Anda di halaman 1dari 196

SAMBUTAN

KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL RETII KE-9 TAHUN 2014

Assalamu’alaikum wr.wb.
Salam sejahtera bagi kita semua

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Seminar
Nasional ReTII ke-9 Tahun 2014 dapat terlaksana. Seminar tahun ini mengusung tema “Eco-
Technology”: Paradigma Pembangunan Masa Depan untuk Mendukung Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Seminar Nasional ReTII ke-9 tahun ini diikuti oleh 102 pemakalah dengan rincian dari
STTNAS sebanyak 27 pemakalah dan dari perguruan tinggi lainnya sebanyak 75 pemakalah.
Adapun sebaran institusi perguruan tinggi yang telah berpartisipasi antara lain: Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Diponegoro Semarang, ITS Surabaya, Universitas
Sebelas Maret Surakarta, UII Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Jakarta, Universitas Trisakti Jakarta, UNISSULA
Semarang, Universitar Kristen Petra Surabaya, Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri
Semarang, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Universitas Islam Malang, Pusat Kajian Sistem
Energi Nuklir BATAN dan beberapa perguruan tinggi lainnya.

Panitia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Keynote-speech, para


pemakalah, hadirin dan semua pihak yang telah ikut serta mendukung terselenggaranya
kegiatan seminar tahunan ini.

Panitia telah bekerja semaksimal mungkin agar acara seminar tahunan berlangsung dengan
baik dan lancar. Namun apabila masih ada didapati adanya beberapa kekurangan dari panitia,
kami dari panitia memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang konstruktif
dari para peserta sangat kami harapkan demi perbaikan acara seminar dimasa mendatang.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi acara seminar ini dan bermanfaat bagi
kita semua khususnya untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam pembangunan Indonesia. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 13 Desember 2014


Hormat Kami,

Fahril Fanani, S.T., M.Eng.


Ketua Panitia
Dalam Rangka
Pembukaan Seminar Nasional
Rekayasa Teknologi dan Informasi (ReTII) ke-9
Yogyakarta, 13 Desember 2014

Assalamu’alaikum wr.wb
Salam sejahtera bagi kita semua

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
ridhoNya kita dapat berkumpul di sini dalam rangka Seminar ReTII ke-9 dalam keadaan sehat
wal’afiat. Mudah-mudahan Allah SWT juga memberi kemudahan kepada panitia dalam
menyelenggarakan seminar ini. Demikian juga kepada para peserta dalam mengikuti acara
seminar ini.

Seminar ReTII kali ini merupakan yang ke-9 dan merupakan agenda tahunan STTNAS yang
dimaksudkan agar dapat menjadi ajang temu para pakar untuk saling tukar pengalaman,
informasi, berdiskusi, memperluas wawasan dan untuk merespon perkembangan teknologi
yang demikian pesat. Selain itu diharapkan adanya kerja sama dari para pakar yang hadir
sehingga menghasilkan penelitian bersama yang lebih berkualitas dan bersama-sama pula ikut
memecahkan persoalan-persoalan teknologi untuk kemandirian bangsa.

Semoga seminar ini dapat terselenggara dengan baik dan memenuhi harapan kita semua.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada panitia dan semua pihak yang membantu
sehingga acara Seminar ReTII ke-9 ini dapat terselenggara dengan baik. Jika ada yang kurang
dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 13 Desember 2014


Ketua STTNAS

Ir. H. Ircham, M.T.


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
 
DAFTAR ISI
Halaman
SUSUNAN PANITIA ................................................................................................. i
SAMBUTAN KETUA PANITIA .............................................................................. ii
SAMBUTAN KETUA STTNAS ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v

BUKU II
TEKNOLOGI MESIN DAN INDUSTRI UNTUK PENINGKATAN DAYA
SAING EKONOMI
1. Perancangan Alat Uji Keausan Abrasif dengan Penggerak Pneumatik
Hasta Kuntara1, Sigit Budi Hartono2 ............................................................................... 283
2. Kajian Turbin Air Aliran Pusar Skala Pico Terhadap Variasi Jumlah Sudu dan
SudutSudu
Gatot Suwoto1, Sunarwo2, Supriyo3 .................................................................................. 289
3. Pembangkit Listrik Turbin Angin dengan Poros Vertikal
Sugiono1, Margianto2, Artono Raharjo3 ........................................................................... 295
4. Kolaborasi Energi Surya dan Angin untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Kering dan
Hasil Olahannya Bagi Masyarakat Nambangan Kenjeran
Hadi Santoso1, Yuliati2 ..................................................................................................... 299
5. Analisis Faktor Koreksi C pada Pengukuran Debit Aliran Air Bersih
yangMenggunakan Weir V-Notch dengan Sudut Puncak 90 Derajat
Yohanes Agus Jayatun ...................................................................................................... 305
6. Efek Throat Ratio Terhadap Kinerja LJGP
Dandung Rudy Hartana1, Daru Sugati2 ........................................................................... 313
7. Analisis Konsumsi Bahan Bakar Terhadap Water Injection (WaI)
BerbasisMikrokontroler yang Diterapkan pada Sepeda Motor
Basori1, Subagsono2, Husin Bugis3 .................................................................................. 319
8. Pengaruh Peregangan Katup Terhadap Unjuk Kerja Generator Set Tipe ET 2500 L
Harianto ........................................................................................................................... 325
9. Pengaruh Waktu Pencucian Terhadap Sifat Mekanis Produk Lateks Karet
AlamRendah Protein
Yuniati1, Adriana2, Ramzi Jalal3 ....................................................................................... 331
10. Pengukuran Kekasaran Permukaan Plat Aluminium Hasil Pemotongan Laser Cutting
dan CNC Milling PC-Based
Dani Anggoro Hasan1, Herianto2 ..................................................................................... 337
11. Pengaruh Chromic Acid Anodizing Pada Material Pesawat Terbang Al 7050-T7651
Terhadap laju Perambatan Retak Fatik
Haris Ardianto1, Priyo Tri Iswanto2 ................................................................................. 343
12. Recycling Polimer Cartridge Bekas menjadi Bijih Plastik dan Pengolahan
LimbahAirnya Sub Rancang Bangun Mesin Penghalus Serpihan (Cutting Mill) Plastik
Getas
Isdaryanto Iskandar1, Harjadi Gunawan2, Noryawati Mulyono3 ..................................... 349

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | v


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

13. Porositas pada Rumah Pompa Air dengan Variasi Desain Sistem Saluran dengan
Pengecoran Lost Foam
Sutiyoko1,Suyitno2, Lutiyatmi3, Soekrisno4 ....................................................................... 355
14. Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Preheater Terhadap Kinerja Mesin
FefrigerasiPada Mobil Dengan Menggunakan Refrigeran MUSICool MC 134
Yohanes Kuncoro1, Suhanan2 ........................................................................................... 365
15. Examination of Existing Correlation for Wave Velocity in Horizontal Annular Flow
Andriyanto Setyawan1, Indarto2, Deendarlianto3, Prasetyo4, Agus Sunadi5 .................... 371
16. Observasi Karakteristik CCFL pada Pipa Kompleks
Apip Badarudin1, Indarto2, Deendarlianto3, Hermawan4, Aji Saka5, M. Fikri Haykal
Syarif6,Aditya Wicaksono7 ................................................................................................ 377
17. Penerapan Teknologi Pengecoran Logam untuk Pembuatan Souvenir
Rencong,Pemeriksaan Kesehatan Pengrajin
Akhyar1, Hijra Novia Suardi2 ........................................................................................... 383
18. Pengaruh Shot Peening Terhadap Korosi dan Sifat Mekanis Sambungan Friction Stir
Welding pada Aluminium Seri 5083
Wartono1, Djoko Suprijanto2 ............................................................................................ 389
19. Identifikasi Keterhubungan Eksternal, Kapabilitas Inovasi dan Rantai Nilai
Inovasipada Industri Sepatu di Jawa Timur
Esti Dwi Rinawiyanti1, Benny Lianto2 .............................................................................. 397
20. Studi dan Analisis Deskriptif Sustainable Innovation pada UMKM Pengolahan
Makanandi Surabaya
Esti Dwi Rinawiyanti ........................................................................................................ 405
21. Komporasi Performa Sistem Refrigerasi AC Mobil Dengan Refrigeran R-
134aTerhadap Musicool-134a
Bagiyo Condro Purnomo1, Suhanan2 ............................................................................... 413
22. Studi Pelapisan Polisiloksan pada Baja
Wikan Jatimurti1,Hosta Ardhyananta2,Deni Budi Utomo3 ............................................... 419
23. Kaji Eksperimental Variasi Campuran Propana dan Isobutana Sebagai Solusi
Pengganti Refirgeran R22
Ariyanto ............................................................................................................................ 425
24. Pengolahan Sampah Plastik Jenis PP, PET dan PE Menjadi Bahan BakarMinyak dan
Karakteristiknya
Untoro Budi Surono1, Ismanto2 ........................................................................................ 431
25. Analisa Sifat Fisik dan Mekanik Aluminium 5083 T-Joint Friction Stir Welding
(FSW) pada Konstruksi Kapal
Pompy Pratisna1, Achmad Zubaydi2, Nurul Muhayat3 ..................................................... 439
26. Pemanfaatan Serbuk Bambu Sebagai Alternatif Bahan Friksi Kampas Rem Non-
AsbestosSepeda Motor (Performansi Daya Dengan Prony Brake)
Ranto1, Budi Harjanto2, Yuyun Estriyanto3, Nur Effendi4 ................................................ 445
27. Kualitas Pengelasan Metode Oksi-Asitelin pada Aluminium dengan Perlakuan Post
Weld Head Treatment
Budi Harjanto1, Suharno2, Yuyun Estriyanto3 .................................................................. 451
28. Pengaruh Pemanasan Bahan BAkar melalui Pipa Bersirip Persegi pada
UpperTankRadiator dan Penambahan Etanol dalam BensinTerhadap Emisi Gas Buang
CO danHC pada Toyota Kijang
Danar Susilo Wijayanto1, Ngatou Rohman2, Ranto3, Husin Bugis4, M. Rodhi Qoribi5.... 457

vi | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
 
29. Pengaruh Suhu Temper Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, dan Ketahanan AusBaja
Karbon HQ 709
Nizam Effendi1, Budi Harjanto2, Suharno3, Surahman4 ................................................... 463
30. Kualitas Repair Welding Metode MIG Dengan Perlakuan Pre-heating Pada cast
Wheel Aluminium
Subagsono1, Budi Harjanto2, Bambang Dwi Wayhudi3 ................................................... 431

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | vii


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Perancangan Alat Uji Keausan Abrasif Dengan


Penggerak Pneumatik

Hasta Kuntara 1, Sigit Budi Hartono 2

STTNAS Yogyakarta1,2
abh5ta@gmail.com 1

Abstrak
Perancangan ini bertujuan untuk mendapatkan alat uji keausan abrasif bahan logam maupun non logam yang
mempunyai sedikit pengulangan lintasan benda uji pada pengujian keausan abrasif dengan media gesek kertas
abrasif. Selama ini alat pengujian keausan dengan media gesek kertas abrasif terdapat banyak pengulangan lintasan
sehingga akan mempengaruhu hasi data pengujian. Perancangan alat uji keausan abrasif ini dengan metode desain
berupa pengajuan syarat awal adalah gerakan dapat diatur kecepatan maupun lintasannya, bahan abrasif mudah
diganti, gerakan otomatis satu perintah, start dan stop pada posisi semula, benda uji dua macam bentuknya,
pembebanan dapat bervareasi, pengajuan konsep desain dengan menggunakan model dua gerakan sekaligus antara
benda uji dan bahan abrasifnya , benda uji bergerak translasi bolak-balik juga media gesek bergerak translasi bolak-
balik otomatis yang saling memotong keduanya dengan kontrol pneumatikdan, pembuatan desain analisis dengan
perhitungan kebutuhan udara, kecepatan gerak kekuatan bahan rel, bantalan luncur dan ukuran rangka. Perancangan
ini menghasilakan alat uji keausan abrasive dengan penggerak pneumatik yang mudah diatur gerakannya,
pembebanan dan dua jenis bentuk benda uji, serata sedikit pengulangan lintasan dan kertas abrasif yang dapat
diganti, dengan gerakan benda uji 12 cm, media gesek 15 cm.

Kata kunci : benda uji, keausan abrasif, , media gesek, pneumatik


 
1. Pendahuluan lintasan lurus maupun memutar. Kecepatan gerakan
Keausan abrasive merupakan peristiwa specimen maupun bahan abrasive biasanya tidak
hilangnya material permukaan suatu bahan logam dapat diatur, sehingga terjadi pengulangan lintasan
maupun non logam akibat gesekan dari dua buah dan panjang lintasan specimen yang lebih sulit
benda yang saling kontak permukaan dengan diketahui. Perlu dilakukan perancangan alat uji
gerakan relative diantara keduanya dengan suatu keausan abrasive yang dapat memberikan
beban tertentu dengan bahan yang sama maupun kemudahan pengaturan kecepatan gerak relatif
berbeda. Keausan berhubungan erat dengan specimen maupun bahan abrasifnya yang akan
kekerasan bahan, bahan dengan kekerasan yang memberikan pengulangan lintasan sedikit, panjang
lebih tinggi akan mempunyai tingkat keausan yang lintasan dan data yang lebih tepat.
lebih rendah. Keausan ini akan menghasilkan suatu
pengurangan volume terhadap volume awal bahan. 2. Tinjauan Pustaka
Pengujian keausan dilakukan dengan alat uji Pengujian keausan dilakukan untuk
keausan dengan metode gesek menggunakan bahan mengetahui seberapa besar pengurangan material
abrasive berupa batu dan logam abrasif maupun permukaan bahan ketika mengalami pembebanan
kertas abrasive, dengan benda uji maupun bahan dalam kondisi bergesekan dengan maupun tanpa
abrasifnya bergerak terhadap yang lain. Ketepatan pelumas setelah menjadi suatu komponen.
pengujian ini bergantung pada kecepatan gesek, Pengujian ini memerlukan suatu alat uji keausan
beban gesek, kekasaran bahan gesek abrasif serta yang dapat dengan mudah dalam hal pengaturan
lintasan benda uji terhadap bahan abrasifnya. Bahan variable-variabelnya untuk mendapatkan perilaku
abrasif yang sudah dilalui benda uji cenderung akan data yang tepat dan benar. Wijanarko, B.S., (2000),
menghasilkan keausan yang berbeda dengan semula membuat alat uji keausan abrasif pin on disk
karena kekasarannya berubah terutama untuk media dengan piringan abrasif yang berputar dengan
gesek berupa kertas abrasif, sehingga perlu pergeseran specimen diatasnya sebanding
dilakukan pengurangan pengulangan lintasan benda kecepatan putar piringan dalam thesisnya, dimana
uji dengan mengganti bahan abrasive maupun kecepatan motor penggerak dan specimennya tidak
dengan membuat lintasan berbeda dengan sedikit dapat diatur serta lintasan sepiral yang sulit
pengulangan lintasan. Gerakan pengujian keausan ditentukan. Supriyanto, ( 2007) membuat alat uji
abrasive biasanya benda uji bergerakan translasi keausan dengan dua gerakan sekaligus bolak-balik
terhadap bahan abrasifnya yang berputar dengan antara specimen dan bahan abrasifnya

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 283


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

menggunakan motor listrik sebagai penggerak 12 cm dan langkah media gesek 15 cm, benda uji
keduanya dengan mekanisme engkol, pada alat ini berbentuk plat maupun silinder yang dapat diganti
telah terjadi pengurangan pengulangan lintasan dengan mudah dengan pembebanan diatasnya,
specimen namun untuk kecepatan belum bisa kertas abrasif dapat digati-ganti kekasarannya
diatur. dengan mekanisme penjepit.
Keausan merupakan peristiwa hilangnya sebagian
material pada permukaan akibat gesekan antara dua 3.3. Desain Analisis Perancangan
benda dengan bahan yang sama maupun berbeda 3.3.1. Susunan dan Konstruksi Alat
yang menghasilkan suatu volume keausan. Keausan Untuk mendapatkan alat yang ringan dan
ini berhubungan erat dengan beban, kecepatan, dan portabel maka digunakan rangka besi stall3x2 cm
kekerasan bahan yang saling bergesekan. dan plat strip 3x2 dan meja atau pallet sebagai
dudukan alat. Untuk mendapatkan gerakan
Besarnya volume keausan abrasif yang terjadi: bersamaan antara benda uji dan media gesek maka
Vab = (1) gerakan benda uji harus berkedudukan diatas
gerakan media gesek dan piston diletakan diatas
untuk benda uji dan piston dibwah meja geser
Besarnya volume keausan fatig : untuk gerakan media gesek. Untuk mendapatkan
gerakan translasi bolak-balik keduanya maka
Vfg = (2) benda uji harus berada pada eretan geser yang
meluncur pada dua rel pejal yang berkedudukan
Besarnya volume keausan adhesi : pada rangka stall dengan ketinggian 17 cm dari
dasar meja, sedangkan meja geser media gesek
Vad = (3 ) berada dibawahnya pada eretan geser bawah
dengan ketinggian rel 8 cm pada kedua relnya dari
dasar meja. Untuk mendapatkan gerakan bolak-
Pneumatik merupakan suatu system kerja balik keduanya digunakan dua buah piston
berdasarkan udara bertekanan dalam suatu piston pneumatik gerak ganda dengan panjang langkah
pneumatic yang akan menghasilkan gerakan linier diameter 150/20 mm dan dua buah katup pembatas
bolak-balik dari ramnya yang akan menggerakan gerakan 3/2 pneumatik untuk masing-masing piston
bagian yang lain. Kerja system pneumatic ini serta dua buah katup kontrol otomatis 5/2
dikontrol dengan katup-katup pneumatik manual pneumatik. Untuk mendapatkan pengaturan
maupun otomatis untuk mendapatkan gerakan yang kecepatan gerakan piston dengan mudah maka
diinginkan pada suatu system. Sistem pneumatik speed controller diletakkan terpisah dari pistonnya
mempunyai efesiensi lebih tinggi dibanding sistem dengan menempatkan didepan alat dengan
mekanik yang lain . Udara bertekanan diperoleh kedudukan pada sebuah tabung kotak untuk
dari kompresor udara. masing-masing speed controllernya. Untuk
mendapatkan gerakan otomatis bersamaan dengan
3. Metode strat dan berhenti pada posisi awal maka digunakan
3.1. Syarat Perancangan/Desain satu tombol katup 3/2 pneumatik sebagai tombal
Perancangan ini mempunyai syarat: alat on/off pada katup pembatasa gerakan balik maju
ringan dan portabel mudah dipindahkan, pada masing-masing pistonnya. Untuk
kompresor sebagai penyedia udara bertekanan mendapatkan pembebanan yang bervareasi pada
terpisah , gerakan dapat diatur kecepatan maupun benda ujinya maka bend uji dipegang oleh sebuah
lintasannya, bahan abrasif mudah diganti, gerakan holder dengan posisi bebas terhadap permukaan
otomatis satu perintah, start dan stop pada posisi gesek, holder berada dalam rumah holder. Untuk
semula, benda uji dua macam bentuknya, mendapatkan benda uji berupa plat maupun poros
pembebanan dapat bervareasi, pengaturan gerakan pejal, ujung holder yang bawah di lubangi dan di
mudah. beri alur untuk dudukan benda uji seperti diatas.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penggantian
3.2. Konsep Perancangan kekasaran kertas abrasif maka meja geser diberikan
Perancangan ini mempunyai konsep : penjepit kertas abrasif pada kedua sisinya.
menggunakan model dua gerakan sekaligus antara
benda uji dan bahan abrasifnya , benda uji bergerak 3.3.2. Analisa Kebutuhan Udara
translasi bolak-balik media gesek juga bergerak Kebutuhan udara didasarkan pada panjang langkah,
translasi dengan gerakan bolak-balik otomatis yang diameter piston jumlah piston dan banyaknya
saling memotong keduanya dengan kontrol langkah serta panjang pipa dan rugi-rugi pneumatik.
pneumatik, kecepatan diatur menggunakan speed Konsumsi udara = perbandingan kompresi x luas
controller yang berada terpisah dari pistonnya, bidang piston x panjang langkah
menggunakan satu tombol perintah untuk start
maupun berhenti, langkah benda uji 10 cm sampai

284 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Perbandingan kompresi : Daya penggerak motor kompresor harus diambil


1.031 tekanan kerja (bar) sebesar 5 sampai 10% di atas hasil perhitungan
C= tersebut . Jika diambil tambahan sebesar 10% ,
1.031 daya motor yang diperlukan adalah 0,151 kW.
Rumus perhitungan pada aktuator linier adalah : Maka digunakan daya motor 0,5595 kW.
F = A . P – Rr (maju) Disediakan kompresor ¾ hp.
F = A’ . P – Rr (mundur)
Keterangan : 3.3.3. Analisa Mekanik
Rr = gaya gesek (3-20%) Diameter rel adalah:

A = luas penampang silinder tanpa batang  10 , 2 


torak (m2)
ds   M 1 :
A’ = luas penampang silinder depan batang  a 
torak (m2) Keterangan:
ds : Diameter poros (mm)
Rumus pemakaian udara untuk silinder kerja ganda σa : Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2)
adalah Tekanan rata-rata yang terjadi pada permukaan
Q ={(h.0,785D2) + h.0,785(D2 – d2)}. n. C bantalan luncur/bush adalah:
Keterangan : W
Q = Volume udara (liter/menit) p
h = Panjang langkah (cm) ld
n = Banyak langkah setiap menit Keterangan : P : Beban rata-rata (kg/mm2) W :
Rumus perpindahan torak kompresor : Beban bantalan (kg) I : Panjang poros (mm),d :
 diameter poros (mm
Q th   D2  S  N
4
Keterangan : 4. Hasil Dan Pembahasan
D : Diameter silinder (m) Dari hasil perancangan diatas dihasilkan suatu
S : Langkah torak (m) N : putaran (rpm) alat uji keausan abrasif dengan penggerak
Jumlah volume gas yang keluar : pneumatik dengan gerakan benda uji memotong
Qs  v . Q gerakan media gesek yang berada dibawahnya.
th Kedudukan piston di samping atas dan katup
Keterangan : pembatas gerakan diatas rangka penggerak benda
uji memberikan konstruksi yang kompak,
 v : Efisiensi volumetris (%) dengan penempatan batang penghubung yang
Q th : Perpindahan torak (m3/menit) sejajar dengan eretan maka gerakan meluncur akan
lancar. Jarak penempatan katup pembatas gerakan
Perhitungan Kompresor akan mempengaruhi panjang langkah benda uji
Kompresor yang digunakan pada perencanaan alat yang dapat dirubah-rubah. Penempatan piston
uji keausan abrasif pneumatik adalah jenis penggerak media gesek berada dibawah meja geser
kompresor torak dengan menggunakan tekanan 4 ini memberikan konstruksi yang ringkas dan
bar. penempatan pembatas gerakan berada di samping
Perpindahan Torak rangka memudahkan pemasangan. Penempatan
 speed controller terpisah dengan pistonnya lebih
Q th   D2  S  N memudahkan dalam pengaturan kecepatannya yang
4
Jumlah Volume Gas yang Keluar tidak terpengaruh posisi pistonnya. Penggunaan
satu tombol start/stop pneumatik untuk mengontrol
Qs  v . Q input katup pembatas gerakan maju kedua piston
th ternyata memberikan kemudahan pengoprasian alat
Maka daya adiabatik teoritis untuk memampatkan dan alat dapat strart dan stop selalu pada posisi
1 m 3 menit udara standar menjadi 8 kgf cm 2 awal sehingga tidak berhenti di sembarang titik.
Pengaturan kecepatan gerak yang berbeda antara
dengan kompresor 1-tingkat adalah 5,0693 kW.
benda uji dan media gesek memberikan lintasan
Jadi, untuk volume udara total sebesar 0,019
silang dengan pengulangan hanya pada
m 3 menit akan diperlukan daya sebesar : perpotongan saja.
L ad
= 0,019 . 5,0693
= 0,097 kW
Dengan efisiensi adiabatik total sebesar  = 70%
ad
. Daya poros yang diperlukan kompresor adalah :

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 285


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

4.1. Gambar
5. Kesimpulan
1. Dari perancangan alat ini diperoleh dua
gerakan dengan arah yang berbeda antara
benda uji dan meja gesernya, yaitu gerakan
maju-mundur benda uji dan maju mundur
Gambar 1. Keausan abrasive
meja geser dengan arah kekiri – ke kanan
bolak-balik .
2. Dengan pengaturan kecepatan berbeda
keduanya gerakan tersebut dapat membuat
lintasan silang yang mengurangi pengulangan
lintasan.
3. Benda uji yang berada bebas diatas media
gesek dapat diberikan beban dengan berat
Gambar 2. Keausan Fatig bervareasi sesuai kebutuhan, dari hasil
pengujian benda uji ternyata lebih rata
hasilnya permukaan, serta media gesek kertas
abrsif mudah diganti-ganti sesuai kebutuhan.
4. Penempatan speed controller terpisah dari
piston memudahkan pengaturan kecepatan
piston dengan leluasa.
Gambar 3. Keausan Adhesi 5. Dari perhitungan gaya dan kebutuhan udara,
diperoleh gaya teoritis sebesar 152.04 N dan
kebutuhan udara teoritis total sebesar 0.673
m3/menit.

Daftar Pustaka
I.M. Hutchings,1992, Tribology Friction and wear
of Engineering Materials, Departement of
a                  b                          c                        d         Materials Scince and Metallurgy, University of
Gambar 4. Prinsip pengujian abrasive (a) pin on disk, (b) Cmbridge
pin on rim, (c) block on ring, (d) pin on flat
Sugihartono,1985, Dasar-dasar Kontrol
Pneumatik, Tarsito Bandung
Katup 
Supriyanto, 2006, Alat Uji Keausan, Sekribsi,
Meja 
Speed  Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Pist
speci Speed 

Pist

Katup 

Gambar 5.Rancangan gerakan dan kontrol alat

Gambar 6. Hasil Perancangan

286 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Katup 5/2

Speed control

Piston2 
Speed control

Piston1

Katup 5/2 

Katup 5/2

Speed control

Piston2 
Speed control

Piston1

Katup 5/2 

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 287


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

288 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kajian Turbin Air Aliran Pusar Skala Pico


Terhadap Variasi Jumlah Sudu Dan Sudut Sudu

Gatot Suwoto1, Sunarwo2,Supriyo3

Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang


Jl. Prof. H. Sudarto, S.H., Tembalang, Kotak Pos 6199 SMS, Semarang 50329
Telp. 7473417, 7466420 (Hunting), Fax.7472396, E-mail : gatsuw@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kinerja turbin air aliran pusar dengan variasi jumlah sudu dan
sudut sudu. Pada penelitian ini jumlah sudu yang digunakan adalah 3, 4 5 dan 6, sedangkan sudut sudunya
sebesar 300, 450, 600. Turbin air yang digunakan dalam penelitian ini bekerja atas dasar pemanfaatan energi
pusaran air. Penelitian ini diawali dengan membuat turbin air aliran pusar yang terdiri dari runner, rumah
turbin berbentuk baskom, dan poros turbin. Sudu turbin berbentuk menyerupai silinder yang belah menjadi
empat bagian dalam arah aksial. Bahan runner dan sudu dari plat stainles steel dengan ukuran sebagai berikut:
diameter runner turbin 23 cm, tinggi runner turbin 30 cm, lebar daun sudu 7,5 cm, sedangkan runner dan
poros turbin dapat dibongkar-pasang pada instalasi pengujian. Parameter yang diukur dalam pengujian adalah
debit aliran, tinggi pusaran air, putaran dan torsi poros turbin. Hasil penelitian terhadap masing-masing runner
turbin pada debit air sebesar 2,123 liter/detik menunjukkan bahwa daya maksimum yang dihasilkan sebesar
4,2 watt, dengan efisiensi maksimum, sebesar 53,44%. pada putaran 67,7 rpm dicapaiolehturbindengan
jumlah sudu 4 padasudut 300.

Kata kunci : Aliran pusar, jumlah sudu, sudut sudu

1. Pendahuluan Daerah, BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, dan


1.1. Latar Belakang Masalah masyarakat (Ariati, 2008).
Dalam rangka membantu pemerintah untuk Bentuk potensi energibarudanterbarukan
mendukung program desa mandiri energi, seperti yang banyak tersedia di masyarakat pedesaan adalah
yang diamanatkan oleh UU No. 30/2007 tentang energi arus sungai yang merupakan salah satu
energi. Setiap orang berhak memperoleh energi sumber energi terbarukan terbesar yang tersedia di
(Pasal 19 ayat 1). Penyediaan dan pemanfaatan Indonesia. Diperlukan teknologi yang tepat untuk
energi baru dan energi terbarukan wajib memanfaatkan energi arus sungai sebagai
ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah pembangkit tenaga listrik yang sering disebut
sesuai dengan kewenangannya (Pasal 20 ayat 4). Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai (PLTAS).
Penyediaan dan pemanfaatan energi dari sumber PLTAS memanfaatkanenergikinetikarussungaiyang
energi baru dan sumber energi terbarukan dapat memiliki tinggi jatuh (head) sangat rendah, sehingga
memperoleh kemudahan dan atau insentif dari dapat dipasang di sepanjang aliran sungai dari hulu,
Pemerintah dan atau pemerintah daerah sesuai hilir. PLTAS dapat dibangun tanpa membutuhkan
dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu dam, pipa pesat, bangunan powerhouse, sehingga
hingga tercapai nilai keekonomiannya (Pasal 20 ayat biaya investasi dan operasinya relatif lebih murah
5). dibandingkan dengan biaya PLT Mikro Hidro atau
DME (Desa Mandiri Energi) adalah desa sejenisnya.
yang masyarakatnya memiliki kemampuan Untuk itu diperlukan jenis turbin air yang
memenuhi lebih dari 60% kebutuhan listrik dari sesuai dengan potensi air yang memiliki tinggi jatuh
sumber energi yang dihasilkan melalui sangat rendah. Salah satu jenis turbin yang sesuai
pendayagunaan potensi sumber daya setempat. DME dengan potensi air dengan tinggi jatuh rendah adalah
dikembangkan dengan konsep pemanfaatan energi turbin air aliran pusar (vortex)
setempat khususnya energi terbarukan untuk
pemenuhan kebutuhan energi dan kegiatan yang 1.2. Perumusan Masalah
bersifat produktif. Adapun tujuannya adalah untuk Pembangkit listrik tenaga pusaran air
meningkatkan produktivitas, kesempatan kerja dan (vortex) masih belum banyak dikembangkan dan
kesejahteraan masyakat pada umumnya melalui dimanfaatkan di Indonesia, hal ini karena masih
penyediaan energi terbarukan yang terjangkau dan sedikitnya informasi tentang penelitian dan
berkelanjutan. Pengembangan DME dimaksudkan percobaan yang mengekplore turbin pusaran air
untuk menjadikan kegiatan penyediaan energi (vortex) ini. Pada umumnya putaran turbin yang di
sebagai entry point dalam pengembangan kegiatan hasilkan oleh pusaran air cukup rendah, sehingga
ekonomi perdesaan dengan memanfaatkan semua diperlukan upaya untuk mengoptimalkan pusaran air
sumber daya dari Pemerintah Pusat, Pemerintah untuk lebih menaikkan putaran turbin. Demikian

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 289


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

pula untuk menaikkan putaran generator, diperlukan Perkembangan berikutnya adalah


sistem transmisi. penerapan sudu Savonius untuk turbin air, yaitu
Pada penelitian ini digunakan turbin turbin yang menggunakan media kerja air.
Savonius multi sudu. Besarnya daya dan efisiensi Turbin air aliran pusar (vortex) merupakan
yang dapat dibangkitkan oleh turbin dipengaruhi turbin yang memanfaatkan pusaran air sebagai
oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah sudu, dan media perantara energi terhadap sumbu vertikal
sudut sudu. sehingga terjadi perbedaan tekanan antara bagian
sumbu dan sekelilingnya. Turbin pusaran air (vortex)
1.3. Tujuan Penelitian ini dioperasikan pada daerah yang memiliki head
Tujuan penelitian ini adalah : yang rendah dan memanfaatkan pusaran gravitasi air
1. Menghasilkanturbin Air Aliran Pusar (vortex) sehingga akan menimbulkan perbedaan tekanan air
skala pico dengan jumlah sudu dan sudut sudu dengan bagian sumbu
bervariasi. Pembangkit listrik pusaran air gravitasi
2. Menguji kinerja turbin Air Aliran Pusar (vortex) (vortex) telah ditemukan oleh insinyur Austria
skala pico dengan variasi jumlah sudu dan sudut bernama Franz Zotloterer. Pembangkit listrik ini
sudu, sehingga didapat turbindenganjumlah sudu menggunakan energi putaran pada pusat pusaran
dan sudut suduyang optimum. untuk memutarkan turbin. Turbin ini telah
digunakan di negara Swiss. Pembangkit listrik ini
1.4 Tinjauan Pustaka memerlukan perbedaan tinggi jatuh (head) air yang
Pada awalnya Savonius mengembangkan sangat rendahdi tengah pusaran dengan posisi poros
turbin dengan menggunakan angin sebagai fluida putar tegak, dan generator dipasang diatasnya.
kerjanya, turbin ini mempunyai bentuk menyerupai Diameter spinning pool, kapasitas aliran dan
huruf S jika dilihat dari atas, selanjutnya turbin ini penurunan tinggi jatuh (head) digunakan untuk
dikenal sebagai tubin Savonius (Gambar 1a), dengan menghitungbesarnya daya yang dapat diproduksi.
mekanisme kerja seperti pada gambar 1b. kemudian Sebagai contoh pembangkit listrik seperti pada
berkembang beberapa model turbin berbasis turbin gambar 4, dengan tinggi jatuh 4,6 feet, kapasitas 30
Savonius dengan berbagai bentuk sudu. (Gambar 2a cfs dan diameter turbin 18 feet, dapat menghasilkan
dan 2b) daya listrik sebesar 7,5 kW

Gambar 3. Pola pusaran air (www.zotloeterer.com)

(a) (b)
Gambar 1. Turbin Savonius : (a) Savonius dua sudu, (b)
Mekanisme Savonius

Gambar4: Installation di negara Switzerland


(Www.Zotloeterer.Com)

1.5.Landasan Teori
Sistem pembangkit listrik aliran pusar
adalah merupakan teknologi baru yang
memanfaatkan muatan energi di dalam pusaran air
yang dihasilkan melalui beda tinggi jatuh (head)
yang kecil pada aliran sungai. Prinsip kerja turbin
(a) (b) aliran pusar ini adalah sebagai berikut : (1) Air
Gambar 2. Bentuk turbin Savonius : sungai disalurkan ke penyimpan air dan selanjutnya
(a) Two-bladed-multi stage Savonius, diteruskan ke tangki sirkulasi. Pada tangki sirkulasi
(b) Twisted blade Savonius ini dipasangkan orifice bentuk lingkaran pada dasar
tangki. (2) Kombinasi tekanan rendah lokal pada

290 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

orifice dan konsep imbas sirkulasi pada saluran


masuk mempengaruhi kekuatan aliran pusar. (3)
Energi potensial sepenuhnya diubah ke energi
kinetik putaran pada pusat pusaran yang selanjutnya
diserap oleh sumbu vertikal turbin. (4) Air
selanjutnya kembali ke sungai melalui tail race
(Gambar 5)

(a)

Gambar 7. Skema ilustrasi yang menyatakan


kecepatan rata rata melintasi
(b) perpotongan antara sudu dan air.
Gambar 5. (a) Hydropower System in plan (b) Section
between the upstream and downstream reach Besaranya daya masukkan teoritis maksimum dapat
of a river indicating design parameters dihitung dengan persamaan
, dimana Hv adalah
Profil permukaan air dari pusaran dapat
tinggi pusaran
dimodelkan secara matematis dan dapat
Daya mekanik yang dihasilkan poros runner,
memprediksi secara akurat, seperti terlihat pada
besarnya dapat dicari dengan rumus :
Gambar 6, Sedangkan kekuatan pusaran optimum
terjadi dalam rentang perbandingan diameter orific
dengan diameter tangki antara 14% - 18% masing-
masing untuk head rendah dan head tinggi, dengan Dimana, Pm adalah daya mekanik (watt), T adalah
ketinggian pusaran air berbanding lurus dengan torsi pada poros (Nm), n adalah putaran turbin (rpm)
debit aliran. Efisiensi turbin (sistem) merupakan
perbandingan antara daya yang dihasilkan poros
dengan daya hidrolik

Dimana, ηt adalah efisiensi turbin (%), Pm adalah


daya mekanik (watt), Ph adalah daya hidrolik (watt)

Gambar 6.Bagian pada tangki sirkulasi yang 2. Metode Penelitian


menyatakan perbandingan antara Penelitian ini diawali dengan membuat
profil permukaan aktual dan teoritis. turbin air aliran pusar yang terdiri dari runner turbin
dan bagian pembangkit pusaran (baskom pusar).
Runner turbin terdiri dari lengan sudu dan sudu
turbin. Runer yang dibuat dari stainless steel
sebanyak 4 buah. Runner dan sudu dapat dibongkar-
pasang pada instalasi pengujian.
Instalasi pengujian (Gambar8) terdiri dari
komponen utama pompa air, turbin air aliran pusar,
dinamometer, beban turbin, dan instalasi perpipaan,
yang dilengkapi alat ukur pengujian meliputi, flow
meter, tachometer, thermometer dan alat ukur torsi.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji
karakteristik turbin, dimana jumlah sudu
divariasikan mulai dari jumlah sudu 3sampai dengan
6,dengandebit air2,123 liter/dtk. Hasil uji berupa
grafik karakteristik turbin untuk masing-masing

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 291


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

jumlah sudu. Parameter yang diukur dalam


pengujian adalah debit aliranair, putaran dan torsi
poros turbin, beban.turbin. Parameter yang
ditentukan dan merupakan variabel dalam penelitian
ini adalah sudut sudu, yaitu, 300, 450, 600, Beban
turbin divariasikan dan setiap variasi dilakukan
pencatatan terhadap parameter-parameter diatas.
Pengujian dilakukan pada kondisi debit
konstan pada sudut sudu 300 dengan sudu berjumlah
3, pada kondisi tersebut beban dinamometer (prony
break) divariasikan, pada setiap variasi beban
dilakukan pencatatan terhadap parameter uji di atas.
Selanjutnya dilakukan hal yang sama untuk
jumlah sudu yang berbeda dan sudut sudu yang
berbeda pula. Gambar 9. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Daya mekanik pada

Gambar 8. Skema instalasi pengujian turbin air aliran


pusar yang direncanakan Gambar 10. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Efisiensi pada

3. Hasil Dan Pembahasan Pengujian turbin yang dilakukan


Untuk mengetahui pengaruh jumlah sudu menghasilkan efisiensi maksimum dan daya
dan sudut sudu terhadap kinerja turbin Savonius maksimum untuk sudut sudu 30° oleh masing-
yang diterapkan pada pusaran air , telah masing jumlah sudu adalah sebagai berikut : untuk
dilakukan uji karakteristi turbin dengan variabel jumlah sudu 3 efisiensi maksimum 30,14 % dengan
jumlah sudu dan sudut sudu, dimana jumlah sudu daya maksimum 2,374 watt pada putaran 36 rpm,
divariasikan mulai dari 3 hingga 6 sudu dan sudut untuk jumlah sudu 4 efisiensi maksimum 53,441 %
300,450dan 600. Pengujian turbin dilakukan dengan dengan daya maksimum 4,21 watt pada putaran 67,7
kapasitas aliran air 2,123 liter/detik rpm, untuk jumlah sudu 5 efisiensi maksimum
29,317 % dengan daya maksimum 2,31 watt pada
3.1. Karakteristik efisiensi dan daya mekanik putaran 38,3 rpm dan untuk jumlah sudu 6 efisiensi
turbin Savonius sudut 30º maksimum 38,151 % dengan daya maksimum 3,005
Hasil uji karakteristik efisiensi turbin watt pada putaran 38,9 rpm.
Savonius untuk sudut sudu 30º dengan jumlah sudu ( Turbin Savonius dengan jumlah sudu 4
3 sudu, 4 sudu, 5 sudu dan 6 sudu). Kedua kurva memiliki efisiensi tertinggi yaitu 53,441 % diikuti
dalam Gambar 9 dan 10 memiliki tren yang sama turbin berjumlah sudu 6 dengan efisiensi 38,151%
yaitu efisiensi dan daya akan meningkat dengan kemudian turbin berjumlah sudu 3 dengan efisiensi
meningkatnya putaran turbin hingga mencapai titik 30,14% dan yang terakhir turbin berjumlah sudu 5
maksimum pada putaran tertentu, kemudian dengan efisiensi 29,317%.
menurun dengan bertambahnya putaran turbin.
3.2.Karakteristik efisiensi dan daya mekanik
turbin Savonius sudut 45º
Dengan metode yang sama hasil uji
karakteristik efisiensi dan daya turbin Savonius
untuk sudut 45º dengan jumlah sudu ( 3 sudu, 4
sudu, 5 sudu dan 6 sudu) /. Keempat kurva dalam
Gambar 11 dan 12 memiliki tren yang sama yaitu

292 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

efisiensi dan daya akan meningkat dengan meningkat dengan meningkatnya putaran turbin
meningkatnya putaran turbin hingga mencapai titik hingga mencapai titik maksimum pada putaran
maksimum pada putaran tertentu, kemudian tertentu, kemudian menurun dengan bertambahnya
menurun dengan bertambahnya putaran turbin. putaran turbin.

Gambar 11. Grafik hubungan antara Putaran terhadap Gambar 13. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Daya mekanik pada Daya mekanik pada

Gambar 12. Grafik hubungan antara Putaran terhadap Gambar 14. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Efisiensi pada Efisiensi pada

Pengujian turbin yang dilakukan Pengujian turbin yang dilakukan


menghasilkan efisiensi maksimum dan daya menghasilkan efisiensi maksimum dan daya
maksimum untuk sudut sudu 45º dicapai oleh maksimum untuk sudut sudu i oleh masing-
masing- masing jumlah sudu adalah sebagai berikut : masing jumlah sudu adalah sebagai berikut : untuk
untuk jumlah sudu 3 efisiensi maksimum 27,882 % jumlah sudu 3 efisiensi maksimum 22,913 % dengan
dengan daya maksimum 2,2,196 watt pada putaran daya maksimum 1,805 watt pada putaran 30,9 rpm,
37,6 rpm, untuk jumlah sudu 4 efisiensi maksimum untuk jumlah sudu 4 efisiensi maksimum 39,598 %
46,408 % dengan daya maksimum 3,655 watt pada dengan daya maksimum 3,119 watt pada putaran
putaran 66,9 rpm, untuk jumlah sudu 5 efisiensi 53,4 rpm, untuk jumlah sudu 5 efisiensi maksimum
maksimum 37,591 % dengan daya maksimum 2,961 23,576 % dengan daya maksimum 1,857 watt pada
watt pada putaran 44,9 rpm dan untuk jumlah sudu 6 putaran 35,2 rpm dan untuk jumlah sudu 6 efisiensi
efisiensi maksimum 37,086 % dengan daya maksimum 37,775 % dengan daya maksimum 2,975
maksimum 2,921 watt pada putaran 40,8 rpm. watt pada putaran 37,6 rpm.
Efisiensi tertinggi dicapai oleh turbin Turbin Savonius dengan jumlah sudu 4
savonius berjumlah sudu 4 yaitu 46,408 % kemudian memiliki efisiensi tertinggi yaitu 39,598 % diikuti
turbin berjumlah sudu 5 yaitu 37,591 % , turbin turbin berjumlah sudu 6 dengan efisiensi 37,775 %
berjumlah sudu 6 yaitu 37,086 % kemudian yang kemudian turbin berjumlah sudu 5 dengan efisiensi
terendah turbin berjumlah sudu 3 yaitu 27,882 %. 23,576 % dan yang terakhir turbin berjumlah sudu 3
dengan efisiensi 22,913 %.
3.3.Karakteristik efisiensi dan daya mekanik
turbin Savonius sudut 4. Kesimpulan
Demikian pula hasil uji karakteristik Dari hasil pengujian dan analisa, maka dapat diambil
efisiensi dan daya turbin Savonius untuk sudut , kesimpulan bahwa :
keempat kurva dalam Gambar 13 dan 14memiliki
tren yang sama pula yaitu efisiensi dan daya akan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 293


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

4.1 Kesimpulan :
Pengujian turbin yang dilakukan dengan kapasitas
aliran air 2,123 liter/detik, daya mekanik tertinggi
dicapai oleh turbin Savonius dengan jumlah sudu 4
pada sudut 300, saat putaran poros 67,7 rpm, sebesar
4,20 watt dan effisiensi turbin tertinggi sebesar
53,44%.

4.2. Saran :
Diperlukan diameter baskom pusaran air yang lebih
besar, dan variasi diameter lubang keluaran pada
dasar baskom, agar dapat menghasilkan potensi
kekuatan pusaran air yang tinggi.

Daftar Pustaka
Ariati, R. 2008. Pengembangan Desa Mandiri Energi
(DME) Berbasis Energi Non Fosil.
http://www.energi terbarukan.net, diakses 27
Desember 2010
S. Mulligan 1* & P. Hull 1, Design and
Optimisation of a Water Vortex Hydropower
Plant, Department of Civil Engineering and
Construction, IT Sligo Funded by the Sligo
Institute of Technology Presidents Bursary
Awards
Zotlöterer, Franz, 2008, The Water Vortex Power
Plant Technology is a worldwide first and
unique technology that clears water in rivers
and produces electricity." -- (Nov. 13, 2008)
Zotlöterer, Franz, 2008, People from all over the
world contact us because of our water vortex
power plant - a technologie which makes our
rivers clear again and produce electriciy. --;
Nov. 5, 2008

294 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pembangkit Listrik Turbin Angin dengan Poros Vertikal


Sugiono1, Margianto2, Artono Raharjo2
1
Program Studi Teknik Elektro, Universitas Islam Malang
2
Program Studi Teknik Mesin, Universitas Islam Malang

Abstrak
Energi alternatif saat ini sangat dibutuhkan masyarakat pada umumnya sehingga perlu adanya penelitian yang terus
menerus untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu energy saat ini yang dibutuhkan adalah Turbin angin tipe Savonius
merupakan turbin angin yang tidak sukar untuk dibuat, murah dan mudah dioperasikan. Penelitian ini bertujuan untuk
menaikkan efisiensi dari turbin angin ini. Disini akan diteliti pengaruh dari jumlah blade terhadap kecepatan rotasional dan
daya yang dihasilkan oleh turbin angin ini. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Mesin Universitas Islam Malang, dan
pengujian lapangan dilakukan di kabupaten Probolinggo – Jawa Timur yang setiap tiga sampai empat bulan sering muncul
angin gending yang muncul dengan kecepatan 1 sampai dengan 2 meter per detik.Penelitian dilakukan dengan menguji dua
buah turbin angin tipe Savonius yang memiliki 2 buah blades dan 3 buah blades. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
jumlah blades tidak secara signifikan meningkatkan kecepatan rotasional maupun daya yang dihasilkan oleh turbin angin tipe
Savonius ini.

Kata kunci : jumlah blade, kecepatan rotasional, daya

1. Pendahuluan
Pemanfaatan energi khususnya energi alternatif 2. Metode Penelitian
semakin hari semakin berkembang, baik dari sistem Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Mesin
yang sederhana hingga sistem-sistem yang Universitas Islam Malang dan pengujian lapangan
memerlukan pengaturan yang sangat rumit. Secara dilakukan di kabupaten Probolinggo Jawa Timur.
umum energi alternatif yang sangat familier dengan Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen
kita adalah energi matahari dan angin. Energi angin pada turbin angin tipe Savonius dengan jumlah
dipilih karena sistem yang bisa dibangun begitu blade sebagai variabel. Dimana dilakukan
sederhana sehingga tak banyak menyulitkan penelitian terhadap Turbin Savonius dengan 2
terutama disaat pemeliharaan dan tak memerlukan blades dan 3 blades.
tenaga khusus
Angin adalah salah satu sumber energi terbarukan 3. Pembahasan
yang sangat potensial untuk digunakan sebagai
pembangkit listrik, hal ini dikarenakan angin bisa 3.1. Dasar Teori
dikatakan tersedia dimana saja dan kapan saja. Secara teori daya maksimum (rugi-rugi daya
Selain itu turbin angin juga tergolong investasi diasumsikan sama dengan nol) yang bisa kita
yang tidak mahal atau cukup murah untuk dibuat dapatkan dari turbin angin dapat dihitung
dan dioperasikan. berdasarkan rumus(1) sebagai berikut :
Namun kelemahan dari angin sebagai sumber
energi ini adalah arah dan kecepatannya yang P = 0,29 D2 v3
berubah-ubah. Salah satu cara untuk mengantisipasi Dimana :
perubahan arah angin ini adalah dengan P = Daya dalam watts (W)
menggunakan turbin angin dengan poros vertikal. D = Diameter dari rotor dalam meter (m)
Dengan ini maka dari manapun arah angin bertiup v = Kecepatan angin dalam meter per detik
akan dapat dimanfaatkan oleh turbin angin tersebut.
Disini penulis akan mengajukan salah satu jenis Namun pada kenyataannya karena adanya berbagai
turbin angin dengan poros vertikal tipe Savonius macam rugi-rugi daya, maka kita tidak akan
yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mudah mungkin mendapatkan tenaga maksimum seperti
dibuat, dioperasikan dan dipelihara. Turbin angin yang akan didapat dari rumus diatas, pada
ini akan memberikan tenaga listrik yang tidak prakteknya kita akan mendapatkan tenaga sebesar
terlalu besar, namun karena kesederhanaannya akan 30~50% dari apa yang kita dapatkan dari rumus
membuatnya cocok sekali untuk digunakan sebagai diatas tersebut.
pemenuhan kebutuhan rumah tangga, terutama di
daerah-daerah yang terpencil, dimana listrik belum Perhitungan kecepatan rotational dari turbin angin:
menjangkau secara maksimal. n = (60 . λ . v) / (π . D)
Penulis berharap penelitian ini akan dapat dimana :
dimanfaatkan secara luas baik untuk  n = kecepatan putaran per menit (rpm)
pengaplikasiannya maupun untuk pengembangan  λ = tip speed ratio (0,9 ~ 1,1)
dan penyempurnaan rancang bangunnya.  v = kecepatan angin (m/dt)

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 295


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

 D = diameter dari rotor  



D  h
Gambar 1. Definisi dari nilai D, d dan e

Tip speed ratio (λ) didefinisikan sebagai :


λ = Uo/v
dimana Uo adalah kecepatan dari blade tips (ujung
sudu) dan v adalah kecepatan angin.

Uo 

Gambar 4. Skema Turbin Savonius



Sebagai generator untuk menghasilkan listrik, disini
kami menggunakan altenator mobil. Keuntungan
R  dari penggunaan altenator mobil sebagai generator
adalah karena murah ,mudah didapat dan tidak
gampang rusak, selain itu altenator mobil memiliki
kekurangan yang cukup signifikan yaitu
Uo efisiensinya yang rendah.
Gambar 2. Definisi kecepatan Uo pada ujung sudu Altenator ini untuk dapat menghasilkan arus listrik,
kecepatan rotasionalnya harus mencapai 750 rpm.
Karena turbin Savonius ini memiliki kecepatan
3.2. Perancangan Turbin Savonius putar yang lebih rendah, maka kami memanfaatkan
pulley (seperti pada gambar 4) untuk mendapatkan
kecepatan yang dibutuhkan.
Hasil daya yang didapat untuk turbin Savonius
dengan 2 blades dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel 1. Daya Turbin Savonius 2 Blades


Kecepatan Kecepatan Daya
angin rotasional
5 m/dt 75 rpm 10 Watt
7 m/dt 105 rpm 27 Watt
10 m/dt 150 rpm 80 Watt
12 m/dt 180 rpm 138 Watt

Hasil daya yang didapat untuk turbin savonius


dengan 3 blades tidak kami tampilkan disini, hal ini
karena ternyata kecepatan rotasional dan daya yang
didapatkan dengan penggunaan 3 blades ini tidak
berubah atau mengalami kenaikan yang signifikan.

Gambar 3. Turbin Savonius dengan 3 blades. 4. Kesimpulan


1. Kenaikan kecepatan angin akan menaikkan
Disini kami membuat dua buah turbin savonius, kecepatan rotasional dan pada akhirnya akan
dengan dua buah blades dan tiga buah blades. Sudu menikkan daya listrik yang dihasilkan.
turbin dibuat dari pelat baja 0,8 mm dengan rangka 2. Jumlah blade atau sudu turbin tidak
dari pelat baja 3 mm. d = 57 cm, e = 10 cm dan memberikan perubahan yang signifikan dalam
tinggi (h) = 90 cm.

296 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

menaikkan kecepatan rotasional maupun jumlah


daya yang dihasilkan.
3. Perlunya diberikan pengaman untuk
menurunkan atau menghentikan kecepatan dari
sudu turbin bila kecepatan angin menjadi terlalu
tinggi dan membahayakan.

Daftar Pustaka
1. M.F. Voneschen, Savonius Wind Generator,
La Veritat, 2008.
2. Aerodynamic Losses in Turbines with and
without Film Cooling, as Influenced by
Mainstream Turbulence, Surface Roughness,
Airfoil Shape, and Mach Number. Phil
Ligrani – Hindawi Publishing Corp.
International Journal of Rotating Machinery.
Volume 2012, Article ID 957421.
3. Hugh Piggott, A Wind Turbine Recipe
Book, NA Digital Edition 2014.
4. Hermsvicencio, Design Calculation of
Savonius Wind Turbine, Scribd 2012.
5. Sdenne, Savonius Wind Turbine – Using an
Altenator as a Motor, Scribd 2013.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 297


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

298 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kolaborasi Energi Surya dan Angin Untuk Meningkatkan


Kualitas Ikan Kering dan Hasil Olahannya Bagi Masyarakat
Nambangan Kenjeran
Hadi Santosa1, Yuliati2

Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 1


hadi_santosa27@yahoo.com
Jurusan Teknik Elektro, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2
yuliatheresia@yahoo.com

Abstrak
Proses produksi pengeringan ikan dan hasil olahannya (kerupuk) yang dilakukan di daerah Kenjeran oleh para nelayan
sebagian besar masih melalui pengeringan secara tradisional selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan membalik-balik
kerupuk sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata di atas ”jerebeng” bambu dan diletakkan berjejer dipinggir jalan.
Namun, karena kondisi cuaca saat ini yang tidak menentu seringkali membuat para pengrajin kerepotan dalam menjemur
ikan dan hasil olahannya. Pada kondisi cuaca hujan ikan hasil tangkapan tidak dapat dikeringkan dengan sempurna
sehingga produk ikan yang dihasilkan mengalami kerusakan (berjamur) bahkan membusuk sehingga pengrajin dan
nelayan mengalami kerugian. Berdasarkan survei awal, analisis situasi dan adanya potensi energi terbarukan yang
tersedia di pesisir pantai Kenjeran, maka metode yang digunakan dalam kegiatan Ibm ini meliputi tahap perancangan alat
pengering bertenaga surya dan angin serta tahap sosialisasi dan penyuluhan cara pengeringan menggunakan alat tersebut
kepada khalayak sasaran. Berdasarkan uji coba maka hasil pengeringan ikan lebih higienis dan tidak mudah berjamur
karena penurunan susut airnya tinggi yaitu 67%, Pemanfaatan angin untuk memutar kincir mampu menghasilkan listrik
sebesar 200 watt.Listrik yang dihasilkan oleh kincir angin dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan panas heater nickelin
yang dapat digunakan untuk lebih mempercepat proses pengeringan.

Kata Kunci: pengeringan, jerebeng, energy surya, energy angin.

1. Pendahuluan dan menjemur kembali di tempat penjemuran. Di


Para nelayan di daerah Kenjeran berangkat samping itu masalah lain adalah
berlayar untuk menangkap ikan atau hasil laut kebersihan/higienitas ikan dan hasil olahannya yang
lainnya sekitar pukul 04.00 dan kembali ke darat dikeringkan sangat kurang karena proses
pukul 11.00. Hasil tangkapan nelayan jumlahnya pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang
tidak pasti, hal ini dipengaruhi oleh musim dan memungkinkan dihinggapi debu dan lalat. Pada
adanya ombak di sekitar selat Madura. Jenis hasil kondisi cuaca hujan ikan hasil tangkapan tidak dapat
laut yang ada di pantai Kenjeran antara lain:Ikan dikeringkan dengan sempurna sehingga produk ikan
bulu ayam, ikan bulu “mentok”, ikan tengiri, kerang yang dihasilkan mengalami kerusakan (berjamur)
burung, siput laut, kerang hijau, kerang bulu, ikan bahkan membusuk sehingga pengrajin dan nelayan
pari, terung, ikan keting, udang, kepiting, dan udang mengalami kerugian. Penelitian pendahuluan telah
halus (nelayan biasanya menyebut sebagai udang berhasil dibuat sistem pengering hybrid berbasis
abon). efek rumah kaca dan burner gas (Hadi Santosa,
Proses produksi pengeringan ikan dan hasil Yuliati, 2012). Hasil uji coba alat dan demo di
olahannya (kerupuk) yang dilakukan di daerah lapangan diperoleh beberapa masukan yang
Kenjeran oleh para nelayan sebagian besar masih diberikan oleh masyarakat usaha kecil di Kenjeran.
melalui pengeringan secara tradisional selama ± 3 Pada pengoperasiannya alat pengering tersebut perlu
hari jika cuacacerah dan membalik-balik kerupuk dikembangkan, karena masyarakat masih harus
sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata di atas mengeluarkan biaya produksi untuk membeli gas
”jerebeng” bambu dan diletakkan berjejer dipinggir elpiji.
jalan. (Jerebengadalah istilah masyarakat Kenjeran Kondisi geografi pesisir pantai Kenjeran
tentang tempat pengeringan ikan dari bambu). yang berangin dan atas permintaan dari masyarakat,
Pengeringan tradisional ini memerlukan tempat yang maka dirancang dan dibuat kembali alat pengering
luas karena ikan yang dikeringkan tidak bisa disusun ikan dan hasil olahannya dengan memanfaatkan
berdasarkan rak rak saat dijemur. Kondisi cuaca energi surya dan angin sebagai energi penggerak
saat ini yang tidak menentu seringkali membuat para kincir angin yang dikopel dengan generator listrik
pengrajin kerepotan dalam menjemur ikan dan hasil untuk menghasilkan panas. Sistem penguapan
olahannya. Pada saat hujan datang tiba-tiba maka moisture produk ikan dan hasil olahannya
jemuran ikan harus segera diangkat. Jika kondisi menggunakan turbin ventilator berenergi angin.
cuaca berubah panas, maka mereka kembali menata

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 299


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tujuan kegiatan dalam pengabdian bagi Sumber Energi Potensi


masyarakat ini adalah : Terbarukan
1. Pembuatan dan penerapan alat pengering ikan Panas Bumi (Geothermal) 27GW
dan hasil olahannya dengan untuk Biomassa 50GW
memanfaatkan energi surya dan energi angin Sumber : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
sebagai penggerak generator listrik untuk 2013.
pemanas nikelin.
2. Selanjutnya, penggabungan panas dari energi Berdasarkan survei awal, analisis situasi
surya dan panas dari nikelin yang dihasilkan dan adanya potensi energi terbarukan yang tersedia
dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk di pesisir pantai Kenjeran, maka akan dirancang dan
mengeringkan ikan dan hasil olahannya. dibangun alat pengering ikan dan hasil olahannya
3. Percepatan proses pengeringan ikan dan hasil dengan memanfaatkan energi surya dan energi angin
olahannya (kerupuk ikan). sebagai sumber energi terbarukan yang dimaksudkan
4. Peningkatan pengetahuan penggunaan energi untuk lingkup usaha kecil-menengah, yang hemat
alternatif bersumber dari energi surya dan energi dan mudah pemeliharaannya.
energi angin. Metode pelaksanaan dalam kegiatan ipteks bagi
5. Teknologi tepat guna ini akan disosialisasikan masyarakat ini terbagi dua kegiatan yaitu :
kepada masyarakat pengusaha kecil di Kenjeran
dalam bentukdemo peralatan dan penyuluhan 2.1 Tahap proses pembuatan alat pengering
kepada para nelayan dan pengusaha kecil. bertenaga surya dan angin, meliputi:
a. Pekerjaan desain konstruksi alat pengering
2. Metode Pelaksanaan diawali dengan pembuatan gambar teknik
Energi surya dan angin merupakan energi meliputi rancangan mekanik dan rancangan
alternatif terbarukan yang ramah lingkungan dan listriknya.
layak dikembangkan sebagai pengganti energi fosil. b. Penentuan bahan-bahan teknik pendukung
Kedua sumber energi ini mudah diperoleh, murah, alat pengering.
tidak menghasilkan limbah, dan tidak terpengaruh c. Pengerjaan dan supervisi di bengkel serta
oleh kenaikan harga bahan bakar yang lain. perakitan peralatan pengering dan sistem
Pada prinsipnya angin yang melalui sudu- electric wiring nya.
sudu multi stage pada kincir akan menghasilkan torsi Gambar rancangan alat pengering
yang besar. Putaran kincir dengan torsi yang besar bertenaga surya dan angin dapat ditunjukkan pada
akan menyebabkan generator ikut berputar. Di Gambar 1.
dalam generator energi angin diubah menjadi energi
listrik. Untuk pembangkit tenaga listrik skala kecil
karena kecepatan angin senantiasa berubah-ubah,
maka perlu adanya pengatur tegangan. Disamping
itu perlu baterai untuk menyimpan energi karena
seiring terdapat kemungkinan dimana angintidak
bertiup. Bila angin tidak bertiup, generator tidak
berfungsi sebagai motor, sehingga perlu sebuah
pemutus otomatik untuk mencegah generator bekerja
sebagai motor [1].
Berdasarkan data dari Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terdapat
pada Tabel 1, rata-rata radiasi matahari per hari
mencapai 4.8 kWh/m2 yang bisa dikonversimenjadi
energi panas dan listrik denganteknologi solar
thermal dan photovoltaic (sel surya). Kecepatan
angin rata-rata di beberapa daerah pesisir pantai Gambar 1. Rancangan alat
mencapai 3-6 m/detik yang cocokuntuk
mengembangkan energi angin 10–100 kW. Keterangan Gambar :
1. Generator DC
Tabel 1. Potensi Energi terbarukan di Indonesia 2. Multi Stage Fan Blade
3. Wind Direction
Sumber Energi Potensi 4. Turbine Ventilator
Terbarukan 5. Penyangga Generator dan Saluran kabel
Radiasi Matahari 4.8 kWh/m2/hari 6. Atap kaca pengering
Kecepatan angin rata-rata 3-6m/det 7. Dinding kaca pengering
Tenaga air kecil (Micro 450MW 8. Dinding baja hitam penyerap panas
Hydro Power)

300 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

9. Nampan penampung ikan dan produk 2. Peningkatan efektifitas penggunaan energi surya
olahannya dan energi angin dalam proses pengeringan.
10. Dinding samping dan dinding bawah 3. Peningkatan produksi ikan kering akibat
pemantul sinar/panas kerusakan ikan dan pembusukan karena
11. Elemen nickelin pemanas listrik pengaruh cuaca dapat diminimalkan.
12. Converter dan Accumulator listrik 4. Menciptakan budaya bersih dan sehat bagi
masyarakat usaha kecil Kenjeran untuk produk
2.2 Tahap penyuluhan cara pengeringan ikan dan hasil olahannya.
menggunakan alat pengering bertenaga Adapun luaran yang diharapkan dalam
surya dan angin, meliputi: kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah adanya
a. Pembuatan modul bagi peserta penyuluhan nilai tambah dari sisi Iptek yaitu :
yang berkaitan dengan budaya bersih dan 1. Alat pengering ikan dan hasil olahannya ini
sehat untuk produk ikan dan hasil dapat memanfaatkan energi alternatif berupa
olahannya energi surya dan angin yang tidak memerlukan
b. Pembuatan modul cara pengoperasian alat tambahan biaya operasi.
pengering serta pemeliharaannya 2. Penggabungan kincir angin dan generator listrik
c. Demo alat di kampung nelayan Kenjeran serta elemen pemanas sebagai salah satu
yang melibatkan kepala desa serta rangkaian listrik menjadikan biaya
masyarakat nelayan dan wirausaha kecil. pemeliharaan dan operasi lebih rendah bila
dibandingkan dengan alat pengering yang
3. Hasil dan Pembahasan bersumber dari PLN.
3. Pemeliharaan sederhana dan pengoperasian alat
3.1 Spesifikasi Alat Pengering pengering mudah.
Rancangan alat pengering bertenaga surya 4. Proses pengeringan ikan dan hasil olahannya
dan angin yang dibuat mempunyai spesifikasi lebih cepat kering dengan kadar air lebih rendah
sebagai berikut: sehingga ikan kering dan hasil olahannya lebih
1. Dimensi Alat : panjang = 1,5m ; lebar = 1,5 m ; tahan lama.
tinggi = 3 m Beberapa komponen alat pengering ikan
2. Kapasitas Alat = 70 kg ikan basah, dapat ditunjukkan pada Gambar 3, 4, 5, dan 6.
3. Proses pengeringan dari kondisi ikan basah
sampai kering menggunakan energi surya
selama 4-5 jam
4. Rangka dengan konstruksi bahan karbon steel,
penampung ikan basah SS 316.
5. Dinding luar baja karbon dicat hitam
6. Dinding dalam SS 316
7. Dinding samping bagian atas dan atap terbuat
dari kaca
8. Sistem sirkulasi udara dengan turbin ventilator
9. Proses pengeringan menggunakan dua system
yaitu energy surya dengan memanfaatkan efek
rumah kaca (musim kemarau) dan dengan
menggunakan heater pemanas berenergi
generator turbin angin.
10. Lama operasi tidak tergantung waktu (24 jam)
11. Kondisi susut air dengan massa awal 4 kg akan
menghasilkan ikan kering 1,2 kg. Gambar 3. Siklon Pengering
12. Sistem penguapan moisture produk ikan dan
hasil olahannya dengan turbin ventilator
berenergi angin.
Pada kegiatan pelaksannan Ipteks bagi
pengabdian masyarakat ini, target yang dicapai
antara lain adalah :
1. Adanya perubahan sistem pengeringan ikan dan
hasil olahannya dari bersifat tradisional yang
memerlukan waktu pengeringan lebih lama
menjadi lebih singkat proses pengeringannya
serta lebih hygienis. Sehingga produktivitas
meningkat.
Gambar 4. Rangka Rumah Kaca

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 301


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

pengeringan yang lebih singkat dari 6 jam menjadi 4


jam proses pengeringan dengan susut air mencapai
67%. Desain alat pengering dibuat tertutup, sehingga
hasil pengeringan ikan lebih higienis.

3.2 Spesifikasi Kincir Angin

A. Perancangan dan Pembuatan Kincir Angin

1. BLADE
Blade dibuat dengan ukuran panjang 1,2
Gambar 5. Tray meter dan lebar 25 cm tersusun dari tiga buah blade.
Desain blade dibuat sedemikian rupa agar angin bisa
mengalir dengan lancar dan bentuk blade dibuat
menyudut untuk membantu saat putaran awal dan
dapat meningkatkan torsi pada saat putaran telah
stabil. Komponen Blade dapat ditunjukkan pada
Gambar 8.

Gambar 6. Alat Pengering tampak samping tahap


pembuatan

Gambar alat pengering ikan yang telah


diujicobakan di Nambangan Kenjeran dapat
ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 8. Blade

2. TRANSMISI
Transmisi menggunakan perbandingan
sprocket dan rantaiyaitu 1 : 3. Pemilihan sprocket
karena untuk menghindari slip dan mengurangi
kehilangan gaya akibat gesekan. Sehingga dapat
menghasilkan torsi yang lebih baik dan putaran
poros dari blade tersalurkan ke generator dengan
efisiensi yang lebih baik. Adapun daya yang
dihasilkan dapat dirumuskan sebagai
Power in the wind = ½ . p . A . v3 (1)
Keterangan :
p =kerapatan udara = 1,2 kg/m3
A = luasan = 0.3 m2
v = kecepatan angin = Asumsi angin pantai 4 m/s
Power yang dihasilkan = 11.52 kg.m2/s3.

Gambar rangka generator dan sprockettransmisi


Gambar 7. Alat Pengering Ikan
penggerak dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Dari hasil uji coba alat pengering ikan yang
telah berhasil dibuat, maka diperoleh waktu

302 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kincir Angin tingkat nasional, maka diperoleh daya


yang dihasilkan sekitar 200 watt yang dikonversikan
menjadi panas menggunakan heater nickelin sebagai
tambahan energy dalam proses pengeringan ikan .
Gambar kincir angin saat uji coba di pantai dapat
ditunjukkan pada gambar 11.
 

Gambar 9. generator dan sprockettransmisi penggerak

3. PENGENDALI
i. Mekanik
Pengendali ini berupa ekor sebagai
pengarah angin yang akan mengarahkan blade
kearah angin yang datang dan membuat blade
berputar. Pembuatan ekor tidak menggunakan
perhitungan detail. Perhitungan hanya didasarkan
pada keseimbangan berat bagian depan dan
belakang.

ii. Elektrik
Elektrik dikendalikan dengan sensor dan
stabilizer. Sensor akan bekerja pada saat tegangan di
bawah 12v, saat tegangan berada dibawah 12v atau
dengan kata lain turbin berada pada putaran terendah
sensor dan stabilizer yang mengambil alih untuk
menyalurkan tegangan dan arus ke beban dan data
logger. Untuk stabilizer juga bekerja menjaga
tegangan yang berlebih yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 48v.
 
Gambar 11. Kincir Angin
iii. Generator
Generator yang digunakan ialah dynamo
4. Kesimpulan
sepeda listrik. Alasan menggunakan bahan ini
Berdasarkan hasil uji coba maka dapat
karena dynamo sepeda listrik mempunyai RPM yang
diambil kesimpulan sebagai berikut :
rendah, jadi dengan putaran yang sedikit sudah
1. Pemanfaatan sinar matahari dengan efek rumah
menghasilkan energy listrik.
kaca dapat meningkatkan kecepatan proses
Gambar generator kincir angin dapat ditunjukkan
pengeringan menjadi 1,5 kali lebih cepat
pada Gambar 10.
dibanding proses manual.
2. Hasil pengeringan ikan lebih higienis dan tidak
mudah berjamur karena penurunan susut airnya
tinggi yaitu 67%.
3. Pemanfaatan angin untuk memutar kincir mampu
menghasilkan listrik sebesar 200 watt.
4. Listrik yang dihasilkan oleh kincir angin dapat
dimanfaatkan untuk menimbulkan panas heater
nickelin yang dapat digunakan untuk lebih
mempercepat proses pengeringan.

Ucapan Terima Kasih


Gambar 10. Generator Kincir Angin Ucapan terimakasih kami tujukan kepadaDIKTIatas
  program hibah Ipteks bagi Masyarakat dan
iv. Uji Coba Kincir Angin di Pantai masyarakat Nambangan Bulak Kenjeran Surabaya.
Pada tahap ujicoba kincir angin di daerah
pesisir pantai Baru, Bantul Yogyakarta pada Lomba

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 303


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Daftar Pustaka
1. Energi angin, [Online], diakses di
http://web.ipb.ac.id, [ 15 Maret 2013].
2. Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, [Online], diakses di
http://www.esdm.go.id/ , [21 Maret 2013].
3. Erkata Yandri, (2009), “Perlunya Efisiensi
Energi dan Eksplorasi Energi Terbarukan “,
INOVASI Vol14/XXI/Juli 2009.
4. Hadi Santosa, Yuliati, (2012), ”Pemanfaatan
Energy Surya dengan Efek Rumah Kaca
dalam Perancangan Sistem Pengering
Kerupuk dan Ikan di Daerah Kenjeran“
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
& Teknologi (SNAST), ISSN: 1979-911X.

304 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Analisis Faktor Koreksi C Pada Pengukuran Debit Aliran


Air Bersih Yang Menggunakan Weir V-Notch
Dengan Sudut Puncak 90 Derajat

Yohanes Agus Jayatun


Jurusan Teknik Mesin STTNAS Yogyakarta
jayatun2008@gmail.com

Abstrak
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur debit aliran pada aliran terbuka adalah celah Weir tipe V-Notch yang
berbentuk segitiga terbalik dengan sudut puncak 90 derajat. Alat itu dipasang tegak lurus terhadap aliran. Tinggi muka aliran
pada celah terhadap puncak segitiga dapat digunakan untuk menghitung debit aliran itu berdasarkan model matematik yang
sudah tersedia. Namun demikian karena adanya gesekan bahan celah terhadap aliran, maka debit aliran yang terhitung
berdasarkan tinggi muka air itu tidak memberikan nilai yang tepat, sehingga diperlukan faktor koreksi C terhadap model
matematk itu. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan faktor koreksi C. Nilai C dicari dengan cara membandingkan
pengukuran debit yang diukur secara langsung terhadap debit yang dihitung dengan model matematik yang tersedia. Hasil
penelitian menunjukkan besarnya nilai C = 1,8 dan mempunyai ketelitian 6,1 %.

Kata kunci : Aliran terbuka, debit, alat ukur debit, weir V-notch.

1. Pendahuluan Tujuan penelitian adalah meneliti faktor


Salah satu alat ukur debit yang sederhana koreksi ( C ) pada weirs V-nocth berbahan kaca
adalah Wiers V-notch. Alat ini berupa celah segitiga dengan sudut puncak 90 derajat. Penelitian
dengan puncak di bawah dan dipasang tegak lurus dilakukan terhadap satu buah saluran aliran terbuka
dengan aliran. Sudut segitiga bervariasi, namun yang dilengkapi dengan weir V-notch yang terbuat
umumnya 90 derajat. Secara teoritis ada hubungan dari kaca dengan tebal 5 mm. Pengambilan data
matematik yang dapat digunakan untuk menetapkan penelitian dilakukan terhadap 23 debit aliran.
debit. Besarnya debit yang melewati celah itu
dihitung berdasarkan tinggi muka terhadap puncak 2. Metode
segititga, sebagaimana persamaan (2.1). Model 2.1 Dasar Teori
matematik yang diberikan untuk menghitung debit, Weir yang digunakan untuk mengukur
pada kenyataannya harus dikoreksi dengan faktor debit pada penelitian ini adalah sebagaimana terlihat
koreksi (C). pada Gambar 2.1 (Victor L. Streeter dan E.Benjamin
Jayatun (2011) melakukan penelitian faktor Wylie – FLUID MECHANICS – McGraw-Hili
koreksi C. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai International Book Company, Inc.,International
C merupakan fungsi polinomial order 2 terhadap Student Edition, 1979, Seventh Edition, hal.358).
tinggi muka air terhadap puncak segitiga, pada Bila nilai  = 90 derajat maka debit aliran air yang
rentang tinggi muka air dari 11 mm sampai dengan melalui Weirs yang berbentuk V-notch adalah :
42 mm. Cacah data yang digunakan sejumlah 15
buah data. ............................ (2.1)
Jayatun (2013) melakukan penelitian faktor
gesekan dinding dalam pipa GIP terhadap aliran air Dengan :
bersih. Debit aliran diukur dengan menggunakan = debit (m3/s)
wier V-notch dengan sudut puncak 90 derajat. Hasil = tinggi muka air terhadap puncak segitiga
penelitian tidak dapat ditetapkan sebagai nilai faktor (m)
gesekan karena bukan merupakan nilai yang konstan 
(merupakan fungsi dari bilangan reynold).
Kedua penelitian di atas memanfaatkan H
Wier V-notch. Penelitian pertama ditujukan untuk
menghitung faktor koreksi weir v-notch, sementara
penelitian yang kedua menggunakan wier v-notch
untuk mengukur debit. Hasil penelitian pertama Gambar 2.1. Weir V-Notch, dengan sudut = 90o
perlu dikaji ulang karena nilai C bukan merupakan
bilangan konstan. Pengkajianulang itu juga selaras 2.2 Metode Penelitian
dengan hasil penelitian yang kedua yang dapat 2.2.1 Benda Uji
dikatakan tidak mengahasilkan apa-apa. Untuk itu Penelitian ini menggunakan benda uji yang
perlu dilakukan penelitian ulang tentang faktor berupa alat ukur debit aliran terbuka berupa wier V-
koreksi C dengan cara cacah data pengukuran notch, dengan sudut puncak 90 derajat, yang terbuat
diperbanyak.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 305


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dari kaca dengan tebal 5 mm sebagaimana Gambar ditunggu sampai tenang. Catat tinggi muka
3.1. air di V-notch berdasarkan garis muka air
(mengacu pada millimeter blok (2) yang
ditempel di samping V-notch). Sejumlah
volume air yang jatuh dari V-notch
ditampung dengan ember (6) dan sekaligus
dicatat waktu penampungan air itu dengan
stopwatch (4). Air yang tertampung di
Gambar 3.1 : Benda Uji ember diukur volumenya dengan gelas ukur
(5).
Fluida kerja yang digunakan adalah air VII. Bukaan katub dikurangi sedikit dan
bersih yang mempunyai massa jenis 1000 kg/m3 dan dilakukan kegiatan sebagaimana no. VI,
viskositas kinematik 1 cSt ( = 10-6 m2/s ) sampai dengan didapat 23 data pengukuran.

