DISERTASI
Oleh:
JUDUL DISERTASI:
KOMISI PROMOTOR:
iii
KUPERSEMBAHKAN UNTUK:
iv
RIWAYAT HIDUP
Muh. Tang Abdullah. Lahir di Elle-Bone 7 Mei 1972, anak dari ayah Abdullah
dan ibu Hj. St. Rugayah. Menikah dengan Hj. Agusnawati dan dikaruniai tiga
anak (Nurul Indhira Dewanty, Abdul Hanief Arrizaly, Abdul Manaf Abdiwanua).
Menempuh dan menyelesaikan pendidikan SD sampai dengan SMA di Kota
Makassar. Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos.) pada Jurusan Ilmu
Administrasi Fisipol Universitas Hasanuddin. Memperoleh gelar Magister
Administrasi Publik (M.AP) pada Program Magister Ilmu Administrasi Publik FIA
Universitas Brawijaya. Sejak 2010 menempuh Program Doktor (S3) Ilmu
Administrasi (Publik) FIA Universitas Brawijaya. Mulai 2004 menjadi dosen tetap
pada Jurusan Ilmu Administrasi Fisipol Universitas Hasanuddin. Artikel penulis
pernah diterbitkan oleh jurnal: Bisnis & Birokrasi-UI (2014), Masyarakat
Kebudayaan & Politik-UNAIR (2013), Spirit Publik-UNS (2011), dan Administrasi
Publik-LAN Makassar (2010).
Malang,
Mahasiswa,
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
Dr. Ichsan Yasin Limpo, SH., MH. selaku Bupati Gowa dan Pimpinan
DPRD Kabupaten Gowa, terkhusus untuk Dinas Pendidikan, UPTD Pendidikan,
Sekolah dan guru-guru serta aparatur lain yang telah memberikan bantuan dan
akses masuk ke lokasi dan situs penelitian untuk memperoleh data dan informasi
yang dibutuhkan dalam Disertasi ini.
Seluruh informan penelitian, baik dari unsur pemerintahan daerah maupun
dari luar pemerintahan daerah Kabupaten Gowa, serta berbagai pihak yang telah
memiliki kontribusi secara langsung dan tidak langsung memberi akses terhadap
data dan informasi yang relevan dengan fokus penelitian disertasi ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT segalanya kita berharap, semoga
kontribusi dan sumbangsih dari berbagai pihak mendapat balasan yang setimpal
dari-Nya. Amin.
Malang,
Mahasiswa,
viii
RINGKASAN
ix
Pembahasan hasil penelitian menggunakan teori dan konsep yang relevan
dengan pengembangan inovasi disektor publik khususnya inovasi pemerintahan
sebagai alat analisis hasil penelitian. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan beberapa hal, yakni pertama, proses pengembangan program
inovasi urusan pendidikan dilakukan melalui proses politik yakni perumusan
kebijakan (pengaturan) dan proses manajerial/administrasi yakni implementasi
kebijakan (pengurusan). Secara teoritis, proses perumusan dan implementasi
kebijakan program inovasi harus pula dilakukan secara inovatif. Proses
perumusan kebijakan oleh Pemda dan DPRD dalam pengembangan inovasi
harus dilakukan secara demokratis, partisipatif dan responsif dan proses
manajerial /administrasi oleh birokrasi lokal dan unit sekolah harus pula
berlangsung secara efektif, efisien dan ekonomis. Kedua, tipologi program
inovasi pemerintahan baik bersumber dari mitra internal maupun mitra eksternal
pemerintahan daerah yang diadopsi melalui strategi replikasi inovasi, sehingga
jenis program inovasi dalam pemerintahan daerah tidak selamanya mengandung
nilai temuan baru (novelty) tetapi program inovasi pemerintahan daerah harus
memiliki nilai perbaikan (improvement) terhadap pelayanan publik. Ketiga,
Program inovasi urusan pendidikan yang ditentukan oleh dominasi kapasitas
kepemimpinan Bupati dan ketersediaan anggaran (APBD/APBN) bisa
berlangsung efektif untuk jangka pendek dan jangka panjang jika didukung oleh
tersedianya kapasitas pemerintahan daerah secara komprehensif yang meliputi
kepemimpinan yang inovatif, kualitas aparatur (tim kerja), struktur dan sistem
yang kuat, dan kemampuan mengelola pengaruh eksternal (politik dan jaringan).
Pengembangan program inovasi urusan pendidikan yang efektif pada tingkat
kabupaten (mikro) harus didukung kebijakan dan program dalam urusan
pendidikan pada tingkat provinsi (meso) dan pemerintah pusat (makro).
Akhirnya, berdasarkan ketiga hasil kesimpulan analisis di atas, dirumuskan
sebuah rekomendasi penelitian yaitu pengembangan program inovasi urusan
pendidikan harus didukung oleh proses politik dan proses manajerial/administrasi
inovatif pula, program inovasi bisa bersumber dari mitra internal dan eksternal
pemerintahan melalui proses adopsi dengan strategi replikasi, pengembangan
kebijakan dan program inovasi pemerintahan daerah dapat berlangsung efektif
jangka pendek dan jangka panjang jika didukung oleh kapasitas inovasi yang
meliputi kepemimpinan yang inovatif, kualitas aparatur (tim kerja), struktur dan
sistem yang kuat, dan kemampuan mengelola pengaruh eksternal (politik dan
jaringan) serta terbingkai dalam desain kebijakan dan program inovasi secara
nasional.
x
SUMMARY
xi
process of policy formulation and implementation of innovation programs should
also be done in an innovative way. The process of formulation of policies by the
Government and the Parliament in the development of innovation should be done
in a democratic, participatory and responsive and the managerial / administrative
performed by local bureaucracy and operational tennis are at school should also
take place effectively, efficiently and economically. Second, type innovation
program governance both sourced from partners both internal and external
partners of local government are adopted through a replication strategy of
innovation, so that the kind of program innovation in local governance do not
always contain the value of new findings (novelty) but the innovation programs of
local government must have a value improvement to the public service. Third, the
innovative program of education affairs determined by the dominance of the
leadership capacity of Head of Regency and the availability of budget (APBD /
APBN) can be effective for short-term and long-term if supported by the local
government capacity in a comprehensive manner that includes a innovative
leadership, quality of workforce, systems/structure, and managing external
influences. Program development of effective innovation educational affairs at
the district level (micro) must be supported policies and programs in educational
affairs at the provincial level (meso) and the central government (macro).
Finally, based on the three results conclusions above analysis, formulated
a recommendation of research is the development of innovation programs
educational affairs should be supported by the political process and the process
of managerial / administrative innovative Similarly, program innovation can be
sourced from internal and external partners governance through the adoption
process with a replication strategy, policy development and innovation program of
local government can take effective short-term and long-term if it is supported by
the capacity of innovation that includes a innovative leadership, quality of
workforce, systems/structure, and managing external influences, as well as
framed in the design of policies and programs of national innovation.
xii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada kata yang paling layak selain mengucap rasa syukur
yang tak terhingga kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah Disertasi ini yang berjudul:
Inovasi Pemerintahan Daerah: Studi Inovasi Penyelenggaraan Urusan
Pendidikan di Kabupaten Gowa.
Indonesia telah memilih model desentralisasi dalam sistem pemerintahan
daerah. Model desentralisasi ini dipertegas oleh lahirnya undang-undang yang
mengatur manajemen pemerintahan daerah yaitu UU No. 32 Tahun 2004 dan
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Model desentralisasi ini
melahirkan kebijakan otonomi daerah yang seluas-luasnya kepada daerah
otonom untuk menyelenggarakan fungsi dan tugasnya, baik dalam public service
maupun public goods delivery. Kebijakan otonomi daerah ini sesungguhnya
memberi ruang yang lebar bagi daerah otonom untuk kreatif dan inovatif baik
pada aspek administrasi maupun aspek politik. Aparatur dan pejabat daerah tak
perlu lagi khawatir dalam melakukan inovasi kebijakan dan pelayanan pada
masyarakat. Oleh karena, saat ini pengembangan inovasi daerah telah diatur
dalam Bab XXI Pasal 386-390 UU No. 23 Tahun 2014 tersebut.
