Anda di halaman 1dari 502

PROSIDING

Konferensi Regional Teknik Jalan ke 14


KRTJ-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018
Hotel Mercure, Ancol, Jakarta

Tema :
“Jalan, Mobilitas,
Keberlanjutan”

HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA


2018
PROSIDING
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN
KE-14
Jalan, Mobilitas, Keberlanjutan
Ancol, Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dewan Penilai Makalah


Ir. Purnomo
Dr. Didik Rudjito
Dr. Herry Vaza
Prof. Dr. Tri Tjahjono
Prof. Dr. Wimpy Santosa
Biemo W Soemardi, PhD
Ir. Agita Widjajanto, M.Eng.Sc
Ir. Iwan Zarkasi, M.Eng.Sc
Ir. Palgunadi, M.Eng.Sc
Ir. Jani Agustin, M.Sc
Ir. Samsi Gunarta, M.Appl.Sc
Ir. Agus Bari Sailendra, M.Sc

HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA


2018

ii
PROSIDING
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jalan, Mobilitas, keberlanjutan

ISBN :

Dewan Penilai Makalah :


Ir. Purnomo
Dr. Didik Rudjito
Dr. Herry Vaza
Prof. Dr. Tri Tjahjono
Prof. Dr. Wimpy Santosa
Biemo W Soemardi, PhD
Ir. Agita Widjajanto, M.Eng.Sc
Ir. Iwan Zarkasi, M.Eng.Sc
Ir. Palgunadi, M.Eng.Sc
Ir. Jani Agustin, M.Sc
Ir. Samsi Gunarta, M.Appl.Sc
Ir. Agus Bari Sailendra, M.Sc

Editor :
Handiyana Ariephin
Dimas Sigit Dewandaru
Isti Sandita
Septianis Afipah

Cover Design :
Dimas Sigit Dewandaru

Penerbit:
Himpunan Pengembangan Jalan indonesia
Jl. Panglima Polim Raya No.125
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan
Telp. 021-7251864, Fax. 021-7208112
E-mail : dpp_hpji75@yahoo.com

Cetakan Pertama, 28 April 2018


Hak Cipta HPJI

iii
PRAKATA

Dewan Pengurus Pusat HPJI bekerja sama dengan


Dewan Pengurus Daerah HPJI Provinsi DKI Jakarta
menyelenggarakan Konferensi Regional Teknik
Jalan Ke-14 (KRTJ-14) di Jakarta tanggal 16 – 19
April 2018 dengan tema “Jalan, Mobilitas,
Keberlanjutan” yang mengetengahkan masalah
yang terkait dengan keterpaduan sistem
transportasi, kelancaran mobilitas dan
Keberlanjutan konektifitas, sistem logistik nasional
yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.

Konferensi Teknik Jalan ini merupakan salah satu program kegiatan asosiasi di
bidang jalan yang secara rutin dilaksanakan dengan maksud untuk ajang
bertukar pikiran, meng-update pengetahuan tentang teknologi baru, berbagi
pengalaman sesama anggota dan pembahasan terkait isu-isu terkini tentang
infrastruktur jalan.

KRTJ-14 ini diharapkan akan mampu menjaring pemikiran para insinyur-


insinyur teknik jalan dalam menuangkan ide, inovasi untuk pengembangan dan
memajukan teknologi jalan di Indonesia. Pada kesempatan KRTJ-14 ini, saya
mengharapkan peran serta semua unsur pemangku kepentingan yang terkait
jalan untuk dapat berpartisipasi dalam rangka mewujudkan jaringan jalan yang
kita harapkan.

IR. HEDIYANTO W HUSAINI


KETUA UMUM HPJI

iv
DAFTAR ISI

Halaman Depan ……...……………………………………………………………….. ii


Redaksi ………………………….……………………………………………………... iii
Prakata …………………………………………………………………………………. iv

T-1 KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN


Efisiensi Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Kasus : Pilot Project Provincial Road
Improvement & Maintenance di Nusa Tenggara Barat; Agita Widjajanto,
Dedy Gunawan, Muhammad Mirza Ariestantiyo ............................................................ 1

Kajian kelayakan investasi Pembangunan Jalan Tol Berdasarkan tarif tol dengan
pendekatan BKBOK dan ATP/WTP (Studi Kasus Tol Soreang-Pasirkoja);
Antono Damayanto, Hari Danurendra, S.B, Hagai Armando ........................................... 6

Perbandingan Biaya Penanganan Jalan Nasional Berdasarkan Analisis Nilai Kerataan


Permukaan dan Nilai Lendutan; David Marhutala Samosir, AgusTaufik Mulyono .......... 13

Persiapan Program Preservasi Fund di Indonesia; Tiopan Henry M Gultom,


Ofyar Z Tamin, Ade Sjafruddin, Pradono ......................................................................... 20

Pembiayaan Inovatif : Skema Availability Payment pada Pengusahaan Jalan Tol Serang -
Panimbang Seksi Cileles – Panimbang ; Slamet Muljono................................................... 29

Kajian Kelayakan Pendanaan Pembangunan Tempat Istirahat pada Jalan umum Melalui
Corporate Social Responsibility; Hendra Hendrawan, Harlan Pangihutan ...................... 33

Kebijakan Pemeringkatan Pada Sertifikasi Hasil Uji Laik Fungsi Jalan Nasional;
Agus Bari Sailendra .......................................................................................................... 43

Penanganan Prasarana Jalan Secara Bertahap : Upaya Mengoptimalkan Dana yang


Terbatas; Fredrik Allo, Piter D. Rebo ............................................................................. 51

Inovasi Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Jalan dengan Penggunaan Skema


Pendanaan KPBU-AP; Triono Junoasmono, Ph.D ............................................................ 61

Proses Penetapan Fungsi dan Status Jalan Daerah; Slamet Muljono, Dedy Gunawan..... 77

v
T-2 BAHAN DAN PERKERASAN

Analisis Penggunaan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Sebagai Bahan Campuran


Beraspal Panas Tipe Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC) Dengan Menggunakan
Fly Ash; Ratna Handayani ................................................................................................. 82

Pengaruh Susunan Gradasi Pada Campuran Beraspal Panas; Sutoyo ………………..…...……. 92

Strategi Membuat Campuran Aspal Dingin Yang Sukses; Alfa Febriyanto, Sutoyo ......... 98

Menempatkan lapis pondasi aspal (AC-Base) sebagai lapis permukaan pada jalur
lalu-lintas berat dan padat adalah alternative cerdas untuk memaksimalkan pelayanan
konstruksi perkerasan jenis lentur (flexible pavement); Sukamto, Sutoyo ……………………. 104

Pengaruh Material Semen pada Kinerja Campuran Daur Ulang Lapis Pondasi
Perkerasan Jalan; J.E. Waani, E. Lintong .......................................................................... 108

Potensi Pengaruh Beban Overloading Terhadap Perkerasan (Studi Kasus : Jalan Raya
Lubuk Pakam, Sumatera Utara); Zulkarnain A Muis, Victor Gangga Sinaga, Burhan
Batubara, dan Sahri Dani ................................................................................................. 117

Perpetual Pavement dan Aspal Karet; Yogi Indra P, Lisminto S, M. Yusuf ....................... 131

T-3 STRUKTUR
Analisa Dinamik Beban Berjalan Dengan Variasi Kecepatan Pada Jembatan Jalan Raya
Yang Menyatu Dengan Jalur Kereta; Ariono Dhanisworo Indra Budhi ............................ 146

Pengaruh Hujan Pada Stabilitas Lereng Di Jalan Tol Gempol – Pandaan;


Dewi Atikah, Pitojo Tri Juwono, Andre Primantyo Hendrawan ...................................... 154

Pengaruh Getaran Kendaraan dan Variasi Jarak Terhadap Kerusakan Bangunan;


Asep Sunandar, Sri Yeni Mulyani ...................................................................................... 163

Penggunaan Self Compacting Concrete Sebagai Implementasi Green Concrete pada


Proyek Jembatan Teluk Kendari; Armen Adekristi, Dian Agustian, Indah Herning Suari. 169

Penanganan Longsoran jalan dengan perkuatan Tiang bor Cijelag - Sumedang


KM. BDG 65 +100 menggunakan pendekatan Metode Elemen Hingga;
Hamdhan Indra Noer Gutom, Heru Judi Holomoan, Pratiwi, Desti Santi........................ 176

Permasalahan Keruntuhan AbutmenT Jembatan pada morfologi pegunungan dan kriteria


dalam perencanaan untuk Peningkatan Stabilitasnya; Eddie Sunaryo Munarto,
Diah Affandi, Hary Laksmanto .......................................................................................... 181

Penyelidikan Kerusakan Jembatan Akibat Gerusan Aliran Air; N. Retno Setiati ,


Elis Kurniawati................................................................................................................... 187
vi
Consolidation Impacts on Deformation and Safety Factors of Manado Ring Road
Embankment with Material Model Soft Soil and Mohr-Coulomb; O.B.A Sompie, A.L.E
Rumayar, T. Ilyas, B.I. Setiawan, Indarto ......................................................................... 200

T-4 PELAKSANAAN/TEKNOLOGI KONSTRUKSI


Perbaikan Tanah Lunak Metoda Soil Preloading dan Vaccum Preloading Pada Jalan Tol
Trans Sumatera Ruas Pemarang Panggang - Kayu Agung di Sumatera Selatan;
Wahyu P. Kuswanda …..…………………………………………………………..………………………….……... 209

Penerapan Spesifikasi khusus Interm PVD, PHD dan Instrumen Geoteknik pada
Perbaikan Tanah Pembangunan Jalan Akses Pelabuhan Trisakti di Kalimantan Selatan;
Wahyu P. Kuswanda ........................................................................................................ 217

Mendorong Implementasi Konstruksi Berkelanjutan (Studi Kasus 12 Proyek Jalan Hijau);


Greece Maria Lawalata ……………………………….……………………………………..……………………... 225

Analisa Penanggulangan Volcanic Breccia dan Countermeasuresnya; Wida Nurfaida .... 234

Penanganan Longsoran (Studi Kasus:Kebun Kopi, Sulawesi Tengah); Rozaidil Ridwan,


David E. Pasaribu ............................................................................................................... 245

Transformasi Unit Asphalt Mixing Plant (AMP) dalam kurun 2 bulan dan Strategi Produksi
Hotmix; Saga Hayyu Suyanto Putra .................................................................................. 265

Evaluasi Pelaksanaan Preservasi Jalan dan Jembatan Secara Long Segment di Provinsi
Sumetera Utara dan Provinsi Riau; Paul Ames Halomoan; Elvi Roza; Sriono; Agus Taufik
Mulyono ............................................................................................................................ 272

Evaluasi Pelaksanaan Preservasi Jalan dan Jembatan Secara Long Segment di Provinsi
Sumetera Utara dan Provinsi Riau Jawa Timur dan Provinsi Bali; I Ketut Darmawahana,
Budi Harimawan, Nusakti Yasa Wedha, Agus Taufik Mulyono ........................................ 286

Identifikasi Serta Pengalaman Praktis Penanganan Kelongsoran Badan Jalan pada Tanah
Problematik (Clay-Shales); Muhrozi, S.P.R. Wardani & Kresno Wikan S........................... 299

T-5 KEANDALAN DAN EFEKTIFITAS JARINGAN JALAN


Manajemen Kecepatan Lalu Lintas di Jalur Pantura Wilayah Jawa Timur;
Dian Novitasari, Siti Malkhamah …….…..…………………………………………..…………..………….…. 311

Pemanfaatan Aplikasi Jalan Kita (JaKi) untuk Pengukuran Performa Penyelenggara


Jalan; Dimas Sigit Dewandaru, Nazib Faizal ..................................................................... 318

vii
Dampak Pembangunan Jalan Alternatif Terhadap Investasi Infrastruktur Jalan
Tol Manado Bitung; Semuel Y. R. Rompis dan Audie L. E. Rumayar ............................... 325

Efektifitas Pengoperasian Konstruksi Jalan Underpass dalam Mengurangi Kemacetan


Lalu Lintas di Simpang Bandara Makassar; Isran Ramli, Muralia Hustim ........................ 333

Peran Infrastuktur Transportasi dalam Menunjang Kegiatan Asian Games Ke-18


Tahun 2018 di Palembang; Zamharir Basuni..................................................................... 343

Penggunaan Teknologi Drone untuk Pekerjaan Integritas Struktur dan Inventarisasi


Kerusakan pada Jembatan; Andi Taufan Marimba, I Kayan Sutrisna............................... 348

Infrastuktur Jalan di Kawasan Perbatasan Kalimantan; Refly Tangkere, Asep Syarif


Hidayat .............................................................................................................................. 357

T-6 TRANSPORTASI, LALU LINTAS, LINGKUNGAN DAN


KESELAMATAN JALAN
Pemodelan Polusi Akibat Arus Lalu Lintas di Kota Manado; Theo Kurniawan Sendow,
Audie L. E. Rumayar .......................................................................................................... 387

Evaluasi Efektivitas Penyediaan Lajur Sepede Pada Jalan Perkotaan (Studi Kasus
Jalan Asia Afrika Kota Bandung Jawa Barat Indonesia); Hendra Hendrawan, Sri Amelia.. 396

Sistem Drainase Jalan Nasional Pantura Indonesia; Gugun Gunawan, Agus Solihin......... 406

Kebijakan Pelayanan Publik Pada Pengellaan Tempat Istirahat Jalan Tol untuk
Mendukung Pembangunan Eknomi Wilayah; Parbowo .................................................... 412

Pemodelan Kepuasan Pergerakan Pejalan Kaki Jalur Pedestrian Berdasarkan Umur di


Manado Menggunakan Partial Least Square (PLS); Lucia I.R. Lefrandt............................. 422

Green Construction – Sustainable Urban Construction; Herry Vaza, Natalia Tanan ....... 431

Pengaruh Kecepatan Terhadap Nilai Star Rating Jalan dan Korban Kecelakaan
yang Dapat Dicegah pada Ruas Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Cipularang);
Muhammad Idris............................................................................................................... 442

Implementasi Skenario Penanganan Kemacetan di Gerbang Tol Cikunir 2 Menggunakan


Mikrosimulator Lalu Lintas VISSIM; Taufik S. Sumardi, Satria A. Ramadhan, Anjang
Nugroho............................................................................................................................. 454

Penanganan Jangka Pendek Kecelakaan Lalu Lintas di Tanjakan Emen, Subang;


Handiyana, Anjang Nugroho ............................................................................................. 464

viii
Evaluasi Tingkat Kepentingan dan Penerapan Standar Mutu Dalam Pelaksanaan
Konstruksi Jalan di Jawa Tengah dan DIY; Hery Marzuki, Aidhil Fikri,
Jodi Pujiadi Hutomo, Agus Taufik Mulyono...................................................................... 470

Analisis Bobot Pengaruh Multi Kriteria Terhadap Penentuan Prioritas Pembangunan


Jalan Nasional di Pulau Kalimantan; Slamet Rasidi, Andriyani Sartika, Putra Abu Sandra,
Agus Taufik Mulyono......................................................................................................... 484

ix
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EFISIENSI PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH


STUDI KASUS: PILOT PROJECT PROVINCIAL ROAD
IMPROVEMENT & MAINTENANCE DI NUSA TENGGARA
BARAT

Agita Widjajanto, ST, M.Sc.1, Dedy Gunawan, ST, M.Sc.1, and Muh. Mirza Ariestantiyo, ST 2
1
Subdit Bimbingan Teknik Jalan Daerah , Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR
E-mail: bimtekjd@yahoo.co.id
2
Subdit Bimbingan Teknik Jalan Daerah , Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR
E-mail:muhammadmirzaaries@gmail.com

Jalan merupakan salah satu infrastruktur dasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu
wilayah. Wewenang penyelenggaraan jalan di Indonesia diserahkan kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
jalan nasional. Sedangkan penyelenggaraan jalan provinsi/kabupaten/kota (jalan daerah) diserahkan kepada
pemerintah daerah masing-masing. Berdasarkan data kementerian PU tahun 2014, kemantapan jalan nasional
sudah mencapai 94% namun kemantapan jalan provinsi masih 70.90% dan jalan kabupaten/kota masih 59.40%.
Kondisi tersebut menyebabkanp pemerintah pusat meningkatkan alokasi dana transfer, berupa Dana Alokasi
Khusus (DAK), hingga tiga kali lipat selama 3 tahun ini. Namun kondisi jalan daerah masih sama seperti
sebelumnya, walaupun alokasi anggaran untuk hal tersebut sudah ditingkatkan. Oleh karena itu Kementerian
PUPR bekerja sama dengan Pemerintah Australia dalam bentuk Pilot Project Provincial Road Improvement and
Maintenance (PRIM) di Nusa tenggara Barat. Melalui pilot project ini, Kementerian PUPR bersuha mengubah
pola piker penyelenggara jalan daerah dalam hal penanganan jalan dan tata kelola dalam penyelenggaraan jalan.
Program PRIM ini berhasil meningkatkan kemantapan jalan provinsi NTB yang semula 61,8% mantap menjadi
72,1% mantap dalam waktu tiga tahun. Makalah ini akan membahas perbandingan antara skema Program PRIM
dengan skema dana transfer dari pusat ke daerah yang sudah dijalankan sekarang, dari tahap penyusunan
program hingga tahap monitoring dan evaluasi.

Kata kunci: Jalan Daerah, Kemantapan Jalan, Kementerian PUPR, Pilot Project, PRIM.

I. PENDAHULUAN provinsi/kabupaten/kota) adalah sebesar 416.734


km. Dari data panjang jalan tersebut dapat terlihat
Jalan dibagi menjadi lima kategori jika dilihat bahwa sebagian besar, yaitu lebih dari 90%, dari
berdasarkan statusnya, yaitu jalan nasional, jalan total panjang jalan dari seluruh jaringan jalan yang
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan ada di Indonesia adalah jalan daerah. Namun
desa. Pembagian berdasarkan status tersebut kondisi kemantapan jalan daerah masih jauh
menjadi dasar dalam pembagian tanggung jawab tertinggal jika dibandingkan dengan jalan nasional.
dalam menyelenggarakan jalan tersebut sesuai Pada tahun 2016 kemantapan jalan nasional sudah
dengan statusnya. Berdasarkan Undang-Undang mencapai kurang lebih 90%, sedangkan
Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, kewenangan kemantapan jalan provinsi masih berada di kisaran
dalam penyelenggaraan jalan nasional diberikan 69% dan kemantapan jalan kabupaten/kota masih
kepada Pemerintah Pusat. Kewenangan dalam sebesar 59%. Padahal jumlah transfer daerah dari
penyelenggaraan jalan provinsi diberikan kepada pusat untuk daerah yang berupa Dana Alokasi
pemerintah daerah provinsi, jalan kota diberikan Khusus (DAK) sudah cukup besar, yaitu Rp 48
kepada pemerintah kota, dan jalan kabupaten serta triliun, hampir tiga kali lipat jika dibandingkan
jalan desa diberikan kepada pemerintah kabupaten. dengan DAK pada tahun 2015 dan delapan kali
lipat jika dibandingkan dengan DAK tahun 2014,
Berdasarkan data Kementerian PUPR tahun namun belum ada perubahan yang berarti pada
2015, panjang jalan nasional adalah 47.017 km, kemantapan jalan daerah.
sedangkan jalan daerah (jalan

1
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Ada beberapa penyebab kondisi jalan daerah Tabel 2 Sertifikasi tenaga kerja konstruksi
masih rendah walaupun DAK sudah dinaikkan
beberapa kali lipat, yaitu:
1. Konektivitas
a. Kurangnya integrasi perencanaan antar
jaringan jalan;
b. Belum ada rencana umum jaringan jalan
daerah tiap provinsi/kabupaten/kota;
c. Penetapan status dan rencana penanganan
tidak memperhatikan fungsi jalan dan Tabel 3 Tingkat pendidikan tenaga kerja
panjangnya dapat berubah dalam kurun waktu konstruksi
kurang dari 5 tahun (tidak sesuai dengan
peraturan perundangan); dan
d. Land use di sepanjang koridor jalan banyak
yang tidak sesuai dengan standar/spesifikasi
fungsi jalan.
2. Tata Kelola
a. Kurangnya persiapan proyek mulai dari
perencanaan, pemrograman, penganggaran
dan pelaksanaan pekerjaan;
b. Kualitas SDM (Staf DPU) yang rendah;
c. Pengawasan publik sangat kurang;
d. Sistem pemaketan yang kecil;
e. Kurangnya keakuratan data dan keterbatasan
peralatan/sistem untuk perencanaan; dan Oleh karena itu Kementerian Pekerjaan Umum
f. Ditjen Bina Marga belum mempunyai data dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat
panjang dan kondisi jalan daerah yang akurat Jenderal Bina Marga bekerja sama dengan
dan transparan. Pemerintah Autralia melalui Department of
3. Kualitas Pekerjaan Foreign Affairs and Trade (DFAT) dalam
a. Kualitas konstruksi yang buruk; melaksanakan Pilot Project Provincial Road
b. Prasarana jalan mengalami kerusakan dini; Improvement and Maintenance (PRIM) di Nusa
c. Kurangnya pemeliharaan jalan rutin dan Tenggara Barat. Program PRIM bertujuan untuk
sering dibaikan dan daerah lebih meningkatkan tata kelola, kualitas, dan nilai
mengutamakan pekerjaan rekonstruksi/jalan ekonomi yang sepadan (value-for-money) untuk
baru; dan pemeliharaan jalan daerah. Hasil yang diharapkan
d. Kurangnya perhatian terhadap off carriageway dari pelaksanaan Program PRIM ini adalah:
(bahu, drainase, lereng, safety).
4. Pendanaan 1. Peningkatan tata kelola yang berkelanjutan;
a. Rata-rata APBD hanya menganggarkan 10- 2. Perencanaan dan penganggaran yang rasional;
15% untuk penyelenggaraan jalan; dan 3. Peningkatan kualitas pekerjaan konsultan dan
b. Terbatasnya dana untuk survey dan kontraktor lokal;
perencanaan jalan. 4. Hasil pemeliharaan jalan provinsi yang lebih
baik;
Selain itu juga, penyebab dari buruknya 5. Sumber Daya Manusia (Staf DPU, konsultan
kondisi jalan daerah adalah kapasitas industri dan kontraktor) yang terlatih;
konstruksi di Indonesia. Sebagian besar dari 6. Transparansi melalui keterlibatan Pengawasan
penyedia jasa di dalam bidang konstruksi masih publik (Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
berada pada klasifikasi kecil, dengan mayoritas - FLLAJ).
pekerjanya merupakan tenaga tidak terampil dan
belum terserfikasi. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
Tabel 1 Kualifikasi badan usaha konstruksi jalan daerah, baik Dinas Pekerjaan Umum/Bina
Marga,Bappeda, Penyedia Jasa, maupun akademisi.
Makalah ini dapat memberikan informasi mengenai
penyelenggaraan jalan daerah yang sesuai dengan
sebagaimana seharusnya secara tata kelola maupun
teknis. Pada penelitian sebelumnya telah dibahas

2
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

mengenai skema pendanaan yang digunakan dalam g. Penyampaian surat usulan nama daerah
PRIM dapat mempengaruhi kemantapan dan tata calon penerima hibah dan rincian jumlah
kelola jalan daerah. dana hibah.
h. Penetapan daerah penerima program hibah
II. METODOLOGI melalui penerbitan Surat Penetapan
Provincial Road Improvements & Maintenance Penerusan Hibah (SPPH)
(PRIM) menggunakan mekanisme yang berbeda i. Penyusunan dan Penandatanganan
jika dibandingkan dengan skema bantuan dana Perjanjian Penerusan Hibah (PPH).
pusat ke daerah lainnya. PRIM menggunakan 2. Tahap Pelaksanaan
mekanisme reimbursement, dimana pemerintah Tahap pelaksanaan Program PRIM di tingkat pusat
daerah harus melakukan pre-financing terlebih adalah sebagai berikut:
dahulu. Pemerintah daerah akan mendapatkan a. Melaksanakan kegiatan monitoring dan
reimbursement setelah pekerjaan fisik telah selesai evaluasi secara berkala.
dan sudah dilakukan verifikasi oleh tim verifikator b. Melaksanakan verifikasi berdasarkan
yang telah ditunjuk sebelumnya. Total permintaan dari Pemda atas pencapaian
reimbursement yang dapat diberikan kepada hasil kegiatan.
pemerintah daerah adalah setinggi-tingginya 40% c. Penerbitan Surat Rekomendasi Teknis atas
dari nilai yang dapat dipertanggungjawabkan hasil verifikasi yang disampaikan kepada
berdasarkan hasil verifikasi atau dengan batas Pemda dan DJPK.
maksimum sebagaimana tercantum dalam Surat Tahap Pelaksanaan Program PRIM di tingkat
Persetujuan Penerusan Hibah (SPPH) yang daerah adalah sebagai berikut:
diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Dalam a. Penyiapan dokumen Detail Engineering
melakukan pencairan dana hibah kepada Design (DED) dan dokumen pengadaan
pemerintah daerah berdasarkan output dengan barang dan jasa.
mengacu kepada Reference Unit Cost (RUC) yang b. Penyusunan rencana anggaran tahunan
tercantum dalam Project Management Manual (DPA APBD) sesuai dengan rencana
(PMM) untuk setiap output yang dinyatakan penerimaan dana hibah.
memenuhi syarat. Sedangkan dana bantuan dari c. Proses pengadaan barang dan jasa.
pusat ke daerah yang lain seperti Dana Alokasi d. Pelaksanaan kegiatan fisik dan non fisik.
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) e. Pelaksanaan pengawasan, kegiatan
melakukan pencairan dana bantuan setelah data monitoring, dan evaluasi secara berkala.
teknis serta dokumen perencanaan dan f. Permintaan verifikasi atas pencapaian hasil
pemrograman selesai di verifikasi, setelah itu tidak kegiatan fisik dan non fisik kepada Tim
ada pengawasan lebih lanjut terhadap penggunaan Teknis DJBM.
dana tersebut. Yang membedakan Program PRIM dengan
Berikut ini adalah tahapan dari Program PRIM skema penyelenggaraan jalan yang lain adalah
mulai dari tahap persiapan hingga tahap adanya tahap verifikasi pekerjaan yang dilakukan
pelaksanaan. oleh Tim Teknis yang dibantu oleh Program
1. Tahap Persiapan Management Consultant (PMC). Verifikasi
Tahap persiapan program hibah dilaksanakan baik pekerjaan akan dilaksanakan setelah pekerjaan fisik
di Tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah. Tahap telah diselesaikan oleh pemda dan pemda
Persiapan untuk Program PRIM: mengajukan permohonan verifikasi kepada tim
a. Penentuan kriteria dan pendataan Daerah teknis. Tim teknis terdiri dari beberapa unsur dari
calon penerima hibah. beberapa Kementerian/Lembaga, yaitu
b. Sosialisasi Program Hibah Jalan Provinsi Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan,
dan kemungkinan dapat diperluas ke Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian
Kabupaten/Kota. PPN/Bappenas. Setelah verifikasi telah dilakukan,
c. Pembentukan Tim Teknis DJBM. tim teknis beserta PMC menyusun laporan
d. Penyusunan PMM. verifikasi yang kemudian akan diberikan kepada
e. Penyampaian surat minat dan usulan Ditjen Perimbangan Keuangan di Kementerian
program dari Pemda kepada DJBM dengan Keuangan untuk dilakukan disbursement dana
tembusan kepada Deputi Sarana dan hibah yang sesuai dengan hasil verifikasi tim
Prasarana Bappenas dan DJPK Kementerian teknis.
Keuangan.
f. Penilaian terhadap daerah yang layak
sebagai penerima hibah dengan kriteria dan
kinerja daerah.

3
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

III. HASIL PENERAPAN PROGRAM Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa
PRIM kemantapan jalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
terus meningkat walaupun alokasi anggaran untuk
penyelenggaraan jalan tidak selalu meningkat,
Program PRIM telah berjalan di Provinsi Nusa
bahkan pernah turun secara drastis pada tahun
Tenggara Barat dari tahun 2013. Pencairan dana
2014. Hal itu menunjukkan bahwa
telah dilakukan sebanyak 6 tahapan. Berikut ini
penyelenggaraan jalan yang dikelola dengan baik
adalah pencairan dana hibah yang pernah dilakukan
dapat meningkatkan kemantapan jalan dengan dana
oleh program PRIM.
yang lebih efisien. Selain itu, pemeliharaan rutin
Tabel 4 Pencairan dana hibah Program PRIM
harus menjadi prioritas utama dibandingkan dengan
pekerjaan lain agar kemantapan jalan yang sudah
ada tetap terjaga. Keterlibatan publik juga menjadi
bagian yang penting dalam efisiensi
penyelenggaraan jalan daerah, penyelenggara jalan
akan sangat terbantu dalam hal pengawasan
terhadap pekerjaan penyedia jasa, baik saat
konstruksi maupun paska konstruksi. Program
PRIM meningkatkan keterlibatan publik dalam
pengawasan jalan melalui Forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (FLLAJ). Anggota FLLAJ di
Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak hanya dari
stake holder jalan saja, namun juga dari masyarakat
umum dengan proporsi 50:50. Berikut ini adalah
pengalokasian DAK dari tahun 2010-2017.
Berikut ini adalah perbandingan antara
kemantapan jalan dan alokasi anggaran untuk jalan
provinsi NTB tahun 2010 hingga tahun 2017.

Tabel 5 Alokasi Anggaran untuk Jalan Provinsi NTB

Gambar 2 Alokasi DAK tahun 2010-2017

Dapat dilihat dari grafik di atas, DAK pada


tahun 2015 dan 2016 meningkat secara drastis
namun kemantapan jalan dari jalan daerah masih
stagnan bahkan cenderung menurun. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terjadi in-efisiensi dalam
penggunaan DAK sehingga walaupun terjadi
peningkatan yang cukup tinggi dalam alokasi DAK
dari pusat, kemantapan jalan daerah tidak
mengalami peningkatan yang signifikan.

Gambar 1 Kemantapan Jalan dan Alokasi Anggaran


untuk Jalan Provinsi NTB Tahun 2010-2017

4
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

menghabiskan anggaran untuk belanja


pegawai.
h. Quality assurance pada 6 tahap, yaitu:
perencanaan, pemrograman, pengalokasian
APBD, verifikasi, reimbursement, dan audit.
i. Penerapan kontrak multi years dan long
segment
2. Non-PRIM
a. Perencanaan dan pengalokasian dana tidak
berdasarkan alat yang memadai
b. Pemilihan program prioritas berdasarkan
Gambar 3 Jalan Provinsi NTB sebelum Program PRIM kriteria yang subjektif
c. Pekerjaan pemeliharaan jalan tidak
diperhatikan, lebih memprioritaskan
konstruksi jalan dan rekonstruksi
d. Hanya fokus pada pekerjaan perkerasan
jalan
e. Transparansi data yang kurang terjamin
f. Quality assurance pada 3 tahap, yaitu:
perencanaan, pemrograman, pengalokasian
APBD dan audit
g. Kontrak tahunan dan short segment

V. KESIMPULAN
Gambar 4 Jalan Provinsi NTB setelah Program PRIM
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya,
IV. PERBANDINGAN PROGRAM dapat disimpulkan bahwa Program PRIM dapat
PRIM DENGAN NON-PRIM meningkatkan efisiensi dan value-for-money dalam
penyelenggaraan jalan daerah. Beberapa perubahan
yang dilakukan di Program PRIM agar dapat
Dana transfer ke daerah merupakan salah satu
meningkatkan efisiensi penyelenggaraan jalan
instrumen Pemerintah Pusat dalam memberikan
daerah adalah pemeliharaan rutin harus menjadi
bantuan kepada Pemerintah Daerah. Salah satu
prioritas, meningkatkan keterlibatan publik melalui
contoh dari dana tranfer ke daerah tersebut adalah
FLLAJ, verifikasi setelah pekerjaan selesai
DAK yang telah berjalan dari tahun 2004 hingga
dilaksanakan, dan penerapan long segment
sekarang, namun dana tersebut belum dapat
contract.
meningkatkan kemantapan jalan secara signifikan.
Langkah yang harus dilakukan selanjutnya
Berikut ini adalah perbandingan antara Program
adalah bagaimana cara untuk dapat menerapkan
PRIM dengan Dana Transfer ke daerah non-PRIM.
pola pikir tersebut di daerah lain sehingga target
1. Program PRIM
kemantapan jalan daerah tahun 2019 dapat tercapai.
a. Perencanaan dan pengalokasian dana
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana
berdasarkan software pemrograman yaitu
Kementerian PUPR dapat menerapkan sistem yang
Provincial Road Management Sysrem.
dianut oleh Program PRIM ke 34 provinsi dan 541
b. Pemilihan program prioritas berdasarkan
kabupaten/kota di Indonesia. Kementerian PUPR
kriteria yang objektif
harus dapat membuat sistem verifikasi yang lebih
c. Pekerjaan pemeliharaan rutin menjadi
sederhana, sistem kelembagaan di pusat yang lebih
prioritas utama, dan prioritas selanjutnya
baik karena harus mengawasi 34 provinsi dan 541
adalah pemeliharaan berkala, rehabilitasi,
kabupaten/kota, dan meningkatkan keterlibatan
dan peningkatan jalan
publik melalui FLLAJ di daerah.
d. Lingkup pekerjaan meliputi perkerasan
jalan, bahu jalan, saluran drainase, goong-
gorong, marka jalan, dan lain-lain DAFTAR PUSTAKA
e. Transparansi data lebih terjamin Ditjen Bina Marga, 2016, Manual Manajemen
f. Pemerintah daerah harus melakukan pre- Proyek Amandemen 4, Jakarta: Ditjen Bina Marga.
financing terlebih dahulu IndII, 2017, 2017 Extension Program Milestone 4:
g. Sistem pre-financing akan membebani PIUC Lessons Learned 2013-2015, Jakarta: IndII
pemerintah daerah yang banyak IndII, 2017, Peer Review, Jakarta: IndII.

5
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KAJIAN KELAYAKAN INVESTASI PEMBANGUNAN JALAN TOL


BERDASARKAN TARIF TOL DENGAN PENDEKATAN
BKBOK DAN ATP/WTP.
(STUDI KASUS: TOL SOREANG – PASIR KOJA)
Antono Damayanto 1, Hari Danurendra S.B 2, dan Hagai Armando 3
1
Dosen Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi - Indonesia
E-mail: antono@ymail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi - Indonesia
E-mail: harrydanurrendra@gmail.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi - Indonesia
E-mail: hagaiarmandon@gmail.com

Abstrak. Jalan tol berperan sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan sosial. Pengguna jalan tol
dikenakan tarif berdasarkan golongan kendaraan dan jarak. Pembangunan jalan Tol terus berlanjut dan dipilih
rute yang memenuhi kelayakan investasi, menguntungkan pemerintah dan investor. Jalan Tol Soreang – Pasir
Koja merupakan salah satu jalan Tol penting berdasarkan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan analisis kelayakan jalan Tol Soreang – Pasir Koja, terkait dengan biaya investasi konstruksi
dan tarif tol. Tarif tol harus layak secara ekonomi dan terjangkau masyarakat, serta menguntungkan investor.
Metodologi penentuan tarif Tol adalah metoda BKBOK, ATP (ability to pay) dan WTP (willingness to pay).
Sedangkan kelayakan investasi menggunakan metoda Net Present Value, Internal Rate of Return,
Profitability Index, dan Payback Period. Hasil penelitian menunjukkan tarif Tol berdasarkan BKBOK,
menurut Jasa Marga Rp. 958/km, PCI Rp. 689,65/Km dan jalan tol Padaleunyi Rp 639/Km. Tarif tol
berdasarkan ATP adalah Rp. 452,67/Km dan WTP adalah Rp. 329,21/Km. Kelayakan investasi berdasarkan
tarif tol resmi, didapat NPV Rp. 2.032.151.991.127, IRR 10,75%, PI 5,5 dan Payback Period 18,6 tahun,
maka investasi dinyatakan layak. Kelayakan investasi berdasarkan tarif Tol pada 70% BKBOK dan 50%
ATP, investasi dinyatakan layak, sedangkan tarif Tol pada 50% WTP, investasi dinyatakan tidak layak.

Kata Kunci: Tarif Tol, BKBOK, ATP / WTP, Kelayakan investasi.

Abstract. The toll road plays a role as driving wheel of economic and social growth. Toll roads users are
charged based on vehicle class and distance. Toll roads construction is continuing and route must meets the
invesment feasibility, and benefits to the government and investors. Soreang-Pasir Koja Toll Road is one of
the important toll roads based on community needs. This research purpose is to analyze Soreang-Pasir Koja
Toll Road feasibility, related to construction investment cost and toll tariff. Toll tariff must be economically
and affordable to the public, as well as benefit to investors. Toll Tariff methodology is BKBOK, ATP (ability
to pay) and WTP (willingness to pay). Investment feasibility methology is Net Present Value, Internal Rate
of Return, Profitability Index and Payback Period. The research result: the tariff based on BKBOK, according
to Jasa Marga Rp.958/km, PCI Rp.689,65/Km and Padaleunyi Toll Road Rp.639/Km. Toll tariff based on
ATP is Rp.452,67/ Km and WTP is Rp.329,21/Km. The investment feasibility based on official toll tariff,
NPV Rp.2.032.151.991.127, IRR 10,75%, PI 5,5 and Payback Period 18,6 years, the investment is feasible.
Based on toll tariff at 70%BKBOK and 50%ATP, the investment is feasible, while the toll tariff at 50%WTP,
investment is unfeasible.

Keywords: Toll Tariff, BKBOK, ATP / WTP, Investment Feasibility

6
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN  Kajian tarif dilakukan dengan mengasumsikan tol


Soreang – Pasir Koja selama masa konsesi.
A. Latar Belakang  Tarif tol disajikan berdasarkan klasifikasi kendaraan
Jalan tol sebagai prasarana transportasi memiliki peran yang mengacu pada standar Dinas Pekerjaan Umum
sangat penting dalam pendukung ketahanan suatu negara, (lima golongan), namun untuk beberapa analisis
diantaranya adalah bidang ekonomi. Jalan tol (di digunakan klasifikasi kendaraan metode PCI/Jasa
Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) Marga (tiga golongan) yang kemudian akan
adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan dikonversi kembali ke standar PU.
bersumbu lebih dari dua (mobil, bus, truk) dan bertujuan
 Tarif tol dianggap sebagai satu-satunya sumber
untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari satu
pendapatan dari jalan tol tersebut, sumber pendapatan
tempat ke tempat lain (Wikipedia, 2017)
lain diabaikan.
Jalan tol merupakan solusi strategis yang menawarkan
 Pengaruh damage factor akibat beban kendaraan berat
kelebihan bebas hambatan, bebas dari gangguan
dalam penentuan tarif diabaikan. Perhitungan tarif
perkembangan sisi jalan yang terbatas, pengurangan
ditekankan pada kendaraan golongan I sebagai
waktu tempuh, penghematan biaya operasi kendaraan,
patokan dasar dan tarif kendaraan berat (golongan
sehingga memperlancar arus lalu lintas dan akhirnya
seterusnya) hanya dihitung dari rasio ekuivalen
menciptakan efisiensi dan mampu memacu pertumbuhan
penumpang (emp) sebagai faktor kompensasi
ekonomi suatu wilayah.
pemakaian ruang jalan,
Walaupun fungsinya sangat penting, perkembangan
jalan tol di Indonesia masih tertinggal dibandingkan  Tahun dasar kajian tarif jalan tol adalah tahun 2016.
negara lain. Malaysia yang mulai membangun jalan tol  Masa konsesi ditetapkan selama 45 tahun dimulai dari
tahun 1980-an, pada saat ini sudah memiliki jalan tol penandatanganan PPJT tahun 2017 hingga 2062, masa
sepanjang 3.000 km. Negara Cina baru mengawali konsesi ini pula dapat ditetapkan sebagai kerangka
pembangunan jalan tol pada tahun 1990, namun saat ini periode waktu analisis.
telah memiliki jalan tol sepanjang 85.000 km. Indonesia  Masa operasional jalan tol Seroja adalah sejak awal
tergolong pionir dalam pembangunan jalan tol di Asia, tahun 2018 hingga akhir 2062.
yaitu sejak tahun 1978, pada saat ini jalan tol yang
beroperasi di Indonesia adalah 994 kilometer dan II. METODOLOGI PENELITIAN
pemerintah mentargetkan tahun 2019 dibangun 1060 km
Dalam menanggapi penyesuaian tarif tol pemerintah
jalan tol baru .
telah membuat regulasi berupa PP No.15 Tahun 2005
Salah satu permasalahan pada pembangunan jalan tol
yang menyatakan bahwa tarif tol ditentukan dengan
adalah tingginya nilai investasi dan keterbatasannya dana
mempertimbangkan tiga aspek: aspek kesanggupan
Pemerintah, sehingga perlu dilibatkan investor yang
membayar, aspek besar keuntungan biaya operasi
sangat memperhitungan besar manfaat yang akan diterima
kendaraan (BKBOK) dan aspek investasi. Regulasi
dan tentunya salah satu hal ini terkait adalah besarnya
tersebut sesungguhnya cukup baik karena telah
nilai tarif tol.
mengakomodasi kepentingan pihak yang terlibat dalam
pengelolaan jalan tol, yakni produsen dan konsumen.
B. Perumusan Masalah
Aspek kelayakan investasi (finansial) jelas
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik
menguntungkan produsen yakni pemerintah dan swasta
untuk melakukan penelitian terkait dengan nilai tarif tol,
selaku penyelenggara jalan tol. Aspek ini pula diharapkan
dan sebagai studi kasus dilakukan penelitian pada ruas
bisa mengundang investor dari swasta (baik dalam negeri
jalan Tol Soreang – Pasirkoja (Seroja)
maupun asing) untuk ikut meramaikan program
Permasalahan terkait dengan tarif tol adalah besar tarif
percepatan pembangunan infrastruktur jalan tol di
tol harus ditetapkan secara baik, karena menyangkut
indonesia. Metodologi penelitian diuraikan pada bagan
beberapa pihak yaitu pemerintah, investor dan juga
alir berikut :
masyarakat sebagai pengguna jalan tol.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
 Menentukan kisaran tarif tol yang layak dari aspek
Besar Kentungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK)
dan aspek ATP/WTP.
 Menentukan tarif tol optimum dengan memperhatikan
kisaran batas-batas tarif yang telah dibuat.
 Mengkaji keuntungan finansial dari tarif tol

D. Ruang Lingkup dan Batasan


Ruang lingkup dan batasan penelitian adalah sebagai
berikut:
Gambar 1. Metodologi Penelitian

7
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pada penelitian ini terdiri dari tiga kegiatan utama. Kajian D. Kapasitas Jalan Tol
kelayakan investasi, analisis BKBOK dan analisis Spesifikasi ruas tol Seroja terdiri dari 4 lajur 2 arah
ATP/WTP dalam menentukan berapa tarif yang layak terbagi (4/2D) dengan lebar lajur masing – masing 7.2 m.
dikenakan kepada pengguna jalan tol yang mengacu pada Lebar ruas jalan ini direncanakan tetap hingga akhir masa
regulasi pp Nomor 15 Tahun 2005. konsesi (35 tahun) sesuai PPJT. Kapasitas lajur di dapat
pada kondisi ultimate adalah 2.277 smp/jam/jalur atau
9.108 smp/jam/2 arah atau 107.152,941 smp/hari.
III. PEMBAHASAN
Dengan pendekatan Fsmp = 1.55 maka volume LHR
A. Lokasi Penelitian maksimal untuk ruas jalan tol Soreang – Pasir Koja
Jalan Tol Soreang-Pasir Koja merupakan bagian dari adalah sebesar 107152,941 /1.55 = 69131 kend/hari.
kelanjutan jalan tol Purbaleunyi sepanjang 8,125 km yang Apabila kapasitas jalan ditingkatkan menjadi 6 lajur 2
dimulai dari Pasir Koja hingga Soreang. Rute jalan tol arah (6/2D) atau jumlah lajur 2 x 3, maka: LHR max
direncanakan terdiri dari dua seksi, yaitu Seksi 1 Pasir adalah 107.890 kend./hari
Koja – Margaasih dan Seksi 2 Katapang. Berikut
merupakan skema rute Jalan Tol Soreang – Pasir koja. Nilai derajat kejenuhan Q/C jalan tol optimum adalah
antara 0,6 – 0,8. Apabila Q/C diatas 0,8 maka
menunjukkan kondisi jalan sudah jenuh sehingga perlu
ada penambahan kapasitas jalan. Pada Jalan Tol Seroja,
Q/C diatas 0.8 tercapai bila LHR mencapai 55.305
kend./hari pada tahun 2031 untuk tipe jalan 4/2D dan
LHR mencapai 86.312 kend./hari pada tahun 2038 untuk
tipe jalan 6/2D.

E. Penentuan Harga Satuan


Analisis Biaya Operasi Kendaraan (BOK) mengacu
Gambar 2. Lokasi Penelitian
kepada perhitungan model PCI/Jasa Marga. Kendaraan
diklasifikasikan dalam 3 golongan: Golongan IA (Car),
B. Tarif Tol Seroja
Golongan IIA (Bus) dan Golongan IIB (Truck). Adapun
Tarif dasar Jalan Tol Seroja berdasarkan studi
BOK adalah jumlah dari keseluruhan biaya konsumsi per
kelayakan yang akan diberlakukan pada awal masa
item dalam satuan Rp/km. Berikut jenis BOK kendaraan:
operasi adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tarif Tol Dasar Untuk Lima Golongan Kendaraan  Golongan I


Pasir Koja Margaasih Katapang - Kendaraan yang mewakili adalah toyota Avanza.
Tarif
Rasio –Margaasih - Katapang Soreang Mobil ini berbahan bakar bensin dengan kapasitas mesin
No Gol per
Tarif 3,05Km 2,20Km 2,90 Km
Rp/Km
(Rp) (Rp) (Rp) 1.300 cc, kapasitas angkut 6 orang (ekuivalen 300 kg) dan
1 Gol.I 1 702 2.141 1.544 2.035 berat kosong / curb weight 1.045 kg.
2 Gol.II 1.5 1.053 3.211 2.316 3.053
3 Gol.III 2 1.404 4.282 3.088 4.071  Golongan IIA
4 Gol.IV 2.5 1.755 5.352 3.86i 5.089
5 Gol.V 3 2.106 6.423 4.633 6.107
Kendaraan yang mewakili adalah Bus Mercedes Benz
OH 1521 E III dengan bahan bakar solar, kapasitas mesin
C. Prediksi Data Lalu – Lintas 4.800 cc, daya angkut 60 orang penumpang (ekuivalen
Berdasarkan data yang diterima, hasil prediksi volume 3000 kg) dan berat kosong / curb weight 15.000 kg
lalu lintas pada awal masa operasi jalan tol (2017) yaitu
LHRT 17528 smp/hari dengan rincian berikut:  Golongan IIB
Kendaraan yang mewakili adalah Truk Mitsubishi
Tabel 2. LHRT kendaraan pada Awal Operasi Jalan Tol Fuso tipe FN527 ML. Bahan bakar solar dengan kapasitas
(modifikasi) silinder mesin 7.545 cc. Berat kosong/ curb weight 14.030
LHRT kg dan kapasitas angkut 14.030 kg
Persentase
Golongan Soreang -
No Kendaraan
Kendaraan Pasir Koja F. Perhitungan BOK Jalan Non-Tol
(%)
(smp/hari) Dari hasil survei diperoleh kecepatan perjalanan 30 -
1 Gol I 13.441 76,68
50 km/jam. Kecepatan aktual rata –rata jalan arteri adalah
2 Gol II 1.047 5,97
3 Gol III 873 4,98
40 km/jam. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai BOK
4 Gol IV 1.511 8,62 untuk jalan non Tol per tiap golongan kendaraan:
5 Gol V 657 3,75  Golongan I : Rp. 28.863,7
Total 17.528 100  Golongan IIA : Rp. 85.058,7
Sedangkan prediksi LHRT pada tahun 2031 adalah  Golongan IIB : Rp. 92.711,0
79.614 smp / hari dan tahun 2038 adalah 129.003 smp /
hari.

8
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

G. Perhitungan BOK jalan Tol


Tol Seroja memiliki panjang jalan total 12,15 km.  Padalarang – Cileunyi
Kecepatan rata - rata perjalanan kendaraan di jalan tol Tabel 8. Perhitungan 70 % BKBOK nilai waktu sampel
sebesar 80 km/jam. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Padalarang – Cileunyi
BOK untuk jalan tol per golongan kendaraan: 70 %
BKBOK 70 %BKBOK
BKBOK BKBOK
 Golongan I : Rp. 37.843 Gol
(Rp)
per Km
per km
per 12,15 km
 Golongan IIA : Rp. 107.408 (Rp)
(Rp)
(Rp)
 Golongan IIB : Rp. 111.368 I 11.086 912 638 7.76
IIA 24.731 2.035 1.424 17.312
H. Analisa Nilai Efisiensi (Manfaat) Waktu IIB 22.215 1.828 1.279 15.55
Perhitungan Nilai waktu mengacu pada Jasa Marga
yang memiliki data lengkap untuk tiap sampel kendaraan,  PCI
dengan sajian berikut : Tabel 9. Perhitungan 70 % BKBOK nilai waktu sampel PCI
70 %
BKBOK 70 %BKBOK
BKBOK BKBOK
Tabel 3. Nilai Waktu Kendaraan Sampel Gol per Km per 12,15 km
(Rp) per km
(Rp) (Rp)
Nilai Waktu (Rp/Jam/kend) (Rp)
Referensi
Gol I Gol IIa Gol IIb I 11.227 924 646 7.859
PT. Jasa Marga (1996) 12.287 18.534 13.768 IIA 28.764 2.367 1.657 20.135
Padalarang-Cileunyi IIB 23.940 1.970 1.379 16.758
3.385 3.827 5.716
(1996)
PCI (1979) 1.341 3.827 3.152 Dari hasil perhitungan di atas diperoleh batas atas untuk
setiap sampelnya. Apabila batas 70% BKBOK ini disusun
Data diatas di konversi ke keadaan tahun 2017 dilakukan untuk 5 (lima) golongan kendaraan, maka hasilnya
dengan mengasumsikan pertumbuhan nilai waktu disajikan pada tabel berikut :
mengikuti pertumbuhan PDRB rata –rata Jawa Barat dari
tahun 2011 – 2016 sebesar 6 % per tahun. Maka nilai Tabel 10. Batas Atas Tarif 70 % BKBOK nilai waktu sampel
waktu untuk masing – masing sampel dan golongan PT. Jasa Marga
kendaraan untuk tahun 2017 disajikan pada tabel berikut : Batas Atas Tarif 70 % Rasio
Gol Kendaraan
BKBOK (Rp/km) Tarif
Tabel 4. Nilai waktu sampel PT. Jasa Marga I 958 1
Gol Nilai Waktu (Rp) Tarif 2017 (Rp) II 1.437 1,5
I 12.287 41.770 III 1.916 2
IIA 18.534 63.007 IV 2.395 2,5
IIB 13.768 46.805 V 2.874 3

Tabel 5. Nilai waktu sampel Padalarang – Cileunyi Tabel 11. Batas Atas Tarif 70 % BKBOK nilai waktu sampel
Gol Nilai waktu (Rp) Tarif 2017 (Rp) Padalarang – Cileunyi
I 3.385 11.507 Gol Batas Atas Tarif 70 %
Rasio Tarif
IIA 3.827 13.010 Kendaraan BKBOK (Rp/km)
IIB 5.716 19.431 I 639 1
II 953 1,5
Tabel 6. Nilai waktu sampel PCI III 1.279 2
Gol nilai waktu (Rp) Tarif 2017 (Rp) IV 1.599 2,5
I 1.341 12.275 V 1.919 3
IIA 3.827 35.033
IIB 3.152 28.845 Tabel 12. Batas Atas Tarif 70 % BKBOK nilai waktu sampel
PCI
I. Perhitungan Besar Keuntungan Biaya Operasi Gol Batas Atas Tarif 70 %
Rasio Tarif
Kendaraan BKBOK (Rp/km)
Kendaraan (BKBOK)
I 689,7 1
Dari analisis efisiensi biaya operasi kendaraan dan
II 1.034,5 1,5
efisiensi waktu dapat dihitung keuntungan BOK jalan tol III 1.379,3 2
pada table sebagai berikut: IV 1.724,1 2,5
V 2.069,0 3
 Jasa Marga
Tabel 7 Perhitungan 70 % BKBOK nilai waktu sampel PT. Penyusunan tabel diatas mempertimbangkan tarif 70
Jasa Marga
70 %
% BKBOK dari Golongan III atau IIB (bus). Asumsinya
BKBOK 70 % BKBOK bila dipakai acuan tarif dari Golongan I maka tarif
BKBOK BKBOK
Gol per Km per 12,15 km
(Rp)
(Rp)
per km
(Rp)
Golongan IIB akan menjadi tidak layak, karena dengan
(Rp) tarif dasar 70 % BKBOK untuk nilai waktu sampel Jasa
I 16.628 1.368 958 11.64 Marga sebesar Rp. 958/km, sehingga tarif Golongan III
IIA 33.887 2.789 1.952 23.721
adalah Rp 958 x 2 = 1.916 < 1.952 Rp / km (batas atas
IIB 27.228 2.241 1.568 19.059

9
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

tarif Golongan IIB). Karna tarif Golongan III lebih kecil tinggi pendidikan maka tingkat intelektualitas dan
Maka acuan dari tarif Golongan IIB dipakai sehingga tarif pemikiran juga semakin maju, selain itu akan
Golongan I adalah Rp 1.952/2 = Rp 976/km. Begitupun berpengaruh juga terhadap penghasilan responden
untuk nilai waktu sampel Padalarang – Cileunyi dan PCI. tersebut.

J. Analisis Ability To Pay / Wilingness To Pay Analisis 60% SD/Sederajat


ATP/WTP SMP/Sederajat
Pengumpulan data survei ATP/WTP dilakukan dengan 5%
SMA/Sederajat
metode wawancara menggunakan kuesioner untuk 0% Diploma/S1
mendapatkan gambaran persepsi penumpang terhadap 0% S2,S3
kemampuan dan kerelaan nya membayar tarif tol tersebut. 35%
Kuesioner survei ATP/WTP telah didesain sedemikian Gambar 6.Grafik Persentase Responden berdasarkan Pendidikan
rupa dan dibagi menjadi tiga bagian utama yakni
pertanyaan tentang karakteristik responden, ATP dan 5. Jumlah anggota keluarga
WTP. Kuesioner dirancang secara optimal, yakni cukup Karakteristik ini untuk mengetahui jumlah anggota
sederhana sehingga mudah dipahami oleh responden keluarga yang juga berpengaruh terhadap tingkat
namun data yang akurat tetap mampu diperoleh. ekonomi responden tersebut.

K. Analisis Karakteristik Responden 20% 0% 25% 1 orang


Berdasarkan hasil survey, karakteristik responden 2 orang
dapat diuraikan sebagai berikut: 3 orang
1. Jenis kelamin 25%
4 orang
Karakteristik ini bertujuan untuk mengetahui jenis 30% >5 orang
kelamin pengguna jalan tol Soreang – Pasir Kija
Gambar 7. Grafik Persentase Responden Menurut Jumlah
Anggota Keluarga
75% pria
L. Pengolahan Data Survei
wanita Hasil pengolahan data ATP dan WTP pada Grafik
25% dibawah menunjukkan kisaran penentuan tarif Golongan I
rute terjauh (Pasir Koja - Soreang) berdasarkan
ATP/WTP. Untuk ATP, apabila dikenakan tarif Rp. 3.000
Gambar 3. Grafik Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin maka 100% responden akan mampu untuk membayarnya,
2. Usia
namun dengan tarif sebesar Rp 8.000 hanya 5%
Karakteristik ini bertujuan untuk mengetahui usia responden responden yang mampu membayar. Sedangkan untuk
bagi pengguna jalan tol Soreang – Pasir Koja. WTP, apabila dikenakan tarif Rp 8.000 hanya 15%
responden yang mampu membayarnya , namun jika tarif
Rp 2.000 yang dipakai, 100% responden akan mau
15% 0% 0% < 21 tahun
membayarnya. Adapun tarif dari perhitungan 70%
21 - 30 tahun
25% 31 - 40 tahun BKBOK sebesar Rp 8.379 (Dibulatkan ke atas menjadi
40% 41 - 50 tahun Rp 8.500) atau Rp 689,65/km yang dihitung sebelumnya,
51 - 60 tahun maka sekitar 15% responden mampu membayarnya (ATP
20% > 60
15%) dan (WTP 5%) namun 85% responden tidak
Gambar 4. Grafik Persentase Responden Menurut Usia bersedia membayar

3. Status Pengemudi
Karakteristik ini bertujuan untuk mengetahui status
responden sebagai pengendara /pengemudi kendaraan.

0% 20%

Pribadi
Sewa
Supir
80%

Gambar 5. Grafik Persentase Responden Berdasarkan Status Gambar 8. Grafik Kisaran Tarif Golongan I rute terjauh (Pasir
Pengemudi Koja - Soreang)

4. Pendidikan Dengan mengasumsikan tingkat ATP/WTP rerata


Karakteristik ini menyatakan bahwa latar belakang (median) dari keseluruhan responden ditentukan dengan
pendidikan terakhir responden, misalnya semakin menarik garis horizontal persentase 50% memotong

10
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

masing–masing kurva ATP dan WTP, maka diperoleh : Rp 14.840 (Golongan III)
nilai ATP rata–rata adalah sebesar Rp. 5.500 dan nilai : Rp 18.550 (Golongan IV)
WTP rata–rata adalah sebesar Rp. 4.000. Dengan : Rp 22.260 (Golongan V)
demikian apabila tarif berbasis 70 % BKBOK dikenakan 11. Indikator kelayakan : NPV, IRR, PI dan Payback
maka kurang layak karena diatas nilai ATP rata–rata. : Periode

M. Kisaran Tarif
Dari hasil analisis BKBOK dan ATP/WTP maka O. Pembuatan Cash Flow
dapat ditentukan batas–batas tarif yang boleh dikenakan Secara sederhana, arus kas (Cash flow) dibedakan
kepada pengguna jalan . Batas tersebut adalah : menjadi arus kas positif yang berasal dari pendapatan tarif
Tarif < 70 % BKBOK tol dan pendapatan lain jika ada, serta arus kas negatif
WTP < Tarif < ATP yang berasal dari pengeluaran – pengeluaran seperti biaya
Berikut ini adalah ilustrasi kisaran tarif tol berdarkan operasi dan pemeliharaan, pengembalian pinjaman dan
data survei adalah: sebagainya.
Dari proyeksi arus kas ini pula dapat diketahui
kelayakan finansial jalan tol menggunakan indikator –
indikator sebagai berikut:
 NPV (Net Present Value)
 IRR (Internal Rate Of Return)
 PI (Profitability Index)
 PP (Payback Period)

P. Perhitungan Kelayakan Investasi


Analisis tarif optimum dilakukan dengan melakukan
kajian kelayakan finansial untuk masing–masing variasi
tarif. Parameter kelayakan adalah NPV > 0, IRR > MARR
(diambil IRR minimum 7.39 % ) dan PI > 1. Analisis
dilakukan dengan menghitung pengeluran dan pendapatan
yang diperoleh dari volume lalu lintas. Contoh
perhitungan laba bersih setelah pajak untuk tahun 2018,
untuk tahun selanjut nya sampai masa konsesi dapat di
Gambar 9. Ilustrasi Kisaran Tarif ATP/WTP lihat di lampiran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila dipakai Tabel 13. Rute Soreang – Pasir Koja/Pasir Koja – Soreang
ATP/WTP yang diperoleh, maka range tarif tol yang bisa
Gol I Gol II Gol III Gol IV Gol V
dikenakan untuk kendaraan golongan I adalah antara Rp.
329,21 /km (50 % WTP) dan Rp. 452,67 /km (50% ATP Tarif Tol
7.668 11.503 15.337 19.171 23.006
(Rp)
data primer). Tot. Vol
kendaraan
3.513, 1.552.279 1.294.866 2.241.314 975.050
N. Asumsi Dasar Analisis Kelayakan Investasi (2 arah
/kend/thn)
Analisis kelayakan investasi diperlukan dalam
menentukan tarif dasar jalan tol yang mampu Volume X 26.941.54 3.146.342. 3.499.450 6.484.089. 3.952.692
mengembalikan besaran investasi dan biaya-biaya tarif (Rp) 9.,371 913 .074 778 .102

pengeluaran lainnya disertai dengan keuntungan yang


Total
menarik, sehingga dapat disebut layak secara finansial. INCOME 45.111.635.778
Berikut ini adalah asumsi – asumsi dasar yang digunakan: (Rp)
1. Periode analisis (Masa konsesi) : 45 tahun
2. Masa operasi efektif : 31 tahun Total Income 2018 = Total Income
3. Masa konstruksi : 2 tahun = Rp. 45.111.635.778
4. Suku bunga (Diversion Rate) : 7,39% per tahun Total costs = Rp. 7.835.021.631
(MARR) Balance 1 = Total Income – Total Costs
5. Tingkat inflasi : 5,2 % per tahun = Rp. 37.276.614.147
6. Sumber pendapatan : Tarif tol (di Corporate Tax = Rp. 11.182.984.240
asumsikan hanya tarif tol) Balance 2 = Balance 1 – Corporate Tax
7. Biaya operasi dan pemeliharaan : diasumsikan = Rp 26.093.629.900
8. Biaya overlay : Termasuk dalam Maka laba bersih tahun 2018 setelah pajak diproyeksikan
biaya O/M adalah sebesar Rp 26.093.629.900.
9. Pajak pendapatan : 30,00 %
10. Tarif tol awal (resmi) : Rp 7.420 (Golongan I) Selanjutnya dilakukan uji kelayakan investasi. Dibawah
: Rp 11.130 (Golongan II) ini disajikan tabel berisi resume uji kelayakan finansial

11
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dari masing – masing skenario tarif tol. Keuntungan PCI menghasilkan batas atas 70% BKBOK sebagai
terbesar diperoleh dari pemakaian tarif resmi, hal ini dasar penentuan tarif, yakni Rp. 689 /km untuk
disebabkan tarif tol resmi lebih besar dibandingkan tarif golongan I, Rp. 1.034/km untuk golongan II, Rp.
lain. 1.379/km untuk golongan III, Rp. 1.724/km untuk
golongan IV, dan Rp. 2.068 untuk golongan V.
Tabel 14. Ringkasan Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial  Hasil analisis ATP/WTP rata-rata kendaraan golongan
Tarif IRR PI Kelayakan I dari survei kuesioner di lapangan adalah Rp 452/km
NPV (Rp) (%) PP
Tol (Thn) Finansial untuk ATP dan Rp. 329/km untuk WTP.
Tarif
2.032.151.991.  Hasil uji kelayakan finansial tarif ATP adalah NPV
Tol 10,75 5,5 19 Layak
Resmi
127,00 Rp. 887.922.776.846, IRR 9,05%, PI 4,1 dan Payback
Tarif Periode 20,6 tahun. Sedangkan uji kelayakan finansial
Data 70 tarif WTP tidak layak karena nilai NPV Rp.
1.954.407.167.
%
075,12
10,65 5,4 19 Layak – 5.941.119.233.
BKBO
K
 Hasil uji kelayakan finansial tarif 70 BKBOK adalah
Tarif NPV Rp 1.954.407.167.075, IRR 10,65%, PI 5,4 dan
Data 887.922.776.84 Payback Periode 18,7 tahun dan untuk pemasukan
9,05 4,1 21 Layak
50% 6,76 finansial yang paling besar yaitu pada hasil uji
ATP kelayakan untuk tarif resmi yaitu NPV Rp.
Tarif
Data 50
5.941.119.233,
7,38 3 23
Tidak 2.032.151.991.127, IRR 10,75%, PI 5,5 dan Payback
91 Layak Periode 18,6 tahun.
% WTP

Hasil analisis kelayakan finansial, selama 45 tahun masa DAFTAR PUSTAKA


konsesi untuk setiap variasi tarif disajikan pada Tabel 15.
Hasil Analisis Kelayakan Investasi Tarif Tol Soreang – ________, Republik Indonesia Nomor 15, 2005,
Pasir Koja. Perencanaan Tarif Tol, Jakarta: Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Tabel 15. Hasil Analisis Kelayakan Investasi variasi Tarif Tol Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung (2016), Laporan
Soreang – Pasir Koja Survei dan Analisa Pencacahan Lalu Lintas
Payback Terklasifikasi (Lalu Lintas Harian Rata-Rata) di
Tarif IRR Ruas Jalan wilayah Kab.Bandung, Bandung : Dinas
NPV (Rp) PI Periode
(Rp) (%)
(Thn) Perhubungan.
5.000 589.968.144.820 8,54 3,7 21,3 Dirjen Bina Marga, Manual Kapasitas Jalan Indonesia
5.500 887.922.776.847 9,05 4,1 20,6 (MKJI) Jalan Bebas Hambatan Tahun 1997, Jakarta:
6.000 1.185.877.408.874 9,53 4,4 20,0 Dirjen Bina Marga.
6.500 1.483.832.040.901 9,98 4,8 19,4 Diah, & Derina., 2016, Proyek Pembangunan Jalan tol
7.000 1.781.786.672.927 10,41 5,2 19,0 Soreang – Pasir Koja, Laporan Kerja Praktek
7.500 1.954.407.167.075 10,65 5,4 18,7 Program Studi Teknik Sipil tidak dipublikasikan,
8.000 2.377.695.936.981 11,20 5,9 18,2 Cimahi: Universitas Jenderal Achmad Yani.
8.500 2.675.650.569.008 11,58 6,3 17,9 Fitriyanto, B., 1998, Analisis Tarif Tol Berdasarkan
9.000 2.973.605.201.035 11,94 6,7 17,6 Willingness to Pay dan Ability to Pay, Tesis
9.500 3.271.559.833.061 12,28 7,0 17,4 Magister tidak dipublikasikan, Bandung: Institut
10.000 3.569.514.465.089 12,62 7,4 17,2 Teknologi Bandung.
Ir. Hilman Muchsin, MM., MT., 2007, Investasi Jalan
Tol. Transindo. Jakarta
IV. KESIMPULAN
Kartika, Anak Agung Gde. 2006. Modul Ekonomi Jalan
 Objek studi tol Soreang – Pasir Koja merupakan tol Raya (PS 1300). Jurusan Teknik Sipil Universitas
yang menghubungkan antara Kota Bandung dan ITS. Surabaya.
Kabupaten Bandung di Soreang. Jalan tol ini dibuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2015, “Laporan Potensi
untuk mempermudah akses dari Kota Bandung Pendanaan Pembangunan Infrastruktur Strategis
menuju daerah kawasan wisata di Ciwidey dan Jawa Barat”, Jakarta, 15 November 2015
Stadion Olahraga Jalak Harupat, sehingga memiliki Punto Budiharto., 2010, Kajian Penentuan Tarif Tol
dampak yang signifikan bagi pemerataan Kanci - Pejagan, Tugas Akhir Program Studi Teknik
pembangunan ekonomi. Sipil tidak dipublikasikan, Bandung: Institut
 Biaya investasi awal jalan tol adalah sebesar Rp Teknologi Bandung.
1.824.487.500.000,00 Sedangkan biaya investasi Sugiyanto, D.R., 2001, Biaya Perjalanan Tol dan Non-
tambahan untuk peningkatan kapasitas jalan 6/2D Tol. Jakarta.
diestimasikan sebesar Rp 968.908.336.909 untuk nilai Tamin, O.Z., 2000. Perencanaan, pemodelan, dan
tahun 2031. Rekayasa transportasi, Institut Teknologi Bandung,
 Hasil analisis aspek besar keuntungan biaya operasi Bandung.
kendaraan yang digunakan yaitu sampel nilai waktu

12
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERBANDINGAN BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL


BERDASARKAN ANALISIS NILAI KERATAAN PERMUKAAN
DAN NILAI LENDUTAN PERKERASAN TERHADAP PROGRAM
PENDANAAN PROYEK PEMELIHARAAN JALAN
(Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional No. 007 Asam Asam – Kintab, Kalimantan Selatan)

David Marhutala Samosir 1, Agus Taufik Mulyono2, Nikolaus Ambrosius Gai Botha3
1
Teknik Jalan dan Jembatan Muda, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
E-mail: singkongkeju07@gmail.com
2
Magister Sistem dan Teknik Transportasi, DTSL, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
E-mail: studio.mudal32@gmail.com
3
Teknik Jalan dan Jembatan Madya, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
E-mail: klaus_0512@yahoo.com

Abstrak. Penelitian ini menghasilkan biaya penanganan jalan berdasarkan analisis nilai kerataan permukaan dan
lendutan perkerasan terhadap program pendanaan proyek pemeliharaan jalan nasional. Kondisi fungsional diwakili nilai
International Roughness Index (IRI) dan kondisi struktural diwakili nilai lendutan dan modulus elastisitas. Hasil
penelitian menunjukkan penentuan kondisi jalan yang umumnya dilakukan hanya berdasarkan kondisi fungsional tanpa
menganalisis kondisi struktural perkerasan, akan menghasilkan biaya penanganan yang lebih murah namun tidak efektif
dan kurang tepat sasaran penanganan, sehingga jalan tidak mampu melayani dengan baik sebelum mencapai umur
layanan. Ruas jalan nasional Asam Asam – Kintab sebagai lokasi studi kasus dalam penelitian ini memiliki nilai IRI
baik namun tidak mencerminkan kondisi yang sama pada lapisan perkerasan di bawahnya, demikian pula sebaliknya.
Penelitian ini merekomendasi penentuan kondisi suatu ruas jalan seyogyanya berdasarkan kombinasi nilai IRI dan nilai
lendutan untuk menghasilkan biaya penanganan jalan yang lebih akurat dan efektif.

Kata kunci: biaya pemeliharaan jalan, modulus elastisitas, nilai kerataan permukaan, nilai lendutan

I. PENDAHULUAN lendutan melalui alat Falling Weight Deflectometer


(FWD) terhadap program pendanaan proyek
Kriteria teknis penentuan kondisi untuk pemeliharaan jalan.
pemeliharaan jalan nasional saat ini masih didasarkan Direktorat Jendral Bina Marga melalui Direktorat
pada kondisi jalan berdasarkan nilai IRI. Hal ini Preservasi Jalan telah menerapkan kebijakan long
dianggap kurang tepat sasaran karena nilai IRI hanya segment untuk pemeliharaan jalan nasional. Salah satu
menggambarkan kerataan permukaan sedangkan kunci keberhasilan dalam melaksanakan kebijakan
kapasitas struktural dari perkerasaan tidak dapat tersebut adalah dalam hal menentukan kondisi dan jenis
diketahui. Terbatasnya alokasi dana pemeliharaan pemeliharaan suatu ruas jalan nasional yang menjadi
membuat pemegang kebijakan dalam hal ini Satuan dasar keputusan dalam program penanganan
Kerja (Satker)/ Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pemeliharaan jalan, sehingga jalan yang ditangani
harus dapat menentukan ruas-ruas prioritas dan jenis mampu melayani penggunanya sampai mencapai umur
pemeliharan yang tepat pada ruas tersebut dengan rencana.
mempertimbangkan kondisi fungsional dan struktural (Robinson dan Thagesen, 2004), menyatakan bahwa
perkerasan sehingga pembiayaan yang dilakukan dapat kegagalan fungsional jalan terjadi pada saat jalan
efektif dan tepat sasaran. Penelitian ini bertujuan untuk berhenti memenuhi standar kebutuhan dari pengguna
membandingkan biaya penanganan pemeliharaan jalan jalan, dan kegagalan struktural jalan terjadi ketika
nasional berdasarkan analisis kondisi jalan yakni struktur perkerasan jalan ditangani dengan rehabilitasi
kombinasi antara nilai IRI yang merupakan hasil output mayor atau rekonstruksi karena kerusakan yang terjadi
dari alat survei roughmeter NAASRA dan nilai tidak dapat ditangani dengan rehabilitasi minor ataupun
lendutan yang didapatkan dari survei pengujian

13
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pemeliharaan rutin. Kedua kondisi tersebut dapat pada tahun 2006 di South Africa, dan penentuan nilai
terjadi bersamaan/mendahului dengan atau tanpa saling modulus menggunakan perhitungan balik/ back
mempengaruhi. calculation dengan software ELMOD versi 6.
(Amador-Jimenez, dkk, 2009), melalui jurnal Roads
Performance Modeling and Management System from B. Penentuan Kondisi Jalan Berdasarkan Hasil Uji
Two Condition Data Points: Case Study of Costa Rica Kerataan Permukaan dan Lendutan
menyatakan bahwa penentuan pavement condition
Penentuan jenis kondisi dan program pemeliharaan
index (PCI) dari suatu jalan dapat disederhanakan
jalan berdasarkan analisis nilai kerataan permukaan
hanya dari nilai lendutan FWD dan nilai kerataan
(IRI) dapat dilihat pada Tabel 1, kriteria jenis kondisi
permukaan (IRI).
dan rekomendasi penanganan jalan berdasarkan analisis
nilai lendutan dengan metode deflection bowl dapat
II. LANDASAN TEORI dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3, dan kriteria jenis
A. Kondisi Fungsional dan Struktural Jalan kondisi dan rekomendasi penanganan jalan berdasarkan
analisis nilai modulus elastisitas dengan metode
Evaluasi fungsional berfungsi untuk mengetahui backcalculation software ELMOD versi 6 dapat dilihat
dampak yang langsung dirasakan oleh pengguna jalan. pada Tabel 4.
Parameter yang berhubungan dengan kondisi
fungsional adalah kekasaran/kerataan (roughness), alur Tabel 1. Penentuan Kondisi dan Rekomendasi Penanganan
(rut depth), dan kekesatan (skid resistance). Sedangkan Jalan Berdasarkan Nilai IRI
evaluasi struktural berfungsi untuk mengetahui No. Nilai IRI Rekomendasi
Nilai IRI(*)
kemampuan perkerasan guna mendukung repetisi (m/km)(*) Penanganan
1. <4 Baik (B) Pemel. Rutin Kondisi
beban lalu lintas kendaraan selama umur rencana.
Dalam menentukan kondisi fungsional jalan 2. 4–8 Sedang (S) Rehab. Minor
3. 8 - 12 Rusak Ringan (RR) Rehab. Mayor
digunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
4. > 12 Rusak Berat (RB) Rekonstruksi
13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara Pemeliharaan dan ( )
* Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
Penilikan Jalan. Penentuan kondisi struktural jalan 13/PRT/M/2011, 2011
digunakan metode pendekatan nilai lendutan yaitu
deflection bowl yang digunakan oleh Horak dan Emery

Tabel 2. Kriteria Jenis Kondisi dan Rekomendasi Penanganan Jalan Berdasarkan Nilai Lendutan Metode Deflection Bowl
Lapis Tanah
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah Rekomendasi
No. Dasar
(R0C) (BLI) (MLI) Penanganan
(LLI)
1. Sound Sound Sound Sound Pemel. Rutin Kondisi
2. Warning/Severe Sound Sound Sound Rehab. Minor
3. Sound/Warning/Severe Warning/Severe Sound Sound Rehab. Minor
4. Sound/Warning/Severe Sound/Warning/Severe Warning/ Severe Sound Rehab. Mayor
5. Sound/Warning/Severe Sound/Warning/Severe Sound/ Warning/Severe Warning/Severe Rekonstruksi
Sumber : Horak dan Emery, 2006

Tabel 3. Kriteria Kondisi Berdasarkan Metode Deflection Bowl


Structural Deflection Bowl Parameters
Condition Rating D0 (μm) RoC (μm) BLI (μm) MLI (μm) LLI (μm)
Sound < 400 > 120 < 200 < 100 < 55
Warning 400 - 750 40 - 120 200 - 500 100 – 200 55 – 100
Severe > 750 < 40 > 500 > 200 > 100
Keterangan : D0 = Maximum Deflection; BLI = Base Layer Index (D0 – D300);
MLI = Middle Layer Index (D300-D600); LLI = Lower Layer Index (D600-D900);
R0C = Surface Layer Condition (L2 / (2.D0.(1-D200/D0))
Sumber : Horak dan Emery, 2006

14
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4. Kriteria Jenis Kondisi dan Rekomendasi nanganan Jalan Berdasarkan Nilai Modulus Elastisitas Analisis ELMOD Versi 6
Lapis Tanah
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah Rekomendasi
No. Dasar
(R0C) (BLI) (MLI) Penanganan
(LLI)
1. Sound Sound Sound Sound Pemel. Rutin Kondisi
2. Warning/ Severe Sound Sound Sound Rehab. Minor
3. Sound/ Warning/ Severe Warning/ Severe Sound Sound Rehab. Minor
4. Sound/ Warning/ Severe Sound/ Warning/Severe Warning/ Severe Sound Rehab. Mayor
5. Sound/ Warning/ Severe Sound/ Warning/Severe Sound/ Warning/Severe Warning/Severe Rekonstruksi
Catatan : Nilai E backcalculation > 95% E awal = Sound; Nilai E backcalculation 50% - 95% E awal = Warning;
Nilai E backcalculation < 50% E awal = Severe
Sumber : Prabowo, 2016

III. DATA PENELITIAN ruas jalan. Tahapan analisis yang dilakukan


berdasarkan : (1) nilai IRI, (2) nilai lendutan, (3) nilai
A. Lokasi dan Data Penelitian E, (4) kombinasi nilai IRI dan lendutan, dan (5)
Lokasi penelitian berada di wilayah kerja Balai kombinasi nilai IRI dan E.
Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XI Banjarmasin, Penyajian hasil penelitian pada paper ini dalam
Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan obyek bentuk gambar grafis dengan skala indeks, yang
penelitian ruas jalan nasional nomor 007 Asam Asam – dihitung menggunakan interpolasi dari masing –
Kintab sepanjang 20 km, dari KM 117+000 sampai masing kriteria jenis kondisi dan jenis penanganan tiap
KM 137+000, Kalimantan Selatan. Penelitian ini lapisan pada setiap segmen jalan.
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil
pengujian tahun 2014 oleh Perencanaan Dan A. Analisis Jenis Kondisi dan Rekomendasi
Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Kalimantan Penanganan Jalan Berdasarkan Nilai IRI
Selatan. Data yang digunakan antara lain: Data umum Analisis terhadap nilai IRI dilakukan untuk dapat
ruas jalan, data hasil pengukuran kekasaran/kerataan menentukan jenis kondisi dan rekomendasi penanganan
(nilai IRI) dari survei IRMS menggunakan alat pada ruas jalan tersebut. Berdasarkan acuan Tabel 1,
Roughmeter NAASRA, data hasil pengukuran nilai dihasilkan pengelompokkan jenis kondisi beserta
lendutan dari survei uji lendutan menggunakan alat rekomendasi penanganan sepanjang ruas jalan nasional
FWD, dan data tebal perkerasan eksisting yang didapat Asam Asam – Kintab (007) menjadi 4 (empat) kategori
dari hasil uji core drill dan test pit. yaitu : (1) kondisi baik (B) membutuhkan penanganan
pemeliharaan rutin kondisi (PRK), (2) kondisi sedang
B. Segmentasi Ruas Jalan (S) membutuhkan penanganan rehabilitasi minor
Pembagian segmen pada penelitian ini adalah tiap (R.Min), (3) kondisi rusak ringan (RR) membutuhkan
200 meter dengan jumlah total 100 segmen dan dapat rehabilitasi mayor (R.May), dan (4) kondisi rusak berat
dilihat pada Gambar 1. Hal ini perlu dilakukan dalam (RB) membutuhkan penanganan rekonstruksi (Rekon)
hal sinkronisasi posisi nilai IRI dari alat roughometer sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
dan lendutan dari alat FWD.

RB/Rekon

RR/R.May

S/R.Min

B/PRK

Gambar 1. Pembagian Segmentasi Penelitian pada Ruas Jalan


Asam Asam – Kintab (007) Kalimantan Selatan
Gambar 2. Analisis Grafis Indeks Jenis Kondisi dan
IV. HASIL PENELITIAN Rekomendasi Pemeliharaan Ruas Jalan Asam Asam - Kintab
Berdasarkan Nilai IRI
Pada penelitian ini dilakukan 5 (lima) tahapan
analisis dengan tujuan mengetahui hubungan antara Dari Gambar 2 didapatkan hasil ruas jalan tersebut
nilai kerataan permukaan (IRI), nilai lendutan, dan nilai memerlukan penanganan pemeliharaan rutin kondisi
modulus elastisitas (E) dalam rangka penentuan jenis (PRK) sebesar 77,0%, rehabilitasi minor (R.Min)
kondisi dan rekomendasi penanganan pemeliharaan 16,0%, rehabilitasi mayor (R.May) 6,0%, dan
jalan, yang pada akhirnya digunakan sebagai dasar rekonstruksi (Rekon) sebesar 1,0%.
dalam penentuan biaya penanganan pemeliharaan suatu

15
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

B. Analisis Jenis Kondisi dan Rekomendasi


Penanganan Jalan Berdasarkan Nilai Lendutan
RB/Rekon
dengan Metode Deflection Bowl
Nilai lendutan hasil uji alat FWD diolah dalam RR/R.May
perhitungan menggunakan acuan Tabel 3 untuk
S/R.Min
mendapatkan nilai D0 (lendutan maksimum), RoC
(lapisan permukaan), BLI (lapisan pondasi atas), MLI B/PRK

(lapisan pondasi bawah), dan LLI (lapisan tanah dasar)


setiap segmen jalan. Dari nilai – nilai tersebut dapat
ditentukan rating kondisi setiap lapisan perkerasan,
yang selanjutnya digunakan untuk menentukan jenis Gambar 4. Analisis Grafis Indeks Jenis Kondisi dan
Rekomendasi Pemeliharaan Ruas Jalan Asam Asam - Kintab
penanganan berdasarkan Tabel 2.
Berdasarkan Nilai Modulus Elastisitas
Dari hasil analisis penentuan jenis kondisi dan
rekomendasi pemeliharaan sebagaimana ditunjukkan
D. Analisis Jenis Kondisi dan Rekomendasi
pada Gambar 3, dapat dihitung persentase kondisi dan
Penanganan Jalan Berdasarkan Kombinasi Nilai
rekomendasi pemeliharaan yang terdapat pada ruas
Kerataan Permukaan (IRI) dan Nilai Lendutan
jalan Asam Asam – Kintab berdasarkan nilai lendutan.
Hasil yang didapat adalah ruas jalan tersebut Pada tahapan analisis kombinasi ini, rating kondisi
memerlukan penanganan pemeliharaan rutin kondisi setiap segmen berdasarkan nilai IRI disanding dengan
(PRK) sebesar 14,0%, rehabilitasi minor (R.Min) rating kondisi setiap segmen berdasarkan nilai
sebesar 0%, rehabilitasi mayor (R.May) sebesar 53,0%, lendutan. Dengan logical analysis didapat rating
dan rekonstruksi (Rekon) sebesar 33,0%. kondisi baru pada setiap segmen jalan yaitu dengan
cara mengambil kondisi terburuk dari dua nilai
tersebut. Sebagai contoh segmen jalan km 117+200 –
km 117+400 memiliki rating kondisi baik berdasarkan
RB/Rekon analisis nilai IRI namun memiliki rating kondisi rusak
ringan berdasarkan analisis nilai lendutan, sehingga
RR/R.May
pada segmen jalan tersebut didapat rating kondisi baru
S/R.Min
yaitu rusak ringan dan membutuhkan penanganan
rehabilitasi mayor.
B/PRK Dari hasil analisis penentuan jenis kondisi dan
rekomendasi pemeliharaan sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 5, dapat dihitung persentase kondisi dan
rekomendasi pemeliharaan yang terdapat pada ruas
jalan Asam Asam – Kintab berdasarkan kombinasi nilai
Gambar 3. Analisis Grafis Indeks Jenis Kondisi dan
Rekomendasi Pemeliharaan Ruas Jalan Asam Asam - Kintab
IRI dan nilai lendutan. Hasil yang didapat adalah ruas
Berdasarkan Nilai Lendutan jalan tersebut memerlukan penanganan pemeliharaan
rutin kondisi (PRK) sebesar 12,0%, rehabilitasi minor
C. Analisis Jenis Kondisi dan Rekomendasi (R.Min) sebesar 2,0%, rehabilitasi mayor (R.May)
Penanganan Jalan Berdasarkan Nilai Modulus sebesar 52,0%, dan rekonstruksi (Rekon) sebesar
Elastisitas (E) Hasil Backcalculation Software 34,0%.
ELMOD Versi 6
Nilai lendutan hasil uji alat FWD dan data
pendukung lain diinputkan ke dalam software ELMOD RB/Rekon

versi 6 untuk diolah guna mendapatkan nilai E hasil


backcalculation tiap lapisan, yang kemudian dianalisis RR/R.May
dengan acuan Tabel 4 untuk dapat menentukan rating S/R.Min
kondisi lapisan perkerasan.
Dari hasil analisis penentuan jenis kondisi dan B/PRK

rekomendasi pemeliharaan sebagaimana ditunjukkan


pada Gambar 4, dapat dihitung persentase kondisi dan
rekomendasi pemeliharaan yang terdapat pada ruas
Gambar 5. Analisis Grafis Indeks Jenis Kondisi dan
jalan Asam Asam – Kintab berdasarkan nilai modulus
Rekomendasi Pemeliharaan Ruas Jalan Asam Asam - Kintab
elastisitas. Hasil yang didapat adalah ruas jalan tersebut Berdasarkan Kombinasi Nilai IRI dan Lendutan
memerlukan penanganan pemeliharaan rutin kondisi
(PRK) sebesar 18,0%, rehabilitasi minor (R.Min)
sebesar 40,0%, rehabilitasi mayor (R.May) sebesar
5,0%, dan rekonstruksi (Rekon) sebesar 37,0%.

16
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

E. Analisis Jenis Kondisi dan Rekomendasi penanganan rehabilitasi minor 16%, penanganan
Penanganan Jalan Berdasarkan Kombinasi Nilai rehabilitasi mayor 6%, dan penanganan rekonstruksi
Kerataan Permukaan (IRI) dan Nilai Modulus 1%.
Elastisitas (E) Jika ditinjau dari hasil analisis nilai lendutan
berdasarkan metode deflection bowl pada ruas jalan
Pada tahapan analisis kombinasi ini, rating kondisi
tersebut didapatkan kondisi jalan mantap hanya 14%
setiap segmen berdasarkan nilai IRI disanding dengan
sisanya 86% dengan kondisi jalan rusak ringan dan
rating kondisi setiap segmen berdasarkan nilai modulus
rusak berat, sehingga jenis penanganannya lebih
elastisitas. Dari hasil analisis penentuan jenis kondisi
banyak rehabilitasi mayor dan rekonstruksi.
dan rekomendasi pemeliharaan sebagaimana
Jika ditinjau dari hasil hasil analisis kombinasi nilai
ditunjukkan pada Gambar 6, dapat dihitung persentase
IRI dan nilai lendutan pada ruas jalan tersebut
kondisi dan rekomendasi pemeliharaan yang terdapat
didapatkan 12% kondisi jalan baik dan membutuhkan
pada ruas jalan Asam Asam – Kintab berdasarkan
jenis penanganan pemeliharaan rutin kondisi, 2%
kombinasi nilai IRI dan nilai modulus elastisitas. Hasil
kondisi jalan sedang dan membutuhkan penanganan
yang didapat adalah ruas jalan tersebut memerlukan
rehabilitasi minor, 52% kondisi jalan rusak ringan dan
penanganan pemeliharaan rutin kondisi (PRK) sebesar
membutuhkan penanganan rehabilitasi mayor, dan 34%
13,0%, rehabilitasi minor (R.Min) sebesar 38,0%,
kondisi jalan rusak berat dan membutuhkan
rehabilitasi mayor (R.May) sebesar 11,0%, dan
penanganan rekonstruksi.
rekonstruksi (Rekon) sebesar 38,0%.
Pada penelitian ini data ketebalan lapisan
perkerasan existing tidak terpenuhi untuk tiap segmen,
sehingga penulis tidak merekomendasikan hasil
RB/Rekon pemetaan analisis kombinasi nilai IRI dan E. Hal ini
disebabkan nilai modulus elastisitas hasil
RR/R.May backcalculation software ELMOD versi 6 sangat
S/R.Min
bergantung terhadap data ketebalan tiap lapisan,
temperatur permukaan, dan temperatur udara. Apabila
B/PRK data ketebalan tiap lapisan masing – masing segmen
yang digunakan pada tiap lapisan tidak diketahui
dengan benar, maka nilai modulus elastisitas hasil dari
perhitungan balik tidak akan akurat dan tidak
Gambar 6. Analisis Grafis Indeks Jenis Kondisi dan representatif terhadap kondisi sebenarnya. Oleh karena
Rekomendasi Pemeliharaan Ruas Jalan Asam Asam - Kintab
itu melalui penelitian ini penulis merekomendasikan
Berdasarkan Kombinasi Nilai IRI dan Modulus Elastisitas
penentuan jenis kondisi dan penanganan pemeliharaan
jalan dengan metode analisis kombinasi nilai IRI dan
F. Perbandingan antara Evaluasi Fungsional
nilai lendutan.
dengan Evaluasi Struktural
Tahapan selanjutnya adalah melakukan evaluasi G. Perbandingan Kondisi, Rekomendasi, dan Biaya
terhadap 5 (lima) hasil analisis yang telah didapatkan. Penanganan Pemeliharaan Jalan Berdasarkan
Rekapitulasi hasil analisis jenis kondisi dan Evaluasi Fungsional dan Evaluasi Struktural
rekomendasi penanganan masing – masing metode
Tahapan akhir dari penelitian ini adalah
dapat dilihat pada Tabel 5.
membandingkan biaya penanganan pemeliharaan jalan
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis Jenis Kondisi dan tiap segmen berdasarkan analisis nilai kerataan
Rekomendasi Penanganan permukaan (IRI), nilai lendutan, nilai modulus, maupun
kombinasi nilai IRI dan nilai lendutan. Program
pendanaan proyek pemeliharaan jalan nasional
diilustrasikan dengan berdasarkan nilai IRI.
Tujuan dari perbandingan biaya ini adalah untuk
mengetahui besaran biaya penanganan yang dibutuhkan
pada tiap segmen ruas jalan yang diteliti berdasarkan
masing – masing analisis penentuan kondisi dan jenis
Dari data yang disajikan pada Tabel 5, dapat dilihat penanganan yang berbeda – beda hasilnya pada
perbedaan hasil dari masing – masing analisis dalam penjelasan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan
penentuan kondisi maupun rekomendasi penanganan biaya preservasi jalan nasional per km Tahun 2015
pemeliharaan pada ruas jalan Asam Asam – Kintab yang didapat dari P2JN Provinsi Kalimantan Selatan
(007) sepanjang 20 km. sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6. Biaya yang
Berdasarkan pemetaan nilai IRI dengan metode digunakan tidak mengikat/ menentukan perhitungan
Bina Marga didapatkan kondisi jalan mantap sebesar biaya yang sebenarnya, karena berapa pun biaya
93% dan kondisi tidak mantap 7%, sehingga pada ruas penanganan per km yang diinputkan ke dalam tahapan
jalan tersebut jenis penanganan yang dibutuhkan adalah evaluasi ini tetap menghasilkan jenis penanganan yang
penanganan pemeliharaan rutin kondisi sebanyak 77%, sama.

17
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA
Tabel 6. HPS per km Preservasi Jalan Nasional Ruas Jalan
Nasional Asam Asam – Kintab (007) Amador-Jimenez, L. E., S. M. ASCE, dan Mrawira, D.,
2009, Roads Performance Modeling and
Harga Perkiraan Sendiri
Management System from Two Condition Data
No Jenis Penanganan (HPS)
(Rupiah) Points: Case Study of Costa Rica, Journal of
1 Pemeliharaan Rutin Transportation Engineering © ASCE.
207.662.000,- Horak, E., dan Emery, S., 2006, Falling Weight
Kondisi
2 Rehabilitasi Minor 1.973.016.000,- Deflectometer Bowl Parameters As Analysis
3 Rehabilitasi Mayor 4.359.849.000,- Tool For Pavement Structural Evaluations,
4 Rekonstruksi 6.357.764.000,- 22nd ARRB Conference, Canberra.
Sumber : P2JN Kalimantan Selatan, 2015 Kementerian Pekerjaan Umum, 2011, Peraturan
Menteri Nomor 13 /PRT/M/2011 tentang Tata
Penyajian data dibuat dalam bentuk strip map agar Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan,
secara umum mudah dipahami dan dihitung baik secara Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
segmentasi maupun keseluruhan ruas jalan Prabowo, D. R., 2016, Program Pemeliharaan Jalan
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7. Nasional Berdasarkan Nilai Kerataan
Hasil akhir dari penelitian ini adalah melihat efektivitas Permukaan, Nilai Lendutan dan Nilai Modulus
pendanaan penanganan per segmen maupun secara Elastisitas Perkerasan, Universitas Gadjah
keseluruhan ruas jalan tersebut, di mana efektivitas Mada, Yogyakarta.
ditunjukkan dari selisih nilai rupiah program pendanaan P2JN Provinsi Kalimantan Selatan, 2015, Daftar
versi proyek (berdasarkan kondisi nilai IRI) dikurang Kuantitas Dan Harga Pekerjaan Preservasi
dengan rupiah penanganan versi analisis (berdasarkan Rehabilitasi Jalan Nasional Tahun 2015,
kondisi kombinasi nilai IRI dan lendutan). Efektivitas Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
dalam penelitian ini merupakan tingkatan sejauh mana P2JN Provinsi Kalimantan Selatan, 2014, Laporan
penanganan pemeliharaan jalan tepat sasaran tanpa Data Survey Tahun 2014, Banjarmasin,
dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan, sehingga bila Kalimantan Selatan.
terdapat rupiah minus (-) pada segmentasi tertentu Robinson, R. & Thagesen, B., 2004, Road Engineering
berarti segmentasi tersebut menunjukkan penanganan for Development, Second Edition, Taylor and
yang tidak efektif sebesar rupiah tertentu. Namun Francis e-Library, London, United Kingdom.
apabila terdapat segmentasi yang memiliki efektivitas
0, berarti penanganan pemeliharaan pada segmentasi
tersebut sudah tepat sasaran.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Program preservasi jalan nasional tidak hanya
didasarkan pada nilai IRI (kerataan permukaan),
tetapi harus dipertimbangkan juga terhadap nilai
lendutan atau nilai modulus elastisitas lapisan di
bawahnya.
2. Biaya penanganan ruas jalan nasional Asam Asam –
Kintab (007) secara keseluruhan jika ditinjau
berdasarkan nilai IRI adalah Rp. 16.015.017.600,-
tetapi hanya mampu memperbaiki kondisi jalan
secara fungsional, belum memperbaiki lapisan –
lapisan di bawahnya. Jika mempertimbangkan
penanganan berdasarkan kondisi fungsional dan
struktural (nilai IRI dan lendutan), ruas jalan
tersebut membutuhkan Rp. 89.862.820.000,-.

B. Saran
Setiap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional/ Balai
Pelaksanaan Jalan Nasional/ P2JN sebaiknya memiliki
biaya uji mutu dan peralatan uji mutu nilai lendutan
dan nilai modulus elastisitas perkerasan jalan agar
dapat dijadikan rujukkan untuk menetapkan
penanganan rehabilitasi/ rekonstruksi jalan.

18
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kondisi Penanganan
Baik (B) Pemel. Rutin Kondisi (PRK)
Sedang(S) Rehab. Minor (Rmin)
Rusak Ringan(RR) Rehab. Mayor (Rmay)
Rusak Berat (RB) Rekonstruksi (Rekon)

117+000

117+200

117+400

136+200

136+400

136+600

136+800
Uraian/STA

Kondisi IRI/
S/RMin B/PRK B/PRK B/PRK S/RMin B/PRK B/PRK
Penanganan

Kondisi Lendutan/
RR/RMay RR/RMay B/PRK RR/RMay RR/RMay RR/RMay RR/RMay
Penanganan

Kondisi Modulus/
RB/Rekon S/RMin RB/Rekon RB/Rekon RB/Rekon B/PRK RB/Rekon
Penanganan

Kondisi
Gabungan IRI &
RR/RMay RR/RMay B/PRK RR/RMay RR/RMay RR/RMay RR/RMay
Lendutan/
Penanganan
Rupiah
Penanganan
Kondisi Gabungan 871.969,80 871.969,80 41.532,40 871.969,80 871.969,80 871.969,80 871.969,80
IRI & Lendutan
(Rpx1000)
Rupiah Program
Pendanaan Proyek 394.603,20 41.532,40 41.532,40 41.532,40 394.603,20 41.532,40 41.532,40
(Rpx1000)
Selisih
(Efektivitas) -477.366,60 -830.437,40 0,00 -830.437,40 -477.366,60 -830.437,40 -830.437,40
(Rpx1000)

Versi Analisis 89.862.820,00


Pemel. Rutin Kondisi (PRK) : 2,4 km (12 segmen) 498.388,80
Rehab. Minor (Rmin) : 0,4 km (2 segmen) 789.206,40
Rehab. Mayor (Rmay) : 10,4 km (52 segmen) 45.342.429,60
Rekonstruksi (Rekon) : 6,8 km (34 segmen) 43.232.795,20
Total Biaya (Rp x 1000)
Versi Proyek 16.015.017,60
Pemel. Rutin Kondisi (PRK) : 15,4 km (77 segmen) 3.197.994,80
Rehab. Minor (Rmin) : 3,2 km (16 segmen) 6.313.651,20
Rehab. Mayor (Rmay) : 1,2 km (6 segmen) 5.231.818,80
Rekonstruksi (Rekon) : 0,2 km (1 segmen) 1.271.552,80
Selisih (efektivitas) (Rp. x 1000) - 73.847.802,40

Gambar 7. Stripmap Pendanaan Proyek Pemeliharaan Ruas Jalan Nasional Asam Asam – Kintab (007) Km 117+000 s.d Km
137+000

19
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERSIAPAN PROGRAM PRESERVASI FUND DI INDONESIA

Tiopan Henry M Gultom1, Ofyar Z Tamin2, Ade Sjafruddin3 and Pradono4


1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur
E-mail: tiopanhmg@gmail.com
2,3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung
E-mail: ofyarz@gmail.com; ades@yahoo.com

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung
Email: onodarp@gmail.com

Abstrak. Sejak tahun 2009, program preservasi fund telah tercantum dalam undang-undang lalulintas dan angkutan
jalan, namun tidak bisa diimplementasikan. Penelitian ini berisi uraian mengapa preservasi fund tidak dapat
dilaksanakan dan usulan infrastruktur kebijakan yang perlu disiapkan agar program preservasi dapat dilaksanakan.
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah wawancara dengan para stakeholder dari pemerintah yang terkait
langsung dengan program pemeliharaan jalan dan kajian literatur akan regulasi maupun studi-studi sejenis. Kriteria
analisis adalah regulasi, pergerakan menerus, disparitas, dan tugas pemograman dan terdapat 3 skenario yang dianalisa.
Skenario 1 yaitu diimplentasikan di pulau (badan daerah yang mengelola seluruh jalan yang berada dalam pulau);
skenario 2 yaitu diimplementasikan di provinsi (badan daerah yang mengelola seluruh jalan yang berada di wilayah
provinsi); dan skenario 3 yaitu diimplementasikan di provinsi dan nasional (badan daerah mengelola jalan provinsi,
kabupaten/kota dan badan nasional yang mengelola jalan nasional). Hasil penelitian menunjukkan skenario 3 adalah
yang paling mungkin dilaksanakan, dibutuhkan minimal peraturan pemerintah dan peraturan presiden agar program ini
dapat dilaksanakan. Dana preservasi dikelola oleh Badan Layanan Umum Daerah yang bertugas untuk membuat
anggaran dan program pemeliharaan jalan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Nasional yang
bertugas untuk membuat anggaran dan program pemeliharaan jalan Nasional.

Kata kunci: kelembagaan, legalitas, preservasi fund

Abstract. Since 2009, the preservation fund program has been included in road and road transport laws, but can not be
implemented. This study contains a description of why the preservation fund can not be implemented and the proposed
policy infrastructure that needs to be prepared so that the preservation program can be implemented. The research
methodology is interview with government stakeholders directly related to road maintenance program and literature
review on regulation and similar studies. Criteria analysis is regulation, through traffic, disparity, and programming
tasks and there are 3 scenarios analyzed. Scenario 1 is implemented on the island (the new agency manages all roads
within the island); scenario 2 is implemented in the province (the local new agency manages all roads in the province);
and scenario 3 is implemented in provinces and national (the new local agency manage provincial, district / city roads
and national agencies managing national roads). The results show that scenario 3 is the most likely to be implemented,
it takes at least government regulation and presidential regulation so that this program can be implemented. The
preservation fund was administered by the Province Public Service Agency tasked with preparing the provincial, district
and city road and maintenance programs and budgeting, and The National Public Service Agency is responsible for
drafting the national road maintenance budget and program.

I. PENDAHULUAN disebutkan Dana Preservasi Jalan digunakan khusus


untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan
Sejak tahun 2001 studi bagaimana menyiapkan rekonstruksi Jalan. Dana preservasi dapat bersumber
sumber pendapatan khusus yang digunakan sebagai dari pengguna jalan.
dana pemeliharaan jalan telah di lakukan di Indonesia.
Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-undang tersebut belum cukup untuk dapat
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu segera diimplentasikan. Di Indonesia jenis dan hirarki
Lintas dan Angkutan Jalan di pasal 29 ayat 3 dan 4 peraturan perundang-undangan terdiri atas; Undang-

20
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis pembangunan dan pemeliharaan jalan di model 1
Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang atau sangat tergantung pada kebutuhan tiap sektor seperti
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; kesehatan, pendidikan, gaji pegawai negeri dan lainnya.
Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Transparansi antara pendapatan ditiap sektor dengan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah anggaran yang disediakan menjadi alasan diterapkanya
Kabupaten/Kota. Urutan ini menunjukkan urutan model ke 2 (Kunz, 2009). Anggaran khusus untuk
kekuatan hukum peraturan perundang-undangan. pembiayaan publik pertama kali diusulkan oleh
Buchanan pada tahun 1963, kemudian teori
Meskipun secara hirarki Undang-undang yang telah
dikembangkan untuk sektor jalan oleh Ian Heggie dan
ada sudah kuat, namun belum dapat dilaksanakan
Vickers pada tahun 1990’an. Teorinya dikenal dengan
karena belum terdapat penjelasan secara detail apa
istilah Road Fund.
jenis sumber pendapatan dari pengguna jalan yang
Terdapat dua generasi penerapan Road Fund,
dapat digunakan sebagai dana preservasi jalan, siapa
generasi pertama yaitu alokasi dana berasal dari
yang mengelola, apa tugas pengelola dana preservasi
pendapatan pajak yang terkait dengan pengguna jalan
jalan, bagaimana hubungannya dengan otoritas jalan
(earmarked tax) dan generasi kedua yaitu alokasi dana
yang sudah ada dan banyak lain. Semua penjelasan
berasal dari semua pendapatan yang terkait dengan
yang dibutuhkan ini diperlukan sebagai materi
pengguna jalan (Gultom, 2017). Pemanfaatan Road
penyusun perundangan di bawah Undang-undang
Fund bermacam-macam, ada yang digunakan sebagai
sesuai urutan hirarki perundangan (UU RI No. 12
dana pemeliharaan jalan, ada yang digunakan sebagai
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
dana pemeliharaan jalan dan pembangunan jalan baru,
Perundang-Undangan).
ada yang digunakan sebagai dana pemeliharaan jalan,
dana pembangunan jalan dan keselamatan pengguna
1. Tujuan Penelitian
jalan, dan ada juga digunakan untuk pembangunan
Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi
prasarana moda transportasi massa (Heggie dan
kebutuhan regulasi agar program preservasi jalan dapat
Vickers, 1998). Road Fund dikelola dengan prinsip
dilaksanakan.
mendekatkan pengelolaan jalan ke mekanisme pasar.
Pengelola dana adalah suatu badan independen yang
2. Batasan Penelitian
berada di bawah kementerian induk yang terkait
Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan 4
dengan jalan, badan ini memiliki jalur dan kontrol
(empat) kriteria yaitu regulasi, disparitas, through
terhadap dana perencanaan pelaksanaan dan
traffic dan fungsi otoritas pengelola dana preservasi.
pengawasan pekerjaan jalan.
Road Fund dimanfaatkan sesuai skala program
II. METODOLOGI prioritas yang dibuat pengelola dana. Prioritas
penggunaan awal adalah sebagai dana pemeliharaan
Metodologi yang digunakan adalah kajian literatur jalan, jika kemantapan jalan telah tercapai, maka Road
dan focus group discussion (FGD) digunakan untuk Fund dapat dimanfaatkan ke program yang terkait
validasi hasil analisis. dengan jalan seperti pembangunan (contoh di Negara
Terdapat 3 (tiga) skenario implementaasi preservasi Jepang) dan keselamatan pengguna jalan (contoh di
fund yang dianalisis, yaitu pertama preservasi fund Selandia Baru dan Amerika Serikat).
diimplementasikan untuk seluruh jaringan jalan yang Terdapat empat aktor di sektor jalan dan klasifikasi
terdapat didalam satu pulau, dan dikelola oleh badan fungsi jaringan jalan (Talvitie, 2004). Empat aktor
daerah provinsi. Kedua preservasi fund sektor jalan adalah:
diimplementasikan untuk seluruh jaringan yang  Owner: entitas yang bertanggung jawab terhadap
terdapat di satu wilayah Provinsi dan dikelola oleh pembiayaan, kebijakan dan peraturan dan
badan daerah provinsi. Ketiga preservasi fund regulasi.
diimplemetasikan untuk jaringan jalan daerah (seluruh  Administrator: badan pemilik jalan, bertanggung
jalan provinsi, kabupaten/kota), dikelola oleh badan jawab agar kebijakan dan regulasi efektif dan
daerah provinsi dan untuk jaringan jalan nasional, memastikan kinerja sistem transportasi sesuai
dikelola oleh pemerintah pusat. dengan keinginan Owner.
 Manager: entitas yang bertanggung jawab
A. Road Fund terhadap pelaksanaan aktivitas tertentu,
Salah satu pengeluaran Pemerintah adalah pengawasan dan monitoring.
pelayanan sektor publik seperti pembangunan dan  Supplier: entitas yang dipilih untuk memberikan
pemeliharaan jalan. Berdasarkan sumber anggaran pelayanan atau melaksanakan pekerjaan. Entitas
pembiayaan terdapat 3 jenis model utama pembiayaan ini dipilih, diawasi dan dikelola oleh manager.
jalan, yaitu; (1). Berasal dari anggaran umum, yaitu
rekening pendapatan yang digunakan untuk semua
anggaran pembiayaan; (2) Berasal dari anggaran
khusus; (3) Berasal dari pembiayaan kerja sama
pemerintah dan swasta. Besaran anggaran untuk

21
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1998 hingga 2002. Penelitan dimulai oleh Antameng di


tahun 1998. Antameng meneliti kerangka kebijakan
implementasi Road Fund di Indonesia (Antameng,
2002). Antameng mengusulkan Road Fund digunakan
sebagai dana pemeliharaan jalan untuk jaringan jalan
yang berada di wilayah Kabupaten/Kota. Peneltian ini
memiliki kelemahan karena basis pendapatan dari
pengguna jalan, maka pendapatan terbesar akan
diperoleh pemerintah Kota, sementara Pemerintah
Kabupaten memiliki ruas jalan yang lebih panjang dari
Pemerintah Kota
Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum di tahun 2002, dengan
mengusulkan Road Fund digunakan sebagai dana
pemeliharaan jalan untuk jaringan jalan nasional dan
provinsi. Hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan
karena sudah tidak relevan dengan kondisi Indonesia
saat ini. Beberapa perundangan belum ada saat
penelitian ini dilakukan, salah satunya adalah UU No.
Gambar 1. Hubungan Kementerian Jalan dengan 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Adiministratur Pengelola Dana Jalan (Talvitie, 2004) Daerah. Sumber pendapaan road fund yang diusulkan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum adalah berupa
Diperlukan penyesuaian agar model yang diusulkan Retribusi, sementara saat ini sumber pendapatan
Talvitie, A (Gambar 1) dapat dilaksanakan di tersebut adalah Pajak. Sumber pendapatan yang
Indonesia. Saat ini jalan dikelola oleh Pemerintah dimaksud adalah retribusi bahan bakar (fuel levy) dan
Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan retribusi regisrasi kendaraan bermotor, menurut UU
Pemerintah Kota (PP No. 34 Tahun 2006 tentang No. 28 Tahun 2009 kedua pendapatan tersebut menjadi
Jalan). Pengelolaan ini disertasi juga pemberian Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan
kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Kedua jenis pajak
daerah untuk memungut pajak dan retribusi yang ini merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi dan
terkait dengan penggunaan jalan (UU RI No. 28 Tahun Pemerinah Kabupaten/Kota dengan proporsi tertentu.
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), hal Mengapa preservasi fund sesuai amanat UU No. 22
ini sesuai dengan semangat reformasi saat terjadi krisis tahun 2009 tidak berjalan?, alasan pertama; Penelitian
keuangan di tahun 1998. yang dilakukan Antameng dan Kementerian Pekerjaan
Pemerintah Indonesia sangat memperhatikan Umum sudah tidak sesuai dengan perundangan yang
sustainabilitas dana pemeliharaan jalan. Meskipun keluar setelah penelitian dilakukan. Alasan kedua;
hingga tahun 2014, dikarenakan terbatasnya dana perundangan yang terkait dana preservasi tidak
pemeliharaan jalan, kondisi jalan daerah semakin turun menjelaskan siapa yang memungut dana dari pengguna
kinerjanya. Pada Tahun 2009 kinerja jalan daerah jalan, jenis pungutan yang diambil dari pengguna jalan,
adalah 24% Jalan Provinsi dan 41% Jalan besar pungutan dan siapa yang mengelola dana
Kabupaten/Kota dalam keadaan rusak, namun pada preservasi (Gultom, 2017).
tahun 2014 terdapat 40% Jalan Provinsi dan 45% Jalan
Kabupaten/Kota dalam keadaan rusak (INDII, 2015). 3. Dana Pemeliharaan Jalan di Indonesia
Menyadari hal ini, pada tahun 2009, melalui Penyelenggara jalan umum di Indonesia dilakukan
Undang-Undang RI No. 22 tentang Lalulintas dan oleh Pemerintah. Wewenang Pemerintah sebagai
Angkutan Jalan diusulkan dana pemeliharaan jalan penyelenggara jalan nasional dan wewenang
(preservasi fund) yang berasal dari pengguna jalan. Di pemerintah daerah sebagai penyelenggara jalan
pasal 29 disebutkan “Untuk mendukung pelayanan provinsi, jalan kabupaten/kota dan jalan desa.
laulintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib Penyelenggaraan jalan meliputi pengaturan,
dan lancar, jalan harus dipertahankan. Untuk pembinaan, pembangunan dan pengawasan.
mempertahankan kondisi jalan diperlukan Dana Wewenang pemerintah pusat dan daerah dalam
Preservasi. Dana ini digunakan khusus untuk kegiatan pembangunan jalan meliputi perencanaan teknis,
pemeliharaan, rehabilitas dan rekonstruksi jalan. Dana pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan
preservasi jalan dapat bersumber dari Pengguna Jalan pemeliharaan. Pemerintah daerah dapat melaksanakan
dan pengelolaanya sesuai dengan ketentuan peraturan pengoperasian dan pemeliharaan jalan nasional melalui
perundang-undangan”. tugas pembantuan (PP No. 34 Tahun 2006 tentang
jalan). Salah satu kegiatan dalam tahap pembangunan
B. Mengapa Preservasi Fund tidak Berjalan jalan adalah pemograman dan penganggaran.
Studi tentang Road Fund yang pemanfaatannya Semua pengeluaran negara termasuk subsidi dan
untuk pemeliharaan jalan telah dilakukan sejak tahun bantuan lainnya Sponsor
yang of sesuai denganParent
Road Sector: program
Ministry

22 Umbrella Owner 2:
Owner 1:
KRTJ-14 JAKARTA 2018 organization: Local
The Federal Adm The State Government
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pemerintah pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan Badan pengelola dana dilakukan oleh suatu
dan Belanja Negara (APBN), demikian juga semua BLUD milik provinsi.
pengeluaran daerah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan 3. Skenario 3, diimpelentasi di tiap Provinsi, dimana
dan Belanja Daerah (APBD) (UU No.1 Tahun 2004 pendapatan eamarked PKB dan PBBKB
tentang Perbendaharaan Negara). Dari proses digunakan untuk pemeliharaan jalan seluruh
penyusunan anggaran dibulan April hingga persetujuan jaringan jalan daerah dan earmarked PPnBm
anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat (Pusat dan untuk jaringan jalan Nasional dan subsidi ke
Daerah) paling tidak membutuhkan waktu 8 bulan jaringan jalan daerah. Badan pengelola dana
(Gultom, 2017). Kegiatan penganggaran dilakukan dilakukan oleh suatu BLUD milik provinsi dan
instansi penyelenggara jalan (Kementerian Pekerjaan Badan Layanan Umum Nasional (BLUN).
Umum dan Dinas Pekerjaan Umum di Daerah) dimulai Beberapa kriteria ditentukan untuk mengevalusi 3
sejak survey kondisi jalan dilakukan yaitu dibulan kemungkinan skenario yang dilakukan, yaitu:
April, kemudian diestimasi kebutuhan biaya, 1. Regulasi
dilanjutkan dengan rencana kerja program 2. Pergerakan menerus antar wilayah pengelolaan
pemeliharaan. dana
Rencana kerja dibahas beberapa tahap yang 3. Disparitas potensi pendapatan, wilayah,
melibatkan penyelenggara jalan teknis (Pekerjaan kewenangan panjang jalan
Umum), eksekutif dari perencana daerah dan legislatif 4. Pelaksanaan tugas sebagai penyelenggara jalan
sebelum kemudian diputuskan paling lambat di bulan khusus di tahap pemograman.
Desember. Proses ini tidak baik untuk kegiatan
pemeliharaan jalan, terdapat penundaan minimal 8 III. ANALISIS
bulan sejak jalan diketahui kondisinya dalam keadaan Bagian ini menjelaskan analisa ketiga skenario
rusak. Akibat penundaan ini dapat berakibat kenaikkan terhadap kriteria yang telah ditetapkan. Berikut
total biaya pemeliharaan jalan hingga 261% (Gultom, pembahasannya.
2017).
A. Skenario 1
4. Usulan Preservasi Fund Di Indonesia Skenario 1, yaitu model pembiayaan dari eamarked
Mengantisipasi proses penganggaran dan PKB, PBBKB dan PPnBM digunakan untuk
ketersediaan dalam jumlah yang pasti tanpa pemeliharaan seluruh jaringan jalan yang terdapat pada
dipengaruhi kebutuhan anggaran sektor lain serta satu pulau. Tugas Badan Layanan Umum Daerah
melaksanakan amanat yang sudah terdapat didalam pengelola dana pemeliharaan jalan adalah menyusun
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas anggaran dan membuat program pemeliharaan jalan.
dan angkutan darat, diusulkan model pembiayaan Badan pengelola dana direncanakan sebagai milik
pemeliharaan jalan dari earmarked tax (Gultom, 2017). pemerintah provinsi (bersama) yang berada di pulau
Pada penelitianya Gultom, 2017, diusulkan Pajak tersebut.
Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bahan Bakar Skenario ini memiliki keuntungan yaitu dapat
Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan Pajak Penerimaan diabaikan terjadinya pergerakan menerus kendaraan
Bea Masuk Kendaraan Bermotor (PPnBM). PKB dan dari luar wilayah. Pada Pulau Sumatera, berdasarkan
PBBKB merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi ATTN 2011, diketahui pergerakan eksternal
untuk memungut, minimal 70% dari total pendapatan (orang/tahun untuk semua moda transportasi) adalah ±
PKB menjadi milik Pemerintah Provinsi dan sisanya 2,2% sedangkan di Pulau Jawa diketahui sebesar ±
dibagi rata ke semua pemerintahan Kabuptaen/Kota, 9,6%.
dan minimal 70% dari pendapatan PBBKB menjadi Implementasi preservasi fund untuk skenario 1 akan
milik Pemerintah Kabupaten/Kota sisanya untuk memberikan potensi yang besar dan kelonggaran bagi
Pemerintahan Provinsi (UU No. 28 Tahun 2009 tentang badan pengelola dana untuk menyusun program kerja
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). pemeliharaan jalan dengan mempertimbangkan kinerja
Terdapat tiga kemungkinan model pembiayaan ini jaringan di suatu Pulau. Pemilihan prioritas penanganan
dapat diimplementasikan, yaitu: jalan akan memperhatikan kinerja dari suatu Pusat
1. Skenario 1, diimplementasi di suatu pulau tertutup Kegiatan Lokal di Desa hingga Pusat Kegiatan
seperti Bali, Jawa, Kalimantan, Sulawesai, Nasional. Disparitas potensi pendapatan antar wilayah
Sumatera, dimana pendapatan earmarked PKB, pemerintah, panjang jalan dan luas wilayah dapat
PBBKB dan PPnBM digunakan untuk dihindari. Skenario 1 menugaskan BLUD untuk
pemeliharaan seluruh jaringan jalan yang berada menyusun anggaran dan program pemeliharaan bukan
di seluruh Pulau. Pengelola dana dilakukan oleh hanya untuk jalan daerah, tetapi juga jalan nasional.
suatu Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 34 Tahun 2006
milik provinsi. tentang Jalan di pasal 1 dan pasal 59, pemerintah
2. Skenario 2, diimplementasi di tiap Provinsi, Daerah tidak diberi kewenangan untuk melakukan
dimana pendapatan earmarked PKB, PBBKB dan kegiatan pemograman dan menyusun anggaran.
PPnBM digunakan untuk pemeliharaan seluruh Pada pulau yang multi provinsi, maka dibutuhkan
jaringan jalan yang berada di seluruh Provinsi. suatu regulasi bersama antar provinsi agar ada

23
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

penjelasan tugas pengumpulan earmarked PKB dan pendapatan dengan menerapkan suatu tarif tertentu
PBBKB serta kriteria alokasi dana pemeliharaan jalan untuk setiap kendaraan yang melintas dari luar wilayah.
yang bukan hanya mempertimbangkan besar kecil Namun keniscayaan untuk dapat menutup semua pintu
jumlah pendapatan earmarked tax. Menghindari hal ini masuk pergerakaan menerus. Akan timbul masalah
diperlukan pejabat setingkat Gubernur atau Pejabat siapa yang menanggung biaya pemeliharaan jaringan
Daerah dari wakil Pemerintah. Persoalan lainnya jalan disekitar perbatasan antar provinsi dan siapa yang
adalah kepemilikan aset Badan Daerah yang dibentuk. akan memungut dan siapa yang berhak untuk
Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara/daerah memungut. Dahulu ada suatu pungutan untuk jalan
yang tidak dapat dipisahkan dan pembinaannya nasional, namun sifatnya untuk kelebihan muatan.
dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2015
daerah (UU No. 1 Tahun 2004 pasal 68-69). Pada kasus tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
multi provinsi maka tidak mungkin dapat memisahkan pungutan kelebihan muatan sudah tidak diatur lagi
kekayaan BLUD yang dimiliki bersama (Survey, sebagai PNBP. Potensi PNBP secara nominal besar,
2015). Selain itu, BLU hanya dapat menerima meski, jumlah kendaraan yang berkategori kendaraan
pendapatan dari masyarakat, badan lain dan barang (termasuk pick up) diseluruh Indonesia adalah
APBN/APBD (PP No. 74 Tahun 2012 pasal 10). 5,6% (BPS, 2013), namun sudah menjadi rahasia
Sehingga BLUD tidak dapat menerima earmarked umum sering terjadi pungutan yang dilakukan oknum
PPnBM melalui APBN. terhadap kendaraan barang. Disparitas kemampuan
Implementasi skenario 1 membutuhkan beberapa potensi pendapatan earmarked antar provinsi akan
perubahan dan penambahan regulasi, yaitu: terjadi. Program pemeliharaan jalan akan lebih fokus
1. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan pada perbaikan kondis jaringan jalan yang ada di
dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006, wilayahnya, sementara tidak setiap daerah dapat
pasal 59 ayat 1, agar wewenang penganggaran menjadi pusat kegiatan yang memenuhi kebutuhan di
dan pemograman pemeliharaan jalan Nasional, provinsi tersebut. Contohnya di Provinsi DKI Jakarta,
provinsi dan kabupaten/kota dapat dilaksanakan pemenuhan kebutuhan sayur mayur dan kebutuhan
oleh Badan Layanan Umum Daerah yang bertugas pangan lainnya dikirim dari luar wilayahnya.
sebagai pengelola dana preservasi di dalam satu Kemampuan fiskal DKI yang besar, namun jaringan
pulau. jalan yang menjadi kewenangan lebih pendek daripada
2. perlu ada perubahan UU No. 1 Tahun 2004, pasal kewenangan provinsi Jawa Barat. Dampaknya, jaringan
68 yang memungkinkan BLUD tersebut milik jalan dalam kota DKI lebih baik kondisinya, sedangkan
bersama jaringan jalan dari pusat kegiatan lokal Jawa Barat,
3. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 dan PP No. 23 seperti pertanian atau perkebunan yang berada wilayah
Tahun 2005 tentang pengelolaan Badan Layanan Subang, Bogor, Purwakarta, yang berbatasan ke
Umum, agar BLUD diperbolehkan untuk menerima provinsi DKI Jakarta tidak semua dapat terpelihara
anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN dengan baik.
dengan kriteria dan syarat-syarat tertentu. Persoalan kerusakan jalan akibat through traffic dan
4. Peraturan Presiden tentang penghimpunan Dana disparitas dapat diatasi apabila BLUD diperboleh
Preservasi dari pengguna jalan mendapatkan subsidi dari Pemerintah melalui sumber
5. SK Menteri Keuangan tentang penjabaran dana earmaked PPnBM. Pendapatan subsidi ini dapat
organisasi dan tata kerja BLUD dana pemeliharaan ditransfer ke rekening BLUD di APBD seperti skema
jalan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang saat ini berlaku.
6. Dimasa mendatang dibutuhkan sumber pendapatan Perlu diatur kriteria-kriteria yang mengatur
yang baru untuk pemerintah provinsi, jika tarif pengalokasian DAK bagi provinsi yang memiliki
PBBKB dan PKB dinaikkan oleh pemerintah sumber pendapatan dana pemeliharaan jalan kurang.
daerah Implementasi skenario 2 membutuhkan beberapa
7. Perda tentang pembentukan BLUD dan perubahan dan penambahan regulasi, yaitu:
pemanfaatan earmarked tax dari PKB dan PBBKB 1. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan
dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006,
B. Skenario 2 pasal 59 ayat 1, agar wewenang penganggaran
Skenario 2, yaitu model pembiayaan dari eamarked dan pemograman pemeliharaan jalan Nasional,
PKB, PBBKB dan PPnBM digunakan untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilaksanakan
pemeliharaan seluruh jaringan jalan yang terdapat pada oleh Badan Layanan Umum Daerah yang bertugas
satu provinsi. Tugas Badan Layanan Umum Daerah sebagai pengelola dana preservasi di dalam satu
pengelola dana pemeliharaan jalan adalah menyusun pulau.
anggaran dan membuat program pemeliharaan jalan. 2. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 dan PP No. 23
Badan pengelola dana direncanakan sebagai milik Tahun 2005 tentang pengelolaan Badan Layanan
pemerintah provinsi. Umum, agar BLUD diperbolehkan untuk menerima
Permasalahan through traffic (pergerakan menerus) anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN
dari luar wilayah antar provinsi tidak bisa dihindari. dengan kriteria dan syarat-syarat tertentu.
Permasalahan ini bisa saja menjadi suatu potensi

24
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3. Peraturan Presiden tentang penghimpunan Dana adalah lalu lintas menerus. Sebagai contoh, Eropa Barat
Preservasi dari pengguna jalan umumnya terkoneksi satu sama lain. Inggris dan
4. SK Menteri Keuangan tentang penjabaran Perancis terhubung suatu tunel yang bisa dilalui moda
organisasi dan tata kerja BLUD dana pemeliharaan kereta api dan jalan raya untuk angkutan mobil
jalan penumpang dan barang. Inggris, disaat menerapkan
5. Dimasa mendatang dibutuhkan sumber pendapatan Turnpike Trust dan hingga semua pendapatan dari
yang baru untuk pemerintah provinsi, jika tarif pengguna jalan masuk ke rekening umum,
PBBKB dan PKB dinaikkan oleh pemerintah memberlakukan bea masuk untuk setiap kendaraan
daerah barang asing yang masuk ke wilayahnya. Hal ini
6. Perda tentang pembentukan BLUD dan disebabkan, tarif bahan bakar (BBM) di negara
pemanfaatan earmarked tax dari PKB dan PBBKB Perancis lebih murah daripada Inggris. Inggris tidak
ingin jalannya rusak akibat pergerakan kendaraan
C. Skenario 3 barang asing, sementara kendaraa tersebut tidak
Skenario 3, yaitu model pembiayaan dari eamarked membeli bahan bakar di wilayahnya (Acosta dkk,
PKB dan PBBKB digunakan untuk pemeliharaan 2014).
seluruh jaringan jalan daerah yang terdapat di provinsi, Idealnya preservasi fund diterapkan secara nasional
sedangkan eamarked PPnBM digunakan untuk dan dikelola terpusat untuk semua jaringan jalan atau
pemeliharaan jaringan jalan nasional. Di tiap provinsi jaringan jalan tertentu. Kebijakan ini diperlukan untuk
paling tidak terdapat BLUD yang bertugas mengelola menghindari terjadinya variasi kebijakan yang
dana pemeliharaan jalan daerah, dan BLUN yang diterapkan daerah untuk menghindari pergerakan
bertugas mengelola dana pemeliharaan jalan nasional. menerus, defisit anggaran akibat bervariasinya luas dan
Tugas BLUD/N adalah menyusun anggaran dan panjang jalan ditiap wilayah daerah. Seperti yang
membuat program pemeliharaan jalan. terjadi di China, kurang lebih 10 (sepuluh tahun) lalu
Dampak through traffic dan disparitas akan menjadi negara China menjadi satu-satunya negara yang
persoalan yang harus tetap diselesaikan oleh menerapkan dana jalan (road fund) dengan sistem
Pemerintah melalui skema subsidi yang bersumber dari desentralistik. Kebijakan road maintenance fees
earmarked PPnBM (RMFs) yang desentralistik menyebabkan biaya
Yang membedakan dari skenario 1, 2 terhadap transportasi tidak efisien. Tiap daerah memberlakukan
skenario 3 adalah dibentuknya minimal 2 BLU di tiap tarif yang berbeda-beda (Acosta dkk, 2014).
provinsi. Dengan demikian undang-undang no. 38 Menerapakan kebijakan sentralistik untuk
tahun 2004, undang-undang no. 1 tahun 2004 dan pengelolaan jalan di Indonesia adalah hal yang tidak
peraturan pemerintah no. 23 tahun 2005 tidak perlu mungkin lagi bisa dilaksanakan sejak Undang-Undang
dirubah atau diganti. Untuk mengimplementasikan Otonomi Daerah diberlakukan pada Tahun 1999.
skenario 3 dibutuhkan regulasi, yaitu: Diperlukan proses yang panjang untuk dapat membuat
1. Peraturan pemerintah tentang penghimpunan dana suatu undang-undang di Negara Indonesia. Terlebih
preservasi dari pengguna jalan sejak diberlakukannya sistem multi partai, belum ada
2. Peraturan Presiden, Penjelasan lebih rinci dari PP satu partaipun yang meraih 50%+1 suara di parlemen.
tentang penghimpunan dana preservasi dari Payung hukum dana preservasi telah ada, meski
pengguna jalan terkesan di “cangkok” pada tema yang bersinggungan
3. SK Menteri Keuangan tentang pengelolaan BLU yaitu di Undang-undang tentang Lalu Lintas dan
Dana Preservasi jalan nasional dan BLU dana Angkutan Jalan. Agar dapat segera dilaksanakan maka
preservasi jalan daerah sementara waktu dihindari pembentukan undang-
4. SK Menteri tentang perubahan tarif PPnBM undang yang baru, dan hal ini sesuai dengan petunjuk
kendaraan bermotor pada Undang-undang No. 22 Tahun 2009 pasal 31,
5. Perda tentang pembentukan BLUD dan “ketentuan mengenai organisasai dan tata kerja unit
pemanfaatan earmarked tax dari PKB dan pengelola Dana Preservasi Jalan diatur dengan
PBBKB. peraturan Presiden”.
Mempertimbangkan bahan diskusi yang diurai
sebelumnya, maka usulan skenario 3 adalah yang
IV. DISKUSI paling tepat saat ini untuk diimplementasikan.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan,
terdapat beberapa hal yang dapat didiskusikan. B. Model Hubungan Kelembagaan
Pengelolaan dana pemeliharaan jalan (dana
A. Skenario Terpilih preservasi) diusulkan dilakukan oleh BLU. Pemilihan
Jika mencermati posisi geografis negara-negara bentuk usaha ini tidak sepenuhnya betul, namun bentuk
yang menerapkan kebijakan pengumpulan dana jalan usaha ini yang paling tepat. Sesuai dengan UU No. 1
(road fund), untuk pembangunan atau pemeliharaan, Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
hanya negara Jepang yang berbentuk kepulauan. Semua Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang
negara berbentuk daratan dengan beberapa pulau atau pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, pasal 1
mayoritas satu daratan luas. Hal yang paling dihindari menjelaskan BLU dibentuk untuk memberikan

25
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan


barang dan/atau jasa yang dijual tanpa Kemen. PU/ Bappenas Kemen.
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam Ditjen Bina Keuangan
Marga
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisien Koordinasi rencana
strategis
dan produktivitas. Penyediaan barang dan/atau jasa Data kondisi nasional/daerah
yang dilakukan BLU preservasi tidak begitu jelas jalan dan
kriteria teknis
seperti Rumah Sakit. Karena yang menyediakan barang pemeliharaan Estimasi
dan jasa tetap dilakukan Kementerian PU dan Dinas jalan pendapatan dll Earmarked
Pekerjaan Umum sebagai penyelenggara jalan. BLUN PPNBM
BLUN/D hanya bertugas menyusun anggaran dan
membuat program pemeliharaan jalan.
Jika dibuat dalam bentuk Badan seperti BNN
(Badan Narkotika Nasional) atau BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana), secara organisasi Rekomendasi
daftar ruas Evaluasi
lebih memiliki kebebasan dalam menyusun anggaran, pendapatan dan
jalan yang
karena dapat menerima langsung dari dana dari APBD. ditangani pada kebutuhan dana
Namun sulit untuk diterapkan jika model skenario 2 tahun ke n pemeliharaan jalan
atau 3 yang akan diimplentasikan. Badan harus bersifat
nasional dan memiliki hubungan kerja antar
kementerian. Seperti BNPB dalam bekerja Gambar 3. Model hubungan kelembagaan BLUN
membutuhkan koordinasi dengan Kementerian Sosial
pasca bencana, Kementerian Kehutanan jika terjadi Koordinasi dengan Bappenas diperlukan BLUN
kebakaran besar, dan bahkan militer untuk pengerahan terkait dengan rencana pembangunan wilayah strategis
masa untuk eskavasi korban bencana. nasional, agar terintegrasi dengan program
Model hubungan kelembagaan untuk BLUN pemeliharaan jalan. BLUN bersama-sama kementerian
ditunjukkan pada Gambar 2. keuangan berkoordinasi terkait estimasi pendapatan
dan sistem adiministrasi lembaga negara. Terhadap
Earmarked Earmarked Kementerian Pekerjaan Umum, BLUN berkoordinasi di
Kemen. PPnBM Kementerian PPnBM
tahap perencanaan yaitu menerima data kondisi jalan
Keuangan PU
dan regulasi pemeliharaan jalan, pada tahap
pelaksanaan, BLUN memberikan daftar program
pemeliharaan jalan untuk dapat dilelang oleh
Kementerian Pekerjaan Umum ke penyedia jasa
Ditjen Bina Marga BLUN
konstruksi.
Peraturan Pemerinah No. 23 Tahun 2005 di pasal 3
menyebutkan bahwa BLU beroperasi sebagai unit kerja
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk
Balai Jalan Nasional tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya
Balai Jalan Nasional
Wilayah i Wilayah i + n berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh
instansi induk yang bersangkutan. Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab
Pemeliharaan jalan Pemeliharaan jalan atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan
nasional di Wilayah i nasional di Wilayah i + n umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan.
Gambar 2. Posisi BLUN di Kementerian PU Di daerah, BLUD berkoordinasi langsung dengan
instansti induk yaitu Dinas Pekerjaan Umum (DPU)
BLUN berada dibawah kementerian PU dan sederajat atau Dinas Bina Marga, dengan penanggung jawab
dengan Ditjen Bina Marga. Sumber dana pemeliharaan BLUD adalah Gubernur sebagai pelaksana APBD.
Jalan berasal dari earmarked PPnBM yang tercantum Posisi BLUD di pemerintah daerah ditunjukkan pada
pada rekening Kementerian PU di APBN. Fungsi Gambar 4.
BLUN dilaksanakan dengan cara berkoordinasi
terhadap beberapa kelembagaan terkait, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.

26
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

V. PENUTUP
Kementerian Keuangan Penyediaan dana preservasi fund dari pengguna
jalan sudah harus segera dilaksanakan. Persiapan untuk
Subsidi pemerintah Earmarked
pelaksanaan dapat dilakukan pada daerah yang secara
melalui Earmarked PBBKB dan PKB tipikal tertutup dan satu pulau seperti Pulau Bali.
PPnBM Subsidi Pelaksanaan di Pulau Bali dapat menjadi basemark
Pemerintah
Gubernur untuk mengevaluasi program dana preservasi fund.

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa didapat dari penilitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Dinas Pekerjaan BLUD 1. Skenario 3, adalah model pembiayaan preservasi
Umum
fund paling memungkinkan untuk dapat
diimplementasi di Indonesia saat ini.
2. Diidentivikasi terdapat 5 perundangan yang perlu
Pemeliharaan Jalan Pemeliharaan Jalan Pemeliharaan
disiapkan. Jenis perundangan tertinggi adalah
Provinsi Kabupaten Jalan Kota Peraturan Pemerintah.
3. Badan pengelola dana pemeliharaan jalan
(preservasi fund) berbentuk Badan Layanan
Gambar 4. Posisi BLUD di Pemerintah Daerah Umum (BLU), BLU Daerah bertugas untuk
menyusun anggaran dan program pemeliharaan
BLUD bertugas untuk membuat program jalan Provinsi, Kabupaten dan Kota. Sedangkan
pemeliharaan jalan dan menyusun anggaran jalan BLU Nasional bertugas untuk menyusun anggaran
Provinsi, Jalan Kabupaten dan Jalan Kota. dan program pemeliharaan jalan Nasional
Dinas Pekerjaan B. Saran
Umum/Bina Bappeda Dinas
Marga Pendapatan Beberapa saran yang bisa diberikan setelah penelitian
provinsi ini adalah:
Koordinasi
Data kondisi rencana strategis
1. Responden saat penelitian adalah wakil eksekutif
jalan dan nasional/daerah yang terlibat langsung dengan pembiayaan jalan.
kriteria Sebaiknya sebelum implementasi perlu dilakukan
teknis
pemeliharaan
Earmarked diskusi dengan pihak legislatif dan wakil
Estimasi PKB dan
jalan
pendapatan PBBKB kemendagri.
BLUD dll 2. Pelaksanaan jangka pendek, pemerintah dapat
mencoba kebijakan preservasi fund dengan model
Mengajukan skenario 3 di Pulau Bali. Evaluasi dilakukan
subsidi ke setelah program berjalan, hasilnya menjadi
Kemenkeu dari
Rekomendasi Dana Evaluasi earmarked
masukan baru untuk penyempurnaan kebijakan
daftar ruas Cukup pendapatan preservasi secara nasional.
PPnBM Pimpinan
jalan yang dan kebutuhan Daerah
ditangani dana
pada tahun pemeliharaan
ke n jalan DAFTAR PUSTAKA
Acosta, Luis dkk, 2014, “National Funding of Road
Gambar 5. Model hubungan kelembagaan BLUD Infrastructure”, the Law Library of Congress,
Global Research Centre, USA.
Antameng, Max., 2001: “A National Policy Framework
BLUD dimungkinkan untuk menerima dana subsidi For Financing District Road Maintenance in
dari Pemerintah melalui APBD, kemudian dana Indonesia”, Leeds University
tersebut di transfer ke rekening BLUD. Pengajuan dana Gultom, T. H .M., 2017, “Model Pembiayaan
subsidi melalui pimpinan daerah sesuai dengan kriteria Pemeliharaan Jalan di Indonesia dari Earmarked
tertentu. Bila pendapatan earmarked PKB dan PBBKB Tax (Studi Kasus: Pulau Bali)”, Disertasi tidak
mencukupi kebutuhan dana pemeliharaan jalan, maka dipublikasikan, Bandung, Institut Teknologi
daftar program pemeliharaan jalan diserahkan ke DPU Bandung.
untuk dilelangkan. Heggie, Ian G., Piers, Vickers., 1998: “Commercial
BLUD bertugas untuk membuat program Management and Financing of Roads”, World
pemeliharaan jalan dan menyusun anggaran jalan Bank Washington DC.
Provinsi, Jalan Kabupaten dan Jalan Kota. Indonesia Infrastructure Initiative (INDII), 2015:
”Naskah Teknokratik RENSTRA Bina Marga
2015-2019”, Australian Aid

27
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kunz, Karen., 2009, “The Increasing Use of Federal


Earmarkeds to Fund Local Infrastructure a Case
Study of Illinois Municipal Goverments”,
Municipal Finance Journal Vol. 30 No. 3 Fall,
Kingston New Jersey.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2001: “Technical
Assistance for Ascertaining The Aprropriateness of
Establishing a Road Fund in Indonesia”, PT.
Hasfarm Dian Konsultan.
Talvitie, A. (2004): “Road Financing and Sustainability
in EU Accession Countries”, Birmingkam
University.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, “Tentang
pengelolaan Badan Layanan Umum”
Pearaturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, “Tentang
Jalan”
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2012, “Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum”
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2015, “Tentang
Pendapatan Negara Bukan Pajak”
Undang-Undang No.1 Tahun 2004, “Tentang
Perbendaharaan Negara”
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009, “Tentang
Lalulintas dan Angkutan Jalan”
Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009, “tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah”
Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2011, “Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”
Kementerian Komunikasi dan Informasi, 2016,
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, diperoleh
melalui situs internet:
http://indonesia.go.id/?page_id=9113. (diakses
Oktober 2016).
Survey wawancara, 2015.
BPS, 2015, www.bps.go,id

28
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PEMBIAYAAN INOVATIF:
SKEMA AVAILABILITY PAYMENT PADA
PENGUSAHAAN JALAN TOL SERANG – PANIMBANG
SEKSI CILELES – PANIMBANG
Slamet Muljono
Anggota HPJI
Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR
E-mail: s.muljono5810@gmail.com; smuljono@pu.go.id

Abstrak. Transportasi di Indonesia mengalami defisit dan kesenjangan yang luar biasa besar dan oleh karenanya
perencanaan pembangunannya tidak dapat dibuat berdasarkan pendekatan linier dan teknokratik semata. Namun juga
diperlukan menggunakan pendekatan non-linier bahkan kalau perlu eksponensial. Kegagalan membangun infrastruktur
transportasi yang maju dan modern akan membawa implikasi yang tidak menguntungkan bagi perekonomian
mendatang. Ruang fiskal untuk investasi transportasi sangat sempit dan akan tetap seperti itu untuk 5 tahun kedepan.
Dengan ruang fiskal yang sempit, creative financing atau pembiayaan inovative seperti dengan skema Availability
Payment (AP) atau Performance Based Annuity Scheme (PBAS) menjadi pilihan pembiayaan pengusahaan jalan tol
Serang – Panimbang seksi Cileles – Panimbang. Pemilihan strategi pembiayaan pengusahaan jalan tol tersebut telah
memenuhi kriteria untuk skema Availability Payment. Pembiayaan pengusahaan jalan tol Serang – Panimbang seksi
Cileles – Panimbang merupakan yang pertama kali di lakukan dengan skema AP untuk jalan tol di Indonesia.

Kata kunci: linier, non-liner, ruang fiskal, investasi transportasi, pembiayaan inovatif, Availability Payment

I. PENDAHULUAN maintain; sebuah proyek sehingga mencapai suatu


standard tertentu yang disepakati. Sedangkan
Transportasi di Indonesia mengalami defisit dan Pemerintah berperan dalam hal melaksanakan
kesenjangan yang luar biasa besar dan oleh karenanya pembayaran berbasis kinerja (performance-based
perencanaan pembangunannya tidak cukup hanya payments) selama jangka waktu kontrak (IndII,2014b).
berdasarkan pendekatan linier dan teknokratik semata. Proyek Jalan Tol Serang - Panimbang seksi Cileles
Namun, diperlukan juga menggunakan pendekatan – Panimbang sepanjang 33,7 Km pengusahaannya
non-linier bahkan kalau perlu eksponensial selain itu dilakukan dengan skema pembiayaan Ketersediaan
juga ada determinasi politik yang kuat. Layanan atau Availability Payment (AP). Tulisan ini
Dengan meningkatnya kompetisi global, tuntutan membahas penerapan skema Availability Payment pada
global compliance dan meningkatnya kompleksitas proyek Jalan Tol tersebut.
tatanan sosial, ekonomi, dan politik domestik.
Kegagalan membangun infrastruktur transportasi yang
II. SKEMA PENGUSAHAAN JALAN
maju dan modern akan membawa implikasi yang
sangat merugikan bagi perekonomian mendatang. TOL DI INDONESIA
Ruang fiskal untuk investasi transportasi sangat
sempit dan diperkirakan masih akan tetap seperti itu Arah Kebijakan Kerjasama Pemerintah Badan
dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Investasi Usaha (KPBU) Sektor Jalan Tol, bertujuan untuk
transportasi tidak pernah dan tidak akan bisa meningkatan Pelayanan dan perwujudan industri Jalan
ditanggung oleh pemerintah sendirian. Dengan ruang Tol yang sehat dalam mendukung Program
fiskal yang sempit di perlukan innovative atau creative Pembangunan Jalan Tol (1000 Km). Arahan Dasar
financing untuk membiayai transportasi kedepan. meliputi: 1). Skema KPBU Baru; 2). Penyederhanaan
Creative financing diantaranya Skema Availabilty Prosedur; 3). Penambahan Dukungan Pemerintah;
Payment (AP) atau Performance-based Annuity 4).Percepatan Pengadaan Tanah.
Scheme, (PBAS) merupakan perjanjian kerjasama Arahan Dasar tersebut dijabarkan dalam Kegiatan-
penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dengan kegiatan Utama yaitu: a). Model Pengusahaan,
Badan Usaha, yang besarnya didasarkan pada kinerja, Memperkenalkan Model Pelelangan baru antara lain:
melalui pembayaran angsuran multi years dari Penugasan kepada BUMN, Availabilty Payment (AP).
Pemerintah ke Badan Usaha. Badan Usaha berperan b). Percepatan Proses Pelelangan misalnya: Pelelangan
dalam hal design, construct, finance, operate dan lebih singkat menjadi ± 5 Bulan, Pemberi pinjaman,

29
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kontraktor, PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI)


(Persero), dan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(PII) (Persero) terlibat dalam pelelangan, Competitive
Dialogue sebelum Pelelangan. c). Dukungan yang
beragam, Dukungan Pemerintah: Viability Gap
Funding (VGF), sebagian Konstruksi, atau
Pembiayaan bersama, Fasilitas pembiayaan oleh PT.
SMI, Fasilitas Penjaminan oleh PT. PII. d). Pengadaan
Tanah Lebih Awal antara lain: Percepatan dengan UU
No. 2/2012, Pengadaan Tanah lebih awal sesuai
tahapan, Terintegrasi dengan Kawasan, Pembiayaan
dan Pelaksanaan oleh Pemerintah, Peran BLU untuk
Land Banking.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) 2016, telah
menyusun skema pengusahaan jalan tol, seperti pada
Gambar 1 berikut:
(Sumber : IndII, 2014)
Gambar 2. Pilihan Model Delivery KPBU

Pada Gambar 3, terlihat perbedaan antara model


Konvensional dan Availability Payment, pada model
Konvensional a). konstruktor atau kontraktor menerima
pembayaran selama konstruksi b). mitra kontraktor dan
Operasi dan Pemeliharaan (OP) bekerja pada fase yang
berbeda, c). mitra kontraktor dan OP tidak memiliki
ekuitas yang beresiko, d). Fokus input, terutama pada
fase konstruksi, dan hanya perlu diperiksa oleh penguji
independen, e). dalam tradisional delivery, kontraktor
tidak bertanggung jawab atas sisa umur aset.
Sedangkan dalam Ketersediaan Layanan atau AP
berlaku: a). pembayaran hanya dimulai saat proyek
ditugaskan kontraktor atau konstruktor dan b). sisa
konsorsium KPBU menanggung risiko konstruksi,
(Sumber: BPJT, 2016)
Gambar 1. Skema Pengusahaan Jalan Tol di Indonesia

III. MODEL KONVENSIONAL DAN


AVAILABITY PAYMENT
Menurut IndII (2014) macam-macam model
delivery Proyek Jalan Tol adalah: Konvensional,
Availability Payment (AP), Viability Gap Funding
(VGF) dan 100% Tol. Dari Gambar 2, pilihan Model
Delivery KPBU, dari atas ke bawah Konvensional,
Availability Payment, Viability Gap Funding dan 100%
tol, terlihat bahwa risiko lalu lintas (traffic) atau
penggunaan jalan tol semakin besar ke bawah. Pada AP
delivery pemerintah menanggung risiko lalu-lintas,
tidak seperti VGF dan 100% tol, risiko lalu lintas di
transfer ke sektor swasta.
(Sumber: IndII, 2014)
Gambar 3. Model Konvensional dan Ketersediaan
Layanan

30
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IV. DISKRIPSI PROYEK JALAN TOL V. MODEL DELIVERY AP PADA


SERANG – PANIMBANG SEKSI CILELES – PANIMBANG

Pembangunan jalan tol sepanjang 83,6 km ini Skema Konsesi Jalan Tol Serang – Panimbang,
bertujuan untuk menyediakan akses ke Kawasan sebagaimana Gambar 5 berikut:
Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung dan Taman
Nasional Ujung Kulon. Proyek direncanakan akan
terdiri dari tiga seksi: Seksi I Serang – Rangkasbitung;
Seksi II Rangkasbitung – Cileles; dan Seksi III Cileles
– Panimbang.

Selain untuk mendukung pengembangan pariwisata


di Tanjung Lesung dan Taman Nasional Ujung Kulon,
jalan tol ini diharapkan dapat mengurangi biaya logistik (Sumber: BPJT 2017)
pengiriman barang dari kawasan industri di Pandeglang Gambar 5. Skema Konsesi Jalan Tol Serang -
ke pelabuhan di Jakarta dan sebaliknya. (KPPIP, 2016). Panimbang
BPJT sedang melelang seksi Cileles – Panimbang
sepanjang 33,7 Km kepada pihak swasta dengan skema
Availalbility Payment (AP): Pemenuhan kewajiban
Pemerintah untuk melaksanakan konstruksi ruas
sepanjang 33,7 Km diserahkan kepada BUJT baru,
Kegiatan Maintenance akan dilaksanakan oleh BUJT
baru (pengoperasi akan dilakukan oleh PT. Wijaya
Karya Serang Panimbang), Pendapatan menjadi hak
PT. Wijaya Karya Serang Panimbang.
Komponen Availibilty Payment (AP) meliputi:
 BUJT melakukan konstruksi dan pemeliharaan
 Pembayaran AP dimulai ketika layanan telah
tersedia. BUJT tidak menerima pembayaran
selama masa konstruksi
 Pembayaran AP harus disesuaikan dengan
(Sumber: BPJT, 2017) pencapaian SPM yang telah disepakati pada
Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT)
Gambar 4. Proyek Jalan Tol Serang - Panimbang  Pembayaran kepada BUJT dilakukan oleh Badan
Layanan Umum (BLU) BPJT
Tabel 1. Spesifikasi Teknis Awal PPJT Eksisting
(Konstruksi Serang – Panimbang 51 Km) APSPM = CCRP + Maintenance Cost*)

Dimana:
AP SPM = Availability Payment yang sesuai
dengan tingkat Standar Pelayanan Minimum
(SPM) yang diperjanjikan dalam PPJT
CCRP = Capital Recovery Payment
CCRP = (Debt and Interest Payment) + Equity
Repayment
*)
= biaya pemeliharaan selama masa konsesi,
dengan mempertimbangkan inflasi

Pembayaran Availability Payment:


Apabila Standar Pelayanan Minimum (SPM) tercapai
100% sesuai dengan Permen PU No.16 Th 2014, maka
PJPK akan melakukan pembayaran AP Penuh kepada
BUJT AP namun, Apabila SPM tidak tercapai (<100%)
(Sumber: BPJT 2017) sesuai dengan Permen PU No.16 Th 2014, maka akan
dilakukan penalti, PJPK akan melakukan pembayaran
AP dikurangi Penalti kepada BUJT AP. Jika hal
tersebut menyebabkan keterlambatan pengadaan tanah
untuk operator BUJT SBOT, BUJT SBOT dapat
mengajukan kompensasi kepada Pemerintah.

31
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

BPJT, 2017, Pengusahaan Jalan Tol Serang – Panimbang


Struktur Transaksi Penjaminan Pada Sektor Jalan Tol: seksi Cileles – Panimbang, Jakarta: BPJT 2017
1. Menteri PUPR bertindak sebagai Penanggung
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), dan BLU Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan
Pembiayaan Infrastruktur, 2017. Skema Ketersediaan
bertanggung jawab atas Availability Payment Layanan (Availabilty Payment), Jakarta: Dit. PDPPI
2. Pendapatan ruas jalan tol yang diterima dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko, Kemen
pengguna jaringan merupakan pendapatan BUJT Keuangan RI
lama (WIKA Serang Panimbang)
IndII, 2014a, Roads Financing Expressway Policy
Indikasi Cakupan Penjaminan, secara umum, cakupan Presentation as Input to Group Discussion on RPJMN,
Penjaminan PT. PII adalah Risiko - Risiko Infrastruktur Jakarta: SMEC Australian Aid
yang di alokasikan PJPK
IndII, 2014b, Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang
Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi, Jakarta: SMEC
Dalam Proyek berbasis AP, indikasi cakupan Australian Aid
penjaminan PT. PII meliputi:
a. Kegagalan PJPK dalam membayar
Availability Payment (AP), yaitu KPPIP, 2016, Perkenalan KPPIP & Pencapaian KPBU dan
1) Pembayaran AP Key Success Factor, Jakarta: KPPIP Kemenko
2) Penyesuaian AP akibat dari: penyesuaian Perekonomian
nilai investasi yang disetujui PJPK,
permintaan Modifikasi oleh PJPK, akibat PT. PII 2017, Tentang PT. Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (Persero), Jakarta: PT.PII
peristiwa tindakan atau tidak dilakukannya
tindakan pemerintah
b. Kegagalan PJPK dalam membayar Biaya
Pengakhiran yang bersumber dari:
1) Cidera janji PJPK
2) Terjadinya Risiko Politik, termasuk
peristiwa tindakan atau tidak dilakukannya
tindakan pemerintah maupun peristiwa
perubahan hukum
3) Opsi pembelian oleh PJPK

VI. PENUTUP

Pengusahaan Jalan Tol Serang – Panimbang seksi


Cileles – Panimbang dengan skema creative financing
Availability Payment merupakan pilot project toll road
development yang pertama dilaksanakan di Indonesia.
Risiko – risiko Pengusahaan Jalan Tol Serang –
Panimbang seksi Cileles – Panimbang harus dapat
teridentifikasi dengan jelas oleh Para calon Badan
Usaha peminat.
Skema Availabilty Payment tidak hanya sebagai
alternatif pembiayaan sebagai terobosan ditengah ruang
fiskal yang sempit, untuk percepatan pembangunan
infrstruktur jalan tol yang berfungsi sebagai back bone
perekonomian Indonesia kedepan, namun juga secara
bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dengan
diterapkannya sistim pembayaran yang berbasis
ketersediaan layanan yang memenuhi standar selama
jangka waktu perjanjian kerjasama, yang pada
gilirannya terjadi efisiensi pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA
BPJT 2016, Potensi Pembiayaan Dalam Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Tol, Jakarta: BPJT
Kementerian PUPR

32
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KAJIAN KELAYAKAN PEMBANGUNAN TEMPAT ISTIRAHAT


PADA JALAN UMUM MELALUI CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY
Hendra Hendrawan
Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan, Bandung
E-mail: hendra2wan@pusjatan.pu.go.id, harlan.pangihutan@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Tempat istirahat pada Jalan Umum merupakan perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan
pengguna yang fungsi utamanya ditujukan untuk mengurangi jumlah kecelakaan akibat kelelahan baik pengemudi
maupun kendaraan.Hal ini sesuai dengan agenda Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan untuk menyediakan
prasarana yang bersifat preventif terhadap potensi terjadinya kecelakaan. Untuk menyediakan tempat istirahat yang
selamat, nyaman, aman, dan berkelanjutan pemerintah dihadapkan pada kendala pendanaan. Dalam pelaksanaannya,
pembangunan tempat istirahat memerlukan dana yang tidak sedikit terutama untuk pengadaan lahan dan pembangunan
fisik infrastruktur. Untuk itu diperlukan alternatif pendanaan melalui Corporate Social Responsibility. Tulisan ini
bertujuan untuk mengkaji kelayakan pembangunan melalui Corporate Social Responsibility dengan mempertimbangkan
aspek legalitas dan potensi permasalahannya. Metode yang digunakan yaitu kajian literatur yang meliputi aspek
kelayakan, legalitas, dan mekanismenya. Hasil kajian menunjukan tempat istirahat dapat menjadi bagian dari Corporate
Social Responsibility. Hasil kajian juga menunjukan perlunya perangkat tambahan berupa regulasi dan pedoman yang
mengatur pola kemitraan agar pembangunan melalui mekanisme ini berjalan, terawasi, dan akuntabel.

Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Kelayakan, Tempat Istirahat pada Jalan Umum

Abstract. Rest Areas on non toll roads are road equipment that are not directly related to road users whose primary
function is to reduce the number of accidents caused by driver and vehicle fatigue. This is in accordance with the
agenda of the National General Plan of Road Safety (RUNK) to provide preventive infrastructure against potential
accidents. To provide safe, convenient, secure, and sustainable rest areas, the government is faced with funding
constraints. In the implementation, the construction of rest areas require funds that are not little, especially for land
procurement and physical infrastructure development. For that reason, funding alternative is needed through
Corporate Social Responsibility. This paper aimed to examine the feasibility of rest areas development through
Corporate Social Responsibility by considering the aspect of legality and potential problems. The method used was
literature review which included the aspects of feasibility, legality, and mechanism. The results showed that the rest
areas can be part of Corporate Social Responsibility. The results of the study also indicated the need for additional
tools in the form of regulations and guidelines to govern the partnership pattern so that development through this
mechanism is well-running, supervised, and accountable.

Keywords: Corporate Social Responsibility, Feasibility, Non toll Road Rest Area

33
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN Tempat istirahat berdasarkan Peraturan Pemerintah


No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan merupakan
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah untuk perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung
mengurangi jumlah kecelakaan baik berupa regulasi, dengan pengguna jalan, dengan fungsi untuk
pembangunan/peningkatan infrastruktur (fisik dan non meningkatkan keselamatan pengguna jalan (Indonesia
fisik), maupun penyuluhan/sosialisasi. Upaya yang 2006). Penyebab kecelakaan lalu lintas dapat
dilakukan pemerintah melalui regulasi diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor
dengan menetapkan aturan penggunaan lampu utama jalan (geometri dan struktur), kendaraan, lingkungan,
kendaraan roda dua pada siang hari, penggunaan helm dan manusia (Fadel dkk 2014 dan Sari dkk 2015).
standar, penggunaan perlengkapan kendaraan, dan Faktor manusia berdasarkan hasil penelitian yang
penetapan standar laik fungsi kendaraan dan jalan.. dilakukan oleh Lum dan Reagen (1995) merupakan
Dari aspek infrastruktur, pemerintah berupaya penyebab paling tinggi terjadinya kecelakaan. Contoh
menerapkan efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran penyebab kecelakaan yang disebabkan faktor manusia
yang tersedia melalui penyusunan skala prioritas diantaranya kelalaian, ketidaktaatan terhadap peraturan,
penanganan jalan dengan memanfaatkan teknologi kurangnya keterampilan dalam mengemudi dan
yang andal dan ramah lingkungan serta manajemen kelelahan. Dari beberapa penyebab kecelakaan yang
rekayasa lalu lintas guna memenuhi Standar Pelayanan diakibatkan oleh faktor manusia, faktor kelelahan
Minimal (SPM) kinerja jalan dan kinerja sistem berada pada urutan pertama penyebab kecelakaan
jaringan jalan. Sedangkan untuk upaya yang bersifat (Umyati dkk 2015). Perlu upaya untuk mengurangi
penyuluhan/sosialisasi, pemerintah menyampaikan jumlah kecelakaan yang diakibatkan kelelahan.
iklan layanan masyarakat dan atau memberikan Transport Accident Commision (2017) mengatakan
bimbingan kepada masyarakat agar memahami, dan bahwa beristirahat merupakan cara efektif untuk
mampu melaksanakan praktek-praktek berlalu lintas mencegah kecelakaan yang disebabkan oleh kelelahan.
yang berkeselamatan baik ketika berada di ruang lalu Ketentuan mengenai kewajiban beristirahat untuk
lintas atau dalam kendaraan. pengemudi telah diatur dalam Undang-Undang No. 22
Dalam mewujudkan jalan yang berkeselamatan Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
tersebut, pemerintah telah menetapkan tujuh arah dan Bagian Ketiga Waktu Kerja Pengemudi Pasal 90.
tiga strategi untuk mewujudkan penyelenggaraan jalan Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pengemudi
yang berkeselamatan (Indonesia 2010). Ketujuh arah kendaraan bermotor umum wajib beristirahat paling
tersebut diantaranya formalisasi dan standardisasi singkat setengah jam setelah mengemudikan kendaraan
penanganan kecelakaan lalu lintas, sistem penjaminan selama 4 (empat) jam berturut-turut atau istirahat
bagi penyelesaian kerugian akibat kecelakaan lalu selama 1 (satu) jam setelah mengemudi selama 12 (dua
lintas, pendidikan keselamatan yang terarah dan belas) jam sehari (Indonesia 2009a). Untuk mendukung
penegakan hukum yang berefek jera, penyediaan regulasi tersebut dan memfasilitasi agar pengemudi
pendanaan yang berkelanjutan guna peningkatan dapat beristirahat secara optimal, maka penyediaan
keselamatan jalan, pemberian hak mengemudi secara tempat istirahat yang aman, nyaman, selamat, dan
ketat, penyelenggaraan kelembagaan keselamatan jalan berkelanjutan menjadi sebuah keharusan (Hendrawan
yang efektif yang didukung oleh sistem informasi yang dkk 2016).
akurat, dan penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas Penyelenggaraan tempat istirahat pada jalan tol
yang memenuhi standar kelaikan keselamatan. Untuk wajib mengacu pada peraturan perundangan terkait
mendukung arah kebijakan tersebut pemerintah telah jalan tol, termasuk didalamnya petunjuk teknis
menetapkan tiga strategi penyelenggaraan jalan yaitu perencanaan dan pengelolaan tempat istirahat yang
penyelarasan arah dan komitmen penyelenggaraan dikeluarkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)
keselamatan jalan dengan menkoordinir lima pilar sebagai lembaga yang memiliki sebagian wewenang
secara inklusif, penyelenggaraan keselamatan jalan pemerintah untuk mengatur, mengusahakan dan
menggunakan pendekatan efisiensi biaya melalui mengawasi penyelenggaraan jalan tol (Indonesia 2005).
tindakan kuratif dan preventif, dan pendekatan sistem Penyelenggaraan tempat istirahat pada jalan tol,
keselamatan jalan yang mampu mengakomodasi human umumnya dilaksanakan oleh mitra Badan Usaha Jalan
error dan kerentanan tubuh manusia (Indonesia 2010). Tol setelah melalui proses lelang. Adapun bentuk
Upaya untuk mendukung arah kebijakan kerjasama antara BUJT dengan mitra yaitu dengan
penyelenggaraan jalan yang berkeselamatan terutama mekanisme Build Operate Transfer (BOT) atau Build
terkait penyediaan sarana dan prasanana lalu lintas Operate Own (BOO) (Nugroho dkk 2016).
yang memenuhi standar keselamatan jalan, bersifat Penyelenggaraan tempat istirahat yang berada pada
preventif, dan mengakomodasi human error dan jalan umum regulasinya harus mengacu pada peraturan
kerentanan tubuh manusia yaitu melalui penyediaan perundangan jalan umum dan berada pada kewenangan
perlengkapan jalan yang dapat mengurangi potensi penyelenggara jalan. Untuk perencanaan tempat
terjadinya kecelakaan. Salah satu perlengkapan jalan istirahat pada jalan umum, Pusat Litbang Jalan dan
yang dimaksud adalah tempat istirahat (Pangihutan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Hendrawan 2016). Perumahan Rakyat telah menyusun pedomannya dan

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh semua kerja, perlakuan karyawan secara adil, perlindungan
penyelenggara jalan (Hendrawan dkk 2016). lingkungan kerja, pemenuhan kewajiban pajak,
Penyediaan tempat istirahat meskipun sudah penjualan produk yang berkualitas dan terjangkau,
didukung oleh regulasi dan pedoman teknis penerapan standar produk dan lain sebagainya.
perencanaan, masih dihadapkan pada beberapa kendala Kemudian tanggung jawab eksternal diantaranya
diantaranya terkait pengelolaan dan pendanaan untuk mencakup tanggap terhadap kebutuhan masyarakat,
pembangunan, operasional, dan pemeliharaan. Untuk perlindungan lingkungan, perlindungan hak asasi
pengelolaan, Nugoro dkk (2016) merekomendasikan manusia, pengembangan masyarakat, dan dukungan
alternatif kelembagaan dan standar pelayanan minimal. serta pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk
Pilihan alternatif kebijakan pengelolaan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kartini
pelaksanaannya diselenggarakan oleh penyelenggara 2013).
jalan sesuai kewenangannya atau melalui kerjasama Machmud (2015) telah melakukan kajian
pemerintah pusat dan daerah. Rekomendasi struktur pemanfaatan dana CSR sebagai alternatif pembiayaan
organisasi lembaga pengelola yaitu Unit Pelaksana pembangunan daerah melalui analisis kelembagaan dan
Teknis yang dipimpin oleh pejabat setingkat eselon pemangku kepentingan yang terlibat, analisis regulasi
IVa. Rekomendasi tersebut dipilih berdasarkan dan kebijakan, analisis bentuk pelaksanaan, dan analisis
pertimbangan penyederhanaan struktur organisasi, sumber dan pola pendanaan. Terdapat beberapa
efisiensi sumber daya, dan dukungan legalitas hukum langkah yang disarankan untuk mengoptimalkan
dimana kewajiban penyediaan dan pengelolaan tempat alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah
istirahat ada pada penyelenggara jalan. melalui CSR diantaranya pemetaan program CSR
Permasalahan lainnya yang muncul selain aspek berdasarkan wilayah, penguatan kelembagaan
pengelolaan yaitu pendanaan. Pembangunan tempat pemerintah desa, dan pembentukan forum pelaksana
istirahat memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk CSR. Selain itu mengacu pada riset yang telah
pengadaan tanah, pembangunan fasilitas, dan dilaksanakan, 90% perusahaan merekomendasikan
pengelolaan. Disisi lain, penyelenggara jalan masih adanya sinkronisasi kegiatan dengan pemerintah dan
dihadapkan pada keterbatasan pendanaan yang lebih 60% perusahaan merekomendasikan adanya desain
difokuskan pada peningkatan dukungan konektivitas program CSR (Machmud 2015).
bagi penguatan daya saing dan peningkatan Program CSR sudah banyak diimplementasikan
kemantapan jalan nasional dengan sasaran yaitu untuk pembangunan infrastrukur publik diantaranya
penurunan waktu tempuh pada koridor utama dari 2,7 penyediaan air bersih, sanitasi, irigasi, jalan,
jam per 100 km menjadi 2,2 jam per 100 km, pendidikan, dan kesehatan. Agar suatu proyek dapat
peningkatan pelayanan jalan dari 101 milyar kendaraan diimplementasikan dengan baik, yaitu berhasil
per km menjadi 133 milyar kendaraan per km, dan mencapai tujuan yang diharapkan secara efisien dan
peningkatan fasilitasi terhadap jalan daerah untuk efektif, maka diperlukan suatu analisis kelayakan.
mendukung kawasan dari 0% menjadi 100% (Indonesia Berdasarkan hal tersebut, studi ini memiliki dua tujuan
2015). Dengan keterbatasan dana tersebut, maka yaitu:
diperlukan peran dari swasta melalui berbagai 1) Menganalisis kelayakan pembiayaan pembangunan
kerjasama atau kebijakan/kepedulian sosial perusahaan tempat istirahat melalui skema CSR
melalui skema Corporate Social Responsibily (CSR). 2) Menganalisis aspek legalitas, dan mekanisme
CSR secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan CSR untuk pembangunan tempat
tanggung jawab perusahaan yang berorentasi laba istirahat
kepada seluruh stakeholders atau pemangku
kepentingan untuk membangun sosial ekonomi II. METODOLOGI
kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan
(Suharto 2006 dan Kartini 2013). Pemangku Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif
kepentingan tersebut mencakup seluruh pemangku yaitu dengan membuat gambaran mengenai situasi dari
kepentingan yang berkonstribusi dan turut objek yang diteliti dengan tujuan untuk menjawab
mempengaruhi output berupa barang atau jasa atau suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Untuk
hasil akhir serta tujuan yang diinginkan dari pendirian menjawab permasalahan tersebut, studi memanfaatkan
suatu perusahaan (primary stakeholder), dan pemangku data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur.
kepentingan yang dipengaruhi langsung atau tidak Literatur yang digunakan mencakup aspek hukum,
langsung dari aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan implementansi, permasalahan, dan evaluasi terhadap
(scondary stakeholders) (Post et all 2002). Berdasarkan penerapan CSR. Artikel-artikel terkait dikumpulkan,
pemangku kepentingannya maka, tanggung jawab dicatat, dan dilakukan verifikasi dan teriangulasi
sosial mencakup tanggung jawab lingkungan internal terhadap sumber data lainnya agar tetap relevan dengan
atau operational responsibilities dan tanggung jawab studi yang sedang dikaji. Secara garis besar, metode
sosial lingkungan eskternal atau citizenship untuk menjawab tujuan studi dapat dilihat pada
responsibilities (The Globe Scan dalam Kartini 2013). Gambar 1.
Tanggung jawab internal diantaranya mencakup
perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan

35
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pemilihan lokasi, pembiayaan untuk pembangunan,


pemilihan teknologi, pemilihan sumber daya (material
dan tenaga kerja), dan lain-lain. Semakin besar skala
investasi maka semakin penting analisis ini dilakukan
yang dimulai dari tahap pendahuluan sampai dengan
tahap keseluruhan kegiatan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi intensitas studi kelayakan diantaranya
besarnya biaya yang diperlukan, tingkat ketidakpastian
atau resiko, dan kompleksitas elemen yang
mempengaruhi aktivitas atau kegiatan (PIMAC, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, dari berbagai evaluasi
yang pernah dilakukan melalui studi maka setidaknya
ada tiga analisis kelayakan yang perlu dilakukan untuk
pembangunan tempat istirahat yaitu pemilihan lokasi,
Gambar 1. Kerangka Kerja Studi skema pembiayaan, dampak atau manfaatnya terhadap
triple bottom line (profit, people dan planet) dan
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pengelolaan (Elkington 1997). Analisis itu diperlukan
informasi atau teori yang relevan dengan topik. Melalui dengan berbagai pertimbangan yaitu:
studi literatur, diharapkan dapat mengetahui dan - Pemilihan lokasi menentukan tingkat efisiensi dan
mengkaji mengenai permasalahan, pengalaman, dan efektifitas penyediaan tempat istirahat dan
teori-teori yang mendukung untuk menjawab mengurangi potensi resiko munculnya
permasalahan. permasalahan dikemudian hari..
Dalam studi ini ada empat aspek yang dikaji - Penyediaan tempat istirahat dapat menjadi kegiatan
diantaranya legalitas hukum, manfaat dari penyediaan yang belum prioritas dalam mewujudkan jalan
tempat istirahat ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan berkeselamatan. Keterbatasan dana menjadi kendala
lingkungan, identifikasi pemangku kepentingan, pembangunan. Untuk itu diperlukan alternatif
manfaat bagi korporat, dan terakhir mekanisme pembiayaan yang didukung oleh regulasi yang kuat
implementasi CSR untuk pembiayaan tempat istirahat. dan kejelasan mekanismenya.
Masing-masing aspek tersebut dianalisis secara - Analisis kelayakan untuk penyediaan infrastruktur
komprehensif untuk dapat ditarik kesimpulan serta menjadi sangat penting untuk skala investasi yang
dibuatkan rekomendasi untuk dapat ditindak lanjuti semakin besar. Pembangunan tempat istirahat
melalui kebijakan atau studi lanjutan. memerlukan investasi yang tidak sedikit untuk
Tujuan dari studi literatur yaitu untuk mengevaluasi pengadaan lahan dan pembangunannya. Nilai
pemenuhan kriteria yang diperlukan agar penyediaan investasi yang diperlukan dipengaruhi oleh tipe
tempat istirahat dapat didanai melalui program CSR tempat istirahat, dan fasilitas tambahan yang
tanpa menimbulkan permasalahan baru baik dari sisi dibutuhkan.
regulasi sampai dengan tahapan implementasi. Sumber - Sistem pengelolaan mempengaruhi efisiensi sumber
referensi yang mutakhir dan relevan merupakan kunci daya dan efektivitas suatu layanan. Hal yang harus
dari studi literatur dalam studi ini. diperhatikan bahwa terdapat beberapa fasilitas
Hasil dari studi literatur selanjutnya digunakan layanan yang harus diberikan secara cuma-cuma
untuk menarik kesimpulan sejauh mana dukungan yaitu toilet, taman, mushola, dan area parkir.
regulasi, dan prinsip-prinsip CSR dapat diterapkan Dengan demikian diperlukan bentuk kelembagaan
untuk mendukung pelayanan publik melalui yang ramping untuk menekan sumber daya yang
pembangunan tempat istirahat pada jalan umum yang diperlukan.
memenuhi standar guna mengatasi permasalahan Dari uraian diatas analisis kelayakan pembiayaan
kecelakaan. merupakan bagian penting untuk mendukung
pembangunan tempat istirahat. Salah satu sumber
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pembiayaan yang ditawarkan yaitu melalui program
CSR. Ada beberapa hal yang perlu dianalisis sebelum
Analisis kelayakan merupakan bagian dari upaya diperoleh justifikasi bahwa pembangunan tempat
untuk menilai layak tidaknya suatu aktivitas atau istirahat layak dibiayai oleh skema ini yaitu:
tindakan dilakukan baik dalam bentuk investasi - Legalitas hukum;
langsung melalui pembangunan atau invenstasi tidak - Manfaat dan dukungan terhadap isu keberlanjutan;
langsung melalui pemberian pinjaman atau pendanaan - Pemangku kepentingan yang terlibat dan pembagian
Tujuan dari analisis kelayakan yaitu untuk mengurangi peran; dan
resiko ketidak efisienan atau ketidakefektifan dari suatu - Mekanisme implementasi.
aktivitas guna memperoleh hasil atau manfaat baik
ekonomi atau sosial yang diharapkan dalam rentang
waktu tertentu sesuai rencana.
Analisis kelayakan dapat dilakukan pada berbagai
tahapan siklus program atau kegiatan. Sebagai contoh

36
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

A. Legalitas hukum pembiayaan tempat istirahat memasarkan kegiatan CSR adalah salah satu bentuk
melalui skema CSR aktivitas CSR itu sendiri.
Penyediaan infrastruktur publik merupakan Dalam implementasinya, Rahmatullah (2012)
kewenangan pemerintah. Namun, tidak semua menyarankan diperlukan regulasi khusus yang
infrastruktur publik menjadi tanggung jawab mengatur mengenai kemitraan pemerintah dan
pemerintah terutama yang berkaitan dengan upaya perusahaan untuk mengelola program CSR.
untuk mengatasi eksternalitas atau dampak negatif
terhadap publik yang diakibatkan oleh aktivitas B. Manfaat dan dukungan terhadap isu
kegiatan korporat atau perusahaan. Dampak tersebut keberlanjutan
dapat berupa dampak ekonomi, sosial, dan atau CSR menurut Watrick dan Cochran (1985) dalam
lingkungan. Berdasarkan alasan tersebut, skema CSR Kartini (2013) harus memenuhi tiga prinsip yaitu:
merupakan hal yang wajib pada tataran penanganan - Corporate Social Responsiveness, yaitu tanggap
dampak negatif dan pemenuhan regulasi dari terhadap isu sosial. Prinsip ini wajib dijalankan
keberadaan aktivitas perusahaan, dan dapat bersifat untuk memperoleh dukungan dari pemerintah dan
voluntari pada tataran selain itu. Kewajiban masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya.
pelaksanaan CSR di Indonesia diatur dalam beberapa - Corporate Governance, yaitu keberhasilan
regulasi diantaranya: memperoleh laba atau manfaat dari aktivitasnya.
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang CSR tidak lagi dipandang sebagai beban, tetapi
Minyak Gas dan Bumi Pasal 11 ayat 3 dan Pasal 40 merupakan bagian dari implementasi pemasaran
ayat 5 holistik melalui proses peningkatan sumber daya
2. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang internal, komunikasi produk dan nilai-nilai,
Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 3, dan Pasal 74. perlindungan terhadap konsumen dengan
3. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang memperhatikan etika, lingkungan, hukum, dan
Penamaman Modal Pasal 15 huruf b , dan Pasal 16 konteks sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang bersama, dan membangun hubungan kerjasama
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang saling menguntungkan dengan berbagai
Pasal 68 pemangku kepentingan.
5. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang - Corporate Citizenship yaitu melakukan berbagai
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan macam kebajikan sebagai warga negara yang baik.
Terbatas Menurut Carrol (1979) dalam Kartini (2013),
6. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. konsep CSR harus memuat empat komponen yaitu:
PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang - Economic Responsibilites. Tanggung jawab untuk
Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh
Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 nilai manfaat atau laba bagi perusahaan.
Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik - Legal Responsibilities. Tanggung jawab untuk
Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina mentaati hukum.
Lingkungan. Peraturan CSR dapat dilihat pada Pasal - Ethical Responsbilities. Tanggung jawab untuk
1 dan Pasal 2. menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat dan
Beberapa catatan penting terkait regulasi diatas, atau bernilai bagi masyarakat dan menjalankan
dari yaitu: etika bisnis yang baik.
1. Kewajiban CSR tidak hanya terbatas untuk - Discretionary Responsibilities. Tanggung jawab
perseroan, meskipun terdapat regulasi khusus yang untuk memberikan manfaat bagi masyarakat
mewajibkan CSR untuk perseroan yang mengelola sekitarnya.
dan memanfaatkan sumber daya atau aktivitasnya Ketiga prinsip dan komponen diatas merupakan
berdampak pada daya dukung lingkungan landasan dalam menjalankan CSR yang sekaligus
(Indonesia 2007a). merupakan implementasi atau bagian yang tidak
2. Kewajiban CSR tidak terbatas hanya untuk terpisahkan dari konsep pembangunan berkelanjutan
perusahaan besar, tetapi untuk seluruh perusahaan (sustainability development). Dengan demikian
untuk meminimalisir dampak (Indonesia 2007b). pemenuhan prinsip-prinsip berkelanjutan yang
3. Kewajiban CSR tidak terbatas pada bisnis inti, mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan,
tetapi dapat dilaksanakan diluar bisnis inti setelah merupakan keharusan untuk menilai kelayakan
kewajiban penanganan atau minimalisir dampak pembangunan tempat istirahat melalui skema CSR.
akaibat kegiatan perusahaan telah dilaksanakan Untuk menjawab kebutuhan tersebut, tempat
(Indonesia 2001 dan Indonesia 2007b). istirahat dikembangan melalui konsep Anjungan
4. Kewajiban CSR tidak terbatas pada pelaku langsung Pelayanan Jalan. Tempat istirahat dengan konsep APJ
tetapi termasuk perusahaan yang tidak terlibat selain ditujukan upaya untuk mengurangi jumlah
secara langsung seperti perbankan, pemasok, dan kecelakaan lalu lintas juga dimanfaatkan sebagai pusat
bahkan mitra bisnisnya. Dengan demikian kegiatan unit reaksi cepat untuk preservasi jalan dan
CSR tidak terbatas pada aktivitas langung peningkatan ekonomi masyarakat setempat dan daerah.
penanganan dampak, tetapi turut mendorong dan Terdapat lima prinsip perencanaan tempat istirahat

37
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

untuk mendukung konsep Anjungan Pelayanan Jalan Kotler dan Lee (2005) menyebutkan ada enam
diantaranya (Indonesia 2016): kategori aktivitas CSR yaitu cause promotoions, cause
- Pemenuhan peraturan perundang-undangan dan related marketing, corporate societal marketing,
persyaratan teknik jalan dan teknik corporate philantropy, community volunteering, dan
bangunan/gedung social responsible business practise. Kategori aktivitas
- Keamanan, keselamatan, dan kemudahan bagi itu apabila dikaitkan dengan aktivitas yang dapat
pengguna jalan dan pengguna tempat istirahat dilakukan di tempat istirahat dengan konsep APJ yaitu:
- Kebutuhan pengguna jalan, penyelenggara jalan dan 1. Couse Promotions. Perusahaan meningkatkan
masyarakat lokal, kesadaran nilai dan isu-isu sosial, misal terkait
- Kesesuaian tujuan pembangunan tempat istirahat pelestarian lingkungan, budaya, dan keselamatan
dengan rencana pengembangan induk sektoral dan lalu lintas dengan memanfaatkan fasilitas informasi.
wilayah 2. Cause Related Marketing. Pemasaran terkait
- Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan baik kegiatan sosial. Perusahaan melakukan kegiatan
pemerintah, swasta dan masyarakat. sosial dengan menyumbangkan penghasilannya
Kelima prinsip tersebut diterjemahkan kedalam untuk kegiatan sosial. Misal memberikan layanan
aktivitas perencanaan mulai dari pemilihan lokasi, kesehatan cuma-cuma atau memberikan minuman
sampai dengan penentuan fasilitas dan kapasitas atau makanan yang mampu meningkatkan daya
fasilitas. Untuk itu, terkait proses pemilihan lokasi tahan atau memulihkan kondisi pengemudi.
terdapat hal-hal yang harus diperhatikan yaitu 3. Corporate Social Marketing. Pemasaran
(Indonesia 2016): Kemasyarakatan Korporat. Perusahaan mengajak
- Keselamatan dan kemudahan pengguna jalan dan atau melaksanakan kampanye untuk meningkatkan
pengguna tempat istirahat kesehatan, keselamatan (diantaranya dilingkungan
- Kesesuaian lokasi tempat istirahat dengan penataan jalan, dan tempat kerja), kelestarian lingkungan, dan
ruang dan perizinan lingkungan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial.
- Keberlanjutan dan efisiensi penyediaan tempat 4. Corporate Philantropy. Perusahaan melakukan
istirahat kegiatan aksi sosial langsung baik dalam bentuk
- Kesesuaian lokasi tempat istirahat dengan rencana pemberian layanan atau bantuan keuangan cuma-
pembangunan. cuma. Misal memberikan bantuan keuangan untuk
Adapun fasilitas yang disediakan yaitu tempat petani atau perajin yang menjual produk lokal khas
istirahat, pos manajemen jalan, pos tanggap darurat, daerah setempat.
pusat informasi, fasilitas umum, dan ikubator ekonomi 5. Socially Responsible Business Practice. Perusahaan
lokal. Masing-masing kebutuhan untuk jenis dan dapat melakukan kegiatan yang mencakup
kapasitas fasilitas dianalisis dengan tetap penyedian fasilitas yang memenuhi standar
memperhatikan batas minimal yang perlu disediakan keamanan, keselamatan, dan ramah lingkungan.
agar pelayanan masih dalam standar yang layak Tabel 1. Menunjukan dukungan penyediaan tempat
(manusiawi). istirahat dengan konsep anjungan pelayanan jalan
terhadap prinsip-prinsip berkelanjutan.

Tabel 1. Dukungan penyediaan tempat istirahat dengan konsep Anjungan Pelayanan Jalan terhadap prinsip-prinsip berkelanjutan
Pemangku
Ekonomi Sosial Lingkungan
kepentingan
Internal - Meningkatkan volume penjualan - Meningkatkan komunikasi dan - Meningkatkan kebahagiaan
dan pangsa pasar interaksi sosial dengan masyarakat dan kenyamanan dalam
- Menarik calon investor - Meningkatkan citra positif perusahaan bekerja secara psikis dan
- Memperoleh dukungan dan emosional.
meningkatkan hubungan dengan - Mempertahankan sumber
masyarakat dan pemerintah daya yang berkualitas
- Memperoleh penghargaan
Eksternal - Mengurangi kerugian akibat - Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan - Mengurangi dampak atau
kecelakaan dasar manusia resiko akibat bencana alam
- Menyokong dan meningkatkan - Meningkatkan interaksi masyarakat
pertumbuhan ekonomi daerah lokal dengan pengguna jalan
dan nasional - Meningkatkan kualitas pelayanan
- Meningkatkan kesejahteraan publik (pelayanan jalan, kesehatan dan
masyarakat setempat melalui pendidikan masyarakat
peningkatan kegiatan ekonomi - Meningkatkan kesejahteraan
lokal masyarakat setempat melalui
pemberdayaan

Manfaat dan dukungan penyediaan keberlanjutan kebutuhan, pemangku kepentingan yang akan terlibat,
pada Tabel 1 diatas dapat dicapai dengan hasil yang dan manfaat atau hasil yang ingin dicapai oleh
optimal apabila dimulai dengan mengidentifikasi perusahaan. Dengan identifikasi tersebut, perusahaan

38
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dapat memilih dengan tepat jenis kegiatan yang akan tempat istirahat merupakan perusahaan yang
dilakukan sesuai dengan dampak dari aktivitas, produk memberikan dampak terhadap lalu lintas atau
yang dipasarkan atau manfaat yang ingin dicapai oleh masyarakat yang kegiatan perekonomiannya tergantung
perusahaan. pada interaksi dengan pengguna jalan. Sebagai contoh,
perusahaan yang bergerak dibidang otomotif yang
C. Pemangku kepentingan dan pembagian peran
merupakan bagian dari rantai pasok turut berkontribusi
Identifikasi pemangku kepentingan merupakan
terhadap peningkatan jumlah pengguna kendaraan
bagian penting yang harus dilaksanakan agar skema
bermotor pribadi. Dampak dari aktivitas pemasaran
CSR dapat berjalan dengan baik. Pemangku
mereka terkait dengan peningkatan volume lalu lintas
kepentingan dapat berasal dari internal pelaku (inside
dan pada kondisi tertentu potensi kecelakaan dapat
actors) atau eksternal pelaku (outside actors) (Kasali
terjadi. Di bidang lain, perusahaan pengembang jalan
dalam Wibisono 2007). Untuk penyediaan tempat
jalan tol dapat mengakibatkan penurunan pendapatan
istirahat yang kewenangannya ada pada penyelenggara
masyarakat lokal daerah setempat yang menjual oleh-
jalan (pemerintah), maka pemangku kepentingan
oleh khas daerah setempat.
internal (internal stakeholders) adalah seluruh jajaran
Selanjutnya dari keseluruhan pemangku
atau organisasi yang terdapat di lingkungan pemerintah
kepentingan terlibat, dilakukan identifikasi peran dari
yang turut mempengaruhi hasil keputusan atau
masing-masing pemangku kepentingan. Kartini (2013)
memperoleh dampak atau manfaat dari penyediaan
menyarankan dibentuknya Badan Perencana CSR,
tempat istirahat. Sedangkan pemangku kepentingan
Badan Pelaksana CSR dan Badan Pengendali CSR.
eksternal (external stakeholders) adalah perusahaan,
Masing-masing dari badan tersebut diwakili oleh unsur
masyarakat lokal, lembaga sosial masyarakat, dan
pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan lembaga
pengguna jalan yang secara langsung atau tidak
pengelola. Masing-masing dari pemangku kepentingan
langsung berkontribusi, terkena dampak atau menerima
tersebut dapat pula membentuk substruktur organisasi
manfaat dari keberadaan tempat istirahat.
masing-masing untuk menjalakan perannya. Adapun
Berdasarkan konsep CSR yang sudah diutarakan di
Peran masing-masing dari stakeholder dapat dilihat
muka, maka pemangku kepentingan yang perlu
pada Tabel 2.
didorong untuk berinvestasi dalam pengadaan fasilitas

Tabel 2. Peran keberadaan pemangku kepentingan dalam organisasi


Tahapan Peran Pemangku Kepentingan
Program CSR Perusahaan Pemerintah Masyarakat Lembaga Pengelola
Perencanaan  Membantu  Menyediakan regulasi atau  Memberikan  Membantu menyampaikan
mengidentifikasi pedoman perencanaan masukan terkait konsep rencana pengelolaan
jenis aktivitas CSR tempat istirahat program dan yang memenuhi standar
yang berkaitan  Memfasilitasi penyelesaian rencana aktivitas kelayakan
dengan dampak administrasi perizinan  Menyampaikan  Menyusun prosedur dan
 Menyiapan pogram  Memberikan masukan dan kebutuhan, data- standar pelayanan minimal
dan rencana pendampingan dalam data dan kondisi  Menyusun progran dan
pendanaan proses perencanaan lingkungan rencana pelaksanaan
pembangunan masyarakat kegiatan pengelolaan
Pelaksanaan  Melaksanakan  Menyiapkan tenaga ahli  Melaksanakan  Mengelola tempat istirahat
pembangunan untuk pendampingan dan aktivitas termasuk fasilitas dan utilitas
tempat istirahat pengendalian  Menerima yang ada didalamnya.
dan fasilitas pembangunan manfaat fasilitas  Memberikan pelayanan
 Melaksanakan  Memberikan masukan kepada masyarakat
aktivitas CSR pada saat pelaksanaan  Mengelola aktivitas CSR
untuk memperoleh pembangunan  Mengelola dan
manfaat bagi  Melaksanakan aktivitas mengendalikan pendapatan
perusahaan manajemen jalan dan pengeluaran

Pengendalian  Mengawasi hasil  Mengendalikan  Mengawasi  Mengawasi pengelolaan


pembangunan dan pemanfaatan tempat pelaksanaan tempat istirahat agar tetap
aktivitas CSR yang istirahat agar dimanfaatkan aktivitas CSR memenuhi standar pelayanan
dilaksanakan sesuai peruntukan dan  Memberikan minimal
tidak mengakibatkan dukungan  Mengawasi fasilitas agar
gangguan atau pelanggaran melalui sesuai peruntukannya
terhadap aturan, nilai, dan kemitraan  Mengawasi dan
prosedur yang sudah dengan mengendalikan pemanfaatan
ditetapkan perusahaan pendapatan atau dana yang
 Membantu menyelesaikan diperoleh
sengketa atau  Mengawasi pelaksanaan
permasalahan yang mencul program atau kegiatan
pengelolaan tempat istirahat

39
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Terkait struktur organisasi untuk pengelolaan Untuk membangun kemitraan yang memenuhi
tempat istirahat yang dilaksanakan oleh pemerintah, ketiga prinsip tersebut diperlukan kerjasama seluruh
pemerintah dapat membentuk UPT pengelola tempat pemangku kepentingan. Sebagaimana diutarakan
istirahat. Adapun jika pengelolaan akan diserahkan sebelumnya, kerjasama pemangku kepentingan
kepada masyarakat, lembaga pengelola dapat berbentuk merupakan bagian penting dalam implementasi CSR.
koperasi. Keseluruhan struktur organisasi atau lembaga Masing-masing pemangku kepentingan harus dapat
tersebut perlu diwadahi dalam satu lembaga induk yang menjalankan peran dan tugasnya dengan penuh
akan mengatur pola kemitraan dan pembagian peran tanggung jawab dan bersinergi satu sama lain. Agar
secara jelas. dapat bersinergi maka diperlukan sinkronisasi antara
pemerintah dan perusahaan dalam tahapan
Dalam aktivitas penyelenggaraan tempat istirahat
implementasi program.
partisipasi aktif dan kerjasama seluruh pemangku
Hurairah (2008) menyatakan ada enam tahapan
kepentingan diperlukan. Melalui partisipasi aktif,
dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat yang
sasaran kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan
meliputi identifikasi kebutuhan, rencana tindakan,
seharusnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
pelaksanaan, monitoring dan eveluasi, penyelesaian
isu sosial yang sedang berkembang. Perusahaan dapat
atau penyerahan program, dan rencana tindak lanjut
menyusun rencana kegiatan dengan baik termasuk
paska program. Adapun untuk tahapan implementasi
didalamnya menyusun rencana fasilitas yang perlu
tempat istirahat ada beberapa tahap yang harus
disediakan dalam tempat istirahat.
dilaksanakan yaitu:
D. Mekanisme implementasi 1) Identifikasi kebutuhan.
Wang et al (2017) mengatakan ada 4 aspek yang Pemilihan lokasi tempat istirahat berdasarkan
mendorong penerapan atau implementasi CSR prinsip dan kriteria pemilihan lokasi yang sudah
dibeberapa negara yaitu: ditetapkan dalam pedoman.
1) Regulasi yang memaksa program CSR dilaksanakan 2) Indentifikasi pemangku kepentingan.
2) Keinginan untuk meningkatkan profit, Pertimbangan pemilihan pemangku kepentingan
meningkatkan daya saing, memotivasi pekerja, dan mencakup (TTPS, 2010):
peningkatan citra perusahaan, dll (Faktor internal) - Proximity. Kedekatan lokasi tempat istirahat
3) Dorongan dari pihak luar atau tuntutan masyarakat - Relevance. Kesesuaian program CSR dengan
4) Budaya atau nilai setempat dampak yang ingin diatasi atau manfaat yang
Sedangkan untuk model penerapan CSR, umumnya diharapkan.
ada empat model penerapan CSR yaitu (Saidi dan - Magnitude. Arah rencana atau manfaat tidak
Abidin, 2004): langsung dari program CSR yang diharapkan.
1) Perusahaan menjalankan sendiri program CSR tanpa 3) Penyusunan kelembagaan.
melalui perantara. Perusahaan dapat membentuk Kelembagaan diperlukan sebagai bagian dari
sendiri struktur organisasi perencana, pelaksana, keberlanjutan dan untuk memperjelas peran
dan pengendali kegiatan atau menugaskan salah masing-masing pemangku kepentingan. Dalam
satu pejabat seniornya. pelaksanaannya masing-masing pemangku
2) Perusahaan membentuk yayasan atau organisasi kepentingan dalam membentuk struktur organisasi
sosial perusahaan tersendiri untuk melaksanakan dan mengendalikan
3) Perusahaan melakukan kemitraan dengan peran yang sudah disepakati
pemerintah, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), 4) Penyusunan program.
lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan Pelibatan keseluruhan pemangku kepentingan
lainnya. melalui pola kemitraan. Peningkatkan partisifasi
4) Perusahaan bergabung dalam konsorsium, atau aktif untuk mensinergikan program-program sesuai
anggota dalam suatu lembaga sosial yang sudah peran masing-masing pemangku kepentingan
berdiri termasuk didalamnya terkait pendanaan.
Dari keempat model tersebut, pola kemitraan 5) Pelaksanaan program.
dimana pelaksanaannya merupakan kewajiban Tahapan pelaksanaan mulai dari pembangunan,
pemerintah, maka pola kemitraan merupakan model pemanfaatan dan operasionalisasi, dan
CSR yang lebih baik. Namun dalam pelaksanaannya, pemeliharaan.
untuk mencegah terjadinya pola kemitraan yang kontra 6) Evaluasi dan Monitoring
atau semi produktif, maka ada tiga prinsip yang harus Pengendalian dan pengawasan terhadap
dilaksanakan untuk membangun pola kemitraan yang pelaksanaan program agar sesuai rencana.
baik yaitu (wibisono 2007): Mengidentifikasi masalah dan memperoleh umpan
1) Kesetaraan (Equity). Pemangku kepentingan saling balik atas kegiatan yang sudah dilaksanakan
menghormati, menghargai, dan mempercayai 7) Pelaporan
2) Transparansi. Pemangku kepentingan saling terbuka Melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
dalam pengelolaan informasi dan keuangan program untuk dapat dimanfaatkan dalam
3) Saling menguntungkan. Pemangku kepentingan penyusunan rencana tindak lanjut pengelolaan.
memberikan manfaat bagi semua pihak.