2.2.2 Rangkaian Peralatan Uji dan Alat Ukur 2.2.4 Metode Analisis Data
Rangkaian peralatan uji dan peralatan ukur Faktor koreksi, C, dihitung dengan cara
tergambar sebagaimana pada Gambar 3.2. membandingkan debit nyata (Qp) dengan debit
terhitung (QH).
1 2 3 4 5
.............. (2.2)

Debit nyata dihitung berdasarkan volume


terukur yang tertampung pada ember (V) dibagi
dengan waktu penampungan air pada ember (t).
Debit terhitung dihitung berdasarkan tinggi muka air
pada V-notch terhadap puncak segitiga (H)
menggunakan persamaan 2.1.
9 8 7 6 Dari hasil pengujian didapatkan 23 buah
data, sehingga didapatkan 23 buah nilai faktor
Gambar 3.2 : Rangkaian peralatan uji dan alat ukur koreksi. Nilai faktor koreksi sesungguhnya dikaji
dengan melihat penyebaran 23 buah data tersebut.
Keterangan :
1. Bak saluran terbuka dengan ujung saluran 3. Hasil dan Pembahasan
berbentuk V-notch, sudut pucak 90o, 3.1 Hasil Penelitian
terbuat dari kaca yang tebalnya 5 mm. Hasil Penelitian tergambar pada diagram
2. Kertas millimeter blok. sebagaimana Gambar 3.1.
3. Perpipaan
4. Stopwatch C
5. Gelas ukur
6. Ember
7. Katub pengatur debit aliran
8. Pompa air bersih
9. Bak penampung

2.2.3 Metode Pengambilan Data


Pada penelitian ini data yang diperlukan
adalah : 1. Tinggi muka air terhadap puncak
segititiga (H), dan 2. debit nyata.. Langkah-langkah
untuk memperoleh data adalah sebagai berikut : H (mm)
I. Peralatan uji dirangkai sebagaimana Gambar 3.1 : Hasil Penelitian
Gambar 3.2.
II. Ember, stopwatch dan gelas ukur sudah Pada Gambar 3.1 terlihat penyebaran nilai
tersedia. C terhadap H terjadi pada angka 1,6 sampai dengan
III. Lembar pencatatan data penelitian 2,01 untuk nilai H dari 14 mm sampai dengan 42
disiapkan. mm. Apabila nilai bawah digunkan sebagai basis,
IV. Katub (7) dibuka ¼. maka rentang nilai C adalah 25 % berbanding
V. Pompa (8) dihidupkan, air mengalir melalui dengan rentang nilai nilai H yang 200 %. Apabila
perpipaan (3) menuju bak (9) melewati rentang penyebaran nilai C diperbandingkan dengan
saluran terbuka (1). rentang penyebaran nilai H maka menghasilkan
VI. Pengukuran pertama : katub (8) dibuka angka 1/8 atau 0,125. Dengan perbandingan rentang
penuh, aliran air di saluran terbuka nilai yang hanya 1/8 maka nilai C yang

306 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

sesungguhnya ditetapkan berdasarkan nilai rata-rata juga dengan obyek penelitian atau benda uji yang
dari seluruh data disertai dengan deviasinya. dibuat dari bahan selain kaca.
Oleh karena itu didapatkan nilai faktor
koreksi C untuk menghitung debit aliran air bersih Ucapan Terima Kasih
yang menggunakan wier v-notvh pada penelitian ini Penelitian ini dapat dilaksanakan atas biaya
adalah : dari STTNAS dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
C = 1,8 +/- 6,11 % karena itu peneliti mengucapkan terimakasih
terutama kepada Ketua STTNAS yang telah
3.2 Pembahasan menyetujui proposal penelitian ini dan beberapa
Obyek penelitian ini adalah weir V-notch mahasiswa Jurusan Teknik Mesin yakni : Sdr. Bayu
yang dibuat dari kaca dengan tebal 5 mm. V-notch Pamungkas , Sdr. Wahyu Eko Riyadi serta Sdr.
dialiri air sehingga tinggi muka air di bagian V- Syaiful Rahmad Hasibuan yang telah membantu
notch terhadap puncak segitiga mempunyai rentang melakukan penelitian ini di Laboratorium
dari 14 mm sampai dengan 42 mm. Dengan Phenomena Dasar Mesin di Jurusan Teknik Mesin
menggunakan persamaan 2.1 dapat dihitung debit STTNAS.
teoritis yang melewati V-notch.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa Daftar Pustaka
perhitungan teoritis tidak menghasilkan nilai debit Ranald V. Giles, 1977, Theory and Problems of
yang sama dengan pengukuran langsung. Oleh Fluid Mechanics and Hydraulics, Schaum’s
karena itu persamaan 2.1 masih harus dikoreksi Outline Series, McGraw-Hill Book Company,
dengan factor koreksi C. Berdasarka hasil penelitian New York, 2nd edition.
maka persamaan 2.1 terkoreksi menjadi : Soufyan Moh.Noerbambang & Takeo Morimura,
......... (3.1) 2005, Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem ( 4.1 )
Plambing, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
Beberapa hal yang diperkirakan cetakan ke Sembilan
menyebabkan munculnya faktor koreksi itu adalah : Victor L. Streeter dan E. Benjamin Wylie, 1999,
1. Perubahan penampang aliran secara mendadak. Mekanika Fluida, alih bahasa oleh Arko
Penampang sepanjang aliran menuju V-notch Prijono,M.S.E., Penerbit Erlangga, Jakarta,
bentuk dan luasnya tetap, tetapi ketika sesaat Edisi Delapan, Jilid 1.
mencapai V-notch terjadi perubahan bentuk Yohanes Agus Jayatun, Analisis Faktor Koreksi
dan luas penampang yang sangat mencolok. Pada Alat Ukur Debit Aliran Air Bersih Tipe
Perubahan itu menyebabkan timbulnya arus V-Notch Dengan Sudut Puncak 90 Derajat,
konveksi di sekitar V-notch yang menyebabkan 2011, Laporan Penelitian, P3M STTNAS
besarnya debit nyata tidak mengikuti Yogyakarta.
persamaan 2.1. Yohanes Agus Jayatun, Analisis Kekasaran
2. Faktor gesekan yang timbul antara permukaan Permukaan Rata-rata Dinding Bagian Dalam
kaca terhadap aliran air di V-notch. Setiap Pipa Galvanized Iron Pipe (GIP) Diameter
bahan mempunyai nilai kekasaran tertentu Nominal 1 Inchi Dengan Fluida Kerja Air
yang menyebabkan faktor gesekan setiap bahan Bersih, 2013, Prosiding Seminar Nasional ke-8
terhadap aliran air berbeda-beda. Oleh karena Tahun 2013 ReTII, STTNAS, Yogyakarta.
itu sangat dimungkinkan dengan bahan berbeda
akan didapatkan nilai debit yang berbeda
apabila dihitung berdasarkan persamaan 2.1.

4. Kesimpulan dan Saran


Telah dilakukan penelitian nilai factor
koreksi C pada alat ukur debit aliran yang
menggunakan wier V-notch yang sudut puncak
segitiganya 90 derajat. Obyek penelitian adalah weir
V-notch yang dibuat dari kaca yang tebalnya 5 mm.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada
rentang tinggi muka air dari 14 mm sampai dengan
42 mm perhitungan debit secara teoritis harus
dikalikan dengan faktor C sebesar 1,8 dengan
ketelitian 6,11 %.
Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan
mengatur agar aliran air sebelum mencapai V-notch
tidak mengalami perubahan penampang aliran secara
mendadak. Selain itu penelitian ini perlu dilakukan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 307


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

308 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Efek Throat Ratio Terhadap Kinerja LJGP


Dandung Rudy Hartana1, Daru Sugati2

Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta1,2


Jl. Babarsari 1,Depok, Sleman, Yogyakarta
dandungrudyhartana@yahoo.co.id

Abstrak
Throat merupakan bagian pada liquid jet gas pump yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya perubahan pola aliran dan
tekanan. Proses ini adalah proses penting pada sistem liquid jet gas pump yang difungsikan sebagai pompa vakum, sehingga
perlu dilakukan penelitian pengaruh throat ratio terhadap kinerja LJGP. Pengujian dilakukan dengan variasi thoat ratio yaitu
2dt, 4 dt dan 6dt. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa throat ratio = 4 memperlihatkan kinerja tertinggi.

Kata Kunci: liquid jet gas pump, pompa vakum, throat.

1. Pendahuluan Seksi uji yang berupa unit liquid jet gas


Liquid jet –gas pump adalah mesin fluida pumpdiperlihatkan pada Gambar 2. Variasi
yang prinsip kerjanya berdasarkan pada perbedaan perlakuan yang diberikan pada seksi throat (Lt).
momentum. Momentum yang dihasilkan oleh nozzle
menginduksi gas di dalam suction chamber (
Cunningham, 1995). Transfer momentum terjadi
antara liquid jet dan gas pada tempat yang dikenal
dengan throat. Di dalam throat terjadi proses mixing
kedua fluida beda fase ini. Proses ini menghasilkan
perubahan pola aliran dan kenaikan tekanan.
Perubahan pola aliran sebelum terjadi mixing adalah
jet flow dan setelah mixing adalah froth flow.
Perlambatan aliran juga mengakibatkan terjadinya
kenaikan tekanan. Fraksi gas yang terbawa besama
cairan akan termampatkan di dalam throat setelah
terjadinya proses mixing tersebut.Posisi proses
mixing ini sangat bergantung dengan perubahan
debit liquid jet dan gas. (Daru dkk, 2014: Edi dkk,
2011). Pada debit gas yang tinggi maka proses
mixing terjadi menjauhi throat inlet dan
berkemungkinan terjadi di dalam diffuser. Kondisi
ini mengakibatkan efisiensi turun. Untuk menjaga
agar proses mixing selalu di dalam throat, maka
diperlukan penelitian yang mampu menemukan
korelasi antara pengaruh debit liquid jet dan debit keterangan gambar.
gas terhadap panjang throat. No Komponen No Komponen
1 Bak air 7 Tabung penenang
2. Metode 2 Pompa air 8 Seksi Uji
Metode penelitian yang digunakan adalah 3 Katup pengatur 9 Termometer
metode eksperimen dengan instalasi sebagaimana debit air temperatur air
diperlihatkan pada Gambar 1. 4 Rotameter air 10 Termometer
5 Rotameter udara 11 Manometer air
Pompa (2) digunakan untuk
raksa
mensirkulasikan air dari bak air (1) hingga ke nozzle 6 Katup pengatur 12 Unit data akusisi
dan kembali lagi. Debit aliran air diukur dengan debit udara untuk tekanan
flow meter jenis rotameter (4) sedangkan debit udara Gambar 1. Instalasi penelitian
diukur oleh rotameter udara (5). Debit air diatur oleh
katub (3) dan debit udara diatur oleh katub (6). Data
tekanan diukur oleh manometer air raksa pada
tekanan motive flow dan pada sepanjang ejector
diukur dengan pressure transducer yang terhubung
dengan data akuisisi.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 309


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

luaran data akuisisi berupa data transient yang


fluktuatif terhadap waktu, untuk itu dilakukan
pengolahan dengan root mean square untuk
mendapatkan nilai rata-ratanya (Wang,2002).
Efisiensi dihitung berdasarkan pada persamaan 1.

(1)

3. Hasil dan Pembahasan


Pengaruh panjang throat terhadap tekanan
kevakuman pada sisi suction diperlihatkan pada
Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar ini
memperlihatkan adanya kesamaan pola, yaitu
semakin tinggi rasio alirannya maka semakin tinggi
tekanan pada suction chamber atau semakin rendah
Gambar 2. Seksi uji kevakumannya.Pengaruh panjang throat terhadap
tekanan pada suction chamber ini tampak bahwa
2.1 Metode Pengumpulan Data throat ratio = 4 memperlihatkan tekanan paling
Metode ekperimen yang digunakan rendah untuk rentang rasio aliran.
mengikuti diagram alir sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 3.

Gambar 4. Hubungan rasio aliran terhadap tekanan


vakum untuk rasio throat 2dt, 4dt, dan 6dtpada debit
motive 0,38 liter/detik

Pada Gambar 5. tampak tekanan kevakuman lebih


rendah dibandingkan dengan tekanan vakum pada
Gambar 4. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin
tinggi debit motive flow, maka semakin rendah
tekanan vakum yang dicapai.

Gambar 3. Langkah eksperimen


Gambar 5. Hubungan rasio aliran terhadap tekanan
2.2 Metode Analisis Data vakum untukthroat ratio 2dt, 4dt, dan 6dtpada debit motive
Data yang diperoleh dari pengujian diolah 0,47 liter/detik.
dengan metode statistik. Data hasil pengukuran

310 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh panjang throat terhadap efisiensi Daftar Pustaka


dengan variasi kondisi operasional diperlihatkan Cunningham R. G., 1995, Liquid Jet Pump for two
pada Gambar 6dan Gambar 7. masing masing Phase Flows, Journal Fluids Engineering, Vol.
Gambar memperlihatkan adanya pola yang mirip 117, p.p. 309-316.
pada berbagai debitmotive flow. Gambar 6 Daru Sugati, 2008, Jet Pump Sebagai Pompa
memperlihatkan peningkatan rasio aliran Hampa, Vol. 9, No. 2, Media Mesin,
membentuk kurva yang mempunyai puncak tekanan Universitas Muhammadiyah Surakarta,
pada rasio aliran 0,6. kondisi ini tampak berlaku Surakarta.
untuk tiga rasio panjang throat. Efisiensi terbaik Edi Karyadi, Daru Sugati, Indarto, Purnomo
tampak pada rasio throat= 4 , yaitu sebesar 25%. 2011,pengaruh perubahan rasio kontraksi nosel
terhadap kinerja liquid jet gas pump, Seminar
Nasional, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta Indonesia.
Wang S., Shoji M., 2002, Fluctuation
characteristics of two-phase flow splitting
at a vertical impacting T-junction,
International Journal of Multiphase Flow,
Vol 28, pp. 2007–2016.

Gambar 6. Pengaruh Flow ratio terhadap Efisiensi untuk


throat ratio 2dt, 4dt, dan 6dt pada debit motive 0,25
liter/detik .

Pada debit motive flow yang lebih tinggi


(0,38liter/detik) tampak efisiensi secara menyeluruh
mengalami penurunan, namun kurva efisiensi untuk
throat ratio = 4 tetap tertinggi.

Gambar 7. Pengaruh Flow ratio terhadap Efisiensi untuk


throat ratio 2 dt, 4 dt, dan dt pada debit motive 0,38
liter/detik.

4. Kesimpulan
Hasil ekperimen memperlihatkan throat ratio
= 4 menghasilkan tekanan vakum terendah dan
efisiensi tertinggi untuk berbagai debit motive flow.

Ucapan Terima Kasih


Dirjen Dikti melalui Kopertis Wilayah V melalui
program Hibah penelitian dosen pemula yang telah
memberikan pendanaan penelitian ini.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 311


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

312 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Analisis Konsumsi Bahan Bakar Terhadap Water Injection (WaI)


Berbasis Mikrokontroler Yang Diterapkan Pada Sepeda Motor
Basori 1, Subagsono 2, Husin Bugis 3

Pendidikan Teknik Mesin, Universitas Sebelas Maret


basori@fkip.uns.ac.id 1

Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah adanya kecenderungan masyarakat dalam memilih jenis kendaraan
bermotor dilihat dari konsumsi bahan bakar kendaraan tersebut. Semakin irit, maka persentase pengguna jenis
kendaraan tersebut akan meningkat. Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) sering digunakan untuk
mendapatkan efisiensi performa mesin. Tujuan penelitian ini adalah merancang bangun dan menganalisis
konsumsi bahan bakar Water injection (WaI) berbasis mikrokontroler yang digunakan pada sepeda motor.
WaI berbasis mikrokontroler adalah suatu sistem penambahan air dalam bentuk butiran pada ruang bakar
melalui intake manifold untuk mengurangi detonasi dengan pengaturan volume air yang diinjeksikan ke
dalam ruang bakar oleh mikrokontroler. Penelitian dilakukan dengan cara eksperimen. Obyek penelitian yang
digunakan adalah sepeda motor honda mega pro 2009. Penelitian dilakukan dengan menerapkan Water
injection berbasis mikrokontroler pada sistem bahan bakar kendaraan. Kemudian dilakukan eksperimen
dengan fuel meter untuk mendapatkan data konsumsi bahan bakar.Hasil pengujian menunjukkan pemakaian
bahan bakar spesifik yang paling sedikit diperoleh sepeda motor yang menggunakan water injection berbasis
mikrokontroler (A50% + M50%) dimana titik terendah konsumsinya di putaran 5500 rpm, 6500 rpm, dan
7500 rpm dengan 0.054 Kg/PS.Jam. Hasil ini menunjukkan penghematan sebesar 14,28% terhadap konsumsi
bahan bakar pada sepeda motor standar. Dari hasil pengujian konsumsi bahan bakar tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penambahan air ke dalam ruang bakar akan meningkatkan efisiensi konsumsi bahan
bakar. Hal ini karena air tersebut dapat mengurangi terjadinya detonasi dan menambah angka oktan, yang
selanjutnya akan menghasilkan pembakaran sempurna. Efisiensi pemakaian bahan bakar diperoleh dengan
pembakaran sempurna.

Kata Kunci: rancang bangun, efisiensi, detonasi, pembakaran.

1. Pendahuluan semua, dan meledak pada saat yang tepat yaitu


Sepeda motor merupakan salah satu jenis beberapa derajat setelah titik mati atas (TMA).
motor pembakaran dalam yang paling banyak Pembakaran menjadi tidak sempurna jika terjadi
digunakan/dikonsumsi masyarakat. Sepeda motor detonasi. Detonasi adalah terjadinya ledakan pada
mempunyai 3 komponen utama yang terdiri: (a) campuran homogen bahan bakar dan udara di dalam
mesin (engine), (2) Casis dan pemindah daya silinder sebelum percikan bunga api terjadi, hal ini
(chassis and power train), (3) kelistrikan mesin dan disebabkan oleh overheating atau panas yang
kelistrikan body. berlebihan dari campuran bahan bakar yang mudah
Mesin pada sepeda motor terdiri dari kepala silinder, terbakar. Beberapa faktor pada desain atau
blok silinder, ruang engkol, mekanisme katup, pengoperasian suatu mesin mempuyai pengaruh
sistem pendinginan, sistem pelumasan dan sistem terhadap kemungkinan terjadinya knocking. Efek
bahan bakar. Sistem bahan bakar sepeda motor yang yang ditimbulkan oleh beberapa parameter berikut
konvensional menggunakan karburator. Karburator ini baik yang langsung atau tidak langsung
ini digunakan sebagai tempat mencampur bahan berhubungan dengan faktor temperatur, tekanan, dan
bakar (bensin) dan udara sebelum dihisap ke dalam kepadatan, berpengaruh terhadap kemungkinan
ruang bakar (combustion chamber) di silinder. terjadinya knocking. Faktor tersebut adalah: (1) rasio
Prinsip kerja motor pembakaran dalam adalah kompresi, (2) Temperatur Saluran Masuk pada
mengubah tenaga/usaha akibat ledakan pembakaran Campuran Udara dan Bahan Bakar, (3) temperatur
bahan bakar dan udara di dalam ruang bakar. Tenaga dinding ruang bakar, dan (4) nilai oktan bahan
ini diteruskan menjadi energi putar di poros engkol, bakar. Efek yang ditimbulkan detonasi: (1)
yang akan diteruskan ke sistem pemindah daya. kebisingan dan kekasaran, (2) kerusakan mekanis,
Selanjutnya tenaga tadi dihubungkan ke roda (3) sisa karbon, (4) meningkatnya perpindahan
menjadi tenaga putar untuk menggerakkan panas, (5) menurunnya keluaran daya dan efisiensi,
kendaraan. (6) pre-ignition.
Pembakaran bahan bakar dan udara yang sempurna Salah satu upaya untuk mengendalikan terjadinya
akan menghasilkan tenaga yang maksimal. Hal ini detonasi adalah dengan menambah waktu
diperoleh bila seluruh bahan bakar dan udara yang perambatan pengapian dan mengurangi temperatur
dihisap torak masuk ke dalam silinder terbakar nyapa api. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 313


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

penambahan water injection (WaI) di sistem bahan Lebih lanjut, data konsumsi bahan bakar di atas
bakar. Teknologi WaI sebenarnya sudah ditemukan dimasukkan rumus konsumsi bahan bakar spesifik.
sejak lama, pada saat mesin berpengapian busi telah Menurut Obert, konsumsi bahan bakar spesifik
diselidiki untuk penelitian sejak 1930. Teknologi ini adalah perbandingan parameter yang menunjukkan
digunakan oleh angkatan udara (Juntarakod, 2008). bagaimana efisiensi sebuah mesin mengubah bahan
Teknologi ini pun sudah diterapkan di mesin bakar menjadi kerja. Parameter ini lebih disukai,
turbojet. daripada efisiensi thermal, karena semua kuantitas
WaI adalah suatu sistem penambahan air dalam diukur dalam standar dan satuan-satuan fisika
bentuk butiran pada ruang pembakaran melalui seperti: waktu, daya,dan massa. Untuk mengukur
intake manifold. Dalam praktiknya, penambahan air konsumsi bahan bakar ini diukur dan dialirkan
ini biasanya dicampur dengan alkohol/methanol. melalui gelas ukur yang diketahui volumenya.
Tujuan utama penggunaan WaI adalah untuk Dalam penelitian ini digunakan gelas ukur dengan
mengurangi detonasi pada mesin. WaI juga volume 5 ml.
bermanfaat untuk menghemat bahan bakar, Adapun rumus untuk konsumsi bahan bakar spesifik
mengurangi polusi udara dan meningkatkan daya (sfc) adalah:
mesin.
Berkaitan dengan penghematan bahan bakar, unsur Sfc=G'f/Ne (Arismunandar 2005:34) (2)
ini merupakan salah satu pertimbangan utama
masyarakat dalam membeli kendaraan bermotor. Dimana:
Semakin irit kendaraan tersebut, maka semakin G’f =Gf/s (3)
banyak pula peminatnya. Berdasarkan faktor ini,
maka inovasi-inovasi di bidang penghematan bahan Sfc :Konsumsi bahan bakar spesifik
bakar banyak dilakukan. WaI merupakan salah satu (kg/PS.jam)
inovasinya. Dengan sistem ini, pembakaran yang G’f :Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
sempurna akan memaksimalkan energi panas hasil Gf :Bahan bakar yang dikonsumsi (Kg)
pembakaran bahan bakar dan udara di ruang bakar s :Waktu
menjadi energi mekanis di mekanisme mesin. Hal
ini akan menyebabkan efisiensi pemakaian bahan Di sisi lain, perkembangan dunia elektronik sangat
bakar, karena tidak ada bahan bakar yang terbakar cepat. Banyak kendaraan yang sudah menerapkan
sebelum waktunya (denotasi). sistem-sistem berbasis elektronik, seperti EFI
Konsumsi bahan bakar adalah suatu ukuran yang (Electronic Fuel injection), Automatic transmission,
menyatakan berapa banyak bahan bakar yang Antilock brake system, dan lain-lain. Sistem-sistem
digunakan suatu motor atau kendaraan pada suatu yang disebutkan tadi banyak mengaplikasikan
jarak tertentu, dan ini menggambarkan seberapa jauh pemakaian mikrokontroler dan mikroprosesor. Hal
efisiensi motor atau kendaraan ditinjau dari ini mengakibatkan teknologi-teknologi yang
pemakaian bahan bakarnya. Secara umum, faktor berbasis mekanis sudah banyak ditinggalkan.
yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalah Mikrokontroler adalah sebuah chip yang berfungsi
kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat, sebagai pengontrol rangkaian elektronik dan umunya
maka pemakaian bensin semakin tidak dapat menyimpan program didalamnya.
menguntungkan (semakin banyak bahan bakar yang Mikrokontroler umumnya terdiri dari CPU (Central
dikonsumsi). ( Arends dst, 1980: 27). Konsumsi Processing Unit), memori, I/O tertentu dan unit
bahan bakar adalah parameter yang biasa digunakan pendukung seperti Analog-to-Digital Converter
pada sistem motor pembakaran dalam untuk (ADC) yang sudah terintegrasi di dalamnya.
menggambarkan pemakaian bahan bakar (As’adi, Yang menjadi permasalahan adalah: (1)
2011:5). Konsumsi bahan bakar dapat didefinisikan Bagaimanakah mengembangkan sistem WaI
sebagai jumlah volume bahan bakar yang berbasis mikrokontroler dapat digunakan pada
dikonsumsi per satuan waktu (cc/menit). Mesin yang sepeda motor untuk menghemat bahan bakar? (2)
mempunyai efisiensi bahan bakar yang baik Seberapa efektif WaI berbasis mikrokontroler dalam
diindikasikan dengan nilai konsumsi bahan bakar menghemat bahan bakar?
yang rendah. Berikut adalah rumus perhitungan
konsumsi bahan bakar:
2. Metode
G'f= V/s (1) Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen. Metode ini dipilih karena proses
Dimana, perancangan alat yang dirancang bangun
G’f : Fuel Consumption atau laju aliran massa membutuhkan pengujian.
bahan bakar (cc/menit, Kg/Jam) Secara lengkap rancangan penelitian dapat
V : Volume (cc, Kg) digambarkan seperti di bawah ini.
s : waktu (menit, Jam)

314 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Untuk meminimalisasikan pengaruh faktor lain,


kondisi pengujian dikontrol dengan labgkah berikut:
a. Seluruh komponen pada sampel sepeda motor
dikembalikan dalam keadaan standar sesuai
dengan rekomendasi manufaktur kendaraan.
Komponen pada sepeda motor yang sudah
tidak sesuai dengan standar dilakukan
pergantian komponen baru sesuai rekomendasi
manufaktur, kecuali komponen yang
mengalami perlakuan dalam penelitian yakni
intake manifold sebagai tempat injektor sistem
water injection.
b. Pada saat pengujian, sepeda motor diposisikan
dalam keadaan :
1) Sistem kontrol bahan bakar (misal: choke,
akselerator) tidak bekerja.
2) Perlengkapan atau aksesoris kendaraan
tidak dioperasikan, kecuali lampu utama.
3) Penyetelan celah katup sesuai standart
pabrik (0,1 ± 0,2 mm).
4) Bahan bakar premium dibeli di SPBU.
5) Intake manifold modifikasi.
Gambar 1. Rancangan penelitian 6) Oli mesin SAE 10W-40 baru.

2.2 Metode Analisis Data


2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode analisis data yang digunakan adalah
Penelitian ini menggunakan metode
metode deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan sampel
dari hasil eksperimen dimasukkan ke dalam tabel,
sepeda motor Honda Mega Pro tahun 2009 dengan
dan ditampilkan dalam bentuk grafik kemudian di
nomor mesin KC11E1237512 menggunakan bahan
analisis.
bakar premium. Data diperoleh dari hasil besarnya
konsumsi bahan bakar dengan bahan bakar premium
pada penggunaan WaI yang dilakukan pada
3. Hasil dan Pembahasan
komposisi WaI yang sudah ditentukan, yakni:
Berikut ini akan dideskripsikan hasil penelitian
a. Aquades/Air 100% (A100)
yang meliputi: (1) perancangan WaI berbasis
b. Aquades 80% ditambah metanol 20% (A80 +
mikrokontroler, (2) Hasil pengujian konsumsi bahan
M20)
bakar.
c. Aquades 70% ditambah metanol 30% (A70 +
M30)
3.1Perancangan WaI Berbasis Mikrokontroler
d. Aquades 60% ditambah metanol 40% (A60 +
Perancangan WaI berbasis mikrokontroler
M40)
dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahapan
e. Aquades 50% ditambah metanol 50% (A50 +
yang dilaksanakan adalah: (1) perancangan sistem
M50)
WaI berbasis mikrokontroller dengan menggunakan
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan dengan
sinyal proximity sensor, (2) perancangan rangkaian
kondisi sepeda motor standar, maka dilakukan
regulator tegangan, (3) perancangan rangkaian
pengujian konsumsi bahan bakar terhadap sepeda
mikrokontroler AT89S51,(4) perancangan rangkaian
motor tanpa menggunakan WaI.
kelistrikan injektor, dan (5) Pemrograman
Pengujian konsumsi bahan bakar menggunakan
mikrokontroler.
parameter performa mesin yang terkait dengan
Secara keseluruhan, water injection yang telah
tingkat efisiensi ekonomis terhadap daya mesin yang
dibuat dapat dilihat pada gambar berikut.
dihasilkan yaitu konsumsi bahan bakar spesifik
(Sfc). Prosedur yang dilakukan pada pengujian ini
adalah menyalakan blower, menghidupkan mesin
kendaraan sampai temperatur 60° - 70° C atau sesuai
rekomendasi manufaktur dan sistem asesori dalam
kondisi mati, memposisikan gigi transmisi pada
kondisi netral dengan putaran idle 1400± 100 rpm,
memasukkan gigi transmisi pada posisi 4 (top gear),
mengukur konsumsi bahan bakar dengan fuel meter
pada putaran 4500-9000 rpm dengan range 500 rpm,
mencatat waktu bahan bakar (cc/menit).

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 315


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

ke mikrokontroler (6). Mikrokontroler (6) akan


mengolah sinyal yang diberikan sensor untuk
memberikan output tegangan masuk ke dalam sistem
kelistrikan injektor (5).

Gambar 2. Bagan Sistem Water Injection berbasis


mikrokontroler

Keterangan : (1) Tangki/reservoir, (2) Pompa


diafragma, (3) Pressure gauge, (4)Pressure
regulator, (5) Injektor, (6) Mikrokontroler , (7)
Proximity sensor (8) Baterai, (9) Saklar,
(10)Resistor Gambar 3. Sistem water injection berbasis
mikrokontroller yang telah dibuat
Mikrokontroler yang digunakan dalam
3.2 Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar
penelitian adalah jenis AT89S51. AT89S51 adalah
Berikut disajikan data konsumsi bahan bakar
sebuah mikrokontroler CMOS 8-bit yang
dengan menggunakan fuel meter.
dioperasikan dengan daya rendah dan memiliki
kinerja tinggi serta mempunyai 4 KB sistem
Tabel 1: Hasil pengujian konsumsi bahan bakar dengan
programmable flash memory. Mikrokontroler ini fuel meter
dibuat oleh Atmel dengan kerapatan memori non-
volatile yang tinggi (tidak kehilangan data bila
kehilangan daya listrik) dan set intruksi beserta kaki
keluaran yang kompatibel dengan standar industri
80C51. Flash chip AT89S51 memungkinkan untuk
diprogram di dalam sistem atau dari memori
konvensional nonvolatile. AT89S51 adalah
mikrokontroler yang sangat bagus dan fleksibel
dengan harga yang relatif murah untuk mengontrol
banyak aplikasi.
Prinsip kerja WaI berbasis mikrokontroler sebagai
berikut: Pada saat mesin dihidupkan, saklar (9) Untuk mendapatkan konsumsi bahan bakar spesifik,
diposisikan on. Arus listrik akan mengalir dari dibutuhkan data daya mesin yang dikeluarkan oleh
baterai (8) menuju masa melewati pompa diafragma sepeda motor. Berikut data daya mesin tersebut.
(2). Selanjutnya pompa akan bekerja menghisap dan
menekan air atau air dan metanol dengan tekanan Tabel 2: Hasil pengujian daya mesin dengan dynotest
tertentu. Untuk mengetahui tekanan yang terjadi
pada saat proses pemompaan, alat ini dilengkapi
dengan pressure gauge (3). Tekanan yang bekerja
diatur pada tekanan 50 Psi (Tekanan ini disesuaikan
dengan tekanan spesifikasi dari injektor yang
digunakan). Ketika tekanan pemompaan mencapai
tekanan yang diijinkan, maka secara manual tekanan
distabilkan dengan memutar penyetel di pressure
regulator (4). Dengan tekanan yang stabil, air atau
air dan metanol disemprotkan ke dalam intake
manifold melalui injektor (5). Air atau air dan
metanol masuk ke dalam ruang bakar bersama-sama Setelah data konsumsi bahan bakar dan daya mesin
campuran bahan bakar dan udara. diketahui, maka hasil konsumsi bahan bakar spesifik
Frekuensi penyemprotan air atau air dan metanol dapat dicari.
disesuaikan dengan pembukaan katup hisap. Untuk
identifikasi pembukaan katup hisap, dipasang
proximity sensor (7) yang akan memberikan sinyal

316 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 3: Hasil Pengujian Konsumsi bahan Bakar Spesifik mempunyai nilai indeks anti-knock yang lebih tinggi
(Sfc) dibandingkan bensin premium. Kemampuan untuk
mengurangi gejala detonasi menjadi lebih baik jika
metanol ditambahkan dalam pembakaran. Metanol
yang terbakar akan meringankan kinerja mesin
sehingga mesin tidak membutuhkan banyak bahan
bakar untuk mempertahankan putaran mesin. Hal
tersebut mengakibatkan konsumsi bahan bakar
menurun pada penggunaan water injection dengan
pencampuran metanol.

4. Kesimpulan
Gambar 4 berikut menjelaskan deskripsi tentang Berdasarkan hasil rancang bangun dan hasil
konsumsi bahan bakar spesifik sepeda motor dengan pengujian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
WaI berbasis mikrokontroler disimpulkan sebagai berikut:
a. Perancangan WaI berbasis mikrokontroler yang
telah dibuat sangat efisien untuk
menakar/mengatur volume air atau air dan
metanol yang akan diinjeksikan ke dalam ruang
bakar.
b. Konsumsi bahan bakar spesifik yang paling
sedikit diperoleh sepeda motor yang
menggunakan water injection (A50% + M50%)
dimana titik terendah konsumsinya di putaran
5500 rpm, 6500 rpm, dan 7500 rpm dengan
0.054 Kg/PS.Jam. Hasil ini menunjukkan
penghematan 14,28% dari kondisi standar.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
Gambar 4. Grafik Hubungan Konsumsi Bahan Bakar disampaikan juga saran sebagai berikut: dalam
Spesifik dengan putaran mesin pengembangan sistem WaI berbasis mikrokontroler
selanjutnya, hendaknya menambahkan perangkat
Berdasarkan gambar 4, grafik konsumsi bahan bakar seperti sensor-sensor yang bervariasi,sehingga
spesifik menunjukkan bahwa pemakaian bahan masukan ke mikrokontroler lebih banyak
bakar cenderung menurun dengan tingkat pemakaian
yang sedikit berubah-ubah pada putaran 4500 rpm Ucapan Terima Kasih
sampai dengan 8000 rpm dan mulai naik pada Ucapan terima kasih disampaikan kepada
putaran 8500 rpm ke atas. Dari komparasi Ketua Jurusan PTK FKIP UNS atas kesediaannya
pemakaian bahan bakar, konsumsi yang paling memberikan ijin penelitian di Laboratorium
sedikit adalah sepeda motor yang menggunakan Otomotif.
water injection (A50% + M50%) dimana titik
terendah konsumsinya di putaran 5500 rpm, 6500 Daftar Pustaka
rpm, dan 7500 rpm. Konsumsi bahan bakar spesifik Alliance Consulting International. (2008). Methanol
pada putaran tersebut adalah 0.054 Kg/PS.Jam. Hasil Safe Handling Manual. Ed 1th. USA:Methanol
ini menunjukkan penghematan sebesar 14,28% Institute,[Online], Diakses di :
terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor http://www.biodiesel.org/docs/ffs-
standar methanol/methanol-safe-handling-fact-sheets-
Konsumsi bahan bakar spesifik yang paling sedikit oct-2008.pdf?sfvrsn=6 [3 Maret 2014].
diperoleh pada water injection (A50% + M50%) Boretti, Alberto. (2012). Water Injection in Directly
karena dengan penambahan metanol cenderung lebih Injected Turbocharged Spark Ignitoin Engines.
rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar Applied Thermal Engineering 52 (2013) 62e68.
pada kondisi standar. Pada penggunaan water [Online], Diakses di:
injection dengan penambahan metanol, cairan yang http://www.elsevier.com/locate/apthermeng [7
masuk ke ruang bakar melalui intake maifold Maret 2014]
dicampur metanol dengan perbandingan komposisi Deionized Water vs Destilled Water: Whats the
tertentu. Sehingga di dalam ruang bakar terdapat Difference,[Online], Diakses di:
campuran bahan bakar, udara, air serta metanol. http://www.distilleddeionizedwater.com/deioni
Metanol dalam ruang bakar akan ikut terbakar zed-water-vs-distilled-water/ [8 Maret 2014].
bersama campuran udara dan bahan bakar. Metanol Ganesan, V. (2006). Internal Combustion Engines
merupakan unsur hidrokarbon dengan rumus kimia (2th ed.). New Delhi: McGraw-Hill
CH3OH yang mudah terbakar. Metanol juga

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 317


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Hart, H. (1990). Kimia Organik. Terj. Suminar


Ahcmadi. Jakarta: Erlangga
Heywood, J.B. (1988). Internal Combustion Engines
Fundamental. McGraw Hill. Singapore
Indah Puspitasari. (2013) . Studi Komparasi
Performa Motor Yamaha Jupiter MX 2010
Berbahan Bakar Biopremium dengan
Pertamax. Jurnal Teknik Mesin. Volume 01
Nomor 02 Tahun 2013, 211-220
Juntarakod, P. (2008). Analysis of Water Injection
Into High-Temperature Mixture of Combustion
Produck In A Cylinder of Spark Ignition
Engine. Thesis. King Mongkut’s University Of
Technology North Bangkok, [Online], Diakses
di:
www.gits.kmutnb.ac.th/ethesis/data/491008203
3.pdf [21 Februari 2014].
Lanzafame, R. (1999). Water Injection Effects In A
Single-Cylinder CFR Engine. SAE Thecnical
Papers Series.1999-01-0568
Mulyanto, A.R, dkk. (2008). Rekayasa Perangkat
Lunak Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, dan Departemen Pendidikan
Nasional
Saftari. (2005). Water Injection Stage 1, [Online],
Diakses di http://www.saft7.com/water-
injection-stage-1/[27 Maret 2014].
Syahrul. (2012). Mikrokontroler AVR Atmega8535.
Bandung: Informatika
Walkowski, N.A. (2010). A Study of the Effect of
Water Injection before the Combustion
Chamber on the Performance of a Turbojet
Engine.,[Online], Diakses di
www.ewp.rpi.edu/~ernesto/SPR/Walkowski-
FinalReport.pdf [25 Februari 2014].
Wardono, Herry dan Raharjo, Yulliarto. (2009).
Pengaruh Penggunaan Water Injection terhadap
Prestasi Motor Bensin 4-Langkah Skala
Laboraturium. Prosiding Seminar Sehari
Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat, hal 55-59, Unila, Bandar
Lampung, 10 Oktober 2009.
Pengertian dan Kelebihan Mikrokontroler, [Online],
Diakses di: http://elektronika-
dasar.web.id/artikel-elektronika/pengertian-
dan-kelebihan-mikrokontroler/[1 Juni 2014].

318 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh Peregangan Katup Terhadap Unjuk Kerja Generator


Set Tipe Et 2500 L

Harianto

Dosen Jurusan Teknik Mesin STTNAS Yogyakarta


Jl. Babarsari Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta
harianto0304@yahoo.com

Abstrak

Katup adalah komponen penting pada motor bakar torak empat langkah khususnya pada motor bakar bensin.
Katup dipergunakan untuk mengatur jumlah pemasukkan campuran bahan bakar dan udara kedalam silinder dan
membuang gas bekas keluar silinder. Mekanisme bukaan katup dilakukan dengan gerakan roker arm yang
menekan batang katup yang terpisah dan mempunyai kerenggangan yang disebut sebagai kerenggangan
katup.Telah dilakukan pengujian kerenggangan katup pada motor bakar bensin untuk penggerak genset 2000
Watt tipe ET 2500 L pada kerenggangan 0,2 , 0,3 , dan 0,4 mm yang bertujuan untuk memperoleh performa
mesin yang optimum.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerenggangan 0,3 menghasilkan performa mesin
optimum dengan torsi 5,3 Nm , putaran mesin 3000 rpm , konsumsi bahan bakar 1,2 l/h dan effisiensi 16 %.

Kata Kunci : motor bakar torak, katup, performa mesin, effisiensi, torsi, putaran mesin, genset

1. Pendahuluan turun bahkan juga berakibat potensi pencemaran gas


Dewasa ini kehidupan manusia sudah tidak bisa buang semakin besar.
lepas dari keberadaan motor bakar, motor bakar Adapun pencemaran udara sebagai akibat emisi
sangat pesat pertumbuhannya baik jumlah gas buang, di antaranya CO, HC, dan SO2, yang
pemakaiannya maupun jumlah bidang berasal baik dari kendaraan bermotor atau dari pabrik-
penggunaannya. Motor bakar berfungsi sebagai prime pabrik. Sumber pencemaran udara terbesar berasal
mover baik untuk kebutuhan transportasi, mekanisasi dari motor bakar. Polusi yang dihasilkan oleh motor
pertanian, industri bahkan untuk pembangkitan listrik, bakar di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan
motor bensin khususnya juga digunakan sebagai peningkatan. Bahkan kota Jakarta tercatat sebagai
penggerak genset portable. Seiring dengan kota dengan tingkat polusi udara ke tiga terparah di
pertumbuhan pemakaian motor bakar tersebut timbul dunia, setelah Meksiko dan Bangkok (wwww.
permasalahan jumlah pasokan bahan bakar yang pdpersi.co.id, 2008).
termasuk jenis bahan bakar minyak yang berasal dari Polusi yang ditimbulkan dari pembakaran bahan
fosil di dalam bumi meningkat tajam sementara bakar tersebut selain mengganggu kesehatan manusia
cadangan minyak bumi yang diprediksikan semakin juga mengakibatkan dampak negatif yang begitu
berkurang. Disamping itu pertumbuhan jumlah motor nyata terhadap perubahan iklim, cuaca, serta suhu
bakar juga meningkatkan potensi pencemaran lingkungan yang selalu berubah.
terhadap lingkungan terutama untuk motor bakar yang Mekanisme pembukaan dan penutupan katup
tidak dikelola dengan baik. terdapat celah diantara rockerarm dan batang katup
Motor bakar pada umumnya mempunyai yang dikenal sebagai clearance atau kerenggangan
konponen yang terdiri dari silinder, piston , ring katup, celah ini dipakai untuk mengatasi terjadinya
piston, katup dan penerus daya yaitu connecting rod, pemuaian pada saat mesin panas yang dapat
crankpin, crankshaft dan sebagainya. mengganggu kestabilan bukaan dan penutupan katup.
Motor bakar jenis motor bensin khususnya jenis Besarnya kerenggangan katup dapat diatur dengan
motor bakar empat langkah selalu dilengkapi dengan menggunakan cara pemanjangan dan pemendekan
katup dan mekanismenya, yang berfungsi sebagai baut yang ada diantara celah tersebut. Pengaturan
pengatur masuknya campuran udara bahan bakar celah atau clearance tersebut mutlak harus dilakukan
kedalam silinder dan keluarnya gas asap dari dalam untuk setiap motor bakar yang akan dioperasikan.
silinder. Saat pembukaan dan penutupan katup yang Pengaturan clearance tersebut untuk mengkondisikan
tidak tepat dapat mengakibatkan kurangnya bahan katup masuk dan katup buang dapat bekerja pada saat
bakar atau kelebihan bahan bakar dan juga yang tepat untuk mencapai proses pembakaran bahan
terganggunya proses pembakaran ( pembakaran tidak bakar yang sempurna di dalam silinder. Pembakaran
sempurna ). Kondisi ini berakibat performa mesin yang sempurna akan mengoptimalkan performa
mesin dan memperkecil polusi gas buang. Upaya

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 319


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

penyempurnaan proses pembakaran bahan bakar Dengan :


untuk meminimalkan polusi dan menghemat bahan
bakar salah satunya dapat dilakukan dengan ∆h g = penurunan bahan bakar dalam gelas ukur
memelihara ketepatan clearance yang tepat pada
setiap motor bakar. A g = luas penampang gelas ukur
Besarnya celah katup ( clearance ) pada setiap
motorbakar telah direkomendasikan oleh pabrik t = waktu penurunan bahan bakar di dalam gelas
pembuatnya. Namun dengan perjalanan usia pakai ukur, sekon (detik)
mesin , besarnya clearance yang tepat dapat bergeser.
Dari uraian pendahuluan diatas perlu dilakukan 2. Menghitung daya lampu (P 0 )
penelitian kelonggaran katup pada mesin genset
portable tipe ET 2500 L yang merupakan genset P0 = V  I  Pf (Power Factor)
dengan penggerak motorbakar bensin empat langkah
……………..( 2 )
2. Tinjauan Pustaka Dengan :
Berbagai cara telah diupayakan dan dilakukan V = tegangan (volt)
ekperimen untuk mengatur penyempurnaan I = arus (amper)
pembakaran bahan bakar pada motor bakar bensin,
salah satu di antaranya adalah dengan mengatur 3. Menghitung torsi (T)
kelonggaran celah katup. Dengan mengtur
kelonggaran celah katup, akan menkondisikan saat P
pemasukkan dan pembuangan gas asap pada waktu T= …………………………….( 3 )

yang tepat akan menghasilkan prose pembakaan yang
sempurna dan memperkecil pencemaran udara ketika Dengan :
gas buang di keluarkan dari silinder mesin ke udara P = daya lampu (joule/s)
bebas. ω = kecepatan sudut poros mesin (rad/s)
Songpon Klinchaeam,dkk (2010) telah 2. .n
melakukan uji eksperimen pada motor bensin silinder =
tunggal dengan metode analisis getaran dan berhasil 60
untuk mendeteksi kerusakan/ kesalahan pada katup n = putaran poros mesin (rpm)
mekanisme katup masuk dan katup keluar .
Jefry bin dedi effendi (2009) Pada mesin 4. Menghitung konsumsi bahan bakar spesifik (SFC)
pembakaran dalam, saat bukaan katup merupakan Qf
parameter yang sangat penting yang berpengaruh SFC =
terhadap performance nya. Pengaruh saat bukaan P0 …………………( 4 )
katup telah diteliti dengan analisis computational fluid
dynamic (cfd) .Analisa dilakukan pada gerakan udara Dengan :
masuk kedalam silinder ketika proses pemasukan
dengan kecepatan 4000 rpm. Dengan memodifikasi Q f = konsumsi bahan bakar m 3 /s
saluran masuk untuk mengubah ubah saat
pemasukkan. Dari hasil simulasi CFD dapat dianalisis P 0 = daya lampu joule/sekon
saat bukaan katup yang tepat.
František RASCH (2008) dalam penelitiannya 5. Menghitung efisiensi ( )
yang dilakukan dengan pengaturan kelonggaran celah
katup pada motor bakar untuk mobil penumpang Po
  100
dengan mekanisme penggerak katup jeni overhad Pi ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,( 5 )
valve (OHV) menunjukkan bahwa ada hubungan
antara variasi kelonggaran celah katup terhadap Dengan :
kebisingan motor bakar. Po = Daya out put ( kW )
3. Landasan Teori Pi = Daya in put ( kW )
Persamaan yang berlaku pada motor bakar Mencari daya in put (Pi)
adalah sebagai berikut :
 
1. Menghitung konsumsi bahan bakar ( Q f ) Pi  m q ………………,…,,( 6 )
h g . Ag Dengan :
Qf 
t ……………( 1 ) 
m = Laju aliran massa bensin (kg/s)

320 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi


q = Nilai kalor bensin (kJ/kg) 5. Hasil Dan Pembahasan

a. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4
Mencari laju aliran massa ( m ) mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan , pada Gambar 2
 – Gambar 4 adalah grafik hubungan antara bahan
m  Qf   bakar dengan putaran mesin yaitu:
……………… ( 7 )
Dengan :

Q f = Konsumsi bahan bakar (m 3 /s)

 = Berat jenis bensin (kg/m 3 )

4. Metodologi Penelitian
Tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini
meliputi :
1. Tahap persiapan,
Celah katup
2. Tahap pengambilan data,
3. Tahap analisis,
4. Tahap penyusunan laporan. Gambar 2 Hubungan antara konsumsi bahan bakar
Dalam tahap persiapan dilakukan studi dan putaran mesin pada beban 600 W
pustaka, observasi, dan pengadaan bahan dan
peralatan. Dalam tahap pengambilan data dilakukan
pengukuran-pengukuran unjuk kerja mesin, yang
meliputi putaran, torsi, daya dan konsumsi bahan
bakar. Dalam tahap analisis dilakukan perhitungan-
perhitungan untuk menentukan korelasi matematis
antara putaran dengan torsi, daya dan konsumsi bahan
bakar, baik pada kondisi standar dan pada
kelonggaran katup tertentu.. Dari hasil analisis
kemudian dikaji lebih lanjut berdasarkan teori dan
hasil-hasil penelitian terdahulu.
Peralatan penelitian yang digunakan dalam Celah katup
penelitian ini adalah :
1. Generator set tipe “ET 2500 L”
Gambar 3 Hubungan antara bahan bakar dan
2. Lampu sebanyak 10 buah setiap lampu putaran mesin pada beban 1200 W
mempunyai daya 200 watt dipasang pada papan
panel yang dilengkapi dengan saklar
3. Voltmeter untuk mengukur tegangan
4. Ampermeter untuk mengukur arus listrik
5. Gelas ukur untuk mengukur debit bahan bakar
6. Alat penghemat bahan bakar
7. Stop watch
8. Tachometer
Peralatan tersebut dirangkai seperti pada Gambar 1

Celah katup

Gambar 4 Hubungan antara bahan bakar dan putaran


mesin pada beban 2000 w

b. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4


mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan, pada Gambar 5
Gambar 1. Rangkaian alat penelitian

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 321


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

– Gambar 7 adalah grafik hubungan antara daya Beban 600 W


dengan putaran mesin yaitu
2.5

Torsi (N.m )
1.5

0.5

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"

Gambar 8 Hubungan antara torsi dan putaran


mesin pada beban 600 w

Celah katup
Beban 1200 W

Gambar 5 Hubungan antara daya spesifik dengan 5


putaran pada beban 600 w
4

T o rs i (N . m )
3

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"

Gambar 9 hubungan antara torsi dan putaran


Celah katup mesin pada beban 1200 w

Gambar 6 Hubungan antara daya spesifik


Beban 2000 W
dengan putaran pada beban 1200 W
6

Beban 2000 W 5
Torsi (N.m)

4
2000 3

1500 2
D a y a (W a tt)

1
1000
0
500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
0 Celah katup
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" Gambar 10 Hubungan antara torsi dan putaran
mesin pada beban 2000 W
Gambar 7 Hubungan antara daya spesifik
dengan putaran pada beban d. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4
2000 w mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan, pada Gambar
c. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4 11 – Gambar 13 adalah grafik hubungan antara
mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan konsumsi bahan bakar spesifik dengan putaran
perhitungan yang telah dilakukan, pada Gambar 8 mesin yaitu
– Gambar 10 adalah grafik hubungan antara torsi
dengan putaran mesin yaitu

322 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

varisi beban 600 Watt, 1200 Watt maupun


Beban 600 W
2000Watt.
1,6 b. Konsumsi bahan bakar spesifik pada celah katup
Ko n su m si B ah an Bakar

1,4
0.4 mm menunjukkan kondisi tertinggi terutama
S p e s i fi k (l/ k W .h )

1,2
1 pada daya 600 Watt dan 2000 Watt , sedangkan
0,8
0,6 pada beban 1200 Watt konsumsi bahan bakar
0,4 spesifik dari ketiga variasi celah katup cenderung
0,2
0 merata.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 c. Daya dan Torsi pada celah katup 0.3 khususnya
Putaran (RPM)
pada beban 600 Watt dan 2000 Watt menunjukkan
Celah katup "0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" daya dan torsi tertinggi sedankan pada beban 1200
cenderung merata diseluruh variasi celah katup.
Gambar 11 Hubungan antara konsumsi bahan bakar
spesifik dan putaran mesin pada beban 6. Kesimpulan
600 W 1. Besarnya kelonggaran katup
mempengaruhi performa mesin
Beban 1200 W 2. Dari hasil penelitian dari tiga variasi
kerenggangan katup 0,2 mm , 0,3 mm dan 0,4
1,2 mm diperoleh daya dan effisiensi terbesar pada
K o n su m si B ah an B akar

1 kerenggangan katup 0,3 mm..


S p e s i fi k (l / k W . h )

0,8 3. Setting Celah katup (clearance) dengan


0,6 kerenggangan 0,3 mm menunjukkan kondisi yang
0,4 paling tepat.
0,2
0 7. Saran
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 1. Perlu dilakukan uji emisi untuk memastikan
Putaran (RPM) setting celah terbaik menghasilkan permorma
maksimum dan emisi gas buang yang terrendah.
Celah katup "0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"
2. Dapat dilakukan penelitian ulang untuk interval
kerenggangan katup yang lebih kecil disekitar 0,3
Gambar 12 Hubungan antara konsumsi bahan bakar mm
spesifik dan putaran mesin pada beban 1200 W
Ucapan Terimakasih
Beban 2000 W Ketua STTNAS yang telah mendanai penelitian ini.
1,4
Konsum si Bahan Bakar

1,2
Daftar Pustaka
S pesifik (l/kW .h)

1
0,8 ARISMUNANDAR, Wiranto, 1980, Penggerak mula
0,6 motor bakar torak, ITB, Bandung
0,4
František RASCH ,2008, Valve Clearance Regard To
0,2
0 Valve Train Noise Of Combustion Engine,
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Josef Božek Research Centre for Engine
Putaran (RPM) and Vehicle Technology II
Celah katup "0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" Jefry bin dedi effendi ,2009, Valve Timing Study of a
Single Cylinder Motorcycle Engine , Faculty
Gambar 13 Hubungan antara konsumsi bahan bakar of Mechanical Engineering Universiti
spesifik dan putaran mesin pada beban Malaysia Pahang
2000 W  MALEEV, Vladimir L, 1945,Internal combustion
engines : Theory and design, McGraw Hill
Dari grafik diatas yang merupakan hasil International, Tokyo.
pengujian mesin dengan celah katup 0,2 mm, 0,3 N. Petrovsky, 1973, Marine Internal Combustion
mm, dan 0.4 menunjukkan kondisi mesin sebagai Engine, MIR, Moscow.
berikut : Songpon Klinchaeam, 2010, Condition monitoring of
valve clearance fault on a small four strokes
a. Pengaruh celah kerenggangan katup terhadap petrol engine using vibration signals,
unjuk kerja motor generator set terbukkti pada Songklanakarin Joutnal of science and
grafik konsumsi bahan bakar, daya dan torsi untuk thecnology ,Bangkok.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 323


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

324 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PENGARUH WAKTU PENCUCIAN TERHADAP SIFAT


MEKANIS PRODUK LATEKS KARET ALAM RENDAH
PROTEIN

Yuniati1), Adriana2), Ramzi Jalal2)


1
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe
yuniatihasan@yahoo.com
2
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe
si_adramzi@yahoo.co.id

Abstrak
Penggunaan limbah tempurung kelapa yang dijadikan karbon sebagai bahan pengisi untuk pembuatan sarung
tangan. Dua faktor penting pada pembuatan sarung tangan dengan teknik pencelupan yaitu proses pencucian
dan proses pemanasan yang dapat meningkatkan sifat mekanik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari larutan
pencuci serta waktu pencucian yang terbaik agar didapat sifat mekanik yang optimum. Sehingga pencucian
dapat memperkecil reaksi elergi pada pemakainya. Metode yang telah mengalami maturasi selama 24 jam
dan dilakukan vulkanisasi dengan cara mengeringkan di oven pada suhu 1000 C selama 15 menit.. Proses
pencucian film dengan beberapa macam larutan antara lain; aquades, natrium hidroksida 1%, dan amonium
hidroksida 1%, serta waktu pencucian/ perendaman 30, 60, dan 90 menit. Kekuatan tarik tertinggi diperoleh
pada waktu pencucian/ perendaman 30 menit dalam aquades sebesar 25,3 MPa. Perpanjangan putus pada
pencucian 30 menit dalam aquades dan 90 menit dalam larutan natrium hidroksida memberikan hasil tertinggi
yaitu 800 %. Modulus 300 % terbesar diperoleh pada waktu pencucian/ perendaman 90 menit dalam larutan
ammonium hidroksida sebesar 1,7 MPa.

Kata Kunci: ammonium hidroksida, aquades, natrium hidroksida, pemanasan, sarung tangan.

1. Pendahuluan Disebut dengan lateks pekat yaitu lateks yang


Latex karet alam merupakan suatu komoditi non mengalami kepekatan, dimana lateks pekat ada
migas, penghasil devisa negara di Indonesia. Karet beberapa persyaratan antara lain :
alam ini memiliki sifat fleksibilitas tinggi dan 1. Warna putih dan berbau karet segar
mampu berkristalisasi pada suhu rendah, apabila 2. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain
diregang. Pada dasarnya latex karet alam tidak seperti daun atau kayu
memiliki tensile, modulus dan kekerasan yang 3. Disaring dengan saringan 40 mesh
merupakan sifat mekanik terpenting yang 4. Lateks pekat mempunyai kadar karet kering
dibutuhkan industri. Oleh karena itu perlu untuk berkisar antara 60%
menambahkan bahan-bahan pada karet alam yang 5. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau
dapat meningkatkan karakteristik agar karet alam ini serum lateks
dapat digunakan untuk produksi. Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet
Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya disebut kompon karet. Bahan kimia karet terdiri atas
stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan.
penggumpalan selama penyimpanan pada kondisi Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi,
yang diinginkan. Adapun faktor-faktor yang pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahan
mempengaruhi kestabilan lateks adalah : pengisi dan pelunak.
1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul
berinteraksi dengan fase air (serum) karet yang linier mengalami reaksi sambung silang
2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sulfur (Sulfur crosslinking) sehingga menjadi
sendiri molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga
Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat terjadi dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat
dengan sengaja atau tida sengaja. Beberapa faktor plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras
yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal dengan proses
menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah
bahan penggumpal. Seperti asam, sari buah dan tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk
tawas. Sedangkan faktor ketidaksengajaan misalnya sebagai vulkanisat karet (Akiba & Hashim, 1997).
karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet
berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir
mikroba. elastomer, meningkatkan tensile strenght dan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 325


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan clay, silika dan kalsium karbonat. Carbon black
adanya panas dan sulfur, proses itu tetap memiliki tingkat pengautan yang lebih tinggi dari
berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat pada bahan pengisi lain (Krisna S.B, 1993).
dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil Salah satu bahan pengisi yang mempunyai
bahan organik atau anorganik yang disebut ketersediaannya dan biaya rendah sehingga dapat
akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya mengurangkan pemakaian lateks dan dapat
akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang mengurangkan biaya produksi adalah karbon dari
dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi tempurung kelapa. Penggunaan karbon tempurung
sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam kelapa dapat menjadi alternatif pemanfaatan limbah
seperti zinkum oksida (ZnO) (Aziman Ahmad, dan tingkat ketersediaannya yang berlimpah
2004). sepanjang tahun. Produk-produk yang dihasilkan
Sebelum mengalami proses vulkanisasi, lateks karet dari latex karet alam antara lain seperti, sarung
alam dan sejumlah bahan kompon terlebih dahulu tangan, benang karet, balon kateter, pembalut luka
mengalami proses pencampuran (mixing) sehingga elastis, kondom, tipa stateskop dan lain-lain (Termal,
membentuk suatu formulasi lateks. Pencampuran 2005). Produ-produk barang celup yang sudah
yang melibatkan bahan dasar yaitu kering harus di cuci terlebih dahulu, untuk
1. Lateks HA 60% mencegah penyerapan air yang berlebihan agar
2. Bahan penyambung silang seperti dispersi tahan jamur dan memperkecil kontaminasi oleh
sulfur bahan yang dapat menimbulkan reeaksi alergi pada
3. Pengaktif pencepat (accelator activator) seperti pemakainya (Abednego,1980). Setelah melalui
dispersi ZnO proses pencelupan dan pengeringan produk barang
4. Pencepat reaksi sambung silang (accelator) celup melalui proses pemanasan. Adapun tujuan
seperti dispersi ZDBC pemanasan pada film karet alam untuk proses
5. Penahan degradasi sifat-sifat karet iradiasi (Minaura,1961). Melalui penelitian ini
(antidegradant) seperti dispersi wingstay. diharapkan didapat suatu komposisi yang tepat
6. Bahan pengisi (filler) dispersi karbon kelapa untuk proses pencucian dan proses pemanasan yang
atau dispersi karbon sintetis. Semua bahan memenuhi standart mutu khusus nya untuk produk
pravulkanisasi ini di stirer selama 2 jam dan latex karet alam yaitu dalam pembuatan sarung
dilakukan pemanasan pada suhu 700C maka tangan nantinya.
diperoleh formulasi latex yang siap untuk di Tempurung kelapa yang dijadikan dalam bentuk
vulkanisasi dengan suhu 1000C selama waktu arang yang mengandung karbon sangat berpotensi
30 menit. untuk dijadikan pengisi pada produk latex. Dengan
Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang ketersediaan yang berlimpah dan belum optimal
jadi karet. Proses ini merupakan proses penurunan digunakan, menyebabkan tempurung mempunyai
berat molekul karet yang ditunjukkan oleh nilai jual yang relatif murah. Melalui pemanfaatan
penurunan viskositas karet sehingga pencampuran karbon tempurung sebagai pengisi latex diharap
bahan kompon, yang sebahagian besar adalah serbuk limbah perkebunan ini lebih memiliki nilai jual,
padat dengan karet dapat berlangsung dengan mudah disamping itu juga penggunaan karbon alam yang
dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat ramah lingkungan.
rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus- Didasari dari berlimpahnya ketersediaan tempurung
putus yang berakibat viskositasnya menurun. kelapa di Indonesia dan belum optimalnya
Latex karet alam umumnya mempunyai penggunaannya, maka peneliti merasa tertarik untuk
sifat fisika yang rendah bila dibandingkan dengan memanfaatkan tempurung tersebut dalam bentuk
latex yang sudah diberi bahan tambahan seperti karbon sebagai bahan pengisi pada latex karet alam
bahan pengisi (Baharin, 1993). Bahan pengisi untuk pembuatan produk latex.
merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi Produk latex yang dihasilkan dilakukan proses
sifat-sifat vulkanisasi ke dalam komponen latex, pencucian dan proses pengeringan setelah itu
bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah besar melalui proses pemanasan kemudian dilakukan
dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, pengujian sifat mekanik. Penelitian dirasa penting
memperbaiki karakteristik pengolahan latex, mengingat tujuan akhir dari penelitian ini adalah
menurunkan biaya. meningkatkan sifat mekanik hasil barang celup dari
Penambahan bahan pengisi di dalam latex karet alam latex karet alam iradiasi serta dapat mencegah reaksi
dapat menguatkan vulkanisat suatu karet, sehingga alergi pada produk sarung tangan yang memenuhi
kekuatan tarik dan sifat-sifat mekanikal lainnya standart ASTM.
seperti ketahanan sobek, modulus, ketahanan kikis
dan ketahanan lentur menjadi meningkat. Oleh sebab 2. Metode
itulah bahan pengisi sangat berperan dalam Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini
mengendalikan sifat barang jadi latex karet alam adalah : Latex HA ; dispersi ZnO 30% ; dispersi
(William F. Hall, 2008). Adapun jenis-jenis bahan octocur 50% ; dispersi KOH 10%, dispersi sulfur
pengisi tersebut seperti; carbon black, koulinite, 50%, dispersi karbon tempurung kelapa 50%,

326 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dimetyl amine, dispersi wingstay 50%, chloroform, hidroksida 1 %, dan air. Waktu pencucian/
calsium nitrat, asam acetat, amonium hidroksida, perendaman divariasikan, 30, 60, dan 90 menit.
siklokexane, metanol. Dilakukan pendeburan agar film tidak lengket dari
Alat yang digunakan adalah : pengaduk (magnetik cetakan. Setelah pendeburan, sampel yang telah siap
stirer), oven, neraca analitis, alat-alat gelas, cawan dilabel dan disimpan dengan baik sebelum pengujian
petri, termometer, grinding ball mill, klaxon stirer, dilakukan.
water bath, ayakan, spektoskopi FT-IR ; scaning
eletron microscoft (SEM) ; seperangkat alat uji tarik. 3. Hasil dan Pembahasan
Produk (Film Latex Karet Alam) telah berhasil
2.1. Proses Iridasi dicetak dalam bentuk sarung tangan seperti
Lateks kebun dengan kadar karet kering sebesar 28 diperlihatkan pada Gambar 1. Produk dalam bentuk
% ditambah dengan normal butil akrilat (NBA) lembaran juga dicetak dengan kondisi yang sama
sebanyak 2 phr, diaduk hingga rata kemudian untuk karakterisasi/ uji kekuatan tarik, perpanjangan
diiridasi dengan sinar gamma cobalt 60, kemudian putus dan modulus.
diaduk selama 10 menit.

2.2. Pembuatan formulasi latex pra


vulkanisasi
Latex HA sebanyak (100 phr) dimasukkan ke dalam
beker glass ditambah KOH 10% (0,5 phr), sulfur
50% (1,5 phr), wingstay 50% (1 phr), tepung karbon
tempurung kelapa 50% dengan berat yang bervariasi
(2,5 ; 7,5 ; 12,5 phr) dan ZnO (2,5 phr) terakhir
octocur 50% (1 phr) formulasi latex di stirer selama
2 jam.
Formulasi latex dipanaskan pada suhu 700C dalam
water bath.
Penentuan tahap pematangan latex dengan bilangan
chlorofrom Gambar 1. Sarung tangan produk latex karet alam
Setelah latex di pravulkanisasi, di dapat latex
pematangan optimum, kemudian didinginkan pada 3.1. Kekuatan tarik
suhu kamar dengan mengalirkan air dibagian luar Dari tabel 1 dapat dibuat grafik pengaruh lama
beker gelas kemudian kompon latex pada suhu pemanasan dan waktu perendaman dalam berbagai
kamar didinginkan selama 24 jam untuk proses larutan terhadap kekuatan tarik film latex karet alam.
maturasi. Hasil yang diperoleh menunjukan pada pemanasan
. 15 menit, kekuatan tarik film latex karet alam
2.3. Proses Pembersihan Cetakan Sarung Tangan meningkat dengan bertambahnya waktu perendaman
Cetakan sarung tangan dibersihkan dahulu dengan dalam larutan NH4OH dan NaOH, sedangkan waktu
merendam ke dalam larutan asam dan alkali, perendaman dalam air tidak memberikan hasil yang
pencucian terdiri dari larutan asam acetat 6% dan signifikan.
kalium hidroksida 10% kemudian dicuci dengan air.
Tabel 1. Nilai Kekuatan Tarik, Perpanjangan putus, dan
2.4. Pembuatan film Modulus (300%) pada pemanasan 15 menit dan variasi
Cetakan sarung tangan dicelupkan ke dalam larutan waktu perendaman dalam larutan yang berbeda
CaNO3 dan larutan metanol dan dikeringkan,
kemudian cetakan sarung tangan yang telah kering Waktu Larutan Tensile Elongation Modulus
Pencucian strength at break 300 %
dicelupkan ke dalam formulasi latex yang telah
menit MPa % MPa
mengalami maturasi, selama 10 detik dengan 30 H2O 25,3 800 1,3
perlahan-lahan dan segera diangkat keluar. NH4OH 19,2 770 1,1
NaOH 21,6 760 1,3
Selanjutnya cetakan sarung tangan yang berisi 60 H2O 23,5 770 1,5
kompon di vulkanisasi pada suhu 1000C selama 15 NH4OH 19,9 760 1,2
menit dan didinginkan NaOH 22,3 780 1,4
90 H2O 24,0 720 1,5
2.5. Proses Pencucian Produk Lateks (Sarung NH4OH 22,8 720 1,7
NaOH 23,2 800 1,2
Tangan).
Hasil film sarung tangan dicuci dengan
Hasil yang diperoleh menunjukan pada pemanasan
menggunakan beberapa jenis larutan bahan kimia,
15 menit, kekuatan tarik film latex karet alam
antara lain natrium hidroksida 1 %, ammonium
meningkat dengan bertambahnya waktu perendaman
dalam larutan NH4OH dan NaOH, sedangkan waktu

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 327


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

perendaman dalam air tidak memberikan hasil yang lebih bertahan. Ketahanan mobilitas atau pergerakan
signifikan. Peningkatan kekuatan tarik disebabkan rantai molekul karet ini akan menyebabkan
oleh sambung silang yang terjadi antara komponen vulkanisat karet menjadi putus.
lateks dengan bahan pengisi. Pada pengisi karbon,
kekuatan tarik meningkat berkaitan dengan interaksi
antara bahan pengisi dengan karet, kuatnya interaksi H2O
NH4OH
antara pengisi dengan karet, yang mana dipengaruhi NaOH
oleh derajat pendispersian pengisi di dalam fasa 800

karet.
780

H2O

Kemuluran (%)
NH4OH
760
25
NaOH

24 740
Tensile Strength (MPa)

23
720

22
30 40 50 60 70 80 90
Waktu perendaman (menit)
21

20
Gambar 3. Waktu perendaman vs kemuluran pada
pemanasan 15 menit
19
3.3. Modulus
30 40 50 60 70 80 90
Gambar 4 menunjukkan modulus semakin
Waktu perendaman (menit)
meningkat dengan bertambahnya perendaman dalam
air dan ammonia pada pemanasan 15 menit.
Gambar 2. Waktu perendaman vs kekuatan tarik pada Modulus meningkat dengan bertambahnya waktu
pemanasan 15 menit
perendaman dalam air dan larutan ammonium
hidroksida, hal ini disebabkan meningkatnya
Dispersi pengisi yang lebih merata menghasilkan
ketumpatan sambung silang yang terjadi pada
permukaan yang lebih luas bagi interaksi pengisi dan
produkfilm lateks karet alam. Jika nilai ketumpatan
karet, sehingga interaksi pengisi dengan karetpun
sambung silang meningkat, maka modulus
semakin kuat. Tingkat penguatan tergantung pada
pengenduran juga meningkat.
matriks polimer dan interaksi bahan pengisi
(Chuayjuljit. S, 2002).
H2O
Kekuatan tarik menurun dapat berkaitan dengan 1.75 NH4OH
pembentukan agregat yang besar (agglomerate) dari 1.70
NaOH
partikel filler untuk membentuk domain benda asing, 1.65
yang berkaitan dengan ukuran partikel agglomerat 1.60

rata-rata yang lebih banyak. Semakin lama 1.55


1.50
perendaman dalam air dapat menyebabkan
Modulus (MPa)

1.45
pemadatan dan penyusunan rantai akan tersekat
1.40
karet. Apabila daya regangan diberikan, kehadiran 1.35
rantai-rantai karet akan mengkristal secara tersendiri 1.30
dan akan berkurang. Kekurangan pengkristalan ini 1.25

dalam struktur rantai karet menyebabkan kekuatan 1.20

tariknya berkurang (Maged. S, S, 2003). 1.15


1.10
1.05
3.2. Perpanjangan putus 30 40 50 60 70 80 90
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pemanasan 15 Waktu perendaman (menit)
menit dengan perendaman dalam air dan ammonia,
kemuluran akan berkurang semakin lamanya waktu Gambar 4. Waktu perendaman vs modulus pada
perendaman, sedangkan dalam larutan natrium pemanasan 15 menit
hidroksida kemuluran meningkat dengan
bertambahnya waktu perendaman.Pada Gambar 3,
nilai perpanjangan putus menurun dengan semakin 3.4. SEM (Scanning Electron Microscope).
lamanya perendaman dalam air dan ammonium Hasil karakterisasi film lateks karet alam dilakukan
hidroksida, dimana penurunan ini erat kaitannya dengan analisis Scanning Electron Microscope
dengan kepadatan sambung silang yang terjadi yang (SEM). Alat ini berfungsi untuk menunjukkan
menyebabkan mobilitas dari rantai molekul karet bentuk (morfologie) dan perubahan dari suatu

328 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

permukaan bahan. Pada Gambar 5 di bawah ini Industri dan Informasi (RETII) Sekolah Tinggi
memperlihatkan permukaan film lateks karet alam Teknologi Nasional Yogyakarta.
dengan pengisi karbon kelapa dengan perbesaran
500 x. Daftar Pustaka
Akiba, M.Z., Hasyim, As, 1997. ”Vulcanization and
crosslinking in elastomer”, Univerisity
Sains Malaysia, Minden, Penang Malaysia.
Alfa & Honggokusumo Suharto, 1996. “Bahan
Kimia Penyusun Kompon”. Balai Industri
Teknologi Karet. Bandung.
Aziman Ahmad, Dahlan dan Ibrahim Abdullah,
2004. “Mechanical Properties of Filled
NR/LLDPE Blends” Journal of Iranian
Polymer, 13(3) : 173-178.
Annuel Book of ASTM Standard, 1981. part 37.
Philadelphia.
Baharin Azahari, 1993. “Addition of over cured
latex to compounded uncompounded and
prevulcanised HA latex”, Natural Rubber
Curing Development in Product
Gambar 5. Fotografi Mikroskopi Permukaan Film Lateks Manufacture and Application a report of
Karet Alam dengan Pengisi Karbon Kelapa dengan proceeding of the Internasional.
perbesaran 500 x Gazaley, F.K., 1988. Technology processing of
Natural Rubber Latex. In Natural Rubber
4. Kesimpulan Science and Technologie Oxford.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan University Press.
penelitian ini adalah: Harahap, H, Baharin Azahari and H. Rosamal, 2007.
1. Sarung tangan dapat dibuat dari latex karet “Effect of Soaking In Curatives on the
alam dengan pengisi karbon tempurung Morphology and Tensile Properties of NR
kelapa. latex films”, Malaysian Journal of
2. Variasi waktu pencucian / perendaman dan Microscopy. 40 (5) : 205-216.
larutan pencuci memberikan pengaruh http://ms.wikipedia.org/wiki/pohon karet
terhadap kekuatan tarik , perpanjangan dan /diakses07/03/2008
modulus serta reaksi alergi. http://bemteunnes.wordpresstentanglimbah.com/diak
3. Kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada ses13/02/2009
waktu pencucian /perendaman selama 0,5 http://www.disperindagJabar.go.id/diakses17/10/200
jam dalam aquades sebesar 25,3 MPa. 8
4. Kekuatan tarik meningkat dengan http://www.fao.com/asap cair /diakses 17 September
bertambahnya waktu pencucian 2011
/perendaman dalam larutan ammonium http://www.pdii.lipi.go.id/arang aktif dari tempurung
hidroksida dan natrium hidroksida. kelapa/diakses 17 September 2011
5. Perpanjangan putus tertinggi diperoleh Ismail, H, 2000. “Pengisi dan Penguat Getah”,
pada waktu pencucian / perendaman selama Pulau Pinang Universiti. Sain Malaysia.
0,5 jam dalam aquades dan 1,5 jam dalam Johansyah, 2011. “Pemanfaatan Asap Cair Limbah
larutan natrium hidroksida sebesar 800 %. Tempurung Kelapa sebagai Alternatif
6. Modulus 300 % tertinggi diperoleh pada Koagulan Lateks”, Skripsi Fak. Pertanian
waktu pencucian /perendaman selama 1,5 USU.
jam dalam larutan ammonium hidroksida Krishna S. Bhuana. 1993. “Proses Mastikasi dan
sebesar 1,7 MPa. Pencampuran Kompon” Balai Penelitian
7. Modulus 300 % meningkat dengan Teknologi Karet, Bandung.
bertambahnya waktu pencucian Polunin, N., 1962. “Rubber”. New York :
/perendaman dalam air dan ammonium Interscience Publisher. Inc
hidroksida. Rangrong Yoksan, 2008. “Epoxidized Natural
Rubber for Adhesive Applications”.
Ucapan Terima Kasih Journal of Kasetsart J. 42 (3) : 325-332.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan Rubber, Sticking (Yayasan Karet Amsterdam),
dana penelitian yang diberikan DIKTI melalui DIPA (1983), Pembuatan Barang-Barang dari
Politeknik Negeri Lhokseumawe, Tahun Anggaran Karet Alam, Cetakan Pertama, Terjemahan.
2014. Turut juga disampaikan terima kasih kepada Thio. Goan Loo. Jakarta.
Panitia Seminar Nasional Rekayasa Teknologi

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 329


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

Spillane, J.James, (1963), Komoditi Karet, Cetakan


Pertama, Kanisius, Yogyakarta.
Termal A, Schaller, R. Moctil M and Kern W, 2005.
“Determination fo residual vulcanization
accelerations in Natural Rubber Film Using
FTIR Spektroscopy”. Journal of Rubber
Chemistry and Technology, 78 (1) : 28-41
William J, Hall (2008), “Pyrolysis of Latex Glove in
the presence of Y-Zeolite”, Journal of
waste management 29 (4) : 797-803.
Yuniati, 2010. “Studi Pemanfaatan Kulit Kerang
(Andara Ferruginea) sebagai Bahan
Pengisi Produk Latex Karet Alam dengan
tehnik pencelupan”, Thesis, {{s. USU,
Medan

330 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengukuran Kekasaran Permukaan Plat Aluminium Hasil


Pemotongan Laser Cutting Dan Cnc Milling Pc-Based

Dani Anggoro Hasan1,Herianto2


1
Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM
dani.anggoro@ugm.ac.id
Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM2

Abstrak
Material plat aluminium termasuk material yang biasa dijumpai untuk membuat produk.Sifat dari aluminium
sering menjadi pertimbangan dalam pemilihan material, seperti ringan, tahan karat, tampian estetika yang
baik, mudah dibentuk. Dalam proses pembuatan produk, plat harus melalui proses pemotongan. Teknik
pemotongan banyak dijumpai seperti shearing, blanking, punching, plasmacutting, laser cutting. Masing-
masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam membuat produk dengan ukuran dan bentuk yang
komplek, akan lebih mudah dilakukan pemotongan dengan laser cutting. Permasalahan timbul jika bentuk
produknya menggunakan material plat aluminium. Proses pemotongan plat aluminium dengan mesin laser
harus menggunakan mesin laser berkapasitas besar. Dari sisi ekonomi menjadikan biaya pemotongan mahal.
Untuk mengatasi ketergantungan pemotongan plat aluminium dengan laser cutting maka dikembangkan
pemotongan dengan mesin milling. Diperlukan alat tambahan untuk memegang plat aluminium 2mm pada
meja mesin millingyaitu dengan alat cekam vacuum. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai kekasaran
hasil pemotongan dengan mesin laser cutting dan hasil pemotongan dengan mesin milling. Parameter mesin
milling yang diatur adalah kecepatan spindle 1590, 2120, 2650rpm, keepatan feeding per tooth 0.003,0.004,
0.007, dan kedalaman pemotongan 0.2, 0.4, 0.6mm.
Kesimpulan yang didapat bahwa hasil pemotongan dengan mesin laser cutting sangat baik dengan nilai Ra
5.3165μm.Nilai kekasaran permukaan hasil pemotongan mesin milling berkisar antara 3.83μm sampai
12.49μm.Dengan ini membuktikan bahwa pemotongan dengan masin milling dapat menghasilkan produk
dengan nilai kekasaran yang lebih baik.

