VIRAMA KARYA
KONSULTAN TEKNIK & MANAJEMEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Permasalahan Banjir Sungai Tallo
Kejadian banjir pada Kota Makassar sebagai akibat dari luapan Sungai Tallo yang
tercatat antara lain terjadi pada tahun-tahun 1976, 1978, 1989, 1992, 1993,
1998/1999 dan tahun 2000, sedangkan yang tercatat cukup besar pada tahun 1976,
1986, 1998/1999 dan 2000. Pada banjir tahun 2000, banjir menggenangi areal
seluas lebih kurang 2.535,0 Ha dengan ketinggian genangan air maksimum
mencapai 1,50 m (CTIE, 2001). Genangan banjir akibat debit dominan setiap tahun
yang terjadi meliputi areal 3.010 ha, dan genangan akibat banjir Q25 tahun seluas
5.773 ha (CV. Aria Jasa, 2003).
Daerah yang rawan terhadap genangan banjir dari Sungai Tallo meliputi beberapa
daerah pemukiman seperti : BTN Asal Mula, BTN Antara/Hamsi, Perumahan Bung
Permai, Kompleks Bumi Tamalanrea Permai (BTP), sebagian perumnas Antang,
dan di bagian hulu jembatan PAM.
Sungai Tallo mempunyai luas Catchment Area sebesar 407 km dan panjang
sungainya 70 km sampai di muara. Sungai Tallo sangat dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, dimana ketinggian muka air pasang tertinggi dilaut mencapai + 131
cm, dan terendah mencapai 131 cm.
Dari studi terdahulu, terdapat 5 (lima) cara pengendalian banjir S. Tallo yang
diusulkan, yaitu : normalisasi sungai, pembuatan tanggul, pembuatan tanggul
kurung, pembuatan sudetan, dan pembuatan retarding basin.
Salah satu upaya struktural yang diusulkan pada studi terdahulu (tahun 2003)
adalah rencana retarding basin di bagian hulu yang dilengkapi dengan barrage pada
lokasi jembatan jalan inspeksi PAM, serta usulan pembangunan tanggul di bagian
hilirnya sampai di Jl. Perintis Kemerdekaan. Usulan rencana retarding basin pada
Sungai Tallo terletak di bagian hulu Jembatan Jalan Inspeksi PAM, di Kampung
Nipa-Nipa. Dimana pada saat ini di hulu jembatan tersebut selalu tergenang akibat
terjadinya penyempitan, dan daerah tersebut dijadikan retarding basin sehingga
dapat mereduksi laju aliran dari arah hulu. Pada lokasi ini juga terdapat pertemuan
beberapa anak sungai yang akan masuk ke Sungai Tallo. Dari studi tersebut juga
direkomendasikan untuk melaksanakan studi dan perencanaan detail untuk rencana
retarding basin dan rencana pengendalian banjir untuk sungai Tallo bagian hulu.
Pembangunan retarding basin secara alamiah kapasitasnya tergantung pada kondisi
daerah yang ada, sehingga diperlukan areal yang cukup luas untuk menampung
1 - 1.
volume genangan yang terjadi. Salah satu alternatif lain yang bisa dipertimbangkan
diantaranya adalah pembangunan waduk tunggu/ pengatur (Regulation Pond) yang
dapat menampung volume luapan banjir sementara dan berangsur-angsur dialirkan
kembali ke sungai utama pada saat sudah terjadi penurunan muka air banjir di hilir.
Mengingat kondisi topografi daerah aliran sungai Tallo di bagian hilir yang rendah
(El. + 0 - + 5.00), dan daerah sekitarnya sudah banyak daerah pengembangan,
sehingga untuk melaksanakan pelebaran alur sungai dalam rangka meningkatkan
kapasitas aliran akan membutuhkan biaya yang besar, maka alternatif pembangunan
waduk tunggu ini bisa dipertimbangkan. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang
lebih mendetail secara teknis, ekonomi, dan lingkungan alternatif rencana
pengendalian banjir dengan metode ini.
1.1.2. Permasalahan Drainase Kota (Area V)
Pembangunan sistem drainase kota Makassar telah banyak dilakukan, namun
sampai saat ini pada area Urban-V ini belum pernah dilakukan pembangunan fisik
saluran drainase utama dan sekunder. Masterplan sistem drainase pada area ini
sudah pernah dilaksanakan pada tahun 1996, sehingga perencanaan selanjutnya
yang dilakukan pada area ini harus mengacu kepada Master Plan tersebut. Namun
dalam beberapa hal master plan tersebut perlu direview kembali sebagian
berdasarkan data-data terbaru yang diperoleh serta disesuaikan dengan kondisi yang
ada sekarang.
Penggunaan lahan pada daerah ini mulai dari Jembatan Tallo ke hilir antara lain
berupa daerah pemukiman padat, kawasan Kampus, areal tambak, dan areal
perkebunan. Pada wilayah ini juga terdapat suatu kawasan industri yang dinamakan
Kawasan Industri Makassar (KIMA). Untuk itu kawasan ini menjadi sangat
strategis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sehingga diperlukan suatu upaya
untuk mengamankannya dari bahaya banjir dan genangan. Beberapa pemukiman
padat dan perumahan menjadi langganan banjir pada daerah ini, demikian juga
terdapat beberapa kampus perguruan tinggi yang terkena dampak banjir.
Saluran alam atau sungai dan anak sungai yang ada pada daerah tersebut pada saat
ini sudah banyak mengalami pendangkalan sehingga kapasitasnya sudah tidak
mampu menampung debit banjir yang ada. Dengan perkembangan kota yang ada,
pada daerah ini saat ini telah banyak bangunan perumahan sehingga menambah
permasalahan genangan yang ada. Mengingat adanya perkembangan pembangunan
yang sangat pesat tersebut, maka sudah sangat perlu segera dilaksanakan detail
desain yang dilanjutkan dengan konstruksi pembangunan jaringan drainase pada
area ini. Hal ini juga untuk mencegah terjadinya pemanfaatan lain pada jalur-jalur
saluran pembuang alam yang sebenarnya diperuntukkan bagi saluran drainase.
1 - 2.
Sumber Dana
APBN Tahun Anggaran 2004 pada Proyek Pengembangan dan Pengelolaan
Sumber Air Jeneberang, Bagian Proyek Pembinaan dan Perencanaan Sumber Air
Jeneberang.
1 - 5.
1 - 6.
alternatif yang perlu dikaji adalah rencana retarding basin atau waduk tunggu,
rencana tanggul dan normalisasi sungai.
e. Perencanaan detail pengendalian banjir dilakukan setelah ditetapkan alternatif
pengendalian banjir terpilih atau alternatif yang paling mendesak.untuk
dilaksanakan.
f.Perencanaan Detail Drainase Kota hanya dilakukan pada wilayah Drainase AreaV (Pembagian area sesuai studi Master Plan Drainase Kota Makassar, 1996).
Terhadap saluran drainase yang telah/ pernah dilakukan detail desain (study
terdahulu) maka akan dilakukan review desain berdasarkan data terbaru dan
adanya perubahan muka air banjir rencana dari Sungai Tallo.
g. Sesuai dengan Lingkup pekerjaan dalam kerangka acuan kerja, maka pada
pekerjaan ini tidak dilakukan analisis ekonomi pengendalian banjir secara
mendetail.
1 - 7.