40
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tahapan selanjutnya setelah pelaporan yaitu pengelolaan tempat istirahat pada jalan umum dengan
penyusunan kembali rencana atau memulai kembali konsep APJ.
pada langkah 4. Untuk mengukur kinerja implementasi
CSR terdapat delapan indikator yang dapat digunakan DAFTAR PUSTAKA
yaitu (Kartini 2013):
1) Kepemimpinan. Terdapat komitmen pemimpin Damopoli, Farrah Ch., Kawatu, Paul A.T., dan Tumbol,
pemerintah dan perusahaan dalam mendukung Reiny A. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelelahan kerja pada supir bis trayek Manado
program penyediaan tempat istirahat dan aktivitas
Amurang di Terminal Malalayang Manado.
CSR didalamnya. Engkington, J.1997. Cannibal With Forks: The Triple Bottom
2) Transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah dan Line of 21st Century Business. Capstone Oxford
perusahaan terbuka dalam penggunaan dana dan Fadel, Muhammad., Muis, Masyitha., Russeng, Syamsiar.
pelaporan pelaksanaan serta hasil yang dicapai 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan
3) Proporsi bantuan. Alokasi dana yang dikeluarkan Kerja Pengemudi Pengangkutan BBM di TBBM PT.
sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Pertamina Parepare.Universitas Hasanuddin
4) Cakupan wilayah. Program CSR dapat menjangkau Hendrawan, H., Pangihutan, H. Nugroho, A., Parbowo.
target penerima manfaat yang diharapkan yaitu 2016. Laporan Akhis Pendampingan Teknis Anjungan
Pelayanan Jalan. Bandung: Pusjatan
pengguna jalan dan masyarakat setempat. Hurairah, Abu. 2008. Pengorganisasian danPengembangan
5) Perencanaan dan mekanisme monitoring dan Masyarakat. Bandung: Humaniora
evaluasi. Dalam perencanaan adanya keterlibatan Indonesia. 2001. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001
seluruh pemangku kepentingan, kesesuaian dengan tentang Minya Gas dan Bumi. Jakarta:Sekretariat
budaya dan kearifan lokal. Dalam monitong dan Negara
evaluasi adanya kebijakan dan pembagian peran -----------, 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
yang jelas. 2005 tentang Jalan Tol. Jakarta: Sekretariat Negara
6) Koordinasi pemangku kepentingan. Terdapat -----------, 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
mekanisme yang jelas untuk mengkoordinasikan 2006 tentang Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara
-----------, 2007a. Undang-undang No. 40 Tahun 2007
antara pemangku kepentingan. tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Sekretariat
7) Keberlanjutan. Terjadi alih peran dari perusahaan Negara
ke masyarakat, ada perasaan memiliki dan ikut -----------, 2007b. Undang-undang No. 25 Tahun 2007
memelihara fasilitas yang ada. tentang Penanaman Modal. Jakarta: Sekretariat
8) Outcome. Program yang sudah dilaksanakan Negara
memberikan dampak nyata bagi masyarakat yaitu -----------, 2009a. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
jumlah kecelakaan menurun, pelayanan publik jalan tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta:
meningkat kinerjanya, dan masyarakat setempat Sekretariat Negara
lebih berdaya dan terjadi perbaikan kesejahteraan. -----------, 2009b. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara
IV. KESIMPULAN -----------, 2010. Rencana Umum Nasional Keselamatan
Berdasarkan kajian diatas maka dapat disimpulkan (RUNK) Jalan 2011-2035. Jakarta.
-----------, 2012. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012
bahwa penyediaan tempat istirahat dapat tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diselenggarakan melalui program CSR berdasarkan isu Perseroan Terbatas
keberlanjutan, manfaat, dan dukungan terhadap -----------, 2013. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik
pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan program CSR Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang
untuk penyediaan fasilitas publik sudah memiliki Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara
payung hukum yang jelas, dan dalam implementasinya Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007
sudah terdapat beberapa contoh kasus serta pedoman Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
dan petunjuk praktis pengelolaannya. Agar Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina
implementasi CSR dapat berjalan optimal maka dua hal Lingkungan. Jakarta.
-----------, 2015. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan
penting yang harus diperhatikan yaitu identifikasi Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019.
pemangku kepentingan dan keberadaan pedoman atau Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan
petunjuk teknis dari penyelenggara jalan yang Perumahan Rakyat.
mengatur pola kemitraan yang membagi jelas peran -----------, 2016. Draft Pedoman Perencanan Tempat Istirahat
dari masing-masing pemangku kepentingan. Petunjuk Pada Jalan Umum (R4). Bandung: Pusat Litbang
teknis tersebut disusun bersama oleh pemerintah dan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum
pemangku kepentingan. dan Perumahan Rakyat
Kartini, Dwi. 2013. Corporate Social Responsibility
Transformasi Konsep Sustainability Management
UCAPAN TERIMA KASIH Dan Implementasi di Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.
Terima kasih diucapkan kepada Kepala Pusat
Kotler, Philip and Lee, Nancy. 2005. Corporate Social
Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Responsibility: Doing The Most Good for Your
serta kepada Kepala Balai Sistem dan Teknik Lalu Company and Your Cause. John Wiley&Sons.
Lintas yang telah mendukung penelitian terkait

41
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Lum, H., Reagen, J.A. 1995. Interactive Highway Safety


Design Model: Accident Predictive Module. Public
Roads Magazine, 59 (2): 1-6
Machmud Senen. 2015. Kajian Pemanfaatan Dana
Corporate Social Responsibility Sebagai Alternatif
Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah. Jurnal
Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship Vol. 9 No. 1
April 2015, 29-44.
Nugroho, A., Hendrawan, H., Pangihutan H. 2016, dan
Sharfina, Winni. Naskah Kebijakan Anjungan
Pelayanan Jalan. Bandung: Pusjatan
Pangihutan, Harlan., dan Hendrawan, Hendra. 2016. Model
Pengelolaan Tempat Istirahat Pada Jalan Non Tol.
Jurnal Jalan dan Jembatan. Volume 33 No. 2, Juli-
Desember 2016. 127:139
PIMAC, 2008. General Guidelines for Preliminary Feasibility
Studies (fifth edition).
Post, James, E, and Lawrence, Anne T, and Weber, James,
2002. Business and Society: Corporate Strategy,
Public Policy, Ethics, tenth Edition. McGraw Hill
Rahmatullah. 2012. Model Kemitraan Pemerintah dengan
Perusahaan Dalam Mengelola CSR: Studi Kasus Kota
Cilegon. Jurnal Informasi, Vol.17. No.01: 36-47
Saidi, Zaim,. Abidin, Hamid. 2004. Menjadi Bangsa
Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan
Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia
Sari, Windy Pranita., Mahyuni, Eka Lestarai., Salmah, Umi.
2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Potensi
Kecelakaan Kerja Pada Pengemudi Truk di PT
Berkatnugraha Sinarlestari Belawan Tahun 2015.
Univesitas Sumatera Utara. Medan
Suharto, Edi. (2006). Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial. Bandung : Aditama.
Tjakranata, Lanny H. 1996. Tesis. Pengaruh Kelelahan
Pengemudi Terhadap Frekuensi Kecelakaan Lalu
lintas (Studi Kasus: Pengemudi Bus di Jalan Tol
Jakarta-Cikampek)
TTPS. 2010. Buku Panduang Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR)
Sebuah Potensi Alternatif Sumber Pendanaan
Sanitasi. Tim Teknis Pembangunan Sanitasi
Transport Accident Commission. 2017. Avoiding driver
fatigue.
(http://www.tac.vic.gov.au/road-safety/safe-
driving/tips-and-tools/fighting-fatigue, diakses 25
September 2017)
Umyati, Ani., Yadi, Yayan Harry., Sandi, Eka Setia Norma.
2015. Pengukuran Kelelahan Kerja Pengmudi Bis
dengan Aspek Fisiologis Kerja dan Metode Industrial
Fatique Research Commitee (IFRC). Seminar
Nasional IENACO.
Wang Fenghua., Lam, Mohica,. Varshney, Sanjay. 2017.
Driving Mechanism of Corporate Social Responsibilt
in United States and Mainland China. EJBO
Electronic Journal of Business Ethics and
Organization Studies: 15-26
Wibisono, Yusuf.(2007) Membedah Konsep dan Aplikasi
CSR. Gresik: Fascho Publishing
.

42
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KEBIJAKAN PEMERINGKATAN PADA SERTIFIKASI


HASIL UJI LAIK FUNGSI JALAN NASIONAL

Agus Bari Sailendra (DPD HPJI Jabar)


agusbari@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Mewujudkan Jalan yang memenuhi persyaratan laik fungsi (teknis dan administrasi) adalah tugas besar dan
strategis sebagai upaya untuk melaksanakan amanat Undang-Undang No.38/2004 dan PP No.34/2006 tentang jalan. Pada
hakekatnya perwujudan tersebut adalah untuk memberikan pelayanan kinerja jalan yang berkeselamatan, andal dan
prima. Hasil evaluasi uji Laik Fungsi Jalan Nasional pada tahun 2012/2013 menggambarkan bahwa sebagian besar jalan
nasional dinyatakan sebagai “laik fungsi bersyarat” (90%), dan sedikit sekali jalan yang dinyatakan “laik fungsi”. Di sisi
lain kondisi jalan nasional (2014) menunjukan hampir 95% berkatagori mantap, artinya bahwa 95% jalan mantap tapi
90% laik bersyarat. Kondisi tersebut dapat memberikan dua interpretasi, yaitu ; penerapan istilah dengan pengertian yang
cenderung rancu, terutama pada istilah laik bersyarat yang seolah-olah menghilangkan makna laik, dan pengertian absolut
jalan memang baru sampai mantap. Karena itu, agar persepsi publik terhadap kerancuan pemahaman tidak timbul, maka
perlu upaya mengantisipasi penggunaan istilah dengan bijak, sekaligus penggunaan istilah lebih mampu mendorong
kebijakan pemograman penanganan jalan yang berkelanjutan dan berkeselamatan. Kajian kebijakan istilah di Pusjatan
merekomendasikan penggunaan peringkat bintang pada sertifikasi hasil uji laik fungsi yang menggambarkan bahwa
semua evaluasi uji laik fungsi jalan yang laik bersyarat pada dasarnya adalah laik, dengan catatan katagori tingkat
pelayanan kinerja yang berbeda (bintang satu hingga bintang lima). Pemograman penanganan jalan secara teknis
misalnya dapat ditargetkan bahwa pada tahun 2025 jalan nasional harus mencapai tingkat laik bintang tiga 75%. Kendala
yang ada adalah pemenuhan syarat administrasi yang dianggap tidak terkait dengan tingkat pelayanan. Peringkat bintang
dapat mendorong semua eksisting jalan (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk diuji laik, dan memudahkan
pemahaman bagi pengguna jalan sewaktu melalui jalan yang diperingkat.

Kata kunci : Kebijakan, Laik, Pemeringkatan, Pemograman, Tingkat pelayanan

Abstract. Realizing Roads that meet eligibility requirements (technical and administrative) is a major and strategic task
as an effort to implement the mandate of Law No.38 / 2004 and PP No.34 / 2006 on roads. In essence, the embodiment
is to provide a safe, reliable and excellent road performance service. The result of the evaluation of the National Road
Function Function test in 2012/2013 illustrates that most national roads are declared as "conditional functionality"
(90%), and very few roads are declared "function eligible". On the other hand, the national road conditions (2014)
show almost 95% of the categories are stable, meaning that 95% of the roads are stable but 90% are conditional. The
condition can provide two interpretations, namely; the application of the term with a somewhat ambiguous
understanding, especially on conditional terms that seem to dispel the sense of worthy, and the absolute sense of the
road is new to steady. Therefore, for public perception of ambiguity of understanding does not arise, it is necessary to
anticipate the use of the term wisely, as well as the use of the term more able to encourage policy programming of
sustainable and sustainable road handling. The term policy review at Pusjatan recommends the use of star ratings on
certification of functional feasibility tests that illustrate that all evaluations of eligible feasible function tests of road
functions are essentially feasible, with different categories of service performance levels (one to five stars). Technical
road handling programming for example can be targeted that by 2025 the national road must reach the level of a three-
star worthy 75%. The existing constraint is the fulfillment of administrative requirements that are considered not
related to the level of service. The star rating can encourage all existing roads (national, provincial, district / city) to be
tested on, and facilitate understanding for road users while going through rated roads.

43
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN
Pasal 30 ayat 1 UU No.38/2004 tentang Jalan terutama bagi kalangan masyarakat pengguna jalan
mengamanatkan bahwa jalan yang dioperasionalkan selain penyelenggara jalan sendiri. Persepsi upaya
sebagai jalan umum harus memenuhi persyaratan laik pengembangan jalan yang telah dilakukan selama ini
fungsi jalan (LFJ) secara teknis dan administrasi. terkesan belum membuat/mewujudkan jalan secara
Persyaratan LFJ secara umum dinyatakan dalam fungsional laik untuk dioperasionalkan sebagai jalan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006 tentang umum, padahal lebih dari 90% kondisi jalan berhasil
Jalan yang kemudian dirinci lagi dengan Peraturan mencapai kondisi “mantap”. Sehingga dapat
Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 11 Tahun dipersepsikan atau diartikan bahwa: (1) kenyataan
2010 tentang tata cara dan persyaratan Laik Fungsi jalan mencapai mantap tapi ternyata dikatagorikan laik
Jalan, dan Permen PU No.19/2011 tentang bersyarat (“belum laik”) untuk dioperasionalkan,
persyaratan teknis dan kriteria perencanaan teknis kecuali secara fungsional dinyatakan dengan kondisi
jalan, sebagai acuan dalam pelaksanaan Uji dan bersifat sementara (rekomendasi tim), (2) Kondisi
Evaluasi Laik Fungsi Jalan. Hasil evaluasi uji LFJ setelah dua tahun terakhir ini, data penanganan jalan
pada jalan Nasional pada tahun 2012/2013 dari katagori laik bersyarat menjadi laik belum terlihat
menunjukkan gambaran yang mengindikasikan bahwa perkembangannya secara signifikan; Jadi intinya,
sebagian besar (>90%) jalan nasional dinyatakan rekomendasi hasil uji LFJ belum dijadikan acuan
sebagai jalan dengan katagori laik fungsi “bersyarat” dalam penyusunan program penanganan jalan
disertai catatan dan rekomendasi yang disampaikan (pemograman) berkaitan dengan kenaikan katagori
oleh tim uji LFJ untuk ditindak lanjuti, dan hanya status kelaikan. Pertanyaan-pertanyaan, bagaimana
sedikit sekali jalan (mendekati 5%) yang statusnya dan kapan jalan berstatus laik?. Berapa persenkah
dinyatakan “laik fungsi”, yaitu dapat memenuhi 100% kenaikan yang bersyarat menjadi laik? Adakah target
sesuai komponen persyaratan teknis jalan dan pencapaian yang menunjukan kondisi jalan harus
administrasi. menjadi laik? Atau harus berapa persenkan target
berkurangnya status laik bersyarat? sejauh mana,
Permen PU No.11/2010 sebagai arahan dalam
pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
upaya penerapan Uji LFJ dan sebagai rujukan standar
membuat program dan telah melaksanakan uji laik
teknis yang diturunkan yang digunakannya untuk
fungsi jalan secara tuntas?, belum kita dengar tentang
menjelaskan istilah laik membuat tiga pengkatagorian
hal tersebut (uji LFJ).
istilah yaitu laik, laik bersyarat dan tidak laik,
Prinsipnya, katagori status kelaikan ini diberlakukan Kebijakan penggunaan istilah laik bersyarat
dengan mempertimbangkan beberapa kondisi yaitu, dengan penggunaan istilah lain menjadi topik yang
eksisting jalan, kompetensi tim uji LFJ yang tersedia, ingin kita usul untuk dipertimbangkan. Salah satu
dan panjang jalan (sekitar 40.000 km) yang harus diuji usulan untuk dipertimbangkan adalah penggunaan
kelaikannya, belum termasuk jalan provinsi maupun istilah peringkat/peratingan status kelaikan fungsi
jalan kabupaten/kota (total keseluruhan jaringan jalan jalan yang didasarkan dan dikorelasikan dengan
sekitar 400.000 km). Adapun latar belakang yang kondisi tingkat pelayanannya sesuai kondisi jalan &
tersirat dari kegiatan uji LFJ adalah: (1) Agar jalan lingkungan yang ada. Pemeringkatan kelaikan yang
eksisting dapat dioperasikan sebagai jalan umum, (2) diusulkan, diharapkan dapat memperkecil terjadinya
Jalan yang berbasiskan berkeselamatan, (3) Katagori permasalahan atas perbedaan persepsi dalam
laik bersyarat dengan asumsi bersifat sementara (batas pemahaman public, baik secara teknis (standar)
waktu tertentu) untuk sampai menjadi laik, melalui maupun administrasi terhadap status kelaikan itu
pelaksanaan rekomendasi tim uji LFJ, (4) Diharapkan sendiri. Sekaligus ke depan, hasil uji LFJ dapat
jalan eksisting yang telah diuji LFJ dan dijadikan sebagai dasar kebijakan pemograman
dioperasionalkan dapat memberikan pelayanan kinerja penanganan jalan atau paling tidak sebagai indikasi
yang optimal, (5) Sekaligus mampu mendorong awal pemograman penanganan jalan nasional yang
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan berkelanjutan, guna mewujudkan pelayanan jalan
kesejahteraan masyarakat. yang berkinerja handal dan berkeselamatan (kondisi
laik berkorelasi dengan mantap). Pemahaman dan
Ditetapkannya kebijakan melalui Permen PU
persepsi yang sama dianggap akan mempermudah
No.11/2010, dan Permen PU No.19/2011, menunjukan
pelaksanaan uji LFJ dan evaluasi hasil uji, sekaligus
bahwa pada prinsipnya perwujudan dalam
mampu mendorong agar pemerintah daerah
penyelenggaraan jalan harus berorientasi pada
(provinsi/kabupaten/kota) secara nasional dapat
pelayanan kinerja yang memenuhi azas kehandalan
melaksanakan uji kelaikan fungsi jalan sebagaimana
dan berkeselamatan, sebagaimana diamanatkan dalam
diamanatkan oleh Undang-Undang.
Undang-Undang Jalan yang dapat dilakukan secara
efektif dan efisien. Pemikiran tentang laik bersyarat menjadi laik
berperingkat dengan pengertian berkorelasi terhadap
Pemahaman dan pengertian terhadap penggunaan
kondisi tingkat pelayanan jalan (eksisting atau yang
istilah “laik bersyarat” ternyata membangun persepsi
akan di tuju ke depan), dapat diwujudkan sesuai
yang berbeda, dan cenderung terkesan negative

44
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dengan pendekatan teknis yang dimungkinkan. fungsi, mengindikasikan pemograman ada beberapa
Persyaratan teknis atas laik jalan didasarkan terhadap kendala:
asumsi keberfungsian dan ketersediaan elemen atau
1) Perbedaan persepsi istilah/status “laik bersyarat”,
bagian-bagian jalan untuk memenuhi persyaratan
yang mengandung arti dan pemahaman bahwa
teknis minimal, yang dikaitkan dengan kondisi lalu
jalan tersebut belum laik untuk dioperasionalkan
lintas harian rata-rata (LHR), dan tingkat kecepatan
sebagai jalan umum, di sisi lain kondisi jalan
operasional yang aman. Kondisi LHR(T) (besaran dan
tersebut mantap; ada pengertian logis bahwa
komposisi), dan tingkat kecepatan menjadi acuan
kondisi mantap dianggap sama atau berdekatan
keberfungsian dan kinerja peringkat pelayanannya.
dengan status laik, logika ini kelihatannya tidak
Sementara syarat administrasi, karena dianggap tidak
pada posisinya, bahkan faktanya jalan berkondisi
terkait langsung dengan kinerja tingkat pelayanan
mantap namun dengan status laik bersyarat.
jalan, dapat dipertimbangkan sebagai upaya yang
terlepas dari persyaratan teknis namun sebagai bagian 2) Sertifikasi hasil Uji LFJ belum menjadi bagian
dari kepastian hukum, tetap akan berkonstribusi pada yang terintegrasi dalam penyusunan atau
pemeringkatan. pemograman penanganan/pengembangan jalan
(preservasi dan/atau peningkatan jalan); status laik
Pada hakekatnya persyaratan teknis pada laik
bersyarat belum mendapatkan prioritasi dalam
bersyarat, mengandung makna dan arti yang sama
pemograman untuk ditingkatkan jadi laik.
dengan katagori laik berperingkat, yang akan
diklasifikasikan melalui peringkat kinerja B. Tujuan
pelayanannya, yaitu mengacu pada kondisi lalu lintas
Program penanganan jalan yang didasarkan
yang melaluinya. Karena itu, penggunaan istilah
ketentuan PP. No.34/2006 ps 83 s/d 102, antara lain
peringkat kinerja pelayanan yang diusulkan secara
menjelaskan bahwa dalam pembangunan dan
signifikan tidak perlu mengubah substansi persyaratan
teknis. Penggunaan sertifikasi hasil uji LFJ, akan pencapaian target “sasaran program” sangat berkaitan
dengan penetapan “rencana tingkat kinerja” yang akan
diusulkan menjadi laik dengan peringkat “bintang”
dicapai dan “perkiraan biaya”, yang merupakan
(sesuai tingkat pelayanannya). Konsep ini. diharapkan
dapat mendorong dan mendukung komitmen langkah awal dari penyusunan indikasi program
implementasi kebijakan uji FLJ utuk mewujudkan penanganan jalan serta penganggarannya. Sasaran
program dan penetapan tingkat kinerja perlu
jalan sesuai amanat Undang-Undang.
ditetapkan dan sebaiknya dinyatakan dengan melihat
Prinsip kepastian hukum, konsistensi, dan kondisi eksisting dan target ke depannya, seperti
keberlanjutan dalam penyelenggaraan jalan, terpenuhinya SPM, dan/atau terwujudnya pemenuhan
merupakan bentuk perwujudan pembinaan dalam kondisi mantap dan/atau laik fungsi (persyaratan
pengembangan jaringan jalan yang bespesifikasi teknis maupun administrasi). Untuk itu dalam
handal dan berkeselamatan dan tujuan itu menjadi penulisan makalah ini ditujukan:
harapan subtansi peraturan yang ada.
1) Memberikan alternatip kebijakan istilah pada
Program penanganan jalan melalui program sertifikasi hasil uji LFJ (laik berperingkat), yang
preservasi jalan dan/atau peningkatan, pembangunan mampu mengurangi perbedaan persepsi, sehingga
jalan yang berbasiskan data kondisi jalan pada gilirannya akan mampu mendorong
(kemantapan) serta hasil uji LFJ (laik, laik bersyarat, penyelenggara jalan maupun masyarakat pemakai
tidak laik) ataupun dengan penggunaan istilah usulan jalan, dapat mengenali dan mengapresisasi
baru berupa laik dengan peringkat bintang, merupakan program penanganan dan pengembangan jalan,
bentuk komitmen dari penyelenggara jalan dengan sesuai tingkat pelayanan kinerjanya
segala resikonya dalam melaksanakan amanat
2) Mengusulkan bahwa dalam penyusunan program
Undang-Undang. Prinsipnya, bahwa pencapaian
kondisi “ideal” (sesuai standar) dalam penyusunan penanganan/pengembangan jaringan jalan dapat
program penanganan/pengembangan jalan harus berbasiskan data hasil uji LFJ (peringkatan)
menjadi tujuan dan berdasarkan pendekatan pada sebagai indikasi awal, dan untuk menetapkan
aspek legal seperti kebijakan uji kelaikan fungsi pencapaian target kinerja jalan ke depan, yang
jalan, dan memenuhi aspek teknis minimal berkonstribusi pada tingkat kinerja pelayanan
(berkeselamatan), jadi melaksanakan Undang-Undang jalan.
dan mengikuti persyaratan teknis. C. Metode Pendekatan
II. METODOLOGI 1) Melakukan diskusi dalam forum grup diskusi
(FGD) yang dihadiri oleh kalangan praktisi jalan
A. Permasalahan (Bina Marga dan Dinas PU), pakar perguruan
Gambaran dari evaluasi hasil uji LFJ, menunjukan tinggi, peneliti, tenaga ahli konsultan, dan
ada masalah dengan istilah status kelaikan yang ada, pengguna jalan, tentang penggunaan system
dan menuju perwujudan jalan yang berstatus laik pemeringkatan kelaikan jalan sebagai katagori
hasil uji LFJ (peringkat bintang). Sertifikasi

45
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

peringkat didasarkan pada kriteria tingkat kinerja menjadi pertanyaan yang perlu dicari solusinya.
pelayanan. Artimya, tetap harus berfungsi optimal, kondisi
geometric yang belum memenuhi Permen 19/2011
2) Melakukan simulasi sederhana dengan
dibandingkan dengan kondisi lalu lintas dianggap
penggunaan data hasil uji LFJ yang ada untuk
menjadi salah satu terobosan untuk dijadikan
disusun dalam peringkat bintang sekaligus sebagai
pertimbangan dalam pemeringkatan kelaikan sebagai
data masukan dalam penyusunan program
peringkat kinerja pelayanan jalan.
penanganan jalan (identifikasi awal), dengan
menggunakan perangkat lunak yang dibuat untuk Prinsipnya ada asumsi hubungan operasionalisasi
itu. jalan dengan katagori tingkat pelayanan kinerja jalan
dikaitkan dengan peringkat laik. Hubungan itu, ikut
menunjukan ada kendala atau batasan dalam
III. HASIL dan PEMBAHASAN menyediakan fasilitas pelayanan prasarana jalan yang
“memadai”, namun berfungsi yang akan didasarkan
A. Pemeringkatan Kelaikan atas kebutuhan tingkat pelayanan tertentu dan pada
Melalui presentasi dari masing-masing peserta waktu tertentu pula. Pemahaman ini yang yang perlu
(praktisi), tentang implementasi uji LFJ baik yang dikenali oleh penyelenggara jalan dan pengguna jalan
ditinjau dari sisi filosofi (pengertian, system), (masyarakat), bahwa penyediaan fasilitas jalan pada
penganggaran LFJ, SDM, peralatan, pelaksanaan kondisi dan waktu tertentu akan dibatasi pada tingkat
(kesulitan dan kemudahan), evaluasi hasil uji, kinerja pelayanannya tertentu. Penanganan dan
rekomendasi tim uji, sampai pada pemanfaatan hasil pengembangan jaringan jalan jalan untuk mencapai
uji LFJ sebagai masukan dalam pemograman perwujudan yang ideal/standar akan dilakukan secara
penanganan jalan, dan pandangan usulan ke depan. bertahap dan sesuai kebutuhan kondisi lingkungannya.
Kemudian, presentasi para pakar tentang system laik Melalui Peringkat bintang diharapkan menjadi
fungsi dan kebijakannya (teoritis), juga dari tim satu indicator kinerja tingkat pelayanan jalan sebagai
peneliti Pusjatan tentang usulan penggunaan tahapan perwujudan jalan yang memenuhi konsep
pemeringkatan hasil uji LFJ dan gambaran hasil uji standard dan ideal. Keadaan ini diberlakukan sebagai
coba data hasil uji dijadikan sebagai masukan strategi prioritasi dan bagian dari penganggaran atas
pemograman (indikasi awal). Hampir memberikan kemampuan keuangan negara dalam mewujudkan
gambaran terhadap adanya kendala dalam uji LFJ, kinerja tingkat pelayanan. Hubungan itu perlu
pengertian yang membingungkan, sehingga di luar diperjelas dengan kriteria tingkat pelayanan kinerja
jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota sama sekali jalan. Kriteria dasar yang dimaksudkan adalah jalan
belum mampu melaksanakan uji LFJ, dan belum standar (jalan sedang) dengan lebar bahu 2m (ki/Ka)
terlaksananya penyusunan program dan penetapan dan lebar jalur 7m (2-7-2) menjadi standar bintang tiga
target kelaikan jalan berdasarkan hasil uji LFJ. (badan jalan standar), dengan LHR dan kecepatan
Pada dasarnya dari kondisi geometric dan tertentu, jadi jalan status laik bintang tiga.
perkerasan jalan, jembatan pada berbagai kondisi Konsep pemeringkatan kelaikan fungsi jalan harus
medan baik jalan arteri primer maupun kolektor mampu menggambarkan kondisi laik pada tingkat
primer satu pada jalan antar kota maupun dalam kota, pelayanan (level of services) yang disepakati,
menggambarkan secara fungsional umumnya “layak” sekaligus mampu menjadi bahan masukan
(laik) untuk dioperasionalkan. Rekomendasi tim uji pemograman penanganan jalan. Status evaluasi hasil
LFJ umumnya hanya memerlukan perbaikan relative uji LFJ berupa laik bersyarat dan tidak laik fungsi,
kecil seperti perlengkapan jalan (rambu, marka), untuk diusulkan akan menjadi status laik fungsi yang
dianggap sebagai jalan umum yang minimal berjenjang (berperingkat), artinya istilah tidak laik
memenuhi aspek menuju ”lebih” berkeselamatan dan dan laik bersyarat akan menjadi laik berjenjang
belum lengkapnya syarat administrasi, untuk laik (tingkat kelaikan sesuai layanan kinerja jalan yang
dioperasionalkan. diberikan), yaitu laik dengan peringkat (bintang satu
Kondisi geometrik pada prinsipnya memenuhi sampai dengan bintang lima/tujuh). Makin tinggi suatu
keberfungsian dari elemen lebar jalur dan lajur lalu peringkat bintang (menuju lima/tujuh) maka dianggap
lintas, lebar bahu, sebagai elemen dasar tersedianya sebagai jalan berkatagori atau berstatus laik fungsi
badan jalan, pemenuhan Rumaja, Rumija, Ruwasja, selain memenuhi standar pelayanan minimum (SPM)
yang berdasarkan persyaratan teknis belum dan sekaligus memenuhi semua persyaratan teknis dan
sepenuhnya mampu disediakan. Keberfungsian itu administrasi, sehingga diklasifikasikan sebagai jalan
dianggap laik untuk tingkat tertentu. Sedangkan bagi dengan segala fasilitasnya di atas standar, bahkan
kondisi perkerasan dan jembatan pada dasarnya telah disebut mendekati ideal.
dikatagorikan mantap dan dianggap memenuhi Kajian kebijakan uji LFJ ini, pada prinsipnya akan
kelaikan. menyangkut pemahaman dan pengertian penggunaan
Dibeberapa ruas jalan nasional, hubungan laik istilah/definisi, dan usulan pemikiran tentang kegiatan
bersyarat dengan geometric dan kondisi lalu lintas uji LFJ dalam pendekatan konsep kebijakan “sistem

46
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

kelaikan” jalan (gambar 2), sebagai upaya strategis menjadi dasar rating bintang satu s/d tujuh,
yang dapat mendorong dan memaksimalkan selanjutnya bintang tiga setidaknya dapat dipenuhi
kegiatan/program laik fungsi jalan sebagai suatu empat dokumen admin, untuk bintang empat s/d enam
“sistem” yang berkesinambungan seperti yang admin 1 s/d 5 yang terpenuhi, bintang tujuh sertifikat
tersyirat dan diamanatkan undang-undang, yaitu jalan terpenuhi. Sebetulnya dokumen leger jalan dan
program penanganan jalan yang berbasiskan hasil uji amdal bisa terpenuhi pada saat bintang tiga (standar 2-
LFJ. Pada gilirannya, diharapkan dapat terwujud jalan 7-2) dicapai, teorinya sebagai proyek peningkatan
yang memenuhi persyaratan teknis menuju jalan yang (amdal dan leger dilakukan), inilah yang ingin kita
lebih berkeselamatan dan memenuhi syarat katakan standar jalan nasional arteri primer di
administrasi, artinya menuju lebih tertib aministrasi Indonesia (bintang tiga).
dan berkepastian hukum, sekaligus memenuhi SPM,
B. Penyusunan Program
sehingga dapat menciptakan jalan yang handal dengan
memperhatikan kepentingan publik (Gambar1). Program Penanganan jalan diasumsikan dari
kondisi dasar eksiting untuk mencapai kebutuhan
Pemenuhan persyaratan (teknis dan admin) dalam
minimal dari pemenuhan aspek jalan berkeselamatan,
penetapan kelaikan fungsi menjadi kunci
dan tersedianya badan jalan, yang dikaitkan dengan
pertimbangan dalam evaluasi tingkat hasil uji LFJ,
lalu lintas yang dilayaninya (besaran volume,
sehingga dalam penyetaraan peringkat bintang tinggal
komposisi dan tingkat kecepatan). Menetapkan
disesuaikan dengan ketentuan pelayanan LHR(T) dan
kriteria yang dilayani memerlukan kesepakatan dari
komposisinya, kecepatan dan gambaran tingkat resiko
elemen badan jalan, rumaja, rumija dan ruwasja, serta
kejadian kecelakaan (tipikal tabrakan), untuk
struktur kondisi perkerasan dan jembatan. Maka,
kemudian menetapkan rating bintang. Resiko Tipikal
untuk hal itu, konsep status laik dengan peringkat
tabrakan depan-depan, ke luar bahu jalan, tingkat
(bintang) menjadi salah satu pemikiran yang dapat
kecepatan menjadi asumsi menetapkan peringkat
dicermati, sehingga dari semua kondisi eksisting jalan
bintang. Selain kondisi hal tersebut di atas, maka
akan tergambarkan peran dan posisi kondisi kelaikan
peringkat bintang dilihat dari tipikal geometri (lebar
jalan, yang bisa mengindikasikan besaran tingkat
jalur/lajur/bahu). adalah 2-7-2 (badan jalan), maka
pelayanannya. Kondisi dan hubungan itu peringkat
ditetapkan setara dengan laik bintang tiga. Bintang
akan memudahkan pemahaman oleh penyelenggara
empat sampai dengan bintang tujuh sudah memenuhi
jalan sebagai data dasar serta informasi bagi pemakai
standar jalan raya dengan empat lajur (median
jalan pada saat melalui jalan tersebut.
fisik/marka dobel), atau > 4 lajur, dengan dua jalur
lambat (ideal dengan median fisik >4m), lihat Tabel 1.

Tabel 1. Penyetaraan Status Kelaikan Dengan Peringkat


Laik Bintang
bintang
lima s/d Status Kelaikan Peringkat Catatan
Laik
Jalan
tujuh (Eksisting) Bintang
ideal, tujuh memenuhi 6
laik fungsi (*******) syarat teknis dan
mantap 6 syarat admin.
(ideal)
Laik Jalan dengan
Peringkat
enan memenuhi 6
Bintang tiga s/d laik fungsi (******) syarat teknis dan
bintang lima mantap 5 syarat admin .
teknis (ideal)
lima memenuhi 6
laik fungsi/ (*****) teknis dan 5
Jalan Kondisi Mantap, kurang besyarat mantap syarat admin.
mantap, laik pada empat 5 komponen
Bintang satu, dua
laik fungsi/ (****) syarat teknis
bersyarat mantap terpenuhi (1
sebagian) dan
admin 5
komponen
Gambar 1. Diagram pendekatan kondisi mantap, peringkat tiga 3 komponen
bintang dan kondisi yang di tuju (handal) laik fungsi/ (***) syarat teknis
Pemenuhan aspek administrasi memang yang bersyarat mantap terpenuhi (3
paling sulit untuk diklarifikasikan, sehingga asumsi tertentu) dan
admin 4
yang paling pas adalah untuk status dan kelas jalan, komponen
perlengkapan jalan, karena memang harus ada, dua 5 komponen

47
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

laik bersyarat (**) syarat teknis Sebagai ilustrasi sederhana, dengan menggunakan
(teknis mantap/kurang terpenuhi aplikasi yang harus dibuat untuk itu, maka
diturunkan) (tertentu) dan pemograman dapat dilakukan sebagai indikasi awal
(diturunkan), dan penganggaran. Sistem kelaikan yang digambarkan
admin 3
merupakan keterkaitan antara sub system dalam
komponen
satu 3 komponen
mewujudkan jalan yang handal dan berkeselamatan.
laik (*) syarat teknis Tentunya target awal menuju jalan laik dengan rating
bersyarat/tidak (diturunkan) dan bintang tertentu yang diharapkan (peningkatan status)
laik kurang/tidak sebagian belum ; dan menjadi perkiraan penganggaran, termasuk
(teknis mantap dan admin 3 menggunakan aplikasi jalan berkeselamatan untuk
diturunkan) komponen kemudian dibuat DED atau preservasi (pemeliharaan)
Catatan : sesuai rekomendasi. Pencapaian target didasarkan
1. Sarat teknis diturunkan
2. Syarat teknis tertentu (ps. 102 ayat 4): Pemenuhan dan
kepada rekomendasi. Tentunya diperlukan bantuan
keberfungsian terhadap tertentu, sebagian/semua dari 6 perangkat lunak (aplikasi) yang bisa membantu
komponen teknis (1) Pemanfaatan bagian jalan-jalur/lajur, penyusunan program identifikasi awal termasuk
bahu dll; (2) geometri; (3) struktur perkerasan; (4) penganggarannya berbasis data masukan hasil uji LFJ.
bangunan pelengkap; (5) Manajemen & rekayasa Lalin;
(6) perlengkapan jalan. Kesulitan dalam implementasi ini adalah data
3. Syarat Administrasi (ps.102 ayat 5): Pemenuhan dan
masukan yang belum dikuantifikasi dengan harga
ketersediaan dokumen terhadap sebagian/semua dari 6
komponen admin; (1) Status, (2) Kelas, (3) Perintah & satuan yang mumpuni, untuk menentukan skala
larangan perambuan, (4) Leger jalan, (5) Amdal, (6) prioritas karena keterbatasan anggaran. Penetapan
Kepemilikan tanah (sertifikat). prioritas juga dimaksudkan untuk menetapkan target
Dengan pendekatan rating bintang yang laik bintang berapa yang akan diwujudkan bertahap.
diberlakukan maka tidak ada ruas jalan yang tidak Harapan ke depan jalan nasional harus berstatus laik
laik, atau bersyarat, semua ruas jalan di Indonesia laik bintang tiga (minimal). Secara sederhana diperlihatkan
untuk dioperasionalkan sebagai jalan umum dengan dalam Tabel 2 di bawah ini, tentang Identifikasi awal
batasan sesuai tingkat pelayanannya a.l: LHRT, menentukan dan melaksanakan prioritas program
kecepatan dan tingkat kecelakaan. Artinya jalan penanganan jalan, melalui penetapan target laik
tersebut mampu melayani lalu lintas dengan kondisi bintang tertentu.
tingat pelayanan tertentu dengan klasifikasi sebagai
Arteri Primer atau Kolektor Primer Satu, berstatus
Jalan Nasional atau stratgeis nasional.
Karena itu, arahan pemograman penanganan jalan
nasional adalah mewujudkan jalan standar (bintang
tiga) dengan segala konsekuensinya, dan
meminimalkan substandar (bintang satu dan dua).
Pertumbuhan lalu lintas yang cenderung meningkat
lebih cepat dari pembangunan jalan, pertumbuhan
ekonomi harus didorong dan pemerataan konektivitas
dan pembangunan perlu ditingkatkan maka program
bintang tiga menjadi upaya strategi nasional
pengembangan jalan di Indonesia.
Data hasil uji LFJ sangat memungkinkan
dijadikan data dasar penyusunan program sebagai
indikasi awal penganggaran dan prioritasi penanganan
jalan. Secara umum data hasil uji dikelompokan
menjadi rekomendasi atau catatan untuk penanganan
jalan. Sementara ini, di lapangan terlihat ada gap atau
ketidak sinambungan antara hasil uji (rekomendasi)
dengan penyusunan program penanganan jalan.
Pertanyaan 95% jalan nasional laik beryarat
(2013/2014), maka 2015/2016 berapa persen
berkurangnya dan berapa yang meningkat menjadi
laik. Katakanlah bahwa 90-95% jalan memang
menjadi mantap, sesuai rencana strategis Bina Marga
terpenuhi, namun dari aspek legal keberfungsian yang
laik bisa menjadi pertanyaan juga, bagaimana program
itu diselesaikan sesuai amanat Undang-Undang.

48
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2) Peringkat bintang (tingkat kinerja pelayanan)


memberikan informasi tentang fasilitasi
prasarana jalan yang ada (tersedia), dan ada
elemen atau bagian-bagian jalan yang belum
berfungsi optimal.
3) Peringkat bintang, dapat menunjukan kepada
masyarakat pengguna jalan maupun
penyelenggara jalan, untuk berbuat apa yang bisa
dan perlu dilakukan, sebagai antisipasi terhadap
kondisi yang ada.
4) Peringkat bintang, dapat dijadikan indikasi awal
dalam menginventarisasi kondisi jalan untuk
keperluan penyusunan program penanganan atau
pengembangan jaringan jalan, sekaligus dapat
dijadikan barometer pencapaian target yang perlu
dicapai untuk 3-5 tahun mendatang
(pentahapan), sebagai implementasi program
penanganan jalan yang berkelanjutan.
5) Pelaksanaan uji LFJ untuk seluruh jaringan jalan
merupakan keseriusan pemerintah untuk
mewujudkan jalan yang handal, dan melalui
pemeringkatan hasil uji LFJ terutama pada
tingkat provinsi, kabupaten maupun kota dapat
didorong untuk dikerjakan sesuai perintah
Undang-Undang.

Gambar 2. Diagram Konsep Sistem Kelaikan Fungsi Jalan. B. Saran


(Sumber: Laporan akhir Kajian Kebijakan Laik Fungsi Jalan 1) Masih memerlukan sosialisasi yang cukup
pusjatan 2015)
intensif agar pengguna jalan maupun
Tabel 2. Contoh, Gambaran penetapan prioritas berdasarkan penyelenggara jalan merasa yakin bahwa
hasil uji dilihat dari tipe dan LHR/T pemeringkatan kelaikan membantu mereka agar
No. Tipe Fu Rating LHRT Program Priorit mampu mengantisipasi dengan baik dan tepat.
Ruas pras Dan Uji /LHR Penanganan asi
aran klss LFJ Indikatif
2) Perlu melakukan pendetailan penilaian substansi
a pada uji LFJ dengan mengkuantifikasikannya,
001 JBH AP ***** < Stan pemeliharaan 4 sehingga mudah dilakukan oleh penyelenggara
017 JR AP *** <stand Rehabilitasi 3 jalan, tanpa mengurangi prinsip menuju jalan
103 JS AP *** >stand Rehabilitasi 2 yang lebih berkeselamatan.
77 JK AP *** >stand Rehabilitasi 1
Sumber: Laporan akhir Kajian Kebijakan Laik Fungsi Jalan 3) Masih memerlukan dukungan analisis biaya
(pusjatan 2015)
satuan untuk perhitungan konstruksi (perkiraan)
IV. PENUTUP dalam menetapkan skala prioritasi (pilihan),
melalui penyediaan program yang mudah namun
Penggunaan istilah pada sertifikasi hasil uji LFJ cocok digunakan pada semua lini penyelenggara
eksisting dianggap “berpolemik” yaitu istilah laik, laik jalan.
bersyarat dan tidak laik, diusulkan menjadi istilah laik
dengan peringkat bintang satu s/d tujuh. V. UCAPAN TERIMAKASIH
A. Kesimpulan Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan serta Kepala
1) Pemeringkatan pada hasil uji LFJ, prinsipnya Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas yang
mengarah kepada persepsi yang sama bahwa telah memberikan dukungan penulisan makalah ini.
semua jalan dapat berfungsi dan berstatus laik,
dengan tingkat pelayanan kinerja berbeda
dan/atau bertingkat. Tingkat kinerja pelayanan
jalan didasarkan pada tersedianya badan jalan
standar, besarnya LHR(T) dan tingkat kecepatan
yang disarankan, sehingga tetap layak untuk
dioperasikan sebagai jalan umum.

49
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

VI. DAFTAR PUSTAKA jalan untuk mencapai kondisi jalan selamat, aman,
nyaman dan berkepastian hukum. Handout FGD
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Workshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi
Jalan. Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 Tentang yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan
Jalan. dan Jembatan, Bandung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. Pusjatan, Balai Teknik Lalu Lintas dan
08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Lingkungan Jalan (2015) : ‘Hasil Evaluasi Pelaksanaan
Kerja Departemen Pekerjaan Umum, Pusat Litbang Uji Laik Fungsi Jalan Nasional’. Handout FGD
Jalan dan Jembatan. Workshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan
21/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan
Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan dan Jembatan, Bandung.
Umum. Syafrudin, Ade. Prof.Dr (2014) :’ Peran Jalan dan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. Laik Fungsi Jalan’. Handout FGD Workshop Peranan
11/PRT/M/2010 Tentang Tata Cara dan program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009.
Persyaratan Uji Laik Fungsi Jalan. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. Sailendra, AB (2014) :’Pemikiran Peran Hasil Uji
19/PRT/M/2011 Tentang Pesyaratan Teknis Jalan dan LFJ Terhadap Upaya Peningkatan Kinerja Jalan yang
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan’ Berbasis Jalan Berkeselamatan’. Handout FGD
BPJN IV (2014) : ‘Uji Laik Fungsi Jalan Nasional Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat
di BPJN IV’. , Handout FGD Workshop Peranan UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan,
program uji LFJ sebagai amanat UU No.22/2009. Bandung.
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Direktorat Bina Teknik, Ditjen Bina Marga
(2014): “Pelaksanaan program laik fungsi jalan
dan peranannya dalam penyusunan program
penanganan jalan yang berkeselamatan”. Handout
FGD Workshop Peranan program uji LFJ sebagai
amanat UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan, Bandung.
Direktorat Bina Teknik, Ditjen Bina Marga
(2014): “Peran Pelaksanaan Laik Fungsi Jalan terhadap
Perwujudan Jalan Laik Fungsi (memenuhi standar)”.
Handout FGD Workshop Menuju Penyelenggaraan
Uji Laik Fungsi Jalan yang mendorong terwujudnya
jaringan jalan yang aman, nyaman dan selamat. Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Direktorat Bina Program, Ditjen Bina Marga
(2015):” Sitem pemograman dan penganggaran
penyelenggaraan program dan hasil uji LFJ sebagai
sasaran program penanganan jalan (Rencana Strategis
Ditjen Bina Marga 2015-2020). Handout FGD
Workshop Menuju Penyelenggaraan Uji Laik Fungsi
Jalan yang mendorong terwujudnya jaringan jalan
yang aman, nyaman dan selamat. Pusat Litbang Jalan
dan Jembatan, Bandung.
Hendrawangsa, Permana. Dr, ME (2014): “Laik
Fungsi Jalan sebagai Sistem”. Makalah pada Workshop
Peranan program uji LFJ sebagai amanat UU
No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan,
Bandung.
Pauner, Eduard, Ir, MT, CRMP (2014):
“Pendekatan Prkatis terhadap Hasil Uji Laik Jalan
terhadap Kebijakan Kinerja Jalan”. Handout FGD
Workshop Peranan program uji LFJ sebagai amanat
UU No.22/2009. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan,
Bandung.
Taufik, Agus, M. Prof.Dr (2015): “Hasil evluasi
dan usulan tindak lanjut pelaksanaan kelaikan fungsi

50
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENANGANAN PRASARANA JALAN SECARA BERTAHAP :


UPAYA MENGOPTIMALKAN DANA YANG TERBATAS
Fredrik Allo1
fredrik.allo4@gmail.com
Piter D. Rebo2
pitdr@yahoo.com

Abstrak. Pengalaman empirik berdasarkan pengamatan terhadap program penanganan jalan, khususnya pembangunan
dan pemeliharaan jalan dan jembatan di NTT, hasilnya belum bermanfaat secara optimal karena antara lain: (a) ada
jalan yang baru dibangun dengan lebar perkerasan aspal 7 m tetapi LHR masih rendah; (b) struktur perkerasannya “full
depth design” sehingga terlalu “kuat” untuk kendaraan-kendaraan yang ada yang relatif ringan; (c) masih banyak
pekerjaan penanganan prasarana jalan dan jembatan yang perlu diselesaikan. Berdasarkan atas kajian terhadap regulasi
yang berlaku dan mencermati perkembangan penyediaan prasarana khususnya jalan selama ini di NTT, penulis
mengusulkan suatu konsep strategi pembangunan jalan yang diharapkan mampu memberikan manfaat secara optimal
yakni pembangunan prasarana jalan secara bertahap yang ekonomis, efisien, efektif, berkelanjutan, serta
memperhatikan aspek lingkungan hidup.Dalam tulisan ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut: (a) tinjauan terhadap
beberapa ketentuan dalam Permen PU nomor 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan, (b) konsep pembangunan prasarana jalan secara bertahap, (c) manfaat penanganan jalan
secara bertahap, (d) hambatan dalam implementasinya, (e) usulan mekanisme pelaksanaan penanganan jalan secara
bertahap, (f) implementasi penanganan jalan secara bertahap dalam rangka percepatan fasilitasi jalan daerah sebagai
salah satu tugas dari Direktorat Jenderal Bina Marga.

Kata Kunci: penanganan jalan secara bertahap, kinerja jalan, standard jalan, efisiensi penanganan jalan,
fasilitasi jalan daerah

Abstract. Empirical experience based on observations of road handling program especially the construction and
maintenance of roads and bridges in East Nusa Tenggara, the results have not been optimally beneficial because
among others: (a) there are newly built roads with 7 m asphalt pavement width but average daily traffic is still low; (b)
the pavement structure is "full depth design" so it is too "strong" for relatively light vehicles; (c) there are still much
works on roads and bridges infrastructures that need to be done.Based on the review of the prevailing regulations and
observing the development of infrastructure provision especially in East Nusa Tenggara, the authors propose a concept
of road development strategy that is expected to provide optimal benefits, namely the development of road
infrastructures gradually, economical, efficient, effective, sustainable, and environmental friendly.In this paper, will be
discussed the following matters: (a) a review of several provisions in “Permen PU nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan”, (b) the concept of gradually building road
infrastructure, (c) the benefits of gradual road handling, (d) obstacles in its implementation, (e) proposed gradual road
handling mechanism (f) implementation of gradual road handling in order to accelerate the facilitation of regional
roads as one of the duties of the Directorate General of Highways.

Keywords: gradual road handling, road performance, road standards, road handling efficiency,
facilitation of local roads

1
Anggota DPD HPJI Provinsi Nusa Tenggara Timur
2
Anggota DPD HPJI Provinsi Nusa Timur
51
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN standar. Dengan cara transisional,


penyelenggara jalan melakukan suatu
Jalan adalah salah satu moda transportasi darat pekerjaan dengan jangka waktu relatif lama
yang mempunyai peranan yang sangat penting dari karena dilakukan dalam beberapa tahapan
berbagai aspek dalam pembangunan di Provinsi NTT. sesuai dengan perkembangan kebutuhan
Namun demikian pada saat ini upaya-upaya pengguna jalan sedangkan sebaliknya akan
penyediaan prasarana jalan dan jembatan di NTT menghabiskan sumber daya khususnya dana
dengan biaya yang sangat besar masih belum untuk sasaran (panjang) yang relatif pendek.
sepenuhnya memenuhi kebutuhan. Walau pun  Masalah keterbatasan dana untuk
berdasarkan evaluasi kinerja diperoleh hasil yang pembangunan/penanganan/pemeliharaan
cukup memenuhi harapan namun secara aksesibilitas jalan, dibandingkan dengan volume jalan
masih ada ruas dalam sistem jaringan jalan yang masih (Jalan Nasional, Provinsi, dan
terputus. Kabupaten/Kota) yang masih dalam kondisi
Penyelenggaraan jalan di NTT secara intensif telah rusak dan belum mantap.
dimulai pada era Orde Baru sekitar 35 tahun yang lalu Pencapaian penanganan jalan berdasarkan
dengan biaya yang sangat besar. Upaya-upaya ini informasi terakhir:
merupakan perwujudan dari keinginan untuk (a) Jalan Nasional (survey Juni 2017);
mensejahterakan masyarakat Indonesia seutuhnya.  Panjang Jalan Nasional: 1.857,911
km
II. PERMASALAHAN  Kondisi Baik: 1.103,331 km
(59,39%)
Ada beberapa masalah yang sering ditemukan  Kondisi Sedang: 535,122 km
berkaitan dengan penyediaan prasarana jalan dan (28,80%)
jembatan adalah antara lain:  Kondisi Rusak Ringan: 113,448
 Masih ada ruas-ruas jalan yang tidak dapat km (6,11%)
dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terjadi  Kondisi Rusak Berat: 106,009 km
karena pada beberapa ruas, pertumbuhan lalu (5,71%)
lintas yang terjadi tidak mencapai sasaran  Mantap: 1.638,454 km (88,19%)
yang telah direncanakan. Misalnya dapat  Tidak Mantap: 219,457 km (11,81%)
dilihat pada ruas-ruas jalan pada Lintas Utara (b) Jalan Provinsi sepanjang 2800 km, 41%
Flores (Reo-Dampek-Pota-Riung-Danga) berada dalam kondisi baik dan 59%
yang diharapkan akan melayani peningkatan kondisi rusak ringan dan rusak berat
kegiatan di daerah Kapet Mbay. (Kompas.com - 25/05/2017);
 Ada ruas yang dibangun tetapi belum saatnya (c) Jalan Kabupaten sepanjang 16.000 km,
dibutuhkan sehingga rusak oleh umur/aging. sekitar 30% berada dalam kondisi baik,
Hal ini masih terjadi karena program dan sisanya dalam kondiri rusak ringan
penanganan jalan bersifat menunjang leading dan rusak berat
sector dan sering terjadi program dari leading (https://www.pressreader.com/indonesia/komp
sector tidak berjalan sesuai dengan yang as/20170527/282024737210586)
diharapkan. Berdasarkan data di atas, maka masih banyak
 Program-program yang bersifat yang harus dibangun agar jaringan jalan di
terobosan/realisasi aspirasi sering tidak NTT dapat berfungsi dengan baik.
memperhatikan aspek efisiensi, efektifitas,  Pengamatan terhadap program penanganan
ekonomis, keberlanjutan, dan lingkungan jalan khususnya pembangunan jalan di NTT,
hidup. Pada program-program penanganan hasil pembangunan tidak bermanfaat secara
jalan umum yang belum ada penetapan optimal karena antara lain: (a) jalan yang baru
statusnya kebanyakan tidak melalui dibangun dengan lebar perkerasan aspal 7 m
mekanisme studi kelayakan dan studi analisis tetapi LHR masih rendah; (b) struktur
dampak lingkungan karena diasumsikan perkerasannya “full depth design” sehingga
sebagai ruas-ruas jalan strategis. Ruas-ruas terlalu “kuat” untuk kendaraan-kendaraan
jalan strategis umumnya kurang mendapat yang ada yang relatif ringan; dan (c) masih
perhatian untuk program pemeliharaan setelah banyak pekerjaan penanganan jalan dan
selesai dibangun karena masalah administratif. jembatan yang harus diselesaikan.
 Penulis melihat adanya dilemma antara  Dari uraian di atas, perlu adanya suatu
membangun secara transisional menuju alternatif strategi pembangunan jalan yang
dimensi/kekuatan standar atau membangun diharapkan mampu memberikan manfaat
langsung dengan dimensi dan kekuatan secara optimal. Oleh karena itu dalam tulisan
52
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

berikut ini akan dibahas tentang konsep Hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan di
pembangunan prasarana jalan secara bertahap atas.
yang diharapkan mampu memberikan manfaat
secara optimal, ekonomis, efisien, efektif, **********
berkelanjutan, serta memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Pasal 3
(1) Lingkup pengaturan dalam Peraturan
III. PEMBAHASAN Menteri ini meliputi Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis
Salah satu regulasi yang terkait dengan Jalan yang diberlakukan untuk jalan
pembangunan jalan adalah Permen PU nomor nasional, jalan provinsi, jalan
19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan kabupaten, dan jalan kota.
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Oleh karena itu
akan ditinjau hal-hal yang berkaitan dengan Catatan
pentahapan pembangunan jalan yang tersirat dalam  Ada ruas-ruas jalan yang belum berstatus Jalan
Peraturan Menteri tersebut. Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kota. Oleh karena
itu terhadap ruas ini malah tidak mengikat sama
sekali untuk diberlakukan ketentuan spesifikasi
A. Tinjauan terhadap Beberapa Ketentuan dalam standar (berkaitan dengan dimensi lebar dan
Permen PU nomor 19/PRT/M/2011 tentang struktur perkerasan jalan).
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria  Permasalahan yang akan timbul adalah berkaitan
Perencanaan Teknis Jalan dengan kepemilikan asset, biaya operasi,
pemeliharaan, dan perbaikan jalan yang telah
dibangun.
Pasal 2  Perlu secara jelas ditetapkan oleh Menteri PU PR
(2) Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria tentang kewenangan turbinbangwas jalan pasca
Perencanaan Teknis Jalan bertujuan dibangun sehingga dapat bermanfaat secara
untuk mewujudkan: optimal.
a. tertib penyelenggaraan jalan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, **********
pembangunan, dan pengawasan
Jalan; dan Pasal 6
b. tersedianya Jalan yang mewujudkan (1) Jalur lalu lintas sebagaimana dimaksud
keselamatan, keamanan, kelancaran, dalam Pasal 5 huruf a dapat terdiri dari
ekonomis, kenyamanan, dan ramah satu atau lebih lajur jalan.
lingkungan (2) Lebar paling kecil untuk satu lajur jalan
diatur sesuai Tabel Persyaratan Teknis
catatan Jalan sebagaimana tercantum dalam
 Tertib penyelenggaran (pengaturan, pembinaan, Lampiran yang merupakan bagian tidak
pembangunan, dan pengawasan) jalan membuat terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
regulasi agar jalan sebagai suatu kesatuan yang
utuh dapat memberkan manfaat sebesar-besarnya Catatan
bagi kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.  Tentunya penentuan jumlah lajur harus melalui
Agar hal ini dapat terlaksana, dengan kondisi pertimbangan dari penyelenggara jalan yang
keterbatasan sumber dana, maka Pemerintah perlu intinya tergantung pada pengguna jalan yang
mengatur dengan baik. akan melalui jalan tersebut.
 Ketersediaan jalan mengharuskan antara lain (1)  Di sini ada peran dari penyelenggara jalan di
jalan harus bermanfaat sesuai dengan fungsinya daerah untuk memberikan masukan berapa lajur
secara maksimal tanpa mengganggu kelestarian dan lebarnya yang diperlukan. Untuk fungsi
lingkungan; (2) pemenuhan aspek ekonomi berupa aksesibilitas cukup 1 (satu) lajur dengan lebar
pengembalian modal investasi (kelayakan minimal (di bawah standar) yang dipersiapkan
ekonomi); (3) jaminan kesinambungan untuk ditingkatkan lajur dan lebarnya di
berfungsinya jalan dalam jaringan transportasi. kemudian hari sesuai dengan kebutuhan lalu
 Salah satu cara yang harus dilakukan adalah lintas.
dengan membuat ketentuan tentang pentahapan
pembangunan prasarana jalan di daerah-daerah. **********

53
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pasal 7 (5) Di antara patok kilometer harus


(1) Bahu jalan sebagaimana dimaksud dipasang patok hektometer yang
dalam Pasal 5 huruf b harus diperkeras. berjarak setiap 100 (seratus) meter.
(2) Lebar bahu jalan paling kecil diatur
sesuai Tabel Persyaratan Teknis Jalan Catatan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Patok-patok perlu disiapkan karena dapat
yang merupakan bagian tidak berfungsi sebagai referensi dalam survey,
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan,
(4) Bahu jalan pada jalan raya, pada jalan misalnya untuk membuat desain geometrik,
sedang, dan pada jalan kecil harus menghitung volume pekerjaan dlsb.
diperkeras dengan paling sedikit
perkerasan tanpa penutup. **********

Catatan Pasal 38
 Bahu jalan harus diperkeras sehingga (2) Patok Rumija dipasang dikedua sisi
dapat berfungsi juga sebagai tempat Jalan sepanjang koridor jalan, setiap
menyalib bagi kendaraan yang akan jarak 50 (lima puluh) meter.
mendahului – secara alami bahu
mengalami tambahan proses pemadatan Catatan
secara terus menerus oleh roda-roda Kebutuhan untuk membuat patok RUMIJA
kendaraan yang lewat. semakin mendesak karena menyangkut legalitas
 Bahu juga berfungsi sebagai cross lahan / kepemilikan lahan milik Pemerintah dan
drainage untuk mengalirkan air inventasisasi asset Negara. Saat ini masih banyak
secepatnya ke saluran samping agar tidak ruas jalan yang sudah berstatus tetapi tidak terlihat
mengancam badan jalan. Oleh karena itu adanya patok-patok RUMIJA.
bahu jalan tidak boleh lebih tinggi
daripada badan jalan (pengalaman **********
menunjukkan masih banyak bahu jalan
yang lebih tinggi dari badan jalan). Pasal 43
(2) Jalan arteri primer atau jalan kolektor
********** primer yang memasuki wilayah
perkotaan harus tidak terputus.
Pasal 21 (3) Penyelenggara jalan wajib
Bangunan pelengkap jalan sebagai memprioritaskan terwujudnya ketidak
pendukung konstruksi jalan melingkupi: terputusan jalan sesuai dengan
a. saluran tepi jalan. kewenangannya.
b. gorong-gorong; dan
c. dinding penahan tanah. Catatan
Penyelenggara jalan harus menjamin adanya
konektivitas transportasi baik internal jaringan
Catatan jalan mau pun dengan moda transportasi lainnya.
 Umumnya bangunan pelengkap masih sering
diabaikan oleh pelaksana karena nilai keuntungan **********
pembuatannya oleh kontraktor rendah dan sering
cepat rusak karena degradasi lingkungan yang Pasal 44
sudah cukup parah di daerah-daerah. (1) Tahapan perencanaan teknis jalan
 Karena fungsinya untuk melindungi badan jalan meliputi:
sampai kapanpun maka perlu dipersiapkan sejak a. Perencanaan Teknis Awal, yang
awal dan dapat dimulai antara lain dengan: (a) melingkupi:
pembentukan badan jalan dengan kemiringan yang 1) perencanaan beberapa
sesuai, (b) menggunakan saluran tanah, (c) alternatif alinemen jalan yang
causeway sebagai pengganti gorong-gorong. akan dibangun;dan
2) pertimbangan teknis, ekonomis,
********** lingkungan, dan keselamatan
yang melatar belakangi konsep
Pasal 37 perencanaan;
b. Kajian kelayakan jalan (Feasibility
study), yang melingkupi:

54
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1) kajian kelayakan teknis dan mengikuti mekanisme prosedur yang benar.


kajian kelayakan finansial Jangan karena alasan untuk melakukan
untuk setiap alternatif alinemen “terobosan” dilupakan akuntabilitas/
jalan keluaran perencanaan pertanggungjawaban untuk melaksanakan good
teknis awal; dan governance.
2) menetapkan pilihan alternatif
yang paling layak baik secara
**********
teknis maupun finansial, serta
keselamatan lalu lintas jalan;
Pasal 45
c. Perencanaan Teknis Akhir (Final
Fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam
Engineering Design), terdiri dari:
Pasal 3 ayat (3) huruf a terdiri atas:
1) desain pendahuluan, yang
a. jalan arteri;
diawali dengan pelengkapan
b. jalan kolektor;
data pendukung untuk
c. jalan lokal;
perencanaan termasuk tinjauan
d. jalan lingkungan.
lapangan untuk penetapan
alinemen Jalan yang final untuk
Catatan
alternatif alinemen terpilih hasil
kajian kelayakan jalan;  Ada sebagian besar jalan yang dibiayai Pemerintah
2) perencanaan teknis rinci (Detail belum ditetapkan fungsinya mau pun statusnya
Engineering Design); (melalui SK Menteri atau RTRW). Semakin tinggi
3) audit keselamatan jalan (AKJ); fungsi dan statusnya semakin tinggi standar
dan spesifikasi prasarana jalannya. Umumnya ruas-ruas
4) perencanaan teknis akhir. jalan di luar status Nasional, Provinsi, Kabupaten,
Kota belum membutuhkan spesifikasi standar yang
tinggi sehingga dapat dilakukan secara bertahap.
Catatan  Pemerintah perlu menetapkan status dan fungsi dari
semua jalan umum (melalui SK Menteri atau
 Ini adalah mekanisme prosedur standar yang benar RTRW).
yang pada saat ini di daerah-daerah sering  Pemerintah juga harus dapat memutuskan untuk
diabaikan karena melakukan jalan pintas melakukan pembangunan prasarana jalan secara
(terobosan) dengan alasan mengejar target waktu bertahap di daerah sesuai dengan kebutuhan
penyelesaian. Terobosan memang tidak dilarang transportasinya.
tetapi semua keputusan dan tindakan harus
dipertanggungjawabkan oleh karena itu mekanisme
prosedur ini tidak boleh dilangkahi. Untuk itu **********
penyelenggara prasarana jalan sudah harus
membuat jadwalnya. Pasal 46
 Dari studi kelayakan dapat disimpulkan kegiatan- (1) Kelas jalan sebagaimana dimaksud
kegiatan yang dapat dilakukan dengan skala penuh dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dibagi atas:
dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan secara a. spesifikasi penyediaan prasarana
bertahap. jalan; dan
b. penggunaan jalan yang ditetapkan
 Terobosan yang lebih dapat
berdasarkan fungsi dan intensitas
dipertanggungjawabkan adalah dengan pola
lalu lintas guna kepentingan
penanganan bertahap sesuai dengan saatnya
dibutuhkan secara ekonomis. Memang disadari pengaturan penggunaan jalan dan
bahwa aspek sosial-politik-budaya mensyaratkan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan.
harus dibangun jalan (aksesibilitas) walaupun
(2) Spesifikasi penyediaan prasarana jalan
karena kecilnya LHR belum diperlukan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
jalan standar.
huruf a terdiri atas:
 Bagi program-program yang telah terlanjur
a. jalan bebas hambatan, yaitu jalan
berjalan, agar dilakukan evaluasi dan jika ternyata
dengan spesifikasi pengendalian
belum memenuhi syarat, agar dapat ditunda dan
jalan masuk secara penuh, tidak ada
disesuaikan dengan kebutuhan saat ini dan
persimpangan sebidang, dilengkapi
beberapa tahun ke depan (jangka pendek).
pagar ruang milik jalan, dilengkapi
 Jangan karena dengan melihat Pemerintah dengan dengan median, serta lebar dan
sangat bersemangat kerja yang tinggi sehingga jumlah jalur sesuai ketentuan
membiarkan terjadinya hal-hal yang tidak

55
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sebagaimana tercantum pada (3) Dimensi jalan ditetapkan berdasarkan:


Lampiran yang merupakan bagian a. lalu lintas harian rata-rata tahunan
tidak terpisahkan dari Peraturan yang direncanakan; dan
Menteri ini; b. kelas jalan.
b. jalan raya, yaitu jalan umum untuk (4) Lebar badan jalan ditetapkan sesuai
lalu lintas secara menerus dengan dengan kebutuhan, dengan lebar paling
pengendalian jalan masuk secara kecil serta konfigurasinya diatur dalam
terbatas dan dilengkapi dengan BAB II tentang Persyaratan Teknis
median, serta lebar dan jumlah jalur Jalan.
sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum pada Lampiran yang Catatan
merupakan bagian tidak terpisahkan  Kelas jalan belum ditetapkan dan
dari Peraturan Menteri ini; memang kelasnya masih di bawah kelas
c. jalan sedang, yaitu jalan umum jalan terendah sehingga layak dilakukan
dengan lalu lintas jarak sedang pembangunan secara bertahap.
dengan pengendalian jalan masuk  LHR dan kelas jalan rendah maka
tidak dibatasi, serta lebar dan dimensi yang dibutuhkan adalah dimensi
jumlah jalur sesuai ketentuan minimal yang masih bisa menyalurkan
sebagaimana tercantum pada arus lalu lintas
Lampiran yang merupakan bagian  Lebar badan jalan disiapkan sesuai
tidak terpisahkan dari Peraturan dengan standar pengembangan ke depan
Menteri ini; dan sedangkan lebar perkerasan jalur lalu
d. jalan kecil, yaitu jalan umum untuk lintas cukup dengan lebar lajur minimal.
melayani lalu lintas setempat,
dengan lebar dan jumlah jalur **********
sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum pada Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan Pasal 59
dari Peraturan Menteri ini. (2) Setiap perencanaan teknis Jalan harus
dilengkapi dengan dokumen Analisa
Catatan Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
 Dari aspek spesifikasi, pada saat ini yang (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
dibutuhkan di daerah adalah jalan kecil yang Lingkungan Hidup (UKL) atau Upaya
diharapkan pada saatnya nanti (tidak pasti) akan Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
menjadi jalan raya. atau Surat Pernyataan Kesanggupan
 Dari aspek pengguna jalan secara formal belum Pengelolaan dan Pemantauan
ada penetapan kelas jalannya tetapi dengan data Lingkungan Hidup (SPPL) sesuai
pengguna yang ada kelasnya berada di bawah dengan ketentuan yang berlaku.
kelas terrendah. (3) Integrasi pertimbangan lingkungan
 Jadi jika prasarana jalan dibangun dengan dilakukan dengan memasukkan
spesifikasi standar sedangkan penggunanya rekomendasi lingkungan yang terdapat di
belum mencapai sesuai dengan ketentuan maka dalam AMDAL/UKL/UPL/SPPL
terjadi pemborosan. sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke
 Berdasarkan kedua aspek di atas, maka perlu dalam Perencanaan Teknis Rinci.
dilakukan pembangunan prasarana jalan secara
bertahap. Catatan
 Permasalahan lingkungan timbul sebagai dampak
********** dari pembangunan fisik infrastruktur.
Pasal 51 Permasalahannya bersifat multi dimensi karena
(1) Dimensi jalan sebagaimana dimaksud melibatkan banyak pihak dan sektor. Secara fisik
dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d Untuk banyak prasarana fisik yang cepat rusak dan
setiap perencanaan teknis jalan harus bahkan sampai menimbulkan kecelakaan karena
ditetapkan sesuai dengan kelas jalan. terjadinya degradasi lingkungan. Erosi, gerusan,
(2) Dimensi jalan terdiri dari badan jalan tanah longsor dlsb harus diperhitungkan sejak awal
yang didalamnya memuat jalur konstruksi direncanakan. Secara sosial dan
lalulintas, bahu jalan, median, dan jalur kemasyarakatan akan menimbulkan goncangan
pemisah (jika diperlukan).

56
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

antara lain dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan, c. Bertahap ke atas, dilakukan untuk
sumber nafkah, dan interaksi sosial. menambah kekuatan struktur perkerasan
untuk memikul beban lalu lintas yang
********** lebih besar (dimulai dengan kekuatan
Lampiran-lampiran berupa tabel-tabel tentang struktur terendah dan ditingkatkan sesuai
persyaratan dan kriteri serta berbagai varian dengan kebutuhan).
potongan melintang jalan Pada saat ini yang belum dilakukan sepenuhnya
adalah pembangunan bertahap cara b dan c karena
pembangunan jalan pada beberapa ruas jalan baru
Catatan langsung dilakukan dengan lebar standar yang telah
Persyaratan dimensi jalan agar ada varian dengan lebar ditetapkan dalam Lampiran Permen PU Nomor
perkerasan minimal 1 jalur selebar 3,5 m. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (1 m bahu +7 m
jalur lalu lintas+1 m bahu) dan perkerasannya full
**********
depth (agregat Klas B, Agregat Klas A, HRS BC, HRS
WC). Dengan mempertimbangkan bahwa lalu lintas
pada jalan-jalan baru tersebut akan sangat rendah
karena tidak adanya pusat-pusat kegiatan produksi
dengan besaran dan skala yang cukup besar, maka
Kesimpulan: lebar dan struktur perkerasan tersebut terlalu tinggi
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, dalam spesifikasinya untuk ruas jalan tersebut. Oleh karena
aturan ini secara implisit mendukung pembangunan itu perlu adanya pembangunan jalan secara bertahap
bertahap, asal dilakukan sesuai dengan pertimbangan- dengan cara b dan c untuk menghemat biaya kegiatan
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan. yang dapat dialokasikan untuk menambah target
panjang jalan yang ditangani.
B. Pembangunan Prasarana Jalan secara Berdasarkan pertimbangan di atas dan pengalaman
Bertahap selama ini dengan lebar perkerasan 4,5 m masih
Pembangunan prasarana jalan secara bertahap nyaman digunakan, maka diusulkan pola pembangunan
artinya dilakukan secara berangsur-angsur tetapi pola bertahap untuk jalan baru maupun jalan yang sudah ada
angsuran pelaksanaannya telah dibuatkan secara dengan prinsip penyediaan lahan dengan lebar minimal
konseptual agar setiap tahapan kegiatan akan saling untuk RUMIJA. Berikut ini adalah salah satu alternatif
mendukung dengan kegiatan sebelumnya sehingga pembangunan secara bertahap (alternatif lainnya dapat
pada saat suatu program pembangunan telah selesai dikembangkan oleh Pembina jalan sesuai dengan
dengan lengkap akan diperoleh hasil yang baik. kondisi wilayah dan tingkat perkembangan lalu lintas):
Pentahapan dalam pembangunan jalan merupakan
suatu seni untuk menyediakan prasana jalan secara a. Tahap I
parsil tetapi tetap berfungsi secara optimal pada setiap 1) Dimensi: 1 m bahu+4,5 m jalur lalu lintas+1
tahapan sampai selesai tanpa mengurangi aspek-aspek m bahu
struktural dan kenyamanan dari prasarana jalan (kinerja 2) Struktur perkerasan:
jalan sebagai suatu kesatuan yang utuh). Konsep-  Perataan badan jalan selebar ≥ 9 m,
konsep ini harus menjadi landasan dalam penyusunan dipersiapkan agar pada saatnya dapat
program penyediaan prasarana jalan di daerah yang dibangun sesuai dengan standard
hampir sebagian besar penyediaannya mulai dari nol persyaratan teknis yang berlaku,
(belum ada sama sekali) baik fisik maupun pihak yang  Lapis Pondasi Agregat Klas B (7 m),
akan menggunakannya.  Lapis Pondasi Agregat Klas A (7 m),
Pembangunan jalan secara bertahap dapat  Lapis Resap Pengikat (4,5 m),
dilakukan dengan salah satu atau kombinasinya:  HRS BC (4,5 m)
a. Bertahap memanjang, artinya kegiatan  Agregat Klas S untuk bahu dan lajur
dilakukan bertahap dalam arah sisanya (4,5 m).
memanjang dibangun bertahap dengan 3) Bangunan Pelengkap dan Sistem Drainase
segmen-segmen panjang jalan tertentu; 4) Pemeliharaan rutin sampai dengan
b. Bertahap melebar, telah dilakukan penanganan Tahap II
dengan menambah dimensi ke samping
dalam meningkatkan kapasitas jalan Pada daerah-daerah tikungan lebar permukaan
(seharusnya dapat dimulai dengan lebar jalan sudah harus sesuai dengan standard
minimal dan diperlebar sesuai dengan persyaratan teknis.
kebutuhan);

57
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tahap I akan ditingkatkan pada tahun ke-5 atau 2. Menyiasati keterbatasan kemampuan dalam
setelah LHR-nya cukup. penyediaan prasarana fisik khususnya jalan.
Untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
b. Tahap II dibutuhkan prasarana jalan yang sangat
1) Dimensi: 1 m bahu+7 m jalur lalu lintas+1 m panjang sehingga jika dilakukan secara
bahu (pelebaran menuju standar) bertahap kita dapat menyediakannya lebih
2) Struktur perkerasan: panjang dengan menggunakan dana yang
 Pengembalian kondisi, dihemat tersebut.
 Lapis Resap Pengikat (4,5 m), 3. Menyelamatkan dan menghilangkan
 Lapis Perekat (2,5 m), pemborosan uang negara. Prasarana fisik
 HRS BC (7 m) khususnya jalan dan jembatan mempunyai
3) Pemeliharaan rutin umur layanan (operasional) yang terbatas dan
akan mengalami penurunan kondisi/menjadi
Tahap II akan ditingkatkan pada tahun ke-10 atau rusak sejalan dengan bertambahnya usia dari
setelah LHR-nya cukup. prasarana. Jika prasarana tersebut dibangun
sebelum saatnya maka ia tidak akan
Dalam rangka legalitas dan kontinuitas bermanfaat secara maksimum. Di daerah,
penanganan, serta kelestarian lingkungan, maka pada pemanfaatannya bertumbuh sejalan dengan
awal kegiatan perlu disiapkan program sertifikasi lahan pertumbuhan ekonomi; besaran dan skalanya
milik jalan, penetapan status dan fungsinya (berkaitan umumnya relatif rendah sehingga tidak
dengan kewenangan operasional dan pemeliharaan memberikan pengaruh secara signifikan
jalan), review terhadap RTRW dan penanaman pohon terhadap pelayanan lalu lintas.
sesuai dengan ketentuan dalam Permen PU No 4. Melaksanakan keadilan sosial bagi lebih
05/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon banyak masyarakat Indonesia di daerah.
Pada Sistem Jaringan Jalan. Dengan semakin banyak prasarana yang
Bagi kegiatan-kegiatan berjalan yang belum dibangun, maka semakin terdistribusi dan
mengikuti mekanisme prosedur perencanaan semakin banyak masyarakat yang terjangkau
pembangunan sesuai ketentuan dalam Permen PU No sehingga dapat mempercepat terwujudnya
19/PRT/M/2011 agar dilengkapi dengan persyaratan- keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
persyaratan sesuai ketentuan khususnya berkaitan – mempercepat pencapaian MDGs.
dengan kelestarian lingkungan hidup pada lintas jalur 5. Pembangunan prasarana sebagai bagian dari
jalan tersebut. pembangunan nasional seutuhnya
membutuhkan suatu transisi agar dapat
C. Manfaat Penanganan Jalan secara Bertahap bermanfaat optimal. Masa transisi diperlukan
untuk mempersiapkan daerah agar dapat
Ada beberapa manfaat dari penanganan jalan mandiri dalam pengelolaan (operasional dan
secara bertahap antara lain: pemeliharaan) prasarana dan tidak selalu
1. Penghematan/efisiensi penanganan prasarana menjadi beban tetapi menjadi mitra kerja
jalan. Dalam perencanaan adakalanya Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan
terhadap suatu ruas jalan “tidak dilakukan pengelolaan prasarana di daerah.
apa-apa” - do-nothing - karena belum saatnya 6. Menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap
ditangani tetapi dilakukan kegiatan “holding” Pemerintah. Pemerintah yang baik akan
berupa pemeliharaan agar kondisi jalan tidak bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan
bertambah rusak. Jika ruas tersebut ditangani masyarakat, memenuhi kebutuhannya –
maka akan ada biaya yang tidak perlu harus melaksanakan “good governance” – bekerja
dikeluarkan dan hal ini merupakan secara profesional, efisien, efektif dan
pemborosan. Walau pun demikian di daerah ekonomis. Rakyat akan puas dan akan
demi aksesibilitas agar tidak terisolasi, perlu berpartisipasi aktif dalam mendukung
ada penanganan jalan dan hal ini tidak harus Pemerintah.
dengan membangun struktur jalan dengan
dimensi dan kekuatan penuh tetapi dengan D. Hambatan Yang Ada
cara “cicilan” – dilakukan secara bertahap
sesuai dengan perkembangan dan Walaupun penanganan jalan secara bertahap
pertumbuhan lalu lintas. Pengelolaan jalan mempunyai manfaat namun ada beberapa hambatan
dengan cara seperti ini akan dapat menghemat yang masih harus diperhatikan antara lain:
biaya yang cukup besar. a. Masih banyak orang yang belum menyadari
dan masih terlena dengan pola-pola lama
sehingga berpikir asal jadi dan

58
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

menggampangkan urusan. Banyak aparatur itu perlu adanya komitmen dan political will
pemerintah masih belum berani mengambil dari pengambil kebijakan untuk
risiko untuk tidak disukai atau tidak populer memperjuangkan keberlanjutannya sampai
karena memperjuangkan sesuatu hal yang selesai. Jika tidak, maka penangananannya
merupakan zona nyaman banyak orang. dilakukan secara normatif.
b. Pola penanganan ini adalah suatu program
yang pelaksanaannya lebih dari satu tahun dan
bahkan lebih dari lima tahun sehingga patut E. Fasilitasi Jalan Daerah oleh Direktorat
diduga bahwa kemungkinan Jenderal Bina Marga
keberlangsungannya sulit dilakukan. Hal ini
karena setiap lima tahun akan ada pergantian Dengan adanya tugas untuk memfasilitasi jalan
Pimpinan Nasional dan Kepala Daerah (serta daerah, maka Pemerintah memandang jalan seutuhnya
jajarannya?) yang visi dan misinya mungkin sebagai suatu jaringan jalan / jaringan transportasi yang
tidak sinkron dengan program-program yang harus dikelola secara sistemik/holistik. Suatu jaringan
sedang berjalan. akan berfungsi secara optimal jika semua ruas jalan
c. Kemampuan pembiayaan pemerintah selalu berfungsi dengan baik. Berdasarkan permasalahan
mengalami perubahan, dipengaruhi oleh yang telah disebutkan di awal tulisan, maka masih
situasi ekonomi dan politik global, sehingga banyak jalan yang belum berfungsi sebagaimana
suatu program yang berlangsung cukup lama, mestinya. Di lain pihak Pemerintah dan Masyarakat
kemungkinan akan mengalami banyak mempunyai keterbatasan dalam membiayai
hambatan. penanganan infrastruktur yang biayanya sangat besar.
Oleh karena itu, maka untuk mempercepat
E. Bagaimana Caranya Melakukan Pembangunan pembangunan/penanganan infrastruktur khususnya
Prasarana Jalan secara bertahap jalan, diperlukan pembangunan yang efisien, efektif
dan ekonomis karena setiap dana yang digunakan tidak
Pembangunan jalan secara bertahap maka dapat ada yang diperoleh dengan cuma-cuma (gratis). Salah
dilakukan dengan langkah-langkah: satu caranya adalah dengan pembangunan secara
1. Perlu ada konsep yang lebih eksplisit tentang: bertahap – infrastruktur dibangun pada saatnya
 Kriteria prioritas dan pentahapan. dibutuhkan. Direktorat Jenderal Bina Marga dapat
 Jenis dan pola pentahapan melakukan fasilitasi kepada daerah melalui berbagai
penyediaan/pengelolaan prasarana fisik. kegiatan selain penanganan fisik jalan secara langsung
Perlu disiapkan berbagai alternatif seperti: (a) mengkaji dan menetapkan standar jalan
sehingga dapat dipilih oleh penyelenggara yang dinamis sesuai dengan kebutuhan pengguna di
jalan di daerah mana alternatif yang daerah; (b) bantuan manajemen penanganan jalan di
paling bermanfaat dan cocok diterapkan daerah; (c) bimbingan teknis bagi personil dinas-dinas
di daerahnya. daerah yang menangani jalan agar dapat melakukan
 Standar pelayanan untuk setiap tahapan fungsinya secara mandiri; (d) bantuan peralatan
pembangunan/penyediaan prasarana konstruksi, dlsb.
jalan. Secara makro dapat ditentukan
Standar Pelayanan Minimum pada setiap IV. KESIMPULAN DAN SARAN
tahap yang ingin dicapai. Dari berbagai uraian yang telah disampaikan dapat
 Identifikasi/inventarisasi permasalahan disimpulkan bahwa untuk menghasilkan prasarana
daerah. jalan yang berfungsi secara optimal maka perlu
2. Pemilahan/pengelompokan areal/jalur sesuai dilakukan penanganan prasarana jalan secara bertahap.
kebutuhan dan waktu/saatnya dibutuhkan.
3. Prediksi tentang pengguna (jumlahnya, Sehubungan dengan itu disarankan bagi para
maupun spesifikasinya) yang membutuhkan penyelenggara jalan agar:
prasarana jalan. 1. Melengkapi aspek legal dari ruas jalan yang
4. Penetapan tentang konektivitas dengan sistem akan dibangun.
transportasi yang ada sehingga menjadi suatu 2. Melakukan penanganan prasarana jalan secara
kesatuan jaringan transportasi. bertahap sesuai dengan pertumbuhan lalu
5. Mengevaluasi setiap ruas jalan yang akan lintas.
ditangani dari berbagai aspek apakah 3. Penyiapan RUMIJA/RUMAJA/RUWASJA
memerlukan pembangunan secara bertahap. sesuai ketentuan dan jika dimungkinkan untuk
6. Jika memerlukan pembangunan bertahap, kemungkinan pengembangan di masa yang
maka perlu disiapkan program multi-years akan datang.
sampai dengan penanganannya selesai. Untuk

59
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

4. Dalam penyelenggaraan prasarana jalan agar Pembangunan Tahap I:


tetap memperhatikan aspek kinerja (input- Badan Jalan penuh, saluran drainase dari tanah
output-outcome-benefit-impact). Lebar jalur lalu lintas minimal, 1 lajur (4,5 m), bahu
5. Permen PU Nomor 19/PRT/M/2011 harus kiri – kanan
dipahami dan diterapkan secara filosofis dan Perkerasan: sub base (7 m), base (7 m), aspal HRS BC
komprehensif. Untuk itu perlu dibuatkan (4,5 m)
petunjuk teknis pelaksanaannya. Bahu: Agregat S (≥4,5 m)
6. Bagi kegiatan-kegiatan yang belum mengikuti
mekanisme prosedur perencanaan
pembangunan sesuai ketentuan agar dikaji
≥4,5 ≥4,5
kembali pelaksanaannya.
7. Mendorong penerapan konsep pembangunan m m
jalan secara bertahap yang akan dilakukan 3,50 3,50
dengan cara kontrak multi-years sampai suatu m m
ruas jalan terbangun secara lengkap sesuai
Permen PU Nomor 19/PRT/M/2011.

DAFTAR PUSTAKA
Pembangunan Tahap II (setelah 5 tahun atau sesuai
-----, Permen PU nomor 19/PRT/M/2011 tentang pertumbuhan lalu lintas):
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Sebelum dilanjutkan dilakukan pengembalian kondisi
Perencanaan Teknis Jalan Lebar jalur lalu lintas: pelebaran menuju standar
-----, Permen PU No 05/PRT/M/2012 tentang Pedoman Perkerasan: aspal HRS BC (7 m)
Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan
-----, Permen PU No 01/PRT/M/2014 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang

Lampiran

Usulan ini hanya sebagai contoh dan untuk


penerapannya agar dilakukan kajian manfaat dan
dampaknya secara lebih saksama.

≥4, ≥4,
5 5
4,50
m

60
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

INOVASI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR


JALAN DENGAN PENGGUNAAN SKEMA PENDANAAN
KPBU-AP

Triono Junoasmono, Ph.D


Kasubdit Keterpaduan Perencanaan dan Sistem Jaringan, Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan, Direktorat
Jenderal Bina Marga

Abstrak. Pengadaan infrastruktur jalan merupakan salah satu aspek penting dalam mengembangkan negara
Republik Indonesia. Akan tetapi, dana APBN yang tersedia tidak cukup untuk membiayai kebutuhan
infrastruktur yang ada secara menyeluruh dan menghasilkan gap pendanaan. Untuk mengatasi permasalahan ini,
dibutuhkan inovasi dalam melakukan pembiayaan untuk pengadaan infrastruktur terutama infrastruktur jalan.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk mengisi gap pendanaan tersebut adalah dengan melakukan skema
pendanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha–Ketersediaan Layanan/Availability Payment (KPBU-
AP). Skema ini merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha. Pada skema ini seluruh
biaya konstruksi dan pemeliharaan jalan ditanggung terlebih dahulu oleh Badan Usaha, selanjutnya pemerintah
melakukan membayar kembali kepada Badan Usaha dalam bentuk cicilan sampai akhir masa konsesi. Skema ini
menawarkan solusi atas pengefektifan penggunaan dana APBN dan meningkatkan keterlibatan Badan Usaha
dalam melakukan pengadaan infrastruktur jalan di Indonesia. Penerapan skema pendanaan KPBU-AP untuk
Jalan Nasional Non Tol akan menjadi yang pertama di Indonesia. Adapun proyek yang dilakukan penerapan
skema pendanaan KPBU-AP adalah Jalan Lintas Timur Sumatera dan Jalan Trans Papua. Dalam
pelaksanaannya, terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek teknis; finansial dan legal;
probabilitas risiko; keterlibatan stakeholder; dan tantangan yang akan datang. Terdapat manfaat dan Value for
Money (VfM) atas penerapan skema pendanaan KPBU-AP. Penerapan Skema pendanaan KPBU-AP untuk
pengadaan infrastruktur jaringan jalan akan dibahas lebih lengkap dalam makalah ini.

Kata Kunci: KPBU, Availability Payment (AP), Pendanaan, Jalan

61
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN
Penyediaan infrastruktur jalan yang baik Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
saat ini menjadi hal utama yang harus dipenuhi Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 diperoleh
dalam penyelenggaraan negara, karena hal ini bahwa kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur
berdampak pada aspek pertumbuhan ekonomi selama periode 2015-2019 adalah sebesar Rp 5.519
negara. Peningkatan konektivitas nasional Triliun. Akan tetapi, kemampuan anggaran
merupakan bagian dari usaha Pemerintah untuk Pemerintah untuk menyelenggarakan infrastruktur
menyediakan infrastruktur jalan yang baik. hanya sekitar 50% sehingga masih terdapat gap
Peningkatan konektivitas nasional perlu dilakukan sebesar 50%. 20% dari gap pendanaan tersebut
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta dianggarkan melalui dana pinjaman dan obligasi dan
daya saing Indonesia di pasar internasional. Hal ini masih tersisa gap 30 % yang perlu untuk dipenuhi.
dapat terwujudkan dengan meningkatkan Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi dalam mencari
aksesibilitas masyarakat terhadap barang dan jasa sumber pendanaan untuk melengkapi gap tersebut,
yang dibutuhkan, begitu pula sebaliknya. Selain itu, salah satunya adalah dengan menggunakan skema
peningkatan aksesibilitas dapat mengurangi jarak pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
lintasan barang dari hulu ke hilir. Usaha (KPBU).

+Rp 2.760 APBN (40%)


APBN + APBD +
Triliun
APBD (10%)

Kebutuhan
Pendanaan
Infrastruktur
Rp 5.519
+ Rp 1.655 KPBU
Triliun (Swasta dan BUMN)
Triliun (30%) Skema
FINANCING Pembiayaan
GAP Alternatif
+ Rp 1.104 Pinjaman, Obligasi,
Triliun lainnya (20%)

Gambar 1 Sumber Pendanaan Infrastruktur

62
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

II. Jaringan Jalan Nasional


Berdasarkan Rencana Strategis yang akan dicapai oleh Ditjen Bina Marga pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan periode 2015–2019 antara lain meningkatnya
Rakyat Tahun 2015-2019, Kementerian Pekerjaan dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki dan meningkatnya kemantapan jalan nasional
tanggung jawab melalui Direktorat Jenderal dengan indikator tingkat konektivitas nasional
(Ditjen) Bina Marga untuk membangun Jalan sebesar 77% dan tingkat kemantapan jalan nasional
Nasional Non Tol dengan target sepanjang 47.017 sebesar 98% pada akhir tahun 2019.
Km hingga tahun 2019. Adapun sasaran strategis

Gambar 2 Pengembangan Panjang Jaringan Jalan Nasional

Panjang jaringan jalan nasional setiap ruas-ruas jalan yang baru ditingkatkan fungsinya
tahunnya mengalami peningkatan, mengingat menjadi jalan nasional seringkali memiliki kondisi
banyaknya program strategis nasional berupa yang kurang mantap, sehingga Pemerintah
pembangunan jalan baru. Selain itu, turut terdapat berkewajiban untuk mengalokasikan dana dalam
peningkatan fungsi dan status jalan dari jalan jumlah yang cukup besar di ruas-ruas jalan
daerah menjadi jalan nasional akibat adanya tersebut.
perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) setiap 5 (lima) tahun sekali. Sebagian
Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
pemerintah perlu memikirkan skema pembiayaan
III. Perubahan Sistem Pembiayaan layanan infrastruktur Jalan Nasional Non Tol
Infrastruktur lainnya untuk mencapai target percepatan
pembangunan. Kebutuhan pendanaan Direktorat
Pada perkembangannya, anggaran yang
Jenderal Bina Marga untuk Tahun Anggaran 2015-
dialokasikan tidak mencukupi untuk mencapai
2019 mencapai Rp 278 Triliun, namun realitanya
target pembangunan Jalan Nasional Non Tol.
total anggaran yang diperoleh masih dibawah
Keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam
kebutuhan anggaran, sehingga sampai dengan
penyediaan layanan infrastruktur Jalan Nasional
tahun 2018 terjadi backlog sebesar Rp 53 Triliun.
Non Tol yang memadai, baik untuk preservasi ruas
Diperkirakan hingga tahun 2019, backlog yang
eksisting maupun untuk pengembangan ruas baru.
akan terjadi mencapai Rp 54 Triliun.

63
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kebutuhan Pendanaan Ditjen Bina Marga 2015 - 2019

80,000,000
70,000,000
Alokasi (Juta Rp)

60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
-
(10,000,000)
2015 2016 2017 2018 2019
Renstra 57,050,911 69,947,949 52,105,273 55,121,016 43,951,850
RKAKL/DIPA 57,393,997 37,662,260 43,774,457 41,673,067 42,788,755
Akumulasi Backlog (343,086) 31,942,604 40,273,420 53,721,369 54,884,464

Gambar 3 Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur Ditjen. Bina Marga TA 2015-2019

Salah satu inovasi skema pendanaan yang Badan Usaha. Apabila Badan Usaha tidak dapat
saat ini sedang dikembangkan adalah skema menyediakan layanan sesuai SLA yang disepakati
Ketersediaan Layanan/Availability Payment (AP). maka Badan Usaha akan dikenakan denda/pinalti
Penggunaan skema AP dalam penyediaan berupa pengurangan pembayaran. Pada
infrastruktur jalan akan memiliki dampak pelaksanaannya, skema ini tidak hanya berfokus
perubahan baik dari sisi kebijakan organisasi; pada panjang jalan yang dihasilkan tetapi turut
sistem dan mekanisme penyediaan; kualitas mempertimbangkan kualitas jalan yang tersedia
pekerjaan yang dihasilkan serta keterlibatan pihak- dalam bentuk standar pelayanan minimum.
pihak lainnya. Skema pendanaan AP diharapkan Konsep pembayaran AP dilakukan
dapat bekontribusi dalam mengisi gap pendanaan dalam bentuk pembayaran cicilan setelah proses
dengan meningkatkan keterlibatan Badan Usaha konstruksi selesai dilaksanakan. Adapun masa
dalam pembangunan nasional sehingga konstruksi yang diberikan adalah 2 tahun yang
pembangunan infrastruktur jalan menjadi lebih biayanya harus disiapkan oleh Badan Usaha dan 13
efisien dan standar pelayanan yang meningkat tahun untuk masa pemeliharaan yang akan dibayar
dengan biaya total dan biaya logistik menjadi lebih Pemerintah melalui APBN dalam bentuk cicilan
rendah. Hal ini tentunya dapat berpengaruh pada kepada Badan Usaha sehingga total masa konsesi
peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah dan untuk proyek AP ini 15 tahun. Selain itu, pada
nasional. konsep KPBU ini dikenal juga istilah
“penjaminan”. Pemerintah melalui Kementerian
IV. Apa itu Skema KPBU-AP? Keuangan akan menunjuk Badan Usaha Milik
Ketersediaan Layanan/Availability Negara (BUMN) dibawah kewenangan
Payment (AP) adalah bentuk Kerja Sama Kementerian Keuangan untuk memberikan
Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dimana penjaminan,apabila pada saat
pembayaran dilakukan secara berkala oleh pembayaran,pemerintah tidak dapat membayar
Menteri/Kepala Lembaga kepada Badan Usaha Badan Usaha tepat pada waktunya. Hal ini menjadi
Pelaksana atas tersedianya layanan Insfrastruktur salah satu kelebihan dari skema AP karena
yang sesuai dengan kualitas atau kriteria yang kepastian akan pembayaran menjadi lebih jelas
ditentukan dalam perjanjian KPBU melalui penjaminan Pemerintah.
(PMK/190/2015). Pada skema ini, Badan Usaha
menyediakan layanan sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimum/Service Level Agreement
(SLA) yang disepakati antara pemerintah dengan

64
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4 Konsep AP

V. Mengapa Diperlukan Skema pada proyek ataupun kegiatan lainnya.


KPBU-AP? Selain itu, penggunaan skema ini dapat
menjadi solusi efektif bagi percepatan
pembangunan nasional tanpa perlu
Penggunaan skema Ketersediaan Layanan
menunggu ketersediaan APBN untuk
(AP) dalam penyediaan infrastruktur jalan akan
revitalisasi dan mengurangi hambatan atau
memberikan dampak maupun perubahan baik bagi
keterlambatan penyediaan infrastruktur.
pelaksana maupun bagi masyarakat sebagai
Oleh karena itu, dengan menerapkan
pengguna infrastruktur. Semakin banyak pelaksana
skema pendanaan KPBU-AP Pemerintah
yang menggunakan skema KPBU-AP maka
dapat menyediakan kualitas jalan nasional
semakin besar dampak yang ditimbulkan. Berikut
yang baik dan mantap.
indikasi dampak dan perubahan yang dihasilkan:

2. Meningkatkan Peran Badan Usaha dalam


1. Penggunaan anggaran negara menjadi
Pembangunan Nasional Sehingga
lebih efektif dan efisien
Organisasi Pelaksana menjadi lebih
Keterbatasan anggaran yang ada
ramping
terhadap kebutuhan pengembangan
Penggunaan skema pendanaan
infrastruktur jalan yang selalu bertambah
KPBU-AP turut berdampak pada struktur
setiap tahunnya mengakibatkan adanya
organisasi Pelaksana. Jika pada skema
gap pendanaan infrastruktur. Hal ini
pendanaan reguler dibutuhkan banyak
berdampak pada keterbatasan Pemerintah
pihak untuk perencanaan, pelaksanaan
dalam memelihara jalan yang
hingga pengawasan proyek, dengan
mengakibatkan penurunan tingkat
menerapkan skema ini pihak Pelaksana
kemantapan jalan. Namun jika
cukup menjadi pengawas selama masa
penggunaan skema AP ini berhasil
konsesi. Pelaksana memberikan
diterapkan dengan baik, dari aspek
kewenangan kepada Badan Usaha untuk
penganggaran tentunya Pemerintah akan
merencanakan, melaksanakan dn juga
lebih diuntungkan mengingat manfaat
mengawasi proyek selama masa konsesi
yang diperoleh Pemerintah lebih banyak
berlangsung. Pemerintah juga diuntungkan
dibandingkan menggunakan skema
karena dapat lebih fokus untuk mengontrol
pendanaan reguler melalui APBN. Sebagai
proyek-proyek lainnya yang lebih
contoh, anggaran yang harus dikeluarkan
kompleks, misalnya proyek pembangunan
oleh Pemerintah menjadi lebih kecil dan
jalan baru.
faktor risiko yang selama ini ditanggung
penuh oleh Pemerintah dapat diserahkan
kepada Badan Usaha selama masa konsesi
sehingga sisa anggaran dapat dialokasikan

65
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3. Menciptakan standard benchmark layanan 4. Memotivasi Pemerintah Daerah untuk


jalan nasional yang lebih terukur dengan Mulai Berani melaksanakan KPBU
kualitas pekerjaan yang lebih baik Keberhasilan penerapan skema
Skema KPBU-AP turut mengatur pendanaan AP di tingkat Pemerintah Pusat
output yang akan dicapai dalam bentuk tentunya akan berdampak pada tren
standar pelayanan minimum atau Service Pemerintah Daerah. Terdapat indikasi jika
Level Agreement (SLA). Pemerintah juga skema ini berhasil diterapkan maka bukan
akan diuntungkan karena Badan Usaha hal yang tidak mungkin jika Pemerintah
dalam hal ini harus bekerja seoptimal Daerah ikut memulai kerja sama dengan
mungkin untuk dapat mencapai SLA Badan Usaha untuk menyediakan
tersebut. Selain itu, masyarakat sebagai infrastruktur di daerahnya. Hal ini juga
pengguna jalan akan turut diuntungkan dapat meminimalisasi gap pendanaan di
karena dengan tersedianya kualitas jalan tingkat daerah dalam penyediaan
yang baik maka biaya operasi kendaraan infrastruktur.
dapat menjadi semakin murah.
Tabel 1 Perubahan Target Skema AP yang Hendak Dicapai

Parameter Skema Pendanaan Konvensional Skema KPBU - AP


Biaya  Pembiayaan tahunan.  Pembiayaan dibayarkan terlebih dahulu oleh
Badan Usaha, kemudian Pemerintah mulai
menyicil.
 Lebih mahal karena faktor risiko menjadi  Lebih murah karena faktor risiko
tanggung jawab Pemerintah. dilimpahkan ke Badan Usaha.
Organisasi Pelaksana berperan penuh selama proses Pelaksana hanya berperan sebagai pengawas
Pelaksana konstruksi hingga pemeliharaan. selama proses konstruksi hingga pemeliharaan
sampai akhir masa konsesi.
Kualitas Kualitas yang dihasilkan seringkali lebih rendah Lebih tinggi karena Badan Usaha dituntut untuk
Pekerjaan karena tidak adanya sistem denda/pinalti yang dapat memenuhi standar pelayanan minimum
mengikat. yang disepakati.

VI. Landasan Hukum KPBU – AP dan Peraturan Kepala LKPP Pemerintah


Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara
Adapun beberapa landasan hukum Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha
yang berkaitan dengan rencana pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
KPBU-AP pada penyediaan infrstruktur Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
jalan antara lain:
 Pembayaran Ketersediaan Layanan
 Sektor Jalan: Undang-undang Nomor 18 (AP): Peraturan Menteri Keuangan
tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Nomor 190 tahun 2015 tentang
Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 Pembayaran Ketersediaan Layanan
tentang Jalan. Dalam Rangka KPBU dalam Penyediaan
 KPBU: Peraturan Presiden Nomor 38 Infrastruktur (Availability Payment).
tahun 2015 tentang Kerja Sama  Penjaminan Pemerintah: Peraturan
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Presiden Nomor 78 tahun 2010 tentang
Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek
Menteri PPN/Bapppenas Nomor 4 tahun KPBU yang Dilakukan Melalui Badan
2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Usaha Penjaminan Infrastruktur,
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Peraturan Menteri Keuangan 260 tahun
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan

66
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek d. Overloading


KPBU, dan Peraturan Menteri Keuangan e. Kualitas Konstruksi
Nomor 8 tahun 2016 (Perubahan PMK
f. Keamanan
260/2010).
IX. Usulan Penggunaan Skema KPBU-AP
VII. Pihak-pihak yang Terlibat
untuk Proyek Jalan Nasional Non-Tol
Dalam proses Kerja Sama Pemerintah
Pelaksanaan Jalan Nasional Non Tol
dengan Badan Usaha, terdapat pihak- melalui skema KPBU-AP ini didasari oleh
pihak/stakeholder yang terlibat didalamnya kebutuhan pembiayaan atas penyediaan
sebagaimana gambar di bawah ini, infrastruktur, khususnya Jalan Nasional Non Tol
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Penggunaan
skema pendanaan KPBU-AP untuk proyek Jalan
Nasional Non-Tol merupakan yang pertama kali
diterapkan di Indonesia.

a. Kriteria Dasar Pemilihan Lokasi


Proyek untuk Skema AP
Dalam pemilihan proyek Jalan Nasional
Non Tol yang akan diajukan sebagai
proyek KPBU, terdapat beberapa kriteria
yang menjadi pertimbangan, yaitu:
 Jalan nasional yang merupakan
tulang punggung pertumbuhan
ekonomi nasional, atau jalan
Gambar 5 Dukungan Stakeholder dalam Skema nasional yang merupakan misi
KPBU kritikal untuk pertahanan nasional.
 Jalan nasional yang pembangunan
Gambar di atas memperlihatkan dan/atau pemeliharaannya
kontribusi dari pihak-pihak yang terlibat sangat membutuhkan tingkat manajerial
diperlukan dalam penerapan skema pendanaan
yang mumpuni sehingga tercapai
KPBU – AP .
efisiensi yang tinggi.
VIII. Faktor Risiko dalam KPBU-AP  Jalan nasional yang memerlukan
peningkatan pelayanan yang efektif
Dalam skema pendanaan konvensional
perhitungan risiko seringkali tidak terlalu menopang fungsi utamanya,
diperhitungkan. Hal ini mengakibatkan adanya terutama dalam konsistensi dan
peningkatan atas nilai akhir proyek. Pada skema ketersediaannya (segera dan
pendanaan KPBU-AP, faktor risiko akan berkelanjutan).
diperhitungkan dalam perhitungan estimasi biaya,
sehingga nilai proyek tidak akan berubah signifikan b. Lokasi Proyek untuk Skema AP
di akhir proyek. Faktor risiko akan dibagi kepada
Berdasarkan kriteria pada poin (a) diatas,
pihak yang dianggap mampu untuk menanggung
kandidat proyek adalah sebagai berikut:
risiko yang akan muncul selama masa konsesi,
dalam hal ini sebagian besar dialokasikan ke Badan 1. Preservasi Jalan Lintas Timur
Usaha. Berikut ini merupakan beberapa faktor Sumatera
risiko yang diperhitungkan: a. Jalan Lintas Timur Sumatera
a. Kesalahan Desain merupakan jalan nasional yang
menghubungkan antar ibukota
b. Kenaikan Biaya Propinsi (Pusat Kegiatan
c. Keterlambatan Nasional/PKN) di Pulau

67
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Sumatera, dari ujung Utara berisiko atas timbulnya


(Banda Aceh) hingga ujung hambatan fungsi strategis Jalan
Selatan (Bandar Lampung). Lintas Timur Sumatera sebagai
Jalan Lintas Timur Sumatera urat nadi perekonomian
menghubungkan 6 ibukota nasional yang terhubung dengan
Propinsi dari 8 Propinsi yang Jaringan Jalan Asia.
berada di daratan Pulau
Sumatera. Jalan Lintas Timur Mengingat fungsi jalan yang
Sumatera memiliki total krusial, maka preservasi terhadap
panjang 2.741,34 km. Oleh Jalan Lintas Timur Sumatera perlu
karena itu, jalan lintas timur segera dilakukan. Dalam
Sumatera ini memiliki nilai pelaksanaannya, kondisi jalan yang
strategis, baik dari sisi dilalui oleh angkutan berat
pertumbuhan ekonomi, sistem membutuhkan kepiawaian konstruksi
logistik darat, maupun dan operasional. Hal ini dapat
pertahanan dan keamanan diperoleh dari keterlibatan Badan
negara. Usaha sehingga risiko dapat
b. Dari segi lalu lintas harian rata- dialokasikan kepada pihak yang
rata tahunan, jumlah kendaraan dinilai lebih memiliki kapasitas untuk
yang melalui Jalan Lintas Timur menanganinya.
Sumatera mencapai 3124 smp
per km. Volume ini paling
tinggi dibandingkan jalan lintas
Sumatera lainnya, seperti Jalan
Lintas Barat Sumatera yang
memiliki angka sebesar 1686
smp per km.
c. Dari sisi pemeliharaan,
dibandingkan dengan ruas jalan
lintas Pulau Sumatera lainnya
seperti Jalan Lintas Tengah dan
Jalan Lintas Barat Sumatera,
kondisi Jalan Lintas Timur
Sumatera khususnya di wilayah
Riau dan Sumatera Selatan
banyak melewati daerah tanah
rawa sehingga memerlukan
penanganan khusus dalam
kegiatan pembangunan dan
pemeliharaannya. Hal ini

Gambar 6 Lokasi Proyek Jalan Lintas Timur Sumatera

68
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 7 Lokasi Proyek di Provinsi Riau

Gambar 8 Lokasi Proyek di Provinsi Sumatera Selatan

2. Preservasi Jalan Trans Papua di sumber daya yang sangat terbatas dan keperluan
dukungan politik dari para pemangku kepentingan
Provinsi Papua
terkait. Melihat tantangan yang akan dihadapi
Pembangunan Jalan Trans Papua Ruas dalam pembangunan jalan trans Papua, partisipasi
Wamena-Paro-Mamugu diperlukan melihat fakta Badan Usaha sangat diperlukan untuk melakukan
bahwa jalan pada ruas tersebut belum teraspal dari konstruksi dan pemeliharaan jalan secara lebih
Wamena-Paro (Paket 3) yang berjarak 111,3 km efektif dan efisien. Di sisi lain, Pemerintah
dan Paro-Mamugu (Paket 4) berjarak 130,55 km. diharapkan untuk dapat lebih fokus memberikan
Hal ini mengakibatkan tidak berfungsinya ruas dukungan politik dari pemangku kepentingan dan
jalan tersebut secara efektif. Kondisi pembangunan juga dukungan keamanan di wilayah Papua.
di Papua cukup kompleks mengingat ketersediaan

69
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 9 Lokasi Proyek Trans Papua

c. Analisis Value for Money (VfM) b. Penyesuaian risiko terhadap biaya


Kajian Teknis Availability Payment (AP) proyekmTools ini mengakomodas lima
jenis risiko, yaitu:
Pengadaan proyek preservasi melalui skema i. Kesalahan Desain;
pendanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan ii. Kenaikan Biaya;
Usaha – Availability Payment (KPBU-AP) untuk iii. Keterlambatan;
Jalan Lintas Timur Sumatera memberikan nilai iv. Overloading; dan
Value for Money (VfM) dibandingkan dengan v. Kualitas Konstruksi
menggunakan skema pendanaan konvensional. c. PSC
Analisis VfM dilakukan melalui tiga langkah, Dengan menggunakan skema
yaitu: pendanaan PSC, risiko kesalahan
desain, kenaikan biaya, keterlambatan,
 Melakukan perbandingan estimasi biaya
overloading dan kualitas konstruksi
Proyek jika dilakukan antara dua model
akan dibebankan kepada pemerintah
pengadaan, yaitu pengadaan
sepenuhnya.
tradisional/Public Sector Comparator (PSC)
d. KPBU
atau melalui KPBU.
Dengan menggunakan skema
 Menyesuaikan biaya Proyek untuk
pendanaan KPBU,risiko kesalahan
menunjukkan
desain, kenaikan biaya,keterlambatan,
a. Netralitas kompetitif:
overloading dan kualitas konstruksi
Penambahan efek pajak yang setara kepada
tidak seluruhnya ditanggung oleh
skema pendanaan PSC dan KPBU.
pemerintah tetapi ada risiko yang
Diasumsikan bahwa kedua skenario
ditransfer kepada Badan Usaha.
tersebut menggunakan kontraktor swasta
Berikut pembagian risiko antara
untuk membangun aset, dimana kontraktor
Pemerintah dan Badan Usaha.
swasta tersebut tetap bertanggung jawab
 Melakukan perbandingan biaya
terhadap pendapatan kena pajak kepada
Proyek yang telah disesuaikan
Pemerintah.
dalam kedua skenario tersebut.
Tabel 2 Perubahan Target Skema AP yang Hendak Dicapai

70
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1. Preservasi Jalan Lintas (AP) untuk Jalan Lintas


Timur Sumatera di Provinsi TimurProvinsi Riau memberikan
Value for Money (“VfM”)
Riau dibandingkan dengan pengadaan
Pengadaan Proyek tradisional sebanyak Rp
melalui skema Availibility Payment 1,152,286,000 dalam nilai kini di
tahun 2017.
Tabel 3 Analisis VfM Jalan Lintas Timur Sumatera di Provinsi Riau

Analisis VfM menunjukkan yang dapat dilihat dalam bagan di


bahwa Proyek memiliki net benefit bawah ini
sebesar Rp 1,152,000,000, seperti
:

71
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 10 VfM Preservasi Jalan Lintas Timur Sumatera di Provinsi Riau

2. Preservasi Jalan Lintas untuk Jalan Lintas Timur Provinsi


Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan memberikan Value
for Money (“VfM”) dibandingkan
Sumatera Selatan dengan pengadaan tradisional
Pengadaan Proyek melalui sebanyak Rp 90,314,000,000 dalam
skema Availibility Payment (AP) nilai kini di tahun 2018.
Tabel 4 Analisis VfM Jalan Lintas Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan

Analisis VfM menunjukkan


bahwa Proyek memiliki net benefit

72
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sebesar Rp 90,314 juta seperti yang ini:


dapat dilihat dalam bagan di bawah

Gambar 11 VfM Preservasi Jalan Lintas Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan

3. Preservasi Jalan Trans


Papua di Provinsi Papua
Berikut analisis pembiayaan untuk Jalan Trans Papua

Tabel 5 Analisis VfM Jalan Trans Papua Paket 3 (Wamena-Paro)

Perhitungan EE
No. Segmen / Program
Vol (Km) Vol (m) Biaya (Rp. X 1000) Keterangan
AVAILABILITY PAYEMENTS TRANS PAPUA WAMENA - PARO - MUMUGU 241,85 200,00 6.440.809.639,00

A SEGMEN WAMENA - PARO 111,30 - 3.049.006.215,00


(KM 37+600 sd 148+900)

1 Rekonstruksi dan penurunan grade (3 Tahun) 111,30 - 1.811.350.215,00


2 Pembangunan Jembatan (m) - - -
3 Pemeliharaan Jalan Tahun ke 3 s/d 15 111,30 - 166.950.000,00
4 Pemeliharaan Preventif tahun ke 10 dan berkala di tahun 15 111,30 - 1.057.350.000,00
6 Perkiraan Biaya Perencanaan 111,30 - 13.356.000,00
B SEGMEN PARO - MUMUGU 130,55 200,00 3.391.803.424,00
(KM 148+900 sd 284+300)

1 Rekonstruksi dan penurunan grade (3 Tahun) 130,55 - 1.810.087.424,00


2 Pembangunan Jembatan (m) - 200,00 130.000.000,00 Permanen
3 Pemeliharaan Jalan Tahun ke 3 s/d 15 130,55 - 195.825.000,00
4 Pemeliharaan Preventif tahun ke 10 dan berkala di tahun 15 130,55 - 1.240.225.000,00
6 Perkiraan Biaya Perencanaan 130,55 - 15.666.000,00

73
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pengadaan Proyek melalui di tahun 2018. Adapun untuk Jalan


skema Availibility Payment (AP) Trans Papua Paket 4 (Paro-Mumugu)
untuk Jalan Trans Papua Paket 3 memberikan Value for Money
(Wamena-Paro) memberikan Value (“VfM”) sebanyak
for Money (“VfM”) Rp160,000,000,000 dalam nilai kini
Rp129,000,000,000 dalam nilai kini di tahun 2018.

Gambar 12 VfM Preservasi Jalan Trans Papua

Analisis VfM untuk Jalan d. Progres Penerapan Skema


Lintas Timur Sumatera di Provinsi Pendanaan KPBU-AP
Riau dan Sumatera Selatan serta
Jalan Trans Papua berfokus pada Penerapan skema pendanaan KPBU-AP
studi pendahuluan (tahap pertama) untuk infrastruktur jalan nasional non tol
sesuai dengan tahap pengembangan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Proyek KPBU yang ditetapkan dalam Marga sudah dimulai dari tahun 2017,
Perpres 67/2005 dan amandemennya dimana kegiatan persiapan seperti studi
dalam Perpres 38/2015. Analisis pendahuluan baik untuk ruas Jalan
VfM merupakan estimasi pemiayaan Lintas Timur Sumatera maupun Jalan
hasil studi kelayakan. Analisis VfM Trans Papua yang akan diterapkan
tetap harus diperbaharui dan skema pendanaan KPBU-AP sudah
divalidasi lebih dalam saat Proyek dilaksanakan. Adapun untuk tahun 2018
berkembang pada tahap selanjutnya direncanakan untuk segera memulai
(FBC). Alokasi 'optimism bias' proses lelang beserta penyiapan
adalah terbesar pada tahap awal dokumen-dokumen yang akan
pengembangan proyek yang dibutuhkan. Kegiatan fisik direncanakan
selanjutnya berkurang mengikuti untuk dimulai di tahun 2019. Berikut
pengembangan bisnis kasus yang estimasi jadwal kegiatannya:
lebih rinci dan terkecil saat penilaian
kontinyu atas VfM saat financial
close.

74
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 6 Estimasi Jadwal Kegiatan KPBU-AP di Ditjen. Bina Marga

Bulan ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Tahap Perencanaan
1 Identifikasi dan Seleksi Proyek
2 Studi Pendahuluan
3 Konsultasi Publik
4 Ekspose Kantor Bersama
5 Pre Market Consultation
Tahap Penyiapan
1 Penyusunan OBC
2 Market Consultation
3 Penyusunan FBC
4 Capacity Building GALP
5 Proses persetujuan AP ke Kemenkeu
6 Proses Screening Penjaminan
7 Market Sounding
Tahap Transaksi
1 Pra Kualifikasi (PQ)
2 Izin Prinsip AP
3 Capacity Building TALP
4 Pengajuan Usulan Penjaminan (UP)
5 RfP & Dokumen Lelang
6 Proses Underwriting Penjaminan
7 Proses Lelang
8 Konfirmasi Final Besaran AP
9 Pengumuman Badan Usaha Pemenang
10 Penandatanganan Perjanjian KPBU dan Regres
11 Financial Close
12 Konstruksi
13 Operation & Maintanance

X. Tantangan Penerapan Skema detail terkait penerapan skema pendanaan


KPBU-AP KPBU-AP dan diharapkan dapat difasilitasi oleh
Penggunaan skema Ketersediaan Layanan simpul KPBU.
(AP) memberikan dampak dan perubahan, baik 3. Terbatasnya para ahli di bidang KPBU
dari sisi organisasi maupun kualitas layanan Pada dasarnya dibutuhkan waktu untuk
infrastruktur. Namun realitanya, tidak mudah dapat menyamakan persepsi atas besaran
untuk dapat berpindah dari “zona nyaman” keuntungan yang dapat diperoleh dengan
penyediaan infrstruktur yang selama ini telah menerapkan skema pendanaan KPBU-AP, akan
berjalan dan berubah menuju skema yang baru. tetapi skema pendanaan ini bukan hal yang tidak
Adapun beberapa kendala untuk menerapkan mungkin untuk diterapkan jika masing-masing
skema KPBU-AP antara lain: individu dapat bersifat terbuka dalam menerima
1. Pola pikir sebagian individu yang adanya skema baru ini. Selain itu, tetap
masih terbiasa berpikir konvensional dan tertutup dibutuhkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
terhadap hal-hal baru membuat skema ini tidak serta dasar hukum yang secara detail untuk
mudah untuk diterapkan. mengatur mekanisme skema pendanaan KPBU–
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) AP untuk masing-masing sektor infrastruktur
belum tersedia, sehingga menyulitkan pelaksana dalam hal ini yaitu infrastruktur jalan.
dalam menerapkan skema ini. Perlu pedoman

75
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

XI. Harapan Penerapan Skema AP meningkatkan keterlibatan Badan Usaha


untuk Masa yang Akan Datang dalam pembangunan nasional (Stage 4).
Adapun kronologis penyediaan Infrastruktur
Penyediaan infrastruktur di masa Kementerian PUPR dari waktu ke waktu
yang akan datang diharapkan dapat adalah sebagaimana berikut:

Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4

• Kementerian • Kementerian • Kementerian • Kementerian


PUPR berperan PUPR berperan PUPR mulai PUPR
penuh dalam penuh dari bekerja sama meningkatkan
proses persiapan hingga dengan Badan lingkup skema
penyediaan pelaksanaan. Usaha (KPBU) kerja sama
infrastruktur Namun, sumber dengan Badan
mulai dari daya sudah • Badan Usaha Usaha dalam
persiapan mulai disupply mulai berperan penyediaan
hingga oleh Badan dalam infrastruktur
pelaksanaan Usaha penyediaan
infrastruktur • Badan Usaha
• Badan Usaha • Badan Usaha mulai dari mulai berperan
belum ikut berperan dalam desain hingga penuh mulai
berpartisipasi supply resources operasi selama dari desain
(alat berat) masa konsesi hingga
berlangsung pemeliharaan
selama masa
konsesi
berlangsung

Gambar 13 Kronologis Penyediaan Infrastruktur dari Waktu ke Waktu

Meningkatnya keterlibatan Badan logistik, sehingga kedepannya pertumbuhan


Usaha diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah diharapkan dapat
efisiensi biaya dan menurunkan biaya meningkat.

(i) (ii)

Gambar 14 (i) Ilustrasi Kondisi Tingkat Efektivitas Biaya vs Waktu (Tahun)

76
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(ii) Ilustrasi Kondisi Biaya Logistik vs Waktu (Tahun)

XII. Kesimpulan Sumatera di Provinsi Riau dan Sumatera


Selatan serta Jalan Trans Papua. Banyak
Keterbatasan anggaran dalam manfaat yang diperoleh jika penggunaan
penyediaan kebutuhan infrastruktur jalan skema ini berhasil terlaksana dengan baik,
menjadi kendala bagi Pemerintah untuk antara lain:
menyediakan infrastruktur jalan yang baik 1. Dari segi biaya skema ini dinilai lebih
bagi masyarakat, sementara kebutuhan akan murah karena faktor risiko dilimpahkan
infrastruktur jalan selalu meningkat setiap kepada Badan Usaha.
tahunnya. Dalam rangka menutupi gap 2. Dari aspek organisasi pelaksana,
pendanaan yang ada saat ini, Pemerintah pelaksana cukup berperan sebagai
dituntut untuk selalu berinovasi dalam pengawas selama proses kontruksi
melakukan pendanaan infrastruktur, salah berlangsung dan dapat fokus pada
satunya adalah dengan menggunakan skema proyek-proyek lainnya yang lebih
KPBU–Ketersediaan Layanan/Availability kompleks, seperti pembangunan jalan
Payment (AP). Penggunaan skema baru.
Ketersediaan Layanan merupakan hal baru 3. Kualitas pekerjaan yang dihasilkan lebih
dalam usaha penyediaan infrastruktur jalan tinggi dibandingkan dengan
nasional non tol. Saat ini Kementerian menggunakan skema pendanaan
PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina konvensional karena ada tuntutan bagi
Marga sedang menyiapkan skema ini dalam Badan Usaha untuk memenuhi standar
kegiatan preservasi di Jalan Lintas Timur pelayanan minimum (SPM).

77
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PROSES PENETAPAN FUNGSI DAN STATUS JALAN DAERAH


Slamet Muljono1, Dedy Gunawan2
Direktorat Jenderal Bina Marga
E-mail: s.muljono5810@gmail.com
Direktorat Jenderal Bina Marga
E-mail: dedygw@yahoo.co.id

Abstrak. Konektivitas dan pengadministrasian jalan merupakan hal mendasar dalam proses penyelenggaraan jalan
menuju good governance. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengeluarkan pedoman dalam
Peraturan Menteri No. 03 tahun 2012 tentang Penetapan Fungsi dan Status. Namun saat ini pedoman tersebut masih
belum dapat dipahami secara menyeluruh dan detail, hal ini berimbas kepada pemahaman Pemerintah Daerah
(provinsi/kabupaten/kota) yang tidak seragam dalam penetapan fungsi dan status jalan daerah. Masih ditemukan
beberapa permasalahan, antara lain Surat Keputusan penetapan Fungsi dan Status Jalan Daerah yang sering dilakukan
perubahan serta adanya tumpang tindih status dan fungsi yang menyebabkan tidak sinergisnya antara daerah satu
dengan yang lainnya. Maka dari itu, makalah ini akan menjelaskan secara rinci mengenai pemahaman terhadap
Pedoman No. 03 tahun 2012 tersebut, termasuk template Surat Keputusan penetapan Fungsi dan Status Jalan Daerah.

Kata kunci: Fungsi, Jalan Daerah, Pedoman, Penyelenggaraan Jalan, Status.

I. PENDAHULUAN No. 03 tahun 2012 tentang Penetapan Fungsi Jalan dan


Status Jalan.
Konektivitas dan pengadministrasian jalan Namun saat ini pedoman tersebut masih belum
merupakan hal mendasar dalam proses dapat dipahami secara menyeluruh dan detail, hal ini
penyelenggaraan jalan menuju good governance. berimbas kepada pemahaman Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, (provinsi/kabupaten/kota) yang tidak seragam atas
Pasal 19 menyatakan bahwa wewenang pemerintah pemahaman dalam penetapan fungsi dan status jalan
provinsi dalam pengaturan jalan provinsi meliputi daerah. Masih ditemukan beberapa permasalahan,
penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan antara lain Surat Keputusan penetapan Fungsi dan
sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan Status Jalan Daerah yang sering dilakukan perubahan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, serta adanya tumpang tindih status dan fungsi yang
antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan menyebabkan tidak sinergisnya antara daerah satu
lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer dan dengan yang lainnya. Oleh karena itu diperlukan
penetapan status jalan provinsi. adanya sebuah proses penetapan yang mudah
Selanjutnya pada Pasal 20 dan 21 menyatakan dimengerti dan menjadi acuan seluruh daerah dalam
bahwa wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam menetapkan fungsi dan status jalan daerah masing-
pengaturan jalan kabupaten/kota dan jalan desa masing.
meliputi penetapan status jalan kabupaten/kota dan
jalan desa. Jalan dibagi menjadi lima klasifikasi jika II. METODOLOGI
dilihat dari statusnya, yaitu: jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. 2.1 Umum
Penyelenggaraan jalan nasional menjadi tanggung Berdasarkan peruntukannya jalan terdiri atas jalan
jawab pemerintah pusat, sedangkan penyelenggaraan umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan jalan
jalan provinsi/kabupaten/kota menjadi tanggung jawab yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Adapun
pemerintah daerah, dan penyelenggaraan jalan desa jalan khusus merupakan jalan yang dibangun oleh
menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
Penetapan Fungsi dan Status jalan diperlukan untuk masyarakat untuk kepentingan sendiri.
mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam Jalan umum dikelompokkan menurut sistem,
penyelenggaraan jalan. Untuk penetapan fungsi dan fungsi, status, dan kelas. Berdasarkan sistem, jaringan
status jalan, diperlukan petunjuk teknis penetapan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
fungsi dan status jalan daerah oleh pemerintah jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer
provinsi/kabupaten/kota yang mengacu kepada merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
peraturan perundangan yang terkait. Maka dari itu, pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
telah mengeluarkan pedoman dalam Peraturan Menteri dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi
yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Adapun sistem

77
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan 10. jalan antar desa.
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan
jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. d. Jalan Lingkungan Primer (JLing-P).
JLing-P menghubungkan secara berdaya guna:
2.2 Fungsi Jalan 1. antarpusat kegiatan di dalam kawasan
Berdasarkan fungsi, jalan dikelompokan ke dalam perdesaan atau antarpusat pelayanan
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan (PPL);
lingkungan, baik dalam sistem jaringan jalan 2. jalan antardesa; atau
primer maupun sistem jaringan jalan sekunder. 3. jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.
2.2.1 Fungsi Jalan dalam Sistem Jaringan Jalan
Primer 2.2.2 Fungsi Jalan dalam Sistem Jaringan Jalan
Berdasarkan fungsi, jalan dalam sistem Sekunder
jaringan jalan primer terdiri atas: Berdasarkan fungsi, jalan dalam sistem
a. Jalan Arteri Primer (JAP); jaringan jalan sekunder antara lain adalah:
JAP menghubungkan secara berdaya
guna: a. Jalan Arteri Sekunder (JAS)
1. antarPusat Kegiatan Nasional (PKN) ; JAS menghubungkan secara berdaya guna:
2. antara PKN dan Pusat Kegiatan 1. antara Kawasan Primer dan Kawasan
Wilayah (PKW); Sekunder-I;
3. antara PKN dan/atau PKW dan 2. antarKawasan Sekunder-I;
pelabuhan utama/pengumpul; atau 3. antara Kawasan Sekunder-I dan
4. antara PKN dan/atau PKW dan bandar Kawasan Sekunder-II;
udara utama/pengumpul. 4. antarPPKo; atau
b. Jalan Kolektor Primer (JKP); 5. antara PPKo dan SubPPKo.
JKP menghubungkan secara berdaya
guna: b. Jalan Kolektor Sekunder (JKS)
1. antara PKN dengan pusat kegiatan JKS menghubungkan secara berdaya guna:
lokal (PKL); 1. antarkawasan sekunder kedua;
2. antarPKW; atau 2. antara kawasan sekunder kedua dengan
3. antara PKW dengan PKL. kawasan sekunder ketiga; atau
JKP terdiri atas: 3. antarsubPPKo.
JKP terdiri atas:
1. JKP-1, yaitu jalan yang c. Jalan Lokal Sekunder (JLS); dan
menghubungkan secara berdaya guna JLS menghubungkan secara berdaya guna:
antaribukota provinsi; 1. antara Kawasan Sekunder-I dan
2. JKP-2, yaitu jalan yang perumahan;
menghubungkan secara berdaya guna 2. antara Kawasan Sekunder-II dan
antara ibukota provinsi dan ibukota perumahan;
kabupaten/kota; 3. antara Kawasan Sekunder-III dan
3. JKP-3, yaitu jalan yang seterusnya sampai ke perumahan;
menghubungkan secara berdaya guna 4. antara PPko dan PL; atau
antaribukota kabupaten/kota,antarPKW; 5. antara subPPKo dan PL
dan
4. JKP-4, yaitu jalan yang d. Jalan Lingkungan Sekunder (JLing-S)
menghubungkan secara berdaya guna JLing-S menghubungkan antar
antara ibukota kabupaten/kota dan persil/perumahan/PL dalam kawasan
ibukota kecamatan, antara PKN dengan perkotaan.
PKL dan antara PKW dengan PKL.
c. Jalan Lokal Primer (JLP); 2.3 Status Jalan
JLP menghubungkan secara berdaya guna: Berdasarkan status, jalan dikelompokan ke dalam
1. antara PKN dan pusat kegiatan lingkungan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan
(PK-Ling); kota, dan jalan desa
2. antara PKW dan PK-Ling; 2.3.1 Jalan Nasional
3. antarPKL/pusat pelayanan kawasan (PPK); Jalan nasional terdiri atas :
4. antara PKL dan PPK; a. JAP;
5. antara PKL/PPK dan PK-Ling; b. JKP-1;
6. ibukota kabupaten dengan pusat desa; c. Jalan tol; dan
7. antaribukota kecamatan; d. Jalan Strategis Nasional (JSN).
8. ibukota kecamatan dengan desa; JSN adalah jalan yang melayani
9. antar PK-Ling; atau kepentingan nasional atas dasar kriteria
78
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

strategis yaitu mempunyai peranan untuk Berdasarkan fungsi, jalan daerah terdiri dari :
membina kesatuan dan keutuhan nasional, a. JKP-2;
melayani daerah-daerah rawan, bagian dari b. JKP-3;
jalan lintas regional atau lintas c. JKP-4;
internasional, melayani kepentingan d. JLP;
perbatasan antarnegara, serta dalam rangka e. JLing-P;
pertahanan dan keamanan. JSN dapat f. JAS;
dikembangkan untuk menghubungkan: g. JKS;
a. antarPKSN dalam satu kawasan h. JLS; dan
perbatasan negara; i. J-Ling-S.
b. antara PKSN dan pusat kegiatan
lainnya; dan 3.1.1 Wewenang Penetapam Fungsi Jalan Daerah
c. PKN dan/atau PKW dengan kawasan Wewenang penetapan fungsi jalan daerah diatur
strategis nasional. sebagai berikut:
a. Fungsi jalan daerah ditetapkan oleh gubernur
2.3.2 Jalan Provinsi dengan keputusan gubernur secara berkala
Jalan provinsi terdiri atas : paling singkat 5 (lima) tahun; dan
a. JKP-2; b. Fungsi jalan daerah sebagaimana dimaksud
b. JKP-3; dan huruf a yang meliputi JKP-4, JLP, JLing-P,
c. Jalan Strategis Provinsi (JSP) JAS, JKS, JLS, dan JLing-S ditetapkan oleh
JSP adalah jalan yang diprioritaskan untuk gubernur berdasarkan usulan
melayani kepentingan provinsi berdasarkan bupati/walikota.
pertimbangan untuk membangkitkan
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan 3.1.2 Prosedur Penetapan Fungsi Jalan Daerah
keamanan provinsi. Prosedur penetapan jalan daerah diatur sebagai
berikut:
2.3.3 Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten terdiri atas : a. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
a. JKP-4; bulan setelah diterbitkannya Keputusan
b. JLP; Menteri tentang penetapan ruas jalan
c. Jling-P; dan berdasarkan fungsinya sebagai JAP dan JKP-
d. Jalan Strategis Kabupaten (JSK); 1, gubernur:
Jalan strategis kabupaten adalah jalan yang 1. melakukan kajian jaringan jalan untuk
diprioritaskan untuk melayani kepentingan penetapan fungsi jalan sebagai JKP-2 dan
kabupaten berdasarkan pertimbangan JKP-3 dengan mempertimbangkan :
untuk membangkitkan pertumbuhan a. Rencana Tata Ruang Wilayah
ekonomi, kesejahteraan dan keamanan Nasional (RTRWN);
kabupaten. b. Rencana Tata Ruang Wilayah
e. JAS; Provinsi (RTRWP);
f. JKS; c. Rencana Pembangunan Jangka
g. JLS; dan Panjang Daerah Provinsi (RPJPD
h. Jling-S. Provinsi);
d. Rencana Pembangunan Jangka
2.3.4 Jalan Kota Menengah Daerah Provinsi (RPJMD
Jalan kota terdiri atas: Provinsi);
a. JAS; e. rencana umum jaringan jalan/hierarki
b. JKS; jaringan jalan; dan
c. JLS; dan f. persyaratan teknis jalan.
d. Jling-S.
2. meminta bupati/walikota untuk
2.3.5 Jalan Desa mengajukan usulan fungsi jalan sebagai
Jalan terdiri atas : JKP-4, JLP, JLing-P, JAS, JKS, JLS, dan
a. JLP dan JLing-P yang tidak termasuk jalan JLing-S dengan mempertimbangkan:
kabupaten di dalam kawasan perdesaan; a. RTRWP;
dan b. Rencana Pembangunan Jangka
b. jalan yang menghubungkan kawasan Panjang Daerah kabupaten/kota
dan/atau antar permukiman di dalam desa. (RPJPD kabupaten/kota);
c. Rencana Tata Ruang Wilayah
III. PROSEDUR kabupaten/kota (RTRW
kabupaten/kota);
3.1 Fungsi Jalan Daerah
79
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

d. Rencana Pembangunan Jangka JLing-P, JAS, JKS, JLS, dan JLing-S,


Menengah Daerah kabupaten/kota gubernur:
(RPJMD kabupaten/kota); 1. Melakukan kajian jaringan Jalan Strategis
e. rencana umum jaringan jalan/hierarki Kabupaten dengan dengan
jaringan jalan; dan mempertimbangkan
f. persyaratan teknis jalan. a. Rencana Tata Ruang Nasional dan
Provinsi (RTRNP);
b. Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) b. Rencana Pembangunan Jangka
bulan sejak diterbitkannya Keputusan Panjang/Menengah Provinsi
Menteri tentang penetapan ruas jalan (RPJPMP);
berdasarkan fungsinya sebagai JAP dan JKP- c. rencana umum jaringan jalan/hierarki
1 bupati/walikota menyampaikan usulan jaringan jalan; dan
sebagaimana dimaksud pada huruf a angka d. persyaratan teknis jalan.
2.
c. dalam hal bupati/walikota tidak 2. Menetapkan status ruas jalan sebagai jalan
menyampaikan usulan dalam jangka waktu 6 provinsi yang meliputi JKP-2, JKP-3, dan
(enam) bulan sebagaimana dimaksud pada Jalan Strategis Provinsi.
huruf b, gubernur dapat menetapkan fungsi
ruas jalan daerah. 3.2.4 Prosedur Penetapan Status Jalan Kabupaten
d. dalam jangka waktu paling lama 9 dan Jalan Desa
(sembilan) bulan sejak diterbitkannya Prosedur penetapan status jalan provinsi diatur
Keputusan Menteri tentang penetapan ruas sebagai berikut:
jalan berdasarkan fungsinya sebagai JAP dan a. status Jalan Kabupaten dan Jalan Desa
JKP-1, gubernur menetapkan fungsi jalan ditetapkan oleh Bupati dengan Keputusan
daerah. Bupati secara berkala paling singkat 5 (lima)
tahun;
b. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
3.2 Penetapan Status Jalan Daerah setelah diterbitkannya Keputusan Gubernur
tentang penetapan ruas jalan berdasarkan
3.2.1 Status Jalan Daerah fungsinya sebagai JKP-2, JKP-3, JKP-4, JLP,
Berdasarkan status, jalan daerah terdiri dari : JLing-P, JAS, JKS, JLS, dan JLing-S, bupati:
a. jalan provinsi; 1. melakukan kajian jaringan Jalan Strategis
b. jalan kota; Kabupaten dengan dengan
c. jalan kabupaten; dan mempertimbangkan:
d. jalan desa. a. rencana tata ruang provinsi serta
Seluruh ruas jalan yang sudah ada dalam kabupaten dan desa;
wilayah provinsi/kabupaten/kota dan desa b. rencana pembangunan jangka
harus mempunyai status jalan. panjang/menengah kabupaten
(RPJPMK);
3.2.2 Wewenang Penetapan Status Jalan Daerah c. rencana umum jaringan jalan/hierarki
Wewenang penetapan status jalan daerah jaringan jalan; dan
diatur sebagai berikut: d. persyaratan teknis jalan
a. gubernur menetapkan status jalan sebagai 2. menetapkan status ruas jalan sebagai jalan
jalan provinsi; kabupaten dan jalan desa yang meliputi
b. walikota menetapkan status jalan sebagai jalan JKP-4, JLP, JLing-P, JAS, JKS, JLS,
kota; dan JLing-S, Jalan Strategis Kabupaten, dan
c. bupati menetapkan status jalan sebagai jalan ruas jalan sebagai JLing dan JLP yang
kabupaten dan jalan desa. tidak termasuk jalan kabupaten di dalam
Status jalan sebagai jalan kabupaten dan jalan desa kawasan pedesaan dan termasuk jalan yang
dapat ditetapkan secara terpisah. menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa.
3.2.3 Prosedur Penetapan Status Jalan Provinsi
Prosedur penetapan status jalan provinsi diatur 3.2.5 Prosedur Penetapan Status Jalan Kota
sebagai berikut: Prosedur penetapan status jalan kota diatur
a. status jalan provinsi ditetapkan oleh gubernur sebagai berikut:
dengan keputusan gubernur secara berkala a. status jalan kota sebagai Jalan Kota ditetapkan
paling singkat 5 (lima) tahun; oleh Walikota dengan keputusan walikota
b. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan secara berkala paling singkat 5 (lima) tahun
setelah diterbitkannya Keputusan Gubernur b. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
tentang penetapan ruas jalan berdasarkan sejak diterbitkannya Keputusan Gubernur
fungsinya sebagai JKP-2, JKP-3, JKP-4, JLP, tentang penetapan ruas jalan berdasarkan
80
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

fungsinya sebagai JKP-2, JKP-3, JKP-4, JLP, rencana jaringan jalan


JLing-P, JAS, JKS, JLS, dan JLing-S, provinsi/kabupaten/kota.
walikota menetapkan status ruas jalan sebagai
jalan kota yang meliputi JAS, JKS, JLS, dan IV. KESIMPULAN
JLing-S.
Berdasarkan diskusi diatas dapat disimpulkan :
1. Permasalahan yang ditemukan di daerah saat
3.3 Prosedur Perubahan Fungsi dan Status Jalan ini adalah Pemerintah Daerah masih belum
Daerah dapat memahami dan menerapkan pedoman
yang sudah ada sebelumnya sesuai dengan
3.3.1 Prosedur Perubahan Fungsi dan Status Jalan Permen PU Nomor 03/PRT/2012 tentang
Daerah Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status
Jalan.
Prosedur perubahan fungsi jalan daerah diatur 2. Diperlukan petunjuk teknis yang mudah
sebagai berikut: dipahami dan diterapkan oleh Pemerintah
a. Perubahan fungsi jalan pada suatu ruas jalan Daerah dalam penetapan fungsi dan status
dilakukan dengan mempertimbangkan hal jalan.
sebagai berikut: 3. Pada proses penetapannya, Pemerintah Daerah
1. Perubahan rencana tata ruang dan/atau dapat menggunakan template Surat Keputusan
sistem transportasi; penetapan Fungsi dan Status Jalan Daerah
2. Berperan penting dalam pelayanan yang terlampir dalam Pedoman Petunjuk
terhadap wilayah yang lebih luas daripada Teknis, berdasarkan tingkat wewenang
wilayah sebelumnya; masing-masing.
3. Semakin dibutuhkan masyarakat dalam 4. Diharapkan dalam jangka waktu paling lambat
rangka pengembangan sistem transportasi; 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Keputusan
4. Lebih banyak melayani masyarakat dalam Menteri tentang penetapan fungsi jalan JAP
wilayah wewenang penyelenggara jalan dan JKP-1, gubernur menetapkan fungsi jalan
yang baru; dan/atau yang diikuti dengan penetapan status jalan
5. Semakin berkurang peranannya, dan/atau oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai
semakin sempit wilayah yang ditangani. petunjuk teknis tersebut.
6. Kemampuan pendanaan pemerintah
provinsi/kabupaten/kota. DAFTAR PUSTAKA
b. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh .
penyelenggara jalan sebelumnya kepada Kementerian Pekerjaan Umum, 2012. Peraturan Menteri
penyelenggara jalan yang akan menerima. Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2012 tentang
c. Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan pada Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan,
sistem jaringan jalan primer/sekunder dapat Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum
disetujui, maka penyelenggara jalan yang Draft Petunjuk Teknis Penetapan Fungsi dan Status Jalan
menyetujui dapat mengusulkan penetapan Daerah
perubahan fungsi jalan tersebut kepada pejabat Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang No. 34 Tahun
yang berwenang. 2006 tentang Jalan, Jakarta : Sekretariat Negara.
d. Perubahan fungsi jalan dapat dilakukan dalam
rentang waktu paling singkat 5 (lima) tahun.

3.3.2 Prosedur Perubahan Status Jalan Daerah


a. Perubahan status jalan pada suatu ruas jalan
dapat dilakukan setelah perubahan fungsi jalan
ditetapkan.
b. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh
penyelenggara jalan sebelumnya kepada
penyelenggara jalan yang akan menerima.
c. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap
bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan
tersebut sebelum status jalan ditetapkan.
d. Penetapan status jalan dilakukan paling lambat
3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya
fungsi jalan.
e. Dalam hal pembangunan jalan baru yang
dilaksanakan dan diperkirakan selesai sebelum
masa perubahan penetapan fungsi dan status
jalan, ruas jalan tersebut dimasukkan dalam
81
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ANALISIS PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT


(RAP) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BINDER COURSE (AC-BC)
DENGAN FLY ASH
Ratna Handayani1, Ria Asih Aryani Soemitro2, Herry Budianto2 dan Januarti Jaya Ekaputri2
1
Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur, Surabaya
E-mail: ratnay1999@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS, Surabaya
E-mail: soemitroraa@gmail.com, budiantoherry@yahoo.com, januarti_je@yahoo.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) sebagai bahan campuran
beraspal panas type Asphalt Concrete – Binder Cource (AC-BC) dengan penambahan material baru (agregat dan aspal),
bahan peremaja dan fly ash secara optimal dari segi kinerja teknis (berdasarkan Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3).
Berdasarkan penelitian terdahulu, komposisi material RAP adalah 20% terhadap berat campuran panas. Penelitian
ini dimulai dengan menganalisa RAP. Dari ekstrasi RAP didapatkan agregat dan aspal, kemudian dilakukan gradasi
pada agregat. Apabila gradasi agregat tidak masuk dalam amplop gradasi diperlukan penambahan agregat baru. Karena
nilai penetrasi aspal 49 (0,1mm) tidak memenuhi syarat maka diperlukan penambahan aspal baru. Setelah itu
ditentukan campuran AC-BC dengan penambahan variasi kadar fly ash 4%, 5% dan 6% terhadap seluruh berat
campuran. Dari semua komposisi, hanya campuran RAP 20%, material baru 75% dan fly ash 5% yang paling
memenuhi seluruh persyaratan kriteria teknik campuran beraspal. Walaupun demikian hasil ini belum memenuhi
kriteria Void in Mix (VIM) Marshall dan VIM kepadatan membal. Dan nilai kadar aspal optimumnya adalah 6,4%
(0,8% aspal RAP + 5,6% aspal baru).

Kata kunci: Asphalt Concrete - Binder Course (AC-BC), Fly ash, Kinerja teknis, Kadar aspal optimum Reclaimed
Asphalt Pavement.

Abstract. The objective of this research is to utilize Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) as a mixture of hot asphalt AC-
BC type. The new additional material is required such as aggregate and asphalt, fluxing material and fly ash to meet
the technical performance which is based on Spesification Bina Marga 2010 Revision 3. Previous research
(Kusmarini,2012) concluded that the composition was 20% of RAP by hot mixture weight. This research is started by
analyzing the RAP. Extracy of RAP are aggregates and asphalt. Grading on aggregate were conducted for required
grading envelope . Penetration of asphalt of 49 was failed to qualified for required grading envelope to need new
asphalt. Therefore the AC-BC mixture was composed with a variation of fly ash by mixture weight which is 4%, 5%
and 6%. Mixture with of 20% of RAP, 75% of new materials and 5% of fly ash 5% for application is recommended.
However, Marshall Void in Mix (VIM) and Refusal Density VIM were not required. The optimum asphalt content is
6,4% by total weight of mixture.

Keywords: Asphalt Concrete - Binder Course (AC-BC), fly ash, Reclaimed Asphalt Pavement (RAP), Teknis
Performance, The asphalt optimum.

I. PENDAHULUAN mengurangi laju kerusakan alam akibat penambangan (Hassan,


2009).
1.1 Latar Belakang Dalam upaya memanfaatkan potensi material RAP di
Jawa Timur dan fly ash lebih optimal maka penelitian ini
Penyelenggara jalan di Provinsi Jawa Timur sejak tahun penting untuk dilakukanya penggunaan RAP sebagai bahan
2006 telah menggunakan cold milling machine dalam penanga campuran beraspal panas menggunakan aspal Pen 60/70,
nan kerusakan jalan dengan volume pekerjaan berkisar 50.000 mengambil sampel material RAP dari Ruas Taman - Waru dan
m3 setiap tahun (DPU Bina Marga Prov Jatim, 2009). Fly ash penggunaan fly ash dari PT Petrokimia Gresik.
merupakan salah satu limbah batu bara yang keberadaannya
cukup melimpah, yang diperkirakan volume fly ash di 1.2 Perumusan Masalah
Indonesia sebanyak 13 juta ton tahun 2015.
Dalam RAP terdapat kandungan aspal dan agregat Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan
yang dapat digunakan kembali sebagai substitusi aspal dan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
agregat baru dalam perkerasan jalan. Penggunaan 1. Bagaimana agregat RAP dan penambahan agregat baru
kembali/daur ulang material RAP dapat menghemat sumber yang bisa masuk amplop gradasi untuk memenuhi
daya alam berupa agregat, pasir dan aspal dan dapat persyaratan Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3?

82
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2. Bagaimana aspal RAP dan penambahan aspal baru untuk 5. Sampel material RAP diambil dari Ruas Jalan Taman -
memenuhi persyaratan Spesifikasi Bina Marga 2010 Waru dan fly ash dari PT Petrokimia Gresik dengan
Revisi 3? spesifikasi kelas C.
3. Bagaimana membuat komposisi mix-design campuran 6. Persentase RAP 20 % (Kusmarini, 2012) dan lama
Asphalt Concrete Binder Cource (AC-BC) dengan pemeraman bahan peremaja selama 1 hari (berdasarakan
penambahan variasi kadar fly ash untuk mendapatkan pengujian di Lab Dinas PU Bina Marga Provinsi Jatim).
campuran Asphalt Concrete Binder Cource (AC-BC) yang
optimal dari segi kinerja teknis? 1.6 Review Penelitian Terdahulu
4. Bagaimana perbandingan dengan hasil pengujian
campuran material baru 100% (dari data sekunder) 1. Suwantoro (2010) melakukan penelitian laboratorium
terhadap pengujian campuran yang menggunakan fly ash untuk optimalisasi penggunaan RAP sebagai bahan
sebagai filler? lapisan perkerasan jalan beton aspal tipeAC
(AsphaltConcrete). Penelitian dilakukan 2 tahap, tahap
1.3 Tujuan Penelitian pertama dibuat campuran Do Nothing yaitu campuran
panas dari 100% RAP. Tahap kedua pembuatan
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian campuran modifikasi yaitu campuran panas RAP
ini adalah untuk: ditambah dengan agregat dan bitumen baru, tahap kedua
1. Mencari material RAP (baik agregat maupun aspal) yang ini dilakukan jika hasil tahap pertama tidak memenuhi
bisa masuk amplop gradasi untuk memenuhi persyaratan persyaratan AC. Setelah itu dilakukan estimasi biaya
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. perkerasan daur ulang ini. Hasil penelitian menunjukkan
2. Menentukan penambahan material baru (aspal dan bahwa campuran Do Nothing tidak memenuhi persyaratan
agregat) untuk memenuhi persyaratan Spesifikasi Teknis AC. Sedangkan campuran modifikasi dengan
Bina Marga 2010 Revisi 3 . penambahan agregat baru sebesar 6,3 %, memenuhi
3. Mencari komposisi mix-design campuran Asphalt semua persyaratan beton aspal tipe AC. Campuran beton
Concrete - Binder Cource (AC-BC) dengan penambahan aspal modifikasi dengan kadar aspal optimum 5,125%
variasi kadar fly ash untuk mendapatkan campuran AC-BC menghasilkan Stabilitas Marshall 1815,69kg, Flow
yang optimal dari segi kinerja teknis. 3,97mm, VIM 3,38%, Density 2,42 dengan efisiensi biaya
4. Melakukan perbandingan dengan hasil pengujian 46,63%.
campuran material baru 100% (dari data sekunder) 2. Kusmarini (2010) melakukan penelitian laboratorium
terhadap pengujian campuran yang menggunakan fly ash untuk menganalisa penggunaan RAP pada campuran
sebagai filler. beraspal panas dengan menggunakan aspal pen 60/70
dan penambahan anti stripping agent. Hasil penelitian
1.4 Manfaat Penelitian menunjukkan:
 Nilai sebagian karakteristik aspal RAP sampel 1
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan maupun sampel 2 tidak memenuhi syarat spesifikasi
manfaat sebagai berikut: yaitu penetrasi dan daktilitas aspal, untuk itu perlu
1. Bahan pertimbangan pertimbangan bagi pelaksana penambahan aspal baru untuk memperbaiki sifat-sifat
pemeliharaan jalan mengenai penggunaan RAP dan fly ash fisiknya,
sebagai bahan campuran beraspal panas tipe AC-BC.  Upaya pemanfaatan RAP sebagai bahan campuran
2. Bahan pertimbangan untuk penghematan sumber material beraspal panas AC adalah dengan penambahan
perkerasan jalan sehingga dapat menjaga kelestarian material baru baik agregat maupun aspal, menyusun
lingkungan. DMF baru dengan melakukan pengujian Marshall,
3. Bahan pertimbangan untuk Pemanfaatan material lokal perendaman Marshall dan kepadatan membal dengan
(fly ash) sehingga dapat meningkatkan taraf hidup hasil:
masyrakat setempat dari segi ekonomi. - Sampel 1,pada komposisi optimal penambahan
agregat kasar sebesar 4%, agregat sedang
1.5 Lingkup Penelitian 23%,agregat halus 42%, semen1%, dan aspal Pen
60/70 sebesar 4,5%. Penambahan Anti Stripping
Sehubungan dengan permasalahan yang akan dibahas maka Agent 0,25% dari berat aspal campuran.
ruang lingkup penelitian ini adalah: - Sampel 2,pada komposisi optimal penambahan
1. Penelitian dilakukan pada material RAP dari Jalan agregat kasar sebesar 6%, agregat sedang 25%,
Nasional di Jawa Timur. agregat halus 48%, semen 1% , dan aspal Pen
2. Penelitian hanya membahas bagaimana penggunaan yang 60/70 sebesar 5,2%. Penambahan Anti Stripping
optimal material RAP yang tersedia pada stockpile dan Agent 0,25% dari berat aspal campuran.
kadar material fly ash pada campuran A C - B C dari segi  Komposisi optimal penggunaan RAPdari segi kinerja
kinerja teknis,tidak membahas pengaruh umur teknis :
perkerasan, LHR dan pemeliharaan jalan yang telah - Sampel 1 adalah 30% RAP dan 70% material baru
dilakukan terhadap karakteristik RAP. dengan KAO campuran 5,8%.
3. Penelitian hanya menitik beratkan pada penggunaan - Sampel 2 adalah 20% RAP dan 80% material baru
material RAP dan kadar material fly ash untuk perkerasan dengan KAO campuran 5,9%.
bahan campuran beraspal panas tipe AC-BC dengan fly
ash
4. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium tidak
melakukan pengujian lapangan.

83
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

- Rincian jumlah benda uji dengan 3 variasi campuran


II. METODE PENELITIAN AC-BC untuk sampel RAP dan kadar fly ash dengan abu
batu (penggunaan fly ash 4% sampai 6% menurut
spesifikasi Bina Marga Tahun 2010 Revisi 3) terdapat
2.1 Lokasi Penelitian pada Tabel 1 di bawah ini.
Penelitian ini mengunakan sampel RAP yang berasal dari
Perkerasan Ruas Jalan Taman - Waru yang diambil dari Tabel 1. Rincian Jumlah benda Uji
stockpile di kantor Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V
Surabaya dimana jenis campuran pelaksanaan adalah % Jumlah Benda Uji
Asphaltic Concrete (AC). Kom Total
Samp Uji Uji
No posisi Uji Benda
el Perendaman Kepadatan
2.2 Rancangan Penelitian Fly Marshall Uji
RAP Marshal Membal
Rancangan penelitian ini terdiri dari studi literatur dan ash
NSPM, identifikasi awal mengenai kondisi RAP (jumlah, 1 4 2x5 = 10 2x5 = 10 2x3 = 6 26
Taman
jenis dan umur), uji laboratorium untuk mengetahui 2 5 2x5 = 10 2x5 = 10 2x3 = 6 26
- waru
karakteristik sampel RAP, pemeraman material RAP dengan 3 6 2x5 = 10 2x5 = 10 2x3 = 6 26
bahan peremaja, material RAP dengan penambahan fmaterial
baru (agregat dan aspal baru), serta penambahan kadar fly C. Analisis Penggunaan RAP
ash dengan berbagai variasi komposisi dalam campuran AC-
BC agar memenuhi spesifikasi teknis, uji campuran hasil
1. Analisa kinerja teknis campuran
variasi komposisi kadar fly ash. Selanjutnya hasil akhir yang
Membandingkan hasil uji Marshall, uji Perendaman
diperoleh dari analisis ini adalah alternatif penggunaan
Marshall, dan uji kepadatan membal (refusal) campuran
RAPdan penambahan komposisi kadar fly ash yang optimal
dengan prosentase RAP 20% (Kusmarini, 2012) dengan
dari segi kinerja teknis sesuai karakteristik bahan penyusun
variasi kadar fly ash terhadap berat campuran sampai
RAP.
didapat campuran dengan prosentase tertentu yang masih
memenuhi spesifikasi, sehingga didapat DMF campuran
2.3 Tahap Penelitian yang optimal dari segi kinerja teknis. Adapun variasi kadar
2.3.1 Tahap Persiapan fly ash ditetapkan sebagai berikut : (fly ash 4%, 6%, dan
8% ), tetapi dengan fly ash 8 % gradasi gabungan tidak
Tahap ini merupakan tahap penentuan arah penelitian yang masuk pada amplop gradasi, maka fly ash yang di gunakan
dilakukan melalui seminar proposal tesis. Tahap sebagai berikut : (fly ash 4%, 5% dan 6% )
persiapanmeliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, studi pustaka, identifikasi awal dan penyusunan 2.3.4.Kesimpulan
metode penelitian.
Berdasarkan analisa mutu didapatkan penggunaan optimal
2.3.2 Tahap Pengumpulan Data dari sampel RAP Ruas Jalan Taman – waru sebagai bahan
A. Data Sekunder perkerasan campuran beraspal panas tipe AC-BC dengan
Data sekunder diperoleh dari Penelitian menggunakan aspal Pen 60/70, bahan peremaja MFO
Kusmarini, 2012 dan beberapa instansi terkait, antara (Machine Flux Oil) dan fly ash.
lain Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V
Surabaya, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Provinsi JawaTimur dan semua instansi terkait lainnya.
B. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
laboratorium dari sampel RAP, sampel material baru dan berat
jenis fly ash yang akan digunakan dalam campuran. Data ini
berupa karakteristik penyusun RAP dan karakteristik material
baru untuk bahan penyusun campuran panas tipe AC-BC.
Untuk mendapatkan karakteristik bahan penyusun RAP
harus dilakukan ekstraksi sampel RAP untuk memisahkan
aspal dan agregat dilanjutkan dengan recovery untuk
memisahkan aspal dari bahan pelarutnya.

2.3.3 Tahap Analisa Data


A. Analisa Kondisi Eksisting
Menganalisis material RAP ditinjau dari segi persyaratan
sebagai bahan campuran beraspal panas tipe Asphalt
Concrete Binder Cource (AC-BC)

B. Campuran RAP untuk memenuhi spesifikasi teknis


1. Menyusun Design Mix Formula (DMF).
2. Membuat benda uji sesuai DMF untuk kebutuhan uji
Marshall, uji Perendaman Marshall, dan uji kepadatan
membal (refusal) untuk mendapatkan kadar aspal optimum
(KAO).

84
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2 Pengujian Material RAP (Agregat)


No Jenis Uji Syarat Hasil
1. Soudness Maks. Uji
3,15%
2. Abrasi dengan mesin Los 12%
Maks. 20,19%
2.3.5 Kerangka Penelitian 3. Angeles
Kelekatan agregat terhadap aspal 40% 95 %
Min > 95
4. Partikel Pipih dan Lonjong Maks 10 2%
Alur pemikiran dan gambaran dan tahapan penelitian 5. Material lolos Ayakan No.200 %
Maks 2% 0,47 %
secara keseluruhan dapat di lihat pada kerangka penelitian 6. Angularitas 95/90 95/90
dalam bentuk bagan alir seperti terlihat pada Gambar 1 di 7. Berat jenis gr/cm3 - 2,6
bawah ini: 8. Penyerapan air - 1,42
Sumber: Hasil Pengujian

Ide Penelitian Tabe1 2 menunjukkan bahwa semua hasil pengujian


memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Kajian Pustaka

Identifikasi Awal Peraturan Perundangan dan NSPM

Pengumpulan Data
Gambar 2 Gradasi Agregat RAP
Gambar 2 menunjukan menunjukkan bahwa gradasi
Data Sekunder agregat RAP tidak memenuhi spesifikasi karena agregat yang
Data Primer lolos saringan ½ tidak masuk dalam “amplop gradasi”
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. Untuk memenuhi
persyaratan “amplop gradasi” maka diperlukan penambahan
Analisis karakteristik agregat dan aspal RAP terhadap agregat baru.
Spesifikasi bahan campuran perkerasan jalan aspal panas
tipe ACBC dengan fly ash Tabel 3. Pengujian Material RAP (Aspal)
No Jenis Uji Syarat Hasil Uji
1. Kadar aspal dalam campuran (%) - 4%
Campuran RAP dengan material baru agar memenuhi 2. Penetrasi pada 25°C (0,1 mm) 60-70 49
spesifikasi ( untuk prosentasi RAP 20 % terhadap berat 3. Viskositas 135°C (cSt) >300 2.300
campuran berdasarkan penelitian Esti Peni, untuk variasi 4. Titik lembek (°C) >48 55
kadar fly ash yaitu 4%, 5% dan 6% 5. Daktilitas pada 25°C, (cm) >100 > 120
6. KelarutanTrichloroethylene (%) >99 99,85
7. Berat Jenis (gr/cm3) >1,0 1,067
Analisa Penggunaan RAP Sumber: Hasil Pengujian
Analisa capaian Kinerja Campuran terhadap
spesifikasi campuran jalan tipe ACBC Tabel 3 menunjukkan semua hasil pengujian memenuhi
dengan fly ash. persyaratan Binamarga 2010 Revisi 3, kecuali hasil uji
penetrasi 49, yang disyaratkan 60 – 70.

Kesimpulan Tabel 4. Pengujian Material Baru ( Agregat)


Gambar 1 Bagan Alir Penelitian No Jenis Uji Syarat Hasil Uji
1. Soudness Maks. 12% 8,04%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 2. Abrasi dengan mesin Los Angeles Maks. 40% 15,91%
3. Kelekatan agregat terhadap aspal Min 95 % > 95
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka didapat 4. Partikel Pipih dan Lonjong Maks 10 % 8%
hasil sebagai berikut : 5. Material lolos Ayakan No.200 Maks 2 % 0,85 %
6. Angularitas 95/90 97,2/94,9
3.1 Material RAP (agregat and aspal ) dan Material 7. Berat jenis gr/cm3 - 2,84
baru (agregat dan aspal) 8. Penyerapan air - 1,26
Sumber: Hasil Pengujian

85
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian sesuai persyaratan gabungan dengan fly ash 4% disajikan pada Tabel 6 dan
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. Gambar 3.
Tabel 6 Gradasi Agregat Gabungan Dengan Fly Ash 4 %
Proporsition Sieve Size
Explanation
(%) (% Lolos)
Inch 3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
Mm 19.0 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.600 0.300 0.150 0.075
Data of
Aggregate
Grading
- RAP 100 100 85,34 51,64 35,91 27,08 20,88 15,56 10,18 5,00
- CA 90,43 45,89 27,02 13,98 13,27 13,18 0 0 0 0
- MA 100 99,55 94,12 23,70 2,26 1,56 1,41 1,33 1,26 0,85
- FA 100 100 100 99,88 65,80 38,99 23,19 14,19 8,78 3,49
- Fly Ash 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Agregat
Combinated
- RAP 20 20 20 17,07 10,33 7,18 5,42 4,18 3,11 2,04 1,00
- CA 20 18,09 9,18 5,40 2,80 2,65 2,64 - - - -
Gambar 2 Gradasi Agregat Baru - MA 31 31,00 30,86 29,18 7,35 0,70 0,48 0,44 0,41 0,39 0,26
- FA 25 25,00 25,00 25,00 24,97 16,45 9,75 5,80 3,55 2,20 0,87
- Fly Ash 4 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Gambar 2 menunjukkan gradasi agregat kasar, sedang dan


halus yang akan digunakan sebagai material tambahan pada Total of mix 100 98,09 89,04 80,65 49,44 30,99 22,28 14,41 11,07 8,62 6,14

agregat RAP agar gradasi agregat gabungan yang dihasilkan Gradation


Envelope Spek.
dapat masuk dalam “amplop gradasi” sesuai Spesifikasi Bina Maks. 100 90 82 64 49 38 28 20 13 8

Marga 2010 Revisi 3. Min 90 75 66 46 30 18 12 7 5 4


Ideal Gradation 95,0 82,5 74,0 55,0 39,5 28,0 20,0 13,5 9,0 6,0
Tabel 5. Pengujian Material Baru (Aspal) Sumber : Hasil Perhitungan
No Jenis Uji Syarat Hasil Uji
1. Penetrasi pada 25ºC (0,1 mm) 60-70 62
2. Viskositas 135 ºC (cSt) >300 393
3. Titik Lembek(ºC) >48 49,1
4. Daktilitas pada 25 ºC (cm) >100 > 140
5. TitikNyala ºC) >232 240
6. KelarutanTrichloroethylene (%) >99 99,82
7. BeratJenis >1,0 1,03
8 Berat yang Hilang(%) (TFOT) <0.8 0,21%
9 Penetrasipada 25 ºC (%)(TFOT) >54 58%
10 Daktilitas pada 25 ºC (cm) (TFOT) > 100 100
Sumber : Hasil Pengujian

Tabel 5 menunjukkan bahwa sifat fisik aspal Pen 60/70


yang akan digunakan sebagai material tambahan pada Gambar 3 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 4%
campuran menggunakan RAP memenuhi semua persyaratan
spesifikasi Binamarga 2010 Revisi 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan agregat
Dengan membandingkan sifat-sifat fisik material baru dengan komposisi sesuai tabel 6 dapat menghasilkan gradasi
terhadap spesifikasi maka dapat disimpulkan bahwa agregat gabungan yang sesuai dengan persyaratan spesifikasi
karakteristik agregat yang berasal dari Asphalt Mixing Plant Bina Marga 2010 Revisi 3.
(AMP) PT Surya Marga Utama (SMU) Pasuruan maupun Berdasarkan tabel 6 maka komposisi agregat gabungan
aspal Pen 60/70 memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yang masuk dalam”amplop gradasi” adalah RAP 20%, CA
sehingga dapat digunakan sebagai campuran AC-BC. 20%, MA 31%, FA 25% dan Fly ash 4%.

3.2 Komposisi Mix Design untuk campuran AC-BC 3.2.2 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 5 %.
dengan penambahan variasi kadar fly ash sebagai
filler Berdasarkan gradasi agregat RAP dan gradasi CA, MA,
FA, Fly ash maka dilakukan penyusunan gradasi agregat
Untuk memenuhi amplop gradasi sesuai spesifikasi maka gabungan dengan cara trial and error beberapa komposisi
agregat baru yang ditambahkan terdiri dari : sehingga didapatkan
- Coarse agregat (10-20) gradasi agregat gabungan yang masuk dalam “amplop
- Medium agregat (5-10) gradasi”. Adapun penyusunan gradasi agegrat gabungan
- Fine agregat (0-5) dengan fly ash 5 % disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.
- Fly ash sebagai filler

3.2.1 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 4 %


Berdasarkan gradasi agregat RAP dan gradasi CA, MA, FA,
Fly ash maka dilakukan penyusunan gradasi agregat gabungan
dengan cara trial and error beberapa komposisi sehingga
didapatkan gradasi agregat gabungan yang masuk dalam
“amplop gradasi”. Adapun penyusunan gradasi agregrat

86
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 7 Gradasi Gabungan Dengan Fly Ash 5 % Tabel 8 Gradasi Gabungan Dengan Fly Ash 6 %

Sumber : Hasil Perhitungan

Sumber : Hasil Perhitungan

Gambar 5 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 6 %

Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan agregat


dengan komposisi sesuai tabel 8 dapat menghasilkan gradasi
Gambar 4 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 5 %
agregat gabungan yang sesuai dengan persyaratan spesifikasi
Bina Marga 2010 Revisi 3.
Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan agregat
Berdasarkan tabel 8 maka komposisi agregat gabungan yang
dengan komposisi sesuai tabel 7 menghasilkan gradasi agregat
masuk dalam”amplop gradasi” adalah RAP 20%, CA 28%,
gabungan yang sesuai dengan persyaratan spesifikasi Bina
MA 26%, FA 20% dan Fly ash 6 %.
Marga 2010 Revisi 3.
Berdasarkan tabel 7 komposisi agregat gabungan masuk
dalam”amplop gradasi” adalah RAP 20%, CA 19%, MA 31%, 3.2.4 Kadar Aspal Baru yang ditambahkan
FA 25% dan Fly ash 5 %. Untuk campuran beraspal panas dengan RAP, sebagian
kadar aspal empiris berasal dari aspal RAP.
Perhitunganmengenai besarnya kadar aspal Pen 60/70 baru
3.2.3 Gradasi Agregat Gabungan dengan Fly Ash 6 % yang harus ditambahkan untuk memenuhi kadar aspal
Berdasarkan gradasi agregat RAP dan gradasi CA, MA, empiris dalam campuran benda uji sesuai komposisinya
FA, Fly ash maka dilakukan penyusunan gradasi agregat seperti yang disajikan pada tabel 9 dan gambar 6.
gabungan dengan cara trial and error beberapa komposisi
sehingga didapatkan gradasi agregat gabungan yang masuk
dalam “amplop gradasi”. Adapun penyusunan gradasi agegrat Tabel 9 Kadar Aspal Yang Ditambhkan Pada Masing-Masing
gabungan dengan fly ash 6 % disajikan pada Tabel 8 dan Campuran
Gambar 5.

87
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.3.2 Hasil Pengujian Campuran dengan Fly Ash 5%.

Pada komposisi ini terdiri dari RAP 20% (Kusmarini,


2012), Material baru 75% dan fly ash 5 %.
Untuk memperjelas nilai yang dicapai pada setiap sifat
fisik campuran maka dibuat Tabel 11 Pada tabel ini terlihat
nilai setiap sifat fisik campuran yang dicapai pada setiap kadar
aspal rencana.
Gambar 6. Skema Perhitungan Kadar Aspal Pen 60/70
Tabel 11 Karakteristik Campuran Dengan Fly Ash 5%
yang ditambahkan
Sifat – sifat Kadar Aspal Rencana (%)
3.3 Hasil Pengujian Campuran Spek
Campuran 4,9 5,4 5,9 6,4 6,9
3.3.1 Hasil Pengujian Campuran dengan Fly Ash 4% Rasio
lolos200 1 – 1,4 1,7 1,5 1,4 1,2 1,1
Pada komposisi ini terdiri dari RAP 20% (Kusmarini, denganKAE
2012), Material baru 76% dan fly ash 4%. VIM (%) 3–5 6,60 3,789 2,273 3,906 2,979
Untuk memperjelas nilai yang dicapai pada setiap sifat fisik VMA (%) Min14 14,97 13,55 14,94 15,87 16,149
campuran maka dibuat Tabel 10. Pada tabel ini terlihat nilai VFB (%) Min 65 75,81 94,51 84,82 93,95 99,732
setiap sifat fisik campuran yang dicapai pada setiap kadar Stabilitas
807,25
Marshall Min 800 749,18 882,75 830,48
aspal rencana. 195
(kg) 807,25
Pelelehan
Tabel 10 Karakteristik Campuran Dengan Fly Ash 4% 2–4 3,45 3,75 3,8 4,0
(mm) 3,55
Kadar Aspal Rencana (%) Stabilitas
Sifat – sifat Campuran Spek Marshall 90 90,7 91,37 91,45 90,91 90,65
4,4 4,9 5,4 5,9 6,4
Sisa
Rasio lolos200
1 – 1,4 1,6 1,4 1,3 1,2 1,1 VIM
denganKAE
Kepadatan 2 2,582 0,603 0,495
VIM (%) 3–5 2,374 1,658 0,61 0,358 0,658
Membal
VMA (%) Min14 12,73 13,19 13,38 14,25 15,59
Sumber : Hasil Perhitungan
VFB (%) Min 65 82,63 88,67 95,53 98,61 96,79
Stabilitas Marshall (kg) Min 800 784,02 813,06 847,91 818,87 801,44
Dari sifat-sifat fisik campuran di atas, maka untuk
Pelelehan (mm) 2–4 3,15 3,45 3,65 3,75 3,95
Stabilitas Marshall Sisa 90 89,64 91,43 91,10 90,78 90,58
mendapatkan Kadar Aspal Optimum dibuat Gambar 8 yang
VIM Kepadatan Membal 2 1,106 0,238 0,131 merupakan rekapitulasi kadar aspal yang memenuhi
Sumber : Perhitungan persyaratan spesifikasi.

Dari sifat-sifat fisik campuran di atas, maka untuk Rasio lolos200


mendapatkan Kadar Aspal Optimum dibuat Gambar 7 yang denganKAE
merupakan rekapitulasi kadar aspal yang memenuhi VIM
persyaratan spesifikasi VMA

Rasio lolos200 VFB


denganKAE Stabilitas Marshall
VIM Pelelehan
VMA
Stabilitas Marshall
VFB Sisa
Stabilitas Marshall VIM Kepadatan
Membal
Pelelehan
Stabilitas Marshall Sisa KAO
VIM Kepadatan
Membal
ba rekap, bb rekap Gambar 8 Grafik Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Campuran
KAO dengan Fly ash 5%
Gambar 8 di atas menunjukkan bahwa pada campuran
dengan fly ash 5 % memenuhi seluruh persyaratan kriteria
Gambar 7 Grafik Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Campuran teknik campuran beraspal (di luar nilai nilai VIM marshall
dengan Fly ash 4% dan nilai VIM Kepadatan Membal) sehingga didapatkan nilai
kadar aspal optimum adalah 6,4%.
Gambar 7 di atas menunjukkan bahwa pada campuran
dengan fly ash 4 % memenuhi seluruh persyaratan kriteria
teknik campuran beraspal (diluar nilai nilai VIM marshall
dan nilai VIM Kepadatan Membal) sehingga didapatkan nilai
kadar aspal optimum adalah 6,15%.

88
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.3.3 Hasil Pengujian Campuran dengan Fly ash 6 % denganKAE


VIM (%) 3–5 9,03 6,85 4,43 2,79 0,81
Pada komposisi ini terdiri dari RAP 20% (Kusmarini, VMA (%) Min 14 17,68 17,5 16,83 17,46 18,28
2012), Material baru 74 % dan fly ash 6%.Untuk memperjelas VFB (%) Min 63 47,5 58,0 70,9 81,2 94,3
nilai yang dicapai pada setiap sifat fisik campuran maka dibuat Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1013 1123 1227 1182 1068
Tabel 12. Pada tabel ini terlihat nilai setiap sifat fisik Pelelehan (mm) Min 3 3,03 3,13 3,25 3,38 3,83
campuran yang dicapai pada setiap kadar aspal rencana. Stabilitas Marshall Sisa Min 90 90,33 91,01 91,28 90,53 90,17
VIM Kepadatan
2 4,780 3,250 1,640
Membal
Tabel 12. Karakteristik Campuran Dengan Fly Ash 6% Sumber : Perhitungan
Kadar Aspal Rencana (%) Dari sifat-sifat fisik campuran di atas, maka untuk
Sifat – sifat Campuran Spek
4,6 5,1 5,6 6,1 6,6 mendapatkan Kadar Aspal Optimum dibuat grafik Gambar 10
Rasio lolos200 yang merupakan rekapitulasi kadar aspal yang memenuhi
1 – 1,4 2 1,8 1,6 1,4 1,3
denganKAE persyaratan spesifikasi
VIM (%) 3–5 2,08 1,141 0,65 1,398 0,18
VMA (%) Min14 13,05 13,32 13,51 15,71 15,74 Rasio lolos200
VFB (%) Min 65 84,06 91,45 95,21 91,12 98,86 dengan KAE
Stabilitas Marshall (kg) Min 800 749,18 801,44 876,94 818,87 720,14
VIM
Pelelehan (mm) 2–4 3,85 4,3 4,7 5,2 5,3
Stabilitas Marshall Sisa 90 90,70 91,26 91,39 90,79 89,48 VMA
VIM Kepadatan Membal 2 -0,304 0,191 -0,185 VFB
Sumber : Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall
Dari sifat-sifat fisik campuran di atas, maka untuk Pelelehan
mendapatkan Kadar Aspal Optimum dibuat grafik gambar 9 Stabilitas Marshall
yang merupakan rekapitulasi kadar aspal yang memenuhi Sisa
persyaratan spesifikasi VIM Kepadatan
Membal
Rasio lolos200
4,6 5,1 5,6 6,1 6,6
denganKAE
VIM Gambar 10 Grafik Penentuan Kadar Aspal Optimum (Lab PU BM, 2015)
VMA
Gambar 10 di atas menunjukkan bahwa pada
VFB
campuran tersebut, nilai kadar aspal optimum (KAO) sebesar
Stabilitas Marshall 5,6 %.
Pelelehan
Stabilitas Marshall 3.3.5 Pengujian Hasil Campuran Aspal RAP dan Aspal
Sisa Pen 60/70
VIM Kepadatan
Membal Untuk melihat kemungkinan adanya hubungan antara sifat
BA rekapan fisik campuran dengan sifat fisik aspal RAP maka dilakukan
pengujian sifat fisik aspal RAP ditambah aspal Pen 60/70,
KAO
dimana proporsi aspal RAP dan aspal Pen 60/70 disesuaikan
4,6 5,1 5,6 6,1 6,35 6,6 dengan proporsi yang terdapat dalam campuran benda uji.
Gambar 9 Grafik Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Hasil pengujian sifat fisik aspal campuran disajikan pada
Campuran dengan Fly Ash 6% Tabel 14.
Gambar 9 di atas menunjukkan bahwa pada campuran Tabel 14 Sifat Fisik Campuran Aspal
dengan fly ash 6 % memenuhi seluruh persyaratan kriteria RAP 20 % RAP 20 % RAP 20 %
teknik campuran beraspal (diluar nilai nilai VIM marshall dan Syar
No Karakteristik + KA fly + KA fly + KA fly
at
nilai VIM Kepadatan Membal) sehingga didapatkan nilai ash 4% ash 5% ash 6%
kadar aspal optimum adalah 6,35%. 1.
Penetrasi pada 25°C
60-70 62 64 63
(0,1 mm)
3.3.3 Hasil Pengujian Campuran Penelitian Viskositas 135°C
2. >300 2.100 2200 2100
(cSt)
terdahulu (Laboratorium PU Bina Marga 3. Titik lembek (°C) >48 49 51 50
Provinsi Jawa Timur, 2015) Daktilitas pada
4. >100 140 140 140
25°C, (cm)
Pada penelitian terdahulu (Laboratorium PU Bina 5. Berat Jenis (gr/cm3) >1,0 1,043 1,046 1,044
Marga Provinsi Jawa Timur, 2015), komposisi yang dipakai Sumber : Hasil Pengujian
Material baru 100%. Untuk persyaratan spesifikasi yang di
pakai yaitu spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. Dari Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa sifat fisik campuran
penelitiannya menghasilkan sifat fisik campuran yang antara aspal RAP dengan aspal pen 60/70 memenuhi semua
disajikan pada tabel Tabel 13. persyaratan Spesifikasi Bina Marga
2010 Revisi 3.
Tabel 13 Sifat Fisik Campuran ( Material Baru 100%)
Sifat – sifat Campuran Kadar Aspal Rencana (%)
Spek
4,6 5,1 5,6 6,1 6,6
Rasio lolos200 1 – 1,4 1,2 1,1 1,0 0,9 0,8

89
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.4 Analisa Teknis Hasil Pengujian Campuran Fly Marshall..


Ash dan Laboratorium Dinas PU Bina Marga Provinsi
Jawa Timur 2015.
Pengaruh porsentase fly ash dalam campuran dan 100%
material baru dalam campuran (Laboratorium Dinas PU Bina
Marga Provinsi Jawa Timur, 2015) terhadap fisik campuran
disajikan pada Gambar 11 sampai dengan Gambar 18

Gambar 16. Grafik Gabungan Campuran terhadap Pelelehan

Gambar.11 Grafik Gabungan Campuran terhadap Rasio Partikel


Lolos Ayakan 0,075 mm

Gambar 17 Grafik Gabungan Campuran Terhadap StabilitasMarshall


Sisa.

Gambar. 12 Grafik Gabungan Campuran terhadap VIM

Gambar 18 Grafik Gabungan Campuran Terhadap VIM Kepadatan


Membal.
Gambar .13 Grafik Gabungan Campuran terhadap VMA
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Agregat RAP dan agregat baru memenuhi persyaratan
spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3, namun gradasi
agregat RAP tidak masuk amplop gradasi sehingga
diperlukan penambahan agregat baru agar gradasi
gabungan dapat memenuhi amplop gradasi.
2. Aspal RAP dan Aspal baru memenuhi persyaratan
spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 kecuali pada aspal
RAP nilai pengujian penetrasi 49 tidak memenuhi
Gambar 14 Grafik Gabungan Campuran terhadap VFB. persyaratan (60-70), sehingga perlu penambahan aspal
baru untuk memperbaiki sifat-sifat fisiknya.
3. Komposisi mix-design campuran AC-BC dengan
penambahan variasi kadar fly ash untuk mendapatkan
campuran Asphalt Concrete Binder Cource (AC-BC) yang
optimal dari segi kinerja teknis yaitu :
- RAP 20%, CA 20%, MA 31%, FF 25% , Fly ash 4%
dan MFO 2,9 gram
- RAP 20%, CA 20%, MA 31%, FA 25% , Fly ash 5%
dan MFO 2,9 gram
- RAP 20%, CA 28%, MA 26%, FA 20% ,Fly ash 6%
dan MFO 2,9 gram
Gambar 15 Grafik Gabungan Campuran terhadap Stabilitas Dari semua komposisi di atas, hanya campuran RAP 20%,

90
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

CA 20%, MA 31%, FA 25% , Fly ash 5% dan MFO 2,9 DAFTAR PUSTAKA
gram yang paling memenuhi seluruh persyaratan kriteria
teknik campuran beraspal (di luar nilai VIM Marshall dan
VIM kepadatan membal) dengan nilai kadar aspal Budianto, Herry, 2009, “Menuju Jalan Yang Andal, PT Cakra
optimum: 6,4% (0,8% aspal RAP + 5,6% aspal baru) Daya Sakti, Surabaya
4. Perbandingan hasil pengujian campuran material baru 100% Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementrian Pekerjaan
terhadap terhadap pengujian campuran yang Umum, 2010 Spesifikasi Umum Edisi 2010 Revisi 3,
menggunakan fly ash sebagai filler yaitu : Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan
- Dari seluruh kriteria teknik campuran beraspal panas, Umum, Jakarta
campuran material baru 100% memenuhi persyaratan NAPA Education Foundation, 1996, Hot Mix Asphalt
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. Materials Mixture Design and Construction , NAPA
- Dari seluruh kriteria teknik campuran beraspal panas (di Education Foundation, Maryland
luar nilai VIM Marshall dan VIM kepadatan membal), Kusmarini, E.P, 2012, Analisa Penggunaan Reclaimed
RAP 20%, CA 20%, MA 31%, FA 25% , Fly ash 5% Asphalt Pavement (RAP) Sebagai bahan Campuran
memenuhi persyaratan Spesifikasi Bina Marga 2010 Beraspal Panas dengan Menggunakan Aspal Pen 60-70
Revisi 3. (Studi Kasus Jalan Nasional Gemekan-Jombang dan
Jalan Nasional Pandaan - Malang), Surabaya, ITS.
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Peraturan Pemerintah
4.2 Saran. Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, Jakarta
Silvia Sukirman, 1992, Perencanaan Tebal Struktur
1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara sifat Perkerasan Jalan, Penerbit NOVA, Bandung
fisik material RAP dan fly ash supaya sesuai dengan Suwantoro, 2010, Optimalisasi Penggunaan Material Hasil
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3. Cold Milling untuk Daur Ulang Lapisan Perkerasan
2. Nilai VIM marshall dan nilai VIM Kepadatan Membal pada Jalan Aspal Beton Type AC (Asphalt Concrete),
penelitian ini tidak memenuhi persyaratan Spesifikasi Bina Surabaya, ITS
Marga 2010 Revisi 3, sehingga perlu penelitian lebih lanjut
untuk meningkatkan nilai VIM Marshall dan Nilai VIM
Kepadatan Membal pada campuran AC-BC dengan RAP
dan fly ash (dengan pengurangan jumlah kadar aspal pada
aspal baru)
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kinerja teknis campuran
beraspal panas AC-BC menggunakan RAP dan fly ash di
lapangan, dengan melakukan uji coba di lapangan dan
melakukan pengamatan dalam kurun waktu tertentu
untuk mengetahui kondisi riil yang terjadi setelah
perkerasan dibebani lalu lintas.

91
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENGARUH SUSUNAN GRADASI PADA


CAMPURAN BERASPAL PANAS
Sutoyo

Staf Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur


E-mail: toyosutoyo@yahoo.com

Abstrak : Campuran beraspal panas gradasi menerus memiliki stabilitas paling besar, apabila porsi masing-masing butir
medium dan halus tepat jumlahnya untuk mengisi ruang yang terjadi akibat bertemunya 3 (tiga) butir atau lebih dari
agregat kasar (batu pecah 5-10) yang mendominasi campuran. Interlock sempurna terjadi karena pertemuan antar batu
pecah 5-10 berantai ke semua penjuru tidak terhalang oleh butir agregat medium maupun butir agregat halus. Jumlah butir
agregat medium sama sekali tidak boleh melebihi jumlah ruang yang terjadi akibat pertemuan butir kasar tersebut,
sehingga kekurangan butir medium akan diisi oleh butir agregat halus. Dengan system interlock sempurna ini, campuran
beraspal memiliki kekuatan ikatan sangat tinggi, sehingga mampu memberikan nilai stabilitas dan ikatan antar butir yang
kuat dengan aspal jenis apapun, yang pada gilirannya campuran beraspal panas memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
beban berat, dan tahan terhadap cuaca karena system campuran berbasis mekanis (memaksimalkan interlock butiran)
bukan mengandalkan ikatan bahan pengikat. Adapun cara untuk memperoleh system interlock sempurna dilakukan
dengan mendesain bentuk lintasan gradasi pada batas-batas gradasi gabungan agregat untuk masing-masing jenis
campuran beraspal panas.

Kata Kunci : ikatan campuran beraspal berbasis mekanis (interlock)

Abstract : The well graded of asphalt mixtures have the grettest Marshall Stabilitation, if all the space will fulfilled by
the medium aggregate and fine aggregate according the proportion. The space between coarse aggregates tieted each
others, then the space will fulfilled by the smaller aggregate. The amount of medium aggregate must be not more than
needed, also the fine aggregate must be enough for the available spaces. For this perfect interlock system of aggregate,
the hot mixture asphalt have the maximum strength, so it give the height marshall stabilities with all the kinds of asphalt
types and it may support the very high load of traffic repetitions, also all the climate condition. This is happened
because the available of good interlock system of coarse aggregate (mechanical based system), not asphalt based,
finally the asphalt function can be minimized. The strategy for design of gradation lane can be used excel application
by building the formula for this circumstances.

Key Words : :the mixture of asphalt basis on mechanical (interlock)

PENDAHULUAN dibahas pada analisis gradasi menerus pada bab selanjutnya.


Pada prinsipnya ada 3 (tiga) jenis susunan gradasi Juga cara mendapatkan lintasan gradasi yang tepat dengan
agregat dalam campuran beraspal, yaitu gradasi menerus metoda yang pernah kami terapkan di lapangan, sehingga
(well graded), gradasi senjang (Gap Graded) dan Gradasi semua unsure poroperties campuran memenuhi spesifikasi.
tunggal (single Gradad). Masing-masing jenis memiliki Beberapa kendala yang dihadapi pada campuran
tujuan pemanfaatan sendiri-sendiri sesuai kebutuhan di beraspal gradasi menerus adalah sulitnya mencapai tingkat
lapangan atau peruntukannya. Untuk mendapatkan homogenitas campuran di lapangan sesuai yang dikehendaki.
permukaan seragam dengan texture yang merata bagus pada Yang sering terjadi adalah permasalahan segregasi butiran,
setiap titik gunakan campuran bergradasi tunggal, sedangkan karena sifat butiran adalah saling mengelompok dengan yang
untuk mendapatkan campuran beraspal yang awet dan sejenis, fraksi kasar akan mengelompok dengan fraksi kasar
memiliki nilai kelenturan tinggi gunakan gradasi senjang lainnya, juga fraksi halus cenderung mengelompok dengan
karena memiliki kadar aspal cukup tinggi, sedangkan untuk fraksi halus lainnya, sehingga untuk mencampur menjadi
memperoleh nilai struktur yang kuat/ kokoh pada ruas jalan susunan secara berurutan sebagaimana dikehendaki oleh
dengan jumlah volume lalu-lintas berat cukup tinggi maka Fuller dan Thompson dibutuhkan mekanisme pencampuran
gunakan gradasi menerus. ideal, yang mana di lapangan kondisi semacam ini sulit
Gradasi menerus yang biasa disebut gradasi baik, dipenuhi. Kondisi ideal yang dimaksud adalah menggunakan
atau gradasi rapat, atau gradasi padat adalah susunan butir alat yang bagus dan terawat secara intensif, durasi waktu
material mulai dari yang paling halus hingga paling kasar mencapur yang konsisten untuk masing-masing jenis
(ukuran butir maksimum) sesuai porsinya untuk mengisi campuran, temperature yang tepat pada saat penghamparan
ruang yang terbentuk oleh rangkaian butir-butir agregat yang dan pemadatan, yang mana bahan pengikat (aspal) masih
lebih besar ukurannya. Gradasi menerus akan memiliki berfungsi sebagai pelumas, sehingga mendapatkan hasil
tingkat kepadatan maksimum apabila masing-masing ukuran mendekati campuran yang merata dan padat pada setiap titik-
butir saling mengisi ruang yang tersedia sebagaimana titiknya.
disebutkan oleh Fuller dan Thomson yang secara detail akan Batu pecah produksi mesin pemecah batu juga
memberikan pengaruh yang besar terhadap proses

92
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pencampuran material yang merata, apabila batu pecah yang Namun demikian dari hasil analisis atau diagram
dihasilkan berbentuk kubikal maka untuk mencapai homogen gambar yang diperoleh tidak serta merta ditetapkan sebagai
lebih mudah, sebaliknya apabila banyak terdapat batu pecah proporsi campuran antar batu pecah, karena lintasan gradasi
yang pipih, maka kerataan campuran sulit diperoleh. hasil analisis atau diagram gambar masih belum sempurna,
Kenyataan di lapangan bahwa jenis batu pecah yang tersedia perlu diperhalus agar terbentuk lintasan gradasi yang lebih
rata-rata adalah mendekati pipih, sehingga dapat dipastikan di bagus dalam upaya memenuhi persyaratan teknis dan
lapangan banyak terjadi perlemahan-perlemahan struktur kemudahan proses pencampuran sehingga diperoleh tingkat
terutama pada campuran beraspal yang mengandung banyak kepadatan campuran beraspal yang semaksimal mungkin.
material pipih akan mudah terjadi rutting dan tidak stabil. Adapun untuk memperhalus lintasan gradasi sebagaimana
Material pipih memiliki daya interlock yang lemah, dimaksud di atas dapat dilakukan dengan bantuan aplikasi
juga muda terjadi pecah pada saat menerima beban lalu- Excel, dengan melaui trial-error pada nilai porsi masing -
lintas, sementara batasan spesifikasi adalah 10% jumlah masing fraksi, sehingga diperoleh kombinasi campuran yang
material yang benar-benar pipih, namun di lapangan batu paling tepat, untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada Tabel
pecah yang memiliki kondisi hamper pipih jumlahnya lebih 2, Analisis penentuan lintasan gradasi.
dari 40%. Artinya apabila yang disebut pipih adalah Dari hasil pengamatan kami di lapangan dan di
perbandingan tebal dan lebar 1: 5, tetapi yang memiliki laboratorium pada saat melaksanakan pekerjaan fisik,
perbandingan 1: (4-4,9) lebih dari 30%. Sehingga apapun ditemukan karakteristik beberapa jenis lintasan dalam rentang
jenis aspalnya dan bentuk lintasan gradasinya di lapangan batas gradasi, mulai dari lintasan sesuai batas atas, sampai
akan banyak terjadi rutting dan kerusakan jenis lainnya. lintasan gradasi sesuai batas bawah. Dan hasil maksimum
Para ahli telah membuat batas-batas rentang gradasi yang kami peroleh dari pengamatan tersebut adalah bahwa
atau dikenal sebagai amplop gradasi (kecuali superpave, yang yang paling mudah dilaksanakan di lapangan untuk
dibatasi hanya beberapa saringan) berdasarkan data-data memperoleh tingkat kepadatan maksimal dan tingkat
pengalaman dan data-data percobaan, baik di laboratorium keseragaman texture permukaan yang relative homogen
maupun di lapangan dengan rentang sebagaimana tertera pada adalah lintasan yang melalui sebagian batas atas pada agregat
Tabel 1 dan Grafik 1, sesuai dengan ukuran butir kasar, dan pada fraksi halus mendekati batas paling bawah.
maksimumnya. Tabel tersebut mengacu pada formula Fuller Dengan lintasan semacam ini segrasi tidak mudah terjadi dan
dan Thomson dan kurva gradasi pangkat 0.45 yang mendapatkan tingkat kepadatan paling tinggi. Detail analisis
diterbitkan oleh Federal Highway Administratin (FHWA) lintasan gradasi ini akan diuraikan pada analisa data gradasi
tahun 1960. Adapun maksud adanya batasan adalah untuk butiran agregat.
mengarahkan agar campuran yang diperoleh dari kombinasi Tabel 2. Contoh Perhitungan Proporsi Agregat
antara dua atau lebih dari fraksi agregat dapat mendekati AC-WC GRADASI KASAR KOMPOSISI GRADASI
kurva Fuller. Saringan
Saringan CA MA FA NS FF TOTAL
Power Bts Atas Bts Bwh. Komb. 1 1/2 " 30 44 24 0 2 100
Tabel 1. Amplop Gradasi Agregat Gabungan untuk ( mm) 1" 100 100 100 100 100
Campuran Aspal 19.10 100.00 100 100 100.00 3/4 " 100 100 100 100 100
12.72 83.28 90 100 94.09 1/2 " 80.3 100 100 100 100
9.53 73.14 72 90 77.61 3/8 28 98.2 100 100 100
4.75 53.46 43 63 56.72 #4 2.4 68.3 99.8 98.2 100
2.36 39.03 28 39.1 28.66 #8 0.5 8.7 94.5 95.3 100
1.18 28.57 19 25.6 19.14 # 16 0.4 2.3 66.7 89.6 100
0.60 21.07 13 19.1 14.17 # 30 0.4 1.2 48 83.7 100
0.30 15.43 9 15.5 10.89 # 50 0 1 35.2 67.6 100
0.15 11.29 6 13 8.20 # 100 0 0.7 24.7 39.5 98
0.075 8.27 4 10 5.83 # 200 0 0.7 15.1 24.38 95

Gradasi Terpilih

Gambar 2. Contoh Grafik Lintasan Gradasi

Gambar 1. Grafik Power Gradasi, P= (d/D)0.45 METODOLOGI PENELITIAN DAN


Fraksi agregat dimaksudkan di atas adalah hasil PENGAMATAN DI LAPANGAN
pengelompokan ukuran batu pecah pada mesin pemecah batu, Secara umum dipahami bahwa di lapangan diperlukan
pada umumnya fraksi agregat di lapangan terdiri atas abu metoda atau SOP untuk menerapkan metoda kerja yang
batu (bp : 0-5), bp : 5-10, bp: 10-20, dan bp: 20-30. Dengan konsisten dalam mencapai hasil yang seragam, baik kekuatan
melalui prosedur pencampuran cara analisis maupun cara dan texture permukaan di lapangan, khususya pekerjaan
grafis akan mendapatkan komposisi (proporsi) dari masing- campuran beraspal. Banyak factor yang mempengaruhi
masing batu pecah sehingga membentuk lintasan gradasi kinerja campuran aspal, mulai dari kompetensi tenaga kerja
yang terdapat dalam rentang (batasan) gradasi dimaksud. (ahli dan terampil), kondisi peralatan (pencampur,

93
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pengangkut, penghampar dan pemadat), mutu bahan (aspal d. Rongga terkecil


dan agregat), serta metoda pelaksanaan yang diterapkan
sesuai SOP. Dalam makalah ini yang menjadi titik berat HASIL PENELITIAN DAN ANAILIS
pembahasan adalah cara memperoleh proporsi campuran
yang paling tepat sehingga menghasilkan campuran yang DATA
mudah dilaksanakan di lapangan dengan hasil maksimal.
Dalam percobaan ini jenis campuran yang dipilih Dari variasi lintasan gradasi diperoleh data
adalah AC-WC dengan bahan aspal pertamina, batu pecah sebagaimana tertera pada Table 3 s/d table 7 dan grafik
yang digunakan diambil dari stockpile PT. Baitasari, yaitu Bp analisis sebagaimana Gambar 3 s/d Gambar 9 berikut :
0-5 (abu batu), Bp 5-10 dan Bp. 10-20, dengan properties
batu pecah kasar sebagaimana Tabel 2.
Langkah percobaan:
1. Uji properties bahan, meliputi :
a. Aspal :
i. Titik lembek
ii. Duktilitas
iii. Penetrasi
iv. Kelekatan aspal terhadap
agregat
b. Agregat batu pecah :
i. Analisa saringan
ii. Abrasi
iii. Berat jenis dan penyerapan
terhadap air Gambar 3. Sesusi/ dekat dengan batas atas
iv. Kepipihan/ kelonjongan
2. Menetapkan 5 lintasan gradasi dalam rentang AC-
WC, yaitu :
a. Sesusi/ dekat dengan batas atas atas.
b. Sesuai lintasan tengah
c. Sesuai/ dekat dengan batas bawah
d. Pada fraksi halus dekat dengan batas atas,
sedangkan pada fraksi kasar dekat dengan
batas bawah (Ex. Bwh)
e. Pada fraksi halus dekat batas bawah,
sedangkan pada fraksi kasar dekat batas
atas (Ex. Ats)
f. Gambar lintasan gradasi butir 1.a sampai 1
e, dapat dilihat pada Gambar 2 Gambar 4. Sesusi/ dekat dengan lintasan tengah
3. Tebal penyelimutan aspal ditetapkan 10 mikron,
sehingga total kadar aspal dapat dihitung untuk
masing-masing lintasan ditambah perkiraan nilai
penyerapan agregat terhadap aspal (± setengah dari
penyerapan air).
4. Masing-masing lintasan dibuat 4 benda uji, dengan
rincian sebagai berikut:
a. 2 benda uji untuk pelaksanaan uji marshall
kondisi normal, yaitu pada suhu 60ºC
dengan perendaman 30 menit diambil
nilai rata-ratanya, apabila terjadi
perbedaan nilai lebih dari 5% data
diambil dari nilai paling kecil. Gambar 5. Sesuai/ dekat dengan batas bawah
b. 1 benda uji diuji pada perendaman 24 jam
suhu 60ºC
c. 1 benda uji dipotong untuk dilihat model
interlocknya
5. Penentuan pemilihan nilai properties berdasarkan
urutan sebagai berikut :
a. Memiliki nilai stabilitas terbesar
b. Flow yang tinggi
c. Kepadatan yang tertinggi

94
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4. Contoh Perancangan lintasan dekat ext. atas dengan


tebal film 10 µ

AC-WC GRADASI KASAR KOMPOSISI GRADASI


Saringan CA MA FA NS FF TOTAL SA BFT (µ) V-ASPL B-ASPAL ABS-ASPL TOT-ASPL
Saringan
Power Bts Atas Bts Bwh. Komb. 1 1/2 " 16 44 38 0 2 100 (M2/KG) (Liter) (%) (%) (%)
( mm) 1" 100 100 100 100 100 5.24 10 0.0524 5.13 0.90 6.03
19.10 100.00 100 100 100.00 3/4 " 100 100 100 100 100 B-ASPAL
12.72 83.28 90 100 96.34 1/2 " 77.1 100 100 100 100 0.40 Gs. Aspl. (KG)
9.53 73.14 72 90 86.66 3/8 21.3 98.3 100 100 100 1.03 0.0540
4.75 53.46 43 63 45.88 #4 0.8 14.8 98 98.2 100 0.18
2.36 39.03 28 39.1 29.49 #8 0.5 1.4 70.5 95.3 100 0.24
1.18 28.57 19 25.6 19.85 # 16 0.5 1 45.6 89.6 100 0.32 1"
0.60 21.07 13 19.1 15.23 # 30 0.5 0.9 33.8 83.7 95.7 0.44 3/4"
0.30 15.43 9 15.5 11.82 # 50 0.4 0.8 25.8 67.6 80.2 0.73 1/2"
0.15 11.29 6 13 9.12 # 100 0.4 0.8 19.1 39.5 72.3 1.13 3/8"
0.075 8.27 4 10 5.46 # 200 0.3 0.5 10.9 24.38 52.5 1.80 #4

Gambar 6. Sesuai/ dekat dengan Ext. bawah

Gambar 9. Contoh hasil Perancangan Proporsi agregat dan


kadar aspal mendekati Ext. Atas

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Gambar 7. Sesusi/ dekat dengan Ext. Atas Sebagaimana pada pendahuluan, bahwa Kurva
Fuller dan Thompson merupakan acuan utama penentuan
gradasi menerus, namun yang menjadi pertanyaan adalah
Gambar 7. Sesuai/ dekat dengan Ext. atas “Mengapa kurva Fuller &Thompson bukan merupakan
lintasan tengah dari batas atas dan batas bawah spesifikasi?”
Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa lintasan kurva
Fuller dan Thompson hanya teory perhitungan tentang
volume ruang yang harus diisi oleh butir agregat yang lebih
kecil secara berurutan. Sedangkan di lapangan untuk
menyusun/ menata gradasi tidak dilakukan secara satu persatu
butiran, namun dilaksanakan secara masal dengan takaran
teretentu sehingga sangat tidak memungkinkan dapat
mencapai lintasan kurva tersebut.
Pelaksanaan pencampuran dengan system takaran
atau timbangan sesuai proporsi agregat yang telah ditetapkan
berdasarkan rumusan rancangan kerja (JMF), sehingga
diperlukan kalibrasi yang tepat pada peralatan pencampur,
terutama system pasokan dari cold bin dan waktu
pencampuran pada mixernya untuk memperoleh hasil yang
homogeny atau mendekati kondisi homogen. Segregasi
butiran tidak dapat dihindari, namun harus seminim mungkin
agar masih memenuhi batas-batas nilai properties campuran
Gambar 8. Contoh hasil Potongan Lintasan Gradasi denat yang disyaratkan. Oleh karena itu batas-batas gradasi yang
Ext. Atas telah ditetapkan oleh para ahli sangat membantu prosedur
pencampuran kombinasi dari fraksi-fraksi agregat.
Table 3. Properties campuran variasi 5 lintasan gradasi Pelaksanaan penelitian di laboratorium dilakukan
No. Variabel Bts-ats Tengah Bts-bwh Ex-Bwh Ex-Ats Spek Satuan dengan menimbang per masing-masing saringan, sehingga
1 Stabilitas 1164 1386 1176 1139 1431 >1000 Kg konsistensi (homogenitas) porsi setiap saringan pada benda
2 Flow 4.03 3.63 3.08 3.58 3.08 >3 mm
3 MQ 287 383 382 319 465 >300 Kg/mm
uji yang sejenis tetap terjaga. Artinya kerataan campuran
4 VIM 1.97 3.74 7.61 1.64 3.39 3 – 5.5 % mungkin kurang homogeny, namun jumlah butiran tiap-tiap
5 VMA 17.79 15.00 16.04 16.2 15.75 >15 % saringan untuk benda uji yang sama minimal tetap sama,
6 VFA 89.91 75.01 52.55 89.9 78.49 >65 %
7 Kepadtn 2.355 2.380 2.338 2.38 2.372 sehingga masih dapat dibandingkan nilai properties dari tiap-
8 Sisa Stbl 90.04 90.16 89.96 90.8 90,2 >90 % tiap benda uji.
9 Kdr. Asp 7.64 6.13 4.56 6.70 5.25 %
Dari hasil penelitian dapat dianalisis sebagai
berikut :
1. Pada lintasan sesuai batas atas pada Gambar 3,
aspal yang dibutuhkan sangat tinggi, karena luas
permukaan agregat perkilogramnya terjadi paling
besar, namun memiliki nilai stabilitas lebih rendah

95
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dan kelelehan tinggi. Rongga udara terlalu kecil kemudian dikalikan dengan 100% maka
sehingga kecenderungan rutting akibat bleeding diperoleh kadar aspal efektif. Asp eff = B.
sangat besar Kondisi ini cocok untuk lokasi dengan asp eff / (B asp.eff + 1) x 100%
lalu-lintas rendah sampai sedang, meskipun cuaca e. Kadar aspal efektif ditambah dengan
panas masih dapat bertahan lama karena jumlah penyerapan agregat terhadap aspal (1/2
total kadar aspal cukup tinggi.. penyerapan agregat terhadap air)
2. Pada lintasan melalui tengah sesuai Gambar 4, diperoleh kadar aspal total.
memiliki stabilitas tinggi dengan flow yang tinggi 8. Pada Gambar 8 menunjukkan contoh gradasi
juga, namun aspal yang dibutuhkan juga tinggi, lintasan ext atas yang dipotong, butir agregat 5-10
lintasan gradasi ini lebih tepat untuk lalu-lintas dengan jumlah besar saling kontak yang dikunci
tinggi oleh batu pecah 0-5 yang berasa di antara ruang
3. Pada lintasan dekat batas bawah sesuai Gambar 5, yang terbentuk oleh sekelompok butiran tersebut.
memiliki nilai stabilitas lebih rendah dengan flow 9. Pada Gambar 9 dan Tabel 4 dibuat contoh
juga rendah, rongga dalam campuran terlalu besar, perancangan yang menghasilkan lintasan gradasi
sehingga rawan terhadap masuknya air hujan seperti pada lintasan ext. atas, sehingga dengan
melalui rongga yang cukup besar, kondisi ini rawan tebal film penyelimutan 10 µ diperoleh kadar aspal
retak karena cenderung getas/ kaku. Lintasan total 6.03. bentuk lintasan diubah berdasarkan trial
gradasi ini hanya cocok untuk lalu-lintas rendah error pada porsi masing-masing agregat (CA, MA
pada daerah dingin, karena volume aspal efektif dan FA)
tidak memenuhi kebutuhan minimum, hanya
dengan aspal modifikasi dengan titik lembek tinggi Pada prinsipnya selama lintasan gradasi masih
yang bisa ditambahkan untuk lintasan jenis ini. dalam rentang batas-atas dan batas bawah , semua properties
tetap terpenuhi hanya beberapa saja yang tidak memenuhi,
4. Pada lintasan gradasi ext. bawah sesuai Gambar 6,
terutama rongga udara dalam campuran dan kadasr aspal
memiliki nilai stabilitas lebih rendah dengan flow efektif (VFA). Dari dapat dikatakan bahwa penetapan rentang
lebih tinggi, kadar aspal cenderung tinggi karena gradasi pada spesifikasi sudah benar dan dapat dipertanggung
jumlah agregat halus lebih besar, dengan rongga jawabkan. Adapun penetapan pemilihan jenis lintasan dapat
udara sangat kecil. Kondisi ini hanya cukup untuk disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sedapat mungkin
lalu-lintas ringan hingga sedang, karena mudah dirancang yang menghasilkan interlock paling bagus,
bleding dan rutting. sehingga funsi aspal dapat diminimalkan. Artinya dengan
adanya saling bertemunya antar butir kasar, dimana ruang
5. Pada lintasan Ext. atas sesuai Gambar 7 adalah
diantaranya diisi oleh sekelompok butir agregat yang lebih
lintasan paling Ideal, karena butuh aspal lebih kecil, kecil, yang berfungsi sebagai pengunci, maka stabilitas yang
dengan nilai stabilitas yang tinggi dan performance diperoleh merupakan hasil dari kekuatan interlock butiran,
lainnya tetap memenuhi syarat. Lalu-lintas berat sedangkan fungsi aspal menjadi minoritas.
dapat dilayani dengan maksimal, oleh karenanya Dengan memanfaatkan interlock butiran sebagai
system perancangan sebaiknya menggunakan tumpuan utama nilai stabilitas dan kekuatan campuran, maka
aspal jenis apapun dan kondisinya tidak pernah menjadi
lintasan yang mengikuti tren ini.
permasalahan pada campuran beraspal panas. Namun mutu
6. Pada lintasan ini (butir 5) ternyata jumlah agregat batu pecah, khususnya abrasi dan kelekatannya terhadap
yang lolos saringan # 4 adalah kurang dari 45%, aspal harus bagus, kubikal dan non pipih/lonjong. Nilai abrasi
berarti total agregat kasar adalah lebih dari 55%, butiran bukan merupakan nilai rata-rata dari batu pecah yang
karena body dari campuran beraspal adalah agregat bagus dengan batu pecah yang kurang bagus, karena
kasar maka semakin besar jumlah agregat kasarnya perlemahan bisa terjadi karena ada sebagian butiran yang
tentunya semakin kokoh/ stabil. pecah saat adanya kendaraan berat melintas dan menekan
batu pecah tersebut sehingga menjadi pecah. Termasuk batu
7. Perhitungan kadar aspal diperoleh sebagai berikut :
pecah yang cenderung pipih (1:4,5-4.9) yang keberadaannya
a. Prosen lolos masing-masing saringan lebih dari 30% sehingga rutting dan shoving mudah terjadi di
dikalikan dengan factor luas permukaan lapangan karena campuran beraspal tidak stabil.
agregat gabungan perkilogram jumlah
agregat maka diperoleh luas permukaan
KESIMPULAN
perkilogram agregat. (SA= m2/kg) 1. Susunan gradasi butir agregat pada campuran
b. Luas permukaan dikalikan tebal film beraspal panas (lintasan gradasi) memberikan
dalam satuan micron di dapat volume kontribusi besar terhadapa nilai stabilitas marshall
aspal dalam satuan liter perkilogram dan kinerja campuran lainnya, semakin tegak garis
agregat (Vasp eff = SA x BFT/1000) yang menghubungkan saringan # 4 dengan 3/8”
c. Volume aspal dikalikan dengan berat jenis
(Garis dekat lintasan Ext. atas) semakin besar nilai
aspal (1.036 untuk aspal murni stabilitasnya.
pertamina) diperoleh berat aspal
2. Pada saat ini untuk membentuk garis lintasan
perkilogram agregat (B. aspal eff = V asp.
gradasi sesuai yang dikehendaki dapat dilakukan
Eff x BD aspal) dalam satuan kg dengan bantuan aplikasi excel yang dapat dibuat
d. Berat aspal dibagi dengan berat aspal rumus sendiri, sehingga lintasan gradasi yang bagus
ditambah dengan berat agregat (1 kg)

96
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dan jumlah kadar aspal yang tepat dalam campuran


dapat diketahui secara langsung.
3. Mekanisme interlock antar butir agregat kasar dan
dikunci dengan sekelompok butir agregat yang
lebih kecil ukurannya dapat memperkokoh ikatan
(ikatan campuran berbasis mekanis) dalam
campuran beraspal panas, sehingga fungsi aspal
sebagai bahan pengikat bersifat minoritas, apapun
jenis aspalnya dapat digunakan dan campuran dapat
bertahan lama (awet) dan kokoh.

REFERENSI :

1. Hot mix asphalt materials, mixture design and


construction, second edition 1996, NAPA
Education Foundation, Lanham, Maryland.
2. Laporan data pendukung mutu Proyek
pembangunan Jalan Mantup - Anyamalas,
Lamongan, Jawa Timur, 2013
3. Spesifikasi Teknik Dirjen Bina Marga Th. 2010
revisi 2

97
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

STRATEGI MEMBUAT CAMPURAN ASPAL DINGIN


YANG SUKSES
Alfa Febriyanto1, Sutoyo2
Pengusaha Aspal Emulsi Surabaya
Email : febriantoroalfa@yahoo.com
DPU Bina Marga Prov. Jatim
Email : toyosutoyo@yahoo.com

Abstrak : Campuran aspal dingin selama ini dianggap kurang efektif dan kurang efesien karena kendala pengendalian
mutu pelaksanaan di lapangan masih sulit, dan metode pencampurannya masih sering mengalami kegagalan. Hal ini
disebabkan karena belum ditemukan alat ukur yang tepat untuk mengetahui masa saat mendekati kondisi akan setting
aspal emulsi, karena fluktuasi cuaca dan variasi kandungan/ kadar air material di lapangan relatif sangat tinggi. Oleh
karena itu untuk meminimalkan kendala-kendala tersebut perlu dilakukan hal-hal atau strategi khusus dalam
melaksanakan pencampuran aspal dingin, yang mana cara atau metoda dimaksud adalah dalam bentuk bagan alur pikir
yang memperhatikan berbagai macam kondisi, kendala cuaca dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kinerja campuran
aspal dingin. Dengan alur pikir ini diharapkan setiap melakukan campuran aspal dingin akan diperoleh hasil maksimal,
sehingga dapat terlaksana sebagaimana campuran beraspal panas. Strategi yang akan disampaikan dalam makalah ini
adalah semata-mata berdasarkan pengalaman lapangan yang telah kami laksanakan di berbagai wilayah kepulauan yang
sulit dijangkau dengan produksi campuran beraspal panas. Pencampuran cara manual dan mekanis, pengamparan
dengan atau tanpa finisher sudah kami laksanakan, dan berbagai masalah dan penyelesaiannya sudah kami alami, dan
sukses sudah kami raih untuk campuran aspal dingin dengan emulsi.

Kata kunci : campuran beraspal dingin sukses di lapangan

Abstract : until for the present time, cold mix is still ineffisient becouse of difficulty for controlling seting time, also the
failure of mixing methode. The setting time condition of cold mix is difficuld to know exactly, becouse of climate and
fluctuated of water content in the aggregate. So for minimazing the problems must be done some thing or specific
strategy, for applying cold mix paving. The standard operation procedur for cold mix by considering some kind of
climate problem and others variable that influences the quality of cold mix paving. By applying the standar operating
procedure in cold mix asphalt, all the constraint can be deleted and good performane of cold mix asphalt will be
achieved as a similar with hot mix asphalt. The SOP is created based on experiences from cold mix asphalt in the areas
that AMP did not available. Full scale methode and manual have done it, so the result is a good performance at present
time. So we share to all audience here in order the next we can do more better.

Key word : the success of cold mix asphalt in the field

PENDAHULUAN menggunakan bahan yang cenderung pipih, juga takaran


Beberapa keuntungan penggunaan campuran beraspal aspal emulsinya, apalagi mutu aspalnya. Sehingga kegagalan
dingin adalah ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi, hampir dapat dipastikan tidak terjadi.
hemat energi bahan bakar, dapat diterapkan di wilayah Saat ini aspal emulsi untuk campuran beraspal dingin
kepulauan dimana jauh dari jangakauan produksi campuran hanya dipakai sebatas untuk pemeliharaan jalan, karena
beraspal panas karena kendala jarak dan waktu tempuh. Hasil masih belum ditemukan formula yang tepat untuk prosedur
campuran aspal dingin dapat disimpan, sewaktu-waktu dapat pengendalian pelaksanaan di lapangan. Pada pelaksanaan
digunakan sesuai kebutuhan lapangan, serta resiko terjadi pekerjaan campuran beraspal panas, semua tahapan mulai
kecelakaan kerja lebih rendah karena proses pencampurannya dari pencampuran material sampai dengan pemadatan
sangat sederhana tanpa system pemanasan. dilakukan dengan temperatur tertentu sehingga hasil kegiatan
Di negara maju penggunaan campuran beraspal dingin dapat dinilai secara langsung terukur mutunya. Sementara
sangat digemari karena sangat sadar akan ramah lingkungan untuk campuran beraspal dingin harus dilakukan kalibrasi
global warming, namun dalam pelaksanaannya system kerja kandungan kadar air setiap terjadi perubahan kondisi material
mereka sudah berjalan sesuai ketentuan. Artinya seluruh di lapangan dan kandungan kadar air di lapangan selalu
prosedur dan ketentuan teknis mereka laksanakan secara utuh berubah setiap saat, terutama pada musim hujan. Pengalaman
tanpa pengurangan atau penambahan, sebagai contoh pelaksanaan hanya bisa diandalkan pada operasi kegiatan
kebersihan material dari debu lempung harus tidak ada, maka pencampuran dan pemadatan, namun pengendalian kondisi
mereka sama sekali tidak pernah mencoba untuk material masih menjadi kendala utama pada campuran
menggunakan material kotor saat tidak ada pengawas, juga beraspal dingin.
bentuk material harus kubikal, mereka tidak akan berani Penyerapan agregat terhadap aspal masih dalam taraf
penelitan, terutama terhadap waktu dan besar jumlah aspal

98
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

yang terserap oleh agregat dalam kondisi dingin. Pada mutunya kurang memenuhi persyaratan untuk kegiatan
campuran beraspal panas pori-pori agregat terbuka karena pekerjaan campuran beraspal dingin. Juga masih banyak
adanya proses pengeringan/ pemansaan, sehingga jumlah ditemukan di lapangan bahwa aspal emulsi yang diproduksi
aspal yang terserap oleh agregat diperkirakan setengah dari di beberapa tempat yang mutunya tidak dapat dipertanggung
penyerapan agregat terhadap air. Pada campuran beraspal jawabkan, karena memang tidak berlebel apapun dalam
dingin hal ini belum dapat diperkirakan secara tepat, karena prosedur pembuatannya.
agregat mengandung air kurang lebih 2-3% sebelum Persyaratan agregat pada campuran beraspal dingin
bercampur dengan aspal emulsi. Mungkin pada awalnya tidak seharusnya lebih ketat dari pada campuran beraspal panas
menyerap aspal karena dalam diri agregat sudah ada air, karena pada campuran dingin mekanisme ikatan bahan
dengan berjalannya waktu aspal lambat tapi pasti aspal diperoleh secara murni dari mutu masing-masing bahan, yaitu
dipermukaan (selimut aspal) akan terserap ke dalam agregat agregat dan aspal emulsi. Berbeda dengan campuran beraspal
sehingga kekuatan ikatan menjadi berkurang seiring panas, dimana mekanisme ikatan dibantu dengan proses
berlangsungnya masa pelayanan. pemanasan agregat dan aspal, sehingga menghasilkan ikatan
Kegagalan pelaksanaan campuran dingin pada maksimal. Pada campuran dingin malah sebaliknya, yaitu
umumnya disebabkan oleh inkonsistensinya mekanisme memberikan air bersih sejumlah 2-3% dari kondisi agregat
pencampuran material dan aspal emulsinya. Debu yang kering. Pemberian air tersebut dimaksudkan untuk
menempel pada agregat tidak dapat hilang, bahkan malah memberikan media agar proses pencampuran dengan aspal
sangat melekat pada agregat kasar karena ada proses emulsi terjadi dengan maksimal. Akan terjadi masalah besar
menambah air sebelum dicampur dengan aspal emulsi. Pada apabila agregatnya dalam kondisi kotor atau mengandung
campuran beraspal panas debu sebagian hilang pada saat debu lumpur, maka bukan menjadi media kemudahan ikatan
proses pemanasan/ pengeringan agregat dan pada saat malah mempersulit ikatan antara agregat dan aspal emulsi.
penyaringan panas sebelum masuk bak penampung panas Mekanisme campuran dingin berbeda dengan
(hot bin). Debu merupakan penghalang utama ikatan antara campuran panas, pada campuran beraspal panas dapat
agregat dan aspal, sehingga pada campuran dingin sangat dilakukan sekaligus antara agregat kasar dan halus dengan
diperlukan kondisi agregat yang prima bila ingin aspal secara bersamaan dengan kondisi panas, sementara
mendapatkan hasil yang maksimal. Perlu ada upaya untuk pada campuran dingin harus dilakukan secara terpisah antara
menciptakan kondisi agregat yang bagus dalam mewujudkan agregat kasar dan agregat halus. Pencampuran dimulai dari
campuran aspal dingin yang lebih baik. agregat kasar dicampur dengan aspal emulsi sejumlah kurang
Pada umumnya agregat fraksi kasar mengandung lebih 30% aspal kebutuhan aspal emulsi, diaduk hingga
sedikit agregat halus, pada campuran aspal dingin harus merata, kemudian masukkan agregat halus bersama aspal
dipisah secara teliti, karena hal ini dapat menyebabkan emulsi sisanya sekitar 70% dan aduk hingga merata baik
terjadinya bola-bola salju yang semakin lama semakin besar penyelimutannya maupun merata komposisinya.
bila tidak segera diambil. Bola-bola salju adalah sekelompok Pada saat melakukan percobaan pencampuran ternyata
agregat halus dengan aspal emulsi, sehingga keberadaannya ditemukan adanya air segar yang keluar dari campuran
dalam campuran akan memperlemah konstruksi karena beberapa menit setelah selesai mencampur dengan aspal
semua aspal terserap ke bola-bola tersebut. Bila dibuang emulsi itu berarti kandungan air dalam agregat terlalu tinggi
kadar aspal dalam campuran menjadi berkurang, namun bila atau melebihi 3 %. Dalam kondisi demikian yang harus
dibiarkan dan tetap dihampar maka permukaan akan mudah dilakukan adalah melakukan kalibrasi ulang proses
bergelombang. pembasahan terhadap agregat sebelum pencampuran dimulai.
Aspal emulsi memiliki batas waktu pemakaian, Kondisi ini disebabkan karena agregat jenuh air, dan akan
sementara sebagian besar para pelaksana lapangan tidak memperlambat masa setting di lapangan bahkan keluarnya air
peduli dengan hal tersebut meskipun mereka mengetahui hal dari dalam batu akan mendesak ikatan dengan aspal sehingga
tersebut, bahkan sebagian malah tidak memahami akan hal terjadi perlemahan karena kurang luas permukaan agregat
ini, sehingga banyak terjadi kegagalan di lapangan dalam yang terselimuti oleh aspal.
penerapan campuran dingin jenis apapun. Di negara kita Apabila pada agregat kasar mengandung sejumlah
ketentuan masih kalah dengan keuntungan dan kerugian agregat halus maka harus dipisah lebih dahulu dengan
sehingga harga paling murah dengan mutu rendah masih menggunakan saringan nomor 4 (4,75 mm), apabila tidak
menjadi primadona dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan dipisah maka agregat halus tersebut akan menangkap
konstruksi di lapangan. Banyak di Pasar dijual aspal emulsi sejumlah aspal yang ditambahkan kepada agregat kasar dan
dengan harga murah namun tidak jelas asal usulnya, bahkan membentuk bola-bola salju. Kondisi ini menyebabkan
tidak ada keterangan atau label yang menerangkan produsen penyelimutan aspal emulsi terhadap agregat kasar tidak
dan penanggung jawabnya. maksimal. Sebaliknya apabula ternyata pada agregat halus
Aspal emulsi mudah diproduksi di mana-mana, hampir mengandung sebagian agregat kasar maka juga harus dipisah
setiap pemilik AMP mampu memproduksi aspal emulsi, dengan saringan nomor 4 juga, karena agregat kasar tersebut
namun prosedur pengendalian mutu campuran, mulai dari tidak akan terselimuti oleh aspal emulsi saat dicampur
komposisi bahan sampai dengan prosedur pembuatannya bersamaan dengan agregat halus, sehingga akan menjadi
sehingga menghasilkan aspal emulsi yang memenuhi perlemahan dalam campuran.
ketentuan, belum dapat dikendalikan secara maksimal. Sesuai Pedoman Pembuatan Aspal Emulsi Jenis
Kationik Nomor 024/T/BM/1999, produsen harus memiliki
peralatan yang mampu menghasilkan aspal emulsi yang
memenuhi ketentuan sebagaimana tabel 1: SNI 4798 : 2011,
LITERATUR REVIEW DAN namun di lapangan masih sering ditemukan produk aspal
PEMBAHASAN emulsi yang penanggung jawabnya menjadi satu kesatuan
Bahan utama campuran beraspal dingin adalah agregat dengan pelaksana kegiatan di lapangan. Ini salah satu
dan aspal emulsi, berdasarkan pengalaman di lapangan permasalahan kecil namun berdampak besar dalam kegiatan.
selama ini bahwa mutu agregat dan aspal emulsi masih belum Karena pada saat terjadi kegagalan bangunan, produsen tidak
maksimal, artinya masih banyak ditemukan agregat yang bertanggunag jawab karena sistem pengendalian harian

99
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

produksi tidak ada. Sehingga seluruh beban menjadi hari. Hal ini karena masih berlangsung pemisahan bahan
tanggunag jawab pelaksana. Dengan demikian produsen bisa pengikat secara kimiawi. Namun struktur perkerasan mampu
leluasa memproduksi aspal emulsi dengan mutu apapun tanpa menopang beban kendaran berdasarkan interlock antar
beban bila terjadi permasalahan di lapangan. butiran. Oleh karenanya susunan gradasi yang tepat juga
diperlukan dalam mendesain komposisi campuran secara
bagus.

Persyaratan mutu agregat, khususnya kebersihan, harus


bebas dari debu lempung 100%, oleh karenanya saat
membasahi dengan air sejumlah 2-3%, sedapat mungkin
dilakukan dengan memasukkan dalam keranjang (anyaman
kawat ukuran 5 mm) dimasukkan dalam kolam, keranjang
digerak-gerakkan naik-turun agar debu terhanyut oleh air.
Keranjang bersama agregat kasar diangkat untuk ditiriskan
airnya agar mendekati jumlah sesuai ketentuan, perlu
kalibrasi waktu perendaman, jumlah gerakan naik turun dan
waktu melakukan penirisan air setelah pencucian/
perendaman. Namun apabila secara kasat mata, agregat kasar
sudah bebas dari kotoran maka dapat secara langsung
ditambahkan air sesuai kebutuhan untuk mencapai kandungan
air 2-3%.
Pelaksanaan pencampuran di lapangan umumnya
menggunakan takaran dengan volume, untuk pekerjaan skala
kecil dapat diterima, namun apabila skala besar sudah tidak
diijinkan menggunakan takaran dalam bentuk volume.
Apabila terpaksa harus menggunakan volume maka harus Gambar 2, foto-foto proses pencampuran dingin dengan pan-
dibuat takaran vulome masing-masing bahan. Artinya apabila mixer
kapasitas ruang pencampur adalah 0,5 m3, maka dibuat 3 Campuran beraspal dingin yang dihampar finisher
jenis takaran untuk masing-masing bahan, misal takaran harus dalam kondisi belum setting, dan strika (skreet)
untuk aspal emulsi 100 liter, untuk agregat kasar 400 liter, sebelum dan sesudah penghamparan harus dibersihkan
dan agregat halus 175 liter. Semua takaran harus penuh dengan solar (cukup dilap) tidak boleh berlebihan, karena
sebelum proses pencampuran, hal ini dimaksudkan agar tidak keberadaan solar dalam campuran akan memperlemah ikatan
terjadi salah hitung dalam melaksanan penakaran. antar bahan campuran. Segera setelah penghamparan
Kesalahan hitung takaran, terutama saat kegiatan siang dilakukan pemadatan sebagaimana dilakukan terhadap
hari dalam kondisi terik matahari dimana tenaga kerja sudah campuran aspal panas. Air tidak boleh digunakan pada saat
melemah kondisinya, sehingga proses penghitungan sering pemadatan karena akan merusak campuran, terutama saat
terjadi kesalahan. Apabila tidak dibuat sebagaimana di atas, campuran belum setting. Untuk menghindari lengketnya
maka dapat juga dilakukan dengan menetapkan jumlah ember material pada roda gunakan semprotan solar secukupnya pada
untuk masing-masing bahan, misal untuk aspal emulsi 4 roda pemadat. Gambar 3. Foto pelaksanaan penghamparan
ember, agregat kasar 16 ember, dan agregat halus 7 ember, dan pemadatan campuran beraspal dingin
dan masing-masing jenis bahan harus dibedakan warna Pemadatan campuran beraspal dingin harus segera
embernya untuk memudahkan pelaksanaan, sehingga dilakukan setelah proses penghamparan selesai dilaksanakan
kesalahan hitungan takaran dapat diminimalkan. maksimal 100 meter untuk cuaca dingin, dan 50 meter untuk
Pengalaman pekerjaan campuran beraspal dingin di cuaca panas. Pemadatan dilakukan sebagaimana pada
Bali Nusa dua daerah kepulauan, dengan menggunakan pan- campuran beraspal panas, yaitu dengan menggunakan tandem
mixer yang berjumlah 6 buah, sebagaimana tampak pada pada pemadatan awal dan tyre roller pada pemadatan tengah
Gambar 2, foto-foto proses pencampuran dingin dengan pan- dengan jumlah lintasan sesuai uji coba di lapangan. Apabila
mixer. Produksi campuran beraspal dingin dengan 6 buah jumlah lintasan sudah terpenuhi maka lalu-lintas sudah dapat
pan-mixer kapasitas masing-masing 400 kg, waktu mulai dari dibuka kurang lebih 30 menit setalah akhir pemadatan, hal ini
mencampur sampai dituang ke dalam truck sekitar 15 menit, sama halnya dengan pekerjaan campuran beraspal panas.
sehingga produksi perhari (7 jam) adalah 7 x 400kg x (60/15)
x 6 = 67200 kg = 67,2 ton/ hari. Ini adalah salah bukti bahwa
campuran beraspal dingin dapat dilaksanakan dalam skala
masal sebagaimana kebutuhan di lapangan.
Dari foto-foto tersebut menggambarkan bahwa
pelaksanaan campuran beraspal dingin dapat dilakukan secara
masal dengan mutu yang tidak kalah dengan campuran
beraspal panas. Hanya saja proses pengambilan benda uji inti
(core drill) dapat dilaksanakan secara sempurna setelah 3-7

100
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

melaksanakan pencampuran maka seluruh agregat seharusnya


direndam sekaligus dicuci dengan sistem yang telah diuraikan
di atas sehingga kadar air yang terjadi merata pada semua
material. Langkah selanjutnya adalah melakukan kalibrasi
kandungan air dalam agregat terhadap waktu perendaman dan
waktu mendiamkan atau memberikan aliran angin atau
menghampar dengan tebal tertentu agar sinar matahari
mengurai kelebihan kandungan air tersebut, kandungan air
total yang dijinkan total hanya 2-3% saja.

ANALISIS PERMASALAHAN
Dari data-data dan permasalahan yang diuraikan
didepan, dan agar diperoleh suatu hasil campuran beraspal
dingin yang maksimal secara konsisten, maka beberapa hal
yang harus diperhatikan dan sekaligus dilakasnakan pada
pelaksanaan campuran beraspal dingin di lapangan adalah
sebagai berikut:
1. Meneliti produksi aspal emulsi yang akan
digunakan pada kegiatan campuran beraspal dingin
:
a. Kadar residu
b. Daya lekat terhadaop batu standar
Gambar 3. Foto pelaksanaan penghamparan dan pemadatan c. Batas expired
campuran beraspal dingin. 2. Meneliti mutu agregat :
1. Kandungan agregat kasar dalam agregat halus
2. Kandungan agregat halus dalam agregat kkasar
PERMASALAHAN DAN
3. Kadar debu lempung
PEMECAHANNYA 4. Kandungan air
Maraknya perusahaan AMP memproduksi aspal emulsi
sendiri menambah beban kerja pengawasan pelaksanaan 5. Penyerapan terhadap air
penggunaan aspal emulsi sebagai campuran beraspal dingin 3. Merancang proporsi campuran agregat dan aspal
ataupun pelaksanaan tack coat dan prime coat yang emulsi
menggunakan aspal emulsi. Terutama pada residunya, karena 4. Membuat percobaan campuran
berbeda kadar residu berbeda pula perancanngan kebutuhan 1. Kalibrasi perendaman agregat
aspal emulsi dalam campuran. Apalagi ada beberapa 2. Kalibrasi pengeringan agregat sampai mencapai
persyaratan sebagaimana tertuang pada Tabel di atas.
kadar air 2-3%
Sehingga setiap perancangan campuran beraspal dingin harus
selalu uji properties emulsi yang akan digunakan guna 3. Pemisahan agregat kasar dan halus untuk
menyesuaikan proporsinya dalam campuran/ masing-masing fraksi
Kandungan agregat halus dalam agregat kasar dan juga 5. Pencampuran :
sebaliknya harus selalu dilakukan pemisahan setiap 1. Penakaran/ penimbangan agregat sesuai proporsi
melaksanakan pencampuran, karena akan terjadi bola bola 2. Pencampuran agregat kasar dengan aspal emulsi
salju pada saat mencampur agregat kasar dengan aspal 30% dari jumlah total dalam periode
emulsi, dan agregat kasar berada pada agregat halus tidak
pencampuran
akan kebagian penyelimutan aspal. Oleh karenanya setiap
melaksanakan pencampuran harus disediakan saringan nomor 3. Penambahan agregat halus sesuai porsi dan aspal
4 atau anyaman kawat dengan jarak antar kawat arah emulsi 70% dari jumlah total dalam periode
melintang dan membujur 5 mm. pencampuran
Pengendalian mutu agregat khususnya kekotoran 4. Pengadukan hingga merata semua bahan sesuai
agregat terhadap debu lempung menjadi permasalahan utama, waktu kalibrasi
sebagaimana terjadi pada campuran beraspal panas. Untuk 6. Pengangkutan ke lapangan atau memasukkan hasil
menghindari agregat yang kotor harus dilakukan sistem
pencucian secara mekanis yang dilaksanakan sebelum masuk campuran ke dalam kantong plastik untuk disimpan
ke mesin pemecah batu. Apabila material diperoleh dengan 7. Penghamaparan di lapangan dengan atau tanpa
pembelian secara langsung, maka pencucian material finisher
sebaiknya dengan menggunakan keranjang dari anyaman 8. Pemadatan :
kawat ukuran 5 mm. Material dimasukkan dalam keranjang 1. Setelah penghamparan selesai 50-100 meter
dan gerak-gerakkan naik turun dengan jumlah gerakan sesuai dalam satu sisi lajur
kalibrasi. Untuk mencapai kondisi 2-3% kadar air perlu
2. Dilakukan dengan tandem sebagai pemadatan
kalibrasi waktu dan cuaca atau dengan metoda penghamparan
dengan tebal tertentu. awal 1-2 kali lintasan pulang-pergi
Kandungan kadar air dalam agregat sering tidak 3. Dilakukan pemadatan roda karet dengan jumlah
terkendali secara tepat sehingga menyebabkan proses setting lintasan sesuai hasil uji coba di lapangan
tidak merata di lapangan, oleh karena itu pada saat

101
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

4. Gunakan lap yang dibasahi dengan solar untuk


membersihkan roda agar campuran tidak
lengket.
5. Lakukan pemadatan akhir dengan tandem 1
lintasan.
6. Buka lalu-lintas setengah akhir pemadatan secara
langsung
9. Ikuti 8 langkah di atas minimal untuk pelaksanaan
kegiatan pencampuran aspal dingin di tempat
saudara dengan sukses amin!

Diagram alur fikir prosedur pelaksanaan campuran beraspal


dingin :

Penelitian bahan Perancangan


campuran Percobaan
Aspal emulsi : Porsi Aspal emulsi : campuran
- Residu - 10 -12 % Kalibrasi :
- Daya lekat Porsi Agregat : - Perendaman agregat
- Sertifikat produksi - Agregat halus 30- - Pengeringan sampai
Agregat : 35% 2-3% kandungan air
- Kandungan air - Agregat kasar 65- - Pemisahan agregat
- Penyerapan 70% kasar dan halus
- Kadar debu
- Analisa saringan

Penghamparan dan Pengangkutan dan


pemadatan pengantongan Pencampuran
- Penghamaparan - Menggunaka dump - Penakaran agregat
dengan finisher truck - Agregat kasar +
- Tandem  awal - Kantong plastik emulsi 30%
- Tyre roller dengan rapat dapat - Penambahan
jumlah lintasan sesuai disimpan agregat halus +
kalibrasi 70% emulsi
- Gunakan lab basahi - Pengadukan
dengan solar untuk merata sesuai
roda kalibrasi
- Buka trafik langsung
tpemadatan akhir

102
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KESIMPULAN
1. Campuran beraspal dingin dapat digunakan untuk
pekerjaan pelapisan (overlay) sebagaimana
campuran beraspal panas berskala masal, dengan
melaksanakan prosedur sebagaimana rangkaian
urutan kegiatan di depan.
2. Lebih sempurna lagi apabila mulai proses
pemecahan batu, kolam perendaman material dan
proses pengeringan/ pematusan agregat setelah
perendaman dirancang secara teknis sehingga kadar
air benar-benar terkendali sempurna, maka dapat
dikatakan bahwa pekerjaan campuran beraspal
dingin sudah setara dengan campuran beraspal
panas.

REFERENSI :
1. Pedoman Pembuatan Aspal Emulsi Jenis Kationik
Nomor 024/T/BM/1999,
2. SNI 4798 : 2011, Spesifikasi teknik aspal emulsi
Kationik
3. Spesifikasi teknik Dirjen Bina Marga tahun 2010
refisi 3 final
4. Spesifikasi teknik tahun 1991, campuran aspal
dingin

103
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16-19 April 2018

MENEMPATKAN LAPIS PONDASI ASPAL (AC-BASE) SEBAGAI


LAPIS PERMUKAAN PADA JALUR LALU-LINTAS BERAT DAN
PADAT ADALAH ALTERNATIVE CERDAS UNTUK
MEMAKSIMALKAN PELAYANAN KONSTRUKSI
PERKERASAN JENIS LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT)
Sukamto1, Sutoyo2
PT. Baitasari Surabaya
DPU Bina Marga Prov. Jatim
Email : toyosutoyo@yahoo.com

Abstrak : Sering dijumpai di lapangan khususnya jalur padat lalu-lintas berat adanya gelombang, retak-retak, ambles/
jembul, tersungkur, lubang-lubang dan lain-lain, yang mana kejadian tersebut dalam kurum waktu yang relative singkat
dari pekerjaan yang baru saja dikerjakan. Kejadian ini tidak merata pada seluruh permukaan perkerasan jalan, pada
umumnya terjadi pada lokasi-lokasi perlambatan atau pemberhentian dan pada sebelah median jalan. Saat kendaraan
berat berhenti di atas permukaan jalan beraspal pada siang hari, maka campuran beraspal akan mengalami penurunan
atau ambles, terutama pada bagian yang hanya mengandung agregat halus dan medium. Penurunan setempat-setempat
atau ambles ini dapat menimbulkan beban kejut yang besarnya 2,5 kali berat beban, sehingga lebih memperparah
kondisi kerusakan. Kami telah melakukan percobaan dan pengamatan pada lokasi extreme, yaitu di persimpangan jalur
padat lalu-lintas berat, dengan berbagai kombinasi lapisan campuran beraspal, dan hasil paling maksimal adalah
menempatkan AC-Base sebagai lapis penutup. Tidak tanggung-tanggung, nilai kekuatan dan daya tahannya sampai 10
kali lipat dari penggunaan AC-WC. Kami akan berbagi pengalaman melalui makalah ini secara detail dalam upaya
memperbaiki kinerja jalan khususnya di jalur padat lalu-lintas berat, sehingga pelayanan jalan semakin maksimal.

Kata kunci : AC Base pilihan tepat sebagai lapis penutup

Abstract : Pavement's deteriorate such as bumpy, rutting, cracking, shoving, pothole and others are often happend in
short time after construction periode. These problems usually in the heavy load traffic lane and high volume of heavy
trucks, particularly in junctions, traffic jam areas and side the median When the heavy truck stop or move in slow
motion, the temperature under truck machine are very high, so the surface layer of asphalt pevement to be weak, and
finally rutting will happend and others deteriorates also. Start from small wave location, the pavement will hit by load
truck almost 2,5 times total load,so deteriorate of pavement will develop rapidly. In the field we have tryed to make
many type of top layer for survace pavement, finally we decided if the AC Base the best alternatif. The strengh and
others performance have 10 times more then other type of top layer surface, so based on this experience we want to
share for improving road pavements performance, particularly for the heavy load truck traffic lanes. In order the
maximum services of road pavement can be achieved.

Key word : AC Base the best choise for top layer

PENDAHULUAN lapangan dapat mengangkut lebih dari 25-30 ton. Jalur sempit
Pada jalur padat lalu-lintas berat sering muncul yang tidak tersedia bahu jalan yang bagus dibuat median,
kerusakan berupa ambles setempat setempat, alur pada jejak sehingga truck berat melintas sekitar median pada lintasan
roda kendaraan (rutting), dan tersungkur hingga naik ke atas yang sama secara terus menerus sehingga terjadi alur dan
median, keriting atau gelombang pendek pada persimpangan tersungkur melimpas sampai ke permukaan median. Tekanan
sebidang dan lain-lain. Kejadian ini menimbulkan kesan ban roda truk tronton yang seharusnya antara 130-140 psi di
bahwa struktur campuran beraspal tidak mampu menahan lapangan sampai lebih dari 160 psi, sehingga diperlukan nilai
beban lalu-lintas, atau memang mutu campuran tidak sesuai marshall stabilitas diatas 1600 kg (mata kuliah Rekayasa
dengan ketentuan, atau dapat juga ketentuan sudah tidak Perkerasan Aspal Prof. Indrasurya B. Mochtar).
sesuai dengan kondisi beban yang lewat, atau alokasi Kejadian di lapangan pada saat pelaksanaan proyek
anggaran yang tersedia kurang memadai untuk melaksanakan peningkatan jalan Surabaya-Gresik pada tahun 2007-2008,
kegiatan penyelenggaraan jalan sesuai kaidah penanganan tepatnya di persimpangan sebidang ruas jalan Demak -
jalan, sehingga kerusakan jalan tidak dapat dihindari. Dupak, Km. S. Baya 2+700, selalu terjadi rutting setelah
Semua permasalahan sebagaimana disebut di atas penghamparan AC-BC 7 cm dan AC-WC 5 cm tidak lebih
memang benar adanya, dan bahkan semuanya terjadi atau dari 3 bulan. Kejadian ini menarik perhatian tim kami untuk
berlangsung pada waktu yang bersamaan, sehingga kerusakan mengadakan penyelidikan di lapangan. Konsultan dan teknisi
jalan terjadi secara serentak. Truk tronton yang seharusnya lab. PT. Baitasari mengukur bersama kondisi temperatur di
secara normal mengangkut beban 7-9 ton, kejadian di lokasi tersebut, rata-rata di atas 60 °C, dan pada saat truck
besar berhenti selama lampu merah menyala, dicoba oleh

104
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16-19 April 2018

Teknisi lab untuk menempatkan termometer tepat dibawah permukaan aspal harus disesuaikan dengan berat beban yang
mesin truck, ternyata temperaturnya sampai 80 °C. Hal ini diperkirakan akan melintas.
membuktikan bahwa titik lembek aspal sudah terlampaui oleh Sesuai ASTM D3515 susunan gradasi agregat untuk
temperatur lapangan, sehingga sangat wajar apabila pada Gradasi menerus terdiri dari atas beberapa kelompok sesuai
persimpangan atau tempat pemberhentian kendaraan selalu dengan maksimum butir agregat, mulai dari nomor 16 (1.18
terjadi rutting dan gelombang pendek (keriting). mm) sampai saringan 2,0 inci (50 mm) sebagaimana pada
Kami lakukan percobaan secara langsung di lapangan Tabel 4. Dimana masing masing kelompok digunakan untuk
dengan menggunakan AC-BC sebagai lapis permukaan, jenis lalu-lintas yang dilayani atau sesuai dengan kebutuhan
ternyata hanya mampu bertahan 1 (satu) tahun saja. Kejadian perencanaan tebal perkerasan lapis permukaan. Namun tidak
ini sama persis dengan AC-WC, dimulai dari munculnya semua tebal hasil perancangan dapat dihampar dan
aspal ke permukaan bersama agregat halus, kemudian ambles dipadatkan dalam 1 (satu) lapisan, karena ada kendala pada
yang semakin lama semakin dalam, yang pada giliran sangat pemadatan. Pemadatan dibatasi oleh temperatur dan jumlah
dalam (lebih dari 10 cm) dan mengganggu lalu-lintas. lintasan, semakin tebal lapisan dibutuhkan jumlah lintasan
Akhirnya semua lapisan dikupas/ kerok dan diganti dengan yang banyak dengan waktu yang lama, sehingga ada batasan
AC-Base 2 lapis tebal 2 x 7 cm, hasilnya sampai dengan bahwa tebal hamparan padat maksimal adalah 2,5 kali ukuran
proyek selesai tidak terjadi ambles, bahkan sampai FHO butir maksimumnya.
kondisi masih mulus, hanya beberapa aspal sempat muncul
namun tidak sampai terjadi rutting. 3 (tiga) tahun kemudian Tabel 3. Hubungan Tekanan Roda Kendaraan Dengan Batas
setelah FHO sudah mulai ada kerusakan berupa retak-retak Minimum Stabilitas Marshall Perkerasan Jalan
dan revelling dan sebagian rutting namun tidak terlalu dalam Persyaratan Minimum
(kurang dari 2 cm) sehingga tidak mengganggu kendaraan TEKANAN RODA (psi) Stabilitas Marshall perkerasan
yang melintas. jalan (kg)
80 800
90 900
100 1000
LITERATUR RIVEW DAN 110 1100
PEMBAHASAN 120 1200
AC Base adalah campuran beraspal dengan ukuran 130 1300
butir maksimum 1,5 inci (37,5 mm), dengan jumlah porsi 140 1400
agregat kasar (tertahan saringan nomor 4 lebih besar) yaitu 150 1500
antara 60% sampai 72%, dengan kadar aspal antara 4,5% Sumber : Diktat kuliah Prof Indrasurya B Mochtar
sampai 5,2 %, nilai stabilitas minimal 1800 kg untuk aspal
pertamina dan 2250 kg untuk aspal modifikasi, sedangkan Tabel. 4 Susunan Gradasi menerus sesuai ASTM D 3515
batas jumlah rongga dalam campuran sama dengan AC WC
dan AC BC, yaitu 3%-5% sehingga sama tingkat kedapnya
terhadap air untuk ketiga jenis lapis permukaan. Dengan
demikian berarti tidak salah apabila menempatkan lapisan AC
Base sebagai lapisan yang langsung bersinggungan dengan
roda kendaraan alias berfungsi sebagai lapis penutup
(wearing) pada susunan lapis perkerasan campuran beraspal.
Tabel 1 menunjukkan karakteristik AC Base dengan jenis
aspal modifikasi.

Tabel 1. Karakteristik campuran beraspal dengan aspal


modifikasi
Pada spesifikasi telah ditentukan bahwa tebal hamparan
padat minimal adalah sama dengan tebal nominalnya,
sedangkan tebal nominal adalah 2 kali ukuran butir
maksimum. Sehingga apabila diperlukan dua jenis lapisan
pada hasil perencanaan tebal lapisan permukaan maka harus
memperhatikan kaidah tebal nominal dan tebal hamparan
maksimal. Untuk lebih detail kami resumkan dalam Tabel 5.
Sedangkan lapisan paling atas harus disesuaikan dengan jenis
atau beban kendaraan yang melewatinya. Apabila yang lewat
hanya kendaraan ringan namun secara komulatif besar
jumlahnya, maka lapis lebih tipis dapat ditempatkan di atas,
namun apabila sebaliknya, meskipun sedikitnya jumlahnya
tapi yang lewat kendaraan berat maka lapis paling tebal harus
Berdasarkan literatur dari Prof. Indrasurya B. Mochtar ditempatkan pada susunan paling atas.
dalam diktat mata kuliah Rekayasa Perkerasan Campuran
Beraspal menyebutkan bahwa ada korelasi antara nilai
marshall stabilitas dengan tekanan roda ban kendaraan,
dimana besarnya nilai stabilitas marshall seharusnya
adalah 10 kali tekanan ban roda kendaraan, sebagaimana
Tabel 3. Semakin besar tekanan ban roda semakin besar berat
beban yang bisa dimuat. Oleh karenanya menentukan lapis

105
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16-19 April 2018

Tabel 5. Susunan lapisan permukaan berdasarkan tebal ban pemadat roda karet kurang dari standar, atau tebal
rancangan dan kondisi lalu-lintas hamparan kurang dari 2 kali ukuran butir maksimum, atau
suhu pemadatan sudah dibawah ketentuan sehingga aspal
Tebal Lalu-lintas ringan Lalu-lintas sedang Lalu-lintas berat sudah berfungsi sebagai pengikat bukan lagi sebagai pelumas
rancan Lapis Lapis
gan
Lapis Lapis Lapis Lapis Lapis
bawa bawa saat pemadatan. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, maka
atas bawah atas bawah atas
(cm) h1 h2 pada saat pelaksanaan penghamparan AC Base harus
3 HRS
AC- disediakan hal-hal berikut:
4
WC 1. Pemadat roda karet 2 buah hal ini untuk
AC- AC-
5
WC WC mengantisipasi penurunan temperatur, karena AC
AC- AC-
6
BC BC
AC-BC Base rawan terhadap penurunan temperatur.
7
AC- AC-
AC-BC 2. Tebal hamparan minimal 2 kali ukuran butir
BC BC
AC- AC- AC- maksimumnya, sehingga butir agregat kasar leluasa
8 HRS
BC BASE BASE
AC- AC- AC- AC- AC-
bergerak sampai pada posisi saling bertemu dengan
9
WC BC BC WC BASE butir kasar lainnya untuk saling berinterlock.
AC- AC- AC- AC- AC-
10
WC BC BC WC BASE 3. Temperatur saat pengangkutan dijaga dengan 2
AC- AC- AC- AC- lapis terpal agar penurunan temperatur saat
11
BC BC BASE WC
12
AC- AC- AC- AC- pengangukutan tidak mengalmi penurunan yang
BC BC BASE WC
AC- AC- AC- AC- tinggi. Terpal pertama persis pada permukaan
13
BC BC BASE BC
AC- AC- AC- AC-
campuran mengikuti bentuk permukaan campuran
14
BC BC BASE BC sedang terpal lainnya menutup bak truk secara
AC- AC-
15
BASE BC rapat.
AC- 4. Tebal penyelimutan aspal minimal 10 mikron,
AC-
16-20 BAS
BASE
E meskipun 8 mikron adalah syarat minimalnya.
AC-
AC- AC- Dengan tebal selimut tinggi berati jumlah pelumas
21 BAS
BASE BC
E
AC-
lebih banyak sehingga agregat kasar dapat bergerak
AC- AC-
22
BASE
BAS
BC leluasa pada saat pemadatan, sehingga semua butir
E
AC- kasar saling ketemu (interlock) dan dikunci dengan
AC- AC-
23 BAS
BASE
E
BC agregat yang lebih halus, dan sebagian agregat
AC-
AC- AC- halus akan muncul ke permukaan akibat desakan
24-30 BAS BAS
BASE dari agregat kasar.
E E

PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF ANALISIS ALTERNATIF


PEMECAHANNYA PENEMPATAN AC BASE SEBAGAI
Pelaksanaan AC Base di lapangan memang tidak LAPIS PENUTUP
disukai oleh para pemilik AMP karena lebih cepat terjadi aus Penempatan AC base sebagai lapis permukaan yang
pada pedal mixer di pugmil, dan kawat saringan panas pada sekaligus menjadi lapis penutup secara teknis dapat
AMP jenis timbangan (Batching plan), hal ini disebabkan dijelaskan sebagai berikut:
dengan dimensi batu pecah yang besar sampai 1,5 inci. Juga 1. Dari teory analisa komponen, bahwa struktur lapis
pada system pengeringan agregat di dryer (pengering)
terutama pada musim hujan dimana agregat terkena air hujan, perkerasan disusun berdasarkan nilai kekuatan
maka kasar lebih lama untuk dapat menembus sampai pada relatif masing-masing lapisan dari yang paling kuat
inti agregat kasar, sehingga putaran dryer dilambatkan dan hingga paling lemah, a1 untuk campuran beraspal,
api dibesarkan sehingga energy yang dibutuhkan relatif lebih a2 untuk lapis pondasi atas, dan a3 untuk lapis
besar, ini terkait dengan biaya operasional dan pemeliharaan pondasi bawah. Hal ini berlaku juga untuk lapis
alat. permukaan yang terdiri dari tiga lapis, AC-WC,
Agar proses pencampuran lebih mudah dilakukan
AC-BC dan AC Base. Bila dilihat dari susunan
untuk mencapai homogen, maka jumlah porsi agregat
terbesar diperkecil sedang jumlah porsi agregat kasar yang kekuatannya maka AC Base yang paling tinggi,
setingkat lebih kecil dari ukuran maksimum diperbesar. sehingga sangat tepat bila AC Base ditempatkan
Kondisi ini sama halnya dengan membelah 1 (batu pecah) pada posisi paling atas, selanjutnya AC BC dan
ukuran yang terbesar menjadi 4 batu pecah yang ukurannya paling bawah AC WC.
satu tingkat dibawah ukuran butir maksimum. Dalam upaya 2. Sejalan dengan teory prof. Indrasurya, bahwa pada
menciptakan kondisi ini dilakukan dengan merubah jalur lalu-lintas berat, dimana tekanan ban roda
komposisi campuran sedemikian hingga prosentase lolos
tronton lebih dari 150 psi, sehingga dibutuhkan
saringan agregat ukuran nominal lebih dari 95%. Hal ini
umumnya dilakukan mengurangi 5-7% porsi agregat paling nilai marshall stabilitas lebih dari 1500 kg, maka
kasar dan menambah 3-5% porsi agregat yang lebih kecil dan AC Base yang memiliki nilai stabiltas minimal
sisanya ditambahkan ke abu batu. 1800 kg sangat tepat digunakan sebagai lapis
AC base rawan terhadap revelling karena porsi agregat permukaan sekaligus sebagai lapis penutup.
halus dan kadar aspal relatif lebih kecil, terutama adanya 3. Persyaratan teknis, khususnya rongga udara dalam
butir kasar yang berada pada permukaan yang berhubungan
campuran dan kekasaran permukaan, maka AC
dengan roda secara langsung. Hal ini terjadi karena tekanan

106
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16-19 April 2018

Base memiliki persyaratan jumlah rongga udara 3- KESIMPULAN


5%, sama halnya dengan AC BC dan AC WC, 1. Pada ruas jalan dengan lalu-lintas berat, lapis AC
sehingga AC Base memiliki tingkat kekedapan Base lebih tepat ditempatkan sebagai lapis penutup,
terhadap air yang sama. Sedangkan makro texture karena secara teknis dan hasil pengamatan
dan mikro texture sangat memenuhi ketentuan pengalaman di lapangan sudah teruji.
terhadap kekesatan permukaan (skid resistant) 2. Dalam upaya meminimalkan perlemahan yang
sehingga secara keseluruhan tetap menjadi terjadi di lapangan, maka beberapa hal yang harus
alternatif paling tepat sebagai lapis penutup yang dilakukan pada pelaksanaan AC Base adalah
secara langsung berinteraksi dengan roda ban. dengan menambah jumlah kadar aspal berdasarkan
4. Menambah jumlah kadar aspal dalam campuran tebal penyelimutan aspal minimal 10 mikron dan
pada batas yang masih memenuhi persyaratan menyusun proporsi gradasi dengan meminimalkan
sangat diperlukan dalam upaya memaksimalkan jumlah butir maksimum dan memperbesar butir
tingkat kepadatan campuran dan menghindari nominalnya.
terjadinya revelling. 3. Karena overload muatan beban lalu-lintas berat
5. Memaksimalkan tebal lapisan AC Base sangat tidak dapat dihindari, panas di lapangan dan
dibutuhkan dalam upaya memperkokoh kekuatan tambahan panas dari mesin truck relatif tinggi,
campuran itu sendiri, semakin tebal hamparan maka penempatan AC Base sebagai lapis penutup
campuran beraspal akan semakin kokoh kekuatan pada permukaan perkerasan jalan beraspal menjadi
dan keawetannya. Apabila memungkinkan untuk pilihan paling cerdas, karena secara teknis
dihampar dalam satu lapis maka hamparan itu yang didukung dengan literatur yang memadai.
paling diharapkan, asalkan ketentuan kriteria teknis
campuran memnuhi syarat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Indrasurya B. Mochtar, diktat mata kuliah rekayasa
STUDI KASUS perkerasan jalan beraspal, Teknik Sipil ITS
Pada ruas jalan Nasional Jombang-Kertosono tepatnya Surabaya.
pada Km. 95+025 – 95+500, dimana pada bagian segmen 2. Hot mix asphalt materials, mixture design and
tersebut selalu terjadi perlambatan kendaraan berat akibat
construction, second edition 1996, NAPA
beberapa hal sebagai berikut :
1. Adanya kegiatan hambatan samping berupa pusat Education Foundation, Lanham, Maryland.
perbelanjaan oleh-oleh sepanjang segmen tersebut, 3. Spesifikasi Teknik Dirjen Bina Marga Th. 2010
2. Ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan revisi 2.
kabupaten menuju Kandangan dan Malang 4. Spesifikasi Teknik Dirjen Bina Marga Th 2010
3. Terdapat persimpangan sebidang pada pertigaan revisi 3 final.
Mengkreng dengan rel KA 5. ASTM D 3515, Komposisi campuran beraspal
4. Terdapat tanjakan dan penyempitan pada jembatan
bergradasi menerus.
5. Terdapat pemberhentian sementara Bis antar kota
jurusan Madiun-Ponorogo, Solo-Jogya, dan jurusan
Kediri, Blitar, Tulung Agung dan Trenggalek
Pada bulan maret-april dilakukan pengerokan dengan alat
cold milling machine dan ditutup dengan AC-WCL, pada
bulan juni-juli mengalami ambles kembali dan langsung
dikerok dan diisi dengan AC-BCL, kondisi permukaan tetap
ambles dalam waktu 3 bulan, namun tidak separah pada
pelapisan dengan AC-WCL.
Konsultan supervise bersama PPK berdiskusi untuk
mencoba melaksanakan campuran khusus dengan butir
maksimal lebih kasar dari AC-BC namun lebih kecil dari AC-
BASE, tepatnya AC-BCL dengan ukuran butir 27-30 mm
cukup dominan, dan hasilnya sampai saat ini tidak mengalami
rutting. AC-BCL butir tersebut dapat dikategorikan AC-
BASE gradasi halus sebagaimana spesifikasi 2010 revisi-3
final.

107
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENGARUH MATERIAL SEMEN PADA KINERJA


CAMPURAN DAUR ULANG LAPIS PONDASI
PERKERASAN JALAN

J.E. Waani 1 dan E. Lintong 2


1. Dosen tetap pada Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: joicewaani@yahoo.com ; Mobile: +6285240227557
2. Anggota HPJI, SULUT Email: meikeelisabeth@yahoo.co.id ; Mobile: +6281244566689

Abstrak : Campuran daur ulang lapis pondasi perkerasan jalan atau yang dikenal dengan Cement Treated
Recycled Base (CTRB) adalah campuran perkerasan hasil daur ulang untuk diaplikasikan sebagai lapis
pondasi perkerasan jalan dimana kekuatannya ditentukan antara lain oleh kadar semen dalam campuran.
Namun demikian, jumlah semen dalam campuran CTRB perlu dibatasi karena dapat mengakibatkan susut
dan retak yang pada akhirnya berakibat pada kerusakan dini. Tulisan ini membahas tentang ketahanan
tekan dan tarik campuran CTRB akibat adanya substitusi parsial material pozolan terhadap semen dalam
campuran dengan tujuan untuk mengurangi retak dalam campuran yang ditunjukkan oleh meningkatnya
ketahanaan campuran terhadap tegangan tarik. Dalam penelitian ini pengujian yang dilakukaan adalah
Unconfined Compressive Strength (UCS) dan pengujian Indirect Tensile Strength (ITS). Kompisisi
kandungan RAP dan RAM dalam campuran adalah 40% : 60% (campuran I) dan 60% ; 40% (campuran II)
dan variasi kadar semen dalam campuran sebesar 2%; 4%; 6% dengan substitusi material pozolan sebesar
0%; 15% dan 30% terhadap berat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa substitusi parsial material
pozolan terhadap semen dalam campuran CTRB menunjukkan kesanggupan campuran CTRB dalam
menahan tegangan tekan (UCS) dan tegangan tarik (ITS) seiring dengan meningkatnya kadar material
semen C* (semen dan pozolan alam) dalam campuran.
Kata-kata kunci: CTRB, RAP, RAM, Pozolan, UCS, ITS.

Abstract : The recycled mixture of a pavement foundation layer known as Cement Treated Recycled Base
(CTRB) is a mixture of recycled pavement to be applied as a pavement foundation layer where its strength is
determined by the level of cement content in the mixture. However, the amount of cementitious material in
CTRB mixtures required to overcome the limitation causes related to shrinkage, cracking, which lead to
accelerated materials premature failure. This paper discusses the compressive and tensile strength of the
CTRB mixtures due to the partial substitution of pozolanic material to the cement content in the mixture in
order to reduce the crack as indicated by the increases of the mixed resistance to tensile stress. In this
research the tests are Unconfined Compressive Strength (UCS) and Indirect Tensile Strength (ITS) testing.
Composition of RAP and RAM content in the mixture is 40%: 60% (mixture I) and 60%; 40% (mixture II) with
variation of cement content in the mixture of 2%; 4%; 6% with pozolan material substitution of 0%; 15% and
30% to the weight of cement. The test results show that the partial substitution of pozzolanic material to
cement in the CTRB mixtures shows the ability of CTRB mixtures to withstand the compressive stress (UCS)
and indirect tensile stress (ITS) with the increasing of cementitious material content, C* (cement and natural
pozolan) in CTRB mixtures.
Key words: CTRB, RAP, RAM, Natural pozzolan, UCS, ITS

108
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENDAHULUAN campuran harus diberikan hingga batas tertentu


Dalam rangka konservasi lingkungan dan agar campuran tidak terlalu kaku dan mudah retak
preservasi sumber daya alam, penggunaan (Sengul dan Tasdemir, 2009). Ketahanan
material daur ulang seperti reclaimed asphalt campuran terhadap retak akibat susut ini dapat
pavement (RAP) dan reclaimed aggregate dilakukan dengan mensubstitusi sebagian semen
material (RAM) untuk digunakan kembali pada dengan material pozolan dalam campuran (Elfert,
konstruksi perkerasan jalan semakin meningkat 74; ACI, 96). Penelitian yang dilakukan oleh
dewasa ini. Di Indonesia, campuran daur ulang Yetgin dan Cavdar (2006) menunjukkan bahwa
untuk perkerasan jalan (Cement treated recycling substitusi sebagian semen dengan pozolan alam
base, CTRB) adalah salah satu teknik alternatif mengasilkan campuran yang kuat sebagaimana
yang biasanya digunakan untuk rehabilitasi dan ditunjukkan dengan mengingkatnya compressive
rekonstuksi lapis pondasi perkerasan jalan. strength sekalipun pada awal umur campuran
Nantung & Shields (2011) menyatakan bahwa menunjukkan compressive strength yang rendah
teknologi daur ulang perkerasan jalan dapat dibandingkan dengan campuran tanpa substitusi
mengatasi permasalahan kelangkaan material material pozolan.
terutama agregat, serta mengurangi jumlah Tulisan ini membahas tentang hasil
sampah padat yang dihasilkan dari pengujian terhadap campuran CTRB dengan dua
pembongkaran perkerasan jalan lama (Schiavi et komposisi RAP dan RAM yang sama (40% RAP :
al., 2007). 60% RAM dan 60% RAP : 40% RAM) dengan
Mekanisme penambahan semen terhadap kadar semen (2%; 4%; 6%) serta persentase
material RAP dan RAM bermaksud untuk substitusi pozolan alam sebesar (15% dan 30%),
meningkatkan kekuatan campuran dan dapat namun RAP dan RAM yang digunakan diambil
dilihat dengan meningkatnya compressive dari sumber yang berbeda dan memiliki gradasi
strength (Taha et al., 2002; Miller et al., 2007; agregat yang berbeda pula. RAP dan RAM yang
Yuan et al., 2011) dan tensile strength (Yuan et digunakan dalam pengujian UCS (Waani et al.,
al., 2011) seiring dengan terjadinya proses 2014) berasal dari ruas Jalan M.T. Haryono
pemadatan karena adanya hidrasi antara semen, sedangkan RAMnya berasal dari Cirebon
air dan material agregat. Terjadinya hidrasi sedangkan material RAP dan RAM yang
pertukaran kation, karbonasi fisika, reaksi digunakan dalam pengujian ITS, berasal dari ruas
pozolanik dan sementasi baru merupakan faktor Tol Cipali, Cirebon di Jawa Barat (Waani dan
penting yang menentukan pada perobahan sifat Lintong, 2017). Penelitian dilakukan untuk
fisik dan mekanik dari campuran semen. Reaksi melihat pengaruh dari substitusi parsial material
ini menghasilkan ikatan antara partikel dalam pozolan terhadap semen dalam campuran, yakni
campuran secara terus menerus sehingga ketahanan terhadap tegangan tekan dan
membentuk suatu material yang keras, kuat dan tegangan tarik dari campuran CTRB .
permanen. Selain untuk menambah kekuatan
campuran, semen berfungsi pula untuk MATERIAL DALAM CAMPURAN CTRB
menurunkan nilai index plastis (PI) suatu 1. RAP dan RAM
campuran. Material berbutir dengan index plastis Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) adalah
maksimum (PI) 12%, bergradasi baik dan material hasil garukan dari perkerasan jalan yang
mengandung fraksi halus yaitu lolos saringan no. telah mengalami kerusakan, berupa material
200 (0,075 mm) < 25% dengan batas cair (LL) agregat yang terbungkus oleh aspal, pada
maksimum 40%, akan sangat baik bila umumnya berasal dari lapis permukaan
distabilisasikan dengan semen (AASHTO, 2008). perkerasan jalan sedangkan Reclaimed
Miller et al., 2007 menyatakan bahwa kelembaban Aggregate Material (RAM) Adalah material
merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada agregat yang berasal lapis pondasi perkerasan
kinerja jangka panjang lapis pondasi perkerasan jalan dan tidak terbungkus aspal. Pada
jalan, dan penambahan semen dalam campuran campuran RAP dan RAM yang distabilisasi
dimaksudkan untuk mengurangi efektifitas dengan semen (CTRB), partikel agregat yang
pengaruh kelembaban terhadap kerusakan mengandung aspal dianggap sebagai agregat,
konstruksi lapis pondasi jalan. dan berdasarkan spesifikasi khusus CTRB dan
Namun demikian, penambahan semen CTRSB (Bina Marga, 2006), gradasi agregat yang
dalam campuran dapat mengakibatkan retak ditentukan untuk campuran CTRB hanya dibatasi
setelah terjadinya proses hidrasi yaitu retak pada ukuran diameter maksimum saja, yaitu
karena adanya reaksi kimia dalam campuran sebesar 1,5 inci (37,50 mm). Hal ini dimaksudkan
yang dikenal dengan autogenous shrinkage. Oleh agar dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan
karena itu persentase kadar semen dalam nanti sebagian besar dari material hasil garukan

109
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dapat digunakan kembali sehingga menghemat bubuk yang jika ditambahkan air, material pengisi
penggunaan material agregat baru dan (pasir), dan agregat akan menghasilkan suatu
mengurangi besarnya sampah padat yang berasal campuran berair yang dapat dibentuk dengan
dari perkerasan lama. Gradasi gabungan agregat mudah, dicetak kemudian akan mengeras secara
RAP dan RAM yang digunakan dalam penelitian spontan pada keadaan temperatur normal. Tidak
ini adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1 ada material lain yang menyamai keunikan
dan 2 di bawah ini, dimana spesifikasi gradasi material ini sehingga semen berfungsi sebagai
yang digunakan adalah spesifikasi agregat untuk bahan pengikat antar butir-butir agregat dalam
Lapis Pondasi Perkerasan Lentur yang di campuran agar terbentuk suatu massa yang
Stabilisasi dengan Semen (AASHTO, 1972). Baik kompak dan padat. Salah satu material semen
gradasi gabungan RAP dan RAM dengan yang biasa digunakan dalam konstruksi saat ini
komposisi 40% : 60% dan 60% : 40% pada adalah semen Portland. Semen Portland adalah
pengujian UCS (Waani et al., 2014) maupun semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
gradasi gabungan 40% : 60% dan 60% : 40% menghaluskan klinker yang mengandung silikat
pada pengujian ITS (Waani & Lintong, 2017) dan kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips
menunjukkan ada bagian (ukuran saringan) yang sebagai bahan tambahan. Bahan utama semen
keluar atau tidak memenuhi ketentuan spesifikasi portland adalah batu kapur (CaO), silica (SiO2)
gradasi untuk lapis pondasi perkerasan jalan. Hal dan alumina (Al2O3) seperti terlihat pada Gambar
ini merupakan resiko yang dapat terjadi jika kita 3 dan 4. Dalam penelitian ini semen Portland
menetapkan komposisi perbandingan RAP dan yang digunakan adalah semen Portland tipe 1
RAM, dan bukan untuk memenuhi sspesifikasi dengan spesifik grafity (Gs) = 3,14.
gradasi dimana dalam penelitian ini komposisi
RAP dan RAM adalah 40% : 60% dan 60% : 40%.

Gambar 3. Ternary Gambar 4. Semen


Diagram (Bentur, Portland (Bentur,
2002) 2002)

3. MATERIAL POZOLAN ALAM


Gambar 1. Distribusi Gradasi RAP and RAM Material pozolan yang digunakan dalam
(Waani et al., 2014) campuran penelitian ini sebagai material
substitusi dari semen adalah material pozolan
aalam yaaitu Tras. Tras adalah material pozolan
alam yang terbentuk karena pelapukan abu
vulkanik dari erupsi gunung berapi dan termasuk
pada klasifikasi pozolan klas N. Material ini
mengandung unsur silica dan atau aluminat yang
reaktif (ASTM, 1993 dan ACI, 2001) dalam
keadaan halus yaitu lolos saringan 0.21 mm dapat
bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu
normal (24-270C) dan membentuk suatu massa
padat yang tidak dapat larut dalam air. Material
Gambar 2. Distribusi Gradasi RAP and RAM pozolan dibedakan atas 3 klas yaitu :
(Waani dan Lintong, 2017) 1) Klas N, ialah hasil kalsinasi dari pozolan alam
seperti tanah diatomice, shole, tuft dan batu
2. SEMEN apung.
Semen adalah bahan utama yang 2) Klas F, ialah fly ash yang dihasilkan dari
digunakan dalam konstruksi bangunan baik pembakaran batu bara jenis antrasit pada
gedung, menara, jembatan, jalan raya dan lain- suhu 1560 0C.
lain yang telah digunakan manusia selama 9 3) Klas C, adalah hasil pembakaran ligmit atau
milenium (Bentur, 2002). Bagi orang awam, batu bara dengan kadar karbon berkisar 60%.
material ini nampak sederhana yaitu sejenis

110
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Fly ash ini mempunyai sifat seperti semen penelitian (Tabel 2) lebih besar dari 35 kg/cm 2
dengan kadar kapur diatas 10%. yaitu pada campuran yang mengandung 40%
Dalam pengujian ini, material pozolan alam RAP dan 60% RAP dengan substitusi 15% - 30%
yaang digunakan memiliki sifat-sifat kimia dan pada kadar semen 6% menunjukkan bahwa
mekanikal seperti yang tercantum pada tabel campuran ini memenuhi persyaratan yang
dibawah ini. ditetapkan dalam standar spesifikasi.
Material pozolan yang digunakan dalam Hasil analisa hubungan antara nilai UCS
penelitian ini berasal dari Manado dalam bentuk dengan kadar material semen, C* sebagaimana
bongkahan-bongkahan bergradasi kasar. Untuk ditunjukkan oleh Gambar 5a dan 5b, baik pada
meningkatkan sifat mekanikal dari campuran, tras campuran yang mengandung 40% RAP : 60%
yang akan ditambahkan pada campuran harus RAM maupun campuran yang mengandung 60%
dihaluskan hingga sebagian besar (> 95%) lolos RAP :40% RAM menunjukkan adanya
saringan No.325 (0,045 mm). Semakin halus peningkatan ketahanan terhadap tegangan tekan
material ini semakin besar luas permukaan (UCS) seiring dengan bertambahnya kadar
partikelnya (Specific surface) sehingga material semen, C* (semen dan pozolan alam)
mengakibatkan semakin banyak pasta (semen + dan bertambahnya umur campuran. Pada
air) yang dibutuhkan dan semakin banyak atau campuran yang mengandung 40% RAP
semakin luas pula partikel tras yang akan peningkatan UCS terjadi pada substitusi pozolan
bereaksi dengan pasta semen sehingga sebesar 15% terhadap semen sedangkan pada
mengakibatkan mutu campuran semakin baik. Hal campuran yang mengandung 60% RAP
ini sangat menguntungkan dalam segi peningkatan nilai UCS terjadi pada substitusi
permeabilitas, workabilitas dan kekuatan. pozolan sebesar 30% terhadap semen.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN campuran yang mengandung RAP yang relatif
1. Pengujian Kuat Tekan (UCS) besar (60%), persentase material semen yang
Pengujian kuat tekan dimaksudkan untuk ditambah dalam campuran lebih efektif dalam
menguji ketahanan campuran perkerasan meningkatkan kekuatan campuran jika
terhadap tegangan tekan yang terjadi akibat persentasenya cukup besar, yaitu lebih besar dari
beban (SNI 03-1974-1990) atau sama dengan persentase material semen yang ditambahkan
ASTM Standard C109C/109M-08 (ASTM 2008a). pada campuran yang mengandung RAM yang
Sebagaimana diketahui bahwa perkerasan besar (60%). Dengan demikian, penggunaan
jalan memikul beban kendaraan yang disalurkan persamaan hubungan antara qu dengan c* dapat
melalui gandar kendaraan. Sekalipun beban lalu- digunakan untuk memprediksi kekuatan
lintas kendaraan bersifaat dinamis terhadap campuran dan untuk memperkirakan komposisi
perkerasan jalan dan pengujian kuat tekan kadar material semen (semen dan pozolan) dalam
bersifat statis, akan tetapi pengujian ini masih campuran.
dianggap representatif untuk menguji kuat tekan 2. Pengujian Kuat Tarik Tak langsung
campuran semen dan dapat digunakan untuk Pengujian kuat tarik tak langsung (ITS)
memprediksi kekuatan campuran serta dimaksudkan untuk menguji ketahanan campuran
memperkirakan komposisi kadar material semen perkerasan terhadap tegangan tarik yang terjadi
(semen dan pozolan) dalam campuran. akibat adanya beban. Pengujian dilakukan
Pengujian dilakukan terhadap campuran terhadap campuran CTRB dengan koposisi 40%
CTRB dengan kopossisi 40% RAP : 60% RAM RAP : 60% RAM dan 60% RAP : 40% RAM
dan 60% RAP : 40% RAM dengan kadar semen (Waani et al., 2017) dimana persentase semen
sebesar 2%, 4% dan 6% terhadap total berat RAP dan pozolan dalam campuran sama dengan yang
dan RAM dan disubstitusi dengan pozolan alam digunakan untuk pengujian UCS. Nilai ITS yang
sebesar 15% dan 30% terhadap berat semen ditetapkan untuk lapis pondasi campuran semen
(Waani et al, 2014). Benda uji diuji pada umur dalam konsensus para peneliti adalah sebesar
campuran 7, 14 dan 28 hari setelah direndam 250 kPa, hasil pengujian campuran CTRB yang
dalam air selama 24 jam dimana masing-masing disubstitusi dengan tras dalam penelitian ini > dari
variasi dibuat dalam 3 sampel benda uji. Standar 250 kPa untuk campuran dengan kadar semen
spesifikasi kuat tekan yang ditentukan untuk lapis 4%-6% dengan substitusi 15% dan 30% tras, baik
pondasi perkerasaan jalan yang menggunakan untuk campuran yang mengandung 40% RAP
campuran semen adalah sebesar 35 kg/cm 2 (Bina maupun yang mengandung 60% RAP. Dengan
Marga, 2006 ). Besarnya nilai kuat tekan demikian campuran ini memenuhi syarat untuk
campuran CTRB yang disubstitusi oleh pozolan diaplikasikan sebagai lapis pondasi perkerasan
alam sebagaimana ditunjukkan oleh hasil jalan

111
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Komposisi Kimia Tras (Natural Pozolan-Turki dan dari Minahasa)


(Yetgin and Cavdar, 2006; Tanudjaya et al., 2000)
Si02 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO SO3 LOI Na2O K2O Total Compressive
% % % % % % % % % Strength
Natural 7 hari 28 hari
Pozolan 70,89 9,08 2,96 5,40 0,62 - 7,23 1,11 1,92 99,21 MPa MPa
(Turki)

Tras
(Mina 69.99 18,61 0,17 7,06 3,16 - 0,21 32.9 41.67%
hasa)
Spesi
fikasi
82.93 0.62 7.23 11.00
(ASTM
C618-93)

Tabel 2. Hasil Pengujian UCS campuran 40% RAP : 60% RAM dan
60% RAP : 40% RAM
UCS (qu) 7 Hari UCS(qu) 14 Hari UCS (qu) 28 Hari
Cam- (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
Semen : Tras
puran
RAP RAP RAP RAP RAP RAP
40% 60% 40% 60% 40% 60%
A1 2% : 0% 15,80 11,83 17,30 14,47 19,65 23,55
B1 4% : 0% 26,29 18,97 31,14 25,34 35,52 27,32
C1 6% : 0% 34,69 45,89 39,39 49,00 44,08 51,49
A2 85%A1:15%A1 14,11 9,74 16,82 11,30 18,19 15,80
B2 85%B1:15%B1 26,75 20,13 29,48 20,95 32,92 26,58
C2 85%C1:15%C1 35,27 40,40 41,29 45,35 47,39 52,32
A3 70%A1:30%A1 11,31 12,77 10,99 15,40 12,40 18,29
B3 70%B1:30%B1 21,10 18,12 23,81 24,23 26,65 27,91
C3 70%C1:30%C1 27,17 35,22 31,69 40,28 34,28 47,53

Gambar 5a, 5b. Grafik Hubungan antara UCS (qu) dengan Kadar Material Semen C* (7, 14, dan 28
Hari) (Waani et al., 2014)

112
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3. Hasil Pengujian ITS

ITS (kPa)
Semen:Tras
RAP 40% : RAM 60% RAP 60% : RAM 40%
A1 2%:0% 104.80 99.30
B1 4%:0% 253.80 204.20
C1 6%:0% 358.60 248.30
A2 85%A1:15%A1 154.50 137.90
B2 85%B1:15%B1 248.30 259.30
C2 85%C1:15%C1 281.40 320.00
A3 70%A1:30%A1 132.40 171.00
B3 70%B1:30%B1 220.70 182.00
C3 70%C1:30%C1 314.50 259.30

Gambar 6. Grafik Hubungan antara ITS dengan Kadar Material Semen C*


(Waani dan Lintong, 2017)

Hasil analisa hubungan antara kadar pori akan berubah dari pori kapiler yang besar
material semen, c* terhadap campuran CTRB menjadi pori yang kecil dan bersifat gel karena
sebagaimana terlihat pada Gambar 6. dimana adanya reaksi pozolanik dan proses hidrasi,
campuran CTRB yang mengandung 40% RAP : sehingga retak pada perkerasan campuran
60% RAM dan yang mengandung 60% RAP : 40 semen dapat dikurangi.
% RAM menunjukkan bahwa nilai ITS dari kedua
campuran tersebut cenderung meningkat Tabel 4. Perkiraan Hubungan antara Susut dan
bersamaan dengan bertambahnya kadar material ITS pada campuran semen
semen, c*. (AASHTO,1993)
Tabel 4 menunjukkan perkiraan besarnya ITS Susut
susut yang dapat terjadi sehubungan dengan nilai (psi) (inch/inch)
ITS campuran beton (semen). Dari tabel ini ≤ 300 0,00080
terlihat bahwa nilai ITS dari campuran CTRB 400 0,00060
dengan adanya substitusi pozolan alam yaitu 500 0,00045
lebih besar 300 kPa menghasilkan susut yang 600 0,00030
kecil dengan demikian kemungkinan terjadinya ≥ 700 0,00020
retak akibat reaksi kimia dalam campuran dapat
diminimalkan. Hal ini sejalan dengan apa yangg
dinyatakan oleh Cheng et al. (2008) bahwa
penambahan atau substitusi material pozolan
terhadap semen dapat meningkatkan sifat
microscopic dari pasta semen, dimana struktur
113
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KESIMPULAN Bureau of Mines, Washington, D.C., pp.


Substitusi material pozolaan alam terhadap 80-93.
semen dalam campuran CTRB Miller, H.J., Guthrie, W.S., Crane, R.A., and
1. Mengakibatkan peningkatan kekuatan Smith, B., 2007. “Evaluation of Cement
campuran (UCS) pada substitusi pozolan Stabilized Full-Depth-Recycling Base
alam terhadap semen terutama pada kadar Materials for Frost and Early Traffic
semen. Condition”. Federal Highway
2. dapat mengurangi kemungkinan terjadinya Administration and Recycled Material
retak (shrinkage cracking) dalam campuran Resource center at the University of
CTRB melalui peningkatan ketahanan New Hampshire, Durham, New
terhadap tarik (ITS), yang merupakan salah Hampshire.
satu kelemahan dari campuran semen Nantung, T., Ji, Y., Shields, T.,2011. “Pavement
3. Persamaan hubungan antara UCS dengan c* Structural Evaluation and Design of Full-
dapat digunakan untuk memprediksi Depth Reclamation (FDR) Pavement”.
kekuatan campuran dan untuk Submitted for presentation and possible
memperkirakan komposisi kadar material publication in the 90th Transportation
semen (semen dan pozolan) dalam Research Board Annual meeting.
campuran. Schiavi, I., I. Carswell and M. Wayman., 2007.
“Recycling Asphalt in Sufacing
DAFTAR PUSTAKA Materials: a case study of carbon
AASHTO, 1972. “AASHTO Interim Guide for dioxide emission saving”. TRL.
Design of Pavement Structure”, Published Project Report, (PPR) 304.
American Association of State Highway
Officials. Subcomittee on Roadway Sengul, O and Tasdemir, M.A., 2009.
Design. “Conpressive Strength and Rapid
AASHTO Designation: R Draft (2008).Standard Chlorine Permeability of Concrete with
Recommended Practice for Stabilization Ground Fly Ash and Slag”. Journal of
of Subgrade and Base Materials Materials in Civil Engineering, Vol. 21,
ACI, 1996. “Use of Fly Ash in Concrete” American No. 9, ASCE, pp. 494-501.
Concrete Institute Committee 232-2R. SNI 03-1974-1990, Metode Pengujian Kuat Tekan
Farmington Hills, MI. Beton
ACI, 2001. “Use of Raw or Processed Natural Taha, R., Al-Harthy, A., Al-Shamsi, K., and Al-
Pozzolans in Concrete” ACI Committee Zubeidi, M., 2002. “Cement Stabilization
232. 1R-00 Report. of Reclaimed Asphalt Pavement
ASTM, 93. “Standart Specification for Fly Ash and Aggregate for Road Baseand
Raw or Calcined Natural Pozolan for Subbases”. Journal of Materials in Civil
Use as a Mineral Admixtures in Engineering, ASCE, Vol. 14, No. 3, pp
Portland Cement Concrete” ASTM C 239-245.
618-93. Waani, J., Sri Prabandiyani. And B. H. Setiadji,
Bina Marga, 2006. “Spesifikasi Khusus Cement 2014. “ Influence of Natural Pozzolan on
Treated Recycling Base and Sub Base Porosity-Cementitious Materials Ratio in
untuk campuran yang dicampur Controlling the Strength of Cement
langsung di tempat”. Treated Recycled Base Pavement
Bentur, A., 2002. “Cementitious Material-Nine Mixtures”. International Refereed
Milenia and A New Century: Past, Journal Of Engineering and Science.
Present and Future.” Journal of ISSN (Online) 2319-183X. Vol. 3.
Materials in Civil Engineering ASCE, Issue:11 pp.04-11
Vol. 14, No.1, pp. 2-22. Waani, J., Lintong, E., 2017. “ Voids/Cementitious
Cheng, A.S., Yen, T., Liu, Y.W. and Sheen, Y.N., Materials Ratio Controlling Tensile
2008. “Relation Between Porosity and Strength as an Influence of Natural
Compressive Strength of Slag Pozzolan on Cement-Treated Recycled
Concrete”. ASCE Download from ASCE Base Pavement Mixtures” Draf
library.org Elfert, R.J., 1974. “Bureau of Yetgin, S., Cavdar, A., 2006. “Study of Effect of
Reclamation Experience with Fly Ash natural Pozolan on Properties of
and other Pozzolan in Concrete”. Cement Mortars” Journal of Materials in
Information Circular, No. 8640, U.S. Civil Engineering, ASCE, Vol. 18, No. 6,
pp. 813-816.

114
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Yuan, D., Nazarian, S., Hoyos, L.R., and Puppala,


A.J., 2011. “Evaluation and Mix Design
of Cement-Treated Base materials with
High Rap Content”. Annual TRB
meeting. Paper No. 11-2742.

115
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Potensi Pengaruh Beban Overloading Terhadap Perkerasan


(Studi Kasus : Jalan Raya Lubuk Pakam, Sumatera Utara)
Zulkarnain A Muis1 Victor Gangga Sinaga Burhan Batubara dan Sahri Dani2
DPD HPJI Sumatera Utara
Email : mjrayazam@yahoo.com
2
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara
Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email : sahridani45@gmail.com

Abstrak : Ruas jalan raya Lubuk Pakam termasuk dalam jalan kelas I (Arteri) dan mempunyai MST
(Muatan Sumbu Terberat) sebesar 10 Ton. Dari data jembatan timbang Tanjung Morawa telah terjadi
3599 kasus kelebihan muatan 25% pada tahun 2016, menunjukkan bahwa ruas jalan raya Lubuk Pakam
sudah mengalami beban berlebih (overloading). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
overloading terhadap pengurangan umur rencana berdasarkan kriteria retak dan alur. Penelitian ini
dilakukan dengan cara mengukur tekanan angin ban pada kendaraan berat yang lewat dan pengolahan
data WIM segmen Medan-Lubuk Pakam untuk selanjutnya diteliti respon perkerasan akibat pengaruh
overloading berupa regangan tarik (t) dan regangan tekan (v) dengan metode mekanistik empiris
menggunakan program KENPAVE. Sehingga di dapatkan repetisi beban kriteria retak dan alur untuk
menghitung sisa umur rencana. Dari hasil penelitian terjadi regangan tarik (t) terbesar senilai 292,4 dan
regangan tekan (v) 322,2 dalam (micro strain), lalu fatigue cracking (Nf) didapatkan 3,06 × 105 dan
rutting (Nr) 4,72 × 106. Hal ini mampu mengurangi umur rencana perkerasan hingga 96,78% untuk
kriteria retak dan 96,85% untuk kriteria alur.

Kata kunci : Overloading, KENPAVE, regangan tarik (t), regangan tekan (v), fatigue cracking (Nf),
rutting (Nr), umur rencana perkerasan.

Abstract : Lubuk Pakam’s road belong to Road Class I (Arteri) and has MST (Maximum Axle Weight) in
the amount of 10 Ton. From Gebang’s weighing station already happened 3599 case of overload 25% in
2016, it showed that Lubuk Pakam’s road already experienced overloading. The aims of this research is
to knowing overloading’s impact toward the decrease of remaining life based on fatigue cracking and
rutting criteria. This research has been done with measure tire pressure on weight vehicle which passed
by and processing WIM’s data on Medan-Lubuk Pakam segment for furthermore looked for pavement
respond cause by overloading impact which is horizontal strain (t) and tensile strain (v) with
mechanistic empirical method using KENPAVE program. With the result that has been got load repetition
based on fatigue and rutting criteria for calculate remaining life. From the result happened the biggest
horizontal strain (t) in the amount of 292,4 and tensile strain (v) 322,2 in (micro strain), then fatigue
cracking (Nf) has been obtained 3,06 × 105 and rutting (Nr) 4,72 × 106. This result can be able to reduce
remaining life of pavement until 96,78% for fatigue cracking criteria and 96,85% for rutting criteria.

Keywords : Overloading, KENPAVE, horizontal strain (t), tensile strain (v), fatigue cracking (Nf),
rutting (Nr), pavement remaining life.

117
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk


mengetahui pengaruh overloading terhadap
Menurut hasil penelitian Erwin (2008), pengurangan umur rencana berdasarkan kriteria
beban standar sumbu tunggal 8,16 Ton masih retak dan alur pada lokasi tersebut.
digunakan sebagai perbandingan dalam
menghitung tingkat kerusakan jalan akibat beban II. TINJAUAN PUSTAKA
kendaraan. Terdapat suatu hubungan antara daya
perusak dengan beban sumbu, dimana makin Metode mekanistik adalah suatu metode
besar beban suatu sumbu maka semakin besar yang mengembangkan kaidah teoritis dari
pula daya perusak jalan yang terjadi. karakteristik material perkerasan, dilengkapi
Fuentes, et al., (2012) menyatakan dengan perhitungan secara eksak terhadap respon
banyaknya kendaraan dengan beban berlebih struktur terhadap beban sumbu kendaraan
menyebabkan terjadinya kemerosotan pada (Djunaedi Kosasih, 2005). Metode mekanistik
struktur perkerasan dalam hal ini terjadi kelelahan didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang
retak dan kelelahan alur. Alur diperoleh dari mewakili struktur perkerasan. Pada metode ini
respon perkerasan terhadap regangan tekan di atas cukup mengontrol kualitas material di setiap
tanah dasar sedangkan retak diperoleh dari respon lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori
perkerasan terhadap regangan tarik di bawah analisa tegangan, regangan dan lendutan.
permukaan aspal.
Zainal, et al., (2016) menyatakan beban Untuk distribusi dari sumbu tunggal,
kendaraan yang melebihi muatan sumbu terberat 8 tandem, dan tridem dikonversikan sama dengan
ton dapat mengakibatkan kerusakan perkerasan, distribusi dari beban sumbu tunggal. Untuk
keadaan yang terjadi pada jalan yang dianalisa menghitung the representative single-axle load
menyebabkan pengaruh beban berlebih untuk beban aktual sumbu tandem dan tridem,
(overloading) terhadap umur rencana sangat Judycki, et al., (2010) mentransformasikan
signifikan yaitu sekitar 68,32 %. persamaan pangkat empat tersebut sebagai
berikut:
Ruas jalan raya Lubuk Pakam termasuk dalam
jalan kelas I (Arteri) dan mempunyai MST
(Muatan Sumbu Terberat) sebesar 10 Ton. Dari
data jembatan timbang Tanjung Morawa telah
terjadi 3599 kasus kelebihan muatan 25% pada
tahun 2016, menunjukkan bahwa ruas jalan raya
Lubuk Pakam sudah mengalami overloading.

100
𝑄𝐼 = 184 × 𝑄𝐼𝐼 = 0.543 × 𝑄𝐼𝐼 untuk sumbu tandem (1.1)
100
𝑄𝐼 = × 𝑄𝐼𝐼𝐼 = 0.380 × 𝑄𝐼𝐼𝐼 untuk sumbu tridem (1.2)
263

[di persamaan 1.1 dan 1.2, QI adalah


representative single axle load , QII adalah
beban aktual sumbu tandem, QIII adalah
beban aktual sumbu tridem dalam (kN)]

118
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kendaraan memiliki berbagai konfigurasi Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor


sumbu, roda dan bervariasi dalam total 02/M.BM/2013. AASHTO pada
beban yang diangkutnya, diseragamkan penelitiannya pada tahun 1958-1960 di
dengan satuan lintas sumbu standard (Iss), Ottawa, Illinois menggunakan kendaraan
dikenal juga dengan Equivalent Single Axle dengan sumbu tunggal roda ganda dengan
Load (ESAL). Indonesia menggunakan muatan sumbu terberat 8.16 ton/18000 pon.
AASHTO sebagai acuan dalam menyusun Kendaraan tersebut diaplikasikan terhadap
standard perencaan tebal perkerasan lentur suatu lintasan (loop) yang dirancang
yang menjadi Pt T-01-2002-B untuk desain sedemikian rupa sebagaimana pada Gambar
perkerasan lentur dan begitu juga dengan 1.1.

Gambar 1 Sumbu Tunggal Roda Ganda


Sumber : Yang H. Huang, 2004

Beban kendaraan yang dilimpahkan


pada perkerasan jalan melalui bidang
kontak antara ban dan muka jalan. Bidang
kontak antara roda kendaraan dan
perkerasan jalan diasumsikan berbentuk
lingkaran dengan radius sama dengan lebar
ban. Hubungan antara radius bidang kontak,
beban roda, dan tekanan ban dapat
dirumuskan sebagai berikut:

P = 4 pπa2 (2.1)

[di persamaan 2.1, a adalah radius bidang kontak, P adalah beban roda, p adalah tekanan ban]

Untuk mendapatkan respon struktur


perkerasan diperlukan data properties dari
setiap lapis perkerasan dan pembebanan
yang terjadi pada permukaan perkerasan.
Properties dari lapis perkerasan yang
dibutuhkan untuk metode mekanistik
empirik yaitu modulus elastisitas dan
Poisson’s Ratio yang didapat dari hasil
pengujian laboratorium sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam
peraturan yang disediakan.

119
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1 Modulus Elastisitas yang Digunakan dalam Analisa Mekanistik

Modulus Tipikal
Jenis Bahan
(MPa)

HRS WC 800
HRS BC 550
AC WC 1100
AC BC (lapis atas) 850
Bahan bersemen CTB 500
LPA kelas A 300
LPA kelas B 200
Timbunan Pilihan 100
Tanah dasar 10 × CBR
Sumber : Luthfi Pratama, 2010

Tabel 2 Poisson’s Ratio yang digunakan dalam Analisa Mekanistik

Jenis Bahan Poisson’s Ratio


HRS WC 0.4
HRS BC 0.4
AC WC 0.4
AC BC (lapis atas) 0.4
Bahan bersemen CTB 0.2
LPA kelas A 0.35
LPA kelas B 0.35
Timbunan Pilihan 0.35
Tanah dasar 0.35
Sumber : Luthfi Pratama, 2010

Untuk menghitung jumlah repetisi beban model persamaan kerusakan retak


dibutuhkan persamaan dari kriteria retak (cracking) dapat dirumuskan sebagai
(cracking) dan alur (rutting). Beberapa berikut :
𝑁𝑓 = 𝑓1𝜀𝑡 −𝑓2 𝐸1−𝑓3 (3.1)
Dimana :
Nf = Jumlah repetisi beban
t = Regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan
E = Modulus elastisitas lapis permukaan
f1, f2, f3 = Regression coefficients yang ditetapkan (Tabel 3.1)

120
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3 Model Kegagalan Retak (Fatigue Cracking) oleh Beberapa Organisasi

NO ORGANIZATION f1 f2 f3
1 Asphalt Institue 0.0795 3.291 0.854
2 Shell Research 0.0685 5.671 2.363
US Army Corps of
3 497.156 5 2.66
Engineers
Belgian Road Research
4 4.92E-14 4.76 0
Center
Transport and Road
5 1.66E-10 4.32 0
Research Laboratory
Sumber : Ain Shams Engineering Journal (2012) 3,367-374

Untuk prediksi umur rencana dari kriteria


retak di hitung dengan menggunakan
persamaan :

𝑁𝑓
𝑙𝑖𝑓𝑒 = min (3.2)
𝑁

Dimana : Nf = Jumlah Repetisi Beban (Kriteria Retak)


N = Jumlah Repetisi Beban Rencana

Sedangkan beberapa model persamaan


deformasi alur (rutting) dapat dirumuskan
sebagai berikut :

𝑁𝑟 = 𝑓4𝜀𝑣 −𝑓5 (4.1)


Dimana :
 Nr = Jumlah repetisi beban
 v = regangan vertikal pada lapis tanah dasar
 f4, f5 = regression coefficients yang ditetapkan (Tabel 4.1)

Tabel 4 Model Kegagalan Alur (Rutting) oleh Beberapa Organisasi

NO ORGANIZATION f4 f5
1 Asphalt Institue 1.365E-09 4.477
2 Shell Research 6.15E-07 4
3 US Army Corps of Engineers 1.81E-15 6.527
Belgian Road Research
4 3.05E-09 4.35
Center
Transport and Road Research
5 1.13E-06 3.75
Laboratory
Sumber : Ain Shams Engineering Journal (2012) 3,367-374

121
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Untuk prediksi umur rencana dari kriteria


alur dihitung dengan menggunakan
persamaan:

𝑁𝑟
𝑙𝑖𝑓𝑒 = min (4.2)
𝑁

Dimana : Nr = Jumlah Repetisi Beban (Kriteria Alur)


N = Jumlah Repetisi Beban Rencana

Selanjutnya digunakan program III. METODE PENELITIAN


KENPAVE mampu menganalisis struktur
perkerasan lentur dan kaku. Program ini Dalam pengukuran untuk data primer
lebih gampang digunakan dari pada diambil 5 sampel ban truk untuk satu jenis
program desain perkerasan mekanistik kendaraan berat dengan jumlah total yaitu
lainnya. Kelebihan lain dari program ini 35 sampel di SPBU Tanjung Morawa pada
adalah, program ini merupakan program ruas jalan yang menjadi lokasi penelitian.
Amerika sehingga memungkinkan untuk Data tebal dan jenis perkerasan yang
menggunakan satuan English maupun didapat lalu diidentifikasi menggunakan
satuan Internasional dan juga Indonesia Manual Desain Perkerasan Jalan No
mengadopsi AASHTO (American 02/M/BM.2013 untuk menentukan
Assosiation of State Highway and Modulus Elastisitas tiap lapisan dan
Transportation Officials) sebagai manual Poisson’s Ratio tiap lapisan. Data WIM
dalam merencanakan perkerasan lentur, diolah untuk mendapatkan konfigurasi
sehingga program ini layak untuk dijadikan beban masing-masing kendaraan dan
sebagai evaluasi secara mekanistik terhadap diseragamkan menjadi representative
desain yang ada. single-axle load dengan persamaan 1.1 dan
1.2 lalu dicari nilai minimum dan
Beberapa penelitian dengan maksimumnya untuk tiap jenis kendaraan
menggunakan program Kenpave telah menggunakan Excel.
banyak dilakukan. Penelitian-penelitian Data overloading selanjutnya
tersebut menggunakan parameter dikonversi menjadi tekanan ban dalam
perkerasan seperti tebal perkerasan, satuan psi, untuk dipakai dalam perhitungan
modulus elastisitas dan poisson’s ratio. mekanistik pada program kenpave untuk
Penelitian menggunakan KENPAVE untuk menghasilkan tegangan dan regangan. Data
menghitung sisa umur perkerasan dilakukan tekanan ban dari data sekunder kemudian
oleh Judycki, et al., (2010). KENPAVE dilihat kesesuaiannya dengan data
juga digunakan untuk mengevaluasi desain pengukuran langsung di lapangan, sehingga
perkerasan Bina Marga Pt T-01-2002-B dapat dilakukan analisa pada program
(Muis, Z.A dan Fadhlan, 2016), desain KENPAVE. Selanjutnya data struktur
perkerasan Bina Marga perkerasan yaitu modulus elastisitas,
NO.22.2/KPTS/Db/2012 (Muis, Z.A dan poisson’s ratio, dan tebal perkerasan
Irwan, 2014), serta Bina Marga NO: dimodelkan pada program
02/M/BM.2013 (Muis, Z.A dan Luthfi, KENPAVE/KENLAYER dengan menu-
2015). Untuk perkerasan kaku KENPAVE menu yang ada.
menghitung kerusakan yang terjadi dengan Respons struktur perkerasan yang
menganalisis nilai flextural stress sebagai didapat selanjutnya dimasukkan kedalam
respon strukturnya (Wibowo, 2014). rumus persamaan (transfer function) yang

122
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

telah ditentukan. Setelah didapatkan repetisi IV. HASIL DAN ANALISA


beban dari respon struktur perkerasan,
kemudian repetisi beban tersebut serta Data Tekanan Angin Ban Kendaraan
repetisi beban rencana dihitung untuk
mengetahui pengurangan umur rencananya. Berikut adalah data yang didapatkan dari
hasil pengukuran di lapangan.
Tabel 5 Data Tekanan Angin Ban Hasil Pengukuran di lapangan

Sampel 6B 7A 7C1 7C2 7C3


Truk 1 112 Psi 105 Psi 111 Psi 88 Psi 86 Psi
Truk 2 120 Psi 102 Psi 104 Psi 82 Psi 95 Psi
Truk 3 97 Psi 100 Psi 90 Psi 98 Psi 84 Psi
Truk 4 130 Psi 109 Psi 102 Psi 94 Psi 92 Psi
Truk 5 106 Psi 98 Psi 98 Psi 90 Psi 88 Psi
Rata-Rata 113 Psi 102.8 Psi 101 Psi 90.4 Psi 89 Psi

Data Beban Berlebih Kendaraan

Distribusi MST (WIM Segmen Medan-Lubuk Pakam)


50%
Persentase [%]

40%
Truk 6B
30%
20% Truk 7A
10% Truk 7C1
0%
Truk 7C2
0-2

2-4

4-6

6-8

8-10

10-12

12-14

14-16

16-18

Truk 7C3
Muatan Sumbu Terberat (Ton)

Grafik 1 Distribusi MST (WIM Segmen Medan-Lubuk Pakam)

Data WIM segmen Medan-Lubuk Pakam bandingkan dengan konfigurasi beban MST
diolah menggunakan Excel dengan langkah 10 Ton dengan menggunakan fungsi IF dan
berikut: AND Lalu dicari nilai minimal, maksimal,
1. Dicari konfigurasi beban masing-masing rata-rata dan standar deviasinya
kendaraan berat, setelah didapatkan lalu di

123
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Didapatkan data sebagai berikut :

Persentase Pelanggaran Overloading (WIM Segmen


Medan-Lubuk Pakam)
100.00%
90.00%
Persentase Kasus

80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% Persentase Pelanggaran
30.00% Overloading
20.00%
10.00%
0.00%
6B 7A 7C1 7C2 7C3
Jenis Kendaraan Berat

Grafik 2 Persentase Pelanggaran Overloading (WIM Segmen Medan-Lubuk Pakam)

2. Pengubahan Beban Sumbu kepada - persamaan 1.1 untuk sumbu tandem dan 1.2
Representative Single Axle Load untuk sumbu tridem.

Data overloading aktual dari kendaraan Berikut tabulasi hasil perhitungan


sumbu tandem dan tridem di konversikan berdasarkan representative single axle load
menjadi sumbu tunggal roda ganda dengan :
Tabel 6 Data Overloading yang dikonversi ke representative single axle load

Overloading Overloading Overloading


Tipe Kendaraan
(Maksimal) (Rata-Rata) (Minimal)
6B 16.992 T 12.290 T 10.003 T
7A 13.724 T 11.157 T 9.776 T
7C1 11.632 T 10.572 T 9.791 T
7C2 11.345 T 9.334 T 8.005 T
7C3 11.943 T 9.316 T 7.985 T

3. Mengubah representative single axle load ke Tekanan Roda

Beban masing-masing sumbu tunggal roda ganda kemudian di ubah menjadi tekanan ban.

Sehingga di dapatkan hasil :

Tabel 7 Tekanan Angin Ban yang di dapat dari pengolahan data MST

Tipe Tekanan Ban Tekanan Ban Tekanan Ban (Minimal)


Kendaraan (Maksimal) (Rata-Rata)
6B 146 Psi (1.07 Mpa) 106 Psi (0.73 Mpa) 86 Psi (0.59 Mpa)
7A 118 Psi (0.81 Mpa) 96 Psi (0.66 Mpa) 83 Psi (0.57 Mpa)
7C1 100 Psi (0.69 Mpa) 91 Psi (0.62 Mpa) 84 Psi (0.58 Mpa)
7C2 98 Psi (0.68 Mpa) 81 Psi (0.56 Mpa) 69 Psi (0.48 Mpa)
7C3 103 Psi (0.71 Mpa) 80 Psi (0.55 Mpa) 68 Psi (0.47 Mpa)

124
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dari hasil pengukuran di lapangan dan pengolahan data overloading, di peroleh nilai rata-rata
pengukuran di lapangan masih berada pada rentang nilai tekanan angin ban rata-rata dan
tekanan angin ban maksimal pada pengolahan data overloading.

Sehingga selanjutnya nilai tekanan angin ban yang di dapat dari pengolahan data overloading
dapat di gunakan untuk analisis pada program KENPAVE.

Tekanan Ban
160
140
120
100
Psi

80 Tekanan Ban Maksimal


60 Tekanan Ban Rata-Rata
40
Tekanan Ban Minimal
20
0
6B 7A 7C1 7C2 7C3
Tipe Kendaraan

Grafik 3 Tekanan Angin Ban pada Tiap Kendaraan Berat

Evaluasi Perkerasan 1+200 akan dievaluasi terhadap


peningkatan pembebanan dengan metode
Perkerasan Jalan Raya Lubuk Pakam mekanistik menggunakan program
(N.007) KM 25+000 MDN sampai KM KENPAVE.
26+200 MDN dengan Stationing 0+200 –

Gambar 2 Contoh Model Pembebanan Kendaraan Berat Gol 6B

125
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Berikut hasil tabulasi regangan tarik dan


regangan tekan yang terjadi :

Tabel 8 Regangan Tarik dan Regangan Tekan yang Terjadi

Jenis Tekanan Respon Struktur (micro strain)


No
Kendaraan Angin Regangan Tarik (t) Regangan Tekan (v)
86 Psi 161.8 178.3
1 Kendaraan 6B 106 Psi 199.5 219.8
146 Psi 292.4 322.2
83 Psi 156.3 172.3
2 Kendaraan 7A 96 Psi 180.7 199.1
118 Psi 222.2 244.8
84 Psi 158.5 174.7
3 Kendaraan 7C1 91 Psi 171.4 188.8
100 Psi 188.6 207.8
69 Psi 131.2 144.6
4 Kendaraan 7C2 81 Psi 153.0 168.7
98 Psi 185.8 204.8
68 Psi 128.5 141.5
5 Kendaraan 7C3 80 Psi 150.3 165.6
103 Psi 194.0 213.8

Pada evaluasi ini untuk analisis terhadap


retak (Nf) digunakan model Transport and
Road Research Laboratory dan alur (Nr)
digunakan model Belgian Road Research
Center.

126
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Menghitung Sisa Umur Rencana

Selanjutnya dihitung pengurangan


sisa umur rencana dari repetisi beban yang
didapat dibandingkan dengan repetisi beban
standard 8.16 Ton.
Tabel 9 Sisa Umur Rencana

Tekanan Angin
Sisa Umur Sisa Umur
Ban Keseluruhan Retak (Nf) Alur (Nr)
(Kriteria Retak) (Kriteria Alur)
(Psi)
68 10706477 169242459 112.31% 112.89%
69 9786647 154016683 102.66% 102.74%
80 5440581 85386142 57.07% 56.96%
81 5037802 78767893 52.85% 52.54%
83 4594151 71855312 48.19% 47.93%
84 4324956 67659020 45.37% 45.13%
86 3956589 61914375 41.50% 41.30%
91 3084476 48271543 32.36% 32.20%
96 2454985 38312444 25.75% 25.56%
98 2176861 33885551 22.84% 22.60%
100 2040648 31808393 21.41% 21.22%
103 1806361 28103884 18.95% 18.75%
106 1600865 24916062 16.79% 16.62%
118 1005018 15594455 10.54% 10.40%
146 306963 4720128 3.22% 3.15%

Repetisi Beban Retak (Nf)


15000000
Fatigue Life

10000000
Repetisi Beban Retak
5000000 (Nf)
Beban Standard 8.16
0 Ton
68 88 108 128 148
Tekanan Angin Ban (Psi)

Grafik 4 Repetisi Beban Retak (Nf) yang terjadi di Jalan Raya Lubuk Pakam

127
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Repetisi Beban Alur (Nr)


200000000
Rutting Life

150000000
100000000 Repetisi Beban Alur (Nr)
50000000
0 Beban Standard 8.16
Ton
68 88 108 128 148
Tekanan Angin Ban (Psi)

Grafik 5 Repetisi Beban Alur (Nr) yang terjadi di Jalan Raya Lubuk Pakam

Sisa Umur (Kriteria Retak)


120.00%
Umur Perkerasan

100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00% Sisa Umur (Kriteria Retak)
0.00%
60 80 100 120 140 160
Tekanan Angin Ban (Psi)

Grafik 6 Sisa Umur Rencana (Kriteria Retak) di Jalan Raya Lubuk Pakam

Sisa Umur (Kriteria Alur)


120.00%
Umur Perkerasan

100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00% Sisa Umur (Kriteria Alur)
0.00%
60 80 100 120 140 160
Tekanan Angin Ban (Psi)

Grafik 7 Sisa Umur Rencana (Kriteria Alur) di Jalan Raya Lubuk Pakam

128
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Grafik 8 Hubungan antara RCI dan Sisa Umur (Kriteria Retak)

Grafik 9 Hubungan antara RCI dan Sisa Umur (Kriteria Alur)

V. KESIMPULAN 90,4 Psi, dan kendaraan 7C3 dengan


rata-rata 89 Psi.
Dari hasil analisis respon perkerasan akibat 2. Kendaraan yang overload mayoritas
beban overload pada ruas Jalan Raya Lubuk menghasilkan respon struktur berupa
Pakam, dapat diambil kesimpulan sebagai regangan tarik (t) dan regangan
berikut : tekan (v) yang lebih besar dari
beban standard (8,16 Ton). Dengan
1. Untuk hasil pengukuran tekanan
regangan tarik (t) terbesar senilai
angin ban di lapangan kendaraan
berat tipe 6B menyumbangkan rata- 292,4 dan regangan tekan (v) senilai
rata paling besar yaitu 113 Psi, 322,2 dalam (micro strain).
disusul dengan kendaraan berat tipe 3. Dari hasil penelitian kendaraan
7A dengan rata-rata 102.8 Psi, overload repetisi beban akibat
kendaraan 7C1 dengan rata-rata 101 tekanan angin paling besar adalah
Psi, kendaraan 7C2 dengan rata-rata 3,06 × 105 untuk kriteria retak dan
4,72 × 106 untuk kriteria alur,

129
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

mayoritas repetisi beban yang terjadi in developing countries.” Procedia-


jauh lebih kecil dari repetisi beban Social Behavioral Sci. 53,1140-
standard (8,16 Ton) sehingga lebih 1149.
cepat mencapai kerusakan dan Judycki, Jozef. et al., 2015. “Analysis of
mengurangi kinerja fungsional effect of overload vehicles on
perkerasan yang diwakili oleh nilai fatigue life of flexible pavement
RCI. based on weigh in motion (WIM)
4. Dalam kasus overloading paling data.” International Journal of
ekstrim yang terjadi pada jenis Pavement Engineering. Poland :
kendaraan berat tipe 6B dapat Gdansk University of Technology
mengurangi umur rencana perkerasan Kusnandar, Erwin, 2006. “Karakterisitk
hingga 96,78% untuk kriteria retak Beban Kendaraan Operasional.”
dan 96,85% untuk kriteria alur. Puslitbang Jalan dan Jembatan,
VI. SARAN Bandung.
1. Untuk memperpanjang umur Muis, Z.A., dan Irwan Simanjuntak. 2014.
perkerasan di perlukan usaha untuk “Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan
memperkecil regangan tarik (t) dan Lentur Manual Desain Perkerasan
regangan tekan (v) dengan cara Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012
membatasi beban muatan untuk truk dengan Menggunakan Program
single axle dan dialihkan kepada truk Kenpave”. Jurnal Teknik Sipil.
tandem atau tridem axles yang dapat Medan : USU Institutional
di lakukan dengan mengeluarkan Repository.
regulasi dan pengawasan yang ketat Muis, Z.A., dan Khairi Fadhlan. 2016.
dari instansi terkait. “Evaluasi Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Metode Bina
Marga Pt T-01-2002-B Dengan
DAFTAR PUSTAKA Menggunakan Program Kenpave”.
Jurnal Teknik Sipil. Medan : USU
Huang, Yang H . 2004. Pavement Analysis Institutional Repository.
and Design. Pearson Education, Muis, Z.A., dan Luthfi Pratama. 2015.
Upper Saddle Silver. New Jersey. “Evaluasi Mekanistik Desain
Kosasih, Djunaedi. 2005. “Rekayasa Perkerasan Lentur Bina Marga
Struktur Bahan Perkerasan,Modul Nomor 02/M/BM/2013 Terhadap
II.” Diktat Kuliah jurusan Teknik Pembebanan dan Modulus
Sipil dan Lingkungan ITB. Lapisan” (Skripsi). Medan :
Bandung Fakultas Teknik USU.
AASHTO, 1993, Guide for Design of Wibowo, Setiawan. 2014. “Analisis Model
Pavement Structures, Washington Prediksi Kerusakan Pada
DC. Perkerasan Kaku dengan Metode
Kementrian Pekerjaan Umum. 2013. Mekanis Empiris (Studi Kasus
Manual Desain Perkerasan Jalan, Jalan Lingkar Selatan Kota
No.02/M/BM/2013. Jakarta : Yogyakarta).” (Tesis). Yogyakarta :
Direktorat Jendral Bina Marga. Universitas Gajah Mada.
Ahmed Ebrahim Abu El-Maaty Behiry. Zainal, et al., 2016. “Analisa Dampak
2012. “Fatigue and Rutting Lives in Beban Kendaraan Terhadap
Flexible Pavement”. Ain Shams Kerusakan Jalan.” Bogor : Fakultas
Engineering Journal (2012) 3, 367- Teknik Universitas Pakuan.
374.
Fuentes, L. G. et al., 2012. “Evaluation of
truck factors for pavement design

130
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERPETUAL PAVEMENT DAN ASPAL KARET


Yogi Indra P1, Lisminto S.2, M. Yusuf2
1 2
Deputi Teknik, Laboratorium BBPJN VI Jakarta, Praktisi Aspal Karet,
Email: yogi_indraprayoga@yahoo.com ,lisminto@gmail.com dan
myusuf290967@gmail.com

Abstrak. Secara bertahap Indonesia mulai beralih dari pendekatan empirik menjadi mekanistik dalam proses
desain struktur perkerasan dengan dikeluarkannya Manual Desain Perkerasan (MDP) 2013 yang telah direvisi
menjadi MDP 2017. Dalam manual ini umur desain perkerasan lentur ditetapkan 20 tahun dan perkerasan kaku 40
tahun. MDP disajikan dalam bentuk katalog yang diharapkan dapat memudahkan penggunanya dalam menentukan
solusi desain sesuai kebutuhan yang ada. Realitas dilapangan menunjukan bahwa dengan menggunakan material
dan solusi desain yang disajikan dalam MDP, kondisi perkerasan dilapangan pada beberapa kasus hanya dapat
bertahan selama 2-3 tahun. Sehingga memunculkan pertanyaan “Apakah umur rencana perkerasan dapat
dipenuhi dengan penggunaan material dan solusi desain perkerasan yang disajikan dalam MDP?”. Serangkaian
pengujian aspal yang bersifat mekanistik dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana material aspal dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap umur desain perkerasan. Pengujian aspal dilakukan pada aspal
konvensional, aspal modifikasi elastomer dan aspal karet pada tataran spesifikasi aspal Performance Grade
AASHTO M320 dan M332. Hasil pengujian di laboratorium menunjukan bahwa aspal karet yang dimodifikasi
dengan bahan SKAT dapat meningkatkan kinerja aspal untuk kriteria permanen deformation dan fatigue cracking
secara signifikan mendekati kinerja aspal yang dimodifikasi dengan bahan RARX yang biasa digunakan di
Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang mendorong penggunaan karet alam sebagai
bagian dari program diversifikasi produk hilir karet dalam rangka menyerap produksi karet nasional.

Kata-kata Kunci: Empirik, Mekanistik, MDP 2017, SKAT dan RARX.

1. Latar Belakang dan sifat diluar dari material yang dicantumkan dalam
Manual Desain Perkerasan (MDP) yang katalog tetapi tetap dalam kerangka metode desain
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga adalah perkerasan mekanistik (software dan manual desain
manual desain berbentuk katalog yang sudah perkerasan mekanistik). Model seperti ini digunakan
mengadopsi metode desain perkerasan mekanistik- dalam manual desain perkerasan negara-negara Eropa
empirik (Bina Marga, 2017). Dengan metode ini, analisis dan Australia dimana sifat mekanik bahan untuk tahap
struktur perkerasan dilakukan dengan prinsip-prinsip desain perkerasan dapat diperoleh berdasarkan
mekanika yang didasarkan pada sifat mekanik bahan, nomogram yang didasarkan pada hasil pengujian aspal
dalam hal ini umumnya diwakili dengan nilai modulus yang bersifat empiris (metode Shell dan Austroads).
kekakuan (Stiffness Modulus). Sehingga struktur Dalam proses desain struktur perkerasan lentur, nilai
perkerasan jalan dapat didesain dengan pendekatan yang modulus kekakuan campuran beraspal (Smix) merupakan
sama seperti desain struktur bangunan sipil lainnya. input utama yang digunakan untuk menentukan tebal
Umur rencana dalam MDP untuk perkerasan lentur dan komposisi lapisan struktur perkerasan. Nilainya
disyaratkan dapat melayani lalu lintas selama 20 tahun. sangat bergantung pada modulus kekakuan material
Realitas dilapangan menunjukan bahwa pada beberapa aspal (Sbit) dan komposisi volumetrik campuran. Nilai
kasus ruas jalan yang didesain dan dilaksanakan Sbit didapat dari nomogram Van der Poel yang
mengikuti solusi desain dan material yang ada dalam digunakan untuk memperkirakan nilai modulus
manual desain perkerasan mengalami kerusakan pada kekakuan aspal (Sbit) pada temperatur dan waktu
tahun ke-2 atau ke-3, jauh dari umur rencana yang pembebanan tertentu berdasarkan hasil pengujian
disyaratkan. Sehingga menimbulkan pertanyaan “apakah penetrasi dan titik lembek aspal.
umur rencana dapat dipenuhi dengan menggunakan Konsep desain mekanistik seperti
material dan solusi desain yang disajikan dalam MDP?”. dijelaskan di atas telah teruji dengan baik untuk
Pada kondisi tertentu, ketika katalog material sudah negara-negara dengan tingkat lalulintas
tidak sesuai dengan kebutuhan desain, manual desain maksimal > 30 juta ESAL dan iklim sub tropis.
masih mengijinkan penggunaan material dengan jenis Pada kondisi Indonesia dimana beban lalulintas

131
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dalam MDP didesain sampai mendekati angka Arizona, California dan Florida menggunakan
200- 500 juta ESAL dan beriklim tropis, serbuk karet ban sebagai bahan tambah aspal
penggunaan nomogram dalam solusi desain yang digunakan untuk meningkatkan konsistensi
mekanistik dirasa tidak lagi memadai. Hal ini aspal pada campuran beraspal untuk lapis
dikarenakan nomogram-nomogram tersebut tidak permukaan. Uji coba mulai dilakukan sejak
didesain untuk material aspal yang dimodifikasi tahun 1950-an dan sampai sekarang sudah
(Van der Poel, 1954). mengalami berbagai perkembangan guna
Pendekatan yang digunakan oleh Amerika menyesuaikan dengan kebutuhan sifat mekanik
Serikat melalui Strategic Highway Research bahan dan kemudahan pekerjaan. Pada akhir
Program (SHRP) patut untuk dipertimbangkan tahun 2010 hampir 31% campuran beraspal
dimana konsep mekanistik juga diterapkan panas yang dikerjakan oleh CALTRANS di
sampai pada tahap pengujian material dan negara bagian California menggunakan aspal
penerapan spesifikasi pada masa konstruksi. Rubber dengan estimasi volume penggunaan
Awal dekade 1990-an SHRP memperkenalkan sebesar 1,2 juta ton (Caltrans, 2010). Untuk
penggunaan alat Dynamic Shear Rheometer aplikasi campuran beraspal, teknologi terkini
(DSR) sebagai alat uji aspal yang bersifat dalam penggunaan serbuk karet ban adalah dalam
fundamental dalam penerapan Spesifikasi Aspal bentuk serbuk teraktivasi yang dikenal dengan
Performance Grade (PG). Dengan pendekatan sebutan RAR (Reacted and Activated Rubber).
ini, penggunaan aspal modifikasi dapat dihitung Material RAR merupakan campuran antara
dan dimodelkan dalam proses desain secara aspal, serbuk karet ban dan Activated Mineral
mekanistik. Metode desain seperti Perpetual Binder Stabilizer (AMBS) dengan komposisi
Pavement dan Mechanistic-Empirical Pavement tertentu (Sousa J.B, 2015).
Design Guide (MEPDG) sudah mengadopsi Calrecycle merilis beberapa keunggulan
konsep aspal PG dalam metode desain mereka, aspal yang dimodifikasi dengan serbuk karet ban
sehingga desain perkerasan yang bersifat sebagai berikut:
mekanistik juga didukung oleh spesifikasi 1. Memiliki durabilitas yang baik terhadap
pelaksanaan konstruksi yang bersifat mekanistik. rutting dan fatigue cracking sehingga
Sampai saat ini, konsep desain perkerasan lebih ekonomis dalam analisis life cycle
secara perpetual dapat dianggap sebagai metode cost.
yang paling ekonomis dalam tinjauan life cycle 2. Tidak memerlukan peralatan khusus
cost perkerasan jalan. Dengan konsep ini
perkerasan jalan untuk lalulintas berat didesain dalam pelaksanaan konstruksi.
secara mekanistik dengan menggunakan asumsi 3. Dapat digunakan dalam reduksi
limiting strain criteria, sehingga bisa memiliki ketebalan lapisan perkerasan jika
umur rencana perkerasan yang panjang (± 50 dibandingkan dengan penggunaan aspal
tahun) tanpa adanya kegiatan rehabilitasi dan konvensional.
rekonstruksi. Pemeliharaan kondisi perkerasan 4. Memberikan kekesatan tekstur
jalan hanya dilakukan sebatas pada pemeliharaan permukaan yang baik.
berkala permukaan perkerasan yang sifatnya 5. Mengurangi kebisingan dan pencemaran
fungsional (APA, 2002; Timm dan Newcomb,
lingkungan.
2006).
Dengan berbagai keunggulan tersebut,
Penerapan konsep perpetual pavement
wajar adanya bila kita di Indonesia mulai melirik
memerlukan penggunaan material yang memiliki
penggunaan material yang sama dan diharapkan
karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan
dapat menyelesaikan permasalahan kerusakan
fungsinya. Untuk lapis permukaan, biasanya
jalan yang ada. Pembuatan aspal modifikasi
didesain untuk dapat bertahan selama 8-14
serbuk karet ban di Indonesia dilakukan dengan
tahun dengan menggunakan campuran berasapal
pendekatan yang sedikit berbeda dengan yang
dengan tipe Gap graded, open graded atau SMA
dilakukan di Amerika, hal ini karena adanya
yang dapat memberikan tekstur permukaan dan
program diversifikasi produk hilir karet yang
sifat kedap air yang baik. Ketiga tipe gradasi di
dicanangkan oleh pemerintah untuk
atas memiliki rongga dalam campuran agregat
mennciptakan demand baru yang dapat
yang besar (VMA ≥ 19%), hal ini
menyerap produk karet rakyat.
memungkinkan penggunaan kadar aspal yang
Serangkaian pengujian dilakukan terhadap
lebih tinggi jika dibandingkan dengan tipe
aspal pen 60/70 yang dimodifikasi oleh Serbuk
campuran AC dengan gradasi menerus. Sehingga
Karet Alam Teraktivasi (SKAT) untuk melihat
perlu digunakan aspal yang memiliki konsistensi
kinerja aspal terhadap berbagai mode kerusakan
yang tinggi supaya aspal tidak keluar dari
dalam tataran spesifikasi aspal Performance
campuran dan dapat memberikan penyelimutan
Grade (PG) dan MSCR. Hasil pengujian
(bitumen film thickness) yang lebih tebal.
tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan
Beberapa negara bagian di Amerika Serikat
kinerja aspal pen 60/70 yang dimodifikasi serbuk
yang memiliki iklim tropis dan gurun seperti

132
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

karet RAR yang sudah umum digunakan di Dalam konsep ini, komposisi lapisan struktur
Amerika sebagai benchmark. perkerasan didesain dengan pendekatan limiting
strain criteria sehingga masing-masing
2. Perpetual Pavement
komponen struktur lapisan perkerasan memiliki
Perpetual Pavement dapat didefinisikan
fungsi yang berbeda-beda dalam memikul beban
sebagai perkerasan lentur dengan campuran
lalulintas dan pengaruh lingkungan seperti
beraspal yang yang tebal dan didesain dengan
ditampilkan dalam gambar 1.
umur layan yang panjang (± 50 tahun) tanpa
Pendekatan yang berbeda diperlihatkan
ada kegiatan rehabilitasi minor dan atau
oleh konsep umum yang ditampilkan oleh solusi
rekonstruksi. Didesain untuk volume lalulintas
desain dalam MDP (gambar 2) dimana struktur
berat dan memiliki performa yang sebanding
perkerasan didesain hanya untuk mereduksi
dengan perkerasan kaku. Bagaimanapun,
tegangan yang terjadi pada tanah dasar tanpa
perkerasan tetap harus mengalami pemeliharaan
memperhitungkan respon masing-masing layer
permukaan secara berkala dan atau pembaruan
terhadap pembebanan yang terjadi. Sehingga
sebagai akibat dari kerusakan permukaan
ketika kerusakan dan pemeliharaan muncul akibat
perkerasan (APA, 2002; Timm and Newcomb,
kerusakan dibawah permukaan perkerasan, maka
2006). Dengan tipe struktur perkerasan ini,
akan diperlukan rekonstruksi dengan konsekuensi
kerusakan dan kegiatan rehabilitasi perkerasan
waktu dan biaya yang lebih besar.
hanya terbatas pada bagian permukaan yang
mudah diperbaiki dan diganti. Jadi, ketika
kerusakan permukaan mencapai tingkat yang
tidak diinginkan, solusi ekonomis yang dipilih
adalah hanya dengan mengganti atau overlay.
Pertimbangan rehabilitasi ini sangat signifikan
pada jalan dengan lalulintas yang padat dimana
penutupan jalur/tundaan bagi pengguna
mengakibatkan delay cost yang tinggi.

Gambar 1, gambaran umum konsep perpetual pavement (TXDOT, 2017)

133
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2, gambaran umum solusi desain perkerasan lentur dalam MDP (Bina Marga,
2013)

3. Perkembangan Metode Klasifikasi Dan Spesifikasi Aspal


3.1. Metode Empiris (penetration and viscosity dengan metode yang ada (Penetrasi dan
grade) Viskositas), hal ini mendorong munculnya
Aspal adalah salah satu material reformasi sistem klasifikasi aspal yang
konstruksi yang sudah ada dan digunakan melahirkan sistem klasifikasi aspal berbasis
sejak jaman dahulu dan tetap digunakan kinerja pada awal dekade 90-an yang dikenal
sampai saat ini. Pada masa-masa awal dengan sistem klasifikasi Aspal Performance
penggunaannya aspal diklasifikasikan Grade (PG).
berdasarkan konsistensinya dengan cara yang
sangat sederhana, yaitu dengan dikunyah 3.2. Spesifikasi Aspal Performance Grade (PG)
(chewing) sebagaimana layaknya permen Berbeda dengan dua spesifikasi
karet. Tingkat kekenyalan dan kelengketan terdahulu, Spesifikasi Aspal dengan
aspal ketika dikunyah merupakan dasar untuk klasifikasi kinerja (PG) adalah spesifikasi
melakukan klasifikasi aspal. Seiring aspal yang sistem klasifikasinya didasarkan
perkembangan teknologi pengolahan dan pada nilai kekakuan (stiffness) aspal akibat
masifnya penggunaan aspal pada konstruksi kombinasi spesifik dari pembebanan lalu
perkerasan jalan, tahun 1888, HC Bowen lintas (load) dan kondisi lingkungan
menemukan alat Penetrometer aspal dan (environtment), kekakuan aspal ditinjau pada
memperkenalkan metode pengujian penetrasi kondisi aspal setelah mengalami penuaan
aspal yang kemudian diadopsi oleh ASTM (aging). Aspal yang diklasifikasikan sebagai
pada tahun 1915 sebagai metode klasifikasi PG X-Y berarti aspal dapat memberikan
aspal berdasarkan kelas penetrasi yang kinerja yang disyaratkan di wilayah dengan
dikenal dengan istilah penetration grade iklim dimana suhu tinggi perkerasan rencana
(Welborn, 1974). tidak melebihi X °C dan suhu rendah
perkerasan rencana tidak turun di bawah –Y
Awal dekade 60-an, klasifikasi aspal °C pada kondisi beban lalulintas ≤
berdasarkan tingkat kekentalannya (viscosity 10.000.000 ESAL (Equivalent Single Axle
grade) mulai diperkenalkan. Pengujian yang Loads) dan kecepatan kendaraan 80-100
dilakukan adalah penetrasi aspal pada suhu 25 km/jam (SHRP A-410,1994). Perbedaan
oC dan viskositas pada suhu 60 dan 135 oC. sistem klasifikasi aspal ditampilkan dalam
Pada tahap ini penuaan aspal mulai tabel 1.
dipertimbangkan dan dimasukan dalam
parameter klasifikasi. Embargo minyak dari
timur tengah pada tahun 70-an
mengakibatkan pemenuhan kebutuhan aspal
untuk konsumsi dalam negeri Amerika
didatangkan dari berbagai sumber minyak di
seluruh dunia. Hal ini menyebabkan
munculnya beragam tipe dan karakter aspal
yang sudah tidak dapat lagi diklasifikasikan

Tabel 1, Perbedaan sistem klasifikasi aspal penetration grade, viscosity grade dan

134
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

performance grade.

Penetration & Viscosity Grade Performance Grade


Pengujian bersifat korelatif (empiris), hanya Pengujian bersifat simulatif dan menggambarkan
berupa indeks dan tidak terkait langsung kinerja aspal pada perkerasan dalam koridor
dengan kinerja aspal pada perkerasan. prinsip-prinsip mekanistik.
Pengujian dilakukan pada satu suhu standar Kriteria kinerja yang disyaratkan dalam spesifikasi
(25 oC dan 60 ºC) tanpa memperhatikan bersifat konstan untuk semua kelas tetapi suhu
kondisi iklim dimana aspal akan digunakan. dimana kriteria kinerja harus dipenuhi berubah
sesuai kondisi iklim dimana aspal akan digunakan.
Pengujian aspal hanya mempertimbangkan Pengujian dilakukan pada tiga kondisi penuaan
penuaan aspal jangka pendek (TFOT) aspal: kondisi original, penuaan jangka pendek
(RTFOT) dan penuaan jangka panjang (PAV)
Aspal dapat memiliki karakteristik yang Klasifikasi/Grading lebih presisi
berbeda dalam kategori grade yang sama.
Aspal modifikasi tidak sesuai untuk sistem Pengujian dan spesifikasi ditujukan untuk aspal
klasifikasi ini. standar dan aspal modifikasi

Implementasi terhadap spesifikasi PG Didalamnya telah mencakup kriteria safety,


memberikan kemajuan yang cukup signifikan workability, rutting resistance, fatigue
terutama untuk memprediksi kinerja aspal cracking resistance dan thermal cracking
terhadap pengaruh temperatur. Sedangkan resistance seperti ditampilkan dalam tabel 2.
kinerja aspal akibat waktu pembebanan pada Spesifikasi PG memberikan hasil prediksi
saat spesifikasi ini dikembangkan belum yang cukup akurat terhadap kinerja aspal
dapat dirumuskan dengan presisi. Sebagai dalam menahan kerusakan perkerasan,
kompromi para ahli sepakat untuk menerapkan kecuali untuk kinerja ketahanan terhadap alur
mekanisme “Grade bumping” atau lompatan (rutting). Untuk menyempurnakan hal
kelas untuk mengantisipasi pengaruh waktu tersebut, kemudian diusulkan penambahan
pembebanan terhadap kinerja aspal. Untuk parameter Elastic Recovery (ER) dalam
lalu lintas lambat diberikan kenaikan satu spesifikasi PG, maka kemudian muncul istilah
grade sedang untuk lalu lintas “standing” PG Plus atau PG Modifikasi, di mana unsur
atau macet berat diberikan 2 grade. Sebagai ER menjadi mandatory.
contoh, aspal PG 64-22 direkomendasikan
pada suatu daerah dengan beban lalulintas 3.3. Spesifikasi Aspal Performance Grade (PG)
standar, dengan kecepatan rata-rata 80 MSCR
km/jam. Bila lalulintasnya melambat dibawah
Berdasarkan hasil kajian, diketahui
60 km/jam seiring pertumbuhan volume
bahwa korelasi antara nilai ER dan rutting
kendaraan, maka aspal yang sesuai untuk
tendency terbukti sangat lemah. Studi lebih
daerah tersebut adalah aspal PG 70-22,
lanjut menemukan bahwa pengujian aspal
sedangkan jika lalulintasnya sering macet dan
dengan alat DSR dengan mode Multiple
kecepatan rata-rata turun sampai dibawah 30
Stress and Creep Recovery (MSCR) dapat
km/jam maka aspal yang sesuai adalah kelas
memberikan karelasi yang baik terhadap
PG 76- 22 (SHRP A-407, 1994).
kecenderungan rutting perkerasan. Metode ini
kemudian diadopsi oleh AASHTO dengan
Spesifikasi PG diadopsi menjadi standar kode standar AASHTO M332.
oleh ASTM dan AASHTO dengan code
ASTM D6373 dan AASHTO M320.

135
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2, Spesifikasi aspal Performance Grade www.theasphaltpro.com).

Perbedaan antara Spesifikasi aspal PG yang mengalami pengkondisian RTFOT dan


dan PG MSCR adalah penggunaan mode dikerjakan pada temperatur yang dianggap
pengujian MSCR (AASHTO T350) untuk sebagai temperatur maksimum perkerasan
kriteria rutting resistance pada contoh aspal rencana yang akan terjadi dilapangan.
RTFOT menggantikan mode pengujian osilasi Pengujian dilakukan pada dua stress level
(AASHTO T315) dengan geometri dan yakni 0.1 kPa dan 3.2 kPa dengan 10 cycles
kondisi benda uji yang sama, dan untuk masing-masing stress level. Tiap cycle
ditambahkannya opsi kriteria Fatigue terdiri dari 1 detik pembebanan diikuti dengan
cracking resistance ≤ 6000 kPa dengan metode 9 detik fase recovery seperti ditampilkan
pengujian yang sama. Pengujian DSR dengan dalam gambar 3 dan 4
mode MSCR dilakukan pada contoh aspal .
.

Gambar 3, ilustrasi pengujian DSR dengan mode MSCR (Singh, 2016)

136
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4, ilustrasi dari 1 cycle pengujian DSR dengan mode MSCR (Singh, 2016)

Salah satu parameter penting yang 1) S = Standard, (Kriteria Jnr≤ 4)


diperkenalkan dalam spesifikasi PG MSCR lalulintas dengan kecepatan standar (> 70
adalah nilai Jnr yang didefinisikan sebagai
km/jam), besaran beban < 10 juta ESAL.
ukuran jumlah sisa regangan yang tersisa
dalam contoh aspal setelah mengalami 2) H = Heavy, (Kriteria Jnr≤ 2)
pembebanan (creep stress) dan pemulihan
lalulintas dengan kecepatan rendah (20-70
(recovery) secara berulang, besarannya bersifat
relatif terhadap jumlah tegangan yang km/jam) besaran beban 10-30 juta ESAL.
diterapkan. Jnr yang tinggi menunjukkan aspal 3) V = Very Heavy, (Kriteria Jnr≤ 1)
yang kurang tahan rutting, sebaliknya Jnr lalulintas dengan kecepatan sangat rendah
rendah menunjukkan aspal yang tahan
(< 20 km/jam) besaran beban > 30 juta
terhadap gejala rutting. Kriteria Jnr merupakan
ESAL.
dasar klasifikasi aspal dalam spesifikasi PG
MSCR. Dalam metode ini tidak dikenal lagi 4) E = Extreme, (Kriteria Jnr≤ 0,5)
istilah grade bumping, karena spesifikasi lalulintas dengan kecepatan sangat rendah
sudah mengakomodir sifat reologi aspal bahkan berhenti (gerbang tol atau
terhadap perubahan temperatur (T) dan lama persimpangan dengan traffic light), dengan
waktu pembebanan (t). besaran beban > 30 juta ESAL.

Contoh penerapan spesifikasi PG MSCR, Untuk contoh di atas maka aspal yang sesuai
jika suatu lokasi dengan karakteristik lalu dengan kebutuhan dilokasi tersebut adalah
lintas berat dan kecepatan rendah diperkirakan aspal dengan kelas PG 64-16H. contoh tabel
memerlukan aspal dengan kelas PG 64- 16, spesifikasi PG MSCR ditampilkan dalam tabel
maka seluruh pengujian aspal pada suhu tinggi 3 berikut.
dengan alat DSR dilakukan pada suhu 64 oC,
baik untuk aspal kondisi original maupun aspal
kondisi RTFOT. Nilai Jnr pada suhu 64 oC
untuk aspal PG 64 harus berada pada rentang
nilai 0 - 4,0. Rentang nilai Jnr hasil pengujian
ini selanjutnya digunakan untuk menentukan
tingkat ketahanan aspal terhadap pengaruh
beban lalulintas. Pada kelas suhu tinggi yang
sama, sistem klasifikasi ini masih
mengelompokan aspal kedalam beberapa kelas
sesuai besaran nilai Jnr-nya dengan klasifikasi
sebagai berikut:

Tabel 3, Contoh Spesifikasi aspal Performance


Grade MSCR AASHTO M332

137
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Berdasarkan penjelasan singkat tentang program diversifikasi produk hilir karet.


perkembangan sistem klasifikasi dan Penelitian aspal karet yang telah dilakukan
spesifikasi aspal di atas, kita dapat lebih mudah selama ini belum dibangun dengan basis
untuk memahami bahwa untuk jalan yang pendekatan mekanistik dan masih
dilewati lalulintas berat dengan kecepatan menggunakan metode empiris, sehingga
rendah atau sangat rendah, seperti pada kaitannya dengan kinerja sifat mekanik bahan
beberapa ruas di jalur Pantura Jawa diperlukan secara langsung tidak dapat dianalisis.
aspal dengan Grade PG 64-yy H, V dan E,
dengan asumsi suhu tinggi perkerasan rencana Ditinjau dari bentuk/jenis karet yang
tidak lebih dari 64 oC. ditambahkan terhadap aspal, secara umum aspal
karet hanya dibedakan menjadi dua kelompok
Berdasarkan hasil kajian tentang kinerja utama, yaitu:
bahan perkerasan terhadap pengaruh suhu yang - Aspal karet berbasis karet cair (lateks).
dilakukan oleh Laboratorium Balai Besar - Aspal karet berbasis aspal padat.
Pelaksanaan Jalan Nasional IV pada tahun
2015, diketahui bahwa dari tiga jenis material
aspal pen 60/70 yang diuji dengan alat DSR,
4.1. Aspal karet berbasis lateks (liquid
rubber).
ketiganya menghasilkan kelas PG aspal yang
Teknologi ini sebenarnya sudah
sama, yaitu aspal PG 64-yy (Lab BBPJN
digunakan cukup lama di Bina Marga dan
IV,2015). Dengan menggunakan material
pernah ditetapkan sebagai salah satu standar
serupa, pengujian MSCR pada ketiga aspal
spesifikasi Aspal Modifikasi, yakni pada
menghasilkan klasifikasi aspal PG MSCR pada
Standar Spesifikasi Bina Marga tahun 2006 dan
kelas PG 64-yy S.
2010. Namun pada spesifikasi Bina Marga
tahun 2010 revisi 2, aspal ini dihapuskan dari
Dengan asumsi suhu perkerasan tidak
daftar, karena kinerjanya dianggap kurang
lebih dari 64 oC, maka pada ruas-ruas jalan
sesuai dengan standar aspal modifikasi.
yang dilewati lalulintas berat dengan kecepatan
rendah diperlukan penggunaan aspal
Produksi aspal karet berbasis lateks
modifikasi, karena aspal pen 60/70 sudah tidak
dikerjakan dengan cara mencampurkan lateks
sesuai lagi untuk digunakan. Hal inilah yang
(60% karet dan 40% air) ke dalam aspal panas
kemudian menjadi dasar dari program
dengan menggunakan blending plant. Karena
pengembangan aspal karet, dengan harapan
lateks mengandung 40% air, pencampuran tsb
hasilnya dapat bermanfaat untuk membantu
akan menyebabkan pemuaian yang disebabkan
mengatasi stigma proyek abadi yang sudah
oleh perubahan fasa air menjadi uap. Untuk
terlanjur melekat pada proyek-proyek
mencegah hal tersebut, penambahan lateks
penanganan kerusakan jalan di Jalur Pantura
pada aspal harus dilakukan secara perlahan
Jawa.
dengan volume kecil. Sehingga dibutuhkan
4. Aspal Karet. waktu pencampuran kurang/lebih 4 jam untuk
mencampur lateks dengan kadar 5-7% dari
Penggunaan karet sebagai modifier aspal berat aspal secara keseluruhan. Setelah selesai
bukanlah merupakan ide baru dalam ranah produksi aspal karet siap ditransport ke AMP
penelitian pengembangan material perkerasan untuk produksi hot mix. Di fasilitas produksi
jalan. Tren penggunaan karet alam sebagai hot mix harus disedikan tangki penampung
bahan tambah aspal selama ini mengalami khusus berpemanas & berpengaduk atau
pasang surut dan cenderung mengikuti bersirkulasi untuk tetap menjaga homogenitas
fluktuasi harga dan suplai karet dipasaran. aspal karet.
Aspal karet merupakan topik yang ramai
diteliti dan diuji coba ketika harga karet 4.2. Aspal Karet berbasis Karet Padat.
dipasaran turun dan suplai karet melimpah, Ada dua metode dalam kelompok ini,
ketika harga naik penggunaannya secara yakni metode Masterbatch yang diadopsi dari
perlahan mulai ditinggalkan. Thailand dan metode SKAT (serbuk karet
alam teraktifasi) yang diadopsi dari teknologi
Hal ini terjadi karena penggunaan karet RAR (reacted and activated rubber) di
alam sebagai bahan tambah aspal belum Amerika Serikat.
dapat menunjukan keunggulan dari sisi teknis
dalam meningkatkan kinerja aspal pada Metode Masterbatch, adalah metode
struktur perkerasan dan lebih didasarkan pada pembuatan aspal karet berbasis karet alam padat
kepentingan bagaimana cara menyerap yang diadopsi dari Thailand. Teknologi ini
kelebihan suplai karet alam sebagai bagian dari masih dilakukan dalam skala laboratorium

138
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sehingga masih banyak tahapan penelitian Teraktivasi) adalah metode yang diadopsi dari
yang harus dikembangkan. Pada teknologi ini metode RAR di Amerika Serikat. Jika kita
aspal karet diproduksi melalui dua tahapan mencari referensi dengan kata kunci asphalt
proses, yaitu: Pertama pembuatan masterbatch rubber di internet, kita akan menemukan
yang merupakan campuran karet, aspal dan bahwa secara global asphalt rubber
aditive lain untuk stabilisasi karet. Ratio karet didefinisikan sebagai aspal yang dimodifikasi
dengan aspal dapat bervariasi. Setelah dengan ground tyre rubber/crumb rubber
didapatkan komposisi yang dianggap paling (serbuk karet ban). Metode ini sudah
ideal, maka formula tersebut dilanjutkan pada digunakan secara massif di Amerika Serikat
proses kedua, yaitu blending antara dan sudah mengalami perkembangan teknologi
masterbatch dengan aspal panas untuk yang cukup mapan sejak periode awal tahun
memproduksi aspal karet. Dosis optimal 60-an. Teknologi terbaru pemanfaatan serbuk
masterbatch adalah 7%-setara kandungan karet ban adalah teknologi Reacted and
karet. Agar proses blending tidak terlalu lama, Activated Rubber (RAR) dengan bahan
terlebih dahulu dilakukan proses size reduction penyusun berupa campuran aspal, serbuk karet
yang sampai saat ini masih menjadi kendala ban dan Activated Mineral Binder Stabilizer
terbesar dari metode ini. (AMBS) dengan proporsi tertentu seperti
ditampilkan dalam gambar 5.
Metode SKAT (Serbuk Karet Alam

Gambar 5, bahan penyusun RAR (Sousa. J.B, 2016)

Teknologi ini merupakan hasil dari yang tinggi. Aplikasinya di lapangan


penelitian dan pengembangan yang panjang. dilakukan dengan mencampur secara dry
metode ini dikembangkan untuk mendapatkan process dengan aggregat pada pugmill
aspal modifikasi yang memiliki kinerja tinggi sebelum pencampuran agregat dengan aspal
tetapi juga diimbangi dengan tingkat dilakukan di AMP. Skema pencampuran dapat
kemudahan untuk dikerjakan (workability) dilihat pada gambar 6.

Gambar 6, skema pencampuran RAR di AMP (Sousa. J.B, 2016)

139
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Di Indonesia teknologi ini dicoba untuk 5. Material dan Metodologi


diadopsi dengan sedikit perubahan dimana 5 jenis aspal dievaluasi dan
serbuk karet ban yang digunakan sebagai diklasifikasikan berdasarkan spesifikasi PG
bahan penyusunnya sebagian disubstitusi MSCR (AASHTO M320 dan AASHTO
dengan serbuk karet alam dan selanjutnya M332). Aspal yang digunakan dalam kajian ini
dikenal sebagai serbuk karet alam teraktivasi adalah:
(SKAT). Hal ini dilakukan guna mendukung - Aspal Pen 60/70 ex. Pertamina.
program pemerintah dalam upaya menyerap - Aspal Pen 60/70 + RAR 35%.
kelebihan suplai karet alam yang ada di - Aspal Pen 60/70 + SKAT 35%.
Indonesia
Untuk mendapatkan keunggulan dari sisi
- Aspal Lateks.
teknis, pengembangan teknologi SKAT - Aspal Masterbatch.
dilakukan dengan menjadikan kinerja RAR Tahapan pengujian dilakukan mengikuti urut-
sebagai benchmark dan dilakukan dengan urutan pekerjaan sebagaimana disyaratkan
pendekatan berbasis kinerja secara mekanistik. dlam AASHTO R29.
Campuran aspal pen 60/70 dan SKAT/RAR
pada berbagai komposisi selanjutnya diuji 6. Hasil dan Pembahasan
dengan menggunakan Alat DSR mengikuti Hasil pengujian dari kelima jenis aspal dengan
prosedur pengujian dan spesifikasi yang diatur menggunakan alat DSR disajikan dalam tabel 4
dalam AASHTO M320, AASHTO M332, dan dibawah ini:
AASHTO R29.

Tabel. 4. Rekap hasil pengujian DSR


MSCR RTFOT
PG Fail Temp. (oC)
No. Jenis Aspal @64 oC
RTFOT PG Grade PAV Jnr 3,2 PG Grade
1 Aspal PEN 60/70 66,0 PG 64-yy 23,3 2,48 PG 64-yy S
2 65 % PEN 60/70 + 35 % SKAT 85,8 PG 82-yy 14,2 0,44 PG 64-yy E
3 65 % PEN 60/70 + 35 % RARX 85,9 PG 82-yy 16,3 0,27 PG 64-yy E
4 Aspal Latex 69,0 PG 64-yy 22 4,40 PG 58-yy H
5 Aspal Masterbatch 74,6 PG 70-yy 22 1,58 PG 64-yy H

Dari hasil pengujian di atas, kita dapat beda. Penambahan RAR, SKAT dan
menganalisis bahwa berdasarkan kriteria PG Masterbatch sebagai modifier terbukti dapat
dalam tabel 2, penambahan karet dalam meningkatkan kinerja aspal dalam melayani
berbagai bentuk pada aspal pen 60/70 akan volume lalulintas berat dengan kecepatan
meningkatkan tingkat ketahanan aspal rendah pada suhu perkerasan maksimum 64 oC
terhadap terjadinya rutting yang ditunjukan sesuai dengan kriteria kinerja dalam spesifikasi
dengan peningkatan suhu kegagalan kriteria PG MSCR AASHTO M332. Sedangkan untuk
kinerja aspal pada kondisi RTFOT. Aspal Lateks, berdasarkan metode ini tidak
Hasil klasifikasi PG berdasarkan dapat diklasifikasikan sebagai aspal PG 64
AASHTO M320 menunjukan bahwa 4 aspal karena memiliki nilai Jnr lebih besar dari 4,0.
mengalami peningkatan kelas PG setelah o
Aspal ini kemudian diuji pada suhu 58 C dan
dimodifikasi dengan penambahan karet. Aspal
kemudian dikelompokan kembali sesuai
Lateks masih berada pada tingkat kelas PG
mekanisme yang berlaku.
yang sama dengan aspal Pen 60/70 yang tidak
Hasil klasifikasi PG dan PG MSCR
dimodifikasi karena ada mekanisme
menunjukan kinerja aspal RAR dan SKAT
pembulatan 6 oC. Penambahan RAR dan SKAT
memiliki kinerja yang cukup sebanding yang
pada aspal pen 60/70 pada kadar 35 %
ditunjukan dengan hasil klasifikasi yang sama.
menunjukan peningkatan kinerja yang
Berdasarkan nilai Jnr, Aspal RAR memiliki
sebanding jika ditinjau dari kriteria suhu
kemampuan recovery yang lebih baik setelah
kegagalan kinerja pada metode ini. Jika
mengalami deformasi akibat pembebanan
mengacu pada nilai Jnr dari hasil pengujian
lalulintas yang ditunjukan dengan nilai Jnr yang
DSR dengan mode MSCR, seluruh aspal
lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil uji
diklasifikasikan sebagai aspal yang berbeda-

140
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

SKAT.
Untuk kriteria ketahanan terhadap
terjadinya retak lelah (fatigue crack) pengujian
DSR dilakukan dengan mode osilasi pada
7. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pengamatan terhadap
aspal dengan kondisi penuaan jangka panjang
realitas dan permasalahan perkerasan jalan di
(PAV). Suhu ketika kondisi kegagalan kriteria
Indonesia, studi literatur dan hasil pengujian di
kinerja tercapai (G*.sin δ ≤ 5000 kPa) adalah
laboratorium, dapat disimpulkan bahwa:
suhu perkiraan dimana aspal akan mengalami
retak lelah akibat akumulasi perubahan suhu 1) Karet alam dapat digunakan sebagai
dan beban berulang selama melayani lalulintas. bahan modifier untuk memperbaiki
Hasil pengujian yang ditampilkan dalam tabel kinerja aspal.
4 menunjukkan bahwa penambahan karet 2) Penggunaan SKAT pada kadar 35 %
dalam bentuk Lateks dan Masterbatch tidak menunjukkan peningkatan kinerja
mengubah sifat aspal terhadap kriteria fatigue yang paling baik untuk kriteria
resistance, hal ini ditunjukan dengan suhu rutting dan fatigue cracking
kegagalan kriteria fatigue yang sama hasil uji resistance pada kedua sisi suhu layan
pada aspal pen 60/70. Hasil uji pada material perkerasan (suhu tinggi dan suhu rata-
aspal RAR dan SKAT menunjukkan rata/service), sebanding dengan
peningkatan kinerja aspal terhadap kriteria kinerja RAR yang umum digunakan
fatigue cracking resistance yang ditunjukan di Amerika Serikat.
dengan penurunan suhu kegagalan kriteria 3) Penggunaan material SKAT
fatigue jika dibandingkan dengan hasil uji membuka peluang penggunaan
aspal Pen 60/70 yang tidak dimodifikasi (turun material campuran beraspal selain tipe
dari 22 oC menjadi 14 oC). AC dan HRS dan penerapan konsep
Penurunan suhu terjadinya kegagalan desain perpetual pavement di
kriteria fatigue menunjukkan bahwa aspal Indonesia.
RAR dan SKAT memiliki ketahanan terhadap
yang lebih baik dari aspal lainnya. Pada suhu Karena keterbatasan waktu dan sumber daya,
22 oC ketika 3 aspal lainnya memiliki kajian ini baru dilakukan pada tahap material
kecenderungan untuk mengalami retak lelah, aspal, disarankan untuk dilakukan kajian lebih
aspal RAR dan SKAT masih memiliki lanjut mengenai kinerja campuran beraspal
kelenturan/fleksibilitas yang cukup untuk tidak dengan bahan aspal karet dan simulasi desain
retak. perkerasan dengan software perpetual pavement
Berdasarkan hasil pengujian dan untuk melihat kinerja material dan sistem
pembahasan di atas, dapat kita lihat bahwa struktur secara komprehensif
aspal SKAT memiliki kinerja yang lebih baik
pada suhu tinggi dan suhu rendah perkerasan
dibanding aspal karet tipe lainnya yang
dikembangkan di Indonesia. Jika dibandingkan
dengan aspal RAR yang digunakan di Amerika
Serikat aspal SKAT memiliki kinerja yang
relatif sebanding pada kadar/dosis penggunaan
yang sama.
Penambahan karet pada aspal terbukti
dapat meningkatkan kekakuan aspal pada suhu
yang sama jika dibandingkan dengan aspal Pen
60/70. Peningkatan ini sebanding dengan
peningkatan konsistensi dan kekentalan aspal
karet. Dengan peningkatan kinerja aspal
sebagaimana disampaikan pada pembahasan di
atas, diharapakan aspal SKAT dapat digunakan
sebagai bahan pengikat untuk campuran
beraspal bergradasi SMA, Gap dan Open
graded sehingga penerapan desain mekanistik
dengan konsep perpetual pavement juga dapat
diterapkan di Indonesia.

141
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Asphalt Extender - A New


Frontier on Asphalt Rubber
8. Referensi Mixes, Consulpav, Portugal.
Texas Departement of Transportation,
2010, Texas Perpetual Pavements-
American Association of State Highway and New Design Guidelines, TXDOT,
Transportation Officials, 2010, Texas-USA.
AASHTO M320 Standard Specification Timm, D.H. and Newcomb, 2006, Material
for Performance-Graded Asphalt properties of the 2003 NCAT test track
Binder, Washington, D.C. structural study, Report No. 06-01,
American Association of State Highway and National Center for Asphalt
Transportation Officials, 2014, Technology, Auburn University,
AASHTO M332 Standard Specification Alabama.
for Performance-Graded Asphalt
Van Der Poel, C.,1954, A general system
Binder Using Multiple Stress Creep
describing the visco-elastic properties
Recovery (MSCR) Test, Washington,
of bitumens and its relation to routine
D.C.
test data, Journal of Applied Chemistry,
American Association of State Highway and Vol. 4. Wellborn, J.Y, 1974, What is
Transportation Officials, 2014, A Quality Asphalt?, Bureau of Public
AASHTO R29 Standard Practice for Work Roads,Washington DC.
Grading or Verifying the Performance
Grade (Pg) of An Asphalt Binder,
Washington, D.C.
Anderson, Michael R, 2011, Understanding the
MSCR Test and its Use in The PG
Asphalt Binder Specification, Asphalt
Institute, USA.
American Standard for Testing and Material,
2013, ASTM D6373 Standard
Specification for Performance-Graded
Asphalt Binder, ASTM, USA.
Asphalt Pavement Alliance, 2002, Perpetual
pavements: A synthesis, APA 101,
Lanham, Maryland.
Bina Marga, 2013, Manual Desain Perkerasan
2013, Kementerian Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Bina Marga, 2017, Manual Desain Perkerasan
2017, Kementerian Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Gierhart, Danny P.E., “PG + MSCR – Why It
Should Be Implemented” Partnership
for Progress in Transportation,
Louisiana Transportation Conference,
Februari 17, 2013.
Lab BBPJN IV, 2015, Kajian Kinerja Material
Perkerasan Jalan Terhadap Pengaruh
Perubahan temperatur, BBPJN IV,
Cikampek.
Read, J., Whiteoak, D.,2015, The Shell
bitumen handbook, Sixth Edition,
Institutions of Civil Engineers
Publishing, London
Singh, Dharamveer dan Shawan, Dheeraj,
Understanding effects of RAP on
rheological performance and chemical
composition of SBS modified binder
using series of laboratory tests,
International Journal of Pavement
Research and Technology, Mei 2016,
Sousa, J.B dkk, 2015, Elastomeric

142
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ANALISA DINAMIK BEBAN BERJALAN DENGAN VARIASI


KECEPATAN PADA JEMBATAN JALAN RAYA YANG
MENYATU DENGAN JALUR KERETA
Ariono Dhanisworo Indra Budhi1
1
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jembatan,
Subdirektorat Teknik Terowongan dan Jembatan Khusus, Jl. Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Gedung Sapta Taruna
Lantai VI, Jakarta 12110
E-mail: ariono.dhanis@gmail.com

Abstrak : Paper ini membahas amplifikasi dinamik jembatan jalan raya yang diintegrasikan dengan jalur kereta. Faktor
pembesaran dinamik jalan raya adalah 1,3-1,4 (SNI 1725-2016) yang mana tidak memperhitungkan faktor kecepatan.
Hal ini berbeda dengan faktor pembesaran dinamik jalan rel yang merupakan fungsi kecepatan (1,57 untuk kecepatan
100 km/jam; 1,69 untuk kecepatan 120 km/jam). Rentang kecepatan yang diambil dalam penelitian ini adalah antara 0
km/jam hingga 1200 km/jam, yang merupakan rentang kecepatan kereta hyperloop atau kereta super cepat yang ada
(shinkansen). Penelitian dilakukan dengan metode integrasi langsung dari response riwayat waktu beban 10 ton yang
dijalankan diatas jembatan menggunakan software SAP 2000 versi 19. Hasil penelitian menunjukkan variasi amplifikasi
dinamik rata-rata mencapai angka 2 untuk 4 jembatan sample: Jembatan Tumbang Samba, Sei Wampu, Tetoat dan
Kedaung. Angka Pembesaran dinamik dicapai sebagai berikut: 2; 2,52; 1,48 dan 1,15 berturutan untuk kecepatan
response maksimal 324 km/jam, 324 km/jam, 468 km/jam dan 360 km/jam. Jika hanya meninjau kecepatan mobil/truk
di jalan raya maka variasi amplifikasi dinamik dari ke-empat jembatan adalah 1,06; 1,09; 1,06 dan 1,04 yang lebih kecil
dari 1,3-1,4. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor pembesaran dinamik cenderung dalam kisaran angka 2 dan
tiap jembatan memiliki rejim kecepatan berbeda untuk response maksimal.
Kata Kunci : amplifikasi, beban berjalan, dinamik, jembatan, kecepatan.

I. PENDAHULUAN
Seiring dengan pembangunan infrastruktur yang
gencar dilakukan di Indonesia, maka perlu kiranya
sebuah tinjauan teknis akan kekuatan struktur terutama
jembatan, dalam hal ini mengingat tugas pokok dan
fungsi sebagai penyelenggara jembatan di Direktorat
Jembatan. Jembatan pada perkembangannya mulai
mengintegrasikan antara jembatan jalan raya dan
jembatan jalur rel, baik itu kereta api maupun kereta
super cepat seperti shinkansen ataupun hyperloop yang
mencapai kecepatann 400 km/jam bahkan 1200
km/jam. Integrasi jembatan jalan raya dengan jembatan
jalur rel ini tampak pada rencana desain jembatan Selat Gambar 2 Jembatan Selat Sunda dalam Rencana
Sunda dan jembatan yang telah terbangun lainnya (Illustrasi)
seperti Oresund Bridge.

Gambar 3 Jembatan dalam Rencana

Gambar 1 Penampang Jembatan Oresund Bridge

146
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 6 Faktor Beban Dinamis untuk Jalan Raya


(SNI 1725:2016)
Padahal, dalam peraturan menteri perhubungan no. 60
Gambar 4 Jembatan Jalan Raya & Jalan Rel Terlaksana
tahun 2012 didapati rumus sebagai berikut (formulasi
Menurut teori elastis, amplifikasi dinamis adalah 2
TABLOT):
(Timoshenko, et al, 1996 dan Clough, 2004). Beban
dinamik yang diaplikasikan kepada sebuah struktur 𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
secara tiba-tiba adalah 2 kali dari beban statik yang 𝑃𝑑 = 𝑃𝑠 + 0,01𝑃𝑠 ( − 5)
dilakukan dalam kondisi pembebanan perlahan, dengan 1,609
rincian penurunan rumus sebagai berikut (Timoshenko,
𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
et al, 1996): 𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘 = 0,01 ( − 5)
𝛿 1,609
𝑃. 𝛿 = 𝑃𝑒.
2
1 Pd = Beban dinamis; Ps = Beban statis
𝑃 = 𝑃𝑒
2
𝑃𝑒 = 2𝑃 𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 1,25 𝑉 𝑚𝑎𝑘𝑠
Atau dengan rumus lain:
Saat beban statik: Tabel Kecepatan Maksimal Kereta (PM No. 60 Th 2012)
𝐹 𝑚. 𝑔
𝛿= =
𝑘 𝑘
Saat beban dinamik:
∆𝑈 = ∆𝑃𝐸
1
. 𝑘. 𝛿 2 = 𝑚. 𝑔. 𝛿
2
1
. 𝑘. 𝛿 = 𝑚. 𝑔
2
2. 𝑚. 𝑔
𝛿=
𝑘
Dapat disimpulkan bahwa saat beban dinamik,
maka deformasi yang terjadi adalah 2 kali dari
deformasi statik dari beban yang sama bila diterapkan
gradual/perlahan-lahan. Atau sesuai gambar berikut
(Clough, et al dan Paz, 2004):

Jika ditabelkan dan dihitung faktor amplifikasi


dinamik, maka:
Tabel 2 Kecepatan rencana versus amplifikasi dinamik
V maks V rencana Amplifikasi Dinamik
80 100 1.572
Gambar 5 Response Dinamik Beban Impuls
90 112.5 1.649
II. ISI MAKALAH 100 125 1.727
Di dalam SNI pembebanan jembatan untuk jalan 110 137.5 1.805
raya 1725:2016 didapati faktor pembesaran dinamik 120 150 1.882
yang bukan merupakan fungsi kecepatan sebagai 140 175 2.038
berikut:
160 200 2.193

147
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Jika digambarkan, maka Gambar 9 Jembatan Sei Wampu (Medan)


3. Jembatan Tetoat Maluku
V rencana (X) vs Amplifikasi Dinamis Jembatan dengan konstruksi pelengkung truss baja
(Y) bentang 120 meter.
2.3
2.1
1.9
1.7
1.5
90 110 130 150 170 190 210
Gambar 7 Grafik Kecepatan Kereta (km/jam) versus
Amplifikasi Dinamik Gambar 10 Jembatan Tetoat Maluku
Dalam grafik tersebut tampak, bahwa faktor 4. Jembatan Kedaung
amplifikasi dinamis mampu menembus angka 2 yang Konstruksi jembatan adalah truss baja pelengkung
mana, secara teori elastis yang normal berkembang, berbentang 100 meter.
kurang lazim atau masih perlu penyelidikan lebih
lanjut. Namun demikian, dalam gambar ini, tampak
bahwa, amplifikasi dinamis adalah fungsi kecepatan
secara linier.
Jembatan sampel yang akan dianalisa adalah sebagai
berikut:
1. Jembatan Tumbang Samba
Jembatan adalah rangka baja pelengkung dengan
cable network hanger (sistim silang) bentang
keseluruhan jembatan adalah 108 meter. Tipe kabel
adalah Mcalloy 460 (429 MPa tegangan leleh, 569 Mpa
tegangan putus) dengan diameter M56 cable rod system
dengan diameter nominal 52 mm. Cable tensioning
adalah 50 ton per kabel (235 Mpa). Gambar 11 Jembatan Kedaung

METODA ANALISIS

Dilakukan analisa beban berjalan (moving load)


dengan beban sebesar 10 ton di tengah jembatan dari
titik awal jembatan sampai dengan titik akhir jembatan
dengan kecepatan bervariasi dari kecepatan rendah,
menuju kecepatan tinggi (5 m/s, 10 m/s, 20 m/s, 30m/s,
40 m/s, dst), kemudian hasilnya dicatat. Defleksi yang
terjadi dilakukan analisa time history dengan modul
direct integration untuk mendapatkan response dinamik
Gambar 8 Jembatan Tumbang Samba (Kalimantan yang terjadi. Proses ini dapat diikuti pada link
Selatan) https://www.youtube.com/watch?v=VYCL9xN0MxM,
2. Jembatan Sei Wampu 2017. Defleksi maksimum yang terjadi selama rentang
Jembatan dengan konstruksi pelengkung baja periode response dinamik dicatat. Mengingat batasan
dengan hanger rod vertikal tanpa silangan. Bentang 140 jumlah halaman paper, response dinamik yang
meter. ditampilkan hanya pada jembatan pertama saja
(Tumbang Samba), adapun response dinamik jembatan
yang lain tidak di tampilkan, tetapi hanya defleksi
maksimalnya saja dibandingkan dengan defleksi statis.
Jika analisa diteruskan hingga kecepatan sangat tinggi,
maka didapatkan defleksi mendekati nol.
Langkah memasukkan beban moving load 10 ton,
adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan lajur yang akan dilalui dari beban 10
ton, berupa nomor-nomor frame (nomor batang),

148
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Define  Moving Loads  Paths  Add New Untuk memasukkan Metode Direct Integration Time
Path Defined from Frames history, mengikuti Define  Load Cases  Add New
Load Case (Dengan analysis type adalah linear, bukan
non linear)

2. Ditentukan besar beban 10 ton, melalui Define 


Moving Loads  Vehicles  Add Vehicle HASIL ANALISIS

Hasil analisis disusun sebagai berikut


1. Jembatan Tumbang Samba:

Gambar 12 Response Deformasi Jembatan di tengah


Bentang versus Kecepatan Beban melalui Jembatan
(km/jam)
3. Ditentukan kelas kendaraan, melalui Define  Lendutan statis jembatan Tumbang Samba adalah
Moving Loads  Vehicles Classes  Add New 12.4 mm, jika kurva dirubah antara kecepatan versus
Class rasio lendutan dinamis/lendutan statis maka didapatkan
kurva amplifikasi dinamik:
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 200 400 600 800 1000
Gambar 13 Response Lendutan dinamis dibagi
lendutan statis terhadap kecepatan (km/jam) beban 10
ton lewat diatas jembatan
Scale Factor ditulis 1 𝐿𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑠
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑖𝑛𝑎𝑚𝑖𝑘 =
𝐿𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠
149
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Sebagai perbandingan, ini bersesuaian dengan waktu


Tampak bahwa sesuai teori pada pendahuluan, getar mode 2 (T = 1,18 detik)
bahwa lendutan statis adalah dua kali jika beban tiba-
tiba ada di jembatan, beban seakan-akan tiba-tiba ada
di atas jembatan ini terdapat pada kecepatan 324
km/jam.
Adapun response dinamik saat beban puncak
adalah (324 km/jam = 90 m/s), sumbu x adalah waktu
dalam detik, sumbu y adalah defleksi dalam mm. Gambar 15 Mode Shape ke-2 frekuensi 0,847 Hertz,
Dengan amplifikasi senilai 2. periode getar 1,18 detik
Definisi Ground Vibration Boom (wikipedia) Sebagai bahan perbandingan, ditampilkan mode shape
• “Ground vibration boom is a phenomenon of very yang lain, ke 1, ke 3 dan ke 4.
large increase in ground vibrations generated by
high-speed railway trains travelling at speeds higher
than the velocity of Rayleigh surface waves in the
supporting ground.”
• “This phenomenon, which is similar to a sonic boom
from supersonic aircraft, was theoretically predicted
in 1994. Its first experimental observation took place
Gambar 16 Mode Shape 1 Periode getar 1,5 detik dan
in 1997-1998 on the newly built high-speed railway
frekuensi 0,668 Hertz
line in Sweden (from Gothenburg to Malmo) for
high-speed trains X 2000. At some locations along
this line characterised by very soft ground (near
Ledsgard) the Rayleigh wave velocity was as low as
45 m/s, and train speeds of only 165–170 km/h were
sufficient to observe the effect. In particular, the
increase in train speeds from 140 to 180 km/h was Gambar 17 Mode Shape 3 Periode getar 0,855 dan
accompanied by about tenfold increase in generated frekuensi 1,17 Hertz
ground vibration level, which agrees with the theory.
It is now understood that, with the increase of
operating train speeds, this phenomenon represents a
major environmental problem associated with
building new high-speed railway lines.”
• “The most efficient way to mitigate ground vibration
boom is to reduce train speeds at locations where Gambar 18 Mode Shape 4 Periode getar 0,805 dan
Rayleigh wave velocities in the ground are very low. frekuensi 1,24 Hertz
If this is not desirable, e.g. for economic reasons,
some mitigation measures can be applied, such as Sebagai perbandingan untuk pembelajaran, maka
stiffening of railway embankments or building berikut adalah disajikan response dinamik pada
protective trenches and barriers between railways kecepatan 10 m/s, 20 m/s, 30 m/s dst.
and residential or industrial buildings. Any
mitigation measures would involve the specific
ground investigation works along the route.”

Gambar 19 Response Dinamik Jembatan


terhadap pembebanan 10 m/s (36km/jam)
defleksi max 12,6 mm (beban 10,8 detik diatas
jembatan)
Gambar 14 Response Dinamik Jembatan terhadap
pembebanan 90 m/s (324 km/jam) defleksi 25 mm
(beban 1,2 detik diatas jembatan)

150
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 20 Response Dinamik Jembatan Gambar 23 Response Dinamik Jembatan terhadap


terhadap pembebanan 20 m/s (72 km/jam) pembebanan 50 m/s (180 km/jam) defleksi 19 mm
defleksi max 13,1 mm (beban 5,4 detik diatas (beban kereta 2,16 diatas jembatan)
jembatan)

Gambar 24 Response Dinamik Jembatan terhadap


Gambar 21 Response Dinamik Jembatan terhadap pembebanan 60 m/s (216 km/jam) defleksi 20,2 mm
pembebanan 30 m/s (108 km/jam) defleksi 13,5 mm (beban kereta 1,8 detik diatas jembatan)
(beban 3,6 detik diatas jembatan)

Gambar 25 Response Dinamik Jembatan terhadap


Gambar 22 Response Dinamik Jembatan terhadap pembebanan 70 m/s (252 km/jam) defleksi 19,9 mm
pembebanan 40 m/s (144 km/jam) defleksi 14,3 mm (beban kereta 1,5 detik diatas jembatan)
(beban 2,7 detik diatas jembatan)

151
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2.5

1.5

0.5

0
Gambar 26 Response Dinamik Jembatan terhadap 0 200 400 600 800 1000
pembebanan 80 m/s (288 km/jam) defleksi 23,4 mm Gambar 28 Amplifikasi Dinamik vs Kecepatan
(beban kereta 1,35 detik diatas jembatan) (km/jam)
Adapun, jika response diteruskan hingga kecepatan 3. Jembatan Tetoat
yang sangat tinggi, maka response jembatan akan
mendekati nol (defleksi 0 mm) seperti tampak pada 2
Gambar 23 sebagai berikut:
1.5
30
25 1
20 0.5
15
0
10 0 200 400 600 800
5
Gambar 29 Amplifikasi Dinamik vs Kecepatan
0 (km/jam)
0 500 1000 1500 2000 4. Jembatan Kedaung
-5
Gambar 27 Response Jembatan hingga Kecepatan 1.5
Pembebanan 1500 m/detik (5400 km/jam)
Jika sonic boom terjadi maka area pembebasan lahan 1
disekitar rel harus ditingkatkan/diperlebar, karena sonic
boom (dentuman sonik) sangat membahayakan 0.5
penduduk sekitar. Dentuman sonik (sonic boom) bisa
diabaikan bila kereta menggunakan sistem tabung 0
hampa udara (kereta vakum) atau tabung tekanan udara 0 200 400 600 800
rendah (tekanan dibawah 1 atm) dimana dentuman
sonik bisa terjadi pada kecepatan yang lebih tinggi Gambar 30 Amplifikasi Dinamik vs Kecepatan
dikarenakan tekanan udara yang lebih rendah di dalam (km/jam)
tabung (kereta hyperloop).
2. Jembatan Sei Wampu PEMBAHASAN
Dengan melihat amplifikasi menurut rumus jalan
Response dinamik jembatan Sei Wampu adalah:
rel adalah 2,19 (diatas 2) dan uji dinamik Jembatan Sei
Wampu juga memiliki amplifikasi dinamik diatas 2,52;
maka perlu dilakukan uji coba dinamik load test dengan
variasi kecepatan sesuai kecepatan desain berangsur-
angsur menuju puncak dan tentunya memperhitungkan
amplifikasi akibat ketidak-rataan permukaan
jalan/jembatan pada setiap approval desain jembatan
jalan raya yang menyatu dengan jalur rel.

152
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

III. PENUTUP Menteri Perhubungan, 2012, Persyaratan Teknik Jalur


Kereta Api: Peraturan Menteri Perhubungan No.
KESIMPULAN 60 tahun 2012
Paz, Mario, 2004, Dinamika Struktur: Teori dan
1. Faktor pembesaran dinamis adalah fungsi Perhitungan
kecepatan kendaraan melalui jembatan sedangkan Timoshenko, Stephen P. dan Gere, James M.1996,
SNI pembebanan jembatan jalan raya (SNI Mekanika Bahan
1725:2016) tidak memasukkan komponen Utomo, Suryo Hapsoro Tri, 2009, Jalan Rel
kecepatan sebagai faktor pembesaran dinamik
yang akan sangat fatal akibatnya bila diterapkan
pada jembatan yang strukturnya menyatu dengan
jalur rel kereta api.
2. Untuk struktur jembatan yang berbeda, response
dinamik memiliki karakteristik bentuk kurva yang
berlainan. Disamping itu, hal ini bisa juga,
dikarenakan faktor over strength akibat perbedaan
lokasi jembatan dimana Tumbang Samba adalah
zona non gempa, sedangkan Sei Wampu, Tetoat
serta Kedaung adalah zona gempa menengah.
3. Jembatan yang dianalisa dalam penelitian ini
adalah jembatan pelengkung baja, yang mana tentu
hasil akan berbeda, jika digunakan jembatan tipe
yang lain: cable stayed, balance cantilever
(jembatan jamur) beton, atau jembatan yang setipe
dengan Jembatan Tayan/Kukar

SARAN

1. Setiap jembatan baru, yang mengintegrasikan


antara jalur kereta dan jalur lalu lintas, harus di
evaluasi akan amplifikasi dinamis yang besar
kemungkinan diatas amplifikasi dinamis jembatan
jalan raya biasa (diatas 1,3-1,4 atau kemungkinan
jatuh di angka 2 atau lebih ada).
2. Jembatan harus dihitung secara detail akan beban
gempa, dikarenakan semasa operasional/service
amplifikasinya sudah cukup tinggi, dengan kata
lain, jembatan yang mengintegrasikan dengan
kereta bisa sewaktu-waktu mengalami kerusakan
hanya karena beban operasional saja.
3. Jika kecepatan kereta melampaui kecepatan suara
(343 m/detik atau 1234 km/jam), atau terjadi
dentuman sonik (sonic boom), maka batas
pembebasan lahan harus diatur sedemikian rupa
agar aman dari jangkauan penduduk sekitar (studi
lebih lanjut diperlukan), atau menggunakan sistem
kereta tabung vakum atau tabung tekanan udara
rendah (tekanan dibawah 1 atm)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016, Pembebanan untuk Jembatan SNI
1725:2016
AREMA (American Railway Engineering and
Maintenance), 1999, Manual for Railway
Engineering
Clough, Ray dan Penzien, Joseph, 2004, Dinamika
Struktur
https://www.youtube.com/watch?v=VYCL9xN0MxM,
SAP 2000/CSI Bridge-Dynamic Vehicle Loading,
2017

153
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pengaruh Hujan Pada Stabilitas Lereng


Di Jalan Tol Gempol – Pandaan
Dewi Atikah1, Pitojo Tri Juwono2, Andre Primantyo Hendrawan2
1
Staf Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur
E-mail : dewi_atikah81@yahoo.com,
2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail : pitojo_tj@ub.ac.id, andre_ph@ub.ac.id

Abstrak : Jalan tol Gempol - Pandaan sta 6+275 – 6+375 merupakan hasil pengeprasan bukit yang mengalami
kelongsoran pada tanggal 3 Februari 2015 dengan didahului oleh hujan. Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh hujan
pada stabilitas lereng di jalan tol Gempol – Pandaan, memperoleh metode perbaikan paling tepat untuk mengatasi
kelongsoran, dan untuk mengetahui ambang batas hujan yang aman yang tidak menyebabkan kelongsoran. Intensitas
hujan harian sebelum terjadi kelongsoran digunakan sebagai input dalam Geostudio Seep/W, hasil analisis Seep/W
menjadi input dalam Slope/W. Hasil analisis tersebut, angka keamanan saat terjadi longsor adalah 1.107 (Bishop), 1.061
(Fellenius), dan 1.101 (Morgenstern-Price). Berdasarkan data hujan selama 10 tahun, intensitas 0.0077 m/jam,
merupakan nilai maksimal karena setelah nilai ini tercapai, angka keamanannya tidak bisa berkurang lagi. Alternatif
perkuatan soil nailing mempunyai angka keamanan 1.555921, lebih tinggi dari bored pile dan anggaran biaya lebih
kecil sebesar Rp. 1.938.804.000,00 lebih kecil dari bored pile. Ambang batas hujan yang dapat memicu longsor adalah
kombinasi hujan 60 mm dan hujan 100 mm selama 30 hari yang menghasilkan total hujan sebesar 960 mm.

Kata kunci: stabilitas lereng, intensitas hujan, Seep/W, Slope/W, ambang batas hujan

Abstract : Gempol - Pandaan toll road at sta 6 + 275 - 6 + 375 is formed by cutting hill. On February 3th, 2015 this
location suffered landslide that was preceded by rainfall. This study aims to determine the effect of rainfall on slope
stability in Gempol - Pandaan toll road, to obtain the most appropriate repair method to overcome the landslide, and to
obtain the rainfall threshold that can trigger a landslide. Rainfall intensity was apllied as input in Geostudio Seep / W
and the results of Seep/W analysis became input in Slope / W. As a result, factor of safety when landslide occured was
1.107 (Bishop), 1.061 (Fellenius), and 1.101 (Morgenstern-Price). Based on rainfall data for 10 years, rainfall intensity
0.0077 m / h was the maximum value. After this value was reached, the factor of safety cannot be reduced again. Factor
of safety from soil nailing reinforcement alternative was increased 1.556, higher than bored pile application and the
cost budget of soil nailing (Rp. 1,938,804,000.00) is cheaper than bored pile. The rainfall threshold value to initiate
landslide is a combination of 60 mm rainfall and 100 mm rainfall for 30 days that produce total rainfall amount of 960
mm.

