Nama Pura Lingsar kemudian diganti menjadi Taman Lingsar setelah Raja Anak Agung
Made Karangasem membangun kembali pura ini pada akhir abad XIX. Kala itu ia
membangun dua bangunan tempat ibadah untuk dua agama yang berbeda, yaitu Pura
Gaduh untuk pemeluk agama Hindu dan bangunan Kemaliq untuk masyarakat Sasak
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/bukti-kerukunan-di-taman-lingsar-lombok-barat/ 1/4
5/24/2020 Bukti Kerukunan di Taman Lingsar, Lombok Barat | Direktorat Pelindungan Kebudayaan
penganut agama Islam Waktu Telu. Pembangunan Taman Lingsar dimaksudkan untuk
menyatukan secara batiniah masyarakat Sasak dengan masyarakat Bali.
Secara umum Taman Lingsar dibagi menjadi empat halaman, yaitu Jaba Nista, Jaba
Mandala, Jaba Utama, dan Bencingah. Masing-masing halaman memiliki peran serta fungsi
yang saling melengkapi, dengan halaman yang paling suci terletak di Jaba Utama, tempat
Pura Gaduh serta Kemaliq berada.
Jaba Utama dikelilingi oleh dinding bata yang memisahkannya dengan area lain di Taman
Lingsar. Secara umum ada tiga area di Jaba Utama yang masing-masing dipisahkan oleh
dinding bata, yaitu area Pura Gaduh, Kemaliq, serta Pesiraman. Pura Gaduh merupakan
tempat sembahyang bagi umat Hindu, di dalam area Kemaliq terdapat mata air atau Aik
Mual yang dikeramatkan oleh masyarakat Sasak, sedangkan Pesiraman berfungsi sebagai
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/bukti-kerukunan-di-taman-lingsar-lombok-barat/ 2/4
5/24/2020 Bukti Kerukunan di Taman Lingsar, Lombok Barat | Direktorat Pelindungan Kebudayaan
tempat untuk wudu atau mandi dengan tujuan melukat (membersihkan diri) sebelum
melakukan ibadah, baik ibadah ke Pura Gaduh maupun ke Kemaliq.
Baca juga:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/bukti-kerukunan-di-taman-lingsar-lombok-barat/ 3/4
5/24/2020 Bukti Kerukunan di Taman Lingsar, Lombok Barat | Direktorat Pelindungan Kebudayaan
Dit. PCBM
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/bukti-kerukunan-di-taman-lingsar-lombok-barat/ 4/4