Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI PROESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018/2019
Lampiran materi

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Keselamatankerjaadalahsaranautamapencegahankecelakaan,
cacatdankematiansebagaiakibatkecelakaankerja. Keselamatan kerja yang baik adalah
pintu gerbang keamanan tenaga kerja. Kecelakaan kerja selain berakibat langsung bagi
tenaga kerja, juga menimbulkan kerugian – kerugian secara tidak langsung yaitu
kerusakan pada lingkungan kerja (Suma’mur, 2014).

Keselamatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran


beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun social, dengan usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
factor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Notoatmodjo,
2014).

a. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh
produktif kerja yang optimal.
b. Upaya kesehatan kerja dirumah sakit menyangkut tenaga kerja, metode/cara kerja,
alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan.
c. Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah: identifikasi permasalahan,
evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian.
d. Pekerja rumah sakit adalah tenaga medis: dokter, perawat, bidan. Sedangkan non
medis: insinyur, tehnisi, apoteker, ahli gizi, fisioterapi, anestesi, rontgen, analis
kesehatan, tenaga administrasi.
e. Unit kerja sterilisasi adalah unit kerja yang mempunyai tugas pokok melakukan
sterilisasi alat-alat medis dirumah sakit.
B. TujuanProgram Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim
yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan
penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama
(2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan
perusahaan
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
3. Menghemat biaya premi asuransi
Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
kepada karyawannya
C. Gangguan Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut (Nuraini, 2013) gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
1. Kualitas organisasi
Tingkat kecelakaan berbeda secara substansi menurut jenis industry. Sebagai
contoh, perusahaan-perusahaan industry konstruksi dan manufaktur mempunyai
tingkat kecelakan yang lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan industry jasa,
keuangan, asuransi, dan real estat.
2. Pekerja yang mudah celaka
Sebagian ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya
kecelakaan. karakteristik pribadi khusus pekerja yang selalu cenderung mendapat
kecelakan. Tetapi, karakteristik psikologis dan fisik tentu tampaknya membuat
sebagian pekerja lebih mudah mengalami kecelakaan di banding yang lain.
3. Pekerja berperangai sadis
Kekerasan ditempat pekerjaan meningkat dengan pesat, dan perusahaan
dianggap bertanggung-jawab terhadap hal itu.
4. Penyakit-penyakit yang diakibatkan dipekerjaan sumber-sumber potensial
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang sama
beragamnya seperti gejala-gejala penyakit tersebut. Beberapa badan federal secara
sistematis telah mempelajari lingkungan pekerjaan, dan telah mengidentifikasi
penyebab penyakit-penyakit berbahaya berasal dari ansenik, asbes, bensin,
biglorometiletter, debu batu bara asap tungku batu arang, debu kapas, timah, radiasi
dan vinin florida.
5. Kategori penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dalam jangka panjang
6. Kelompok-kelompok pekerjaan yang berisiko
Penambang, pekerja transportasi dan konstruksi, serta pekerja kerah biru dan
pekerja tingkat rendah pada industry manufaktur menderita sebagian besar penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kecelakaan-kecelakaan kerja.