Keywords: slope stability, rainfall intensity, Seep/W, Slope/W, rain threshold

I. PENDAHULUAN galian dan sebagian lainnya terinfiltrasi ke dalam


Pembangunan jalan di Indonesia sering terkendala lereng. Lereng menjadi jenuh air, lapisan shotcrete
dengan kondisi ketersediaan lahan. Salah satu contoh menjadi retak kemudian pecah. Pada tanggal 2 Februari
di rencana ruas jalan Tol Gempol - Pandaan yang 2015 tanah di bagian bawah menjembul (heaving)
terkendala kebera-daan bukit. Sebagai solusinya bukit kemudian akhirnya longsor pada tanggal 3 Februari
tersebut digali atau dipotong. Namun bekas potongan 2015.
atau galian ini ternyata dapat menyebabkan Lokasi penelitian tepatnya di Sta 6 + 275 – 6+375
permasalahan atau kendala yang lainnya. Hal yang atau Km 51+100 – 51+200 terjadi kelongsoran
paling penting di daerah galian adalah masalah sepanjang 100 m dan ketinggian 25 m. Meskipun
stabilitas lereng bekas galian. Kemungkinan terjadinya permukaan lereng sudah dilapisi dengan shotcrete
longsoran, lebih besar di daerah galian daripada ternyata hujan masih bisa terinfiltrasi ke dalam
timbunan karena dalam area galian rembesan air akan permukaan lereng. Lubang pori yang sudah tertanam
menuju lereng. juga tidak bisa mengalirkan rembesan air yang terjadi
Pada tanggal 1 – 2 Februari 2015 terjadi hujan di akibat infiltrasi air hujan. Oleh karena itu diperlukan
daerah Gesing Randupitu dan sekitarnya. Air hujan analisa dan perhitungan ulang dengan bantuan software
tersebut sebagian melimpas ke bawah melalui lereng Geostudio yang memiliki aplikasi yang bisa terintegrasi
154
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

antar beberapa fitur di dalamnya. Untuk menganalisis Kejadian tanah longsor di Indonesia umumnya
pengaruh air hujan pada tekanan air pori digunakan terjadi pada musim penghujan. Tanah pada umumnya
program SEEP/W kemudian hasilnya digunakan akan berada dalam kondisi jenuh air pada musim
sebagai input dalam program SLOPE/W untuk mencari penghujan dan mengakibatkan lereng menjadi tidak
faktor keamanan lereng. stabil. Sehingga beresiko untuk terjadi kelongsoran.
Penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai Peningkatan air pori akibat pembasahan atau
berikut bagaimanakah stabilitas lereng dan pengaruh peningkatan kadar air pada musim penghujan, akan
hujan pada stabilitas lereng di jalan tol Gempol – meningkatkan muka air tanah serta menurunkan
Pandaan Sta 6+275 – 6+375, apakah metode perbaikan ketahanan tanah yang bersangkutan disepanjang bidang
yang paling tepat untuk mengatasi kelongsoran, dan gelincirnya.
berapakah ambang batas hujan yang aman. Tujuan dan Menurut Karnawati, 2010 hujan pemicu longsoran
manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk adalah tipe hujan deras dan tipe hujan normal tetapi
mengetahui stabilitas lereng apabila dianalisis dengan berlangsung lama. Tipe hujan deras adalah hujan yang
metode Fellenius, Bishop dan Morgensten Price, mempunyai intensitas 70 mm per jam atau hujan
mengetahui pengaruh hujan pada kestabilan lereng, dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari. Tipe
memperoleh metode perbaikan paling tepat untuk hujan normal adalah hujan yang intensitasnya kurang
mengatasi kelongsoran, mengetahui ambang batas dari 20 mm per hari. Tipe hujan seperti ini apabila
hujan yang aman yang tidak menyebabkan berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa
kelongsoran. bulan dapat efektif memicu long-soran pada lereng
Lingkup permasalahan pada penelitian ini hanya yang tanahnya lebih kedap air seperti tanah lempung.
memperhitungkan pengaruh hujan, beban lain seperti Sedangkan menurut Subiyanti, 2011 hujan normal
beban bangunan pabrik, beban tower, genangan dan dengan durasi lama berpengaruh terhadap perubahan
limpasan akibat saluran drainase pabrik tidak tekanan air pori. Hujan normal dengan durasi lama,
memperhitungkan, pemodelan lereng pada software pada tanah berbutir halus menyebabkan muka air tanah
dibuat seperti saat lereng belum mengalami longsor, naik dan tekanan air pori juga naik. Proses penjenuhan
perhitungan faktor keamanan hanya memperhitungkan tanah berlangsung terhadap fungsi waktu. Ketika tanah
akibat pengaruh hujan pada lereng dan software yang jenuh, maka kekuatan geser tanah hilang, sehingga
digunakan adalah Geostudio V.8. 2012 kemungkinan besar terjadi longsor.
Penelitian terdahulu yang terkait dengan analisis Seep/W adalah software yang digu-nakan untuk
stabilitas lereng akibat pengaruh curah hujan dengan menganalisis rembesan air tanah. Fitur steady state dan
hasil sebagai berikut: hujan normal berdurasi panjang transient dapat diintegrasikan pada Slope/W untuk
lebih berpengaruh terhadap perubahan tekanan air pori digunakan dalam analisis kegagalan lereng secara
daripada hujan deras berdurasi pendek (Subiyanti, komprehensif. Hasil analisis tersebut dapat digunakan
2011), Soil nailing dan anchor dianggap mampu untuk memprediksi performa lereng di masa yang akan
menahan tanah dari longsor meski pada kondisi tanah datang akibat pengaruh kondisi iklim (Geo-Slope Inter-
jenuh air sepenuhnya (Riogilang, 2014), pengaruh national).
curah hujan intens dan lama akan meningkatkan berat Slope/W merupakan perangkat untuk menghitung
jenis tanah, menurunkan nilai kohesi dan sudut geser, faktor keamanan lereng tanah maupun batu. Selain itu
meningkatkan elevasi muka air tanah dan menurunkan fitur parent analysis memberikan kemudahan integrasi
angka keamanan lereng (Permana, 2012), perbaikan antara Seep/W dan Slope/W. Fitur ini dapat diguna-kan
dengan geotextile tipe dengan biaya Rp. untuk menganalisis tekanan air pori yang dihasilkan
21.672.000.000 dan Soldier Pile dengan biaya bahan Seep/W seperti dalam pemodelan efek curah hujan pada
Rp. 5.251.150.872 (Anwari, 2016), Perkuatan soil lereng.
nailing mampu menahan kelongsoran dengan angka Bored pile dengan diameter yang kecil maupun
keamanan yang didapatkan ialah 1,575 dengan besar dapat digunakan sebagai dinding penahan tanah.
anggaran biaya senilai Rp 1.993.665.000 (Rus, 2014). Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara
Tanah longsor dapat diartikan gerakan massa tanah mengebor tanah terlebih dahulu, kemudian diisi
yang mengandung air, menggelincir ke bawah tulangan dan dicor beton. Bored pile dipasang sampai
menuruni kemiringan lereng. Gerakan tanah terjadi dari kedalaman tertentu menembus lapisan keras tanah
hasil gangguan keseimbangan yang merupakan hasil untuk menahan gerakan tanah yang akan longsor.
dari sebuah proses infiltrasi air ke dalam tanah yang Kedalaman bored pile harus melebihi bidang longsor
berakibat pada penambahan bobot tanah. Jika air potensial. Pengaruh lengkung (arching effect) tanah
tersebut menembus sampai tanah kedap air yang yang berada di antara bored pile, maka jarak melintang
berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah akan bored pile dipasang pada jarak antar as-as 3 kali
menjadi licin dan tanah yang berada diatasnya akan diameter bored pile (Hardiyatmo, 2012). Bored pile
bergerak mengikuti sepanjang badan lereng. Gerak yang dindingnya bersinggungan satu sama lain
massa pada lereng terjadi jika hambat geser tanah lebih digunakan untuk menahan galian terbuka yang
kecil dari berat massa tanah. kedalamannya melebihi 30 m. Karena saling
155
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

bersinggungan, maka dibutuhkan sistem drainase di 𝑅 24 2/3


𝑖 = 24 ( ) (2)
belakang dinding untuk menghindari tekanan air di 24 𝑡
belakangnya. Dengan :
i = intensitas hujan (mm/jam; m/jam)
t = waktu (durasi) curah hujan (jam)
R24 = tinggi hujan maksimum 24 jam (mm)

Intensitas hujan yang terjadi di Indonesia rata-rata


mempunyai durasi antara 5 – 7 jam. Sehingga nilai
tengah dari interval tersebut sering digunakan sebagai
Gambar 1. Bored pile Pada Lereng acuan dalam menghitung intensitas hujan jam-jaman
(Sumber: FHWA, 2010) yang berasal dari data hujan harian.
Soil nailing adalah teknik konstruksi yang dapat
digunakan sebagai salah satu metode untuk Metode Fellenius
memperkuat kondisi lereng tanah yang tidak stabil atau
sebagai teknik konstruksi yang digunakan untuk 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟
𝐹= (3)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑎𝑏 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟
menambah keamanan bagi lereng eksisting yang telah
stabil. Faktor keamanan untuk soil nailing (FHWA,
2015) adalah 1.5. Bila terdapat air pada lereng, akibat pengaruh
tekanan air pori persamaan menjadi:

∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐𝑎1+(𝑊𝑖𝑐𝑜 𝑠〖𝑖−µ𝑖 𝑎 𝑖)𝑡𝑔 〗
𝐹 = (4)
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 𝑠𝑖𝑛𝑖
dengan :
F = faktor aman
c = kohesi (kN/m
 = sedut gesek dalam tanah (o)
Wi = berat irisan tanak ke-i (kN)
ai = lengkungan irisan ke-i (m)
µi = tekanan air pori ke-i (kN)
θi = sudut antara jari-jari lengkung dengan garis
kerja massa tanah
Rasio tekanan air pori :
µ𝑏 µ
𝑟𝑢 = = (5)
𝑊 ℎ
Dengan :
Ru = rasio tekanan air pori
µ = tekanan air pori (kN/m2)
b = lebar irisan ke-i (m)
Gambar 2. Potongan Melintang Lereng Dengan Perkuatan
 = berat volume tanah (kN/m2)
Soil nailing
(Sumber: FHWA, 2015)
h = tinggi irisan rata-rata (m)

Tekanan Air Pori Positif


Menurut Hardiyatmo, 2012 apabila tekanan air pori
II. BAHAN DAN METODE (u) naik, maka tegangan normal efektif dalam tanah
A. Curah Hujan Rata-rata Daerah berkurang dan kuat geser tanah menurun. Hal ini
Untuk menghitung curah hujan rata-rata daerah berakibat menurunnya stabilitas lereng. Kenaikan air
menggunakan metode cara rata-rata hitung sebagai pori lebih cepat selama periode hujan lebat (hujan
berikut : menerus). Kenaikan inilah yang menyebabkan
𝑑 +𝑑 +⋯+𝑑𝑛
𝑑 = 1 2 (1) terjadinya kelongsoran.
𝑛
Dengan : Kuat geser tanah () dinyatakan dalam persamaan :
d = curah hujan rata-rata daerah (mm)  = c’ + (σ – u) tan  (6)
n = banyaknya pos penakar hujan
d1, d2,dn = curah hujan yang tercatat di pos penakar Dengan:
hujan (mm) c = kohesi efektif
Intensitas σ = tegangan normal
Data curah hujan harian dijadikan data hujan jam-  = sudut geser dalam
jaman dengan rumus Mononobe (Soemarto, 1995:15) u = tekanan air pori
sebagai berikut :
156
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tekanan Air Pori Negatif 6. Melakukan simulasi dengan Seep/W.


Tekanan air pori negatif sering disebut isapan tanah 7. Hasil dari Seep/W dianalisa dengan Slope/W.
atau soil suction. Butiran tanah yang kecil akan 8. Menginput propertis tanah untuk analisis kestabilan
meningkatkan tekanan kapiler dan juga tekanan air pori lereng.
negatif. Tekanan air pori negatif menambah tegangan 9. Didapatkan faktor aman lereng dengan metode
efektif dan menambah stabilitas lereng (Hardiyatmo, Fellenius, Bishop dan Morgensten Price.
2012). Untuk tanah tidak jenuh, digunakan persamaan: 10. Menganalisis menggunakan metode analisis
Fellenius, Bishop dan Morgensten Price sehingga
C = c’ + (ua – uw) tg b (7) didapatkan angka kea-manan.
Dengan : 11. Menganalisis pengaruh hujan pada stabilitas lereng
C = kohesi total tanah berdasarkan faktor aman lereng.
c' = kohesi efektif 12. Memodelkan lereng dengan perkuatan bored pile
(ua – uw) = matrix suction dan soil nailing
b = sudut geser matrik 13. Faktor aman masing-masing perkuatan didapatkan
14. Analisis berdasarkan faktor aman terbesar dan
rencana anggaran biaya terkecil.
15. Faktor aman lereng terhadap hujan yang didapatkan
dengan menginput angka hujan perkiraan.
16. Analisis ambang batas curah hujan dan durasi hujan
yang aman pada stabilitas lereng.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Lokasi Studi Jenis Tanah
Menurut Hidayat (2015), kondisi longsor terparah
pada sta 6+325. Karakteristik tanah pada lokasi berupa
Lokasi Studi endapan vulkanik berukuran pasir lanauan yang
berwarna coklat kemerah-merahan. Jenis tanah ini
kebanyakan bersifat lepas-lepas. Material tanah yang
lepas-lepas dengan ukuran butir lanau sampai bongkah
menyebabkan mudah terjadi infiltrasi air hujan ke
dalam tanah.

Analisa Hidrologi
Analisis hidrologi bertujuan untuk mengetahui
curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah studi
yang berpengaruh pada besarnya intensitas hujan.
Analisis dilakukan terhadap data hujan harian antara
Gambar 3 Peta Lokasi Studi tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 (11 tahun) yang
(Sumber : Dinas PU Bina Marga Kabupaten Pasuruan) diperoleh dari stasiun pengukuran hujan di empat
lokasi, yaitu stasiun Banyulegi, Kepulungan,
Pengumpulan Data Randupitu, dan Tanggul.
Data yang digunakan dalam analisis stabilitas
lereng ini antara lain :
1. Data gambar geometri lereng
2. Data hujan
3. Data parameter tanah dan data pelengkap lainnya

Pengolahan Data
Adapun langkah-langkah pengerjaan studi, sebagai
berikut:
1. Melakukan pengumpulan data pendukung yang
digunakan dalam analisis stabilitas lereng.
2. Memprediksi propertis hidrolik tanah dengan
korelasi berdasarkan data tanah yang ada.
3. Menganalisis data hujan.
4. Memodelkan lereng pada kondisi asli berdasarkan Tabel 1. Data Masukan Dalam Seep/W
data gambar melalui pro-gram Autocad. Lapis
Kedalaman
Jenis Tanah
Kadar Kadar Air
Ksat
5. Mengimpor gambar dari Autocad ke Seep/W. (m) Air Residual
157
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Jenuh (m3/m3) (m/det)


(m3/m3) Hasil Analisis Model Hujan I
Lempung berpasir
1 0 – 2.5 0.42 0.042 1.4 E-07 Model hujan I merupakan kondisi awal yang
(sandy clay)
Lanau berpasir menggambarkan kondisi lereng saat sebelum terjadinya
2 2.5 – 5 berkerikil (sandy 0.45 0.045 4.80 E-07 hujan. Model hujan I merupakan initial condition bagi
silt) Model II dan III. Model I, menggunakan muka air
Lanau berpasir
3 5 – 10.5 berkerikil (sandy 0.45 0.045 4.80 E-07
tanah dalam Seep/W untuk mendapatkan tekanan air
silt) pori awal. Untuk mengetahui perubahan tekanan air
4 10.5 – 14.5 Pasir berlanau 0.51 0.051 5.00 E-07 pori akibat pengaruh hujan seperti pada Gambar 4
berkerikil (silty berikut :
sand)
5 14.5 - 20 Lempung 0.42 0.042 1.40 E-07
berlanau berpasir
(sandy silty clay) Muka air tanah
(Sumber : Analisa dan Perhitungan)

Tabel 2. Data Masukan Dalam Slope/W


Kohesi / C Berat Isi Tanah / w
Lapis  (o)
(kg/cm2) (kPa) (gr/cm3) (kN/m3)

1 11 0.16 16 1,63 16,3 Gambar 4. Kontur tekanan air pori hasil analisis Steady State

2 9 0.15 15 1,497 14.97


Pada elevasi 120 m, terjadi tekanan air pori negatif
3 11 0.11 11.36 0,877 8.77 sebesar -173 kPa. Seiring dengan menurunnya elevasi,
12.80 0,893 8.93 tekanan air pori nilainya mendekati 0. Pada elevasi
4 12 0.13 dibawah 105 m tekanan air pori menjadi positif
5 10 0.15 14.86 1,29 12,86 menjadi 26 kPa. Hal ini dikarenakan terdapat muka air
(Sumber : Analisa dan Perhitungan) tanah pada elevasi 105 m.
Selanjutnya tekanan air pori tersebut akan dihitung
Pemodelan Hujan oleh Slope/W untuk mendapatkan angka keamanan
Analisis hujan pada studi ini merujuk pada lereng. Slope/W sebagai “anak” menggunakan hasil
Pramusandi, 2010 dalam menganalisis pengaruh variasi dari Seep/W berupa tekanan air pori sebagai input
hujan, dilakukan pemodelan hujan dalam tujuh model. dalam analisa stabilitas. Analisa slip surface dengan
Oleh karena itu pada studi ini pemodelan hujan dibuat metode grid and radius. Ada tiga metode yang
dalam empat model, antara lain : digunakan dalam analisa stabilitas lereng, yaitu Bishop,
Fellenius, dan Morgenstern-Price.
Tabel 3. Pemodelan Hujan Berikut ini hasil analisis menggunakan Slope/W
dengan berbagai metode seperti pada tabel berikut :
Model Total
Tipe Hujan
Hujan Durasi
I Tanpa hujan 0 Tabel 4. Angka Keamanan Hasil Analisis Steady State
Metode Angka Keamanan
Hujan eksisting sebelum dan
II 7 hari Bishop 1,107
sesudah longsor
Fellenius 1,061
Hujan selama 10 tahun (2005 Morgensten Price 1,101
III 960 hari
– 2015) (Sumber : Analisa dan Perhitungan)
IV Hujan perkiraan 30 hari
Hasil Analisis Model Hujan II
(Sumber : Analisa dan Perhitungan) Pada model ini intensitas hujan diinput mulai
tanggal 31 Januari 2015 sampai dengan 6 Februari
Litvin (2008), lereng yang diberi lapisan perkera- 2015 sebagai unit fluk boundary condition. Tekanan air
san mempunyai batasan dalam kapasitas infiltrasi pori pada Gambar 4 diatas dijadikan input pada analisis
hujan. Hujan dimodelkan dalam persentase sebesar 100 model hujan II ini sebagai initial condition.
%, 90 %, 80 % dan 75 %. Oleh karena itu, dalam studi
ini hujan juga dimodelkan sesuai penelitian Litvin
(2008). Selain itu dalam analisis transient Seep/W tidak
bisa mengakomodir hujan yang terjadi pada lapisan Untuk model hujan II ini pohon analisisnya seperti
shotcrete. Sehingga berdasarkan uraian diatas, hujan gambar berikut :
diasumsi dengan persentase sebesar 80 %.
158
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Hasil Analisis Model Hujan III


Pada model hujan III menggunakan data hujan
selama 10 tahun (2005 – 2015). Data hujan ini dihitung
rata-ratanya untuk empat stasiun hujan, kemudian
dikelompokkan dalam beberapa interval dan dihitung
intensitasnya. Intensitas tersebut dimasukkan dalam
Geostudio dan didapatkan angka keamanan.
Selanjutnya angka keamanan hasil analisa tersebut
dibuat dalam grafik hubungan antara intensitas hujan
dan angka keamanan untuk masing-masing metode.
Gambar 5. Pohon Analisis Untuk Model Hujan II Berikut ini grafik hubungan antara intensitas hujan dan
angka keamanan :
Hasil analisis untuk model hujan II apabila digam-
barkan dalam bentuk grafik sebagai berikut : a. Metode Bishop
a. Metode Bishop

Gambar 6. Grafik Hubungan Angka Keamanan dan Durasi Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Intensitas Hujan Dan
b. Metode Fellenius Angka Keamanan

b. Metode Fellenius

Gambar 7. Grafik Hubungan Angka Keamanan dan Durasi

c. Metode Morgensten Price


Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Intensitas Hujan Dan
Angka Keamanan

c. Metode Morgenstren - Price

Gambar 8. Grafik Hubungan Angka Keamanan dan Durasi

Dari gambar diatas bisa diketahui bahwa angka


keamanan semakin menurun dengan bertambahnya
durasi. Durasi hujan memegang peranan yang sangat Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Intensitas Hujan Dan
penting. Berdasarkan grafik tersebut dapat disimpulkan Angka Keamanan
bahwa nilai angka keamanan tidak hanya bergantung
pada intensitas hujan, namun durasi hujan juga Berdasarkan hasil analisis pengaruh hujan pada
berpengaruh terhadap penurunan angka keamanan. stabilitas lereng menggunakan metode Bishop,
Fellenius dan Morgenstern – Price, semakin tinggi nilai
159
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

intensitas hujan, angka keamanannya semakin keamanan dalam Permen PU 2007. Sehingga lereng
menurun. Menurut metode Bishop, Fellenius dan Mor- dalam kondisi stabil setelah pemasangan bored pile.
genstern - Price pada intensitas 0.0019 m/jam, angka Bored pile ini dipasang memanjang 100 m sepanjang
keamanan lereng dengan nilai tertinggi. Semakin besar longsoran terjadi.
intensitasnya menurun, angka keamanan juga turun Perhitungan analisis harga satuan pe-kerjaan ini
dengan kemiringan relatif landai. Saat intensitas 0.0077 mengacu pada AHSP (Analisa Harga Satuan Pekerjaan)
m/jam, angka keamanan menurun drastis. Nilai Bidang Bina Marga. Dalam AHSP, harga bored pile
intensitas ini merupakan nilai maksimal dimana setelah dengan diameter 80 cm, adalah Rp 2.421.239,94 per
intensitas ini tercapai, nilai angka keamanannya tidak m’. Biaya perbaikan lereng dengan perkuatan bored
bisa berkurang lagi, karena sudah mencapai nilai pile yang mempunyai panjang total 1151,4 m adalah
minimal. Hal ini menunjukkan bahwa, hujan Rp. 3.066.597.000,00.
mempunyai pengaruh pada stabilitas lereng.
Soil Nailing
Perbaikan Lereng Akibat Longsor Penanganan kelongsoran dengan bored pile
Longsor yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2015 merupakan metode penanganan secara eksternal.
memerlukan penanganan secara struktural. Oleh karena Alternatif perbaikan kelongsoran pada tol Gempol –
itu dalam penelitian ini, penanganan yang akan Pandaan adalah dengan memperbaiki struktur tanah
direncanakan adalah dengan bored pile dan soil nailing. maupun memperkuat lapisan permukaannya. Salah satu
Berdasarkan hasil analisis pada model hujan II, metode caranya dengan metode soil nailing.
analisis yang menghasilkan angka keamanan terkecil Data konstruksi soil nailing
adalah metode Fellenius. Namun dalam perencanaan  Diameter baja ulir = 0,032 m
penanganan ke-longsoran membutuhkan hasil analisis  Jumlah nail yang dipakai = 4 m
berupa shear force atau gaya geser. Gaya geser ini  Spasi jarak nail = 2 m
tidak dihasilkan dalam analisis menggunakan metode  Tensile capacity (RT)= 418 kN
Fellenius. Oleh karena itu perencanaan penanganan
dalam penelitian ini menggunakan metode dengan Menurut Amit Prashant et al. (2010) dalam risetnya
angka keamanan terendah nomor dua setelah metode mengenai Soil nailing for Stabilization of Steep Slopes
Fellenius. Metode analisis yang digunakan adalah Near Railway Tracks, untuk kondisi tanah Sandy Silt
Morgenstren-Price. Hasil analisis metode tersebut maka nilai “Pullout Resistance (F/Area)” yang
terdapat gaya geser yang dibutuhkan dalam digunakan ialah 100 kPa.
perencanaan penanganan kelongsoran Berdasarkan hasil analisis, angka keamanan lereng
Bored Pile sebelum diperkuat adalah 1,100788. Setelah
Perencanaan bored pile pada penelitian ini mengacu pemasangan soil nailing, didapatkan angka keamanan
pada penelitian terdahulu oleh Anwari (2016). Dimensi lereng meningkat menjadi 1,555921. Angka keamanan
bored pile yang didapatkan sebagai berikut : tersebut sudah memenuhi standar minimal angka
 Diameter (D) = 0,8 m keamanan Permen PU 2007 maupun angka keamanan
 Jarak antar bored pile = 1m standar untuk nail dari FHWA. Sehingga lereng bisa
dikatakan dalam kondisi stabil setelah pemasangan soil
Selain dari data-data teknis di atas maka yang perlu nailing. Soil nailing ini dipasang memanjang 100 m
diperhatikan juga adalah nilai inputan shear force sepanjang longsoran terjadi.
karena sangat berpengaruh pada nilai faktor keamanan Perhitungan analisis harga satuan pekerjaan ini
lereng. Nilai gaya geser mengacu pada hasil analisis mengacu pada AHSP (Analisa Harga Satuan Peker-
sebelum perkuatan dengan bored pile. Semakin kecil jaan). Dalam AHSP, harga soil nailing dengan bond
inputan nilai shear force maka semakin kecil pula nilai diameter 32 cm, adalah Rp 711.107 per m’. Total biaya
faktor keamanan lereng (Fallo, 2016). perbaikan lereng dengan soil nailing yang mempunyai
Nilai inputan shear force ditentukan berdasarkan panjang total untuk keempat nail 2478,6 m adalah Rp.
letak dari bored pile berada pada slice atau irisan dari 1.938.804.000,00.
radius kelongsoran lereng tersebut. Bored pile
diletakkan pada lokasi dengan gaya geser maksimum. Pemilihan Metode Penanganan
Pemodelan yang digunakan adalah model hujan II saat Hasil analisis perkutan lereng diatas baik dengan
terjadinya longsor, yaitu tanggal 3 Februari 2015. metode bored pile maupun soil nailing mempunyai
Berdasarkan hasil analisis, angka keamanan lereng kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam
sebelum diperkuat adalah 1,100788. Setelah penelitian ini, pemilihan metode penanganan
pemasangan bored pile dengan diameter 80 cm, berdasarkan pada angka keamanan yang maksimum
kedalaman 11,4 m, faktor reduksi geser 1,5 dan jarak dan biaya yang minimum. Metode penanganan yang
antar tiang sebesar 1 m, didapatkan angka keamanan dapat digunakan adalah soil nailing dengan
lereng meningkat menjadi 1,465244. Angka keamanan pertimbangan memiliki angka keamanan relatif lebih
tersebut sudah memenuhi standar minimal angka
160
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

besar dan biaya yang relatif lebih rendah daripada


perkuatan dengan bored pile.

Hasil Analisis Model Hujan IV


Perkiraan hujan sebagai ambang batas aman hujan
sangat dibutuhkan sebagai Early Warning System pada
penelitian ini. Penelitian ini menganalisis kondisi
lereng sebelum diperkuat, kemudian diberikan
perkuatan dan selanjutnya setelah diperkuat, diuji lagi
dengan hujan perkiraan. Hujan perkiraan dibuat
sedemikian rupa sehingga meskipun lereng sudah Gambar 12. Angka keamanan Hasil Analisis Model Hujan
diperkuat tetapi lereng tersebut masih bisa longsor IV
apabila diberi hujan perkiraan ini. Hujan perkiraan ini
merupakan sistem peringatan dini akan adanya longsor.
Dalam Geo-Slope, “Why Do Slope Become
Unstable After Rainfall Events?” disebutkan bahwa
lereng menjadi tidak stabil ketika mendapat hujan
sebesar 23 inci selama 9 bulan diikuti hujan sebesar 9
inci selama 4 hari. Sementara itu menurut Tohari dalam
Sarah (2011), hujan pemicu gerakan tanah di lokasi
penelitian memiliki nilai kritikal minimum intensitas
sebesar 22 mm/jam dengan durasi minimum sebesar 22
jam, yang dicirikan oleh total hujan sebesar 428,56 mm
yang dapat dihasilkan oleh hujan selama 23 hari. Sarah
(2011), gerakan tanah pada lereng tidak terasosiasi oleh
curah hujan tunggal pada kejadian longsor pada tanggal Gambar 13. Grafik Hubungan Intesitas Hujan dan Angka
Keamanan
22 Desember 2004, tetapi lebih cenderung disebabkan
oleh total air hujan selama 22 hari (1 Desember 2004 –
Angka keamanan sebesar 1,214524 mendekati 1,2.
22 Desember 2004) yang mencapai 291 mm.
Kombinasi hujan 60 mm dan hujan 100 mm selama 30
Curah hujan dari semua stasiun diamati yang
hari yang menghasilkan total hujan sebesar 960 mm
mempunyai kecenderungan nilai diatas 50 – 100.
dapat digunakan sebagai ambang batas keamanan.
Karena nilai curah hujan tersebut merupakan hujan
Prediksi kelongsoran pada jalan tol Gempol – Pandaan
dengan interval tinggi. Dari pengamatan diperoleh
setelah perbaikan dengan perkuatan soil nailing
hujan dengan kisaran nilai 60 mm dan 100 mm yang
disebabkan oleh total hujan lebih besar dari 960 mm
sering terjadi pada lokasi studi. Kejadian hujan dalam
selama 30 hari. Sehingga ambang batas aman hujan
satu tahun dari pengamatan didapatkan untuk hujan 60
untuk lereng setelah diperkuat adalah sebelum
mm terjadi selama 6 kali. Dan hujan 100 mm terjadi
tercapainya total hujan lebih besar dari 960 mm selama
selama 6 kali. Hujan diinput dalam Seep/W berupa
30 hari.
intensitas hujan jam-jam an. Selama 1 bulan, 30 hari,
dan 720 jam, hujan diinput dengan konfigurasi tertentu
melibatkan kejadian hujan 60 mm selama 6 kali dan IV. KESIMPULAN
hujan 100 mm selama 6 kali. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang
telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Analisis stabilitas lereng di jalan tol Gempol –
Pandaan dengan metode Bishop, Fellenius dan
Morgenstern – Price untuk mendapatkan angka
keamanan masing-masing metode. Stabilitas lereng
didapatkan dari masing-masing nilai intensitas
hujan tiga hari sebelum dan tiga hari sesudah
longsor. Menurut metode Bishop, angka keamanan
tanggal 31 Januari adalah 1,10598, tanggal 3
Februari 1,10594, tanggal 6 Februari 1,10593.
Menurut meto-de Fellenius, angka keamanan
Berikut ini hasil simulasi Slope/W untuk model tanggal 31 Januari 1,06054. Saat longsor tanggal 3
hujan IV : Februari adalah 1,060505, tanggal 6 Februari adalah
1,060493. Menurut metode Morgenstren – Price,
angka keamanan tanggal 31 Januari adalah 1,10081,
161
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

tanggal 3 Februari adalah 1,100788, tanggal 6 FHWA. 2010. Drilled Shafts: Construction Procedures
Februari adalah 1,100766. and LRFD Design Methods. Amerika. NHI
2. Berdasarkan hasil analisis dengan metode Bishop, FHWA. 2015. Soil Nail Wall Reference Manual.
Fellenius dan Morgenstern – Price, semakin besar Amerika. NHI
interval hujan, angka keamanan semakin kecil, Hardiyatmo, H. C. 2012. Tanah Longsor & Erosi.
semakin besar intensitas hujan, semakin kecil angka Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
kea-manannya. Menurut metode Bishop, Fellenius Hidayat, R., Subiyantoro, A, 2015. Penanganan
dan Morgenstern - Price pada intensitas 0.0019 Longsor Pada Lereng Jalan Tol Gempol –
m/jam, angka keamanan lereng dengan nilai Pandaan Km 51, Pasuruan, Jawa Timur.
tertinggi. Semakin besar intensitasnya menurun, International, Geo-Slope. Why Do Slope Become
angka keamanan juga turun dengan kemiringan Unstable After Rainfall Events?
relatif landai. Saat intensitas 0.0077 m/jam, angka Karnawati, Dwikorita. 2010. Bencana Alam Gerakan
keamanan menurun drastis. Nilai intensitas ini Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
merupakan nilai maksimal dimana setelah intensitas Penanggulangannya. Yogyakarta: Gajah Mada
ini tercapai, nilai angka keamanannya tidak bisa University Press.
berkurang lagi, karena sudah mencapai nilai Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
minimal. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Direktorat Jenderal Bina Marga. 2016. Analisa
intensitas hujan berpengaruh pada penurunan sta- Harga Satuan Pekerjaan.
bilitas lereng. Litvin, E. 2008. Numerical Analysis Of The Effect Of
3. Metode analisis bored pile mempunyai angka Rainfall Infiltration On Slope Stability. Atkin.
keamanan sebesar 1,465244 dengan biaya sebesar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman
Rp. 3.066.597.000,00. Sedangkan metode soil Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
nailing mempunyai angka keamanan relatif lebih Longsor. Jakarta : Kementrian Pekerjaan Umum.
besar dan biaya yang relatif lebih rendah daripada Permana, Eka. 2012. Pengaruh Intensitas Curah Hujan
perkuatan dengan bored pile. Angka kea-manan dan Lama Waktu Hujan Terhadap Kelongsoran
dengan perkuatan soil nailing sebesar 1,555921 dan Tanah Ditinjau Dari Sisi Geoteknik. Jakarta.
biaya perbaikan sebesar Rp.1.938.804.000,00. Soil Pramusandi, S. 2011. Penentuan Sifat Teknis Tanah
nailing juga memiliki keunggulan dalam hal Jenuh Sebagian Dan Analisis Deformasi Lereng
aplikasi di lapangan selain mudah juga lebih ramah Akibat Pengaruh Variasi Hujan. Tesis.
lingkungan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
4. Simulasi untuk mendapatkan ambang batas Prashant, A. et all. 2010. Soil nailing For Stabilization
intensitas dan durasi hujan yang aman dilakukan Of Steep Slopes Near Railway Tracks. Indian
untuk sistem peringatan dini kelongsoran. Hasil Institute Of Technology Kanpur.
simulasi didapatkan hujan yang terjadi selama 30 Riogilang. 2014. Soil nailing dan Anchor Sebagai
hari dengan total hujan 960 mm menyebabkan Solusi Aplikatif Penahan Tanah Untuk Potensi
angka keamanan lereng menjadi 1,214524. Ang-ka Longsor di Sta 7+250 Ruas Jalan Manado-
keamanan tersebut mendekati nilai 1,2. Sistem Tomohon. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.4
peringatan dini di lokasi studi dapat berupa alat No.2.
Early Warning System dan berupa terpal untuk Rus, Tatag. Y. 2011. Analisis Stabilitas Lereng
melindungi pengguna jalan dari bahaya Memakai Perkuatan Soil nailing dengan Bantuan
kelongsoran. Perangkat Lunak Slope/W (Studi Kasus pada
Sungai Parit Raya). Sipil Student Journal.
DAFTAR PUSTAKA Sarah, Dwi. 2011. Studi Karakteristik Curah Hujan
Anwari, SRN. 2016. Alternatif Sistem Perbaikan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber,
Longsoran Lereng Di Lokasi Gesing Jalan Tol Cianjur Selatan Jawa Barat. Buletin Geologi Tata
Gempol-Pandaan Sta 6+275 S/D 6+375. Skripsi Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology).
tidak dipublikasikan, Surabaya: Institut Teknologi Bandung.
Sepuluh November. Soemarto, C. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta:
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Erlangga.
Pasuruan. www.binamarga.pasuruankab.go.id. Subiyanti, H. 2011. Analisis Kelongsoran Lereng
(diakses 2 Februari 2016) Akibat Pengaruh Tekanan Air Pori di Saluran
Fallo, D.A. 2016. Studi Tentang Alternatif Struktur Induk Kalibawang Kulonprogo. Jurnal Ilmiah
Penahan Untuk Mengatasi Masalah Pergerakan Semesta Teknika, 25
Tanah Di Pltp Ulumbu Kecamatan Satar Mese
Kabupaten Manggarai Tengah Propinsi Ntt.
Skripsi. Malang : Universitas Brawijaya.

162
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI PENGARUH GETARAN KENDARAAN TRUK DAN


VARIASI JARAK TERHADAP KERUSAKAN BANGUNAN
Asep Sunandar 1) , Sri Yeni Mulyani 2)
1)2)
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
1)2)
Jl. A.H. Nasution 264 Bandung 40294
e-mail: 1) asep.sunandar@pusjatan.pu.co.id, 2) yeni.mulyani@pusjatan.pu.co.id

Abstrak : Di kota-kota besar, getaran yang terjadi di jalan raya merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh
aktivitas lalu lintas yang semakin meningkat. Tingkat getaran tersebut di antaranya terjadi karena adanya kenaikan jumlah
kendaraan berat dan kondisi jalan yang semakin memburuk sehingga menyebabkan kerusakan bangunan yang ada di sekitar
jalan (Osama Unaidi, 2008). Studi yang mengkaji hubungan antara kerusakan bangunan dengan intensitas getaran di jalan
raya sudah banyak dilakukan, namun demikian kajian yang secara spesifik melihat hubungan intensitas getaran pada akses
jalan menuju areal pabrik (gudang) belum banyak dilakukan. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya
getaran yang dihasilkan oleh truk tronton dan dampaknya terhadap kerusakan bangunan. Untuk menjawab tujuan tersebut,
metode penelitian yang digunakan adalah uji coba semi lapangan terhadap getaran yang bersumber dari truk tronton 30 ton
yang divariasikan dengan jarak (50 cm dan 100 cm dari sumber getaran). Pada jarak 50 cm, getaran diukur sebanyak 5 titik
pengukuran yaitu A,B,C,D,E dan pada jarak 100 cm, getaran diukur sebanyak 3 titik pengukuran yaitu F,G,H dengan
pengulangan sebanyak 30 kali. Untuk setiap pengukuran, data yang dicatat dalam alat ONO SOKKI sebanyak 50 data
getaran. Metode pengukuran mengacu pada INSTRUCTION MANUAL VIBRATION LEVEL METER, getaran yang
dihasilkan kemudian dievaluasi berdasarkan KEPMEN LH 49/MENLH/II/1996 tentang Persyaratan Baku Tingkat Getaran
Mekanik Berdasarkan Dampak Kerusakan pada alat dengan frekuensi 31,5 Hz.Penelitian menunjukkan bahwa tingkat
getaran yang diukur pada jarak 50 cm dari sumber getaran pada titik A ( 3,47 mm/det), B (3,39 mm/det), C ( 3,45 mm/det),
D (3,12 mm/det) dan E (3,82 mm/det. sedangkan getaran yang diukur pada jarak 100 cm dari sumber getaran pada titik F
(0,89 mm/det), G (0,75 mm/det dan H( 0,82 mm/det). Getaran yang diukur pada jarak 50 cm masuk dalam katagori B,
sedangkan pada jarak 100 cm masuk dalam katagori A. Berdasarkan KEPEMN LH 49/MENLH/II/1996 tentang Persyaratan
Baku Tingkat Getaran Mekanik, Katagori B (pada frekuensi alat 31,5 Hz) tersebut menunjukkan kemungkinan adanya
keretakan atau terlepas plesteran pada dinding pemikul beban. Untuk katagori A (frekuensi alat 31,5 HZ) menunjukkan
tidak adanya kerusakan pada bangunan.

Kata Kunci : Getaran, Kerusakan Bangunan,Vibration Level Meter, LeqZ

163
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pabrik (gudang) belum banyak dilakukan.


I. PENDAHULUAN Karakteristik lalu lintas yang ada akan jauh berbeda
Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam bila dibandingkan dengan lalu lintas jalan raya, di
suatu interval waktu tertentu (Ada, 2008). Menteri mana kendaraan yang keluar masuk pabrik relatif
Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya ringan, kecepatan rendah dengan muatan maksimum
mencantumkan bahwa getaran adalah gerakan bolak- dapat mencapai 30 ton. Dilain sisi, bangunan yang
balik suatu massa melalui keadaan setimbang ada di sekitar areal parik (gudang) tersebut semakin
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud padat.
dengan getaran mekanik adalah getaran yang Dengan melihat permasalahan tersebut di
ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan atas, perlu dilakukan penelitian dengan tujuan
manusia (Kep.MENLH No: KEP - mengetahui seberapa besar tingkat getaran yang
49/MENLH/11/1996). Pendapat tersebut ditegaskan terjadi, serta bagaimana dampak getaran tersebut
dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap tingkat kerusakan bangunan dengan
dari Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa mengacu pada KEPMEN LH No. 49 Tahun 1996.
getaran ialah gerakan ossilatory/bolak-balik suatu Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik memberikan gambaran permasalahan getaran yang
tertentu. disebabkan oleh aktivitas kendaraan berat (tronton
Salah satu sumber getaran mekanik adalah berkapasitas 30 Ton) dengan jarak yang berbeda-
getaran yang ditimbulkan oleh kendaraan. Di kota- beda dan bagaimana upaya penanganannya.
kota besar, getaran yang terjadi di jalan raya
merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh II. METODE PENELITIAN
aktivitas lalu lintas yang semakin meningkat. Tingkat
getaran tersebut di antaranya terjadi karena adanya
kenaikan jumlah kendaraan berat dan kondisi jalan
yang semakin memburuk sehingga menyebabkan
kerusakan bangunan yang ada di sekitar jalan (Osama
Unaidi, 2008). Pada lahan yang sudah terbangun,
getaran akan memberikan efek kerusakan yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kekuatan
bangunan itu sendiri. Semakin lemah konstruksi
bangunan, maka kerusakan bangunan akan semakin
besar diindikasikan dengan adanya retakan pada
dinding atau plesteran bangunan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Siswanto (2011) yang
menyebutkan bahwa kerusakan yang terjadi bisa
bervariasi dari yang sederhana seperti keretakan
plesteran, keretakan dinding sampai keretakan
pondasi. Tingkat kerusakan bangunan yang
diakibatkan oleh aktivitas lalu lintas kendaraan ini
mengacu pada KEPMEN Lingkungan Hidup No. 49
Tahun 1996 di mana tingkat kerusakan terbagi dari
Katagori A (tidak menimbulkan kerusakan), Katagori
B (kemungkinan keretakan plesteran), Katagori C Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
(kemungkinan rusak komponen struktur dinding
pemikul beban) dan Katagori D (rusak dinding Hipotesis
pemikul beban).  Tingkat getaran pada jarak 50 cm memiliki nilai
Penelitian yang mengkaji hubungan antara yang lebih tinggi dibanding pada jarak 100 cm
kerusakan bangunan dengan intensitas getaran di dari sumber getaran.
jalan raya sudah banyak dilakukan, namun demikian  Tingkat kerusakan bangunan pada jarak 50 cm
kajian yang secara spesifik melihat hubungan memiliki dampak yang lebih tinggi dibanding
intensitas getaran pada akses jalan menuju areal pada jarak 100 cm dari sumber getaran.
164
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kebutuhan Data No:KEP- 49/MENLH/11/1996 dan kondisi aktual


Data yang dibutuhkan untuk menjawab tujuan dari kerusakan bangunan di lokasi penelitian. Hasil
penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. analisis dan evaluasi ditampilkan dalam bentuk Tabel
Data primer yang dibutuhkan adalah tingkat getaran dan Grafik.
(Leq Z) yang bersumber dari tronton berkapasitas 30
ton (muatan penuh) yang diukur pada jarak 50 cm Lokasi Penelitian
dan 100 cm dengan menggunakan alat Vibrasi Meter Penelitian dilakukan di akses jalan menuju pabrik
Ono Sokki. Sebagai data pendukung, dilakukan juga (gudang air minum) dan bengkel mobil Maraton di
pengamatan kondisi lingkungan seperti kondisi jalan, jalan Moh. Toha Kota Bandung.
lebar jalan, konstruksi bangunan, ada dan tidak
adanya drainase. Data sekunder yang dibutuhkan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah informasi keluar masuk kendaraan berat ke
dalam areal pabrik atau gudang. Kondisi Lingkungan Sekitar Lokasi Penelitian
Akses jalan menuju pabrik atau gudang berupa Tanah
Metode Pengukuran sepanjang 50 meter dan lebar 3.5 meter. Di kiri dan
Untuk pengukuran tingkat getaran, pada jarak 50 cm kanan akses tidak terdapat saluran samping (drainase)
dari sumber getaran dipasang alat vibrasi meter tetapi langsung berbatasan dengan bangunan (toko
sebanyak 5 buah (dengan jarak antar alat adalah 2 dan bengkel). Secara lengkap kondisi lingkungan
meter) dan pada jarak 150 cm sebanyak 3 titik tersebut dapat di lihat pada Tabel 1.
(dengan jarak antar alat adalah 2 meter). Pengukuran
dilakukan dengan agregat waktu 10 menit selama 5
jam dengan mengacu pada Instruction Manual
Vibration Level Meter Ono Sokki. Layout titik-titik
pengukuran dan kondisi lingkungan di sekitar lokasi
penelitian dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Kondisi Permukaan Jalan yang Melendut

Gambar 2. Layout Titik Pengukuran

Analisis dan Evaluasi Data


Analisis data dilakukan dengan menghitung rata-rata
tingkat getaran (Leq Z) untuk setiap titik pengukuran.
Dari hasil analisis tersebut selanjut dilakukan
evaluasi dengan mengacu pada Kep.MENLH Gambar 4. Kondisi Dinding Bangunan yang Retak

165
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1: Data Primer Kondisi Lingkungan getaran. Menurunnya tingkat getaran dan kerusakaan
bagunan dapat juga dipengaruhi oleh tidak adanya
No. Komponen Uraian saluran drainase yang berfungsi sebagai bangunan
1 Akses Jalan  Panjang 50 meter pemutus rambatan getaran (Pusjatan,2009).
Apabila tingkat getaran tersebut dibandingkan
 Lebar 3.5 meter
dengan Kep. MENLH No.KEP- 49/MENLH/11/1996
 Tidak diperkeras (tanah)
pada frekuensi alat 31,5 Hz, maka Titik Pengukuran
 Terjadi lendutan pada
A sampai dengan E masuk dalam Katagori B (3 – 9
permukaan jalan mm/det). Katagori B tersebut menunjukkan
(khususnya pada alur kemungkinan adanya keretakan atau terlepasnya
yang dilintasi roda plesteran pada dinding pemikul beban. Hal ini sesuai
kendaraan) Lihat
dengan pengamatan visual di lapangan di mana
Gambar 3, plesteran dinding bangunan toko dan bengkel
2. Saluran Tidak tersedia maraton sudah mengalami keretakan. Untuk titik
samping pengukuran F sampai dengan H masuk dalam
3. Kondisi  Toko: terlihat adanya Katagori A ( < 3 mm/det). Katagori A tersebut
bangunan retakan pada dinding menunjukkan tidak adanya kerusakan pada
sekitar bangunan selebar 1 - 2 bangunan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan
mm dan bentuk retakan visual, di mana pada tidak terjadi retakan pada
memanjang struktur lantai bengkel.
 Bengkel: terlihat adanya
retakan pada dinding Tabel 2: Data Primer Rata-rata Tingkat Getaran Leq
bangunan selebar 3 - 4 Z pada Jarak 50 cm dari Sumber Getar
mm dan bentuk retakan
memanjang, kolom
bangunan bergeser (lihat Tingkat Getaran Leq Z (mm/det)
No
Gambar 4)
A B C D E
Tingkat Getaran Leq Z 1 3.51 3.39 3.46 3.11 3.81
2 3.47 3.37 3.48 3.13 3.83
Tingkat getaran Leq Z untuk setiap jarak pengukuran
dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dari tabel tersebut 3 3.51 3.38 3.48 3.12 3.84
terlihat bahwa tingkat tertinggi terjadi pada titik E 4 3.45 3.41 3.44 3.10 3.81
(3.82 mm/det) dan tingkat getaran terendah terjadi
pada titik G (0.75 mm/det). Tingkat getaran tertinggi 5 3.45 3.37 3.49 3.14 3.85
ini terjadi pada jarak 50 cm dari sumber getaran, 6 3.49 3.39 3.47 3.11 3.83
sedangkan tingkat getaran terendah terjadi pada jarak
7 3.47 3.37 3.49 3.13 3.83
100 m. Dari data tersebut terlihat bahwa jarak
berpengaruh terhadap penurunan tingkat getaran, 8 3.48 3.39 3.45 3.12 3.84
yaitu semakin jauh jarak rambatan, rendahnya 9 3.50 3.40 3.45 3.12 3.82
tingkat getaran dan kerusakannya. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto 10 3.50 3.39 3.48 3.14 3.82
(2011) di mana bila titik pengamatan semakin jauh 11 3.48 3.37 3.46 3.09 3.83
dari tepi atau sumber getaran, getaran yang dirasakan
akan semakin mengecil. Fatkhurrahman dan 12 3.47 3.39 3.43 3.10 3.81
Romadhon (2014) menyebutkan bahwa rambat 13 3.48 3.42 3.45 3.12 3.84
getaran semakin melemah seiring dengan jarak,
paparan tertinggi getaran terjadi pada jarak 6 – 12 14 3.47 3.39 3.44 3.13 3.82
meter dari sumber getaran, penggunaan matlab 15 3.50 3.40 3.46 3.13 3.81
digunakan untuk melihat profil Rambat Getaran
16 3.45 3.38 3.42 3.10 3.83
terukur dilihat dari persamaan matematis rambat

166
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tingkat Getaran Leq Z


17 3.47 3.41 3.45 3.15 3.82
No (mm/det)
18 3.43 3.36 3.43 3.12 3.82
F G H
19 3.47 3.39 3.46 3.11 3.84
1 0.87 0.76 0.82
20 3.45 3.37 3.44 3.09 3.82
2 0.90 0.74 0.82
21 3.50 3.39 3.45 3.09 3.84
3 0.86 0.76 0.79
22 3.49 3.40 3.47 3.14 3.81
4 0.89 0.79 0.80
23 3.46 3.39 3.45 3.12 3.82
5 0.88 0.75 0.83
24 3.49 3.38 3.41 3.12 3.82
6 0.89 0.75 0.81
25 3.45 3.38 3.43 3.13 3.83
7 0.87 0.77 0.84
26 3.43 3.41 3.47 3.11 3.81
8 0.91 0.73 0.82
27 3.45 3.39 3.45 3.09 3.82
9 0.90 0.74 0.82
28 3.49 3.40 3.45 3.10 3.80
10 0.89 0.72 0.80
29 3.47 3.37 3.44 3.15 3.84
11 0.89 0.80 0.83
30 3.51 3.39 3.47 3.13 3.83
12 0.90 0.76 0.79
Rata-rata 3.47 3.39 3.45 3.12 3.82
13 0.88 0.76 0.83
14 0.88 0.74 0.81
15 0.90 0.77 0.84
16 0.88 0.75 0.82
17 0.90 0.75 0.80
18 0.89 0.73 0.82
19 0.89 0.76 0.82
20 0.86 0.74 0.83
21 0.88 0.75 0.80
22 0.89 0.79 0.80
23 0.87 0.77 0.82
24 0.90 0.75 0.81
25 0.89 0.75 0.82
26 0.89 0.73 0.84
Gambar 5: PenyebaranTingkat Getaran Leq Z pada 27 0.87 0.76 0.79
Jarak 50 cm dari Sumber Getar
28 0.89 0.75 0.83
Tabel 3: Data Primer Rata-rata Tingkat Getaran Leq 29 0.85 0.76 0.83
Z pada Jarak 100 cm dari Sumber Getar
30 0.90 0.73 0.80
Rata-rata 0.89 0.75 0.82

167
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA
Acoustic Logic Consultancy Pty Ltd, 2006,
Propoesed Residential Development At Rhb
Rhodes Stage la Noise Impact Assessment,
Study Report, Billbergia Developments Pty Ltd,
Sarah Street Mascot NSW, Australia.
Ada. (2008). Kebisingan, Pencahayaan, dan Getaran
di Tempat Kerja. Erlangga: Jakarta
Bagiasna, Putu, 2007, Hubungan Antara Getaran
Lalu Lintas Dan Karakteristik Lalu Linta (Studi
Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandung),
Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang.
Joko Siswanto, Y.I.Wicaksono, 2011, Pengaruh
Getaran dan Karakteristik Lalu Lintas terhadap
Bagunan (Studi Studi Kasus Jalan Raya
Semarang - Kendal antara Km. 10+000 dan
Gambar 6: PenyebaranTingkat Getaran Leq Z pada Km.10+500),http://www.ejournal.kemenperin.g
Jarak 100 cm dari Sumber Getar o.id ( diakses 18 september 2017)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 49.1996.
Persyaratan Baku Tingkat Getaran
Mekanik.Jakarta
IV. PENUTUP Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan,1998,
Pengkajian Pengaruh Getaran Lalu Lintas
Dari penelitian hubungan antara getaran, terhadap Lingkungan Jalan , Bandung.
jarak dengan kerusakan bangunan menunjukkan Pyl., L., 2004. Development and Experimental
bahwa kerusakan bangunan dan tingkat getaran Validation of a Numerical Model for Traffic
dipengaruhi oleh jarak rambatan. Kendaraan truk Induced Vibrations in buildings, PhD thesis,
tronton 30 ton menimbulkan getaran sebesar 3,82 Departement of Civil Engineering, K.U.Leuven,
mm/det pada jarak 50 cm dan 0,7 mm/det pada jarak Germany.
100 cm. Kerusakan yang mungkin terjadi akibat Richard, F.E., J.R. Hall & R.D. Wood, 1970,
tingkat getaran tersebu masuk dalam Katagori B dan Vibrationof Soil and Foundations, Prentice Hall
A. Namun demikian, tingkat kerusakan yang tidak Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
hanya dipengaruhi oleh getaran kendaraan, akan Salter, R. J., (1974). Highway Traffic Analisis
tetapi dapat juga dipengaruhi oleh struktur bangunan, and Design, The Macmillan Press Ltd., Great
pondasi tanah, dan faktor lainnya. Britain.
Untuk mengurangi dampak kerusakan Van den Broeck, P., 2001. A Prediction Model for
kerusakan diperlukan peningkatan konstruksi akses Ground-Borne Vibrations Due To Railway
jalan melalui perkerasan beton atau aspal. Traffic, PhD thesis, Departement of Civil
Engineering, K.U.Leuven, Germany

-, 1985, Instruction Manual Vibration Level Meter,


Ono Sokki Co., LTD. Japan.

168
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENGGUNAAN SELF COMPACTING CONCRETE SEBAGAI


IMPLEMENTASI GREEN CONCRETE PADA PROYEK
JEMBATAN TELUK KENDARI
Armen Adekristi S.T, M.S.C.E, E.I.T.1, Dian Agustian S.T, M.B.A2, dan Indah Herning Suari S.T, M.T 3
1
Pejabat Pembuat Komitmen 13 Proyek Jembatan Teluk Kendari
E-mail: armenadekristi@yahoo.com
2
Project Manager Konsorsium PP-NK Proyek Jembatan Teluk Kendari
E-mail: dian_kuya98@yahoo.com
3
Staf Engineering Konsorsium PP-NK Proyek Jembatan Teluk Kendari
E-mail: indahhsuari@yahoo.com

Abstrak. Isu penting yang dihadapi dunia saat ini yaitu pembentukan Green House Gases (GHG) ke udara yang
berkontribusi terhadap global warming. Berdasarkan penelitian, kadar CO2 per 1 ton semen yang dihasilkan dari pabrik
semen yaitu 930 kg. Bentuk aplikasi green concrete pada proyek Jembatan Teluk Kendari yaitu menggunakan beton
SCC dengan komposisi fly ash (limbah B3 dari PLTU) sebagai substitusi kadar semen, sehingga mampu membantu
mengurangi kadar CO2. Beton SCC adalah beton dengan performa tinggi yang dapat memadat sendiri tanpa adanya
bantuan vibrator. Workability SCC yang tinggi dengan nilai slump flow berkisar antara 65-70 cm membantu
menjangkau area tulangan yang rapat. Komposisi kadar semen dan fly ash menggunakan perbandingan fly ash 45%
terhadap total volume cementitious. Angka tersebut didapatkan dari kadar semen minimum untuk 1 m3 beton SCC fc’
30 MPa pada proyek Jembatan Teluk Kendari. Selain itu, implementasi beton SCC didukung oleh material lokal
Sulawesi Tenggara dengan kualitas yang memenuhi syarat. Waktu tempuh yang singkat dari quary menuju site mampu
meminimalisir waste CO2.

Kata kunci: CO2, Fly Ash, Green Concrete, Self Compacting Concrete, SCC

Abstract. Important issue of this world recently is forming of Green House Gases (GHG) to open air which contribute
global warming. Based on research, content of CO 2 in every 1 ton cement which produced from cement factory is 930
kg. Application of green concrete in Kendari Bay Bridge Project is using fly ash (waste from power plant) as material
in Self Compacting Concrete (SCC) that will help reduce CO2. SCC is high performance concrete which consolidated
by itself without vibrator. High workability with range of slump flow between 65–70 cm will allow fresh concrete to
congested rebar. Composition between cement and fly ash is using 45% ratio fly ash due to cementitious volume. Ratio
is obtained from minimum cement content for 1 m3 SCC fc’30 MPa in Kendari Bay Bridge Project. Beside that,
implementation of SCC is supported by local material in South East Sulawesi with proper quality. Short duration from
quary to site is capable to reduce waste of CO 2.

Keyword: CO2, Fly Ash, Green Concrete, Self Compacting Concrete, SCC

169
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN II. KONSEP DASAR BETON SCC


Industri semen merupakan salah satu produsen A. Definisi
utama CO2 yang menghasilkan 5% emisi udara dari
Beton SCC adalah beton dengan performa tinggi
seluruh dunia. Adapun 5% tersebut terdiri dari 50%
yang dapat mengalami konsolidasi sendiri tanpa adanya
hasil dari proses kimia dan 40% dari proses
bantuan alat pemadat seperti penggetar atau sejenisnya.
pembakaran bahan bakar (Gajanan, 2015). Material
semen sebagai bahan utama beton menjadikan emisi
CO2 dari produksi beton berbanding lurus dengan kadar
semen yang digunakan pada mix design.

Gambar 2. Tekstur Beton SCC di Proyek JTK


(Dokumentasi Proyek JTK, 2017)

Keunggulan beton SCC dalam proses pengecoran


Gambar 1. Emisi CO2 dari Produksi Semen di Dunia
yaitu mengurangi durasi konstruksi dan mempermudah
(Gajanan M. Sabnis, 2015)
aliran beton di area tulangan yang rapat. Beton SCC
Pada Protokol Kyoto tahun 1992 di Rio de Janeiro, didefinisikan dalam hal workability. Dengan demikian,
Brazil, negara - negara yang terlibat mulai melakukan perbedaan antara beton SCC dengan beton normal yaitu
negosiasi untuk membentuk suatu aturan untuk terkait dengan workability dan perubahan proporsi
mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2%. Oleh material & admixture untuk mencapai workability
sebab itu, berbagai kalangan yang bergerak di bidang tersebut. Workability dari beton SCC diklasifikasikan
konstruksi dan lingkungan mulai mengembangkan menjadi tiga aspek yaitu filling ability, passing ability,
beton yang bersifat ramah lingkungan (Green dan segregation resistance.
Concrete) sebagai solusi agar semen tetap diproduksi Filling ability yaitu kemampuan beton untuk
tetapi mampu menjaga lingkungan. mengalir dengan berat sendirinya dan mengisi
Green Concrete merupakan salah satu alternatif formwork sepenuhnya. Hal ini penting karena tanpa
pengurangan kandungan karbon pada beton yaitu kemampuan tersebut, beton tidak akan mengalami
mengurangi jumlah semen, disubstitusi dengan material konsolidasi yang cukup.
pengganti yang bersifat cementitious seperti fly ash dan Passing ability yaitu kemampuan beton untuk
limbah besi (steel slag). melewati kondisi yang terkekang, seperti celah yang
Bentuk aplikasi green concrete pada proyek sempit antar tulangan. Walaupun saat meningkatkan
Jembatan Teluk Kendari yaitu menggunakan Self filling ability umumnya akan meningkatkan passing
Compacting Concrete (SCC) yang mengandung fly ash ability, tingkat filling ability yang tinggi tidak
sebagai bagian dari volume cementitious. Substitusi menjamin akan memiliki tingkat passing ability yang
semen dengan fly ash membantu mengurangi kadar tinggi pula.
CO2 karena demand dari pembelian semen akan Ketahanan terhadap segregasi (segregation
berkurang. Selain itu, penggunaan fly ash merupakan resistance) yaitu kemampuan beton untuk
aksi recycle karena material fly ash merupakan limbah mempertahankan komposisinya saat pengecoran dan
B3 sisa pembakaran dari PLTU. sampai setting. Segregation resistance termasuk
Proses pembuatan beton SCC yaitu dengan stabilitas statik dan dinamik. Stabilitas statik yaitu
melakukan trial mix di laboratorium Proyek Jembatan tahan terhadap segregasi saat beton dalam kondisi
Teluk Kendari secara trial and error serta didampingi diam. Sedangkan stabilitas dinamik yaitu tahan
oleh ahli beton hingga didapatkan komposisi mix terhadap segregasi saat kondisi tidak diam, seperti saat
design untuk mutu beton rencana pada struktur mixing dan pengecoran.
Jembatan Teluk Kendari.
B. Perbandingan Beton SCC dengan Beton Normal
Perbedaan komposisi beton SCC dengan beton
normal yaitu proporsi agregat halus pada beton SCC
lebih banyak daripada beton normal. Hal ini bertujuan
untuk mendukung workability dari beton SCC. Selain
itu, konsep beton SCC adalah pasta sebagai pembawa

170
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

agregat. Sehingga, agregat kasar pada beton SCC A. Pemilihan Material


memiliki ukuran yang lebih kecil daripada beton
Sebagai syarat material green concrete,
normal. Ukuran yang kecil akan mempermudah pasta
penggunaan material lokal harus dimaksimalkan.
untuk mengikat agregat, akibatnya workability beton
Sehingga, selain mereduksi emisi CO2 akibat
SCC akan tinggi.
transportasi, dapat meminimalkan biaya mobilisasi
material.

Gambar 3. Ilustrasi Komposisi Beton Normal vs SCC


(Portland Cement Association)

Untuk mendapatkan mutu rencana beton SCC, Gambar 5. Quarry Split Moramo
maka digunakan perbandingan agregat halus dan (Dokumentasi Proyek JTK, 2016)
agregat kasar yang baik dan pengurangan jumlah air.
Namun akibat dari pengurangan air adalah workability Sulawesi Tenggara memiliki material lokal dengan
yang menurun. Untuk mengatasi hal ini dapat kualitas yang memenuhi syarat. Agregat halus/pasir
digunakan additif berupa superplasticizer. berasal dari tambang pasir Sabulakoa dan Konaweha di
Beton SCC dengan rasio w/c yang sama umumnya Sungai Pohara dengan waktu tempuh ± 1,5 jam menuju
memiliki kuat tekan yang lebih tinggi daripada beton site. Sedangkan, agregat kasar/split berada di Moramo
normal yang digetarkan, karena kurangnya getaran dengan waktu tempuh ± 3 jam menuju site.
meningkatkan interaksi permukaan antara agregat Material agregat kasar yang digunakan pada
dengan pasta yang mengeras. proyek Jembatan Teluk Kendari menggunakan
Perbedaan lainnya yaitu dalam hal pengujian slump kombinasi antara split 1/1 dan split 1/2 dengan ukuran
beton. Pada beton normal menggunakan uji slump masing – masing berkisar antara 1 - 1,5 cm dan 0,5 – 1
biasa, sedangkan beton SCC menggunakan uji slump cm. Syarat abrasi agregat maksimal yang dipakai
flow. Adapun penjelasan lebih detail akan dibahas di adalah 27% untuk mencapai mutu beton rencana.
sub-bab pengujian beton SCC. Untuk material halus menggunakan kombinasi
antara pasir kasar dan pasir halus. Hal itu dilakukan
akibat keterbatasan stock pasir di Sulawesi Tenggara
dengan syarat Fineness Modulus (FM) antara 2,5 –
2,97. Namun dengan catatan, pasir yang tertahan di
saringan No. 3/8 tidak lebih dari 5%, karena jika
berlebihan maka pasir akan bersifat koral.

B. Trial Mix Design


Sebelum melakukan mixing, dilakukan uji
a. b.
karakteristik material sehingga didapatkan berat jenis
Gambar 4. Pengujian Slump Beton (a). Beton Normal (b). aktual material, abrasi, nilai FM dan kadar airnya.
Beton SCC Selanjutnya, melakukan beberapa trial untuk
(Dokumentasi Proyek JTK, 2016) menentukan kadar antara semen dan fly ash yang sesuai
dengan mutu beton rencana.
III. PROSES & APLIKASI BETON SCC Mutu beton pekerjaan sub-structure yaitu fc’ 30
MPa dengan lokasi hampir semua terletak di bawah
Pembuatan beton SCC memerlukan trial mix muka air. Sehingga, dilakukan beberapa trial kadar fly
beberapa kali hingga mencapai hasil yang diharapkan. ash terhadap total volume cementitious yaitu 15%,
Untuk mendapatkan mutu beton tertentu, perlu dibuat 20%, 25%, dan 45%. Berdasarkan pengujian,
Job Mix Design (JMD) terlebih dahulu. Setelah itu, didapatkan kadar fly ash yang optimal yaitu 45%.
melakukan trial Job Mix Formula (JMF). Sehingga, Angka 45% didapatkan dari kadar semen minimum
dalam setiap pekerjaan pengecoran, mutu beton akan untuk 1 m3 beton SCC pada proyek ini. Berdasarkan
selalu terjaga. hasil trial, terlihat bahwa terdapat batasan dalam
menentukan proporsi cementitious terkait dengan mutu
beton yang diharapkan. Jika penggunaan fly ash lebih
dari 45% dengan karakteristik material yang ada, maka

171
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

kemungkinan besar mutu beton fc’ 30 MPa tidak C. Mixing Batching Plant
tercapai.
Pengecoran menggunakan Batching Plant (BP)
swakelola yang sudah dikalibrasi oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan UPTD Metrologi
Kendari. Untuk 1 unit BP yang dikalibrasi adalah
timbangan BP untuk agregat dan air.
Untuk memproduksi ready mix, karakteristik dan
jenis material harus terkontrol dan dapat menyesuaikan
kebutuhan di lapangan. JMF yang digunakan dalam
setiap pengecoran adalah JMF yang telah disetujui oleh
Konsultan Supervisi dan Direksi Pekerjaan. Salah satu
keunggulan menggunakan BP swakelola yaitu dari segi
kualitas dapat terkontrol langsung dari setiap
prosesnya.
Gambar 6. Pelaksanaan Trial Mix di Laboratorium
Pada proses pencampuran beton dalam satu kali
(Dokumentasi Proyek JTK, 2016) mixing dilakukan selama ± 3 menit untuk menghasilkan
2 m3 fresh concrete. Lokasi BP pada proyek Jembatan
Pada upper-structure menggunakan mutu rencana Teluk Kendari terletak di supporting area dengan
fc’ 45 MPa. Struktur balok prestress PCI girder pada waktu tempuh 5 menit.
area side span jembatan memerlukan high early
strength agar dapat dilakukan stressing sehingga
girder dapat segera diangkat (erection). Untuk
mendapatkan mutu beton 38,25 MPa di umur 3 hari,
maka salah satu upaya yang dilakukan yaitu mereduksi
proporsi fly ash. Setelah dilakukan beberapa trial,
didapatkan proporsi optimal untuk mutu rencana fc’ 45
MPa yaitu sebesar 15%.
Setelah proporsi cementitious tercapai, maka
menghasilkan JMD (Job Mix Design). Setelah mutu
beton rencana di umur 28 hari tercapai, maka formula
tersebut dapat digunakan sebagai JMF. Output dari
JMD, komponen yang tetap adalah kadar cementitious.
Sedangkan komponen agregat, kadar air, dan kadar
admixture masih dapat berubah. Proses untuk
menentukan proporsi agregat yang sesuai merupakan
trial mix design JMF.

Gambar 8. Batching Plant di Proyek Jembatan Teluk Kendari


(Dokumentasi Proyek JTK, 2016)

Selama proses mixing, perlu memperhatikan


konsistensi mix design beton yang dihasilkan. Proses
kontrol pertama yaitu langsung dari pan mixer yang
berada di atas. Kontrol yang dilakukan yaitu secara
visual oleh tim QC bagian produksi beton yang sudah
berpengalaman di bidangnya. Namun, kontrol pertama
belum dapat dijadikan ukuran karena masih belum
tetap. Kontrol selanjutnya dari segi konsistensi beton
yaitu dari hasil uji slump flow ketika proses mixing
sudah selesai.
Gambar 7. Mix Design Beton SCC fc’30 MPa
(JMF Beton Jembatan Teluk Kendari, 2016) D. Pengujian Beton SCC
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai
Untuk menentukan proporsi yang tepat, selain dari workability beton SCC, masing – masing item harus
teori, perlu pengalaman dari laboran. Pada proyek dievaluasi secara terpisah. Dalam menentukan target
Jembatan Teluk Kendari, laboran termasuk dalam tim item workability, penting untuk mendesain apa yang
Quality Control (QC) dan didampingi oleh ahli beton dibutuhkan.
(hanya saat awal pekerjaan pengecoran pertama kali)
untuk menentukan proporsi mix design yang tepat.

172
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 9. Metode Pengukuran Flow Beton SCC

Nilai slump flow menunjukkan kemampuan flow


dari beton segar dalam kondisi bebas (tidak ada
kekangan). Pengujian slump flow adalah prosedur
umum yang digunakan untuk menentukan nilai flow
pada beton dengan workability tinggi.
Gambar 11. Visual Stability Index (VSI) beton SCC
Berdasarkan The European Guidelines for Self-
(Daczko, 2001)
Compacting Concrete tahun 2005, nilai slump flow
berkisar antara 55-70 cm. Sedangkan, nilai slump flow
yang digunakan pada Proyek Jembatan Teluk Kendari Tabel 1. Kriteria Visual Stability Index (VSI)
berkisar antara 65-70 cm dengan pertimbangan flow Nilai VSI Kriteria
tersebut mampu mendukung workability yang 0 = Highly Stable Tidak ada tanda segregasi
dibutuhkan pada proyek ini. atau bleeding
1 = Stable Tidak ada tanda segregasi
dan sedikit bleeding saat
pengamatan
2 = Unstable Terjadi penumpukan agregat
di pusat massa beton (≤ 10
mm)
3 = Highly Unstable Terjadi segregasi yang jelas
(≥ 10 mm) dengan
penumpukan agregat dalam
65 - 70 cm jumlah besar di pusat beton
(Daczko, 2001)

E. Aplikasi Beton SCC


Kemampuan distribusi beton SCC dalam mengisi
Gambar 10. Slump Flow Beton SCC di Proyek JTK ruang formwork yang tinggi menghasilkan kualitas
(Dokumentasi Proyek JTK, 2016)
permukaan beton expose yang lebih rata dan halus.
Penggunaan fly ash dan agregat halus yang lebih
Prosedur pengujian ini didasarkan pada ASTM C
banyak dibandingkan dengan agregat kasar membuat
143/C 143M. Langkah pengujiannya adalah beton
beton memiliki tingkat kepadatan yang lebih tinggi
ditempatkan pada cone dituang hingga penuh,
yaitu bersifat kedap dan lebih tahan terhadap reaksi dari
kemudian cone diangkat ke atas. Setelah campuran
air laut maupun tanah disekitarnya. Hal ini menjadikan
beton mengalir, maka diukur berapa diameter dari
aplikasi beton SCC sangat cocok pada struktur yang
persebaran campuran beton tadi.
berada di dalam air. Sebagai contoh, struktur bored pile
Sebelum mengukur slump flow, perlu dilakukan
yang berada di bawah muka air tanah (Gambar 11).
pengecekan konsistensi beton segar secara visual.
Komponen fly ash dan agregat halus akan menutup
Parameter acuannya adalah Visual Stability Index
rongga pada beton, sehingga mengurangi potensi korosi
(VSI). Menurut ASTM C 1611, setelah distribusi beton
pada besi akibat beton yang keropos. Durabilitas dari
segar berhenti, dilakukan inspeksi distribusi agregat
struktur beton yang menggunakan beton SCC akan
kasar terhadap massa beton, distribusi mortar di
meningkat.
sekelilingnya, dan ciri - ciri bleeding secara visual.
Struktur mass concrete merupakan struktur beton
Penilaian VSI terhadap sebaran beton menggunakan
dengan volume besar dengan pembesian dalam jumlah
kriteria berikut (Gambar 10) dengan deskripsi pada
banyak. Struktur pembesian yang banyak dan rapat,
Tabel 1.
jika proses pemadatan saat pengecoran tidak dilakukan
dengan benar, maka beton cenderung keropos. Passing
ability dan filling ability yang dimiliki oleh beton SCC

173
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

membantu menghilangkan potensi keropos yang


selama ini seringkali terjadi di beton normal.

Gambar 12. Pengecoran Bored Pile Laut Gambar 14. Beton Expose Struktur Pier Leg
(Dokumentasi Proyek JTK, 2016) (Dokumentasi Proyek JTK, 2017)

Keunggulan lainnya dari beton SCC adalah dapat Gambar 14 menunjukkan bahwa beton yang
mereduksi waktu dan jumlah pekerja karena dihasilkan memiliki struktur permukaan yang halus dan
kemudahan pelaksanaan pengecoran. Pada saat licin. Terlihat pada gambar tersebut sedang dilakukan
pekerjaan bored pile, waktu yang dibutuhkan untuk proses curing. Adapun curing dilakukan untuk
pemotongan pipa tremie biasanya memakan waktu ± 10 mengatasi susut (shrinkage) akibat proses hidrasi.
menit. Sedangkan, dalam satu bored pile di proyek
Jembatan Teluk Kendari melakukan pemotongan pipa F. Beton SCC sebagai Green Concrete
tremie ± 5 kali tergantung kedalaman bored pile.
Seperti yang dijelaskan pada pendahuluan bahwa
Struktur beton SCC yang encer mengakibatkan lekatan
aplikasi green concrete pada beton SCC berupa
antar pipa tremie dan beton segar tidak begitu lengket,
penggunaan fly ash atau limbah dari PLTU sebagai
sehingga pemotongan pipa tremie dapat berkurang
bahan substitusi semen. Dengan adanya pengurangan
karena pipa tremie masih mudah diangkat walaupun
semen, maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut
sudah jauh tertanam dalam beton.
mengurangi kadar CO2 yang timbul akibat produksi
semen.

Gambar 13. Pekerjaan Pengecoran Mass Concrete


(Dokumentasi Proyek JTK, 2017)

Kemudahan pelaksanaan pada struktur mass


concrete yaitu saat pemadatan tidak perlu Gambar 15. Klasifikasi Volume Beton tiap Struktur
(Olahan Data, 2017)
menggunakan vibrator. Penggunaan vibrator justru
dilarang karena dapat menyebabkan segregasi. Beton
Pada proyek Jembatan Teluk Kendari, struktur
SCC mengalami konsolidasi dengan sendirinya
jembatan menggunakan beton sebagai komponen
sehingga beton SCC dapat menyebar ke segala arah,
utama dengan volume beton secara total sebesar
mengisi ruang – ruang formwork dan menghasilkan
69.664,39 m3. Adapun klasifikasi volume beton
beton mass concrete yang lebih durable.
berdasarkan mutu beton tampak pada Gambar 15 dan
Kualitas yang dihasilkan oleh beton SCC yaitu
Tabel 2.
beton tidak geripis, tidak keropos, dan memiliki
Pada komposisi 1 m3 beton, mengandung jumlah
permukaan yang halus tanpa melalui proses
fly ash 221 kg untuk fc’ 30 MPa dan 89 kg untuk fc’ 45
finishing/grouting. Namun, kualitas tersebut tidak akan
MPa. Volume fly ash tersebut merupakan volume
tercapai tanpa dukungan formwork yang kuat dan
substitusi semen. Kadar CO2 yang berhasil direduksi
minyak bekisting yang berkualitas.
akibat substitusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

174
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2. Jumlah Penggunaan Beton Berdasarkan fc’ 4. Pada proyek Jembatan Teluk Kendari, substitusi
3 semen dengan fly ash mampu mengurangi kadar
Mutu Beton (MPa) Volume (m )
CO2 sebanyak 11.957, 84 ton.
Beton Mutu Sedang 50.437,59
fc’ 30 MPa
DAFTAR PUSTAKA
Beton Mutu Tinggi 19.226,79
fc’ 45 MPa American Concrete Institute 237R-07, 2007, Self-
Total 69.664,39 Consolidating Concrete, ACI Committee
237:Farmington Hills.
(Olahan Data, 2017)
Daczko, Joseph A., Phillips, Stephen, H.E., 2001, Self-
Tabel 3. Reduksi Kadar CO2 dari Substitusi Semen Compacting Concrete in Underground and Mining
Applications, Proceedings of the Second International
Symposium on Self-Compacting Concrete, Tokyo,
Volume Japan, pp. 671-680.
Struktur FA (kg) FA (ton) CO2 (kg)
(m3)
Bored Pile 26.633,28 5.885.954,88 5.885,95 5.473.938,04 Koehler, Eric P., 2007, Inspection Manual for Self-
20.763,20 4.588.667,20 4.588,67 4.267.460,50 Consolidating Concrete in Precast Members.
Pile Cap
Austin:Center for Transportation Research University of
Pylon 3.256,20 289.801,80 289,80 269.515,67 Texas
Pier 3.041,11 672.085,31 672,09 625.039,34
Sabnis, Gajanan M., 2015, Green Building with Concrete,
Side Span 1.879,09 167.239,01 167,24 155.532,28 Sustainable Design and Construction, Second Edition,
Main Span 10.611,93 944.461,77 944,46 878.349,45 New York: CRC Press.
PCI Girder 1.972,63 175.564,07 175,56 163.274,59 Self-Compacting Concrete European Project Group, 2005,
Blister 159,06 14.156,34 14,16 13.165,40 The European Guidelines for Self Compacting Concrete,
Spesification, Production and Use. United
Tie Beam 497,63 44.288,63 44,29 41.188,42 Kingdom:SCC European Project Group.
Cross Beam 850,26 75.673,14 75,67 70.376,02
Pylon
Total 12.857.892,15 12.857,89 11.957.839,69

(Olahan Data, 2017)

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dengan


adanya substitusi fly ash, maka dapat mereduksi kadar
CO2 sebesar 11.957, 84 ton. Nilai tersebut diambil dari
jumlah 1 ton fly ash dikalikan dengan 930 kg CO 2.
Reduksi tersebut akan sangat signifikan jika sebagian
besar konstruksi beton mulai beralih menggunakan
beton SCC.

IV. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil aplikasi di
lapangan dapat menghasilkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :

1. Penggunaan beton SCC merupakan salah satu


aplikasi green concrete akibat menggunakan bahan
recycle yaitu limbah PLTU.
2. Untuk beton mutu sedang sampai tinggi,
penggunaan fly ash di Sulawesi Tenggara belum
dapat sepenuhnya menggantikan semen karena
terbatas oleh kadar minimum semen yang
disyaratkan untuk mencapai mutu beton rencana.
3. Aplikasi beton SCC sangat baik untuk struktur di
bawah air laut dan struktur mass concrete akibat
material fly ash yang dapat mengisi celah pori pada
beton sehingga mengurangi potensi korosi dan
keropos.

175
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENANGANAN LONGSORAN JALAN DENGAN


PERKUATAN TIANG BOR DI CIJELAG – SUMEDANG
KM. BDG 65+100 MENGGUNAKAN PENDEKATAN
METODE ELEMEN HINGGA
Indra Noer Hamdhan 1, Heru Judi Halomoan Gultom1, and Desti Santi Pratiwi2
1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung
E-mail: indranh@itenas.ac.id
2
Program Studi Magister Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
E-mail: destisp@student.itb.ac.id

Abstrak. Kegagalan geoteknik seperti longsoran pada lereng sering terjadi di Indonesia. Beberapa penyebab longsoran
ini adanya intensitas hujan yang cukup tinggi, jenis tanah dan kemiringan lereng yang curam. Longsoran jalan di
Cijelag – Sumedang Km. BDG 65+100 adalah salah satu contoh dari beberapa kasus longsoran tersebut. Penanganan
sementara sudah dilakukan dengan pemasangan bronjong di lereng tersebut, namun kondisi bronjong saat ini telah
rusak. Oleh karena itu diperlukannya penanganan permanen yang tepat agar dapat mengurangi resiko longsoran di
lokasi ini. Analisis stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan pendekatan Metode Elemen Hingga Program
PLAXIS 2D 2017. Analisis balik dilakukan untuk menentukan parameter tanah pada saat terjadi kelongsoran. Perkuatan
dengan tiang bor dengan diameter 80 cm, panjang 40 m dan jarak antar tiang 1.6 m direncakanan agar dapat
meningkatkan nilai faktor keamanan lereng tersebut. Dari hasil analisis stabilitas lereng yang dilakukan, diperoleh hasil
nilai faktor keamanan sebesar 1.034 untuk kondisi tanpa perkuatan dan 1.518 dengan perkuatan tiang bor tersebut.

Kata kunci: Cijelag-Sumedang Km. BDG 65+100, longsoran, tiang bor, Metode Elemen Hingga, nilai faktor
keamanan

Abstract. Geotechnical failures such as landslides on the slopes are common in Indonesia. Some of landslides are cause
by high intensity of rainfall, soil type and the inclination of slope. A landslide of road in Cijelag - Sumedang Km. BDG
65 + 100 is one example of some cases of the landslide problem. Temporary protection has been done with the
installation gabion on the slope, but the condition of gabion has been collapsed. Therefore, need to be proper the
permanent protection in order to reduce the risk of landslide in this location. Slope stability analysis was done by Finite
Element Method approach: PLAXIS 2D 2017 Software. Back analysis is performed to determine the soil parameter at
the time of land sliding. Reinforcement using boredpile with 80 cm of diameter, 40 m of pile length and 1.6 m spacing
between each pile are designed to increase the safety factor of slope. The result of slope stability analysis are showed
the value of safety factor in the condition without reinforcement is 1,034, and the safety factor for condition with
boredpile reinforcement is 1,518.

Key word: Cijelag-Sumedang Km. BDG 65+100, landslide, boredpile, Finite Element Method, safety factor

176
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN B. Jenis- jenis Gerakan Tanah dan Longsoran


Longsoran jalan di Jalan Cijelag Km. BDG 65+100 Rahardjo (2012) menyatakan bahwa lereng dapat
terjadi diakibatkan adanya pergerakan tanah akibat dibagi menjadi 4 (empat) berdasarkan jenis
kemiringan lereng yang curam dan beban kendaraan. gerakannya, yaitu:
Penanganan secara sementara telah dilakukan untuk 1. Runtuhan (Falls), yaitu gerakan materialyang
menanggulangi longsoran jalan tersebut, yaitu dengan jatuh melalui udara. Material tersebut
menggunakan perkuatan beronjong. Bronjog jatuh/terlepas dari lereng yang curam,
merupakan perkuatan lereng yang terbuat dari anyaman sehingga tidak ditahan oleh suatu geseran
kawat yang diisi oleh tumpukan batu yang disusun. dengan material di sekitarnya. Runtuhan pada
Akan tetapi, kondisi bronjong di lereng lapangan saat batuan umumnya terjadi cepat, dan dapat
ini telah rusak karena kurangnya perawatan sehingga terjadi saat gempa.
memberikan tambahan gaya dorong pada lereng. Oleh 2. Pengelupasan (Topples), yaitu gerakan berupa
sebab itu, perlu adanya suatu penangan longsoran rotasi ke arah luar dari material yang berputar
secara permanen yang tepat, cepat dan efektif untuk terhadap suatu titik yang diakibatkan adanya
menaggulangi longsoran di lokasi tersebut. Analisis gaya gravitasi dan gaya-gaya luar lainnya
perencanaan penanggulangan longsoran tersebut akan seperti air dalam retakan.
di bahas pada makalah ini. 3. Aliran Tanah (Earth Flow/Debris Flow), yaitu
Maksud dan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk gerakan pada tanah yang sangat sensitif atau
menganalisis kestabilan lereng di lokasi longsoran bisa disebabkan oleh gempa. Bidang gelincir
Jalan Cijelag Km. BDG 65+100 dan menentukan terjadi karena adanya gangguan mendadak dan
penanganan secara permanen dengan menggunakan gerakan tanah yang terjadi bersifat cepat akan
Program PLAXIS 2D 2017 yang berbasis Metode tetapi dapat lambat.
Elemen Hingga. 4. Longsoran (Slides), yaitu gerakan yang terdiri
dari peregangan secara geser dan peralihan
II. TINJAUAN PUSTAKA sepanjang suatu bidang ataupun beberapa
A. Stabilitas Lereng bidang gelincir yang dapat nampak secara
visual.
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang
memiliki kemiringan sehingga membentuk sudut Longsoran dapat dibagi menjadi 2 (dua)
tertentu terhadap bidang horizontal yang tidak berdasarkan bentuk bidang gelincir, yaitu (Rahardjo,
terlindungi (Das, 1985). Tanah pada lereng beresiko 2012):
mengalami kelongsoran akibat gaya dorong yang 1. Longsoran rotasi, yaitu longsoran yang dapat
berasal dari gaya-gaya luar atau beban luar maupun berupa busur lingkaran akan tetapi dalam
beratnya sendiri. Adapun menurut Das (1985) kenyataan bentuk longsoran ini dapat
menyatakan bahwa longsor dapat terjadi akibat gaya dipengaruhi oleh adanya sesar, lapisan lunak,
dorong (gaya yang melongsorkan) melebihi gaya dan lain-lain. Longsoran bentuk ini paling
berlawanan (gaya yang menahan) yang berasal dari sering dijumpai dan dapat terjadi pada batuan
kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor. maupun tanah.
Lereng dapat dibagi menjadi 2 (dua) menurut 2. Longsoran translasi, yaitu longsoran yang
pembentukannya, yaitu lereng alami dan lereng buatan. bidang gelincirnya berbentuk bidang rata.
Lereng alami merupakan lereng yang terbentuk oleh Longsoran translasi umumnya dipengarui oleh
alam, sedangkan lereng buatan merupakan lereng yang permukaan lereng yang lunak, dan dapat
dibuat oleh manusia, yaitu dapat berupa lereng galian bersifat menerus dan luas.
atau lereng timbunan. Lereng alami dapat mengalami
kelongsoran akibat hal berikut, (Rahardjo, 2012): C. Penyebab Terjadinya Gerakan Tanah dan
Longsoran
1. Kenaikan tekanan air pori yang dapat
diakibatkan oleh naiknya muka air tanah. Penyebab terjadinya gerakan tanah dan longsoran
Naiknya muka air tanah dapat disebabkan oleh dapat terjadi secara alami ataupun oleh perbuatan
intensitas hujan yang tinggi, gangguan pada manusia. Gerakan tanah atau longsoran umumnya
drainase, dan lain-lain. terjadi karena beberapa faktor, seperti kondisi geologi,
2. Penurunan nilai kuat geser tanah secara gemoteri lereng, iklim, dan lain-lain.
progresif yang diakibatkan adanya deformasi Gerakan tanah dan longsoran dapat terjadi apabila
sepannjang bidang yang berpotensi longsor. gaya yang diterima oleh lereng melebihi tegangan geser
3. Proses pelapukan tanah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa
4. Gempa tegangan geser sangat mempengaruhi stabilitas lereng.
5. Perubahan geometri lereng yang keliru Rahardjo (2012) menyatakan, adapun faktor-faktor

177
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

yang menyebabkan peningkatan nilai tegangan geser 4. Pemasangan perkuatan lereng, seperti dinding
adalah: penahan tanah, bronjong, tiang bor, tiang
pancang, soil nailing, shotcret, dan lain-lain.
1. Kehilangan dukungan lateral dan vertikal,
5. Penambatan longsoran batuan, seperti
misalnya seperti erosi pada sungai, proses
pengikat beton, jangkar kabel, dinding tipis,
pelapukan, galian permukaan dan
tembok penahan batu, dan lain-lain.
penambangan.
2. Beban di permukaan dan beban lainnya, Pada makalah ini, penulis memilih tiang bor untuk
misalnya seperti pekerjaan timbunan, beban penanganan longsoran di Jalan Cijelag Km. BDG
bangunan, vegetasi, air hujan yang terinfiltrasi 65+100.
ke dalam rekahan, dan teknan rembesan.
E. Kriteria Keruntuhan Mohr Coulomb
Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan nilai
tegangan geser Rahardjo (2012), yaitu: Dalam analisis geoteknik terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menentukan tipe
1. Peningkatan kadar air pada tanah
keruntuhan tanah, seperti hardening soil, soft soil, dan
2. Pelunakan pada tanah lempung
Mohr Coloumb. Pada makalah ini penulis memilih
3. Disintegrasi fisik dari batuan
kriteria keruntuhan Mohr Coloumb dalam analisis
stabilitas lereng di Jalan Cijelag.
D. Pemilihan Tipe Penanganan Longsoran
Mohr adalah seorang tokoh terkenal dalam bidang
Pemilihan tipe penanganan longsoran yang sesuai
geoteknik. sekitar pergantian abad ke – 20, Mohr
dengan permasalahan di lapangan tentunya akan
(1900) menghipotesiskan sebuah kriteria keruntuhan
membutuhkan beberapa alternatif yang penentuannya
untuk material asli terjadi ketika tegangan geser pada
tergantung dari tipe dan penyebab longsoran dan
bidang runtuh saat terjadi keruntuhan mencapai
kemudahannya di lapangan.
beberapa fungsi unik dari bidang tegangan normal, atau
Terdapat beberapa aspek penting yang harus seperti persamaan berikut ini:
dipertimbangkan dalam perencanaan teknis penanganan
longsoran badan jalan, yaitu aspek:  ff  f ( ff ) (1)

1. Kondisi topografi Dimana τ adalah tegangan geser dan σ adalah


2. Kondisi geometri jalan tegangan normal. Keterangan f pertama menunjukkan
3. Kondisi geoteknik bidang dimana terjadinya tegangan (dalam hal ini
4. Kondisi geologi bidang runtuh), sedangkan f kedua menunjukkan
5. Kondisi lingkungan keruntuhan (failure) dan τff merupakan kuat geser
6. Kondisi hidrologi dan hidrogeologi tanah.
7. Ketersediaan bahan/ material konstruksi Adapun komponen atau parameter yang
Dalam pemilihan tipe penanganan perlu adanya mempengaruhi kuat geser tanah, yaitu sudut geser
perbandingan dari beberapa alternatif. Adapun prosedur tanah (ϕ) dan kohesi tanah (c). Mohr (1776)
dalam perencanaan lereng yang dapat dipisahkan ke menyatakan persamaan kriteria keruntuhan Mohr
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: Coloumb dapat ditulis menjadi:
1. Mengeliminasi masalah, seperti relokasi  f   tan   c (2)
lereng, penggalian atau penggantian material.
2. Mereduksi gaya-gaya yang dapat Dimana τf merupakan kuat geser tanah, σ adalah
menyebabkan kelongsoran, seperti mengubah tegangan normal, c dan ϕ adalah parameter kuat geser
kemiringan lereng, pemasangan drainase di tanah. Nilai parameter kuat geser tanah tergantung dari
permukaan, pemasangan sub-drain dan jenis tanah. Selain itu, parameter lain yang dibutuhkan
mengurangi beban yang bekerja pada lereng. dalam menganalisis dengan Model moh Coulomb yaitu
3. Meningkatkan gaya-gaya yang dapat nilai modulus elastisitas (E), poisson ratio (υ), dan
menahan longsor atau memberikan kestabilan sudut dilatansi (ψ).
pada lereng, seperti pemasangan sub-drain,
dinding penahan atau turap, penggunaan F. Metode Elemen Hingga (Finite Element
pondasi tiang, pemasangan jangkar, dan Method)
pencampuran bahan kimia. Stabilisasi lereng pada tanah aktif akibat
Selain upaya yang disebutkan di atas, terdapat longsoran dapat dilakukan dengan pemasangan tiang.
beberapa upaya yang dapat dijadikan alternatif, yaitu: Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menganalisis besarnya tekanan tanah yang terjadi pada
1. Perubahan geometri lereng, seperti tiang. Adapun salah satu metode yang dapat digunakan
pemotongan/cutting atau timbunan/fill yaitu metode berbasis numerik, dimana kelebihan dari
2. Pengendalian air permukaan metode ini dapat digunakan pada kasus-kasus rumit dan
3. Pengendalian air rembesan dapat menghasilkan hasil yang baik. Dalam analisis

177
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

stabilitas lereng, keuntungan dari penggunaan metode


numerik yaitu dapat digunakan untuk analisis lereng
dengan longsoran yang rumit. Selain itu dalam
perhitungan stabilitas lereng dapat memasukkan
kondisi regangan tegangan yang, dapat menggunakan
berbagai jenis kriteria keruntuhan, dan dapat dengan
mudah memasukkan pengaruh perkuatan pada lereng.
Metode numerik yang sering digunakan saat ini
yaitu Metode Elemen Hingga (Finite Element Method).
Prinsip dari metode ini, yaitu membuat persamaan
matematis dengan berbagai pendekatan dan rangkaian
persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada
titik-titik diskrit pada bagian yang dievaluasi. Pada Gambar 1. Kondisi eksisting di Jalan Cijelag Km. BDG
metode ini, daerah yang dianalisis dibagi kedalam 65+100 Tampak Depan
beberapa elemen.
Dalam analisis stabilitas lereng terdapat
pendekatan yang umum digunakan, yaitu metode
pengurangan kekuatan geser (strength reduction
method). Brinkgreve (2016) menyatakan bahwa
Strength Reduction Method memiliki prinsip
mereduksi/mengurangi kekuatan geser material secara
bertahap sampai membentuk suatu mekanisme
keruntuhan pada lereng. Nilai parameter kuat geser
yang akan direduksi, yaitu kohesi (c) dan sudut geser
(ϕ) dan dinyatakan dengan persamaaan sebagi berikut:
c
cf 
SRF (3) Gambar 2. Kondisi eksisting di Jalan Cijelag Km. BDG
 tan   (4) 65+100 Tampak Samping
 f  tan 1  
 SRF 
Dimana nilai SRF merupaka nilai faktor reduksi B. Analisis Stabilitas Lereng Km. BDG 65+100
kekuatan geser, sehingga naktor keamanan (SF) Kondisi Eksisting
besarnya sama dengan nilai SRF pada saat tepat terjadi Analisis pada kondisi eksisting dilakukan dengan
keruntuhan cara back analysis, yaitu dimana parameter tanah yang
didapat dari pengujian lapangan dan laboratoium
III. PEMBAHASAN direduksi hingga pemodelan mendapatkan hasil yang
mirip dengan kondisi di lapangan (longsor).
A. Umum
Parameter tanah yang digunakan untuk pemodelan
Longsoran jalan terjadi di Jalan Cijelag Km. BDG mengacu pada hasil laboratorium dan korelasi nilai
65+100, untuk menanggulangi longsoran tersebut perlu SPT di lapangan. Sedangkan parameter bronjong yang
adanya penanganan permanen yang cepat, tepat, dan digunakan yaitu dengan nilai berat isi dan modulus
efektif. Analisis stabilitas lereng mnggunakan Program elstisitas setara dengan batu. Tabel 1 dan 2
PLAXIS 2D 2017 2D 2017yang berbasis Metode menunjukkan rekapitulasi parameter tanah yang
Elemen Hingga dilakukan pada 2 (dua) kondisi, yaitu digunakan.
kondisi eksisting dan kondisi dengan perkuatan.
Adapun kondisi eksisting di lapangan ditunjukkan pada Tabel 1. Parameter Tanah yang digunakan dalam Analisis
Gambar 1. Km. 65+100
Pada Gambar 1 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa unsat sat
Lapis Jenis Tanah Tipe
lereng sudah ditangani dengan bronjong sebagai kN/m3 kN/m3
perkuatan sementara, akan tetapi kondisi bronjong pada 1 Kerikil Pasiran Drained 14 15
saat ini sudah rusak. Adapun analisis yang dilakukan, Lempung Pasir
2 Undrained 16 17
yaitu pada saat kondisi eksisting (longsor) dan kondisi Kerikil
setelah terpasang perkuatan yang direncanakan. Lempung
3 Sisipan Batu Undrained 17 18
Lempung
4 Batu Lempung Undrained 19 20

178
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 yang mengacu dari data


borlog dan laboratorium, terdapat lapisan batu lempung
atau biasa disebut clayshale. Clayshale memiliki nilai
SPT lebih dari 60 apabila belum terekspos, akan tetapi
clayshale merupakan batuan yang sensitif terhadap air.

Tabel 2. Parameter Kuat Geser Tanah yang digunakan dalam


Analisis Km. 65+100
Eref Cref ϕ
Lapis Jenis Tanah Tipe
kN/m2 kN/m ᵒ
Kerikil
1 Drained 7660 31 10
Pasiran
Lempung Gambar 4. Hasil Analisis pada Kondisi Eksisting
2 Undrained 10240 15 3
Pasir Kerikil
Lempung
3 Sisipan Batu Undrained 15040 26 10 C. Analisis Stabilitas Lereng Km. BDG 65+100
Lempung Kondisi Perkuatan
Batu Analisis stabilitas lereng dengan perkuatan
4 Undrained 20000 50 10
Lempung
dilakukan karena hasil survey lapangan dan analisis
Setelah mendapatkan nilai parameter tanah dan pada kondisi eksisitng menunjukkan terjadinya
geometri lereng dari hasil pengujian topografi, longsoran dengan nilai faktor keamanan mendekati 1,
pemodelan lereng pada kondisi eksisting ditunjukkan sehingga perlu adanya penangan longsoran. Penangann
pada Gambar 3 dengan beban yang digunakan sebesar yang direncanakan yaitu berupa pemasangan dinding
20 kN/m. penahan tanah dan boredpile serta timbunan.
Perencanaan penanganan longsoran yang akan
Hasil analisis dari kondisi eksiting menunjukkan digunkanan, yaitu dinding penahan tanah dengan tinggi
bahwa nilai faktor keamanan yang diperoleh yaitu 3 m dan lebar 2.75 m, boredpile dengan diameter 80 cm
sebesar 1.034 dengan bidang gelincir berbentuk rotasi dengan kedalaman 40 m. Adapun jarak pemasangan
yang ditunjukkan pada Gambar 4. boredpile dari tepi jalan yaitu sejauh 10.5 m, sehingga
bronjong eksisting akan dibongkar dan diubah dengan
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bidang gelincir
struktur perkuatan dan timbunan.
terjadi pada lapisan tanah 1 dan 2, sehingga longsoran
pun terjadi pada bronjong. Bronjong yang sudah tidak Mutu beton dinding penahan tanah dan boredpile
berfungsi menyebabkan pertambahan gaya dorong pada yang digunakan yaitu fc’ = 32.5 Mpa, sehingga
lereng, sehingga perlu adanya perkuatan secara dihasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 26794.12
permanen yang dapat menembus lapisan tanah 1 dan 2. Mpa dan jarak antar boredpile yang sebesar 1.6 m.
Adapun parameter timbunan yang direncanakan yaitu
pasir dengan nilai γsat = 17 kN/m3, γunsat = 18 kN/m3, c =
25 Kpa, dan ϕ = 25ᵒ, adapun kemiringan timbunan
yang digunakan yaitu 1:2. Pemodelan pada kondisi
perkuatan disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 3. Pemodelan Lereng pada Kondisi Eksisting

Gambar 5. Pemodelan Kondisi Perkuatan

Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan adanya


perkuatan dinding penahan tanah dan boredpile nilai
faktor keamanan naik menjadi 1.518. dengan bidang
gelincir yang ditunjukkan pada Gambar 6.

179
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Rahardjo, P.P., 2012, Manual Kestabilan Lereng,


Bandung:Universitas Katolik Parahyangan.

Gambar 6. Hasil Analisis pada Kondisi Perkuatan

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa bidang gelincir


yang kritis terjadi pada lapisan tanah 1 dan 2, akan
tetapi terdapat perubahan bidang gelincir antara
eksisting dan dengan perkuatan. Kedalaman boredpile
yang direncanakan sudah memotong bidang gelincir
kondisi eksisitng. Sehingga dengan adanya perkuatan
dinding penahan tanah dan boredpile akan
meningkatkan nilai faktor keamanan.

IV. PENUTUP
Dari hasil analisis kondisi eksisting didapat nilai
faktor keamanan 1.034, sehingga dapat dikatakan
bahwa kondisi lereng di lapangan tidak aman dan
terjadi longsor. Oleh karena itu diperlukan penanganan
longsoran secara permanen berupa perkuatan lereng,
adapun perkuatan lereng yang disarankan yaitu dengan
pemasangan boredpile dan dinding penahan tanah
setinggi 3 m. Dimensi boredpile yang digunakan, yaitu
boredpile dengan diameter 80 cm dan kedalaman
boredpile 40 m dengan mutu beton 32.5 Mpa. Lokasi
titik boredpile berada sejauh 10.5 m dari tepi jalan/
marka luar. Dengan perencanaan perkuatan tersebut,
nilai faktor keamanan naik menjadi 1.518.
Analisis stabilitas lereng untuk penanganan
longsoran di Jalan Cijelag Km. BDG 65+100 ini
diharapkan dapat memberikan hasil dan masukan yang
baik untuk kasus penanganan longsoran lainnya di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Brinkgreve R B J. et al, R. F, (2016) Reference Manual, Spon
Press, Plaxis, Netherlands.
Coulomb, C. A. ”Essai sur une application des regles de
Maximums et Minimis a quelques Problemes de
Statique, relatifs a 1’Archtecture, Memoires de
Mathematique et de Physique” dalam Holtz R.D.,
Kovacks W.D., & Sheahan T.C., An Introduction to
Geotehnical Engineering, hlm 520-521, USA : Pearson.
Das, BM 1985, Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa
Geoteknis jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Mohr, O. “ Welche Umstande Bedingen die
Elastizitatsgrenze und den Bruch eines Materiales?
Zeitschirft des Vereines Deutscher Ingenieure ”, dalam
Holtz R.D., Kovacks W.D., & Sheahan T.C., An
Introduction to Geotehnical Engineering, hlm 518-519,
USA : Pearson.

180
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Permasalahan Keruntuhan Abutment Jembatan pada morfologi


pegunungan dan kriteria dalam perencanaan untuk Peningkatan
Stabilitasnya
Eddie Sunaryo Munarto1, Diah Affandi1,and Hary Laksmanto2
1
Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian PUPR, Jakarta
E-mail: eddiesunaryo@gmail.com, diah.affandi@pusjatan.pu.go.id
2
Direktorrat Pembangunan Jalan, Direktorat Jendral Bina Marga, Kementerian PUPR, Jakarta
E-mail: haryjalan@gmail.com

Abstrak: Stabilitas konstruksi jembatan umumnya sangat dipengaruhi oleh kemantapan lapisan tanah/batuan sebagai
daya dukung dalam menumpu beban pondasi abutmen dan pilarnya. Umumnya pondasi abutmen jembatan hanya
diperhitungkan terhadap beban axial yang diterimanya. Didalam realita yang terjadi, khususnya pada pondasi abutmen
jembatan tidak hanya mendukung baban axial saja tetapi harus mampu mendukung beban lateral yang terjadi. Pada
stabilitas pondasi abutmen jembatan khususnya didaerah pegunungan, beban lateral dapat dipengaruhi oleh menurunnya
tingkat stabilitas lereng dari profil penampang sungai terhadap longsoran lereng. Oleh karena itu dalam perencanaan
untuk penempatan pondasi abutmen jembatan agar terhindar dari keruntuhan, perlu diketahui tingkat stabilitas lereng
dari profil penampang lereng/tebing sungai terhadap faktor penyebab yang berpotensi menyebabkan longsor.

Kata kunci: stabilitas konstruksi jembatan, daya dukung tanah/batuan, pondasi abutmen jembatan, beban axial, beban
lateral, stabilitas lereng, longsoran lereng dan profil penampang sungai

Abstract: the stability of bridges are usually influenced by the hard strata layers of soils/rocks in order on supporting
the foundation of abutment and pile of bridges. Generally, foundations of bridge abutment have been designed to
support the axial loads. In fact, in the reality, the bridge abutment foundation is not only supporting the axila loads and
have to be able on supporting the lateral loads as well. Hence, the bridge abutment foundation in the mountainous
terrain, the lateral loads are mostly influenced by the decreasingly of slope stability against landslide evidences.
Therefore, in the designing for placing the bridge abutment foundation to be stable against failures needs to know the
slope stability levels from the river bank profiles to its caused factor which indicate the sliding evidences.

Keywords: bridge construction stability, bearing capacity of soil and rock strata, bridge abutment foundation, axial
loads, lateral loads, slope stability, slope landslides and river bank profiles.

I. PENDAHULUAN abutmen)menggunakan material pilihan yang melebihi


daya dukung tanah dasarnya. Walaupun sebelum
menimbun telah dihamparkan lapisan pasir yang
Pada umumnya metode yang diterapkan pada fungsinya sebagai lapisan pendistribusi beban
pembangunan jembatan, baik pilar maupun abutment timbunan, beberapa kejadian seperti terdeformasinya
jembatan dilakukan sebelum pekerjaan jalan dilakukan. abutmen jembatan dapat terjadi.
Metode ini diterapkan karena, pertama dalam
implementasi alokasi anggaran pembangunan yang Terdeformasinya jembatan dapat dibedakan
berdasarkan pada tahun jamak (multi-years) sehingga terhadap kondisi faktor penyebab yang
jembatan di bangun terlebih dahulu dan umunya mempengaruhinya dan masing-masing berbeda dan hal
berdasarkan jumlah satuan jembatan dalam satu ruas ini dikarenakan:factor penyebab 1 (pertama) akibat
jalan yang dapat terdiri lebih dari satuatau lebih oleh beban lateral yang ditimbulkan akibat penurunan
jembatan. Setelah itu alokasi anggaran tahun timbunan oprit yang tidak mampu ditumpu oleh lapisan
`berikutnya adalah membangun ruas jalannya yang tanah lunak dibawahnya. selanjutnya yang merupakan
volumenya berdasarkan panjang jalan atau kilo meter faktor penyebab 2 (kedua) adalah terdeformasinya
jalan yang dibangun. abutmen jembatan akibat bentang jembatan tersebut,
penempatan abutmennya masih berada pada
Khususnya dalam pembangunan abutment penampang basah sungai sehingga berpotensi terhadap
jembatan, beberapa diantaranya dapat terjadi kegagalan erosi dasar sungai atau abrasi lereng sungainya.
karena abutmen jembatan terdeformasi yang Selanjutnya, faktor penyebab 3 (ketiga) karena lereng
disebabkan setelah adanya beban timbunan oprit sungai perpotensi terhadap kejadian longsoran lereng
jembatan (tanah timbunan di daerah belakang

181
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sehingga penemapatan abutmen jembatan diduga masih


pada daerah potensi longsor.

Untuk yang 1 (pertama) dan 2 (kedua) umumnya


terjadi pada jembatan yang dibangun pada morfologi
dataran berupa endapan alluvium sedangkan kondisi
yang ke 3 (tiga) umumnya terjadi pada daerah
morfologi pegunungan. Walaupun demikian secara
umum dapat dinyatakan bahwa terjadinya deformasi
abutmen jembatan diakibatkan oleh bertambahnya gaya
lateral yang dapat mendorong abutmennya.

Bertambahnya gaya lateral sehingga mendorong


abutmen jembatan dikarenakan karena bertambahnya Gambar 1. Abutmen Jembatan yang terbawa longsor
(Eddie Sunaryo dkk, 2015)
beban timbunan oprit sehingga mempengaruhi
keseimbangan gaya geser (kuat geser aktif lebih besar 2) Abutmen Jembatan pada tanah lunak
dari kuat geser pasifnya) dan keseimbangan momennya
(momen pendorong lebih besar dari momen penahan). Pada darah dataran yang didominasi oleh lapisan
tanah sedimen berupa lempung lunak baik organic
Dengan demikian usaha penanganan perlu maupun tidak dan kadang berupa lapisan tanah gambut
dilakukan dengan memperhatikan dan mendeteksi yang cukup tebal dijumpai keruntuhan timbunan yang
gejala yang dapat atau sudah mulai mempengaruhi berkembang menjadi keruntuhanabutment pondasi
kondisi keseimbangannya tersebut dan segera jembatan Tan, Y.C. (2000). Pada Gambar 2diperlihatkan
melakukan beberapa cara perkuatan untuk kondisi abutmen jembatan terdorong akibat terdesak
meningkatakan atau memperbaiki keseimbangan gaya oleh bertambahnya gaya lateral yang disebabkan
geser dan keseimbangan momnennya tersebut. terjadinya proses penurunan timbunan oprit
dibelakangnya yang tidak mampu didukung oleh
lapisan tanah lunak kompresible. Selanjutnya abutmen
II. Bentuk dan Macam Tipe Keruntuhan jembatan mengalami deformasi yang cukup signifikan
Abutmen Jambatan dan mengalami perubahan inklinasi kemiringan
abutment jembatan serta menimbulkan celah pada siar
Faktor penyebab terdeformasinya abutmen
muai lantai jembatannya (Gambar 2).
jembatan dapat diketahui berdasarkan kondisi yang
terjadi dilapangan atau dengan menganalias dan
mengevaluasi terhadap keseimbanagn gaya yang
bekerja yang berdampak pada kejadian keruntuhan
abutmen jembatan. Dari pengamatan lapangan terhadap
model keruntuhan jembatan yang terjadi dapat
dibedakan menjadi 2 kondisi keadaan sebagai berikut:

1) Abutment Jembatan pada daerah Potensi


Longsor

Seperti telah diuraikan sebelumnya yang juga


dinyatakan tentangadanya potensi terbentuknya
bidanglongsor di lereng profil basah sungai sehingga
abutmen pondasi jembatan posisinya berada pada
daerah longsor (Gambar 1).

Pengamatan lapangan yang teliti terhadap gejala


adanya potensi longsor sangat perlu, seperti adanya
retakan-retakan disepanjang lereng basah sungai,
adanya mahkota longsoran lama serta kondisi batuan
dasar yang nampak pada lereng dan dasar sungai.
Gambar 2. Terdorongnya Abutmen Jembatan akibat
Gaya Horizontal yang disebabkan oleh penurunan
Timbunan Oprit Jembatan (Gue See Sew et.al.,
2006)

182
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dampak yang terjadi berdasarkan pengamatan tidakmampu didukung oleh lapisan tanah lunak
terjadinya deformasi ini maka kelompok tiang pancang dibawahnya (Gue See Sew dkk, 2013)
yang menopang abutmen jembatan mengalami
kerusakan yang cukup parah dan diperlihatkan pada Penjelasan adanya beban timbunan yang tidak dapat
Gambar 3 (Gue See Sew dkk, 2006). didukung oleh lapisan tanah lunak dapat diuraikan
sebagai beban yang bekerja atau q-allowable pada
persamaan(1) berikut:

qallow= (Su. Nc / FOS)


……………………………..…(1)

keterangan:
qallow = allowable bearing pressure
= (fill.H + 10) (kN/m2)
fill= bulk unit weight of the compacted fill (kN/m3)
H = allowable height of embankment (m)
Su= undrained shear strength of the subsoil,
Su= 𝑐 + 𝜎𝑡𝑎𝑛(kPa) = 6 - 12kN/m2
Gambar 3. Kondisi Kelompok Tiang yang menopang
abutmen jembatan dan tersusun 3 baris yaitu PileC,
Nc = 5,14 (suggested by ManyAuthors for ease of
Pile B dan Pile A sesuai dengan arah deformasi calculation)
abutment FOS = Factor of Safety

Dengan memperhatikan kerusakan struktural pada Note : 10 kPa adalahbeban qallow untuk mengakomodasi
tiang pancang tersebut, maka pada struktur tiang beban traffic load (beban traffic).
pancang telah mengalami kompresi sebagian tertekan
dan sebagian tertarik disisi yang berlawanan sehingga B. Keruntuhan Abutment Jembatan akibat
terbetuk retakan-retakan melintang pada bagian yang terletak pada Daerah Potensial Longsor
tertarik seperti diperlihatkan pada Gambar 3.
Untuk kasus yang demikian hal ini dikarenakan
adanya potensi pergerakan tanah (longsoran) yang
III. Faktor Penyebab Terindikasinya terjadi pada lereng (tebing) sungai akibat penjenuhan
deformasi Abutment Jembatan pada bagian kaki lereng. Salah satu penyebab adalah
pada lereng sungai yang tersusun oleh material tanah
A. Keruntuhan Abutmen Jambatan akibat sehingga stabilitasnya sangat dipengaruhi oleh
Bertambahnya Gaya Lateral Aktif stabilitas lerengnya seperti diperlihatkan pada
Keruntuhan Abutmen jembatan akibat persamaan(2) dan persamaan (3) berikut ini menurut
bertambahnya beban timbunan oprit berdampak pada teori Coulomb (1776) yang mendefinisikan kuat geser
terganggunya stabilitas momen yaitu bertambahnya undrained (atau Su)merupakan fungsi dari tegangan
momen pendorong yang tidak dapat diimbangi oleh normal () sebagai:
momen penahannya sehingga abutment terdeformasi
seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Bila diperhatikan Su = 𝑐 + (𝜎)
terhadap keseimbangan lateralnya maka akan terdapat 𝑡𝑎𝑛
penambahan gaya lateral akibat penurunan konsolidasi
yang diakibatkan oleh beban timbunan opritnya. Bilamana tegangan air pori berpengaruh maka:

S = 𝑐’ + (𝜎-u) 𝑡𝑎𝑛’………………………..………..
(3)

dengan:

S= kuat geser tanah (kN/m2)


c = kohesi tanah (kN/m2) dan c’ adalah cohesi tanah
effektif
= sudut geser dalam tanah atau sudut gesek internal
(derajat) dan ’ adalah sudut geser dalam tanah effektif
= tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2)
u= Tegangan Air Pori (kN/m2)
Gambar 4. Abutment Jembatan mengalami deformasi Secara prinsip menurut Doni Hidayat dkk (2015),
akibat bertambahnya beban timbunan oprit yang menyatakan bahwa stabilitas lereng perlu
183
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

diperhitungkan terutama bila stabilitasnya sangat (Kecamatan Tabanan) Propinsi Bali yang amblas pasca
dipengaruhi oleh perilaku adanya perubahan tegangan proses pengecoran, Rabu malam sekitar pukul 22.10
air porinya seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Wita tahun 2012 adalah merupakan longsoran pada
Selanjutnya disampaikan bahwa perubahan tegangan daerah morfologi perbukitan yang didominasi tanah
air pori yang meningkat akan mempengaruhi dari lapukan batuan vulkanik (Gambar 6).Menurut
penurunan nilai kuat geser undrained. Berdasarkan uji Ladd, C.C. (1991),
vane shear tests oleh Doni Hidayat dkk (2015)nilainya Akibat adanya penurunan kejadian yang dewasa ini
berkisar antara 18 kPa to 51 kPa dengan remoulded terjadi adalah menurunnya tingkat stabilitas lereng
strength nya menurun menjadi6 kPa to 12 kPa. maka berdampak pada bangunan perancah saat
pengecoran lantai jembatan akan dapat juga terbawa
longsor karena menerima beban dari longsoran
abutment jembatan yang bergerak (Nusa bali.com, 2017).

Gambar 5. Perubahan Tegngan Geser yang merupakan


fungsi tegangan normal (Doni Hidayat dkk
(2015)

Gambar 6. Jembatan Banjar Cepik, Ds Tajen


IV. Problem Longsoran Abutment Jembatan pada (Kecamatan Penebel dan Kec. Tabanan) Propinsi
Daerah Morfologi Perbukitan Bali

Beberapa kerusakan jembatan lainnya akibat


A. Problem Longsoran dan Keruntuhan Abutment
gerusan yang pada lereng sungai akibat muka air yang
Jembatan
naik juga terjadi pada jembatan, seperti pada lokasi
Analisis stabilitas lereng pada konsepnya desa Kadudampit, Parungkuda, Bojonggenteng,
berdasarkan pada keseimbangan plastisbatas (limit Kabandungan, Warungkiara, Bantargadung, Cisolok,
plastic equilibrium) yaitu menetukan faktor keamanan Jampang Tengah, Nyalindung, Cibitung, Tegakbuleud,
terhadap bidang longsor yang potensial. Prinsip Sagaranten, dan Curugkembar yang diakibatkan oleh
keseimbangan plastis batas dalam analisa stabilitas hilangnya penahan lateral.
lereng yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran
mengenai: Berikut adalah jembatan di Kecamatan Ciracap
yang mengalami longsor abutmennya pada November
1. Bentuk kelongsoran lereng yang terjadi 2017 diperlihatkan pada Gambar 7, (Republika online,
2017).
disepanjang permukaan bidang longsor tertentu.
2. Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda
atau suatu massa yang pasif.
3. Tahanan geser dari massa tanah pada titik
sepanjang bidang longsor tidak tergantungdari
orientasi permukaan longsor (kuat geser dianggap
isotropis).
4. Tahanan geser menjadi tegangan geser effektif
yang juga dipengaruhi oleh tegangan normal ()
pada bidang sliding dan juga dipengaruhi
bertambahnya tegangan air pori (u)
5. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan
tegangan geser rata-rata sepanjangbidang longsor
yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata Gambar 7. Jembatan Ciracap, Kabupeten Sukabumi.
sepanjang permukaanlongsor.

Kasus yang terjadi pada Jembatan penghubung B. Kriteria Penentuan Beban terhadap paramters
Banjar Cepik, Desa Tajen (Kecamatan Penebel, Nilai Kuat Geser
Tabanan) dan Banjar Tunjuk Kaja, Desa Tunjuk
184
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Mekanisme longsoran dapat di uraikan akibat


adanya pertambahan beban terhadap dinding penahan
yang berfungsi juga sebagai abutment jembatan yang
diperlihatkan pada Gambar 8. Pada kondisi demikian
maka lapisan stratifikasi tanah yang menyusun lereng
tebing sungai perlu dinvetigasi dengan benar, Peck, R.B.
(1969). Sebagai ilustrasi maka seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 8, terdapat 2 (dua) lapisan
tanah yang berfungsi sebagai lapisan tanah dasar yang
juga sebagai lapisan dasar sungai dan berada dibawah
lapisan yang dianggap sebagai timbunan
berbutir.Dengan memperhatikan kondisi diatas, maka
menurut Eddie Sunaryo dkk (2015) beban yang bekerja
dapat diurai menjadi berupa kombinasi antara beban
yang bekerja tegak lurus pada bidang kontak abutment
jembatan pada sisi dalam dan dapat dikategori dengan Gambar 8. Akibat Kompensasi Bertambahnya komponen
bentuk terurai menjadi (Gambar 8): Gaya Lateral Aktif

1) Beban hidup yang diidentifikasi sebagai


‘surcharge’ bekerja merata
2) Beban tekanan tanah aktif yang berupa segitiga
dengan pusat beban 1/3 dari tanah dasar
3) Beban akibat tegangan air pori yang bertambah
dan berupa segitiga terbalik dengan pusat 1/3 dari
atas.

Beban akibat meningkatnya tegangan air pori


sangat dipengaruhi oleh jenis tanah dan jumlah volume
air tanah yang meningkat secara signifikan karena
faktor adanya potensi rembesan oleh lapisan tanah
diatas garis imajiner bidang perlapisan yang dianggap
sebagai tanah dasar dari hasil investigasi geoteknik, Gambar 9. Dampak Adanya Potensi Longsor pada
Peck, R.B. (1969). Lereng Tebing Sungai

Bilamana pondasi sumuran digunakan untuk


mendukung abutment jembatan maka persyaratan agar Menurut Poulos H.G. dkk (1980),Dampak
dapat mendukung beban abutment terpenuhi karena longsoran baik akibat bertambahnya beban tekanan
diletakkan pada lapisan tanah yang kokoh yang bekerja horizontal maupun potensi longsoran karena adanya
baik secara end bearing maupun friction bearing. Bila penurunan tingkat stabilitas abutment jembatan,
diperhatikan terhadap uraian komponen beban yang makakejadian keruntuhan abutment jembatan yang
bekerja (beban horizontal dan bean axial), maka dimulai dari deformasi pondasinya seperti diperlihatkan
terhadap beban lateral pondasi sumuran tidak cukup pada Gambar 10 berikut ini.
kuat mendukung beban horizontalakan berkurang
secara signifikan dan akan menjadi kendala utama
karena arus sungai berdampak pada timbulnya
degradasi dasar sungai dan abrasi penampang basah
sungai (abrasi lereng sungai).Selanjutnya menurut
Eddie Sunaryodkk (2015), pada kondisi lereng/tebing
sungai yang diketahui berpotensi terhadap kejadian
longsor seperti diperlihatkan pada Gambar 9, karena
adanya potensi menurunnya stabilitas lereng akibat
menurunnya kuat gesernya (persamaan 3) dan akibat
adanya degradasi dasar sungai yang berdampak
kejadian abrasi lereng tebing sungai.

Gambar 10. Keruntuhan Abutment Jembatan yang


terjadi Kabupaten Morotai, di Propinsi Maluku
Utara
185
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gue, S.S (1988). An Investigation into Geotechnical


V. UCAPAN TERIMA KASIH Failures of a Bridge Project. IEM/RRIM Joint.
Engineering Symposium. Johor Bahru, Malaysia,
Terimakasih diucapkan pada Panitya Penyelenggara pp.47-54.Inc. Canada.
KRTJ ke XIV atas diberikannya kesempatan dalam
mempresentasikan tulisan ini sehingga dapat Ladd, C.C. (1991). Stability evaluation during staged
dinformasikan pada penyelenggara jalan tentang construction. J. Geotech. Eng.,ASCE. 117(4)
kriteria yang harus diperhatikan dalam perncanaan :540-615.
abutment jembatan.
Nusa bali.com (2017). Jembatan penghubung Banjar
Cepik, Desa Tajen dan Banjar Tunjuk Kaja, Desa
Tunjuk amblas pasca proses pengecoran.
http://www.nusabali.com/berita/10833/jembatan-desa-
tunjuk-desa-tajen-amblas-usai-dicor.

VI. PENUTUP Peck, R.B. (1969). Advantages and limitations of the


Dengan memperhatikan beberapa khasus pernah observational method in applied soil
yang terjadi pada permasalahan keruntuhan abutment mechanics.Geotechnique. 19(2): 171-187.
jembatan maka kriteria yang menjadi penyebabnya
perlu perhatikan dalam perencanaannya: Pertama, Poulos, H.G. and Davis, E.H. (1980). Pile Foundation
kasus akibat yang terjadi pada daerah dataran berupa Analysis and Design. John Wildy and Sons,
endapan alluvium yang didominasi oleh keruntuhan
akibat pengaruh bertambahnya beban lateral sebagai Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (2014). Laporan
dampak dari penurunan konsolidasi timbunan oprit Advis Teknis Penanganan Jembatan Comal
yang tidak mampu didukung oeh lapisan tanah lunak Besar, Kabupaten Pemalang ropinsi Jawa Tengah.
dibawahnya. Kedua, permasalahan keruntuhan pada Laporan Internal Kementerian PUPR.
derah pegunungan terhadap abutment jembatan yang
didominasi akibat adanya keberadaannya berada pada Republika online (2017). Beberapa Jembatan di
potensi longsor lereng/tebing sungai. Sukabumi Rusak akibat bencanaditerjang Banjir
Longsor
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/1
1/30/p07uez328-warga-jabar-diminta-waspadai-cuaca-
DAFTAR PUSTAKA ekstrem.

Skempton, A.W. (1951). The Bearing Capacity of


Doni Hidayat dan Gawit Hidayat (2015). ANALISA
Clays. Building Research Congress, London.
KERUSAKAN ABUTMEN JEMBATAN KOTO
1:180-189.
GASIBKABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Tan, Y.C. and Gue, S.S. (2000), Embankment Over
Universitas Lambung Mangkurat. INFO
Soft Clay-Design and Construction
TEKNIKVolume 16 No. 1 Juli 2015 (85-100).
Control,Seminar on Geotechnical Engineering
2000, IEM (Northern Branch), Penang, 22 & 23
Eddie Sunaryo dan Tim Badan Litbang PUPR (2015),
September,2000.
Studi Pengembangan Infrastruktur Kabupaten
Morotai, Kajian Potensi Penerapan Hasil
Teknologi LITBANG, sebagai Dukungan oleh
Balitbang Kementerian PUPR di Kabupaten
Pulau Morotai – Propinsi Maluku Utara (18 – 20
April, 2015), Laporan Advis Teknis Pusat
Litbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang
Kementerian PUPR.

Gue See Sew Ir. Dr. & Ir. Tan Yean Chin (1988).
PREVENTION OF FAILURE OF BRIDGE
FOUNDATION ANDAPPROACH
EMBANKMENT ON SOFT GROUND. Gue &
Partners Sdn Bhd39-5, Jalan 3/146, The Metro
CentreBandar Tasik Selatan57000 Kuala Lumpur.
www.gueandpartners.com.my.

186
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENYELIDIKAN KERUSAKAN JEMBATAN AKIBAT GERUSAN


ALIRAN AIR
1N. Retno Setiati, 2Elis Kurniawati
1,2
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution No. 264 Bandung 40294
e-mail : elis.kurniawati@pusjatan.pu.go.id, retno.setiati@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Di Indonesia banyak terjadi kerusakan struktur jembatan yang diakibatkan oleh aliran
sungai. Potensi terjadinya gerusan local (scouring) di sekitar jembatan dapat menyebabkan
runtuhnya struktur bangunan bawah jembatan yang berakibat runtuhnya pula struktur bangunan
atas. Pada umunya jembatan eksisting yang dibangun pada tahun 80 an tidak memperhatikan
potensi bahaya yang disebabkan terjadinya scouring. Untuk mengatisipasi terjadinya keruntuhan
jembatan eksisting akibat scouring diperlukan beberapa metode penyelidikan aliran sungai dan
metode perkuatan jembatan eksisting. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
bahaya gerusan yang terjadi pada jembatan dan cara menanggulanginya. Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah melakukan survei investigasi (penyelidikan) pola aliran sungai pada
beberapa jembatan eksisting. Jembatan Way Kawanua adalah objek jembatan dalam pengkajian
ini. Berdasarkan beberapa hasil survei investigasi dapat ditentukan teknologi perkuatan jembatan
yang sesuai diterapkan untuk aliran sungai tertentu.
Kata kunci : gerusan, mitigasi, jembatan, perkuatan, struktur bangunan bawah

Abstract. Damage to the bridge structure caused by the scouring occurs in many existing
bridges in Indonesia. Potential local scouring around the bridge can lead to the collapse of the
substructure that resulted in the collapse of the upperstructure. In general, existing bridges built
in the 80's do not consider the potential hazards caused by scouring. To anticipate the collapse
of the existing bridge due to scouring, several methods of river flow investigation and
retrofitting method of the existing bridge. This study aims to identify potential scouring hazards
occurring on the bridge and how to mitigate them. The method used in this study is to conduct
an investigation of river flow patterns on some existing bridges. The Way Kawanua Bridge is
the object of the bridge in this study. Based on several investigative survey results we can
determine the appropriate bridge retrofitting technology applied to various river conditions.
Keywords: scouring, mitigation, bridge, retrofitting, substructure

I. Pendahuluan terletak pada aliran air. Gerusan biasanya


Perubahan morfologi sungai diikuti dengan terjadi sebagai bagian dari perubahan
perubahan karakteristik sungai dapat morfologi dari sungai dan perubahan akibat
menyebabkan perubahan pola aliran. Bila bangunan buatan manusia (Breusers &
ditengah sungai terdapat bangunan berupa Raudkivi, 1991).
pilar jembatan maka akan mengakibatkan Jembatan sebagai salah satu bangunan yang
terjadinya gerusan lokal (local scouring) dibuat melintang sungai, perencanaannya
dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di tidak lepas dari kondisi morfologi sungai
sekitar pilar jembatan tersebut. Gerusan itu sendiri. Apabila jembatan direncanakan
dapat menyebabkan terkikisnya tanah di dengan tidak memperhatikan kondisi
sekitar fondasi dari sebuah bangunan yang morfologi sungai maka akan menyebabkan

187
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

runtuhnya jembatan baik melalui proses Perubahan pola aliran tersebut akan
yang singkat (banjir) atau perlahan-lahan menimbulkan terjadinya gerusan disekitar
(gerusan,dll). Air yang mengalir di dalam konstruksi pilar dan kepala jembatan.
sungai akan mengakibatkan proses
Di Indonesia banyak terjadi kerusakan
penggerusan pada tanah dasarnya. Proses
struktur jembatan yang diakibatkan oleh
penggerusan dapat terjadi karena adanya
aliran sungai karena pada saat perencanaan
penyempitan saluran sungai atau pengaruh
perencana tidak memperhitungkan daya
morfologi sungai itu sendiri. Bangunan
rusak air terhadap jembatan ataupun
bawah jembatan merupakan salah satu
surveyor tidak memperhatikan kondisi
bangunan yang menghalangi aliran sungai.
aliran sungai pada saat pemeriksaan
Pembuatan bangunan bawah jembatan
jembatan eksisting. Salah satu runtuhnya
seperti pilar dan kepala jembatan akan
jembatan akibat gerusan ditunjukkan dalam
menyebabkan perubahan pola aliran sungai.
Gambar 1.

Gambar 1. Turunnya pilar jembatan Otawa di Papua (sumber : Pusjatan, 2011)

II. Kajian Pustaka


Menurut Breuser dan Raudkivi (1991), kepala jembatan selanjutnya diteruskan ke
gerusan yang terjadi di sekitar pilar dan hilir. Aliran arah vertikal ini akan terus
kepala jembatan diakibatkan sistem pusaran menuju dasar yang selanjutnya akan
(vortex system) yang timbul karena aliran membentuk pusaran. Di dekat dasar saluran
dirintangi oleh bangunan tersebut. Sistem komponen aliran berbalik arah vertikal ke
pusaran yang menyebabkan lubang gerusan atas, peristiwa ini diikuti dengan
(scour hole), berawal dari sebelah hulu terbawanya material dasar sehingga
pilar/kepala jembatan yaitu pada saat mulai terbentuk aliran spiral yang akan
timbul komponen aliran dengan arah aliran menyebabkan gerusan dasar. Hal ini akan
ke bawah, karena aliran yang datang dari terus berlanjut hingga tercapai
hulu dihalangi oleh pilar/ kepala jembatan, keseimbangan. Proses terjadinya gerusan
maka aliran akan berubah arah menjadi pada pilar dan kepala jembatan jembatan
arah vertikal menuju dasar saluran dan diperlihatkan pada Gambar 2.
sebagian berbelok arah menuju depan pilar/
.

188
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2. Mekanisme gerusan lokal pada pilar dan kepala jembatan


(sumber: Breuser dan Raudkivi , 1991)
III. Metode Penyelidikan sedikit. Penyelidikan gerusan dengan
Gerusan menggunakan alat lebih akurat
Selama ini di Indonesia untuk menyelidiki dibandingkan cara konvensional. Beberapa
kondisi gerusan di sekitar pilar dan alat yang digunakan untuk penyelidikan
abutmen jembatan digunakan metode gerusan adalah:
konvensional yaitu mengukur kedalaman  Multibeam Echosounder menggunakan
dari permukaan air sampai dasar sungai prinsip yang sama dengan single beam
dengan menggunakan papan duga sambil namun jumlah beam yang dipancarkan
berdiri di dasar sungai bila sungainya tidak adalah lebih dari satu pancaran.Pola
dalam atau di atas perahu bila sungainya pancarannya melebar dan melintang
dalam. Selain tingkat akurasinya buruk, terhadap badan kapal. Setiap beam akan
metode ini tidak cocok digunakan untuk mendapatkan satu titik kedalaman
sungai-sungai yang lebar, dalam dan hingga jika titik-titik kedalaman
berarus deras karena membahayakan. Bila tersebut dihubungkan akan membentuk
diperlukan penyelidikan yang lebih rinci profil dasar laut. Jika kapal bergerak
bisa dilakukan pemeriksaan bawah air maju hasil sapuan multibeam tersebut
dengan cara menyelam tetapi hal ini juga menghasilkan suatu luasan yang
jarang dilakukan karena biasanya menggambarkan permukaan dasar laut
membutuhkan waktu dan biaya yang tidak (Moustier,1998).

189
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3. Produk akhir MBES berupa peta 3D

 Sidescan sonar (SSS) adalah kategori dengan sampel dasar sungai/laut, SSS
sistem sonar yang digunakan secara mampu memberikan pemahaman
efisien memperoleh gambar/citra dasar tentang perbedaan jenis bahan dan
sungai/laut secara luas. SSS dapat tekstur dasar laut.
digunakan untuk melakukan survei
arkeologi perairan; dalam hubungannya

Gambar 4. Citra sector scan sonar dengan transduser tegak lurus terhadap obyek
(sumber: Survei batimetri untuk Teknik Sipil)

 Sonar, alat pemantau dengan sonar air. Data logger mengontrol fungsi
dipasang pada pilar atau kepala operasi sistem sonar dan pengumpulan
jembatan untuk mengukur elevasi dasar data. Data logger diprogram untuk
sungai, dimana masing-masing alat melakukan pengukuran pada interval
terhubung ke data logger. Instrumen yang ditentukan. Peralatan ini dapat
sonar mengukur jarak dari kepala sonar digunakan untuk memantau gerusan
ke dasar sungai berdasarkan waktu maupun penimbunan sedimen
tempuh gelombang suara yang melalui (agradasi).

1
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Perangkat pemantau gerusan lokal dengan sonar


(Sumber : Hunt, 2009)

 Cincin Luncur Magnetik adalah batang gerusan yang terjadi di lokasi tertentu.
atau tiang yang melekat pada muka Saat ini penggunaan cincin luncur
pilar atau abutmen dan didorong atau magnetik telah dihubungkan dengan
ditancapkan ke dasar sungai. Sebuah data logger , dimana data logger
cincin dengan sensor magnetik membaca tingkat penurunan cincin
ditempatkan pada dasar sungai di magnetik secara outomatis dan
sekitar batang. Jika dasar sungai mendeteksi adanya aktifitas gerusan.
tergerus, cincin bergerak atau meluncur Cincin magnetik hanya dapat
menuruni batang ke dalam lubang digunakan untuk memantau kedalaman
gerusan. Kedalaman turunnya cincin gerusan maksimum
memberikan informasi mengenai

Gambar 6. Perangkat pemantau gerusan lokal dengan cincin luncur magnetik (Sumber : Hunt, 2009)

 Perangkat terapung (Flout-Out Device). Pemancar ini akan mentransmisikan


Alat ini terdiri dari pemancar radio nomor identitas alat dengan sinyal radio
dikubur/ dibenamkan di dasar sungai yang akan dideteksi oleh perangkat
pada kedalaman yang telah ditentukan. penerima (receiver) yang diletakkan
Jika terjadi gerusan dan telah mencapai didekat jembatan dan akan disimpan
kedalaman dimana alat pemancar oleh data logger. Sinyal tersebut akan
diletakkan, maka perangkat akan dapat digunakan untuk menentukan
terapung ke permukaan sungai dan dimana penggerusan terjadi.
pemancar akan aktif secara automatis.

191
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 7. Perangkat pemantau gerusan dengan flout-out device (Sumber : Hunt, 2009)

 Sensor Ayunan dan Getaran (Tilt or dengan lalu lintas (biasanya sejajar
Vibration Sensors). Alat ini digunakan dengan aliran sungai). Jika jembatan
untuk memantau pergerakan jembatan mengalami gerusan dan menyebabkan
itu sendiri. Sepasang sensor ayunan dan salah satu pilar mengalami perubahan,
getaran akan memantau perubahan maka salah satu atau kedua sensor akan
posisi jembatan. Sensor satu (X) mendeteksi perubahan posisi. Jika
memonitor posisi jembatan sejajar perubahan yang dideteksi oleh sensor
dengan arah lalu lintas (arah dalam posisi yang melebihi batas
longitudinal jembatan), dan yang kedua program, maka sistem akan
(Y) memonitor posisi tegak lurus mengirimkan pesan status siaga.

Gambar 8. Perangkat pemantau gerusan dengan sensor ayunan dan getaran (Sumber : Hunt, 2009)

IV. Kajian Studi Kasus Jembatan Wai berjalin adalah sungai yang selalu
Kawanua yang Mengalami mengalami perubahan alur dominan sungai
kerusakan Akibat Gerusan dari waktu ke waktu namun masih dalam
Jembatan Wai Kawanua terletak di ruas satu batas lebaran tertentu (Pedoman
jalan Tehoru – Laimu, Kabupaten Maluku Perencanaan Bangunan Pengaman pada
Tengah, Pulau Seram, Provinsi Maluku. Sungai Berjalin (braided river)). Jembatan
Jembatan ini menghubungkan Kecamatan Wai Kawanua merupakan jembatan rangka
Teluti dan Kecamatan Tehoru di Kabupaten baja yang dibangun oleh Pemerintah
Maluku Tengah. Sungai Wai Kawanua Kabupaten Maluku Tengah sejak tahun
merupakan dua sungai yang bergabung 2005. Pada awalnya jembatan terdiri dari 3
menjadi satu yaitu Wai (sungai) Kawa dan bentang rangka baja, tetapi oprit jembatan
Wai Nua. Sungai Kawanua merupakan di arah Tehoru terus menerus tergerus air
sungai tipe berjalin (braided river). Sungai karena aliran Sungai Kawanua yang

192
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

berpindah-pindah. Jembatan yang pada hasil pemeriksaan Jembatan Wai Kawanua


awalnya terdiri dari 3 bentang saat ini yang dilakukan pada tahun 2016 dan 2017.
menjadi 9 bentang. Tabel 1 menunjukkan

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Jembatan Wai Kawanua di Pulau Seram

193
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

195
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pada Tahun 2012 terjadi banjir yang Kawanua biasa dilalui dengan kendaraan
melanda Sungai Kawanua sehingga biasa, truk, kendaraan 4WD ataupun rakit
Jembatan Wai Kawanua ambruk dan belum penyeberangan. Tapi itu terjadi pada saat
diperbaiki sampai Tahun 2015 muka air normal. Pada saat banjir biasanya
(http://regional.kompas.com/read/2015/09/0 lalu lintas terputus dan baru bisa dilewati
1/16392651/Sudah.Dua.Tahun.Ambruk.Je setelah banjir surut karena kendaraan
mbatan.Kawanua.yang.Hubungkan.Dua.De beresiko terbenam atau terbawa arus.
sa.Belum.Juga.Dibangun). Pada Juni 2015 Adanya perubahan tata guna lahan di hulu
tiang penyangga jembatan roboh dan sungai juga menyebabkan banjir yang
terbawa arus saat banjir membawa material seperti pohon-pohon
(https://www.cendananews.com/2015/08/ls besar sampai ke hilir. Tetapi karena Sungai
m-desak-gubernur-ambil-alih- Kawanua sendiri termasuk dalam tipe
pembangunan-jembatan-kawanua.html). sungai berjalin, upaya penanganan akan
Saat jembatan masih dalam tahap menjadi sangat mahal termasuk dalam hal
pembangunan (2005-2016) Sungai penanganan aliran sungai.

196
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 9. Jembatan Wai Kawanua saat belum bisa dilalui (sumber: www.cendananews.com)

Ada 3 (tiga) alternatif yang dapat dilakukan  Setelah banjir reda, aliran sungai
dalam hal penanganan Jembatan Wai akan memilih alur-alur di sisi-sisi
Kawanua selain melakukan perbaikan endapan yang rendah.
daerah aliran sungai, yaitu:
 Alur sungai pada sungai berjalin
1. Mengalihkan trase jalan/jembatan. selalu berpindah-pindah.
Sungai Kawanua merupakan sungai
berjalin yang mempunyai ciri-ciri Berdasarkan hasil kajian tidak boleh
sebagai berikut : membangun sesuatu di sungai berjalin
karena kondisinya yang tidak stabil dan
 Alur-alur sungai saling berjalin dan alur sungai yang selalu berpindah-
dipisahkan dengan pulau-pulau di pindah. Oleh karena itu alternatif
tengah palung sungai. penanganan yang dapat dipilih adalah
dengan mengalihkan trase jalan
 Umumnya dijumpai di daerah
sehingga jembatan berada pada ruas
peralihan antara ruas hulu dan
sungai yang relatif lebih stabil (Pusair,
tengah dari suatu daerah
2017).
pengaliran.
2. Penerapan Teknologi CGP (Corrugated
 Material dasar umumnya terdiri
Gabion Pusjatan)
dari kerikil (gravel) dan kerakal
(cobble). Teknologi yang dapat diterapkan di
Jembatan Wai Kawanua adalah
 Berada pada peralihan dari bagian teknologi CGP (Corrugated Gabion
dengan kemiringan curam ke Pusjatan) yaitu gabungan antara pelat
bagian dengan kemiringan dasar CSP dengan Gabion. Konsep jembatan
sungai relatif landai. CSP dengan Gabion dapat dilihat pada
 Setiap terjadi banjir akan terbentuk Gambar 10.
endapan muatan sedimen dalam
jumlah besar

197
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 10. Konsep jembatan CSP dan Gabion (sumber: Pusjatan)

Keuntungan menggunakan teknologi dibandingkan dengan jembatan


ini adalah material isian gabion tersedia konvensional. Untuk tipikal desain
di lokasi, pengerjaan relatif lebih Jembatan CSP dan Gabion dapat dilihat
mudah, waktu pengerjaan yang lebih pada Gambar 11 berikut.
singkat, dan biaya jauh lebih murah

Gambar 11. Tipikal desain jembatan CSP dan Gabion (sumber: Pusjatan)

3. Konsep Causeway (lintasan basah) lintasan basah. Lintasan basah atau


Alternatif lain yang dapat dipilih adalah cause way adalah jalan atau lintasan
konsep lintasan basah (causeway). yang melintasi tanah yang lebih rendah
Konsep ini dapat dipilih mengingat di atau tanah basah. Konsep lintasan basah
Pulau Seram masih banyak terdapat dapat dilihat pada Gambar 12.

198
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 12. Konsep lintasan basah/causeway (sumber: Pusjatan)

Material CSP dan gabion juga bisa ini seperti terlihat pada Gambar 13
digunakan dalam konsep lintasan basah berikut.

Gambar 13. Konsep desain lintasan basah CSP dan Gabion (sumber: Pusjatan)

V. Kesimpulan dan Saran yang tidak memperhitungkan morfologi


Kesimpulan sungai maupun perubahan morfologi
sungai. Contohnya jembatan ditempatkan
Secara garis besar, tipe sungai di Indonesia pada tikungan sungai atau jembatan yang
terbagi menjadi tipe lurus (straight), awalnya berada pada bagian sungai yang
berkelok (meandering),dan berjalin lurus tetapi karena terjadi perubahan
(braided). Berdasarkan BMS 1992 morfologi sungai berupa perubahan pola
komponen dan elemen untuk pemeriksaan aliran, jembatan tersebut menjadi berada
kondisi sungai pada jembatan yaitu pada pada tikungan sungai.
daerah aliran sungai dan pada bangunan
bawah jembatan. Permasalahan pada aliran Saran
sungai yang dapat menyebabkan kerusakan
jembatan diantaranya penggerusan, baik Perencana jembatan perlu memperhatikan
dalam arah vertikal maupun horizontal, kondisi aliran sungai dan pengaruhnya
agradasi, piping/rembesan, perubahan terhadap jembatan terutama bangunan
alinyemen aliran air yang bawah jembatan pada saat pemeriksaan
tersumbat/terhambat, dan banjir. jembatan, agar bila terindikasi terjadi
Perencanaan jembatan di Indonesia banyak gerusan segera bisa ditangani karena selama

199
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ini surveyor jembatan lebih banyak Beatrice E.Hunt, NCHRP Synthesis 396,
memeriksa bangunan atas jembatan Washington DC, 2009 , “Monitoring
sedangkan pemeriksaan bangunan bawah Scour Critical Bridges”,
jarang dilakukan. Perencana jembatan pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan
saat merencanakan jembatan perlu
Perumahan Rakyat, Jakarta, 2014 ,
diperhatikan aspek morfologi sungai dalam
“Manual Analisa Gerusan Lokal pada
memilih lokasi jembatan, seperti : pilihlah
Jembatan dan Tipikal Penanganannya”,
lokasi pada alur sungai yang stabil atau
Direktorat Jenderal Bina Marga,
dibagian yang tidak terjadi
agradasi/degradasi/meandering; kepala Kementerian Pekerjaan Umum dan
jembatan dan pilar jembatan ditempatkan Perumahan Rakyat, Jakarta, 2015.
searah dengan aliran air; keadaan material “Pedoman Perencanaan Bangunan
dasar sungai; memilih bentuk pilar; Pengaman Jembatan pada Sungai
melakukan analisa gerusan untuk Berjalin (Braided River)”, Direktorat
memperhitungkan kedalaman gerusan lokal Jenderal Bina Marga,
http://222.124.202.164/lpp/peta-
tematik/jaringan-jalan-kepulauan-
Daftar Pustaka riau.html (diakses tanggal 10 Mei 2017
Bridge Investigation Manual –1992 pukul 11.25 WIB
Kementerian Pekerjaan Umum dan Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957; dan Sandy,
Perumahan Rakyat, Jakarta, 2016 1985 dalam
“Draft Pedoman Pemeriksaan Kondisi http://www.scribd.com/doc/67066505/B
Sungai pada Jembatan”, Direktorat ahan-Ajar-Morfologi-Sungai (diakses
Jenderal Bina Marga, “Development of tanggal 15 Januari 2017 pukul 10.05
the new Inspection Method on Scour WIB)
Condition around Existing Bridge https://www.amazon.co.uk/DJI-
Foundations”, Jiro Fukui and Masahiro 190021280977-Mavic-Pro-CP-PT-
Otuka, Japan, 2002. 000498 gray/dp/B01M0AVO1P
(diakses tanggal 15 November 2017
pukul 22.00WIB)

200
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

CONSOLIDATION IMPACTS ON DEFORMATION AND


SAFETY FACTORS OF MANADO RING ROAD
EMBANKMENT WITH MATERIAL MODEL SOFT SOIL
AND MOHR-COULOMB

O.B.A Sompie 1, A.L.E Rumayar 1, T. Ilyas 2, B.I. Setiawan 3, Indarto 4


1
Geotechnical Engineering at Faculty of Engineering Sam Ratulangi University, Manado, Indonesia,
bsompie@yahoo.com
2
Professor in Civil Engineering at University of Indonesia
3
Professor in Civil Engineering and Environment, Bogor Agriculture University, Indonesia
4
Professor in Infrastructure Civil Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology, Indonesia

Abstract. Manado ring road is very important in the connectivity in and out of Manado city in the
province of north Sulawesi, so this road construction must be good. Material models are always required
to know the physical (mechanical and physical characteristics) of the soil layer at the site by using
geotechnical analysis of studies that have been done in the field and in the laboratory. Soils such as clay,
clayey peat and peat show a high degree of compressibility compared to other soils. In oedometer testing,
the consolidated clay normally behaves up to ten times softer than the normally consolidated sand. This
study aims to determine the soft consolidation behaviour of soft clay primers by comparing the results
obtained from finite element analysis calculations on Plaxis 2D with analytical calculations and survey
measurements. Two different material models were used during finite element calculations, comparing
the performance of Soft Soil Model, SSM models to the Mohr-Coulomb Model (MCM) model commonly
used. Practical geotechnical analysis on the stability of embankment construction is done by using Plaxis
8 computer program, based on Finite Element Method to analyze deformation value and safety factor
with construction phase of consolidation phase. Practical geotechnical analysis of the stability of
embankment construction is done by using a computer program Plaxis calculations based on the Finite
Element Method for analyzing the value of deformation with stage construction phases of consolidation
as high as 10 cm over the 180-day value safety factor of 1.484 as MCM and 1.651 as SSM.

Key words: Consolidation, Manado ring road, Embankment, Deformation, Safety Factor

1. INTRODUCTION
• The soil samples were taken 8 points
Manado ring road is very important • Analysis of deformation and Slope Stability by
in the connectivity in and out of Manado city in Software Plaxis 8
the province of north Sulawesi, so this road • High Embankment Plan 10 meters
construction must be good. • Analysis of Earthquake was not discussed.
In this paper the discussion is limited This study aims to determine the effect
based on data results of soil of consolidation on the deformation model
investigation as follows: mohr-coulomb (Mohr-Coulomb model, MCM)
o hand boring and a model of soft soil (Soft Soil Model,
o static cone penetration test SSM).
o tes pits quarry
o Physical and Engineering 2. RESEARCH METHODOLOGY
Properties This paper uses the research results of
soil mechanics that have done well in the field
Using data from Geotechnical Laboratory and in the laboratory based on the theories that
investigation at the Faculty of Engineering have been written in some literature as a
UNSRAT Manado to study the soil.

200
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

material of data for further analysis using 4. SLOPE STABILITY ANALYSIS


software.
Laboratory work consists of testing on The method used to calculate the
undisturbed samples and disturbed samples embankment slope stability plan is a
taken from locations selected of Manado ring modification to the method of Bishop
road. The purpose of this research is to (Simplified Bishop Method).
determine the physical properties/ properties of The equation used in the method of
the field soil investigation and properties of Bishop as follows:
mechanical or engineering of soil.


SF 
1
c' l  w  uB ...tg ' sec
tg .tg '
(1)
W sin  1
SF
where :
SF = Safety Factor
W = slice weight
c’ = Cohesi Efecive
’ = the effective shear angle
B = slice width
Scheme description slope stability parameter.
Figure 1. Shows a schematic description of
slope stability parameter related to formula 1
.

o B
Uraian Gaya : u b
Pada Segmen Tanah
 r
B
m
Xn
En+1 1
W
En
Xn+1 s = u l tg 

p' = u l a
p l

Sketsa Deskripsi Parameter Stabilitas Lereng

Figure 1. Schematic formula of slope stability parameter

The elevation embankment magnitude of the load and the material


construction stability analysis performed using characteristics of the elements to be reviewed
the computer program PLAXIS which has been (Sompie at al, 1998, 2015 and Sompie Rumayar
developed by Dr. R.B.J. (Plaids, B.V., The 2010 and 2011).
Netherlands) and Prof. P.A. Vermeer Geotechnical Applications using this
(University of Stuttgart, Germany). PLAXIS is program requires further modeling to simulate
a package of computer programs that base their soil behavior non - linear and "time-dependent"
calculations on the Finite Element Method for or depending on the time of loading. In addition,
analyzing the amount of deformation and since soil is phased lot of material, special work
stability which is indispensable in dealing with procedures required in connection with the
problems in the field of geotechnical nature of the soil pore water pressure in both
engineering. hydrostatic and non-hydrostatic.
Finite Element Method own analyze
the construction in a way to divide the 5. SLOPE STABILITY ANALYSIS WITH
(discretized) the whole building into small SOFTWARE PLAXIS
elements, which is due to changes in the load of
each element will undergo change shape In the analysis of the slope stability
depending on the degree of influence the calculations will be sought slope is safe for a

201
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

particular condition. Expenses for the embankment elevation and soil properties data
construction of calculated mass of 1000 kg / m2 as in Figure 1.
work on the embankment. Sketch geometry

Figure 2. Manado Ring Road Embankment Model

6. ANALYSIS AND CALCULATION using a computer program PLAXIS


simplification. Conditions used in the analysis
Analysis and stability calculations of and the calculation is as follows:
Manado Ring Road Model Embankment done

 Model : Plane Strain.


 Elements : 15-Node.
 Unit : Length (m), Force (kN), Time (day)
 Stress : kN/m2
 Unit Weight : kN/m3

Restriction of field used: Left : -70 m, Right : 70 m, Bottom : -10 m, Top : 10 m, spacing : 1.0 m.

7. ANALYSIS ON THE PRACTICAL CONDITION

Figure 3. Geometric Design 1V:3H

202
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Simple Condition analysis by figure 4. Total consolidation displacement of


simplifying state by using the slope of the 0.30 m obtained with the SSM and 0.094 m of
embankment 1V: 3H with the same parameters. MCM Model for the end of consolidation period
Scenario analysis used a simple model with 180 days
consolidation construction stage 180 days and
the consolidation of 10 m high layers. Water In Figure 4 the total displacement is
level each with water conditions where high obtained and is already plot at the time of
water level of phreatic line, half of the high consolidation when calculated by the model
embankment and water conditions with level of Soft Soil. Red area in both side of the
water 2 meters from base of fondation embankment / dambody showed the greatest
embankment. magnitude of displacement, suggesting that the
As output for consolidation analysis, thickest part of dambody produce the greatest
colored figures have been obtained to show the amount of displacement. Figures 5 through 8
total displacement at the end of the 180-day show the number of network elements to shape
consolidation phase. deformation of structural elements embankment
Model deformation that occurs as in model results of MCM and SSM parameters,
figure 6, with the value of the safety factor, SF detailed in each of the graphs show on
of MCM is 1.484 while 1.651 SSM, Wherein displacement curve.

Figure 4. Total displacement

203
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Figure 5. Deformed Mesh MCM

Figure 6. Displacement Curve MCM

204
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Figure 7. Deformed Mesh SSM

Figure 8. Displacement Curve SSM

205
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Figure 9. Deformation MCM and SSM

Whole excess pore water pressure occurs is not kN / m2 (negative = Pressure), which SSM extreme
significant to the body wall of center part and the conditions of pore water pressure -96.98 kN / m2 (see
embankment of the weir. Figure 10 and 11 for the Figure 8).
highest pore water pressure curve MCM with -2.94

Figure 10. Excess pore pressures SSM

206
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Figure 11. Excess pore pressures MCM

Clays experience a large volumetric being able to distinguish between primary


deformation during virgin isotropic loading and unloading/reloading.
compression, but applying such a stress path in Stages consolidation carried out during
the Mohr Coulomb model will produce only 180 days, with a layer of 10 meters high,
elastic response. The plastic deformation is provides a significant safety factor value at this
better described in the Soft Soil model as it stage of network construction, both of model
assumes a logarithmic behaviour between the material safety factor, SF 1.484 as MCM and
volumetric strain and effective mean stress, e.g. 1.651 as SSM.
a nonlinear stress-dependent stiffness relation,

Chart 3
Multiplier
1.5

1.4

1.3

1.2

1.1

1
0 5e5 1e6 1.5e6 2e6 2.5e6 3e6 3.5e6
Displacement [m]

Figure 11. Safety Factor of MCM

207
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

SSM SF
Multiplier
1.8

1.6

1.4

1.2

1
0 4e4 8e4 1.2e5 1.6e5
Displacement [m]

Figure 11. Safety Factor of SSM

8. CONCLUSION REFERENCES

Geotechnical analysis of slope Dr. R. B. J. (Plaxis, b.v., The Netherlands) dan


stability simple embankment model of ring road Prof. P. A. Vermeer (University of
manado with a slope of 1V: 3H quite safe on the Stuttgart, Germany) Program Komputer
water level condition of 2 meters high, the total PLAXIS, Versi 7.11 dan Versi 8
consolidation displacement of 0.30 m obtained Sompie., O.B.A., Arai, K Machihara., H, and
with the SSM and 0.094 m of MCM Model for Kita, A (1998): Numerical Analysis of
the end of consolidation period 180 days with a Constant Rate of Strain Consolidation
safety factor value (Safety Factor, SF) equal to Test, proc. 53th Japan National
model material safety factor of 1.484 as MCM Conference on Civil Engineering, Gifu,
and 1.651 as SSM. Wherein the total conditions Vol. 1, p. 416 (in Japanese).
of pore water pressure MCM with -2.94 kN / Sompie O.B.A, David Sompie., and T. Ilyas
m2 (negative = Pressure), which SSM extreme (2015): Pengaruh Proses Konsolidasi
conditions of pore water pressure -96.98 kN / Terhadap Deformasi dan Faktor
m2. Keamanan Lereng Embankment (Studi
Analyzing this case studies, Manado kasus Bendungan Kosinggolan), prosiding
ring road projects with material model soft clay seminar Teknik Sipil, Prog. Studi
subjected to virgin compression should benefit Magister Teknik Sipil, Universitas
from the implementation of the Soft Soil model Udayana, Bali, Indonesia
during consolidation computations rather than Sompie O.B.A and Rumayar A.L.E (2010):
the Mohr-Coulomb model. Consolidation Analysis of Earthfill Dam
In Staged Construction On Soft Soil, The
28th conference of the federation of
engineering organizations Cafeo 28 Hanoi
Vietnam.
Sompie O.B.A and Rumayar A.L.E (2010):
Eco-Friendly Engineering of
Consolidation Stage Construction on
Hydraulic Structure Design, 29th
Conference of ASEAN Federation of
Engineering Organisations , Brunei
Darussalam.

208
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERBAIKAN TANAH LUNAK METODA SOIL PRELOADING


DAN VACUUM PRELOADING PADA JALAN TOL TRANS
SUMATERA RUAS PEMATANG PANGGANG – KAYU AGUNG
DI SUMATERA SELATAN
Wahyu P Kuswanda

PT Teknindo Geosistem Unggul, Gedung Wisma SIER, Lantai 1, Jl. Rungkut Industri Raya 10, Surabaya 60293
E-mail: wahyu@geosistem.co.id

Abstrak. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera pada Ruas Pematang Panggang – Kayu Agung sepanjang 85 km di
Sumatera Selatan sebagian dilaksanakan pada lapisan tanah dasar lunak yang relatif tebal. Apabila tidak dilakukan
perbaikan pada tanah dasarnya terlebih dahulu maka jalan yang dibangun akan berpotensi mengalami penurunan yang
relatif besar dan berlangsung relatif lama. Perbaikan tanah dasar yang dipilih adalah dengan menggunakan metoda pra-
pembebanan (soil preloading) dan metoda hampa udara (vacuum preloading). Namun dalam menerapkan kedua metoda
tersebut, masing-masing metoda memiliki kendala tersendiri untuk mendukung penyelesaian pekerjaan sebelum bulan
April 2018. Pada lokasi yang tanah dasarnya dominan lanau kepasiran (sandy silt), untuk menerapkan metoda soil
preloading terkendala dengan keterbatasan volume tanah timbunan. Pada lokasi yang tanah dasarnya dominan lempung
kelanaun (silty clay), untuk menerapkan metoda vacuum preloading terkendala dengan keterbatasan volume pasir.
Sehingga perlu dilakukan optimalisasi berdasarkan batasan waktu penyelesaian pekerjaan, batasan ketersediaan material
tanah timbunan dan pasir, serta batasan deskripsi tanah dasar. Makalah ini menguraikan pekerjaan perbaikan tanah
lunak metoda soil preloading dan vacuum preloading pada Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Ruas Pematang
Panggang – Kayu Agung. Uraian dimulai dari tahap perancangan teknis, pelaksanaan sampai dengan evaluasi kinerja
pekerjaan perbaikan tanah lunak yang dilaksanakan. Uraian juga disertai foto-foto dokumentasi pelaksanaan pekerjaan.

Kata kunci: perbaikan tanah lunak, metoda soil preloading, metoda vacuum preloading

I. PENDAHULUAN apabila dikawatirkan akan terjadi perbedaan penurunan


tanah (differential settlement) yang lebih besar dari
Ruas Jalan Tol Pematang Panggang - Kayu Agung pada batas toleransi bangunan tersebut. Untuk menang-
merupakan salah satu dari 8 (delapan) ruas pembangun- gulangi masalah tersebut perlu dilakukan pemampatan
an Jalan Tol Trans Sumatera yang membentang dari tanah sebelum bangunan didirikan atau yang dikenal
utara Pulau Sumatera sampai selatan menghubungkan dengan pra-kompresi tanah (soil precompression).
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai Provinsi Tujuan utamanya untuk menghilangkan sama sekali
Lampung. Jalan Tol Ruas Pematang Panggang – Kayu (sebagian besar) penurunan konsolidasi yang akan
Agung berada di Provinsi Sumatera Selatan sepanjang terjadi akibat beban bangunan tersebut. Penghilangan
85 km dibagi menjadi 4 (empat) seksi, yaitu Seksi I, penurunan dilakukan dengan membebani tanah dengan
Seksi II, Seksi III dan Seksi IV. Pada makalah ini ha- beban awal (preloading) yang lebih besar dari beban
nya dibahas Ruas Jalan Tol Pematang Panggang - Kayu bangunan yang direncanakan. Untuk melakukan pem-
Agung Seksi II saja. bebanan awal (preloading) dilakukan dengan cara :
Ruas Jalan Tol Pematang Panggang - Kayu Agung a. Pemberian beban awal eksternal, dapat berupa :
Seksi II yang kondisi tanah dasarnya berupa lapisan  Beban tanah timbunan (soil preloading)
tanah lunak diantaranya adalah pada STA 148+600 –  Beban tangki air
STA 161+900. Apabila tidak dilakukan perbaikan pada  Beban kolam air buatan
tanah dasarnya terlebih dahulu maka jalan yang  Beban-beban lainnya
dibangun akan berpotensi mengalami penurunan yang b. Pemberian beban awal internal, dapat berupa :
relatif besar dan berlangsung relatif lama. Perbaikan  Pemompaan vacuum (vacuum preloading)
tanah lunak yang dilakukan dengan menggunakan  Penurunan muka air tanah
metoda soil pre-loading dan vacuum preloading.  Konsolidasi elektro-osmosis
II. LANDASAN TEORI Pada makalah ini hanya dibahas prakompresi tanah
dengan pemberian beban awal eksternal berupa beban
Pada prinsipnya bangunan tidak boleh dibangun di timbunan tanah (soil preloading) dan dengan pemberi-
atas tanah dasar yang mudah memampat (compressible)

209
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

an beban awal internal berupa pemompaan vacuum


(vacuum preloading).
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indone-
sia (RSNI-3) Persyaratan Perancangan Geoteknik, kri-
teria pemilihan kedua metoda tersebut dapat dilakukan
berdasarkan ketentuan pada Gambar 1.
Gambar 3. Sistem soil preloading

B. Metoda Vacuum Preloading

Prinsip perbaikan tanah metoda vacuum pre-


loading ditunjukkan pada Gambar 4. Pada metoda
vacuum preloading perbaikan tanah dilakukan dengan
cara menghisap dengan pompa vakum pada tanah da-
sar sesuai dengan beban kerja (work load) dan beban
konstruksi (construction load) yang direncanakan.
Prinsip penting pada metoda vacuum preloading
adalah tanah dasar yang diperbaiki haruslah merupakan
ruangan yang seluruh bidang pada sisi-sisinya dalam
kondisi kedap. Oleh karenanya RSNI-3 mensyaratkan
Gambar 1. Kriteria pemilihan metoda perbaikan tanah aplikasinya hanya pada tanah lempung dan lempung
kelanauan saja. Apabila ternyata terdapat lapisan tanah
A. Metoda Soil Preloading yang tidak kedap (misalnya ada lapisan pasir) maka
harus dilakukan upaya pengedapan.
Prinsip perbaikan tanah metoda soil preloading di- Tersedia 2 (dua) macam perbaikan tanah metoda
tunjukkan pada Gambar 2. Pada metoda soil preloading vacuum pre-loading, yaitu yang menggunakan bahan
perbaikan tanah dilakukan dengan cara meletakkan be- geomembrane dan tidak menggunakan bahan geomem-
ban (preload) berupa timbunan tanah pada tanah dasar brane. Selanjutnya dalam makalah ini yang dimaksud
sesuai dengan beban kerja (work load) dan beban kons- dengan metoda vacuum preloading adalah yang meng-
truksi (construction load) yang direncanakan. gunakan bahan geomembrane.
Perbaikan tanah metoda soil preloading merupakan Perbaikan tanah metoda vacuum preloading meru-
satu sistem perbaikan tanah yang terdiri dari pekerjaan pakan satu sistem perbaikan tanah yang terdiri dari
timbunan tanah preload, PVD, horizontal drain dan pekerjaan pemompaan vakum, PVD, horizontal drain
instrumen geoteknik seperti yang ditunjukan Gambar 3. dan instrumen geoteknik seperti yang ditunjukan
Preload berfungsi untuk memampatkan tanah dasar. Gambar 5. Pemompaan vakum berfungsi untuk me-
PVD berfungsi untuk mempercepat proses pemampatan mampatkan tanah dasar. PVD berfungsi untuk memper-
tanah. Horizontal drain berfungsi untuk mengalirkan cepat proses pemampatan tanah. Horizontal drain ber-
air pori dari PVD ke arah horisontal ke luar timbungan fungsi untuk mengalirkan air pori dari PVD ke arah
preload. Instrumen geoteknik berfungsi untuk meman- horisontal ke luar timbunan tanah. Instrumen geoteknik
tau proses dan mengetahui kinerja hasil perbaikan ta- berfungsi untuk memantau proses dan mengetahui ki-
nah yang telah dilakukan. nerja hasil perbaikan tanah yang telah dilakukan.
2

Gambar 2. Prinsip soil preloading Gambar 4. Prinsip vacuum preloading

210
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 6. Potongan melintang pekerjaan soil preloading

Gambar 5. Sistem vacuum preloading Contoh skenario pelaksanaan pekerjaan metoda


soil preloading pada STA 149+150 ditunjukkan pada
Gambar 7.
III. PERANCANGAN TEKNIS
Perancangan teknis dilakukan untuk memperoleh
metoda perbaikan tanah yang optimal diantara metoda
soil preloading atau vacuum preloading. Pada peran-
cangan teknis ini yang menjadi batasan adalah menge-
nai kondisi tanah dasarnya dan waktu penyelesaian
pekerjaannya.

A. Batasan Kondisi Tanah Dasar


Gambar 7. Skenario pekerjaan metoda soil preloading
Berdasarkan data tanah yang tersedia, kondisi ta-
nah dasar pada lokasi dari STA 148+600 sampai STA D. Perancangan Metoda Vacuum Preloading
161+900 merupakan lapisan tanah lunak, dimana pada
lapisan atas berupa tanah organik (organic soil) dan Perancangan metoda vacuum preloading diper-
lapisan bawahnya merupakan tanah lempung lunak siapkan apabila cuaca tidak mendukung sehingga
(soft clay). Dengan adanya lapisan tanah organik, ideal- pengangkutan bahan timbunan tidak dapat dilakukan
nya perbaikan tanah yang digunakan adalah metoda sesuai dengan rencana atau waktu pelaksanaan peker-
soil preloading. Karena apabila digunakan metoda jaan metoda soil preloading telah melewati jadwal
vacuum preloading perlu pekerjaan pengedapan. yang direncanakan.
Gambar tipikal potongan melintang metoda
B. Batasan Waktu Penyelesaian Pekerjaan vacuum preloading ditunjukkan pada Gambar 9. Pada
metoda vacuum preloading ini tanpa menggunakan
Pekerjaan perbaikan tanah dasar harus diselesai- lapisan pasir sebagai lapisan drainase horisontal, mela-
kan sebelum bulan April 2018. Hal ini mengingat sete- inkan hanya menggunakan gabungan PHD dan pipa
lah selesai pekerjaan perbaikan tanah, masih harus di- berlubang yang dibungkus dengan bahan geotextile
lanjutkan pekerjaan perkerasan sehingga pada tanggal nonwoven. Keputusan tanpa pasir ini dilakukan karena
18 Agustus 2018 jalan tol siap diresmikan. metoda vacuum preloading hanya akan digunakan apa-
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi durasi bila terjadi kendala pengangkutan material timbunan.
waktu penyelesaian pekerjaan perbaikan tanah, yaitu
ketersediaan material timbunan, jalan akses ke lokasi
pekerjaan dan cuaca. Jalan akses yang tersedia adalah
jalan perkebunan berupa jalan tanah.

C. Perancangan Metoda Soil Preloading


Perancangan metoda soil preloading dipersiapkan
apabila cuaca mendukung sehingga pengangkutan ba-
han timbunan dapat dilakukan sesuai dengan rencana.
Gambar tipikal potongan melintang metoda soil pre-
loading ditunjukkan pada Gambar 6. Bahan drainase
horizontal (horizontal drainage) yang digunakan Gambar 9. Potongan melintang pekerjaan vacuum preloading
adalah PHD (prefabricated horizontal drain) yang
dipasang di dalam pasir dengan ketebalan 10 cm. Di Contoh skenario pelaksanaan pekerjaan metoda
atas dan di bawah pasir dilapisi dengan bahan non- vacuum preloading pada STA 149+150 ditunjukkan
woven geotextile. pada Gambar 10.

211
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 10. Skenario pekerjaan vacuum preloading

IV. PELAKSANAAN PEKERJAAN


Gambar 13. Pelaksanaan pekerjaan pemasangan PVD
Pada awalnya pekerjaan perbaikan tanah dilaksa-
nakan dengan metoda soil preloading. Namun karena
faktor cuaca yang tidak mendukung maka pekerjaan
tersebut dihentikan dan dilanjutkan dengan metoda
vacuum preloading.

A. Pelaksanaan Pekerjaan Soil Preloading


Pada Gambar 11 ditunjukkan pelaksanaan pekerja-
an geotextile woven. Pada Gambar 12 ditunjukkan
pelaksanaan pekerjaan timbunan tanah lantai kerja
pemasangan PVD.

Gambar 14. Pelaksanaan pekerjaan geotextile nonwoven

Gambar 11. Pelaksanaan pekerjaan geotextile woven

Gambar 15. Pelaksanaan pekerjaan instrument geoteknik

Gambar 12. Pelaksanaan pekerjaan lantai pemasangan PVD

Pada Gambar 13 ditunjukkan pelaksanaan peker-


jaan pemasangan PVD. Pada Gambar 14 pekerjaan Gambar 16. Pelaksanaan pekerjaan pemasangan PHD
pemasangan geotextile nonwoven. Pada Gambar 15
ditunjukkan pelaksanaan pekerjaan instrument geotek- an PHD. Pada Gambar 17 ditunjukkan pelaksanaan
nik. Pada Gambar 16 ditunjukkan pelaksanaan pekerja- pekerjaan timbunan pasir.

212
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 17. Pelaksanaan pekerjaan timbunan pasir

Pelaksanaan pekerjaan pasir ini merupakan peker-


jaan terakhir dari pekerjaan perbaikan tanah metoda
soil preloading sebelum dihentikan dan dilanjutkan
dengan metoda vacuum preloading. Penggantian men- Gambar 20. Pelaksanaan pekerjaan pipa
jadi metoda vacuum preloading ini dilakukan karena
tidak memungkinkan melanjutkan pekerjaan timbunan
pasir dan timbunan tanah yang disebabkan putusnya
jalan akses yang disebabkan cuaca hujan yang terus-
menerus.

B. Pelaksanaan Pekerjaan Vacuum Preloading


Pekerjaan perbaikan tanah metoda vacuum pre-
loading dilaksanakan dengan memanfaatkan hasil pe-
kerjaan PVD yang telah dilaksanakan pada metoda soil
preloading sebelumnya dengan membongkar hasil pe-
kerjaan PHD dan hasil pekerjaan geotextile nonwoven.
Gambar 21. Pelaksanaan pekerjaan geotextile nonwoven

Gambar 18. Pelaksanaan pekerjaan dinding kedap Gambar 22. Pelaksanaan pekerjaan geomembrane

Gambar 19. Pelaksanaan pekerjaan PHD Gambar 23. Pelaksanaan pemasangan settlement plate
Pada Gambar 18 ditunjukkan pelaksanaan peker-
jaan dinding kedap pada keliling zona pekerjaan
vacuum preloading. Pada Gambar 19 ditunjukkan
pelaksanaan pekerjaan PHD. Pada Gambar 20 ditunjuk-
kan pelaksanaan pekerjaan pipa.

213
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

V. PEKERJAAN SUBGRADE
Pekerjaan timbunan tanah subgrade dilakukan
dengan syarat setelah tekanan vakum pada vacuum
gauge mencapai 80 kPa dan dipastikan sistem vakum
telah bekerja dengan sempurna. Biasanya dibutuhkan
Gambar 24. Pelaksanaan pemasangan piezometer waktu sekitar 2 (dua) minggu untuk mencapai persya-
ratan tersebut. Sebelum penimbunan tanah subgrade
dilakukan, terlebih dahulu dihamparkan geotextile
nonwoven di atas geomembrane sebagai lapis proteksi.
Selanjutkan di atas geotextile nonwoven dilakukan
penimbunan tanah subgrade seperti pada Gambar 28.

Gambar 25. Pelaksanaan pemasangan inclinometer

Gambar 28. Timbunan subgrade di atas geotextile nonwoven

VI. PEKERJAAN MONITORING

Gambar 26. Pelaksanaan pemasangan pompa vakum

Gambar 29. Pelaksanaan monitoring vacuum gauge

Pekerjaan monitoring yang dilaksanakan meliputi


monitoring tekanan vakum pada vacuum gauge, moni-
toring penurunan tanah pada settlement plate, moni-
toring perubahan tekanan air pori pada piezometer dan
Gambar 27. Pelaksanaan pekerjaan pemompaan vakum monitoring deformasi lateral tanah pada inclinometer.
Pada Gambar 23 ditunjukkan pelaksanaan peker- Pada Gambar 29 ditunjukkan pelaksanaan peker-
jaan pemasangan settlement plate. Pada Gambar 24 di- jaan monitoring vacuum gauge. Pada Gambar 30 ditun-
tunjukkan pelaksanaan pemasangan piezometer. Pada jukkan pelaksanaan pekerjaan monitoring settlement
Gambar 25 ditunjukkan pelaksanaan pemasangan incli- plate. Pada Gambar 31 ditunjukkan pelaksanaan peker-
nometer. Pada Gambar 26 ditunjukkan pelaksanaan pe- jaan monitoring piezometer. Dan pada Gambar 32
masangan pompa vakum. Pada Gambar 27 ditunjukkan ditunjukkan pelaksanaan pekerjaan monitoring inclino-
pelaksanaan pemompaan vakum. meter.

214
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 33. Grafik tekanan vakum dan penurunan tanah

Gambar 30. Pelaksanaan monitoring settlement plate


Gambar 34. Grafik tekanan vakum dan tekanan air pori tanah

Gambar 31. Pelaksanaan monitoring piezometer


Gambar 35. Grafik deformasi lateral tanah

VII. EVALUASI KINERJA PEKERJAAN


Evaluasi kinerja pekerjaan perbaikan tanah lunak
metoda vacuum preloading pembangunan jalan tol Pe-
matang Panggang – Kayu Agung Seksi II ini mengacu
pada Spesifikasi Khusus Interim Pekerjaan Percepatan
Konsolidasi Tanah dengan Metoda Penyalir Vertikal
dengan Vakum dan PVD (SKh-1.4.15), yaitu :
a. Pada butir vi) Bab SKh-1.4.15.5 (Pengendalian
Mutu) dipersyaratkan bahwa proses vakum diang-
gap selesai apabila derajat konsolidasi mencapai
Gambar 32. Pelaksanaan monitoring inclinometer minimal 90%. Hal ini tercermin pada pembacaan
penurunan tanah yang terjadi selama 5 (lima) hari
Grafik hasil monitoring tekanan vakum dan penu- berturut-turut sebesar 2 (dua) mm – 3 (tiga) mm per
runan tanah ditunjukkan pada Gambar 33. Grafik hasil hari dan selanjutnya akan dianalisa menggunakan
monitoring tekanan vakum dan tekanan air pori tanah metoda Asaoka.
ditunjukkan pada Gambar 34. Sedangkan grafik hasil b. Pada ayat 1 (Pengukuran Pekerjaan) Bab SKh-
monitoring deformasi lateral tanah ditunjukkan pada 1.4.15.6 (Pengukuran dan Pembayaran) dipersyarat-
Gambar 35. kan bahwa pekerjaan ini dapat diterima dan dapat
dilakukan pembayaran sistem vacuum bila sudah
memenuhi kedua persyaratan sebagai berikut :
 Derajat konsolidasi mencapai minimal 90% ; dan
 Daya dukung tanah pada level geomembrane
mencapai minimal (-)80 kPa.

A. Daya Dukung dan Sisa Penurunan Tanah

215
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pada Tabel 1 ditunjukkan data monitoring vacuum ngan Vakum dan PVD (SKh-1.4.15) dan oleh karena-
gauge (VG) dan settlement plate (SP) pada STA nya telah dapat dinyatakan selesai.
149+150 ~ 149+275 per tanggal 02 Februari 2018. Ber-
dasarkan Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa : C. Analisa Load Factor
 Penurunan rata-rata per 5 hari terakhir sebesar 0,0mm
Sebelum pompa vakum dimatikan, terlebih dahulu
s/d 0,8mm
dilakukan analisa load factor, yaitu perbandingan be-
 Daya dukung tanah pada level geomembrane menca-
ban preload dengan beban setelah pompa vakum dima-
pai -81kPa s/d -83kPa
tikan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Pada Rancang-
Tabel 1 : Rekapitulasi data tekanan vakum dan penurunan an Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI-3) Persyaratan
Perancangan Geoteknik disyaratkan besarnya load
factor ≥1,3 apabila efek gaya angkat (buoyancy effect)
tidak diperhitungan.
Tabel 3 : Rekapitulasi analisa load factor

B. Pencapaian Derajat Konsolidasi


Pada Tabel 2 ditunjukkan rekapitulasi data hasil
analisa metoda Asaoka pada data monitoring settlement Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa
plate (SP) pada STA 149+150 ~ 149+275 per tanggal load factor yang tersedia >2,0 (syarat ≥1,3) sehingga
02 Februari 2018. Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat telah sesuai kriteria Rancangan Standar Nasional Indo-
diketahui bahwa derajat konsolidasi rata-rata telah nesia 3 (RSNI-3) Persyaratan Perancangan Geoteknik.
mencapai 99,1%.
VIII. PENUTUP
Tabel 2 : Rekapitulasi pencapaian derajat konsolidasi
Solusi terhadap tantangan dan problema yang
dihadapi serta keberhasilan penerapan perbaikan tanah
lunak metoda vacuum preloading menggantikan
metoda soil preloading pada pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatera Ruas Pematang Panggang - Kayu
Agung Seksi II telah diuraikan di dalam makalah ini.
Selain keberhasilan berdasarkan kriteria Spesifikasi
Khusus Interim Pekerjaan Percepatan Konsolida-si
Tanah dengan Metoda Penyalir Vertikal dengan Vakum
dan PVD (SKh-1.4.15) juga keberhasilan berdasarkan
kriteria Rancangan Standar Nasional Indonesia 3
Berdasarkan data rekapitulasi monitoring vacuum (RSNI-3) Persyaratan Perancangan Geoteknik.
gauge (VG) dan settlement plate (SP) (Tabel 1) serta
data rekapitulasi analisa Asaoka (Tabel 2) pada STA DAFTAR PUSTAKA
149+150 ~ 149+275 per tanggal 02 Februari 2018 di- Badan Standardisasi Nasional, 2017, Rancangan Standar
peroleh data sebagai berikut : Nasional Indonesia 3 (RSNI-3) Persyaratan Perancang-
a. Penurunan tanah yang terjadi selama 5 (lima) hari an Geoteknik, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
berturut-turut sebesar 0,0mm s/d 0,8mm.
b. Daya dukung tanah pada level geomembrane men- Ditjen Bina Marga, 2017, Spesifikasi Khusus Interim SKh-
capai -81kPa s/d -83kPa 1.4.15 : Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah
c. Derajat konsolidasi rata-rata mencapai 99,1%. dengan Metode Penyalir Vertikal dengan Vakum dan
PVD, Jakarta: Ditjen Bina Marga.
Berdasarkan ketiga hal tersebut maka dapat disim-
pulkan bahwa pekerjaan perbaikan tanah metoda
vacuum preloading pembangunan jalan tol Pematang
Panggang - Kayu Agung Seksi II pada pada STA
149+150 ~ 149+275 telah memenuhi persyaratan sesuai
Spesifikasi Khusus Interim Pekerjaan Percepatan Kon-
solidasi Tanah dengan Metoda Penyalir Vertikal de-

216
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENERAPAN SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM PVD, PHD DAN


INSTRUMEN GEOTEKNIK PADA PERBAIKAN TANAH
PEMBANGUNAN JALAN AKSES PELABUHAN TRISAKTI
DI KALIMANTAN SELATAN
Wahyu P Kuswanda
PT Teknindo Geosistem Unggul, Gedung Wisma SIER, Lantai 1, Jl. Rungkut Industri Raya 10, Surabaya 60293
E-mail: wahyu@geosistem.co.id

Abstrak. Pembangunan jalan akses Pelabuhan Trisakti (Pelabuhan Trisakti - Lianganggang) sepanjang 13 km di
Kalimantan Selatan dilaksanakan pada lapisan tanah dasar lunak yang relatif tebal. Apabila tidak dilakukan perbaikan
pada tanah dasarnya terlebih dahulu maka jalan yang dibangun akan berpotensi mengalami penurunan yang relatif besar
dan berlangsung relatif lama. Perbaikan tanah dasar yang dipilih adalah dengan menggunakan metoda pra-pembebanan
(soil preloading) dengan menerapkan Spesifikasi Khusus Interim SKh-1.3.6 : Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi
(Prefabricated Vertical Drain, PVD, Spesifikasi Khusus Interim SKh-1.3.7 : Instrumentasi Geoteknik dan Spesifikasi
Khusus Interim SKh-1.3.10 : Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabricated Horizontal Drain, PHD) dari Direktorat
Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Makalah ini menguraikan penerapan 3
(tiga) spesifikasi khusus interim tersebut dalam pelaksanaan pekerjaan perbaikan tanah lunak pada pembangunan jalan
akses Pelabuhan Trisakti (Pelabuhan Trisakti - Lianganggang), dimana penerapan ketiga spesifikasi khusus interim
tersebut merupakan yang pertama kali dilakukan pada pembangunan jalan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Uraian dimulai dari tahap perancangan teknis,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi kinerja pekerjaan perbaikan tanah lunak yang dilaksanakan. Uraian juga disertai
foto-foto dokumentasi pelaksanaan pekerjaan. Pada akhir makalah diberikan masukan untuk penyempurnaan ketiga
spesifikasi khusus interim tersebut.

Kata kunci: perbaikan tanah, spesifikasi khusus interim, PVD, PHD, instrumentasi geoteknik

I. PENDAHULUAN pondasi agregat, pekerjaan pasangan batu, dan pekerja-


an lampu penerangan jalan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Pekerjaan perbaikan tanah yang dilakukan menggu-
Rakyat melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional nakan metoda pra-pembebanan (soil preloading) de-
VII Kalimantan telah mengembangkan jalan akses ngan menerapkan 3 (tiga) Spesifikasi Khusus Interim
Pelabuhan Trisakti (Pelabuhan Trisakti-Lianganggang) dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian
untuk mendukung kelancaran lalu lintas dan pengem- Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu Spesi-
bangan Pelabuhan Trisakti di Banjarmasin, Kalimantan fikasi Khusus Interim SKh-1.3.6 : Penyalir Vertikal
Selatan. Pembangungan jalan akses tersebut bertujuan Pra-Fabrikasi (Prefabricated Vertical Drain, PVD),
untuk memenuhi kebutuhan banyak arus lalu lintas Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.7 : Instrumentasi
yang lewat dari arah Pelabuhan Trisakti, yang merupa- Geoteknik dan Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.10 :
kan pelabuhan terbesar di Kalimantan Selatan ke berba- Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabricated
gai daerah dan provinsi tetangga. Sehingga jalan akses Horizontal Drain, PHD).
tersebut diharapkan menjadi jalur utama distribusi Penerapan ketiga Spesifikasi Khusus Interim terse-
barang kebutuhan pokok dari Pelabuhan Trisakti untuk but merupakan yang pertama kalinya pada pelaksanaan
masyarakat di wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan pembangunan jalan di lingkungan Direktorat Jenderal
Tengah dan Kalimantan Timur. Selain itu juga untuk Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Peru-
mengatasi kemacetan yang sering terjadi di daerah mahan Rakyat. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian
tersebut. Jalan tersebut juga menjadi salah satu jalan untuk koreksi dan revisi ke arah penyempurnaannya.
alternatif untuk menghindari kemacetan dari berbagai
daerah untuk menuju kota Banjarmasin.
II. LANDASAN TEORI
Pembangunan jalan akses Pelabuhan Trisakti se-
panjang 13 km tersebut terdiri dari beberapa item Metoda pra-pembebanan (soil preloading) merupa-
kan salah satu metoda pra-kompresi tanah lunak yang
pekerjaan utama, yaitu pekerjaan perbaikan tanah, menggunakan pra-beban (preload) eksternal berupa
pekerjaan timbunan biasa, pekerjaan timbunan pilihan timbunan tanah (preload). Metoda pra-pembebanan
berbutir, pekerjaan laston lapis pondasi, pekerjaan lapis

217
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

bertujuan untuk melakukan pemampatkan awal pada


pada tanah dasar yang lunak sebelum konstruksi ba-
ngunan dibangun di atasnya. Sehingga konstruksi
bangunan yang telah selesai dibangun diharapkan tidak
mengalami penurunan yang melebihi toleransinya.
Prinsip aplikasi metoda pra-pembebanan pada bangun-
an jalan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 3. Model metoda pra-pembebanan yang digunakan

Gambar 1. Prinsip pra-pembebanan pada bangunan jalan Pada model tersebut drainase vertikal yang diguna-
kan dari jenis penyalir vertikal pra-fabrikasi (prefabri-
Pekerjaan perbaikan tanah lunak metoda pra- cated vertical drain, PVD) dan drainase horisontal
pembebanan merupakan sistem pekerjaan perbaikan yang digunakan dari jenis penyalir horisontal pra-fabri-
tanah lunak yang terdiri dari pekerjaan timbunan pra- kasi (prefabricated horizontal drain, PHD). Adapun
beban (preload), drainase vertikal (vertical drain), instrument geoteknik yang digunakan adalah pelat pe-
drainase horisontal (horizontal drain) dan instrumentasi nurunan (settlement plate), pisometer pneumatik (pneu-
geoteknik (geotechnical instrumentation) seperti yang matic piezometer) dan inklinometer (inclinometer).
ditunjukkan pada Gambar 2.
A. Data Tanah Dasar
Perbaikan tanah lunak pada pembangunan jalan
akses Pelabuhan Trisakti direncanakan sepanjang 13km
mulai KM 10+300 sampai dengan KM 23+300. Tebal
lapisan tanah lunaknya bervariasi mulai dari 4m sampai
dengan 40m. Oleh karenanya dilakukan zonasi sesuai
ketebalan lapisan tanah lunaknya. Pada makalah ini
hanya diuraikan data perancangan teknis pada zona
KM 10+300 sampai dengan KM 14+300 saja.
Berdasarkan nilai N-SPT = 10 dan qc = 40 kg/cm2,
ketebalan lapisan tanah kompresibel (compressible
soil) diketahui setebal 24 m seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.

Gambar 2. Mekanisme kerja metoda pra-pembebanan


Timbunan pra-beban berfungsi untuk memampat-
kan tanah dasar. Drainase vertikal berfungsi untuk
mempercepat proses pemampatan tanah. Drainase hori-
sontal berfungsi untuk mengalirkan air dari drainase
vertikal ke arah horisontal ke luar timbungan pra-
beban. Instrumentasi geoteknik berfungsi untuk me-
mantau proses dan mengetahui kinerja hasil perbaikan
tanah yang telah dilakukan.

III. PERANCANGAN TEKNIS


Perancangan teknis pekerjaan perbaikan tanah lunak
metoda pra-pembebanan pada pembangunan jalan ak-
ses Pelabuhan trisakti meliputi perancangan timbunan,
drainase vertikal, drainase horisontal dan instrumentasi
Gambar 4. Ketebalan lapisan tanah kompresibel
geoteknik. Model sistem perbaikan tanah lunak metoda
Berdasarkan hasil tes laboratorium pada BH-01,
pra-pembebanan yang direncanakan adalah seperti
BH-02 dan BH-02 rev, parameter tanah dasar yang
yang ditunjukkan pada Gambar 3.
digunakan untuk perencanaan adalah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.

218
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Parameter tanah dasar untuk perencanaan

B. Data Pembebanan Gambar 7. Hubungan tinggi timbunan awal dan akhir


Beban yang direncanakan terdiri dari beban timbun-
D. Perancangan Timbunan Tanah
an tanah, beban perkerasan dan beban lalu-lintas. Berat
isi (γ) timbunan tanah direncanakan 1,7 t/m3. Beban Timbunan tanah yang direncanakan terdiri dari tim-
perkerasan lentur (flexible pavement) dengan ketebalan bunan tanah subgrade, timbunan tanah pra-beban
58 cm direncanakan sebesar 1,214 t/m2. Beban lalu- (preload) dan timbunan tanah yang mengalami penu-
lintas direncanakan untuk Kelas Jalan I sebesar 15 kPa. runan. Oleh karena timbunan pra-pembebanan yang
Apabila direncanakan perkerasan selebar 8,0 m dan diaplikasikan ke tanah asli tidak memperhitungkan efek
timbunan tanah dengan kemiringan 2 : 1 maka hubung- gaya angkat (buoyancy effect) maka berat timbunan
an beban lalu-lintas terhadap tinggi timbunan adalah tanah pra-pembebanan yang digunakan sebesar 1,3 kali
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. beban perkerasan ditambah beban lalu-lintas.

Gambar 8. Perancangan timbunan tanah


Gambar 5. Hubungan beban lalu-lintas dan tinggi timbunan
Hasil analisa dan perhitungan perancangan timbun-
C. Analisa Timbunan dan Penurunan Tanah an tanah ditunjukkan pada Tabel 2.
Apabila timbunan tanah dengan berat isi (γ) sebe- Tabel 2. Hasil perencanaan timbunan tanah
sar 1,7 t/m3 dibebankan di atas tanah kompresibel sete-
bal 24 m yang memiliki parameter seperti pada Tabel 1
maka hubungan antara tinggi timbunan dan penurunan-
nya adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan tinggi timbunan dan penurunan tanah Berdasarkan hasil perancangan timbunan tanah pa-
da Tabel 2 selanjutnya direncanakan skenario pekerja-
Selanjutnya dengan data masukan yang sama, grafik an timbunan tanahnya. Pada Gambar 9 ditunjukkan
pada Gambar 6 dapat dikembangkan menjadi grafik contoh skenario pekerjaan timbunan tanah yang diren-
hubungan antara timbunan awal pelaksanaan dan tim- canakan pada KM 10+775, dimana untuk tebal timbun-
bunan akhir setelah mengalami penurunan seperti yang an sub-grade sebesar 0,176 memerlukan tinggi timbun-
ditunjukkan pada Gambar 7. an tanah 2,194 m dengan estimasi penurunan 0,771 m.

