Anda di halaman 1dari 14

BERBUAT BAIK KEPADA TETANGGA SEBAGAI BENTUK

KERUKUNAN BERAGAMA

MAKALAH
Dibuat Menjadi Bahan Presentasi Serta Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pada Mata Kuliah “Ilmu Ma’ani Al-Hadis”
Semester 4 Tahun Akademik 2021
Oleh :
MUH IQBAL
30300119112

Dosen Pengajar : Sitti Syakirah Abu Nawas, S.Ag., M.Th.I.

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tetangga secara umum adalah orang atau rumah yang berdekatan atau sebelah

menyebelah, tetangga ialah orang yang tempat tinggalnya (rumahnya) terletak

berdekatan. Sedangkan pada kamus besar bahasa indonesia tetangga adalah orang

yang tinggal di sebelah rumah, orang yang tinggal berdekatan rumah, berarti

bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan rumah.

Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang

dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya

menjadi orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat

untuk dimintai pertolongan dalam kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan

tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga

merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu

dengan yang lainnya.

Penulis ingin mengkaji hadis tentang pentingnya berbuat baik kepada

tetangga. Karena kebanyakan masyarakat kita atau paling minimal diri kita sendiri
yang masih belum paham tentang pentingnya berbuat baik. Kita kadang sepelekan hal

tersebut dikarenakan kurangnya rasa kemanusiaan yang ada dalam diri kita. Masih

seringnya didapati ada orang yang bertetangga akan tetapi seakan-akan mereka saling

bermusuhan. Mereka sering mengganggu tetangganya, tidak mau membantunya,

bahkan melihatnya pun tidak mau. Itu disebabkan karena ada rasa dendam atau

kebencian yang mestinya kita hilangkan dalam diri-diri kita. Dengan mempelajari

hadis rasulullah maka kita akan mendapat pelajaran yang sangat berharga yang

apabila dilakukan maka akan bernilai pahala di sisi allah ‫سبحانه و تعالى‬

Semoga dengan penulis membahas hadis ini bisa membuat kita semua

terutama penulis bisa mendatkan pelajaran dan hikmah yang membuat kita senantiasa

berbuat baik kepada tetangga, karena hal tersebut merupakan salah satu cabang

2
keimanan yang sering disepelekan. Kadang kita hidup nyaman dalam rumah,

memakan makanan yang enak, akan tetapi ternyata ada tetangga kita yang kelaparan

ataupun mungkin ada tetangga kita yang meminta pertolongan agar kiranya kita bisa

membantunya sesuai dengan kemampuan kita. Tanpa memandang tetangga kita

apakah dia orang muslim ataupun non muslim, kita senantiasa mengarahkan diri kita

untuk berbuat baik kepadanya. Semoga dengan sebab itu, membuat kita masuk ke

dalam golongan orang yang beriman dan dimasukkan ke surga allah ‫سبحانه و تعالى‬

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

penulis angkat, yaitu “Bagaimana pemaknaan hadis tentang berbuat baik kepada

tetangga melalui teknik tekstual, intertekstual dan kontekstual?”

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teks Hadis dan Terjemahan

Artinya:
“Mengabarkan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Abdillah bin
Numair semuanya dari Ibnu „Uyainah, berkata Ibnu Numair mengabarkan
kepada kami sufyan dari „Amru, sesungguhnya ia mendengar dari Nafi‟ bin
Jabir diberitakan dari Abu Syuraih al-Khaza‟I, bahwasannya Rasulullah
‫ﷺ‬  bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaknya ia memperlakukan tetangganya dengan baik, barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan
tamunya, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia
mengucapkan kata-kata yang baik atau diam”.

B. Pemaknaan Hadis

a. Interpretasi Tekstual

Hadis yang akan dibahas oleh penulis yaitu hadis yang terdapat dalam Shahih

Muslim No. Hadis 49

Artinya:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
memperlakukan tetangganya dengan baik, barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mengucapkan kata-kata
yang baik atau diam”.

4
Hadis di atas adalah hadis qauli, yang bersumber dari Rasulullah dan sanadnya

bersambung. Secara jelas Rasulullah mensabdakan untuk senantiasa berbuat baik

terhadap tetangga. Susunan bahasa hadis di atas menunjukkan sabda kenabian.

