Makalah Statistika Deskriptif-Dikonversi
Makalah Statistika Deskriptif-Dikonversi
Oleh :
Mutiara Amalia (1803140)
Pisca Hana Marsenda (1803053)
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Statistika Deskriptif adalah ilmu statistika yang mempelajari tentang pengumpulan,
pengolahan, dan penyajian data.
2. Statistika Inferensi (Statistika Induktif) adalah ilmu statistika yang mempelajari
tentang cara pengambilan kesimpulan secara menyeluruh (populasi) berdasarkan data
sebagian (sampel) dari populasi tersebut
Dalam makalah ini dibahas mengenai cara penyajian data dari salah satu cara dalam
ilmu statistika deskriptif. Adapun pentingnya mempelajari statistika deskriptif ini yaitu untuk
dapat memahami data, mendiskripsikan data, menerangkan data, peristiwa , yang
dikumpulkan didalam suatu penelitian, penyelidikan, serta tidak sampai pada generalisasi
atau pengambilan kesimpulan tentang populasi yang diselidiki.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memahami:
1. Pengertian statistika deskriptif
2. Tujuan penyajian data
3. Distribusi frekuensi
4. Bentuk-bentuk penyajian data
5. Ukuran pemusatan dan penyebaran data
6. Ukuran variasi dan koefisien variasi
7. Ukuran kemiringan dan keruncingan
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel di atas, banyak siswa yang tingginya berada dalam rentang 66 in dan
68 in adalah 42 orang. Salah satu kelemahan penyajian data dalam tabel frekuensi adalah
tidak terlihatnya data asli atau data mentahnya.
2.2.1 Beberapa istilah pada tabel frekuensi
INTERVAL KELAS adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-kelas
dalam distribusi. Pada tabel 2.1, interval kelasnya adalah 60-62, 63-65, 66-68, 69-
71 dan 72-74. Interval kelas 66-68 secara matematis merupakan interval tertutup
[66, 68], ia memuat semua bilangan dari 66 sampai dengan 68. Bilangan 60 dan 62
pada interval 60-62 disebut limit kelas, dimana angka 60 disebut limit kelas
bawah dan angka 62 disebut limit kelas atas.
BATAS KELAS adalah bilangan terkecil dan terbesar sesungguhnya yang masuk
dalam kelas interval tertentu. Misalnya jika dalam pengukuran tinggi badan di atas
dilakukan dengan ketelitian 0.5 in maka tinggi badan 59.5 in dan 62.5 in
dimasukkan ke dalam kelas 60 – 62. Bilangan 59.5 dan 62.5 ini disebut batas kelas
atau limit kelas sesungguhnya, dimana bilangan 59.5 disebut batas kelas bawah
dan 62.5 disebut batas kelas atas. Pada prakteknya batas kelas interval ini
ditentukan berdasarkan rata-rata limit kelas atas suatu interval kelas dan limit kelas
bawah interval kelas berikutnya. Misalnya batas kelas 62.5 diperoleh dari
(62+63)/2. Pemahaman yang sama untuk interval kelas lainnya.
LEBAR INTERVAL KELAS adalah selisih antara batas atas dan batas bawah
batas kelas. Misalnya lebar interval kelas 60-62 adalah 62.5–59.5 = 3.
TANDA KELAS adalah titik tengah interval kelas. Ia diperoleh dengan cara
membagi dua jumlah dari limit bawah dan limit atas suatu interval kelas. Contoh
tanda kelas untuk kelas interval 66-68 adalah (66+68)/2 = 67.
CONTOH: Berikut nilai 80 siswa pada ujian akhir mata pelajaran matematika:
68 84 75 82 68 90 62 88 76 93
73 79 88 73 60 93 71 59 85 75
61 65 75 87 74 62 95 78 63 72
66 78 82 75 94 77 69 74 68 60
96 78 89 61 75 95 60 79 83 71
79 62 67 97 78 85 76 65 71 75
65 80 73 57 88 78 62 76 53 74
86 67 73 81 72 63 76 75 85 77
Melalui tabel ini kita dapat mengetahui pola penyebaran nilai siswa. Paling banyak nilai siswa
mengumpul pada interval 75-79, paling sedikit data termuat dalam interval 50-54. Sedangkan
siswa yang mendapat nilai istimewa atau di atas 90 hanya ada 8 orang. Pola penyebaran ini akan
tampak lebih jelas jika digambarkan dengan menggunakan histogram.
Tabel 2.5 Distribusi frekuensi relatif nilai matematika 80 siswa SMA XYZ
Rentang nilai frekuensi Frekuensi relatif Frek relatif (%)
50-54 1 1/80 1.25
55-59 2 2/80 2.50
60-64 11 11/80 13.75
65-69 10 10/80 12.50
70-74 12 12/80 15.00
75-79 21 21/80 26.25
80-84 6 6/80 7.50
85-89 9 9/80 11.25
90-94 4 4/80 5.00
95-99 4 4/80 5.00
Jumlah 80 1.00 100%
Tabel 2.6 Distribusi frekuensi kumulatif nilai matematika 80 siswa SMA XYZ
Rentang nilai frekuensi Frekuensi Frek kum (%)
kumulatif
<54.5 1 1 1.25
<59.5 2 3 3.75
<64.5 11 14 17.50
<69.5 10 24 30.00
<74.5 12 36 45.00
<79.5 21 47 58.75
<84.5 6 53 66.25
<89.5 9 62 77.50
<94.5 4 66 82.50
<99.5 4 80 100.00
Jumlah 80
Diperhatikan bahwa frekuensi kumulatif 24 pada kelas 65-69 diperoleh dari 1+2+11+10. Grafik
yang menyajikan distribusi kumulatif ini disebut ogive.