Sesungguhnya secara teoritik, konsep inovasi dalam konteks administrasi
publik menjadi isu utama ketika paradigma new public management (NPM)
berkembang pesat. Di mana salah satu prinsip paradigma NPM adalah
persaingan (competitiveness). Organisasi publik hanya bisa bertahan dan unggul
di era persaingan ini ketika mampu menghadirkan cara kreatif dan lebih efektif
dalam mengatasi masalah publik yang makin kompleks melalui inovasi.
Sebagaimana diketahui bahwa inovasi seharusnya menjadi inti dari seluruh
aktivitas di sektor publik. Inovasi dapat membantu meningkatkan kinerja
pelayanan dan nilai-nilai publik. Inovasi berarti meningkatkan daya tanggap
terhadap harapan warga dan kebutuhan para pengguna layanan. Juga inovasi
dapat menumbuhkan efisiensi dan mengurangi biaya.
Secara empirik sejak kebijakan otonomi daerah diterapkan, telah banyak
daerah otonom yang sukses dan berhasil dalam melakukan inovasi dalam
lingkup tugas dan kewenangan mengatur dan mengurus berbagai urusan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat ke daerah. Misalnya
dalam penyelenggaraan urusan pendidikan, salah satu daerah kabupaten yang
mengembangkan program-program inovasi dalam urusan pendidikan selama ini
adalah pemerintah Kabupaten Gowa. Oleh sebab itulah, daerah ini dijadikan
lokus dari penelitian disertasi ini.
Dasar utama pemerintah Kabupaten Gowa mengembangkan kebijakan dan
program inovasi dalam urusan pendidikan adalah adanya fakta di mana
aksesibilitas masyarakat masih rendah, biaya pendidikan mahal, dan kualitas
pembelajaran juga rendah yang menyebabkan indeks pendidikan dan IPM Gowa
masih rendah pula. Kenyataan ini tentu menjadi menarik bagi penulis untuk
xiii
melakukan penelitian kualitatif dan mengembangkan kajian inovasi pemerintahan
daerah dalam urusan pendidikan ke dalam beberapa fokus penelitian antara lain:
(a) proses pengembangan program inovasi urusan pendidikan yang meliputi
proses politik dan manajerial, (b) tipologi program inovasi urusan pendidikan
yang meliputi SPAS, Pendidikan Gratis, Punggawa D’Emba Education, dan
Satgas Pendidikan, dan (c) juga menyajikan kapasitas inovasi pemerintah daerah
dalam urusan pendidikan. Pada akhirnya penelitian ini akan melahirkan model
existing dan model rekomendasi yang diarahkan pada pengembangan program
inovasi yang efektif, efisien, dan profesional.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah Disertasi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Disertasi ini sungguh masih memiliki banyak kelemahan dan
keterbatasan di dalamnya. Oleh karena itu, sebagai karya ilmiah yang memiliki
kebenaran relatif, sangat terbuka untuk diperdebatkan dan menerima kritikan
serta masukan demi perbaikan dan penyempurnaan, baik secara substansi
maupun metode penelitian dan teknis penulisannya.
Namun dibalik itu semua tetap ada secuil harapan dari penulis, semoga
Disertasi ini dapat memberi informasi baru bagi para pembaca. Minimal pembaca
mengetahui bahwa pemerintahan daerah Kabupaten Gowa dengan segala
kapasitasnya, telah berupaya mengembangkan program inovasi dalam urusan
pendidikan. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT segalanya kita berharap.
Semoga apa yang telah diikhtiarkan penulis menjadi bernilai amal ibadah di sisi-
Nya. Aamiin.
Malang,
Mahasiswa,
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ii
IDENTITAS TIM PENGUJI.................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................................iv
PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP.................................................................................................. vi
UCAPAN TERIMA KASIH.....................................................................................vii
RINGKASAN..........................................................................................................ix
SUMMARY............................................................................................................ xi
KATA PENGANTAR............................................................................................ xiii
DAFTAR ISI..........................................................................................................xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xix
DAFTAR SINGKATAN..........................................................................................xx
DAFTAR ISTILAH.............................................................................................. ..xxi
xv
BAB IV. METODE PENELITIAN ......................................................... ...........178
4.1. Pendekatan Penelitian .............................................................178
4.2. Fokus Penelitian...................................................... .................179
4.3. Lokasi dan Situs Penelitian.......................................................181
4.4. Jenis Data Penelitian............................................................... .182
4.5. Sumber Data Penelitian ...........................................................182
4.6. Metode Pengumpulan Data .....................................................185
4.7. Instrumen Penelitian ............................................. ...................187
4.8. Teknis Analisis Data ..................................... ...........................188
4.9. Uji Keabsahan Data .................................................................190
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
28. Program, Kegiatan dan Alokasi Anggaran Urusan Pendidikan
Kabupaten Gowa Tahun 2013 ......................................... ...................209
29. Indikator Capaian Penyelenggaraan Urusan Pendidikan
Menurut Tingkatan Pendidikan Kab. Gowa Tahun 2010-2011............ 215
30. Indikator Capaian Pelayanan Urusan Pendidikan Menurut
Tingkat Sekolah Kabupaten Gowa Tahun 2010-2011......................... 219
31. Deskripsi Satuan Pendidikan Sekolah Kabupaten Gowa Tahun
2010 dan 2011..................................................................................... 224
32. Kebutuhan Biaya Pendidikan Masyarakat di Kabupaten Gowa
Tahun 2011.......................................................................................... 226
33. Alokasi Anggaran Pelaksanaan Punggawa D’Emba Education
Program (PDEP) Kabupaten Gowa Tahun 2009-2012........................ 259
34. Rencana Strategi Pembangunan Daerah dan Program Inovasi
Urusan Pendidikan Kabupaten Gowa.................................................. 330
35. Matriks Proses Pengembangan Program Inovasi Urusan
Pendidikan…………………………………………………………………..341
36. Matriks Jenis Program Inovasi Urusan Pendidikan…….……...……….364
37. Matriks Hasil Kajian Penelitian Terdahulu dan Kontribusi
Hasil Kajian Disertasi Ini …………………………………………………. 383
38. Matriks Perbandingan Praktek Inovasi Pemerintahan Daerah............ 393
39. Matriks Mengenai Fokus, Hasil, Proposisi Penelitian dan Implikasi
Teoritis..................................................................................................395
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR SINGKATAN
xx
DAFTAR ISTILAH
xxi
mempercepat peserta didik dalam memahami materi
pelajaran, memiliki life skill, positive mindset, dan
jiwa nasionalisme, serta nilai budaya lokal Makassar.
Sanggar Pendidikan
Anak Saleh : Program pendidikan luar sekolah (PLS) yang
menyediakan sarana pendidikan untuk anak-anak
putus sekolah, atau bagi mereka yang tidak berhasil
melanjutkan sekolah karena kekurangan biaya
Satgas Pendidikan : Program kerja sama antar Dispora dan Satpol
Pamong Praja berbentuk gugus kerja yang bertujuan
untuk memastikan kehadiran siswa/murid dan tenaga
kependidikan serta menekan angka bolos sekolah.
Urusan Pemerintahan : Kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh
kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Urusan Pendidikan : Salah satu dari urusan pemerintahan wajib,
pelaksanaannya dilakukan oleh penyelenggara
pemerintahan daerah, terkait dengan pelayanan
dasar yakni pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga negara.
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
adalah obat mujarab untuk mengobati akibat buruk sentralisasi (Solihin, 2010:3).
