Assalamu’alaikum wr.wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Seminar
Nasional ReTII ke-9 Tahun 2014 dapat terlaksana. Seminar tahun ini mengusung tema “Eco-
Technology”: Paradigma Pembangunan Masa Depan untuk Mendukung Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Seminar Nasional ReTII ke-9 tahun ini diikuti oleh 102 pemakalah dengan rincian dari
STTNAS sebanyak 27 pemakalah dan dari perguruan tinggi lainnya sebanyak 75 pemakalah.
Adapun sebaran institusi perguruan tinggi yang telah berpartisipasi antara lain: Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Diponegoro Semarang, ITS Surabaya, Universitas
Sebelas Maret Surakarta, UII Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Jakarta, Universitas Trisakti Jakarta, UNISSULA
Semarang, Universitar Kristen Petra Surabaya, Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri
Semarang, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Universitas Islam Malang, Pusat Kajian Sistem
Energi Nuklir BATAN dan beberapa perguruan tinggi lainnya.
Panitia telah bekerja semaksimal mungkin agar acara seminar tahunan berlangsung dengan
baik dan lancar. Namun apabila masih ada didapati adanya beberapa kekurangan dari panitia,
kami dari panitia memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang konstruktif
dari para peserta sangat kami harapkan demi perbaikan acara seminar dimasa mendatang.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi acara seminar ini dan bermanfaat bagi
kita semua khususnya untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam pembangunan Indonesia. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Assalamu’alaikum wr.wb
Salam sejahtera bagi kita semua
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
ridhoNya kita dapat berkumpul di sini dalam rangka Seminar ReTII ke-9 dalam keadaan sehat
wal’afiat. Mudah-mudahan Allah SWT juga memberi kemudahan kepada panitia dalam
menyelenggarakan seminar ini. Demikian juga kepada para peserta dalam mengikuti acara
seminar ini.
Seminar ReTII kali ini merupakan yang ke-9 dan merupakan agenda tahunan STTNAS yang
dimaksudkan agar dapat menjadi ajang temu para pakar untuk saling tukar pengalaman,
informasi, berdiskusi, memperluas wawasan dan untuk merespon perkembangan teknologi
yang demikian pesat. Selain itu diharapkan adanya kerja sama dari para pakar yang hadir
sehingga menghasilkan penelitian bersama yang lebih berkualitas dan bersama-sama pula ikut
memecahkan persoalan-persoalan teknologi untuk kemandirian bangsa.
Semoga seminar ini dapat terselenggara dengan baik dan memenuhi harapan kita semua.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada panitia dan semua pihak yang membantu
sehingga acara Seminar ReTII ke-9 ini dapat terselenggara dengan baik. Jika ada yang kurang
dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
BUKU II
TEKNOLOGI MESIN DAN INDUSTRI UNTUK PENINGKATAN DAYA
SAING EKONOMI
1. Perancangan Alat Uji Keausan Abrasif dengan Penggerak Pneumatik
Hasta Kuntara1, Sigit Budi Hartono2 ............................................................................... 283
2. Kajian Turbin Air Aliran Pusar Skala Pico Terhadap Variasi Jumlah Sudu dan
SudutSudu
Gatot Suwoto1, Sunarwo2, Supriyo3 .................................................................................. 289
3. Pembangkit Listrik Turbin Angin dengan Poros Vertikal
Sugiono1, Margianto2, Artono Raharjo3 ........................................................................... 295
4. Kolaborasi Energi Surya dan Angin untuk Meningkatkan Kualitas Ikan Kering dan
Hasil Olahannya Bagi Masyarakat Nambangan Kenjeran
Hadi Santoso1, Yuliati2 ..................................................................................................... 299
5. Analisis Faktor Koreksi C pada Pengukuran Debit Aliran Air Bersih
yangMenggunakan Weir V-Notch dengan Sudut Puncak 90 Derajat
Yohanes Agus Jayatun ...................................................................................................... 305
6. Efek Throat Ratio Terhadap Kinerja LJGP
Dandung Rudy Hartana1, Daru Sugati2 ........................................................................... 313
7. Analisis Konsumsi Bahan Bakar Terhadap Water Injection (WaI)
BerbasisMikrokontroler yang Diterapkan pada Sepeda Motor
Basori1, Subagsono2, Husin Bugis3 .................................................................................. 319
8. Pengaruh Peregangan Katup Terhadap Unjuk Kerja Generator Set Tipe ET 2500 L
Harianto ........................................................................................................................... 325
9. Pengaruh Waktu Pencucian Terhadap Sifat Mekanis Produk Lateks Karet
AlamRendah Protein
Yuniati1, Adriana2, Ramzi Jalal3 ....................................................................................... 331
10. Pengukuran Kekasaran Permukaan Plat Aluminium Hasil Pemotongan Laser Cutting
dan CNC Milling PC-Based
Dani Anggoro Hasan1, Herianto2 ..................................................................................... 337
11. Pengaruh Chromic Acid Anodizing Pada Material Pesawat Terbang Al 7050-T7651
Terhadap laju Perambatan Retak Fatik
Haris Ardianto1, Priyo Tri Iswanto2 ................................................................................. 343
12. Recycling Polimer Cartridge Bekas menjadi Bijih Plastik dan Pengolahan
LimbahAirnya Sub Rancang Bangun Mesin Penghalus Serpihan (Cutting Mill) Plastik
Getas
Isdaryanto Iskandar1, Harjadi Gunawan2, Noryawati Mulyono3 ..................................... 349
13. Porositas pada Rumah Pompa Air dengan Variasi Desain Sistem Saluran dengan
Pengecoran Lost Foam
Sutiyoko1,Suyitno2, Lutiyatmi3, Soekrisno4 ....................................................................... 355
14. Studi Eksperimental Pengaruh Penambahan Preheater Terhadap Kinerja Mesin
FefrigerasiPada Mobil Dengan Menggunakan Refrigeran MUSICool MC 134
Yohanes Kuncoro1, Suhanan2 ........................................................................................... 365
15. Examination of Existing Correlation for Wave Velocity in Horizontal Annular Flow
Andriyanto Setyawan1, Indarto2, Deendarlianto3, Prasetyo4, Agus Sunadi5 .................... 371
16. Observasi Karakteristik CCFL pada Pipa Kompleks
Apip Badarudin1, Indarto2, Deendarlianto3, Hermawan4, Aji Saka5, M. Fikri Haykal
Syarif6,Aditya Wicaksono7 ................................................................................................ 377
17. Penerapan Teknologi Pengecoran Logam untuk Pembuatan Souvenir
Rencong,Pemeriksaan Kesehatan Pengrajin
Akhyar1, Hijra Novia Suardi2 ........................................................................................... 383
18. Pengaruh Shot Peening Terhadap Korosi dan Sifat Mekanis Sambungan Friction Stir
Welding pada Aluminium Seri 5083
Wartono1, Djoko Suprijanto2 ............................................................................................ 389
19. Identifikasi Keterhubungan Eksternal, Kapabilitas Inovasi dan Rantai Nilai
Inovasipada Industri Sepatu di Jawa Timur
Esti Dwi Rinawiyanti1, Benny Lianto2 .............................................................................. 397
20. Studi dan Analisis Deskriptif Sustainable Innovation pada UMKM Pengolahan
Makanandi Surabaya
Esti Dwi Rinawiyanti ........................................................................................................ 405
21. Komporasi Performa Sistem Refrigerasi AC Mobil Dengan Refrigeran R-
134aTerhadap Musicool-134a
Bagiyo Condro Purnomo1, Suhanan2 ............................................................................... 413
22. Studi Pelapisan Polisiloksan pada Baja
Wikan Jatimurti1,Hosta Ardhyananta2,Deni Budi Utomo3 ............................................... 419
23. Kaji Eksperimental Variasi Campuran Propana dan Isobutana Sebagai Solusi
Pengganti Refirgeran R22
Ariyanto ............................................................................................................................ 425
24. Pengolahan Sampah Plastik Jenis PP, PET dan PE Menjadi Bahan BakarMinyak dan
Karakteristiknya
Untoro Budi Surono1, Ismanto2 ........................................................................................ 431
25. Analisa Sifat Fisik dan Mekanik Aluminium 5083 T-Joint Friction Stir Welding
(FSW) pada Konstruksi Kapal
Pompy Pratisna1, Achmad Zubaydi2, Nurul Muhayat3 ..................................................... 439
26. Pemanfaatan Serbuk Bambu Sebagai Alternatif Bahan Friksi Kampas Rem Non-
AsbestosSepeda Motor (Performansi Daya Dengan Prony Brake)
Ranto1, Budi Harjanto2, Yuyun Estriyanto3, Nur Effendi4 ................................................ 445
27. Kualitas Pengelasan Metode Oksi-Asitelin pada Aluminium dengan Perlakuan Post
Weld Head Treatment
Budi Harjanto1, Suharno2, Yuyun Estriyanto3 .................................................................. 451
28. Pengaruh Pemanasan Bahan BAkar melalui Pipa Bersirip Persegi pada
UpperTankRadiator dan Penambahan Etanol dalam BensinTerhadap Emisi Gas Buang
CO danHC pada Toyota Kijang
Danar Susilo Wijayanto1, Ngatou Rohman2, Ranto3, Husin Bugis4, M. Rodhi Qoribi5.... 457
STTNAS Yogyakarta1,2
abh5ta@gmail.com 1
Abstrak
Perancangan ini bertujuan untuk mendapatkan alat uji keausan abrasif bahan logam maupun non logam yang
mempunyai sedikit pengulangan lintasan benda uji pada pengujian keausan abrasif dengan media gesek kertas
abrasif. Selama ini alat pengujian keausan dengan media gesek kertas abrasif terdapat banyak pengulangan lintasan
sehingga akan mempengaruhu hasi data pengujian. Perancangan alat uji keausan abrasif ini dengan metode desain
berupa pengajuan syarat awal adalah gerakan dapat diatur kecepatan maupun lintasannya, bahan abrasif mudah
diganti, gerakan otomatis satu perintah, start dan stop pada posisi semula, benda uji dua macam bentuknya,
pembebanan dapat bervareasi, pengajuan konsep desain dengan menggunakan model dua gerakan sekaligus antara
benda uji dan bahan abrasifnya , benda uji bergerak translasi bolak-balik juga media gesek bergerak translasi bolak-
balik otomatis yang saling memotong keduanya dengan kontrol pneumatikdan, pembuatan desain analisis dengan
perhitungan kebutuhan udara, kecepatan gerak kekuatan bahan rel, bantalan luncur dan ukuran rangka. Perancangan
ini menghasilakan alat uji keausan abrasive dengan penggerak pneumatik yang mudah diatur gerakannya,
pembebanan dan dua jenis bentuk benda uji, serata sedikit pengulangan lintasan dan kertas abrasif yang dapat
diganti, dengan gerakan benda uji 12 cm, media gesek 15 cm.
menggunakan motor listrik sebagai penggerak 12 cm dan langkah media gesek 15 cm, benda uji
keduanya dengan mekanisme engkol, pada alat ini berbentuk plat maupun silinder yang dapat diganti
telah terjadi pengurangan pengulangan lintasan dengan mudah dengan pembebanan diatasnya,
specimen namun untuk kecepatan belum bisa kertas abrasif dapat digati-ganti kekasarannya
diatur. dengan mekanisme penjepit.
Keausan merupakan peristiwa hilangnya sebagian
material pada permukaan akibat gesekan antara dua 3.3. Desain Analisis Perancangan
benda dengan bahan yang sama maupun berbeda 3.3.1. Susunan dan Konstruksi Alat
yang menghasilkan suatu volume keausan. Keausan Untuk mendapatkan alat yang ringan dan
ini berhubungan erat dengan beban, kecepatan, dan portabel maka digunakan rangka besi stall3x2 cm
kekerasan bahan yang saling bergesekan. dan plat strip 3x2 dan meja atau pallet sebagai
dudukan alat. Untuk mendapatkan gerakan
Besarnya volume keausan abrasif yang terjadi: bersamaan antara benda uji dan media gesek maka
Vab = (1) gerakan benda uji harus berkedudukan diatas
gerakan media gesek dan piston diletakan diatas
untuk benda uji dan piston dibwah meja geser
Besarnya volume keausan fatig : untuk gerakan media gesek. Untuk mendapatkan
gerakan translasi bolak-balik keduanya maka
Vfg = (2) benda uji harus berada pada eretan geser yang
meluncur pada dua rel pejal yang berkedudukan
Besarnya volume keausan adhesi : pada rangka stall dengan ketinggian 17 cm dari
dasar meja, sedangkan meja geser media gesek
Vad = (3 ) berada dibawahnya pada eretan geser bawah
dengan ketinggian rel 8 cm pada kedua relnya dari
dasar meja. Untuk mendapatkan gerakan bolak-
Pneumatik merupakan suatu system kerja balik keduanya digunakan dua buah piston
berdasarkan udara bertekanan dalam suatu piston pneumatik gerak ganda dengan panjang langkah
pneumatic yang akan menghasilkan gerakan linier diameter 150/20 mm dan dua buah katup pembatas
bolak-balik dari ramnya yang akan menggerakan gerakan 3/2 pneumatik untuk masing-masing piston
bagian yang lain. Kerja system pneumatic ini serta dua buah katup kontrol otomatis 5/2
dikontrol dengan katup-katup pneumatik manual pneumatik. Untuk mendapatkan pengaturan
maupun otomatis untuk mendapatkan gerakan yang kecepatan gerakan piston dengan mudah maka
diinginkan pada suatu system. Sistem pneumatik speed controller diletakkan terpisah dari pistonnya
mempunyai efesiensi lebih tinggi dibanding sistem dengan menempatkan didepan alat dengan
mekanik yang lain . Udara bertekanan diperoleh kedudukan pada sebuah tabung kotak untuk
dari kompresor udara. masing-masing speed controllernya. Untuk
mendapatkan gerakan otomatis bersamaan dengan
3. Metode strat dan berhenti pada posisi awal maka digunakan
3.1. Syarat Perancangan/Desain satu tombol katup 3/2 pneumatik sebagai tombal
Perancangan ini mempunyai syarat: alat on/off pada katup pembatasa gerakan balik maju
ringan dan portabel mudah dipindahkan, pada masing-masing pistonnya. Untuk
kompresor sebagai penyedia udara bertekanan mendapatkan pembebanan yang bervareasi pada
terpisah , gerakan dapat diatur kecepatan maupun benda ujinya maka bend uji dipegang oleh sebuah
lintasannya, bahan abrasif mudah diganti, gerakan holder dengan posisi bebas terhadap permukaan
otomatis satu perintah, start dan stop pada posisi gesek, holder berada dalam rumah holder. Untuk
semula, benda uji dua macam bentuknya, mendapatkan benda uji berupa plat maupun poros
pembebanan dapat bervareasi, pengaturan gerakan pejal, ujung holder yang bawah di lubangi dan di
mudah. beri alur untuk dudukan benda uji seperti diatas.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penggantian
3.2. Konsep Perancangan kekasaran kertas abrasif maka meja geser diberikan
Perancangan ini mempunyai konsep : penjepit kertas abrasif pada kedua sisinya.
menggunakan model dua gerakan sekaligus antara
benda uji dan bahan abrasifnya , benda uji bergerak 3.3.2. Analisa Kebutuhan Udara
translasi bolak-balik media gesek juga bergerak Kebutuhan udara didasarkan pada panjang langkah,
translasi dengan gerakan bolak-balik otomatis yang diameter piston jumlah piston dan banyaknya
saling memotong keduanya dengan kontrol langkah serta panjang pipa dan rugi-rugi pneumatik.
pneumatik, kecepatan diatur menggunakan speed Konsumsi udara = perbandingan kompresi x luas
controller yang berada terpisah dari pistonnya, bidang piston x panjang langkah
menggunakan satu tombol perintah untuk start
maupun berhenti, langkah benda uji 10 cm sampai
4.1. Gambar
5. Kesimpulan
1. Dari perancangan alat ini diperoleh dua
gerakan dengan arah yang berbeda antara
benda uji dan meja gesernya, yaitu gerakan
maju-mundur benda uji dan maju mundur
Gambar 1. Keausan abrasive
meja geser dengan arah kekiri – ke kanan
bolak-balik .
2. Dengan pengaturan kecepatan berbeda
keduanya gerakan tersebut dapat membuat
lintasan silang yang mengurangi pengulangan
lintasan.
3. Benda uji yang berada bebas diatas media
gesek dapat diberikan beban dengan berat
Gambar 2. Keausan Fatig bervareasi sesuai kebutuhan, dari hasil
pengujian benda uji ternyata lebih rata
hasilnya permukaan, serta media gesek kertas
abrsif mudah diganti-ganti sesuai kebutuhan.
4. Penempatan speed controller terpisah dari
piston memudahkan pengaturan kecepatan
piston dengan leluasa.
Gambar 3. Keausan Adhesi 5. Dari perhitungan gaya dan kebutuhan udara,
diperoleh gaya teoritis sebesar 152.04 N dan
kebutuhan udara teoritis total sebesar 0.673
m3/menit.
Daftar Pustaka
I.M. Hutchings,1992, Tribology Friction and wear
of Engineering Materials, Departement of
a b c d Materials Scince and Metallurgy, University of
Gambar 4. Prinsip pengujian abrasive (a) pin on disk, (b) Cmbridge
pin on rim, (c) block on ring, (d) pin on flat
Sugihartono,1985, Dasar-dasar Kontrol
Pneumatik, Tarsito Bandung
Katup
Supriyanto, 2006, Alat Uji Keausan, Sekribsi,
Meja
Speed Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Pist
speci Speed
Pist
Katup
Katup 5/2
Speed control
Piston2
Speed control
Piston1
Katup 5/2
Katup 5/2
Speed control
Piston2
Speed control
Piston1
Katup 5/2
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kinerja turbin air aliran pusar dengan variasi jumlah sudu dan
sudut sudu. Pada penelitian ini jumlah sudu yang digunakan adalah 3, 4 5 dan 6, sedangkan sudut sudunya
sebesar 300, 450, 600. Turbin air yang digunakan dalam penelitian ini bekerja atas dasar pemanfaatan energi
pusaran air. Penelitian ini diawali dengan membuat turbin air aliran pusar yang terdiri dari runner, rumah
turbin berbentuk baskom, dan poros turbin. Sudu turbin berbentuk menyerupai silinder yang belah menjadi
empat bagian dalam arah aksial. Bahan runner dan sudu dari plat stainles steel dengan ukuran sebagai berikut:
diameter runner turbin 23 cm, tinggi runner turbin 30 cm, lebar daun sudu 7,5 cm, sedangkan runner dan
poros turbin dapat dibongkar-pasang pada instalasi pengujian. Parameter yang diukur dalam pengujian adalah
debit aliran, tinggi pusaran air, putaran dan torsi poros turbin. Hasil penelitian terhadap masing-masing runner
turbin pada debit air sebesar 2,123 liter/detik menunjukkan bahwa daya maksimum yang dihasilkan sebesar
4,2 watt, dengan efisiensi maksimum, sebesar 53,44%. pada putaran 67,7 rpm dicapaiolehturbindengan
jumlah sudu 4 padasudut 300.
(a) (b)
Gambar 1. Turbin Savonius : (a) Savonius dua sudu, (b)
Mekanisme Savonius
1.5.Landasan Teori
Sistem pembangkit listrik aliran pusar
adalah merupakan teknologi baru yang
memanfaatkan muatan energi di dalam pusaran air
yang dihasilkan melalui beda tinggi jatuh (head)
yang kecil pada aliran sungai. Prinsip kerja turbin
(a) (b) aliran pusar ini adalah sebagai berikut : (1) Air
Gambar 2. Bentuk turbin Savonius : sungai disalurkan ke penyimpan air dan selanjutnya
(a) Two-bladed-multi stage Savonius, diteruskan ke tangki sirkulasi. Pada tangki sirkulasi
(b) Twisted blade Savonius ini dipasangkan orifice bentuk lingkaran pada dasar
tangki. (2) Kombinasi tekanan rendah lokal pada
(a)
efisiensi dan daya akan meningkat dengan meningkat dengan meningkatnya putaran turbin
meningkatnya putaran turbin hingga mencapai titik hingga mencapai titik maksimum pada putaran
maksimum pada putaran tertentu, kemudian tertentu, kemudian menurun dengan bertambahnya
menurun dengan bertambahnya putaran turbin. putaran turbin.
Gambar 11. Grafik hubungan antara Putaran terhadap Gambar 13. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Daya mekanik pada Daya mekanik pada
Gambar 12. Grafik hubungan antara Putaran terhadap Gambar 14. Grafik hubungan antara Putaran terhadap
Efisiensi pada Efisiensi pada
4.1 Kesimpulan :
Pengujian turbin yang dilakukan dengan kapasitas
aliran air 2,123 liter/detik, daya mekanik tertinggi
dicapai oleh turbin Savonius dengan jumlah sudu 4
pada sudut 300, saat putaran poros 67,7 rpm, sebesar
4,20 watt dan effisiensi turbin tertinggi sebesar
53,44%.
4.2. Saran :
Diperlukan diameter baskom pusaran air yang lebih
besar, dan variasi diameter lubang keluaran pada
dasar baskom, agar dapat menghasilkan potensi
kekuatan pusaran air yang tinggi.
Daftar Pustaka
Ariati, R. 2008. Pengembangan Desa Mandiri Energi
(DME) Berbasis Energi Non Fosil.
http://www.energi terbarukan.net, diakses 27
Desember 2010
S. Mulligan 1* & P. Hull 1, Design and
Optimisation of a Water Vortex Hydropower
Plant, Department of Civil Engineering and
Construction, IT Sligo Funded by the Sligo
Institute of Technology Presidents Bursary
Awards
Zotlöterer, Franz, 2008, The Water Vortex Power
Plant Technology is a worldwide first and
unique technology that clears water in rivers
and produces electricity." -- (Nov. 13, 2008)
Zotlöterer, Franz, 2008, People from all over the
world contact us because of our water vortex
power plant - a technologie which makes our
rivers clear again and produce electriciy. --;
Nov. 5, 2008
Abstrak
Energi alternatif saat ini sangat dibutuhkan masyarakat pada umumnya sehingga perlu adanya penelitian yang terus
menerus untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu energy saat ini yang dibutuhkan adalah Turbin angin tipe Savonius
merupakan turbin angin yang tidak sukar untuk dibuat, murah dan mudah dioperasikan. Penelitian ini bertujuan untuk
menaikkan efisiensi dari turbin angin ini. Disini akan diteliti pengaruh dari jumlah blade terhadap kecepatan rotasional dan
daya yang dihasilkan oleh turbin angin ini. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Mesin Universitas Islam Malang, dan
pengujian lapangan dilakukan di kabupaten Probolinggo – Jawa Timur yang setiap tiga sampai empat bulan sering muncul
angin gending yang muncul dengan kecepatan 1 sampai dengan 2 meter per detik.Penelitian dilakukan dengan menguji dua
buah turbin angin tipe Savonius yang memiliki 2 buah blades dan 3 buah blades. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
jumlah blades tidak secara signifikan meningkatkan kecepatan rotasional maupun daya yang dihasilkan oleh turbin angin tipe
Savonius ini.
1. Pendahuluan
Pemanfaatan energi khususnya energi alternatif 2. Metode Penelitian
semakin hari semakin berkembang, baik dari sistem Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Mesin
yang sederhana hingga sistem-sistem yang Universitas Islam Malang dan pengujian lapangan
memerlukan pengaturan yang sangat rumit. Secara dilakukan di kabupaten Probolinggo Jawa Timur.
umum energi alternatif yang sangat familier dengan Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen
kita adalah energi matahari dan angin. Energi angin pada turbin angin tipe Savonius dengan jumlah
dipilih karena sistem yang bisa dibangun begitu blade sebagai variabel. Dimana dilakukan
sederhana sehingga tak banyak menyulitkan penelitian terhadap Turbin Savonius dengan 2
terutama disaat pemeliharaan dan tak memerlukan blades dan 3 blades.
tenaga khusus
Angin adalah salah satu sumber energi terbarukan 3. Pembahasan
yang sangat potensial untuk digunakan sebagai
pembangkit listrik, hal ini dikarenakan angin bisa 3.1. Dasar Teori
dikatakan tersedia dimana saja dan kapan saja. Secara teori daya maksimum (rugi-rugi daya
Selain itu turbin angin juga tergolong investasi diasumsikan sama dengan nol) yang bisa kita
yang tidak mahal atau cukup murah untuk dibuat dapatkan dari turbin angin dapat dihitung
dan dioperasikan. berdasarkan rumus(1) sebagai berikut :
Namun kelemahan dari angin sebagai sumber
energi ini adalah arah dan kecepatannya yang P = 0,29 D2 v3
berubah-ubah. Salah satu cara untuk mengantisipasi Dimana :
perubahan arah angin ini adalah dengan P = Daya dalam watts (W)
menggunakan turbin angin dengan poros vertikal. D = Diameter dari rotor dalam meter (m)
Dengan ini maka dari manapun arah angin bertiup v = Kecepatan angin dalam meter per detik
akan dapat dimanfaatkan oleh turbin angin tersebut.
Disini penulis akan mengajukan salah satu jenis Namun pada kenyataannya karena adanya berbagai
turbin angin dengan poros vertikal tipe Savonius macam rugi-rugi daya, maka kita tidak akan
yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mudah mungkin mendapatkan tenaga maksimum seperti
dibuat, dioperasikan dan dipelihara. Turbin angin yang akan didapat dari rumus diatas, pada
ini akan memberikan tenaga listrik yang tidak prakteknya kita akan mendapatkan tenaga sebesar
terlalu besar, namun karena kesederhanaannya akan 30~50% dari apa yang kita dapatkan dari rumus
membuatnya cocok sekali untuk digunakan sebagai diatas tersebut.
pemenuhan kebutuhan rumah tangga, terutama di
daerah-daerah yang terpencil, dimana listrik belum Perhitungan kecepatan rotational dari turbin angin:
menjangkau secara maksimal. n = (60 . λ . v) / (π . D)
Penulis berharap penelitian ini akan dapat dimana :
dimanfaatkan secara luas baik untuk n = kecepatan putaran per menit (rpm)
pengaplikasiannya maupun untuk pengembangan λ = tip speed ratio (0,9 ~ 1,1)
dan penyempurnaan rancang bangunnya. v = kecepatan angin (m/dt)
e
D h
Gambar 1. Definisi dari nilai D, d dan e
Uo
Daftar Pustaka
1. M.F. Voneschen, Savonius Wind Generator,
La Veritat, 2008.
2. Aerodynamic Losses in Turbines with and
without Film Cooling, as Influenced by
Mainstream Turbulence, Surface Roughness,
Airfoil Shape, and Mach Number. Phil
Ligrani – Hindawi Publishing Corp.
International Journal of Rotating Machinery.
Volume 2012, Article ID 957421.
3. Hugh Piggott, A Wind Turbine Recipe
Book, NA Digital Edition 2014.
4. Hermsvicencio, Design Calculation of
Savonius Wind Turbine, Scribd 2012.
5. Sdenne, Savonius Wind Turbine – Using an
Altenator as a Motor, Scribd 2013.
Abstrak
Proses produksi pengeringan ikan dan hasil olahannya (kerupuk) yang dilakukan di daerah Kenjeran oleh para nelayan
sebagian besar masih melalui pengeringan secara tradisional selama ± 3 hari jika cuaca cerah dan membalik-balik
kerupuk sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata di atas ”jerebeng” bambu dan diletakkan berjejer dipinggir jalan.
Namun, karena kondisi cuaca saat ini yang tidak menentu seringkali membuat para pengrajin kerepotan dalam menjemur
ikan dan hasil olahannya. Pada kondisi cuaca hujan ikan hasil tangkapan tidak dapat dikeringkan dengan sempurna
sehingga produk ikan yang dihasilkan mengalami kerusakan (berjamur) bahkan membusuk sehingga pengrajin dan
nelayan mengalami kerugian. Berdasarkan survei awal, analisis situasi dan adanya potensi energi terbarukan yang
tersedia di pesisir pantai Kenjeran, maka metode yang digunakan dalam kegiatan Ibm ini meliputi tahap perancangan alat
pengering bertenaga surya dan angin serta tahap sosialisasi dan penyuluhan cara pengeringan menggunakan alat tersebut
kepada khalayak sasaran. Berdasarkan uji coba maka hasil pengeringan ikan lebih higienis dan tidak mudah berjamur
karena penurunan susut airnya tinggi yaitu 67%, Pemanfaatan angin untuk memutar kincir mampu menghasilkan listrik
sebesar 200 watt.Listrik yang dihasilkan oleh kincir angin dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan panas heater nickelin
yang dapat digunakan untuk lebih mempercepat proses pengeringan.
9. Nampan penampung ikan dan produk 2. Peningkatan efektifitas penggunaan energi surya
olahannya dan energi angin dalam proses pengeringan.
10. Dinding samping dan dinding bawah 3. Peningkatan produksi ikan kering akibat
pemantul sinar/panas kerusakan ikan dan pembusukan karena
11. Elemen nickelin pemanas listrik pengaruh cuaca dapat diminimalkan.
12. Converter dan Accumulator listrik 4. Menciptakan budaya bersih dan sehat bagi
masyarakat usaha kecil Kenjeran untuk produk
2.2 Tahap penyuluhan cara pengeringan ikan dan hasil olahannya.
menggunakan alat pengering bertenaga Adapun luaran yang diharapkan dalam
surya dan angin, meliputi: kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah adanya
a. Pembuatan modul bagi peserta penyuluhan nilai tambah dari sisi Iptek yaitu :
yang berkaitan dengan budaya bersih dan 1. Alat pengering ikan dan hasil olahannya ini
sehat untuk produk ikan dan hasil dapat memanfaatkan energi alternatif berupa
olahannya energi surya dan angin yang tidak memerlukan
b. Pembuatan modul cara pengoperasian alat tambahan biaya operasi.
pengering serta pemeliharaannya 2. Penggabungan kincir angin dan generator listrik
c. Demo alat di kampung nelayan Kenjeran serta elemen pemanas sebagai salah satu
yang melibatkan kepala desa serta rangkaian listrik menjadikan biaya
masyarakat nelayan dan wirausaha kecil. pemeliharaan dan operasi lebih rendah bila
dibandingkan dengan alat pengering yang
3. Hasil dan Pembahasan bersumber dari PLN.
3. Pemeliharaan sederhana dan pengoperasian alat
3.1 Spesifikasi Alat Pengering pengering mudah.
Rancangan alat pengering bertenaga surya 4. Proses pengeringan ikan dan hasil olahannya
dan angin yang dibuat mempunyai spesifikasi lebih cepat kering dengan kadar air lebih rendah
sebagai berikut: sehingga ikan kering dan hasil olahannya lebih
1. Dimensi Alat : panjang = 1,5m ; lebar = 1,5 m ; tahan lama.
tinggi = 3 m Beberapa komponen alat pengering ikan
2. Kapasitas Alat = 70 kg ikan basah, dapat ditunjukkan pada Gambar 3, 4, 5, dan 6.
3. Proses pengeringan dari kondisi ikan basah
sampai kering menggunakan energi surya
selama 4-5 jam
4. Rangka dengan konstruksi bahan karbon steel,
penampung ikan basah SS 316.
5. Dinding luar baja karbon dicat hitam
6. Dinding dalam SS 316
7. Dinding samping bagian atas dan atap terbuat
dari kaca
8. Sistem sirkulasi udara dengan turbin ventilator
9. Proses pengeringan menggunakan dua system
yaitu energy surya dengan memanfaatkan efek
rumah kaca (musim kemarau) dan dengan
menggunakan heater pemanas berenergi
generator turbin angin.
10. Lama operasi tidak tergantung waktu (24 jam)
11. Kondisi susut air dengan massa awal 4 kg akan
menghasilkan ikan kering 1,2 kg. Gambar 3. Siklon Pengering
12. Sistem penguapan moisture produk ikan dan
hasil olahannya dengan turbin ventilator
berenergi angin.
Pada kegiatan pelaksannan Ipteks bagi
pengabdian masyarakat ini, target yang dicapai
antara lain adalah :
1. Adanya perubahan sistem pengeringan ikan dan
hasil olahannya dari bersifat tradisional yang
memerlukan waktu pengeringan lebih lama
menjadi lebih singkat proses pengeringannya
serta lebih hygienis. Sehingga produktivitas
meningkat.
Gambar 4. Rangka Rumah Kaca
1. BLADE
Blade dibuat dengan ukuran panjang 1,2
Gambar 5. Tray meter dan lebar 25 cm tersusun dari tiga buah blade.
Desain blade dibuat sedemikian rupa agar angin bisa
mengalir dengan lancar dan bentuk blade dibuat
menyudut untuk membantu saat putaran awal dan
dapat meningkatkan torsi pada saat putaran telah
stabil. Komponen Blade dapat ditunjukkan pada
Gambar 8.
2. TRANSMISI
Transmisi menggunakan perbandingan
sprocket dan rantaiyaitu 1 : 3. Pemilihan sprocket
karena untuk menghindari slip dan mengurangi
kehilangan gaya akibat gesekan. Sehingga dapat
menghasilkan torsi yang lebih baik dan putaran
poros dari blade tersalurkan ke generator dengan
efisiensi yang lebih baik. Adapun daya yang
dihasilkan dapat dirumuskan sebagai
Power in the wind = ½ . p . A . v3 (1)
Keterangan :
p =kerapatan udara = 1,2 kg/m3
A = luasan = 0.3 m2
v = kecepatan angin = Asumsi angin pantai 4 m/s
Power yang dihasilkan = 11.52 kg.m2/s3.
3. PENGENDALI
i. Mekanik
Pengendali ini berupa ekor sebagai
pengarah angin yang akan mengarahkan blade
kearah angin yang datang dan membuat blade
berputar. Pembuatan ekor tidak menggunakan
perhitungan detail. Perhitungan hanya didasarkan
pada keseimbangan berat bagian depan dan
belakang.
ii. Elektrik
Elektrik dikendalikan dengan sensor dan
stabilizer. Sensor akan bekerja pada saat tegangan di
bawah 12v, saat tegangan berada dibawah 12v atau
dengan kata lain turbin berada pada putaran terendah
sensor dan stabilizer yang mengambil alih untuk
menyalurkan tegangan dan arus ke beban dan data
logger. Untuk stabilizer juga bekerja menjaga
tegangan yang berlebih yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 48v.
Gambar 11. Kincir Angin
iii. Generator
Generator yang digunakan ialah dynamo
4. Kesimpulan
sepeda listrik. Alasan menggunakan bahan ini
Berdasarkan hasil uji coba maka dapat
karena dynamo sepeda listrik mempunyai RPM yang
diambil kesimpulan sebagai berikut :
rendah, jadi dengan putaran yang sedikit sudah
1. Pemanfaatan sinar matahari dengan efek rumah
menghasilkan energy listrik.
kaca dapat meningkatkan kecepatan proses
Gambar generator kincir angin dapat ditunjukkan
pengeringan menjadi 1,5 kali lebih cepat
pada Gambar 10.
dibanding proses manual.
2. Hasil pengeringan ikan lebih higienis dan tidak
mudah berjamur karena penurunan susut airnya
tinggi yaitu 67%.
3. Pemanfaatan angin untuk memutar kincir mampu
menghasilkan listrik sebesar 200 watt.
4. Listrik yang dihasilkan oleh kincir angin dapat
dimanfaatkan untuk menimbulkan panas heater
nickelin yang dapat digunakan untuk lebih
mempercepat proses pengeringan.
Daftar Pustaka
1. Energi angin, [Online], diakses di
http://web.ipb.ac.id, [ 15 Maret 2013].
2. Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, [Online], diakses di
http://www.esdm.go.id/ , [21 Maret 2013].
3. Erkata Yandri, (2009), “Perlunya Efisiensi
Energi dan Eksplorasi Energi Terbarukan “,
INOVASI Vol14/XXI/Juli 2009.
4. Hadi Santosa, Yuliati, (2012), ”Pemanfaatan
Energy Surya dengan Efek Rumah Kaca
dalam Perancangan Sistem Pengering
Kerupuk dan Ikan di Daerah Kenjeran“
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
& Teknologi (SNAST), ISSN: 1979-911X.
Abstrak
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur debit aliran pada aliran terbuka adalah celah Weir tipe V-Notch yang
berbentuk segitiga terbalik dengan sudut puncak 90 derajat. Alat itu dipasang tegak lurus terhadap aliran. Tinggi muka aliran
pada celah terhadap puncak segitiga dapat digunakan untuk menghitung debit aliran itu berdasarkan model matematik yang
sudah tersedia. Namun demikian karena adanya gesekan bahan celah terhadap aliran, maka debit aliran yang terhitung
berdasarkan tinggi muka air itu tidak memberikan nilai yang tepat, sehingga diperlukan faktor koreksi C terhadap model
matematk itu. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan faktor koreksi C. Nilai C dicari dengan cara membandingkan
pengukuran debit yang diukur secara langsung terhadap debit yang dihitung dengan model matematik yang tersedia. Hasil
penelitian menunjukkan besarnya nilai C = 1,8 dan mempunyai ketelitian 6,1 %.
Kata kunci : Aliran terbuka, debit, alat ukur debit, weir V-notch.
dari kaca dengan tebal 5 mm sebagaimana Gambar ditunggu sampai tenang. Catat tinggi muka
3.1. air di V-notch berdasarkan garis muka air
(mengacu pada millimeter blok (2) yang
ditempel di samping V-notch). Sejumlah
volume air yang jatuh dari V-notch
ditampung dengan ember (6) dan sekaligus
dicatat waktu penampungan air itu dengan
stopwatch (4). Air yang tertampung di
Gambar 3.1 : Benda Uji ember diukur volumenya dengan gelas ukur
(5).
Fluida kerja yang digunakan adalah air VII. Bukaan katub dikurangi sedikit dan
bersih yang mempunyai massa jenis 1000 kg/m3 dan dilakukan kegiatan sebagaimana no. VI,
viskositas kinematik 1 cSt ( = 10-6 m2/s ) sampai dengan didapat 23 data pengukuran.
2.2.2 Rangkaian Peralatan Uji dan Alat Ukur 2.2.4 Metode Analisis Data
Rangkaian peralatan uji dan peralatan ukur Faktor koreksi, C, dihitung dengan cara
tergambar sebagaimana pada Gambar 3.2. membandingkan debit nyata (Qp) dengan debit
terhitung (QH).
1 2 3 4 5
.............. (2.2)
sesungguhnya ditetapkan berdasarkan nilai rata-rata juga dengan obyek penelitian atau benda uji yang
dari seluruh data disertai dengan deviasinya. dibuat dari bahan selain kaca.
