Anda di halaman 1dari 21

1

PERSEPSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT TERDAMPAK


DALAM PROSES PEMBANGUNAN WADUK

( Studi Tentang Pembangunan Waduk Jatigede, Sumedang Jawa Barat)

Oleh : Dr. Syaipudin


Jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Nasional

Resistensi masyarakat terhadap pembangunan waduk berakibat pada peliknya


proses pengadaan tanah. Masih terdapat ketidaksepahaman persepsi dan
kebutuhan antara pemerintah dan warga terdampak. Perbedaan ini dapat memicu
konflik seperti yang sebelumnya terjadi di Waduk Jatigede. Tujuan penelelitian ini
adalah bagaimana persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak terkait
pembangunan waduk. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
mix method, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
pada penelitian ini ditujukan untuk menggali karakteristik, persepsi, dan
kebutuhan masyarakat terdampak pembangunan waduk dengan menggunakan
instrumen kuesioner. Secara umum tidak ada masalah teknis yang berarti yang
menghambat pembangunan Waduk Jatigede. Lamanya proses pembangunan
waduk ini lebih disebabkan faktor non teknis, yaitu proses pengadaan tanah yang
pelik. Permasalahan non teknis cukup mendominasi selama pembangunan Waduk
Jatigede khususnya terjadi pada saat proses pembebasan lahan.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan waduk seringkali terkendala oleh sulitnya proses pengadaan tanah.
Pada kebanyakan kegiatan pembebasan lahan, hampir selalu ditemukan adanya warga
yang menolak melepas tanahnya kepada negara. Resistensi masyarakat ini antara lain
disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat waduk serta
adanya perbedaan persepsi dan kebutuhan antara masyarakat dan pemerintah.
Begitu pula yang terjadi dengan rencana pembangunan Waduk Pidekso di
Kecamatan Batuwarno dan Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Wilayah ini merupakan wilayah pertanian yang subur dan memiliki banyak sumber air.
Salah satunya adalah sungai yang berhulu dari Gunung Lawu. Luas bendungan yang
direncanakan diperkirakan mencapai kurang lebih 257,45 ha. Sebagian besar penggunaan
lahan di daerah tersebut adalah berupa hutan dan lahan sawah.
Pembangunan Waduk Pidekso saat ini menghadapi masalah resistensi dari
masyarakat terdampak (Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2015). Sementara
2

di Jawa Barat ada 2 lokasi waduk yang menjadi objek penelitian ini, yaitu Waduk
Cipanas yang direncanakan terletak di Kabupaten Sumedang dan Indramayu, dan Waduk
Jatigede yang terletak di Kabupaten Sumedang. Tahapan Pembangunan Waduk Cipanas
masih berada pada tahap pra konstruksi, sedangkan pembangunan Waduk Jatigede sudah
masuk pada tahap operasi. Meskipun tahap konstruksi pembangunan Waduk Jatigede
sudah dilewati, namun permasalahan terkait pembebasan lahan tidak sepenuhnya tuntas.
Sementara itu, di Waduk Cipanas belum diketahui permasalahan berkenaan dengan
masyarakat terdampak.
Resistensi masyarakat terhadap pembangunan waduk berakibat pada peliknya
proses pengadaan tanah. Masih terdapat ketidaksepahaman persepsi dan kebutuhan antara
pemerintah dan warga terdampak. Perbedaan ini dapat memicu konflik seperti yang
sebelumnya terjadi di Waduk Jatigede. Selain itu, pembangunan waduk juga dapat
menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan (sosekling).

B. Pertanyaan Penelitian
Ada empat pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran sosial, ekonomi, dan lingkungan terkini di wilayah pem-
bangunan Waduk Jatigede ?
2. Bagaimana persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak terkait pembangunan
waduk?

C. Maksud dan Tujuan


Tujuan mendetil dari penelitian “Persepsi dan Kebutuhan Masyarakat
Terdampak Pembangunan Waduk” ini adalah:
1. Memetakan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di kawasan pembangunan
Waduk Jatigede untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang:
a. Persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak dan pemerintah dalam
pembangunan waduk;
b. Konflik yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah dalam upaya
pengadaan tanah untuk pembangunan waduk.
3

2. Menganalisis kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta persepsi dan


kebutuhan masyarakat terdampak dan pemerintah, serta konflik yang terjadi di
kawasan Waduk Jatigede.
3. Menyusun rekomendasi kebijakan penanganan masalah sosial, ekonomi, dan
lingkungan untuk mempercepat upaya pembangunan Waduk Jatigede berupa
alternatif model penanganan.

D. Keluaran
Penelitian akan menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan untuk mendukung
dan mempercepat pembangunan Waduk Jatigede. Indikator keluaran dari kajian ini adalah
berupa temuan kondisi terkini dan rekomendasi kebijakan terkait, yakni:
1. Gambaran sosial, ekonomi, dan lingkungan terkini di area pembangunan Waduk
Jatigede.
2. Peta persepsi dan kebutuhan masyarakat terdampak pembangunan waduk;
3. Peta konflik yang terjadi selama proses pembangunan waduk;
4. Solusi penanganan terbaik untuk mempercepat pembangunan di Waduk Jatigede.

E. Manfaat
Penelitian dapat dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan yang bermanfaat
terhadap program percepatan pembangunan waduk, khususnya Waduk Jatigede, Waduk
Cipanas, dan Waduk Pidekso.

II. KERANGKA KONSEPTUAL

A. Pengertian Bendungan dan Waduk


Peraturan Pemerintah Nomor 37 Pasal 1 Tahun 2010 mendefinisikan bendungan
sebagai bangunan berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan atau pasangan batu yang
dibangun untuk menahan dan menampung air, serta untuk menahan dan menampung
limbah tambang (tailing) atau lumpur sehingga terbentuk waduk. Bendungan atau waduk
merupakan wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan.
Menurut Peraturan Menteri Nomor 72/PRT/1997, bendungan adalah setiap bangunan
penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya yang menampung air atau dapat
menampung air, termasuk pondasi, bukit/tebing tumpuan, serta bangunan pelengkap dan
4

peralatannya, termasuk juga bendungan limbah galian, tetapi tidak termasuk bendung dan
tanggul.
Sebuah waduk atau bendungan memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka
air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi
kiri sungai. Air sungai yang ditampung di dalam bendungan dipergunakan untuk
keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah
bendungan yaitu dapat menampung air sungai yang melebihi kebutuhan dan baru dilepas
lagi ke dalam sungai di bagian hilir sesuai dengan kebutuhan serta pada waktu yang
diperlukan. Bendungan juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun
secara melintang terhadap sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di
sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan
melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan
pertanian.
B. Isu dan Dampak Pembangunan Waduk
Dari berbagi literatur, dampak rencana kegiatan pembangunan bendungan/ waduk
terhadap masyarakat berpotensi terhadap perubahan di masyarakat, yakni sebagai berikut

1. Perubahan Mata Pencaharian


Kegiatan pembangunan waduk merupakan kegiatan berskala besar, dimana setiap
tahapan kegiatannya akan menimbulkan dampak terhadap struktur kependudukan
khususnya mata pencahaarian penduduk. Kegiatan pembebasan lahan akan
menimbulkan perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi kegiatan
pembangunan waduk, hal ini akan menimbulkan dampak lanjutan terhadap hilangnya
lahan garapan penduduk baik petani pemilik maupun buruh tani. Kondisi tersebut
diprakirakan menimbulkan dampak berupa hilangnya mata pencahariaan baik bersifat
permanen maupun sementara.

2. Kesempatan Kerja dan Berusaha


Tahapan kegiatan pembangunan waduk yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap kesempatan kerja dan berusaha adalah tahap konstruksi dan tahap operasi.
Tahap konstruksi pada kegiatan mobilisasi tenaga kerja membutuhkan sejumlah
tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus maupun unskilled.
Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan waduk
terutama yang memiliki kualifikasi dan spesifikasi yang dibutuhkan selama kegiatan.
5

Pada tahap operasi sejumlah kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya kegiatan
irigasi, PLTA, PDAM, Pariwisata, dan perikanan akan membutuhkan sejumlah
tenaga kerja baik sebagai tenaga kerja operator, staf maupun tenaga kerja harian.
Selain peluang kerja, kegiatan-kegiatan tersebut dapat menumbuhkan aktifitas usaha
masyarakat baik formal maupun informal.

3. Perubahan Tingkat Pendapatan


Kegiatan tahap pra konstruksi yaitu pembebasan lahan dan pemindahan penduduk
berpotensi menimbulkan penurunan pendapatan sebagai dampak lanjutan dari
hilangya mata pencahaarian penduduk. Sedangkan kegiatan tahap konstruksi dan
operasi berpotensi menimbulkan peningkatan pendapatan sebagai dampak lanjutan
dari timbulnya peluang kerja dan usaha di masyarakat.

4. Perubahan Pola Pemilikan dan Penguasaan SDA


Kegiatan pembebasan lahan berpotensi menimbulkan dampak terhadap hilangnya
hak kepemilikan atas lahan masyarakat. Perubahan tersebut diprakirakan
menimbulkan dampak terhadap penurunan ekonomi rumah tangga, khususnya tingkat
pendapatan penduduk. Kegiatan lainnya yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap perubahan pola kepemilikan dan penguasaan SDA adalah pemindahan
penduduk, pariwisata dan kegiatan perikanan.

5. Konflik Sosial
Kegiatan pembebasan lahan yang berlarut-larut dan ketidakjelasan kepastian kegiatan
pembangunan waduk berpotensi menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun
horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara tujuan yang ingin
dicapai masyarakat dengan kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan oleh
Pemda setempat. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di
masyarakat terhadap rencana kegiatan.

6. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan


Kegiatan pembangunan Waduk berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola
hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap pra
kontruksi sampai tahap operasi. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik
terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan
pemindahan penduduk diprakirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan
6

masyarakat yang berhubungan dengan aktifitas usaha dan relasi sosial. Lokasi baru
membutuhkan proses adaptasi dalam pola tanam terutama guna menghadapi
perubahan kondisi lahan dari lahan basah ke lahan kering atau tadah hujan.
Lingkungan baru membutuhkan proses adaptasi penduduk asal dengan nilai, norma,
dan adat istiadat yang berlaku di tempat baru.

7. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat


Ketidakpastian kegiatan pembangunan Waduk telah menimbulkan sikap dan persepsi
negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala
kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan
pembangunan Waduk menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi,
budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam
jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi
menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.

C. Studi Tentang Analisa Dampak Pembangunan Waduk


Metode yang digunakan pada Kajian “Persepsi dan Kebutuhan Masyarakat Yang
Terdampak Dalam Proses Pembangunan Waduk” dapat mengacu kepada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-14/MENLH/3/1994 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang meliputi pelingkupan,
pembuatan rona lingkungan, prakiraan dampak, evaluasi dampak, mitigasi dampak
(pengelolaan), dan monitoring (pemantauan).
Dilihat dari jenis penelitian dan metode studi, kajian analisa dampak sosial
Pembangunan Waduk merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan
menggunakan metode etno-survai yaitu penggabungan antara pendekatan etnografi dan
survai deskriptif. Penggambaran dilakukan dengan melakukan analisis terhadap
parameter yang sedang diamati dengan menggunakan data rona lingkungan (baseline) dan
prakiraan dampak. Analisis disajikan dalam bentuk analisis kualitatif dan kuantitatif yang
dilengkapi dengan tabel frekuensi, tabulasi silang dan grafik.

1. Metode Pengumpulan Data Rona Lingkungan Sosial


7

Pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai


kondisi kependudukan, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat sebagai bahan
penyusunan Rona Lingkungan Sosial Awal.
a. Data Primer
Pengumpulan data primer bisa diperoleh melalui dua cara yaitu teknik non survei
dan survei atau menggunakan pendekatan triangulasi (menggunakan lebih dari
satu metode). Pengumpulan data primer untuk teknik non survei yang dapat
digunakan dalam kajian ini antara lain:
 Wawancara mendalam (in depth interview)
 Pengumpulan data dengan pengamatan langsung (observasi) terhadap aspek-
aspek sosekbud di wilayah studi
Sedangkan teknik survei dilaksanakan untuk kegunaan perhitungan statistik yang
lebih spesifik. Salah satu teknik survei yang digunakan adalah pengambilan data
melalui daftar pertanyaan (kuesioner), yang berisi :
- Pertanyaan tentang fakta;
- Pertanyaan tentang pendapat (opini);
- Pertanyaan tentang sikap/persepsi.

b. Data Sekunder
Data sekunder antara lain diperoleh melalui instansi terkait dan kepustakaan di
wilayah studi.
- Kabupaten Dalam Angka
- Monografi Kecamatan/Desa
- Profil Kecamatan/Desa
- Data proyek pembangunan waduk
- Kecamatan Dalam Angka mengenai jumlah penduduk, angkatan kerja
produktif, tingkat pengangguran, dll
- Indikator sosial, ekonomi, dan budaya.

2. Metode Analisis Data


a. Kependudukan (Demografi)
Data kependudukan yang diperoleh dianalisis dengan rumus baku yang umum
digunakan untuk menelaah peubah kependudukan.
8

b. Aspek Sosial Budaya


o Analisis kualitatif
Data sub komponen sosial budaya dianalisis secara kualitatif. Data kualitatif
disajikan dalam bentuk deskriptif dan diinterpretasikan untuk pemahamam
sosial budaya yang ada. Hasil interpretasi data kualitatif dipadukan dengan
hasil analisis data kuantitatif. Mekanisme analisis data kualitatif dilakukan
dengan cara : Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dilakukan
analisis data. Adapun metode analisis yang digunakan yaitu identifikasi,
kategorisasi, dan interpretasi.
o Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode statistik sosial atau
model fungsi matematik. Aspek sosial budaya yang diprakirakan diukur
diantaranya : Sistem nilai budaya atau cultural value system masyarakat yang
terkena dampak pembangunan waduk. Variabel nilai budaya yang diukur
diantaranya pola hubungan sosial masyarakat yang terdiri dari tingkat
kerjasama (cooperation), tingkat persaingan (competition), dan tingkat
pertentangan (conflict). Ketiga variable tersebut diukur dengan menggunakan
Skala Likert.
c. Sosial Ekonomi
Mengingat sebagian besar indikator-indikator ekonomi dapat dikuantifikasi, maka
data-data ekonomi yang terkumpul sedapat mungkin diberi nilai moneter
(valuation). Sehubungan dengan itu ada tiga (3) metode pemberian penilaian
moneter yaitu:
o Penggunaan secara langsung berdasarkan harga pasar atau produktifitas
(market-based Methods);
o Penggunaan pengganti harga pasar (surrogate market value);
o Metode pasar buatan (constructed market) yang berdasar pada potensi
pengeluaran atau kesediaan untuk membayar atau menerima (potential
expenditures, willingness to pay or willingness to accept).

3. Metode Pemilihan Anggota Sampel Dari Populasi


 Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Purposive Sampling
(pemilihan sampel secara bertujuan). Metode tersebut digunakan sesuai dengan
9

tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggali dan menggambarkan perubahan
yang terjadi di masyarakat yang terkena dampak langsung dari pembangunan
Waduk.
 Pemilihan anggota sampel dilakukan terhadap penduduk yang diprakirakan
terkena dampak langsung dari proyek. Namun karena wilayah permukiman
penduduk tersebar di lima (5) kecamatan, maka penentuan jumlah sampel
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
o Menentukan kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah genangan dan
diluar genangan secara purposive.
o Menentukan desa-desa yang terkena dampak langsung dari kegiatan.
o Desa-desa yang dijadikan sampel ditentukan secara purposive yaitu desa-desa
yang berada di wilayah genangan dan yang paling dekat dengan lokasi
genangan. Begitu pula untuk penduduk yang telah pindah keluar lokasi
genangan dipilih yang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi genangan.
o Membagi populasi menjadi beberapa kelompok berdasarkan area tempat
tinggal, yaitu :
- Penduduk yang lahannya terkena kegiatan dan yang masih tinggal di
wilayah genangan;
- Penduduk yang lahannya terkena kegiatan dan telah pindah dari lokasi
genangan;
- Penduduk yang akan mendapatkan dampak langsung dari kegiatan Waduk
setelah beroperasi, yaitu yang terdekat dengan lokasi proyek.
o Menentukan jumlah kepala keluarga (KK) yang akan dijadikan anggota
sampel yang terpilih secara purposive berdasarkan sample fraction yang telah
ditentukan menurut jumlah penduduk yang terkena dampak paling besar dan
yang terkena persebaran dampak.

D. Kerangka Pikir
Dampak penting yang teranalisis dalam kajian ini, baik yang terjadi pada saat
tahap pra konstruksi, konstruksi, maupun operasi pada Proyek Pembangunan Waduk akan
didekati dengan beberapa pendekatan lingkungan seperti pendekatan perencanaan
pembangunan sosial, ekonomi, maupun pendekatan institusi.
10

 Tejadinya berbagai dampak sosial dari kegiatan pembangunan Waduk menuntut


dilakukannya analisis lebih lanjut terhadap akar permasalahannya. Kegiatan
pembangunan Waduk yang diperkirakan tidak terintegrasi dengan kondisi sosial
ekonomi dan budaya masyarakat setempat merupakan dimensi kekuasaan distributif
(distributive power) yang dijalankan selama ini tanpa mendapatkan kekuatan
penyeimbang dari stakeholders lainnya yaitu Pemerintah Kabupaten Sumedang,
Pemerintah Propinsi Jabar, dan civil society (masyarakat yang terkena dampak
langsung dari kegiatan, dan LSM setempat baik yang pro maupun kontra).
 Pada saat ini kekuatan penyeimbang belum berfungsi karena lemahnya fungsi
kontrol stakeholeders dalam setiap kegiatan pembangunan Waduk yang
dilaksanakan. Artinya belum dicapai suatu pemahaman bersama diantara
stakeholders terhadap fungsi sumber daya alami yang terbatas dan terganggunya
lingkungan sosial oleh kegiatan pembangunan Waduk serta belum terjadinya
kesepakatan kolektif diantara stakeholders terhadap program pengelolaannya.
Untuk itu perlu dilakukan public decision making process, yaitu suatu proses
pengambilan keputusan dalam penanganan dampak sosial dengan melibatkan para
stakeholders.
 Public decision making process dilaksanakan dengan tujuan utama pengelolaan
terhadap sumber daya alami khususnya lahan dapat terkelola dengan baik dan
lingkungan sosial tidak terganggu oleh kegiatan pembangunan Waduk. Untuk itu
perlu dirumuskan suatu strategi pembangunan Waduk yang berbasis pada
terbatasnya sumber daya alami dan budaya lokal secara berkelanjutan dengan
melibatkan para stakeholders. Strategi pembangunan dapat dilaksanakan apabila
para stakeholders dapat menjalankan status peran yang diembannya dalam sistem
sosial yaitu :
a. Berfungsinya kontrol Pemerintah (Propinsi dan Kabupaten) terhadap kegiatan
Pembangunan Waduk
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan
Waduk.
c. Terintegrasinya setiap rencana pembangunan Waduk oleh Pemerintah Pusat
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemda setempat dan kondisi
sosial kultural masyarakat yang terkena dampak.
11