1
2
Sementara itu terdapat dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui
medium pendidikan politik bagi masyarakat ditingkat lokal dan secara agregat
kedua tujuan tersebut adalah keharusan bagi pemerintah daerah dalam rangka
daerah lain. Otonomi daerah menyediakan ruang ”manuver politik” bagi daerah
publik, ruang yang sangat luas untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengelola
Kondisi ideal dari sistem pemerintahan daerah Indonesia, baik yang telah
ditegaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 maupun penjelaskan ideal secara teori
demikian setelah lebih satu dekade otonomi daerah rupanya secara empirikal
masih bertolak belakang dengan tujuan utamanya. Hal ini disimpulkan oleh koran
tajam dibanding semasa Orde Baru. Jastifikasi atas hal tersebut, bisa dilihat
pada hasil evaluasi yang dilangsir oleh Bagian Penelitian dan Pengembangan
keamanan di era otonomi daerah menjadi lebih baik; (3) masalah kemiskinan dan
daerah; dan (4) sebanyak 73% responden menyatakan janji-janji kepala daerah
tidak hanya menyangkut sumber daya manusia atau aparaturnya, tetapi juga
administrasi publik tersebut, dan beragam dimensi yang dibutuhkan, serta multi-
masalah publik yang berbeda antar tempat dan waktu. Cara baru tersebut
diyakini hanya dapat dicapai dengan adanya inovasi dalam administrasi publik
permasalahan yang ditemukan dalam inovasi urusan pendidikan bisa jadi serupa
pada umumnya. Misalnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Prasojo (2006)
negara lain yang pernah melakukan kajian tentang inovasi kebijakan di bidang
penelitian yang pernah dilakukan oleh Ajibola (2008) di Nigeria yang fokus pada
yang ditemukan dari penelitian ini adalah kapasitas kurikulum tidak lagi sesuai
lingkungan yang dinamis. Selain penelitian ini, terdapat pula penelitian yang
rendahnya budaya kreatif murid sekolah sebagai akibat dari manajemen sekolah,
kepemimpinan, dan lingkungan sekolah yang tidak mendukung. Oleh karena itu,
dapat ditemukan dalam beberapa literatur. Pada tahun 2009, USAID melaporkan
Deli Serdang (Sumatera Utara) dan Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah); (3)
Customer Information Management System di Kota Madiun (Jawa Barat); dan (5)
Kelima jenis program inovasi yang diasistensi oleh USAID (2009) tersebut
dinilai sukses dan berpredikat good practices, karena memenuhi beberapa hal
antara lain: (1) bentuk program sudah sukses dilakukan di negara lain (having
been previously applied in other countries); dan diadaptasi secara meluas pada
stakeholder, pro-customer and pro-poor orientation; (3) inovasi focus on low cost
Demikian halnya dalam INDOPOV (2006), dirilis bahwa World Bank juga
Kota Bandung, Jawa Barat; (5) Program Air Bersih dan Kesehatan di Kabupaten
Jembrana, Bali; (7) Program Community Block Grant di Kota Blitar, Jawa Timur;
tersebut digagas oleh pihak luar yakni World Bank dan separuhnya lagi digagas
oleh pihak lokal (local stakeholders), namun dampaknya terbukti positif terutama
Temuan penting dari penelitian World Bank (2006) ini adalah bahwa
yang inovatif. Sebagian besar dari inovasi yang dipelajari pada studi kasus
tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan perundangan nasional dan
donor, untuk menjadi lebih tertarik kepada isu good governance. Namun,
peraturan daerah yang menyokong inovasi tersebut masih terindikasi lemah atau
kurang menunjang.
seringkali menjadi rujukan bagi beberapa daerah otonom lainnya, sebagai best
pemangku jabatan Gubernur, Bupati atau Walikota untuk periode kedua dalam
kepemimpinan daerah tidak melulu soal besarnya dukungan politik dan legitimasi
semata. Lebih dari itu, beberapa daerah di tanah air sukses menapaki otonomi
daerah, karena memiliki Kepala Daerah yang visioner. Ini menunjukkan bahwa
Merujuk pada beberapa fakta empirik yang dilansir di atas, tampak bahwa
pandangan pakar dan peneliti terdahulu yang diuraikan pada bagian berikut.
harus menjadi pendorong perubahan. Pemimpin yang memiliki visi jelas akan
mendorong pengikutnya untuk mewujudkan visi tersebut melalui daya kreatif dan
daya inovasi yang dimilikinya. Pemimpin yang punya visi tentu tidaklah cukup
bernuansa politik. Tampa kemauan politik yang kuat dari pimpinan pemerintahan
daerah hampir mustahil suatu inovasi akan berhasil. Masalah krusial tentang
kepemimpinan dalam pengembangan inovasi ini juga diungkap oleh ahli dan
peneliti lain, seperti Prasojo (2006), Muluk (2008), Said (2009), Evans (2010),
publik saat ini masih berorientasi pada budaya kelompok dan budaya hierarki,
budaya inovasi pemerintahan daerah ini juga disampaikan oleh pakar dan
peneliti seperti Mulgan dan Albury (2003), Prasojo (2006), Ajibola (2008), Said
(2009), Kim (2009), Evans (2010), dan Capuno (2010). Ketiga, berkaitan dengan
persoalan insentif dan reward. Para pegawai harus diberikan ruang untuk
melakukan eksperimen dan mencari solusi baru untuk memenuhi tuntutan dan
insentif dan reward sehingga mereka termotivasi untuk terus melakukan inovasi..
dan organisasional adalah penting dan menjadi kunci bagaimana organisasi dan
orang di dalamnya itu mengelola input kreatif dalam proses inovasi. Selain
Muhammad (2007), beberapa pakar dan peneliti lain seperti Farazmand (2004),
Muluk (2008), Said (2009), Evans (2010), Capuno (2010), dan Supriyono (2011)
juga menyatakan bahwa kapasitas inovasi menjadi problem yang serius dalam
perspektif konsumen atau orang yang dilayani. Masalah yang sering muncul
pada aspek ini adalah tidak adanya informasi yang lengkap tentang apa
kebutuhan users yang dipunyai oleh providers sehingga sulit untuk mendorong
(2004), Muluk (2008), Said (2009), Evans (2010), dan Hennala (2011). Ketujuh,
suatu ide atau kebijakan dapat memberikan petunjuk bahwa hasilnya akan baik
yang terakhir adalah belum disadari akan pentingnya investasi inovasi. Padahal
prakteknya seringkali sulit memulai dari mana, oleh siapa, dan kapan inovasi
bermental inovatif. Oleh sebab itu begitu pimpinan tingkatan atas suatu birokrasi
tidak memiliki jiwa inovatif, maka suatu inovasi sulit terwujud. Pimpinan tingkatan
menengah tidak jarang memang memiliki inisiatif tetapi sering juga kalah dengan
dana, dan teknis. Sebagaimana banyak kritik yang datang dari masyarakat
dan inovasi birokrasi, tak jarang inovasi itu mandeg karena lemahnya dukungan
politik dari fraksi-fraksi di DPRD. Institusi DPRD seringkali hanya mau segala
sesuatunya berhasil, namun tak jarang bahwa keberhasilan itu perlu dukungan
kompartemen dalam birokrasi sendiri terjadi saling salip, saling silap, saling saing
yang kadang tidak sehat dan menjadikan organisasi birokrasi sulit untuk
komunikasi dan best practices dalam pelayanan publik. Kalau kita mengamati
dengan seksama dan mengikuti gerak langkah dan apalagi kalau mau menjadi
bagian dari birokrasi yang birokratis, maka seumpama kita ini manajer
berpengalaman, kalau kita diminta jadi camat atau lurah setahun saja maka
sebaliknya seorang birokrat jika saja diminta magang di perusahaan yang sehat,
maka jiwa entreprenuer dan jiwa inovasi pasti akan tumbuh dan berkembang.
masih dilanda kejumudan berat yang tidak mendukung inovasi. Perlu reorintasi
kemampuan teknis dan di rekrut secara adil yang disertai dengan usaha-usaha
12
melayani masyarakat bisa accomplished dipenuhi dengan baik, maka pada saat
persoalan legalitas yang masih berlangsung saat ini. Persoalan legalitas yang
Ruang yang tersedia untuk mengambil diskresi bagi aparatur daerah belum
diatur dengan jelas sementara tuntutan dan tekanan untuk mengambil tindakan
untuk menanggapi dinamika politik dan ekonomi yang sangat tinggi sekarang ini.
untuk merespon kebutuhan publik, namun pada sisi lain mereka sadar bahwa
Di banyak negara yang memiliki sistim administrasi publik yang maju, ada
Misalnya kebijakan sunset rules, rule waive, dan reinvention laboratory dibuat
untuk memberi ruang bagi aparatur pemerintah untuk mengambil diskresi dalam
kelompok.
dengan jabatannya. Mereka seringkali menjadi takut dan ragu dalam mengambil
terobosan tertentu. Kondisi seperti ini jika dibiarkan akan dapat menurunkan
governance sistem inovasi tidak akan dapat efektif jika kebijakan berbagai sektor
Persoalan lain yang ditemukan oleh peneliti terdahulu, antara lain dari
seringkali melupakan adanya faktor nilai-nilai sosial (social values) yang perlu
dan dimensi teknologi dalam pengembangan inovasi. Ketiga nilai sosial tersebut
haruslah menjadi koheren, sebab jika tidak demikian, inovasi akan menemui
dengan terjadinya benturan antara nilai lama dan nilai baru. Benturan nilai ini
aspek yakni: (1) lemahnya political will dan komitmen kepemimpinan yang
terhadap figur pemimpin tertentu; (2) budaya yang resisten terhadap inovasi
(cultur of innovation) yang tercipta dalam setiap organisasi publik; (3) proses
inovasi yang tidak berjalan efektif, termasuk strategi pelibatan stakeholders lain
yang belum terlaksana dan benturan nilai-nilai dalam pengembangan inovasi; (4)
belum adanya legalitas yang menjadi payung hukum terhadap praktek inovasi;
dan (6) masalah keberlanjutan program inovasi seringkali tidak terjadi; serta (7)
15
nasional.
teoritik, normatik, dan empirik. Dalam perspektif teoritik atau konseptual, lebih
istilah reformasi (reform). Meskipun secara maknawi istilah inovasi dan reformasi
mengandung arti yang sama yakni perubahan menuju ke arah yang lebih baik,
mengandung dua aspek yaitu terciptanya nilai (value) yang baru dan kedua
lebih berharga, atau lebih valuable bagi pihak-pihak lain. Sering kali nilai itu
adalah bersifat ekonomik, seperti dalam kasus inovasi di organisasi bisnis. Tetapi
dalam kasus inovasi pemerintahan daerah, menurut Orange, et al., (2007) nilai
inovasi pemerintahan daerah dalam kajian ini menjadi perhatian serius dari
Mulgan dan Albury (2003:2). Hal tersebut dapat disimak dalam pernyataannya
seperti berikut:
Makna dari apa yang dinyatakan oleh Mulgan dan Albury di atas, bahwa
inovasi seharusnya menjadi inti dari seluruh aktivitas di sektor publik. Inovasi
berarti meningkatkan daya tanggap terhadap harapan warga dan kebutuhan para
biaya.
sektor publik harus melakukan inovasi. Beberapa alasan tersebut meliputi: (1)
kebutuhan dan ekspektasi publik yang terus meningkat; (2) untuk memasukkan
ICT secara penuh, karena hal ini telah terbukti meningkatkan efisiensi dan
diungkap dalam salah satu bukunya berjudul: Sound Governance: Policy and
merupakan faktor kunci untuk sound governance. Faktor inovasi, baik inovasi
17
aspek kebijakan maupun inovasi aspek administrasi adalah pusat dari sound
dan selalu menjadi sasaran dari krisis dan kegagalan. Oleh karena itu, sound
dalam kebijakan dan proses, struktur dan sistem nilai pemerintahan. Inovasi
administrasi publik, tampaknya konsep inovasi sudah mulai dikenal sebelum era
al (2005) bahwa pada dasarnya konsep inovasi sudah ada di era pemikiran
sangat didominasi oleh top menajer sehingga inovasi lebih bersifat top down dan
inovasi disektor organisasi dan manajemen publik secara global didorong oleh
beberapa kondisi. Beberapa kondisi global yang dimaksud terangkum dalam lima
kelompok antara lain; (1) tuntutan political system meliputi hak melalui amanat
pemilihan (election), legislasi, dan tekanan dari para politisi; (2) munculnya new
leadership yakni pemimpin yang membawa ide-ide dan konsep-konep baru, bisa
berasal dari eksternal atau internal organisasi tersebut; (3) adanya crisis yang
ini dan yang mungkin terjadi di masa yang datang; (4) internal problems yakni
18
seperti terciptanya berbagai jenis teknologi baru yang mempengaruhi pola hidup
masyarakat.
dengan urusan pendidikan. Jadi penelitian ini tidak akan meneliti seluruh urusan
ayat (1) point (f), UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
pasal 7 ayat (2) point (a), PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah sehingga menjadi penting untuk
masih tingginya biaya sekolah yang dirasakan oleh masyarakat; dan (3) masih
terhadap terhadap beberapa hal yaitu pertama, tingginya angka buta aksara
(ABA) Kabupaten Gowa, yakni ABA pada tahun 2005 terdapat 22%, tahun 2010
terdapat 18,09%, dan tahun 2013 terdapat 16,39%. Sejak tahun 2005 sampai
menurun tetapi daerah ini tetap selalu menjadi penyumbang terhadap tingginya
peningkatan. Indeks pendidikan Kabupaten Gowa tahun 2010 hanya 69,79 dan
tahun 2013 menjadi 71,78, sementara indeks pembangunan manusia (IPM) pada
tahun 2005 yakni 67,42 peringkat 16. Pada tahun 2010 meningkat menjadi 70,67
Sulsel.
Kabupaten Gowa adalah salah satu daerah otonom yang telah melakukan
kebijakan dan program yang bersifat inovasi dalam pelayanan bidang pendidikan
oleh pemerintah Kabupaten Gowa, sebenarnya mulai dirintis sejak tahun 2006.
Tahun 2007; (2) Aksara Anugrah Pratama Tahun 2005; (3) Aksara Anugrah
Madya Tahun 2006; dan (4) Aksara Anugrah Utama Tahun 2007. Selain
beberapa penghargaan tersebut, pada tahun 2010 Fajar Institute Pro Otonomi
buta aksara di Sulawesi Selatan ternyata masih cukup tinggi (Fajar, 10/9/2011).
Dari data yang dirilis Kemendiknas pada tanggal 9 September 2011, tercatat
total angka buta aksara di daerah Sulawesi Selatan mencapai 520.247 orang.
Peringkat tertinggi angka buta aksara di luar pulau Jawa. Salah satu daerah
sebesar 36.196 orang, selain daerah lainnya seperti Kabupaten Bone (74.841),
pendidikan di Kabupaten Gowa menjadi daya tarik bagi penulis untuk melakukan
government dapat dimaknai dalam pengertian organ, fungsi dan daerah otonom.
status otonomi berdasarkan atas aspirasi dan kondisi obyektif masyarakat yang
Oleh karena itu, konteks penelitian inovasi pemerintahan daerah ini akan
pasal 14 ayat (1) point (f), UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan pasal 7 ayat (2) point (a), PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
mengenai urusan pendidikan ini, perangkat daerah yang terkait adalah Dinas
(1989:32) yang juga membagi tiga tingkatan dalam proses kebijakan yaitu policy
pattern of interactions-nya.
(outcome) yang akan dinilai oleh masyarakat sebagai hal yang baik atau
sebaliknya (assessment). Apa yang dirasakan dan dinilai baik atau buruk oleh
oleh Wilson dan perspektif tingkatan proses kebijakan oleh Bromley tersebut,
ini dilihat dari perspektif birokrasi pemerintahan, juga akan didalami dari
Mengacu pada alur pemikiran latar belakang dan ruang lingkup penelitian
banyak mengadopsi nilai-nilai sektor bisnis, maka konsep inovasi ini pun menjadi
salah satu alternatif (new solutions) dan strategi baru dalam menghadapi
organisasi sektor publik terkait dengan tugas dan fungsinya dalam penyediaan
public services dan public goods bagi masyarakat, baik pada level nasional
Kajian tentang inovasi pada penelitian ini tentu saja memilik beberapa
perbedaan dengan kajian-kajian inovasi yang sudah dilakukan oleh pihak lain.
penelitian ini dilakukan pada organisasi sektor publik, berbeda dengan kajian
Kedua, lokus kajian inovasi ini berada pada daerah otonom kabupaten yang
26
dengan demikian obyek kajian ini adalah inovasi dalam mengatur dan mengurus
pihak lain, umumnya masih bersifat parsial berkenaan dengan aspek tertentu
saja. Misalnya kajian mengenai kepemimpinan yang inovatif, inovasi pada aspek
baik secara akademik maupun secara pragmatis. Secara akademik, kajian ini
publik, khususnya inovasi pada daerah otonom kabupaten dalam mengatur dan
itu, kajian inovasi ini juga diarahkan untuk menggali jenis-jenis inovasi yang
utama dari hasil kajian ini adalah memberi pengayaan dalam pengembangan
pemerintahan Kabupaten Gowa. Manfaat lain dari hasil penelitian ini adalah
terutama bagi peneliti yang berminat meneliti topik tentang inovasi pada sektor
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
baik yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri maupun dilakukan peneliti
dibeberapa negara lain. Kemudian bagian kedua yakni perspektif teorikal dengan
menguraikan sejumlah teori dan konsep dalam kajian ilmu administrasi publik
pernah dilaksanakan oleh orang atau pihak lain. Hal-hal yang ditekankan pada
dilakukan.
