in)
D = Diameter luar Pipa (in)
𝑃0 = tekanan hydrodynamic eksternal (psi)
𝑃𝑖 = Tekanan internal (psi)
𝑓𝑝 = Faktor propagation buckling desain
= 0,8
19
2.6.2. Corrosion Allowance
Korosi adalah teroksidasinya suatu logam. Korosi adalah kerusakan atau degradasi
logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai
serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, besi yang teroksidasi disebut dengan karat dengan
rumus Fe2O3+H2O. Proses perkaratan termasuk proses elektrokimia, di mana logam Fe yang
teroksidasi bertindak sebagai anode dan oksigen yang terlarut dalam air yang ada pada
permukaan besi bertindak sebagai katode.
Reaksi perkaratan:
Anode : Fe → Fe2+ + 2 e–
20
Dalam menganggulangi korosi yang terjadi digunakan perlindungan korosi seperti
cathodic protection dan pelapisan coating. Dalam mendesain pipa bawah laut selain
menggunakan perlindungan korosi juga diberikan sebuah nilai corrosion allowance.
Corrosion allowance berfungsi untuk mengkompensasi korosi yang terjadi pada internal dan
eksternal pipa. Corrosion allowance diterapkan untuk mengontrol tekanan internal dan
eksternal.
Dalam DNV OS F101 nilai corrosion allowance direkomendasikan nilai 3 mm untuk pipa
pipa baja dengan kelas keamanan menengah dan tinggi. Pipa baja kelas menengah atau tinggi
adalah pipa baja yang mengalirkan hidrokarbon. Sedangkan pipa yang mengalirkan gas kering
dan cairan lainnya tidak diperlukan corrosion allowance dikarenakan dianggap non-korosif.
21
Gambar 2.8 Penampang Melintang Pipa Bawah Laut
Dengan: ID = Internal diameter
Ds = Diameter luar
tcorr = ketebalan corrosion coating
tcc = ketebalan concrete coating
Dalam perhitungan beban yang akan diterima pipa, yang termasuk dalam beban terdistribusi
merata per satuan panjang adalah fluida dalam pipa dan berat pipa sendiri. Dalam proses analisis,
perhitungan berat pipa sendiri dilakukan dalam tiga fase, yaitu fase instalasi (pipa kosong), fase
hydrotest (pipa yang dialiri air) dan fase operasi (pipa yang dialiri fluida). Dalam menentukan
berat tenggelam pipa dilakukan langkah perhitungan sebagai berikut:
a. Diameter total pipa
𝐷𝑡𝑜𝑡 = 𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 + 2𝑡𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 + 2𝑡𝑐 … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … (2.15)
b. Berat baja
𝜇
𝑊𝑠𝑡 = (𝐷𝑠 2 − 𝐷𝑡 2 )𝜌𝑠𝑡 . 𝑔 … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … (2.16)
4
c. Berat lapisan anti korosi
𝜇
𝑊𝑐𝑜𝑟𝑟 = . [(𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 )2 − 𝐷𝑠 2 ]. 𝜌𝑐𝑜𝑟𝑟 . 𝑔 … … … … … … . . … … … … … … … … … . (2.17)
4
d. Berat lapisan thermal insulation
𝜇
𝑊𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 = . [(𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 + 2𝑡𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 )2 − (𝐷𝑠 − 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 2)2 ]. 𝜌𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 . 𝑔 … … … … . (2.18)
4
e. Berat lapisan selimut beton
22
𝜇
𝑊𝑐𝑐 = . [𝐷 2 − (𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 + 2𝑡𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 )2 ]. 𝜌𝑐 . 𝑔 … … … . . … … … … … … … … … . (2.19)
4
f. Berat isi pipa
𝜇
𝑊𝑐𝑜𝑛𝑡 = . 𝐷𝑖 2 . 𝜌𝑐𝑜𝑛𝑡 . 𝑔. … … … … … … … … … … … … . … . . … … … … … … … … … . (2.20)
4
g. Gaya apung
𝜋. 𝐷 2
𝐵 = 𝜌𝑠𝑤 . 𝑔. 𝑉 = 𝜌𝑠𝑤 . 𝑔. ( ) … … … … … … … … … . … . . … … … … … … … … … . (2.21)
4
h. Berat pipa di udara
𝑊𝑢 = 𝑊𝑠𝑡 + 𝑊𝑐𝑜𝑟𝑟 + 𝑊𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 + 𝑊𝑐𝑐 + 𝑊𝑐𝑜𝑛𝑡 … … … … . . … … … … … … … … … . . . (2.22)
i. Berat terendam pipa
𝑊𝑠 = 𝑊𝑠𝑡 + 𝑊𝑐𝑜𝑟𝑟 + 𝑊𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 + 𝑊𝑐𝑐 + 𝑊𝑐𝑜𝑛𝑡 − 𝐵 … … . . … … … … … … … … … … . (2.23)
Persamaan yang menjadi parameter kestabilan arah vertikal adalah:
[𝑊𝑠 + 𝐵]
≥ 1,1 … … … … … … … … … . . (2.24)
𝐵
2.8. Gaya Hidrodinamika
Gaya-gaya hidrodinamika yang terjadi pada pipa bawah laut dihitung menggunakan
persamaan morison. Persamaan morison berlaku untuk pipa yang mempunyai perbandingan
diameter pipa dan panjang gelombang adalah D/L ≤ 0,2. Pada persamaan morison diasumsikan
struktur tidak bergetar atau berespon dinamik akibat gelombang.
Pada kondisi ini, gelombang tidak terpengaruh oleh adanya pipa di dasar laut sehingga
mengakibatkan terjadinya dua gaya utama yang bekerja pada pipa yaitu gaya seret dan gaya
inersia. Gaya total hidrodinamika arah horizontal yang bekerja pada pipa merupakan penjumlahan
dari gaya seret dan gaya inersia.
𝐹𝐻 = 𝐹𝐷 + 𝐹𝐼 … … … … … … … … … … . . (2.25)
Dengan: 𝐹𝐻 = Gaya hidrodinamika
𝐹𝐷 = Gaya drag
𝐹𝐼 = Gaya inersia
2.8.1. Penentuan koefisien hidrodinamik
Sebelum melakukan gaya-gaya hidrodinamika maka terlebih dahulu menentukan
nilai dari koefisien-koefisien hidrodinamik. Mouselli menyatakan bahwa nilai dari suatu
koefisien hidrodinamika pada nilai bilangan Reynold, kekasaran pipa.
23
(𝑈𝑠 + 𝑈). 𝐷𝑜
𝑅𝑒 = … … … … … … … … … … (2.26)
𝑣
𝑒
𝑘 = … … … … … … … … … … … … … … . (2.27)
𝐷𝑜
Dengan : Re = Bilangan Reynold
Us = kecepatan arus signifikan
Us = kecepatan signifikan akibat gelombang
Uc = kecepatan arus
𝐷𝑜 = Diameter luar pipa
𝑣 = viskositas kinematik
e = High of roughness
Setelah diketahui nilai bilangan Reynold dan kekasaran pipa dapat ditentukan nilai
koefisien hidrodinamika drag (CD) dan lift (CL). Mouselli menetapkan nilai koefisien
inersia berkisar antara 1,5–2,5.
Untuk menentukan koefisien drag, bilangan Reynold yang diketahui diplot dalam
grafik pada gambar 2.9 kemudian ditarik keatas sampai berpotongan dengan garis yang
menunjukkan tingkat kekasaran pipa. Hasil perpotongan ditarik kekiri sehingga didapatkan
nilai koefisien drag (CD).
24
Koefisien lift (CL) dapat ditentukan menggunakan cara seperti ketika menentukan
koefisien drag. Bilangan Reynold yang didapat diplot dalam grafik pada gambar 2.10
kemudian ditarik keatas sampai berpotongan dengan garis yang menunjukkan tingkat
kekasaran pipa. Hasil perpotongan ditarik kekiri sehingga didapatkan nilai koefisien lift
(CL).
25
U = Kecepatan arus
𝜃 = Sudut fase gelombang
2.8.3. Gaya Inersia
Gaya inersia merupakan gaya dari massa fluida yang dipindahkan oleh pipa. Besar
gaya inersia dipengaruhi oleh percepatan partikel air. Gaya inertia dapat ditentukan melalui
persamaan 2.34.
𝜋. 𝐷 2
𝐹𝐼 = 𝜌. 𝐶𝑀 . ( ) . 𝑈ℎ . sin 𝜃 … … … … . (2.29)
4
Dengan: 𝐹𝐼 = Gaya inersia persatuan panjang
𝐶𝑀 = Koefisien hidrodinamik inersia
Uh = percepatan partikel air horizontal efektif
2.8.4. Gaya Angkat
Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal. Gaya angkat terjadi
apabila terdapat konsentrasi streamline di atas pipa. Kondisi streamline yang terjadi
menimbulkan gaya agkat keatas. Apabila terdapat celah sempit antara pipa dan permukaan
bawah laut, konsentrasi dibawah silinder pipa akan mengakibatkan gaya angkat negative
(kearah bawah). Untuk memudahkan dalam memahami gaya angkat, gambar 2.11
menunjukkan sketsa gaya lift pada pipa.
26
Dengan: 𝐹𝐿 = Gaya Angkat
𝐶𝐿 = Koefisien gaya angkat
27
2.10. Analisa free span
Freespan pada pipa bawah laut dapat terjadi ketika konstruksi pipa bawah laut kehilangan
kontak dengan permukaan dasar laut dan memiliki jarak ke permukaan dasar laut (Boyun Guo,
2005). Fenomena bentang bebas (free span) pipa pada jaringan pipa bawah laut adalah sesuatu
yang sama sekali tidak dapat dihindari. Free span pada konstruksi pipa dapat terjadi karena 3 hal,
yaitu:
Permukaan dasar laut yang tidak merata
Perubahan kontur permukan dasar laut diakibatkan scoring dan sand waves
Gambar 2.12 Free Span akibat tidak ratanya permukaan dasar laut.
Bila suatu free span pada suatu rute pipa, maka perlu dilakukan pengecekan ulang pada
kekuatan dan keandalan kerja pipa. Perhitungan dan persiapan antisipasi perlu dilakukan karena
pipa yang sudah tidak tergeletak merata pada seabed. Besar defleksi, dampak gaya hidrodinamika,
vibrasi dan tegangan maksimum yang terjadi pada saat free span perlu dihitung untuk melakukan
pengecekan keruntuhan pipa dengan menggunakan pola statik (ultimate limited strength) atau
kelelahan/fatigue (fatigue limit strength).
28
Semua analisa mengenai free span yang dilakukan mengacu pada DNV-RP-F105 mengenai
free spanning pipelines. Dalam pembahasan free span digunakan kriteria ULS (ultimate limited
strength) atau FLS (fatigue limit strength) sebagai parameter pengecekan. Gambar 2.13
menjelaskan mengenai flow chart tentang analisis free span.
29
Kc = konstanta perhitungan empiris untuk deformasi dalam corrosion
coating dan keretakan pada concrete coating, nilai kc diberikan 0,33
untuk lapisan beton dan 0,25 untuk lapisan PP atau PE
E = Modulus young
Iconc = Momen inersia lapisan beton
Isteel = Momen inersia lapisan baja
2.10.2. Panjang pipa efektif
Panjang free span efektif merupakan panjang ideal free span, panjang yang
mengasumsikan bahwa panjang menggunakan tumpuan fixed to fixed. Pada perhitungan
panjang free span efektif diasumsikan memiliki frekuensi natural yang sama dengan free
span yang sebenarnya yang ditopang oleh seabed.