Oleh karena itu didapatkan nilai faktor
koreksi C untuk menghitung debit aliran air bersih Ucapan Terima Kasih
yang menggunakan wier v-notvh pada penelitian ini Penelitian ini dapat dilaksanakan atas biaya
adalah : dari STTNAS dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
C = 1,8 +/- 6,11 % karena itu peneliti mengucapkan terimakasih
terutama kepada Ketua STTNAS yang telah
3.2 Pembahasan menyetujui proposal penelitian ini dan beberapa
Obyek penelitian ini adalah weir V-notch mahasiswa Jurusan Teknik Mesin yakni : Sdr. Bayu
yang dibuat dari kaca dengan tebal 5 mm. V-notch Pamungkas , Sdr. Wahyu Eko Riyadi serta Sdr.
dialiri air sehingga tinggi muka air di bagian V- Syaiful Rahmad Hasibuan yang telah membantu
notch terhadap puncak segitiga mempunyai rentang melakukan penelitian ini di Laboratorium
dari 14 mm sampai dengan 42 mm. Dengan Phenomena Dasar Mesin di Jurusan Teknik Mesin
menggunakan persamaan 2.1 dapat dihitung debit STTNAS.
teoritis yang melewati V-notch.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa Daftar Pustaka
perhitungan teoritis tidak menghasilkan nilai debit Ranald V. Giles, 1977, Theory and Problems of
yang sama dengan pengukuran langsung. Oleh Fluid Mechanics and Hydraulics, Schaum’s
karena itu persamaan 2.1 masih harus dikoreksi Outline Series, McGraw-Hill Book Company,
dengan factor koreksi C. Berdasarka hasil penelitian New York, 2nd edition.
maka persamaan 2.1 terkoreksi menjadi : Soufyan Moh.Noerbambang & Takeo Morimura,
......... (3.1) 2005, Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem ( 4.1 )
Plambing, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
Beberapa hal yang diperkirakan cetakan ke Sembilan
menyebabkan munculnya faktor koreksi itu adalah : Victor L. Streeter dan E. Benjamin Wylie, 1999,
1. Perubahan penampang aliran secara mendadak. Mekanika Fluida, alih bahasa oleh Arko
Penampang sepanjang aliran menuju V-notch Prijono,M.S.E., Penerbit Erlangga, Jakarta,
bentuk dan luasnya tetap, tetapi ketika sesaat Edisi Delapan, Jilid 1.
mencapai V-notch terjadi perubahan bentuk Yohanes Agus Jayatun, Analisis Faktor Koreksi
dan luas penampang yang sangat mencolok. Pada Alat Ukur Debit Aliran Air Bersih Tipe
Perubahan itu menyebabkan timbulnya arus V-Notch Dengan Sudut Puncak 90 Derajat,
konveksi di sekitar V-notch yang menyebabkan 2011, Laporan Penelitian, P3M STTNAS
besarnya debit nyata tidak mengikuti Yogyakarta.
persamaan 2.1. Yohanes Agus Jayatun, Analisis Kekasaran
2. Faktor gesekan yang timbul antara permukaan Permukaan Rata-rata Dinding Bagian Dalam
kaca terhadap aliran air di V-notch. Setiap Pipa Galvanized Iron Pipe (GIP) Diameter
bahan mempunyai nilai kekasaran tertentu Nominal 1 Inchi Dengan Fluida Kerja Air
yang menyebabkan faktor gesekan setiap bahan Bersih, 2013, Prosiding Seminar Nasional ke-8
terhadap aliran air berbeda-beda. Oleh karena Tahun 2013 ReTII, STTNAS, Yogyakarta.
itu sangat dimungkinkan dengan bahan berbeda
akan didapatkan nilai debit yang berbeda
apabila dihitung berdasarkan persamaan 2.1.
Abstrak
Throat merupakan bagian pada liquid jet gas pump yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya perubahan pola aliran dan
tekanan. Proses ini adalah proses penting pada sistem liquid jet gas pump yang difungsikan sebagai pompa vakum, sehingga
perlu dilakukan penelitian pengaruh throat ratio terhadap kinerja LJGP. Pengujian dilakukan dengan variasi thoat ratio yaitu
2dt, 4 dt dan 6dt. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa throat ratio = 4 memperlihatkan kinerja tertinggi.
(1)
4. Kesimpulan
Hasil ekperimen memperlihatkan throat ratio
= 4 menghasilkan tekanan vakum terendah dan
efisiensi tertinggi untuk berbagai debit motive flow.
Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah adanya kecenderungan masyarakat dalam memilih jenis kendaraan
bermotor dilihat dari konsumsi bahan bakar kendaraan tersebut. Semakin irit, maka persentase pengguna jenis
kendaraan tersebut akan meningkat. Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) sering digunakan untuk
mendapatkan efisiensi performa mesin. Tujuan penelitian ini adalah merancang bangun dan menganalisis
konsumsi bahan bakar Water injection (WaI) berbasis mikrokontroler yang digunakan pada sepeda motor.
WaI berbasis mikrokontroler adalah suatu sistem penambahan air dalam bentuk butiran pada ruang bakar
melalui intake manifold untuk mengurangi detonasi dengan pengaturan volume air yang diinjeksikan ke
dalam ruang bakar oleh mikrokontroler. Penelitian dilakukan dengan cara eksperimen. Obyek penelitian yang
digunakan adalah sepeda motor honda mega pro 2009. Penelitian dilakukan dengan menerapkan Water
injection berbasis mikrokontroler pada sistem bahan bakar kendaraan. Kemudian dilakukan eksperimen
dengan fuel meter untuk mendapatkan data konsumsi bahan bakar.Hasil pengujian menunjukkan pemakaian
bahan bakar spesifik yang paling sedikit diperoleh sepeda motor yang menggunakan water injection berbasis
mikrokontroler (A50% + M50%) dimana titik terendah konsumsinya di putaran 5500 rpm, 6500 rpm, dan
7500 rpm dengan 0.054 Kg/PS.Jam. Hasil ini menunjukkan penghematan sebesar 14,28% terhadap konsumsi
bahan bakar pada sepeda motor standar. Dari hasil pengujian konsumsi bahan bakar tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penambahan air ke dalam ruang bakar akan meningkatkan efisiensi konsumsi bahan
bakar. Hal ini karena air tersebut dapat mengurangi terjadinya detonasi dan menambah angka oktan, yang
selanjutnya akan menghasilkan pembakaran sempurna. Efisiensi pemakaian bahan bakar diperoleh dengan
pembakaran sempurna.
penambahan water injection (WaI) di sistem bahan Lebih lanjut, data konsumsi bahan bakar di atas
bakar. Teknologi WaI sebenarnya sudah ditemukan dimasukkan rumus konsumsi bahan bakar spesifik.
sejak lama, pada saat mesin berpengapian busi telah Menurut Obert, konsumsi bahan bakar spesifik
diselidiki untuk penelitian sejak 1930. Teknologi ini adalah perbandingan parameter yang menunjukkan
digunakan oleh angkatan udara (Juntarakod, 2008). bagaimana efisiensi sebuah mesin mengubah bahan
Teknologi ini pun sudah diterapkan di mesin bakar menjadi kerja. Parameter ini lebih disukai,
turbojet. daripada efisiensi thermal, karena semua kuantitas
WaI adalah suatu sistem penambahan air dalam diukur dalam standar dan satuan-satuan fisika
bentuk butiran pada ruang pembakaran melalui seperti: waktu, daya,dan massa. Untuk mengukur
intake manifold. Dalam praktiknya, penambahan air konsumsi bahan bakar ini diukur dan dialirkan
ini biasanya dicampur dengan alkohol/methanol. melalui gelas ukur yang diketahui volumenya.
Tujuan utama penggunaan WaI adalah untuk Dalam penelitian ini digunakan gelas ukur dengan
mengurangi detonasi pada mesin. WaI juga volume 5 ml.
bermanfaat untuk menghemat bahan bakar, Adapun rumus untuk konsumsi bahan bakar spesifik
mengurangi polusi udara dan meningkatkan daya (sfc) adalah:
mesin.
Berkaitan dengan penghematan bahan bakar, unsur Sfc=G'f/Ne (Arismunandar 2005:34) (2)
ini merupakan salah satu pertimbangan utama
masyarakat dalam membeli kendaraan bermotor. Dimana:
Semakin irit kendaraan tersebut, maka semakin G’f =Gf/s (3)
banyak pula peminatnya. Berdasarkan faktor ini,
maka inovasi-inovasi di bidang penghematan bahan Sfc :Konsumsi bahan bakar spesifik
bakar banyak dilakukan. WaI merupakan salah satu (kg/PS.jam)
inovasinya. Dengan sistem ini, pembakaran yang G’f :Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
sempurna akan memaksimalkan energi panas hasil Gf :Bahan bakar yang dikonsumsi (Kg)
pembakaran bahan bakar dan udara di ruang bakar s :Waktu
menjadi energi mekanis di mekanisme mesin. Hal
ini akan menyebabkan efisiensi pemakaian bahan Di sisi lain, perkembangan dunia elektronik sangat
bakar, karena tidak ada bahan bakar yang terbakar cepat. Banyak kendaraan yang sudah menerapkan
sebelum waktunya (denotasi). sistem-sistem berbasis elektronik, seperti EFI
Konsumsi bahan bakar adalah suatu ukuran yang (Electronic Fuel injection), Automatic transmission,
menyatakan berapa banyak bahan bakar yang Antilock brake system, dan lain-lain. Sistem-sistem
digunakan suatu motor atau kendaraan pada suatu yang disebutkan tadi banyak mengaplikasikan
jarak tertentu, dan ini menggambarkan seberapa jauh pemakaian mikrokontroler dan mikroprosesor. Hal
efisiensi motor atau kendaraan ditinjau dari ini mengakibatkan teknologi-teknologi yang
pemakaian bahan bakarnya. Secara umum, faktor berbasis mekanis sudah banyak ditinggalkan.
yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalah Mikrokontroler adalah sebuah chip yang berfungsi
kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat, sebagai pengontrol rangkaian elektronik dan umunya
maka pemakaian bensin semakin tidak dapat menyimpan program didalamnya.
menguntungkan (semakin banyak bahan bakar yang Mikrokontroler umumnya terdiri dari CPU (Central
dikonsumsi). ( Arends dst, 1980: 27). Konsumsi Processing Unit), memori, I/O tertentu dan unit
bahan bakar adalah parameter yang biasa digunakan pendukung seperti Analog-to-Digital Converter
pada sistem motor pembakaran dalam untuk (ADC) yang sudah terintegrasi di dalamnya.
menggambarkan pemakaian bahan bakar (As’adi, Yang menjadi permasalahan adalah: (1)
2011:5). Konsumsi bahan bakar dapat didefinisikan Bagaimanakah mengembangkan sistem WaI
sebagai jumlah volume bahan bakar yang berbasis mikrokontroler dapat digunakan pada
dikonsumsi per satuan waktu (cc/menit). Mesin yang sepeda motor untuk menghemat bahan bakar? (2)
mempunyai efisiensi bahan bakar yang baik Seberapa efektif WaI berbasis mikrokontroler dalam
diindikasikan dengan nilai konsumsi bahan bakar menghemat bahan bakar?
yang rendah. Berikut adalah rumus perhitungan
konsumsi bahan bakar:
2. Metode
G'f= V/s (1) Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen. Metode ini dipilih karena proses
Dimana, perancangan alat yang dirancang bangun
G’f : Fuel Consumption atau laju aliran massa membutuhkan pengujian.
bahan bakar (cc/menit, Kg/Jam) Secara lengkap rancangan penelitian dapat
V : Volume (cc, Kg) digambarkan seperti di bawah ini.
s : waktu (menit, Jam)
Tabel 3: Hasil Pengujian Konsumsi bahan Bakar Spesifik mempunyai nilai indeks anti-knock yang lebih tinggi
(Sfc) dibandingkan bensin premium. Kemampuan untuk
mengurangi gejala detonasi menjadi lebih baik jika
metanol ditambahkan dalam pembakaran. Metanol
yang terbakar akan meringankan kinerja mesin
sehingga mesin tidak membutuhkan banyak bahan
bakar untuk mempertahankan putaran mesin. Hal
tersebut mengakibatkan konsumsi bahan bakar
menurun pada penggunaan water injection dengan
pencampuran metanol.
4. Kesimpulan
Gambar 4 berikut menjelaskan deskripsi tentang Berdasarkan hasil rancang bangun dan hasil
konsumsi bahan bakar spesifik sepeda motor dengan pengujian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
WaI berbasis mikrokontroler disimpulkan sebagai berikut:
a. Perancangan WaI berbasis mikrokontroler yang
telah dibuat sangat efisien untuk
menakar/mengatur volume air atau air dan
metanol yang akan diinjeksikan ke dalam ruang
bakar.
b. Konsumsi bahan bakar spesifik yang paling
sedikit diperoleh sepeda motor yang
menggunakan water injection (A50% + M50%)
dimana titik terendah konsumsinya di putaran
5500 rpm, 6500 rpm, dan 7500 rpm dengan
0.054 Kg/PS.Jam. Hasil ini menunjukkan
penghematan 14,28% dari kondisi standar.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
Gambar 4. Grafik Hubungan Konsumsi Bahan Bakar disampaikan juga saran sebagai berikut: dalam
Spesifik dengan putaran mesin pengembangan sistem WaI berbasis mikrokontroler
selanjutnya, hendaknya menambahkan perangkat
Berdasarkan gambar 4, grafik konsumsi bahan bakar seperti sensor-sensor yang bervariasi,sehingga
spesifik menunjukkan bahwa pemakaian bahan masukan ke mikrokontroler lebih banyak
bakar cenderung menurun dengan tingkat pemakaian
yang sedikit berubah-ubah pada putaran 4500 rpm Ucapan Terima Kasih
sampai dengan 8000 rpm dan mulai naik pada Ucapan terima kasih disampaikan kepada
putaran 8500 rpm ke atas. Dari komparasi Ketua Jurusan PTK FKIP UNS atas kesediaannya
pemakaian bahan bakar, konsumsi yang paling memberikan ijin penelitian di Laboratorium
sedikit adalah sepeda motor yang menggunakan Otomotif.
water injection (A50% + M50%) dimana titik
terendah konsumsinya di putaran 5500 rpm, 6500 Daftar Pustaka
rpm, dan 7500 rpm. Konsumsi bahan bakar spesifik Alliance Consulting International. (2008). Methanol
pada putaran tersebut adalah 0.054 Kg/PS.Jam. Hasil Safe Handling Manual. Ed 1th. USA:Methanol
ini menunjukkan penghematan sebesar 14,28% Institute,[Online], Diakses di :
terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor http://www.biodiesel.org/docs/ffs-
standar methanol/methanol-safe-handling-fact-sheets-
Konsumsi bahan bakar spesifik yang paling sedikit oct-2008.pdf?sfvrsn=6 [3 Maret 2014].
diperoleh pada water injection (A50% + M50%) Boretti, Alberto. (2012). Water Injection in Directly
karena dengan penambahan metanol cenderung lebih Injected Turbocharged Spark Ignitoin Engines.
rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar Applied Thermal Engineering 52 (2013) 62e68.
pada kondisi standar. Pada penggunaan water [Online], Diakses di:
injection dengan penambahan metanol, cairan yang http://www.elsevier.com/locate/apthermeng [7
masuk ke ruang bakar melalui intake maifold Maret 2014]
dicampur metanol dengan perbandingan komposisi Deionized Water vs Destilled Water: Whats the
tertentu. Sehingga di dalam ruang bakar terdapat Difference,[Online], Diakses di:
campuran bahan bakar, udara, air serta metanol. http://www.distilleddeionizedwater.com/deioni
Metanol dalam ruang bakar akan ikut terbakar zed-water-vs-distilled-water/ [8 Maret 2014].
bersama campuran udara dan bahan bakar. Metanol Ganesan, V. (2006). Internal Combustion Engines
merupakan unsur hidrokarbon dengan rumus kimia (2th ed.). New Delhi: McGraw-Hill
CH3OH yang mudah terbakar. Metanol juga
Harianto
Abstrak
Katup adalah komponen penting pada motor bakar torak empat langkah khususnya pada motor bakar bensin.
Katup dipergunakan untuk mengatur jumlah pemasukkan campuran bahan bakar dan udara kedalam silinder dan
membuang gas bekas keluar silinder. Mekanisme bukaan katup dilakukan dengan gerakan roker arm yang
menekan batang katup yang terpisah dan mempunyai kerenggangan yang disebut sebagai kerenggangan
katup.Telah dilakukan pengujian kerenggangan katup pada motor bakar bensin untuk penggerak genset 2000
Watt tipe ET 2500 L pada kerenggangan 0,2 , 0,3 , dan 0,4 mm yang bertujuan untuk memperoleh performa
mesin yang optimum.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerenggangan 0,3 menghasilkan performa mesin
optimum dengan torsi 5,3 Nm , putaran mesin 3000 rpm , konsumsi bahan bakar 1,2 l/h dan effisiensi 16 %.
Kata Kunci : motor bakar torak, katup, performa mesin, effisiensi, torsi, putaran mesin, genset
q = Nilai kalor bensin (kJ/kg) 5. Hasil Dan Pembahasan
a. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4
Mencari laju aliran massa ( m ) mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan , pada Gambar 2
– Gambar 4 adalah grafik hubungan antara bahan
m Qf bakar dengan putaran mesin yaitu:
……………… ( 7 )
Dengan :
4. Metodologi Penelitian
Tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini
meliputi :
1. Tahap persiapan,
Celah katup
2. Tahap pengambilan data,
3. Tahap analisis,
4. Tahap penyusunan laporan. Gambar 2 Hubungan antara konsumsi bahan bakar
Dalam tahap persiapan dilakukan studi dan putaran mesin pada beban 600 W
pustaka, observasi, dan pengadaan bahan dan
peralatan. Dalam tahap pengambilan data dilakukan
pengukuran-pengukuran unjuk kerja mesin, yang
meliputi putaran, torsi, daya dan konsumsi bahan
bakar. Dalam tahap analisis dilakukan perhitungan-
perhitungan untuk menentukan korelasi matematis
antara putaran dengan torsi, daya dan konsumsi bahan
bakar, baik pada kondisi standar dan pada
kelonggaran katup tertentu.. Dari hasil analisis
kemudian dikaji lebih lanjut berdasarkan teori dan
hasil-hasil penelitian terdahulu.
Peralatan penelitian yang digunakan dalam Celah katup
penelitian ini adalah :
1. Generator set tipe “ET 2500 L”
Gambar 3 Hubungan antara bahan bakar dan
2. Lampu sebanyak 10 buah setiap lampu putaran mesin pada beban 1200 W
mempunyai daya 200 watt dipasang pada papan
panel yang dilengkapi dengan saklar
3. Voltmeter untuk mengukur tegangan
4. Ampermeter untuk mengukur arus listrik
5. Gelas ukur untuk mengukur debit bahan bakar
6. Alat penghemat bahan bakar
7. Stop watch
8. Tachometer
Peralatan tersebut dirangkai seperti pada Gambar 1
Celah katup
Torsi (N.m )
1.5
0.5
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"
Celah katup
Beban 1200 W
T o rs i (N . m )
3
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"
Beban 2000 W 5
Torsi (N.m)
4
2000 3
1500 2
D a y a (W a tt)
1
1000
0
500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (RPM)
0 Celah katup
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm"
Putaran (RPM)
Celah katup
"0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" Gambar 10 Hubungan antara torsi dan putaran
mesin pada beban 2000 W
Gambar 7 Hubungan antara daya spesifik
dengan putaran pada beban d. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4
2000 w mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan, pada Gambar
c. Perbandingan celah katup 0,2 mm, 0,3 mm dan 0,4 11 – Gambar 13 adalah grafik hubungan antara
mm, yang ditampilkan dengan grafik berdasarkan konsumsi bahan bakar spesifik dengan putaran
perhitungan yang telah dilakukan, pada Gambar 8 mesin yaitu
– Gambar 10 adalah grafik hubungan antara torsi
dengan putaran mesin yaitu
1,4
0.4 mm menunjukkan kondisi tertinggi terutama
S p e s i fi k (l/ k W .h )
1,2
1 pada daya 600 Watt dan 2000 Watt , sedangkan
0,8
0,6 pada beban 1200 Watt konsumsi bahan bakar
0,4 spesifik dari ketiga variasi celah katup cenderung
0,2
0 merata.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 c. Daya dan Torsi pada celah katup 0.3 khususnya
Putaran (RPM)
pada beban 600 Watt dan 2000 Watt menunjukkan
Celah katup "0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" daya dan torsi tertinggi sedankan pada beban 1200
cenderung merata diseluruh variasi celah katup.
Gambar 11 Hubungan antara konsumsi bahan bakar
spesifik dan putaran mesin pada beban 6. Kesimpulan
600 W 1. Besarnya kelonggaran katup
mempengaruhi performa mesin
Beban 1200 W 2. Dari hasil penelitian dari tiga variasi
kerenggangan katup 0,2 mm , 0,3 mm dan 0,4
1,2 mm diperoleh daya dan effisiensi terbesar pada
K o n su m si B ah an B akar
1,2
Daftar Pustaka
S pesifik (l/kW .h)
1
0,8 ARISMUNANDAR, Wiranto, 1980, Penggerak mula
0,6 motor bakar torak, ITB, Bandung
0,4
František RASCH ,2008, Valve Clearance Regard To
0,2
0 Valve Train Noise Of Combustion Engine,
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Josef Božek Research Centre for Engine
Putaran (RPM) and Vehicle Technology II
Celah katup "0,2 mm" "0,3 mm" "0,4 mm" Jefry bin dedi effendi ,2009, Valve Timing Study of a
Single Cylinder Motorcycle Engine , Faculty
Gambar 13 Hubungan antara konsumsi bahan bakar of Mechanical Engineering Universiti
spesifik dan putaran mesin pada beban Malaysia Pahang
2000 W MALEEV, Vladimir L, 1945,Internal combustion
engines : Theory and design, McGraw Hill
Dari grafik diatas yang merupakan hasil International, Tokyo.
pengujian mesin dengan celah katup 0,2 mm, 0,3 N. Petrovsky, 1973, Marine Internal Combustion
mm, dan 0.4 menunjukkan kondisi mesin sebagai Engine, MIR, Moscow.
berikut : Songpon Klinchaeam, 2010, Condition monitoring of
valve clearance fault on a small four strokes
a. Pengaruh celah kerenggangan katup terhadap petrol engine using vibration signals,
unjuk kerja motor generator set terbukkti pada Songklanakarin Joutnal of science and
grafik konsumsi bahan bakar, daya dan torsi untuk thecnology ,Bangkok.
Abstrak
Penggunaan limbah tempurung kelapa yang dijadikan karbon sebagai bahan pengisi untuk pembuatan sarung
tangan. Dua faktor penting pada pembuatan sarung tangan dengan teknik pencelupan yaitu proses pencucian
dan proses pemanasan yang dapat meningkatkan sifat mekanik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari larutan
pencuci serta waktu pencucian yang terbaik agar didapat sifat mekanik yang optimum. Sehingga pencucian
dapat memperkecil reaksi elergi pada pemakainya. Metode yang telah mengalami maturasi selama 24 jam
dan dilakukan vulkanisasi dengan cara mengeringkan di oven pada suhu 1000 C selama 15 menit.. Proses
pencucian film dengan beberapa macam larutan antara lain; aquades, natrium hidroksida 1%, dan amonium
hidroksida 1%, serta waktu pencucian/ perendaman 30, 60, dan 90 menit. Kekuatan tarik tertinggi diperoleh
pada waktu pencucian/ perendaman 30 menit dalam aquades sebesar 25,3 MPa. Perpanjangan putus pada
pencucian 30 menit dalam aquades dan 90 menit dalam larutan natrium hidroksida memberikan hasil tertinggi
yaitu 800 %. Modulus 300 % terbesar diperoleh pada waktu pencucian/ perendaman 90 menit dalam larutan
ammonium hidroksida sebesar 1,7 MPa.
Kata Kunci: ammonium hidroksida, aquades, natrium hidroksida, pemanasan, sarung tangan.
modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan clay, silika dan kalsium karbonat. Carbon black
adanya panas dan sulfur, proses itu tetap memiliki tingkat pengautan yang lebih tinggi dari
berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat pada bahan pengisi lain (Krisna S.B, 1993).
dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil Salah satu bahan pengisi yang mempunyai
bahan organik atau anorganik yang disebut ketersediaannya dan biaya rendah sehingga dapat
akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya mengurangkan pemakaian lateks dan dapat
akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang mengurangkan biaya produksi adalah karbon dari
dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi tempurung kelapa. Penggunaan karbon tempurung
sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam kelapa dapat menjadi alternatif pemanfaatan limbah
seperti zinkum oksida (ZnO) (Aziman Ahmad, dan tingkat ketersediaannya yang berlimpah
2004). sepanjang tahun. Produk-produk yang dihasilkan
Sebelum mengalami proses vulkanisasi, lateks karet dari latex karet alam antara lain seperti, sarung
alam dan sejumlah bahan kompon terlebih dahulu tangan, benang karet, balon kateter, pembalut luka
mengalami proses pencampuran (mixing) sehingga elastis, kondom, tipa stateskop dan lain-lain (Termal,
membentuk suatu formulasi lateks. Pencampuran 2005). Produ-produk barang celup yang sudah
yang melibatkan bahan dasar yaitu kering harus di cuci terlebih dahulu, untuk
1. Lateks HA 60% mencegah penyerapan air yang berlebihan agar
2. Bahan penyambung silang seperti dispersi tahan jamur dan memperkecil kontaminasi oleh
sulfur bahan yang dapat menimbulkan reeaksi alergi pada
3. Pengaktif pencepat (accelator activator) seperti pemakainya (Abednego,1980). Setelah melalui
dispersi ZnO proses pencelupan dan pengeringan produk barang
4. Pencepat reaksi sambung silang (accelator) celup melalui proses pemanasan. Adapun tujuan
seperti dispersi ZDBC pemanasan pada film karet alam untuk proses
5. Penahan degradasi sifat-sifat karet iradiasi (Minaura,1961). Melalui penelitian ini
(antidegradant) seperti dispersi wingstay. diharapkan didapat suatu komposisi yang tepat
6. Bahan pengisi (filler) dispersi karbon kelapa untuk proses pencucian dan proses pemanasan yang
atau dispersi karbon sintetis. Semua bahan memenuhi standart mutu khusus nya untuk produk
pravulkanisasi ini di stirer selama 2 jam dan latex karet alam yaitu dalam pembuatan sarung
dilakukan pemanasan pada suhu 700C maka tangan nantinya.
diperoleh formulasi latex yang siap untuk di Tempurung kelapa yang dijadikan dalam bentuk
vulkanisasi dengan suhu 1000C selama waktu arang yang mengandung karbon sangat berpotensi
30 menit. untuk dijadikan pengisi pada produk latex. Dengan
Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang ketersediaan yang berlimpah dan belum optimal
jadi karet. Proses ini merupakan proses penurunan digunakan, menyebabkan tempurung mempunyai
berat molekul karet yang ditunjukkan oleh nilai jual yang relatif murah. Melalui pemanfaatan
penurunan viskositas karet sehingga pencampuran karbon tempurung sebagai pengisi latex diharap
bahan kompon, yang sebahagian besar adalah serbuk limbah perkebunan ini lebih memiliki nilai jual,
padat dengan karet dapat berlangsung dengan mudah disamping itu juga penggunaan karbon alam yang
dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat ramah lingkungan.
rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus- Didasari dari berlimpahnya ketersediaan tempurung
putus yang berakibat viskositasnya menurun. kelapa di Indonesia dan belum optimalnya
Latex karet alam umumnya mempunyai penggunaannya, maka peneliti merasa tertarik untuk
sifat fisika yang rendah bila dibandingkan dengan memanfaatkan tempurung tersebut dalam bentuk
latex yang sudah diberi bahan tambahan seperti karbon sebagai bahan pengisi pada latex karet alam
bahan pengisi (Baharin, 1993). Bahan pengisi untuk pembuatan produk latex.
merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi Produk latex yang dihasilkan dilakukan proses
sifat-sifat vulkanisasi ke dalam komponen latex, pencucian dan proses pengeringan setelah itu
bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah besar melalui proses pemanasan kemudian dilakukan
dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, pengujian sifat mekanik. Penelitian dirasa penting
memperbaiki karakteristik pengolahan latex, mengingat tujuan akhir dari penelitian ini adalah
menurunkan biaya. meningkatkan sifat mekanik hasil barang celup dari
Penambahan bahan pengisi di dalam latex karet alam latex karet alam iradiasi serta dapat mencegah reaksi
dapat menguatkan vulkanisat suatu karet, sehingga alergi pada produk sarung tangan yang memenuhi
kekuatan tarik dan sifat-sifat mekanikal lainnya standart ASTM.
seperti ketahanan sobek, modulus, ketahanan kikis
dan ketahanan lentur menjadi meningkat. Oleh sebab 2. Metode
itulah bahan pengisi sangat berperan dalam Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini
mengendalikan sifat barang jadi latex karet alam adalah : Latex HA ; dispersi ZnO 30% ; dispersi
(William F. Hall, 2008). Adapun jenis-jenis bahan octocur 50% ; dispersi KOH 10%, dispersi sulfur
pengisi tersebut seperti; carbon black, koulinite, 50%, dispersi karbon tempurung kelapa 50%,
dimetyl amine, dispersi wingstay 50%, chloroform, hidroksida 1 %, dan air. Waktu pencucian/
calsium nitrat, asam acetat, amonium hidroksida, perendaman divariasikan, 30, 60, dan 90 menit.
siklokexane, metanol. Dilakukan pendeburan agar film tidak lengket dari
Alat yang digunakan adalah : pengaduk (magnetik cetakan. Setelah pendeburan, sampel yang telah siap
stirer), oven, neraca analitis, alat-alat gelas, cawan dilabel dan disimpan dengan baik sebelum pengujian
petri, termometer, grinding ball mill, klaxon stirer, dilakukan.
water bath, ayakan, spektoskopi FT-IR ; scaning
eletron microscoft (SEM) ; seperangkat alat uji tarik. 3. Hasil dan Pembahasan
Produk (Film Latex Karet Alam) telah berhasil
2.1. Proses Iridasi dicetak dalam bentuk sarung tangan seperti
Lateks kebun dengan kadar karet kering sebesar 28 diperlihatkan pada Gambar 1. Produk dalam bentuk
% ditambah dengan normal butil akrilat (NBA) lembaran juga dicetak dengan kondisi yang sama
sebanyak 2 phr, diaduk hingga rata kemudian untuk karakterisasi/ uji kekuatan tarik, perpanjangan
diiridasi dengan sinar gamma cobalt 60, kemudian putus dan modulus.
diaduk selama 10 menit.
perendaman dalam air tidak memberikan hasil yang lebih bertahan. Ketahanan mobilitas atau pergerakan
signifikan. Peningkatan kekuatan tarik disebabkan rantai molekul karet ini akan menyebabkan
oleh sambung silang yang terjadi antara komponen vulkanisat karet menjadi putus.
lateks dengan bahan pengisi. Pada pengisi karbon,
kekuatan tarik meningkat berkaitan dengan interaksi
antara bahan pengisi dengan karet, kuatnya interaksi H2O
NH4OH
antara pengisi dengan karet, yang mana dipengaruhi NaOH
oleh derajat pendispersian pengisi di dalam fasa 800
karet.
780
H2O
Kemuluran (%)
NH4OH
760
25
NaOH
24 740
Tensile Strength (MPa)
23
720
22
30 40 50 60 70 80 90
Waktu perendaman (menit)
21
20
Gambar 3. Waktu perendaman vs kemuluran pada
pemanasan 15 menit
19
3.3. Modulus
30 40 50 60 70 80 90
Gambar 4 menunjukkan modulus semakin
Waktu perendaman (menit)
meningkat dengan bertambahnya perendaman dalam
air dan ammonia pada pemanasan 15 menit.
Gambar 2. Waktu perendaman vs kekuatan tarik pada Modulus meningkat dengan bertambahnya waktu
pemanasan 15 menit
perendaman dalam air dan larutan ammonium
hidroksida, hal ini disebabkan meningkatnya
Dispersi pengisi yang lebih merata menghasilkan
ketumpatan sambung silang yang terjadi pada
permukaan yang lebih luas bagi interaksi pengisi dan
produkfilm lateks karet alam. Jika nilai ketumpatan
karet, sehingga interaksi pengisi dengan karetpun
sambung silang meningkat, maka modulus
semakin kuat. Tingkat penguatan tergantung pada
pengenduran juga meningkat.
matriks polimer dan interaksi bahan pengisi
(Chuayjuljit. S, 2002).
H2O
Kekuatan tarik menurun dapat berkaitan dengan 1.75 NH4OH
pembentukan agregat yang besar (agglomerate) dari 1.70
NaOH
partikel filler untuk membentuk domain benda asing, 1.65
yang berkaitan dengan ukuran partikel agglomerat 1.60
1.45
pemadatan dan penyusunan rantai akan tersekat
1.40
karet. Apabila daya regangan diberikan, kehadiran 1.35
rantai-rantai karet akan mengkristal secara tersendiri 1.30
dan akan berkurang. Kekurangan pengkristalan ini 1.25
permukaan bahan. Pada Gambar 5 di bawah ini Industri dan Informasi (RETII) Sekolah Tinggi
memperlihatkan permukaan film lateks karet alam Teknologi Nasional Yogyakarta.
dengan pengisi karbon kelapa dengan perbesaran
500 x. Daftar Pustaka
Akiba, M.Z., Hasyim, As, 1997. ”Vulcanization and
crosslinking in elastomer”, Univerisity
Sains Malaysia, Minden, Penang Malaysia.
Alfa & Honggokusumo Suharto, 1996. “Bahan
Kimia Penyusun Kompon”. Balai Industri
Teknologi Karet. Bandung.
Aziman Ahmad, Dahlan dan Ibrahim Abdullah,
2004. “Mechanical Properties of Filled
NR/LLDPE Blends” Journal of Iranian
Polymer, 13(3) : 173-178.
Annuel Book of ASTM Standard, 1981. part 37.
Philadelphia.
Baharin Azahari, 1993. “Addition of over cured
latex to compounded uncompounded and
prevulcanised HA latex”, Natural Rubber
Curing Development in Product
Gambar 5. Fotografi Mikroskopi Permukaan Film Lateks Manufacture and Application a report of
Karet Alam dengan Pengisi Karbon Kelapa dengan proceeding of the Internasional.
perbesaran 500 x Gazaley, F.K., 1988. Technology processing of
Natural Rubber Latex. In Natural Rubber
4. Kesimpulan Science and Technologie Oxford.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan University Press.
penelitian ini adalah: Harahap, H, Baharin Azahari and H. Rosamal, 2007.
1. Sarung tangan dapat dibuat dari latex karet “Effect of Soaking In Curatives on the
alam dengan pengisi karbon tempurung Morphology and Tensile Properties of NR
kelapa. latex films”, Malaysian Journal of
2. Variasi waktu pencucian / perendaman dan Microscopy. 40 (5) : 205-216.
larutan pencuci memberikan pengaruh http://ms.wikipedia.org/wiki/pohon karet
terhadap kekuatan tarik , perpanjangan dan /diakses07/03/2008
modulus serta reaksi alergi. http://bemteunnes.wordpresstentanglimbah.com/diak
3. Kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada ses13/02/2009
waktu pencucian /perendaman selama 0,5 http://www.disperindagJabar.go.id/diakses17/10/200
jam dalam aquades sebesar 25,3 MPa. 8
4. Kekuatan tarik meningkat dengan http://www.fao.com/asap cair /diakses 17 September
bertambahnya waktu pencucian 2011
/perendaman dalam larutan ammonium http://www.pdii.lipi.go.id/arang aktif dari tempurung
hidroksida dan natrium hidroksida. kelapa/diakses 17 September 2011
5. Perpanjangan putus tertinggi diperoleh Ismail, H, 2000. “Pengisi dan Penguat Getah”,
pada waktu pencucian / perendaman selama Pulau Pinang Universiti. Sain Malaysia.
0,5 jam dalam aquades dan 1,5 jam dalam Johansyah, 2011. “Pemanfaatan Asap Cair Limbah
larutan natrium hidroksida sebesar 800 %. Tempurung Kelapa sebagai Alternatif
6. Modulus 300 % tertinggi diperoleh pada Koagulan Lateks”, Skripsi Fak. Pertanian
waktu pencucian /perendaman selama 1,5 USU.
jam dalam larutan ammonium hidroksida Krishna S. Bhuana. 1993. “Proses Mastikasi dan
sebesar 1,7 MPa. Pencampuran Kompon” Balai Penelitian
7. Modulus 300 % meningkat dengan Teknologi Karet, Bandung.
bertambahnya waktu pencucian Polunin, N., 1962. “Rubber”. New York :
/perendaman dalam air dan ammonium Interscience Publisher. Inc
hidroksida. Rangrong Yoksan, 2008. “Epoxidized Natural
Rubber for Adhesive Applications”.
Ucapan Terima Kasih Journal of Kasetsart J. 42 (3) : 325-332.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan Rubber, Sticking (Yayasan Karet Amsterdam),
dana penelitian yang diberikan DIKTI melalui DIPA (1983), Pembuatan Barang-Barang dari
Politeknik Negeri Lhokseumawe, Tahun Anggaran Karet Alam, Cetakan Pertama, Terjemahan.
2014. Turut juga disampaikan terima kasih kepada Thio. Goan Loo. Jakarta.
Panitia Seminar Nasional Rekayasa Teknologi
Abstrak
Material plat aluminium termasuk material yang biasa dijumpai untuk membuat produk.Sifat dari aluminium
sering menjadi pertimbangan dalam pemilihan material, seperti ringan, tahan karat, tampian estetika yang
baik, mudah dibentuk. Dalam proses pembuatan produk, plat harus melalui proses pemotongan. Teknik
pemotongan banyak dijumpai seperti shearing, blanking, punching, plasmacutting, laser cutting. Masing-
masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam membuat produk dengan ukuran dan bentuk yang
komplek, akan lebih mudah dilakukan pemotongan dengan laser cutting. Permasalahan timbul jika bentuk
produknya menggunakan material plat aluminium. Proses pemotongan plat aluminium dengan mesin laser
harus menggunakan mesin laser berkapasitas besar. Dari sisi ekonomi menjadikan biaya pemotongan mahal.
Untuk mengatasi ketergantungan pemotongan plat aluminium dengan laser cutting maka dikembangkan
pemotongan dengan mesin milling. Diperlukan alat tambahan untuk memegang plat aluminium 2mm pada
meja mesin millingyaitu dengan alat cekam vacuum. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai kekasaran
hasil pemotongan dengan mesin laser cutting dan hasil pemotongan dengan mesin milling. Parameter mesin
milling yang diatur adalah kecepatan spindle 1590, 2120, 2650rpm, keepatan feeding per tooth 0.003,0.004,
0.007, dan kedalaman pemotongan 0.2, 0.4, 0.6mm.
Kesimpulan yang didapat bahwa hasil pemotongan dengan mesin laser cutting sangat baik dengan nilai Ra
5.3165μm.Nilai kekasaran permukaan hasil pemotongan mesin milling berkisar antara 3.83μm sampai
12.49μm.Dengan ini membuktikan bahwa pemotongan dengan masin milling dapat menghasilkan produk
dengan nilai kekasaran yang lebih baik.
Kata Kunci: CNC milling, plat aluminium, cekam vakum, kekasaran permukaan.
ramah lingkungan karena tidak menyebarkan fumes Penelitian ini menggunakan alat ukur Surfcoder SE-
diudara. Tidak menimbulkan deformasi thermal 1700 Roughness Tester untuk pengukuran kekasaran
seperti laser dan plasma dan permukaan hasil permukaan (gambar1).
potongannya halus. Kelemahan water jetadalah tidak
dapat memotong secepat plasma atau laser sehingga
biaya operasi lebih banyak.
Saat ini pemotongan plat berbentuk profil
hanya dapat dilakukan dengan laser. Permasalahan
timbul jika pemotongan plat dalam jumlah satuan
dan material plat adalah aluminium, yaitu biaya
pemotongan mahal karena pemotongan harus
menggunakan mesin laser berkapasitas besar.Oleh
karena mahalnya memotong plat aluminium dengan
laser maka perlu dipikirkan cara alternative untuk
mengatasi ketergantungan dengan laser cutting.
Salah satu alternative yaitu dengan mesin CNC
miling.Kelebihan mesin milling dibandingkan
metode pemotongan diatas adalah tidak diperlukan Gambar 1. Surfcoder SE-1700 Roughness
investasi metode (mesin/die) baru, biaya operasional Tester
rendah, akurasi baik dan dapat memotong
aluminium, komposit dan material lain.Kelemahan 2. Metode
mesin milling adalah kekerasan benda kerja dibatasi Metode eksperimen pada penelitian ini
oleh kekuatan alat irisnya. menggunakanmetode Taguchi. Tujuan utama desain
Pengembangan pada proses milling berikutnya eksperimen Taguchi adalah meminimalkan
adalah pembuatan alat tambah agar mesin milling variablitas proses atau produk, menjadikan desain
dapat memotong plat tipis seperti mesin shearing yang kokoh (robust),dan fleksibel terhadap kondisi
atau blanking tetapi tanpa memerlukan cetakan lingkungan. Cara yang digunakan dalam desain
(dies) dan seperti laser cutting dengan kelebihan eskperimen ini adalah Orthoginal array untuk
dapat memporses material logam, non logam dan mempelajari layout desain parameter dan Signal to
polymer. Noise Ratio (S/N Ratio) untuk indikator kualitas dan
Untuk mengatasi masalah pemasangan plat meminimalkan sensitivitas karakteristik kualitas.
pada mesin milling, maka dirancang sebuah sistem Proses pemesinannya menggunakan CNC Mill PC-
cekam vakum. Alat ini diharapkan akan dapat Based. Pahat menggunakan End Mill HSS
mengembangkan kemampuan mesin milling untuk 4flutemerk Nachi.
proses material plat tipis. Dengan cekam vakum
dapat pula digunakan untuk jenis permesinan lain Langkah-langkahpenelitian ini adalah:
untuk membuat bentuk atau profil yang komplek, 1. Pemilihan karakter kualitas
yang sulit untuk dipasang pada cekam konvensional. Karakteristik kualitas yang digunakan
Hasil pemotongan akan dibandingkan adalah smaller the better.Hal ini karena nilai
antara hasil pemotongan dengan laser cutting dan kekasaran permukaan yang paling kecil adalah nilai
pemotongan dengan mesin CNC milling.Parameter yang paling baik.
amplitudo kekasaran permukaan yang sering
digunakan adalahi roughness average (Ra), root- 2. Pemilihan faktor bebas dan terikat
mean-square roughness (Rq), dan maximum peak- Faktor bebas yang dipilih dalam penelitian
to-valley roughness (Ry atau Rmax). Pengukuran ini adalah kecepatan spindle, laju pemakanan,
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ra. kedalaman pemakanan, Berikut desain level (faktor)
Kekasaran rata-rata (average roughness) Ra, adalah parameter eksperimen Taguchi(tabel 1).
nilai integral absolut dari tinggi profil kekasaran
sepanjang pengamatan Menurut Taufiq Rochim Tabel 1. Desain level (faktor) parameter eksperimen
(2001), Ra adalah harga rata-rata aritmetik dibagi Taguchi
harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan A. Spindel Speed
A1: 1590 A2: 2120 A3: 2650
profil tengah dirumuskan sebagai berikut: (Rpm)
B. Feedpertooth
B1: 0.003 B2: 0.004 B3: 0.007
(mm/tooth)
Dengan:
C. Depth of cut
C: 0.2 C: 0.4 C: 0.6
(mm)
Ra = simpangan rerata perhitungan dari rata-rata
garis 3. Pemilihan Orthogonal array
L = panjangsampling penukuran Penelitian ini menggunakan 3 faktor
y = ordinat kurva profil kontrol yaitu A, B, dan C, serta masing-masing
4. Pelaksanaan Pengujian
Langkah awal penelitian adalah pembuatan
specimen. Material yang digunakan adalah plat
aluminium 2mm dipotong dengan bentuk kotak
(gambar 2). Program G code dibuat dengan bantuan Gambar 4. Mesin Laser TLF 3200
software untuk memudahkan setting dan melihat
simulasi permesinan.
60 3. Hasil dan Pembahasan
Pengukuran awal dilakukan pada material
8 pemotongan dengan mesin laser.Nilai kekasaran
2 yang didapat tertulis pada tabel 3.
Gambar 2.Bentuk specimen
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan (Ra)
Laser cutting
Material plat dipasang pada alat cekam vakum.
Setelah pompa vakum dinyalakan amati kekuatan Laser
hisapnya pada vacuum gauge, jika belum maksimal Ra 1 Ra 2 Ra 3 Ra 4 Rata2
berarti terjadi kebocoran. Kebocoran vakum bisa
5.149 4.701 6.116 5.3 5.3165
terjadi pada material plat atau pada sambungan-
sambungan selang. Proses milling pembuatan
specimen (gambar 3). Setelah specimen pemotongan dengan mesin milling
siap dilakukan pengukuran dan hasilnya ada pada
tabel 4.
Data hasil pengujian diolah untuk mendapatkan nilai Dari nilai kekasaran permukaan
rata-rata, standar deviasi, dan SNR untuk masing- pemotongan milling dibandingkan dengan nilai
masing kombinasi. kekasaran hasil potong laser ditampilkan dalam
bentuk grafik berikut (gambar5).
Rata-rata=
Standar Deviasi =
SNR = ]
Hasil Surface Rougness Plat 2mm STD
Ra 1 Ra 2 Ra 3 Rata2 DEV rasio S/N Gambar 5.Grafik Spindel Ra milling 1590 Rpm vs
Laser
5.989 6.024 5.834 5.949 0.1011 ‐15.49
Pada kecepatan spindle pada 1590 Rpm dan
9.666 9.281 8.229 9.058667 0.7439 ‐19.17
pengaturan feeding menghasilkan kenaikan
11.07 11.78 14.61 12.48667 1.8728 ‐22.026 signifikan nilai kekasaran permukaan. Hal ini karena
putaran spindle terlalu rendah untuk feeding lebih
4.709 6.555 6.463 5.909 1.0402 ‐15.563 dari 0.003fpt.
3.206 3.535 3.409 3.383333 0.166 ‐10.597
4. Kesimpulan
Proses pemotongan plat aluminium pada mesin CNC
milling dengan alat bantu cekam vakum telah
berhasil dilakukan. Nilai kekasaran permukaan hasil
potongan dengan pengaturan parameter CNC milling
telah didapat. Nilai kekasaran pemotongan mesin
laser dapat dicapai dan dapat pula dilewati oleh nilai
pemotongan milling. Ini artinya hasil pemotongan
milling dapat dibuat lebih halus dari pemotongan
laser. Pemilihan parameter spindel yang tepat dan
feeding yang rendah maka dihasilkan hasil potongan
yang halus. Akibat setting mesin milling dengan
feeding rendah dapat mengakibatkan proses
pemotongan menjadi lama. Mengatasi waktu proses
yang lama dapat menggabungkan feeding cepat saat
roughing dan feeding rendah saat finishing sehingga
hasil potongan halus.
Daftar Pustaka
Krajcarz, D (2014),
Comparison Metal Water Jet Cutting with
Laser and Plasma Cutting, 24th DAAAM
International Symposium on Intelligent
Manufacturing and Automation, 2013*
Procedia Engineering 69 838 – 843
Abstrak
Proses perlakuan anodisasi dilakukan pada konstruksi pesawat terbang untuk meningkatkan ketahanan korosi,
sekaligus sebagai proses dasar sebelum proses painting. Akan tetapi, dalam beberapa referensi proses
anodisasi mempengaruhi penurunan fatigue life performance. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh lapisan chromic acid anodizing CAA (proses yang umumnya diaplikasikan pada konstruksi pesawat
terbang) terhadap laju perambatan retak fatik pada material Al7050-T7651. Spesimen dibentuk sesuai dengan
standar ASTM E647, dikelompokkan dalam dua kategori base metal dan base metal anodized. Proses CAA
dilakukan di area surface treatment PT. Dirgantara Indonesia. Selanjutnya pengujian perambatan retak fatik
dilakukan dengan mesin Servopulser di Lab. Bahan Teknik Jurusan Teknik Mesin UGM, dengan beban
sekitar 11% dari tegangan tarik maksimum (spesimen standar ASTM E8M) yang dihubungkan dengan
analisis beban kombinasi, dengan stress ratio R=0,1. Data hasil uji tersebut diolah menggunakan metode
incremental polynomial untuk mendapatkan hubungan da/dN - ΔK. Hasil uji perambatan retak pada spesimen
base metal tanpa perlakuan dengan R=0.1 menghasilkan angka konstanta Paris C=6E-12 dan n=3,844.
Sedangkan spesimen base metal anodized dengan perlakuan CAA mempunyai harga konstanta Paris C=7E-
11 dan n=2,722.
Meskipun, secara signifikan pula dapat menurunkan beberapa jenis perlakuan anodizing sebagaimana
ketahanan fatik (Crawford, 2013). ditunjukkan pada Tabel 1.
Crawford (2013) menyatakan bahwa penurunan
ketahanan terhadap fatik disebabkan oleh adanya Tabel 1. Fatigue results on AA2214
lapisan oksida pada proses anodizing, dari
penggunaan larutan elektrolit asam sulfur, asam
oxalic dan asam fosfor. Termasuk juga penggunaan
asam chromic, yang hanya menghasilkan nilai
Sumber : Augros
minimal atau berpengaruh sangat kecil dalam
penurunan ketahanan fatik dibanding penggunaan Analisa perambatan retak merupakan salah satu
jenis asam yang lain. Penurunan ketahanan fatik analisa kegagalan terhadap beban fatik, terutama
akibat anodizing hingga mempercepat inisiasi retak, pada struktur sambungan yang banyak digunakan
diakibatkan oleh kegetasan dan efek dari lapisan untuk konstruksi, dibidang kelautan dan
anodizing. penerbangan. Dengan berkembangnya teknologi,
Densitas retak, yang didefinisikan sebagai jumlah angkutan udara di Indonesia semakin
jumlah retak per satuan panjang paralel terhadap meningkat, dari seluruh angkutan udara yang
arah pembebanan, akan meningkat seiring dengan didominasi oleh pesawat terbang, penggunaan
regangan yang diaplikasikan. Peningkatan ini sambungan pada strukturnya masih memegang
bervariasi tergantung bahan substrat, proses peranan penting, terutama sambungan keling yang
anodizing dan proses sealing terhadap permukaan banyak dijumpai pada bagian perut (fuselage), sayap
yang diperlakukan anodizing. Crawford (2013) (wing) dan ekor (tail unit) dari pesawat terbang.
menyampaikan hipotesis bahwa peningkatan terjadi Beban dinamis yang terjadi pada fuselage paling
karena panjang efektif minimumnya sama dengan kritis disebabkan adanya tabrakan turbulensi
yang ditemukan pada komposit dengan penguat campuran gas dengan partikel udara terhadap
fibre. Kegagalan oxide film ini diinvestigasi pesawat dan adanya perbedaan tekanan udara di
menggunakan three point bending, yang dalam kabin terhadap tekanan udara di luar kabin.
menghasilkan perbedaan dari pengujian tensile. Berdasarkan ASTM standard E647 (2005), laju
Hasil penelitiannya sebagaimana ditunjukkan pada perambatan retak fatik dihitung menggunakan
Gambar 1, yang menunjukkan pengaruh beberapa persamaan
jenis perlakuan anodizing dengan atau tanpa sealing.
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 1. Densitas microcrack dari lapisan anodized Al
2024-T3 terhadap aplikasi regangan maksimum. dengan
(Crawford, 2013) a = panjang retak
N = jumlah siklus
Chromic acid anodizing merupakan proses yang C, n = konstanta Paris
umumnya digunakan untuk treatment aluminium ΔK = beda faktor intensitas tegangan
komponen pesawat terbang, karena kerusakannya P = beban
paling minimal terhadap sifat fatik namun tetap W = lebar benda uji
mampu meningkatkan resistansi korosi, dimana B = tebal benda uji
penurunan batas ketahanannya lebih rendah. Augros,
melakukan studi membandingkan beberapa proses Rumusan masalah yang ingin diteliti oleh adalah
anodizing dengan beragam ketebalan lapisan oksida bagaimana pengaruh chromic acidanodizing pada
yang dihasilkan. Sifat fatik tidak tergantung dari material pesawat produk PT. Dirgantara Indonesia
ketebalan lapisan oksida, dan dinyatakan bahwa dua jenis Al 7050-T7651 terhadap laju perambatan retak
parameter yang mempengaruhi endurance limit fatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
adalah komposisi anodizing bath dan voltase yang mempelajari pengaruh lapisan anodisasi terhadap
digunakan. Hasil perbandingan pengukuran perambatan retak fatigue pada material Al7050-
ketahanan fatik dan persentase penurunannya akibat T7651. Manfaat lain yang diharapkan dari penelitian
ini adalah untuk memantik dan menjalin kerjasama
2. Metode
Material yang dipakai pada penelitian ini adalah
Al 7050-T7651, dari Direktorat Aerostructure PT.
Dirgantara Indonesia. Dipotong dan dibentuk sesuai
dengan standar ASTM E8M untuk spesimen
(sebanyak tiga spesimen) untuk uji tarik seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 3. Benda uji CTS berdasarkan ASTM E647 Gambar 6. Mesin uji tarik dan fatik Servopulser
(ASTM Standard, 2005) (Maliwemu, 2011)
Spesimen dikelompokkan dalam dua kategori Selanjutnya, pengujian perambatan retak fatik
yaitubase metal dan base metal anodized. Proses dilakukan dengan alat yang sama, mesin
CAA dilakukan di area surface treatment PT. Servopulser, pembebanan Pmax11% dari tegangan
Dirgantara Indonesia selama 40 menit, dengan tarik maksimum (spesimen standar ASTM E8M)
temperatur 40±2 oC dan tegangan 40±1 Volt, dengan yang dihubungkan dengan pendekatan analisis beban
sebelumnnya didahului urutan proses sebagai kombinasi, dengan stress ratio R=0,1.Pengujian
berikutdriying, rinsing, chemical convertion coating, dilakukan dengan mengamati setiap pertambahan
stripping, rinsing, chromic acid anodizing, rinsing, panjang retak yang terjadi pada sisi depan spesimen
deoxidizing, rinsing, dan alkaline cleaning. yang kemudian digunakan untuk melihat hubungan
antara pertambahan panjang retak (a) dan jumlah
siklus (N).
3. Hasil dan Pembahasan Gambar 9. Spesimen base metal (kiri) dan base metal
Hasil uji komposisi material ini menunjukkan anodized (kanan) setelah dilakukan uji fatik
kandungan utama Al 89,11%; Zn >7,56%; Mg >2%,
Cu > 1,08% dan unsur-unsur yang lain, dengan Hubungan da/dN–ΔK tersaji pada Gambar 10.
demikian material ini termasuk dalam kategori Al Trendline hubungan da/dN-ΔK tersaji pada Gambar
7050-T7651 karena masih berada pada range 11.Harga C diperoleh dengan cara memperpanjang
kandungan unsur-unsurnya berdasarkan standar garis sampai memotong sumbu vertikal atau pada
ASM Material Data Sheet. saatharga ΔK=1 MPa.m1/2. Harga n adalah gradien
Hasil uji tarik spesimen Al 7050-T7651diperoleh dari garis tersebut.
tegangan maksimum atau ultimate rata-rata 509,93
MPa cukup mendekati 552 MPa berdasarkan standar
ASM Material Data Sheet. Bentuk patahan spesimen
setelah dilakukan uji tarik, seperti ditunjukkan pada
Gambar 7.
Anodic coating bersifat keras dan getas, akan joints, ICAF 2005 Preceedings, Hamburg
mengalami retak akibat deformasi mekanis baik Germany.
lapisan yang terbentuk tipis maupun tebal, untuk Jamasri, Diktat Kuliah Perpatahan dan Kelelahan,
retak pada lapisan tipis lebih mudah diamati. Retak Seri : Perambatan Retak Fatik, Jurusan
dapat merambat pada coating, seiring dengan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik
meningkatnya tegangan dan sumber potensial UGM.
kegagalan fatik dari substrat logam. Maliwemu, E.U.K., 2011,pengaruh putaran
centrifugal casting dan heat treatment T6
4. Kesimpulan velg dari bahan aluminium scrap terhadap
Berdasarkan hasil dari pengujian dapat ditarik karakteristik perambatan retak fatik, Program
beberapa kesimpulan; Studi S2 Teknik Mesin JTMI FT UGM,
Secara umum proses perlakuan anodizing pada Yogyakarta.
aluminium paduan Al7050-T7651 dapat Sanyoto, B.L., Berata, W., 2008, Laju perambatan
menurunkanumur fatik (jumlah siklus) sekitar retak plat aluminium 2024 T3 dengan beban
9,88%. fatigue uniaksial pada rasio beban dan jarak
Secara umum proses perlakuan anodizing pada diameter lubang berbeda, Jurnal Ilmiah
paduan aluminium Al7050-T7651 meningkatkan Teknik Mesin CAKRAM Vol. 2 No. 2, 82-91.
laju perambatan retak fatik (fatigue crack growth Sarhan, A.A.D., Zalnezhad, E., Hamdi, M., 2013,
rate). The influence of higher surface hardness on
Peningkatan laju perambatan retak tersebut fretting fatigue life of hard anodized
karena sifat keras dan getas dari anodic coating. aerospace AL7075-T6 alloy, Materials
Science & Engineering A 560, 337-387.
Ucapan Terima Kasih Syukron, Muhammad, 2011, Karakteristik
Kami mengucapan banyak terima kasih pada pihak- Perambatan Retak Fatik Velg Dari Bahan A
pihak yang telah membantu secara substansi maupun 356 Dengan Variasi Putaran Centrifugal
finansial, khususnya kepada Dosen Pembimbing Casting dan Heat Treatment T6, Program
kami, Bapak Dr. Eng Priyo Tri Iswanto, S.T., M. Studi S2 Teknik Mesin JTMI FT UGM,
Eng. Yogyakarta.
Udomphol, Tapany, 2007, Lecture Article :
Daftar Pustaka Aluminium and It’s Alloy, Suranaree
Augros, M., Viola, A., Environmentally friendly University of Technology.
aluminum anodizing processes for aerospace Zhu, X.K., Joyce, J.A., 2012, Review of fracture
applications A comparative study, Messier- toughness (G, K, J, CTOD, CTOA) testing
Bugatti – 5 rue St Exupery – BP 65 – 67123 and standardization, Engineering Fracture
Molsheim – France. Mechanics 85, 1-46.
Brady, G.S., Clauser, H.R., Vaccari, J.A., Materials
Handbook, 15th Ed, McGraw-hill.
Budinski, K.G., Budinski, M.K., Engineering
Materials Properties and Selection,
International Edition, 7th.
Chaussumier, M., Shahzad, M., Mabru, C.,
Chieragatti, R., Rezaï-Aria, F., 2010, A
fatigue multi-site cracks model using
coalescence, short and long crack growth
laws, for anodized aluminum alloys,
Procedia Engineering2, 995-1004.
Costa, M.Y.P., Voorwald, H.J.C., Pigatin, W.L.,
Guimaraes, V.A., Cioffi, M.O.H., 2006,
Evaluation of Shot Peening on the Fatigue
Strength of Anodized Ti-6Al-4V Alloy,
Material Research, Vol. 9, No. 1, 107-109.
Cotell, C.M., Sprague, J.A., Smidt, F.A.Jr., 1994,
Surface Engineering Vol. 5, ASM Handbook.
Crawford,B.R., 2013,Effect of anodising on the
fatigue properties of aluminium alloys, Air
Vehicles Division DSTO Defence Science and
Technology Organisation.
Giummarra, C., Zonker, H.R. 2005, Improving the
fatigue response of aerospace structural
Abstrak
Alat penghalus serpihan plastik getas ini dirancang dan diwujudkan untuk menghancurkan sampah catrige
berbahan dasar plastik getas yang dapat dioperasikan oleh masyarakat umum dalam skala rumah tangga
sehingga faktor daya listrik keamanan pengguna menjadi perioritas utama.Plastik getas penyusun body
catrige diubah menjadi serpihan sebelum diproses lanjut menjadi biji plastik.Proses penghancuran terjadi
akibat putaran 3 pisauyang terpasang pada rotor pejal berdiameter 185 mm yang bertemu dengan 1 pisau
statis yang terpasang pada rumah rotor. Rotor diputar dengan menggunakan motor listrik yang dteruskan ke
poros rotor dengan menggunakan pulley. Motor listrik yang digunakan dilengkapi dengan pengaman beban
berlebih. Proses penghancuran menjadi serpihan terjadi karena beban impact. Celah pisau potong dapat
diatur sedemikian rupa sehingga dimensi produk yang dihasilkan dapat divariasikan.Kapasitas
penghancuran direncanakan 10-15 Kg/jam.
melalui penelitian ini akan dihasilkan teknologi Pada sisi yang lain, pemerintah mengeluarkan
recyclingtonerbekas yang dapat direkomendasikan kebijakan persampahan melalui UU 18 Tahun 2008,
ke industri tinta printer laser melalui suatu perjanjian yang mengubah paradigma pengelolaan sampah dari
kerjasama. end of pipe menjadi reduce at sources and resources
recycle [6].Dengan paradigma baru tersebut,
2. Tujuan pengelolaan sampah harus bertumpu pada,
Tujuan umum penelitian ini ialah pembatasan (timbunan) sampah sejak dari
memperoleh teknologi recycling polimer toner bekas sumbernya karena jika tidak terkelola baik, sampah
dengan memperhatikan aspek bisnis dan lingkungan. berpotensi menjadi polutan yang membahayakan
Aspek bisnis artinya biaya proses dan nilai jual lingkungan dan manusia. Pasal 14 dan 15 UU 18
produk yang dihasilkan akan menjadi pertimbangan Tahun 2008 secara tegas mengamanatkan peran dan
pemilihan teknologi recycling polimer toner bekas. tanggung jawab produsen dalam pengelolaan
Aspek lingkungan artinya dampak recycling polimer sampah.
terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan juga
akan dijadikan pertimbangan. Adapun tujuan khusus Pasal 14: Setiap produsen harus
penelitian ialah memperoleh teknologi recycling mencantumkan label atau tanda yang
polimer toner bekas laser jet. berhubungan dengan pengurangan dan
penanganan sampah pada kemasan
Penelitian ini terbagi dalam 3 sub tahapan dan/atau produknya.
penelitian yaitu identifikasi polimer dan bahan B3
yang terkandung dalam limbah cair pencucian toner
Pasal 15:Produsen wajib mengelola
serta pengolahan limbahnya, kedua adalah rancang
kemasan dan/atau barang yang
bangun mesin crusher dan pengolahan limbah cair
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit
dan yang terakhir adalah rancang bangun mesin
terurai oleh proses alam.
penghalus serpihan plastik getas dan mesin pembuat
pelet biji plastik bekas.
Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2008 adalah landasan
Pada penelitian tahap pertama telah diidentifikasi hukum diwajibkannya (mandatory basis) penerapan
bahan penyusun catridge toner serta jenis polimer extended producer responsibility (EPR). Peralatan
toner beserta sifat thermalnya, jenis dan kadar listrik dan barang elektronik serta kemasan produk
cemaran B3 dalam air cucian toner bekas dan tertentu adalah contoh lazim dalam penerapan EPR.
polimer toner (4).Pada penelitian tahap kedua telah Dari sisi praktis, penerapan EPR akan berbeda di
berhasil dirancang bangun mesin crusher dan bak tiap negara, dan strategi penerapan EPR di Indonesia
pengolah cairan bekas cucian (5).Pada penelitian baru pada tahapan awal.Berdasarkan kondisi diatas,
tahap ketiga adalah rancang bangun mesin kami tertarik untuk melakukan studi awal daur ulang
penghancur cutting mil yang berfungsi untuk toner bekas yang merupakan sampah plastik dan
menghaluskan serpihan produk yang telah diproses limbah B3 dari serbuk toner dan sisa tinta.
dengan menggunakan mesin crusher sebelum
dipanaskan untuk diubah menjadi filamen. Hasil penelitian ini akan memberikan
informasi awal mengenai teknologi recycling
3. Manfaat polimer untuk dijadikan bijih polimer sehingga
Di Indonesia, terutama dikota besar, sampah mengurangi penumpukan toner bekas yang termasuk
merupakan permasalahan yang pelik dan kategori limbah B3. Selanjutnya, hasil penelitian ini
memerlukan penyelesaian yang komprehensif. akan direkomendasikan ke industri produsen tinta
Secara umum sampah dapat dikelompokan menjadi printer melalui perjanjian kerjasama ataupun
sampah degradable dan nondegradable. Sampah disumbangkan pada Bank sampah yang tertarik
nondegradable memberikan masalah yang lebih untuk melakukan daur ulang plastik.
besar dibandingkan dengan sampah degradable
karena mereka akan bertahan dalam bentuk aslinya
dalam waktu yang lama. Dalam kelompok sampah 4. Perancangan
nondegradable terdapat kelompok logam, kaca, Pengecilan ukuran sampah plastik telah
plastik dan sebagainya.Kelompok kaca logam dan menjadi isue penting dalam proses daur ulang
plastik bekas botol minuman biasanya langsung plastik. Untuk meminimumkan besar energie yang
diambil oleh pemulung dan tidak sampai ke dibutuhkan untuk melelehkan/mencairkan plastik,
TPA.Kelompok plastik lainnya seperti pembungkus ukuran butir plastik menjadi kunci utama, semakin
mie instan, deterjen dan bekas toner masih sering kecil butiran plastik semakin efisien penggunaan
ditemui di TPA, padahal.kelompok sampah ini energie yang dibutuhkan untuk pemanasannya (7).
sebenarnya masih dapat didaya gunakan lagi.
Menurut Marek Maco, secara umum proses
penghalusan serpihan plastik dapat dikelompokan
dalam 2 kelompok yaitu beater mill dan cutting mill
Untuk menghubungkan antara motor dengan rotor.Kapasitas yang dapat dicapai sekitar 18 kg
poros rotor dipergunakan sistim transmisi double V serpihan hasil mesin crusher setiap jamnya.
belt dengan ratio 1 : 4
6.Kesimpulan
1. Telah berhasil dirancang cutting mill yang
aman untuk pengguna dilihat dari sisi
pemasukan bahan baku, sistim transmisi,
sisi luaran dan motor.
2. Serpihan yang dihasilkan telah sesuai
dengan yang direncanakan, luas penampang
lintang sekitar 2 mm2 .
3. Dengan motor listrik terpasang ¾ HP dan
pengetesan daya terpakai berkisar antara
260 – 350 watt maka mesin cutting mill ini
dapat dioperasikan pada perumahan dengan
daya R 900 VA
4. Kapasitas mesin 18 kg/jam sedikit diatas
rencana
Daftar Pustaka
[1] Rahmawati Y, Damanhuri E. 2009. Pola
penggunaan cartridge tinta printer dan potensi
daur ulangnya di kota Bandung. Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi
Bandung
[2] www.indabook.org/get/BJ0yz68-
ZXaOMjFb9_nCC3KH9RJR45FLdLIuyv3aS2c
,/The-Carbon-Footprint-of-Remanufactured-
Versus-New.pdf
[3]wwwlama.menlh.go.id/category/pengelolaan-b3/
Abstrak
Desain sistem saluran merupakan salah satu hal penting dalam menentukan kualitas benda cor.
Ketidaktepatan dalam menentukan ukuran atau letak sistem saluran dapat menyebabkan berbagai macam
cacat pada benda cor diantaranya adanya pori-pori gas di dalam benda cor. Penentuan letak sistem saluran
pada pengecoran rumah pompa air sangat penting untuk dipelajari mengingat bentuk benda rumit dan
ukurannya tipis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan letak sistem saluran terbaik dalam pengecoran
rumah pompa air dengan parameter porositas terkecil. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan metode
pengecoran lost foam dan material besi cor kelabu. Pola dibuat dari bahan styrofoam dan dirangkai dengan
sistem saluran. Pola dan sistem saluran dimasukkan dalam kotak yang telah diberi alas pasir silika, ditimbun
dengan pasir dan digetarkan selama 120 detik dengan frekuensi 23 Hz dan amplitudo 1 mm. Pengukuran
porositas menggunakan prinsip Archimedes dan dilakukan komparasi dari tiga jenis desain sistem saluran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain sistem saluran yang meletakkan bagian impeller pompa berada
di bawah (desain C) memberikan tingkat porositas terendah. Hasil simulasi pembekuan menunjukkan hasil
yang berbeda dengan eksperimen. Hal ini dapat dikarenakan adanya faktor-faktor yang belum bisa
dimasukkan dalam proses simulasi pengecoran lost foam.
2. Metode
2.1 Alat dan Bahan
Benda cor yang dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah rumah pompa air rumah (d)
tangga dengan material besi cor kelabu. Beberapa Gambar 1. Desain pola dan sistem saluran (a) Desain A
bahan pengecoran yang digunakan antara lain sekrap (b) Desain B (c) Desain C (d) Pola dan system saluran
besi cor / baja, ferro silikon, karburiser dan pasir yang sudah dibuat dari styrofoam
silika. Pola dan sistem saluran dibuat dengan
menggunakan bahan styrofoam sebagaimana Ukuran penampang saluran turun dengan
ditunjukkan pada Gambar 1. diameter 25 mm pada bagian bawah dan 35 mm pada
bagian atas dengan ketinggian 150 mm. ukuran
penampang saluran terak sebesar 25 x 25 mm dan
ukuran penampang saluran masuk sebesar 25 x 10
mm. Styrofoam yang digunakan adalah styrofoam
dengan masa jenis 8 kg/m3.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanur induksi sebagai tempat peleburan, alat
ukur karbon ekuivalen, termokopel untuk mengukur
suhu cairan, timbangan digital dengan interval 5-
8000 gr, kotak cetakan, mesin penggetar dan stop
watch/ alat pengukur waktu.
(b)
Peleburan besi cor dengan menggunakan tungku ρ actual = ρ fluida x (W udara) / (W udara – W fluida) (1)
induksi. Penuangan dilakukan pada suhu sekitar
1400 oC setelah dilakukan pengecekan karbon dimana:
ekuivalennya dengan alat CE meter Heraeus elektro ρ actual : masa jenis actual benda (g/cm3)
nite ML QC/EL. Penuangan dilakukan secara ρ fluida : masa jenis fluida yang dipakai (g/cm3)
manual pada 6 cetakan untuk setiap satu jenis desain W udara : berat benda di udara (gr)
sistem saluran seperti tampak pada Gambar 3. Cairan W fluida : berat benda di dalam fluida (gr)
logam akan membakar pola/ styrofoam dan akan
masuk ke dalam pasir sesuai dengan bentuk pola Berdasarkan Persamaan 1, masa jenis aktual yang
yang dibuat. Pola yang digunakan tidak dilakukan semakin besar menunjukkan porositas yang ada di
perlakuan pelapisan sehingga memang ada dalam benda tersebut semakin kecil. Nilai porositas
kemungkinan pasir masuk ke dalam cairan dan secara kuantitatif dapat dihitung dengan Persamaan 2
terpendam di dalam benda cor. di bawah ini.
dimana:
ρ teori : masa jenis teori benda (g/cm3)
(a)
6. Daftar Pustaka
Ammar, H.R., Samuel, A.M., Samuel, F.H. (2008).
Porosity and the fatigue behavior of hypoeutectic
and hypereutectic aluminum–silicon casting
alloys, International Journal of Fatigue 30:
p.1024–1035
ASM Handbook. (2008). Properties and selection:
irons, steels, and high performance alloys vol. 1.
(b) Boileau, J.M, Allison, J.E. (2001). The effect of
Gambar 8. Hasil simulasi pendinginan desain lay out (a) porosity size on the fatigue properties in a cast
desain A (b) desain B
319 aluminum alloy. SAE Trans, 110: p.648–59.
Bradley, W.L, Srinivasan, M.N. (1990). Fracture
and fracture toughness of cast irons. Int Mater
Rev 35(3): p.129.
Brown, J.R.. (2000). Foseco ferrous Foundryman’s
handbook.
Campbell, J. (1991). Castings. London. Butterworth-
Heinemann.
Campbell, J., (1998). The ten castings rules
guidelines for the reliable production of reliable
castings: a draft process specification. In:
Materials Solutions Conference on Aluminum
Casting Technology, Chicago, p. 3–19..
Caulk, D.A. (2006). A foam engulfment model for
lost foam casting of aluminum. Int J Heat Mass
Trans 49: p.2124–2136.
Chakherlou, T.N., Mahdinia, Y.V., A. Akbari.
(2011). Influence of lustrous carbon defects on
the fatigue life of ductile iron castings using lost
foam process, Materials and Design, 32: p. 162–
169
Fuoco R, Correa ER (2003) The effect of gating
Gambar 9. Hasil simulasi pendinginan desain lay out system design on the quality of aluminum gravity
desain C casting. Proceedings from the AFS, International
conference on Structure Aluminum Casting,
Orlando, p. 205–224
4. Kesimpulan Grube, K., and Eastwood, L.W. (1950) Trans. AFS,
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan 58: p. 76–107.
bahwa desain lay out sistem saluran sangat Grube, K., Kura, J.G., and Jackson, J.H. (1952).
mempengaruhi kualitas benda cor dalam hal ini Trans. AFS, 1952, 60,p:. 125–36.
adalah rumah pompa air. Berdasarkan data Gruzleski, J.E, Closset, B.M. (1990). The treatment
eksperimen, desain lay out C memiliki nilai porositas of liquid aluminum silicon alloys. Des Plaines,
terendah dengan mengambil 6 sampel produk. IL, USA: American Foundrymen’s Society, Inc.
Perbedaan hasil dengan simulasi mungkin Ha, J., Schuhmann, R., Alguine, V., Cleary, P., and
dikarenakan faktor-faktor yang belum termasuk Nguyen, T. (2000). Real-time X-ray imaging and
dalam parameter simulasi misalnya pasir yang tidak numerical simulation of die filling in gravity die
terikat, dekomposisi pola styrofoam dan inklusi pasir casting. In: Modeling of Casting, Welding and
dalam benda cor. Penelitian lebih lanjut diperlukan Advanced Solidification Processes (MCWASP
untuk memperbaiki parameter yang harus IX), Aachen, Germany, p. 311–318.
dimasukkan dalam proses simulasi pengecoran Huang, W. G. , Fang, H. S., Zheng, Y. K. (1997).
menggunakan pola styrofoam. Effect of Silicon Content on the Microstructure
Abstrak
Sampai saat ini sistem refrigerasi pada kabin mobil masih banyak menggunakan refrigerant R134a yang
memiliki potensi dapat menyebabkan efek pemanasan global. Terkait dengan efek pemanasan global maka
adanya kebijakan global yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sebagai dasar regulasi di dalam
negeri mengenai penghapusan bahan kelompok Chlorofluorocarbon (CFC) dan membatasi penggunaan bahan
yang berpotensi menimbulkan pemanasan global, maka teknologi ramah lingkungan mulai dikembangkan
sebagai pengganti alternatif. Solusi alternatif pengganti R 134a adalah refrigerant MUSICool MC 134 sebagai
senyawa hidrokarbon yang memilki sifat ramah lingkungan produksi PERTAMINA. Dalam penelitian ini
sistem refrigerasi kompresi uap menggunakan refrigerant MUSICool MC 134 dengan penambahan preheater
yang berfungsi sebagai subcooling dan superheating yaitu bertujuan penurunan temperatur refrigerant
sebelum diekspansi dan kenaikan temperatur sebelum masuk kompresor untuk dikompresikan. Model
preheater adalah shell and tube dengan ukuran relatif kecil. Bahan pipa dari tembaga dengan dimensi pipa ¼
inc , thicknes 0,3 mm, dan panjang 200 mm, jumlah pipa 4 buah sedangkan shell terbuat dari bahan galvanis
ukuran standar OD ¾ inc, thickness 1 mm dan panjang 25 mm. Pengujian dengan mengatur putaran mesin
1000 rpm dan 1500 rpm sebagai variable bebas. Parameter yang diamati adalah tekanan dan temperatur
dalam waktu setiap 10 menit yang terjadi selama mesin beroperasi. Pertukaran kalor pada preheater tersebut
menghasilkan kenaikan suhu refrigerant sebelum masuk kompresor 11 oC dan suhu refrigerant sebelum
diekspansi mengalami penurunan 4 oC. Sistem refrigerasi ini bekerja pada rasio tekanan yang cenderung
konstan sehingga mengakibatkan peningkatan Efek Refrigerasi ratat-rata 20,3 % pada variasi putaran dan
beban. Sistem refrigerasi dengan menggunakan preheater dapat menghasilkan efek pendinginan yang lebih
baik dari pada tanpa preheater didukung dengan penggunaan refrigerant MC 134 penghematan energi yang
lebih besar sehingga dapat diaplikasikan pada sistem refrigerasi yang lain.
heater dan boiler sebesar 2 (kW). Analisa dari hasil besarnya ditentukan oleh peneliti dan harganya
pengujian didapatkan bahwa semakin besar tingkat dapat diubah-ubah dengan metode
subcooling menyebabkan temperatur refrigerant tertentu untuk mendapatkan nilai variabel terikat
masuk evaporator semakin kecil, mengakibatkan dari obyek penelitian, sehingga dapat diperoleh
nilai dari Δh (perubahan entalpi) akan semakin besar hubungan antara keduanya. Variabel bebas dalam
pula sehingga meningkatkan nilai unjuk kerja dari penelitian ini adalah variasi putaran mesin dan
instalasi AC sedangkan pada penggunaan refrigerant waktu proses serta penambahan preheater dan tanpa
hidrokarbon menunjukkan penggunaan yang lebih penambahan preheater. Adapun assumsi beban
irit dan meningkatkan unjuk kerja AC dari pada pendinginan adalah konstan pada temperatur
refrigerant halokarbon. lingkungan..
Jaka Nugraha., Mega Nur Sasongko.,(2013) Variabel terikat adalah variabel yang nilainya
“Pengaruh Variasi Tingkat Superheating Terhadap Unjuk tergantung dari variabel bebas dan diketahui setelah
Kerja Mesin Pendingin Dengan Refrigerant Musicool ( penelitian dilakukan. Variabel terikat yang diamati
MC22) “ Universitas Brawijaya, dalam penelitiannya dalam penelitian ini adalah:
menyimpulkan Penambahan tingkat superheating 1. Kapasitas Pendinginan
dengan massa alir udara yang semakin besar 2. Daya Kompresi
mempengaruhi unjuk kerja dari mesin pendingin. 3. COP ( Coefficient of Performance )
Hal ini dikarenakan dengan semakin besar tingkat Variabel terkontrol adalah variabel yang telah
superheating dengan massa alir udara maka ditentukan nilainya sebelum penelitian. Dalam
kapasitas pendinginan semakin besar, penelitian ini varibel terkontrolnya adalah putaran
mengakibatkan temperatur refrigerant keluar blower, laju aliran massa refrigerant dan udara
evaporator semakin besar sehingga unjuk kerja dari lingkungan sekitar diasumsikan memiliki
mesin pendingin meningkat. kelembaban dan temperatur konstan.
Salah satu solusi untuk mencapai Pengujian dengan mengatur putaran mesin
pengkondisian udara yang ramah lingkungan dan 1000 rpm dan 1500 rpm sebagai variable bebas.
hemat energi pada kendaraan yang menggunakan Parameter yang diamati adalah tekanan, temperatur,
Air Conditioning yaitu menggantikan refrigerant dan waktu pendinginan yang terjadi selama mesin
sintetik dengan refrigerant hidrokarbon. Salah satu beroperasi. Pengambilan data temperatur dan
refrigerant hidrokarbon adalah Musicool yaitu tekanan dengan asumsi peralatan refrigerasi sudah
refrigerant berbahan dasar hidrokarbon alam dalam kondisi steady. Data temperatur dan tekanan
produksi PERTAMINA memiliki harga indeks ODP setiap waktu pendinginan selama 10 menit.
= 0 dan harga indeks GWP = 3, sehingga memiliki Pengambilan data pertama tanpa menggunakan
sifat ramah terhadap lingkungan. Selain itu secara preheater dan pengambilan data kedua
teknis refrigerant Musicool MC 134 ini memiliki menggunakan preheater, selengkapnya instrumen
sifat “drop in substitute” (dapat menggantikan penelitian dapat dilihat setelah gambar diagram alir
langsung refrigerant sintetik tanpa diperlukan percobaan.
adanya penggantian komponen pada unit mesin AC- Dalam percobaan ini memperbandingan sistem
nya). refrigerasi Musicool MC 134 siklus standard dan
Modifikasi sistem refrigerasi MUSICool MC sistem refrigerasi Musicool MC 134 siklus
134 dengan penambahan Heat Exchanger sebagai modifikasi penambahan preheater pada putaran
salah satu solusi alternatif pengganti sistem mesin 1000 rpm dan 1500 rpm terhadap perubahan
refrigerasi menggunakan refrigerant R 134a yang Efek Refrigerasi dan COP ( Coefficient of
bekerja pada rasio tekanan (perbandingan tekanan Performance ). Penting diperhatikan pemasangan
dorong dengan tekanan hisap kompresor) yang lebih alat karena MC 134 bagaimanapun juga masih
kecil dari rasio tekanan refrigerant R 134a, dan bersifat flammable, sehingga harus dijauhkan dari
memiliki karakteristik termodinamika yang baik api. Pada diagram alir percobaan menjelaskan kajian
mengakibatkan kecilnya kerja kompresor yang emperik dari awal sampai selesai percobaan dengan
diperlukan sehingga menghemat konsumsi energi. prosedur dan standard kerja yang baik ( safety first ).
Pengkondisian udara dalam ruang kabin mobil
dan hemat energi memiliki peran penting dalam
kenyamanan penumpang. Dengan menggunakan
refrigerant Musicool berarti kita turut serta berperan
dalam menjaga kelestarian alam dan hemat energi.
2. Metode
Kegiatan penelitian dilaksanakan di gedung
laboratorium terpadu Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Magelang. Metode percobaan
menggunakan beberapa variable bebas dab variable
terikat. Variabel bebas adalah variabel yang
Mulai
P
Persiapan
( Studi literature, Survei Bahan) 3 2
h
Instal Peralatan dan
Pengujian Alat Gambar 3. Diagram P-h ( Tekanan – Entalpi ) Sistem
Kompresi Uap Standard
Proses :
1-2 : Proses kompresi
Alat 2-3 : Proses kondensasi
Berfungsi 3-4 : Proses ekspansi
Dengan Baik 1-4 : Proses evaporasi
TIDAK
Kondensor
YA
Percobaan dan Pengambilan
Data Preheater
Kompresor
Analisa Data
Katub Ekspansi
Kesimpulan Evaporator
Efek Refrigerasi
Efek refrigerasi adalah banyaknya kalor yang
diserap oleh evaporator setiap satuan massa
refrigerant untuk menghasilkan efek pendinginan.
Besar efek refrigerasi adalah: Gambar 6. Pengambilan Data Pengujian
.......................................... (1 )
dimana: 1. Kompresor
qe = efek refrigerasi (kJ/kg) 2. Kondensor
h1 = entalpi setelah evaporator (kJ/kg) 3. Preheater
h4 = entalpi sebelum evaporator (kJ/kg) 4. Katub Expansi
kualitas uap pada titik 4 dapat dihitung dengan 5. Blower
persamaan sebagai berikut : 6. Evaporator
Dimana :
........................................ (2 ) P1 : Tekanan Refrigerant Masuk Kompresor
hfg = hg - hf P2 : Tekanan Refrigerant Keluar Kompresor
hf4 = Entalpi spesifik cairan uap jenuh P3 : Tekanan Refrigerant Keluar Kondensor
(kJ/kg) P4 : Tekanan Refrigerant Masuk Katub Expansi
hfg4 = Entalpi spesifik campuran cairan dan uap P5 : Tekanan Refrigerant Keluar Katub Expansi
(kJ/kg) P6 : Tekanan Refrigerant Keluar Evaporator
hg = Entalpi spesifik uap jenuh
(kJ/kg) T1 : Temperatur Refrigerant Masuk Kompresor
Kerja kompresi T2 : Temperatur Refrigerant Keluar Kompresor
Kerja kompresi adalah banyaknya kalor yang T3 : Temperatur Refrigerant Keluar Kondensor
dikompresikan kompresor setiap satuan massa T4 : Temperatur Refrigerant Keluar Preheater
refrigerant. Besar kerja kompresi adalah: T5 : Temperatur Refrigerant Masuk Evaporator
T6 : Temperatur Refrigerant Keluar Evaporator
(kJ/s) ................... ( 3 ) T7 (3)
: Temperatur Udara Masuk Evaporator
T8 : Temperatur Udara Keluar Evaporator
Ρ = Densitas ( kg/m3 )
Aliran Laminer bila Re < 2300
Aliran Turbulen bila Re > 2300
Q = Uo . A. LMTD ( kJ ) …………...……. ( 6 )
Dimana,
Uo = Koefisien perpindahan panas
menyeluruh ( kJ/m2.K )
A = Luas permukaan perpindahan panas (
m2 )
LMTD = Beda temperatur rata-rata logaritmik (
K)
Tabel 2. Thermodynamic Properties of Saturated
(Thi Tco) (Tho Tci ) Musicool MC 134( R&D Pertamina )
LMTD = .... ( 7 )
(Thi Tco)
ln
(Tho Tci )
Dimana,
( kg/s ) ........................ ( 8 )
........................ ( 9 )
Dimana,
U = Kecepatan aliran ( m/s )
υ = Viskositas kinematis ( m2/s )
=µ/ρ
μ = Viskositas Dinamik ( kg/m.s )
m = Laju aliran massa ( kg/s )
D = Diameter saluran ( m ) Gambar 8. P-h Diagram Musicool MC 134
( R&D Pertamina )
Dengan Preheater :
Kerja Kompresor :
Wkomp = ṁ.( h2 – h1 ), dimana
ṁ = 0,027 kg/s
h1 = 605 kJ/kg
h2 = 658 kJ/kg
sehingga,
Wkomp = 0,027 (kg/s) ( 658-605) (kJ/Kg)
Tabel 4. Temperatur Refrigerant , Udara dan Tekanan = 1,431 kJ/s
Refrigerant pada Putaran Mesin 1500 rpm dan Laju
Aliran Massa Refrigerant 0,027 kg/s Efek Refrigerasi :
E.R = ṁ.( h1 – h4 ), dimana
H4 = 300 kJ/kg
Sehingga,
E.R = 0,027 ( kg/s ) ( 605-300 ) (kJ/kg)
= 7,182 kJ/s
Maka,
COP = E.R/Wkomp
= 7,182 / 1,431
= 5,75
Daftar Pustaka
ACRIB, (2001) “Guidelines for the use of
Hydrocarbon Refrigerants in Static
Abstract
Annular flow is one of the most important flow regimes in two-phase flow and it is easily found in many
industrial applications. To study the characteristics of such flow, a deep examination of disturbance wave
velocity is necessary. In this paper, examination of the existing correlations concerning to the wave velocity
in horizontal annular flow has been carried out. Eight correlations were tested using experimental results in
16 mm and 26 mm pipes. A range of superficial liquid velocity of 0.05 m/s to 0.2 m/s and superficial gas
velocity of 12 m/s to 40 m/s were used. In addition, liquid with different surface tension and viscosity were
also employed in this experiment. The performance of wave velocity correlations in some cases are in a good
agreement with experimental data, especially for the experiment with air-water. However, if the liquid
viscosity and surface tension were changed, the correlations are no longer in accordance with the
experimental data. The large errors for both experiment with different liquid viscosity and surface tension are
attributed to the neglected effect of both liquid properties in these correlations.
the ratio of wave velocity to the actual liquid Experiment on the measurement of film thickness
velocity, C/UL, and the actual liquid velocity is the and wave velocity in vertical duct has been reported
ratio of liquid superficial velocity to the liquid by Kumar et al. (2002). By calculating the interfacial
holdup, η. friction factor based on the gas and liquid velocity,
they proposed a model for predicting the wave
(1)
velocity. The interfacial velocity (or wave velocity)
is obtained by equating the friction factor at the
Ousaka et al. (1992) carried out an experiment in 26 interfacial
mm horizontal/near horizontal orientation using air-
(4)
water and correlated the wave velocity with
superficial liquid velocity and gas and liquid
Reynolds numbers as follows where
(2) (5)
In this correlation, the effect of liquid superficial CfiG and CfiL represent the friction coefficient at gas
velocity is compensated by the liquid Reynolds and liquid phase, respectively. If the gas-liquid
number and the gas superficial velocity significantly interface is fully rough as in the case of two-phase
affects the wave velocity. flow with disturbance waves, then Cfi is a function of
wave roughness and the ratio of friction coefficient
Comparison of experimental data with the
could be expressed in the ratio of Reynolds number
correlation of Ousaka et al. (1992) gives a mean
as shown in the following equation
absolute error (MAE) of about 12% for experiment
with water with a surface tension of 71 mN/m and (6)
viscosity of 1.0 mPa.s in 26 mm pipe. For 16 mm
pipe, the MAE is 24% (Figure 3).
The wave velocity can, therefore, be expressed
merely in terms of liquid and gas superficial
velocities and Reynolds numbers.
A comparison between this correlation and the
experimental data is given in Figure 4. Wave
velocity from equation (4) is normalized by liquid
superficial velocity and plotted against . The
MAEs for this correlation are 43% and 69% for
experiment with water in 26 mm and 16 mm pipes,
respectively. Experiment using S1 and S2 give
MAEs of 79% and 103%, respectively. Using V1
and V2, the correlation gives MAEs of 39% and
42.8%, respectively. In general, the correlation
underpredicts the normalized velocity for lower
Figure 3. Performance of wave velocity prediction by surface tension and overpredicts for higher viscosity.
Ousaka et al. (1992).
The difference between the prediction and the
experimental data increases as the liquid surface
tension decreases and viscosity increases.
This correlation has a fairly good prediction for
wave velocity in the case of experiment with air- To improve this correlation, Mantilla (2008)
water. However, when compared to experimental proposed a modification of ψ, in which the effect of
data with liquid surface tensions of 47 mN/m (S1) viscosity is taken into account,
and 34 mN/m (S2), the MAEs increase to 31% and
(7)
34%, respectively. Increasing liquid viscosity to 2.6
mPa.s (V1) and 5.2 mPa.s (V2) results in the MAEs where (L/W) is the viscosity ratio of liquid to that
of 90% and 250%, respectively. Therefore, this of water. The modification results in improvement of
correlation is not suitable for different surface errors to 24.8% and 18.3% for experiment with V1
tension and viscosity. and V2, respectively. The errors for experiment with
lower liquid surface tension are still large as the
Paras et al. (1994), using pipe diameters of 26 mm, effect of surface tension is not included in this
50 mm, and 95 mm, correlated the wave velocity correlation. The performance of the correlation is
with the gas superficial gas velocity, film thickness given in Figure 5.
at the bottom, h0, and pipe diameter, expressed as
(3)
Figure 7. Performance of correlation for relative wave Figure 8. Performance of correlation for relative wave
velocity by Al-Sarkhi et al. (2012) velocity by Gawas et al. (2014)
1
Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara, Politeknik Negeri Bandung
apipbdr@polban.ac.id
2
Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
3
Program Studi S3, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
4
Program Studi S2, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
5
Program Studi S1, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Pada penelitian ini dilakukan observasi karakteristik CCFL di dalam pipa kompleks yang merupakan
simulasi pipa hot-leg pada reaktor nuklir. Pengamatan CCFL pada pipa hot-leg ini dilakukan di daerah Stable
Counter-current Flow dan Partial Delivery yang meliputi kondisi onset of flooding sampai zero-liquid
penetration yang dikenal sebagai kondisi counter-current flow limitation (CCFL). Kamera video
berkecepatan tinggi digunakan dalam pengamatan dengan cara merekam dan memutarnya pada kecepatan
rendah agar dapat dilakukan klasifikasi dan identifikasi aliran. Pada penelitian ini CCFL dapat diamati dari
kondisi stratified flow, onset of flooding sampai zero liquid penetration. Secara umum terlihat bahwa
pasangan JL dan JG tertentu memberikan pola aliran tertentu seperti stratified flow, wavy flow, slug flow.
Untuk kecepatan superficial udara yang rendah akan menyebabkan terjadinya pola stratified flow.
Penambahan kecepatan superficial udara akan membentuk pola wavy flow dan slug flow. Dibandingkan
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian ini pengaruh geometri dengan L/D yang lebih besar
akan memudahkan terjadinya CCFL. Terjadinya zero-liquid penetration tidak tergantung oleh laju aliran air.
Kata Kunci: CCFL, Counter-current flow, Hot-leg, Stratified flow, Wavy flow, Slug flow
2. Metode
Pengamatan CCFL pada pipa hot-leg ini dilakukan
di daerah Stable Counter-current Flow dan Partial
Delivery. Di daerah Partial Delivery diamati kondisi
antara onset of flooding sampai zero-liquid
penetration seperti terlihat pada Gambar 2.
Keseluruhan kondisi tersebut dikenal sebagai CCFL.
Gambar 1: Konfigurasi pemipaan PWR Konvoi
German (Seidel dkk., 2010)
Simulasi pada pipa kompleks (pipa hot-leg) ini pipa, tekanan udara akan naik sehingga mampu
dilakukan dengan memompa air menuju tangki mendorong gelombang dan terbentuk slug.
penampung selanjut dialirkan melalui rotameter
menuju upper tank (simulator generator uap, SG).
Setelah mencapai ketinggian tertentu air akan
mengalir melewati seksi uji menuju lower tank
(simulator bejana reaktor bertekanan, RPV). Pada
saat bersamaan udara diinjeksikan ke dalam lower
tank dan mengalir berlawanan arah dengan arah Gambar 3a: Stratified flow pada pipa horizontal
aliran air melalui seksi uji menuju upper tank. (JL=0.012 m/s, JG=0.66 m/s)
Untuk mengamati kondisi onset of flooding
dilakukan pengukuran tinggi level air di dalam lower
tank. Pengamatan dilakukan pada laju aliran air
masuk yang konstan dengan peningkatan laju aliran
udara bertahap. Hal tersebut juga digunakan untuk
mengamati sampai terjadi kondisi zero-liquid Gambar 3b: Wavy flow pada pipa horizontal
penetration. Metode tersebut juga digunakan dalam (JL=0.012 m/s, JG=2.31 m/s)
penelitian sebelumnya oleh Deendarlianto dkk.
(2008). Terjadinya onset of flooding didefinisikan
sebagai titik batas kestabilan aliran berlawanan arah
oleh laju aliran udara maksimum dimana laju aliran
air yang keluar sama dengan laju aliran air yang
masuk.
Kondisi zero-liquid penetration didapatkan saat laju Gambar 3c: Slug flow pada pipa horizontal
aliran air yang masuk dipertahankan konstan dan (JL=0.012 m/s, JG=2.64 m/s)
secara bertahap laju aliran udara dinaikkan sampai
tidak ada air yang keluar menuju tangki bawah.
Pengamatan dilakukan dengan cara merekam
menggunakan kamera video berkecepatan tinggi.
Hasil rekaman video diputar dengan kecepatan
rendah agar dapat dilakukan klasifikasi dan
identifikasi aliran.
Gambar 5 merupakan hasil pengamatan CCFL yang Gambar 7: Perbandingan Onset of Flooding
menunjukkan proses onset of flooding sampai zero
penetration pada laju aliran massa air 0.0053 kg/s. Gambar 7 memperlihatkan onset of flooding (OF)
Pada laju aliran udara yang masih kecil, laju aliran yang dihasilkan pada penelitian ini dan penelitian-
air masuk hot-leg sama dengan laju aliran keluar penelitian sebelumnya terhadap aliran berlawanan
hot-leg. Air yang keluar dari hot-leg tertampung di arah di pipa horizontal yang terhubungan ke sebuah
dalam lower tank. Selanjutnya laju aliran udara belokan. Wongwises (1996) mengungkapkan bahwa
dinaikkan secara bertahap sampai 0.0063 kg/s, laju mekanisme CCFL adalah fungsi dari kecepatan
aliran air masuk hot-leg masih sama dengan laju superfisial air dan mengelompokkan menjadi tiga
aliran keluar hot-leg. Ketika laju aliran udara wilayah. Masing-masing wilayah mempunyai
dinaikkan melebihi 0.0063 kg/s, laju aliran keluar mekanisme yang berbeda berdasarkan hubungan
hot-leg mulai berkurang. Bila laju aliran udara (JL*)0.5 dan (JG*)0.5. Demikian juga Kang (1999) dan
dinaikkan terus secara bertahap maka laju aliran Navarro (2005) yang secara umum setuju dengan
keluar hot-leg pada suatu saat akan menjadi nol. Hal diskripsi dari Wongwises (1996).
ini terlihat tidak ada air yang keluar dari pipa hot- Pada penelitian ini mekanisme terjadinya banjir
leg. hanya berada pada wilayah pertama seperti
ditampilkan pada Gambar 7. Laju aliran udara untuk
terjadinya banjir menurun seiring meningkatnya laju
aliran air. Selama penelitian berlangsung selalu
terbentuk lompatan hidrolik di sepanjang pipa
horizontal. Ketinggian lompatan hidrolik semakin
besar seiring meningkatnya laju aliran air karena
peningkatan gesekan ketika pipa lebih panjang. Area
aliran udara menjadi lebih kecil, aliran udara
menjadi lebih cepat mengenai puncak lompatan
hidrolik yang menyebabkan pertumbuhan
gelombang di puncak semakin cepat, ini yang
Gambar 6 Variasi level ketinggian air dan laju aliran menyebabkan inisiasi terjadinya banjir semakin
massa udara pada laju aliran massa air 0,006 kg/s cepat pada laju aliran udara yang rendah. Kondisi ini
kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh
Gambar 6 merupakan hasil eksperimen yang perbandingan panjang horizontal dan diameter
menunjukkan level ketinggian cairan yang dalam pipa (L/D).
bertambah secara konstan pada lower tank untuk
input dengan laju aliran massa air 0,006 kg/detik.
Hal tersebut menandakan semua air mengalir
sepenuhnya dari upper tank ke lower tank. Pada
kurva tersebut terlihat masih berada pada wilayah 1.
Kondisi ini terjadi pada rentang laju aliran udara
yang rendah. Pada kondisi ini terbentuk pola aliran
4. Kesimpulan
Pada penelitian ini CCFL dapat diamati dari kondisi
stratified flow, onset of flooding sampai zero liquid
penetration. Secara umum terlihat bahwa pasangan
JL dan JG tertentu memberikan pola aliran tertentu
seperti stratified flow, wavy flow, slug flow. Untuk
kecepatan superficial udara yang rendah akan
menyebabkan terjadinya pola stratified flow.
Penambahan kecepatan superficial udara akan
membentuk pola wavy flow dan slug flow.
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, pada penelitian ini pengaruh geometri
dengan L/D yang lebih besar akan memudahkan
terjadinya CCFL.
Pada penelitian ini terjadinya zero-liquid penetration
tidak tergantung oleh laju aliran air.
Daftar Pustaka
Celata, G.P., Cumo, N., Farello, G. E., Setaro, T.
(1989). “The influence of flow obstructions
on the flooding phenomenon in vertical
channels,” International Journal of Multiphase
Flow 15 (2), 227–239.
Deendarlianto, Ousaka, A., Kariyasaki, A., Fukano,
T. (2005). “Investigation of liquid film behavior
at the onset of flooding during adiabatic
countercurrent air–water two phase flow in an
inclined pipe,” Nuclear Engineering and Design.
235, 2281–2294.
Abstrak
Selama ini pembuatan rencong untuk sovenir dilakukan dengan proses tempa (metal forming), yaitu dengan
proses pemanasan dengan arang setelah itu dibentuk dengan cara dipukul menggunakan palu. Proses ini
tentunya menyita energi pengrajin, waktu, serta jumlah produksi rencong yang tidak efesien. Proses
penempaan memerlukan tenaga pekerja (pengrajin) yang ekstra kuat karena harus memukulkan palu untuk
membentuk rencong, belum lingkungan kerja dengan suhu tinggi dan asap karena bahan bakar biasanya
menggunakan arang, sehingga kesehatan pengrajin sangat terganggu. Untuk menjawab permasalahan tersebut
maka tujuan program ini adalah untuk membantu masyarakat pengrajin souvenir rencong untuk
meningkatkan produksinya melalui penerapan teknologi pengecoran logam dengan dapur peleburan logam
berbahan bakar arang (padat). Metode yang digunakan adalah merancang dan membangun tungku peleburan
logam, bahan bakar yang digunakan adalah arang. Merancang dan membuat ladel untuk tempat penampungan
logam kuningan cair. Membuat cetakan logam dengan delapan cavity serta delapan variasi ukuran produk
souvenir rencong yang berbeda. Akhir dari program ini adalah melakukan pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan gratis karyawan pengrajin souvenir rencong, untuk peningkatan produksi souvenir rencong logam
kuningan.Pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan mata, serta
pemeriksaan penunjang. Hasil yang diperoleh adalah dimensi tungku peleburan logam dengan bahan bakar
arang adalah diameter 555 mm dan tinggi 455 mm, serta dimensi ladel adalah diameter 100 mm, tebal 5 mm
dan tinggi 185 mm.Hasil pemeriksaan kesehatan kepada karyawan pengrajin rencong diperoleh 2 orang
suspek TB paru, 1 orang DM, 1 orang glaukoma, 1 orang infeksi mata, serta 3 orang batas kesehatan normal.
Aplikasi logam kuningan untuk industri pengecoran Berdasarkan uraian pendahuluan diatas maka perlu
skala kecil-menengah saat ini sudah begitu adanya program alih-teknologi tentang upaya bagai
bekembang. Salah satu adalah untuk pengecoran mana penerapan teknologi pengecoran logam untuk
produk propeler pada kapal nelayan (Setiawan peningkatan produksi souvenir rencong pada
2014), dalam penelitian tersebut telah dilakukan pengrajin rencong di Desa Baeet Lampuot,
pembekuan searah (undirectional) saat pengecoran Kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh. Selain itu
propeler agar memperoleh struktur columnar melaksanakan pemeriksaan kesehatan pengrajin
dendrite pada logam kuningan (brass). Peleburan serta pengobatan gratis. Tujuan pemeriksaan
logam kuningan telah dilakukan dalam dapur kesehatan adalah untuk mencari apakah ada
krusibel dengan metode pengecoran cetakan pasir pengaruh penggunaan energi besar (saat menempa
(sand casting). Teknik pembekuan searah dilakukan kuningan batangan untuk membentuk rencong) dan
dengan pembekuan cairan paduan logam temperatur lingkungankerja yang tinggi (panas)
menggunakan chiller pendingin,air dipompakan serta lingkungan kerja banyak asap (asap arang)
pada sampel yang digunakan sebagai media terhadap terganggunya kesehatan pengrajin terutama
pendingin. Hasil yang didapat adalah kekerasan dan mata dan paru-paru.
kekuatan tarik semakin tinggi dengan semakin dekat
2. Metode
Perancangan dan pembuatan dapur peleburan logam 3. Hasil dan Pembahasan
yang menggunakan bahan bakar arang untuk Perancangan dan pembuatan tungku peleburan
melebur logam kuningansebagai bahan baku pada logam dengan dimensi diameter555 mm dan tinggi
pembuatan souvenir rencong.Panas di ruang bakar di 455 mm. Drum minyak dipotong dengan dimensi
proteksi dengan batu tahan api, pasir silika, rangka tersebut, selanjutnya bagian dalam diberi batu api
dapur, dan plat stainless stell sebagai dinding luar yang disusun rapi dan selanjutnya dilapisi dengan
dapur. Pembuatan ladel (cawang tuang) sebagai semen api ditambah pasir silika sertawater glass.
tempat penampung bahan baku logam dalam Tungku peleburan logam terbuka pada baigian atas
pencairan diruang bakar, dan sebagai media dan pada bagian bawah diberi lubang pipa sebagai
penuangan cairan logam ke dalam cetakan. tempat blower untuk menyuplai udara ke dalam
ruang bakar. Ukuran ladel (cawan lebur/tuang)
Pembuatan cetakan logam yang dilakukan dengan diameter 100 mm, tebal 5 mm dan tinggi 185 mm.
sistem permesinan (milling). Dua buah plat segi Bagian atas pipa tersebut dibuat berlubang
empat setebal 30 mm dengan panjang 300 mm dan sedangkan bagian bawah dilas tertutup (alas).
lebar 300 mm. Cetakan logam dibuat berbentuk
rencong dengan delapancavity (ruang coran) agar
dapat memproduksi delapan bilah rencong dalam
sekali penuangan (dengan ukuran yang berbeda
setiap cavitynya), sehingga sangat cocok untuk
produksi rencong dalam jumlah banyak/massal.
Cetakan dibuat dengan plat logam tebal yang
berbahan baja karbon sedang.
Pemeriksaan kesehatan yang akan dilakukan
meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi:
pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
frekuensi pernafasan, dan pemeriksaan fisik
khususnya saluran pernafasan serta pemeriksaan
fisik lain yang dianggap perlu sesuai dengan keluhan
pasien karyawan pengrajin. Setelah itu akan
diberikan pengobatan gratis kepada karyawan mitra
pengrajin dan edukasi yang bersesuaian dengan
keadaan kesehatan mereka.
Gambar 2. Tungku peleburan logam kuningan dengan
Alat dan Bahan bahan bakar arang.(penelitian, 2014)
Alat dan bahan yang digunakan dalam program alih- Pembuatan cetakan rencong terdiri dari dua plat
teknologi ini antara lain dapat dilihat pada tabel 1. tebal, dengan tebalnya sekitar 30 mm. Plat tersebut
miling dengan metode CNC permesinan
Tabel 1. Peralatan dan bahan yang diperlukan. (milling).Cavity (ruang cor) terdiri dari 8 (delapan)
Peralatan
cavity berbentuk rencongdengan ukuran yang
No. Jenis Alat Jum.
bervariasi (berbeda ukuran kesemuanya) seperti
1 Mesin las listrik 1 unit
2 Mesin las argon 1 unit
pada gambar 2.
3 Mesin gerinda 1 unit
4 Mesin potong plat 1 unit
5 Mesin milling plat tebal 1 unit
6 Lab. uji kesehatan 1 bh
Bahan
No. Jenis Bahan Jumlah
1 Batang bajaø 12 mm 7 m
2 Blower 1 unit
3 Plat baja 1unit
4 Batu tahan api 20 bh
5 Semen tahan api 25 kg
6 Water glass 5 kg Gambar3.Cetakan logam dengan 8 jumlah cavity.
7 Logam kuningan 15 kg (penelitian, 2014)
8 Alat kesehatan 1 set
Sumber: penelitian, 2014. Uji peleburan dalam tungku peleburan logam bahan
bakar arang seperti terlihat pada gambar 3. Dalam
pengujian kami menggunakan material logam
aluminium sedangkan saat implementasi program
(a) (b)
Gambar 4.a. Pengecoran aluminium ke dalam cetakan
rencong, b. Produk rencong hasil dari pengecoran
(penelitian, 2014).
o
Hasil pemeriksaan mata diperoleh bahwa 1 pasien C, dan suhu tidak standar, bila lebih dari 30 oC
karyawan terkena glukoma dan 1 pasien karyawan (Depkes, 2009).
pengrajin souvenir rencong terkena infeksi mata
(gambar 9). Hasil pemeriksaan penunjang yaitu Beberapa diagnosis TB paru yang diuraikan oleh
pemeriksaan gula darah rutin didapat bahwa 1 pasien Ayunah (2008) antara lain adalah:
karyawan pengrajin mengidap DM tipe 2 (diabetes) 1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dengan KGD 460 mg%. Sedangkan untuk kesehatan dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu
tiga karyawan lainnya dapat disimpulkan dalam (SPS)
batas normal. 2. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto torak saja. Foto
torak tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
3. Gambaran kelainanan radiologik paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Lebih
jelas lihat alur diagnosa suspek TB Paru.
4. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan, pemeriksaan dan kesediaan
alat-alat diagnosis, seperti alat uji mikrobiologi,
patologi, anatomi, serologi, foto toraks, dan lai-
lain.
paru, 1 orang DM, 1 orang glaukoma, 1 orang Pratomo. A., W. Rancang Bangun Burner Berbahan
infeksi mata, serta 3 orang batas kesehatan Bakar Oli Bekas untuk Pengecoran Kuningan,
normal. Indonesia. Jurusan Teknik Mesin - Politeknik
5. Lingkungan dengan temperatur tinggi serta Negeri Semarang. p.1-4
penuh asap (CO2) memperbesar pertumbuhan Setiawan, H., (2013). Pengujian Kekuatan Tarik,
mycobacterium tuberculosis, sehingga Kekerasan, dan Struktur Mikro Produk Cor
memperbesar peluang penyebaran penyakit TB Propeler Kuningan, Indonesia. Jurnal
paru. SIMETRIS, Vol 3 No 1 April p.71-79
Setiawan. H., (2014). Proses Pembekuan Searah pada
6. Hasil foto torak kurang bisa dijadikan landasan
Produk Cor Propeler Kuningan, Indonesia.
untuk mendiagnosis suspek TB, akan tetapi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
dapat digunakan untuk analisis awal, sehingga Universitas Janabadra Yogyakarta. p.1-9
berujung pada pemeriksaan lebih lanjut. Soemirat, J.S., 2009. Kesehatan Lingkungan.
7. Rekomendasi untuk program lanjutan adalah, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
perlu program yang lebih serius dalam upaya Sundari. E., (2011). Rancang Bangun Dapur Peleburan
pemberantasan penyakit TB paru serta upaya Alumunium Bahan Bakar GAS, Indonesia.
konkrit untuk pencegahan penyebarannya. Jurnal Austenit. Volume 3,Nomor1, April. p.17-
26
Ucapan Terima Kasih Supriyanto (2010). Analisis Coran Kuningan dari
Terimakasih kami ucapkan kepada Direktorat Limbah Rosokan dan Gram-Gram Sisa
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) Permesinan untuk Komponen Permesinan,
untuk pendanaan program pengabdian kepada Indonesia. Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1,
masyarakat tahun anggaran 2014. Nomor Perjanjian No. 2, Mei p.49-56
Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Winarno. J., Rancang Bangun Tungku Peleburan
Masyarakat: 02/UN11.3/PM/IbM/2014.Terimakasih Alumunium Bahan Bakar Padat dengan Sistem
selanjutnya kepada Lembaga Pengabdian Kepada Aliran Udara Paksa, Indonesia.
Visit Aceh 2013, [Online], Diakses di:
Masyarakat – Universitas Syiah Kuala (LPKM –
http://disbudpar.acehprov.go.id/ [29 Oktober
Unsyiah) atas bantuan baik bantuan fisik maupun
2010].
bantuan moril.
Daftar Pustaka
Ayunah, Y., (2008). Hubungan antara Faktor-faktor
Kualiatas Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan
Cilandak Jakarta Selatan. Skripsi FKM UI
Depok.
Departemen Kesehatan RI, (2006). Profil Kesehatan
Indonesia
Ginting. B., (2008). Rancang dapur peleburan untuk
melebur aluminium dan paduannya dengan
kapasitas 30 kg, Indonesia. Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
Hendra dan Sehat, Perlakuan Panas Terhadap Sifat
Mekanik Logam Bukan Besi (Kuningan),
Indonesia. Jurusan Teknik Mesin - Politeknik
Negri Padang. p.1-4.
Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelberg, E.A., (1982).
Microbiology 15th edition
Magga, R., (2010). Analisis Perancangan Tungku
Pengecoran Logam (Non-Fero) sebagai Sarana
Pembelajaran Teknik Pengecoran, Indonesia.
JIMT, Vol. 7, No.1, Mei p.54-60
Mubarak, A., Z., dan Akhyar (2013). Perancangan dan
Pembuatan Dapur Peleburan Logam dengan
Menggunakan Bahan Bakar Gas (LPG),
Indonesia. Jurnal Teknik Mesin Unsyiah,
volume 1, nomor 3, Juni p. 128-132.
Nugroho, U.Pengaruh Struktur Mikro dan Kandungan
Karbon Pada Kekerasan Coran Kuningan,
Indonesia. Fakultas Industri, Jurusan Teknik
Mesin - Univeristas Guna Dharma. p.1-16
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh shot peening terhadap korosi dan sifat mekanis pada
paduan Al 5083 yang telah mengalami proses friction stir welding (FSW). Pada umumnya, daerah sambungan
las FSW mengalami proses pelunakan dan penurunan sifat mekanis dibanding logam induknya. Perlakuan
shot peening diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis, karena efek tempa (forging) pada permukaan
pelat. Proses FSW dilakukan pada aluminium dengan tebal 3 mm, dengan sambungan las jenis butt joint.
Mesin yang digunakan dalam proses FSW ini adalah mesin Milling dengan putaran spindel sebesar 910 rpm
dan kecepatan meja sebesar 18,2 mm/menit. Permukaan bahan yang telah di FSW, kemudian di-shot peening
dengan menembakkan bola baja. Hasil proses FSW dan shot peening kemudian diuji terhadap korosi,
kekerasan, tarik statis dan struktur mikro. Hasil uji menunjukkan bahwa sambungan FSW setelah di-shot
peening dengan lamanya waktu penembakan yang bervariasi dari 6 menit, 10 menit, dan 14 menit. Hasil
pengujian menunjukkan peningkatan kekuatan tarik sebesar 2,06 %, 3,81 %, dan 6,04 %, dan dengan shot
peening nilai kekerasannya semakin meningkat masing-masing sebesar 1,09%, 6,51%, dan 7,11%. Sedangkan
dengan pengujian korosi, pada RM laju korosinya sebesar 0,548 mpy dan pada FSWNP laju korosinya
mengalami peningkatan sebesar 0,715 mpy. Tetapi pada SP6, SP10, dan SP14, laju korosinya mengalami
penurunan yaitu sebesar 0,405 mpy, 0,390 mpy, dan 0,409 mpy.
Kata kunci : Aluminium, friction stir welding, shot peening, korosi, sifat mekanis.
Percobaan
Tulisan ini disusun berdasarkan hasil
percobaan friction stir welding dan shot peening
serta pengujian terkait yang dilakukan sesuai
urutan/prosedur berikut ini.
1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu
aluminium paduan seri 5083 yang berbentuk
lembaran (sheet), dengan ukuran panjang 300
mm, lebar 200 mm, tebal 3 mm.
Sedangkan bahan mempunyai komposisi kimia
seperti ditunjukkan dalam tabel 1.
0,4 0,4 0,1 0,8 4,5 0,15 0,25 0,25 93,15 3. Pengaturan Sudut Tool
Sudut kemiringan shoulder (θ) antara 2o – 4o
terhadap sumbu tegak lurus pada permukaan
2. Proses Pengelasan dan Parameter Las benda kerja. Sudut kemiringan shoulder seperti
Pengelasan dengan metode friction stir welding gambar 2 diatas.
(FSW), menggunakan mesin milling Aciera
dengan putaran spindel 910 rpm dan kecepatan 4. Bentuk Tool
pemakanan 18,2 mm/menit. Proses pengelasan menggunakan tool dari bahan
Prinsip kerja pengelasan FSW ditunjukkan HSS, diameter shoulder 15 mm dan diameter pin
seperti gambar 1, sedangkan parameter 3 mm, sudut kemiringan shoulder 2o. Tipe
pengelasan dapat dilihat pada tabel 2. sambungan las Butt Joint. Bentuk tool seperti
ditunjukkan pada gambar 3 dibawah.
a.
Visual FSW tanpa shot peening
6. Pembuatan Spesimen
Pemotongan spesimen untuk uji tarik sesuai b.
spesifikasi standar yang ditunjukkan pada Visual FSW dengan shot peening
gambar 5. Kemudian dilakukan pemotongan
spesimen untuk uji kekerasan dan struktur mikro. Gambar 6: Hasil proses las FSW tanpa shot peening
DAERAH LAS dan las FSW dengan shot peening
ARAH PENGEROLAN
5
12,5
R1
2. Pengujian Tarik
20
3
Aluminium paduan 5083 setelah dilakukan
proses penyambungan FSW mempunyai ukuran
50
150 panjang 300 mm x 200 mm x 3 mm. Selanjutnya
dibuat spesimen uji tarik untuk FSW tanpa shot
Gambar 5 : Spesimen Uji Tarik. peening (FSW NP) maupun FSW dengan shot
peening (SP) masing-masing sebanyak 3 buah.
7. Pengujian Mekanis Hasil uji tarik ditunjukkan pada tabel 3.
Uji tarik, kekerasan, kekasaran permukaan dan
pengamatan struktur mikro sambungan las FSW, Tabel 3 : Hasil uji tarik.
dilakukan baik pada spesimen FSW tanpa shot Aluminium
Jenis Luas ε σu
peening (FSW NP) maupun FSW dengan shot Perlakuan (mm2) % MPa
RM 59,84 10,3 330
peening (SP).
FSW(NP) 38,42 5,64 216
5083 SP 6 38,76 5,52 221
8. Pengujian Korosi SP 10 37,58 5,38 225
Pengujian laju korosi dilakukan dengan sel SP 14 38,55 5,26 230
potensial tiga elektroda didasarkan pada metode
esktrapolasi Tafel. Hasil uji sel potensial tiga
elektroda dihitung, untuk memastikan posisi 3. Pengujian Kekerasan
ketahanan terhadap korosi. Disamping pengujian tarik, juga dilakukan uji
kekerasan untuk mengetahui distribusi kekerasan
2. Hasil Percobaan pada arah kedalaman dari spesimen uji. Jarak
antara titik hasil pengujian yang satu dengan titik
1. Pengamatan Visual yang lain sebesar 0,25 mm. Bentuk pengujian
Hasil proses las FSW dan proses shot peening seperti pada gambar 7.
pada gambar 6, secara visual nampak perbedaan Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan
bentuk manik-manik las (permukaan) dari proses skala vickers micro indentor, dengan beban 100
FSW tanpa shot peening dan FSW dengan shot gram dan waktu pembebanan 5 detik pada setiap
peening. Bentuk manik-manik las secara umum, spesimen uji.
hasil FSW tanpa shot peening lebih halus
dibandingkan hasil FSW dengan shot peening.
Hal ini terjadi akibat efek tempa (forging) oleh
shot peening pada permukaan plat di daerah
sambungan las.
d c b a
a
d
Gambar 8 : Grafik distribusi kekerasan vs jarak kedalaman
(a. FSW NP, b. Shot 6’, c. Shot 10’, d. Shot 14’)
c
4. Pengujian Korosi
Pengujian korosi dilakukan dengan sel potensial
tiga elektroda, dan pengujian menggunakan
larutan NaCl sebesar 0,5%.
Hasil uji korosi ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4 : Hasil uji korosi.
Jenis E icor r
Bahan Al
Perlakuan (mV) (µA/cm2) (mpy)
RM -1477,2 258,72 0,549
FSW(NP) -1572,2 337,27 0,715 d
5083 SP 6 -1323,8 191,38 0,405
SP 10 -1284,1 184,07 0,390
SP 14 -1297,5 192,94 0,409
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses FSW menurunkan kekuatan tarik dan
kekerasan.
2. Dengan proses shot peening, kekuatan tarik dan
kekerasan Al 5083 meningkat seiring dengan
peningkatan waktunya shot peening.
3. Proses shot peening meningkatkan kekerasan
secara terbatas dan menyebabkan deformasi
plastis pada kedalaman tertentu dari permukaan
bahan.
4. FSW dengan shot peening akan mengalami
penurunan laju korosi, hal ini berarti ketahanan
korosinya lebih baik.
Abstrak
Penelitian ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai kapabilitas inovasi (Innovation Capability)
dan keterhubungan eskternal (external linkages) serta rantai nilai inovasi (innovation value chain) pada
industri sepatu di Jawa Timur.Kapabilitas inovasi perusahaan dianalisa menggunakan konsep technological
innovation capabiliities dengan 7 (tujuh) dimensi kapabilitas, sedangkan keterhubungan eksternal dilihat
melalui kemampuan perusahaan dalam membangun keterhubungan dengan pihak-pihak strategis di luar
perusahaan, yang diwakili oleh lima (5) bentuk keterhubungan eksternal. Rantai nilai inovasi diidentifikasi
melalui 6 (enam) aktivitas inovasi yang meliputi 3 tahapan rantai nilai inovasi (ideasi, konversi, dan difusi).
Industri sepatu di Jawa Timur dipilih karena merupakan salah satu kluster industri manufaktur yang sedang
diprioritaskan pengembangannya oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur.Populasi
dalam penelitian ini adalah industri sepatu di Jawa Timur dengan sampel penelitian 27 perusahaan sepatu
yang menjadi anggota Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) Jawa Timur. Proses pengambilan data
menggunakan metode survey, baik wawancara dan kuisioner. Hasil kuisioner kemudian diolah menggunakan
SPSS dan dilakukan beberapa analisa. Untuk kapabilitas inovasi diketahui bahwa dimensi dengan nilaigrand
mean tertinggi ialah manufacturing dan organizational capability (3.852), sedangkan dimensi dengan nilai
grand mean terendah adalah resource allocation capability (3.33). Pada keterhubungan eksternal
diidentifikasi bahwa perusahaan saat ini mayoritas sudah mempunyai forward linkages dengan nilai grand
mean tertinggi (3.94), tetapi masih sedikit yang menerapkan public linkages dengan nilai grand mean
terendah (3.03). Untuk rantai nilai inovasi disimpulkan bahwa sub-tahapan dengan nilai grand mean tertinggi
ialah selection (4.037), dan yang mendapatkan nilai grand mean terendah yaitu development (2.3704). Hasil
penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan industri sepatu di Jawa Timur,
khususnya yang berkaitan dengan inovasi, untuk lebih meningkatkan keunggulan menghadapi persaingan
globalisasi yang semakin ketat.
berpengaruh dan dapat menjadi aspek pendukung Penelitian ini menggunakan metode gabungan,
terhadap kinerja rantai nilai inovasi menjadi sangat antara kualitatif (melalui observasi dan wawancara),
penting untuk dilakukan, karena dengan demikian, serta kuantitatif (melalui kuisioner dan analisa
setiap perusahaan dapat mengetahui secara pasti statistik).
jenis-jenis kapabilitas apa saja yang perlu mendapat
perhatian utama untuk terus dikembangkan agar 2.1 Metode Pengumpulan Data
kinerja inovasi secara keseluruhan dapat di Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, antara
pertahankan bahkan diitingkatkan secara lain: penentuan populasi dan sampel penelitian,
berkelanjutan. penetapan metode pengumpulan data dan
perancangan kuisioner. Populasi penelitian ini ialah
Lebih lanjut Lall (1992) mengatakan bahwa industri alas kaki yang tergabung dalam asosiasi
kemampuan inovasi perusahaan juga sangat persepatuan Indonesia (APRISINDO). Menurut data
ditentukan oleh kemampuannya untuk menyerap dan dari APRISINDO, saat ini terdapat kurang lebih 62
menggunakan dan me-utilisasi berbagai pengetahuan perusahaan sepatu di Jawa Timur yang tergabung
yang bersumber dari luar perusahaan (external dalam APRISINDO. Perusahaan-perusahaan inilah
knowledge sources). Di era ekonomi pengetahuan, yang akan disurvey, meskipun tidak menutup
seharusnya inovasi perusahaan tidak hanya kemungkinan perusahaan sepatu yang lain juga bisa
tergantung oleh sumber dan kapabilitas internal saja, disurvey.
namum juga perlu di lengkapi dengan sumber-
sumber pengetahuan eksternal yang diperoleh Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey,
melalui kemampuan perusahaan membangun baik melalui wawancara secara langsung dan
keterhubungan (linkages) dengan pihak eksternal penyebaran kuisioner. Penyebaran kuisioner
yang strategis. (Hseih et al, 2011). meliputi focus group discussion (FGD) dengan
APRISINDO dan juga melalui e-mail untuk
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor responden yang tidak hadir pada saat FGD.
industri yang dikembangkan dan mendapat skala
prioritas dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2.2 Metode Analisis Data
Jawa Timur. Jumlah sentra IKM alas kaki di Jawa Sebelum merancang kuisioner dilakukan identifikasi
Timur sebanyak 1.840 unit usaha (Disperindag parameter dan variabel penelitian berdasarkan pada
Jatim, 2011). Dengan jumlah sentra industri kecil hasil studi literatur dan diskusi dengan berbagi pihak
menengah alas kaki di Jawa Timur yang sedemikian terkait, seperti dengan pihak APRISINDO. Selain itu
besar dapat dipastikan bahwa tingkat persaingan juga dilakukan survey awal yang berisi tentang
antara industri alas kaki semakin meningkat. Selain variabel-variabel terkait dengan kapabilitas inovasi
itu, pesaing tidak hanya industri alas kaki dalam yang dilakukan perusahaan, memuat pertanyaan-
negeri, tetapi juga dari luar negeri, seperti: China, pertanyaan yang berhubungan dengan rantai nilai
India, dan Vietnam. Oleh karena itu, upaya inovasi perusahaan, serta mengajukan pertanyaan-
peningkatan keunggulan dan daya saing perusahaan pertanyaan yang berkorelasi dengan keterhubungan
menjadi semakin penting dan mendesak dewasa ini. eksternal perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan yang
tertera di kuisioner lebih banyak merupakan
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ditujukan pertanyaan terbuka, karena memang untuk menggali
untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk dan mengidentifikasi variabel-variabel terkait
keterhubungan eksternal (external linkages) yang penelitian dan untuk mengetahui kondisi riil
dikembangkan dan dipraktekkan oleh industri sepatu perusahaan saat ini. Selain pertanyaan terbuka,
di Jawa Timur, serta mengetahui sampai sejauh terdapat pertanyaan yang diajukan dengan pilihan
mana kapabilitas inovasi dan kinerja rantai nilai jawaban ya atau tidak, serta ada juga yang meminta
inovasi yang diterapkan sesuai dengan kondisi riil perusahaan untuk memilih satu di antara beberapa
industri sepatu di Jawa Timur. Diharapkan hasil dari pilihan jawaban.
penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
pengembangan industri sepatu di Jawa Timur lebih Rancangan kuisioner yang dibagikan selain dari
lanjut. kuisioner survey awal semula, juga dilengkapi
dengan data-data/masukan yang diperoleh dari
2. Metode Analisis Data survey awal. Kuisioner terbagi menjadi 4 bagian,
yaitu: (1) Profil perusahaan, (2) Keterhubungan
Penelitian ini bisa diklasifikasikan sebagai action eksternal, (3) Kapabilitas inovasi, dan (4) Rantai
research dengan teknik analisis data. Penelitian ini nilai inovasi. Pertanyaan pada bagian profil
melibatkan berbagai pihak dan proses intervensi perusahaan dilengkapi dengan pilihan jawaban di
pada mereka, serta keterlibatan dari peneliti pada mana responden memberi jawaban yang paling
proses pengumpulan data. sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini.
Sedangkan untuk pertanyaan di bagian 2, 3, dan 4
jawaban diberikan dengan menggunakan skala mempunyai sistem produksi gabungan meliputi job
Likert dengan rentang nilai 1 sampai 5. order dan make to stock, dan kepemilikan modal
swasta. Jenis produk yang terbanyak dihasilkan ialah
Dari aktivitas pengumpulan data selama ini baru 27 sepatu dan sandal dengan variasi model produk lebih
perusahaan yang melengkapi kuisioner. Sehingga dari 30 model. Orientasi pasar saat ini sebagian
untuk analisis selanjutnya, data dari 27 perusahaan besar adalah gabungan antara dalam negeri dan
tersebut yang digunakan. ekspor.
Analisis data menggunakan bantuan software SPSS. Analisa berikutnya dilakukan untuk mengetahui
bentuk-bentuk keterhubungan eksternal, kapabilitas
3. Hasil dan Pembahasan inovasi, dan kinerja rantai nilai inovasi, sesuai
dengan kondisi riil industri sepatu di Jawa Timur.
Pada bab ini akan diuraikan analisis data dan Analisa tersebut dilakukan dengan menghitung rata-
interpretasi terhadap hasil kuisioner yang terdiri dari rata keseluruhan (grand mean) dari seluruh variabel
analisis deskritif, analisis keterhubungan eksternal, pada setiap bagian. Selanjutnya nilai grand mean
analisis kapabilitas inovasi, serta analisis rantai nilai dikelompokkan (rendah, sedang, tinggi) seperti di
inovasi. tabel 2 dengan perhitungan interval skala sebagai
berikut:
3.1 Analisis Deskriptif
Pada bagian ini akan dideskripsikan profil umum
dan karakteristik industri alas kaki di Jawa Timur
yang menjadi subyek dalam penelitian ini. Berikut Keterangan: N= Skala Likert (1-5)
rekapitulasi data profil perusahaan seperti tabel 1 di Skala pengukuran untuk menghitung mean dan
bawah ini. grand mean seperti di tabel berikut.
Tabel 1. Data Profil Perusahaan Tabel 2. Skala Pengukuran Mean dan Grand Mean
No Variabel Jawaban Jumlah Frekuensi Skala Keterangan
1. Jumlah < 100 4 15.38% 1,00 – 2,33 Rendah
karya- 101-300 1 3.85% 2,34 – 3,67 Sedang
wan 301-500 4 15.38% 3,68 – 5 Tinggi
501-700 8 30.77%
> 700 9 34.62% Analisa Keterhubungan Eksternal
2. Lama < 5 tthn 4 15.38%
perusa- 6-10 thn 3 11.54% Bentuk-bentuk keterhubungan eksternal yang
haan 11-15 thn 1 3.85% dimiliki oleh perusahaan diidenfikasi dalam lima
berope- 16-20 thn 5 19.23% kelompok, dengan hasil tercantum pada tabel 3.
rasi > 20 thun 13 50.00%
3. Sistem job order 12 44.44% Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa
produksi make to perusahaan saat ini terbanyak sudah mempunyai
stock 2 7.41% forward linkages dengan nilai grand mean tertinggi
gabungan 13 48.15% (3,94), yaitu dengan konsumen. Tetapi masih sedikit
4. Jenis sepatu 7 25.93%
perusahaan yang menerapkan public linkages
produk sandal 2 7.41%
dengan nilai grand mean terendah (3,03). Ini berarti
sepatu &
sandal 18 66.67% bahwa perusahaan mempunyai keterhubungan
5. Kepemi- pmdn 11 40.74% dengan pihak luar sebatas untuk keperluan usaha
likan swasta 14 51.85% saja, yaitu dengan pihak konsumen. Masih sedikit
modal gabungan 1 3.70% yang mempunyai keterhubungan dengan pihak
pma 1 3.70% publik seperti perguruan tinggi, lembaga riset, dan
6. Orientasi dalam pemerintah. Memang biasanya kerja sama dengan
pasar negeri 6 22.22% lembaga riset dilakukan untuk penelitian, dan
ekspor 5 18.52% dengan perguruan tinggi kebanyakan terkait dengan
gabungan 16 59.26% magang, dan kerja praktek, di mana kegiatan
7. Banyak- < 10 3 11.11% tersebut tidak berdampak langsung pada perusahaan.
nya 10-20 6 22.22% Sehingga seringkali perusahaan enggan untuk
model 20-30 2 7.41% melakukan kerja sama tersebut. Sedangkan kerja
produk > 30 16 59.26% sama dengan pemerintah lebih bersifat makro dan
tidak spesifik sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat terlihat Misalnya penetapan aturan dan kebijakan terkait
bahwa mayoritas perusahaan alas kaki anggota industri sepatu, impor bahan baku, dan sebagainya.
APRISINDO mempunyai jumlah karyawan lebih Karena alasan itulah maka perusahaan masih sedikit
dari 700 orang, beroperasi sudah lebih dari 20 tahun,
Untuk mengidentifikasikapabilitas inovasi H0: Tidak ada perbedaan antara profil responden
digunakan 7 dimensi dengan beberapa variabel dengan variabel-variabel yang diujikan
terkait. Rekapitulasi data untuk kapabilitas inovasi H1: Ada perbedaan antara profil responden dengan
disajikan di tabel 4. variabel-variavel yang diujikan
Dari perhitungan mean dan grand mean dapat Hasil uji akan tolak H0 bila significant value Wilks’
diketahui bahwa dimensi yang mendapatkan grand Lambda yang diperoleh bernilai < 0,05 dan akan
mean tertinggi ialah manufacturing dan gagal tolak H0 (terima H0) jika significant value
organizational capability (3,.852). Sedangkan Wilks’ Lambda yang diperoleh bernilai > 0,05.
dimensi yang mendapatkan nilai grand mean
terendah adalah resource allocation capability Ada tujuh (7) variabel profil responden yang diuji
(3,33). Dapat diartikan bahwa industri sepatu di pengaruhnya, yaitu jumlah karyawan, usia
Jawa Timur mempunyai kapabilitas inovasi untuk perusahaan, jenis produk, serta model produk. Hasil
manufacturing cukup baik, mereka melakukan analisa Manova untuk tiap bagian dijelaskan berikut
upaya inovasi untuk lebih meningkatkan ini.
manufacturing mereka. Karena mayoritas industri
sepatu di Jawa Timur adalah perusahaan yang sudah Analisa Manova Profil Responden dan
menengah bahkan besar, mereka menggunakan Keterhubungan Eksternal
peralatan kerja dan mesin-mesin modern untuk
menunjang produksi. Selain itu, mereka menerapkan Hasil uji manova untuk kapabilitas inovasi
sistem manajemen produksi yang baik, seperti ditampilkan di tabel 6.
perencanaan dan pengendalian produksi serta
standarisasi produk. Mereka juga mempunyai Tabel 6. Hasil Uji Manova Keterhubungan Eksternal
struktur organisasi yang jelas dan pembagian Variabel
Keterhubungan Hasil Uji
pekerjaan yang teratur yang tertuang dalam SOP. Eksternal Manova
Walaupun, belum semua perusahaan mempunyai Jumlah
0,034 Tolak H0
visi dan misi perusahaan yang jelas. Di lain pihak, karyawan
nilai resource allocation capability masih rendah. Usia perusahaan 0,547 Gagal tolak H0
Sistem produksi 0,213 Gagal tolak H0
Berdasarkan wawancara dan observasi, bahan baku
Jenis produk 0,176 Gagal tolak H0
ada yang sebagian masih diimpor dari luar negeri,
Kepemilikan
yang terkendala harga dan naik turunnya kurs rupiah 0,951 Gagal tolak H0
modal
terhadap mata uang asing. Di samping itu, mereka Orientasi pasar 0,175 Gagal tolak H0
mengakui bahwa jumlah karyawan belum Model produk 0,175 Gagal tolak H0
mencukupi (masih kurang) dan terdapat kesulitan
untuk mendapatkan karyawan yang baru. Berdasarkan hasil uji manova terhadap
keterhubungan eksternal, di tabel 6 hanya satu
Analisa Rantai Nilai Inovasi variabel profil responden yang berpengaruh pada
keterhubungan eksternal, yaitu jumlah karyawan.
Identifikasi tahapan rantai nilai inovasi yang Hal tersebut dapat dimengerti, karena jumlah
dilakukan meliputi tiga tahapan, yaitu ideasi, karyawan erat kaitannya dengan skala perusahaan.
konversi, dan difusi, di mana masing-masing terbagi Semakin banyak jumlah karyawan, maka skala
dalam tahapan yang lebih detil, dengan hasil seperti perusahaan semakin besar, yang memungkinkan
di tabel 5. perusahaan untuk mempunyai lebih banyak
Dari tabel 5 dapat diidentifikasi bahwa sub-tahapan keterhubungan eksternal. Sedangkan variabel profil
yang mendapatkan nilai grand mean tertinggi ialah responden yang lain tidak berpengaruh pada
selection (4,037), dan yang mendapatkan nilai grand keterhubungan eksternal, meliputi usia perusahaan,
mean terendah yaitu development (2,3704). Dapat sistem produksi, jenis produk, kepemilikan modal,
dikatakan bahwa perusahaan tidak mengalami orientasi pasar, dan model produk.
kesulitan untuk menyeleksi ide-ide baru dan
mengolahnya menjadi produk atau proses yang Analisa Manova Profil Responden dan
bernilai tambah. Tetapi, terdapat kendala untuk Kapabilitas Inovasi
merealisasikan ide tersebut karena keterbatasan
dana, resiko produk tidak laku di pasar, dan Hasil uji manova untuk kapabilitas inovasi
pimpinan tidak mempunyai cukup waktu untuk ditampilkan di tabel 7.
mewujudkan ide tersebut.
Tabel 7. Hasil Uji Manova Kapabilitas Inovasi dengan nilai grand mean terendah (3,03). Yang
Kapabilitas Hasil Uji kedua, untuk kapabilitas inovasi dapat diketahui
Variabel
Inovasi Manova bahwa dimensi yang mendapatkan grand mean
Jumlah tertinggi ialah manufacturing dan organizational
0,779 Gagal tolak H0
karyawan capability (3,852). Sedangkan dimensi yang
Usia perusahaan 0,556 Gagal tolak H0 mendapatkan nilai grand mean terendah adalah
Sistem produksi 0,433 Gagal tolak H0 resource allocation capability (3,33). Yang ketiga,
Jenis produk 0,700 Gagal tolak H0 untuk rantai nilai inovasi, dapat diidentifikasi bahwa
Kepemilikan
0,238 Gagal tolak H0 sub-tahapan yang mendapatkan nilai grand mean
modal
Orientasi pasar 0,448 Gagal tolak H0
tertinggi ialah selection (4,037), dan yang
Model produk 0,669 Gagal tolak H0 mendapatkan nilai grand mean terendah yaitu
development (2,3704).
Dari hasil uji manova terhadap kapabilitas inovasi Sedangkan dari analisa Manova diperoleh hasil
dapat disimpulkan bahwa semua variabel profil bahwa secara keseluruhan profil perusahan tidak
responden tidak berpengaruh pada kapabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap
inovasi. Dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan keterhubungan eksternal, kapabilitas inovasi, dan
kapabilitas inovasi perusahaan dilihat dari jumlah rantai nilai inovasi perusahaan. Hanya dua variabel,
karyawan, usia perusahaan, sistem produksi, jenis yaitu jumlah karyawan mempengaruhi berpengaruh
produk, kepemilikan modal, orientasi pasar, dan pada keterhubungan eksternal, dan orientasi pasar
model produk. memberikan perbedaan pada rantai nilai inovasi.
Analisa Manova Profil Responden dan Rantai Selanjutnya dapat diusulkan beberapa cara untuk
Nilai Inovasi lebih meningkatkan ketiga hal tersebut. Untuk
keterhubungan eksternal dengan membuka peluang
Hasil uji manova untuk rantai nilai inovasi untuk menjalin kerja sama dengan publik, antara lain
ditunjukkan di tabel 8 dengan perguruan tinggi terkait dengan penelitian
dan magang dan dengan pemerintah untuk kegiatan-
Tabel 8. Hasil Uji Manova Rantai Nilai Inovasi kegiatan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Rantai Nilai Hasil Uji Untuk kapabilitas inovasi dengan meningkatkan
Variabel resource allocation capability, misalnya membuka
Inovasi Manova
Jumlah karyawan 0,810 Gagal tolak H0 material center yang terintegrasi untuk memudahkan
Usia perusahaan 0,519 Gagal tolak H0 perusahaan mendapatkan bahan baku, terutama yang
Sistem produksi 0,726 Gagal tolak H0 masih diimpor dari luar negeri. Melalui material
Jenis produk 0,849 Gagal tolak H0 center perusahaan dapat melakukan one stop
Kepemilikan shopping di satu tempat. Sedangkan untuk rantai
0,310 Gagal tolak H0
modal nilai inovasi perusahaan tidak hanya mempunyai
Orientasi pasar 0,046 Tolak H0 ide-ide baru, tetapi bagaimana ide-ide tersebut dapat
Model produk 0,571 Gagal tolak H0 terealiasi dengan baik. Di sini diperlukan kesediaan
pimpinan dan pihak manajemen untuk meluangkan
Dapat diketahui bahwa secara keseluruhan tidak waktu dan dana supaya ide-ide bisa diwujudkan dan
terdapat perbedaan antara profil responden dengan dikomersilkan dengan baik.
rantai nilai inovasi. Hanya satu variabel, yaitu
orientasi pasar, yang berbeda pengaruhnya pada Rekomendasi diusulkan untuk penelitian berikutnya
rantai nilai inovasi. Orientasipasar menjelaskan untuk menganalisa hubungan antara ketiga bagian
pasar yang dimasuki perusahaan, apakah dalam yang diuji pada penelitian ini, yaitu sejauh mana
negeri, ekspor atau gabungan. Ternyata hal ini keterkaitan antara keterhubungan eksternal,
berpengaruh pada tahapan rantai nilai inovasi yang kapabilitas inovasi, dan rantai nilai inovasi, serta
dilakukan perusahaan. diidentifikasi manakah yang mempunyai pengaruh
paling besar pada kinerja perusahaan.
4. Kesimpulan
Ucapan Terima Kasih
Dari hasil penelitian didapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut. Yang pertama, untuk Tim peneliti menyampaikan terimakasih kepada
keterhubungan eksternal industri sepatu di Jawa Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI)
Timur sudah memiliki hubungan dengan pihak luar melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian
yang meliputi backward linkages, forward linkages, Masyarakat Universitas Surabaya yang telah
horizontal linkages, public linkages dan informal mendanai pelaksanaan penelitian ini dengan Surat
linkages. Mayoritas perusahaan mempunyai forward Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Nomor: 006/ST-
linkages dengan nilai grand mean tertinggi (3,94), Lit/LPPM/DIKTI/FT/VIII/2014 tanggal 7 Agustus
yaitu dengan konsumen. Tetapi masih sedikit 2014.
perusahaan yang menerapkan public linkages
Daftar Pustaka
Abstrak
Untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dituntut
untuk secara konsisten melakukan inovasi, di manatidak hanya mengutamakan profit, tetapi juga
kesejahteraan masyarakat dan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan.Hal ini sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).Beberapa penelitian telah dilakukan yang terkait
dengan sustainable innovation, tetapi kebanyakan diterapkan pada UMKM di luar negeri.Oleh sebab itu,
dirasa perlu dilakukan studi mengenai penerapansustainable innovation pada UMKM di Indonesia.Studi
kasus dilakukan pada UMKM pengolahan makanan di Surabaya dengan pertimbangan bahwa sektor
pengolahan makanan merupakan salah satu industri unggulan di Jawa Timur. Penelitian ini merupakan
descriptive research dengan tujuan untuk menggambarkan penerapan sustainable innovation pada UMKM
pengolahan makanan di Surabaya.Penelitian diawali dengan melakukan pengamatan dan survei awal, yang
hasilnya menjadi acuan bagi penyusunan kuisioner.Kuisioner dibuat dalam tiga bagian, (1) profil responden.
(2) variabel inovasi, dan (3) variabel sustainable innovation, serta dibagikan ke 100 responden yang
merupakan sampel dari populasi UMKM pengolahan makanan di Surabaya. Selanjutnya hasil kuisioner diolah
dengan menggunakan bantuan software SPSS dan dilakukan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil kuisioner
didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden sudah menerapkan inovasi, tetapi masih sedikit yang
mempertimbangkan prinsip sustainability dalam melakukan inovasi. Sebagian besar mengutamakan
keberlanjutan usaha (42,4%)laba (24,7%), tetapi mengabaikan dua unsur sustainability yang lain, yaitu
manusia dan lingkungan, yang bisa diidenfitikasi dari proses produksi, penggunaan kemasan, pemilahan
sampah, dan sebagainya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi program
pengembangan UMKM untukmembangkitkan kesadaran UMKM menerapkan sustainable innovation pada
usahanya.
ekonomi dengan bertanggung jawab terhadap Jawa Timur yang naik 2 juta jumlahnya dari tahun
generasi sekarang dan yang akan datang (Wheeler & 2012, sehingga Produk Domestik Regional Bruto
Elkington, 2001). (PDRB) Jatim mencapai Rp. 1.012 triliun. (Suara
Surabaya, 2013).
Terdapat kombinasi dari faktor pemicu internal dan
eksternal yang berpengaruh pada komitmen Secara kumulatif UKM memiliki dampak yang
perusahaan untuk menjalankan sustainable cukup besar, tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga
innovation (Yoon, 2009).Beberapa studi mengatakan pada lingkungan sosial dan alam (Lawrence et al.,
faktor pemicu internal di antaranya ialah tekanan 2006).Dalam menjalankan bisnisnya, UKM
dari pemegang kepentingan dan karyawan, identitas menerima lebih sedikit publikasi, bantuan dan
organisasi, perspektif manajemen, dan tanggung sorotan masyarakat serta media, yang membuat
jawab sosial perusahaan.Sedangkan faktor pemicu mereka kurang menyadari isu-isu
eksternal meliputi permintaan konsumen, peraturan lingkungan.Akibatnya, UKM cenderung acuh tak
pemerintah, aktivitassosial dan perkembangan acuh terhadap pelaksanaan praktek-praktek ramah
teknologi.Respon perusahaan terhadap faktor-faktor lingkungan, yang biasanya membutuhkan lebih
pemicu tersebut berbeda satu sama lain, tergantung banyak modal dan pengawasan publik.Keengganan
dari pandangan perusahaan tentang hubungan antara UKM untuk menerapkan sustainability mungkin
pertumbuhan dan lingkungan dengan kombinasi karena keberlanjutan tampaknya tidak secara
faktor pemicu yang mereka hadapi. Respon signifikan mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan, mulai dari kepatuhan sampai perusahaan (Prabawani, 2013).
kepemimpinan, mencerminkan berbagai tingkatan
komitmen, sumber daya dan pemahaman tentang Walaupun sudah ada beberapa penelitian mengenai
masalah yang dihadapi.Sehingga, perusahaan sustainable innovation pada UKM,
dihadapkan pada beberapa pilihan sustainable tetapikebanyakan penelitian dilakukan pada UKMdi
innovation; apakah mereka hanya bereaksi terhadap luar negeri. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk
situasi dengan menggunakan sumber daya minimum dilakukan studi tentang sustainable innovation pada
untuk mengatasi faktor pemicu ataukah perusahaan UKM di Indonesia,khususnya di Surabaya, yang
harus proaktif, mengingat respon mereka dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.Tujuan dari
digunakan sebagai keuntungan strategis (Tello, penelitian ini ialah untuk mengetahui dan
2008). menggambarkan penerapan sustainable innovation
yang dilakukan oleh UKM.Untuk pemahaman yang
Selain faktor pemicu, terdapat juga kendala-kendala lebih mendalam, diberikan batasan obyek penelitian,
yang dihadapi UKM dalam penerapan sustainable yaitu UMKM pengolahan makanan, dengan
innovation. Kendala internal dari dalam organisasi pertimbangan bahwa usaha makanan olahan khas
itu sendiri antara lain usia perusahaan, ukuran berbasis agro menjadi salah satu produk unggulan
perusahaan, struktur organisasi, birokrasi, organisasi pada sektor IKM Jawa Timur (Tempo, 2012).Hingga
konservatif, usia karyawan, dan kesulitan mobilitas saat ini industri makanan minuman (mamin)
dari manajemen puncak untuk investasi inovasi. memang didominasi usaha mikro kecil dan
Kendala internal lainnya terkait dengan sumber daya menengah. Jumlah UMKM, khususnya mamin, di
manusia, yaitu rendahnya keahlian karyawan, Jatim sangat mendominasi dengan persentase hampir
motivasi yang buruk, keengganan berinovasi, dan 70 persen. Sedangkan sisanya, 30 persen, merupakan
kurangnya insentif. Sedangkan hambatan eksternal industri menengah dan industri besar (Jawapos,
merujuk pada konservatisme dan ketidakstabilan 2014).
pasar, ukuran dan situasi sektor bisnis, krisis global,
kesulitan menerapkan produk baru, beban pajak, 2. Metode
kesulitan mengembangkan produk baru dan ekspansi
ke pasar baru, kurangnya bantuan keuangan, Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
minimnya dukungan kelembagaan dan descriptive research karena tujuan penelitian ini
pengungkapan yang tidak memadai dan akses adalah untuk menggambarkan sejauh mana UMKM
informasi, kebijakan pemberian kredit, birokrasi pengolahan makanan di Surabaya menerapkan
tinggi, dan ketergantungan pada teknologi (Cordeiro, sustainable innovation.Ada dua jenis data yang
2012). diperlukan dalam penelitian ini yaitu data primer dan
data sekunder.Data primerdiperoleh langsung
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan melalui survey, baik dari hasil wawancara dengan
salah satu bagian yang penting dari perekonomian pemilik UMKM maupun dengan penyebaran
pada suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. kuisioner kepada pemilik UMKM pengolahan
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada makanan di Surabaya. Data ini antara lain mengenai
tahun 2007 UKM memberikan kontribusi sebesar profil UMKM meliputi skala, umur, jenis produk,
Rp. 2.12,3 triliun atau sama dengan 53,6 % dari total lokasi, inovasi yang dilakukan selama ini serta
PDB Indonesia. Pada 2013 terdapat 6,8 juta UKM di pertanyaan-pertanyaan terkait penerapan sustainable
19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan bisa berupa sertifikat halal, sertifikat good
entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai manufacturing process (GMP), ataupun piagam
99 orang.Sedangkan usaha mikro bila jumlah tenaga pernah menjuarai lomba UMKM, dan lain-
kerja 1-4 orang (Suryana, 2003).Dengan demikian lain.Untuk melindungi masyarakat dari produk
mayoritas responden merupakan usaha mikro (51%), pangan yang membahayakan kesehatan, maka salah
diikuti dengan usaha kecil (33%), dan sisanya adalah satu kebijakan pemerintah adalah menerapkan
usaha menengah (16%).Usia karyawan sebagian Perizinan Produksi dan Izin Edar bagi produk
besar antara 21-40 tahun (93%). Sedangkan makanan.Karena dengan menerapkan kebijakan
pendidikan karyawan mayoritas adalah SMP (76%). tersebut maka pemerintah dapat melakukan
pengawasan serta pembinaan agar produsen
Inovasi makanan/minuman memproduksi pangan sesuai
Berikutnya adalah analisa deskriptif dari inovasi dengan Cara Produksi Pangan Yang Baik
yang dilakukan responden selama ini, seperti yang (CPPB/CPMB) (Kabupaten Sukoharjo, 2013).Bila
ditunjukkan di tabel 2. responden mayoritas belum mendapatkan ijin edar,
maka bisa diartikan bahwa mereka belum
Dari data ditabel 2 didapatkan gambaran bahwa mengetahui CPPB/CPMB.
mayoritas responden melakukan inovasi supaya
produk tetap digemari (51,5%), diikuti dengan Sustainable Innovation
meningkatkan kualitas produk (18,4%), dan Terkait dengan analisa deskriptif sustainable
memberi keunikan pada produk (16%). Sedangkan innovation, maka variabel meliputi triple bottom
ide inovasi sebagian besar berasal dari pemilik line, yaitu ekonomi, lingkungan, dan manusia.Untuk
perusahaan (70,1%). Dapat dikatakan bahwa pemilik aspek ekonomi, saat melakukan inovasi mayoritas
perusahaan yang selama ini berinisiatif melahirkan responden mempertimbangkan keberlanjutan usaha
ide-ide untuk inovasi. Inovasi yang dilakukan (42,4%), diikuti dengan laba (24,7%), dan manfaat
meliputi inovasi produk dan inovasi proses. Untuk bagi konsumen (20,6). Dapat diartikan bahwa fokus
inovasi produk, hampir berimbang antara produk dalam melakukan inovasi yaitu usaha itu sendiri,
baru (40,5%), dan produk sama dengan rasa/varian supaya tetap bertahan dan mendatangkan laba.Untuk
baru (37,2%). Hal ini dapat dimaklumi, karena usaha aspek lingkungan, salah satu variabel menanyakan
makanan biasanya di awal usaha mempunyai satu tentang kemasan yang digunakan.Hal ini terkait
jenis produk, tetapi dengan perkembangan usaha dengan limbah kemasan yang dihasilkan. Sebagian
mereka menambah jenis/varian produk dengan besar responden menggunakan kemasan plastik
produk yang benar-benar baru, atau menambah (44%) dan kertas (37,1%). Padahal, limbah kemasan
rasa/varian produk pada produk yang sudah ada. dari plastik sulit untuk diurai dan berdampak kurang
Pada inovasi proses, ada beberapa yang dilakukan, baik pada lingkungan.Hasil ini berhubungan dengan
antara lain cara mengatur ruangan (79%) dan cara jawaban dari pertanyaan apakah responden
menyiapkan bahan (67%). Ruangan di sini bukan mengetahui jenis kemasan yang dapat didaur
hanya berarti dapur atau tempat memasak, tapi juga ulang.Sebagian besar responden (76%) menjawab
stan/tempat berjualan.Hampir semua responden tidak tahu.Hampir semua responden (94%) tidak
(98%) menyatakan bahwa inovasi berpengaruh memilah/memisahkan sampah yang dihasilkan.
positif, baik pada kualitas produk maupun penjualan Artinya, mereka mencampur aduk sampah yang
produk. Walaupun demikian, terdapat beberapa berasal dari proses (bio), sampah kertas, sampah
hambatan inovasi yang dihadapi oleh responden plastik, dan sampah-sampah yang lain. Sebagian
selama ini, antara lain tidak ada yang mengerjakan besar responden (87,7%) menggunakkan elpiji untuk
(27%) dan tidak ada keharusan (22%). Temuan ini proses memasak. Untuk aspek manusia, beberapa
menjadi menarik, karena walaupun mereka variabel ditanyakan baik yang berhubungan dengan
mengatakan bahwa inovasi berpengaruh positif pada karyawan maupun masyarakat luar.Sebagian besar
kualitas dan penjualan produk, tetapi mereka merasa responden (82%) melakukan
bahwa tidak ada keharusan untuk melakukan pelatihan/pengembangan karyawan, yang umumnya
inovasi. Sebagian besar responden (26,6%) dilaksanakan di dalam/internal (81%).Hanya
menyatakan bahwa tidak ada hambatan inovasi beberapa responden (17%) yang sudah melakukan
selama ini. Terkait dengan paten/ijin edar, mayoritas pelatihan karyawan di luar usaha, baik melalui
responden belum memiliki (81%) dengan beberapa pelatihan dari pihak pemerintah maupun pelatihan
alasan, antara lain: tidak tahu gunanya (38,5%) dan dari pihak lain (swasta).Masih sedikit dari responden
tidak tahu caranya (19,2%). Hal ini berarti bahwa yang mengharuskan karyawannya menggunakan
sebagian besar responden belum mengetahui sarung tangan saat produksi (32%), menggunakan
manfaat dari paten/ijin edar dan kebanyakan mereka masker (16%), dan menggunakan penutup kepala
tidak tahu bagaimana cara untuk mengurus paten/ijin (16%).Sisanya belum melakukan ketiga hal
edar. Sebagian besar responden (89%) juga belum tersebut.Padahal ketiga hal tersebut sangat penting,
pernah mendapatkan piagam/sertifikat untuk karena pada saat proses produksi karyawan
usaha/produknya.Piagam/sertifikat yang diperoleh berhubungan langsung dengan produk. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar besar ide inovasi berasal dari pemilik perusahaan
responden kurang menjaga higienis (70,1%). Untuk inovasi produk, hampir berimbang
produk(keamanan pangan) makanan yang antara produk baru (40,5%), dan produk sama
dihasilkan, karena saat memproduksi makanan dengan rasa/varian baru (37,2%). Sedangkan pada
tersebut masih terdapat kemungkinan terkontaminasi inovasi proses, yang dilakukan ialahcara mengatur
dan produk tidak terlindungi dengan baik.Untuk ruangan (79%) dan cara menyiapkan bahan (67%).
aspek masyarakat luar, sebagian besar responden Hampir semua responden (98%) menyatakan bahwa
(78%) tidak pernah menjadi sponsor suatu inovasi berpengaruh positif, baik pada kualitas
kegiatan.Hal ini dapat diartikan bahwa responden produk maupun penjualan produk. Walaupun
tidak terlibat secara aktif pada kegiatan-kegiatan demikian, terdapat beberapa hambatan inovasi yang
yang tidak berdampak langsung pada usaha. Tetapi, dihadapi oleh responden selama ini, antara lain tidak
hampir separuh responden (43%) pernah mengikuti ada yang mengerjakan (27%) dan tidak ada
kegiatan pertemuan yang diadakan oleh pihak lain. keharusan (22%), sedangkan beberapa responden
Misalnya oleh PKK, pihak kampus, pihak (26,6%) menyatakan bahwa tidak ada hambatan
pemerintah, perusahaan, dan sebagainya. Selain itu, inovasi selama ini. Terkait dengan paten/ijin edar,
hampir separuh responden (43%) sudah mempunyai mayoritas responden belum memiliki (81%) dengan
kerja sama dengan pihak lain. beberapa alasan, antara lain: tidak tahu gunanya
(38,5%) dan tidak tahu caranya (19,2%). Sebagian
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden (89%) juga belum pernah
besar responden belum memahami dan menerapkan mendapatkan piagam/sertifikat untuk
prinsip sustainability saat melakukan usaha/produknya.
inovasi.Mereka masih fokus pada aspek ekonomi
saja, yaitu bagaimana mendapatkan laba dan Saat melakukan inovasi mayoritas responden
mempertahankan usaha dan masih sedikit perhatian terutama masih fokus pada usahanya sendiri, yaitu
yang diberikan pada lingkungan, manusia, baik mempertimbangkan keberlanjutan usaha (42,4%),
karyawan maupun masyarakat luas (konsumen). diikuti dengan laba (24,7%). Sebagian besar
Walaupun yang diteliti adalah UMKM makanan, responden menggunakan kemasan plastik (44%) dan
masih banyak yang belum memahami mengenai kertas (37,1%) dan belum mengetahui jenis kemasan
keamanan pangan dan cara produksi pangan yang yang dapat didaur ulang (76%). Hampir semua
baik. Memang mereka sudah mengerti bagaimana responden (94%) tidak memilah/memisahkan
mengolah makanan yang higienis, tapi itupun belum sampah yang dihasilkan.Sebagian besar responden
dibuktikan apakah produk makanan yang dihasilkan (82%) melakukan pelatihan/pengembangan
benar-benar higienis dan aman untuk karyawan, yang umumnya dilaksanakan di
dikonsumsi.Untuk memastikan bahwa produk dalam/internal (81%).Masih sedikit dari responden
makanan higienis, maka perlu dilakukan uji lab yang mengharuskan karyawannya menggunakan
untuk mengetahui bahwa produk bebas dari bakteri, sarung tangan saat produksi (32%), menggunakan
bahan pemanis buatan, dan bahan pengawet. masker (16%), dan menggunakan penutup kepala
(16%). Sebagian besar responden (78%) tidak
4. Kesimpulan pernah menjadi sponsor suatu kegiatan. Tetapi,
hampir separuh responden (43%) pernah mengikuti
Dari penelitian yang dilakukan pada 100 UMKM kegiatan pertemuan yang diadakan oleh pihak lain
makanan di Surabaya didapatkan hasil analisa dan mempunyai kerja sama dengan pihak lain.
deskriptif sebagai berikut.Sebagian besar responden
berada di Surabaya Selatan (52%), diikuti dengan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, beberapa saran
Surabaya Timur (26%).Mayoritas responden sudah dapat diusulkan untuk mengembangkan UMKM
beroperasi selama 6-10 tahun (38%), kemudian 0-5 makanan di Surabaya.Dari hasil kuisioner diketahui
tahun (28%). Sistem produksi yang dijalankan saat bahwa hambatan inovasi yang terbesar saat ini ialah
ini sebagian besar make to stock (39%) dan tidak ada yang mengerjakan (27%) dan tidak ada
gabungan (37%). Jumlah produk yang dimiliki keharusan (22%). Kemudian untuk paten/ijin edar,
responden mayoritas kurang dari 5 jenis mayoritas mengatakan tidak tahu gunanya (38,5%)
(36%).Berdasarkan jumlah karyawan, mayoritas dan tidak tahu caranya (19,2%). Dalam hal ini
responden merupakan usaha mikro (51%), diikuti diperlukan sosialiasi mengenai pentingnya
dengan usaha kecil (33%), dan sisanya adalah usaha keamanan pangan yang harus diterapkan pada
menengah (16%).Usia karyawan sebagian besar produk yang dijual kepada konsumen.Terutama
antara 21-40 tahun (93%). Sedangkan pendidikan untuk produk pangan yang menggunakan kemasan,
karyawan mayoritas adalah SMP (76%). Untuk ijin edar diperlukan untuk memberi kepastian pada
inovasi, mayoritas responden melakukan inovasi konsumen mengenai keamanan produk yang
supaya produk tetap digemari (51,5%), dibeli.Untuk itu perlu juga sosialisasi mengenai
meningkatkan kualitas produk (18,4%), dan pentingnya mempunyai ijin edar bagi produk
memberi keunikan pada produk (16%). Sebagian makanan dan bagaimana mendapatkannya.
Tabel 2. Inovasi
No. Variabel Jawaban Jumlah Prosentase (%)
1. Alasan inovasi meningkatkan kualitas produk 30 18,4
memberi keunikan pada produk 26 16
produk tetap digemari 84 51,5
menghemat biaya 14 8,6
lebih unggul dari pesaing 9 5,5
2. Dari mana ide inovasi pemilik perusahaan 94 70,1
suplier/pemasok 0 0
pesaing 10 7,5
karyawan 6 4,5
konsumen 24 17,9
3. Inovasi produk produk baru 49 40,5
produk sama, rasa/varian baru 45 37,2
produk sama, kemasan baru 16 13,2
lainnya 11 9,1
4. Inovasi proses cara menyiapkan bahan 67 38,7
cara memasak 11 6,4
cara mengatur ruangan 79 45,7
cara menjual 14 8,1
lainnya 2 1,2
5. Pengaruh pada kualitas produk ya 98 98
tidak 2 2
6. Pengaruh pada penjualan produk ya 98 98
tidak 2 2
7. Hambatan inovasi tidak tahu caranya 10 8,1
keterbatasan dana 16 12,9
tidak ada yang mengerjakan 27 21,8
tidak ada waktu 16 12,9
tidak ada keharusan 22 17,7
tidak ada 33 26,6
8. Paten/ijin edar ya 19 19
tidak 81 81
9. Alasan belum paten tidak tahu caranya 20 19,2
kendala biaya 11 10,6
tidak penting 16 15,4
tidak ada yang mengurus 12 11,5
tidak tahu gunanya 40 38,5
lainnya 5 4,8
10. Piagam/sertifikat ya 11 11
tidak 89 89
Abstrak
Perkembangan sistem pengkondisian udara terjadi pada sistem refrigerasi dan fluida kerja atau refrigerannya. Perkembangan
dibidang refrigeran didorong oleh dua masalah lingkungan, yaitu penipisan lapisan ozon (ODP) dan pemanasan global
(GWP). Sifat merusak lapisan ozon yang dimiliki oleh refrigeran dalam kelompok halocarbon yang termasuk didalamnya
yaitu CFC dan HCFC, sedangkan refrigeran yang berpotensi untuk meningkatkan pemanasan global dalam kelompok
halocarbon yaitu HFC. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut diperlukan refrigeran dari alam atau refrigeran natural.
Musicool merupakan refrigeran natural dari kelompok hidrokarbon yang diproduksi oleh Pertamina. Tujuan penelitian ini
adalah mengganti (retrofit) refrigeran yang berpotensi ODP dan GWP (R-134a) dengan refrigeran Musicool-134a yang
ramah lingkungan, serta mengetahui performa dari refrigeran Musicool-134adalam sistem refrigerasi kompresi uap. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Lingkup penelitian ini mencakup dua variabel yaitu
komposisi beratrefrigeran(R-134a 600 gram, musicool 200 gram, musicool 250 gram dan musicool 300 gram) dan kecepatan
putar mesin (1000 rpm dan 1500 rpm). Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa Massa refrigeran yang digunakan untuk
mengganti R-134a ke musicool jauh lebih sedikit.Temperatur terendah dicapai dengan menggunakan refrigeran musicool 200
gram yaitu 6 oC. Penggunaan refrigeran musicool300 gram, memberikan kerja kompresor yang lebih ringan, dilihat dari rasio
kompresi kecil (4), tekananhisapkompresor tinggi (42 Psi). Penggunaan internal heat exchanger (IHE) memberikan efek
yang bagus terhadap suhu masuk ke evaporator lebih rendah dibanding tanpa IHE.
22 dan HFC R-134a yang masih memiliki potensi 1.5. Studi Pustaka
merusak alam.
James M. (2008) membagi perkembangan
Musicool telah memenuhi persyaratan teknis
refrigeran menjadi empat periode yaitu periode
sebagai refrigeran yaitu meliputi aspek sifat fisika
pertama, 1830-an hingga 1930-an, dengan kriteria
dan termodinamika, diagram tekanan versus suhu
refrigeran "apa pun yang bekerja di dalam mesin
serta uji kinerja pada siklus refrigerasi. Hasil
refrigerasi". Refrigeran yang digunakan dalam
pengujian menunjukan bahwa dengan beban
periode ini adalah ether, CO2, NH3, SO2,
pendingin yang sama, MUSICOOL memiliki
hidrokarbon, H2O, CCl4, CHCs. Periode ke-dua,
keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
1930-an hingga 1990-an menggunakan kriteria
refrigeran sintetic, diantaranya beberapa parameter
refrigeran aman dan tahan lama (safety and
memberikan indikasi data lebih kecil, seperti
durablity). Refrigeran pada periode ini adalah CFCs
kerapatan bahan (density), rasio tekanan kondensasi
(Chloro Fluoro Carbons), HCFCs (Hydro Chloro
terhadap evaporasi dan nilai viskositasnya,
Fluoro Carbons), HFCs (Hydro Fluoro Carbons),
sedangkan beberapa parameter lain memberikan
NH3, H2O. Periode ke-tiga, 1990-an hingga 2010-
indikasi data lebih besar, seperti efek refrigerasi,
an, dengan kriteria refrigeran proteksi ozon (ozon
COP, kalor laten dan konduktivitas bahan.
protection). Refrigeran pada periode ini adalah
Keunggulanrefrigeran musicool adalah
HCFCs, NH3, HFCs, H2O, CO2. Periode ke-empat,
(PERTAMINA, 2008):
setelah 2010-an, dengan criteria refrigeran yang
1. Ramah Lingkungan dan nyaman, MUSICOOL
rendah potensi pemanasan global (low GWP).
tidak beracun, nyaman dan pelepasannya ke alam
Clelanda, dkk. (2009) melakukan penggantian
bebas tidak akan merusak lapisan ozon dan tidak
(retrofit) sistem pendingin padapeternakan di
menimbulkan efek pemanasan global.
Selandia Baru yang sebelumnya menggunakan
2. Hemat Listrik/Energi, MUSICOOL mempunyai
HCFC–22. Investigasi dilakukan terhadap HCFC–22
sifat termodinamika yang lebih baik sehingga
dengan kapasitas sama terhadap campuran propana
dapat menghemat pemakaian energy/listrik
dan etana (Care-50), sehingga akan mengurangi
hingga 30% dibanding dengan refrigeran
penggunaan energi sebesar 6-8%, kemudian
fluorocarbon pada kapasitas mesin pendingin
menggunakan propana (Care-40), mendapatkan
yang sama.
penurunan energi sebesar 5% tetapi kapasitas
3. Lebih irit, MUSICOOL memiliki sifat kerapatan
pendinginan lebih rendah adalah 9%. Retrofit ini
yang rendah sehingga hanya memerlukan sekitar
memiliki biaya murah, dapat meningkatan efisiensi
30% dari penggunaan refrigerany fluorocarbon
energi, serta dampak lingkungan yang rendah,
pada kapasitas mesin pendingin yang sama.
minyak pelumas kompatibel dengan minyak
4. Pengganti untuk Semua, MUSICOOL dapat
mineral. campuran propana - etana memiliki
menggantikan refrigeran yang digunakan selama
kapasitas pendinginan yang sama dan sifat mudah
ini tanpa mengubah atau mengganti komponen
terbakar dapat terkendali.
maupun pelumas.
Padalkar, dkk. (2014) membahas penggunaan
5. Memenuhi Persyaratan International, Musicool
propana (HC-290) sebagai alternatif pengganti
memenuhi baku mutu internasional dalam
HCFC-22 yang aman dan hemat energi untuk AC
pemakaian maupun implikasi yang
split dengan kapasitas pendinginan nominal hingga
menyertainya.
5,1 kW. Awalnya kinerja AC split disimulasikan
1.3. Perumusan Masalah untuk kapasitas pendinginan, rasio efisiensi energi
(EER), dan isi refrigeran. Pengujian dilakukan untuk
Permasalahan yang ada adalah bagaimana
kasus yang berbeda beda dengan HCFC-22 dan HC-
performa dari retrofit sistem AC mobil dengan
290. Kondisi pengujian adalah sesuai Standar India,
menggunakan refrigeran Musicool denganvariasi
IS 1391 (1992) Part I. Parameter berdasarkan pada
jumlah massa refrigeran yang dimasukan dan
kinerja simulasi dengan tujuan untuk mencapai EER
perubahan kecepatan putar kompresor.
maksimum untuk kapasitas pendinginan yang
1.4. Tujuan Penelitian diinginkan. Tujuan lain adalah mengurangi isi dari
HC-290 untuk menurunkan tingkat sifat mampu
Tujuan penelitian ini adalah mengganti bakar. Pengurangan isi refrigeran dengan
(retrofit) refrigeran yang berpotensi ODP dan GWP menggunakan dua jenis kondensor, pertama dengan
(R-134a) dengan refrigeran Musicool yang ramah
ukuran tabung yang lebih kecil dan lain kondensor
lingkungan dalam sistem refrigerasi kompresi uap. aliran paralel (PFC) atau minichannel kondensor.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk Untuk HC-290, tertinggi EER adalah 3,7 untuk
mengetahui performa sistem AC mobil dengan
kapasitas pendinginan 4,90 kW untuk isi refrigeran
menggunakan refrigeran Musicool terhadap variasi 360 g.
jumlah massa refrigeran yang dimasukan dan Dalkilic & Wongwises, (2010) melakukan
perubahan kecepatan putar kompresor.
studi teoritis kinerja pada sistem refrigerasi
kompresi uap tradisional dengan campuran
refrigeran berbasis HFC134a, HFC152a, HFC32,
Put.
In evap out evap
Gambar 5. Temperatur refrigeran masuk dan keluar
Kompresor Refrigeran evaporator (1500 rpm, dengan IHE)
(oC) (oC)
(rpm)
Musicool 250 8 8 Dari gambar 5 di atas terlihat bahwa refrigeran
Musicool 300 9 10 musicool 200 gram memiliki temperatur masuk
Proses penguapan di evaporator terjadi dalam evaporator lebih kecil dari yang lain yaitu 6 oC
keadaan temperatur yang konstan sehingga secara walau suhu keluarnya 7 oC, sedangkan musicool 250
ideal temperatur keluar evaporator besarnya sama gram memiliki temperatur masuk dan keluar
dengan temperatur masuk evaporator. Kondisi yang evaporator sama besar yaitu 8 oC.
ideal terjadi pada R-134a (8oC dan 9 oC), musicool
200 gram (10 oC), musicool 250 gram (8 oC) dan
musicool 300 gram (11 oC), untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6.
Put. Tekn. out Tekn. in Komp. Dari gambar 7 dan 8 di atas terlihat bahwa
Komp. Refrigeran Komp. Komp. Rasio refrigeran musicool 300 gram mempunyai tekanan
(rpm) (Psi) (Psi)
R-134a hisap kompresor yang lebih besar dari refrigeran
170 24 7.1 lainnya. Penambahan IHE akan menurunkan tekanan
600
Musicool
160 34 4.7
hisap kompresor kecuali pada R-134a untuk putaran
No 200 kompresor 1000 rpm.
HE Musicool
250
170 38 4.5 Disamping tekanan hisap kompresor untuk
Musicool mengukur performa dari sistem refrigerasi dengan
170 42 4.0
300 menggunakan kompresi rasio, semakin kecil
R-134a
200 24 8.3 kompresi rasio maka kerja kompresor juga akan
600 semakin ringan.
Musicool
170 24 7.1
200
HE
Musicool
180 29 6.2
250
Musicool
190 33 5.8
300
1500
R-134a
180 26 6.9
600
Musicool
180 26 6.9
No 200
HE Musicool
190 30 6.3
250
Musicool
200 35 5.7
300 Gambar 9. Kompresi rasio untuk 1000 rpm
Untuk mengukur performa dari sistem refrigerasi Gambar 9 dan 10 memberikan perbandingan
bisa digunakan parameter tekanan hisap, tekanan kompresi rasio beberapa refrigeran pada kecepatan
buang dan kompresi rasio. Efisiensi volumetrik kompresor dan penggunaan IHE, sehingga dapat
kompresor akan ditentukan besarnya tekanan hisap diketahui kondisi yang mempunyai kerja kompresor
kompresor, semakin besar tekanan hisapnya maka ringan.
akan semakin besar pula efisiensi volumetrik
kompresor tersebut. Efisiensi volumetrik kompresor
menentukan besarnya massa refrigeran yang dapat
dihisap dan disirkulasikan dalam sistem.
Gambar 7 dan 8 memberikan informasi
perbandingan tekanan hisap kompresor terhadap
beberapa refrigeran pada kecepatan kompresor dan
penggunaan IHE, sehingga dapat diprediksikan
kencenderungan besarnya efisiensi volumetrik.
Tabel 3. Temperatur hisap dan buang kompresor, dengan refrigeran R-134a untuk semua level kecepatan
ṁudara konstan putar kompresor pada masing-masing level
Temp. Temp. penggunaan IHE, kecuali terhadap musicool 300
Put.
Kompresor Refrigeran
hisap buang gram pada kecepatan putar kompresor 1500 rpm.
(rpm)
komp. komp. Penggunaan IHE memberikan efek meningkatkan
(oC) (oC)
temperatur hisap.
R-134a 600 15 61
Musicool 200 21 64
HE
Musicool 250 20 60
Musicool 300 17 51
1000
R-134a 600 12 45
No Musicool 200 14 50
HE Musicool 250 14 50
Musicool 300 15 48
R-134a 600 16 64
Musicool 200 22 74
HE
Musicool 250 19 68
Musicool 300 14 57
1500
R-134a 600 13 54 Gambar 13. Temperatur buang kompresor
No Musicool 200 15 68
untuk 1000 rpm
HE Musicool 250 11 56
Musicool 300 12 53
refrigeran yang dihisap dan disirkulasikan lebih split packaged air conditioner using refrigeran
besar dari pada refrigeran yang lain. HC-290 as a substitute for HCFC-22. Applied
f. Kompresi rasio terkecil dicapai oleh musicool Thermal Engineering , 277-284.
300 gram, hal ini mengindikasikan bahwa kerja PERTAMINA. (2008, August). MUSICOOL -
kompresor lebih ringan dibanding penggunaan Bahan Pendingin Hemat Listrik & Ramah
refrigeran yang lain. Lingkungan. Retrieved May 9, 2014, from
g. Penambahan internal heat exchanger (IHE) juga Globalindo Niaga Prima Musicool
memberikan dampak yang baik, yaitu Hydrocarbon Refrigeran:
tercapainya suhu refrigeran yang masuk http://globalindoprima.blogspot.com/2008/08/
evaporator lebih rendah daripada tanpa IHE musicool.html
dalam level kecepatan putar kompresor masing- Stoecker, W.F., Jones, J.W., Supratman Hara, (1987)
masin, dan semua variabel refrigeran. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara (edisi
h. Penambahan pengukuran berupa laju aliran kedua). Airlangga Jakarta
massa refrigeran yang mengalir dalam sistem
untuk mengetahui berapa energi yang dapat
dimanfaatkan dalam evaporator dan kerja yang
dilakukan dalam kompresor sehingga dapat
diketahui performa sistem secara menyeluruh.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kalab. Laboratorium Mesin Otomotif
Universitas Muhamadiyah Magelang yang telah
memfasilitasi saran laboratorium.
2. Laboran Laboratorium Mesin Otomotif
Universitas Muhamadiyah Magelang yang telah
membantu dalam pembuatan peralatan uji.
Daftar Pustaka
ASHRAE. (2009). Fundamentals (SI). Atlanta, GA
30329: American Society of Heating,
Refrigerating and Air-Conditioning Engineers,
Inc.
ASHRAE. (2006). REFRIGERATION. Atlanta:
American Society of Heating, Refrigerating
and Air-Conditioning Engineers, Inc.
Cengel, Y. A., & Boles, M. A. (2008).
Thermodynamics An Engineering Approach
(Fifth Edition ed.). McGraw-Hill.
Clelanda, D., Keedwell, R., & Adams, S. (2009).
Use of hydrocarbons as drop-in replacements
for HCFC-22 in on-farm milk cooling
equipment. International Journal Of
Refrigeration , 1403-1411.
Dalkilic, A., & Wongwises, S. (2010). A
performance comparison of vapour-
compression refrigeration sistem using various
alternative refrigerans. International
Communications in Heat and Mass Transfer ,
1340–1349.
James M., C. (2008). The next generation of
refrigerans – Historical review, considerations,
and outlook. International Journal Of
Refrigeranion , 1123 – 1133.
Montreal Protocol on Substances that Deplete the
Ozone Layer, 1987, Article 5: Special situation
of developing countries, United Nations
Environment Programme, Nairobi, Kenya
Padalkar, A. S., Mali, K. V., & Devotta, S. (2014).
Simulated and experimental performance of
Abstrak
Polisiloksan merupakan polimer inorganik dengan sifat elastisitas dan stabilitas termal yang tinggi.
Sifat polisiloksan yang tinggi berkaitan dengan kekuatan ikatan inorganic Si-O. Polisiloksan yang
banyak digunakan adalah poli(dimetil siloksan) (PDMS). Poliamino amid berfungsi sebagai
material pencampur dan juga katalis untuk proses pematangan Polisiloksan. Polisiloksan dengan
kekuatan yang tinggi memiliki potensi untuk digunakan sebagai lapisan pelindung (coating) pada
baja terutama untuk mencegah kerusakan dan korosi baja di lingkungan marine. Penelitian ini
melakukan studi proses fabrikasi, kekuatan tarik dan stabilitas termal Polisiloksan serta
aplikasinya sebagai material pelapis baja. Karakterisasi dan sifat pelapis dilakukan melalui
pengujian FTIR, uji tekuk, uji tarik, uji stabilitas termal (DSC dan TGA). Hasil FTIR
menunjukkan silikon RTV merupakan poli (dimetilsiloksan) yang ikatan kimianya secara umum
tidak terpengaruh dengan penambahan katalis Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683. Stabilitas
termal karet silikon yang paling baik didominasi oleh Bluesil Catalyst 60R pada komposisi 6wt%
dan 10% dikarenakan adanya ikatan kimia yang mengandung Si-C. Pada kedua komposisi tersebut
kedua katalis menghasilkan lapisan karet silikon yang tidak akan pecah meskipun ditekuk hingga
180 o.
karet silikon seperti yang diinginkan. Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa
Red 683 adalah katalis yang mempunyai waktu
tercepat dibandingkan katalis yang lain. Sedangkan
waktu pematangan katalis NaOH 2M, H2SO4 2M,
dan poli (aminoamid) sama dengan nol karena tidak
bisa membentuk karet silikon, sehingga untuk
selanjutnya, pengujian akan difokuskan pada karet
silikon hasil vulkanisir dengan katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683.
Tabel 1: Analisa daerah serapan dan ikatan kimia karet Tabel 2: Analisa daerah serapan dan ikatan kimia katalis
silikon Bluesil Catalyst 60R dan Red 683
Tabel 3: Hasil uji TGA komposisi katalis 6wt% karet silikon. Gambar 6 menunjukkan pengaruh
temperatur terhadap aliran panas karet silikon
dengan komposisi masing-masing katalis Bluesil
Catalyst 60R dan Red 683 sebanyak 6wt%. Dapat
dilihat bahwa karet silikon dengan katalis Red 683
Tabel 4 menunjukkan Bluesil Catalyst 60R mempunyai penurunan aliran panas (mW) yang
menjadi katalis yang memberikan stabilitas termal lebih rendah daripada karet silikon dengan katalis
yang lebih baik pada karet silikon dibandingkan Bluesil Catalyst 60R. Perbedaan paling mencolok
dengan katalis Red 638. Temperatur pada waktu bisa dilihat pada temperatur 800 oC yaitu karet
kehilangan berat 5% dari berat awal untuk Bluesil silikon dengan Red 683 dengan aliran panas -107, 7
Catalyst 60Rdan Red683 berturut-turut adalah mW. Sedangkan karet silikon dengan katalis Bluesil
450,33 oC dan 383,167 oC. Sedangkan penurunan Catalyst 60R mempunyai aliran panas sebesar -160,5
berat 10% dari berat awal untuk Bluesil Catalyst mW.
60Rdan Red 683 terjadi pada temperatur 480,667 oC
dan 417,5 oC. Sisa berat di akhir reaksi juga
menunjukkan bahwa Bluesil Catalyst 60R
memberikan stabilitas yang lebih baik yaitu 40,113
% dari berat awal dibandingkan Red 683 yang hanya
menyisakan 37,073% dari berat awal. Gambar 5
menunjukkan hasil uji TGA pada komposisi katalis
10wt% juga tidak menunjukkan perbedaan dengan
yang komposisi 6wt% katalis.
Daftar Pustaka
Chen Fei, Wayne D. Cook, 2008. Curing kinetics
and morphology of IPNs from a flexible
dimethacrylate and a rigid epoxy via
sequential photo and thermal
polymerization. European Polymer Journal.
44, 1796-1813.
Francis Bejoy, Vanden Poel, Fabrice Posada, 2003.
Cure kinetics and morphology of blends of
Gambar 11. Spesimen uji fleksural yang sudah ditekuk epoxy resin with poly (ether ether ketone)
a) Bluesil 10wt%, b) Red 683 10wt%, c) Bluesil 6wt%, containing pendant tertiary butyl groups,
d) Red 683 6wt% Polymer, 44, 3687-3699.
Lehman R. L, dkk, 1999 .Materials and Mechanical
Gambar 11 menunjukkan secara pengamatan Engineering Handbook. Boca Raton, CRC
visual lapisan pelindung karet silikon untuk katalis Press LLC.
Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 komposisi 6wt% Malmgren Nils, 2004. Epoxy Handbook. Swedia.
dan 10wt% tidak pecah pada saat substrat baja Mark James, 1999. Polymer Data Handbook.
ditekuk hingga 180o. Hal ini membuktikan bahwa Inggris, Oxford University Press, Inc.
kekuatan fleksural lapisan karet silikon sangat baik. Martinez, dkk. 2000. Phase separation in
Sehingga bisa disimpulkan penambahan jenis katalis polysulfone-modified epoxy mixtures.
Bluesil Catalyst 60R dan Red 683 menghasilkan Relationships between curing conditions,
lapisan karet silikon yang tidak akan pecah morphology and ultimate behavior.
meskipun ditekuk hingga 180o. Polymer, 41, 1027-1035.
Meure, Samuel, dkk. 2010. FTIR study of bonding
between a thermoplastic healing agent and
4. Kesimpulan a mendable epoxy resin, Vibrational
Silikon RTV merupakan poli Spectroscopy, 52, 10-15.
(dimetilsiloksan) yang ikatan kimianya secara umum Saptono, Rahmat, 2007. Pengetahuan Bahan. Depok
tidak terpengaruh dengan penambahan katalis :Jurusan Teknik Mesin FTUI Depok.
Bluesil Catalyst 60R dan katalis Red 683. Stabilitas Yang Guo, Ping Yang, 2007. Preparation and
termal karet silikon yang paling baik didominasi mechanical properties of modified epoxy
oleh katalis Bluesil Catalyst 60R pada komposisi resins with flexible diamines, Polymer, 48,
6wt% dan 10%. Hal ini dikarenakan ikatan kimianya 302-310.
mengandung Si-C (hasil uji FTIR) yang tidak
dimiliki oleh katalis Red 683 dan kemungkinan
besar panjang rantai Si-O karet silikon Bluesil
Catalyst 60R yang lebih panjang.
Katalis Bluesil Catalyst 60R memberikan
kekuatan tarik paling tinggi pada karet silikon
dengan komposisi 6wt% yaitu 1,625 MPa .
Sedangkan Red 683 cenderung memberikan nilai
Abstrak
Beberapa perjanjian internasional melarang penggunaan R22, karena R22 mengandung atom klorin
yang merusak lingkungan, sehingga perlu dicarikan penggantinya. Adapun tujuan penelitian;
Memvariasikan campuran propana dan Isobutana dengan komposisi (90+10, 80+20, 70+30,
50+50)%, mengetahui pengaruh variasi campuran propana dan Isobutana dengan komposisi (90+10,
80+20, 70+30, 50+50)% terhadap prestasi mesin, dan mendapatkan campuran untuk menggantikan
R22. Hasil penelitian; berbagai refrigeran campuran propan dan isobutan telah berhasil dibuat dan
telah diuji pada mesin pengkondisian udara, secara umum semua refrigeran dapat dipakai pada
mesin pengkondisian udara dan dapat menurunkan temperatur ruangan, refrigeran hidrokarbon
campuran propan80%+isobutan20% paling efektif untuk menggantikan refrigeran R22
campuran propan 50% + isobutan 50%, 20 Saat ini beberapa perusahaan pembuat mesin-mesin
% dan propan 90% + isobutan 10 % refrigerasi masih menggunakan refrigeran R22
2. Mengetahui pengaruh variasi campuran dalam produk-produk mereka. Meski refrigeran ini,
refrigeran propan dan isobutan, R22, termasuk juga refrigeran jenis HCFCs lainnya,
terhadap prestasi mesin pengkondisian dijadwalkan untuk dihapuskan pada tahun 2030
udara dan penurunan temperatur ruangan (untuk negara maju), namun beberapa negara Eropa
yang dikondisikan telah mencanangkan jadwal yang lebih progresif,
3. Menemukan refrigeran variasi campuran misalnya Swedia telah melarang penggunaan R22
propan dan isobutan yang optimal untuk dan HCFCs lainnya pada mesin refrigerasi baru
menggantikan refrigeran sintesis R22 sejak tahun 1998, sedangkan Denmark dan Jerman
mengijinkan penggunaan HCFCs pada mesin-mesin
baru hanya hingga 31 Desember 1999 (Kruse,2000).
1.2 Tinjauan pustaka
Protokol Montreal memaksa para peneliti dan
1.2.1 Perkembangan Refrigeran industri refrigerasi membuat refrigeran sintetis baru,
Perkembangan mutakhir di bidang refrigeran HFCs (Hydro Fluoro Carbons) untuk menggantikan
utamanya didorong oleh dua masalah lingkungan, refrigeran lama yang ber-klorin yang dituduh
yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon.
merusak ozon yang dimiliki oleh refrigeran utama Weatherhead dan Andersen (2006) mengemukakan
yang digunakan pada periode ke-dua, yakni CFCs, bahwa sejak 8 tahun terakhir, penipisan kolom
dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang lapisan ozon tidak terjadi lagi. Kedua peneliti ini
kemudian didukung oleh data pengukuran lapangan meyakini akan terjadinya pemulihan lapisan ozon.
oleh Farman dkk. (1985). Meski demikian, keduanya tidak secara jelas
Setelah keberadaan lubang ozon di lapisan merujuk turunnya penggunaan zat perusak ozon
atmosfer diverifikasi secara saintifik, perjanjian sebagai penyebab pulihnya lapisan ozon. Powell
internasional untuk mengatur dan melarang (2002)
penggunaan zat-zat perusak ozon disepakati pada Jika Protokol Montreal dan Kyoto
1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol dilaksanakan secara penuh dan konsisten, maka
Montreal. CFCs dan HCFCs merupakan dua secara umum pada saat ini belum ada pilihan
refrigeran utama yang dijadwalkan untuk refrigeran komersial selain refrigeran alami.
dihapuskan masing-masing pada tahun 1996 dan Meskipun perlu dicatat bahwa baru-baru ini terdapat
2030 untuk negara-negara maju (United Nation produsen refrigeran yang mengklaim
Environment Programme, 2000). keberhasilannya membuat refrigeran yang tidak
Sedangkan untuk negara-negara berkembang, merusak ozon dan tidak menimbulkan pemanasan
kedua refrigeran utama tersebut masing-masing global (ASHRAE, 2006). Beberapa refrigeran alami
dijadwalkan untuk dihapus (phased-out) pada tahun yang sudah digunakan pada mesin refrigerasi adalah:
2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell, 2002). amonia (NH3), hidrokarbon (HC), karbondioksida
Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur (CO2), air, dan udara (Riffat dkk., 1997). Kata
pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab "alami" menekankan keberadaan zat-zat tersebut
rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation yang berasal dari sumber biologis atapun geologis;
Framework Convention on Climate Change, 2005). meskipun saat ini beberapa produk refrigeran alami
Powell (2002) menerangkan beberapa syarat masih didapatkan dari sumber daya alam yang tidak
yang harus dimiliki oleh refrigeran pengganti, yakni: terbarukan, misalnya hidrokarbon yang didapatkan
a. Memiliki sifat-sifat termodinamika yang dari oil-cracking, serta amonia dan CO2 yang
berdekatan dengan refrigeran yang didapatkan dari gas alam (Powell, 2002).
hendak digantikannya, utamanya pada
tekanan maksimum operasi refrigeran 1.2.2 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap
baru yang diharapkan tidak terlalu jauh Komponen utama dari sebuah siklus kompresi
berbeda dibandingkan dengan tekanan uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan
refrigeran lama yang ber-klorin. katup expansi. Pada siklus kompresi uap, di
b. Tidak mudah terbakar. evaporator refrigeran akan menyerap panas dari
c. Tidak beracun. lingkungan sehingga panas tersebut akan
d. Bisa bercampur (miscible) dengan menguapkan refrigeran. Kemudian uap refrigeran
pelumas yang umum digunakan dalam akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai
mesin refrigerasi. tekanan kondensasi, dalam kondensor uap refrigeran
e. Setiap refrigeran CFC hendaknya dikondensasikan dengan cara membuang panas dari
digantikan oleh satu jenis refrigeran uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian
ramah lingkungan. refrigeran akan kembali di teruskan ke dalam
Setelah periode CFCs, R22 (HCFC) evaporator.
merupakan refrigeran yang paling banyak digunakan
di dalam mesin refrigerasi dan pengkondisian udara.
melihat pengukur tekanan pada sisi masuk 4. Mengecek tekanan dan arus yang masuk
hingga jarum penunjuk berada pada posisi kedalam sistem pengkondisi udara tidak
minus. melebihi 3.1 A
11. Memasang termometer pada saluran masuk 5. Menjalankan sistem sekitar 15 menit
dan keluar udara evaporator hingga tekanan dan temperatur sudah
12. Memasang anemometer pada saluran keluar sesuai dengan standar yang tertera pada
udara evaporator untuk mengukur kecepatan manual book mesin pengkondisian
hembusan udara evaporator udara kemudian pengisian dihentikan
13. Memasang termometer dalam dan luar 6. Menimbang kembali sisa refrigeran
ruangan. yang ada dalam tabung untuk
mengetahui banyaknya refrigeran yang
2.2 Pengujian Kandungan Refrigeran masuk sistem.
Pengujian ini menggunakan alat Refrigerant 2.3.5 Pengambilan data
Gas Analyzer, dengan metode pengukuran langsung 1. Menjalankan mesin pengkondisian
pada refrigeran yang akan dijadikan bahan penelitian udara selama lima menit
adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai 2. Mencatat data tekanan dan temperatur
berikut : refrigeran yang masuk dan keluar
1. Hubungkan identifier dengan sumber listrik (evaporator, kompresor, kondensor, dan
2. Hubungkan selang identifier ketabung katup ekspansi ).
refrigerant 3. Mencatat temperatur dalam dan luar
3. Tekan tombol pump 4 kali untuk ruangan
mengosongkan refrigeran dalam sistem alat 4. Mencatat kecepatan udara keluar
identifier evaporator
4. Tekan tombol satu kali identifier akan 5. Data dicatat tiap lima menit secara
mengambil sampel bersamaan
5. Analisis sampel 6. Ketika temperatur ruangan cenderung
6. Baca zat-zat yang terkandung dalam konstan maka pencatatan data
refrigeran yang ada dalam sampel. dihentikan
7. Mesin simulasi pengkondisian udara di
2.3 Pencampuran Refrigeran matikan
2.3.1 Propan 50% + Isobutan 50% 2.4.6 Pengeluaran refrigeran dari sistem mesin
1. Menguji kandungan propan dan pengkondisian udara.
isobutan di dalam tabung masing- 1. Menghubungkan selang warna kuning
masing dengan identifier refrigeran mesin recovery dengan saluran masuk
2. Memvakum tabung kosong selama 20 evaporator
menit 2. Menghubungkan selang warna biru
3. Menimbang tabung kosong pada mesin recovery dengan tabung kosong.
timbangan digital berat tabung = 12935 3. Menjalankan mesin recovery hingga
gram mesin kedengaran seperti mau mati itu
4. Memasukkan Isobutan sebanyak = 200 tandanya refrigeran dalam sistem sudah
gram sehingga berat tabung = 13135 dalam keadaan kosong
gram 4. Mematikan mesin recovery
5. Memasukkan propan sebanyak = 200
gram sehingga berat tabung = 13335 3. Hasil dan Pembahasan
6. Mengocok refrigeran yang ada dalam 3.1 Hasil pengambilan data
tabung Variasi campuran Propan dan Isobutan telah
2.3.2 Untuk campuran dan komposisi berat yang berhasil dibuat bersama dengan isobutan 100%,
lain dilakukan dengan cara yang serupa Propan 100% dan R22 diuji pada mesin
dengan langkah (2.3.1) sebelumnya namun pengkondisian udara.
dengan berat total yang sama (400 gram) Data yang diperoleh dari pengujian dengan
2.3.3 Pengujian refrigeran pada alat simulasi mesin menggunakan mesin pengkondisian udara adalah
pengkondisian udara sbb : tekanan dan temperatur masuk kompresor (T1),
2.3.4 Pengisian refrigeran pada alat simulasi mesin (P1), tekanan dan temperatur keluar kompresor (T2),
pengkondisian udara (P2), tekanan dan temperatur keluar kondensor (T3),
1. Memvakumkan sistem pengkondisian (P3), tekanan dan temperatur masuk evaporator (T4),
udara sekitar 20 menit (P4). Penentuan entalpi dengan menggunakan
2. Memasukkan refrigeran kedalam sistem REFROP 6.0
pengkondisi udara
3. Menghidupkan alat simulasi mesin
pengkondisian udara
3.2 Analisis Perhitungan Pada gambar 2 terlihat bahwa semakin lama waktu
Dalam pengujian ini, besaran yang dihitung operasi mesin maka laju aliran kalor kondensor
adalah : cenderung menurun atau boleh dikatakan bahwa laju
1. Laju aliran massa udara evaporator aliran kalor kondensor berbanding terbalik terhadap
ṁudevap = udara x A x V waktu operasi mesin.
ket : Hal tersebut terjadi karena semakin lama
: Massa jenis udara kg/m3 mesin beroperasi maka kalor yang di serap di dalam
A : Luas penampang hembusan evaporator ruangan semakin kecil sehingga perubahan entalpi
m2 masuk kondensor dengan keluar kondensor kecil.