(1) Eko Prasojo dan Teguh Kurniawan (2006), melakukan kajian inovasi pro
(3) Graham Orange, Tony Elliman, Ah Lian Kor, dan Rana Tassabehji (2007)
tiga dimensi yang saling berkorelasi. Ketiga dimensi nilai inovasi tersebut
(5) Pan Suk Kim (2009) berjudul: Quality as a Reflection of Innovation? Quality
manajerial menjadi unsur utama dari inovasi, sehingga tidak bisa diabaikan
oleh praktek di Jepang dan Amerika dan pengaruh manajemen Eropa tidak
kajian Evans kemudian dirangkum dalam tulisan “Building the Capacity for
pemimpin yang memiliki agenda reformasi untuk inovasi; (e) dukungan dari
dan unit pelayanan melalui komunikasi yang efektif; (g) keterlibatan warga
program inovasi.
konstituen; (e) faktor kritis lain selain faktor kepemimpinan adalah faktor
dan berorientasi kedepan, maka fokus kajian pada proses penciptaan dan
individu yang kreatif saja tetapi juga menciptakan lingkungan inovatif yang
33
transformatif.
(9) Lea Hennala, Satu Parjanen dan Tuomo Uotila (2011), meneliti tentang
inovasi terbuka (the open innovation model). Model inovasi terbuka ini
(10) Satu Pekkarinen, Tomi Tura., Lea Hennala & Vesa Harmaakorpi. 2011.
saling bertolak belakang (controversies) antara cara berfikir yang lama dan
cara yang baru. Tetapi benturan tersebut dapat menjadi dasar yang kuat
penelitian terdahulu. Pada Tabel 1 berikut ini berisi sumber penelitian, hasil
penelitian, metode dan konsep yang digunakan pada setiap kajian. Pada tabel
berikut ini pula dikemukakan bagaimana peta pebedaan dan persamaan dari
inovasi. Selain itu, kapasitas individual aparatur juga menjadi faktor penting
3. Graham Orange, Pengembangkan model Pengembangan program Model nilai inovasi Berbeda pada
Tony Elliman, Ah nilai-nilai inovasi inovasi melalui proses yang didasarkan fokus penelitian
Lian Kor, & Rana pemerintahan daerah politik (mengatur) & pada tiga dimensi tentang kapasitas
Tassabehji (2007) yang berdasar tiga proses manajerial yakni dimensi inovasi pemerin-
dimensi yang saling (mengurus). Tipologi people, process & tahan daerah
Local Government berkorelasi. Ketiga program inovasi technology jadi dalam pengem-
and Social or dimensi nilai inovasi Punggawa D’Emba fokus perhatian yg bangan program
Innovation Values tersebut meliputi people Education yg berbasis sama dalam inovasi
dimension, process teknologi informasi (audio mengembangkan .
dimension, dan visual). Replikasi program program inovasi
technology dimension. inovasi tetap melihat urusan pendidikan
Ketiga dimensi judi kebutuhan nilai-nilai
ukuran nilai publik (social masyarakat lokal (local
values) inovasi. social values)
4. M.A. Ajibola (2008) Renovasi kurikulum Tipologi program inovasi Memiliki hasil ka- Berbeda pada
realistik & berpusat child- SPAS, Punggawa jian yg sama obyek kajian di
Innovation and centered. Kebijakan D’Emba Education, fokus pada mana disertasi ini
Curriculum kurikulum yang Pendidikan Gratis & kurikulum yg tidak hanya fokus
Development for menganut prinsip quality Satgas Pendi-dikan berpusat pada pada level pendi-
Basic Education in (mendorong kepercayaan dikembangkan utk anak, kebijakan dikan dasar tapi
Nigeria: Policy diri & kemampuan anak mengurangi lemahnya yang menganut juga pendidikan
Priorities and didik menyelesaikan aksesibilitas masyarakat, prinsip kualitas, menengah
Challenges of masalah dan prinsip mengangkat kualitas model kurikulum
Practice and relevance (model sistem pembelajaran yg berbasis fleksibel & adaftif,
Implementation kurikulum sekolah pada anak & guru dgn salah satunya
fleksibel & adaptif. metode audio visual. melalui program
Paradigma inter- Porgram inovasi ini inovasi Punggawa
disciplinary, openended, replikasi & incremental, D’Emba
inter-generational and serta adanya partisipasi Education
inter-professional, multi- masyarakat lokal (desa)
culturalism&sustainability
5. Pan Suk Kim Kualitas manajemen Pengembangan program Pada dasarnya Tidak hanya fokus
(2009) sebagai refleksi dari inovasi melalui proses memiliki kesama- pada proses
inovasi. Kualitas politik (mengatur) peru- an hasil kajian manajerial yg
Quality as a manajerial adalah unsur musan Perda oleh KDH & terutama bahwa berkualitas tetapi
Reflection of utama inovasi, sehingga DPRD dan proses inovasi / kualitas juga fokus pada
Innovation? Quality tidak bisa diabaikan manajerial (mengurus) manajerial sangat kapasitas inovasi
of Management in walaupun berfluktuasi. yakni impelementasi terkait dgn proses pemda.
the Korean Kualitas manajemen Perda) dilaksanakan KDH manjerial dalam Penelitian ini
Government. (inovasi) di Korea & birokrasi (perangkat implementasi kualitatif dgn studi
dipengaruhi oleh praktek daerah). Proses manajrial kebijkan pengem- lapangan, berbeda
manajemen di Jepang inilah harus berkualitas bangan program dgn studi pustaka
dan Amerika. dlm mengembngkn inovasi yg menggunakan
program inovasi teknik komparasi
36
7. Joseph J. Capuno Hasil kajian yaitu: (a) di Pengembangan inovasi Mendukung & Berbeda pada
(2010) era desentralisasi, pemerintahan daerah dlm relevan penelitian metode di mana
pemerintah daerah urusan pendidikan dikaji ini, yg dilakukan penelitian ini tidak
Leadership and berhasil berinovasi; (b) dalam konteks kebijakan kajian dlm konteks menggunakan
Innovation under pemimpin (incumbent desentralisasi. desentralisasi, regresi (statsitik)
Decentralization: mayors) pendorong Proses pengembangan pemimpin incum- hanya data
A Case Study of utama ide dan sukses program inovasi melalui bent pendorong kualitatif yg
Selected Local program inovasi; (c) proses politik (mengatur) utama ide & diperoleh dari
Governments in the pemimpin berhasil oleh KDH & DPRD dan sukses program wawancara,
Philippines tergantung lingkungan, proses manajerial oleh inovasi, termasuk observasi &
pengetahuan, KDH & perangkatnya. faktor kritis ttg dokumentasi
pengalaman & insentif; Tipologi inovasi kapasitas fiscal
(d) jangkauan inovasi direplikasi & incremental, daerah, aparat
luas & bermanfaat dan bermanfaat nyata birokrasi &
langsung konstituen; (e) untuk jangka panjang. stakeholders
faktor kritis lain, adalah Kapasitas kepemimpinan
kelembagaan meliputi & anggaran sangat
kapasitas fiskal daerah, dominan dlm suksesnya
kualitas birokrasi daerah, program inovasi
aparatur profesional, &
stakeholers.
Hasil Kajian
Penulis, Tahun
No. Persamaan Perbedaan
& Judul Terdahulu Disertasi Ini
9. Lea Hennala, Satu Keterlibatan multi-aktor Pengembangan program Model pengem- Multi-aktor pada
Parjanen & Tuomo dalam proses inovasi inovasi dalam urusan bangan program kajian ini disebut
Uotila (2011) sektor publik. pendidikan didasarkan inovasi terbuka, jaringan internal &
Hasil kajian melahirkan pada studi banding di terutama hasil eksternal peme-
Challenges of model inovasi yg disebut daerah/Negara yg sudah penelitian ini yg rintahan.