Besar ratio antara panjang free span efektif dan panjang span actual dituliskan
sebagai 𝐿𝑒𝑓𝑓 ⁄𝐿. Nilai rasio 𝐿𝑒𝑓𝑓 ⁄𝐿 mengacu pada DNV-RP-F105.
4,73
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝛽 ≥ 2,7
𝐿𝑒𝑓𝑓 −0,066𝛽2
+ 1,02𝛽 + 0,63
= … … … (2.34)
𝐿 4,73
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘𝛽 < 2,7
{ −0,036𝛽2 + 0,61𝛽 + 1,0
Dengan: 𝐿𝑒𝑓𝑓 = Panjang free span efektif (ft)
L = panjang bentang bebas (ft)
𝛽 = parameter relative stiffness
Nilai 𝛽 diperoleh dari persamaan 2.18
𝐾𝐿4
𝛽 = log10 ( ) … … … … … … … … (2.35)
(1 + 𝐶𝑆𝐹 )𝐸𝐼
Dengan: 𝛽 = parameter relative stiffness
K = Kekakuan tanah vertikal
L = panjang bentang bebas aktual (ft)
CSF = concrete stiffness factor
E = Modulus young elastisitas (psi)
I = Momen inersia (in-lb)
2.10.3. Gaya axial efektif
30
Kekakuan pada pipa bawah laut terdiri dari kekakuan material dan kekakuan
geometris. Nilai kekakuan geometris pipa diatur oleh gaya aksial efektif (S𝑒𝑓𝑓 ). Gaya
aksial efektif adalah gaya aksial dinding baja aktual dengan koreksi untuk efek gaya
eksternal dan gaya internal.
31
q = Beban yang mengenai pipa
Seff = Gaya aksial efektif
Pe = Beban euler buckling
= (1 + 𝐶𝑆𝐹 )𝜋 2 𝐸𝐼/𝐿𝑒𝑓𝑓 2
Leff = Panjang span efektif
C5 = Boundary Conditions Coeffisient
Nilai q mempresentasikan beban pipa, yaitu berat pipa dalam air (pipe submerged
weight) untuk perhitungan arah cross flow. Sedangkan untuk arah in-line yang digunakan
untuk perhitungan adalah gaya drag dan gaya inersia secara horizontal.
Momen bending dinamis adalah momen yang terjadi pada pipa akibat terjadinya
Vortex Induced Vibration (VIV). Momen bending dinamis dapat dihitung dengan
persamaan:
2. 𝐼𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙
𝑀𝑑𝑦𝑛 = 𝜎𝑑𝑦𝑛 . … … … … … … … … … (2.39)
𝐷𝑜 − 𝑡
Dengan : 𝑀𝑑𝑦𝑛 = Momen dinamis
𝜎𝑑𝑦𝑛 = Tegangan dinamis
𝐼𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 = momen inersia pipa
2.10.5. Defleksi statis
Defleksi statik adalah lendutan yang terjadi pada suatu free span pipa akibat beban
static yang bekerja pada pipa, yaitu berat pipa sendiri dari pipa baja untuk arah cross flow
dan gaya hidrodinamika total untuk arah in-line. Pada kasus dimana data mengenai defleksi
tidak ada, maka dalam DNV-RP-F105 diberikan persamaanuntuk menghitungnya.
𝑞. 𝐿𝑒𝑓𝑓 4 1
𝛿 = 𝐶6 . . … … … … … … … … … (2.40)
𝐸𝐼. (1 + 𝐶𝑆𝐹 ) 𝑆𝑒𝑓𝑓
(1 + 𝐶2 . )
𝑃𝑒
Dengan: 𝛿 = defleksi statis
C6 = Boundary Conditions Coeffisient
2.10.6. Frequensi natural
Suatu free span memiliki frekuensi natural sebagai respon dinamik terhadap beban
lingkungan dan operasi yang diterima. Besar frekuensi natural free span bergantung kepada
jenis tanah, jenis perletakan ujung free span, beban yang diterima pipa, jenis material pipa
32
dan gaya yang bekerja pada pipa. Frekuensi natural pipa secara umum dalam DNV-RP-
F105 dituliskan oleh persamaan berikut:
𝐸𝐼 𝑆𝑒𝑓𝑓 𝛿 2
𝑓0 ≈ 𝐶1 . √1 + 𝐶𝑆𝐹√ . (1 + 𝐶2 . + 𝐶3 . ) ) … … … … … … … … … (2.41)
(
𝑚𝑒 𝐿𝑒𝑓𝑓 4 𝑃𝐸 𝐷
33
Secara umum, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah free span
dalam screening fatigue ini. Kriteria screening untuk respon dalam arah in-line adalah:
𝑓0,𝐼𝐿 𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟 𝐿⁄𝐷 𝛾𝐼𝐿
> 𝐼𝐿 . (1 − ). … … … … … … … … … (2.42)
𝛾𝑓 𝑉𝑅.𝑂𝑁𝑆𝐸𝑇 . 𝐷 250 𝑎̅
Dengan: 𝑓0,𝐼𝐿 = frekuensi natural kondisi in line
𝛾𝑓 = Safety factor dalam frekuensi natural
𝛾𝐼𝐿 = Screening factor dalam frekuensi natural
𝑎̅ = Rasio aliran arus
𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟
= max ( )
𝑈𝑤,1 𝑦𝑒𝑎𝑟 +𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟
Analisa fatigue akibat beban gelombang langsung tidak perlu dilakukan apabila
memenuhi persamaan 2.44.
34
𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟 2
> … … … … … … … … … (2.44)
𝑈𝑤,1 𝑦𝑒𝑎𝑟 + 𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟 3
Dengan: 𝑈𝐶,100 𝑦𝑒𝑎𝑟 = kecepatan arus dengan periode ulang 100 tahun
𝑈𝑤,1 𝑦𝑒𝑎𝑟 = Kecepatan signifikan gelombang untuk periode ulang 1 tahun
2.10.8. Fatigue
Fatigue adalah fenomena mengenai kelelahan struktur akibat adanya pembebanan
secara dinamis yang diterima oleh struktur Perhitungan kerusakan fatigue dilakukan
dengan mengacu pada DNV-RP-F105 tentang Free Spanning Pipelines. Dalam DNV-RP-
F105 dijelaskan fenomena fatigue disebabkan oleh pengaruh gelombang dan karena vibrasi
struktur pipa karena adanya pengaruh Vortex Induced Vibration (VIV).
. Fenomena fatigue merupakan bencana bagi suatu struktur lepas pantai maupun
pipa bawah laut, karena dapat menyebabkan umur operasi struktur menurun drastis. Karena
fatigue dapat menyebabkan umur struktur menurun, maka perlu dihitung umur desain
fatigue. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keamanan struktur dalam masa operasi.
Kapasitas umur fatigue dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝐼
𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 = … … … … … … … … … (2.44)
𝑓𝑣 . 𝑆𝑖 𝑚 . 𝑃𝑖
∑( )
𝑎̅
Dengan: 𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 = Kapasitas desain umur fatigue
𝑓𝑣 = frekuensi vibrasi
Si = Tegangan ke i
Pi = Probabilitas dari kejadian untuk i pada siklus
tegangan
Setelah mendapatkan umur desain fatigue maka kita perlu menentukan umur
operasi dari suatu struktur pipa bawah laut. Dalam DNV-RP-F105 diberikan persaman
untuk menentukan umur operasi agar umur operasi tidak melebihi kapasitas desain umur
fatigue.
