Anda di halaman 1dari 28

Keselamatan Kerja dan Pengendalian Kecelakaan Kerja

Nadya Alexia Iskandar


102017160 / C2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Kelompok C2
102015175 Rendy Damar Nugraha
102017056 Leo Trio Sanjaya
102017172 Jonathan Victorya
102017001 Friska Dwiyanti
102017036 Peni Sucipto
102017085 Beatrice Julieta Sitio
102017120 Rachel Filia
102017160 Nadya Alexia Iskandar

Abstrak
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang
biasa atau wajar dilalui. Setiap kecelakaan akan menimbulkan kerugian yaitu kerugian yang
bersifat ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. BPJS Ketenagakerjaan (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan
penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial yang didalamnya terdapat
beberapa jaminan, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan juga
jaminan kematian. Pertambahan manfaat dari program BPJS Ketenagakerjaan JKK (Jaminan
Kecelakaan Kerja) adalah Return to Work (RTW) yang diwujudkan dalam bentuk pendampingan
bagi peserta yang mengalami musibah kecelakaan kerja, dari mulai terjadinya kecelakaan akan
didampingi hingga peserta mampu kembali bekerja.

Kata Kunci: kecelakaan kerja, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Return to
Work

Abstract
Work accidents are accidents that occur in connection with work relationships, including
diseases arising from work relations, as well as accidents that occur on the way from home to
work, and returning home via the usual or reasonable road. Every accident will cause losses,
namely economic losses, either directly or indirectly. BPJS Ketenagakerjaan (Employment
1
Social Security Administering Bodies) is a public program that provides protection for workers
to overcome certain socio-economic risks and is implemented using a social insurance
mechanism in which there are several guarantees, such as work accident insurance, old age
security, pension security, and also life insurance. The added benefit of the BPJS
Ketenagakerjaan JKK (Work Accident Security) program is Return to Work (RTW) which is
manifested in the form of assistance for participants who experience work accidents, starting
from the occurrence of accidents will be accompanied until participants are able to return to
work.

Keywords: work accidents, BPJS Ketenagakerjaan, Work Accident Benefits, Return to Work

PENDAHULUAN
Terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-menerus berkembang.
Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang risiko di tempat
kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera akibat kerja yang
mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit akibat pekerjaan,
kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya. Setiap tahun sekitar 160 juta
kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua perkiraan itu tentu saja
berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berbagai wilayah di dunia tidak dapat
reliabel.1
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja pada saat melakukan
suatu pekerjaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan semula tidak
diduga yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Sedangkan, tempat kerja
merupakan ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana
terdapat sumber bahaya. Menurut M. Sulaksmono, kecelakaan adalah suatu kejadian tidak
diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur.
Kecelakaan akibat kerja adalah berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan.
Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan pekerjaan atau pada
waktu pekerjaan berlangsung.1,2
Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara sosial dan ekonomis. Keselamatan
mempunyai arti keadaan terbebas dari celaka ataupun hampir celaka (incident atau near miss).
Sedangkan kerja berarti kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan. Kesehatan dan Keselamatan

2
Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan
mencapai tujuan yaitu produktivitas yang setinggi-tingginya.2

PEMBAHASAN
Langkah Diagnosis Okupasi
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya
secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman, yaitu:1,2
1. Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinis ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
Diagnosis klinis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditanyakan mengenai identitas pasien, riwayat penyakit
yang meliputi keluhan utama, keluhan penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
keluarga. Perlu ditanyakan juga mengenai riwayat pekerjaannya. Anamnesis tentang riwayat
penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan salah satu faktor
di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat
kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada
tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta
tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja
Saat melakukan pemeriksaan fisik, hal pertama yang dinilai adalah tanda-tanda vital,
setelah itu dilakukan inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan gerak. Setelah pemeriksaan fisik, dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang jika diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen untuk
menentukan lokasi, luasnya, trauma, dan jenis fraktur. Scan tulang, CT scan, MRI dapat
dilakukan untuk memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, serta mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak. Arteriografi dilakukan jika dicurigai ada kerusakan vaskuler.

3
Pemeriksaan di tempat kerja juga dapat dilakukan. Pemeriksaan tempat kerja misalnya
kelembaban, kebisingan, dan penerangan. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja untuk
memastikan adanya faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur
kadarnya.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan
sebagainya)
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung. Perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan
yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit
akibat kerja.