Kata ja>r adalah bentuk mufrad untuk kata jira>n wa jiwa>r ‫ جريان وجوار‬.
Kata ini terambil dari kata yang rangkaian huruf-hurufnya mengandung makna,

“bertetangga”, ‟berdampingan‟, ‟pelindung‟, “penolong atau sekutu”.

Di dalam hadis Nabi ‫ ﷺ‬Kata ja>r mempunyai beberapa arti.

Ibnu Manzhur di dalam Lisa>nul’ Arab mengartikan kata ini dengan “orang yang

berdampingan rumah”, “orang yang memperoleh perlindungan”, “penolong” dan

“rumah-rumah yang berdekatan”.

Nauf Asy-Syami menafsirkan “tetangga dekat” adalah orang Islam dan

“tetangga jauh” adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sebagian mufasir

berpendapat, bahwa siapa yang menempati suatu tempat atau berada di dalam suatu

kota adalah tetangga.

Ibnu Syihab Az-Zuhri mengemukakan, bahwa batasan makna al-Ja>r (‫= اجلاََر‬

tetangga) adalah empat puluh rumah kearah setiap penjuru.

Kalimat “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir” adalah
kalimat syarat dan jawab syaratnya adalah kalimat setelahnya, yaitu “hendaklah ia

berkata baik atau diam”, “hendaklah ia memuliakan tetangganya”, “hendaklah ia

memuliakan tamunya”.

Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban itu ada dua macam: (1) kewajiban

kepada Allah dan (2) kewajiban kepada sesama. Kewajiban yang terkait dengan hak

Allah adalah menjaga lisan. Artinya kalau kita beriman dengan benar kepada Allah

dan hari akhir, maka kita diperintahkan untuk menjaga lisan. Bentuknya adalah (1)

berkata yang baik, atau jika tidak bisa (2) diperintahkan untuk diam.

Pada hadis di atas penulis menemukan 3 point penting yang terkandung dalam

hadis tersebut.

5
Yang pertama, berbuat baik kepada tetangga. Tetangga didefinisikan sebagai

siapa saja yang hidup di sekitar rumah, tanpa memperhatikan apakah dia muslim,

kafir, ahli ibadah, fasik, teman atau juga musuh. Sedangkan perwujudan dari berbuat

baik kepada tetangga adalah dengan melakukan kebaikan apa saja yang bisa

dilakukan. Misalnya bila meminjam maka pinjamilah, bila meminta pertolongan maka

tolonglah, bila membutuhkan sesuatu maka berikanlah, bila sakit maka tengoklah dan

hiburlah. Di samping itu ada keharusan untuk menjaga rahasianya, memupuk rasa

cinta dengan memberi hadiah dan memperhatikan kemaslahatannya sebagaimana

memperhatikan kemaslahatannya sendiri. Juga dengan tidak melakukan perbuatan

yang bisa mengganggu tetangga kita, seperti waktu tetangga tidur atau istirahat,

tetangganya harus mengerti dengan tidak membunyikan Radio atau TV dengan

volume yang tinggi. Tidak membuang sampah ke dalam halaman tetangga. Tidak

menyakiti hati tetangga dengan perbuatan dan perkataan.

Yang kedua, menghormati tamu. Yakni hendaklah dia menghormati tamu

dengan cara menerimanya dengan hangat dan dengan wajah berseri, menampilkan

kesan senang melihat kedatangannya, dan juga menyuguhkan makanan dan minuman

serta segala aktifitas yang terbaik. Tamu adalah orang yang berkunjung atau

mengunjungi seseorang, lembaga atau instusi tertentu, baik baik dengan maksud
tertentu atau hanya sekerdar bersilaturrahim, baik yang dikenal atau tidak dikenal,

baik Muslim atau bukan, baik yang di undang maupun yang tidak di undang. Saling

berkunjung sesama kerabat, teman maupun sejawat merupakan kebiasaan yang tak

bisa dihindari. Keinginan berkunjung dan dikunjungi selalu ada di dalam kehidupan

ini. Demikianlah, suatu saat kita akan kedatangan tamu, baik diundang maupun tidak.

Bahkan pada momen-momen tertentu, kedatangan tamu sangat sangat dinanti.

Memuliakan tamu adalah kewajiban bagi semua muslim, dan bertamu itu

merupakan ajaran agama Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. seorang

muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, sudah semestinya mengimani

6
wajibnya memuliakan tamu, sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan

kedudukannya.