219
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 9. Skenario pekerjaan timbunan tanah KM 10+775

E. Perancangan Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi


Apabila tidak digunakan penyalir vertikal pra- Gambar 11. Tipikal potongan melintang
fabrikasi (prefabricated vertical drain, PVD), waktu
yang diperlukan untuk mencapai konsolidasi 90% ada-
lah selama 650 tahun. Apabila digunakan PVD dengan
ukuran 3mm x 100mm, pola pemasangan segiempat
(squarte pattern) dan jarak pemasangan 1,0 m maka
waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat konso-
lidasi 90% adalah 5 bulan seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 10.

Gambar 12. Pola pemasangan PHD


Gambar 10. Hubungan jarak PVD dan waktu konsolidasi

F. Perancangan Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi


Penyalir horisontal pra-fabrikasi (prefabricated
horizontal drain, PHD) yang digunakan direncanakan
dengan ukuran 20mm x 100mm yang dipasang pada
setiap 2 titik PVD sepanjang lebar timbunan tanah.

G. Perancangan Instrumentasi Geoteknik


Instrumen geoteknik yang digunakan adalah pelat Gambar 13. Detil pemasangan instrumen geoteknik
penurunan (settlement plate), pisometer pneumatik
(pneumatic piezometer) dan inklinometer (inclino- B. Pekerjaan Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi
meter). Pelat penurunan dipasang setiap jarak 50 m. Pi-
someter pneumatik dipasang setiap jarak 500 m dengan
menggunakan 4 tip pisometer. Inklinometer dipasang
pada lokasi-lokasi yang memerlukan pengamanan ter-
hadap bangunan eksisting di sekitar timbunan tanah.

IV. PELAKSANAAN PEKERJAAN


A. Gambar Pelaksanaan Pekerjaan

Gambar tipikal potongan melintang ditunjukkan


pada Gambar 11. Gambar pola pemasangan PHD ditun-
jukkan pada Gambar 12. Gambar detil pemasangan ins-
trumen geoteknik ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 14. Material PVD yang digunakan
Material penyalir vertikal pra-fabrikasi (PVD) yang
digunakan merek CeTeau Drain tipe CT-D1008
produksi CeTeau Malaysia Sdn Bhd seperti yang

220
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ditunjukkan pada Gambar 14. Hasil uji material PVD di ditunjukkan pada Gambar 17. Hasil uji material PVD di
Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), Badan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian
Perindustrian, ditunjukkan pada Gambar 15. Dokumen- Perindustrian, ditunjukkan pada Gambar 18. Dokumen-
tasi pemasangan PVD ditunjukkan pada Gambar 16. tasi pemasangan PVD ditunjuk-kan pada Gambar 19.

Gambar 15. Hasil uji material PVD Gambar 18. Hasil uji material PHD

Gambar 16. Dokumentasi pemasangan PVD Gambar 19. Dokumentasi pemasangan PHD

Pelaksanaan pekerjaan PVD meliputi pengadaan Pelaksanaan pekerjaan PHD meliputi pengadaan
material dan pemasangan yang semuanya dilaksanakan material dan pemasangan yang semuanya dilaksanakan
oleh PT Teknindo Geosistem Unggul. oleh PT Teknindo Geosistem Unggul.

C. Pekerjaan Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi D. Pekerjaan Pelat Penurunan

Gambar 17. Material PHD yang digunakan Gambar 20. Material pelat penurunan yang digunakan
Material penyalir horisontal pra-fabrikasi (PHD) Material pelat penurunan yang digunakan diproduk-
yang digunakan merek CeTeau Drain tipe CT-SD 100- si oleh PT Teknindo Geosistem Unggul seperti yang
20 produksi CeTeau Malaysia Sdn Bhd seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20. Dokumentasi monitoring

221
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pelat penurunan ditunjukkan pada Gambar 21 dan salah


satu hasilnya ditunjukkan pada Gambar 22.

Gambar 24. Monitoring pisometer pneumatik

Gambar 21. Monitoring pelat penurunan

Gambar 25. Grafik monitoring pisometer pneumatik

Pelaksanaan pekerjaan pisometer pneumatik meli-


puti pengadaan material dan pemasangan serta monito-
ring dan evaluasinya yang semuanya dilaksanakan oleh
Gambar 22. Grafik monitoring pelat penurunan PT Teknindo Geosistem Unggul.

Pelaksanaan pekerjaan pelat penurunan meliputi F. Pekerjaan Inklinometer


pengadaan material dan pemasangan serta monitoring
dan evaluasinya yang semuanya dilaksanakan oleh PT Material pipa inklinometer yang digunakan dipro-
Teknindo Geosistem Unggul. duksi oleh Roctest Ltd dari Kanada yang ditunjukkan
pada Gambar 26. Dokumentasi monitoring inklinome-
E. Pekerjaan Pisometer Pneumatik ter ditunjukkan pada Gambar 27 dan salah satu hasilnya
ditunjukkan pada Gambar 28.
Material pelat pisometer pneumatik yang digunakan Pelaksanaan pekerjaan inklinometer meliputi pe-
diproduksi oleh Roctest Ltd dari Kanada yang ditunjuk- ngadaan material dan pemasangan serta monitoring dan
kan pada Gambar 23. Dokumentasi monitoring pisome- evaluasinya yang semuanya dilaksanakan oleh PT
ter pneumatik ditunjukkan pada Gambar 24 dan salah Teknindo Geosistem Unggul.
satu hasilnya ditunjukkan pada Gambar 25.

Gambar 23. Material pisometer pneumatik yang digunakan Gambar 26. Material inklinometer yang digunakan

222
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 27. Monitoring inklinometer Gambar 29. Evaluasi pelat penurunan metoda Asoka

Berdasarkan evaluasi penurunan final yang dilaku-


kan terhadap pelat penurunan dan pisometer pneumatik
tersebut semuanya telah menghasilkan pencapaian de-
rajat konsolidasi ≥ 90% sehingga pekerjaan perbaikan
tanah yang telah dilakukan dinyatakan telah selesai.

VI. DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil penerapan Spesifikasi Khusus
Interim SKh-1.3.6 : Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi
(Prefabricated Vertical Drain, PVD), Spesifikasi
Khusus Interm SKh-1.3.7 : Instrumentasi Geoteknik
dan Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.10 : Penyalir
Gambar 28. Grafik monitoring inklinometer Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabrica-ted Horizontal
Drain, PHD) pada pembangunan jalan akses Pelabuhan
Trisakti (Pelabuhan Trisakti - Lianganggang) maka
V. EVALUASI PENURUNAN FINAL dapat dilakukan beberapa diskusi dan pembahasan
Evaluasi penurunan final (final settlement) dilaku- berikut ini.
kan terhadap data monitoring pelat penurunan dan piso-
meter pneumatik untuk mengetahui derajat konsolidasi A. Spesifikasi Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi
tanah dasar yang telah dicapai. Evaluasi pelat penurun-
an dilakukan dengan metoda Asoka seperti yang ditun- Uraian Spesifikasi Khusus Interim SKh-1.3.6 : Pe-
jukkan pada Gambar 29. Sedangkan evaluasi pisometer nyalir Vertikal Pra-Fabrikasi (Prefabricated Vertical
pneumatik dilakukan dengan metoda grafis seperti yang Drain, PVD) terdiri dari Bab Umum, Bahan, Peralatan,
ditunjukkan pada Gambar 30. Prosedur Pelaksanaan Lapangan, Pengendalian Mutu,
serta Pengukuran dan Pembayaran. Kecuali ketentuan
yang diuraikan dalam Bab Bahan, semua ketentuan
yang diuraian tersebut telah diterapkan pada pemba-
ngunan jalan akses Pelabuhan Trisakti (Pelabuhan
Trisakti - Lianganggang) dengan baik tanpa menimbul-
kan masalah di lapangan.
Khusus ketentuan pada Bab Bahan, beberapa hal
yang masih perlu disempurnakan adalah :
a. Pada Tabel 3.6.1 Persyaratan bahan selimut, syarat
kuat grab, kuat tusuk, bursting strength dan kuat
sobek nilainya terlalu tinggi. Sementara itu syarat
ukuran pori-pori geotextile, permitivitas dan per-
meabilitas selimut PVD yang nilainya dibiarkan
kosong perlu ditentukan.
b. Pada Tabel 3.6.2. Persyaratan PVD, syarat lebar,
tebal, kapasitas pengaliran dan kuat tarik pada re-
gangan ≤ 10% yang nilainya dibiarkan kosong perlu
ditentukan. Standar uji untuk lebar dan tebal PVD
juga perlu ditentukan. Besarnya tekanan pada uji
Gambar 29. Evaluasi pelat penurunan metoda Asoka kapasitas pengaliran PVD juga perlu ditentukan.
c. Adanya syarat kapasitas pengaliran lainnya dengan
gradient 1 dan tegangan efektif maksimum perlu
dimasukkan ke dalam Tabel 3.6.2.

223
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(Prefabricated Horizontal Drain, PHD) telah berhasil


B. Spesifikasi Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi diterapkan dengan baik pada pembangunan jalan akses
Pelabuhan Trisakti (Pelabuhan Trisakti – Liang-
Uraian Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.10 : Pe- anggang).
nyalir Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabricated Hori- Adanya nilai-nilai persyaratan yang masih kosong
zontal Drain, PHD) terdiri dari Bab Umum, Bahan, pada Spesifikasi Khusus Interim SKh-1.3.6 : Penyalir
Peralatan, Prosedur Pelaksanaan Lapangan, Pengenda- Vertikal Pra-Fabrikasi (Prefabricated Vertical Drain,
lian Mutu, serta Pengukuran dan Pembayaran. Kecuali PVD), dan Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.10 :
ketentuan yang diuraikan dalam Bab Bahan, semua Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabricated
ketentuan yang diuraian tersebut telah diterapkan pada Horizontal Drain, PHD) perlu untuk ditentukan nilai-
pembangunan jalan akses Pelabuhan Trisakti (Pelabuh- nilanya.
an Trisakti - Lianganggang). Pada Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.7 : Instru-
Khusus ketentuan pada Bab Bahan, beberapa hal mentasi Geoteknik perlu ditambah Bab yang memuat
yang masih perlu disempurnakan adalah : ketentuan tentang Peralatan, Pengendalian Mutu dan
a. Pada Tabel 3.10.1 Persyaratan bahan selimut, syarat Tata-Cara Evaluasi.
kuat grab, kuat tusuk, kuat pecah dan kuat sobek
nilainya terlalu tinggi. Sementara itu syarat permi- B. Saran-Saran
tivitas dan permeabilitas yang nilainya dibiarkan
kosong perlu ditentukan. Dalam melakukan revisi Spesifikasi Khusus Interim
b. Pada Tabel 3.10.2. Persyaratan PHD, syarat lebar, SKh-1.3.6 : Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi (Prefabri-
tebal, kapasitas pengaliran, kuat tarik pada regangan cated Vertical Drain, PVD), Spesifikasi Khusus Interm
≤ 10% dan kuat tekan yang nilainya dibiarkan SKh-1.3.7 : Instrumentasi Geoteknik dan Spesifikasi
kosong perlu ditentukan. Standar uji lebar dan tebal Khusus Interm SKh-1.3.10 : Penyalir Horisontal Pra-
PHD juga perlu ditentukan. Fabrikasi (Prefabrica-ted Horizontal Drain, PHD)
disarankan untuk menyesuaikan dengan ketententuan-
C. Spesifikasi Instrumentasi Geoteknik ketentuan pada Spesifikasi sejenis lainnya, seperti :
a. Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.3.12 : Pekerjaan
Uraian Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.7 : Ins- Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metoda
trumentasi Geoteknik terdiri dari Bab Umum, Bahan, Penyalir Vertikal dengan Vakum dan PVD (Jalan
Pelaksanaan, serta Pengukuran dan Pembayaran. Tidak Non Tol)
seperti pada Spesifikasi Khusus Interim PVD dan PHD, b. Spesifikasi Khusus Interim Skh-1.3.15 : Pekerjaan
pada Spesifikasi Khusus Interim Instrumentasi Geotek- Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metoda
nik tidak memuat ketentuan tentang Peralatan dan Penyalir Vertikal dengan Vakum dan PVD (Jalan
Pengendalian Mutu. Disamping itu juga tidak memuat Bebas Hambatan dan Jalan Tol)
tentang tata-cara evaluasi terhadap data pemantauan c. Rancangan 1 Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan
(monitoring) instrument geoteknik. dan Rekayasa Sipil : Perancangan Prefabricated
Oleh sebab itu pada Spesifikasi Khusus Interim Ins- Vertical Drain (PVD).
terumentasi Geoteknik dipandang perlu ditambah Bab d. Rancangan 3 Standar Nasional Indonesia : Persya-
yang memuat ketentuan tentang Peralatan, Pengendali- ratan Perancangan Geoteknik.
an Mutu dan Tata-Cara Evaluasi. Dalam melakukan revisi disarankan untuk melibat-
kan organisasi-organisasi profesi terkait, seperti :
a. Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI).
VII. PENUTUP b. International Geosynthetics Society Chapter Indo-
nesia (INA-IGS).
Berdasarkan hasil penerapan Spesifikasi Khusus
Interim SKh-1.3.6 : Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi
(Prefabricated Vertical Drain, PVD), Spesifikasi DAFTAR PUSTAKA
Khusus Interm SKh-1.3.7 : Instrumentasi Geoteknik Ditjen Bina Marga, 2015, Spesifikasi Khusus Interim SKh-
dan Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.10 : Penyalir 1.3.6 : Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi (Prefabricated
Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabrica-ted Horizontal Vertical Drain, PVD), Jakarta: Ditjen Bina Marga
Drain, PHD) pada pembangunan jalan akses Pelabuhan
Trisakti (Pela-buhan Trisakti - Lianganggang) maka Ditjen Bina Marga, 2015, Spesifikasi Khusus Interim SKh-
dapat dibuat kesimpulan dan saran-saran berikut ini. 1.3.6 : Instrumentasi Geoteknik, Jakarta: Ditjen Bina
Marga
A. Kesimpulan Ditjen Bina Marga, 2016, Spesifikasi Khusus Interim SKh-
1.3.10 : Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi (Prefabri-
Secara umum Spesifikasi Khusus Interim SKh-1.3.6 cated Horizontal Drain, PHD), Jakarta: Ditjen Bina
: Penyalir Vertikal Pra-Fabrikasi (Prefabricated Verti- Marga
cal Drain, PVD), Spesifikasi Khusus Interm SKh-1.3.7
: Instrumentasi Geoteknik dan Spesifikasi Khusus In-
term SKh-1.3.10 : Penyalir Horisontal Pra-Fabrikasi

224
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

MENDORONG IMPLEMENTASI KONSTRUKSI


BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS 12 PROYEK JALAN HIJAU)
Greece Maria Lawalata
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Jl. A.H. Nasution 264, Bandung, Indonesia.
greece.maria@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Badan Penelitian dan Pengembangan PUPR telah melakukan pemeringkatan jalan hijau untuk mendorong
konstruksi berkelanjutan dilaksanakan oleh penyelenggara jalan di tingkat nasional dan daerah. Perkembangan
keikutsertaan proyek jalan pada pemeringkatan jalan hijau tersebut tidak berkembang dengan pesat. Makalah ini
bertujuan untuk pelaksanaan pemeringkatan jalan hijau, mengidentifikasi subkategori jalan hijau yang sulit diterapkan,
dan mengidentifikasi langkah-langkah untuk mendorong implementasi konstruksi berkelanjutan pada berbagai proyek
jalan lainnya. Metode kegiatan adalah kajian pustaka terhadap jalan berkelanjutan dan pemeringkatan Jalan Hijau
Indonesia, kajian terhadap kurangnya peserta pemeringkatan jalan hijau, perbandingan penerapan subkategori
pemeringkatan jalan hijau dengan cara memberi nilai satu untuk subkategori yang diterapkan dan nilai nol untuk
subkategori yang tidak diterapkan. Analisis meliputi perbandingan: subkategori jalan hijau yang dapat diterapkan dari
semua proyek jalan dan subkategori jalan hijau yang tidak dapat digunakan oleh semua proyek jalan. Hasil studi
menunjukkan bahwa pemeringkatan jalan hijau adalah untuk menilai konstruksi berkelanjutan sesuai kaidah peraturan
dengan pelaksana pemeringkatan jalan hijau yang disepakati adalah tim dari Direktorat Bina Marga, Direktorat Bina
Konstruksi, Badan Litbang PUPR, dan akademisi. Tim tersebut ditunjuk oleh Kepala Badan Litbang PUPR. Hasil
lainnya adalah subkategori pemeringkatan jalan hijau yang kurang banyak diterapkan adalah subkategori pada kategori
material dan sumber daya alam serta kategori teknologi perkerasan. Subkategori ini membutuhkan teknologi yang
mudah diterapkan dan rendah biaya. Langkah-langkah untuk mendukung implementasi konstruksi berkelanjutan adalah
melakukan sosialisasi terhadap para kepala satuan kerja dan juga pejabat pembuat komitmen proyek pembangunan dan
peningkatan jalan. Bentuk sosialisasi berupa pertemuan ilmiah, pelatihan, dan jurnal ilmiah.

Kata kunci: konstruksi jalan berkelanjutan, pemeringkatan jalan hijau, konstruksi berkelanjutan

Abstract. The PUPR Research and Development Agency has conducted a green road rating to encourage sustainable
construction to be undertaken by national and regional road operators. The development of the road project participation
in the green road rankings did not grow rapidly. The paper aims to implement green road ratings, identify difficult green
road subcategories, and identify measures to encourage the implementation of sustainable construction on other road
projects. The method is a review of the literature on sustainable roads and the Green Road Rating Indonesia, a review of
the lack of green road ranking participants, the comparison of applying green road ranking subcategories by assigning a
value of one to the applied subcategories and zero values for sub-categories not applied. The analysis includes a
comparison: a green road sub-category that can be applied from all road projects and green road subcategories that can
not be used by all road projects. The method of activities is a review of the literature on sustainable roads and the
ranking of Green Road Indonesia, a review of the lack of green road ranking participants, the comparison of applying
green road ranking subcategories by assigning a value of one to the applied subcategories and zero values for sub-
categories not applied. The analysis includes a comparison: a green road sub-category that can be applied from all road
projects and green road subcategories that can not be used by all road projects. The results of the study indicate that
green road ranking is to assess sustainable construction in accordance with the rules of the regulation with green road
ranking officers agreed on are teams from the Directorate of Highways, Directorate of Construction Construction,
PUPR Research Agency, and academics. The team is appointed by the Head of PUPR R & D Agency. Another result is
the less widely applied green road rating subcategory is a subcategory in the category of materials and natural resources
and the category of pavement technology. These subcategories require technologies that are easy to implement and low
cost. Measures to support the implementation of sustainable construction are to disseminate to heads of work units as
well as to officials on the commitment of road building and improvement projects. Form of socialization in the form of
scientific meetings, training, and scientific journals.

Key words: sustainable road construction, green road rankings, roads construction

225
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN dasar, serta berkelanjutan. Strategi Kementerian PUPR


adalah menyelenggarakan pembangunan bidang PUPR
Peraturan Menteri PU No. 11/PRT/M/2012 yang terpadu dan berkelanjutan.
tentang Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Dari pemaparan peraturan-peraturan tersebut
Perubahan Iklim Tahun 2012-2020. Kementerian dapat disebutkan Kementerian PUPR mendukung,
Pekerjaan Umum menyatakan bahwa di bidang jalan, mendorong, dan mengimplementasikan pembangunan
harus ada peningkatan kualitas pelayanan jalan dan berkelanjutan yang telah diamanatkan dalam Undang-
jembatan untuk memenuhi mobilitas dan aksesibilitas undang perlindungan lingkungan, Peraturan Pemerintah
sosial dan ekonomi masyarakat. Strategi kebijakan tentang Jalan, dan Peraturan Presiden tentang
meliputi upaya penanganan kemacetan, penggunaan pembangunan berkelanjutan. Badan Litbang PUPR
material jalan ramah lingkungan, penurunan risiko telah melakukan penelitian dan workshop tentang
kerusakan jalan. Peraturan ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur bidang jalan yang
mengantisipasi perubahan iklim dalam rangka berkelanjutan yang disebut dengan pemeringkatan jalan
mengurangi dan/atau menangkap jumlah emisi yang hijau sejak tahun 2013. Jalan Hijau tersebut mewakili
dihasilkan maupun dalam rangka mengurangi dampak bidang jalan untuk mencapai tujuan pembangunan
perubahan iklim. berkelanjutan yang menjawab Peraturan Presiden RI
Peraturan Menteri PUPR No. 5/2015 tentang No. 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Berkelanjutan pada Penyelenggaraan Infrastruktur Goals)
Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Jalan Hijau mewakili bidang jalan untuk
menyatakan bahwa penyelenggara jalan harus melakukan penghematan energi tidak terbarukan dan
mengimplementasikan pendekatan konstruksi penggunaan energi terbarukan yang menjawab
berkelanjutan dengan memenuhi persyaratan keandalan Peraturan Presiden RI No. 22/2017 tentang Rencana
teknis dan prinsip berkelanjutan. Prinsip pembangunan Umum Energi Nasional (RUEN). Jalan Hijau mewakili
berkelanjutan mencakup aspek sosial, ekonomi, dan bidang jalan untuk mengimplementasikan konstruksi
lingkungan, wajib dipertimbangkan dalam penggunaan berkelanjutan yang menjawab Peraturan Menteri PUPR
sumber daya agar sumber daya alam untuk generasi No. 5/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum
mendatang masih tersedia. Implementasi infrastruktur Implementasi Konstruksi Berkelanjutan pada
denganpendekatan konstruksi berkelanjutan dapat Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan
dilakukan dalam tahap pemrograman sampai dengan Umum dan Permukiman. Jalan Hijau mewakili bidang
rekonstruksi disebutkan dalam peraturan tersebut jalan untuk menyelenggarakan infrastruktur yang
adalah dapat diberi predikat sebagai infrastruktur sinergi dengan kelestarian lingkungan (aspek
berkelanjutan (pasal 3). lingkungan) dan carrying capacity wilayah yang ingin
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa dikembangkan (aspek sosial) yang menjawab Peraturan
Eselon 1 di lingkungan PUPR bertugas menjadi Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana
anggota Komisi Implementasi Konstruksi Strategis PUPR 2015-2019.
Berkelanjutan (pasal 12) sebagai pengarah Permasalahan yang diidentifikasi adalah
penyelenggaraan infrastruktur berkelanjutan termasuk minimnya jumlah proyek jalan yang diperingkat
kriteria penilaian (rating tools). sebagai jalan berkelanjutan yang dalam hal ini disebut
Peraturan Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M/2015 sebagai pemeringkatan jalan hijau. Padahal,
tentang Rencana Strategis PUPR 2015-2019 pemeringkatan jalan hijau merupakan upaya
menyatakan bahwa potensi permasalahan yang menjadi mengimplementasikan Permen PUPR No.
dasar pembangunan jalan adalah kurangnya 5/PRT/M/2015 bidang jalan. Pemeringkatan jalan hijau
konektifitas antar wilayah untuk meningkatkan telah diterapkan tahun 2015, 2016, dan 2017. Dengan
ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa arah demikian diperlukan evaluasi terkait penerapan kriteria
pembangunan jalan masih mewujudkan aspek jalan hijau yang telah dilakukan.
ekonomi. Makalah ini bertujuan memaparkan pelaksanaan
Peraturan Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M/2015 pemeringkatan jalan hijau, mengidentifikasi
tentang Rencana Strategis PUPR 2015-2019 subkategori jalan hijau yang sulit diterapkan, dan
menyebutkan bahwa selanjutnya, arah kebijakan mengidentifikasi langkah-langkah untuk mendorong
penyelenggaraan infrastruktur jalan adalah implementasi konstruksi berkelanjutan pada berbagai
penyelenggaraan yang bersinergi dengan kelestarian proyek jalan lainnya.
lingkungan (aspek lingkungan) dan kemampuan
wilayah yang dapat dikembangkan (aspek sosial). Hal
II. TINJAUAN PUSTAKA
ini terlihat pada tujuan penyediaan infrastruktur bidang
PUPR yang menyelenggarakan infrastruktur PUPR A. Jalan Berkelanjutan
dengan tingkat dan kondisi ketersediaan, terpadu,
Pembangunan berkelanjutan muncul akibat adanya
kualitas, dan cakupan pelayanan produktif, cerdas,
peningkatan populasi manusia, perubahan lingkungan,
berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat,
dan penggunaan sumber daya alam secara besar-
menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan

226
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

besaran (Poveda dan Lipsett, 2011). Untuk mencapai


berkelanjutan, pembangunan harus memperbaiki Tabel 1. Tujuan Keberlanjutan
efisiensi ekonomi, perlindungan dan pengembalian Sosial Ekonomi Lingkungan
sistem ekologis, dan mengembangkan kehidupan Keseimbangan Produk yang Adaptasi dan
masyarakat. Keselamatan ekonomis mitigasi
Bruntland Commission pada tahun 1987 Keamanan dan Ekonomi lokal perubahan
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan kesehatan berkembang iklim
(sustainable development) sebagai pembangunan yang Perkembangan Efisiensi sumber Pencegahan
berusaha memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa masyarakat daya alam polusi udara,
mengganggu kemampuan generasi di masa mendatang Pemeliharaan Terjangkau kebisingan, air
budaya dan operasional Perlindungan
untuk memenuhi kebutuhan mereka (Bockisch, 2012; I-
sejarah yang efisien sumber daya
LAST, 2010; Black, 2010). Pilar yang mendukung sifat alam yang tidak
berkelanjutan digambarkan sebagai tiga pilar, antara terbarukan
lain mendukung adalah aspek sosial (dikenal sebagai Perlindungan area
kebutuhan standar manusia), aspek lingkungan (dikenal terbuka
sebagai ekologi atau bumi), dan aspek ekonomi Perlindungan
(dikenal sebagai uang atau keuntungan). Ketiga pilar biodiversiti
tersebut saling berinteraksi satu sama lain seperti yang Perencanaan yang baik: Terintegrasi, komprehensif, dan
ditunjukkan pada Gambar 1. perencanaan pembiayaan yang efisien
Kebutuhan manusia disebut telah berkelanjutan jika Sumber: Litman, 2015
kebutuhan standar bisa didapatkan dalam waktu yang
panjang. Kebutuhan standar yang dimaksud seperti B. Jalan Hijau
udara, air, sumber daya alam lainnya. Lingkungan Pemeringkatan Jalan Hijau adalah kegiatan
dapat memberi/mendukung kebutuhan standar manusia penilaian secara sukarela yang dilakukan terhadap
sebagai makhluk sosial. Kebutuhan standar manusia pembangunan konstruksi jalan yang mengupayakan
terhadap ekonomi disebut telah berkelanjutan jika penerapan kriteria hijau di tahap perancangan dan
memiliki kesamaan kesempatan untuk mendapat pelaksanaan konstruksi untuk mencapai tingkat
pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan untuk kegiatan keberlanjutan jalan tertentu. Pemeringkatan tersebut
ekonomi yang berkelanjutan harus terjangkau dalam dimaksudkan untuk memastikan agar jalan
memperhatikan ketersediaan dan kualitas udara, air, direncanakan dan dilaksanakan memenuhi aspek-aspek
tanaman, hewan dalam waktu yang lama (Bockish, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, kegiatan
2012). ini dimaksudkan agar meningkatkan kinerja
penyelenggaraan jalan melalui perencanaan dan
pelaksanaan jalan yang memenuhi aspek sosial, yaitu
kebutuhan akses pengguna jalan dan masyarakat,
memenuhi aspek ekonomi, yaitu pembangunan yang
ekonomis selama pelayanan jalan, memenuhi aspek
lingkungan, yaitu, menjaga alam dan kehidupan di
dalamnya. Ringkasan penjelasan jalan hijau sesuai
aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan
ditunjukkan pada Tabel 2.
Pemeringkatan jalan hijau dimaksudkan pula untuk
mendorong pengembangan teknologi ramah
Sumber: Bockish, 2012 lingkungan agar jalan perkotaan dan antar kota
Gambar 1. Pilar pendukung keberlanjutan memenuhi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Kriteria-kriteria jalan hijau telah
Tiga pilar sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
ditentukan melalui penelitian yang menggambarkan
saling berinteraksi ditunjukkan pula oleh Litman
aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan pada
(2015) dalam tujuan pembangunan berkelanjutan
perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan. Kriteria
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Dari aspek
tersebut mengandung prinsip-prinsip konstruksi
sosial, pembangunan berkelanjutan mengedepankan
berkelanjutan (Permen PUPR No. 05/PRT/M/2015).
keseimbangan, keselamatan, keamanan dan kesehatan,
Kriteria-kriteria Jalan Hijau berjumlah 84 kriteria
perkembangan dalam masyarakat, dan pemeliharaan
yang dikelompokkan pada 5 kategori yang selanjutnya
budaya dan sejarah. Dari aspek ekonomi, pembangunan
dipecah pada subkategori-subkategori. Gambaran
berkelanjutan mengedepankan produk yang ekonomis,
kategori dan subkategori ditunjukkan berikut ini.
perkembangan ekonomi lokal, efisiensi penggunaan
Kategori KL, Konservasi Lingkungan Air, Udara,
sumber daya alam, dan operasional yang terjangkau.
Dan Alam terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu KL-
Dari aspek lingkungan, pembangunan berkelanjutan
1Pelatihan kesadaran lingkungan, KL-2, Mitigasi
mengedepankan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,
bencana, KL-3, Pengurangan polusi udara/debu pada
pencegahan polusi udara, kebising.

227
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

saat pelaksanaan konstruksi/pasca konstruksi, KL-4, Kategori Teknologi Perkerasan terdiri atas pilihan
Sertifikat sistem manajemen lingkungan dan penerapan subkategori dalam Perkerasan untuk Badan Jalan dan
inovasi pelaksana pekerjaan, KL-5, Penanaman pohon Perkerasan untuk Trotoar Jalan. Subkategori-
dan jenis vegetasi lain, KL-6, Pelindungan dan subkategori berikut ini. (a) Perkerasan untuk Badan
penghindaran kehilangan habitat, KL-7, Penyediaan Jalan, yang terdiri atas TPK-1, Perancangan umur
sistem drainase jalan, KL-8, Pembatasan penerangan rencana perkerasan, TPK-2, Penggunaan campuran
jalan, KL-9, Pereduksi kebisingan. dingin untuk pekerasan lentur, TPK-3, Penggunaan
Kategori TM, Transportasi dan Masyarakat terdiri perkerasan porus yang berfungsi untuk meresapkan dan
atas subkategori berikut ini, yaitu TM-1, Penataan mengaliran air permukaan di perkerasan jalan yang
ornamen dan lanskap jalan, TM-2, Penyediaan fasilitas dilengkapi dengan fasilitas saluran keluar air jika sudah
henti untuk menikmati pemandangan menarik, TM-3, melebihi kapasitas. TPK-4, Perancangan permukaan
Penyediaan akses dan fasilitas pengguna angkutan perkerasan yang dapat mengurangi kebisingan, TPK-5,
umum, TM-4, Perancangan geometrik dan fasilitas Perancangan campuran beraspal hangat. (b) Perkerasan
perlengkapan jalan untuk menekan penggunaan energi, untuk Trotoar Jalan terdiri atas TPP-1, Perancangan
TM-5, Pelaksanaan audit keselamatan jalan oleh pihak perkerasan pejalan kaki yang mempertahankan fungsi
independen, TM-6, Penyediaan akses dan fasilitas trotoar. Perancangan dimaksud menekan biaya
pejalan kaki, TM-7, Pelibatan peran serta masyarakat pemeliharaan jalan. TPP-2, Penggunaan material yang
dalam perencanaan, TM-8, Penyediaan akses dan dibuat tanpa pemanasan, TPP-3, Perancangan
fasilitas pesepeda. permukaan perkerasan porus, TPP-4, Perancangan
Kategori AK, Aktivitas Konstruksi terdiri atas permukaan perkerasan yang kekesatan memenuhi
subkategori berikut ini, yaitu AK-1, Perencanaan persyaratan untuk jalur pejalan kaki , TPP-5,
kegiatan daur ulang sampah konstruksi dan sampah Penggunaan material yang dibuat dengan pemanasan
dari kantor/base camp kontraktor, AK-2, Metode lebih rendah dari temperatur standar.
penggunaan peralatan/armada pelaksanaan konstruksi Dalam menerapkan pemeringkatan jalan hijau,
dengan teknologi tertentu sehingga emisi dapat penyelenggara jalan harus memrogramkan satu ruas
dikurangi, AK-3, Pemantauan/pencatatan penggunaan jalan atau sebagian untuk dijadikan jalan berkelanjutan.
air pada pelaksanaan konstruksi , AK-4, Penggunaan Penyelenggara jalan melakukan perencanaan teknis
peralatan konstruksi yang memenuhi ambang batas jalan hijau dan melaksanakannya. Jalan tersebut dapat
emisi, AK-5, Pengurangan penggunaan bahan bakar jalan baru atau peningkatan jalan. Pada tahap
fosil pada pelaksanaan konstruksi /base camp perencanaan teknis jalan tersebut harus menerapkan
kontraktor. AK-6, Pelaksanaan koordinasi tim kriteria perencanaan teknis jalan (Permen PU No.
perancang dan pelaksana konstruksi untuk 19/2011) dan prinsip konstruksi berkelanjutan aspek
mengefektifkan dan mengefisienkan waktu sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan (Permen
pelaksanaan konstruksi. AK-7, Kontraktor memiliki PUPR No. 5/2015) yang dilakukan dengan
sertifikat sistem manajemen mutu (SMM), AK-8, menggunakan produk dan teknologi sesuai aspek-aspek
Penjaminan mutu pelaksanaan konstruksi oleh berkelanjutan. Hal ini dimulai tahun 2017 minimal 1
kontraktor bahwa produk pelaksanaan konstruksi sesuai buah di setiap unit organisasi teknis (Permen PUPR
mutu pada proses pelelangan. AK-9, Penggunaan No. 5/2015).
energi terbarukan saat pelaksanaan konstruksi, AK-10, Keikutsertaan penyelenggara jalan dalam
Menyiapkan dokumen untuk investasi atau aktivitas pemeringkatan jalan hijau dimaksudkan agar
“pembelian karbon” terkait dengan upaya pengurangan penyelenggaraan jalan harus mulai dilakukan karena
gas rumah kaca atau emisi karbon. dampak pembangunan jalan yang menggunakan
Kategori MS, Material dan Sumber Daya Alam sejumlah besar: energi, sumber daya alam, perubahan
terdiri atas subkategori berikut ini, yaitu MS-1, terhadap alam, dan hanya menguntungkan salah satu
Penggunaan material daur ulang pada proyek jalan, pengguna jalan. Dengan demikian penerapan prinsip
baik yang sedang dibangun atau pada jalan yang konstruksi berkelanjutan yang tertuang dalam
berbeda. MS-2, Penggunaan ulang material bongkaran subkategori jalan hijau dimaksudkan untuk mencapai
(selain tanah) di lokasi setempat, MS-3, Penggunaan jalan berkelanjutan atau pada paper ini disebut jalan
material lokal, MS-4, Penggunaan minimal 90% hijau. Ringkasan ditunjukkan pada Gambar 3.
material tanah galian untuk timbunan setempat, MS-5,
Pemanfaatan material bongkaran di luar lokasi proyek,
MS-6, Lampu penerangan jalan yang menggunakan
sumber daya hemat energi.

Tabel 2. Ringkasan Kriteria Jalan Hijau

Aspek Sosial Aspek Lingkungan


1. Jalan direncanakan sesuai 4. Jalan tidak menyebabkan banjir yang 7. Jika menanam tanaman, maka
standard geometrik jalan agar dilakujkan dengan menyediakan fasilitas yang disiapkan tidak rusak
berkeselamatan dan jika tidak saluran drainase jalan dan tanaman.

228
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Aspek Sosial Aspek Lingkungan


standar perlu menggunakan marka memastikan air dari saluran mengalir 8. Melindungi keberadaan hewan jika
dan rambu serta diaudit sampai dengan badan penerima melewati area hutan dan suaka alam
keselamatan jalan air/area peresap. dengan menyediakan lintasan hewan
2. Jalan memberikan akses dan 5. Menjaga lingkungan dengan dan pembatasan sinar lampu.
perlengkapan jalan yang cukup mengurangi polusi udara dengan 9. Mengurangi penggunaan bahan bakar
untuk semua pengguna jalan tanpa menanam tanaman, mengurangi dan menggunakan bahan bakar
mengganggu budaya dan sejarah polusi tanah dengan melakukan terbarukan
di masyarakat setempat dan pengaturan pembuangan limbah 10. Mengurangi penggunaan sumber daya
mengembangkan potensi wilayah konstruksi, polusi kebisingan. alam berupa bahan bakar minyak
setempat. 6. Pelaksana paham menjaga kebersihan dengan menggantinya dengan bahan
3. Jalan menyertakan masyarakat lingkungan dari sampah konstruksi bakar terbarukan dan menggunakan
pada tahap perencanaan dalam material lokal.
acara sosialisasi rencana 11. Mengurangi penggunaan material
pembangunan jalan baru
Aspek Ekonomi
12. Jalan dilaksanakan dengan 13. Jalan dilakukan dengan menjaga
mengefektifkan kegiatan dan kualitas produk untuk mengurangi
mengefisienkan waktu biaya pemeliharaan
pelaksanaan konstruksi

Gambar 2. Kategori dan Subkategori Pemeringkatan Jalan Hijau

Pelaksana pemeringkatan jalan hijau adalah lingkungan mendapat penghargaan jalan hijau.
pelaksana jalan yang netral dalam melakukan Penghargaan meliputi sertifikat dan plakat yang telah
pemeringkatan. Penyelenggara pemeringkatan jalan dilakukan dalam bentuk sertifikat pemeringkatan jalan
berkelanjutan adalah tim jalan hijau yang dibentuk oleh hijau.
Kepala Badan Litbang PUPR. Tim jalan hijau terdiri
dari perwakilan Ditjen Bina Marga-Direktorat
Pengembangan Jaringan Jalan, Ditjen Bina Konstruksi,
BPIW, dan Akademisi. Pengarah adalah Kepala
Direktur Jenderal Bina Marga, Kepala Direktur
Jenderal Bina Konstruksi, dan Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan PUPR.
Peserta yang mengikuti pemeringkat jalan hijau
adalah penyelenggara jalan nasional, jalan provinsi,
jalan kabupaten, dan jalan kota yang memenuhi
persyaratan pemeringkatan. Penyelenggara jalan
mendaftarkan proyek pembangunan atau peningkatan
jalan. Peningkatan jalan yang meliputi pelebaran jalan,
pelebaran drainase jalan, dan pelebaran trotoar. Ruas
jalan yang diperingkat dapat melewati pemukiman,
perkebunan, hutan, dan pantai.
Penyelenggara jalan yang berkeinginan
menunjukkan kinerja melakukan pembangunan yang
memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan

229
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

 Semua penyelenggara Penyelenggaraan jalan Jalan diprogram sebagai


jalan, yang memenuhi aspek- jalan hijau, dilakukan
 Penelitian teknologi aspek pembangunan perencanaan teknis, dan
berbasis konstruksi berkelanjutan dilaksanakan
berkelanjutan Penelitian teknologi menggunakan teknologi
 Industri konstruksi berkelanjutan berkelanjutan
Produk berkelanjutan

Melakukan apa? Bagaimana


Pembangunan jalan Siapa? melakukannya?
kurang Jalan
mempertimbangkan Berkelanju
penghematan tan
material lokal,
energi, dan habiitat
Di mana? Kapan? Kenapa? Evaluasi
Bagaimana?

Pelaksanaan di Penyelenggaraan Untuk memenuhi kebutuhan Pemeringkatan


lakukan di setiap jalan berkelanjutan pergerakan di saat ini yang Jalan Hijau
tingkat dimulai tahun 2017 selamat, nyaman, ekonomis,
dan memenuhi kebutuhan di
administrasi
masa mendatang
pemerintahan

Gambar 3. Gambaran Pencapaian Jalan Berkelanjutan dan Posisi Pemeringkatan Jalan Hijau

5. Sumber data adalah Laporan dokumen lingkungan,


III. METODE KEGIATAN laporan studi kelayakan/ kajian ekonomi, Laporan
Penilaian Mandiri Pemeringkatan Jalan Hijau, dan
Metode kegiatan penelitian ini adalah: Gambar Terbangun (As Built Drawing).
1. Kajian pustaka yang meliputi: Jalan berkelanjutan 6. Analisis data meliputi perbandingan terhadap:
dan Pemeringkatan Jalan Hijau Indonesia subkategori jalan hijau yang dapat diterapkan dari
2. Kajian kurangnya peserta pemeringkatan jalan semua proyek jalan dan subkategori jalan hijau
hijau yang tidak dapat digunakan oleh semua proyek
3. Perbandingan penerapan subkategori jalan.
pemeringkatan jalan hijau terhadap 5 kategori
pemeringkatan jalan hijau. Subkategori yang
diterapkan diberi nilai 1 dan subkategori yang IV. DATA DAN ANALISIS
tidak diterapkan diberi nilai 0.
4. Studi kasus dilakukan pada 12 proyek jalan yang 4.1 Pemeringkatan Jalan Hijau
dilaksanakan bervariasi antara 2013 sampai Pemeringkatan jalan hijau telah dilakukan melalui
dengan 2015 yang telah diperingkat jalan hijau. surat undangan langsung ke Balai Pelaksana Jalan
Proyek jalan tersebut adalah Jalan dan Jembatan Nasional, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional, dan
Kelok Sembilan Sumatera Barat; Underpass Dewa Dinas Bina Marga atau Dinas Pekerjaan Umum Kota
Ruci-Bali; Jalan Tol Mandara Bali; Flyover dan Kabupaten yang tertarik pada jalan berkelanjutan.
Bukittinggi, Sumatera Barat; Pembangunan Jalan Pengumuman dilakukan pula dengan cara
Gerung (Patung Sapi) Mataram; Pembangunan mengumumkannya di website Pusat Litbang Jalan dan
Saluran Drainase dan Trotoar Jalan Braga, Kota Jembatan, penyampaikan undangan tersebut melalui
Bandung; Pembangunan jalan tembus Jl. Kartini – berbagai presentasi di acara sosialisasi teknologi.
Jl.Gajah, Kota Semarang; Pembangunan Namun demikian, pendaftar pemeringkatan jalan hijau
Peningkatan Jalan Karangandong - Kesamben berjumlah kurang dari 10 per tahun, seperti yang
Kulon, Kabupaten Gresik; Pembangunan Jalan Tol ditunjukkan pada Gambar 4.
Semarang-Solo Tahap I Ruas Semarang-Bawen; Tidak berkembangnya jumlah peserta
Pembangunan jembatan di sekitar pintu Tol Bekasi pemeringkatan jalan hijau diperkirakan beberapa hal.
Timur; Pembangunan jalan dan jembatan Tayan, Pertama karena kurangnya sosialisasi pemeringkatan
Kalimantan Barat; Pembangunan jalan dan jalan hijau, sehingga menyebabkan kekurang pahaman
jembatan Ibun-Kamojang Kabupaten Bandung. pemeringkatan jalan hijau, tujuan dan manfaat
keikutsertaannya di pemeringkatan jalan hijau, serta

230
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

belum adanya dorongan agar para satuan kerja dan 4.2 Penerapan Subkategori Jalan HijauStudi kasus
pejabat pembuat komitmen mengikuti pemeringkatan dilakukan pada 12 proyek jalan yang bervariasi tahun
jalan hijau. pelaksanaan konstruksi (tahun 2013 sampai dengan
Pelaksanaan pemeringkatan jalan hijau selanjutnya 2015), variasi lingkup pekerjaan, variasi guna lahan.
adalah perlu adanya penjelasan kepada para satuan Ringkasan ditunjukkan pada Tabel 3. Proyek jalan
kerja dan pejabat pembuat komitmen pada proyek jalan tersebut terlihat bahwa terdapat pengelompokan item
untuk mengusulkan proyek jalannya diperingkat pekerjaan yang dilakukan. Sebagai contoh, terdapat
sebagai unjuk kinerja tahap keberlanjutan yang telah proyek jalan yang mengerjakan jalan, jembatan, saluran
dilakukan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah drainase, trotoar, penerangan jalan. Namun, terdapat
mengupayakan agar terdapat upaya dari atasan pula lingkup pekerjaan tanpa jembatan. Bahkan
langsung untuk mendorong penerapan kriteria jalan terdapat pula pekerjaan yang hanya trotoar dan saluran
hijau pada tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan drainase.
konstruksi. Dari lingkup pekerjaan dan subkategori
pemeringkatan jalan hijau, terlihat bahwa semakin
banyak item pekerjaan, akan semakin banyak pula
jumlah subkategori yang diterapkan pada proyek jalan.
Hal ini terlihat pada Gambar 5, pada seri total
penerapan subkategori pemeringkatan jalan hijau.
Sebagai contoh proyek jalan tembus Jl. Kartini-Jl.
Gajah memiliki item pekerjaan yang kompleks seperti
pembangunan jembatan, jalan, saluran drainase, trotoar,
penerangan jalan umum, fasilitas pejalan kaki,
penanaman pohon dan tanaman merambat, ornamen
jalan, lajur sepeda berbagi. Subkategori yang lebih
lengkap dapat dilihat di Kajian Pustaka. Jumlah
subkategori yang diterapkan pada proyek jalan tersebut
Gambar 4. Jumlah Keikutsertaan Pemeringkatan Jalan Hijau
lebih banyak dari proyek jalan lainnya.

231
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3. Lingkup Pekerjaan dan Guna Lahan Proyek Jalan


Proyek Jalan dan Pelaksana Gambaran Lingkup Pekerjaan Guna Lahan
(1) JJKS, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan-Padang, Jalan, jembatan, akses Hutan lindung
BBJN Ornamen jalan, penerangan jalan umum
(2) JJIK, Jalan dan Jembatan Ibun-Kamojang, Pemkab
Bandung
(3) JJT, Jembatan Tayan, BBPJN Jalan, jembatan, akses, ornamen jalan, penerangan Perkebunan
jalan umum
(4) JJTB, Jalan Tol Mandara Bali, PT. Jasamarga Bali Jalan, jembatan, ornamen jalan, akses sepeda Pantai
Tol motor, penerangan jalan umum
(5) JJTS, Pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo Jalan, Jembatan, saluran drainase, ornamen jalan, Hutan, ladang,
Tahap I Ruas Semarang-Bawen penerangan jalan umum pemukiman
(6) JG, Pembangunan Jalan Gerung (Patung Sapi) Jalan, saluran drainase, trotoar (sebagian), pohon, Sawah,
Mataram, BPJN penerangan jalan umum pemukiman
(7) JUDR, Underpass Dewa Ruci-Denpasar, BBPJN underpass, jalan, saluran drainase, trotoar, taman, Pemukiman
pohon, penerangan jalan umum
(8) JFB, Flyover Bukittinggi, BBPJN Flyover, jalan, saluran drainase, trotoar, Pemukiman,
penerangan jalan umum pasar
(9) JJPT, Pembangunan jembatan di sekitar pintu Tol Jalan, jembatan, akses ke jalan lingkungan, Pemukiman,
Bekasi Timur- Pemerintah Kota Bekasi, saluran drainase, trotoar, lajur sepeda berbagi, sungai
(10) JJKG, Jalan tembus Jl. Kartini – Jl.Gajah, Ornamen jalan, penerangan jalan umum
Pemerintah Kota Semarang
(11) JKK, Jalan Karangandong - Kesamben Kulon Jalan, saluran drainase, penerangan jalan umum Pemukiman,
Kabupaten Gresik-Pemerintah Kabupaten Gresik ladang
(12) BB, Pembangunan Saluran Drainase dan Trotoar Saluran drainase, trotoar, ornamen jalan, Pertokoan,
Jalan Braga, Pemerintah Kota Bandung penerangan jalan umum, fasilitas pejalan kaki kawasan
heritage

Gambar 5. Penerapan Subkategori pada Kategori Pemeringkatan Jalan Hijau di 12 Proyek Jalan

Keterangan Gambar
(1) JJKS, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan-Padang, (2) JJIK, Jalan dan Jembatan Ibun-Kamojang- Kabupaten Bandung, (3) JJT, Jembatan Tayan,
(4) JJTB, Jalan Tol Mandara Bali (5) JJTS, Pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo Tahap I Ruas Semarang-Bawen, (6) JG, Pembangunan Jalan
Gerung (Patung Sapi) Mataram, (7) JUDR, Underpass Dewa Ruci-Denpasar, (8) JFB, Flyover Bukittinggi, (9) JJPT, Pembangunan jembatan di
sekitar pintu Tol Bekasi Timur-Pemkot Bekasi, (10) JJKG, Jalan tembus Jl. Kartini – Jl.Gajah Kota Semarang, (11) JKK, Jalan Karangandong -
Kesamben Kulon Kabupaten Gresik-Pemerintah Kabupaten Gresik, (12) BB, Pembangunan Saluran Drainase dan Trotoar Jalan Braga-Bandung.

232
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Jumlah subkategori yang diterapkan di proyek jalan adalah Tim yang ditunjuk oleh Kepala Badan Litbang
paling kecil adalah pada proyek jalan pembangunan PUPR.
saluran drainase dan trotoar jalan. Jumlah subkategori Subkategori pemeringkatan jalan hijau yang kurang
yang diterapkan memiliki 1 subkategori dengan banyak diterapkan adalah subkategori pada kategori
pembangunan jalan dan jembatan Ibun-Kamojang, material dan sumber daya alam serta kategori teknologi
Jalan Gerung, dan Flyover Bukittinggi. Hal ini perkerasan. Subkategori ini membutuhkan teknologi
menunjukkan bahwa setiap proyek jalan yang bukan yang mudah diterapkan dan rendah biaya. Sebagai
pembangunan jalan dan jembatan bisa diperingkat contoh penggunaan teknologi campuran bahan
untuk menunjukkan proyek jalan tersebut telah perkerasan jalan yang rendah energi, penggunaan
dilaksanakan secara berkelanjutan, seperti yang lampu penerangan hemat energi pada pekerjaan
ditunjukkan Gambar 5. konstruksi pada malam hari, penggunaan ulang
Kategori yang jumlah subkategorinya sedikit material yang bongkaran.
diterapkan adalah kategori Teknologi perkerasan untuk Langkah-langkah untuk mendukung implementasi
lalu lintas kendaraan dan atau lalu lintas pejalan kaki. konstruksi berkelanjutan adalah melakukan sosialisasi
Subkategori dalam kategori ini meliputi teknologi- terhadap para kepala satuan kerja dan juga pejabat
teknologi yang dapat menekan penggunaan energi dan pembuat komitmen proyek pembangunan dan
ramah lingkungan. Keengganan penyelenggara jalan peningkatan jalan. Bentuk sosialisasi berupa pertemuan
dalam menerapkan teknologi baru yang memerlukan ilmiah, pelatihan, dan jurnal ilmiah.
sumber daya manusia sebagai pelaksana dan pengawas.
Kategori lainnya yang jumlah subkategorinya DAFTAR PUSTAKA
sedikit diterapkan adalah Material dan sumber daya
alam. Subkategori dalam kategori ini meliputi Bockish, J., 2012, “Transportation Sustainability Rating
Systems”, Gresham Smith and Partners, Presentation,
penggunaan ulang material bongkaran seperti www.gaite.org, http://www.apwa.net/library/ meetings/
perkerasan jalan atau material lainnya, penggunaan sustainability/8374.pdf (diakses 15 Februari 2013).
material lokal, dan penggunaan sumber daya alam yang Illinois Department Of Transportation (IDOT) dan Illinois
terbarukan. Pelaksanaan dari subkategori ini umumnya Joint Sustainability Group (IJSG), 2010, Illinois-Livable
memerlukan dana yang besar sebagai modal, namun and Sustainable Transportation Rating System and
memiliki manfaat yang cukup besar. Untuk Guide, I-LAST V 1.01. http://docs.lib.purdue.edu/
menerapkan subkategori dalam kategori ini dibutuhkan cgi/viewcontent.cgi?article=1664&context=roadschool
teknologi-teknologi yang mendukung, sehingga dapat (diakses 29 Januari 2013).
menekan biaya pengadaan dan pelaksanaannya. Black, W.R., 2010, “Sustainable Transportation”, Problems
and Solutions, Guilford Press, New York, NY.
Untuk mendorong agar setiap proyek jalan
Pemerintah Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri
menunjukkan bahwa telah dilaksanakan secara PUPR No, 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum
berkelanjutan, maka perlu disosialisasikan bahwa Implementasi Konstruksi Berkelanjutan Pada
subkategori-subkategori pemeringkatan jalan hijau Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum
dapat diterapkan di berbagai proyek jalan. Sosialisasi dan Permukiman (PUPR), Jakarta.
dapat disampaikan kepada penyelenggara jalan Pemerintah Republik Indonesia, 2011, Peraturan Menteri PU
terutama kepala satuan kerja dan pejabat pembuat No. 19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan
komitmen. Sosialisasi perlu dilakukan sejelas-jelasnya dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, Jakarta.
agar pemahaman tentang pemeringkatan jalan hijau Pemerintah Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri PU
No. 11/PRT/M/2012 tentang Rencana Aksi Nasional
dapat diterima oleh para penyelenggara jalan. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-
2020 Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
V. KESIMPULAN Pemerintah Republik Indonesia, 2015, Peraturan Menteri
PUPR No, 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis
Pemeringkatan Jalan Hijau adalah kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
penilaian secara sukarela yang dilakukan terhadap Tahun 2015-2019, Jakarta.
pembangunan konstruksi jalan yang mengupayakan Poveda, C.A. dan Lipsett, M., 2011, “A Review of
penerapan kriteria hijau di tahap perancangan dan Sustainability Assessment and Sustainability/
pelaksanaan konstruksi untuk mencapai tingkat Environmental Rating System and Credit Weighting
keberlanjutan jalan tertentu. Pelaksanaan Tools”. Journal of Sustainable Development, Vol. 4, No.
pemeringkatan jalan hijau sebagai langkah untuk 6, December 2011., (diakses 13 Desember 2015).
penilaian kegiatan implementasi konstruksi Litman, T., 2015, Well Measured-Developing Indikators for
Sustainabel and Livable Transport Planning, Victoria
berkelanjutan telah sesuai dengan kaidah peraturan Transport Policy Institute, Victoria, http://www.vtpi.org/
perundang-undangan. Sebagai contoh peraturan yang wellmeas.pdf (diakses 28 Juli 2015).
diacu adalah Undang-Undang Jalan, Peraturan Jalan,
Persyaratan Teknis Jalan, dan peraturan lain yang
terkait dengan aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek
lingkungan. Pelaksana pemeringkatan jalan hijau yang
telah disepakati oleh Direktorat Bina Marga, Direktorat
Bina Konstruksi, Badan Litbang PUPR, dan akademisi

233
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Analisa Penanggulangan Volcanic Breccia & Countermeasuresnya


Wida Nurfaida

I. Pendahuluan memberikan resolusi organisasi konstruksi Tunnel


secara menyeluruh oleh Penyedia Jasa (Kontraktor)
1.1. Penerapan Dasar Kompilasi
kepada Pengguna Jasa, dan juga memastikan
komprehensif target teknis yang efisien seperti
Sebagai penerapan dasar kompilasi untuk waktu pelaksanaan rekayasa pekerjaan, kualitas
pelaksanaan pekerjaan Tunnel dalam Proyek pekerjaan, keselamatan, kondisi lingkungan
Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan
CISUMDAWU Phase II, kondisi geologi di area terutama terkait dengan kondisi dan kandungan air
kerja merupakan kunci utama dalam pelaksanaan di area kerja, metode konstruksi yang baik dan
kegiatan konstruksinya. sesuai, biaya konstruksi, dan lain - lain.
Dengan mengetahui kondisi geologi di area kerja,
tentu dapat ditentukan metode pelaksanaan
II. Ideologi panduan yang diterapkan dalam
konstruksi Tunnel yang tepat dan akurat. Oleh
karenanya, guna mengetahui kondisi geologi di implementasinya di lapangan adalah: teknologi
area kerja, dilakukan beberapa langkah awal yakni: konstruksi yang terdepan, kelayakan skema
I. Eksplorasi kondisi geologi Tunnel dengan konstruksi yang juga ekonomis, prioritas terhadap
acuan gambar desain awal (Detail Engineering Kontrak, tahapan pelaksanaan konstruksi secara
Design) dan spesifikasi Tunnel yang ilmiah, dan Penyelesaian pekerjaan secara tepat
disediakan oleh pemilik proyek. waktu, efisien, dan aman.
II.Penerapan standar pesifikasi teknologi konstruksi
berdasarkan China dan Japan Code, serta III. Penerapan spesifikasi secara ketat sesuai
dokumen teknik lainnya yang terkait dengan dengan peraturan dan standar teknis yang relevan
rekayasa terowongan dan jalan. dalam tiap metode dan cara pelaksanaan
III.Penerapan dokumen relevan lainnya dari lembaga konstruksi
atau institusi desain dalam negeri dan juga
pelaksanaan survei di lokasi kerja, pengambilan IV. Pelaksanaan dan penerapan pekerjaan
sampel dan konsultasi. sesuai dengan peraturan pemerintah yang
berwenang dimana kegiatan konstruksi
1.2. Prinsip Dasar Penerpan Kompilasi dilaksanakan, mematuhi hukum dan aturan yang
Pada pelaksanaannya di lapangan, dasar kompilasi berlaku, dan menghormati tradisi rakyat setempat.
sebagaimana disebutkan diatas juga harus
dilaksanakan sesuai aturan dan regulasi yang V. Pelaksanaan rekayasa pekerjaan Tunnel
berlaku, yakni melalui beberapa prinsip sebagai yang dilakukan secara musyawarah guna mencapai
berikut: mufakat melalui komunikasi yang dinamis antara
Penyedia Jasa (Kontraktor) dengan Pengguna Jasa
I. Mematuhi aturan pasal-pasal Kontrak, (Satker Cisumdawu), Konsultan Pengawas
memenuhi persyaratan dokumen kontrak, (Enjinir), Institusi Departemen Desain, juga

234
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pemberdayaan personil pelaksanaan pekerjaan Spesifikasi dan aturan Kontrak.


konstruksi, dengan penggunaan alat dan material
dengan kualitas yang baik sesuai dengan
2.2. Kondisi Konstruksi
II. Latar Belakang

2.1. Tinjauan Teknik 2.2.1. Kondisi Iklim


2.1.1. Lokasi Geografis Area kerja konstruksi terowongan miliki iklim
hujan tropis, dengan suhu tahunan rata-rata 25-30 °
Rekayasa Teknik Pelaksanaan Konstruksi Tunnel C, dimana musim kemarau dimulai dari April
dalam lingkup rekayasa teknik fase pertama, lokasi hingga Oktober setiap tahun pada umumnya, dan
area kerja Tunnel terletak di dataran rendah di musim hujan dari November hingga Maret setiap
mana vegetasinya lebih padat, dengan kedalaman tahun pada umumnya, dan jumlah presipitasi
maksimum sekitar 52,8 meter dan kedalaman tahunan adalah 1,600-2,200 mm.
minimum sekitar 14 meter. Bentuk tata letak
tunggal dari tiap terowongan adalah pada Sta. 12 + 2.2.2. Kondisi Alat Transportasi, Listrik, dan
628 s/d Sta. 13 + 100, dengan panjang Komunikasi
keseluruhannya adalah 472 m. Area kerja konstruksi Tunnel pada dasarnya
2.1.2. Rekayasa Teknik untuk Kondisi Geologi terletak dalam ruang lingkup kerja Pelaksanaan
dan Hidrologi Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase I yang
Kemiringan longitudinal dari garis lajur telah dimulai pada tahun 2012, sehingga fasilitas
terowongan adalah 3,91 %, dengan letak mulut transportasi, listrik, dan komunikasi untuk
Tunnel bagian awal dan akhir terletak di area pelaksanaan proyek pada dasarnya memenuhi
lereng, dengan ketinggian lereng sekitar 50 m, dan persyaratan konstruksi.
lapisan permukaan lereng adalah tanah liat ringan
el-dlQ. 2.2.3. Kondisi Air di Area Pekerjaan Konstruksi
Iklim di sekitar area kerja terowongan hangat dan Tunnel
lembab, dengan tingkat air bawah tanah yang Pada lokasi kerja pelaksanaan konstruksi tunnel
tinggi, dimana kandungan air bawah tanah relatif pada dasarnya memiliki kandungan air bawah
tinggi, dan kondisi kelengkapan batuan di tanah yang berlimpah dengan kualitas air yang
sekitarnya tergolong sangat buruk dan tidak baik yang mana cocok untuk pelaksanaan teknik
menguntungkan bagi stabilitas penggalian konstruksi.
terowongan. Namun Sesuai dengan survei kondisi
geologi dan pendekatan pelaksanaan pengeboran, 2.2.4. Pasokan Material
didapati hasil bahwa tidak ada kondisi geologi Material - material yang diperlukan dalam
yang buruk area konstruksi terowongan itu sendiri. pelaksanaan konstruksi Tunnel seperti semen, pasir
2.1.3 Standar Pelaksanaan Teknis yang Utama ukuran kasar-sedang, karet, dan bahan lainnya
Jenis Jalan : Jalan Bebas Hambatan dapat dibeli di pasar terdekat, dan material yang
Total Lebar & Tinggi Tunnel: Lebar= 11,7 m tidak dapat dibeli di pasar lokal tentu dapat dibeli
Tinggi = 8,5 m atau dipasok dari luar negeri.

235
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2.3. Karakteristik, Poin Utama, Poin Sulit aturan dan ketentuan Kontrak yang diberikan oleh
dan Penanggulangan Teknik Pengguna Jasa mencakup Desain, referensi
Berdasarkan pada survei secara langsung untuk dokumen terkait, karakteristik, dan poin-poin
rekayasa teknik konstruksi Tunnel dilakukan penting juga poin-poin sulit dari rekayasa teknik
melalui penelitian yang cermat guna memenuhi konstruksi Tunnel disimpulkan sebagai berikut.

No. Karakteristik, Poin Sulit dan Poin Penanggulangan Teknik


Utama
1. Metode pemotongan terowongan (Tunnel Melakukan perencanaan awal dan
Cutting) adalah kunci dari rekayasa perencanaan skema konstruksi, juga
teknik konstruksi Tunnel dan merupakan memastikan bahwa pemotongan
premis untuk memutuskan pengataturan terowongan digunakan di jalan dan jalur
sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan utama atau rekayasa teknik konstruksi
konstruksinya. proyek di sekitarnya.
2. Tingkat bebatuan di sekeliling area kerja Melakukan skema kompilasi teknik
Tunnel tergolong rendah, dengan tekstur konstruksi secara terperinci, dengan
tanah yang rendah, tingkat air bawah melakukan pemantauan dan pengukuran
tanah yang tinggi, menyebabkan lokasi secara teratur, memeperkerjakan
diperlukannya skema pelaksanaan tenaga kerja profesional dengan
metode konstruksi yang dinamis karena pengalaman konstruksi serupa, guna
metode dapat berbeda sesuai dnegan menjamin kualitas pelaksanaan
kondisi tanah dan bebatuan di area kerja konstruksi yang baik.
pelaksanaan Tunnel. Sehingga pada
dasarnya pencapaian pelaksanaan
konstruksi Tunnel yang aman merupakan
titik sulit dalam pelaksanaan rekayasa
teknik konstruksi Tunnel.
3. Metode penggalian Tunnel dengan Meningkatkan kualitas peralatan dan
melaksanakan Three Bench Seven Step personel pekerja, dengan cara memilih
pada dasarnya diadopsi untuk melakukan peralatan yang efisiensi dan berenergi
penggalian garis kiri dan kanan tinggi, dan melakukan manajemen yang
terowongan dalam masa penggaliannya, baik terhadap personel pekerja dengan
dimana prosesnya rumit, dan pencapaian cara memperkerjakan para staff
kualitas, keamanan, dan manajemen profesional. Serta merumuskan rencana
proses pengerjaannya mengalami pengendalian konstruksi terperinci,
kesulitan besar. mengadopsi langkah-langkah untuk
menjamin kekompakan operasi
pengulangan aliran berulang,
memperkuat organisasi konstruksi dan
penyebaran, dan meningkatkan
kemampuan perawatan untuk masalah
yang muncul.

236
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

III. Permasalahan 2. Ketidaksesuaian kondisi geologi pada


Permasalahan yang timbul di lapangan dalam DED dan kondisi terkini di lapangan tersebut
masa pelaksanaan pekerjaan konstruksi menyebabkan keruntuhan serius di muka
Tunnel pada dasarnya dijabarkan sebagai terowongan, dimana juga mempengaruhi
berikut: progres pelaksanaan penggalian Tunnel
menjadi 35 m / bulan dari progres sebelumnya
3.1. Permasalahan yang timbul dalam yakni 45 m / bulan.
pelaksanaan Tunnel
3. Terjadinya keruntuhan (collapse) tersebut
1. Perbedaan yang signifikan antara kondisi mengancam keselamatan pekerja, sehingga
terkini di lapangan dengan DED (Detail Kontraktor Pelaksana harus melakukan
Engineering Design); pengukuran ulang untuk memastikan proses
penggalian terowongan (tunneling method)
Dalam DED (Detail Engineering Design) yang aman.
disebutkan bahwa kondisi geologi di area
kerja konstruksi pekerjaan Tunnel adalah
tanah liat, tanah liat berpasir, dan tanah liat 3.2. Analisa Permasalahan
berlumpur. Namun pada saat pelaksanaan di
lapangan ditemukan juga breksi vulkanik 1. Deskripsi Kondisi Geologi di Area
(volcanic breccia) sewaktu penggalian Tunnel. Konstruksi Tunnel

Jenis yang muncul di Area Kerja : Sporadic Volcanic Breccia


Struktur berlapis, bercampur, tidak terduga
Kemunculan Silih berganti secara horizontal (0°<θ<10°)
Aliran Air Menetes

Kemerosotan
Melonggarkan
karena air
Kondisi Berjatuhan, menyebabkan reruntuhan dari atas
Permukaan Tunnel

Sporadis Volcanic Breccia memiliki kohesi dan menimbulkan reruntuhan dari atap Tunnel
yang buruk, rasio porositas yang tinggi, dan pada saat pelaksanaan penggalian Tunnel
permeabilitas yang baik. Namun karena (proses Tunneling Method). Rasio porositas
memiliki struktur lapisan, sendi, dan struktur yang tinggi dan permeabilitas yang baik
intrusi stratum serta kohesi yang buruk antara membuat efek air tanah lebih buruk, yang
stratum yang berbeda di area kerja, hal mana mengurangi waktu stand-up batuan di
tersebut dapat menyebabkan pengelupasan area sekitar Tunnel bagian atas (atap Tunnel).

237
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Mengacu pada Standard Specifications for Measurement Results; evaluasi atas hasil
Tunneling–2006: mountain tunnels, Japan, observasi dan pengukuran kondisi geologi di
Page 246, Evaluation of Observation and lapangan adalah sebagai berikut:

238
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2. Foto Dokumentasi Kondisi Geologi Terkini di Lapangan

Bedding

Bedding

Bedding Intrusion

239
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3. Perbandingan antara Kondisi Geologi dalam DED dan Kondisi Terkini di Lapangan

Perbandingan antara DED & Kondisi Geologi Terkini di Lapangan(Tunnel sebelah kiri)

Lokasi 12+738 13+000 13+080

Panjang 110 262 80


Design
PD-1 PD-2 PD-1
Pattern
Kondisi Tanah liat
Tanah liat
Geoloty Tanah liat Tanah liat berlumpur
Lumpur berpasir
(DED) Lumpur berpasir
Tanah liat Clayey Silt
Kondisi Tanah liat berlumpur Sandy Silt
Terkini Lumpur berpasir Tanah liat
Sporadik Breksia Vulkanik bebatuan(sebagian)

Perbandingan Perbedaannya signifikan Sesuai dengan DED

Terjadi sedikit reruntuhan


Resiko -
(di atap tunnel)

DOUBLE JOB Mengikuti DED


Penanganan
dengan Steel pipe grouting dgnSteel pipe grouting

240
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Perbandingan antara DED & Kondisi Geologi Terkini di Lapangan(Tunnel sebelah kanan)

Lokasi STA 12+750 12+813 12+950 12+992 13+100


Panjang 122 63 137 42 108
Pattern Design PD-1 PD-2 PD-1 PD-2 PD-1
Kondisi Tanah Liat
Tanah liat
Geologi Tanah Liat Tanah liat Tanah liat berlumpur Lumpur berpasir
Lumpur berpasir
(DED) berlumpur

Tanah Liat
Lumpur berpasir Lumpur berpasir Tanah Liat
Kondisi Aktual
Sporadik Breksia Tanah Liat Lumpur berpasir
Vulkanik

Perbedannya
Perbandingan Sesuai DED Sesuai DED
signifikan
Terjadi sedikit
Risiko reruntuhan - -
(Di atap tunnel)

Double Job Mengikuti DED Mengikuti DED


Penanganan
(Steel pipe grouting) (Steel pipe grouting) (Steel pipe grouting)

IV. Penanggulangan Teknik penanggulangan teknik atas permasalahan


yang muncul tersebut dijabarkan sebagai
Terkait permasalahan yang muncul di berikut:
lapangan sebagaimana dijelaskan pada bab
sebelumnya, tentu harus dilakukan 4.1. Prinsip Dasar Penanggulangan
penanggulangan teknik dengan cara dan Teknik
metode konstruksi yang sesuai guna
kelancaran pelaksanaan konstruksi Tunnel Mengacu pada Standard Specifications for
dalam Proyek Pelaksanaan Jalan Bebas Tunneling–2006: Mountain tunnels, Japan,
Hambatan CISUMDAWU Phase II. Page 51, dan juga disebutkan dalam
ARTICLE 33 Design Changes di bawah ini
Beberapa langkah utama dalam pelaksanaan

241
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Penanggulangan untuk kondisi tanah serupa overburden (deformasi) yang terjadi adalah 20
dari proyek lain ternyata efektif untuk - 80 m, dengan kondisi geologi gneiss, yakni
diterapkan pada pelaksanaan konstruksi memiliki struktur berlapis dan rentan
terowongan CISUMDAWU. terjadinya keretakan, dimana reruntuhan juga
terjadi sepanjang jalan selama proses
4.2. Kondisi Geologi Serupa dalam pelaksanaan penggalian terowongan
Proyek Pelaksanaan Tunnel Laiinnya (tunneling method implementation), dan
keruntuhan terburuk menyebabkan bagian atas
Pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi tunnel mengalami overburden (dapat dilihat
lainnya yakni pada Proyek Konstruksi pada gambar di bawah ini).
LONGSHENG Tunnel No. 3 yang terletak
pada GUILIN-SANJIANG Highway di China,

242
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Penanggulangan Teknik yang dilakukan guna rusuk baja, lalu gali Tunnel dengan tanah liat
menghadapi permasalahan yang muncul pada sampai rata dengan tanah.
proyek pelaksanaan Tunnel tersebut adalah 7. Memantau pemindahan tubuh gunung dan
sebagai berikut: tanah untuk mencegah bencana geologi.

1. Menerapkan Grouting dengan pipa baja 4.3. Penanggulangan Teknik untuk


lapis ganda atau atap pipa lainnya yang Kondisi Geologi yang Buruk pada
memang sesuai dengan kondisi di lapangan. Pelaksanaan Tunnel dalam Pelaksanaan
2. Menerapkan Grouting dengan pipa baja Jalan Bebas Hambatan CISUMDAWU
lapis ganda di setiap siklus rusuk baja, dengan Phase II
tumpang tindih pipa baja untuk setiap
siklusnya adalah 3m. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
3. Melakukan monitoring dan pencatatan di dalam pelaksanaan konstruksi Tunnel pada
setiap siklus yang harus dilakukan setiap 1 s/d Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan
1.2 m. Cisumdawu Phase II pun mengalami kondisi
4. Menggandakan pipa baja grouting untuk geologi yang buruk dimana muncul Volcanic
bagian keruntuhan yang serius. Breccia pada saat penggalian Tunnel yang
5. Meningkatkan frekuensi pemantauan mana kondisi geologi tersebut terjadi secara
setelah pemasangan rusuk baja dan shotcrete, tidak terduga dan tidak diperkirakan
kemudian segera mengamati kondisi sebelumnya dalam Detail Engineering Design
deformasi. Jika deformasi melebihi garis awal.
peringatan, segera berhenti bekerja dan ubah
jenis dukungan (Pattern Design) yang
digunakan ke jenis dukungan yang lebih kuat
6. Untuk bagian yang runtuh, terapkan
shotcrete dengan ketebalan 2 m ke tulang

243
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Terkait hal
tersebut, penanggulangan teknik yang dapat V. Kesimpulan
dilakukan adalah sebagai berikut: Pada prinsipnya, penanggulangan teknik
sebagaimana dijelaskan pada Bab IV diatas
1. Menggandakan Grouting pipa baja di telah diterapkan di lapangan sesuai dengan
setiap siklus rusuk baja, dimana tumpang permasalahan yang ada. Kesimpulan yang
tindih pipa baja untuk setiap siklus didapat pada umumnya penanggulangan teknik
minimal 3 m. tersebut cukup sesuai dan cukup berhasil dalam
2. Lakukan monitoring dan pencatatan memperbaiki kondisi geologi yang buruk serta
penggalian di setiap siklus yang harus cukup berhasil dalam mencegah permasalahan
dilakukan setiap 1 - 1.2 m menjadi semakin buruk.
3. Untuk bagian pengelupasan dan
keruntuhan, segera pasang rusuk baja, Singkat kata, penerapan dari penanggulangan
dan isi celah yang runtuh dengan teknik yang dipilih berdasarkan permasalahan
shotcrete. yang muncul dijabarkan sebagai berikut:
4. Untuk kondisi tingginya kadar air, 1. Kondisi geologi memiliki perbedaan
pengeringan adalah prinsip pertama yang dengan desain awal (DED)
wajib dilakukan. Tidak disarankan untuk 2. Bagaimanapun juga pelaksanaan
menghentikan air karena dapat konstruksi tunnel sejauh ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan air dilaksanakan tanpa mengganti desain
yang dapat menyebabkan keruntuhan struktur, hanya menggunakan metode
yang lebih buruk. alternatif untuk menyempurkakan
5. Meningkatkan frekuensi pemantauan pelaksanaan pekerjaan
setelah pemasangan rusuk baja dan 3. Melalui monitoring & manajemen yang
shotcrete, segera mengamati situasi baik, Deformasi masih dalam batas
deformasi. Jika deformasi lebih dari normal yang mana menandakan bahwa
garis peringatan, segera berhenti bekerja metode aternatif yang digunakan sesuai
dan ubah jenis dukungan (Pattern Design) dan efektif. Oleh karenanya
saat ini, dan harus menerapkan tipe pelaksanaan konstruksi tunnel dapat
dukungan PD-1 sementara kondisi berjalan dengan baik
geologi adalah PD-1 atau lebih buruk. 4. Untuk pekerjaan lain kedepannya, Face
6. Memantau pemindahan tubuh gunung Mapping dan Monitoring merupakan
dan tanah untuk mencegah bencana tindakan yang berperan sangat penting
geologi. guna menghadapi kondisi geologi yang
tidak diharapkan.

244
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENANGANAN LONGSORAN
(STUDI KASUS : KEBUN KOPI SULAWESI TENGAH)

1
Rozaidil Ridwan, 2David E. Pasaribu
SNVT P2JN Sulawesi Tengah
Jl. Setia Budi No. 57 Palu Sulawesi Tengah
Email : p3jjsulteng@yahoo.com

Abstrak. Daerah ruas jalan tawaeli - toboli adalah area yang rawan terjadinya longsor baik lereng yang
berada dipinggir atas jalan maupun lereng yang berada disamping bawah jalan. Material yang mengalami
longsor dapat berupa tanah, batuan atau tanah dan batuan. Penyebab longsor antara lain adalah curah
hujan yang tinggi, kondisi tanah dan batuan yang rentan, kegempaan yang kuat, dan kemiringan lereng
yang besar. Pada lokasi Km 26 – Km 34,6 merupakan daerah dengan batuan jenis Molase dimana jenis
tanah tersebut mudah tererosi apabila terkena air sehingga potensi terjadi longsoran besar. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui kestabilan lereng dengan menghitung angka keamanan / safety factor (SF)
berdasarkan nilai indeks properties tanah dan parameter kekuatan tanah. Parameter tanah yang didapat
dari hasil uji laboratorium digunakan untuk membuat disain perkuatan tanah. Berdasarkan hasil analisis,
disimpulkan bahwa lereng tidak aman atau tidak stabil karena memiliki faktor keamanan yang kecil.
Untuk meningkatkan stabilitas lereng maka lereng tersebut harus diperkecil sudut kemiringannya agar
lereng tersebut aman dari kelongsoran dan sebaiknya diberi perkuatan. Konsep penanganan longsoran
pada segmen ini berupa perkuatan terhadap kestabilan lereng, mengontrol arah longsoran serta
pelindungan lereng terhadap erosi air yang dapat memicu terjadinya longsoran. Perkuatan yang dilakukan
adalah kombinasi pengupasan lereng dengan geogrid yang ditutup media tanam yang berfungsi untuk
melindungi permukaan lereng terhadap erosi air permukaan lereng.

Kata Kunci: Longsoran, Stabilitas, Lereng, Molase, Tawaeli-Toboli, Faktor Keamanan

I. PENDAHULUAN kondisi tanah dan batuan yang rentan,


Daerah ruas jalan tawaeli - toboli adalah kegempaan yang kuat, dan kemiringan lereng
area yang rawan terjadinya longsor baik lereng yang besar. Pada lokasi Km 26 – Km 34,6
yang berada dipinggir atas jalan maupun lereng merupakan daerah dengan batuan jenis Molase
yang berada disamping bawah jalan. Material dimana jenis tanah tersebut mudah tererosi
yang mengalami longsor dapat berupa tanah, apabila terkena air sehingga potensi terjadi
batuan atau tanah dan batuan. Penyebab longsor longsoran besar dibandingkan dengan lokasi
antara lain adalah curah hujan yang tinggi, lainnya.

245
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 1.1 Lokasi ruas Tawaeli – Toboli Provinsi Sulawesi Tengah

Survei diperlukan untuk mengetahui tanah longsor penting untuk dilakukan agar
karakteristik tanah bawah permukaan ruas jalan dapat diketahui penyebab utama longsor dan
di lokasi tersebut. Data tanah yang diperoleh karakteristik dari tiap kejadian longsor pada
kemudian dipakai dalam pekerjaan analisis dan sebagai langkah awal pencegahan kejadian
desain khususnya pondasi rencana bangunan longsor nantinya dan merupakan langkah
infrastruktur tersebut. Mengingat dampak yang pertama dalam upaya meminimalkan kerugian
dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor akibat bencana tanah longsor.
tersebut, maka identifikasi daerah kejadian

246
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 1.2. Foto daerah molase ruas Tawaeli - Toboli

1.1 Perumusan Masalah 2. mendapatkan stabilitas lereng eksisting


dan membandingkannya dengan hasil
Berdasarkan uraian latar belakang perkuatan
tersebut di atas dapat dirumuskan masalah Manfaat dari yang ingin dicapai yaitu :
dalam penelitian yaitu sebagai berikut 1. tersedianya gambaran stabilitas lereng
“Bagaimanakah penanganan perkuatan dengan penanganan resloping dengan
lereng untuk tanah berpasir (molase) ? geogrid dan media tanam.
Seberapa besar pengaruh perkuatan 2. tersedianya gambaran pelaksanaan
Geogrid terhadap stabilitas lereng tersebut penanganan perkuatan lereng
?
1.3 Batasan Masalah
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun batasan dalam makalah ini yaitu :
Tujuan dari yang ingin dicapai yaitu : 1. Analisa stabilitas lereng dilakukan
1. mendeskripsikan model statigrafi, hanya pada ruas tawaeli – toboli Km 26
tektonik dan penampang geologi – Km 34,6.
deskripsi lereng tawaeli – toboli 2. Penentuan stabilitas dilakukan dengan
menggunakan program plaxis
II. TINJAUAN PUSTAKA tegak adalah termasuk gerakan tanah,
2.1 Jenis Pergerakan Tanah dan Longsoran maka gerakan vertikal yang
Pengertian longsoran (landslide) mengakibatkan bulging (lendutan) akibat
dengan gerakan tanah (mass movement) keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula
mempunyai kesamaan. Untuk memberikan dalam jenis gerakan tanah. Gerakan tanah
definisi longsoran perlu penjelasan dan longsoran dapat diklasifikasikan
keduanya. Gerakan tanah ialah berdasarkan mekanisme dan kecepatan
perpindahan massa tanah/batu pada arah pergerakan. Berdasarkan jenis gerakannya,
tegak, mendatar atau miring dari lereng dapat dibagi sebagai berikut :
kedudukan semula. Gerakan tanah
mencakup gerak rayapan dan aliran a. Runtuhan (Falls)
maupun longsoran.Menurut definisi ini Gerakan massa batuan/tanah yang
longsoran adalah bagian gerakan tanah jatuh melalui udara. Umumnya massa
(Purbohadiwidjojo, dalam Pangular, yang jatuh ini terlepas dari lereng
1985). Jika menurut definisi ini yang curam dan tidak ditahan oleh
perpindahan massa tanah/batu pada arah suatu geseran dengan material yang

247
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

berbatasan. Pada jenis runtuhan terjadi karena gangguan mendadak


batuan umumnya terjadi dengan dan gerakan tanah yang terjadi
cepat danada kemungkinan tidak umumnyabersifat cepat tetapi dapat
didahului dengan gerakan juga lambat misalnya pada
awal.Runtuhan dapat terjadi seketika rayapan/creep.
pada saat gempa.
d. Longsoran (Slides)
b. Pengelupasan (Topples) Dalam longsoran yang sebenarnya,
Gerakan ini berupa rotasi keluar dari gerakan ini terdiri dari peregangan
suatu unit massa yang berputar secara geser dan peralihan sepanjang
terhadap suatu titik akibat gaya suatu bidang atau beberapa bidang
gravitasi atau gaya-gaya lain seperti gelincir yang dapat nampak secara
adanya air dalam rekahan. Penjelasan visual.Gerakan ini dapat bersifat
terinci diberikan oleh de Freitas dan progresif yang berarti bahwa
Watters (1973). keruntuhan geser tidak terjadi
seketika pada seluruh bidang gelincir
c. Aliran Tanah (Earth Flow/Debris melainkan merambat dari suatu
Flow) titik.Massa yang bergerak
Jenis gerakan tanah ini tidak dapat menggelincir di atas lapisan
dimasukkan kedalam kategori di atas batuan/tanah asli dan terjadi
karena merupakan fenomena yang pemisahan (separasi) dari kedudukan
berbeda. Pada umumnya jenis semula.Sifat gerakan biasanya lambat
gerakan ini terjadi pada kondisi tanah hingga amat lambat. Longsoran dapat
yang amat sensitif atau sebagai akibat berupa rotasi atau berupa translasi.
dari gaya gempa. Bidang gelincir

Gambar 2.1. Tipe-tipe longsoran.

2.2 Parameter Desain desainnya.Desain penanggulangan


meliputi perencanaan, analisis kemantapan
Dalam pemilihan tipe dan dimensi bangunan.
penanggulangan yang cocok akan terdapat
satu atau beberapa alternatif yang 2.2.1. Bidang Longsoran
penentuannya tergantung dari tipe Bentuk dan kedalaman bidang
longsoran dan kemudahan pelaksanaannya longsoran sangat penting dalam analisis
dilapangan. kemantapan lereng untuk menentukan
Setelah tipe penanggulangan dipilih, maka dimensi dan stabilitas penanggulangan
langkah selanjutnya adalah membuat yang dipilih.Bidang longsoran juga

248
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

penting dalam menentukan letak dan Nilai dari parameter-parameter tanah yang
kedalaman struktur penanggulangan. akan digunakan untuk mendesain bangunan
geoteknik, seperti undrained shear strength (cu),
2.2.2. Parameter Tanah/Batuan berat volume tanah (γsat) ataupun γdry, modulus
Untuk analisis kemantapan lereng elastisitas tanah (Es), dan sudut geser (φ),
diperlukan parameter tanah/batuan: didapatkan dengan cara melakukan korelasi
a. Kuat Geser antara nilai N-SPT dengan parameter-parameter
Kuat geser terdiri dari kohesi (c) tanah tersebut. Penentuan parameter-parameter
dan sudut geser dalam (φ)untuk tanah berdasarkan korelasi-korelasi N-SPT
analisis kemantapan lereng jangka antara lain sebagai berikut:
panjang digunakan harga kuat
1) Korelasi N-SPT terhadap undrained
geser efektif maksimum (c’, φ’).
shear strength (cu)
Untuk lereng yang sudah
Korelasi antara N-SPT terhadap nilai
mengalami gerakan atau material
undrained shear strength (cu) dari data
pembentukan lereng yang
hasil penelitian Terzaghi & Peck
mempunyai diskontinuitas tinggi
(1967) serta Sowers (1979) diberikan
digunakan harga kuat geser
untuk rentang jenis tanah CH (lempung
sisa.Harga kuat geser sisa rata-
plastisitas tinggi), CL (lempung
rata untuk lereng yang telah
plastisitas rendah), dan ML (lanau
longsor (bila diketahui bidang
plastisitas rendah). Untuk lebih
longsornya) disarankan
jelasnya dapat dilihat pada Gambar
menggunakan cara analisis balik
2.2 berikut ini.
(back analysis).
2) Korelasi N-SPT terhadap sudut geser
b. Berat Isi
(φ)
Berat isi diperlukan untuk
Korelasi N-SPT dengan sudut geser (φ)
memperhitungkan beban guna
pada tanah pasir dapat ditentukan
analisis kemantapan lereng.Berat
menggunakan Gambar 2.3.
isi dibedakan menjadi berat isi
asli, berat isi jenuh, dan berat isi
terendam air yang penggunaannya
tergantung kondisi lapangan.

Gambar 2.2. Perkiraan hubungan N-SPT terhadap undrained shear strength (cu)
(Sumber: Terzaghi & Peck, 1943 ;Sowers, 1979)

249
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2.3. Hubungan sudut geser (ϕ) dan N-SPT untuk tanah pasir
3) Korelasi N-SPT terhadap konsistensi tanah dilihat padaTabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel
Hubungan antara N-SPTdengan 2.3.
konsistensi tanah pasir dan lempung dapat

Tabel 2.1 Hubungan N-SPT Terhadap Konsistensi Tanah Pasir


Relative N-SPT Angle of Internal Unit Weight
Consistency Density (blows Friction (deg) Moist Submerged
(%) per ft) (psf) (psf)
Very loose 0 ‐ 15 0‐4 < 28 < 100 < 60
Loose 16 ‐ 35 5 ‐ 10 28 ‐ 30 95 ‐ 125 55 - 65
Medium 36 ‐ 65 11 ‐ 30 31 ‐ 36 110 ‐ 130 60 - 70
Dense 66 ‐ 85 31 ‐ 50 37 ‐ 41 110 ‐ 140 65 - 85
Very dense 86 ‐ 100 > 51 > 41 > 130 > 75
(Sumber: Mayerhof, 1956)

Tabel 2.2 Hubungan N-SPT Terhadap Konsistensi Tanah Lempung

Unconfined Compression N-SPT Saturated


2
Consistency Strength, qu (KN/m ) (blows Unit Weight
3
per ft) (KN/M )
Very Soft 0 ‐ 25 0‐2 < 16
Soft 25 ‐ 50 2‐4 16 - 19
Medium 50 ‐ 100 4‐8 17 - 20
Stiff 100 ‐ 200 8 ‐ 15 18 - 20
Very Stiff 200 ‐ 400 15 ‐ 30 19 - 22
Hard > 400 > 30 > 20
(Sumber: Terzaghi & Peck, 1967)

250
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2.3 Korelasi Antara N-SPT Terhadap Konsistensi Tanah Pasir dan Lempung
Cohesionless Soil
N 0 -10 11 ‐ 30 31 - 50 >50
3
Unit weight γ, KN/m 12 ‐ 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23
Angle of friction (φ) 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35
State Loose Medium Dense Very Dense
Cohesive
N <4 4‐6 6 ‐ 15 16 - 25 > 25
Unit weight γ, KN/m3 14 - 18 16 - 18 16 - 18 16 - 20 > 20
qu (kpa) < 25 20 - 50 30 - 60 40 - 200 > 100
State Very soft Soft Medium Stiff Hard

(Sumber: Soil Mechanics, William T., Whitman, Robert V., 1962)


4) Korelasi N-SPT terhadap
5) Modulus Elastisitas Tanah&Poisson untuk tanah lempung dapat dikorelasikan
Ratio (υ) terhadap nilai undrained shear strength (cu),
Modulus elastisitas (Es) tanah untuk tanah seperti yang dapat dilihat padaTab l 2.4 dan
pasir dapat diperoleh dengan menggunakan Tabel 2.5
korelasi dari data N-SPT dan CPT, sedangkan

Tabel 2.4 Korelasi Antara N-SPT, CPT, dan cu Terhadap Modulus Elastisitas Tanah

Soil SPT CPT cu

Sand Es = 766 N Es = 2qc


Clay (NC) Es = 250cu - 500cu
Clay (OC) Es = 750cu - 1000cu

(Sumber: Schmertmann,1970)
Tabel 2.5 Hubungan Antara N-SPT dan CPT Terhadap Modulus Elastisitas Tanah

Soil SPT CPT

Sand (NC) Es = 500 (N + 15) Es = 2 to 4qc


Es = (15000 to 22000) ln N Es = (1 + Dr2)qc
Es = (35000 to 50000) log N
Sand (saturated) Es = 250 (N + 15)
Sand (OC) Es = 18000 + 750N Es = 6 to 30qc
Gravelly sand Es = 1200 (N + 6)
and gravel Es = 600 (N + 6) N ≤ 15
Es = 600 (N + 6) + 2000 N > 15
Clayey sand Es = 320 (N + 15) Es = 3 to 6qc
Silty sand Es = 300 (N + 6) Es = 1 to 2qc
Soft clay - Es = 3 to 8qc
Clay Using the undrained shear strength cu
IP > 30 or organic Es = 100 to 500cu
IP < 30 o stiff Es = 500 to 1500cu
1/2
Es(OCR) = Es(NC) (OCR)
(Sumber: Prakash & Sharma, 1990)

251
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Bowles (1997) merekomendasikan nilai (υ) berdasarkan jenis tanah, seperti yang dapat
modulus elastisitas tanah (Es) dan poisson ratio dilihat padaTabel 2.6 dan Tabel 2.7

Tabel 2.6 Nilai Modulus Elastisitas (Es)


Tanah Berdasarkan Jenis Tanah

Type of soil Modulus Elastis (Mpa) Tabel 2.7 Nilai Poisson Ratio (υ)
Clay
Berdasarkan Jenis Tanah
Very soft 2 ‐ 15
Poisson's ratio
Type of soil
Soft 5 ‐ 25 (ν)
Medium 15 - 50 Clay, saturated 0.4 - 0.5
Hard 50 - 100
Clay, unsaturated 0.1 - 0.3
Sandy 25 - 250
Glacial till
Sandy clay 0.2 - 0.3
Loose 10 - 150 Silt 0.3 - 0.35
Dense 150 - 720 Sand, gravelly sand 0.1 - 1
Very dense 500 - 1440 commonly used 0.3 - 0.4
Loess 15 - 60 Rock (depends somewhat on
Sand 0.1 - 0.4
type of rock)
Silty 5 ‐ 20
Loess 0.1 - 0.3
Loose 10 ‐ 25
Dense 50 - 81 Ice 0.36
Sand and gravel Concrete 0.15
Loose 50 - 150 Steel 0.33
Dense 100 - 200
Shale 150 - 5000 (Sumber: Bowles, 1997)
Silt 2 ‐ 20

(Sumber: Bowles, 1997)

2.2.1. Faktor Gempa


Kegempaan merupakan salah satu faktor
yang perlu mendapat perhatian dalam
desain.Disamping itu gempa sendiri dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya longsoran.

Faktor gempa dapat dihitung dengan


menggunakan peta zona seismic.Ada dua jenis
peta semacam ini yang telah dikeluarkan dan
telah digunakan di lingkungan Departemen
Pekerjaan Umum, yang dapat
dipakai sebagai bahan rujukan.

252
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2.4 Peta zonasi gempa tahun 2012


2.2.2. Faktor Keamanan
Mengingat lereng terbentuk oleh
material yang sangat beragam dan
banyaknya faktor ketidak pastian, maka
dalam mendesain suatu penanggulangan
selalu dilakukan penyederhanaan dengan
berbagai asumsi. Secara teoritis massa
yang bergerak dapat dihentikan dengan
menaikan faktor keamanannya.

Hal yang perlu dipertimbangkan


dalam penentuan kriteria faktor
keamanan adalah resiko yang dihadapi,
kondisi beban dan parameter yang
digunakan dalam melakukan analisis
kemantapan lereng. Resiko yang
dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu:
tinggi, menengah, dan rendah. Dalam
analisis harus dipertimbangkan kondisi
beban yang menyangkut hasil pengujian
dengan harga batas atau sisa dengan
mempertimbangkan ketelitiannya. Tabel
2.8 memperlihatkan faktor keamanan
terendah berdasar hal-hal tersebut.

253
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2.8 Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng

Parameter Kekuatan Geser **)

Maksimum Sisa
Risiko *) Kondisi Beban
Kurang
Teliti Teliti Kurang Teliti
Teliti

Dengan Gempa 1,50 1,75 1,35 1,50


Tinggi
Tanpa Gempa 1,80 2,00 1,60 1,80

Dengan Gempa 1,30 1,60 1,20 1,40


Menengah
Tanpa Gempa 1,50 1,80 1,35 1,50

Dengan Gempa 1,10 1,25 1,00 1,10


Rendah
Tanpa Gempa 1,25 1,40 1,10 1,20

(sumber : SKBI – 2.3.06.1987)


Keterangan: III. PEMBAHASAN
n*) 3.1 Stratigrafi
- Risiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap Lokasi pengamatan berdasarkan peta
manusia cukup besar (adapemukiman), geologi regional lembar Palu-Donggala
danatau bangunan sangat mahal, dan atau dan sekitarnya (Sukamto dkk., 1973) serta
sangat penting. Peta Geologi Tawaeli – Toboli dan
- Risiko menengah bila ada konsekuensi sekitarnya (Sukamto dkk., 1973)
terhadap manusia tetapi sedikit menempati Aluvium-endapan pantai
(bukanpemukiman), dan atau bangunan (Qap), Formasi Molasa (QTms), dan
tidak begitu mahal dan atau tidak begitu Kompleks Batuan Metamorf (Km).
penting.
- Risiko rendah bila tidak ada konsekuensi
terhadap manusia dan terhadap bangunan
(sangat murah)
**)
- Kekuatan Geser maksimum adalah harga
puncak dan dipakai apabila masa
tanah/batuan yang potensial longsor tidak
mempunyai bidang diskontinuitas
(perlapisan, rekahan, sesar, dan sebagainya )
dan belum pernah mengalami gerakan.
- Kekuatan geser residual dipakai apabila :
(1) massa tanah/batuan yang potensial
bergerak mempunyai bidang diskontinuitas,
dan atau (2) pernah bergerak (walaupun
tidak mempunyai bidang diskontinuitas).

254
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3.1. Peta Geologi Palu – Donggala Dan Sekitarnya (Sukamto Dkk., 1973).

a. Aluvium dan Endapan Pantai (Qap) Formasi ini berumur Pra Tersier,
Formasi ini terdiri dari Kerikil, pasir, lebih dari 66 juta tahun lalu.
lumpur, dan batugamping koral, c. Formasi Molasa (QTms) Formasi ini
Formasi ini berumur 10.000 tahun terdiri dari konglomerat, batulumpur,
lalu. batugamping koral, dan napal,
b. Kompleks Batuan Metamorf (Km) sebagian mengeras lemahterutama
Formasi ini terdiri dari sekis mika, pada batugamping. Formasi ini
sekis amfibolit, geneis, dan pualam. berumur Miosen, 23,03 – 5,33 juta
tahun lalu.

Gambar 3.2 Penampang Geologi Daerah Penyelidikan Palu – Donggala Dan Sekitarnya
(Sukamto Dkk., 1973).

255
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.2 Pemetaan Geologi diendapkan pada Kala Miosen


Berdasarkan hasil studi awal geologi, Tengah.
terdapat beberapa batuan dasar c. Formasi Tinombo Ahlburg ( Tt,
penyusun pada koridor Tawaeli – 1913 ) : Terdiri dari serpih,
Toboli, antara lain : batupasir, konglomerat, batuan
a. Aluvium dan Endapan Pantai ( vulkanik, batu gamping dan
Qap ) : Terdiri dari kerikil, pasir, rijang, termasuk filit, sabak,
lumpur dan batugamping koral, kwarsit dekat pada intrusi-intrusi,
yang diendapkan pada Kala diendapkan pada Kala Eosen.
Holosen. d. Komplek Batuan Metamorfis (
b. Molasa Celebes Sarasin dan km ) : Terdiri dari sekis mika,
Sarasin ( QTms, 1901 ) ; Terdiri sekis amfibolit, gneiss dan
dari konglomerat, batu - pasir, pualam, berumur pada Pra-
batulumpur, batugamping koral Tersier/Paleozoikum.
dan napal, sebagian mengeras
lemah terutama batugamping dan

Gambar 3.3 Peta Geologi Lokasi pekerjaan.

256
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.3 Geologi Lokasi

Kegiatan penyelidikan Geologi Lokal ini


mencakup pengamatan massa dan
karakteristik batuan di sepanjang ruas.

Gambar 3.4. Jenis-Jenis Batuan Pada Lokasi Tawaeli – Toboli

a. Endapan Molassa

Endapan molasa tersusun atas


perselingan konglomerat dan
batupasir (semi-terkonsolidasi).
Konglomerat berwarna abu-abu
kecoklatan, pemilahan buruk
berukuran kerikil-bongkah
(dominan kerakan), menyudut
tanggung-membundar, kemas
terbuka, fragmen berupa
granodiorit dan sekis, matriks
berupa pasir sedang-kasar, struktur
perlapisan sejajar. Batupasir
berwarna cokelat terang – cokelat
gelap, pemilahan sedang – baik,
pasir sedang – kasar, membundar
tanggung – membundar, kemas
dominan tertutup, porositas sedang
– baik.

257
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3.5. Singkapan Batuan Endapan molasa

b. Granodiorit
Granodiorit memiliki ciri-ciri
berwarna abu-abu terang, fanerik,
subhedral, hipidiomorfik granular,
komposisi mineral terdiri dari
kuarsa, plagioklas, hornblenda, dan
biotit, terdapat urat kuarsa, rentang
rata – rata Schmidt Hammer Value
(SHV) sebesar 34 – 38.

Gambar 3.6. Singkapan Batuan Granodiorit

c. Filit berukuran relatif halus, rentang rata


Filit memiliki ciri – ciri berwarna – rata SHV sebesar 24 – 45.
abu – abu gelap kemerahan –
cokelat gelap, tekstur lepidoblastik,
filitik dengan kristal yang

258
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3.7. Singkapan Batuan Filit

d. Sekis abu – abu gelap kekuningan, tekstur


Sekis Terdiri dari sekis mika dan lepidoblastik, sekistose dan
sekis amfibol. Sekis amfibol berbentuk kristal subidioblastik
berwarna abu – ab gelap kehijauan, hingga xenoblastik. Mineral
tekstur lepidoblastik dan teramati berupa mika (dominan),
nematoblastik, sekistose, mineral kuarsa, plagioklas, rata – rata SHV
penyususn berupa amfibol sebesar 24.
(Hornblenda), kuarsa plagioklas,
sedikit mika (klorit) rentang rata-
rata SHV sebesar 16 – 61 (agak
keras – keras). Sekis mika berwarna

Gambar 3.8. Singkapan Batuan Sekis

e. Gneis butir kasar (>2 mm). Mineral


Gneis memiliki ciri – ciri berwarna penyusun berupa kuarsa, k-feldspar,
putih kecoklatan, sebagian terdapat horndblenda dan mika, rentang rata
bercak gelap, tekstur nematoblastik rata SHV sebesar 13 – 66.
dan granuloblastik, gnesik ukuran

259
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3.9 Singkapan Batuan Gneis

f. Pasir Berfragmen fragmen kerikil dan kerakal


Tanah pasir berfragmen di lapangan (membundar tanggung –
memiliki ciri – ciri berwarna membundar), agak lunak – sangat
cokelat, ukuran pasir dengan keras.

Tanah Pasir Berfragmen

Gambar 3.10. Singkapan Tanah pasir berfragmen

3.4 Penyebaran Batuan Pada ruas ini penyebaran batuan


didominasi oleh endapan molasa
Penyebaran batuan disetiap ruas berupa perselingan konglomerat dan
terangkum dalam pet geologi teknik yang batupasir (semi terkonsolidasi).
dibuat per-ruas dan menampilkan Endapan Molassa tersusun atas
informasi berupa litologi batuan dan perselingan konglomerat dan
struktur geologi didalamnya yang batupasir (semi-terkonsolidasi).
ditunjukkan oleh proyeksi stereonet. Hasil Konglomerat berwarna abu-abu
scanline secara lengkap dapat dilihat pada kecoklatan, pemilahan buruk
Lampiran Hasil Survei Scanline dan Cell berukuran kerikil-bongkah (dominan
Mapping. kerakan), menyudut tanggung-
membundar, kemas terbuka, fragmen
a. Penyebaran Batuan di ruas km 26 – berupa granodiorit dan sekis, serta
km 29 matriks berupa pasir sedang-kasar.

260
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Endapan Molasa

Gambar 3.11. Peta Geologi Teknik Ruas km 26 – km 29.


a. Penyebaran Batuan di Ruas km 29 – batupasir (semi-terkonsolidasi).
km 33 Konglomerat berwarna abu-abu
Pada ruas ini penyebaran batuan kecoklatan, pemilahan buruk
didominasi oleh endapan molasa berukuran kerikil-bongkah (dominan
berupa perselingan konglomerat dan kerakan), menyudut tanggung-
batupasir (semi terkonsolidasi). membundar, kemas terbuka, fragmen
Endapan molasa tersusun atas berupa granodiorit dan sekis, serta
perselingan konglomerat dan matriks berupa pasir sedang-kasar.

261
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Endapan Molasa

Gambar 3.12. Peta Geologi Teknik Ruas km 29 – km 33

b. Penyebaran Batuan di Ruas km 33 – batupasir (semi-terkonsolidasi).


km 38 Granodiorit memiliki ciri-ciri
Pada ruas km 33 – km 34 penyebaran berwarna abu-abu terang, fanerik,
batuan didominasi oleh granodiorit subhedral, hipidiomorfik granular,
dibagian bawah dan endapan molasa komposisi mineral terdiri dari kuarsa,
diabagian atas. Ruas 34 – km 38 plagioklas, hornblenda, dan biotit.
didominasi oleh filit. Filit memiliki ciri – ciri berwarna abu
Pada ruas ini penyebaran batuan – abu gelap kemerahan – cokelat
didominasi oleh endapan molasa gelap, tekstur lepidoblastik, filitik
berupa perselingan konglomerat dan dengan kristal yang berukuran relatif
batupasir (semi terkonsolidasi). halus, rentang rata – rata SHV
Endapan molasa tersusun atas sebesar 24 – 45.
perselingan konglomerat dan

262
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Endapan Molasa

Granodiorit

FIlit

Gambar 3.13. Peta Geologi Teknik Ruas km 33 – km 38


3.5 Prioritas Penanganan

Pada daerah – daerah dengan ditangani aman sehingga dapat


batuan molase, lokasi penanganan mengurangi daerah potensi
diusahakan menerus/tidak menyebar longsoran;
karena penanganan lereng sebagian besar b. Memudahkan pengawasan dan
membutuhkan pekerjaan re-sloping. pengendalian;
Dampak dari penanganan yang tidak c. Secara psikologis masyarakat melihat
menerus pada daerah molase dapat keseriusan pemerintah untuk
memperbesar potensi longsor pada daerah menangani daerah tersebut;
di sisi samping lereng yang di-re-sloping. d. Diharapkan dengan penanganan
Untuk meminimalisir dampak tersebut, menerus dampaknya dapat dirasakan
diperlukan penanganan secara menerus. secara maksimal oleh masyarakat.
Penanganan Setiap Segmen Dibuat Dalam Membuat Pentahapan
Menerus Dengan Pertimbangan: Penanganan Tuntas, Aspek – Aspek Yang
a. Penanganan menerus diharapkan Dipertimbangkan Antara Lain :
dapat menjamin lokasi yang sudah

263
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

A. PRIORITAS 1 Material penyusun : endapan molasa,


Lokasi GT034 (KM 28,1) berupa batupasir dan konglomerat,
Koordinat : S 0° 43' 27.9“; E kondisi lapuk sedang.
119° 55' 48.5" Jenis keruntuhan
(potensi/teridentifikasi) : semi-
Kondisi lereng : longsor disepanjang circular
100 meter dengan tinggi lerenb Metode penanganan konseptual :
sekitar 69,4 meter dan sudut lereng reinforced facing nets (over the
75°. Cukup banyak terdapat bekas slope), toe ditch drainage system.
alur air.

Gambar 3.14 lokasi GT034 prioritas 1.

B. PRIORITAS 2 Material penyusun : Molasa, berupa


Lokasi GT053 (KM 30) batupasir dan konglomerat, lapuk
Koordinat : S 0° 43' 10.4“; E sedang
119° 56' 25.6“ Jenis keruntuhan
(potensi/teridentifikasi) : Semi-
Kondisi lereng : Longsoran circular
sepanjang 25 meter dengan tinggi Metode penanganan konseptual :
lereng sekitar 24,6 meter dan sudut Reinforced facing nets (over the
75. Cukup banyak terdapat bekas slope), toe ditch drainage system
alur air. Catatan: RMR ND SMR ND

Gambar 3.15 lokasi GT053 prioritas 2.

264
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

C. PRIORITAS 3 Material Penyusun : Molasa, berupa


Lokasi GT056 (KM 30,3) batupasir dan konglomerat, lapuk
Koordinat : S 0° 43' 13.2“; E sedang
119° 56' 32.4“ Jenis Keruntuhan
Kondisi Lereng : Longsor di (Potensi/Teridentifikasi): Semi-
beberapa titik sepanjang 100 meter, circular
tinggi lereng sekitar 32,6 meter, sudut Metode Penanganan Konseptual :
70, banyak terdapat bekas alur air. Reinforced facing nets (over the
slope),

Gambar 3.16 lokasi GT056 prioritas 3.

3.6 Analisis Penanganan penambahan nilai faktor keamanan dari


1.234 menjadi 1.54 setelah dilakukan
Pada Simulasi untuk penanganan pengontrolan air yang masuk ke daerah
media tanam dengan vegetasi didapat lereng.

Gambar 3.17 Permodelan faktor keamanan pada lereng


Rencana penanggulangan terhadap erosi. Untuk mengatur aliran air
kelongsoran di lokasi ini adalah dengan permukaan, sistem drainase secara
pemasangan media tanam dengan vegetasi komprehensif di desain agar dapat
yang berfungsi untuk pengamanan meminimalisir gangguan terhadap lereng.

265
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3.18 Tipikal penanganan pada lereng

BAB IV b. Dalam kasus penangan lereng berpasir,


metode perkuatan dengan resloping
KESIMPULAN DAN SARAN dengan geogrid dan media tanam dapat
digunakan.
4.1 Kesimpulan
a. Desain perkuatan lereng pada ruas
4.2 Saran
tawaeli – toboli sudah dapat
memenuhi stabilitas lereng dengan
a. Perlu dilakukan pembanding dengan
penambahan nilai faktor keamanan dari
metode lain untuk melihat efektifitas
1.234 menjadi 1.54 setelah dilakukan
dari type penangan.
pengontrolan air yang masuk ke daerah
lereng.

266
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

TRANSFORMASI UNIT ASPHALT MIXING PLANT (AMP)


DALAM KURUN 2 BULAN DAN STRATEGI PRODUKSI
HOTMIX

Saga Hayyu Suyanto Putra


PT Jasa Marga

I. PENDAHULUAN
Layanan konstruksi merupakan bagian dari II. PEMBAHASAN
proses bisnis PT Jasa Marga (JM) selaku II.I Peta Permasalahan Berdasarkan
holding company yakni dengan Assesmen Resiko DRQM
mengupayakan kondisi aset secara prima Berdasarkan assesmen resiko dari Divisi
sehingga kondisi jalan tol memenuhi Risk Quality Management (RQM) JM,
Standar Pelayanan Minimal (SPM). diketahui bahwa JMTRM untuk tahun
Adapun proses bisnis layanan konstruksi 2017 memiliki resiko dengan nilai
dimaksud di atas, kedepannya akan pengukuran high risk ,yakni terkait
sepenuhnya diarahkan untuk dikelola kualitas pekerjaan (bidang pemeliharaan)
melalui anak perusahaan milik JM, yakni serta terkait resiko harga yang tidak
PT Jasa Marga Toll Road Maintenance kompetitif (bidang keuangan).
(JMTRM) dengan pertimbangan efisiensi,
efektifitas dan pola sinergi antara holding
company dan anak perusahaan, baik
melalui mekanisme kontrak manajemen,
seleksi dengan penunjukan langsung
maupun dengan tender/ lelang.
Dengan tuntutan kebutuhan di atas, maka
penulis dalam kurun waktu 2 bulan
(Desember 2016 s.d akhir januari 2017)
mencoba melakukan beberapa
transformasi dan perubahan di unit
produksi Asphalt Mixing Plant (AMP)
milik JMTRM.

265
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Adapun turunan masalah terkait kualitas


pekerjaan (bidang pemeliharaan) dan
aspek kompetitif harga penawaran (bidang
keuangan) dapat dimulai melalui unit
produksi AMP. Dengan pemetaan pada
aspek mutu dan perbaikan proses AMP.
Berdasarkan hasil observasi di AMP serta II.II Transformasi Pada Komponen
merujuk kepada hasil produksi, diketahui Utama AMP
bahwa terdapat beberapa hal yang Permasalahan sebagaimana disebutkan
mempengaruhi. Pertama, metode saat sebelumnya kemudian dianalisa dengan
proses produksi; Kedua, kontinuitas dalam dengan pendekatan per komponen AMP
penjagaan mutu dan sistem saat proses sebagai berikut.
produksi.

II.II.I Identifikasi Pada Komponen II.II.I.a Tindaklanjut Perbaikan Pada


Dryer/burner AMP Dryer/burner AMP
Dryer/burner merupakan komponen yang Awal Januari 2017, telah dibuatkan
berfungsi untuk mengeringkan agregat tindaklanjut permasalahan yang ada pada
yang akan masuk ke hot elevator menuju komponen burner, yakni dengan
saringan (vibrating screen). Adapun mengganti pasok produksi yang semula
komponen burner memiliki bagian solar dengan pasok Compressed Natural
pendukung utama, yakni pasok bahan Gas (CNG).
bakar, kipas (exhaust fan) dan blower. CNG merupakan alternatif bahan bakar
Permasalahan yang muncul adalah akibat selain solar, yang dibuat dengan
ketidakseimbangan antara pasok bahan mengkompresi metana (CH4) yang
bakar (solar) dengan pasok udara melalui diekstrak dari gas alam. CNG disimpan
blower, sehingga terjadi pembakaran yang dan didistribusikan dalam bejana tekan
tidak sempurna yang berakibat adanya (tubeskid) yang berbentuk silinder.
residu solar/minyak pada agregat sehingga CNG disalurkan melalui pipa warna
mutu campuran menjadi rusak/menurun ( kuning dengan tambahan regulator
uraian dapat di lihat pada Lampiran-1). sebagaimana terlihat pada gambar di
bawah. Dengan penggunaan CNG,

266
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

produksi AMP menjadi bersih dan bebas


dari residu/jelaga solar/minyak pada
agregat.

II.II.I.b Potensi Efisiensi Produksi


Akibat Penggunaan CNG
Selain mendapatkan hasil produksi yang
bebas dari residu/jelaga minyak solar,
terdapat potensi efisiensi. Berikut hitungan
teoritis potensi efisiensi dimaksud.

Perhitungan untuk CNG menggunakan Kondisi eksisting diketahui bahwa ukuran


satuan BTU (British Termal Unit), dengan saringan di vibrating screen belum standar,
perkiraan efisiensi sebesar 16,25% hal ini diketahui setelah membandingkan
dibandingkan produksi menggunakan dengan ukuran saringan pada AMP milik
solar. mitra lain seperti PT Marga Maju Mapan
(3M).
II.II.II Identifikasi Pada Komponen Implikasi dari ukuran saringan yang tidak
Vibrating Screen AMP standar adalah munculnya potensi material
Vibrating screen / unit saringan penggetar agregat tersangkut di saringan, sehingga
merupakan komponen yang berfungsi berpotensi menutup jalur dari fraksi
untuk menyaring agregat sebelum masuk ukuran lainnya untuk masuk dalam
ke hot bin sehingga didapatkan pembagian tampungan (hot bin). Selanjutnya, hasil
fraksi per tampungan sesuai dengan Job saringan pada hot bin menjadi berbeda
Mix Formula (JMF). dengan JMF dan pada akhirnya mutu

267
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

campuran menjadi tidak sesuai dengan


perencanaan.
II.II.II.a Tindaklanjut Perbaikan Pada
Vibrating Screen
Awal Januari 2017, telah dilakukan
penggantian saringan/screen dengan
ukuran yang sesuai dengan standar
material di Indonesia. Acuan referensi
ASTM.

II.II.III Identifikasi Pada Komponen prosentase berat di masing-masing


Hot Bin dan Pugmil/mixer AMP tampungan
Hot Bin merupakan tampungan panas yang II.II.III.a Tindaklanjut Perbaikan Pada
berfungsi sebagai wadah agregat panas per Hot Bin dan Pugmil/mixer
masing-masing fraksi sebelum dilakukan Awal Januari 2017, telah dilakukan
pencampuran di pugmil/mixer. Pada hot integrasi/penyambungan dan pengaktifan
bin terdapat indikator level yang dapat sensor level pada hot bin dan melakukan
disambungkan ke kontrol panel untuk sistem pembersihan rutin pada
dipergunakan memonitor berat agregat pugmil/mixer penggatian clamp paddle
pada masing-masing tampungan. arm yang telah aus/rusak (dapat di lihat
Kondisi eksisting diketahui bahwa sensor pada Lampiran-2, yakni berupa form
level hotbin tidak aktif dan belum perbaikan), sehingga menghasilkan
terkoneksi dengan control room, sehingga kualitas campuran yang merata antara
operator AMP tidak dapat memantau aspal curah dan agregat.

268
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

II.II.IV Identifikasi Pada Komponen


Control Room dan Control Panel AMP
Control room merupakan sentra
pengendali AMP yang berfungsi
mengendalikan proses produksi. Control
room dikendalikan oleh operator AMP.

II.II.IV.a Tindaklanjut Perbaikan Pada diterapkan menggunakan software/peranti


Control Room dan Control Panel lunak yang dapat mengatur fraksi
Awal Januari 2017, telah dilakukan pembobotan saat material berada di hot
penerapan otomatisasi AMP berbasiskan bin. Sistemnya tersentral dan terkendali
pembobotan material. Otomatisasi ini

269
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

melalui sistem, tidak lagi berdasarkan


feeling dari operator AMP.

II.III Transformasi Proses Dengan


Pembuatan Prosedur Kerja Unit AMP
Serta Penerapan Isian Inspeksi
Berbasiskan ISO:9100
Metode saat proses produksi dan
kontinuitas dalam penjagaan mutu serta
sistem produksi diupayakan melalui
pembuatan prosedur kerja AMP.

270
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Prosedur kerja ini kemudian menjadi


dasar/platform untuk penerapan isian
inspeksi, seperti pengisian form harian
untuk inspeksi harian operator guna
memastikan penjagaan mutu serta
berjalannya sistem kerja di AMP.
Implementasi isian telah berjalan efektif
awal Januari 2017 (dokumentasi ada pada
Lampiran-3).

II.IV Transformasi Proses Dengan yang kinerjanya baik dan secara kapasitas
Restrukturisasi Organisasi Unit AMP skill dan leadership dinilai mampu, hak
Kondisi eksisting, diketahui bahwa unit dan kewajibannya ditingkatkan menjadi
AMP hanya memiliki dua personil Koordinator Bidang (KB).
struktural, yakni General Manager (GM) Awal Januari 2017, restrukturisasi
dan Manager Produksi (MP). Personil organisasi unit AMP JMTRM telah
lainnya sebanyak 25 orang sifatnya hanya dilaksanakan dan telah berjalan cukup
fungsional yang secara tanggung jawab efektif.
terpusat pada MP. Kendala dalam III. PENUTUP
memastikan proses mutu muncul manakala Sebagai penutup, penulis ingin
proses PLAN, DO, CHECK, ACTION menyampaikan bahwa permasalahan
(PDCA) dilakukan oleh personil struktural terkait adanya penilaian resiko tinggi (high
yang terbatas pada GM dan MP. risk) terkait mutu produk dan bidang
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan keuangan JMTRM pada assesmen DRQM
perubahan organisasi dengan membuat telah diminimalisir dengan upaya
formasi struktural baru dibawah MP, yakni “transformasi” yang dituangkan dalam bab
Koordinator Bidang (KB), dengan II. Pembahasan di atas.
menaikkan personil fungsional eksisting Akhir kata, penulis mencoba untuk
yang secara kapasitas skill dan leadership menggarisbawahi hasil tindaklanjut
mampu menjalankan dan mengkoordinir dimaksud dengan menyampaikan target
subbidang dalam proses kerja termasuk produksi AMP serta proyeksi moderat
menjalankan prosedur dan isian form ISO. peningkatan produksi AMP tahun 2017.
II.IV.a Evaluasi Kinerja Personil III.1 Perbandingan Kumulatif Produksi
Eksisting Unit AMP AMP tahun 2016 dengan Proyeksi 2017
Sebagai unit produksi, membuat formasi Perbandingan antara realisasi di tahun
baru memiliki arti penambahan biaya 2016 dengan proyeksi moderat di tahun
langsung (cost overhead) produksi. Oleh 2017 (Lampiran-4) ini merupakan hasil
sebab itu, diperlukan suatu penyeimbang transformasi unit AMP sekaligus sebagai
(balancing) agar secara production cost kesimpulan tulisan ini.
tetap terjaga. Upaya balancing dilakukan III.2 Perbandingan Cost Production
dengan mengevaluasi seluruh personil AMP tahun 2016 dengan Proyeksi 2017
fungsional di AMP. Untuk personil yang Seperti pada Bab III.1, dilampirkan
secara kinerja dinilai kurang dan secara perbandingan ini sebagai kesimpulan
fungsi kerja dinilai tidak prioritas tulisan ini (Lampiran-5). Adapun
dilakukan pengurangan (reduce) dengan transformasi produksi menggunakan pasok
penghentian kontrak kerja tahunan, CNG dan transformasi organisasi menjadi
sementara personil fungsional eksisting kontributor utama dalam efisiensi cost.

271
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI PELAKSANAAN PRESERVASI JALAN DAN


JEMBATAN SECARA LONG SEGMENT
DI PROVINSI SUMATERA UTARA DAN RIAU

Paul Ames Halomoan


Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan
Direktorat Jenderal Bina Marga
bbpjnII@gmail.com
Elvi Roza
Bidang Pembangunan dan Pengujian
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan
Direktorat Jenderal Bina Marga
Sriono
Bidang Pembangunan dan Pengujian
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan
Direktorat Jenderal Bina Marga
rasriono@gmail.com
Agus Taufik Mulyono
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jln. Grafika 2, Kampus UGM,
Yogyakarta, 55281
atm8002@yahoo.com

Abstrak. Penelitian ini menghasilkan tingkat kinerja pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan secara long segment di
Provinsi Sumatera Utara dan Riau, yang terdiri dari tingkat kinerja perencanaan, procurement, dan proses pelaksanaan
preservasi jalan dan jembatan. Metode penelitian dilakukan dengan survei wawancara terkait tingkat kepentingan dan
tingkat penerapan tiap komponen kinerja perencanaan, procurement, dan proses pelaksanaan preservasi jalan dan
jembatan, serta penilaian kinerja perencanaan, procurement, dan proses pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan.
Metode analisis dilakukan dengan analisis statistik dengan menggunakan software SEM (Structural Equational
Modelling), dan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat capaian kinerja perencanaan program
preservasi secara long segment sebesar 56,0% < 60% dalam kategori kurang memadai, tingkat capaian kinerja proses
procurement paket preservasi secara long segment sebesar 65,8%, dalam rentang 61%-80%, dalam kategori
medium/cukup memadai, dan tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan secara long
segment 59,0% < 60% dalam kategori kurang memadai. Penelitian ini merekomendasi perbaikan pelaksanaan
preservasi jalan secara long segment terutama pada proses perencanaan dan proses pelaksanaan preservasi jalan dan
jembatan, seperti pengadaan workshop atau diklat preservasi jalan dan jembatan secara long segment secara berkala.

Kata Kunci: evaluasi, preservasi jalan dan jembatan secara long segment, tingkat capaian kinerja

Abstract. This research resulted a performance of a long segment preservation of road and bridge in North Sumatra
and Riau Provinces, consisting of planning, procurement, and implementation performance of road and bridge
preservation. The research method is conducted by interviews related to the level of importance and the level of
implementation of each component of planning, procurement and implementation performance of road and bridge
preservation, and also assessment of achievements performance. The method of analysis is done by statistical analysis
using SEM (Structural Equational Modeling) software, and SPSS software. The result of research shows that the
achievement level of long segment preservation program planning is 56,0% <60% in the category of inadequate
("poor"), the achievement level of long segment preservation procurement is 65,8%, in range 61% -80% , in the
"medium" category, and the achievement level of road and bridge preservation implementation in long segment 59,0%
<60% in the category is inadequate ("poor). This research recommends improvement of road preservation in a long
segment, especially in planning process and process of preservation of road and bridge, such as long segment road and
bridge preservation workshop continuesly.

272
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Keywords: evaluation, long segment road and bridge preservation, level of performance

PENDAHULUAN
Upaya mewujudkan pelayanan jalan nasional yang mantap, andal, aman, berkeselamatan,
berdayaguna dan berhasilguna tentu tidak mudah seperti yang tertulis dalam berbagai pernyataan
pakar dan kebijakan pemerintah. Banyak kendala dan tantangan yang harus diselesaikan untuk
mewujudkan jalan nasional yang andal dan bermutu serta berkeselamatansebagaimana dituntut
dalam implementasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Tuntutan “andal” dalam pasal-pasal UU 38/2004 dimaksudkan kondisi jalan betul betul dapat
melayani lalu lintas kendaraan dengan jaminan keselamatan bagi pengguna jalan, artinya tidak
diperbolehkan ada kerusakan permukaan jalan baik fungsional maupun struktural.
Salah satu kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi permukaan jalan agar
tidak terjadi kerusakan fungsional maupun struktural yaitu melakukan preservasi jalan. Istilah
preservasi jalan sangat jelas dan tegas dinyatakan dalam pasal 23, pasal 29, pasal 30, pasal 31, dan
pasal 32 dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ),
yang selanjutnya disebut sbagai UU 22/2009. Sementara tujuan diberlakukannya UU 22/2009
adalah mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan
terpadu dengan moda lain untuk memajukan kesejahteraan umum. Selain itu, berdasarkan Permen
PU Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Pemeliharaan dan Penilikan Jalan, telah diatur bahwa
preservasi aset jalan itu meliputi : (1) pemeliharaan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin dan
berkala (rehabilitasi minor), serta pemeliharaan preventif; (2) rehabilitasi mayor jalan; dan (3)
rekonstruksi jalan. Berbagai teknologi bahan dan perlatan preservasi harus diterapkan untuk
mewujudkan kemantapan jalan dengan tingkat pelayanan yang prima.
Sebelum tahun 2015, semua program pemeliharaan rutin (korektif) dan pemeliharaan
preventif jalan nasional dilaksanakan secara swakelola tetapi dalam pelaksanaannya dirasa sangat
terbatas pembiayaannya serta terbatasnya SDM yang bekerja di lapangan. Oleh karenanya sejak
dibentuknya Direktorat Preservasi Jalan Ditjen Bina Marga, maka program preservasi aset jalan
dilaksanakan oleh Kontraktor yang diawasi langsung oleh Konsultan Supervisi. Untuk menjamin
pelaksanaan preservasi jalan yang lebih efektif dan efisien maka Ditjen Bina Marga menerapkan
program preservasi secara Long Segment yang dibuat dalam paket penanganan jalan tiap 100-200
km, yang di dalamnya meliputi pemeliharaan rutin (korektif), pemeliharaan preventif, rehabilitasi
minor dan mayor, serta rekonstruksi. Penerapan program preservasi jalan secara Long Segment
sudah berjalan dua tahun (2015 dan 2016), sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap capaiannya
menuju jalan yang mantap, baik evaluasi terhadap kinerja penyedia jasa (SDM, material, peralatan,
metode kerja, modal kerja, tingkat kompetensi keahlian dan ketrampilan), pengguna jasa (pemetaan
data dan informasi kerusakan, tuntutan teknologi preservasi, dan tingkat kompetensi manajerial),
dan lingkungan (cuaca, beban lalulintas, sistem drainase).

LANDASAN TEORI
Preservasi Jalan
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga menjelaskan bahwa preservasi jalan
meliputi pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan. Jika dilihat beberapa definisi yang sudah
berkembang, sebenarnya pengertian preservasi lebih bersifat menjaga kondisi perkerasan jalan yang
sudah mantap secara preventif dan remidial agar makin bertambah umur layanan hingga mencapai

273
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

umur rencana yang ditargetkan. Berkaitan dengan problem definisi tersebut, maka Agah dan
Rarasati (2010) telah mendefinisikan preservasi perkerasan menyatakan suatu tindakan proaktif
untuk mempertahankan jalan pada nilai fungsinya. Penanganan ini diyakini akan mampu
mengurangi beban biaya, waktu pemeliharaan yang membutuhkan waktu penanganannya dan
secara makro dapat mengurangi kegiatan peningkatan perkerasan jalan yang biayanya amat mahal
dalam satuan meter per segi. Selain itu menurut Agah dan Rarasati (2010) kegiatan preservasi yang
preventif maupun remidial juga dapat mengurangi dampak kemacetan lalu lintas dan pencegahan
kecelakaan di jalan ketika kegiatan konstruksi berlangsung. Apabila program preservasi jalan dapat
dapat dilaksanakan dengan tepat waktu maka pengguna jalan dapat memperoleh rasa aman dan
mobilitas yang lebih baik terhadap pengurangan kemacetan yang diakibatkan oleh kerusakan jalan
maupun program pemeliharaannya, dan yang paling utama adalah mampu memberikan jaminan
terhadap perpanjangan umur jalan.
Menurut AASHTO (Galehouse, et al., 2003), pemeliharaan preventif yaitu : “preventive
maintenance is a planned strategy of cost-effective treatments that preserve and maintain or
improves a roadway system and its appurtenances and retard deterioration, but without
substantially increasing structural capacity”. FHWA (1999) menyatakan preservasi perkerasan
jalan adalah : “all activities undertaken to provide and maintain serviceable roadways, this includes
corrective maintenance and preventive maintenance, as well as minor rehabilitation projects”.
Perbedaan yang sangat signifikan dari konsep preservasi konstruksi jalan dengan kegiatan
pembangunan, rehabilitasi dan perbaikan sesaat untuk mengatasi terhambatnya fungsi jalan adalah
pengembalian fungsi dari kondisi eksisting sistem jaringan jalan dan memperpanjang umur layanan
tetapi tidak berupaya untuk meningkatkan kapasitas atau kekuatan jalan (Fwa, T.F., 2006).
Preservasi konstruksi perkerasan menyajikan konsep pendekatan proaktif dalam memelihara
jaringan jalan. Dengan pendekatan sepeti ini yang pernah dilakukan oleh Dot Caltrans, ternyata
memberikan dampak terhadap pengurangan beban, kebutuhan waktu yang berkepanjangan untuk
pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi dan timbulnya gangguan lalu lintas saat pelaksanaan
pekerjaan.

Keuntungan Penyelenggaraan Preservasi Jalan


Kegiatan preservasi dilakukan dengan beberapa metode pemeliharaan jalan, yang
dikelompokkan berdasarkan tanggapnya menjadi minor, rutin, dan preventif. Setiap pilihan
kebijakan akan mempunyai dampak. Pemeliharaan jalan preventif diartikan bahwa sebagai kegiatan
rutin yang tepat, periodik, dan penting untuk mempertahankan bagian dari perkerasan jalan dengan
tujuan melakukan perbaikan ringan guna mengurangi biaya perbaikan jalan yang lebih besar dimasa
yang akan datang.
Pada Gambar 1, dapat dijelaskan diagram efisiensi biaya-preservasi jalan yang preventif.
Adapun kondisi perkerasan yang baik adalah berada pada tingakatan kerusakan yang masih dapat
ditolerir oleh pengguna jalan, namun demikian pada level tersebut bahwa jalan bukan tidak terjadi
kerusakan. Kondisi jalan pada acceptable level apabila terjadi kerusakan dan diperbaiki secara
langsung (preventif) yakni tanpa harus menunggu kerusakan lebih parah maka manfaat yang dapat
diperoleh adalah bahwa kerusakan sebesar 40% akan memakan waktu yang lebih lama sebesar 75%
dalam kurun waktu umur perkerasan dan hal tersebut juga masih dalam koridor yang dapat
diterima. Sedangkan apabila penanganan baru dilaksanakan dibawah kondisi rata-rata acceptable
level maka kerusakan jalan sebesar 40% hanya akan berlangsung lebih cepat sebesar 12% untuk
mencapai kerusakan total.

274
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

75% time
Very 10 40% quality
Good drop
Riding Comfort/Pavement

Good Pemeliharaan
8
Preventive

Fair
Condition

6
Acceptable
Level Akibat
Keterlambat
Poor 4 40% an semakin
quality
mahal
drop
Very 2
Poor Gagal Total
12% time

Over Time

Sumber : Fwa (2009)


Gambar 1. Diagram efisiensi biaya-preservasi jalan yang preventif

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi, Data Penelitian, dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional II Medan,
Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara dan
Riau. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil survei wawancara kepada
PPK, Satker PJN, P2JN, Konsultan Pengawas, Kontraktor, dan Panitia Lelang (Procurement) di
Provinsi Sumatera Utara dan Riau. Formulir wawancara yang digunakan terdiri dari formulir
wawancara tingkat kepentingan dan tingkat penanganan proses perencanaan, proses procurement,
dan proses pelaksanaan preservasi secara long segment, serta formulir tingkat capaian kinerja
preservasi jalan secara long segment. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder
yang diperoleh dari BBPJN-II seperti Data Ruas Jalan yang ditangani dengan preservasi jalan
secara long segment pada tahun 2015, 2016, dan 2017 serta data informasi anggaran pada tiap jenis
preservasi jalan dan jembatan di wilayah BBPJN II. Adapun pemetaan tugas dan tanggung jawab
dari responden yang menjadi bagian dari populasi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Matriks pemetaan klasifikasi objek penelitian proses pelaksanaan Preservasi Jalan dan
Jembatan secara Long Segment
Daftar Tugas dan Tanggung Jawab yang terkait Pelaksana Tugas atau Tanggung Jawab
No
Preservasi Jalan secara long segment (Stakeholder)
1 Perencana Program Preservasi Jalan dan Jembatan P2JN, Konsultan Perencana
2 Pelaksana Lelang Paket Preservasi Jalan dan Jembatan Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan
Pengadaan (ULP)
3 Pengawas pelaksanaan pekerjaan preservasi jalan dan
Konsultan Pengawas
jembatan
4 Pelaksana pekerjaan preservasi jalan dan jembatan Kontraktor
5 Pengendali pekerjaan pelaksanaan preservasi jalan dan
Satker PJN, dan PPK
jembatan

275
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Daftar Tugas dan Tanggung Jawab yang terkait Pelaksana Tugas atau Tanggung Jawab
No
Preservasi Jalan secara long segment (Stakeholder)
6 Pengamat pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan Pakar.akademisi bidang preservasi jalan

Jumlah populasi sangat menentukan dalam penentuan jumlah responden/sampel, Roscoe (2006)
memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sampel:
1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), ukuran
sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
Adapun rencana jumlah responden yang menjadi target survei data primer sebagaimana disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Objek penelitian dan Target jumlah responden
No Stakeholder objek penelitian Sumut Riau
1 Satker 4 3
2 PPK Paket Long Segment 21 11
3 Kontraktor 21 11
4 Konsultan perencana 5 5
5 Konsultan pengawas 21 11
6 Pakar/akademisi 5 5
7 Pokja 5 5
8 P2jn 2 2
Total 85 53

Kerangka Berpikir Evaluasi Preservasi Jalan dan Jembatan secara Long Segment
Kerangka berpikir evaluasi preservasi jalan dan jembatan secara long segment di Provinsi
Sumatera Utara dan Riau sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis SEM: Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem Perencanaan Program Preservasi
Jalan dan Jembatan Secara Long Segment
Estimasi model full model struktural dilakukan dengan memasukan indikator yang telah diuji
dengan confirmatory analysis factor. Full model structural akan memberikan hubungan antar
faktor yang berkontribusi pada problem perencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara
long segment yang telah ditentukan pada SEM. Pemodelan hubungan struktural antar faktor yang
berkontribusi pada problem perencanaan program preservasi jalan dan jembatan dapat dilihat pada
Gambar 3.

276
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2. Kerangka Evaluasi Preservasi Jalan dan Jembatan secara Long Segment

Gambar 3. Structural equation modeling faktor dan indikator yang berkontribusi pada problem
perencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara long segment

Full model SEM digunakan untuk menghitung bobot kontribusi tiap faktor terhadap problem
perencanaan program preservasi secara long segment. Hasil Structural Equation Modeling faktor
dan indikator yang berkontribusi terhadap problem perencanaan program preservasi secara long
segment dapat dilihat pada Tabel 3.

277
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3. Hasil SEM faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap problem
perencanaan program preservasi secara long segment
Bobot Pengaruh ( ) Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan
No. Problem Perencanaan Preservasi
Program Preservasi secara Long Segment
secara Long Segment
1 Keterbatasan data teknis 0,29
Ketidaktepatan jenis preservasi pada lokasi
2 0,20
segmen yang di preservasi
Ketidaktepatan jenis preservasi terhadap waktu
3 0,14
pelaksanaan preservasi
Ketidaktepatan HSP (Harga Satuan Pekerjaan)
4 0,25
preservasi jalan
Ketidaktepatan teknologi bahan dan peralatan
5 0,12
preservasi jalan
Hal tersebut menunjukkan bahwa jika seluruh indikator dari masing-masing faktor tersebut dapat
terpenuhi, maka faktor keterbatasan data teknis berkontribusi/berpengaruh sebesar 29% terhadap
solusi problem prencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara long segment. Faktor
ketidaktepatan jenis preservasi pada lokasi segment yang di preservasi berkontribusi/berpengaruh
sebesar 20% terhadap solusi problem prencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara
long segment. Faktor ketidaktepatan jenis preservasi terhadap waktu pelaksanaan preservasi
berkontribusi/berpengaruh sebesar 14% terhadap solusi problem prencanaan program preservasi
jalan dan jembatan secara long segment. Faktor ketidaktepatan HSP preservasi
berkontribusi/berpengaruh sebesar 25% terhadap solusi problem prencanaan program preservasi
jalan dan jembatan secara long segment. Faktor ketidaktepatan teknologi bahan dan peralatan
preservasi berkontribusi/berpengaruh sebesar 12% terhadap solusi problem prencanaan program
preservasi jalan dan jembatan secara long segment.

Hasil Analisis SEM: Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem Pelelangan (Procurement)
Paket Preservasi Jalan Dan Jembatan Secara Long Segment
Estimasi model full model struktural dilakukan dengan memasukan indikator yang telah diuji
dengan confirmatory analysis factor. Full model structural akan memberikan hubungan antar
faktor yang berkontribusi pada problem proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan
secara long segment yang telah ditentukan pada SEM. Pemodelan hubungan struktural antar faktor
yang berkontribusi pada problem proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan dapat
dilihat pada Gambar 4.
Full model SEM digunakan untuk menghitung bobot kontribusi tiap faktor yang berkontribusi
terhadap proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment. Hasil
Structural Equation Modeling faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap proses procurement
paket preservasi jalan dapat dilihat pada Tabel 4.

278
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4. Structural equation modeling faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap
problem proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment

Tabel 4. Hasil SEM faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap problem proses
procurement paket preservasi secara long segment
Faktor yang Mempengaruhi Proses Bobot Pengaruh ( ) Faktor Problem
No. Procurement Paket Program Preservasi secara Proses Procurement Paket Preservasi
Long Segment secara Long Segment
1 Ketepatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) 0.07
2 Kelengkapan Syarat-Syarat Umum Kontrak 0.115
3 Kelengkapan Syarat-Syarat Khusus Kontrak 0.17
4 Kelengkapan Spesifikasi Teknis 0.19
5 Evaluasi Teknis Dokumen Penawaran 0.145
6 Evaluasi Harga Dokumen Penawaran 0.15
Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga serta
7 0.16
Penetapan Pemenang

Hasil Analisis SEM: Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem Proses Pelaksanaan
Preservasi Jalan dan Jembatan Secara Long Segment
Estimasi model full model struktural dilakukan dengan memasukan indikator yang telah diuji
dengan confirmatory analysis factor. Full model structural akan memberikan hubungan antar
faktor yang berkontribusi pada problem proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan
secara long segment yang telah ditentukan pada SEM. Pemodelan hubungan struktural antar faktor
yang berkontribusi pada problem proses pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan dapat dilihat
pada Gambar 5.

279
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Structural equation modeling faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap
problem proses pelaksanaan paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment

Full model SEM digunakan untuk menghitung bobot kontribusi tiap faktor yang berkontribusi
terhadap proses pelaksanaan paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment. Hasil
Structural Equation Modeling faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap proses pelaksanaan
preservasi jalan dan jembatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil SEM faktor dan indikator yang berkontribusi terhadap problem proses
pelaksanaan paket preservasi secara long segment
Faktor yang Mempengaruhi Proses Bobot Pengaruh ( ) Faktor
No. Procurement Paket Program Preservasi Problem Proses Procurement Paket
secara Long Segment Preservasi secara Long Segment
1 Problem pemeliharaan rutin minor jalan 0,14
2 Problem pemeliharaan rutin kondisi jalan 0,31
3 Problem rehabilitasi minor 0,07
4 Problem rehabilitasi mayor 0,16
5 Problem rekonstruksi 0,08
6 Problem pelebaran menuju standar 0,09
7 Pemeliharaan rutin jembatan 0,15

Hasil Evaluasi Kinerja (Performance) Perencanaan Program Preservasi Jalan Dan


Jembatan Secara Long Segment
Hasil evaluasi kinerja proses perencanaan program preservasi jalan dan jembatan di provinsi
Sumatera Utara dan Riau sebagaimana disajikan dalam Gambar 6.

280
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 6. Nilai capaian kinerja proses perencanaan program preservasi jalan dan
jembatan di Provinsi Sumatera Utara dan Riau
Hasil evaluasi capaian kinerja proses perencanaan program preservasi jalan dan jembatan
sebagaimana disajikan dalam Gambar 6 menunjukkan bahwa tingkat capaian kinerja perencanaan
program preservasi jalan dan jembatan secara long segment sebesar 56,0% jauh di bawah 60,0%
dalam kategori poor (kurang memadai); artinya data teknis, pemilihan jenis preservasi, ketepatan
HSP, sangat perlu ditingkatkan akurasi, ketepatan dan kesesuaian serta kecukupannya terhadap
kebutuhan lapangan.

Hasil Evaluasi Kinerja (Performance) Proses Pelelangan (Procurement) Paket Preservasi


Jalan dan Jembatan secara Long Segment
Hasil evaluasi kinerja proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan di provinsi
Sumatera Utara dan Riau sebagaimana disajikan dalam Gambar 7. Hasil evaluasi capaian kinerja
proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan sebagaimana disajikan dalam Gambar 7
menunjukkan bahwa Tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan procurement preservasi jalan dan
jembatan secara long segment sebesar 65,8% (berada pada rentang 61,0%- 80,0%) dalam kategori
medium (cukup memadai). Artinya penerapan keputusan regulasi procurement perlu ditingkatkan
terutama yang terkait dengan : kelengkapan syarat-syarat umum kontrak, kelengkapan syarat-
syarat khusus kontrak, kelengkapan spesifikasi teknis, evaluasi teknis dan harga penawaran, serta
klarifikasi dan negosisasi pemenang tender.

Hasil Evaluasi Kinerja (Performance) Proses Pelaksanaan Preservasi Jalan dan Jembatan
Secara Long Segment
Hasil tabulasi nilai kinerja keseluruhan proses preservasi jalan dan jembatan secara long segment
di provinsi Sumatera Utara dan Riau sebagaimana disajikan dalam Gambar 8.

281
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 7. Nilai capaian kinerja proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan
di Provinsi Sumatera Utara dan Riau

Gambar 8. Nilai capaian kinerja keseluruhan proses preservasi jalan dan jembatan secara
long segment di Provinsi Sumatera Utara dan Riau
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai kinerja preservasi jalan dan jembatan yang
paling rendah (dalam kategori kruang memadai) yaitu Performance Pemeliharaan rutin
kondisi yaitu sebesar 45,70; Performance pemeliharaan rutin minor yaitu sebesar 53,57;
Performance pemeliharaan rutin jembatan yaitu sebesar 58,09; dan Performance pelebaran
jalan menuju standar yaitu sebesar 59,88. Hasil evaluasi capaian kinerja keseluruhan proses
preservasi jalan dan jembatan sebagaimana disajikan dalam Gambar 8 menunjukkan bahwa
cecara umum tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan
secara long segment sebesar 59,0% (< 60,0%) dalam kategori poor (kurang memadai),

282
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

terutama terkait : rendahnya capaian kinerja pemeliharaan rutin (minor dan kondisi);
rendahnya capaian kinerja pelebaran jalan menuju standar dan pemeliharaan rutin jembatan.

KESIMPULAN
1. Proses perencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara long segment di Provinsi
Sumatera Utara dan Riau sangat dipengaruhi kontribusi : 29% Keterbatasan Data Teknis +
20% Ketidaktepatan Jenis Preservasi pada lokasi segmen yang di preservasi + 14%
Ketidaktepatan jenis preservasi terhadap waktu pelaksanaan preservasi + 25%
Ketidaktepatan HSP preservasi jalan + 12% Ketidaktepatan teknologi bahan dan peralatan
preservasi jalan. Artinya kesuksesan perencanaan program preservasi jalan dan jembatan
secara long segment sangat ditentukan ketersediaan data teknis pendukung perencanaan
program preservasi jalan dan jembatan secara long segment, dan ketepatan jenis preservasi
pada lokasi segmen yang dipreservasi.
2. Proses procurement paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment di Provinsi
Sumatera Utara dan Riau sangat dipengaruhi kontribusi : 7% Ketepatan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS) + 11,5% Kelengkapan Syarat-Syarat Umum Kontrak + 17% Kelengkapan
Syarat-Syarat Khusus Kontrak+ 19% Kelengkapan Spesifikasi Teknis + 14,5% Evaluasi
Teknis Dokumen Penawaran + 0,15% Evaluasi Harga Dokumen Penawaran + 0,16%
Kualifikasidan Negosiasi. Artinya kesuksesan procurement paket preservasi jalan dan
jembatan secara long segment sangat ditentukan kelengkapan spesifikasi teknis dan
kelengkapan syarat-syarat khusus kontrak.
3. Jika proses perencanaan program preservasi dan proses procurement dilaksanakan dengan
baik, maka solusi problem pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan secara long segment
sangat dipengaruhi kontribusi : 14,0% problem pemeliharaan rutin minor + 31,0% problem
pemeliharaan rutin kondisi + 7,0% problem rehabilitasi minor + 16,0% problem rehabilitasi
mayor + 8,0% problem rekonstruksi + 9,0% problem pelebaran menuju standar + 15,0%
problem pemeliharaan rutin jembatan. Artinya kesuksesan paket preservasi secara long
segment sangat ditentukan keberhasilan pelaksanaan dan pengendalian mutu pemeliharaan
rutin (minor dan kondisi).
4. Tingkat capaian kinerja perencanaan program preservasi jalan dan jembatan secara long
segment sebesar 56,0% jauh di bawah 60,0% dalam kategori poor (kurang memadai); artinya
data teknis, teknologi bahan dan peralatan, HSP serta jenis preservasi, sangat perlu
ditingkatkan akurasi, ketepatan dan kesesuaian serta kecukupannya terhadap kebutuhan
lapangan.
5. Tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan procurement preservasi jalan dan jembatan
secara long segment sebesar 65,8% (berada pada rentang 61,0%- 80,0%) dalam kategori
medium (cukup memadai). Artinya penerapan keputusan regulasi procurement perlu
ditingkatkan terutama yang terkait dengan : kelengkapan syarat-syarat umum kontrak,
kelengkapan syarat-syarat khusus kontrak, kelengkapan spesifikasi teknis, evaluasi teknis
dan harga penawaran, serta klarifikasi dan negosisasi pemenang tender.
6. Tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan paket proyek preservasi jalan dan jembatan
secara long segment sebesar 59,0% (< 60,0%) dalam kategori poor (kurang memadai),
terutama terkait : rendahnya capaian kinerja pemeliharaan rutin (minor dan kondisi);
rendahnya capaian kinerja pelebaran jalan menuju standar dan pemeliharaan rutin jembatan.

283
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

SARAN

1. Bidang Perencanaan BBPJN-II dan P2JN Provinsi Sumatera Utara dan Riau, perlu
mengendalikan akurasi data kekuatan fungsional (IRI dan SDI) dan kekuatan struktural
(lendutan, modulus E) agar kondisi nyata di lapangan.
2. Bidang Perencanaan BBPJN-II dan P2JN Provinsi Sumatera Utara dan Riau, harus cermat dan
akurat dalam membuat DED paket preservasi secara long segment, mempertimbangkan secara
holistik berbagai pengaruh faktor internal dan eksternal.
3. BBPJN harus menyelenggarakan workshop secara intensif pemahaman pembuatan HPS tiap
jenis pekerjaan preservasi bagi Pokja agar sesuai dengan kondisi kerusakan di lapangan.
4. BBPJN-II harus melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada tenaga kerja kontraktor terkait
sistem manajemen mutu pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam Paket Preservasi
secara Long Segment. Direktorat Preservasi Jalan harus berkordinasi & mendorong agar Ditjen.
Bina Kontruksi dan BPSDM terkait workshop atau diklat peningkatan keterampilan tenaga kerja
preservasi jalan dan jembatan secara long segment.
5. Direktorat Preservasi Jalan dan BPSDM harus mengadakan diklat manajerial PPK khusus dalam
pengendalian paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment.
6. Direktorat Preservasi Jalan harus berkordinasi dengan Ditjen Bina Kontruksi dan LPJK terkait
sertifikasi kompetensi ketrampilan dan keahlian teknologi peralatan dan material yang terkait
langsung dengan pelaksanaan paket preservasi jalan dan jembatan secara long segment.
7. Direktorat Preservasi Jalan harus menyusun pedoman kriteria penentuan jenis teknologi bahan
dan peralatan preservasi yang disesuiakan dengan tipe/jenis kerusakan (luasan, kedalaman,
sebaran) agar tidak menyama-ratakan sepanjang segment dengan teknologi yang sama padahal
terdapat jenis kerusakan jalan yang bervariasi dan memerlukan penanganan yang berbeda.
8. Direktorat Preservasi Jalan harus membuat kebijakan perlunya program pemeliharaan jalan
nasional secara swakelola, terutama pada segmen/ruas yang mengalami gangguan tinggi, karena
rendahnya tingkat kepedulian dan kesadaran kontraktor terhadap penerapan respon time
perbaikan kerusakan jalan selama masa kontrak preservasi long segment.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO (Galehouse, et al., 2003), Preventive maintenance concept, (Seal Coat and Surface
Treatment Manual. 2003). Washington, D.C.
Agah Heddy Rohandi dan Rarasati Ayomi Dita (2010), Pemeliharaan dan. Perbaikan Konstruksi
Jalan Lentur, Penerbit Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Fwa, T F and G. P. Ong, 2006, "Transverse Pavement Grooving against Hydroplaning: Design".
ASCE Journal of Transportation Engineering, 132, No. 6: 449-457.
Fwa, T., F., 2009, Multi objective Optimization for Pavement Maintenance Programming, Journal
of Transportation Engineering, Volume 126, Number 5: 367-374, American Society of Civil
Engineers (ASCE).
Federal Highway Administration (FHWA), 1999, Geotechnical Engineering Circular No. 4 -
Ground Anchors and Anchored Systems , FHWA-IF-99-015, United States Department of
Transportation
Kementerian Pekerjaan Umum, 2011, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011
tentang Pemeliharaan jalan dan Penilikan Jalan, Jakarta.

284
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,
Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Jakarta

285
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI PROSES PELAKSANAAN PRESERVASI


JALAN NASIONAL SECARA LONG SEGMENT
DI PROVINSI JAWA TIMUR DAN BALI

I Ketut Darmawahana, Budi Harimawan, Nusakti Yasa Wedha, Agus Taufik Mulyono

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya, Sub Direktorat Perencanaan dan Pemrograman
Direktorat Jembatan, Bidang Preservasi dan Peralatan, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya,
Direktorat Jenderal Bina Marga
Email : balai8sby@gmail.com, budi.harimawans@gmail.com, nusakti@gmail.com, atm8002@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini menghasilkan kinerja proses pelaksanaan preservasi jalan nasional secara long segment di Provinsi Jawa
Timur dan Bali. Metode penelitian dilakukan dengan survei wawancara terkait tingkat kepentingan dan tingkat
penanganan tiap faktor yang diidentifikasi dalam proses pelaksanaan preservasi jalan nasional, serta penilaian kinerja
proses pelaksanaan preservasi jalan nasional secara long segment. Metode analisis dilakukan dengan analisis statistik
dengan menggunakan software SEM (Structural Equational Modelling), dan software SPSS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa capaian kinerja yang paling rendah proses pelaksanaan preservasi jalan nasional secara long
segment terjadi pada kegiatan pemeliharaan rutin kondisi yaitu 49,98% < 60% dalam kategori kurang memadai,
sedangkan capaian kinerja paling tinggi yaitu pada kegiatan rehabilitasi minor yaitu 80,05% dalam kategori “good” atau
baik. Sementara itu, capaian kinerja proses pelaksanaan preservasi jalan nasional secara long segment secara
keseluruhan yaitu yaitu 59,0% < 60% dalam kategori kurang memadai. Penelitian ini merekomendasi perbaikan
pelaksanaan preservasi jalan nasional secara long segment terutama pada kegiatan pemeliharaan rutin kondisi dan rutin
minor jalan karena merupakan hal baru bagi penyedia jasa.
Kata Kunci: evaluasi, proses pelaksanaan preservasi jalan, capaian kinerja

Abstract
This research resulted a performance of a long segment preservation process of national road in East Java and Bali
Provinces. The research method is conducted by interviews related to the level of importance and the level of treatment
of each factor identified in national road preservation process, and also assessment of achievements performance. The
method of analysis is done by statistical analysis using SEM (Structural Equational Modeling) software, and SPSS
software. The result of research shows that the lowest performance of national road preservation process is routine
condition treatment (49,98%<60%) in the category of inadequate ("poor"), whereas the highest performance of national
road preservation process is minor rehabilitation (80,05% > 80%) in the category of adequate (“good”). While, the
performance of national road preservation processgenerally is 59,0% which in the category of inadequate ("poor"). This
research recommends improvement of road preservation in a long segment, especially related to routine condition
treatment, and routine minor treatment, because that activity is a new things for contractor.

Keywords: evaluation, road preservation process, level of performance

I. PENDAHULUAN Kelemahan pembangunan infrastruktur


transportasi jalan, antara lain kurangnya keseriusan
Long segment merupakan penanganan melakukan monitoring dan evaluasi penilaian kinerja
preservasi jalan dalam batasan satu panjang segmen proses pelaksanaan dan pasca pelaksanaan.
yang menerus (bisa lebih dari satu ruas) yang Monitoring dan evaluasi pada saat proses pelaksanaan
dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan lebih dominan pada persoalan konsistensi dari para
kondisi jalan yang seragam yaitu jalan mantap dan pelaku baik pengguna jasa maupun penyedia jasa.
memenuhi standar sepanjang segmen (standar adalah Monitoring dan evaluasi pada saat pasca pelaksanaan
sesuai dengan Permen PU 10/2011). Kegiatan kosntruksi lebih dominan berkaitan dengan
preservasi jalan nasional secara long segment meliputi performance perkerasan. Ketika pasca konstruksi,
pelebaran, rekonstruksi, rehabilitasi dan pemeliharaan perkerasan jalan menerima berbagai faktor pengaruh
jalan. yang komplek seperti kurangnya pengendalian beban
sumbu kendaraan berat, disfungsi sistem drainase

286
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

permukaan jalan dan gangguan fungsi jalan yang Rarasati (2010) kegiatan preservasi yang preventif
dapat menurunkan pelayanan jalan. maupun remidial juga dapat mengurangi dampak
kemacetan lalu lintas dan pencegahan kecelakaan di
Hal tersebut amat signifikan jika dikaitkan
jalan ketika kegiatan konstruksi berlangsung. Apabila
dengan target RPJMN 2015-2019 yang harus
program preservasi jalan dapat dapat dilaksanakan
menyelesaikan preservasi jalan nasional 45.592 km,
dengan tepat waktu maka pengguna jalan dapat
artinya hampir 95% dana alokasi infrastruktur jalan
memperoleh rasa aman dan mobilitas yang lebih baik
akan digunakan untuk preservasi jalan. Selain itu,
terhadap pengurangan kemacetan yang diakibatkan
program preservasi jalan nasional dilaksanakan secara
oleh kerusakan jalan maupun program
long segment baru berjalan 2 (dua) tahun, yang
pemeliharaannya, dan yang paling utama adalah
sebelumnya dilaksanakan secara swakelola. Program
mampu memberikan jaminan terhadap perpanjangan
preservasi jalan nasional secara long segment yang
umur jalan.
meliputi pemeliharaan rutin (korektif), pemeliharaan
preventif, rehabilitasi minor dan mayor, serta Menurut AASHTO (Galehouse, et al., 2003),
rekonstruksi dilaksanakan oleh Kontraktor yang pemeliharaan preventif yaitu : “preventive
diawasi langsung oleh Konsultan Supervisi. maintenance is a planned strategy of cost-effective
Berdasarkan pemikiran tersebut maka perlu dilakukan treatments that preserve and maintain or improves a
penelitian terkait evaluasi proses pelaksanaan roadway system and its appurtenances and retard
preservasi jalan nasional secara long segment dengan deterioration, but without substantially increasing
mengambil studi kasus jalan nasional di Provinsi Jawa structural capacity”. FHWA (1999) menyatakan
Timur dan Bali. preservasi perkerasan jalan adalah : “all activities
undertaken to provide and maintain serviceable
roadways, this includes corrective maintenance and
II. LANDASAN TEORI preventive maintenance, as well as minor
Preservasi Jalan rehabilitation projects”. Perbedaan yang sangat
signifikan dari konsep preservasi konstruksi jalan
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 22 Tahun dengan kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan
2009 juga menjelaskan bahwa preservasi jalan meliputi perbaikan sesaat untuk mengatasi terhambatnya fungsi
pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan. Jika jalan adalah pengembalian fungsi dari kondisi eksisting
dilihat beberapa definisi yang sudah berkembang, sistem jaringan jalan dan memperpanjang umur
sebenarnya pengertian preservasi lebih bersifat layanan tetapi tidak berupaya untuk meningkatkan
menjaga kondisi perkerasan jalan yang sudah mantap kapasitas atau kekuatan jalan (Fwa, T.F., 2006).
secara preventif dan remidial agar makin bertambah
umur layanan hingga mencapai umur rencana yang Jenis-jenis kegiatan yang termasuk dalam kategori
ditargetkan. Berkaitan dengan problem definisi preservasi jalan
tersebut, maka Agah dan Rarasati (2010) telah
mendefinisikan preservasi perkerasan menyatakan Berdasarkan telaah terhadap Peraturan Menteri
suatu tindakan proaktif untuk mempertahankan jalan Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011, dapat
pada nilai fungsinya. Penanganan ini diyakini akan ditelaah pengertian tentang berbagai jenis pekerjaan
mampu mengurangi beban biaya, waktu pemeliharaan penanganan jalan yang termasuk dalam kategori
yang membutuhkan waktu penanganannya dan secara kegiatan preservasi jalan meliputi: pemeliharaan rutin,
makro dapat mengurangi kegiatan peningkatan pemeliharaan berkala, peningkatan, rehabilitasi.
perkerasan jalan yang biayanya amat mahal dalam Identifikasi kondisi jalan dan jenis penanganan
satuan meter per segi. Selain itu menurut Agah dan sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 1.

287
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Cakupan Pekerjaan Penanganan Jalan.

Sumber: Peraturan Menteri PU No. 13/PRT/M/2011

III. METODOLOGI PENELITIAN responden yang menjadi bagian dari populasi


sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.
Lokasi, Data Penelitian, dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah kerja Balai
Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya,
Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan cakupan
wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur dan
Bali. Penelitian ini menggunakan data primer
yang diperoleh dari hasil survei wawancara
kepada PPK, Satker PJN, Konsultan Pengawas,
Kontraktor, dan Pakar/Akademisi di Provinsi
Jawa Timur dan Bali. Formulir wawancara yang
digunakan terdiri dari formulir wawancara tingkat
kepentingan dan tingkat penanganan proses
perencanaan, proses procurement, dan proses
pelaksanaan preservasi secara long segment, serta
formulir tingkat capaian kinerja preservasi jalan
secara long segment. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
BBPJN-VIII seperti Data Ruas Jalan yang
ditangani dengan preservasi jalan secara long
segment pada tahun 2015, 2016, dan 2017 serta
data informasi anggaran pada tiap jenis preservasi
jalan nasional di wilayah BBPJN VIII. Adapun
pemetaan tugas dan tanggung jawab dari

288
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2. Matriks pemetaan klasifikasi objek penelitian proses pelaksanaan Preservasi Jalan dan Jembatan
secara Long Segment

Daftar Tugas dan Tanggung Jawab yang terkait Pelaksana Tugas atau Tanggung Jawab
No
Preservasi Jalan secara long segment (Stakeholder)
1 Perencana Program Preservasi Jalan dan Jembatan P2JN, Konsultan Perencana
2 Pengawas pelaksanaan pekerjaan preservasi jalan
Konsultan Pengawas
dan jembatan
3 Pelaksana pekerjaan preservasi jalan dan jembatan Kontraktor
4 Pengendali pekerjaan pelaksanaan preservasi jalan
Satker PJN, dan PPK
dan jembatan
5 Pengamat pelaksanaan preservasi jalan dan
Pakar.akademisi bidang preservasi jalan
jembatan
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel
Jumlah populasi sangat menentukan dalam (pria/wanita, junior/senior, dan
penentuan jumlah responden/sampel, Roscoe sebagainya), ukuran sampel minimum 30
(2006) memberikan acuan umum untuk untuk tiap kategori adalah tepat
menentukan ukuran sampel: Adapun rencana jumlah responden yang menjadi
1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang target survei data primer sebagaimana disajikan
dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan dalam Tabel 3.
penelitian
Tabel 3. Objek penelitian dan Target jumlah responden

KONSULTAN PAKAR/
NO PROVINSI SATKER PPK KONTRAKTOR
PENGAWAS AKADEMISI

1 Jawa Timur 6 24 24 24 5

2 Bali 5 8 8 8 2

11 32 32 32 7
JUMLAH :

131

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kerangka Berpikir Evaluasi Proses Kerangka berpikir evaluasi proses pelaksanaan


Pelaksanaan Preservasi Jalan Nasional secara preservasi jalan nasional secara long segment di
Long Segment Provinsi Jawa Timur dan Bali sebagaimana
disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Evaluasi Proses Preservasi Jalan Nasional secara Long Segment

IV. HASIL PENELITIAN DAN minor jalan secara long segment dapat dilihat
PEMBAHASAN pada Gambar 2.

Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem Hasil Structural Equation Modeling


Pemeliharaan Ruitn Minor Jalan secara Long (SEM) faktor dan indikator yang berkontribusi
Segment terhadap problem pemeliharaan rutin minor jalan
secara long segment menunjukkan bahwa faktor
Estimasi model full structural model tenaga kerja kontraktor berkontribusi/berpengaruh
dilakukan dengan memasukan indikator yang sebesar 31%, faktor tenaga ahli konsultasi
telah diuji dengan Confirmatory Factor Analysis pengawas berkontribusi/berpengaruh sebesar
(CFA). Full structural model akan memberikan 14%, faktor kinerja PPK
hubungan antar faktor yang berkontribusi pada berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%, faktor
problem pemeliharaan rutin minor jalan secara penggunaan material berkontribusi/ berpengaruh
long segment yang telah ditentukan pada SEM. sebesar 7%, faktor peralatan berat
Pemodelan hubungan struktural antar faktor yang berkontribusi/berpengaruh sebesar 0%, faktor
berkontribusi pada problem pemeliharaan rutin peralatan uji mutu berkontribusi/berpengaruh

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sebesar 0%, faktor metode kerja kondisi lingkungan dan lalu lintas di lokasi
berkontribusi/berpengaruh sebesar 5%, faktor berkontribusi/berpengaruh sebesar 15%, dan
kondisi keuangan (biaya) faktor kondisi pemenuhan indikator kinerja
berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%, faktor berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%.

Gambar 2. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pemeliharaan Rutin Minor Jalan secara Long Segment.

kinerja PPK berkontribusi/ berpengaruh sebesar


Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem
11%, faktor penggunaan material
Pemeliharaan Ruitn Kondisi Jalan secara
berkontribusi/berpengaruh sebesar 7%, faktor
Long Segment
peralatan berat berkontribusi/berpengaruh sebesar
Pemodelan hubungan struktural antar faktor yang 6%, faktor peralatan uji mutu
berkontribusi pada problem pemeliharaan rutin berkontribusi/berpengaruh sebesar 5%, faktor
kondisi jalan secara long segment dapat dilihat metode kerja berkontribusi/berpengaruh sebesar
pada Gambar 3. Hasil Structural Equation 6%, faktor kondisi keuangan (biaya)
Modeling (SEM) faktor dan indikator yang berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%, faktor
berkontribusi terhadap problem pemeliharaan kondisi lingkungan dan lalu lintas di lokasi
rutin kondisi jalan secara long segment berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%, dan
menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja faktor kondisi pemenuhan indikator kinerja
kontraktor berkontribusi/berpengaruh sebesar berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%.
22%, faktor tenaga ahli konsultasi pengawas
berkontribusi/berpengaruh sebesar 16%, faktor

291
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pemeliharaan Rutin Kondisi Jalan secara Long Segment.

berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%, faktor


Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem
penggunaan material berkontribusi/berpengaruh
Rehabilitasi Minor Jalan secara Long Segment
sebesar 9%, faktor peralatan berat
Pemodelan hubungan struktural antar faktor yang berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%, faktor
berkontribusi pada problem rehabilitasi minor peralatan uji mutu berkontribusi/berpengaruh
jalan secara long segment dapat dilihat pada sebesar 5%, faktor metode kerja
Gambar 4. Hasil Structural Equation Modeling berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%, faktor
(SEM) faktor dan indikator yang berkontribusi kondisi keuangan (biaya)
terhadap problem rehabilitasi minor jalan secara berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%, faktor
long segment menunjukkan bahwa faktor tenaga kondisi lingkungan dan lalu lintas di lokasi
kerja kontraktor berkontribusi/berpengaruh berkontribusi/berpengaruh sebesar 11%, dan
sebesar 18%, faktor tenaga ahli konsultasi faktor kondisi pemenuhan indikator kinerja
pengawas berkontribusi/berpengaruh sebesar berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%.
14%, faktor kinerja PPK

292
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pelaksanaan Rehabilitasi Minor Jalan secara Long Segment.

berkontribusi sebesar 9%, faktor peralatan uji


Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem
mutu berkontribusi/berpengaruh sebesar 6%,
Rehabilitasi Mayor Jalan secara Long
faktor metode kerja berkontribusi sebesar 8%,
Segment
faktor kondisi keuangan (biaya) berkontribusi
Pemodelan hubungan struktural antar faktor yang sebesar 10%, faktor kondisi lingkungan dan lalu
berkontribusi pada problem rehabilitasi mayor lintas di lokasi berkontribusi sebesar 8%, dan
jalan secara long segment dapat dilihat pada faktor kondisi pemenuhan indikator kinerja
Gambar 5. Hasil Structural Equation Modeling berkontribusi sebesar 9%.
(SEM) faktor dan indikator yang berkontribusi
Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem
terhadap problem rehabilitasi mayor jalan secara
Rehabilitasi Mayor Jalan secara Long
long segment menunjukkan bahwa faktor tenaga
Segment
kerja kontraktor berkontribusi sebesar 19%, faktor
tenaga ahli konsultasi pengawas berkontribusi Pemodelan hubungan struktural antar
sebesar 14%, faktor kinerja PPK berkontribusi faktor yang berkontribusi pada problem
sebesar 8%, faktor penggunaan material rekonstruksi jalan secara long segment dapat
berkontribusi sebesar 9%, faktor peralatan berat dilihat pada Gambar 6.

293
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pelaksanaan Rehabilitasi Mayor Jalan secara Long Segment.

Gambar 6. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pelaksanaan Rekonstruksi Jalan secara Long Segment.

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pemodelan hubungan struktural antar


Hasil Structural Equation Modeling
faktor yang berkontribusi pada problem
(SEM) faktor dan indikator yang berkontribusi
pemeliharaan rutin jembatan secara long segment
terhadap problem rekonstruksi jalan secara long
dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil Structural
segment menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja
Equation Modeling (SEM) faktor dan indikator
kontraktor berkontribusi/berpengaruh sebesar
yang berkontribusi terhadap problem
18%, faktor tenaga ahli konsultasi pengawas
pemeliharaan rutin jembatan secara long segment
berkontribusi/berpengaruh sebesar 14%, faktor
menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja
kinerja PPK berkontribusi/ berpengaruh sebesar
kontraktor berkontribusi/berpengaruh sebesar
8%, faktor penggunaan material
30%, faktor tenaga ahli konsultasi pengawas
berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%, faktor
berkontribusi/berpengaruh sebesar 15%, faktor
peralatan berat berkontribusi/berpengaruh sebesar
kinerja PPK berkontribusi/berpengaruh sebesar
9%, faktor peralatan uji mutu
12%, faktor penggunaan material
berkontribusi/berpengaruh sebesar 7%, faktor
berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%, faktor
metode kerja berkontribusi/berpengaruh sebesar
peralatan berat berkontribusi/berpengaruh sebesar
8%, faktor kondisi keuangan (biaya)
0%, faktor peralatan uji mutu
berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%, faktor
berkontribusi/berpengaruh sebesar 0%, faktor
kondisi lingkungan dan lalu lintas di lokasi
metode kerja berkontribusi/berpengaruh sebesar
berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%, dan faktor
7%, faktor kondisi keuangan (biaya)
kondisi pemenuhan indikator kinerja
berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%, faktor
berkontribusi/berpengaruh sebesar 9%.
kondisi lingkungan dan lalu lintas di lokasi
Kontribusi tiap Faktor terhadap Problem berkontribusi/berpengaruh sebesar 10%, dan
Pemeliharaan Rutin Jembatan secara Long faktor kondisi pemenuhan indikator kinerja
Segment berkontribusi/berpengaruh sebesar 8%.

Gambar 7. Structural Equation Modeling (SEM) Faktor dan Indikator yang Berkontribusi pada Problem
Pemeliharaan Rutin Jembatan secara Long Segment.

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Long Segment dengan menggunakan software


Kinerja (Performance) Proses Pelaksanaan SPSS untuk menguji normalitas dan validitas data
Preservasi Jalan Nasional secara long segment serta mendapatkan nilai mean. Hasil uji yang
di Provinsi Jawa Timur dan Bali menjadi acuan normalitas data adalah hasil uji
Kolmogorov-Smirnov. Adapun hasil uji statistik
Evaluasi kinerja (performance) keseluruhan
dengan software SPSS berupa hasil uji normalitas
proses pelaksanaan preservasi jalan dan jembatan dan validitas yang juga terdapat nilai mean untuk
secara long segment melalui tahapan uji statistik data kinerja keseluruhan proses pelaksanaan
terhadap data hasil pengisian Formulir survei:
preservasi jalan dan jembatan secara long
Kinerja Preservasi Jalan dan Jembatan secara
segment sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji normalitas, validitas dan nilai mean data proses preservasi jalan nasional secara long
segment di Jawa Timur dan Bali
Tests of Normality Case Processing
Kolmogorov-Smirnova Summary
Statistic df Sig. Mean
*
Pemeliharaan rutin minor ,155 105 ,344 57
*
Pemeliharaan rutin kondisi ,184 105 ,389 50
*
Rehabilitasi minor ,173 105 ,465 80
*
Rehabilitasi mayor ,262 105 ,421 67
*
Rekonstruksi ,233 105 ,306 70
*
Pelebaran menuju standar ,281 105 ,508 64
*
Pemeliharaan rutin jembatan ,274 105 ,319 60
*, This is a lower bound of true significance
a. Lilliefors Significance Correction
tingkat capaian kinerja proses pelaksanaan
Berdasarkan hasil uji statistik sebagaimana telah preservasi jalan dan jembatan secara long
disajikan dalam Tabel 4, selanjutnya dilakukan segment sebesar 60,26% (60%-80% dalam
perhitungan nilai capaian kinerja dengan kategori medium (cukup memadai). Namun
mengalikan nilai mean (nilai kinerja) tiap faktor demikian, nilai kinerja preservasi jalan nasional
(variabel) pada evaluasi keseluruhan proses pada tiap jenis kegiatan, masih terdapat jenis
preservasi jalan dan jembatan secara long segmen kegiatan dengan nilai yang rendah (dalam
di Provinsi Jawa Timur dan Bali dengan nilai kategori kurang memadai) yaitu Performance
bobot kontribusi tiap faktor yang merupakan hasil Pemeliharaan rutin kondisi dengan nilai kinerja
analisis SEM. Hasil tabulasi nilai kinerja sebesar 49,98; Performance pemeliharaan rutin
keseluruhan proses preservasi jalan nasional minor yaitu sebesar 56,9. Artinya proses
secara long segment di provinsi Jawa Timur dan pelaksanaan preservasi jalan nasional perlu
Bali sebagaimana disajikan dalam Gambar 8. ditingkatkan terutama terkait : rendahnya capaian
kinerja pemeliharaan rutin (minor dan kondisi);
Hasil evaluasi capaian kinerja proses preservasi rendahnya capaian kinerja pelebaran jalan menuju
jalan nasional sebagaimana disajikan dalam
standar dan pemeliharaan rutin jembatan.
Gambar 8 menunjukkan bahwa cecara umum

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 8. Nilai capaian kinerja keseluruhan proses preservasi jalan nasional secara long segment di
Provinsi Jawa Timur dan Bali

pelebaran jalan menuju standar, dan


V. KESIMPULAN pemeliharaan rutin jembatan.
1. Proses pelaksanaan preservasi Jalan secara 4. Jika ditinjau pada tiap jenis capaian kinerja
long segment sangat dipengaruhi kontribusi : proses pelaksanaan proyek preservasi, masih
14,0% problem pemeliharaan rutin minor + jenis preservasi yang kinerjanya dalam
31,0% problem pemeliharaan rutin kondisi + kategori “poor” (nilai < 60%), yaitu:
7,0% problem rehabilitasi minor + 16,0% a) Tingkat capaian kinerja pemeliharaan
problem rehabilitasi mayor + 8,0% problem rutin minor jalan sebesar 56,9%
rekonstruksi + 9,0% problem pelebaran (<60,0%) dalam kategori poor (kurang
menuju standar + 15,0% problem memadai), terutama terkait: problem
pemeliharaan rutin jembatan. lingkungan dan kesulitan pengaturan
2. Secara umum tingkat capaian kinerja proses volume lalu lintas pada saat
pelaksanaan paket proyek preservasi Jalan pelaksanaan pekerjaan, &
secara long segment sebesar 60,26% (< ketidaktepatan penempatan tenaga kerja
60,0%) (berada pada rentang 61,0%-80,0%) kontraktor dan tenaga ahli konsultan
dalam kategori medium (cukup memadai) b) Tingkat capaian kinerja pemeliharaan
3. Jika ditinjau pada tiap jenis capaian kinerja rutin kondisi jalan sebesar 49,98%
proses pelaksanaan proyek preservasi, jenis (<60,0%) dalam kategori poor (kurang
preservasi yang kinerjanya dalam kategori memadai), terutama terkait:
“good” (nilai > 80%), yaitu rehabilitasi ketidaktepatan penempatan tenaga kerja
minor jalan; dan jenis preservasi yang kontraktor dan tenaga ahli konsultan;
kinerjanya dalam kategori “medium atau keterlambatan pendatangan material;
cukup memadai” (nilai 60,0% - 80,0%) yaitu penyimpangan metode kerja; problem
rehabilitasi mayor jalan, rekonstruksi, lingkungan dan kesulitan pengaturan
volume lalu lintas pada saat

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

pelaksanaan pekerjaan, dan sangat Federal Highway Administration (FHWA), 1999,


rendahnya HPP. Geotechnical Engineering Circular No. 4 -
VI. SARAN Ground Anchors and Anchored Systems ,
FHWA-IF-99-015, United States
1. Direktorat Preservasi sebagai instansi yang Department of Transportation
berwenang perlu melakukan penyempurnaan Kementerian Pekerjaan Umum, 2011, Peraturan
dan perbaikan terkait persyaratan kualifikasi Menteri Pekerjaan Umum Nomor
tenaga kerja Kontraktor, misal: tenaga kerja 13/PRT/M/2011 tentang Pemeliharaan
lulus pendidikan kompetensi keterampilan jalan dan Penilikan Jalan, Jakarta.
pekerjaan pemeliharaan jalan dan jembatan Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-
yang diaselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Bidang Konstruksi Jalan dan Jembatan Jalan, Jakarta
sesuai tuntutan UU 2/2017. Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Undang-
2. Direktorat Preservasi dan BBPJN VIII perlu Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
melakukan sosialisasi terkait preservasi jalan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta
secara long segmen yang lebih intens
terhadap tenaga kerja kontraktor, karena
selama ini sosialisasi cenderung kepada PPK
dan Satker
3. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi perlu
meningkatkan jumlah pelatihan untuk
perbaikan keterampilan tenaga kerja
Preservasi Jalan Nasional secara long
segment.
4. Penelitian evaluasi preservasi jalan nasional
secara long segment perlu dilaksanakan
secara nasional agar dapat dijadikan dasar
pengambilan kebijakan yang tepat untuk
perbaikan preservasi jalan nasional secara
long segment di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO (Galehouse, et al., 2003), Preventive


maintenance concept, (Seal Coat and
Surface Treatment Manual. 2003).
Washington, D.C.
Agah Heddy Rohandi dan Rarasati Ayomi Dita
(2010), Pemeliharaan dan. Perbaikan
Konstruksi Jalan Lentur, Penerbit Yayasan
Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Fwa, T F and G. P. Ong, 2006, "Transverse
Pavement Grooving against Hydroplaning:
Design". ASCE Journal of Transportation
Engineering, 132, No. 6: 449-457.
Fwa, T., F., 2009, Multi objective Optimization
for Pavement Maintenance Programming,
Journal of Transportation Engineering,
Volume 126, Number 5: 367-374,
American Society of Civil Engineers
(ASCE).

298
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IDENTIFIKASI SERTA PENGALAMAN PRAKTIS PENANGANAN


KELONGSORAN BADAN JALAN PADA TANAH PROBLEMATIK
(CLAY-SHALES)
Muhrozi1, S.P.R. Wardani1 * & Kresno Wikan S2
1
HPJI dan Universitas Diponegoro, Semarang
2
Universitas Diponegoro, Semarang
* wardani_spr@yahoo.com

Abstrak. Permasalahan geoteknik terhadap badan jalan sering terjadi diatas tanah problematik seperti: tanah
lunak/gambut, tanah ekpasif, batuan clay-shale dan batuan/tanah mengandung unsur Natrium (Na) cukup tinggi. Dari
pengamatan lapangan menunjukkan hampir semua gawir, kekar, graben dan scarp merupakan batas atau interface
antara Cekungan Air Tanah (CAT) dan Non-CAT. Analisis stabilitas galian atau timbunan tinggi pada interface daerah
Non-CAT dan CAT perlu dianalisis secara komprehensif antar disiplin ilmu, untuk menentukan parameter tanah dasar
atau batuan dasar secara representatif. Sehingga dalam melakukan analisis galian atau timbunan tinggi perlu
memperhatikan kondisi: topografi, geologi, hidrologi, foto udara, mekanika tanah, geoteknik, kimia tanah, mineralogi
tanah, tata guna lahan dan sejarah masa lampau. Dengan memahami kondisi dan perilaku alam secara baik dilokasi
rencana galian atau timbunan tinggi, maka disain dapat diaplikasikan langsung dilapangan tanpa ada perubahan disain.
Kelongsoran yang sering terjadi pada badan jalan existing dan pengalaman pembangunan ruas jalan Tol Semarang-
Bawen yang terletak pada interface daerah Non-CAT dengan CAT dapat digunakan sebagai studi kasus permasalahan
galian atau timbunan tinggi yang cukup komplek. Secara topografi jalan tol Semarang-Bawen terletak pada lereng
cukup terjal, melewati beberapa gawir besar, sungai terjal dan bukit terpisah dengan induknya, serta beberapa mata air
di dasar gawir.

Kata kunci: kelongsoran, clay shale, tanah problematic, CAT, Non-CAT

Abstract. Geotechnical problems with road contruction often occur on problematic soils such as: soft soil/peat,
expansive, clay-shale rocks and rocks / soils containing high sodium (Na) elements. From field observations shows that
almost all of the escarpments, graben and scarp are in the boundaries or interfaces between the ground water basin
and non – ground water basin. The analysis of the cut stability or high embankment stability analysis aquifer and non
aquifer area interfaces needs to be comprehensively analyzed between disciplines, to determine the basic soil or
bedrock parameters in a representative manner. So, in conducting a high pit analysis or need to consider the
conditions: topography, geology, hydrology, aerial photography, soil mechanics, geotechnical, soil chemistry, soil
mineralogy, land use and historical past. By understanding the condition and behavior of nature well in the location of
the excavation plan or high embankment, then the design can be applied directly in the field without any design
changes. The frequent slump in existing road contruction and experience of Semarang-Bawen toll road development
located on non – ground water basin area interface with ground water basin can be used for case study of the problem
of excavation or high embankment which is quite complex. Topographically Semarang-Bawen toll road is located on a
fairly steep slope, passing through several large escarpments, steep river and old landslide, as well as some springs at
the base of escarpment.

Key Words: landslide, clay shale, problematic soil, ground water basin, non – ground water basin.

299
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1. Pendahuluan Gambar 1. Peta Rawan Pergerakan Tanah Jawa Tengah


Permasalahan geoteknik pada konstruksi jalan dan (Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral)
jembatan di Indonesia pada akhir-akhir ini disebabkan
oleh keterbatasan lahan dengan kondisi geoteknik yang
stabil, sehingga daerah yang tidak stabil terpaksa harus 2. Pengaruh Kondisi Topografi Dalam Untuk Trase
digunakan untuk trase jalan. Sebagian besar kegagalan Jalan
geoteknik disebabkan karena para pelaku kurang Dari peta topografi sebenarnya dapat memberikan
gambaran mengenai gawir, kemiringan relief permukaan
mengerti permasalahan sifat tanah bersangkutan, terlalu
tanah, kerapatan sungai, pola aliran sungai, ketinggian
minimnya data tanah masa perencanaan. dan bentuk morfologi sepanjang ruas jalan. Dari peta
Kegagalan timbunan pada struktur abutment topografi dapat ditafsirkan tingkat erosi tanah dasar dan
banyak terjadi pada tanah problematik, seperti: tinggi tingkat kerawanan longsoran, dengan melihat kerapatan
timbunan kritis (Hcr) terlampaui pada lempung lunak kontur dan gawir-gawir yang terbentuk, sehingga dapat
atau tanah gambut, adanya efek slumping pada tanah didiperkirakan apakah daerah tersebut pernah terjadi
ekpansif, tanah mengalami degradasi terutama pada kelongsoran dan kemungkinan terjadi longsoran bila
batuan clayshale yang mengalami proses pelapukan, diberi beban atau timbunan tinggi.
Sebagai contoh ruas jalan tol Semarang-Bawen,
tanah yang mengandung unsur kimia Na atau Al bersifat
secara umum kondisi topografi berupa perbukitan,
sensitif terhadap air, tanah lunak yang masih mengalami sebagian besar kondisi lereng cukup curam dan sebagian
konsolidasi cukup besar dan adanya aliran air tanah atau kecil kondisi lereng cukup landai. Ruas jalan tol
seepage akibat perubahan lingkungan. Semarang - Bawen melewati daerah dengan morfologi
Dari pengamatan lapangan menunjukkan hampir berbukitan dengan lereng cukup terjal, sehingga
semua gawir, kekar, graben dan scarp, merupakan dibeberapa lokasi terdapat lereng-lereng sangat curam
daerah/lokasi atau area yang berbatasan antara interface dan memerlukan timbunan serta galian badan jalan sangat
tinggi.
Cekungan Air Tanah (CAT) dengan Non-CAT. Analisis
Hampir semua kondisi torografi tanah dasar untuk
stabilitas timbunan tinggi pada interface daerah Non- timbunan tinggi berkontur miring, baik kearah melintang
CAT dan CAT perlu dianalisis secara komprehensif antar dan memanjang ruas jalan. Dari pengalaman dilapangan
disiplin ilmu, karena sangat menentukan parameter tanah yang dialami menunjukkan kegagalan timbunan yang
dasar atau batuan dasar dibawah recana timbunan. terjadi dapat di-identifikasi sebagai berikut:
Pada umumnya daerah Non-CAT didominasi oleh a. Pada umumnya lereng yang curam (batuan
batuan sediment laut, batuan schist dan mud-stone yang vulkanik), terdapat mata air pada kontak lapisan
bersifat impermeable. Sedangkan daerah (Cekungan Air colluvium dengan batuan dasar berupa clay-shale
Tanah) CAT didominasi oleh batuan transport, batuan yang bersifat impermeable.
volcanic (gunung api), batuan breksi, dan sejenisnya yang b. Bila terdapat gawir cukup curam maka sering
bersifat permeable. muncul mata air pada bidang kontak batuan
Mengacu peta rawan pergerakan tanah secara volcanic atau batuan tranport dengan batuan dasar
makro di Provinsi Jawa Tengah yang dikeluarkan Dinas berupa clay-shale.
ESDM Prop. Jateng dapat dilihat pada Gambar 1. Secara
umum lokasi gerakan tanah tinggi terletak di wilayah
tengah Jawa dan perlu di-detailkan yang lebih jelas.

Jalur

Gambar 2. Kondisi Topografi Longsoran Ciregol (Jl.


Nasional Prupuk –
Bumiayu) (Google Earth)

Gambar 2 menunjukkan kondisi topografi longsoran


Ciregol pada ruas Prupuk – Bumiayu, yang mana trase
jalan terletek pada punggung bukit dan diapit oleh dua

300
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sungai (K. Pedes dan K. Glagah), secara umum kondisi


topografi berupa perbukitan dan sebagian besar kondisi Gambar 4. Peta Geologi Teknik sekitar Jembatan
lereng cukup curam, karena sebelah kanan dan kiri Penggaron (Sadikun, 2011)
terdapat tikungan luar sungai yang didukung oleh jenis
tanah permukaan berupa material lepas/pasir dan batuan
dasar berupa batuan serpih, maka lambat laun lereng yang Batu lempung lunak (weak/soft rock) umumnya
ada menjadi tidak stabil. sangat sensitif terhadap perubahan, kondisi alamiahnya,
sehingga seringkali dijumpai dalam kondisi sangat
terkekarkan atau bahkan hancur menyerpih. Sifat ini
3. Kondisi Geologi umumnya dikenal sebagai low durable atau high slaking
Peta geologi pada rencana jalur jalan baru atau (mudah pecah atau dis-integrasi). Kondisi ini akan
jalan eksisting sangat diperlukan untuk evaluasi beberapa diperburuk apabila batu lempung tersebut mengandung
permasalahan yang mungkin terjadi, seperti: ada tidaknya unsur kimia Na, jenis mineral lempung ekspansif
sesar, mengetahui dan memahami akan sifat-sifat jenis (swelling clays) atau mengandung mineral
batuan dasar akibat adanya cutting dan timbunan yang montmorilonite. Indikasi lapangan terkait hal ini dapat
akan direncankan. Secara umum terdapat 3 (tiga) jenis terlihat dari mudahnya lereng-lereng batu-lempung ini
batuan yang terdapat diseluruh area longsor (tanah mengalami erosi, baik erosi permukaan maupun erosi alur
bermasalah), yaitu batuan breksi vulkanik, batuan hingga parit (rill to gully erosions).
transpor dan batu lempung atau clay-shale atau formasi
Kerek, sebagian peta geologi pada ruas jalan tol
Semarang-Bawen yang ditampilkan pada Gambar 3 dan
peta geologi teknik sekitar jembatan Penggaron
ditampilkan pada Gambar 4.