Kata Kunci: CNC milling, plat aluminium, cekam vakum, kekasaran permukaan.

1. Pendahuluan lebih kecil dari cekam 1 sisi. Metode pemotongan


Material plat adalah salah satu material yang penting lainnya seperti blanking.Zafer dkk (2007) meneliti
untuk membuat sebuah produk.Dari peralatan proses pemotongan dengan metode blanking. Hasil
memasak di dapur, peralatan elektik, hingga produk pengujian menunjukkan bahwa dengan clearance
otomotif seperti panel mobil dibuat menggunakan semakin sempit maka area smooth-sheared dan gaya
material plat.Jenis material plat terdiri dari logam potong meningkat. Sedangkan saat clearance
ferro dan non ferro. Masing-masing memiliki semakin lebar maka area halus bekas potongan
kelebihan dan kelemahan yang berbeda sesuai berkurang dan gaya potong berkurang. Disarankan
dengan desain pembuatan produk.Seperti kelebihan untuk memilih clearance yang kecil karena untuk
material plat almunium memiliki karakter tahan menghasilkan permukaan bekas potongan yang
cuaca, anti karat, mudah dibentuk, dan memiliki halusPemotongan plat lainnya dengan mesin laser
tampilan estetika yang baik. Plat almunium juga cutting. Akhtar dkk (2014) memodelkan
banyak digunakan sebagai bahan dasar di industri pemotongan dengan laser cutting pada plat
seperti, industri alat dapur, perusahaan karoseri, aluminium 2024 tebal 2mm. Hasil pengujian
perusahaan kontruksi bangunan dll. Dalam membuat menunjukkan bahwa pemotongan dengan laser
produk dari plat aluminium terdapat beberapa cutting tidak mengakibatkan retakan (crack)
pilihan alat, seperti proses pemotongan lurus dipermukaan. Bentuk lelehan pada bentuk potongan
dapatdengan shearing. Gustafson (2014) meneliti persegi 1mm lebih banyak daripada persegi ukuran
bahwa proses pemotongan sheet metaldenga 5mm. Bentuk persegi besar (5mm) lelehan lebih
shearingterdapat campuran gaya potong dengan sedikit karena pengaruh proses pendinginannya.
gaya gesek yang merupakan losses. Gaya gesek Daniel (2014) membandingkan teknik pemotongan
terjadi dan mempengaruhi besar gaya potong ke arah material yang paling tepat diantara pemotongan
sumbu x (Fx). Clearance stability juga berpengaruh laser, plasma, atau water jet.Kesimpulan pemilihan
terhadap keseimbangan gaya potong pada sheet paling disarankan dengan water jet, karena dapat
metal. Konfigurasi cekam 1 sisi atau cekam 2 sisi memotong untuk segala material, baja besi, keramik,
berpengaruh terhadap gaya potong. Cekam 2 sisi aluminium, gelas, dan plastik. Tidak berlaku batasan
menjadikan material lebih fixed dan gaya potong nilai konduktivitas material dan nilai refleksi cahaya,

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 331


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

ramah lingkungan karena tidak menyebarkan fumes Penelitian ini menggunakan alat ukur Surfcoder SE-
diudara. Tidak menimbulkan deformasi thermal 1700 Roughness Tester untuk pengukuran kekasaran
seperti laser dan plasma dan permukaan hasil permukaan (gambar1).
potongannya halus. Kelemahan water jetadalah tidak
dapat memotong secepat plasma atau laser sehingga
biaya operasi lebih banyak.
Saat ini pemotongan plat berbentuk profil
hanya dapat dilakukan dengan laser. Permasalahan
timbul jika pemotongan plat dalam jumlah satuan
dan material plat adalah aluminium, yaitu biaya
pemotongan mahal karena pemotongan harus
menggunakan mesin laser berkapasitas besar.Oleh
karena mahalnya memotong plat aluminium dengan
laser maka perlu dipikirkan cara alternative untuk
mengatasi ketergantungan dengan laser cutting.
Salah satu alternative yaitu dengan mesin CNC
miling.Kelebihan mesin milling dibandingkan
metode pemotongan diatas adalah tidak diperlukan Gambar 1. Surfcoder SE-1700 Roughness
investasi metode (mesin/die) baru, biaya operasional Tester
rendah, akurasi baik dan dapat memotong
aluminium, komposit dan material lain.Kelemahan 2. Metode
mesin milling adalah kekerasan benda kerja dibatasi Metode eksperimen pada penelitian ini
oleh kekuatan alat irisnya. menggunakanmetode Taguchi. Tujuan utama desain
Pengembangan pada proses milling berikutnya eksperimen Taguchi adalah meminimalkan
adalah pembuatan alat tambah agar mesin milling variablitas proses atau produk, menjadikan desain
dapat memotong plat tipis seperti mesin shearing yang kokoh (robust),dan fleksibel terhadap kondisi
atau blanking tetapi tanpa memerlukan cetakan lingkungan. Cara yang digunakan dalam desain
(dies) dan seperti laser cutting dengan kelebihan eskperimen ini adalah Orthoginal array untuk
dapat memporses material logam, non logam dan mempelajari layout desain parameter dan Signal to
polymer. Noise Ratio (S/N Ratio) untuk indikator kualitas dan
Untuk mengatasi masalah pemasangan plat meminimalkan sensitivitas karakteristik kualitas.
pada mesin milling, maka dirancang sebuah sistem Proses pemesinannya menggunakan CNC Mill PC-
cekam vakum. Alat ini diharapkan akan dapat Based. Pahat menggunakan End Mill HSS
mengembangkan kemampuan mesin milling untuk 4flutemerk Nachi.
proses material plat tipis. Dengan cekam vakum
dapat pula digunakan untuk jenis permesinan lain Langkah-langkahpenelitian ini adalah:
untuk membuat bentuk atau profil yang komplek, 1. Pemilihan karakter kualitas
yang sulit untuk dipasang pada cekam konvensional. Karakteristik kualitas yang digunakan
Hasil pemotongan akan dibandingkan adalah smaller the better.Hal ini karena nilai
antara hasil pemotongan dengan laser cutting dan kekasaran permukaan yang paling kecil adalah nilai
pemotongan dengan mesin CNC milling.Parameter yang paling baik.
amplitudo kekasaran permukaan yang sering
digunakan adalahi roughness average (Ra), root- 2. Pemilihan faktor bebas dan terikat
mean-square roughness (Rq), dan maximum peak- Faktor bebas yang dipilih dalam penelitian
to-valley roughness (Ry atau Rmax). Pengukuran ini adalah kecepatan spindle, laju pemakanan,
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ra. kedalaman pemakanan, Berikut desain level (faktor)
Kekasaran rata-rata (average roughness) Ra, adalah parameter eksperimen Taguchi(tabel 1).
nilai integral absolut dari tinggi profil kekasaran
sepanjang pengamatan Menurut Taufiq Rochim Tabel 1. Desain level (faktor) parameter eksperimen
(2001), Ra adalah harga rata-rata aritmetik dibagi Taguchi
harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan A. Spindel Speed
A1: 1590 A2: 2120 A3: 2650
profil tengah dirumuskan sebagai berikut: (Rpm)
B. Feedpertooth
B1: 0.003 B2: 0.004 B3: 0.007
(mm/tooth)
Dengan:
C. Depth of cut
C: 0.2 C: 0.4 C: 0.6
(mm)
Ra = simpangan rerata perhitungan dari rata-rata
garis 3. Pemilihan Orthogonal array
L = panjangsampling penukuran Penelitian ini menggunakan 3 faktor
y = ordinat kurva profil kontrol yaitu A, B, dan C, serta masing-masing

332 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

faktor mempunyai 3 level. Berdasarkan perhitungan


derajat kebebasan yang berjumlah 8 digunakan
matriksOrthoginal array yang nilai derajat
kebebasan sama atau lebih besar yaitu L9(33) seperti
yang ditunjukkan tabel2.

Tabel 2.Tabel Orthogonal Array


eksperimen  1  2  3 
1  1  1  2 
2  1  2  3 
3  1  3  1 
4  2  1  3 
5  2  2  1 
Gambar 3. Proses vacuum clamp pada mesin CNC PC-
6  2  3  2  Based
7  3  1  1 
8  3  2  2  Jumlah penelitian adalah sembilan eksperimen
dengan masing-masing3 replikasi sehingga ada 27
9  3  3  3 
percobaan. Setelah proses pemesinan dilakukan
pengukuran kekasaran permukaan dengan Surfcoder
Tabel 3. Data Eksperimen sesuai pada Tabel Orthogonal
Array SE-1700.
eksperimen 1 (RPM) 2(mm/tooth) 3(mm)
Sebagai pembanding adalah hasil pemotongan plat
1 1590 0.003 0.4 aluminium dengan mesin laser. Mesin laser yang
2 1590 0.004 0.6 digunakan seperti gambar 3.
3 1590 0.007 0.2
4 2120 0.003 0.6
5 2120 0.004 0.2
6 2120 0.007 0.4
7 2650 0.003 0.2
8 2650 0.004 0.4
9 2650 0.007 0.6

4. Pelaksanaan Pengujian
Langkah awal penelitian adalah pembuatan
specimen. Material yang digunakan adalah plat
aluminium 2mm dipotong dengan bentuk kotak
(gambar 2). Program G code dibuat dengan bantuan Gambar 4. Mesin Laser TLF 3200
software untuk memudahkan setting dan melihat
simulasi permesinan.
60 3. Hasil dan Pembahasan
Pengukuran awal dilakukan pada material
8 pemotongan dengan mesin laser.Nilai kekasaran
2 yang didapat tertulis pada tabel 3.
Gambar 2.Bentuk specimen
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan (Ra)
Laser cutting
Material plat dipasang pada alat cekam vakum.
Setelah pompa vakum dinyalakan amati kekuatan Laser
hisapnya pada vacuum gauge, jika belum maksimal Ra 1 Ra 2 Ra 3 Ra 4 Rata2
berarti terjadi kebocoran. Kebocoran vakum bisa
5.149 4.701 6.116 5.3 5.3165
terjadi pada material plat atau pada sambungan-
sambungan selang. Proses milling pembuatan
specimen (gambar 3). Setelah specimen pemotongan dengan mesin milling
siap dilakukan pengukuran dan hasilnya ada pada
tabel 4.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 333


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

Data hasil pengujian diolah untuk mendapatkan nilai Dari nilai kekasaran permukaan
rata-rata, standar deviasi, dan SNR untuk masing- pemotongan milling dibandingkan dengan nilai
masing kombinasi. kekasaran hasil potong laser ditampilkan dalam
bentuk grafik berikut (gambar5).
Rata-rata=

Standar Deviasi =

SNR = ]

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan (Ra)


milling

Hasil Surface Rougness Plat 2mm  STD 

Ra 1  Ra 2  Ra 3  Rata2  DEV  rasio S/N  Gambar 5.Grafik Spindel Ra milling 1590 Rpm vs
Laser
5.989  6.024  5.834  5.949  0.1011  ‐15.49 
Pada kecepatan spindle pada 1590 Rpm dan
9.666  9.281  8.229  9.058667  0.7439  ‐19.17 
pengaturan feeding menghasilkan kenaikan
11.07  11.78  14.61  12.48667  1.8728  ‐22.026  signifikan nilai kekasaran permukaan. Hal ini karena
putaran spindle terlalu rendah untuk feeding lebih
4.709  6.555  6.463  5.909  1.0402  ‐15.563  dari 0.003fpt.
3.206  3.535  3.409  3.383333  0.166  ‐10.597 

11.7  12.12  10.53  11.45  0.824  ‐21.199 

10.28  5.726  7.488  7.831333  2.2963  ‐18.235 

8.518  10.19  11.62  10.10933  1.5526  ‐20.196 

7.298  11.3  7.506  8.701333  2.2529  ‐19.074 

Data pengukuran digunakan untuk mengetahui


respon dari pengaruh faktor. Dari tabel 4 dihitung
nilai respon parameter
Gambar 6.Grafik Spindel Ra milling 2120 Rpm vs Laser
Alevel 1 = = 9.16
Pada gambar 6 menunjukkan bahwa setting
Efek untuk faktor A= rata-rata respon terbesar-rata- kecepatan 2120Rpm dan feeding 0.003fpt dapat
rata respon terkecil.(tabel5). mendekati nilai kekasaran pemotongan laser.

Tabel 5. Respon Rata-rata Kekasaran Permukaan dari


Pengaruh Faktor

Level  Selis Ranki


Parameter 
1  2  3  ih  ng 
A. Spindel  9.1 6.9 9.4 2.57
speed(m/min)  65  14  9  6  2 
B.Feed per  6.5 7.5 11. 4.92
tooth(mm/tooth)  63  17  49  5  1 
C. Depth of cut  9.1 8.4 1.26 Gambar 7.Grafik Spindel Ra milling 2650 Rpm vs Laser
(mm)  69  99  7.9  9  3 
Gambar 7 menunjukkan bahwa kecepatan spindle
Dari tabel 5 diketahui bahwa faktor paling 2650 menghasilkan kemiringan garis tren mrip
berpengaruh terhadap kekasaran permukaan adalah dengan garis tren pemotongan laser.
feeding, kemudian spindle speed, dan terakhir adalah
kedalaman pemakanan.

334 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

4. Kesimpulan
Proses pemotongan plat aluminium pada mesin CNC
milling dengan alat bantu cekam vakum telah
berhasil dilakukan. Nilai kekasaran permukaan hasil
potongan dengan pengaturan parameter CNC milling
telah didapat. Nilai kekasaran pemotongan mesin
laser dapat dicapai dan dapat pula dilewati oleh nilai
pemotongan milling. Ini artinya hasil pemotongan
milling dapat dibuat lebih halus dari pemotongan
laser. Pemilihan parameter spindel yang tepat dan
feeding yang rendah maka dihasilkan hasil potongan
yang halus. Akibat setting mesin milling dengan
feeding rendah dapat mengakibatkan proses
pemotongan menjadi lama. Mengatasi waktu proses
yang lama dapat menggabungkan feeding cepat saat
roughing dan feeding rendah saat finishing sehingga
hasil potongan halus.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak
Dosen di Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM,
Bapak-bapak Dosen di Diploma Teknik Mesin
UGM, Staf Laboratorium FT dan SV UGM dan
Rekan.

Daftar Pustaka

Akhtar, S, OmerOzgurKardas, OmerKeles,


BekirSamiYilbas, (2014)
Laser cutting of rectangular geometry into
aluminum alloy : Effect of cut sizes on thermal
stress field Optics and Lasers in Engineering,61,
57–66

Gustafssona, M. Oldenburgb, A. Janssonc (2014),


Design and validation of a sheet metal shearing
experimentalprocedure. Journal of Materials
Processing Technology 214 (2014) 2468–2477

Krajcarz, D (2014),
Comparison Metal Water Jet Cutting with
Laser and Plasma Cutting, 24th DAAAM
International Symposium on Intelligent
Manufacturing and Automation, 2013*
Procedia Engineering 69 838 – 843

Pilny´, L , Chiffre, L ,(2012), Miroslav Pı´sˇka b,


Morten F. Villumsen,
Hole quality and burr reduction in drilling
aluminium sheets, Journal of Manufacturing
Science and Technology 5, 102–107

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 335


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

336 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh Chromic Acid Anodizing Pada Material


Pesawat Terbang Al 7050-T7651
Terhadap Laju Perambatan Retak Fatik

Haris Ardianto1 dan Priyo Tri Iswanto2


Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2, Yogyakarta 552811
haris.ardianto@gmail.com
Dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2, Yogyakarta 552812

Abstrak
Proses perlakuan anodisasi dilakukan pada konstruksi pesawat terbang untuk meningkatkan ketahanan korosi,
sekaligus sebagai proses dasar sebelum proses painting. Akan tetapi, dalam beberapa referensi proses
anodisasi mempengaruhi penurunan fatigue life performance. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh lapisan chromic acid anodizing CAA (proses yang umumnya diaplikasikan pada konstruksi pesawat
terbang) terhadap laju perambatan retak fatik pada material Al7050-T7651. Spesimen dibentuk sesuai dengan
standar ASTM E647, dikelompokkan dalam dua kategori base metal dan base metal anodized. Proses CAA
dilakukan di area surface treatment PT. Dirgantara Indonesia. Selanjutnya pengujian perambatan retak fatik
dilakukan dengan mesin Servopulser di Lab. Bahan Teknik Jurusan Teknik Mesin UGM, dengan beban
sekitar 11% dari tegangan tarik maksimum (spesimen standar ASTM E8M) yang dihubungkan dengan
analisis beban kombinasi, dengan stress ratio R=0,1. Data hasil uji tersebut diolah menggunakan metode
incremental polynomial untuk mendapatkan hubungan da/dN - ΔK. Hasil uji perambatan retak pada spesimen
base metal tanpa perlakuan dengan R=0.1 menghasilkan angka konstanta Paris C=6E-12 dan n=3,844.
Sedangkan spesimen base metal anodized dengan perlakuan CAA mempunyai harga konstanta Paris C=7E-
11 dan n=2,722.

Kata Kunci: anodisasi, fatik, konstanta Paris.

1. Pendahuluan karena adaptable terhadap bentuk yang kompleks


Pesawat terbang merupakan alat transportasi dan tahan korosi.
udara yang dirancang memiliki daya angkut yang Pembebanan tegangan tarik, tekan, bending atau
besar, dengan umur ekonomi lebih dari 30 tahun. kombinasinya secara berulang atau siklik akan
Pada kondisi terbang, umumnya komponen struktur menyebabkan terjadinya kegagalan lelah atau fatik.
akan mengalami beban dinamis berupa tegangan Kegagalan fatik (fatigue failure) merupakan salah
tarik, tekan, bending, atau kombinasinya. Selain itu, satu kegagalan yang umumnya ditemukan pada
pesawat terbang juga akan memasuki wilayah udara komponen pesawat terbang, otomotif dan konstruksi
dengan berbagai kondisi lingkungan seperti mesin serta peralatan yang mengalami beban
keasaman, kebasaan, garam, kelembaban dan dinamis.
temperatur yang bervariasi, yang akan mempercepat Salah satu upaya untuk meningkatkan fatigue life
laju korosi. Sehingga, interaksi antara beban dinamis pada konstruksi pesawat terbang berbahan logam,
suatu komponen dan kondisi lingkungan akan yaitu dengan cara memberikan compressive residual
mempercepat penurunan performansi komponen, stress (tegangan sisa tekan), yang salah satunya
yang berdampak pada umur ekonomi suatu dengan proses shot peening. Sedangkan untuk untuk
komponen atau bahkan konstruksi pesawat terbang meningkatkan ketahanan korosi, permukaan yang
itu sendiri. telah lebih dahulu dilakukan perlakuan shot peening,
Padaumumnya, kontruksi pesawat terbang dilanjutkan dengan anodizing, untuk membentuk
dibangun dari aluminium paduan, titanium, stainless lapisan oksida Al2O3, yang dapat menghambat
steel dan komposit. Aluminium paduan dipilih proses korosi lanjutan dan sekaligus sebagai proses
karena ringan, memiliki rasio kekakuan dan dasar sebelum proses painting. Namun, dalam
kekuatan terhadap berat yang tinggi dan tahan penelitian ini proses shot peening tidak dijadikan
korosi. Stainless steel dipilih karena alasan kondisi parameter perlakuan.
beban yang tidak dapat ditahan oleh aluminium Anodizing pada umumnya telah digunakan untuk
paduan atau titanium, sedangkan untuk komponen memodifikasi permukaan aluminium dan
nonstruktural lain digantikan dengan komposit, paduannya, selama beberapa dekade. Hal ini
dikarenakan, anodizing secara signifikan dapat
meningkatkan ketahanan korosi dan keausan.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 337


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Meskipun, secara signifikan pula dapat menurunkan beberapa jenis perlakuan anodizing sebagaimana
ketahanan fatik (Crawford, 2013). ditunjukkan pada Tabel 1.
Crawford (2013) menyatakan bahwa penurunan
ketahanan terhadap fatik disebabkan oleh adanya Tabel 1. Fatigue results on AA2214
lapisan oksida pada proses anodizing, dari
penggunaan larutan elektrolit asam sulfur, asam
oxalic dan asam fosfor. Termasuk juga penggunaan
asam chromic, yang hanya menghasilkan nilai
Sumber : Augros
minimal atau berpengaruh sangat kecil dalam
penurunan ketahanan fatik dibanding penggunaan Analisa perambatan retak merupakan salah satu
jenis asam yang lain. Penurunan ketahanan fatik analisa kegagalan terhadap beban fatik, terutama
akibat anodizing hingga mempercepat inisiasi retak, pada struktur sambungan yang banyak digunakan
diakibatkan oleh kegetasan dan efek dari lapisan untuk konstruksi, dibidang kelautan dan
anodizing. penerbangan. Dengan berkembangnya teknologi,
Densitas retak, yang didefinisikan sebagai jumlah angkutan udara di Indonesia semakin
jumlah retak per satuan panjang paralel terhadap meningkat, dari seluruh angkutan udara yang
arah pembebanan, akan meningkat seiring dengan didominasi oleh pesawat terbang, penggunaan
regangan yang diaplikasikan. Peningkatan ini sambungan pada strukturnya masih memegang
bervariasi tergantung bahan substrat, proses peranan penting, terutama sambungan keling yang
anodizing dan proses sealing terhadap permukaan banyak dijumpai pada bagian perut (fuselage), sayap
yang diperlakukan anodizing. Crawford (2013) (wing) dan ekor (tail unit) dari pesawat terbang.
menyampaikan hipotesis bahwa peningkatan terjadi Beban dinamis yang terjadi pada fuselage paling
karena panjang efektif minimumnya sama dengan kritis disebabkan adanya tabrakan turbulensi
yang ditemukan pada komposit dengan penguat campuran gas dengan partikel udara terhadap
fibre. Kegagalan oxide film ini diinvestigasi pesawat dan adanya perbedaan tekanan udara di
menggunakan three point bending, yang dalam kabin terhadap tekanan udara di luar kabin.
menghasilkan perbedaan dari pengujian tensile. Berdasarkan ASTM standard E647 (2005), laju
Hasil penelitiannya sebagaimana ditunjukkan pada perambatan retak fatik dihitung menggunakan
Gambar 1, yang menunjukkan pengaruh beberapa persamaan
jenis perlakuan anodizing dengan atau tanpa sealing.
(1)

(2)

(3)
(4)
Gambar 1. Densitas microcrack dari lapisan anodized Al
2024-T3 terhadap aplikasi regangan maksimum. dengan
(Crawford, 2013) a = panjang retak
N = jumlah siklus
Chromic acid anodizing merupakan proses yang C, n = konstanta Paris
umumnya digunakan untuk treatment aluminium ΔK = beda faktor intensitas tegangan
komponen pesawat terbang, karena kerusakannya P = beban
paling minimal terhadap sifat fatik namun tetap W = lebar benda uji
mampu meningkatkan resistansi korosi, dimana B = tebal benda uji
penurunan batas ketahanannya lebih rendah. Augros,
melakukan studi membandingkan beberapa proses Rumusan masalah yang ingin diteliti oleh adalah
anodizing dengan beragam ketebalan lapisan oksida bagaimana pengaruh chromic acidanodizing pada
yang dihasilkan. Sifat fatik tidak tergantung dari material pesawat produk PT. Dirgantara Indonesia
ketebalan lapisan oksida, dan dinyatakan bahwa dua jenis Al 7050-T7651 terhadap laju perambatan retak
parameter yang mempengaruhi endurance limit fatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
adalah komposisi anodizing bath dan voltase yang mempelajari pengaruh lapisan anodisasi terhadap
digunakan. Hasil perbandingan pengukuran perambatan retak fatigue pada material Al7050-
ketahanan fatik dan persentase penurunannya akibat T7651. Manfaat lain yang diharapkan dari penelitian
ini adalah untuk memantik dan menjalin kerjasama

338 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dan sinergisitas dunia kampus dengan dengan


industri.

2. Metode
Material yang dipakai pada penelitian ini adalah
Al 7050-T7651, dari Direktorat Aerostructure PT.
Dirgantara Indonesia. Dipotong dan dibentuk sesuai
dengan standar ASTM E8M untuk spesimen
(sebanyak tiga spesimen) untuk uji tarik seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 5. Racking komponen pesawat terbang

Gambar 4 dan 5 menunjukkan areaanodizing


coating dan proses racking di PT. Dirgantara
Indonesiasebelum direndam dalam bak-bak pada
Gambar2.Spesimenujitarik (ASTM E8M) proses anodizing.

2.1 Metode Pengumpulan


Selanjutnya spesimen uji perambatan retak fatik
Pengujian tarik dilakukan dengan mesin
dibuat berdasarkan standar ASTM E647, takikan
Servopulser di Lab. Bahan Teknik Jurusan Teknik
dibuat menggunakan EDM seperti ditunjukkan pada
Mesin UGM. Data diperoleh dalam bentuk
Gambar 3.
hubungan antara regangan dan tegangan. Gambar 6
menunjukkan alat uji tarik dan fatik Servopulser.

Gambar 3. Benda uji CTS berdasarkan ASTM E647 Gambar 6. Mesin uji tarik dan fatik Servopulser
(ASTM Standard, 2005) (Maliwemu, 2011)

Spesimen dikelompokkan dalam dua kategori Selanjutnya, pengujian perambatan retak fatik
yaitubase metal dan base metal anodized. Proses dilakukan dengan alat yang sama, mesin
CAA dilakukan di area surface treatment PT. Servopulser, pembebanan Pmax11% dari tegangan
Dirgantara Indonesia selama 40 menit, dengan tarik maksimum (spesimen standar ASTM E8M)
temperatur 40±2 oC dan tegangan 40±1 Volt, dengan yang dihubungkan dengan pendekatan analisis beban
sebelumnnya didahului urutan proses sebagai kombinasi, dengan stress ratio R=0,1.Pengujian
berikutdriying, rinsing, chemical convertion coating, dilakukan dengan mengamati setiap pertambahan
stripping, rinsing, chromic acid anodizing, rinsing, panjang retak yang terjadi pada sisi depan spesimen
deoxidizing, rinsing, dan alkaline cleaning. yang kemudian digunakan untuk melihat hubungan
antara pertambahan panjang retak (a) dan jumlah
siklus (N).

2.2 Metode Analisis Data


Data hasil uji tarik, yaitu tegangan maksimum
atau ultimate stress dari tiga spesimen kemudian
dirata-rata. Data ini kemudian digunakan untuk
menentukan beban maksimum Pmax pada
pembebanan fatik, berdasarkan pendekatan
hubungan analisis beban kombinasi yang terjadi
pada konstruksi spesimen ASTM E647.
Gambar 4. Anodizing coating plant di PT. Dirgantara Sedangkan data hasil uji perambatan retak fatik
Indonesia berupa hubungan antara jumlah siklus dan panjang

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 339


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

retak, diolah menggunakan metode incremental


polynomial untuk mendapatkan hubungan da/dN-
ΔK.Trendline hubungan da/dN-ΔK diperoleh dengan
cara membuat grafik dengan skala log pada da/dN
dan ΔK, sehingga diperoleh persamaan garis yang
dapat digunakan untuk menentukan karakteristik
perambatan retak fatik (konstanta Paris C dan n)
yang memenuhi persamaan (1).

3. Hasil dan Pembahasan Gambar 9. Spesimen base metal (kiri) dan base metal
Hasil uji komposisi material ini menunjukkan anodized (kanan) setelah dilakukan uji fatik
kandungan utama Al 89,11%; Zn >7,56%; Mg >2%,
Cu > 1,08% dan unsur-unsur yang lain, dengan Hubungan da/dN–ΔK tersaji pada Gambar 10.
demikian material ini termasuk dalam kategori Al Trendline hubungan da/dN-ΔK tersaji pada Gambar
7050-T7651 karena masih berada pada range 11.Harga C diperoleh dengan cara memperpanjang
kandungan unsur-unsurnya berdasarkan standar garis sampai memotong sumbu vertikal atau pada
ASM Material Data Sheet. saatharga ΔK=1 MPa.m1/2. Harga n adalah gradien
Hasil uji tarik spesimen Al 7050-T7651diperoleh dari garis tersebut.
tegangan maksimum atau ultimate rata-rata 509,93
MPa cukup mendekati 552 MPa berdasarkan standar
ASM Material Data Sheet. Bentuk patahan spesimen
setelah dilakukan uji tarik, seperti ditunjukkan pada
Gambar 7.

Gambar 10. Hubungan da/dN dan ΔK


Gambar 7. Spesimen setelah dilakukan uji tarik

Hasil pengamatan pertambahan panjang retak


terhadap jumlah siklus yang ditunjukkan pada
Gambar 8, menunjukan bahwa spesimen tanpa
perlakuan base metal mampu mencapai 673.593
siklus, sedangkan spesimen dengan perlakuanbase
metal anodizemampu mencapai 607.030 siklus. Hal
ini menunjukkan bahwa perlakuan anodizing
menurunkan fatigue life performance sekitar 9,88%.
Bentuk patahan spesimen setelah dilakukan uji fatik
seperti ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 11. Hubungan da/dN dan ΔK dalam trendline

Hasil uji perambatan retak pada spesimen base


metal tanpa perlakuan dengan R=0.1 menghasilkan
angka konstanta Paris C=6E-12 dengan n=3,844.
Sedangkan spesimen base metal anodized dengan
perlakuan CAA mempunyai harga konstanta Paris
C=7E-11 dengan n=2,722.Secara umum dapat
disimpulkan bahwa perlakuan anodizing pada
paduan alumunium Al 7050-T7651 dapat
meningkatkan laju perambatan retak yang
Gambar 8. Hubungan antara panjang retak mengakibatkan berkurangnya umur fatik.
dan jumlah siklus

340 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Anodic coating bersifat keras dan getas, akan joints, ICAF 2005 Preceedings, Hamburg
mengalami retak akibat deformasi mekanis baik Germany.
lapisan yang terbentuk tipis maupun tebal, untuk Jamasri, Diktat Kuliah Perpatahan dan Kelelahan,
retak pada lapisan tipis lebih mudah diamati. Retak Seri : Perambatan Retak Fatik, Jurusan
dapat merambat pada coating, seiring dengan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik
meningkatnya tegangan dan sumber potensial UGM.
kegagalan fatik dari substrat logam. Maliwemu, E.U.K., 2011,pengaruh putaran
centrifugal casting dan heat treatment T6
4. Kesimpulan velg dari bahan aluminium scrap terhadap
Berdasarkan hasil dari pengujian dapat ditarik karakteristik perambatan retak fatik, Program
beberapa kesimpulan; Studi S2 Teknik Mesin JTMI FT UGM,
 Secara umum proses perlakuan anodizing pada Yogyakarta.
aluminium paduan Al7050-T7651 dapat Sanyoto, B.L., Berata, W., 2008, Laju perambatan
menurunkanumur fatik (jumlah siklus) sekitar retak plat aluminium 2024 T3 dengan beban
9,88%. fatigue uniaksial pada rasio beban dan jarak
 Secara umum proses perlakuan anodizing pada diameter lubang berbeda, Jurnal Ilmiah
paduan aluminium Al7050-T7651 meningkatkan Teknik Mesin CAKRAM Vol. 2 No. 2, 82-91.
laju perambatan retak fatik (fatigue crack growth Sarhan, A.A.D., Zalnezhad, E., Hamdi, M., 2013,
rate). The influence of higher surface hardness on
 Peningkatan laju perambatan retak tersebut fretting fatigue life of hard anodized
karena sifat keras dan getas dari anodic coating. aerospace AL7075-T6 alloy, Materials
Science & Engineering A 560, 337-387.
Ucapan Terima Kasih Syukron, Muhammad, 2011, Karakteristik
Kami mengucapan banyak terima kasih pada pihak- Perambatan Retak Fatik Velg Dari Bahan A
pihak yang telah membantu secara substansi maupun 356 Dengan Variasi Putaran Centrifugal
finansial, khususnya kepada Dosen Pembimbing Casting dan Heat Treatment T6, Program
kami, Bapak Dr. Eng Priyo Tri Iswanto, S.T., M. Studi S2 Teknik Mesin JTMI FT UGM,
Eng. Yogyakarta.
Udomphol, Tapany, 2007, Lecture Article :
Daftar Pustaka Aluminium and It’s Alloy, Suranaree
Augros, M., Viola, A., Environmentally friendly University of Technology.
aluminum anodizing processes for aerospace Zhu, X.K., Joyce, J.A., 2012, Review of fracture
applications A comparative study, Messier- toughness (G, K, J, CTOD, CTOA) testing
Bugatti – 5 rue St Exupery – BP 65 – 67123 and standardization, Engineering Fracture
Molsheim – France. Mechanics 85, 1-46.
Brady, G.S., Clauser, H.R., Vaccari, J.A., Materials
Handbook, 15th Ed, McGraw-hill.
Budinski, K.G., Budinski, M.K., Engineering
Materials Properties and Selection,
International Edition, 7th.
Chaussumier, M., Shahzad, M., Mabru, C.,
Chieragatti, R., Rezaï-Aria, F., 2010, A
fatigue multi-site cracks model using
coalescence, short and long crack growth
laws, for anodized aluminum alloys,
Procedia Engineering2, 995-1004.
Costa, M.Y.P., Voorwald, H.J.C., Pigatin, W.L.,
Guimaraes, V.A., Cioffi, M.O.H., 2006,
Evaluation of Shot Peening on the Fatigue
Strength of Anodized Ti-6Al-4V Alloy,
Material Research, Vol. 9, No. 1, 107-109.
Cotell, C.M., Sprague, J.A., Smidt, F.A.Jr., 1994,
Surface Engineering Vol. 5, ASM Handbook.
Crawford,B.R., 2013,Effect of anodising on the
fatigue properties of aluminium alloys, Air
Vehicles Division DSTO Defence Science and
Technology Organisation.
Giummarra, C., Zonker, H.R. 2005, Improving the
fatigue response of aerospace structural

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 341


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

342 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Recycling Polimer Cartridge Bekas Menjadi Bijih Plastik Dan


Pengolahan Limbah Airnya
Sub Rancang Bangun Mesin Penghalus Serpihan (Cutting Mill) Plastik
Getas

Isdaryanto Iskandar1, Harjadi Gunawan2, Noryawati Mulyono3


Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta 1
isdaryantoiskandar@google.com
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta2
Fakultas Teknobiologi,
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta 3

Abstrak
Alat penghalus serpihan plastik getas ini dirancang dan diwujudkan untuk menghancurkan sampah catrige
berbahan dasar plastik getas yang dapat dioperasikan oleh masyarakat umum dalam skala rumah tangga
sehingga faktor daya listrik keamanan pengguna menjadi perioritas utama.Plastik getas penyusun body
catrige diubah menjadi serpihan sebelum diproses lanjut menjadi biji plastik.Proses penghancuran terjadi
akibat putaran 3 pisauyang terpasang pada rotor pejal berdiameter 185 mm yang bertemu dengan 1 pisau
statis yang terpasang pada rumah rotor. Rotor diputar dengan menggunakan motor listrik yang dteruskan ke
poros rotor dengan menggunakan pulley. Motor listrik yang digunakan dilengkapi dengan pengaman beban
berlebih. Proses penghancuran menjadi serpihan terjadi karena beban impact. Celah pisau potong dapat
diatur sedemikian rupa sehingga dimensi produk yang dihasilkan dapat divariasikan.Kapasitas
penghancuran direncanakan 10-15 Kg/jam.

Kata Kunci: limbah plastic, Program 3R, extended producer responsibility, .

1. Pendahuluan Peningkatan jumlah kebutuhan masyarakat


Peningkatan jumlah kebutuhan masyarakat dalam hal pencetakan mengakibatkan peningkatan
dalam hal pencetakan mengakibatkan peningkatan pemakaian printer dan tintanya. Mayoritas
pemakaian printer dan tintanya.Menurut survei di komponen cartridge tinta tersebut adalah polimer
Bandung pada tahun 2008, semua masyarakat nonbiodegradable, padahal penggunaan tinta setiap
dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki printer tahun selalu meningkat. Hal ini menimbulkan efek
pribadi, sedangkan masyarakat dengan tingkat samping, yaitu sampah cartridge bekas yang
pendapatan menengah, sebagian besar (89%) menumpuk dan tidak dapat terdegradasi secara alami
memiliki printer pribadi.Bahkan, 63% masyarakat sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.
dengan tingkat pendapatan rendah juga memiliki Upaya pengisian kembali cartridge yang telah
printer pribadi (1).Pengguna toner printer, yang kosong juga telah diketahui, baik untuk kategori ink
jumlahnya hanya 1.4%, sebagian besar adalah jet, ataupun laser jet. Pengisian ulang ini memiliki
institusi karena kecepatan kerja printer laser lebih batas sehingga tetap menghasilkan limbah (2).
tinggi dibandingkan dengan printer ink jet, meskipun
harganya lebih mahal.Namun bila dilihat dari sisi Penelitian ini sejalan dengan program 3 R
jumlah tonernya, volume limbah yang dihasilkan (reuse, reduce, recycle) oleh Kementerian
cukup besar karena limbah 1 toner setara dengan Lingkungan Hidup (KLH) (3). Dalam waktu dekat,
sekitar 10 cartridgeinkjet. kebijakan pertanggung jawaban semua industri atas
semua limbah yang termasuk dalam kelompok
Survei juga menunjukkan bahwa 50.8% material non degradeable yang dihasilkannya, baik
dari responden membuang cartridge bekasnya ke limbah yang dihasilkan selama proses produksi
tempat sampah, sedangkan 37.5% responden maupun limbah produk akhir akan diberlakukan di
menyimpannya di rumah. Masyarakat yang Indonesia. Dari segi ekonomi, pengembangan
menyimpan cartridge bekasnya di rumah sadar akan teknologi daur ulang bijih polimer dapat menjadi
bahaya cartridge terhadap lingkungan, namun tidak pengembangan produksi secondary raw material
tahu cara penanganan yang tepat agar aman untuk untuk industri polimer. Keterbatasan dari penelitian
ini terletak pada sampel toner yang digunakan
kesehatan mereka (1).
dimana toner yang digunakan memiliki spesifikasi
tertentu dan masih berskala kecil. Diharapkan,

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 343


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

melalui penelitian ini akan dihasilkan teknologi Pada sisi yang lain, pemerintah mengeluarkan
recyclingtonerbekas yang dapat direkomendasikan kebijakan persampahan melalui UU 18 Tahun 2008,
ke industri tinta printer laser melalui suatu perjanjian yang mengubah paradigma pengelolaan sampah dari
kerjasama. end of pipe menjadi reduce at sources and resources
recycle [6].Dengan paradigma baru tersebut,
2. Tujuan pengelolaan sampah harus bertumpu pada,
Tujuan umum penelitian ini ialah pembatasan (timbunan) sampah sejak dari
memperoleh teknologi recycling polimer toner bekas sumbernya karena jika tidak terkelola baik, sampah
dengan memperhatikan aspek bisnis dan lingkungan. berpotensi menjadi polutan yang membahayakan
Aspek bisnis artinya biaya proses dan nilai jual lingkungan dan manusia. Pasal 14 dan 15 UU 18
produk yang dihasilkan akan menjadi pertimbangan Tahun 2008 secara tegas mengamanatkan peran dan
pemilihan teknologi recycling polimer toner bekas. tanggung jawab produsen dalam pengelolaan
Aspek lingkungan artinya dampak recycling polimer sampah.
terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan juga
akan dijadikan pertimbangan. Adapun tujuan khusus  Pasal 14: Setiap produsen harus
penelitian ialah memperoleh teknologi recycling mencantumkan label atau tanda yang
polimer toner bekas laser jet. berhubungan dengan pengurangan dan
penanganan sampah pada kemasan
Penelitian ini terbagi dalam 3 sub tahapan dan/atau produknya.
penelitian yaitu identifikasi polimer dan bahan B3
yang terkandung dalam limbah cair pencucian toner
 Pasal 15:Produsen wajib mengelola
serta pengolahan limbahnya, kedua adalah rancang
kemasan dan/atau barang yang
bangun mesin crusher dan pengolahan limbah cair
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit
dan yang terakhir adalah rancang bangun mesin
terurai oleh proses alam.
penghalus serpihan plastik getas dan mesin pembuat
pelet biji plastik bekas.
Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2008 adalah landasan
Pada penelitian tahap pertama telah diidentifikasi hukum diwajibkannya (mandatory basis) penerapan
bahan penyusun catridge toner serta jenis polimer extended producer responsibility (EPR). Peralatan
toner beserta sifat thermalnya, jenis dan kadar listrik dan barang elektronik serta kemasan produk
cemaran B3 dalam air cucian toner bekas dan tertentu adalah contoh lazim dalam penerapan EPR.
polimer toner (4).Pada penelitian tahap kedua telah Dari sisi praktis, penerapan EPR akan berbeda di
berhasil dirancang bangun mesin crusher dan bak tiap negara, dan strategi penerapan EPR di Indonesia
pengolah cairan bekas cucian (5).Pada penelitian baru pada tahapan awal.Berdasarkan kondisi diatas,
tahap ketiga adalah rancang bangun mesin kami tertarik untuk melakukan studi awal daur ulang
penghancur cutting mil yang berfungsi untuk toner bekas yang merupakan sampah plastik dan
menghaluskan serpihan produk yang telah diproses limbah B3 dari serbuk toner dan sisa tinta.
dengan menggunakan mesin crusher sebelum
dipanaskan untuk diubah menjadi filamen. Hasil penelitian ini akan memberikan
informasi awal mengenai teknologi recycling
3. Manfaat polimer untuk dijadikan bijih polimer sehingga
Di Indonesia, terutama dikota besar, sampah mengurangi penumpukan toner bekas yang termasuk
merupakan permasalahan yang pelik dan kategori limbah B3. Selanjutnya, hasil penelitian ini
memerlukan penyelesaian yang komprehensif. akan direkomendasikan ke industri produsen tinta
Secara umum sampah dapat dikelompokan menjadi printer melalui perjanjian kerjasama ataupun
sampah degradable dan nondegradable. Sampah disumbangkan pada Bank sampah yang tertarik
nondegradable memberikan masalah yang lebih untuk melakukan daur ulang plastik.
besar dibandingkan dengan sampah degradable
karena mereka akan bertahan dalam bentuk aslinya
dalam waktu yang lama. Dalam kelompok sampah 4. Perancangan
nondegradable terdapat kelompok logam, kaca, Pengecilan ukuran sampah plastik telah
plastik dan sebagainya.Kelompok kaca logam dan menjadi isue penting dalam proses daur ulang
plastik bekas botol minuman biasanya langsung plastik. Untuk meminimumkan besar energie yang
diambil oleh pemulung dan tidak sampai ke dibutuhkan untuk melelehkan/mencairkan plastik,
TPA.Kelompok plastik lainnya seperti pembungkus ukuran butir plastik menjadi kunci utama, semakin
mie instan, deterjen dan bekas toner masih sering kecil butiran plastik semakin efisien penggunaan
ditemui di TPA, padahal.kelompok sampah ini energie yang dibutuhkan untuk pemanasannya (7).
sebenarnya masih dapat didaya gunakan lagi.
Menurut Marek Maco, secara umum proses
penghalusan serpihan plastik dapat dikelompokan
dalam 2 kelompok yaitu beater mill dan cutting mill

344 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dengan berbagai macam variasinya (7) Mata potong


yang diletakkan dalam silinder banyak digunakan
untuk membuat serpihan ukuran medium dan kasar
bahan non ferrous, non ferromagnetic light metal,
plastic ban dan kertas (8).

Gambar 2 Pemasangan pisau potong yang dapat diatur


posisinya, inset pisau serut

Gambar 1 Proses penghalusan serpihan plastik (a)


beater mill (b) cutting mill (7)

Kegiatan perancangan dan pembuatan mesin


penghalus serpihan plastic cutting mill sampah
plastic getas diperuntukkan bagi industri kecil skala
rumah tangga dengan daftar kehendak sebagai
berikut :
 Mesin harus aman bagi pengguna
Gambar 3 Pengaturan celah pisau sekitar 1 mm
 Mampu menghasilkan serpihan dengan luas
penampang lintang sekitar 2 mm2
 Dapat beroperasi diperumahan dengan daya
listrik 900 VA
 Dalam kondisi beban berlebih, motor tidak
terbakar
 Peralatan yang mudah aus (fast moving)
mudah diperoleh dipasaran.
 Kapasitas produksi sekitar 10-15 kg/jam

Dengan pertimbangan energi yang


dipergunakan untuk proses penghalusan serpihan
adalah energie impak dan bentuk pisau yang
dipergunakan maka dipilih mesin jenis cutting mill. Gambar 4 Pemasangan pisau pada rumah stator
Dimensi rotor yang cukup besar dan juga berat dapat
berfungsi sebagai penyimpan energie Lubang saluran masuk dibuat sedemikian rupa
(flywheel).Diameter rotor 185 mm dan lebar rotor sehingga hanya bahan baku yang bisa masuk dalam
140 mm dengan berat 6.85 kg.Putaran rotor sekitar drum pemotong, Hal ini mencegah tangan pegguna
466 rpm.Pisauyang menempel pada rotor berjumlah yang mendorong serpihan plastik yang akan
3 buah dan dipergunakan pisau serut yang mudah diproses terkena pisau yang berputar.
didapatkan di pasaran. Pemasangan pisau dengan
menjepit pisau serut dengan plat baja dengan
menggunakan 3 buah baut dan dapat diatur
celahnya. Jenis pisau yang sama dipasangkan pada
rumah stator.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 345


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

Gambar 5 Lubang saluran masuk


Gambar 8 Kotak penampung hasil penghalusan.
Untuk mengatur dimensi produk yang
dihasilkan dipasang saringan pada bagian bawah Untuk mengatur dimensi produk yang
drum, Saringan terbuat dari plat baja dengan tebal dihasilkan dipasang saringan pada bagian bawah
lima mm yang dilubangi dengan diameter 5 mm drum, Saringan terbuat dari plat baja dengan tebal
kemudian di rol mengikuti prodil drum. Tepat lima mm yang dilubangi dengan diameter 5 mm
dibawah saringan diletakan laci untuk menampung kemudian di rol mengikuti prodil drum.
produk yang dihasilkan. Tepatdibawah saringan diletakan laci untuk
menampung produk yang dihasilkan.

Sumber tenaga penggerak mesin ini


menggunakan motor ¾ Hp dengan motor
protection untuk melindungi motor agar tidak
terbakar bila rotor berhenti berputar karena beban
yang terlalu berat. Bentuk protektor yang
dipergunakan adalah kontaktor dengan pembatas
arus yang mudah didapatkan dipasaran.Protektor
disetup pada 2.6 A.

Gambar 6. Saringan dari plat baja yang dibor dan


kemudian diroll

Gambar 8 Kontaktor dengan pembatas arus

Gambar 7. Pemasangan Saringan

346 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Untuk menghubungkan antara motor dengan rotor.Kapasitas yang dapat dicapai sekitar 18 kg
poros rotor dipergunakan sistim transmisi double V serpihan hasil mesin crusher setiap jamnya.
belt dengan ratio 1 : 4

Gambar 11 Produk hasil cutting mill untuk memproses


cartridge

Permasalahan yang timbul pada mesin cutting


mill ini adalah adanya serpihan yang tersangkut pada
lubang saringan. Hal ini akan dicoba diatasi dengan
membuat lubang saringan berbentuk konis.
Gambar 9 Sistim transmisi yang dilindungi dengan safety
guard plate

Gambar 12 Serpihan yang tersangkut pada lubang


saringan.

Mesin ini juga dicoba untuk memproses tutup


botol plastik bekas dan botol plastiknya. Kedua
material ini termasuk dalam kelompok material yang
ulet.

Gambar 13 Produk hasil cutting mill untuk


memproses tutup botol

Gambar 10. Perwujudan cutting mill

5. Hasil & Pembahasan


Serpihan catrige hasil proses mesin crusher
yang masih berdimensi cukup besar diproses lagi
dengan menggunakan cutting mill. Dengan
mensetup celah pisau sekitar 1 mm telah berhasil
diproduksi serpihan dengan panjang rata rata 5 mm
dan penampang lebar penampang lintang 1 mm s/d 2
mm.Hal ini bisa terjadi karena serpihan masuk
dalam arah miring dan kemudian baru Gambar 14 Produk hasil cutting mill untuk memproses
terpotong.Daya listrik yang dipergukan bervariasi botol minuman.
antara 260 s/d 350 watt.Hal ini sesuai dengan
perkiraan kerja mesin yang mayoritas adalah impak Mesin cutting mill ini juga dapat dipergunakan
dan penyimpanan dan pelepasan energie untuk memproses plastik ulet seperti plastik botol
denganmenggunakan effek flywheel pada baik tutupnya maupun badannya.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 347


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

[4] Isdaryanto iskandar, Noryawati Mulyono,


Identifikasi polimer toner bekas dan metoda
pengolahan limbah cairnya, RITEKTRA IV
2014, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
17-18 September 2014
[5] Isdaryanto iskandar, Noryawati
Mulyono,Rancang bangun mesin crusher
penghancur toner bekas, Seminar Nasional XII
“Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di
Industri”, Itenas bandung 17-18 Desember
2013
[6] www.menlh.go.id/DATA/UU18-2008.pdf
[7] Wang Y., Forssberg E.: Enhancement of energy
Gambar 15. Serpihan tutup botol yang relatif tipis
berada menutup permukaan atas saringan. efficiency for mechanical production of fine
and ultra-fine particles in comminution. China
Bila pada kelompok material getas serpihan Particuology 5 (2007), p. 193–201
tersangkut pada lubang sarungan, untuk material [8] Macko, Marek, Size Reduction by Grinding as
yang ulet dan tipis material menutupi lubang an Important Stage in Recycling, Post-
saringan dan tidak tersapu oleh mata potong. Hal ini Consumer Waste Recycling and Optimal
mengakibatkan saringan menjadi tidak efektif. Production,2012
Untuk mengatasi masalah tersebut akan dicoba
manambahkan penyapu pada rotor atau membuat
celah antara saringan dan pisau potong seminimum
mungkin

6.Kesimpulan
1. Telah berhasil dirancang cutting mill yang
aman untuk pengguna dilihat dari sisi
pemasukan bahan baku, sistim transmisi,
sisi luaran dan motor.  
2. Serpihan yang dihasilkan telah sesuai
dengan yang direncanakan, luas penampang
lintang sekitar 2 mm2 . 
3. Dengan motor listrik terpasang ¾ HP dan
pengetesan daya terpakai berkisar antara
260 – 350 watt maka mesin cutting mill ini
dapat dioperasikan pada perumahan dengan
daya R 900 VA 
4. Kapasitas mesin 18 kg/jam sedikit diatas
rencana  

Ucapan Terima Kasih


Penelitian ini terlaksana berkat dana Hibah Bersaing
Dikti dengan topikR Recycling Polimer Cartridge
Bekas Menjadi Bijih Plastikdan Pengolahan Limbah
Cairnyatahun ke tiga 2014.

Daftar Pustaka
[1] Rahmawati Y, Damanhuri E. 2009. Pola
penggunaan cartridge tinta printer dan potensi
daur ulangnya di kota Bandung. Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi
Bandung
[2] www.indabook.org/get/BJ0yz68-
ZXaOMjFb9_nCC3KH9RJR45FLdLIuyv3aS2c
,/The-Carbon-Footprint-of-Remanufactured-
Versus-New.pdf
[3]wwwlama.menlh.go.id/category/pengelolaan-b3/

348 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Porositas Pada Rumah Pompa Air Dengan Variasi Desain Sistem


Saluran Dengan Pengecoran Lost Foam

Sutiyoko 1 , Suyitno 2 , Lutiyatmi 3 , Soekrisno 4


Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Politeknik Manufaktur Ceper 1
yoko_styk@yahoo.com1
Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Abstrak
Desain sistem saluran merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kualitas benda cor.
Ketidaktepatan dalam menentukan ukuran atau letak sistem saluran dapat menyebabkan berbagai macam
cacat pada benda cor diantaranya adanya pori-pori gas di dalam benda cor. Penentuan letak sistem saluran
pada pengecoran rumah pompa air sangat penting untuk dipelajari mengingat bentuk benda rumit dan
ukurannya tipis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan letak sistem saluran terbaik dalam pengecoran
rumah pompa air dengan parameter porositas terkecil. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan metode
pengecoran lost foam dan material besi cor kelabu. Pola dibuat dari bahan styrofoam dan dirangkai dengan
sistem saluran. Pola dan sistem saluran dimasukkan dalam kotak yang telah diberi alas pasir silika, ditimbun
dengan pasir dan digetarkan selama 120 detik dengan frekuensi 23 Hz dan amplitudo 1 mm. Pengukuran
porositas menggunakan prinsip Archimedes dan dilakukan komparasi dari tiga jenis desain sistem saluran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain sistem saluran yang meletakkan bagian impeller pompa berada
di bawah (desain C) memberikan tingkat porositas terendah. Hasil simulasi pembekuan menunjukkan hasil
yang berbeda dengan eksperimen. Hal ini dapat dikarenakan adanya faktor-faktor yang belum bisa
dimasukkan dalam proses simulasi pengecoran lost foam.

Kata kunci: besi cor kelabu, desain sistem saluran, simulasi

1. Pendahuluan lainnya (Gruzlezki & Closset, 1990; Boileau &


Sistem saluran merupakan saluran yang Allison, 2001; Kim et.al, 1997; Sigworth, 1994).
menghubungkan antara rongga cetak dengan cawan Porositas terjadi pada tempat yang paling panas yang
tuang di mana cairan logam dituangkan. Sistem dikatakan dengan istilah hot spot. Kontraksi dalam
saluran yang digunakan saat ini berdasarkan pada keadaan padat karena penurunan suhu dapat
eksperimen yang komprehensif sejak tahun 1950-an dikompensasi dengan perubahan desain karena
(Pengecoran dengan sistem gravitasi sangat penting penambah tidak dapat berfungsi dalam keadaan ini
menggunakan sistem saluran yang baik ( Ha, dkk, (Huang, et.al, 1997; Huneau et.al, 2003).
2000). Sistem saluran yang tidak baik dapat Pengecoran lost foam adalah pengecoran
menyebabkan cairan mengalami hal ketidakstabilan dengan menggunakan pola styrofoam yang
di dalamnya dan di cavity sehingga menyebabkan dibenamkan di dalam pasir yang tidak berpengikat
berbagai macam cacat pada benda cor (Campbell, pada kotak/ flask (ASM Handbook, 2008; Broown,
1991). Walaupun telah ada desain umum tentang 2000; Caulk, 2006). Cetakan lost foam memiliki
sistem saluran dan persamaan empiris tentang beberapa keuntungan dibandingkan dengan cetakan
perbandingan sistem saluran, waktu penuangan dan green sand diantaranya mudah, flkesibel,
juga ukuran, namun beberapa peneliti telah mengurangi pembersihan benda cor, mengurangi
melakukan variasi beberapa parameter dan mampu penggunaan pasir, tidak memakai inti dan biaya lebih
memberikan hasil yang signifikan dalam panduan murah (Brown, 2000). Pengecoran lost foam juga
secara empiris (Runyoto, et.al, 1992; Campbell, mampu meningkatkan akurasi benda cor,
1998). Fuoco dan Correa (2003) membuat konsep pengontrolan ukuran dan pengurangan pemesinan
baru tentang sistem saluran berdasarkan tebal dan dibandingkan pengecoran dengan green sand.
lebar saluran masuk. Konsep saluran turun adalah Namun, metode ini juga sangat memungkinkan
berbentuk taper (dari atas mengecil ke bawah) dan munculnya berbagai macam cacat cor. Cacat ini
berbentuk slim untuk runner dan ingate. Desain ini kebanyakan disebabkan karena pengeluaran
akan memaksimalkan efek gaya gesek dan dekomposisi pola styrofoam yang tidak sempurna
mengurangi laju aliran (Johnson & Baker, 1948; (Bradney & Sriniyasan, 1990; Zao et.al, 2004). Hal
grube & Eartwood, 1950; Richin & wetmore, 1951; ini menyebabkan jenis pengecoran ini kurang baik
Grube, Kura &Jackson, 1952) digunakan untuk benda yang sensifit (Chakherlou,
Porositas dapat didefinisikan sebagai rongga 2011).
yang terdapat di dalam benda cor selama Berdasarkan hal ini, penelitian tentang desain
pendinginan (Ammar et.al, 2008). Cacat ini dapat sistem saluran yang mampu mengurangi/
menurunkan sifat-sifat mekanik benda cor misalnya menghilangkan cacat porositas sangat penting.
kekuatan tarik, ketangguhan, perambatan retak dan Desain sistem saluran juga mencakup layout / letak

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 349


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

sistem saluran pada benda cor. Penelitian ini


mengobservasi perbedaan letak sistem saluran pada
benda cor dan melakukan pengukuran porositas pada
masing-masing benda hasil cor. Benda cor yang
dijadikan sebagai bahan studi dalam penelitian ini
adalah rumah pompa air yang terbuat dari besi cor
kelabu. Benda ini tergolong rumit dan memiliki
ukuran yang tipis.

2. Metode
2.1 Alat dan Bahan
Benda cor yang dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah rumah pompa air rumah (d)
tangga dengan material besi cor kelabu. Beberapa Gambar 1. Desain pola dan sistem saluran (a) Desain A
bahan pengecoran yang digunakan antara lain sekrap (b) Desain B (c) Desain C (d) Pola dan system saluran
besi cor / baja, ferro silikon, karburiser dan pasir yang sudah dibuat dari styrofoam
silika. Pola dan sistem saluran dibuat dengan
menggunakan bahan styrofoam sebagaimana Ukuran penampang saluran turun dengan
ditunjukkan pada Gambar 1. diameter 25 mm pada bagian bawah dan 35 mm pada
bagian atas dengan ketinggian 150 mm. ukuran
penampang saluran terak sebesar 25 x 25 mm dan
ukuran penampang saluran masuk sebesar 25 x 10
mm. Styrofoam yang digunakan adalah styrofoam
dengan masa jenis 8 kg/m3.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanur induksi sebagai tempat peleburan, alat
ukur karbon ekuivalen, termokopel untuk mengukur
suhu cairan, timbangan digital dengan interval 5-
8000 gr, kotak cetakan, mesin penggetar dan stop
watch/ alat pengukur waktu.

2.2 Prosedur Penelitian


Pola dan sistem saluran dimasukkan pada kotak
(a) yang telah diberi alas berupa pasir silika setebal 60
mm agar cairan tidak menembus dinding bawah
kotak cetakan. Pola selanjutnya ditimbun dengan
pasir silika tanpa menggunakan bahan pengikat pasir
dan digetarkan pada mesin penggetar dengan
frekuensi 23 Hz dan amplitude 1 mm selama 120
detik seperti tampak pada Gambar 2. Penggetaran
dilakukan untuk memadatkan pasir cetak sehingga
saat cairan dituang mampu menahan pola agar tidak
leluasa bergerak.

(b)

(c) Gambar 2. Pola digetarkan pada mesin vibrator

350 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Peleburan besi cor dengan menggunakan tungku ρ actual = ρ fluida x (W udara) / (W udara – W fluida) (1)
induksi. Penuangan dilakukan pada suhu sekitar
1400 oC setelah dilakukan pengecekan karbon dimana:
ekuivalennya dengan alat CE meter Heraeus elektro ρ actual : masa jenis actual benda (g/cm3)
nite ML QC/EL. Penuangan dilakukan secara ρ fluida : masa jenis fluida yang dipakai (g/cm3)
manual pada 6 cetakan untuk setiap satu jenis desain W udara : berat benda di udara (gr)
sistem saluran seperti tampak pada Gambar 3. Cairan W fluida : berat benda di dalam fluida (gr)
logam akan membakar pola/ styrofoam dan akan
masuk ke dalam pasir sesuai dengan bentuk pola Berdasarkan Persamaan 1, masa jenis aktual yang
yang dibuat. Pola yang digunakan tidak dilakukan semakin besar menunjukkan porositas yang ada di
perlakuan pelapisan sehingga memang ada dalam benda tersebut semakin kecil. Nilai porositas
kemungkinan pasir masuk ke dalam cairan dan secara kuantitatif dapat dihitung dengan Persamaan 2
terpendam di dalam benda cor. di bawah ini.

Porositas (%) = (1- (ρ actual/ ρ teori))x 100% (2)

dimana:
ρ teori : masa jenis teori benda (g/cm3)

Selain berdasarkan hasil eksperimen, data tentang


porositas juga diperoleh dengan simulasi pengecoran
logam menggunakan software Solid Cast. Porositas
diamati dengan kemungkinan terjadinya pembekuan
terakhir pada benda yang dapat menyebabkan void/
lubang udara di dalam benda dan dinilai sebagai
cacat pori-pori. Simulasi hanya mempertimbangkan
proses pendinginan cairan logam dan tidak
memasukkan variabel penguapan styrofoam ataupun
Gambar 3. Penuangan cairan pada cetakan udara yang terjebak di dalam cairan.

Hasil pengecoran dibongkar dengan cukup mengait


benda cor tanpa harus menumpahkan pasir cetaknya. 2.2 Metode Analisis Data
Hasil benda cor dari 18 cetakan ditunjukkan pada Analisa data dilakukan dengan membandingkan
Gambar 4. Benda hasil pengecoran selanjutnya nilai masa jenis aktual benda cor yang diperoleh
dilakukan pengukuran porositasnya. dengan menghitung nilai rata-rata dari enam
spesimen. Nilai masa jenis actual terbesar
menunjukkan tingkat porositas yang paling kecil.
Hal ini menunjukkan banyaknya pori-pori udara di
dalam benda cor lebih sedikit.
Analisa juga dilakukan perbandingan antara
hasil eksperimen dengan hasil simulasi untuk tiga
desain sistem saluran tersebut. Perbedaan atau
kesamaan hasil yang terjadi menjadi bahan diskusi
dalam penelitian ini.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian dimulai dengan mengukur
karbon ekuivalen cairan logam. Nilai karbon
ekuivalen yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar
Gambar 4. Hasil benda cor setelah dibongkar
5. Berdasarkan nilai karbon dan silicon yang
diperoleh, karbon ekuivalen cairan logam ini adalah
sebesar 3,8. Hal ini menunjukkan benda cor ini
2.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengukuran porositas menggunakan termasuk jenis FC 30.
prinsip Archimedes. Prinsip ini menjelaskan bahwa
benda yang terendam di dalam cairan akan mendapat
gaya ke atas sebesar cairan yang dipindahkan.
Berdasarkan hal ini maka masa jenis aktual benda
dapat dihitung dengan Persamaan 1.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 351


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

Porositas untuk lay out tipe C adalah yang


terendah. Lay out tipe C menempatkan pasir pada
bagian lubang impeller terletak di sebelah bawah
pola. Sementara lay out tipe A dab B terletak di
sebelah atas pola. Hal ini memungkinkan pasir di
atas pola jatuh ketika cairan masuk dan
menyebabkan turbulensi sehingga udara terjebak di
dalam cairan yang menyebabkan rongga udara
sebagai bentuk cacat.
Sebagai pembanding, desain lay out juga dilakukan
dengan simulasi menggunakan software Solid Cast.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter
Gambar 5. Hasil pengukuran kandungan karbon dan yang sama baik dalam jumlah mesh, waktu tuang,
silicon pada cairan parameter densitas pengukuran hasil. Hasil
pembekuan dari ketiga desain tersebut ditunjukkan
Pengukuran porositas dimulai dengan pada Gambar 8 dan 9.
menimbang berat benda di dalam air dan di udara. Berdasarkan data hasil simulasi, gambar
Berdasarkan hasil pengukuran, massa jenis actual berwarna cerah pada benda cor menunjukkan tempat
untuk desain lay out A, B dan C berturut-turut yang terakhir kali membeku dan paling berpotensi
sebesar 6,86; 7,02; 7,11 kg/ cm3 seperti ditunjukkan menimbulkan cacat rongga udara di dalam benda
pada Gambar 6. cor. Desain lay out A, B dan C masing-masing masih
menyisakan tempat yang mungkin terjadi cacat
rongga cor. Ditinjau dari jumlah rongga yang
mungkin terjadi maka desain A kemungkinan
mengandung cacat rongga udara. Hal ini tentu sangat
berbeda dengan hasil eksperimen yang menunjukkan
bahwa desain lay out system saluran A justru
menghasilkan porositas terbesar. Hal ini mungkin
saja terjadi mengingat simulasi dilakukan dengan
kondisi yang tidak memperdulikan pasir cetak,
styrofoam yang terbakar dan lainnya. Berdasarkan
hal ini pembahasan yang lebih rinci dalam
menganalisa proses terbentuknya cacat rongga udara
dalam pengecoran lost foam masih memerlukan
Gambar 6. Massa jenis aktual untuk tiap desain lay out penelitian lebih khusus.
sistem saluran

Massa jenis aktual paling tinggi adalah pada


desain lay out jenis C. Prosentase porositas diperoleh
dengan mengasumsikan massa jenis teori dari besi
cor kelabu sebesar 7,4 kg/ cm3. Berdasarkan hal ini,
Porositas benda cor untuk lay out tipe A, B dan C
berturut-turut sebesar 7,3 ; 5,1; dan 3,9 %.

(a)

Gambar 7. Porositas untuk tiap desain lay out system


saluran

352 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

5. Ucapan Terima Kasih


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
memberikan dukungan dana melalui program Hibah
Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi
(Pekerti) tahun 2014.

6. Daftar Pustaka
Ammar, H.R., Samuel, A.M., Samuel, F.H. (2008).
Porosity and the fatigue behavior of hypoeutectic
and hypereutectic aluminum–silicon casting
alloys, International Journal of Fatigue 30:
p.1024–1035
ASM Handbook. (2008). Properties and selection:
irons, steels, and high performance alloys vol. 1.
(b) Boileau, J.M, Allison, J.E. (2001). The effect of
Gambar 8. Hasil simulasi pendinginan desain lay out (a) porosity size on the fatigue properties in a cast
desain A (b) desain B
319 aluminum alloy. SAE Trans, 110: p.648–59.
Bradley, W.L, Srinivasan, M.N. (1990). Fracture
and fracture toughness of cast irons. Int Mater
Rev 35(3): p.129.
Brown, J.R.. (2000). Foseco ferrous Foundryman’s
handbook.
Campbell, J. (1991). Castings. London. Butterworth-
Heinemann.
Campbell, J., (1998). The ten castings rules
guidelines for the reliable production of reliable
castings: a draft process specification. In:
Materials Solutions Conference on Aluminum
Casting Technology, Chicago, p. 3–19..
Caulk, D.A. (2006). A foam engulfment model for
lost foam casting of aluminum. Int J Heat Mass
Trans 49: p.2124–2136.
Chakherlou, T.N., Mahdinia, Y.V., A. Akbari.
(2011). Influence of lustrous carbon defects on
the fatigue life of ductile iron castings using lost
foam process, Materials and Design, 32: p. 162–
169
Fuoco R, Correa ER (2003) The effect of gating
Gambar 9. Hasil simulasi pendinginan desain lay out system design on the quality of aluminum gravity
desain C casting. Proceedings from the AFS, International
conference on Structure Aluminum Casting,
Orlando, p. 205–224
4. Kesimpulan Grube, K., and Eastwood, L.W. (1950) Trans. AFS,
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan 58: p. 76–107.
bahwa desain lay out sistem saluran sangat Grube, K., Kura, J.G., and Jackson, J.H. (1952).
mempengaruhi kualitas benda cor dalam hal ini Trans. AFS, 1952, 60,p:. 125–36.
adalah rumah pompa air. Berdasarkan data Gruzleski, J.E, Closset, B.M. (1990). The treatment
eksperimen, desain lay out C memiliki nilai porositas of liquid aluminum silicon alloys. Des Plaines,
terendah dengan mengambil 6 sampel produk. IL, USA: American Foundrymen’s Society, Inc.
Perbedaan hasil dengan simulasi mungkin Ha, J., Schuhmann, R., Alguine, V., Cleary, P., and
dikarenakan faktor-faktor yang belum termasuk Nguyen, T. (2000). Real-time X-ray imaging and
dalam parameter simulasi misalnya pasir yang tidak numerical simulation of die filling in gravity die
terikat, dekomposisi pola styrofoam dan inklusi pasir casting. In: Modeling of Casting, Welding and
dalam benda cor. Penelitian lebih lanjut diperlukan Advanced Solidification Processes (MCWASP
untuk memperbaiki parameter yang harus IX), Aachen, Germany, p. 311–318.
dimasukkan dalam proses simulasi pengecoran Huang, W. G. , Fang, H. S., Zheng, Y. K. (1997).
menggunakan pola styrofoam. Effect of Silicon Content on the Microstructure

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 353


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

and Properties in Mn B Air Cooled BainiticStee1.


[J]. Trans Met Heat Treat , 18 ( 1 ) : 8 ( i n
Chinese).
Huneau, B., Mendez, J., (2003). Fatigue Behavior of
a High Strength Steel in Vacuum, in Air and in 3.
5% NaCl Solution Under Cathodic Protection
[J]. Materials Science and Engineering, 345A:
14.
Johnson, W.H., and W.O. Baker, W.O., (1948).
Trans. AFS, 56: p. 389–397.
Kim, J.M, Kwon, H.W, Kim, D.G, Loper, Jr C.R.
(1997). Porosity formation in relation to the
feeding behavior of Al–Si alloys. AFS Trans 105:
p.825–831.
Richins, D.S., and Wetmore, W.O. (1951). AFS,
Symposium on Principles of Gating, Buffalo,
NY, p. 1–24.
Runyoro, J., Boutorabi, S.M.A., Campbell, J.,
(1992). Critical gate velocities for film-forming
castings alloy: a basis for process specification.
Trans. AFS, p.225–234
Sigworth, G.K., Wang, C., Huang, H., Berry, T.
(1994). Porosity formation in modified and
unmodified Al–Si alloy castings. AFS Trans 102:
p245–260.
Zhao, Q, Gustafson, T.W, , M, Flemings, M.C.
(2004). Folds formation and prevention in the
lost foam aluminum process. AFS Trans, 112:
p.1145–59.

354 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Preheater Terhadap


Kinerja Mesin Refrigerasi Pada Mobil Dengan Menggunakan
Refrigerant MUSICool MC 134

Yohanes Kuntjoro1, Suhanan2

Mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana


Jurusan Teknik Mesin dan Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
yohaneskuntjoro@yahoo.co.id

Abstrak
Sampai saat ini sistem refrigerasi pada kabin mobil masih banyak menggunakan refrigerant R134a yang
memiliki potensi dapat menyebabkan efek pemanasan global. Terkait dengan efek pemanasan global maka
adanya kebijakan global yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sebagai dasar regulasi di dalam
negeri mengenai penghapusan bahan kelompok Chlorofluorocarbon (CFC) dan membatasi penggunaan bahan
yang berpotensi menimbulkan pemanasan global, maka teknologi ramah lingkungan mulai dikembangkan
sebagai pengganti alternatif. Solusi alternatif pengganti R 134a adalah refrigerant MUSICool MC 134 sebagai
senyawa hidrokarbon yang memilki sifat ramah lingkungan produksi PERTAMINA. Dalam penelitian ini
sistem refrigerasi kompresi uap menggunakan refrigerant MUSICool MC 134 dengan penambahan preheater
yang berfungsi sebagai subcooling dan superheating yaitu bertujuan penurunan temperatur refrigerant
sebelum diekspansi dan kenaikan temperatur sebelum masuk kompresor untuk dikompresikan. Model
preheater adalah shell and tube dengan ukuran relatif kecil. Bahan pipa dari tembaga dengan dimensi pipa ¼
inc , thicknes 0,3 mm, dan panjang 200 mm, jumlah pipa 4 buah sedangkan shell terbuat dari bahan galvanis
ukuran standar OD ¾ inc, thickness 1 mm dan panjang 25 mm. Pengujian dengan mengatur putaran mesin
1000 rpm dan 1500 rpm sebagai variable bebas. Parameter yang diamati adalah tekanan dan temperatur
dalam waktu setiap 10 menit yang terjadi selama mesin beroperasi. Pertukaran kalor pada preheater tersebut
menghasilkan kenaikan suhu refrigerant sebelum masuk kompresor 11 oC dan suhu refrigerant sebelum
diekspansi mengalami penurunan 4 oC. Sistem refrigerasi ini bekerja pada rasio tekanan yang cenderung
konstan sehingga mengakibatkan peningkatan Efek Refrigerasi ratat-rata 20,3 % pada variasi putaran dan
beban. Sistem refrigerasi dengan menggunakan preheater dapat menghasilkan efek pendinginan yang lebih
baik dari pada tanpa preheater didukung dengan penggunaan refrigerant MC 134 penghematan energi yang
lebih besar sehingga dapat diaplikasikan pada sistem refrigerasi yang lain.

Kata Kunci: Heat Exchanger, Refrigerant,, MC 134

1. Pendahuluan refrigerant komersial yang dapat dipakai kecuali


Saat ini pemakaian refrigerant jenis sintetik refrigerant alami atau natural.
yang terdiri dari kelompok CFC Adanya kebijakan global yang telah diratifikasi
(chlorofluorocarbon), HCFC (hydrochloro oleh pemerintah Indonesia sebagai dasar regulasi di
fluorocarbon), dan HFC (hydrofluorocarbon) telah dalam negeri terkait penghapusan bahan kelompok
memberikan pengaruh terhadap pencemaran Chlorofluorocarbon (CFC) dan membatasi
lingkungan atmosfer bumi yakni berupa penipisan penggunaan bahan yang berpotensi menimbulkan
lapisan ozon dan peningkatan pemanasan global. pemanasan global, maka teknologi ramah
Pengkondisian udara yang nyaman dan ramah lingkungan mulai dikembangkan sebagai pengganti
lingkungan serta penghematan energi pada alternatif. Salah satu alternatif yang berkembang
kendaraan yang mempergunakan Air Conditioning saat ini adalah kembalinya memperhitungkan
menjadikan sebuah tuntutan saat ini. penggunaan hidrokarbon sebagai refrigerant yang
Protocol montreal merupakan perjanjian ramah lingkungan untuk menggantikan refrigerant
internasional untuk mengatur dan melarang sintetik.
penggunaan zat-zat perusak ozon, sedangkan Dadang Edy Kurniawan., Mega Nur Sasongko
protocol Kyoto adalah sebuah persetujuan untuk (2013) dalam penelitiannya “ Pengaruh Penambahan
mengatur dan mengurangi gas-gas penyebab Subcooling terhadap Unjuk Kerja Mesin Pendingin
terjadinya efek rumah kaca yang ditenggarai Dengan Refrigerant Musicool MC 22 “ Dalam
menimbulkan pemanasan global (GWP). Apabila pengujiannya dilakukan dengan mengatur laju alir
kedua protocol tersebut dilaksanakan secara massa udara 0.0654; 0.075; 0.085; 0.094; 0.103
bersama-sama maka secara umum tidak ada [kg/s] dan tingkat subcooling 6; 7; 8 [°C] serta beban

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 355


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

heater dan boiler sebesar 2 (kW). Analisa dari hasil besarnya ditentukan oleh peneliti dan harganya
pengujian didapatkan bahwa semakin besar tingkat dapat diubah-ubah dengan metode
subcooling menyebabkan temperatur refrigerant tertentu untuk mendapatkan nilai variabel terikat
masuk evaporator semakin kecil, mengakibatkan dari obyek penelitian, sehingga dapat diperoleh
nilai dari Δh (perubahan entalpi) akan semakin besar hubungan antara keduanya. Variabel bebas dalam
pula sehingga meningkatkan nilai unjuk kerja dari penelitian ini adalah variasi putaran mesin dan
instalasi AC sedangkan pada penggunaan refrigerant waktu proses serta penambahan preheater dan tanpa
hidrokarbon menunjukkan penggunaan yang lebih penambahan preheater. Adapun assumsi beban
irit dan meningkatkan unjuk kerja AC dari pada pendinginan adalah konstan pada temperatur
refrigerant halokarbon. lingkungan..
Jaka Nugraha., Mega Nur Sasongko.,(2013) Variabel terikat adalah variabel yang nilainya
“Pengaruh Variasi Tingkat Superheating Terhadap Unjuk tergantung dari variabel bebas dan diketahui setelah
Kerja Mesin Pendingin Dengan Refrigerant Musicool ( penelitian dilakukan. Variabel terikat yang diamati
MC22) “ Universitas Brawijaya, dalam penelitiannya dalam penelitian ini adalah:
menyimpulkan Penambahan tingkat superheating 1. Kapasitas Pendinginan
dengan massa alir udara yang semakin besar 2. Daya Kompresi
mempengaruhi unjuk kerja dari mesin pendingin. 3. COP ( Coefficient of Performance )
Hal ini dikarenakan dengan semakin besar tingkat Variabel terkontrol adalah variabel yang telah
superheating dengan massa alir udara maka ditentukan nilainya sebelum penelitian. Dalam
kapasitas pendinginan semakin besar, penelitian ini varibel terkontrolnya adalah putaran
mengakibatkan temperatur refrigerant keluar blower, laju aliran massa refrigerant dan udara
evaporator semakin besar sehingga unjuk kerja dari lingkungan sekitar diasumsikan memiliki
mesin pendingin meningkat. kelembaban dan temperatur konstan.
Salah satu solusi untuk mencapai Pengujian dengan mengatur putaran mesin
pengkondisian udara yang ramah lingkungan dan 1000 rpm dan 1500 rpm sebagai variable bebas.
hemat energi pada kendaraan yang menggunakan Parameter yang diamati adalah tekanan, temperatur,
Air Conditioning yaitu menggantikan refrigerant dan waktu pendinginan yang terjadi selama mesin
sintetik dengan refrigerant hidrokarbon. Salah satu beroperasi. Pengambilan data temperatur dan
refrigerant hidrokarbon adalah Musicool yaitu tekanan dengan asumsi peralatan refrigerasi sudah
refrigerant berbahan dasar hidrokarbon alam dalam kondisi steady. Data temperatur dan tekanan
produksi PERTAMINA memiliki harga indeks ODP setiap waktu pendinginan selama 10 menit.
= 0 dan harga indeks GWP = 3, sehingga memiliki Pengambilan data pertama tanpa menggunakan
sifat ramah terhadap lingkungan. Selain itu secara preheater dan pengambilan data kedua
teknis refrigerant Musicool MC 134 ini memiliki menggunakan preheater, selengkapnya instrumen
sifat “drop in substitute” (dapat menggantikan penelitian dapat dilihat setelah gambar diagram alir
langsung refrigerant sintetik tanpa diperlukan percobaan.
adanya penggantian komponen pada unit mesin AC- Dalam percobaan ini memperbandingan sistem
nya). refrigerasi Musicool MC 134 siklus standard dan
Modifikasi sistem refrigerasi MUSICool MC sistem refrigerasi Musicool MC 134 siklus
134 dengan penambahan Heat Exchanger sebagai modifikasi penambahan preheater pada putaran
salah satu solusi alternatif pengganti sistem mesin 1000 rpm dan 1500 rpm terhadap perubahan
refrigerasi menggunakan refrigerant R 134a yang Efek Refrigerasi dan COP ( Coefficient of
bekerja pada rasio tekanan (perbandingan tekanan Performance ). Penting diperhatikan pemasangan
dorong dengan tekanan hisap kompresor) yang lebih alat karena MC 134 bagaimanapun juga masih
kecil dari rasio tekanan refrigerant R 134a, dan bersifat flammable, sehingga harus dijauhkan dari
memiliki karakteristik termodinamika yang baik api. Pada diagram alir percobaan menjelaskan kajian
mengakibatkan kecilnya kerja kompresor yang emperik dari awal sampai selesai percobaan dengan
diperlukan sehingga menghemat konsumsi energi. prosedur dan standard kerja yang baik ( safety first ).
Pengkondisian udara dalam ruang kabin mobil
dan hemat energi memiliki peran penting dalam
kenyamanan penumpang. Dengan menggunakan
refrigerant Musicool berarti kita turut serta berperan
dalam menjaga kelestarian alam dan hemat energi.
2. Metode
Kegiatan penelitian dilaksanakan di gedung
laboratorium terpadu Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Magelang. Metode percobaan
menggunakan beberapa variable bebas dab variable
terikat. Variabel bebas adalah variabel yang

356 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Mulai
P

Persiapan
( Studi literature, Survei Bahan) 3 2

Desain Alat dan 4 1


Kalibrasi

h
Instal Peralatan dan
Pengujian Alat Gambar 3. Diagram P-h ( Tekanan – Entalpi ) Sistem
Kompresi Uap Standard
Proses :
1-2 : Proses kompresi
Alat 2-3 : Proses kondensasi
Berfungsi 3-4 : Proses ekspansi
Dengan Baik 1-4 : Proses evaporasi
TIDAK

Kondensor
YA
Percobaan dan Pengambilan
Data Preheater
Kompresor

Analisa Data
Katub Ekspansi

Kesimpulan Evaporator

Gambar 4. Sistem Refrigerasi Menggunakan


Selesai Preheater

Gambar 1. Diagram Alir Percobaan


P
Peralatan yang dipergunakan adalah :
1. Kompresor
3’ 3 2 2’
2. Kondensor
P2
3. Katub Ekspansi
4. Evaporator
5. Blower
4’ 4 1
6. Preheater
P1’ 1’
7. Pressure Gauge
8. Temperature Gauge
9. Scanner ( Pengatur Putaran Mesin )
10. Flow Meter Liquid dan Gas
h
11. Anemometer dan Higrometer
Gambar 5. Diagram P-h ( Tekanan – Entalpi )
Sistem Refrigerasi Dengan Proses
Subcooling dan Superheating
2.1 Siklus Refrigerasi Proses :
3-3’ : Proses subcooling
1-1’ : Proses superheating
Kondensor
Subcooling
Katub Kompresor
Ekspansi Subcooling adalah proses penurunan suhu
refrigerant setelah melalui titik saturated liquid,
Evaporator dimana kondisi refrigerant cair lebih dingin dari
Gambar 2. Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Standard suhu refrigerant di akhir kondensor. Subcooling
diperlukan untuk menjaga dari mendidihnya
refrigerant oleh karena perubahan dari cair ke fase

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 357


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

gas dan wujud refrigerant disebut subcooled liquid.


Besarnya pendinginan lanjut yang terjadi di dimana:
kondenser ini dihitung dengan cara mengurangi W = kerja kompresi (kJ/s)
temperatur yang terukur di akhir kondensor ṁ = massa alir refrigerant (kg/s)
temperatur refrigerant sebelum masuk ke katub h2 = entalpi setelah kompresi (kJ/kg)
ekspansi. Subcooling merupakan salah satu h1 = entalpi sebelum kompresi (kJ/kg)
modifikasi mesin pendingin yang bertujuan untuk
mendapatkan nilai COP yang lebih tinggi dari pada Koefisien Prestasi (COP)
tanpa menggunakan subcooling. Subcooling juga
Istilah prestasi di dalam siklus refrigerasi
meningkatkan efisiensi sistem karena terjadi
disebut dengan koefisien prestasi (KP) atau COP
penurunan temperatur setelah keluar kondensor
(Coefficient of Performance), yang dirumuskan pada
sehingga entalpi turun.
rumus 4 berikut:
Superheating ........................ ( 4 )
Superheating merupakan salah satu modifikasi
dengan:
siklus yang ada pada mesin pendingin, yaitu proses
h1 = entalpi sebelum kompresi (kJ/kg)
menaikkan suhu refrigerant setelah melalui titik
h2 = entalpi setelah kompresi (kJ/kg)
saturated vapour, dimana kondisi refrigerant uap
h3 = entalpi keluar kondensor (kJ/kg)
jenuh lebih panas dari suhu refrigerant di akhir
h4 = entalpi masuk evaporator (kJ/kg)
evaporator menjadi uap panas lanjut sebelum masuk
kompresor. Superheating diperlukan untuk
menghasilkan refrigerant dalam bentuk gas 2.2 Metode Penelitian
seluruhnya dan wujud refrigerant disebut saturated
vapour.
Besarnya pemanasan lanjut yang terjadi setelah
evaporator ini dihitung dengan cara mengurangi
temperatur yang terukur masuk kompresor dengan
temperatur refrigerant keluar evaporator.
Superheating merupakan salah satu modifikasi
mesin pendingin yang bertujuan meningkatkan efek
refrigerasi.

Efek Refrigerasi
Efek refrigerasi adalah banyaknya kalor yang
diserap oleh evaporator setiap satuan massa
refrigerant untuk menghasilkan efek pendinginan.
Besar efek refrigerasi adalah: Gambar 6. Pengambilan Data Pengujian
.......................................... (1 )
dimana: 1. Kompresor
qe = efek refrigerasi (kJ/kg) 2. Kondensor
h1 = entalpi setelah evaporator (kJ/kg) 3. Preheater
h4 = entalpi sebelum evaporator (kJ/kg) 4. Katub Expansi
kualitas uap pada titik 4 dapat dihitung dengan 5. Blower
persamaan sebagai berikut : 6. Evaporator
Dimana :
........................................ (2 ) P1 : Tekanan Refrigerant Masuk Kompresor
hfg = hg - hf P2 : Tekanan Refrigerant Keluar Kompresor
hf4 = Entalpi spesifik cairan uap jenuh P3 : Tekanan Refrigerant Keluar Kondensor
(kJ/kg) P4 : Tekanan Refrigerant Masuk Katub Expansi
hfg4 = Entalpi spesifik campuran cairan dan uap P5 : Tekanan Refrigerant Keluar Katub Expansi
(kJ/kg) P6 : Tekanan Refrigerant Keluar Evaporator
hg = Entalpi spesifik uap jenuh
(kJ/kg) T1 : Temperatur Refrigerant Masuk Kompresor
Kerja kompresi T2 : Temperatur Refrigerant Keluar Kompresor
Kerja kompresi adalah banyaknya kalor yang T3 : Temperatur Refrigerant Keluar Kondensor
dikompresikan kompresor setiap satuan massa T4 : Temperatur Refrigerant Keluar Preheater
refrigerant. Besar kerja kompresi adalah: T5 : Temperatur Refrigerant Masuk Evaporator
T6 : Temperatur Refrigerant Keluar Evaporator
(kJ/s) ................... ( 3 ) T7 (3)
: Temperatur Udara Masuk Evaporator
T8 : Temperatur Udara Keluar Evaporator

358 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Ρ = Densitas ( kg/m3 )
Aliran Laminer bila Re < 2300
Aliran Turbulen bila Re > 2300

Bilangan Nusselt adalah bilangan yang


menghubungkan antara bilangan Reynold dan
Angka Prandtl
hD 0 ,8
Gambar 7. Dimensi Preheater
Nux =  0,023 Re x Pr n ..... ( 11 )
k
dimana
Rumus dasar perpindahan kalor pada Preheater
n = 0,4 untuk pemanas
n = 0,3 untuk pendingin
Q = ṁ.Cp. ∆t ………………………… ( 5 )
h = Koefisien Perpindahan Panas
dimana : D = Diameter Hidrolis Pipa
Q = Jumlah kalor yang dipindahkan (kW) k = Konduktifitas Termal Bahan
ṁ = Laju Aliran Massa ( kg/det )
Cp = Kalor Jenis pada tekanan tetap Tabel 1 : Data sifat Fisika dan Termodinamika Refrigerant
(kJ/kg.K ) Musicool ( R&D Pertamina )
∆t = Beda Temperatur Masuk dan Keluar (
K)

Q = Uo . A. LMTD ( kJ ) …………...……. ( 6 )
Dimana,
Uo = Koefisien perpindahan panas
menyeluruh ( kJ/m2.K )
A = Luas permukaan perpindahan panas (
m2 )
LMTD = Beda temperatur rata-rata logaritmik (
K)
Tabel 2. Thermodynamic Properties of Saturated
(Thi  Tco)  (Tho  Tci ) Musicool MC 134( R&D Pertamina )
LMTD = .... ( 7 )
(Thi  Tco)
ln
(Tho  Tci )
Dimana,
( kg/s ) ........................ ( 8 )
........................ ( 9 )

= Volume Flow Rate ( m3/s )


ρ = Densitas ( kg/m3 )
A = Luas Penampang Aliran ( m2 )
V = Kecepatan Aliran ( m/s )
Bilangan Reynold oleh Churchill (1977) dapat
ditentukan sebagai berikut :
VD 4m
Re =  ……….….. ( 10 )
  D

Dimana,
U = Kecepatan aliran ( m/s )
υ = Viskositas kinematis ( m2/s )
=µ/ρ
μ = Viskositas Dinamik ( kg/m.s )
m = Laju aliran massa ( kg/s )
D = Diameter saluran ( m ) Gambar 8. P-h Diagram Musicool MC 134
( R&D Pertamina )

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 359


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

3. Hasil dan Pembahasan Dari P-h diagram dapat dilakukan perhitungan


Pengambilan data dilakukan setiap 10 menit kerja kompresor, efek refrigerasi dan COP yang
setelah kondisi proses pengoperasian diasumsikan dihasilkan pada putaran 1000 rpm dan 1500 rpm
steady dengan beban temperatur lingkungan yang dengan laju aliran massa 0,027 kg/s.
dianggap konstan, yaitu sebesar 28 oC. Parameter Contoh Perhitungan COP pada putaran 1000 rpm
yang diukur adalah temperatur dan tekanan saat dengan laju aliran massa 0,027 kg/s dan beban 750
menggunakan preheater dan tidak menggunakan watt:
preheater pada putaran 1000 rpm dan 1500 rpm
dengan variasi beban refrigerasi. Tanpa Preheater :
Kerja Kompresor :
Tabel 3. Temperatur Refrigerant , Udara dan Tekanan Wkomp = ṁ.( h2 – h1 ), dimana
Refrigerant pada Putaran Mesin 1000 rpm dan Laju ṁ. = 0,027 kg/s
Aliran Massa Refrigerant 0,027 kg/s h2 = 642 kJ/kg.
h1 = 575 kJ/kg
sehingga,
Wkomp = 0,027 (kg/s) ( 642-575) (kJ/Kg)
= 1,809 kJ/s
Efek Refrigerasi :
E.R = ṁ.( h1 – h4 ),dimana
h4 = 309 kJ/kg
sehingga,
E.R = 0,027 ( kg/s) ( 575-309 ) (kJ/kg)
= 7,182 kJ/s
COP = E.R/Wkomp
= 7,182 / 1,809
= 3,97

Dengan Preheater :
Kerja Kompresor :
Wkomp = ṁ.( h2 – h1 ), dimana
ṁ = 0,027 kg/s
h1 = 605 kJ/kg
h2 = 658 kJ/kg
sehingga,
Wkomp = 0,027 (kg/s) ( 658-605) (kJ/Kg)
Tabel 4. Temperatur Refrigerant , Udara dan Tekanan = 1,431 kJ/s
Refrigerant pada Putaran Mesin 1500 rpm dan Laju
Aliran Massa Refrigerant 0,027 kg/s Efek Refrigerasi :
E.R = ṁ.( h1 – h4 ), dimana
H4 = 300 kJ/kg
Sehingga,
E.R = 0,027 ( kg/s ) ( 605-300 ) (kJ/kg)
= 7,182 kJ/s

Maka,
COP = E.R/Wkomp
= 7,182 / 1,431
= 5,75

Perhitungan COP dengan laju aliran massa 0,027


kg/s putaran 1500 rpm dan beban 750 watt :
Tanpa Preheater :
Kerja Kompresor :
Wkomp = ṁ.( h2 – h1 ) dimana,
ṁ = 0,027 kg/s
h1 = 570 kJ/kg
h2 = 642 kJ/kg
sehingga,
Wkomp = 0,027 (kg/s) ( 642-570) (kJ/Kg)
= 1,944 kJ/s

360 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Efek Refrigerasi : Tabel 6. Hasil Perhitungan Efek Refrigerasi, Kerja


E.R = ṁ.( h1 – h4 ) dimana, Kompresor dan COP pada putaran 1500 rpm dengan laju
H4 = 320 kJ/kg aliran massa 0,027 kg/s
= 0,027 ( kg/det) ( 570-320 ) (kJ/kg)
Beban E.R W komp
= 6,75 kJ/s Keterangan COP
(watt) (kJ/s) (kJ/s)
Maka,
COP = E.R/Wkomp Tanpa H.E 6,75 1,94 3,47
750
= 6,75 / 1,944 Dengan H.E 7,668 1,755 4,369
= 3,47
Tanpa H.E 6,912 1,782 3,88
800
Dengan Preheater : Dengan H.E 8,073 1,512 5,33
Kerja Kompresor : Tanpa H.E 6,561 2,106 3,11
Wkomp = ṁ.( h2 – h1 ) dimana, 1000
ṁ = 0,027 kg/s Dengan H.E 8,316 1,296 6,42
h1 = 655 kJ/kg Tanpa H.E 6,669 2,106 3,167
h2 = 590 kJ/kg 1200
Dengan H.E 8,424 1,296 6,5
sehingga,
Wkomp = 0,027 (kg/s) ( 655-590 ) (kJ/Kg)
= 1,755 kJ/s
Efek Refrigerasi : 3.1 Grafik
E.R = ṁ.( h1 – h4 ) dimana, Dengan perhitungan secara matematis dapat
h4 = 306 kJ/kg dihasilkan perbadingan menggunakan preheater dan
= 0,027 ( kg/det) ( 590-306 ) (kJ/kg) tanpa preheater dengan menghitung perpindahan
= 7,668 kJ/s kalor yang terjadi seperti ditunjukkan pada diatas,
maka, sehingga dapat dibuat grafik sebagai berikut :
COP = E.R/Wkomp
= 7,668 / 1,755
= 4,369
Berdasarkan data yang diperoleh maka dengan
melakukan perhitungan seperti diatas sehingga
hasil perhitungan Efek Refrigerasi, Kerja
Kompresor dan COP dapat ditabelkan sebagai
berikut :

Tabel 5. Hasil Perhitungan Efek Refrigerasi, Kerja


Kompresor dan COP pada putaran 1000 rpm dengan laju
aliran massa 0,027 kg/s
Gr
afik 1. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap Efek
Beban E.R W komp
Keterangan COP Refrigerasi Pada Putaran 1000 rpm
(watt) (kJ/s) (kJ/s)
Tanpa H.E 7,182 1,809 3,97
750
Dengan H.E 8,235 1,431 5,75
Tanpa H.E 7,128 1,89 3,77
800
Dengan H.E 8,019 1,647 4,868
Tanpa H.E 6,609 1,485 4,49
1000
Dengan H.E 8,073 1,593 5,07
Tanpa H.E 6,48 2,079 3,12
1200
Dengan H.E 8,532 1,269 6,72

Grafik 2. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap Efek


Refrigerasi Pada Putaran 1500 rpm

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 361


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

Grafik 6. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap COP


Pada Putaran 1500 rpm
Grafik 3. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap Kerja
Kompresor Pada Putaran 1000 rpm
Pada putaran 1000 rpm dengan variasi beban
menggunakan preheater efek refrigerasi mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 19,9 % dan COP
meningkat rata-rata 50,5 %. Kerja kompresor
dengan menggunakan preheater mengalami
penurunan rata-rata sebesar 18,2 %. Pada putaran
1500 rpm dengan menggunakan preheater dengan
variasi beban, efek refrigerasi mengalami kenaikan
sebesar 20,8 % dan COP naik 68,5 % sedangkan
pada kerja kompresor mengalami penurunan sebesar
25,4 %.

4. Kesimpulan dan Saran


Dengan menggunakan preheater memberikan
efek refrigerasi yang lebih baik daripada tidak
menggunkan preheater dan memiliki kecenderungan
meningkatkan seiring dengan naiknya putaran
Grafik 4. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap Kerja mesin. Pada beban yang semakin besar kerja
Kompresor Pada Putaran 1500 rpm
kompresor dengan menggunakan preheater makin
menurun. Dan sebaliknya bila tidak menggunakan
preheater kerja kompresor meningkat akibatnya
COP yang dihasilkan cenderung menurun seiring
dengan naiknya beban pendinginan dan putaran
mesin.. Dengan demikian sistem refrigerasi
kompresi uap dengan penambahan preheater
semakin meningkatkan penghematan energi cukup
baik.
Penelitian ini sangatlah jauh dari sempurna
maka penulis dapat memberikan saran antara lain
sebagai berikut :
1. Penelitian lanjutan perbandingan Musicool
dengan refrigerant sintetik dengan variasi beban
dan temperatur lingkungan pada variasi putaran
Grafik 5. Pengaruh Beban Pendinginan Terhadap COP
Pada Putaran 1000 rpm
mesin.
2. Penelitian lanjutan dengan pemanfaatan
temperatur radiator sebagai sumber kalor
superheating pada variasi beban dan putaran
mesin.

Daftar Pustaka
ACRIB, (2001) “Guidelines for the use of
Hydrocarbon Refrigerants in Static

362 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Refrigeration and Air Conditioning Systems “


Surrey: Air Conditioning and Refrigeration
Industry Board, UK.
ASHRAE Handbook, (2006), “ Refrigeration System
and Applications (SI)” AmericanSociety of
Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning
Engineer, Atlanta, Georgia.
Bateman, D.J.(1989) “ Replacement refrigerant for
automotive air conditioners”, Automobile
Engineering, 97(11), 33-36,
Cengel. Y.A., Boles, M., (1998), “Themodynamics
an enfineering approach”, Third Edition,
Mcgraw-Hill, International Edition.
Edy, Dadang K., Mega Nur Sasongko ( 2013) “
Pengaruh Penambahan Subcooling terhadap
Unjuk Kerja Mesin Pendingin Dengan
Refrigeran Musicool MC-22” Universitas
Brawijaya
F. Porges (2001) ”HVAC Engineer’s Hand
Book”.Eleven edition, MPG Books Ltd,
Bodmin, Cornwall
Jaka Nugraha., Mega Nur Sasongko.,(2013)
“Pengaruh Variasi Tingkat Superheating
Terhadap Unujk Kerja Mesin Pendingin
Dengan Refrigeran Musicool ( MC22) “
Universitas Brawijaya
Lee, M.Y.; Cho, C.W.; Lee, H.S.; Won, J.P. (2012) “
Performance characteristics of the electrical air
conditioning system for the zero emission
passenger vehicle “, Trans. KAIS 2012, 12,
5430–5437.
Tatang Hidayat,(2010) “Analisa Termodinamika
Bahan Refrigeran Hidrokarbon Terkait Hemat
Energi Listrik Pada Mesin Pendingin” Jurnal
Teknosain Volume VII, Nomor 3, Oktober 2010

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 363


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi a dan Informasi

364 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Examination of Existing Correlation for Wave Velocity in


Horizontal Annular Flow
Andriyanto Setyawan1, Indarto2, Deendarlianto2, Prasetyo3, Agus Suandi4
Department of Refrigeration and Air Conditioning Engineering, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 400121
andriyanto@polban.ac.id
Department of Mechanical Engineering, Gadjah Mada University, Yogyakarta 552812
Department of Mechanical Engineering, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 400123
Department of Mechanical Engineering, Universitas Bengkulu, Bengkulu 383714

Abstract
Annular flow is one of the most important flow regimes in two-phase flow and it is easily found in many
industrial applications. To study the characteristics of such flow, a deep examination of disturbance wave
velocity is necessary. In this paper, examination of the existing correlations concerning to the wave velocity
in horizontal annular flow has been carried out. Eight correlations were tested using experimental results in
16 mm and 26 mm pipes. A range of superficial liquid velocity of 0.05 m/s to 0.2 m/s and superficial gas
velocity of 12 m/s to 40 m/s were used. In addition, liquid with different surface tension and viscosity were
also employed in this experiment. The performance of wave velocity correlations in some cases are in a good
agreement with experimental data, especially for the experiment with air-water. However, if the liquid
viscosity and surface tension were changed, the correlations are no longer in accordance with the
experimental data. The large errors for both experiment with different liquid viscosity and surface tension are
attributed to the neglected effect of both liquid properties in these correlations.

Keywords: annular flow, wave velocity, surface tension, viscosity

1. Introduction In analyzing annular flow, one of the most important


parameter is disturbance wave velocity. This
As an important regime in two-phase flow, annular
parameter affects the characteristics and mechanism
flow has been investigated for years concerning to
of annular flow, especially in horizontal orientation.
its pressure drop, void fraction, liquid holdup, film
thickness, droplet entrainment, wave velocity, wave Based on his experiment using 25.2 mm and 95.3
frequency, and other wave parameters. For mm diameter pipes, Andritsos (1992) showed that
horizontal orientation, however, the investigation of the relative wave velocity (ratio of wave velocity to
annular flow is more complicated than that of the actual liquid velocity, C/UL) tends to unity if the
vertical flows (Rodriguez, 2009). The gravity effect gas flow rate increases. The actual liquid velocity is
creates asymmetry of circumferential film thickness defined as the ratio of superficial liquid velocity to
distribution over the pipe wall. In addition, the the liquid holdup, η.
droplet concentration is also influenced by gravity
effect. Consequently, the modeling of horizontal The correlation of Ousaka et al. (1992) related the
annular flow is less successful than that of vertical wave velocity as a function of superficial liquid
flow (Weidong, 1999). velocity and gas and liquid Reynolds numbers.
The effect of superficial velocity is, however,
In annular flow, two kinds of wave structure are compensated by the liquid Reynolds number.
found, disturbance waves and ripple waves. Paras et al. (1994) proposed a correlation for wave
Disturbance waves are responsible for transfer of velocity in terms of gas superficial gas velocity,
mass, momentum, and energy along the tube film thickness at the bottom, and pipe diameter.
(Sawant, 2008). With a higher amplitude and
relatively long-lived structures along the pipe The correlation of wave velocity, expressed merely
(Shedd, 2001), disturbance waves are also in terms of liquid and gas superficial velocities and
responsible for the entrainment of liquid droplets Reynolds numbers, has been proposed by Kumar et
into the gas core when high velocity gas flows and al. (2002). The correlation was obtained by equating
shears the wave. Ripple waves, with the low the friction factor at the gas-liquid interfacial. To
amplitude surface waves, create interfacial improve the performance of this correlation,
Mantilla (2008) involved the effect of liquid
roughness and, therefore, are responsible for the
viscosity in the correlation.
pressure drop. To investigate the effect of
disturbance waves on annular flow, the knowledge Correlation of wave velocity involving the
of wave velocity, frequency, and spacing are modified Reynolds number has been proposed by
required (Schubring and Shedd, 2008). Schubring and Shedd (2008). The effects of
surface tension and viscosity are, however, not

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 365


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

taken into account in this correlation.


Using the results of experiment in various pipe
inclinations, Al-Sarkhi et al. (2012) proposed a
correlation for wave velocity in term of modified
Lockhart-Martinelli parameter. This parameter is
modified as the ratio of liquid and gas Froude
number. To improve this correlation, Gawas et al.
(2014) used 9 different data banks and proposed a
correlation based on two different conditions Figure 1. Experimental rig.
depending on the value of the modified Lockhart-
Martinelli parameter.
To obtain the wave velocity, a cross-correlation
The paper is aimed to compare the existing function was employed. This tool calculates the
correlations for wave velocity in annular flows. delay time of wave that pass through the upstream
The correlations are tested using experimental and downstream sensors. Based on the delay time,
data using 16 mm and 26 mm pipes and liquids the wave velocity was calculated as the ratio of the
with different surface tension and viscosity. distance between the sensors and the delay time. The
resulted wave velocity was then compared with the
correlations from previous publications. The
2. Methodology difference between the experimental result and the
To analyze the existing correlations for wave correlations are expressed in the mean absolute error
velocity, a series of experiment were been conducted (MAE).
in Fluids Laboratory, Department of Mechanical
10
Engineering, Gadjah Mada University. The obtained BUBBLY
wave velocity from the experiment was then
compared with the existing correlations and
1 PLUG SLUG
analyzed.
The rig for the experimental purpose is given in
JL [m/s]

Figure 1. The rig consists of piping section, water 0.1


supply, air supply, test section, and visual
STRATIFIED
observation section. The piping was constructed ANNULAR
WAVY
from 26 mm and 16 mm transparent acrylic pipes to 0.01
facilitate visual observation. Before entering the test
and visualization sections, air and water were passed
through a mixer to guarantee the fully developed 0.001
0.1 1 JG [m/s] 10 100
annular flow in both sections.
The experiment use a range of superficial liquid
Figure 2. Experimental matrix.
velocity of 0.05 m/s to 0.2 m/s and superficial gas
velocity of 12 m/s to 40 m/s. In Mandhane map
(1974), most of the experimental runs are located in In the test section, the liquid holdup data were
the annular flow region (Figure 2). measured using constant-electric current method
(CECM) sensors developed by Fukano (1998).
In addition to air-water, liquids with different surface These sensors measure the holdup signal (that is the
tension and viscosity were also employed in this fraction of pipe cross sectional area occupied by
experiment. To vary the surface tension, water with liquid) based on the voltage drop caused by the
surface tension of 71 mN/m and 2% and 5% butanol change of the amount of each phase of fluid passing
solutions with surface tensions of 47 mN/m and 34 through the sensors. The visual observation was
mN/m were used. The liquid viscosity was varied carried out using high speed video camera to trace
using water, 30%-glycerin solution, and 50%- the dynamics of the fluid flows along the
glycerin solution. They give viscosity of 1.0 mPa.s, visualization section. Detail of the experimental rig
2.6 mPa.s, and 5.2 mPa.s, respectively. could be found in Setyawan et al. (2014).

3. Results and Discussion


Based on statistical analysis of waves in 25.2 and
95.3 mm pipes, Andritsos (1992) showed that
relative wave velocity trend to unity when the gas
velocity is high and increases with the increase in
liquid viscosity. The relative velocity is defined as

366 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

the ratio of wave velocity to the actual liquid Experiment on the measurement of film thickness
velocity, C/UL, and the actual liquid velocity is the and wave velocity in vertical duct has been reported
ratio of liquid superficial velocity to the liquid by Kumar et al. (2002). By calculating the interfacial
holdup, η. friction factor based on the gas and liquid velocity,
they proposed a model for predicting the wave
(1)
velocity. The interfacial velocity (or wave velocity)
is obtained by equating the friction factor at the
Ousaka et al. (1992) carried out an experiment in 26 interfacial
mm horizontal/near horizontal orientation using air-
(4)
water and correlated the wave velocity with
superficial liquid velocity and gas and liquid
Reynolds numbers as follows where
(2) (5)

In this correlation, the effect of liquid superficial CfiG and CfiL represent the friction coefficient at gas
velocity is compensated by the liquid Reynolds and liquid phase, respectively. If the gas-liquid
number and the gas superficial velocity significantly interface is fully rough as in the case of two-phase
affects the wave velocity. flow with disturbance waves, then Cfi is a function of
wave roughness and the ratio of friction coefficient
Comparison of experimental data with the
could be expressed in the ratio of Reynolds number
correlation of Ousaka et al. (1992) gives a mean
as shown in the following equation
absolute error (MAE) of about 12% for experiment
with water with a surface tension of 71 mN/m and (6)
viscosity of 1.0 mPa.s in 26 mm pipe. For 16 mm
pipe, the MAE is 24% (Figure 3).
The wave velocity can, therefore, be expressed
merely in terms of liquid and gas superficial
velocities and Reynolds numbers.
A comparison between this correlation and the
experimental data is given in Figure 4. Wave
velocity from equation (4) is normalized by liquid
superficial velocity and plotted against . The
MAEs for this correlation are 43% and 69% for
experiment with water in 26 mm and 16 mm pipes,
respectively. Experiment using S1 and S2 give
MAEs of 79% and 103%, respectively. Using V1
and V2, the correlation gives MAEs of 39% and
42.8%, respectively. In general, the correlation
underpredicts the normalized velocity for lower
Figure 3. Performance of wave velocity prediction by surface tension and overpredicts for higher viscosity.
Ousaka et al. (1992).
The difference between the prediction and the
experimental data increases as the liquid surface
tension decreases and viscosity increases.
This correlation has a fairly good prediction for
wave velocity in the case of experiment with air- To improve this correlation, Mantilla (2008)
water. However, when compared to experimental proposed a modification of ψ, in which the effect of
data with liquid surface tensions of 47 mN/m (S1) viscosity is taken into account,
and 34 mN/m (S2), the MAEs increase to 31% and
(7)
34%, respectively. Increasing liquid viscosity to 2.6
mPa.s (V1) and 5.2 mPa.s (V2) results in the MAEs where (L/W) is the viscosity ratio of liquid to that
of 90% and 250%, respectively. Therefore, this of water. The modification results in improvement of
correlation is not suitable for different surface errors to 24.8% and 18.3% for experiment with V1
tension and viscosity. and V2, respectively. The errors for experiment with
lower liquid surface tension are still large as the
Paras et al. (1994), using pipe diameters of 26 mm, effect of surface tension is not included in this
50 mm, and 95 mm, correlated the wave velocity correlation. The performance of the correlation is
with the gas superficial gas velocity, film thickness given in Figure 5.
at the bottom, h0, and pipe diameter, expressed as
(3)

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 367


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Figure 4. Performance of correlation for relative wave


velocity by Kumar et al. (2002)
Figure 6. Performance of correlation for wave velocity by
Schubring and Shedd (2008)

Experimental investigation on wave characteristics


with various pipe inclinations has been carried out
by Al-Sarkhi et al. (2012) using 76.2 mm ID pipe.
To predict the wave velocity, they proposed a
correlation between the normalized wave velocity
with the modified Lockhart-Martinelli parameter X*
or the Froude number ratio based on liquid and gas
superficial velocity. It is defined as
(10)
Figure 5. Performance of correlation for relative wave
velocity by Mantilla (2008)
where
and
Based on the experimental results using 8.8 mm,
15.1 mm, and 26.3 mm ID pipes, Schubring and
Shedd (2008) proposed a correlation of wave The idea of using X* in this analysis results in a
velocity involving the flow quality, x, and modified single parameter that accounts for the ratio of liquid
liquid Reynolds number, Relm, as follows and gas velocities and densities. For horizontal pipe,
(8) the proposed correlation is
The modified Reynolds number is expressed as (11)
(9)
This correlation gives MAEs of 47.8% and 55.2% if
where G is the mass flux and μL is liquid viscosity. it is compared to the experimental data with air-
In this correlation, the wave velocity is strongly water of 26 mm and 16 mm pipe, respectively. The
affected by gas superficial velocity, but is similar errors for experiment with different liquid
compensated by the modified liquid Reynolds viscosity are 45.3% and 40.2% for V1 and V2,
number. The flow quality is also considered as an respectively. The larger errors are resulted with the
important factor affecting the wave velocity. experimental data using reduced liquid surface
tension, with MAEs of 50.1% and 54.5% for
Figure 6 shows the performance of this correlation. experiment with S1 and S2, respectively. In general,
Compared to the experimental data, this correlation this correlation underpredicts the normalized wave
gives MAEs of 15% and 25% for experiment with velocity for all cases of experiment. The large errors
water in 26 mm and 16 mm pipes, respectively. for both experiment with different liquid viscosity
Smaller errors are obtained by experiment with V1 and surface tension are resulted from the neglected
and V2 that give MAEs of 12 and 10%, while effect of both liquid properties in this correlation.
experiment with S1 and S2 result in larger errors Performance of this correlation is shown in Figure 7.
with MAEs of 32% and 35%. Again, as the effect of
surface tension is not taken into consideration in this
correlation, larger errors are resulted.

368 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Figure 7. Performance of correlation for relative wave Figure 8. Performance of correlation for relative wave
velocity by Al-Sarkhi et al. (2012) velocity by Gawas et al. (2014)

To improve the model of Al-Sarkhi et al. (2012), Acknowledgement


Gawas et al. (2014) analyzed 9 different data series
The authors wish to thank Mr. Ade Indra Wijaya,
and proposed two different correlations for
Mr. Anam Bahrul, and Mr. Guntur Purnama, the
predicting the wave velocity, depending on the value
former student of the Department of Mechanical and
of X*, as follows
Industrial Engineering, Gadjah Mada University,
(12) Indonesia, for their helpful support during the
experiment in the Fluid Laboratory, Department of
Mechanical and Industrial Engineering, Gadjah
and Mada University. Financial support from the
(13) Directorate General of Higher Education, the
Ministry of Education and Culture of the Republic
of Indonesia is also gratefully acknowledged.
The performance of this correlation compared to the
experimental data is presented in Figure 8. Although
could slightly improve the error, as could be seen, Reference
this correlation still underpredicts the normalized
wave velocity in all experimental cases, with a total Al-Sarkhi, A., Sarica, C., Magrini, K. (2012).
MAE of 38.4%. Inclination effects on wave characteristics in
annular gas–liquid flows. AIChE J. 58, 1018–
1029.
4. Conclusion Andritsos, N. (1992). Statistical analysis of waves in
An examination and analysis of the existing horizontal stratified gas–liquid flow. Int. J.
correlations on the wave velocity have been carried Multiphase Flow 18, 465–473.
out. In many correlations, the wave velocity is
Fukano, T. (1998). Measurement of time varying
normalized using superficial liquid or gas velocities.
thickness of liquid film flowing with high speed
The performance of wave velocity correlations in gas flow by CECM”, Nuclear Engineering &
some cases are in a good agreement with Design, 184, 363–377.
experimental data, especially for the experiment http://dx.doi.org/10.1016/S0029-
with water. If the liquid viscosity and surface tension 5493(98)00209-X.
were changed, the correlations are no longer in
Gawas, K., Karami, H., Pereyra, E., Al-Sarkhi, A.,
accordance with the experimental data. The large
Sarica, C. (2014). Wave characteristics in gas–
errors for both experiment with different liquid oil two phase flow and large pipe diameter.
viscosity and surface tension are presumed to be International Journal of Multiphase Flow 63
the result of the neglected effect of both liquid (2014) 93–104. http://dx.doi.org/10.1016/
properties in these correlations. In general, there is j.ijmultiphaseflow. 2014.04.001.
no standard formula in developing correlations for
wave velocity. The kinds of parameters used for Mandhane, J.M. , G.A. Gregory, K. Aziz (1974). A
correlation development are also not well defined. Flow Pattern Map for Gas-Liquid Flow in
As a result, the accuracy of the prediction of wave Horizontal Pipes, Int. J. Multiphase Flow, Vol.
1, pp. 537-553.
velocity is generally only valid for certain cases of
experiment and producing large error for the other Mantilla, I. (2008). Mechanistic Modeling of Liquid
cases. Entrainment in Gas in Horizontal Pipes.
Dissertation for Doctor of Philosophy in
Petroleum Engineering, the University of Tulsa.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 369


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Ousaka, A., A. Kariyasaki, S. Hamano, T. Fukano,


Relationships between Flow Configuration and
Statistical Characteristics of Hold-up and
Differential Pressure Fluctuations in Horizontal
Annular Two-Phase Flow, Japanese J.
Multiphase Flow Vol.7 No.4, 1993, pp. 344-
353.
Ousaka, A., Morioka, I., & Fukano, T. (1992). Air-
water annular two-phase flow in horizontal and
near horizontal tubes: Disturbance wave
characteristics and liquid transportation.
Japanese Journal of Multiphase Flow, 6(9). http:
//dx.doi.org/ 10.3811/jjmf.6.80.
Paras, S. V., & Karabelas, A. J. (1991). Properties of
the liquid layer in horizontal annular flow.
International Journal of Multiphase Flow, 7(4),
439-454. http://dx.doi.org/10.1016/
j.nucengdes.2005.12.001.
Paras, S.V., Vlachos, N.A., Karabelas, A.J. (1994).
Liquid layer characteristics in stratified—
atomization flow. Int. J. Multiphase Flow 20,
939–956.
Rodriguez, J.M., Numerical simulation of two-phase
annular flow. Thesis for Doctor of Philosophy,
Faculty of Rensselaer Polytechnic Institute,
2009.
Sawant, P., Ishii, M., Hazuku, T., Takamasa, T., &
Mori, M. (2008). Properties of disturbance
waves in vertical annular two-phase flow.
Nuclear Engineering and Design, 238, 3528–
3541. http://dx.doi.org/
10.1016/j.nucengdes.2008.06.013.
Schubring, D., & Shedd, T. A. (2008) Wave behavior
in horizontal annular air–water flow.
International Journal of Multiphase Flow, 34,
636–646. http://dx.doi.org/
10.1016/j.ijmultiphaseflow.2008.01.004
Setyawan, A., Indarto, Deendarlianto, Experimental
Investigation on Disturbance Wave Velocity and
Frequency in Air-Water Horizontal Annular
Flow, Modern Applied Science, 8 (2014) 84-96.
Shedd, T. A. (2001). Characteristics of the liquid
film in horizontal two-phase flow. Thesis for
Doctor of Phil. in Mechanical Engineering, the
University of Illinois at Urbana-Champaign.
Weidong, L., Z. Fangde, L.Rongxian, Z. Lixing
(1999). Experimental study on the
characteristics of liquid layer and disturbance
waves in horizontal annular flow, Journal of
Thermal Science, Vol. 8, No. 4, 1999, pp. 235 -
241.

370 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Observasi Karakteristik CCFL pada Pipa Kompleks


Apip Badarudin1,3, Indarto2, Deendarlianto2, Hermawan2, Aji Saka4,
M. Fikri Haykal Syarif5, Aditya Wicaksono5

1
Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara, Politeknik Negeri Bandung
apipbdr@polban.ac.id
2
Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
3
Program Studi S3, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
4
Program Studi S2, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
5
Program Studi S1, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Pada penelitian ini dilakukan observasi karakteristik CCFL di dalam pipa kompleks yang merupakan
simulasi pipa hot-leg pada reaktor nuklir. Pengamatan CCFL pada pipa hot-leg ini dilakukan di daerah Stable
Counter-current Flow dan Partial Delivery yang meliputi kondisi onset of flooding sampai zero-liquid
penetration yang dikenal sebagai kondisi counter-current flow limitation (CCFL). Kamera video
berkecepatan tinggi digunakan dalam pengamatan dengan cara merekam dan memutarnya pada kecepatan
rendah agar dapat dilakukan klasifikasi dan identifikasi aliran. Pada penelitian ini CCFL dapat diamati dari
kondisi stratified flow, onset of flooding sampai zero liquid penetration. Secara umum terlihat bahwa
pasangan JL dan JG tertentu memberikan pola aliran tertentu seperti stratified flow, wavy flow, slug flow.
Untuk kecepatan superficial udara yang rendah akan menyebabkan terjadinya pola stratified flow.
Penambahan kecepatan superficial udara akan membentuk pola wavy flow dan slug flow. Dibandingkan
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini pengaruh geometri dengan L/D yang lebih besar
akan memudahkan terjadinya CCFL. Terjadinya zero-liquid penetration tidak tergantung oleh laju aliran air.

Kata Kunci: CCFL, Counter-current flow, Hot-leg, Stratified flow, Wavy flow, Slug flow

1. Pendahuluan tersebut tergantung pada perilaku aliran berlawanan


Aplikasi pressurized water reactor (PWR) pada arah ini.
pembangkit listrik tenaga nuklir mempunyai sistem Aliran berlawanan arah antara uap dan kondensat
pemipaan primer dengan konfigurasi tertentu sesuai hanya stabil pada jangkauan laju aliran massa dari
desainnya. Pipa hot-leg merupakan salah satu bagian uap dan air dalam jumlah tertentu. Untuk laju aliran
pemipaan yang menghubungkan reactor pressure kondensat yang diberikan, jika laju aliran massa uap
vessel (RPV) dan steam generator (SG) pada PWR dinaikkan pada nilai tertentu, sebagian dari
seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Geometri pipa kondensat akan menunjukkan pembalikan aliran dan
hot-leg termasuk dalam pipa kompleks yang akan tertahan oleh uap dengan arah aliran
merupakan kombinasi sambungan pipa vertikal, pipa berlawanan sehingga menuju SG. Fenomena ini
horizontal, pipa miring dan belokan. dikenal sebagai Counter-current Flow Limitation
Skenario loss-of-coolant-accident (LOCA) yang (CCFL). Pada situasi ini pendinginan inti reaktor
terdapat pada desain PWR, merupakan skenario tidak terjadi.
kebocoran pada pemipaan primer. Hal tersebut akan Fenomena CCFL sudah banyak diteliti, namun
menyebabkan tekanan pada pemipaan primer akan kebanyakan berfokus pada pipa vertikal, pipa
mengalami penurunan (depressurized). Dengan horizontal dan pipa miring. Sebagian kecil dari
demikian di dalam pemipaan primer akan mudah peneliti melakukan pengamatan pada berbagai
timbul proses penguapan cairan. Uap yang geometri pipa seperti vertikal-horizontal, horizontal-
dihasilkan akan mengalir ke SG melalui pipa hot- miring yang dilengkapi belokan dengan berbagai
leg. Ketika sampai di SG (di dalam pipa primer), uap sudut kemiringan. Dengan alasan faktor keselamatan
akan mengembun dan kondensat yang dihasilkan pada reaktor nuklir, maka pola aliran dua fase air-
akan mengalir kembali melalui pipa hot-leg menuju udara berlawanan arah pada pipa hot-leg tetap
RPV, sehingga di dalam pipa hot-leg terjadi aliran diteliti untuk menyempurnakan desain reaktor
berlawanan arah (counter-current) antara uap dan tersebut serta untuk melengkapi database CCFL.
air. Air yang kembali ke dalam RPV akan
mendinginkan inti reaktor. Dalam beberapa
skenario, keberhasilan pendinginan inti reaktor

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 371


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tujuan penelitian ini adalah mengamati karakteristik


Counter-current Flow Limitation (CCFL) secara
visual pola aliran dua fase air-udara berlawanan arah
dalam pipa kompleks. Proses identifikasi mengacu
pada definisi CCFL yang sudah dikemukakan oleh
Celata dan Deendarlianto.

2. Metode
Pengamatan CCFL pada pipa hot-leg ini dilakukan
di daerah Stable Counter-current Flow dan Partial
Delivery. Di daerah Partial Delivery diamati kondisi
antara onset of flooding sampai zero-liquid
penetration seperti terlihat pada Gambar 2.
Keseluruhan kondisi tersebut dikenal sebagai CCFL.
Gambar 1: Konfigurasi pemipaan PWR Konvoi
German (Seidel dkk., 2010)

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap


kondisi CCFL pada pipa hot-leg dengan ukuran 1/30
dari konfigurasi pemipaan PWR Konvoi German
dari eksperimen Seidel dkk. (2010). Simulasi pipa
hot-leg tersebut merupakan pipa kompleks yang
terdiri pipa horizontal, belokan dan pipa miring
dengan sudut kemiringan 50o dari horizontal dengan
diameter dalam 25.4 mm. Seksi uji dibuat dari bahan
transparan untuk memudahkan pengamatan pola
aliran, kondisi onset of flooding dan kondisi zero-
liquid penetration baik secara visual maupun saat
proses perekaman video. Seksi uji pipa kompleks
pada penelitian ini menggunakan pipa horizontal Gambar 2: Terminologi aliran 2 fase gas-cairan
transparan panjang 240 mm. berlawanan arah pada model hot-leg PWR

Gambar 2. Diagram skematis alat uji

372 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Simulasi pada pipa kompleks (pipa hot-leg) ini pipa, tekanan udara akan naik sehingga mampu
dilakukan dengan memompa air menuju tangki mendorong gelombang dan terbentuk slug.
penampung selanjut dialirkan melalui rotameter
menuju upper tank (simulator generator uap, SG).
Setelah mencapai ketinggian tertentu air akan
mengalir melewati seksi uji menuju lower tank
(simulator bejana reaktor bertekanan, RPV). Pada
saat bersamaan udara diinjeksikan ke dalam lower
tank dan mengalir berlawanan arah dengan arah Gambar 3a: Stratified flow pada pipa horizontal
aliran air melalui seksi uji menuju upper tank. (JL=0.012 m/s, JG=0.66 m/s)
Untuk mengamati kondisi onset of flooding
dilakukan pengukuran tinggi level air di dalam lower
tank. Pengamatan dilakukan pada laju aliran air
masuk yang konstan dengan peningkatan laju aliran
udara bertahap. Hal tersebut juga digunakan untuk
mengamati sampai terjadi kondisi zero-liquid Gambar 3b: Wavy flow pada pipa horizontal
penetration. Metode tersebut juga digunakan dalam (JL=0.012 m/s, JG=2.31 m/s)
penelitian sebelumnya oleh Deendarlianto dkk.
(2008). Terjadinya onset of flooding didefinisikan
sebagai titik batas kestabilan aliran berlawanan arah
oleh laju aliran udara maksimum dimana laju aliran
air yang keluar sama dengan laju aliran air yang
masuk.
Kondisi zero-liquid penetration didapatkan saat laju Gambar 3c: Slug flow pada pipa horizontal
aliran air yang masuk dipertahankan konstan dan (JL=0.012 m/s, JG=2.64 m/s)
secara bertahap laju aliran udara dinaikkan sampai
tidak ada air yang keluar menuju tangki bawah.
Pengamatan dilakukan dengan cara merekam
menggunakan kamera video berkecepatan tinggi.
Hasil rekaman video diputar dengan kecepatan
rendah agar dapat dilakukan klasifikasi dan
identifikasi aliran.

3. Hasil dan Pembahasan


Secara umum dari hasil pengamatan antara onset of
flooding sampai zero-liquid penetration
diketemukan pola stratified flow, wavy flow dan slug
flow. Gambar 3 memperlihatkan kondisi aliran pada
pipa horizontal. Untuk kecepatan aliran cairan
sebesar JL=0.012 m/s dan aliran gas cukup kecil
(JG=0.66 m/s) akan terbentuk pola stratified flow
(Gambar 3a). Penambahan kecepatan aliran gas Gambar 4: Kurva Pola aliran
(JG=2.31 m/s) menyebabkan pola aliran di dalam
pipa horizontal menjadi wavy flow (Gambar 3b). Gambar 4 menggambarkan kurva pola aliran hasil
Saat mulai terjadi wavy flow, terbentuk gelombang- penelitian ini yang berada jauh di bawah kurva pola
gelombang kecil. Seiring dengan waktu gelombang aliran yang dilakukan oleh Minami (2008) baik saat
akan tumbuh dan menjadi gelombang yang lebih terbentuknya wavy flow maupun slug flow.
besar. Selanjutnya dengan menambah kecepatan Perbedaan ini mungkin disebabkan dari geometri
aliran gas (JG=2.64 m/s) pola aliran di dalam pipa seksi uji yang dipakai pada eksperimen. Hal yang
horizontal menjadi slug flow seperti pada Gambar paling signifikan penyebab penyimpangan ini adalah
3c. Hal ini disebabkan gelombang yang terjadi di efek dari L/D (perbandingan panjang horizontal dan
dalam pipa horizontal akan tumbuh dan semakin diameter dalam pipa). Pada eksperimen yang
membesar yang akan mempersempit fraksi hampa dilakukan Minami (2008) memiliki geometri
(void fraction) yaitu penampang lokal tempat udara L/D=8.47, sedangkan pada penelitian ini geometri
lewat. Dengan semakin sempitnya fraksi hampa yang dipakai memiliki L/D=94.5. Jadi pembentukan
udara dan debit udara tetap maka kecepatan udara wavy flow maupun slug flow di dalam saluran akan
yang melewati daerah tersebut mempunyai lebih cepat terjadi meskipun pada laju aliran yang
kecepatan semakin tinggi. Ketika gelombang cairan rendah seperti yang terlihat pada Gambar 4.
berkembang maksimum dan memenuhi penampang

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 373


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

stratified berlawanan arah seperti terlihat seperti


pada Gambar 3a.

Gambar 5 Onset of flooding pada laju aliran massa


air 0.0053 kg/s

Gambar 5 merupakan hasil pengamatan CCFL yang Gambar 7: Perbandingan Onset of Flooding
menunjukkan proses onset of flooding sampai zero
penetration pada laju aliran massa air 0.0053 kg/s. Gambar 7 memperlihatkan onset of flooding (OF)
Pada laju aliran udara yang masih kecil, laju aliran yang dihasilkan pada penelitian ini dan penelitian-
air masuk hot-leg sama dengan laju aliran keluar penelitian sebelumnya terhadap aliran berlawanan
hot-leg. Air yang keluar dari hot-leg tertampung di arah di pipa horizontal yang terhubungan ke sebuah
dalam lower tank. Selanjutnya laju aliran udara belokan. Wongwises (1996) mengungkapkan bahwa
dinaikkan secara bertahap sampai 0.0063 kg/s, laju mekanisme CCFL adalah fungsi dari kecepatan
aliran air masuk hot-leg masih sama dengan laju superfisial air dan mengelompokkan menjadi tiga
aliran keluar hot-leg. Ketika laju aliran udara wilayah. Masing-masing wilayah mempunyai
dinaikkan melebihi 0.0063 kg/s, laju aliran keluar mekanisme yang berbeda berdasarkan hubungan
hot-leg mulai berkurang. Bila laju aliran udara (JL*)0.5 dan (JG*)0.5. Demikian juga Kang (1999) dan
dinaikkan terus secara bertahap maka laju aliran Navarro (2005) yang secara umum setuju dengan
keluar hot-leg pada suatu saat akan menjadi nol. Hal diskripsi dari Wongwises (1996).
ini terlihat tidak ada air yang keluar dari pipa hot- Pada penelitian ini mekanisme terjadinya banjir
leg. hanya berada pada wilayah pertama seperti
ditampilkan pada Gambar 7. Laju aliran udara untuk
terjadinya banjir menurun seiring meningkatnya laju
aliran air. Selama penelitian berlangsung selalu
terbentuk lompatan hidrolik di sepanjang pipa
horizontal. Ketinggian lompatan hidrolik semakin
besar seiring meningkatnya laju aliran air karena
peningkatan gesekan ketika pipa lebih panjang. Area
aliran udara menjadi lebih kecil, aliran udara
menjadi lebih cepat mengenai puncak lompatan
hidrolik yang menyebabkan pertumbuhan
gelombang di puncak semakin cepat, ini yang
Gambar 6 Variasi level ketinggian air dan laju aliran menyebabkan inisiasi terjadinya banjir semakin
massa udara pada laju aliran massa air 0,006 kg/s cepat pada laju aliran udara yang rendah. Kondisi ini
kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh
Gambar 6 merupakan hasil eksperimen yang perbandingan panjang horizontal dan diameter
menunjukkan level ketinggian cairan yang dalam pipa (L/D).
bertambah secara konstan pada lower tank untuk
input dengan laju aliran massa air 0,006 kg/detik.
Hal tersebut menandakan semua air mengalir
sepenuhnya dari upper tank ke lower tank. Pada
kurva tersebut terlihat masih berada pada wilayah 1.
Kondisi ini terjadi pada rentang laju aliran udara
yang rendah. Pada kondisi ini terbentuk pola aliran

374 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Deendarlianto, Vallée, C., Lucas, D., Beyer, M.,


Pietruske, H., Carl, H. (2008). “Experimental
Study on the Air/water Counter-current Flow
Limitation in a Model of the Hot Leg of a
Pressurized Water Reactor,” Nuclear
Engineering and Design 238 (12), 3389-3402.
Kang, S. K., Chu, I. C., No, H. C., Chun, M. H.
(1999). Air–water countercurrent flow
limitation in a horizontal pipe connected to an
inclined riser, Journal of the Korean Nuclear
Society. 31, 548–560.
Minami, N., Nishiwaki, D., Kataoka, H., Tomiyama,
Gambar 8 Kurva zero-liquid penetration untuk A., Hosokawa, S., Murase, M. (2008).
setiap laju aliran air “Countercurrent Gas-Liquid Flow in a
Rectangular Channel Simulating a PWR Hot
Dengan peningkatan lebih lanjut pada laju aliran Leg (1) (Flow Pattern and CCFL
massa udara yang tinggi, laju aliran air yang Characteristics,” Japanese J. Multiphase Flow
mengalir ke lower tank terhalang sepenuhnya dan 22 (4), 403-412.
mengalami pembalikan arah. Hal ini disebut zero- Seidel, T., Vallée, C., Lucas, D., Beyer, M.,
liquid penetration. Terjadinya zero-liquid Deendarlianto (2010). “Two-Phase Flow
penetration tidak tergantung oleh laju aliran air, Experiments in a Model of the Hot Leg of a
pengamatan ini sama dengan yang dilakukan Kang Pressurised Water Reactor,” Wissenschaftlich-
dkk (1999). Gambar 8 menunjukkan batas zero- Technische Berichte/ Forschungszentrum
liquid penetration untuk setiap laju aliran air yang Dresden-Rossendorf; FZD-531.
berbeda. Secara umum perilaku aliran pada simulasi Wongwises, S. (1996). Two-phase countercurrent
hot-leg untuk pembatasan aliran berlawanan arah flow in a model of a pressurized water reactor
mirip dengan beberapa penelitian sebelumnya, hot leg, Nuclear Engineering and Design. 166,
Wongwises (1996), dan Deendarlianto dkk. (2005). 121-133.

4. Kesimpulan
Pada penelitian ini CCFL dapat diamati dari kondisi
stratified flow, onset of flooding sampai zero liquid
penetration. Secara umum terlihat bahwa pasangan
JL dan JG tertentu memberikan pola aliran tertentu
seperti stratified flow, wavy flow, slug flow. Untuk
kecepatan superficial udara yang rendah akan
menyebabkan terjadinya pola stratified flow.
Penambahan kecepatan superficial udara akan
membentuk pola wavy flow dan slug flow.
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, pada penelitian ini pengaruh geometri
dengan L/D yang lebih besar akan memudahkan
terjadinya CCFL.
Pada penelitian ini terjadinya zero-liquid penetration
tidak tergantung oleh laju aliran air.

Daftar Pustaka
Celata, G.P., Cumo, N., Farello, G. E., Setaro, T.
(1989). “The influence of flow obstructions
on the flooding phenomenon in vertical
channels,” International Journal of Multiphase
Flow 15 (2), 227–239.
Deendarlianto, Ousaka, A., Kariyasaki, A., Fukano,
T. (2005). “Investigation of liquid film behavior
at the onset of flooding during adiabatic
countercurrent air–water two phase flow in an
inclined pipe,” Nuclear Engineering and Design.
235, 2281–2294.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 375


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

376 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Penerapan Teknologi Pengecoran Logam untuk Pembuatan


Souvenir Rencong
Pemeriksaan Kesehatan Pengrajin

Akhyar1, Hijra Novia Suardi2

Jurusan Teknik Mesin,Universitas Syiah Kuala1


akhyarhasan@yahoo.com
Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala2

Abstrak
Selama ini pembuatan rencong untuk sovenir dilakukan dengan proses tempa (metal forming), yaitu dengan
proses pemanasan dengan arang setelah itu dibentuk dengan cara dipukul menggunakan palu. Proses ini
tentunya menyita energi pengrajin, waktu, serta jumlah produksi rencong yang tidak efesien. Proses
penempaan memerlukan tenaga pekerja (pengrajin) yang ekstra kuat karena harus memukulkan palu untuk
membentuk rencong, belum lingkungan kerja dengan suhu tinggi dan asap karena bahan bakar biasanya
menggunakan arang, sehingga kesehatan pengrajin sangat terganggu. Untuk menjawab permasalahan tersebut
maka tujuan program ini adalah untuk membantu masyarakat pengrajin souvenir rencong untuk
meningkatkan produksinya melalui penerapan teknologi pengecoran logam dengan dapur peleburan logam
berbahan bakar arang (padat). Metode yang digunakan adalah merancang dan membangun tungku peleburan
logam, bahan bakar yang digunakan adalah arang. Merancang dan membuat ladel untuk tempat penampungan
logam kuningan cair. Membuat cetakan logam dengan delapan cavity serta delapan variasi ukuran produk
souvenir rencong yang berbeda. Akhir dari program ini adalah melakukan pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan gratis karyawan pengrajin souvenir rencong, untuk peningkatan produksi souvenir rencong logam
kuningan.Pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan mata, serta
pemeriksaan penunjang. Hasil yang diperoleh adalah dimensi tungku peleburan logam dengan bahan bakar
arang adalah diameter 555 mm dan tinggi 455 mm, serta dimensi ladel adalah diameter 100 mm, tebal 5 mm
dan tinggi 185 mm.Hasil pemeriksaan kesehatan kepada karyawan pengrajin rencong diperoleh 2 orang
suspek TB paru, 1 orang DM, 1 orang glaukoma, 1 orang infeksi mata, serta 3 orang batas kesehatan normal.

Kata Kunci: tungku LPG, pengecoran, pemeriksaan kesehatan, TB Paru.

1. Pendahuluan Proses pembuatan rencong dengan teknologi


Visit Aceh 2013 salah satu motivasi bagi pengrajin penempaan yang selama ini diterapkan diperkirakan
souvenir di Aceh, khususnya pengrajin souvenir sangat mengganggu kesehatan karyawan mitra
rencong. Perlu usaha penerapan teknologi pengrajin rencong khususnya kesehatan saluran
pengecoran logam dalam peningkatan produksi pernafasan, mata, dan gangguan muskuloskletal. Hal
souvenir rencong sehingga berujung pada ini disebabkan karyawan tersebut bekerja dalam
peningkatan pendapatan ekonomi pengrajin souvenir lingkungan dengan temperatur tinggi (untuk
rencong. Terdapat dua aspek pengembangan membakar logam agar mudah dibentuk), lingkungan
pengrajin souvenir rencong dalam mengembangkan kerja penuh asap (karena menggunakan bahan bakar
usahanya diantaranya adalah aspek manajemen dan arang), serta memerlukan energi yang besar
aspek produksi. (memukul-mukul logam dengan palu untuk dibentuk
menjadi rencong).
Selama ini pembuatan souvenir rencong
menggunakan teknologi penempaan yaitu dengan Pengecoran dan peleburan logam sangat tergantung
memukul-mukul kuningan atau baja batangan yang pada tungku yang digunakan. Pemilihan dan
sudah terlebih dahulu dibakar. Tentunya teknologi penggunaan tungku didasarkan pada jumlah material
tersebut membutuhkan energi dan ketelitian yang akan dilebur, jenis bahan bakar yang
manusia (si pengrajin) dalam membuat souvenir digunakan, efesien dan effektif dalam
rencong. Hasil yang diperoleh juga beragam dari pengoperasian, serta ekonomis. Penelitian
segi bentuk dan dimensi serta jumlah yang sedikit. sebelumnya tentang perancangan serta pembuatan
Teknologi pengecoran logam untuk membuat tungku krusibel telah dilakukan diantaranya oleh
souvenir rencong tersebut sangat cocok diterapkan, Sundari (2011), yang dilanjutkan oleh Mubarak dan
mengingat dengan teknologi ini mempunyai Akhyar (2013) dalam merancang dan membuat
beberapa kelebihan diantaranya tidak memerlukan tungku peleburan logam ringan aluminium
energi manusia yang besar, bentuk rencong seragam menggunakan bahan bakar gas (LPG). Dalam
mengikuti cetakan, serta dapat diproduksi secara laporan tersebut, logam yang ditarget untuk dilebur
massal dan berulang. adalah logam paduan aluminium dengan titik
leburnya sekitar 660 oC.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 377


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

jarak spesimen ke arah chiller.Setiawan (2013) pada


Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh pengujian produk cor propeller kuningan di dapat
Ginting (2008) tentang perancangan dan pembuatan nilai uji tarik maksimum materialnya adalah 342
tugku krusibel untuk peleburan logam aluminium MPa dan regangan 4,8%dengan alat uji
berbahan bakar minyak tanah dengan kapasitas 30 tariksevopulser, kekeras material 35,4 HRB
kg. Hasil yang diperoleh adalah laju peleburan menggunakan metode Rockwell dengan indentor
aluminium 26 kg/jam sedangkan bahan bakar yang bola baja 1/16 in.
dibutuhkan adalah 3,25 kg bahan bakar per jam serta
efesiensi tungku peleburan yang dirancang adalah Aplikasi penggunaan yang lain adalah untuk
5,45 %. Selanjutnya Pratomo melakukan komponen permesinan dari hasil daur ulang limbah
perancangan dan pembuatan tungku peleburan rongsokan dan gram-gram sisa permesinan
logam kuningan dengan menggunakan bahan bakar (Supriyanto, 2010). Hasil dari pengujiannya yang
oli bekas, penelitian tersebut memfokuskan pada didapat antara lain adalah hasil uji komposisi kimia
perancangan serta pembuatan burner untuk paduan kuningan diperoleh Cu 65,493%, Zn
atomizing oli bekas agar mudah terbakar dengan 34,506%, nilai kekuatan tarik adalah 19,3055
memvariasikan tekanan (3, 4, 5, 6, dan 7 bar) serta kg/mm2, nilai kekerasan material adalah 110,44 HB,
rasio volume oli bekas dan udara (1:1, 1:2, 1:3, dan dan jenis materialnya adalah CuZn lunak.
1:4) untuk mengukur nyala api yang paling optimal.
Hasil yang didapat adalah suhu nyala api maksimum Selain itu parameter proses dapat meningkatkan
diperoleh pada tekanan 6 bar dengan rasio volume karakteristik material logam kuningan. Hendra dan
oli bekas dan udara 1:3 dengan temperatur 1.247oC Sehat (2005) memvariasikan holding timeyaitu 20,
sehingga temperatur tersebut bisa meleburkan 40, sampai 60 menit, analisis proses perlakuan panas
kuningan. Winarto merancang dan membangun pada logam kuningan terhadap ketahanan material
tungku peleburan yang berbahan bakar padat yaitu menerima beban puntir serta kekerasan material
briket batu bara. Material yang dilebur adalah scrap logam kuningan.Temperatur pada perlakukan
aluminium. material adalah 400 oC.Hasilyang didapat adalah
perlakuan panas menyebabkan menurunnya tingkat
Analisis dan perancangan tungku peleburan kekerasan dan mengubah struktur logam, sehingga
berbahan bakar padat lainnya dilakukan oleh Magga meningkatkan kekuatan logam kuningan tersebut.
(2010), dari hasil analisis dan perhitungannya
dengan mempertimbangkan kenyamanan dan Pengujian yang lain yang dilakukan oleh Nugroho
ekonomis maka di dapat dimensi luar tungku pada logam kuningan hasil pengecoran. Dalam
krusibel 50 x 50 x 40 cm, sepeti terlihat pada gambar eksperimennya, material logam kuningan saat
1. Bahan bakar padat yang digunakan adalah bahan peleburan ditambahkan ke dalamnya bahan karbon
bakar arang. yang diambil dari arang, hal tersebut dimaksudkan
agar produk cor logam kuningan tercegah dari
oksidasi. Temperatur penuangan yang digunakan
adalah 1.100 oC. Hasil yang didapat adalah nilai
kekerasan cenderung tinggi pada bagian yang
kandungan karbonnya lebih banyak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya jumlah karbon
Gambar 1.tungku peleburan logam berbahan bakar arang pada material dapat mempengaruhi meningkatnya
(Magga, 2010). nilai kekerasan material coran kuningan.

Aplikasi logam kuningan untuk industri pengecoran Berdasarkan uraian pendahuluan diatas maka perlu
skala kecil-menengah saat ini sudah begitu adanya program alih-teknologi tentang upaya bagai
bekembang. Salah satu adalah untuk pengecoran mana penerapan teknologi pengecoran logam untuk
produk propeler pada kapal nelayan (Setiawan peningkatan produksi souvenir rencong pada
2014), dalam penelitian tersebut telah dilakukan pengrajin rencong di Desa Baeet Lampuot,
pembekuan searah (undirectional) saat pengecoran Kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh. Selain itu
propeler agar memperoleh struktur columnar melaksanakan pemeriksaan kesehatan pengrajin
dendrite pada logam kuningan (brass). Peleburan serta pengobatan gratis. Tujuan pemeriksaan
logam kuningan telah dilakukan dalam dapur kesehatan adalah untuk mencari apakah ada
krusibel dengan metode pengecoran cetakan pasir pengaruh penggunaan energi besar (saat menempa
(sand casting). Teknik pembekuan searah dilakukan kuningan batangan untuk membentuk rencong) dan
dengan pembekuan cairan paduan logam temperatur lingkungankerja yang tinggi (panas)
menggunakan chiller pendingin,air dipompakan serta lingkungan kerja banyak asap (asap arang)
pada sampel yang digunakan sebagai media terhadap terganggunya kesehatan pengrajin terutama
pendingin. Hasil yang didapat adalah kekerasan dan mata dan paru-paru.
kekuatan tarik semakin tinggi dengan semakin dekat

378 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

2. Metode
Perancangan dan pembuatan dapur peleburan logam 3. Hasil dan Pembahasan
yang menggunakan bahan bakar arang untuk Perancangan dan pembuatan tungku peleburan
melebur logam kuningansebagai bahan baku pada logam dengan dimensi diameter555 mm dan tinggi
pembuatan souvenir rencong.Panas di ruang bakar di 455 mm. Drum minyak dipotong dengan dimensi
proteksi dengan batu tahan api, pasir silika, rangka tersebut, selanjutnya bagian dalam diberi batu api
dapur, dan plat stainless stell sebagai dinding luar yang disusun rapi dan selanjutnya dilapisi dengan
dapur. Pembuatan ladel (cawang tuang) sebagai semen api ditambah pasir silika sertawater glass.
tempat penampung bahan baku logam dalam Tungku peleburan logam terbuka pada baigian atas
pencairan diruang bakar, dan sebagai media dan pada bagian bawah diberi lubang pipa sebagai
penuangan cairan logam ke dalam cetakan. tempat blower untuk menyuplai udara ke dalam
ruang bakar. Ukuran ladel (cawan lebur/tuang)
Pembuatan cetakan logam yang dilakukan dengan diameter 100 mm, tebal 5 mm dan tinggi 185 mm.
sistem permesinan (milling). Dua buah plat segi Bagian atas pipa tersebut dibuat berlubang
empat setebal 30 mm dengan panjang 300 mm dan sedangkan bagian bawah dilas tertutup (alas).
lebar 300 mm. Cetakan logam dibuat berbentuk
rencong dengan delapancavity (ruang coran) agar
dapat memproduksi delapan bilah rencong dalam
sekali penuangan (dengan ukuran yang berbeda
setiap cavitynya), sehingga sangat cocok untuk
produksi rencong dalam jumlah banyak/massal.
Cetakan dibuat dengan plat logam tebal yang
berbahan baja karbon sedang.
Pemeriksaan kesehatan yang akan dilakukan
meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi:
pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
frekuensi pernafasan, dan pemeriksaan fisik
khususnya saluran pernafasan serta pemeriksaan
fisik lain yang dianggap perlu sesuai dengan keluhan
pasien karyawan pengrajin. Setelah itu akan
diberikan pengobatan gratis kepada karyawan mitra
pengrajin dan edukasi yang bersesuaian dengan
keadaan kesehatan mereka.
Gambar 2. Tungku peleburan logam kuningan dengan
Alat dan Bahan bahan bakar arang.(penelitian, 2014)
Alat dan bahan yang digunakan dalam program alih- Pembuatan cetakan rencong terdiri dari dua plat
teknologi ini antara lain dapat dilihat pada tabel 1. tebal, dengan tebalnya sekitar 30 mm. Plat tersebut
miling dengan metode CNC permesinan
Tabel 1. Peralatan dan bahan yang diperlukan. (milling).Cavity (ruang cor) terdiri dari 8 (delapan)
Peralatan
cavity berbentuk rencongdengan ukuran yang
No. Jenis Alat Jum.
bervariasi (berbeda ukuran kesemuanya) seperti
1 Mesin las listrik 1 unit
2 Mesin las argon 1 unit
pada gambar 2.
3 Mesin gerinda 1 unit
4 Mesin potong plat 1 unit
5 Mesin milling plat tebal 1 unit
6 Lab. uji kesehatan 1 bh
Bahan
No. Jenis Bahan Jumlah
1 Batang bajaø 12 mm 7 m
2 Blower 1 unit
3 Plat baja 1unit
4 Batu tahan api 20 bh
5 Semen tahan api 25 kg
6 Water glass 5 kg Gambar3.Cetakan logam dengan 8 jumlah cavity.
7 Logam kuningan 15 kg (penelitian, 2014)
8 Alat kesehatan 1 set
Sumber: penelitian, 2014. Uji peleburan dalam tungku peleburan logam bahan
bakar arang seperti terlihat pada gambar 3. Dalam
pengujian kami menggunakan material logam
aluminium sedangkan saat implementasi program

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 379


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

kepada pengrajin souvenir rencong menggunakan


material logam kuningan uji penuangan kedalam
cetakan dapat dilihat pada gambar 4 a-b.

Gambar 6. Pengerjaan finishing produk cor bilah


souvenir rencong (penelitian, 2014).

Pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan


fisik umum, pemeriksaan mata, serta pemeriksaan
penunjang. Dua jenis pemeriksaan penunjang yang
Gambar 3. Peleburan aluminium sebagai bagian dilakukan melalui program ini antara lain:
simulasi/uji peleburan (penelitian, 2014).
pemeriksaan torak (radiologi), dan kadar gula darah
(gambar 7).

(a) (b)
Gambar 4.a. Pengecoran aluminium ke dalam cetakan
rencong, b. Produk rencong hasil dari pengecoran
(penelitian, 2014).

Produk cor kuningan setelah diimplementasikan (a) (b)


kepada pengrajin souvenir dapat dilihat pada gambar Gambar 7.a. Pemeriksaan tekanan darah, b. Pencatatan
hasil pemeriksaan kesehatan
5. Finishing produk cor souvenir bilah rencong (penelitian, 2014).
dengan menambahkan pegangan dan sarung rencong
yang bahannya terbuat dari tanduk kerbau, dapat Jumlah karyawan pengrajin souvenir industri rumah
dilihat pada gambar 6. tangga di Desa Lampuot, Kabupaten Aceh Besar
terdiri dari 6 (enam) orang. Hasil pemeriksaan torak
didapat bahwa dua pasien karyawan pengrajindari
enam orang pengrajin terindikasi TB paru
(tuberkulosis), foto torak dapat dilihat pada gambar
8.

Gambar 5. Hasil cor produk bilah souvenir rencong


material logam kuningan (penelitian, 2014).

Gambar 8. Foto torak salah satu pasien pengrajin suspek


TB paru (penelitian, 2014).

380 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

o
Hasil pemeriksaan mata diperoleh bahwa 1 pasien C, dan suhu tidak standar, bila lebih dari 30 oC
karyawan terkena glukoma dan 1 pasien karyawan (Depkes, 2009).
pengrajin souvenir rencong terkena infeksi mata
(gambar 9). Hasil pemeriksaan penunjang yaitu Beberapa diagnosis TB paru yang diuraikan oleh
pemeriksaan gula darah rutin didapat bahwa 1 pasien Ayunah (2008) antara lain adalah:
karyawan pengrajin mengidap DM tipe 2 (diabetes) 1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dengan KGD 460 mg%. Sedangkan untuk kesehatan dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu
tiga karyawan lainnya dapat disimpulkan dalam (SPS)
batas normal. 2. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto torak saja. Foto
torak tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
3. Gambaran kelainanan radiologik paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Lebih
jelas lihat alur diagnosa suspek TB Paru.
4. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan, pemeriksaan dan kesediaan
alat-alat diagnosis, seperti alat uji mikrobiologi,
patologi, anatomi, serologi, foto toraks, dan lai-
lain.

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama


Gambar 9. Pemeriksaan laboratorium mata untuk pasien ditegakan dengan pemeriksaan dahak secara
karyawan pengrajin (penelitian, 2014).
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto
Lingkungan fisik rumah dan tempat beraktifitas
toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
(lingkungan kerja) yang kurang baik menjadikan
sebagai berikut:
tempat sebagai salah satu reservoir atau tempat yang
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hailnya
baik dalam menularkan penyakit menular seperti
BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto
tuberculosis. Faktor lingkungan yang erat kaitannya
toraks dada diperlukan untuk mendukung
dalam penularan penyakit seperti lingkungan fisik,
diagnosis TB paru BTA Positif.
biologi, ekonomi, sosial, dan budaya (Soemirat,
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif
2000).
setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya BTA negatif dan tidak
Mycobacterium tuberculosis mendapat energi dari
ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana.
OAT.
Kenaikan tekanan CO2 memperbesar
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi
pertumbuhannya. Aktivitas biokimia tidak khas, dan
sesak nafas berat yang memerlukan penangan
laju pertumbuhan lebih lambat dari pada
khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis
kebanyakan. Waktu penggandaan basil tuberkel
ekssudativa, efusi parakarditis atau efusi
adalah 12 jam atau lebih. Bentuk saprofit cenderung
pleural) dan pasien yang mengalami hemoptis
tumbuh lebih cepat, berpoliferasi dengan baik pada
berat (untuk menyingkirkan brokiektasis atau
suhu 22 oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan
aspergiloma).
kurang tahan asam dari pada bentuk pathogen
(Jawetz, dkk., 1982).
4. Kesimpulan
Suhu merupakan faktor penting terhadap kualitas Dari hasil dan pembahasan diatas maka dapat diambi
udara dalam rumah maupun tempat beraktifitas beberapa kesimpulan yaitu:
(lingkungan kerja). Dikatakan nyaman apabila udara 1. Metode pengecoran logam dapat diterapkan
berkisar antara 18-20 oC, dan suhu tersebut untuk pembuatan souvenir rencong, serta dapat
dipengaruhi oleh suhu udara sekitar, pergerakan menggantikan metode tempa.
udara, dan kelembaman udara. Kuman 2. Tungku peleburan logam berbahan bakar arang
Mycobacterium tuberculosis hidup dan tumbuh dapat diterapkan untuk melebur logam
dengan baik pada kisaran suhu 35-37 oC. Suhu kuningan.
dalam rumah dan lingkungan tempat beraktifitas 3. Cetakan logam dengan 8 (delapan) cavity dapat
akan mempengaruhi kesehatan dalam rumah dan digunakan untuk produksi massal souvenir
lingkungan tempat beraktifitas/tempat bekerja, rencong. Sehingga menghemat energi, waktu,
dimana suhu yang panas tentu akan berpengaruh serta lebih efektif dan efesien.
pada aktifitas. Ukuran dikatan suhu standar adalah 4. Hasil pemeriksaan kesehatan kepada karyawan
bila suhu ruangan/lingkungan berkisar antara 18-20 pengrajin rencong diperoleh 2 orang suspek TB

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 381


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

paru, 1 orang DM, 1 orang glaukoma, 1 orang Pratomo. A., W. Rancang Bangun Burner Berbahan
infeksi mata, serta 3 orang batas kesehatan Bakar Oli Bekas untuk Pengecoran Kuningan,
normal. Indonesia. Jurusan Teknik Mesin - Politeknik
5. Lingkungan dengan temperatur tinggi serta Negeri Semarang. p.1-4
penuh asap (CO2) memperbesar pertumbuhan Setiawan, H., (2013). Pengujian Kekuatan Tarik,
mycobacterium tuberculosis, sehingga Kekerasan, dan Struktur Mikro Produk Cor
memperbesar peluang penyebaran penyakit TB Propeler Kuningan, Indonesia. Jurnal
paru. SIMETRIS, Vol 3 No 1 April p.71-79
Setiawan. H., (2014). Proses Pembekuan Searah pada
6. Hasil foto torak kurang bisa dijadikan landasan
Produk Cor Propeler Kuningan, Indonesia.
untuk mendiagnosis suspek TB, akan tetapi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
dapat digunakan untuk analisis awal, sehingga Universitas Janabadra Yogyakarta. p.1-9
berujung pada pemeriksaan lebih lanjut. Soemirat, J.S., 2009. Kesehatan Lingkungan.
7. Rekomendasi untuk program lanjutan adalah, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
perlu program yang lebih serius dalam upaya Sundari. E., (2011). Rancang Bangun Dapur Peleburan
pemberantasan penyakit TB paru serta upaya Alumunium Bahan Bakar GAS, Indonesia.
konkrit untuk pencegahan penyebarannya. Jurnal Austenit. Volume 3,Nomor1, April. p.17-
26
Ucapan Terima Kasih Supriyanto (2010). Analisis Coran Kuningan dari
Terimakasih kami ucapkan kepada Direktorat Limbah Rosokan dan Gram-Gram Sisa
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) Permesinan untuk Komponen Permesinan,
untuk pendanaan program pengabdian kepada Indonesia. Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1,
masyarakat tahun anggaran 2014. Nomor Perjanjian No. 2, Mei p.49-56
Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Winarno. J., Rancang Bangun Tungku Peleburan
Masyarakat: 02/UN11.3/PM/IbM/2014.Terimakasih Alumunium Bahan Bakar Padat dengan Sistem
selanjutnya kepada Lembaga Pengabdian Kepada Aliran Udara Paksa, Indonesia.
Visit Aceh 2013, [Online], Diakses di:
Masyarakat – Universitas Syiah Kuala (LPKM –
http://disbudpar.acehprov.go.id/ [29 Oktober
Unsyiah) atas bantuan baik bantuan fisik maupun
2010].
bantuan moril.