Ƞ. 𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 > 𝑇𝑒𝑥𝑝𝑜𝑠𝑢𝑟𝑒 … … … … … … … … … (2.45)
Dengan: Ƞ = rasio fatigue damage yang diperbolehkan
𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 = Kapasitas desain umur fatigue
𝑇𝑒𝑥𝑝𝑜𝑠𝑢𝑟𝑒 = Umur kerja pipa
35
Untuk kondisi tegangan tertentu yang fluktuatif dengan amplitudo tegangan yang
bervariasi dalam order acak, besar fatigue damage dapat dihitung dengan metode
Palmgreen-Miner berikut:
𝑛𝑖
𝐷𝑓𝑎𝑡 = ∑ … … … … … … … … … (2.45)
𝑁𝑖
Dengan: 𝐷𝑓𝑎𝑡 = fatigue damage
ni = Jumlah total dari siklus tegangan sesuai dengan Si
Ni = jumlah dari siklus untuk kegagalan pada kisaran tegangan Si
Berdasarkan Dalam DNV-OS-F101 pipa bawah laut dapat dikatan aman dari damage
fatigue apabila memenuhi persamaan berikut
𝐷𝑓𝑎𝑡 . 𝐷𝐹𝐹 ≥ 1 … … … … … … … … … (2.46)
Dengan: DFF = desain fatigue factor
Design fatigue factor adalah faktor keamanan yang diberikan DNV-OS-F101 untuk
membuat nilai fatigue yang terjadi masih dapat ditahan struktur pipa bawah laut. Untuk
nilai DFF dapat dilihat pada tabel 2.10berikut
Tabel 2.10 Design Fatigue Factor (DFF)
Safety class Low Medium High
DFF 3 6 10
2.10.9. Ultimate Limit Strength (ULS)
Analisa untuk kriteria Ultimate Limit Strength merupakan pengecekan batas
(limit) kekuatan pipa terhadap gaya internal maupun gaya eksternal yang bekerja pada pipa.
Analisa yang dilakukan Ultimate Limit Strength berdasarkan DNV-RP-F105 Free
Spanning Pipelines. Sedangkan untuk kriteria ULS dijelaskan dalam DNV-OSF-101
Submarines Pipeline System. Secara umum, kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah free
span dalam pengecekan ULS sebagai berikut
Pipe member subjected to bending moment, effective axial force and
external overpressure
2
𝑆𝑒𝑓𝑓 𝑀𝑑 ∆𝑃𝑑 2 ∆𝑃𝑑 2
𝛾𝑠𝑐 . 𝛾𝑀 . ( ) + 𝛾𝑠𝑐 . 𝛾𝑀 . [ √1 − ( ) ]+( ) ≤ 1 … (2.47)
𝑎𝑐 . 𝑆𝑝 𝑎𝑐 . 𝑀𝑝 𝑎𝑐 . 𝑃𝑏 𝑎𝑐 . 𝑃𝑏
36
𝛾𝑠𝑐 = safety class factor
𝑎c = strain hardening adjustment parameter
Sp = axial plastic limit
= 𝑓𝑦 . 𝜋(𝐷𝑂 − 𝑡). 𝑡
DO = Diameter luar pipa
t = Ketebalan pipa
Md = Design Bending Moment
Mp = Momren Plastic limit
= 𝑓𝑦 . 𝜋. (𝐷𝑂 − 𝑡).2 𝑡
Pc = Pressure collapse
Pipe member subjected to bending moment, effective axial force and
internal overpressure.
2 2
𝑀𝑑 𝑆𝑒𝑓𝑓 𝑃𝑐 2
[𝛾𝑠𝑐 . 𝛾𝑀 . ( ) + 𝛾𝑠𝑐 . 𝛾𝑀 . ( ) ] + [𝛾𝑠𝑐 . 𝛾𝑀 . ( )] ≤ 1 … … … … … … … … (2.48)
𝑎𝑐 . 𝑀𝑝 𝑎𝑐 . 𝑆𝑝 𝑃𝑒
37