Formasi Kaligetas
(Qb/Qpkg).
Formasi
Kerek Tm/Tmk)
Qb dan Tm
Berada di antara
zona sesar dan
zona tidak stabil
terhadap kejadian
longsoran

Gambar 3. Sebagian Kondisi Geologi Jalan Tol


Semarang – Bawen (Thanden et al., 1996)

Formasi Kaligetas (Qb/Qpkg) terdiri dari breksi


vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufan, dan batu
lempung, dengan pelapukan berwarna coklat kemerahan
dan seringkali membentuk bongkah-bongkah besar.
Formasi Kerek (Tm/Tmk) terdiri dari perselingan
batupasir napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi
vulkanik, dan batu lempung

301
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Secara stratigrafi, breksi vulkanik berada di atas


batu lempung, kondisi inilah yang diperkirakan
mengontrol proses terbentuknya tanah longsor. Batu
lempung yang bersifat lebih lunak dan kedap
(impermeable), sangat berpotensi menjadi bidang gelincir
(sliding surface) tanah longsor yang terjadi.
Batu lempung umumnya didapati dalam kondisi
lapuk kuat (highly weathered rock) hingga lapuk
sempurna, dengan tanah residual berwarna relatif coklat
kekuningan dibagian atasnya.
Lokasi longsoran di Ciregol terdiri dari Lava
Gunung Slamet tak-terurai (Qvs): Breksi gunungapi, lava
dan tuf dan sebarannya membentuk dataran dan
perbukitan. Formasi Kaliglagah (Tpk): batu lempung,
napal, batu pasir dan konglomerat di beberapa tempat
lensa lignit setebal 10-100 cm. Endapan Lahar Gunung
Slamet (Qls): lahar dengan bongkahan batuan gunungapi Gambar 5. Contoh Batu Lempung/Clayshale
bersusun andesit-basal, bergaris tengah 10-50 cm; Menyerpih & Proses Pelapukan batuan
dihasilkan oleh Gunung Slamet Tua. Sebarannya meliputi (Dokumentasi Pribadi)
daerah datar. Formasi Linggopodo (Qpl): breksi
gunungapi, tuf dan lahar; diduga hasil kegiatan Gunung Dari hasil uji sondir dan boring, dapat ditentukan
Slamet Tua atau Gunung Copet. Formasi Mengger stratifikasi lapisan tanah. Dari sini akan diketahui
(Qpm): Tuf kelabu muda dan batu pasir tufaan, stratifikasi lapisan batuan clayshale apakah berbentuk
bersisipan konglomerat dan batu pasir magnetit. Tebalnya datar atau berbentuk miring. Pada umumnya untuk
sekitar 150m (Sadikun, 2011). lapisan batuan clayshale berbentuk datar relatif mudah
untuk diatasi dibanding batuan clayshale berbentuk
4. Kondisi Geoteknik miring, terlebih bila batuan clayshale tersebut kontak
Umumnya breksi vulkanik berada di atas batu dengan batuan volcanic yang bersifat permeable.
lempung, didaerah tertentu terdapat beberapa singkapan Daerah yang mengalami masalah longsoran badan
batu lempung pada elevasi yang relatif sama dengan jalan pada umumnya didaerah perbukitan, yang mana
keberadaan breksi vulkanik. Karena kondisi ini dijumpai lapisan bagian atas berupa batuan colluvium bersifat
di area tanah longsor, maka berbagai kemungkinan bisa permeable dan dibawahnya terdapat batu lempung
mengakibatkan mengapa kondisi tersebut bisa terbentuk. (clayshale) yang bersifat impermeabel. Kondisi seperti ini
Batuan atau clayshale yang telah mengalami rekahan penulis menganggap timbunan badan jalan yang tertelak
intensif ini nilai N-SPT sangat bervariasi, umumnya < 50, pada interface daerah CAT (permeable) dan Non-CAT
sedangkan sebelum rekahan terbentuk hingga saat (impermeable) akan mudah mengalami longsoran, karena
rekahan mulai terbentuk nilai N-SPT sangat baik (> 50 sudah terkontrol oleh bidang longsor lama (purba) dan
atau bahkan lebih). Nilai resistivitas batu lempung terjadi penurunan kuat geser tanah pada batuan
terkekarkan bervariasi, dan umumnya masih > 3.0 problematik, seperti terjadi di Ciregol pada ruas Prupuk-
Ohm.m, sedangkan batu lempung yang relatif masif nilai Purwokerto.
resistivitas berkisar 0.0-3.0 Ohm.m, contoh clayshale
(batu lempung) dan proses rekahan clayshale dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 6. Grafik Inclinomter dan Kedalaman Bidang


Sliding Longsoran Ciregol (Muhrozi, 2015)

Hasil pengukuran inclinometer untuk longsoran


Ciregol terdapat pada kedalaman -23.50 m (Gambar 6)
Jika dilihat dari hasil stratifikasi, pergeseran terjadi pada

302
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

lapisan pasir lanauan lepas, warna abu-abu dengan penyelidikan gerakan-tanah. Dari penafsiran tersebut
konsistensi padat setebal 1-4 m. Lapisan pasir lanauan ini akan diperoleh sebaran, jenis, tempat gerakan tanah dan
bersifat permeable dan lapisan dibawahnya berupa Batu potensinya yang akan membahayakan bangunan
Lempung sangat keras. diatasnya.
5. Hidrogeologi Sebagai contoh di lokasi Sta. 5+600 yang
Secara hidrogeologi, unit terbesar dengan suatu ditampilkan pada Gambar 8, dari foto udara dapat
batas tertentu disebut sebagai cekungan air tanah atau diprediksikan alur-alur pergerakan tanah, arah gawir dan
CAT (groundwater basin), yang menunjukkan suatu barang tentu data lain juga diketahui dari penafsiran foto
cekungan deposit (sedimentary basin). Cekungan deposit udara, misalnya: jenis batuan, struktur geologi, tingkat
adalah suatu daerah dimana pengendapan telah terjadi erosi, dan pola pematusan air permukaan dan air bawah
terus menerus untuk suatu periode waktu tertentu, dan tanah.
terbentuk dari akumulasi lapisan-lapisan yang tebal.
Karakteristik daerah CAT antara lain: berada di
daratan dengan hamparan dapat sampai di bawah dasar
laut, aquifer (wadah air) dan aquitard memanjang secara
vertikal dan horizontal dengan batas tertentu, batas
vertikal suatu aquifer ditentukan oleh kondisi
stratigraphy dan geohistoric lapisan batuan dan batas
horisontal dikontrol berdasarkan sedimentary dan
geostructural lapisan-lapisan tersebut. Secara
hidrogeologi, unit terbesar dengan suatu batas tertentu
disebut sebagai cekungan air tanah (groundwater basin),
yang menunjukkan suatu cekungan deposit (sedimentary
basin). Cekungan deposit adalah suatu daerah di mana
pengendapan telah terjadi secara terus menerus untuk
suatu periode waktu tertentu, dan terbentuk dari
akumulasi lapisan-lapisan yang tebal.
Mengacu pada definisi CAT maka Daerah Bukan
CAT (Non-CAT) adalah wilayah yang mempunyai batas
hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologis
dan/atau kondisi hidraulik air tanah. Mempunyai daerah
imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu
sistem pembentukan air tanah dan memiliki satu kesatuan
sistem aquifer.
Gambar 7. menunjukkan kondisi penampang
geologi, daerah yang terletak pada interface CAT dengan
Non-CAT, tepatnya didaerah Susukan (Sta. 5+500 sd Sta.
6+500), dimana sebelah kiri badan jalan terdapat aliran
air keluar dari daerah CAT (lapisan colluvium) dan Gambar 8. Foto Udara (longsoran daerah clay shale)
tertahan oleh lapisan Non-CAT atau lapisan clay shale (Google Earth)
sehingga bidang gelincir terkontrol pada interface CAT
dan non-CAT, yang menyebabkan pergerakan atau
kelongsoran timbunan tanah. 7. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan jenis
tanah dapat menjadi faktor penyebab terjadinya gerakan
tanah pada badan jalan. Sebagai contoh: perubahan lahan
dari perkebunan masyarakat/pohon keras pada tanah
Batuan Breksi
clayshale yang bersifat impermeable menjadi daerah
permukiman, kolam, atau yang sejenis dapat memicu
pergerakan tanah dibagian bawah. Sebagai contoh
Batuan Lempung disekitar Sta. 4+500 pada awal perencanaan tidak ada
perumahan dan pada saat pelaksanaan banyak
Gambar 7. Daerah Interface CAT dengan Non-CAT perumahan, kondisi ini dapat mempengaruhi kondisi geo-
(Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2008) hidrologi karena muka air tanah menjadi lebih tinggi dan
gaya pendorong semakin besar yang berakibat terhadap
kelongsoran timbunan badan jalan, untuk jelasnya lihat
6. Foto Udara Gambar 9.
Foto udara yang tersedia dapat digunakan untuk
penafsirannya dan menghasilkan data untuk menentukan

303
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 10. Diagram Curah Hujan (Departemen


Energi dan Sumberdaya Mineral, 2008)

Tampak dari diagram diatas bahwa saat


pelaksanaan proyek terutama pada tahun 2010,
merupakan tahun dimana hujan tetap turun pada musim
kemarau. Kondisi ini mengakibatkan kondisi tanah
menjadi relatif jenuh. Pada tanah residual dengan
karakteristik unsaturated (tak jenuh), dimana terdapat
peningkatan tegangan geser karena adanya suction
(negative pore pressure) maka kondisi jenuh tersebut
akan mengurangi tegangan geser tanah.

9. Pembahasan Longsoran Dilapangan


Google-Earth 2007 Google-Earth 2010
9.1. Longsoran Pawedan (Jalan Provinsi) KM.BMS.
644+650 Banjarnegara
Longsoran di Pawedan tanggal 9 Pebruari 2018
pada ruas jalan Provinsi Banjarnegara-Wanayasa Km
Bms. 64+650 s/d 64+875 cukup luas, dengan panjang
jalan yang tertimbun material longsoran sekitar 105.0 m,
sementara jalan yang putus total sepanjang ± 200 m,
estimasi luas area longsoran 22.050 m2, volume material
longsoran berkisar 66.150 m3. Penyebab kelongsoran
adalah: lapisan tanah berupa colluvium dan tufa bersifat
permeable dan dibawahnya terdapat lapisan clay shale
yang bersifat impermeable, dan dipicu adanya
penambangan batu dibagian diatas longsoran dan hujan
deras beberapa hari. Sampai saat ini belum ada
Gambar 9. Kondisi perubahan lahan (rumah dibagian penanganan permanen karena longsoran dilokasi ini
atas timbunan semakin banyak) (Google Earth) adalah lintas instansi.

8. Curah Hujan
Air hujan yang meresap ke dalam tanah akan
menurunkan kuat geser tanah dan batuan, serta dapat
menyebabkan terjadinya longsoran badan jalan.
Longsoran banyak terjadi pada musim hujan, sebagai
contoh pada Gambar 10 memperlihatkan hubungan antara
intensitas hujan dari tahun 1993 – 2011, kondisi curah
hujan sangat berpengaruh terdadap nilai (ru) dalam
perencanaan stabilitas timbunan.

304
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

subdrain diharapkan dapat mematuskan air tanah secara


baik. Setelah berlangsung lebih dari 1 tahun terjadi
longsoran yang disebabkan oleh pelunakan tanah dasar
akibat pematusan sub-drain yang tersumbat oleh lahan
masyarakat dan jalan pedesaan dibagian bawah
9.2. Longsoran Jalan Provinsi di Salem Brebes Km. timbunan/ditinggikan sehingga air dalam subdrain tidak
Pkl 131+400 - 132+000 dapat mengalir (lihat Gambar 12).
Terjadi longsoran di Pasir Panjang Salem Brebes Dengan berbagai analisis, maka perbaikan
tanggal 22 Pebruari 2018 pada ruas Jalan Provinsi longsoran di Sta. 4+500 menggunakan counter weight
Bandungsari – Salem, mengakibatkan terputusnya Jalan bronjong dengan mini pile, perbaikan sistim subdrain
Provinsi sepanjang ± 600 m dan menghanyutkan sebuah yang rusak dan penggantian bahan timbunan dengan soil
jembatan (Jembatan Ciampang/Lio III) dengan bentang cement dibagian lereng timbunan. Gambar 13
lebar 3,80m dan panjang 10,60 m, longsoran pada lokasi menunjukkan kelongsoran timbunan tinggi akibat air
ini sangat luas dengan terdapat beberapa titik rekahan dalam subdrain terjebak yang disebabkan oleh lahan
tanah (daerah kritis) disekitar gunung Larang (km. Pkl masarakat dibagian bawah ditimbun ditinggikan dan air
158+600) pada ruas Bumiayu-Salem, perhatikan Gambar tanah mengalir dengan baik setelah subdrain diturunkan
12. Karena masih sering terjadinya pergerakan tanah dan dan diberi counterweight.
masih ada proses pencarian korban longsoran maka
belum bisa melakukan penanganan sementara
Untuk penanganan Permanen DPU BMCK Prov.
Jateng Meminta bantuan dari PUSJATAN Kemen PUPR
untuk memberikan data kajian teknis serta anggaran.
mengingat luasan longsoran sangat luas dan perlu
melibatkan antar departemen, maka sebaiknya
dilimpahkan ke BNPB (Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Jawa Tengah, 2017)

Jembatan
Ciampang/Lio III
Jalan Provinsi
Bandungsari – Salem

Gambar 11. Kondisi longsoran Salem Brebes Km. Pkl


131+400 – 132+000 (Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Jawa Tengah, 2017)

9.3. Penanganan Longsoran Timbunan di Sta. 4+500


Perencanaan awal tinggi timbunan 22,0 m dengan
kemiringan lereng 1:2, hasil analisis awal FK > 1,70,
karena pada dasar timbunan banyak mata air maka
seluruh bagian dasar diberi subdrain setebal 1,0 m,

305
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 13. Kondisi Longsoran dan Setelah Longsor Air Mengalir deng
(Dokumentasi Pribadi)

9.2. Penanganan Longsoran Timbunan Tinggi (Sta.


5+500 – 6+100)
Perencanaan awal tinggi timbunan didaerah gawir
antara 15,0 s/d 25,0 m, dengan kemiringan lereng
timbunan 1V:2H. tanpa perkuatan didapat nilai FK >
1,50, mengingat pada dasar timbunan terdapat lapisan
clay-shale miring maka diperkuat dengan bore pile L =
15 m -19 m karena lapisan clay shale keras terletak -6,0
s/d -8.0 m dari dasar timbunan. Pada waktu ditimbun
setinggi ± 15,0 m terjadi retak sehingga diperkuat dengan
bore pile L = 25 – 28 m dan setelah mencapai timbunan
final setinggi 22-25 m terjadi retak dan diputuskan
dipotong sedalam 7,0 m, hasil analisis stabilitas timbunan
didapat nilai FK = 1,08 dan pada waktu pengurangan
beban pengamatan inclinometer berbalik (pergerakan
berkurang).
Hasil pengamatan lapangan disebalah barat
rencana trase jalan Sta. 5+500 – 6+100 terdapat gawir
sangat besar dan tinggi, dibagian dasar gawir terdapat 4
mata air yang perlu dikelola secara baik. Hal yang
menarik dari hasil pengukuran inclinometer dilokasi ini
Gambar 12. Stratifikasi Tanah, Bidang longsor, counter adalah terjadi perubahan kedalaman bidang gelincir dari -
weight dan pemasangan sub drain di Sta. 4+500 (Raharjo, 8,0 m menjadi -20,5 m, hasil analisis ahli Geologi
2011b) peristiwa ini disebabkan tanah dasar pernah mengalami
longsoran besar (longsoran purba) sehingga mahkota
bidang sliding cukup dalam, untuk jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 14 (Muhrozi, 2016).

Gambar 14. Daerah Gawir, Bidang Patahan 1974 dan


Aliran Air dari Sub-drain Penangan Akhir (Google Earth)

Untuk meningkatkan faktor keamanan (FK > 1,4)


atau penanganan permanen diperlukan tambahan bor pile
diameter 1,50 m, jarak tiap 3,0 m dan kedalaman 45 m
serta pemasangan ground anchor, dipasang dibagian atas

306
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

timbunan. Karena aliran air dari horizontal drain dibawah


timbunan mengalir dengan baik dan hasil pengamatan
inclinometer pergerakan relative kecil < 2,0 cm maka
ground anchor tidak dipasang, Penanganan akhir
longsoran dan penurunan timbunan ditampilkan pada Setelah satu tahun selesai pelaksanaan, terjadi
Gambar 15. pergerakan pada pilar P-2 sampai P-6 akibat bukit
sebelah barat bergerak ke arah tenggara, dari hasil
pemantauan inclinometer kedalaman bidang gelincir -
6,50 m sampai -14,50 m. Upaya penanganan darurat
akibat pergerakan bukit adalah mengeluarkan air dibawah
batuan breksi tuffan dengan horizontal drain, seiring
dengan mendekati musim kemarau pergerakan bukit
relatif berhenti, lihat Gambar 18.

Gambar 15. Penanganan akhir longsoran pada gawir 


penurunan timbunan dan bore pile L = 45 m (Muhrozi,
2016).

9.3. Penanganan Gerakan Pilar Jembatan Penggaron


(Sta.8+850 – 8+800) Gambar 17. Pengurangan pergerakan bukit dengan
Jembatan Penggaron terdiri dari 10 bentang mengeluarkan air tanah
dengan panjang bentang @ 41,0 m, tanah penutup (horizontal drain) (Dokumentasi Pribadi)
merupakan batuan breksi tuffan dan dibawahnya terdapat
batuan lempung (clay shale) dengan nilai N-SPT > 60 Hasil analisis team desain, dengan memotong
dari permukaan tanah sehingga cukup digunakan bore bukit sedalam ±12,0 m nilai FK > 1,28 dan untuk
pile diameter 1,0 m dan panjang 15 - 30 m, untuk lebih meningkatkan FK>1,50 diperlukan perkuatan bore pile
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 17. Perencanaan bore dengan jumlah 16,0 buah/pier, diameter 1,50 m dan L =
pile konstruksi pilar dan abutment tidak 35,0 m.
memperhitungkan terhadap gerakan bukit sebelah barat
jembatan/arah melintang atau arah memanjang, yang
tertumpu oleh batuan dasar berupa batu lempung
(clayshale) dengan bidang miring kearah tenggara.

307
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 16. Penanganan Akhir Longsoran pada Gawir


 Penurunan Timbunan dan Bore Pile L = 45 m
(Raharjo, 2011a) Dari uji boring setelah runtuh, menunjukkan pada
interface timbunan terjadi pelunakan tanah timbunan
9.4. Penanganan Longsoran Timbunan Tinggi (40,0 (ML) dan dibawahnya terdapat lapisan clayshale
m) di Sta.13+150 – 13+350. mengalami pelapukan sempurna. Konsep penanganan
Lokasi timbunan tinggi di Sta. 13+150 – 13+350 longsoran ini dengan sistem counter weight, menggali
sebelah kiri berupa lembah dan sebelah kanan berupa lapisan clay shale lunak, penggantian material porous dan
bukit dengan lereng terjal, penyelidikan tanah dilakukan membuat sub drain, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
di center line jalan berupa tanah lanau kepasiran kaku pada Gambar 18. terjadi penjenuhan, retakan terus
sampai keras. Pada waktu penimbunan baru mencapai ± berjalan dan perlu segera dilakukan penanganan.
17,0 m terjadi retakan dan dibeberapa tempat pada lereng Setelah selesai penimbunan dan pada waktu hujan
timbunan terjadi penjenuhan, retakan terus berjalan dan aliran air melalui sub drain cukup besar dan dari hasil
perlu segera dilakukan penanganan. pemantauan inclinometer menunjukkan gerakan tanah
timbunan relatif kecil (< 1,50 cm).
Counter Weight
dg matrial porous

Gambar 18. Penanganan Longsoran dengan Counter


Weight, Penggantian Material
Porous dan Sub-drain (Muhrozi, 2011)

308
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Abutment 2 ke saluran bawah, selain itu dilakukan


9.5. Penanganan Longsoran Galian Tinggi (SUTT) di grouting dibawah perekerasan beton agar tidak terjadi
Sta. 13+850 – 8+800) penurunan berlebihan terhadap pavement, untuk jelasnya
Sesuai perencanaan awal galian tinggi (± 60 m) lihat Gambar 20 (Muhrozi, 2010)
didaerah SUTT diperkuat dengan bore pile diameter 60
cm dengan kedalaman 30,0 m, karena dalam pelaksanaan
tinggi alat bore pile terinduksi tegangan listrik dan perlu
penimbunan untuk ruang kerja, maka diusulkan oleh
Kontraktor dengan konstruksi nailing dan shotcrete
karena hasil penyelidikan tanah menunjukkan seluruh
kedalaman galian berupa batuan breksi.
Pada waktu pelaksanaan nailling sedalam 24,0 m
ditemukan lapisan clayshale dan terjadi runtuh pada
waktu dilakukan penggalian sedalam ±3,0 m dari lapisan
clayshale. Setelah dilakukan pengamatan dilapangan
menunjukkan adanya rekahan vertikal dibeberapa tempat
tempat sehingga perlu dilakukan jet grouting, untuk
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 19 (Muhrozi, 2011).

Gambar 20. Longsoran pada oprit tinggi timbunan 4,50


m (lereng 1V: 2H) (Dokumentasi Pribadi)
Pergerakan tanah timbunan tetap berjalan diatas
lapisan clayshale miring, karena aliran air tanah relatif
dalam -5,0 m dari tanah dasar, dan subdrain (aliran air
bagian atas) yang dibuat sudah mengalir dengan baik,
maka perlu dilakukan pemotongan bidang sliding dengan
pipa baja berlubang dan diisi dengan beton bertulang
prediksi bidang gelincir dan rencana pemasangan bore
Gambar 19. Pelaksanaan nailling dan rekahan vertikal pile dapat dilihat pada Gambar 21.
pada galian tinggi SUTT (Muhrozi, 2011).

Untuk penanganan lapisan clayshale diperkuat


dengan bore pile system portal dia. 1,50 m jarak 3,0 m .
dengan kedalaman 37,0 m, nilai faktor keamanan (FK) =
1,20. Untuk meningkatkan FK > 1,40 maka perkuatan
dengan ground anchor, horizontal drain, sand drain,
dilakukan (Muhrozi, 2011).
9.6. Longsoran Timbunan Clayshale (Oprit Abutment
2 Jembatan Lemah Ireng 1)
Timbunan oprit abtutment 2 Jembatan Lemah
Ireng 1 dengan tinggi 4,50 m terletak diatas lapisan
clayshale miring, pelaksanaan timbunan pada musim
kemarau (Juli-Agustus 2014) dan sudah dipasang sub
drain dan dialirkan kesaluran drainase samping, sub
drain mengalir secara kontinyu meskipun tidak besar.
Pada bulan April 2014 terjadi longsoran setelah hujan
dengan frekuensi tinggi selama 1 minggu, sebagai
langkah darurat adalah mengalirkan air tanah dibawah

309
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Timbunan

Gambar 22. Disain bore pile, ground anchor pelaksanan


bore pile dan sub-drain (Dokumentasi Pribadi)

Untuk sementara agar jalan tol dapat


dioperasionalknan dan tidak mengurangi tingkat
keselamatan pengguna jalan dapat terjamin, maka galian
Gambar 21. Bidang sliding dan rencana bore pile clayshale permukaanya untuk sementara diproteksi
timbunan Oprit 4,50m (Muhrozi, 2016) dengan shotcrete dan pengatur sistim pematusan
diseluruh permukaan galian dan mengalirkan aliran
9.7. Galian Pada Lapisan Clay Shale bawah tanah dengan horizontal sub-drain, terutama pada
Galian tinggi pada main road Sta. 22+300 s/d Sta. interface lapisan batuan volcanic dengan lapisan
22+900 dan jalan akses Sta. 2+100 s/d 2+400 terletak clayshale atau pada lapisan clayshale yang mengalami
pada lapisan clayshale, sesuai dengan rule of thumb pecah/hancur (Muhrozi, 2016)
lereng yang aman untuk lapisan clay shale adalah 1V:6H,
perhatikan Gambar 22. Karena lahan pada galian tinggi 10. Kesimpulan dan Saran
tersebut sangat terbatas maka kemiringan lereng bagian Berikut ini disajikan kesimpulan dari beberapa hal yang
bawah 1V: 1H atau 1V: 0,50H. Upaya untuk pembebasan terlah disampaikan diatas:
lahan sedang berjalan sehingga penanganan permanen  Setiap perencanaan galian atau timbunan tinggi
dengan re-grading dapat segera dilakukan. dan bangunan jembatan bentang panjang dengan
kolom tinggi, dalam menentuan trase jalan harus
mendapat rekomendasi dari ahli geologi yang
memahami anatomi longsoran dan hidrogeologi.
 Penentuan panjang antar pilar jembatan pada
daerah lembah yang curam atau pada tanah yang
bermasalah perlu disepakati bersama antara ahli
Geologi, Highway, Geoteknik dan Struktur
Jembatan.
 Ahli geoteknik harus paham terhadap sifat fisik,
mekanik, kimia dan perilaku tanah/batuan terutama
dikaitkan terhadap sifat geologi dan sifat
hidrogeologi.
 Longsoran badan jalan yang terjadi pada ruas jalan
eksisting, jalan baru dan jalan tol Semarang-

310
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Bawen pada umumnya terletak diatas lapisan batu


lempung (clay-shale) miring dan batu lempung
yang pernah longsor pada masa lalu.
 Umumnya pada daerah gawir terdapat banyak
mata air dan meresap diantara lapisan colovium
dan batu lempung sehingga kuat geser tanah
mudah turun.
 Dalam pemilihan trase jalan baru sebaiknya tidak
melewati daerah patahan atau pada daerah
interface CAT dan Non-CAT.
 Untuk memperkecil terjadinya longsoran badan
jalan didaerah perbukitan perlu memasang sub-
drain pada tanah dasar/tanah asli ke-arah potongan
melintang dan memanjang jalan.

11. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. 2008.


“Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air
Tanah”.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah
2017. “Surat Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral Jawa Tengah”, 12 Maret 2017.
Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral.http://esdm.jatengprov.go.id/Peta-Zona-
Kerentanan-Gerakan-Tanah.html. diakses tanggal 21
Maret 2018
Muhrozi 2010. Laporan Usulan “Penanganan Geoteknik
Paket 3 Semarang – Ungaran”.
Muhrozi 2011. Laporan Usulan “Penanganan Geoteknik
Paket 5 Ungaran – Bawen”.
Muhrozi 2016. “Beberapa Problematik Batuan Clay Shale
dan Ketidakstabilan Timbunan Tinggi”.
Raharjo P. P. 2011a. “Disain Pengamanan Sistim Pondasi
Jembatan Penggaron Akibat Pergerakan Tanah, Sta.
7+950 - 8+400”, Tol Semarang-Bawen.
Raharjo P. P. 2011b, “Disain Pengamanan Timbunan
Tinggi Sta. 4+500 dan Sta. 5+600”, Tol Semarang -
Bawen.
Thanden RE, Sumadirja H, Richards PW, Sutisna K,
Amin TC. 1996. Peta Geologi Lembar Semarang
Magelang. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi
Sadikun I. A. 2011. “Aspek Geologi pada Kejadian
Tanah Logsor di Tol Semarag – Ungaran Jawa
Tengah”.

311
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

MANAJEMEN KECEPATAN LALU LINTAS DI JALUR PANTURA


WILAYAH JAWA TIMUR
Dian Novitasari1, Siti Malkhamah2
1
Staf Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur
E-mail: deenovi@yahoo.com
2
Dosen Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
E-mail: malkhamah@ugm.ac.id

Abstrak. Jalur Pantura merupakan jalan arteri primer dengan batas kecepatan antara 70 sampai 80 km/jam. Batas
kecepatan ini perlu ditinjau kembali karena terdapat berbagai pusat kegiatan di Jalur Pantura. Kecepatan kendaraan
yang terlalu tinggi dapat menimbulkan permasalahan keselamatan lalu lintas. Di lain pihak, tingginya kegiatan di
samping jalan dapat menyebabkan inefisiensi perjalanan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah manajemen kecepatan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi yang paling tepat untuk
implementasi manajemen kecepatan, serta usulan manajemen kecepatan pada lokasi terpilih. Penentuan lokasi
implementasi dengan cara analisis data kecepatan kendaraan, geometrik jalan, data lalu lintas dan kondisi lingkungan.
Metode analisis menggunakan metode deskriptif analisis. Analisis hambatan samping menggunakan metode MKJI 1997
sedangkan tingkat pelayanan jalan menggunakan pedoman Peraturan Menteri Perhubungan PM 96 tahun 2015.Dari
hasil analisis diketahui bahwa segmen Jalur Pantura di kawasan IKSG Tuban (nilai 73) dan SDN Bendungan 1
Pasuruan (nilai 69) merupakan segmen paling berpotensi kecelakaan sehingga dibutuhkan pembatasan kecepatan
kendaraan. Segmen yang paling rendah tingkat mobilitasnya adalah ruas jalan Ahmad Yani Sidoarjo dan ruas jalan
Gajah Mada Sidoarjo. Dihasilkan suatu rancangan zona keselamatan industri dan zona selamat sekolah, dengan
penggunaan marka thermoplastic yang mengandung glass bead dan usulan manajemen lalu lintas untuk meningkatkan
tingkat pelayanan jalan.

Kata kunci : Batas Kecepatan, Hambatan Samping, Manajemen Kecepatan Kendaraan, Mobilitas
Kendaraan, Tingkat Pelayanan Jalan

Abstract. Pantura is primary artery road with maximum speed limit between 70 – 80 km/hour. The speed limit shall be
reviewed because there are some hub in this road. Vehicle that over speed limit will tend to some accident, on the other
hand it will be slower because road side activity, tend to cost inefficiency. Traffic speed management is need to solve
that problems. This research held to evaluate some location at Pantura road that really need to be implemented Speed
Management. Vehicle speed, road geometric, traffic data and environmental conditions is analized to get an exact
location. Both descriptive and analytical method are implemented in this research. Road side activity analysis is
evaluated by MKJI 1997 method and road level of service analysis use regulation of Transportation Minister PM 96;
2015. Results of analysis are known that, road segment around IKSG Tuban (value 73) and around SDN Bendungan I
Pasuruan (value 69) are segment of Pantura with high potentially accident rate then need to implemented a speed
limitation. Segment with the lowest mobility are Ahmad Yani street and Gajah Mada street in Sidoarjo. The final result
are design of Industrial and School Safety Zone and also suggestion of traffic management to increase road level of
service.

Key words : Speed limit, Roadside Activities, Speed Management, Vehicle Mobility, Level of Service.

I. PENDAHULUAN di Jalur Pantura dengan hambatan samping tinggi


menyebabkan turunnya mobilitas kendaraan karena kecepatan
1.1 Latar Belakang yang terlalu rendah, sehingga dapat menyebabkan inefisiensi
perjalanan. Oleh karena itu manajemen kecepatan sangat
Jalur Pantai utara (Pantura) Jawa adalah ruas jalan diperlukan untuk menangani permasalahan keselamatan lalu
nasional rute 1 dalam sistem jaringan jalan primer dengan lintas dan mobilitas kendaraan. Manajemen kecepatan
fungsi sebagai jalan arteri, sepanjang 1.316 km yang merupakan bagian dari manajemen lalu lintas, yang
melintasi pusat – pusat kegiatan, seperti misalnya kawasan didefinisikan sebagai upaya untuk mengatur pergerakan lalu
sekolah, pemukiman padat penduduk, kawasan industri, lintas supaya memenuhi kriteria keselamatan, kelancaran dan
maupun CBD. Dibutuhkan perhatian dan penanganan khusus efisiensi (UU No. 22 tahun 2009).
dalam hal penentuan batas kecepatan, agar potensi terjadinya
kecelakaan lalu lintas dapat dikurangi. Batas kecepatan
maksimal kendaraan pada pusat – pusat kegiatan perlu
diturunkan dibawah kecepatan rencana. Di sisi lain, ruas jalan

311
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1.2 Rumusan Masalah 1.6.2 Hubungan kecepatan dan keselamatan lalu lintas
Banyaknya kejadian kecelakaan di Jalur Pantura terutama Kanitpong, et al. (2013) mengembangkan suatu skema
yang melintasi pusat kegiatan (kawasan sekolah, pemukiman manajemen kecepatan terkait dengan perilaku pengemudi,
padat penduduk, kawasan industri, maupun CBD) dan dalam usaha untuk mendapatkan sebuah strategi manajemen
tingginya hambatan samping di beberapa ruas Jalur Pantura kecepatan yang baik. Yan, et al. (2013) mengembangkan
yang menyebabkan turunnya tingkat pelayanan jalan metode Variable Speed Limit Control pada jalan bebas
menimbulkan minat untuk untuk meneliti lebih jauh tentang hambatan untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas dan
manajemen kecepatan di Jalur Pantura agar tercapai jalan meningkatkan efisiensi jalan bebas hambatan, sedangkan
yang berkeselamatan dengan tetap memperhatikan mobilitas / Gargoum, et al. (2016) membuat pemodelan matematis untuk
tingkat pelayanan jalan. Rumusan masalah dalam penelitian mengetahui hubungan antara peningkatan kecepatan dengan
ini adalah : semakin tingginya potensi kecelakaan, dihubungkan dengan
karakteristik jalan dan lalu lintas.
1. Bagaimana menentukan lokasi yang tepat untuk
implementasi manajemen kecepatan di Jalur Pantura 1.6.3 Manajemen kecepatan
Wilayah Jawa Timur Kuncoro (2009) meneliti tentang manajemen kecepatan
2. Permasalahan lalu lintas apa saja yang timbul di Jalur dengan cara pembatasan kecepatan yang diikuti oleh
Pantura terkait kecepatan kendaraan penerapan manajemen lalu lintas, sedangkan Islam (2013)
3. Bagaimana cara untuk meningkatkan keselamatan lalu memfokuskan penelitiannya untuk mengurangi kecepatan
lintas dan mobilitas kendaraan di Jalur Pantura kendaraan di lingkungan perumahan. Aji (2016) meneliti
tentang Zona Selamat Sekolah sebagai salah satu usulan
sistem manajemen kecepatan untuk mengurangi potensi
1.3 Tujuan Penelitian
kejadian kecelakaan pada kawasan sekolah. Lebih jauh lagi,
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi
Van der Horst, et al. (2016) mengadakan evaluasi terhadap
yang tepat untuk implementasi manajemen kecepatan di Jalur
ukuran – ukuran manajemen kecepatan di Bangladesh, dan
Pantura wilayah Jawa Timur, mengidentifikasi permasalahan
meneliti tentang cara – cara menurunkan kecepatan
lalu lintas di Jalur Pantura terkait kecepatan kendaraan dan
kendaraan agar kecelakaan dapat dihindarkan.
mengusulkan manajemen kecepatan untuk meningkatkan
keselamatan lalu lintas dan mobilitas kendaraan di Jalur
Pantura. 1.6.4 Tingkat pelayanan jalan
Aprilya (2007) mengadakan penelitian tentang pengaruh
1.4 Manfaat Penelitian hambatan samping terhadap kinerja jalan dan kecepatan lalu
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian lintas, sedangkan Sakti (2011) mengadakan penelitian bahwa
ini antara lain : peniadaan ruang parkir pada badan jalan dapat meningkatkan
1. Memberikan masukan bagi institusi penyelenggara jalan, kecepatan kendaraan dan kinerja jalan. Triwahyuni (2013)
yaitu Dinas Perhubungan, Bina Marga dan Kepolisian meneliti tentang keberadaan pasar tradisional yangmemberi
sebagai acuan untuk penerapan manajemen kecepatan, pengaruh signikan pada kinerja ruas jalan. Syaputra et al
sehingga tersedia jalan yang aman dan nyaman bagi (2015) yang mengemukakan adanya pengaruh tingginya
pengguna jalan Pantura, khususnya pada ruas jalan hambatan samping terhadap penurunan kinerja jalan.
terpilih.
2. Sebagai acuan bagi penulis lain yang ingin mempelajari
1.6.5 Permasalahan lalu lintas di Jalur Pantura Wilayah
Jawa Timur
atau menindaklanjuti penelitian ini.
Sulistyono, et al. (2012) mengadakan evaluasi terhadap
penerapan program Partnership of Road Safety Action
1.5 Lingkup Permasalahan (PRSA). Di lain pihak, Usman et al. (2014) mengadakan
Lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut : Jalur Pantura penelitian tentang penyebab terjadinya kecelakaan di Jalur
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jalur Pantura Pantura, dan berpendapat bahwa banyaknya volume
wilayah Jawa Timur, kecepatan kendaraan dianggap sebagai kendaraan dengan kecepatan tinggi, kurangnya rambu jalan,
faktor utama penyebab kecelakaan, variabel tingkat pudarnya marka jalan dan penerangan jalan yang kurang di
pelayanan jalan yang dianalisis sebagai faktor yang Jalur Pantura menyebabkan tingginya angka kecelakaan di
terpengaruh oleh adanya hambatan samping adalah variabel jalur ini.
kecepatan kendaraan, dan tidak dilakukan perhitungan BOK
(beaya operasional kendaraan). II. METODE PENELITIAN
1.6 Review Penelitian Terdahulu 2.1 Prosedur Penelitian
1.6.1 Kecepatan dan batas kecepatan Pada penelitian ini, terdapat beberapa tahap dalam
Suweda (2009) menerapkan pembatasan kecepatan pelaksanaan penelitian yang diringkas menjadi bagan alir
berbasis waktu pada lingkungan sekolah (Zona Selamat seperti pada Gambar 1.
Sekolah, ZoSS), yang dilengkapi dengan bangunan
pendukung dan fasilitas pelengkap untuk mengatur kecepatan 2.2 Lokasi Penelitian
kendaraan. sedangkan Putri (2011) mengadakan penelitian Lokasi penelitian ditentukan dengan terlebih dahulu
tentang pengoptimalan batas kecepatan pada suatu ruas jalan melakukan survey pendahuluan agar didapat lokasi penelitian
di Indonesia, kemudian Bukit (2014) meneliti tentang yang tepat. Survey pendahuluan dilakukan dengan menyusuri
perlambatan kecepatan kendaraan pada daerah ZoSS dengan rute Jalur Pantura Jawa Timur, yang terbentang dari
menggunakan traffic calming. Shrestha, et al (2015) kabupaten Tuban sampai kabupaten Banyuwangi. Hasil dari
mengusulkan suatu kerangka manual zona kecepatan untuk survey pendahuluan adalah 26 (dua puluh enam) titik
jalan antar kota, yang mengatur tentang pembatasan nominasi lokasi implementasi manajemen kecepatan untuk
kecepatan. kemudian dilakukan analisis pemilihan lokasi yang tepat.

312
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

4. Tingkat hambatan samping jalan


5. Tingkat pelayanan jalan
Variabel-variabel diatas memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi.
2.5 Pengumpulan Data
Data yang dbutuhkan pada penelitian ini terbagi atas 2
(dua) macam data, yaitu data primer dan data sekunder :
1. Data primer yang didapat dari pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan berupa data – data
sebagai berikut :
a. data geometrik ruas jalan
b. kecepatan kendaraan
c. kondisi lingkungan
2. Data sekunder yang diperlukan sebagai pelengkap data
primer didapat dari instansi – instansi terkait, yaitu
BBPJN V, Satker P2JN Jawa Timur dan dari Kepolisian
Resort Pasuruan Kota. Data sekunder tersebut adalah :
a. data laik fungsi jalan
b. data segmental report ruas jalan Pantura
c. data lokasi black spot
d. Studi pustaka yang berasal dari buku, materi online
dan kepustakaan lain.

2.6 Analisis Data


Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Data survey kecepatan sesaat diolah dengan
menggunakan program Microsoft Excel.
2. Dilakukan pengecekan adanya permasalahan keselamatan
lalu lintas dan mobilitas di lapangan terkait dengan
kecepatan.
3. Hasil olahan data kecepatan digunakan sebagai acuan
dalam perancangan manajemen kecepatan.
4. Analisis hambatan samping menggunakan metode MKJI
1997. Metode yang digunakan adalah metode analisis
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
deskriptif.
5. Analisis tingkat pelayanan jalan menggunakan metode
analisis deskriptif sesuai Keputusan Menteri Perhubungan
No. PM 96 tahun 2015.
6. Output data berupa gambar perencanaan penempatan
rambu dan marka penunjang aspek keselamatan dengan
menggunakan program AutoCAD 2007.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Identifikasi Permasalahan dan Penentuan Lokasi
Penelitian
Tahapan awal analisis penentuan lokasi implementasi
manajemen kecepatan adalah dengan cara membandingkan
Gambar 2. Titik Nominasi Lokasi data primer yang didapat dari hasil survei dengan data
sekunder :
1. Untuk kasus pembatasan kecepatan, nilai kecepatan rata –
2.3 Alat Penelitian rata dibandingkan dengan batas kecepatan maksimum
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mulai dari
kendaraan seperti yang telah diatur pada Peraturan Menteri
survei pendahuluan, analisis data hingga penyusunan
Perhubungan PM 111 tahun 2015.
penelitian ini meliputi: alat tulis, papan clipboard, speed gun,
formulir survei, meteran dorong, meteran gulung, kamera, 2. Untuk permasalahan mobilitas kendaraan, nilai kecepatan
tripod, stopwatch, laptop dan printer. operasional kendaraan digunakan sebagai penentu tingkat
pelayanan jalan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan
2.4 Variabel Penelitian PM 96 tahun 2015. Data kecepatan tersebut kemudian
Beberapa variabel yang berpengaruh dalam penelitian ini dikombinasikan dengan data geometrik jalan dan kondisi
antara lain adalah : lingkungan, untuk mengidentifiasi permasalahan lalu lintas
1. Kecepatan kendaraan terkait kecepatan kendaraan di Jalur Pantura.
2. Batas kecepatan
3. Panjang peralihan

313
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Untuk mengetahui ruas jalan yang paling kompleks Tabel 3 Peringkat Lokasi Penelitian terkait Pembatasan
permasalahannya terkait dengan kecepatan kendaraan, Kecepatan Kendaraan
dilakukan penilaian terhadap ruas – ruas jalan dengan
mempertimbangkan variabel : nilai kecepatan rata – rata /
operasional kendaraan, data geometrik jalan, data lingkungan,
potensi kecelakaan, nilai international roughness index (IRI),
lokasi black spot, jenis kawasan, tingkat hambatan samping
dan nilai V/C ratio. Penilaian pada ruas jalan dilakukan
dengan terlebih dahulu memberi bobot pada tiap – tiap
variabel diatas.
Indikator penilaian / penentuan peringkat ditetapkan sebagai
berikut :

Tabel 1. Indikator Penilaian Terkait Pembatasan Kecepatan


Kendaraan

Tabel 2. Indikator Penilaian Terkait Mobilitas Kendaraan

Setelah dilakukan pembobotan pada setiap nominasi loksi


penelitian, didapat peringkat lokasi implementasi manajemen
kecepatan seperti tersaji pada tabel 3 dan tabel 4, yang
kemudian diambil masing – masing 2 (dua) lokasi penelitian
untuk kasus Pembatasan Kecepatan Kendaraan dan kasus
Mobilitas Kendaraan, sebagai berikut :
1. Lokasi yang membutuhkan pembatasan kecepatan
kendaraan :
a. Ruas jalan di lokasi Pabrik Industri Kemasan
Semen Gresik Tuban (Link. 001)
b. Ruas jalan di lokasi SDN Bendungan 1, Kraton –
Pasuruan (Link. 017)
2. Lokasi dengan permasalahan mobilitas kendaraan yang
rendah :
a. Jalan Ahmad Yani, Gedangan – Sidoarjo (Link.
013)
b. Jalan Gajah Mada, Sidoarjo (Link. 014)

314
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3 Peringkat Lokasi Penelitian terkait Pembatasan Tabel 4 Peringkat Lokasi Penelitian terkait Mobilitas
Kecepatan Kendaraan (lanjutan) Kendaraan

3.2 Analisis Permasalahan terkait Kecepatan Lalu lintas


1. Ruas jalan di lokasi Pabrik Industri Kemasan Semen
Gresik Tuban (Link. 001)
Kecepatan rata – rata kendaraan bermotor melampaui batas
kecepatan yang telah ditetapkan, dan menimbulkan potensi
terjadinya kecelakaan. Potensi kejadian kecelakaan dapat
terjadi antara sepeda motor dengan kendaraan pribadi, sepeda
motor dengan truk, ataupun kendaraan pribadi dengan truk,
dan diperparah pula dengan adanya jalan akses pabrik yang
langsung menuju jalan utama.

315
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

2. Ruas jalan di lokasi SDN Bendungan 1, Kraton – Rancangan zona selamat sekolah seperti pada gambar 4.
Pasuruan (Link. 017)
Kecepatan rata – rata kendaraan bermotor melampaui batas
kecepatan yang telah ditetapkan, dan menimbulkan potensi
terjadinya kecelakaan. Potensi kejadian kecelakaan dapat
terjadi antara sepeda motor dengan kendaraan pribadi, sepeda
motor dengan truk, ataupun kendaraan pribadi dengan
penyeberang jalan. Tidak adanya zona keselamatan sekolah
pada kawasn ini menyebabkan potensi terjadinya kecelakaan
sangat tinggi dan tidak memberi rasa aman pada anak – anak
sekolah.
3. Jalan Ahmad Yani, Gedangan – Sidoarjo (Link. 013)
Tata guna lahan yang bercampur antara kawasan
pemukiman, industri dan perkantoran membuat terjadinya
pergerakan perjalanan yang tinggi, dan menimbulkan
kepadatan lalu lintas yang tinggi pula. Jalan akses keluar
masuk perumahan Puri Surya Jaya yang langsung menuju Gambar 4.
jalan utama semakin menambah permasalahan lalu lintas, dan Rancangan Zona Selamat Sekoah Kawasan SDN
menimbulkan antrean kendaraan yang panjang. Bendungan I

4. Jalan Gajah Mada, Sidoarjo (Link. 014) 3. Jalan Ahmad Yani, Gedangan – Sidoarjo (Link. 013)
Kompleks pertokoan yang terdapat di sepanjang ruas jalan a. Solusi jangka pendek dengan manajemen lalu lintas untuk
Gajah Mada ini menimbulkan permasalahan lalu lintas yang meningkatkan mobilitas kendaraan:
kompleks. Pengunjung pertokoan yang menyeberang ke sisi 1. Penutupan u turn depan pintu masuk perumahan Puri
jalan yang lain menimbulkan potensi terjadinya tabrakan Surya Jaya disaat jam – jam sibuk (temporary), yaitu
antara penyeberang jalan dengan kendaraan bermotor. jam 06.00 – 09.00 dan jam 16.00 – 18.00
2. Pada jalan arteri harus ada pembatasan jalan akses, maka
dilakukan pengalihan arus kendaraan dari perumahan
Puri Surya Jaya yang akan menuju arah utara ke
3.3 Usulan Penanganan Permasalahan terkait
frontage road (ke arah selatan) terlebih dahulu, untuk
Kecepatan Lalu lintas menghindarkan antrean kendaraan di jalan utama.
3. Pemasangan jembatan penyebrangan orang di ruas jalan
1. Ruas jalan di lokasi Pabrik Industri Kemasan Semen
Ahmad Yani ini, di sekitar Perumahan Puri Surya Jaya,
Gresik Tuban (Link. 001) untuk memudahkan kegiatan penyeberangan dan
Diusulkan suatu zona keselamatan pada kawasan industri,
menghindarkan potensi terjadinya tabrakan penyeberang
dengan rancangan sebagai berikut : kecepatan awal 80
oleh kendaraan bermotor
km/jam, kecepatan akhir 40 km/jam, perlambatan sebesar 1,6
b. Solusi jangka panjang untuk meningkatkan mobilitas
m/s2, waktu reaksi 2,5 detik dan didapat panjang peralihan
kendaraan adalah dengan cara membangun fly over
kecepatan sebesar 172 m. Rancangan zona keselamatan
sepanjang ruas jalan Ahmad Yani Sidoarjo, sepanjang 1,9
industri seperti tersaji pada gambar 3.
km.

4. Jalan Gajah Mada, Sidoarjo (Link. 014)


Diusulkan upaya – upaya manajemen lalu lintas untuk
meningkatkan mobilitas kendaraan sebagai berikut :
1. Relokasi parkir on street di sepanjang jalan Gajah Mada
untuk meningkatkan kapasitas jalan.
2. Pemasangan 2 (dua) jembatan penyeberangan orang di
sekitar pertokoan Gajah Mada dengan jarak 300 m antar
JPO
Kondisi geometrik jalan Gajah Mada ini masih
memungkinkan untuk menampung kendaraan dalam jumlah
banyak, apabila tidak ada kendaraan parkir di sisi jalan. Oleh
karena itu masih belum dibutuhkan penanganan dengan
pembangunan infrastruktur baru (fly over).

Gambar 3.
Rancangan Zona Selamat Industri Kawasan IKSG Tuban

2. Ruas jalan di lokasi SDN Bendungan 1, Kraton –


Pasuruan (Link. 017)
Diusulkan suatu zona selamat sekolah, dengan rancangan
sebagai berikut : kecepatan awal 80 km/jam, kecepatan akhir
30 km/jam, perlambatan sebesar 1,6 m/s2, waktu reaksi 2,5
detik dan didapat panjang peralihan kecepatan sebesar 189 m.

316
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IV. KESIMPULAN DAN SARAN RI Nomor PM 111/2015, Jakarta : Kementrian


Perhubungan RI.
5.1 Kesimpulan
Kementrian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan
1. Perlu dilakukan analisis pemilihan lokasi terlebih dahulu Darat, 2014, Zona Selamat Sekolah (ZoSS), In
sebelum mengimplementasikan sebuah proyek Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat
manajemen kecepatan pada suatu ruas jalan, dikarenakan Nomor: SK.1304/AJ.403/DJPD/2014, Jakarta :
kondisi ruas jalan, kondisi geometrik, kondisi lingkungan Kementrian Perhubungan RI.
dan kondisi lalu lintas yang berbeda.
2. Untuk ruas jalan yang melintasi kawasan padat penduduk Malkhamah, Siti., 2014, Manajemen Kecepatan untuk
dan berpotensi kecelakaan lalu lintas tinggi, perlu Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas, Seminar
Tahap 3 Pembahasan Peningkatan Kapasitas
diberlakukan zona keselamatan kawasan, seperti misalnya
Manajemen Keselamatan Transportasi Darat,
zona keselamatan pada kawasan industri Pabrik IKSG
Mataram.
Tuban dan kawasan sekolah, untuk meningkatkan
keselamatan lalu lintas.
3. Upaya peningkatan kelas pelayanan jalan dilakukan
dengan cara penerapan manajemen lalu lintas sebagai
solusi jangka pendek, dan pembangunan infrastruktur
baru sebagai solusi jangka panjang (membangun fly over).

5.2 Saran
1. Diperlukan ketersediaan data terbaru mengenai kondisi
geometrik jalan, kondisi lalu lintas, dan history
kecelakaan pada ruas – ruas jalan.
2. Simulasi rancangan manajemen kecepatan perlu
dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari sebuah
manajemen kecepatan
3. Untuk menjamin kepatuhan pengguna jalan akan aturan –
aturan batas kecepatan, perlu diupayakan suatu sistem
penegakan kecepatan oleh instansi terkait
4. Diperlukan adanya sosialisasi yang berkesinambungan
terhadap masyarakat tentang manajemen kecepatan dan
pengaruh kecepatan lalu lintas pada potensi terjadinya
kecelakaan

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V, 2015, Hasil


Survei dan Analisis Laik Fungsi Jalan, Surabaya :
Kementrian Pekerjaan Umum RI.
Gargoum, Suliman A. & El-Basyouni, Karim, 2015,
Exploring the Association between Speed and Safety
: A Path Analysis Approach, Elsevier, Canada.
Islam, El Basyouny, 2013, An Integrated Speed Management
Plan To Reduce Vehicle Speeds in Residential Areas :
Implementation and Evaluation of The Silverberry
Action Plan, Elsevier, Canada.
Isnur Aji, Yan., 2015, Manajemen Kecepatan Lalu Lintas
Jalan, Studi Kasus : Jalan Raya Magelang Km. 13–
14, Tugas Akhir, Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil
dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada.
Kanitpong, Jiwattanakulpaisarn, Yaktawong, 2013, Speed
Management Strategies and Drivers’ Attitudes in
Thailand, Elsevier, Thailand.
Kementrian Perhubungan RI, 2015, Manajemen dan
Rekayasa Lalu lintas di Jalan, In Peraturan Menteri
Perhubungan RI Nomor KM 14 tahun 2015, Jakarta :
Kementrian Perhubungan RI.
Kementrian Perhubungan RI, 2015, Tata Cara Penetapan
Batas Kecepatan, In Peraturan Menteri Perhubungan

317
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pemanfaatan Aplikasi Jalan Kita (JaKi) untuk


Pengukuran Performa Penyelenggara jalan

Dimas Sigit Dewandaru1, Nazib Faizal2


Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 1
Jl. AH. Nasution No.264 Bandung1
Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan, Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2.
Jl Patimura No.20 Jakarta2
dewandaru@pusjatan.pu.go.id1, nazib@pu.go.id

Abstrak : Harapan masyarakat terhadap peningkatan kualitas jalan di Indonesia semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Hal ini sejalan dengan kebijakan penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang jalan.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk menciptakan solusi yang menawarkan konsep kreativitas, efektifitas
dan efisiensi dalam rangka meningkatkan pelayanan jalan. Salah satunya adalah pemanfaatan Aplikasi Jalan Kita
(JaKi) untuk pelaporan dan penanganan kondisi jalan. JaKi merupakan aplikasi yang dapat menerima laporan
kondisi jalan (kerusakan, banjir/genangan air dan utilitas) dari masyarakat atau penilik jalan untuk dapat
direspon dan dilakukan penanganan oleh penyelenggara jalan. Respon terhadap laporan dan kecepatan
penanganan kondisi jalan inilah yang menunjukan performa dari penyelenggara jalan. Semakin responsif
penyelenggara jalan maka semakin baik nilai performa yang didapatkan. Makalah ini akan membahas konsep,
desain, arsitektur, implementasi, dan bagaimana aplikasi JaKi dapat melakukan pengukuran terhadap performa
penyelenggara jalan.

Kata Kunci : JaKi, Laporan Kondisi Jalan, Pengukuran Performa.

Abstract : Public expectations towards the improvement of road quality service in Indonesia increased year by
year. This is in line with the policy of applying road Minimum Service Standards (SPM). This condition
encourages the government to create solutions that offer the concept of creativity, effectiveness and efficiency in
order to improve road services. One of them is the utilization of Jalan Kita Application (JaKi) for reporting and
handling road conditions. JaKi is an application that can receive reports of road conditions (damage, flood /
puddle and utilities) from the community or road inspector to be responded and handled by road operators.
Response to reports and speed of handling road conditions shows the performance of road operators. More
responsive they are, better value of performance they will gained. This paper will discuss the concepts, design,
architecture, implementation, and how JaKi application can measure the performance of road operators.

Keywords : JaKi, Road Condition Report, Performance Measurement.

318
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN Bagi penyelenggara jalan, laporan yang


Indonesia memiliki jaringan jalan yang masuk melalui JaKi baik dari masyarakat maupun
sangat panjang dan tersebar di daerah yang sangat penilik jalan dapat membantu untuk penanganan
luas. Kondisi ini membuat pemerintah sulit untuk kerusakan jalan secara cepat. Penanganan jalan yang
mendapatkan informasi tentang kondisi jalan dengan cepat selain dapat menghindari kerusakan jalan
cepat apabila terjadi kerusakan. Terkadang jalan yang menjadi semakin parah, dapat juga menghindari resiko
mengalami kerusakan ringan akan semakin parah jika kecelakaan kendaraan bermotor. Hal ini juga terkait
lokasi tersebut tidak bisa diketahui dengan segera oleh dengan penilaian ukuran teknis dalam SPM bidang
penyelenggara jalan. Dalam beberapa kasus, jalan, yaitu kondisi dan keselamatan.
kerusakan kondisi jalan juga bisa menyebabkan Pemenuhan SPM bidang jalan berujung pada
terjadinya kecelakaan kendaraan, sehingga dapat penilaian performa penyelenggara jalan. Makalah ini
merugikan pihak penyelenggara jalan apabila terdapat mengambil studi kasus di Direktorat Analisa Data dan
korban yang menuntut. Oleh karena itu, Pengembangan Sistem (ADPS) Ditjen Bina Marga.
penyelenggara jalan membutuhkan sebuah mekanisme Pemanfaatan JaKi di ADPS digunakan juga sebagai
pengumpulan data yang melibatkan seluruh penilaian performa P2JN (Perencana dan Pengawas
sumberdaya pemerhati jalan. Salah satunya adalah Jalan Nasional) dan PPK (Pejabat Pembuat
partisipasi masyarakat untuk mendapatkan laporan Komitmen) terhadap pengelolaan jalan di wilayah
kondisi data jalan. Potensi masyarakat untuk masing-masing, khususnya terkait penanganan
melaporkan kondisi jalan dengan cepat sangatlah kerusakan jalan.
besar, karena mereka menggunakan jalan kapanpun
dan dimanapun. Sehingga jika terjadi kerusakan atau II. STUDI LITERATUR
kondisi buruk seperti bencana atau kecelakaan,
a. Standar Pelayanan Minimal Jalan
mereka segera dapat dilaporkan ke penyelenggara
jalan. SPM jalan didefinisikan sebagai ukuran
Secara umum mekanisme pelaporan kondisi teknis jalan yang ditetapkan sebagai batasan minimum
jalan saat ini masih menggunakan alur proses yang yang harus dicapai melalui penyediaan prasarana jalan
rumit. Birokrasi pemerintah membuat masyarakat bagi jaringan jalan dan ruas-ruas jalan yang ada
enggan melaporkan kondisi jalan, sehingga membuat didalamnya, sebagai bagian dari pelayanan terhadap
orang lebih suka melaporkan kondisi jalan ke media pengguna jalan (1). Terdapat beberapa regulasi yang
massa atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). mengatur implementasi SPM jalan, diantaranya adalah
Hal ini menyebabkan meningkatnya peluang Undang Undang (UU) No.38 Tahun 2004 tentang
terjadinya kesalahan komunikasi dan konflik antara Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) no.34 Tahun
masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya akan 2006 tentang jalan.
berimplikasi pada berkurangnya waktu respon UU No.38 Tahun 2004 mengamanatkan
penanganan kerusakan jalan oleh pemerintah. bahwa penyelenggara jalan wajib memprioritaskan
Untuk memudahkan partisipasi masyarakat pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan jalan secara
yang berniat membuat laporan terhadap kerusakan berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan
jalan, perlu pemanfaatan teknologi informasi sebagai jalan sesuai dengan pelayanan minimal yang
media pelaporan. Salah satunya adalah dengan ditetapkan. Sedangkan PP No.34 Tahun 2006
menggunakan aplikasi mobile pada smartphone. mengatur tentang SPM Jaringan jalan dan SPM ruas
Penggunaan aplikasi mobile akan membuat pelaporan jalan. SPM jaringan jalan memiliki indikator terkait
kerusakan jalan menjadi semakin mudah, cepat dan aksesibiltas, mobilitas, dan keselamatan. Sedangkan
murah. Aplikasi ini bisa menjadi kolaborasi yang baik SPM ruas jalan terkait indikator kondisi jalan dan
antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan kecepatan.
jalan yang lebih baik. Sehingga akan berimplikasi Terdapat dua indikator teknis dari SPM yang
pada kecepatan penanganan jalan yang rusak oleh terkait dengan performa penyelenggara jalan yang
pemerintah. dapat diukur secara langsung dari pelaporan
Berdasarkan konsep diatas, Puslitbang Jalan masyarakat, yaitu kondisi jalan dan keselamatan.
dan Jembatan (Pusjatan), Kementerian Pekerjaan Kondisi jalan dapat diukur melalui dua cara, yaitu
Umum dan Perumahan (PUPR) berinisiatif membuat menggunakan perangkat (tool) dan secara visual.
sebuah aplikasi pelaporan kondisi jalan. Aplikasi Untuk kasus pengukuran secara visual, data yang
tersebut diberi nama Jalan Kita (JaKi) yang berfungsi dihasilkan adalah nilai Road Condition Index (RCI).
untuk melaporkan kondisi jalan, seperti kerusakan, Suatu ruas jalan dinyatakan memenuhi SPM kondisi
banjir, genangan air dan utilitas. Informasi yang jalan jika memiliki nilai RCI “Baik” sampai dengan
dilaporkan pengguna JaKi akan diteruskan ke “Sedang”.
penyelenggara jalan untuk ditindaklanjuti. Indikator keselamatan dalam kontek SPM
untuk jaringan jalan seperti tercantum dalam PP No.34
Tahun 2006 adalah pemenuhan kondisi fisik ruas jalan
319
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

yang memenuhi perencanaan teknis dan administrasi dimaksud adalah tingkat respon dari penyelenggara
Laik Fungsi Jalan (LFJ). Ketika jaringan jalan telah jalan terhadap laporan masyarakat dan penilik jalan
memenuhi dua unsur teknis tersebut maka dapat untuk penenganan kerusakan (kondisi) jalan sehingga
dinyatakan jaringan jalan tersebut telah memenuhi tidak mengurangi faktor keselamatan jalan.
unsur SPM keselamatan. Apabila terjadi kerusakan
c. Aplikasi Mobile Untuk Pelaporan Kondisi Jalan
jalan di jaringan tersebut yang membuat kondisi
jaringan jalan berbeda dengan rencana teknis dan LFJ Perkembangan dunia digital membuat
maka jalan tersebut tidak memenuhi SPM segalanya menjadi lebih sederhana, mudah dan cepat.
keselamatan. Semua aktivitas kerja dapat dirubah menjadi aplikasi
dengan fungsi serupa dengan dunia nyata. Rata-rata
b. Pengukuran Performa Penyelenggara Jalan terdapat lebih dari 30 ribu aplikasi baru yang
Performa atau kinerja penyelenggara jalan diserahkan ke iTunes App store setiap bulannya dan
dapat diketahui salah satunya dengan mengukur masih banyak lagi yang dibuat untuk platform seperti
tingkat keberhasilan penyelenggaraan SPM di jaringan Android dan Windows. Pada pertengahan 2016,
jalan dan ruas jalan yang dikelola. UU No.38 Tahun sekitar 130 miliar aplikasi telah diunduh dari toko
2004 mengamanatkan bahwa pencapaian SPM harus Apple App di seluruh dunia dan sekitar 65 miliar
disampaikan secara berkala kepada Pemerintah. aplikasi telah diunduh dari Google Play (2). Hal ini
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) menunjukkan perkembangan aplikasi mobile sejalan
No.4 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Jalan dengan kebutuhan aplikasi yang membantu orang
mensyaratkan bahwa pengawasan jalan secara umum bekerja.
salah satunya meliputi pemenuhan SPM yang Saat ini terdapat banyak aplikasi mobile
ditetapkan. untuk pelaporan kondisi jalan di internet. Salah satu
Permen PU No. 13 Tahun 2011 Tentang Tata yang paling populer adalah aplikasi Waze, yang
Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan mengatur berfungsi mengumpulkan laporan lalu lintas dari
kegiatan penilikan jalan yang meliputi ; pengemudi. Terkadang pengemudi juga melaporkan
a. pengamatan atas pemanfaatan dan kondisi kondisi jalan seperti kerusakan jalan yang
bagian jalan; menyebabkan kemacetan. Contoh selanjutnya adalah
b. pelaporan atas hasil pengamatan; Road Report BC, ini adalah aplikasi untuk melaporkan
c. pengusulan tindakan yang diperlukan kondisi jalan di British Columbia. Masyarakat dapat
terhadap hasil pengamatan, dan menggunakan fitur berbagi (share) untuk berbagi data
d. menerima keluhan/masukan/informasi dari kondisi jalan dengan aplikasi apa pun yang mereka
masyarakat/pengguna jalan. inginkan. Namun aplikasi ini dirancang hanya untuk
Permen ini juga mengatur bahwa apabila di posting ke Twitter. Aplikasi lainnya adalah Road
terjadi suatu kejadian yang mengakibatkan gangguan Surface, aplikasi ini dapat digunakan untuk mensurvei
terhadap keselamatan pengguna jalan dan keamanan keadaan jalan aspal atau jalan tidak beraspal. Aplikasi
konstruksi jalan, paling lambat dalam waktu 1(satu) ini dapat melakukan dokumentasi segmen jalan, info
hari sejak terjadinya gangguan tersebut, penilik jalan surveyor, tanggal, dan lain sebagainya. Selain itu,
harus melakukan hal-hal sebagai berikut: aplikasi ini dapat digunakan untuk mengumpulkan
a. melaporkan kepada penyelenggara jalan foto dan informasi untuk mendokumentasikan distress
atau instansi yang berwenang; serta untuk menghitung indeks kondisi perkerasan
b. memasang rambu peringatan sementara (PCI) (3).
sesuai pedoman yang berlaku di lokasi Di Indonesia, tidak banyak contoh aplikasi
adanya gangguan tersebut sebelum mobile untuk pelaporan kondisi jalan. Namun di
penanganan perambuan selengkapnya beberapa kota yang berkonsep Smart City, pemerintah
dilakukan oleh satuan kerja penanganan setempat memanfaatkan media sosial untuk menerima
jalan atau satuan kerja lain yang ditetapkan laporan dari masyarakat umum. Tetapi laporan yang
oleh penyelenggara jalan sesuai wilayah diterima tidak secara khusus untuk kondisi jalan.
kerjanya; dan Pemerintah juga belum menerapkan mekanisme
c. mengusulkan tindakan yang perlu diambil khusus dalam penanganan laporan dari warga.
atas pelaporan dari hasil pengamatan Salah satu contoh aplikasi mobile untuk
kepada penyelenggara jalan atau instansi survei kondisi jalan yang dulunya digunakan oleh
yang berwenang. Pusjatan adalah Roadroid. Roadroid adalah aplikasi
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas yang dikembangkan oleh perusahaan Swedia, dengan
pengukuran performa penyelenggara jalan dapat kemampuan untuk melakukan pengumpulan data IRI
dilakukan dengan menilai indikator teknis yang (International Roughness Index) menggunakan ponsel
disyaratkan dalam SPM jalan, dalam kasus makalah berbasis android. Teknologi yang diusung oleh
ini akan diambil penilaian indikator kondisi jalan dan Roadroid adalah yang pertama di dunia, terutama yang
keselamatan. Kondisi jalan dan keselamatan yang berkaitan dengan koleksi data IRI yang digunakan

320
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ponsel Android (4). Namun, aplikasi ini tidak Antarmuka (user interface) aplikasi JaKi
melibatkan peran serta masyarakat. dibuat sederhana dan ramah terhadap pengguna (user
friendly), sehingga pengguna dapat menggunakan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN JaKi dengan mudah. JaKi menggunakan tiga modul
yang berbeda untuk mengembangkan aplikasi, yaitu
a. Aplikasi Jalan Kita
front-end, back-end dan mobile. Untuk melakukan
Aplikasi Jalan Kita dirancang oleh pelaporan, pengguna harus menggunakan aplikasi
Pusjatan untuk memfasilitasi pelaporan kondisi jalan JaKi di smartphone, sedangkan untuk mengakses data
dengan bantuan media teknologi informasi. Hingga laporan yang telah dibuat, dalam tampilan peta atau
saat ini JaKi adalah aplikasi pertama di Indonesia statistik, pengguna harus mengakses akun mereka dari
yang menawarkan konsep pelaporan kondisi jalan browser desktop. Meski aplikasi ini dibuat untuk
menggunakan smartphone. JaKi diharapkan dapat umum, JaKi terhubung dengan server pemerintah,
mendukung peningkatan pelayanan jalan yang sehingga laporan yang dibuat oleh pengguna harus
dilakukan oleh penyelenggara jalan. Sementara di sisi valid dan dapat dipertanggungjawabkan, pengguna
lain, masyarakat akan merasa sangat terbantu untuk harus mendaftar terlebih dahulu sebelum membuat
memudahkan pelaporan kondisi jalan di wilayah laporan.
mereka.
Konsep pelaporan melalui aplikasi JaKi Gambar 2 menunjukkan antarmuka aplikasi
dibuat sangat sederhana agar mudah dilakukan oleh JAKI di smartphone. Untuk menggunakan JaKi,
pengguna (pelapor). Terdapat empat langkah yang pertama yang harus dilakukan pengguna adalah
harus dilakukan pengguna, yaitu mengaktifkan mengunduh dan menginstal aplikasi di smartphone
aplikasi, ambil gambar (foto), isi uraiannya, kemudian mereka. Kemudian pengguna harus membuat akun
kirim. Data laporan akan diteruskan kepada untuk memverifikasi identitas mereka. Setelah
penyelenggara jalan sesuai dengan statusnya. memiliki akun, pengguna dapat langsung melaporkan
Misalkan pelaporan terhadap jalan nasional akan kondisi jalan menggunakan ponsel cerdas mereka.
diteruskan kepada unit kerja Direktorat Jenderal Bina Ketika pengguna mengklik tombol "Lapor", JaKi akan
Marga yang menangani ruas jalan tersebut. Namun otomatis menyalakan kamera smartphone untuk
apabila pelaporan terjadi di jalan daerah, maka akan menangkap kondisi jalan, pengguna mengisi beberapa
diteruskan kepada Dinas terkait. teks untuk menjelaskan kondisi jalan, lalu
mengirimkannya. Semua informasi yang telah
Gambar 1 menunjukan alur proses dilaporkan ke JAKI bisa diakses di website JaKi,
pelaporan melalui JaKi. Gambar 1 menunjukkan arus sehingga memudahkan pengguna untuk memonitor
laporan kondisi jalan dari pengguna, yang kemudian perkembangan laporan yang telah dibuat.
mendapat respon dari penyelenggara jalan hingga
penanganan kerusakan. Pengguna dapat
melaporkannya dalam dua cara, menggunakan aplikasi
mobile atau menggunakan media sosial Twitter.
Setelah penyelenggara jalan menerima laporan,
mereka akan menindaklanjuti laporan tersebut,
misalnya melakukan perawatan cepat terhadap
kerusakan ringan atau perawatan sementara untuk
kerusakan berat. Saat perbaikan selesai, penyelenggara
jalan akan mengirimkan laporan hasil penanganan
kepada pelapor. Gambar 2. Antarmuka Aplikasi JaKi

Gambar 3 menunjukkan antarmuka JaKi


yang diakses melalui browser desktop, pengguna bisa
melihat rangkuman setiap laporan dari browser. Di
laman tersebut dapat dilihat lokasi laporan di peta,
foto jalan yang di laporkan, dan uraian yang ditulis
untuk menjelaskan kondisi jalan oleh pelapor.

Gambar 1. Alur Proses Pelaporan JaKi

321
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

untuk tujuan tertentu. Pelaporan kondisi jalan saat bencana


misalnya, memanfaatkan JAKI sangat penting dalam kondisi
ini, karena JAKI dapat melaporkan kondisi jalan secara real
time melalui foto, catatan dan koordinat lokasi bencana.
Hal ini mempermudah penyelamat dan pengambil
keputusan untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
JaKi pernah digunakan sebagai aplikasi
pendukung pada mudik lebaran 2017 dan penanganan
bencana alam banjir dan longsor di Garut tahun 2016.
Gambar 3. Antarmuka Aplikasi JaKi di Web Browser Fungsi JaKi dapat dimanfaatkan sebagai media
pengumpulan informasi secara cepat untuk dilaporkan
Gambar 4 menunjukan daftar (list) laporan kepada pengambil kebjakan pada suatu kondisi
dari pengguna yang diteruskan ke penyelenggara khusus.
jalan. Daftar tersebut mencakup detail seluruh
informasi yang dilaporkan pengguna. Penyelenggara
jalan harus segera menanggapi laporan ini dan
kemudian mengambil tindakan atau penanganan
terhadap jalan yang dilaporkan. Bila penyelenggara
jalan telah selesai melakukan penanganan, mereka
akan mengirimkan laporan konfirmasi kepada pelapor.
Laporan hasil penanganan tersebut dapat dilihat di
laman antarmuka pengguna (Gambar 5).
Gambar 6. Pemanfaatan JaKi saat Banjir di Garut
b. Pemanfaatan JaKi di Ditjen Bina Marga
Tahun 2017, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Kementerian Pekerjaan Umum melalui
Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan memutuskan
untuk memanfaatkan JaKi dalam kegiatan
pengumpulan kondisi kerusakan jalan. JaKi digunakan
untuk mengumpulkan laporan kondisi jalan yang
diinput oleh penilik jalan dalam koridor jalan nasional.
Pengelolaan JaKi dilakukan dibawah kendali Sub
Direktorat Analisa Data dan Pengembangan Sistem
Gambar 4. Rangkuman Laporan
(ADPS). ADPS mengembangkan sistem JaKi agar
dapat digunakan oleh penilik jalan dari seluruh P2JN
di Indonesia.
Penilik jalan dari setiap P2JN diharuskan
melakukan pelaporan kondisi jalan melalui JaKi.
Laporan dari penilik jalan nantinya akan masuk ke
sistem administrator di ADPS yang akan memilah
laporan dari masyarakat atau penilik jalan. Laporan
yang ditujukan ke penyelenggara jalan daerah juga
akan dipisahkan. Setelah laporan divalidasi, maka
akan diteruskan ke P2JN yang berwenang.

Gambar 5. Dashboard Pengelolaan Laporan JaKi


Tantangan implementasi JAKI berasal dari
tingkat kepercayaan pengguna terhadap sistem ini.
Masyarakat Indonesia telah apatis terhadap semua
kebijakan pemerintah, mereka terjebak dalam stigma
buruk pelayanan publik oleh pemerintah. Hal ini wajar
mengingat Indonesia masih dalam proses perbaikan
sistem birokrasi pemerintah. Salah satu implementasi
reformasi birokrasi adalah peningkatan pelayanan
publik yang lebih cepat, efisien dan mudah.
JAKI bukan hanya sebagai solusi untuk pelaporan Gambar 7. Dashboard Pengelolaan Laporan JaKi
kondisi jalan, dalam beberapa kasus JAKI dapat digunakan

322
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

P2JN akan menerima laporan dari ADPS berapa jumlah laporan yang masuk ke sistem, jumlah
dan akan langsung diteruskan ke PPK untuk dilakukan laporan yang telah diteruskan ke P2JN, jumlah laporan
penanganan. Apabila penanganan telah dilakukan, yang telah diteruskan ke PPK, baik yang telah di
PPK akan melaporkan hasil penanganan ke P2JN. respon maupun yang telah diselesaikan.
P2JN akan meneruskan laporan hasil penanganan ke
ADPS dan diteruskan kembali ke pelapor (pengguna
JaKi). Siklus ini akan berlangsung berulang-ulang
apabila terdapat laporan yang masuk di JaKi.
Saat ini JAKI telah diunduh lebih dari
5.000 kali oleh pengguna. Hal ini menunjukan bahwa
JAKI semakin dikenal oleh masyarakat sebagai
sebuah solusi pelaporan kondisi jalan. JAKI telah
menerima lebih dari 6.300 laporan dari seluruh
Indonesia, dan terus bertambah setiap harinya. Ditjen
Bina Marga KemenPUPR sendiri telah berkomitmen
untuk segera menindaklanjuti laporan di ruas jalan
nasional
c. Pengukuran Performa Penyelenggara Jalan
Memanfaatkan JaKi Gambar 8. Dashboard Pemantauan Status Laporan
Pengukuran performa penyelenggara jalan Gambar 9 menunjukan grafik rangkuman performa
dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah dari P2JN dalam merespon laporan. Performa dihitung
satunya adalah dengan mengukur bagaimana respon dari akumulasi waktu dari penerimaan laporan hingga
yang diberikan terhadap pemenuhan SPM jalan. selesainya penanganan oleh P2JN. Warna merah
Merujuk pada indikator teknis SPM jalan yang bernilai kurang, warna orange bernilai sedang dan
menyatakan bahwa suatu ruas jalan dinyatakan warna hijau bernilai baik. Dari seluruh P2JN nantinya
memenuhi SPM kondisi jalan jika memiliki nilai RCI akan disandingkan nilai performanya. Gambar 10
“Baik” sampai dengan “Sedang”. Nilai RCI tersebut adalah grafik rangkuman nilai performa dari PPK.
sering kali didapat dari hasil konversi dari laporan
visual penilik jalan secara insidentil.
Dengan mengambil asumsi bahwa nilai RCI
dapat dikonversi dari serangkaian laporan yang
dilakukan oleh penilik jalan dalam suatu ruas, maka
pelaporan kondisi jalan menggunakan JaKi dapat
dianggap sebagai tindakan preventif untuk menjaga
nilai RCI ruas jalan tersebut. Implikasinya adalah
SPM ruas jalan tersebut akan tetap terpenuhi, terutama Gambar 9. Dashboard Performa P2JN
terkait indikator teknis kondisi jalan. Apabila
indikator teknis kondisi jalan terpenenuhi maka
indikator keselamatan untuk jaringan jalan secara teori
akan terpenuhi juga.
Laporan JaKi yang diterima oleh
penyelenggara jalan mengandung informasi terkait
kerusakan jalan dan factor resiko kerusakan jalan
(banjir, genangan air, kerusakan utilitas) yang secara
langsung akan mengurangi SPM kondisi suatu ruas
jalan. Apabila laporan kerusakan jalan dapat segera Gambar 10. Dashboard Performa PPK
direspon dan dilakukan penanganan, maka hal ini akan
tetap mempertahankan SPM ruas jalan tersebut. Nilai performa yang dikeluarkan oleh JaKi
Sehingga penting untuk diperhatikan waktu respon berbanding lurus dengan tingkat respon yang
penyelenggara jalan dari mulai diterimanya laporan diberikan oleh P2JN dan PPK. Semakin cepat
hingga selesainya penanganan terhadap ruas jalan merespon laporan yang masuk, maka semakin baik
yang dilaporkan. nilai performa yang dimiliki. Batasan waktu respon
JaKi memiliki fasilitas pencatatan dan dapat disesuaikan dengan kebijakan setiap
pemantauan status dan waktu respon penyelenggara penyelenggara jalan. Dalam kasus Ditjen Bina Marga,
jalan dalam penanganan laporan. Gambar 8 Direktur Pengembangan Jaringan Jalan menetapkan
menunjukan status laporan yang telah masuk dalam pengukuran performa berdasarkan tabel 1.
sistem JaKi. Dalam dashboard tersebut tercantum

323
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Tabel Pengukuran Performa - JaKi V. SARAN


Performa Admin & P2JN PPK Penilaian performa penyelenggara jalan
dalam rangka penangangan laporan kondisi jalan
Baik 1 hari 3 hari oleh masyarakat dan penilik jalan memanfaatkan
aplikasi JaKi dapat dikembangkan dengan
Sedang 2 hari 3-5 hari memasukkan indikator pengukuran lainnya,
Kurang 3 hari >5 hari seperti kualitas penanganan dan kepuasasan
pelapor.
P2JN dan PPK harus menaruh perhatian
khusus terhadap setiap laporan yang masuk melalui DAFTAR PUSTAKA
JaKi. Hal ini penting karena apabila mereka terlambat [1] Iskandar, Hikmat (2011) Kajian Standar Pelayanan
merespon laporan akan berpengaruh terhadap nilai
Minimal Jalan Untuk Jalan Umum Non-Tol.
performa mereka. Di level Admin dan P2JN, laporan
yang masuk harus sudah dapat direspon atau Jurnal Jalan dan Jembatan Volume 28 No.1.
diteruskan dalam waktu kurang dari tiga hari. Puslitbang Jalan dan Jembatan. Indonesia.
Begitupun di level PPK yang harus melakukan [2] Harrison C, Donnelly IA (2011) A Theory of
penanganan terhadap laporan minimal 5 hari setelah Smart Cities. Proceedings of the 55th Annual
mendapatkan data laporan yang valid dari P2JN. Meeting of the ISSS. Hull: International
Sistem pengukuran performa ini dapat Society for the Systems Sciences.
menjadi dasar evaluasi kinerja dari penyelenggara [3] Hao L, Lei X, Yan Z, ChunLi Y, 2012, The
jalan dalam hal penanganan kondisi jalan. application and implementation research of
Penyelenggara jalan dengan performa kurang dapat di smart city in China. System Science and
evaluasi secara penuh terkait kemampuan manajemen
Engineering (ICSSE), Dalian, Liaoning,
dan teknis dalam menangani kondisi jalan di
wilayahnya. Sedangkan penyelenggara jalan yang China.
memiliki performa bagus dapat dijadikan contoh [4] Forslof, Lars & Jones, Hans, 2015. Roadroid:
dalam hal manajemen dan teknis dalam pengelolaan Continuous Road Condition Monitoring with
kondisi jalan, termasuk apabila diperlukan untuk Smartphones,.Journal of Civil Engineering
diberikan penghargaan. and Architecture 9 (2015) 485-496, David
Publishing, New York.
IV. KESIMPULAN Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.38
Tahun 2004 tentang Jalan. Kementerian
JaKi dapat dimanfaatkan oleh Hukum dan Hak Azasi Manusia. Jakarta.
penyelenggara jalan untuk mendapatkan laporan Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah
kondisi jalan dari masyarakat ataupun penilik no.34 Tahun 2006 tentang jalan. Kementerian
jalan. Laporan yang diterima penyelenggara jalan Hukum dan Hak Azasi Manusia. Jakarta.
harus segera direspon dan dilakukan penanganan Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Peraturan
terkait implikasinya terhadap pemenuhan SPM
Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No.4
jalan. Waktu respon dari mulai diterimanya
Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan
laporan hingga penanganan dapat diukur sebagai
Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.
performa penyelenggara jalan dalam menangani
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Peraturan
kerusakan jalan. Sistem JaKi dapat mengukur
performa penyelenggara jalan dalam penanganan Menteri Pekerjaan Umum No. 13 Tahun 2011
laporan kondisi jalan. Semakin cepat merespon Tentang Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan
laporan yang masuk, maka semakin baik nilai Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.
performa yang dimiliki oleh penyelenggara jalan.

324
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAMPAK PEMBANGUNAN JALAN ALTERNATIF TERHADAP


INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN TOL MANADO BITUNG
Semuel Y. R. Rompis1 Audie L. E. Rumayar 2
1
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Bahu Manado 95115. Email :
semrompis@fulbrightmail.org, semrompis@unsrat.ac.id
2
Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Bahu Manado 95115. Email :
audie_rum@yahoo.com

Abstrak. Sebuah jalan tol sedang dibangun untuk menghubungkan dua kota berpotensi tinggi di Sulawesi Utara,
Indonesia yaitu kota Manado dan Bitung. Karena keterbatasan dana pemerintah maka jalan tol ini dibangun dengan
skema pendanaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta / Badan Usaha. Prediksi volume lalulintas yang rendah pada tahun
pembukaan tol ini membuat ini jalan tersebut dikategorikan sebagai infrastruktur yang tidak layak secara finansial tapi
dibutuhkan untuk mendukung pembangunan kawasan. Karena itu skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan
Swasta / Badan Usaha ini digabungkan dengan Anggaran Pengeluaran Belanja Negara dan Anggaran Pengeluaran
Belanja Daerah. Sementara menghadapi masalah ini, masalah lain timbul dengan adanya pembangunan jalan arterial
baru yang menjadi pesaing utama jalan tol tersebut.Studi ini menyajikan sebuah studi kasus dari pesaing jalan tol dan
dampak yang ditimbulkan terutama pada pembagian volume lalulintas. Analisa dilakukan dengan menggunakan analisa
pembebanan lalulintas. Hasilnya menunjukkan penguranngan volume lalulintas pada jalan tol secara signifikan yang
merupakan potensi risiko yang besar terhadap keberhasilan skema pembiayaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta /
Badan Usaha.

Kata Kunci : Jalan Tol, Kerjasama Pemerintah dan Swasta/Badan Usaha

Abstract. A toll road is being constructed to connect two cities with great potentials in North Sulawesi, Indonesia which
are Manado and Bitung. Due to lack of government funding, this toll road is constructed with public private
partnership (PPP) financing scheme. Low traffic volume prediction on the opening year of this toll road has made this
road categorized as not financially feasible infrastructure project but needed to support regional development. Thus the
PPP financing scheme was combined with national and local government expenditure budget. While facing this
problem, another problem arises which is the construction of a new arterial road that become a perfect competitor to
the toll road.This study presents a study case of toll road competitor and its impact particularly on the traffic volume
split. The analysis was carried out using traffic assignment analysis. The result shows a significant reduction of the toll
road traffic volume which is a great potential risk of the PPP funding scheme.

Keywords : Toll road, public private partnership

I. Latar Belakang Karena potensi yang dimiliki oleh kedua kota


di Sulawesi Utara ini maka pemerintah Republik
Manado adalah ibukota Provinsi Sulawesi Indonesia memutuskan untuk membentuk kawasan
Utara dengan luas total wilayah sebesar 157,26 km2 Manado-Bitung sebagai sebuah kawasan andalan untuk
(“Badan Pusat Statistik Kota Manado” 2016a) dan pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur
jumlah penduduk 423.257 jiwa (“Badan Pusat Statistik Indonesia. Hal ini dilakukan berdasarkan Keputusan
Kota Manado” 2016b), menjadikannya kota kedua Presiden Nomor 89 Tahun 1996
terbesar di Sulawesi setelah Makassar. Di dekat kota (“KPET_89_1996.pdf” n.d.) yang kemudian
Manado terdapat juga kota Bitung yang berjarak sekitar disempurnakan dengan Keputusan Presiden nomor 9
45 km dari kota Manado. Kota ini memiliki Tahun 1998 (“Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun
perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan 1998” 1998) tentang pembentukan Kawasan
laut yang mendorong percepatan pembangunan. Kota Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Dengan
Bitung merupakan kota industri, khususnya industri berkembangnya otonomi daerah, Keputusan Presiden
perikanan. tersebut disempurnakan lagi dengan Keputusan

325
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Presiden Nomor 150 Tahun 2000 (“Keppres-150- sangat penting untuk pembangunan ekonomi atau
2000.pdf” n.d.). pengembangan regional, namun di sisi lain pemerintah
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu memiliki keterbatasan dalam pendanaan infrastruktur.
(KAPET) Manado - Bitung terletak di Provinsi Menurut Bappenas-JICA (Bappenas 2014) perkiraan
Sulawesi Utara, dengan wilayah meliputi Kota Manado kebutuhan investasi infrastruktur 2015-2019 adalah Rp.
(Ibukota Provinsi), Kota Bitung, serta sebagian 4.796,2 T. Kemampuan APBN dan APBD adalah Rp.
Kabupaten Minahasa, dengan cakupan wilayah seluas 1.978,6 T (41,3%), sedangkan BUMN adalah Rp.
251.138 ha. KAPET Manado - Bitung memiliki 1.066,2 T (22,2%). Sehingga diharapkan partisipasi
Kawasan Berikat seluas 350 ha (“KAPET Indonesia | swasta adalah Rp. 1.751,5 T (36.5%). Karena
KAPET MANADO BITUNG” n.d.). keterbatasan dana pemerintah ini maka perlu
Pembentukan KAPET Manado - Bitung selain dipertimbangkan investasi infrastruktur yang
dalam rangka mendorong dan mengembangkan potensi pembangunannya melibatkan investor swasta atau
wilayah untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, badan usaha. Proyek jalan Tol Manado-Bitung adalah
meminimasi disparitas antar wilayah juga satu-satunya proyek infrastruktur di Sulawesi Utara
mengakomodasi dan menjalin kerjasama regional antar yang dilakukan dengan skema Kerjasama Pemerintah
negara ASEAN yaitu tergabung dalam Brunei dan Badan Usaha (KPBU).
Darussalam - Indonesia - Malaysia - Philipina East Menurut (Natsir 2012), terdapat berbagai
ASEAN Growth Area (BIMP - EAGA) yang kendala di tingkat mikro yang menghambat penyiapan
merupakan bentuk kerjasama bilateral negara-negara dan pelaksanaan proyek dengan skema KPBU, antara
ASEAN untuk wilayah bagian timur. KAPET Manado lain, pembebasan tanah, penjaminan Pemerintah,
- Bitung dapat dicapai melalui Bandara Sam Ratulangi rentang koordinasi, bangkitan volume lalu lintas dan
di Manado, yang merupakan Bandara Internasional beban perpajakan.
yang juga merupakan pintu gerbang masuk ke Jalan Tol Manado – Bitung juga turut
Indonesia dari bagian utara. mengalami masalah-masalah serupa seperti yang
Yang menjadi salah satu issue strategis dari KAPET disebutkan di atas. Selain masalah pembebasan tanah
Manado – Bitung adalah percepatan Pembangunan yang merupakan masalah klasik untuk hampir semua
Pelabuhan Bitung untuk mendukung pelayaran ekspor pembangunan jalan baru di tanah air, masalah lain yang
Bitung dan Singapura dan penyediaan lahan Kawasan menonjol adalah masalah bangkitan volume lalu lintas.
industri. Pelabuhan Bitung direncanakan menjadi Bangkitan volume lalu-lintas jalan tol tidak tercapai
International Hub Port (IHP) dan telah disetujui untuk sesuai jadwal yang direncanakan disebabkan oleh hal-
masuk dalam Masterplan Percepatan Perluasan hal di luar kendali investor, salah satu diantaranya
Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI). adalah dibangunnya jaringan jalan yang menjadi
Berdasarkan latar belakang – latar belakang di atas pesaing utama bagi jalan tol.
maka pemerintah menganggap perlu untuk membangun Tulisan ini membahas mengenai potensi
sebuah infrastruktur transportasi yaitu jalan Tol masalah pada pengoperasian jalan Tol Manado –
Manado-Bitung untuk mendukung percepatan Bitung khususnya untuk masalah tidak tercapainya
pertumbuhan ekonomi di kawasan Manado-Bitung dan bangkitan volume lalu-lintas sesuai jadwal yang
di kabupaten – kabupaten yang ada di sekitar kawasan direncanakan karena pembangunan jalan alternatif
ini. yang melayani rute yang sama.
Investasi pembangunan infrastruktur jalan
dinilai sebagai salah satu instrumen kebijakan yang

Jalan Tol Manado-Bitung kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota
Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun Bitung.
2008 (“PP-26-2008 RENCANA TATA RUANG Ruas Jalan Tol Manado – Bitung merupakan
WILAYAH NASIONAL.pdf” n.d.) tentang Rencana jalan alternatif dari jalan nasional Manado-Bitung. Dari
Tata Ruang Wilayah Nasional Lampiran II, Pusat STA 0+000 yang berada di Ring Road I Manado
Kegiatan Nasional (PKN) yang berada di wilayah hingga STA 14+900 yang berada di wilayah
Provinsi Sulawesi Utara meliputi Kawasan Perkotaan Airmadidi, trase jalan tol akan berada di sebelah
Manado – Bitung. Karena itu jalan tol pertama di selatan Jalan Nasional Manado – Bitung, sementara
provinsi ini di bangun pada kawasan Manado Bitung. dari STA 14+900 hingga titik akhir trase akan berada
Koridor Jalan Tol Manado-Bitung berada pada wilayah di sebelah utara Jalan Nasional Manado – Bitung.
administratif Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya pada Trase diawali dari Manado Ring Road I, kemudian

326
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

bergerak ke arah tenggara menuju wilayah Kauditan, Gambar 1 menunjukkan peta situasi rencana Jalan Tol
melewati wilayah Sukur, Airmadidi, Kauditan, Manado-Bitung.
Danowudu dan berakhir di sekitar Pelabuhan Bitung.

Gambar 1. Lay out Rencana Tol Manado Bitung

Berikut ini adalah data teknis jalan Tol Manado – 5. Biaya Investasi : Rp 5,12
Bitung : Trilyun
6. Masa Konsesi : 40
1. Panjang : 39,90 Tahun
Km 7. Progress Pengadaan Tanah :
2. Volume Lalu Lintas Gol.1 (2019) : 12.999 31,55% dari seluruh ruas
(Kend/Hari) 8. IRR on Project : 12,56%
3. Tarif tol awal Gol 1 (2019) : 9. Pengembalian Investasi Pemerintah :
Rp 900/km Rp. 356,8 M (Nilai Th. 2015)
4. Biaya Konstruksi : 10. Nilai Dana Talangan Tanah :
Rp 3,27 Trilyun Rp. 816 Miliar

Pembangunan Jalan Alternatif Rute Manado menjadi trase jalan tol Manado – Bitung segmen I
Bitung untuk menjadi jalan Nasional di daerah Minahasa Utara
Pada tahun 2004 dilaksanakan kegiatan Pre yang membentang dari arah timur ke arah barat.
Feasibility Study Jalan Tol Manado-Bitung yang Permintaan ini dikabulkan sehingga berdasarkan
dibiayai oleh dana APBN pada Bagian Proyek Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 82 Tahun
Pembinaan Jalan dan Jembatan Tol, Direktorat Jenderal 2012 tentang penetapan lokasi pembangunan jalan Tol
Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Manado-Bitung trase Jalan Tol Manado Bitung seksi I
Prasarana Wilayah. Studi ini mengusulkan 2 alternatif yang awalnya berada di sebelah utara jalan Nasional
koridor jalan Tol. Alternatif yang pertama, koridor Manado – Bitung dipindahkan ke sebelah selatan jalan.
jalan tol melewati sisi Utara gunung Kelabat dan yang Jalan baru tersebut, yang kemudian diberi
ke dua melewati bagian Selatan gunung Kelabat. Pada nama jalan Soekarno, dibangun menggunakan APBN
kedua alternatif ini koridor jalan tol berada pada sisi dan APBD Minut. Pada tahap awal pembangunan,
Utara jalan nasional Manado-Bitung. jalan Soekarno berawal dari kantor Bupati Minahasa
Tahun 2006, juga dengan dana pemerintah Utara dan berakhir di jalan By Pass Worang Minahasa
diadakan Feasibility Study dan Amdal Jalan Tol Utara yang adalah bagian jalan Nasional Manado
Manado-Bitung. Usulan rute jalan Tol pada tahap ini Bitung.
merupakan pendalaman geometris dari usulan koridor Saat ini jalan Soekarno telah selesai dibangun
jalan pada tahap Pre Feasibility Study. dengan panjang 10.4 km, berawal dari Manado Ring
Sekitar tahun 2010, pemerintah kabupaten Road II dan berakhir di jalan By Pass Worang
Minahasa Utara meminta trase jalan di sebelah utara Minahasa Utara. Jalan ini selesai dan terkoneksi
jalan Nasional Manado-Bitung dari Manado Ring Road dengan Manado Ring-Road II pada tahun 2017.
II sampai Airmadidi yang awalnya direncanakan

327
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Estimasi volume kendaraan sebelum dan sesudah


pembangunan Jalan Soekarno
Pembangunan jalan Soekarno yang
merupakan jalan alternatif tambahan rute Manado-
Bitung menjadikan jalan ini sebagai kompetitor utama
jalan Tol Manado-Bitung. Akibat pembangunan jalan
ini maka lalulintas akan terbagi sehingga bangkitan
volume lalu lintas untuk jalan Tol Manado-Bitung
tidak akan tercapai sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Untuk memahami dampak pembangunan jalan
Soekarno terhadap bangkitan lalu lintas Tol Manado
Bitung, dalam studi ini dilakukan perhitungan
pembebanan lalu lintas (traffic assignment) pada
kondisi tanpa jalan Soekarno dan kondisi dengan jalan
Soekarno. Gambar 2 menunjukkan ilustrasi rute
Manado-Bitung.

Gambar 2. Ilustrasi rute Manado-Bitung

Keterangan : Link No. 1 : Eksisting (Manado-Airmadidi)


Link No. 2 : Eksisting (Airmadidi-Bitung)
Link No. 3 : Rencana Jalan Tol (Manado-Airmadidi)
Link No. 4 : Rencana Jalan Tol (Airmadidi-Bitung)
Link No. 5 : Jalan Soekarno
A : Manado
B : Airmadidi
C : Bitung

Pembebanan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan prinsip Deterministic User Equilibrium yang
berdasarkan pada Prinsip Keseimbangan I Wardrop (Wardrop 1952). Sedangkan untuk fungsi volume – tundaan
(volume delay function) digunakan sebuah fungsi yang dikembangkan oleh The Bureau of Public Roads (BPR) atau
yang dikenal dengan BPR volume-delay function (Bureau of Public Roads 1964). Fungsi ini dirumuskan sebagai
berikut :
𝑥𝑎 𝛽
𝑡𝑎 (𝑥𝑎 ) = 𝑡𝑎0 (1 + 𝛼 ( ) )
𝑐𝑎

Dimana 𝑡𝑎0 = waktu tempuh arus bebas


𝑥𝑎 = volume lalu lintas
𝑐𝑎 = kapasitas
𝑡𝑎 (𝑥𝑎 ) = waktu tempuh rata-rata
𝛼, 𝛽 = parameter (α = 0.15 dan β = 4)

Berdasarkan jenis dan lebar jalan maka diadakan penyesuaian – penyesuaian untuk nilai parameter α dan β.
Data masing-masing ruas jalan untuk fungsi volume-tundaan diberikan oleh Tabel 1.

328
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Data untuk fungsi kinerja ruas jalan

Link ta0 ca α β
1 15 16800 0.15 2
2 30 16800 0.15 2
3 15 43200 0.4 4
4 30 43200 0.4 4
5 12 19200 0.2 3

Matriks asal tujuan dalam studi ini jalan tol) yang dihasilkan dalam kegiatan Studi
diturunkan dari estimasi volume lalu lintas Kelayakan (Feasibility Study) Jalan Tol Manado
untuk tahun 2019 (tahun rencana pembukaan Bitung. Matriks asal tujuan ditampilkan dalam
Tabel 2.

Tabel 2. O-D Matriks

A B C
A 0 5000 21000
B 5000 0 2000
C 21000 2000 0

Untuk memformulasikan prinsip


Deterministic User Equilibrium
digunakan rumus sebagai berikut
(Sheffy 1985) :
𝑥𝑎
min z(x) = ∑ 𝑎 ∫ 𝑡𝑎 (𝜔)𝑑𝜔
0

Dimana 𝑎 = ruas “a”


𝑡𝑎 (𝜔)𝑑𝜔 = fungsi volume-tundaan
𝜔 = volume lalulintas

Sedangkan untuk lintas “tanpa” dan “dengan” jalan


menyelesaikan masalah optimasi Soekarno dapat dilihat pada lampiran
digunakan bantuan paket Solver yang artikel ini. Gambar 3 menunjukkan hasil
merupakan salah satu fitur tambahan pembebanan lalu lintas untuk kedua
pada perangkat lunak Microsoft Excel. kondisi tersebut di atas.
Detail perhitungan pembebanan lalu

A. Tanpa Jalan Soekarno


Link No.1 : Existing (Manado-Air
18154.83 Link No.2 : Existing (Airmadidi-B
Link No.3 : Rencana Jalan Tol (M
Link No.4 : Rencana Jalan Tol (A
5924.58 4845.17 Link No.5 : Jalan Soekarno
A: Manado
B: Airmadidi
20075.42 C: Bitung

329
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

B. Dengan Jalan Soekarno

Link No.1 : Existing (Manado


20699.84 18158.54 Link No.2 : Existing (Airmadid
Link No.3 : Rencana Jalan To
Link No.4 : Rencana Jalan To
931.93 4841.46 Link No.5 : Jalan Soekarno
A: Manado
B: Airmadidi
4368.24 C: Bitung

Gambar 3. Hasil pembebanan lalulintas rute Manado-Bitung

Hasil pembebanan lalulintas menunjukkan lalu lintas pada jalan Tol Manado-Bitung Seksi I yang
bahwa rute alternatif Jalan Soekarno (ruas no 5 dalam awalnya diperkirakan sekitar 20.000 smp/hari turun
Gambar 3) sangat mempengaruhi volume lalulintas menjadi hanya sekitar 4300 smp/hari atau dengan kata
pada jalan Tol Manado-Bitung Seksi I (Manado- lain volume lalulintas untuk jalan tol hanya sekitar
Airmadidi). Sedangkan volume lalulintas pada jalan 22% dari perkiraan volume lalulintas awal (tanpa Jalan
Tol Manado Bitung Seksi II (Airmadidi-Bitung) Soekarno).
hampir tidak mendapatkan pengaruh akibat Perkiraan defisit keuntungan tol karena
pembangunan jalan Soekarno. pembangunan jalan Soekarno adalah (20075 – 4368)
Dengan jalan alternatif tersebut sebagian besar smp x Rp. 900 x 14.9 km = Rp. 210.630.870,- per hari
beban lalulintas yang pada awalnya diramalkan akan untuk satu arah. Jika diasumsikan kedua arah
melewati jalan Tol Manado-Bitung Seksi I akan mempunyai lalulintas yang identik maka defisit
berpindah melewati rute alternatif tersebut. Volume keuntungan tersebut menjadi 2 kali lipat.

II. Pembahasan menyebabkan lalulintas menjadi terbagi sehingga


Seperti sudah disebutkan di atas, jalan Tol bangkitan lalulintas untuk jalan Tol tersebut tidak akan
Manado-Bitung adalah sebuah mega proyek di tercapai sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Sulawesi Utara yang akan dibangun dengan skema
KPBU. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Dari sudut pandang pemerintah daerah
Tahun 2005 (“Peraturan Pemerintah Republik Jalan Tol Manado-Bitung dibangun atas
Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol” prakarsa pemerintah daerah Sulawesi Utara. Gagasan
2005), pihak swasta (investor) dapat membantu pembangunan jalan Tol tersebut adalah konsekuensi
pemerintah membiayai dahulu pembangunan jalan tol, gagasan mengembangkan Kawasan Pengembangan
kemudian mendapatkan hak penarikan tol selama masa Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada saat diajukan
konsesi sebagai cara investor tersebut mendapatkan pertama kali tanggapan dari pemerintah pusat pada
pengembalian biaya investasi beserta keuntungannya. waktu itu kurang mendukung. Justifikasi dan urgensi
Sebagai daya tarik bagi pihak swasta agar mau proyek akhirnya, setelah 11 tahun diperjuangkan, pada
menanamkan modalnya pada proyek pembangunan tahun 2011 diakui signifikansinya oleh pemerintah
jalan tol, maka rencana pembangunan tol harus pusat dengan memasukkan gagasan pembangunan jalan
dipastikan atau paling kurang memiliki kelayakan Tol Manado-Bitung dalam Master plan Percepatan dan
finansial yang memadai. Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Karena jalan Tol Manado Bitung merupakan (Perekonomian 2011). Dari sudut pandang pemerintah
kasus dimana pembangunan tol tidak layak secara daerah dalam hal ini Pemprov Sulut, pemkot Bitung
finansial tetapi dibutuhkan untuk menunjang dan pemkot Manado, proyek ini adalah proyek strategis
pengembangan wilayah maka konsep pendanaan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dikombinasikan dengan APBN/D. kawasan dan mendukung rencana strategis seperti
Pembangunan jalan Soekarno yang melayani KAPET yang kemudian digantikan dengan Kawasan
rute yang sama dengan jalan Tol Manado-Bitung akan Ekonomi Khusus (KEK) (“Peraturan Pemerintah

330
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang dan pemeliharaannya berpotensi untuk tidak terjadi
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung” 2014). Hal ini dengan dibangunnya jalan alternatif. Dengan
menyebabkan hampir tidak ada risiko yang tidak akan pembangunan jalan alternatif, bisa dipastikan bahwa
diambil demi terbangunnya jalan ini. Sedangkan bagi lalulintas akan terbagi. Langkah yang bisa diambil
pemerintah kabupaten Minahasa Utara, jalan Soekarno adalah dengan menambah masa konsesi. Namun masa
adalah ruas jalan yang penting karena akan dijadikan konsesi tol Manado Bitung sudah tergolong maksimal
salah satu pusat bisnis di Minahasa Utara. yaitu 40 (empat puluh) tahun, sehingga menambah
masa konsesi tidak dapat akan mampu membuat break
Dari sudut pandang pemerintah pusat even point / titik impas tercapai tepat waktu.
Dengan dimasukkannya gagasan Salah satu langkah alternatif yang bisa
pembangunan jalan Tol Manado-Bitung dalam Master dilakukan adalah dengan menaikkan tarif tol. Namun
plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi perlu diperhatikan bahwa menaikkan tarif tol bisa
Indonesia (MP3EI) maka bagi pemerintah pusat membuat pemilihan jalan Tol menjadi kurang menarik
mensukseskan pembangunan Jalan Tol Manado – dibanding dengan jalan alternatif. Bagi investor faktor
Bitung adalah suatu “kewajiban”. Jika terbukti bahwa risiko itu berkurang dengan adanya BUMN Pemerintah
jalan ini dapat membantu mengembangkan KAPET dalam hal ini PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia
maka akan ada “multiplier effect“ yang berakibat pada (PT. PII) yang bertugas untuk menjadi penjamin bagi
pertumbuhan ekonomi, dimana volume lalu lintas proyek-proyek dengan skema KPBU termasuk untuk
antara kota Manado dan Bitung bisa bertumbuh tidak risiko bangkitan lalu lintas yang terbagi karena adanya
hanya secara linear namun secara eksponensial. pembangunan jalan alternatif.
Dengan demikian pada akhirnya benefit tol dari
bangkitan lalu lintas diharapkan bisa tercapai lebih Posisi tawar masing-masing pemangku kepentingan
cepat dari yang diperkirakan. Pada dasarnya suatu mega proyek seperti
pembangunan jalan Tol tergantung pada pihak – pihak
Dari sudut pandang investor yang mempunyai “interest” dan “power” yang tinggi.
Dari sudut pandang investor, umumnya Manakalah pihak-pihak tersebut berkomitmen pada
tingkat risiko pada tahap perencanaan dapat terlaksananya proyek tersebut maka faktor risiko dapat
dikategorikan rendah. Pada tahap berikutnya yaitu ditanggulangi bersama.
pembebasan lahan dan konstruksi tingkat risiko Menurut studi yang dilakukan oleh (Sumanti,
investasi naik drastis mencapai puncaknya dan Wibowo, and Tamin 2011), gambaran posisi tawar
dikategorikan tinggi. Tahap selanjutnya yaitu pada saat masing-masing pemangku kepentingan pada proses
operasi dan pemeliharaan, tingkat risiko berkurang tapi pre-project planning proyek jalan Tol Manado-Bitung
masih tetap lebih tinggi daripada tahap perencanaan. disajikan pada gambar
Tingkat risiko mencapai titik minimum bagi investor
pada saat investasi mencapai tahap penyerahan
kembali.

Gambar 4.
Pada kasus
pembangunan Jalan Tol
Manado-Bitung, tingkat
risiko yang diharapkan
berkurang pada saat operasi

331
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4. Power versus interest grid


Sumber : (Sumanti, Wibowo, and Tamin 2011)

Keterangan : 1. Pemprov Sulut 6. Kementerian PU


2. Pemkab Minahasa Utara 7. Investor
3. Pemkot Manado 8. Kelompok Industri (lokal,regional)
4. Pemkot Bitung 9. Pemerhati Lingkungan
5. Masyarakat sekitar tapak proyek 10. Pemerintah Pusat/BAPPENAS

Dari gambar Bappenas. 2014. “Background Study for RPJMN


2015-2019.”
Bureau of Public Roads. 1964. “Traffic Assignment
Manual.” US Department of Commerce.
“KAPET Indonesia | KAPET MANADO BITUNG.”
n.d. Accessed March 30, 2018.
http://kapet.somee.com/page/KAPET-MANADO-
Gambar 4 terlihat bahwa yang dikategorikan BITUNG.aspx.
sebagai “players” dalam pembangunan jalan Tol “Keppres-150-2000.pdf.” n.d. Accessed March 30,
Manado Bitung adalah Pemprov Sulut, Pemkot Bitung, 2018. http://storage.jak-
Pemkot Manado dan Kementrian PU. Sehingga bagi stik.ac.id/ProdukHukum/ESDM/keppres-150-2000.pdf.
“players” ini apapun yang terjadi jalan Tol Manado- “Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998.” 1998.
Bitung harus terlaksana. Sedangkan pemerintah pusat hukumonline.com/pusatdata. 1998.
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/905/nod
dalam hal ini BAPPENAS yang mempunyai kekuatan
e/352/keppres-no-9-tahun-1998-perubahan-atas-
(power) terbesar mempunyai ketertarikan (interest)
keputusan-presiden-nomor-89-tahun-1996-tentang-
pada tingkatan menengah. Hal ini menjadi potensi kawasan-pengembangan-ekonomi-terpadu.
peningkatan risiko proyek. “KPET_89_1996.pdf.” n.d. Accessed March 30,
2018.
III. Kesimpulan https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/KPE
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan T_89_1996.pdf.
1. Pembangunan jalan Soekarno sebagai jalan Natsir, Mochammad. 2012. Pengelolaan
alternatif untuk rute yang sama dengan jalan Sumberdaya Investasi Bagi Penyelenggaraan
Infrastruktur. makalah.
Tol Manado-Bitung akan menyebabkan
“Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
penurunan volume lalulintas untuk jalan Tol 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol.” 2005. Sekretariat
yang cukup signifikan. Kabinet RI, Jakarta.
2. Menambah masa konsesi dan menaikkan tarif “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
tol tidak akan memecahkan masalah 32 Tahun 2014 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus
peningkatan risiko investasi infrastruktur tol Bitung.” 2014.
Manado Bitung Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang.
3. Faktor risiko dapat ditanggulangi bersama 2011. Masterplan Percepatan Dan Perluasan
manakalah pihak-pihak yang mempunyai Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
kekuatan / power yang besar memiliki Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
ketertarikan / interest yang tinggi pula. “PP-26-2008 RENCANA TATA RUANG
WILAYAH NASIONAL.pdf.” n.d. Accessed March
30, 2018.
Daftar Pustaka http://www.perumnas.co.id/download/prodhukum/pp/P
“Badan Pusat Statistik Kota Manado.” 2016a. 2016. P-26-
https://manadokota.bps.go.id/statictable/2016/12/15/11 2008%20RENCANA%20TATA%20RUANG%20WIL
0/luas-kota-manado-menurut-kecamatan-tahun- AYAH%20NASIONAL.pdf.
2015.html. Sheffy, Y. 1985. “Urban Transportation Networks.”
———. “Badan Pusat Statistik Kota Manado.” Englewood Cliffs, N. J: Prentice–Hall.
2016b. 2016. Sumanti, Febrina PY, M. Agung Wibowo, and Rizal
https://manadokota.bps.go.id/statictable/2017/08/18/19 Z. Tamin. 2011. “STUDI KASUS: PROSES PRE-
9/jumlah-penduduk-kota-manado-menurut-kecamatan- PROJECT PLANNING PEMBANGUNAN JALAN
dan-jenis-kelamin-2011-2016.html. TOL MANADO-BITUNG.”

332
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Wardrop, J G. 1952. “Road Paper. Some Theoretical Proceedings of the Institution of Civil Engineers 1
Aspects of Road Traffic Research.” (3): 325–62. https://doi.org/10.1680/ipeds.1952.11259.

333
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EFEKTIFITAS PENGOPERASIAN KONSTRUKSI JALAN


UNDERPASS DALAM MENGURANGI KEMACETAN LALU
LINTAS DI SIMPANG BANDARA MAKASSAR

Dr. Eng. M. Isran Ramli, ST., MT, Dr. Eng. Muralia Hustim, ST., MT.

Dosen Departemen Teknik Sipil, Dosen Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik UNHAS
E-mail : isranramli@unhas.ac.id, E-mail : muraliahustim@ft.unhas.ac.id

Abstrak
Studi ini betujuan menganalisis dan mengevaluasi tingkat efektifitas dari pengoperasian sistem konstruksi jalan underpass
pada Simpang Bandara Hasanuddin di Kota Makassar. Metode analisis dan evaluasi menggunakan indikator kinerja panjang
antrian dan waktu tundaan lalu lintas melalui pendekatan mikro simulasi lalu lintas dengan perangkat simulator VISSIM.
Kinerja lalu lintas disimulasikan untuk kondisi eksisting, tahap pembangunan, tahap operasional konstruksi jalan underpass.
Hasil-hasil simulasi, analisis, dan evaluasi memperlihatkan bahwa kinerja panjang antrian dan waktu tundaan pada
pendekat-pendekat simpang sangat tinggi pada kondisi eksisting dan masa pembangunan. Sebaliknya, kedua indikator
kinerja lalu lintas tersebut menjadi sangat rendah pada ssaat pengoperasian jalan underpass. Dengan demikian, penerapan
konstruksi jalan underpass sangat efektif mengurangi panjang antrian dan waktu tundaan hingga 90% pada lokasi studi.
Hasil studi dapat menjadi dasar bagi pemangku kebijakan dalam mengaplikasikan konstruksi jalan underpass sebagai solusi
pengurangan kemacetan lalu lintas pada jalan-jalan utama di kota-kota besar di Indonesia.

Kata-kata kunci : konstruksi jalan, underpass, lalu lintas, simpang, Makassar.

1. PENDAHULUAN 2017. Proses pembangunan konstruksi underpass


Tingkat kemacetan lalu lintas pada simpang dilakukan sebanyak 10 tahap pekerjaan.
lima bersinyal di depan kawasan Bandara Dalam konteks ini, studi ini berfokus untuk
Hasanuddin Makassar yang sangat tinggi. Hal ini memberikan gambaran tingkat kinerja lalu lintas pada
disebabkan oleh karena titik simpul Simpang Simpang Bandara Hasanuddin pada kondisi eksisting,
Bandara Hasanuddin merupakan lokasi pertemuan tahap pembangunan konstruksi underpass, dan tahap
pergerakan lalu lintas salah dan mejadi salah satu operasional underpass. Secara khusus, studi ini
simpang jalan terbesar dan terkompleks titik konflik bertujuan menganalisis kinerja panjang antrian dan
pergerakan lalu lintasnya di Kota Makassar. Kondisi waktu tundaan lalu lintas pada Simpang Lima
lalu lintas disekitar wilayah Simpang Bandara Bandara Hasanuddin pada kondisi eksisting dan
Hasanuddin ini, menjadi terganggu atau tingkat konstruksi underpass, dan mengevaluasi efektifitas
kemacetan lalu lintas yang cukup tinggi, baik pada pengoperasian sistem konstruksi jalan underpass
ruas jalan disekitarnya, maupun pada jalan-jalan pada lokasi studi.
pendekat Simpang Mandai/Bandara. Dalam rangka
memberikan solusi mengurangi tingkat kemacetan di 2. TINJAUAN SIMPANG BANDARA
wilayah tersebut, Pemangku kebijakan di bidang HASANUDDIN DAN KONSTRUKSI
jalan membangun sistem konstruksi jalan underpas di
UNDERPASS
Simpang Bandara Hasanuddin ini.
2.1. Kondisi Eksisting Simpang Bandara
Pembangunan konstruksi underpass pada
Hasanuddin, Makassar
Simpang Bandara Hasanuddin yang dilaksanakan
Simpang Bandara Hasanuddin di Kota
persis pada titik simpang tersebut, memberikan
Makassar, adalah salah satu simpang jalan terbesar
konsekuensi terganggunya pergerakan kendaraan
dan terkompleks titik konflk pergerakan lalu
pada ruas jalan yang berada di sekitar simpang yang
lintasnya di Kota Makassar. Visualisasi kondisi
disebabkan oleh adanya pengurangan kapasitas ruas
tampak atas Simpang Bandara Hasanuddin disajikan
jalan akibat proses konstruksi yang dilaksankan
pada Kolom-1 pada Tabel 1. Berdasarkan jumlah
selama kurang lebih dua tahun dari tahun 2016 –
pendekat untuk kategori jalan-jalan besar, simpang

333
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ini terdiri atas 5 pendekat, namun secara aktual, Hasanuddin disjaikan pada Gambar 1. Gambar 1a
pergerakan lalu lintas pada simpang ini terjadi pada 8 memperlihatkan bahwa terdapat 31 arah pergerakan
pedekat sebagaimana disajikan pada Kolom-2 Tabel lalu lintas dari 8n pendekat simpang. Gambar 1b
1. Kondisi geomterik eksisting Simpang Bandara memperlihatkan jumlah titik konflik lalu lintas pada
Hasanuddin disajikan pada Kolom-3, Kolom-4, dan simpang dimana terdapat 3 jenis titik konflik lalu
Kolom-5 pada Tabel 1. lintas yangterjadi, yaitu memisah (diverging),
Lokasi simpang, dan arah pergerakan serta bergabung (merging), dan pertemuan silang
titik konflik lalu lintas pada Simpang Bandara (crossing).

Tabel 1 Kondisi geometrik Simpang Bandara Hasanuddin


Visualisasi Tampak Atas Jumlah Lebar Jalur
Nama Jalan Pendekat Simpang
Simpang Bandara Jalur Lajur (m)
Jalan Poros Makassar-Maros 2 6 15.02
Jalan Poros Maros-Makassar 2 6 12.22
Tunel Poros Makassar Maros 2 4 16.00
Jalan Tol DR. Ir. Sutami 2 5 20.86
Frontage Tol DR. Ir. Sutami 2 4 11.14
Jalan Bandara Baru 2 6 15.24
Frontage Bandara Baru 2 4 10
Jalan Dakota (AURI) 2 2 6.34

KOTA
MAKASSAR

SIMPANG
MANDAI

SULAWESI
SELATAN
LOKASI
PEMBANGUNAN
UNDERPASS

a. Peta lokasi studi b. Arah Pergerakan Lalu Lintas c. Titik konflik pergerakan lalu lintas
Gambar 1 Arah pergerakan dan titik konflik lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin

2.2. Tinjauan Konstruksi Underpass di Simpang konstruksi jalan underpass di Simpang Bandara
Bandara Hasanuddin Hasanuddin disajikan pada Gambar 2.
Sistem Konstruksi underpass di Simpang
Bandara Hasanuddin di Kota Makassar dibangun 2.3. Tahapan Pembangunan Konstruksi
pada triwulan akhir tahun 2016 hingga bulan Juli Underpass di Simpang Bandara Hasanuddin
2017. Sistem konstruksi jalan underpass yang Pembangunan konstruksi jalan underpass di
dibangun meliputi jalan underpass untuk pergerakan Simpang Bandara Hasanuddin di Kota Makassar
lalu lintas Makassar-Maros. Adapun pergerakan terbagi dalam 10 (sepuluh) tahapan pekerjaan
lalulintas lainnya, yaitu untuk pergerakan Tol- konstruksi. Tahapan-tahapan pembangunan
Bandara dan Maros-Makassar via jalan tol konstruksi jalan underpass disajikan secara visual
dikendalikan dengan sistem bundaran di atas pada Gambar 3.
konstruksi underpass. Secara visual, disain

334
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2 Visualisasi Artifisial Kontruksi Underpass di Simpang Bandara Hasanuddin

a. Tahap-1 b. Tahap-2 c. Tahap-3 d. Tahap-4 e. Tahap-5

f. Tahap-6 g. Tahap-7 h. Tahap-8 i. Tahap-9 j. Tahap-10


Gambar 3 Tahapan Pembangunan Konstruksi Underpass di Simpang Bandara Hasanuddin

3. METODE STUDI  Skenario-1 : Tahapan konstuksi dimulai dengan


3.1. Metode Pengumpulan Data pembangunan slab tunnel pada sisi Makassar
Pada studi ini dilakukan pengumpulan data kemudian dilanjutkan pengerjaan slab tunnel pada
berupa survei inventaris jalan dan survei arus lalu sisi maros proses pengerjaan tersebut juga
lintas yang dilaksanakan pada wilayah studi ini. Data bersamaan dilakukan pengerjaan rigid pavement
primer yang diambil dilapangan yaitu data volume pada sisi Tol Sutami dan Frontage Tol Sutami
kendaraan yang melintas pada simpang wilayah studi, kemudian pengerjaan dilanjutkan pengerjaan rigid
survei lalu lalu lintas dilakukan secara manual atau pavement untuk sisi Jl. Bandara dan Frontage
pencacahan langsung dilapangan, survei dilaksanakan Bandara. Pada beberapa tahapan pengerjaan,
dari pukul 06.00 – 23.00 Wita selama empat hari memperbolehkan pergerakan putar balik dari sisi
yaitu Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Adapun Makassar dan sisi Maros bahkan Tahap-3 dan
lokasi survei adalah sebagaimana disajikan pada Tahap-4 pada Gambar 2 mengalihkan arus
Tabel 2. Disamping itu, juga dilakukan survei data kendaraan dari Maros menuju Makassar melalui Jl.
kecepatan melintas kendaraan di persimpangan Bandara.
dengan menggunakan peralatan speed gunk.  Skenario-2 : Tahapan konstruksi dimulai dengan
pengerjaan slab tunnel pada sisi Makassar dan
3.2. Metode Analisis/Simulasi dan Evaluasi secara bersamaan pengerjaan rigid pavement pada
Analisis kinerja lalu lintas pada studi ini skenario ini dilaksanakan secara bersamaan pada
menggunakan pendekatan model mikro-simulasi lalu kedua sisi ruas Jalan Perintis Arah Makassar dan
lintas. Pemodelan mikro-smulasi lalu lintas untuk arah Maros serta pengerjaan juga dilakukan pada
lokasi studi menggunakan perangkat simulasi Jl. Bandara dan sisi Jl. Tol Sutami kemudian tahap
VISSIM. Kerangka kerja pemodelan lalu lintas di selanjutnya pengerjaan dilakukan pada sisi Maros
lokasi studi dengan menggunakan perangkat VISSIM yaitu pengerjaan Slab Tunnel. Pada skenario ini
disajikan pada Gambar 4. arah kendaraan mempertahankan prinsip arah gerak
Pada studi ini, terdapat 2 (dua) skenario lalu lintas kondisi eksisting yang dimana
analisis mikro simulasi lalu lintas yang didasarkan pergerakan lalu lintas tidak memperboleh
pada alternative manajemen mitigasi dampak lalu kendaraan putar balik arah baik dari arah Makassar
lintas pada saat tahapan pembangunan konstruksi maupun dari arah Maros sedangkan pada Gambar 2
jalan underpass. Kedua scenario analisis tersebut memperbolehkan kendaraan putar balik arah.
adalah sebagai berikut :

335
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Prinsip pengerjaan konstruksi untuk kedua beberapa tahapan pengerjaan konstruksi dikerja
skenario tersebut sama tapi pada skenario kedua secara bersamaan.

Tabel 2 Lokasi survei volume lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin


No. Titik Simpul Nama Jalan (Pendekat) Arah Pergerakan Lalu Lintas
Lurus
Simpang exit Jalan Toll
1 Belok Kiri (ke frontage/pattene)
toll ke pattene
Jalan Frontage Lurus
Jl Pattene Belok kiri ke frontage
Simpang
2 Lurus
Pattene Frontege
Belok kiri ke Pattene
Belok kiri menuju Bandara
Jl Batara Bira Belok kanan menuju Perintis
Lurus Jl. Daeng Rammang
Lurus ke arah Maros
Jl Poros Makassar-Maros Belok kiri ke Batara Bira
Persimpangan Belok kanan ke Daeng Rammang
3
Baddoka Lurus ke arah Perintis
Jl Poros Makassar-Maros Belok kanan ke Batara Bira
Belok kiri ke Daeng Rammang
Belok kanan ke Bandara
Jl Daeng Rammang Belok kiri ke perintis
Lurus ke Batara bira
Persimpangan Jalan Batara Bira Belok kiri ke frontage
4
Batara bira-Tol Jl Frontage Toll Lurus
Pintu Masuk Lurus
5 Frontage Tol
Tol Masuk ke Toll
Belok kiri Jl Goa Ria
Jl Perintis Arah Makassar
Lurus ke makassar
Persimpangan Belok kanan ke Jl Goa Ria
6 Jl Perintis Arah Maros
Jl Goa Ria Lurus ke Maros
Belok kanan Bandara
Jl Goa Ria
Belok kiri k Kota
Lurus ke bandara
Jl ongkoe Belok kiri ke pangkep
Belok kanan ke Makassar
Belok kiri ke makassar
Bandara lama Belok kanan ke pangkep
Persimpangan
Lurus ke Jl ongkoe
7 Jl Ongkoe- Jl
Lurus ke makassar
Bandara Lama
Jl Poros dari Maros Belok kanan ke Jl Ongkoe
Belok kiri ke Bandara Lama
Lurus ke Pangkep
Jl Poros dari makassar Belok kanan ke Bandara Lama
Belok Kiri ke Jl Ongkoe
Masuk
8 Jl Alternatif Bandara
Jalan Bandara Keluar
Belok Kanan Jl Poros Kariango
Jl Poros Makssar-Maros
Jl Poros- Lurus Maros
Makassar- Belok Kiri Jl Poros Kariango
9 Jl Poros Maros Makassar
Maros-Jl Poros Lurus Makssar
Kariango Belok Kanan Maros
Jl Poros Kariango
Belok Kiri Makassar

336
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DATA PERMODELAN

Data Geometri Jalan Link :


Membuat Jaringan Jalan KALIBRASI

Gambar Jaringan Jalan


Vehicle Types: TIDAK
Menentukan Jenis dan Dimensi Kendaraan
Terkalibrasi ?
Analisis Kinerja
Volume &Komposisi
Kendaraan
Eksisting
Vehicle Route: YA
Vehicle Input: Mengatur Rute Perjalanan
Mengimput Volume Kendaraan dan Komposisi
Kendaraan Rute Perjalanan Validasi Analisis Skenario 1
Kecepatan Kendaraan
&2
TIDAK
Signal Control:
Mengatur Signal Lampu Lalu
Rute Perjalanan lintas Valid ?
Selesai

YA
Siklus dan Fase Lampu Driving Behavior:
lalu lintas Mengatur Perilaku Pengendara
Kendaraan Validasi

Gambar 4 Kerangka kerja mikro-simulasi lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin

3.3. Kalibrasi dan Validasi Model Simulasi d. Lane Change Rule yaitu mode perilaku
Kalibrasi adalah proses menaksir nilai pengemudi pada saat melintas, untuk lalu lintas
parameter suatu model diagram dengan berbagai heterogen sangat cocok menggunakan mode Free
teknik yang sudah ada. Setelah dikalibrasi, Lane Change yang memungkinkan kendaraan
diharapkan model tersebut dapat menghasilkan menyiap dengan bebas.
keluaran yang sama dengan data lapangan (Tamin, e. Overtake at Same Line yaitu perilaku pengemudi
2000). kendaraan yang ingin menyiap pada lajur yang
Parameter mikro – simulasi berbasis Vissim sama baik dari sisi sebelah kanan mau pun sisi
merupakan nilai akan digunakan dalam melakukan sebelah kiri.
proses kalibrasi dan validasi dalam permodelan f. Desired Lateral Position yaitu posisi kendaraan
simulasi lalu lintas yang akan disimulasi. Parameter pada saat berada di lajur artinya kendaraan dapat
yang dipilih pada permodelan antara lain (Park, dan berada disamping kiri maupun samping kanan
Schneeberger, 2003): kendaraan yang lain.
a. Standstill Distance in Front of Obstacle yaitu g. Lateral Minimum Distance yaitu jarak aman
parameter jarak aman ketika kendaraan akan pengemudi pada saat berada di samping
berhenti akibat kendaraan yang berhenti atau kendaraan yang lain. Parameter ini dibagi menjadi
melakukan perlambatan akibat hambatan dengan dua bagian yaitu jarak kendaraan ketika berada di
satuan meter (m). kecepatan 0 km/jam dan 50 km/jam artinya nilai
b. Observed Vehicle In Front yaitu parameter jumlah parameter untuk parameter ini berbeda, nilai
kendaraan yang diamati oleh pengemudi ketika default untuk parameter ini berkisar antara 0.2
ingin melakukan pergerakan atau reaksi. Nilai sampai 1 m.
default parameter ini adalah satu, dua, tiga, dan h. Safety Distance Reduction yaitu jarak aman antar
empat dengan satuan unit kendaraan. kendaraan didepan dan dibelakang atau jarak gap
c. Minimum Headway yaitu jarak minimum yang dan clearing antar kendaraan, ini merupakan
tersedia bagi kendaraan yang didepan untuk parameter yang sangat menentukan karena tiap
melakukan perpindahan lajur atau menyiap. Nilai kondisi lalu lintas mempunyai nilai jarak aman
default berkisar sampai 0,5 – 3,0 meter. yang berbeda.

337
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kalibrasi dilakukan berdasarkan perilaku (𝑞 −𝑞𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒𝑑 )2


pengemudi. Pendekatan kalibrasi yang digunakan 𝐺𝐸𝐻 = √0,5 𝑥𝑠𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑒𝑑
(𝑞
(1)
𝑠𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑒𝑑 + 𝑞𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒𝑑 )
pada studi ini adalah nilai koefisien GEH merupakan
rumus statistik modifikasi dari Chi-squared dengan Dimana, q adalah data volume arus lalu lintas
menggabungkan perbedaan antara nilai relatif dan (kendaraan/jam)
mutlak. Rumus GEH berikut ini, memiliki ketentuan
khusus dari nilai error yang dihasilkan seperti pada
Tabel 3 (Park, dan Schneeberger, 2003).

Tabel 3 Rumus Statistik Geoffrey E. Havers


GEH < 5,0 diterima
5,0  GEH  10,0 peringatan: kemungkinan model eror atau data buruk
GEH > 10,0 ditolak

Validasi pada Vissim merupakan proses


𝑘
pengujian kebenaran dari kalibrasi dengan 𝑜𝑖 − 𝐸𝑖 2
𝑥2 = ∑ | | ( 2)
membandingkan hasil observasi dan hasil simulasi. 𝑖=1 𝐸𝑖
Proses kalibrasi dan validasi dilakukan berdasarkan
jumlah volume arus lalu lintas dan panjang antrian dimana : Oi = data hasil observasi , Ei = data hasil
(Park, dan Schneeberger, 2003). Metode yang simulasi
digunakan adalah dengan menggunakan rumus dasar Tingkat signifikan dengan derajat keyakinanan Uji
Chi- square sebesar 95 % atau α = 0.05 dan kriteria
Chi-squared. Uji Chi- square dilakukan dengan
uji yaitu hasil diterima apabila hasil hitung ≤ hasil
membandingkan antara mean hasil simulasi dengan
tabel Chi- square.
mean hasil observasi. Rumus umum Chi- square (x2)
dapat dilihat pada persamaan 1 (Putranto, 2016) :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Jl. Frontage Tol, Pendekat Jl. Bandara dan Jl.
4.1. Karakteristik dan Kinerja Lalu Lintas di Frontage Bandara, Pendekat Jl. Maros-Makassar dan
Simpang Bandara Hasanuddin Jl. AURI, dan Pendekat Jl. Perintis, secara berurutan.
Karakteristik volume lalu lintas pada periode jam Karakteristik kecepatan lalu lintas saat melintas di
puncak lalu lintas di lokasi studi pada Gambar 5 Simpang Bandara Hasanuddin disajikan secara visual
hingga Gambar 8 untuk Pendekat Jl. Tol Sutami dan pada Gambar 9.

a. Senin b. Kamis c. Jumat d. Minggu


Gambar 5 Volume Jam Puncak Lalu Lintas di Pendekat Jl. Tol Sutami dan Jl. Frontage Tol

a. Senin b. Kamis c. Jumat d. Minggu


Gambar 6 Volume Jam Puncak Lalu Lintas di Pendekat Jl. Bandara dan Jl. Frontage Bandara

338
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

a. Senin b. Kamis c. Jumat d. Minggu


Gambar 7 Volume Jam Puncak Lalu Lintas di Pendekat Jl. Maros-Makassar dan Jl. AURI

a. Senin b. Kamis c. Jumat d. Minggu


Gambar 8 Volume Jam Puncak Lalu Lintas di Pendekat Jl. Perintis Kemerdekaan

a. Kendaraan Ringan b. Kendaraan Berat c. Sepeda Motor


Gambar 9 Kecepatan kendaraan di Simpang Bandara Hasanuddin

Gambar 5 memperlihatkan bahwa memperlihatkan bahwa pergerakan lalu lintas pada


pergerakan lalu lintas dari Jl. Tol didominasi pendekat Jl. Perintis Kemerdekaan lebih didominasi
pergerakan lalu lintas jenis kendaraan ringan (LV) ke oleh lalu lintas yang bergerak ke arah Maros, disusul
Bandara Hasanuddin, disusul oleh pergerakan ke arah oleh pergerakan ke arah Bandara Hasanuddin, baik
Maros. Lebih jauh, Gambar 5 memperlihatkan bahwa untuk jenis sepeda motor maupun kendaraan ringan.
pergerakan dominan lalu lintas dari pendekat Jl. Gambar 9 memperlihatkan bahwa kecepatan
Frontage Toll adalah ke arah Maros, yang didominasi kendaraan saat melintas di Simpang Bandara
oleh jenis sepeda mtor, kecuali pada hari libur, Hasanuddin didominasi pada interval 30 – 40 km/jam
kendaraan ringan lebih mendominasi. Gambar 6 untuk kendaraan ringan dan kendaraan berat. Untuk
memperlihatkan bahwa pada pendekat Jl. Masuk kendaraan sepeda motor, nilai kecepatan didominasi
Bandara, pergerakan lalu lintas didominasi oleh pada interval 30-50 km/jam.
pergerakan lalu lintas ke arah masuk Kota Makassar,
baik yang akan melewati Jl. Tol Sutami, maupun 4.2. Hasil Kalibrasi dan Validasi Pemodelan
yang akan melalui Jl. Perintis Kemerdekaan. Gambar Simulasi Lalu Lintas di Simpang Bandara
7 memperlihatkan bahwa untuk pendekat Jl. Poros Hasil kalibrasi nilai parameter model
Maros-Makassar, pergerakan didominasi oleh lalu simulasii lalu lintas dengan perangkat simulator
lintas yang bergerak ke Jl. Perintis untuk jenis sepeda VISSIM, dan evaluasi nilai Uji GEH diperlihatkan
motor, dan lalu lintas yang bergerak ke arah Jl. Tol pada Tabel 4 dan Tabel 5 secara berurutan.
Sutami untuk jenis kendaraan ringan. Gambar 8

339
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4 Hasil Kalibrasi Nilai Parameter Mikro-Simulasi Lalu Lintas di Simpang Bandara
Periode Waktu
Parameter
07.00 –08.00 12.00 –13.00 16.00 -17.00
Average Standstill Distance (m) 0,3 0,5 0,5
Add. Part of Desired Safety Distance (m) 0,5 0,5 0,5
No. of Observed Vehicle 2 2 2
Minimum Headway (m) 0,50 0,50 0,50
Lane Change Rule Free Lane Change Free Lane Change Free Lane Change
Overtake at Same Line yes yes Yes
Desired Lateral Position any any Any
Lateral Distance Standing (m) 0,2 0,2 0,2
Lateral Distance Driving (m) 0,4 0,6 0,5

Tabel 5 Hasil Kalibrasi Uji Geoffrey E. Havers pada Volume Arus Lalu Lintas
Periode
Hasil
07.00–08.00 12.00–13.00 16.00–17.00
Bandara 5020 4484 4536
Dakota 253 499 673
Poros Maros 3580 3243 3653
Model
Frontage Toll 263 479 654
Toll 4555 4103 5036
Perintis 4511 4019 4896
Bandara 5063 4548 4603
Dakota 268 564 735
Poros Maros 3483 3190 3557
Observasi
Frontage Toll 282 589 753
Toll 4375 3807 4580
Perintis 4156 3729 4512
Bandara 0.61 0.95 0.99
Dakota 0.93 2.82 2.34
Poros Maros 1.63 0.83 1.59
Uji GEH
Frontage Toll 0.93 2.82 2.34
Toll 2.02 3.23 4.51
Perintis 2.04 3.39 4.59
Kesimpulan Diterima Diterima Diterima

Tabel 5 menyajikan nilai-nilai parameter Tabel 6 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji
model kalibrasi yang mengindikasikan bahwa bahwa Chi – Square dengan derajat keyakinanan Uji Chi-
beberapa parameter memiliki nilai yang sama pada square sebesar 95 % atau α = 0.05, di mana nilai
tiap – tiap periode jam puncak lalu lintas. Namun tabel x2 pada tabel Chi- square sebesar 11,07,
demikian, nilai-nilai parameter Average Standstill diperoleh hasil untuk semua pendekat bahwa model
Distance dan Lateral Distance Driving memiliki nilai telah memenuhi syarat (x2 hasil hitung ≤ x2 hasil tabel
yang berbeda-beda. Tabel 7 memperlihatkan bahwa
Chi- square). Dengan demikian, model mikro-
hasil kalibrasi dengan Uji GEH pada Simpang
Bandara telah terkalibrasi dengan baik untuk semua simulasi lalu llintas dinyatakan valid.
pendekat, dimana proses kalibrasi dilakukan dengan
pendekatan perilaku pengendara (driving behavior).
Hasil validasi dari nilai-nilai parameter
model simulasi yang telah terkalibrasi dengan
menggunakan indikator kinerja panjang antrian
kendaraan disajikan pada Tabel 6. Dalam hal ini,
membandingkan panjang antrian pada model simulasi
dan hasil observasi dilapangan, dimana uji
perbandingan menggunakan metode uji Chi- square.

340
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 6 Hasil Validasi Panjang Antrian Kendaraan


Periode
Hasil
07.00–08.00 12.00–13.00 16.00–17.00
Bandara 124.48 95.84 128.27
Dakota 31.46 29.18 10.41
Poros Maros 250.82 503.49 602.69
Model
Frontage Toll 342.45 301.61 275.17
Toll 276.41 310.12 256.59
Perintis 245.47 327.17 372.45
Bandara 124.48 105.45 64.56
Dakota 37.69 30.14 16.25
Poros Maros 250.82 536.23 582.36
Observasi
Frontage Toll 342.45 301.61 275.17
Toll 276.41 310.12 256.59
Perintis 245.47 327.17 372.45
Bandara 0.928 2.071 2.780
Dakota 0.353 0.631 0.543
Uji Chi- Poros Maros 1.236 1.589 2.254
Square Frontage Toll 0.353 0.631 1.533
Toll 0.256 0.543 1.286
Perintis 0.546 2.734 0.353
Kesimpulan Diterima Diterima Diterima

4.3. Evaluasi Kinerja Lalu Lintas pada Tahap maupun pada masa operasional konstruksi jalan
Konstruksi dan Operasional Jalan Underpass underpass, disajikan pada Gambar 10 dan Gambar
Evaluasi kinerja lalu lintas dengan indikator panjang 11, masing-masing untuk skenario-1 dan skenario-2
antrian dan waktu tundaan lalu lintas pada pendekat secara berurutan.
simpang, baik pada kondisi tahap pembangunan

1200 3000
Kenaadaraan (detik)
Tundaan Kendaraan

1000 2500
Kenaadaraan (m)
Panjang Antrian

800 2000

600 1500

400 1000

200 500

0 0

Tahap Pengerjaan Tahap Pengerjaan


Makassar Maros Bandara Tol F.Bandara F.Tol Auri Makassar Maros Bandara Tol F.Bandara F.Tol Auri

a. Panjang antrian kendaraan (meter) b. Tundaan kendaraan (detik)

3000
Gambar 10 Kinerja lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin untuk Skenario-1
Kenaadaraan (detik)
Tundaan Kendaraan

1200
2500
1000
2000
Kenaadaraan (m)
Panjang Antrian

800
1500
600
1000
400
500
200
0
0

Tahap Pengerjaan
Tahap Pengerjaan Makassar Maros Bandara Tol F.Bandara F.Tol Auri
Makassar Maros Bandara Tol F.Bandara F.Tol Auri

a. Panjang antrian kendaraan (meter) b. Tundaan kendaraan (detik)


Gambar 11 Kinerja lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin untuk Skenario-2

341
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 10 dan Gambar 11 memperlihatkan dari sisi panjang antrian, maupun dari sisi lama
bahwa secara keseluruhan kedua indikator kinerja tundaan lalu lintas di Simpang Bandara Hasanuddin.
simpang (Panjang antrian dan waktu tundaan lalu
lintas) untuk kedua skenario analisis relatif 5. KESIMPULAN
mempunyai kinerja yang sama. Meskipun untuk Efektifitas pengoperasian sistem konstruksi
indikator kinerja panjang antrian, skenario-2 underpass pada Simpang Bandara Hasanuddin di
mempunyai nilai kinerja yang relative stabil untuk Kota Makassar untuk mengurangi tingkat kemacetan
setiap tahapan pembangunan konstruksi jalan lalu lintas telah dianalisis dan dievaluasi pada studi
underpass. ini. Melalui pendekatan model mikro-simulasi lalu
Lebih jauh, Gambar 10 dan Gambar 11 lintas dengan menggunakan perangkat simulator
memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan nilai- VISSIM, diperoleh hasil bahwa pengoperasian
nilai kinerja panjang antrian dan tundaan lalu lintas konstruksi underpass di lokasi studi sangat signifikan
pada kedua scenario analisis untuk tahap operasional dalam mengurangi panjang antrian lalu lintas pada
konstruksi jalan underpass. Secara rerata, nilai semua pendekat Simpang Bandara Hasanuddin.
panjang antrian dan waktu tundaan lalu lintas turun Hasil analisis dan evaluasi pada studi kasus
hingga 80%-90% dari nilai kinerja pada kondisi ini, dapat menjadi dasar bagi pemangku kepentingan
eksisting dan pada tahap pembangunan konstruksi untuk pengambilan kebijakan dalam penyiapan dan
jalan underpass. Fenomena perbaikan kinerja lalu solusi pembangunan infrastruktur jalan dalam
lintas pada pendekat-pendekat Simpang Bandara konteks mengatasi tingkat kemacetan lalu lintas pada
Hasanuddin ini menunjukkan bahwa pengoperasian jalan-jalan arteri utama di kota-kota besar di
sistem konstruksi jalan underpass, sangat efektif Indonesia.
dalam mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas, baik

DAFTAR PUSTAKA Park, B., & Schneeberger, J., (2003), Microscopic


Tamin, O.Z., (2000), Perencanaan dan Pemodelan Simulation Model Calibration and Validation:
Transportasi, Penerbit ITB, Bandung. Case Study of VISSIM Simulation Model for a
Putranto, L.S., (2016), Rekayasa Lalu Lintas (Edisi- Coordinated Actuated Signal System.
3), Penerbit Indeks, Jakarta. Transportation Research Record, 1856(1), 185–
192. http://doi.org/10.3141/1856-20.

342
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM


MENUNJANG KEGIATAN ASIAN GAMES KE-18 DI
PALEMBANG
Ir. Zamharir Basuni, MMT.

Abstrak : Kota Palembang sebagai tuan rumah Asian Games 2018 terus melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus memacu
pembangunan sarana dan prasarana cabang olahraga beserta infrastruktur pendukung kegiatan, salah satunya
infrastruktur transportasi dalam Kota Palembang. Pembangunan yang dilakukan antara lain: Pembangunan Jalan Tol
Palindra, Pembangunan Fly Over Sp. Bandara-TAA dan Fly Over Sp. Keramasan, Jembatan Musi 4 dan Jembatan Musi
6, serta Preservasi Jalan Nasional dalam Kota Palembang. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur transportasi tersebut
dilakukan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Palembang. Hasil Analisa dengan menggunakan Simulasi
Makro (EMME/4) keberadaan Tol Palembang-Indralaya berhasil menurunkan VCR ruas eksisting menjadi 0,63. Pada
persimpangan, hasil analisa menggunakan simulasi Mikro (VISSIM 8.0) menunjukkan peningkatan kinerja simpang
dari LOS F ke LOS C akibat pembangunan Fly Over Sp. Bandara-TAA dan menurunkan tundaan menjadi 17,26
det/smp akibat pembangunan Fly Over Sp. Keramasan. Secara keseluruhan pembangunan Jembatan Musi 4 dan
Jembatan Musi 6 akan menurunkan beban lalu lintas di pusat Kota Palembang terutama pada titik Jembatan Ampera.
Kata Kunci : Asian Games, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pembangunan Jalan dan
Jembatan

I. Pendahuluan bangsa, dan negara yang menghubungkan dan


mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
Transportasi merupakan suatu sistem yang tercipta
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terbatas oleh
jarak dan waktu yang merupakan salah satu bagian II. Gambaran Umum
terpenting dalam rangka mendorong perekonomian.
Kota Palembang sebagai kota metropolitan
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh
berpenduduk 1,8 Juta jiwa merupakan salah satu Kota
peran transportasi sebagai penghubung distribusi
Penyelenggara event olahraga terbesar di ASIA yaitu
ekonomi, politik, dan sosial budaya. Tanpa adanya
sarana dan prasarana transportasi yang baik dan ASIAN GAMES 2018 yang membuat Kota Palembang
memadai, maka pembangunan perekonomian dapat akan dikunjungi sekitar 11.000 atlet dan official. Hal
terhambat. tersebut mengharuskan pembenahan dilakukan di
setiap sektor salah satunya adalah sektor Transportasi
Dalam implementasi nya, transportasi harus didukung agar pergerakan orang dan barang tidak terganggu.
oleh sistem jaringan, sarana, dan prasarana sesuai Kementerian Perhubungan telah melaksanakan
dengan konsep Sistem Transportasi Nasional peningkatan kapasitas Bandar Udara Sultan Mahmud
(Sistranas). Suatu wilayah dengan berbagai macam Badaruddin II dan Pembangunan Light Rail Transit
potensi yang dimilikinya perlu dihubungkan oleh (LRT) guna mengurai kemacetan di dalam Kota
sistem jaringan yang memiliki sarana dan prasarana Palembang. Sebagai salah satu stakeholder di bidang
transportasi, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V
(moda) berupa darat, laut, dan udara agar tercipta
Palembang berkewajiban memenuhi Rencana Strategis
pergerakan yang efektif dan efisien.
Direktorat Jenderal Bina Marga. Untuk itu BBPJN V
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 38 Tahun memiliki beberapa program penanganan jaringan jalan
2004, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan berupa: perbaikan kondisi jalan, peningkatan kapasitas
Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Marga jalan dan simpang, penyesuaian fungsi jalan, dan
memliki kontribusi dalam sistem transportasi yaitu pengembangan jaringan. Berikut beberapa infrastruktur
transportasi yang dibangun oleh BBPJN V Palembang
penyediaan prasarana berupa Jalan yang berperan
penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, guna menunjang ASIAN GAMES 2018.
lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan,
serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan
jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,
343
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1. Jalan Tol Palindra (Palembang – Indralaya) terbesar terjadi dari arah Indralaya menuju Palembang
Sebagai Pusat Kegiatan Nasional, Kota Palembang yaitu sebesar 2012 smp/Jam
menjadi magnet bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Sumatera Selatan. Berbatasan langsung dengan
Kabupaten Ogan Ilir yang memiliki Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) Indralaya, tentu dibutuhkan prasarana
Jalan yang layak baik dari sisi kondisi ataupun
kapasitas.

Gambar 2.2 VCR Ruas Jalan Batas Palembang –


Simpang Indralaya Tahun 2018
(Sumber : Kajian Pengaruh Pembangunan Jalan Tol
terhadap Jalan Nasional, 2018)

Agar transportasi barang dan jasa tidak terhambat,


maka salah satu upaya yang akan dilakukan adalah
Gambar 2.1 Desire Lines Sumatera Selatan Tahun dengan penyediaan jalan bebas hambatan (jalan tol)
2018 yang menghubungkan kota Palembang menuju
(Sumber : Kajian Pengaruh Pembangunan Jalan Tol Indralaya sepanjang ± 22 Km. Rencana kegiatan
terhadap Jalan Nasional, 2018) pembangunan tersebut sudah termuat dalam Peraturan
Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan
Setalah dilakukan pembebanan traffic berdasarkan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera, dalam rangka
MAT (Matriks Asal Tujuan) yang telah divalidasi, mendorong pengembangan kawasan di Pulau Sumatera
maka dapat dilihat dari Desire Lines diatas bahwa dan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian
Potensi Tarikan dan Bangkitan Terbesar pada Tahun nasional serta dalam rangka pelaksanaan Masterplan
2018 berasal dari Kota Palembang sebesar 6400 Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi
smp/Jam atau sebesar 50.2% dari keseluruhan Indonesia 2010-2025.
bangkitan Zona yang dimodelkan sedangkan untuk
tarikan zona sebesar 7866 smp/Jam atau 62% dari
keseluruhan tarikan Zona di Tahun 2018. Hal ini
menandakan bahwa pergerakan di Provinsi Sumatera
Selatan didominasi oleh kendaraan untuk menuju Kota
Palembang sehingga ruas – ruas jalan menuju Kota
Palembang akan mengalami VCR lebih dari 0.85.

Untuk sisi Zona Eksternalnya, pergerakan ke dalam


dan keluar di Provinsi Sumatera Selatan berasal dari
Provinsi Lampung dengan Bangkitan sebesar 935 Gambar 2.3. Gerbang Tol Palindra
SMP/jam atau sebesar 7.35% dari keseluruhan Zona
dan Tarikan sebesar 1030 smp/Jam atau sebesar 8.09% 2. Fly Over Sp. Bandara – Tanjung Api-Api
dari keseluruhan Zona. Fly Over Sp. Bandara – Tanjung Api-Api terletak di
ruas Jalan Kol. H. Burlian dan merupakan akses utama
Ruas Jalan Bts. Kota Palembang – Simpang Indralaya menuju ke Bandara Internasional Sultan Mahmud
memiliki panjang 16,28 Km dan pada tahun 2018 Badaruddin II. Pengembangan kapasitas Bandara SMB
memiliki VCR sebesar 1.22 dengan pergerakan II dari 3 Juta Penumpang/tahun menjadi 9 Juta
Penumpang/tahun tentu akan berimplikasi kepada

344
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Simpang Bandara – TAA. Hal ini terlihat dari analisa


VISSIM 8.00 untuk kondisi eksisting Simpang 4. Jembatan Musi IV dan Jembatan Musi VI
Bandara-TAA (Tahun 2016) didapat nilai tundaan Profil Kota Palembang yang dibelah oleh Sungai Musi
sebesar 68,50 det/smp. Berdasarkan nilai tundaan menjadi dua bagian, yaitu: seberang ilir dan seberang
tersebut, maka LOS kondisi eksisting Simpang ulu memerlukan infrastruktur berupa jembatan untuk
Bandara-TAA (Tahun 2016) adalah LOS F. Data ini menghubungkan kedua wilayah tersebut. Sebagai
menunjukkan bahwa pada saat kondisi eksisting, arus bagian dari sistem jaringan jalan lingkar dalam Kota
tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang, Palembang, Pembangunan Jembatan MUSI IV dan
kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah Jembatan MUSI VI mutlak diperlukan untuk menjaga
serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama, konektivitas pergerakan transportasi di dalam Kota dan
dan dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume memecah arus lalu lintas yang selama ini bertumpu
turun sampai 0. (Sumber : Studi Analisa Dampak Lalu pada Jembatan Ampera yang telah berusia lebih dari 50
Lintas Fly Over Sp. Bandara- TAA dan Sp. tahun.
Keramasan, 2016) Pada Kondisi eksisting ruas jalan utama Kota
Palembang terutama Ruas Jalan Sudirman dan Ruas
Jalan Ryacudu sebagai poros penyambung seberang ilir
dan seberang ulu memiliki VCR 0,32 untuk Jalan
Sudirman dan 0,91 untuk Jalan Ryacudu. Dari hasil
tersebut terlihat kinerja jaringan jalan di pusat Kota
Palembang sudah cukup rendah dan jika tidak
dilakukan penanganan jaringan jalan akan membuat
biaya transportasi menjadi sangat mahal sebab
konsumsi waktu dan biaya operasi kendaraan akan
meningkat drastis dari tahun ke tahun. (Sumber : Studi
Gambar 2.4. Fly over Sp. Bandara-Tanjung Api-api Sistem Jaringan Jalan Kota Palembang, 2016)
Kota Palembang

3. Fly Over Sp. Keramasan


Fly Over Sp. Keramasan menghubungkan dua ruas
Jalan Nasional yaitu Jalan Mayjen Yusuf Singadekane
dan Jalan Lingkar Selatan. Simpang keramasan
merupakan salah satu simpang tersibuk di Kota
Palembang karena merupakan bagian dari sistem
jaringan jalan Lintas Timur Sumatera yang terkoneksi
langsung dengan Tol Palembang – Indralaya
(Palindra). Pada kondisi eksisting (tahun 2016) dengan
menggunakan program mikrosimulation VISSIM 8.00 Gambar 2.4 Jembatan Musi IV
didapat tundaan sebesar 23,58 det/smp dengan LOS C.
Hal ini menunjukkan bahwa saat fly over dibuka arus
stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang tinggi,
kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal
lalu lintas meningkat, dan pengemudi memiliki
keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lalur
atau mendahului. (Sumber : Studi Analisa Dampak
Lalu Lintas Fly Over Sp. Bandara- TAA dan Sp.
Keramasan, 2016)

Gambar 2.5 Jembatan Musi VI

5. Preservasi Nasional dalam Kota Palembang


Metropolitan Palembang memiliki panjang jalan
279,31 Km yang melintasi Kota Palembang,
Kabupaten Banyuasin, dan Kabupaten Ogan Ilir. Demi
menjamin kelancaran lalu lintas dan menurunkan
waktu tempuh perjalanan di Kota Palembang,
Gambar 2.5. Fly over Sp. Keramasan Kota Palembang diperlukan kondisi prasarana Jalan perkotaan yang
baik. Tahun Anggaran 2018, dilakukan preservasi jalan

345
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

secara menyeluruh pada setiap ruas Jalan di Kota menjadi 1047 smp/jam. Hal ini diakibatkan terjadinya
Palembang berupa Pemeliharaan Rutin, Rehabilitasi, perubahan pola pergerakan dari Jalan Lintas Timur
Rekonstruksi dan Perbaikan Drainase serta Penataan yang sudah penuh menuju Jalan Tol Palembang –
Trotoar. Pada Tahun Anggaran 2018 Kementerian Indralaya yang menawarkan waktu tempuh yang lebih
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pendek dengan waktu sekitar 22% lebih cepat
mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 289.979.000.000 dibandingkan dengan melewati Ruas Jalan Simpang
untuk program Preservasi Jalan di Metropolitan
Indralaya – Batas Kota Palembang. (Sumber : Kajian
Palembang.
Pengaruh Pembangunan Jalan Tol terhadap Jalan
Nasional, 2018)

2. Fly Over Sp. Bandara-Tanjung Api-Api


Evaluasi Kinerja Simpang bersinyal pada Simpang
Bandara-TAA (Tahun 2018) ini menggunakan program
Mikrosimulation VISSIM 8.00. Terlihat pada Gambar
berikut merupakan simulasi perfomance paramater
delay pada program mikrosimulation VISSIM 8.00 pada
kondisi saat pembangunan Fly Over Simpang Bandara-
TAA (Prediksi 2018).
Gambar 2.6 Perbaikan Jalan dalam Kota Palembang Dari analisa VISSIM 8.00 untuk kondisi setelah
pembangunan Fly Over Simpang Bandara-TAA
III. Analisa dan Pembahasan (Prediksi 2018) didapat nilai tundaan sebesar 20,67
det/smp. Berdasarkan nilai tundaan tersebut, maka
1. Jalan Tol Palindra (Palembang – Indralaya) LOS kondisi setelah pembangunan Fly Over Simpang
Evaluasi Kinerja Tol Palembang – Indralaya ini Bandara-TAA (Prediksi 2018) adalah LOS C. Hal ini
menggunakan program Makrosimulation EMME/4. menunjukkan bahwa saat fly over dibuka arus stabil
Terlihat pada Gambar berikut merupakan simulasi tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan
perfomance paramater VCR pada program dikendalikan oleh volume lalu lintas yang tinggi,
makrosimulation EMME/4 pada kondisi saat Tol kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal
Palembang – Indralaya sudah mulai beroperasi seluruh lalu lintas meningkat, dan pengemudi memiliki
seksi yang direncanakan yaitu sepanjang 21.93 km. keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah jalur
atau mendahului.

Dari nilai LOS yang didapatkan, berikut penjabaran


tentang nilai LOS yang didapatkan:
1. Pada saat fly over dibuka tahun 2018 dengan
metode MKJI 1997 sebesar 18,80 det/smp dan
program mikrosimulation VISSIM 8.00 sebesar
20,67 det/smp dengan LOS C. Hal ini menunjukkan
bahwa saat fly over dibuka arus stabil tetapi
kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan
oleh volume lalu lintas yang tinggi, kepadatan lalu
lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat, dan pengemudi memiliki keterbatasan
untuk memilih kecepatan, pindah jalur atau
mendahului.
2. Pada saat prediksi 5 tahun ke depan tahun 2023
dengan metode MKJI 1997 sebesar 19,95 det/smp
Gambar 3.1. Pembebanan Lalu Lintas di Ruas Jalan dan program mikrosimulation VISSIM 8.00 sebesar
Simpang Indralaya – Batas Kota Palembang Tahun 21,78 det/smp dengan LOS C. Hal ini menunjukkan
2018 bahwa saat fly over dibuka arus stabil tetapi
kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan
Dari analisa EMME/4 untuk kondisi saat Tol oleh volume lalu lintas yang tinggi, kepadatan lalu
Palembang – Indralaya sudah mulai beroperasi Dapat lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
dilihat terjadi perpindahan arus pergerakan dari meningkat, dan pengemudi memiliki keterbatasan
Indralaya – Batas Kota Palembang dari yang awalnya untuk memilih kecepatan, pindah jalur atau
VCR nya 1.22 menjadi 0.63 atau dari 2012 smp/jam mendahului.

346
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(Sumber : Studi Sistem Jaringan Jalan Kota Palembang dari seberang ilir menuju ke seberang ulu
Palembang, 2016) hanya difasilitasi oleh Jembatan Ampera yang telah
berusia lebih dari 50 tahun. Pada masa depan dengan
3. Fly Over Sp. Keramasan dibangunnya Jalan Akses Jembatan Musi IV dan Jalan
Dari analisa VISSIM 8.00 untuk kondisi setelah Akses Jembatan Musi VI (Jalan Lingkar Dalam Kota
pembangunan Simpang Keramsan (Setelah Fly Over Palembang) akan lebih mengefisienkan pergerakan dan
Dibuka 2018) didapat nilai tundaan sebesar 17,26 meningkatkan kinerja jaringan jalan di Kota
det/smp. Berdasarkan nilai tundaan tersebut, maka Palembang
LOS kondisi Setelah Pembangunan Simpang
Keramsan (Setelah Fly Over dibuka 2018) dengan IV.Kesimpulan
Nilai Pertumbuhan Lalu Lintas (i) 6,92% adalah LOS Secara umum Pembangunan Infrastruktur Transportasi
C. Hal ini menunjukkan bahwa saat fly over dibuka di Kota Palembang berdampak pada kinerja jaringan
arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan jalan dalam kota Palembang, sebagai berikut:
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang tinggi,  Pembangunan Tol Palembang-Indralaya berhasil
kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal menurunkan VCR ruas Bts. Kota Palembang -
lalu lintas meningkat, dan pengemudi memiliki Indralaya semula 1,22 menjadi 0,63
keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah jalur  Pembangunan Fly Over Sp. Bandara – TAA berhasil
atau mendahului. meningkatkan kinerja simpang semula LOS F
menjadi LOS C, dengan tundaan semula 68,50
Dari nilai LOS yang didapatkan, berikut penjabaran det/smp menjadi 20,67det/smp
tentang nilai LOS yang didapatkan :  Pembangunan Fly Over Sp. Keramasan
1. Pada saat fly over dibuka tahun 2018 dengan mempertahankan kinerja simpang tetap LOS C,
metode MKJI 1997 sebesar 17,36 det/smp (untuk dengan tundaan semula 23,58 det/smp menjadi 17,26
i = 1,01%) dan 17,33 det/smp (untuk i = 6,92%), det/smp
dan program mikrosimulation VISSIM 8.00  Pembangunan Jembatan Musi 4 dan Jembatan Musi 6
sebesar 16,10 det/smp (untuk i = 1,01%) dan sebagai bagian dari Jalan Lingkar Dalam Kota
17,26 det/smp (untuk i = 6,92%) dengan LOS C. Palembang akan membagi arus lalu lintas di pusat
Hal ini menunjukkan bahwa saat fly over dibuka Kota Palembang terutama Jembatan Ampera
arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan  Pembangunan Infrastruktur Transportasi memberikan
kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas kontribusi yang signifikan terhadap kelancaran arus
yang tinggi, kepadatan lalu lintas sedang karena lalu lintas di dalam Kota Palembang
hambatan internal lalu lintas meningkat, dan
pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih Untuk menjamin kesinambungan konektivitas jaringan
kecepatan, pindah jalur atau mendahului. jalan Kota Palembang di masa mendatang diperlukan
2. Pada saat prediksi 5 tahun ke depan tahun 2023 beberapa rencana, antara lain:
dengan metode MKJI 1997 sebesar 17,70 - Peningkatan kapasitas jalan berupa pelebaran
det/smp (untuk i = 1,01%) dan 19,13 det/smp jalan
(untuk i = 6,92%), dan program mikrosimulation - Pembangunan Simpang tidak sebidang seperti:
VISSIM 8.00 sebesar 18,29 det/smp (untuk i = Underpass Charitas, Fly Over Sp. Sekip Ujung,
1,01%) dan 20,25 det/smp (untuk i = 6,92%) Fly Over Demang Lebar Daun;
dengan LOS C. Hal ini menunjukkan bahwa saat - Peningkatan Jalan Akses Jembatan Musi IV dan
fly over dibuka arus stabil tetapi kecepatan dan Musi VI;
pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume - Pembangunan Jalan Lingkar Dalam (sisi timur);
lalu lintas yang tinggi, kepadatan lalu lintas - Pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat;
sedang karena hambatan internal lalu lintas
- Pembangunan Jalan Tol Palembang – TAA.
meningkat, dan pengemudi memiliki
keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah
jalur atau mendahului.
(Sumber : Studi Sistem Jaringan Jalan Kota
Palembang, 2016)
4. Pembangunan Jembatan Musi IV dan Jembatan
Musi VI
Sebagai bagian dari Jalan Lingkar Dalam Kota
Palembang, keberadaan Jembatan Musi IV dan
Jembatan Musi VI akan berdampak signifikan terhadap
pendistribusian arus lalu lintas di dalam Kota Gambar 4.1. Skenario Pengembangan Jaringan Jalan
Palembang. Selama ini pergerakan di dalam Kota Kota Palembang

347
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENGGUNAAN TEKNOLOGI DRONE UNTUK PEKERJAAN


INTEGRITAS STRUKTUR DAN INVETARISASI KERUSAKAN PADA
JEMBATAN

Andi Taufan Marimba1, I Kayan Sutrisna2


Tanri Abeng University1, PT. Presisi Infrastruktur Indonesia2
Jl. Swadarma 58, Jakarta Selatan1, Jl. Tulodong Atas 14, SCBD, Jakarta Selatan2
Email : ataufanm@tau.ac.id1, ptpii18@gmail.com2

Abstrak : Salah satu faktor penting yang baru saja disadari akhir-akhir akan urgensinya adalah mengenai
integritas struktural dari struktur bangunan terutama struktur yang tidak sederhana dan kompleks seperti
gedung tinggi dan jembatan bentang panjang. Sebelumnya, faktor ini sebagian besar diabaikan atau kurang
mendapat perhatian terutama di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Alasannya antara lain alokasi
anggaran yang sedikit. Tetapi hal ini mungkin juga disebabkan karena tingkat urgensinya dirasakan kurang
makanya anggarannya juga kurang. Baru-baru ini dengan adanya perkembangan teknologi, ada beberapa alat
baru yang telah diperkenalkan ke industri konstruksi seperti HD Camera, RGB Camera, Thermal Camera,
Underwater Camera dan Unmanned Air Vehicle (UAV) atau lebih akrab dikenal sebagai Drone. Ditambah lagi
dengan teknologi pengolahan data yang didukung oleh teknologi IOT (Internet of Thing) dan Big Data. Alat-alat
dan teknologi ini telah membuat beberapa pekerjaan pemeriksaan yang sebelumnya dianggap mahal dan sulit
menjadi lebih mudah, cepat dan murah. Dalam tulisan ini ingin menyajikan pemanfaatan pemanfaatan teknologi
baru tersebut dalam Structural Asset Integrity dan Damage Inventory bekerja terutama untuk jembatan bentang
panjang. dibandingkan dengan metode pemeriksaan sebelumnya, dengan menggunakan alat-alat baru tersebut,
beberapa hasil yang diperoleh ternyata sesuai dengan yang diharapkan yakni hasil yang lebih lengkap, akurat
dan detail, biaya keseluruhan yang lebih sedikit dan yang lebih penting adalah diharapkan antusiasme untuk
melakukan pekerjaan pemeliharaan karena jembatan bentang panjang semakin meningkat. Pada akhirnya,
banyak pihak akan mendapat manfaat dari upaya ini. Pemerintah akan mendapatkan informasi yang lebih
lengkap, akurat dan detail tentang jembatan yang ada dengan biaya yang lebih murah untuk dicapai, pengguna
yakni masyarakat dan industri akan mendapatkan jembatan yang lebih aman dan andal, dan tentu saja negara
akan mendapatkan citra yang lebih baik dalam hal ini secara internasional. Hal ini juga berarti lebih banyak
investor yang akan tertarik untuk masuk ke Indonesia.

Abstract : One of the important factor that just yet being realized is the structural integrity of a building
structure especially the non-simple and complex structure such as a high rise building and a long span bridge.
Previously, this factor mostly being neglected or get less attention especially in under develop countries such as
Indonesia. Partially the reason or maybe the result of this paradigm is under budgeted. Recently by the
development of technologies, there are some tools that have been introduced to the construction industry such as
HD Camera, RGB Camera, Thermal Camera, Underwater Camera and Unmanned Air Vehicle (UAV) or welly
know as Drones. Furthermore, there is also new technology in data processing supported by Internet of Thing
(IOT) and Big Data. These tools and software have made some of the inspection works that previously
considered costly and difficult become more easy, fast and relatively lower cost. In this paper we would like to
present the utilization of those new technologies in Structural Asset Integrity and Damage Inventory works
especially for a long span bridge. Compare to the previous method of inspection, by using that new tools, some

348
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

of the outcome as per expected are more complete, accurate and details result, less overall cost and more
important is the enthusiasm to do the maintenance works for the long span bridge is expected to increase. By the
end, many parties will get benefit from this effort. The government will get more complete, accurate and details
information about the existing bridges with less cost to attain, the users which are the people and the industry
will get more safe and reliable bridges, and of course the country will get better image for that matter
internationally which means more investors.

I. Pendahuluan dan murah serta tentunya lebih aman. Selanjutnya


data yang diperoleh dapat diolah menjadi informasi
Structural Asset Integrity atau Integritas untuk mengambil kesimpulan dan saran
structural dari struktur suatu bangunan sebenarnya menggunakan teknologi pengolahan data yang
bukan hal yang baru lagi dalam dunia konstruksi. didukung oleh teknologi IOT (Internet of Thing) dan
Terutama didunia perminyakan dan gas serta industri. Big Data.
Akan tetapi mengenai akan pentingnya untuk
dilakukan pada suatu bangunan umum dan swasta II. Kondisi informasi tentang
lainnya baru akhir-akhir ini saja mulai menarik Jembatan Saat ini
perhatian.Hal ini antara lain diakibatkan antara lain
oleh makin kompleksnya struktur suatu bangunan Beberapa kondisi hal yang diperoleh
dan makin beragam disain dan material struktural mengenai kondisi informasi tentang jembatan dan
bangunan serta telah terjadinya beberapa kejadian situasi yang mempengaruhinya adalah sebagai
keruntuhan. Hal ini utamanya untuk suatu struktur berikut:
yang tidak sederhana dan kompleks seperti gedung
tinggi dan jembatan bentang panjang yang sebagian  Belum ada data base yang lengkap dan
besar mempunyai umur yang cukup tua. Mengikuti menyeluruh tentang jembatan.
apa yang telah dilakukan oleh negara maju yang  Jumlah jembatan yang semakin banyak.
tadinya kurang mendapat perhatian terutama di  Bentang jembatan yang semakin banyak.
negara-negara berkembang seperti di Indonesia  Banyak jembatan yang berusia semakin tua
perhatian mulai ada. Memang dari Kementerian  Terjadinya keruntuhan dan kecelakaan di
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam hal beberapa jembatan akhir-akhir ini.
ini Direktorat Jenderal Binamarga sudah  Bencana alam dan ganguan alam/cuaca
mengembangkan Bridge Manajemen System (BMS) seperti angin kencang dan banjir semakin
yang telah berupaya melakukan kegiatan manajemen meningkat
jembatan seperti pemeriksaan, rencana dan program  Gempa bumi (Intensitas dan magnitude)
hingga pelaksanaan dan pemeliharaan menggunakan meningkat.
bantuan komputer dalam Management Informastion
System (BMS-MIS). Tetapi seperti yang nanti akan Perlu diketahui bahwa efek pembeban dan
dipaparkan di bawah, akan lebih baik kalau juga mekanisma penurunan kekuatan kebanyakan diluar
dilengkapi dengan peralatan mutakhir yang juga kontrol manusia. Pengaruh lingkungan (angin, hujan
didukung oleh Management Information System dan gempa) serta adanya reaksi kimia akibat adanya
yang baru. keasaman, atau oksidasi serta perubahan temperatur
tidak dapat begitu saja dihindari. Meskipun
Hal ini juga diakibatkan adanya pengaruhnya sedikit dapat dikurangi dengan
perkembangan teknologi, ada beberapa alat baru yang penggunaan material pelindung serta disain yang
telah diperkenalkan ke industri konstruksi seperti HD baik.
Camera, RBG Camera, Thermal Camera, Underwater
Camera yang bisa dilekatkan ke kendaraan tanpa Dengan demikian pekerjaan Structural Asset
awak, Unmanned Aerial Vehicle (UAV), yang lebih Integrity sudah selayaknya tidak dibatasi hanya untuk
popular dikenal sebagai drone. Alat-alat ini telah bagian struktur utama akan tetapi juga terhadap
membuat beberapa pekerjaan pemeriksaan yang struktur penunjang dan perlengkapan jembatan.4
sebelumnya dianggap mahal dan sulit serta tidak
aman untuk dilakukan menjadi lebih mudah, cepat

349
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

III. Bisnis Proses Jasa Inspeksi dan  Struktur - ditinjau dari struktur apakah
Pemeriksaan kerusakan berbahaya atau tidak
 Kerusakan - apakah tingkat kerusakan
Dari informasi yang ada bisa dapat parah atau tidak?
diusulkan bagian mana dari bisnis proses untuk  Perkembangan (Volume) - apakah jumlah
memperoleh data dan informasi suatu jembatan yang kerusakan lebih atau sama dengan 50%
bisa ditingkatkan dan ditambahkan. dari
 Luas/volume/panjang?
Sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan
 Fungsi - apakah elemen masih berfungsi?
Jembatan2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Binamarga, Kementerian Pekerjaan Umum dan  Pengaruh - apakah kerusakan mempunyai
Perumahan Rakyat, pemeriksaan detail dilaksanakan pengaruh terhadap elemen lain?
untuk menilai secara detail kondisi suatu jembatan. Pemilihan obyek jembatan yang dipilih bisa
Semua kerusakan komponen dan elemen jembatan diambil dari data yang ada pada Management
diperiksa, diidentifikasi dan didata. Informastion System (BMS-MIS) yang ada pada
Secara khusus, pemeriksaan detail dilakukan Dirjen Binamarga dengan mempertimbangkan
untuk:2 beberapa hal:2

 mengenali dan mendata semua kerusakan  Jembatan yang sudah cukup lama yang
penting pada komponen dan elemen kemungkinan fungsinya sudah berubah
jembatan; seperti mendapatkan tingkat pembebanan
lalulintas yang lebih berat.
 menilai kondisi komponen dan elemen
jembatan secara obyektif;  Jembatan berada dilingkungan yang relatf
berbahaya seperti tingkat keasaman atau
 melaporkan apakah tindakan darurat
oksidasi tinggi contohnya di daerah
dibutuhkan dan alasannya;
gambut atau pantai.
 melaporkan apakah diperlukan suatu
 Jembatan yang sudah mencapai umur masa
pemeriksaankhusus dan alasannya;
pakai.
 melaporkan apakah pemeliharaan rutin telah
 Atau ada pertimbangan khusus lainnya
dilaksanakan sesuai ketentuan.
seperti akan ada penambahan bagian atau
Data dari pemeriksaan detail dimasukkan modifikasi.
dalam database yang mampu memproses data
Pertimbangan bahwa pemeriksaan ini
tersebut dan menganjurkan pemeliharaan setiap
diperlukan tujuannya bisa mencakup beberapa hal
jembatan secara keseluruhan yang dapat
berikut ini:2
mengembalikan jembatan tersebut ke suatu kondisi
tertentu dan dalam tingkat layak layan.  Untuk mengembangkan kekuatan struktur
Sebelum pemeriksaan detail maka perlu jembatan pada tingkat keamanan tertentu.
dilakukan pemeriksaan pendahuluan dulu. Pada  Untuk menambah kapasitas atau
bagian inilah sepertinya, pelibatan teknlogi dan memperpanjang masa pakai jembatan.
peralatan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau  Untuk mengetahui kondisi terakhir
Drone dengan dilengkapi perlatan seperti HD jembatan dan melihat apakah sudah perlu
Camera, RGB Camera, Thermal Camera, under dilakukan pemeriksaan yang lebih detail
Water Camera atau peralatan lainnya sesuai atau bahkan bisa langung dilakukan
kebutuhan. perbaikan kalau infoermasi yang diperoleh
sudah mencukupi.
Setiap elemen yang memiliki kerusakan
akan dinilai kondisinya berdasarkan nilai: 2

350
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 1. Bagan Kegiatan BMS2


Langkah langkah pemeriksaan yang biasa serta daerah-daerah atau titik jembatan
dilakukan adalah sebagai berikut: yang akan diperiksa.
7. Pengambilan data menggunakan drone
1. Pemeriksaan data informasi awal dengan dilengkapi perlatan seperti HD
tentang jembatan yang akan diperiksa. Camera, RGB Camera, Thermal
2. Perencanaan pemeriksaan Camera, under Water Camera atau
3. Pengurusan izin-izin dan dokumen- peralatan lainnya sesuai kebutuhan.
dokumen lainnya yang diperlukan. 8. Kompilasi data dan kalkulasi tingkat
4. Persiapan peralatan utama dan kerusakan yang ada kalau data dan
penunjang serta perangkat lunak informasi sudah mencukupi.
pendukung. Pengolahan data akan didukung oleh
5. Survey awal situasi jembatan yang teknologi Internet of Thing (IOT) dan
akan diperiksa. Big Data.
6. Perencanaan pemeriksaan lebih detail 9. Pembuatan laporan yang dilengkapi
mencakup jalur penerbangan drone, dengan rekomendasi perbaikan atau
pemeriksaan lebih detail selanjutnya.

351
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2. Bisnis Proses Jasa Inspeksi dan Pemeriksaan

Gambar 3. Pemrosesan data menjadi Informasi

Salah satu standar acuan yang dapat dipakai tingkatan elemen. Tingkatan tertinggi adalah adalah 1
adalah ISO 55000 tentang Asset Integrity dan terendah adalah 5.Pada pemeriksaan detail
Management 3 yang bisa membantu dalam penetuan jembatan, mendata semua kerusakan pada semua
proses, prosedur dan peralatan serta tanggung jawab elemen jembatan.
dari tim yang melaksanakan inspeksi. Yang mana
Structural Integrity Management adalah salah satu IV. Kemampuan Jasa yang dimiliki oleh PT.
capter yang sangat penting dari Asset Integrity Presisi Infrastruktur Indonesia
Management dari suatu struktur bangunan secara
keseluruhan. PT. Presisi Infrastruktur Indonesia atau PT.
Seperti daiatur pada Pedoman Pemeriksaan PII adalah perusaahaan yang baru saja didirikan pada
Jembatan2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal tahun 2018 yang bertujuan untuk menangkap
Binamarga, Kementerian Pekerjaan Umum dan kebutuhan pasar utamanya jasa pemeriksaan yang
Perumahan, sruktur jembatan dibagi menjadi 5 memanfaat teknologi Unmanned Aerial Vehicle

352
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(UAV) atau Drone dengan dilengkapi perlatan seperti Camera, under Water Camera. Bukan saja dalam hal
HD Camera, RBG Camera, Thermal Camera, under penggunaan peralatan tetapi juga kemampuan dalam
Water Camera atau peralatan lainnya sesuai Analisa dan interpretasi data serta pelaporan yang
kebutuhan. Sebagai titik awal, PT. PII melakukan secara online dengan menggunakan perangkat
berbagai kerjasama dengan beberapa pihak baik dari dashboard yang bisa dioperasikan lewat gawai
dalam negeri maupun manca negara. Kerjasama ini android yang umum dipakai. Hal ini tergambar dari
didasarkan pada kebutuhan yang diperlukan oleh pengalaman mereka yang cukup banyak dan
pelanggan yang ingin menggunakan jasa dari PT. PII. mumpuni serta mencakup berbagai bidang mulai dari
Meskipun masih relatif baru, rekanan PT. PII bidang perminyakan dan gas, industri, fasilitas umum
utamanya yang berada di luar negeri mempunyai hingga kehutanan dan pertanian.
kemampuan yang cukup mumpuni baik dari sisi
penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau
Drone sebagai peralatan utama demikian pula
dengan peralatan seperti HD Camera, Thermal

Gambar 4. Cakupan Jasa dari PT. Presisi Infrastruktur Indonesia

353
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Contoh Beberapa Pengalaman Pekerjaan


Structural Asset Integrity di beberapa negara.
 PROJECT NAME:
MUSCAT INTERNATIONAL
AIRPORT, Muscat, Oman
 YEAR: 2013 & 2016
 CLIENT: MOTC and PACA
 CONSULTANT: APPLUS
 SCOPE: Evaluate the
quality of the construction
works related to
Reinforced Concrete
Structure, Steel Structure,
Blockworks, MEP and
Finishing works.

Sumber: Applus1

 PROJECT NAME: ASPIRE


VENUES, Doha, Qatar
 YEAR: 2013
 CLIENT: Aspire Logistics
 CONSULTANT: APPLUS
 SCOPE: Thorough
inspection of the steel
structure of 10 venues in
Aspire Zone, including
multi-sport complex,
Sports Halls, Power Center
and Mosque.

Sumber: Applus1

354
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

 PROJECT NAME: DOHA


METRO PROJECT, Doha,
Qatar
 YEAR: 2013
 CLIENT: Consortium ISG
and FCC
 CONSULTANT: APPLUS
 SCOPE: Inspected and
assessed on their
structural condition to
evaluate if they could be
Sumber: Applus1 affected by the tunneling
works.

 PROJECT NAME:
RIYADH METRO PROJECT,
Riyadh, Saudi Arabia
 YEAR: 2014
 CLIENT: consortiums: FAST,
BACS and Ar Riyadh
mobility.
 CONSULTANT: APPLUS
 SCOPE: Inspection and
assessment of building
structural condition to
evaluate if they could be
affected by the tunneling
Sumber: Applus1 works,

355
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

V. Kesimpulan Joint Convention Balikpapan 2015 - HAGI-


IAGI-IAFMI-IATMI, Balikpapan.
Pentingnya untuk pemanfaatan teknologi
mutakhir khususnya untuk keperluan pekerjaan
Structural Asset Integrity atau Integritas struktural
dari struktur suatu bangunan saat ini sudah bisa
dianggap mendesak. Hal ini diakibatkan karena
tuntutan dari kondisi struktur bangunan yang bukan
saja makin kompleks juga makin beragam. Ditambah
lagi dengan telah terjadinya beberapa kejadian
keruntuhan. Hal ini utamanya untuk suatu struktur
yang tidak sederhana dan kompleks seperti gedung
tinggi dan jembatan bentang panjang yang sebagian
besar mempunyai umur yang cukup lama.
Pemanfaatan pemanfaatan teknologi baru tersebut
dalam Structural Asset Integrity dan Damage
Inventory bekerja terutama untuk jembatan bentang
panjang. Dibandingkan dengan metode pemeriksaan
sebelumnya, dengan menggunakan alat-alat baru
tersebut, beberapa hasil yang diperoleh sesuai dengan
yang diharapkan yakni hasil yang lebih lengkap,
akurat dan detail, biaya keseluruhan yang lebih
sedikit dan yang lebih penting adalah antusiasme
untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan jembatan
bentang panjang semakin meningkat. Pada akhirnya,
diharapakan banyak pihak akan mendapat manfaat
dari upaya ini. Pemerintah dalam hal ini antara lain
Dirjen Binamarga, Kementerian PUPR akan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap, akurat
dan detail tentang jembatan yang ada dengan biaya
yang lebih murah untuk dicapai, pengguna yang
merupakan orang-orang dan industri akan
mendapatkan jembatan yang lebih aman dan andal,
dan tentu saja negara akan mendapatkan citra yang
lebih baik dalam hal ini secara internasional. yang
berarti lebih banyak investor yang akan tertarik.

Daftar Pustaka:
1. APPLUS, 2016. Construction Services.
Barcelona, APPLUS.
2. Direktorat Jenderal Binamarga, Kementerian
Pekerjaan Umum RI. 2011. Pedoman
Konstruksi Bangunan No.
00501/P/BM/2011, Pedoman Pemeriksaan
Jembatan. Jakarta.
3. ISO 55001:2014, Asset management --
Management systems -- Requirements.
4. Esteve, Jose. Flory, Jerome. Marimba, Andi.
2015. Asset Integrity Management of fixed
and floating units. Sebuah makalah pada

356
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

INFRASTRUKTUR JALAN DI KAWASAN PERBATASAN


KALIMANTAN

Refly Tangkere
Kepala Balai Pelaksanaan jalan nasional Balik Papan;
Asep Syarif Hidayat
Satuan Kerja Pembangunan Paralel perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok

Abstrak : Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dicapai salah satunya
dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan. Selain itu untuk mempercepat pembangunan
transportasi yang mendorong penguatan industri nasional mendukung sislognas dan konektivitas nasional serta
membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi,
Kawasan Industri Khusus, Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan dicapai melalui,
sasaran strategis: (1) Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing, dan (2) Meningkatnya
kemantapan jalan nasional. Sasaran strategis tersebut akan dicapai melalui sasaran program (a) Menurunnya waktu
tempuh pada koridor utama dari 2,7 Jam per 100 Km menjadi 2,2 Jam per Km; (b) Meningkatnya pelayanan jalan
nasional dari 101 Milyar Kendaraan Km menjadi 133 Milyar Kendaraan Km; dan (c) Meningkatnya fasilitasi terhadap
jalan daerah untuk mendukung kawasan dari 0% menjadi 100%, yang akan dicapai melalui strategi: a. Preservasi jalan
nasional sepanjang 47.017 Km, b. Pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 Km (Kawasan Perbatasan Kalimantan,
penuntasan missing link di Aceh, Kalimantan, Papua, dll.), c. Peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 3.073 Km,
d. Pembangunan jembatan, sepanjang 29.859 M, e. Penggantian jembatan sepanjang 19.951 M, f. Pembangunan jalan
tol sepanjang 1.000 Km, g. Dukungan jalan daerah untuk pengembangan kawasan. Pembangunan jalan pararel
perbatasan Kalimantan meruapakan bagaian dari sasaran Renstra PUPR 2015-2019 yang akan membangun jalan
perbatasan sepanjang 2.650 km.

Kata kunci: Memenuhi target renstra, ketahanan nasional, tepat waktu dan tepat mutu.

357
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. Pendahuluan Dalam rangka mempercepat pembangunan didaerah


hutang (termasuk hutan lindung) Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki
1.1 Sejarah Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan
Hadimuljono bersama Kepala Staf TNI Angkatan
Kalimantan
Secara geografis, kawasan perbatasan Kalimantan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, menandatangani
dengan Serawak berada pada bagian paling utara nota kesepahaman atau memorandum of understanding
wilayah Provinsi Kalimantan , yang membentang (MoU) untuk melakukan pembukaan lahan (land
Termajuk Kalimantan Barat ke timur , sampai Sie clearing) termasuk sebagian pelaksanaan badan jalan di
Ular Kalimantan Utara, sepanjang + 1.906,63 Km . Di kawasan strategis perbatasan khususnya jalan paralel
Kalimantan Barat melewati Kabupaten Sambas, perbatasan di Kalimantan. Pembangunan jalan paralel
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sangau, perbatasan di Kalimantan ini sesuai dengan Program
Kabupaten Sintang sampai ke Kabupaten Kapuas Hulu Nawa Cita yaitu pembangunan dari pinggiran dengan
(Ng. Badau) sepanjang + 849,76 Km; di Propinsi memperkuat daerah dan desa dalam rangka
Kalimantan Timur melewati Kabupeten Kutai barat memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia
sepanjang + 243,60Km; di Propinsi Kalimantan Utara (NKRI). Desa-desa di kawasan perbatasan memerlukan
melewati Kabupeten Bulungan, Kabupaten Tanah jaringan jalan yang terhubung dengan jalan yang sudah
Tidung, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan ada. Jaringan jalan perbatasan ini merupakan
sepanjang + 813,32 Km. infrastruktur yang bernilai strategis bagi NKRI dengan
Wilayah perbatasan merupakan salah satu kawasan fungsi sebagai pertahanan dan keamanan negara dan
yang strategis, yaitu kawasan yang secara nasional sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
menyangkut hajat hidup orang banyak, baik ditinjau perdagangan dengan negara tetangga. Setelah lahan
dari sudut kepentingan politik, ekonomi, sosial, terbuka pekerjaan selanjutnya sampai perkerasan
budaya, lingkungan, maupun pertahanan keamanan. dilakukan oleh Penyedia Jasa.
Wilayah perbatasan meliputi wilayah perbatasan yang Ruas ruas jalan yang digagas tahun 2012 meliputi:
ada di daratan, lautan, dan udara yang bersinggungan a.Di kalimantan Barat
dengan negara tetangga. Sejalan dengan hal ini, maka Di Provinsi Kalimantan Barat sepanjang ± 849,76
dukungan infrastruktur jalan dalam rangka pengelolaan kilometer yang terbagi dalam 12 koridor ruas yaitu :
kawasan perbatasan merupakan suatu syarat mutlak 1) Ruas temajuk – aruk Sepanjang 82,09 Km
yang sangat diperlukan, yang di wujudkan dengan 2) Ruas aruk – Bts. Kec. Siding/Seluas Sepanjang
pembangunan jalan paralel/sejajar perbatasan, dalam 53,40 Km
hal ini adalah pembangunan jalan sepanjang lintas 3) Bts. Kec. Siding/Seluas – Bts. Kec.
utara Kalimantan, dimana kondisi existing dari ruas Sekayam/Entikong Sepanjang 98,26 Km
jalan paralel perbatasan ini adalah rata-rata masih 4) Bts. Kec. Sekayam/Entikong – Rasau Sepanjang
berkonstruksi jalan tanah, dengan lebar bervariasi 99,56 Km
antara 2 – 3 M, bahkan pada beberapa lokasi masih 5) Rasau - Sepulau – Bts. Kapuas Hulu/Sintang
belum terbentuk trase jalan. Sepanjang 108,52 Km
Berdasarkan Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 6) Bts. Kapuas Hulu/Sintang – Nanga Badau
2014 – 2019, kewenangan dalam aspek pembangunan Sepanjang 43,64 Km
Kementerian Pekerjaan Umum terlihat antara lain pada 7) Nanga badau – lanjak Sepanjang 44,92 Km
penanganan jalan nasional yang telah ditetapkan 8) Lanjak – mataso (benua martinus) Sepanjang
statusnya oleh Menteri Pekerjaan Umum melalui 25,72 Km
Kepmen PU No. 290/KPTS/M/2015 tanggal 25 Mei 9) Mataso (benua martinus) – Tanjung Kerja
2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sepanjang 54,85 Km
Sebagai Jalan Nasional dan Peraturan Menteri 10) Tanjung kerja – putussibau Sepanjang 37,00 Km
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 11) Putussibau – Nanga Era Sepanjang 31,65 Km
13.1/PRT/M/2015 tanggal 08 April 2015 tentang 12) Nanga Era – Bts. Prov. Kaltim Sepanjang 170,16
Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Km
Perumahan Rakyat tahun 2015 - 2019. Sejalan dengan
hal tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum telah membentuk 4
Satker Paralel Perbatasan di Kalimantan Barat Satker
Nanga Badau-Entikong-Aruk-Temajok, Kalimantan
Timur Satker Pelaksanaan jalan nasional Wilayah I dan
II , di Kalimantan Utara Satker pelaksanaan jalan
Nasional Provinsi Kalimantan Utara.

358
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Panjang total jalan lintas perbatasan kalimantan + 1.906,63 Km


+ 849,76 Km + 243,55 Km + 813,32 Km
Kalbar Kaltim Kaltara

Gambar 1 Jalur Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan.

Gambar 2 ruas ruas pararel perbatasan Prop Kalbar

359
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

b. Di kalimantan Timur.
Di Provinsi Kalimantan Timur sepanjang ± 243,55
kilometer yang terbagi dalam 3 koridor ruas yaitu :
1) Ruas Batas Kalbar – Tiong Ohang sepanjang
60,0 Km
2) Ruas Tiong ohang – Long pahangai
sepanjang 123,55 Km
3) Ruas long pahangai – long Boh sepanjang
60,0 Km

Gambar 3 Paralel Perbatasan Prop Kaltim

c. Di kalimantan Utara.
Di Provinsi Kalimantan Utara sepanjang + 813,32
Km yang terbagi dalam 6 koridor ruas yaitu :
1). Loh boh (bts Kaltim)- Long nawang
sepanjang 151,0 km
2). Long Nawang – Long Pujungan sepanjang
59,2 km
3). Long Pujungan – Long Alango sepanjang
80,84 Km
4). Long Alango- Langap – Malinau
sepanjang 131,00 Km
5). Malinau- Masalong- Simanggaris- Sei Ular
sepanjang 222,75 Km

360
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 4 Lintas Perbatasan Kalimantan Utara.

Disamping jalan pararel dengan perbatasan untuk g.


menghubungkan jalan perbatasan ke pintu masuk
perbatasan terdapat 6 tempat sepanjang 413,13 Km
diantaranya;
a. Sp. Tanjung – Aruk – Batas Serawak :
11,1 Km
b. Balai Karangan – Entikong – Batas
Serawak : 21,6 Km
c. Nanga Badau – Batas Serawak : 3,8 Km
d. Malinau- Semanu Long Bawan- Long
midan -Bts Serawak =219,43 Km
e. Mensalong – Tau lumbis - Bts Serawak
155,70 km ]
f. Sei ular- Bts serawak 1,50 Km

361
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5 Jalan Masuk Perbatasan Kalimantan

1.2 Maksud dan Tujuan Pembangunan Paralel II. Kajian Studi Kelayakan dan
Perbatasan Kalimanatan Detail Engineering Design
Pembangunan jalan pararel perbatasan Kalimantan
dimaksudkan untuk melindungi wilayah Indonesia, 2.1 Kajian Studi kelayakan
dan mensejahterakan masyarakat diperbatasan serta
penyerpan tenaga kerja. Kajian studi kelayakan rencana pembangunan jalan
Adapun tujuan dari pembangunan dan paralel perbatasan kalimanatan diprakarsai oleh
pengembangan kawasan perbatasan adalah: Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Bina
a.Terwujudnya pengembangan kawasan perbatasan Marga Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2011.
yang maju secara ekonomi dan sosial serta menjadi Melalui Direktorat Bina Program. Kegiatan pada
beranda terdepan Wilayah Negara Kesatuan studi ini telah dilaksanakan sesui dengan ruang
Republik Indonesia; lingkup substansi dan ruang lingkup wilayah yang
b. Termanfaatkannya sumber daya di ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
kawasan perbatasan agar dapat menarik minat Adapun hasil kajian studi kelayakan rencana
masyarakat lokal dan luar untuk membangun pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi
kawasan perbatasan kota yang modern; kalimantan antara lain yaitu :
c.Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan a.Permasalahan wilayah sebagai dasar dari
pertumbuhan daya saing kawasan perbatasan penentuan indicator kelayakan teknik, ekonomi,
dengan negara tetangga; dan lingkungan adalah
d. Meningkatnya ketahanan masyarakat  Beberapa rencana trase jalan melalui lokasi yang
perbatasan di bidang ideologi, politik, ekonomi, merupakan hutan lindung dan hutan konversi yang
sosial, budaya, dan pertahanan keamanan dalam memerlukan perhatian khusus (AMDAL dan
rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan UKL/UPL) pada saat pembangunan jalan.
wilayah NKRI;  Beberapa rencana trase jalan melalui kemiringan
e.Terwujutnya perubahan sosial masyarakat lahan yang cukup tinggi (lebih besar dari 20%)
perbatasan yang lebih mandiri dan setara dengan sehingga sangat mungkin memerlukan alternative
kemajuan kawasan lainnya.; rencana trase yang menghindari lokasi tersebut,
karena trase yang dihasilkan dari studi kelayakan
(FS) ini masih bersifat “koridor”. Trase definitive
yang digunakan untuk Detail Engineering Design
(DED) masih dimungkinkan untuk bergeser dari
trase yang dihasilkan dari studi kelayakan ini

362
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dengan tetap memperhatikan konsep Sabuk e.Skenario disusun berdasarkan hasil penentuan
Komando. proritas pembangunan yang dinilai dengan
 Tingkat aksesibilitas masyarakat akan meningkat menggunakan kriteria ekonomi, social masyarakat,
dengan adanya pembangunan jalan parallel dan kondisi jalan. Dengan menggunakan metode
perbatasan ini, sehingga secara ekonomi, dapat analisis multi-kriteria dihasilkan prioritas
meningkatan pendapatan, baik secara sectoral, pembangunan untuk masing-masing kabupaten
lokal, maupun regional yang dilintasi oleh rencana trase jalan. Selanjutnya
b. Alternative trase jalan yang direncanakan direncanakan penyelesaian pembangunan jalan ini
merupakan hasil penyeralasan RTR Pulau melalui 2 (dua) skanario pembangunan, yaitu
Kalimantan, RTRW Provinsi Kalimantan Barat, selama 5 (tahun) atau selama 10 (sepuluh) tahun.
RTRW Provinsi Kalimantan Timur (yang berubah f. Sebagai contoh Pembangunan jalan paralel
menjadi Kalimantan Timur dan Kalimantan utara). perbatasan Kalimantan Seksi 1, yaitu Merbau-Balai
SK Dirjen Bina Marga Tentang Jalan Lintas Karangan-Nanga Badau, layak untuk dilaksanakan
Kalimantan, usulan Dinas Pekerjaan Umum karena dari aspek ekonomi memiliki NPV positif
Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan yang cukup tinggi, yaitu sekitar Rp. 8 Triliun untuk
Timur dan Provinsi Kalimantan Utara serta usulan Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang dan
rencana trase dari Kodam Tanjungpura. sekitar Rp. 12 Miliyar untuk kanupaten-kabupaten
c.Prakiraan anggaran dan biaya telah disusun lainnya. Nilai BCR untuk pembangunan jalan ini
berdaarkan 2 (dua) scenario, yaitu pembangunan berkisar antara 1,05 hungga 1,30.
jalan dilakasanakan selama 5 (lima) tahun atau
pembangunan jalan dilaksankan selama 10 2.2 Detail Engineering Design (DED)
(sepuluh) yahun, sehingga dapat dipilih scenario Perencanaan Konstruksi jalan Paralel Perbatasan
yang paling tepat dan sesuai dengan anggaran yang Provinsi Kalimantan merupakan produk dari
tersedia. Manfaat pembangunan jalan ini adalah Direktorat Bina Teknik dan Satuan Kerja
tercapainya 3 (tiga) pendekatan pada pengelolah Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Prov.
perbatasan negara yaitu keamanan, kesejahteraan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
dan kelestarian lingkungan. Kalimantan Utara. Sementara untuk basic dilakukan
d. Rencana trase jalan paralel perbatasan oleh Satuan Kerja Paralel Perbatasan Nanga Badau
memiliki fungsi jalan sebagai jalan kolektor primer, – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi Kalimantan
sesui dengan yang tercantum pada RTRW Barat di bantu core team yang di bawah PPK
Kalimantan Barat, RTRW Provinsi Kalimantan Pembinaan Paralel Perbatasan Nanga Era – Bts.
Timur , RTRW Provinsi Kalimantan Utara dan Prov. Kaltim; Nanga Badau – Entikong – Aruk –
berstatus sebagai jalan strategis nasional. Kriteria Temajok Provinsi Kalimantan Barat untuk lokasi
desain jalan paralel perbatasan ini secara umum yang belum memiliki desain baik jalan maupun
adalah sebagai berikut: jembatan.
a.Lebar jalur lalulintas minimal 7 meter;
b. Lebar Rumaja minimal 11 meter dengan III. Kondisi Paralel perbatasan
lebar Rumija minimal 25 meter;
c.Perkerasan jalan yang digunakan adalah Sebagiamana dikemukakan diatas jalur jalan
perkerasan lentur atau perkerasan berpentup aspal perbatasan Kalimantan sebagian melewati jalan
(hotmix, Burda); dan eksisting dan sebagian jalan baru yang melewati
d. Tipe jalan adalah 2 lajur 2 arah tidak hutan produksi dan hutan lindung. Tahun 2015 dari
terbagi (2/2UD). 1.910,86 Km masih terdapat 442, 2 yang belum
tembus.

363
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 6 Bagian jalan yang belum tembus (2015)

Gambar 7 Perkerasan Jalan Lintas Perbatasan.

364
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3.1 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan perbatasan. Mengingat jalan paralel perbatasan
Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok
Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat merupakan jalan
Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan mulai di strategis baik dari sisi ekonomi, maupun pertahanan
gagas sejak tahun 2012, melingkupi jalan paralel maka pembangunan jalan paralel perbatasan Nanga
perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi
Temajok Provinsi Kalimantan Barat sepanjang ± Kalimantan Barat dilakukan dengan melibatkan
850 Km yang terbagi dalam 12 Koridor Ruas. TNI AD yang dalam hal ini Zeni TNI AD yang
pembangunan jalan paralel mulai terfokus pada secara khusus untuk melakukan pembukaan jalan
tahun 2015, dengan data kondisi akhir 2014 seperti baru, sementara tindak lanjut hasil yang di kerjakan
terlihat pada tabel 1. oleh Zeni TNI AD dilakukan oleh penyedia Jasa.
Pembangunan paralel perbatasan di targetkan pada Kondisi fungsional ini juga berlaku di Kalimantan
tahun 2019 akan dapat berfungsi secara operasional timur dan Kalimantan Utara.
bagi masyarakat yang bermukim di daerah paralel

Tabel 1 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi Kalimantan
Barat

Kondisi Akhir 2014


PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS
(KM)
Jalan
Aspal Agregat Hutan
Tanah

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 2,00 20,80 5,50 28,30

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 3,00 25,36 1,60 29,96


BTS. KEC. SIDING/SELUAS -
3 98,26 3,25 13,48 4,25 20,98
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG -
4 99,56 - 5,86 52,54 58,40
RASAU
RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS
5 108,52 - 9,16 15,69 24,85
HULU/SINTANG
BTS. KAPUAS HULU/SINTANG -
6 43,64 40,00 - 3,64 43,64
NANGA BADAU
7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 23,25 21,68 - 44,92
LANJAK - MATASO (BENUA
8 25,72 17,72 8,00 - 25,72
MARTINUS)
MATASO (BENUA MARTINUS) -
9 54,85 46,65 8,20 - 54,85
TANJUNG KERJA
10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 37,00 - - 37,00

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 7,00 24,65 - 31,65

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - 17,80 - 17,80

TOTAL 849,76 179,87 154,98 83,22 418,07

365
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IV. Grand Design Pararel Perbatasan di Dengan memperhatikan dari segi keselamatan dan
Kalimantan Barat. lingkungan di daerah perkampungan atau desa
Penanganan jalan paralel perbatasan sepajang + 850 didahulukan perkerasan berbenutup aspal. Untuk
KM dan jembatan + 2600 M dengan kondisi terrain daerah yang akan berkembang menjadi kota kecil
Dataran, perbukitan dan pengunungan dengan jenis digunakan saluran tertutup sekaligus dipasang
klasifikasi tanah yang bervariasi dari A1 sampai trotoar untuk pejalan kaki.
dengan A7 yang ditargetkan pada Tahun 2019 Mengingat fungsi jalan pararel perbatasan
sudah fungsional sebagai jalan Arteri primer disamping berfungsi membuka daerah terisolis,
dengan komposisi 42 % Aspal dan 58 %, seperti membuka kawasan kawasan perekonomian juga
terlihat pada tabel 2. difungsikan sebagai penyangga pertahanan dan
Untuk dapat mencapai target tersebut akan keamanan maka di provinsi Kalimantan Barat
dilakukan beberapa penanganan yang akan akan dibangun jalan lurus dengan kelandaian dan
dilakukan dilingkungan satker paralel perbatasan lebar tertentu yang dapat berfungsi sebagai
kalimantan Barat dengan memperhatikan landasan yang didarati pesawat jenis herkules di di
keterbatasan dana dan target yang harus dicapai daerah sajingan Kabupaten Sambas dan Senananing
yaitu : Kabupaten Sanggau, sedang di Kaltara masih dalam
4.1 Penanganan Jalan penentuan lokasi.
a. Perkerasan Tertutup Aspal

Tabel 2 Sasaran Akhir 2019 Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Prov.
Kalbar

Desain perkerasan baik paved atau unpaved


menggunakan umur rencana sebagaimana dalam
tabel 3. Mengingat volume lalu lintas jalan
perbatasan masih sangat kecil maka penanganan
perkerasan dilakukan secara bertahap dengan
membangun tanah dasar yang kuat dan awet dan
tahan terhadap pengaruh air (treatment subgrade),
Lapis pondasi yang kuat dan awet dan lapis
permukaan yang murah dan mudah dilapis tanpa
harus membongkar lapis pondasinya.

366
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 3. Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR).

b. Unpaved ( Perkerasan tanpa penutup 4.2 Penanganan Jembatan.


aspal) a.Jembatan permanen
Perkerasan tanpa penutup asapal dilakukan pada Penanganan jembatan permanen diupayakan untuk
daerah2 yang secara struktur dan ketersedian yang mempunyai bentang diatas 30 m dengan
material memungkinkan untuk dilaksanakan, guna beberapa type bangunan atas baik rangka baja
mengurangi biaya pada saat kedepan ditingkatkan maupun komposit.
dengan penutup aspal, maka persyaratan untuk b. Jembatan sementara
perkerasan tanpa penutup aspal yang menurut Pemasangan jembatan sementara dilakukan untuk
spesifikasi umum 2010 revisi 3 memiliki menjaga agar jalan paralel tetap fungsional yang
persyaratan CBR 50, maka pada pelaksanaan secara bertahap akan diganti menjadi jembatan
ditingkatkan menjadi CBR 60, dimana CBR 60 permanen
merupakan persyaratan lapis pondasi kelas B, c.Box culvert
sehingga pada sat peninggkatan sudah tidak Box culvert diterapkan pada lokasi yang
memerlukan secara penuh lapis pondasi Aggregat memungkinkan dari sisi ketersedian dan
kelas B. kemudahana material dan box culvert dipasang
c.Soil Stabilisasi dengan dimensi, single, double, maupun triple
Penanganan dengan soil stabilisasi dilakukan dengan lebar 12 m guna memperhatikan dari segi
dengan beberapa pertimbangan yaitu : keselamatan dimana dengan lebar 12 m tidak terjadi
a) Lokasi pekerjaan yang berada pada daerah penyempitan jalur.
Hutan lindung, Taman Wisata Alam dan Taman d. Armco
Nasional; Penerapan pemasangan ARMCO dilakukan pada
b) Kesulitan material Agregat lokasi Hutan lindung, Taman Wisata Alam dan
c) Kondisi tanah yang memerlukan treatment Taman Nasional mengingat pada lokasi tersebut
khusus kesulitan dalam memobilisasi material, disamping
Dari pertimbangan tersebut maka pada lokasi hutan itu pemasangan ARMCO tidak memerlukan waktu
lindung, Taman Wisata Alam, Taman Nasional dan lama karena kemudahan dalam pemasangan namun
daerah dengan kondisi tanah yang jelek maka yang harus diperhatikan pada posisi sambungan
penggunaan soil stabilisasi sangat membantu, yang sering pecah.
Soil stabilsasi dilaksanakan baik dengan bahan Pemasangan ARMCO dapat dikerjakan sekaligus
tambah ataupun tidak tergantung pada hasil pada saat pembukaan jalan paralel yang dilakukan
penelitian dan JMD, dengan tetap memanfaatkan oleh ZENI TNI AD sehingga mengurangi
material setempat sehingga efektifitas pekerjaan pemakaian kayu untuk jembatan sementara.
dan biaya yang dikeluarkan bisa ditekan seminim
mungkin.

367
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

4.3 Konsep Rest Area. kawasan perbatasan, selain bermanfaat untuk


Mengingat jalan paralel perbatasan sangat panjang meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar
yaitu sepanjang 850 KM, maka keberadaan tempat lokasi, membuka keterisolasian daerah, sekaligus
istirahat (rest Area) sangat dibutuhkan yang juga berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup
berdampak baik pada penataan ruang milik jalan masyarakat sekitar terutama dalam hal
serta, keselamatan pemakai jalan, serta perekonomian dengan adanya penyerapan tenaga
perekonomian bagi masyarakat, penempatan rest kerja, pemerataan pendapatan dan memperpendek
arean dihitung berdasarkan waktu tempuh dimana jarak tempuh, dalam rangka percepatan
pada kondisi tertentu pengemudi memerlukan pendistribusian arus mobilitas barang, jasa dan
Istirahat minimal 2 jam perjalanan. manusia dari daerah pusat produksi hasil tambang,
hasil perkebunan, penghasil pangan dan sandang
4.4 Utilitas menuju ke Ibu Kota Provinsi, pelabuhan darat dan
Penanganan utilitas baik kabel telpon, listrik, air laut, untuk itu Target Pembangunan Jalan Paralel
maupun utilitas lainnya ditempatkan secara Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat sampai tahun
cantilever pada saluran yang berada diluar bahu, 2019 ini yaitu Jalan Terbuka / Fungsional dan bisa
dengan konsep saluran 2 x 2 m maka semua utiltas di lewati oleh masyarakat dari Perbatasan Aruk –
akan tertampung, konsep ini diperlukan agar Perbatasan Nanga Badau – Perbatasan Provinsi
keberadaan utilitas tidak menggangu konstruksi Kalimantan Timur. Sementara untuk target jangka
yang ada, disamping itu dari segi perawatan serta panjang, konsep jalan paralel perbatasan yang
pemasangan lebih memudahkan yang berdampak merupakan jalan arteri primer menjadi 4 lajur 2
pada penghematan biaya. jalur dengan median serta saluran utilitas di
4.5 Sasaran / Target Paralel perbatasan kantilever memasuki pemukiman penduduk di buat
Pembangunan Jalan Paralel perbatasan berperan trotoar seperti yang terlihat pada gambar 8, gambar
sebagai salah satu cara dalam pengembangan 9 , gambar 10, gambar 11

Gambar 8 Typical Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok
Prov. Kalbar

368
KRTJ-14 JAKARTA 2018
Tabel 4 Grand Design Pembiayaan Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Tahun 2017
Program 2017 (Berdasarkan SAT-2) Program 2017 (Usulan Tambahan)
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS LAPANGAN
Aspal Agregat Agregat Land Clearing (ZENI) Rutin Jembatan (M') Aspal Agregat Land Clearing (ZENI) Rutin Kondisi (Agregat) Jembatan (M')
(KM)
Kondisi
SYC SYC PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp) SYC PAGU (Rp) SYC PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp)
A. PEMBANGUNAN JALAN 849,76 - 6,81 32.000,00 21,92 103.000,00 55,25 110.500,00 - - - 15,63 125.040,00 104,34 365.190,00 56,00 252.000,00 49,44 2.471,75 - -

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 - 6,81 32.000,00 - - 6,85 13.700,00 - - - - - 19,00 66.500,00 - - 26,80 1.340,00 - -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 - - - - - - - - - - 3,51 28.080,00 11,08 38.780,00 - - - - - -


BTS. KEC. SIDING/SELUAS - BTS.KEC.
3 98,26 - - - 10,64 50.000,00 25,85 51.700,00 - - - 5,75 46.000,00 - - - - 13,48 673,75 - -
SEKAYAN/ENTIKONG
4 BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG - RASAU 99,56 - - - 11,28 53.000,00 - - - - - 6,37 50.960,00 - - - - - - - -

5 RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS HULU/SINTANG 108,52 - - - - - 8,55 17.100,00 - - - - - 70,62 247.170,00 - - 9,16 458,00 - -

6 BTS. KAPUAS HULU/SINTANG - NANGA BADAU 43,64 - - - - - - - - - - - - 3,64 12.740,00 - - - - - -

7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

8 LANJAK - MATASO (BENUA MARTINUS) 25,72 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

9 MATASO (BENUA MARTINUS) - TANJUNG KERJA 54,85 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - - - - - 14,00 28.000,00 - - - - - - - 56,00 252.000,00 - - - -

SUB TOTAL OUTPUT PEMBANGUNAN JALAN (2409.012) 245.500,00 742.230,00

B. PEMBANGUNAN JEMBATAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -


1. - - - - - - - - - 176,40 58.805,15 - - - - - - - - - -
BADAU CS
PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -
2. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 327,00 65.400,00
NANGA ERA - BTS. KALTIM CS
SUB TOTAL OUTPUT PEMBANGUNAN JEMBATAN (2409.013) 58.805,15 65.400,00
C. PENGAWASAN TEKNIK DAN SUPERVISI - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1. PENGAWASAN SUPERVISI - 15.553,39 24.089,20
2. CORE TEAM PARALEL PERBATASAN - - 4.776,50
SUB TOTAL OUTPUT PENGAWASAN TEKNIK DAN SUPERVISI (2409.018) 15.553,39 28.865,70

PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN BIAYA PER TAHUN ANGGARAN 319.858,55 836.495,70


PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN BIAYA TA. 2017 - 2019

369
KRTJ-14 JAKARTA 2018
Tabel 5 Grand Design Pembiayaan Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Tahun 2018 – 2019
Usulan Program 2018 Usulan Program 2019
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS LAPANGAN
Aspal Agregat Agregat Land Clearing (ZENI) Rutin Kondisi (Agregat) Jembatan (M') Aspal Agregat Agregat Rutin Kondisi (Agregat)
(KM)
SYC PAGU (Rp) SYC PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp) SYC PAGU (Rp) SYC PAGU (Rp) MYC PAGU (Rp) SWA PAGU (Rp)
A. PEMBANGUNAN JALAN 849,76 11,50 92.000,00 35,85 125.475,00 82,78 357.064,50 77,36 348.120,00 104,34 5.217,00 - - 20,66 165.280,00 - - 125,97 457.243,00 68,79 3.439,25

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 5,50 44.000,00 - - - - - - 19,00 950,00 - - 5,50 44.000,00 - - - - - -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 6,00 48.000,00 - - - - - - 11,08 554,00 - - 6,00 48.000,00 - - - - - -
BTS. KEC. SIDING/SELUAS - BTS.KEC.
3 98,26 - - 25,85 90.475,00 15,49 82.794,50 - - - - - - - - - - - - 58,79 2.939,25
SEKAYAN/ENTIKONG
4 BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG - RASAU 99,56 - - - - 32,29 151.770,00 - - - - - - - - - - 13,61 63.983,00 - -

5 RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS HULU/SINTANG 108,52 - - 10,00 35.000,00 - - - - 70,62 3.531,00 - - 9,16 73.280,00 - - - - 10,00 500,00

6 BTS. KAPUAS HULU/SINTANG - NANGA BADAU 43,64 - - - - - - - - 3,64 182,00 - - - - - - - - - -

7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

8 LANJAK - MATASO (BENUA MARTINUS) 25,72 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

9 MATASO (BENUA MARTINUS) - TANJUNG KERJA 54,85 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - - - - 35,00 122.500,00 77,36 348.120,00 - - - - - - - - 112,36 393.260,00 - -

922.659,50 622.523,00

B. PEMBANGUNAN JEMBATAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -


1. - - - - - - - - - - - 388,60 114.068,76 - - - - - - - -
BADAU CS
PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -
2. - - - - - - - - - - - 327,00 65.400,00 - - - - - - - -
NANGA ERA - BTS. KALTIM CS
179.468,76 -
C. PENGAWASAN TEKNIK DAN SUPERVISI - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1. PENGAWASAN SUPERVISI - 29.170,38 24.900,92
2. CORE TEAM PARALEL PERBATASAN - 5.254,15 5.779,57
SUB TOTAL OUTPUT PENGAWASAN TEKNIK DAN SUPERVISI (2409.018) 34.424,53 30.680,49

PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN BIAYA PER TAHUN ANGGARAN 1.136.552,79 653.203,49


PERKIRAAN TOTAL KEBUTUHAN BIAYA TA. 2017 - 2019 2.946.110,52

370
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 9 Sasaran Paralel perbatasan Nanga Badau – Entiko ng – Aruk – Temajok Prov.
Kalbar

Gambar 10 Typical Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Prov. Kalbar Pada
Daerah Pemukiman Penduduk

371
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 11. Sasaran Paralel perbatasan Nanga Badau – Entiko ng – Aruk – Temajok Prov. Kalbar Pada
Daerah Pemukiman Penduduk

V. Pelaksanaan melanjutkan kegiatan pada TA 2014 dengan tetap


5.1 Pelaksanaan Pekerjaan tahun 2015 mengacu kepada Grand Design Paralel Perbatasan
meliputi :
Pada TA 2015 kegiatan yang dilakukan oleh satuan  Pembukaan Jalan Baru yang dilakukan oleh Zeni
kerja paralel perbatasan nanga badau – entikong – TNI AD sepanjang 172,52 Km
aruk – temajok provinsi kalimantan barat bersama  Peningkatan Jalan sepanjang 49,45 Km
dengan satuan kerja pelaksanaan jalan nasional
wilayah I dan III Provinsi Kalimantan Barat adalah

Tabel 6 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2015

Kondisi Akhir 2014 Kondisi Akhir 2015


PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS
(KM)
Jalan Jalan
Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan
Tanah Tanah

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 2,00 20,80 5,50 28,30 6,00 16,80 33,14 26,15

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 3,00 25,36 1,60 29,96 24,04 4,32 25,04 -
BTS. KEC. SIDING/SELUAS -
3 98,26 3,25 13,48 4,25 20,98 6,75 13,48 33,95 44,08
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG -
4 99,56 - 5,86 52,54 58,40 16,39 83,17
RASAU
RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS
5 108,52 - 9,16 15,69 24,85 5,30 9,16 69,51 24,55
HULU/SINTANG
BTS. KAPUAS HULU/SINTANG -
6 43,64 40,00 - 3,64 43,64 40,00 - 3,64
NANGA BADAU
7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 23,25 21,68 - 44,92 25,75 19,18
LANJAK - MATASO (BENUA
8 25,72 17,72 8,00 - 25,72 25,72 -
MARTINUS)
MATASO (BENUA MARTINUS) -
9 54,85 46,65 8,20 - 54,85 54,85 - -
TANJUNG KERJA
10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 37,00 - - 37,00 37,00

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 7,00 24,65 - 31,65 26,30 5,35

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - 17,80 - 17,80 1,20 16,60 152,36

TOTAL 849,76 179,87 154,98 83,22 418,07 269,30 84,88 248,45 247,14

372
KRTJ-14 JAKARTA 2018
Gambar 12. Peta Informasi Paket Pekerjaan Tahun 2015

373
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5.2 Pelaksanaan Pekerjaan tahun 2016 mengacu kepada Grand Design Paralel Perbatasan
meliputi:
Pada TA 2016 kegiatan yang dilakukan oleh satuan  Pembukaan Jalan Baru yang dilakukan oleh Zeni
kerja paralel perbatasan nanga badau – entikong – TNI AD sepanjang 55,88 Km
aruk – temajok provinsi kalimantan barat adalah  Peningkatan Jalan sepanjang 8,5 Km
melanjutkan kegiatan pada TA 2015 dengan tetap

Tabel 7 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2016

Kondisi Akhir 2014 Kondisi Akhir 2015 Kondisi Akhir 2016


PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS
(KM)
Jalan Jalan Jalan
Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan
Tanah Tanah Tanah

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 2,00 20,80 5,50 28,30 6,00 16,80 33,14 26,15 9,85 23,61 41,78 6,85

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 3,00 25,36 1,60 29,96 24,04 4,32 25,04 - 26,04 2,32 25,04
BTS. KEC. SIDING/SELUAS -
3 98,26 3,25 13,48 4,25 20,98 6,75 13,48 33,95 44,08 6,75 13,48 57,18 20,85
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG -
4 99,56 - 5,86 52,54 58,40 16,39 83,17 18,89 - 80,67
RASAU
RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS
5 108,52 - 9,16 15,69 24,85 5,30 9,16 69,51 24,55 7,30 9,16 83,51 8,55
HULU/SINTANG
BTS. KAPUAS HULU/SINTANG -
6 43,64 40,00 - 3,64 43,64 40,00 - 3,64 40,00 - 3,64
NANGA BADAU
7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 23,25 21,68 - 44,92 25,75 19,18 30,05 14,88 -
LANJAK - MATASO (BENUA
8 25,72 17,72 8,00 - 25,72 25,72 - 25,72 - -
MARTINUS)
MATASO (BENUA MARTINUS) -
9 54,85 46,65 8,20 - 54,85 54,85 - - 54,85 - -
TANJUNG KERJA
10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 37,00 - - 37,00 37,00 37,00 - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 7,00 24,65 - 31,65 26,30 5,35 31,65 - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - 17,80 - 17,80 1,20 16,60 152,36 1,20 16,60 - 152,36

TOTAL 849,76 179,87 154,98 83,22 418,07 269,30 84,88 248,45 247,14 289,30 80,04 291,82 188,61

Gambar 13 Dokumentasi Pekerjaan Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Prov. Kalbar
Tahun 2016

374
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 13 Peta Informasi Paket Pekerjaan Tahun 2016

375
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5.3. Pelaksanaan Pekerjaan tahun 2017 mengacu kepada Grand Design Paralel Perbatasan
Pada TA 2017 kegiatan yang dilakukan oleh satuan meliputi:
kerja paralel perbatasan nanga badau – entikong –  Pembukaan Jalan Baru yang dilakukan oleh Zeni
aruk – temajok provinsi kalimantan barat adalah TNI AD sepanjang 81,30 Km
melanjutkan kegiatan pada TA 2016 dengan tetap  Peningkatan Jalan sepanjang 151,64 Km

Tabel 8 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2016

Kondisi Akhir 2014 Kondisi Akhir 2015 Kondisi Akhir 2016 Kondisi Akhir 2017
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS
(KM)
Jalan Jalan Jalan Jalan
Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan
Tanah Tanah Tanah Tanah

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 2,00 20,80 5,50 28,30 6,00 16,80 33,14 26,15 9,85 23,61 41,78 6,85 27,14 39,29 15,66 -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 3,00 25,36 1,60 29,96 24,04 4,32 25,04 - 26,04 2,32 25,04 29,13 4,91 19,36 -
BTS. KEC. SIDING/SELUAS -
3 98,26 3,25 13,48 4,25 20,98 6,75 13,48 33,95 44,08 6,75 13,48 57,18 20,85 6,75 27,97 63,54 -
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG -
4 99,56 - 5,86 52,54 58,40 16,39 83,17 18,89 - 80,67 29,69 18,09 51,78
RASAU
RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS
5 108,52 - 9,16 15,69 24,85 5,30 9,16 69,51 24,55 7,30 9,16 83,51 8,55 7,30 9,16 92,06
HULU/SINTANG
BTS. KAPUAS HULU/SINTANG -
6 43,64 40,00 - 3,64 43,64 40,00 - 3,64 40,00 - 3,64 40,00 3,64
NANGA BADAU
7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 23,25 21,68 - 44,92 25,75 19,18 30,05 14,88 - 37,05 7,88
LANJAK - MATASO (BENUA
8 25,72 17,72 8,00 - 25,72 25,72 - 25,72 - - 25,72
MARTINUS)
MATASO (BENUA MARTINUS) -
9 54,85 46,65 8,20 - 54,85 54,85 - - 54,85 - - 54,85 - -
TANJUNG KERJA
10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 37,00 - - 37,00 37,00 37,00 - - 37,00

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 7,00 24,65 - 31,65 26,30 5,35 31,65 - - 31,65

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - 17,80 - 17,80 1,20 16,60 152,36 1,20 16,60 - 152,36 1,20 16,60 45,00 107,36

TOTAL 849,76 179,87 154,98 83,22 418,07 269,30 84,88 248,45 247,14 289,30 80,04 291,82 188,61 327,48 123,89 291,04 107,36

Gambar 14 Dokumentasi Pekerjaan Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau –


Entikong – Aruk – Temajok Prov. Kalbar Tahun 2016

376
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 15 Peta Informasi Paket Pekerjaan Reguler dan Zeni TNI AD Tahun 2017

377
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5.4. Pelaksanaan Pekerjaan tahun 2018


Pada TA 2018 kegiatan yang dilakukan oleh satuan mengacu kepada Grand Design Paralel Perbatasan
kerja paralel perbatasan nanga badau – entikong – meliputi:
aruk – temajok provinsi kalimantan barat adalah  Pembukaan Jalan Baru yang dilakukan oleh Zeni
melanjutkan kegiatan pada TA 2017 dengan tetap TNI AD sepanjang 60,00 Km
 Peningkatan Jalan sepanjang 53,55 Km

Tabel 9 Data Kondisi Jalan Paralel Perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2018

Kondisi Akhir 2015 Kondisi Akhir 2016 Kondisi Akhir 2017 Kondisi Akhir 2018
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS
(KM)
Jalan Jalan Jalan Jalan
Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan Aspal Agregat Hutan
Tanah Tanah Tanah Tanah

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 6,00 16,80 33,14 26,15 9,85 23,61 41,78 6,85 27,14 39,29 15,66 - 27,14 39,29 15,66 -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 24,04 4,32 25,04 - 26,04 2,32 25,04 29,13 4,91 19,36 - 29,13 4,91 19,36 -
BTS. KEC. SIDING/SELUAS -
3 98,26 6,75 13,48 33,95 44,08 6,75 13,48 57,18 20,85 6,75 27,97 63,54 - 6,75 46,27 45,24 -
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG
BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG -
4 99,56 16,39 83,17 18,89 - 80,67 29,69 18,09 51,78 40,79 6,99 51,78
RASAU
RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS
5 108,52 5,30 9,16 69,51 24,55 7,30 9,16 83,51 8,55 7,30 9,16 92,06 7,30 33,21 68,01
HULU/SINTANG
BTS. KAPUAS HULU/SINTANG -
6 43,64 40,00 - 3,64 40,00 - 3,64 40,00 3,64 40,00 3,64
NANGA BADAU
7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 25,75 19,18 30,05 14,88 - 37,05 7,88 37,05 7,88
LANJAK - MATASO (BENUA
8 25,72 25,72 - 25,72 - - 25,72 25,72
MARTINUS)
MATASO (BENUA MARTINUS) -
9 54,85 54,85 - - 54,85 - - 54,85 - - 54,85 - -
TANJUNG KERJA
10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 37,00 37,00 - - 37,00 37,00

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 26,30 5,35 31,65 - - 31,65 31,65

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 1,20 16,60 152,36 1,20 16,60 - 152,36 1,20 16,60 45,00 107,36 1,20 16,60 105,00 47,36

TOTAL 849,76 269,30 84,88 248,45 247,14 289,30 80,04 291,82 188,61 327,48 123,89 291,04 107,36 338,58 155,14 308,69 47,36

378
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 16 Peta Informasi Paket Pekerjaan Reguler dan Zeni TNI AD Tahun 2018

379
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5.5 Pekerjaan Jembatan Meter dari data jembatan yang terdata dengan baik
Pekerjaan jembatan secara bertahap dilakukan pada TA sepanjang ruas paralel perbatasan ± 1801 meter,
2016 yang tersebar sepanjang 50,20 Km, TA 2017 sementara data yang terdata di peta di prediksi akan
sepanjang 236,40 Meter, & TA 2018 Sepanjang 1299 bertambah menjadi 2600 meter dengan variasi bentang

Tabel 10 Penanganan Jembatan Paralel Perbatasan

EKSISTING RENCANA
NO NAMA JEMBATAN RUAS STA KETERANGAN
JENIS BENTANG JENIS BENTANG
1 Camar Bulan 03+500 Kayu Log 30 Komposit 30 MYC 2017-2018
2 Arungpai 05+500 Kayu Log 20 Komposit 20 MYC 2017-2018
3 Bayuwan 08+200 Sudah Selesai
TEMAJUK-ARUK

4 Prepet 19+500 Kayu Log 90 Komposit 90 MYC 2017-2018


5 Patambi 28+300 Kayu Log 20 Komposit 20 MYC 2017-2018
6 Sungai Bening 2 48+850 Kayu Log 50 Rangka Baja 50 MYC 2017-2018
7 Sungai Bening 1 54+050 Kayu Log 60 Komposit 60 MYC 2017-2018
8 Batang Air 62+600 Kayu Log 25 Komposit 25 MYC 2017-2018
9 Barees 63+940 Sudah Selesai
10 Sempayang 69+240 Panel 20 Komposit 20 MYC 2017-2018
11 Semunying 37+800 Sudah Selesai
12 Lengkung 03+500 Komposit 20 Komposit 20 MYC 2017-2018
AKHIR ZENI 14-SP. SONTASSP. TAKE-AKHIR ZENI 14

13 Batel 10+130 Kayu Log 20 Komposit 20 MYC 2017-2018


14 Merendeng Hulu 16+180 Kayu Log 30 Komposit 30 MYC 2017-2018
15 Siding 28+818 Tidak ada Jembatan 40
16 Tangguh 1 32+340 Kayu Log 15
17 Tangguh 2 32+440 Kayu Log 16
18 Tangguh 3 32+690 Kayu Log 17
19 Tangguh 4 36+250 Kayu Log 18
20 Kapot 38+300 Jembatan Gantung 40
21 No Name 42+950 Kayu Log 15
22 Suruh Tembawang 05+000 Jembatan Gantung 50 Rangka Baja 50
23 Kebak Raya 06+450 Jembatan Kayu 30 Komposit 30
24 Mangkau 18+700 Jembatan Gantung 50 Rangka Baja 50
25 Entabang 26+900 MYC 2017-2018
26 Merau 30+700 MYC 2017-2018
27 Ponti Engkaras 1 34+750 MYC 2017-2018
28 Sekayam 36+100 MYC 2017-2018
29 Ponti Engkaras 2 38+250 MYC 2017-2018
30 Lubuk Sabuk 2 12+600 Jembatan Kayu 30
31 Noyan 16+000 Kayu Log 20 Komposit 20
32 Kuyak 17+100 Kayu Log 20 Komposit 20
33 Sui Daun 22+200 Kayu Log 20 Komposit 20
34 Malenggang 36+400 Kayu Log 20 Komposit 20
35 Tapang Kabang 1 43+900 MYC 2017-2018
36 Tapang Kabang 2 45+100 MYC 2017-2018
37 Cangkul 48+500 MYC 2017-2018
38 Seluah 1 58+100 MYC 2017-2018
BALAI KARANGAN - NANGA BADAU

39 Seluah 2 60+800 MYC 2017-2018


40 No Name 102+100 Kayu Log 20 Komposit 20
41 No Name 105+400 Kayu Log 20 Komposit 20
42 No Name 114+000 Kayu Log 20 Komposit 20
43 No Name 123+850 Kayu Log 20 Komposit 20
44 No Name 128+550 Kayu Log 20 Komposit 20
45 No Name 129+650 Kayu Log 20 Komposit 20
46 No Name 136+350 Kayu Log 20 Komposit 20
47 No Name 136+550 Kayu Log 20 Komposit 20
48 No Name 139+550 Kayu Log 20 Komposit 20
49 No Name 142+050 Kayu Log 20 Komposit 20
50 No Name 146+350 Kayu 15 Perencanaan
51 No Name 148+650 Kayu 15 Perencanaan
52 No Name 157+950 Kayu 15 Perencanaan
53 No Name 158+550 Kayu Log 20 Komposit 20
54 No Name 179+550 Kayu Log 20 Komposit 20
55 Engkirap 180+750 Kayu Log 20 Komposit 30 MYC 2017-2018
56 No Name 183+350 Kayu Log 20 Komposit 20
57 No Name 185+150 Kayu Log 20 Komposit 20
58 No Name 203+000 Kayu Log 20 Komposit 20
59 Empanang Kayu Log 20 Komposit 30 MYC 2017-2018
60 Sungai Atung 17+800 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
61 Sungai Makong 22+250 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
62 Sungai Lintah 27+100 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
63 Sungai Meluki 27+550 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
64 Sungai Kariau 29+700 Tidak ada Jembatan 50 Rangka Baja 50
65 No Name 43+500 Tidak ada Jembatan 50 Rangka Baja 50
NANGA ERA-BTS. KALTIM

66 No Name 72+950 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30


67 No Name 80+500 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
68 No Name 90+500 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
69 No Name 92+500 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
70 Sungai Bungan Jaya 145+450 Tidak ada Jembatan 50 Rangka Baja 50
71 No Name 150+250 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
72 No Name 153+350 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
73 No Name 153+750 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
74 No Name 164+800 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
75 No Name 168+150 Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
76 Sungai Soak Ahu Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
77 Sungai Daren Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
78 Sungai Kapur Tidak ada Jembatan 30 Komposit 30
JUMLAH
Rencana Penanganan Realisasi Belum Tertangani
No Jenis Pekerjaan
(m) (m) (m)
1 PEMBANGUNAN JEMBATAN 1801 1299 502

380
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 17 Dokumentasi Pekerjaan Pembangunan Jembatan

381
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

VI. Evaluasi grand design pembangunan jalan dan jembatan dengan


6.1 Evaluasi antara Grand Design dengan panjang penanganan 923,09 Km, dan rutin kondisi jalan
Realisasi Pekerjaan sepanjang 111,15 Km sedangkan Rencana penanganan
Dari tabel sandingan dibawah , terdapat perbedaan antara jalan dan jembatan 2018 sepanjang 1180,93 Km dan
grand design terhadap realisasi pekerjaan yaitu pada rutin kondisi 557,24 Km, sehingga terdapat deviasi
tahun 2017 grand design pembangunan jalan dan sebesar 21,83% dari total panjang penanganan. Pada
jembatan dengan panjang penanganan 586,95 Km tahun 2019 grand design pembangunan jalan dengan
dengan jumah pagu anggaran sebesar Rp panjang penanganan 146,63 Km, dan rutin kondisi jalan
873.101.000.000 sedangkan realisasi pekerjaan 2017 sepanjang 72,79 Km sedangkan Rencana penanganan
sepanjang 366,57 Km dengan pagu anggaran sebesar Rp jalan 2019 sepanjang 90 Km sehingga terdapat deviasi
481.762.909.000 dengan deviasi sebesar -44,82% atau sebesar -38,48% dari total panjang rencana penanganan.
selisih sebesar Rp 391.338.841.000. pada tahun 2018

Grafik 1 Kondisi Permukaan Jalan Paralel Perbatasan Prov. Kalbar

382
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 11 Sandingan antara Grand Design dengan Realisasi Pekerjaan 2017


Realisasi Program 2017 Grand Desain Program 2017
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS LAPANGAN Land Clearing Jembatan Land Clearing Rutin Jembatan
Aspal Agregat Agregat Rutin Aspal Agregat Agregat
(KM) (ZENI) (M') (ZENI) Kondisi (M')
Kondisi
SYC SYC MYC SWA MYC SYC SYC MYC SWA (Agregat) MYC
A. PEMBANGUNAN JALAN 849,76 2,00 17,00 29,92 81,25 - - 15,63 111,15 21,92 111,25 49,44 -

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 2,00 17,00 - 6,85 - - - 25,81 - 6,85 26,80 -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 - - - - - - 3,51 11,08 - - - -


BTS. KEC. SIDING/SELUAS - BTS.KEC.
3 98,26 - - 14,64 25,85 - - 5,75 - 10,64 25,85 13,48 -
SEKAYAN/ENTIKONG
4 BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG - RASAU 99,56 - - 15,28 - - - 6,37 - 11,28 - - -

5 RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS HULU/SINTANG 108,52 - - - 8,55 - - - 70,62 - 8,55 9,16 -

6 BTS. KAPUAS HULU/SINTANG - NANGA BADAU 43,64 - - - - - - - 3,64 - - - -

7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 - - - - - - - - - - - -

8 LANJAK - MATASO (BENUA MARTINUS) 25,72 - - - - - - - - - - - -

9 MATASO (BENUA MARTINUS) - TANJUNG KERJA 54,85 - - - - - - - - - - - -

10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 - - - - - - - - - - - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 - - - - - - - - - - - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - - - 40,00 - - - - - 70,00 - -

B. PEMBANGUNAN JEMBATAN - - - - - - 236,40 - - - - - -

PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -


1. - - - - - - 236,40 - - - - - 176,40
BADAU CS
PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -
2. - - - - - - - - - - - - 327,00
NANGA ERA - BTS. KALTIM CS

Tabel 12 Sandingan antara Grand Design dengan Realisasi Pekerjaan 2018


Program 2018 (Berdasarkan SAT.3 P2JN Tgl. 30 Juli 2017) Grand Desain Program 2018
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS LAPANGAN Land Jembatan Jembatan Land Rutin Jembatan
Aspal Agregat Agregat Rutin Aspal Agregat Agregat
(KM) Clearing (M') (M') Clearing Kondisi (M')
Kondisi
SYC SYC MYC SWA MYC SYC SYC SYC MYC SWA SWA MYC
A. PEMBANGUNAN JALAN 849,76 - - 58,33 60,00 557,24 - - 11,50 35,85 82,78 77,36 111,15 -

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 - - - - - - - 5,50 - - - 25,81 -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 - - - - - - - 6,00 - - - 11,08 -


BTS. KEC. SIDING/SELUAS - BTS.KEC.
3 98,26 - - 15,49 - - - - - 25,85 15,49 - - -
SEKAYAN/ENTIKONG
4 BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG - RASAU 99,56 - - 42,84 - - - - - - 32,29 - - -

5 RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS HULU/SINTANG 108,52 - - - - - - - - 10,00 - - 70,62 -

6 BTS. KAPUAS HULU/SINTANG - NANGA BADAU 43,64 - - - - - - - - - - - 3,64 -

7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 - - - - - - - - - - - - -

8 LANJAK - MATASO (BENUA MARTINUS) 25,72 - - - - - - - - - - - - -

9 MATASO (BENUA MARTINUS) - TANJUNG KERJA 54,85 - - - - - - - - - - - - -

10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 - - - - - - - - - - - - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 - - - - - - - - - - - - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - - - 60,00 - - - - - 35,00 77,36 - -

B. PEMBANGUNAN JEMBATAN - - - - - - 779,60 283,00 - - - - - -

PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -


1. - 779,60 283,00 - - - - - 388,60
BADAU CS
PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -
2. - - - - - - 327,00
NANGA ERA - BTS. KALTIM CS

383
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 13 Sandingan antara Grand Design dengan Realisasi Pekerjaan 2019


Rencana Program 2019 Grand Desain Program 2019
PANJANG
NO NAMA KORIDOR / NAMA RUAS LAPANGAN Land Jembatan Jembatan Rutin
Aspal Agregat Agregat Rutin Aspal Agregat Agregat
(KM) Clearing (M') (M') Kondisi
Kondisi
SYC SYC MYC SWA MYC SYC SYC SYC MYC SWA
A. PEMBANGUNAN JALAN 849,76 - - 42,84 - - - - 20,66 - 125,97 72,79

1 TEMAJUK - ARUK 82,09 - - - - - - - 5,50 - - -

2 ARUK - BTS. KEC. SIDING/SELUAS 53,40 - - - - - - - 6,00 - - -


BTS. KEC. SIDING/SELUAS - BTS.KEC.
3 98,26 - - - - - - - - - - 62,79
SEKAYAN/ENTIKONG
4 BTS.KEC. SEKAYAN/ENTIKONG - RASAU 99,56 - - 42,84 - - - - - - 13,61 -

5 RASAU - SEPULAU - BTS. KAPUAS HULU/SINTANG 108,52 - - - - - - - 9,16 - - 10,00

6 BTS. KAPUAS HULU/SINTANG - NANGA BADAU 43,64 - - - - - - - - - - -

7 NANGA BADAU - LANJAK 44,92 - - - - - - - - - - -

8 LANJAK - MATASO (BENUA MARTINUS) 25,72 - - - - - - - - - - -

9 MATASO (BENUA MARTINUS) - TANJUNG KERJA 54,85 - - - - - - - - - - -

10 TANJUNG KERJA - PUTUSSIBAU 37,00 - - - - - - - - - - -

11 PUTUSSIBAU - NANGA ERA 31,65 - - - - - - - - - - -

12 NANGA ERA - BTS KALTIM 170,16 - - - - - - - - - 112,36 -

B. PEMBANGUNAN JEMBATAN - - - - - - - - - - - -

PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -


1. - - - - - - -
BADAU CS
PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS TEMAJUK -
2. - - - - -
NANGA ERA - BTS. KALTIM CS

Grafik 2 Perbandingan Biaya Grand Design dengan Realisasi Pekerjaan

384
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dari hasil evaluasi pembiayaan dimana terdapat deviasi  Adanya beberapa lokasi yang rawan banjir
yang cukup besar, maka target yang akan di capai sesuai dikarenakan perubahan fungsi daerah penyangga
dengan grand design akan sulit, namun demikian dengan air;
tetap mengacu bahwa pada tahun 2019 jalan sudah  Banyaknya lokasi yang mempunyai karakteristik
berfungsi, maka beberapa perubahan treatment tanah lumpur kepasiran yang cukup tebal yang
penanganan akan dilakukan agar jalan paralel perbatasan berdampak pada kekuatan tanah dasar &
tetap fungsional. Salah satu yang akan dilakukan yaitu kestabilan lereng yang baik;
dengan melakukan Gradding Operation / Pemeliharaan.  Sulitnya untuk mendapatkan material agregat dan
timbunan pilihan;
VII Kendala dan Tindak Lanjut  Adanya lokasi hutan lindung, taman wisata alam,
Kendala yang dihadapi pada pembangunan jalan paralel dan taman nasional yang memerlukan perhatian
perbatasan Nanga Badau – Entikong – Aruk – Temajok ekstra;
Provinsi Kalimantan Barat yang dilaksanakan baik oleh  Pada lokasi-lokasi pegunungan khususnya pada
Zeni TNI AD maupun penyedia jasa yaitu : daerah hutan lindung, taman wisata alam, dan
7.1. Kendala taman nasional banyak terdapat daerah batu yang
 Ruas Jalan yang dikerjakan oleh Zeni TNI AD pada pelaksanaannya memerlukan peledakan;
masih berupa jalan tanah yang belum berstatus  Perubahan track yang cukup signifikan
jalan nasional, akan tetapi perlunya kebijakan agar dikarenakan adanya permintaan masyarakat
adanya pemeliharaan rutin agar jalan tetap melalui surat bupati sanggau agar trase di
fungsional; dekatkan atau dilewati ke perkampungan, hal, ini
 Proses Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang berdampak pada perubahan desain dan schedule
memerlukan birokrasi yang cukup panjang & pelaksanaan;
lama;  Target pencapaian terbuka fungsional mempunyai
 Perlu adanya Ijin galian / IUP (Ijin Usaha tantangan yang sangat berat, mengingat pekerjaan
Pertambangan) pada ruas jalan untuk pekerjaan tersisa masih ± 107 Km dan hanya dapat
penurunan grade pada lokasi existing; dikerjakan dari satu sisi.
 Akibat awal pelaksanaan pekerjaan menunggu
Zeni-19 terbuka terlebih dalam medan lokasi 7.2 Tindak Lanjut
pekerjaan yang berat, curah hujan tinggi serta  Perlu adanya konsistensi program pelaksanaan
mobilisasi bbm yang sulit menyebabkan yang mengacu pada grand design agar target yang
keterlambatan pada kegiatan pembangunan Jalan direncanakan dapat terealisasi;
Zeni 18 yang berada di depan Kegiatan  Perlu adanya kebijakan atau treatment khusus
Pembangunan Jalan Zeni 19; pada lokasi-lokasi yang sulit untuk menerapkan
 Terdapat beberapa lokasi yang memerlukan persyaratan dan kriteria teknis perencanaan untuk
penanganan khusus mengingat kondisi tanah yang jalur arteri sesuai Permen Nomor 19 Tahun 2011
jelek serta merupakan daerah genangan dan banjir tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria
(lahan gambut); Perencanaan Teknis Jalan, mengingat kondisi
 Masih memerlukan penyempurnaan terhadap medan yang sangat sulit;
alinyemen baik vertikal maupun horisontal guna  Perubahan yang diusulkan oleh masyarakat tidak
memenuhi persyaratan Permen Nomor 19 Tahun dapat terpenuhi secara keseluruhan, mengingat
2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan medan yang sangat sulit untuk memenuhi
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan; persayaratan geometrik jalan, akan tetapi akses
 Pada daerah perbukitan & pegunungan perlu menuju perkampungan akan difasilitasi dengan
adanya kebijakan dari pimpinan, terkait lokasi jalan akses serta jembatan gantung;
yang tidak dapat memenuhi kaidah yang ada di  Percepatan proses staus jalan nasional agar dapat
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum apabila jalan dilaksanakan dan proses pencatatan aset bisa
paralel perbatasan berfungsi sebagai arteri primer; berjalan;

385
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

 Penerapan teknologi yang tepat guna dan tepat


biaya dengan tetap memperhatikan sumber daya
yang ada dilokasi setempat;
 Perlu adanya sosialisasi terhadap Permen Nomor
20 tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-bagian Jalan agar
pelaksanaanya dapat mengikuti kaidah-kaidah
yang ada dalam permen tersebut;
 Dalam hal pencapaian target 2019 terbuka dan
fungsional maka perlu adanya terobosan apabila
pembukaan hanya dapat dilakukan dari satu sisi.
Terobosan yang dimaksud adanya pekerjaan dari
dua sisi dengan konsekuensi pengangkutan
peralatan & bahan bakar minyak diangkut melalui
udara dan di buat di satu titik.

VIII. Referensi
1. Renstra PUPR 2015-2018
2. Manual Desain Perkerasan Bina Marga 2013 dan
2017

386
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PEMODELAN POLUSI UDARA AKIBAT ARUS LALU LINTAS


DI KOTA MANADO
Theo Kurniawan Sendow1, and Audie L. E. Rumayar 2
1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi, Manado
E-mail: theosendow@yahoo.com, Hp : 082194465689
21
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi, Manado
E-mail: audie_rum@yahoo.com

Abstrak : Polutan yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NOx), hidrokarbon (HC), Sulfur dioksida (SO2), timah hitam (Pb) dan karbon dioksida (CO2). CO
merupakan salah satu polutan yang paling banyak yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Berdasarkan data
hasil uji emisi yang dilakukan oleh Bapedal Sulawesi Utara (2009) di kota Manado, dari 324 kendaraan berbahan
bakar bensin, 145 lulus uji emisi sedangkan 179 kendaraan tidak lulus atau sekitar 55,24%. Uji emisi ini
dilakukan terhadap kandungan CO dan HC (BLH Kota Manado, 2009). Hasil ini memperlihatkan bahwa lebih
50% kendaraan tidak memenuhi batas baku mutu emisi sehingga kalau tidak segera ditindaklanjuti dapat
menyebabkan kenaikan konsentrasi CO di udara dengan cepat. Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan
“Pemodelan Polusi Udara Akibat Arus Lalu Lintas di Kota Manado”, adapun penelitian ini bertujuan
menentukan tingkat konsentrasi CO akibat arus lalu lintas, mengetahui volume lalu lintas, kecepatan kendaraan,
dan kecepatan angin, membuat hubungan konsentrasi CO dengan volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, dan
kecepatan angin dengan model regresi, serta mengkaji parameter-parameter yang mempengaruhi polusi udara
akibat arus lalu lintas.Data primer yang dipakai dalam penelitian ini berupa data sampel CO yang diuji langsung
di lapangan. Sampling dilakukan dengan menggunakan Alat Ecoline 6000 Gas Analyzer. Data primer lain yang
diperlukan adalah volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Data ini diperoleh dari pengukuran langsung di
lapangan, yaitu pada titik yang sama dengan tempat dilakukannya pengambilan sampel gas CO. Untuk
memudahkan menghitung volume dari lalu lintas pada titik sampling, dapat digunakan alat ukur counter. Pada
pemodelan ini yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah volume lalu-lintas, kecepatan rata-rata lalu-lintas,
kecepatan, dan arah angin. Untuk variable terikat adalah tetap digunakan variabel peningkatan konsentrasi gas
Karbon Monoksida (CO). Dengan menggunakan tiga variabel bebas tersebut, maka jumlah kombinasi variabel
tersebut adalah 7 buah kombinasi. Model yang diperoleh divalidasi dengan data yang telah disurvai. Volume
kendaraan maksimum yang sebesar 4281,60 smp/jam. Kecepatan kendaraan maksimum yaitu sebesar 32,00
km/jam. Kecepatan Angin maksimum yang diperoleh sebesar 7,50 km/jam. Kadar polusi udara (CO) maksimum
diperoleh sebesar 12,86 ppm. Model matematis hubungan antara Volume kendaraan, Kecepatan Kendaraan,
Kecepatan Angin dengan Kadar Polusi udara (CO) untuk lokasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado mewakili
lokasi dengan jalan yang banyak terdapat gedung bertingkat dan kepadatan bangunan tinggi diperoleh model
terbaik terjadi pada hari Rabu dengan model yaitu Y = 6.9457+0.0026.X1+8.39227E-17.X2+4.46169E-15.X3
dengan nilai R2 sebesar 0.999999960 dan konstanta regresi terkecil sebesar 6.9457, untuk lokasi Ruas Ahmad
Yani Manado mewakili lokasi dengan jalan yang banyak terdapat pohon-pohon diperoleh model terbaik terjadi
pada hari Rabu dengan model yaitu Y =3.271452678+0.001087609.X1+-0.0046.X2 dengan nilai R2 sebesar
0.974210486 dan konstanta regresi terkecil sebesar 3.271452678, untuk lokasi Ruas Pierre Tendean Manado
mewakili lokasi jalan yang berada diareal terbuka (tepi pantai) diperoleh model terbaik terjadi pada hari Rabu
dengan model yaitu Y =3.193045646+0.001060108.X1+0.00029.X2 dengan nilai R2 sebesar 0.946611656 dan
konstanta regresi terkecil sebesar 3.193045646. Kadar polusi (CO) di daerah dengan kecepatan angin yang
rendah seperti pada jalan Sam Ratulangi dimana daerah tersebut merupakan daerah tertutup yang terdapat
bangunan bertingkat dan kepadatan bangunan tinggi maka hasil survai memperlihatan bahawa kadar polusi udara
(CO) jauh lebih tinggi dari lokasi yang mewakili kondisi dengan jalan yang banyak terdapat pohon-pohon di
median jalan dengan jarak 1 meter dari tepi perkerasan jalan dan lokasi jalan yang berada diareal terbuka (tepi
pantai) karena kecepatan angin semaikin tinggi maka dapat menyebarluaskan atau membagi konsentrasi kadar
polusi udara (CO) ke berbagai tempat. Pengendalian pencemaran udara meliputi tiga tahap, yaitu pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan mutu udara.

Kata kunci: CO Pollution, Model, Speed of Vehicle Traffic Volume, Wind Speed,

387
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN terhadap peningkatan polusi udara. Dengan melakukan


uji sensitivitas terhadap parameter tersebut, dapat
Permasalahan transportasi perkotaan diketahui sejauh mana hubungan antara parameter
umumnya meliputi kemacetan lalulintas, parkir, tersebut dengan peningkatan konsentrasi polusi udara.
angkutan umum, pencemaran dan masalah ketertiban
lalulintas (Munawar, 2006). Penyumbang utama A. Rumusan Masalah
pencemaran udara di daerah perkotaan bersumber dari
sektor transportasi, dengan lebih dari 70% pencemaran Volume dan kecepatan lalu lintas serta kecepatan
udara di kota-kota besar berasal dari kendaraan dan arah angin menentukan tingkat konsentrasi CO,
bermotor (WHO,1997). maka semakin meningkatnya lalu lintas angkutan
Perkembangan teknologi kendaraan bermotor barang akan berdampak langsung pada pencemaran
yang pesat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya lingkungan jalan yang dilaluinya. Kepadatan lalu lintas
diikuti oleh peningkatan konsumsi energi secara juga akan menyebabkan menurunnya kualitas udara /
drastic, di sisi lain konsumsi energi di sektor lingkungan akibat emisi gas buangan kendaraan
transportasi merupakan penyumbang utama polusi bermotor yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor
udara. Polusi udara yang diakibatkan oleh emisi gas tersebut. Untuk memperoleh dampak pada pencemaran
buang kendaraan bermotor tersebut akan menurunkan lingkungan jalan yang dilaluinya maka dilakukan
kualitas udara dan membahayakan kesehatan manusia. penelitian untuk menentukan tingkat konsentrasi CO
Kemacetan kendaraan bermotor ini memberi akibat arus lalu lintas, mengetahui volume lalu lintas,
dampak negatif berupa pencemaran udara. Penggunaan kecepatan kendaraan, dan kecepatan angin, membuat
bahan bakar minyak yang dipergunakan sebagai hubungan konsentrasi CO dengan volume lalu lintas,
penggerak bagi kendaraan, sistem ventilasi mesin dan kecepatan kendaraan, dan kecepatan angin dengan
yang terutama adalah buangan dari knalpot hasil model regresi, serta mengkaji parameter-parameter
pembakaran bahan bakar yang merupakan yang mempengaruhi polusi udara akibat arus lalu lintas.
pencampuran ratusan gas dan aerosol menjadi Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan ”Pemodelan
penyebab utama keluarnya berbagai pencemar. Polusi Udara Akibat Arus Lalu Lintas di Kota
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat Manado”. Pada pemodelan ini yang dijadikan sebagai
konsentrasi CO akibat arus lalu lintas, mengetahui variabel bebas adalah Volume kendaraan, komposisi
volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, dan kecepatan kendaraan, kecepatan kendaraan, kecepatan, arah
angin, membuat hubungan konsentrasi CO dengan angin dan tinggi dan luas bangunan sekitar. Untuk
volume lalu lintas, kecepatan kendaraan, dan kecepatan variable terikat adalah tetap digunakan variabel
angin dengan model regresi, serta mengkaji parameter- peningkatan konsentrasi gas CO yang diuji langsung di
parameter yang mempengaruhi polusi udara akibat arus lapangan. Dari uraian diatas maka rumusan masalahnya
lalu lintas. Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan adalah:
“Pemodelan Polusi Udara Akibat Arus Lalu Lintas 1) Bagaimanakah karakteristik polusi udara akibat arus
di Kota Manado”. lalu lintas di ruas jalan utama kota Manado.
Data primer yang dipakai dalam penelitian ini 2) Bagaimanakah model polusi udara akibat akibat
berupa data sampel CO yang diuji langsung di arus lalu lintas di ruas jalan utama kota Manado.
lapangan. Sampling dilakukan dengan menggunakan 3) Bagaimanakah usulan / rekomendasi (Program aksi)
Alat Ecoline 6000 Gas Analyzer. Data primer lain yang guna mengurangi polusi udara akibat arus lalu
diperlukan adalah volume lalu lintas dan kecepatan lintas.
kendaraan. Data ini diperoleh dari pengukuran
langsung di lapangan, yaitu pada titik yang sama B. Ruang Lingkup Penelitian
dengan tempat dilakukannya pengambilan sampel gas Dalam penelitian “Pemodelan Polusi Udara
CO. Untuk memudahkan menghitung volume dari lalu Akibat Arus Lalu Lintas di Kota Manado” dibatasi
lintas pada titik sampling, dapat digunakan alat ukur pada :
counter. 1) Survai penelitian dilaksanakan di Wilayah
Pada pemodelan ini yang dijadikan sebagai administratif Kota Manado.
variabel bebas adalah volume total lalu-lintas, 2) Data primer yang dipakai dalam penelitian ini
kecepatan rata-rata lalu-lintas, kecepatan, dan arah berupa data sampel CO yang diuji langsung di
angin. Untuk variable terikat adalah tetap digunakan lapangan, pada beberapa titik pengamatan di Kota
variabel peningkatan konsentrasi gas Karbon Manado.
Monoksida (CO). Dengan menggunakan tiga variabel 3) CO saja yang dibahas dan bukan gas polutan
bebas tersebut, maka jumlah kombinasi variabel lainnya. Metode yang digunakan untuk penentuan
tersebut adalah 7 buah kombinasi. Model yang gas CO adalah Metoda Turbidimetri.
diperoleh divalidasi dengan data baru. Data yang 4) Data primer lain yang diperlukan adalah volume
diperoleh dapat juga diuji kebenarannya dengan metode lalu lintas dan kecepatan kendaraan. Data ini
chi square dan uji t (t-Test). Dari model regresi, diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan,
terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi yaitu pada titik yang sama dengan tempat
polusi udara akibat lalu lintas. Parameter tersebut dikaji dilakukannya pengambilan sampel gas CO.
satu persatu untuk mengetahui kecendrungannya

388
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5) Untuk memudahkan menghitung volume dari lalu D. Manfaat Penelitian


lintas pada titik sampling, dapat digunakan alat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini
ukur counter.
dapat memberikan manfaat, antara lain yaitu :
6) Pengukuran kecepatan kendaraan menggunakan
alat speedgun. Dimana untuk kendaraan yang
bergerak bersamaan (bergerombol/Platoon), 1) Terbangunnya model polusi udara akibat arus lalu
kecepatan diukur pada kendaraan yang berada di lintas di Kota Manado
depan gerombolan/Platoon tersebut sebagai 2) Merekomendasi penanganan polusi udara
kecepatan wakilnya. (konsentrasi CO) sebagai akibat dari lalu lintas di
7) Pengukuran arah angin dilakukan dengan Kota Manado
menggunakan kompas dengan memperhatikan arah 3) Dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam
asap kendaraan, asap rokok, pengukuran pakai mengupayakan usaha pengendalian pencemaran
benang yang ditancapkan dengan kayu, dan daun- udara akibat lalulintas, juga masukan bagi
daun tanaman di sekitar lokasi pengukuran. masyarakat sehingga dapat menunjang usaha-usaha
8) Untuk mengukur kecepatan angin digunakan alat yang dilakukan pemerintah terlebih lagi dapat
Intelligent Meter. mengambil peran dalam meminimalkan
9) Dari pengolahan data di atas, diharapkan terbentuk pencemaran udara.
suatu model yang menyatakan hubungan antara
volume dan kecepatan lalu lintas serta kecepatan
dan arah angin dengan konsentrasi CO yang E. Kontribusi Penelitian
dihasilkan, sesuai dengan bentuk persamaan yang
Diharapkan dengan adanya penelitian ini
nilai korelasinya mendekati 1.
dapat memberikan manfaat, antara lain yaitu :
10) Pada pemodelan ini yang dijadikan sebagai
1) Untuk memperkaya dan melengkapi kajian teoritik
variabel bebas adalah volume total lalu-lintas,
dan praktis dalam bidang ilmu Rekayasa
kecepatan rata-rata lalu-lintas, kecepatan, dan arah
Transportasi khususnya polusi udara (konsentrasi
angin.
CO) sebagai akibat dari lalu lintas, untuk
11) Untuk variabel terikat adalah tetap digunakan
menemukan batasan kecepatan dan batasan volume
variabel peningkatan konsentrasi gas Karbon
kendaraan, agar diperoleh polusi yang paling
Monoksida (CO). Dengan menggunakan empat
minimum.
variabel bebas tersebut, maka jumlah kombinasi
2) Sebagai pertimbangan kepada pemerintah kota
variabel tersebut adalah 7 buah kombinasi.
dalam mementukan atau memilih pemberian
12) Model yang diperoleh divalidasi dengan data yang
pendekatan dalam mengatasi pengaruh kemacetan
telah di survai. Data yang diperoleh dapat juga
lalu lintas terhadap distribusi angkutan barang di
diuji kebenarannya dengan metode chi square dan
Kota Manado.
uji t (t-Test). Dari model regresi, terdapat beberapa
parameter yang mempengaruhi polusi udara akibat
lalu lintas. Parameter tersebut dikaji satu persatu II. REVIEW PENELITIAN TERDAHULU
untuk mengetahui kecendrungannya terhadap Beberapa penelitian sejenis yang pernah
peningkatan polusi udara. Dengan melakukan uji dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut :
sensitivitas terhadap parameter tersebut, dapat 1) Batterman S, Zhang K, Kononowech R, 2010.
diketahui sejauh mana hubungan antara parameter Polusi udara yang terkait dengan lalu lintas jalan
tersebut dengan peningkatan konsentrasi polusi raya telah mendapat perhatian dari peneliti dan
udara. adanya hasil penelitian terdahulu telah
13) Uji sensitivitas terhadap model polusi udara akibat membuktikan hubungan antara emisi dari jalan
akibat arus lalu lintas di ruas jalan utama kota raya dengan volume lalu lintas. Penelitian ini bisa
Manado. memprediksi konsentrasi polusi yang dapat akan
terjadi.
C. Tujuan Penelitian 2) Menurut hasil penelitian oleh Brugge D, Durant
Tujuan penelitian adalah : JL, Rioux C (2007) yaitu populasi yang paling
1. Mengetahui karakteristik volume kendaraan, rentan di AS yang terkena dampak kesehatan
Kecepatan kendaraan, kecepatan angin dan Polusi serius dari polusi udara adalah penduduk yang
udara (CO) pada jam-jam sibuk antara jam 06.00 tinggal di dekat jalur transportasi regional utama
Wita sampai jam 21.00 Wita. dan terutama di jalan raya. Penelitian tetang
2. Membuat model matematis hubungan antara model dispersi untuk prediksi konsentrasi polutan
Volume kendaraan, Kecepatan Kendaraan, udara di dekat jalan raya menghasilkan model
Kecepatan Angin dengan Kadar Polusi udara (CO). yang menggunakan emisi lalu lintas, geometric
3. Mengusulkan rekomendasi (Program aksi) guna jalan dan meteorologi untuk memprediksi
mengurangi polusi udara akibat arus lalu lintas konsentrasi polutan udara di dekat jalan raya.
Prediksi dapat dibuat untuk karbon monoksida,
nitrogen dioksida dan partikel tersuspensi. Pilihan

389
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

untuk pemodelan di dekat persimpangan, tempat dimulai pada tanggal Rabu 1 Oktober 2014 sampai
parkir, jalan raya yang berada di elevasi Kamis 3 Oktober 2014 secara bersamaan di ketiga
ketinggian ataupun jalan raya yang berada di lokasi ruas jalan.
lembah. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu
3) Peneltian lainnya juga tentang hubungan lalu bermaksud menjelaskan tingkat pencemaran udara
lintas dengan polusi udara dilakukan oleh Smit R, dengan melakukan survai dan observasi (pengamatan
(2006) yaitu model hubungan antara kemacetan langsung) di lapangan.
dengan emisi lalu lintas jalan dan penerapannya Bagan alir penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 1.
pada jaringan jalan perkotaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa: 1). Perubahan aktivitas lalu
lintas yaitu distribusi kilometer kendaraan yang
ditempuh pada jaringan) pada siang hari
tampaknya memiliki dampak terbesar pada emisi
lalu lintas yang diprediksi, 2) kemacetan
merupakan isu penting dalam pemodelan emisi
CO dan HC. Hal ini nampaknya bukan untuk
emisi NOx, di mana komposisi lalu lintas dasar
umumnya merupakan faktor yang lebih penting.
Untuk bagian yang paling padat di jaringan
perkotaan yang telah diselidiki, kemacetan bisa
lebih dari dua kali lipat prediksi emisi CO dan
HC, 3) berbagai jenis model emisi dapat
menghasilkan hasil yang jauh berbeda bila
perbedaan absolut (aritmatika) dipertimbangkan,
namun dapat menghasilkan hasil yang serupa bila
perbedaan relatif (rasio atau persentase
perbedaan) tidak dipertimbangkan.
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
III. METODE PENELITIAN Adapun yang menjadi objek dalam penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan ini ialah kendaraan (arus lalu lintas) yang melewati ruas
berdasarkan survai pendahuluan dan ditetapkan lokasi jalan yang dijadikan obyek penelitian, yaitu :
penelitian pada : 1) Ruas Jalan Sam Ratulangi untuk tipe jalan 4/2 –
1) Ruas Jalan Sam Ratulangi dengan pertimbangan UD.
untuk mewakilli segmen jalan yang banyak 2) Ruas Jalan Ahmad Yani untuk tipe jalan 4/2 – D.
terdapat bangunan dan hal lain yang menjadi bahan 3) Ruas Jalan Pierre Tendean untuk tipe jalan 4/2 –
pertimbangan adalah kerapatan bangunan dan UD.
ketinggian bangunan di segmen tersebut yang
secara visual mempunyai pengaruh terhadap
tingkat konsentrasi gas CO.
2) Ruas Jalan Ahmad Yani dengan pertimbangan
untuk mewakilli segmen jalan yang banyak
terdapat Pohon.
3) Ruas Jalan Pierre Tendean dengan pertimbangan
untuk mewakilli segmen jalan di lokasi terbuka
(dekat pantai).

Data yang digunakan dalam penelitian secara


umum yaitu :
1) Data primer : volume dan komposisi lalu lintas,
kecepatan rata-rata masing-masing jenis kendaraan ,
pengukuran udara ambien CO, pengukuran
karakteristik atmosfir dan kecepatan angin di lokasi Gambar 2. Potongan Melintang Ruas Jalan Sam
penelitian. Ratulangi Manado (Segmen Sta 2+000 - 2+200).
2) Data sekunder : peta jaringan jalan, tabel stabilitas
atmofsir dan peraturan-peraturan yang berlaku yang
ada kaitannya dengan penelitian ini.
Selain itu komposisi kendaraan yang melewati
segmen ini bervariasi mulai dari sepeda motor,
kendaraan pribadi, kendaraan angkutan umum dan
kendaraan berat. Waktu pelaksanaan penelitian

390
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 7. Dokumentasi Ruas Jalan Pierre Tendean


Manado (Segmen Sta 0+000 - 0+200).

Untuk sampel diambil arus lalu lintas disurvai


selama 3 hari mulai pukul 06.00 – 19.00 wita. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal Rabu /
tanggal 1 Oktober 2014 sampai Kamis / tanggal 3
Oktober 2014 secara bersamaan di ketiga lokasi ruas
jalan.
Gambar 3. Dokumentasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Penelitian ini dilakukan secara bersamaan
Manado (Segmen Sta 2+000 - 2+200). untuk survai volume, survai polusi CO dan survai
kecepatan angin. Bersamaan dengan survai volume lalu
lintas yang melewati ruas jalan juga dilakukan survai
kecepatan kendaraan, pengukuran udara ambien CO,
pengukuran karakteristik atmosfir dan pengukuran
kecepatan angin.
Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Peralatan pengukuran Volume Lalu Lintas.
Pengukuran arus lalulintas meliputi volume dan
komposisi serta kecepatan rata-rata masing-masing
jenis kendaraan. Untuk pengukuran ini digunakan
beberapa alat bantu dalam pengambilan data di
lapangan (lihat gambar di bawah ini) antara lain alat
pencacah (hand tally counter), formulir survai, alat
Gambar 4. Potongan Melintang Ruas Jalan Ahmad tulis, alat ukur panjang (meteran) dan Speedgun
Yani Manado (Segmen Sta 0+500 - 0+700). (Radar meter).

Gambar 5. Dokumentasi Ruas Jalan Ahmad Yani


Manado (Segmen Sta 0+500 - 0+700).

Gambar 8. Alat-alat Yang Dipakai Dalam


Pengukuran Arus Lalu Lintas
Pengukuran ambien udara CO di lokasi dimana
dilakukan pengukuran arus lalulintas. Pengukuran
ambien udara ini terdiri dari 2 bagian yaitu
pengambilan sampling CO di udara dengan
menggunakan Alat Ecoline 6000 Gas Analyzer
(lihat gambar di bawah ini) dan pengambilan
sampling suhu, kelembaban dan kecepatan angin,
menggunakan alat Intelligent Meter (lihat gambar di
bawah ini).
Gambar 6. Potongan Melintang Ruas Jalan Pierre
Tendean Manado (Segmen Sta 0+000 - 0+200).

Gambar 9. Peralatan Pengukuran udara CO dengan


alat Ecoline 6000.
Peralatan pengukuran Kecepatan Angin.

391
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 11. Karakteristik Polusi udara CO dalam


Gambar 10. Pelaksanaan Pengukuran Karakteristik satuan ppm dan μg/m3 untuk 3 Lokasi.
Atmosfir dengan Alat Intelligent Meter.

IV. HASIL PENELITIAN DAN B. Model matematis hubungan antara Volume


kendaraan, Kecepatan Kendaraan, Kecepatan
PEMBAHASAN Angin dengan Kadar Polusi udara (CO).
A. Karakteristik volume kendaraan, Kecepatan Model hubungan antara kecepatan angin (km/jam)
kendaraan, kecepatan angin dan Polusi udara sebagai y dan polusi co (ppm) sebagai x di ketiga ruas
(CO) . jalan yang di survai adalah sebagai berikut :
Karakteristik Polusi udara CO dalam satuan ppm
 Lokasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado untuk
dan μg/m3 dapat dilihat dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel
survai pada hari Rabu : Y =8.568859518+-
3 dan Gambar 8.
0.3738.X.
Tabel 1. Karakteristik Polusi udara CO dalam satuan  Lokasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado untuk
ppm dan μg/m3. Untuk Lokasi di Ruas Jalan Sam survai pada hari Kamis : Y =8.425089261+-
Ratulangi Manado Kedua Arah pada jam-jam sibuk. 0.3674.X.
Hari
Polusi CO (ppm) Polusi CO (μg/m3)  Lokasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado untuk
Max Min Max Min survai pada hari Jumat : Y =8.342364932+-
Rabu 16.50 - 16.55 08.55 - 09.00 16.50 - 16.55 08.55 - 09.00 0.3663.X.
12.86 9.13 14697.1429 10434.2857  Lokasi Ruas Ahmad Yani Manado untuk survai
Kami 08.10 - 08.15 18.50 - 18.55 08.10 - 08.15 18.50 - 18.55
s pada hari Rabu : Y =8.372215959+-0.3434.X.
12.00 9.57 13714.2857 10937.1429
 Lokasi Ruas Ahmad Yani Manado untuk survai
Jumat 07.55 - 08.00 06.15 - 06.20 07.55 - 08.00 06.15 - 06.20
pada hari Kamis : Y =8.255204755+-0.3322.X.
11.77 8.03 13451.4286 9177.1429
 Lokasi Ruas Ahmad Yani Manado untuk survai
Sumber : Survai 2015. pada hari Jumat : Y =8.225812868+-0.3359.X.
Tabel 2. Karakteristik Polusi udara CO dalam satuan  Lokasi Ruas Pierre Tendean Manado untuk survai
ppm dan μg/m3. Untuk Lokasi di Ruas Ahmad Yani pada hari Rabu : Y =9.359479083+-0.463898.X.
Manado Kedua Arah Kedua Arah pada jam-jam sibuk.
Polusi CO (ppm) Polusi CO (μg/m3)
 Lokasi Ruas Pierre Tendean Manado untuk survai
Hari
Max Min Max Min
pada hari Kamis : Y =8.970369268+-0.4089.X
Rabu 11.50 - 11.55 06.00 - 06.05 16.50 - 16.55 08.55 - 09.00
 Lokasi Ruas Pierre Tendean Manado untuk survai
4.51 3.50 5154.2857 4000.0000
pada hari Jumat : Y =8.965122306+-0.4215.X.
Kamis 10.35 - 10.40 08.00 - 08.05 08.10 - 08.15 18.50 - 18.55 Model matematis hubungan antara Volume kendaraan,
4.55 3.41 5200.0000 3897.1429 Kecepatan Kendaraan, Kecepatan Angin dengan Kadar
Jumat 16.55 - 17.00 12.05 - 12.10 07.55 - 08.00 06.15 - 06.20 Polusi udara (CO) sebagai berikut :
4.20 3.41 4800.0000 3897.1429

Sumber : Survai 2015. a) Untuk lokasi Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado
Tabel 3. Karakteristik Polusi udara CO dalam satuan mewakili lokasi dengan jalan yang banyak
ppm dan μg/m3. Untuk Lokasi di Ruas Pierre Tendean terdapat gedung bertingkat dan kepadatan
Manado Kedua Arah pada jam-jam sibuk. bangunan tinggi diperoleh model terbaik terjadi
Polusi CO (ppm) Polusi CO (μg/m3) pada hari Rabu dengan model yaitu Y =
Hari
Max Min Max Min 6.9457+0.0026.X1+8.39227E-17.X2+4.46169E-
Rabu 10.10 - 10.15 06.00 - 06.05 16.50 - 16.55 08.55 - 09.00 15.X3 dengan nilai R2 sebesar 0.999999960 dan
7.00 3.96 8000.0000 4525.7143 konstanta regresi terkecil sebesar 6.9457.
Kamis 10.15 - 10.20 18.10 - 18.15 08.10 - 08.15 18.50 - 18.55 b) Untuk lokasi Ruas Ahmad Yani Manado
7.00 4.07 8000.0000 4651.4286 mewakili lokasi dengan jalan yang banyak
Jumat 14.35 - 14.40 15.20 - 15.25 07.55 - 08.00 06.15 - 06.20 terdapat pohon-pohon diperoleh model terbaik
7.70 4.40 8800.0000 5028.5714 terjadi pada hari Rabu dengan model yaitu Y
Sumber : Survai 2015. =3.271452678+0.001087609.X1+-0.0046.X2
dengan nilai R2 sebesar 0.974210486 dan
konstanta regresi terkecil sebesar 3.271452678.

392
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

c) Untuk lokasi Ruas Pierre Tendean Manado jangan sampai meningkat sehingga melampaui batas.
mewakili lokasi jalan yang berada diareal terbuka Tahap penanggulangan dan pemulihan mutu udara
(tepi pantai) diperoleh model terbaik terjadi pada dilakukan bila konsentrasi polutan sudah melebihi
hari Rabu dengan model yaitu Y ambang batas baku mutu udara, sehingga strategi yang
=3.193045646+0.001060108.X1+0.00029.X2 dilakukan berhubungan dengan pemulihan mutu udara.
dengan nilai R2 sebesar 0.946611656 dan Berdasarkan hasil analisa, konsentrasi gas CO di lokasi
konstanta regresi terkecil sebesar 3.193045646. pengamatan masih berada dibawah baku mutu udara
ambien, sehingga strategi pengendalian yang perlu
Validasi Model matematis hubungan antara Volume dilakukan berupa langkah-langkah pencegahan agar
kendaraan, Kecepatan Kendaraan, Kecepatan Angin konsentrasi gas CO tidak meningkat pesat mendekati
dengan Kadar Polusi udara (CO) yaitu untuk lokasi ambang batas. Untuk melakukan pengendalian, perlu
Ruas Jalan Sam Ratulangi Manado. Berdasarkan hasil melihat pada sumber pencemar itu yaitu emisi yang
penelitian untuk lokasi ruas jalan Sam Ratulangi dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, sehingga strategi
Manado pada hari Kamis periode Survai 18.50 18.55, yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan dan
terdapat selisih minus dimana hasil pengukuran udara perawatan kendaraan bermotor, meningkatkan
ambien lebih kecil daripada hasil perhitungan. Kondisi kecepatan rata-rata kendaraan dan membatasi jumlah
dimana hasil perhitungan lebih besar antara lain dapat kendaraan
disebabkan oleh faktor-faktor berupa : Kadar polusi (CO) di daerah dengan kecepatan
a) Pengambilan data kecepatan angin dan penentuan angin yang rendah seperti pada jalan Sam Ratulangi
stabilitas atmosfir yang tidak sesuai dengan kondisi dimana daerah tersebut merupakan daerah tertutup
dilokasi. yang terdapat bangunan bertingkat dan kepadatan
b) Pada saat pengambilan sampel kecepatan angin, bangunan tinggi maka hasil survai memperlihatan
bisa saja waktu dilakukan pengukuran, dilakukan bahawa kadar polusi udara (CO) jauh lebih tinggi dari
pada saat kecepatan anginnya rendah sehingga lokasi yang mewakili kondisi dengan jalan yang
konsentrasi CO jadi tinggi. banyak terdapat pohon-pohon, dimana pohon berada di
c) Selain itu penentuan stabilitas atmosfir yang kurang median jalan dengan jarak pohon ke tepi perkerasan
tepat bisa menjadi penyebab. Untuk menentukan jalan yaitu 1 meter dan lokasi jalan yang berada diareal
stabilitas atmosfir, selain berdasarkan kecepatan terbuka (tepi pantai) karena kecepatan angin semakin
angin, juga berdasarkan kondisi awan pada saat itu. tinggi maka dapat menyebarluaskan atau membagi
Ada kemungkinan pada saat pendataan kondisi konsentrasi kadar polusi udara (CO) ke berbagai
awan, terlihat sedikit awan, sehingga diambil tempat.
Stabilitas A-B. Sementara akibat perubahan di
atmosfir keadaan langit terlihat cerah sehingga V. KESIMPULAN DAN SARAN
seharusnya memilih stabilitas A. Jadi kondisi
atmosfir yang begitu cepat berubah dari waktu ke A. Kesimpulan
waktu dan tidak menentu, dapat menjadi Volume kendaraan maksimum yang sebesar
penyebabnya. 4281,60 smp/jam. Kecepatan kendaraan maksimum
yaitu sebesar 32,00 km/jam. Kecepatan Angin
C. Rekomendasi (Program Aksi) Guna Mengurangi maksimum yang diperoleh sebesar 7,50 km/jam. Kadar
Polusi Udara Akibat Arus Lalu Lintas polusi udara (CO) maksimum diperoleh sebesar 12,86
Kadar polusi (CO) di daerah dengan kecepatan ppm. Model matematis hubungan antara Volume
angin yang rendah seperti pada jalan Sam Ratulangi kendaraan, Kecepatan Kendaraan, Kecepatan Angin
dimana daerah tersebut merupakan daerah tertutup dengan Kadar Polusi udara (CO) untuk lokasi Ruas
yang terdapat bangunan bertingkat dan kepadatan Jalan Sam Ratulangi Manado mewakili lokasi dengan
bangunan tinggi maka hasil survai memperlihatan jalan yang banyak terdapat gedung bertingkat dan
bahawa kadar polusi udara (CO) jauh lebih tinggi dari kepadatan bangunan tinggi diperoleh model terbaik
lokasi yang mewakili kondisi dengan jalan yang terjadi pada hari Rabu dengan model yaitu Y =
banyak terdapat pohon-pohon, dimana pohon berada di 6.9457+0.0026.X1+8.39227E-17.X2+4.46169E-15.X3
median jalan dengan jarak pohon ke jalan yaitu 1 meter dengan nilai R2 sebesar 0.999999960 dan konstanta
dan lokasi jalan yang berada diareal terbuka (tepi regresi terkecil sebesar 6.9457, untuk lokasi Ruas
pantai) karena kecepatan angin semaikin tinggi maka Ahmad Yani Manado mewakili lokasi dengan jalan
dapat menyebarluaskan atau membagi konsentrasi yang banyak terdapat pohon-pohon diperoleh model
kadar polusi udara (CO) ke berbagai tempat. terbaik terjadi pada hari Rabu dengan model yaitu Y
Pengendalian pencemaran udara meliputi tiga =3.271452678+0.001087609.X1+-0.0046.X2 dengan
tahap, yaitu pencegahan, penanggulangan dan nilai R2 sebesar 0.974210486 dan konstanta regresi
pemulihan mutu udara. Tahap pencegahan dilakukan terkecil sebesar 3.271452678, untuk lokasi Ruas Pierre
bila konsentrasi polutan masih dibawah baku mutu Tendean Manado mewakili lokasi jalan yang berada
udara ambien, sehingga strategi penanggulangan yang diareal terbuka (tepi pantai) diperoleh model terbaik
dilakukan dengan maksud untuk tetap menjaga agar terjadi pada hari Rabu dengan model yaitu Y
kualitas udara yang masih dibawah ambang batas =3.193045646+0.001060108.X1+0.00029.X2 dengan

393
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

nilai R2 sebesar 0.946611656 dan konstanta regresi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan mutu
terkecil sebesar 3.193045646. Kadar polusi (CO) di udara
daerah dengan kecepatan angin yang rendah seperti
pada jalan Sam Ratulangi dimana daerah tersebut B. Saran.
merupakan daerah tertutup yang terdapat bangunan
Berdasarkan penelitian yang ada penulis
bertingkat dan kepadatan bangunan tinggi maka hasil
menyarankan dapat menggunakan model yang ada
survai memperlihatan bahawa kadar polusi udara (CO)
untuk digunakan dengan baik oleh pemerintah dalam
jauh lebih tinggi dari lokasi yang mewakili kondisi
mengambil kebijakan pembangunan sistem transportasi
dengan jalan yang banyak terdapat pohon-pohon dan
jalan, yaitu pembangunan transportasi yang juga
lokasi jalan yang berada diareal terbuka (tepi pantai)
mempertimbangkan mengenai perbaikan kualitas udara
karena kecepatan angin semaikin tinggi maka dapat
yang antara lain misalnya dilakukan melalui
menyebarluaskan atau membagi konsentrasi kadar
pengendalian volume lalu lintas atau penanaman pohon
polusi udara (CO) ke berbagai tempat. Pengendalian
yang rindang dalam rangka mengurangi kadar polusi
pencemaran udara meliputi tiga tahap, yaitu
udara.

DAFTAR PUSTAKA [8] Eliasson J, Hultkrantz L, Nerhagen L,


Rosqvist LS. The Stockholm congestion —
[1] Batterman S, Zhang K, Kononowech R. charging trial 2006: overview of
Prediction and analysis of near-road effects. Transp Res A Policy
concentrations using a reduced-form Pract. 2009;43(3):240–50.
emission/dispersion model. Environ [9] EPA. User’s guide to MOBILE6.1 and
Health. 2010;9:29. [PMC freearticle] [Pub MOBILE6.2. 2003.
Med] [10] EPA. [Accessed November 20, 2009];Risk
[2] Benson P. FHWA-CA-TL-84- and exposure assessment to support the
15. Sacramento, CA: California Department review of the NO2primary National Ambient
of Transportation; 1989. CALINE4 — a Air Quality
dispersion model for prediction air pollutant Standard. 2008http://www.epa.gov/ttn/naaqs/
concentrations near roadways. standards/nox/data/20081121_NO2_REA_fin
[3] Brown SG, Wade KS, Hafner HR. [Accessed al.pdf.
April 2, 2010];Summary of recent ambient air [11] EPA. [Accessed February 27, 2010] ;
quality and accountability analyses in the MOVES 2010 policy guidance. 2009 http: /
Detroitarea. 2007 /www.epa. gov / otaq/models/moves /
http://www.epa.gov/airtrends/specialstudies/2 420b09046.pdf.
007detroit_summary_report.pdf. [12] Greco SL, Wilson AM, Hanna SR, Levy JI.
[4] Brugge D, Durant JL, Rioux C. Near- Factors influencing mobile source particulate
highway pollutants in motor vehicle exhaust: matter emissions-to-exposure relationships in
a review of epidemiologic evidence of the Boston urban area. Environ Sci
cardiac and pulmonary health risks. Environ Technol. 2007;41:7675–82. [PubMed]
Health. 2007;6:23.[PMC [13] Health effects institute. [Accessed on March
freearticle] [PubMed] 10, 2009];Traffic-related air pollution: a
[5] Department for Environment, Food and Rural critical review of the literature on emissions,
Affairs. [Accessed April 2, 2010];Part IV of exposure, and health effects. Error!
the Environment Act 1995, Local Air Quality Hyperlink reference not valid..
Management Technical Guidance. 2003 :6– [14] Kimura S., Journal Paper Title, J. of
33.http://www.ni- Computer Science, Traffic Flow 1, Issue 2,
environment.gov.uk/technical_guidance.pdf. Aug. Issue, 1987, pp. 23-49.
[6] Dowling R. National Cooperative Highway [15] Islam M.R., Conference proceedings, in Proc.
Research planning report. Vol. 387. 2nd Int. Conf. on GEOMAT, 2011, pp. 8-13.
Washington DC: National Research Council; [16] Levy JI, Buonocore JJ, von Stackelberg K.
1997. Planning techniques to estimate speeds Evaluation of the public health impacts of
and service volumes for planning. traffic congestion: a health risk
[7] Downs A. Still stuck in traffic: coping with assessment. Environ
peak-hour traffic congestion. Washington, Health. 2010;9:65. [PMC free
DC: Brookings Institution Press; 2004. article] [PubMed]

394
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

[17] Michigan Department of Transportation. [18] Michigan Department of Transportation.


[Accessed April 28, 2009];Ann Arbor 2008 [Accessed April 1, 2010];Detroit 2008 annual
annual average daily traffic average daily traffic map. 2009 http: /
map. 2008 Error! Hyperlink reference not /www.michigan.gov/documents/detmetro_19
valid. &Error! Hyperlink reference not 640_7.pdf.
valid..

395
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI EFEKTIVITAS PENYEDIAAN JALUR SEPEDA


PADA JALAN PERKOTAAN
Hendra Hendrawan 1, Sri Amelia2
1,2
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Jalan A.H Nasution No. 264 Bandung 40294
E-mail: hendra2wan@pusjatan.pu.go.id, sri.amelia@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Jalur sepeda merupakan bagian dari perlengkapan jalan yang disediakan untuk memfasilitasi pengguna sepeda
agar dapat berkendara dengan aman. Penyediaan jalur sepeda memerlukan perhatian khusus terutama pada jalan
perkotaan yang padat dan didominasi oleh kendaraan bermotor. Keterbatasan lebar jalur jalan yang ada dan rasio
volume kapasitas yang tinggi mengakibatkan pengguna sepeda rentan terhadap kecelakaan. Rendahnya penggunaan
sepeda salah satunya dapat diakibatkan belum tersedianya jalur sepeda. Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi
efektifitas penyediaan jalur sepeda pada jalan perkotaan dengan studi kasus pada ruas jalan Asia Afrika Kota Bandung.
Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan data primer melalui pengamatan langsung di dua titik pengamatan
(Savoy Homan dan Simpang Lima). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kuantitatif deskriptif dan uji
peringkat bertanda wilcoxon. Hasil analisis deskriptif menunjukan adanya peningkatan pengguna sepeda setelah
disediakannya lajur sepeda, dan hasil uji peringkat bertanda wilcoxon menunjukan ada pengaruh penyediaan lajur
sepeda terhadap jumlah pengguna sepeda yang memanfaatkan lajur sepeda untuk waktu dan fungsi kawasan yang
berbeda.

Kata kunci: Jalur sepeda, pengguna sepeda, jalan perkotaan

Abstract. Bicycle lanes are part of the road which provided to facilitate safe accommodation of bicyclists. Installation
of bicycle lanes requires special attention, especially on crowded urban roads and dominated by motor vehicles. The
limitations of existing road width and high capacity volume ratios can cause the risk of road crashes involving a
bicyclist. The low number of bicyclist can be due to unavailability of bicycle lanes. This paper aims to evaluate the
installation effectiveness of on-street bicycle lanes on urban roads with case study onss Asia-Afrika roads of Bandung
City. The method used is by using primary data through direct observation at two segments of observation (Savoy
Homan and Simpang Lima). The data obtained are then analyzed in descriptive quantitative and rating test marked
wilcoxon. Descriptive analysis results identified an increase in the number of bicyclist after the installation of bicycle
lanes, and the results of ratings test marked wilcoxon showed there is an influence of the provision of bicycle lanes on
the number of bicyclists who utilize bicycle lanes for the time and function of different areas.

Key Words: Bicycle lanes, number of bicyclist, urban road

396
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

I. PENDAHULUAN satu bagian dari perlengkapan jalan sebagaimana


dimaksud pada Pasal 22 tersebut adalah jalur atau
Isu keberlanjutan merupakan isu krusial yang lajur sepeda (Indonesia 2006).
dihadapi di dunia saat ini (Ermawi 2011). Isu Peraturan perundangan yang diterbitkan terkait
keberlanjutan tidak terlepas dari konsep penyediaan jalur sepeda merupakan upaya preventif
pembangunan berkelanjutan yaitu pemerintah untuk mengurangi jumlah kecelakaan
pengimplementasian aspek-aspek lingkungan,
pengguna jalan khususnya bagi pengguna jalan yang
sosial, dan ekonomi dalam setiap pembangunan
rentan mengalami kecelakaan. Upaya tersebut
dengan tujuan agar kebutuhan generasi masa depan
tertuang dalam Rencana Umum Nasional
tidak terabaikan (Mulyadi 2015). Meskipun
Kecelakaan 2011-2035, dimana salah satu arah
pembangunan tidak selalu identik dengan
kebijakan untuk mewujudkan atau meningkatkan
penyediaan fisik (Pramana 2013), akan tetapi
keselamatan jalan yaitu dengan penyediaan
pembangunan fisik menjadi fokus utama dari isu
prasarana yang memenuhi standar kelaikan
pembangunan dikarenakan jumlah sumber daya
keselamatan jalan (Indonesia 2010). Salah satu
yang digunakan dan dampak yang dihasilkan lebih komponen yang menjadi penilaian dalam standar
besar dibandingkan pembangunan non-fisik (Rangga kelaikan keselamatan jalan dan Standar Pelayanan
2011) Minimal Jalan (Indonesia 2006) adalah penyediaan
Salah satu bagian dari isu keberlanjutan terkait perlengkapan jalan dimana jalur sepeda merupakan
pembangunan fisik yaitu bidang transportasi salah satunya bagian dari perlengkapan jalan.
khususnya pembangunan jalan. Penyediaan jalan
Ketidak tersediaan jalur sepeda dapat menjadi
telah menyebabkan ekternalitas negatif terhadap sumber terjadinya kecelakaan. Global Road Safety
pembangunan berkelanjutan. Dampak yang
Partnership Indonesia (GRSPI) (2013) mencatat
ditimbulkan meliputi polusi udara, polusi suara,
bahwa rata-rata korban kecelakaan lalu lintas untuk
polusi tanah, kecelakaan, dan gangguan kesehatan
pesepeda secara global pada tahun 2010 yaitu
(Kalasova dan Krchova 2011). Besar dampak yang
sebesar 5% dari total kecelakaan. Pada negara-
ditimbulkan dari transportasi bervariasi tergantung
negara berkembang dengan pendapatan perkapita
pada waktu dan lokasi, adapun salah satu upaya
rendah-menengah khususnya yang berada di wilayah
yang menjadi alternatif untuk mengurangi
Asia Tenggara yaitu 4-6% dari total kecelakaan.
eksternalitas negatif di bidang transportasi yaitu
Nilai ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara
dengan mendorong penggunaan sepeda (European
maju yang sudah memiliki jalur sepeda sendiri yaitu
Commission n.a dan Wulandari 2009).
rata-rata 3% dari total kecelakaan. Meskipun pada
Meskipun penggunaan sepeda merupakan kondisi dan lokasi tertentu, ketersediaan jalur
solusi untuk permasalahan transportasi, namun sepeda tidak meningkatkan keselamatan bagi
terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi pengguna sepeda (Madsen dan Lahrmann 2016),
dalam penyediannya diantaranya faktor keamanan, namun ketersediaan jalur sepeda dapat mengurangi
kenyamanan, keselamatan, dan aksesibilitas secara signifikan jumlah kecelakaan dan tingkat
(Kalasova dan Krchova 2011). Salah satu cara fatalitas kecelakaan (Schmidt 2013 dan Welle et al.
terbaik untuk menjawab tantangan tersebut guna 2015).
meningkatkan keamanan, keselamatan, dan
Di Indonesia berdasarkan data GRSPI (2013)
kenyamanan bagi pengguna sepeda yaitu dengan
jumlah kecelakaan yang melibatkan pesepeda yaitu
menyediakan fasilitas sepeda (Karim dan Zulkaidi
1,7% dari total kecelakaan. Rendahnya persentase
2013).
kecelakaan bukan dikarenakan tingkat keamanan
Di Indonesia fasilitas pesepeda merupakan yang tinggi, tetapi dikarenakan jumlah pesepeda
bagian dari perlengkapan jalan. Ketentuan mengenai yang rendah. Kota Bandung sebagai salah satu kota
kewajiban menyediakan fasilitas berupa jalur atau besar dengan jumlah penduduk terpadat ke-5 di
lajur sepeda tertuang dalam Undang-Undang Nomor Indonesia (Indonesia 2015a), tingkat pelayanan jalur
(UU) 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) sepeda untuk 31 ruas jalan dari 61 ruas jalan arteri
No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Dalam UU No. 22 dan kolektor berada pada tingkat D, E, dan F (Karim
Tahun 2009 Pasal 25 angka (1) huruf g disebutkan dan Zulkaidi 2013). Ini menunjukan bahwa jalur
bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas sepeda yang ada belum mampu menciptakan rasa
umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan aman sehingga mendorong peningkatan jumlah
berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan pengguna sepeda. Alta Planning+Design (2008)
penyandang cacat (Indonesia 2009). PP No. 34 menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara
Tahun 2006 pada bagian penjelasan Pasal 22 pengguna sepeda dengan ketersediaan jalur sepeda
menjelaskan bahwa definisi dari perlengkapan jalan dan trek sepeda yaitu terjadi peningkatan jumlah
yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan pengguna sepeda sebesar 5-7% dari total pengguna
adalah bangunan atau alat untuk mendukung jalan setelah disediakan jalur sepeda, dan
keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu peningkatan sebesar 18-20% dari total pengguna
lintas, dan kemudahan bagi pengguna jalan. Salah jalan setelah disediakan trek sepeda.

397
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Penyediaan jalur sepeda di kota-kota besar, disediakan bagi pesepeda. Pertimbangan penggunaan
seperti halnya Kota Bandung tidaklah mudah. separator atau tidak harus dipertimbangkan secara bijak
Kepadatan lalu lintas yang tinggi, keterbatasan lebar diantaranya dengan memperhatikan jumlah pesepada,
badan jalan, dan kebijakan pemerintah yang lebih kondisi lalu lintas, dan lebar badan jalan.
berpihak pada kenderaan bermotor, merupakan Pembagian tipe fasilitas jalur dan lajur sepeda di
bagian penyebab kurang diperhatikannya kebutuhan Indonesia mengacu pada Rancangan Standar Nasional
jalur sepeda (Tomlinson 2003). Selain itu adanya Indonesia (RSNI) Perancangan Fasilitas Lajur dan Jalur
anggapan bahwa hanya sebagian kecil penduduk Sepeda terbagi atas tiga yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
saja yang menggunakan sepeda sehingga Pembagian tipe tersebut berdasarkan pada penempatan
penyediannya, menurut Kalasova dan Krchova dan pemisahan lajur sepeda. Tipe A yaitu lajur sepeda
(2011), ketidak tersediaan jalur sepeda yang yang berada pada jalur sepeda atau jalur jalan namun
menyebabkan rendahnya jumlah pesepeda. dipisahkan dari kendaraan lain dengan separator (dapat
Rendahnya penyediaan jalur sepeda oleh berupa kereb). Tipe ini dapat ditempatkan pada kondisi
pemerintah disebabkan beberapa faktor. Ada banyak lalu lintas dengan kecepatan kendaraan tinggi dan akses
pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk yang terbatas pada jalan. Tipe B yaitu lajur sepeda yang
menyediakan jalur sepeda terutama dilihat dari berada pada trotoar dan ditempatkan pada sisi sebelah
efektifitas pemanfaatan jalur sepeda. Untuk kanan lajur pejalan kaki. Tipe B dapat ditempatkan
menjawab permasalahan tersebut evaluasi efektifitas pada kondisi lalu lintas kecepatan sedang dan rendah.
penyediaan jalur sepeda terhadap perilaku Tipe C yaitu lajur sepeda yang berada pada lajur jalan
perubahan moda perlu dilakukan. Penyediaan jalur dan ditandai dengan pemisah berupa marka jalan. Tipe
sepeda dinilai efektif apabila terjadi peningkatan C idealnya digunakan pada kondisi lalu lintas dengan
jumlah pesepeda pada jalur sepeda yang telah kecepatan kendaraan rendah, dan akses keluar masuk
disediakan. Pemilihan lokasi yang dipilih turut bangunan di sepanjang jalan yang tinggi (Indonesia
mempengaruhi tingkat penggunaan jalur sepeda. 2012). Tabel 1 berikut menunjukan pemilihan tipe
Pada kawasan yang peruntukannya bukan untuk berdasarkan fungsi dan kelas jalan mengacu pada
permukiman atau pada kawasan campuran (mixed Indonesia (2012).
land use) dan perkantoran akan menjadi tantangan
tersendiri untuk mendorong penggunaan jalur Tabel 1. Pemilihan tipe jalur sepeda berdasarkan fungsi dan
sepeda. kelas jalan
Berdasarkan uraian dimuka, tujuan dari studi ini Jalan
Fungsi/kelas Jalan Raya Jalan Kecil
yaitu untuk mengevaluasi efektifitas penyediaan jalur Sedang
sepeda berdasarkan peningkatan jumlah pesepeda yang Arteri
A A A
memanfaatkan jalur sepeda pada kawasan campuran. Primer
Melalui studi diharapkan dapat menjawab persoalan Kolektor
A A A
Primer
mengenai perlu tidaknya dibangun jalur sepeda pada
Lokal Primer C C C
kawasan selain untuk kawasan permukiman
Lingkungan
C C C
Primer
II. KAJIAN PUSTAKA Arteri
A/B A/B A/B
Sekunder
A. Jalur Sepeda Kolektor
Jalur didefinisikan sebagai bagian jalan yang B/C B/C B/C
Sekunder
dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan (Indonesia Lokal
B/C B/C B/C
1993). Adapun jalur sepeda yaitu jalur yang Sekunder
diperuntukan bagi pesepeda yang dipisahkan dari Lingkungan
B/C B/C B/C
kendaraan bermotor dengan pemisah berupa separator Sekunder
atau kereb (Indonesia 2012). Bagian dari jalur sepeda Sumber : Indonesia (2012)
yaitu lajur sepeda. Lajur sepeda yaitu lajur khusus yang
diperuntukan bagi pesepeda yang dipisahkan dar Ketentuan umum penempatan jalur atau lajur
kendaraan bermotor dengan pemisah berupa marka sepeda mengacu pada ketentuan RSNI Perancangan
(Indonesia 2012). Berdasarkan definisi tersebut, lajur Fasilitas Lajur dan Jalur Sepeda untuk semua tipe yaitu
sepeda dapat berada pada jalur sepeda secara khusus (Indonesia 2012):
atau dapat merupakan bagian dari jalur jalan tanpa - Berada pada sisi kiri lajur sepeda motor apabila
separator tetapi hanya dibatasi oleh marka. terdapat lajur sepeda motor
Lajur sepeda yang berada pada jalur sepeda yang - Berada pada sisi kanan tempat parkir apabila
dibatasi oleh separator memberikan keluasaan bagi terdapat tempat parkir
pesepeda untuk bergerak dengan rasa aman
- Berada pada sisi kanan lajur pejalan kaki apabila
dibandingkan lajur sepeda yang berada pada jalur jalan
ditempatkan pada trotoar tanpa mengurangi lebar
umum tanpa separator (Koorey 2013). Pada jalan
minimal lajur pejalan kaki
umum tanpa separator atau kereb, kendaraan bermotor
dapat melewati atau mengambil alih lajur yang sudah

398
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

- Tidak mengurangi lebar lajur minimal kendaraan 1) Penghitungan manual. Penghitungan manual
bermotor apabila berada pada badan jalan dengan menhitung arus pengguna sepeda yang
- Alinemen lajur sepeda mengikuti alinemen jalur melewati suatu lokasi tertentu. Dalam penghitungan
jalan eksisting, dan perlu didukung dengan data periode survei, waktu
- Diperbolehkan melawan arah pada kondisi arus lalu pelaksanaan survei, dan lokasi survei.
lintas satu arah (Indonesia 2012). 2) Survei dengan menggunakan perangkat video.
Dalam proses perancangan dan operasionalnya Survei ini dilakukan dengan menempatkan
ketentuan umum tersebut harus pula memperhatikan seperangkat kamera pemantau pada lokasi yang
aspek-aspek lainnya diantaranya sosial, lingkungan, akan disurvei. Survei ini menyediakan data yang
dan teknik dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip permanen dan beberapa informasi sekaligus terkait
keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran kejadian dilapangan dapat diperoleh sehingga
lalu lintas untuk seluruh pengguna jalan. Aspek teknik membantu dalam analisis.
yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan 3) Survei perilaku. Survei ini dilakukan melalui
selain penempatan jalur atau lajur sepeda diantaranya metode kuesioner. Tujuan dari survei perilaku untuk
marka, separator, rambu, dan tempat parkir untuk memperoleh informasi mengenai pola perjalanan
sepeda. dan jenis moda yang kemungkinan dipilih untuk
Analisis kebutuhan jalur sepeda perlu identifikasi melakukan suatu perjalanan tertentu. Termasuk
sebelum perancangan dilakukan. Untuk jalur sepeda informasi apakah dengan menyediakan fasilitas
yang berada pada kawasan perkotaan, mengacu pada jalur sepeda akan merubah pilihan moda dengan
Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan cenderung memilih sepeda.
(1992), terdapat ketentuan khusus yang perlu 4) Prediksi jumlah penguna sepeda pada tahun
diperhatikan terkait indentifikasi kebutuhan jalur rencana. Tahapan ini mencakup penetapan tahun
sepeda diantaranya: rencana atau target dan kedua prediksi
- Volume pesepeda yang melebihi 500/12 kemungkinan tingkat perubahan permintaan
pesepeda/jam dan volume lalu lintas melebihi penggunaan sepeda pada tahun rencana. Beberapa
2000/12 pengguna jalan/jam, maka disarankan faktor akan perlu perhitungkan dalam tahapan ini
menyediakan jalur khusus sepeda dan atau pejalan yang meliputi perubahan tata guna lahan, perubahan
kaki. Bila volume pejalan kaki pada kondisi biaya transportasi, perubahan struktur dan sosial
tersebut lebih dari 1000/12 orang/jam, maka jalur ekonomi masyarakat, perubahan kemudahan dalam
sepeda dipisahkan dari jalur pejalan kaki. menggunakan kendaraan pribadi dan perubahan
perilaku bahwa bersepeda lebih dapat diterima oleh
- Volume pesepeda yang melebihi 200/12
masyarakat luas dibandingkan menggunakan
pesepeda/jam, dan volume lalu lintas melebihi
kendaraan bermotor.
2000/12, disarankan menyediakan jalur khusus
sepeda. Dalam studi ini, evaluasi yang akan digunakan
yaitu dengan memanfaatkan survei manual untuk
Selain hal diatas, terdapat beberapa faktor yang
menghitung perubahan jumlah pengguna sepeda
turut mempengaruhi permintaan jalur sepeda
sebelum dan setelah disediakan lajur sepeda.
diantaranya (Leak dalam O’Flaherty 1997):
Pemanfaatan survei manual dilakukan selain
1) pengaruh topografi. Jumlah pengguna sepeda pada pertimbangan efektifitas terhadap sasaran yang ingin
area datar akan lebih tinggi daripada area berbukit dicapai, juga lebih efisiensi terkait biaya pelaksanaan.
2) proporsi atau kebiasaan masyarakat setempat.
Masyarakat dengan proporsi jumlah pemuda lebih B. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon
banyak dan adanya komunitas pesepeda akan Uji peringkat bertanda wilcoxon merupakan
mendorong masyarakat lain untuk menggunakan bagian dari statistik inferensial non parameterik.
sepeda Statistik inferensial yaitu statistik yang digunakan
3) kepemilikan mobil. Kemudahan mendapatkan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan
kendaraan akan mengurangi jumlah pengguna statistik (sampel. Untuk itu dalam statistik inferensial
sepeda. diperlukan suatu hipotesis (Hartono dan Kamaruddin
4) aktivitas guna lahan setempat. Kawasan industri, 2016). Statistika inferensial terbagi atas dua yaitu
permukiman, pertanian, tentu akan berpengaruh statistik parametrik dan non parametrik. Statistik
pada jumlah pengguna sepeda. parametrik yaitu statistik yang dalam suatu pengujian
5) kualitas fasilitas yang disediakan. Fasilitas pesepeda modelnya memerlukan adanya syarat atau asumsi dari
yang berkualitas akan mendorong peningkatan distribusi data populasinya. Statistik ini banyak
jumlah pengguna sepeda. digunakan pada data dengan skala interval dan rasio
dengan asumsi distribusinya datanya bersifat normal.
6) keamanan dan keselamatan.
Adapun statistik non parametrik yaitu statistik yang
Untuk menghitung kebutuhan dan mengevaluasi pengujiannya tidak memerlukan adanya asumsi-asumsi
kinerja penyediaan fasilitas jalur sepeda dapat mengenai seberan data populasinya (belum diketahui
dilakukan beberapa metode diantaranya (Leak dalam sebaran data dan tidak perlu berdistribusi normal.
O’Flaherty 1997): Statistik ini dapat menggunakan semua jenis skala data

399
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

termasuk nominal dan ordinal dengan distribusi yang III. HIPOTESIS


tidak menyebar normal. Adapun dari jumlah data,
statistik nonparametrik dapat menggunakan data Penyediaan jalur sepeda di perkotaan pada
kurang dari 30 data (Junaidi 2010). kawasan campuran dapat mendorong meningkatnya
Uji peringkat bertanda Wilcoxon digunakan untuk jumlah pengguna sepeda
membandingkan antara dua kelompok data yang saling
berhubungan. Uji peringkat bertanda Wilcoxon IV. METODOLOGI
merupakan pengembangan dari uji tanda. Disamping
Studi ini menggunakan sumber data primer yang
nilai tanda + atau –, besar perbedaan pada uji ini juga diperoleh dari hasil survei melalui pengukuran
diperhatikan (Hartono dan Kamaruddin 2016). Nilai langsung dilapangan. Data yang dikumpulkan yaitu
perbedaan pada uji peringkat bertanda Wilcoxon
jumlah pesepeda sebelum dan sesudah disediakan lajur
sebagai berikut (Solidayah dkk 2015):
sepeda. Data tersebut selanjutnya dianalisis untuk
untuk i = 1,2,...n diketahui pengaruh penyediaan jalur sepeda terhadap
peningkatan jumlah pesepeda dengan menggunakan
Hipotesis dalam uji peringkat bertanda Wilcoxon analisis deskriptif dan metode uji peringkat bertanda
adalah: Wilcoxon. Metode Wilcoxon digunakan untuk
Ho : Tidak ada perbedaan pengaruh setelah ada mengetahui hasil uji perubahan variabel sebelum dan
perlakuan sesudah adanya perlakuan untuk data yang tidak
H1 : Ada perbedaan pengaruh setelah perlakuan diketahui sebaran datanya.
Secara garis besar studi ini dibagi kedalam
Statisik untuk uji peringkat bertanda Wilcoxon yaitu: beberapa tahapan yaitu penentuan lokasi, survei jumlah
pesepeda sebelum jalur sepeda tersedia, perancangan
jalur sepeda, pembuatan jalur sepeda, dan terakhir
survei jumlah pesepeda setelah tersedia jalur sepeda.
Keterangan: Survei jumlah pesepeda dilaksanakan pada bulan
T = nilai statistik uji dari peringkat perbedaan Oktober 2015 (pra kontruksi) dan bulan Februari 2016
r(|di|) = peringkat dari perbedaan di (paska konstruksi). Adapun pembuatan jalur sepeda
di = selisih nilai setelah perlakuan dilaksanakan pada bulan November 2015. Bagai alir
Wi = nilai perbedaan pelaksanaan studi dapat dilihat para Gambar 1.
Nilai rata-rata uji peringkat bertanda Wilcoxon
adalah:

Dan nilai untuk Varians (T) adalah:

Statistik uji yang digunakan pada uji peringkat


bertanda Wilcoxon adalah:

Keterangan:
Z = nilai uji
T = nilai statistik uji dari peringkat perbedaan Gambar 1. Bagan alir studi
r(|di|) = peringkat dari nilai mutrak selisih perlakukan
di = selisih nilai setelah perlakuan Terdapat beberapa pertimbangan sebegai alasan
Wi = nilai perbedaan pemilihan Kota Bandung untuk lokasi studi selain
dilihat dari aspek efisiensi biaya dan kemudahan
pelaksanaan studi diantaranya:
Dari nilai uji dapat ditarik kesimpulan ditoal atau
1) Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan
diterima hipotesis. Untuk uji pertama, terima Ho jika
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia atau
. Untuk uji pihak kanan, tolak Ho sekitar 46 juta jiwa penduduk (Indonesia 2015b)
jika . Sedangkan untuk pihak kiri tolak Ho 2) Kota Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa
jika ., dimana nilai dan akan Barat dengan jumlah penduduk 2,4 juta dan
kepadatan penduduk 15.713 jiwa/km2, menempati
diperoleh dari tabel distriburi normal baku Z peringkat kedua setelah Kota Cimahi (Indonesia
(Solidayah dkk 2015). 2015a)

400
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

3) Jalan Asia Afrika berada pada kawasan campuran Lokasi pembuatan jalur sepeda dapat dilihat
diantaranya berada pada zoan perdagangan dan jasa, pada Gambar 2.
cagar budaya, dan sarana pelayanan umum
(Indonesia 2015c).

Gambar 2. Lokasi pekerjaan dan survei studi

Dari hasil penetapan lokasi, selanjutnya pukul 06.30 s.d. 08.00 WIB (pagi), 11.00 s.d. 12.30
ditindaklanjuti dengan perancangan dan pembuatan (siang), dan 15.30 s.d. 17.00 (sore).
jalur sepeda. Adapun secara garis besar lingkup
pekerjaan pembuatan jalur sepeda sebagai berikut:
1) Tipe jalur sepeda tipe C dengan panjang jalur V. HASIL DAN ANALISIS
sepeda 1.080 m. A. Hasil dan analisis deskriptif
2) Panjang marka tepi kanan solid dengan jenis marka Analisis deksriptif dilakukan untuk memperoleh
marka profile. gambaran perubahan perilaku sebelum (pra) dan setelah
3) Pembuatan marka yang terdiri dari marka area blok (paska) disediakan lajur sepeda yang dilihat dari
hijau jalur sepeda dengan ukuran 3m x 1m dengan persentase kenaikan jumlah pesepeda. Untuk
jarak per 10 m, marka lambang sepeda, dan marka menganalisis perubahan tersebut diperlukan data
crossing untuk bukaan jalan dan persimpangan. pengamatan langsung dilapangan. Pengamatan
Pekerjaan marka blok hijau dapat dilihat pada dilakukan di dua lokasi (depan hotel Savoy Homan dan
Gambar 3. Simpang Lima) pada kedua sisi (kanan dan kiri jalur
jalan) dan tiga waktu jam sibuk (pagi, siang, dan sore).
Sisi kiri jalan yaitu jalur jalan yang akan disediakan
lajur sepeda, sedangkan sisi kanan jalan tidak
disediakan jalur sepeda. Grafik rata-rata pesepeda
untuk kedua lokasi sebelum dan setelah penyediaan
jalur sepeda lokasi depan hotel Savoy Homan dapat
dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 3. Pembuatan marka pada jalur sepeda

Survei dilakukan di dua lokasi pengamatan yaitu


depan Hotel Savoy Homan dan Simpang Lima.
Pengambilan dua titik untuk mengantisipasi perubahan
jumlah pengguna lajur sepeda yang melewati
persimpangan yang memisahkan fungsi perkantoran
dan campuran. Waktu pengamatan dilakukan pada hari Gambar 4. Grafik jumlah pesepada pra dan paska depan
libur dan hari kerja dengan tujuan untuk mengetahui Hotel Savoy Homan hari libur sisi kiri lajur jalan
pengaruh perilaku berdasarkan perbedaan aktivitas
masyarakat. Adapun durasi pengamatan dilakukan
selama 90 menit pada jam-jam sibuk (peak hour) yaitu

401
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Grafik jumlah pesepada pra dan paska depan Gambar 8. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan
Hotel Savoy Homan hari libur sisi kanan jalan Simpang Lima hari libur sisi kiri lajur jalan

Adapun grafik jumlah pesepeda untuk hari kerja


dapat dilihat dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar
7.

Gambar 9. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan


Simpang Lima hari libur sisi kiri lajur jalan

Gambar 6. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan


Hotel Savoy Homan hari kerja sisi kiri jalan

Gambar 10. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan


Simpang Lima hari kerja sisi kanan lajur jalan

Gambar 7. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan


Hotel Savoy Homan hari kerja sisi kanan jalan

Untuk lokasi depan Simpang Lima rata-rata


jumlah sepeda yang diperoleh dari hasil pengamatan
dan pencatatan dapat dilihat pada Gambar 8 sampai
dengan Gambar 11.

Gambar 11. Grafik jumlah pesepeda pra dan paska depan


Simpang Lima hari libur sisi kiri lajur jalan

402
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Data hasil survei selanjutnya ditabulasi dan


dihitung nilai rata-ratanya untuk masing-masing waktu
dan lokasi sebelum dan setelah disediakan lajur sepeda.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif
dengan menghitung persentase perubahan pengguna
sepeda. Hasil analisis disajikan dalam bentuk
persentase sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.
Grafik perubahan persentase jumlah pengguna sepeda
yang diperoleh dapat dilihat dalam bentuk gambar 12.

Gambar 12. Perubahan persentase pesepeda

Tabel 2. Volume rata-rata pesepeda pada hari libur


Volume Rata-rata Pesepeda pada Hari Libur (Sabtu Minggu)
Depan Savoy Homan Depan Simpang Lima
Waktu
Kiri Jalur Kanan Jalur Kiri Jalur Kanan Jalur
Pra Paska Pra Paska Pra Paska Pra Paska
Pagi 111 137 13 9 104 125 3 1
Siang 24 34 4 1 20 27 3 2
Sore 41 50 8 5 44 53 7 0
Jumlah 176 219 25 15 168 205 13 3

Tabel 3. Volume rata-rata pesepeda pada hari kerja


Volume Rata-rata Hari Kerja (Senin - Jum'at)
Depan Hotel Savoy Homan Depan Simpang Lima
Waktu
Kiri Jalur Kanan Jalur Kiri Jalur Kanan Jalur
Pra Paska Pra Paska Pra Paska Pra Paska
Pagi 58 75 4 2 59 74 3 3
Siang 25 44 1 0 27 36 1 1
Sore 10 35 0 1 9 31 1 2
Jumlah 93 153 5 3 95 141 5 6

Tabel 4. Persentase perubahan jumlah pesepeda setelah tersedia lajur sepeda


Depan Hotel Savoy Homan Depan Simpang Lima
Aktivitas Libur Kerja Libur Kerja
Waktu/Lokasi Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan
Pagi 23% -31% 29% -50% 20% -67% 25,4% 0,0%
Siang 42% -75% 76% -100% 35% -33% 33,3% 0,0%
Sore 20% -38% 240% - 20% -100% 244,4% 100,0%
Rata-rata 28% -48% 115% -75% 25% -67% 101% 33%

B. Hasil dan analisis uji peringkat bertanda


wilcoxon
Data yang diperlukan untuk menganalisis
pengaruh yaitu data rata-rata per-15 menit untuk ketiga
waktu (pagi, siang dan sore). Adapun sisi yang akan
dianalisis yaitu hanya sisi pada lajur kiri yaitu lajur
yang sudah disediakan lajur sepeda. Data rata-rata per-
15 menit pengguna sepeda dapat dilihat pada Tabel 5.

403
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 5. Rata-rata pesepeda per-15 menit depan lokasi. Hasil yang diperoleh dari analisis dapat dilihat
Hotel Savoy Homan pada Tabel 7.
Libur Kerja
Sesi Menit Tabel 7 . Hasil uji bertanda wilcoxon
Pra Paska Pra Paska
15 18 25 8 10 Depan Hotel Savoy Homan
30 21 25 12 15 Libur Kerja
45 24 29 12 15 Asymp.
Pagi Waktu Nilai uji Asymp. Sig. Nilai uji
60 19 23 10 15 Sig. (2-
75 14 17 9 11 Z (2-Tailed) Z
Tailed)
90 15 18 7 9 Pagi -2,214a 0,027 -2,232a 0,026
Jumlah 111 137 58 75
15 5 6 4 5 Siang -2,121a 0,034 -2,207a 0,027
30 3 9 5 8 Sore -2,121a 0,034 -2,226a 0,026
45 7 8 3 8
Siang Depan Simpang Lima
60 2 2 6 8
75 3 4 3 10 Libur Kerja
90 4 5 4 5 Asymp.
Waktu Nilai uji Asymp. Sig. Nilai uji
Jumlah 24 34 25 44 Sig. (2-
Z (2-Tailed) Z
15 2 2 1 11 Tailed)
30 10 12 2 3 Pagi -2,251a 0,024 -2,271a 0,023
45 8 10 1 6
Sore Siang -2,121a 0,034 -2,264a 0,024
60 5 6 1 8
75 8 10 3 4 Sore -2,333a 0,020 -2,214a 0,027
90 8 10 2 3
Jumlah 41 50 10 35 VI. PEMBAHASAN
Adapun data rata-rata per-15 menit pengguna A. Perubahan jumlah pengguna sepeda
sepeda dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, pada Tabel 4
dapat diketahui adanya perubahan jumlah pengguna
Tabel 6 . Rata-rata pesepeda per-15 menit depan Simpang sepeda pada lajur kiri yang meningkat baik pada hari
Lima kerja maupun hari libur. Ini menunjukan bahwa
Libur Kerja penyediaan lajur sepeda dapat menarik masyarakat
Sesi Menit pengguna jalan untuk memanfaatkan fasilitas yang
Pra Paska Pra Paska
sudah disediakan. Persentase terbesar yaitu pada titik
15 14 17 10 13 pengamatan depan Savoy Homan, dimana fungsi
30 20 24 10 13 kawasan tersebut merupakan fungsi kawasan
45 20 24 12 15 campuran. Ini menunjukan bahwa ada kecenderungan
Pagi
60 19 23 10 13
pada kawasan campuran dengan aktivitas perdagangan
75 14 17 9 11
90 17 20 8 10
barang/jasa dan permukiman memiliki pola pergerakan
yang tinggi dibandingkan pada kawasan dengan fungsi
Jumlah 104 125 59 75
perkantoran saja. Hal ini sangat potensial untuk
15 2 2 4 5 menarik pesepeda pada kawasan tersebut.
30 4 8 4 5 Perbedaan persentese jumlah pengguna sepeda
45 5 6 4 5
Siang selain dipangaruhi oleh fungsi kawasan juga
60 3 4 6 8
dipengaruhi oleh perbedaan waktu aktivitas. Pada hari
75 3 4 5 8
kerja persentase pengguna sepeda lebih tinggi
90 3 4 4 5
dibandingkan pada hari libur. Salah satu faktor
Jumlah 20 28 27 36 penyebab tingginya pengguna sepeda pada hari kerja
15 3 4 1 10 dikarenakan volume dan jenis aktivitas pada hari kerja
30 9 11 2 3 yang umumnya lebih tinggi dan bercvariasi
45 8 10 2 6 dibandingkan hari libur. Pada hari libur, pada kawasan
Sore
60 8 10 2 6 campuran selain perkantoran, keberadaan cagar budaya
75 8 10 1 3
(heritage) dan tempat rekreasi alun-alun, umumnya
90 8 10 1 3
pengunjung yang datang didominasi masyarakat dari
Jumlah 44 55 9 31
luar (wisatawan domestik). Wisatawan domestik
Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan tersebut umumnya memiliki kecenderungan untuk
metode peringkat bertanda Wilcoxon. Untuk menggunakan kendaraan pribadi atau umum
mempermudah proses analisis dibantu dengan dibandingkan menggunakan sepeda.
menggunakan aplikasi SPSS versi 17.0. Analisis Dari sisi perbedaan waktu aktivitas (pagi, siang,
dilakukan per masing-masing waktu untuk kedua dan sore), tidak ada perbedaan yang signifikan untuk
persentase peningkatan jumlah pesepeda. Ini

404
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

menunjukan bahwa aktivitas bersepeda tidak terlalu VIII. UCAPAN TERIMA KASIH
dipengaruhi waktu. Dan pengguna sepeda umumnya
memiliki fleksibilitas untuk menggunakan sepeda Terima kasih diucapkan kepada Tim Studi,
sesuai kebutuhannya, termasuk pada jam-jam siang Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan
untuk beristirahat. Jembatan, serta kepada Kepala Balai Sistem dan
Dari hasil analisis, dapat diketahui dengan Teknik Lalu Lintas yang telah mendukung studi ini
disediakannya lajur sepeda pada sebelah kiri jalur jalan
dapat menarik pengguna sepeda yang berada disebelah DAFTAR PUSTAKA
kanan jalan untuk berpindah lajur. Hal ini dilihat dari Alta Planning+Design. 2008. Bicycle Interactions and
adanya penurunan pengguna sepeda pada lajur kanan Streetcars. Lesson Learned and
sebagaiman terlihat pada Gambar 11. Dari aspek
Recommendations.
psikologis, bahwa pesepeda akan lebih tertarik dan
European Union. Cycling: The Way Ahead for Towns
merasa aman menggunakan lajur khusus yang sudah
and Cities. http://ec.europa.eu/
disediakan.
environment/archives/cycling/cycling_en.pdf
Ermawi, Ir. Imam S. 2011. Kata Pengantar. Buletin
B. Pengaruh penyediaan lajur sepeda Tata Ruang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Analisis uji peringkat bertanda Wilcoxon perlu Nasional.
dilakukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh
Global Road Safety Partnership Indonesia. 2013.
penyediaan lajur sepeda, selain analisis deskriptif. Keselamatan Pejalan Kaki. Manual Keselamatan
Analisis pengaruh dilakukan untuk semua waktu dan jalan untuk Pengambil Keputusan dan Praktiksi.
lokasi. Tujuannya agar dapat diketahui bahwa Switzerland. Hartono, Rudi., Kamaruddin,
peningkatan jumlah pesepeda tidak disebabkan oleh Rahmat. 2016. Matematika dan Statistika. Pusat
perbedaan waktu dan fungsi kawasan, tetapi
Pendidikan SDM Kesehatan. Kementerian
dikarenakan keberadaan lajur sepeda itu sendiri.
Kesehatan Republik Indonesia. Badan
Berdasarkan hasil analisis uji peringkat bertanda
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Wilcoxon (Tabel 7), dapat diambil kesimpulan bahwa Manusia Kesehatan.
hipotesis adanya perubahan perilaku pengguna jalan Junaidi. 2010. Statistika Non Parametrik. Fakultas
dilihat dari peningkatkan jumlah pesepeda yang Universitas Jambi.
menanfaatkan lajur sepeda dapat diterima. Hal ini
Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
ditunjukan dari dimana nilai signifikansi untuk masing-
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta:
masing waktu dan lokasi kurang dari 0,05. Hasil
Sekretariat Negara
analisis ini juga sekaligus menunjukan bahwa
.----------. 1992. Standar Perencanaan Geometrik unuk
penyediaan lajur sepeda dinilai efektif untuk menarik
Jalan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jenderal
pesepeda menggunakan lajur yang sudah disediakan.
Bina Marga
Nilai signifikansi kurang dari 0,05 untuk semua
.----------. 1993. Peraturan Pemerintan No. 43 Tahun
waktu dan fungsi kawasan pada Tabel 7 menunjukan
1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
pula bahwa peningkatan jumlah sepeda disebabkan Jakarta: Sekretariat Negara
oleh keberadaan lajur sepeda, dan tidak begitu .----------. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34
dipengaruhi oleh fungsi kawasan dan waktu aktivitas. Tahun 2006 tentang Jalan. Jakarta: Sekretariat
Studi ini menguatkan hasil studi yang pernah dilakukan
Negara
oleh Kalasova dan Krchova (2011), bahwa
----------. 2010. Rencana Umum Nasional Keselamatan
ketidakadaan atau rendahnya kualitas lajur sepeda (RUNK) Jalan 2011-2035. Jakarta.
yang menurunkan jumlah pengguna sepeda
----------. 2012. Perancangan Fasilitas Lajur dan Jalur
Sepeda. Rancangan Standar Nasional Indonesia
VII. PENUTUP (RSNI).
A. Kesimpulan ----------. 2015a. Jawa Barat dalam Angka (Jawa Barat
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan in Figures. Bandung: Badan Pusat Statistik.
sebelumnya dapat diambil kesimpulan yaitu adanya ----------. 2015b. Statistik Indonesia (Statistical
peningkatan jumlah pesepeda setelah disediakan lajur Yearbook of Indonesia). Jakarta: Badan Pusat
sepeda dan penyediaan lajur sepeda berpengaruh secara Statistik.
signifikan terhadap peningkatan jumlah pesepeda untuk ----------. 2015c. Peraturan Daerah Kota Bandung No.
waktu dan fungsi kawasan yang berbeda. 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung.
B. Saran Bandung: Pemerintah Kota Bandung.
Studi dilakukan pada kondisi lajur sepeda masih Kalasova, Alica., Krchova, Zuzana. 2011. The
dalam kondisi baik. Perlu dilakukan pula evaluasi pada Possibility of Solving Cycling Transport in
kondisi lajur sepeda setelah ada pengurangan kualitas Central Urban Areas. Transport Problem. Volume
dari kondisi baik menjadi sedang atau rusak. Perlu juga 6 Issue 2.
dilakukan studi pada fungsi kawasan yang sama di Karim, Muhammad Yunus., Zulkaidi, Denny. 2013.
beberapa lokasi yang berbeda sebagai pembanding. “Stategi Peningkatan Pelayanan Sepeda di Kota

405
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan


Kota” SAPPK V2N3:595-604. SAPPK ITB
Koorey, Dr. Glen. 2013. Assesment of The Effictiveness
of Narrow Separators on Cycle Lanes. IPENZ
Transportation Conference. University of
Canterbury.
Madsen, Tanja Kidholm Osmann., Lahrmann, Harry.
2017. Comparison of Five Bicycle Designs in
Signalized Intersection Using Traffic Conflict
Studies. Jurnal of Elvisier. Transportation
Research Part F 46:438-450
Mulyadi, Mohammad. 2015. Pembangunan
Berkelanjutan Dimensi Sosial, Ekonomi, dan
Lingkungan. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan
Azza Grafika.
O’Flaherty, C.A. 1997. Transport Planning and Traffic
Engineering. Elsevier Ltd.
Pramana, Gilang. 2013. Pembangunan Fisik dan Non
Fisik (Pembangunan Fisik dan Non Fisik di Desa
Badak Mekar Kecamatan Muara Badak
Kabupaten Kutai Kartanegara, Studi Evaluasi PP
No. 76 Tahun 2001 Pasal 2 Ayar 2 tentang
Pemekaran Desa. E-Journal Ilmu Administrasi
Negara Volume 1 Nomor 1 2013:584-598.
Rangga. 2011. Pembangunan Fisik dan Pembangunan
Non Fisik. Surakarta: Program Studi Pendidikan
Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Schmidt, A. 2013. The Rise of The North American
Protected Bika Lane. Momentum Magazine July
31:59.
Solidayah, Wili., Sunendiari, Siti., Wachidah, Lisnur.
2015. Modifikasi Peringkat Bertanda Wilcoxon.
Prosiding Statistika Gelombang 2 Tahun 2014-
2015.
Tomlinson, David.. 2003 The Bicycle and Urban
Sustainability. FES Outstanding Graduate Student
Paper Series January 2003. Toronto: Faculty of
Environmental Studies York University
Welle, Ben., Liu, Qingnan., Li, Wei., Adriazola-Steil,
Claudia., King, Robin., Sarmiento, Claudio.,
Obelhero, Marta. 2015. Cities Safer By Design.
Guidance and Example to Promote Traffic Safety
Throug Urban and Street Design Version 1.
EmbarQ Wricities. Org. World Resources
Institute

406
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI SISTEM DRAINASE PERMUKAAN JALAN


NASIONAL PANTURA INDONESIA
G. Gunawan1, and Agus Setiawan Solihin2
1
Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian PUPR,
Jl. A.H. Nasution No.264 Bandung
E-mail: gugun.gunawan@pusjatan.pu.go.id
2
Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang, Kementerian PUPR,
Jl. A.H. Nasution No.264 Bandung
E-mail: agus.setiawan@pusjatan.pu.go.id

Abstrak : Faktor-faktor penyebab kerusakan jalan di Indonesia secara umum adalah peningkatan beban volume lalu
lintas, sifat material konstruksi perkerasan yang kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak stabil, perencanaan lapis
perkerasan yang sangat tipis, proses pelaksanaan pekerjaan yang kurang sesuai dengan spesifikasi serta sistem drainase
yang tidak baik. Besaran kerusakan struktur konstruksi jalan akibat dari sistem drainase jalan adalah berkisar 25% s.d
44%, disamping akibat tidak memenuhi standar dan kelebihan muatan. Dalam makalah ini disampikan hasil evaluasi
sistem drainase permukaan jalan lokasi Jalan Nasional Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur Indonesia,
dengan metode survai lapangan dengan mengacu Permen PU Nomor 13 Tahun 2011 dan Pedoman Pd T.14.2005B.
Hasil evaluasi menunjukan bahwa sistem drainase permukaan jalan Jalur Pantura Jawa Barat, dari 39 lokasi pemantauan
kondisi rusak berat 15%, Rusak sedang 15%, Rusak ringan 8% dan dalam kondisi baik adalah 62%. Jawa Tengah
sekitar 40 lokasi, kondisi rusak berat 11,57%, rusak sedang 33,06%, rusak ringan 47,93% dan kondisi baik 7,44%.
Sementara itu Jawa Timur dari 50 lokasi pemantauan kondisi saluran drainase jalan 15% dalam kondisi rusak berat,
47% rusak sedang, 30% rusak ringan, dan 8% kondisi baik. Secara umum kondisi tersebut dapat disampaikan sebagai
berikut: (1) Kondisi saluran tidak terpelihara (2) Genangan atau banjir sesaat (curah hujan tinggi) (3) Penanganan
sistem drainase jalan, perlu melibatkan instasi terkait dan masyarakat. (4) perlu dilakukan peningkatan konstruksi
drainase. (5) Perlu disiapkan program kajian detail terkait kebutuhan sistem drainase jalur pantura Jawa yang
memperhatikan kawasan. (6) konstruksi dan penempatan inlet, outlet dan drainase di median ditemukan tidak sesuai
standar.

Kata kunci : Drainase permukaan jalan, Inlet, Inspeksi drainase, Jalan nasional Pantura Jawa, outlet

I. PENDAHULUAN menggunakan bantuan gaya gravitasi, yang terdiri atas


saluran samping dan gorong-gorong ke badan air
Drainase adalah suatu ilmu untuk pengeringan penerima atau tempat peresapan buatan.
tanah (Haryono Sukarto, 1999). Drainase (drainage) Sementara itu pengertian sistem drainase khususnya
berasal dari kata “to drain” yang berarti mengeringkan di perkotaan mengalami perubahan paradigma dari
atau mengalirkan air dan merupakan terminologi yang konsep sistem drainase konvensional menjadi konsep
digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang sistem drainase berkelanjutan. Pengertian Sistem
berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, drainase konvensional (lama) menurut Suripin (2015),
baik di atas maupun di bawah pemukiman tanah. adalah mengalirkan air hujan yang berupa limpasan
(Ajeng Kusuma Dewi dkk, 2014). Sementara itu (run-off) secepat-cepatnya ke penerima air/badan air
menurut Sofyan (2013) dan Danang AT (2014) serta terdekat, sehingga sifat penanganan masih bersifat
Muhammad Faisal dkk (2014) drainase merupakan teknis belum mempertimbangkan faktor lingkungan
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan (konservasi), sosial-ekonomi dan budaya, serta
atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau kesehatan lingkungan. Adapun pengertian Sistem
lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. drainase berkelanjutan (SUDS) adalah mengendalikan
Diurut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan
atas saluran penerima, saluran pengumpul, saluran untuk persediaan air baku dan kehidupan aquatik
pembawa, saluran induk dan badan air penerima. dengan meresapkan air permukaan sebanyak-
Dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina banyaknya ke dalam tanah (mempertimbangkan
Marga Tahun 2005, drainase adalah setiap usaha konservasi air).
pengeringan atau pembuangan kelebihan air di suatu Jalan Nasional seperti Jalan Pantai Utara Jawa
daerah. Adapun dalam pedoman perencanaan sistem (Pantura), mempunyai permasalahan drainase
drainase jalan (2006), sistem drainase jalan adalah diantaranya beberapa titik ruas Jalan Pantura pada
prasarana yang dapat bersifat alami ataupun buatan musim hujan terjadi genangan air. Hal ini antara lain
yang berfungsi untuk memutuskan dan menyalurkan air dapat disebabkan karena tidak mampu mengalirkan
permukaan maupun bawah tanah, biasanya debit yang masuk akibat kapasitas saluran drainase

406
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

yang menurun, debit aliran air yang meningkat atau dan pengaliran air yang baik. Kelebihan air di jalan
kombinasi dari keduanya. Genangan pada ruas jalan perlu mendapatkan penanganan dan pengelolaan yang
sangat berpengaruh terhadap umur jalan (A.Kusuma terencana dan terpadu melalui penyelenggaraan sistem
dkk, 2014). Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa manajemen drainase jalan.
Keuangan (BPK), buruknya kualitas drainase sebagai Penyelenggaraan sistem manajemen drainase jalan
salah satu penyebab utama jalan Pantai Utara Pulau salah satu kegiatannya memastikan fisik dan fungsi
Jawa cepat rusak. Dari temuan BPK terdapat 58,17% sistem drainase jalan sesuai dengan perencanaannya.
atau 828 km jalan pantura tidak dilengkapi saluran Untuk memastikan bahwa sistem jaringan drainase
drainase sehingga cepat rusak dari panjang total 1.424 jalan berfungsi sebagaimana semestinya, maka salah
km (BPK, 2015). Lebih lanjut menurut Agus Taufik satu kegiatan yang perlu dilakukan mengevaluasi
Mulyono, M.T. Guru Besar UGM, Sistem drainase sistem drainase permukaan jalan, sebagai bagian dari
jalan yang tidak baik memberikan kontribusi terhadap proses sistem manajemen drainase jalan. Dalam
kerusakan jalan mencapai 44%, disamping akibat makalah ini disampaikan tentang hasil evaluasi sistem
konstruksi tidak memenuhi standar 44% dan kelebihan drainase permukaan jalan ruas jalan Pantai Utara
muatan 12%. Jawa.
Faktor penyebab kerusakan konstruksi fisik jalan,
menurut I Made U (2014) secara umum adalah II. METODOLOGI
peningkatan beban volume lalu lintas, sistem drainase
yang tidak baik, sifat material konstruksi perkerasan Metodologi pengumpulan data dilakukan dengan
yang kurang baik, iklim, kondisi tanah yang tidak metode survai lapangan (data primer) dan penggunaan
stabil, perencanaan lapis perkerasan yang sangat tipis, data sekunder. Metode survai inspeksi langsung di
proses pelaksanaan pekerjaan yang kurang sesuai lapangan (data primer) menggunakan formulir inspeksi
dengan spesifikasi. Sementara itu menurut Patil Abhijit dan penilaian evaluasi kondisi drainase yang mengacu
dan Patil Jalindar (2011), pengaruh kelebihan air dapat pada Pd T 14 2005 B tentang inspeksi dan
menyebabkan pengurangan kekuatan geser dari bahan pemeliharaan drainase jalan dan Permen PU Nomor 13
terikat, diferensial pemuaian pada tanah kelas sub tahun 2011 tentang Tata cara pemeliharaan dan penilik
ekspansif, pergerakan tanah terikat di dasar perkerasan jalan. Metode pemilihan lokasi titik inspeksi dilakukan
lentur dan lapisan subgrade, memompa butiran tanah secara acak dan dibatasi pada lokasi yang tersedia
halus pada perkerasan kaku yang menyebakan retak sistem drainase jalan, setiap titik inspeksi mewakili
(pumping), pendapat ini sama dengan yang jarak 100 meter.
disampaikan L.Yesodha dkk, pada tahun 2015. Tabel 1. Metode Evaluasi Penilai Kondisi Sistem Drainase
Dalam uji beban yang dilakukan S. Erlingsson Permukaan Jalan
Paramet Kondisi
(2009) menggunakan kendaraan berat Simulator (HVS) er Baik Kerusakan Kerusakan Kerusak
menunjukkan bahwa tingkat rutting meningkat di ringan sedang an berat
semua lapisan konstruksi fleksibel ketika muka air Baik Baik (tidak Retak- Dinding
tanah ditinggikan. Drainase jalan yang buruk dapat (tidak ada retak, talud
mengakibatkan dampak yang buruk pada konstruksi ada kerusakan pasangan runtuh,
jalan (Patil Abhijit and Patil Jalindar,2011). Menurut kerusa terkait batu lepas, penutup
kan konstruksi) dll. saluran
Dawson (2008), efek positif keberadaan air pada saat
terkait 20-40% 40-80% rusak, dll
konstruksi, akan didapat pada kadar air optimal yang konstr 80-100%
tepat, dan juga dapat meningkatkan ketahanan, uksi)
meskipun efek ini sering tidak diperhatikan. Menurut Kerusa
M.E Zumrawi (2016) secara tegas menyatakan bahwa kan 0-
drainase yang buruk berkontribusi besar terhadap 20%
1. Fisik (konstruksi dan fasilitasnya)
kerusakan perkerasan jalan dan meningkatkan biaya
a. Strukt Tidak Tidak Berpotensi Membah
perbaikan tahunan. ur memb membahay membahay ayakan
Kinerja dan daya dukung sistem drainase jalan ahayak akan akan penggun
dipengaruhi juga oleh perubahan tata guna lahan an pengguna pengguna a
sepanjang jalan baik untuk permukiman ataupun pengg
kegiatan ekonomi. Pada kawasan permukiman sekitar una
b. Kerus Baik Baik (tidak Kerusakan Dinding
jalan banyak ditemui tidak dilengkapi dengan drainase
akan (tidak ada yang talud
kawasan, sehingga saluran drainase jalan menanggung ada kerusakan menggang runtuh,
beban sebagai penampung aliran dari kawasan kerusa terkait gu fungsi penutup
permukiman. Dengan demikian, daya dukung drainase kan konstruksi) (Retak- saluran
jalan berkurang sehingga menyebabkan genangan pada terkait Terdapat retak, rusak, dll
ruas jalan (Kodoatie, 2013). konstr lumpur/en pasangan Kerusak
uksi) dapan, batu lepas, an yang
Dalam rangka mengalirkan genangan yang Tidak rumput/tan dll menggan
berlebihan di jalan yang berasal dari air hujan, serta ada aman, > 40%) ggu
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kerusa sampah fungsi
perubahan tata guna lahan perlu sistem pengeringan kan >60%

407
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

c. Perke Perke Perkemban Perkemban Perkemb 3 Jawa 8% 30% 47% 15%


mban mbang gan gan angan Timur
gan an kerusakan kerusakan kerusaka (50
kerusa fisik tidak fisik n fisik Titik)
kan ada meluas > meluas >
fisik 50% 50%
tidak Berdasarkan hasil inspeksi kondisi sistem
ada drainase permukaan jalan, diketahui beberapa tipikal
1. Fungsi (mengalir sesuai rencana) permasalahan drainase permukaan jalan nasional
a. Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi pantura Jawa, yaitu:
Fungs berkur berkurang berkurang berkuran
1) Sedimentasi, dari gerusan air yang berasal dari
i ang 20 – 40% 40 – 80% g
0– 80-100% aliran air permukaan lingkungan yang langsung
20% masuk ke saluran;
b. Pen Tidak Tidak ada ada ada 2) Tumbuhan liar, yang tumbuh dari tanah yang
garu ada pengaruh pengaruh pengaruh menempel di dasar dan dinding saluran sebagai
h pengar dari dari dari salah satu penyebab menyumbatnya aliran air
uh dari lingkungan lingkungan lingkung
saluran;
lingku yang yang an yang
ngan menggang menggang menggan 3) Menyatu dengan jaringan utilitas lain, seperti PLN,
yang gu fungsi gu fungsi ggu PDAM, kabel telepon, fiber optik, hal ini dapat
mengg drainase drainase fungsi mengurangi fungsi drainase dan bila ada sampah
anggu tapi dapat drainase akan tersumbat. Selain itu menyulitkan dalam
fungsi dikendalik tidak pemeliharaan dan inspeksi;
drainas an dapat
4) Inlet, outlet dan gorong-gorong tersumbat sampah,
e dikendali
kan yang dapat menghambat aliran air dan sebagai
Kebutuh Pemeli Pemelihara Rehabilitas Penggant salah satu penyebab terjadi genangan air di badan
anPemeli haraan an berkala i ian jalan.
haraan rutin 5) Dimanfaatkan PKL untuk berdagang, berupa kios-
Sumber : Laporan Sistem manajemen drainase jalan kios atau bangunan semi permanen di atas saluran
2016. tertutup, menyebabkan saluran menjadi tempat
membuang sampah serta menutup saluran inlet.
Kondisi seperti ini tentu menyulitkan dalam
III. HASIL DAN ANALISIS melakukan pemeliharaan maupun saat inspeksi;
Kondisi Sistem Drainase Jalan Ruas Pantura Jawa 6) Untuk ruas tertentu terutama di perkotaan, jenis
Hasil inspeksi dan evaluasi sistem drainase saluran yang digunakan adalah saluran tertutup.
permukaan jalan ruas Pantura Jawa, dapat dilihat pada Namun elevasi permukaan jalan hampir sama
Tabel 2., dimana: dengan permukaan saluran. Kondisi ini diperparah
Di lokasi Pantura Jawa Barat, dari sekitar 39 lokasi dengan tidak adanya saluran inlet dan
(titik) survai inspeksi sistem drainase, dapat dimanfaatkan oleh pedagang sebagai tempat
disampikan sebagai berikut:bahwa sistem drainase berjualan;
kondisi rusak berat 15%, Rusak sedang 15%, Rusak 7) Penutup drainase yang digunakan sebagai
ringan 8% dan dalam kondisi baik adalah 62%. Untuk pedestrian tertutup rapat dengan konstruksi bahan
lokasi Jawa Tengah kondisi drainase permukaan jalan pracetak (keramik, paving blok). Hal tersebut
dari 40 lokasi pemantauan terdapat 7,44% kondisi baik, menyulitkan saat pemeliharaan dan inspeksi karena
47,93% rusak ringan, 33,06% rusak sedang dan 11,57% tidak adanya bak kontrol.
rusak berat. Sedangkan untuk lokasi Pantura Jawa 8) Dengan konstruksi pejalan kaki yang dominan dari
Timur dari 50 titik pemantauan kondisi drainase bahan yang diperkeras/pracetak, menyebabkan
permukaan jalan 8% kondisi baik, 30% rusak ringan, aliran air permukaan tidak menyerap ke dalam
47% kondisi rusak sedang, dan 15% rusak berat. saluran dan langsung mengalir ke badan jalan atau
Tabel 2. Hasil Evaluasi Kondisi Sistem Drainase jalur ke bangunan-bangunan di sekitarnya;
Pantura 9) Menyatu dengan saluran irigasi, hal ini menjadikan
No Lokasi / Kondisi saluran menampung air yang lebih banyak selain
jumlah Baik Rusak Rusak Rusak dari permukaan jalan dan aliran air permukaan dari
titik ringan sedang berat lingkungan.
inspeksi 10) Kondisi sistem drainase jalan di jalur Pantura Jawa
1 Jawa 62% 8% 15% 15% belum terintegrasi secara sistematis dari saluran
Barat drainase jalan sampai oulet ke saluran sekunder
(39
titik)
atau saluran primer (Sungai).
2 Jawa 7.44% 47.93% 33.06% 11.57% 11) tipikal banjir atau genangan yang terjadi hanya
Tengah pada musim hujan, umumnya dari pengamatan
( 40 lebih disebabkan jalan ada di elevasi cekungan.
titik)

408
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

12) Penanganan untuk lokasi rawan banjir, perlu Km sementara data yang devaluasi BPK sepanjang
melibatkan instasi terkait, seperti Pemerintah 1424 Km.
daerah, intansi pengairan, serta keterlibatan dengan Kondisi sistem drainase jalan hasil inpeksi (Tabel
masyarakat. 2), bila dilakukan evaluasi dengan mengacu pada
13) Upaya dalam mempertahankan kondisi fisik serta pedoman PD T.14 2005 B dan Permen PU Nomor 13
fungsi sistem drainase jalan harus dapat Tahun 2011, maka akan memberikan gambaran
dilaksanakan secara periodik dan kontinyu dengan kebutuhan program dan tipe penanganan sistem
biaya pemeliharaan yang efisien. drainase jalan ruas jalur Pantura Jawa, secara umum
14) Untuk pekerjaan skala besar ini perlu perencanaan untuk kebutuhan program pemeliharaan rutin,
khusus mengenai yang mencakup pembebasan pemeliharaan berkala, rehabilitasi (perbaikan perkuatan
lahan dan desain berdasarkan data topografi, curah dan penggantian) dan peningkatan atau penggantian
hujan, penggunaan lahan, utilitas dan analisis (penanganan berat), seperti yang disampaikan pada
kapasitas saluran. Tabel 3.
15) Di beberapa ruas jalan dengan guna lahan samping
jalan persawahan, drainase jalan bergabung dengan Tabel 3. Kebutuhan program dan tipe penanganan sistem
irigasi persawahan; drainase jalan ruas jalur Pantura Jawa (Hasil inspeksi 2016)
N Loka Program dan tipe penanganan sistem drainase
Gambar tipikal permasalahan sistem drainase yang o si / jalan
dari Pemeliha Pemeliha Rehabili Peningk
ada di Jawa ruas jalur pantura adalah seperti Gambar 1.
jumla raan rutin raan tas atan atau
di bawah: h titik berkala (perbaik penggan
inspe an tian
ksi perkuata (penang
n, an berat)
penggan
tian
1 Jawa (62%) (8%) 15% 15%
Barat
Sedimentasi dan Menyatu dengan (39
Sampah titik)
tumbuhan liar saluran irigasi
2 Jawa 7.44% 47.93% 33.06% 11.57%
Teng
ah (
40
titik)
3 Jawa 8% 30% 47% 15%
Timu
Tidak ada inlet r (50
Dimanfaatkan Menyatu dengan
dan bak kontrol Titik)
PKL utilitas lainnya
(di bawah flyover) Memperhatikan kondisi tersebut dan setelah
dilakukan evaluasi terhadap hasil inspeksi dapat
diketahui, bahwa hampir 15% lokasi yang ada
memerlukan rekonstruksi, 15% perlu rehabilitasi dan
8% perlu pemeliharaan berkala serta 62% perlu
Saluran inlet Outlet tersumbat Gorong-gorong pemeliharaan rutin dari 39 lokasi titik survai lapangan
penuh sampah sampah terhambat sampah yang dilakukan oleh tim inspeksi Puslitbang jalan dan
Gambar 1. Tipikal gangguan fungsi sistem drainase Jembatan
Dari Tabel 1 dan Tabel 2 di atas diketahui bahwa
lokasi secara umum kebutuhan program pemeliharaan
IV PEMBAHASAN berkala dan rehabilitas sistem drainase di jalur Pantura
Hasil evaluasi dari pengamatan video dari alat Jawa sangat perlu dilakukan hal ini ditunjukkan dengan
Hawkeye Secara keseluruhan dari 1132,3 Km Ruas sudah diatas 30% kerusakan sistem drainase jalan yang
Jalur Pantura Pulau Jawa, terdapat saluran drainase ada, khususnya ruas Jawa Tengah dan jawa Timur,
sekitar 482,8 Km (43%) dan tidak ada atau tidak adapun untuk Jawa Barat cukup kegiatan pemeliharaan
terlihat (pembacaan/penglihatan dari video) sekitar rutin yang menjadi prioritas kegiatan penanganan
649,5 Km (57%), sementara menurut temuan Badan sistem drainase jalan. Bila mengacu pada pedoman
Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat 58,17% atau 828 inspeksi dan pemeliharaan drainase jalan pd T-14-
km jalan pantura tidak dilengkapi saluran drainase 2005 dan Permen PU nomor 13 Tahun 2011, maka
sehingga cepat rusak dari panjang total 1.424 km (BPK, kegiatan yang harus dipersiapkan adalah penggalian,
2015). terdapat perbedaan data dimana data yang di pembongkaran, pengangkutan dan perbaikan untuk
evaluasi dengan alat hakweye sepanjang sekitar 1132 menghindari resiko kerusakan besar atau serius pada
saluran samping, saluran inlet, gorong-gorong dan bak

409
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

kontrol serta tutup saluran samping atau bak kontrol. dipasang subbase dari agregat bergradasi yang dapat
Kerusakan pada kondisi ini biasanya adalah : meloloskan air (permeable). Sementara itu, antara slab
- kerusakan bangunan pelengkap yang memerlukan beton dan lapisan subbase dipasangkan lembaran
pemantauan dan pemeliharaan berkala, contoh: plastik sebagai bond breaker dan untuk mencegah
pelapukan pada struktur, penurunan mutu elemen dewatering campuran beton pada waktu pengecoran
pasangan batu, penumpukan sampah/tanah pada slab. Di bawah subbase dipasang lapisan filter material,
saluran; yang dimaksudkan untuk menahan masuk butiran-
- kerusakan terjadi pada elemen struktur yang butiran tanah dasar (subgrade) ke lapisan subbase.
memerlukan tindakan secepatnya, contoh kerusakan
struktur beton, pasangan batu atau beton IV. KESIMPULAN DAN SARAN
bertulang/tidak bertulang sedikit retak atau karat
1. Hasil inspeksi sistem drainase ruas Jalan Pantura
Penggalian, pembongkaran, pengangkutan dan
Tahun 2016 dapat disampaikan sebagai berikut: (1)
perbaikan sesuai dengan tipikel permasalahan drainase
Kondisi saluran permukaan umumnya tidak
jalan yang terjadi di lokasi kajian diantaranya:
terpelihara (2) Terjadinya genangan atau banjir
penggalian dan pengangkutan sedimen atau material
sesaat (pada curah hujan tinggi) lebih disebabkan
endapan di saluran, serta pembersihan tanaman dan
akibat elevasi jalan yang secara vertikal
sampah. Terkait pembongkaran banyaknya bangunan-
membentuk cekungan dan tidak terpeliharanya
bangunan liar yang mengganggu fungsi sistem
sistem drainase yang ada. (3) Penanganan sistem
drainase, serta perbaikan dasar saluran karena tergerus,
drainase jalan jalur Pantura Jawa lokasi rawan
baik konstruksi tanah, pasangan batu kali/bata dan atau
banjir dan genangan dalam penanganannya, perlu
beton bertulang/tidak bertulang.
melibatkan instasi terkait, seperti Pemerintah
Dari hasil inspeksi beberapa kerusakan konstruksi
Daerah, pengusaha swasta serta keterlibatan
yang terjadi di jalur Pantura Jawa akibat dari sistem
dengan masyarakat. (4) Beberapa ruas kajian perlu
drainase yang buruk seperti: terjadinya genangan atau
dilakukan peningkatan konstruksi drainase dan
banjir menyebabkan konstruksi perkerasan menjadi
jalan. (5) konstruksi dan penempatan inlet, outlet
rusak beberapa lokasi yang tergenang hasil inspeksi
dan drainase di median ditemukan tidak sesuai
adalah di KM 90, KM 92, ruas Kalianak dan Manyar
standar. (6) perlu evaluasi kebutuhan subdrain (7)
serta ruas Porong, dimana kelebihan air ini dapat
Perlu disiapkan program kajian detail terkait
menyebabkan pengurangan kekuatan geser dari bahan
kebutuhan sistem drainase jalur pantura yang
terikat, terjadinya pemuaian pada lapis tanah sesuai
memperhatikan kawasan;
dengan yang disampaiakan oleh Patil Abhijit dan Patil
2. Evaluasi kondisi drainase dari 129 titik inpeksi
Jalindar (2011) bahwa faktor penyebab kerusakan
memberikan gambaran bahwa 11% s.d 15% perlu
konstruksi jalan adalah kelebihan air. Meningkatnya
peningkatan atau penggantian (penangan berat),
rutting di jalan Pantura Jawa juga disebabkan oleh
dan sekitar 15% s.d 47% perlu rehabilitasi
kelebihan air pada lapisan konstruksi fleksibel.
(perbaikan perkuatan, penggantian) sisanya adalah
Di beberapa lokasi pengamatan terjadinya
memerlukan pemeliharaan rutin dan berkala;
pumping, contoh pada KM SMG 126+000 Pemalang
permasalahan utama adalah pumping pada perkerasan 3. Hasil inspeksi sistem drainase jalan secara
sepanjang ± 900 m. Pumping adalah tipe kerusakan langsung dapat menggambarkan kebutuhan
jalan akibat beban kendaraan berat yang menimbulkan program dan kegiatan pemeliharaan dan
lendutan slab beton perkerasan kaku dan peningkatan drainase jalan ke depan.
mengakibatkan terdesaknya air beserta butiran-butiran
halus subgrade (tanah dasar) yang berada di bawah slab DAFTAR PUSTAKA
beton keluar melalui celah-celah sambungan (joint) dan 1) https://www.scribd.com/.../pidato-pengukuhan-prof-
retakan-retakan atau celah pada pinggir slab beton. dr-ir-agus-taufik-mulyono-m-t-p, Pidato
Pumping pada perkerasan kaku dapat mengakibatkan Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
kerusakan hebat perkerasan beton semen yang berupa Teknik Universitas Gadjah, akibat sistem drainase
keretakan patahan yang disertai penurunan slab beton permukaan jalan yang tidak berfungsi dengan baik,
yang sangat menggangu kenyamanan pengendara Prosiding Seminar Nasional Kerjasama Tiga
karena retakan. Hal ini tentu saja mengakibatkan Universitas UI-ITB-UGM
lonjakan kenaikkan biaya pemeliharaan yang sangat 2) Ajeng Kusuma Dewi, Ary Setiawan dan Agus P
besar, di samping terjadinya hambatan terhadap Saido, Evaluasi sistem saluran drainase di ruas jalan
kelancaran lalu lintas. soslo sragen kab Karanganyar, ISSN 2354-8630, e-
Untuk perbaikan pumping dapat dilakukan dengan dua Jurnal Matriks Teknik Sipil, Vol 2 No 1, Maret
(2) cara, yaitu perbaikan struktur jalan dan 2014, hal 170-177.
pembangunan drainase di bawah permukaan perkerasan 3) Badan Pemeriksa Keuangan. (2015). BPK: 58%
(subdrain). Untuk mengoptimalkan fungsi subdrain Jalur Pantura Tak Ada Drainase, Jalan Cepat Rusak.
dapat dilengkapi dengan saluran samping pada kedua 4) Danang AT Saputro, M Janu I, Prima HW (2014),
sisi jalan. Apabila diperlukan adanya fasilitas drainase Perencanaan drainase perkotaan di Kota Nanga
di bawah permukaan perkerasan, di bawah slab beton

410
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Bulik, Kab Lamandau Prov Kalteng, Universitas


Brawijaya Malang
5) Dawson (2008), Chapter 1 Introduced Water in road
structures Movement , Drainage Effects
6) Departemen Pekerjaan Umum, 2005, Pedoman
Inspeksi dan Pemeliharaan Drainase Jalan, Pd T-14-
2005B
7) Departemen Pekerjaan Umum ,Pedoman
perencanaan sistem drainase jalan (2006), PD T-02-
2006-B
8) Direktorat Jenderal Bina Marga. (2005). Hidrolika
untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum.
9) Haryono Sukarto (1999). Drainase Perkotaan.
Jakarta. Yayasan Penerbit Pekerjaan Umum.
10) I Made Udiana, Andre R.S, dan Jusuf J.S, Analisa
Faktor Penyebab kerusakan jalan , Jurnal Teknik
Sipil Vol III, No1, April 2014, Undana-Kupang
11) Kodoatie, Robert J. (2013). Rekayasa dan
Manajemen Banjir kota. Yogyakarta: Andi.
12) M.E Zumrawi (2016),Investigation surface drainage
problem of roads in khartoum State, international
journal of Civil engineering and Technology
(IJCIET), vol 7 , issue 3 , june 2016, p.91-103, Civil
Engeering department, University of Khartoum,
Khartoum Sudan
http://www.iaeme.com/IJCIET/issues.asp?JType,
13) Muhammad Faisal, Alwali pujiraharjo dan Indradi
W (2014), Evaluasi dan perencanaan Drainase di
jalan soekarno hatta malang, Jurnal masiswa
jurusan teknik sipil, vol 1 no 2 (2015)
14) Patil Abhijit dan Patil Jalindar (2011), Effects of
Bad Drainage on Roads, Vol 1, No 1 (2011), ISSN
2224-5790
.http://www.iiste.org/Journals/index.php/CER/issue/
view/102
15) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No
13/PRT/M/2011 tentang tata cara pemeliharaan dan
penilikan jalan
16) Puslitbang Jalan dan Jembatan. (2016). Laporan
Sistem manajemen Drainase jalan . Bandung: Balai
Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
17) Sigurdur Erlingssson, Mihael Brencic and Andrew
Dawson (2009) , Water in road structures
Movement, Drainage & Effects, Chapter 2 water
flow theory for saturated and unsaturated pavement
material.
18) Suripin, 2015, sistem drainase jalan berkelanjutan,
bahan presentasi workshop sistem drainase jalan,
Bandung.
19) Syofyan Z dan Kisman (2013), perencanaan teknik
drainase kawasan kasang kec batang Anai Kab
Padang Pariaman, Jurnal Momentum ISSN: 1693-
752X, vol 14 no 1 Februari 2013

411
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK


PADA PENGELOLAAN TEMPAT ISTIRAHAT JALAN TOL
UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN
EKONOMI WILAYAH

Parbowo
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Jalan A.H. Nasution No. 264, Bandung. 40294
Email: parbowo@pusjatan.pu.go.id

Abstrak : Tempat istirahat merupakan bagian dari perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung yang
pelaksanaannya merupakan kewajiban dari penyelenggara jalan. Tujuan dari penyediaan tempat istirahat pada
jalan tol selain untuk mengurangi jumlah kecelakaan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan, juga
seharusnya dapat ikut memberikan kontribusi pembagunan wilayah melalui peningkatan ekonomi masyarakat
local, namun kenyataan yang ada di beberapa tempat istirahat setelah jalan bebas hambatan (Tol) dibangun
justru ekonomi local kurang berkembang, karena tidak terakomodir, dan juga beberapa temat istirahat kurang
berkembang, atau yang dikatakan oleh pengelolanya mengalami kerugian, yang diantaranya yang dikeluhkan
adalah tempat istirahat yang tidak memiliki daya tarik dengan keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU). Dengan demikian untuk mendorong pengembangan tempat istirahat Tol kedepan perlu
dicarikan solusi lain dalam rangka mendorong keberadaannya, yaitu dengan merangkul pengembangan
ekonomi lokal daerah setempat. Investasi yang diperlukan untuk mengelola tempat istirahat tidaklah sedikit,
dengan demikian diperlukan model pengelolaan yang melibatkan semua sektor yaitu model New Public Service
yang memiliki prinsip-prinsip yaitu kepentingan publik lebih penting, kebijakan dan program yang memenuhi
kebutuhan masyarakat, pelayanan publik harus mempunyai perhatian yang lebih besar daripada pasar, nilai
kepemimpinan dalam memenuhi kepentingan bersama, sehingga organisasi publik yang menyertakan semua
partisipasi akan lebih menjadikan bertahan hidup lebih lama.Tulisan ini bertujuan untuk membahas model NPS
ini sebagai model yang diharapkan sesuai dengan kondisi tempat istirahat di jalan tol di Indonesia. Metode
yang digunakan untuk menjawab tujuan tersebut yaitu melalui kajian pustaka terkait legalitas hukum dan
wawancara dengan pemangku kepentingan. Hasil kajian dan wawancara dianilisis secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa model New Public Service lebih tepat untuk diterapkan sesuai
regulasi yang ada yaitu kerjasama (Kerjasama Pemerintah Swasta, serta masyrakat)

Kata Kunci: Tempat Istirahat jalan tol, Tempat Istirahat Pengembangan Ekonomi Lolkal, kelembagaan,
pelayanan publik, dan model New Public Service,

412
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENDAHULUAN peneliti untuk mengkaji pelayanan publik dari


kondisi ini, sehingga menjadi perhatian pemerintah.
Tempat istirahat pada jalan jalan bebas Perhatian pemerintah terhadap antisipasi kondisi ini
hambatan (tol) merupakan tempat yang telah mulai, hal ini nampak informasi dari Biro
diperuntukkan bagi pengguna jalan tol untuk Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum
beristirahat. Tujuan dari penyediaan tempat dan Perumahan Rakyat pada tanggal 17 September
istirahat sebagaimana tertuang dalam Peraturan 2017, bahwa Menteri PUPR meminta kepada Badan
Pemerintah nomor 15 Tahun 2015 Pasal 7 bahwa Usaha Jalan Tol (BUJT) terus meningkatkan
harus disediakan tempat istirahat satu pada jarak pelayanannya termasuk kelengkapan fasilitas,
setiap 50 (limapuluh) kilometer, yaitu untuk kebersihan dan kenyamanan tempat istirahat atau
meningkatkan keselamatan pengguna jalan atau rest area jalan tol. Disamping itu Menteri PUPR
mengurangi jumlah kecelakaan yang disebabkan juga mendorong diakomodirnya kehadiran Usaha
kelelahan. Pelaksanaan tempat istirahat Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tempat
sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan istirahat di 7 (tujuh) ruas tol yang baru dibangun
Pemerintah tersebut bahwa jalan tol antar kota yaitu di Tol Trans Jawa dan Tol Trans Sumatera.
harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk Sampai saat ini di Indonesia pelayanan
kepentingan pengguna jalan tol, meliputi harus publik tempat istirahat pada jalan tol memang perlu
tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi lebih dimodernisasi (dilakukan perubahan),
pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan sehingga tempat untuk beristirahat di jalan tol
dengan segera sampai ke tempat kejadian, serta dapat diakses secara ekonomi oleh masyarakat lokal
upaya pengamanan terhadap pelanggaran, melalui peran serta pemerintah daerah, baik dapat
kecelakaan, dan gangguan keamanan lainnya. melalui perorangan maupun koperasi dalam bentuk
Untuk itu pengadaan, pembangunan, pemeliharaan, kerjasama pemerintah dan badan usaha atau
dan peningkatan sangat diperlukan, sehingga perlu koperasi yang difasilitasi Pemerintah Daerah,
didorong publik untuk menyediakan tempat seperti dalam penyediaan berupa tempat makan,
istirahat yang dikelola langsung oleh pemerintah, masjid, pusat oleh-oleh, dan lainnya, karena.
sesuai dengan Peraturan Pemerintah, atau yang mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 15
dapat dikelola kerjasama Pemerintah dengan Tahun 2015, penyediaan tempat istirahat pada jalan
Swasta (KPS) dan bahkan dengan pemerintah tol seharusnya dilaksanakan oleh penyelenggara
daerah dan masyarakat lokal. jalan yaitu Pemerintah sesuai dengan Pasal 3 ayat 1
Namun melihat perkembangan tempat PP 15 tahun 2015, namun dapat didelegesikan,
istirahat pada jalan tol sampai dengan saat ini, maka namun dalam pendelegasian diperlukan kearifan
masih dirasa perlu peningkatan peran pemerintah dalam pendelegasian kewenangan tersebut.
dengan menyediakan sarana dan prasarana lalu Tujuan dari tulisan ini yaitu untuk
lintas yang memenuhi standar kelaikan keselamatan membahas model pelayanan publik yang optimal
jalan, dan juga dapat meningkakan perekonomian untuk pengelolaan tempat istirahat pada jalan tol
lokal yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, terutama
masyarakat lokal. Dari beberapa lokasi yang telah dilihat dari aspek regulasi untuk meningkatkan
terdapat pembangunan tol nampak bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal yang dapat
perdagangan masyarakat lokal menjadi turun meningkatkan pengembangan wilayah, dan pada
pendapatannya, yang menurut informasi bahwa akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pengurangan pendapatan akibat banyak pengendara lokal di sekitar atau yang terlalui jalan tol.
mobil tidak lagi melalui jalan umum tersebut,
melainkan lewat tol karena dapat mempercepat
waktu tempuh. Beberapa lokasi yang menjadi lokasi KAJIAN PUSTAKA
kajian peneliti adalah pedagang oleh-oleh makanan
ringan di jalur jalan Pantai Utara (Pantura) antara Tempat Istirahat
Cikampek dan Cirebon, dimana mereka Tempat istirahat pada pinggir jalan di
mengatakan penurunan pendapatan mencapai 40% Indonesia telah ada sejak dahulu, sesuai dengan
(empat puluh persen) setelah Tol Cikampek – perkembangan sejarah di Indonesia digunakan
Palimanan (Cipali) berfungsi, kemudian pedagang untuk beberapa tujuan, yaitu dimulai dengan tempat
oleh-oleh makanan ringan di jalur Nagreg setelah beristirahat pasukan ketika pegerakkan Patih Gajah
Tol Padalarang – Cileunyi berfungsi. Kedepan ada Mada dari Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa untuk
beberapa ruas jalan tol yang akan dibangun dan mempersatukan nusantara, karena pergerakan
berfungsi, sehingga hal ini menjadi menarik bagi pasukan selain melalui laut, juga melalui darat

413
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(dimana pasukannya beristirahat dalam perjalanan), permasalahan lainnya, namun pada jalan tol telah
namun dari catatan yang ada mulai adanya tempat mulai terjadi keteraturan sejak dibangunnya tol
istirahat adalah dimulai dari zaman Raden Patah pertamakali yaitu Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi),
yaitu raja dari Kerajaan Demak ketika akan karena dilarangnya dan ketatnya perizinan
membebaskan Malaka dari Portugis sekitar abad ke peruntukkan penggunaan lahan di sepanjang jalan
14 (empatbelas) Masehi, yaitu menurut Cortesao Tol dibandingkan dengan di jalan umum.
dalam Lapian B Adrian (2008) bahwa rombongan
pasukan membuat tempat yang kemudian menjadi
tempat membuat kapal-kapal laut (jung) untuk Tempat Istirahat dengan Konsep
angkatan perangnya, ketika menuju Pelabuhan Pengembangan Ekonomi Lokal
Sunda Kelapa sebelum berlayar menuju Malaka. Tempat Istirahat Pengembangan Eknomi
Kemudian pembangunan tempat istirahat juga telah Lokal adalah tempat yang digunakan untuk
dilakukan oleh Sultan Agung dalam usaha beristirahat pengguna jalan dengan membawa
membebaskan Batavia dari Belanda yang kedua dampak terhadap pengembangan wilayah melalui
kali yaitu dengan membangun pos-pos logistik di peran serta pertumbuhan ekonomi lokal, sehingga
sepanjang jalan dari Surakarta menuju Batavia selain sebagai tempat istirahat, juga dapat
untuk tempat-tempat istirahat pasukannya sebagai dimanfaatkan untuk sebagai titik hubungan
tempat distribusi bantuan logistik (makanan dan interaksi antara penduduk lokal dan pengguna jalan
senjata), sebagai antisipasi karena kegagalan yang tol. Interaksi melalui tempat istirahat diperlukan
pertama pasukannya dalam membebaskan Batavia untuk mendorong peningkatan pengembangan
adalah kekurangan logistik. Tempat istirahat pada ekonomi lokal dengan memperkenalkan dan
pinggir jalan di Indonesia dengan fungsi yang lain memasarkan potensi alam dan produk masyarakat
menurut Prakoso (2015) yaitu terkait bangunan lokal daerah setempat. Dengan adanya simpul
palereman di Jabukulon, Ceper, Klaten, yaitu keterhubungan/ interaksi tersebut diharapkan peran
sebuah bangunan menyerupai rumah berdiri di tepi serta semua pemangku kepentingan dapat
jalan raya Solo – Jogja, Dukuh, Penggung, Desa menciptakan pembangunan berkelanjutan dalam
Jambukulon, Ceper, Kabupaten Klaten. Bangunan penyediaan tempat istirahat.
ini merupakan petilasan palereman dalem atau Pengetian pembangunan berkelanjutan
tempat peristirahatan sementara para pengantar menurut Djajadiningrat dan Hardjolukito (2013)
jenasah raja. Hal ini pernah dilakukan ratusan tahun adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
lalu oleh rombongan pengantar jenasah salah satu masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi
raja, yaitu Raja Pakubuwono IV melintas di mendatang. Di dalamnya terkandung dua gagasan
wilayah Penggung untuk dimakamkan di Imogiri, penting, yaitu gagasan “kebutuhan” yaitu
Bantul Yogyakarta. Ketika melintas wilayah kebutuhan essensial untuk memberlanjutkan
Penggung, rombongan beristirahat, kemudian kehidupan manusia, dan gagasan keterbatasan yang
mereka menyemayamkan jenasah di palereman, bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi
sementara beberapa anggota rombongan beristirahat sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk
dan beribadah di musholla tidak jauh dari memenuhi kini dan hari depan. Jadi pembangunan
palereman. menimbulkan transformasi yang progresif pada
Mulai tahun 1990 an banyak tumbuh tempat ekonomi dan masyarakat. Pembangunan tempat
istirahat di Indonesia pada jalan raya (jalan umum) istirahat di jalan Tol perlu mengadopsi 3 (tiga) dari
menjamur bertebaran, terutama di dalam Pulau 5 (lima) prinsip berkelanjutan dengan
Jawa pada jalur-jalur jalan dekat obyek wisata, mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan
jalan Pantai Utara Jawa (Pantura). Tempat yang alam, yaitu berdasarkan prinsip keberlanjutan
dapat dimanfaatkan untuk beristirahat diantaranya ekologis, ekonomis, dan keberlanjutan sosial
rumah makan, penginapan, Stasiun Pengisian budaya, dimana ketiga berkelanjutan tersebut
Bahan Umum (SPBU), tempat ibadah, dan bahkan diharapkan menciptakan pembangunan
sampai menempati bahu jalan. Tempat untuk keberlanjutan, dan ini merupakan tantangan dari
beristirahat yang disediakan oleh masyarakat atau “kelembagaan”.
badan usaha umumnya belum memenuhi ketentuan
dan persyaratan teknis jalan yang tertuang dalam Organisasi Publik (Kelembagaan)
Peraturan Menteri nomor 19/PRT/M/2011 tentang
Arti lembaga menurut Macmillan dalam
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Fatimah (2012) merupakan seperangkat hubungan
Teknis Jalan. Hal ini berdampak pada peningkatan
norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai
ketidakteraturan, kemacetan, kecelakaan, dan
yang nyata, yang terpusat pada kebutuhan sosial,

414
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dan serangkaian tindakan penting serta berulang. Tabel. 1 Perbandingan Paradigma Admnistrasi
Lembaga diakui oleh negara dan bersifat “nasional” Publik
alias dkatakan “legal”. Jadi selain mengikat,
sebagian besar lembaga mencanangkan program- Elemen Old Public New New
program tertentu untuk membangun negara ataupun Administratio Public Public
daerah setempat. n (OPA) Managem Service
Berdasarkan ciri lembaga tersebut, maka ent (NPS)
dapat ditarik kesimpulan bahwa lembaga adalah (NPM)
suatu organisasi publik yang melakukan tata kelola Dasar Teori Politik Teori Teori
yang saling mengikat yang ditampung dalam Epistimo Ekonomi Demokras
organisasi yang diakui negara dengan aktivitas- logi i, beragam
aktivitasnya bersifat sosial. Dengan demikian suatu pendekata
lembaga ditampung dalam bejana atau wadah atau n
ruang yang disebut organisasi, dimana organisasi Konsep Sesuatu yang Kepenting Kepenting
menurut Siagian Sondang (2003) adalah setiap Public diterjemahkan an publik an publik
bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih Interest secara politis mewakili merupaka
yang bekerja bersama serta secara formal terikat dan tercantum agregasi n hasil
dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah dalam aturan kepenting dialog
ditentukan dalam ikatan yang terdapat seorang/ an nilai-nilai
beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/ individu
sekelompok orang yang disebut bawahan. Dimana Siapa Klien dan Pelanggan Warga
Tempat Istirahat pada Jalan tol membutuhkan 7 yang konstituen (customer Negara
(tujuh) prinsip organisasi dari 12 (duabelas) prinsip- dilayani (clients and ) (citizens)
prinsip organisasi, yaitu: 1) Terdapat tujuan yang constituents)
jelas, 2) Tujuan organisasi harus dipahami oleh Peran Mengayuh Mengarah Melayani
setiap orang dalam organisasi, 3) Tujuan organisasi Pemerint (mendesain kan (melakuka
harus diterima oleh setiap orang dalam organisasi, ah dan (bertindak n
4) Adanya kesatuan arah (unity of direction), 5) melaksanakan sebagai negosiasi
Adanya kesatuan perintah (unity of command), 6) kebijakan katalis dan
Adanya keseimbangan antara wewenang dan yang terpusat untuk menjadi
tanggungjawab seseorang, 7) Adanya pembagian pada tujuan mengemb perantara
tugas (distribution of work) tunggal dan angkan beragam
Dalam mencapai tujuan bersama yang ingin ditentukan kekuatan kepenting
dicapai, maka lembaga/ organisasi yang suskes secara politik) pasar) an di
harus memerlukan administrasi yang baik, karena masyarak
administrasi menurut Rusli Budiman (2014) adalah at dan
bentuk kerjasama kolektif untuk mencapai tujuan membentu
yang telah ditetapkan merupakan sebuah fenomena k nilai
yang dapat ditemukan dalam berbagai kehidupan bersama)
manusia., dimana pemahaman administrasi dalam Rasional Rasionalitas Rasionalit Rasionalit
persepsi secara umum yang mencakup seluruh itas dan sinoptis, as teknis as
organisasi, besar maupun kecil, pemerintah maupun model manusia dan strategis
swasta. Untuk itu diperlukan model adminstrasi perilaku administratif ekonomis atau
yang dapat memberikan peran serta masyarakat manusia “economi formal, uji
lebih diperhatikan. Di bawah ini dijelaskan cman” rasionalita
perkembangan model-model administrasi, yaitu: pengambil s
an berganda
keputusan (politis,
yang self- ekonomis,
interested dan
organisasi
onal)
Akuntab Menurut Kehendak Banyak
ilitas hierarkhi pasar yang dimensi:
admnistratif merupaka auntabilita

415
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

n hasil s pada
keinginan nilai, 1. Tugas pelayanan (publik), adalah tugas
customer hukum, memberikan pelayanan kepada umum tanpa
komunitas membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-
, norma cuma atau dengan biaya sedemikian rupa
politik, sehingga kelompok paling tidak mampu
profesiona sekalipun bisa menjangkaunya.
lisme, 2. Tugas pembangunan, adalah tugas untuk
kepenting meningkatkan kesejahteraan ekonomi
an citizen masyarakat. Tugas ini fokus kepada upaya
Diskresi Diskresi Berjangka Diskresi membangun produktivitas dari masyarakat dan
Adminis terbataspada uan luas diperluka mengkreasikan nilai ekonomis atas
trasi petgas untuk n, tetapi produktivitas ekonomis tersebut.
adinistrasi mencapai bertanggu 3. Tugas pemberdayaan, adalah peran untuk
sasara ngjawab membuat setiap warga masyarakat mampu
entreprene dan bila meningkatkan kualitas kemanusiaan dan
urial terpaksa kemasyarakatan.
Struktur Organisasi Organisasi Struktur
Organisa birokratis, publik kolaborati Dengan pengertian ini, maka seharusnya
si kewenangan terdesentr f antara pembangunan oleh pemerintah sebagai salah satu
top down alisasi kepemimp tugas pokok pemerintah untuk meningkatkan
inan kesejahteraan masyarakat, bukan sebaliknya, karena
eksternal akibat organisasi yang diberi tugas kewenangannya
dan kurang dapat melaksanakan fungsi yang
internal didelegasikan, walaupun organisasi yag diberi
Mekanis Melalui Melalui Membang delegasi adalah organisasi swasta (profit
me program yang pembentu un koalisi orientation) harus tetap memperhatikan fungsi
Pencapai diarahkan kan agensi sosial.
an agen mekanism antar
Sasaran pemerintah e dan agensi Konsep pelayanan sarana publik harus
Kebijaka struktur publik, excellent yang menurut Fittzsimmons and
n intensif non profit Fittzsimmons dalam Rusli Budiman (2014) harus
dan dikembangkan disesuaikan dengan Tangibles
swasta (bukti fisik yang memadai, termasuk sumber daya
Sumber: Denhardt & Denhardt, 2003 manusia), Emphaty (kemampuan secara emosional
terhadap kebutuhan semua pemangku kepentingan),
Reliability (pelayanan yang cepat dan tepat tanpa
Model kelembagaan yang terdapat di membeda-bedakan), Responsiveness (tanggap
Indonesia mengacu kepada peraturan perundangan terhadap keluhan stakeholders), serta Assurance
diantaranya Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), (jaminan adanya kepastian kualitas dan kuantitas
Badan Layanan Umum (BLU), Koperasi, dan pelayanan). Dengan adanya fungsi tambahan
Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D). tersebut diharapkan penyediaan tempat istirahat
Masing-masing lembaga tersebut memiliki dasar dapat lanjut melalui peningkatkan peran pemangku
hukum, tujuan, struktur organisasi, dan pengelolaan kepentingan diantaranya pemerintah, pemerintah
yang berbeda. daerah, swasta dan masyarakat lokal.

Selanjutya dijelaskan pula Petunjuk Teknis


Pelayanan Publik Standar Pelayanan Publik diatur didalam Peraturan
Nugroho Riant (2008) menyebutkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
bahwa tugas pokok pemerintahan pada masyarakat Reformasi Birokrasi nomor 36 tahun 2012 bahwa
agar dapat hidup tumbuh dan berkembang adalah pada tahun 2025 terselenggaranya pelayanan publik
memberikan tiga jenis pelayanan yang dilaksanakan prima yang berstandar internasional. Adapun dalam
oleh organisasi-organisasi yang sengaja dibentuk Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang
untuk melakukan tugas-tugas tersebut. Jenis pelayanan publik antara lain dijelaskan mengenai
pelayanan yang dimaksud adalah: bebrapa hal berikut:

416
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1) Dasar Pemikiran yang memuat: penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat


a. Kewajiban negara melayan hak dasar dan ihak terkait.
masyarakat
b. Membangun kepercayaan masyarakat HIPOTESIS
kepada negara Pengelolaan tempat istirahat pada jalan tol
c. Norma/ dasar hukum hubungan yang sesuai dengan regulasi adalah berupa
masyarakat dengan negara Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), masyarakat
2) Karakter (koperasi) dan Badan Layanan Umum (BLU).
a. Penguatan dan pemberdayaan masyarakat
b. Penguatan dan menjembatani Undang-
Undang sektor METODOLOGI
3) Maksud dan Tujuan Penelitian ini menggunakan data primer dan
a. Kepastian hukum bagi masyarakat dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei
penyelenggara dan wawancara nara sumber dari berbagai instansi
b. Batas yang jelas antara hak, kewajiban, pemerintah dan badan usaha yang terkait dengan
wewenang, larangan isu-isu yang dikaji. Sampel diperoleh melalui
c. Sistem yang layak dan perlindungan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih
masyarakat sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian
(Arikunto 1993).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 25 Intansi pemerintah tersebut meliputi:
Tahun 2009 tentang pelayanan publik, Pasal 1 ayat Direktorat Jenderal Binamarga, Badan
1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW),
pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkian Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi, Unit
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan Pengelola Teknis (UPT) Rusunawa pada Dinas
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- Pekerjaan Umum Kota Cimahi, dan Perseroan
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk Terbatas (PT) Jasa Marga. Mengapa Kota Cimahi
atas barang, jasa dan atau pelayanan administrative diambil sebagai salah satu sampel penelitian, karena
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan Kota Cimahi telah melakukan pengelolaan
publik. Adapun yang dimaksud pelayanan publik pengelolalaan Rumah Susun Sewa (Rusunawa)
adalah setiap institusi penyelenggara negara, sebagai fasilitas publik yang dibangun pemerintah,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk dengan melakukan pengelolaan uang sewa namun
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan masih menjamin adanya sifat sosial sebagai
pelayanan publik dan badan hukum lain yang organisasi publik yang melakukan pelayanan
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Untuk data sekunder yang digunakan,
publik. meliputi peraturan perundang-undangan,
Di dalam Undang-Undang nomor 25 ahun pengalaman pemerintah Kota Cimahi dalam hal ini
2009 Pasal 4 tentang Pelayanan Publik dijelaskan Dinas Pekerjaan Umum dalam penyelenggaraan
pula mengenai azas dalam penyelenggaraan infrastruktur untuk pelayanan publik, dan masukan
pelayanan publik yaitu: 1) Kepentingan umum, 2) dari berbagai narasumber dan praktisi. Peraturan
kepastian hukum, 3) Kesamaan hak, 4) perundang-undangan yang dikaji meliputi peraturan
Keseimbangan hak dan kewajiban, 5) tentang jalan, organisasi publik (kelembagaan),
Keprofesionalan, 6) Partisipatif, 7) Persamaan pelayanan publik, dan kerjasama pemerintah
perlakuakn/ tidak diskriminatif, 8) Keterbukaan, 9) dengan badan usaha. Dengan instansi lainnya kami
Akuntabilitas, 10) Fasilitas dan perlakukan khusus melakukan wawancara dengan pejabat terkait
bagi kelompok rentan, 11) Ketepatan waktu, 12) sebagai responden, sehingga diperoleh data
Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. mengenai jenis lembaga pengelola, partisipasi
Pada Undang-Undang nomor 25 Tahun masyarakat dan lain sebagainya.
2009 Pasal 15 huruf (a) tentang pelayanan publik Dalam penelitian ini teknik analisis yang
yaitu bahwa “Penyelenggara” berkewajiban digunakan yaitu menggunakan pendekatan analisis
menyusun dan menetapkan standar pelayanan”, dan deskriptif kualitatif, dimana teknik ini digunakan
keudian pada Pasal 20 dijelaskan bahwa untuk penelitian yang pengumpulan data dilakukan
“Penyelenggara berkewajiban menyusun dan melalui pengamatan dan wawancara dengan data
menetapkan standar pelayanan dengan yang diperoleh dalam berupa kata-kata, tulisan,
memperhatikan kemampuan penyelenggaa, gambar, dan bukan angka. Kemudian data-data
kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan, yang didapat selanjutnya dikumpulkan dan

417
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dilakukan pecatatan secara rinci mengenai sesuatu mendorong perlunya penyediaan tempat istirahat
yang dirasakan terkait dengan masalah penelitian. pada jalan umum, dilanjutkan dengan identifikasi
Data yang terkumpul kemudian dilakukan verifikasi komponen yang meliputi model organisasi publik
dan “dikonfrontasikan” kembali dengan sumber (kelembagaan), dan pelayanan publik yang
data lainnya. diperlukan untuk mendorong pengelolaan tempat
Dalam teknik analisis desktriptif dari sumber istirahat yang berkelanjutan. Untuk menjawab
data yang telah diperoleh berdasarkan hasil permasalahan dari masing-masing komponen,
wawancara, maka selanjutnya peneliti dilakukan kajian pustaka dan wawancara langsung
mengutamakan pandangan responden lebih dengan pemangku kepentingan sebagai dasar dalam
diutamakan kepada responden kunci yaitu Kepala penyusunan rekomendasi awal. Hasil rumusan
Bidang di Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi, berupa rekomendasi awal selanjutnya dibahas
serta pejabat-pejabat yang terkait pada instansi yang dalam forum untuk kemudian disepakati sebagai
dilakukan survei dengan metode wawancara . Hasil rekomendasi model pelayanan publik yang
dari wawancara kemudian dilakukan analisis dipandang optimal untuk pengelolaan tempat
dengan metode membandingkan hasil wawancara istirahat.
dengan sumber data lain terutama yang
dibandingkan dengan ketentuan peraturan HASIL DAN ANALISIS
perundangan yang terkait. Penentuan model pelayanan publik haruslah
Tahap analisis dalam analisis desktriptif tepat sasaran (right goal), tepat manfaat (right
kualitatif yaitu analisis data, penafsiran data, benefit), serta tepat aturan/ hukum (right law).
pengecekan keabsahan temuan, dan pemberian Ketepatan tersebut menjadi faktor utama yang
makna. Analisis data adalah proses pencarian dan menentukan keberhasilan pemerintah dalam
pengaturan hasil wawancara atau bahan yang telah menyelenggarakan tempat istirahat yang efektif dan
dikumpulkan secara sistematis. Pengecekan efisien. Analisis dimulai dengan tinjauan inisiatif
keabsahan data dilakukan untuk memperoleh penyediaan tempat istirahat dalam kerangka
kesimpulan yang tepat dan obyektif yang peraturan atau regulasi yang berlaku saat ini
bersesuaian dengan fakta yang ada. Aspek-aspek dilanjutkan dengan analisis model pelayanan publik
yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: untuk tempat istirahat yang sesuai dengan kondisi
1. Organisasi Publik (Kelembagaan), yaitu untuk di Indonesia.
mengkai kepastian tujuan yang jadi tujuan dari
lembaga, pihak dan anggota yang terlibat, Tabel.2 Analisis Perbandingan Pelayanan Publik
fungsi dan wewenang, hubungan struktur dan Berdasarkan Jenis Pengelolaan Usaha
fungsional, serta bagaimana mengendalikan Jenis Usaha Ta E Rel Res Ass Bob
fungsi dan peran masing-masing pihak dan ngi mp iab
ble hat ilit
pon ura ot
anggota yang terlibat untuk mencapai tujuan.
s y y sive nce Rat
2. Pelayanan Publik, yaitu untuk mengkaji pola nes a-
pelayanan yang diberikan, serta bagaimana s rat
menyusun strategi untuk meningkatkan a
pelayanan kepada masyarakat. Pengelola 60 30 30 20 40 36
(Tempat % % %
% % %
Penelitian ini dilakukan secara sistematis Istirahat Tol) -
dan menyeluruh melalui kajian pustaka dan (Swasta)
DPU Cimahi 50 70 80 60 50 62
wawancara dengan stakeholders atau pemangku (Rusunawa) – % % %
kepentingan yang terkait dengan penyediaan (UPT)
% % %
pembangunan infrastruktur untuk pelayanan publik. Cibabat 80 70 70 70 60 70
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat (Rumah Sakit) % % %
– (BLU)
% % %
dimanfaatkan oleh pemerintah dalam membuat PDAM 20 20 20
kebijakan model organisasi publik (kelembagaan), 20 20 20
(BUMD) % % %
dan pelayanan publik dala mengelola tempat % % %
Koperasi 40 60 60 50 40 50
istirahat pada jalan Tol yang berkelanjutan, dalam % % %
arti bahwa pada akhirnya dapat lebih meningkatkan % % %
peran serta masyarakat secara luas dalam Sumber: Hasil wawancara
pengelolaan tempat istirahat pada jalan tol.
Secara garis besar, tahapan dalam penelitian
ini dimulai dari indetifikasi latar belakang yang
Inisiatif Penyediaan Tempat Istirahat

418
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tempat istirahat pada jalan Tol sesuai koperasi), karena selain tempat istirahat menjadi
dengan PP nomor 15 Tahun 2005 merupakan salah tempat menghilangkan kelelahan, juga dapat
satu perlengkapan jalan yang wajib disediakan membantu perekonomian masyarakat lokal, setelah
minimal setiap jarak 50 (limapuluh) kilometer. lokasi perdagangannya menjadi sepi oleh
Regulasi lain yang mendukung perlunya kunjungan dengan keberadaan jalan tol yang
penyediaan tempat istirahat tersebut dapat dilihat melewati wilayah usahanya, karena terjadinya
pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 perpindahan pengguna jalan dari jalan umum ke
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Di dalam jalan tol yang hampir mencapai 90% pengguna
undang-undang tersebut diatur bahwa setelah jalan, sehingga hal ini kedepan akan merupakan
mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam potensi ekonomi yang sangat menjanjikan, baik
berturut-turut, pengemudi kendaraan bermotor bagi penyelenggara maupun masyarakat lokal serta
umum wajib beristirahat paling singkat setengah Pemerintah Daerah untuk bersama-sama dapat
jam. mengelola. Dengan berkembangnya ekonomi lokal
sebagai ekonomi lokal yaitu ekonomi pedesaan
Model Pelayanan (pinggir), maka diharapkan akan terjadi pemerataan
Peraturan Pemerintah mengamanatkan pertumbuhan wilayah melalui pengembangan
pentingnya pemerintah mengambil peran sebagai ekonomi. Hal ini akan sejalan dengan nomor 2 dan
inisiator penyedia tempat istirahat pada jalan tol nomor 3 dari 9 Program Prioritas Pembangunan
(Pasal 3 ayat 1 PP nomor 15 tahun 2015). Hal ini Nawacita, yaitu:
akan memperkuat peran pemerintah sebagai
penyelenggara fasilitas layanan publik. *) Membuat pemerintah tidak absen dengan
Keunggulannya bila pemerintah mengambil inisiatif membangun tata kelola pemerintahan yang
adalah bentuk layanan publik yang diberikan tidak bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya,
“terlalu” bersifat komersial, menjangkau seluruh dengan memberikan prioritas pada upaya
lapisan masyarakat, dan bersifat jangka panjang memulihkan kepercayaan publik pada institusi-
(berkelanjutan). institusi demokrasi dengan melanjutkan
Permasalahan lain yang dihadapi dari konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem
pengelolaan infrastruktur pelayanan publik yaitu kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
masih adanya kelemahan dari aspek regulasi terkait
pelayanan publik untuk aset yang dikelola yang *) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
melibatkan kerjasama dengan pihak lain memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
(masyarakat) agar pengembangan ekonomi lokal kerangka negara kesatuan.
dapat berkembang setelah adanya pembangunan tol,
yang umumnya perekonomian lokal menjadi
“tidak” berkembang apabila wilayah tersebut
terkena pembangunan tol.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di muka, dapat diambil
kesimpulan bahwa penyediaan tempat istirahat pada
jalan tol merupakan hal yang wajib dilaksanakan,
karena selaras dengan Peraturan Pemerintah nomor
15 Tahun 2005 pasal 7 dan penjelasannya, dan UU
Nomor 22 Tahun 2009 pasal 90, dengan tujuan
untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan.
Inisiatif penyediaan tempat istirahat adalah
pemerintah, dalam hal ini baik pemerintah pusat,
melalui lembaga penyelenggara atau pengelola
jalan tol.
Model pelayanan publik pengelolaan tempat
istirahat menurut regulasi yang berlaku kedepan
dapat menggunakan Kerjasama Pemerintah Swasta,
Pemerintah Daerah dan Masyarakat (dengan

419
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel. 3 Aplikasi New Public Service dalam Peningkatan Pelayanan Publik Tempat Istirahat Jalan To

Elemen Kementerian PUPR Direktorat Jenderal Badan Pengelola Jalan Pemerintah Daerah
Bina Marga Tol (BPJT)
Konsep Public UU 38/ 2004 UU 38/ 2004 PP 15/2005 UU 23/2014
Interest (Kepentingan PP 34/2006 PP 34/ 2006 UU 9/2015
publik diutamakan) Permen PU
20/PRT/M/2010
Pelayanan (semua (PPBBJ)
warga negara) Permen PU
19/PRT/M/2011 (PTJ-
Peran Pemerintah KPTJ)
(regulator dan
fasilitator) Menimbang Pasal 1 Pasal 2
b. bahwa jalan sebagai Persyaratan Teknis Penyelenggaraan jalan tol
Rasionalitas (politis, bagian sistem transportasi Jalan adalah ketentuan dimaksudkan untuk
ekonomis, nasional mempunyai teknis yang harus mewujudkan
organisasional) peranan penting terutama dipenuhi oleh pemerataan pembangunan
dalam mendukung bidang suatu ruas jalan agar jalan dan hasil-hasilnya serta
Akuntabilitas (Banyak ekonomi, sosial dan budaya dapat berfungsi secara keseimbangan dalam
dimensi) serta lingkungan dan optimal memenuhi pengembangan wilayah
dikembangkan melalui Standar dengan
Diskresi Administrasi pendekatan pengembangan Pelayanan Minimal Jalan memperhatikan keadilan,
wilayah agar tercapai dalam melayani lalu lintas yang dapat dicapai dengan
Struktur Organisasi keseimbangan dan dan angkutan jalan. membina jaringan jalan
(Kolaborasi) pemerataan pembangunan Kriteria Perencanaan yang dananya berasal dari
Mekanisme antardaerah, membentuk Teknis Jalan adalah pengguna
Pencapaian dan memperkukuh kesatuan ketentuan teknis jalan jalan.
Kebijakan nasional untuk yang harus
memantapkan pertahanan dipenuhi dalam suatu
dan keamanan nasional, perencanaan teknis jalan. Permen 43 PRT/M/2015
serta membentuk struktur Pasal 5
ruang dalam rangka BPJT mempunyai
mewujudkan sasaran wewenang untuk
pembangunan nasional; melakukan sebagian
wewenang Pemerintah
*) Pasal 2 dalam penyelenggaraan
Penyelenggaraan jalan jalan tol yang meliputi
berdasarkan pada asas pengaturan, pengusahaan,
kemanfaatan, keamanan dan dan pengawasan Badan
keselamatan, keserasian, Usaha jalan tol sehingga
keselarasan dan dapat memberikan manfaat
keseimbangan, keadilan, yang maksimal bagi negara
transparansi dan untuk sebesar-besamya
akuntabilitas, kemakmuran rakyat.
keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan, serta
kebersamaan dan
kemitraan.

KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN

Menyusun dan Membangun jalan Membuat Standar Membentuk


mengusulkan Peraturan nasional akses melalui Operasional Prosedur koperasi binaan oleh
Pemerintah (PP) untuk pusat produksi ekonomi (SOP) Kemitraan Dinas Usaha Kecil
Penyertaan modal Pemda lokal (growth centre) Menengah (UKM)
dengan masyarakat dan Koperasi atau
umum (melalui koperasi) yang sama
dalam Pengelolaan
Tempat Istirahat Tol Bersama legislator
(DPRD) menyusun
Peraturan Daerah
(Perda) Kemitraan

420
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Jakarta:


Kementerian Pekerjaan Umum
Lapian, Adrian. 2008. Pelayaran dan Perniagaan ----------,2011. Kementerian Pekerjaan Umum.
Nusantara Abad ke 16 dan 17. Jakarta: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19
Kominitas Bambu.2008 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Siagian. Sondang. 2003. Filsafat Administrasi. Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Jakarta:
Jakarta: PT. Bumu Aksara.2008 Kementerian Pekerjaan Umum
Djajadiningrat dan Hardjolukito. 2013 Demi Bumi ----------,2015. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Demi Kita. Jakarta: Media Indonesia Perumahan Rakyat. Peraturan Menteri
Publishing (2013). Pekerjaan Umum Pekerjaan Umum dan
Denhardt The Public Service, 2007: Oxford Perumahan Rakyat nomor 43/PRT/2015
University Press. Newyork Tentang Badan Pengatur Jalan Tol. Jakarta:
Nugroho. Riant. 2008. “Public Kementerian Pekerjaan Umum
Policy………:Jakarta: PT Gramedia……. ----------2012. Kementerian Pendayagunaan
Rusli Budiman.2013. Kebijakan Publik – Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi.
Membangun Pelayanan Publik Yang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Publik
Responsif. Bandung: Adoya Mitra diatur didalam Peraturan Menteri
Sejahtera.2015 Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Rusli Budiman.2015. Isu-Isu Krusial Administrasi Reformasi Birokrasi nomor 36 tahun
Publik Kontemporer. Bandung: Mega 2012.Jakarta:Kemenpan
Rancage Press.2015 ----------.2014. Kementerian Pendayagunaan
Fitzsimmons, James. A & Fitzsimmons, Mona , Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
J.2004. Service Management: Operation, Peraturan Menteri Pendayagunaan
Strategy, Information Technology. Edisi Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
keempat. New York: MsGraw-Hill Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014
Companies, Inc tentang Pedoman Standar Pelayanan.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Jakarta: Kemenpan
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka -----------2015. Undang-Undang nomor 9 Tahun
Cipta 2015, tentang Pemerintahan Daerah
Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Tahun Pangihutan, Harlan., Hendrawan, Hendra.,
1945. Jakarta: Sekretariat Negara Nugroho, Anjang., Parbowo. 2016a.
----------. Pemerintah Daerah Kota Cimahi. 2005. Laporan Akhir Penerapan Terbatas
Peraturan Walikota No. 01 Tahun 2005 dan Anjungan Pelayanan Jalan. Bandung:
perubahannya tentang Pembentukan UPT Pusjatan
Rusunawa. Cimahi: Pemkot Cimahi Prakoso, S. T. (2015). Palereman Dalem, Tempat
---------.2004. Undang-Undang nomor 38 tahun Istirahat Pengantara Jenazah Raja. Diakses dari:
2004 tentang jalan http://www.solopos.com/2015/12/20/asal-usul-
----------. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 34 palereman-dalem-tempat-istirahat-pengantar-
Tahun 2006 tentang Jalan. Jakarta: jenazah-raja-672860. diakses tanggal 30 September
Sekretariat Negara 2017.
----------. 2008. Kementerian Pendayagunaan Fatimah Nurida (2012). Pengertian Lembaga dan
Aparatur Negara. Peraturan Menteri Negara Organisasi. Diakses dari
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman http://nuridafatimah.blogspot.co.id/2012/06/v-
Organisasi UPT Kementerian dan lembaga behaviorurldefaultvmlo.html. diakses tanggal 1
pemerintah nonkementerian. Indonesia : Oktober 2017
Menpan
----------. 2009. Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Jakarta: Sekretariat Negara.
---------,2009. Undang-Undang nomor 25 Tahun
2009, tentang Pelayanan Publik.
----------,2010. Kementerian Pekerjaan Umum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20
2010 Tentang Pedoman Pemanfataan dan

421
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PEMODELAN KEPUASAN PERGERAKAN PEJALAN KAKI


JALUR PEDESTRIAN BERDASARKAN UMUR DI MANADO
MENGGUNAKAN PARTIAL LEAST SQUARE (PLS)

DR. Lucia I.R. Lefrandt, ST., MT


Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil
Universitas Sam Ratulangi Manado
Email : lucialefrandt@gmail.com

Abstrak. berdasarkan umur di kota Manado. Data yang digunakan dari hasil survey lalu lintas pejalan kaki dengan
metode pengambilan sampel sampling acak sederhana dan teknik analisis yang digunakan adalah Partial Leasat Square
(PLS). Hasil penelitian dengan pendekatan PLS menunjukkan bahwa model kepuasan pergerakan pejalan kaki
berdasarkan umur adalah model yang fit dengan criteria R-square. Aspek pengelolaan, aspek teknis transportasi dan
fasilitas, kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pejalan kaki. Aspek pengelolaan memberikan efek langsung
terbesar terhadap kepuasan pejalan kaki, dan didukung dengan kualitas pelayanan. Indikator jaminan, kinerja, daya
tahan, ketersediaan, perhatian dan berwujud, keandalan dan Estetika merupakan pembentuk dominan dalam pemodelan
kepuasan pejalan kaki. Kualitas pelayanan, aspek pengelolaan memberikan pengaruh terbesar terhadap kepuasan
pejalan kaki yang berumur lebih dari 45 tahun, sedangkan aspek Teknis Transportasi dan Fasilitas memberikan
pengaruh terbesar terhadap Kualitas pelayanan pada pejalan kaki yang berumur kurang dari 25 tahun

Keywords: PLS, trotoar, kepuasan pejalan kaki, kualitas pelayanan, aspek pengelolaan, aspek teknik

422
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1. PENDAHULUAN Memperhatikan yang telah diuraikan diatas,


maka perlu kajian pergerakan pejalan kaki di
Berjalan adalah kegiatan dasar manusia yang Kota Manado berdasarkan umur, sebagai salah
sering diabaikan ketika merencanakan untuk satu upaya untuk meningkatkan perhatian
transportasi dan telah dipandang sebagai pejalan kaki serta penataan infrastruktur
perjalanan bentuk kelas kedua (Lumsden dan pedestrian yang baik sehingga menjadikan
Tolley, 1999). Berjalan merupakan moda Manado Kota Model Ekowisata dengan
transportasi yang tidak memerlukan biaya yang pendekatan Structural Equation Modeling
mahal selain itu pula dengan berjalan dapat Partial Least Square (SEM-PLS).
mencegah dan mengurangi resiko terkena
2. METODOLOGI
osteoporosis serta membuat tubuh lebih energik.
Selain itu pula berjalan merupakan salah satu
latihan kardio yang baik untuk menurunkan Data yang akan dianalisa dalam penelitian
berat badan. (Lutfi & Adisasmita, 2009). ini adalah data primer dari survey lalu lintas
pejalan kaki yang diambil secara langsung
Transportasi merupakan unsur utama dengan memberikan angket pertanyaan
pembentuk kota yang berkaitan dengan banyak
melalui kuisoner terhadap responden di 9
hal, antara lain kegiatan perekonomian,
kesehatan manusia, bahkan lingkungan hidup. titik kawasan jalur pejalan kaki di kota
Disadari atau tidak, pengaruh kualitas Manado. Metode pengambilan sampel yang
lingkungan terhadap terjadinya outdoor akan digunakan adalah probability
activities secara umum mendasari penciptaan sampling menggunakan sampling acak
area pejalan di perkotaan. Perencanaan sederhana dan teknik analisis yang
transportasi yang selama ini dibuat, lebih digunakan adalah Structural Equation
berpihak pada para pengguna kendaraan Modeling Partial Least Square (SEM-PLS).
bermotor, terbukti dari banyaknya rekomendasi
pelebaran jalan raya, pembangunan jalan tol, fly Pemodelan SEM yang dilakukan dengan
over, underpass dan sebagainya. Sementara menggunakan Partial Least Square (PLS)
penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki seperti dengan langkah-langkah sebagai berikut:
trotoar, tempet penyebrangan, pohon peneduh,
lampu penerangan maupun street furniture 1. Outer Model, meliputi uji validitas
lainnya masih sangat kurang diperhatikan dilihat dari hasil loading faktor, dan Uji
(Hakim, 2005). reliabilitas dilihat dari nilai Composite
reliability. Indikator disebut valid jika
Berjalan kaki merupakan media transportasi
memiliki nilai loading faktor > 0,5, dan
bebas polusi dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Keberadaan pejalan kaki pada dikatakan reliable jika nilai composite
tingkat tertentu akan mengakibatkan konflik reliability > 0.6.
yang tajam dengan arus kendaraan yang pada 2. Inner Model, uji ini dapat dilihat hasilnya
gilirannya berakibat permasalahan lalulintas dan dari nilai inner weight yang menguji
tingginya tingkat kecelakaan.
hipotesis penelitian melalui uji t pada
Kurangnya fasilitas pejalan kaki yang memadai, sampel bootstrap dan goodness of fit m
terutama fasilitas berjalan dan penyebrangan, odel. Model dapat dinyatakan memiliki
sangat berdampak pada keselamatan jiwa goodness of fit jika memiliki nilai R-
pejalan kaki. Terbukti bahwa 65% kecelakaan di Square > 0 dan nilai Q2 = 1 – (1 – R12)(1
jalan raya melibatkan kematian pejalan kaki,
– R22) > 0.35 memberikan akurasi yang
dimana 35%-nya adalah anak-anak (Rahman,
2003). Sehingga pergerakan pejalan kaki serta tinggi.
karakteristiknya dan arus kendaraan perlu Pemodelan SEM-PLS pada
dipelajari untuk mendapatkan suatu rancangan dasarnya terdiri dari outer model dan Inner
perencanaan yang dapat meminimalkan konflik model. outer model ditujukan untuk
antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor,
menambah keselamatan, kenyamanan, dan
mengkonfirmasikan dimensi-dimensi yang
kelancaran berjalan kaki, serta meminimalisasi dikembangkan pada sebuah faktor,
permasalahan lalulintas (Nurfanti, 2009) sedangkan Inner model mengenai struktur
hubungan yang membentuk atau

KRTJ-14 JAKARTA 2018


KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

menjelaskan kausalitas antar faktor. Model Fasilitas (X2), Kualitas Pelayanan (Y1) dan
SEM disusun berdasarkan kerangka Kepuasan Pejalan Kaki (Y2) yang diambil
konseptual tentang Aspek Pengelolaan dari berbagai literatur. Kerangka konseptual
(X1), Aspek Teknis Transportasi dan disajikan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Konseptual Kepuasan Pejalan Kaki

3. HASIL DAN DISKUSI

Tabel 1. Deskripsi Pejalan Kaki Berdasarkan Umur

Pejalan Kaki Frekuensi Persentase (%)


<= 25 58 58.0
Umur 26 - 45 34 34.0
=> 46 8 8.0
Total 100 100.0

Karakteristik pejalan kaki berdasarkan umur karakteristik umur dengan pendekatan Partial
disajikan pada Tabel diatas. Tabel 1 terlihat Least Square.
bahwa persentase pejalan kaki yang berumur
Uji validitas dilakukan menggunakan analisis
kurang atau sama dengan 25 tahun sebesar 58
faktor konfirmatori pada masing-masing
persen, dan yang berumur antara 26 sampai
variabel laten yaitu Aspek Pengelolaan (X1.),
dengan 45 tahun sebesar 34 persen, sementara
Aspek Teknis Transportasi dan Fasilitas (X2.),
itu yang persentasi terendah sebesar 8 persen
Kualitas Pelayanan (Y1.) dan Kepuasan Pejalan
pada pejalan kaki yang berumur lebih dari 45
Kaki (Y2.). Uji reliabilitas digunakan composite
tahu. Hal ini menunjukkan bahwa umur pejalan
(contruct) reliability dengan cut off value adalah
kaki adalah usia yang produktif dalam
minimal 0.7. Hasil selengkapnya disajikan pada
melakukan perjalanan. Selanjutnya dilakukan
Tabel 2.
pemodelan pejalan kaki berdasarkan

Tabel 2. Nilai Outer Loading dan Composite Reliability Setiap Indikator Pada Variabel Laten Berdasarkan Umur
Pejalan Kaki

424
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Outer Loading Composite Reliability


Laten variable Indicator
<= 25 26 – 45 => 46 <= 25 26 – 45 => 46

Kinerja (X1.1) 0.756 0.770 0.899


Aspek Jaminan (X1.2) 0.844 0.563 0.982
Pengelolaan 0.842 0.820 0.934
(X1) Kemudahan (X1.3) 0.645 0.808 0.856

Daya tanggap (X1.4) 0.770 0.764 0.786

Kinerja (X2.1) 0.792 0.765 0.548

Estetika (X2.2) 0.841 0.804 0.737

Kemudahan (X2.3) 0.747 0.790 0.898


Aspek Teknis
Keandalan (X2.4) 0.528 0.822 0.487
Transportasi
0.891 0.948 0.900
dan Fasilitas Daya tahan (X2.5) 0.882 0.910 0.559
(X2)
Frekuensi (X2.6) 0.608 0.842 0.865

Kenyamanan (X2.7) 0.421 0.808 0.950

Ketersediaan (X2.8) 0.808 0.918 0.697

Keandalan (Y1.1) 0.681 0.465 0.644

Ketanggapan(Y1.2) 0.624 0.736 0.995

Kualitas Tingkat Jaminan kepastian 0.873 0.759 0.994 0.892 0.774 0.958
Pelayanan (Y1) (Y1.3)
Perhatian(Y1.4) 0.870 0.629 0.908

Berwujud (Y1.5) 0.872 0.580 0.948

Jaminan (Y2.1) 0.809 0.671 0.911

Daya tanggap(Y2.2) 0.895 0.547 0.596

Kinerja (Y2.3) 0.812 0.836 0.867

Estetika (Y2.4) 0.842 0.649 0.943


Kepuasan Kemudahan (Y2.5) 0.670 0.587 0.881
Pejalan Kaki 0.893 0.901 0.948
(Y2) Keandalan (Y2.6) 0.561 0.729 0.794

Daya Tahan (Y2.7) 0.551 0.770 0.818

Frekuensi (Y2.8) 0.519 0.650 0.651

Kenyamanan (Y2.9) 0.470 0.697 0.836

Ketersediaan (Y2.10) 0.540 0.747 0.698

Tabel 2., menunjukan semua indikator masing- sampai dengan 45 tahun pada kualitas
masing variabel laten mempunyai nilai loading pelayanan (Y1) dengan indicator keandalan
faktor di atas 0.5 dengan p-value lebih kecil dari (0.465). Sedangkan Nilai composite reliability
α=0.05, maka indikator tersebut valid dan semuanya memberikan nilai diatas 0.7, sehingga
signifikan, kecuali pejalan kaki dengan umur variable laten aspek pengelolaan (X1), aspek
kurang dari 25 tahun pada aspek aspek teknis teknis transportasi dan fasilitas (X2), kualitas
transportasi dan fasilitas dengan indicator pelayanan (Y1) dan kepuasan pejalan kaki (Y2)
kenyamanan (0.421), pada kepuasan pejalan adalah reliable.
kaki (Y2) dengan indicator kenyamanan
(0.470). Pejalan kaki dengan umur antara 26

425
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dilanjutkan dalam analisis dengan bentuk path
pada semua variabel laten yang hasil valid dan diagram tersaji pada Gambar 2.
reliabel, , maka variabel laten tersebut dapat

(a) Pejalan Kaki Umur Kurang dari (b) Pejalan Kaki Umur antara 25 sd
25 Tahun 45 Tahun

c) Pejalan Kaki Umur Lebih dari 45 tahun

Gambar 2. Hubungan antara variabel laten eksogen dengan endogenPengujian koefisien jalur pada Gambar 2
dan persamaan di atas secara rinci disajikan pada Tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Pengujian Koefisien Jalur Model Kepuasan Pergerakan Pejalan Kaki Jalur Pedestrian
Berdasarkan Umur

426
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

UMUR

Variabel <= 25 26 – 45 => 46

Koef. Uji t Koef. Uji t Koef. Uji t


Aspek Pengelolaan (AP)Kualitas
0.628 21.686 0.322 11.653 0.843 40.145
pelayanan (KL)
Aspek Teknis Transportasi dan
Fasilitas (ATTF)Kualitas 0.452 12.526 0.359 16.681 0.081 2.125
pelayanan (KL)
Aspek Pengelolaan
0.236 5.054 0.349 8.290 0.468 12.177
(AP)Kepuasan pejalan kaki (KP)
Aspek Teknis Transportasi dan
Fasilitas (ATTF)Kepuasan pejalan 0.299 6.289 0.209 7.485 0.463 16.871
kaki (KP)
Kualitas pelayanan (KL)Kepuasan
0.333 4.074 0.283 5.900 0.916 47.624
pejalan kaki (KP)
Y1  0.597 Y1  0.256 Y1  0.618
R-Square
Y2  0.444 Y2  0.377 Y2  0.738

Berdasarkan Tabel 3, interpretasi kenaikan Aspek Teknis Transportasi dan


masing-masing koefisien jalur adalah sebagai Fasilitas (X2) maka akan menaikkan Kualitas
berikut: pelayanan (Y1) sebesar 0,452.
 Aspek Pengelolaan (X1) berpengaruh positif  Aspek Pengelolaan (X1) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Kualitas pelayanan dan signifikan terhadap Kepuasan pejalan kaki
(Y1), pengaruh terbesar terjadi pada pejalan (Y2), pengaruh terbesar terjadi pada pejalan
kaki yang umur lebih dari 46 tahun. Hal ini kaki yang umur lebih dari 46 tahun. Hal ini
terlihat dari koefisien jalur yang bertanda terlihat dari koefisien jalur yang bertanda
positif sebesar 0,843 dengan nilai T-Statistic positif sebesar 0,468 dengan nilai T-Statistic
sebesar 40.145 yang lebih besar dari t-tabel sebesar 12.177 yang lebih besar dari t-tabel
dengan taraf signifikansi () yang ditentukan dengan taraf signifikansi () yang ditentukan
sebesar 0,05 sebesar 1.96. Dengan demikian sebesar 0,05 sebesar 1.96. Dengan demikian
Aspek Pengelolaan (X1) berpengaruh secara Aspek Pengelolaan (X1) berpengaruh secara
langsung pada Kualitas pelayanan (Y1) langsung pada Kepuasan pejalan kaki (Y2)
sebesar 0,843, yang berarti setiap ada sebesar 0,468, yang berarti setiap ada
kenaikan Aspek Pengelolaan (X1) maka akan kenaikan Aspek Pengelolaan (X1) maka akan
menaikkan Kualitas pelayanan (Y1) sebesar menaikkan Kepuasan pejalan kaki (Y2)
0,843. sebesar 0,468.
 Aspek Teknis Transportasi dan Fasilitas (X2)  Aspek Teknis Transportasi dan Fasilitas (X2)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kualitas pelayanan (Y1), pengaruh terbesar Kepuasan pejalan kaki (Y2), pengaruh terbesar
terjadi pada pejalan kaki yang umur kurang terjadi pada pejalan kaki yang umur lebih dari
dari 25 tahun. Hal ini terlihat dari koefisien 46 tahun. Hal ini terlihat dari koefisien jalur
jalur yang bertanda positif sebesar 0,452 yang bertanda positif sebesar 0,463 dengan
dengan nilai T-Statistic sebesar 12.526 yang nilai T-Statistic sebesar 16.871 yang lebih
lebih besar dari t-tabel dengan taraf besar dari t-tabel dengan taraf signifikansi ()
signifikansi () yang ditentukan sebesar 0,05 yang ditentukan sebesar 0,05 sebesar 1.96.
sebesar 1.96. Dengan demikian Aspek Teknis Dengan demikian Aspek Teknis Transportasi
Transportasi dan Fasilitas (X2) berpengaruh dan Fasilitas (X2) berpengaruh secara
secara langsung pada Kualitas pelayanan (Y1) langsung pada Kepuasan pejalan kaki (Y2)
sebesar 0,452, yang berarti setiap ada sebesar 0,463, yang berarti setiap ada

427
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

kenaikan Aspek Teknis Transportasi dan pembentuk dominan pada kualitas pelayanan,
Fasilitas (X2) maka akan menaikkan serta indicator keandalan dan Estetika
Kepuasan pejalan kaki (Y2) sebesar 0,463. merupakan pembentuk dominan pada kepuasan
pejalan kaki. Kualitas pelayanan, aspek
 Kualitas pelayanan (Y1) berpengaruh positif pengelolaan memberikan pengaruh terbesar
dan signifikan terhadap Kepuasan pejalan kaki terhadap kepuasan pejalan kaki yang berumur
(Y2), pengaruh terbesar terjadi pada pejalan lebih dari 45 tahun, sedangkan aspek Teknis
kaki yang umur lebih dari 46 tahun. Hal ini
Transportasi dan Fasilitas memberikan
terlihat dari koefisien jalur yang bertanda pengaruh terbesar terhadap Kualitas pelayanan
positif sebesar 0,916 dengan nilai T-Statistic pada pejalan kaki yang berumur kurang dari 25
sebesar 47.624 yang lebih besar dari t-tabel tahun.
dengan taraf signifikansi () yang ditentukan
sebesar 0,05 sebesar 1.96. Dengan demikian
Kualitas pelayanan (Y1) berpengaruh secara
langsung pada Kepuasan pejalan kaki (Y2)
5. DAFTAR PUSTAKA
sebesar 0,916, yang berarti setiap ada
kenaikan Kualitas pelayanan (Y1) maka akan Bollen, K.A, (1989), Structural Equations with
menaikkan Kepuasan pejalan kaki (Y2) Latent Variables, John Wiley and Son,
sebesar 0,916. USA
Brown, T. A., (2006). Confirmatory Factory
Analysis for Applied Research. The
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan besar Guilford Press, New York.
kontribusi aspek Pengelolaan (X1), Aspek
Teknis Transportasi dan Fasilitas (X2) terhadap Hair, J.F. JR., Anderson, R.E, Tatham, R.L. &
Kualitas pelayanan (Y1) pada model pejalan Black, W.C. (2006). Multivariate Data
kaki umur kurang dari 25 tahun sebesar 59.7 Analysis. Six Edition. New Jersey: Pearson
persen, umur antara 25 sampai dengan 45 tahun Educational, Inc.
sebesar 37.7 persen, dan umur lebih dari 45 Hakim A. R, 2005.Analisis keselamatan dan
tahun sebesar 61.8 persen. Selanjutnya besar kenyamanan pemanfaatan trotoar
kontribusi aspek Pengelolaan (X1), Aspek berdasarkan persepsi dan preferensi
Teknis Transportasi dan Fasilitas (X2), Kualitas pejalan kaki di penggal jalan M.T. Haryono
pelayanan (Y1) terhadap Kepuasan pejalan kaki Kota Semarang, Fakultas Teknik Undip,
(Y2) pada model pejalan kaki umur kurang dari Semarang.
25 tahun sebesar 44.4 persen, umur antara 25
sampai dengan 45 tahun sebesar 25.6 persen, Johnson RA & Wichern DW. (1992). Applied
dan umur lebih dari 45 tahun sebesar 73.8 Multivariate Statistical Analysis. Prentice
persen. Hal ini menunjukkan bahwa yang Hall, Englewood Chiffs, New Jersey.
diprioritaskan dalam pengembangan aspek Joreskog, K.G., (1970), “A general method for
Pengelolaan (X1), Aspek Teknis Transportasi estimating a linear structural equation
dan Fasilitas (X2), Kualitas pelayanan (Y1) system”, Educational Testing Service,
adalah pejalan kaki yang berumur lebih dari 45 Princeton, New Jersey
tahun.
Kido, Ewa Maria. 2005. Aesthetic Aspects of
Railway Station in Japan and Europe, as a
part of “Context Sensitive Design for
4. KESIMPULAN Railways. Journal of the Eastern Asia
Society for Transportation Studies. Tokyo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Japan
Kepuasan Pergerakan Pejalan Kaki Jalur Kline, R.B. (2005). Principle and Practice of
Pedestrian berdasarkan umur di kota Manado Structural Equation Modeling.The Guilford
adalah model fit. Indikator jaminan dan kinerja Press, New York: London
merupakan pembentuk dominan pada aspek
pengelolaan, indikator daya tahan dan Lefrandt, L., Harnen, S., Ahmad, W., Ludfi, D.,
ketersediaan merupakan pembentuk dominan Bambang W.O., (2016). The Combination
pada aspek teknis transportasi dan fasilitas, of Importance Performance Analysis and
selanjutnya perhatian dan berwujud merupakan Structural Equation Model for Modeling

428
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pedestrian Satisfaction in Manado. Journal


of Theoretical and Applied Information
Technology. Volume 90, No 2, 31 August
2016: 158 – 166.
Levy, P.S., and Stanley, L. (1999). Sampling of
Populations: Methods and Applications.
Third Edition. John Wiley and Sons. Inc.
New York.
Lumsden, L., and R. Tolley. 1999. Techniques
for planning local networks: Developing a
walking strategy. World Transport Policy &
Practice 5, no. 1: 17–23.
Lutfi, Qurais. Murbayani., Adisasmita, Raharjo.
2009. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal
Serta Dampak Pemindahan Terminal Dari
Sidangoli ke Sofifi Propinsi Maluku Utara.
Simposium XII FSTPT Universitas Kristen
Petra Surabaya
Mulaik, S.A, (2009), Linear Causal Modeling
with Structural Equation, Chapman and
Hall, USA
Nurfanti, Yulivieta. 2009. Faktor Kualitas
Layanan Yang Dipertimbangkan Pejalan
kaki / pedestrian (Studi Pada Angkutan
Umum Taksi di Kota Malang). Program
Magister Manajemen, Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya
Malang.
Syahri, Ikromi .2006, Analisa Efektifitas Jalur
Pejalan Kaki Pada Rencana Proyek
Pengembangan Trotoar Dan Landscape
Jalan Basuki Rakhmat Surabaya,
Surabaya: Jurusan Teknik Sipil Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian
untuk Bisnis 2 (Edisi 4). Jakarta: Salemba
Empat.
Raykov, T. dan Marcoulides, G.R., (2006), A
First Course in Structural Equation
Modeling, Lawrence Erlbaum Associates,
USA

429
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

GREEN ROAD (JALAN HIJAU) SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KONSTRUKSI


BERKELANJUTAN

Herry Vaza1 , Natalia Tanan2


1Sekretaris Badan Litbang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
herry.vaza@pusjatan.pu.go.id
2 Peneliti, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


natalia.tanan@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu tulang punggung yang sangat
berperan dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas warga. Namun dampak dari
pembangunan infrastruktur jalan juga akan mengakibatkan perubahan lingkungan di sekitarnya.
Karena itu kita dituntut untuk mengedepankan pembangunan konstrksi yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi dasar penyusunan pembangunan jalan. Salah satu
pendekatan yang diharapkan dapat menjawab hal tersebut adalah Sistem Jalan Hijau. Sistem ini
dapat dijadikan platform yang menggerakkan bidang konstruksi jalan untuk mengimplementasikan
prinsip-prinsip konstruksi berkelanjutan. Selain mendukung keberlanjutan, pendekatan Jalan Hijau
juga akan sangat mendukung peningkatan kinerja pembangunan jalan, karena memuat mengenai
tertib penyelenggaraan jalan, baik itu ketentuan teknis maupun kriteria desain sebagaimana telah
diatur dalam Permen PUPR No 19/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan
Kata kunci: pembangunan jalan, dampak lingkungan, jalan hijau, konstruksi berkelanjutan

Abstract. The road infrastructure development is considered as one of the backbone to fulfill the
needs of mobility and accessibility of the people. But the impact of road infrastructure development
has intensively influenced the degradation of environment quality. This phenomenon challenges us
to give a way to a more sustainable and environmentally-friendly development. The concept of
sustainable development becomes the basis for the development of road construction. Green
Road System is one of the approach that is expected to address this issue. This system can be a
platform that drives road construction to implement sustainable construction principle. Green Road
approach will also strongly support the improvement of road construction performance, as it
contains in Ministry of PWH Regulation No. 19/2011 on Road Technical Requirements and Road
Planning Technical Criteria.
Keywords: road development, environment impact, green road, sustainable construction

431
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Pendahuluan pergeseran budaya, penurunan jumlah


hewan dan tanaman yang ada di sekitar area
Kondisi perkotaan di Indonesia pada saat ini
konstruksi.
dihadapkan pada tekanan urbanisasi yang
berat. Data penduduk Indonesia yang saat ini Untuk menekan perubahan lingkungan yang
mencapai 255 juta penduduk, dimana dari terjadi tersebut, diperlukan prinsip-prinsip
jumlah tersebut, 54% dari populasi tinggal di berkelanjutan yang diterapkan pada tahap
daerah perkotaan. Angka itu diperkirakan perencanaan dan pelaksanaan. Konsep
naik menjadi 305 juta pada tahun 2035, di pembangunan berkelanjutan menjadi dasar
mana sekitar 76% penduduk akan tinggal di penyusunan pembangunan jalan. Dengan
daerah perkotaan. Peningkatan jumlah dasar konsep tersebut, pembangunan jalan
penduduk kota tentunya akan memberikan harus memperhatikan tiga dimensi
berbagai implikasi bagi pembangunan pembangunan berkelanjutan (Litman, 2008):
perkotaan. Dilihat dari sebaran penduduk sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga
perkotaan saat ini dan proyeksinya pada dimensi tersebut saling berkaitan sehingga
waktu mendatang, konsentrasi pertambahan akan menghasilkan suatu pembangunan
penduduk kota terjadi di Pulau Jawa, yang yang dapat diterima secara ekonomi, tetap
hanya merupakan 7% dari lahan seluruh memperhatikan kebutuhan sosial, dan
Indonesia. melindungi lingkungan.
Tekanan tersebut memaksa pemerintah
untuk menyiapkan dan membangun segala
Mengapa Harus Green Construction?
infrastruktur pendukung, baik itu infrastruktur
perumahan, transportasi, pendidikan, dan lain Sektor infrastruktur menjadi salah satu
sebagainya. Di satu sisi pembangunan prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo
tersebut berperan penting bagi pertumbuhan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi
ekonomi kota. Namun di sisi lain, dapat nasional yang memerlukan koordinasi lintas
memicu degradasi lingkungan hidup yang kementerian dan melibatkan pemerintah
akan diikuti oleh berbagai eksternalitas pusat dan daerah. Pembangunan kawasan
negatif, seperti kemacetan, polusi, perkotaan telah ditetapkan menjadi salah
pemukiman kumuh, dan lain sebagainya. satu mesin pertumbuhan (engine of growth)
dalam Wilayah Pengembangan Strategis
Untuk memenuhi kebutuhan transportasi,
(WPS) yang dirancang oleh Kementerian
pembangunan infrastruktur jalan merupakan
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
salah satu tulang punggung yang sangat
(PUPR), dan masuk sebagai salah satu
berperan dalam pemenuhan kebutuhan
agenda dalam Rencana Pembangunan
mobilitas dan aksesibilitas warga.
Jangka Menengah Nasioanal (RPJMN) tahun
Namun, pembangunan infrastruktur jalan juga 2015-2019 dengan arah kebijakan difokuskan
akan mengakibatkan perubahan tata guna untuk membangun kota berkelanjutan dan
lahan yang tidak terbangun menjadi berdaya saing menuju masyarakat kota yang
konstruksi jalan yang pada akhirnya akan sejahtera berdasarkan karakter fisik, potensi
mengakibatkan perubahan yang besar bagi ekonomi, dan budaya lokal. Khusus untuk
lingkungan di sekitarnya: jumlah air di bawah infratruktur jalan, telah diatur dalam Permen
permukaan tanah, peningkatan emisi CO2, PU 19/2011 tentang Persyaratan Teknis
polusi debu, polusi suara, polusi cahaya, Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis
432
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Jalan, bahwa penyediaan infrastruktur jalan perlindungan dan pengelolaan terhadap


harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan lingkungan hidup melalui upaya pelestarian;
berkaitan dengan keberfungsian jalan secara mitigasi risiko keselamatan, kesehatan,
teknis. Dimana Persyaratan teknis tersebut perubahan iklim dan bencana; orientasi
bertujuan untuk mewujudkan: (a) tertib kepada siklus hidup; orientasi kepada
penyelenggaraan jalan yang meliputi pencapaian mutu yang diinginkan; inovasi
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan
pengawasan Jalan; dan (b) tersedianya Jalan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan
yang mewujudkan keselamatan, keamanan, manajemen dalam implementasi.
kelancaran, ekonomis, kenyamanan, dan
ramah lingkungan.
Pendekatan Jalan Hijau (Green Road
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Approach) dalam mewujudkan
Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Infrastruktur Perkotaan yang
No:05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum
Berkelanjutan (Sustainable Urban
Implementasi Konstruksi Berkelanjutan Pada
Construction)
Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang
Pekerjaan Umum Dan Permukiman Infrastruktur jalan di Indonesia berperan
disebutkan bahwa Konstruksi berkelanjutan penting dalam menyediakan layanan
adalah sebuah pendekatan dalam transportasi yang efisien, ekonomis, andal,
melaksanakan rangkaian kegiatan yang berkualitas baik, serta berkeselamatan.
diperlukan untuk menciptakan suatu fasilitas Jaringan infrastruktur jalan melayani hampir
fisik yang memenuhi tujuan ekonomi, sosial 90% barang dan 92% penumpang
dan lingkungan pada saat ini dan pada masa (Moerjanto, 2014). Hal ini menunjukkan
yang akan datang, serta memenuhi prinsip bahwa infrastruktur jaringan jalan sangat
berkelanjutan. Prinsip berkelanjutan, yang penting untuk memenuhi kebutuhan mobilitas
mencakup aspek ekonomi, sosial dan barang dan penumpang. Di sisi lain,
lingkungan, wajib diterapkan dalam beberapa isu telah diidentifikasi saat ini
penggunaan sumber daya yang digunakan termasuk dukungan infrastruktur jalan untuk
pada setiap tahapan penyelenggaraan perlindungan lingkungan yang akan
infrastruktur, baik tahap pemrograman, menantang penyelenggara jalan, kontraktor,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan peneliti untuk berinovasi serta bekerja
pemanfaatan serta pembongkaran. secara efektif pada konstruksi jalan.

Adapun prinsip berkelanjutan yang harus Keberlanjutan telah menjadi isu penting di
dipenuhi adalah sebagai berikut: kesamaan dunia saat ini. pembangunan berkelanjutan,
tujuan, pemahaman serta rencana tindak; seperti yang didefinisikan dalam Brundtland
pengurangan penggunaan sumber daya, baik Report tahun 1987, adalah "pembangunan
berupa lahan, material, air, sumber daya yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
alam maupun sumber daya manusia mengorbankan kemampuan generasi
(reduce); pengurangan timbulan limbah, baik mendatang untuk memenuhi kebutuhan
fisik maupun nonfisik; penggunaan kembali mereka sendiri”. Bidang lingkungan telah
sumber daya yang telah digunakan menjadi topik penting dari diskusi sejalan
sebelumnya (reuse); penggunaan sumber dengan tantangan yang kita hadapi di dunia
daya hasil siklus ulang (recycle); modern saat ini. Pertama, transportasi
433
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

secara intensif mempengaruhi kondisi partisipasi masyarakat lokal di setiap


lingkungan dengan meningkatkan emisi dari tahap proyek.
kegiatan operasional dan konstruksi serta 4) Negara-negara Eropa bergerak menuju
dengan menggunakan bahan-bahan sumber New Road Construction Concept
daya alam dalam pekerjaan konstruksi. (NC2R) untuk mencapai pembangunan
Kedua, sumber daya energi yang diambil jaringan jalan yang lebih berkelanjutan,
untuk bahan bakar kendaraan bermotor, dengan mengakomodir 4 (empat)
sementara lebih banyak energi yang prinsip penyediaan infrastruktur:
digunakan dalam pekerjaan konstruksi. a) Reliable infrastructure yaitu upaya
Ketiga, ruang untuk memperluas jaringan mengoptimalkan ketersediaan
infrastruktur memiliki batas yang membatasi infrastruktur, yang tahan lama
kemampuan untuk penyediaan kapasitas dan dapat diandalkan.
mobilitas yang lebih, terutama di daerah b) Green infrastructure yang
perkotaan. Urban sprawl dan kendaraan merupakan upaya mengurangi
pribadi yang semakin meningkat, merupakan dampak lingkungan lalu lintas dan
implikasi dari tingkat pertumbuhan perkotaan infrastruktur pada masyarakat
yang tinggi. Ketergantungan pada kendaraan secara berkelanjuta dan ramah
pribadi dibandingkan kendaraan umum, serta lingkungan.
peningkatan penggunaan angkutan truk c) Safe and smart infrastructure
dibandingkan kereta api adalah penyebab yang merupakan upaya untuk
utama kemacetan lalu lintas di perkotaan. mengoptimalkan lalu lintas untuk
Untuk menghadapi tantangan pembangunan semua pengguna,
infrastruktur jalan dan perlindungan memperhatikan keselamatan
lingkungan, banyak negara telah mebuat kerja konstruksi jalan,
perencanaan yang lebih visioner. Sebagai memanfaatkan teknologi terbaru
contoh: yang mudah diakses, cerdas dan
aman untuk digunakan.
1) Australia melalui pemerintah negara d) Human infrastructure yang
bagian dan wilayahnya telah merupakan upaya untuk
menyatakan keberlanjutan sebagai harmonisasi infrastruktur dengan
aspek kunci dari pembangunan jalan ukuran humanis, serta bersifat
mereka. multi-fungsi, multi-user dan
2) Kementerian Pertanahan, Infrastruktur menjamin keamanan publik.
dan Transportasi Korea melalui
visinya: Wilayah Layak Huni,
Transportasi yang nyaman. Bagaimana dengan Indonesia? Upaya untuk
3) Pendekatan konstruksi jalan menekan perubahan lingkungan akibat
berkelanjutan sebagai pendekatan pembangunan jalan sudah banyak
yang terbaik di Nepal berfokus pada disediakan oleh Pemerintah. Upaya-upaya
aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. tersebut adalah dengan menerbitkan
Dari konsep tersebut didapatkan peraturan dan perundangan. Sebagai contoh
penghematan biaya 65% dari total peraturan perundang-undangan,
biaya konstruksi. Konsep tersebut sebagaimana tercantum dalam Tabel berikut
meliputi penggunaan material lokal,
434
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Peraturan yang terkait


Peraturan Keterangan
UU No 17. Tahun Penjelasan, salah satu tujuan penetapan UU RPJP Nasional 2005-
2007 2025 adalah menjamin tercapainya penggunaan sumber daya
secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, serta
mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
UU No. 32 Tahun Pasal 3, ayat (i) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2009 bertujuan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
UU No. 38 Tahun Pasal 2, dasar penyelenggaraan jalan adalah asas keamanan dan
2004 keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan.
Permen LH No 16 Pemerintah mempermudah penyusunan dokumen lingkungan hidup
Tahun 2012 yang harus dimiliki oleh proyek pembangunan jalan dengan
menyediakan pedoman.
Permen PU No. Pedoman untuk menyelenggarakan konstruksi yang berkelanjutan
05/PRT/M/2015 dengan memperhatikan kesamaan tujuan, pengurangan
penggunaan sumber daya alam dan manusia (reduce), reuse,
recycle, pengurangan timbulan sampah, upaya pelestarian, mitigasi
resiko, orientasi siklus hidup, pencapaian mutu, inovasi teknologi.

Berdasarkan peraturan tersebut, berbagai Prinsip-prinsip tersebut dibanding dengan


proyek infrastruktur yang diselenggarakan yang ditetapkan di Indonesia (Permen PUPR
harus dilaksanakan dengan meminimalkan No. 05/2015) memiliki kesamaan. Kesamaan
dampak terhadap lingkungan. Dalam tersebut antara lain perlindungan sumber
pelaksanaannya, Pemerintah telah daya alam dan manusia, peningkatan kualitas
menyediakan pedoman yang telah hidup masyarakat, dan penyelenggaraan
disediakan Permen LH No. 16 Tahun 2012. pembangunan yang lebih ekonomis (Litman,
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, 2011; Muench, et al, 2011). Hal tersebut
melakukan analisis maupun kajian dampak menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia
pembangunan jalan terhadap lingkungan tidak ketinggalan dalam mengatur
yang seharusnya dilakukan sebelum pelaksanaan pembangunan jalan. Yang perlu
membuat rencana teknis akhir tidak serta- diteruskan adalah upaya menerapkan
merta dilakukan. Bahkan pada tahun 2010, berbagai peraturan tersebut sehingga di
Menteri Negara Lingkungan Hidup kemudian hari, diharapkan alam dapat
memberikan izin agar pembangunan (walau menyangga kebutuhan manusia, manusia
sudah terbangun) menyusun dokumen dapat hidup lebih sehat, senang, dan hidup
lingkungan hidup. Hal tersebut tertuang yang berkualitas, dan perekonomian tingkat
dalam Permen LH No. 14 Thn. 2010 Tentang nasional dan tingkat di bawahnya meningkat.
Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha
Pendekatan teknologi dalam mendorong
Dan/Atau Kegiatan Yang Telah Memiliki Izin
implementasi jalan berkelanjutan adalah
Usaha Dan/Atau Kegiatan Tetapi Belum
dengan pendekatan pada jalan hijau telah
Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup.
435
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dikembangkan dan diimplementasikan oleh mendukung green construction. Dari


Greenroads di United States (2011), Illinois perkembangan teknologi, Balitbang PU
DOT (2009), Victoria-Australia (2011). Dasar berupaya menyediakan teknologi yang cepat,
penerapan jalan hijau tersebut adalah murah, dan mudah dalam pelaksanaan.
implementasi prinsip-prinsip berkelanjutan Dukungan hasil litbang tersebut dapat
pada pekerjaan jalan. dimanfaatkan dalam berbagai proyek
konstruksi.
Implementasi prinsip berkelanjutan pada
Salah satu teknologi yang telah
pembangunan jalan dievaluasi menggunakan
dikembangkan Pusjatan dalam rangka
sistem yang disebut dengan sistem
mendukung Jalan Hijau adalah Green Road
pemeringkatan jalan berkelanjutan atau jalan
Rating System (Sistem Pemeringkatan Jalan
hijau (Greenroads di United States (2011),
Hijau). Sistem ini sebagai perangkat
Illinois DOT (2009), Victoria-Australia (2011)).
pendukung implementasi konstruksi
Sistem pemeringkatan tersebut memandu/
berkelanjutan pada bidang jalan serta
mengarahkan dari tahap pemrograman,
memberikan informasi tingkat keberlanjutan
perencanaan teknis, dan pelaksanaan
(sustainability) dalam proyek jalan dan
konstruksi. Di akhir pelaksanaan konstruksi,
jembatan. Sistem ini telah mulai disiapkan
proyek tersebut diperingkat menurut
Pusjatan sejak tahun 2013 melalui penyiapan
banyaknya kegiatan yang menerapkan
pedoman penilaian dan pemeringkatan suatu
prinsip-prinsip berkelanjutan yang selanjutnya
proyek jalan.
disebut kriteria jalan hijau. Semakin banyak
kriteria yang dipenuhi semakin tinggi Prinsip-prinsip berkelanjutan yang kemudian
peringkat jalan hijau. Dari pendekatan dituangkan menjadi kriteria jalan hijau
tersebut, disusunlah konsep jalan hijau yang merupakan pendekatan awal jalan hijau.
menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Kriteria-kriteria tersebut kemudian
didiskusikan secara internal Balai Teknis Lalu
Lintas dan Lingkungan Jalan sebelum
Pemeringkatan Jalan Hijau diajukan kepada para pemangku kepentingan
Dengan adanya persyaratan yang diatur bidang perencanaan dan pelaksanaan
dalam Permen PU 19/2011 tentang konstruksi jalan untuk dipilih. Pemilihan
Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria kriteria dimaksudkan agar kriteria jalan hijau
Perencanaan Teknis Jalan serta Permen PU adalah kriteria yang sesuai dengan kondisi
No:05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum lapangan dan dapat diaplikasikan.
Implementasi Konstruksi Berkelanjutan Pada Kriteria jalan hijau dikelompokkan pada 5
Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang kategori. Pemilihan kriteria tersebut adalah
Pekerjaan Umum dan Permukiman, menjadi dengan diskusi bersama kelompok ahli jalan
suatu arahan yang sangat jelas bagi yang diteruskan dengan pemberian bobot
pendekatan yang berfokus untuk mendukung pada setiap kriteria jalan hijau. Teknis
green construction. pembobotan adalah dengan meminta praktisi
Terkait dengan perwujudan sustainable jalan menilai indikator pada kuesioner. Teknis
urban construction, Balitbang PU melalui pertanyaan pada kuesioner adalah dengan
Puslitbang Jalan dan Jembatan telah Analytical Hierarchy Project. Hasil analisis
berupaya mengembangkan dan menerapkan menunjukkan bobot nilai setiap kategori dan
berbagai teknologi hasil litbang yang dapat setiap kriteria. Kemudahan penerapan setiap
436
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

kriteria pada perancangan dan pelaksanaan perlindungan: air, udara, hewan, tanaman,
konstruksi diberikan bobot pula. Ketiga bobot material, dan energi. Kriteria jalan hijau dari
tersebut kemudian dikombinasikan menjadi aspek ekonomi adalah melakukan: kegiatan
nilai setiap kriteria. yang efisien, bermanfaat, teknologi ramah
lingkungan. Kriteria jalan hijau dari aspek
Kriteria-kriteria yang melakukan perlindungan
sosial adalah menyediakan fasilitas untuk
sumber daya alam (air, udara, habitat hewan
semua pengguna jalan, memelihara budaya,
dan tumbuh-tumbuhan), meningkatkan
dan meningkatkan nilai potensi daerah.
kualitas hidup masyarakat, dan
menyelenggarakan pembangunan yang lebih Kriteria jalan hijau terdiri dari 91 buah.
ekonomis. Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan
menjadi lima kategori, yaitu: konservasi
Kriteria-kriteria jalan hijau merupakan upaya
lingkungan air, udara, dan alam (KL),
penerapan prinsip berkelanjutan pada
transportasi dan masyarakat (TM),
pembangunan jalan agar terwujud jalan yang
pelaksanaan konstruksi (AK), material dan
lebih berkelanjutan. Prinsip-prinsip
sumber daya alam (MS), teknologi
berkelanjutan yang dimaksud meliputi aspek
perkerasan (TP). Bobot setiap kategori hasil
lingkungan, sosial, dan ekonomi. Kriteria
kuesioner ditunjukkan pada Gambar 1.
jalan hijau dari aspek lingkungan adalah

Material dan
sumber daya alam Teknologi
(Bobot 20,1) perkerasan (Bobot
20,2)

Transportasi
Konservasi dan masyarakat
lingkungan air, (Bobot 13,5)
udara dan alam
(Bobot 27,7)

Pelaksanaan
konstruksi
(Bobot 19,3)

Gambar 1. Bobot pada tiap Kriteria Jalan Hijau (Sumber: Pusjatan, 2014)

Jumlah kriteria dalam kategori bervariasi


sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2
sebagai berikut:

437
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 2. Kategori, subkategori, dan kriteria jalan hijau (Sumber: Pusjatan, 2013)
Jumlah Jumlah
Kategori
subkategori kriteria
Konservasi lingkungan air, udara, dan alam (KL) 9 34
Transportasi dan masyarakat (TM) 8 35
Pelaksanaan Konstruksi (AK) 10 11
Material dan Sumber Daya Alam (MS) 6 6
Teknologi Perkerasan (TP) 5 5
Total 38 91

Kategori konservasi lingkungan air, udara, daya alam merupakan kriteria yang
dan alam merupakan kelompok kriteria yang menggunakan material lokal atau material
melindungi air seperti penyediaan: drainase daur ulang, pemanfaatan material yang
jalan, fasilitas penahan dan resapan, berlebih ke luar lokasi proyek jalan. Kategori
kebisingan mitigasi, polusi udara, penanaman teknologi perkerasan merupakan kriteria-
pohon, perlindungan dan mencegah kriteria yang menggunakan berbagai
kepunahan. Kategori transportasi dan teknologi yang hemat energi, ramah
masyarakat merupakan kelompok kriteria lingkungan, dan ekonomis.
yang menyediakan fasilitas-fasilitas: pejalan
kaki, pesepeda, pengguna moda angkutan Sistem pemeringkatan tersebut memandu/
massal, menyediakan jalan yang mengarahkan dari tahap pemrograman,
berkeselamatan, mengikutsertakan perencanaan teknis, dan pelaksanaan
masyarakat dalam perencanaan, dan konstruksi. Di akhir pelaksanaan konstruksi,
peningkatan pariwisata lokal. Kategori proyek tersebut diperingkat menurut
pelaksanaan konstruksi merupakan kriteria banyaknya kegiatan yang menerapkan
kegiatan yang meningkatkan efisiensi seperti prinsip-prinsip berkelanjutan yang selanjutnya
kontraktor memiliki dokumen sistem disebut kriteria jalan hijau. Semakin banyak
manajemen mutu, melakukan daur ulang, kriteria yang dipenuhi semakin tinggi
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, peringkat jalan hijau. Adapun tahapan
mengurangi emisi dari kendaraan, mengatur proses pemeringkatan dapat dilihat pada
penggunaan air, menggunakan energi Gambar 2.
terbarukan. Kategori material dan sumber

438
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2. Proses Pemeringkatan Jalan Hijau (Sumber: Pusjatan, 2015)

Pemberian nilai dan pemeringkatan yang lainnya. Peringkat suatu proyek


merupakan suatu upaya untuk didefinisikan apabila seluruh penilaian kriteria
menyampaikan informasi mengenai tingkat dengan bobot dihitung. Adapun penjelasan
"keberlanjutan" relatif suatu proyek dengan untuk setiap peringkat adalah sebagai berikut

Tabel 3. Peringkat Jalan Hijau Indonesia (Sumber: Pusjatan 2014)

Peringkat Uraian
Bintang 1 (*) Jalan yang telah memenuhi persyaratan teknis, memiliki dokumen
studi kelayakan, dokumen lingkungan, dan desain teknis akhir atau as
built drawing
Bintang 2 (**) Jalan dengan pemenuhan total kriteria penilaian mencapai 20

Bintang 3 (***) Jalan dengan pemenuhan total kriteria penilaian mencapai 30

Bintang 4 (****) Jalan dengan pemenuhan total kriteria penilaian mencapai 45

439
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Dengan penerapan sistem ini, diharapkan untuk mengambil peran dalam penerapan
akan mendorong praktek-praktek terbaik teknologi yang ramah lingkungan melalui
dalam pembangunan jalan yang pemberian penghargaan/award. Hal ini akan
memperhatikan prinsip-prinsip dimensi berdampak positif terhadap sistem
ekologi, sosial,dan ekonomi. pengadaan yang berkelanjutan (sustainable
procurement), munculnya green bussiness
dalam daur hidup produk (life cycle), dan
Penutup
akan terlihat bagaimana pemanfaatan
Degradasi kualitas lingkungan perkotaan material dan energi dari suatu proyek.
menjadi isu yang perlu diperhatikan dan Keadaan tersebut akan memunculkan proses
diatasi dengan konsep infrastruktur perkotaan konstruksi yang lebih berkelanjutan, lebih
yang berkelanjutan. Konsep tersebut semakin bersaing, dan diharapkan ide inovatif
dipertegas dengan terbitnya Permen PU teknologi pembangunan jalan yang
19/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan berkelanjutan akan semakin bermunculan.
Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan serta
Dengan demikian jelas bahwa di samping
Permen PU No:05/PRT/M/2015 tentang
mendukung keberlanjutan, pendekatan Jalan
Pedoman Umum Implementasi Konstruksi
Hijau juga mendukung peningkatan kinerja
Berkelanjutan pada Penyelenggaraan
pembangunan jalan, karena memuat
Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan
mengenai tertib penyelenggaraan jalan baik
Permukiman. Peraturan tersebut menjadi
itu ketentuan teknis maupun kriteria desain
arahan bagi penyediaan green construction di
sebagaimana telah diatur dalam Permen
Indonesia.
PUPR No 19/2011 tentang Persyaratan
Melalui penerapan Sistem Jalan Hijau, Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan
Indonesia siap menyambut Sustainable Teknis Jalan.
Development Goals (SDGs) dalam rangka
Untuk menyukseskan hal tersebut, Sistem
mengembangkan infrastruktur berkelanjutan
Jalan Hijau Indonesia masih membutuhkan
yang berkualitas dan andal untuk mendukung
upaya sosialisasi dan pendampingan,
pembangunan ekonomi. Dengan
sehingga semakin diterima oleh masyarakat
menerapkan sistem jalan hijau, secara
umum, terutama penyelenggara jalan baik di
langsung telah memperhatikan dukungan
pusat dan daerah. Dengan program
terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan
pembangunan jalan yang menerapkan prinsip
iklim melalui pembangunan infrastruktur
konstruksi berkelanjutan yang terintegrasi
jalan.
dari proses pemrograman, perencanaan
Sistem Jalan Hijau Indonesia diharapkan teknis, dan pelaksanaan, akan semakin
dapat menjadi platform yang menggerakkan memudahkan adopsi atas kriteria-kriteria
bidang konstruksi jalan untuk penilaian dan bahkan menjadikan sebagai
mengimplementasikan prinsip-prinsip kriteria teknis jalan.
konstruksi berkelanjutan, yang sekaligus
sebagai wahana yang memberikan informasi
yang terukur dan transparan mengenai
kontribusi bidang jalan dalam pembangunan
berkelanjutan. Dimana sistem ini diharapkan
dapat memotivasi para pelaku konstruksi
440
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA Indonesia No:19/PRT/M/2011 tentang


Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria
Greenberg, E. 2008, Sustainable Streets: An
Perencanaan Teknis Jalan
Emerging Practice. ITE Journal,
http://www.ite.org Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Republik
llinois Department Of Transportation dan
Indonesia No:05/PRT/M/2015 tentang
Illinois Joint Sustainability Group.
Pedoman Umum Implementasi
2010. Illinois-Livable and Sustainable
Konstruksi Berkelanjutan Pada
Transportation Rating System and
Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang
Guide. I-LAST V 1.01. www.dot
Pekerjaan Umum Dan Permukiman
state.il.us.com
Permen LH No 16 Tahun 2012 tentang
Litman. T. 2008. Well Measured. Developing
Pedoman Penyusunan Dokumen
Indicators for Comprehensive and
Lingkungan Hidup
Sustainable Transport Planning.
www.vtpi.org Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2013,
Laporan Akhir Konsep Jalan Hijau,
Litman. T. 2011. Measuring Transportation.
Kementerian PUPR, Bandung
Traffic. Mobility. And Accessibility.
Victoria Transport Policy Institute, ________________________, 2014,
Victoria. www.vtpi.org. Laporan Akhir Penyusunan Pedoman
Jalan Hijau, Kementerian PUPR,
Muench, S..T. et.al. 2011. Greenroads
Bandung
Manual v1.5., (J.L. Anderson, C.D.
Weiland, and S.T. Muench, Eds). ________________________, 2015,
Seattle, WA: University of Laporan Akhir Pengembangan
Washington. Aplikasi Sistem Pemeringkatan Jalan
Hijau, Kementerian PUPR, Bandung
https://www.greenroads.org/files/89.p
df. Undang-Undang No 17. Tahun 2007
Rencana Pembangunan Jangka
Mulmi, A.D. 2009, Green Road Approach in
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
Rural Road Construction for the
Sustainable Development of Nepal. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Journal of Sustainable Development. tentang Penataan Ruang
Vol.2. No. 3. November 2009.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
www.ccsenet.org.
Perlindungan dan Pengelolaan
Murjanto, Djoko (2014). “Policy of Lingkungan Hidup
Sustainability for Indonesian Road
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang
Development”, dipresentasikan pada
Jalan
PIARC International Seminar on Road
Sustainability and Green Technology Victoria Roads. 2011. Integrated VicRoads
23 – 24 April 2014, Bali Environmental Sustainability Tool
(INVEST). VicRoads Environmental
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Sustainability. www.vicroads.vic.gov.a
Perumahan Rakyat Republik

441
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENGARUH KECEPATAN TERHADAP NILAI STAR RATING


JALAN DAN KORBAN KECELAKAAN YANG DAPAT
DICEGAH PADA RUAS JALAN TOL
(Studi Kasus Jalan Tol Cipularang)

Muhammad Idris
Kepala Balai Litbang Sistem dan Teknik Lalu Lintas - PUSJATAN, Bandung
Mahasiswa S3 Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
Email : muhammad.idris@pusjatan.pu.go.id

Studi ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kecepatan operasional terhadap nilai star rating dan jumlah korban
meninggal dunia dan korban luka serius pada ruas jalan tol menggunakan simulasi star rating yang dikembangkan
oleh International Road Assessment Program (iRAP). Ruas jalan tol yang dipilih sebagai studi kasus adalah ruas
jalan Tol Cipularang dengan panjang 60,20km. Lebih dari 600 segmen ruas jalan yang didesain per 100m yang
diobservasi telah dianalisis menggunakan perangkat lunak ViDA Analysis. Secara umum hasil analisis ruas jalan
tol yang memiliki karakteristik alinemen vertikal dengan kelandaian bervariasi antara 0,00% sampai dengan
7,50%(71%); 7,50% sampai dengan 10,00%(13%); dan >10,00%(10%) memperlihatkan adanya pengaruh
kecepatan operasional yang signifikan terhadap nilai star rating dan jumlah korban meninggal dunia dan luka
serius yang dapat dicegah. Hasil analisis regresi memperlihatkan, terdapat pengaruh yang signifikan dari setiap
perubahan kecepatan operasional 10km/jam terhadap nilai star rating yang digambarkan mengikuti regresi linear
dengan persamaan kuadrat dengan nilai r2=0,679 hingga r2=0,990. Demikian juga, terdapat pengaruh yang
signifikan dari setiap perubahan kecepatan 10km/jam terhadap pengurangan 32% jumlah korban meninggal dunia
dan luka serius yang dapat dicegah yang digambarkan dengan regresi linear dengan model persamaan
eksponensial. Signifikansi hubungan antara kecepatan operasional dengan jumlah korban meninggal dunia dan
luka serius ini ditandai dengan nilai r2=0,978.

Kata kunci: star rating jalan, simulasi, ViDA Analysis, kecepatan operasional, korban meninggal dunia
dan luka serius yang dapat dicegah

1. PENDAHULUAN Metode perhitungan risiko kecelakaan lalu


1.1 Latar Belakang lintas seperti yang dikembangkan iRAP dalam
Beberapa riset yang dilakukan oleh para peneliti formula SRS mempertimbangkan kecepatan (batas
memperlihatkan terdapat hubungan yang signifikan kecepatan dan kecepatan operasional) sebagai
antara kecepatan dengan kecelakaan dan tingkat parameter yang berpengaruh (Blair et al, 2009; iRAP,
korban kecelakaan (Rune et al, 2004; Rune, 2009; 2009; iRAP, 2012). Di dalam rumus perhitungan
Rune et al, 2009). Rune Elvik di dalam bukunya “the SRS, kecepatan menjadi faktor berpengaruh terhadap
Power Model of the relationship between speed and tingkat keparahan kecelakaan. Dengan asumsi ini,
road safety” memperlihatkan bahwa nilai eksponen diperkirakan terdapat pengaruh antara kecepatan
dari power model dengan tingkat keyakinan α=5% operasional kendaraan pada ruas jalan terhadap nilai
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara star rating serta jumlah korban kecelakaan meninggal
kecepatan dan kecelakaan fatal, korban kecelakaan dunia dan luka serius yang dapat dicegah (FSis-
meninggal dunia dan korban kecelakaan luka serius. saved) dalam suatu interval waktu tertentu.
Model yang dikembangkan oleh Rune Elvik banyak Untuk melihat pengaruh kecepatan tersebut,
mendasari metode perhitungan star rating score kajian terbatas terhadap hasil star rating dan analisis
(SRS) yang dikembangkan oleh International Road FSis-saved telah dilakukan pada ruas Jalan Tol
Assessment Program (iRAP). Cipularang (60,20 km). Kajian yang dilakukan
melalui penilaian jalan di setiap 100 meter di

442
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

sepanjang 60,20 km terbagi ke dalam 600 sampel Selain itu, studi ini juga mengkaji tingkat signifikansi
data. Lebih dari 22 atribut jalan yang dinilai di setiap pengaruh antara perubahan kecepatan operasional
100 meter segmen jalan yang kemudian dimodelkan terhadap nilai star rating dan nilai FSis-saved yang
untuk memperlihatkan hubungan antara kecepatan dihasilkannya melalui model-model statistik.
operasional dan nilai star rating dan FSis-saved.
1.2 Perumusan Masalah sejumlah atribut jalan memperlihatkan kecepatan
Rune Elvik di dalam beberapa referensi sebagai salah satu parameter penting. Sejauh mana
mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan parameter ini berpengaruh terhadap model SRS yang
antara kecepatan dengan tingkat kecelakaan serta outputnya berupa prosentase star rating serta nilai
tingkat keparahan kecelakaan melalui model-model Fsis-saved sebagai indikator penting untuk
empirik (Rune et al, 2004; Rune, 2009). Model SRS memprediksi jumlah korban kecelakaan yang dapat
yang dikembangkan oleh iRAP yang memanfaatkan dicegah dengan sejumlah usulan penanganan.

1.3 Tujuan hubungan antara kecepatan operasional dan


Studi ini bertujuan untuk mengkaji hasil simulasi prosentasi star rating maupun jumlah FSis-saved
iRAP dengan menggunakan nilai parameter serta tingkat keberartian (signifikansi) hubungan
kecepatan yang bervariasi terhadap prosentase star antara kecepatan operasional dan prosentasi star
rating serta nilai FSis-saved dalam suatu rentang rating maupun jumlah FSis-saved.
waktu tertentu. Studi ini bertujuan untuk mengkaji

2. KAJIAN PUSTAKA SRS secara skema ditunjukkan seperti pada Gambar


2.1 Star Rating Jalan 2.1 (iRAP, 2009).
Star rating jalan adalah ukuran obyektif dari Tipikal kecelakaan yang dipertimbangkan
kemungkinan terjadinya sebuah kecelakaan dan sesuai model SRS Versi 3 adalah tipe kecelakaan ke
tingkat keparahan yang mungkin terjadi yang luar badan jalan (run-off) tabrak depan-depan akibat
diakibatkan oleh defisiensi elemen-elemen kehilangan kontrol (head-on lost control), tipe
kecelakaan tabrak depan-depan yang terjadi saat
infrastruktur jalan (Blair T, 2009; iRAP, 2009). Star
mendahului kendaraan (head-on overtaking),
rating memanfaatkan data hasil inspeksi keselamatan
kecelakaan di persimpangan (intersection), dan
jalan yang dilakukan melalui penilaian terhadap
kecelakaan pada akses properti (property access).
semua atribut jalan. Hasil penilaian setiap atribut Tipe kecelakaan ke luar dari badan jalan (run-
jalan kemudian dimasukkan dalam formula off), merupakan suatu bentuk tipe kecelakaan yang
perhitungan SRS akan menghasilkan nilai star rating menyebabkan kendaraan ke luar dari badan jalan dan
dalam 5 peringkat bintang (bintang-1 s.d. bintang-5). tidak mampu kembali ke badan jalan. Tipikal
Star rating-1 menggambarkan hanya sekitar 20% dari kecelakaan ini berdasarkan model SRS Versi 3 antara
kelengkapan persyaratan keselamatan jalan yang lain dipengaruhi oleh faktor seperti lebar lajur, jari-
terpenuhi, sebaliknya star rating-5 mengindikasikan jari tikungan, kualitas tikungan, delineasi, marka tepi
hampir semua persyaratan keselamatan jalan dengan rumble strip (shoulder rumble strip), kondisi
jalan, kelandaian jalan, kelicinan jalan. Sedangkan
terpenuhi (100%).
faktor yang mempengaruhi keparahan kecelakaan
Star rating memberikan ukuran yang
antara lain jenis objek berbahaya tepi jalan, jarak
sederhana dan objektif dari tingkat keselamatan yang
objek berbahaya tepi jalan ke badan jalan, dan lebar
diberikan infrastruktur jalan. Untuk memahami bahu jalan yang diperkeras.
perhitungan star rating, uraian berikut ini Tipikal kecelakaan tabrak depan-depan juga
memberikan ulasan ringkas mengenai model dipandang sebagai akibat faktor infrastruktur. Head-
perhitungan SRS (Star Rating Scores) iRAP. Model on (lost control); suatu bentuk kecelakaan kendaraan
perhitungan SRS iRAP yang digunakan dalam studi penumpang dengan tipe tabrak depan-depan yang
ini adalah SRS iRAP versi 3 yang merupakan diawali dengan kondisi lepas kendali akibat kurang
pengembangan dari SRS versi 2.2. Perhitungan nilai berfungsinya median fisik sebagai pembagi jalur.

443
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Head-on (overtaking); suatu bentuk kecelakaan tipikal kecelakaan run-off, sedangkan faktor yang
kendaraan penumpang dengan tipe tabrak depan- mempengaruhi keparahannya adalah hanya median
depan yang diawali dari kegagalan kendaraan ketika saja. Likelihood untuk tipe kecelakaan head-on
mendahului kendaraan lain. Likelihood dari tpe overtaking antara lain jumlah lajur, kelandaian,
kecelakaan head-on lost control sama seperti pada perbedaan kecepatan, dan kelicinan permukaan jalan.

Likelihood Lane width


Curvature
Quality of curve
Secerity
Delineation
Run-off X Shoulder Rumble Strip
Scores X Operating Speed
Road condition
Grade
External Flow Influence
Skid Resistance/Grip
Median Tranversability
Roadside object
X Distance to Roadside object
Pave shoulder widt
Likelihood
Lane width
Secerity
Curvature
Head-on (lost Quality of curve
Operating Speed
of control)
Scores
X X Delineation
Shoulder Rumble Strip
External Flow Influence
Road condition
Grade
Median Tranversability
Skid Resistance/Grip

X Median Type
Likelihood
Number of Lane
Vehicle Head-on Secerity Grade
Occupant + overtaking) X X
Skid Resistance/Grip
SRS Scores Operating Speed Differential Speeds
External Flow Influence X Median Type

Intersection Type
Likelihood Intersection Quality
Grade
Secerity Street Lighting
Intersection X Skid Resistance/Grip
Scores X Operating Speed Sight Distance
Channlelisation
External Flow Influence Speed management / Traffic
calming

Likelihood X Median Type

Secerity Property Access Points


Property X Service Road
Access Score X Operating Speed Median Type

External Flow Influence X Property Access Points

Sumber: iRAP, 2009


Gambar 2.1 Model SRS IRAP Untuk Kendaraan Mobil Penumpang

Tipe kecelakaan pada persimpangan kelicinan jalan, jarak pandang, kanalisasi, pengaturan
(intersection); oleh iRAP dikategorikan sebagai kecepatan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi
kecelakaan akibat faktor jalan. Tipe kecelakaan di keparahan kecelakaan adalah tipe persimpangan.
persimpangan pada jalan tol ini merupakan Tipe kecelakaan lainnya adalah kecelakaan
kecelakaan yang terjadi di inlet atau eksit ramp, pada akses ke properti. Tipe kecelakaan seperti ini
antara lain tabrak depan samping, tabrak samping- tidak dijumpai di jalan tol, karena jalan tol ini
samping, tabrak depan belakang. Likelihood dari tipe merupakan jalan bebas hambatan. SRS pada jalan Tol
kecelakaan ini antara lain tipe persimpangan, kualitas Cipularang, hanya untuk kendaraan penumpang
persimpangan, kelandaian, lampu penerangan jalan, (vehicle occupant), ditentukan dari total nilai tipe

444
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

tabrakan (CTS: Crash Type Scores) masing-masing


tipe kecelakaan, perhitungannya diberikan pada CTSVoi  LiVoi  SevVoi  OSpVoi  EfiVoi  Mti
persamaan 1. Sedangkan nilai masing-masing ............................................. (2)
CTSnya diberikan pada persamaan 2.
5
SRSVo   CTSVoi
Keterangan:
i 1
CTSVoi : Crash Type Scores, untuk
…………………………............………… kendaraan penumpang
……….. (1) LiVoi : Likelihood, untuk kendaraan
dengan: penumpang
SRSVo : tingkat risiko meninggal dunia EfiVoi : External flow influence, untuk
dan luka serius untuk kendaraan kendaraan penumpang
penumpang umum OSpVoi : Operational Speed, untuk
kendaraan penumpang
Mti : Median traversability
CODeath-before : Jumlah korban
2.2 Jumlah Korban Meninggal Dunia dan meninggal dunia sebelum perlakuan
Luka Serius CODeath-after : Jumlah korban
Salah satu output dari iRAP adalah Rencana Investasi
meninggal dunia sesudah perlakuan
Jalan (road investment plan) selain star rating jalan.
Output dari iRAP ini berisi sejumlah penanganan dan
Sedangkan nilai CODeath-before dan CODeath-after
menyediakan pertimbangan ekonomis di dalam
ditentukan dari persamaan 4 dan persamaan 5.
menurunkan risiko kecelakaan. iRAP telah
mempertimbangkan lebih dari 70 pilihan penanganan
CODeathbefore  SRSbefore  V  L  FFCO
dalam rentang biaya terendah hingga biaya tertinggi .......................................... (4)
yang dapat dilihat pada toolkit iRAP. Keterangan:
iRAP dengan perangkat lunak ViDA Analysis SRSbefore : nilai star rating sebelum
memberikan sejumlah pilihan penanganan yang perlakuan
lengkap dengan panjang ruas atau segmen jalan, nilai V : volume lalu lintas
FSis-saved, Cost estimated, nilai cost and benefit L : panjang segmen
ratio (BCR). Salah satu ukuran yang digunakan penilaian (100m)
adalah ukuran atau nilai fatalitas dan korban FFCO : faktor fatalitas untuk
kecelakaan berat yang dapat dicegah (FSisSaved: kendaraan penumpang
Fatality & Severity Injured Saved) dalam program dan
perencanaan 20 tahun inftrastruktur jalan CODeath after  SRS after  V  L  FFCO
sebagaimana dikembangkan oleh iRAP (iRAP, 2004; .......................................... (5)
iRAP, 2008). Keterangan:
Nilai FSis-saved ditentukan dari perhitungan SRSafter : nilai star rating sesudah
nilai korban meninggal dunia dan korban luka serius perlakuan
yang dapat dicegah. Nilai korban meninggal dunia V : volume lalu lintas
yang dapat dicegah dihitung menggunakan L : panjang segmen
persamaan 3 berikut. penilaian (100m)
COPr ev  CODeathbefore  CODeath after FFCO : faktor fatalitas untuk
........................................... (3) kendaraan penumpang
Keterangan:
COPrev : Jumlah korban Untuk menghitung nilai korban luka serius
meninggal dunia yang dapat dicegah dapat dilakukan dengan cara yang sama, bila faktor
kecelakaan serius dimiliki. Bila faktor kecelakaan

445
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

serius ini tidak tersedia, maka nilai default yang ada Keterangan:
dalam perangkat lunak ViDA Analysis dapat SisPrev : Jumlah korban luka serius yang
digunakan. dapat dicegah
Jumlah korban luka serius yang dapat dicegah
berdasarkan nilai default dalam ViDA Analysis Dengan menjumlahkan COPrev dan SisPrev, maka nilai
ditentukan berdasarkan asumsi sepuluh kali nilai FSis-saved diberikan seperti pada persamaan 7.
korban meninggal dunia yang dapat dicegah, atau FSis  saved  COPr ev  SisPr ev
seperti diberikan pada persamaan 6 (iRAP, 2009).
............................................. (7)
SisPr ev  COPr ev 10
.......................................................................
(6)

2.3 Faktor Risiko Kecepatan berlaku. Mean speed adalah kecepatan rata-rata
Model iRAP juga menyertakan kecepatan dalam kendaraan melewati suatu titik yang dinominasikan.
perhitungan SRS, kecepatan kendaraan akan Kecepatan persentil ke-85, adalah suatu nilai
mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecelakaan kecepatan pada persentil ke-85 dari semua kendaraan
dan juga keparahan kecelakaan. Kecepatan akan yang diamati untuk melakukan perjalanan dalam
berpengaruh pada nilai SRS dikarenakan hubungan kondisi mengalir bebas (biasanya> 4 detik headway
antara elemen jalan dengan likelihood dan keparahan. antara kendaraan) melewati suatu titik yang
Kecepatan merupakan suatu faktor risiko dari dinominasikan.
kejadian suatu kecelakaan. Kecepatan yang tinggi Sekalipun ketiga data kecepatan dibutuhkan
akan meningkatkan risiko suatu kecelakaan dan akan tetapi di dalam model SRS, parameter batas
meningkatkan peluang terjadinya kecelaakaan fatal. kecepatan dan kecepatan operasional yang menjadi
Hal ini dikarenakan karena saat kecepatan atribut utama yang digunakan dalam menghitung
meningkat, kebutuhan pengemudi untuk bereaksi dan nilai SRS. Dari hasil penerapan iRAP star rating,
menghentikan kendaraannya pun meningkat. Selain parameter kecepatan dipandang menjadi salah satu
itu kecepatan tinggi akan menyebabkan kesalahan parameter yang berpengaruh. Bila kecepatan
pemahaman pengemudi yang berkibat pada operasional kurang dari kecepatan rencana akan
kesalahan antisipasi yang harus dilakukan. memberikan nilai SRS yang lebih kecil, atau dengan
Untuk tujuan studi IRAP ada tiga data perkataan lain lalu lintas lebih selamat. Suatu tipe
kecepatan yang perlu dikumpulkan dan dimasukkan jalan dengan persyaratan teknis yang lebih rendah
dalam formulir perhitungan perhitungan SRS. Ketiga dan dengan memanfaatkan kriteria dan faktor risiko
data kecepatan tersebut adalah batas kecepatan, yang ada akan memberikan nilai SRS yang lebih
kecepatan rata-rata dan kecepatan persentil ke-85. rendah. Kecepatan operasional yang lebih rendah dari
Batas kecepatan ditandai oleh rambu batas kecepatan kecepatan rencana akan memberikan nilai SRS yang
atau bila batas kecepatan tidak ada, batas kecepatan lebih baik.
yang berlaku adalah sesuai dengan aturan yang
3. METODOLOGI diperoleh dari hasi survei lapangan. Di dalam
3.1 Kerangka Berfikir pehitungan star rating dan FSis-saved, sejumlah
Metode pendekatan yang digunakan dalam kajian ini atribut jalan dimasukkan sebagai parameter (iRAP-a,
adalah metode deskriptif dari hasil analisis pengaruh 2009, iRAP-b, 2009; iRAP-a, 2010) yang antara lain
kecepatan terhadap nilai star rating dan nilai FSis- parameter geometrik jalan, kondisi badan jalan,
saved untuk ruas jalan tol Cipularang. Proses perlengkapan jalan, perambuan dan marka jalan,
perhitungan star rating jalan dan nilai FSis-saved lingkungan jalan, objek berbahaya di sisi jalan, lalu
diawali dari pengolahan hasil penilaian jalan yang lintas. Hasil penilaian ini kemudian diolah dan

446
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dianalisis menggunakan perangkat lunak ViDA mendapatkan nilai star rating yang bervariasi dan
Analysis yang menghasilkan nilai star rating jalan nilai FSis-saved yang bervariasi pula. Hasil simulasi
dan FSis-saved. Hasil ini kemudian ditelaah setelah inilah yang kemudian ditelaah dengan perangkat
melakukan simulasi iRAP dengan cara mengubah analisis regresi statistik (Lyman, 1993; Sincih, 1985;
nilai parameter kecepatan operasionalnya. Setiap Walpole, 1995) untuk menilai pengaruh perubahan
perubahan parameter kecepatan operasional parameter kecepatan operasional tersebut terhadap
dilakukan ke dalam perangkat lunak ViDA Analysis nilai star rating dan nilai FSis-saved.
kemudian diproses secara berulang akan

3.2 Hipotesis Penelitian Ho : terdapat hubungan yang signifikan antara


Studi ini menghipotesiskan bahwa terdapat hubungan kecepatan operasional dan nilai star rating
yang berarti dari kecepatan operasional terhadap nilai H1 : tidak terdapat hubungan yang signifikan
star rating dan nilai FSis-saved melalui model antara kecepatan operasional dan nilai star rating
regresi mutinomial untuk nilai star rating dan model dan
regresi eksponensial untuk nilai FSis-saved dengan Ho : terdapat hubungan yang signifikan antara
cara melihat nilai r2 > 0,500 sebagai penilaian tingkat kecepatan operasional dan nilai FSis-saved
signifikansi pengaruh kecepatan operasional tersebut H1 : tidak terdapat hubungan yang signifikan
terhadap nilai star rating maupun nilai FSis-saved. antara kecepatan operasional dan nilai FSis-saved
Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatifnya (H1)
dari kajian ini diberikan sebagai berikut:

3.3 Data dan Analisis nilai parameter kecepatan. Dengan teknik yang sama
Untuk menjawab hipotesis kajian ini memerlukan juga dilakukan untuk analisis FSis-saved. Simulasi
sejumlah data. Metode iRAP mempersyaratkan iRAP dilakukan dengan mengambil parameter
pengamatan di setiap interval 100 meter segmen kecepatan operasional yang berbeda setiap 10
jalan. Ruas jalan Tol Cipularang yang dijadikan km/jam yang kemudian tabelkan dan digrafikkan
sebagai studi kasus dengan panjang 62,20km khusus serta dimodelkan.
untuk jalur Padalarang-Cikampek. Dengan membagi Dengan memanfaatkan fasilitas pemodelan
ruas jalan per-100meter segmen pengamatan, maka yang terdapat dalam perangkat lunak Excel, terdapat
terdapat 600 segmen pengamatan sebagai sampel sejumlah model regresi mutinomial yang dapat
data pengamatan. dipilih. Model yang dipilih didasarkan atas
Data ini kemudian diolah dan dianalisis karakteristik data yang dihasilkan melalui tabel atau
menggunakan perangkat lunak ViDA Analysis. Hasil grafik selain mengeluarkan persamaan matematis
ViDA Analysis memberikan nilai star rating dan nilai juga mengeluarkan nilai r2. Tingkat signifikansi
FSis-saved lengkap dengan sejumlah jenis pengaruh parameter kecepatan operasional terhadap
penanganan (countermeasures) yang dibutuhkan nilai star rating dan nilai FSis-saved ditentukan dari
untuk meningkatkan nilai star rating yang masing-masing nilai koefisien korelasi setiap
diinginkan. hubungan antara parameter yang dimodelkan
Untuk mengetahui hubungan parameter (Lyman, 1993; Sincih, 1985; Walpole, 1995). Hasil
kecepatan, yang dalam hal ini kecepatan operasional, inilah yang akan menyimpulkan pengaruh kecepatan
diperlukan bantuan teknik simulasi star rating iRAP operasional tersebut terhadap nilai star rating dan
yang dilakukan dengan mengamati setiap perubahan nilai FSis-saved.

447
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

4. HASIL DAN PEMBAHASAN di sepanjang ruas. Dari 600 sampel data ini kemudian
diolah menggunakan perangkat lunak iRAP (ViDA
Luaran utama dari perangkat lunak ViDA Analysis Analysis) yang dapat dioperasikan melalui fasilitas
adalah star rating jalan (Road Star Rating) dan iRAP secara on-line menghasilkan nilai star rating
program perencanaan investasi jalan yang lebih serta sejumlah usulan penanganan yang dilengkapi
berkesalamatan (Safer Road Investment Plan). dengan nilai FSis-saved dari masing-masing
Penilaian (asessment) jalan yang dilakukan di penanganan.
sepanjang 62,20km ruas Tol Cipularang dilakukan
per 100 meter segmen ruas sehingga terdapat 600
lebih segmen. Terdapat 600 sampel data pengamatan

4.1 Karakteristik Jalan Tol Cipularang


Salah satu hasil analisis dari 600 sampel pengamatan ditingkatkan; 46,00% kualitas tikungan masuk
ini memberikan gambaran secara detail mengenai kategori memadai dan sisanya masih perlu
karakteristik jalan Tol Cipularang. Ruas Jalan Tol ditingkatkan.
Cipularang terdiri dari 4 lajur atau lebih dua arah Kualitas jalan pada saat disurvei pada tahun
terbagi oleh median memiliki lebar lajur masing- 2016, tercatat 83,00% masuk kategori baik, 12,00%
masing 3,60 meter, bahu dalam 1,00 sampai dengan masuk kategori sedang, dan 4,00% masuk kategori
1,50 meter, bahu luar 2,30 sampai dengan 3,00 meter, rusak. Skid resitance tercatat 86,00% memenuhi
serta median jalan berupa pagar kaku (concrette standar pelayanan minimum jalan tol dan sisanya
barrier). 14% masih perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, alinemen vertikal ruas Berdasarkan inspeksi jalan terkait dengan
jalan ini tercatat 71,00% dari panjang ruas memiliki tipikal objek berbahaya sisi jalan di sepanjang ruas
grade (kelandaiannya) 0% sampai dengan 7,50%; jalan tol Cipularang, antara lain pagar keselamatan
13% dari panjang ruas jalan memiliki kelandaian yang terbuat dari besi (guardrail) di kedua sisi tecatat
7,50% sampai dengan 10,00%; dan 16,00% 62,00%; pagar keselamatan kaku (9,00%); drainase
kelandaiannya di atas 10,00%. Secara umum jarak yang dalam (23,00%); dan tiang rambu (4,00%).
pandang terpenuhi 100% sesuai desain kecepatan. Objek berbahaya sisi jalan ini memiliki jarak
Alinemen horizontal, 54,00% berupa lurus mendatar bervariasi ke lajur lalu lintas, tercatat 97,00%
dan 45,00% tikungan dengan jari-jari besar. memiliki jarak antara 1,00 meter sampai dengan 5,00
Sekalipun delineasi jalan terpenuhi 98,00%; akan meter; 1,00% memiliki jarak kurang dari 1,00 meter.
tetapi kualitas kurva atau tikungan masih perlu
4.2 Hasil Analisis Simulasi Star Rating Jalan Teknik simulasi star rating secara sederhana
Ruas Jalan Tol Cipularang dilakukan dengan cara mengubah nilai parameter
Hasil analisis star rating yang diuraikan kecepatan operasionalnya melalui proses pengolahan
berikut ini merupakan hasil simulasi star rating yang menggunakan perangkat lunak ViDA Analysis.
prosesnya memanfaatkan perangkat lunak ViDA Proses simulasi yang dilakukan tidak mengubah nilai
Analysis. Dalam perangkat lunak ViDA Analysis, parameter lainnya termasuk batas kecepatan sesuai
nilai default maksimum dari kecepatan kondisi eksisting, kecuali kecepatan operasionalnya.
operasionalnya adalah 150km/jam, sehingga Hasil simulasi untuk setiap kecepatan operasional
kecepatan operasional yang digunakan dalam diberikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Secara
simulasi iRAP ini menetapkan kecepatan 150km/jam umum, hasil simulasi iRAP ini memperlihatkan
sebagai kecepatan tertinggi yang dianalisis. Ruas bahwa semakin rendah kecepatan operasionalnya
jalan Tol Cipularang didesain dengan kecepatan menghasilkan nilai star rating yang lebih baik.
100km/jam, memiliki batas kecepatan minimum Perubahan ini dapat terlihat dari setiap pengurangan
60km/jam dan batas kecepatan maksimum 80km/jam. kecepatan operasional sebesar 10km/jam.

447
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4.1 Nilai Star Rating Ruas Jalan Tol Cipularang Dengan Kecepatan Operasional Bervariasi
Star Kecepatan Operasional
Rating 150km/jam 140km/jam 130km/jam 120km/jam 110km/jam 100km/jam 90km/jam
5 Stars 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
4 Stars 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 9.97% 51.99%
3 Stars 0.50% 0.50% 5.48% 25.42% 77.41% 90.03% 48.01%
2 Stars 19.93% 39.87% 61.96% 56.98% 22.59% 0.00% 0.00%
1 Star 79.57% 59.63% 32.56% 17.61% 0.00% 0.00% 0.00%

Kecepatan Operasional vs. Star Rating


100%

80%

60%

40%

20%

0%
150km/jam 140km/jam 130km/jam 120km/jam 110km/jam 100km/jam 90km/jam

4 Sta rs 3 Sta rs 2 Sta rs 1 Sta r

Gambar 4.1 Kecepatan Operasional Vs. Nilai Star Rating

Mencermati pola perubahan yang mirip y  0,027 x2  0,358x  1,156


dengan bentuk kurva multinomial parabola. Tren star
..................................................................... (8)
rating-2, dari Gambar 4.1 terlihat meningkat yang
dengan:
kemudian turun kembali pada pada kecepatan y adalah nilai star rating-1
tertentu. Demikian juga dengan tren pada star rating-
x adalah kecepatan operasional
3 memiliki pola perubahan yang mirip dengan star
rating-2. Dengan melihat tren perubahan ini
Selanjutnya, Tabel 4.1 memperlihatkan tren
kemungkinan unruk star rating-1 dan star rating-4, nilai star rating-2. Nilai star rating-2 seperti terlihat
juga memiliki pola yang sama yang mirip dengan
pada Tabel 4.1 adalah 19,93% pada kecepatan
pola kurva mutinomial.
operasional 150km/jam meningkat menjadi 61,93%
Tabel 4.1 memperlihatkan tren penurunan
pada kecepatan operasional 130km/jam, selanjutnya
nilai star rating-1. Nilai star rating-1 pada Tabel 4.1
mengalami penurunan 22,59% pada kecepatan
diperoleh 79,57% pada kecepatan operasional operasional 110km/jam. Perubahan nilai star rating
150km/jam menurun menjadi 15,61% pada kecepatan
yang dihasilkan dari peningkatan kecepatan
operasional 120km/jam. Model regresi linear dari
operasional 150km/jam ke kecepatan 130km/jam
hasil analsis statistic diberikan pada persamaan 8
dimungkinkan karena terdapat perbaikan nilai star
dengan r2=0,990. Keeratan hubungan antara rating seiring dengan berubahnya nilai star rating-1
parameter dengan r2=0,990 menggambarkan terdapat menjadi star rating-2. Demikian juga tren penurunan
pengaruh yang signifikan sebesar 99,00% terhadap
terjadi dari kecepatan operasional 130km/jam hingga
penurunan nilai star rating pada ruas Jalan Tol
ke 110km/jam dimukinkan akibat sebahagian nilai
Cipularang.
star rating-2 meningkat menjadi nilai star rating-3.
Persamaaan 9 lebih lanjut memperlihatkan
hubungan antara perubahan parameter kecepatan

448
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

operasional terhadap nilai star rating 2, hubungan ini signifikan sebesar 67,90% terhadap perubahan nilai
ditunjukkan dengan nilai r2 yang relatif baik. Nilai star rating-3 pada ruas Jalan Tol Cipularang.
r2=0,759 pada kasus ini mengindikasikan terdapat
pengaruh kecepatan yang signifikan sebesar 75,90% y  0,012 x2  0,243x  0,362
terhadap penurunan nilai star rating-2 pada ruas .....................................................................
Jalan Tol Cipularang. (10)
dengan:
y  0,045x2  0,299 x  0,002 y adalah nilai star rating-3
..................................................................... x adalah kecepatan operasional
(9)
dengan: Tabel 4.1 lebih lanjut memperlihatkan tren
y adalah nilai star rating-2 dan nilai star rating-4. Nilai star rating-4 pada Tabel 4.1
x adalah kecepatan operasional diperoleh 9,97% pada kecepatan operasional
100km/jam meningkat menjadi 51,99% pada
Dengan konsep yang sama, pada Tabel 4.1 kecepatan operasional 90km/jam. Tren ini
memperlihatkan tren perubahan nilai star rating-3. dimungkinkan meningkat karena terdapat perbaikan
Nilai star rating-3 pada Tabel 4.1 diperoleh 0,50% nilai star rating seiring dengan berubahnya nilai star
pada kecepatan operasional 150km/jam meningkat rating-3 menjadi star rating-4. Tren nilai star rating
menjadi 90,03% pada kecepatan operasional ini ditunjukkan dengan model regresi multinomial
100km/jam, selanjutnya mengalami penurunan seperti diberikan pada persamaan 11. Nilai r2=0,847
menjadi 48,01% pada kecepatan operasional pada kasus ini menggambarkan terdapat pengaruh
90km/jam. Tren ini dimungkinkan meningkat karena kecepatan yang signifikan sebesar 84,70% terhadap
terdapat perbaikan nilai star rating seiring dengan peningkatan nilai star rating menjadi nilai star
berubahnya nilai star rating-1 menjadi star rating-2 rating-4 pada ruas Jalan Tol Cipularang.
dan nilai star rating-2 menjadi nilai star rating-3. y  0,030 x2  0,184 x  0,208
Demikian juga tren penurunan terjadi dari kecepatan
.....................................................................
operasional 100km/jam hingga ke 90km/jam
(11)
dimungkinkan akibat sebahagian nilai star rating-3
dengan:
meningkat menjadi nilai star rating-4.
y adalah nilai star rating-4
Tren nilai star rating ini ditunjukkan dengan
x adalah kecepatan operasional
model regresi multinomial seperti diberikan pada
persamaan 10. Nilai r2=0,679 pada kasus ini
menggambarkan terdapat pengaruh kecepatan yang

4.3 Hasil Analisis Nilai FSis-saved Analysis menghasilkan sejumlah usulan penanganan
Countermeasures Jalan Ruas Jalan Tol dilengkapi dengan masing-masing nilai FSis-saved
Cipularang untuk setiap skenario kecepatan operasional berbeda
Uraian berikut ini menyajikan nilai FSis-saved yang dalam simulasi iRAP. Tabel 4.2 dan Gambar 4.2
merupakan salah satu hasil simulasi IRAP. Dari 600 memperlihatkan perubahan nilai FSis-saved dari
sampel data pengamatan, perangkat lunak ViDA seluruh jenis penanganan.

449
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 4.2 Nilai FSis-saved Ruas Jalan Tol Cipularang dengan Kecepatan Operasional Bervariasi
FSis-saved pada Kecepatan Operasional
Countermeasure 150km/jam 140km/jam 130km/jam 120km/jam 110km/jam 100km/jam 90km/jam
Roadside barriers - passenger side 1,176 958 768 605 352 258 180
Shoulder rumble strips 1,079 878 703 553 320 234 165
Pave road surface 734 596 478 376 217 158 112
Road surface rehabilitation 159 129 103 81 47 34 24
Skid Resistance (paved road) 94 76 61 48 28 20 14
Improve Delineation 24 20 16 12 7 5 4
Shoulder sealing driver side (>1m) 11 9 7 6 3 2 2
Lane widening (up to 0.5m) 5 4 3 2 1 1 1
Total 3,282 2,670 2,139 1,683 975 712 502

Mencermati karakteristik tren pengaruh terdapat pengurangan nilai FSis-saved sebesar


kecepatan operasional terhadap nilai FSis-saved, di 32,00% dari setiap perubahan kecepatan operasional
mana pertumbuhannya tampak tidak konstan. Dengan 10km/jam.
perkataan lain pertumbuhannya tidak inkredental dari Nilai r2=0,978 pada kasus ini seperti
kecepatan operasional sekalipun data tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.2 menggambarkan
didesain untuk perubahan setiap 10km/jam. Tren bahwa terdapat pengaruh kecepatan operasional yang
pertumbuhan yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 signifikan sebesar 97,8% terhadap nilai FSis-saved
lebih mendekati model regresi eksponensial. bila pengaturan kecepatan dilakukan pada ruas Jalan
Terdapat tren penurunan yang signifikan dari Tol Cipularang.
pengaruh perubahan kecepatan operasional (x) y  5139.e0,32x
terhadap total FSis-saved (y) yang ditunjukkan
.....................................................................
dengan model regresi eksponensial seperti (11)
ditunjukkan pada persamaan 11 memperlihatkan dengan
adanya pengurangan nilai y sebesar 0,32 atau 32,00% y adalah total nilai FSis-saved
dari setiap perubahan nilai x. Dengan perkataan lain, x adalah kecepatan operasional
Kecepatan Operasional vs. Total Fsis-saved
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000 y = 5139.e-0.32x
R² = 0.978
1,500
1,000
500
0
150km/jam 140km/jam 130km/jam 120km/jam 110km/jam 100km/jam 90km/jam

Fsis-saved-all countermeasures Expon. (Fsis-saved-all countermeasures)

Gambar 4.2 Tren Perubahan Nilai FSis-saved vs. Nilai Kecepatan Operasional

Tren perubahan nilai FSis-saved seperti Ruas Jalan Tol Cipularang. Analisis regresi dari hasil
ditunjukkan pada Gambar 4.2 merupakan tren dari simulasi iRAP yang dilakukan terhadap ke-8 jenis
total nilai FSis-saved seluruh jenis penanganan. penanganan juga memperlihatkan kecenderungan
Terdapat 8 jenis penanganan yang memiliki nilai yang relative sama.
FSis-saved dari hasil analisis terhadap simulasi iRAP Sebagai contoh, Tabel 4.2 memperlihatkan
yang dilakukan pada kecepatan operasional pada tren penurunan nilai FSis-saved dari jenis

450
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

penanganan roadside barriers berdasarkan perubahan Lebih lanjut, tren pertumbuhan yang
kecepatan operasional. Nilai FSis-saved untuk ditunjukkan untuk setiap jenis penanganan dari
roadside barriers pada kecepatan operasional pengaruh perubahan kecepatan operasional, analisis
menurun dari 1176 korban yang dapat dicegah pada regresi dari hasil simulasi iRAP yang dilakukan
kecepatan operasional 150km/jam menjadi 180 terhadap ke-8 jenis penanganan juga memperlihatkan
korban pada kecepatan operasional 90km/jam. Rata- kecenderungan yang relative sama. Tren perubahan
rata penurunannya 32,00% setiap perubahan sebesar 31,00% - 32,00% memiliki tingkat
kecepatan operasional 10km/jam. Dengan perkataan signifikansi yang baik yang ditunjukkan dengan nilai
lain terdapat pengaruh kecepatan operasional r2 yang berkisar antara 0,949 dan 0,979.
terhadap nilai FSis-saved sebesar 32% setiap
perubahan kecepatan 10km/jam.

5. SIMPULAN DAN SARAN r2=0,990. Hasil analisis regresi juga memperlihatkan


5.1 Kesimpulan terdapat pengaruh yang signifikan dari setiap
Secara umum hasil analisis ruas jalan tol yang perubahan kecepatan 10km/jam terhadap
memiliki karakteristik alinemen vertikal dengan pengurangan 32% jumlah korban meninggal dunia
kelandaian bervariasi antara 0,00% sampai dengan dan luka serius yang dapat dicegah yang
7,50% (71%); 7,50% sampai dengan 10,00% (13%); digambarkan dengan model regresi eksponensial.
dan > 10,00% (10%) memperlihatkan adanya Signifikansi hubungan antara kecepatan operasional
pengaruh kecepatan operasional yang signifikan dengan jumlah korban meninggal dunia dan luka
terhadap nilai star rating dan jumlah korban serius ini ditandai dengan nilai r2=0,978.
meninggal dunia dan luka serius yang dapat dicegah. Analisis regresi dari hasil simulasi iRAP yang
Hasil analisis regresi memperlihatkan, dilakukan terhadap ke-8 jenis penanganan juga
terdapat pengaruh yang signifikan dari setiap memperlihatkan kecenderungan yang relative sama.
perubahan kecepatan operasional 10km/jam terhadap Tren perubahan sebesar 31,00-32,00% memiliki
nilai star rating yang digambarkan mengikuti model tingkat signifikansi yang baik yang ditunjukkan
regresi multinomial dengan nilai r2=0,679 hingga dengan nilai r2 yang berkisar antara 0,949 dan 0,979.

5.2 Saran
Mencermati hasil analisis tersebut yang pengaturan batas kecepatan menjadi salah satu
memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara alternatif peningkatan nilai star rating jalan dan
parameter kecepatan terhadap nilai star rating dan potensi penurunan jumlah korban kecelakaan yang
nilai FSis-saved, studi ini menyarankan agar dapat dicegah.
pengaturan kecepatan (speed management) melalui
.

451
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA
Blair T., Josheph A., Michael T., 2009; Review of 2010: Review of the iRAP Road Protection
Risk Parameters, Australian Road Research Score model and Star Ratings, Basingstoke
Board, Melbourne International Road Assessment Program (iRAP),
Lyman OTT, R OTT, 1993; An Intoduction to 2012; Development of Risk Models For The
Statistical Methods and Data Analysis, Road Assessment Programme, International
Wadsworth Publishing Comapny, California Road Assessment Program (iRAP), London
Lynam, D, 2012; Development of Risk Models for the Hakkert AS., Braimaister L., 2002; The uses of
Road Assessment Programme, Traspor exposure and risk in road safety studies,
Research Laboratory, ... SWOV, Leidschendam
Everitt, L. L., 2011; Cluster Analysis 5th (5th ed ed.). Rune, E, Cristensen Peter, Amundsen Astrid, 2004;
Chichester: Wiley. Speed and Road Accident: An evaluation of
Europe Road Assessment Program (EuroRAP), 2011; the Power Model, Institute Transport
Crash Rate - Star Rating Comparisons, Economics (TOI), Oslo
iRAP/EuroRAP Working, Paper 504.2, Rune, E, 2009; The Power Model of the Relationship
European Road Asessment Programme, between Speed and Road Safety, Institute
Worting House, Basingstoke, Hampshire Transport Economics (TOI), Oslo
International Road Assessment Program (IRAP-a), Rune E, Alena H, Trulls V, Michael S, 2009, The
2009; The IRAP Methodology: Star Rating Handbook of Road Safety Measures, Second
Roads for Safety, International Road Edition, Emerald Group Publishing Limited,
Assessment Programme, London Oslo
International Road Assessment Program (iRAP-b), Sincich T, 1985, Statistic by Example, Dellen
2009; The IRAP Methodology: Safer Roads Publishing Company, San Fransisco
Investment Plans, International Road Walpole RE, Myers RH, 1995; Ilmu Peluang
Assessment Programme, London Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan, Edisi-
International Road Assessment Program (iRAP-a), 4; Penerbit ITB, Bandung
2010; Star Rating Inspection Manual, Setting
the standards for the road rating process,
London
International Road Assessment Program (iRAP-b),
2010; The iRAP Worting House Workshop

452
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IMPLEMENTASI SKENARIO PENANGANAN KEMACETAN DI


GERBANG TOL CIKUNIR 2 MENGGUNAKAN
MIKROSIMULATOR LALU LINTAS VISSIM
Taufik S. Sumardia, Satria A. Ramadhanb, dan Anjang Nugrohoa
a
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Kementerian PU-PR., Bandung, West Java, Indonesia
taufik.sugian@pusjatan.pu.go.id ; anjang.nugroho@pusjatan.pu.go.id
b
Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, West Java, Indonesia
satriaantariksa@gmail.com

Abstrak. Gerbang tol Cikunir 2 merupakan salah satu gerbang tol tersibuk di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek),
yang setiap harinya dilintasi lebih dari 70.000 kendaraan. Namun, kondisi geometrik jalan setelah gerbang tol ini telah
menyebabkan munculnya kondisi bottleneck di yang berdampak pada seringnya terjadi kemacetan akibat penyempitan
lajur dan persilangan kendaraan. Untuk mengatasi hal ini, telah dilakukan evaluasi terhadap kondisi eksisting. Evaluasi
berbasis simulasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa perlu adanya rekayasa lalu lintas di gerbang tol untuk
mengatasi kemacetan yang sering terjadi. Dua buah skenario yang diajukan untuk mengatasi kemacetan berdasarkan
hasil simulasi berhasil mencegah munculnya kemacetan di titik penyempitan jalur. Kedua skenario ini juga berhasil
meningkatkan keluaran kendaraan, dan menjaga waktu tempuh kendaraan untuk tetap stabil di angka rendah. Seluruh
proses implementasi dan evaluasi dilakukan di dalam perangakat lunak mikro simulasi lalu lintas PTV VISSIM.

Kata Kunci: jalan tol, kemacetan, mikrosimulasi, VISSIM

Abstract. Cikunir 2 toll gate is one of the busiest toll gates on the Jakarta-Cikampek (Japek) toll road section, which
passes more than 70,000 vehicles a day. However, the geometric condition of the road after this toll gate has led to the
emergence of bottleneck conditions in which impact on the frequent occurrence of congestion due to constriction of lane
and weaving of vehicles. To overcome this, we have evaluated the existing condition. The simulation-based evaluation
that has been done shows that there is a need for traffic management at the toll gate to overcome the requrrent
congestion. Two scenarios proposed to overcome congestion at the point of the narrowing lane. Both scenarios
managed to increase vehicle throughput and maintain the shortest travel time. The whole process of implementation
and evaluation is done using the micro simulation software of PTV VISSIM.

Keywords: Toll, Traffic Congestion, Microsimulation, VISSIM

I. PENDAHULUAN simulasi lalu lintas telah banyak dikembangkan di


dunia, seperti SUMO, ataupun VISSIM. Implementasi
Pengamatan terhadap kondisi lalu lintas merupakan kebijakan baru pun akan lebih mudah dipelajari
hal yang penting dilakukan untuk dapat mengevaluasi melalui simulasi, yang dilengkapi dengan parameter-
kebijakan manajemen lalu lintas. Namun, pengamatan paremeter lalu lintas yang sesuai dengan kondisi aktual
lalu lintas ini sering terkendala oleh besarnya biaya dan di lapangan. Berbagai macam penelitian menggunakan
sumber daya yang dibutuhkan untuk memantau lalu perangkat lunak simulasi lalu lintas ini telah banyak
lintas secara real-time. Berbagai kebijakan baru pun dilakukan di seluruh dunia. Ariullla dkk (2017)
sering kali sulit untuk diimplementasikan, karena melakukan skenario pengontrolan lampu lalu lintas
besarnya resiko yang dihadapi. Maka, pengamatan menggunakan algoritma MPC dalam lingkungan
kondisi lalu lintas berbasis simulasi merupakan hal perangkat lunak SUMO. Lalu, di tahun yang sama,
yang paling masuk akal dilakukan karena kecilnya Ziaulhaq (2017) mensimulasikan kondisi lalu lintas di
resiko yang ditimbulkan. Berbagai perangkat lunak persimpangan Cikapayang Bandung dalam lingkungan

454
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

perangkat lunak VISSIM. Penelitian-penelitian yang yang dikhususkan hanya untuk kendaraan kelas I.
memanfaatkan Mikrosimulator VISSIM dalam Gambar 1 menunjukan lokasi dari simpang susun
pengerjaannya (Tettamanti dkk., 2008), (Tettamanti Cikunir, dengan gerbang tol Cikunir 2 menjadi gerbang
and Varga, 2012), (Salomons and Hegyi, 2016) karena tol terbesar di Simpang Susun ini.
lengkapnya fitur yang disediakan VISSIM. Pada jam-jam sibuk, sering ditemukan kondisi
Dalam penelitian ini, Mikrosimulator VISSIM akan antrian panjang di area pintu masuk gerbang tol
digunakan untuk mensimulasikan kondisi lalu lintas Cikunir 2. Berdasarkan data Jasamarga Tahun 2016,
jalan bebas hambatan di simpang susun Cikunir. jumlah kendaraan yang berasal dari arah Cikampek
Gerbang tol Cikunir 2 merupakan gerbang tol yang menuju gerbang tol Cikunir 2 mencapai 77.094
berada di Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dan kendaraan per hari. Selain itu, antrian juga muncul
merupakan salah satu gerbang tol di dalam area akibat penyempitan lajur di bagian hilir gerbang tol,
Simpang Susun Cikunir. Gerbang tol Cikunir 2 dimana kendaraan yang berasal dari 15 gerbang tol
merupakan simpang susun antara jalan tol Jakarta- akan disatukan di sebuah ruas jalan dengan 4 lajur.
Cikampek dan jalan tol Jakarta Outer Ring Road Tidak jauh dari lokasi penyempitan tersebut, jalan
(JORR). Gerbang tol Cikunir 2 merupakan pintu masuk kemudian terbagi menjadi dua, dua lajur mengarah ke
bagi kendaraan-kendaraan yang berasal dari arah bagian utara Jakarta, dan dua lajur lainnya mengarah
Cikampek, dan mengarah ke kawasan Selatan dan ke selatan Jakarta. Persilangan kendaraan yang akan
Utara Jakarta. Gerbang tol Cikunir memiliki 15 buah mengarah ke JORR bagian utara, dengan kendaraan
gerbang tol untuk mengakomodasi kendaraan kelas I yang akan mengarah JORR selatan. Akibat tingginya
hingga V. Gerbang tol 1-5 dan 11-15 merupakan volume kendaraan yang berasal dari arah Cikampek,
gerbang tol untuk semua kelas kendaraan, namun lebih disertai oleh penyempitan dibagian hilir gerbang tol
didominasi oleh kendaraan kelas II hingga V. menjadikan kemacetan sering terjadi di kawasan ini.
Sementara, gerbang tol 6-10 merupakan gerbang tol

Gambar 1. Lokasi gerbang tol Cikunir 2 pada area simpang susun Cikunir

Untuk menangani kemacetan yang kerap terjadi di 1.Pemisahan lajur kendaraan yang akan
pintu masuk gerbang tol Cikunir 2, maka dilakukan menuju bagian utara dengan kendaraan
penelitian untuk mensimulasikan beberapa skenario yang menuju bagian selatan
rekayasa lalu lintas di pintu masuk gerbang tol. Seluruh 2. Rekonstruksi gerbang tol lama, dan
skenario yang diajukan diimplementasikan di dalam digantikan dengan dua gerbang tol yang
lingkungan perangkat lunak Mikrosimulator lalu lintas masing-masing akan melayani kendaraan
PTV VISSIM 9.00. Penelitian ini menyajikan beberapa
menuju bagian utara, dan kendaraan
skenario yang dapat dilakukan untuk mengurai antrian
menuju bagian selatan.
kendaraan, meningkatkan waktu tempuh kendaraan,
serta memaksimalkan arus keluaran kendaraan. Dua Dalam penelitian, penjelasan mengenai kondisi
buah skenario akan digunakan dalam penelitian ini, aktual lalu lintas gerbang tol Cikunir 2, serta
yakni: penjelasan mendalam mengenai skenario rekayasa
akan disajikan didalam bagian 2. Bagian 3 akan
455
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

menjelaskan proses implementasi data di dalam skenario selanjutnya dibahas secara mendalam di
Mikrosimulator VISSIM. Hasil dari simulasi seluruh dalam bagian 5.
1. SKENARIO PENGATURAN LALU LINTAS

1.1. LALU LINTAS EKSISTING apabila arus kendaraan di arah Cikampek


sedang tinggi, seperti yang biasa ditemukan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada jam puncak di pagi hari. Berdasarkan
pada kondisi aktual, lalu lintas di gerbang tol simulasi kondisi aktual ini, dapat dipelajari
Cikunir 2 kerap mengalami kemacetan saat bahwa persilangan kendaraan di bagian pintu
tingginya arus kendaraan yang masuk. keluar gerbang tol menjadi salah satu penyebab
Penumpukan kendaraan di kawasan ini terjadi panjangnya antrian kendaraan di gerbang tol
akibat dua hal: (1) pengurangan jumlah lajur Cikunir 2. Untuk menghindari persilangan yang
kendaraan dari 15 menjadi 4, (2) persilangan terjadi ini, perlu dibuat pembatas jalan yang
kendaraan. Penyempitan jalan ini yang memisahkan lajur yang menuju JORR utara
kemudian menyebabkan munculnya fenomena dengan lajur yang menuju JORR selatan.
bottleneck.
Pada kondisi aktual, pengendara memiliki 1.2. SKENARIO 1
kebebasan untuk memilih gardu manapun saat
memasuki gerbang tol. Namun, banyak Pada skenario 1, kendaraan yang menuju jorr
ditemukan kondisi dimana pengendara yang utara dan yang menuju jorr selatan sudah
memilih gardu paling kanan, ternyata harus dipisahkan sejak sebelum memasuki gerbang
mengambil belokan ke kiri (menuju JORR tol. Dalam skenario ini, sebuah pembatas akan
selatan), dan juga banyak pengendara yang diletakan di tengah-tengah ruas jalan di depan
memilih gardu paling kiri, ternyata mengambil gerbang masuk tol. Kendaraan yang akan
belokan ke kanan (menuju JORR utara). Tidak mengarah ke jorr utara diwajibkan untuk
kooperatifnya pengendara dalam memilih gardu mengambil gardu-gardu sebelah kanan,
ini yang menyebabkan banyak kendaraan yang sementara kendaraan yang mengarah ke jorr
harus bersilangan di ruas jalan sebelum selatan harus mengambil gardu-gardu sebelah
pemisahan jalur. Saat kendaraan-kendaraan ini kiri. Separator ini akan terus terpasang hingga
terjebak, maka kendaraan di belakangnya harus lokasi pemisahan jalan menuju jorr utara,
menjaga jarak aman, yang menyebabkan dengan jalan menuju jorr selatan. Melalui
menurunnya kecepatan dan juga arus lalu lintas. penerapan skenario ini, maka tidak akan ada
Jika kemacetan akibat penyempitan dan kemacetan akibat persilangan kendaraan di
persilangan ini tidak segera diurai, maka antrian pintu keluar gerbang tol, karena tidak akan ada
akan terbentuk dan memanjang hingga pintu pertemuan kendaraan yang menuju jorr utara
masuk gerbang tol. Antrian ini akan menutupi dan jorr selatan. Dalam gambar 3, garis putus-
akses masuk gerbang tol, sehingga kendaraan putus merah menunjukan lokasi penempatan
tidak dapat lagi memasuki area gerbang tol separator jalan.
Cikunir 2. Kondisi ini dapat menjadi lebih parah

456
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2. Lokasi penempatan separator pemisah jalur menuju JORR utara dan JORR selatan

1.3. SKENARIO 2 memiliki jarak yang sedikit lebih jauh dari jalan
tol Jakarta-Cikampek, sehingga diharapkan
Sementara itu, penerapan skenario 2 segmen yang baru akan cukup menampung
membutuhkan rekonstruksi gerbang tol. antrian kendaraan jika terdapat kemacetan di
Pertama, gerbang tol yang sudah ada sekarang pintu tol. Peletakan lokasi gerbang tol yang baru
akan diruntuhkan karena lokasinya yang terlalu ini berjarak +-200 meter ke arah barat daya dari
dekat dengan ramp jalan tol Jakarta-Cikampek. gerbang tol yang lama. Gambar 4 manunjukan
Kemudian, akan dibangun dua buah gerbang tol lokasi peletakan gerbang tol yang baru dalam
yang terpisah lokasinya masing-masing untuk skenario 2.
gerbang tol menuju JORR utara, dan JORR
selatan. Lokasi gerbang tol yang baru juga

Gambar 3. Lokasi dua gerbang tol baru

457
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PERANCANGAN SIMULASI merupakan data rata-rata per hari yang diambil oleh
PT. Jasa Marga pada Bulan Maret 2016. Diagram
Simulasi dari seluruh skenario yang telah dalam Gambar 4 menunjukan nilai arus kendaraan di
dijabarkan sebelumnya akan dilakukan di dalam masing-masing titik masukan.
lingkungan perangkat lunak Mikrosimulator lalu lintas Simulasi dilakukan selama 3600 detik untuk setiap
PTV VISSIM 9.00. Terdapat 4 titik masukan skenario. Simulasi yang telah dilakukan akan
kendaraan dalam kasus ini, yakni titik masukan timur, dilanjutkan ke tahap evaluasi waktu tempuh, untuk
selatan, barat, dan utara. Dimana arus kendaraan di mempelajari kondisi lalu lintas yang terjadi di setiap
keempat titik masukan dianggap statis selama simulasi skenario.
berlangsung. Data arus kendaraan yang digunakan

Gambar 4. Arus kendaraan yang melewati simpang susun Cikunir

HASIL DAN PEMBAHASAN gerbang tol, yang menyebabkan kendaraan akan


saling berebut untuk dapat masuk ke segmen
1.4. PEMBAHASAN UMUM jalan yang dipersempit. Selain itu, persilangan
antar kendaraan yang menuju JORR utara dan
Berdasarkan hasil simulasi pada kondisi menuju JORR selatan turut menjadi penyebab
eksisting, ditemukan kondisi yang sesuai kemacetan di kawasan ini. Saat kendaraan
dengan perkiraan awal. Terlihat dalam gambar saling bersilangan, besar kemungkinan
5, terdapat antrian panjang pada gerbang tol, kendaraan akan saling ‘mengunci’ lajur di
yang dimulai dari titik penyempitan di pintu depannya, sehingga tidak dapat dilewati oleh
keluar gerbang tol. Antrian ini disebabkan kendaraan yang akan melintas.
karena kondisi bottleneck di pintu keluar

458
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Kemacetan pada pintu keluar gerbang tol Cikunir 2

Sementara itu, saat skenario 1 diwajibkan untuk belok kiri menuju JORR
diimplementasikan pada jaringan yang sama, selatan, kendaraan yang memilih gerbang tol
maka didapatkan hasil yang jauh berbeda. 11-15 wajib untuk belok kanan menuju JORR
Dalam gambar 6 terlihat bahwa tidak ada utara, sementara kendaraan yang mengambil
antrian sama sekali selepas gerbang tol Cikunir gerbang tol 6-10 diberikan kebebasan untuk
2. Tidak adanya antrian ini dapat terwujud belok kanan ataupun kiri. Melalui penerapan
karena skenario 1 sudah memisahkan skenario ini, maka tidak akan ada persilangan
kendaraan-kendaraan yang akan menuju JORR kendaraan yang terjadi pada titik pisah ruas
utara, dan JORR selatan. Sehingga, semua jalan menuju JORR utara dan selatan.
kendaraan yang memilih gerbang tol 1-5

Gambar 6. Hasil penerapan skenario 1 pada gerbang tol Cikunir 2

Terakhir, pada penerapan skenario 2, terlihat tanpa ada antrian ditemui baik pada gerbang menuju
kondisi lalu lintas yang dihasilkan tidak jauh berbeda JORR utara, maupun pada gerbang menuju JORR
dengan antrian pada skenario 1. Lalu lintas pada selatan. Sehingga, berdasarkan hasil evaluasi umum
skenario 2 menunjukan kondisi yang cukup lancar, ini, dapat dipelajari bahwa penerapan skenario 1 dan 2

459
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

cukup efektif untuk mengurai kemacetan yang sering Evaluasi terakhir yang dilakukan dalam simulasi ini
terjadi di pintu keluar gerbang tol Cikunir 2. adalah evaluasi waktu tempuh. Evaluasi ini dilakukan
dengan menghitung waktu rata-rata yang dibutuhkan
Selain efektif mengurangi antrian pada gerbang tol,
kendaraan untuk melewati dua titik yang telah
penerapan skenario 1 dan 2 juga terbukti meningkatkan
ditentukan sebelumnya. Dalam simulasi ini, jarak
arus kendaraan yang melewati ruas penyempitan jalan.
kedua titik pada kondisi eksisting dan skenario 1 diatur
Berdasarkan hasil evaluasi perhitungan kendaraan,
pada angka 700 meter. Sementara, pada skenario 2
kondisi eksisting hanya dapat mengalirkan kendaraan
terdapat dua jarak yang ditentukan, masing-masing 800
sebesar 1633 selama 1 jam. Hal yang kontras terjadi
meter untuk ruas jalan menuju JORR utara, dan 900
pada skenario 1 dan 2, dimana skenario 1 dapat
meter untuk ruas jalan menuju JORR selatan.
mengalirkan kendaraan sebesar 3124 kendaraan per
jam, dan skenario 2 dapat mengalirkan kendaraan
sebesar 3117 kendaraan per jam.

Gambar 7. Kondisi lalu lintas pada penerapan skenario 2 pada gerbang tol Cikunir 2

Berdasarkan hasil evaluasi waktu tempuh, terbukti


bahwa waktu tempuh pada kondisi eksisting akan terus
meningkat seiring berjalannya waktu. Waktu tempuh
pada kondisi eksisting akan terus meningkat, selama
masih ditemukan kemacetan akibat persilangan
kendaraan. Sebaliknya, waktu tempuh pada skenario 1
dan 2 cenderung stabil di angka rendah sepanjang
waktu. Rendahnya angka waktu tempuh ini disebabkan
karena pada kedua skenario tidak ditemukan
kemacetan yang dapat meningkatkan waktu tempu.
Maka, berdasarkan hasil evaluasi waktu tempuh,
skenario 1 dan 2 terbukti mampu menjaga stabilitas
waktu tempuh kendaraan dibandingkan dengan pada
kondisi eksisting.

460
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 8. Evaluasi waktu tempuh kendaraan untuk kondisi eksisting, skenario 2, dan skenario 1

KESIMPULAN persilangan kendaran membuat gerbang tol ini sangat


sering mengalami kemacetan panjang. Berdasarkan
Dua buah skenario pengaturan lalu lintas jalan implementasi dua skenario yang diajukan, terbukti
bebas hambatan di simpang susun Cikunir telah kemacetan di pintu keluar gerbang tol Cikunir 2
dijabarkan dalam penelitian ini. Simulasi dalam dapat dicegah. Selain itu, kedua skenario ini dapat
perangkat lunak VISSIM menunjukan perlu adanya meningkatkan keluaran kendaraan mencapai 3124
rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan yang kendaraan/jam untuk skenario 1, dan 3117
sering terjadi di pintu keluar gerbang tol Cikunir 2. kendaraan/jam untuk skenario 2. Kedua skenario ini
Kemacetan yang disebabkan oleh tingginya volume juga terbukti dapat menjaga waktu tempuh kendaraan
kendaraan, disertai oleh penyempitan jalan dan untuk tetap stabil berada di nilai yang rendah.

461
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

MATLAB simulation environment. Periodica


DAFTAR PUSTAKA Polytechnica. Civil Engineering, 56(1), p.43.
Tettamanti, T., Varga, I., Kulcsár, B. dan Bokor, J.,
Airulla, D.G., Zaky, M., Joelianto, E. dan Sutarto, H.Y., 2008, June. Model predictive control in urban
2017. Design and Simulation of Traffic Light traffic network management. In Control and
Control System at Two Intersections Using Max-
Automation, 2008 16th Mediterranean Conference
Plus Model Predictive Control. Int. Journal
on (pp. 1538-1543). IEEE.
Intelligent Eng and Sys.
Ziaulhaq, A., 2017. Peningkatan Kinerja Lalu Lintas
Salomons, A.M. dan Hegyi, A., 2016. Intersection Jaringan Jalan Perkotaan dengan
Control and MFD Shape: Vehicle-Actuated versus Microsimulation Studi Kasus: Simpang
Back-Pressure Control. IFAC-PapersOnLine,
Cikapayang dan Simpang Sulanjana Kota
49(3), pp.153-158.
Bandung. Bandung: Tugas Akhir Magister Sistem
Tettamanti, T. dan Varga, I., 2012. Development of dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi
road traffic control by using integrated VISSIM- Bandung

462
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

PENANGANAN JANGKA PENDEK KECELAKAAN LALU LINTAS


DI TANJAKAN EMEN, SUBANG
Handiyana1, Anjang Nugroho2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Jalan A.H. Nasution No. 264, Bandung
1
handiyana.ariephin@pusjatan.pu.go.id
2
anjang.nugroho@pusjatan.pu.go.id

Abstrak. Kecelakaan bus pariwisata di Tanjakan Emen, Subang pada bulan Februari 2018 yang menyebabkan korban
meninggal sampai 27 orang dikategorikan sebagai kecelakaan berat. Kecelakaan diakibatkan karena kegagalan rem
pada jalan yang menurun. Survei dilakukan untuk memetakan lokasi kecelakaan bus pariwisata dan mendapatkan data
alinyemen vertikal untuk mengetahui kelandaian turunan. Ditemukan bahwa kelandaian jalan di Tanjakan Emen
melebihi 6%. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan jalan agar lebih berkeselamatan mulai dari pembuatan lajur
darurat, pelebaran lajur menurun terutama pada belokan dan perkerasan bahu jalan sebesar 2 meter, pemasangan
pemisah lajur di median jalan dan peredam tabrakan (tong air) di sisi tebing, dan pemasangan rambu-rambu
peringatan. Peningkatan tersebut adalah rencana penanganan jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang
disarankan untuk merencanakan jalan lingkar yang memenuhi standar geometrik jalan terutama dari kelandaian jalan
yang harus tidak lebih dari 6%.

Kata kunci: kecelakaan, Tanjakan Emen, alinyemen vertikal, lajur darurat

Abstract. Tour bus accident at Tanjakan Emen, Subang on February 2018 causing 27 deaths was categorized in severe
accident. The accident caused by braking failure at downhill. A survey was conducted to locate tour bus accident and to
collect vertical alignment for analyzing the downhill grade. It was found that the road grade at Tanjakan Emen is more
than 6%. Therefore, there are particular actions to improve road safety, namely building escape road, expanding road
width especially at curve and making the roadside paved about 2 metres, building median barrier and crash cushion
(water barrels) at roadside cliff, and establishing road signage. Those improvements were short term plan, for the long
term, there is a suggestion to build ring road which fulfills standard of road geometric especially about road grade
which shall not more than 6%.

Keywords: accident, Tanjakan Emen, vertical alignment, escape lane

I. LATAR BELAKANG dalam hal ini pengemudi memiliki potensi


melakukan pelanggaran lalu lintas, kurangnya
Kecelakaan lalu lintas di Indonesia kesadaran pengemudi akan keselamatan,
dalam 5 tahun belakangan ini berada dalam mengebut, dan mengantuk yang dapat
kondisi yang memprihatinkan. Angka meningkatkan kemungkinan kecelakaan. Begitu
kecelakaan per tahun masih sangat tinggi juga kendaraan, kendaraan membutuhkan
dengan rata-rata korban meninggal lebih dari perawatan secara berkala dan harus layak jalan.
26.000 per tahun (BPS 2018). Ini berarti dalam Namun ketika tidak dilakukan, maka dapat
sehari sekurang – kurangnya 70 orang timbul permasalahan seperti pecah ban,
meninggal karena kecelakaan. komponen kendaraan yang aus, rem tidak
Kecelakaan lalu lintas sendiri berfungsi. Kecelakaan lalu lintas juga tidak
didefinisikan sebagai suatu peristiwa di jalan dapat lepas dari faktor jalan. Faktor jalan yang
yang tidak diduga dan tidak disengaja harus diperhatikan adalah kondisi permukaan
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa jalan (berlubang atau tidak), pencahayaan ketika
pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban malam, pagar pengaman di daerah perbukitan
manusia dan/atau kerugian harta benda dan lain-lain. Faktor cuaca adalah faktor yang
(Republik Indonesia 2009). Kecelakaan tidak dapat dikendalikan, namun dapat
memang tidak dapat diprediksi, namun diminimalisir dengan kesigapan pengemudi,
kecelakaan tidak dapat terlepas dari empat kendaraan yang prima dan jalan yang mantap.
faktor penyebabnya yaitu faktor manusia, faktor Cuaca contohnya kabut yang menyebabkan
kendaraan, faktor jalan, dan faktor lingkungan. jarak pandang berkurang dan hujan yang
Manusia masih menjadi faktor utama menyebabkan jarak pandang berkurang dan
yang menjadi penyebab kecelakaan. Manusia jalan licin.

464
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Kecelakaan di Tanjakan Emen pada awal adalah 3,28 km dari pintu masuk Tangkuban
tahun dikategorikan sebagai kecelakaan berat Perahu. Jalan memiliki 3 lajur dengan 2 lajur
dengan korban meninggal mencapai 27 orang. menanjak dan 1 lajur menurun. Perbedaan
Kecelakaan terjadi akibat kegagalan tinggi antara titik tertinggi (1516 meter) dan
pengereman ketika menuruni jalan yang titik terendah (1201 meter) adalah 315 meter.
kemudian menabrak tebing di kiri jalan sebelum Sementara untuk gradient jalan rata-rata
terguling. Dilihat dari penyebabnya, maka ada didapatkan sebesar 9,6% dengan gradient
faktor manusia dan kendaraan yang berperan maksimum 23%. Kelandaian jalan di Tanjakan
dalam kecelakaan ini, namun begitu faktor jalan Emen seharusnya tidak lebih dari 6% karena
juga perlu ditinjau untuk perencanaan termasuk jalan sedang (Kementerian Pekerjaan
peningkatan jalan yang lebih berkeselamatan. Umum 2011). Pembatasan ini tidak hanya
Dalam paper ini membahas mengenai dimaksudkan untuk menjaga kecepatan
adakah pengaruh geometrik jalan terhadap kendaraan ketika menanjak tetapi juga untuk
kecelakaan di Tanjakan Emen beserta meminimalkan hilangnya kendali kendaraan
penanganannya. ketika melewati turunan, terutama untuk
kendaraan berat.
II. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil peninjauan dan survei
lapangan, panjang Tanjakan Emen yang ditinjau

Gambar 1 Tanjakan Emen yang ditinjau

Berdasarkan masalah tersebut, maka rencana hingga 120-140 km/jam


terdapat beberapa penanganan untuk jangka (mengacu pada Standar Bina Marga
pendek yang dapat dilakukan untuk mengurangi Nomor 007/BM/2009 tentang
tingkat keparahan kecelakaan di Tanjakan Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk
Emen. Jalan Tol). Panjang lajur darurat
1. Penempatan lajur darurat di 3 lokasi ditentukan dari jenis material yang
yang dapat dilihat pada Gambar 2. digunakan sebagai penahan laju
Lajur darurat disediakan untuk kendaraan. Lajur darurat juga harus
memfasilitasi kendaraan yang lepas memiliki panjang yang mencukupi
kontrol di jalan dengan penurunan untuk mengakomodasi kendaraan
yang panjang. Dengan adanya lajur sehingga ketika berhenti tidak
darurat kendaraan dapat keluar dari mengganggu lajur utama. Lajur darurat
jalur utama dan berhenti dengan aman. dapat berupa kelandaian tanjakan,
Lajur darurat direncanakan agar dapat kelandaian turunan, kelandaian datar,
menghentikan laju kendaraan dengan atau timbunan pasir. Dalam
mempertimbangkan kecepatan masuk penanganan Tanjakan Emen, setiap

465
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

lajur darurat direncanakan kecepatan antara kendaraan dengan dinding


120 km/jam dengan material kerikil tebing dengan memasang bantalan
bulat dan kelandaian menanjak 5% peredam tabrakan (crash cushion)
sehingga mendapatkan panjang sekitar seperti tong air (water barrel).
200 meter. Lajur darurat diilustrasikan Peredam tabrakan dimaksudkan untuk
pada Gambar 3 dan Gambar 4. mengantisipasi kendaraan yang tidak
sempat masuk ke lajur darurat agar
2. Pelebaran lajur jalan arah menurun
tetap dapat mengarahkan kendaraannya
menjadi lebar standar yaitu 3,5 m dan
ke tebing namun dengan kerusakan dan
bahu diperkeras sebesar 2 m (sesuai
kecelakaan yang berkurang tingkat
dengan PermenPU No.
keparahannya
19/PRT/M/2011 tentang persyaratan
4. Pemasangan rambu-rambu peringatan
teknis jalan dan kriteria perencanaan
berupa rambu chevron, rambu hati-
teknis jalan). Pelebaran juga
hati, rambu perintah menurunkan gigi
dilaksanakan pada lokasi belokan
ke gigi rendah, dan pemasangan pita
untuk mengakomodasi kemudahan
penggaduh (rumble strip). Pemasangan
kendaraan bermanuver dengan radius
rambu dimaksudkan untuk
putar yang besar.
meningkatkan kesiapan pengemudi
3. Pemasangan perlengkapan jalan seperti
terhadap kondisi jalan di depan
pada Gambar 3 untuk menurunkan
sehingga waktu pengambilan
dampak terjadinya kecelakaan seperti
keputusan dapat berkurang. Sementara
pemisah lajur untuk mencegah
pemasangan pita penggaduh dipasang
tabrakan depan-depan jika kendaraan
agar pengemudi waspada ketika akan
yang lepas kontrol mengambil lajur
memasuki daerah yang rawan bahaya.
berlawanan. Pemasangan perangkat
untuk meredam momentum tabrakan

Lajur Darurat Lajur Darurat Pelebaran Lajur Darurat


lajur

Lajur Darurat

Lajur Darurat
Lajur Darurat

Gambar 2 Penempatan beberapa lajur darurat

466
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Lajur Darurat Water Barrel/


Pelebaran
Panjang: 200 m Crash cushion
menjadi 3,5 m
Lebar: 7 m

Pemisah lajur

Gambar 3 Penanganan pada lokasi kecelakaan bus pariwisata

Gambar 4 Ilustrasi jalur darurat pada salah satu lokasi yang direkomendasikan

III. KESIMPULAN DAN SARAN dalam mengambil keputusan, pengetahuan


mengenai lokasi lajur darurat, kondisi
Geometrik jalan terutama alinyemen kendaraan, dan kondisi cuaca yang berbeda-
vertikal di Tanjakan Emen melebihi 6% beda sehingga potensi kecelakaan masih sangat
sehingga membutuhkan beberapa peningkatan besar.
untuk membuat jalan yang lebih Persyaratan geometrik dapat mengacu
berkeselamatan. Peningkatan yang perlu pada PermenPU No. 19/PRT/M/2011 tentang
dilakukan adalah pembuatan lajur darurat di 3 persyaratan teknis jalan dan kriteria
lokasi dengan panjang 200 meter, pelebaran perencanaan teknis jalan. Hal ini dikarenakan
lajur menurun terutama pada belokan sesuai Pedoman Bina Marga No. 038/TBM1997
standar 3,5 meter dan perkerasan bahu jalan tentang tata cara perencanaan geometrik jalan
sebesar 2 meter, pemasangan pemisah lajur di antar kota mensyaratkan jalan dengan kecepatan
median jalan dan peredam tabrakan berupa tong rencana 60 km/jam dapat menggunakan
air di sisi tebing, dan pemasangan rambu-rambu kelandaian maksimum 8% yang tidak sesuai
peringatan seperti rambu chevron, rambu hati- dengan Permen PU tersebut bahwa kelandaian
hati serta pemasangan pita penggaduh. maksimum untuk jalan sedang adalah 6%.
Penanganan ini merupakan solusi untuk Sebagai tambahan dapat pula mengacu Standar
jangka pendek. Untuk perencanaan jangka Bina Marga Nomor 007/BM/2009 tentang
panjang, jalan lingkar dapat menjadi solusi Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan
dengan perencanaan jalan yang memenuhi Tol.
persyaratan geometrik. Hal ini dikarenakan
pertimbangan mengenai kesiapan pengemudi

467
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2018. Jumlah Kecelakaan, Korban Mati,
Luka Berat, Luka Ringan, dan
Kerugian Materi. Accessed Maret 2,
2018.
https://www.bps.go.id/linkTableDinam
is/view/id/1134.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997.
Pedoman Bina Marga No.
038/TBM/1997 tentang Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Marga.
—. 2009. Standar Bina Marga Nomor
007/BM/2009 tentang Geometri Jalan
Bebas Hambatan untuk Jalan Tol.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Marga.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.
22 Tahun 2009 tentang Jalan. Jakarta:
Sekretariat Negara.

468
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

LAMPIRAN

Gambar 5 Alinyemen horizontal dan vertikal Tanjakan Emen

v : h = 1:10

469
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

EVALUASI TINGKAT KEPENTINGAN DAN PENERAPAN


STANDAR MUTU DALAM PELAKSANAAN KONSTRUKSI
JALAN DI JAWA TENGAH DAN DIY
Hery Marzuki1, Aidhil Fikri2, Jodi Pujiadi Hutomo3, Agus Taufik Mulyono4
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Semarang123, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta4
Email: bbpjn7@gmail.com,balai7pembangunan@gmail.com,balai7pembangunan@gmail.com,atm8002@yahoo.com

Abstrak. Penelitian ini mengevaluasi tingkat kepentingan dan penerapan tiap komponen standar mutu dalam
pelaksanaan konstruksi jalan di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Metode penelitian dilakukan dengan survei wawancara
terkait tingkat kepentingan dan tingkat penerapan tiap komponen sistem manajemen mutu dalam pelaksanaan
konstruksi jalan.Metode analisis dilakukan dengan analisis kuadran tingkat kepentingan dan penerapan standar mutudan
analisis statistik. Hasil penelitian menunjukkanbahwa dari 67 komponen pekerjaan yang diidentifikasi, terdapat 37 atau
55,3% kelompok pekerjaan yang dalam kategori penting dan telah diterapkan sesuai dengan tuntutan spesifikasi teknis
bidang jalan. Selain itu, terdapat 30 atau 44,7%kelompok pekerjaan yang dalam kategori penting tetapi kurang
diterapkan sesuai dengan tuntutan spesifikasi teknis bidang jalan. Penelitian ini merekomendasiperlunya sosialisasi
penerapan standard mutu terutama dalam hal kepatuhan metode kerja. Selain itu, diperlukan fasilitasi instruksi kerja
terkait komponen pekerjaan konstruksi jalan yang lebih detail dan lebih mudah diaplikasikan dilapangan.

Kata Kunci: evaluasi, tingkat kepentingan dan penerapan, standard mutu

Abstract. This study evaluate the importance and implementation level of each component of the quality standard in
road construction in the Provinces of Central Java and DIY. The research method is conducted by interview survey
related to importance and implementation level of each component of quality standard of road construction. The method
of analysis is conducted by statistical analysis and quadrant analysis of importance and implementation level of quality
standard. The results of the study show that from the 67 group of roadworks identified, there is 37 or 55,3% group of
roadworks which important and have been applied fulfill the demands of road technical specifications. In addition, there
is 30 or 44,7% group of roadworks which important but have not been applied fulfill the demands of the road technical
specifications. This study recommends the need to socialize the implementation of quality standard, especially about
work methods. Furthermore, facilitation of work instructions related to the components of road construction works are
needed, work instruction must be more detail and more applicable.

Keywords: evaluate, importance and implementation level, quality standard

I. PENDAHULUAN dapat terpenuhi jika penyelenggaraan konstruksi jalan


memenuhi standar system manajemen mutu.PP 79
Pada Undang-undang Nomor 38 tahun 2004
tahun 2015 tentang perubahan kedua atas PP 29 tahun
tentang jalan mengamanatkan penyelenggaraan jalan
2000 tentang penyelenggaraan jasa konstruksi
dengan berdasarkan pada azas kemanfaatan, keamanan
mengamanatkan agar pelaksanaan jasa konstruksi
dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan
bebas dari kegagalan bangunan, hal tersebut hanya
keseimbangan, keadilan, tranparanasi dan
dapat terpenuhi apabila pelaksanaan konstruksi
akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,
memenuhi standar system manajemen mutu.
serta kebersamaan dan kemitraan. Azas
keberhasilgunaan dan keberdayagunaan merupakan Penerapan sistem manajemen mutu dalam
sasaran dari standar mutu. Pada Undang undang pelaksanaan konstruksi jalan nasional tidak terlepas
Nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi dari penerapan standar mutu untuk mencapai
mengamanatkan agar penyelenggaraan jasa konstruksi kualitasperkerasan jalan yang baik. Namun demikian,
berdasarkan pada azas keamanan, keselamatan, kondisi lapangan menunjukkan bahwa pemenuhan
kesehatan dan keberlanjutan. standar mutu belum dilakukan terhadap semua
Pada PP 34 tahun 2006 tentang jalan terdapat komponen sebagaimana ditetapkan dalam spesifikasi
pasal 79 yang mengamanatkan bahwa konstruksi jalan teknis bidang jalan dan jembatan. Hal tersebut
dioperasikan setelah ditetapkan memenuhi persyaratan disebabkan karena pelaksana pekerjaan konstruksi
laik fungsi jalan baik secara teknis maupun jalan yang belum dapat memahami secara keseluruhan
administrative. Kelaikan fungsi secara teknis hanya terkait penerapan standar mutu. Oleh karena itu, perlu

470
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

dilakukan evaluasi tingkat kepentingan dan penerapan kualitasperkerasan jalan yang baik.Yates & Aniftos
standar mutu pada pelaksanaan konstruksi jalan, agar (1998) mendefinisikan standar adalah sesuatu yang
dapat dipetakan tingkat kebutuhan fasilitasi instruksi digunakan sebagai basis (dasar) untuk perbandingan
kerja yang menjelaskan standar mutu dalam spesifikasi dan evaluasi karakteristik material dan prosedur kerja
teknis secara lebih detail dan lebih mudah diterapkan beserta hasil implementasinya yang selalu siap pakai
dilapangan. jika diperlukan dan selalu mengutamakan aspek
keselamatan dan keamanan bagi manusia dan
.
lingkungan. Standar adalah dokumen yang berisi
II. LANDASAN TEORI
ketentuan teknis dari sebuah produk, metode, proses
Pengendalian Mutu atau sistem yang dirumuskan secara konsensus
Rencana manajemen mutu dalam proyek (komitmen bersama) dan ditetapkan oleh instansi yang
menjelaskan bagaimana persoalan kualitas akan berwenang (Haryono, 2005). Standar disusun dengan
ditangani. Proses yang tercakup dalam pengendalian tujuan untuk menciptakan keteraturan optimum dalam
mutu adalah kegiatan-kegiatan pengukuran dan konteks tertentu menuju keamanan dan keselamatan
penjagaan mutu (quality assurance). Pengukuran mutu umat manusia dan lingkungannya. Standar merupakan
berbeda untuk masing-masing jenis proyek. Metode produk inti (core product) dari kegiatan standardisasi,
yang dipakai dalam mengendalikan mutu tergantung yakni kegiatan yang dilakukan oleh badan
pada jenis obyek dan ketepatan yang diinginkan. standardisasi, baik secara nasional maupun
Terdapat tiga metode yang sering dijumpai dalam internasional (Haryono, 2005).
proyek pembangunan (Ahzan, 2014) yaitu (1) Balitbang Kementerian PU (2010) telah
pengecekan dan pengkajian; (2) pemeriksaan.inspeksi membuat Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan
dan uji kemampuan peralatan; dan (3) pengujian Jembatan sebagai standar mutu untuk pembangunan
dengan mengambil contoh. perkerasan jalan baru dan peningkatan serta
(1) Pengecekan dan Pengkajian pemeliharaaan jalan lama, yang terdiri atas 11 divisi
Pengecekan dan pengkajian dilakukan yaitu: (i) divisi-1 (penjelasan umum): 4 (empat) seksi;
terhadap gambar untuk konstruksi, gambar untuk (ii) divisi-2 (drainase jalan): 4 (empat) seksi; (iii)
pembelian peralatan, pembuatan maket (model) dan divisi-3 (pekerjaan tanah): 4 (empat) seksi; (iv) divisi-
perhitungan yang berkaitan dengan desain engineering. 4 (pelebaran perkerasan jalan dan bahu jalan): 2 (dua)
Tindakan tersebut dilakukan untuk mengetahui dan seksi; (v) divisi-5 (perkerasan berbutir dan beton
meyakini bahwa kriteria, spesifikasi dan standar yang semen): 7 (tujuh) seksi; (vi) divisi-6 (perkerasan
ditentukan telah dipenuhi. beraspal): 7 (tujuh) seksi; (vii) divisi-7 (struktur
(2) Pemeriksaan/Inspeksi dan Uji Kemampuan jembatan): 18 seksi; (viii) divisi-8 (pengembalian
Peralatan kondisi): 4 (empat) seksi; (ix) divisi-9 (pekerjaan
harian): satu seksi; (x) divisi-10 (pemeliharaan rutin): 2
Pekerjaan ini berupa pemeriksaan fisik,
(dua) seksi; dan (xi) divisi-11 (perlengkapan jalan dan
termasuk menyaksikan uji coba berfungsinya suatu
utilitas): 4 (empat) seksi. Setiap seksi tersebut terdiri
peralatan. Kegiatan ini digolongkan menjadi beberapa
atas: (i) standar-standar mutu yang digunakan sebagai
hal berikut. a) Pemeriksaan sewaktu menerima rujukan (produk SNI, AASHTO, BSI); (ii) standar
material; b) Hal ini meliputi penelitian dan pengkajian metode pelaksanaan yang terdiri atas persyaratan bahan
material, suku cadang dan lainlain yang baru diterima
kontruksi, peralatan dan tata cara kerja; (iii) standar
dari pembelian;c) selama proses pabrikasi
pengendalian mutu; dan (iv) standar pengukuran dan
berlangsung;d) Pemeriksaan yang dilakukan selama
pembayaran hasil pekerjaan. Dalam pembahasan
pekerjaan instalasi berlangsung, sebelum diadakan standar mutu perkerasan lentur jalan ini digunakan
pemeriksaan akhir; e) Pemeriksaan akhir, yaitu, acuan divisi-3; divisi-5 dan divisi-6.
pemeriksaan terakhir dalam rangka penyelesaian
III. METODOLOGI PENELITIAN
proyek secara fisik atau mekanik.
(3) Pengujian dengan Mengambil Contoh Lokasi, Data Penelitian, dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah kerja
Cara ini dimaksudkan untuk menguji apakah
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Semarang,
material telah memenuhi spesifikasi atau kriteria yang Direktorat Jenderal Bina Marga, dengan cakupan
ditentukan. Pengujian dapat berupa tes destruktif atau wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
non-destruktif yang dilakukan terhadap contoh yang
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh
diambil dari obyek yang diselidiki.
dari hasil survei wawancara kepada PPK, Satker PJN,
Standar Mutu Jalan P2JN, Konsultan Pengawas, Kontraktor, dan
Penerapan sistem manajemen mutu dalam Pakar/Akademisi di Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
pelaksanaan konstruksi jalan nasional tidak terlepas Formulir wawancara yang digunakan terdiri dari
dari penerapan standar mutu untuk mencapai formulir wawancara tingkat kepentingan dan tingkat

471
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

penerapan standar mutu bidang konstruksi jalan. Selain yang akan diwawancara atau FGD sebagaimana dapat
itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder dilihat pada Tabel 3.1.
yang diperoleh dari BBPJN-VII seperti Data Lokasi
Pembangunan Ruas Jalan dan progres pelaksanaan
konstruksi jalan, serta informasi penyedia jasa yang
melaksanakan konstruksi jalan di Jawa Tengah dan
DIY. Daftar instansi/stakeholder dan jumlah responden

Tabel 3.1. Target instansi/stakeholder dan jumlah responden


Provinsi Provinsi
No Stakeholder/ Instansi Total
Jawa Tengah DIY
1 BBPJN-VII 2 - 2
2 Satker P2JN 2 2 4
3 Satker PJN 6 4 10
4 PPK 12 8 20
5 Kontraktor 12 8 20
6 Konsultan Pengawas 12 8 20
7 Konsultan Perencana 12 8 20
8 Akademisi / Pakar 4 6 10
Total 62 44 106

Metode Analisis
Metode analisis dalam penelitian ini penerapan tiap komponen standar mutu ke dalam
menggunakan metode analisis kuadran tingkat sumbu X sehingga diperoleh distribusi tiap
kepentingan dan tingkat penerapan tiap koordinat (x,y) tiap komponen standar mutu.
komponen standar mutu. Analisis kuadran tingkat Pemetaan kuadran tingkat kepentingan dan
kepentingan dan tingkat penerapan tiap tingkat penerapan standar mutu sebagaimana
komponen standar mutu dengan memetakan nilai dapat dilihat pada Gambar 1.
tingkat kepentingan tiap komponen standar mutu
ke dalam sumbu Y, dan memetakan nilai tingkat

Gambar 1. kuadran tingkat kepentingan dan tingkat penerapan standar mutu

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan tingkat
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan penerapan komponen standar mutupekerjaan
Standar Mutu Pekerjaan Drainase drainase sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 2.

472
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 2 Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan drainase

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 (tujuh)
faktor tingkat kepentingan dan tingkat penerapan faktor yang tidak konsisten antara tingkat
standar mutu pekerjaan drainase diklasifikasikan kepentingan dan tingkat penerapan, yang mana
menjadi 8 (delapan) factor/kelompok. Selain itu, mayoritas responden ke-7 faktor tersebut penting
distribusi jawaban responden terkait tingkat tetapi tingkat penerapannya rendah. Sub faktor
kepentingan dari 8 sub faktor tersebut, semuanya yang menurut responden penting tetapi tingkat
dalam kategori tinggi dan sangat tinggi, artinya penerapannya rendah merupakan indikasi
mayoritas responden menganggap semua faktor perlunya fasilitasi pedoman/instruksi
(aspek) terkait standar mutu Pekerjaan Drainase kerja/petunjuk pelaksanaan penerapan sistem
merupakan hal penting. Namun demikian, tingkat manajemen mutu pada faktor tersebut.
penerapan dari 8 sub faktor dari faktor pekerjaan
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan
drainase terdapat 1 (satu) faktor yang menurut
Standar Mutu Pekerjaan Tanah
mayoritas responden (lebih dari 50% responden)
dalam kategori tinggi atau sangat tinggi yaitu Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan
Pengawasan pekerjaan selokan dan saluran air. tingkat penerapan komponen standar
Berdasarkan Gambar 2 terkait tingkat mutupekerjaan tanah sebagaimana dapat dilihat
kepentingan dan tingkat penerapan Pekerjaan pada Gambar 3.
Drainase dalam sistem manajemen mutu, maka

473
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 3. Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan tanah

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa faktor Berdasarkan Gambar 3 terkait tingkat
tingkat kepentingan dan tingkat penerapan standar kepentingan dan tingkat penerapan Pekerjaan Tanah
mutu pekerjaan tanahdiklasifikasikan menjadi 8 dalam sistem manajemen mutu, maka dapat
(delapan) factor/kelompok.Selain itu, distribusi disimpulkan bahwa terdapat 5 (lima) faktor yang tidak
jawaban responden terkait tingkat kepentingan dari 8 konsisten antara tingkat kepentingan dan tingkat
sub faktor tersebut, semuanya dalam kategori tinggi penerapan, yang mana mayoritas responden ke-5
dan sangat tinggi, artinya mayoritas responden faktor tersebut penting tetapi tingkat penerapannya
menganggap semua faktor (aspek) terkait standar mutu rendah. Sub faktor yang menurut responden penting
pekerjaan tanah merupakan hal penting. Namun tetapi tingkat penerapannya rendah merupakan
demikian, tingkat penerapan dari 8 sub faktor dari indikasi perlunya fasilitasi pedoman/instruksi
faktor pekerjaan tanah terdapat 3 (tiga) faktor yang kerja/petunjuk pelaksanaan penerapan sistem
menurut mayoritas responden (lebih dari 50% manajemen mutu pada faktor tersebut.
responden) dalam kategori tinggi atau sangat tinggi
yang antara lain:
(1)Pengawasan pekerjaan galian
(2)Pengukuran untuk pembyaran pekerjaan galian
(3)Pengawasan pemasangan geotekstil.

474
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan


Standar Mutu Pekerjaan Pelebaran Perkerasan
dan Bahu Jalan
Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan
tingkat penerapan komponen standar mutupekerjaan
pelebaran perkerasan dan bahu jalan sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan pelebaran perkerasan dan
bahu jalan

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan dalam
faktor tingkat kepentingan dan tingkat penerapan sistem manajemen mutu, maka dapat
standar mutu pekerjaan pelebaran perkerasan dan disimpulkan bahwa terdapat 1 (satu) faktor yang
bahu jalandiklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tidak konsisten antara tingkat kepentingan dan
factor/kelompok.Selain itu, distribusi jawaban tingkat penerapan, yang mana mayoritas
responden terkaittingkat kepentingan dari 3 sub responden ke-1 faktor tersebut penting tetapi
faktor tersebut, semuanya dalam kategori tinggi tingkat penerapannya rendah. Sub faktor yang
dan sangat tinggi, artinya mayoritas responden menurut responden penting tetapi tingkat
menganggap semua faktor (aspek) terkait standar penerapannya rendah merupakan indikasi
mutu pekerjaan pelebaran perkerasan dan bahu perlunya fasilitasi pedoman/instruksi
jalan merupakan hal penting. Namun demikian, kerja/petunjuk pelaksanaan penerapan sistem
tingkat penerapan dari 3 sub faktor dari faktor manajemen mutu pada faktor tersebut.
Pekerjaan Pelebaran Perkerasan Dan Bahu Jalan
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan
terdapat 2 (dua) faktor yang menurut mayoritas
Standar Mutu Pekerjaan Perkerasan Berbutir
responden (lebih dari 50% responden) dalam
dan Beton Semen
kategori tinggi atau sangat tinggi yang antara
lain: Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan tingkat
(1)Pengawasan pekerjaan persiapan untuk penerapan komponen standar mutupekerjaan
pelebaran perkerasan perkerasan berbutir dan beton semen
(2)Pengawasan pekerjaan bahu jalan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambarterkait tingkat
kepentingan dan tingkat penerapan Pekerjaan

475
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5.Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan perkerasan berbutir dan beton semen
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa faktor (1). Pengawasan Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat
tingkat kepentingan dan tingkat penerapan standar (2). Pengukuran untuk Pembayaran Lapis Pondasi
mutu pekerjaan perkerasan berbutir dan beton semen Agregat
diklasifikasikan menjadi 15 factor/kelompok.Selain (3). Pengawasan Percobaan Lapangan Lapisan
itu, distribusi jawaban responden terkait tingkat Pondasi Semen Tanah
kepentingan dari 15 sub variabel tersebut, semuanya (4). Pengukuran Untuk Pembayaran Pekerjaan Lapis
dalam kategori tinggi dan sangat tinggi, artinya Pondasi Semen Tanah
mayoritas responden menganggap semua variabel (5). Pengawasan Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat
(aspek) terkait standar mutu pekerjaan perkerasan Semen (CTB dan CTSB)
berbutir dan beton semen merupakan hal penting. (6). Pengawasan Percobaan Lapangan Lapis Pondasi
Namun demikian, tingkat penerapan dari15 sub Agregat Semen (CTB dan CTSB).
variabel dari variabel pekerjaan perkerasan berbutir
Berdasarkan Gambar 5 terkait tingkat
dan beton semen, terdapat 6 (enam) variabel yang
kepentingan dan tingkat penerapan pekerjaan
menurut mayoritas responden (lebih dari 50%
perkerasan berbutir dan beton semen dalam sistem
responden) dalam kategori tinggi atau sangat tinggi
manajemen mutu, maka dapat disimpulkan bahwa
yang antara lain:
terdapat 9 (sembilan) variabel yang tidak konsisten

476
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

antara tingkat kepentingan dan tingkat penerapan, bahwa faktor tingkat kepentingan dan tingkat
yang mana mayoritas responden ke-9 variabel tersebut penerapan standar mutu pekerjaan perkerasan
penting tetapi tingkat penerapannya rendah. Sub aspaldiklasifikasikan menjadi 14
variabel yang menurut responden penting tetapi factor/kelompok.Selain itu, tingkat kepentingan dari
tingkat penerapannya rendah merupakan indikasi 14 sub variabel tersebut, semuanya dalam kategori
perlunya fasilitasi pedoman/instruksi kerja/petunjuk tinggi dan sangat tinggi, artinya mayoritas responden
pelaksanaan penerapan sistem manajemen mutu pada menganggap semua variabel (aspek) terkait standar
variabel tersebut. mutu pekerjaan perkerasan aspal merupakan hal
penting. Namun demikian, tingkat penerapan dari 14
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan
sub variabel dari variabel pekerjaan perkerasan aspal,
Standar Mutu Pekerjaan Perkerasan Aspal
terdapat 10 variabel yang menurut mayoritas
Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan tingkat
responden (lebih dari 50% responden) dalam kategori
penerapan komponen standar mutupekerjaan
tinggi atau sangat tinggi.
perkerasan aspal sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat

Gambar 6.Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan perkerasan aspal
Berdasarkan Gambar 6 terkait tingkat (3). Pengawasan Instalasi Pencampur Aspal dan
kepentingan dan tingkat penerapan pekerjaan Persiapan Produksi
perkerasan aspal dalam sistem manajemen (4). Pengawasan Pembuatan Campuran Beraspal
mutu, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 Panas.
(empat) variabel yang tidak konsisten antara
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Penerapan
tingkat kepentingan dan tingkat penerapan, yang
Standar Mutu Pekerjaan Struktur
mana mayoritas responden ke-4 variabel tersebut
penting tetapi tingkat penerapannya rendah. Ke-4 Hasil evaluasi tingkat kepentingan dan
variabel tersebut antara lain: tingkat penerapan komponen standar
(1). Pengawasan Pembuatan Formula Campuran mutupekerjaan struktur sebagaimana dapat
Kerja dilihat pada Gambar 7.
(2). Pengawasan Percobaan Pemadatan (Trial
Compaction)

477
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 7.Pemetaan tingkat kepentingan dan penerapan standar mutu pekerjaan struktur

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa Berdasarkan Gambar 7 terkait tingkat


faktor tingkat kepentingan dan tingkat penerapan kepentingan dan tingkat penerapan pekerjaan struktur
standar mutu pekerjaan perkerasan dalam sistem manajemen mutu, maka dapat
aspaldiklasifikasikan menjadi 19 disimpulkan bahwa terdapat 10 variabel yang tidak
factor/kelompok.Selain itu, terkait tingkat kepentingan konsisten antara tingkat kepentingan dan tingkat
dari 19 sub variabel tersebut, semuanya dalam penerapan, yang mana mayoritas responden ke-10
kategori tinggi dan sangat tinggi, artinya mayoritas variabel tersebut penting tetapi tingkat penerapannya
responden menganggap semua variabel (aspek) terkait rendah, yang antara lain:
standar mutu pekerjaan struktur merupakan hal (1). Pengawasan Pengendalian Mutu Beton di
penting. Namun demikian, tingkat penerapan dari 19 lapangan
sub variabel dari variabel pekerjaan struktur, terdapat (2). Pengawasan Pelaksanaan Prategang
9 (sembilan) variabel yang menurut mayoritas (3). Pengawasan Pekerjaan Balok Beton Pratekan
responden (lebih dari 50% responden) dalam kategori Segmental
tinggi atau sangat tinggi. (4). Pengawasan Pemasangan Unit-Unit Beton
Pratekan

478
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(5). Pengawasan Pekerjaan Baja Tulangan kuadran lanjutan yang mana masing-masing kuadran
(6). Pengawasan Pelaksanaan Tiang Uji (Test Pile) dipetakan ulang tingkat penerapan dan tingkat
(7). Pengawasan Pelaksanaan Pemancangan Turap kepentingannya menjadi 3 (tiga) kelompok/zona yaitu:
(8). Pengawasan Pekerjaan Pasangan Batu dengan (1) Zona Berat atau pekat: Faktor dan sub faktor yang
Mortar berada zona tersebut merupakan faktor dan sub
(9). Pengawasan Pekerjaan Pasangan Batu Kosong faktor yang sangat ekstrem (tingkat kepentingan
(10). Pengawasan Pekerjaan Bronjong. sangat tinggi atau sangat rendah dan tingkat
penerapan sangat tinggi atau sangat rendah).
PEMETAAN KUADRAN KEBUTUHAN (2) Zona sedang: Faktor dan sub faktor yang berada
FASILITASI PENERAPAN SMM pada zona sedang merupakan faktor dan sub
Berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat faktor dalam kondisi cukup ekstrem
penerapan standar mutu bidang jalan pada Gambar 2 (3) Zona ringan atau halus: Faktor dan sub faktor
sampai Gambar 7, maka dapat dilakukan analisis yang berada pada zona sedang merupakan faktor
quadran tingkat kepentingan dan tingkat penerapan dan sub faktor dalam kondisi kurang ekstrem
standar mutu pada pelaksanaan konstruksi jalan. Adapun hasil analisis kuadran yang
Analisis quadran SMM dilakukan dengan memetakan berdasarkan hasil distribusi persentase jawaban
tingkat kepentingan dan tingkat penerapan menjadi 4 responden terhadap tingkat kepentingan dan tingkat
(empat) kategori quadran, yaitu (1) Quadran-I; (2) penerapan sistem manajemen mutu sebagaimana dapat
Quadran-II; (3) Quadran-III; dan (4) Quadran-IV. dilihat pada Gambar 8.
Hasil analisis quadran yang diperoleh dapat
dipetakan secara lebih detail lagi dengan analisis

Gambar 8. Pemetaan kuadran tiap faktor dan sub faktor tingkat kepentingan dan tingkat penerapan SMM

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilhat bahwa II,artinya, ke-30 kelompok standar mutu tersebut
secara keseluruhan faktor dan sub faktor tingkat memerlukan dukungan instruksi kerja yang
kepentingan dan tingkat penerapan SMM berada menjelaskan standar mutu secara lebih detail dan lebih
dalam kuadran I dan Kuadran-II. Artinya, semua mudah dipahami serta mudah diterapkan dilapangan.
standar mutu yang telah disediakan merupakan hal Selain itu, faktor dan sub faktor pada kuadran-II tidak
penting bagi penyelenggara konstruksi jalan di ada yang berada dalam zona berat atau pekat. Pada
lapangan. Namun demikian, terdapat sebanyak 37 kuadran-I hanya terdapat 1 sub faktor yang berada
faktor yang masuk dalam kuadran I, artinya faktor dalam zona berat atau pekat yang mengindikasikan
yang masuk dalam quadran I merupakan faktor yang tingkat penerapan dan tingkat kepentingan sub faktor
penting dan telah dilaksanakan dengan baik tersebut sangat tinggi dan telah dilaksanakan dengan
dilapangan, sehingga program fasilitasi hanya bersifat baik.
pendukung dalam mempertahankan kinerja penerapan
sistem manajemen mutu pada faktor tersebut. Selain IV. KESIMPULAN
itu, sebanyak 30 faktor yang masuk dalam kuadran

479
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

1. Komponen standar mutu/kelompok pekerjaan 5. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi perlu


yang diidentifikasi yaitu sebanyak 67 meningkatkan jumlah pelatihan dan sertifikasi
kelompok, dari ke-67 kelompok tersebut keterampilan kepada tenaga kerja kontraktor dan
terdapat 37 kelompok pekerjaan yang dalam konsultan pengawas dilapangan, terutama dalam
kategori penting dan telah diterapkan sesuai memahami standar mutu pekerjaan konstruksi jalan
dengan tuntutan spesifikasi teknis bidang jalan. dan jembatan.
Artinya, sebanyak 55,2 persen komponen
pekerjaan dilapangan telah memenuhi tuntutan
standar mutu. DAFTAR PUSTAKA
2. Dari ke-67 kelompok pekerjaan yang
diidentifikasi, terdapat 30 (44,7%) kelompok AASHTO (American Association of State Highway
pekerjaan yang dalam kategori penting tetapi and Transportation Officials), 1998a, Standard
belum diterapkan sesuai dengan tuntutan Specifications for Transportation Materials and
spesifikasi teknis bidang jalan. Artinya, ke-30 Methods of Sampling and Testing Part I:
kelompok pekerjaan tersebut perlu dilakukan Specifications, 19th edition, Washington, D.C.
pengendalian mutu secara lebih serius, dan AASHTO (American Association of State Highway
perlu dilakukan sosialisasi pemenuhan standar and Transportation Officials), 1998b, Standard
mutu serta fasilitasi instruksi kerja yang harus Specifications for Transportation Materials and
dibuat secara lebih detail, lebih mudah Methods of Sampling and Testing Part II: Tests,
dipahami, dan mudah diterapkan dilapangan. 19th edition, Washington, D.C.
Haryono, T., 2005, SNI on Line dan Dampaknya
V. SARAN
terhadap Permintaan Standar, Jurnal
Standardisasi, Volume 7, No.2: 45-49, Badan
1. Perlu dilakukan penyusunan instruksi kerja yang
Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta
lebih detail, dan lebih mudah dipahami, serta
Kementerian Pekerjaan Umum, 2009, Peraturan
mudah digunakan dilapangan terutama terkait 30
Menteri Pekerjaan Umum Nomor
kelompok pekerjaan yang masuk dalam kuadran-II.
04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen
Misal, perlu disusun daftar simak praktis yang
Mutu, Jakarta.
menguraikan urutan pekerjaan dan standar mutu
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Peraturan
yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa konstruksi
Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang
jalan.
Jalan, Jakarta
2. Perlu dilakukan sosialisasi secara rutin terkait
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-
pemenuhan standar mutu pada pelaksanaan
Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,
konstruksi jalan, terutama terkait pemenuhan
Jakarta
prosedur dan metode kerja.
Pemerintah Republik Indonesia, 2017, Undang-
3. Penerapan standar mutu yang telah sesuai tuntutan
Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
spesifikasi teknis perlu dipertahankan dengan terus
Konstruksi, Jakarta
melakukan pengecekan/sidak di lapangan secara
Yates, J.K. & Aniftos, S., 1998. Developing Standards
rutin.
and International Standards
4. BPSDM perlu meningkatkan jumlah diklat terkait
Organizations. Journal of Management
pemahaman standar mutu pekerjaan konstruksi
Engineering, Vol. 14, No.
jalan dan jembatan kepada para PPK.
4(July/August), pp.57-64.

480
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

ANALISIS BOBOT PENGARUH MULTI KRITERIA TERHADAP


PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JALAN NASIONAL
DI PULAU KALIMANTAN
Slamet Rasidi1, Andriyani Sartika2, Putra Abu Sandra3, Agus Taufik Mulyono4
Sub Direktorat Manajemen Konstruksi12, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta34
Email : serasi1963@yahoo.com, andriyani.sartika@gmail.com, asputra.ugm@gmail.com, atm8002@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini menghasilkan tingkat pengaruh mutli kriteria yang terdiri dari kriteria teknis, spasial, ekonomi, sosial,
lingkungan dan polhankam terhadap penentuan program prioritas pembangunan jalan di Pulau Kalimantan. Metode
penelitian dilakukan dengan survei wawancara terkait tingkat kepentingan dan tingkat penerapan tiap kriteria dan sub
kriteria dalam penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional. Metode analisis dilakukan dengan analisis
statistik dengan menggunakan software SEM (Structural Equational Modelling) untuk memperoleh bobot pengaruh tiap
kriteria terhadap penentuan program prioritas pembangunan jalan dan bobot pengaruh antar kriteria tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat pengaruhnya paling tinggi terhadap penentuan program prioritas
pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan yaitu kriteria spasial dengan bobot pengaruh sebesar 27%, diikuti
oleh kriteria teknis dengan bobot pengaruh sebesar 18%, sedangkan kriteria yang tingkat pengaruhnya paling kecil yaitu
kriteria sosial dengan bobot pengaruh sebesar 11%. Penelitian ini merekomendasi agar semua kriteria dan sub kriteria
yang memiliki pengaruh terhadap penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan dapat
menjadi bahan dipertimbangkan secara holistik dalam pengambilan kebijakan pembangunan jalan nasional di Pulau
Kalimantan.

Kata Kunci: tingkat pengaruh, multi kriteria, program prioritas pembangunan jalan nasional

Abstract
The research resulted the level of influence of multi-criteria which is consisted of technical criteria, spacial, economy,
social, environment and polhankam toward the determination of road development priority program in the Kalimantan
Island. The research method was conducted by doing interview survey related to the level of importance and level of
application each criteria and subcriteria in determining of national road development priority program. The use of
analysis method was statistical analysis by using SEM software (Structural Equational Modelling) to obtain the weight
of influence between the criteria. The result of research indicated that the criteria with the highest level of influence
toward the determination of road development priority program in the Kalimantan Island was spatial criteria(27 %),
followed by the technic criteria (18 %), whereas the smallest influence come from social criteria (11%). The research
recommend that all the criteria and sub criteria which has influence toward the determination of road development
priority program in the Kalimantan Island could be the point to consider holistically in taking the policy of national road
development in the Kalimantan Island

Keywords: level of influence, multi criteria, national road development priority program

I. PENDAHULUAN (2015 – 2019) dijabarkan dan disusun sebagai


penjabaran operasional dari Nawa Cita.
Periode RPJPN ke-3 yaitu tahun 2015-2019
Turunan dari RPJMN 2015-2019 sektor jalan
adalah periode yang sangat menentukan dalam
adalah Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal
pencapaian target pembangunan RPJPN 2005-2025.
Bina Marga 2015-2019 yang secara prinsip telah
Pelaksanaan RPJPN ke-3 akan ditindaklanjuti oleh
menetapkan kebijakan, strategi dan program strategi
RPJMN 2015-2019, yang telah ditetapkan melalui
dalan penyelenggaraan jalan nasional dan sub-nasional.
Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015. Penjabaran
Kebijakan penyelenggaraan jalan dalam Renstra
RPJMN dalam kurun waktu 2015 – 2025 adalah RPJM
Ditjen. Bina Marga untuk mendukung pengaturan,
ke-3 (2015 – 2019) lebih fokus pada upaya pemantapan
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan lebih
pembangunan secara menyeluruh berbagai bidang
difokuskan dalam pembangunan ruas jalan nasional
dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif
baru sepanjang 2.650 km, yang mana hampir 30%dari
perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber
jalan baru tersebut merupakan jalan baru yang akan
daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas
dibangun di kawasan perbatasan Pulau Kalimantan.
serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus
meningkat. Agenda pembangunan nasional di RPJM

481
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Berdasarkan tuntutan pembangunan RPJMN Penyusunan arah pengembangan jaringan


ke-3 tersebut, perlu dilakukan analisis prioritas transportasi di masa mendatang menggunakan
program pembangunan jalan secara tepat, akurat, dan beberapa prinsip dasar, yaitu : hirarkis, geografis,
dapat dipertanggung-jawabkan. Analisis prioritas ekonomis, dan dukungan terhadap pengembangan
program pembangunan jalan baru di Pulau Kalimantan wilayah.Jaringan transportasi memiliki hirarkis seperti
tersebut harus mempertimbangkan berbagai aspek lokal, kolektor, dan arteri, yang dipengaruhi oleh :
secara komprehensif agar tidak terjadi permasalahan di hirarki kota yang akan dilayani dan besar kecilnya arus
kemudian hari. lalulintas barang/jasa dan orang. Misalnya untuk lintas
yang menghubungkan antar simpul nasional atau antara
II. LANDASAN TEORI simpul nasional dengan simpul wilayah akan dilayani
oleh lintas arteri primer dan lintas kolektor primer,
Penyelenggaraan Jalan Nasional dan Jalan dengan prasaranan untuk transportasi darat berupa
Strategis Nasional jalan nasional. Dalam kaitan jaringan transportasi
Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004
terhadap prasarana jalan sebagai ruang transportasi,
tentang Jalan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Mulyono (2013) menyimpulkan bahwa Capaian
jalan pada dasarnya harus dapat mewujudkan jalan tindakan proaktif penyelenggaraan jalan nasional yang
yang andal kinerjanya sehingga dapat dipergunakan
belum maksimal adalah : (a) penetapan tingkat
untuk kepentingan masyarakat umum secara aman dan
pelayanan jalan; (b) optimalisasi pemanfaatan ruas
nyaman, dengan tetap memperhatikan asas-asas
jalan; (c) perbaikan geometrik ruas dan persimpangan
efisiensi dan efektivitas serta dampak lingkungan
jalan; (d) penetapan kelas jalan tiap ruas jalan;dan (e)
dalam pembangunannya. Sementara itu, Undang- pemenuhan kelaikan fungsi jalan.
Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan pada intinya mengatur legalitas
III. METODOLOGI PENELITIAN
kesiapan jalan untuk melayani lalulintas angkutan.
Dengan demikian, selain kriteria keandalan kinerja Lokasi, Data Penelitian, dan Objek Penelitian
keandalan di atas, berdasarkan undang-undang ini Lokasi penelitian berada di Pulau Kalimantan
kriteria-kriteria keselamatan, kenyamanan, ketertiban dan Jakarta. Penelitian ini menggunakan data primer
dan kelancaran lalulintas pengguna jalan harus pula yang diperoleh dari hasil survei wawancara kepada
menjadi fokus perhatian para penyelenggara jalan. Satker P2JN di Pulau Kalimantan, Bidang Perencanaan
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan BBPJN XIII Banjarmasin, Bidang Perencanaan BBPJN
jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang XIII Balikpapan, Pakar/Akademisi Bidang
menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan Perencanaan Jaringan Jalan atau Teknik Jalan.
strategis nasional, serta jalan tol. Jalan strategis Formulir wawancara yang digunakan terdiri dari
nasional adalah jalan yang melayani kepentingan formulir wawancara tingkat kepentingan tiap kriteria
nasional atas dasar kriteria strategis yaitu mempunyai dan sub kriteria teknis, spasial, ekonomi, sosial,
peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan lingkungan, dan polhankam. Jumlah populasi sangat
nasional, melayani daerah-daerah rawan, bagian dari menentukan dalam penentuan jumlah
jalan lintas regional atau lintas internasional, melayani responden/sampel, Nasution (2011) memberikan acuan
kepentingan perbatasan antarnegara, serta dalam umum untuk menentukan ukuran sampel bahwa ukuran
rangka pertahanan dan keamanan. sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat
Peraturan Presiden Nomor 31 tahun 2015 untuk kebanyakan penelitianAdapun jumlah responden
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan yang menjadi target survei data primer sebagaimana
Negara di Kalimantan merupakan turunan dari disajikan dalam Tabel 1.
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26
tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional. Tujuan penataan ruang kawasan perbatasan
yaitu untuk mewujudkan keutuhan wilayah negara di
perbatasan dengan menegakkan kedaulatan negara dan
menjaga pertahanan dan keamanan negara pada
kawasan perbatasan negara dan mewujudkan
pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara
yang mandiri, serta mewujudkan kawasan berfungsi
lindung sebagai paru-paru dunia dan perlindungan
keanekaragaman hayati sebagaimana terdapat dalam
Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2015.
Prinsip Dasar Pengembangan Jaringan
Transportasi

482
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Tabel 1. Objek penelitian dan Target jumlah responden


No Stakeholder objek penelitian Jumlah
1 P2JN di Pulau Kalimantan 10
2 BBPJN X Banjarmasin 4
3 BBPJN XII Balikpapan 4
4 Pakar/Akademisi Bidang Jalan/Transportasi 10
5 Direktorat Pembangunan Jalan 5
6 Bappenas 2
Total 35

Kerangka Metodologi Penelitian terhadap penentuan prioritas pembangunan jalan


Kerangka metodologi penelitiandalam nasional di Pulau Kalimantansebagaimana disajikan
melaksanakan analisis bobot pengaruh multi kriteria dalam Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka metodologi penelitian dalam melaksanakan analisis bobot pengaruh multi kriteria terhadap
penentuan prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

483
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 1. Kerangka metodologi penelitian dalam melaksanakan analisis bobot pengaruh multi kriteria terhadap
penentuan prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan (lanjutan)

484
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

IV. HASIL PENELITIAN DAN pengukuran dengan memiliki banyak indikator dalam
PEMBAHASAN satu variabel laten.Hasil CFA kriteria-kriteria yang
berpengaruh dalam pengisian bobot untuk penentuan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Full SEM prioritas program pembangunan jalan nasional yang
Model Pengaruh Multi Kriteria Terhadap terdiri dari kriteria teknis, spasial, ekonmi, sosial,
Penentuan Prioritas Program Pembangunan Jalan lingkungan dan polhankam sebagaimana disajikan
Nasional di P. Kalimantan dalam Gambar 2 dan Tabel 2.
Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah
analisis faktor penegasanuntuk mengurangi kesalahan

Gambar 2.CFA tiap kriteria terhadappenentuan prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan
Tabel 2.Rangkuman nilai CFA tiap kriteria dalam penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau
Kalimantan

Kode Multi Kriteria Estimate

X1 Kriteria Teknis 0,98


X2 Kriteria Spasial/Keruangan 0,88
X3 Kriteria Ekonomi 0,80
X4 Kriteria Sosial 0,73
X5 Kriteria Lingkungan 0,73
X6 Kriteria Polhankam 0,65

Berdasarkan Gambar 1 dapat dideskripsikan signifikan untuk kriteria sosial, lingkungan, dan
distribusi nilai CFA terhadap nilai batasan signifikansi polhankam karena nilai CFA >0,5.
suatu faktor sebagai berikut:
Estimasi model full model struktural dilakukan
 CFA Sangat Signifikan mendekati 1,0 : X1, X2, X3 dengan memasukan indikator yang telah diuji dengan
 CFA Signifikan > 0,5 : X4, X5, X6 confirmatory analysis factor.Full model structuralakan
 CFA tidak Signifikan ≤ 0,5 : - memberikan hubungan antar faktor yang berkontribusi
Hasil analisis Confirmatory Factor Analysis pada penentuan prioritas pembangunan jalan nasional
(CFA) pada faktor multi kriteria terhadap prioritas di Pulau Kalimantan. Structural Equation Modeling
program pembangunan jalan nasional Pembangunan (SEM) Pengaruh tiapkriteria MCA terhadap penentuan
Jalan di Pulau Kalimantan menunjukkan tingkat prioritas program pembangunan jalan nasional di Pulau
pengaruh yang sangat signifikan untuk kriteria teknis, Kalimantan sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
spasial, dan ekonomi karena nilai CFA >0,5 dan Adapun rangkuman standar bobot kriteria MCA
mendekati 1,0 (satu), serta tingkat pengaruh yang terhadap penentuan prioritas program Pembangunan

481
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Jalan nasional di Pulau Kalimantans ebagaimana


disajikan dalam Tabel 3.

Gambar 3.Structural Equation Modeling


(SEM) pengaruh tiapkriteriaterhadappenentuan prioritas program pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

Tabel 3. Bobot tiap kriteria (multi kriteria) terhadap Penentuan Prioritas Program Pembangunan Jalan di Pulau
Kalimantan

No Multi Kriteria Bobot


1 Kriteria Teknis 18
2 Kriteria Spasial/Keruangan 27
3 Kriteria Ekonomi 17
4 Kriteria Sosial 11
5 Kriteria Lingkungan 12
6 Kriteria Polhankam 15
Total 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Lingkungan, dan Polhankam)dalam Penentuan


kriteria yang memiliki bobot kontribusi paling besar Program Prioritas Pembangunan Jalan Nasional di
terhadap penentuan prioritas program pembangunan Pulau Kalimantan
jalan di Pulau Kalimantan yaitu kriteria spasialsebesar Kriteria teknis yang memiliki pengaruh
27%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranjalan baru sebesar 35% terhadap penentuan prioritas program
di Pulau Kalimantan sangat terkait dengan berbagai pembangunan jalan nasional di P. Kalimantanmemiliki
aspek spasial seperti keterkaitan jalan baru dalam beberapa sub-kriteria. Pada penelitian ini juga
menghubungkan simpul transportasi, kesesuaian rute dilakukan analisis pengaruh sub kriteria terhadap
jalan baru terhadap RTRW, kesesuaian jalan baru kriteria teknis dalam penentuan prioritas program
terhadap pengambangan KSPN, kesesuai jalan baru pembangunan jalan nasional di P. Kalimantan.
terhadap pengembangan KEK, dan kesesuai jalan baru Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh tiapsub
terhadap pengembangan daerah pinggiran. kriteria teknis terhadapkriteria teknis pembangunan
jalan baru Pulau Kalimantan ditunjukan pada Gambar
Pengaruh Sub-Kriteria terhadapMulti Kriteria 4.Berdasarkan Gambar 4, diperoleh bobot
(Kriteria Teknis, Spasial, Ekonomi, Sosial, pengaruh/kontribusi dari 8 (delapan) sub kriteria teknis

482
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

terhadap kriteria teknis dalam penentuan program sebagai berikut:


pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

Gambar 4.Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria teknis terhadapkriteria teknis dalam penentuan
program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

(1) 18% Kondisi geometrik rencana rute jalan baru spasialpembangunan jalan baru Pulau Kalimantan
(2) 11% Kondisi fisiografi wilayah koridor jaringan ditunjukan pada Gambar 5.Berdasarkan Gambar 5,
jalan baru diperoleh bobot pengaruh/kontribusi dari 6 (enam) sub
(3) 4% Kondisi potensi kegempaan koridor jaringan kriteria spasial terhadap kriteria spasial dalam
jalan baru penentuan program pembangunan jalan nasional di
(4) 14% Kondisi ketersediaan quarry terhadap Pulau Kalimantan sebagai berikut:
rencana rute jalan baru
(1) 26% Fungsi ruas jalan baru sebagai jalan arteri
(5) 11% Integrasi rencana rute jalan baru terhadap
primer/kolektor/lainnya
jaringan jalan eksisting
(2) 18% Keterhubungan rute jalan baru terhadap
(6) 20% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
simpul transportasi
terhadap travel time jaringan jalan eksisting
(3) 19% Kesesuaian rute jalan baru terhadap RTRW
(7) 15% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
(4) 8% Peran rute jalan baru terhadap pengembangan
terhadap V/C ratio jaringan jalan eksisting
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
(8) 7% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
(5) 13% Peran rute jalan baru terhadap
terhadap kemantapan jaringan jalan eksisting
pengembangan KEK
Structural Equation Modeling (SEM) (6) 16% Peran rute jalan baru terhadap
pengaruh tiapsub kriteria spasial terhadapkriteria pengembangan daerah pinggiran

483
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Gambar 5. Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria spasial terhadapkriteria spasial dalam
penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan
(2) 19% Indikasi risiko pembebasan lahan rencana
Structural Equation Modeling (SEM)
trase jalan baru dan ganti rugi bangunan
pengaruh tiapsub kriteria ekonomi terhadapkriteria
(3) 24% Indikasi pembiayaan pembangunan
ekonomipembangunan jalan baru Pulau Kalimantan
konstruksi jalan baru
ditunjukan pada Gambar 6.Berdasarkan Gambar 6,
(4) 18% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
diperoleh bobot pengaruh/kontribusi dari 6 (enam) sub
terhadap Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
kriteria ekonomi terhadap kriteria ekonomi dalam
(5) 10% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
penentuan program pembangunan jalan nasional di
terhadap peningkatan harga lahan di luar rumija
Pulau Kalimantan sebagai berikut:
(6) 13% Indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru
(1) 16% Indikasi risiko pembebasan lahan trase jalan
terhadap distribusi komoditi pertanian
baru dan ganti rugi bangunan

Gambar 6.Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria ekonomi terhadap kriteria ekonomi dalam
penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

484
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

(3) 17% Indikasi sinergitas pembangunan


Structural Equation Modeling (SEM)
dan pengoperasian jalan baru terhadap
pengaruh tiapsub kriteria sosial terhadapkriteria
kebijakan dan kearifan lokal
sosialpembangunan jalan baru Pulau Kalimantan
(4) 22% Indikasi pengaruh pembangunan
ditunjukan pada Gambar 7.Berdasarkan Gambar 7,
dan pengoperasian jalan baru terhadap
diperoleh bobot pengaruh/kontribusi dari 5 (lima) sub
pengurangan kantong kemiskinan
kriteria sosial terhadap kriteria sosial dalam penentuan
(5) 27% Indikasi pengaruh pembangunan
program pembangunan jalan nasional di Pulau
dan pengoperasian jalan baru terhadap
Kalimantan sebagai berikut:
restorasi karakter bangsa dan
(1) 23% Indikasi pengaruh pembangunan
peningkatan IPM
dan pengoperasian jalan baru terhadap
solusi konflik sosial Structural Equation Modeling (SEM)
(2) 11% Indikasi pengaruh jalan baru pengaruh tiapsub kriteria lingkungan terhadapkriteria
terhadap pengembangan kawasan sentra lingkungan pembangunan jalan baru Pulau Kalimantan
seni dan budaya ditunjukan pada Gambar 8.

Gambar 7.Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria sosial terhadapkriteria sosial dalam penentuan
program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

Gambar 8. Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria lingkungan terhadapkriteria lingkungan
dalam penentuan program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan

485
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

Berdasarkan Gambar 8, diperoleh bobot polhankam pembangunan jalan baru Pulau Kalimantan
pengaruh/kontribusi dari 6 (enam) sub kriteria ditunjukan pada Gambar 9.Berdasarkan Gambar 9,
lingkungan terhadap kriteria lingkungan dalam diperoleh bobot pengaruh/kontribusi dari 4 (empat) sub
penentuan program pembangunan jalan nasional di kriteria polhankam terhadap kriteria polhankam dalam
Pulau Kalimantan sebagai berikut: penentuan program pembangunan jalan nasional di
(1) 20% Indikasi pengaruh pembangunan dan Pulau Kalimantan sebagai berikut:
pengoperasian jalan baru (1) 38% Indikasi konsekuensi pembangunan
(2) 22% Indikasi pengaruh pembangunan dan jalan baru terhadap Kebijakan
pengoperasian jalan baru terhadap fungsi lahan Pemerintah
(3) 24% Indikasi pengaruh pengembangan jalan baru (2) 27% Indikasi konsekuensi pembangunan
terhadap kawasan hutan lindung jalan baru terhadap kesepakatan
(4) 17% Indikasi pengaruh pembangunan dan geopolitik
pengoperasian jalan baru terhadap kawasan (3) 25% Indikasi konsekuensi pembangunan
konservasi sumber daya alam jalan baru terhadap strategi pertahanan
(5) 12% Indikasi pengaruh pengembangan jalan baru dan keamanan
terhadap kawasan cagar budaya dan suaka alam (4) 10% Indikasi konsekuensi pembangunan
(6) 5% Indikasi pengaruh pengembangan jalan baru jalan baru terhadap pengembangan
terhadap kawasan sempadan sungai dan danau wilayah pemekaran (provinsi/kabupaten/
kota)
Structural Equation Modeling (SEM)
pengaruh tiapsub kriteria polhankam terhadapkriteria

Gambar 9.Structural Equation Modeling (SEM) pengaruh sub kriteria polhankam terhadapkriteria polhankam dalam penentuan
program prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau Kalimantan
3. Kriteria spasial yang berkontribusi terhadap
KESIMPULAN penentuan prioritas pembangunan jalan di
1. Penentuan program prioritas pembangunan Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh kontribusi
jalan nasional di Pulau Kalimantan sangat 6 (enam) sub kriteria, dengan sub kriteria yang
dipengaruhi kontribusi : 18% kriteria teknis + berkontribusi paling dominan yaituFungsi ruas
27% kriteria spasial + 17% kriteria ekonomi + jalan baru sebagai jalan arteri
11% kriteria sosial + 12% kriteria lingkungan primer/kolektor/lainnya.
+ 15 % kriteria polhankam. 4. Kriteria ekonomi yang berkontribusi terhadap
2. Kriteria teknis yang berkontribusi terhadap penentuan prioritas pembangunan jalan di
penentuan prioritas pembangunan jalan di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh kontribusi
Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh kontribusi 6 (enam) sub kriteria, dengan sub kriteria yang
8 (delapan) sub kriteria, dengan sub kriteria berkontribusi paling dominan yaituIndikasi
yang berkontribusi paling dominan yaitu pembiayaan pembangunan konstruksi jalan
indikasi pengaruh pengoperasian jalan baru baru.
terhadap travel time jaringan jalan eksisting.

486
KRTJ-14 JAKARTA 2018
KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KE-14
Jakarta, 16 – 19 April 2018

5. Kriteria sosial yang berkontribusi terhadap Sekretariat Negara, 2015, Peraturan Presiden Nomor
penentuan prioritas pembangunan jalan di 02 tahun 2015 tentangRPJMN 2015-2019,
Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh kontribusi Jakarta
5 (lima) sub kriteria, dengan sub kriteria yang Sekretariat Negara, 2015, Peraturan Presiden Nomor
berkontribusi paling dominan yaituIndikasi 31 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang
pengaruh pembangunan dan pengoperasian Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan,
jalan baru terhadap solusi konflik sosial. Jakarta
6. Kriteria lingkungan yang berkontribusi
terhadap penentuan prioritas pembangunan
jalan di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh
kontribusi 6 (enam) sub kriteria, dengan sub
kriteria yang berkontribusi paling dominan
yaituIndikasi pengaruh pengembangan jalan
baru terhadap kawasan hutan lindung.
7. Kriteria polhankam yang berkontribusi
terhadap penentuan prioritas pembangunan
jalan di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh
kontribusi 4 (empat) sub kriteria, dengan sub
kriteria yang berkontribusi paling dominan
yaitu Indikasi konsekuensi pembangunan jalan
baru terhadap Kebijakan Pemerintah.

SARAN
1. Bobot pengaruh tiap kriteria diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan program pembangunan jalan nasional di
Pulau Kalimantan
2. Selain multi kriteria yang terdiri dari kriteria teknis,
spasial, ekonomi, lingkungan, sosial, dan
polhankam, terdapat kriteria lain yang sebaiknya
dipertimbangkan dalam penentuan program
prioritas pembangunan jalan nasional di Pulau
Kalimantan yaitu perlu mempertimbangkan kriteria
kesiapan seperti ketersediaan FS, AMDAL, DED,
dan Audit keselamatan DED.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Marga, 2015, Rencana Strategis 2015-2019
Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian
Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, Jakarta
Mulyono.A.T., dan Sandra.P.A., 2013, Evaluasi
Kendala Dan Masalah Implementasi UU
22/2009 Tentang LLAJ Terhadap Capaian
Penyelenggaraan Jalan Nasional, Jurnal FSTPT
edisi tahun 2013, Jakarta
Nasution, S., 2011, Metode Research (Penelitian
Ilmiah), Bumi Aksara, 2011.
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,
Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2007, Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2008, Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
RTRWN, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta

487
KRTJ-14 JAKARTA 2018
HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA
2018

Anda mungkin juga menyukai