Anda di halaman 1dari 16

Penatalaksanaan dan Komplikasi Effusi Pleura et causa Mycobacterium tuberkulosis

Togu Jastin Lodewiyk Simarmata


102018149
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11510

Abstrak
Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia dari patogen
bakteri tunggal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun, 1 juta
anak-anak menderita penyakit TB dan lebih banyak lagi menderita infeksi laten. Namun,
perkiraan yang akurat terhalang oleh kurangnya pengakuan dan tantangan dalam diagnosis;
sampai saat ini, tes diagnostik yang akurat untuk mengkonfirmasi TB pada anak tidak ada.
Pengobatan TB panjang, tetapi hasilnya umumnya baik dengan inisiasi tepat waktu. Ketika kita
bergerak menuju Strategi Akhir TB, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan diagnostik
dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang tidak perlu dari TB pada anak-
anak.

Kata kunci: TBC, epidemiologi global, infeksi laten, diagnosis, manajemen, pencegahan,
advokasi

Abstract

Mycobacterium tuberculosis is the leading cause of death worldwide from a single bacterial
pathogen. World Health Organization (WHO) estimates that annually, 1 million children have
TB disease and many more harbor a latent form of infection. However, accurate estimates are
hindered by under-recognition and challenges in diagnosis; to date, an accurate diagnostic test
to confirm TB in children does not exist. TB treatment is lengthy, but outcomes are generally
favorable with timely initiation. As we move toward the End TB Strategy, there is an urgent need
for improved diagnostics and treatment to prevent the unnecessary morbidity and mortality from
TB in children.

Keywords: Tuberculosis, global epidemiology, latent infection, diagnosis, management,


prevention, advocacy

Pendahuluan
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang menyerang hampir semua
organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Penyakit ini banyak ditemukan di
daerah urban pada tempat tinggal/lingkungan yang padat penduduknya. TB sudah sangat lama
dikenal oleh manusia. Terbukti dari sejarah terdapat adanya penemuan kerusakan tulang vertebra
toraks yang khas untuk penyakit TB tulang dari kerangka yang digali dari kuburan zaman
neolitikum di Heidelberg. Begitu juga penemuan yang berasal dari ukiran-ukiran dinding piramid
di Mesir kuno pada tahun 2.000-4.000 SM. Hipokrates yang hidup pada zaman itu telah
memperkenalkan terminologi pthisis (batuk) yang berasal dari bahasa Yunani dan
menggambarkan adanya penyakit TB paru waktu itu. TB mempunyai pengobatan yang efektif
sudah tersedia dengan lengkap tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi masalah kesehatan
dunia yang utama.

Skenario:
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ibunya ke dokter karena tidak nafsu makan. Keluhan
disertai batuk ringan, hilang timbul selama >2 minggu. Tidak ada sesak napas. Keluhan disertai
demam ringan hilang timbul, terutama sore hari sejak 1 bulan yang lalu Berat badan turun, anak
tidak nafsu makan sejak 1 bulan lalu.
RPKel: (+) riwayat atopi dalam keluarga. Ibu (+) asma
Kakek meninggal karena sakit paru-paru pada 2 tahun lalu,
Nenek terkena stroke (bed ridden) 1 tahun yang lalu; saat ini sedang batuk ± 1 bulan, sudah
berobat ke klinik terdekat tapi belum sembuh. Pada PF didapatkan kesadaran CM, perawakan
kecil dibandingkan anak seusianya, tampak sakit ringan, tidak sesak nafas.
BB 14 kg, TB 80 cm.
TTV: Nafas 24 x/menit, Nadi 100 x/menit, suhu 37,8°C,
Conjunctiva anemis (+), KGB (+) di posterior cervical, retroauriculer dan occipital area, multiple
Ø 1,5 x 1,5 cm, tidak nyeri.
PF thoraks: pergerakan dada tampak simetris, perkusi pekak di kiri tengah – bawah (setinggi ICS
3 midclavicula kiri), auskultasi suara nafas meredup (melemah) di ICS 3 midclav kiri, Rh (+)
crackles (+), wheezing (-). Lab: Hb 10 gram/dL, Ht 30 %, leukosit 8000/uL, LED 50 mm/jam,
Ro thorax AP tegak dan LLD: gambaran infiltrat dan perpadatan hilus dan perihiler bilateral,
apex bersih. Tampak efusi pleura kiri setinggi ICS 3.
Pungsi cairan thoraks: xantochrome, jumlah sel 1100 /lpb, 95% MN, 5 % PMN , BTA negatif.uji
tuberculin (+) 12 mm.