7. Kehidupan kerja berkualitas rendah, bagi banyak pekerja, kehidupan kerja
berkualitas rendah disebabkan oleh kondisi tempat kerja yang gagal untuk
memenuhi freferensi-freferensi dan minat-minat tertentu serti rasa tanggung jawab,
keingina akan pemberdayaan dan keterlibatan dalam pekerjaan, tantangan, harga
diri, pengendalian diri, penghargaan, prestasi, keadilan, kemanan, dan kepastian.
8. Stres
Penyebab umum stress bagi banyak pekerja adalah supervisor (atasan), salary
(gaji), security (keamanan), dan safety (keselamatan). Aturan-aturan kerja yang
sempit dan tekanan-tekanan yang tiada henti untuk mencapai sejumlah produksi
yang lebih tinggi adalah penyebab utama stress yang dikaitkan para pekerja dengan
supervisor. Gaji adalah penyebab stress bila dianggap tidak diberikan secara adil,
sementara dengan pekerja yang tidak aman mereka akan terus berada dalam
keadaan tidak pasti.
9. Perubahan organisasi.
Perubahan-perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan
sesuatu yang penting dan disertai dengan ketidakpastian. Banyak perubahan dibuat
tanpa pemberitahuan-pemberitahuan resmi. Orang-orang was-was apakah perubahan
tersebut akan mempunya dampak kepada mereka, barangkali dengan mengganti
mereka. Atau menyebabkan mereka di pindahkan. Akibtnya, banyak pekerja
menderita gejal-gejala stress.
10. Tingkat kecepatan kerja.
Tingkat kecepatan kerja dapat dikendalikan oleh mesin atau manusia.
Kecepatan kerja yang ditentukan oleh mesin memberikan kendali atas kecepatan
pelaksanaan dan hasil pekerjaan kepada sesuatu selain manusia. Kecepatan yang
ditentukan oleh manusia tersebut memberikan kendali kepada manusia. Akibat dari
kecepatan yang ditentukan olehn mesin adalah amat besar, pekerja tidak dapat
memuaskan kebutuhan yang penting untuk mengendalikan situasi.
11. Lingkungan fisik
Walaupun otomatisasi kantor adalah suatu cara meningkatkan produktivitas,
hal itu mempunya kelemahan-kelemahan yang berhubungan dengan stres.
12. Pekerja yang rentan stress
Manusia memang berbeda dalam memberikan respon terhadap penyebab
stress. Perbedaaan klasik adalah yang disebut sebagaia tipe A dan prilaku tipe B.
Orang-orang dengan prilaku tipe A suka melakukan hal-hal menurut cara mereka
sendiri, dan mau mengeluarkan banyak tenaga untuk memastikan bahwa tugas-tugas
yang sangat sulitpun dikerjakan dengan cara yang mereka sukai. Orang –orang
dengan perilaku tipe B umumnya lebih toleran. Mereka tidak mudah frustasi atau
marah, dan mereka juga tidak menghabiskan banyak energy dalam memberikan
respon terhadap hal-hal yang mereka tidak sesuai.
13. Kelelahan kerja (job burnout)
Merupakan sejenis stress yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja
dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan, seperti karyawan kesehatan, pendidikan,
kepolisian, keagamaan, dan sebagainya. Jenis reaksi terhadap pekerjaan ini
meliputih reaksi-reaksi sikap dan emaosional sebagai akibat pengalaman-
pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan.
D. Strategi Meningkatkan Kualitas Kerja
Terdapat beberapa tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya kerja
hal yang pertama harus dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab kemudian membuat
strategi untuk meningkatkan kualitas kerja. Untuk menentukan apakah suatu strategi
efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan, dan frekuensi
penyakit-penyakit dan kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan
kepada pekerja. Menurut Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi (2007) Strategi
Meningkatkan Kualitas Kerja sebagai berikut:

1. Memantau tingkat keselamatan dan kesehatan para pekerja


Mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk menyimpan catatan insiden-insiden
kecelakaan dan kasus penyakit yang pernah terjadi dalam perusahaan. Perusahaan
juga harus memiliki catatan tingkat kegawatan dan frekuensi setiap kecelakaan atau
kasus penyakit tersebut.
a. Tingkat insiden indeks keamanan indutsri yang eksplisit adalah tingkat insiden
yang memberikan data jumlah kecelakan dan penyakit dalam satu tahun.
b. Tingkat frekuensi menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit yang
terjadi setiap satu juta jam kerja, bukan dalam satu tahun seperti dalam tingkat
insiden.
c. Tingkat kegawatan. Tingkat kegawatan adalah jam kerja yang hilang karena
kecelakaan atau penyakit.
d. Mengendalikan kecelakaan
Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja
yaitu dengan cara merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehinga
kecelakaan tidak akan terjadi. Keselamatan kerja dapat dirancang didalam
lingkungan fisik sebuah perusahaan yaitu dengan cara menempatkan penjaga
di dekat mesin, membuat pegangan pada tangga, menggunakan kaca mata dan
helm pelindung, lampu peringatan, mekanisme perbaikan diri dan penghentian
pekerjaan secara otomatis. Sebagai contoh, cedera mata dapat saat bekerja
dikurangi dengan tersedianya kacamata pelindung hanya bila para pekerja
memakai kacamata tersebut dengan benar.
e. Ergonomis adalah cara untuk meningkatkan keselamatan kerja dengan
membuat pekerjaan itu sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu
melelahkan. Ergonomis mempertimbangkan perubahan pada lingkungan
pekerjaan yang berhubungan dengan kemampuan fisik dan fisiologis serta
keterbatasan para pekerja.
f. Divisi keselamatan kerja dapat digunakan sebagai strategi dalam rangka
mencegah kecelakaan. Departemen SDM dapat berfungsi sebagai koordinator
yang terdiri dari beberapa orang wakil pekerja. Bila ada serikat buruh di
perusahaan, divisi ini juga harus mempunyai anggota yang mewakili serikat
buruh. Sering beberapa perusahaan memiliki beberapa anggota divisi
keselamatan kerja pada tingkat departemen untuk implementasi dan
administrasi, dan divisi yang lebih besar pada tingkat perusahaan untuk
merumuskan kebijakan.
g. Pengubahan tingkah laku seseorang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan, juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil. Untuk mengubah
prilaku pekerja dapat dipakai imbalan yang bukan berbentuk uang, seperti
umpan baik yang positif, berbentuk aktivitas (seperti libur kerja), imbalan
materi (perusahaan membelikan konsumsi selama waktu istirahat), sampai
pada yang berbentuk uang (seperti bonus apabila pekerja mengerjakan
pekerjaannya sesuai dengan tingkat keselamatan kerja yang diiniginkan).
h. Mengurangi timbunya penyakit harus dilakukan oleh setiap pekerja karena
dapat berakibat jauh lebih memakan biaya dan berbahaya bagi perusahaan dan
para pekerja dibandingkan dengan kecelakaan kerja, karena hubungan sebab
akibat antara lingkungan fisik karena pada umumnya perusahaan sulit
mengembangkan strategi untuk mengurangi timbulnya penyakit-penyakit.
i. Penyimpanan catatan. Mewajibkan perusahaan untuk setidak-tidaknya
melakukan pemeriksaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam
lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan mengenai informasi yang terinci
tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi mengenai penyakit-
penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang aman dan pengaruh
berbahaya bahan-bahan tersebut. Informasi ini harus disimpan selama masa
inkubasi penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkannya bahkan mungkin ada
yang sampai selama 40 tahun. Jika perusahaan tersebut dijual, pemilik yang
baru harus mengambil alih tanggung jawab penyimpanan catatan tersebut dan
harus melanjutkan pengumpulan data yang dibutuhkan.
j. Memantau kontak langsung. pendekatan pertama untuk mengendalikan penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan adalah membebaskan tempat pekerjaan
dari bahan kimia atau racun, yaitu dengan memantau dan membatasi kontak
langsung terhadap zat yang berbahaya.
k. Penyaringan genetic. Penyeringan genetic adalah pendekatan untuk
mengandalikan pengakit yang paling ekstrem, sehingga kontrofersial. Susunan
genetik individu dapat membuat seseorang lebih atau tidak begitu mudah
terserang penyakit tertentu. Dengan menggunakan uji genetic untuk menyering
individu yang rentang terhadap penyakit-penyakit tertentu, perusahaan dapat
mengurangi kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan masalah
yang terkait dengan hal itu.
2. Mengendalikan stress dan kelelahan kerja
Perusahaan harus memberikan program pelatihan yang dirancang untuk
membantu para pekerja mengatasi stres yang diakibatkan oleh pekerjaan. Contohnya
J.P. Morgan memberikan program manajemen stress sebagai bagian dari kurikulum
pengembangan pengawasan manajemen yang lebih luas program ini disediankan
untuk staf pengawasan, staf profesional, dan pegawai, dengan tujuan memperkenalkan
bahan, keahlian informasi, dan definisi peran pengawasan dan manajemen.
a. Peningkatan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pentingnya kemampuan
mengendalikan atau memprediksi apa yang akan terjadi dimasa yang akan
datang sangat disadari. Mempunyai kesempatan bagi karyawan untuk
menentukan sendiri ditambah dengan kebebasan dan kemampuan untuk
mempengaruhi kejadian di sekitarnya dapat memnjadi suber motivasi dari
dalam diri dan penghargaan yang sangat berarti. Jika kesempatan untuk
mengendalikan tidak dipunyai seorang karyawan dan karyawan merasa terjebak
dalam suatu lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Maka, kondisi
psikologis mauapun fisik karyawan kemungkinana besar akan terganggu.
b. Strategi- strategi manajemen stress pribasi. Manajemen waktu dapat merupakan
strategi yang efektif dalam mengetasi stres pekerjaan. Strategi ini sebagian besar
di dasarkana atas indentifikasi atas awal tujuan pribadi pekerjaan. Strategi yang
menjadi bagian manajemen stress meliputi pola makan yang sehat, olahraga
yang teratu, pemantauan kesehatan fisik, dan membentuk kelompok pendukung
sosial. Banyak perusahaan besar mendorong pekerja-pekerjanya untuk
mendaftarkan diri dalam program latihan olahraga yang tertur dimana
kebugaran dan kesehatan mereka dipantau secara berkala.
c. Mengembangkan kebijakan kesehatan kerja. Seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan meningkatnya tanggung jawab, semakin banyak
perusahaan mengembangkan kebijakan kerja.
d. Menciptakan program kebugaran. Perusahaan-perusahaan semakin memusatkan
perhatian kepada usaha untuk menjaga agar para pekerja tetap sehat. Mereka
membuat program kebugaran untuk menjaga pekerja semakin senang.
E. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan
terhadap bahaya kecelakaan pada seseorang (Suma‟mur, 2014), atau bisa juga disebut
alat kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. APD dipakai sebagai
upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa
(engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian
APD bukanlah pengganti dari usaha tersebut, tetapi sebagai usaha akhir. Alat Pelindung
Diri (APD) harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya kecelakaan yang mungkin
ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa
ketentuan yang diperlukan (Budiono, 2003).
Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat Alat Pelindung Diri adalah:
1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan
rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
menggunakannya.
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
F. Tujuan Alat Pelindung Diri
Menurut Sucipto (2014) tujuan alat pelindung diri adalah:
1. Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif
tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman
G. Manfaaat Alat Pelindung Diri
1. Untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi
bahaya/kecelakaan kerja.
2. Mengurangi resiko akibat kecelakaan
Suma‟mur (2014) menggolongkan alat pelindung diri menurut bagian tubuh yang
dilindunginya ke dalam 8 golongan yaitu :
a. Alat Pelindung Kepala
Tujuan dari penggunaan alat ini adalah melindungi kepala dari bahaya
terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka tergores,
terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda jatuh, melayang dan meluncur, juga
melindungi kepala dari panas radiasi, sengatan arus listrik, api, percikan bahan-
bahan kimia korosif dan mencegah rambut rontok dengan bagian mesin yang
berputar Jenisnya berupa topi pengaman yang terbuat dari plastik, fiberglass,
bakelite.
b. Alat pelindung tangan
Alat Pelindung Tangan merupakan alat yang paling banyak digunakan
karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling banyak dari seluruh
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Pekerja harus memakai pelindung tangan
ketika terdapat kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka tangan karena
benda-benda keras, luka gores, terkena bahan kimia berbahaya, luka sengatan dan
lain-lainnya.
c. Alat pelindung kaki
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya
kejatuhan benda-benda berat, terinjak benda yang berputar melalui kaki,
kepercikan larutan asam dan basa yang korosif atau cairan panas, menginjak
benda tajam. Sepatu pelindung dan boot harus memiliki ujung sepatu yang terbuat
dari baja dan solenya dapat menahan kebocoran. Ketika bekerja di tempat yang
mengandung aliran listrik, maka harus digunakan sepatu tanpa logam yang dapat
menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja di tempat biasa maka harus digunakan
sepatu yang tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet harus
digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia.
d. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung dapat berbentuk APRON yang menutupi sebagian dari
tubuh yaitu mulai dari dada sampai lutut dan overalla yang menutup seluruh
badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari percikan
cairan, api, larutan bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin, dan
kelembapan). APRON dapat dibuat dari kain, kulit, plastik, karet, asbes atau kain
yang dilapisi aluminium. Perlu diingat bahwa APRON tidak boleh dipakai di
tempat-tempat kerja yang terdapat mesin berputar.
e. Alat pelindung pernafasan
Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti
kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam),
pencemaran oleh gas atau uap. Secara umum alat pelindung pernafasan dapat
dibedakan menjadi 2 alat yaitu :
1) Respirator, yang berfungsi membersihkan udara yang telah
terkontaminasi yang akan dihirup oleh pemakainya
2) Breathing Apparatus, yang mensuplay udara bersih atau oksigen kepada
pemakainya
Contoh alat pelindung pernafasan salah satunya adalah masker. Masker
digunakan untuk pada tempat-tempat kerja tertentu dan seringkali
udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam hal antara lain:
a) Debu-debu kasar dari penggerinderaan atau pekerjaan sejenis
b) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap
c) Asap atau bahan kimia
d) Uap sejenis beracun atau gas beracun dari pabrik kimi
e) Gas beracun seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen
diudara.Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran tersebut, kita
dapat menggunakan alat yang biasa desebut dengan “masker”
(pelindung pernafasan).
DAFTAR PUSTAKAAN
- Nuraini. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CV Aswaja
Pressindo
- Rika Ampuh Hadiguna, (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Kesepuluh (terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
- Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. (2007). Prosedur Keamanan, Keselamatan, &
Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira
- Suma’mur. (2014). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Bandung: Sagung
Seto
- Notoatmodjo S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
- Budiono S. (2003) Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang:
Universitas Diponegoro
- Sucipto CD. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen
Publising

Anda mungkin juga menyukai