Multi-Actor Model Inovasi Terbuka sukses berinovasi. berkait dgn Tidak mengguna-
Involvement in the (the open innovation Program inovasi adalah jaringan eksternal, kan kombinasi
Public Sector model). Masuknya replikasi & incremental pelibatan pihak kualitatif/kuantitatif,
Front-End informasi dari luar dan dgn bermitra dgn pihak ketiga (ahli) dalam penelitian hanya
Innovation pengetahuan dari ketiga (mitra ahli) yang pengem-bangan memakai
Processes pengguna layanan memiliki pengetahuan & program inovasi pendekatan
Constructing an berpotensi menghasilkan skill terutama pada Punggawa kualitatif
Open Innovation wawasan baru dan program Punggawa D’Emba
Model for bernilai tambah dalam D’Emba Education. Education
Developing Well- proses pengembangan
Being Services inovasi.
10. Tomi Tura, Satu Potensi konflik dalam Pengembangan inovasi Mendukung Benturan antara
Pekkarinen, Lea inovasi pelayanan publik. pemerintahan daerah dlm konsep inovasi nilai-nilai lama &
Hennala & Vesa Mengungkap beragam urusan pendidikan lebih pelayanan publik cara berfikir lama
Harmaakorpi tekanan yg memengaruhi pada inovasi pelayanan tapi tidak fokus dengan nilai baru
(2011) derajat inovasi & publik berkaitan dengan pada potensi & metode baru
diwujudkan sebagai pelayanan dasar. konflik di mana di ditemukan.
Clashes as benturan (clashes) & Pengembangan program dalamnya, juga Metode penelitian
Potential for menjadi saling bertolak inovasi urusan pendidikan mendukung ini kualitatif tetapi
Innovation in Public belakang antara berfikir tidak mengalami benturan bagaimana beralih tidak menerapkan
Service Sector cara lama & cara baru. baik konsep maupun dari cara lama ke konten analisis.
Reform Tetapi benturan tersebut teknis operasinya karena cara baru yg
dapat menjadi dasar didasarkan pd masalah difasilitasi secara
yang kuat bagi inovasi dan kebutuhan dasar terbuka
untuk dianalisis dan masyarakat.
difasilitasi secara
terbuka.
11. Daniel Adetoritse Pemahaman local Pengembangan inovasi Melihat hasil Berbeda pada
Tonwe government sebagai pemerintahan daerah kajian ini dapat dimensi economic
(2011) institusi harus urusan pendidikan dilaku- dipahami bahwa & geographic yang
dimaknai dari multi- kan melalui proses politik konteks pengem- tidak dijadikan
Conceptualizing (mengatur) & proses bangan inovasi dasar analisis
dimensional
Local Government manajerial / administrasi. pemerintahan fokus pada
from a Multi- perspective. Makna Tipologi inovasi yakni daerah masih dlm penelitian ini.
Dimensional multi-dimensional SPAS, Punggawa kerangka local
Perspective perspective dari D’Emba Education, government yg
institusi local Pendidikan Gratis, & dipahami dalam
government meliputi Satgas Pendidikan. perspektif yang
lima dimensi: social, Kapasitas pemerintahan multi dimensional
economic, geographic, daerah dlm berinovasi (social, legal &
legal, dan (kepemimpinan inovatif & administrative)
anggaran besar) utk
administrative
program inovasi.
Sumber: Diolah dari hasil kajian penelitian terdahulu dan hasil kajian disertasi ini
(2015)
38
kesimpulan penting dari kajian terdahulu meliputi: pertama, bahwa kajian inovasi
Beragam perspektif dimaksud yang terdapat pada penelitian terdahulu yaitu (a)
tipologi dan derajat inovasi; (b) nilai dan budaya inovasi; (c) kapasitas inovasi; (d)
kelembagaan; (e) kepemimpinan dan dukungan politik; dan (f) pelibatan aktor
Asumsi dasar ini ditulis oleh White (1926) dalam artikelnya yang berjudul
administrasi publik sebagai satu kesatuan proses, tidak hanya pada tingkatan
39
federal dan tingkatan negara tetapi juga menyangkut administrasi pada tingkatan
administration) tidak bisa hanya melalui satu definisi saja, karena masing-masing
menyimpulkan definisi yang berbeda pula. Oleh karena itu, Shafritz & Russel
empat kategorisasi atau perspektif yang meliputi: (1) political perspective, (2)
dapat dipahami dalam empat perspektif yakni: pertama, dari perspektif politik
penguasa atau ”raja” kepada rakyatnya (King’s Largesse), dan sebagai bentuk
”theft” yakni tindakan mengambil sebagian harta orang kaya untuk dibagikan ke
yang miskin secara legal dalam bentuk UU perpajakan (tax regulation), dimana
Perspective
Characteristic Traditional
NPM Politics Law
Management
Values Economy, Cost-effectiveness, Representation, Constitutional
efficiency, responsiveness to responsiveness, integrity,
effectiveness cutomers accountability procedural due
process, robust
substantive rights,
equel protection,
equity
Organizational Ideal-typical Competitive, Organizational Adjudicatory
structure bureaucracy firmlike pluralism (adversary)
View of individual Impersonal case, Customer Member of group Individual and/or
rational actor member of class,
reasonable person
Cognitive approach Rational-scientific Theory, Agreement and Inductive case
observation, public opinion, analysis, deductive
measurement, debate legal analysis,
experimentation normative
reasoning,
adversary process
Budgeting Rational (cost- Performance- Incremental Rights funding
benefit) based market- (distribution of
driven benefit and
burdens
Decision making Rational- Decentralized, Incremental Precedential
comprehensive cost-minimizing mudding trough incrementalism
Govermental Executin Executin Legislation Adjudication
function
characterized by
mencapai hasil melalui orang lain), sebagai ”mikey mouse” simbol dari mal-
administrative seperti perilaku red tape, inefficiency, korupsi, kolusi, dll, sebagai
seni misalnya judgement dan common sense seorang administrator kadang lebih
dapat dipahami sebagai bentuk profesi tertentu, gambaran tentang program atau
akademik yang akan terus mempelajari seni dan ilmu manajemen untuk
dari eksistensi model yang dikembangkan oleh para ahli administrasi publik.
(3) institution, (4) human relation, dan (5) public choice model, yang dapat
Model Individu dan kelompok kerja Hubungan antar pribadi dan Kepuasan pekerja
Hubungan antar kelompok, komunikasi,
Kemanusiaan sanksi, motivasi, perubahan,
McGregor Hubungan latihan, pembagian otoritas, Perkembangan
pengawas/pekerja kebenaran prosedur, pribadi
Likert Daya guna konsensus Harga diri individu
pengawas/pekerja
Bennis Perubahan perilaku
Argyris Perubahan perilaku
terkait dengan teori politik birokrasi dalam kajian administrasi publik, yaitu
teori kontrol birokrasi. Beragam studi telah menegaskan bahwa birokrasi dan
memperoleh apa, bahwa birokrasi secara logis melakukan apa yang disebut
Meier (1993) sebagai “politics of the first order”. Dengan demikian teori politik
birokrasi jika diamati secara empiris (praktek) sebagaimana telah lama dikatakan
bukanlah aktivitas teknis semata dan netral nilai dimana dapat dipisahkan dari
berikutnya. Fokus dari tulisan essence of decision adalah yang menjadi usaha
pertanyaan besar tentang pemicu utama dari kebijakan demokratis yakni why do
governments do what they do? In other words, how is policy made, and who
Ketiga model teoritisasi Allison meliputi: pertama, model the actor rational (model
44
aktor rasional) atau Model I (the classical model). Model I ini menjelaskan bahwa
keputusan pemerintah dipahami sebagai hasil dari single actor dalam membuat
organizational process paradigm) atau Model II. Model II ini mengakui bahwa
terdapat berbagai aktor yang harus terlibat dalam pengambilan keputusan, dan
Model III. Model politik birokrasi atau paradigma politik birokrasi Allison ini
didasari oleh beberapa asumsi, antara lain: (1) Cabang eksekutif terbentuk dari
masing-masing; (2) Tidak ada aktor dalam cabang eksekutif tersebut yang
mampu bertindak sendiri-sendiri atau sepihak; (3) Keputusan akhir adalah akibat
dari politik (political resultant) dengan kata lain apa yang diputuskan pemerintah
adalah hasil dari proses tawar-menawar atau kompromi dari proses politik; (4)
berbagai paradigma yang dipelopori oleh para ahli administrasi publik. Misalnya
Ketiga perspektif yang dimaksud yakni old public administration, new public
management, dan new public services. Demikian halnya Bovaird dan Loffler
dan Denhardt tersebut. Oleh Bovaird dan Loffler (2003) menyimpulkan bahwa
Menurut Denhard dan Denhard (2003) bahwa perspektif awal adalah old
Perspektif klasik atau tradisional tersebut bisa dilihat dalam Saleh & Muluk
dua gagasan utama perspektif ini, yakni (1) menyangkut pemisahan politik dan
untuk mencapai efisiensi dalam pelaksanaan tugasnya. Efisiensi ini dapat dicapai
melalui struktur organisasi yang terpadu dan bersifat hierarkis. Gagasan ini terus
struktur organisasi yang sangat efisien, dan terakhir adalah pandangan (Gullick &
penganggaran.