Anamnesis
Keluhan Utama (KU) :
Pada anamnesis didapatkan bahwa seorang anak laki-laki 5 tahun dibawa ke dokter karena tidak
nafsu makan.
Keluhan Penyerta (KP) :
Ibunya menjelaskan bahwa anak tersebut terdapat demam ringan hilang timbul, terutama sore
hari sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Pada riwayat penyakit keluarga, terdapat riwayat atopik pada keluarga. Kakek meninggal karena
sakit paru-paru pada 2 tahun yang lalu. Nenek terkena stroke (bed ridden) 1 tahun yang lalu, saait
ini sedang batuk 1 bulan, sudah berobat ke klinik terdekat tetapi belum sembuh.

Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Ditemukan kesadaran Compos Mentis, perawakan kecil dibandingkan anak
seusianya, tampak sakit ringan, tidak sesak napas. Pada dada, pergerakan dada tampak simetris.
Palpasi : Ditemukan konjungtiva anemis, KGB teraba di posterior cervical, retroauriculer dan
occipital area, multiple 1,5 x 1,5 cm, tidak nyeri.
Perkusi: Ditemukan pekak di kiri tengah – bawah (setinggi ICS 3 midclavicula kiri).
Auskultasi :Suara nafas meredup (melemah) di ICS 3 midclavicula kiri, terdapat crackles,tidak
ditemukan wheezing.
TTV : Nafas 24x/menit, nadi 100x/menit, suhu 37,8C

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium: :Hb 10gram/dL, Ht 30%, Leukosit 8000/uL, LED 50 mm/jam.
Pemeriksaan radiologi: Ro thorax AP tegak dan LLD : gambaran infiltrate dan perpadatan hilus
dan perihiler bilateral, apex bersih.Tampak efusi pleura kiri setinggi ICS 3.
Pungsi cairan thoraks : xantochrome, jumlah sel 1100/lpb, 95%MN, 5%PMN,
BTA negatif. Uji tuberculin (+) 12mm.

Differential Diagnosis
Kanker Paru: Seperti umumnya kanker yang lain penyebab pasti kanker paru belum diketahui
akan tetapi dapat kita ketahui bahwa paparan/inhalasi berkepanjangan suatu zat bersifat
karsinogenik merupakan penyabab utama. Kanker paru dibagi menjadi 2 yaitu Small Cell Lung
Cancer dimana dari gambaran histologi khas dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi
oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Yang kedua yaitu Non
Small Cell Carcinoma. Gejala klinis yang khas pada anak kanker paru adalah batuk baru/batuk
lebih hebat pada batuk kronis, hemoptisis, mengi (wheezing,stridor) karena ada obstruksi saluran
nafas dan juga penurunan berbadan yang drastis. Untuk memastikan adanya kanker paru tentunya
dapat dilakukan dengan foto thorax dengan cara tomografi untuk melihat adanya tumor paru.1
Pneumonia bacterial: Pneumonia bacterial merupakan infeksi saluran napas bawah akut
disebabkan oleh bakteri piogenik berdasarkan klasifikasi pneumonia sendiri yang menimbulkan
gejala demam, batuk non produktif, gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia, yang bisa
menyebabkan efusi pleura oleh karena bakteri lain yang non TB ditandakan dengan pemeriksaan
radiologis ditandai dengan gambaran air bronkhogram oleh Streptococcus pneumonia dan bakteri
lainnya, ada juga air-fluid level sugestif untuk abses paru. Efusi pleura dengan pneumonia sering
ditimbulkan oleh Streptococcus pneumonia. Pemeriksaan bakteriologis juga penting untuk
mengetahui penyebab dari bakteri apakah TB/Non-TB menggunakan pemeriksaan apus Gram,
Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai
PMN kemungkinan penyebab infeksi.1
Working diagnosis
Effusi pleura sinistra et causa TB