2.3 Penyajian Data
Tujuan penyajian data dalam statistika antara lain :
1. Memberi gambaran yang sistematis tentang peristiwa-peristiwa yang merupakan
hasil penelitian atau observasi.
2. Data lebih cepat ditangkap dan dimengerti
3. Memudahkan dalam membuat analisis data
4. Memudahkan membuat proses pengambilan keputusan dan kesimpulan lebih tepat, cepat,
dan akurat.
Cara penyajian data dalam statistik meliputi diagram, tabel, histogram, poligon, dan ogive.
Histogram dan poligon digunakan untuk menyajikan data distribusi frekuensi relative
(Suprayogi, 2008). Ogive digunakan untuk menyajikan data distribusi kumulatif. Berikut ini
penjelasan mengenai cara menyajikan data tersebut.
1. Diagram
Penyajian data dalam diagram akan lebih memudahkan menjelaskan laporan secara visual.
Beberapa macam diagram antara lain adalah : diagram batang (bar chart atau histogram),
diagram garis (line chart), diagram lingkaran (pie chart), dan diagram lambang (pictogram).
a. Diagram batang
Diagram ini cocok untuk menyajikan data yang berkategori atau atribut, dan data tahunan
yang jumlah tahunnya tidak terlalu banyak. Untuk menggambarkan diagram batang
diperlukan sumbu tegak dan sumbu datar yang berpotongan tegak lurus. Sumbu tegak
maupun sumbu datar dibagai menjadi beberapa skala bagian yang sama. Pada bagian
bawah dituliskan atribut atau waktu dan pada sumbu tegak dituliskan kuantum atau nilai
data.
Setelah memperoleh persentase dan besar sudutnya, menyajikan data tersebut ke dalam
diagram lingkaran seperti di bawah ini:
d. Diagram Lambang
Diagram lambang adalah diagram yang disajikan dalam bentuk gambar. Tiap gambar
mewakili suatu jumlah tertentu. Kelemahannya ialah jika data yang dilaporkan tidak
penuh (bulat) maka lambangpun menjadi tidak utuh (Supangat, 2007).
e. Diagram Peta
Diagram yang digunakan untuk peta geografis tempat data terjadi dan biasa dinamakan
kartogram (Sudjana, 2009).
f. Diagram Pencar
Diagram yang dapat dibuat dalam sumbu koordinat dan gambarnya berupa titik-titik yang
terpencar (Sudjana, 2009).
2. Tabel
Tabel merupakan kumpulan angka-angka yang disusun menurut kategori-kategori sehingga
memudahkan untuk menganalisis data. Ada berbagai bentuk tabel antara lain tabel satu arah,dua
arah, dan tiga arah.
a. Tabel satu arah (one way table) yaitu tabel yang memuat keterangan mengenai satu hal
atau satu karakteristik saja.
b. Tabel dua arah (two way table) yaitu tabel yang menunjukkan hubungan dua hal atau dua
karakteristik yang berbeda.
c. Tabel tiga arah (three way table) yaitu tabel yang menunjukkan hubungan tiga hal atau
tiga karakteristik yang berbeda.
3. Histogram
Histogram merupakan penyajian data distribusi frekuensi yang diubah menjadi diagram
batang. Untuk menggambarkan histogram digunakan sumbu mendatar dan sumbu tegak. Minium
et al (1993) menyatakan histogram mempunyai kebaikan saat menampilkan frekuensi relatif.
Luas keseluruhan dalam suatu histogram mewakili 100 % skor sehingga batang pada histogram
langsung mewakili frekuensi relatif. Maksudnya, luas persegi panjang mana saja merupakan
pecahan yang sama dari luas keseluruhan histogram karena frekuensi interval kelas berasal dari
jumlah keseluruhan kejadian-kejadian dalam distribusi.
Langkah-langkah membuat histogram :
Buat “absis” dan “ordinat”. Absis adalah sumbu mendatar atau sumbu X yang
menyatakan NILAI; ordinat adalah sumbu tegak atau sumbu Y yang menyatakan
FREKUENSI.
Buat skala absis dan skala ordinatnya dengan melihat dari nilai dan frekuensinya.
Buat batas kelas
Batas Kelas :
Batas kelas ke-1 : 45 – 0,5 = 44,5
Batas kelas ke-2 : ( 51 + 52) x ½ = 51,5
Batas kelas ke-3 : (58 + 59) x ½ = 58,5
Batas kelas ke-4 : (65+66) x ½ = 65,5
Batas kelas ke-5 : (72+73) x ½ = 72,5
Batas kelas ke-6 : (79+80) x ½ = 79,5
Batas kelas ke-7 : 86 + 0,5 = 86,5
4. Poligon
Poligon ialah garis yang menghubungkan tengah-tengah tiap sisi atas dari histogram yang
berdekatan.
Perbedaan antara histogram dengan poligon frekuensi (Supangat, 2007) adalah :
histogram menggunakan batas kelas ; sedangkan poligon menggunakan titik tengah.
grafik histogram berbentuk segiempat atau menyerupai diagram batang; sedangkan
poligon berwujud garis atau kurva yang saling berhubungan satu sama lain.
Langkah-langkah membuat poligon frekuensi :
buat titik tengah kelas dengan cara : (nilai ujung bawah kelas + nilai ujung atas kelas) x ½
buat tabel distribusi frekuensi yang mutlak disertai dengan kolom tambahan berupa
kolom titik tengah kelas tersebut
buat grafik poligon frekuensi dengan melihat data pada tabel distribusi frekuensi mutlak
5. Ogive
Ogive adalah distribusi frekuensi kumulatif yang diagramnya dalam sumbu tegak dan
datar. Ogive “kurang dari” dari distribusi frekuensi kumulatif kurang dari sedangkan ogive
“lebih dari” dari distribusi frekuensi lebih dari.
Contoh Penerapan Grafik Ogive
Grafik Ogive berdasarkan dari Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “KURANG DARI”
dan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”.
Grafik Ogive dari Tabel Distribusi Frekuensi (mutlak) ditambah dengan 1 kolom FREKUENSI
MENINGKAT dengan menggunakan BATAS KELAS (Batas nyata).
2.4 UKURAN PEMUSATAN DATA
Ukuran pemusatan data digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari
suatu persoalan yang terhimpun dalam sekumpulan data. Ukuran ini seringkali dijadikan
sebagai penilaian dalam pengambilan keputusan dan analisis data.
1. Rata-rata Hitung
Nilai rata-rata hitung adalah nilai (besaran) yang diperoleh dari hasil jumlah tiap data
dibagi dengan banyaknya data. Adapun notasi rata-rata untuk populasi dinyatakan dengan
𝜇 sedangkan nilai rata-rata sampel dinyatakan dengan 𝑥̅ . Untuk menentukan nilai rata-
rata hitung dapat dilakukan tergantung dari kumpulan data, baik kumpulan data yang
belum disusun ke dalam daftar distribusi frekuensi maupun kumpulan data yang telah
disusun ke dalam daftar distribusi frekuensi.
a. Rata-rata hitung untuk data yang belum dikelompokkan ke dalam daftar distribusi
frekuensi
∑ 𝑥𝑖 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 … … + 𝑥𝑛
𝑋̅ = 𝑛= 𝑛
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang
siswa di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata hitungnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40
Jawaban :
∑ 𝑥10 85 + 75 + 70 + 80 + 90 + 45 + 50 + 65 + 35 + 40
𝑋̅= 𝑛= 10 = 63,5
b. Rata-rata hitung untuk data yang sudah dikelompokkan ke dalam daftar distribusi
frekuensi
∑ 𝑓𝑖.𝑥𝑖
Cara panjang : 𝑥̅ =
∑ 𝑓𝑖
Cara pendek : 𝑥̅ = 𝑥0 ∑ 𝑓 .𝑐
+𝑝( 𝑖𝑖 )
∑ 𝑓𝑖
∑ 𝑓𝑖 = jumlah data
∑ 𝑓𝑖. 𝑐𝑖 = jumlah perkalian antara frekuensi dengan skala
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang
siswa di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata hitungnya !
Interval Kelas Frekuensi
31 – 40 4
41 – 50 6
51 – 60 8
61 – 70 14
71 – 80 26
81 – 90 12
91- 100 20
Jumlah 90
Jawaban cara panjang :
Interval Kelas Frekuensi 𝒙𝒊 𝒇𝒊. 𝒙𝒊
31 - 40 4 35,5 142
41 - 50 6 45,5 273
51 – 60 8 55,5 444
61 – 70 14 65,5 917
71 – 80 26 75,5 1963
81 – 90 12 85,5 1026
91- 100 20 95,5 1910
Jumlah 90 6675
∑ 𝑓𝑖 . 𝑥 𝑖 6675
𝑥̅ = = = 74,167
∑ 𝑓𝑖 90
∑ 𝑓𝑖. 𝑐𝑖 168
𝑥̅ = 𝑥0 + 𝑝 ( ) = 55,5 + 10 ( ) = 74,167
∑ 𝑓𝑖 90
2. Rata-rata Ukur
Rata-rata ukur merupakan besaran atau nilai yang menunjukkan keterpusatan data.
Penggunaan nilai rata-rata ukur ini biasanya digunakan pada kesimpulan data yang
mempunyai sifat berurutan tetap atau hampir tetap dan cocok untuk sekumpulan data
yang bersifat kelipatan tetap atau hampir tetap.
1
𝑈= 𝑛
√𝑥1. 𝑥2. 𝑥3 … … … 𝑥𝑛 atau 𝑈 = (𝑥1. 𝑥2. 𝑥3 … 𝑥𝑛)𝑛
1
log 𝑈 = log(𝑥1. 𝑥2. 𝑥3 … … 𝑥𝑛)𝑛
1
log 𝑈 = {log 𝑥 1
} atau log 𝑈 = ∑𝑛
+ log 𝑥 + log 𝑥 … … + 𝑙𝑜𝑔𝑥 log 𝑥
1 2 3 𝑛
𝑛 =
∑ 𝑓𝑖. log 𝑥𝑖
log 𝑈
∑ 𝑓𝑖 𝑛�
�=1
𝑖
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = mid point
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa
di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata ukurnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40
Jawaban :
10
𝑈= √85.75.70.80. 90.45. 50.65.35.40
𝑈 = (85.75.70.80.90.45.50.65.35.40)10
1
log 𝑈 log(85.75.70.80.90.45.50.65.35.40)
= 10
log 𝑈
log 85 + log 75 + log 70 + log 80 + log 90 + log 45 + log 50 + log 65 + log 35 + log
40
=
10
log 𝑈 = 1,785
𝑈 = 60,51
3. Rata-rata Harmonis
𝑛
𝐻= 1 1 1
1
+ + ……+
𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥𝑛
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa
di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata ukurnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40
Jawaban :
𝐻= 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 = 57,414
+ + + + + +1
85 75 70 80 90 45 50 60 35 40
+ + +
Dari ketiga nilai rata-rata, baik rata-rata hitung, rata-rata ukur, dan rata-rata harmonis
dapat disimpulkan bahwa hubungan nilainya adalah 𝐻 ≤ 𝑈 ≤ 𝑋̅.
4. Rata-rata Polar
Rata-rata polar merupakan cara perhitungan rata-rata yang didasarkan pada data-data
yang terpusat titik-titik sentralnya (data awal, data tengah, data akhir), setelah kumpulan
data diurutkan dari data yang terkecil hingga data yang terbesar.
a. Data yang belum dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi
Data Ganjil
𝐷𝐴 + 𝐷𝑇 + 𝐷𝐵
𝑃𝐴 = ( )
3
𝑃𝐴= polar average (rata-rata polar)
𝐷𝐴= data awal
𝐷𝑇 = data tengah
𝐷𝐵 = data akhir
Contohnya
Jika diketahui kelompok data berikut :
2, 3, 7, 7, 9, 9, 9, 11, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 21, 23, 23, 24, 24, 26, 27, tentukan
rata-rata polarnya !
𝐷𝐴 + 𝐷𝑇 + 𝐷𝐵 2 + 14 + 27
𝑃𝐴 = ( )=( ) = 14,33
3 3
Data Genap
𝐷 + 𝐷𝑇2
𝐷𝐴 + ( 𝑇1 ) + 𝐷𝐵 )
𝑃𝐴 = ( 2
3
5. Modus
Modus yaitu besaran (ukuran) untuk menyatakan pemusatan data di dalam statistika yang
didasarkan pada frekuensi yang paling sering muncul di dalam kumpulan data. Apabila
hanya terdapat satu modus di dalam kumpulan data disebut unimodal. Apablia terdapat
dua modus di dalam kumpulan data disebut bimodal. Apabila terdapat lebih dari dua
modus di dalam kumpulan data disebut multimodal.
𝑏1
Rumusnya : 𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 [ ]
𝑏1+ 𝑏2
b = batas bawah dimana modus terdapat
𝑏1= selisih antara frekuensi modus dengan sebelumnya
𝑏2 = selisih antara frekuensi modus dengan sesudahnya
Contoh modus pada data yang belum dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi
Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa di SMA
Nusa Bangsa. Carilah modusnya !
Modus dari kumpulan data diatas ialah 80 karena nilai tersebut muncul tiga kali
sedangkan nilai lainnya hanya satu kali.
Contoh modus pada data yang sudah dikelompokka ke dalam distribusi frekuensi
Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa di SMA
Nusa Bangsa. Hitunglah modusnya !
1. Kuartil
Kuartil adalah ukuran penyebaran yang membagi data menjadi empat bagian yang sama
sesuai dengan urutan datanya. Dengan demikian terdapat 3 macam kuartil yang masing-masing
dinamakan kuartil pertama, ke dua, dan ke tiga. Pembagian itu sedemikian rupa sehingga 25%
data/observasi nilainya sama atau lebih kecil dari Q1, 50% data/observasi sama atau lebih kecil
dari Q2, 75% data/observasi sama atau lebih kecil dari Q3.
Kalau suatu kelompok data atau nilai sudah diurutkan dari yang terkecil sampai yang
terbesar, maka untuk menghitung Q1, Q2, Q3 harus dipergunakan rumus berikut:
𝑖 (𝑛 + 1)
𝑄𝑖 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒 , 𝑖 = 1,2,3
4
Rumus ini biasanya untuk data yang belum dikelompokkan.
Contoh soal:
Berikut ini adalah data upah bulanan dari karyawan dalam ribuan rupiah yaitu
40, 30, 50, 65, 45, 55, 70, 60, 80, 35, 85, 95, 100 (n=13). Cari nilai Q1, Q2, Q3.