d. Terciptanya suatu kesepakatan kolektif diantara stakeholders terhadap tujuan


bersama yang akan dilaksanakan.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan mix method, yaitu
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini ditujukan
untuk menggali karakteristik, persepsi, dan kebutuhan masyarakat terdampak
pembangunan waduk dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sementara itu, pada
penelitian kualitatif akan dilakukan In Depth Interview (IDI) dan Focus Group
Discussion (FGD) dengan narasumber terkait untuk memberikan gambaran jelas tentang
peta konflik sebagai dampak dari pembangunan waduk.
Sementara itu untuk metode analisis yang digunakan dalam peneltian adalah
descriptive analysis. Metode ini biasa digunakan dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dengan tujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

B. Unit Analisis, Populasi, dan Sampel


Unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat terdampak di waduk yang
menjadi objek penelitian, yaitu Waduk Jatigede. Populasinya adalah seluruh masyarakat
terdampak pembangunan di 3 waduk. Total sampel pada penelitian ini adalah 270
responden yang terbagi merata di wilayah terdampak pembangunan Waduk Jatigede.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode semi-acak.

C. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari 4 kegiatan, yaitu studi literatur
atau desk research, wawancara mendalam (in depth interview), diskusi kelompok terarah
(Focus Group Discussion/FGD), dan observasi lapangan. Penjelasan terkait masing-
masing kegiatan dapat dilihat pada gambar berikut:
12

•Pengumpulan data sekunder dari instansi terkait,


seperti Kementerian PUPR yang terkait
Desk Research •Bahan peneltian juga bersumber dari perpustakaan
dan internet, meliputi buku-buku ilmiah, jurnal,
karya tulis, dan lain-lain

•Pengumpulan data dilakukan dengan menggali data


dan informasi dari semua pihak yang terkait
pembangunan waduk, mulai dari BBWS sebagai
In Depth Interview pelaksana proyek, pakar dan tokoh masyarakat,
hingga masyarakat sendiri sebagai bagian yang
terkena dampak

•Jika IDI dilakukan secara individual, pada FGD para


Focus Group narasumber dikumpulkan dalam satu grup diskusi
Discussion •Narasumber pada IDI dan FGD dimungkinkan orang
yang sama

•Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati


langsung kondisi warga terdampak pembangunan
Field Survei waduk melalui proses wawancara menggunakan
instrumen kuesioner

D. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian yang menjelaskan pertanyaan (masalah) penelitian ke
dalama operasionalisasi pengumpulan data lapangan dan analisa data adalah sebagai
berikut.

PERTANYAAN PENGUMPULAN ANALISIS


No.
PENELITIAN DATA DATA
1. Bagaimana gambaran sosial,  Desk Research  Descriptive
ekonomi, dan lingkungan di Analysis
wilayah pembangunan Waduk  Pemetaan
Jatigede, Waduk Cipanas, dan Sosekling
Waduk Pidekso?
2. Bagaimana persepsi dan  Observasi  KAP Study
kebutuhan masyarakat Lapangan
terdampak terkait pembangunan
waduk?
3. Bagaimana peta konflik yang  In Depth Interview  Analisis
terjadi selama proses  Focus Group Stakeholder
13

pembangunan waduk? Discussion Mapping


4. Bagaimana solusi penanganan  Desk Research  Alternatif
terbaik untuk mempercepat  In Depth Interview kebijakan
proses pembangunan di Waduk  Focus Group
Jatigede? Discussion
 Observasi
Lapangan

IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS SITUASI WADUK JATIGEDE

A. Waduk Jatigede
1. Gambaran Umum
Waduk Jatigede terletak di Sungai Cimanuk, sekitar 25 km hulu Bendung
Rentang di Dusun Jatigede, Desa Cijeunjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat. Sebagian genangan Waduk Jatigede merupakan kawasan hutan
produksi dengan luas 1.361 ha. Sementara lahan milik masyarakat yang tergenang seluas
3.259 ha.

Luas DAS Waduk Jatigede adalah 1.460 km 2, dengan panjang dan tinggi waduk berturut-
turut adalah 1.715 meter dan 114 meter. Tapak bendungan terletak di ngarai paling hulu
Sungai Cimanuk. Bendungan Jatigede merupakan bendungan tipe urugan batu dengan inti
di tengah (center core rockfill dam). Pemanfaatan Waduk Jatigede yang utama adalah
14

untuk penyediaan air irigasi. Manfaat lainnya adalah untuk pengendalian banjir,
penyediaan air baku, pembangkit listrik, pariwisata kawasan waduk, dan perikanan
tangkap.
Penerima manfaat adalah masyarakat di sekitar Waduk Jatigede, sebagian masyarakat di
hilir Sungai Cimanuk, meliputi Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dan
Kabupaten Indramayu.

2. Tahapan dan Perkembangan Pembangunan


Secara umum, proses pembangunan waduk dibagi menjadi 4 tahap kegiatan,
yaitu:
 Tahap Pra Konstruksi
Pada tahapan ini, dilakukan kegiatan perencanaan/ survei, sosialisasi/ konsultasi
publik, dan pembebasan/ pengadaan lahan.
 Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi, dilakukan kegiatan pembuatan/ pengoperasian basecamp,
mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi material/ alat berat, dan pekerjaan tanah.
 Tahap Operasi
Tahapan ini mencakup kegiatan penggenangan waduk, pengoperasian/ pemanfaatan
waduk, dan pemeliharaan waduk.
 Tahap Pasca Operasi
15

Tahap akhir ini dilaksanakan setelah umur teknis waduk tercapai.

Rencana pembangunan Waduk Serbaguna Jatigede telah dimulai dengan


berbagai studi dan telah dimulai sejak 1963. Sejarah pengembangan proyek Waduk
Jatigede dan kronologis pembangunan dijelaskan oleh tabel dan gambar berikut:

TAHUN PERISTIWA
1963 Reconnaissance Study
Dilakukan oleh konsultan PT Indra Karya (Persero)
1967 Masterplan Study
Dilakukan oleh konsultan Coyne et Bellier dari Perancis
1973 Pre Feasibility Study dan Feasibility Study
Dilakukan oleh konsultan NEDECO dan SMEC
1975-1978 Detailed Design
Dilakukan oleh konsultan SMEC dari Australia
1981-1983 Review Feasibility Study
Dilakukan oleh konsultan SMEC
1982-1986 Pembebasan lahan I
Proses pembebasan lahan didasarkan pada Permendagri No 15/1975.
Jumlah warga terkena dampak adalah 4.065 KK
1985-1986 Detailed Design
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
1991 Consolidation Study
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
1994-1997 Pembebasan lahan II
Proses pembebasan lahan didasarkan pada Keppres No 55/1993. Jumlah
warga terkena dampak adalah 1.226 KK
2003 Studi Optimasi Rencana Pembangunan Waduk Jatigede dan Pre
Feasibility Study Waduk Cilalanang
Dilakukan oleh konsultan SMEC dan PT Indra Karya (Persero)
2004 Review Detail Desain Waduk Jatigede
Dilakukan oleh PT Indra Karya (Persero), bekerjasama dengan PT
Wiratman & Associates
2005- Pembebasan lahan III
sekarang Proses pembebasan lahan didasarkan Perpres No 36/2005. Jumlah warga
terkena dampak adalah 1.918 KK
23 Oktober Peledakan perdana Terowongan Pengelak sebagai awal dimulainya
2008 Pembangunan Fisik Bendungan Jatigede, termasuk bangunan
pelengkapnya, khususnya konstruksi Terowongan Pengelak
31 Agustus Pengisian Awal Waduk Jatigede oleh Menteri Pekerjaan Umum dan
2015 Perumahan Rakyat, M. Basoeki Hadimoeljono dengan melakukan
penurunan pintu Diversion Tunnel.
April 2016 Progres Penggenangan: 54,01 persen
16

Saat ini, Pembangunan Waduk Jatigede telah sampai pada tahap operasi, yaitu masih dalam
proses penggenangan. Volume air hingga April 2016 (hari ke 221), telah mencapai
529.684.667,65 m3 (54,01 persen) dengan luas 2.856,326 hektar (72,26 persen).
Beberapa stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait dengan proses
pembangunan Waduk Jatigede, yaitu:
1. BBWS Cimanuk Cisanggarung
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No
34/PRT/M/2015, BBWS berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur
Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR. BBWS mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai. Kegiatan itu meliputi
perencanaan, pelaksanaan, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan dalam rangka
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada
sungai, danau, waduk, bendungan, dan tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air
baku, rawa, tambak, dan pantai.
Pelaksana kegiatan pembangunan Waduk Jatigede adalah Satuan Kerja Non
Vertikal Tertentu Pembangunan Waduk Jatigede (SNVT-PWJ) dibawah pengelolaan
BBWS Cimanuk Cisanggarung. BBWS Cimanuk Cisanggarung selaku atasan langsung
SNVT-PWJ, secara bersama-sama melakukan koordinasi antar instansi, yaitu Bappenas,
Kementerian Keuangan, Direktorat Sungai dan Pantai, dan Dinas PSDA Provinsi Jawa
Barat. SNVT-PWJ dalam pengerjaan pembangunan waduk dibantu oleh para kontraktor
dan konsultan.
2. Masyarakat Terdampak
Masyarakat di 5 kecamatan terdampak menjadi pihak yang paling merasakan imbas dari
pembangunan Waduk Jatigede ini. Beberapa akibat yang dirasakan masyarakat
diantaranya kehilangan tanah, rumah, mata pencaharian, dan kesempatan
kerja/berusaha.
3. Pemerintah Daerah - Provinsi Jawa Barat
Pemprov Jawa Barat telah membentuk Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap
(SAMSAT) yang bertanggungjawab dalam penanganan dampak sosial dan lingkungan
pembangunan Waduk Jatigede.
17

4. Pemerintah Daerah - Kabupaten Sumedang


Pemerintah Kabupaten Sumedang beserta jajaran yang ada di bawahnya, seperti SKPD,
Camat, Lurah, dan Kepala Desa, memiliki peranan besar dalam menyukseskan
pembangunan Waduk Jatigede ini. Pemerintah daerah telah menjalankan tugasnya
dalam membantu, memfasilitasi, dan mengatasi hambatan di lapangan, khususnya
dalam proses pembebasan lahan.
5. Badan Pertanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan lembaga yang memiliki kewenangan
melakukan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
sebagaimana dimuat dalam UU No 2 Tahun 2012. Pengadaan tanah untuk
pembangunan Waduk Cipanas menjadi kewenangan dari BPN Kabupaten Sumedang
dan BPN Kabupaten Indramayu.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan fungsi advokasi terhadap warga
terdampak juga memiliki andil dalam mendukung pembangunan dengan melakukan
check and balances terhadap kebijakan pemerintah. Sinergisitas dianatara keduanya
akan mendukung kesuksesan proyek dan dapat meredam potensi konflik yang besar.
Beberapa LSM yang aktif meng-advokasi warga terdampak di sekitar Jatigede,
diantaranya LSM Jatigede Bersatu dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI).
Selain itu, stakeholder penting yang memiliki peran vital dalam proses pembebasan lahan dan
pemukiman kembali adalah Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT). SAMSAT
dibentuk melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat dan Perintah Kerja dari Ketua Bappeda selaku
Ketua SAMSAT. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumedang menyepakati pembagian alokasi pembiayaan
kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan Waduk Jatigede dengan porsi sebagai berikut:

• Pemerintah Pusat 50%


• Pemerintah Propinsi 25%
• Pemerintah Kabupaten 25%
18

3. Masalah-Masalah
Secara umum tidak ada masalah teknis yang berarti yang menghambat pembangunan
Waduk Jatigede. Lamanya proses pembangunan waduk ini lebih disebabkan faktor non teknis,
yaitu proses pengadaan tanah yang pelik. Permasalahan non teknis cukup mendominasi selama
pembangunan Waduk Jatigede khususnya terjadi pada saat proses pembebasan lahan. Proses
pembebasan tanah telah dilakukan sejak tahun 1982. Meskipun proses konstruksi telah berakhir,
proses pembebasan lahan tidak sepenuhnya selesai. Masih ada warga terdampak yang
mengklaim belum diberikan pembayaran kompensasi ataupun merasa tanahnya terlewat dalam
pengukuran. Beberapa permasalahan selama proses pembebasan tanah, diantaranya:
 Komplain dan ketidakpuasan warga
Komplain warga yang juga masih terjadi hingga saat ini didasarkan atas beberapa
kesalahan pelaksana proyek, diantaranya:
- Tanah, tanaman, dan bangunan terlewat/belum dibayar;
- Salah ukur bidang tanah;
- Salah klasifikasi (sawah, darat/pemukiman, kebun);
- Tertukar kepemilikan.
 Bangunan hantu (bangunan fiktif)
Bangunan hantu merujuk pada definisi bangunan semipermanen yang serupa dengan
tempat tinggal. Namun, pendataan lapangan menunjukkan bangunan-bangunan ini tidak
ditinggali. Bangunan ini hanya didirikan oleh oknum warga agar dapat memperoleh
pembayaran ganti rugi. Pada sekitar masa penentuan kompensasi, banyak bangunan hantu
yang berdiri di sekitar area terdampak
 Permintaan harga ganti rugi yang tinggi
Beberapa pemilik menghendaki harga ganti rugi tanah yang lebih tinggi dari harga pasaran.
Negoisasi yang panjang membuat proses pembebasan lahan menjadi berlarut-larut
 Warga tetap tidak pindah padahal tanahnya sudah dibebaskan (kategori 1)
Beberapa alasan warga yang menolak pindah adalah:
- Uang gantirugi sudah habis sehingga sudah tidak ada biaya lagi untuk pindah;
- Ada warga yang menurut adat/kepercayaannya, baru mau pindah setelah air masuk
pekarangan rumah.
19

Selain itu, beberapa permasalahan terkait Waduk Jatigede yang mencuat di media massa
online dalam 3 bulan terakhir, diantaranya:
1. Proses penggenangan Waduk Jatigede meleset dari target awal karena terjadi musim
kemarau yang panjang pada tahun 2015
2. Warga terdampak yang kehilangan mata pencaharian, mengalami kesulitan mencari lahan
pengganti yang sesuai dengan kebutuhan pertanian. Warga khawatir kehabisan uang ganti
rugi sebelum mendapatkan tanah pengganti dengan kriteria dan harga yang cocok.
3. Hingga saat diresmikan pada 31 Agustus 2015, proses pembebasan lahan untuk Waduk
Jatigede masih menyisakan 614 keluarga yang belum tuntas pembayarannya. Salah satu
penyebabnya adalah masalah sengketa ahli waris.
4. Masih ada warga terdampak yang belum mengungsi meskipun proses penggenangan telah
dimulai.

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Waduk Jatigede
Survei pendahuluan yang telah dilakukan pada akhir April hingga minggu ke-2 Mei
2016 terkait Waduk Jatigede dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Wilayah terdampak Waduk Jatigede mencakup wilayah 5 kecamatan dan 28 desa/kelurahan.
2. Pelaksanaan pembangunan Waduk Jatigede sudah berada pada tahapan operasi. Saat ini,
progres volume penggenangan telah mencapai 54,01 persen. Sementara itu, progres luasan
genangan telah mencapai 72,26 persen.
3. Stakeholder yang terkait dengan pembangunan Waduk Cipanas, adalah BBWS Cimanuk
Cisanggarung (SNVT-PWJ), Pemerintah Provinsi Jawa Barat (SAMSAT), Pemerintah
Kabupaten Sumedang beserta jajaran di bawahnya, masyarakat, LSM, serta BPN Kabupaten
Sumedang.
4. Proses pengadaan tanah masih menyisakan masalah, antara lain masih saja ada warga yang
komplain terkait pembayaran kompensasi. Perlu diidentifikasi lebih jauh apakah komplain
tersebut terkait kesalahan taksiran, ketrelambatan pembayaran, kesalahan adminisitrasi,
keinginan sepihak warga, atau ada provokasi dari pihak lain.
20

5. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penelitian utama adalah potensi konflik
warga dan kendala tidak ada database warga terdampak. Penelitian pada lokasi Waduk
Jatigede perlu difokuskan pada permasalahan masih adanya warga yang masih tinggal di
areal genangan.
B. Rekomendasi
1. Waduk Jatigede
Rekomendasi yang perlu menjadi perhatian dalam survei lapangan utama berdasarkan
temuan survei pendahuluan adalah sebagai berikut:
1. Pra Survei.
a. Tetap diperlukan surat izin penelitian dari Pemkab Sumedang sebagai langkah antisipasi
agar tidak mengalami kemungkinan masalah atau penolakan, baik dari warga maupun
aparat pemerintahan;
b. Peneliti perlu dilengkapi tenaga lapangan yang mengenali wilayah dan dapat berbahasa
daerah agar mempermudah mendapatkan informasi;
c. Dilengkapi data/informasi khususnya lokasi kontak narasumber dan target responden dari
warga terdampak.
2. Penyusunan Instrumen Penelitian.
a. Penelitian pada lokasi Waduk Jatigede akan difokuskan pada permasalahan masih adanya
warga dan lokasi terdampak yang belum juga dapat tergenangi air waduk. Faktor-faktor
non teknis apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi; potensi konflik yang
dimungkinkan terjadi; pendekatan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah untuk menjadi solusi percepatan penggenangan waduk Jatigede.
b. Obyek penelitian adalah warga dan lokasi terdampak yang belum juga dapat tergenangi
air waduk. Namun untuk mengoptimalkan informasi, para pemangku kepentingan terkait
perlu menjadi target penelitian, seperti: pemerintah daerah, aparatur pemerintah tingkat
Kecamatan & Keluarahan, Tokoh Masyarakat, dan LSM yang berkepentingan.
3. Data sekunder yang masih perlu didialami adalah:
a. Data proses penentuan, pengukuran, dan penaksiran lahan.
b. Data/informasi proses pembayaran ganti rugi warga terdampak.
c. Data keabsahan dari BPN terhadap lahan warga yang menolak dan atau komplain
terhadap ganti rugi.
21

DAFTAR PUSTAKA

------. 2012. Laporan Sosial Ekonomi: Review AMDAL dan LARAP Pembangunan Waduk
Pidekso Kabupaten Wonogiri. Wonogiri: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
------. 2015. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2015. Sumedang: Badan Pusat Statistik
------. 2015. Kabupaten Indramayu dalam Angka 2015. Indramayu: Badan Pusat Statistik
------. 2015. Kabupaten Wonogiri dalam Angka 2015. Wonogiri: Badan Pusat Statistik
------.2015. Laporan Ringkasan Eksekutif: Review LARAP Rencana Waduk Cipanas. Bandung:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
------. 2015. Laporan Ringkasan Eksekutif: Supervisi Pembangunan Waduk Jatigede Tahap II.
Sumedang: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Link situs:
1. http://digilib.unila.ac.id/10710/16/BAB%20II.pdf
2. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/irigasidanbangunanair/bab7-
bendungan.pdf
3. http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_fis_0708831_cahapter2.pdf
4. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125395-T%2026337-Kualitas%20pelayanan-
Metodologi.pdf

Anda mungkin juga menyukai