4
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan atau lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami
pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya
penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada
waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak
akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat
suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.1

Definisi Kecelakaan Kerja


Berdasarkan sumber UU No 1 tahun 1970, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang
tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari
suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia atau harta benda.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Hubungan kerja
di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian muncul dua permasalahan:3

5
1. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
2. Kecelakaan terjadi saat melakukan pekerjaan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke
dan dari tempat kerja.3
Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke
dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan
kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:3
1. Faktor fisik. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
2. Faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya
karena lengah, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85
% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
Terdapat tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan, yaitu:2
1. Accident. Kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi manusia
maupun terhadap harta benda.
2. Incident. Kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan kerugian.
3. Near miss. Kejadian hampir celaka dengan kata lain kejadian ini hampir menimbulkan
kejadian incident maupun accident.
Menurut UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja
adalah kecelakaan terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju ke tempat kerja
dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Berdasarkan Undang-Undang mengenai Keselamatan dan Kecelakaan Kerja dapat
terlihat ada 3 aspek utama dari kecelakaan:1
‐ Keadaan apapun yang membahayakan pada tempat kerja maupun di lingkungan kerja.
Hazard ini untuk manusia menimbulkan cedera (injury) dan sakit (illness)
‐ Cedera dan sakit adalah hasil dari kecelakaan akan tetapi kecelakaan tidak terbatas pada
cedera dan sakit saja.
‐ Jika dalam suatu kejadian menyebabkan kerusakan atau kerugian (loss) tetapi tidak ada
cedera pada manusia, hal ini termasuk juga kecelakaan. Kecelakaan dapat menyebabkan

6
hazard pada orang, kerusakan pada peralatan atau barang dan terhentinya proses
pekerjaan.

Teori Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat dipelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori
mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:2,3

1. Teori Heinrich (Teori Domino)


Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian. Ada
lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan, kesalahan manusia,
perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian. Heinrich dengan
Teori dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2, yaitu:
1. Unsafe Action (tindakan tidak aman)
Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi
kebakaran, metode kerja salah, tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja,
menggunakan alat yang sudah rusak, dan lain-lain. Tindakan ini bisa berbahaya dan
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
2. Unsafe Condition (kondisi tidak aman)
Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya
kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya
adalah kondisi permukaan tempat bekerja (lantai yang licin) tangga rusak, udara yang
pengap, kondisi penerangan (pencahayaan kurang), terlalu bising, dan lain-lain.

7
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja yaitu faktor pekerjaan dan
faktor pribadi. Termasuk dalam faktor pekerjaan antara lain pekerjaan tidak sesuai dengan tenaga
kerja, pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko tinggi namun belum
ada upaya pengendalian di dalamnya, serta beban kerja yang tidak sesuai. Termasuk dalam
faktor pribadi adalah mental/kepribadian tenaga kerja tidak sesuai dengan pekerjaan, konflik,
stress, keahlian yang tidak sesuai. Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja yaitu
lemahnya manajemen dan pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber
daya, kurangnya komitmen, dan sebagainya.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar penyebab kasus
kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia yaitu sebesar 88%. Sedangkan
10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain.
Gambar di bawah ialah ilustrasi dari teori domino effect kecelakaan kerja H.W. Heinrich.

Gambar 1. Teori Kecelakaan Kerja Menurut Heinrich.


(Sumber gambar: sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com)

2. Teori Multiple Causation

8
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu
penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi
yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
3. Teori Gordon
Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak
dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya
kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan,
dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.
4. Teori Reason
Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam
sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau
peraturan mengenai keselamatan kerja.
5. Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan, Bird mengadakan
modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang
intinya sebagai berikut:
‐ Manajemen kurang kontrol
‐ Sumber penyebab utama
‐ Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
‐ Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar)
‐ Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah
standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama
akibat kesalahan manajemen.

Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

9
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena suatu sebab. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan
tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa agar tidak berulang kembali.1,4
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya
suatu kecelakaan adalah:1,4
1) Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa
kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam
rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja
2) Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory), pada pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang
cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.
3) Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan
peralatan, lingkungan, dan faktor manusia pekerja itu sendiri.
4) Teori Dua Faktor (Two Main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).
5) Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya
seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.
Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan
lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor
manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. Untuk menentukan sebab dari suatu
kecelakaan dilakukan analisis kecelakaan. Contoh analisis kecelakaan kerja adalah sebagai
berikut. Seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja dikarenakan oleh kejatuhan benda tepat
mengenai kepalanya. Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan itu, seandainya ia
mengikuti pedoman kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja agar
tidak berjalan di bawah katrol pengangkat barang. Jadi, dalam hal ini penyebab kecelakaan
adalah faktor manusia.1,4
Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu
maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok
pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh,
pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan (manual), menginjak atau terbentur

10
barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang
menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi, maupun di tempat
datar.1,4
Kesehatan individu berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya
gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh
dipaksa bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksakan untuk bekerja,
sangat besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja,
gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau sekedar
merasa hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan,
gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan
terjadi.1,4
Apabila ditelaah lebih dalam, kecelakaan kerja yang terjadi dapat dibagi berdasarkan faktor
dari tempat kerjanya dan faktor individu. Yang dimana faktor tempat kerja dapat dibagi lagi
menjadi fisika, kimia, biologik, ergonomik dan psikologis (lebih ke arah individu) dan industrial
hygiene.1,4

Investigasi Kecelakaan Kerja


Investigasi kecelakaan kerja dapat dilakukan oleh supervisor, ahli K3, komite investigasi
khusus, atau komite keselamatan umum, tergantung pada jenis dan kondisi kecelakaan yang
terjadi. Supervisor harus segera membuat laporan kecelakaan yang menyebabkan cedera atau
kecelakaan yang lain karena kemungkinan besar supervisor lebih mengetahui apa yang terjadi.
Wakil dari ahli K3 kemudian harus memverifikasi temuan supervisor dan menginvestigasi
kecelakaan untuk kelengkapan informasi tertulis yang ditujukan kepada komite keselamatan.
Pendekatan untuk investigasi kecelakaan harus dilakukan secara efektif, sehingga akan dapat
menjelaskan tentang apa yang terjadi, menentukan penyebab sebenarnya, menentukan resiko
kecelakaan, mengembangkan sarana pengendalian, mendefinisikan arah kecenderungan, dan
mendemonstrasikan perhatian. Biasanya semakin berpengalaman investigasi akan semakin baik.
Cara investigasi yang baik adalah sebagai berikut:5
‐ Tujuan utama adalah mencari penyebab kecelakaan, bukan kesalahan
‐ Periksa lokasi kecelakaan dan kondisi-kondisi yang ada secara seksama sebelum
dilakukan perubahan-perubahan

11
‐ Diskusikan kecelakaan dengan korban setelah korban menjalani pengobatan
‐ Rekonstruksi kejadian dengan memperhatikan segala kemungkinan penyebab
‐ Tentukan unsafe condition atau action, baik secara terpisah maupun kombinasinya
sebagai faktor yang berkontribusi pada kecelakaan.

Setelah ditemukan hasil investigasi, harus segera diambil tindakan pengendalian atau
menghilangkan kondisi-kondisi penyebab kecelakaan.5

Pencegahan Kecelakaan
Sudah jelas bahwa kecelakaan menelan biaya yang sangat banyak. Dari segi biaya saja
dapat dipahami, bahwa kecelakaan harus dicegah. Pernyataan ini berbeda dari pendapat jaman
dahulu yang menyatakan bahwa kecelakaan adalah nasib. Kecelakaan dapat dicegah, asal ada
kemauan untuk mencegahnya. Dan pencegahan didasarkan atas pengetahuan tentang sebab-
sebab kecelakaan itu terjadi. Sebab-sebab kecelakaan di suatu perusahaan diketahui dengan
mengadakan analisa kecelakaan. Maka dari itu sebab-sebab dan cara analisanya harus betul
diketahui.6
Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja, dan
terutama faktor manusia. Lingkungan harus memenuhi sayarat lingkungan kerja yang aman serta
memenuhi pesyaratan keselamatan. Penyelenggaraan ketatarumahtanggaan yang baik, kondisi
gedung dan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan. Syarat-syarat lingkungan kerja
meliputi hygiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan di tempat kerja,
dan pengaturan suhu udara ruang kerja. Penyelenggaraan ketatarumahtanggaan perusahaan
meliputi pengaturan penyimpanan barang, penempatan, pemasangan mesin, penggunaan tempat
dan ruangan.6
Gedung harus memiliki alat pemadam kebakaran, pintu dan jalan keluar darurat, instalasi
ventilasi, dan lantai yang terpelihara. Perencanaan yang baik tercermin dari pengaturan operasi
proses produksi, pengaturan instalasi mesin, penerapan norma keselamatan, peralatan dan
perlengkapan memadai, dan memadainya pedoman dan aturan pelaksanaan kerja. Mesin dan
peralatan kerja harus didasarkan perencanaan yang baik dengan memperhatikan ketentuan yang
berlaku, serta cukup dilengkapi alat pelindung.6

12
Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman (guarding) pada
bagian-bagian mesin atau perkakas yang bergerak antara lain bagian yang berputar. Bila pagar
atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya alat
pelindung keselematan dimaksud. Efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman terlihat dari
bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya
keselamatan pekerja dilindungi.6
Selain tentang perencanaan, juga perawatan mesin dan perkakas kerja harus diperhatikan.
Dalam hal ini dikenal apa yang disebut upaya perawatan preventif dalam keselamatan sehingga
mesin atau peralatan kerja tidak menyebabkan terjadinya kecelakaan. Kurangnya perawatan
sering mengakibatkan bencana besar, seperti misalnya meledaknya mesin diesel, kompor gas,
atau pesawat uap. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, harus
cocok ukurannya sehingga nyaman penggunaannya.6
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia harus memperhatikan tentang betapa
pentingnya peraturan kerja. Mempertimbangkan batas kemampuan dan keterampilan pekerja,
meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, serta menghilangkan adanya ketidakcocokkan fisik
dan mental.6
Aturan kerja harus lengkap, jelas, dan diterapkan dengan penuh kepatuhan, agar pekerja
melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Ketidakmampuan pekerja meliputi kurangnya
pengalaman, tidak memadainya kecakapan, dan lambatnya mengambil keputusan. Konsentrasi
berkurang biasanya merupakan akibat ngelamun, kurangnya perhatian, dan sikap yang tidak mau
memperhatikan, atau pelupa. Disiplin kurang harus diatasi dengan peringatan (warning) kepada
pekerja yang melanggar peraturan, atau kepada sesama pekerja yang mengganggu pekerjaan lain,
serta kepada pekerja yang main-main ketika bekerja. Perilaku yang mendatangkan bahaya adalah
berbuat iseng atau main coba-coba, mengambil jalan pintas atau cara mudahnya, dan sifat
tergesa-gesa. Untuk mengatasi ketidakcocokkan fisik perlu diperhatikan kecacatan fisik,
kelelahan, dan penyakit. Ketidakcocokkan mental yang terutama perlu diatasi adalah kelelahan
mental berupa lelah atas dasar konflik batin, sifat pemarah yang luar biasa dan emosi mudah
tersinggung.6
Selain dengan cara pencegahan tersebut banyak hal dapat membantu upaya pencegahan
kecelakaan kerja di perusahaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum dan pada waktu-waktu kerja

13
sangat berguna dalam rangka upaya menemukan aspek faktor manusia yang potensial dapat
mendatangkan kecelakaan. Pelatihan kerja yang dengannya keterampilan kerja senantiasa
ditingkatkan sangat mengurangi frekuensi dan parahnya kecelakaan kerja. Lebih berarti lagi, jika
keselamatan telah dijadikan bagian terintegrasi dari keterampilan kerja. Pengawasan yang
kontinu akan mempertahankan kualitas pelaksana keselamatan dan upaya pencegahan
kecelakaan.6
Demikian pula insentif berupa penghargaan akan meningkatkan keberhasilan program
pencegahan kecelakaan kerja. Sebaliknya teguran atau peringatan pun sangat perlu dan cukup
berperan, bahkan sampai kepada pemberhentian pekerja yang mengabaikan aturan-aturan
pencegahan kecelakaan. Bilamana terdapat kasus kecenderungan untuk celaka, bantuan psikiater
dan psikolog sangat berguna untuk menyelesaikan persoalan.6
Menurut Permenaker No. 5/MEN/1996 pengendalian kecelakaan kerja bisa dilakukan melalui 3
metode pengendalian kecelakaan kerja, yaitu:4,6
1. Pengendalian teknis atau rekayasa (Engineering Control)
Adalah melakukan rekayasa pada bahan dengan cara;
‐ Eliminasi, yaitu dengan cara menghilangkan sumber bahaya secara total.
‐ Substitusi, mengganti material maupun teknologi yang digunakan dengan material atau
teknologi lain yang lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
‐ Minimalisasi, yaitu mengurangi jumlah paparan bahaya yang ada di tempat kerja.
‐ Isolasi, memisahkan antara sumber bahaya dengan pekerja.
Pengendalian teknis atau rekayasa diperkirakan dapat memberikan hasil atau efektifitas
penurunan risiko sebesar 70%-90% (perubahan desain atau penggantian mesin dan 40%-70%
pemberian batas atau barrier).
2. Pengendalian Administrasi (Administrative Control)
Yaitu pengendalian bahaya dengan kegiatan yang bersifat administrasi seperti pemberian
penghargaan, training, dan penerapan prosedur.
3. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Adalah alat yang digunakan untuk melindungi pekerja agar dapat memproteksi dirinya
sendiri. Pengendalian ini adalah alternatif terakhir yang dapat dilakukan bila kedua
pengendalian sebelumnya belum dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul.

14
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian risiko, yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Salah satu peraturan perundangan yang mengatur
mengenai SMK3 adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.7
SMK3 merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan lainnya seperti sistem manajemen mutu dan lingkungan. Peranan SMK3 di
perusahaan dapat menjadi pembuat keputusan perusahaan dalam melakukan aktivitas dan
pembelian barang dan jasa. Tujuan dari SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Setiap
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran, dan
PAK wajib menerapkan SMK3. SMK3 wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha, dan
seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab
pemerintah, masyarakat, pasar atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab
pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Berikut ini manfaat dari
penerapan SMK3 seperti berikut:7
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman
dalam bekerja.
4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi pekerja dan perusahaan.

15
6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik sehingga membuat umur semakin
lama dan tahan lama.
Tahap pertama dalam SMK3 yaitu adanya komitmen dan kebijakan mengenai SMK3, baik
secara internal di dalam perusahaan maupun eksternal di luar perusahaan seperti peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai SMK3. Tahap kedua yaitu perencanaan SMK3 di
mana komponen-komponen yang terdapat dalam perencanaan yaitu hasil dari analisa risiko,
persyaratan hukum, rekaman kecelakaan, hasil audit yang dilakukan sebelumnya, persyaratan
internal perusahaan, dan hasil investigasi yang dilakukan sebelumnya. Tahap selanjutnya setelah
perencanaan dilakukan yaitu penerapan SMK3 di perusahaan. Tahap selanjutnya yaitu
melakukan pengukuran secara objektif dari kinerja SMK3 yang telah berjalan melalui indikator
K3. Hasil dari pengukuran dan evaluasi SMK3 yang telah berjalan akan dicocokkan dengan
perencanaan awal. Tindak lanjut dari hasil evaluasi akan dilakukan peninjauan ulang kembali
dan peningkatan oleh manajemen untuk selanjutnya dilaksanakan peningkatan secara
berkelanjutan.7
Berikut ini merupakan gambar diagram yang menunjukkan lima prinsip penerapan SMK3 sesuai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996.7

Gambar 2. Lima Prinsip SMK3.


(Sumber gambar: midiatama.co.id)

BPJS Ketenagakerjaan

16
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan
mekanisme asuransi sosial. Sebagai lembaga negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial
BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana
undang-undang jaminan sosial tenaga kerja. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan
salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial
ekonomi kepada masyarakat sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara. Indonesia
seperti halnya negara berkembang lainnya mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan
funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.6
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
‐ Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
‐ Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja yang dibayarkan (bagi peserta penerima upah),
tergantung pada tingkat risiko lingkungan kerja, yang besarannya dievaluasi paling lama
2 (tahun) sekali, dan mengacu pada tabel sebagai berikut:6

No. Tingkat Risiko Besaran Persentase


Lingkungan Kerja

1. tingkat risiko sangat 0,24 % dari upah sebulan


rendah

2. tingkat risiko rendah 0,54 % dari upah sebulan

3. tingkat risiko sedang 0,89 % dari upah sebulan

4. tingkat risiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan

5. tingkat risiko sangat 1,74 % dari upah sebulan

17
tinggi

Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan adanya masa
kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat. Masa kadaluarsa klaim selama selama 2 (dua)
tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan harus tertib melaporkan baik secara
lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan
selambatnya 2 kali 24 jam setelah kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti
laporan yang telah dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang
telah dilengkapi dengan dokumen pendukung.6

Manfaat yang diberikan, antara lain:6


1. Pelayanan kesehatan 
Pelayanan kesehatan diberikan tanpa batasan plafon sepanjang sesuai kebutuhan
medis (medical need). Pelayanan kesehatan diberikan melalui fasilitas kesehatan yang
telah bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan (Trauma Center BPJS
Ketenagakerjaan). Penggantian. biaya (reimbursement) atas perawatan dan pengobatan,
hanya berlaku untuk daerah remote area atau didaerah yang tidak ada trauma center
BPJS Ketenagakerjaan. Penggantian biaya diberikan sesuai ketentuan yang berlaku.
Perawatan dan pengobatan yang diberikan antara lain berupa pemeriksaan dasar dan
penunjang; perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap dengan kelas ruang
perawatan yang setara dengan kelas I rumah sakit pemerintah; perawatan intensif (HCU,
ICCU, ICU); penunjang diagnostik; pengobatan dengan obat generik (diutamakan)
dan/atau obat bermerk (paten); pelayanan khusus; alat kesehatan dan implant; jasa
dokter/medis; operasi; transfusi darah (pelayanan darah); dan rehabilitasi medik.
2. Santunan berbentuk uang, antara lain:
a. Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan
kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan;.
‐ Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
‐ Angkutan laut diganti maksimal Rp. 1.500.000 (satu setengah juta rupiah).

18
‐ Angkutan udara diganti maksimal Rp. 2.500.000 (dua setengah juta
rupiah).

Perhitungan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja yang menggunakan


lebih dari satu jenis transportasi berhak atas biaya maksimal dari masing-masing
angkutan yang digunakan dan diganti sesuai bukti/kuitansi dengan penjumlahan batasan
maksimal dari semua jenis transportasi yang digunakan

b. Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), dengan perincian penggantian,


sebagai berikut:
‐ 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.
‐ 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.
‐ 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.
Dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang diberikan
kepada tenaga kerja) selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta
dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian fungsi atau
cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang
merawat dan/atau dokter penasehat.
c.  Santunan Kecacatan
‐ Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan.
‐ Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x
upah sebulan.
‐ Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.
Jenis dan besar persentase kecacatan dinyatakan oleh dokter yang merawat
atau dokter penasehat yang ditunjuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI,
setelah peserta selesai menjalani perawatan dan pengobatan.
d. Santunan kematian dan biaya pemakaman
‐ Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang
kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
‐ Biaya Pemakaman Rp. 3.000.000,-.
19
‐ Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus= 24 x Rp.
200.000,- = Rp. 4.800.000,-
3. Program Kembali Bekerja (Return to Work) berupa pendampingan kepada peserta
yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berpotensi
mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai
peserta tersebut dapat kembali bekerja.
4. Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
5. Rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi peserta
yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja untuk
setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah
Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut
serta biaya rehabilitasi medik.
6. Beasiswa pendidikan anak bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau mengalami
cacat total tetap akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta
rupiah) untuk setiap peserta.
7. Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan terjadi dan tidak dilaporkan
oleh perusahaan.

2. Jaminan Hari Tua (JHT)


Program Jaminan Hari Tua (JHT) diselenggarakan dengan sistem Tabungan Hari
Tua, yang iurannya ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja, kemanfaatannya sesuai
dengan iuran terkumpul ditambah hasil pengembangannya.6

3. Jaminan Kematian (JKM)


Jaminan Kematian (JKM) yang di bayarkan kepada ahli waris dari peserta yang
meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja (meninggal karena sakit, kecelakaan di
luar hubungan kerja, dan lain-lain) untuk santunan premi yang dibayarkan oleh
pengusaha yaitu 30% dari UMK. Kategori Pekerja Penerima Upah dan Bukan Penerima
Upah yang masuk dalam Program Jaminan Kematian (JKM) serta premi yang harus di
bayarkan sesuai kepesertaan di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan.6

20
4. Jaminan Pensiun (JP)
Peserta Program Jaminan Pensiun adalah pekerja/karyawan yang terdaftar dan
telah membayar iuran, program Jaminan Pensiun (JP) adalah jaminan sosial yang
bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli
warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun,
mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang
yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami
cacat total tetap atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia, kategori
Pekerja Penerima Upah dan Bukan Penerima Upah yang masuk dalam Program Jaminan
Pensiun (JP) serta premi yang harus di bayarkan sesuai kepesertaan di Kantor Cabang
BPJS Ketenagakerjaan peserta merupakan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain
penyelenggara negara.6

Gambar 3. Jenis Iuran BPJS Ketenagakerjaan.

21
(Sumber gambar: online-pajak.com)

Upaya Program Rehabilitasi Kerja (Return to Work)


Menurut The National Council on Rehabilitation, rehabilitasi didefinisikan sebagai
proses pemulihan dari ketidakmampuan atau kecacatan sehingga seseorang dapat berfungsi
kembali secara mental, sosial, keterampilan bekerja, dan ekonomi. Rehabilitasi kerja
(occupational rehabiitation) menekankan proses pemulihan dari aspek pekerjaan, yaitu proses
pemulihan seseorang dari kecelakaan atau penyakit untuk dapat bekerja kembali baik di tempat
kerja semula atau di tempat kerja baru sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Rehabilitasi
kerja merupakan bagian dari upaya rehabilitasi medik dilakukakn dengan maksud untuk
mengurangi biaya kompensasi dan memperbaiki berfungsinya kembali tenaga kerja sehingga
mengurangi hilangnya waktu kerja.8
Rehabilitasi kerja dapat menguntungkan baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja yang
bersangkutan. Keuntungan rehabilitasi kerja di pihak pengusaha adalah mengurangi biaya
kompensasi, mengurangi hilangnya waktu kerja (lower absenteism), mengurangi biaya dalam
merekrut, menyeleksi dan mengganti tenaga kerja, memperbaiki kondisi hubungan industrial,
dan meningkatnya tenaga kerjaan citra perusahaan. Sedangkan keuntungan bagi tenaga kerja
antara lain terhindarnya dari pemutusan hubungan kerja, hilangnya kecemasan, meningkatnya
rasa percaya diri akibat cacat atau penyakit yang diderita, dan dampak dalam kehidupan sosial
dapat diatasi.8
1. Peran dan tanggung jawab dalam rehabilitasi kerja
Penanganan rehabilitasi kerja merupkan penanganan komprehensif yang melibatkan
berbagai profesi baik medis maupun non medis, seperti dokter dan paramedis, tenaga pendidik,
petugas sosial, pengurus perusahaan, organisasi pekerja, tenaga kerja yang bersangkutan, dan
keluarga. Di negara maju atau di perusahaan besar peran dan tanggung jawab perusahaan, tenaga
kerja, organisasi pekerja, sudah dijabarkan dalam kebijaksanaan perusahaan sehingga akan
memberikan kejelasan pada berbagai pihak yang terlibat dalam rehabilitasi kerja. Berikut ini
rincian peran dan tanggung jawab dalam rehabilitasi kerja di perusahaan.8
a. Perusahaan
‐ Menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerjanya dengan
mengasuransikan tenaga kerjana terhadap kecelakaan dan penyakit

22
‐ Melaksanakan program rehabilitasi sehingga tenaga kerja dapat bekerja kembali, dan
sedapat mungkin menghindari PHK akibat kecelakaan dan penyakit
‐ Memonitor kesehatan dan perkembangan dari tenaga kerja yang kembali bekerja
setelah mengalami rehabilitasi untuk mencega akibat yang buruk akibat pekerjaan
yang dilakukannya
‐ Memberikan keringanan dalam tugas dan jam kerja pada tenaga kerja yang memunyai
keterbatasan secara medis
‐ Membantu dalam pembiayaan bagi tenaga kerja yang sedang dirawat termasuk
penyelesaian dengan pihak asuransi

b. Tenaga kerja
‐ Bertanggung jawab untuk mencegah perilaku kerja yang membahayakan diri sendiri
dan orang lain
‐ Melaporkan setiap kecelakaan dan mengajukan kompensasi
‐ Berpartisipasi dalam program rehabilitasi di tempat kerjanya
‐ Bekerja sama dalam melakukan mutasi kerja bagi tenaga kerja yang kembali bekerja
c. Organisasi tenaga kerja / serikat pekerja
‐ Mendukung perusahaan dan tenaga kerja dalam melaksanakan kebijaksanaan dan
program rehabilitasi
‐ Memberikan pendapat berkaitan daengan program rehabilitasi kerja bila diminta oleh
tenaga kerja atau perusahaan
‐ Membantu mendorong pihak yang terlibat agar berpartisipasi dalam program
rehabilitasi
d. Dokter perusahaan
‐ Menentukan diagnosa kecelakaan / penyakit
‐ Membantu menyusun program rehabilitasi
‐ Melakukan evaluasi medis terhadap tenaga kerja setelah kembali bekerja
‐ Bekerjasama dengan dokter yang merawat/ mengobati
e. Pemerintah

23
Mengeluarkan ketentuan atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan rehabilitasi
dalam rangka melindungi tenaga kerja, antara lain yang tertuang dalam:8
‐ UU No 3 tahun 1992 tentang Jamsostek.
‐ PP No 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek.
‐ UU No 4 tahun 1997 (pasal 14) tentang Kesempatan Kerja bagi Penyandang Cacat
‐ PP No 43 tahun 1998 (pasal 28) tentang Kewajiban Mempekerjakan Penyandang Cacat.
‐ Permen 03 tahun 1996 (pasal 2) tentang dilarangnya PHK selama tenaga kerja
berhalangan karena sakit
‐ Mengawasi ditaatinya pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut diatas
‐ Mendukung setiap langkah yang dilakukan oleh perusahaan dalam proses rehabilitasi dan
mengupayakan kemudahan dalam koordinasi pelaksanaan program (misalnya rujukan
untuk rumah sakit/ lembaga rehabilitasi/ balai latihan kerja milik pemerintah, dan
sebagainya).
2. Upaya program rehabilitasi kerja
Program rehabilitasi kerja ditujukan kepada tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan atau sakit agar mereka dapat pulih kembali untuk bekerja dan
mempetahankan fungsinya semula, atau paling tidak dapat melakukan fungsinya sesuai
kemampuan yang dimilikinya setelah mengalami kecelakaan atau sakit. Penentuan
pulihnya kondisi keshatan ini dilakukan oleh dokter yang merawat tenaga kerja tersebut
(melalui medical certificate) yang menyatakan kondisi tenaga kerja untuk melakukan
pekerjaan atau tugas normalnya, atau dibatasi untuk pekerjaan tertentu, atau disarankan
suatu pekerjaan alternatif, yaitu pekerjaan lain yang berbeda dengan pekerjaan semula
yang dianggap sesuai atau dinyatakan belum pulih kondisinya.8,9
Upaya yang perlu dilakukan dalam rehabilitasi kerja meliputi beberapa program:8,9
‐ Evaluasi
Setelah dinyatakan pulih kesehatannya dan telah dilakukan perawatan untuk
mengurangi kelainan (impairment), ketidakmampuan (disability), dan kecacatan
(handicap), maka perlu dilakukan evaluasi dari kemampuan, kecakapan,
keterampilan, potensi, dan motivasi dari tenaga kerja yang bersangkutan. Sehingga
akan memberikan kemudahan dalam menempatkan pada pekerjaan yang sesuai.
‐ Bimbingan/konseling

24
Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan arahan mengenai pekerjaan yang
mungkin dilakukan dan sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang bersangkutan serta
kemungkinan kesempatan atau peluang kerja yang tersedia.
‐ Pelatihan
Pada tenaga kerja yang mengalami cacat/ketidakmampuan sebagai akibat
kecelakaan atau penyakit, perlu diberikan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga
kerja terebut beradaptasi pada pekerjaan semula atau pada jenis pekerjaan lain yang
memerlukan keterampilan khusus.
‐ Penempatan
Penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya
merupakan hal penting dalam proses rehabilitasi, karena hal tersebut juga
mempengaruhi keberhasilan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya. Penempatan
tenaga kerja setelah rehabilitasi ditentukan antara lain oleh kemampuan tenaga kerja,
jenis dan sifat pekerjaan, kesesuaian antara keterampilan dan pekerjaan. Jika sudah
tidak memungkinkan bagi tenaga kerja untuk bekerja di tempat semula, maka perlu
dilakukan mutasi sehingga dihindari terjadinya PHK, yaitu memindahkan tenaga
kerja pada tempat kerja/pekerjaan yang sesuai.
3. Return To Work
Return To Work (RTW) BPJS  yang merupakan pertambahan manfaat dari
Program BPJS Ketenagakerjaan  JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) yang diwujudkan
dalam bentuk pendampingan bagi peserta yang mengalami musibah kecelakaan kerja
yang mengakibatkan cacat atau berpotensi cacat, dari mulai terjadinya kecelakaan akan
didampingi hingga peserta mampu kembali bekerja.10

25
Gambar 4. Alur Pelayanan Return to Work.
(Sumber gambar: bpjsketenagakerjaan.go.id)

Syarat mengikuti Program Kembali kerja atau (Return To Work ) BPJS Ketenagakerjaan.10
1. Terdaftar sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam Program JKK.
2. Pemberi Kerja tertib membayar iuran.
3. Mengalami Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat Kerja yang mengakibatkan
kecacatan.
4. Tidak menunggak iuran atau membayar iuran bulan berjalan.
5. Adanya rekomendasi dokter penasehat bahwa pekerja perlu difasilitasi dalam Program
Kembali Kerja.
6. Pemberi kerja dan Pekerja bersedia menandatangani surat persetujuan mengikuti Program
Kembali Kerja.

KESIMPULAN
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, kecelakaan
terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Hubungan kerja di sini dapat
berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan termasuk dalam perjalanan menuju tempat dan pulang dari tempat kerja. Penyebab

26
kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang
ditujukan kepada penyebab serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah
dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan
mengalami kecacatan akan mengikuti program return to work, dimana pekerja akan didampingi
dan dibina hingga dapat bekerja kembali sesuai kapasitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam kesehatan
masyarakat: suatu pengantar. Edisi 4; Alih bahasa, Atik Utami, et all. Editor bahasa
Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC, 2007. h.615.
2. Ridley John. Kecelakaan dalam ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta:
Erlangga; 2007. h. 113-8.
3. Suma’mur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Gunung Agung; 1996.
h.207-17.
4. Lestari T. Hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan produktifitas kerja
karyawan. Bogor: Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor; 2007.
5. Mayendra O. Kecelakaan kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia; 2009. h.110-7.
6. Program Jaminan Kecelakaan Kerja. Diakses dari
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/Jaminan-Kecelakaan-Kerja.html. Diakses pada 7
Oktober 2020.
7. Suma'mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto;
2013. h.453-62,

27
8. International Labour Organization. Keselamatan dan kesehatan kerja sarana untuk
produktivitas. Jakarta: ILO; 2013.
9. Baril R, Clarke J, Friesen M, Stock S, Cole D. Management of return-to-work programs
for workers with musculoskeletal disorders: a qualitative study in three Canadian
provinces. Social Science Medicine; 2003(57):2101–14.
10. Return to Work. Diakses dari https://www.bpjs-online.com/return-to-work-bpjs-
ketenagakerjaan/. Diakses pada 7 Oktober 2020.

28

Anda mungkin juga menyukai