Jawab:
Pertama-tama data diurutkan terlebih dahulu: X1=30, X2=35, X3=40, X4=45, X5=50, X6=55,
X7=60, X8=65, X9=70, X10=80, X11=85, X12=95, X13=100.
𝑖 (𝑛+1)
Q1 = nilai ke 4 1 (13+1) 14 =31
= 4 = 4 2
1
= nilai dari X3 dan X4, berarti X3 + (X4 – X3)
2
Contoh soal:
Berdasarkan data berikut, hitunglah Q1, Q2, Q3!
Nilai ujian Frekuensi Frek. kumulatif
40-44 2 2
45-49 5 7
50-54 10 17
55-59 13 30
60-64 27 57
65-69 23 80
70-74 16 96
75-79 4 100
Jumlah 100
Jawab:
Untuk menghitung Q1, Q2, Q3
Q1 = in/4 = 1 * 100/4 = 25, maka Q1 berada di frekuensi kumulatif 30 dan rumusnya:
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓 )
4 𝑖0
𝑄𝑖 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { } , 𝑖 = 1,2,3
𝑓𝑞
1.100
= 54,5 + 5. 4 − 17}
{ 13
2.100
= 59,5 + 5. 4 − 30}
{ 27
3.100
= 64,5 + 5. 4 − 57}
{ 23
Contoh soal:
Berdasarkan contoh soal tabel di atas maka hitunglah D3 dan D5!
Nilai ujian Frekuensi Frek. kumulatif
40-44 2 2
45-49 5 7
50-54 10 17
55-59 13 30
60-64 27 57
65-69 23 80
70-74 16 96
75-79 4 100
Jumlah 100
Jawab:
Untuk menghitung D3,
D3 = in/10 = 3 * 100/10 = 30, maka D3 berada di frekuensi kumulatif 30
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓 )
10 𝑖0
𝐷3 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { }
𝑓𝑑
3.100
= 54,5 + 5. 10 − 17}
{ 13
5.100
= 59,5 + 5. 10 − 30}
{ 27
3. Persentil
Persentil adalah suatu ukuran letak yang membagi data menjadi 100 bagian yang sama, jadi
ada 99 persentil yang masing-masing disebut persentil pertama (P 1), ke dua (P2), ke tiga (P3)
sampai persentil (P99). Dan rumus yang akan kita gunakan adalah rumus berikut:
𝑖 (𝑛+1)
Pi = nilai yang ke
100 , i = 1,2,….100
35 (13+1) 9
P35 = 100 490 =4
= 100 10
9 9
= nilai ke 4 , berarti X4 + (X5 – X4)
10 10
9
= 45 +
10 (50 – 45) = 45 + 45 = 49,5
10
Contoh soal:
Berdasarkan contoh soal tabel di atas maka hitunglah P50 dan P99!
Jawab:
Untuk menghitung P50,
P50 = in/100 = 50 * 100/10 = 50, maka P50 berada di frekuensi kumulatif 57
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓 )
10 𝑖0
𝑃50 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { }
𝑓𝑑
50.100
10 − 30
= 59,5 + 5. { }
27
99.100
− 96
= 74,5 + 5. 100 }
{ 4
(Susanti, 2010).
Contoh soal:
Tentukan range dari data berikut:
55 40 35 60 75 80 65 40 85
Jawab:
X (max) = 85 & X (min) = 35
Range = 85-35 = 50
maka:
Range = nilai tengah kelas terakhir – nilai tengah nilai pertama
= 73 – 61
= 12
2. Simpangan Rata-rata (Mean Deviation)
Simpangan rata-rata merupakan ukuran variasi yang kedua dan ukuran ini merupakan
ukuran yang lebih baik daripada range. Apabila simpangan rata-rata ini disertakan pada ukuran
nilai pusat (dalam hal ini mean), maka hal tersebut akan dapat menggambarkan suatu kumpulan
data yang tepat, baik bagi nilai pusatnya maupun bagi variasi keseluruhan nilai yang ada dalam
kumpulan data tersebut. Simpangan rata-rata dibedakan atas dua kelompok.
Rs = 1 ∑ |𝑋𝑖 − 𝑋̅|
𝑛
dimana:
Rs = simpangan rata-rata data yang tidak dikelompokkan
n = jumlah keseluruhan data
i = nomor data
𝑋𝑖 = nilai data nomor i
𝑋̅ = mean keseluruhan nilai data
Supaya besar penyimpangan keseluruhan nilai data tidak nol, maka penyimpangan setiap
nilai dari mean-nya harus diberikan tanda harga mutlak, hal tersebut biasa disimbolkan
dengan |… … |
Contoh soal:
Hitunglah simpangan rata-rata dari data berikut:
3433454643
Jawab:
∑ 𝑋𝑖
𝑋̅ = 𝑛
3+4+3+3+4+5+4+6+4+3
𝑋̅ = 10 =
39 = 3,9.
10
Nilai rata-rata dari data tersebut adalah: 3,9.
Simpangan rata-ratanya:
Rs = 1 ∑ |𝑋𝑖 − 𝑋̅|
𝑛
= 1 (0,9+0,1+0,9+0,9+0,1+1,1+0,1+2,1+0,1+0,9)
10
= 1 . 7,2 = 0,72
10
Simpangan ke-i = fi |𝑚𝑖 − 𝑋̅| sehingga besarnya simpangan rata-rata dari seluruh nilai data.
dengan:
Rs = simpangan rata-rata
n = banyaknya nilai data
k = banyaknya kelas
fi = frekuensi pada kelas-i
mi = nilai tengah kelas ke-i
𝑋 ̅ = nilai rata-rata
Contoh soal:
Kumpulan nilai ujian matematika dari 45 orang pembaca STT-PLN tahun 2005 disajikan
dalam tabel berikut.
Nilai F
60 – 62 4
63 – 65 10
66 – 68 17
69 – 71 9
72 – 74 5
Total 45
Cari simpangan rata-rata dari tabel diatas!
Jawab:
Nilai f m m.f |𝒎 − |𝒎 − 𝑿̅|.
𝑿̅| F
60 – 62 4 61 244 6,07 24,28
63 – 65 10 64 640 3,07 30,7
66 – 68 17 67 1139 0,07 1,19
69 – 71 9 70 630 2,93 26,37
72 – 74 5 73 365 5,93 29,65
Total 45 3018 112,19
∑ 𝑚𝑖.𝑓𝑖 3018
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 = 45 = 67,07
Simpangan rata-ratanya:
1
Rs = ∑ fi |𝑚𝑖 − 𝑋̅|
𝑛
= 1 . 112,19 = 2,49
45
𝑥̅ = 1
∑ 𝑥𝑖
𝑛 𝑖=1
Selanjutnya apabila mencari penyimpangan setiap nilai data dengan mean-nya, maka
akan didapatkan |𝑥 − 𝑥̅ | yang bertanda positif dan bertanda negatif.
Supaya penyimpangan keseluruhan nilai data yang ada dengan mean tidak bernilai nol, maka
masing-masing penyimpangan nilai yang ada perlu dibuat bertanda positif dengan cara
dikuadratkan. Hal tersebut bila dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
(𝑥1 − 𝑥̅) + (𝑥2 − 𝑥̅) … … + (𝑥𝑛 − 𝑥̅) = 0
Bila masing-masing penyimpangan nilai data dengan mean dikuadratkan, maka akan
didapatkan :
(𝑥1 + 𝑥̅)2 + (𝑥2 + 𝑥̅)2 … … . +(𝑥𝑛 + 𝑥̅)2 = 0
Dan selanjutnya bila hal tersebut dibagi dengan jumlah data (𝑛), maka akan didapatkan suatu
nilai yang menunjukkan simpangan baku kuadrat dan biasa disebut dengan varian. Bila
dinyatakan dengan rumus ialah sebagai berikut :
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 = 1 ∑(𝑥 − 𝑥)2
̅
𝑖
𝑛
Dalam penentuan besar simpangan baku, dapat menggunakan besar simpangan baku kuadrat
(varian), yaitu :
1
𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 (𝑆) = √𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 = √
∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛
𝑆 = simpangan baku
𝑥𝑖 = nilai data ke-i
𝑥̅ = nilai rata-rata
𝑛 = banyaknya nilai data
Contoh soal:
Hitunglah simpangan baku dari data berikut : 6, 7, 6, 6, 7, 8, 5, 6, 8, 7
Jawab:
𝑛
1
𝑥̅ = ∑ 𝑥𝑖
𝑛 𝑖=1
1 1
𝑥̅ = (6 + 7 + 6 + 6 + 7 + 8 + 5 + 6 + 8 + . 66 = 6,6
7) = 10
10
1
Varian
1 = ∑ fi (mi - 𝑋̅)2 dan simpangan baku (S) = ∑ 𝑓 ( − 𝑋̅)2
√ 𝑚
𝑛 𝑛 𝑖 𝑖
dengan:
𝑚𝑖 = nilai tengah pada kelas-i
𝑋̅ = nilai rata-rata
fi = frekuensi pada kelas-i
n = banyaknya nilai data
k = banyaknya kelas
Contoh soal:
Dari data yang disajikan dalam tabel frekuensi berikut ini, carilah simpangan bakunya!
Nilai F
60 – 62 4
63 – 65 10
66 – 68 17
69 – 71 9
72 – 74 5
Total 45
Jawab:
Nilai f m m.f (m - (m - 𝑿̅)2 (m - 𝑿̅)2.
𝑿̅) F
60 – 62 4 61 244 -6,06 36,72 146,89
63 – 65 10 64 640 -3,06 9,36 93,64
66 – 68 17 67 1139 -0,06 0,00 0,06
69 – 71 9 70 630 2,94 8,64 77,79
72 – 74 5 73 365 5,94 35,28 176,42
Total 45 3018 494,80
∑ 𝑚𝑖.𝑓𝑖 3018
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 = 45 = 67,07
maka nilai simpangan bakunya sebesar:
1
Varian = ∑ fi (mi - 𝑋̅)2
𝑛
= 1 . 494,80 = 10,99
45
Keterangan : 𝑥̅ = rata-rata
Mo = modus
S = simpangan baku
b. Koefisien kemiringan kedua dari Pearson
3 (𝑥̅−Me)
Koefisien kemiringan =
s
Keterangan : 𝑥̅ = rata-rata
Me = median
S = simpangan baku
c. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil
𝑄3−2 𝑄2 + 𝑄1
Koefisien kemiringan =
𝑄3− 𝑄1
2,5 – 2,6 2
2,7 – 2,8 3
2,9 – 3,0 5
3,1 – 3,2 7
3,3 – 3,4 6
3,5 -3,6 5
Jumlah 28
Hitung koefisien kemiringannya dengan menggunakan nilai kuartil.