Daftar Pustaka
Ayunah, Y., (2008). Hubungan antara Faktor-faktor
Kualiatas Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan
Cilandak Jakarta Selatan. Skripsi FKM UI
Depok.
Departemen Kesehatan RI, (2006). Profil Kesehatan
Indonesia
Ginting. B., (2008). Rancang dapur peleburan untuk
melebur aluminium dan paduannya dengan
kapasitas 30 kg, Indonesia. Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
Hendra dan Sehat, Perlakuan Panas Terhadap Sifat
Mekanik Logam Bukan Besi (Kuningan),
Indonesia. Jurusan Teknik Mesin - Politeknik
Negri Padang. p.1-4.
Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelberg, E.A., (1982).
Microbiology 15th edition
Magga, R., (2010). Analisis Perancangan Tungku
Pengecoran Logam (Non-Fero) sebagai Sarana
Pembelajaran Teknik Pengecoran, Indonesia.
JIMT, Vol. 7, No.1, Mei p.54-60
Mubarak, A., Z., dan Akhyar (2013). Perancangan dan
Pembuatan Dapur Peleburan Logam dengan
Menggunakan Bahan Bakar Gas (LPG),
Indonesia. Jurnal Teknik Mesin Unsyiah,
volume 1, nomor 3, Juni p. 128-132.
Nugroho, U.Pengaruh Struktur Mikro dan Kandungan
Karbon Pada Kekerasan Coran Kuningan,
Indonesia. Fakultas Industri, Jurusan Teknik
Mesin - Univeristas Guna Dharma. p.1-16

382 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh Shot Peening Terhadap Korosi Dan Sifat Mekanis


Sambungan Friction Stir Welding Pada Aluminium Seri 5083
Wartono, Djoko Suprijanto
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta
Email : wartono_sttnas@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh shot peening terhadap korosi dan sifat mekanis pada
paduan Al 5083 yang telah mengalami proses friction stir welding (FSW). Pada umumnya, daerah sambungan
las FSW mengalami proses pelunakan dan penurunan sifat mekanis dibanding logam induknya. Perlakuan
shot peening diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis, karena efek tempa (forging) pada permukaan
pelat. Proses FSW dilakukan pada aluminium dengan tebal 3 mm, dengan sambungan las jenis butt joint.
Mesin yang digunakan dalam proses FSW ini adalah mesin Milling dengan putaran spindel sebesar 910 rpm
dan kecepatan meja sebesar 18,2 mm/menit. Permukaan bahan yang telah di FSW, kemudian di-shot peening
dengan menembakkan bola baja. Hasil proses FSW dan shot peening kemudian diuji terhadap korosi,
kekerasan, tarik statis dan struktur mikro. Hasil uji menunjukkan bahwa sambungan FSW setelah di-shot
peening dengan lamanya waktu penembakan yang bervariasi dari 6 menit, 10 menit, dan 14 menit. Hasil
pengujian menunjukkan peningkatan kekuatan tarik sebesar 2,06 %, 3,81 %, dan 6,04 %, dan dengan shot
peening nilai kekerasannya semakin meningkat masing-masing sebesar 1,09%, 6,51%, dan 7,11%. Sedangkan
dengan pengujian korosi, pada RM laju korosinya sebesar 0,548 mpy dan pada FSWNP laju korosinya
mengalami peningkatan sebesar 0,715 mpy. Tetapi pada SP6, SP10, dan SP14, laju korosinya mengalami
penurunan yaitu sebesar 0,405 mpy, 0,390 mpy, dan 0,409 mpy.

Kata kunci : Aluminium, friction stir welding, shot peening, korosi, sifat mekanis.

1. Pendahuluan sederhana dan biaya operasional rendah serta tidak


memerlukan operator yang bersertifikat. Kelebihan
Salah satu material yang sangat penting di lain proses FSW yaitu dapat mengelas beberapa
bidang teknik adalah aluminium dan paduannya, paduan aluminium yang sulit dilas (sifat mampu las
terutama untuk industri struktur atau pemesinan, rendah) termasuk menyambung jenis aluminium
seperti struktur kapal laut, komponen otomotif, dan yang berbeda (dissimilar joint).
struktur pesawat terbang. Saat ini sambungan Namun demikian las FSW mempunyai
dengan cara proses pengelasan telah banyak kelemahan yaitu pada daerah HAZ (Heat Affected
digunakan pada berbagai konstruksi mesin dan Zone), TMAZ (Thermomechanically Affected Zone),
struktur, karena dapat menurunkan biaya produksi dan daerah las (nugget) sepanjang garis sambungan
dan dapat meningkatkan kekuatan strukturnya. benda kerja, mengalami pelunakan akibat
Proses friction stir welding (FSW) merupakan rekristalisasi saat proses stirring, sehingga kekerasan
salah satu dari beberapa metode penyambungan dan kekuatan tarik menurun. Untuk meningkatkan
untuk aluminium paduan. FSW adalah versi terbaru kekerasan dan kekuatan tarik daerah lasan tersebut,
dari pengelasan gesek yang dikenal dengan teknik sambungan las perlu mendapat perlakuan permukaan
penyambungan pada kondisi padat atau logam las dengan cara shot peening (Proses Shot peening).
tidak mencair (solid-state process). Pengelasan Proses Shot peening merupakan proses
gesek konvensional dilakukan dengan gerakan penembakan butiran material berupa bola baja atau
berupa gesekan memutar dan gaya aksial untuk steel grit pada daerah lasan atau garis sambungan
menyambung dua logam. Penyambungan pada benda kerja dengan tekanan tinggi, dengan tujuan
proses pengelasan FSW dilakukan dengan bantuan untuk meningkatkan sifat mekanik material.
tools (pin dan shoulder) yang berputar dengan Beberapa hal yang menentukan hasil shot peening
kecepatan (speed) dan pemakanan (feeding) tertentu, adalah faktor manusia, tekanan udara untuk
sehingga logam mengalami pelunakan dan terjadi menembakan butiran material, ukuran butiran
proses penyambungan. FSW digunakan secara luas material, lamanya waktu penembakan, dan jarak
dan sangat menguntungkan melebihi teknik penembakan (jarak nozel ke permukaan benda
penyambungan yang telah ada. kerja).
Las FSW mempunyai beberapa keunggulan Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
dibandingkan las TIG atau MIG antara lain : tidak tentang bagaimana “Pengaruh Shot Peening
membutuhkan bahan tambah (filler) pada saat proses Terhadap Korosi Dan Sifat Mekanis Sambungan
pengelasan, tidak terjadi percikan maupun asap, Friction Stir Welding Pada Aluminium Seri 5083”.
rendahnya distorsi sepanjang pengelasan,
penyusutan rendah, peralatan yang digunakan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 383


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Percobaan
Tulisan ini disusun berdasarkan hasil
percobaan friction stir welding dan shot peening
serta pengujian terkait yang dilakukan sesuai
urutan/prosedur berikut ini.

1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu
aluminium paduan seri 5083 yang berbentuk
lembaran (sheet), dengan ukuran panjang 300
mm, lebar 200 mm, tebal 3 mm.
Sedangkan bahan mempunyai komposisi kimia
seperti ditunjukkan dalam tabel 1.

Tabel 1 : Komposisi kimia.


Si Fe Cu Mn Mg Ti Cr Zn Al Gambar 2 : Shoulder plunge.

0,4 0,4 0,1 0,8 4,5 0,15 0,25 0,25 93,15 3. Pengaturan Sudut Tool
Sudut kemiringan shoulder (θ) antara 2o – 4o
terhadap sumbu tegak lurus pada permukaan
2. Proses Pengelasan dan Parameter Las benda kerja. Sudut kemiringan shoulder seperti
Pengelasan dengan metode friction stir welding gambar 2 diatas.
(FSW), menggunakan mesin milling Aciera
dengan putaran spindel 910 rpm dan kecepatan 4. Bentuk Tool
pemakanan 18,2 mm/menit. Proses pengelasan menggunakan tool dari bahan
Prinsip kerja pengelasan FSW ditunjukkan HSS, diameter shoulder 15 mm dan diameter pin
seperti gambar 1, sedangkan parameter 3 mm, sudut kemiringan shoulder 2o. Tipe
pengelasan dapat dilihat pada tabel 2. sambungan las Butt Joint. Bentuk tool seperti
ditunjukkan pada gambar 3 dibawah.

Gambar 3 : Bentuk tool.


Gambar 1 : Prinsip Kerja Las FSW.
5. Proses Shot Peening
Shot peening terhadap sambungan las FSW. Shot
Tabel 2: Parameter Pengelasan
peening dengan menembakkan bola baja yang
Putaran Kecepatan Penurun Ukuran Tool ukuran diameternya S 230 (ϕ ≤ 800 µm) pada
Spindel feeding an Tool (pin & shoulder)
(rpm) (mm/mnt) (mm) (mm)
permukaan plat secara berulang. Shot dilakukan
Shoulder Ø15 mm dengan tekanan udara 6 bar dan jarak
910 18,2 0,2 Pin Ø 3 mm, penembakan antara nozel dengan permukaan plat
Panjang Pin 2,9 100 mm, serta bukaan nozel berdiameter 10 mm.
mm Variasi lamanya waktu penembakan yaitu
sebesar 6 menit (SP 6), 10 menit (SP 10), dan 14
menit (SP 14).
Prinsip shot peening ditunjukkan seperti pada
gambar 4 dibawah.

384 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

a.
Visual FSW tanpa shot peening

Gambar 4 : Prinsip Shot Peening dengan


Bola Baja Pada Sambungan Las FSW.

6. Pembuatan Spesimen
Pemotongan spesimen untuk uji tarik sesuai b.
spesifikasi standar yang ditunjukkan pada Visual FSW dengan shot peening
gambar 5. Kemudian dilakukan pemotongan
spesimen untuk uji kekerasan dan struktur mikro. Gambar 6: Hasil proses las FSW tanpa shot peening
DAERAH LAS dan las FSW dengan shot peening
ARAH PENGEROLAN
5

12,5
R1

2. Pengujian Tarik
20

3
Aluminium paduan 5083 setelah dilakukan
proses penyambungan FSW mempunyai ukuran
50
150 panjang 300 mm x 200 mm x 3 mm. Selanjutnya
dibuat spesimen uji tarik untuk FSW tanpa shot
Gambar 5 : Spesimen Uji Tarik. peening (FSW NP) maupun FSW dengan shot
peening (SP) masing-masing sebanyak 3 buah.
7. Pengujian Mekanis Hasil uji tarik ditunjukkan pada tabel 3.
Uji tarik, kekerasan, kekasaran permukaan dan
pengamatan struktur mikro sambungan las FSW, Tabel 3 : Hasil uji tarik.
dilakukan baik pada spesimen FSW tanpa shot Aluminium
Jenis Luas ε σu
peening (FSW NP) maupun FSW dengan shot Perlakuan (mm2) % MPa
RM 59,84 10,3 330
peening (SP).
FSW(NP) 38,42 5,64 216
5083 SP 6 38,76 5,52 221
8. Pengujian Korosi SP 10 37,58 5,38 225
Pengujian laju korosi dilakukan dengan sel SP 14 38,55 5,26 230
potensial tiga elektroda didasarkan pada metode
esktrapolasi Tafel. Hasil uji sel potensial tiga
elektroda dihitung, untuk memastikan posisi 3. Pengujian Kekerasan
ketahanan terhadap korosi. Disamping pengujian tarik, juga dilakukan uji
kekerasan untuk mengetahui distribusi kekerasan
2. Hasil Percobaan pada arah kedalaman dari spesimen uji. Jarak
antara titik hasil pengujian yang satu dengan titik
1. Pengamatan Visual yang lain sebesar 0,25 mm. Bentuk pengujian
Hasil proses las FSW dan proses shot peening seperti pada gambar 7.
pada gambar 6, secara visual nampak perbedaan Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan
bentuk manik-manik las (permukaan) dari proses skala vickers micro indentor, dengan beban 100
FSW tanpa shot peening dan FSW dengan shot gram dan waktu pembebanan 5 detik pada setiap
peening. Bentuk manik-manik las secara umum, spesimen uji.
hasil FSW tanpa shot peening lebih halus
dibandingkan hasil FSW dengan shot peening.
Hal ini terjadi akibat efek tempa (forging) oleh
shot peening pada permukaan plat di daerah
sambungan las.

Gambar 7 : Bentuk Pengujian Kekerasan.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 385


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Sedangkan hasil uji kekerasan seperti pada 5. Struktur mikro


gambar 8. Pada hasil proses pengelasan apabila hasil las
dilihat pada arah transversal (penampang daerah
hasil las FSW), profil sambungan FSW
berbentuk trapesium terbalik yang menunjukkan
empat daerah hasil lasan yaitu (d)Base Material,
(c)HAZ, (b)TMAZ, dan (a)Nugget (weld metal),
seperti ditunjukkan pada pengamatan struktur
makro gambar 9.

d c b a
a

Gambar 9 : Penampang Daerah Hasil Las FSW.

Pengujian Struktur Mikro dilakukan pada


material baik RM, FSWNP, SP6, SP10, maupun
SP14, pengujian diamati dengan mikroskop
optic.
Hasil pengamatan struktur mikro setelah material
b dilakukan uji korosi ditunjukkan pada gambar
10.
a

d
Gambar 8 : Grafik distribusi kekerasan vs jarak kedalaman
(a. FSW NP, b. Shot 6’, c. Shot 10’, d. Shot 14’)
c
4. Pengujian Korosi
Pengujian korosi dilakukan dengan sel potensial
tiga elektroda, dan pengujian menggunakan
larutan NaCl sebesar 0,5%.
Hasil uji korosi ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4 : Hasil uji korosi.
Jenis E icor r
Bahan Al
Perlakuan (mV) (µA/cm2) (mpy)
RM -1477,2 258,72 0,549
FSW(NP) -1572,2 337,27 0,715 d
5083 SP 6 -1323,8 191,38 0,405
SP 10 -1284,1 184,07 0,390
SP 14 -1297,5 192,94 0,409

386 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

disebabkan naiknya kerapatan dislokasi yang terjadi


terutama pada batas butirnya. Ketika deformasi
berjalan terus seiring peningkatan waktu
penembakan yang digunakan, maka akan terjadi slip
silang dan proses penggandaan dislokasi, yang akan
membentuk daerah kerapatan dislokasi yang tinggi
selama proses shot peening berlangsung.
Disamping peningkatan kekuatan tarik dan
kekuatan luluh, proses shot peening juga
e menurunkan keuletan dan meningkatkan kekakuan
bahan. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya nilai
perpanjangan (ε). Pemberian shot peening yang
berlebihan dapat menyebabkan bahan menjadi getas.
Dari hasil pengujian kekerasan menunjukkan
bahwa bahan FSW dengan shot peening nilai
kekerasannya semakin meningkat, peningkatan
kekerasan searah ketebalan sebesar 1,09%, 6,51%,
dan 7,11%, dan hasil pengujian seperti ditunjukkan
pada tabel 5 dibawah.
Gambar 10 : Struktur Mikro Perbesaran 50x, Etsa HF
(a. RM, b.FSWNP, c.SP6, d.SP10, e.SP14) Tabel 5 : Hasil uji kekerasan.
Kekerasan
3. Pembahasan Hasil %
No. Spesimen Vickers
Kenaikan
Dari pengujian tarik akan didapatkan sifat (kg/mm2)
mekanik bahan, diantaranya adalah tegangan
maksimum, tegangan luluh, dan keuletan dari suatu 1. FSW NP 66,52 -
bahan. 2. FSW + SP6 67,25 1,09 %
Gambar 11 menunjukkan hasil uji tarik, 3. FSW + 70,85 6,51 %
dimana proses pengelasan FSW menyebabkan
4. FSW + 71,25 7,11 %
penurunan tegangan tarik dan tegangan luluh. Hal
ini disebabkan karena distribusi tegangan sisa yang
terjadi pada permukaan bahan tidak seimbang, Hasil pengujian kekerasan dapat dilihat pada
sehingga tegangan sisa tekan ini tidak dapat Gambar 12 dibawah. Nilai kekerasan hasil proses
mengimbangi tegangan tarik pada bahan pada saat pengelasan FSW mengalami penurunan dari base
terjadi pembebanan tarik statis dari luar. materialnya (BM). Hal ini disebabkan, didaerah
pengelasan logam mengalami siklus thermal berupa
pemanasan sampai temperatur maksimum dengan
diikuti proses pendinginan yang menyebabkan
terjadinya perubahan metalurgi dan deformasi pada
daerah las.

Gambar 11 : Grafik Tegangan vs. Jenis


Perlakuan Gambar 12 : Gabungan Grafik Kekerasan Daerah
Nugget (Weld Metal) Searah Tebal Spesimen
Proses shot peening dengan pemberian lama
waktu penembakan yang bervariasi dari 6 menit, 10 Kekerasan hasil proses shot peening
menit, dan 14 menit menunjukkan peningkatan mengalami peningkatan dari FSW tanpa shot
kekuatan tarik, dan kekuatan luluh yang signifikan. peening. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya
Peningkatan kekuatan tarik sebesar 2,06 %, 3,81 %, waktu shot peening yang diberikan maka deformasi
dan 6,04 %, dan peningkatan kekuatan luluh sebesar plastis pada permukaan bahan semakin besar.
6,42 %, 9,55 %, dan 13,67 %. Peningkatan ini Bagian yang mengalami deformasi plastis akan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 387


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

menyebabkan dislokasi pada sisi kristalnya dan Ucapan Terima Kasih


meningkatkan kerapatan dislokasi. Kerapatan
deformasi yang besar akan menumpuk pada bidang Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
luncur di penghalang, seperti batas butir. Dislokasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
yang tertumpuk pada suatu penghalang akan memberikan dukungan dana melalui program
berinteraksi. Interaksi ini akan menyebabkan Penelitian Dosen Pemula tahun 2014.
kerapatan dislokasi yang tinggi terutama pada batas
butir sehingga gerakan dislokasi akan saling Daftar Pustaka
menghambat. Dengan kata lain bahan menjadi kuat. Adamowski, J. and Szkodo, M. (2007), Friction stir
Dari hasil pengujian struktur mikro welds (FSW) of aluminium alloy AW6082-T6
menunjukkan bahwa material setelah dikorosikan 2007, Jurnal of achievements in materials and
pada larutan garam (larutan NaCl) 0,5%, pada RM manufacturing engineering, Vol. 20,.
mengalami korosi intergranular, korosi yang terjadi Caballero, (2011), Overall mechanical behavior of
pada batas butir. Pada FSWNP, material mengalami friction stir welded joints superficially treated
korosi celah (cresive corrosion) dibagian permukaan by laser shot peening, Jurnal Anales de
material. Mecanica de la fractura, vol. 2.
Cavaliere P., (2006), Effect of welding parameters
on mechanical and microstructural properties
of AA6056 joints produced by Friction Stir
Welding, Journal of Materials Processing
Technology 180, hal. 263-270.
Engineering Division Handbook, 1999, Technical
Data Aluminium, Aluminium City (Pty)
Limited.
Kazuhiro Nakata, dkk., (2000), Weldability of high
strength aluminium alloys by friction stir
Gambar 13 : Grafik Laju Korosi vs. Jenis welding, ISIJ International, vol. 40, pp. S15-
Perlakuan S19.
Kumar, K. and Kailas, S.V., (2008), The role of
Hasil pengujian korosi dapat dilihat pada friction strir welding tool on material flow and
Gambar 13 diatas. weld formation, Jurnal Materials Science &
Dari hasil pengujian korosi menunjukkan Engineering A 485 p. 367-374.
bahwa material FSWNP mengalami kenaikan laju Thomas, W., (1991), Friction Stir Welding, The
korosi (laju korosinya lebih besar) dari pada RM. Welding Institute.
Tetapi material setelah mendapat SP mengalami William, R., (1997), Welding Handbook, 8th ed,
penurunan laju korosi, seiring naiknya waktu SP. Vol.3, Miami.
Pada SP14 material sudah mengalami kejenuhan
pada bagian lapisan tipis permukaan material.
Material dengan laju korosi semakin kecil,
menunjukkan material ketahanan korosinya lebih
baik (bahan lebih tahan terhadap korosi).

4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses FSW menurunkan kekuatan tarik dan
kekerasan.
2. Dengan proses shot peening, kekuatan tarik dan
kekerasan Al 5083 meningkat seiring dengan
peningkatan waktunya shot peening.
3. Proses shot peening meningkatkan kekerasan
secara terbatas dan menyebabkan deformasi
plastis pada kedalaman tertentu dari permukaan
bahan.
4. FSW dengan shot peening akan mengalami
penurunan laju korosi, hal ini berarti ketahanan
korosinya lebih baik.

388 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Identifikasi Keterhubungan Eksternal, Kapabilitas Inovasi dan


Rantai Nilai Inovasi pada Industri Sepatu di Jawa Timur

Esti Dwi Rinawiyanti1)dan Benny Lianto2)

Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya1, 2)


estidwi@staff.ubaya.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai kapabilitas inovasi (Innovation Capability)
dan keterhubungan eskternal (external linkages) serta rantai nilai inovasi (innovation value chain) pada
industri sepatu di Jawa Timur.Kapabilitas inovasi perusahaan dianalisa menggunakan konsep technological
innovation capabiliities dengan 7 (tujuh) dimensi kapabilitas, sedangkan keterhubungan eksternal dilihat
melalui kemampuan perusahaan dalam membangun keterhubungan dengan pihak-pihak strategis di luar
perusahaan, yang diwakili oleh lima (5) bentuk keterhubungan eksternal. Rantai nilai inovasi diidentifikasi
melalui 6 (enam) aktivitas inovasi yang meliputi 3 tahapan rantai nilai inovasi (ideasi, konversi, dan difusi).
Industri sepatu di Jawa Timur dipilih karena merupakan salah satu kluster industri manufaktur yang sedang
diprioritaskan pengembangannya oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur.Populasi
dalam penelitian ini adalah industri sepatu di Jawa Timur dengan sampel penelitian 27 perusahaan sepatu
yang menjadi anggota Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) Jawa Timur. Proses pengambilan data
menggunakan metode survey, baik wawancara dan kuisioner. Hasil kuisioner kemudian diolah menggunakan
SPSS dan dilakukan beberapa analisa. Untuk kapabilitas inovasi diketahui bahwa dimensi dengan nilaigrand
mean tertinggi ialah manufacturing dan organizational capability (3.852), sedangkan dimensi dengan nilai
grand mean terendah adalah resource allocation capability (3.33). Pada keterhubungan eksternal
diidentifikasi bahwa perusahaan saat ini mayoritas sudah mempunyai forward linkages dengan nilai grand
mean tertinggi (3.94), tetapi masih sedikit yang menerapkan public linkages dengan nilai grand mean
terendah (3.03). Untuk rantai nilai inovasi disimpulkan bahwa sub-tahapan dengan nilai grand mean tertinggi
ialah selection (4.037), dan yang mendapatkan nilai grand mean terendah yaitu development (2.3704). Hasil
penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan industri sepatu di Jawa Timur,
khususnya yang berkaitan dengan inovasi, untuk lebih meningkatkan keunggulan menghadapi persaingan
globalisasi yang semakin ketat.

Kata Kunci: inovasi, keterhubungan, rantai nilai, alas kaki

1. Pendahuluan rantai nilai inovasi yang efektif dapat memberi


pengaruh signifikan terhadap kinerja inovasi dan
Tuntutan terhadap perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan (Roper et al,
keunggulan dan daya saingnya semakin kuat di era 2008; Ganatakis and Love, 2010).
persaingan yang semakin ketat dan menglobal
dewasa ini. Telah banyak penelitian dan cara yang Salerno et al (2010) mengatakan bahwa studi terkait
dilakukan untuk meningkatkan keunggulan dan daya rantai nilai inovasi terhadap kinerja inovasi
saing perusahaan, salah satunya adalah melalui perusahaan seringkali mengabaikan sisi kemampuan
aktivitas inovasi (Shang et al, 2010). Abereijo et al organisasi dalam melakukan inovasi, seperti struktur
(2007) mengatakan bahwa aktivitas inovasi memiliki organisasi, kemampuan sumber daya manusia,
asosiasi yang kuat dengan keberhasilan perusahaan sistem penghargaan, sistem informasi. Jaringan
dalam menopang kinerja dan pertumbuhan perusahaan dengan pihak eksternal, dan sistem
usahanya. Berbagai pakar dalam pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil
industri setuju bahwa aktivitas inovasi adalah kunci kajian di atas dapat dikatakan bahwa seperti halnya
penting dalam memenangkan persaingan industri konsep value chain yang dikemukan oleh Porter
dewasa ini (Karagouni et al, 2007). (1985) yang memiliki aktivitas utama (primary
activities) dan aktivitas pendukung (support
Aktivitas dan proses inovasi di dalam suatu activities), pengelolaan terhadap rantai nilai inovasi
perusahaan pada dasarnya dapat digambarkan dengan enam (6) aktivitas utama juga perlu
melalui aktivitas yang dilakukan perusahaan di didukungoleh usaha membangun kapabilitas inovasi
sepanjang rantai nilai inovasi (Innovation value perusahaan secara terus menerus sehingga dapat
chain), mulai tahap pencarian ide sampai pada menjamin keberlanjutan kinerja inovasi perusahaann
komersialisasi hasil-hasil inovasi (Hansen and secara keseluruhan dalam jangka panjang. Studi
Birkinshaw, 2007). Beberapa studi empiris terkait dengan usaha untuk mengidentiifikasi jenis-
memperlihatkan pengelolaan aktivitas sepanjang jenis kapabilitas inovasi apa saja yang benar-benar

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 389


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

berpengaruh dan dapat menjadi aspek pendukung Penelitian ini menggunakan metode gabungan,
terhadap kinerja rantai nilai inovasi menjadi sangat antara kualitatif (melalui observasi dan wawancara),
penting untuk dilakukan, karena dengan demikian, serta kuantitatif (melalui kuisioner dan analisa
setiap perusahaan dapat mengetahui secara pasti statistik).
jenis-jenis kapabilitas apa saja yang perlu mendapat
perhatian utama untuk terus dikembangkan agar 2.1 Metode Pengumpulan Data
kinerja inovasi secara keseluruhan dapat di Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, antara
pertahankan bahkan diitingkatkan secara lain: penentuan populasi dan sampel penelitian,
berkelanjutan. penetapan metode pengumpulan data dan
perancangan kuisioner. Populasi penelitian ini ialah
Lebih lanjut Lall (1992) mengatakan bahwa industri alas kaki yang tergabung dalam asosiasi
kemampuan inovasi perusahaan juga sangat persepatuan Indonesia (APRISINDO). Menurut data
ditentukan oleh kemampuannya untuk menyerap dan dari APRISINDO, saat ini terdapat kurang lebih 62
menggunakan dan me-utilisasi berbagai pengetahuan perusahaan sepatu di Jawa Timur yang tergabung
yang bersumber dari luar perusahaan (external dalam APRISINDO. Perusahaan-perusahaan inilah
knowledge sources). Di era ekonomi pengetahuan, yang akan disurvey, meskipun tidak menutup
seharusnya inovasi perusahaan tidak hanya kemungkinan perusahaan sepatu yang lain juga bisa
tergantung oleh sumber dan kapabilitas internal saja, disurvey.
namum juga perlu di lengkapi dengan sumber-
sumber pengetahuan eksternal yang diperoleh Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey,
melalui kemampuan perusahaan membangun baik melalui wawancara secara langsung dan
keterhubungan (linkages) dengan pihak eksternal penyebaran kuisioner. Penyebaran kuisioner
yang strategis. (Hseih et al, 2011). meliputi focus group discussion (FGD) dengan
APRISINDO dan juga melalui e-mail untuk
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor responden yang tidak hadir pada saat FGD.
industri yang dikembangkan dan mendapat skala
prioritas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2.2 Metode Analisis Data
Jawa Timur. Jumlah sentra IKM alas kaki di Jawa Sebelum merancang kuisioner dilakukan identifikasi
Timur sebanyak 1.840 unit usaha (Disperindag parameter dan variabel penelitian berdasarkan pada
Jatim, 2011). Dengan jumlah sentra industri kecil hasil studi literatur dan diskusi dengan berbagi pihak
menengah alas kaki di Jawa Timur yang sedemikian terkait, seperti dengan pihak APRISINDO. Selain itu
besar dapat dipastikan bahwa tingkat persaingan juga dilakukan survey awal yang berisi tentang
antara industri alas kaki semakin meningkat. Selain variabel-variabel terkait dengan kapabilitas inovasi
itu, pesaing tidak hanya industri alas kaki dalam yang dilakukan perusahaan, memuat pertanyaan-
negeri, tetapi juga dari luar negeri, seperti: China, pertanyaan yang berhubungan dengan rantai nilai
India, dan Vietnam. Oleh karena itu, upaya inovasi perusahaan, serta mengajukan pertanyaan-
peningkatan keunggulan dan daya saing perusahaan pertanyaan yang berkorelasi dengan keterhubungan
menjadi semakin penting dan mendesak dewasa ini. eksternal perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan yang
tertera di kuisioner lebih banyak merupakan
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ditujukan pertanyaan terbuka, karena memang untuk menggali
untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk dan mengidentifikasi variabel-variabel terkait
keterhubungan eksternal (external linkages) yang penelitian dan untuk mengetahui kondisi riil
dikembangkan dan dipraktekkan oleh industri sepatu perusahaan saat ini. Selain pertanyaan terbuka,
di Jawa Timur, serta mengetahui sampai sejauh terdapat pertanyaan yang diajukan dengan pilihan
mana kapabilitas inovasi dan kinerja rantai nilai jawaban ya atau tidak, serta ada juga yang meminta
inovasi yang diterapkan sesuai dengan kondisi riil perusahaan untuk memilih satu di antara beberapa
industri sepatu di Jawa Timur. Diharapkan hasil dari pilihan jawaban.
penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
pengembangan industri sepatu di Jawa Timur lebih Rancangan kuisioner yang dibagikan selain dari
lanjut. kuisioner survey awal semula, juga dilengkapi
dengan data-data/masukan yang diperoleh dari
2. Metode Analisis Data survey awal. Kuisioner terbagi menjadi 4 bagian,
yaitu: (1) Profil perusahaan, (2) Keterhubungan
Penelitian ini bisa diklasifikasikan sebagai action eksternal, (3) Kapabilitas inovasi, dan (4) Rantai
research dengan teknik analisis data. Penelitian ini nilai inovasi. Pertanyaan pada bagian profil
melibatkan berbagai pihak dan proses intervensi perusahaan dilengkapi dengan pilihan jawaban di
pada mereka, serta keterlibatan dari peneliti pada mana responden memberi jawaban yang paling
proses pengumpulan data. sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini.
Sedangkan untuk pertanyaan di bagian 2, 3, dan 4

390 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

jawaban diberikan dengan menggunakan skala mempunyai sistem produksi gabungan meliputi job
Likert dengan rentang nilai 1 sampai 5. order dan make to stock, dan kepemilikan modal
swasta. Jenis produk yang terbanyak dihasilkan ialah
Dari aktivitas pengumpulan data selama ini baru 27 sepatu dan sandal dengan variasi model produk lebih
perusahaan yang melengkapi kuisioner. Sehingga dari 30 model. Orientasi pasar saat ini sebagian
untuk analisis selanjutnya, data dari 27 perusahaan besar adalah gabungan antara dalam negeri dan
tersebut yang digunakan. ekspor.

Analisis data menggunakan bantuan software SPSS. Analisa berikutnya dilakukan untuk mengetahui
bentuk-bentuk keterhubungan eksternal, kapabilitas
3. Hasil dan Pembahasan inovasi, dan kinerja rantai nilai inovasi, sesuai
dengan kondisi riil industri sepatu di Jawa Timur.
Pada bab ini akan diuraikan analisis data dan Analisa tersebut dilakukan dengan menghitung rata-
interpretasi terhadap hasil kuisioner yang terdiri dari rata keseluruhan (grand mean) dari seluruh variabel
analisis deskritif, analisis keterhubungan eksternal, pada setiap bagian. Selanjutnya nilai grand mean
analisis kapabilitas inovasi, serta analisis rantai nilai dikelompokkan (rendah, sedang, tinggi) seperti di
inovasi. tabel 2 dengan perhitungan interval skala sebagai
berikut:
3.1 Analisis Deskriptif
Pada bagian ini akan dideskripsikan profil umum
dan karakteristik industri alas kaki di Jawa Timur
yang menjadi subyek dalam penelitian ini. Berikut Keterangan: N= Skala Likert (1-5)
rekapitulasi data profil perusahaan seperti tabel 1 di Skala pengukuran untuk menghitung mean dan
bawah ini. grand mean seperti di tabel berikut.

Tabel 1. Data Profil Perusahaan Tabel 2. Skala Pengukuran Mean dan Grand Mean
No Variabel Jawaban Jumlah Frekuensi Skala Keterangan
1. Jumlah < 100 4 15.38% 1,00 – 2,33 Rendah
karya- 101-300 1 3.85% 2,34 – 3,67 Sedang
wan 301-500 4 15.38% 3,68 – 5 Tinggi
501-700 8 30.77%
> 700 9 34.62% Analisa Keterhubungan Eksternal
2. Lama < 5 tthn 4 15.38%
perusa- 6-10 thn 3 11.54% Bentuk-bentuk keterhubungan eksternal yang
haan 11-15 thn 1 3.85% dimiliki oleh perusahaan diidenfikasi dalam lima
berope- 16-20 thn 5 19.23% kelompok, dengan hasil tercantum pada tabel 3.
rasi > 20 thun 13 50.00%
3. Sistem job order 12 44.44% Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa
produksi make to perusahaan saat ini terbanyak sudah mempunyai
stock 2 7.41% forward linkages dengan nilai grand mean tertinggi
gabungan 13 48.15% (3,94), yaitu dengan konsumen. Tetapi masih sedikit
4. Jenis sepatu 7 25.93%
perusahaan yang menerapkan public linkages
produk sandal 2 7.41%
dengan nilai grand mean terendah (3,03). Ini berarti
sepatu &
sandal 18 66.67% bahwa perusahaan mempunyai keterhubungan
5. Kepemi- pmdn 11 40.74% dengan pihak luar sebatas untuk keperluan usaha
likan swasta 14 51.85% saja, yaitu dengan pihak konsumen. Masih sedikit
modal gabungan 1 3.70% yang mempunyai keterhubungan dengan pihak
pma 1 3.70% publik seperti perguruan tinggi, lembaga riset, dan
6. Orientasi dalam pemerintah. Memang biasanya kerja sama dengan
pasar negeri 6 22.22% lembaga riset dilakukan untuk penelitian, dan
ekspor 5 18.52% dengan perguruan tinggi kebanyakan terkait dengan
gabungan 16 59.26% magang, dan kerja praktek, di mana kegiatan
7. Banyak- < 10 3 11.11% tersebut tidak berdampak langsung pada perusahaan.
nya 10-20 6 22.22% Sehingga seringkali perusahaan enggan untuk
model 20-30 2 7.41% melakukan kerja sama tersebut. Sedangkan kerja
produk > 30 16 59.26% sama dengan pemerintah lebih bersifat makro dan
tidak spesifik sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat terlihat Misalnya penetapan aturan dan kebijakan terkait
bahwa mayoritas perusahaan alas kaki anggota industri sepatu, impor bahan baku, dan sebagainya.
APRISINDO mempunyai jumlah karyawan lebih Karena alasan itulah maka perusahaan masih sedikit
dari 700 orang, beroperasi sudah lebih dari 20 tahun,

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 391


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

yang mempunyai keterhubungan eksternal dengan 3.2 Analisa Manova


publik. Analisis dilakukan pada variabel ketiga bagian
dengan hipotesis yang akan diuji pada analisis
Analisa Kapabilitas Inovasi (TIC) manova sebagai berikut:

Untuk mengidentifikasikapabilitas inovasi H0: Tidak ada perbedaan antara profil responden
digunakan 7 dimensi dengan beberapa variabel dengan variabel-variabel yang diujikan
terkait. Rekapitulasi data untuk kapabilitas inovasi H1: Ada perbedaan antara profil responden dengan
disajikan di tabel 4. variabel-variavel yang diujikan

Dari perhitungan mean dan grand mean dapat Hasil uji akan tolak H0 bila significant value Wilks’
diketahui bahwa dimensi yang mendapatkan grand Lambda yang diperoleh bernilai < 0,05 dan akan
mean tertinggi ialah manufacturing dan gagal tolak H0 (terima H0) jika significant value
organizational capability (3,.852). Sedangkan Wilks’ Lambda yang diperoleh bernilai > 0,05.
dimensi yang mendapatkan nilai grand mean
terendah adalah resource allocation capability Ada tujuh (7) variabel profil responden yang diuji
(3,33). Dapat diartikan bahwa industri sepatu di pengaruhnya, yaitu jumlah karyawan, usia
Jawa Timur mempunyai kapabilitas inovasi untuk perusahaan, jenis produk, serta model produk. Hasil
manufacturing cukup baik, mereka melakukan analisa Manova untuk tiap bagian dijelaskan berikut
upaya inovasi untuk lebih meningkatkan ini.
manufacturing mereka. Karena mayoritas industri
sepatu di Jawa Timur adalah perusahaan yang sudah Analisa Manova Profil Responden dan
menengah bahkan besar, mereka menggunakan Keterhubungan Eksternal
peralatan kerja dan mesin-mesin modern untuk
menunjang produksi. Selain itu, mereka menerapkan Hasil uji manova untuk kapabilitas inovasi
sistem manajemen produksi yang baik, seperti ditampilkan di tabel 6.
perencanaan dan pengendalian produksi serta
standarisasi produk. Mereka juga mempunyai Tabel 6. Hasil Uji Manova Keterhubungan Eksternal
struktur organisasi yang jelas dan pembagian Variabel
Keterhubungan Hasil Uji
pekerjaan yang teratur yang tertuang dalam SOP. Eksternal Manova
Walaupun, belum semua perusahaan mempunyai Jumlah
0,034 Tolak H0
visi dan misi perusahaan yang jelas. Di lain pihak, karyawan
nilai resource allocation capability masih rendah. Usia perusahaan 0,547 Gagal tolak H0
Sistem produksi 0,213 Gagal tolak H0
Berdasarkan wawancara dan observasi, bahan baku
Jenis produk 0,176 Gagal tolak H0
ada yang sebagian masih diimpor dari luar negeri,
Kepemilikan
yang terkendala harga dan naik turunnya kurs rupiah 0,951 Gagal tolak H0
modal
terhadap mata uang asing. Di samping itu, mereka Orientasi pasar 0,175 Gagal tolak H0
mengakui bahwa jumlah karyawan belum Model produk 0,175 Gagal tolak H0
mencukupi (masih kurang) dan terdapat kesulitan
untuk mendapatkan karyawan yang baru. Berdasarkan hasil uji manova terhadap
keterhubungan eksternal, di tabel 6 hanya satu
Analisa Rantai Nilai Inovasi variabel profil responden yang berpengaruh pada
keterhubungan eksternal, yaitu jumlah karyawan.
Identifikasi tahapan rantai nilai inovasi yang Hal tersebut dapat dimengerti, karena jumlah
dilakukan meliputi tiga tahapan, yaitu ideasi, karyawan erat kaitannya dengan skala perusahaan.
konversi, dan difusi, di mana masing-masing terbagi Semakin banyak jumlah karyawan, maka skala
dalam tahapan yang lebih detil, dengan hasil seperti perusahaan semakin besar, yang memungkinkan
di tabel 5. perusahaan untuk mempunyai lebih banyak
Dari tabel 5 dapat diidentifikasi bahwa sub-tahapan keterhubungan eksternal. Sedangkan variabel profil
yang mendapatkan nilai grand mean tertinggi ialah responden yang lain tidak berpengaruh pada
selection (4,037), dan yang mendapatkan nilai grand keterhubungan eksternal, meliputi usia perusahaan,
mean terendah yaitu development (2,3704). Dapat sistem produksi, jenis produk, kepemilikan modal,
dikatakan bahwa perusahaan tidak mengalami orientasi pasar, dan model produk.
kesulitan untuk menyeleksi ide-ide baru dan
mengolahnya menjadi produk atau proses yang Analisa Manova Profil Responden dan
bernilai tambah. Tetapi, terdapat kendala untuk Kapabilitas Inovasi
merealisasikan ide tersebut karena keterbatasan
dana, resiko produk tidak laku di pasar, dan Hasil uji manova untuk kapabilitas inovasi
pimpinan tidak mempunyai cukup waktu untuk ditampilkan di tabel 7.
mewujudkan ide tersebut.

392 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 7. Hasil Uji Manova Kapabilitas Inovasi dengan nilai grand mean terendah (3,03). Yang
Kapabilitas Hasil Uji kedua, untuk kapabilitas inovasi dapat diketahui
Variabel
Inovasi Manova bahwa dimensi yang mendapatkan grand mean
Jumlah tertinggi ialah manufacturing dan organizational
0,779 Gagal tolak H0
karyawan capability (3,852). Sedangkan dimensi yang
Usia perusahaan 0,556 Gagal tolak H0 mendapatkan nilai grand mean terendah adalah
Sistem produksi 0,433 Gagal tolak H0 resource allocation capability (3,33). Yang ketiga,
Jenis produk 0,700 Gagal tolak H0 untuk rantai nilai inovasi, dapat diidentifikasi bahwa
Kepemilikan
0,238 Gagal tolak H0 sub-tahapan yang mendapatkan nilai grand mean
modal
Orientasi pasar 0,448 Gagal tolak H0
tertinggi ialah selection (4,037), dan yang
Model produk 0,669 Gagal tolak H0 mendapatkan nilai grand mean terendah yaitu
development (2,3704).
Dari hasil uji manova terhadap kapabilitas inovasi Sedangkan dari analisa Manova diperoleh hasil
dapat disimpulkan bahwa semua variabel profil bahwa secara keseluruhan profil perusahan tidak
responden tidak berpengaruh pada kapabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap
inovasi. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan keterhubungan eksternal, kapabilitas inovasi, dan
kapabilitas inovasi perusahaan dilihat dari jumlah rantai nilai inovasi perusahaan. Hanya dua variabel,
karyawan, usia perusahaan, sistem produksi, jenis yaitu jumlah karyawan mempengaruhi berpengaruh
produk, kepemilikan modal, orientasi pasar, dan pada keterhubungan eksternal, dan orientasi pasar
model produk. memberikan perbedaan pada rantai nilai inovasi.

Analisa Manova Profil Responden dan Rantai Selanjutnya dapat diusulkan beberapa cara untuk
Nilai Inovasi lebih meningkatkan ketiga hal tersebut. Untuk
keterhubungan eksternal dengan membuka peluang
Hasil uji manova untuk rantai nilai inovasi untuk menjalin kerja sama dengan publik, antara lain
ditunjukkan di tabel 8 dengan perguruan tinggi terkait dengan penelitian
dan magang dan dengan pemerintah untuk kegiatan-
Tabel 8. Hasil Uji Manova Rantai Nilai Inovasi kegiatan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Rantai Nilai Hasil Uji Untuk kapabilitas inovasi dengan meningkatkan
Variabel resource allocation capability, misalnya membuka
Inovasi Manova
Jumlah karyawan 0,810 Gagal tolak H0 material center yang terintegrasi untuk memudahkan
Usia perusahaan 0,519 Gagal tolak H0 perusahaan mendapatkan bahan baku, terutama yang
Sistem produksi 0,726 Gagal tolak H0 masih diimpor dari luar negeri. Melalui material
Jenis produk 0,849 Gagal tolak H0 center perusahaan dapat melakukan one stop
Kepemilikan shopping di satu tempat. Sedangkan untuk rantai
0,310 Gagal tolak H0
modal nilai inovasi perusahaan tidak hanya mempunyai
Orientasi pasar 0,046 Tolak H0 ide-ide baru, tetapi bagaimana ide-ide tersebut dapat
Model produk 0,571 Gagal tolak H0 terealiasi dengan baik. Di sini diperlukan kesediaan
pimpinan dan pihak manajemen untuk meluangkan
Dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tidak waktu dan dana supaya ide-ide bisa diwujudkan dan
terdapat perbedaan antara profil responden dengan dikomersilkan dengan baik.
rantai nilai inovasi. Hanya satu variabel, yaitu
orientasi pasar, yang berbeda pengaruhnya pada Rekomendasi diusulkan untuk penelitian berikutnya
rantai nilai inovasi. Orientasipasar menjelaskan untuk menganalisa hubungan antara ketiga bagian
pasar yang dimasuki perusahaan, apakah dalam yang diuji pada penelitian ini, yaitu sejauh mana
negeri, ekspor atau gabungan. Ternyata hal ini keterkaitan antara keterhubungan eksternal,
berpengaruh pada tahapan rantai nilai inovasi yang kapabilitas inovasi, dan rantai nilai inovasi, serta
dilakukan perusahaan. diidentifikasi manakah yang mempunyai pengaruh
paling besar pada kinerja perusahaan.
4. Kesimpulan
Ucapan Terima Kasih
Dari hasil penelitian didapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut. Yang pertama, untuk Tim peneliti menyampaikan terimakasih kepada
keterhubungan eksternal industri sepatu di Jawa Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI)
Timur sudah memiliki hubungan dengan pihak luar melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian
yang meliputi backward linkages, forward linkages, Masyarakat Universitas Surabaya yang telah
horizontal linkages, public linkages dan informal mendanai pelaksanaan penelitian ini dengan Surat
linkages. Mayoritas perusahaan mempunyai forward Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Nomor: 006/ST-
linkages dengan nilai grand mean tertinggi (3,94), Lit/LPPM/DIKTI/FT/VIII/2014 tanggal 7 Agustus
yaitu dengan konsumen. Tetapi masih sedikit 2014.
perusahaan yang menerapkan public linkages

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 393


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Daftar Pustaka

Abereijo, Oluwagbemiga, Kehinde, Akinade (2007)


“Assessment of the Capabilities for Innovation
by Small And Medium Industry in Nigeria”,
African Journal of Business Management Vol.1
(8), November 2007, pp.209-217.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur,
(2011), Pelaksanaan Kebijakan Pembangunan
Industri Jawa Timur,
http://rocana.kemenperin.go.id/phocadownload/F
orkom_fungsional/pelaksanaan%20kebijakan%2
0 industri%20di%20jatim%20-
%20kadisperindag%20jatim.pdf [diakses tanggal
Desember 2012].
Ganatakis, P. and Love, J. (2010) “The Innovation
Value Chain in New Technology Based Firms:
Evidence from the UK”, Journal of Product
Innovation Management. Forthcoming.
Hansen and Birkinshaw (2007) The Innovation
Value Chain, Harvard Business Review
Spotlight, pp.4.
Hseih.W.L, Love, (2011) “The Innovation Value
Chain in Advanced Developing Countries: An
Empirical Study of Taiwanese Manufacturing
Industry”, Paper to be presented at the DRUID
society, Copenhagen, Denmark.
Karagouni-Papadopoulos (2007)” The Impact of
Technological Innovation Capabilities on The
Competitiveness of a Mature Industry”, MIBES
Transactions on Line, Vol 1, Issue 1.
Lall, S., (1992), “Technological Capabilities and
Industrialization, World Development”, Vol. 20,
No. 2, pp165 – 168.
Porter, Michael (1985) “Competitive Advantage:
Creating and Sustaining Superior Performance”,
Free Press, New York.
Roper, S., Du, J. & Love, J. H. (2008) "Modeling the
Innovation Value Chain,"Research Policy, 37
(6-7), 961-977.
Salerno, M, Gomes, Kroth, Freitas, De Mello (2010)
“Organization and Management of the
Expanded Innovation Value Chain“ POMS 21st
Annual Conference, Vancouver, Canada.
Shang Juan & Jolly R D. (2010) Accumulation of
Technological Innovation Capabilities and
Competitive Performance in Chinese Firm: a
quantitative study, IAMOT 2010, Cairo,Egypt,
pp. 1-21.
Yam,C.M, Wiiliam Lo, Esther P.Y, Tang
&Anonio,K.W.Lau (2010) “Technological
Innovation Capabilities and Firm performance”,
World Academy of Science, Engineering and
Technology, pp. 1023-1030

394 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 3. Data Keterhubungan Eksternal Perusahaan


Bentuk Grand
Variabel Mean
Keterhubungan Mean
Backward linkages Perusahaan mempunyai kerja sama dengan suplier 4.037 3.53
Perusahaan menggunakan jasa konsultan 3.185
Perusahaan menjalin hubungan baik dengan konsumen 4.222
Forward linkages Perusahaan bekerja sama dengan perusahaan trading 3.667 3.94
Perusahaan mempunyai kerja sama dengan distributor 3.37
Perusahaan bekerja sama dengan perusahaan sejenis 3.296
Horizontal linkages 3.33
Perusahaan menjalin hubungan baik dengan pesaing 3.37
Perusahaan bekerja sama dengan perguruan tinggi 2.37
Public linkages Perusahaan mendapatkan bantuan dari pemerintah 2.667 3.03
Perusahaan menjalin kerja sama dengan lembaga riset 2.667
Perusahaan mengikuti pameran 3.148
Perusahaan tergabung dalam organisasi/asosiasi dengan perusahaan
Informal linkages sejenis 4.185 3,67
Perusahaan mendapatkan bantuan dari bank/lembaga keuangan 3.63
Kerja sama dengan pihak luar memberikan manfaat 3.815

Tabel 4. Data Kapabilitas Inovasi Perusahaan


Grand
Dimensi Variabel Mean
Mean
Pendidikan karyawan 3.222
Ketrampilan karyawan 3.519 3.463
Learning Capability
Pelatihan dan pengembangan karyawan 3.481
Diskusi/sharing antar karyawan 3.63
Kemudahan memperoleh bahan baku 3.778
Ketersediaan modal 3.704
Resources allocation
Kemudahan mendapatkan karyawan 3.741 3.333
capability
Jumlah karyawan saat ini 3.37
Lokasi perusahaan mendukung kegiatan operasional perusahaan 3.333
Adanya bagian R&D secara formal 2.963
R&D Capability Kegiatan riset dan pengembangan (R&D) 3.259 3.741
Kontribusi R&D pada kinerja perusahaan 3.741
Peralatan kerja 3.926
Mesin produksi modern 3.667
Sistem dan perencanaan produksi 3.778
Kapasitas produksi 3.815
Manufacturing Pemenuhan order 3.963
3.852
Capability Pengaturan lantai produksi 3.519
Aliran proses produksi 3.704
Sistem perawatan mesin dan peralatan 3.63
Kualitas produk 4.37
Standarisasi produk 4.148
Struktur organisasi 4.222
SOP 3.815
Proses kepemimpinan 3.259
Organizational
Budaya perusahaan 3.333 3.852
Capability
Aturan kerja karyawan 3.481
Visi dan misi perusahaan 2.63
Hubungan pimpinan dan karyawan 3.593
Produk memenuhi keinginan konsumen 3.593
Pasar perusahaan 3.778
Hasil penjualan sesuai target 3.667
Kemudahan mendapatkan order 3.852
Marketing Capability 3.49
Ada merek produk sendiri 3.667
Pemasaran produk secara online 3.778
Adanya tim marketing 3.926
Jalur distribusi 4.111
Strategi pengembangan usaha 3.704
Strategy Capability Strategi menghadapi persaingan 3.593 3.716
Kerja sama dengan pihak lain 3.852

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 395


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 5. Data Rantai Nilai Inovasi Perusahaan


Grand
Tahapan Sub-Tahapan Variabel Mean
Mean
Karyawan sulit memunculkan ide-ide baru 2.6296
Ide-ide baru datang dari pimpinan 3.7037
In-House Karyawan tidak punya ide/inisiatif sendiri 2.6296 3.0296
Ide-ide pengembangan produk hanya dikerjakan oleh R&D 2.8518
Perusahaan memberikan penghargaan bagi ide baru 3.3333
Ideasi Karyawan antara divisi/bagian sulit bekerja sama 2.0741
Cross-Pollination 2.9629
Kerja sama antar divisi/bagian memunculkan ide baru 3.8518
Ide pengembangan produk jarang berasal dari luar
2.4815
perusahaan
External 2.5
Ide pengembangan produk dari luar perusahaan tidak lebih
2.5185
baik
Perusahaan menyeleksi ide-ide baru 4
Perusahaan mengelola dan mengolah ide yang ada menjadi
Selection 4.037
produk, sistem atau proses produksi yang memberi nilai 4.0741
tambah
Ide pengembangan produk sulit terealisasi karena
2.5556
Konversi keterbatasan dana
Ide pengembangan produk tidak optimal karena resiko tidak
2.5926
Development laku di pasar 2.3704
Realisasi pengembangan produk baru tidak tepat waktu 2.3333
Pimpinan dan manajer tidak punya waktu untuk
2
pengembangan usaha
Perusahaan lambat dalam meluncurkan produk baru 2.1852
Pesaing sering meniru produk baru dengan cepat 2.2963
Perusahaan membuat program khusus untuk mengenalkan
Difusi Spread 3.2593 2.8815
produk baru
Produk baru yang diluncurkan cepat dikenal konsumen 3.4444
Perusahaan lambat dalam mengembangkan pasar 2.2222

396 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Studi dan Analisis Deskriptif Sustainable Innovation pada UMKM


Pengolahan Makanan di Surabaya
Esti Dwi Rinawiyanti

Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya


estidwi@staff.ubaya.ac.id

Abstrak
Untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dituntut
untuk secara konsisten melakukan inovasi, di manatidak hanya mengutamakan profit, tetapi juga
kesejahteraan masyarakat dan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan.Hal ini sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).Beberapa penelitian telah dilakukan yang terkait
dengan sustainable innovation, tetapi kebanyakan diterapkan pada UMKM di luar negeri.Oleh sebab itu,
dirasa perlu dilakukan studi mengenai penerapansustainable innovation pada UMKM di Indonesia.Studi
kasus dilakukan pada UMKM pengolahan makanan di Surabaya dengan pertimbangan bahwa sektor
pengolahan makanan merupakan salah satu industri unggulan di Jawa Timur. Penelitian ini merupakan
descriptive research dengan tujuan untuk menggambarkan penerapan sustainable innovation pada UMKM
pengolahan makanan di Surabaya.Penelitian diawali dengan melakukan pengamatan dan survei awal, yang
hasilnya menjadi acuan bagi penyusunan kuisioner.Kuisioner dibuat dalam tiga bagian, (1) profil responden.
(2) variabel inovasi, dan (3) variabel sustainable innovation, serta dibagikan ke 100 responden yang
merupakan sampel dari populasi UMKM pengolahan makanan di Surabaya. Selanjutnya hasil kuisioner diolah
dengan menggunakan bantuan software SPSS dan dilakukan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil kuisioner
didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden sudah menerapkan inovasi, tetapi masih sedikit yang
mempertimbangkan prinsip sustainability dalam melakukan inovasi. Sebagian besar mengutamakan
keberlanjutan usaha (42,4%)laba (24,7%), tetapi mengabaikan dua unsur sustainability yang lain, yaitu
manusia dan lingkungan, yang bisa diidenfitikasi dari proses produksi, penggunaan kemasan, pemilahan
sampah, dan sebagainya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi program
pengembangan UMKM untukmembangkitkan kesadaran UMKM menerapkan sustainable innovation pada
usahanya.

Kata kunci: inovasi, lingkungan,,sustainability

1. Pendahuluan prasyarat bagi ekonomi yang dinamis dan kompetitif


(Cordeiro, 2012).
Dua masalah utama yang dihadapi sistem ekonomi
dunia saat ini adalah globalisasi dan perubahan Saat ini, semakin banyak perhatian yang diberikan
teknologi, keduanya membuat peluang-peluang bagi pada lingkungan, karena kegiatan yang dilakukan,
negara berkembang untuk meningkatkan baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan
kemampuan innovasi teknologi mereka yang berdampak pada lingkungan. Oleh sebab itu dalam
dianggap sebagai pendorong utama daya saing dan menjalankan inovasi, perusahaan tidak hanya
pembangunan ekonomi jangka panjang (Shang & mengutamakan untung (profit), tetapi juga
Jolly, 2003). Dalam mengkonsumsi suatu produk, kesejahteraan masyarakat, dan mempertimbangkan
konsumen tidak hanya sebatas melihat pada nilai dampak inovasi terhadap lingkungan. Hal ini selaras
atau fungsi dari suatu produk yang dibutuhkan, dengan pemikiran bahwa penggunaan sumber daya
tetapi konsumen juga memperhatikan apakah produk alam saat ini tidak boleh mengorbankan kepentingan
yang dipilih memiliki nilai tambah atau kelebihan generasi yang akan datang, yang diistilahkan dengan
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. pembangunan berkelanjutan (sustainable
Keinginan inilah yang harus dimengerti oleh development). Sustainable innovation merupakan
produsen sebagai landasan untuk melakukan proses kegiatan inovasi yang memberikan kontribusi pada
inovasi. Menurut Smith (2005), inovasi adalah sustainable development yang bermanfaat dari sisi
sesuatu yang baru, menciptakan sesuatu yang baru ekonomis, ekologis, dan sosial (Boersema & Bertels,
melalui proses belajar atau pengetahuan. Inovasi 2000).Dengan demikian, sustainable innovation
dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu: inovasi dapat diartikan sebagai pengembangan produk baru,
produk, inovasi proses, inovasi organisasi, dan proses, jasa, dan teknologi yang menyumbang
inovasi pemasaran (Cordeiro, 2012). Madrid- kontribusi pada pembangunan dan kesejahteraan
Guijarro, Garcia dan Auken (2009) menyatakan manusia dengan memberi perhatian pada sumber
bahwa inovasi secara luas diakui sebagai faktor daya alam dan kapasitas regeneratif. Konsep ini
kunci dalam daya saing bangsa dan selaras dengan definisi sustainable development
perusahaan.Perusahaan yang inovatif merupakan yang menekankan integrasi dari ekologi, sosial dan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 397


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

ekonomi dengan bertanggung jawab terhadap Jawa Timur yang naik 2 juta jumlahnya dari tahun
generasi sekarang dan yang akan datang (Wheeler & 2012, sehingga Produk Domestik Regional Bruto
Elkington, 2001). (PDRB) Jatim mencapai Rp. 1.012 triliun. (Suara
Surabaya, 2013).
Terdapat kombinasi dari faktor pemicu internal dan
eksternal yang berpengaruh pada komitmen Secara kumulatif UKM memiliki dampak yang
perusahaan untuk menjalankan sustainable cukup besar, tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga
innovation (Yoon, 2009).Beberapa studi mengatakan pada lingkungan sosial dan alam (Lawrence et al.,
faktor pemicu internal di antaranya ialah tekanan 2006).Dalam menjalankan bisnisnya, UKM
dari pemegang kepentingan dan karyawan, identitas menerima lebih sedikit publikasi, bantuan dan
organisasi, perspektif manajemen, dan tanggung sorotan masyarakat serta media, yang membuat
jawab sosial perusahaan.Sedangkan faktor pemicu mereka kurang menyadari isu-isu
eksternal meliputi permintaan konsumen, peraturan lingkungan.Akibatnya, UKM cenderung acuh tak
pemerintah, aktivitassosial dan perkembangan acuh terhadap pelaksanaan praktek-praktek ramah
teknologi.Respon perusahaan terhadap faktor-faktor lingkungan, yang biasanya membutuhkan lebih
pemicu tersebut berbeda satu sama lain, tergantung banyak modal dan pengawasan publik.Keengganan
dari pandangan perusahaan tentang hubungan antara UKM untuk menerapkan sustainability mungkin
pertumbuhan dan lingkungan dengan kombinasi karena keberlanjutan tampaknya tidak secara
faktor pemicu yang mereka hadapi. Respon signifikan mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan, mulai dari kepatuhan sampai perusahaan (Prabawani, 2013).
kepemimpinan, mencerminkan berbagai tingkatan
komitmen, sumber daya dan pemahaman tentang Walaupun sudah ada beberapa penelitian mengenai
masalah yang dihadapi.Sehingga, perusahaan sustainable innovation pada UKM,
dihadapkan pada beberapa pilihan sustainable tetapikebanyakan penelitian dilakukan pada UKMdi
innovation; apakah mereka hanya bereaksi terhadap luar negeri. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk
situasi dengan menggunakan sumber daya minimum dilakukan studi tentang sustainable innovation pada
untuk mengatasi faktor pemicu ataukah perusahaan UKM di Indonesia,khususnya di Surabaya, yang
harus proaktif, mengingat respon mereka dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.Tujuan dari
digunakan sebagai keuntungan strategis (Tello, penelitian ini ialah untuk mengetahui dan
2008). menggambarkan penerapan sustainable innovation
yang dilakukan oleh UKM.Untuk pemahaman yang
Selain faktor pemicu, terdapat juga kendala-kendala lebih mendalam, diberikan batasan obyek penelitian,
yang dihadapi UKM dalam penerapan sustainable yaitu UMKM pengolahan makanan, dengan
innovation. Kendala internal dari dalam organisasi pertimbangan bahwa usaha makanan olahan khas
itu sendiri antara lain usia perusahaan, ukuran berbasis agro menjadi salah satu produk unggulan
perusahaan, struktur organisasi, birokrasi, organisasi pada sektor IKM Jawa Timur (Tempo, 2012).Hingga
konservatif, usia karyawan, dan kesulitan mobilitas saat ini industri makanan minuman (mamin)
dari manajemen puncak untuk investasi inovasi. memang didominasi usaha mikro kecil dan
Kendala internal lainnya terkait dengan sumber daya menengah. Jumlah UMKM, khususnya mamin, di
manusia, yaitu rendahnya keahlian karyawan, Jatim sangat mendominasi dengan persentase hampir
motivasi yang buruk, keengganan berinovasi, dan 70 persen. Sedangkan sisanya, 30 persen, merupakan
kurangnya insentif. Sedangkan hambatan eksternal industri menengah dan industri besar (Jawapos,
merujuk pada konservatisme dan ketidakstabilan 2014).
pasar, ukuran dan situasi sektor bisnis, krisis global,
kesulitan menerapkan produk baru, beban pajak, 2. Metode
kesulitan mengembangkan produk baru dan ekspansi
ke pasar baru, kurangnya bantuan keuangan, Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
minimnya dukungan kelembagaan dan descriptive research karena tujuan penelitian ini
pengungkapan yang tidak memadai dan akses adalah untuk menggambarkan sejauh mana UMKM
informasi, kebijakan pemberian kredit, birokrasi pengolahan makanan di Surabaya menerapkan
tinggi, dan ketergantungan pada teknologi (Cordeiro, sustainable innovation.Ada dua jenis data yang
2012). diperlukan dalam penelitian ini yaitu data primer dan
data sekunder.Data primerdiperoleh langsung
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan melalui survey, baik dari hasil wawancara dengan
salah satu bagian yang penting dari perekonomian pemilik UMKM maupun dengan penyebaran
pada suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. kuisioner kepada pemilik UMKM pengolahan
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada makanan di Surabaya. Data ini antara lain mengenai
tahun 2007 UKM memberikan kontribusi sebesar profil UMKM meliputi skala, umur, jenis produk,
Rp. 2.12,3 triliun atau sama dengan 53,6 % dari total lokasi, inovasi yang dilakukan selama ini serta
PDB Indonesia. Pada 2013 terdapat 6,8 juta UKM di pertanyaan-pertanyaan terkait penerapan sustainable

398 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

innovation. Pertanyaan pada kuisioner meliputi No Variabel Jawaban Jumlah Prosen-


pilihan ganda untuk mendapatkan profil responden tase (%)
dan variabel-variabel terkait sustainable Surabaya 26 26
innovation.Sedangkan data sekundermerupakan data timur
yang diperoleh secara tidak langsung dari Surabaya 52 52
selatan
sumbernya, seperti dari internet dan sumber terkait.
Surabaya 7 7
pusat
2.1 Metode Pengumpulan Data Surabaya 1 1
barat
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode 2 Lama 0-5 thn 28 28
non probability sampling, yaitu convenience beroperasi 6-10 thn 38 38
sampling. Jumlah sampel yang diambil ialah100 11-15 thn 13 13
UMKM yang dapat mewakili populasiUMKM 16-20 thn 6 6
pengolahan makanan di Surabaya, meliputi 5 area di > 20 thn 15 15
Surabaya, yaitu Surabaya Barat, Surabaya Timur, 3 Sistem pesanan 24 24
Surabaya Utara, Surabaya Selatan, dan Surabaya produksi make to 39 39
Pusat. Sampel yang dipilih merupakan usaha stock
pengolahan makanan yang sudah mempunyai lokasi gabungan 37 37
permanen, bukan pedagang keliling. Selain itu, 4 Jumlah <5 36 36
produk 6-10 21 21
mereka sudah mempunyai nama usaha atau
11-15 17 17
nama/merek produk.
> 15 26 26
5 Jumlah 1-4 orang 51 51
Pengumpulan data primer diawali dengan survey karyawan 5-19 33 33
awal pada 20 UMKM.Pertanyaan untuk survey awal orang
bersifat terbuka, di mana responden memberikan 20-49 14 14
jawaban bebas bagi pertanyaan yang orang
diberikan.Survey awal dilakukan baik dengan 50-99 2 2
wawancara maupun pengamatan.Hasil dari survey orang
awal menjadi acuan bagi penyusunan 6 Usia < 20 tahun 12 10,8
kuisioner.Kuisioner dibuat dalam tiga bagian, yaitu karyawan 21-40 93 83,8
(1) profil responden, (2) inovasi, dan (3) sustainable tahun
innovation.Pertanyaan pada kuisioner bersifat > 40 tahun 6 5,4
7 Pendidi- smp 76 54,3
tertutup, artinya responden memilih jawaban dari
kan sma 59 42,1
pilihan jawaban yang disediakan.Ada pertanyaan karyawan d3/s1 5 3,5
dengan satu jawaban dan ada juga pertanyaan
dengan lebih dari satu jawaban.
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berada di Surabaya Selatan (52%), diikuti
2.2 Metode Analisis Data
dengan Surabaya Timur (26%).Hal ini bisa
dimaklumi karena tempat tinggal peneliti ada di area
Pengolahan data hasil kuisioner dilakukan dengan
Surabaya Selatan dan tempat kerja peneliti berlokasi
bantuan softwareSPSS untuk mengetahui frekuensi
di Surabaya Timur, yang memudahkan peneliti
dan prosentase tiap jawaban, untuk mendapatkan
untuk mendapatkan responden.Mayoritas responden
jawaban terbanyak.
sudah beroperasi selama 6-10 tahun (38%),
walaupun ada juga yang masih baru, 0-5 tahun
3. Hasil dan Pembahasan (28%). Sistem produksi yang dijalankan saat ini
Data yang telah diolah kemudian dianalisis sebagai sebagian besar make to stock (39%) dan gabungan
berikut. (37%). Gabungan di sini dimaksudkan responden
membuat produk dalam jumlah besar (make to stock)
3.1 Analisa Deskriptif maupun melayani pesanan.Jumlah produk yang
Analisa deskriptif dilakukan sesuai dengan tiga dimiliki responden mayoritas kurang dari 5 jenis
bagian kuisioner, yaitu (1) profil responden, (2) (36%).
inovasi, dan (3) sustainable innovation.
Untuk jumlah karyawan, sebagian besar mempunyai
Profil Responden karyawan sejumlah 1-4 orang (51%), kemudian 5-19
Data mengenai profil responden ditampilkan di tabel orang (33%).Hal ini dapat menjadi pertimbangan
1. untuk menentukan skala perusahaan, apakah mikro,
Tabel 1. Profil Responden
kecil dan menengah.
No Variabel Jawaban Jumlah Prosen-
tase (%) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan
1 Lokasi Surabaya 14 14 kuantitas tenaga kerja, usaha kecil merupakan entitas
utara usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 399


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan bisa berupa sertifikat halal, sertifikat good
entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai manufacturing process (GMP), ataupun piagam
99 orang.Sedangkan usaha mikro bila jumlah tenaga pernah menjuarai lomba UMKM, dan lain-
kerja 1-4 orang (Suryana, 2003).Dengan demikian lain.Untuk melindungi masyarakat dari produk
mayoritas responden merupakan usaha mikro (51%), pangan yang membahayakan kesehatan, maka salah
diikuti dengan usaha kecil (33%), dan sisanya adalah satu kebijakan pemerintah adalah menerapkan
usaha menengah (16%).Usia karyawan sebagian Perizinan Produksi dan Izin Edar bagi produk
besar antara 21-40 tahun (93%). Sedangkan makanan.Karena dengan menerapkan kebijakan
pendidikan karyawan mayoritas adalah SMP (76%). tersebut maka pemerintah dapat melakukan
pengawasan serta pembinaan agar produsen
Inovasi makanan/minuman memproduksi pangan sesuai
Berikutnya adalah analisa deskriptif dari inovasi dengan Cara Produksi Pangan Yang Baik
yang dilakukan responden selama ini, seperti yang (CPPB/CPMB) (Kabupaten Sukoharjo, 2013).Bila
ditunjukkan di tabel 2. responden mayoritas belum mendapatkan ijin edar,
maka bisa diartikan bahwa mereka belum
Dari data ditabel 2 didapatkan gambaran bahwa mengetahui CPPB/CPMB.
mayoritas responden melakukan inovasi supaya
produk tetap digemari (51,5%), diikuti dengan Sustainable Innovation
meningkatkan kualitas produk (18,4%), dan Terkait dengan analisa deskriptif sustainable
memberi keunikan pada produk (16%). Sedangkan innovation, maka variabel meliputi triple bottom
ide inovasi sebagian besar berasal dari pemilik line, yaitu ekonomi, lingkungan, dan manusia.Untuk
perusahaan (70,1%). Dapat dikatakan bahwa pemilik aspek ekonomi, saat melakukan inovasi mayoritas
perusahaan yang selama ini berinisiatif melahirkan responden mempertimbangkan keberlanjutan usaha
ide-ide untuk inovasi. Inovasi yang dilakukan (42,4%), diikuti dengan laba (24,7%), dan manfaat
meliputi inovasi produk dan inovasi proses. Untuk bagi konsumen (20,6). Dapat diartikan bahwa fokus
inovasi produk, hampir berimbang antara produk dalam melakukan inovasi yaitu usaha itu sendiri,
baru (40,5%), dan produk sama dengan rasa/varian supaya tetap bertahan dan mendatangkan laba.Untuk
baru (37,2%). Hal ini dapat dimaklumi, karena usaha aspek lingkungan, salah satu variabel menanyakan
makanan biasanya di awal usaha mempunyai satu tentang kemasan yang digunakan.Hal ini terkait
jenis produk, tetapi dengan perkembangan usaha dengan limbah kemasan yang dihasilkan. Sebagian
mereka menambah jenis/varian produk dengan besar responden menggunakan kemasan plastik
produk yang benar-benar baru, atau menambah (44%) dan kertas (37,1%). Padahal, limbah kemasan
rasa/varian produk pada produk yang sudah ada. dari plastik sulit untuk diurai dan berdampak kurang
Pada inovasi proses, ada beberapa yang dilakukan, baik pada lingkungan.Hasil ini berhubungan dengan
antara lain cara mengatur ruangan (79%) dan cara jawaban dari pertanyaan apakah responden
menyiapkan bahan (67%). Ruangan di sini bukan mengetahui jenis kemasan yang dapat didaur
hanya berarti dapur atau tempat memasak, tapi juga ulang.Sebagian besar responden (76%) menjawab
stan/tempat berjualan.Hampir semua responden tidak tahu.Hampir semua responden (94%) tidak
(98%) menyatakan bahwa inovasi berpengaruh memilah/memisahkan sampah yang dihasilkan.
positif, baik pada kualitas produk maupun penjualan Artinya, mereka mencampur aduk sampah yang
produk. Walaupun demikian, terdapat beberapa berasal dari proses (bio), sampah kertas, sampah
hambatan inovasi yang dihadapi oleh responden plastik, dan sampah-sampah yang lain. Sebagian
selama ini, antara lain tidak ada yang mengerjakan besar responden (87,7%) menggunakkan elpiji untuk
(27%) dan tidak ada keharusan (22%). Temuan ini proses memasak. Untuk aspek manusia, beberapa
menjadi menarik, karena walaupun mereka variabel ditanyakan baik yang berhubungan dengan
mengatakan bahwa inovasi berpengaruh positif pada karyawan maupun masyarakat luar.Sebagian besar
kualitas dan penjualan produk, tetapi mereka merasa responden (82%) melakukan
bahwa tidak ada keharusan untuk melakukan pelatihan/pengembangan karyawan, yang umumnya
inovasi. Sebagian besar responden (26,6%) dilaksanakan di dalam/internal (81%).Hanya
menyatakan bahwa tidak ada hambatan inovasi beberapa responden (17%) yang sudah melakukan
selama ini. Terkait dengan paten/ijin edar, mayoritas pelatihan karyawan di luar usaha, baik melalui
responden belum memiliki (81%) dengan beberapa pelatihan dari pihak pemerintah maupun pelatihan
alasan, antara lain: tidak tahu gunanya (38,5%) dan dari pihak lain (swasta).Masih sedikit dari responden
tidak tahu caranya (19,2%). Hal ini berarti bahwa yang mengharuskan karyawannya menggunakan
sebagian besar responden belum mengetahui sarung tangan saat produksi (32%), menggunakan
manfaat dari paten/ijin edar dan kebanyakan mereka masker (16%), dan menggunakan penutup kepala
tidak tahu bagaimana cara untuk mengurus paten/ijin (16%).Sisanya belum melakukan ketiga hal
edar. Sebagian besar responden (89%) juga belum tersebut.Padahal ketiga hal tersebut sangat penting,
pernah mendapatkan piagam/sertifikat untuk karena pada saat proses produksi karyawan
usaha/produknya.Piagam/sertifikat yang diperoleh berhubungan langsung dengan produk. Dengan

400 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar besar ide inovasi berasal dari pemilik perusahaan
responden kurang menjaga higienis (70,1%). Untuk inovasi produk, hampir berimbang
produk(keamanan pangan) makanan yang antara produk baru (40,5%), dan produk sama
dihasilkan, karena saat memproduksi makanan dengan rasa/varian baru (37,2%). Sedangkan pada
tersebut masih terdapat kemungkinan terkontaminasi inovasi proses, yang dilakukan ialahcara mengatur
dan produk tidak terlindungi dengan baik.Untuk ruangan (79%) dan cara menyiapkan bahan (67%).
aspek masyarakat luar, sebagian besar responden Hampir semua responden (98%) menyatakan bahwa
(78%) tidak pernah menjadi sponsor suatu inovasi berpengaruh positif, baik pada kualitas
kegiatan.Hal ini dapat diartikan bahwa responden produk maupun penjualan produk. Walaupun
tidak terlibat secara aktif pada kegiatan-kegiatan demikian, terdapat beberapa hambatan inovasi yang
yang tidak berdampak langsung pada usaha. Tetapi, dihadapi oleh responden selama ini, antara lain tidak
hampir separuh responden (43%) pernah mengikuti ada yang mengerjakan (27%) dan tidak ada
kegiatan pertemuan yang diadakan oleh pihak lain. keharusan (22%), sedangkan beberapa responden
Misalnya oleh PKK, pihak kampus, pihak (26,6%) menyatakan bahwa tidak ada hambatan
pemerintah, perusahaan, dan sebagainya. Selain itu, inovasi selama ini. Terkait dengan paten/ijin edar,
hampir separuh responden (43%) sudah mempunyai mayoritas responden belum memiliki (81%) dengan
kerja sama dengan pihak lain. beberapa alasan, antara lain: tidak tahu gunanya
(38,5%) dan tidak tahu caranya (19,2%). Sebagian
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden (89%) juga belum pernah
besar responden belum memahami dan menerapkan mendapatkan piagam/sertifikat untuk
prinsip sustainability saat melakukan usaha/produknya.
inovasi.Mereka masih fokus pada aspek ekonomi
saja, yaitu bagaimana mendapatkan laba dan Saat melakukan inovasi mayoritas responden
mempertahankan usaha dan masih sedikit perhatian terutama masih fokus pada usahanya sendiri, yaitu
yang diberikan pada lingkungan, manusia, baik mempertimbangkan keberlanjutan usaha (42,4%),
karyawan maupun masyarakat luas (konsumen). diikuti dengan laba (24,7%). Sebagian besar
Walaupun yang diteliti adalah UMKM makanan, responden menggunakan kemasan plastik (44%) dan
masih banyak yang belum memahami mengenai kertas (37,1%) dan belum mengetahui jenis kemasan
keamanan pangan dan cara produksi pangan yang yang dapat didaur ulang (76%). Hampir semua
baik. Memang mereka sudah mengerti bagaimana responden (94%) tidak memilah/memisahkan
mengolah makanan yang higienis, tapi itupun belum sampah yang dihasilkan.Sebagian besar responden
dibuktikan apakah produk makanan yang dihasilkan (82%) melakukan pelatihan/pengembangan
benar-benar higienis dan aman untuk karyawan, yang umumnya dilaksanakan di
dikonsumsi.Untuk memastikan bahwa produk dalam/internal (81%).Masih sedikit dari responden
makanan higienis, maka perlu dilakukan uji lab yang mengharuskan karyawannya menggunakan
untuk mengetahui bahwa produk bebas dari bakteri, sarung tangan saat produksi (32%), menggunakan
bahan pemanis buatan, dan bahan pengawet. masker (16%), dan menggunakan penutup kepala
(16%). Sebagian besar responden (78%) tidak
4. Kesimpulan pernah menjadi sponsor suatu kegiatan. Tetapi,
hampir separuh responden (43%) pernah mengikuti
Dari penelitian yang dilakukan pada 100 UMKM kegiatan pertemuan yang diadakan oleh pihak lain
makanan di Surabaya didapatkan hasil analisa dan mempunyai kerja sama dengan pihak lain.
deskriptif sebagai berikut.Sebagian besar responden
berada di Surabaya Selatan (52%), diikuti dengan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, beberapa saran
Surabaya Timur (26%).Mayoritas responden sudah dapat diusulkan untuk mengembangkan UMKM
beroperasi selama 6-10 tahun (38%), kemudian 0-5 makanan di Surabaya.Dari hasil kuisioner diketahui
tahun (28%). Sistem produksi yang dijalankan saat bahwa hambatan inovasi yang terbesar saat ini ialah
ini sebagian besar make to stock (39%) dan tidak ada yang mengerjakan (27%) dan tidak ada
gabungan (37%). Jumlah produk yang dimiliki keharusan (22%). Kemudian untuk paten/ijin edar,
responden mayoritas kurang dari 5 jenis mayoritas mengatakan tidak tahu gunanya (38,5%)
(36%).Berdasarkan jumlah karyawan, mayoritas dan tidak tahu caranya (19,2%). Dalam hal ini
responden merupakan usaha mikro (51%), diikuti diperlukan sosialiasi mengenai pentingnya
dengan usaha kecil (33%), dan sisanya adalah usaha keamanan pangan yang harus diterapkan pada
menengah (16%).Usia karyawan sebagian besar produk yang dijual kepada konsumen.Terutama
antara 21-40 tahun (93%). Sedangkan pendidikan untuk produk pangan yang menggunakan kemasan,
karyawan mayoritas adalah SMP (76%). Untuk ijin edar diperlukan untuk memberi kepastian pada
inovasi, mayoritas responden melakukan inovasi konsumen mengenai keamanan produk yang
supaya produk tetap digemari (51,5%), dibeli.Untuk itu perlu juga sosialisasi mengenai
meningkatkan kualitas produk (18,4%), dan pentingnya mempunyai ijin edar bagi produk
memberi keunikan pada produk (16%). Sebagian makanan dan bagaimana mendapatkannya.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 401