Anatomi Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru dibungkus oleh
dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung melapisi paru-paru
disebut pleura visceral dan selaput yang melapisi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura parietalis. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior yang dipisahkan oleh dua fissure yaitu fissure horizontal yang memisahkan antara lobus
superior dengan media dan fissura oblique yang memisahkan lobus media dengan lobus inferior
sedangkan pada paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior yang dipisahkan oleh
fissura oblique. Masing-masing paru memiliki bagian sebagai berikut:2

1. Apeks pulmonis, memiliki bentuk yang tumpul dan menonjol ke atas ke dalam leher
sekitar 1 inci diatas clavikula
2. Basis pulmonis, berbentuk konkaf/cekung yang terletak diatas diafragma serta akan naik
ketika inspirasi dan turun ketika ekspirasi
3. Facies costalis, berbentuk konveks dan menghadap ke costa
4. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.2

Gambar 1. Paru-paru2

Histologi Paru
1. Trakea
Tulang rawan pada trakea adalah sederetan cincin berbentuk C, dan di antara
kedua ujung C itu terdapat m. trakealis. Mukosa trakea terdiri atas epitel bertingkat torak
bersilia dengan sel goblet. Pada mukosa trakea terdapat lamina basalis yang tebal dan
jelas dan lamina propia yang memiliki serat elastin. Pada bagian anterior terdapat pars
kartilagenia yang memiliki tulang rawan hialin yaitu cicin yang berbentuk C. Pada bagian
posterior terdapat pars membranasea yang epitelnya langsung melekat pada otot trakealis
tetapi tidak terdapat tulang rawan hialin sehingga memungkinkan oesophagus dapat
mengembang untuk proses menelan.3

Gambar 2. Mikroskopis trakea3

2. Bronkus
Bronkus terdiri dari dextra dan sinistra. Bronkus ini dilapisi oleh epitel bertingkat
torak bersilia, lamina propria tipis jarngan ikat halus dengan banyak serat elastin dan
sedikit limfosit. Duktus dari kelenjar bronchial submukosa melalui lamina propria untuk
bermuara ke dalam lumen bronkus. Selapis tipis otot polos mengelilingi lamina propria.
Submukosa mengandung kelenjar serosa, mukosa, atau asini mukoserosa. Lempeng
tulang rawan tersebar rapat mengelilingi perifer bronkus. Di antara lempeng tulang
rawan, jaringan ikat submukosa menyatu dengan adventsia yang tebal. Pembuluh
bronchial yang tampak pada jaringan ikat bronkus mencakup sebuah arteriol, sebuah
venul, dan kapiler.3
Gambar 3. Mikroskopis bronkus3
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis memiliki diameter kecil. Terdapat banyak lipatan mukosa
yang menyolok dan epitelnya bertingkat torak bersilia dan sedikit sel goblet. Pada
bronkiolus terminal, epitelnya silindris bersilia tanpa sel goblet. Lapisan otot polos yang
berkembang baik mengelilingi lamina propria tipis, yang pada gilirannya dikelilingi oleh
adventisia.Di dekat bronkiolus terdapat sebuah cabang kecil yaitu arteri pulmonaris.
Bronkiolus ini dikelilingi oleh alveoli paru.3

Gambar 4. Mikroskopis bronkiolus terminal3

4. Bronkiolus Respiratorius
Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Pada bagian
proksimalnya terdapat silia, namun hilang di bagian distal bronkiolus respiratorius.
Sebuah duktus alveolaris muncul dari bronkiolus respiratorius dan banyak alveoli
bermuara ke dalam duktus alveolaris. Pada setiap pintu masuk ke alveolus terdapat epitel
selapis gepeng.3

Gambar 5. Mikroskopis bronkiolus terminal dan respiratorius3

5. Duktus Alveolaris, Sakus Alveolaris, Alveolus Paru


Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus
alveolaris. Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk
ruangan serupa rotunda yang disebut atrium. Alveolus merupakan sebuah kantung dengan
diameter sekitar 0.2 sampai 0.5. Terdapat dua jenis sel alveolar, yaitu sel alveolar tipe I
dansel alveolar tipe II. Sel alveolar tipe I berbentuk pipih (skuamosa), menyusun sekitar
95% permukaan alveolus. Ketipisan sel tersebut memungkinkan difusi gas yang cepat
antara alveolus dengan aliran darah. 5% sisa permukaannya dilapisi oleh sel alveolar tipe
II, yang berbentuk kuboid. Sel alveolar tipe II memiliki fungsi sebagai memperbaiki
epitel alveolus ketika sel epitel pipih alveolus rusak, mensekresi surfaktan pulomer, yang
merupakan campuran fosfolipid dan protein yang menyelubungi alveolus dan bronkiolus
kecil dan menjegah alveolus kolaps ketika ekspirasi. Tanpa surfaktan, dinding alveolus
yang mengempis akan saling menempel sehingga akan sulit bagi alveolus untuk
mengembang kembali.3
Disekitar alveolus dapat ditemukan sel makrofag alveolar (dust cells). Sel
makrofag alveolar menjaga agar alveolus bebas dari partikel asing dengan memfagosit
partikel tersebut yang lolos dari mukus pada saluran pernapasan yang lebih tinggi. Pada
paru yang terinfeksi ataupun mengalami perdarahan, makrofag juga memfagosit bakteri
dan sel darah merah.Setiap alveolus dikelilingi oleh kapiler darah yang disuplai dari arteri
pulmonalis. Penghalang (barrier) yang memisahkan antara udara alveolus dengan darah
disebut dengan membran respirasi, terdiri atas sel alveolar pipih, sel endotel kuboid
kapiler, dan membran basalisnya. Membran respiratori memiliki ketebalan hanya 0.5
mikrometer, kontras sekali dengan 7 mikrometer diameter eritrosit yang melalui kapiler.3

Gambar 6. Mikroskopis alveolus3


Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang. Mycobacteria juga
tidak diklasifikasi berdasarkan gram karena pada proses pewarnaan gram tidak bisa di
decolorized oleh alkohol, terlepas dari penggunaan iodine. Sangat peka terhadap panas, sinar
matahari dan juga UV. Tahan terhadap suhu rendah, sehingga dapat bertahan hidup lama pada
suhu 4°C sampai dengan -70°C. Ciri khas dari kuman Mycobacterium tuberculosis adalah “acid-
fastness” yang tahan terhadap berbagai macam desinfektan yaitu ethyl-alcohol 95% yang
mengandung HCL. Sehingga teknik pewarnaan yang digunakan adalah Ziehl-Neelsen. Kuman
ini juga membutuhkan media khusus untuk biakan yaitu (Lowenstein Jensen, ogawa).4

Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia dengan lengkap tapi sampai saat ini
TB masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Kasus TB masih menjadi beban
bagi 22 negara di dunia antara lain : India, Cina, Indonesia, Bangladesh, Nigeria, Pakistan,
Afrika Selatan, Filipina, Rusia, Ethiopia, Kenya, Congo, Vietnam, Tanzania, Brazilia, Thailand,
Zimbabwe, Kamboja, Myanmar, Uganda, Afganistan, dan Mozambik. Pada bulan Maret 1993,
WHO mendeklerasikan TB sebagai global health emergency, karena TB menyerang 土 ⅓
penduduk dunia. Indonesia merupakan negeri dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di dunia,
tetapi pada tahun 2011 (dengan 0,38-0,45 juta kasus) menempati urutan ke-4 setelah India, Cina,
dan Afrika Selatan. Sebagian besar angka kejadian TB (95%) dan kematian (98%) terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang.Terdapat masalah meningkatnya beban TB global,
antara lain ; kemiskinan penduduk, kurangnya edukasi kesehatan TB diantara para dokter,
kurangnya biaya pengobatan, sarana diagnostik dan pengawasan kasus TB dimana terdeteksi
adanya kasus TB yang tidak tertatalaksana dengan baik dan benar. 1

Patofisiologi dan Transmisi Penyakit

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar mejadi
droplet nuclei dalam udara disekitar kita. Partikel dapat menetap di udara bebas selama 1-2 jam
tergantung ada-tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana
yang lembab dan gelap, partikel ini dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel ini terhisap oleh orang sehat, maka ia akan menempel pada saluran nafas dan jaringan
paru. Partikel ini bisa masuk ke alveolar jika ukurannya <5 μm. Karena ukurannya yang sangat
kecil, kuman TB dapat mencapai alveolus. Karena masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologi non spesifik. Makrofag akan melakukan fagositosis terhadap kuman
TB dan biasanya menghancurkan sebagian besar kuman TB. Sebagian orang yang terinfeksi
kuman TB akan mengalami sakit primer (infeksi primer) yang biasanya terlokalisasi di paru dan
limfonodi regional dalam cavum thoracis.Pada infeksi primer, pasien tidak mengeluh terhadap
sakitnya, tetapi tes Tuberculin positif. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak dapat
memfagositosis kuman TB dan kuman akan berplikasi dalam makrofag. Kuman TB akan terus
berkembang biak, membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni TB di jaringan
paru disebut Fokus Primer GOHN.1
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui kelenjar limfe dan juga darah (limfohematogen).
Pada penyebaran hematogen, inilah mengapa TB disebut penyakit sistemik. Penyebaran yang
paling sering adalah penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Organ
yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, yaitu otak, tulang, ginjal,
dan paru sendiri, terutama lobus atas paru. Pada lokasi tersebut, kuman TB akan berkoloni dan
bereplikasi sebelum imunitas seluler membatasi pertumbuhannya. Masa inkubasi TB
berlangsung sekitar 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa waktu
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah > 100 kuman, yaitu cukup untuk merangsang
respon imunitas seluler. Pada fase limfogenik, kuman menyebar ke limfe regional dan
membentuk kompleks primer. Pada saat terbentuk kompleks primer, infeksi TB dinyatakan
terjadi. Hal ini dikarenakan terbentuknya hipersensitifitas terhadap tuberkulo-protein, yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin negatif.
Infeksi primer menyebabkan perubahan tes tuberkulin menjadi positif setelah 3-8 minggu setelah
terinfeksi. Sesudah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler terhadap TB juga terbentuk. Jika
terjadi sakit TB, maka dikarenakan terjadi komplikasi kompleks primer, penyebaran hematogen,
dan limfogen, tetapi dapat sembuh dengan pemberian OAT. Bila imunitas optimal, maka tidak
akan ada gejala, tetapi kuman masih terdapat dalam tubuh. Jika imunitas turun, terjadi reaktivasi
dari kuman TB yang dormant, sehingga dapat terjadi sakit TB, dan reaktivasi TB juga tidak
menutup kemungkinan pada yang sudah sembuh. Transmisi pada anak 10 tahun keatas dan orang
dewasa sudah dapat terjadi melalui droplets, tetapi anak usia < 10 tahun masih dalam darah dan
limfe (limfohematogen). 1

Gambar 7. Patogenesis TB5

Gejala Klinis
- Demam : Biasanya seperti demam influenza, kadang-kadang dapat mencapai 40-41 C, dan
hilang timbul.
- Malaise : anorexia, tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Gejala hilang timbul dan semakin lama tidak teratur.
- Berat badan turun : Pada pasien anak-anak, biasanya berat badan sulit naik terutama pada
2-3 bulan terakhir atau status gizinya kurang. Pada dewasa jarang ditemukan.
- Rasa lelah : Pasien jarang merasakannya.
- Batuk/batuk darah : Mulai timbul jika TB berkembang pada jaringan paru setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non produktif (belum
ada dahak) hingga produktif (sudah ada dahak). Keadaan lebih lanjut yaitu batuk berdarah
jika terdapat pembuluh darah kecil yang pecah.
- Sesak nafas : TB ringan belum ditemukan sesak nafas. Sesak nafas ditemukan pada TB paru
lanjut, dimana infiltrasi sudah terdapat setengah bagian paru-paru.
- Nyeri dada : Agak jarang ditemukan. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu menarik dan
melepaskan nafas.
- Sering terserang flu : batuk disertai pilek karena daya tahan tubuh pasien yang menurun
sehingga mudah terserang virus seperti influenza.1
Didapatkan juga sistem scoring yang dapat kita gunakan melalui tabel berikut.
Gambar 8. Sistem skor TB5

Alur diagnosis dari gejala klinis juga sangat membantu kita untuk menentukan diagnosis TB dari
tabel berikut.

Gambar 9. Alur diagnosis5


Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium :
- Darah : Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
eragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai, dapat
leukosit sedikit meninggi dan hitung jenisnya terdapat pergeseran ke kiri (Shift To The Left).
Jumlah limfosit normal, LED meningkat. Bila sudah mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan limfosit masih tinggi. LED mulai turun normal lagi.
- Peroxidase Anti Peroxidase TB (PAP-TB) : Memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang cukup
tinggi (85-95%), tetapi peneliti meragukannya karena mendapat angka yang lebih rendah.
Pemeriksaan ini sudah ditinggalkan dan tidak dapat digunakan sebagai sarana diagnostik.
Terdapat positif palsu pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan vaksin BCG.
- Mycodot : Hampir sama dengan uji serologi yang lainnya, tetapi ini sudah ditinggalkan.
- T-cell Interferron-gamma release assay (IGRA) : Dasarnya adalah mengukur respon
immunoseluler limfosit T terhadap infeksi TB yang terjadi. Disini perlu penelitian lebih jauh
untuk menilai validitas dari uji serologik ini, meski beberapa laporan mengatakan bahwa uji
ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi dan lebih baik daripada uji
tuberkulin. Sampai saat ini WHO dan IUALTD masih belim merekomendasikan uji ini
untuk diagnosis TB.
- BTA : Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan sputum. Pemeriksaan dilakukan 3
kali SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu). Pewarnaan yang digunakan adalah Ziehl-Neelsen dan
Kinyoun Gabbett. Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
- 2 kali positif, 1 kali negatif : Mikroskopik positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali
- Bila 1 kali positif, 2 kali negatif : Mikroskopik positif
- Bila 3 kali negatf : Mikroskopiknegatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala International Union Against


Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD), yaitu :
- Negatif, jika ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang
- Ada 1-9 BTA per 100 lapangan pandang. Sebutkan jumlah kuman yang ditemukan
- Ada 10-99 BTA per 100 lapangan pandang. Disebut + atau 1+
- Ada 1-10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
- Ada ≥ 10 BTA per lapangan pandang. Disebut +++ atau 3+.
- Tuberkulin : Masih banyak dipakai untuk membantu pemeriksaan TB, terutama pada anak-
anak (balita). Biasanya tes tuberkulin/mantoux yakni dengan menyuntikkan 2 TU
(Tuberculin Unit) dalam 0,1 mL PPD-RT23 (rekomendasi WHO dan IUALTD)
secara intrakutan. Pembacaan hasil setelah 3 hari menunjukkan
reaksi positif bila terdapat indurasi di kulit tempat suntukan
dengan diameter ≥ 10 mm. Untuk pasien HIV positif, Mantoux ≥ 5
mm sudah dapat dikatakan positif. Tes yang kuat positif merupakan
indikasi dalam diagnosis TB, tetapi tes negatif belum tentu tidak
ada TB. Tes positif juga dapat disebabkan oleh vaksinasi BCG
sebelumnya. 1

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks AP/Lateral. Didapatkan pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa infiltrat merupakan pemeriksaan radiologi yang harus ditemukan pada
penderita TB paru. Dapat juga ditemukan hal lain pada pemeriksaan radiologi yang juga
menentukan prognosis dari pasien tersebut yaitu konsolidasi segmental/lobar, efusi pleura, milier,
atelektasis, kavitas, kalsifikasi dengan infiltrat dan juga tuberkuloma. Pada kasus ini didapatkan
pembesaran kelenjar hilus dan paratrakeal tanpa infiltrat dan juga efusi pleura.6

Gambar 10. Pleuritis TB6

Tatalaksana
Tatalaksana dari penyakit TB pada anak mempunyai dosis yang sangat berbeda dengan
dewasa sehingga mempunyai kombinasi dosis tetap untuk mempermudah pemberian OAT dan
meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis
tetap. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150
mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Pada kasus Effusi
pleura TB akan kita berikan 2 bulan rifampisin, INH, pirazinamid pada fase intensif dan fase
lanjutan dengan 4 bulan INH dan rifampisin. Dosis dan lama pengobatan yang lebih jelas akan
dicantumkan pada tabel berikut.5
Gambar 11. Dosis OAT KDT untuk anak5

Gambar 12. Dosis OAT untuk anak5

Gambar 13. Paduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak5

Paduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak pemantauan (control rutin) yaitu kepatuhan
minum OAT (minum OAT setiap hari), gejala & tanda efek samping OAT, keberhasilan OAT
(hilangnya gejala klinis TB, BB naik, anak aktif, nafsu makan baik).5

Edukasi
Edukasi yang harus kita berikan adalah apabila ada anggota keluarga yang menderita TB
segera ke puskesmas dan juga menjaga kontak dan menjaga jarak dengan anak. Jika anak belum
menerima vaksin dan mempunyai resiko untuk terkena TB segera dilakukan vaksin BCG.
Edukasi yang penting juga adalah apabila gejala anak yang tiba2 memburuk yaitu BB menurun
drastis, anak semakin tidak aktif dan juga batuk yang tidak membaik ketika diberikan OAT.55

Pencegahan
Hindari kontak dengan penderita TB dan pemberian vaksin BCG pada usia <3 bulan
dengan usia optimal 2 bulan, mempunyai tes tuberculin negative dan juga yang memiliki kontak
erat dengan penderita TB. Diberikan dengan dosis 0.05ml secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio di m.deltoideus.5
Komplikasi
TB paru pada anak mempunyai banyak komplikasi yang harus di bedakan
pengobatannya, komplikasi yang paling mengkhawatirkan adalah TB meningitis yang
merupakan TB ekstra paru. Effusi pleura juga merupakan TB ekstra paru yang cukup sering
terjadi karena tersebar secara lymphogenous ke pleural space dari subpleural pulmonary.
Komplikasi yang lainnya dinamakan sesuai gejala sistemik terkait organ yang terlibat.6

Prognosis
Pada umumnya, prognosis TB akan baik jika ditangani sejak dini dengan pengobatan
yang efektif. Pada sebagian besar anak dengan TB paru, penyakitnya akan sembuh total, dan
hasil radiologis normal. Prognosis anak dengan tuberkulosis tulang dan sendi dan meningitis TB
tergantung pada stadium penyakit ketika dimulai pengobatan.6
Kesimpulan
Penyakit TB merupakan penyakit yang serius karena dapat menyebabkan TB meningitis
yang jika tidak di tangani dengan cepat dan menggunakan alur bisa menyebabkan anak itu
meninggal dan tidak dapat melanjutkan perkembangan dengan baik.
Referensi

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aru W, K Marcellus S, Setiyohadi B, Syam Ari F. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Ed ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
2. Prometheus. Atlas anatomi manusia. 3rd ed. Michael Schunke; 2012.
3. Junquiera’s Basic Histology: Text & Atlas 13th ed. Anthony L. Mescher; 2013
4. Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology. New York: McGraw Hill Medical,
27ed (2016).
5. [Internet].Ljj-kesehatan.kemkes.go.id. 2016 [cited 17 May 2020]. Available from:
http://www.ljj-kesehatan.kemkes.go.id/pluginfile.php/3202/mod_page/content/303/Buku
%20TB%20anak%202016.pdf
6. Kliegman, St Geme, Blum, Shah, Tasker, Wilson. Nelson Textbook Of Pediatrics. Ed: 21.
Canada : Elsevier; 2020.

Anda mungkin juga menyukai