Jawaban :
1. Menggunakan rumus kemiringan pertama dari pearson
Untuk memudahkan mencari koefisien kemiringan, maka kita gunakan tabel dibawah ini
Berat Banyak Nilai Fi .xi Fk µ d F. d F.d²
Badan Bayi Tengah
(Kg) (Fi) (xi)
Modus = Tb Mo + p ( 𝑑1 )
𝑑1+𝑑2
Keterangan : tbm = tepi bawah kelas modus
p = panjang kelas
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya
Berdasarkan frekuensi kelas modus terletak di kelas keempat. Jadi tbm = 3,1 – 0,05 = 3,05, p
=0,2, d1= 7-5 = 2, d2 = 7-6 = 1.
Modus = tbm + p ( 𝑑1 )
𝑑1+𝑑2
= 3,05+ 0,2 ( 2 )
2+1
= 3,05+ 0,13
= 3,18
√∑𝐹𝑖.𝑑 2 √(∑𝐹𝑖.𝑑)2
S =P −
𝑛 𝑛
√61 √(−1)²
= 0,2 −
28 28
√61 √1
= 0,2 −
28 784
√1708 √1
= 0,2 −
784 784
√1707
= 0,2
784
= 0,2 √2,17
= 0,2 . 1,47
= 0,294
Koefisien kemiringan pertama dari pearson = 𝑥̅− 𝑀𝑜
𝑠
3,14−3,18
= 0,294
−0,04
= 0,294
= -0,13
Karena koefisien kemiringannya -0,13 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
= 3,05 + 0,11
= 3,16
3 (𝑥̅−Me)
Koefisien kemiringan =
s
3 (3,14−3,16)
= 0,294
3 (−0,02)
= 0,294
− 0,06
= 0,294
= - 0,204
Karena koefisien kemiringannya -0,204 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
3. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil
Rumus yang digunakan adalah:
𝑄3−2 𝑄2 + 𝑄1
Koefisien kemiringan = 𝑄3− 𝑄1
Ternyata kelas kuartil pertama terletak pada kelas interval ketiga, karena jumlah frekuensinya (2
+ 3 + 5) orang = 10 orang. Sehingga kita bisa menghitung besaran-besaran yang diperlukan dalam
rumus kuartil pertama, yaitu
𝑇𝑏𝑄1 = 2,9 – 0,05 = 2, 85
p = 0,2
F =2+3=5
f𝑄1 =5
1
𝑛−𝐹
𝑄1 = 𝑇𝑏𝑄1 + p ( 4 )
f𝑄1
= 2,85 + 0,2 ( 7 − 5)
5
= 2,85 + 0,08
= 2,93
sehingga:
𝑇𝑏𝑄2 = 3,1 – 0,05 = 3,05; p = 0,2; F = 10; dan f𝑄2 = 7.
1
𝑛−𝐹
2
𝑄2 = 𝑇𝑏𝑄2 + p ( )
f𝑄2
= 3,05 + 0,11
= 3,16
sehingga:
𝑇𝑏𝑄3 = 3,3 – 0,05 = 3,25; p = 0,2; F = 17; dan f𝑄3 = 6.
3
𝑛−𝐹
4
𝑄3 = 𝑇𝑏𝑄3 + p ( )
f𝑄3
= 3,25 + 0,13
= 3,38
𝑄3−2 𝑄2 + 𝑄1
Diperoleh koefisien kemiringan =
𝑄3− 𝑄1
3,38−2.3,16+2,93
= 3,38−2,93
−0,01
= 0,45
= -0,022
Karena koefisien kemiringannya -0,022 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
4. Koefisien kemiringan menggunakan nilai persentil
𝑃90−2 𝑃50 + 𝑃10
Koefisien kemiringan =
𝑃90− 𝑃10
Ternyata kelas persentil ke 90 terletak pada interval keenam, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2 + 3 + 5 + 7 + 6 + 5) orang = 28 orang sehingga kita bisa menghitung besar-besaran
yang diperlukan dalam rumus persentil ke 90, yaitu b = 3,5 – 0,05 = 3,45; p = 0,2; F= 2 + 3 + 5 +
7 + 6 = 23; dan 𝑓90= 5
90
𝑛–𝐹
100
Jadi: 𝑃90 = Tb𝑃90 + p ( )
𝑓 𝑃90
25,2 – 23
= 3,45 + 0,2 ( )
5
= 3,45 + 0,088
= 3.538
Untuk persentil ke 50, 𝑷𝟓𝟎
Kelas persentil ke 50 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari
frekuensi kelas interval pertama mencapai paling sedikit 50 50
100 n, yaitu = x 28 orang = 14 orang.
100
Ternyata kelas persentil ke 50 terletak pada kelas interval keempat, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2+3+5+7) orang = 17 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang
diperlukan dalam rumus persentil ke 50, yaitu b = 3,1 – 0,05 = 3,05; p = 0,2, F = 10 ; 𝑓𝑝50 = 7
50
𝑛–𝐹
100
Jadi : 𝑃50 = Tb𝑃50 + p ( )
𝑓 𝑃50
14−10
= 3,05 + 0,2 ( )
7
= 3,05 + 0,2 (4 )
7
= 3,05 + 0,11
= 3,16
Ternyata kelas persentil ke 10 terletak pada kelas interval kedua, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2 + 3) orang = 5 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang diperlukan
dalam rumus persentil ke 10, yaitu b = 2,7 – 0,05 = 2,65; p = 2,9 – 2,7 = 0,2; F = 2; 𝑓𝑝10 = 3
10
𝑛–𝐹
100
Jadi : 𝑃10 = Tb𝑃10 + p ( )
𝐹𝑃10
2,8−2
= 2,65 + 0,2 ( )
3
0,8
= 2,65 + 0,2 ( )
3
= 2,65 + 0,053
= 2,703
3,538−2 (3,16)+2,703
= 3,538−2,703
3,538−6,32+2,703
= 3,538−2,703
− 0,079
= 0,835
= - 0,094
Karena koefisien kemiringannya -0,094 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
1. Jika suatu distribusi (kurva) lebih landai atau lebih tumpul dibandingkan terhadap kurva
normal, distribusinya disebut platikurtis
2. Jika suatu distribusi (kurva) normal, distribusinya disebut mesokurtis
3. Jika suatu distribusi (kurva) lebih lancip ataulebih ramping dibandingkan terhadap kurva
normal, distribusinya disebut leptokurtis.
Untuk mengetahui apakah sekumpulan data mengikuti distribusi leptokurtik, platikurtik
atau mesokurtik, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien kurtosisnya. Untuk menghitung
koefisien kurtosis digunakan rumus koefisien kurtosis, yaitu :
1 ( 𝑄3− 𝑄 )
K = 21
𝑃90− 𝑃10
dengan : 𝑄1 = Kuartil kesatu
𝑄3 = Kuartil ketiga
𝑃10 = Persentil ke 10
𝑃90 = Persentil ke 90
Dari hasil koefisien kurtosis diatas, ada tiga kriteria untuk mengetahui model distribusi dari
sekumpulan data, yaitu :
1. jika koefisien kurtosisnya kurang dari 0,263 (< 0,263), maka distribusinya adalah
platikurtis
2. jika koefisien kurtosisnya sama dengan 0,263 (=0,263), maka distribusinya adalah
mesokurtis
3. jika koefisien kurtosisnya lebih dari 0,263 (>0,263), maka distribusinya adalah leptokurtis
Contoh:
Lihat data dalam daftar (1), yaitu mengenai berat badan bayi yang baru lahir selama seminggu
tertentu dari rumah sakit bersalin “Sehat”. Hitung koefisien kurtosisnya.
Jawaban :
Rumus yang digunakannya adalah : 1( 𝑄3− 𝑄 )
Q=2 1
𝑃90− 𝑃10
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penyajian makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Statistika deskriptif menggambarkan dan menganalisis kelompok data yang diberikan
tanpa penarikan kesimpulan mengenai kelompok data yang lebih besar.
2. Tujuan penyajian data antara lain : memberi gambaran yang sistematis tentang peristiwa-
peristiwa yang merupakan hasil penelitian atau observasi, data lebih cepat ditangkap dan
dimengerti, memudahkan dalam membuat analisis data, emudahkan membuat proses
pengambilan keputusan dan kesimpulan lebih tepat, cepat, dan akurat.
3. Distribusi frekuensi meliputi distribusi relative dan kumulatif.
4. Bentuk-bentuk penyajian data melalui diagram, tabel, hiostogram, poligon, dan ogive.
5. Ukuran pemusatan data antara lain rata-rata hitung, rata-rata ukur, rata-rata harmonis,
rata- rata polar, modus, dan median.
6. Ukuran penyebaran data terdiri dari kuartil, desil, dan persentil.
7. Ukuran variasi atau disperse antara lain range, simpangan rata-rata, dan simpangan baku.
8. Ukuran kemiringan kurva dan ukuran keruncingan kurva.
DAFTAR PUSTAKA
Herhyanto, N., Hamid, A., Kartono., Suwarno, (2014). Statistika Terapan. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Kuswanto, D. (2012). Statistika untuk Pemula dan Orang Awam. Jakarta : Laskar Aksara
Minium, Edward W., King Bruce M., and Bear Gordon. (1993). Statistical Reasoning in
Psychology and Education. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Supangat, A. (2007). Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Non Parametrik. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Susanti, M.N.I. 2010. Statistika Deskriptif dan Induktif. Jakarta : Graha Ilmu
Walpole, R.E. (1995). Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama