Jamaluddin
Pendidikan IPS, Kekhususan Pendidikan Sejarah
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar
Email :Jamluddin.ewa.@gmail.com
Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah (i) untuk mengetahui Bagaimana latar belakang
pembangunan bendungan Bili-Bili (ii) untuk mengetahui bagaimana perkembangan
bendungan Bili-Bili dari tahun ke tahun. (iii) untuk mengetahui bagaimana dampak
pembangunan bendungan Bili-Bili bagi masyarakat setempat. Hasil penelitian Ini
menunjukkan bahwa (i) Latar belakang pembangunan Bendungan Bili-Bili, karena kota
Ujung Pandang dan Sungguminasa hampir tiap tahun dilanda banjir, sehingga pemerintah
melakukan kajian teknis untuk mengatasi masalah tersebut. Dari hasil kajian itu digagas
perlunya membangun bendungan untuk mengendalikan banjir, memenuhi kebutuhan air
bersih masyarakat kota, kebutuhan air industri, kebutuhan pertanian, dan kebutuhan
energi listrik. (ii) Perkembangan Bendungan Bili-Bili berlangsung dalam tiga tahapan
yaitu: pertama tahap kajian teknis tahun 1986-1988. Kedua tahap pembangunan fisik
bendungan tahun 1992-1999. Ketiga tahap pengelolaan dan pemeliharaan tahun 2000
sampai sekarang. (iii) Pembangunan bendungan Bili-Bili sangat bermanfaat positif bagi
masyarakat Makassar, Sungguminasa dan sebagian kecil masyarakat sekitar bendungan,
akan tetapi tidak bagi yang masyarakat terkena dampak proyek bendungan Bili-Bili,
yakni tidak jelasnya ganti rugi tanah dan hilangnya budaya bertani beserta tradisinya.
Abstract . The study aims at discovering (i) the background of Bili-Bili dam construction,
(ii) The development of Bili-Bili dam annually and (iii) the impact of Bili-Bili dam
construction for the local people. The results of the study reveal the (i) Beckround of the
construction Bili-Bili dam, because the city of Ujung Pandang and Sungguminasa almost
every year hit bay floods, so the goverment conducted a technical review to evercome the
problem. From the results the study was initiated the need to build dam to cope with
flooding, fulfill the need of clean water for urban society, the needs of industrial water,
the need of farming, and the needs of electrical energy, (ii) The development of the Bili-
Bili dam takes place in three stages: first phase of technical studies in 1986-1988. The
second phase of phisical construction of the dam in 1992-1999. Third stage of
management and maintenance in 2000 until now. (iii) The Bili-Bili dam construction
gave positif benefits for Makassar people, Sungguminasa people, and some of the people
who live around the dam, but not for the people who good infect with the Bili-Bili dam
project such as unclear land compensation and loss of farming culture its tradition.
Keywords: Bili-Bili dam, clean water provisions, social impact, unclear land.
112
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
113
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
Jenis penelitian ini adalah penelitian Sebelah Barat berbatasan dengan DAS
kualitatif dengan pendekatan sejarah. Di Jeneberang (Bidang Pengairan, 1992).
dalamnya menjelaskan latar belakang berdirinya Dalam penelitian sejarah sumber data
bangunan Bendungan hingga dampaknya yang menjadi pijakan dalam tulisan biasanya
terhadap masyarakat. Selain itu bendungan ada dua yaitu sumber primer dan sekunder.
dalam perjalanan sejarah manusia juga Dalam penelitian ini menggunakan sumber
memberikan gambaran suatu peradaban yang primer yang meliputi beberapa dokumen (arsip)
lebih maju dalam sebuah kota. Masyaratkat kota terkait dengan data perencanan proyek
adalah masyarakat yang memiliki konsumsi air pembangunan Bendungan Bili-Bili Tahun 1992-
yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat 1999 (Proses pembangunan). Sedangkan sumber
pedesaan, oleh sebab itu penelitian ini dilakukan sekunder, itu terdapat buku-buku, jurnal, tesis,
untuk memberikan gambaran yang objektif dan makalah, yang relevan dengan fokus
terkait dengan latar belakang dibangunya penelitian. Dengan menggabungkan kedua
bendungan Bili-Bili beserta dampak/man- sumber yang ada, merupakan upaya agar dapat
faatnya. menyalurkan tulisan yang dapat memberikan
Gilbert menjelaskan bahwa “metode informasi situasi kelampauan mengenai proses
sejarah adalah perangkat dan kaidah sistem yang pembangunan Bendungan Bili-Bili.
dibuat untuk membantu secara efektif dan Selain melalui dokumen, penelusuran
mengumpulkan sumber-sumber sejarah, sejarah Bendungan Bili-Bili dilakukan pula
menilainya secara kritis dan menyajikan suatu melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait
sistem hasil yang dicapai pada umumnya dalam yaitu perencana, pelaksana dan, pengawas
bentuk tertulis (Alfian Ibrahim, 1992: 411). dengan tujuan mengetahui proses pembangunan
Sedangkan menurut Ghottschalk metode Bendungan Bili-Bili. Sumber tertulis acap kali
penelitian sejarah adalah peroses menguji dan tidak menerangkan makna tersembunyi
menganalisis secara kritis rekaman dan dibelakang deretan kalimat yang termaktub
peniggalan masa lampau. Artinya rekonstruksi dalam tulisan. Maka tiba waktunya bagi disiplin
masa lalu harus diuji kebenarannya sebelum sejarah untuk menengok bahan lisan, bahan
disajikan dalam bentuk tulisan (Pusponegoro yang tidak tertulis, atau rekaman dalam bentuk
dkk, 1992;18). lain. Jika emosi, suasana dan makna yang
Lokasi penelitian terletak Daerah diciptakan kegiatan tidak lagi dapat dijumpai
Tangkapan Air (DTA) Bendungan Bili-Bili dalam bahan-bahan tertulis, kita harus
Kabupaten Gowa. Lokasi penelitian berjarak menggunakan sumber lisan yang diperoleh lewat
sekitar 45 km dari ibukota Provinsi Sulawesi wawancara.
Selatan, sedangkan dari ibukota Kabupaten Untuk mendapatkan sumber sejarah lisan,
Gowa berjarak sekotar 30 km. Kawasan ini maka peneliti melakukan wawancara orang yang
dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan dianggap tahu dan mengerti maupun menjadi
beroda empat maupun beroda dua dengan waktu pelaku/saksi dalam perjalanan sejarah yang
kurang lebih 1 jam 30 menit dari kota Makassar. merasakan dampak/manfaat pembangunan
Secara geografis, Bendungan Bili-Bili terletak Bendungan Bili-Bili. Sumber lisan dapat
pada 119º 34’55” - 119º 56’40” LU dan 05º memperkuat jalinan fakta yang terdapat dalam
11’05” - 05º 20’25” LS. Bendungan Bili-Bili sumber tertulis berupa dokumen, walaupun
memiliki luas ± 38.407,9 ha atau sekitar 34,07% perlu diperhatikan tingkat kesahihan dari
dari luas total DAS Jeneberang yaitu 103.605,5 narasumber yang diwawancarai sebagai sumber
ha. (Google earth: 2017; Citra Satelit) lisan (Kresno Brahmantyo, 2016:1)
Menurut wilayah administrasi Selain itu, sumber-sumber yang dapat
Kabupaten Gowa, Bendungan Bili-Bili terletak dijadikan referensi adalah berupa buku-buku dan
pada empat kecamatan yaitu Kecamatan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan
Parangloe, Kecamatan Parigi, Kecamatan dengan bendungan atau waduk. Selama data itu
Manuju, dan Kecamatan Tinggimoncong. bisa mendukung dan dianggap relevan, maka
Adapun batas-batas Daerah Tangkapan Air akan dijadikan sumber data dalam penelitian ini.
Bendungan Bili-Bili sebagai berikut; (1) Sebelah Teknik pengumpulan data yang
Utara berbatasan dengan DAS Tallo dan DAS digunakan dalam penelitian ini adalah
Maros; (2) Sebelah Timur berbatasan dengan wawancara mendalam, observasi berperan aktif,
DAS Tangka; (3) Sebelah Selatan berbatasan analisis dokumen (content analysis).
dengan DAS Jeneberang dan DAS Kelara; (4)
115
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
Adapun secara spesifik teknik penting dalam penelitian ini. Sumber data
pengumpulan data yang dimaksud sebagai tertulis ini merupakan sumber data pokok dalam
berikut: penelitian untuk mendukung proses
1. Wawancara Mendalam (In-Depth menginterpretasikan setiap peristiwa yang
Interviewing) berlangsung dalam penelitian.
Wawancara adalah percakapan dengan Teknik mencatat dokumen ini oleh Yin
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak digunakan untuk menemukan beragam hal
yaitu pewawancara yang mengajukan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peneitian.
pertanyaan dan yang diwawancarai yang Dalam melakukan teknik ini, peneliti tidak
memberikan jawaban atas pertanyaan itu hanya mencatat isi penting yang tersurat dalam
(Moleong, 2006: 186-187). Wawancara dokumen atau arsip, tetapi juga mencatat makna
dilakukan pada waktu dan konteks yang yang tersirat. Dokumen yang ditemukan wajib
dianggap tepat. Pada tataran operasional, dikaji kebenarannya, baik secara eksternal
perencanaan maupun pemrograman untuk (kritik eksternal) yang berkaitan dengan keaslian
memperoleh data yang mempunyai kedalaman dokumen, dan juga internal (kritik internal) yang
serta dilakukan berulangkali sesuai dengan berkaitan dengan kebenaran isi dokumen atau
kebutuhan yang diistilahkan dengan in-deep pernyataan yang ada, biasanya dengan
interviewing. membandingkan dengan dokumen lain atau jenis
Menurut Sutopo (2006: 69) wawancara sumber data lain yang berkaitan dengan isi
mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang dokumen tersebut (Sutopo, 2006: 80-81).
bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah Setelah proses pengumpulan data
pada kedalaman informasi serta dilakukan tidak dilakukan, proses selanjutnya adalah melakukan
secara formal terstruktur, guna menggali analisis data. Analisis atau penafsiran data
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak merupakan proses mencari dan menyusun secara
hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar sistematis catatan temuan penelitian melalui
bagi penggalian informasi secara lebih jauh, pengamatan dan wawancara dan lainnya untuk
lengkap dan mendalam. meningkatkan pemahaman peneliti dengan
Wawancara yang dilakukan dalam fokus yang dikaji. Teknik analisa data yang akan
penelitian ini adalah wawancara mendalam penulis gunakan adalah teknik deskriptif
karena wawancara ini bersifat lentur dan terbuka kualitatif berlandaskan materi dan data yang
serta dalam suasana keakraban, sehingga berhubungan dengan topik pembahasan. Penulis
mengarah pada kedalaman informasi. menggambarkan dan menjelaskan permasalahan
2. Observasi langsung berperan aktif dan pasif sesuai dengan fakta yang terjadi melalui
Observasi berperan aktif merupakan sejumlah faktor yang relevan dengan penelitian
cara khusus dan peneliti tidak bersikap hanya ini, lalu ditarik sebuah kesimpulan.
sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai Kritik Sumber. Data yang diperoleh pada
peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi tahap heuristik tidak langsung diolah menjadi
yang berkaitan dengan penelitiannya dengan tulisan, melainkan dilakukan kritik terhadap
mempertimbangkan posisi yang bisa sumber terlebih dahulu. Dalam tahap ini peneliti
memberikan akses yang bisa diperolehnya untuk melakukan kritik terhadap sumber yang
bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data yang digunakan yakni buku-buku dan dokumen atau
lengkap dan mendalam (Sutopo, 2006: 79-80). arsip yang berhubungan dengan permasalahan
Observasi berperan pasif adalah suatu cara yang dibahas. Pada dasarnya kritik sumber
pengumpulan data dimana peneliti hanya bertujuan untuk menilai otentisitas (keaslian
mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak sumber) dan kredibilitas (tingkat kebenaran
berperan sebagai apa pun selain sebagai informasi). Kritik sumber umumnya dilakukan
pengamat pasif, namun peneliti benar-benar terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini
hadir di lokasi (Sutopo, 2006: 77). menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian
3. Penulusuran Dokumen mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi)
Penelusuran dokumen dan arsip dari sumber itu (Sjamsuddin, 2007: 132).
dilakukan untuk mengumpulkan, Tahapan kritik mencakup dua aspek
mengidentifikasi dan menganalisis data yang eksternal dan internal. Aspek eksternal bertujuan
bersumber dari dokumen dan arsip (Sutopo, untuk menilai otentisitas dan integritas sumber.
2006: 80-81). Dokumen tertulis dan arsip Sedangkan aspek internal bertujuan untuk
merupakan sumber data yang memiliki posisi menilai reliabilitas dan kredibilitas sumber.
116
Jamaluddin. Bendungan Bili-Bili
Pada tahap kritik eksternal, peneliti mempunyai makna, maka mereka harus
melakukan pengujian untuk mengidentifikasi ditempatkan dalam konsep-konsep dan/atau
autentisitas pengarang dan tanggal terhadap generalisasi-generalisasi sehingga pengetahuan
sumber yang ditemukan. Sebagaimana yang itu dapat diterapkan kepada orang-orang lain,
disarankan oleh istilahnya, kritik eksternal ialah pada waktu dan tempat yang lain (Helius
cara melakukan verifikasi atau pengujian Sjamsuddin, 2007: 22).
terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah Dalam analisis data, fakta-fakta disusun
(Helius Sjamsuddin, 2007: 132). Dalam hal ini sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji.
buku-buku dan dokumen atau arsip yang Setelah fakta-fakta tersebut dirumuskan dan
ditemukan terlebih dahulu peneliti lakukan disimpulkan berdasarkan data yang diperoleh,
pengujian untuk mengetahui asal-usul sumber maka fakta tersebut disusun dan ditafsirkan.
tersebut. Kritik eksternal harus menegakkan Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya
fakta dari kesaksian bahwa: (1) Kesaksian itu sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang
benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada memuat penjelasan terhadap pokok-pokok
waktu ini (authenticity). (2) Kesaksian yang permasalahan penelitian.
telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada Setelah melakukan proses analisis
perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu terhadap fakta-fakta yang ada, peneliti kemudian
tambahan-tambahan atau penghilangan- menyajikan dalam bentuk tulisan yang disebut
penghilangan yang substansial (integritas) historiografi. Dalam penulisan sejarah, wujud
(Helius Sjamsuddin, 2007: 134). dari penulisan (historiografi) itu merupakan
Sedangkan pada tahap kritik intern, data paparan, penyajian, presentasi atau penampilan
yang sudah berhasil dikumpulkan kemudian (eksposisi) yang sampai kepada dan dibaca oleh
peneliti lakukan pengujian untuk mendapatkan para pembaca atau pemerhati sejarah
informasi yang dibutuhkan. Hal yang paling (Sjamsuddin, 2007: 236). Peneliti berusaha
ditekankan disini adalah “isi” dari sumber yang menyajikan hasil penelitian ini dengan gaya
diperoleh. Sumber yang diperoleh harus logis bahasa yang menarik dan komunikatif.
dan dapat dibuktikan kebenarannya. Selain itu Oleh karena data penelitian kualitatif
data yang diperoleh dari hasil wawancara umumnya diperoleh melalui wawancara, maka
dilakukan pula penilaian terhadap informan agar penyajian data model deskripsi atau cerita lebih
peneliti mengetahui kemampuan dan kemauan tepat. Selain itu, data hasil pengamatan dan
informan untuk memberikan kesaksian yang analisis dokumen juga disajikan secara narasi
dapat diandalkan. Peneliti harus yakin akan nilai (Tohirin, 2012: 132). Historiografi atau laporan
moral atau kejujuran dari informan bahwa ia hasil penelitian merupakan tahap akhir dari
sedang mengatakan yang sebenarnya. suatu prosedur penelitian sejarah. Setelah
Selanjutnya data yang sudah dievaluasi melalui melalui tahap heuristik, kritik dan interpretasi
kritik sumber diolah pada tahap selanjutnya seluruh hasil penelitian yang telah diperoleh
yaitu menginterpretasikan data. disusun menjadi suatu karya tulis ilmiah dengan
Interpretasi merupakan sebuah proses pokok pembahasan proses pembangunan
dari penafsiran sumber-sumber sejarah. Pada Bendungan Bili-Bili beserta
tahap ini peneliti melakukan analisis terhadap dampak/manfaatnya. Laporan ini disusun
sumber yang telah melalui tahap kritik yang dengan sistematika yang telah baku dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran akan menggunakan tata bahasa yang baik dan benar.
peristiwa yang dibahas atas sejumlah fakta yang Sistematika penulisan yang digunakan sesuai
diperoleh dan dipadukan dengan teori maka dengan sistematika penulisan yang termuat
disusunlah fakta-fakta tersebut dalam suatu dalam buku Pedoman Penulisan Tesis dan
interpretasi menyeluruh. Berdasarkan hal Disertasi Program Pascasarjana Universitas
tersebut maka langkah awal yang dilakukan oleh Negeri Makassar.
peneliti adalah mengolah, menyusun, dan Dalam penulisan sejarah tidak hanya
menafsirkan data yang telah teruji sekedar menampilkan data-data setelah ia
kebenarannya. dikumpulkan sesuai dengan prosedur yang ada.
Hal ini dilakukan untuk memberikan Namun, penulisan sejarah harus mampu
tafsiran terhadap fakta-fakta yang telah menangkap makna di balik peristiwa
dikumpulkan dan telah dikritik sehingga dapat berdasarkan fakta dan data yang terkumpul.
dihubungkan antara fakta yang satu dengan Dengan harapan tulisan tidak hanya narasi-
fakta yang lainnya. Agar fakta-fakta itu narasi masa lalu tanpa pembelajaran yang
117
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
relevan untuk masa depan bagi umat manusia. Tahun 1992 menandai dimulainya
Deskripsi masa lalu harus mampu diungkapkan proyek miliaran rupiah tersebut. Dalam rencana
dengan harapan ia telah menjadi bagian sejarah pembangunan Bendungan Bili-Bili ditaksir
bagi umat manusia yang hidup hari ini, sebab menelan anggaran negara sebanyak ± 400 Miliar
masa lalu adalah perpustakaan yang cukup besar (PU, 2016). Proyek ini pada dasarnya tidak
bagi manusia hari ini. menggunakan dana dari APBN, melainkan
menggunakan bantuan luar negeri LOAN OCEF
HASIL DAN PEMBAHASAN (Jepang), yang kemudian akan dibayar dengan
skema diangsur menggunakan APBN (PU,
A. Latar Belakang Pendirian Bendungan 2016).
Bili-Bili Proyek bendungan ini dikerjakan oleh
Setelah melalui kajian dan telaah selama Hazama Berantas Join Operation (PU, 2016).
kurang lebih 13 tahun, maka pemerintah Sebuah perusahaan kontraktor asal Jepang, yang
memutuskan untuk memasukkan rencana ahli terhadap konstruksi bangunan. Menurut
pembangunan Bendungan Bili-Bili kedalam penuturan warga sekitar menyebutkan bahwa
rencana pembangunan lima tahun (Repelita) kontraktor Jepang tersebut sangat disiplin dalam
pada tahun 1989 (PU, 1992: G-9). Sebagai bekerja. Salah satu contohnya yaitu dalam
langkah awal pemerintah daerah yakni Gubernur proses pembangunan berlaku aturan bagi pekerja
Sulawesi Selatan Ahmad Amiruddin dan Bupati yaitu dilarang merokok di dalam kawasan
Gowa H.A. Azis Umar, mengupayakan relokasi proyek. Sebab apabila satu puntung rokok saja
penduduk yang bermukim di sekitar sungai tercampur dalam pasir bangunan, hal tersebut
Jenneberang Bili-Bili. Sebelum proyek dimulai akan berbahaya dikemudian hari. Kesalahan
pada tahun 1992, setahun sebelumnya kecil saja dapat mempengaruhi kualitas dan
pemindahan penduduk dalam skala kecil mulai umur bendungan tutur pekerja proyek tersebut
dilakukan.Tidak ada data yang pasti berapa kepada peneliti.
jumlah penduduk yang mendiami sungai Pembangunan Bendungan Bili-Bili di
Jenneberang Bili-Bili. Hal ini disebabkan oleh kerjakan oleh Kontraktor Jepang,
adanya beberapa data ganda. (wawancara Zakir Pekerjanya, tenaga ahlinya semua
Lengu) berasal dari jepang kecuali untuk proyek
Estimasi jumlah jiwa yang akan relokasi jalan. Mereka itu sangat ekstra
direlokasi dari daerah rencana genangan ± 3000 hari-hati dalam mengerjakan proyek
jiwa (LSM Jarim Pedas). Pada tahun 1991 tersebut. Puntung rokok saja kalau ada
sebanyak 134 Kepala keluarga (KK), 341 Jiwa yang jatuh di marahi.Tidak boleh ada
direlokasi dari tempat tinggalnya menuju kotoran yang masuk ke dalam lokasi
Kabupaten Luwu (Pedoman Rakyat februari pembangunan bendungan walaupun
1991). Hal tersebut merupakan langkah awal sangat kecil, karena dapat
untuk memulai proyek raksasa tersebut. membahayakan keberlangsungan
Sebagian penduduk Bili-Bili secara sukarela Bendungan Bili-Bili Kelak.
untuk meninggalkan kampung halamannya (Wawancara:Zakir Lengu)
sebab mereka merasa terganggu apabila proyek Dari keseluruhan proyek Bendungan
bendungan sudah mulai dikerjakan. Itulah Bili-Bili tidak semua dikerjakan oleh Hazama
sebabnya mereka memilih meninggalkan tempat Berantas Join Operation. Dari lima pembagian
tersebut. kerja dalam Bendungan Bili-Bili hanya satu
Penduduk yang tidak ingin pindah dari yang dikerjakan oleh Hazama Berantas yaitu
daerah Bendungan Bili-Bili kemudian masih Inti bendungan. Pembangunan inti bendungan
menetap di dalam kawasan rencana yang menggunakan teknik Urugan tersebut
pembangunan. Sikap keras yang ditunjukkan membuat pemerintah sepertinya memilih
penduduk tersebut sebenarnya adalah bentuk kontraktor dari luar negeri di bandingkan
protes karena tidak ingin dipindahkan dari tanah dengan kontraktor lokal. Hal tersebut kemudian
leluhurnya. Sebagian besar mereka beranggapan menepis dugaan yang berkembang di
bahwa rencana pendirian Bendungan Bili-Bili masyarakat saat itu, yang menyebut Bendungan
hanya akan merugikan mereka semata Bili-Bili adalah bendungan Serba Jepang
(Wawancara Masyarakat terdampak Bendungan Disini (Artinya Bendungan Bili-Bili)
Bili-Bili). ada banyak yang terlibat dala pendirian
bendungan.Tapi inti bendungan itu
118
Jamaluddin. Bendungan Bili-Bili
hanya di kerjakan oleh Jepang (Hazama digenangi rumahnya menjadi tidak menentu
Berantas). Untuk pekerjaan yang lain nasibnya. (Inception 2,006)
seperti relokasi jalan Malino sepanjang B. Kendala Dalam Pembangunan Bendungan
16 Km hanya di kerjakan oleh Bili-Bili.
kontraktor Satu hal yang perlu diketahui bahwa
lokal.(Wawancara:Mappatunru). ketika berjalannya pembangunan Bendungan
Tudingan-tudingan yang berkembang Bili-Bili tidak semua lahan warga telah diganti
di masyarakat dalam proses pembangunan rugi oleh pemerintah.Terdapat ± 300 KK yang
bendungan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, tidak menentu nasibnya. Kondisi yang akan
karena memang faktanya di lapangan bahwa terjadi sekitar bendungan memang tidak pernah
pendanaan proyek ini pada dasarnya berasal dari diduga sebelumnya oleh penduduk yang terkena
bantuan Jepang yang diberikan kepada proyek.
Indonesia. Kemudian yang mengerjakan proyek Hal ini disebabkan oleh langkah
ini adalah kontraktor asal Jepang pula. Dari pemerintah dalam hal pembebasan lahan
kondisi tersebut kemudian menimbulkan terkesan lamban. Hingga timbul isu-isu
kecemburuan sosial di masyarakat.Apalagi liar masyarakat bahwa tanah mereka
masalah pekerja yang mengerjakan proyek tidak akan diganti rugi. Isu-isu tersebut
tersebut tenaga asing bukan tenaga lokal. berkembang liar di kalangan masyarakat
Untuk menghindari kecemburuan sosial (Wawancara Mappatunru).
yang berkembang antara pelaku usaha dibidang Apabila mengamati hal tentang isu-isu
konstruksi, maka pemerintah juga menggunakan liar yang berkembang selama pembangunan
kontraktor lokal.Seperti yang telah dijabarkan Bendungan Bili-Bili sepertinya memang
sebelumnya bahwa hanya proyek inti yang di berdasar. Dalam rencana proyek ini dapat dilihat
kerjakan oleh kontraktor Jepang sisanya di bahwa pemerintah hanya menyiapkan anggaran
berikan kepada kontraktor lokal. Beberapa sekitar Rp. 38.719.555,00 untuk pembebasan
pembagian kerja tersebut seperti pengerjaan lahan sebanyak 365 h (P3SA 1992). Apabila
relokasi jalan Malino sepanjang 16 km yang diperhatikan baik-baik angka-angka tersebut
dikerjakan oleh PT. Kumagai Abadi yang sepertinya bukan untuk pembebasan lahan
dipimpin oleh H.N. Daeng Siala. seperti yang masuk dalam laporan PU 1992,
Dari pembagian kerja ini dapat lihat namun danatersebut hanya untuk pembebasan
peran pemerintah dalam membagi lahan yang akan didirikan bangunan inti yaitu
proyek pembangunan Bendungan Bili- bendungan.
Bili kepada kontraktor lokal dan luar Menurut penuturan warga yang terkena
negeri, yang berdasarkan keahlian dan dampak pembangunan proyek Bendungan Bili-
kemampuan kontraktor tersebut Bili, metode yang digunakan pemerintah untuk
(wawancara: Jusuf Udding). membangun Bendungan Bili-Bili sepertinya
Pendirian Bendungan Bili-Bili pada kurang bersahabat. Penyebabnya adalah
akhirnya memang sangat dibutuhkan oleh pemerintah hanya membebaskan lebih dahulu
masyarakat Kota Makassar dan Sungguminasa. wilayah yang mengelilingi perkampungan
Hal tersebut yang membuat bendungan ini harus warga, dengan demikian nantinya penduduk
dibangun sesegera mungkin dengan secara sukarela akan melepaskan tanah mereka
memperhatikan aspek lingkungan dan sosial untuk kemudian ditenggelamkan (diolah dari
masyarakat.Dengan begitu harapan kerja berbagai sumber)
masyarakat sekitar bertambah besar dengan Dalam pelaksanaan ganti rugi tersebut
adanya dukungan infrastruktur yang dibangun pemerintah kemudian menetapkan kelas-kelas
oleh pemerintah. tanah yang akan diganti rugi. Terdapat empat
Setelah melalui berbagai tahapan dalam bagian kelas tanah. Pertama kategori produktif
pembangunan akhirnya bendungan ini selesai dan memiliki sertifikat dengan harga Rp. 5.000
pada tahun 1999. Penenggelaman pertama (Rupiah) per meter. Kedua bersertifikat dan
dilakukan pada tanggal 27 November 1997. tidak produktif dengan harga 3.000 per meter.
Bendungan dengan multifungsi ini mulai Ketiga tidak produktif dan memiliki renceh
dialirkan pertama kali pada tanggal 6 juni 1999. dengan harga 2.000 per meter. Keempat tidak
Artinya pembangunan Bendungan Bili-Bili memiliki renceh dan tidak produktif dengan
memakan waktu selama tujuh tahun lamanya. harga 1.000 per meter. (Jarim Pedas 2018)
Selama tujuh tahun pula masyarakat yang akan
119
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
pemerintah sepenuhnya. Seperti pada kasus semua tanah yang ada dalam daerah pendirian
tidak adanya sertifikat tanah warga. Dalam proyek tersebut. Tercatat memasuki waktu
kasus ini banyak juga penduduk yang sengaja penggenangan dan pengaliran perdana air
tidak mengurus sertifikat karena menghindari Bendungan Bili-Bili pada tahun 1999 masih
pajak. Dalam hal ini posisi pemerintah terdapat sebanyak 4.275 persil. Prona yang
sepertinya cukup berdasar jika dilihat dari segi tengah diselesaikan (Fajar 5 Desember tahun
hukumnya. Di lapangan misalnya, pemerintah 2000). Artinya memang ada kendala besar
daerah yang bersentuhan langsung dengan dalam pembebasan lahan proyek bendungan.
masyarakat terkena dampak proyek, tidak ingin Pemerintah setelah didesak kemudian
salah dalam mengeksekusi sebuah kebijakan tidak bisa langsung mengakomodir masalah
negara. Contohnya apabila pemerintah daerah status ganti rugi tanah warga. Beberapa tahapan
mengganti rugi tanah yang tidak bersertifikat perlu dilalui yaitu membuatkan sertifikat tanah-
maka akan berbahaya dikemudian hari. tanah yang akan diganti rugi, baru kemudian
Pemerintah daerah bisa saja mendapat ganjaran pemilik tanah tersebut diberi uang ganti rugi
hukum jika hal tersebut dilakukan. Dalam hal ini (Jaring Pedas 2018). Dalam proses ini sepertinya
pemerintah daerah hanya pelaksana tugas dari pemerintah kembali ke metode awalnya yaitu
kebijakan pusat. tindakan hati-hati tetap dilakukan demi
Pemerintah baik pusat dan daerah tidak menghindari data ganda. Apabila ini terjadi
ingin adanya kerugian negara dalam artinya bisa menyebabkan kerugian negara.
pembangunan proyek tersebut. Dengan alasan Faktor lain yang juga menyebabkan begitu
itu pemerintah menghindari adanya penggunaan rumitnya proses ganti rugi tersebut adalah
data ganda apabila tanah yang tidak bersertifikat metode pemerintah yang tidak ingin digugat
ikut diberi ganti rugi (Pedoman Rakyat 2000). dikemudian hari oleh masyarakat setempat.
Hal-hal yang sifatnya teknis oleh pemerintah Tahun terakhir pembayaran ganti rugi
akhirnya berkembang menjadi situasi setelah melewati rangkaian yang begitu banyak
sedemikian rupa pada masyarakat Bili-Bili. adalah pada tahun 2003. Pada tahun ini
Pada akhirnya pemerintah merasa berada dalam pemerintah tidak ingin lagi terbebani oleh
posisi benar terkait kasus ganti rugi tanah warga masalah ganti rugi tanah warga. Disisi lain di
terkena dampak proyek. dalam masyarakat juga membentuk suatu
Disisi lain penduduk dapat dipastikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
bahwa mereka tidak akan rela apabila tanahnya bernama Jarim Pedas. LSM inilah kemudian hari
diambil oleh negara tanpa ganti rugi. Situasi yang banyak menyuarakan sisa-sisa pembayaran
yang begitu rumit tersebut kembali membuat ganti rugi yang belum dibayarkan pemerintah.
masyarakat menghimpun kekuatan dalam Oleh pihak pemerintah sendiri untuk merespon
menuntut aspirasinya. Beberapa kali masyarakat desakan masyarakat maka kemudian
kemudian menduduki DPRD Provinsi untuk mendirikan sebuah tim yang bernama TIM 5
meminta kejelasan terkait status ganti rugi tanah (LIMA) yang berisi pihak-pihak berkepentingan
mereka. Atas desakan yang bertubi-tubi dari dalam hal ganti rugi tanah (Jaring Pedas 2018).
masyarakat terkena dampak Proyek akhirnya Dari kerja sama ini pemerintah secara
pemerintah membuka pintu dialog pada tahun resmi mencari semua tanah-tanah yang belum
1997. Pada tahun ini sebenarnya merupakan diganti rugi yang terkena dampak genangan
tahun awal penggenangan dilakukan, sehingga Bendungan Bili-Bili. Dalam proses penyelesaian
dalam kondisi kritis tersebut pemerintah pusat terakhir tersebut pemerintah menghabiskan
bisa saja menenggelamkan Bili-Bili tanpa Anggaran sebanyak Rp.1.200.000.000,00
mengganti rugi tanah warga terkena dampak dengan banyaksertifikat 4.275 sertifikat/Prona
proyek (Jaring Pedas 2018). Akan tetapi (Fajar, 2003). Akhirnya tanah-tanah masyarakat
pemerintah daerah juga sepertinya terus mendapatkan ganti rugi, setelah bertahun tahun
berusaha agar tanah warga yang belum tanah mereka ditenggelamkan.
mendapat ganti rugi bisa mendapatkan hak- Antara tahun 1991 hingga tahun 2003
haknya. merupakan periode tidak stabil mengenai ganti
Atas janji pemerintah terhadap status rugi tanah warga terkena dampak proyek. Pada
ganti rugi tanah warga situasi tegang kemudian akhirnya masyarakat Bili-Bili mendapatkan hak
meredah. Namun kondisi tersebut tidak atas tanahnya, hal tersebut tidak lepas dari pada
berlangsung lama, penyebabnya adalah lagi-lagi perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
pemerintah masih belum bisa mengganti rugi Perjuangan tidak saja datang dari masyarakat
121
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
setempat akan tetapi perhatian terhadap dampak (Fajar 1991). Setelah pengerjaan proyek telah
proyek Bendungan Bili-Bili juga datang dari dimulai pada tahun 1992 pemerintah kembali
masyarakat pemerhati lingkungan lainnya. mencoba melakukan relokasi penduduk
Dalam pengawalan berbagai isu Bendungan sebanyak ± 1000 jiwa (Jarim Pedas 2016).
Bili-Bili setidaknya terdapat 30-an organisasi Terdapat dua daerah untuk relokasi
LSM yang pernah terlibat mengadvokasi Proyek penduduk korban proyek Bendungan Bili-Bili
Bendungan Bili-Bili (Keterangan Jarim Pedas). yaitu: Mamuju dan Luwu. Untuk daerah Luwu
Kondisi perekonomian Indonesia yang menempati kecamatan Malangke, sedangkan di
anjlok pada tahun 1998 juga berimbas sampai daerah Mamuju menepati kecamatan Baras dan
ketahap ganti rugi tanah masyarakat Bili-Bili. Kecamatan Tommo. Secara geografis dua
Nilai ganti rugi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah ini sangat jauh dari Bili-Bili
pada tahun 1991 dan pada tahun 2003 tidak Parangloe.Tidak kurang jarak tempuh ke daerah
mengalami perbedaan. Pengelompokan kelas relokasi tersebut memakan waktu sehari
tanah yang dikenai ganti rugi juga tidak pernah semalam perjalanan mobil, dengan Jarak sekitar
berubah. Padahal telah diketahui bersama bahwa ± 600 km. Bahkan untuk mencapai daerah
pada tahun 1998 tinggi inflasi Indonesia kecamatan Baras dan Tommo masih harus
mengalami kenaikan sebesar 77,6% (Imanuddin, menggunakan perahu dari daerah Mandar. Hal
2010:1). Inflasi tersebut sebenarnya telah ini disebabkan oleh belum adanya jalan darat
mengubah jumlah nilai mata uang rupiah. Uang yang menghubungkan daerah tersebut. Kondisi
dengan jumlah Rp.5000,00 pada tahun 1996 tersebut berlangsung hingga tahun 1995, karena
berbeda nilainya dengan uang Rp.5.000,00 pada pada tahun tersebut jalan Trans Sulawesi baru
tahun 2003. Sementara ganti rugi tanah selesai dikerjakan.
masyarakat terkena dampak tidak pernah Selama lima tahun berlangsung proses
berubah sama sekali. Tetap saja harga tertinggi relokasi penduduk, sudah sebanyak ±10.000
yaitu Rp. 5000/meter dan terendah jiwa telah direlokasi ke daerah Malangke,
Rp.1.000/meter. Tommo, dan Baras. Hal ini bisa saja dikatakan
Seharusnya pemerintah ketika sebagai eksodus keluar dari tanah kelahiran
memasuki tahun 1999 hingga 2003 telah penduduk yang terkena dampak bendungan.
mengubah skema pembayaran ganti rugi. Proses relokasi tersebuttidak berlangsung
Beberapa alasannya adalah uang ganti rugi tanah sekaligus tetapi secara bertahap. Beberapa
warga secara nilai sangat rendah, walaupun penduduk kemudian diberi tanah untuk digarap
jumlah uangnya tidak berubah. Adapun di daerah yang baru (Jaring Pedas 2018).
kebijakan yang mesti diambil oleh pemerintah Perlu diketahui bahwa relokasi yang
adalah menyesuaikan ganti rugi tanah warga dilakukan oleh pemerintah menggunakan
menurut tinggi inflasi yang terjadi, namun konsep Transmigrasi. Sehingga kondisi
kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi selama masyarakat yang berada pada daerah baru
pendirian Bendungan Bili-Bili hingga selesai. tersebut merupakan masyarakat plural secara
Seperti yang telah dibahas sebelumnya budaya dan agama. Akhirnya mau tidak mau
mengenai rumitnya ganti rugi tanah Masyarakat penduduk yang direlokasi tersebut harus
bendungan Bili-Bili, ternyata hal tersebut beradaptasi dengan sesama pendatang lainnya.
berkaitan erat dengan relokasi penduduk. Hal ini kemudian memerlukan waktu untuk bagi
Kondisi yang tidak pasti tentang daerah tujuan penduduk untuk memulai hubungan sosial
relokasi membuat penduduk merasa cemas, dan mereka.Seperti yang diungkap sebelumnya
hal tersebut membuat penduduk memilih tentang perubahan budaya bagi penduduk
menetap di rumah mereka. Selain itu rumitnya terkena dampak proyek bendungan ternyata juga
ganti rugi tanah yang dibayarkan oleh berimbas pada mereka yang di relokasi jauh dari
pemerintah berakibat pada sikap enggan daerah asalnya. Misalnya di daerah relokasi
masyarakat untuk meninggalkan tanah mereka. transmigrasi tersebut tidak terdapat sawah maka
Data penduduk pada tiga desa yang mereka terpaksa menekuni profesi lain yang bisa
akan digenangi oleh proyek Bendungan Bili-Bili menunjang kehidupannya.
sebanyak 14. 773 jiwa (Gowa dalam Angka Apabila dicermati mengenai proses
1990). Untuk memuluskan jalannya proyek relokasi penduduk terkena dampak
Bendungan Bili-Bili maka pemerintah pada menggunakan konsep transmigrasi sepertinya
tahun 1991 merelokasi penduduk yang akan tidaklah tepat. Penyebabnya adalah pertama
terkena dampak proyek sebanyak 341 jiwa penduduk yang terkena proyek tersebut tidak
122
Jamaluddin. Bendungan Bili-Bili
seharusnya dipindahkan jauh dari tempat tinggal di sekitar daerah genangan. Tindakan tersebut
semula agar kebisaan dan tradisi mereka tidak memberikan harapan bahwa tinggal di
cepat hilang. Kedua penduduk yang terkena kabupaten Gowa lebih baik dari pada harus
dampak proyek tidak seharusnya diikutkan tinggal di kampung orang (Wawancara
dalam program transmigrasi, karena mereka itu Nasaruddin)
adalah korban dari pembangunan yang c. Akses Transport dan Logistik yang Sulit
semestinya mendapatkan tempat khusus yang Daerah relokasi korban Bendungan Bili-
lebih layak. Bili sesungguhnya bukanlah daerah yang
Secara teknis program transmigrasi berpenduduk ramai. Apalagi untuk menjangkau
adalah program nasional yang ditujukan untuk daerah tersebut dibutuhkan waktu berhari-hari
daerah padat penduduk dan korban bencana. lamanya. Waktu tempuh yang cukup lama
Kebijakan pemerintah yang menggabungkan membuat kebutuhan pokok sulit didapatkan.
penduduk terkena dampak proyek kedalam Akhirnya penduduk yang tinggal di daerah
program transmigrasi sepertinya merupakan relokasi Transmigrasi padamemilih pulang
tindakan menghemat biaya. Dapat dibayangkan kampung. Daripada tinggal di daerah yang baru
berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh dibuka tersebut sebagian besar penduduk
pemerintah jika harus membeli lahan baru untuk memilih mencari pekerjaan di kota Makassar
penduduk tersebut. Sedang pada saat bersamaan atau daerah lannya. (Diolah dari: wawancara dan
terdapat proyek pemerintah yang dapat Arsip)
digunakan untuk menghemat biaya. Tidak perlu Tidak semua penduduk yang direlokasi
lagi membeli tanah relokasi karena proyek di daerah transmigrasi pulang ke kampung
transmigrasi memanfaatkan kawasan hutan yang halamannya. Di perkirakan Jumlah yang
baru dibuka. kembali ke daerah Bili-Bili sekitar ±500 jiwa.
Masalah baru kemudian lahir dari Penduduk yang mampu bertahan di daerah yang
konsep relokasi yang tidak terencana baru dengan segala keterbatasan masih tetap
sebelumnya. Masalah tersebut adalah banyaknya memilih daerah transmigrasi. Tidak sedikit
penduduk yang kembali dari daerah cerita sukses mereka yang bertahan di kampung
Transmigrasi tersebut karena merasa tidak orang, namun tidak sedikit pula yang cerita
nyaman dengan kondisi daerah relokasi. kegagalan yang mereka rasakan di daerah yang
Ada beberapa faktor yang menyebabkan baru mereka kenal tersebut (Jaring Pedas 2018).
hal tersebut bisa terjadi : Penduduk yang tidak tahan hidup di
a. Lingkungan Daerah Relokasi Belum daerah transmigrasi kemudian kembali ke
Dipersiapkan Secara Maksimal kampung halamannya, dan membuka lahan di
Daerah relokasi yang menggunakan sekitar Bendungan Bili-Bili yang sudah jadi.
konsep Transmigrasi secara teknis bukanlah Lokasi pembukaan lahan tersebut berjarak 14
daerah yang betul-betul siap untuk km dari bendungan utama. Pembukaan lahan
ditempati.Masyarakat masih perlu menebang tersebut dilakukan dengan membebaskan lokasi
pohon di tengah belukar untuk keperluan milik dari PT. Perhutani.Penduduk kemudian
perkebunan.Hal tersebut seharusnya telah membeli tanah dari PT. Perhutani dengan harga
dilakukan oleh pemerintah jauh-jauh hari 7000/meter.
sebelum daerah tersebut ditempati oleh Apabila kita telaah lebih dalam maka
masyarakat korban bendungan Bili-Bili. Disisi sesungguhnya angka pembelian tanah tersebut
lain daerah yang menjadi tujuan relokasi cukup mahal. Penyebabnya karena harga tanah
merupakan rawa-rawa yang tidak layak di yang dibayar oleh pemerintah hanya Rp.1000-
tempati oleh warga (Diolah dari berbagai 5000 saja (Wawancara Iwan). Semestinya
Wawancara) perhutani dan pemerintah bersinergi agar harga
b. Letak Geografis Jauh dari Kampung tanah tersebut sesuai dengan ganti rugi tanah
Halaman. penduduk yang terkena proyek. Pada akhirnya
Daerah relokasi yang jauh dari tempat masalah lagi yang lahir dari imbas relokasi yang
tinggal sebelumnya membuat penduduk yang tidak terencana tersebut.
terkena dampak memilih meninggalkan daerah Disisi lain bagi penduduk yang tanahnya
relokasi tersebut. Hal ini terjadi pada beberapa sedikit dan ganti ruginya juga tidak jelas itulah
orang yang terpisah dari keluarganya disebabkan yang kemudian memiliki masalah sosial yang
oleh berdirinya bendungan Bili-Bili. Beberapa cukup serius. Penduduk yang tidak memiliki
keluarga terkena dampak yang memilih tinggal tanah untuk digarap pada akhirnya menjadi
123
Phinisi Integration Review. Vol 1(2) Agustus 2018
126
Jamaluddin. Bendungan Bili-Bili
Khomariyatika, Tattit, Eram Tunggul Pawenang. Fajar. Selasa 8 Agustus 1995.Dari Proyek
2011. Kualitas Bakteriologis Air Bendungan Bili-Bili: Gowa
Sumur Gali.Jurnal Kesehatan Penyangga Ujung Pandang Masa
Masyarakat. Depan. Ujungpandang: Fajar.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Fajar. 22 November 2005. Percepat
Peraturan Pemerintah Republik Pembangunan Sabodam. Makassar:
Indonesia Nomor 37 Tahun 2010 Fajar.
Tentang Bendungan .
Dokumen
Perencanan Sub Dinas Pengairan DPUP Sul-Sel
Juli 1986- dikutip dari atlas for south
Sulawesi DHV April 84 dan Bapeda
Sulawesi-Selatan 85/86
Nota Keuangan Negara tahun 1998.Tentang
Krisis dan tinggai inflasi Republik
Indonesia.
Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan
Rakyat. Direktorat Jenderal Sumber
daya air Balai besar Wilayah Sungai
Pompengan Jenneberang. Laporan
Singkat Bendungan Bili-Bili. 2016.
Proyek Kegiatan pembangunan Bidang
pengairan di Provinsi Sulawesi
Selatan. 1992.
Proyek Penelitian Perencanaan Pengembangan
Sumber-Sumber Air (P3SA) Pusat
Bagian Proyek di Sulawesi-
Selatan.PU. 1992.
Dokumen Investasi dan Pencapaian hail
pembangunan pengairan Tahun
Anggaran 1990/1991.
Dokumen Jumlah dan lokasi Irigasi di Sulawesi
Selatan.PU 1990.
Dokumen Kondisi Lahan Persawahan di
Sulawesi-Selatan. PU. 1990.
Kotamadya dalam Angka 1990, Ujung pandang
(Makassar) : Badan Pusat Statistik
Kotamadya Ujung Pandang.
Makassar Dalam Angka 1990.Luas dan
Produksi padi sawah menurut
Kabupaten/ Kotamadya Sulawesi-
Selatan tahun 1990.
Media Cetak dan Online
Tribunnews.com.2010. Isu Bili-Bili Retak Akibat
Gempa Belum Terbukti. Laman: URL
http://www.tribunnews.com/regional/2
010/12/13/isu-bilibili-retak-akibat-
gempa-belum-terbukti. (accessed
11.4.17)
Fajar.Agustus 1992. Kahar Mustari: Antisipasi
Masalah Lingkungan Hidup Bili-Bili.
Makassar: Fajar.
Fajar. Selasa 5 Desember 2000. Bupati Gowa
Janji Selesaikan Ganti rugi Bili-Bili.
Ujungpandang: Fajar.
127