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Umumnya produk makanan yang menggunakan nsi-Industri-Mamin-Terbuka, Potensi Industri


kemasan dan awet selama beberapa hari harus Mamin Terbuka [diakses pada tanggal 24
mempunyai ijin edar bila dipasarkan/dijual di September 2014].
toko/supermarket.Ini perlu dijelaskan pada UMKM, Kabupaten Sukoharjo (2013), Jenis-Jenis Pangan
karena untuk memajukan usaha dan meluaskan yang Bisa Didaftarkan untuk Memperoleh
daerah pemasaran, mereka bisa menitipkan Sertifikat P-IRT,
produknya (konsinyasi) ke toko.Untuk memudahkan http://dkk.sukoharjokab.go.id/read/jenis-jenis-
hal tersebut mereka harus mempunyai ijin edar pangan-yang-bisa-di-daftarkan-untuk-
terlebih dahulu.Biasanya dalam pengurusan ijin edar memperoleh-sertifikat-p-irt [diakses pada
UMKM akan mendapatkan penjelasan tentang tanggal 14 September 2014].
keamanan pangan, label dan kemasan, cara Lawrence, S.R., E. Collins, K. Pavlovich and M.
pengolahan makanan yang higienis, termasuk Arunachalam, (2006), Sustainability practices
pentingnya menggunakan sarung tangan, masker, of SMEs: The case of NZ. Business Strategy and
dan penutup kepala saat melakukan proses produksi. the Environment, 15(4): 242-257.
Selain sosialisasi dibutuhkan juga bantuan secara Madrid-Guijarro, A.; Garcia, D. ; Auken, H. V.
langsung, antara lain memfasilitasi pengurusan ijin (2009), Barriers to innovation among Spanish
edar dan sertifikat halal. Ini untuk mengatasi kendala manufacturing SMEs. Journal of Small Business
biaya dalam pengurusan paten/ijin edar yang Management, v. 47, n. 4, p. 465-488, 2009.
dikatakan oleh 10,4% responden. Selain itu, Prabawani, Bulan, (2013), Measuring SMEs’
pemberian pelatihan diberikan juga untuk pemilahan Sustainability: A Literature Review and Agenda
limbah/sampah dan penggunaan kemasan yang bisa for Research, International Journal of
didaur ulang, serta pelatihan pemasaran dan Management and Sustainability, 2013,
akuntansi sederhana untuk meningkatkan 2(12):193-207.
ketrampilan UMKM agar mempunyai daya saing Smith, K., (2005), Measuring innovation. The
yang tinggi.Sosialisasi dan pelatihan tersebut bisa Oxford Handbook of Innovation (p. 149-177).
dilakukan dengan kerja sama dan kolaborasi antara Oxford, UK: Oxford University Press. 2005.
pemerintah (pihak terkait), perguruan tinggi, dan Suara Surabaya, (2013) 6,8 Juta UMKM Jatim
swasta. Sehingga hal tersebut dapat meminimalisasi Tembus PDRB 1.012 Triliun Setahun,
hambatan Dengan demikian diharapkan bahwa http://ekonomibisnis.suarasurabaya.net/news/20
UMKM dalam melakukan inovasi, tidak hanya 13/125328-6,8-Juta-UMKM-Jatim,-Tembus-
berfokus pada usaha, tetapi juga dampaknya PDRB-1.012-Triliun-Setahun, diakses tanggal 4
terhadap lingkungan dan manusia. Februari 2014
Suryana. (2003), Kewirausahaan: Pedoman Praktis,
Ucapan Terima Kasih Kiat Dan Proses Menuju Sukses, Edisi 1,
Tim peneliti menyampaikan terimakasih kepada Bandung: Salemba Empat.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Surabaya yang telah mendanai Tello, Steven F., Yoon Eunsang, (2008), Examining
pelaksanaan penelitian ini dengan Surat Perjanjian Drivers of Sustainable Innovation, Journal of
Pelaksanaan Penugasan Nomor: 027/Lit/LPPM- International Business Strategy 10/20/2008,
01/FT/IV/2014 tanggal 10 April 2014. Vol. 8 Issue 3, p164-169,
http://faculty.uml.edu/stello/Tello_IABE.pdfn,
Daftar Pustaka [diakses pada tanggal 26 Februari, 2014].
Boersema, J. J. & Bertels, J. (2000), "Sustainable Tempo, (2012), Industri Kecil di Jawa Timur
development in the developed countries: will Tumbuh Pesat,
theory and practice meet?" in: Lee, K., Holland, http://www.tempo.co/read/news/2012/11/20/090
A.& McNeill, D. (Eds.): Global sustainable 442924/Industri-Kecil-di-Jawa-Timur-Tumbuh-
development in the 21st century. Edinburgh: Pesat, [diakses pada tanggal 26 Februari 2014].
Edinburgh University Press, 31-96. Wheeler, David and Elkington, John, (2001), The
Cordeiro, Ana Silvia, Vieira, Filipa Dionisio, (2012), end of the corporate environmental report? Or
Innovation: A Strategy that Leads to the advent of cybernetic sustainability reporting
Competitiveness in SMEs, Iberoamerican and communication, Business Strategy and the
Journal of Industrial Engineering, Environment, Volume 10, Issue 1, pages 1–14,
Florianópolis, SC, Brasil, v. 4, n. 8, p. 146-162, January/February 2001.
2012.
Jawapos (2014), Pelaku UKM, Ditopang Jumlah
Penduduk,
http://www.jawapos.com/baca/artikel/3057/Pote

402 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 2. Inovasi
No. Variabel Jawaban Jumlah Prosentase (%)
1. Alasan inovasi meningkatkan kualitas produk 30 18,4
memberi keunikan pada produk 26 16
produk tetap digemari 84 51,5
menghemat biaya 14 8,6
lebih unggul dari pesaing 9 5,5
2. Dari mana ide inovasi pemilik perusahaan 94 70,1
suplier/pemasok 0 0
pesaing 10 7,5
karyawan 6 4,5
konsumen 24 17,9
3. Inovasi produk produk baru 49 40,5
produk sama, rasa/varian baru 45 37,2
produk sama, kemasan baru 16 13,2
lainnya 11 9,1
4. Inovasi proses cara menyiapkan bahan 67 38,7
cara memasak 11 6,4
cara mengatur ruangan 79 45,7
cara menjual 14 8,1
lainnya 2 1,2
5. Pengaruh pada kualitas produk ya 98 98
tidak 2 2
6. Pengaruh pada penjualan produk ya 98 98
tidak 2 2
7. Hambatan inovasi tidak tahu caranya 10 8,1
keterbatasan dana 16 12,9
tidak ada yang mengerjakan 27 21,8
tidak ada waktu 16 12,9
tidak ada keharusan 22 17,7
tidak ada 33 26,6
8. Paten/ijin edar ya 19 19
tidak 81 81
9. Alasan belum paten tidak tahu caranya 20 19,2
kendala biaya 11 10,6
tidak penting 16 15,4
tidak ada yang mengurus 12 11,5
tidak tahu gunanya 40 38,5
lainnya 5 4,8
10. Piagam/sertifikat ya 11 11
tidak 89 89

Tabel 3.Sustainable Innovation


No. Variabel Jawaban Jumlah Prosentase (%)
1. Yang dipertimbangkan saat inovasi laba/profit 42 24,7
manfaat bagi konsumen 35 20,6
pengaruh ke lingkungan 10 5,9
manfaat bagi masyarakat 11 6,5
keberlanjutan usaha 72 42,4
2. Mengetahui cara pengolahan makanan ya 91 91
yang higienis tidak 9 9
3. Kemasan yang digunakan saat ini kertas 59 37,1
plastik 70 44
daun 4 2,5
stiroform 22 13,8
kaleng 1 0,6
lainnya 3 1,9
4. Mengetahui jenis kemasan yang dapat ya 24 24
didaur ulang tidak 76 76
5. Memilah sampah/limbah yang ya 6 6
dihasilkan tidak 94 94
6. Sumber energi terbanyak yang kayu bakar 2 1,9
digunakan elpiji 93 87,7
listrik 10 9,4

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 403


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

No. Variabel Jawaban Jumlah Prosentase (%)


minyak tanah 1 0,9
7. Melakukan pelatihan karyawan ya 82 82
tidak 18 18
8. Pelatihan karyawan dilakukan di dalam ya 81 81
perusahaan tidak 19 19
9. Pelatihan karyawan dilakukan di luar Ya 17 17
perusahaan tidak 83 83
10. Karyawan menggunakan sarung tangan ya 32 32
saat melakukan proses produksi tidak 68 68
11. Karyawan menggunakan masker saat ya 16 16
melakukan proses produksi tidak 84 84
12. Karyawan menggunakan penutup ya 16 16
kepala saat melakukan proses produksi tidak 84 84
13. Perusahaan pernah menjadi sponsor ya 22 22
suatu kegiatan tidak 78 78
14. Perusahaan pernah mengikuti ya 43 43
kegiatan/pertemuan tidak 57 57
15. Perusahaan mempunyai kerja sama ya 43 43
dengan pihak lain tidak 57 57

404 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Komparasi Performa Sistem Refrigerasi


Ac Mobil Dengan Refrigeran R-134a Terhadap Musicool-134a
Bagiyo Condro Purnomo1,dan Suhanan2
1
Mahasiswa Pasca Sarjana, Teknik Mesin, Jurusan Teknik Mesin dan Industri,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email : superbgy@yahoo.com
2
Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstrak
Perkembangan sistem pengkondisian udara terjadi pada sistem refrigerasi dan fluida kerja atau refrigerannya. Perkembangan
dibidang refrigeran didorong oleh dua masalah lingkungan, yaitu penipisan lapisan ozon (ODP) dan pemanasan global
(GWP). Sifat merusak lapisan ozon yang dimiliki oleh refrigeran dalam kelompok halocarbon yang termasuk didalamnya
yaitu CFC dan HCFC, sedangkan refrigeran yang berpotensi untuk meningkatkan pemanasan global dalam kelompok
halocarbon yaitu HFC. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut diperlukan refrigeran dari alam atau refrigeran natural.
Musicool merupakan refrigeran natural dari kelompok hidrokarbon yang diproduksi oleh Pertamina. Tujuan penelitian ini
adalah mengganti (retrofit) refrigeran yang berpotensi ODP dan GWP (R-134a) dengan refrigeran Musicool-134a yang
ramah lingkungan, serta mengetahui performa dari refrigeran Musicool-134adalam sistem refrigerasi kompresi uap. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Lingkup penelitian ini mencakup dua variabel yaitu
komposisi beratrefrigeran(R-134a 600 gram, musicool 200 gram, musicool 250 gram dan musicool 300 gram) dan kecepatan
putar mesin (1000 rpm dan 1500 rpm). Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa Massa refrigeran yang digunakan untuk
mengganti R-134a ke musicool jauh lebih sedikit.Temperatur terendah dicapai dengan menggunakan refrigeran musicool 200
gram yaitu 6 oC. Penggunaan refrigeran musicool300 gram, memberikan kerja kompresor yang lebih ringan, dilihat dari rasio
kompresi kecil (4), tekananhisapkompresor tinggi (42 Psi). Penggunaan internal heat exchanger (IHE) memberikan efek
yang bagus terhadap suhu masuk ke evaporator lebih rendah dibanding tanpa IHE.

Kata kunci : reftrofit, refrigeran Hydrocarbon, refrigeranMusicool

1. Pendahuluan Protocol montreal merupakan perjanjian


internasional untuk mengatur dan melarang
1.1. Latarbelakang penggunaan zat-zat perusak ozon, sedangkan
Sistem refrigerasi telah memainkan peran protocol Kyoto adalah sebuah persetujuan untuk
penting dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya mengatur dan mengurangi gas-gas penyebab
terbatas untuk peningkatan kualitas dan kenyamanan terjadinya efek rumah kaca yang ditengarai
hidup, namun juga telah menyentuh hal-hal esensial menimbulkan pemanasan global (GWP). Apabila
penunjang kehidupan manusia. Teknologi ini banyak kedua protocol tersebut dilaksanakan secara
diaplikasikan untuk penyimpanan dan bersama-sama maka secara umum tidak ada
pendistribusian makanan, penyejuk udara untuk refrigeran komersial yang dapat dipakai kecuali
kenyamanan ruangan baik pada industri, refrigeran alami atau natural.
perkantoran, transportasi, dan rumah tangga. Sistem Refrigeran natural adalah refrigeran yang
refrigerasi kompresi uap merupakan sistem langsung berasal dari alam dan tidak memiliki
refrigerasi yang paling banyak dipakai dalam proses dampak yang buruk terhadap lingkungan, tetapi
pendinginan, pembekuan, dan penyejuk udara. beberapa refrigeran memiliki efek samping bagi
Mesin refrigerasi merupakan peralatan penggunanya seperti karena kadar racun yang tinggi
konversi energi yang mentransfer kalor dari media dan mudah terbakar. Refrigeran natural yang biasa
bertemperatur rendah ke media bertemperatur tinggi digunakan adalah air, udara, gas mulia, hidrokarbon,
dengan menggunakan kerja dari luar sistem. amonia dan karbondioksida.
Perkembangan sistem pengkondisian udara terjadi Refrigeran yang mempunyai potensi untuk
baik pada sistemrefrigerasi dan pada fluida kerja mengganti refrigeran kelompok halocarbon adalah
atau refrigerannya. salah satunya refrigeran hidrokarbon. Refrigeran
Perkembangan dibidang refrigeran juga hidrokarbon yang beredardipasaran adalah
didorong oleh dua masalah lingkungan, yakni Musicool, yang merupakan produk dari
penipisan lapisan ozon (ODP) dan pemanasan global PERTAMINA.
(GWP). Sifat merusak lapisan ozon yang dimiliki 1.2. Refrigeran Alamiah Musicool
oleh refrigeran dalam kelompok halocarbon yang Musicool adalah refrigeran dengan bahan dasar
termasuk didalamnya yaitu CFC dan HCFC. hidrokarbon alam dan termasuk dalam kelompok
Refrigeran yang berpotensi untuk meningkatkan refrigeran ramah lingkungan, dirancang sebagai
pemanasan global yaitu halocarbon dalam kelompok alternatif pengganti freon yang merupakan refrigeran
HFC. sintetik kelompok halokarbon; CFC R-12, HCFC R-

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 405


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

22 dan HFC R-134a yang masih memiliki potensi 1.5. Studi Pustaka
merusak alam.
James M. (2008) membagi perkembangan
Musicool telah memenuhi persyaratan teknis
refrigeran menjadi empat periode yaitu periode
sebagai refrigeran yaitu meliputi aspek sifat fisika
pertama, 1830-an hingga 1930-an, dengan kriteria
dan termodinamika, diagram tekanan versus suhu
refrigeran "apa pun yang bekerja di dalam mesin
serta uji kinerja pada siklus refrigerasi. Hasil
refrigerasi". Refrigeran yang digunakan dalam
pengujian menunjukan bahwa dengan beban
periode ini adalah ether, CO2, NH3, SO2,
pendingin yang sama, MUSICOOL memiliki
hidrokarbon, H2O, CCl4, CHCs. Periode ke-dua,
keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
1930-an hingga 1990-an menggunakan kriteria
refrigeran sintetic, diantaranya beberapa parameter
refrigeran aman dan tahan lama (safety and
memberikan indikasi data lebih kecil, seperti
durablity). Refrigeran pada periode ini adalah CFCs
kerapatan bahan (density), rasio tekanan kondensasi
(Chloro Fluoro Carbons), HCFCs (Hydro Chloro
terhadap evaporasi dan nilai viskositasnya,
Fluoro Carbons), HFCs (Hydro Fluoro Carbons),
sedangkan beberapa parameter lain memberikan
NH3, H2O. Periode ke-tiga, 1990-an hingga 2010-
indikasi data lebih besar, seperti efek refrigerasi,
an, dengan kriteria refrigeran proteksi ozon (ozon
COP, kalor laten dan konduktivitas bahan.
protection). Refrigeran pada periode ini adalah
Keunggulanrefrigeran musicool adalah
HCFCs, NH3, HFCs, H2O, CO2. Periode ke-empat,
(PERTAMINA, 2008):
setelah 2010-an, dengan criteria refrigeran yang
1. Ramah Lingkungan dan nyaman, MUSICOOL
rendah potensi pemanasan global (low GWP).
tidak beracun, nyaman dan pelepasannya ke alam
Clelanda, dkk. (2009) melakukan penggantian
bebas tidak akan merusak lapisan ozon dan tidak
(retrofit) sistem pendingin padapeternakan di
menimbulkan efek pemanasan global.
Selandia Baru yang sebelumnya menggunakan
2. Hemat Listrik/Energi, MUSICOOL mempunyai
HCFC–22. Investigasi dilakukan terhadap HCFC–22
sifat termodinamika yang lebih baik sehingga
dengan kapasitas sama terhadap campuran propana
dapat menghemat pemakaian energy/listrik
dan etana (Care-50), sehingga akan mengurangi
hingga 30% dibanding dengan refrigeran
penggunaan energi sebesar 6-8%, kemudian
fluorocarbon pada kapasitas mesin pendingin
menggunakan propana (Care-40), mendapatkan
yang sama.
penurunan energi sebesar 5% tetapi kapasitas
3. Lebih irit, MUSICOOL memiliki sifat kerapatan
pendinginan lebih rendah adalah 9%. Retrofit ini
yang rendah sehingga hanya memerlukan sekitar
memiliki biaya murah, dapat meningkatan efisiensi
30% dari penggunaan refrigerany fluorocarbon
energi, serta dampak lingkungan yang rendah,
pada kapasitas mesin pendingin yang sama.
minyak pelumas kompatibel dengan minyak
4. Pengganti untuk Semua, MUSICOOL dapat
mineral. campuran propana - etana memiliki
menggantikan refrigeran yang digunakan selama
kapasitas pendinginan yang sama dan sifat mudah
ini tanpa mengubah atau mengganti komponen
terbakar dapat terkendali.
maupun pelumas.
Padalkar, dkk. (2014) membahas penggunaan
5. Memenuhi Persyaratan International, Musicool
propana (HC-290) sebagai alternatif pengganti
memenuhi baku mutu internasional dalam
HCFC-22 yang aman dan hemat energi untuk AC
pemakaian maupun implikasi yang
split dengan kapasitas pendinginan nominal hingga
menyertainya.
5,1 kW. Awalnya kinerja AC split disimulasikan
1.3. Perumusan Masalah untuk kapasitas pendinginan, rasio efisiensi energi
(EER), dan isi refrigeran. Pengujian dilakukan untuk
Permasalahan yang ada adalah bagaimana
kasus yang berbeda beda dengan HCFC-22 dan HC-
performa dari retrofit sistem AC mobil dengan
290. Kondisi pengujian adalah sesuai Standar India,
menggunakan refrigeran Musicool denganvariasi
IS 1391 (1992) Part I. Parameter berdasarkan pada
jumlah massa refrigeran yang dimasukan dan
kinerja simulasi dengan tujuan untuk mencapai EER
perubahan kecepatan putar kompresor.
maksimum untuk kapasitas pendinginan yang
1.4. Tujuan Penelitian diinginkan. Tujuan lain adalah mengurangi isi dari
HC-290 untuk menurunkan tingkat sifat mampu
Tujuan penelitian ini adalah mengganti bakar. Pengurangan isi refrigeran dengan
(retrofit) refrigeran yang berpotensi ODP dan GWP menggunakan dua jenis kondensor, pertama dengan
(R-134a) dengan refrigeran Musicool yang ramah
ukuran tabung yang lebih kecil dan lain kondensor
lingkungan dalam sistem refrigerasi kompresi uap. aliran paralel (PFC) atau minichannel kondensor.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk Untuk HC-290, tertinggi EER adalah 3,7 untuk
mengetahui performa sistem AC mobil dengan
kapasitas pendinginan 4,90 kW untuk isi refrigeran
menggunakan refrigeran Musicool terhadap variasi 360 g.
jumlah massa refrigeran yang dimasukan dan Dalkilic & Wongwises, (2010) melakukan
perubahan kecepatan putar kompresor.
studi teoritis kinerja pada sistem refrigerasi
kompresi uap tradisional dengan campuran
refrigeran berbasis HFC134a, HFC152a, HFC32,

406 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

HC290, HC1270, HC600, dan HC600a dilakukan


untuk berbagai rasio dan hasilnya dibandingkan
dengan CFC12, CFC22, dan HFC134a yang
memungkinkan sebagai pengganti alternatif. Hasil
teoritis menunjukkan bahwa semua pendingin
alternatif dalam analisis memiliki koefisien kinerja
sedikit lebih rendah (COP) dari CFC12, CFC22, dan Gambar 2. Set up internal heat exchanger
HFC134a untuk suhu kondensasi 50°C dan suhu Tahap berikutnya adalah proses pengambilan
penguapan berkisar antara -30°C sampai 10°C. hasil data. Pengambilan data diambil sebanyak 4 kali
penelitian campuran Refrigeran HC290/HC600a dalam rentang 3 menit, setelah kondisi sistem
(40/60 % berat) sebagai pengganti CFC12 setabil.
danHC290/HC1270 (20/80 % berat) sebagai Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui
pengganti CFC22. Parameter utama analisis kinerja besarnya massa refrigeran dengan menggunakan R-
seperti jenis refrigeran, tingkat subcooling, dan 134a dengan parameter tekanan keluar kompresor
superheating pada efek pendingin, koefisien kinerja antara 180-210 psi dan tekanan masuk kompresor
dan kapasitas pendinginan, serta volumetrik untuk sekitar 30-35 psi. Berat massa R-134a tersebut
berbagai suhu penguapan. digunakan acuan untuk menentukan besarnya
variabel massa musicool yang akan digunakan
2. Metode dalam penelitian ini.
Penelitian ini mencakup dua tahapan kegiatan, Analisa dilakukan untuk membandingkan
yaitu tahap pembuatan media alat uji dan tahap performa masing-masing refrigeran dengan atau
pengambilan data uji. Pembuatan media uji ini tanpa penambahan internal heat exchager (IHE)
menggunakan komponen-komponen sistem dengan variasi massa refrigeran untuk musicool dan
pendinginan mobil seperti kompresor, evaporator, kecepatan putar kompresorterhadap sifat-sifat fisik
katup ekspansi, kondensor dan dryer serta seperti tekanan kompresor, rasio tekanan, dan
penambahan internal heat exchanger (IHE) temperatur inlet dan outlet refrigeran di evaporator.
kemudian dirangkai menjadi satukesatuan seperti 3. Hasil dan Pembahasan
gambar 1. Untuk mengetahui kondisi performa dari
sistem dipasang alat ukur seperti termokopel, Tabel dan gambar berikut menunjukan hasil
pressure gauge dan manometer udara. pengukuran dalam penelitian ini. Pengambilan data
dilakukan empat kali dengan selang waktu setiap 3
menit untuk setiap variabel kecepatan putar
kompresor, refrigeran dan penggunaan IHE. Data
yang ditampilkan merupakan data yang sering
muncul atau memiliki modus yang besar.
a. Temperatur Evaporator
Tabel 1 di bawah ini merupakan data hasil
pengukuran temperatur refrigeran masuk dan keluar
evaporator. Dari data tersebut diketahui bahwa
temperatur masuk evaporator terendah dicapai
sebesar 6 oC untuk refrigeran musicool 200 gram,
dengan dan tanpa IHE pada 1500 rpm.
No Keterangan No Keterangan Tabel 1. Temperatur refrigeran masuk dan keluar
1 Kompresor 5 Evaporator evaporator, dengan ṁudara konstan
2 Kondensor 6 Alat pemanas Put.
3 Flowrate meter 7 Blower In evap out evap
Kompresor Refrigeran
(oC) (oC)
Internal Heat (rpm)
4 Katup ekspansi 8 R-134a 600 8 8
exchanger
Musicool 200 8 9
Gambar 1. Set up peralatan dan madia uji HE
Musicool 250 9 10
Musicool 300 8 10
Untuk internal heat exchanger dirancang seperti 1000
R-134a 600 10 11
gambar 2, model shell and tube dengan panjang dan No Musicool 200 10 10
diameter shell 20 cm, ¾ in serta diameter dan HE Musicool 250 10 11
panjang tube adalah ¼ in dan 20 cm. Aliran IHE Musicool 300 11 11
adalah paralel flow dengan fluida panas mengalir R-134a 600 9 9
dalam shell sedangkan fluida dingin mengalir dalam Musicool 200 6 7
HE
Musicool 250 8 8
tube. 1500
Musicool 300 9 10
No R-134a 600 10 11
HE Musicool 200 6 7

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 407


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Put.
In evap out evap
Gambar 5. Temperatur refrigeran masuk dan keluar
Kompresor Refrigeran evaporator (1500 rpm, dengan IHE)
(oC) (oC)
(rpm)
Musicool 250 8 8 Dari gambar 5 di atas terlihat bahwa refrigeran
Musicool 300 9 10 musicool 200 gram memiliki temperatur masuk
Proses penguapan di evaporator terjadi dalam evaporator lebih kecil dari yang lain yaitu 6 oC
keadaan temperatur yang konstan sehingga secara walau suhu keluarnya 7 oC, sedangkan musicool 250
ideal temperatur keluar evaporator besarnya sama gram memiliki temperatur masuk dan keluar
dengan temperatur masuk evaporator. Kondisi yang evaporator sama besar yaitu 8 oC.
ideal terjadi pada R-134a (8oC dan 9 oC), musicool
200 gram (10 oC), musicool 250 gram (8 oC) dan
musicool 300 gram (11 oC), untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6.

Gambar 6. Temperatur refrigeran masuk dan keluar


evaporator (1500 rpm, tanpa IHE)
Dari gambar 6 di atas terlihat bahwa refrigeran
musicool 200 gram memiliki temperatur masuk
evaporator lebih kecil dari yang lain yaitu 6 oC
Gambar 3. Temperatur refrigeran masuk dan keluar dengan suhu keluarnya 7 oC, sedangkan musicool
evaporator(1000 rpm, dengan IHE)
250 gram memiliki temperatur masuk dan keluar
Dari gambar 3 di atas terlihat bahwa refrigeran evaporator sama sebesar yaitu 8 oC.
R-134a memiliki kondisi yang lebih baik dibanding
dengan refrigeran musicool dilihat dari ketercapaian Dari gambar 3, 4, 5 dan 6 tersebut terdapat
temperatur masuk evaporator yang rendah dan beberapa refrigeran terjadi perbedaan antara suhu
besarnya sama dengan temperatur keluar evaporator refrigeran masuk evaporator dan keluar evaporator,
yaitu 8oC. hal tersebut memberikan informasi bahwa telah
terjadi superheating di dalam evaporator. Jika
perbedaan tersebut semakin besar hal itu
menandakan bahwa jumlah massa refrigeran yang
masuk kurang besar atau beban pendinginan tidak
mampu diatasi oleh evaporator.
Penambahan internal heat exchanger (IHE) juga
memberikan dampak yang baik, yaitu tercapainya
suhu refrigeran yang masuk evaporator lebih rendah
daripada tanpa IHE dalam masing-masing level
kecepatan putar kompresor.
Gambar 4. Temperatur refrigeran masuk dan keluar
evaporator (1000 rpm, tanpa IHE) b. Tekanan Kompresor
Dari gambar 4 di atas terlihat bahwa refrigeran Tabel 2 dibawah ini menunjukan hasil
musicool 200 gram memiliki kondisi yang lebih baik pengambilan data tekanan hisap/suction dan tekanan
dibanding dengan refrigeran yang lain dilihat dari buang/discharg, serta perbandingan antara kedua
ketercapaian temperatur masuk evaporator yang tekanan tersebut atau tekanan rasio.
rendah dan besarnya sama dengan temperatur keluar Tabel 2. Tekananhisap dan buang kompresor, dengan
evaporator yaitu 10 oC. ṁudara konstan
Put. Tekn. out Tekn. in Komp.
Komp. Refrigeran Komp. Komp. Rasio
(rpm) (Psi) (Psi)
R-134a
170 28 6.1
600
Musicool
150 33 4.5
200
1000 HE
Musicool
160 37 4.3
250
Musicool
160 40 4.0
300

408 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Put. Tekn. out Tekn. in Komp. Dari gambar 7 dan 8 di atas terlihat bahwa
Komp. Refrigeran Komp. Komp. Rasio refrigeran musicool 300 gram mempunyai tekanan
(rpm) (Psi) (Psi)
R-134a hisap kompresor yang lebih besar dari refrigeran
170 24 7.1 lainnya. Penambahan IHE akan menurunkan tekanan
600
Musicool
160 34 4.7
hisap kompresor kecuali pada R-134a untuk putaran
No 200 kompresor 1000 rpm.
HE Musicool
250
170 38 4.5 Disamping tekanan hisap kompresor untuk
Musicool mengukur performa dari sistem refrigerasi dengan
170 42 4.0
300 menggunakan kompresi rasio, semakin kecil
R-134a
200 24 8.3 kompresi rasio maka kerja kompresor juga akan
600 semakin ringan.
Musicool
170 24 7.1
200
HE
Musicool
180 29 6.2
250
Musicool
190 33 5.8
300
1500
R-134a
180 26 6.9
600
Musicool
180 26 6.9
No 200
HE Musicool
190 30 6.3
250
Musicool
200 35 5.7
300 Gambar 9. Kompresi rasio untuk 1000 rpm
Untuk mengukur performa dari sistem refrigerasi Gambar 9 dan 10 memberikan perbandingan
bisa digunakan parameter tekanan hisap, tekanan kompresi rasio beberapa refrigeran pada kecepatan
buang dan kompresi rasio. Efisiensi volumetrik kompresor dan penggunaan IHE, sehingga dapat
kompresor akan ditentukan besarnya tekanan hisap diketahui kondisi yang mempunyai kerja kompresor
kompresor, semakin besar tekanan hisapnya maka ringan.
akan semakin besar pula efisiensi volumetrik
kompresor tersebut. Efisiensi volumetrik kompresor
menentukan besarnya massa refrigeran yang dapat
dihisap dan disirkulasikan dalam sistem.
Gambar 7 dan 8 memberikan informasi
perbandingan tekanan hisap kompresor terhadap
beberapa refrigeran pada kecepatan kompresor dan
penggunaan IHE, sehingga dapat diprediksikan
kencenderungan besarnya efisiensi volumetrik.

Gambar 10. Kompresi rasio untuk 1500 rpm


Dari gambar 9 dan 10 di atas terlihat bahwa
kompresi rasio terendah dicapai oleh refrigeran
musicool 300 gram untuk masing-masing level
kecepatan putar kompresor, hal ini menunjukan
bahwa kerja kompresor untuk refrigeran musicool
300 gram lebih ringan. Gambar di atas juga
menunjukan bahwa kompresi rasio R-134a memiliki
Gambar 7. Tekanan kompresoruntuk 1000 rpm nilai yang paling besar di semua level kecepatan
putar kompresor, hal tersebut menunjukan bahwa
kerja kompresor lebih berat.
c. Temperatur Hisap dan Buang Kompresor
Tabel 3 dibawah ini menunjukan hasil
pengambilan data temperatur hisap/suction dan
temperatur buang/discharg.

Gambar 8. Tekanan kompresor untuk 1500 rpm

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 409


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 3. Temperatur hisap dan buang kompresor, dengan refrigeran R-134a untuk semua level kecepatan
ṁudara konstan putar kompresor pada masing-masing level
Temp. Temp. penggunaan IHE, kecuali terhadap musicool 300
Put.
Kompresor Refrigeran
hisap buang gram pada kecepatan putar kompresor 1500 rpm.
(rpm)
komp. komp. Penggunaan IHE memberikan efek meningkatkan
(oC) (oC)
temperatur hisap.
R-134a 600 15 61
Musicool 200 21 64
HE
Musicool 250 20 60
Musicool 300 17 51
1000
R-134a 600 12 45
No Musicool 200 14 50
HE Musicool 250 14 50
Musicool 300 15 48
R-134a 600 16 64
Musicool 200 22 74
HE
Musicool 250 19 68
Musicool 300 14 57
1500
R-134a 600 13 54 Gambar 13. Temperatur buang kompresor
No Musicool 200 15 68
untuk 1000 rpm
HE Musicool 250 11 56
Musicool 300 12 53

Untuk mengetahui performa sistem refrigerasi


dapat menggunakan temperatur hisap maupun buang
kompresor. Nilai temperatur buang yang rendah dan
temperatur hisap kompresor yang tinggi akan
memperbesar nilai performa dari sistem. Stoecker,
W.F., (1987) dkk mengatakan nilai temperatur hisap
yang tinggi memberi pengaruh yang besar
dibandingkan dengan temperatur buang yang
rendah. Gambar 14. Temperatur buang kompresor
Gambar 11, 12, 13 dan 14 memberikan informasi untuk 1500 rpm
perbandingan temperatur hisap dan buang
kompresor untuk beberapa refrigeran untuk variabel Dari gambar 13 dan 14 diperoleh informasi
putaran kompresor dan penggunaan IHE. bahwa temperatur buang kompresor terendah dicapai
oleh musicool 300 gram, hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa musicool 300 gram lebih
baik dari yang lain dilihat dari kondisi tersebut.
Penggunaan IHE memberikan efek menaikan
temperatur buang.
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa :
a. Massa refrigeran musicool yang digunakan jauh
Gambar 11. Temperatur hisap kompresor lebih sedikit dari pada massa refrigeran R-134a,
untuk 1000 rpm dan menghasilkan performa lebih baik.
b. Temperatur penguapan atau temperatur
evaporator terendah dicapai sebesar 6 oC untuk
refrigeran musicool 200 gram, dengan dan tanpa
IHE pada 1500 rpm.
c. Temperatur hisap kompresor tertinggi dicapai
menggunakan refrigeran musicool 200 gram
dengan menggunakan IHE pada 1500 rpm
sebesar 22 oC.
d. Penggunaan IHE memberikan efek menaikan
temperatur hisap kompresor, hal ini membuat
Gambar 12. Temperatur hisap kompresor performa sistem dengan menggunakan IHE lebih
untuk 1500 rpm baik dari pada tanpa menggunakan IHE
e. Refrigeran musicool 300 gram mempunyai
Dari gambar 11 dan 12 diperoleh hasil bahwa tekanan hisap kompresor yang lebih besar,
refrigeran musicool mempunyai nilai temperatur sehingga diprediksikan mempunyai efisiensi
hisap kompresor yang lebih tinggi dari pada volumetrik lebih baik yang membuat massa

410 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

refrigeran yang dihisap dan disirkulasikan lebih split packaged air conditioner using refrigeran
besar dari pada refrigeran yang lain. HC-290 as a substitute for HCFC-22. Applied
f. Kompresi rasio terkecil dicapai oleh musicool Thermal Engineering , 277-284.
300 gram, hal ini mengindikasikan bahwa kerja PERTAMINA. (2008, August). MUSICOOL -
kompresor lebih ringan dibanding penggunaan Bahan Pendingin Hemat Listrik & Ramah
refrigeran yang lain. Lingkungan. Retrieved May 9, 2014, from
g. Penambahan internal heat exchanger (IHE) juga Globalindo Niaga Prima Musicool
memberikan dampak yang baik, yaitu Hydrocarbon Refrigeran:
tercapainya suhu refrigeran yang masuk http://globalindoprima.blogspot.com/2008/08/
evaporator lebih rendah daripada tanpa IHE musicool.html
dalam level kecepatan putar kompresor masing- Stoecker, W.F., Jones, J.W., Supratman Hara, (1987)
masin, dan semua variabel refrigeran. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara (edisi
h. Penambahan pengukuran berupa laju aliran kedua). Airlangga Jakarta
massa refrigeran yang mengalir dalam sistem
untuk mengetahui berapa energi yang dapat
dimanfaatkan dalam evaporator dan kerja yang
dilakukan dalam kompresor sehingga dapat
diketahui performa sistem secara menyeluruh.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kalab. Laboratorium Mesin Otomotif
Universitas Muhamadiyah Magelang yang telah
memfasilitasi saran laboratorium.
2. Laboran Laboratorium Mesin Otomotif
Universitas Muhamadiyah Magelang yang telah
membantu dalam pembuatan peralatan uji.
Daftar Pustaka
ASHRAE. (2009). Fundamentals (SI). Atlanta, GA
30329: American Society of Heating,
Refrigerating and Air-Conditioning Engineers,
Inc.
ASHRAE. (2006). REFRIGERATION. Atlanta:
American Society of Heating, Refrigerating
and Air-Conditioning Engineers, Inc.
Cengel, Y. A., & Boles, M. A. (2008).
Thermodynamics An Engineering Approach
(Fifth Edition ed.). McGraw-Hill.
Clelanda, D., Keedwell, R., & Adams, S. (2009).
Use of hydrocarbons as drop-in replacements
for HCFC-22 in on-farm milk cooling
equipment. International Journal Of
Refrigeration , 1403-1411.
Dalkilic, A., & Wongwises, S. (2010). A
performance comparison of vapour-
compression refrigeration sistem using various
alternative refrigerans. International
Communications in Heat and Mass Transfer ,
1340–1349.
James M., C. (2008). The next generation of
refrigerans – Historical review, considerations,
and outlook. International Journal Of
Refrigeranion , 1123 – 1133.
Montreal Protocol on Substances that Deplete the
Ozone Layer, 1987, Article 5: Special situation
of developing countries, United Nations
Environment Programme, Nairobi, Kenya
Padalkar, A. S., Mali, K. V., & Devotta, S. (2014).
Simulated and experimental performance of

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 411


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

412 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Studi Pelapisan Polisiloksan Pada Baja

Wikan Jatimurti 1, Hosta Ardhyananta 1 dan Deni Budi Utomo 1


Teknik Material dan Metalurgi, Institut teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya1
wikan_jatimurti@yahoo.com

Abstrak
Polisiloksan merupakan polimer inorganik dengan sifat elastisitas dan stabilitas termal yang tinggi.
Sifat polisiloksan yang tinggi berkaitan dengan kekuatan ikatan inorganic Si-O. Polisiloksan yang
banyak digunakan adalah poli(dimetil siloksan) (PDMS). Poliamino amid berfungsi sebagai
material pencampur dan juga katalis untuk proses pematangan Polisiloksan. Polisiloksan dengan
kekuatan yang tinggi memiliki potensi untuk digunakan sebagai lapisan pelindung (coating) pada
baja terutama untuk mencegah kerusakan dan korosi baja di lingkungan marine. Penelitian ini
melakukan studi proses fabrikasi, kekuatan tarik dan stabilitas termal Polisiloksan serta
aplikasinya sebagai material pelapis baja. Karakterisasi dan sifat pelapis dilakukan melalui
pengujian FTIR, uji tekuk, uji tarik, uji stabilitas termal (DSC dan TGA). Hasil FTIR
menunjukkan silikon RTV merupakan poli (dimetilsiloksan) yang ikatan kimianya secara umum
tidak terpengaruh dengan penambahan katalis Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683. Stabilitas
termal karet silikon yang paling baik didominasi oleh Bluesil Catalyst 60R pada komposisi 6wt%
dan 10% dikarenakan adanya ikatan kimia yang mengandung Si-C. Pada kedua komposisi tersebut
kedua katalis menghasilkan lapisan karet silikon yang tidak akan pecah meskipun ditekuk hingga
180 o.

Kata kunci: Polisiloksan, lapisan (coating), Stabilitas Termal

1. Pendahuluan baja tersebut, sehingga umur pakainya jauh


Polisiloksan, sering disebut dengan silikon, berkurang dari yang telah diperhitungkan. Faktor
merupakan polimer yang memiliki sifat teknik yang lingkungan yang sering kali mempengaruhi waktu
tinggi. Ikatan utama polimernya berupa silikon dan pakai baja seperti korosi, temperatur kerja, beban
oksigen dengan gugus organik yang terhubung mekanik, atmosfir, kimia dan lain sebagainya.
dengan atom silikon.. Kekuatan ikatan jaringan Berbagai cara telah dilakukan untuk bisa
silikon-oksigen memberikan polimer berbasis meningkatkan umur pakai suatu baja, salah satunya
siloksan memiliki stabilitas termal yang tinggi. adalah dengan memberikan lapisan pelindung.
Polimer silikon adalah polimer yang stabilitas Penelitian ini akan mempelajari sintesis
termalnya superior dibandingkan dengan polimer polisiloksan dan performanya sebagai lapisan
lain (Hansal, 2005; Hall dan Patel, 2005). (coating) pelindung pada baja. Sintesis polisiloksan
Poli(dimetil siloksan) (PDMS) merupakan salah satu dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis
polimer silikon yang banyak digunakan. Polimer ini katalis. Karakterisasi dan sifat pelapis dilakukan
memiliki sifat stabilitas termal yang tinggi, melalui pengujian FTIR, uji tekuk, tarik dan uji
ketahanan yang baik terhadap radiasi sinar UV, sifat stabilitas termal.
release dan aktifitas permukaan yang sangat baik,
permeabilitas yang tinggi terhadap gas, perilaku
damping yang baik, anti gores dan pelumas, 2. Metode
hydrophobic dan physiological inertness, stabilitas Pada penelitian ini, bahan utama yang
geser, dan kekuatan dielektrik yang sangat bagus digunakan adalah karet silikon jenis RTV (Room-
(Kuo, 1999). temperature Vulcanization). Karet silikon ini akan
Penggunaan baja sebagai komponen utama melalui proses vulkanisir dengan penambahan h5
kontruksi bangunan, komponen mesin, alat katalis yang berbeda. Katalis yang ditambahkan
transportasi, dan lain-lain dewasa ini semakin Bluesil Catalyst 60R, Red 683, NaOH 2M, H2SO4
meningkat. Hal ini seiring dengan peningkatan 2M, dan Poli (aminoamid). Penambahan ini sangat
jumlah infrastruktur yang sudah ada. Namun, mempengaruhi waktu pematangan dalam
material ini sangat rentan terpengaruh oleh kondisi membentuk silikon yang memiliki sifat elastomer.
lingkungan yang dapat menurunkan sifat mekanik Beberapa katalis juga ternyata tidak bisa membentuk

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 413


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

karet silikon seperti yang diinginkan. Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa
Red 683 adalah katalis yang mempunyai waktu
tercepat dibandingkan katalis yang lain. Sedangkan
waktu pematangan katalis NaOH 2M, H2SO4 2M,
dan poli (aminoamid) sama dengan nol karena tidak
bisa membentuk karet silikon, sehingga untuk
selanjutnya, pengujian akan difokuskan pada karet
silikon hasil vulkanisir dengan katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Pengujian FTIR


Karakeristik kimia karet silikon bisa diamati
dengan mengamati ikatan kimia penyusunnya.
Pengujian untuk bisa mengetahui senyawa kimia
Gambar 1. Grafik pengaruh jenis dan komposisi katalis
terhadap waktu pematangan
berdasarkan ikatan atom dapat menggunakan
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Uji FTIR ini
dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia pada
Error! Reference source not found. karet silikon yang terbentuk dan katalis Bluesil
menunjukkan adanya perubahan kecepatan waktu Catalyst 60R serta Red 683.
pematangan yang disebabkan oleh penambahan
komposisi katalis untuk katalis Bluesil Catalyst 60R
dan Red 683. Sedangkan penambahan katalis NaOH
2M, H2SO4 2M, dan poli (aminoamid) bertumpuk
pada garis sama dengan nol. Hal ini dikarenakan,
ketiga katalis ini tidak dapat membentuk silikon
karet meskipun dengan waktu pematangan yang
lama dan variasi komposisi katalis yang berbeda.
Pada proses vulkanisir karet silikon ini
sebenarnya terjadi proses sambung-silang antara
monomer silikon dan membentuk polimer dengan
massa molekul yang berbeda. Besar tidaknya massa
molekul ini salah satunya dipengaruhi oleh katalis
yang ditambahkan. Penyebab tidak terbentuknya Gambar 2. Grafik hasil pengujian FTIR pada karet
karet silikon dengan penambahan katalis NaOH 2M, silikon
H2SO4 2M, dan poli (aminoamid) dikarenakan
ketiga katalis ini bukan zat yang dapat Gambar 2menunjukkan bentuk grafik yang
menyambung-silang silikon untuk bisa menjadi hampir sama antara karet silikon dengan katalis
polimer silikon dalam bentuk karet. Bluesil Catalyst 60R dan karet silikon dengan katalis
Pada komposisi 2wt% katalis tidak ada Red 683. Hal ini disebabkan karena kedua katalis
perbedaan waktu pematangan yang cukup mencolok tersebut tidak ikut bereaksi dalam proses vulkanisir
antara Bluesil Catalyst 60R dengan Red 683. Selisih karet. Sehingga dapat dipastikan bahwa puncak hasil
perbedaan waktu pematangan pada komposisi katalis FTIR di atas mewakili ikatan kimia dari karet silikon
sebesar 2wt% adalah 38,5 menit. Perbedaan waktu yaitu poli (dimetilsiloksan). Senyawa yang terdapat
pematangan yang cukup signifikan ditunjukkan oleh pada karet silikon bisa ditentukan dengan
grafik untuk katalis Bluesil Catalyst 60R dan Red menganalisa puncak tertinggi hasil FTIR. Daerah
683 pada komposisi katalis 4wt%. Pada komposisi serapan dari masing-masing karet silikon beserta
katalis 4wt% Bluesil Catalyst 60R membutuhkan ikatan kimianya bisa dilihat pada Tabel 1.
waktu pematangan selama 337,6 menit, sedangkan Tabel 1 menunjukkan bahwa selisih daerah
Red 683 membutuhkan waktu pematangan selama serapan antara karet silikon dengan katalis Bluesil
73,3 menit. Catalyst 60R dan karet silikon dengan katalis Red
Selisih waktu pematangan antara Bluesil 683 tidak begitu besar. Namun daerah serapan
Catalyst 60R dengan Red 683 kembali tidak terlalu 2362,9 pada Bluesil Catalyst 60R tidak dimiliki oleh
besar setelah komposisi katalis masing-masing di Red 683. Daerah serapan ini mengandung ikatan Si-
atas 6wt%. Kisaran waktunya berada antara 18-49 C stretch.
menit. Waktu pematangan yang paling cepat
ditunjukkan oleh katalis Red 683 pada komposisi
10wt% selama 19,3 menit.

414 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 1: Analisa daerah serapan dan ikatan kimia karet Tabel 2: Analisa daerah serapan dan ikatan kimia katalis
silikon Bluesil Catalyst 60R dan Red 683

Ikatan yang terdapat pada tabel juga


terdapat pada struktur kimia poli (dimetilsiloksan),
gugus fungsi yang paling banyak adalah siloksan
(Si-O) dan gugus fungsi alkana yang diwakili oleh 3.2. Karakteristik Stabilitas Termal Karet Silikon
metil (CH3). Salah satu cara untuk mengetahui stabilitas
Berdasarkan uraian di atas dapat termal suatu material adalah dengan cara uji Thermo
disimpulkan bahwa silikon RTV merupakan poli Gravimetry Analyzer (TGA). Acuan dalam
(dimetilsiloksan) yang ikatan kimianya secara umum pengujian TGA adalah berkurangnya berat sampel
tidak terpengaruh dengan penambahan katalis seiring bertambahnya temperatur.
Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683.
Pengujian FTIR yang kedua digunakan untuk
mengidentifikasi ikatan kimia pada katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683. Gambar 3 menunjukkan
grafik daerah serapan antara katalis Bluesil Catalyst
60R dengan Red 683. Kedua grafik tersebut secara
keseluruhan tidak memiliki perbedaan pada daerah
serapannya. Perbedaan kedua grafik tersebut ada
pada intensitas panjang gelombang yang bisa dilihat
dari puncak yang terbentuk.

Gambar 4. Grafik hasil uji TGA komposisi katalis 6wt%

Gambar 4 menunjukkan bahwa stabilitas


termal dari karet silikon dengan katalis Bluesil
Catalyst 60R lebih baik daripada karet silikon
dengan Red 683 sebagai katalis pada komposisi
katalis sebesar 6wt%. Pengurangan berat 5%
ditunjukkan oleh Bluesil Catalyst 60Rpada
temperatur 466 oC, sedangkan Red 683 pada
temperatur 419,5 oC. Hal ini bisa dilihat pada Tabel
Gambar 3.1.2 Hasil uji FTIR untuk katalis 3
Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 Tabel 3 juga menunjukkan pada temperatur
Gambar 3. Hasil uji FTIR untuk katalis Bluesil 494, 167 oC karet silikon dengan katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683
Catalyst 60R baru berkurang 10% beratnya,
sedangkan Red 638 pada temperatur 453,33 oC.
Tabel 2 menunjukkan puncak serapan pada Kestabilan karet silikon dengan katalis Bluesil
bluesil catalyst 60 R adanya gugus eter, aromatik, Catalyst 60R ditunjukkan lagi dengan berat sisa pada
aldehida, alkena dan alkana. Berdasarkan referensi, temperatur 800 oC yaitu 39,172 % dari berat karet
senyawa yang mendekati adalah tetrahidrofurfuril silikon awal. Sedangkan karet silikon dengan Red
alkohol. Sedangkan katalis Red 583 memiliki gugus 638 sebagai katalis menyisakan berat di akhir
alkil, alkana, eter siklik, aromatik dan siloksan. pengujian sebesar 36,903 % dari berat dari berat
Berdasarkan referensi, senyawa yang mendekati awal.
adalah etil polisilikat.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 415


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 3: Hasil uji TGA komposisi katalis 6wt% karet silikon. Gambar 6 menunjukkan pengaruh
temperatur terhadap aliran panas karet silikon
dengan komposisi masing-masing katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683 sebanyak 6wt%. Dapat
dilihat bahwa karet silikon dengan katalis Red 683
Tabel 4 menunjukkan Bluesil Catalyst 60R mempunyai penurunan aliran panas (mW) yang
menjadi katalis yang memberikan stabilitas termal lebih rendah daripada karet silikon dengan katalis
yang lebih baik pada karet silikon dibandingkan Bluesil Catalyst 60R. Perbedaan paling mencolok
dengan katalis Red 638. Temperatur pada waktu bisa dilihat pada temperatur 800 oC yaitu karet
kehilangan berat 5% dari berat awal untuk Bluesil silikon dengan Red 683 dengan aliran panas -107, 7
Catalyst 60Rdan Red683 berturut-turut adalah mW. Sedangkan karet silikon dengan katalis Bluesil
450,33 oC dan 383,167 oC. Sedangkan penurunan Catalyst 60R mempunyai aliran panas sebesar -160,5
berat 10% dari berat awal untuk Bluesil Catalyst mW.
60Rdan Red 683 terjadi pada temperatur 480,667 oC
dan 417,5 oC. Sisa berat di akhir reaksi juga
menunjukkan bahwa Bluesil Catalyst 60R
memberikan stabilitas yang lebih baik yaitu 40,113
% dari berat awal dibandingkan Red 683 yang hanya
menyisakan 37,073% dari berat awal. Gambar 5
menunjukkan hasil uji TGA pada komposisi katalis
10wt% juga tidak menunjukkan perbedaan dengan
yang komposisi 6wt% katalis.

Gambar 6. Grafik hasil uji DSC komposisi katalis 6wt%


Tabel 4: Hasil uji TGA komposisi katalis 10wt%
Gambar 7 menunjukkan hasil uji DSC untuk
karet silikon dengan komposisi katalis sebesar
10wt%. Secara umum karet silikon dengan katalis
Red 683 memberikan penurunan aliran panas yang
Berdasakan uraian di atas, stabilitas termal lebih rendah daripada karet silikon dengan katalis
karet silikon yang paling baik didominasi oleh Bluesil Catalyst 60R. Pada temperatur 800 oC besar
katalis Bluesil Catalyst 60R pada komposisi 6wt% aliran panas karet silikon dengan Red 683 adalah -
dan 10%. Hal ini dikarenakan ikatan kimianya 99,9 mW sedangkan karet silikon dengan katalis
mengandung Si-C (hasil uji FTIR) yang tidak bluesil Catalyst 60R menunjukkan penurunan aliran
dimiliki oleh katalis Red 683 dan kemungkinan panas sebesar -170,8 mW.
besar panjang rantai Si-O karet silikon Bluesil Berdasarkan analisa di atas, bisa disimpulkan
Catalyst 60R yang lebih panjang. jika katalis Red 683 memberikan penurunan aliran
panas lebih rendah daripada katalis Bluesil Catalyst
60 pada karet silikon.

Gambar 5. Grafik hasil uji TGA komposisi katalis 10wt%


Gambar 7. Grafik hasil uji DSC komposisi katalis
10wt%

Karakteristik stabilitas termal karet silikon 3.3.Kekuatan Tarik Karet Silikon


juga ditunjukkan oleh hasil pengujian Differential Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui
Scanning Calorimeter (DSC). Fokus pengujian ini kekuatan tarik maksimum, regangan maksimum dan
adalah pengaruh temperatur terhadap aliran panas modulus elastisitas. Karet silikon yang digunakan

416 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

adalah hasil dari vulkanisir dengan menggunakan


katalis Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683.
Gambar 8 adalah grafik perbandingan
kekuatan tarik karet silikon pada jenis dan komposisi
katalis yang berbeda. Grafik batang tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kekuatan tarik
pada komposisi 2-6wt% pada 2 katalis yang
berbeda, namun penambahan katalis di atas
komposisi tersebut justru menyebabkan penurunan
kekuatan tarik. Puncak kekuatan tarik karet silikon
dengan katalis Bluesil Catalyst 60R didapat pada
komposisi katalis 6wt% yaitu 1,625 MPa.
Sedangkan pada karet dengan katalis Red 683
dicapai pada komposisi yang sama, 6wt% dengan Gambar 9. Grafik regangan karet silikon
kekuatan sebesar 1,378 Mpa. Kekuatan paling
minimal dari karet silikon dengan katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683 secara berurutan adalah Hasil uji tarik lain yang dianalisa adalah nilai
1,304 MPa dan 0,970 Mpa pada komposisi katalis modulus young dari karet silikon. Modulus young ini
sebesar 10wt%. bisa diartikan sebagai tingkat kekauan karet silikon.
Semakin tinggi modulus young berarti semakin
tinggi kekakuan dan semakin rendah regangannya.
Grafik tingkat kekakuan dari karet silikon
ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar tersebut
menunjukkan grafik naik untuk karet silikon dengan
katalis Red 683. Sama halnya dengan karet silikon
yang berkatalis Bluesil Catalyst 60R juga
mengalami kenaikan.
Tingkat kekakuan yang paling tinggi
ditunjukkan oleh karet silikon dengan katalis Red
683 pada komposisi katalis 10wt% yaitu 0,000983
GPa. Pada komposisi yang sama karet silikon
dengan Bluesil Catalyst 60R sebagai katalis
memberikan angka kekakuan sebesar 0,00096 GPa.
Gambar 8. Grafik Kekuatan tarik karet silikon Pada tingkat kekakuan terendah, katalis Red 683
masih mendominasi dengan nilai 0,000403 GPa
Di samping kekuatan tarik, hasil uji tarik juga pada komposisi katalis 2%. Sedangkan Bluesil
berupa pengaruh jenis katalis dan komposisi katalis Catalyst 60R memberikan nilai kekakuan karet
pada regangan karet silikon. Regangan karet silikon silikon terendah pada komposisi 4wt% dengan nilai
dengan katalis Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 0,00071GPa.
ditunjukkan oleh Gambar 9. Regangan dari karet Berdasarkan hasil analisa di atas dapat
silikon dengan katalis Red 683 mendominasi disimpulkan bahwa katalis Bluesil Catalyst 60R
dengan nilai 510,14 % pada komposisi katalis 2wt%. memberikan kekuatan tarik paling tinggi pada karet
Nilai regangan ini cukup jauh jika dibandingkan silikon dengan komposisi 6wt% yaitu 1,625 MPa.
dengan karet silikon dengan katalis Bluesil Catalyst Sedangkan Red 683 cenderung memberikan nilai
60R yang hanya mencapai nilai 362,95% pada regangan karet silikon yang sangat baik., yaitu
komposisi katalis 2wt%. Penambahan komposisi hingga 510,14 % pada komposisi katalis 2wt%.
katalis mengakibatkan penurunan terhadap nilai
regangan masing-masing karet silikon. Nilai
minimal regangan karet silikon dengan katalis 683
adalah 192,48% pada komposisi 10wt%. Pada
komposisi yang sama pula karet silikon dengan
katalis Bluesil Catalyst 60R menunjukkan nilai
regangan sebesar 165,88%. Penurunan ini
diakibatkan oleh bertambahnya berat molekul karet
silikon yang membuat tingkat kekakuannya semakin
tinggi.

Gambar 10. Grafik modulus young’s karet silikon

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 417


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

regangan karet silikon yang sangat baik., yaitu


3.4. Karakteristik Flexural Karet Silikon hingga 510,14 % pada komposisi katalis 2wt%.
Karakteristik fleksural karet silikon ini lapisan pelindung karet silikon untuk katalis
didapat dari pengujian fleksural pelat baja yang Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 pada komposisi
sudah dilapisi dengan karet silikon dengan katalis 6 6wt% dan 10wt% memberikan kekuatan fleksural
dan 10 wt% dengan katalis Bluesil Catalyst 60R dan pada karet silikon yang sangat baik, hal ini
Red 683. didapatkan setelah baja yang dilapisi kedua katalis
tidak mengalami pecah meskipun baja diuji tekuk
hingga 180 o.

Ucapan Terima Kasih


Pendaaan riset ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya sebagai penelitian
pemula PNBP 2014

Daftar Pustaka
Chen Fei, Wayne D. Cook, 2008. Curing kinetics
and morphology of IPNs from a flexible
dimethacrylate and a rigid epoxy via
sequential photo and thermal
polymerization. European Polymer Journal.
44, 1796-1813.
Francis Bejoy, Vanden Poel, Fabrice Posada, 2003.
Cure kinetics and morphology of blends of
Gambar 11. Spesimen uji fleksural yang sudah ditekuk epoxy resin with poly (ether ether ketone)
a) Bluesil 10wt%, b) Red 683 10wt%, c) Bluesil 6wt%, containing pendant tertiary butyl groups,
d) Red 683 6wt% Polymer, 44, 3687-3699.
Lehman R. L, dkk, 1999 .Materials and Mechanical
Gambar 11 menunjukkan secara pengamatan Engineering Handbook. Boca Raton, CRC
visual lapisan pelindung karet silikon untuk katalis Press LLC.
Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 komposisi 6wt% Malmgren Nils, 2004. Epoxy Handbook. Swedia.
dan 10wt% tidak pecah pada saat substrat baja Mark James, 1999. Polymer Data Handbook.
ditekuk hingga 180o. Hal ini membuktikan bahwa Inggris, Oxford University Press, Inc.
kekuatan fleksural lapisan karet silikon sangat baik. Martinez, dkk. 2000. Phase separation in
Sehingga bisa disimpulkan penambahan jenis katalis polysulfone-modified epoxy mixtures.
Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 menghasilkan Relationships between curing conditions,
lapisan karet silikon yang tidak akan pecah morphology and ultimate behavior.
meskipun ditekuk hingga 180o. Polymer, 41, 1027-1035.
Meure, Samuel, dkk. 2010. FTIR study of bonding
between a thermoplastic healing agent and
4. Kesimpulan a mendable epoxy resin, Vibrational
Silikon RTV merupakan poli Spectroscopy, 52, 10-15.
(dimetilsiloksan) yang ikatan kimianya secara umum Saptono, Rahmat, 2007. Pengetahuan Bahan. Depok
tidak terpengaruh dengan penambahan katalis :Jurusan Teknik Mesin FTUI Depok.
Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683. Stabilitas Yang Guo, Ping Yang, 2007. Preparation and
termal karet silikon yang paling baik didominasi mechanical properties of modified epoxy
oleh katalis Bluesil Catalyst 60R pada komposisi resins with flexible diamines, Polymer, 48,
6wt% dan 10%. Hal ini dikarenakan ikatan kimianya 302-310.
mengandung Si-C (hasil uji FTIR) yang tidak
dimiliki oleh katalis Red 683 dan kemungkinan
besar panjang rantai Si-O karet silikon Bluesil
Catalyst 60R yang lebih panjang.
Katalis Bluesil Catalyst 60R memberikan
kekuatan tarik paling tinggi pada karet silikon
dengan komposisi 6wt% yaitu 1,625 MPa .
Sedangkan Red 683 cenderung memberikan nilai

418 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kaji Eksperimental Variasi Campuran Propana dan Isobutana


Sebagai Solusi Pengganti Refirgeran R22
Ariyanto

Dosen Teknik Mesin, Akademi Teknik Industri Makassar


ariyanto@kemenperi.go.id

Abstrak
Beberapa perjanjian internasional melarang penggunaan R22, karena R22 mengandung atom klorin
yang merusak lingkungan, sehingga perlu dicarikan penggantinya. Adapun tujuan penelitian;
Memvariasikan campuran propana dan Isobutana dengan komposisi (90+10, 80+20, 70+30,
50+50)%, mengetahui pengaruh variasi campuran propana dan Isobutana dengan komposisi (90+10,
80+20, 70+30, 50+50)% terhadap prestasi mesin, dan mendapatkan campuran untuk menggantikan
R22. Hasil penelitian; berbagai refrigeran campuran propan dan isobutan telah berhasil dibuat dan
telah diuji pada mesin pengkondisian udara, secara umum semua refrigeran dapat dipakai pada
mesin pengkondisian udara dan dapat menurunkan temperatur ruangan, refrigeran hidrokarbon
campuran propan80%+isobutan20% paling efektif untuk menggantikan refrigeran R22

Kata Kunci: Campuran, Propan, Isobutan, R22, COP

1. Pendahuluan Copenhagen 1992; Peraturan Presiden Republik


Refrigeran merupakan komponen terpenting Indonesia nomor 33 tahun 2005 tentang
siklus refrigerasi karena refrigeran yang Amandemen Beijing atas Protokol Montreal tentang
menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada bahan-bahan yang merusak lapisan ozon; Peraturan
mesin refrigerasi. ASHRAE (2005) mendefinisikan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 33
refrigeran sebagai fluida kerja di dalam mesin tahun 2007 pasal 3, bahan perusak lapisan ozon
refrigerasi, pengkondisian udara, dan sistem pompa dilarang digunakan pada produksi mesin
kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi pengkondisian udara yang digunakan di dalam
dan membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya ruangan dan kendaraan bermotor; Peraturan Menteri
melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi Negara Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 2007
Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan
utamanya didorong oleh dua masalah lingkungan, Kompetensi Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada
yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat
sistem refrigerasi .
merusak ozon yang dimiliki oleh refrigeran utama
Dengan adanya kebijakan pemerintah tentang
yang digunakan pada periode ke-dua, yakni CFCs,
penghentian impor serta pelarangan penggunaan
dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang
kemudian didukung oleh data pengukuran lapangan refrigeran perusak ozon tersebut maka refrigeran
oleh Farman dkk. (1985). yang umum digunakan saat ini yang masih
Setelah keberadaan lubang ozon di lapisan mengandung CFC seperti R22 yang digunakan pada
atmosfer diverifikasi secara saintifik, perjanjian mesin pengkondisian udara jenis AC maka
internasional untuk mengatur dan melarang kemungkinan R22 tidak bisa ditemukan lagi, oleh
penggunaan zat-zat perusak ozon disepakati pada karena itu harus ada upaya untuk mencari refrigeran
1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol pengganti yang ramah lingkungan.
Montreal. Untuk mendapatkan sebuah refrigeran yang
Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur
ramah lingkungan tentunya kita harus melakukan
pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab
pengujian dengan mencoba mencampur beberapa zat
rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation
dengan komposisi tertentu untuk kemudian
Framework Convention on Climate Change, 2005).
. dilakukan pengujian terhadap mesin pengkondisian
Pemerintah Indonesia saat ini telah melarang udara tertentu sehingga akan di ketahui kinerja dan
penggunaan refrigeran yang mengandung bahan efisiensi mesin pendingin dari hasil penggantian
perusak ozon melalui peraturan yang telah refrigeran yang telah dibuat.
ditetapkan diantaranya : Keputusan Presiden 1.1 Tujuan Penelitian
Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam
Pengesahan Protokol Montreal, London 27 juni propan 70% + isobutan 30%, propan 80% + isobutan
1990; Keputusan Presiden Republik Indonesia penelitian ini adalah:
nomor 92 tahun 1998 tentang Pengesahan Protokol 1. Memvariasikan campuran refrigeran propan
Montreal tentang zat-zat yang merusak lapisan ozon, dan isobutan dengan komposisi berat

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 419


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

campuran propan 50% + isobutan 50%, 20 Saat ini beberapa perusahaan pembuat mesin-mesin
% dan propan 90% + isobutan 10 % refrigerasi masih menggunakan refrigeran R22
2. Mengetahui pengaruh variasi campuran dalam produk-produk mereka. Meski refrigeran ini,
refrigeran propan dan isobutan, R22, termasuk juga refrigeran jenis HCFCs lainnya,
terhadap prestasi mesin pengkondisian dijadwalkan untuk dihapuskan pada tahun 2030
udara dan penurunan temperatur ruangan (untuk negara maju), namun beberapa negara Eropa
yang dikondisikan telah mencanangkan jadwal yang lebih progresif,
3. Menemukan refrigeran variasi campuran misalnya Swedia telah melarang penggunaan R22
propan dan isobutan yang optimal untuk dan HCFCs lainnya pada mesin refrigerasi baru
menggantikan refrigeran sintesis R22 sejak tahun 1998, sedangkan Denmark dan Jerman
mengijinkan penggunaan HCFCs pada mesin-mesin
baru hanya hingga 31 Desember 1999 (Kruse,2000).
1.2 Tinjauan pustaka
Protokol Montreal memaksa para peneliti dan
1.2.1 Perkembangan Refrigeran industri refrigerasi membuat refrigeran sintetis baru,
Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran HFCs (Hydro Fluoro Carbons) untuk menggantikan
utamanya didorong oleh dua masalah lingkungan, refrigeran lama yang ber-klorin yang dituduh
yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon.
merusak ozon yang dimiliki oleh refrigeran utama Weatherhead dan Andersen (2006) mengemukakan
yang digunakan pada periode ke-dua, yakni CFCs, bahwa sejak 8 tahun terakhir, penipisan kolom
dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang lapisan ozon tidak terjadi lagi. Kedua peneliti ini
kemudian didukung oleh data pengukuran lapangan meyakini akan terjadinya pemulihan lapisan ozon.
oleh Farman dkk. (1985). Meski demikian, keduanya tidak secara jelas
Setelah keberadaan lubang ozon di lapisan merujuk turunnya penggunaan zat perusak ozon
atmosfer diverifikasi secara saintifik, perjanjian sebagai penyebab pulihnya lapisan ozon. Powell
internasional untuk mengatur dan melarang (2002)
penggunaan zat-zat perusak ozon disepakati pada Jika Protokol Montreal dan Kyoto
1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol dilaksanakan secara penuh dan konsisten, maka
Montreal. CFCs dan HCFCs merupakan dua secara umum pada saat ini belum ada pilihan
refrigeran utama yang dijadwalkan untuk refrigeran komersial selain refrigeran alami.
dihapuskan masing-masing pada tahun 1996 dan Meskipun perlu dicatat bahwa baru-baru ini terdapat
2030 untuk negara-negara maju (United Nation produsen refrigeran yang mengklaim
Environment Programme, 2000). keberhasilannya membuat refrigeran yang tidak
Sedangkan untuk negara-negara berkembang, merusak ozon dan tidak menimbulkan pemanasan
kedua refrigeran utama tersebut masing-masing global (ASHRAE, 2006). Beberapa refrigeran alami
dijadwalkan untuk dihapus (phased-out) pada tahun yang sudah digunakan pada mesin refrigerasi adalah:
2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell, 2002). amonia (NH3), hidrokarbon (HC), karbondioksida
Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur (CO2), air, dan udara (Riffat dkk., 1997). Kata
pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab "alami" menekankan keberadaan zat-zat tersebut
rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation yang berasal dari sumber biologis atapun geologis;
Framework Convention on Climate Change, 2005). meskipun saat ini beberapa produk refrigeran alami
Powell (2002) menerangkan beberapa syarat masih didapatkan dari sumber daya alam yang tidak
yang harus dimiliki oleh refrigeran pengganti, yakni: terbarukan, misalnya hidrokarbon yang didapatkan
a. Memiliki sifat-sifat termodinamika yang dari oil-cracking, serta amonia dan CO2 yang
berdekatan dengan refrigeran yang didapatkan dari gas alam (Powell, 2002).
hendak digantikannya, utamanya pada
tekanan maksimum operasi refrigeran 1.2.2 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap
baru yang diharapkan tidak terlalu jauh Komponen utama dari sebuah siklus kompresi
berbeda dibandingkan dengan tekanan uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan
refrigeran lama yang ber-klorin. katup expansi. Pada siklus kompresi uap, di
b. Tidak mudah terbakar. evaporator refrigeran akan menyerap panas dari
c. Tidak beracun. lingkungan sehingga panas tersebut akan
d. Bisa bercampur (miscible) dengan menguapkan refrigeran. Kemudian uap refrigeran
pelumas yang umum digunakan dalam akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai
mesin refrigerasi. tekanan kondensasi, dalam kondensor uap refrigeran
e. Setiap refrigeran CFC hendaknya dikondensasikan dengan cara membuang panas dari
digantikan oleh satu jenis refrigeran uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian
ramah lingkungan. refrigeran akan kembali di teruskan ke dalam
Setelah periode CFCs, R22 (HCFC) evaporator.
merupakan refrigeran yang paling banyak digunakan
di dalam mesin refrigerasi dan pengkondisian udara.