V : Kecepatan udara evaporator m/s Oleh karena itu laju aliran kalor cenderung menurun
2. Laju alira n kalor udara evaporator dengan berjalannya waktu operasi mesin.
Qudara = ṁudevap x cp x( Tin - Tout )
Ket : 2. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
cp : Kalor spesifik (kJ/kg.K) terhadap laju aliran kalor evaporator
Tin : Temperatur udara masuk evaporator (0C)
Tout : Temperatur udara keluar evaporator (0C)
3. Daya kompresi
Wc = V x I
ket :
V : Voltase (Volt)
I : Arus (A)
4. Kerja kompresi
wc = h2 – h1
ket :
h2 : Entalpi keluar kompresor (kJ/kg)
h1 : Entalpi masuk kompresor (kJ/kg) Gambar 3. Waktu operasi vs Laju aliran kalor
5. Laju aliran massa refrigeran evaporator
ṁref = Wc / wc
ket : Pada gambar 3 terlihat bahwa semakin lama waktu
Wc : Daya kompresi (kJ/kg) operasi mesin maka laju aliran kalor evaporator
wc : Kerja kompresor (kJ/kg) cenderung menurun atau boleh dikatakan bahwa laju
6. Perhitungan laju aliran kalor evaporator aliran kalor evaporator berbanding terbalik terhadap
Qe = ṁref kg/s (h1 – h4) kJ/kg waktu operasi mesin.
ket : Hal tersebut terjadi karena semakin lama
ṁref : laju aliran massa refrigeran (kg/s) mesin pengkondisian udara beroperasi maka kalor
h4 : entalpi refrigeran pada titik 4 (kJ/kg) yang di serap di dalam ruangan semakin kecil
7. Perhitungan laju aliran kalor evaporator sehingga perubahan entalpi masuk evaporator
Qc = ṁref kg/s (h2 – h3) kJ/kg dengan keluar evaporator kecil. oleh karena itu laju
ket : aliran kalor cenderung menurun dengan berjalannya
ṁref : laju aliran massa refrigeran (kg/s) waktu operasi mesin.
h3 : entalpi refrigeran pada titik 3 (kJ/kg)
8. Coefisien of performance 3. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
COP = terhadap COP mesin pengkondisian udara
3.3 Pembahasan
1. Waktu operasi mesin pengkondisian udara
terhadap laju aliran kalor kondensor
Hal ini terjadi karena semakin lama mesin temperatur ruangan dengan waktu dan
pengkondisian udara beroperasi maka temperatur volume yang sama adalah refrigeran R22
refrigeran keluar evaporator ikut turun sehingga dan kemudian refrigeran hidrokarbon
entalpi masuk kompresor (h1) ikut turun sementara campuran Propan 80% dan Isobutan 20%
COP adalah entalpi pada titik satu dikurang entalpi mampu mendinginkan ruangan hampir
masuk evaporator (h4) dibagi entalpi keluar sama dengan R22 dan kedua refrigeran ini
kompresor dikurang entalpi masuk kompresor. memiliki COP yang hampir sama.
Pada gambar 9 terlihat bahwa refrigeran R22 3. Refrigeran hidrokarbon campuran
berimpit atau hampir sama dengan refrigeran propan80%+isobutan20% mempunyai COP
hidrokarbon campuran Propan 80% + Isobutan 20% dan pendinginan ruagan yang bisa dicapai
itu artinya refrigeran tersebut sangat berpotensi hampir sama dengan refrigeran R22 oleh
menggantikan R22 . hal ini hampir sama dengan karena itu refrigeran tersebut dianggap bisa
hasil penelitian yang dilakukan oleh N. Murugan dkk menggantikan refrigeran R22
2013 dimana mereka mendapatkan campuran terbaik
adalah Propan 79% + Isobutan 21%. Ucapan Terima Kasih
Ucapan Terimakasih Kepada Prof. Dr Effendy Arif
4. Waktu operasi terhadap Temperatur yang telah mengajari tentang ilmu teknik refrigerasi
ruangan dan pengkondisian udara dan kepada seluruh rekan
civitas akademika ATI Makassar atas dukungannya
untuk mengikuti seminar ini.
Daftar Pustaka
1. Arismunandar, W, H. Saito. 2002. Penyegar
Udara. Edisi keenam, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta
2. Arora, C.P. Refrigeration and Air
Conditioning. Tata McGraw-Hill Publising
Gambar 5. Hubungan antara lamanya waktu
3. ASHRAE Handbook Fundamental 2005
operasi mesin pengkondisian udara dengan 4. Bolaji, B.O. 2010. Experimental Study of
Temperatur ruangan R152a and R32 to Replace R134a in a
Domestic Refrigerator. Journal Energy 35,
Pada gambar 5 di atas terlihat bahwa semakin lama 3793-3798, Nigeria
waktu operasi dari mesin pengkondisian udara maka 5. Bolaji, B.O. 2012. Performance of a R22 split
temperatur ruangan ikut turun atau dengan kata lain air conditioner when retrofitted with ozone
lama waktu operasi mesin pengkondisian udara friendly refrigerants (R410A and R417A).
berbanding terbalik dengan temperatur ruangan. Journal Energy in south Africa vol 23 no 3,
Pada gambar 5 juga terlihat bahwa jenis Nigeria
refrigeran R22 yang mampu mendinginkan ruangan 6. Cengel, Yunus. A. Fundamental of Heat
lebih rendah dibanding refrigeran lainnya dan Transfer. 2nd Edition
refrigeran hidrokarbon dengan campuran propan 7. Carier Air Conditioning Company, 1965,
80% dan isobutan 20% hampir sama kemampuan Handbook of Air Conditioning System
mendinginkannya dengan refrigeran R22. McGraw-Hill Book Company, New York
Sementara untuk refrigeran lainnya terlihat 8. Irwan. 2011. Analisis Pengaruh Laju Aliran
bahwa laju pendinginannya lebih kecil bila Massa Udara Masuk Evaporator Terhadap
dibandingkan dengan kedua refrigeran yang telah Prestasi Mesin Pendingin Model. BC/EV. Tesis
dijelaskan diatas. Pasca Sarjana Unhas, Makassar
9. Stoecker, W. 1992. Jones. Refrigeran dan
4. Kesimpulan Pengkondisian Udara, Edisi kedua. Erlangga,
1. Refrigeran hidrokarbon campuran propan Jakarta
dan isobutan telah berhasil dibuat dengan 10. Wen Kandji.1991. Teknik Memilih, Memakaiai,
berat yang sama dan diuji pada mesin Memperbaiki Lemari Es. PT. Pradnya
pengkondisian udara dengan komposisi ( Paramita, Jakarta
propan 100%, Isobutan 100%, Propan 90%
+ Isobutan10%, Propan80%+ Isobutan20%,
Propan70% + Isobutan30%, Propan50% +
Isobutan50%).
2. Secara keseluruhan refrigeran cocok dengan
mesin pengkondisian udara dan dapat
menurunkan temperatur ruangan, refrigeran
yang paling mampu menurunkan
Abstrak
Penggunaan plastik dan barang-barang berbahan dasar plastik semakin hari semakin meningkat. Peningkatan
penggunaan plastik ini merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi, industri dan juga jumlah
penduduk. Di satu sisi penemuan plastik ini mempunyai dampak positif yang luar biasa, karena plastik
memiliki keunggulan-keunggulan dibanding material lain. Tetapi di sisi lain, plastik yang sudah tidak
digunakan juga mempunyai dampak negatif yang mengkhawatirkan, sehingga perlu dicari penyelesaiannya.
Alternatif lain penanganan sampah plastik yang saat ini banyak diteliti dan dikembangkan adalah
mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar
minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan).Ada tiga macam proses cracking yaitu
hidrocracking, thermal cracking dan catalytic cracking. Di dalam penelitian ini dirancang dan akan diuji coba
alat pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Metode yang digunakan pada alat ini adalah
thermal cracking. Pada penelitian ini akan dicoba mengolah sampah plastik jenis PE, PP dan PET. Bahan
bakar minyak yang dihasilkan diuji nilai kalor dengan Bomb Calorimeter dan komposisinya diuji dengan GC-
MS. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi operasional yang terbaik dari alat yang
dirancang sehingga diperoleh hasil bahan bakar minyak yang optimal. Dari penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa dari ketiga tipe plastik yang diuji, plastik tipe PP menghasilkan minyak paling banyak
dengan kebutuhan LPG paling sedikit dan waktu proses paling cepat. Pada saat uji coba, plastik tipe PET
tidak menghasilkan minyak tetapi menghasilkan material berbentuk serbuk.Minyak dari plastik tipe PP
memiliki nilai kalor yang tinggi, lebih tinggi dari nilai kalor solar, bensin, LPG maupun minyak tanah.Laju
kalor yang terlalu tinggi menyebabkan minyak yang dihasilkan berkurang, sedangkan laju kalor yang kecil
menyebabkan waktu proses menjadi lama.Minyak yang dihasilkan dari pengolahan plastik PP dan PE
berdasarkan kandungan jumlah atom karbonnya mendekati bensin dan minyak tanah.
dipakai berkali-kali lama kelamaan akan tidak layak Thermoplastik adalah bahan plastik yang jika
pakai. Selain itu beberapa jenis plastik tidak baik dipanaskan sampai temperatur tertentu, akan
bagi kesehatan tubuh apabila dipakai berkali-kali. mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk
Kelemahan dari reduce adalah harus tersedianya yang diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah
barang pengganti plastik yang lebih murah dan lebih plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat,
praktis. Sedangkan kelemahan dari recycle adalah tidak dapat dicairkan kembali dengan cara
bahwa plastik yang sudah didaur ulang dipanaskan (UNEP, 2009).Berdasarkan sifat kedua
untukdijadikanbarangplastiklagiakan semakin kelompok plastik di atas, thermoplastik adalah jenis
menurun kualitasnya. yang memungkinkan untuk didaur ulang.
Daur ulang (recycle) sampah plastik dapat Jenis-jenis plastik yang paling sering diolah
dibedakan menjadi empat cara yaitu daur ulang adalah polyethylena (PE),
primer, daur ulang sekunder, daur ulang tersier dan polypropylene (PP), polistirena (PS), polyethylene
daur ulang quarter. Daur ulang primer adalah daur terephthalate (PET) dan polyvinyl chloride(PVC).
ulang limbah plastik menjadi produk yang memiliki Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode
kualitas yang hampir setara dengan produk aslinya. berupa nomor untuk memudahkan dalam
Daur ulang cara ini dapat dilakukan pada sampah mengidentifikasi.
plastik yang bersih, tidak terkontaminasi dengan Nomorkodeplastikakantercantumpadaproduk-
material lain dan terdiri dari satu jenis plastik saja. produkberbahanplastiksepertigambarberikutini.
Daur ulang sekunder adalah daur ulang yang
menghasilkan produk yang sejenis dengan produk
aslinya tetapi dengan kualitas di bawahnya. Daur
ulang tersier adalah daur ulang sampah plastik
menjadi bahan kimia atau menjadi bahan bakar. Gambar 1Nomorkodeplastik
Daur ulang quarter adalah proses untuk Sumber: UNEP, 2009
mendapatkan energi yang terkandung di dalam
sampah plastik (Kumar, dkk., 2011). Pengetahuan sifat thermal dari berbagai
Penanganan sampah plastik yang saat ini jenis plastic sangat penting dalam proses pembuatan
banyak diteliti dan dikembangkan adalah dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang
mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar penting adalah titik lebur (Tm), temperature transisi
minyak. Dengan cara ini dua permasalahan penting (Tg) dan temperature dekomposisi. Temperatur
bisa diatasi, yaitu bahaya menumpuknya sampah transisi adalah temperatur di mana plastic
plastik dan diperolehnya kembali bahan bakar mengalami perengganan struktur sehingga terjadi
minyak yang merupakan salah satu bahan baku perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel.
plastik. Teknologi untuk mengkonversi sampah Di atas titik lebur, plastic mengalami pembesaran
plastik menjadi bahan bakar minyak yaitu dengan volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang
proses cracking (perekahan). Salah satu proses ditandai dengan peningkatan kelenturannya.
perekahan (cracking) adalah thermal Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastic
cracking.Proses konversi sampah plastik menjadi mulai melunak dan berubah menjadi cair.
bahan bakar minyak dengan metode thermal Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari
cracking dipengaruhi oleh beberapa parameter proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas
antara lain jenis plastik, temperatur pyrolisis, tipe temperature lebur, plastic akan mudah mengalir dan
reaktor pyrolisis, laju pemasukan kalor, temperatur struktur akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi
kondensasi dan lain-lain. terjadi karena energi thermal melampaui energi yang
Plastik adalah salah satu jenis mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan
makromolekul yang dibentuk dengan proses mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses dari temperature transisinya (Budiyantoro, 2010).
penggabungan beberapa molekul sederhana Beberapa peneliti telah melakukan
(monomer) melalui proses kimia menjadi molekul penelitian tentang pengolahan plastik menjadi bahan
besar (makromolekul atau polimer). Plastik bakar minyak. Tamilkolundu dan Murugesan, 2012,
merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun melakukan penelitian dengan mengubah sampah
utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk plastic jenis PVC menjadi bahan bakar minyak.
membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering Bahan bakar minyak dari plastik PVC ini
digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang mempunyai densitas 7% lebih tinggi dari solar.
dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas Demikian juga dengan viskositasnya, lebih tinggi
alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg 300% dibanding solar. Selanjutnya bahan bakar
plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi , untuk minyak yang berasal dari sampah plastic tersebut
memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun dicampur dengan solar. Campuran bahan bakar ini
kebutuhan energi prosesnya (Kumar, dkk., 2011). diuji coba pada mesin diesel satu silinder. Unjuk
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua kerja yang diamati antara lain konsumsi bahan
macam yaitu thermoplastik dan termosetting. bakar, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi
termal. Solar yang dicampur dengan minyak dari
plastic menghasilkan unjuk kerja konsumsi bahan temperatur air di dalam condenser dan juga untuk
bakar yang lebih rendah dan efisiensi termal yang mengukur temperatur uap plastik di dalam tabung
lebih tinggi. reaktor. Kompor LPG berfungsi sebagai sumber
Penelitian dengan jenis plastik yang lain kalor untuk memanaskan plastik. Gelasukur
dilakukan oleh Tubnonghee, dkk., 2010. Plastik digunakan untuk mengukur volume minyak yang
yang diteliti untuk dijadikan bahan bakar minyak dihasilkan. Stop watch digunakan untuk mengukur
adalah jenis polyethilene (PE) dan polyprophelene waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan
(PP). Pembuatan bahan bakar minyak dari plastic plastik. Timbangan digunakan untuk menimbang
menggunakan proses thermal cracking (pyrolisis). plastik yang akandiproses dan minyak yang
Pyrolisis dilakukan pada temperatur 450 °C selama 2 dihasilkan. GC-MS digunakan untuk mengetahui
jam. Gas yang terbentuk selanjutnya komposisi dari bahan bakar minyak yang dihasilkan.
dikondensasikan menjadi minyak di dalam Peralatan yang diperlukan selama proses
kondenser yang bertemperatur 21 °C.Minyak yang pengujian alatpengolahsampahplastik, dipersiapkan
dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas dan disusun seperti terlihat pada Gambar 2. Langkah
chromatography/mass spectrometry untuk pengujian dimulai dengan menyiapkanmasing-
mengetahui distribusi jumlah atom carbonnya. Dari masing bahan yang berupa sampah plastic dengan
hasil analisa tersebut diketahui bahwa komposisi memisahkan sesuai dengan jenisnya masing-masing.
minyak dari campuran plastik PE dan PP tersebut Timbang sampah plastic jenis PPsebanyak 0,5 kg
mempunyai jumlah atom Carbon yang setara dengan dan masukkan kedalam reactor pemanas. Hidupkan
solar, yaitu C12 – C17. pompa untuk mengalirkan air pendingin kondenser.
Osueke dan Ofundu, 2011, melakukan Nyalakan kompor gas untuk memanaskan reactor
penelitian konversi plastik low density polyethilene pemanas. Setelah semuap lastik menguap
(LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan seluruhnya, matikan kompor gas. Catat banyaknya
dengan dua metode, yaitu dengan thermal cracking BBM yang terkumpul di dalam tabung penampung.
dan catalyst cracking. Pyrolisis dilakukan didalam Bersihkan reactor pemanas dari kotoran dan sisa-sisa
tabung stainless stell yang dipanaskan dengan plastik. Ulangi langkah pengujian untuk jenis plastik
elemen pemanas listrik. Kondenser dengan yang lain ( PETdan PE).
temperatur 30 – 35°C, digunakan untuk Pengujian berikutnya dilakukan dengan tiga
mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastic variasi laju pemasukan kalor. Pengujian ini
dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan dilakukan dengan mengatur laju keluarnya bahan
pada penelitian ini adalah silica alumina. Dari bakar LPG. Langkah-langkah pengujiannya sama
penelitian ini diketahui bahwa dengan temperature dengan pengujian sebelumnya tetapi hanya untuk
pyrolisis 550°C dan perbandingan katalis/ sampah bahan plastik tipe PP.
plastic 1 : 4 dihasilkan minyak dengan jumlah
paling banyak.
2. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan metode
eksperimen. Penelitian dilakukan di Lab. Proses
Produksi Universitas Janabadra. Pengujian nilai
kalor dilakukan di Lab. Pangan dan Gizi Universitas
Gadjah Mada. Sedangkan pengujian GC-MS
dilakukan di Lab. Kimia Organik FMIPA
Universitas Gadjah Mada. Padapenelitianinibahan
yang digunakanantara lain: plastiktipe PE
(kantongplastik), plastiktipe PP (gelas kemasan air
mineral), plastiktipe PET (botolkemasan air
mineral), dan LPG.
Pada penelitian ini peralatan yang akan
digunakan antara lain lat pengolah sampah plastic
menjadi bahan bakar minyak. Alat ini adalah alat Gambar
utama pada penelitian ini. Alat ini berfungsi untuk 2.Instalasialatpengolahsampahplastikmenjadiminyak
melelehkan dan menguapkan sampah plastik. Uap
Keterangan:
plastic kemudian dikondensasikan di dalam
kondenser. Hasil kondensasinya ditampung di 1. Tabung Reaktor 6. Kranatas
2. Kompor gas 7. TabungKondenser
penampung minyak sedangkan gas yang tidak 3. Rangka 8. Kranbawah
terkondensasi dialirkan ke burner untuk dibakar. 4. Pipakondenser 9. Pipakeluar air pendingin
Termokopel sebagai detector temperature 5. Penampungminyak 10. Pipamasuk air pendingin
ditempatkan di dalam condenser dan di dalam
tabung reaktor. Alat ini digunakan untuk mengukur
PP PP PEPE PET
PET
Gambar3.Minyak dari hasil pengolahan beberapa tipe
sampah plastik
Dari hasil tabel 3 diketahui bahwa menghasilkan minyak yang sedikit. Hal ini disebabkan
dengan laju kalor yang tinggi mengakibatkan karena banyak uap plastik yang tidak terkondensasi
kebiutuhan LPG nya menjadi banyak, tetapi sehingga masih berbentuk uap. Sedangkan untuk laju
Mahasiswa Program Magister Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya1
pompypratisna@gmail.com
Staf Pengajar Teknik Perkapalan,FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya2
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Solo3
Abstrak
Friction Stir Welding adalah menyambung material tanpa menggunakan filler metal, proses ini
menerapkan penyambungan dengan memanfaatkan sumber panas yang ditimbulkan dari putaran tool
berkecepatan tinggi, tool ini dirancang secara khusus. Proses pengelasan ini menggunakan mesin frais
dimana material tool yang digunakan adalah XW 5 dari ASSAB dengan geometri pin berbentuk ulir.
Materialnya adalahaluminium 5083 dengan model sambungan T yang akan diaplikasikan pada
pembuatan stiffened panel kapal berbasis aluminium. Proses FSW ini memvariasikan parameter
kecepatan rotasi tool (Speed Rotation Tool) dan kecepatan pengelasan (Welding Speed) untuk
mendapatkan parameter yang paling optimal.Aspek penelitian yang dilakukan adalah uji visual,
analisa struktur makro dan mikrodari material hasil sambungan T dengan menggunakan mikroskop
optik metalurgi, sifat mekanik hasil pengelasan FSWmenyajikan data kekuatan tarik serta nilai
kekerasan. Uji visual menunjukkan bahwa semua variasi parameter pengelasan menghasil pengelasan
tanpa cacat, dengan kontur permukaan pengelasan yang tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Pengamatan struktur mikro menunjukkan adanya perbedaan struktur mikro pada daerah
Heat Affected Zone dengan ukuran butir yang lebih besar dibandingkan dengan weld nugget maupun
base metal sedangkan perbedaan variasi parameter pengelasan menunjukkan bentuk morfologi yang
hampir sama.Pengujian tarik pada bagian skin didapatkan optimasi terbaik pada parameter dengan
kecepatan pengelasan 36 mm/min dan kecepatan putar tool pada 663 rpm karena mampu mempunyai
nilai force, stress, strain dan breaking yang lebih baik. Data kekuatan tarik pada bagian stringer nilai
maximum stress adalah padaparameter welding speed 48 mm/min dengan kecepatan putar tool 1268
rpm. Nilai kekerasan tertinggi dari pengelasan FSW adalah pada parameter welding speed 28 mm/min
dan rotation tool speed 663 rpm.
Kata Kunci : Aluminium 5083 sambungan T, Cacat, Friction Stir Welding, Kekerasan, Kekuatan
Tarik dan Struktur Mikro.
sambungan jenis T yang diaplikasikan pada yang berada di bagian akomodasi ataupun panel-
konstruksi kapal. panel geladak utama kapal, sambungan tangki yang
Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan terbuat dari aluminium paduan atau pun lainnya
proses pengelasan FSW pada sambungan T untuk yang ada pada saat konstruksi pembuatan kapal.
mendapatkan parameter optimal selama proses
pengelasan pada pembuatan stiffened panel kapal
berbahan aluminium. Disamping itu diteliti pula
pengaruh parameter pengelasan terhadap struktur
makro serta mikro sambungan dan sifat mekanik
sambungan.
1.1. Pengelasan
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutche
Industrie Nomen) adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau non logam atau logam
paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer (Mishra and Ma., 2005)
atau cair. Dari pemahaman tentang pengelasan ini
merupakan penyambungan dari suatu bahan yang Proses Friction Stir Welding tergolong metoda
prinsip-prinsip ikatan magnetik antar atom dari baru yang dilakukan untuk menyambung dua buah
bahan yang akan disambung. Pada proses material, selain cepat proses FSW terdapat banyak
pengelasan memiliki keunggulan dalam pelaksanan keuntungan terutama karakteristik distorsi yang
konstruksi terutama pada konstruksi bangunan kapal rendah dan tidak banyak merubah dimensi utama
diantaranya adalah keunggulan sifat mekanik yang pada material yang disambung. Digalangan-
baik, proses pengerjaan yang tidak sulit dan cukup galangan kapal di amerika proses FSW digunakan
efisien. Akan tetapi ketidak sempurnaan yang paling dalam pembuatan stiffened panel dikarenakan
menonjol pada proses pengelasan adalah perubahan terbukti mengurangi beban distorsi yang terjadi pada
struktur mikro pada material yang dilas sehingga material yang akan disambung, kerataan dimensi
terjadi perubahan karakteristik sifat fisik dan material yang disambung dan permukaan sisi panel
mekanik dari material yang dilas. yang halus pada interior kapal memberikan bukti
Berdasarkan jenis-jenis Pengelasan, proses bahwa proses FSW menguntungkan perusahaan
pengelasan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Liquid galangan kapal. Pekerjaan kapal-kapal angkatan laut
State Welding (LSW) dimana proses pengelasan amerika juga untuk pembuatan panel-panel serta
yang dilakukan dalam keadaan cair dan Solid State kontruksi kapal pada saat pembuatan dilakukan
Welding (SSW) dimana proses pengelasan yang dengan proses Friction Stir Welding (FSW).
dilakukan dalam keadaan solid.
2. Metode
2.1. Persiapan Proses
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara
penyambungan T (T-joint) dengan pelat
aluminium 5083 berukuran 120 mm X 240 mm
X 40 mm dengan ketebalan pelat alumunium Proses pemeriksaan visual dilaksanakan dan
5083 ukuran 4 mm sebayak 9 sampel dipastikan hasilnya tersambung secara sempurna dan
sambungan T (T- joint) = 9 sampel. tidak ada cacat maka dilanjutkan dengan melihat
sifat fisik maupun mekanik dari material yang ada
dengan cara memotong material untuk dilakukan
pengujian tarik skin, pengujian tarik stringer,
pengujian kekerasan, pengujian struktur makro dan
pengujian struktur mikro.
kemampuan terhadap mesin pendukung. Untuk parameter welding speed 28 mm/min, welding speed
melakukan analisa pendukung tempat-tempat 36 mm/min dan 48 mm/min terhadap kecepatan
pengujian analisa pengujian fisik dan mekanik putar tool (rotation speed) dengan variasi 663 rpm,
dilakukan survey lapangan sebelumnya. 949 rpm dan 1268 rpm.
Adapun mengenai data-data yang dikumpulkan Untuk parameter dengan hasil variasi
adalah sebagai berikut: dikelompokan dalam 3 jenis berdasarkan varisai
a) Data primer parameter welding speed terhadap rotation speed
Data-data terkait dengan tesis yang diperoleh dimana kelompok:
dari hasil penelitian sebelumnya berupa data 1. Kelompok A ini adalah 3 buah sampel hasil
hasil penelitian, prosedur kerja, parameter dan pengelasan dengan parameter welding speed 28
cara uji material serta hasil proses Friction Stir mm/min terhadap variasi rotation speed 663
Welding (FSW). rpm, 949 rpm dan 1268 rpm.
b) Data sekunder 2. Kelompok B ini adalah 3 buah sampel hasil
Referensi serta teori yang terkait dengan tesis pengelasan dengan parameter welding speed 36
ini yang bisa didapatkan melalui jurnal, buku mm/min terhadap variasi rotation speed 663
dan lainnya. rpm, 949 rpm dan 1268 rpm.
3. Kelompok C ini adalah 3 buah sampel hasil
2.3. Pengolahan Data Statistik Anova pengelasan dengan parameter welding speed 48
Langkah-langkah melakukan uji hipotesis mm/min terhadap variasi rotation speed 663
dengan ANOVA rpm, 949 rpm dan 1268 rpm
1. Kumpulkan sampel dan kelompokkan Analisa pengamatan visual pada proses
berdasarkan kategori tertentu. Untuk pengelasan FSWdiakhir alur pengelasan akan
memudahkan pengelompokkan dan ditemukan lubang jejak dari pin ulir akibat tool yg
perhitungan, buat tabel data sesuai dengan berputar pada proses akhir penyambungan yang
kategori berisi sampel dan kuadrat dari sampel dinamakan existinghole.Selain itu ditemukan pula
tersebut. Hitung pula total dari sampel dan perbedaan bentuk kontur pemukaan pengelasan yang
kuadrat sampel tiap kelompok. Selain itu, disebutweld flash di sepanjang alur pengelasan (joint
tentukan pula hipotesis nol (H0) dan hipotesis line). Dimana semakin tinggi putaran yang diberikan
alternatif (H1). pada saat proses FSW berlangsung maka weld flash
2. Menghitung variabilitas dari seluruh sampel. yang dihasilkan semakin tebal. Weld flash terbentuk
3. Menghitung derajat kebebasan (degree of dari sisa material yang terbuang pada saat proses
freedom). pengelasan berlangsung.
4. Menghitung variance antar kelompok dan
variance dalam kelompok.
5. Menghitung nilai distribusi F (Fhitung)
berdasarkan perbandingan variance antar
kelompok dan variance dalam kelompok.
Selain itu, F berdasarkan tabel (Ftabel) juga
dihitung,berdasarkan nilai derajat kebebasan
(langkah ke-3) menggunakan tabel distribusi-F.
Jangan lupa untuk mencantumkan gambar
posisi Fhitung dan Ftabel dalam grafik
Gambar 7. Existing Hole didiakhir joint line material
distribusi-F.
6. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel:
Jika Fhitung > Ftabel : tolak H0 Weld Flash 663 rpm
Jika Fhitung ≤ Ftabel : terima H0
7. Buat kesimpulan, sesuai dengan kasus awal
yang ditanyakan. Simpulkan, apakah perlakuan
(treatment) memiliki efek yang signifikan pada
sampel data atau tidak. Jika hasil tidak Weld Flash 949 rpm
signifikan, berarti seluruh rata-rata sampel
adalah sama. Jika perlakuan menghasilkan efek
yang signifikan, setidaknya satu dari rata-rata
sampel berbeda dari rata-rata sampel yang lain.
Weld Flash 1268 rpm
3. Hasil dan pembahasan
3.1. Hasil Pengelasan T (T Joint) Secara Visual
Hasil pengelasan yang dilakukan dengan Gambar 8. Perbedaan Kontur Weld Flash dari variasi
menggunakan tool tirus berbentuk ulir dengan kecepatan tool
berbahan material XW 5 dari ASSAB dengan variasi
Gambar tabel 5.
Test of between-subjects effects, yang Gambar 10.Struktur Mikro pada daerah HAZ, WN dan
tercantum pada hasil di atas ini menunjukkan bahwa BM dengan Variasi Parameter
hubungan antara pengujian tarik B1, B2, B3 pada
bagian stringer dengan Break Force memberikan Terlihat pada gambar perubahan struktur
nilai signifikansi kurang dari 0.50. Hal ini mikro dari masing-masing variasi parameter yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Break diberikan berdasarkan kecepatan pengelasan (Weld
Force dari pengujian tarik B1, B2, B3 pada bagian Speed) dan kecepatan tool (Rotation Speed) tidak
stringer. terlalu terlihat perbedaan yang sangat signifikan hal
inidikarenakan oleh pengaruh deformasi yang terjadi
6. Perbedaan Max Force, Max Stress, Break pada saat proses berlangsung diarea pengelasan
Force, Break Stress antara C1, C2, C3 per tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini terlihat pada
potongan plat ke 6,7,8 (stringer) masing-masing hasil gambar struktur mikro yang
ditunjukkan pada daerah Heat Affected Zone (HAZ)
Gambar tabel 7. menunjukkan ukuran butir (Grain Size) yang lebih
besar (gambar 10 & 12) dibandingkan dengan
daerah Weld Nugget (WN) ataupun didaerah Base
Metal (BM) hal ini disebabkan oleh karena
pendinginan lambat yang terjadi dibagian ini akibat
dari pengaruh panas pada putaran tool yang tinggi.
Sedangkan struktur mikro pada daerah Weld Nugget
(WN) didaerah ini terjadinya rekristalisasi dimana
pertumbuhan butir yang terjadi diikuti dengan
deformasi sangat tinggi sehingga butir terputus
putus menjadi sangat kecil dibandingkan pada
daerah HAZ ataupun BM (gambar 10 & 13).
Perbedaan struktur mikro yang ditunjukan
pada pembesaran 200 X dengan pengaruh variasi
parameter menunjukan gambar dan morfologi yang
hampir sama didaerah BM, HAZ ataupun WN. Oleh
Gambar tabel. 6
Avg. HV
Parameter
BM HAZ WN
A1 66.4 62.7 64.9
A2 64.5 59.9 62.0
A3 61.7 61.1 61.4
B1 61.8 58.7 61.0
Gambar 11.Struktur Mikro pada Base Metal B2 62.4 59.2 61.6
B3 61.5 60.1 61.0
C1 62.7 59.9 62.5
C2 64.1 61.2 62.5
C3 64.6 62.9 64.4
4. Kesimpulan
Gambar 13.Struktur Mikro pada Weld Nugget
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengujian yang dilakukan pada proses Friction Stir
Analisa terlihat pada bagian WN bentuk
Welding (FSW) dengan model sambungan T (T
ukuran butir yang cenderung mengecil dan lebih
Joint) dengan menggunakan parameter utama pada
berbentuk bulat inilah yang menyebabkan pada
kecepatan pengelasan (Welding Speed) dan
bagian ini konsentrasi tegangan antar butir
kecepatan putar tool (Rotation Speed) terhadap sifat
meningkat dan nilai kekerasannya lebih tinggi
mekanik dari nilai kekuatan tarik, nilai kekerasan
dibandingkan pada daerah Heat Affected Zone
material, struktur makro dan struktur mikro dari
(HAZ) (gambar tabel 6).
material alumunium 5083 adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengujian tarik pada proses FSW
3.5 Nilai kerasan Variasi Parameter
dengan bentuk tool ulir dan pada variasi
Pengujian kekerasan dilakukan dengan
parameter yang telah dilakukan didapatkan
mengambil titik secara melintang disetiap daerah
nilai yang paling baik untuk pengujian tarik
yang mewakilinya.
pada bagian skin didapatkan pada parameter
dengan kecepatan pengelasan 36 mm/min dan
kecepatan putar tool pada 663 rpm karena behaviors on friction stir welded AA6061-
mampu menunjukan nilai data force, stress, T4T-joints.Materials Science and
straindan breaking yang lebih baik. Sedangkan Engineering A 543 (2012) 58– 68.
untuk menghasilkan nilai kekuatan tarik pada Donati, L., Tomesani, L., Morri, A., 2009.
bagian stringer dihasilkan parameter uji terbaik Structural T-Joint Produced By Means Of
untuk nilai maximum stress adalah dengan Friction Stir Welding (Fsw) With Filling
welding speed 48 mm/min dengan kecepatan Material.Int J Mater Form (2009) Vol. 2
putar tool 1268 rpm. Suppl 1:295–298.
2. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan yang Dubourg, L., Merati, A., Jahazi, M., 2010. Process
dilakukan didapatkan nilai kekerasan tertinggi optimization and mechanical properties of
dari masing-masing daerah pengelasan adalah friction stir lap welds of 7075-T6 stringers on
dengan parameter welding speed 28 mm/min 2024-T3 skin. Materials and Design (2010)
dan rotation tool speed 663 rpm. Dimana nilai Fratini, L., Buffa a, G., Shivpuri, R., 2009 Influence
kekerasan yang ditunjukkan pada masing- of material characteristics on
masing area berbeda-beda hasilnya. Ditunjukan plastomechanics of the FSW process for T-
pada daerah HAZ umumnya mengalami joints. Materials and Design 30 (2009) 2435–
penurunan nilai kekerasan. Akan tetapi pada 2445
daerah WN akibat pemananasan dan tekanan Gabor, Ramona., Dos Santos, Jorge F., 2013.
serta pengadukan tool yang tinggi maka Friction Stir Welding Development Of
mengakibatkan bentuk ukuran butir yang lebih Aluminium Alloys.Proceedings Of The
kecil dibandingkan didaerah HAZ sehingga Romanian Academy
nilai kekerasan dan kekuatanpun pada daerah Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate
WN nilainya lebih tinggi dibandingkan pada dengan program SPSS, Badan Penerbit
daerah HAZ. Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Berdasarkan hasil pengujian struktur mikro Haver, Van, W., (2007). Friction Stir Welding.BWI.
dengan pengamatan pada setiap variasi Belgia.
parameter menunjukan tidak adanya perbedaan Irawan, N. dan Astuti S.P., (2006), “Mengolah Data
struktur mikro yang signifikan dari masing Statistik dengan Mudah Menggunakan
masing variasi parameter. Hal ini terlihat pada Minitab 14”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
model morfologi struktur mikro yang Megantoro, Lukytoardi. (2011). Pengaruh
dihasilkan walaupun diberikan variasi Pengelasan Aluminium 5083 Terhadap
parameter yang berbeda pada daerah HAZ dari SifatMekanis dan Biaya Pengelasan Dengan
masing-masing parameter yang divariasikan Perbedaan Diameter Shoulder Pada Friction
morfologinya dan bentuknya sama begitu pula Stir Welding (FSW). Surabaya. Tugas Akhir
pada WN dan BM jadi perubahan parameter Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas
welding speed dan rotation tool tidak terlalu Teknologi Kelautan ITS Surabaya.
berpengaruh perbedaannya dari masing daerah. Mishra, R.S., Ma, Z.Y., 2005. Friction stir welding
and processing. Materials Science and
Ucapan Terima Kasih Engineering R 50 (2005) 1–78.
Saya ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang Paik, JK., 2009. Buckling collapse testing of
telah membantu secara substansi maupun finansial Friction stir welded aluminum stiffened plate
yaitu Labinkimat TNI AL Dislitbangal, PT. PAL structure, SSC 456 Ship Structure Commite.
Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh November Rajiv, S., Mishra., Mahoney., Murray, W., 2007.
Surabaya dan selaku dosen pembimbing Achmad Friction Stir Welding and Processing. ASM
Zubaydi, Nurul Muhayat. Internasional.
TWI., 2014. Friction Stir Welding of Aluminium
Alloy. ttp://www.twi.co.uk/fsw/. Diakses
Daftar Pustaka tanggal Februari 2014.
Acerra, F., Buffa, G., Fratini, L,. and Troiano, G,. Wiryo, sumarto., Harsono., Toshie, Okumura., 2008.
2010. On the FSW of AA2024-T4 and Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradnya
AA7075-T6 T-joints: an industrial case Paramita, Jakarta.
study.Int J Adv Manuf Technol (2010)
48:1149–1157
Colligan, Kevin J. (2005). Friction Stir Welding for
Ship Construction: Enable Prefabricated,
Stiffened Panels with Low Distortion. Navy
Networking Center. http://www.nmc.ctc.com
Cui, L., Yang, Xin Qi., Zhou, Guang., Xu,
Xiaodong., Shen, Zhikang., 2012.
Characteristics of defects and tensile
Abstrak
Kampas rem kendaraan bermotor dari bahan asbestos yg digunakan di pasaran memiliki kekurangan yaitu
mudah selip dan kurang pakem ketika kondisi basah atau hujan, selain itu bahan asbestos bersifat mencemari
lingkungan dan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan. Penelitian ini berusaha mengembangkan
kampas rem non asbestos dari bahan serat alam yaitu serat bambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1)
menyelidiki pengaruh komposisi bahan serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO dan resin polyester sebagai
bahan kampas rem terhadap performansi daya pengereman menggunakan alat uji Prony brake, (2)
menyelidiki variasi komposisi bahan kampas rem yang paling optimal daya pengeremannya yang mendekati
nilai standar kampas rem di pasaran (merk Indopart). Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen,
meliputi tahap-tahap pembuatan spesimen kampas rem, pengujian daya pengereman pada mesin prony brake,
tabulasi data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan. Analisis data dilakukan dengan deskriptif
komparatif, sebagai pembanding digunakan kampas rem asbestos yang sudah digunakan di pasaran yaitu
merk Indopart. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) komposisi serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO
dan resin polyester berpengaruh terhadap daya pengereman, hasil terbaik dengan daya pengereman terbesar
diperoleh pada komposisi 35 % serbuk bambu, 15 % Al, 35 % MgO dan 15 % resin sebesar 194.294,93 Watt,
(2) Dibanding dengan daya pengereman kampas rem merk Indopart sebesar 195.456,25 Watt, hasil maksimal
tersebut besarnya sedikit lebih kecil tetapi hampir sama, hasil ini dapat diaplikasikan pada sepeda motor.
bahan non asbestos yang mampu menahan panas Setelah data dihimpun dengan pengujian
lebih dari bahan asbestos. Ada berbagai bahan alam performansi daya kampas rem pada mesin prony
yang bisa di gunakan sebagai alternatif untuk di brake, dilakukan analisis data dengan deskriptif
jadikan bahan serat pengganti dari kampas rem, komparatif. Komparasi dilakukan antar komposisi
salah satunya adalah serat bambu, bahan serat dan terhadap performansi daya pengereman kampas
bambu dapat di manfaatkan sebagai alternatif bahan rem merk Indopart.
serat pada kampas rem. Bambu masih tergolong Jalannya penelitian ini dapat digambarkan dengan
dalam bahan non asbestos yang berasal dari alam diagram alir penelitian sebagai berikut:
yang mampu menahan panas lebih karena
mempunyai ketahanan gesek dan tingkat keausan
yang tinggi. Serat bambu mempunyai ketahanan
yang luar biasa, contohnya rumput bambu yang
telah di bakar masih dapat tumbuh lagi dan dapat
tumbuh di rumput kering.
Bambu (bamboidae) salah satu anggota sub famalia
rumput, pembentukannya atau pertumbuhannya
sangat cepat. Tanaman bambu juga mempunyai
ketahanan yang luar biasa terhadap suhu
lingkungan hidup sehingga bambu mudah hidup di
berbagai kondisi lingkungan. Bambu yang akan
akan di pakai dalam penelitian kali ini adalah
bambu Ori atau bambu duri atau dengan nama latin
Bambusa arundinacea. Hal ini di karenakan bambu
ori memiliki serabut yang lebih tinggi dan memiliki
pola serabut yang relatif rata, selain itu bambu pada
bagian luar juga memiliki kerapatan yang tinggi
dan tahan terhadap serapan air. Bambu ori juga
mempunyai kuat tarik yang tertinggi di banding
bambu jenis lain. Sifat bambu ori yang kuat, keras
dan berdiameter besar, dengan jarak ruas yang
pendek cocok di gunakan untuk bahan kampas rem.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode
Eksperimen, terdiri dari studi pustaka dan studi
lapangan, persiapan bahan dan pembuatan spesimen
kampas rem, pengujian performansi daya Gambar 1. Diagram alir penelitian
pengereman menggunakan mesin Prony Brake,
tabulasi data, analisis data dan menyimpulkan hasil 3. Hasil dan Pembahasan
penelitian. Bahan friksi kampas rem terdiri dari
3.1. Foto makro spesimen kampas rem
serbuk bambu, serbuk Aluminium, MgO, dan resin.
Pembuatan spesimen kampas rem divariasi Pengambilan foto spesimen kampas rem
sebanyak 3 macam komposisi, yaitu: komposisi 1 menggunakan zoom stereo microscope tipe
terdiri dari 35% serbuk bambu, 15% serbuk Al, “OLYMPUS U-PMTVC” buatan Jepang.
35% MgO dan 15% resin; komposisi 2 terdiri dari Pengambilan foto makro dimaksudkan untuk
40% serbuk bambu, 15% serbuk Al, 30% MgO dan mengetahui karakterisasi permukaan kampas rem
15% resin; komposisi 3 terdiri dari 45% serbuk yaitu kehomogenan dari bahan-bahan yang
bambu, 15% serbuk Al, 25% MgO dan 15% resin. digunakan.
Proses pembuatannya bahan-bahan dengan
komposisi tersebut dicampur dan diratakan dengan
mixer, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan
dipres pada mesin pres dengan beban 0,5 ton,
setelah itu dipanaskan (sintering) pada mesin
pemanas sampai suhu 200o C selama 15 menit dan
kemudian didinginkan di udara kamar. Selanjutnya
kampas rem tersebut direkatkan pada plat dudukan
sehingga bisa dipasang pada sepeda motor. Kampas
rem yang dibuat ini memiliki dimensi dan ukuran
sama dengan yang ada di pasaran (merk Indopart). Gambar 2. Foto Makro Spesimen 1
Daftar Pustaka
Agus, Sarwanto Y. (2010). Pengaruh Penekanan
terhadap Sifat Fisis dan Mekanis pada
Bahan Kampas Rem Sepeda Motor dengan
Serat Alam Serbuk Bonggol (Janggel)
Jagung. Surakarta: UMS.
Gibson, R.F. 1994. Principles of Composites
Material Mechanics. Singapore: Mc. Graw
Hill.
Haroen, Wawan Kartiwa & Waskito, Arief Tri.
(2009). “Peningkatan Standar Kanvas Rem
Kendaraan Berbahan Baku Asbestos dan
Non Asbestos (Celulose) untuk Keamanan”
diperoleh pada tanggal 4 Februari 2012 dari
http://www.bsn.or.id/files/@LItbang/PPIS%
202008/PPIS%20Bandung/8%20%20PENI
NGKATAN%20STANDAR%20KANVAS
%20REM%20%20KENDARAAN%20BER
Abstrak
Pengelasan pada bahan aluminium memungkinkan digunakan sejauh kekuatan sambungan las
tersebut mendekati bahan aluminium (base material). Penelitian yang telah dilakukan adalah
pengelasan pada aluminium dengan metode pengelasan Oksi-Asitelin dan dilanjutkan dengan
perlakuan PWHT (Post Weld Heat Treatment) pada hasil lasan. Sebelum percobaan pengelasan Oksi-
Asitelin, dilakukan dahulu beberapa pengujian untuk mengetahui data awal yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi material asli (base material). Dari pengujian awal diperoleh bahwa material asli
adalah Al-4,6%Si termasuk kedalam Aluminium Alloy seri AA.4643, yang memiliki kekerasan
sebesar 42,69 BHN dan memiliki kekuatan impak sebesar 0,092 Joule/mm2. Data yang diperoleh pada
pengujian tersebut merupakan data acuan untuk menjadi pembanding hasil percobaan dengan
pengelasan Oksi-Asitelin. Dengan perlakuan PWHT pada hasil lasan, diharapkan dapat meningkatkan
karakteristik dari hasil lasan dan mengurangi tegangan sisa yang terjadi pada area pengelasan. Hasil
uji kekerasan pengelasan metode Oksi-Asitelin dengan perlakuan PWHT pada daerah perbatasan
antara logam induk dan logam lasan serta pada logam lasan adalah sebesar 31.82 BHN dan 34.62
BHN. Sedangkan hasil uji impak untuk proses pengelasan Oksi-Asitelin sebesar 0,079 Joule/mm2
Dari hasil pengujian kekerasan dan impak dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dan kekuatan impak
hasil lasan masih lebih kecil dibandingkan dengan kekerasan dan kekuatan impak logam induk. Hal
ini berarti bahwa hasil pengelasan belum layak digunakan, karena nilai kekerasan dari hasil
pengelasan belum mendekati nilai kekerasan logam induk.
Jumlah (%)
Gambar 2. Spesimen uji pengelasan No Unsur
Raw Material Las oxy-acetylene
Dalam penelitian ini, aluminium sesudah
dilakukan pengelasan dengan metode pengelasan 1 Al 94,93 90,76
Oksi-Asitelin, dilanjutkan dengan perlakuan
2 Si 4,61 6,74
PWHT , kemudian dilakukan pengujian komposisi,
pengujian kekerasan, pengujian impak, dan uji 3 Fe <0,0500 1,01
metalografi
15 Sr 0,0080 <0,0005
40 34,62
16 V <0,0100 0,0825 31,82
30
17 Zr <0,0030 <0,0030
20
unsur Si maka akan semakin kecil pula tingkat Pada pengujian struktur mikro,
kekerasan sebuah material. pengamatan dilakukan pada spesimen uji dengan
mikroskop optik setelah spesimen uji dietsa dengan
c. Pengujian Impak HF, HNO3 dan H2O selama 5-10 detik dengan
Dari pengujian impak Charpy didapatkan perbesaran 200x pada permukaan cast wheel
hasil: aluminium dengan pengambilan gambar pada lima
titik yaitu, pada bagian raw material, antara raw
material dan HAZ, daerh HAZ, antara HAZ dan las
dan daerah las. Hasil pengamatan foto mikro pada
raw material terlihat struktur aluminium (Al) dan
Silicon (Si). Aluminium terlihat berwarna terang
mengkilap. Pada raw material ini juga terlihat
butiran-butiran silikon terlihat berwarna abu-abu
gelap menyebar di sekeliling aluminium (Al).
Al
Si
Gambar 5. Diagram Kekuatan Impak
Daerah Lasan
Dari gambar 5 didapatkan bahwa Gambar 6. Struktur Mikro Logam Dasar (Raw material)
ketangguhan dari hasil uji impak, material yang 200x
mengalami proses pengelasan Oksi-Asitelin
memiliki kekuatan impak 0.079 Joule/mm2. Struktur mikro pada raw material dapat
Kekuatan impak dari base material yang tanpa dilihat pada Gambar 7 unsur Si tersebar merata
mengalami proses pengelasan yaitu sebesar 0.092 pada permukaan Aluminium dan pengaruh
Joule/mm2. penyebaran ini menyebabkan kekerasan permukaan
Pengelasan aluminium memiliki logam lebih tinggi.
pembebebanan impak yang cukup baik terutama
pada paduan yang nonheat-treatable. Aluminium
dan paduannya tidak menunjukkan transisi struktur
kerapuhan pada suhu rendah seperti yang terjadi
pada beberapa material ferro. Bukan karena
Al
mempertahankan duktilitas dan ketahanan yang
baik terhadap beban dampak pada temperatur Si
rendah, bahkan sampai ke suhu cryogenik.
Kekuatan utama dan hasil mereka benar-benar agak
meningkatkan pada suhu yang lebih rendah.
AWS (2006). Structural Welding Code—Steel Wibowo, H. (2011). Pengujian Las Merusak (DT).
D1.1/D1.1. Fakultas Teknik : Universitas Negeri
Budiarsa, I. N. (2008). Pengaruh Besar Arus Yogyakarta.
Pengelasan dan Kecepatan Volume Alir Widharto, S. (2007). Menuju Juru Las Tingkat
Gas pada Proses Las GMAW Terhadap Dunia. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Ketangguhan Aluminium 5083. Jurnal Wiryosumarto, H., Okumura, T. (2004). Teknologi
Ilmiah Teknik Mesin Cakram, 2 (2), 112- Pengelasan Logam. Jakarta : PT Pradnya
116. Paramita.
Daryanto. (2012). Teknik Las. Bandung: Alfabeta.
Djatmiko, R.D. (2008). Teori Pengelasan Logam.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Duniawan, A. & Ilman, M.N. (2012). Pengaruh
PWHT Terhadap Sifat Mekanik
Sambungan Las Tak Sejenis Austenitic
Stainless Steel dan Baja Karbon. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains &
Teknologi (SNAST) Yogyakarta.
Eva, A.N. (2012). Skripsi: Analisis Sifat Fisis dan
Mekanis Aluminium Paduan Al-Si-Cu
dengan Menggunakan Cetakan Pasir.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan PTK FKIP Universitas Sebelas Maret
Kampus V UNS Jl. Ahmad Yani 200 Pabelan, Surakarta, Tlp/Fax (0271) 718419/ 716266
danarsw@yahoo.com
Abstract
Tujuan penelitian ini untuk pengaruh pemanasan bahan bakar bensin dan penambahan etanol dalam bahan bakar bensin
terhadap emisi gas buang Karbon Monoksida dan Hidrokarbon pada Toyota Kijang dan mengetahui pengaruh pemanasan
bahan bakar bensin dan penambahan etanol pada bahan bakar terhadap emisi gas buang Karbon Monoksida dan Hidrokarbon
pada Toyota Kijang yang paling baik.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan mesin Toyota
Kijang. Pengambilan data dilakukan dengan uji emisi gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) dengan
variasi campuran etanol dalam premium sebesar l0 %, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, dan disertai dengan variasi tanpa
pemanasan bahan bakar dalam upper tank radiator, pemanasan pipa tanpa sirip, pemanasan pipa bersirip persegi dengan jarak
antar sirip 30 mm, 20 mm, dan 10 mm. Pengujian emisi gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC)
menggunakan alat gas analyzer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan bahan bakar dan penambahan etanol dalam
bahan bakar premium dapat menurunkan kadar gas buang Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC). Penelitian juga
menunjukkan hasil bahwa gas Karbon Monoksida terendah terdapat pada pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 20
mm pada campuran bahan bakar dan etanol 30 % sebesar 0,209 (% vol). Gas Hidrokarbon (HC) terendah terdapat pada
pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 10 mm pada campuran bahan bakar dan etanol 20 % sebesar 294,33 (ppm
vol). Jadi, pemanasan pipa bersirip dengan jarak antar sirip 20 mm dan variasi etanol 30 % merupakan hasil terbaik dari
seluruh perlakuan dengan gas CO sebesar 0,209 (%vol) dan HC sebesar 310,00 (ppm vol).
Kata kunci : emisi gas buang, etanol dalam premium, pipa bersirip persegi, pemanasan bahan bakar, upper tank radiator
1. Pendahuluan
Pembangunan yang semakin meningkat disebabkan banyaknya bangunan-bangunan yang
menjadikan pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. menghambat gerakan udara.
Salah satunya berdampak sangat besar terhadap Seperti halnya CO, Hidrokarbon yang
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di terbanyak berasal dari transportasi, sedangkan
indonesia. Data dari Kantor Kepolisian Republik sumber lainnya berasal dari proses pembakaran,
Indonesia, jumlah kendaraan bermotor sampai proses industri, dan pembuangan sampah.
tahun 2012 mencapai 94,37 juta unit. Jumlah itu Pelepasan Hidrokarbon dalam kendaraan bermotor
meliputi mobil penumpang, bus, truk, dan sepeda disebabkan karena emisi bahan bakar yang belum
motor. Dari jumlah tersebut, sekitar 10,43 juta unit terbakar secara sempurna.
merupakan mobil penumpang. Meningkatnya Dengan melihat tingginya emisi gas buang,
produksi kendaraan bermotor tiap tahunnya, maka perlu adanya usaha – usaha dalam
menimbulkan permasalahan lalu lintas seperti penanggulangan agar dampak dari emisi gas buang
kecelakaan lalu lintas dan pencemaran udara. bagi kesehatan manusia dapat dikurangi. Usaha
Polutan yang utama adalah CO yang mencapai yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak
lebih dari setengah jumlah polutan udara yang ada. tersebut yaitu dengan penurunan kadar emisi
Hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri kendaraan bermotor. Penurunan kadar emisi gas
dari Karbon Monoksida, dan sekitar 15 % terdiri buang dapat dikurangi dengan menaikkan suhu
dari Hidrokarbon. bahan bakar, sehingga bahan bakar tersebut apabila
Kendaraan bermotor mengeluarkan CO paling bercampur dengan udara akan lebih mudah
banyak di antara sumber-sumber CO lainnya, menguap. Bahan bakar yang mudah menguap akan
terutama dari kendaraan-kendaraan yang masih mudah terbakar, sehingga pembakaran dapat terjadi
menggunakan bensin sebagai bahan bakar secara sempurna. Metode menaikkan suhu bahan
utamanya. Konsentrasi CO di udara dipengaruhi bakar agar lebih mudah menguap dapat dilakukan
oleh kecepatan pelepasan (emisi) CO di udara dan dengan cara pemanasan bahan bakar. Metode
pembersihan CO dari udara. Di kota-kota besar, pemanasan bahan bakar menggunakan media
konsentrasi CO di udara dapat meningkat. Hal ini pemanas yang dapat dilakukan dengan
dikarenakan keterbatasan gerakan udara yang memanfaatkan sirkulasi air pendingin radiator atau
bisa juga menggunakan pemanas (heater).
Mulai
Premium dengan Etanol 15%
Premium dengan Etanol 20%
Premium dengan Etanol 25%
Premium dengan Etanol 30%
Premium dengan Etanol 0%
Premium dengan Etanol 5%
Pengukuran CO dan HC
Analisis Data
Selesai
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam premium dan pemanasan bahan bakar dalam
adalah mesin Toyota Kijang 4 silinder seri 4K upper tank radiator, berdasarkan SNI 19-7118.1-
dengan yang masih menggunakan bahan bakar 2005.
minyak jenis premium. 3. Hasil Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar Hasil pengujian yang telah dilakukan dengan
emisi gas buang karbon monoksida (CO) dan melakukan pengukuran emisi gas buang Karbon
hidrokarbon (HC) adalah Gas Analyzer Stargas 898. Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) ditunjukkan
Data pengukuran emisi gas buang diperoleh dengan pada tabel 1 berikut.
cara melakukan variasi campuran bahan bakar etanol
Gambar 2. Kadar Emisi Gas Buang Karbon Monoksida (CO) dengan Variasi Campuran Bahan Bakar dan Pemanasan
Bahan Bakar dalam Upper Tank Radiator pada Pipa Bersirip Persegi
Berdasarkan tabel 1 dan gambar 2 didapat dan keluar dari radiator setelah pengujian sebesar
bahwa kendaraan dengan menggunakan beberapa 73,3 oC.
perlakuan tanpa pemanasan dan dengan pemanasan Pada penggunaan bahan bakar murni (E0),
diperoleh kadar Karbon Monoksida (CO) tertinggi data yang didapat antara pemanasan tanpa sirip
terdapat pada keadaan standar dengan variasi dengan pemanasan menggunakan sirip dengan jarak
campuran bahan bakar premium 100% dan etanol 30 mm hampir sama. Hal ini dikarenakan suhu
0% dengan nilai sebesar 1,976 (% vol) pada suhu bahan bakar yang keluar dari pipa pemanas di
bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa dalam upper tank radiator mempunyai nilai yang
pemanas sebesar 42,1 oC dan keluar dari pipa hamper sama yaitu 60,3 oC pada pipa tembaga
pemanas 68,1 oC. Suhu air pendingin awal sebelum tanpa sirip dan 60,0 oC pada pipa tembaga dengan
masuk ke dalam radiator sebesar 79,3 oC dan keluar sirip berjarak 30 mm. Data yang mendekati sama
dari radiator 67,6 oC. Suhu bahan bakar masuk juga terdapat pada pengujian menggunakan bahan
setelah dilakukan pengujian sebesar 45 oC, dan bakar murni dengan pipa pemanas jarak 20 mm
suhu keluar sebesar 68,4 oC. Suhu air pendingin dengan pengujian menggunakan bahan bakar murni
sebelum masuk ke dalam radiator setelah pengujian pada pipa pemanas dengan jarak antar sirip 10 mm.
sebesar 79,9 oC dan keluar dari radiator setelah Pada data suhu didapat bahwa pada pengujian
pengujian sebesar 75,0 oC. dengan pipa bersirip jarak 20 mm mempunyai suhu
Kadar karbon monoksida (CO) terendah 68,1 oC sedangkan pada pipa bersirip dengan jarak
terdapat pada pemanasan dengan jarak antar sirip 10 mm mempunyai suhu bahan bakar keluar
20 mm dengan variasi campuran bahan bakar sebesar 63,3 oC.
premium 70% dan etanol 30% dengan nilai sebesar Dari suhu tersebut, memungkinkan data yang
0,209 (% vol) pada suhu bahan bakar awal sebelum diperoleh pada pengujian dengan pipa bersirip
masuk ke dalam pipa pemanas sebesar 49,3 oC, dan berjarak 20 mm mempunyai data yang lebih baik.
keluar dari pipa pemanas 66,3 oC. Suhu air Hal ini dikarenakan bahan bakar yang masuk ke
pendingin awal sebelum masuk ke dalam radiator dalam karburator mempunyai suhu yang lebih
sebesar 80,8 oC dan keluar dari radiator 59,7 oC. tinggi, sehingga pembakaran yang terjadi bisa lebih
Suhu bahan bakar masuk setelah dilakukan sempurna.
pengujian sebesar 49,3 oC, dan suhu keluar sebesar
68,0 oC. Suhu air pendingin sebelum masuk ke
dalam radiator setelah pengujian sebesar 80,4 oC
Gambar 3. Kadar Emisi Gas Buang Hidrokarbon (HC) dengan Variasi Campuran Bahan Bakar dan Pemanasan Bahan Bakar dalam
Upper Tank Radiator pada Pipa Bersirip Persegi
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 3 diperoleh setelah dilakukan pengujian sebesar 55,7 oC, dan
kadar Hidrokarbon tertinggi terdapat pada keadaan suhu keluar sebesar 70,8 oC. Suhu air pendingin
standar dengan variasi campuran bahan bakar E5 sebelum masuk ke dalam radiator setelah pengujian
dengan nilai sebesar 470,67 (ppm vol) pada suhu sebesar 82,1 oC dan keluar dari radiator setelah
bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa pengujian sebesar 76,3 oC.
pemanas sebesar 50,3 oC dan keluar dari pipa 64,2 Dengan mempertimbangkan efek kedua gas
o
C. Suhu air pendingin awal sebelum masuk ke tersebut terhadap kesehatan manusia dan
dalam radiator sebesar 79,5 oC dan keluar dari lingkungan, maka pemanasan pipa tembaga dengan
radiator 62,9 oC. Suhu bahan bakar masuk setelah jarak antar sirip 20 mm dan variasi bahan bakar 30
dilakukan pengujian sebesar 52,8 oC, dan suhu % merupakan pengujian dengan perlakuan dengan
keluar sebesar 67,7 oC. Suhu air pendingin sebelum hasil yang paling baik dibanding dengan perlakuan
masuk ke dalam radiator setelah pengujian sebesar lain pada pengujian ini.
79,4 oC dan keluar dari radiator setelah pengujian
sebesar 74,5 oC. 4. Kesimpulan
Kadar Hidrokarbon terendah terdapat pada Berdasarkan hasil penelitian yang sudah
pemanasan bahan bakar dengan variasi jarak antar dilaksanakan, maka penelitian ini dapat
sirip 10 mm dengan variasi campuran bahan bakar disimpulkan sebagai berikut :
E20 dengan nilai sebesar 294,33 (ppm vol) pada a. Adanya pemanasan bahan bakar melalui
suhu bahan bakar awal sebelum masuk ke dalam pipa bersirip persegi dalam upper tank
pipa pemanas sebesar 50,2 oC dan keluar dari pipa radiator dan penambahan etanol dalam
pemanas 68,5 oC. Suhu air pendingin awal sebelum bahan bakar premium dapat menurunkan
masuk ke dalam radiator sebesar 80,2 oC dan keluar kadar gas buang Karbon Monoksida (CO)
dari radiator 58,7 oC. Suhu bahan bakar masuk dan Hidrokarbon (HC) pada Toyota Kijang
Abstrak
Tujuan penelitian adalah (1) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan struktur mikro
baja karbon HQ 709, (2) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan kekerasan baja
karbon HQ 709, (3) menyelidiki pengaruh variasi suhu temper terhadap perubahan ketahanan aus baja karbon
HQ 709. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin FT UGM
Yogyakartamenggunakan mikroskop optik, vickers hardness tester, dan mesin uji keausan model Ogoshi
High Speed Universal Wear Testing Machine (Type OAT-U). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
bahwa (1) ada pengaruh variasi suhu temper terhadap struktur mikro baja HQ 709 mulai dari keadaan
quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C, (2) ada pengaruh variasi
suhu temper terhadap tingkat kekerasan baja HQ 709 mulai dari keadaan quenching 870 °C, tempering 350
°C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C. Hasilnya menunjukkan tingkat rata-rata kekerasan tertinggi
pada spesimen quenching 870 °C dengan holding time 30 menit sebesar 560.97 VHN dan kekerasan rata-rata
terendah pada spesimen tempering 650 °C dengan holding time 30 menit sebesar 287.4 VHN, (3) ada
pengaruh variasi suhu temper terhadap ketahanan aus baja HQ 709 mulai dari keadaan quenching 870 °C,
tempering 350 °C, tempering 500 °C, dan tempering 650 °C. Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus,
spesimen perlakuan panas didapatkan tingkat rata-rata angka keausan tertinggi pada spesimen tempering 650
°C dengan holding time 30 menit sebesar 0.873×10-7 mm2/Kg dan angka keausan rata-rata terendah pada
spesimen quenching 870 °C dengan holding time 30 menit sebesar 0.3×10-7 mm2/Kg.
Kata kunci: perlakuan panas, temperatur tempering, baja HQ 709
perlakuan panas mendapatkan perlakuan pre- Gambar 3. Histogram Pengaruh Perlakuan Panas
heating, holding time, dan pendinginan.Adapun Terhadap Tingkat Kekerasan Baja HQ 709
siklus tempering yang dilakukan ditunjukkan pada Pada spesimen kelompok quenching 870 °C
skema sebagai berikut: dengan waktu tahan 30 menit memiliki nilai
kekerasan rata-rata sebesar 560.97 VHN atau
meningkat 77.86 % terhadap raw material. Nilai
kekerasan rata-rata pada spesimen tempering pada
suhu 350 °C dengan waktu tahan 30 menit ialah
486.03 VHN meningkat 54.1 % terhadap raw
material, serta menurun 15.42 % terhadap spesimen
kelompok quenching 870 °C. Nilai kekerasan rata-
rata pada spesimen tempering pada suhu 500 °C
dengan waktu tahan 30 menit ialah 405.2 VHN
Gambar 2. Siklus Tempering dengan Pre-Heating meningkat 28.47 % terhadap raw material, menurun
(Sumber: Edih Supardi, 1999: 124) 38.44 % terhadap spesimen kelompok quenching
870 °C, serta menurun 19.95 % terhadap spesimen
kelompok tempering pada suhu 350 °C. Nilai
kekerasan rata-rata pada spesimen tempering pada
3. suhu
H 650 °C dengan waktu tahan 30 menit ialah
asil dan Pembahasan 287.4 VHN menurun 9.74 % terhadap raw material,
Dalam penelitian ini telah dilakukan menurun 95.19 % terhadap spesimen kelompok
pengujian terhadap spesimen baja HQ 709 dengan quenching 870 °C, menurun 69.11 % terhadap
tujuan untuk mengetahui struktur mikro, kekerasan spesimen kelompok tempering pada suhu 350 °C,
dan ketahanan aus sebelum maupun sesudah serta menurun 40.99 % terhadap spesimen kelompok
dilakukan perlakuan panas tempering. Data-data tempering pada suhu 500 °C.
yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data-
data yang telah dideskripsikan dan data awal yang
akan disajikan dalam penelitian ini ialah data
komposisi kimia baja HQ 709. Data ini
menunjukkan kandungan unsur kimia yang terdapat
pada baja HQ 709.
C 0.45 %
Data struktur mikro diperoleh dari uji Manfaat dari pengamatan struktur mikro
metalografi, data nilai kekerasan diperoleh dari uji adalah untuk mempelajari hubungan antara sifat-
kekerasan Vickers, sedangkan data nilai ketahanan sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan
aus diperoleh dari uji ketahanan aus tipe Ogoshi. serta memperkirakan sifat bahan jika hubungan
tersebut sudah diketahui. Berikut gambar struktur
mikro baja HQ 709:
(a) (d)
(b) (e)
(c)
Gambar 5. Foto Struktur Mikro Spesimen: (a) Raw Material; (b) Quenching; (c) Tempering 350 ⁰C; (d) Tempering 500 ⁰C;
(e) Tempering 650 ⁰C
Raw material adalah material uji yang tidak ferrite, pearlite kasar, dan bainite ialah 0.786×10-7
mengalami perlakuan apapun sehingga didapat data mm2/Kg.
awal spesimen uji yang digunakan sebagai Terbentuknya struktur martensite yang lebih
pembanding dengan spesimen yang mengalami atau dominan dari ketiga struktur yang ada membuat
dikenakan perlakuan. spesimen kelompok quenching 870 °C (gambar 5.b)
Berdasarkan hasil pengamatan gambar 5.a dengan holding time 30 menit memiliki tingkat
menunjukkan bahwa raw material memiliki kekerasan yang tinggi atau maksimum. Hal ini
struktur mikro yang terdiri dari ferrite, pearlite dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat
kasar, dan bainite. Struktur yang tampak pada raw kekerasan Vickers sebesar 560.97 VHN, meningkat
material gambar 5 sesuai dengan kadar karbon 77.86 % terhadap tingkat kekerasan raw material.
yang terkandung baja HQ 709 yaitu 0.45 % C yang Pada spesimen ini dapat dikatakan tingkat
sebelumnya telah mendapatkan perlakuan kekerasan mencapai titik maksimum akan tetapi
prehardened dalam proses produksi awal material. masih meninggalkan tegangan dalam akibat proses
Bentuk kristal yang besar dan hampir berimbang quenching.
mengindikasikan kekerasan raw material liat dan Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus
lunak tetapi lebih keras dari baja karbon rendah. gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka
Hal ini dapat dilihat pada pengujian kekerasan keausan 0.3×10-7 mm2/Kg, menurun 162 %
dengan hasil tingkat kekerasan rata-rata 315.4 VHN terhadap angka keausan raw material. Angka ini
sesuai dengan spesifikasi baja HQ 709 pada merupakan nilai keausan terkecil dari seluruh
lampiran yang memiliki kekerasan Brinell antara kelompok spesimen yang ada.Hal ini berarti
270-330 BHN (Brinell Hardness Number). spesimen quenching 870 °C merupakan spesimen
Berdasarkan pengujian ketahanan aus baja HQ 709 yang paling tahan aus diantara seluruh spesimen
yang memiliki struktur mikro yang terdiri dari yang diteliti.Jadi terdapat hubungan antara tingkat
kekerasan dengan angka keausan material.Semakin
tinggi tingkat kekerasan material maka angka Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus
keausannya semakin kecil (semakin tahan aus), gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka
namun material ini masih memiliki tegangan dalam keausan 0.873×10-7 mm2/Kg. Angka keausan yang
yang bersifat getas. meningkat bila dibandingkan dengan seluruh
Terbentuknya struktur martensite pada spesimen yang diteliti mengartikan bahwa
spesimen tempering 350 ⁰C (gambar 5.c) yang ketahanan aus yang dimiliki spesimen tempering
lebih halus mengindikasikan turunnya tingkat 650 °C menurun dibandingkan dengan seluruh
kekerasan material, berkurangnya tegangan dalam, spesimen yang diteliti. Spesimen tempering 650 °C
dan meningkatnya keuletan material. Hal ini dapat dikatakan sebagai spesimen yang memiliki
dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat ketahanan aus paling rendah, akan tetapi keuletan
kekerasan Vickers sebesar 486.03 VHN, meningkat yang dimiliki spesimen tempering 650 °C paling
54.1 % terhadap tingkat kekerasan raw material, tinggi diantara seluruh spesimen yang diteliti.
serta menurun 15.42 % terhadap spesimen
kelompok quenching 870 °C. Pada spesimen ini 4. Kesimpulan
dapat dikatakan tingkat kekerasan memang Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
menurun dibandingkan dengan spesimen quenching data dengan mengacu pada perumusan masalah,
870 °C, akan tetapi tegangan dalam pada material maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
telah berkurang dan material masih memiliki 1. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
tingkat kekerasan yang tinggi. struktur mikro baja HQ 709 mulai dari keadaan
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering
gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka 500 °C, dan tempering 650 °C.
keausan 0.731×10-7 mm2/Kg, menurun 7.52 % 2. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
terhadap angka keausan raw material, serta tingkat kekerasan baja HQ 709 mulai dari
meningkat 143.67 % terhadap angka keausan keadaan quenching 870 °C, tempering 350 °C,
spesimen quenching 870 °C.Angka ini merupakan tempering 500 °C, dan tempering 650 °C.
nilai keausan terkecil kedua setelah spesimen 3. Ada pengaruh variasi suhu temper terhadap
quenching 870 °C. Angka keausan yang kecil ketahanan aus baja HQ 709 mulai dari keadaan
mengartikan bahwa spesimen ini masih memiliki quenching 870 °C, tempering 350 °C, tempering
ketahanan aus yang tinggi, dengan keuletan yang 500 °C, dan tempering 650 °C.
bertambah akibat proses tempering yang diberikan. 4. Ada interaksi antara perubahan struktur mikro,
Perubahan bentuk struktur martensite temper tingkat kekerasan, dan ketahanan aus baja HQ
menjadi spheroidal shape pada spesimen tempering 709.
500 ⁰C (gambar 5.d) mengindikasikan turunnya
tingkat kekerasan material, berkurangnya tegangan Daftar Pustaka
dalam, dan meningkatnya keuletan material. Hal ini Amanto, H. & Daryanto.(1999). Ilmu Bahan.
dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat Jakarta: PT Bumi Aksara.
kekerasan Vickers sebesar 405.2 VHN, meningkat Amstead, B. H., Ostwald, P. F. & Begeman, M. L.
28.47 % terhadap raw material, menurun 38.44 % (1997).Teknologi Mekanik. Alih bahasa:
terhadap spesimen kelompok quenching 870 °C, Sriati Djaprie. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga.
serta menurun 19.95 % terhadap spesimen Andrianto.(2007). Pengaruh Variasi Temperatur
kelompok tempering 350 °C. Tempering dan Waktu Tahan Tempering
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan aus pada Proses Perlakuan Panas Terhadap
gambar 4 diketahui spesimen ini memiliki angka Nilai Impak Baja EMS-45.Skripsi Tidak
keausan 0.758×10-7 mm2/Kg.Struktur carbides yang Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret,
terdapat pada spesimen tempering 650 °C (gambar Surakarta.
5.e) terlihat berbentuk spheroidal shape, hal ini Bangsawan, I.G. (2012). Pengaruh Variasi
disebabkan oleh dinaikkannya suhu tempering yang Temperatur dan Holding Time Dengan
diberikan menjadi 650 °C dan pendinginan dengan Media Quenching Oli Mesran SAE 40
udara bebas secara perlahan. Perubahan bentuk Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan
struktur martensite temper menjadi carbides Baja ASSAB 760.Skripsi Tidak
mengindikasikan turunnya tingkat kekerasan Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret,
material, berkurangnya tegangan dalam, dan Surakarta.
meningkatnya keuletan material. Hal ini dapat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
dilihat berdasarkan hasil pengukuran tingkat Universitas Sebelas Maret.(2012). Pedoman
kekerasan Vickers sebesar 287.4 VHN. Pada Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.
spesimen ini dapat dikatakan memiliki tingkat Haryadi, G. D. (2006). Pengaruh Suhu Tempering
kekerasan terendah dibandingkan dengan seluruh Terhadap Kekerasan, Kekuatan Tarik, dan
spesimen yang ada, akan tetapi spesimen ini Struktur Mikro pada Baja K-460. Jurnal
memiliki tingkat keuletan tertinggi diantara seluruh Ilmiah Teknik Mesin Rotasi, UNDIP,
spesimen yang diteliti. Volume 8 no.2 April 2006.
Abstrak
Penelitian yang telah dilakukan adalah reparasi cast wheel (velg) aluminium yang telah mengalami
kerusakan (retak) menggunakan metode pengelasan MIG (Metal Inert Gas) dengan perlakuan pre-
heating. Pengelasan dilakukan pada velg berbahan aluminium. Repair welding memungkinkan
digunakan untuk memperbaiki kerusakan sejauh kekuatan sambungan las tersebut mendekati kekuatan
dari velg utuh. Sebelum percobaan pengelasan MIG, dilakukan terlebih dahulu beberapa pengujian
untuk mengetahui data awal. Pengujian bertujuan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik material
asli (base material). Dari pengujian awal diperoleh bahwa material asli adalah Al-7,22%Si yang
memiliki kekerasan sebesar 59,59 BHN dan memiliki kekuatan impak sebesar 0,108 Joule/mm2. Data
yang diperoleh pada pengujian tersebut merupakan data acuan untuk menjadi pembanding hasil
percobaan dengan pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating. Hasil uji kekerasan pengelasan pada
daerah perbatasan antara logam induk dan logam lasan serta pada logam lasan, untuk pengelasan MIG
sebesar 36,16 BHN dan 44,18 BHN. Sedangkan hasil uji impak untuk proses pengelasan MIG sebesar
0,102 Joule/mm2 Dari hasil pengujian kekerasan dan impak dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dan
kekuatan impak hasil lasan masih lebih kecil dibandingkan dengan kekerasan dan kekuatan impak
logam induk. Hal ini berarti bahwa hasil pengelasan belum layak digunakan, karena nilai kekerasan dari
hasil pengelasan belum mendekati nilai kekerasan logam induk.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membandingkan kekerasan, kekuatan impak
dan struktur mikro dari logam induk dengan hasil
pengelasan MIG dengan perlakuan pre-heating Gambar 3. Spesimen uji pengelasan
pada cast wheel aluminium.
Kekuatan Impak (Joule/mm2
0,108
4. Hasil dan Pembahasana. 0,106
0,104
a. Pengujian Kekerasan
0,102
Uji kekerasan dilakukan dengan pengujian
brinell. Data uji kekerasan diperoleh dari 0,1
penekanan indentor berbentuk bola dengan 0,098
diameter 2,5 mm pada alat uji ke spesimen cast TANPA LAS MIG
wheel aluminium dengan beban 62,5 kg dalam
Proses Pengelasan
waktu 12 detik sehingga menghasilkan diameter
injakan indentor tersebut. Pengujian dilakukan pada
raw material, daerah las dan daerah HAZ serta base
material. Diameter hasil injakan indentor diukur Gambar 5. Diagram Kekuatan Impak Daerah Lasan
dengan bantuan Linen Tester Lope. Dalam
pengujian kekerasan ini penekanan indentor Ketangguhan dari hasil uji impak, material
dilakukan pada tiga titik setiap daerah uji. yang mengalami proses pengelasan MIG dengan
perlakuan pre-heating memiliki kekuatan impak
0.102 Joule/mm2. Kekuatan impak dari proses
pengelasan MIG ini masih dibawah dari kekuatan
70 impak base material yang tanpa mengalami proses
60 pengelasan yaitu sebesar 0.108 Joule/mm2.
Pengelasan aluminium memiliki
Kekerasan (HBN)
50
pembebebanan impak yang cukup baik terutama
40 pada paduan yang nonheat-treatable. Aluminium
30 dan paduannya tidak menunjukkan transisi struktur
kerapuhan pada suhu rendah seperti yang terjadi
20 pada beberapa material ferro. Bukan karena
10 mempertahankan duktilitas dan ketahanan yang
baik terhadap beban dampak pada temperatur
0
rendah, bahkan sampai ke suhu cryogenik.
Base lasan HAZ
Kekuatan utama dan hasil mereka benar-benar agak
Daerah Pengelasan meningkatkan pada suhu yang lebih rendah.
Ucapan Terimakasih
Logam Induk-HAZ
Terimakasih penulis ucapkan kepada
DIPA PNBP UNS yang telah membiayai penelitian
ini melalui program hibah unggulan fakultas
Daftar Pustaka