TUGAS TP3.6 Bab 5 - E1A017181 - FERDIAN SURYA P YANUARDI
TUGAS TP3.6 Bab 5 - E1A017181 - FERDIAN SURYA P YANUARDI
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk
melakukan respon, tindakan, dan kebijakan dalam rangka menanggulangi gelandangan dan
pengemis. Peraturan daerah ini bertujuan:
a. mencegah munculnya gelandangan dan pengemis;
b. melindungi masyarakat dari gangguan sosial dan keamanan dari pelaku dan aktifitas
gelandangan dan pengemis;
c. memberdayakan gelandangan dan pengemis untuk mampu menjalani kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya secara normal.
d. menciptakan ketertiban umum;
Peraturan Daerah ini memuat hal-hal pokok tentang penanggulangan gelandangan dan
pengemis Oleh karena itu, secara substansi, ruang lingkup Peraturan daerah ini mengatur
hal-hal sebagai berikut:
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Asas, Maksud, dan Tujuan
Bab III: Kriteria Gelandangan dan Pengemis
Bab IV: Usaha dan Sasaran Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
Bab V : Larangan
Bab VI : Pembinaan dan Pengawasan
Bab VII : Peranserta Masyarakat
Bab VIII : Sanksi Administrasi
Bab IX : Ketentuan Penyidikan
Bab X : Ketentuan Pidana
Bab XI : Pembiayaan
Bab XII : Ketentuan Lain
Bab XIII : Ketentuan Peralihan
Bab XIV : Ketentuan Penutup
Gelandangan terdiri dari gelandangan, yaitu mereka yang tidak memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP), tidak memiliki rumah dan/atau tempat tinggal yang pasti, tidak memiliki
penghasilan yang tetap, penampilan fisik lusuh dan kotor, tidak memiliki keluarga dan/atau
kerabat yang bertangungjawab, dan tidak memiliki rencana hidup untuk dirinya dan
keluarganya.
Selain itu, termasuk juga gelandangan adalah gelandangan psikotik, yaitu mereka yang tidak
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), mengidap penyakit dan/atau gangguan jiwa,
bertempat tinggal di tempat umum dan berpindah-pindah, dan penampilan fisik lusuh dan
kotor.
Sementara itu, pengemis adalah individu yang mata pencahariaannya bergantung belas
kasihan orang lain, berpakaian kumuh, kotor, dan/atau berbau tidak sedap, meminta-minta
di tempat umum dan permukiman penduduk, mengeksploitasi diri dan/atau sesama untuk
menimbulkan rasa belas kasihan dari orang lain, dan penampilan fisik lusuh dan kotor.
Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis dilakukan dengan usaha preventif,
represif, rehabilitatif, dan tindakan lanjutan, dengan sasaran pelaku perseorangan dan/atau
kelompok, keluarga, masyarakat, dan kelompok lain yang berkontribusi dan/atau
mengorganisasi gelandangan dan pengemis.
Usaha preventif dilakukan untuk mencegah munculnya pelaku gelandangan dan pengemis
baru dan/atau mencegah pelaku lama mengulang perbuatannya. Usaha preventif tersebut
berupa pelayanan sosial yang dilakukan dalam bentuk; pelatihan keterampilan, magang, dan
perluasan kesempatan kerja, peningkatan kualitas kesehatan, peningkatan pendidikan,
penyuluhan dan edukasi masyarakat, pemberian informasi di tempat umum, bimbingan
social, pejangkauan, bantuan sosial, dan koordinasi antar pemerintah daerah. Usaha
preventif tersebut dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi.
Adapun peserta program usaha preventif diprioritaskan kepada masyarakat atau keluarga
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dimana pelaksanaannya diatur lebih
lanjut melalui Peraturan Bupati.
Berikutnya, usaha represif dilakukan untuk mengurangi, menghalau, dan menghilangkan
pelaku dan dampak keberadaan gelandangan dan pengemis. Usaha represif tersebut
dilaksanakan dengan cara; penertiban, razia, danpenampungan sementara. Pelaksanaan
usaha represif tersebut ditujukan kepada; gelandangan, pengemis, pelaku
penggelandangan, dan pelaku pengemisan yang tinggal di tempat-tempat umum, orang
dengan gangguan jiwa yang berada di tempat umum, dan orang yang meminta-minta di
tempat-tempat umum dan permukiman. Pelaksanaan usaha represif tersebut
dikoordinasikan oleh Satpol PP.
Adapun tata cara dan prosedur penertiban dan razia gelandangan dan pengemis diatur oleh
Peraturan Bupati. Gelandangan, pengemis, pelaku penggelandangan dan pengemisan yang
terjaring razia ditampung di tempat tinggal sementara untuk diseleksi dan mengikuti
assesmen bagi tindakan selanjutnya. Terkait dengan hal itu, Satpol PP dapat melakukan
penjangkauan kepada wilayah-wilayah pusat gelandangan dan pengemis untuk
mengevakuasi dan menyelamatkan gelandangan dan pengemis dari ancaman fisik dan
mental.
Berikutnya usaha rehabilitatif dilakukan untuk mengembalikan gelandangan dan pengemis
kepada fungsi sosial, dimana usaha ini terdiri dari rehabilitasi fisik dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi fisik dilakukan melalui bentuk; layanan medis, layanan kesehatan, perawatan
fisik, dan bimbingan fisik, dan dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah.
Sementara itu, rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk; assesmen dan diagnosa sosial,
bimbingan mental spiritual, bimbingan sosial dan konseling psikososial, dan pelatihan kerja
dan kewirausahaan, yang kesemuanya dikoordinasikan oleh Dinas Sosial.
Dalam hal gelandangan psikotik, dilakukan rehabilitasi kejiwaan di rumah sakit jiwa atau
pihak lain yang ditunjuk dan/atau bermitra dengan Pemerintah Daerah. Rehabilitasi
kejiwaan tersebut dapat disertai rehabilitasi fisik. Setelah mendapatkan rehabilitasi
kejiwaan dan rehabilitasi fisik dilanjutkan rehabilitasi sosial. Adapun tindakan lanjutan
dilakukan untuk; menghilangkan kemungkinan gelandangan dan pengemis mengulangi
tindakan menggelandang dan mengemis, danmengantisipasi kegiatan pergelandangan dan
pengemisan.
Tidakan lanjutan tersebut diprioritaskan pada upaya resosialisasi, reintegrasi sosial, dan
koordinasi antar pemerintah daerah.
Tindakan lanjutan dilakukan melalui; pemulangan kepada keluarga; magang kerja;
penyaluran kerja; fasilitasi pendidikan; fasilitasi permodalan; dan koordinasi antar
pemerintah daerah. Tindakan lanjutan bagi gelandangan dan pengemis psikotik dilakukan
setelah dipertemukan dengan keluarga sebagai pengampu.
Dalam hal gelandangan dan pengemis psikotik tidak memiliki keluarga, Pemerintah Daerah
berkewajiban memberikan perlindungan sosial yang berkelanjutan.