Anda di halaman 1dari 160

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 DI


SEKOLAH DASAR NEGERI 33 BODDIE KECAMATAN
MANDALLE KABUPATEN PANGKEP

IBRAHIM
E211 14 005

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

ABSTRAK

Ibrahim(E211 14 005), Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah


Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. xvi + 128
halaman + 12 Tabel + 4Gambar + 37 Pustaka (2003-2017) + 16 Lampiran +
Dibimbing oleh Prof.Dr. Haselman, M.Si dan Dr. Wahyu Nurdiansyah, S.Sos,
M.Si

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi


kebijakan kurikulum 2013 di sekolah dasar negeri 33 boddie dan juga faktor yang
mempengaruhi pengimplementasian kebijakan ini. Adapun pendekatan penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Teknik
pengumpulan data adalah dengan triangulasi, wawancara, observasi, dan studi
dokumen sedangkan sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan
data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
Kurikulum 2013 di sekolah dasar negeri 33 boddie kecamatan mandalle
kabupaten pangkep sudah berjalan cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan
berdasar pada observasi dan wawancara yang dilakukan, pada beberapa faktor
yang telah dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975) yakni ukuran dan
tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen/badan pelaksana,
sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas
pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Namun masih ada beberapa
faktor yang perlu diperbaiki, diantaranya adalah kurangnya pemahaman para
pelaksana tentang tujuan dari kebijakan sebagai akibat dari minimnya pelatihan
yang diadakan, sumber daya manusia dari jumlah guru yang belum lengkap,
anggaran dana BOS yang dicairkan biasanya tidak sesuai dengan jumlah yang
dianggarkan, waktu pengisian rapor siswa yang cukup lama serta kurangnya
tingkat kesadaran orang tua siswa terhadap pentingnya pendidikan.

Kata kunci: Implementasi kebijakan, Triangulasi, Observasi, Minim, Rapor,


kesadaran.

ii
HASANUDDIN UNIVERSITY
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC ADMINISTRATION
STUDY PROGRAM OF PUBLIC ADMINISTRATION

ABSTRACT

Ibrahim (E211 14 005), Implementation of Curriculum Policy 2013 at State


Elementary School 33 Boddie Sub District Mandalle Pangkep District. xvi +
128page + 12 Table + 4 Picture + 37 Library (2003-2017) + 16 Appendix +
Guided by Prof. Dr. Haselman, M.Si and Dr. Wahyu Nurdiansyah, S.Sos,
M.Si
The purpose of this study is to describe the implementation of the 2013
curriculum policy in elementary school 33 state boddie and also the factors
influencing the implementation of this policy. The research approach used is
descriptive qualitative approach. Technique of data collecting is by triangulation,
interview, observation, and document study whereas data source used comes
from primary data and secondary data.
The results of this investigation indicate that the implementation of
curriculum policy 2013 in public elementary school 33 boddie sub district
mandalle pangkep district has been running quite well. This is evidenced based
on observations and interviews conducted on several factors which have been
proposed by Van Meter and Van Horn (1975) namely the size and objectives of
policies, resources, characteristics of agents / executing agencies, attitudes /
trends of implementers, communication between organizations and implementing
activities, economic, social and political environment. However, there are still
some factors that need to be improved, including the lack of understanding of the
implementers about the objectives of the policy as a result of the lack of training,
the human resources of the incomplete number of teachers, the disbursed BOS
funds are usually not in accordance with the budgeted amount, time of filling in
student report cards long enough and lack of awareness level of parents to the
importance of education.

Keywords: Implementation of policy, Triangulation, Observation, Minim,


Rapor, awareness.

iii
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ibrahim

NIM : E211 14 005

Program Studi : Administrasi Negara

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kurikulum

2013 di Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten

Pangkep” adalah benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh

sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar dalam daftar

pustaka.

Makassar,22 Februari 2018

Yang membuat pernyataan,

Ibrahim
NIM. E211 14 005

iv
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

LEMBAR PENGESAHANSKRIPSI

Nama : Ibrahim

NIM : E211 14005

Program Studi : Administrasi Negara

Judul Skripsi : Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah


Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten
Pangkep.

Telah diperiksa oleh Pembimbing I dan Pembimbing II dan dinyatakan telah


sesuai dengan saran tim penguji skripsi, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

Makassar, 22 Februari 2018

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Haselman, M.Si Dr. Wahyu Nurdiansyah, S.Sos, M.Si


NIP : 19560923 198403 1 001 NIDK : 8830750017

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Administrasi

Dr. Hasniati, S.Sos., M.Si.


NIP19680101 199702 2 001

v
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Ibrahim
NIM : E211 14 005
Program Studi : Administrasi Negara
Judul : Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah
Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten
Pangkep.

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Penguji Skripsi Program Sarjana


Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin, pada hari Kamis15 Februari 2018.

Dewan Penguji Skripsi

Ketua Sidang : Prof.Dr. Haselman, M.Si (.............................)

Sekretaris Sidang : Dr. Wahyu Nurdiansyah, S.Sos, M.Si (.............................)

Anggota : Drs. Ali Fauzi Ely, M.Si (.............................)

Drs. Lutfi Atmansyah, MA (.............................)

Adnan Nasution, S. Sos, M.Si (.............................)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb

Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam semoga

selalu tercurah kepada rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta keluarganya,

sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir, yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya ,sehingga pada akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judulImplementasi Kebijakan Kurikulum

2013 di Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten

Pangkep Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen

Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

Limpahan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih yang tulus

kepada kedua orang tua saya Ayahanda H. Ngaru, S.Pd , Ibunda Hj.

Darmawati, dan kedua kakakku Haeril Ahyar dan Chairil Akbaryang selama ini

banyak memberikan kasih sayang, doa, semangat, saran dan dorongan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati juga

ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan

yang setinggi-tingginyakepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,MA Selaku Rektor Universitas

Hasanuddin beserta para Wakil Rektor Universitas Hasanuddin dan staf.

2. Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta para Wakil Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin dan staf.

vii
3. Dr. Hj. Hasniati, S.Sos, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

4. Drs. Nelman Edy, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

5. Prof. Dr. Haselman, M.Siselaku penasehat akademik selama kurang lebih 4

tahun, terima kasih atas nasehat dan bimbingannya selama ini.

6. Prof. Dr.Haselman, M.Si selaku pembimbing satu dan Dr. Wahyu

Nurdiansyah, S.Sos, M.Siselaku pembimbing dua yang penuh ketulusan

dankeikhlasan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat,

arahan, serta koreksi dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Drs. Ali Fauzi Ely, M.Si,Drs. Lutfi Atmansyah, MA, danAdnan Nasution,

S. Sos, M.Si Selaku dewan penguji dalam sidang proposal dan skripsi.

Terima kasih atas kesediaannya dalam menghadiri sidang proposal dan

skripsi dan atas segala masukannya dalam penulisan skripsi.

8. Seluruh Dosen Departemen Ilmu AdministrasiFakultas Ilmu Sosial Dan

Ilmu Politikyang telah banyak memberikan pengetahuan, arahan, dan

bimbingan selama menjalani bangku perkuliahan.

9. Seluruh Staf Jurusan Ilmu Administrasi (Pak Lili, Kak Ros dan Ibu Darma)

dan staf di lingkup FISIP UNHAS tanpa terkecuali. Terima kasih

atasbantuan yang tiada hentinya selama ini.

10. Kepala sekolah, para guru dan staff SDN 33 Boddie Kecamatan Mandalle

Kabupaten Pangkep, Kepala dan staff UPTD Pendidikan Kecamatan

Mandalle, KASI Kurikulum dan staff DIKMEN Dinas Pendidikan

Kabupaten Pangkep. terima kasih telah meluangkan waktu dan memberi

bantuan selama proses penelitian.

viii
11. Terima kasih kepada teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu dalam proses penelitian. Terkhusus kepada Dian, Bulan, Hariani,

Irwandi, dan Syamsul Rijal.

12. Keluarga Besar “Unifier Generation of Administration” UNION 2014,

kalian merupakan teman, sahabat bahkan saudara, terima kasih atas segala

bantuan dan indahnya kebersamaan serta kenangan-kenangan yang telah

kita lalui selama ini.

13. Terima kasih kepada saudara-saudara panutan dan seperjuangan

saya“UNION LAKI” (Alm. Awal Ramadhan, Fandi, Dail, Ical, Bayu,

Purma, Syamsir, Rais, Wawan, Amli, Muchlis, Zul, Fikar, Taufik, Andri,

Benyamin, Mesa, Musa, Irwandi, Aceng, Ibas, Ocan, Juli, dan Alif) yang

telah banyak membantu memberi dukungan tiada henti dan selalu ada dalam

kondisi apapun.

14. Terima kasih kepada HUMANIS FISIP UNHAS yang telah memberikan ilmu

serta pengalaman yang sangat berharga yang penulis tidak bisa dapatkan di

dalam kelas perkuliahan. Semoga Humanis bisa tetap menjadi organisasi

yang selalu memanusiakan manusia. Salam Biru Langit, Kejayaan Dalam

Kebersamaan.

15. Terimakasih kepada teman-teman anggota Departemen Kajian HUMANIS

FISIP UNHAS periode 2016/2017 yang telah banyak memberi ilmu dan

pengalaman selama masa kepengurusan penulis.

16. Terima kasih kepada kanda-kanda senior (Creator ’07, Bravo ’08, CIA ’09,

Prasasti ’010, Brillian ’011, Relasi ’012, Record ’013) dan adik-adik(

Champion ’015, Frame ’016, dan Leader ’017). Terima kasih karena telah

ix
berbagi pengalaman dan kerjasamanya selama berproses di HUMANIS

FISIP UNHAS.

17. Terimakasih untuk UKM Pencak Silat Panca Suci Fisip Unhas, terutama

angkatan 2014 yang telah memberikan banyak kenangan selama berlatih

bela diri.

18. Teman-teman KKN Desa Padang Lampe Kecamatan Ma’rang Kabupaten

Pangkep Gel.96 :Remis, Kak Fadly, Asri, Dia, Cimma, dan Ningsih.

Terima Kasih telah menjadi saudara baru walau awalnya agak sulit untuk

menyatukan persepsi di posko tapi kita berhasil melaluinya dan membuat

banyak kenangan indah yang dapat dikenang selamanya.

19. Keluarga Calon Taken :Bom-bom, Ardian, Rahmat, Aan, Nurdin, Firman,

Ita, Oting, Nurul, Ros, JJ, Tuti, Najma, Erna, Mirna, Ira, Jumiati, Ni’ma,

Jannah, Ceceng, dan Irfa. Terima kasih atas kebersamaannya dalam suka

dan duka mulai dari SMA sampai sekarang.

20. Semua pihak yang tidak dapat diucapakan satu persatu yang selalu

memberikan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih perlu masukan

dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun, karena kita

sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan memiliki keterbatasan

masing-masing. Akhir kata saya ucapkan terima kasih, semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin ya robbal alamin.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb

Makassar, 22 Februari 2018

Ibrahim
E21114005

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................................ ii

ABSTRACT ............................................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ......................................................................v

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 9

I.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 9

I.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Kebijakan Publik ............................................................................ 11

II.1.1 Pengertian Kebijakan ........................................................................... 11

II.1.2 Proses Kebijakan Publik ....................................................................... 15

II. 2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik..................................................... 17

xi
II.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan..................................................... 17

II.2.2. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik ............................ 22

II.2.3. Faktor Penentu Dilaksanakan atauTidaknya Suatu Kebijakan Publik 33

II.3. Konsep Kurikulum ...................................................................................... 34

II.3.1 Pengertian Kurikulum ........................................................................... 34

II.3.2 Pengertian Kurikulum 2013 .................................................................. 36

II.3.3 Tujuan Pengembangan Kurikulum 2013 .............................................. 36

II.3.4 Landasan Pengembangan Kurikulum .................................................. 38

II.3.5 Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum ........................................... 40

II.3.6. Kesenjangan Kurikulum KTSP 2006 ................................................... 44

II.3.7. Struktur kurikulum SD.......................................................................... 46

II.4. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 48

II.5. Kerangka Pikir ............................................................................................ 50

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................... 52

III.2. Lokasi Penelitian .................................................................................... 52

III.3. Tipe dan Dasar Penelitian ...................................................................... 53

III.4. Narasumber atau Informan .................................................................... 53

III.5. Sumber Data .......................................................................................... 54

III.6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 54

III.7. Teknik Analisis Data ................................................................................. 56

xii
III.8. Fokus Penelitian ..................................................................................... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................................... 61

IV.1.1. Peta Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ................................... 61

IV.1.2. Profil SDN 33 Boddie ............................................................................. 62

IV.1.2.1. Identitas Sekolah............................................................................. 62

IV.1.2. 2. Profil Sekolah ................................................................................. 65

IV.1.3. Visi dan Misi SDN 33 Boddie ............................................................. 70

IV.1.3.1. Visi SDN 33 Boddie........................................................................ 70

IV.1.3.2. Misi SDN 33 Boddie ............................................................................ 70

IV.1.3.3. Tujuan SDN 33 Boddie ................................................................... 71

IV.1.3.4. Struktur Organisasi SDN 33 Boddie ............................................... 71

IV.1.4. Tugas Pokok .......................................................................................... 72

IV.2. Permendikbud No.57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidayyah. ............................................................................. 79

IV.3. Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di SDN 33

Boddie ................................................................................................................ 79

IV.3.1. Ukuran dan tujuan kebijakan ............................................................. 79

IV.3.1.1. Tujuan kebijakan ............................................................................. 80

IV.3.2. Sumber Daya ..................................................................................... 82

IV.3.2.1. Manusia ........................................................................................... 82

IV.3.2.2. Finansial .......................................................................................... 85

xiii
IV.3.2.3. Waktu .............................................................................................. 89

IV.3.3. Karakteristik Agen Pelaksana ............................................................ 92

IV.3.4. Sikap/kecenderungan para pelaksana .............................................. 95

IV.3.5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana .................... 102

IV.3.5.1. Komunikasi Antarorganisasi ......................................................... 103

IV.3.5.2. Aktivitas Pelaksana ....................................................................... 109

IV.3.6. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik.......................................... 117

IV.3.6. 1. Lingkungan Sosial ........................................................................ 118

IV.3.6. 2. Lingkungan Politik ........................................................................ 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan .............................................................................................. 122

V.2. Saran ........................................................................................................ 123

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 126

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kesenjangan kurikulum ........................................................................44

Tabel 2.2 Struktur Kurikulum SD ...........................................................................46

Tabel 2.3 Penelitian terdahulu implementasi kebijakan kurikulum 2013 ..............48

Tabel 4.1 Identitas Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie ...........................................59

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SDN 33 Boddie 2017/2018 ............................................61

Tabel 4.3 Jumlah Rombongan SDN 33 Boddie ....................................................61

Tabel 4.4 Jumlah Guru Berdasarkan Kualifikasi SDN 33 Boddie ........................61

Tabel 4.5 Jumlah Guru SDN 33 Boddie Berdasarkan Status ...............................62

Tabel 4.6 Jumlah Ruang Kelas SDN 33 Boddie ...................................................62

Tabel 4.7 Jumlah Koleksi Buku perpustakaan SDN 33 Boddie ...........................63

Tabel 4.8 Jenis Lapangan SDN 33 Boddie ..........................................................63

Tabel 4.9 Kualifikasi Tenaga Pendidika dan Kependidikan SDN 33 Boddie .......64

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1Siklus Hidup Kebijakan .......................................................................16

Gambar II.2 Kerangka Pikir....................................................................................51

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Pangkep .................................................................61

Gambar 4.2 Struktur Organisasi SDN 33 Boddie ..................................................71

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat

menentukan kemajuan suatu bangsa dan Negara.Kualitas SDM bergantung pada

kualitas pendidikan dan peran pendidik untuk menciptakan masyarakat yang

cerdas, terbuka dan demokratis.Oleh sebab itu, komponen dari sistem

pendidikan nasional harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

dan perkembangan yang terjadi, baik pada tingkat lokal, nasional maupun

global.Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan nasioal adalah

kurikulum.

Kurikulum menurut UU No.20 Tahun 2003 telah menjelaskan mengenai

sistem pendidikan nasioal, didalamnya mencakup rencana dan peraturan

mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu. Senada dengan hal itu, Nana Sudjana (2006), juga mengemukakan

bahwa Kurikulum merupakan niat & harapan yang dituangkan kedalam bentuk

rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di

sekolah.

Kurikulum sebagai niat dan rencana, sedangkan pelaksanaannya

adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yakni

pendidik dan peserta didik. Hal ini berarti kurikulum merupakan sautu hal yang

penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan dan

serangkaian proses pembelajaran. Beberapa penjelasan diatas tentang

kurikulum, dapat disimpulkan bahwasanya kurikulum merupakan bagian yang

1
sangat penting dalam dunia pendidikan, terutama dalam hal pengembangan ide

dan rancangan menjadi proses pembelajaran yang lebih relevan untuk

mewujudkan cita-cita pendidikan nasional yang kita impikan selama ini.

Serangkaian persoalan pendidikan yang masih mengganjal dalam

sistem pendidikan di Indonesia adalah belum adanya sistem pembelajaran yang

dinilai tepat untuk menjawab cita-cita pendidikan selama ini, hal ini dibuktikan

dengan sederet pergantian Kurikulum yang dilakukan oleh Pemerintah dari tahun

ke tahun.Kurikulum merupakan bidang yang sulit untuk dipahami, tetapi sangat

terbuka untuk didiskusikan. Perubahan kurikulum dalam pendidikan nasioanl

Indonesia tercatat sejak tahun 1945telah mengalami 10 kali perubahan, yaitu

pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, yang disusul

dengan kurikulum terbaru yakni kurikulum 2013.

Perubahan kurikulum bertujuan mengarah pada perbaikan sistem

pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Perubahan perlu dilakukan

karena adanya revitalisai kurikulum.Kurikulum 2013 muncul sebagai kritikan

kurikulum sebelumnya yakni KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan

pendidikan).Dalam perjalanannya upaya mengangkat citra dan martabat Bangsa

Indonesia di mata dunia internasional, yang kini berada pada tingkat kurang

menggembirakan, maka perlu adanya revitalisasi pendidikan dalam arti

perubahan-perubahan sistem pendidikan secara fundamental dan kontekstual).

Ahmad Soehandji (2012), Sebagai sumbangan pemikiran, disampaikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Pendidkan di Indonesia harus memilki landasan filosofi yang kokoh,

diarahkan pada pembentukan identitas dan integrasi nasional, seperti

wawasan kebangsaan yang kuat, rasa patriotik yang tangguh, pandangan

2
multikultural yang luas, sikap kewarganeraan yang baik, serta ketaatan

beragama yang konsisiten,

2. Kurikulum harus disusun berdasarkan kajian yang mendalam dan dipilih

muatan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan bangsa saat ini,

terutama yang menunjang secara langsung perkembangan ekonomi,

penguatan industri dan perdagangan, penguasaan teknologi, penyiapan

tenaga kerja terampiil dengan etos kerja yang tinggi, penciptaan lapangan

kerja, pembentukan ahlak yang mulia, serta nasionalisme yang kuat,

3. Adanya upaya peningkatan profesionalisme manajemen pendidikan dan

manajemen pembelajaran secara terus menerus, baik pada perencanaan,

struktur organisasi, pengembanngan SDM, maupun evaluasinya,

4. Berbagai inovasi dalam pembelajaran seperti Contextual Teaching and

Learning (CTL), Quantum Teaching and Learning (QTL), Accelerated

Learning ((AL), Moving Class, dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,

Efektif, dan Menyenangkan) dapat diadopsi sepanjang berdasarkan

analisis kebutuhan yang matang, sesuai dengan karakteristik bidang studi

dan peserta didik,

5. Penjaminan mutu harus dilakukan secara terus menerus dan

komperhensif untuk seluruh komponen sistem pendidikan yaitu input,

proses, output, dan outcomes, dan

6. Pengalokasian anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD

(UU No.20 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1) supaya direalisasikan secara

efektif, konsisten, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan peryataan tersebut, ada beberapa hal yang perlu di benahi

dari kurikulum sebelumnya, dimana kurikulum yang baru ini diharapkan memuat

3
beberapa komponen diatas dan jika disimpulkan, maka yang menjadi harapan

besar adalah lahirnya kurikulum yang berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis

kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu

pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang

dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum

diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai

pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh

peserta didik.

Pada saat ini Kurikulum 2013 sebagai kurikulum baru merupakan

pembahasan yang menarik untuk diperbincangkan dalam dunia pendidikan di

Indonesia, Pada awal tahun ajaran 2013/2014, pemerintah secara resmi telah

menerapkan kurikulum 2013 untuk di ujicoba di beberapa sekolah yang telah

terakreditasi A dan B, Yaitu pada Sekolah Dasar kelas I,II,III,IV,V dan kelas VI,

Tingkat Menengah Pertama (SMP/MTS) kelas VII,VIII, dan IX, serta Tingkat

Menengah Atas (SMA/MA/SMK) kelas X, XI, dan XII.

Eusabia Floreza.W (2014 : 3), juga mengemukakan bahwa Kurikulum

2013 sebagai kurikulum baru dalam dunia pendidikan menjadi penyempurna

kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 2006 berbasis KTSP (Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan).Beberapa yang menjadi landasan penyempurnaan kurikulum

ini diantaranya, landasan yuridis, landasan filososfis, landasan teoritis, dan

landasan empiris.Pertama secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan

publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis

dibidang pendidikan.

Landasan yuridis kurikulum 2013 adalah Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

4
Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan serta Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi. Yang kedua adalah landasan

filosofis, Berdasarkan fungsi dan tujuan pendikan nasional pengembangan

kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini,

dan kehidupan bangsa yang akan datang.Selanjutnya adalah landasan teoritis,

dimana kurikulum yang dikembangkan berdasar pada teori pendidikan dan

standar teori pendidikan yang berbasis kompetensi.

Dan yang terakhir adalah landasan empiris, secara kasat mata beberapa

kurikulum sebelumnya masih terlalu menekankan pada konsep penguasaan teori

belaka tanpa disertai praktik yang memadahi, sehingga peserta didik terkesan

begitu konseptual dalam berperilaku. Kurikulum 2013 hadir untuk menanggulangi

hal tersebut dengan harapan orientasi kurikulum yang tidak membebani peserta

didik dengan konten, namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan

semua warga Negara untuk berperanserta dalam membangun Negara pada

masa yang akan datang.(http://kangmartho.com : 23/09/2017).

Penyempurnaan ini, dilaksanakan guna menigkatkan sistem pendidikan

nasional agar selalu relevan dan kompetitif.Selain itu, juga diharapkan mampu

memecahkan berbagai persoalan bangsa khususnya dalam bidang pendidikan

sehingga dalam hal ini, sekolah harus mengupayakan keberhasilan implementasi

kurikulum 2013, melalui berbagai program pengambangan yang

dilakukan.Pengembangan fasilitas dan penguatan manajemen sekolah perlu

dilakukan sehingga pelaksanaan kurikulum dapat berjalan dengan

baik.Pemerintah juga perlu melakukan strategi penerapan Kurikulum dengan

Sosialisasi dan pelatihan yang memadahi agar kurikulum 2013 tidak hanya

5
menjadi program yang sia-sia. Oleh sebab itu, lahirnya kebijakan baru ini,

tentunya harus tetap disikapi dengan positif jangan sampai menjadi beban guru,

siswa, serta satuan pendidikan yang berkecimpung dan menaruh perhatian

terhadap pendidikan.

Sejak tahun 2013, tercatat 13 Kabupaten yang berada di Provinsi

Sulawesi-selatan telah menerapkan kurikulum 2013, hal ini senada dengan

ungkapan Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi-selatan (Tribun timur, 15/07/2013),

mengungkapkan bahwa sekitar 13 Kabupaten yang ada di Sulawesi selatan

mulai menjalankan kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2013/2014. Lanjut beliau

menyampaikan pula bahwa lahirnya kurikulum ini bertujuan untuk

menyempurnakan kurikulum sebelumnya.

“Kurikulum ini sebenarnya penyempurna dari kurikulum KTSP.Kurikulum ini hadir

karena adanya dinamika kebutuhan siswa, Djabbar menyebutkan kurikulum 2013

yakni meningkatkan kualitas wawasan siswa agar bisa menyerap kebutuhan

kedepannya.Selain itu, kurikulum 2013 berupaya untuk meningkatkan sikap

perilaku siswa agar bertindak lebih positif.Kurikulum ini membuat siswa

mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahauannya.Sehingga dalam

pembelajaran, keaktifan siswa akan lebih dominan,”Jelasnya.

Dari 13 Kabupaten yang menerapkan kurikulum 2013 , Kabupaten

Pangkep termasuk salah satunya. Pada saat itu hanya beberapa sekolah yang

terpilih untuk diterapkan karena beberapa pertimbangan, seperti sarana dan

parasarana yang masih kurang lengkap, kualitas guru yang masih kurang

memadahi, serta beberapa pertimbangan lain. Hal ini diperjelas oleh salah

seorang guru sekolah dasar yang kebetulan mengajar di salah satu sekolah

paling ujung Kab.Pangkep dan merupakan daerah perbatasan dengan

6
kabupaten lain yakni kecamatan Mandalle. “Beberapa kendala yang kami alami

sebagai seorang guru adalah masih terbatasnya sarana dan prasaran penunjang

seperti komputer, alat peraga dalam pembelajaran, seperti pelajaran IPA, serta

pelatihan kompetensi guru yang masih terbatas, menyebabkan kami kesulitan

untuk memahami secara teknis pelaksanaan pembelajran yang berbasis

kurikulum tersebut, Ujarnya (19/09/2017).

Kondisi geografis memang tidak bisa di pungkiri dalam pelaksanaan

suatu kebijakan atau program Pemerintah. Terkadang hal seperti ini yang

membuat pembangunan tidak merata di seluruh pelosok Tanah Air, termasuk

dalam pembangunan sarana pendidikan yang memadahi. Kecamatan Mandalle

salah satunya, mulai dari di terapkannya kurikulum 2013 baru 2 Sekolah Dasar

yang menerapkan kurikulum ini, yakni SDN 33 Boddie dan SDN 20 Mandalle.

Penerapan Kurikulum 2013 pada SDN 33 Boddie sudah berjalan selama

± 3 Tahun. Dalam praobservasi yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan

beberapa hasil bahwa, pembelajaran dengan kurikulum 2013 sudah berjalan

selama beberapa tahun terakhir, namun masih terdapat beberapa kendala

seperti ukuran dan tujuan kebijakan Kurikulum 2013 yang tergolong cukup ideal

dikarenakan ada dua komponen yang ingin dicapai sekaligus, yakni lulusan yang

berkarakter dan berkompetensi. Sementara kondisi peserta didik di SDN 33

Boddie belum mumpuni untuk mencapai dua hal tersebut dalam proses yang

bersamaan karena daya tanggap peserta didik masih tergolong lambat dalam

Proses Belajar Mengajar (PBM), sehingga guru harus mengajar secara perlahan

dari tiap materi. Dari sisi sumberdaya , sarana belajar yang tersedia terdiri dari 6

ruang kelas, 1 ruang perpustakaan dan belum memliki LAB untuk peyimpanan

alat-alat peraga serta praktikum. Di SDN 33 Boddie mempunyai 7 Guru, 2 staff, 1

7
penjaga sekolah, dan 1 Kepala sekolah, 3 diantaranya yang memegang kelas

masih berstatus sebagai guru honorer dan belum mengikuti banyak pelatihan

kompetensi tenaga pendidik.

Dalam pelaksanaan kurikulum ini, juga terdapat beberapa organisai yang

akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Diantaranya SDN 33

Boddie, Dinas Pendidikan Kab.Pangkep, Unit Pelaksana Teknis Dinas

Pendidikan (UPTD) Pendidikan Kec.Mandalle, Tim Pengawas tingkat sekolah

dasar, serta komite sekolah. Oleh karena letak geografis SDN 33 Bodiie yang

berada cukup jauh dari daerah perkotaan, menyebabkan seluruh agen pelaksana

tersebut tidak bisa melakukan pengawasan langsung terhadap sekolah ini

terutama dari pihak Dinas Pendidikan kabupaten. Begitupun pada saat

sosialisasi kurikulum dan rapat kepala sekolah di dinas kabupaten, terkadang

kepala sekolah dan kepala UPTD Pendidikan kecamatan mandalle mengalami

keterlambatan selama beberapa kali karena jarak kecamatan mandalle yang

cukup jauh dari dinas penddikan kabupaten pangkep, apalagi dengan info rapat

yang datang secara tiba-tiba tanpa melalui perantara surat atau dengan adanya

surat namun hanya dititipkan ke sekolah lain.

Selain itu, lingkungan sosial, politik, dan ekonomi juga merupakan

lingkungan eksternal yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan ini. Kecamatan

mandalle merupakan lingkungan kemasyarakatan yang mempunyai penduduk

yang berwatak keras serta kurangnya perhatian terhadap pendidikan, dengan

penduduk yang dominan berprofesi sebagai petani dan petambak. Beberapa

tahun lalu, terdapat kasus di salah satu sekolah kecamatan mandalle dimana

guru dilaporkan oleh orang tua siswa kepada pihak kepolisian, dikarenakan

orang tua tersebut tidak terima atas perlakuan guru terhadap anak kandungnya

8
pada saat guru tersebut mengajarkan pendidikan karakter yang disiplin terhadap

peserta didiknya. Jadi, jika demikian dapat diketahui bahwa pelaksanaan

kurikulum 2013 masih menuai beberapa kendala dalam pelaksanannya, karena

masih terdapat beberapa komponen yang belum siap dan memadahi untuk

melaksanakan kebijakan tersebut.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pada salah satu sekolah yang terpilih untuk diterapkannya kebijakan

tersebut, yakni SDN 33 Boddie, dengan berfokus pada sisi implementasi

kebijakan. Untuk itu dalam mengukur implementasi kebijakan kurikulum 2013 di

SDN 33 BODDIE Kec. Mandalle, Kab. Pangkep, penulis menggunakan teori Van

Meter dan Van Horn (1975) yang menggunakan enam variabel (ukuran dan

tujuan kebijakan, sumberdaya, karakteristik agen pelaksana,

kecenderungan/disposisi para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan

aktivitas pelaksana, dan lingkungan sosial, ekonomi dan politik) untuk

mendeskripsikan implementasi kebijakan tersebut dengan judul “Implementasi

Kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan

Mandalle Kabupaten Pangkep”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah sebagai berikut “Bagaimana Pelaksanaan Kurikulum 2013 di Sekolah

Dasar Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep.?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan

Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie

Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep.

9
I.4. Manfaat Penelitian

a. Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan saran

dan masukan bagi Pemerintah khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep

dan para stakeholder yang berkecimpung pada dunia pendidikan, termasuk guru

dan kepala sekolah dalam implementasi kebijakan kurikulum 2013 di sekolah,

khususnya untuk sekolah dasar

b. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

intelektual kearah pengembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya dalam

bidang kajian Pemerintah Dinas Pendidikan dan sebagai bahan referensi bagi

siapapun yang berkeinginan melakukan penelitian lanjutan pada bidang yang

sama.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Kebijakan Publik

II.1.1 Pengertian Kebijakan

Istilah “Kebijakan” dan “Publik” dalam Kebijakan Publik dapat disimak

melalui beberapa defenisi tentang kebijakan publik yang dikumpulkan dari

berbagai macam literatur. Kebijakan publik sebagai studi bagaimana, mengapa

dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah atau

kebijakan publik adalah studi tentang apa yang dilakukan pemerintah,mengapa

pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut

(Fermana, 2009 : 34). Pendefinisian berguna untuk menyediakan informasi bagi

para perumus dan penganalisis kebijakan publik dikemudian hari manakala

mereka berdiskusi dalam ruang politis (Nawawi, 2009 : 7). Sedangkan menurut

Nugroho (2003) dalam (Nugroho, 2014 : 105), kebijakan publik tidak pernah

muncul di “ruangan khusus”.

Konsep dasar tentang kebijakan publik sebenarnya bermula dari bangsa

Yunani dan Romawi yang mengambil konsep publik dan privat. Bangsa Romawi

mendefinisikan kedua istilah tersebut dalam term res publica dan res priva.

Gagasan publik dan privat pada masa Yunani kuno diekspresikan dalam istilah

konion (yang dapat diartikan publik) dan idion (yang bisa diartikan privat).

Kemudian sejarah studi kebijakan publik sudah dapat dirasakan keberadaannya

sejak abad ke 18 SM pada masa pemerintahan Babilonia yang disebut dengan

Kode Hammurabi. Kode ini mengekspresikan keinginan membentuk ketertiban

publik yang bersatu dan adil pada masa ketika Babilonia mengalami transisi dari

Negara kota kecil menjadi wilayah yang luas (Fermana, 2009: 30-31).

11
Thomas Dye (1981 ; 10 seperti yang dikutip oleh Agus Subarsosno (2011:

1) yang berpendapat bahwa:

“Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan

atau tidak melakukan (Public policy is whatever government choose to do or not

to do).

Harold Laswell dan Abraham (1981) seperti yang dikutip oleh (Dye, 1981)

yang berpendapat bahwa:

“Kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika

sosial yang ada dalam masyarakat”

Pandangan yang berbeda yang dikemukakn oleh James Andreson (1973

: 3) terkait policy yang mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai kebijakan

yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Thoha (2008 :106-

107), juga menyimpulkan mengenai Policy yang mengatakan bahwa policy di

suatu pihak dapat berbentuk suatu usaha yang komplek dari masyarakat untuk

kepentingan masyarakat, dilain pihak policy merupakan teknik atau cara untuk

mengatasi konflik dan menimbulkan insentif.

Dalam pandangan David Easton yang dikutip oleh (Dye, 1981), juga

mengemukakan bahwa ketika pemerintah membuat kebijakan public, ketika itu

pula pemerintah mengalokasinilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap

kebijakan mengandung nilai di dalamnya. Dan William N. Dunn (1994),

mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang

saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada

bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintah, seperti pertahanan

keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat,

kriminalitas, perkotaan, dan lain-lain.

12
Beberapa defenisi kebijakan public juga melengkapi beberapa konsep

yang telah dikemukakn sebelumnya, seperti yang telah diformulasikan oleh

beberapa pakar dan ahli antara lain sebagai berikut:

1. Kebijakan publik menitik-beratkan pada publik dan problem-problemnya

(Dewey, (1972) dalam Nawawi (2009 : 9) Kebijakan Publik membahas

soal bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan publik disusun

(constructed) dan didefiniskan serta bagaimana ke semua itu diletakkan

dalm agenda kebijakan dan agenda politik.

2. Suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-

hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang

diusulkan untuk menggunakan atau dan mengatasi dalam rangka

mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu

maksud tertentu(Carl J.Frederick, Man His Governmen, 1963) dalam

Nawawi (2009 : 9).

3. Serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta

konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada

sebagai suatu keputusan tersendiri (Richard Rose, 1969) dalam Nawawi

(2009 : 9).

4. Hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan (Robert Estone,

1971) dalam Nawawi (2009 : 9).

5. Keputusan tetap yang dicirikan dengan konsisitensi dan pengulangan

(reputasi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang

mematuhi keputusan tersebut. (Heinsz Elau & Kenneth Prewitt, 1973)

dalam Nawawi (2009 : 9).

13
Menurut Bridgman dan Glyn Davis (2000) yang juga dikuti dalam Nawawi

(2009 : 7) adalah banyaknya defenisi kebijakan publik menjadikan kita sulit untuk

menentukan secara tepat sebuah defenisi Kebijakan Publik. Oleh karenanya,

untuk memudahkan pemahaman kita terhadap kebijakan publik, kita dapat

meninjaunya dari 5 Karakterisitik Kebijakan Publik yaitu;

1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami.

2. Melibatkan keputusan beserta dengan konsekuensinya.

3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu.

4. Pada hakikatnya adalah politis.

5. Bersifat dinamis.

Untuk memahami berbagai defenisi kebijakan publik, ada baiknya jika

membahas beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik seperti

yang diutarakan oleh Young dan Quinn (2002) dalam Suharto (2005 : 44-45)

yaitu:

1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan

yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang mewakili

kewenangan hukum, politis dan financial untuk melakukannya.

2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan

publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang

berkembang di masyarakat.

3. Seperangkat kegiatan yang berorientasi kepada tujuan. Kebijakan publik

biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari

beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai

tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.

14
4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk

memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga

dirumuskan berdasarkan keyakinan berdasarkan keyakinan bahwa

masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang

sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.

5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor.

Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap

langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan.

Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh

sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga

pemerintah.

Intinya dari semua pengertian tentang kebijakan publik, apapun

bentuknya, merupakan suatu landasan hukum yang sah bagi Pemerintah untuk

mengambil tindakan. Oleh karena itu, suatu kebijakan publik haruslah dibuat

dengan penuh pertimbangan dan diimplementasikan secara baik agar kebijakan

tersebut berdaya guna dan berhasil guna (Fatih, 2010: 2).

II.1.2 Proses Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual

yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis

tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencangkup penyusunan

agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan

penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting,

rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang

lebih bersifat intelektual (Subarsono, 2005: 8).

15
Sedangkan Michael Howlet dan M.Ramesh (1975) dalam (Nawawi, 2009:

16) menyatakan bahwa proses kebijakan public terdiri dari lima tahapan yaitu:

penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy formulation),

pembuatan kebijakan (decision making), implementasi kebijakan (policy

implementation), dan evaluasi kebijakan (policy evaluation).

Siklus hidup atau tahap-tahap dari suatu kebijakan pada dasarnya adalah

dimulai dari perumusan masalah, identifikasi alternaitif solusi, penilaian alternatif,

seleksi alternatif, implementasi kebijakan dan kembali pada perumusan masalah.

Di sela-sela tahap-tahap tersebut terdapat aktivitas evaluasi maupun interpretasi

(Wibawa, 2011: 5) sebagai berikut:

Gambar II.1

Siklus Hidup Kebijakan

Perumu
san
masalah
Evaluasi Interpret
asi

Implem Identifik
entasi asi
alternati
f

Interpret Evaluasi
asi

Pemiliha
n
alternatif

16
James Anderson (1979) dalam Nawawi (2009 : 15-16) menetapkan

proses kebijakan publik sebagai berikut:

1. Formulasi masalah (problem formulation):

2. Apa masalahnya? Apa yang membuat masalah tersebut menjadi rapat

dalam agenda pemerintah?

3. Formulasi kebijakan (formulation):

4. Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk

memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam

formulasi kebijakan?

5. Penentuan kebijakan (adoption): bagaimana alternatif ditetapkan?

Persyaratan / kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan

melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk

melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?

6. Implementing (implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi

kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

7. Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak

kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi

dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan

perubahan atau pembatalan.

II. 2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik

II.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses

menerjemahkan peraturan kedalam bentuk tindakan. Dalam praktiknya

implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan

tidak jarang bermuatan politis karena wujudnya intervensi berbagai kepentingan.

17
Istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti

peleksanaan atau penerapan. Studi implementasi merupakan suatu kajian

mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu

kebijakan Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses

yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya

intervensi berbagai kepentingan.Untuk melukiskan kerumitan dalam proses

implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh

seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam buku Agustino

(2012:138)yaitu:

"adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum


yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya
dengan kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan
bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya.
Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang
memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien."

Dalam pendapat lain Daniel Mazmian dan Paul Sabatier (1983:61) dalam

(Agustino, 2016:128) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:

"Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk


undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur
proses implementasinya."

Implementasi merupakan salah satu bagian dari tahapan kebijakan publik yang

memiliki peran kedua setelah formulasi kebijakan. Implementasi sering diartikan

sebagai pelaksanaan atau pengaplikasian dari suatu kebijakan publik. Konsep

implementasi banyak disumbangkan oleh para pakar diantaranya yaitu Wahab

dalam (Akib, VOL 1 Nomor 1 2010: 1) dan beberapa penulis menempatkan tahap

implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda, namun pada prinsipnya setiap

kebijakan publik selalu ditindak lanjuti dengan implementasi kebijakan.

18
Sedangkan Meter dan Horn dalam (Safawi et al., VOL 3 Nomor 2 2012 :

132) mendefenisikan Implementasi Kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan

oleh publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang

ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan

kebijakan. Ripley dan Franklin dalam (Sidik, VOL 19 Nomor 1 2015 : 29)

mendefinisikan bahwa Implementasi kebijakan publik adalah

“apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan


otoritas program,kebijakan,keuntungan (benefit), atau suatu jenis
keluaran nyata (tangible output). Inti dari maksud implementasi kebijakan
public adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to
deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementor kepada
kelompok sasaran (target group) sebagai upaya mewujudkan tujuan
kebijakan.”

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn, 1975 (Suratman, 2017, hal 25),

mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai:

"Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau


pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijaksanaan."

Lebih lanjut Van Meter dan Van Horn, 1975 (Suratman, 2017 : 26 ),

mendefenisikan bahwa implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh organisai publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuanyang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-

tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan

menjadi tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka

melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil

ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap implementasi kebijakan

tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang

dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahapan implementasi

19
kebijakan terjadi hanya setelah undag-undang di tetapkan dan dana di sediakan

untuk membiayai implementasi tersebut.

Studi Implementasi adalah studi perubahan: bagaimana perubahan

terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bias dimunculkan. Ia juga

merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik; bagaimana

organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan

berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti itu,

dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda

Jenkis (1978) dalam (Parsons, 2001: 463).

Grindle dan Quade dalam (Rifandi dan Maryani, VOL 5 Nomor 1 2014:

122), menyatakan bahwa untuk mengukur kinerja implementasi suatu kebijakan

publik harus memperhatikan variable kebijakan, organisasi, dan lingkungan.

Karena ketiga variable tersebut saling terkait dan mempengaruhi.

Lain halnya dengan Riant Nugroho (2014: 213-214) yang menawarkan

sebuah premis yaitu keberhasilan kebijakan publik di Negara-negara

berkembang, 20% berasal dari perumusan atau perencanaan yang sangat

bagus, 60% berkontribusi dari implementasi yang genius, dan 20% dari seberapa

berhasil dalam control implementasi”.

Implementasi kebijakan tidak serta merta berjalan begitu saja tanpa

adanya alat ukur yang jelas dalam pelaksanaanya, Ripley dan Franklin (1986:

232-233) merumuskan kriteria pengukuran keberhasilan implementasi melalui

tiga aspek yaitu: (1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap kebijakan; (2) lancarnya

pelaksaan rutinitas fungsi dan tidak adanya kendala; serta (3) terwujudnya

kinerja dan dampak yang diinginkan.

20
Sedangkan menurut Goggin, proses implementasi kebijakan sebagai

upaya transfer informasi atau pesan dari institusi yang lebih tinggi ke institusi

yang lebih rendah diukur keberhasilan kinerjanya berdasarkan variable: (a)

dorongan dan paksaan pada tingkat federal; (b) kapasitas pusat/Negara; dan (c)

dorongan dan paksaan pada tingkat pusat dan daerah (Rifandi dan Maryani, VOL

5 Nomor 1 2014: 122).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaku kebijakan

melakukan suatu kegiatan yang pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil

yang sesuai dengan tujuan dan maksud dari suatu kebijakan yang

diimplmentasikan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Lester dan

Stewar Jr. (Agustino, 2012;139), mereka mengatakan bahwa implementasi

sebagai suatu proses dan suatu hasil (output).

Kebijakan yang diimplementasikan tentu diharapkan berjalan

sebagaimana tujaun yang telah ditetapkan sebelumnya, biasanya hal tersebut

nampak dari proses yang terjadi dengan hasil akhir yang sesuai, Keberhasilan

suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dapat dilihat dari proses

pencapaian tujuan hasil akhir (output).yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan

yang ingin diraih, hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh

Grindle (Agustino, 2012:139) sebagai berikut.

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,


dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan
yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual
projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”

Hal yang terpenting dalam kebijakan salah satunya berada pada proses

pelaksanaanya, apabila suatu program atau kebijakan dilaksanakan dengan baik

maka hasil yang dituju akan baik pula. Hal tersebut diperjelas oleh Odoji 1989

21
(Nawawi, 2009 :131 ), yang mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah

sesuatu yang penting bahkan lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan

hanya sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam

arsip kalau tidak diimplementasikan.

II.2.2. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik

Untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variable yang

terlibat dalam implementasi, maka akan dikolaborasi beberapa teori model

implementasi dibawah ini.

A.Model Van Meter dan Van Horn

Model pendekatan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut

dengan A Model of the Policy Implementation (1975). Proses implementasi ini

merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu kebijakan yang pada

dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan

yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini

mengandaikan bahwaimplementasi kebijakan berjalan secara linear dari

keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model inimenjelaskan

bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapavariabel yang

salingberkaitan,secara rincivariable- variable tersebut yaitu:

a) Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuankebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur

tingkatkeberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yangbersifat

realistis dengan sosio-kultur yang ada di levelpelaksana kebijakan.

Ketikaukurandan sasaran kebijakanterlalu ideal (utopis), maka akan sulit

direalisasikan(Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalamWidodo,

2007) mengemukakan untuk mengukur kinerjaimplementasi kebijakan

22
tentunya menegaskan standar dansasaran tertentu yang harus dicapai

oleh para pelaksanakebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya

merupakanpenilaian atas tingkat ketercapaian standar dan

sasarantersebut.

b) Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangattergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber dayayang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yangterpenting dalam menentukan keberhasilan

suatuimplementasi kebijakan. Setiap tahap implementasimenuntut

adanya sumber daya manusia yang berkualitassesuai dengan pekerjaan

yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.

Selain sumber dayamanusia, sumber daya finansial dan waktu

menjadiperhitungan penting dalam keberhasilan implementasikebijakan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks(dalam Van Mater dan

Van Horn, 1975) bahwa:”New townstudy suggest that the limited supply of

federal incentiveswas a major contributor to the failure of the program”

c) Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputiorganisasi formal

dan organisasi informal yangakan terlibatdalam pengimplementasian

kebijakan. Hal ini pentingkarena kinerja implementasi kebijakan akan

sangatdipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan paraagen

pelaksananya. Halini berkaitan dengan kontekskebijakan yang akan

dilaksanakan pada beberapa kebijakandituntut pelaksana kebijakan yang

ketat dan displin. Padakonteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratisdan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah

23
menjadipertimbangan penting dalam menentukan agen

pelaksanakebijakan.

d) Komunikasi antar organisasi

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan denganefektif, menurut

Van Horn danVan Mater (dalam Widodo2007) apa yang menjadi standar

tujuan harus dipahami olehpara individu(implementors).Yang

bertanggung jawab ataspencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena

itu standardan tujuan harus dikomunikasikan kepada para

pelaksana.Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasikepada

para pelaksana kebijakan tentang apa menjadistandar dan tujuan harus

konsisten dan seragam(consistency and uniformity)dari berbagai

sumberinformasi.

e) Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn (dalamAgustino

2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dariagen pelaksana kebijakan

sangat mempengaruhikeberhasilan atau kegagalan implementasi

kebijakan publik.Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan

yangdilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat

yangmengenal betul permasalahan dan persoalan yang merekarasakan.

Tetapi kebijakan publik biasanya bersifattop downyang sangat mungkin

para pengambil keputusan tidakmengetahui bahkan tak mampu

menyentuh kebutuhan,keinginan atau permasalahan yang harus

diselesaikan”.

24
f) Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilaikinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilankebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi

dan politikyang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu,upaya implementasi

kebijakan mensyaratkan kondisilingkungan eksternal yang kondusif.

B.Model Daniel Mazmian dan Paul Sabatier

Model Implementasi Daniel Mazmanian dalam Leo Agustino (2008:144),

“berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah

kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel - variabel yang

Mempengaruhi tercapainya tujuan - tujuan formal pada keseluruhan proses

implementasi”.

Lebih lanjut Paul A.Sebastier (1986) dalam Suratman (2017 : 99-100),

memodifikasi model mereka pada tahun (1973), berdasarkan riset di Eropa dan

Amerika, Mereka mengambangkan kerangka implementasi kebijakan,

mengidentifikasi tiga variabel bebas (indevenden variabel) yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi, (variabel intervening, dan variabel dependen).

Mazmanian-Sabatier mengklasifikasi proses implementasi kebijakan

dalam tiga variabel, yaitu:

1. Variabel Independen

Mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan

indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan

perubahan seperti apa yang dikehendaki.Variabel mudah atau sulitnya

mengendalikan masalah yang dihadapi, meliputi indikator sebagai berikut:

25
a. kesukaran teknis

b. keragaman perilaku kelompok sasaran

c. persentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah penduduk

d. ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan .

2. Variabel Intervening

Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan

proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan,

dipergunakannya teori kasual, ketepatan alokasi sumber dana,

keterpaduan hirarkis antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari

lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki

keterbukaan dengan pihak luar, variabel diluar kebijakan yang

mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator

kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis

konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan

kualitas kepeminpinan dari pejabat pelaksana. Berikut beberapa indikator

yang berkaitan dengan hal tersebut, ;

a. Kejelasan dan konsistensi tujuan

b. Keteapatan alokasi sumber daya

c. Keterpaduan hirarki dalam dan diantara lembaga pelaksana

d. Rekruitmen pejabat pelaksana

e. Akses pihak luar secara formal.

3. Variabel Dependen

Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik

dengan lima tahapan, yang terdiri dari; pertama, pemahaman dari

lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan

26
pelaksana. Kedua, kepatuhan objek. Ketiga, hasil nyata. Keempat,

penerimaan atas hasil nyata. Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah

pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian

maupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. Berikut beebrapa

indikator dalam variabel dependen, yaitu:

a. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi

b. Dukungan politik

c. Sikap dan sumber daya yang dimiliki oleh kelompok

d. Dukungan dari pejabat atasan

e. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana.

Lebih jelasnya variabel - variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan

menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat

3. Variabel - variabel diluar Undang - undang yang mempengaruhi

implementasi.

C.Model George C.Edward III

Model implementasi kebijakan ketiga yang berperspektif top down

dikembangakan oleh George C. Edward III dalam Leo Agustino (2016 : 136-141).

Edward III menamakan model implementasi kebijakan publiknyadengan Direct

and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan

oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan

implementasi suatu kebijakan, yaitu:

27
1. Komunikasi

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi

suatu kebijakan menurut George C. Edward III adalah komunikasi.

Komunikasi menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang

efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa

yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka

kerjakan dapat berjalan bila komunikasiberjalan dengan baik, sehingga

setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus

ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang

tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat,

dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan

agar para pembuat keputusan di dan para implementor akan semakin

konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan di

masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam

mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:

a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan

suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam

penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi),

hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa

tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah

jalan.

b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksanan kebijakan

(street-level-bureuacrats) haruslah jelasdan tidak membingungkan (tidak

28
ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu

menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada

tatarn yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu

komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau

dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,

maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumberdaya

Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu kebijaka adalah sumberdaya. Sumberdaya

merupakan hal penting lainnya, menurut George C. Edward III, dalam

mengimplementasikan kebijakan. Idikator sumber-sumberdaya terdiri dari

beberapa elemen, yaitu:

a. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah

satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai

ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan

implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf

dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan

kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan

tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara

29
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melaksanakan

tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifa formal agar

perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para

implementor dimana publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat

menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks

yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi

kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak,

efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi

kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala

wewenang diselewengkan oleh para pelaksanan demi kepentingannya

sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.

d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam

implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang

mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki

wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas

pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan

tersebut tidak akan berhasil.

30
3. Disposisi

Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan

implementasi kebijakan publik, bagi George C. Edward III adalah

disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor

penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan

publik. Jika pelaksanaan suatukebijakan ingin efektif, maka para

pelaksanan kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan

dilakukan tetapi juga harusmemiliki kemampuan untuk melaksanakannya,

sehingga dalam praktiknya tidak menjadi bias. Hal-hal penting yang perlu

dicermati pada variabel disposisi adalah:

a. Pengangkatan birokrat;disposisi atau sikap para pelaksanan akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan

yang diinginkan oleh pejabat-peabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan

pengangkatan personilpelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang

memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetaplan; lebih khusus lagi

pada kepentingan warga.

b. Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan

memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak

menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh

para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksanan

kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu

mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

31
kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal inidilakukan sebagai

upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.

4. Strktur birokrasi

Variabel keempat menurut George C. Edward III, yang

mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah

struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu

kebijakan tersedia atau para pelaksanan kebijakan mengetahui apa yang

seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan

suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana

atau terealisasikan karena terdapatnya kelemahan dalam struktur

birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama

banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang

tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya

menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi

sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan

yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi

dengan baik.

Dua karakteristik menurut Edward III dalam Leo Agustino (2016 :

141) yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi / organisasi ke

arah yang lebih baik adalah:

a. Membuat Standar Operating Procedures (SOPs) yang lebih fleksibel;

SOPs adalah suatu prosedur atau aktivitas terencana rutin yang

memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan seperti

aparatur, administratur atau birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatannya pada setiap harinya (days-todays politics) sesuai dengan

32
standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan

warga).

b. Melaksanakan fragmentasi, tujuannya untuk menyebar

tanggungjawab pelbagai aktivitas, kegiatan, atau program pada

beberapa unit kerja yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Dengan terfragmentasinya struktur birokrasi, maka implementasi akan

lebih efektif karena dilaksanakan oleh organisasi yang kompeten dan

kapabel.

II.2.3. Faktor Penentu Dilaksanakan atauTidaknya Suatu Kebijakan Publik

Dalam perjalananya kebijakan akan senantiasa mengandung resiko yang

berbeda, tergantung dari konsekuensi yang akan timbul dalam proses

pelaksanaannya. Oleh karenanya perlu pertimbangan mendalam sebelum

diimplementasikan, begitupun pada saat terlaksana, kebijakan akan selalu

dipengaruhi oleh beebrapa komponen yang terlibat didalamnya. Berdasarkan hal

tersebut, Leo Agustino (2012 :157) dalam bukunya menyebutkan beberapa faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan atau tidaknya suatu kebijakan, yaitu:

a. Faktor penentu pemenuhan kebijakan

 Respeknya angota masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah

 Adanya kesadaran untuk untuk menerima kebijakan

 Adanya sanksi hukum

 Adanya kepentingan public

 Adanya kepentingan pribadi

 Masalah waktu

b. Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan

 Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang ada

33
 Tidak adanya kepastian hukum

 Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi

 Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum.

II.3. Konsep Kurikulum

II.3.1 Pengertian Kurikulum

Kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang

berarti berlari dan currere yang artinya tempat berpacu. Dalam bahasa Latin

”curriculum” semula berarti a running course, or race course, especially a chariot

race course dan terdapat pula dalam bahasa Prancis ”courier” artinya ”to

run,berlari”. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah “courses” atau

matapelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.

Dalam bahasa Arab, kurikulum diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang

yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupan dan kemudian diterapkan

dalam bidang pendidikan. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menjelaskan

kurikulum sebagai sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta carayang digunakan sebagai pedoman

dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada

setiap satuan pendidikan, Imam machawi (2014 : 73)

Kurikulum berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1

Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan

beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah

seperangkat pedoman pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan, Meiana

Yurike Dewi (2016 : 26).

34
Rahmat Raharjo (2012) dalam Imam machawi (2014 : 73) Istilah

kurikulum mempunyai pengertian yang cukup beragam mulai dari pengertian

yang sempit hingga yang sangat luas. Pengertian kurikulum secarasempit seperti

yang dikemukakan oleh William B. Ragan yang dikutip oleh Hendyat Soetopo

dan Wasty Soemanto: ”Traditionally, the curriculum has meantthe Subject taugth

in school, or course of study”. Senada dengan definisi ini, Carter V. Good dalam

Imam machawi (2014 : 73) menyatakan: ”Curriculum as a systematic group of

courses or sequences of subjectrequired for graduation or certification in a major

field of sudy, for example, social studiescurriculum, physical education

curriculum...”. Ronald C. Doll mendefinisikan: “Thecurriculum of the school is the

formal and informal content and process by which learnergain

knowledgeunderstanding develop skiils and alter attitude appreciations and

valuesunder the auspice of that school”.

Beberapa Pengertian kurikulum sebagaimana di atas mencakup semua

pengalaman yang diharapkan dikuasai peserta didik di bawah bimbingan para

guru. Pengalaman ini bisa bersifat intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstra

kurikuler, baik pengalaman di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian

dapat dipahami bahwa kurikulum mencakup pengertian yang sangat luas meliputi

apayang disebut dengan kurikulum potensial, kurikulum aktual, dan kurikulum

tersembunyi atau hidden currilum. Kurikulum tersembunyi adalah hal atau

kegiatan yang terjadi di sekolah dan ikut mempengaruhi perkembangan peserta

didik, namun tidak diprogramkan dalam kurikulum potensial.Dalam pengertian

lain kurikulum tersembunyi adalah hasil; dari suatu proses pendidikan yang tidak

direncanakan. Artinya, perilaku yang muncul dari luar tujuan yang dideskripsikan

oleh guru.

35
II.3.2 Pengertian Kurikulum 2013

Kemendikbud (2013), kurikulum tahun 2013 adalah rancang bangun

pembelajaran yang didesain untuk mengembangkan potensi peserta didik,

bertujuan untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang

bermartabat,beradab, berbudaya, berkarakter, beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

menjadi warga negara yang demokratis,dan bertangung jawab.

Berdasarkan pengertian di atas, Kurikulum 2013 adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu yang mulai aktif diterapkan pada

tahun 2013 sampai sekarang.

II.3.3 Tujuan Pengembangan Kurikulum 2013

Seperti yang dikemukakan di berbagai media massa, bahwa melalui

pengembangan kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan Indonesia yang

produktif, kreatif, inovatif, efektif; melalui pengembangan sikap, keterampilan,

dan pengetahuan yang terintelegensi. Dalam kompetensi dan karakter peserta

didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat di

demonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang

di pelajarinya secara kontekstual. Kurikulum 2013 memungkinkan para guru

menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar,

yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari.

Oleh karena itu, peserta didik perlu mengetahui kriteria penguasaan

kompetensi dan karakter yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil

belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui

36
penguasaan terhadap sejumlah kompetensi dan karakter tertentu, sebagai

prasyarat untuk melanjutkan ke tingkat penguasaan kompetensi dan karakter

berikutnya.

Mengacu pada penjelasan UU No. 20 Tahun 2003, bagian umum

dikatakan, bahwa: “strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-

undang ini meliputi:….., 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis

kompetensi,…. “ dan pada penjelasan pasal 35, bahwa “Kompetensi lulusan

merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan

dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.”Maka

diadakan perubahan kurikulum dengan tujuan untuk “Melanjutlkan

Pengembangan kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun

2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan

secara terpadu.”

Untuk mengetahui tujuan tersebut menuntut perubahan pada berbagai

aspek lain terutama dalam implementasinya di lapangan pada proses

pembelajaran, dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu, sedangkan

pada proses penilaian, dari berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output

menjadi berbasis kemampuan melalui penilaian proses, portofolio dan penilaian

output secara untuk dan menyeluruh, sehingga memerlukan penambahan jam

pelajaran.

II.3.4 Landasan Pengembangan Kurikulum

Adapun beberapa landasan hukum tentang kurikulum 2013 tingkat

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayyah adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

37
2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang

Standar isi.

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2013 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan

5. Permendikbud Republik Indonesia No.67 Tahun 2013 tentang

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidayyah.

6. Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian.

7. Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru.

8. Permendikbud No.71 Tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran yang

Layak.

9. Permendikbud No.81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.

Permendikbud UU No.81 A pasal 1 yang menyebutkan bahwa,

Implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah

(SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah

(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan

sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK)

dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Dalam

Permendikbud UU No.81 A pasal 2 ayat 1 menyebutkan pula

Implementasi kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan

SMK/MAK menggunakan pedoman implementasi kurikulum yang

mencakup:

38
a. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan;

b. Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;

c. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;

d. Pedoman Umum Pembelajaran; dan

e. Pedoman Evaluasi Kurikulum.

10. Permendikbud No.57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidayyah.

Permendikbud UU No.57 tahun 2014 yang lebih khusus

membahas tentang kurikulum 2013 tingkat Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidayyah (SD/MI) juga memperkuat beberapa peraturan lainnya.

Pasal 1 menyebutkan bahwa Kurikulum pada Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang telah dilaksanakan sejak tahun

ajaran 2013/2014 disebut Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah.

Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, yuridis dan

konseptual, E. Mulyasa (2016 : 64-65), menjelaskan sebagai berikut:

1. Landasan Filosofis

a. Filosofis Pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam

pengembangan pendidikan.

b. Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,

kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.

2. Landasan yuridis

a. RPJMM 2010-2014 sektor pendidikan, tentang perubahan Metodologi

Pembelajaran dan Penataan Kurikulum.

39
b. PP No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Naasional Pendidikan.

c. INPRES Nomor 1 Tahun 2010, tentang Perecepatan Pelaksanaan

Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan

metode pembelajaran aktif berdasarkan niali-nilai budaya bangsa

untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

3. Landasan Konseptual

a. Relevansi pendidikan (link and match)

b. Kurikulum berbasis kompetensi, dan karakter

c. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)

d. Pembelajaran aktif (student active learning)

e. Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh.

II.3.5 Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Kemendikbud 2013 telah menjabarkan bahwa pengembangan kurikulum

didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

1. Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan

daftar mata pelajaran. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum

sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus

dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya

di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai proses

adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau

jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang

dalam rencana. Hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara

keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.

2. Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan,

jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan

40
Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi

Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah

kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses

pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan

jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan

tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang

pendidikan maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar

Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta

Standar Kompetensi satuan pendidikan.

3. Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan

kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan

keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.

Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam

satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan

dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran

dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan

(organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga

memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.

4. Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan

pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan

Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery

learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.

5. Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan

minat. Atas dasar prinsip perbedaan kemampuan individual peserta didik,

41
kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki

tingkat penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap,

keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu beragam program dan

pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan

awal peserta didik.

6. Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan

kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan

berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan

aktif dalam belajar.

7. Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,

budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar

kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni

berkembang secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus

selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi,

dan seni; membangun rasa ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik

untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni.

8. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak

boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan

kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan

kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari permasalahan di

lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan

untuk mengaplikasikan yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di

masyarakat.

42
9. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Pemberdayaan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan

dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat

digunakan untuk mengembangkan budaya belajar.

10. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional

dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan melalui

penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan/SK dan Kemampuan

Dasar/KD serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk

membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan

mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua

kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman dan

kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal Ika untuk

membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.

11. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki

pencapaian kompetensi. Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat

untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap peserta didik atau

sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti

dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar

yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.

II.3.6. Kesenjangan Kurikulum KTSP 2006

Disamping masih adanya kelemahan dan kekurangan sebagaimana yang

telah diemukakan sebelumnya, perubahan dan pengembangan kurikulum

diperlukan karena adanya beberapa kesenjangan kurikulum yang sedang berlaku

43
sekarang (KTSP). Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi

dan seni yang berlangsung cepat dalam era global dewasa ini, E. Mulyasa (2016

: 61-62), dapat diidentikasikan beberapa kesenjangan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kesenjangan kurikulum

KONDISI SAAT INI KONSEP IDEAL

A. KOMPETENSI LULUSAN A. KOMPETENSI LULUSAN

1 Belum sepenuhnya 1 Berkarakter mulia

menekankan pendidikan

karakter

2 Belum menghasilkan 2 Keterampilan yang relevan

keterampilan sesuai kebutuhan

3 Pengetahuan-pengetahuan 3 Pengetahuan terkait

lepas

B. MATERI PEMBELAJARAN B. MATERI PEMBELAJARAN

1 Belum relevan dengan 1 Relevan dengan materi yang

kompetensi yang dibutuhkan dibutuhkan

2 Beban belajar terlalu berat 2 Materi esensial

3 Terlalu luas, kurang mendalam 3 Sesuai dengan tingkat

perkembangan anak

C. PROSES PEMBELAJARAN C. PROSES PEMBELAJARAN

1 Berpusat pada guru 1 Berpusat pada peserta didik

2 Proses pembelajaran 2 Sifat pembelajaran yang

berorientasi pada buku teks kontekstual

3 Buku teks hanya memuat 3 proses pembelajaran dengan

materi bahasan kompetesi yang diharapkan

44
KONDISI SAAT INI KONSEP IDEAL

D. PENILAIAN D. PENILAIAN

1 Menekankan aspek kognitif 1 Menekankan aspek kognitif,

afektif, psikomotorik secara

proporsional

2 Tes menjadi cara penilaian 2 Penilaian tes pada portofolio

yang dominan saling melengkapi

E. PENDIDIK DAN TENAGA E. PENDIDIK DAN TENAGA

KEPENDIDIKAN KEPENDIDIKAN

1 Memenuhi kompetensi profesi 1 Memenuhi kompetensi profesi,

saja pedagodi, sosial, dan personal.

2 Fokus pada ukuran kinerja 2 Motivasi mengajar

F. PENGELOLAAN KURIKULUM F. PENGELOLAAN KURIKULUM

1 Satuan pendidikan mempunyai 1 Pemerintah pusat dan daerah

pembebasan dalam memiliki kendali kualitas dalam

pengelolaan kurikulum pelaksanaan kurikulum di

tingkat satuan pendidikan

2 Masih tedapat kecenderungan 2 Satuan pendidikan mampu

satuan pendidikan menyusun menyusun kurikulum dengan

kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi

mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan

satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi

peserta didik, dan potensi daerah

masing-masing daerah yang

dimiliki

45
KONDISI SAAT INI KONSEP IDEAL

3 Pemerintah hanya menyiapkan 3 Pemerintah menyiapkan semua

sampai standar isi mata komponen kurikulum sampai

peajaran buku teks dan pedoman

Sumber: Materi Uji Publik Kurikulum 2013

II.3.7. Struktur kurikulum SD

Struktur kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi untuk

sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, serta

sekolah menengah kejuruan seperti yang disajikan dalm materi uji publik

kurikulum 2013, dan juga materi sosialisasi kurikulum 2013 (Kemendiknas 2013),

E. Mulyasa (2016 : 85-86), dapat dikemukakan struktur kurikulum sebagai

berikut:

Tabel 2.2 Struktur Kurikulum SD

Usulan Rancangan Struktur Kurikulum SD

No. Komponen Rancangan

1. Berbasis tematik integratif sampai kelas VI

2. Menguunakan komepetensi lulusan untuk merumuskan kompetensi hasil

pada setiap kelas

3. Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran

(mengamati), menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,

menyimpulkan, menciptakan, semua mata pelajaran

4 Mengguanakan IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua

mata pelajaran

46
Usulan Rancangan Struktur Kurikulum SD

No. Komponen Rancangan

5. Meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari10 dapat

dikurangi menjadi 6 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran

- IPA menjadi materi pembahasan pelajaran bahasa Indonesia,

matematika, dll

- IPS menjadi materi pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa

Indonesia, dll

- Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan

prakarya serta pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

- Mata pelajaran pengembangan diri diintegrasikan kesemua mata

pelajaran

6. Menempatkan IPA dan IPS pada posisi sewajarnya bagi anak SD yaitu

bukan sebagai disiplin ilmu melainkan sebagai sumber kompetensi untuk

membentuk ilmuwan dan kepedulian dalam berinterkasi sosial dan

dengan alam secara bertanggung jawab.

7. Perbedaan antara IPA/IPS dipisah atau diintegrasikan hanyalah pada

apakah buku teksnya terpisah atau jadi satu. tetapi apabila dipisah dapat

berakibat beratnya beban guru, kesulitan bagi bahasa Indonesia untuk

mencari materi pembahasan yang kontekstual, berjalan sendiri

melampaui kemampuan berbahasa peserta didiknya seeperti yang terjadi

saat ini, dll

8. Menambah 4 jam mata pelajaran per minggu akibat perubahan proses

pembelajaran dan penilaian.

47
II.4. Penelitian Terdahulu

Agar penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah pernah

dilakukan, peneliti menguti penelitian terdahulu yang serupa tapi memiliki

perbedaan yang sangat jelas, sebagai batasan agar tidak tejadi kesamaan

dengan penelitian sebelumnya.kemudian perbedaan tersebut yang akan menjadi

penyempurna suatu ilmu pengetahuan diantara penelitian terdahulu adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.3 Penelitian terdahulu implementasi kebijakan kurikulum 2013

Judul NamaPeneliti Temuan Persamaan Perbedaan


No.
Penelitian (Th) Penelitian penelitian penelitian

1. IMPLEMENTASI Eusabia Implementasi - Berfokus pada - Lokus penelitian


Kurikulum 2013
KURIKULUM Floreza impelementasi tersebut pada SMK.
dalam
2013 DALAM Waybin kebijakan kurikulum - Menggunakan
perencanaan
PROSES (2013) pembelajaran di 2013 teori kependidikan
SMK
PEMBELAJARA dalam (kerangka
Negeri 3
N DI SMK fikir berbeda)
Yogyakarta
NEGERI 3 berada dalam -Variabel penelitian
kategori
YOGYAKARTA berfokus pada
sebagian besar
proses
terlaksana
pembelajaran.

- Teknik

pengumpulan data

meggunakan

(kuesioner)

48
Judul NamaPeneliti Temuan Persamaan Perbedaan
No.
Penelitian (Th) Penelitian penelitian penelitian

2. IMPLEMENTASI Abdullah Pelaksanaan - Berfokus pada - Lokasi penelitian


kurikulum 2013
KEBIJAKAN Izzan impelementasi pada kota yang
tingkat sekolah
KURIKULUM Habubuddin kebijakan kurikulum berbeda
dasar di Kota
2013 TINGKAT (2017) Bandung belum 2013 - Lingkup penelitian
berjalan secara
SEKOLAH - Lokus peneltian meliputi satu
efektif
DASAR DI pada tingkat kabupaten

KOTA Sekolah Dasar (SD) - Menggunakan

BANDUNG - Pendekatan teori Edward III

PADA DINAS penelitian (deskriptif sebagai kerangka

PENDIDIKAN kualitatif) fikir

KOTA - Teknik - Tidak

BANDUNG pengumpulan data menggunakan

(wawancara, teknik triangulasi

observasi dan dalam

dokumentasi) pengumpulan data

II.5. Kerangka Pikir

kurikulum tahun 2013 merupakan rancang bangun pembelajaran yang

didesain untuk mengembangkan potensi peserta didik, bertujuan untuk

mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang bermartabat,beradab, berbudaya,

berkarakter, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, berilmu, cakap, kreatif, sehat, mandiri, menjadi warga negara yang

demokratis,dan bertangung jawab. Kurikulum ini merupakan suatu usaha yang

49
dilakukan secara sadar dan terencana oleh pemerintah untuk meningkatkan

kualitas pendidikan Indonesia. Untuk itu pemerintah Kabupaten ataupun

kecamatan dalam hal ini dinas terkait seharusnya dapat berperan aktif dalam

merumuskan kebijakan kurikulum 2013 sebelum diimplementasikan. Sebagai

hasil dari Kurikulum tersebut maka diharapkan mampu untuk menghasilkan insan

cendekia yang cerdas, berkompeten, dan berkarakter .

Untuk mengukur implementasi kebijakan kurikulum 2013 di SDN 33

BODDIE Kec. Mandalle, Kab. Pangkep, penulis menggunakan teori Van Meter

dan Van Horn (1975) yang menggunakan enam variabel (ukuran dan tujuan

kebijakan, sumberdaya, karakteristik agen pelaksana, kecenderungan/disposisi

para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan

lingkungan sosial, ekonomi dan politik) untuk mendeskripsikan implementasi

kebijakan ini. Oleh sebab itu, kerangka pikir yang digunakan adalah sebagai

berikut:

50
Kebijakan Kurikulum
2013 SDN 33 BODDIE
Kec. Mandalle, Kab.
Pangkep

Indikator Implementasi Kebijakan


menurut Van Meter dan Van Horn (1975).

1. Ukuran dan tujuan kebijakan


Tujuan Kurikulum
2. Sumberdaya
2013:Mewujudkan
3. Karakteristik agen pelaksana
Pendidikan yang
4. Kecenderungan/disposisi para
Berkualitas
pelaksana
5. Komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Gambar II.2 Kerangka Pikir

51
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif menurut Moleong (2011:6) dalam Angki (2013:66) adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena – fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian , secara holistic dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks, khusus yang alamiah

dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Dalam hal ini penulis melakukan wawancara secara mendalam kemudian

hasil wawancara tersebut diolah dan diperoleh data.

III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 33 Boddie Kec. Mandalle, Kabupaten

Pangkep. lokasi ini dipilih secara purposive yaitu dengan sengaja. Dengan

pertimbangan kondisi wilayah ini memperlihatkan adanya berbagai masalah

semenjak diberlakukannya Kurikulum 2013 di sekolah tersebut.

Adapun titik yang dijadikan lokasi penelitian antara lain, ruang kelas I s/d

VI sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM) , ruang guru

dan kepala sekolah untuk melakukan wawancara secara langsung, kantor Unit

Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan yang berada di lokasi Kecamatan Mandalle

sebagai kantor cabang dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep, kantor Dinas

Pendidikan Kabupaten Pangkep, serta tempat-tempat diluar sekolah yang

memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara secara mendalam dengan

infoman.

52
III.3. Tipe dan Dasar Penelitian

1. Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian deskriptif dengan

metode kualitatif dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas

mengenai masalah yang diteliti, mengidentifikasi dan menjelaskan data

yang ada secara sistematis. Mely G. Tan, dalam Soejono:22 (dalam Ridho,

2009:17) mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat – sifat individu, keadaan, gejala, atau

kelompok tertentu.

2. Dasar pemikiran yang dilakukan adalah wawancara langsung yaitu teknik

pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan –

keterangan lisan melalui percakapan dengan orang yang dapat

memberikan keterangan secara langsung (Mardalis, 2010:64).

III.4. Narasumber atau Informan

Narasumber atau informan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Siswa/siswi SDN 33 Boddie sebagai peserta didik di sekolah tersebut.

2. Guru kelas I-VI SDN 33 Boddie.

3. Kepala Sekolah SDN 33 Boddie.

4. Pengawas tingkat Sekolah Dasar Wilayah I dan II Kecamatan Mandalle.

5. Kepala dan staff Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan tingkat

kecamatan sebagai cabang dari kantor pusat Dinas Pendidikan tingkat

kabupaten.

6. Kepala/staff Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep.

III.5. Sumber Data

Dalam penelitian ini, sumber data yang diperoleh sebagai berikut:

53
1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lokasi

penelitian atau data yang bersumber dari informan yang berkaitan dengan

Implmentasi Kebijakan Kurikulum 2013 di SDN 33 Boddie Kecamatan Mandalle,

Kabupaten Pangkep.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang berasal dari sumber – sumber yang

berhubungan dengan objek penelitian (didapatkan dalam bentuk pustaka

atau dokumentasi).

III.6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Triangulasi, diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

yang telah ada. Teknik pengumpulan data dengan dengan triangulasi

berarti peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas

data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik

pengumpulan data dan berbagai sumber data. Menurut Sugiyono ada tiga

macam triangulasi yaitu,

a. Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data

yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

54
berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek

dengan observasi, dokumnetasi atau kuisioner.

c. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat

narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan

data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka

pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan

pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam

waktu atau situasi yang berbeda.

2. Telaah kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dari berbagi literatur

guna memperoleh peralatan dasar-dasar teori seperti buku, majalah,

buletin serta bacaan lain yang relevan dengan masalah yang diteliti.

3. Studi lapang objek, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang

diteliti dengan menempuh cara sebagai berikut:

a. Observasi : yaitu cara pengumpulan data dengan pengamatan

terhadap objek yang diteliti, Surisno Hadi (1986) dalam Sugiono

(2011 : 196) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai

proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting

adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. dalam hal ini

Siswa/siswi, Guru kelas I-VI, Kepala sekolah, dan Dinas terkait (

UPTD Pendidikan Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep ).

b. Wawancara : Yaitu dengan Tanya jawab dan tatap muka secara

langsung dengan beberapa informan seperti yang telah penulis

55
paparkan mengenai informan atau narasumber, yang dianggap

mengetahui banyak mengenai objek penelitian dan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini sebagai sumber data.

4. Telaah dokumentasi, yaitu teknik untuk memperoleh data melalui kajian

sumber pustaka, dokumen, peraturan-peraturan, undang-undang,

keputusan-keputusan, serta literatur terkait.

5. Penelusuran data online, data yang dikumpulkan menggunakan teknik ini

seperti studi kepustakaan di atas. Namun yang akan membedakan hanya

media tempat pengambilan data atau informasi. Teknik ini memanfaatkan

data online, yakni menggunakan fasilitas internet.

III.7. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu.Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis

terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jwaban yang diwawancarai setelah

dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan

lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.

Adapun Langkah –langkah analisis data setelah dilakukannya

pengumpulan yaitu:

1. Reduksi data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

56
2. Penyajian data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sejenisnya. Akan tetapi yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnyaberdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi (Conclusion Drawing/verfivation)

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat

yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti

yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan

data, maka kseimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel.

III.8. Fokus Penelitian

Focus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data,

sehingga tidak terjadi bias terhadap data yang diambil.Untuk mengukur

keberhasilan Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di SDN 33 Boddie

Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep, maka penulis menggunakan

pendekatan Implementasi yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn,

57
dimana terdapat 6 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan

Implementasi yaitu :

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis

dengan sosio - kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika

ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit

direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam Widodo,

2007) mengemukakan untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan

tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai

oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya

merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran

tersebut.

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu

menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Derthicks (dalam Van Mater

dan Van Horn, 1975) bahwa: ”New town study suggest that the limited

58
supply of federal incentives was a major contributor to the failure of the

program”.

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian

kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan

sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan

dilaksanak an pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan

yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi antar organisasi

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut

Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 2007) apa yang menjadi standar

tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang

bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena

itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para

pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus

konsisten dan se ragam (consistency and uniformity) dari berbagai

sumber informasi.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn (dalam Agustino

2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan

59
sangat mempengaruhi keber hasilan atau kegagalan implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal

betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi

kebijakan publik bias anya bersifat top down yang sangat mungkin para

pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh

kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.

6. Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi

dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya

implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang

kondusif.

60
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Gambaran Umum Objek Penelitian

IV.1.1. Peta Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

` Gambar 4.1 Peta Kabupaten Pangkep

Sumber: http://loketpeta.pu.go.id/assets/cms/uploads/images/media-

peta/peta-infrastruktur/pii-7300/7309_2012.gif

Berdasarkan letak astronomis, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

berada pada 11.00’ bujur timur, dan 040. 40’ – 080. 00’ lintang selatan.Secara

Administratif Luas wilayah Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan12.362,73

Km2 (setelah diadakan analisis Bakosurtanal) untuk wilayah laut seluas

11.464,44 Km2, dengan daratan seluas 898,29 Km2, dan panjang garis pantai di

Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan yaitu 250 Km, yang membentang dari

61
barat ke timur. Di mana Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terdiri dari 13

kecamatan, di mana 9 kecamatan terletak pada wilayah daratan, dan 4

kecamatan terletak di wilayah kepulauan.

Berdasarkan Peta 4.1 dapat dikemukakan bahwa Batas administrasi, dan

batas fisik Kabupaten Pangkajene, dan Kepulauan adalah sebagai berikut.

– Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru.

– Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros.

– Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone.

– Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, dan

Madura, Pulau Nusa Tenggara, dan Pulau Bali.

IV.1.2. Profil SDN 33 Boddie

IV.1.2.1. Identitas Sekolah

Secara geografis SDN 33 Boddie terletak di desa Boddie, kec. Mandalle,

kab.pangkep, berbatasan dengan kec.segeri sebelah selatan, sebelah timur desa

coppo tompong, sebelah barat desa tammarupa dan sebelah utara berbatasan

dengan kab.barru.SDN 33 Boddie pertamakali diresmikan dengan nama Sekolah

Dasar Negeri 33 Boddie pada tahun 1958 dengan SK No.1318 pada tahun 2017

dan NIS (1011090206033). Saat ini sekolah tersebut berstatus sebagai sekolah

negeri berakreditasi C dengan kelompok sekolah inti, adapun rincian identitas

sekolah tersebut adalah sebagai berikut:

Nama Sekolah : SD NEGERI 33 BODDIE

Nama Kepala Sekolah : Irasti, S.Pd

Nomor Identitas Sekolah (NIS) : 101190206033

Alamat : Jl. Poro Makassar-Pare Km.63,

Kec.Mandalle, Kab.Pangkep.

62
Tabel 4.1 Identitas Sekolah Dasar Negeri 33 Boddie

IDENTITAS SEKOLAH

1 NAMA SEKOLAH SD NEGERI 33 BODDIE

2 NOMOR STATISTIK / NIS 101190206033

3 PROVINSI SULAWESI SELATAN

4 OTONOMI DAERAH YA

5 KECAMATAN MANDALLE

6 DESA / KELURAHAN BODDIE

7 JALAN DAN NOMOR JL.POROS MAKASSAR PARE NO:

8 KODE POS 90655

9 TELEPON KODE WILAYAH : - NOMOR : -

10 FAXCIMILE/FAX KODE WILAYAH : - NOMOR : -

11 DAERAH PERKOTAAN DESA



12 STATUS SEKOLAH NEGERI SWASTA

13 KELOMPOK SEKOLAH INTI MODEL FILIAL



TERBUKA

14 AKREDITASI C

15 SURAT KEPUTUSAN / SK NOMOR : 1318 TGL : 18-4-2017

16 PENERBITAN SK
KEPALA DINAS PENDIDIKAN
(DITANDATANGANI OLEH)

17 TAHUN BERDIRI TAHUN : 1958

18 TAHUN PERUBAHAN 2016/2017

19 KEGIATAN BELAJAR PAGI SIANG PAGI SIANG


63
IDENTITAS SEKOLAH

20 BANGUNAN SEKOLAH MILIKI SENDIRI BUKAN MILIK



SENDIRI

21 LOKASI SEKOLAH BODDIE

22 JARAK KE PUSAT 2 KM

KECAMATAN

23 JARAK KE PUSAT KOTA 34 KM

24 TERLETAK PADA LINTASAN DESA KECAMATAN



KAB/KOTA PROVINSI

25 JUMLAH KEANGGOTAAN
SEKOLAH
RAYON SEKOLAH

26 ORGANISASI PEMERINTAH YAYASAN



PENYELENGGARA ORGANISASI MASYARAKAT

27 PERJALANAN / PERUBAHAN
-
SEKOLAH

28

Sumber : Profil SDN 33 BODDIE

64
IV.1.2. 2. Profil Sekolah

A. DATA SEKOLAH

1. Jumlah Siswa

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SDN 33 Boddie 2017/2018

Jenis Kelas
Jumlah
Kelamin I II III IV V VI
Laki-laki 13 10 14 7 7 7 58
Perempuan 14 9 14 14 8 10 69
Jumlah 27 19 28 21 15 17 127
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

2. Jumlah Rombongan Belajar

Tabel 4.3 Jumlah Rombongan SDN 33 Boddie

Kelas Jumlah RB

I 1
II 1
III 1
IV 1
V 1
VI 1
Total 6
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

3. Jumlah Guru Berdasarkan Kualifikasi

Tabel 4.4 Jumlah Guru Berdasarkan Kualifikasi SDN 33 Boddie

Kualifikasi Jumlah
Doktor (S-3) -
Magister (S-2) -
Sarjana (S-1) 10
Sarjana Muda (D-III) -

65
Kualifikasi Jumlah
Diploma II (D-II) -
Diploma I (D-I) -
SLTA 1
Total 11
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

4. Jumlah Guru Berdasarkan Status

Tabel 4.5 Jumlah Guru SDN 33 Boddie Berdasarkan Status

Kualifikasi Jumlah
Guru Negeri (PNS) 4
Guru Tidak Tetap (Honorer) 4
Staff 2
Penjaga Sekolah 1
Total 11
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

5. Jumlah Ruang Kelas

Tabel 4.6 Jumlah Ruang Kelas SDN 33 Boddie

Kondisi Ruang Kelas Jumlah

Baik 6

Rusak Ringan -

Rusak Berat -

Total 6
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

66
6. Perpustakaan

a. Koleksi Buku

Tabel 4.7 Jumlah Koleksi Buku perpustakaan SDN 33 Boddie

Jenis Buku Jumlah


Buku Pelajaran 447

Buku Penunjang 122

Buku Bacaan 114

Total 683
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

b. Luas Perpustakaan __ ±16 __ m2

7. Lapangan Olah Raga

Tabel 4.8 Jenis Lapangan SDN 33 Boddie

Jenis Lapangan Jumlah


1. Lapangan Bulu Tangkis 1
2. Lapangan Lompat Jauh -
3. Lapangan Senam 1
4. Lapangan Tenis Meja 2
5. Lapangan Takraw 1
Total 5
Sumber : Profil SDN 33 Boddie

8. Tenaga Pendidik dan Kependidikan

67
Tabel 4.10 Kualifikasi Tenaga Pendidik dan Kependidikan SDN 33 Boddie

Pangkat
Tempat, dan Ijazah Status
No Nama/NIP Jabatan Agama
Tanggal Lahir Gol. Terakhir Pegawai
Terakhir
1 Irasti, S.Pd Lancirang 01- S1 PNS Kep.Sek Islam
19670801 08-1967 IV/b 2004
199003 2 009
2 Muhammad Tammarupa S1 PNS Guru Kelas (VI) Islam
Irwan.L, S.Pd 15-09-1970 2007
IV / a
19700915
199106 1 001
3 Sitti Nasirah, Mandalle 29- S1 PNS Guru Kelas (III) Islam
S.Pd. 01-1967 2007
III/d
19670929
199903 2 003
4 Sukardi Jaga, Parangluara S1 PNS Guru Kelas(V) Islam
S.Pd 17-08-1971 1994
III/c
19710817
200103 1 002
5 Aminah, S.Pd. Boddie S1 Honorer Guru Kelas( I ) Islam
28-01-1982 2011

6 Dayawati, S.Ag Mandalle 23- S1 Honorer Guru MapelI Islam


11-1972 1999 (Agama Islam)

7 Hadijah Karlina, Tamarupa 28- S1 Honorer Guru Kelas (IV) Islam


S.Pd 09-1983 2008

8 Misnawati, S.Pd Marangancang S1 Honorer Guru Kelas (II) Islam


16-05-1991 2013

68
Pangkat
Tempat, dan Ijazah Status
No Nama/NIP Jabatan Agama
Tanggal Lahir Gol. Terakhir Pegawai
Terakhir
9 Galih Purworejo S1 Honorer T.Perpustakaan Islam
Wijayanto, S.E 01-07-1889 2013

10 Muhammad Labakkang S1 Honorer T.Administrasi Islam


Arsyad, S.Sos 05-05-1978 2014

11 Mami Aspar PESENG Paket C Honorer Penjaga Islam


07-09-1973 2010 Sekolah

Sumber : Data Statistik Guru dan Murid 2016/2017

69
IV.1.3. Visi dan Misi SDN 33 Boddie

IV.1.3.1. Visi SDN 33 Boddie

Adapun Visi SDN 33 Boddie Kec, Mandalle, Kab.Pangkep adalah sebagai

berikut:

“UNGGUL DALAM PRESTASI, CERDAS DAN TERPERCAYA BERDASARKAN

IMTAQ DAN IPTEK, BERPERILAKU YANG SEHAT, BERBUDAYA

LINGKUNGAN BERWAWASAN NASIONAL DAN GLOBAL”

Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya yang sangat

mendasar dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), tingkat

pendidikan dapat menjadi ukuran tingkat kemampuan berpikir seseorang.

Bahkan tingkat kerugian suatu daerah/ negara sangat erat kaitannya dengan

masalah mutu pendidikan yang diselenggarakan.

IV.1.3.2. Misi SDN 33 Boddie

Dalam Visi SDN 33 Boddie Kec. Mandalle, Kab.Pangkep sebagaimana

tersebut diatas, maka misi yang dilaksanakan dan diselenggarakan oleh SDN 33

Boodie adalah:

a. Membimbing siswa memiliki dasar-dasar akhlak mulia dan budi pekerti

yang luhur;

b. Membina siswa memiliki kemampuan akademik, kreatif, berpikir kritis,

pemberani, bertanggungjawab;

c. Melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan;

d. Menumbuhkembangkan semangat berprestasi pada seluruh warga

sekolah;

e. Menumbuhkembangkan kegiatan yang berwawasan IPTEK.

70
IV.1.3.3. Tujuan SDN 33 Boddie

Dengan adanya Visi dan Misi yang diemban oleh SDN 33 Boddie, maka

adapuntujuan yang hendak dicapai dari sekolah ini adalah sebagai berikut:

a. Siswa lebih tekun dalam berprestasi dan berperilaku santun;

b. Meningkatkan kemandirian dan rasa tanggungjawab pada diri siswa

melalui kegiatan kepramukaan, komputer, keolahragaan dan

ekstrakurikuler;

c. Mempersiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi yakni SMP.

IV.1.3.4. Struktur Organisasi SDN 33 Boddie

Gambar 4.2 Struktur Organisasi SDN 33 Boddie

KOMITE SEKOLAH
KEPALA SEKOLAH
HERLINA

PUSTAKAWAN JABATAN TATA USAHA

WALI KELAS I WALI KELAS WALI KELAS WALI KELAS WALI KELAS WALI KELAS
II III IV V VI

GURU GURU GURU GURU GURU GURU


B.INGGRIS AGAMA PENJAS

PENJAGA
SEKOLAH

SISWA

MASYARAKAT SEKITAR

Sumber ; Profil SDN 33 Boddie

71
IV.1.4. Tugas Pokok

1. Kepala Sekolah

a. KepalaSekolah sebagai Pendidik(Educator)

 membimbing guru dalam hal menyusun dan melaksanakan

program pengajaran, mengevaluasi hasil belajar dan

melaksanakan program pengajaran dan remedial.

 Membimbing karyawan dalam hal menyusun program kerjadan

melaksanakan tugas sehari-hari.

 Membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler, Pembinaan

Kesiswaan dan mengikuti lomba di luar sekolah.

 Mengembangkan staf melalui pendidikan/latihan, melalui

pertemuan, seminar dan diskusi, menyediakan bahan bacaan,

memperhatikan kenaikan pangkat,mengusulkan kenaikan jabatan

melalui pembinaan dan seleksi (Binsel) calon Kepala Sekolah.

 Mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan/latihan,

pertemuan, seminar, diskusi dan bahan- bahan bacaan.

b. Kepala Sekolah sebagai Manajer(Manager)

 mengelola administrasi kegiatan belajar dan bimbingan konseling

dengan memiliki data lengkap administrasi kegiatan belajar

mengajar dan kelengkapan administrasi bimbingan konseling.

 Mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan/latihan,

pertemuan, seminar, diskusi dan bahan- bahan bacaan.

 Mengelola administrasi ketenagaan dengan memiliki data

administrasi tenaga guru, karyawan PTT.

72
 Mengelola administrasi keuangan, baikadministrasi keuangan

rutin, BOS maupun Komite Sekolah.

 Mengelola administrasi sarana/prasarana baik administrasi

gedung/ruang, mebelair, perpustakaan, dan peralatan lainnya.

c. KepalaSekolah sebagai PengelolaAdministrasi(Administrator)

 Menyusun program kerja, baik jangka pendek, menengah maupun

jangka panjang.

 Menyusun organisasi ketenagaan disekolah baik Wakasek,

Pembantu Kepala Sekolah, Walikelas, Kasubag Tata Usaha,

Bendahara, dan Personalia Pendukung misalnya pembina

perpustakaan, pramuka, OSIS, Olah raga. Personalia kegiatan.

 Menyusun organisasi ketenagaan disekolah baik Wakasek,

Pembantu Kepala Sekolah, Walikelas, Kasubag Tata Usaha,

Bendahara, dan Personalia Pendukung misalnya pembina

perpustakaan, pramuka, OSIS, Olah raga. Personalia kegiatan

temporer, seperti Panitia Ujian, panitia peringatan hari besar

nasional atau keagamaan dan sebagainya.

 Menggerakkan staf/guru/karyawan dengan cara memberikan

arahan dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas.

 Mengoptimalkan sumberdaya manusia secara optimal,

memanfaatkan sarana / prasarana secara optimal dan merawat

sarana prasarana milik sekolah.

 Mengevaluasi hasil supervisi untuk menpenciptakan iklim bekerja

dan belajar yang kondusif.

 Mampu berkomunikasi dengan baik secara lisan maupun tertulis.

73
2. Komite Sekolah

Komite Sekolah adalah suatu lembaga mandiri di lingkungan

sekolah dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan

memberikan pertimbangan, arah, dan dukungan tenaga, sarana, dan

prasarana serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah).

Awal terbentuknya Komite Sekolah berdasarkan Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional (Kemendiknas) No. 014/ U/ 2002 Tanggal 2 April

2002 sekaligus menyatakan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan

( BP3 ) tidak berlaku lagi. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai

hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan.Komite Sekolah

memiliki kedudukan yang kuat karena diundangkan dalam dalam UU

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN No.

20/2003).

Pasal 56 ayat 3 UU SPN No. 20/2003 menyatakan:

“Komite Sekolah adalah lembaga mandiri dibentuk dan berperan


dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan”.

Untuk menjalankan perannya komite sekolah bertugas untuk:

a. Mendorong perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah

(perorangan/organisasi/dunia usaha) dan pemerintah berkenaan

dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

c. Menampung dan menganalisis aspiarasi, ide, tuntutan dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

74
d. Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada

satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan,

rencana anggaran pendidikan dan belanja madrasah (RAPBM),

kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, dna

hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam

pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan

pendidikan.

f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

3. Pustakawan

Membantu Kepala sekolah dalam kegiatan belajar mengajar siswa

dalam hal pengarsipan dan pengelolaan buku atau sumber belajar lainnya

yang meliputi::

a. Perencanaan pengadaan buku/bahan pustaka/media elektronika

b. Pelayanan perpustakaan.

c. Perencanaan pengembangan perpustakaan.

d. Pemeliharaan dan perbaikan buku-buku/bahan pustaka/media

elektronika.

e. Inventarisasi dan pengadministrasian .

f. Penyimpanan buku/bahan pustaka, dan media elektronika.

g. Menyusun tata tertib perpustakaan.

75
h. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan perpustakaan secara

berkala.

4. Bendahara Sekolah

a. Menyusun program RKAS tahunan, semester, triwulan, yang

berorientasi pada program pengembangan sekolah secara transparan

berdasarkan panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun

berjalan.

b. Menerima, mengelola dan mempertanggungjawabkan Dana Rutin

Sekolah (BOS) dan sumber lain yang sah secara transparan dan

akuntabel.

c. Membayar honorarium pegawai (GTT/PTT) setiap bulan.

d. Menyetor / membayar melaporkan Pajak ( PPN dan PPh.) yang

menjadi kewajiban.

e. Menutup buku kas tunai, kas umum (BKU) setiap akhir bulan.

f. Menyimpan dan mengarsipkan semua surat-surat pembelian / kuitansi

pembelian/pengeluaran dengan rapi dan teratur.

g. Mengerjakan administrasi keuangan BOS berdasarkan panduan BOS

tahun berjalan.

h. Berkoordinasi dengan Kepala Sekolah tentang kegiatan penegelolaan

keuangan sekolah.

i. Menyusun dan melaporkan pertanggungjawaban keuangan / BOS

bulanan, triwulan, semester, dan tahunan secara transparan dan

akuntabel.

5. Tata Usaha Sekolah

Bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dalam kegiatan:

76
1) Penyusunan program kerja tata usaha sekolah.

2) Pengelolaan dan pengarsipan surat-surat masuk dan keluar.

3) Pengurusan dan pelaksanaan administrasi sekolah.

4) Pembinaan dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah.

5) Penyusunan administrasi sekolah meliputi kurikulum, kesiswaan dan

ketenagaan.

6) Penyusunan dan penyajian data/statistik sekolah secara keseluruhan.

7) Penyusunan tugas staf Tata Usaha dan tenaga teknis lainnya.

8) Mengkoordinasikan dan melaksanakan 9 K.

9) Penyusunan laporan pelaksanaan secara berkala.

6. Guru

Bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dalam melaksanakan

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), meliputi:

1) Membuat kelengkapan mengajar dengan baik dan lengkap.

2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran.

3) Melaksanakan kegiatan penilaian proses belajar, ulangan, dan ujian.

4) Melaksanakan analisis hasil ulangan harian.

5) Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan

6) Mengisi daftar nilai anak didik.

7) Melaksanakan kegiatan membimbing (pengimbasan pengetahuan),

kepada guru lain dalam proses pembelajaran.

8) Membuat alat pelajaran/alat peraga.

9) Menumbuh kembangkan sikap menghargai karya seni.

10) Mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum.

11) Melaksanakan tugas tertentu di sekolah.

77
12) Mengadakan pengembangan program pembelajaran.

13) Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar anak didik.

14) Mengisi dan meneliti daftar hadir sebelum memulai pelajaran.

15) Mengatur kebersihan ruang kelas dan sekitarnya.

16) Mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan pangkat.

7. Penjaga sekolah

a. Membuka / menutup ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang Kelas,

ruang perpustakaan /UKS.

b. Membersihkan ruang Kepala sekolah dan ruang Guru.

c. Membersihkan ruang kamar mandi / WC guru, Mengisi air.

d. Membersihkan ruang WC siswa, Mengisi air.

e. Membimbing siswa menjaga kebersihan kelas dan lingkungan

sekolah.

f. Mengisi bak air untuk berwudhu.

g. Membersihkan dan penataan lingkungan sekolah.

h. Mengumpulkan dan membakar sampah di bak sampah.

i. Memelihara kebersihan sekitar sekolah.

j. Bertanggung jawab semua alat kebersihan dan peralatan lainnya.

k. Memperbaiki kerusakan ringan mebelair dan sarana prasarana

sekolah.

l. Menjaga keamanan sekolah selama jam sekolah.

m. Membantu menutup pintu gerbang.

n. Mencatat kejadian-kejadian disekolah.

o. Mengamankan sekolah dari ganguuan pencurian dan kebakaran.

78
IV.2. Permendikbud No.57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidayyah.

Permendikbud UU No.57 tahun 2014 yang lebih khusus membahas

tentang kurikulum 2013 tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayyah (SD/MI)

twlah memperkuat beberapa peraturan lainnya. Pasal 1 menyebutkan bahwa

Kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang telah dilaksanakan

sejak tahun ajaran 2013/2014 disebut Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah.

IV.3. Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Kurikulum 2013 di SDN 33

Boddie

Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan analisis dari hasil penelitian

implemenasi kebijakan kurikulum 2013 di sekolah dasar negeri 33 boddie kec.

Mandalle, kab. pangkep. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan

observasi di lapangan secara mendalam berdasarkan teori Van Meter dan Van

Horn. Teori dari Van meter dan Van Horn ini terdiri dari 6 elemen yaitu, ukuran

dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana,

kecenderungan/disposisi para pelaksana, komunikasi antarorganisasi & aktivitas

pelaksana dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

IV.3.1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), identifikasi indikator-indikator

kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan.

Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan

tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan–

tujuan berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara

menyeluruh.

79
Namun demikian, ada beberapa kasus yang terkesan sulit dalam

mengidentifikasi dan mengukur kinerja. Ada dua penyebab yang dikemukakan

oleh Van Meter dan Van Horn (1975), yaitu: pertama, mungkin disebabkan oleh

bidang program terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, akibat dari

kekaburan dan kontradisksi dalam pernyataan ukuran dan tujuan kebijakan.

IV.3.1.1. Tujuan kebijakan

“Mewujudkan pendidikan berkarakter dan berkompetensi”

Bapak “M” selaku KASI KURIKULUM Dinas Pendidikan Kab.Pangkep

tingkat pendidikan dasar mengatakan bahwa:

“lahirnya kurikulum 2013 sebagai pengganti KTSP 2006 adalah untuk


meningkatkan dan pendidikan berkarakter bagi para siswa. Ini adalah
program nasional, merupakan tanggung jawab bersama, jadi apa yang
ditekankan di kurikulum 2013 harus kita jalankan dengan baik.
(Wawancara tanggal 8 Januari 2018)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, selaku KASI Kurikulum beliau

menjelaskan bahwa inti dari lahirnya kurikulum 2013 adalah untuk melahirkan

siswa yang berkarakter. Selain itu, tanggungjawab bersama yang diemban dalam

menwujudkan tujuan kurikulum 2013 menjadikan semua pihak harus terlibat

dalam menyukseskan program pemerintah tersebut.

Bapak “N” selaku PLT kepala UPTD Pendididkan Kec.Mandalle,

mengungkapkan hal senada yang mengatakan bahwa:

“berbicara tujuan kurikulum 2013, yang saya tahu itu program bertujuan
untuk mewujudkan pendidikan karakater, jadi memang yang mau
dibangun dari siswa itu adalah perilakunya. Karena waktu saya dulu
memang betul-betul itu kita takut sama guru dan hormat, tapi sekarang
anak-anak itu biasa kurang ajar sama gurunya. Intinya mungkin itu yang
mau di perbaiki oleh pak menteri anies baswedan dulu. siswa itu tidak
hanya ditunutut untuk cerdas dari segi pelajaran tapi juga yah perilakunya
juga harus baik dalam kesehariannya.
(Wawancara tanggal 12 Januari 2018)

80
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan

yang ingin dicapai dari program ini yakni membangun karakter peserta didik

dalam keseharainnya, tidak hanya pintar dalam kelas namun juga harus

dibarengi dengan akhlak yang mulia. Melihat fenomena sekarang dengan

semakin menurunnya moral para peserta didik dari hari kehari, menjadikan

pemerintah membuat strategi baru dengan melahirkan pola pembelajaran yang

menekankan pada pembentukan sikap melalui kebijakan kurikulum 2013. Hal. ini

juga diperjelas oleh salah satu guru yang mengajar di SDN 33 Boddie, Bapak

“I.L” selaku guru senior dan paling lama mengajar di SD 33 Boddie, mengatakan

bahwa:

“Tujuan dibentuknya kurikulum 2013 adalah untuk membangun karakter


siswa, nah ini bedanya dek. Kalau dulu KTSP yang ditekankan adalah
kognitif siswa yang dinilai dengan angka-angka, sekarang dengan
kurikulum 2013 betul-betul siswa dituntut untuk sadar dan mencari tahu
sendiri kalau misalkan ada materi yang tidak ditahu dan bisa bekreasi
dengan bidang studi yang diminati. Guru hanya sebatas memfasilitasi
saja kepada siswa. Intinya memang karakter yang mau dibangun disini.
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan diatas diatas dapat

dikatakan bahwa lahirnya kurikulum 2013 di tingkat sekolah dasar bertujuan

untuk melahirkan peserta didik yang berkarakter dan berkompetensi.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dari proses belajar mengajar

di SD 33 Boddie, terlihat bahwa dalam proses pembelajaran siswa selalu di

barengi dengan pendidikan karakter sebelum mengawali atauapun sedang

berlangsungnya proses pembelajaran, seperti budaya cium tangan antara guru

dengan para siswa di pagi hari, kelas bersih setiap hari, guru yang seringkali

mengajarkan sopan santun di sela-sela pembelajaran yang sesuai dengan mata

pelajaran yang berlangsung seperti pelajaran agama dan pkn, sebelum pulang

81
juga siswa kembali mencium tangan dan pamit kepada semua guru ataupun staff

sekolah.

Namun dilain hal ditemukan bahwa dari semua guru yang mengajar

terdapat satu guru yang kurang memahami apa tujuan kurikulum 2013 yakni guru

kelas III, dan bahkan kepala sekolah pada saat dilakukan wawancara, kembali

bertanya kepada peneliti dan guru yang berada disampingnya tentang tujuan

pemerintah memberlakukan kurikulum tersebut. Hal yang seperti ini menandakan

bahwa semua agen pelaksana belum begitu memahamai tujuan dari kebijakan

pemerintah namun sudah menjalankannya.

IV.3.2. Sumber Daya

Sumber daya merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam

melaksanakan suatu maksud yang telah ditetapkan. Sumber daya berguna untuk

menunjang implementasi dari suatu kebijakan. Tanpa adanya sumber daya yang

cukup dan memadai, implementasi suatu kebijakan akan terganggu dan menjadi

agak sulit untuk dilaksanakan. Sumber daya yang ada pada pihak pembuat dan

pelaksana kebijakan haruslah cukup dan memadai sesuai dengan apa yang

tertera di dalam peraturan. Selain itu, pihak pembuat dan pelaksana kebijakan

harus menggunakan sumber daya secara cermat dan sesuai dengan apa yang

tertulis dalam peraturan. Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai

sumber daya yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

IV.3.2.1. Manusia

Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam menentukan suatu

proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses

implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai

dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

82
politik. Apabila sumber daya manusia dalam sebuah organisasi kurang dalam hal

jumlah, komepetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka

kegiatan organisasi tidak akan berjalan secara optimal.

Mengenai sumber daya manusia atau dalam hal ini para guru dan staff

yang melaksanakan program ini, Ibu “I” selaku kepala sekolah mengatakan

bahwa:

”Kalau anggota saya disini berjumlah 11 orang, diantaranya terdiri dari 6


guru kelas, saya sebagai kepala sekolah, 1 guru agama, 1 operator, 1
pustakawan, dan 1 lagi penjaga sekolahtapi tidak memiliki guru olahraga
dan guru bahasa inggris. Kalau disini baru saya sama guru kelas 3, 5,
dan 6 yang berstatus sebagai PNS, guru kelas 1, 2, 4, guru agama,
operator dan penjaga sekolah statusnya masih honor, pendidikannya juga
rata-rata teman guru yang mengajar disini sudah sesuai dengan
kebutuhan yaitu rata-rata sarjana pendidikan.

(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa dalam hal

sumber daya manusia, Kepala sekolah berpendapat bahwa dari segi kuantittas

masih kurang karena ada guru bidang studi yang tidak ada, ditambah juga

dengan status beberapa guru yang mengajar belum sepenuhnya berstatus

sebagai PNS, namun dari segi kualifikasi latar belakang pendidikan guru yang

mengajar di SDN 33 Boddie sudah sesuai dengan kebutuhan pengajar dan staff

sekolah, hal ini diperkuat oleh pernyataan dari guru yang penulis sempat penulis

wawancarai.

Sebagai guru paling senior di SDN 33 Boddie, “I.L” juga mengungkapkan

hal yang senada dengan mengatakan bahwa:

“Rata-rata guru sekarang itu dua kali S1, karena dalam penyesuaian
latarbelakang pendidikan guru sekarang harus betul-betul relevan dengan
kebutuhan tenaga pendidik, jadi kalau ada guru yang mendapat kelas
untuk mengajar dan tidak sesuai dengan latarbelakang pendidikannya,
maka disuruh untuk kuliah kembali dengan mengambil program studi

83
PGSD. Selain itu juga kita masih kekosongan guru olahraga dan bahasa
inggris, sehingga biasa kami sebagai guru kelas mengambil alih jam
pelajaran tersebut”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, bapak “I.L” mengatakan bahwa

guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengajar kembali kuliah dan

melakukan taraf penyesuaian pendidikan dengan mengambil program studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selain itu jumlah guru yang mengajar

di SDN 33 Boddie belum memadahi dari segi jumlah karena masih terdapat guru

yang kosong sehingga terkadang diambil alih sendiri oleh guru kelas seperti mata

pelajaran olahraga. Lebih lanjut “M” sebagai guru kelas yang paling muda, juga

mengatakan bahwa:

”rata-rata guru yang mengajar di sekolah dasar wilayah kecamatan


mandalle masih kebanyakan berstatus sebagai guru honorer dek. Seperti
di sekolah ini, dari 7 guru yang mengajar, 4 diantaranya masih berstatus
sebagai honor termasuk guru agamanya dan bahkan ada satu sekolah
dasar di Mandalle yang memiliki guru kelas I-VI statusnya honor semua,
jelasnya”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa dalam hal

sumber daya manusia, para guru yang terlibat dalam menjalankan program ini

sudah memiliki kualifikasi pendidikan yang memadahi namun masih terbatas

pada guru bidang studi seperti guru olahraga dan guru bahasa inggris. Selain itu

status guru yang belum semuanya berstatus sebagai PNS (Masih honorer).

Selain dari wawancara dengan Kepala Sekolah dan guru serta observasi

yang dilakukan. Pernyataan mengenai sumber daya manusia yang memiliki

kompetensi dan kapabilitas yang cukup juga ditunjang dengan studi dokumentasi

yang dilakukan dengan melihat nama-nama guru beserta pangkat atau

golongannya pada absensi harian dan profil guru yang terpampang di ruang

84
kepala sekolah SDN 33 Boddie.Dimana pada daftar tersebut, staff dan para guru

hampir keseluruhan merupakan luluisan sarjana, kecuali penjaga sekolah yang

hanya lulusan SMA.

IV.3.2.2. Finansial

Selain sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu

diperhitungkan juga, ialah: sumberdaya finansial. Finansial merupakan sumber

daya yang tidak kalah pentingnya dengan manusia. Ketika sumber daya manusia

yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana mealui

anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan untuk merealisasikan

apa yang hendak dituju oleh kebijakan tersebut. Untuk memperdalam informasi

mengenai sumber daya finansial dari Implementasi kurikulum 2013 di SDN 33

Boddie, maka peneliti mewawancarai Kepala sekolah, guru, dan bendahara

sekolah yang ditugaskan.

Dalam mengimplementasikan program ini, dana yang tersedia bersumber

dari APBN/APBD yang berbentuk anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS)

tiap tahunnya dan hal tersebut menyesuaikan dengan jumlah siswa yang

terdaftar tiap tahunnya yakni Rp. 800.000 per siswa dari 127 siswa yang

terdaftar. Pada tahun 2016 jumlah anggaran yang diterima SDN 33 Boddie

sebesar Rp. 103.200.000,- yang diterima selama 4 kali triwulan. Adapun jumlah

yang diterima tiap triwulan adalah sebagai berikut:

1. Triwulan 1 periode bulan Januari S/D Maret Rp. 25.800.000.-

2. Triwulan 2 periode bulan April S/D Mei Rp. 25.800.000,-

3. Triwulan 3 periode bulan Juli S/D September Rp. 25.800.000;-

4. Triwulan 4 periode bulan Oktober S/D Desember Rp. 25.800.000,-

Dalam hal ini, kepala sekolah mengatakan bahwa:

85
“kalau berbicara anggaran sumber yang kita pakai dalam kurikulum 2013
adalah APBN/APBD yang berbentuk dana Biaya Operasional Sekolah
(BOS). Jumlah yang kita terima itu berdasarkan jumlah siswa yang ada di
sekolah ini yaitu sebesar Rp. 800.000.-/siswa dan itu diterima per Tiga
bulan sekali. Kalau berbicara gaji dari guru honor, 15% dari anggaran itu
dikeluarkan untuk tenaga pendidik yang belum berstatus PNS, 20%
belanja buku, dan selebihnya untuk operasional lainnya. Tapi biasa
kendalanya jumlah yang kita terima itu selalu kurang dari jumlah siswa
yang sebenarnya, SOP bilang Rp. 800.000.-/siswa tapi biasa setelah
dihitung tidak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya.

(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan diatas, beliau selaku kepala

sekolah mengemukakan bahwa dana yang digunakan dalam

mengimplementasikan Kurikulum 2013 bersumber dari APBN/APBD yang

berbentuk dana BOS. Jumlah anggaran yang diterima berdasarkan jumlah siswa

di SDN 33 Boddie, dengan kualifikasi Rp.800.000.- / siswa yang di cairkan dalam

kurun waktu 3 bulan sekali (triwulan) atau 4 kali selama satu tahun namun,

terkadang jumlah yang di cairkan oleh pusat tidak sesuai dengan jumlah siswa

yang semestinya. Anggaran tersebut di belanjakan untuk 15% gaji tenaga

pendidik (guru honorer), 20% belanja buku dan selebihnya untuk keperluan

operasional lainnya yang dapat menunjang proses pembelajaran. Dari pihak

dinas pendidikan juga mengemukakan hal yang serupa.Bapak “M” selaku KASI

KURIKULUM DISDIK Pangkep, juga mengungkapkan hal yang serupa, beliau

mengatakan;

“kalau sumber anggaran yang kita gunakan itu sumbernya APBN, dan
ada juga sebagian dari APBD. Kemarin pada tahun 2015 yang
dianggarkan oleh pusat hanya sekitar 9 sekolah yang untuk mengikuti
pelatihan, tapi pihak pemda meminta tambahan dengan membiayai 40
sekolah untuk diikutkan dalam pelatihan tersebut, dan rencana terakhir
kemarin PEMDA kembali akan menambah kuota guru sebanyak 150
sekolah untuk mengikuti lagi pelatihan yang kedua”
(Wawancara tanggal 8 Januari 2018)

86
Menurut pak “M”, anggaran yang digunakan dalam kurikulum 2013

bersumber dari APBN dan sebagian juga dari APBD, anggaran yang bersumber

dari APBD ini di anggarkan untuk melakukan pelatihan kepada guru terhadap

peningkatan mutu tenaga pendidik.Pada tahun sebelumnya telah dilakukan

pelatihan yang pertama sebanyak 40 sekolah dan akan akan kembali

dianggarkan untuk 2018 sebanyak 150 sekolah sebagai lanjutan pelatihan

pertama. Melengkapi pernyataan kepala sekolah dan pihak dinas pendidikan,

salah satu guru SDN 33 Boddie yakni “IL”, sebagai guru yang berstatus PNS juga

mengatakan bahwa:

“sumber dana sekarang semuanya bersumber dari dana BOS, ini baru
saja pihak sekolah melakukan belanja buku untuk kebutuhan belajar
sebeser 20 juta. Anggaran untuk pendidikan seperti yang kita tahu bahwa
20% juga harus betul-betul disalurkan untuk biaya pendidikan jadi itu juga
yang bantu kita untuk lebih menambah buku dan kebutuhan lainnya.
(Wawancara tanggal 12 Desember2017)

Lebih lanjut beliau juga menambahkan bahwa:

”kalau untuk gaji guru dan staff yang PNS sudah jelas,karena kami punya
gaji pokok dan tunjangan perbulan, ditambah juga tunjangan sertifikasi
dari pemerintah yang bisa diterima pertriwulan dan itu terhitung 1 kali gaji
pokok kami, tapi kami disini juga punya guru honorer 4, otomatis juga
harus digaji. Biaya untuk memberikan honor kepada teman-teman guru
yang mengajar dan memgang kelas, biasa di ambil dari dana BOS yang
tersedia, dimana sebesar 15% dari total keseluruhan anggaran itu
memang dianggarkan untuk guru honorer.

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara tersebut, bapak “IL” mengatakan bahwa dana

yang digunakan dalam program ini adalah bersumber dari dana Biaya

Operasional Sekolah (BOS).. Secara financial personalia, gaji yang diterima oleh

guru PNS terdiri dari gaji pokok, tunjangan bulanan dan tunjangan sertifikasi guru

sedangkan guru honorer hanya menerima 15% dari anggaran dana bos yang

87
kemudian dibagi dengan beberapa honorer lainnya. Pendapat ini juga diperkuat

oleh Ibu “M” yang kebetulan baru mengajar selama 7 bulan di sekolah ini dengan

mengatakan bahwa:

“saya juga kebetulan baru mengajar selama 7 bulan disini dek, untuk gaji
kami sebagai guru honorer yang kami terima itu diambil dari dana BOS
yang tersedia, dan biasanya itu baru kami terima setelah 3 bulan sekali
karena mengikuti jadwal cairnya dana BOS dari pemerintah. Biasa yang
saya terima itu sebesar Rp. 500.000,- sampai Rp. 900.000,-per tiga
bulan, tapi itu juga disyukuri karena disini lumayan banyak siswanya
dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain dan kalau dibandingkan
dengan sekolah lain disini cukup sedikit guru honornya, karena disekolah
lain ada yang hanya 2 orang gurunya yang berstatus sebagai PNS. Dana
BOS juga menyesuaikan dengan jumlah siswa dari tiap sekolah dan 15%
itu juga dibagi untuk guru honor, jadi semakin sedikit guru yang honor
semakin banyak juga yang saya terima, Jelasnya”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Menurut Ibu “M”, gaji atau honor yang biasa diterima bersumber dari

anggaran dana BOS dan diterima selama tiga bulan sekali, yakni mengikuti

jadwal di cairkannya anggaran dana BOS. Anggaran tersebut di bagi lagi

berdasarkan jumlah guru atau staff yang mengajar di sekolah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dari semua informan di atas dapat

disimpulkan bahwa sumber anggaran yang digunakan dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut adalah APBN/APBD yang berwujud

anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS). Anggaran tersbeut terbagi atas

20% belanja buku, 15% belanja tenaga pendidik, dan selebihnya untuk keperluan

operasional lainnya. Dari segi penggajian untuk guru dan staff sudah diatur oleh

pemerintah berdasarkan pangkat dan golongan bagi guru yang berstatus sebagai

Pegawai Negeri Sipil (PNS),dan untuk guru/staff yang berstatus sebagai guru

honorer di gaji berdasarkan Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang dianggarkan

sebesar 15% dari total anggaran yang diterima oleh sekolah tiap triwulan untuk

88
kemudian dibagi oleh 4 guru honorer, 1 opeator sekolah, 1 orang pustakawan

serta 1 orang penjaga sekolah. Pembagian anggaran honorer tersebut di bagi

berdasarkan beban kerja yang diemban oleh masing-masing gur/staff, sehingga

kepala sekolah dalam hal ini harus cermat untuk membagi anggaran tersebut

agar pembagiannya terkesan merata dan adil.

Namun masalah yang muncul kemudian adalah adanya ketidakadilan

terhadap guru PNS dan Honorer yang mengemban tugas yang sama namun

dengan gaji yang berbeda. Meilhat beratnya beban sebagai seorang guru

sekolah dasar apalagi dengan tuntutan pemerintah dari tahun ketahun yang

mengharpakan guru untuk semakin professional dan disiplin dalam mendidik

para siswa. Ditambah dengan lahirnya kurikulum 2013 yang semakin menambah

beban guru menjadikan pemerintah harus mengambil langkah yang lebih serius

untuk memperhatikan nasib seorang guru melalui pengangkatan PNS tiap

periode agar guru yang berstatus sebagai honorer dapat diminimalisir dan

berkurang jumlahnya dari tahun ketahun.

IV.3.2.3. Waktu

Begitu halnya dengan waktu, Waktu merupakan sumber daya terakhir

yang sama pentingnya dengan sumber daya yang sebelumnya. Waktu akan

mempengaruhi tingkat kesulitan pelaksana kebijakan untuk melaksanakan

kebijakan tersebut secara maksimal. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan

kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur denga persoalan waktu yang

terlalu ketat, maka hal ini dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan

implementasi kebijakan. Selain itu, waktu juga berbicara mengenai jam kerja

pegawai apakah sesuai atau justru melampaui batas. Ketepatan waktu dalam

implementasi kebijakan kurikulum 2013 ini menjadi hal penting agar dapat tepat

89
waktu dalam pelaksanaannya maka yang harus diperhatikan adalah pelaksanaan

pembelajarannya yang sesuai dengan waktu yang ditentukan tiap semesternya.

Selaku kepala sekolah, “I” mengatakan bahwa:

“Dari waktu pelaksanaan, biasanya guru terkendala di penilaian karena


prosesnya itu lama, kalau dulu KTSP rapor siswa itu hanya berisi angka
disetiap mata pelajaran. Sekarang penilaiannya itu dalam bentuk kata-
kata saya lihat. Karena kebetulan juga saya sudah lama menjadi kepala
sekolah dan waktu saya mengajar dulu masih menggunakan KTSP yah
bentuk penialainnya begitu, sekarang lebih rumit saya lihat”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara tersebut, beliau menyatakan bahwa dalam

pelaksanaan kurikulum 2013 ini kendala waktu yang biasa dialami adalah proses

penliaian atau pengisian raport siswa dari tiap semeseternya. Hal tersebut di

perkuat oleh pendapat “IL”, yang mengatakan bahwa:

”kalau dari segi pembelajarannya, saya rasa selama ini cukup bagus dan
berjalan sama seperti dulu waktu pemberlakuan KTSP, bahkan kita
sebagai guru yah bisa cukup santai karena sekarang guru hanya
memfasilitasi dan siswa yang dituntut untuk lebih aktif, namun yang
menjadi beban kami sebagai guru adalah penulisan rapor siswa yang
cukup lama kita kerjakan karena biasa begitu dek, sekarang rapor anak-
anak itu berbeda dari yang dulu waktu KTSP, sejak kurikulum 2013
berlaku rapor itu lebih banyak diisi dengan kata-kata daripada nilai, jadi
biasa terlambat dibagikan rapornya dan bahkan belakangan ini
penerimaan rapor dirangkaikan langsung 2 semester. Tapi Alhamdulillah
ini karena sekarang selalu ada revisi saya lihat jadi tidak sesulit dulumi
peniliannya”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Bapak “IL” menyatakan bahwa beban mengajar selama di berlakukan

kurikulum 2013 sedikit lebih ringan dibanding KTSP 2006 yang sebelumnya,

kurikulum 2013 lebih menekankan siswa yang lebih aktif dalam proses

pembelajaran sehingga guru hanya sebatas fasilitator. Namun kendala yang

dialami adalah proses penilaian yang rumit dan lama karena indikator penilaian

90
yang digunakan bukan sebatas nominal angka, melainkan menggunakan kata-

kata untuk mengambarkan hasil yang dicapai oleh siswa oleh tiap semesternya,

sejalan dengan hal itu pemerintah juga terus melakukan revisi kurikulum tiap

tahunnya agar guru lebih mudah untuk melakukan penilaian. Hal tersebut juga

senada dengan apa yang dikemukakan oleh “M” (KASI KURIKULUM DISIDIK)

Pangkep yang mengatakan:

“kurikulum 2013 selalu ada revisi dari tahun ketahun dek, dari awal
diberlakukannya pada tahun 2014, itu sudah mengalami revisi beberapa
kali dan ditahun 2015 itu revisinya terjadi dua kali. Ini bertujuan agar
mempermudah guru untuk lebih memahami kurikulum ini dan tidak terlalu
sulit dalam melaksankannya”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara tersebut, beliau menyatakan bahwa kurikulum

2013 ini dari tahun ketahun mengalami revisi, dan bahkan biasanya revisi

tersebut dilakukan lebih dari satu kali dalam setahun. Hal tersebut bertujuan agar

guru lebih mudah paham akan maksud dari kurikulum 2013 dan

mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan baik.

Dari tiga pernyataan yang didapatkan oleh peneliti, maka dapat

disimpulkan bahwa dari segi waktu, para guru SDN 33 Boddie sebagian besar

mengalami kendala waktu dalam hal penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa di

tiap semesternya. Hal ini karena format raport siswa yang berbeda dengan

format raport KTSP 2006, kurikulum 2013 menggunakan indikator penilaian

dengan kata-kata di tiap mata pelajarannya, sedangkan KTSP 2006 hanya

mengarah kepada penilaian dengan nominal angka.

Dengan adanya perubahan tersebut maka para guru menggunakan waktu

yang cukup lama dalam mengisi format penilaian siswa. sehingga raport

biasanya dibagikan satu kali setahun atau tiap 2 semester, yang seharusnya tiap

91
semester dibagikan kepada siswa. Namun untuk menanggulangi hal tersebut,

pemerintah terus melakukan revisi kurikulum dengan cara merampingkan ke

bentuk yang lebih sederhana dan mudah dipahami agar para agen pelaksana

dalam mengimplementasikan kebijakan tidak menemui kesulitan yang serupa,

termasuk dalam hal penilaian. .

IV.3.3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat dalam implementasi kebijakan ini. Dalam

melihat karakteristik badan-badan pelaksana, seperti dinyatakan oleh van Meter

dan van Horn (1975), maka pembahasan ini tidak bisa lepas dari struktur

birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma-

norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan

eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa

yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Van Meter dan van Horn

(1975) mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap

suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit

dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana;

3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara

anggota-anggota legislatif dan eksekutif)

4. Vitalitas suatu organisasi;

5. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai

jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta

92
tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan

individu-individu di luar organisasi;

6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat

keputusan” atau “pelaksana keputusan”

“M” selaku KASI KURIKULUM DISDIK Pangkep mengatakan bahwa:

“kita sudah bagi memang tim dek, kami punya pengawas yang
berhubungan langsung dengan sekolah yang bersangkutan, selain itu
juga ada instruktur yang bertugas untuk memberikan pelatihan kepada
sekolah tentang ini kurikulum dan itu biasanya utusan dari provinsi
langsung. Selain itu juga, karena ini program nasional jadi semua pihak
pemerintahan bertanggung jawab dalam hal ini dan siap tidak siap kami
harus laksanakan. Bupati juga biasa memberikan arahan tentang kualitas
pendidikan kalau ada pertemuan dengan para kepala sekolah dan dinas
pendidikan, juga membantu dari segi pendanaan karena menggunakan
APBD untuk melakukan pelatihan kompetensi guru. Tapi biasa juga
tergantung sitausi dek karena ada memang rapat khusus antara pihak
sekolah dengan dinas pendidikan dan ada juga internal sekolah untuk
menjalin komunikasi dan saling sharing, kalau dari dinas pendidikan
namanya rapat K3S dan sekolah namanya rapat KKG, jelasnya”
(Wawancara tanggal 8 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara tersebut,selaku KASI Kurikulum beliau

menyatakan bahwa, pihak dinas pendidikan sendiri telah membentuk tim dalam

menjalankan program ini. Dari pihak dinas pendidikan telah membentuk badan

pengawas atau instruktur kurikulum yang biasa mengawasi dan melatih di tiap

sekolah, biasa juga diadakan rapat dengan kepala sekolah untuk membahas

program tersebut ataupun internal sekolah yang mengadakan rapat KKG. Selain

itu, pihak bupati juga turut andil dalam kebijakan ini dengan menyediakan

anggaran untuk melatih para guru agar lebih professional dalam mengajar.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh kepala UPTD Pendidikan Kecamatan

Mandalle, yang mengatakan bahwa:

93
”sebagai perwakilan dari dinas pendidikan di tingkat kecamatan kami juga
berperan untuk mengawal kebijakan ini dengan mengadakan rapat rutin
tiap sekali sebulan dengan sekolah dan juga rapat dadakan apabila ada
informasi dari dinas pendidikan kabupatenapabila ada hal yang perlu
dibahas dengan pihak sekolah. Kalau yang saya tahu selain dari
dukungan dari pihak bupati, pihak DPR sepertinya tidak berperan dalam
kebijakan ini karena selama ini tidak ada partsispasinya”.

(Wawancara tanggal 12 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa pihak UPTD

Pendidikan kecamatan mandalle juga turut berperan dalam mengawal kebijakan

ini dengan melakukan kordinasi antara dinas pendidikan kabupaten dengan

pihak sekolah yang bersangkutan. Dilihat dari realita, pihak bupati turut berperan

dalam kebijakan ini namun tidak dari pihak anggota dewan (DPR). Tambahan

pendapat juga di kemukakan oleh kepala sekolah SD 33 Boddie yang

mengungkapkan hal senada, beliau mengatakan bahwa;

“kalau pertemuan dengan pihak dinas pendidikan biasa paling tidak satu
bulan sekali, biasa ada pertemuan dari pihak dinas pendidikan dengan
bapak bupati langsung juga, biasa kalau ada pidato bapak beliau dan
bertepatan dengan tema pendidikan, biasa dibahas tentang program-
program tersebut”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa pihak dinas

pendidikan biasa melakukan pertemuan dengan kepala sekolah selama satu kali

dalam sebulan dan pihak pemda (bupati pangkep) biasa juga melakukan

pengarahan dengan bentuk pidato langsung pada saat hari-hari besar

pendidikan. Pendapat lain juga dikemukakan oleh “N” selaku guru yang tinggal

dalam area perumahan sekolah, juga mengatakan bahwa:

“biasa kalau ada pakwakil bupati, beliau langsung berkunjung ke kelas


pak termasuk biasa WC nya sekolah, beliau itu paling tekankan yang
namanya kebersihan sekolah sama kedisiplinan guru, mungkin ini juga
bentuk dukungan untuk suksesnya inti dari kurikulum 2013”
(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)

94
Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa biasa

diadakan kunjungan langsung dari pihak bupati kesekolah-sekolah termasuk

SDN 33 Boddie dan biasa yang ditekankan adalah kebersihan sekolah dan

kedisiplinan guru dalam mengajar.

Kesimpulannya adalah karakteristik dari SDN 33 Boddie dalam

pelaksanaan kebijakan ini di dukung oleh beberapa pihak yang terkait seperti

pihak pemerintah daerah (bupati) yang menyediakan anggaran pelatihan kepada

guru dengan sistem kuota sekolah, dinas pendidikan kabupaten yang mengawal

kebijakan dengan membentuk pengawas dan instruktur kurikulum untuk di utus

ke sekolah-sekolah termasuk SDN 33 Boddie, UPTD Pendidikan kecamatan

mandalle yang berperan sebagai pihak perwakilan dinas pendidikan kabupaten

juga melakukan kordinasi langsung dengan sekolah serta internal sekolah

sendiri. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti juga ditemukan

bahwa sejak berubah status menjadi sekolah inti, SDN 33 Boddie belakangan ini

kebanyakan melakukan sosialisasi secara sendiri karena dianggap telah mampu

untuk mandiri. Sehubungan dengan itu, maka pihak lain seperti dinas pendidikan

hanya sebagai pengawal kebijakan apabila pihak sekolah menemui kendala

selama menjalankan kebijakan tersebut.

IV.3.4. Sikap/kecenderungan para pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), Penerimaan atau penolakan

dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau

tidaknya kinerja implementasi kebijkan publik. Setiap komponen dari model yang

dibicarakan sebelumnya harus disaring melalui persepsi-persepsi pelaksana

dalam yuridiksi di mana kebijakan tersebut dihasilkan. Mereka kemudian

mengidentifikasi tiga unsur tanggapan pelaksana yang mungkin memengaruhi

95
kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan, yakni:

kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan

terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan) dan intensitas tanggapan itu.

Kecenderungan-kecenderungan pelaksana terhadap ukuran-ukuran

dasar dan tujuan-tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat penting. Para

pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dengan

tepat karena mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-

kebijakan tersebut.

Dan begitupun sebaliknya. Van Meter dan Van Horn (1975), juga

menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa tujuan-tujuan suatu

kebijakan ditolak oleh orang-orang yang bertanggungjawab terhadap

implementasi kebijakan tersebut, yakni: tujuan-tujuan kebijakan yang telah

ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan dengan sistem nilai pribadi para

pelaksana, kesetiaan-kesetiaan ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan

diri sendiri, atau karena hubungan-hubungan yang ada dan yang lebih disenangi.

Berdasarkan hal seperti ini, maka dapat dikatakan dengan bahasa yang

lebih singkat bahwa kelompok-kelompok manusia menemui kesulitan untuk

melaksanakan tindakan-tindakan secara efektif karena mereka tidak mempunyai

kepercayaan-kepercayaan yang mendasari tindakan-tindakan tersebut. Bila hal

ini terjadi, maka persoalan implementasi akan mengundang perdebatan bawahan

mungkin menolak untuk berperan serta dalam program tersebut sama sekali.

Van Meter dan Van Horn (1975) menyarankan agar orang melihat kepada peran

pengawasan dan pelaksanaan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan

keefektifan implementasi.

1. Kognisi/pemahaman tentang kebijakan

96
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru SDN 33

Boddie, maka didapatkan hasil wawancara sebagai berikut:

Adapun pendapat kepala sekolah SDN 33 Boddie, yang mengatakan

bahwa:

“saya juga kurang begitu paham dengan ini kurikulum 2013, karena saya
sudah menjadi kepala sekolah sudah beberapa tahun,Cuma yang saya
tahu itu kalau kurikulum ini seidkit lebih rumit daripada kurikulum
sebelumnya, pada saat saya dulu mengajar masih menggunakan KTSP
2006, barangkali guru saya yang mengajar disini lebih tahu tentang
kurikulum 2013’
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau selaku kepala sekolah SDN 33

Boddie belum begitu mengetahui maksud dan tujuan dari pemerintah mengganti

KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013. Hal tersebut terjadi karena, beliau masih

menggunakan KTSP 2006 dalam masanya menjadi guru sebelum menjadi

kepala sekolah. Temuan lain juga didapatkan oleh peneliti dari wawancara

dengan “N” yang mengatakan bahwa:

”saya kurang begitu paham juga apa tujuan dari pemerintah


meberlakukan kurikulum 2013 ini pak, saya sebagai guru menjalani saja
apa yang diberlakukan oleh pemerintah. Saya Cuma menjalankan tugas
sebagai guru untuk mengajar. Tapi kalau dari segi proses memang dalam
kurikulum ini kita semua dituntut aktif terutama siswa, kalau dari sisi
tujuannya kurikulum 2013 saya kurang tahu pasti pak.
(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, “N” menyatakan tidak begitu paham

dengan tujuan dari kurikulum 2013, beliau hanya menjalankan apa yang menjadi

kebijakan pemerintah dan menjalankan tanggung jawabnya seperti biasa dengan

mengajar. Namun dari segi proses pembelajaran semua dituntut aktif terutama

siswa sendiri. Pendapat lain juga ditemukan dari hasil wawancara dengan “IL”

sebagai guru senior di sekolah ini, beliau kembali berpendapat bahwa:

97
“sekarang ini status sekolah sudah bersifat mandiri, artinya SDN 33
Boddie sebagai sekolah pertama yang dipilih di kec.mandalle sudah
dianggap mampu untuk berdiri sendiri dan mengembangkan dirinya
sendiri. Kalau dari segi pemahaman, kami sebagai guru memang dituntut
belajar sendiri karena sudah ada buku panduan yang disiapkan dan
sejauh ini untuk kegiatan pelatihan dan lain sebagainya saya rasa masih
sangat kurang, mungkin karena keterbatasan dana. Tapi menurut saya
harapan pemerintah menerapkan kurikulum ini adalah untuk
pembentukan sikap siswa, karena dulu waktu KTSP tolak ukur
pencapainnya itu melalui angka, kalau sekarang lebih ditekankan ke
sikap, jelasnya”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa SDN 33

Boddie sudah bersifat sekolah mandiri, dimana sekolah yang pertama dipilih

sebagai pelaksana kebijakan di tingkat SD kecamatan mandalle ini sudah

dianggap mampu untuk mandiri dan mengelola proses pembelajarannya sendiri

termasuk mengadakan pelatihan . Adapun harapan dari pemerintah menerapkan

kurikulum 2013 adalah pembentukan sikap dari peserta didik. Hal ini juga senada

dengan pendapat “M” selaku guru di sekolah tersebut yang mengatakan bahwa:

“setahu saya tidak pernah lagi diadakan pelatihan oleh dinas pendidikan,
jadi kita memang harus belajar secara mandiri untuk mengetahui apa
maksud dari kurikulum tersebut, semenjak sekolah ini berstatus sebagai
sekolah yang mandiri, semua kegiatan seperti pelatihan itu tergantung
sekolah lagi. Artinya kalau sekolah mau adakan, yah diadakan. Saya
juiga kurang paham kenapa pimpinan menetapkan sekolah ini sebagai
sekolah yang sudah dianggap mampu untuk mengelola pembelajarannya
sendiri. Adaji pelatihan ini baru-baru yang diadakan oleh diknas tapi
sasarannya kepada sekolah yang baru ditetapkan untuk menerapkan
kurikulum 2013 tahun ini”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa tidak pernah

lagi diadakan pelatihan kurikulum 2013 dari dinas pendidikan dan akhirnya

belajar secara mandiri dan otodidiak pun dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Kalaupun ada pelatihan, harus sekolah sendiri yang adakan.

98
Beberapa hasil wawancara diatas dibuktikan dengan observasi yang telah

dilakukan selama proses penelitian, dimana masih ada guru yang belum paham

betul program ini, bahkan kepala SDN 33 Boddie sendiri belum begitu paham

dengan program ini, terutama tujuan dilaksanakannya. Hal ini dikarenakan

minimnya pelatihan yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan dan SDN 33

Boddie pun belum pernah melakukan pelatihan khusus untuk sekolahnya, dan

observasi menunjukkan bahwa selama diberlakukannya kurikulum 2013 ini baru

satu kali diadakan pelatihan khusus untuk guru.

2. Tanggapan kebijakan

Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, maka yang menjadi

penentu adalah bagaimana para target kebijakan menanggapi hal tersebut.

Menanggapi kebijakan ini, kepala sekolah SDN 33 Boddie mengatakan bahwa:

“Sebagai guru dan pelaksana kami siap tidak siap harus tetap siap
menjalankan kalau ada program yang ini, karena kita di bawah jadi harus
terima apapun yang menjadi program dari pemerintah”

(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau selaku kepala sekolah mengaku

siap menjalankan program ini dan oleh karena merupakan program pemerintah

jadi tetap harus dilaksanakan, pendapat lain juga ditemukan dari hasil

wawancara antara peneliti dengan kepala UPTD Pendidikan kecamatan

mandalle yang mengatakan bahwa.

“kalau bicara siap tidak siapnya, kita semua harus siap kalau ada
kebijakan seperti ini terutama sekolah dan gurunya sendiri, tapi siap
tidaknya guru untuk jalankan tetap masih ada kendalanya karena guru
masih kurang yang mendapat pelatihan K13 ditambah buku yang masih
terbatas karena biasa kalau kita pesan terlambat datang dari pusat”
(Wawancara tanggal 12 Januari 2018)

99
Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa apabila ada

kebijakan seperti kurikulum 2013, semua pihak harus siap terlibat. Akan tetapi di

tengah kesiapan para pelaksana tetap ada kendala yang dialami selama proses

pelaksanaanya seperti, masih terbatasnya guru yang memperoleh pelatihan

ditambah dengan sarana seperti buku yang biasa tidak tepat waktu datang.

sehingga dengan hal tersebut mengakibatkan kebijakan tidak berjalan secara

maksimal. Hal senada juga dikemukakan oleh “IL”selaku guru di sekolah tersebut

yang mengatakan bahwa:

“kami sebagai guru dek, terima saja kalau ada yang seperti ini.
Sebenarnya ada 2 hal, pertama kita juga sebagai guru tentu
melaksanakan tugas sebagai pendidik dan juga sebagai naungan dari
pemerintah. Namun, harus banyak-banyak pelatihan, apalagi untuk
teman-teman yang baru. Tapi kalau sudah lama mengajar yah dipahami
sendiri juga, apalagi sudah cukup bagus saya lihat karena selalu ada
revisi tiap tahun tentang ini kurikulum. Jadi guru juga semakin mudah
untuk mengajar dan memberikan penilaian kepada siswa”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas beliau sebagai guru di sekolah tersebut,

menyatakan terima atas kebijakan ini. Hal ini dilandasi dengan dua alasan. Yang

pertama karena tugas dan yang kedua sebagai naungan dari pemerintah, jadi

harus siap menjalankan program dari atas. Menurut beliau masih perlu banyak

pelatihan terutama bagi para guru yang baru mengajar.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa program ini tidak mendapat

penolakan dari pihak pelaksana program baik dari pimpinan hingga ke para guru

yang menjalankan program tersebut. Jadi semua mendukung program ini dan

berada dalam satu kesepahaman yakni untuk menyukseskan implementasi

program ini. Walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat terkendala seperti

minimnya pelatihan guru terhadap kurikulum 2013 dan sarana penunjang seperti

100
buku yang sering terlambat, kebijakan ini tetap direspon baik oleh pihak dinas

pendidikan terutama pihak SDN 33 Boddie sendiri.

3. Intensitas tanggapan

Sementara intensitas tanggapan pelaksana terhadap kebijakan ini,

berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah diperoleh informasi bahwa:

Adapun pendapat kepala sekolah SDN 33 Boddieyang mengatakan

bahwa:

“kalau teman-teman guru yang ada disini barangkali sudah semua


mengikuti pelatihan, tapi baru satu kali barangkali. Jadi yah kalau begitu
guru sendiri harus belajar secara mandiri agar pemahamannya
bertambah”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, kepala sekolah menyatakan bahwa

semua guru yang mengajar di SDN 33 Boddie telah mengikuti pelatihan

sebanyak satu kali. Hal tersebut masih sangat kurang sehingga guru harus

belajar secara mandiri agar pemahamannya bertambah.Sementara “IL” juga

menegaskan bahwa:

“kita ini di boddie sudah lama terapkan kurikulum 2013, mungkin kitayang
terdepan barangkali disini, jadi biasa teman-teman yang lain dan yang
masih baru, biasa bertanya. Seperti saya kemarin ini ada pelatihan tapi
bukan untuk kelas VI, biasa ada nuansa-nuansa baru yang didapat itu kita
bagi lagi. Jadi intinya harus memamng kami belajar sendiri dari kurikulum
ini”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Wawancara diatas menunjukkan bahwa “IL” mengakui bahwa selama ini

SDN 33 Boddie telah menjadi yang terdepan dalam pelaksanaan kurikulum 2013

dan selama ini telah mengikuti pelatihan sebanyak 2 kali, tapi khusus untuk kelas

VI baru satu kali. Sebagai guru paling senior di sekolah tersebut, beliau seringkali

harus mengajar dan berbagi pengalaman dengan rekan-rekan guru yang baru

agar pemahaman tentang program ini bisa merata di semua kalangan guru. Akan

101
tetapi yang menjadi pemeran utama untuk memahami program ini adalah guru

sendiri yang harus sadar dan mencari tahu tentang maksud, tujuan, dan proses

belajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. “N” selaku guru di SDN 33

Boddie juga menambahkan bahwa:

“sebelum memasuki tahun ajaran baru atau semester berikutnya, segala


sesuatunya memang sudah harus dipersiapkan pak, kalau saya biasa
diwaktu seperti sebelun libur semester saya buat memang RPP untuk
semester depan, karena saya biasa rancang memang sebelum mengajar
pak, Jelasnya”.
(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa sebelum

beralih kesemester berikutnya segala bentuk kesiapan guru sebelum mengajar

seperti Rancangan Perangkat Pembelajaran (RPP) sudah harus dipersiapkan

semasa libur semester.

Dari ketiga informan yang telah diwawancarai diatas menandakan

tingginya dukungan yang diberikan oleh kepala sekolah dan tiap guru dalam

mengimplementasikan kebijakan kurikulum 2013. Walaupun dalam

pelaksanaanya masih kurang pelatihan guru yang diperoleh dari pihak dinas

pendidikan dan mengharuskan mereka untuk aktif sendiri dalam menggali

informasi dan belajar secara otodidak setidaknya hal tersebut menjadi bukti

bahwa intensitas dukungan

pihak SDN 33 Boddie terhadap pelaksanaan program ini cukup tinggi.

IV.3.5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), koordinasi merupakan

mekanisme sekaligus syarat utama dalam menentukan keberhasilan suatu

kebijakan. Semakin baik koordinasi dan komunikasi diantara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan

102
akan sangat kecil terjadi; dan begitupula sebaliknya. Dalam setiap implementasi

kebijakan, diperlukan peran yang sangat penting dari berbagai elemen yang

terkait. Walaupun ada satu elemen yang menjadi tumpuan atau pelaksana

utama, tapi tentu akan membutuhkan elemen lain supaya tujuan yang telah

ditentukan bisa tercapai.

Adanya elemen-elemen yang saling membantu untuk

pengimplementasian sebuah kebijakan tidaklah cukup apabila koordinasi

diantara organisasi yang terlibat tidak maksimal. Komunikasi antarorganisasi

harus terjalin dengan baik apabila sebuah kebijakan ingin terimplementasikan

dengan optimal. Aktivitas yang dilakukan dalam mengimplementasikan kebijakan

harus dilakukan secara bersama-sama agar tingkat hambatan dan kesulitan saat

proses implementasi semakin kecil.

Begituhalnya dalam kasus ini, SDN 33 Boddie sebagai salah satu agen

pelaksana dalam kebijakan kurikulum 2013 tingkat sekolah dasar di kab.

Pangkep, tentunya tidak mampu untuk melaksanakannya sendiri. Oleh karena

itu, SDN 33 Boddie bekerja sama dengan beberapa elemen lain seperti, Dinas

Pendidikan Kab. Pangkep, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan kec.

Mandalle, kab. Pangkep,Pengawas tingkat sekolah dasar, komite sekolah, serta

stakeholder dari SDN 33 Boddie sendiri. Untuk memastikan mengenai bentuk

komunikasi antarorganisasi dari SDN 33 Boddie dengan elemen yang lainnya,

maka peneliti melakukan wawancara dengan Kepala sekolah tersebut dan

beberapa pihak yang terkait dengan implementasi kebijakan ini.

IV.3.5.1. Komunikasi Antarorganisasi

Komunikasi telah menjadi bagian yang penting dalam implementasi

kebijakan karena implementasi akan berjalan dengan efektif bila tujuan-tujuan

103
dipahami oleh individu-individu atau kelompok orang yang bertanggungjawab

dalam kinerja kebijakan. Dengan begitu, sangat penting untuk memberi perhatian

yang besar kepada kejelasan akan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan

kebijakan, ketepatan komunikasinya dengan para agen pelaksana dan

keseragaman atau konsistensi dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang

dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi.

Prospek-prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh

kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan

dan konsistensi dalam mengomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan

tersebut. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat

dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan

sangat kecil untuk terjadi dan, begitu pula sebaliknya, Van Meter dan Van Horn

(1975). Dalam hal ini SDN 33 Boddie sebagai agen pelaksana tentu akan

memerlukan sosialisasi dengan beberapa elemen yang terkait seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, maka untuk memastikan komunikasi antar elemen

tersebut maka peneliti melakukan wawncara dengan kepala UPTD Pendidikan

Kec. Mandalle, Kepala sekolah, dan beberapa tenaga pendidik di sekolah ini.

1. Ketepatan komunikasi dengan para pelaksana

Adapaun pendapat “M” selaku KASI KURIKULUM DISDIK pangkep,

yang mengatakan bahwa:

“sejak keluarnya edaran dari pusat, memang SDN 33 Boddie itu langsung
ditunjuk dari sana, Jadi bukan kita itu yang pilih sekolah dek untuk
diterapkannya ini kurikulum. Nah setelah adanya nama-nama sekolah
yang keluar dipangkep, kita langsung adakan pertemuan dengan kepala
sekolahnya masing-masing, dan waktu itumi juga langsung diadakan
pelatihan pertama”
(Wawancara tanggal 8 Januari 2018)

104
Dari pendapat informan diatas, dapat dikatakan bahwa ditunjuknya SDN

33 Boddie sebagai agen pelaksana dari kurikulum tersebut adalah murni

keputusan dari pusat melalui kordinasi dinas pendidikan setempat. Sejak adanya

edaran tersebut, maka pihak dinas pendidikan langsung mengadakan pertemuan

dengan kepala sekolah masing-masing sebagai bentuk komunikasi awal dan

dilanjutkan dengan peltihan untuk para guru masing-masing, pendapat lain juga

di temukan melalui wawancara dengan kepala sekolah SDN 33 Boddie yang

mengatakan bahwa:

“kalau bentuk komunikasi dari pihak dinas pendidikan maupun UPTD,


kebanyakan dalam bentuk via Whatsapp WA saja, jadi biasa kalau ada
informasi mengenai rapat kurikulum ataupun urusan pendidikan biasanya
penyampaiannya lewat itu saja. dan sekarang pun sudah jarang pakai
surat kalau ada pertemuan, nah setelah rapat, hasil rapat itu yang
disampaikan lagi kepada para guru”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Lanjut beliau menambahkan bahwa:

“mengenai rapat internal biasa diadakan dengan para guru dan


perwakilan masyarakat melalui ketua komite yang kita bentuk, itu
biasanya kita adakan selama 3 bulan sekali, tapi kalau sesama guru
biasanya lebih sering karena komunikasi yang terjalin biasa tidak lewat
rapat (langsung), Jelasnya”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)
Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa kebanyakan

komunikasi yang dilakukan antara pihak dinas pendidikan maupun UPTD

Pendidikan adalah melalui media sosial (Whatsapp), sehingga jika ada informasi

mengenai rapat ataupun urusan lainnya dapat tersampaikan secara tepat dan

seragam karena menggunakan sistem obrolan grup (WA Group). Menurut beliau

semenjak hal tersebut ada, sudah jarang penyampaian informasi lewat surat ,

akan tetapi rapat yang diadakan tetap secara bertatap muka. Lain hal dengan

rapat internal sekolah yang mengahadirkan para guru dan komite sekolah yang

105
terlibat, biasanya bentuk penyampainnya secara langsung dan jelas bahwa rapat

tersebut diadakan selama tiga bulan sekali. Pendapat yang kurang lebih sama

juga dikemukakan oleh “IL” yang mengatakan bahwa:

“kalau dalam bentuk komunikasi yang diadakan, biasa dilakukan selama


3 bulan sekali/triwulan antara pihak sekolah dengan komite sekolah yang
merupakan perwakilan dari masyarakat. Jadi sosialisasi yang diadakan itu
diharapkan tepat sasaran, maka dari itu diundang juga tokoh-tokoh
masyarakat melalui perwakilan komite sekolah, supaya kalau ada
informasi bisa juga diketahui orang tua siswa”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa rapat yang

dilakukan dengan komite sekolah dan para guru biasanya berlangsung dalam

kurun 3 bulan sekali, hal tersebut bertujuan agar informasi dari pihak dinas

pendidikan ataupun kebijakan sekolah sendiri bisa merata sampai ke lapisan

masyarakat melalui perwakilan komite sekolah.

Berdasarkan wawancara dari beberapa informan diatas dan hasil

observasi yang dilakukan oleh peneliti, dapat dikatakan bahwa sejak keluarnya

kebijakan tersebut dari Kemendikbud, maka sosialisasi awal yang dilakukan oleh

dinas pendidikan kab.pangkep adalah meghadirkan seluruh kepala sekolah dari

agen pelaksana yang ditunjuk dan melakukan pelatihan awal kepada guru

sebagai bentuk sosialisasi pelaksan inti (guru). Dan seiring berjalannya kebijakan

tersebut, agar informasi yang tersalurkan kepada pihak pelaksana selalu tepat

sasaran maka penyampaian informasi yang dilakukan antara pihak dinas

pendidikan, UPTD pendidikan dan pihak sekolah lebih banyak melalui

penyampaian media sosial.

Sedangkan, rapat internal antara para guru dan komite sekolah biasanya

penyampaianya secara langsung. Berdasarkan observasi yang di lakukan

peneliti melalui penelusuran surat masuk sekolah dan surat masuk kantor UPTD

106
pendidikan, ditemukan bahwa memang jarang masuk surat untuk undangan

rapat, selain itu peneliti juga diperlihatkan grup obrolan yang biasa digunakan

oleh kepala UPTD Pendidikan kecamatan mandalle. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa informasi yang diterima oleh pihak sekolah yang

berkaitan dengan urusan kurikulum 2013 akan tepat sasaran dan efektif karena

media yang digunakan adalah media online, terkecuali kepala sekolah kehabisan

data internet ataupun faktor jaringan yang menyebabkan informasi menjadi

terlambat.

2. Konsistensi atau keseragaman informasi yang dikomunikasikan.

Adapun pendapat kepala sekolah SDN 33 Boddie yang mengatakan

bahwa:

“kebanyakan sekarang informasi lewat Via WA saja atauapun telfon dan


SMS, jadi kalau ada informasi biasa di upload saja di grup WA supaya
para kepala sekolah dan pihak UPTD, mengetahui semua kalau ada
informasi rapat dan lainnya, ini grup WA UPTD Kec. Mandalle kemarin
saya yang bentuk. Adapaun kalau misalkan rapat internal itu biasa secara
lisan saja karena seperti rapat dengan guru ataupun ketua komite”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa kebanyakan

informasi yang diperoleh berasal dari media sosial dengan via obrolan grup WA

ataupun lewat via telfon dan SMS antara pihak dinas pendidikan, UPTD

pendidikan dan para kepala sekolah. Beliau juga termasuk admin grup Whatsapp

UPTD pendidikan kecamatan mandalle, hal ini agar informasi yang diterima bisa

seragam dan terutama jika ada rapat, sedangkan rapat internal dengan pihak

komite sekolah dan para guru biasa hanya mengggunakan media komunikasi

langsung, baik dalam bentuk penyampaian informasi rapat ataupun proses rapat.

Pendapat lain juga ditemukan dari KASI KURIKULUM Dinas Pendidikan Kab.

Pangkep, yang mengatakan bahwa:

107
“seperti yang saya katakan sebelumnya dek, supaya ini informasi tepat
sasaran dan seragam, maka kita hadirkan kepala sekolah dan adakan
peltihan guru dulu sebagai bentuk informasi awal, dan kalau dalam
bentuk komunikasi dan pengawasan yang kami lakukan itu melalaui
perwakilan pengawas/instrukutur saja, itupun pihak dinas pendidikan
biasanya turun tangan kalau mau diadakan pelatihan kurikulum 2013,
sekarang juga teknologi sudah maju, jadi kalau misalkan ada informasi
ataupun ada yang tidak ditau oleh guru itu lewat internet saja. Istilahnya
kami menyerahkan hampir sepenuhnya kepada pihak sekolah untuk
mengembangkan sekolahnya, kecuali ada informasi langsung dari pusat
seperti saat awal keluarnya kebijakan kurikulum 2013 di pangkep,
memang SDN 33 Boddie dan SDN 20 Mandalle yang ditunjuk pertama di
kecamatan mandalle, dan itu langsung kebijakan pusat melalui dinas
pendidikan kabupaten untuk diinfornasikan kepada pihak sekolah atas
kebijakan tersebut”

(Wawancara tanggal 8 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa agar informasi

tentang kebijakan kurikulum 2013 tersebut seragam, maka pihak dinas

pendidikan melakukan pertemuan awal dengan kepala sekolah masing-masing

dan melakukan pelatihan sebagai bentuk tindak lanjut penyampaian informasi.

Adapaun bentuk komunikasi melalui pihak pengawas ataupun instruktur yang

dibentuk oleh dinas pendidikan kab.pangkep diadakan dengan memberikan

pelatihan ataupun kunjungan langsung kesekolah. Dilain hal, Pihak dinas

pendidikan juga mengaku menyerahkan hampir secara keseluruhan kepada

masing-masing sekolah untuk mengembangkan sendiri pola pelaksanaan

kurikulum 2013 ini, dan dinas pendidikan hanya berlaku sebagai pengawal

kebijakan apabila dalam proses pelaksanaannya pihak sekolah menemui

kendala.

Keseragaman informasi yang diterima mengenai kurikulum 2013 juga

sama dengan indikator yang pertama, karena menggunakan media yang sama

(Media sosial). Kecuali saatawal keluarnya kebijakan tersebut, pihak dinas

108
pendidikan langsung mengadakan pertemuan dengan sekolah yang ditunjuk

sebagai bentuk penyampaian awal.

IV.3.5.2. Aktivitas Pelaksana

Hubungan-hubungan antarorganisasi maupun antar pemerinah ada dua

tipe kegiatan pelaksanaan merupakan hal yang paling penting. Pertama, nasihat

dan bantuan teknis yang dapat diberikan. Kedua, atasan dapat menyandarkan

pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif. Selain itu keberhasilan

kurikulum 2013, menuntut para kepala sekolah yang demokratis dan

professional, sehingga mampu menumbuhkan iklim demokratis di sekolah, yang

akan mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi terciptanya kualitas

pendidikan dan pembelajaran yang optimal untuk mengembangkan seluruh

potensi peserta didik.

Kepala sekolah yang mandiri, demokratis, dan professional harus

berusaha menanmkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam

nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik kepada para tenaga

pendidiknya.

1. Pembinaan mental

Mental yang ditanamkan kepada para tenaga pendidik berkaitan dengan

sikap batin dan watak. Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu menciptakan

iklim yang kondusif agar setiap tenaga pendidiknya dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik, secara professional dan proporsional. Upaya tersebut

dapat terwujud apabila tenaga kependidikan dilengkapi dengan sarana dan

prasarana mengajar yang lengkap serta bekerja sama dengan komite sekolah

dalam menggandeng masyarakat untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah

terutama yang menyangkut masalah pendanaan.

109
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, kepala

sekolah SDN 33 Boddie mengatakan bahwa:

“sekolah kami sudah cukup lengkap dari segi sarana, mungkin hanya segi
pembiayaan yang biasanya tidak pernah cukup karena itu tadi, biasa
dana yang dicairkan dari pusat biasa tidak sesuai dengan jumlah yang
seharusnya, tapikembali lagi kepada guru bagaimana mengajar dengan
baik dengan sarana yang ada. Dalam menyukseskan pembelajaran kita
libatkan komite sekolah untuk berpartisipasi dan para guru untuk sama-
sama mendorong anak-anak kita untuk lebih rajin lagi belajar”.
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa sarana

penunjang untuk pembelajaran sudah cukup lengkap, namun dari segi

pembiayaan tidak pernah cukup karena terkadang dana yang dicairkan dari

pusat tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Sedangkan untuk proses

belajar mengajar, kepala sekolah menyerahkan wewenang kepada guru untuk

mengajar dan memanfaatkan sarana yang ada; tidak hanya itu, dalam

menyukseskan program ini pihak sekolah juga menggandeng masyarakat melalui

perwakilan komite sekolah untuk turut serta berpartisipasi dalam pendidikan.

Menambah pendapat ibu kepala sekolah, “IL” juga mengatakan bahwa:

“kalau saya pribadi melihat ibu kepala sekolah, cukup bagus caranya
memimpin karena biasa begitu kita diberi nasihat dan begitupun kami
guru-guru senior, biasa juga mengajari guru-guru yang baru dan honorer.
Kalau buku saya rasa sudah lengkap, namun barangkali kendalanya kami
disini karena masih kurang sarana penunjang, biasa ada yang
membutuhkan internet tapi akses jaringan yang tidak ada. Kalau sarana
belajar yang lain saya rasa sudah cukup mendukung seperti buku, alat
peraga pembelajaran biasa juga guru sendiri yang berinovasi, seperti dulu
saya pernah bawa anak-anak ke pembibitan rumput laut waktunya
pembelajaran IPA”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Lanjut beliau juga mengatakan bahwa:

“seperti yang saya katakan tadi dek, biasa kami adakan rapat rutin
selama tiga bulan sekali. Nah biasa yang terlibat itu pihak sekolah,

110
pengawas sekolah, dan ketua komite beserta beberapa tokoh masyrakat
yang diundang untuk ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan sekolah,
khususnya kalau ada kebijakan baru”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa kepala

sekolah sudah cukup bagus dalam memimpin, biasa diberi nasihat kepada para

guru apabila ada hal-hal yang tidak sesuai. Sedangkan dari segi sarana

penunjang seperti alat peraga biasanya di buat sendiri oleh guru dan siswa,

buku sudah cukup lengkap namun masih kurang sarana internet dan akses

jaringan yang masih terbatas, sehingga apabila ada yang membutuhkan internet

biasa terkendala.

Selain itu guna menambah wawasan para siswa, biasa mereka

diperkenalkan dengan dunia luar yang relevan dengan mata pelajaran yang

sedang berlangsung, misalnya kunjungan ketempat pembititan rumput laut pada

mata pelajaran IPA. Beliau juga memperjelas bahwa guna mengikutsertakan

masyarakat untuk berpartasipasi dalam pendidikan, biasa diadakan rapat rutin

dengan komite sekolah dan beberapa tokoh masyarakat. Pendapat yang senada

juga ditambahkan oleh “N” selaku guru yang mengajar di sekolah tersebut, beliau

mengatakan bahwa:

”kalau sarana penunjang pak Alhamdulillah cukup bagus di sekolah kita


ini, kalaupun ada seperti alat peraga yang kurang biasa kami sendiri guru
yang adakan sama siswa, misalnya alat peraga matematika, tuturnya”

(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)

Beliau menyatakan bahwa sarana penunjang dalam pembelajaran sudah

cukup memadahi, jika ada sarana seperti alat peraga yang tidak ada, baisanya

diadakan sendiri oleh guru dengan cara membuatnya dengan para siswa, seperti

bangun ruang untuk bidang studi matematika.

111
Dari beberapa informan diatas dan hasil observasi yang telah dilakukan

oleh peneliti, disimpulkan bahwa sarana penunjang dalam pembelajaran sudah

cukup memadahi dari segi alat peraga, hal ini diperoleh berdasarkan observasi

yang dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi tiap ruang kelas, dan hampir

keseluruhan kelas dilengkapi dengan alat peraga untuk menunjang proses

belajajar mengajar, namun masih terkendala dari akses jaringan, hal ini kembali

diperoleh dengan memeriksa situs wifi yang tidak ditemukan oleh peneliti ketika

melakukan observasi.

Sedangkan dalam hal kerjasama antara pihak sekolah dengan

masyarakat, sekolah mengadakan rapat komite sekolah dengan mengundang

beberapa tokoh masyarakat dan orang tua siswa yang dianggap mampu untuk

memberi sumbangsi pemikiran dalam menyukseskan pendidikan terutama

keikutsertaan masyarakat serta tuntutan kurikulum 2013 dalam kurun 3 bulan

sekali.

2. Pembinaan moral

Pembinaan moral berkaitan dengan ajaran baik dan buruk mengenai

suatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas dan tanggungjawab

masing-masing tenaga kependidikan. Dalam hal ini kepala SDN 33 Boddie

sebagai pemimpin sekolah.Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh

peneliti,salah satu guru SDN 33 Boddie mengatakan bahwa:

“kalau saya pribadi melihat ibu kepala sekolah, bagus caranya memimpin
karena biasa diberi nasehat kepada kami. Kalau kepada siswa biasa tidak
bisaki juga kerasi karena sekarang bedami kondisinya dengan yang dulu.
Biasa siswa Cuma di nasehati saja, kalau diberi hukuman biasa melapor
sama orang tuanya dan orang tuanya pun marahi kita, padahal kan guru
niatnya baik untuk mendidik. Kekurangannya juga di sini dek dengan
dikota karena betul-betul itu siswa dilimpahkan sepenuhnya sama guru,
biasa orang tua kurang memperhatikan anaknya untuk belajar dirumah.

112
Jadi pembentukan moralnyalnya itu kurang lengkap karena hanya
bersumber dari guru”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa kepala

sekolah sudah bagus dari segi kepemimpinannya karena biasa kepala sekolah

memberi nasihat kepada para guru untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dari pihak siswa, guru tidak bisa melakukan tindakan kekerasan apabila ada

yang melanggar karena terkadang ada orang tua yang keberatan. Jadi guru

hanya sebatas menasihati apabila ada siswa yang melanggar. Dari guru yang

lain dalam hal ini “N” juga mengungkapkan hal senada yang mengatakan:

“kalau saya pribadi melihat kepala sekolah pak yah cukup bagus caranya
memimpin, biasa kalau ada guru yang telat datang biasa dikasi nasihat
supaya bisa datang lebih cepat lagi,

(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)


Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa kepala

sekolah cukup bagus memimpin para guru dan staffnya. Biasa beliau memberi

nasihat kepada guru yang datang terlambat untuk mengajar lebih tepat waktu

dan disiplin dalam menjalankan tugas.Berdasarkan penyataan dari kedua

informan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah dari segi

kepemimpinan sudah cukup bagus, karena terkadang memberikan teguran

kepada gurunya apabila ada yang datang terlambat mengajar.

3. Pembinaan fisik

Pembinaan fisik yang berkaitan dengan peningkatan kondisi jasmani atau

badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah sebelum

melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Karena dibalik fisik yang sehat

terdapat jiwa yang kuat pula, dan hal ini secara sadar tersinkronisasi secara

berkesinambungan dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini kepala SDN 33

113
Boddie sebagai pemimpin sekolah yang bertugas untuk menciptakan kondisi

tersebut kepada para tenaga pendidiknya.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, kepala

sekolah SDN 33 Boddie mengatakan bahwa:

“kalau olahraga untuk guru biasa paling diadakan senam, itupun kalau
sempat karena disini tidak ada guru olahraganya juga. Jadi paling sekali-
sekali saja diadakan seperti itu dan itu untuk siswa dan guru biasanya
kalau hari sabtu pagi”
(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara diatas, kepala sekolah menyatakan bahwa

aktifitas fisik yang biasa dilakukan guru adalah senam pada hari sabtu. Namun

sejak guru olahraga tidak ada, aktifitas tersebut sudah jarang dilakukan dan

bahkan sudah beberapa bulan tidak pernah lagi diadakan. Peryataan senada

juga dikemukakan “IL”dengan mengatakan bahwa:

“karena disini tidak ada guru olahraga, bias tetap diadakan olahraga
antara para guru dengan siswa seperti senam pagi kalau hari sabtu. Dari
semua guru yang ada disini yah Alhamdulillah tidak adaji barangkali yang
sakit karena semua aktif dalam menjalankan tugasnya. Cuman barangkali
ada teman yang jauh rumahnya, seperti bapak sukardi guru kelas V
karena di barru ki tinggal. Tapi sekarang pindahmi di perumahan sekolah
jadi tidak terlalu jauhmi pergi mengajar, tuturnya”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau kembali menyatakan bahwa biasa

diadakan senam pada hari sabtu pagi antara guru dengan para siswa. Dari

kondisi kesehatan para guru beliau menuturkan bahwa tidak ada guru yang

bermasalah dengan kesehatan, sehingga semua dapat menjalankan tugasnya

dengan baik.

Dari hasil wawancara dari kedua informan diatas dan observasi yang

dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian, dapat disimpulkan bahwa

bentuk pembinaan fisik yang biasa diadakan oleh pihak sekolah adalah senam

114
pagi tiap hari sabtu, namun sejak tidak adanya guru olahraga maka aktivitas

tersebut belakangan ini tidak terlaksana. Hal ini dibuktikan pada saat observasi

yang dilakukan oleh peneliti, dimana selama proses penelitian, peneliti tidak

pernah menemukan SDN 33 Boddie mengadakan senam pagi.

4. Pembinaan artisitik

Dalam hal ini, artistik berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni

dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan dengan kegiatan karya wisata yang

bisa dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini kepala sekolah harus

mempunyai perencanaan khusus untuk kegiatan tersebut. Kegiatan ini seringkali

dianggap buang-bunag waktu, financial pribadi dan sekolah serta tenaga,

padahal pada initnya kegiatan yang seperti ini mampu untuk meningkatkan

gairah dan motivasi tenaga pendidik untuk melaksanakan tugasnya dengan

sungguh-sungguh dan imajinatif dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Dalam hal ini kepala sekolah SDN 33 Boddie selaku pemimpin memiliki

kewajiban untuk mewujudkan hal tersebut kepada para tenaga pendidiknya,

berdasarakan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada kepala

sekolah, dimana beliau mengatakan bahwa:

”kalau rekreasai keluar paling hanya diadakan satu tahun sekali, itupun
biasa hanya untuk kelas VI saja yang telah melaksanakan ujian nasional.
Kalau rekreasi yang lain biasa tidak ada, palingan guru saja yang bawa
anak walinya keluar kalau misalkan ada mata pelajaran yang berkaitan”

(Wawancara tanggal 2 Januari 2018)

Berdasarkan wawancara tersebut, pihak kepala sekolah menyatakan

bahwa bentuk pembinaan artisitik seperti rekreasi biasa diadakan satu tahun

sekali, dan hal tersebut hanya untuk kelas VI yang telah melaksanakan ujian

nasional. Adapun bentuk rekreasi yang lain, biasanya hanya inisiatif guru untuk

membawa sisiwanya keluar agar lebih mengenal alam. Pendapat tersebut juga

115
senada dengan pernyataan “IL” selaku guru senior di SDN 33 Boddie yang

menambahkan bahwa:

“biasa diadakan rekreasi tiap selesai ujian nasional, tapi itu secara
keseluruhan karena biasa kita bersama siswa keluar kalau sudah
diadakan ujian nasional, istilahnya bentuk refreshing setelah usai
pembelajaran satu semester. Tapi seperti yang saya katakan bahwa
biasa juga anak-anak wali saya bawa keluar kalau pelajaran IPA,
misalnya keluar ke tempat budidaya rumput laut. Jadi selain untuk
mengenalkan anak-anak tentang alam dan pembelajaran biasa juga
sebagai ajak rekreasi mi, tuturnya”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara diatas, beliau menyatakan bahwa bentuk

rekreasi yang diadakan untuk guru dan siswa oleh pihak sekolah adalah

kunjungan keluar, untuk kelas VI yang selesai melaksanakan ujian nasional

dikhususkan untuk refreshing, namun untuk adik kelasnya kelas I-V kunjungan

keluar lebih diprioritaskan untuk belajar, dan refreshing hanya menjadi tujuan

kedua dan itu berlaku antara guru dan siswa. Jadi semuanya sama-sama belajar

dan rekreasi. Pendapat lain juga ditemukan dari hasil wawancara denga “N” yang

mengatakan bahwa:

“biasa diadakan rekreasi keluar pak, misalnya di termpat permandian


alam kalau selesai ujian kelas VI. Kalau untuk kelas I-V biasa diadakan
acara makan-makan kalau sudah semester dan mau libur panjang,
Ujarnya”
(Wawancara tanggal 22 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara tersebut, beliau menyatakan bahwa bentuk

rekreasi yang biasa diadakan adalah keluar sekolah. Adapun bentuk rekreasi

didalam sekolah adalah acara makan bersama tiap selesai ujian semester dan

menjelang libur panjang.

Dari ketiga informan diatas dan observasi yang dilakukan oleh peneliti,

ditemukan bahwa bentuk pembinaan artistik yang diadakan pihak sekolah adalah

116
rekreasi yang diadakan untuk kelas VI yang telah selesai melaksanakan ujian

nasional, dan untuk kelas I-V bentuk pembinaan artisitik yang dilakukan adalah

kunjungan ketempat-tempat yang menunjang proses belajar seperti tempat

budidaya tanaman dan lainnya, sementara rekreasi yang dilakukan didalam

sekolah adalah acara makan bersama antara para guru dengan siswa tiap

selesai ujian semester dan menjelang libur panjang. Hal ini diperkuat dengan

temuan peneliti pada saat observasi, dimana pada saat itu peneliti diundang

untuk datang kesekolah keesokan harinya dan ikut serta dalam acara makan

bersama tersebut.

Dari keempat indikator tersebutapabila semuanya terlaksana dengan baik

dalam lingkup sekolah, maka akan menunjang keberhasilan pelaksanaan

kurikulum 2013. Dan secara umum dapat disimpulkan bahwa SDN 33 Boddie

telah melaksanakan keempat indikator tersebut, walaupun masih banyak hal lain

yang bisa menunjang indikator ini , namun setidaknya sekolah ini telah

melaksanakan sebagian dari indikator aktivitas pelaksana tersebut.

IV.3.6. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan dan tidak kalah penting adalah

lingkungan eksternal yang ada dalam penerapan suatu kebijakan. Lingkungan

eksternal memang membawa pengaruh dalam implementasi kebijakan besar

maupun kecil. Apabila lingkungan eksternal tidak kondusif maka akan menjadi

faktor penyebab dari kegagalan implementasi kebijakan. Oleh karena itu,

kekondusifan lingkungan eksternal harus pula diperhatikan agar

pengimplementasian kebijakan dapat terlaksanakan dengan baik.

Salah satu kunci sukses yang menentukan keberhasilan implementasi

kurikulum 2013 adalah lingkungan kondusif-akademik. Lingkungna eksternal

117
sekolah yang aman, nyaman dan tertib merupakan iklim yang dapat

membangkitkan nafsu, gairah dan semangat dalam proses pembelajaran. Iklim

yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat

memberikan daya tarik tersendiri dalam proses pembelajaran diantaranya kondisi

ekonomi yang memadahi, politik yang stabil serta lingkungan sosial masyarakat

setempat dalam menunjnag dan mendukung pelaksanaan suatu program atau

kebijakan. Dalam implementasi kebijakan kurikulum 2013 di SDN 33 Boddie ini

peneliti telah melakukan wawancara dengan beberapa elemen terkait

IV.3.6. 1. Lingkungan Sosial

Salah satu instrumen lingkungan sosial yang turut berpengaruh dalam

pelaksanaan kebijakan kurikulum 2013 ini adalah masyarakat diantaranya

pendanaan, dukungan orang tua dalam mendidik anaknya serta watak dan

perilaku masyarakat setempat yang juga turut serta berpengaruh terhadap watak

guru dan siswa.

Terkhusus dalam penelitian ini adalah orang tua siswa dan guru.

Berdasarkan wawancara dengan “H” selaku orang tua siswa yang

menyekolahkan anaknya di SDN 33 Boddie, dimana beliau mengatakan bahwa:

“kalau disini cukup bagus, karena biasa diadukan sama orang tua kalau
ada anak didiknya yang malas atau bermasalah, begitupun kami sebagai
orang tua mendukung juga kalau misalkan memang anak kami
salah,tidak apa-apa jika diberi hukuman. Di kasi menyeberang juga
anaknya itu orang tua kalau misalkan di antar kesekolah karena bahaya
disini jalan raya banyak biasa mobil, tuturnya”.

(Wawancara tanggal 5 Januari 2018)

Dari hasil wawancara diatas, mengindikasikan bahwa lingkungan sosial

dalam hal ini orang tua siswa turut mendorong keberhasilan impelementasi

program ini, karena orang tua mendukung apabila anaknya diberi hukuman jika

118
memang bersalah. Hal tersebut juga relevan dengan tujuan kurikulum 2013 yang

mengharapkan siswa memeiliki karakter yang baik, dan jika orang tua

mendukung dan membantu guru untuk mendidik anaknya, maka kemungkinanya

kebijakan ini akan berhasil dilaksanakan. Sementara pendapat yang lain

dituturkan olehsalah seorang guru SDN 33 Boddie, yang mengatakan bahwa:

“kalau disini kondisi masyarakatnya cukup bagus karena tidak pernah


terganggu pembelajaran karena masyarakat, namun barangkali disini
yang membedakan kita dengan masyarakat perkotaan adalah minatn
siswa untuk belajar karena biasa juga diajar satu-persatu, dan dukungan
orang tua yang masih terbatas untuk mendorong anaknya belajar dirumah
tapi ada juga orang tua yang sadar dan mau membantu kita, kalau dikota
memang betul-betul oranfg tua sadar akan pendidikan jadi biasa
dorongannya untuk anak-anak mereka dirumah bagus. Kalau kita disini
betul-betul sepenuhnya dibebankan kepada guru, jelasnya”

(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan wawancara tersebut, beliau mengakui bahwa kebanyakan

orang tua siswa lebih menyerahkan sepenuhnya kepada guru dan pihak sekolah

untuk mendidik anaknya. Kurangnya tingkat kesadaran orang tua siswa terhadap

pentingnya pendidikan dilingkungan desa boddie menyebabkan orang tua acuh

terhadap anak-anaknya ketika pulang sekolah. Hal ini diperkuat oleh pendapat

salah satu warga, “NM” yang menyatakan bahwa:

“menurut saya penduduk di boddie ini memang masih kurang


perhatiantehadap anak-anakanya yang sekolah. apalagi urusan
menyuruh anaknya untuk belajar dirumah kalau malam hari, tapi kalau
antar anaknya kesekolah biasa rajin karena di takutkan anaknya celaka
ketika menyeberang kesekolah sendiri, ini karena sekolah juga posisinya
dekat jalan raya.
(Wawancara tanggal 5 Januari 2018)

Observasi yang dilakukan kemudian menguatkan hasil wawancara diatas.

Ketika berada di SDN 33 Boddie, ada beberapa orang tua yang mengantar

jemput anaknya kesekolah dan bahkan sampai kedepan kelasnya.

119
Jadi berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan dan observasi

yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran orang tua

untuk mendorong anaknya agar rajin belajar dirumah masih terbilang rendah, hal

ini diperoleh dari hasil wawancara dengan para guru yang kebanyakan

mengeluhkan siswanya yang tidak menyelesaikan PR, hal ini juga salah satu

indikasi bahwa rata-rata orang tua siswa dirumah tidak memeriksa hasil

pembelajaran yang telah diperoleh oleh anaknya di hari itu selama belajar di

sekolah.

IV.3.6. 2. Lingkungan Politik

Salah satu yang termasuk lingkungan politik adalah instansi pemerintah

yang terlibat dalam implementasi kebijakan ini, diantaranya dinas pendidikan

atau bahkan dari pihak pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal ini, peneliti

telah mewawancarai pihak yang terlibat.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, “M’ mengatakan bahwa:

”selama berlaku ini kurikulum 2013, sudah terjadi 3 kali pergantian kepala
sekolah, kalau yang pertama memang sudah pensiun, nah yang sebelum
ibu Haji yang sekarang ini tidak ditau apa kekuranagnnya tiba-tiba dikasi
pindah, padahal menurut teman-teman yang lama mengajar disini beliau
itu begitu bagus caranya memimpin, betul-betul diperhatikan gurunya,
malahan pernah satu kali saya sebelum pindah mengajar disini sekitar
dua tahun yang lalu karena kebetulan di kasi tugas untuk mengawas ujian
disini, kita memang betul dijamu dengan baik, dan waktu itu saya dikasi
semacam kantongan waktu selesai mengawas sebagai bentuk ucapan
terimakasih beliau”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Lanjut beliau juga mengatakan bahwa:

“waktu ibu Haji yang sebelum sekarang ini memimpin, pengawas atau
pihak dari dinas pendidikan suka untuk berkunjung kemandalle. dan kalau
mereka datang pasti berkunjung kesinikarena kepala sekolah dulu begitu
baik caranya menjamu tamu. Mungkin karena beliau orang dermawan
dan tidak mempunyai anak jadi memang betul-betul difasilitasi kalau ada
tamu yang datang kesekolahnya. Tapi begitu, kabar yang beredar beliau

120
itu terindikasi bukan pendukungnya bupati yang naik sekarang jadi
makanya dilengserkan dari jabatannya dan dikasi pindah ketempat yang
jauh, padahal ibu itu tinggalnya di kabupaten barru, jelasnya”
(Wawancara tanggal 12 Desember 2017)

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan politik juga


berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan ini. Pengaruh pesta demokrasi pada
saat pemilihan kepala daerah terkadang menjadi hal yang memprihatinkan ketika
urusan politik pilkada di sangkutpautkan terhadap pihak Aparatur Sipil Negara
(ASN).
Observasi yang dilakukan kemudian menguatkan hasil wawancara

diatas, dimana ada beberapa kepala sekolah yang dipindahkan di daerah pulau

dan pegunungan setelah dilantiknya bupati yang baru, hal ini mengindikasikan

bahwa ada upaya balas dendam dan adudomba yang dilakukan oleh pihak tim

sukses bupati terpilih ketika mengetahui ada ASN yang dahulu tidak mendukung

bupati yang terpilih. Hal ini tambah menguatkan temuan penulis, pada saat

mengamati fenomena tahun-tahun sebelumnya ketika pilkada serentak belum

diadakan, pada saat itu tidak ada mutasi pegawai dan pergantian kepala sekolah,

namun setelah pilkada terjadi mutasi secara besar-besaran.

Hal tersebut secara tidak sadar akan mempengaruhi pelaksanaan suatu

kebijakan atau program, termasuk kurikulum 2013 ini. karena apabila terjadi

pergantian pimpinan dalam rentan waktu yang berdekatan maka akan terjadi

perubahan iklim kepemimpinan. Hal ini karena setiap pempimpin mempunyai

gaya kepemimpinan secara tersendiri, tak terkecuali kepala sekolah.

121
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa secara umum implementasi kebijakan kurikulum 2013 di Sekolah Dasar

Negeri 33 Boddie Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep sudah cukup baik

dan telah berjalan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikan dengan

berdasar pada beberapa faktor yang telah dikemukakan oleh Van Meter dan Van

Horn (1975) yakni: Ukuran dan Tujuan Kebijakan, dilihat dari tujuan kebijakan ini

belum sepenuhnya di pahami oleh seluruh stakeholder baik guru maupun

kepala sekolah SDN 33 Boddie.Sumber daya, jika dilihat dari sumber daya

manusia, finansial, dan waktu sudah cukup baik namun masih terdapat

kekurangan-kekurangan seperti: tenaga pengajar pada bidang studi olahraga

dan bahasa inggris, dari sisi pencairan anggaran dana BOS terkadang tidak

sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima, serta kendala waktu pada saat

penilaian hasil belajar tiap semesternya yang menggunkanan waktu yang cukup

lama.Karakteristik agen / badan pelaksana, jika dilihat dari faktor ini juga sudah

cukup baik, karena SDN 33 melakukan kordinasi dengan semua pihak yang

terlibat dalam dunia pendidikan, seperti dinas pendidikan, UPTD pendidikan,

pihak Bupati, dan bahkan masyarakat juga ikut serta dilibatkan.

Indikator lainnya seperti, Sikap / kecenderungan para pelaksana, dari

faktor ini juga sudah cukup baik karena para pelaksana tidak ada yang menolak

kebijakan ini, bahkan dinas pendidikan dan UPTD pendidikan turut serta

mengawal kebijakan tersebut. Namun karena kurangnya pelatihan yang

diadakan oleh pihak dinas pendidikan dan sekolah sendiri, maka para guru

122
cenderung belajar dan menggali informasi secara mandiri.Komunikasi

antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, jika dilihat komunikasi yang terjalin

antara dinas pendidikan, UPTD Pendidikan dan pihak sekolah sudah cukup baik,

namun bentuk komunikasi antar masyarakat masih kurang karena hanya

dilakuakan rapat komite selama 3 bulan sekali dan itupun sebagian kecil

masyarakat yang terlibat. Sedangkan dari segi aktivitas pelaksana, kepala

sekolah SDN 33 Boddie telah melaksanakan pembinaan mental, moral, fisik dan

artisktik pada guru dan siswa, namun masih terkendala pada sisi pembinaan fisik

karena tidak adanya guru olahraga di sekolah tersebut. Serta indikator terakhir

mengenai Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik, berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan maka lingkungan sosial dan politik berpengaruh kurang baik

terhadap kebijakan ini karena tingkat kesadaran masyarakat sekitar akan

pendidikan masih sangat kurang dan pengaruh pilkada juga masih kuat pada

kebijakan ini. Sedangkan lingkungan ekonomi tidak ditemukan memiliki pengaruh

terhadap implementasi kebijakan ini.

V.2. Saran

Berdasarkan penelitian diatas penlulis dapat memberikan saran sebagai

berikut:

1. Sebaiknya pelatihan guru terhadap kuirkulum 2013 diadakan secara

berkala dan intensif, mengingat masih kurangnya pemahaman guru

terhadap kurikulum 2013 menyebabkan stakeholder terutama guru masih

ada yang belum mengetahui tujuan di keluarkannya kebijakan tersebut.

2. Sebaiknya Dinas pendidikan mengutus guru pengganti untuk mengisi

kekosongan guru SDN 33 Boddie terkhusus guru mata pelajaran penjas

dan bahasa inggris,selain itu pencairan dana BOS juga sebaiknya

123
disesuaikan dengan jumlah siswa SDN 33 Boddie yang terdaftar pada

tahun pelajaran tersebut agar tidak terjadi kekurangan anggaran sekolah

dalam mengimplementasikan kebijakan, serta guru harus lebih aktif

untuk berlatih sendiri dan pandai mengatur waktu agar pembagian raport

siswa bisa dibagikan tepat waktu di tiap semesternya.

3. Sebaiknya SDN 33 Boddie lebih meningkatkan komunikasi terbuka antara

semua pihak yang terlibat dalam kebijakan ini, terutama masyarakat

sekitar agar lebih memperhatikan anaknya ketika pulang sekolah dan

tidak menyerahkan tanggung jawab penuh kepada pihak sekolah untuk

urusan pendidikan anaknya.

4. SDN 33 Boddie sebaiknya lebih berinistaif untuk mengadakan pelatihan

sendiri bagi sekolahnya dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada,

seperti memanfaatkan potensi guru yang sudah berpengalaman tentang

kurikulum 2013, mengingat status sekolah adalah sekolah inti maka

kebijakan hampir sepenuhnya diserahkan kepada sekolah termasuk

dalam urusan kurikulum dan pelatihannya.

5. Dalam penerapan sistem pendidikan di suatu Negara perlu diadakannya

evaluasi lebih lanjut tentang sistem atau kurikulum yang akan diterapkan.

Sehingga nantinya tidak terjadi kendala-kendala dalam pelaksanannya

terutama di setiap jenjang pendidikan (SD, SMP ataupun SMA)

6. Sebaiknya pemerintah menentukan standar khusus dalam kebijakan

kurikulum 2013 di tiap jenjang pendidikan seperti: Penerapan Student

Center Learning (SCL) tingkat SD, SMP, ataupun SMA, Penilaian

portofolio tingkat SD, SMP, ataupun SMA, serta standar tenaga pendidik

124
dan kependidikan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan sekolah dan

daerah masing-masing.

125
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung: Alfabeta.

____________. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung: Alfabeta.

____________. 2016. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung: Alfabeta.

Dunn, William, N. 2003 (1994). Public Policy Analysis: An Introduction New


Jersey: Pearsons Education. Edisi Bahasa Indonesia
diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999
dengan judul Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Fermana, Surya. 2009. Kebijakan Publik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulyasa, E. 2016. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum


2013.Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Nawawi Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan
Praktek).Surabaya: PMN.

Noor, Juliansyah. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana.

Nugroho, Riant. 2014. Kebijakan Publik di Negara-negara Berkembang.


Jakarta: Pustaka Pelajar.

Parsons, Wayne. 2001. PUBLIC POLICY Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Pasolong, Harbani. 2013. Metode Penelitian Administrasi Publik. Makassar:


Alfabeta.
Subarsono, AG. 2011. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan
Aplikasi).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Suratman. 2017. Generasi Implemntasi dan Evaluasi Kebijakan


Publik.Yogyakarta: CAPIYA Publishing.

Thoha, Miftah. 2011. Ilmu Administrasi Publik dan Kontemporer. Jakarta:


Kencana.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).Bandung:


AlfabetaThoha, Miftah. 2011. Ilmu Administrasi Publik dan
Kontemporer. Jakarta: Kencana.

126
Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.

Lainnya
Ahmad. 2012. Manusia, Teknologi, Dan Pendidikan Menuju Pendidikan
Baru,Malang: Universitas Negeri Malang. (hal 95-96).

Andita, Wenny. 2016. Implementasi Kebijakan Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 1 Lagaligo
Kabupaten Luwu Timur.Makassar: Universitas Hasanuddin.

Dewi, Yurike, Meiana. 2015. Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata


Pelajaran Bahasa Indonesia SMA Negeri di Kabupaten Bantul
Yogyakarta.Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Fatih, Andy Al. 2010. Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan


Masyarakat.Bandung: Unpad Press.

http://aristwn.staff.iaiansalatiga.ac.id> uu-dan.p.com

https://dinarpratama.wordpress.com>….

Machali, Imam. Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong


Indonesai Emas Tahun 2045.Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. (hal
73).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2013 tentang Perubahan


atas Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar


Kompetensi Lulusan.

Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru.

Permendikbud No.57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah


Dasar/Madrasah Ibtidayyah.

127
Permendikbud Republik Indonesia No.67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayyah.

Permendikbud No.81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.

Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian.

Permendikbud No.71 Tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran yang Layak.

Rifandi, Dedi dan Maryani. 2014. Jurnal Kebijakan Publik. Implementasi


Kebijakan Izin Pemanfaatan Sumber Daya Air. Vol 5 No. 1 Thn.
2014.Riau : Universitas Riau. (hal 122).

Tribuono Jonathan. 2017. Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan,


Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar (Studi
Kasus pada Dinas Sosial).Makassar: Universitas Hasanuddin.

Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Waybin, Floreza, Eusabia. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Proses


Pembelajaran di SMK Negeri 3 Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.

128
LAMPIRAN
Pedoman wawancara

No Indikator Sub Indikator Pertanyaan


1 Ukuran dan tujuan kebijakan 1.Ukuran kebijakan 1. Bagaimana ukuran kebijakan
kurikulum 2013.?
2. Tujuan kebijakan
2. Apa tujuan diberlakukannya
kurikulum 2013.?
2 Sumber daya 1.Manusia 1. Siapa saja yang terlibat dalam
pelaksanaan kurikulum 2013.?
2. Berapa jumlah guru dan staff
yang terlibat dalam pelaksanaan
kurikulum 2013.?
3. Apakah semua guru dan staff
sudah mempunyai kapabilitas yang
cukup.?
4. Pelatihan apa saja yang
diperoleh agen pelaksana sebelum
dan setelah implementasi kebijakan
kurikulum 2013.?

2. Finansial 1.Darimana sumber anggaran yang


digunakan dalam implementasi
kurikulum 2013.?
2.Berapa jumlah anggaran yang
dibutuhkan dalam impelementasi
kurikulum 2013.?

3. waktu 1.Berapa lama waktu yang


digunakan untuk
mengimplementsikan kurikulum
2013.?
2. Apakah waktu yang tersedia
dapat dipergunakan secara tepat
selama implementasi kebijakan
kurikulum 2013.?
3 Karakteristik agen - 1. Apa yang menjadi tolak ukur
pelaksana terpilihnya suatu badan/sekolah
untuk mengimplementasikan
kebijakan kurikulum 2013.?
2. Bagaimana tingkat pengawasan
yang dilakukan antar sub unit
dalam mengawasi jalannya
kebijakan kurikulum 2013.?
3. Apakah ada sumber-sumber
politik yan turut serta terlibat dalam
mengimplementasikan kebijakan
kurikulum 2013 (dukungan dari
badan eksekutif/legislatif).?
4 Sikap/kecenderungan para 1.Kognisi/Pemaha 1. Apakah Bapak/Ibu memahami
pelaksana man maksud dan tujuan
diberlakukannya kurikulum 2013.?
2. Apakah Bapak/Ibu memahami
metode pembelajaran berbasis
kurikulum 2013.?

2.Tanggapan 1. Bagaimana tanggapan


Kebijakan Bapak/Ibu terhadap kebijakan
kurikulum 2013.?
2. Apakah semua agen pelaksana
(guru/staff) menanggapi kebijakan
kurikulum 2013 dengan baik.?

3. Intensitas 1. Selain peltihan dari Dinas


Tanggapan Metode apa saja yang Bapak/Ibu
gunakan untuk memahami tujuan,
maksud dan metode pembelajaran
kurikulum 2013.?
2. Selain peltihan dari Dinas
Pedidikan, seberapa sering
Bapak/Ibu belajar secara mandiri
tentang metode pembelajaran
kurikulum 2013.?
5. Komunikasi antarorgnisasi 1. Komunikasi 1. Bagaimana ketepatan
dan aktivitas pelaksana. antarorgnisasi komunikasi antarpelaksana dalam
implementasi kebijakan kurikulum
2013.?
2. Bagaiamana bentuk konsistensi
atau keseragaman infomasi yang
dikomunikasikan antara para
pelaksana dalam implementasi
kebijakan kurikulum 2013.?

2. Aktivitas 1. Bagaimana bentuk pembinaan


pelaksana mental yang dilakukan selama
implementasi kebijakan kurikulum
2013 berlangsung.?
2. Bagaimana bentuk pembinaan
moral yang dilakukan selama
implementasi kebijakan kurikulum
2013 berlangsung.?
3. Bagaimana bentuk pembinaan
fisik yang dilkukan selama
implementasi kebijakan kurikulum
2013 berlangsung.?
4. Bagaimana bentuk pembinaan
artisitik yang dilakukan selama
implementasi kebijakan kurikulum
2013 berlangsung.?

6 Lingkungan ekonomi, sosial 1. Lingkungan 1. Apakah lingkungan ekonomi


dan politik ekonomi berpengaruh dalam implementasi
kebijakan kurikulum 2013.?
2. Apa saja bentuk pengaruh
lingkungan eknonomi dalam
implementasi kebijakan kurikulum
2013.?
2. Lingkungan 1. Apakah lingkungan sosial
sosial berpengaruh dalam implementasi
kebijakan kurikulum 2013.?
2. Apa saja bentuk pengaruh
lingkungan sosial dalam
implementasi kebijakan kurikulum
2013.?

3. Lingkungan 1. Apakah lingkungan politik


politik berpengaruh dalam implementasi
kebijakan kurikulum 2013.?
2. Apa saja bentuk pengaruh
lingkungan politik dalam
implementasi kebijakan kurikulum
2013.?
Foto-foto wawancara dan observasi

SDN 33 Boddie Kecamatan Mandalle


Foto bangunan Dinas Pendidikan Kab.Pangkep

Wawancara dengan KASI KURIKULUM DISDIK Pangkep


wawancara dengan kepala UPTD Pendidikan Kec.Mandalle

Wawancara dengan kepala sekolah SDN 33 boddie


Wawancara dengan para guru SDN 33 boddie

(Bapak Irwan.L, S.Pd guru kelas VI) (Ibu Sitti Nasirah, S.Pd guru kelas III)

(Ibu Misnawati, S.Pd, Ibu Hadija Karlina, S.Pd dan Ibu Aminah, S.Pd)
Suasana Belajar SDN 33 Boddie Kelas III

Suasana Belajar Kelas III dan V


Alat-alat peraga pembelajaran K 13 Bidang Matematika dan IPA

Perpustakaan SDN 33 Boddie


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ibrahim

Tempat/tanggal lahir : Pangkep, 20 Februari 1997

Agama : Islam

Alamat di Makassar : Bumi Tamalanrea Permai (BTP)

Blok A No.452 Makassar

No. Telepon/Hp : 082344015582

Orang tua

 Ayah : H. Ngaru, S.Pd

 Ibu : Hj. Darmawati

Riwayat Pendidikan

 SD : SDN 44 Coppo Tompong Kec. Mandalle Kab. Pangkep (2002-2008)

 SMP : SMPN 1 Mandalle Kec. Mandalle Kab. Pangkep (2008-2011)

 SMA : SMAN 1 Segeri Kec. Segeri Kab. Pangkep (2011-2014)

 Universitas : Universitas Hasanuddin, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (2014-2018)

Anda mungkin juga menyukai