SUKU SASAK
Kelompok 1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, maka penulisa bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “budaya sasak” dan dengan harapan semoga makalah
ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih mengetahui makna adat
istiadat serta hukum menurut budaya sasak yang ada di desa Lendang Nangka. Makalah ini
juga sebagai persyaratan tugas pada mata kuliah Antropologi Hukum.
Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi anda sekalian khususnya penulis dan semua yang
membaca makalah ini semoga bisa dipergunakan dengan semestinya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI…………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan......................………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Suku Sasak adalah salah suku mayoritas yang terdapat di pulau lombok, yang
merupakan suku pribumi yang mendominasi Pulau Lombok. Asal usul suku sasak tidak
sepenuhnya jelas tetapi menurut beberapa teori suku sasak diyakini salah satu keturunan
dari kelompok orang Austronesia yang berimigrasi ke wilayah tersebut pada masa lampau.
Suku sasak dikenal sebagai suku yang memiliki beragam tradisi dan budaya salah satu
tradisi masyarat suku sasak yang masih ada dan dilestarikan terutama di desa Lendang
Nangka, kecamatan Masbagik, kabupaten Lombok Timur adalah Maulid Petangan. Maulid
Petangan merupakan salah satu upacara keagamaan yang penting dalam budaya Sasak.
Maulid Petangan adalah peringatan maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW yang
dilakukan pada malam hari. Upacara ini biasanya diadakan pada bulan Rabiul Awal dalam
penanggalan Islam. Acara ini berkaitan dengan budaya dan agama sebagai bentuk ekspresi
kepada Rasulullah dan leluhur terdahulu untuk memohon berkah.
1. 2 RUMUSAN MASALAH
1. 3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Maulid petangan ini yang berasal dari kata ‘pete’ yang berarti mencari. Karna pada
saat itu Pangeran Panji beserta keluarganya mencari tempat singgah dimana pada saat
peristiwa itu bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid petangan adalah
salah satu perayaan dalam agama islam yang biasanya dirayakan sebelum tanggal 12 Rabi’ul
awal. Maulid petangan adalah acara yang sangat sakral bagi masyarakat sasak, dan mereka
merayakan dengan penuh semangat. Selama acara Maulid Petangan masyarakat sasak
biasanya berkumpul di masjid atau mushola untuk meluntunkan dzikir, membaca syair-syair
yang bersifat memuji Nabi Muhammad, dan mendengarkan ceramah agama. Adapun
kegiatan sosial seperti berbgi makanan dan memberikan sedekah kepada yang membutuhkan.
Upacara ini mencerminkan ke dalam keimanan dan budaya agama islam dalam
masyarakat sasak. Maulid petangan juga menjadi momen penting untuk memperkokoh ikatan
sosial antaranggota komunitas sasak. Selama maulid adapula prosesi yang tidak berakultrasi
dengan konsep agama yang lain. Misalnya meberi sesajen yang merajuk kepada kegiatan
roah, begawe atau syukuran kepada apa yang udah dimiliki. Penyuguhan yang diberi berupa
leko’(daun sirih), ketan, lekas, beras kuning, kelapa yang dibalut dengan gula. hal tersebut
semata mata di lakukan orang sasak untuk menjaga silaturahmin antara sesama makhluk.
Misalnya waktu tersebut dipakai untuk melakukan ritual terhadap benda-benda pusaka,
seperti pencucian keris, batu akik yang ditaruh dalam peti dan digiring menuju tempat yang
dianggap sakral dengan iringan gendang belek. Benda- benda tersebut dibawa keotak aik
tojang dan terakhir melakukan penyembelihan ayam.
Melihat tradisi dan budaya maulid petangan yang sudah mengakar ditengah- tengah
Sebagian besar warga lendang Nangka yang melaksanakan tradisi maulid petangan ini, ada
juga Sebagian warga yang bertentangan paham dengan tradisi ini. dikarenakan menurut
Sebagian dari mereka tata cara pelaksanan maulid petangan ini bertentangan dengan syariat
islam mulai dari prosesi yang tidak beratulkurasi dengan agama islam seperti menaruh
sesajen pada saat acara roah, melakukan ritual untuk pusaka, serta pencucian terhadap
benda pusaka yang dikeramatkan. Dari tatacara pelaksanaanyapun mulai dari selamat otak
aik dimana saat prosesi ini dilalukan dengan pemotongan ayang yang disertai dengan
iringan musik tradisional, lalu pada saat ritual pembersihan pusaka yang mengehadirkan 44
orang saat pelasanaanya dimana isi sudah bertentangan dengan kaidah dan syariah islam
walauapun dalam islam sendiri tidak menolak budaya dan tradisi yang berkembang
ditengah Masyarakat karna di dalam islam sendiri mengenal istilah ijtihad yang disebut ‘urf,
yaitu penetapan hukum berdasarkan tradisi yang berkembang pada Masyarakat yang artinya
tradisi dapat dijadikan dasar ketetapan hukum islam dengan syarat tidak bertentangan
dengan al qur’an dan hadis. Sedangkan pada kacamata hukum jika dilihat dari pasal 18 b
undang-undang dasar 1945 yang mengakui dan menghormati kesatuan hukum Masyarakat
adat sekaliagus dengan hak tradisiaonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan Masyarakat dan prinsip negara dan secara yuridis pula telah dicantumkan
dalam pasal 1 ayat 30 uu no.32 tahun 2009 yang menyatakan bahwa learifpan local adlah
nilai luhur yang berlaku dlam tata kehidupan untuk melindungi dan mengelola lingkungan
hidup yang lestari. Tetapi walaupun dengan adanya selisih paham anatr warga disan tidak
membuat lutur tradisi dan budaya yang ada bahkan membuat wadah bagi warga untuk berembuk
agar tradisi yang ada tidak hilang dan tetap sesuai dengan syariah dan kaidah islam.
BAB III
PENUTUP
3. 1 KESIMPULAN
3. 2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA