ETIMOLOGY

Perang topat adalah sebuah acara adat yang diadakan di Pura Lingsar, Lombok, Nusa

Tenggara Barat, Indonesia. Perang ini merupakan simbol perdamaian antara
umat Muslim dan Hindu di Lombok. Acara ini dilakukan pada sore hari, setiap bulan
purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak. Sore hari yang merupakan puncak acara
yang dilakukan setelah salat ashar atau dalam bahasa Sasak “rarak kembang waru” (gugur
bunga waru). Tanda itu dipakai oleh orang tua dulu untuk mengetahui waktu salat Ashar.
Ribuan umat Hindu dan Muslim memenuhi Pura Lingsar, dua komunitas umat beda
kepercayaan ini menggelar prosesi upacara Puja Wali, sebagai ungkapan atas puji syukur
limpahan berkah dari sang pencipta.
'Perang' yang dimaksud dilakukan dengan saling melempar ketupat di antara masyarakat
muslim dengan masyarakat hindu. Ketupat yang telah digunakan untuk berperang sering kali
diperebutkan, karena dipercaya bisa membawa kesuburan bagi tanaman agar hasil panennya
bisa maksimal. Kepercayaan ini sudah berlangsung ratusan tahun, dan masih terus dijalankan.

History
Alkisah, semula di Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, pernah didatangi seorang wali dari
Demak-Jawa Tengah bernama Raden Sumilir. Kedatangannya untuk menyebarkan agama
Islam. Pada saat yang relatif bersamaan, datang pula orang Hindu dari Bali untuk
menyebarkan agama Hindu di Lingsar.
Dalam situasi yang mengarah ke konflik tersebut, muncul ide dari para sesepuh muslim
maupun hindu mentransformasi potensi konflik ke dalam bentuk Perang Topat. Kini, Perang
Topat merupakan tradisi turun temurun masyarakat di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Celebration
How?
Ritual tahunan yang kini dijadikan salah satu atraksi pariwisata tersebut, dihelat di Kemalik
dan Pura. Usai topat dibacakan doa, warga masyarakat baik muslim maupun Hindu, saling
melempar menggunakan topat. Setelah saling lempar ketupat seukuran buah rambutan,
sejumlah masyarakat mengambil dan membawa pulang. Mereka meyakini topat itu dapat
menyuburkan tanaman buah, caranya mereka menggantung di pohon atau ditaruh di sawah.
Dipercaya, topat tersebut membawa keberkahan dan kesuburan baik sawah maupun tanaman.
When?
Ritual sakral ini biasanya dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purnama Sasih ke Pituq
menurut warige (kalender) Sasak. Perang Topat dihelat selepas waktu Salat Asar, bertepatan
dengan selesainya persembahyangan umat Hindu. Warga Sasak menyebut waktu itu
sebagai raraq kembang waru atau di saat bergugurannya kembang waru sekitar pukul 17.00.
Where?
Taman Lingsar atau Pura Lingsar Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat
Series of events
nampah kaoq : yaitu mengarak seekor kerbau jantan mengelilingi pura sebelum disembelih.
perang topat : melempar ketupat sebagai amunisi perang antara umat muslim dan umat hindu
di taman pura lingsar. Hal ini tidak mebhayakan justru menjadi kebahagiaan karena ketupat
dari perang ini di anggap dapat memberikan berkah dan kesuburan. Ukuran ketupat sendiri
dibuat lebih kecil yaitu seukuran kepalan tangan anak-anak.
Purpose of perang topat
 Mempererat kerukunan antarumat beragama di Lombok
 Sebagai salah satu festival yang menjadi salah satu wisata budaya di Lombok
 sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah
 ritual sekaligus bagian dari Pujawali menggunakan makanan sajian berupa ketupat
yang juga merupakan sesajian dalam upacara.
 Menjaga kegiatan budaya warisan leluhur
Impact on society
 sebagai bentuk komunikasi dan kebersamaan antara warga hindu dan islam di
Lingsar
 diyakini ketupat sisa perang dapat dipergunakan sebagai bubus untuk dijadikan
pupuk yang ditaburkan di sawah dan kebun pada saat malam hari seraya mohon
doa pada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan kesuburan bumi dan hasil
pertanian yang semakin melimpah.
ETHEMOLOGY
Topat war is a traditional event held at Lingsar Temple, Lombok, West Nusa
Tenggara, Indonesia. This war is a symbol of peace between Muslims and Hindus in
Lombok. This event is held in the afternoon, every seventh full moon in the Sasak
calendar. In the afternoon which is the highlight of the event which is held after the
Asr prayer or in the Sasak language "rarak kembang waru" (Waru flower fall). The
sign was used to find out the time of the Asr prayer. Thousands of Hindus and
Muslims filled the Lingsar Temple, these two communities of people of different
faiths held a procession of the Puja Wali ceremony, as an expression of gratitude for
the abundance of blessings from God.

The 'war' in question was carried out by throwing Ketupat at each other between the
Muslim and Hindu communities. Ketupat which has been used for war is often
contested because it is believed to bring fertility to plants so that the harvest can be
maximized. This belief has been going on for hundreds of years and is still being
carried out.

HISTORY
Once upon a time, originally in Lingsar, West Lombok Regency, a wali from Demak,
Central Java, named Raden Sumilir, visited him. His arrival spread the religion of
Islam. At relatively the same time, Hindus came from Bali to spread Hinduism in
Lingsar.

In the situation that led to the conflict, an idea emerged from both Muslim and Hindu
elders to transform the potential conflict into the Topat War. Now, the Topat War is a
hereditary tradition of the people in Lingsar Village, Lingsar District, West Lombok
Regency, West Nusa Tenggara Province.

CELEBRATION

 How?
The annual ritual, which is now one of the tourist attractions, is held at Kemalik
and the temple. After the prayer was recited, members of the community, both
Muslim and Hindu, threw stones at each other. After throwing ketupat the size of
rambutan fruit at each other, a number of people took it and brought it home. They
believe the Ketupat can fertilize fruit trees by hanging them on trees or putting
them in the fields. It is believed that the Ketupat brings blessings and fertility to
both the rice fields and the plants.
 When?
This sacred ritual is usually held every year on the Full Moon of Sasih to Pituq
according to the Sasak warige (calendar). The Topat War is held after the time of
the Asr Prayer, coinciding with the completion of the Hindu prayer. Sasak people
call that time raraq hibiscus flower or when the waru flower falls around 17.00.
 Where?
Lingsar Park or Lingsar Temple, Lingsar District, West Lombok Regency
SERIES OF EVENTS
 Nampa kaoq: that is parading a male buffalo around the temple before being
slaughtered.
 Topat war: throwing diamonds as ammunition for war between Muslims and
Hindus in the Lingsar Temple Park. This is not dangerous; it actually becomes
happiness because the diamond from this war is considered to be able to provide
blessings and fertility. The size of the ketupat itself is made smaller, which is the
size of a child's fist.

PURPOSE OF TOPAT WAR

• Strengthening inter-religious harmony in Lombok
• As one of the festivals which is one of the cultural tourism in Lombok
• as gratitude for the abundant harvest
• Rituals as well as part of Pujawali use food in the form of rhombus which is also
an offering in the ceremony.
• Maintain cultural heritage activities

IMPACT ON SOCIETY
• As a form of communication and togetherness between Hindus and Muslims in
Lingsar
• It is believed that the ketupat left over from the war can be used as bubus to be
used as fertilizer which is sprinkled on the rice fields and gardens at night while
asking the Almighty to get the fertility of the earth and more and more agricultural
produce.