Yang ketiga, bertutur kata baik atau diam. Bahagia tidaknya seseorang terletak

pada ujung lidahnya. Bila lisan diikat erat dalam wilayah kebaikan, maka ia akan

menerima kebaikannya sendiri dan bisa menekan kemungkinan berbuat kejelekan.

Namun bila lisan itu keluar dari wilayah kejelekan, maka segala bencana akan terus

menimpanya dan membenamkannya ke jurang yang amat dalam. Kemudian

Rosulullah menawarkan dua pilihan antara bicara baik atau diam. Sebagai pilihan bagi

orang yang masih kesulitan untuk menyusupkan unsurunsur kebaikan dalam

penuturan kata-katanya dan memberikan kebaikan bagi orang lain hendaklah

menahan lisannya, karena itu akan lebih selamat.

b. Interpretasi Intertekstual

Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadis adalah

dengan melihat adanya hubungan (munasabah) suatu teks dengan teks lain, baik itu

sesama teks hadis atau dari teks Al-Qur’an.

Islam telah menganjurkan supaya bergaul dengan baik kepada tetangga, meski

ia bukan muslim. Pada kali ini penulis menemukan munasabah hadis dengan hadis
yang setema tentang berbuat baik dan memuliakan tetangga. Adapun hadis yang

setema yang saya temukan yaitu:

1. Hadis Shahih, diriwayatkan oleh al- Bukhari (hadis no. 6020). Hadis ini

berupa larangan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti tetangga. Hadis ini

sangat setema dan Rasulullah mengulangi lagi perkataannya dengan bersumpah atas

nama Allah. Ini menunjukkan orang belum dikatakan beriman selama mereka masih

menyakiti tetangganya.

Artinya:

7
“Mengabarkan kepada kami „Ashim bin Ali, mengabarkan kepada kami Ibn
Abi Dzi‟bin dari Said dari Abi Suraih, Nabi ‫ﷺ‬  bersabda: “Demi
Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman!.”
Dikatakan, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau bersabda, “orang yang
tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya/keburukannya.”

Juga hadis yang serupa Hadis Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (hadis no.

46). dimana Rasulullah kali ini mengancam orang yang mengganggu tetangganya

dengan mengatakan “tidak akan masuk surga”. Tentu saja apabila tidak masuk surga,

maka dia berada di neraka. Sabda Nabi:

Artinya:
“Mengabarkan kepada kami Yahya bin Ayub dan Qutaibah bin Sa‟id dan Ali
bin Hujr semuanya dari Ismail bin Ja’far, berkata Ibnu Ayub mengabarkan
kepada kami Ismail berkata mengabarkan kepada saya al-‘Ala dari bapaknya
dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah ‫ﷺ‬  bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya”.

2. Hadis Hasan, diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (hadis no. 1951). Hadis ini juga

masih berkaitan dengan perbuatan baik dengan tetangga. Hadis ini menunjukkan

tetangga yang baik dalam pandangan Allah ‫سبحانه و تعالى‬

Artinya:
“Mengabarkan kepada kami Ahmad bin Muhammad mengabarkan kepada
kami Abdullah bin al-Mubarak dari Haiwah bin Syuraih dari Syuraihbil bin
Syarik dari Abi Abdirrahman al-Hubuliyyi dari Abdillah ibn „Amr, ia berkata:
Rasulullah ‫ﷺ‬  bersabda: “Sebaik-baiknya sahabat disisi Allah
adalah yang terbaik bagi sahabatnya dan sebaik-baiknya tetangga disisi Allah
adalah yang terbaik bagi tetangganya”.

3. Hadis Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (hadis no. 2625). Hadis kali ini

berupa perintah agar senantiasa memuliakan tetangga, bukan hanya berbuat baik.

8
Akan tetapi, perbuatan baik itu haruslah diliputi juga dengan memuliakan

tetangganya.

Artinya

:
“Mengabarkan kepada kami Abu Kamil al-Jahdari dan Ishaq bin Ibrahim,
Abdul Azizi bin Abd al-Shamad al-„Ammiyu mengabarkan kepada kami Abu
Imran al-Jauni dari Abdillah bin al-Shamit dari Abu Dzar r.z, dia berkata:
“Rasulullah ‫ﷺ‬  bersabda: “Wahai Abu Dzar! Apabila engkau
memasak kuah (sayur), maka perbanyaklah airnya kemudian berilah tetangga-
tetanggamu.”

Juga hadis yang serupa, Hadis Shahih, diriwayatkan oleh Muslim dengan lafal

bi al-makna, Juz. 1, h. 291. Kali ini masih dengan memuliakan tetangga dengan cara

mencintainya sepenuh hati sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri.

Artinya:
“Mengabarkan kepada kami Zuhair bin Harb mengabarkan kepada kami
Yahya bin Sa‟id dari Husain al-Mu‟alam dari Qatadah dari Anas dari Nabi
‫ﷺ‬ , beliau bersabda: “Demi zat yang jiwaku ada ditangan-Nya,
tidak sempurna iman seorang hamba sampai dia benar-benar mencintai
tetangganya (saudaranya) sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.

4. Hadis Shahih al-Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr, tth), Juz. 2, 869. Hadis kali

ini berbunyi tentang hendaknya kita menghargai perasaan tetangga. Yaitu dengan

menerima segala pemberiannya selama itu halal dan tidak mencelanya apalagi sampai

membuangnya. Karena itu merupakan akhlak yang buruk dalam bertetangga dan

kebanyakan manusia melakukan hal tersebut.

9
Artinya:
“Mengabarkan kepada kami „Ashim bin „Ali mengabarkan kepada kami Abi
bin Dzi‟ib dari al-Maqburi dari bapaknya dari Abu Hurairah r.a dari Nabi
‫ﷺ‬ , beliau bersabda: “Wahai perempuan-perempuan muslimat,
Janganlah seorang tetangga menganggap remeh pemberian tetangganya
meskipun hanya berupa kaki kambing saja”.

Demikianlah, begitu banyak hadis-hadis yang menerangkan tentang larangan

mengganggu tetangga, dan menerangkan tentang balasan bagi orang- orang yang

menyakiti atau menganggu tetangganya di antaranya yaitu ia termasuk orang yang

tidak beriman dan ia tidak akan masuk surga. Dengan demikian dapat diketahui

hukumnya menyakiti tetangga, betapa buruk dampaknya, dan betapa besar

kerugiannya. Begitu pula, dengan hadis tentang pentingnya senantiasa berbuat baik

kepada tetangga karena dengan perbuatan baik itulah akan menempatkan kita kepada

kedudukan yang mulia di sisi Allah.

Begitu pula dengan hadis yang menganjurkan kepada setiap orang untuk

memuliakan tetangganya dengan selalu memberikan apa yang dimilikinya, seperti

makanan, pakaian, bahkan sampai dengan bau masakan yang mungkin tercium

kepada tetangga hendaknya kita memberikan walaupun sedikit dari masakan yang kita

buat. Dan juga hadis yang menganjurkan agar senantiasa menghargai perasaan
tetangga dengan tidak meremehkan segala pemberian tetangga walaupun tidak

bermanfaat sama sekali. Karena sikap meremehkan itu merupakan perbuatan yang

tidak disukai Allah ‫سبحانه و تعالى‬

c. Interpretasi Kontekstual

Interpretasi Kontekstual adalah memahami hadis dengan memperhatikan

asbab wurud al-hadis (konteks di masa rasul,pelaku sejarah, peristiwa sejarah, waktu,

tempat, dan bentuk peristiwa).

Hadis yang penulis bahas di atas merupakan hadis yang bersifat Umum.

Artinya, Nabi menyampaikan atau menyabdakan hadis tersebut kepada para

Sahabatnya sebagai sebuah nasehat dan berlaku kepada seluruh manusia yang hidup

10
bertetangga. Baik dari kalangan muslim dengan muslim, non-muslim dengan non-

muslim, terlebih lagi muslim dengan non-muslim atau sebaliknya

Hadis yang penulis bahas di atas merupakan hadis yang bersifat umum. Hadis

tersebut muncul disebabkan ada sahabat yang bertanya kepada Nabi tentang keluhan,

bahwasanya dia diganggu oleh tetangganya. Maka oleh sebab itu, Rasulullah

menyuruhnya bersabar dan beliau bersabda demikian. .

Asbabul Wurud yang penulis dapat;

“Sebagaimana tercantum dalam al Jami'ul Kabir dari Muhammad ibnu

Abdullah ibnu Salam bahwa dia pernah menemui Rasulullah ‫ﷺ‬  dan

mengatakan: "Aku disakiti (diusik) oleh tetanggaku. Beliau bersabda: Sabarlah!

Abdullah ibnu Salam datang menemui Nabi untuk kedua kalinya: Aku disakiti

(diusik) oleh tetanggaku. Beliau bersabda: Bersabarlah! Kemudian ia datang untuk

ketiga kalinya: Aku disakiti (diusik) oleh tetanggaku. Beliau bersabda: Lepaskan

(sedikit) kesenanganmu lalu berikan kepadanya untuk menjinakinya. Jika seseorang

mendatangimu dan menyakitimu, maka katakanlah: Dia menyakitiku, maka pantaslah

laknat (kutukan) terhadapny a. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat

hendaklah dia memuliakan tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari akhirat hendaklah dia memuliakan tetangganya, dan barang- siapa beriman

kepada Allah dan hari akhirat hendaklah berkata baik atau diamlah." (Diriwayatkan

oleh Abu Nu'aim dalam Ma'rifatus shahabah).”

Jadi, dapat penulis simpulkan bahwasanya sebab micro yaitu adanya sahabat

yang mengadu kepada rasulullah karena dia mendapat gangguan dari tetangganya.

Sebab macro yaitu karena kondisi kehidupan pada masa rasulullah itu orang-orang

pada saat itu saling tinggal bertetangga/berdampingan rumah dengan memiliki

keyakinan yang berbeda-beda. Ada orang yahudi, nasrani dan suku-suku lainnya,

yang mungkin menyebabkan ada tetangga yang merasa terganggu dengan

tetangganya.

11
Keterangan Hadits itu menunjukkan bahwa berbuat baik kepada tetangga,

memuliakan tamu, serta selalu mengucapkan kata-kata yang baik atau diam mengenai

sesuatu yang tidak diketahuinya maka hal itu adalah perbuatan baik yang merupakan

bagian dari manisnya Iman.

BAB III
12
PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang Muslim wajib berinteraksi dengan baik kepada tetangganya, sesuai

dengan ajaran dan tuntunan agama Islam. Berbuat baik kepada tetangga meliputi

segenap aspek kehidupan, dalam suka maupun duka, Muslim maupun non Muslim,

bahkan terhadap tetangga yang baik dan tetangga yang kurang baik.

Bagi orang-orang yang mengaku beriman hidup bertetangga haruslah

menampakkan keimanan mereka itu dengan hidup rukun penuh damai, karena

tetangga merupakan keluarga yang paling dekat dengan kita, sehingga suatu saat kita

membutuhkan pertolongan maka yang pertama kali memberikan pertolongan adalah

tetangga. Dan kita harus memuliakan tamu, berarti kita ramah, bergaul di waktu ada

tamu (menerimanya dengan baik). Dan sesama manusia supaya berkata yang baik,

tidak mengeluarkan kata-kata yang kurang berkenan dalam hati kepada sesamanya,

kalau kita tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik diam seribu bahasa.

Perlu diingat bahwa orang yang banyak berbicara akan banyak berbuat

kesalahan. Pembicaraannya sering merambah ke mana-mana sehingga tak jarang

menjadi ghibah, yakni menceritakan cela orang lain. Karena itu dalam hadits tersebut
disebutkan bahwa keselamatan itu terletak pada sikap diam. Tetapi ini tidak berarti

bahwa manusia harus mengunci mulutnya agar tidak berbicara sama sekali. Tidak

demikian melainkan seseorang itu hendaklah hanya berkata yang baik-baik saja serta

yang diridhoi Alloh. Rosulullah menyebutkan tiga hal yang berkaitan erat dengan

iman kepada Allah dan hari akhir. Ketiga hal itu ialah menghormati tamu, berbuat

baik kepada tetangga dan bertutur yang baik atau diam. Alasan Rosulullah hanya

mengaitkan dengan iman kepada Allah dan hari akhir saja tanpa menyebutkan yang

lain walaupun sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang selayaknya diimani seperti

para rosul dan kitab-kitab Allah, karena dikaitkan dengan posisi Allah sebagai dasar

segala sesuatu di mana baik dan buruknya itu semua terletak di bawah kekuasaan-

Nya, sedangkan hari akhir sebagai simbol batas akhir kehidupan dunia, hari yang

13
mencakup hari pembangkitan, penghisaban, surga dan neraka. Hari akhir mewakili

banyak hal yang harus diimani.

14

Anda mungkin juga menyukai