420 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi


yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang
berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan
menurunkan tekanan.
d. Proses evaporasi (4-1)
Proses ini berlangsung secara isobar isothermal
(tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam
evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh
cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga
refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan
Gambar 1. Skema siklu dan diagram P-h siklus kompresi rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator
uap sebenarnya adalah campuran cair dan uap, seperti
pada titik 4 dari gambar diatas Besarnya kalor yang
Proses-proses yang terjadi: diserap oleh evaporator adalah:
a. Proses kompresi (1-2) qe = h1 – h4
Proses ini dilakukan oleh kompresor dan ket :
berlangsung secara isentropik. Kondisi awal qe :Besarnya panas yang diserap di evaporator
refrigeran pada saat masuk ke dalam kompresor (kJ/kg)
adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah h1 :Entalpi refrigeran saat keluar evaporator
mengalami kompresi refrigeran akan menjadi uap (kJ/kg)
dipanaskan lanjut bertekanan tinggi. Karena proses h4 : Entalpi refrigeran saat masuk evaporator
ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur (kJ/kg)
ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam
kompresi per satuan massa refrigeran dapat dihitung kompresor dan bersirkulasi lagi. Begitu seterusnya
dengan menggunakan persamaan: sampai kondisi yang diinginkan tercapai. Untuk
wc = h1 – h2 menentukan harga entalpi pada masing-masing titik
ket : dapat dilihat dari tabel sifat-sifat refrigerant
wc : Besarnya kerja kompresor (kJ/kg)
h1 : Entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) 2. Metode Penelitian
h2 : Entalpi refrigeran saat keluar kompresor 2.1 Pembuatan Alat Simulasi
(kJ/kg) 1. Memasang evaporator pada ruangan dengan
b. Proses kondensasi (2-3) ukuran panjang, 4 meter lebar, 3 meter tinggi,
Proses ini berlangsung didalam kondensor. 2.6 meter dengan posisi evaporator 2 meter
Refrigeran yang bertekanan tinggi dan bertemperatur diatas lantai
2. Memasang alat pengukur tekanan dan
tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang
temperatur pada sisi masuk dan keluar pipa
kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini
evaporator
berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran
3. Memasang side glass pada sisi masuk dan
kalor antara refrigeran dengan lingkungannya keluar evaporator
(udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke 4. Memasang kompresor dekat dengan
udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran kondensor diluar ruangan dimana pada
mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan saluran masuk dan keluar masing-masing
massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dipasang alat pengukur tekanan dan
dinyatakan sebagai: temperatur
qc = ṁref (h2 – h3) 5. Memasang kondensor dimana pada sisi
ket : keluar dipasangi alat pengukur tekanan dan
qc : Besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg) temperatur
h2 :Entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) 6. Memasang side glass diantara kondensor
h3 : Entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg) dengan katup ekspansi
c. Proses expansi (3-4) 7. Memasang katup ekspansi/pipa kapiler
Proses expansi ini berlangsung secara dimana pada sisi masuk dan keluar dipasangi
isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan alat pengukur tekanan dan temperatur.
entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan 8. Memasang side glass pada saluran keluar
temperatur, atau dapat dituliskan dengan: katup ekspansi
h3 = h4 9. Menghubungkan pipa pipa antara tiap
ket : komponen utama yaitu evaporator,
h3 : Entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg) kompresor, kondensor dan katup ekspansi
h4 : Entalpi refrigeran saat masuk evaporator 10. Mengecek kebocoran pada sistem dengan
cara memvakum selama 20 menit kemudian
(kJ/kg)

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 421


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

melihat pengukur tekanan pada sisi masuk 4. Mengecek tekanan dan arus yang masuk
hingga jarum penunjuk berada pada posisi kedalam sistem pengkondisi udara tidak
minus. melebihi 3.1 A
11. Memasang termometer pada saluran masuk 5. Menjalankan sistem sekitar 15 menit
dan keluar udara evaporator hingga tekanan dan temperatur sudah
12. Memasang anemometer pada saluran keluar sesuai dengan standar yang tertera pada
udara evaporator untuk mengukur kecepatan manual book mesin pengkondisian
hembusan udara evaporator udara kemudian pengisian dihentikan
13. Memasang termometer dalam dan luar 6. Menimbang kembali sisa refrigeran
ruangan. yang ada dalam tabung untuk
mengetahui banyaknya refrigeran yang
2.2 Pengujian Kandungan Refrigeran masuk sistem.
Pengujian ini menggunakan alat Refrigerant 2.3.5 Pengambilan data
Gas Analyzer, dengan metode pengukuran langsung 1. Menjalankan mesin pengkondisian
pada refrigeran yang akan dijadikan bahan penelitian udara selama lima menit
adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai 2. Mencatat data tekanan dan temperatur
berikut : refrigeran yang masuk dan keluar
1. Hubungkan identifier dengan sumber listrik (evaporator, kompresor, kondensor, dan
2. Hubungkan selang identifier ketabung katup ekspansi ).
refrigerant 3. Mencatat temperatur dalam dan luar
3. Tekan tombol pump 4 kali untuk ruangan
mengosongkan refrigeran dalam sistem alat 4. Mencatat kecepatan udara keluar
identifier evaporator
4. Tekan tombol satu kali identifier akan 5. Data dicatat tiap lima menit secara
mengambil sampel bersamaan
5. Analisis sampel 6. Ketika temperatur ruangan cenderung
6. Baca zat-zat yang terkandung dalam konstan maka pencatatan data
refrigeran yang ada dalam sampel. dihentikan
7. Mesin simulasi pengkondisian udara di
2.3 Pencampuran Refrigeran matikan
2.3.1 Propan 50% + Isobutan 50% 2.4.6 Pengeluaran refrigeran dari sistem mesin
1. Menguji kandungan propan dan pengkondisian udara.
isobutan di dalam tabung masing- 1. Menghubungkan selang warna kuning
masing dengan identifier refrigeran mesin recovery dengan saluran masuk
2. Memvakum tabung kosong selama 20 evaporator
menit 2. Menghubungkan selang warna biru
3. Menimbang tabung kosong pada mesin recovery dengan tabung kosong.
timbangan digital berat tabung = 12935 3. Menjalankan mesin recovery hingga
gram mesin kedengaran seperti mau mati itu
4. Memasukkan Isobutan sebanyak = 200 tandanya refrigeran dalam sistem sudah
gram sehingga berat tabung = 13135 dalam keadaan kosong
gram 4. Mematikan mesin recovery
5. Memasukkan propan sebanyak = 200
gram sehingga berat tabung = 13335 3. Hasil dan Pembahasan
6. Mengocok refrigeran yang ada dalam 3.1 Hasil pengambilan data
tabung Variasi campuran Propan dan Isobutan telah
2.3.2 Untuk campuran dan komposisi berat yang berhasil dibuat bersama dengan isobutan 100%,
lain dilakukan dengan cara yang serupa Propan 100% dan R22 diuji pada mesin
dengan langkah (2.3.1) sebelumnya namun pengkondisian udara.
dengan berat total yang sama (400 gram) Data yang diperoleh dari pengujian dengan
2.3.3 Pengujian refrigeran pada alat simulasi mesin menggunakan mesin pengkondisian udara adalah
pengkondisian udara sbb : tekanan dan temperatur masuk kompresor (T1),
2.3.4 Pengisian refrigeran pada alat simulasi mesin (P1), tekanan dan temperatur keluar kompresor (T2),
pengkondisian udara (P2), tekanan dan temperatur keluar kondensor (T3),
1. Memvakumkan sistem pengkondisian (P3), tekanan dan temperatur masuk evaporator (T4),
udara sekitar 20 menit (P4). Penentuan entalpi dengan menggunakan
2. Memasukkan refrigeran kedalam sistem REFROP 6.0
pengkondisi udara
3. Menghidupkan alat simulasi mesin
pengkondisian udara

422 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

3.2 Analisis Perhitungan Pada gambar 2 terlihat bahwa semakin lama waktu
Dalam pengujian ini, besaran yang dihitung operasi mesin maka laju aliran kalor kondensor
adalah : cenderung menurun atau boleh dikatakan bahwa laju
1. Laju aliran massa udara evaporator aliran kalor kondensor berbanding terbalik terhadap
ṁudevap = udara x A x V waktu operasi mesin.
ket : Hal tersebut terjadi karena semakin lama
: Massa jenis udara kg/m3 mesin beroperasi maka kalor yang di serap di dalam
A : Luas penampang hembusan evaporator ruangan semakin kecil sehingga perubahan entalpi
m2 masuk kondensor dengan keluar kondensor kecil.
V : Kecepatan udara evaporator m/s Oleh karena itu laju aliran kalor cenderung menurun
2. Laju alira n kalor udara evaporator dengan berjalannya waktu operasi mesin.
Qudara = ṁudevap x cp x( Tin - Tout )
Ket : 2. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
cp : Kalor spesifik (kJ/kg.K) terhadap laju aliran kalor evaporator
Tin : Temperatur udara masuk evaporator (0C)
Tout : Temperatur udara keluar evaporator (0C)
3. Daya kompresi
Wc = V x I
ket :
V : Voltase (Volt)
I : Arus (A)
4. Kerja kompresi
wc = h2 – h1
ket :
h2 : Entalpi keluar kompresor (kJ/kg)
h1 : Entalpi masuk kompresor (kJ/kg) Gambar 3. Waktu operasi vs Laju aliran kalor
5. Laju aliran massa refrigeran evaporator
ṁref = Wc / wc
ket : Pada gambar 3 terlihat bahwa semakin lama waktu
Wc : Daya kompresi (kJ/kg) operasi mesin maka laju aliran kalor evaporator
wc : Kerja kompresor (kJ/kg) cenderung menurun atau boleh dikatakan bahwa laju
6. Perhitungan laju aliran kalor evaporator aliran kalor evaporator berbanding terbalik terhadap
Qe = ṁref kg/s (h1 – h4) kJ/kg waktu operasi mesin.
ket : Hal tersebut terjadi karena semakin lama
ṁref : laju aliran massa refrigeran (kg/s) mesin pengkondisian udara beroperasi maka kalor
h4 : entalpi refrigeran pada titik 4 (kJ/kg) yang di serap di dalam ruangan semakin kecil
7. Perhitungan laju aliran kalor evaporator sehingga perubahan entalpi masuk evaporator
Qc = ṁref kg/s (h2 – h3) kJ/kg dengan keluar evaporator kecil. oleh karena itu laju
ket : aliran kalor cenderung menurun dengan berjalannya
ṁref : laju aliran massa refrigeran (kg/s) waktu operasi mesin.
h3 : entalpi refrigeran pada titik 3 (kJ/kg)
8. Coefisien of performance 3. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
COP = terhadap COP mesin pengkondisian udara

3.3 Pembahasan
1. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
terhadap laju aliran kalor kondensor

Gambar 4. Waktu operasi vs COP

Pada gambar 4 diatas terlihat bahwa semakin lama


waktu operasi mesin pengkondisian udara maka
COP semakin menurun atau boleh dikatakan bahwa
Gambar 2. Waktu operasi vs Laju aliran kalor COP berbanding terbalik terhadap waktu operasi
kondensor mesin pengkondisian udar.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 423


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Hal ini terjadi karena semakin lama mesin temperatur ruangan dengan waktu dan
pengkondisian udara beroperasi maka temperatur volume yang sama adalah refrigeran R22
refrigeran keluar evaporator ikut turun sehingga dan kemudian refrigeran hidrokarbon
entalpi masuk kompresor (h1) ikut turun sementara campuran Propan 80% dan Isobutan 20%
COP adalah entalpi pada titik satu dikurang entalpi mampu mendinginkan ruangan hampir
masuk evaporator (h4) dibagi entalpi keluar sama dengan R22 dan kedua refrigeran ini
kompresor dikurang entalpi masuk kompresor. memiliki COP yang hampir sama.
Pada gambar 9 terlihat bahwa refrigeran R22 3. Refrigeran hidrokarbon campuran
berimpit atau hampir sama dengan refrigeran propan80%+isobutan20% mempunyai COP
hidrokarbon campuran Propan 80% + Isobutan 20% dan pendinginan ruagan yang bisa dicapai
itu artinya refrigeran tersebut sangat berpotensi hampir sama dengan refrigeran R22 oleh
menggantikan R22 . hal ini hampir sama dengan karena itu refrigeran tersebut dianggap bisa
hasil penelitian yang dilakukan oleh N. Murugan dkk menggantikan refrigeran R22
2013 dimana mereka mendapatkan campuran terbaik
adalah Propan 79% + Isobutan 21%. Ucapan Terima Kasih
Ucapan Terimakasih Kepada Prof. Dr Effendy Arif
4. Waktu operasi terhadap Temperatur yang telah mengajari tentang ilmu teknik refrigerasi
ruangan dan pengkondisian udara dan kepada seluruh rekan
civitas akademika ATI Makassar atas dukungannya
untuk mengikuti seminar ini.

Daftar Pustaka
1. Arismunandar, W, H. Saito. 2002. Penyegar
Udara. Edisi keenam, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta
2. Arora, C.P. Refrigeration and Air
Conditioning. Tata McGraw-Hill Publising
Gambar 5. Hubungan antara lamanya waktu
3. ASHRAE Handbook Fundamental 2005
operasi mesin pengkondisian udara dengan 4. Bolaji, B.O. 2010. Experimental Study of
Temperatur ruangan R152a and R32 to Replace R134a in a
Domestic Refrigerator. Journal Energy 35,
Pada gambar 5 di atas terlihat bahwa semakin lama 3793-3798, Nigeria
waktu operasi dari mesin pengkondisian udara maka 5. Bolaji, B.O. 2012. Performance of a R22 split
temperatur ruangan ikut turun atau dengan kata lain air conditioner when retrofitted with ozone
lama waktu operasi mesin pengkondisian udara friendly refrigerants (R410A and R417A).
berbanding terbalik dengan temperatur ruangan. Journal Energy in south Africa vol 23 no 3,
Pada gambar 5 juga terlihat bahwa jenis Nigeria
refrigeran R22 yang mampu mendinginkan ruangan 6. Cengel, Yunus. A. Fundamental of Heat
lebih rendah dibanding refrigeran lainnya dan Transfer. 2nd Edition
refrigeran hidrokarbon dengan campuran propan 7. Carier Air Conditioning Company, 1965,
80% dan isobutan 20% hampir sama kemampuan Handbook of Air Conditioning System
mendinginkannya dengan refrigeran R22. McGraw-Hill Book Company, New York
Sementara untuk refrigeran lainnya terlihat 8. Irwan. 2011. Analisis Pengaruh Laju Aliran
bahwa laju pendinginannya lebih kecil bila Massa Udara Masuk Evaporator Terhadap
dibandingkan dengan kedua refrigeran yang telah Prestasi Mesin Pendingin Model. BC/EV. Tesis
dijelaskan diatas. Pasca Sarjana Unhas, Makassar
9. Stoecker, W. 1992. Jones. Refrigeran dan
4. Kesimpulan Pengkondisian Udara, Edisi kedua. Erlangga,
1. Refrigeran hidrokarbon campuran propan Jakarta
dan isobutan telah berhasil dibuat dengan 10. Wen Kandji.1991. Teknik Memilih, Memakaiai,
berat yang sama dan diuji pada mesin Memperbaiki Lemari Es. PT. Pradnya
pengkondisian udara dengan komposisi ( Paramita, Jakarta
propan 100%, Isobutan 100%, Propan 90%
+ Isobutan10%, Propan80%+ Isobutan20%,
Propan70% + Isobutan30%, Propan50% +
Isobutan50%).
2. Secara keseluruhan refrigeran cocok dengan
mesin pengkondisian udara dan dapat
menurunkan temperatur ruangan, refrigeran
yang paling mampu menurunkan

424 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengolahan Sampah Plastik Jenis PP, PET dan PE Menjadi


Bahan Bakar Minyak dan Karakteristiknya

Untoro Budi Surono1 dan Ismanto2


Dosen, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra1
untorobs@janabadra.ac.id
Dosen, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra2

Abstrak
Penggunaan plastik dan barang-barang berbahan dasar plastik semakin hari semakin meningkat. Peningkatan
penggunaan plastik ini merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi, industri dan juga jumlah
penduduk. Di satu sisi penemuan plastik ini mempunyai dampak positif yang luar biasa, karena plastik
memiliki keunggulan-keunggulan dibanding material lain. Tetapi di sisi lain, plastik yang sudah tidak
digunakan juga mempunyai dampak negatif yang mengkhawatirkan, sehingga perlu dicari penyelesaiannya.
Alternatif lain penanganan sampah plastik yang saat ini banyak diteliti dan dikembangkan adalah
mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar
minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan).Ada tiga macam proses cracking yaitu
hidrocracking, thermal cracking dan catalytic cracking. Di dalam penelitian ini dirancang dan akan diuji coba
alat pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Metode yang digunakan pada alat ini adalah
thermal cracking. Pada penelitian ini akan dicoba mengolah sampah plastik jenis PE, PP dan PET. Bahan
bakar minyak yang dihasilkan diuji nilai kalor dengan Bomb Calorimeter dan komposisinya diuji dengan GC-
MS. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi operasional yang terbaik dari alat yang
dirancang sehingga diperoleh hasil bahan bakar minyak yang optimal. Dari penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa dari ketiga tipe plastik yang diuji, plastik tipe PP menghasilkan minyak paling banyak
dengan kebutuhan LPG paling sedikit dan waktu proses paling cepat. Pada saat uji coba, plastik tipe PET
tidak menghasilkan minyak tetapi menghasilkan material berbentuk serbuk.Minyak dari plastik tipe PP
memiliki nilai kalor yang tinggi, lebih tinggi dari nilai kalor solar, bensin, LPG maupun minyak tanah.Laju
kalor yang terlalu tinggi menyebabkan minyak yang dihasilkan berkurang, sedangkan laju kalor yang kecil
menyebabkan waktu proses menjadi lama.Minyak yang dihasilkan dari pengolahan plastik PP dan PE
berdasarkan kandungan jumlah atom karbonnya mendekati bensin dan minyak tanah.

Kata Kunci: cracking, laju kalor, nilai kalor, perekahan, thermalcracking

1. Pendahuluan tanah. Sampah plastik yang dibuang sembarangan


Penggunaan plastik dan barang-barang juga dapat menyumbat saluran drainase, selokan dan
berbahan dasar plastik semakin meningkat seiring sungai sehingga bisa menyebabkan banjir. Sampah
berkembangnya teknologi, industri dan juga jumlah plastik yang dibakar bisa mengeluarkan zat-zat yang
populasi penduduk. Di Indonesia, kebutuhan plastik berbahaya bagi kesehatan manusia.
terus meningkat hingga mengalami kenaikan rata- Penanganan sampah plastik yang populer
rata 200 ton per tahun. Akibat dari peningkatan selama ini adalah dengan 3R ( Reuse, Reduce,
penggunaan plastik ini adalah bertambah pula Recycle). Reuse adalah memakai berulang kali
sampah plastik. Berdasarkan asumsi Kementerian barang-barang yang terbuat dari plastik. Reduce
Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari penduduk adalah mengurangi pembelian atau penggunaan
Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang barang-barang yang terbuatdari plastik, terutama
atau secara total sebanyak 189 ribu ton sampah/hari. barang-barang yang sekali pakai. Recycle adalah
Dari jumlah tersebut 15% berupa sampah plastik mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari
atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik/hari plastik. Daur ulang dilakukan dengan mengolah
(Fahlevi, 2012). kembali barang-barang yang dianggap sudah tidak
Plastik mempunyai keunggulan dibanding mempunyai nilai ekonomis lagi melalui proses fisik
material yang lain diantaranya kuat, ringan, maupun kimiawi atau kedua-duanya sehingga
fleksibel, tahan karat, tidak mudah pecah, mudah diperoleh produk yang dapat dimanfaatkan atau
diberi warna, mudah dibentuk, serta isolator panas diperjualbelikan lagi.
dan listrik yang baik. Akan tetapi plastik yang Masing-masing penanganan sampah
sudah menjadi sampah akan berdampak negatif tersebut di atas mempunyai kelemahan. Kelemahan
terhadap lingkungan karena tidak dapat terurai dari reuse adalah barang-barang tertentu yang
dengan cepat dan dapat menurunkan kesuburan terbuat dari plastik, seperti kantong plastik, kalau

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 425


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dipakai berkali-kali lama kelamaan akan tidak layak Thermoplastik adalah bahan plastik yang jika
pakai. Selain itu beberapa jenis plastik tidak baik dipanaskan sampai temperatur tertentu, akan
bagi kesehatan tubuh apabila dipakai berkali-kali. mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk
Kelemahan dari reduce adalah harus tersedianya yang diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah
barang pengganti plastik yang lebih murah dan lebih plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat,
praktis. Sedangkan kelemahan dari recycle adalah tidak dapat dicairkan kembali dengan cara
bahwa plastik yang sudah didaur ulang dipanaskan (UNEP, 2009).Berdasarkan sifat kedua
untukdijadikanbarangplastiklagiakan semakin kelompok plastik di atas, thermoplastik adalah jenis
menurun kualitasnya. yang memungkinkan untuk didaur ulang.
Daur ulang (recycle) sampah plastik dapat Jenis-jenis plastik yang paling sering diolah
dibedakan menjadi empat cara yaitu daur ulang adalah polyethylena (PE),
primer, daur ulang sekunder, daur ulang tersier dan polypropylene (PP), polistirena (PS), polyethylene
daur ulang quarter. Daur ulang primer adalah daur terephthalate (PET) dan polyvinyl chloride(PVC).
ulang limbah plastik menjadi produk yang memiliki Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode
kualitas yang hampir setara dengan produk aslinya. berupa nomor untuk memudahkan dalam
Daur ulang cara ini dapat dilakukan pada sampah mengidentifikasi.
plastik yang bersih, tidak terkontaminasi dengan Nomorkodeplastikakantercantumpadaproduk-
material lain dan terdiri dari satu jenis plastik saja. produkberbahanplastiksepertigambarberikutini.
Daur ulang sekunder adalah daur ulang yang
menghasilkan produk yang sejenis dengan produk
aslinya tetapi dengan kualitas di bawahnya. Daur
ulang tersier adalah daur ulang sampah plastik
menjadi bahan kimia atau menjadi bahan bakar. Gambar 1Nomorkodeplastik
Daur ulang quarter adalah proses untuk Sumber: UNEP, 2009
mendapatkan energi yang terkandung di dalam
sampah plastik (Kumar, dkk., 2011). Pengetahuan sifat thermal dari berbagai
Penanganan sampah plastik yang saat ini jenis plastic sangat penting dalam proses pembuatan
banyak diteliti dan dikembangkan adalah dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang
mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar penting adalah titik lebur (Tm), temperature transisi
minyak. Dengan cara ini dua permasalahan penting (Tg) dan temperature dekomposisi. Temperatur
bisa diatasi, yaitu bahaya menumpuknya sampah transisi adalah temperatur di mana plastic
plastik dan diperolehnya kembali bahan bakar mengalami perengganan struktur sehingga terjadi
minyak yang merupakan salah satu bahan baku perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel.
plastik. Teknologi untuk mengkonversi sampah Di atas titik lebur, plastic mengalami pembesaran
plastik menjadi bahan bakar minyak yaitu dengan volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang
proses cracking (perekahan). Salah satu proses ditandai dengan peningkatan kelenturannya.
perekahan (cracking) adalah thermal Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastic
cracking.Proses konversi sampah plastik menjadi mulai melunak dan berubah menjadi cair.
bahan bakar minyak dengan metode thermal Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari
cracking dipengaruhi oleh beberapa parameter proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas
antara lain jenis plastik, temperatur pyrolisis, tipe temperature lebur, plastic akan mudah mengalir dan
reaktor pyrolisis, laju pemasukan kalor, temperatur struktur akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi
kondensasi dan lain-lain. terjadi karena energi thermal melampaui energi yang
Plastik adalah salah satu jenis mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan
makromolekul yang dibentuk dengan proses mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses dari temperature transisinya (Budiyantoro, 2010).
penggabungan beberapa molekul sederhana Beberapa peneliti telah melakukan
(monomer) melalui proses kimia menjadi molekul penelitian tentang pengolahan plastik menjadi bahan
besar (makromolekul atau polimer). Plastik bakar minyak. Tamilkolundu dan Murugesan, 2012,
merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun melakukan penelitian dengan mengubah sampah
utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk plastic jenis PVC menjadi bahan bakar minyak.
membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering Bahan bakar minyak dari plastik PVC ini
digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang mempunyai densitas 7% lebih tinggi dari solar.
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas Demikian juga dengan viskositasnya, lebih tinggi
alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg 300% dibanding solar. Selanjutnya bahan bakar
plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi , untuk minyak yang berasal dari sampah plastic tersebut
memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun dicampur dengan solar. Campuran bahan bakar ini
kebutuhan energi prosesnya (Kumar, dkk., 2011). diuji coba pada mesin diesel satu silinder. Unjuk
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua kerja yang diamati antara lain konsumsi bahan
macam yaitu thermoplastik dan termosetting. bakar, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi
termal. Solar yang dicampur dengan minyak dari

426 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

plastic menghasilkan unjuk kerja konsumsi bahan temperatur air di dalam condenser dan juga untuk
bakar yang lebih rendah dan efisiensi termal yang mengukur temperatur uap plastik di dalam tabung
lebih tinggi. reaktor. Kompor LPG berfungsi sebagai sumber
Penelitian dengan jenis plastik yang lain kalor untuk memanaskan plastik. Gelasukur
dilakukan oleh Tubnonghee, dkk., 2010. Plastik digunakan untuk mengukur volume minyak yang
yang diteliti untuk dijadikan bahan bakar minyak dihasilkan. Stop watch digunakan untuk mengukur
adalah jenis polyethilene (PE) dan polyprophelene waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan
(PP). Pembuatan bahan bakar minyak dari plastic plastik. Timbangan digunakan untuk menimbang
menggunakan proses thermal cracking (pyrolisis). plastik yang akandiproses dan minyak yang
Pyrolisis dilakukan pada temperatur 450 °C selama 2 dihasilkan. GC-MS digunakan untuk mengetahui
jam. Gas yang terbentuk selanjutnya komposisi dari bahan bakar minyak yang dihasilkan.
dikondensasikan menjadi minyak di dalam Peralatan yang diperlukan selama proses
kondenser yang bertemperatur 21 °C.Minyak yang pengujian alatpengolahsampahplastik, dipersiapkan
dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas dan disusun seperti terlihat pada Gambar 2. Langkah
chromatography/mass spectrometry untuk pengujian dimulai dengan menyiapkanmasing-
mengetahui distribusi jumlah atom carbonnya. Dari masing bahan yang berupa sampah plastic dengan
hasil analisa tersebut diketahui bahwa komposisi memisahkan sesuai dengan jenisnya masing-masing.
minyak dari campuran plastik PE dan PP tersebut Timbang sampah plastic jenis PPsebanyak 0,5 kg
mempunyai jumlah atom Carbon yang setara dengan dan masukkan kedalam reactor pemanas. Hidupkan
solar, yaitu C12 – C17. pompa untuk mengalirkan air pendingin kondenser.
Osueke dan Ofundu, 2011, melakukan Nyalakan kompor gas untuk memanaskan reactor
penelitian konversi plastik low density polyethilene pemanas. Setelah semuap lastik menguap
(LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan seluruhnya, matikan kompor gas. Catat banyaknya
dengan dua metode, yaitu dengan thermal cracking BBM yang terkumpul di dalam tabung penampung.
dan catalyst cracking. Pyrolisis dilakukan didalam Bersihkan reactor pemanas dari kotoran dan sisa-sisa
tabung stainless stell yang dipanaskan dengan plastik. Ulangi langkah pengujian untuk jenis plastik
elemen pemanas listrik. Kondenser dengan yang lain ( PETdan PE).
temperatur 30 – 35°C, digunakan untuk Pengujian berikutnya dilakukan dengan tiga
mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastic variasi laju pemasukan kalor. Pengujian ini
dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan dilakukan dengan mengatur laju keluarnya bahan
pada penelitian ini adalah silica alumina. Dari bakar LPG. Langkah-langkah pengujiannya sama
penelitian ini diketahui bahwa dengan temperature dengan pengujian sebelumnya tetapi hanya untuk
pyrolisis 550°C dan perbandingan katalis/ sampah bahan plastik tipe PP.
plastic 1 : 4 dihasilkan minyak dengan jumlah
paling banyak.

2. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode
eksperimen. Penelitian dilakukan di Lab. Proses
Produksi Universitas Janabadra. Pengujian nilai
kalor dilakukan di Lab. Pangan dan Gizi Universitas
Gadjah Mada. Sedangkan pengujian GC-MS
dilakukan di Lab. Kimia Organik FMIPA
Universitas Gadjah Mada. Padapenelitianinibahan
yang digunakanantara lain: plastiktipe PE
(kantongplastik), plastiktipe PP (gelas kemasan air
mineral), plastiktipe PET (botolkemasan air
mineral), dan LPG.
Pada penelitian ini peralatan yang akan
digunakan antara lain lat pengolah sampah plastic
menjadi bahan bakar minyak. Alat ini adalah alat Gambar
utama pada penelitian ini. Alat ini berfungsi untuk 2.Instalasialatpengolahsampahplastikmenjadiminyak
melelehkan dan menguapkan sampah plastik. Uap
Keterangan:
plastic kemudian dikondensasikan di dalam
kondenser. Hasil kondensasinya ditampung di 1. Tabung Reaktor 6. Kranatas
2. Kompor gas 7. TabungKondenser
penampung minyak sedangkan gas yang tidak 3. Rangka 8. Kranbawah
terkondensasi dialirkan ke burner untuk dibakar. 4. Pipakondenser 9. Pipakeluar air pendingin
Termokopel sebagai detector temperature 5. Penampungminyak 10. Pipamasuk air pendingin
ditempatkan di dalam condenser dan di dalam
tabung reaktor. Alat ini digunakan untuk mengukur

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 427


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

3. Hasil dan Pembahasan Pengujian karakteristik bahan bakar dari


1. Pengujian dengan Variasi Jenis Plastik plastik dilakukan dengan menguji nilai kalornya.
Karakteristik bahan bakar dari plastik ini juga
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui dibandingkan dengan bahan bakar konvensional
proses dan karakteristik bahan bakar minyak yang yaitu premium dan solar.
dihasilkan dari plastik jenis PP, PET dan PE. Dari
pengujian diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 2: Nilai kalor bahan bakar dari plastik PP, PE
Tabel 1: Proses pengolahan plastik PP, PET dan PE dan beberapa bahan bakar lainnya
menjadi bahan bakar minyak Jenis bahan Nilai kalor
Kebutuhan BBM yang Waktu yang bakar (MJ/kg)
Jenis
LPG dihasilkan diperlukan Dari plastik PP 46,5
plastik
(gram) (ml) (menit)
PP 446 450 35 Dari plastik PE 44,9

PET 659 - 75 Premium 44,0

PE 927 350 82 Solar 45,8


LPG 46,1
Dari data di atas diketahui bahwa ditinjau
Minyak tanah 43,4
dari jumlah energi yang dibutuhkan dan jumlah
minyak yang dihasilkan, plastik jenis PP adalah
jenisplastik yang paling bagus bila diolah menjadi
bahan bakar. Dapat dilihat pada pengolahan plastik Dari pengujian nilai kalor diketahui bahwa
PP, LPG yang dipakai adalah paling sedikit bahan bakar yang diolah dari plastik PP dan PE
sedangkan jumlah minyak yang dihasilkan lebih memiliki nilai kalor yang paling tinggi dibanding
banyak dari plastik jenis PE. Sedangkan dari bahan bakar yang lain. Nilai kalor dari plastik PP
penelitian ini diketahui bahwa plastik jenis PET memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Dari hasil
tidak menghasilkan minyak sama sekali. Material pengujian di atas diketahui bahwa minyak dari
yang keluar dari kondenser semacam serbuk pengolahan plastik potnsial menjadi sumber energi.
berwarna kekuning-kuningan. Bahkan serbuk ini Dari Pengujian GC-MC diketahui bahwa
menempel disepanjang saluran pipa. Dari hasil ini minyak hasil pengolahan plastik tipe PP maupun PE
diketahui bahwa plastik tipe PET tidak potensial mengandung jumlah atom karbon sebanyak 6
untuk diolah menjadi bahan bakar minyak. sampai 18.Dengan demikian minyak dari
pengolahan plastik ini mendekati bahan bakar bensin
dan minyak tanah.

2. Pengujian dengan variasi laju pembakaran


Pengujian proses pengolahan dengan
variasi laju pemasukan kalor dilakukan terhadap
plastik PP dan PE saja, karena untuk pengolahan
plastik PET tidak dihasilkan bahan bakar cair. Hasil
dari pengujian ini seperti pada tabel 3.

PP PP PEPE PET
PET
Gambar3.Minyak dari hasil pengolahan beberapa tipe
sampah plastik

Tabel 3. Proses pengolahan plastik PP dengan variasi laju pemasukan kalor

Waktu yang Temperatur


Laju pemasukan Kebutuhan BBM yang
diperlukan reaktor
kalor LPG (gram) dihasilkan (ml)
(menit) (oC)
Laju kalor 1 602 450 80 370
Laju kalor 2 446 450 35 410
Laju kalor 3 453,5 400 30 416

Dari hasil tabel 3 diketahui bahwa menghasilkan minyak yang sedikit. Hal ini disebabkan
dengan laju kalor yang tinggi mengakibatkan karena banyak uap plastik yang tidak terkondensasi
kebiutuhan LPG nya menjadi banyak, tetapi sehingga masih berbentuk uap. Sedangkan untuk laju

428 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

kalor yang kecil mengakibatkan proses Daftar Pustaka


pengolahan menjadi lama, sehingga juga Budiyantoro, C.,2010, ThermoplastikdalamIndustri,
menghabiskan LPG yang banyak. Dengan Teknika Media, Surakarta
demikian, laju kalor yang paling baik adalah
yang sedang. Untuk laju kalor yang sedang ini Das, S. danPande, S., 2007, Pyrolysis and Catalytic
menghasilkan minyak yang lebih banyak, tetapi Cracking of Municipal Plastic Waste for
dengan LPG yang lebih sedikit dan waktu yang Recovery of Gasoline Range Hydrocarbons,
lebih cepat. Thesis, Chemical Engineering Department
Dengan laju kalor yang berbeda, National Institute of Technology Rourkela
ternyata juga menghasilkan warna minyak yang Fahlevi, M.R., 2012, SampahPlastik
berbeda. Perbedaan warna minyak yang (http://rizafahlevi.blogspot.com/2012/01/twit-
dihasilkan dari masing-masing laju kalor dapat sampah-plastik.html)
dilihat pada gambar 4.
Kumar S., Panda, A.K., dan Singh, R.K., 2011, A
Review on Tertiary Recycling of High-Density
Polyethylene to Fuel, Resources, Conservation
and Recycling Vol. 55 893– 910
Kurniawan, A., 2012, MengenalKodeKemasanPlastik
yang AmandanTidak
(http://ngeblogging.wordpress.com/2012/06/14/
mengenal-kode-kemasan-plastik-yang-aman-
dan-tidak/)
OsuekedanOfundu, 2011, Conversion of Waste Plastics
(Polyethylene) to Fuel by Means of Pyrolysis,
Gambar4.Minyak dari hasil pengolahan plastik tipe
PP dengan variasi laju kalor (IJAEST) International Journal of Advanced
Engineering Sciences and Technologies, Vol.
4. Kesimpulan No. 4, Issue No. 1, 021 – 024
Dari penelitian ini dapat diambil beberapa Panda, A.K., 2011, Studies on Process Optimization for
kesimpulan antara lain: Production of Liquid Fuels from Waste Plastics,
a. Dari ketiga tipe plastik yang diuji, plastik tipe Thesis, Chemical Engineering Department
PP menghasilkan minyak paling banyak National Institute of Technology Rourkela
dengan kebutuhan LPG paling sedikit dan
waktu proses paling cepat. Sahwan, F.L., Martono, D.H., Wahyono, S.,
b. Pada saat uji coba, plastik tipe PET tidak Wisoyodharmo, L.A., 2005,
menghasilkan minyak tetapi menghasilkan SistemPengolahanLimbahPlastik di Indonesia,
material berbentuk serbuk. JurnalTeknikLingkungan BPPT 6 (1), halaman
c. Minyak dari plastik tipe PP memiliki nilai 311 – 318
kalor yang tinggi, lebih tinggi dari nilai kalor Tamilkolundu, S. danMurugesan, C., 2012, The
solar, bensin, LPG maupun minyak tanah. Evaluation of blend of Waste Plastic Oil-Diesel
d. Laju kalor yang terlalu tinggi menyebabkan fuel for use as alternate fuel for transportation,
minyak yang dihasilkan berkurang, 2nd International Conference on Chemical,
sedangkan laju kalor yang kecil Ecology and Environmental Sciences
menyebabkan waktu proses menjadi lama. (ICCEES'2012) Singapore April 28-29, 2012
e. Minyak yang dihasilkan dari pengolahan
plastik PP dan PE berdasarkan kandungan Tubnonghee. R., Sanongraj, S.,Sanongraj, W., 2010,
atom karbonnya mendekati bensin dan Comparative Characteristics of Derived Plastic
minyak tanah. Oil and Commercial Diesel Oil, The 8th Asian-
Pacific Regional Conference on Practical
Ucapan Terima Kasih Environmental Technologies (APRC2010),
Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada UbonRatchathani University, Ubonratchathani,
DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Thailand
Tinggiyang telah memberikan dukungan dana UNEP (United Nations Environment Programme),
melalui Skim Penelitian Dosen Pemula. 2009, Converting Waste Plastics Into a
Resource, Division of Technology, Industry and
Economics International Environmental
Technology Centre, Osaka/Shiga

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 429


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

430 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Analisa Sifat Fisik Dan Mekanikaluminium 5083T-Joint


Frictionstir Welding (Fsw)
Pada Konstruksi Kapal

Pompy Pratisna1, Achmad Zubaydi2 dan Nurul Muhayat3

Mahasiswa Program Magister Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya1
pompypratisna@gmail.com
Staf Pengajar Teknik Perkapalan,FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya2
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Solo3

Abstrak
Friction Stir Welding adalah menyambung material tanpa menggunakan filler metal, proses ini
menerapkan penyambungan dengan memanfaatkan sumber panas yang ditimbulkan dari putaran tool
berkecepatan tinggi, tool ini dirancang secara khusus. Proses pengelasan ini menggunakan mesin frais
dimana material tool yang digunakan adalah XW 5 dari ASSAB dengan geometri pin berbentuk ulir.
Materialnya adalahaluminium 5083 dengan model sambungan T yang akan diaplikasikan pada
pembuatan stiffened panel kapal berbasis aluminium. Proses FSW ini memvariasikan parameter
kecepatan rotasi tool (Speed Rotation Tool) dan kecepatan pengelasan (Welding Speed) untuk
mendapatkan parameter yang paling optimal.Aspek penelitian yang dilakukan adalah uji visual,
analisa struktur makro dan mikrodari material hasil sambungan T dengan menggunakan mikroskop
optik metalurgi, sifat mekanik hasil pengelasan FSWmenyajikan data kekuatan tarik serta nilai
kekerasan. Uji visual menunjukkan bahwa semua variasi parameter pengelasan menghasil pengelasan
tanpa cacat, dengan kontur permukaan pengelasan yang tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Pengamatan struktur mikro menunjukkan adanya perbedaan struktur mikro pada daerah
Heat Affected Zone dengan ukuran butir yang lebih besar dibandingkan dengan weld nugget maupun
base metal sedangkan perbedaan variasi parameter pengelasan menunjukkan bentuk morfologi yang
hampir sama.Pengujian tarik pada bagian skin didapatkan optimasi terbaik pada parameter dengan
kecepatan pengelasan 36 mm/min dan kecepatan putar tool pada 663 rpm karena mampu mempunyai
nilai force, stress, strain dan breaking yang lebih baik. Data kekuatan tarik pada bagian stringer nilai
maximum stress adalah padaparameter welding speed 48 mm/min dengan kecepatan putar tool 1268
rpm. Nilai kekerasan tertinggi dari pengelasan FSW adalah pada parameter welding speed 28 mm/min
dan rotation tool speed 663 rpm.

Kata Kunci : Aluminium 5083 sambungan T, Cacat, Friction Stir Welding, Kekerasan, Kekuatan
Tarik dan Struktur Mikro.

1. Pendahuluan jenis T kemudian diklem pada mesin modifikasi


Proses penyambungan komponen kapal yang untuk las supaya material yang akan disambung
biasa dilakukan di galangan kapal adalah dengan tidak mengalami gerakan pada saat proses
metode pengelasan, dimana salah satunya adalah penyambungan. Tool dengan kecepatan putar
menggunakan metodeFriction Stir Welding tertentu dibenamkan pada material yang telah
(Megantoro,2011). terpasang pada meja lashingga shoulder menyentuh
PenggunaanFriction Stir Welding (FSW) pada permukaan material yang menyebabkan timbulnya
kontruksi kapal yang berbahan dari paduan panas dari gesekan tersebut. Setelah panas
aluminium telah dikembangkan oleh peneliti pada pengelasan cukup melunakkan material material
saat proses pembuatan di bagian Stiffeness Plate mulai digerakkan sepanjang joint line (alur
Structure pada konstruksi kapal misalnya konstruksi pengelasan) sehingga terjadi penyambungan
bagian geladak, bagian lambung dan bagian panel- material dengan konfigurasi T. Meskipun proses
panel akomodasi kapal.(Paik. 2009). pengelasan FSW dengan konfigurasi T ini cukup
Penelitian mengenai material sambungan sederhana akan tetapi tidak ditemukan hasil
berbentuk T (T-joint) yang ada masih terfokus pada penelitian yang medapatkan hasil pengelasan dengan
kegagalan pada saat penyambungan.Proses konfigurasi T yang bebas cacat. Hal ini mungkin
pengelasan FSW dengan konfigurasi T joint pada disebabkan oleh karena proses pemilihan parameter
material aluminium 5083 adalah pengelasan yang kurang tepat. Disamping itu tidak
denganmenempatkan material pada dies sambungan ditemukan pula sambungan FSW dengan konfigurasi

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 431


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

sambungan jenis T yang diaplikasikan pada yang berada di bagian akomodasi ataupun panel-
konstruksi kapal. panel geladak utama kapal, sambungan tangki yang
Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan terbuat dari aluminium paduan atau pun lainnya
proses pengelasan FSW pada sambungan T untuk yang ada pada saat konstruksi pembuatan kapal.
mendapatkan parameter optimal selama proses
pengelasan pada pembuatan stiffened panel kapal
berbahan aluminium. Disamping itu diteliti pula
pengaruh parameter pengelasan terhadap struktur
makro serta mikro sambungan dan sifat mekanik
sambungan.

1.1. Pengelasan
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutche
Industrie Nomen) adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau non logam atau logam
paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer (Mishra and Ma., 2005)
atau cair. Dari pemahaman tentang pengelasan ini
merupakan penyambungan dari suatu bahan yang Proses Friction Stir Welding tergolong metoda
prinsip-prinsip ikatan magnetik antar atom dari baru yang dilakukan untuk menyambung dua buah
bahan yang akan disambung. Pada proses material, selain cepat proses FSW terdapat banyak
pengelasan memiliki keunggulan dalam pelaksanan keuntungan terutama karakteristik distorsi yang
konstruksi terutama pada konstruksi bangunan kapal rendah dan tidak banyak merubah dimensi utama
diantaranya adalah keunggulan sifat mekanik yang pada material yang disambung. Digalangan-
baik, proses pengerjaan yang tidak sulit dan cukup galangan kapal di amerika proses FSW digunakan
efisien. Akan tetapi ketidak sempurnaan yang paling dalam pembuatan stiffened panel dikarenakan
menonjol pada proses pengelasan adalah perubahan terbukti mengurangi beban distorsi yang terjadi pada
struktur mikro pada material yang dilas sehingga material yang akan disambung, kerataan dimensi
terjadi perubahan karakteristik sifat fisik dan material yang disambung dan permukaan sisi panel
mekanik dari material yang dilas. yang halus pada interior kapal memberikan bukti
Berdasarkan jenis-jenis Pengelasan, proses bahwa proses FSW menguntungkan perusahaan
pengelasan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Liquid galangan kapal. Pekerjaan kapal-kapal angkatan laut
State Welding (LSW) dimana proses pengelasan amerika juga untuk pembuatan panel-panel serta
yang dilakukan dalam keadaan cair dan Solid State kontruksi kapal pada saat pembuatan dilakukan
Welding (SSW) dimana proses pengelasan yang dengan proses Friction Stir Welding (FSW).
dilakukan dalam keadaan solid.

1.2. Friction Stir Welding (FSW)


Friction Stir Welding (FSW) adalah proses
penyambungan material pada kondisi solid dimana
logam tidak meleleh saat dilakukan
penyambungan. Metode ini digunakan agar
karakteristik logam induk tidak banyak berubah.
FSW (Friction Stir Welding) merupakan sebuah
metode pengelasan yang telah diketemukan dan
dikembangkan oleh Wayne Thomas dkk, untuk (Colligan, 2007)
benda kerja alumunium dan alumunium alloy pada
tahun 1991 di TWI (The Welding Institute) di 1.3. Optimasi parameter pengelasan
inggris. Proses pengolahan data Uji tarik dengan
Suhu pengelasan metode ini berada pada menggunakan metode statistik anova kemudian
70% hingga 85% dari titik lebur aluminium. membandingkan nilai kekuatan tarik. Alasan
Dengan suhu pengelasan yang lebih rendah, maka menggunakan pengujian dengan metode statistik
akan menghasilkan daerah HAZ yang lebih kecil. anova dikarenakan mudah dalam menganalisa dari
Hasil pengelasan metode friction stir welding ini data-data yang yang berbeda dari hasil pengujian
juga menghasilkan distorsi lebih kecil dibandingkan tarik yang dilakukan dilihat dari data force, stress
GMAW (Haver, 2007). dan break atas beberapa kelompok sampel dengan
Penyambungan dengan menggunakan las hasil resiko kesalahan terkecil, selain itu mengetahui
adukan gesek (FSW) dengan bahan aluminium nilai perbedaan rata-rata (µ) antara data pengujian
paduan biasa diterapkan dalam aplikasi konstruksi tarik dari parameter potongan satu dengan potongan
kapal terutama untuk pembuatan bangunan kapal yang lainnya dilihat dari perbedaan parameter proses
dan bisanya diaplikasikan pada bagian panel-panel pengelasan yang dilakukan. Nilai perbedaan yang
dihasilkan pada saat membandingkan hasil

432 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

pengujian tarik mungkin saja nilai rata-rata (µ) dari


perbedaannya sangat kecil sehingga diabaikan akan Proses pembuatan tool pin ulir dilakukan sesuai
tetapi dengan metoda statistik anova dapat ukuran dimensi dan material tool sudah dihardening
dibedakan secara signifikan sehingga nilainya dapat dengan nilai kekerasan yang mencapai 50 – 60 HRc.
dikelompokkan secara numerik.
Setelah melakukan proses pengelasan dengan
parameter yang ada diharapkan dapat menentukan
parameter yang tepat dari hasil pengujian dilihat dari
sifat mekanik dengan melakukan pengolahan data
statistik. Pengolahan data statistik ini diperlukan
untuk mengetahui nilai parameter yang tepat dari
variasi yang telah ditentukan. Adapun data
pengolahan yang dilakukan dengan metoda
pengujian statistik ANOVA.
ANOVA digunakan untuk menyelidiki
hubungan antara variabel respon (dependen) dengan Gambar 5. Bentuk dan ukuran tool dengan pin ulir
satu atau beberapa variabel predictor (independen).
ANOVA sama dengan regesi, tetapi skala data Proses penyambungan T yang dilakukan dengan
variabel independen adalah data kategori, yaitu skala tahapan menentukan variasi parameter yang
ordinal atau nominal (Iriawan dan Astuti, dianggap mampu melakukan penyambungan T
2006:246).Untuk dapat menggunakan uji statistik dengan baik.
ANOVA, harus dipenuhi beberapa asumsi dibawah Gambar Tabel.1
ini : (Ghozali, 2005:60)
1. Homogenety of variance
2. Random sampling
3. Multivariate normality.

2. Metode
2.1. Persiapan Proses
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara
penyambungan T (T-joint) dengan pelat
aluminium 5083 berukuran 120 mm X 240 mm
X 40 mm dengan ketebalan pelat alumunium Proses pemeriksaan visual dilaksanakan dan
5083 ukuran 4 mm sebayak 9 sampel dipastikan hasilnya tersambung secara sempurna dan
sambungan T (T- joint) = 9 sampel. tidak ada cacat maka dilanjutkan dengan melihat
sifat fisik maupun mekanik dari material yang ada
dengan cara memotong material untuk dilakukan
pengujian tarik skin, pengujian tarik stringer,
pengujian kekerasan, pengujian struktur makro dan
pengujian struktur mikro.

Gambar 3Dimensi Sampel uji T-Joint

Landasan yang digunakan untuk pengujian FSW


dalam penyambungan T dengan material alumunium
menggunakan landasan yang berbahan dari pelat
baja.
Gambar 6. Skematik Potongan Untuk pengujian

2.2. Perumusan Masalah dan Studi Literatur


Perumusan Masalah dan Studi literatur
dilakukan secara bersamanan dimana pada langkah
perumusan masalah dilakukan dengan persiapan
survey lapangan dan persiapan dalam mendukung
kegiatan penelitian Friction Stir Welding (FSW).
Melakukan pembanding parameter yang tepat
Gambar 4. (a) Ilustrasi gambar Landasan (Lei Cui, dkk,
berdasarkan teori yang didapatkan dari pembimbing
2012), (b) Landasan (Anvil) berbahan pelat baja ataupun survey lapangan dan menyesuaikan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 433


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

kemampuan terhadap mesin pendukung. Untuk parameter welding speed 28 mm/min, welding speed
melakukan analisa pendukung tempat-tempat 36 mm/min dan 48 mm/min terhadap kecepatan
pengujian analisa pengujian fisik dan mekanik putar tool (rotation speed) dengan variasi 663 rpm,
dilakukan survey lapangan sebelumnya. 949 rpm dan 1268 rpm.
Adapun mengenai data-data yang dikumpulkan Untuk parameter dengan hasil variasi
adalah sebagai berikut: dikelompokan dalam 3 jenis berdasarkan varisai
a) Data primer parameter welding speed terhadap rotation speed
Data-data terkait dengan tesis yang diperoleh dimana kelompok:
dari hasil penelitian sebelumnya berupa data 1. Kelompok A ini adalah 3 buah sampel hasil
hasil penelitian, prosedur kerja, parameter dan pengelasan dengan parameter welding speed 28
cara uji material serta hasil proses Friction Stir mm/min terhadap variasi rotation speed 663
Welding (FSW). rpm, 949 rpm dan 1268 rpm.
b) Data sekunder 2. Kelompok B ini adalah 3 buah sampel hasil
Referensi serta teori yang terkait dengan tesis pengelasan dengan parameter welding speed 36
ini yang bisa didapatkan melalui jurnal, buku mm/min terhadap variasi rotation speed 663
dan lainnya. rpm, 949 rpm dan 1268 rpm.
3. Kelompok C ini adalah 3 buah sampel hasil
2.3. Pengolahan Data Statistik Anova pengelasan dengan parameter welding speed 48
Langkah-langkah melakukan uji hipotesis mm/min terhadap variasi rotation speed 663
dengan ANOVA rpm, 949 rpm dan 1268 rpm
1. Kumpulkan sampel dan kelompokkan Analisa pengamatan visual pada proses
berdasarkan kategori tertentu. Untuk pengelasan FSWdiakhir alur pengelasan akan
memudahkan pengelompokkan dan ditemukan lubang jejak dari pin ulir akibat tool yg
perhitungan, buat tabel data sesuai dengan berputar pada proses akhir penyambungan yang
kategori berisi sampel dan kuadrat dari sampel dinamakan existinghole.Selain itu ditemukan pula
tersebut. Hitung pula total dari sampel dan perbedaan bentuk kontur pemukaan pengelasan yang
kuadrat sampel tiap kelompok. Selain itu, disebutweld flash di sepanjang alur pengelasan (joint
tentukan pula hipotesis nol (H0) dan hipotesis line). Dimana semakin tinggi putaran yang diberikan
alternatif (H1). pada saat proses FSW berlangsung maka weld flash
2. Menghitung variabilitas dari seluruh sampel. yang dihasilkan semakin tebal. Weld flash terbentuk
3. Menghitung derajat kebebasan (degree of dari sisa material yang terbuang pada saat proses
freedom). pengelasan berlangsung.
4. Menghitung variance antar kelompok dan
variance dalam kelompok.
5. Menghitung nilai distribusi F (Fhitung)
berdasarkan perbandingan variance antar
kelompok dan variance dalam kelompok.
Selain itu, F berdasarkan tabel (Ftabel) juga
dihitung,berdasarkan nilai derajat kebebasan
(langkah ke-3) menggunakan tabel distribusi-F.
Jangan lupa untuk mencantumkan gambar
posisi Fhitung dan Ftabel dalam grafik
Gambar 7. Existing Hole didiakhir joint line material
distribusi-F.
6. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel:
Jika Fhitung > Ftabel : tolak H0 Weld Flash 663 rpm
Jika Fhitung ≤ Ftabel : terima H0
7. Buat kesimpulan, sesuai dengan kasus awal
yang ditanyakan. Simpulkan, apakah perlakuan
(treatment) memiliki efek yang signifikan pada
sampel data atau tidak. Jika hasil tidak Weld Flash 949 rpm
signifikan, berarti seluruh rata-rata sampel
adalah sama. Jika perlakuan menghasilkan efek
yang signifikan, setidaknya satu dari rata-rata
sampel berbeda dari rata-rata sampel yang lain.
Weld Flash 1268 rpm
3. Hasil dan pembahasan
3.1. Hasil Pengelasan T (T Joint) Secara Visual
Hasil pengelasan yang dilakukan dengan Gambar 8. Perbedaan Kontur Weld Flash dari variasi
menggunakan tool tirus berbentuk ulir dengan kecepatan tool
berbahan material XW 5 dari ASSAB dengan variasi

434 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

3.2. Analisa Pengujian Struktur Makro Test of between-subjects effects, yang


Pengujian merusak (Destructive Test) ini tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa
dilakukan dengan cara melakukan proses grinding hubungan antara pengujian tarik A1, A2, A3 pada
kemudian polishing yang dilanjutkan dengan proses bagian Skin dengan Max Force, Max Stress, dan
pengetsaan secara makro untuk melihat posisi Heat Break Force memberikan nilai signifikansi kurang
Affected Zone (HAZ), dari 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
ThermoMechanicallyAffectedZone (TMAZ), Weld perbedaan Max Force, Max Stress, dan Break Force
Nugget (WN) dan Base Metal (BM). dari pengujian tarik A1, A2, A3 pada bagian Skin.
Pengamatan struktur makro pada proses FSW
ditemukan cacat Kissing Bound dimana cacat ini 2. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break
disebabkan oleh penyerapan panas yang tidak Force, Break Stress antara B1, B2, B3 per
sempurna pada bagian sudut dari proses pengelasan potongan plat ke 1,2,3 (skin)
pada saat berlangsung, dapat pula terjadi akibat
daerah adukan yang tidak merata yang menyebabkan Gambar tabel 3.
rongga didaerah sudut permukaan penjepit
(Clamping Zone) yang kurang sempurna sehingga
terjadi deformasi dan timbul cacat kissing bound.

Test of between-subjects effects, yang


tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa
Kissing Bound Tunnel Defect hubungan antara pengujian tarik B1, B2, B3 pada
bagian Skin dengan Max Force, Max Stress, Break
Gambar 9. Struktur Makro Force, Break Stress memberikan nilai signifikansi
kurang dari 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa
Cacat Lubang (Tunnel Defect) ini terjadi terdapat perbedaan Max Force, Max Stress, Break
diakibatkan karena pada saat proses pengelasan Force, Break Stress dari pengujian tarik B1, B2, B3
FSW berlangsung putaran tool pada saat pada bagian Skin.
memberikan adukan terhadap dua buah logam yang
akan disambung tidak mampu memberikan aliran 3. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break
ikatan penyambungan secara vertikal. Apabila Force, Break Stress antara C1, C2, C3 per
kemampuan aliran adukan kedua buah logam yang potongan plat ke 1,2,3 (skin)
akan disambung tidak memiliki aliran
Gambar tabel 4.
penyambungan secara vertikal serta pengaruh
tekanan tool pada saat mengaduk terlalu cepat maka
akan menimbulkan ketidak sempurnaan dalam
proses penyambungan dan mengakibatkan cacat
lubang (Tunnel Defect).
Untuk itu proses penyambungan FSW dibutuhkan
tekanan dan adukan tool yang tepat sehingga
menghasilkan proses sambungan yang sempurna.

3.3. Hasil Pengolahan ANOVA Test of between-subjects effects, yang


3.3.1 Optimasi Parameter Proses Pengelasan tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa
hubungan antara pengujian tarik C1, C2, C3 pada
1. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break bagian Skin dengan Max Stress memberikan nilai
Force, Break Stress antara A1, A2, A3 per signifikansi kurang dari 0.1. Hal ini menunjukkan
potongan plat ke 1,2,3 (skin) bahwa terdapat perbedaan Max Stress dari pengujian
Gambar tabel 2.
tarik C1, C2, C3 pada bagian Skin.

4. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break


Force, Break Stress antara A1, A2, A3 per
potongan plat ke 6,7,8 (stringer)

Gambar tabel 5.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 435


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Test of between-subjects effects, yang


tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa
hubungan antara pengujian tarik C1, C2, C3 pada
bagian stinger dengan Max Force, Max Stress, Break
Force, Break Stress memberikan nilai signifikansi
lebih dari 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan Max Force, Max Stress, Break
Force, Break Stress dari pengujian tarik C1, C2, C3
Test of between-subjects effects, yang pada bagian stringer.
tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa Test of between-subjects effects, yang tercantum
hubungan antara pengujian tarik A1, A2, A3 pada pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa hubungan
bagian stringer dengan Max Force, Max Stress, antara potongan plat bagian stringer dengan Max
Break Force, Break Stress memberikan nilai Force dan Max Stress memberikan nilai signifikansi
signifikansi lebih dari 0.50. Hal ini menunjukkan kurang dari 0.50. Hal ini menunjukkan bahwa
bahwa tidak terdapat perbedaan Max Force, Max terdapat perbedaan Max Force dan Max Stress dari
Stress, Break Force, Break Stress dari pengujian potongan plat bagian stringer.
tarik A1, A2, A3 pada bagian stringer.
3.4. Analisa Pengujian Struktur Mikro
5. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break Pengujian struktur mikro dari hasil pengelasan
Force, Break Stress antara B1, B2, B3 per Friction Stir Welding (FSW) diambil pada daerah
potongan plat ke 6,7,8 (stringer) Heat Affacted Zone (HAZ), Weld Nugget (WN) dan
Base Metal (BM).
Gambar tabel 6. Potongan Material A1 (Welding Speed 28 mm/min
dan Rotation Speed Tool 663 rpm)

Test of between-subjects effects, yang Gambar 10.Struktur Mikro pada daerah HAZ, WN dan
tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa BM dengan Variasi Parameter
hubungan antara pengujian tarik B1, B2, B3 pada
bagian stringer dengan Break Force memberikan Terlihat pada gambar perubahan struktur
nilai signifikansi kurang dari 0.50. Hal ini mikro dari masing-masing variasi parameter yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Break diberikan berdasarkan kecepatan pengelasan (Weld
Force dari pengujian tarik B1, B2, B3 pada bagian Speed) dan kecepatan tool (Rotation Speed) tidak
stringer. terlalu terlihat perbedaan yang sangat signifikan hal
inidikarenakan oleh pengaruh deformasi yang terjadi
6. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break pada saat proses berlangsung diarea pengelasan
Force, Break Stress antara C1, C2, C3 per tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini terlihat pada
potongan plat ke 6,7,8 (stringer) masing-masing hasil gambar struktur mikro yang
ditunjukkan pada daerah Heat Affected Zone (HAZ)
Gambar tabel 7. menunjukkan ukuran butir (Grain Size) yang lebih
besar (gambar 10 & 12) dibandingkan dengan
daerah Weld Nugget (WN) ataupun didaerah Base
Metal (BM) hal ini disebabkan oleh karena
pendinginan lambat yang terjadi dibagian ini akibat
dari pengaruh panas pada putaran tool yang tinggi.
Sedangkan struktur mikro pada daerah Weld Nugget
(WN) didaerah ini terjadinya rekristalisasi dimana
pertumbuhan butir yang terjadi diikuti dengan
deformasi sangat tinggi sehingga butir terputus
putus menjadi sangat kecil dibandingkan pada
daerah HAZ ataupun BM (gambar 10 & 13).
Perbedaan struktur mikro yang ditunjukan
pada pembesaran 200 X dengan pengaruh variasi
parameter menunjukan gambar dan morfologi yang
hampir sama didaerah BM, HAZ ataupun WN. Oleh

436 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

karena itu maka diambil pengamatan struktur mikro


yang dapat dilihat secara lebih jelasdengan
pembesaran 1000 X sebagai analisa
keseluruhan.Pada bagian Base Metal (BM) dianalisa
bentuk ukuran butir yang cenderung memanjang dan
lebih pipih hal inilah yang menyebabkan pada
bagian ini nilai kekerasan material lebih tinggi
dibandingkan pada daerah HAZ (gambar tabel 6).
Gambar 14. Ilustrasi Posisi Titik Pengujian Kekerasan

Gambar tabel. 6
Avg. HV
Parameter
BM HAZ WN
A1 66.4 62.7 64.9
A2 64.5 59.9 62.0
A3 61.7 61.1 61.4
B1 61.8 58.7 61.0
Gambar 11.Struktur Mikro pada Base Metal B2 62.4 59.2 61.6
B3 61.5 60.1 61.0
C1 62.7 59.9 62.5
C2 64.1 61.2 62.5
C3 64.6 62.9 64.4

Daerah HAZ menjadi paling rendah


kekerasannya karena efek strain hardening hilang
disebabkan oleh siklus panas selama pengelasan
ditandai dengan semakin berkurangnya kerapatan
Gambar 12.Struktur Mikro pada Heat Affected Zone dislokasi pada batas butir (gambar
10&12).Penurunan nilai kekerasan pada daerah
Analisa keseluruhan yang terlihat pada bagian HAZ disebabkan pendinginan yang lambat sehingga
HAZ bentuk ukuran butir yang cenderung membesar unsur Mg pada aluminium didaerah HAZ keluar dari
dan lebih berbentuk bulat hal inilah yang paduan sehingga nilai kekerasan dan kekuatan akan
menyebabkan pada bagian ini material nilai menurun.
kekerasannya lebih rendah dibandingkan dengan Sedangkan pada WN menjadi lebih tinggi meskipun
daerah Base Metal (BM) dan Weld Nugget (WN) efek strain hardening hilang akan tetapi disebabkan
(gambar tabel 6). terjadinya penghalusan ukuran butir weld nugget
sesuai dengan rumusan Hall-Petch (gambar 10
&13).Untuk daerah WN laju pendinginan yang
dialami lebih cepat dibandingkan didaerah HAZ
dimana unsur Mg pada daearah WN pada saat
pendinginan yang cepat menyebabkan unsur Mg
akan lebih sulit untuk terlepas dari aluminium,
walaupun ada yang keluar akan tetapi nilainya lebih
kecil dibandingkan didaerah HAZ.

4. Kesimpulan
Gambar 13.Struktur Mikro pada Weld Nugget
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengujian yang dilakukan pada proses Friction Stir
Analisa terlihat pada bagian WN bentuk
Welding (FSW) dengan model sambungan T (T
ukuran butir yang cenderung mengecil dan lebih
Joint) dengan menggunakan parameter utama pada
berbentuk bulat inilah yang menyebabkan pada
kecepatan pengelasan (Welding Speed) dan
bagian ini konsentrasi tegangan antar butir
kecepatan putar tool (Rotation Speed) terhadap sifat
meningkat dan nilai kekerasannya lebih tinggi
mekanik dari nilai kekuatan tarik, nilai kekerasan
dibandingkan pada daerah Heat Affected Zone
material, struktur makro dan struktur mikro dari
(HAZ) (gambar tabel 6).
material alumunium 5083 adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengujian tarik pada proses FSW
3.5 Nilai kerasan Variasi Parameter
dengan bentuk tool ulir dan pada variasi
Pengujian kekerasan dilakukan dengan
parameter yang telah dilakukan didapatkan
mengambil titik secara melintang disetiap daerah
nilai yang paling baik untuk pengujian tarik
yang mewakilinya.
pada bagian skin didapatkan pada parameter
dengan kecepatan pengelasan 36 mm/min dan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 437


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

kecepatan putar tool pada 663 rpm karena behaviors on friction stir welded AA6061-
mampu menunjukan nilai data force, stress, T4T-joints.Materials Science and
straindan breaking yang lebih baik. Sedangkan Engineering A 543 (2012) 58– 68.
untuk menghasilkan nilai kekuatan tarik pada Donati, L., Tomesani, L., Morri, A., 2009.
bagian stringer dihasilkan parameter uji terbaik Structural T-Joint Produced By Means Of
untuk nilai maximum stress adalah dengan Friction Stir Welding (Fsw) With Filling
welding speed 48 mm/min dengan kecepatan Material.Int J Mater Form (2009) Vol. 2
putar tool 1268 rpm. Suppl 1:295–298.
2. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan yang Dubourg, L., Merati, A., Jahazi, M., 2010. Process
dilakukan didapatkan nilai kekerasan tertinggi optimization and mechanical properties of
dari masing-masing daerah pengelasan adalah friction stir lap welds of 7075-T6 stringers on
dengan parameter welding speed 28 mm/min 2024-T3 skin. Materials and Design (2010)
dan rotation tool speed 663 rpm. Dimana nilai Fratini, L., Buffa a, G., Shivpuri, R., 2009 Influence
kekerasan yang ditunjukkan pada masing- of material characteristics on
masing area berbeda-beda hasilnya. Ditunjukan plastomechanics of the FSW process for T-
pada daerah HAZ umumnya mengalami joints. Materials and Design 30 (2009) 2435–
penurunan nilai kekerasan. Akan tetapi pada 2445
daerah WN akibat pemananasan dan tekanan Gabor, Ramona., Dos Santos, Jorge F., 2013.
serta pengadukan tool yang tinggi maka Friction Stir Welding Development Of
mengakibatkan bentuk ukuran butir yang lebih Aluminium Alloys.Proceedings Of The
kecil dibandingkan didaerah HAZ sehingga Romanian Academy
nilai kekerasan dan kekuatanpun pada daerah Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate
WN nilainya lebih tinggi dibandingkan pada dengan program SPSS, Badan Penerbit
daerah HAZ. Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Berdasarkan hasil pengujian struktur mikro Haver, Van, W., (2007). Friction Stir Welding.BWI.
dengan pengamatan pada setiap variasi Belgia.
parameter menunjukan tidak adanya perbedaan Irawan, N. dan Astuti S.P., (2006), “Mengolah Data
struktur mikro yang signifikan dari masing Statistik dengan Mudah Menggunakan
masing variasi parameter. Hal ini terlihat pada Minitab 14”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
model morfologi struktur mikro yang Megantoro, Lukytoardi. (2011). Pengaruh
dihasilkan walaupun diberikan variasi Pengelasan Aluminium 5083 Terhadap
parameter yang berbeda pada daerah HAZ dari SifatMekanis dan Biaya Pengelasan Dengan
masing-masing parameter yang divariasikan Perbedaan Diameter Shoulder Pada Friction
morfologinya dan bentuknya sama begitu pula Stir Welding (FSW). Surabaya. Tugas Akhir
pada WN dan BM jadi perubahan parameter Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas
welding speed dan rotation tool tidak terlalu Teknologi Kelautan ITS Surabaya.
berpengaruh perbedaannya dari masing daerah. Mishra, R.S., Ma, Z.Y., 2005. Friction stir welding
and processing. Materials Science and
Ucapan Terima Kasih Engineering R 50 (2005) 1–78.
Saya ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang Paik, JK., 2009. Buckling collapse testing of
telah membantu secara substansi maupun finansial Friction stir welded aluminum stiffened plate
yaitu Labinkimat TNI AL Dislitbangal, PT. PAL structure, SSC 456 Ship Structure Commite.
Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh November Rajiv, S., Mishra., Mahoney., Murray, W., 2007.
Surabaya dan selaku dosen pembimbing Achmad Friction Stir Welding and Processing. ASM
Zubaydi, Nurul Muhayat. Internasional.
TWI., 2014. Friction Stir Welding of Aluminium
Alloy. ttp://www.twi.co.uk/fsw/. Diakses
Daftar Pustaka tanggal Februari 2014.
Acerra, F., Buffa, G., Fratini, L,. and Troiano, G,. Wiryo, sumarto., Harsono., Toshie, Okumura., 2008.
2010. On the FSW of AA2024-T4 and Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradnya
AA7075-T6 T-joints: an industrial case Paramita, Jakarta.
study.Int J Adv Manuf Technol (2010)
48:1149–1157
Colligan, Kevin J. (2005). Friction Stir Welding for
Ship Construction: Enable Prefabricated,
Stiffened Panels with Low Distortion. Navy
Networking Center. http://www.nmc.ctc.com
Cui, L., Yang, Xin Qi., Zhou, Guang., Xu,
Xiaodong., Shen, Zhikang., 2012.
Characteristics of defects and tensile

438 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pemanfaatan Serbuk Bambu Sebagai Alternatif Bahan Friksi


Kampas Rem Non-Asbestos Sepeda Motor
(Performansi Daya Dengan Prony Brake)
Ranto 1, Budi Harjanto 2, Yuyun Estriyanto3, dan Nur Effendi4
Pendidikan Teknik Mesin FKIP, Universitas Sebelas Maret
Kampus V UNS Jl. Ahmad Yani 200 Pabelan Surakarta
Telp 0271 718419, Fax 0271 718419
E-mail: ranto_ptm@yahoo.com

Abstrak
Kampas rem kendaraan bermotor dari bahan asbestos yg digunakan di pasaran memiliki kekurangan yaitu
mudah selip dan kurang pakem ketika kondisi basah atau hujan, selain itu bahan asbestos bersifat mencemari
lingkungan dan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan. Penelitian ini berusaha mengembangkan
kampas rem non asbestos dari bahan serat alam yaitu serat bambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1)
menyelidiki pengaruh komposisi bahan serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO dan resin polyester sebagai
bahan kampas rem terhadap performansi daya pengereman menggunakan alat uji Prony brake, (2)
menyelidiki variasi komposisi bahan kampas rem yang paling optimal daya pengeremannya yang mendekati
nilai standar kampas rem di pasaran (merk Indopart). Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen,
meliputi tahap-tahap pembuatan spesimen kampas rem, pengujian daya pengereman pada mesin prony brake,
tabulasi data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan. Analisis data dilakukan dengan deskriptif
komparatif, sebagai pembanding digunakan kampas rem asbestos yang sudah digunakan di pasaran yaitu
merk Indopart. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) komposisi serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO
dan resin polyester berpengaruh terhadap daya pengereman, hasil terbaik dengan daya pengereman terbesar
diperoleh pada komposisi 35 % serbuk bambu, 15 % Al, 35 % MgO dan 15 % resin sebesar 194.294,93 Watt,
(2) Dibanding dengan daya pengereman kampas rem merk Indopart sebesar 195.456,25 Watt, hasil maksimal
tersebut besarnya sedikit lebih kecil tetapi hampir sama, hasil ini dapat diaplikasikan pada sepeda motor.

Keywords: kampas rem non-asbestos, prony brake, serbuk bambu

1. Pendahuluan dari serat buatan dan alami. Serat buatan misalnya


Dunia otomotif sekarang ini mengalami nilon dan serat gelas. Sedangkan serat alami yang
perkembangan yang sangat pesat. Banyak produsen sering dipakai sebagai penguat yaitu serat
kendaraan roda dua maupun roda empat yang tumbuhan bambu, kelapa, rami dan ijuk. Bahan
mengembangkan performa mesin agar lebih kuat pengisi berupa mineral tambang dan bersifat fire
dan tangguh. Dengan peningkatan performa mesin retardant sehingga tahan terhadap panas atau
maka akan di hasilkan kendaraan yang bertenaga memiliki koefisien perpindahan panas yang lebih
besar dan berkecepatan tinggi. Sejalan dengan hal kecil. Seperti Cu, Cu-Zn, Al, Zn, dll. Bahan pengisi
tersebut untuk menjaga keamanan pengendara maka terdiri dari bahan pengisi organik dan anorganik.
harus di butuhkan sistem pengereman yang optimal. Bahan pengisi organik misalnya C.N.S.L (Cashew
Sistem pengereman yang baik harus dapat menjaga Nut Shell Liquid), dust dan remah karet. Bahan
kestabilan laju kendaraan. Hal terpenting dari pengisi anorganik misalnya BaSO, Cu-Zn, Al, Zn.
sistem pengereman adalah adanya kampas rem. Untuk memodifikasi tingkat gesek dan
Kampas rem merupakan media yang berfungsi membersihkan permukaan rotor ditambahkan bahan
untuk memperlambat maupun menghentikan laju abrasif seperti Al2O3, MgO, Fe3O, SiC, dan
kendaraaan. Terutama pada saat kendaraan kianit/Al3SiO4. Abrasif ini juga digunakan
berkecepatan tinggi fungsi kampas rem memiliki menstabilkan koefisien gesek. Bahan pengikat
beban mencapai 90% dari komponen lainnya. dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang
Kampas rem memiliki peranan yang sangat penting, relatif stabil. Bahan pengikat terdiri dari berbagai
bahkan keselamatan jiwa manusia tergantung pada jenis resin diantaranya phenolic, epoxy, polyester
kualitas dari komponen tersebut. Di butuhkan dan rubber. Resin tersebut berfungsi untuk
kampas rem dengan kemampuan yang baik dan mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan
efisien agar di dapatkan daya pengereman yang friksi (Desi Kiswiranti, 2007).
optimal. Nampaknya bahan alam bisa di jadikan alternatif
Secara umum zat penyusun di dalam bahan friksi serat pengganti bahan asbestos, karena ada
terdiri dari serat, bahan pengisi dan bahan pengikat. beberapa bahan alam yang mampu menahan
Serat berfungsi untuk meningkatkan koefisien gesekan yang dapat menimbulkan panas pada
gesek dan kekuatan mekanik bahan. Serat terdiri kampas rem maupun rotor. Bahan alam tergolong

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 439


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

bahan non asbestos yang mampu menahan panas Setelah data dihimpun dengan pengujian
lebih dari bahan asbestos. Ada berbagai bahan alam performansi daya kampas rem pada mesin prony
yang bisa di gunakan sebagai alternatif untuk di brake, dilakukan analisis data dengan deskriptif
jadikan bahan serat pengganti dari kampas rem, komparatif. Komparasi dilakukan antar komposisi
salah satunya adalah serat bambu, bahan serat dan terhadap performansi daya pengereman kampas
bambu dapat di manfaatkan sebagai alternatif bahan rem merk Indopart.
serat pada kampas rem. Bambu masih tergolong Jalannya penelitian ini dapat digambarkan dengan
dalam bahan non asbestos yang berasal dari alam diagram alir penelitian sebagai berikut:
yang mampu menahan panas lebih karena
mempunyai ketahanan gesek dan tingkat keausan
yang tinggi. Serat bambu mempunyai ketahanan
yang luar biasa, contohnya rumput bambu yang
telah di bakar masih dapat tumbuh lagi dan dapat
tumbuh di rumput kering.
Bambu (bamboidae) salah satu anggota sub famalia
rumput, pembentukannya atau pertumbuhannya
sangat cepat. Tanaman bambu juga mempunyai
ketahanan yang luar biasa terhadap suhu
lingkungan hidup sehingga bambu mudah hidup di
berbagai kondisi lingkungan. Bambu yang akan
akan di pakai dalam penelitian kali ini adalah
bambu Ori atau bambu duri atau dengan nama latin
Bambusa arundinacea. Hal ini di karenakan bambu
ori memiliki serabut yang lebih tinggi dan memiliki
pola serabut yang relatif rata, selain itu bambu pada
bagian luar juga memiliki kerapatan yang tinggi
dan tahan terhadap serapan air. Bambu ori juga
mempunyai kuat tarik yang tertinggi di banding
bambu jenis lain. Sifat bambu ori yang kuat, keras
dan berdiameter besar, dengan jarak ruas yang
pendek cocok di gunakan untuk bahan kampas rem.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode
Eksperimen, terdiri dari studi pustaka dan studi
lapangan, persiapan bahan dan pembuatan spesimen
kampas rem, pengujian performansi daya Gambar 1. Diagram alir penelitian
pengereman menggunakan mesin Prony Brake,
tabulasi data, analisis data dan menyimpulkan hasil 3. Hasil dan Pembahasan
penelitian. Bahan friksi kampas rem terdiri dari
3.1. Foto makro spesimen kampas rem
serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO, dan resin.
Pembuatan spesimen kampas rem divariasi Pengambilan foto spesimen kampas rem
sebanyak 3 macam komposisi, yaitu: komposisi 1 menggunakan zoom stereo microscope tipe
terdiri dari 35% serbuk bambu, 15% serbuk Al, “OLYMPUS U-PMTVC” buatan Jepang.
35% MgO dan 15% resin; komposisi 2 terdiri dari Pengambilan foto makro dimaksudkan untuk
40% serbuk bambu, 15% serbuk Al, 30% MgO dan mengetahui karakterisasi permukaan kampas rem
15% resin; komposisi 3 terdiri dari 45% serbuk yaitu kehomogenan dari bahan-bahan yang
bambu, 15% serbuk Al, 25% MgO dan 15% resin. digunakan.
Proses pembuatannya bahan-bahan dengan
komposisi tersebut dicampur dan diratakan dengan
mixer, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan
dipres pada mesin pres dengan beban 0,5 ton,
setelah itu dipanaskan (sintering) pada mesin
pemanas sampai suhu 200o C selama 15 menit dan
kemudian didinginkan di udara kamar. Selanjutnya
kampas rem tersebut direkatkan pada plat dudukan
sehingga bisa dipasang pada sepeda motor. Kampas
rem yang dibuat ini memiliki dimensi dan ukuran
sama dengan yang ada di pasaran (merk Indopart). Gambar 2. Foto Makro Spesimen 1

440 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

bahan penyusun kampas rem sebagian besar sudah


tercampur dengan rata.
Sampel 1 dengan komposisi serbuk bambu 35%,
alumunium 15%, MgO 35%, resin 15%
menunjukkan campuran bahan penyusun kampas
rem sudah tercampur rata. Hal itu di karenakan
antara komposisi serbuk bambu dan MgO
jumlahnya sama besar sehingga campuran bahan
penyusun kampas rem dapat tercampur dengan rata.
Sampel 2 dengan komposisi serbuk bambu 40%,
Gambar 3. Foto Makro Spesimen 2 alumunium 15%, MgO 30%, resin 15%
menunjukkan campuran bahan penyusun kampas
rem kurang tercampur dengan merata. Di sebagian
titik ada serbuk MgO yang kurang rata dengan
serbuk bambu. Hal ini di karenakan antara
komposisi serbuk bambu dan serbuk MgO lebih
besar komposisi serbuk bambu jadi serbuk bambu
terlihat mengumpul di sebagian titik.
Sampel 4 dengan komposisi serbuk bambu 45%,
alumunium 15%, MgO 25%, resin 15%
menunjukkan masih terlihat campuran bahan
penyusun kampas rem yang kurang rata. Di
sebagian titik terlihat serbuk bambu terlihat
Gambar 4. Foto Makro Spesimen 3
mengumpul. Hal ini di karenakan antara komposisi
serbuk bambu dan serbuk MgO lebih besar
komposisi serbuk bambu sehingga menghasilkan
campuran yang kurang rata.

Pengambilan foto makro menggunakan Zoomstereo


Microscope. Dengan merk OLYMPUS U-PMTVC
buatan Jepang. Untuk pengambilan foto
menggunakan perbesaran 25x agar struktur
permukaan sampel kampas rem dapat terlihat
dengan jelas. Cara kerja dari Zoomstereo Gambar 5. Foto Makro Kampas Rem Merk
Indoparts
Microscope yaitu dengan menyalakan lampu
sebagai sumber cahaya, kemudian sampel kampas
rem dipasang pada stage plat. Perbesaran gambar Hasil foto makro kampas rem merk Indoparts
diatur pada skala 25:1 dengan memutar zoom menunjukkan bahwa campuran bahan penyusunnya
control knop. Setelah itu gambar difokuskan cukup merata dan saling mengikat. Dalam
dengan memutar focusing knop, dan langkah akhir penelitian ini tidak dilakukan uji komposisi bahan
pemotretan dilakukan dengan menekan expose atau kampas rem merk Indoparts. Kampas rem merk
capture. Indoparts hanya digunakan sebagai pembanding
Hasil foto struktur makro di pengaruhi oleh nilai performansi daya pengereman saja.
komposisi dari tiap bahan penyusun kampas rem.
Serbuk bambu di variasikan sebesar 35%, 40%, 3.2. Daya Pengereman
45%, sedangkan serbuk MgO sebesar 35%, 30%, Setelah spesimen kampas rem jadi, kemudian
25%. Untuk serbuk alumunium dan resin di buat dilakukan pengujian unjuk kerja performansi daya
tetap yaitu sebesar 15%. Foto struktur makro di pengereman dengan menggunakan mesin uji Prony
perlukan untuk mengetahui erat tidaknya campuran Brake (Gabar 6). Mesin uji Prony Brake ini
bahan penyusun kampas rem. merupakan karya desain dan rakitan tim peneliti
Gambar 2, gambar 3, dan gambar 4 menunjukkan sebagai rangkaian dari proses penelitian.
hasil foto struktur makro dari sampel 1 sampai
sampel 3. Dari gambar terlihat bahwa campuran

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 441


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Gambar 7. Histogram Daya Pengereman keempat


jenis spesimen kampas rem.
Berdasar data pada Tabel 1 dan Gambar 7 di atas,
dapat dilihat bahwa masing-masing komposisi
campuran serbuk bambu meghasilkan daya
pengereman yang berbeda, berarti komposisi serbuk
bambu berpengaruh terhadap daya pengereman
kampas rem yang terbuat dari bahan serat bambu.
Semakin besar prosentase serat bambu (45%)
semakin kecil daya pengereman kampas rem
tersebut, daya pengereman terbesar diperoleh pada
prosentase serat bambu (35%) yang sebanding
dengan prosentase MgO (35%), yaitu sebesar
194.294,93 Watt. Jika dibandingkan dengan daya
Gambar 6. Mesin Uji Prony Brake pengereman kampas rem merk Indopart sebesar
195.456,25 Watt, nilai tersebut hanya sedikit
Hasil pengujian performan daya pengereman dibawahnya atau dapat dikatakan hampir sama.
kampas rem dari 3 macam komposisi serbuk bambu
dan Indopart terlihat pada Tabel 1 berikut. 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
Tabel 1. Daya pengereman spesimen kampas rem Serat dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) Komposisi
Bambu dan Indopart.
serat bambu berpengaruh terhadap daya
Komposisi
pengereman kampas rem, daya pengereman
Serbuk Daya Pengereman maksimum sebesar 194.294,93 Watt diperoleh pada
Spesimen Al MgO Resin
Bambu (Watt) prosentase serbuk bambu yang terkecil dan
(%) (%) (%)
(%) sebanding dengan prosentase MgO, yaitu 35 %
Koposisi 1 35 15 35 15 194.294,93
serbuk bambu, 15 % Al, 35 % MgO dan 15 % resin.
(2) Dibanding dengan daya pengereman kampas
Komposisi 2 40 15 30 15 186.283,88 rem merk Indopart sebesar 195.456,25 Watt, hasil
tersebut hanya sedikit di bawahnya atau dapat
Komposisi 3 45 15 25 15 181.792,78 dikatakan hampir sama.

Indopart 195.456,25 Ucapan Terimakasih


Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
Perbandingan performan daya pengereman keempat terimakasih kepada Rektor dan Kepala Lembaga
spesimen kampas rem tersebut dapat dilihat dengan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
lebih jelas pada Grafik Histogram Gambar 7 Universitas Sebelas yang telah memberikan fasilitas
berikut. pembiayaan lewat Dana DIPA BLU UNS untuk
melaksanakan penelitian program Hibah Unggulan
Perguruan Tinggi tahun 2014 ini.

Daftar Pustaka
Agus, Sarwanto Y. (2010). Pengaruh Penekanan
terhadap Sifat Fisis dan Mekanis pada
Bahan Kampas Rem Sepeda Motor dengan
Serat Alam Serbuk Bonggol (Janggel)
Jagung. Surakarta: UMS.
Gibson, R.F. 1994. Principles of Composites
Material Mechanics. Singapore: Mc. Graw
Hill.
Haroen, Wawan Kartiwa & Waskito, Arief Tri.
(2009). “Peningkatan Standar Kanvas Rem
Kendaraan Berbahan Baku Asbestos dan
Non Asbestos (Celulose) untuk Keamanan”
diperoleh pada tanggal 4 Februari 2012 dari
http://www.bsn.or.id/files/@LItbang/PPIS%
202008/PPIS%20Bandung/8%20%20PENI
NGKATAN%20STANDAR%20KANVAS
%20REM%20%20KENDARAAN%20BER

442 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAHAN%20BAKU%20ASBESTOS%20D tanggal 15 Februari 2012 dari


AN%20NON%20ASBESTOS.pdf http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/eng/in
dex.php?option=com_docma
Kiswiranti D. (2007). Pemanfaatan Serbuk &task=doc_download&gid=11&Itemid=63
Tempurung Kelapa sebagai Alternatif Serat
Penguat Bahan Friksi Non-Asbes pada
Kampas Rem Sepeda Motor. Semarang:
UNNES.

O. A, Koya & Fono, T. R. (2009). Palm Kernel


Shell in the Manufacture of Automotive
Brake Pad. Department of Mechanical
Engineering, Obafemi Awolowo University,
Ile-Ife 22005, Nigeria.

Olokode, O. S., et al. (2012). Experimental Study


on the Morphology of Keratin Based
Material for Asbestos Free Brake Pad.
Journal of Basic & Applied Sciences. 2012,
8, 302-308.

Perwira, Dwi Hasta Y. (2011). Pengaruh


Penggunaan Resin Polyester dan Resin
Phenolic terhadap Komposisi Serat Bambu,
Serbuk Tembaga, Fiber Glass pada
Pembuatan Bahan Kampas Rem. Surakarta:
UMS.

Pratama. (2011). Analisa Sifat Mekanik Komposit


Bahan Kampas Rem dengan Penguat Fly
Ash Batubara. Makasar: UNHAS. Diperoleh
pada tanggal 4 Februari 2012 dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handl
e/123456789/383/ANALISA%20SIFAT%2
0MEKANIK%20%20KOMPOSIT%20BAH
AN%20KAMPAS%20REM%20DENGAN
%20PENGUAT%20FLY%20ASH%20BAT
UBARA.pdf?sequence=1

Rianto, Yanu. (2011). Pengaruh Komposisi


Campuran Filler terhadap Kekuatan
Bending Komposit Ampas Tebu - Serbuk
Kayu dalam Matrik Polyester. Surakarta:
UNS.

Santoso, H. (2011). Proses Pembuatan Kuningan


dari Logam. Di peroleh 27 maret 2012 dari
http://teknologi.kompasiana.com/terapan/20
11/11/18/proses-pembuatan-kuningan-dari-
logam/

Setiyanto Imam. (2009). Pengaruh Variasi


Temperatur Sintering terhadap Ketahanan
Aus Bahan Rem Sepatu Gesek. Surakarta:
UMS.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Widodo, Teguh W., A. Asari, Ana N. dan Elita, R.


(2007). “Bio Energi Berbasis Jagung dan
Pemanfaatan Limbahnya” diperoleh pada

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 443


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

444 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kualitas Pengelasan Metode Oksi-Asitelin


Pada Aluminium Dengan Perlakuan Post Weld Heat Treatment
Budi Harjanto1, Suharno2 dan Yuyun Estriyanto3

Pendidikan Teknik Mesin FKIP, Universitas Sebelas Maret1,2,3


Kampus V UNS Jl. Ahmad Yani 200 Pabelan Surakarta
E-mail: inibudi@fkip.uns.ac.id

Abstrak
Pengelasan pada bahan aluminium memungkinkan digunakan sejauh kekuatan sambungan las
tersebut mendekati bahan aluminium (base material). Penelitian yang telah dilakukan adalah
pengelasan pada aluminium dengan metode pengelasan Oksi-Asitelin dan dilanjutkan dengan
perlakuan PWHT (Post Weld Heat Treatment) pada hasil lasan. Sebelum percobaan pengelasan Oksi-
Asitelin, dilakukan dahulu beberapa pengujian untuk mengetahui data awal yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi material asli (base material). Dari pengujian awal diperoleh bahwa material asli
adalah Al-4,6%Si termasuk kedalam Aluminium Alloy seri AA.4643, yang memiliki kekerasan
sebesar 42,69 BHN dan memiliki kekuatan impak sebesar 0,092 Joule/mm2. Data yang diperoleh pada
pengujian tersebut merupakan data acuan untuk menjadi pembanding hasil percobaan dengan
pengelasan Oksi-Asitelin. Dengan perlakuan PWHT pada hasil lasan, diharapkan dapat meningkatkan
karakteristik dari hasil lasan dan mengurangi tegangan sisa yang terjadi pada area pengelasan. Hasil
uji kekerasan pengelasan metode Oksi-Asitelin dengan perlakuan PWHT pada daerah perbatasan
antara logam induk dan logam lasan serta pada logam lasan adalah sebesar 31.82 BHN dan 34.62
BHN. Sedangkan hasil uji impak untuk proses pengelasan Oksi-Asitelin sebesar 0,079 Joule/mm2
Dari hasil pengujian kekerasan dan impak dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dan kekuatan impak
hasil lasan masih lebih kecil dibandingkan dengan kekerasan dan kekuatan impak logam induk. Hal
ini berarti bahwa hasil pengelasan belum layak digunakan, karena nilai kekerasan dari hasil
pengelasan belum mendekati nilai kekerasan logam induk.

Keywords: Pengelasan Oksi-Asitelin, Al-4,6%Si, PWHT

1. Pendahuluan Logam akan mengalami pengaruh


Pemakaian aluminium pada industri pemanasan akibat pengelasan, dan mengalami
otomotif terus meningkat sejak tahun 1980 perubahan struktur mikro di sekitar daerah lasan.
(Budinski, 2001). Komponen otomotif yang terbuat Bentuk struktur mikro logam disekitar daerah lasan
dari paduan aluminium, antara lain adalah velg, bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai
piston, blok mesin, kepala silinder, katup dan pada pengelasan, kecepatan pengelasan, dan laju
sebagainya. Ini berkaitan dengan jumlah kendaraan pendinginan daerah lasan. Apabila struktur mikro
di Indonesia tahun 2012 mencapai 94.229.299 buah logam mengalami perubahan, sifat mekanik logam
terdiri dari roda dua 77.755.658 buah dan roda tersebut juga akan mengalami perubahan. Daerah
empat 16.473.641 buah (Kepolisian logam yang mengalami perubahan struktur mikro
Republik Indonesia, 2012). akibat mengalami pemanasan karena pengelasan,
Seiring meningkatnya pemakaian disebut Heat Affected Zone (HAZ).
kendaraan di Indonesia, tentunya akan meningkat Pada pengelasan juga terdapat beberapa
pula kerusakan yang terjadi pada kendaraan macam perlakuan sebelum dan sesudah proses
tersebut. Dalam hal ini industri otomotif akan pengelasan seperti Preheat dan PWHT ( Post Weld
mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut dengan Heat Treatment), PWHT adalah bagian dari proses
memproduksi spare part sebagai penganti heat treatment yang bertujuan untuk
komponen kendaraan yang mudah terjadi kerusakan menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk
ataupun sudah tidak layak digunakan seperti velg setelah proses welding selesai. Material terutama
pada kendaraan. Pada umumnya setiap velg aluminium akan mengalami perubahan struktur dan
kendaraan memiliki risiko kerusakan baik retak, grain karena efek dari pemanasan dan pendinginan.
ataupun pecah. Untuk mencegah kerusakan lebih Struktur yang tidak homogen ini menyimpan
parah perlu penggantian velg. Akan tetapi apabila banyak tegangan sisa yang membuat material
penggantian dinilai lebih mahal, retak yang terjadi tersebut memiliki sifat yang keras namun
pada velg dapat dilakukan pengelasan untuk ketangguhannya lebih rendah.
perbaikan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 445


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

2. Metode Penelitian Proses PWHT yang dilakukan mengacu


Dalam penelitian ini cast wheel aluminium pada ASM Vol.4 Proses solution heat treatment,
sesudah dilakukan pengelasan dengan metode yaitu memanaskan spesimen pada temperatur 510°
pengelasan Oksi-asitelin, MIG dan TIG diberikan C dengan waktu tahan 10 jam menggunakan oven
perlakuan PWHT, kemudian dilakukan pengujian struktur pemanas listrik. Dilanjutkan dengan proses
mikro, uji komposisi pengujian kekerasan dan uji impak. quenching, yaitu mendinginkan dengan cepat
spesimen yang telah dipanaskan. Media yang
digunakan untuk quenching adalah air dengan
temperatur 65°C - 100°C selama 10 – 20 detik.
Material akan mengalami beberapa
perlakuan perubahan suhu baik karena proses
pengelasan maupun proses perlakuan PWHT yang
diterapkan. Gambar 3 menunjukkan diagram
perubahan suhu yang diterapkan pada material
dalam jangka waktu pelaksanaan proses pengelasan
dan Post Welding Heat Treatment.
 

Gambar 1. Diagram alir penelitian  


 
Gambar 3. Hubungan antara suhu waktu perlakuan pada
Proses pengelasan Oksi-Asitelin dilakukan material
pada aluminium. Sebelumnya dibuat kampuh V
sebelum dilakukan pengelasan
3. Data & Pembahasan

Berikut merupakan hasil pengujian


kekerasan untuk masing-masing specimen:
a. Pengujian Komposisi
Komposisi Kimia Cast Wheel Aluminium Raw
Material dan Setelah Pengelasan oxy-acetylene dan
perlakuan PWHT.
Tabel 1. Perbandingan Komposisi kimia sebelum dan
sesudah dilakukan pengelasan dan proses PWHT

Jumlah (%)
Gambar 2. Spesimen uji pengelasan No Unsur
Raw Material Las oxy-acetylene
Dalam penelitian ini, aluminium sesudah
dilakukan pengelasan dengan metode pengelasan 1 Al 94,93 90,76
Oksi-Asitelin, dilanjutkan dengan perlakuan
2 Si 4,61 6,74
PWHT , kemudian dilakukan pengujian komposisi,
pengujian kekerasan, pengujian impak, dan uji 3 Fe <0,0500 1,01
metalografi

446 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Jumlah (%) ER5356 yang digunakan pada pengelasan.


No Unsur Berdasarkan tabel AWS ANSI/ AWS A5.10- 92
Raw Material Las oxy-acetylene logam pengisi yang digunakan adalah ER 5356,
dengan komposisi kimia Si (25%), Mn (0,05-0,2%),
4 Cu <0,0500 0,409
Zn (0,10%), Cu (0,10%), Cr (0,05-0,20%), Ti
5 Mn <0,0200 0,275
(0,06-0,20%), total lainya (0,15%)

6 Mg 0,101 0,106 b. Pengujian Kekerasan


Uji kekerasan dilakukan dengan pengujian
7 Cr 0,0736 0,0917 brinell. Data uji kekerasan diperoleh dari
penekanan indentor berbentuk bola dengan
8 Ni <0,0200 0,0214 diameter 2,5 mm pada alat uji ke spesimen cast
wheel aluminium dengan beban 62,5 kg dalam
9 Zn <0,0100 0,409 waktu 12 detik sehingga menghasilkan diameter
injakan indentor tersebut. Pengujian dilakukan pada
10 Sn <0,0500 <0,0500
raw material, daerah las dan daerah HAZ serta base
11 Ti 0,0336 0,0142
material. Diameter hasil injakan indentor diukur
dengan bantuan Linen Tester Lope. Dalam
12 Pb <0,0300 <0,0300 pengujian kekerasan ini penekanan indentor
dilakukan pada tiga titik setiap daerah uji. Hasil
13 Be <0,0001 <0,0001 pengujian kekerasan brinell dapat dilihat pada
Gambar 4.
14 Ca 0.0067 0,0078
50
42,693
HARGA BRINELL RATA2 (BHN)

15 Sr 0,0080 <0,0005
40 34,62
16 V <0,0100 0,0825 31,82
30
17 Zr <0,0030 <0,0030
20

Dari hasil uji komposisi kimia cast wheel 10


aluminium tersusun oleh tujuh belas unsur paduan
sebagai mana dalam Tabel 1. Adapun unsur utama 0
berupa Aluminium (Al) 94,93%, Silicon (Si) 4,61% Base Lasan HAZ
dan Iron (Fe) <0,050% , Cu <0,050% dan Mg Material
AREA  PENGUJIAN  KEKERASAN
0,101%. Berdasarkan jenis unsur penyusunnya cast
wheel aluminium paduan ini termasuk kedalam
Gambar 4. Hasil pengujian kekerasan spesimen
jenis aluminium cast alloy seri 4xx.x. Sedangkan pengelasan Oksi-Asitelin dengan perlakuan PWHT
menurut standar AA (Aluminium Association) jenis
aluminium ini merupakan aluminium seri AA4643 Dari gambar 4 terlihat bahwa di daerah
dengan unsur tambahan utama silikon antara 3,6- pengelasan, material yang dilas dengan Las Oksi-
4,6%, besi (Fe) kurang dari 0,050%, Cu kurang dari Asitelin dan perlakuan PWHT pada daerah perbatasan
0,050% dan Mg antara 0,10-0,30%. Adapun antara logam induk dan logam lasan serta pada logam
karakteristik umum dari aluminium seri 4xx.x lasan adalah sebesar 31.82 BHN dan 34.62 BHN
antara lain: tidak memiliki kemampuan heat- sedangkan base material memiliki kekerasan 42.69
treatable, kekuatan dan keuletan yang sedang BHN. Ini berarti dari proses pengelasan Oksi-
namun tahan aus dan tahanan terhadap korosi serta Asitelin dengan perlakuan PWHT seperti yang
memiliki sifat mampu cor yang baik. Berdasarkan dilakukan diatas masih memiliki nilai kekerasan
American Society for Metals. yang lebih rendah dari base material yang tanpa
Setelah dilakukan pengelasan beberapa mengalami proses pengelasan.
unsur penyusun raw material pada cast wheel Data hasil pengujian tersebut
aluminium digantikan oleh unsur yang lain sebagai menunjukkan bahwa ada penurunan kualitas
mana pada Tabel 4.2. Hasil uji komposisi kekerasan setelah mengalami pengelasan dan
menunjukkan bahwa pada material cast wheel PWHT. Penurunan kualitas kekerasan juga
aluminium setelah dilakukan pengelasan, berkaitan dengan perubahan unsur pada uji struktur
kandungan silikon (Si) meningkat menjadi 6,47% mikro, dimana unsur Si mengalami penurunan dan
dari prosentase awal 4,61% dan digantikan oleh unsur Al mengalami peningkatan di banding raw
unsur magnesium (Mg) yang semula kurang dari material setelah mengalami pengelasan dan PWHT.
0,05% menjadi 3,70%. Adanya penggantian Penurunan kadar Si berpengarung terhadap
beberapa unsur tersebut berasal dari filler elektroda kekerasan suatu material, dimana semakin kecil

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 447


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

unsur Si maka akan semakin kecil pula tingkat Pada pengujian struktur mikro,
kekerasan sebuah material.  pengamatan dilakukan pada spesimen uji dengan
mikroskop optik setelah spesimen uji dietsa dengan
c. Pengujian Impak HF, HNO3 dan H2O selama 5-10 detik dengan
Dari pengujian impak Charpy didapatkan perbesaran 200x pada permukaan cast wheel
hasil: aluminium dengan pengambilan gambar pada lima
titik yaitu, pada bagian raw material, antara raw
material dan HAZ, daerh HAZ, antara HAZ dan las
dan daerah las. Hasil pengamatan foto mikro pada
raw material terlihat struktur aluminium (Al) dan
Silicon (Si). Aluminium terlihat berwarna terang
mengkilap. Pada raw material ini juga terlihat
butiran-butiran silikon terlihat berwarna abu-abu
gelap menyebar di sekeliling aluminium (Al).

Al

Si
Gambar 5. Diagram Kekuatan Impak
Daerah Lasan

  Dari gambar 5 didapatkan bahwa Gambar 6. Struktur Mikro Logam Dasar (Raw material)
ketangguhan dari hasil uji impak, material yang 200x
mengalami proses pengelasan Oksi-Asitelin
memiliki kekuatan impak 0.079 Joule/mm2. Struktur mikro pada raw material dapat
Kekuatan impak dari base material yang tanpa dilihat pada Gambar 7 unsur Si tersebar merata
mengalami proses pengelasan yaitu sebesar 0.092 pada permukaan Aluminium dan pengaruh
Joule/mm2. penyebaran ini menyebabkan kekerasan permukaan
Pengelasan aluminium memiliki logam lebih tinggi.
pembebebanan impak yang cukup baik terutama
pada paduan yang nonheat-treatable. Aluminium
dan paduannya tidak menunjukkan transisi struktur
kerapuhan pada suhu rendah seperti yang terjadi
pada beberapa material ferro. Bukan karena
Al
mempertahankan duktilitas dan ketahanan yang
baik terhadap beban dampak pada temperatur Si
rendah, bahkan sampai ke suhu cryogenik.
Kekuatan utama dan hasil mereka benar-benar agak
meningkatkan pada suhu yang lebih rendah.

Ketangguhan impak hasil pengelasan


dapat ditingkatkan dengan PWHT pada spesimen. (1) Lasan 200x
Material akan mengalami perubahan struktur akibat
pengelasan, struktur yang tidak homogen tersebut
akan menyimpan banyak tegangan sisa yang
membuat material memiliki sifat yang lebih keras
tetapi ketangguhannya kurang. Tegangan sisa pada
daerah lasan dapat berkurang karena pengaruh
PWHT, sehingga ketangguhan impak setelah
pengelasan tidak jauh berbeda dengan ketangguhan
impak base material.

d. Pengujian Metalografi (Struktur Mikro)

448 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

(2) Lasan dan HAZ 100 Oksi-asitelin dengan perlakuan PWHT


mempengaruhi sifat fisis dan mekanisnya sebagai
berikut:
1. Dari hasil pengujian struktur
mikro terlihat bahwa prosentase unsur Si pada
Al cast wheel aluminium akan memengaruhi
ukuran butiran aluminium dan silikon. Pada cast
Si wheel yang mengalami proses pengelasan oksi
asetilin dengan perlakuan PWHT yang memiliki
unsur Si sebesar 6,74% terlihat perbedaan yang
jelas antara butiran aluminium dan silikon
2. Tingkat kekerasan pada base
material adalah 42,69 kgf/mm², pada daerah las
setelah PWHT memiliki tingkat kekerasan
34.62 kgf/mm², sedangkan pada daerah HAZ
(3) HAZ 200x memiliki tingkat kekerasan 31.82 kgf/mm².
Penyebab turunnya nilai kekerasan pada
spesimen pengelasan Oksi asetilin adalah tidak
meratanya unsur Si pada matrik aluminium
3. Tingkat ketangguhan impak pada
hasil pengelasan setelah PWHT adalah 0,079
Joule/mm² menurun dibandingkan dengan raw
material sebesar 0,0927 Joule/mm².
4. Repair welding dengan
menggunakan filler ER5356 diikuti perlakuan
PWHT pada spesimen cast wheel aluminium
yang mengalami proses pengelasan Oksi asetilin
belum mampu mengembalikan sifat mekanik
spesimen cast wheel aluminium.
(4) HAZ dan Induk 100x
Daftar Pustaka
Gambar 7 Foto Struktur Mikro Bagian Logam
Induk, HAZ dan Daerah Las pada Material Hasil Abdillah, F. (2010). Thesis : Perlakuan Panas
Pengelasan Oksi-Asetilin Paduan Al-Si pada Prototipe Piston
Berbasis Material Piston Bekas.
Daerah logam las adalah bagian dari Universitas Diponegoro.
logam yang pada waktu pengelasan mencair dan Ambiyar., Arwizet., Erizon, N., Purwantono., Pinat,
kemudian membeku. Komposisi logam las terdiri T. (2008). Teknik Pembentukan Pelat Jilid
dari komponen logam induk dan bahan tambah dari 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
elektroda. Pada Gambar 6 raw material unsur Si Menengah Kejuruan, Direktoral Jenderal
tersebar lebih merata dibanding pada hasil las oksi- Manajemen Pendidikan Dasar dan
asetilin. Pada raw material unsur Si tersebar merata Menengah, Departemen Pendidikan
pada permukaan aluminium, dan pengaruh Nasional.
penyebaran ini menyebabkan kekerasan permukaan Apelian, D. (2009). Aluminum Cast Alloys:
logam lebih tinggi. Enabling Tools for Improved Performance.
Struktur mikro pada Gambar 7. bagian North American Die Casting Association.
logam induk, HAZ dan daerah las pada material ASM International (2012), Aluminium and
hasil pengelasan oksi-asetilin terlihat berupa butiran Aluminium Alloy.
unsur Si yang lebih kecil dan bertebaran pada ASME (2001). ASME Code for Pressure Piping
matrik Al secara merata. Pada daerah HAZ butiran B31.1.
Si lebih besar dan tersebar tidak merata pada Al. Atmaja, G.R. (2011). Analisis Sifat Mekanik
Penambahan Unsur Cu pada Coran
Kesimpulan Alumunium. Universitas Hasanuddin.
Berdasarkan hasil penelitian analisis Automotive Aluminum Alloys and Applications.
kualitas hasil repair welding pada cast wheel (2008). Diakses 5 Maret 2013, dari
aluminium dengan metode pengelasan Oksi-asitelin http://www.aluminum.org/Content_bk100
dengan perlakuan PWHT yang dilakukan 511/NavigationMenu/-
menggunakan bahan tambah kawat las ER5356, TheIndustry/TransportationMarket/AutoTr
dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil repair welding uck/Old/AutomotiveAluminu- mA1.htm.
cast wheel aluminium dengan metode pengelasan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 449


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

AWS (2006). Structural Welding Code—Steel Wibowo, H. (2011). Pengujian Las Merusak (DT).
D1.1/D1.1. Fakultas Teknik : Universitas Negeri
Budiarsa, I. N. (2008). Pengaruh Besar Arus Yogyakarta.
Pengelasan dan Kecepatan Volume Alir Widharto, S. (2007). Menuju Juru Las Tingkat
Gas pada Proses Las GMAW Terhadap Dunia. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Ketangguhan Aluminium 5083. Jurnal Wiryosumarto, H., Okumura, T. (2004). Teknologi
Ilmiah Teknik Mesin Cakram, 2 (2), 112- Pengelasan Logam. Jakarta : PT Pradnya
116. Paramita.
Daryanto. (2012). Teknik Las. Bandung: Alfabeta.
Djatmiko, R.D. (2008). Teori Pengelasan Logam.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Duniawan, A. & Ilman, M.N. (2012). Pengaruh
PWHT Terhadap Sifat Mekanik
Sambungan Las Tak Sejenis Austenitic
Stainless Steel dan Baja Karbon. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains &
Teknologi (SNAST) Yogyakarta.
Eva, A.N. (2012). Skripsi: Analisis Sifat Fisis dan
Mekanis Aluminium Paduan Al-Si-Cu
dengan Menggunakan Cetakan Pasir.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

George, Y. Liu. (2009). Effect of Ageing Heat


Treatment on the Hardness and Tensile
Properties of Aluminum A356.2 Casting
Alloy. McMaster University.
Harsono, C.S. (2006). Skripsi: Karakteristik
Kekuatan Fatik pada Paduan Aluminium
Tuang. Universitas Negeri Semarang.
Irman, Danang, Alvin, Dita (2013). Skripsi:
Kualitas Repair Welding Pada Cast Wheel
Aluminium
Krishnaa, P. Murali. & Ramanaiahb, N. (2012)
Effect of Post-Weld Heat Treatment on the
Mechanical Properties of Friction Stir
Welds, of Dissimilar Aluminum Alloys.
International Journal of Engineering
Science and Technology.
Suhariyanto. (2003). Perbaikan Sifat Mekanik
Paduan Aluminium (A356.0) dengan
Menambahkan TiC. Jurnal Teknik Mesin,
3 (1), 20-24.
Suherman. (2009). Pengaruh Penambahan Sr atau
Tib terhadap Struktur Mikro dan Fluiditas
pada Paduan Al-6%Si-0,7%Fe. Jurnal
Dinamis, 9 (4), 29-33.
Sunaryo, H. (2008). Teknik Pengelasan Kapal Jilid
1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktoral Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Suratman, M. (2011). Teknik Mengelas Asetilin,
Brazing, dan Las Busur Listrik.
Bandung: Pustaka Grafika.
Surono, B. & Novri, M. (2011). Perubahan Nilai
Kekerasan dan Struktur Mikro Al-Mg-Si
Akibat Variasi Temperatur Pemanasan.
Bina Teknika, 7 (2), 93-105.

450 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar Melalui Pipa Bersirip Persegi


Pada Upper Tank Radiator Dan Penambahan Etanol Dalam
Bensin Terhadap Emisi Gas Buang Co Dan Hc
Pada Toyota Kijang
Danar Susilo Wijayanto 1, Ngatou Rohman 2, Ranto 3, Husin Bugis 4, M. Rodhi Qoribi 5

Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan PTK FKIP Universitas Sebelas Maret
Kampus V UNS Jl. Ahmad Yani 200 Pabelan, Surakarta, Tlp/Fax (0271) 718419/ 716266
danarsw@yahoo.com

Abstract
Tujuan penelitian ini untuk pengaruh pemanasan bahan bakar bensin dan penambahan etanol dalam bahan bakar bensin
terhadap emisi gas buang Karbon Monoksida dan Hidrokarbon pada Toyota Kijang dan mengetahui pengaruh pemanasan
bahan bakar bensin dan penambahan etanol pada bahan bakar terhadap emisi gas buang Karbon Monoksida dan Hidrokarbon
pada Toyota Kijang yang paling baik.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan mesin Toyota
Kijang. Pengambilan data dilakukan dengan uji emisi gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) dengan
variasi campuran etanol dalam premium sebesar l0 %, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, dan disertai dengan variasi tanpa
pemanasan bahan bakar dalam upper tank radiator, pemanasan pipa tanpa sirip, pemanasan pipa bersirip persegi dengan jarak
antar sirip 30 mm, 20 mm, dan 10 mm. Pengujian emisi gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC)
menggunakan alat gas analyzer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan bahan bakar dan penambahan etanol dalam
bahan bakar premium dapat menurunkan kadar gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC). Penelitian juga
menunjukkan hasil bahwa gas Karbon Monoksida terendah terdapat pada pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 20
mm pada campuran bahan bakar dan etanol 30 % sebesar 0,209 (% vol). Gas Hidrokarbon (HC) terendah terdapat pada
pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 10 mm pada campuran bahan bakar dan etanol 20 % sebesar 294,33 (ppm
vol). Jadi, pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 20 mm dan variasi etanol 30 % merupakan hasil terbaik dari
seluruh perlakuan dengan gas CO sebesar 0,209 (%vol) dan HC sebesar 310,00 (ppm vol).

Kata kunci : emisi gas buang, etanol dalam premium, pipa bersirip persegi, pemanasan bahan bakar, upper tank radiator

1. Pendahuluan
Pembangunan yang semakin meningkat disebabkan banyaknya bangunan-bangunan yang
menjadikan pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. menghambat gerakan udara.
Salah satunya berdampak sangat besar terhadap Seperti halnya CO, Hidrokarbon yang
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di terbanyak berasal dari transportasi, sedangkan
indonesia. Data dari Kantor Kepolisian Republik sumber lainnya berasal dari proses pembakaran,
Indonesia, jumlah kendaraan bermotor sampai proses industri, dan pembuangan sampah.
tahun 2012 mencapai 94,37 juta unit. Jumlah itu Pelepasan Hidrokarbon dalam kendaraan bermotor
meliputi mobil penumpang, bus, truk, dan sepeda disebabkan karena emisi bahan bakar yang belum
motor. Dari jumlah tersebut, sekitar 10,43 juta unit terbakar secara sempurna.
merupakan mobil penumpang. Meningkatnya Dengan melihat tingginya emisi gas buang,
produksi kendaraan bermotor tiap tahunnya, maka perlu adanya usaha – usaha dalam
menimbulkan permasalahan lalu lintas seperti penanggulangan agar dampak dari emisi gas buang
kecelakaan lalu lintas dan pencemaran udara. bagi kesehatan manusia dapat dikurangi. Usaha
Polutan yang utama adalah CO yang mencapai yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak
lebih dari setengah jumlah polutan udara yang ada. tersebut yaitu dengan penurunan kadar emisi
Hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri kendaraan bermotor. Penurunan kadar emisi gas
dari Karbon Monoksida, dan sekitar 15 % terdiri buang dapat dikurangi dengan menaikkan suhu
dari Hidrokarbon. bahan bakar, sehingga bahan bakar tersebut apabila
Kendaraan bermotor mengeluarkan CO paling bercampur dengan udara akan lebih mudah
banyak di antara sumber-sumber CO lainnya, menguap. Bahan bakar yang mudah menguap akan
terutama dari kendaraan-kendaraan yang masih mudah terbakar, sehingga pembakaran dapat terjadi
menggunakan bensin sebagai bahan bakar secara sempurna. Metode menaikkan suhu bahan
utamanya. Konsentrasi CO di udara dipengaruhi bakar agar lebih mudah menguap dapat dilakukan
oleh kecepatan pelepasan (emisi) CO di udara dan dengan cara pemanasan bahan bakar. Metode
pembersihan CO dari udara. Di kota-kota besar, pemanasan bahan bakar menggunakan media
konsentrasi CO di udara dapat meningkat. Hal ini pemanas yang dapat dilakukan dengan
dikarenakan keterbatasan gerakan udara yang memanfaatkan sirkulasi air pendingin radiator atau
bisa juga menggunakan pemanas (heater).

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 451


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

2. Metode Penelitian eksperimen ini dilakukan untuk


Penelitian yang dilakukan menggunakan mengetehui besar pengaruh penambahan etanol
metode eksperimen. Penelitian ini menggunakan dalam premium dan pemanasan bahan bakar bensin
variasi campuran etanol ke dalam bahan bakar melalui pipa bersirip persegi terhadap emisi gas
premium dengan kadar presentase 0%, 5%, 10%, buang pada mesin Toyota Kijang dengan
15%, 20%, 25% dan 30%. Penelitian ini juga membandingkan hasil antara pengujian yang
dengan variasi pemanasan pipa bersirip persegi menggunakan perlakuan dengan hasil yang standar.
dengan jarak antar sirip 10 mm, 20 mm, dan 30 Bagan alir dalam penelitian ini sebagai berikut :
mm.

Mulai

Engine Tune Up Toyota Kijang

Persiapan Alat dan Bahan

Tanpa Pemanasan Pemanasan Pemanasan Pemanasan


pemanasan dengan pipa dengan pipa dengan pipa dengan pipa
tanpa sirip bersirip jarak bersirip jarak bersirip jarak
antar sirip 10 mm antar sirip 10 mm antar sirip 30 mm
Premium dengan Etanol 10% 

Premium dengan Etanol 15%

Premium dengan Etanol 20%

Premium dengan Etanol 25% 

Premium dengan Etanol 30%
Premium dengan Etanol 0% 

Premium dengan Etanol 5% 

Pengukuran CO dan HC

Analisis Data

Selesai

Gambar 1. Tahap Eksperimen

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam premium dan pemanasan bahan bakar dalam
adalah mesin Toyota Kijang 4 silinder seri 4K upper tank radiator, berdasarkan SNI 19-7118.1-
dengan yang masih menggunakan bahan bakar 2005.
minyak jenis premium. 3. Hasil Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar Hasil pengujian yang telah dilakukan dengan
emisi gas buang karbon monoksida (CO) dan melakukan pengukuran emisi gas buang Karbon
hidrokarbon (HC) adalah Gas Analyzer Stargas 898. Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) ditunjukkan
Data pengukuran emisi gas buang diperoleh dengan pada tabel 1 berikut.
cara melakukan variasi campuran bahan bakar etanol

452 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta 


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 1. Data Emisi Gas Buang CO


Emisi Gas Buang CO (% vol)
Variasi Campuran Bahan Bakar
Variasi
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Pemanasan
Bahan Bakar
standar 1,976 1,748 1,188 1,068 0,634 0,404 0,243
Pemanasan pipa tanpa sirip 1,636 1,201 1,123 0,843 0,458 0,366 0,227
Pemanasan pipa bersirip jarak 30 mm 1,612 1,175 1,074 0,754 0,397 0,304 0,211
Pemanasan pipa bersirip jarak 20 mm 1,329 0,917 0,832 0,600 0,375 0,289 0,209
Pemanasan pipa bersirip jarak 10 mm 1,194 0,923 0,741 0,411 0,307 0,245 0,244

Gambar 2. Kadar Emisi Gas Buang Karbon Monoksida (CO) dengan Variasi Campuran Bahan Bakar dan Pemanasan
Bahan Bakar dalam Upper Tank Radiator pada Pipa Bersirip Persegi

Berdasarkan tabel 1 dan gambar 2 didapat dan keluar dari radiator setelah pengujian sebesar
bahwa kendaraan dengan menggunakan beberapa 73,3 oC.
perlakuan tanpa pemanasan dan dengan pemanasan Pada penggunaan bahan bakar murni (E0),
diperoleh kadar Karbon Monoksida (CO) tertinggi data yang didapat antara pemanasan tanpa sirip
terdapat pada keadaan standar dengan variasi dengan pemanasan menggunakan sirip dengan jarak
campuran bahan bakar premium 100% dan etanol 30 mm hampir sama. Hal ini dikarenakan suhu
0% dengan nilai sebesar 1,976 (% vol) pada suhu bahan bakar yang keluar dari pipa pemanas di
bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa dalam upper tank radiator mempunyai nilai yang
pemanas sebesar 42,1 oC dan keluar dari pipa hamper sama yaitu 60,3 oC pada pipa tembaga
pemanas 68,1 oC. Suhu air pendingin awal sebelum tanpa sirip dan 60,0 oC pada pipa tembaga dengan
masuk ke dalam radiator sebesar 79,3 oC dan keluar sirip berjarak 30 mm. Data yang mendekati sama
dari radiator 67,6 oC. Suhu bahan bakar masuk juga terdapat pada pengujian menggunakan bahan
setelah dilakukan pengujian sebesar 45 oC, dan bakar murni dengan pipa pemanas jarak 20 mm
suhu keluar sebesar 68,4 oC. Suhu air pendingin dengan pengujian menggunakan bahan bakar murni
sebelum masuk ke dalam radiator setelah pengujian pada pipa pemanas dengan jarak antar sirip 10 mm.
sebesar 79,9 oC dan keluar dari radiator setelah Pada data suhu didapat bahwa pada pengujian
pengujian sebesar 75,0 oC. dengan pipa bersirip jarak 20 mm mempunyai suhu
Kadar karbon monoksida (CO) terendah 68,1 oC sedangkan pada pipa bersirip dengan jarak
terdapat pada pemanasan dengan jarak antar sirip 10 mm mempunyai suhu bahan bakar keluar
20 mm dengan variasi campuran bahan bakar sebesar 63,3 oC.
premium 70% dan etanol 30% dengan nilai sebesar Dari suhu tersebut, memungkinkan data yang
0,209 (% vol) pada suhu bahan bakar awal sebelum diperoleh pada pengujian dengan pipa bersirip
masuk ke dalam pipa pemanas sebesar 49,3 oC, dan berjarak 20 mm mempunyai data yang lebih baik.
keluar dari pipa pemanas 66,3 oC. Suhu air Hal ini dikarenakan bahan bakar yang masuk ke
pendingin awal sebelum masuk ke dalam radiator dalam karburator mempunyai suhu yang lebih
sebesar 80,8 oC dan keluar dari radiator 59,7 oC. tinggi, sehingga pembakaran yang terjadi bisa lebih
Suhu bahan bakar masuk setelah dilakukan sempurna.
pengujian sebesar 49,3 oC, dan suhu keluar sebesar
68,0 oC. Suhu air pendingin sebelum masuk ke
dalam radiator setelah pengujian sebesar 80,4 oC

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 453 


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Tabel 2. Data Emisi Gas Buang HC


Emisi Gas Buang HC (ppm vol)
Variasi Campuran Bahan Bakar
Variasi
Pemanasan 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Bahan Bakar

standar 359,67 470,67 418,33 409,33 407,67 395,00 467,33


Pemanasan pipa tanpa sirip 394,00 396,00 431,33 423,00 407,33 449,33 401,33
Pemanasan pipa bersirip jarak 30 mm 318,61 381,00 400,33 438,00 392,00 403,00 346,67
Pemanasan pipa bersirip jarak 20 mm 420 342,00 343,33 381,67 347,67 343,33 310,00
Pemanasan pipa bersirip jarak 10 mm 440,33 373,33 452,67 432,33 294,33 353,33 430,33

Gambar 3. Kadar Emisi Gas Buang Hidrokarbon (HC) dengan Variasi Campuran Bahan Bakar dan Pemanasan Bahan Bakar dalam
Upper Tank Radiator pada Pipa Bersirip Persegi

Berdasarkan tabel 2 dan gambar 3 diperoleh setelah dilakukan pengujian sebesar 55,7 oC, dan
kadar Hidrokarbon tertinggi terdapat pada keadaan suhu keluar sebesar 70,8 oC. Suhu air pendingin
standar dengan variasi campuran bahan bakar E5 sebelum masuk ke dalam radiator setelah pengujian
dengan nilai sebesar 470,67 (ppm vol) pada suhu sebesar 82,1 oC dan keluar dari radiator setelah
bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa pengujian sebesar 76,3 oC.
pemanas sebesar 50,3 oC dan keluar dari pipa 64,2 Dengan mempertimbangkan efek kedua gas
o
C. Suhu air pendingin awal sebelum masuk ke tersebut terhadap kesehatan manusia dan
dalam radiator sebesar 79,5 oC dan keluar dari lingkungan, maka pemanasan pipa tembaga dengan
radiator 62,9 oC. Suhu bahan bakar masuk setelah jarak antar sirip 20 mm dan variasi bahan bakar 30
dilakukan pengujian sebesar 52,8 oC, dan suhu % merupakan pengujian dengan perlakuan dengan
keluar sebesar 67,7 oC. Suhu air pendingin sebelum hasil yang paling baik dibanding dengan perlakuan
masuk ke dalam radiator setelah pengujian sebesar lain pada pengujian ini.
79,4 oC dan keluar dari radiator setelah pengujian
sebesar 74,5 oC. 4. Kesimpulan
Kadar Hidrokarbon terendah terdapat pada Berdasarkan hasil penelitian yang sudah
pemanasan bahan bakar dengan variasi jarak antar dilaksanakan, maka penelitian ini dapat
sirip 10 mm dengan variasi campuran bahan bakar disimpulkan sebagai berikut :
E20 dengan nilai sebesar 294,33 (ppm vol) pada a. Adanya pemanasan bahan bakar melalui
suhu bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa bersirip persegi dalam upper tank
pipa pemanas sebesar 50,2 oC dan keluar dari pipa radiator dan penambahan etanol dalam
pemanas 68,5 oC. Suhu air pendingin awal sebelum bahan bakar premium dapat menurunkan
masuk ke dalam radiator sebesar 80,2 oC dan keluar kadar gas buang Karbon Monoksida (CO)
dari radiator 58,7 oC. Suhu bahan bakar masuk dan Hidrokarbon (HC) pada Toyota Kijang

454 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta 


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

b. Gas Karbon Monoksida terendah terdapat Penerapan Heat Transfer pada


pada pemanasan pipa tembaga dengan Pemanasan Bahan Bakar Bensin melalui
jarak antar sirip 20 mm pada campuran Pipa Kapiler Bersirip Radial di dalam
bahan bakar dan etanol 30 % sebesar 0,209 Upper Tank Radiator untuk
(% vol). Meningkatkan Performansi Mesin
c. Gas Hidrokarbon terendah terdapat pada Kijang. Surakarta : JIPTEK, Vol. VI
pemanasan pipa tembaga dengan jarak No.2, Juli 2013
antar sirip 10 mm pada campuran bahan Fardiaz. S. (1992). Polusi Air dan Udara.
bakar dan etanol 20 % sebesar 294,33 Yogyakarta: Kanisius.
(ppm vol). Mir, N. A., Mazharuddin, K. M., & Majid, M.
d. Pemanasan pipa tembaga dengan jarak (2011). Ethanol Fuel Production Through
antar sirip 20 mm dan variasi etanol 30 % Microbal Extracellular Enzymatic
merupakan hasil terbaik dari seluruh Hydrolysis and Fermentation from
perlakuan dengan gas CO sebesar 0,209 Renewable Agrobased Cellulosic Wates
(% vol) dan HC sebesar 310,00 (ppm vol). (Versi elektronik). Research Articlel Bio
Techenology, 2 (2), 321-331. Diperoleh
Ucapan Terima Kasih 18 Maret 2014, dari
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat http://www.ijpbs.net/volume2/issue2/bio/
Jenderal Pendidikan Tinggi dan Lembaga 34.pdf
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5.
(LPPM) UNS yang telah memfasilitasi penelitian (2006). Emisi Gas Buang – Sumber
ini melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Bergerak –Bagian 1 : Cara Uji
Kendaraan Bermotor Kategori M, N, dan
Daftar Pustaka O Berpenggerak Penyalaan Cetus Api
Anonim. (1995). Toyota New Step 1 Training pada Kondisi Idle SNI 19-7118.1-2005.
Manual. Jakarta: PT. Toyota Astra Motor Diakses 19 Maret 2014, dari
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah. http://www.blh.sukoharjokab.go.id
(2010). Proyeksi Beban Pencemaran Sudirman, Urip. (2008). Hemat BBM dengan Air.
Udara Menurut Sumber di Jawa Tengah Jakarta: PT. Kawan Pustaka.
Tahun 2010 (Ton/Tahun). Di akses 20 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif,
Maret 2014, dari http://jateng.bps.go.id Kualitatif dan R & D. Bandung:
Danar Susilo Wijayanto, Ngatou Rohman, Ranto, Alfabeta.
Husin Bugis, Arif Nurachman, Febryan Suratman. (2003). Servis dan Teknik Reparasi
Alfianto Nugroho. (2013). Analisis Sepeda Motor. Bandung: Pustaka Grafika
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 455 


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

456 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta 


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengaruh Suhu Temper Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan,


dan Ketahanan Aus
Baja Karbon Hq 709
1
Nizam Efendi, 2Budi Harjanto,3Suharno, 4Surahman
1
Jurusan Teknik Mesin, STTNAS Yogyakarta
email :myharno@yahoo.com
2,3,4
Prodi. Pendidikan Teknik Mesin, FKIP, UNS Surakarta

Abstrak
Tujuan penelitian adalah (1) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan struktur mikro
baja karbon HQ 709, (2) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan kekerasan baja
karbon HQ 709, (3) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan ketahanan aus baja karbon
HQ 709. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin FT UGM
Yogyakartamenggunakan mikroskop optik, vickers hardness tester, dan mesin uji keausan model Ogoshi
High Speed Universal Wear Testing Machine (Type OAT-U). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
bahwa (1) ada pengaruh variasi suhu temper terhadap struktur mikro baja HQ 709 mulai dari keadaan
quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C, (2) ada pengaruh variasi
suhu temper terhadap tingkat kekerasan baja HQ 709 mulai dari keadaan quenching 870 °C, tempering 350
°C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C. Hasilnya menunjukkan tingkat rata-rata kekerasan tertinggi
pada spesimen quenching 870 °C dengan holding time 30 menit sebesar 560.97 VHN dan kekerasan rata-rata
terendah pada spesimen tempering 650 °C dengan holding time 30 menit sebesar 287.4 VHN, (3) ada
pengaruh variasi suhu temper terhadap ketahanan aus baja HQ 709 mulai dari keadaan quenching 870 °C,
tempering 350 °C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C. Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus,
spesimen perlakuan panas didapatkan tingkat rata-rata angka keausan tertinggi pada spesimen tempering 650
°C dengan holding time 30 menit sebesar 0.873×10-7 mm2/Kg dan angka keausan rata-rata terendah pada
spesimen quenching 870 °C dengan holding time 30 menit sebesar 0.3×10-7 mm2/Kg.
Kata kunci: perlakuan panas, temperatur tempering, baja HQ 709

1. Pendahuluan kekuatan torsi, kekerasan, keuletan, kegetasan,


Baja karbon adalah bahan logam yang kehandalan, dan ketahanan aus.
banyak digunakan dalam dunia industri.Baja Baja sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu
memiliki sifat kuat dan dapat dibentuk baik dengan campuran antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana
mesin maupun konvensional, sehingga digemari unsur C menjadi dasar pencampurannya dengan
oleh kalangan industri untuk membuat berbagai kandungan 0.1-1.7%. Selain itu, baja karbon juga
macam peralatan.Dari survey didapati bahwa jumlah mengandung unsur bawaan lainnya seperti sulfur
konsumsi baja suatu negara merupakan indikator (S), fosfor (P), silicon (Si), dan mangan (Mn) yang
tingkat kemajuan dan kesejahteraan negara tersebut. persentasenya dikontrol (Hari Amanto dan
Menurut data dari Kementerian Perdagangan Daryanto, 1999:22).
Indonesia tahun 2012 yang dikutip oleh Berdasarkan jumlah kandungan karbonnya,
Republika.co.id pada 20 Oktober 2012, Indonesia baja karbon terdiri atas tiga macam, yaitu baja
sebagai negara berkembang yang saat ini menuju karbon rendah dengan kandungan karbon kurang
pada negara industri baru mengkonsumsi baja dari 0.3%, baja karbon sedang dengan kandungan
sekitar 48 Kg perkapita per tahun yang ditargetkan karbon 0.3-0.6%, dan baja karbon tinggi dengan
akan naik pada tahun 2013 dan 2014 menjadi 500 kandungan karbon 0.6-1.5% (Hari Amanto &
Kg perkapita per tahun. Dengan target konsumsi 500 Daryanto, 1999:22).
Kg perkapita per tahun setidaknya Indonesia Baja karbon sedang HQ 709 digunakan untuk
membutuhkan 120 juta ton baja per tahun. Untuk itu sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif,
para pakar terus melakukan penelitian dan poros bubungan, poros engkol, sekrup sungkup, dan
pengamatan untuk mendapatkan sifat-sifat baja yang alat angkat presisi.
paling menguntungkan. Penggunaan baja karbon sedang HQ 709
Sifat bahan yang dimaksud adalah sifat fisis sebagai suku cadang, alat dan komponen mesin
dan sifat mekanis.Sifat fisis mencakup kondisi fisik, lambat laun akan mengalami keretakan, distorsi,
komposisi kimia, dan struktur mikro.Sedangkan sifat luka gesekan, dan keausan. Hal tersebut diakibatkan
mekanis mencakup kekuatan tarik, modulus oleh komponen mesin atau alat mengalami
elastisitas, kemampuan muai, kekuatan tekan, perlakuan berat akibat adanya gesekan, puntiran, dan
tekanan tinggi.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 457


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
 
Perbaikan struktur mikro dan peningkatan Penelitian ini menggunakan metode
sifat mekanis material baja karbon sedang dengan eksperimen dan menggunakan analisis deskriptif
jalan perlakuan panas (Heat Treatment) merupakan yaitu mengamati secara langsung hasil eksperimen
solusi tepat untuk menghasilkan produk baja karbon kemudian menyimpulkan dan menentukan hasil
sedang yang memiliki kemampuan menerima penelitian.Data yang diperoleh dari hasil eksperimen
perlakuan berat lebih baik sehingga meningkatkan berupa struktur mikro, nilai kekerasan, dan
usia pakai komponen atau peralatan mesin lainnya. ketahanan aus baja HQ 709.Untuk mengetahui
Perlakuan panas sebagai usaha perbaikan struktur mikro dari baja HQ 709 digunakan alat ukur
struktur mikro untuk meningkatkan sifat mekanik struktur mikro (metalografi).Untuk mengetahui
material dapat dilakukan dengan berbagai cara besar angka kekerasan digunakan alat uji kekerasan
diantaranya, dengan variasi temperatur pemanasan Vickers.Untuk mengetahui besar angka keausan dari
awal (preheating), waktu tahan (holding time), baja HQ 709 digunakan pengujian keausan Ogoshi,
temperatur austenit, laju pendinginan, dan proses dimana benda uji memperoleh beban gesek dari
tempering. cincin yang berputar (revolving disc).Besarnya
Baja karbon yang telah mengalami hardening bekas gesekan cincin itulah yang dijadikan dasar
bersifat keras akan tetapi rapuh, sehingga tidak penentuan tingkat keausan pada material.Data yang
cocok untuk beberapa penggunaan. Sifat rapuh pada diperoleh dimasukkan ke dalam tabel untuk
baja tersebut disebabkan oleh terbentuknya martensit dianalisis dan ditarik kesimpulannya.
yang berlebihan yang mengakibatkan struktur kristal
atom menjadi tidak stabil (Nyenyep Sriwardani, Bagan Alur Proses Eksperimen
2009: 68).
Penggunaan baja karbon HQ 709 sebagai
roda gigi, poros engkol, poros, dan komponen mesin
selain membutuhkan sifat keras juga membutuhkan
sifat ketahanan aus dan keuletan. Untuk
mendapatkan baja karbon dengan sifat kombinasi
antara kekerasan, keliatan, keuletan, kekuatan,
ketahanan aus, dan berstruktur kristal stabil perlu
dilakukan proses tempering.
Tempering adalah proses lanjutan dari
hardening dengan cara memanaskan kembali baja
karbon yang telah diquenching, pada temperatur
antara 550 - 675 oC dengan holding time 2.5 x
thickness in mm (satuan menit), akan tetapi holding
time minimal ialah 30 menit (TA STEEL HQ 709,
2013:2). Media pendingin pada proses tempering
ialah udara bebas.
Penelitian dijalankan dan mengarah pada
tujuan yang hendak dicapai, adapun tujuan dari
penelitian iniadalah :
1. M
enyelidiki pengaruh variasi suhu temper
terhadap perubahan struktur mikro baja
karbon HQ 709.
2. M
enyelidiki pengaruh variasi suhu temper
terhadap perubahan kekerasan baja karbon
HQ 709.
3. M
enyelidiki pengaruh variasi suhu temper
terhadap perubahan ketahanan aus baja
Gambar 1.Bagan Alur Proses Eksperimen
karbon HQ 709.
4. M
Bahan penelitian yang digunakan di
enyelidiki interaksi antara perubahan struktur
dalam penelitian adalah baja karbon sedang HQ 709
mikro, kekerasan, dan ketahanan aus yang
yang dibuat spesimen 11 buah berbentuk
disebabkan oleh variasi suhu temper.
pipihdengan ukuran 30 X 30 tebal 5 mm. Adapun
pengelompokannya ialah: spesimen raw material 1
2. M spesimen quenching 1 buah, spesimen temper
buah,
etode Penelitian 350 ⁰C3 buah, spesimen temper 500 ⁰C 3 buah, dan
spesimen temper 650 ⁰C 3 buah.Seluruh spesimen

458 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

perlakuan panas mendapatkan perlakuan pre- Gambar 3. Histogram Pengaruh Perlakuan Panas
heating, holding time, dan pendinginan.Adapun Terhadap Tingkat Kekerasan Baja HQ 709
siklus tempering yang dilakukan ditunjukkan pada Pada spesimen kelompok quenching 870 °C
skema sebagai berikut: dengan waktu tahan 30 menit memiliki nilai
kekerasan rata-rata sebesar 560.97 VHN atau
meningkat 77.86 % terhadap raw material. Nilai
kekerasan rata-rata pada spesimen tempering pada
suhu 350 °C dengan waktu tahan 30 menit ialah
486.03 VHN meningkat 54.1 % terhadap raw
material, serta menurun 15.42 % terhadap spesimen
kelompok quenching 870 °C. Nilai kekerasan rata-
rata pada spesimen tempering pada suhu 500 °C
dengan waktu tahan 30 menit ialah 405.2 VHN
Gambar 2. Siklus Tempering dengan Pre-Heating meningkat 28.47 % terhadap raw material, menurun
(Sumber: Edih Supardi, 1999: 124) 38.44 % terhadap spesimen kelompok quenching
870 °C, serta menurun 19.95 % terhadap spesimen
kelompok tempering pada suhu 350 °C. Nilai
kekerasan rata-rata pada spesimen tempering pada
3. suhu
H 650 °C dengan waktu tahan 30 menit ialah
asil dan Pembahasan 287.4 VHN menurun 9.74 % terhadap raw material,
Dalam penelitian ini telah dilakukan menurun 95.19 % terhadap spesimen kelompok
pengujian terhadap spesimen baja HQ 709 dengan quenching 870 °C, menurun 69.11 % terhadap
tujuan untuk mengetahui struktur mikro, kekerasan spesimen kelompok tempering pada suhu 350 °C,
dan ketahanan aus sebelum maupun sesudah serta menurun 40.99 % terhadap spesimen kelompok
dilakukan perlakuan panas tempering. Data-data tempering pada suhu 500 °C.
yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data-
data yang telah dideskripsikan dan data awal yang
akan disajikan dalam penelitian ini ialah data
komposisi kimia baja HQ 709. Data ini
menunjukkan kandungan unsur kimia yang terdapat
pada baja HQ 709.

Tabel 1. Data Komposisi Kimia


Unsur Prosentase (%)

C 0.45 %

Cr 1.20 % Gambar 4. Histogram Pengaruh Perlakuan Panas


Terhadap Tingkat Keausan Baja HQ
Mo 0.30 % 709

Data struktur mikro diperoleh dari uji Manfaat dari pengamatan struktur mikro
metalografi, data nilai kekerasan diperoleh dari uji adalah untuk mempelajari hubungan antara sifat-
kekerasan Vickers, sedangkan data nilai ketahanan sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan
aus diperoleh dari uji ketahanan aus tipe Ogoshi. serta memperkirakan sifat bahan jika hubungan
tersebut sudah diketahui. Berikut gambar struktur
mikro baja HQ 709:

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 459


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
 

(a) (d)

(b) (e)

(c)

Gambar 5. Foto Struktur Mikro Spesimen: (a) Raw Material; (b) Quenching; (c) Tempering 350 ⁰C; (d) Tempering 500 ⁰C;
(e) Tempering 650 ⁰C

Raw material adalah material uji yang tidak ferrite, pearlite kasar, dan bainite ialah 0.786×10-7
mengalami perlakuan apapun sehingga didapat data mm2/Kg.
awal spesimen uji yang digunakan sebagai Terbentuknya struktur martensite yang lebih
pembanding dengan spesimen yang mengalami atau dominan dari ketiga struktur yang ada membuat
dikenakan perlakuan. spesimen kelompok quenching 870 °C (gambar 5.b)
Berdasarkan hasil pengamatan gambar 5.a dengan holding time 30 menit memiliki tingkat
menunjukkan bahwa raw material memiliki kekerasan yang tinggi atau maksimum. Hal ini
struktur mikro yang terdiri dari ferrite, pearlite dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat
kasar, dan bainite. Struktur yang tampak pada raw kekerasan Vickers sebesar 560.97 VHN, meningkat
material gambar 5 sesuai dengan kadar karbon 77.86 % terhadap tingkat kekerasan raw material.
yang terkandung baja HQ 709 yaitu 0.45 % C yang Pada spesimen ini dapat dikatakan tingkat
sebelumnya telah mendapatkan perlakuan kekerasan mencapai titik maksimum akan tetapi
prehardened dalam proses produksi awal material. masih meninggalkan tegangan dalam akibat proses
Bentuk kristal yang besar dan hampir berimbang quenching.
mengindikasikan kekerasan raw material liat dan Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus
lunak tetapi lebih keras dari baja karbon rendah. gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka
Hal ini dapat dilihat pada pengujian kekerasan keausan 0.3×10-7 mm2/Kg, menurun 162 %
dengan hasil tingkat kekerasan rata-rata 315.4 VHN terhadap angka keausan raw material. Angka ini
sesuai dengan spesifikasi baja HQ 709 pada merupakan nilai keausan terkecil dari seluruh
lampiran yang memiliki kekerasan Brinell antara kelompok spesimen yang ada.Hal ini berarti
270-330 BHN (Brinell Hardness Number). spesimen quenching 870 °C merupakan spesimen
Berdasarkan pengujian ketahanan aus baja HQ 709 yang paling tahan aus diantara seluruh spesimen
yang memiliki struktur mikro yang terdiri dari yang diteliti.Jadi terdapat hubungan antara tingkat
kekerasan dengan angka keausan material.Semakin

460 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

tinggi tingkat kekerasan material maka angka Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus
keausannya semakin kecil (semakin tahan aus), gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka
namun material ini masih memiliki tegangan dalam keausan 0.873×10-7 mm2/Kg. Angka keausan yang
yang bersifat getas. meningkat bila dibandingkan dengan seluruh
Terbentuknya struktur martensite pada spesimen yang diteliti mengartikan bahwa
spesimen tempering 350 ⁰C (gambar 5.c) yang ketahanan aus yang dimiliki spesimen tempering
lebih halus mengindikasikan turunnya tingkat 650 °C menurun dibandingkan dengan seluruh
kekerasan material, berkurangnya tegangan dalam, spesimen yang diteliti. Spesimen tempering 650 °C
dan meningkatnya keuletan material. Hal ini dapat dikatakan sebagai spesimen yang memiliki
dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat ketahanan aus paling rendah, akan tetapi keuletan
kekerasan Vickers sebesar 486.03 VHN, meningkat yang dimiliki spesimen tempering 650 °C paling
54.1 % terhadap tingkat kekerasan raw material, tinggi diantara seluruh spesimen yang diteliti.
serta menurun 15.42 % terhadap spesimen
kelompok quenching 870 °C. Pada spesimen ini 4. Kesimpulan
dapat dikatakan tingkat kekerasan memang Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
menurun dibandingkan dengan spesimen quenching data dengan mengacu pada perumusan masalah,
870 °C, akan tetapi tegangan dalam pada material maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
telah berkurang dan material masih memiliki 1. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
tingkat kekerasan yang tinggi. struktur mikro baja HQ 709 mulai dari keadaan
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering
gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka 500 °C, dan tempering 650 °C.
keausan 0.731×10-7 mm2/Kg, menurun 7.52 % 2. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
terhadap angka keausan raw material, serta tingkat kekerasan baja HQ 709 mulai dari
meningkat 143.67 % terhadap angka keausan keadaan quenching 870 °C, tempering 350 °C,
spesimen quenching 870 °C.Angka ini merupakan tempering 500 °C, dan tempering 650 °C.
nilai keausan terkecil kedua setelah spesimen 3. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
quenching 870 °C. Angka keausan yang kecil ketahanan aus baja HQ 709 mulai dari keadaan
mengartikan bahwa spesimen ini masih memiliki quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering
ketahanan aus yang tinggi, dengan keuletan yang 500 °C, dan tempering 650 °C.
bertambah akibat proses tempering yang diberikan. 4. Ada interaksi antara perubahan struktur mikro,
Perubahan bentuk struktur martensite temper tingkat kekerasan, dan ketahanan aus baja HQ
menjadi spheroidal shape pada spesimen tempering 709.
500 ⁰C (gambar 5.d) mengindikasikan turunnya
tingkat kekerasan material, berkurangnya tegangan Daftar Pustaka
dalam, dan meningkatnya keuletan material. Hal ini Amanto, H. & Daryanto.(1999). Ilmu Bahan.
dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat Jakarta: PT Bumi Aksara.
kekerasan Vickers sebesar 405.2 VHN, meningkat Amstead, B. H., Ostwald, P. F. & Begeman, M. L.
28.47 % terhadap raw material, menurun 38.44 % (1997).Teknologi Mekanik. Alih bahasa:
terhadap spesimen kelompok quenching 870 °C, Sriati Djaprie. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga.
serta menurun 19.95 % terhadap spesimen Andrianto.(2007). Pengaruh Variasi Temperatur
kelompok tempering 350 °C. Tempering dan Waktu Tahan Tempering
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus pada Proses Perlakuan Panas Terhadap
gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka Nilai Impak Baja EMS-45.Skripsi Tidak
keausan 0.758×10-7 mm2/Kg.Struktur carbides yang Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret,
terdapat pada spesimen tempering 650 °C (gambar Surakarta.
5.e) terlihat berbentuk spheroidal shape, hal ini Bangsawan, I.G. (2012). Pengaruh Variasi
disebabkan oleh dinaikkannya suhu tempering yang Temperatur dan Holding Time Dengan
diberikan menjadi 650 °C dan pendinginan dengan Media Quenching Oli Mesran SAE 40
udara bebas secara perlahan. Perubahan bentuk Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan
struktur martensite temper menjadi carbides Baja ASSAB 760.Skripsi Tidak
mengindikasikan turunnya tingkat kekerasan Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret,
material, berkurangnya tegangan dalam, dan Surakarta.
meningkatnya keuletan material. Hal ini dapat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat Universitas Sebelas Maret.(2012). Pedoman
kekerasan Vickers sebesar 287.4 VHN. Pada Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.
spesimen ini dapat dikatakan memiliki tingkat Haryadi, G. D. (2006). Pengaruh Suhu Tempering
kekerasan terendah dibandingkan dengan seluruh Terhadap Kekerasan, Kekuatan Tarik, dan
spesimen yang ada, akan tetapi spesimen ini Struktur Mikro pada Baja K-460. Jurnal
memiliki tingkat keuletan tertinggi diantara seluruh Ilmiah Teknik Mesin Rotasi, UNDIP,
spesimen yang diteliti. Volume 8 no.2 April 2006.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 461


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
 
LI Hong-ying, HU Ji-dong, LI Jun, CHEN Guang,
& SUN Xiong-jie.(2013). Effect of
tempering temperature on microstructure
and mechanical properties of AISI 6150
steel.The Journal of Central South
University, 20, 4.
Narang, B. S. (1982). Material Science. Delhi: CBS
Publisher and Distributors.
Polman Ceper. (2014). Mikroskop Metallografi.
Klaten: Polman Ceper.
PT Tira Andalan Steel.(2013). HQ 709.Jakarta: PT
Tira Andalan Steel.
Rachman, T. (2012). Jadi Negara Industri,
Konsumsi Baja Perkapita Minimal 500 Kg.
Republika Online. Diperoleh 20 Januari
2014, dari http://www.republika.co.id.
Schonmetz, A. & Gruber, K. (1997).Pengetahuan
Bahan Dalam Pengerjaan Logam. Bandung:
Angkasa.
Smallman, R. E. & Bishop, R. J (2000).Metalurgi
Fisik Modern dan Rekayasa Material.
Jakarta: Erlangga.
Sriwardani, N. (2009). Heat Treatment
Process.Surakarta: UNS Press.
Sugiyono, (2010).Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supardi, E. (1999). Pengujian Logam. Bandung:
Angkasa.
Surdia, T. & Saito, S. (1992). Pengetahuan Bahan
Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.
Wardana, P. F. (2012). Pemanfaatan Serbuk Bambu
Sebagai Alternatif Material Kampas Rem
Non-Asbestos Sepeda Motor. Skripsi Tidak
Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.

462 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Kualitas Repair Welding Metode MIG Dengan Perlakuan


Pre-heating Pada Cast Wheel Aluminium
Subagsono1, Budi Harjanto2 dan Bambang Dwi Wahyudi3
Pendidikan Teknik Mesin FKIP, Universitas Sebelas Maret1,2,3
Kampus V UNS Jl. Ahmad Yani 200 Pabelan Surakarta
E-mail: subagsono@uns.ac.id

Abstrak
Penelitian yang telah dilakukan adalah reparasi cast wheel (velg) aluminium yang telah mengalami
kerusakan (retak) menggunakan metode pengelasan MIG (Metal Inert Gas) dengan perlakuan pre-
heating. Pengelasan dilakukan pada velg berbahan aluminium. Repair welding memungkinkan
digunakan untuk memperbaiki kerusakan sejauh kekuatan sambungan las tersebut mendekati kekuatan
dari velg utuh. Sebelum percobaan pengelasan MIG, dilakukan terlebih dahulu beberapa pengujian
untuk mengetahui data awal. Pengujian bertujuan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik material
asli (base material). Dari pengujian awal diperoleh bahwa material asli adalah Al-7,22%Si yang
memiliki kekerasan sebesar 59,59 BHN dan memiliki kekuatan impak sebesar 0,108 Joule/mm2. Data
yang diperoleh pada pengujian tersebut merupakan data acuan untuk menjadi pembanding hasil
percobaan dengan pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating. Hasil uji kekerasan pengelasan pada
daerah perbatasan antara logam induk dan logam lasan serta pada logam lasan, untuk pengelasan MIG
sebesar 36,16 BHN dan 44,18 BHN. Sedangkan hasil uji impak untuk proses pengelasan MIG sebesar
0,102 Joule/mm2 Dari hasil pengujian kekerasan dan impak dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dan
kekuatan impak hasil lasan masih lebih kecil dibandingkan dengan kekerasan dan kekuatan impak
logam induk. Hal ini berarti bahwa hasil pengelasan belum layak digunakan, karena nilai kekerasan dari
hasil pengelasan belum mendekati nilai kekerasan logam induk.

Kata kunci: Pengelasan MIG, repair welding, Al-7,22%Si, cast wheel.

1. Pendahuluan beban dinamis akibat dari benturan yang berulang-


Cast wheel (velg) mobil merupakan salah ulang dengan permukaan jalan pada saat mobil
satu bagian dari mobil yang berfungsi untuk berjalan. Jika sambungan las tidak kuat, maka velg
menumpu ban roda pada kendaraan. Pada saat dapat pecah dan kecelakaan fatal dapat saja terjadi.
mobil melaju kencang, benturan yang keras di Penggunaan kampuh yang sesuai juga akan
bagian roda mungkin saja terjadi, akibat roda berpengaruh pada kekuatan las, karena bentuk
melindas jalan berlubang maupun jalan yang sambungan berpengaruh pada distribusi gaya,
bergelombang. Akibat benturan yang terjadi proses pengelasan dan juga efektifitas sambungan.
berulang-ulang ini, velg mobil dapat mengalami Menurut Deutsche Industrie Normen
keretakan pada bagian tertentu. Jika dibiarkan, lama (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan
kelamaan retak pada velg mobil akan menjalar dan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadan
akan menyebabkan patah. Akibatnya kecelakaan cair. Proses pengelasan akan mengakibatkan logam
fatal dapat saja terjadi saat mobil melaju dengan di sekitar lasan mengalami siklus termal berupa
kencang. Namun jika masih memungkinkan, retak pemanasan sampai temperatur maksimum, dengan
yang terjadi pada velg dapat diperbaiki dengan cara di ikuti pendinginan sehingga menyebabkan
pengelasan, sehingga dapat menghemat biaya. terjadinya perubahan-perubahan metalurgi dan
Pengelasan pada cast wheel (velg) deformasi.
berbahan aluminium memungkinkan digunakan Sebelum melakukan pengelasan, ada
untuk memperbaiki kerusakan sejauh kekuatan beberapa prinsip dasar yang harus dipahami tentang
sambungan las tersebut mendekati kekuatan dari bahan aluminium tersebut. Hal terpenting adalah
velg utuh. Ada beberapa metode pengelasan yang tentang tingginya titik leleh yang bisa menyebabkan
sering dipakai untuk pengelasan aluminium, terbentuknya lapisan oksida pada permukaan logam
diantaranya adalah pengelasan Oksi-Asitelin, TIG akibat panas yang ditimbulkan dari operasi
(Tungsten Inert Gas), dan MIG (Metal Inert Gas). pengelasan. Lapisan oksida tersebut harus
Pada pengelasan velg, diperlukan dihilangkan sebelum dilakukan pengelasan-
konstruksi sambungan las yang kuat karena velg pengelasan berikutnya.
berfungsi sebagai penopang dari kendaraan yang Hasil pengelasan aluminium rentan
mengalami beban statis, sementara pada bagian tepi terhadap berbagai macam cacat cracking.
velg sendiri menerima beban tekanan gas dari Kecenderungan terbentuknya solidification
dalam ban. Disamping itu velg juga mengalami cracking berkaitan langsung dengan perbedaan

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 463


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

antara suhu solidus dan likuidus dari logam 3. Metodologi Penelitian


aluminium.

Las Metal Inert Gas (MIG)


Las MIG (Metal Inert Gas) merupakan
sebuah pengembangan dari pengelasan GMAW
(Gas Metal Arc Welding). Las GMAW mempunyai
dua tipe gas pelindung yaitu inert-gas dan actif-gas
yang kemudian sering dikenal dengan sebutan las
MIG (metal inert gas) dan las MAG (metal actif
gas). Proses pengelasan MIG (Metal Inert Gas)
dilakukan dengan menggunakan arus searah atau
arus DC. Proses pengelasan MIG dapat dilihat pada
gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian


Gambar 1 Proses Pengelasan las MIG
(Sumber: Budiarsa, 2008: 113)
Proses pengelasan MIG dilakukan pada
cast wheel aluminium. Sebelumnya dibuat kampuh
Panas yang dihasilkan oleh las MIG
V sebelum dilakukan pengelasan
berasal dari busur las (arc) yang terbentuk diantara
elektroda dengan benda kerja. Pada saat proses
pengelasan logam inert akan meleleh dan
membentuk butiran las. Adapun logam inert yang
digunakan adalah logam yang sama dengan objek
yang dilas. Logam inert berbentuk gulungan kawat
yang gerakannya diatur oleh motor listrik.
Sedangkan gas yang keluar bersamaan dengan
lelehan logam inert berfungsi untuk melindungi
hasil las dari oksidasi selama proses pendinginan.
Gas tersebut pada umumnya menggunakan gas
argon dan helium.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membandingkan kekerasan, kekuatan impak
dan struktur mikro dari logam induk dengan hasil
pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating Gambar 3. Spesimen uji pengelasan
pada cast wheel aluminium.

464 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Pengelasan dilakukan dengan kondisi b. Pengujian Impak


preheat temperature 100 oC-110oC, menggunakan Dari pengujian impak Charpy didapatkan
kawat las ER4043, gas pelindung adalah Argon, hasil sebagai berikut:
diameter filler 1,6 mm, kuat arus yang dipakai 90-
120 A, voltase 20-30 V arus DC. Kecepatan Hasil Uji Impak
pengelasan 8.0-10.0 cm/min, Heat input max.3
KJ/mm, aliran gas 12L/min. 0,11

Kekuatan Impak (Joule/mm2
0,108
4. Hasil dan Pembahasana. 0,106
0,104
a. Pengujian Kekerasan
0,102
Uji kekerasan dilakukan dengan pengujian
brinell. Data uji kekerasan diperoleh dari 0,1
penekanan indentor berbentuk bola dengan 0,098
diameter 2,5 mm pada alat uji ke spesimen cast TANPA LAS MIG
wheel aluminium dengan beban 62,5 kg dalam
Proses Pengelasan
waktu 12 detik sehingga menghasilkan diameter
injakan indentor tersebut. Pengujian dilakukan pada
raw material, daerah las dan daerah HAZ serta base
material. Diameter hasil injakan indentor diukur Gambar 5. Diagram Kekuatan Impak Daerah Lasan
dengan bantuan Linen Tester Lope. Dalam
pengujian kekerasan ini penekanan indentor Ketangguhan dari hasil uji impak, material
dilakukan pada tiga titik setiap daerah uji. yang mengalami proses pengelasan MIG dengan
perlakuan pre-heating memiliki kekuatan impak
0.102 Joule/mm2. Kekuatan impak dari proses
pengelasan MIG ini masih dibawah dari kekuatan
70 impak base material yang tanpa mengalami proses
60 pengelasan yaitu sebesar 0.108 Joule/mm2.
Pengelasan aluminium memiliki
Kekerasan (HBN)

50
pembebebanan impak yang cukup baik terutama
40 pada paduan yang nonheat-treatable. Aluminium
30 dan paduannya tidak menunjukkan transisi struktur
kerapuhan pada suhu rendah seperti yang terjadi
20 pada beberapa material ferro. Bukan karena
10 mempertahankan duktilitas dan ketahanan yang
baik terhadap beban dampak pada temperatur
0
rendah, bahkan sampai ke suhu cryogenik.
Base lasan HAZ
Kekuatan utama dan hasil mereka benar-benar agak
Daerah Pengelasan meningkatkan pada suhu yang lebih rendah.

d. Uji Struktur Mikro


Pada pengujian struktur mikro,
pengamatan dilakukan pada spesimen uji dengan
Gambar 4. Diagram nilai kekerasan Daerah Lasan
mikroskop optik setelah spesimen uji dietsa dengan
HF, HNO3 dan H2O selama 5-10 detik dengan
perbesaran 200x pada permukaan cast wheel
Dari diagram diatas terlihat bahwa
aluminium dengan pengambilan gambar pada tiga
material yang dilas dengan Las MIG memiliki
titik yaitu, pada bagian raw material, didaerah
kekerasan 44.18 BHN pada daerah lasan dan 36.16
HAZ, dan daerah las. Hasil pengamatan foto mikro
BHN pada daerah sambungan las (HAZ),
pada raw material terlihat struktur aluminium (Al)
sedangkan base material memiliki kekerasan 59.59
dan Silicon (Si). Aluminium terlihat berwarna
BHN. Ini berarti dari proses pengelasan MIG
terang mengkilap. Pada raw material ini juga
dengan perlakuan pre-heating seperti yang
terlihat butiran-butiran silikon terlihat berwarna
dilakukan diatas masih memiliki nilai kekerasan
abu-abu gelap menyebar di sekeliling aluminium
yang lebih rendah dari base material yang tanpa
(Al).
mengalami proses pengelasan.

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 465


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Dari foto mikro didapatkan:


5. Kesimpulan

1. Kekerasan hasil pengelasan MIG dengan


perlakuan pre-heating adalah 44.18 BHN.
Sedangkan untuk daerah sambungan las (HAZ)
Las MIG memiliki kekerasan 36.16 BHN. Dari
semua hasil nilai kekerasan tersebut masih lebih
rendah dibandingkan dengan nilai kekerasan
base material yaitu sebesar 59.59 BHN.
2. Kekuatan impak hasil pengelasan MIG dengan
perlakuan pre-heating adalah 0.102 Joule/mm2,
sedangkan kekuatan impak raw material
sebesar 0.108 Joule/mm2.
3. Nilai kekerasan dan kekuatan impak raw
base material material masih lebih tinggi dibandingkan
dengan material yang mengalami proses
pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating
4. Dari pengamatan struktur mikro hasil proses
pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating
pada daerah sambungan (HAZ) dapat dilihat
kristal-kristal Si berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan kristal Si pada raw
material karena pada daerah tersebut terjadi
pendinginan lebih cepat sehingga pada daerah
tersebut memiliki nilai kekerasan yang lebih
rendah dari base material maupun logam lasan.

Ucapan Terimakasih
Logam Induk-HAZ
Terimakasih penulis ucapkan kepada
DIPA PNBP UNS yang telah membiayai penelitian
ini melalui program hibah unggulan fakultas

Daftar Pustaka

Aljufri, 2008. Pengaruh variasi sudut kampuh V


tunggal dan kuat arus pada sambungan
aluminium Mg5083 Terhadap Kekuatan Tarik
Hasil Pengelasan TIG, Thesis USU Medan
Balasubramanian. V, Ravisankar. V, Madhusudhan
Reddy. G, “Effect of pulsed current welding
on fatigue behavior of high strength
aluminium alloy joints”, Science Direct.
daerah sambungan HAZ-Las Materials and Design 29 (2008) 492–500
Bambang Pr. 2006,”Pengaruh penggunaan jenis
Gambar 6. Hasil Uji Struktur Mikro fluks pembungkus elektroda dan varian arus
listrik pengelasan terhadap kekuatan tarik
Tampak pada gambar bahwa di daerah pada plat baja EMS -45 dengan kampuh V,
sambungan (HAZ) kristal-kristal Si berukuran lebih UNS Surakarta
kecil dibandingkan dengan kristal Si pada base D.J. Tillack. 2007.“Welding superalloys for
material karena pada daerah tersebut terjadi aerospace applications”, Welding Journal,
pendinginan lebih cepat. Hal ini akan pp.28-32
mempengaruhi nilai kekerasan pada daerah IN Budiarsa. 2008, “Pengaruh Besar Arus
sambungan (HAZ) tersebut. Bisa dikatakan pada Pengelasan dan Kecepatan Volume Alir Gas
daerah tersebut memiliki nilai kekerasan yang lebih Pada Proses Las GMAW terhadap
rendah dari base material maupun logam lasan. Ketangguhan Aluminium 5083” Jurnal Ilmiah

466 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Teknik Mesin CAKRAM vol.2 no.2


Desember 2008
Surasno, 2008 Pengaruh Masukan Panas pada Las
Aluminium 2023 T3, Berita Teknologi Bahan
dan Barang Teknik No.22
Suharno,2008. Prinsip-Prinsip Teknologi dan
Metalurgi Pengelasan Logam, UNS Press
Surakarta
Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, T. 2006.
Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT
Pradnya Paramita.
www.welding.com, diakses tanggal 27 Desember
2013
www.weldingengineer.com, diakses tanggel 27
Desember 2013

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 467


Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

468 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai