Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PLKH PERENCANAAN PERUNDANG-UNDANGAN BAB 5 NASKAH

AKADEMIK PERDA KABUPATEN BANYUMAS


Ferdian Surya P Yanuardi
E1A017181
KELAS A
PERDA NO. 16 TAHUN 2020 TENTANG PENYAKIT MASYARAKAT
BAB 5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH

A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah Kunci Dalam Peraturan Daerah


Istilah-istilah yang terkait dengan peraturan ini menjadi penting untuk dirumuskan guna
memberikan pengertian yang pasti dari berbagai istilah tersebut. Istilah-istilah yang
berhubungan dengan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
ini meliputi diantaranya: Daerah, Bupati, Pemerintah Daerah, Petugas, Penanggulangan,
Gelandangan, Gelandangan Psikotik, Pengemis, Pergelandangan, Pengemisan, Tempat
Umum, Permukiman, Pemeriksaan, Satuan Polisi Pamong Praja, Usaha Preventif, Usaha
Rehabilitatif, Usaha Represif, Tindakan Lanjutan, Larangan, Penyidik, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil, Penyidikan, Pelayanan Sosial, dan Hak Asasi Manusia.
Adapun penjelasan istilah tehnis hukum di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Daerah adalah Kabupaten Banyumas.
2. Bupati adalah Bupati Banyumas.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
4. Petugas yang berwenang yang selanjutnya disebut petugas adalah petugas yang berwenang
menangani usaha-usaha penanggulangan yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Penanggulangan adalah suatu proses tindakan untuk mengurangi dampak keberadaan
gelandangan dan pengemis serta aktifitas-aktifitasnya melalui usaha preventif, represif,
rehabili-tatif, dan tindakan lanjutan.
6. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma
kehidupan yang layak dalam ma-syarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal
dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengem-bara di tempat umum.
7. Gelandangan Psikotik adalah penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang di
jalan-jalan umum, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau
mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.
8. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di
muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari
orang lain.
9. Pergelandangan adalah suatu tindakan pengembaraan yang dilakukan oleh individu
dan/atau sekelompok orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan tetap
di wilayah tertentu, serta hidupnya berpindahpindah di tempat umum.
10. Pengemisan adalah tindakan meminta-minta yang dilakukan oleh individu dan/atau
sekelompok orang dengan berbagai alasan, cara dan alat untuk mengharapkan belas
kasihan dari orang lain.
11. Tempat umum adalah suatu tempat yang umumnya terdapat banyak orang yang
berkumpul untuk melakukan suatu kegiatan baik secara sementara maupun secara terus
menerus dan baik membayar maupun tidak membayar.
12. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
13. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Satuan Polisi Pamong Praja, selanjutnya disebut Satpol PP adalah bagian perangkat
daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat.
15. Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan,
latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada
berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan.
16. Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha
penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran
kembali baik ke daerah-daerah permukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-
tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para
gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai
dengan martabat manusia sebagai Warga Negara Republik Indonesia.
17. Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun
bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah
meluasnya di dalam masyarakat.
18. Tindakan lanjutan adalah proses pengembalian gelandangan dan pengemis kepada
keluarga, dan/atau masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya dengan
baik seba-gaimana masyarakat pada umumnya.
19. Larangan adalah segala upaya untuk tidak memperbolehkan, menghalau,
menghilangkan, menangkap, dan merazia pelaku tindakan melanggar ketentuan dan norma
umum di wilayah tertentu.
20. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat atau Pegawai Negeri
Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan.
21. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pe-langgaran Peraturan
Daerah.
22. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
23. Pelayanan sosial adalah proses terencana dan terstruktur yang bertujuan untuk
memecahkan masalah serta meningkatkan keberfungsian sosial bagi individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat yang dilakukan oleh Tenaga Profesional berdasar-kan ilmu
pengetahuan, metode, teknik dan nilai-nilai tertentu.
24. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

B. Muatan Materi Peraturan Daerah

Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk
melakukan respon, tindakan, dan kebijakan dalam rangka menanggulangi gelandangan dan
pengemis. Peraturan daerah ini bertujuan:
a. mencegah munculnya gelandangan dan pengemis;
b. melindungi masyarakat dari gangguan sosial dan keamanan dari pelaku dan aktifitas
gelandangan dan pengemis;
c. memberdayakan gelandangan dan pengemis untuk mampu menjalani kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya secara normal.
d. menciptakan ketertiban umum;

e. memberi mandat dan kewenangan kepada Pemerintah Daerah melakukan tindakan


dalam rangka menciptakan suasana yang nyaman, aman, dan tertib di masyarakat;

f. mendukung penegakan hukum secara maksimal berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan dan/atau perbuatan
pergelandangan dan pengemisan; dan
g. menciptakan kehidupan masyarakat yang produktif, integratif, dan beradab.
Suatu peraturan dibentuk, termasuk Peraturan Daerah, untuk memberikan pedoman bagi
pengguna dalam melaksanakan suatu kegiatan tertentu, termasuk kegiatan penanggulangan
gelandangan dan pengemis. Dengan disahkanya Perda ini, maka Pemerintah Kabupaten
Banyumas memiliki landasan yuridis dalam hal penanggulangan gelandangan dan pengemis.

Peraturan Daerah ini memuat hal-hal pokok tentang penanggulangan gelandangan dan
pengemis Oleh karena itu, secara substansi, ruang lingkup Peraturan daerah ini mengatur
hal-hal sebagai berikut:
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Asas, Maksud, dan Tujuan
Bab III: Kriteria Gelandangan dan Pengemis
Bab IV: Usaha dan Sasaran Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
Bab V : Larangan
Bab VI : Pembinaan dan Pengawasan
Bab VII : Peranserta Masyarakat
Bab VIII : Sanksi Administrasi
Bab IX : Ketentuan Penyidikan
Bab X : Ketentuan Pidana
Bab XI : Pembiayaan
Bab XII : Ketentuan Lain
Bab XIII : Ketentuan Peralihan
Bab XIV : Ketentuan Penutup

Gelandangan terdiri dari gelandangan, yaitu mereka yang tidak memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP), tidak memiliki rumah dan/atau tempat tinggal yang pasti, tidak memiliki
penghasilan yang tetap, penampilan fisik lusuh dan kotor, tidak memiliki keluarga dan/atau
kerabat yang bertangungjawab, dan tidak memiliki rencana hidup untuk dirinya dan
keluarganya.
Selain itu, termasuk juga gelandangan adalah gelandangan psikotik, yaitu mereka yang tidak
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), mengidap penyakit dan/atau gangguan jiwa,
bertempat tinggal di tempat umum dan berpindah-pindah, dan penampilan fisik lusuh dan
kotor.
Sementara itu, pengemis adalah individu yang mata pencahariaannya bergantung belas
kasihan orang lain, berpakaian kumuh, kotor, dan/atau berbau tidak sedap, meminta-minta
di tempat umum dan permukiman penduduk, mengeksploitasi diri dan/atau sesama untuk
menimbulkan rasa belas kasihan dari orang lain, dan penampilan fisik lusuh dan kotor.
Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis dilakukan dengan usaha preventif,
represif, rehabilitatif, dan tindakan lanjutan, dengan sasaran pelaku perseorangan dan/atau
kelompok, keluarga, masyarakat, dan kelompok lain yang berkontribusi dan/atau
mengorganisasi gelandangan dan pengemis.
Usaha preventif dilakukan untuk mencegah munculnya pelaku gelandangan dan pengemis
baru dan/atau mencegah pelaku lama mengulang perbuatannya. Usaha preventif tersebut
berupa pelayanan sosial yang dilakukan dalam bentuk; pelatihan keterampilan, magang, dan
perluasan kesempatan kerja, peningkatan kualitas kesehatan, peningkatan pendidikan,
penyuluhan dan edukasi masyarakat, pemberian informasi di tempat umum, bimbingan
social, pejangkauan, bantuan sosial, dan koordinasi antar pemerintah daerah. Usaha
preventif tersebut dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi.
Adapun peserta program usaha preventif diprioritaskan kepada masyarakat atau keluarga
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dimana pelaksanaannya diatur lebih
lanjut melalui Peraturan Bupati.
Berikutnya, usaha represif dilakukan untuk mengurangi, menghalau, dan menghilangkan
pelaku dan dampak keberadaan gelandangan dan pengemis. Usaha represif tersebut
dilaksanakan dengan cara; penertiban, razia, danpenampungan sementara. Pelaksanaan
usaha represif tersebut ditujukan kepada; gelandangan, pengemis, pelaku
penggelandangan, dan pelaku pengemisan yang tinggal di tempat-tempat umum, orang
dengan gangguan jiwa yang berada di tempat umum, dan orang yang meminta-minta di
tempat-tempat umum dan permukiman. Pelaksanaan usaha represif tersebut
dikoordinasikan oleh Satpol PP.
Adapun tata cara dan prosedur penertiban dan razia gelandangan dan pengemis diatur oleh
Peraturan Bupati. Gelandangan, pengemis, pelaku penggelandangan dan pengemisan yang
terjaring razia ditampung di tempat tinggal sementara untuk diseleksi dan mengikuti
assesmen bagi tindakan selanjutnya. Terkait dengan hal itu, Satpol PP dapat melakukan
penjangkauan kepada wilayah-wilayah pusat gelandangan dan pengemis untuk
mengevakuasi dan menyelamatkan gelandangan dan pengemis dari ancaman fisik dan
mental.
Berikutnya usaha rehabilitatif dilakukan untuk mengembalikan gelandangan dan pengemis
kepada fungsi sosial, dimana usaha ini terdiri dari rehabilitasi fisik dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi fisik dilakukan melalui bentuk; layanan medis, layanan kesehatan, perawatan
fisik, dan bimbingan fisik, dan dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah.
Sementara itu, rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk; assesmen dan diagnosa sosial,
bimbingan mental spiritual, bimbingan sosial dan konseling psikososial, dan pelatihan kerja
dan kewirausahaan, yang kesemuanya dikoordinasikan oleh Dinas Sosial.
Dalam hal gelandangan psikotik, dilakukan rehabilitasi kejiwaan di rumah sakit jiwa atau
pihak lain yang ditunjuk dan/atau bermitra dengan Pemerintah Daerah. Rehabilitasi
kejiwaan tersebut dapat disertai rehabilitasi fisik. Setelah mendapatkan rehabilitasi
kejiwaan dan rehabilitasi fisik dilanjutkan rehabilitasi sosial. Adapun tindakan lanjutan
dilakukan untuk; menghilangkan kemungkinan gelandangan dan pengemis mengulangi
tindakan menggelandang dan mengemis, danmengantisipasi kegiatan pergelandangan dan
pengemisan.
Tidakan lanjutan tersebut diprioritaskan pada upaya resosialisasi, reintegrasi sosial, dan
koordinasi antar pemerintah daerah.
Tindakan lanjutan dilakukan melalui; pemulangan kepada keluarga; magang kerja;
penyaluran kerja; fasilitasi pendidikan; fasilitasi permodalan; dan koordinasi antar
pemerintah daerah. Tindakan lanjutan bagi gelandangan dan pengemis psikotik dilakukan
setelah dipertemukan dengan keluarga sebagai pengampu.
Dalam hal gelandangan dan pengemis psikotik tidak memiliki keluarga, Pemerintah Daerah
berkewajiban memberikan perlindungan sosial yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai