Apa yang terjadi saat itu mungkin dapat menjadi bukti bagaimana
agama mengikat banyak orang berada dalam sebuah keluarga
besar. Agama mempersaudarakan orang-orang yang bahkan
belum pernah bertemu sebelumnya.
Tragedi di Karbala di mana Hussein bin Ali bin Abi Thalib menjadi
martir bersama para pengikutnya adalah kasus dimana sekelompok
orang yang menamakan dirinya Muslim rela membantai sesamanya
yang juga merupakan Muslim. Perang Saudara di masa Bani
Ummayah di tahun 600-an hingga 700-an hingga meletusnya
Revolusi yang menjadi penanda munculnya Daulah Abbasyiah pun
diwarnai oleh pembantaian sesama ummat Muslim. Ada ribuan
masyarakat Muslim yang meninggal di saat tersebut. Dan kini,
gerakan ISIS yang muncul di Timur Tengah seakan menjadi
sejarah berulang tentang Muslim yang membunuh sesamanya
Muslim demi memenuhi ambisi dan kepentingannya. Konflik antar
ummat seagama ini tidak hanya terjadi dalam Islam semata, konflik
antar sesama pemeluk agama juga terjadi di dalam agama-agama
lainnya. Di Irlandia Utara, konflik kepentingan juga menjadikan
sesama penganut Kristiani berperang dan saling membunuh.
Dalam skup yang lebih kecil, kita dapat menyaksikan itu disekeliling
kita. Bagaimana sesama ummat Islam bisa saling membenci, saling
menjatuhkan dan saling memusuhi karena perbedaan kepentingan
yang dianut masing-masing individu atau kelompok.
Hal yang lebih parah lagi jika agama kemudian dibawa-bawa dan
digunakan dalam sebuah konflik kepentingan. Mereka yang jelas-
jelas seagama bahkan dianggap bukan bagian dari agama hanya
karena perbedaan yang dimiliknya. Kita bahkan dipertontonkan
oleh laku kelompok tertentu yang merasa jauh lebih relijius
dibanding kelompok lainnya hanya karena pilihan politik yang
diambilnya. Kadar keimanan seseorang diukur oleh siapa tokoh
politik yang dipilihnya.