I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan waduk seringkali terkendala oleh sulitnya proses pengadaan tanah.
Pada kebanyakan kegiatan pembebasan lahan, hampir selalu ditemukan adanya warga
yang menolak melepas tanahnya kepada negara. Resistensi masyarakat ini antara lain
disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat waduk serta
adanya perbedaan persepsi dan kebutuhan antara masyarakat dan pemerintah.
Begitu pula yang terjadi dengan rencana pembangunan Waduk Pidekso di
Kecamatan Batuwarno dan Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Wilayah ini merupakan wilayah pertanian yang subur dan memiliki banyak sumber air.
Salah satunya adalah sungai yang berhulu dari Gunung Lawu. Luas bendungan yang
direncanakan diperkirakan mencapai kurang lebih 257,45 ha. Sebagian besar penggunaan
lahan di daerah tersebut adalah berupa hutan dan lahan sawah.
Pembangunan Waduk Pidekso saat ini menghadapi masalah resistensi dari
masyarakat terdampak (Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2015). Sementara
2
di Jawa Barat ada 2 lokasi waduk yang menjadi objek penelitian ini, yaitu Waduk
Cipanas yang direncanakan terletak di Kabupaten Sumedang dan Indramayu, dan Waduk
Jatigede yang terletak di Kabupaten Sumedang. Tahapan Pembangunan Waduk Cipanas
masih berada pada tahap pra konstruksi, sedangkan pembangunan Waduk Jatigede sudah
masuk pada tahap operasi. Meskipun tahap konstruksi pembangunan Waduk Jatigede
sudah dilewati, namun permasalahan terkait pembebasan lahan tidak sepenuhnya tuntas.
Sementara itu, di Waduk Cipanas belum diketahui permasalahan berkenaan dengan
masyarakat terdampak.
Resistensi masyarakat terhadap pembangunan waduk berakibat pada peliknya
proses pengadaan tanah. Masih terdapat ketidaksepahaman persepsi dan kebutuhan antara
pemerintah dan warga terdampak. Perbedaan ini dapat memicu konflik seperti yang
sebelumnya terjadi di Waduk Jatigede. Selain itu, pembangunan waduk juga dapat
menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan (sosekling).
B. Pertanyaan Penelitian
Ada empat pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran sosial, ekonomi, dan lingkungan terkini di wilayah pem-
bangunan Waduk Jatigede ?
2. Bagaimana persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak terkait pembangunan
waduk?
D. Keluaran
Penelitian akan menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan untuk mendukung
dan mempercepat pembangunan Waduk Jatigede. Indikator keluaran dari kajian ini adalah
berupa temuan kondisi terkini dan rekomendasi kebijakan terkait, yakni:
1. Gambaran sosial, ekonomi, dan lingkungan terkini di area pembangunan Waduk
Jatigede.
2. Peta persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak pembangunan waduk;
3. Peta konflik yang terjadi selama proses pembangunan waduk;
4. Solusi penanganan terbaik untuk mempercepat pembangunan di Waduk Jatigede.
E. Manfaat
Penelitian dapat dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan yang bermanfaat
terhadap program percepatan pembangunan waduk, khususnya Waduk Jatigede, Waduk
Cipanas, dan Waduk Pidekso.
peralatannya, termasuk juga bendungan limbah galian, tetapi tidak termasuk bendung dan
tanggul.
Sebuah waduk atau bendungan memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka
air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi
kiri sungai. Air sungai yang ditampung di dalam bendungan dipergunakan untuk
keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah
bendungan yaitu dapat menampung air sungai yang melebihi kebutuhan dan baru dilepas
lagi ke dalam sungai di bagian hilir sesuai dengan kebutuhan serta pada waktu yang
diperlukan. Bendungan juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun
secara melintang terhadap sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di
sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan
melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan
pertanian.
B. Isu dan Dampak Pembangunan Waduk
Dari berbagi literatur, dampak rencana kegiatan pembangunan bendungan/ waduk
terhadap masyarakat berpotensi terhadap perubahan di masyarakat, yakni sebagai berikut
Pada tahap operasi sejumlah kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya kegiatan
irigasi, PLTA, PDAM, Pariwisata, dan perikanan akan membutuhkan sejumlah
tenaga kerja baik sebagai tenaga kerja operator, staf maupun tenaga kerja harian.
Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut dapat menumbuhkan aktifitas usaha
masyarakat baik formal maupun informal.
5. Konflik Sosial
Kegiatan pembebasan lahan yang berlarut-larut dan ketidakjelasan kepastian kegiatan
pembangunan waduk berpotensi menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun
horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara tujuan yang ingin
dicapai masyarakat dengan kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan oleh
Pemda setempat. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di
masyarakat terhadap rencana kegiatan.
masyarakat yang berhubungan dengan aktifitas usaha dan relasi sosial. Lokasi baru
membutuhkan proses adaptasi dalam pola tanam terutama guna menghadapi
perubahan kondisi lahan dari lahan basah ke lahan kering atau tadah hujan.
Lingkungan baru membutuhkan proses adaptasi penduduk asal dengan nilai, norma,
dan adat istiadat yang berlaku di tempat baru.
b. Data Sekunder
Data sekunder antara lain diperoleh melalui instansi terkait dan kepustakaan di
wilayah studi.
- Kabupaten Dalam Angka
- Monografi Kecamatan/Desa
- Profil Kecamatan/Desa
- Data proyek pembangunan waduk
- Kecamatan Dalam Angka mengenai jumlah penduduk, angkatan kerja
produktif, tingkat pengangguran, dll
- Indikator sosial, ekonomi, dan budaya.
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggali dan menggambarkan perubahan
yang terjadi di masyarakat yang terkena dampak langsung dari pembangunan
Waduk.
Pemilihan anggota sampel dilakukan terhadap penduduk yang diprakirakan
terkena dampak langsung dari proyek. Namun karena wilayah permukiman
penduduk tersebar di lima (5) kecamatan, maka penentuan jumlah sampel
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
o Menentukan kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah genangan dan
diluar genangan secara purposive.
o Menentukan desa-desa yang terkena dampak langsung dari kegiatan.
o Desa-desa yang dijadikan sampel ditentukan secara purposive yaitu desa-desa
yang berada di wilayah genangan dan yang paling dekat dengan lokasi
genangan. Begitu pula untuk penduduk yang telah pindah keluar lokasi
genangan dipilih yang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi genangan.
o Membagi populasi menjadi beberapa kelompok berdasarkan area tempat
tinggal, yaitu :
- Penduduk yang lahannya terkena kegiatan dan yang masih tinggal di
wilayah genangan;
- Penduduk yang lahannya terkena kegiatan dan telah pindah dari lokasi
genangan;
- Penduduk yang akan mendapatkan dampak langsung dari kegiatan Waduk
setelah beroperasi, yaitu yang terdekat dengan lokasi proyek.
o Menentukan jumlah kepala keluarga (KK) yang akan dijadikan anggota
sampel yang terpilih secara purposive berdasarkan sample fraction yang telah
ditentukan menurut jumlah penduduk yang terkena dampak paling besar dan
yang terkena persebaran dampak.
D. Kerangka Pikir
Dampak penting yang teranalisis dalam kajian ini, baik yang terjadi pada saat
tahap pra konstruksi, konstruksi, maupun operasi pada Proyek Pembangunan Waduk akan
didekati dengan beberapa pendekatan lingkungan seperti pendekatan perencanaan
pembangunan sosial, ekonomi, maupun pendekatan institusi.
10
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan mix method, yaitu
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini ditujukan
untuk menggali karakteristik, persepsi, dan kebutuhan masyarakat terdampak
pembangunan waduk dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sementara itu, pada
penelitian kualitatif akan dilakukan In Depth Interview (IDI) dan Focus Group
Discussion (FGD) dengan narasumber terkait untuk memberikan gambaran jelas tentang
peta konflik sebagai dampak dari pembangunan waduk.
Sementara itu untuk metode analisis yang digunakan dalam peneltian adalah
descriptive analysis. Metode ini biasa digunakan dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dengan tujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
D. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian yang menjelaskan pertanyaan (masalah) penelitian ke
dalama operasionalisasi pengumpulan data lapangan dan analisa data adalah sebagai
berikut.
A. Waduk Jatigede
1. Gambaran Umum
Waduk Jatigede terletak di Sungai Cimanuk, sekitar 25 km hulu Bendung
Rentang di Dusun Jatigede, Desa Cijeunjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat. Sebagian genangan Waduk Jatigede merupakan kawasan hutan
produksi dengan luas 1.361 ha. Sementara lahan milik masyarakat yang tergenang seluas
3.259 ha.
Luas DAS Waduk Jatigede adalah 1.460 km 2, dengan panjang dan tinggi waduk berturut-
turut adalah 1.715 meter dan 114 meter. Tapak bendungan terletak di ngarai paling hulu
Sungai Cimanuk. Bendungan Jatigede merupakan bendungan tipe urugan batu dengan inti
di tengah (center core rockfill dam). Pemanfaatan Waduk Jatigede yang utama adalah
14
untuk penyediaan air irigasi. Manfaat lainnya adalah untuk pengendalian banjir,
penyediaan air baku, pembangkit listrik, pariwisata kawasan waduk, dan perikanan
tangkap.
Penerima manfaat adalah masyarakat di sekitar Waduk Jatigede, sebagian masyarakat di
hilir Sungai Cimanuk, meliputi Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dan
Kabupaten Indramayu.
TAHUN PERISTIWA
1963 Reconnaissance Study
Dilakukan oleh konsultan PT Indra Karya (Persero)
1967 Masterplan Study
Dilakukan oleh konsultan Coyne et Bellier dari Perancis
1973 Pre Feasibility Study dan Feasibility Study
Dilakukan oleh konsultan NEDECO dan SMEC
1975-1978 Detailed Design
Dilakukan oleh konsultan SMEC dari Australia
1981-1983 Review Feasibility Study
Dilakukan oleh konsultan SMEC
1982-1986 Pembebasan lahan I
Proses pembebasan lahan didasarkan pada Permendagri No 15/1975.
Jumlah warga terkena dampak adalah 4.065 KK
1985-1986 Detailed Design
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
1991 Consolidation Study
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
1994-1997 Pembebasan lahan II
Proses pembebasan lahan didasarkan pada Keppres No 55/1993. Jumlah
warga terkena dampak adalah 1.226 KK
2003 Studi Optimasi Rencana Pembangunan Waduk Jatigede dan Pre
Feasibility Study Waduk Cilalanang
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
2004 Review Detail Desain Waduk Jatigede
Dilakukan oleh PT Indra Karya (Persero), bekerjasama dengan PT
Wiratman & Associates
2005- Pembebasan lahan III
sekarang Proses pembebasan lahan didasarkan Perpres No 36/2005. Jumlah warga
terkena dampak adalah 1.918 KK
23 Oktober Peledakan perdana Terowongan Pengelak sebagai awal dimulainya
2008 Pembangunan Fisik Bendungan Jatigede, termasuk bangunan
pelengkapnya, khususnya konstruksi Terowongan Pengelak
31 Agustus Pengisian Awal Waduk Jatigede oleh Menteri Pekerjaan Umum dan
2015 Perumahan Rakyat, M. Basoeki Hadimoeljono dengan melakukan
penurunan pintu Diversion Tunnel.
April 2016 Progres Penggenangan: 54,01 persen
16
Saat ini, Pembangunan Waduk Jatigede telah sampai pada tahap operasi, yaitu masih dalam
proses penggenangan. Volume air hingga April 2016 (hari ke 221), telah mencapai
529.684.667,65 m3 (54,01 persen) dengan luas 2.856,326 hektar (72,26 persen).
Beberapa stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait dengan proses
pembangunan Waduk Jatigede, yaitu:
1. BBWS Cimanuk Cisanggarung
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No
34/PRT/M/2015, BBWS berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur
Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR. BBWS mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai. Kegiatan itu meliputi
perencanaan, pelaksanaan, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan dalam rangka
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada
sungai, danau, waduk, bendungan, dan tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air
baku, rawa, tambak, dan pantai.
Pelaksana kegiatan pembangunan Waduk Jatigede adalah Satuan Kerja Non
Vertikal Tertentu Pembangunan Waduk Jatigede (SNVT-PWJ) dibawah pengelolaan
BBWS Cimanuk Cisanggarung. BBWS Cimanuk Cisanggarung selaku atasan langsung
SNVT-PWJ, secara bersama-sama melakukan koordinasi antar instansi, yaitu Bappenas,
Kementerian Keuangan, Direktorat Sungai dan Pantai, dan Dinas PSDA Provinsi Jawa
Barat. SNVT-PWJ dalam pengerjaan pembangunan waduk dibantu oleh para kontraktor
dan konsultan.
2. Masyarakat Terdampak
Masyarakat di 5 kecamatan terdampak menjadi pihak yang paling merasakan imbas dari
pembangunan Waduk Jatigede ini. Beberapa akibat yang dirasakan masyarakat
diantaranya kehilangan tanah, rumah, mata pencaharian, dan kesempatan
kerja/berusaha.
3. Pemerintah Daerah - Provinsi Jawa Barat
Pemprov Jawa Barat telah membentuk Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap
(SAMSAT) yang bertanggungjawab dalam penanganan dampak sosial dan lingkungan
pembangunan Waduk Jatigede.
17
3. Masalah-Masalah
Secara umum tidak ada masalah teknis yang berarti yang menghambat pembangunan
Waduk Jatigede. Lamanya proses pembangunan waduk ini lebih disebabkan faktor non teknis,
yaitu proses pengadaan tanah yang pelik. Permasalahan non teknis cukup mendominasi selama
pembangunan Waduk Jatigede khususnya terjadi pada saat proses pembebasan lahan. Proses
pembebasan tanah telah dilakukan sejak tahun 1982. Meskipun proses konstruksi telah berakhir,
proses pembebasan lahan tidak sepenuhnya selesai. Masih ada warga terdampak yang
mengklaim belum diberikan pembayaran kompensasi ataupun merasa tanahnya terlewat dalam
pengukuran. Beberapa permasalahan selama proses pembebasan tanah, diantaranya:
Komplain dan ketidakpuasan warga
Komplain warga yang juga masih terjadi hingga saat ini didasarkan atas beberapa
kesalahan pelaksana proyek, diantaranya:
- Tanah, tanaman, dan bangunan terlewat/belum dibayar;
- Salah ukur bidang tanah;
- Salah klasifikasi (sawah, darat/pemukiman, kebun);
- Tertukar kepemilikan.
Bangunan hantu (bangunan fiktif)
Bangunan hantu merujuk pada definisi bangunan semipermanen yang serupa dengan
tempat tinggal. Namun, pendataan lapangan menunjukkan bangunan-bangunan ini tidak
ditinggali. Bangunan ini hanya didirikan oleh oknum warga agar dapat memperoleh
pembayaran ganti rugi. Pada sekitar masa penentuan kompensasi, banyak bangunan hantu
yang berdiri di sekitar area terdampak
Permintaan harga ganti rugi yang tinggi
Beberapa pemilik menghendaki harga ganti rugi tanah yang lebih tinggi dari harga pasaran.
Negoisasi yang panjang membuat proses pembebasan lahan menjadi berlarut-larut
Warga tetap tidak pindah padahal tanahnya sudah dibebaskan (kategori 1)
Beberapa alasan warga yang menolak pindah adalah:
- Uang gantirugi sudah habis sehingga sudah tidak ada biaya lagi untuk pindah;
- Ada warga yang menurut adat/kepercayaannya, baru mau pindah setelah air masuk
pekarangan rumah.
19
Selain itu, beberapa permasalahan terkait Waduk Jatigede yang mencuat di media massa
online dalam 3 bulan terakhir, diantaranya:
1. Proses penggenangan Waduk Jatigede meleset dari target awal karena terjadi musim
kemarau yang panjang pada tahun 2015
2. Warga terdampak yang kehilangan mata pencaharian, mengalami kesulitan mencari lahan
pengganti yang sesuai dengan kebutuhan pertanian. Warga khawatir kehabisan uang ganti
rugi sebelum mendapatkan tanah pengganti dengan kriteria dan harga yang cocok.
3. Hingga saat diresmikan pada 31 Agustus 2015, proses pembebasan lahan untuk Waduk
Jatigede masih menyisakan 614 keluarga yang belum tuntas pembayarannya. Salah satu
penyebabnya adalah masalah sengketa ahli waris.
4. Masih ada warga terdampak yang belum mengungsi meskipun proses penggenangan telah
dimulai.
A. Kesimpulan
1. Waduk Jatigede
Survei pendahuluan yang telah dilakukan pada akhir April hingga minggu ke-2 Mei
2016 terkait Waduk Jatigede dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Wilayah terdampak Waduk Jatigede mencakup wilayah 5 kecamatan dan 28 desa/kelurahan.
2. Pelaksanaan pembangunan Waduk Jatigede sudah berada pada tahapan operasi. Saat ini,
progres volume penggenangan telah mencapai 54,01 persen. Sementara itu, progres luasan
genangan telah mencapai 72,26 persen.
3. Stakeholder yang terkait dengan pembangunan Waduk Cipanas, adalah BBWS Cimanuk
Cisanggarung (SNVT-PWJ), Pemerintah Provinsi Jawa Barat (SAMSAT), Pemerintah
Kabupaten Sumedang beserta jajaran di bawahnya, masyarakat, LSM, serta BPN Kabupaten
Sumedang.
4. Proses pengadaan tanah masih menyisakan masalah, antara lain masih saja ada warga yang
komplain terkait pembayaran kompensasi. Perlu diidentifikasi lebih jauh apakah komplain
tersebut terkait kesalahan taksiran, ketrelambatan pembayaran, kesalahan adminisitrasi,
keinginan sepihak warga, atau ada provokasi dari pihak lain.
20
5. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penelitian utama adalah potensi konflik
warga dan kendala tidak ada database warga terdampak. Penelitian pada lokasi Waduk
Jatigede perlu difokuskan pada permasalahan masih adanya warga yang masih tinggal di
areal genangan.
B. Rekomendasi
1. Waduk Jatigede
Rekomendasi yang perlu menjadi perhatian dalam survei lapangan utama berdasarkan
temuan survei pendahuluan adalah sebagai berikut:
1. Pra Survei.
a. Tetap diperlukan surat izin penelitian dari Pemkab Sumedang sebagai langkah antisipasi
agar tidak mengalami kemungkinan masalah atau penolakan, baik dari warga maupun
aparat pemerintahan;
b. Peneliti perlu dilengkapi tenaga lapangan yang mengenali wilayah dan dapat berbahasa
daerah agar mempermudah mendapatkan informasi;
c. Dilengkapi data/informasi khususnya lokasi kontak narasumber dan target responden dari
warga terdampak.
2. Penyusunan Instrumen Penelitian.
a. Penelitian pada lokasi Waduk Jatigede akan difokuskan pada permasalahan masih adanya
warga dan lokasi terdampak yang belum juga dapat tergenangi air waduk. Faktor-faktor
non teknis apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi; potensi konflik yang
dimungkinkan terjadi; pendekatan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah untuk menjadi solusi percepatan penggenangan waduk Jatigede.
b. Obyek penelitian adalah warga dan lokasi terdampak yang belum juga dapat tergenangi
air waduk. Namun untuk mengoptimalkan informasi, para pemangku kepentingan terkait
perlu menjadi target penelitian, seperti: pemerintah daerah, aparatur pemerintah tingkat
Kecamatan & Keluarahan, Tokoh Masyarakat, dan LSM yang berkepentingan.
3. Data sekunder yang masih perlu didialami adalah:
a. Data proses penentuan, pengukuran, dan penaksiran lahan.
b. Data/informasi proses pembayaran ganti rugi warga terdampak.
c. Data keabsahan dari BPN terhadap lahan warga yang menolak dan atau komplain
terhadap ganti rugi.
21
DAFTAR PUSTAKA
------. 2012. Laporan Sosial Ekonomi: Review AMDAL dan LARAP Pembangunan Waduk
Pidekso Kabupaten Wonogiri. Wonogiri: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
------. 2015. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2015. Sumedang: Badan Pusat Statistik
------. 2015. Kabupaten Indramayu dalam Angka 2015. Indramayu: Badan Pusat Statistik
------. 2015. Kabupaten Wonogiri dalam Angka 2015. Wonogiri: Badan Pusat Statistik
------.2015. Laporan Ringkasan Eksekutif: Review LARAP Rencana Waduk Cipanas. Bandung:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
------. 2015. Laporan Ringkasan Eksekutif: Supervisi Pembangunan Waduk Jatigede Tahap II.
Sumedang: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Link situs:
1. http://digilib.unila.ac.id/10710/16/BAB%20II.pdf
2. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/irigasidanbangunanair/bab7-
bendungan.pdf
3. http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_fis_0708831_cahapter2.pdf
4. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125395-T%2026337-Kualitas%20pelayanan-
Metodologi.pdf