disingkat dengan NPM ini, berbasis pada teori pilihan publik (public choice
theory), dukungan intelektual bagi perspektif ini berasal dari aliran kebijakan
movement). Aliran kebijakan publik dalam beberapa dekade memiliki akar yang
cukup kuat dalam ilmu ekonomi, sehingga analisis kebijakan dan para ahli yang
and benefit, dan rational models of choice. Selanjutnya aliran ini mulai
produktivitas yang lebih besar, dan produktivitas ini dapat ditingkatkan melalui
48
disiplin yan ditegakkan oleh para manajer yang berorientasi efisiensi dan
produktivitas. Untuk memainkan peran penting ini, manajer harus diberi ”the
freedom to manage” dan bahkan ”the right to manage” (Denhardt & Denhardt,
2003).
dukungan dan komitmen dari Al Gore, wakil presiden Amerika Serikat pada
tahun 1993, dengan konsepnya “work better and cost less” (Al Gore, 1993:22).
layaknya transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Warga masyarakata
Peran manajer publik berubah karena ditantang untuk selalu menemukan cara-
cara baru dan inovatif dalam mencapai tujuan atau menswastakan berbagai
not rowing), yang bermakna bahwa beban pelayanan publik tidak dijalankan
sendiri tetapi sebisa mungkin didorong untuk dijalankan oleh pihak lain melalui
Pemahaman yang lebih utuh tentang perspektif NPM ini dapat dilihat dari
reinventing government, karya Osborne dan Gaebler (1992). Inti dari prinsip-
untuk itu dan para pimpinan yang tidak dibebani tugas-tugas operasional
petugas profesional.
dan lebih cepat agar pelanggan merasa puas. Monopoli pemerintah tidak
lagi tepat dan hanya dengan pemberian pelayanan yang kompetitif maka
lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel dan lebih bersemangat tinggi
membabi buta.
rasional.
mengembangkan arah dan tujuan yang lebih strategis dan dinilai sangat
urgen.
oleh pelanggan di pasar biasa atau normal; dan (2) para pelanggan di organisasi
publik tidak hanya sebagai ”konsumen” tetapi mereka juga adalah warga negara
yang tentu saja memiliki implikasi yang unik dalam proses transaksi tersebut.
nilai kompetisi dari sektor bisnis ke dalam manajemen sektor publik. Salah satu
hanya membawa teknik administrasi baru namun juga seperangkat nilai tertentu.
publik dan pelayanan publik? Atas dasar pemikiran tersebut Denhardt dan
sebagaimana yang tertuang dalam kalimat “in our rush to steer, perhaps we are
administrasi publik yang disebut sebagai new public service. Warga negara
Pada intinya, perspektif baru ini merupakan “a set of idea about the role of public
2003:24).
Pemahaman lebih jauh mengenai perspektif new public service ini dapat
(1) Serve rather than steer. Meningkatnya peran birokrat yang dapat
kebijakan, lebih dari itu bertindak dan melakukan negosiasi, fasilitasi dan
Tujuannya bukan untuk menemukan solusi yang cepat melalui pilihan dan
preferensi individu, tetapi lebih dari itu harus menghasilkan shared interest
(3) Berfikir strategik dan bertindak demokratik. Kebijakan dan program akan
dan jaringannya akan bekerja dalam jangka waktu yang panjang, jika ada
semua orang.
(7) Menghargai masyarakat dan pelayanan publik yang lebih tinggi daripada
old public administration, new public management, dan new public service yang
dijelaskan oleh Denhardt dan Denhardt (2003), dapat juga dipahami melalui
pendapat Benington dan Hartley (2001) seperti dikutip Meehan (2003:6), bahwa
disamakan dengan perspektif new public service dan networked governance oleh
luar pemerintah.
56
khusus dapat dipahami melalui kajian teori governance. Menurut Stoker (1998)
pemikir administrasi publik, dalam salah satu papernya yang dipublikasi oleh
(1) Governance refers to a set of institutions and actors that are drawn from but
(5) Governance recognizes the capacity to get things done which does not rest
government as able to use new tools and techniques to steer and guide.
itu merujuk pada institusi dan aktor yang tidak hanya pemerintah, kaburnya
batas-batas dan tanggung jawab dalam mengatasi isu sosial dan ekonomi, dan
adanya ketergantungan dalam hubungan antara institusi yang terlibat dalam aksi
sama dengan pendapat Rhodes (2007:3), bahwa ciri dari governance adalah
organisasi networks yang mana di dalamnya ada tuntutan pasar untuk saling
57
bertukar sumber daya sebagaimana akan dijelaskan berikut ini. Lebih lanjut
sumber daya;
(3) Interaksi seperti halnya permainan yang diikat dalam kepercayaan dan
(4) Tidak ada kewenangan yang mutlak, networks mempunyai derajat yang
bahwa dari dua puluh negara yang menjadi mitrakerja dalam desentralisasi,
dimensi yang sangat luas. Ini tampak dari luasnya urusan pemerintahan yang
organisasi yang besar dan sangat rumit tidak mungkin hanya diselenggarakan
dapat memilih salah satu diantara dua alternatif tersebut. Tetapi organisasi
negara yang besar harus memilih alternatif yang ketiga: sentralisasi dan
teori tunggal tentang desentralisasi. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Smith
of decentralization yang menjadi judul bab dua dalam salah satu bukunya. Bab
sosial yang dibahas oleh Smith meliputi liberal democracy theory, public choice
karena local government itu mampu menjadi sarana pendidikan politik rakyat dan
stabilitas politik. Lebih jelasnya pendapat Hoessein yang dikutip oleh Muluk
yang memiliki status demikian tanpa kontrol langsung dari pemerintah pusat.
Muluk (2007:2), mengingatkan bahwa local government dan local autonomy tidak
desentralisasi menunjukkan adanya dukungan ahli ekonomi. Dalam teori ini, para
Menurut perspektif ini, manfaat yang dapat dipetik dari local government,
relasi yang rumit antara barang, harga, pajak, pemilihan dan preferensi politik,
mengakibatkan adanya negara pada tingkat lokal. Para pendukung perspektif ini,
kondisi demokratis di tingkat lokal karena terhambat oleh faktor ekonomi, politik,
modal pada tingkat lokal; (2) desentralisasi akan memengaruhi konsumsi kolektif
sehingga akan dipolitisasi; (3) lembaga perwakilan dalam demokrasi lokal tetap
dikuasai oleh kaum kapitalis; (4) pemerintah lokal hanya menjadi perpenjangan
demokrasi lokal. Untuk itu kelima rintangan atau kelemahan desentralisasi ini,
hanya dapat diatasi oleh sentralisasi yang bertujuan untuk redistribusi dan
keadilan.
aspirasi masyarakat lokal (local choice dan local voice). Sehingga pengaturan
local democracy.
barang dan pelayanan, dan juga diarahkan pada penciptaan local government
maka tiap negara kerapkali membuat skala prioritas tujuan desentralisasi. Oleh
karena itu, terdapat variasi mengenai skala prioritas antarnegara dan bahkan
antar kurun waktu dalam suatu negara sebagai hasil kekuatan-kekuatan yang
kemandirian.
mengajukan dua model pemerintahan daerah, yakni: (1) model local democracy
yang menekankan pada nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai lokal (democratic and
didaerah;
(3) Pemerintahan daerah bersifat lokal yang dapat memfasilitasi akses dan
dengan masyarakat;
dalam masyarakat.
skala prioritas tujuan desentralisasi pada efisiensi terhadap struktur dan proses
(5) Terjadi semacam paradoks, di satu sisi efisiensi memerlukan wilayah dari
yang lebih mendukung bagi roda pemerintahan daerah, namun pada sisi
gerakan separatisme.
dikemukakan oleh James Manor seperti dikutip oleh Ratnawati (2003:79). James
Manor berpendapat bahwa ada dua perbedaan besar cara pandang terhadap
politik kepada rejim yang berkuasa di tingkat pusat maupun lokal; (3) untuk
kedua ini, antara lain: (1) masyarakat grass roots yang memahami kekhususan
diformulasikan dan dilaksanakan; (2) dukungan kepada rejim dari grass roots
demokratik; (4) jasa pelayanan yang dibiayai lokal lebih efektif disediakan ketika
bentuk desentralisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 bagian berikut ini.
heterogen.
(2) Mampu memotong sejumlah besar red tape dan prosedur yang rumit
(3) Hubungan yang lebih dekat antara pejabat pemerintahan lokal dan
pembangunan nasional.
pejabat lokal.
67
tempat-tempat tertentu.
lokal sendiri.
pusat;
melakukan sedikit atau tanpa kontrol langsung oleh pusat terhadap unit-unit
tersebut;
(2) Pemerintah daerah mempunyai batas-batas geografis yang jelas dan diakui
fungsi-fungsi publik;
69
lokal sebagai institusi, yang dilihat warga setempat sebagai organisasi yang
pengaruh;
dikutip oleh Meenakshisundaram dalam Jha dan Mathur (1999:58) adalah suatu
sub-devisi politik pada suatu bangsa (dalam suatu negara federal di AS), yang
dibentuk atas hukum dan memiliki kewenangan penuh atas urusan lokal
termasuk dalam menarik pajak dan penggunaan tenaga kerja lokal untuk tujuan
dimension); (4) dimensi hukum (legal dimension); (5) dimensi politik (political
hasil-hasil pembangunan.
fungsi pemerintahan;
(2) Karena kedekatannya secara lokasi, dalam hal penyediaan pelayanan jasa
(3) Perencanaan dapat lebih baik karena lebih mengetahui kondisi lokalnya,
(5) Pemerintah daerah dapat menjadi medium komunikasi efektif antara pusat
daerah.
tersebut sebagai provinsi, kabupaten dan kota. Di samping itu desentralisasi juga
(Hoessein, 2005:66).
dan para menteri). Jadi pada dasarnya desentralisasi hanya bersumber dari
presiden dan para menteri. Tidak ada penyerahan wewenang dari lembaga-
lembaga tinggi negara lain. Tidak ada yang bersumber dari institusi MA, kecuali
MPR
BPK DPR MK MA
P
PEMERINTAH
MENTERI
DESENTRALISASI
PENGATURAN KDH
APPOINTED
PENGAWASAN
OFFICIALS
BIROKRASI
DAERAH
(PERANGKAT
POLICY DAERAH)
PENGURUSAN EXECUTIVE
yakni: (1) politik luar negeri; (2) pertahanan; (3) keamanan; (4) yustisia; (5)
moneter dan fiskal nasional; dan (6) agama. Di luar urusan-urusan pemerintahan
yakni: (1) urusan yang dapat didesentralisasikan; dan (2) urusan pemerintahan
menurut prakarsa sendiri; dan (b) yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan. Keduanya atas dasar local needs; (2) urusan yang dapat
karena itu, terdapat kemungkinan sentralisasi pada urusan seperti ini sehingga
over) yaitu siapa kena dampak, mereka yang berwenang mengurus. Pendekatan
langsung atau dekat dengan dampak atau akibat dari urusan yang ditangani
pelayanan publik yang efisien dan mencegah high cost economy. Efisiensi
ekonomis dapat dicapai melalui cakupan pelayanan yang optimal. Pendekatan ini
dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan oleh suatu
strata pemerintahan, maka strata pemerintahan itulah yang lebih tepat untuk
menangani urusan pemerintahan dimaksud. Daya guna dan hasil guna dapat
diukur dari proses yang lebih cepat, tepat, dan murah, serta hasil dan
manfaatnya lebih besar, luas, dan banyak dengan resiko yang minimal.
74
(2) The type of authority or powers which are transferred with respect of each
functional activity;
meliputi keseluruhan fungsi, kecuali fungsi yang penting bagi kesatuan nasional,
beberapa kategori fungsi, atau fungsi tunggal saja. Dalam hal ini, tampaknya
nasional. Fungsi atau wewenang yang dikecualikan tersebut seperti yang tertera
dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 10 ayat 3, yaitu: (1) politik luar negeri; (2)
pertahanan; (3) keamanan; (4) yustisia; (5) moneter dan fiskal nasional; dan (6)
agama.
75
Kedua, tentang kekuasaan apa saja yang perlu dilekatkan dalam aktivitas
atau fungsi yang didesentralisasi. Dalam hal ini ada tiga kategori kekuasan yakni:
(1) kekuasaan dalam pembuatan kebijakan yang dibagi lagi dalam kekuasaan
penegakan disiplin.
mencakup tiga tingkatan, yakni: (1) pada tingkatan wilayah (regions), provinsi
atau negara bagian; (2) tingkatan distrik atau kabupaten dan kota; (3) tingkatan
pada UU No. 32 Tahun 2004, kelihatannya tidak lagi merujuk pada istilah
tingkatan karena hubungan antara provinsi dan daerah lainnya kini bersifat
agency); dan (2) kepada badan berbasis wilayah yang menjalankan beragam
yang dianut mengacu pada distribusi fungsi jenis yang kedua, yaitu multi-purpose
territorially agency ketika daerah menjalankan banyak fungsi dan berupa badan
dua cara yakni: (1) legislasi; dan (2) delegasi administrasi. Cara pertama yaitu
76
sangat penting dalam mengkaji lebih dalam tentang inovasi yang dipraktekkan
oleh suatu pemerintahan daerah. Watson dan Hasset (2003) menyunting sebuah
77
Practices. Dalam buku ini, Watson dan Hasset menampilkan beragam tulisan
dari banyak ahli administrasi publik. Beragam tulisan tersebut diklasifikasi dalam
beberapa bagian yang merupakan aspek penting yang harus dipahami dalam
(1) hubungan antara pejabat yang dipilih (elected officials) dan pegawai
responsif (local government more productive and responsive); dan (5) partisipasi
disebut sebagai elected officials adalah anggota DPRD dan Kepala Daerah dan
professional staff adalah para pegawai yang diseleksi (selected staff) yang
councils). Pandangan lain, bahwa managers tidak dapat secara total berperan
78
sebagai politician atau professional, karena mereka harus hati-hati dan secara
terus menerus berada diantara dua kutub (poles of politics and expertise).
daerah. Untuk itu peran mayors sebagai policy leadership and direction, juga
memiliki rasa tanggung jawab politik yang kuat dalam mengatasi masalah-
kembali memiliki peran manajerial lebih kuat dan mengurangi peran kebijakan
yang didasarkan pada perubahan kenyataan politik. Watson dan Hassett (2003)
profesionalisme yang baik dan tidak merespon permintaan politik dari elected
officials. Terakhir dari Svara (1999) dalam Watson dan Hassett (2003)
manager’s work.
sumber keuangan yang mereka miliki akan mengalami kegagalan. Kegagalan ini
lainnya. Hal ini telah banyak diamati oleh para ahli bahwa anggaran
mencerminkan nilai-nilai dan pilihan kebijakan dari publik (policy choices of the
Misalnya, gerakan politik anti pemerintahan yang sudah berlangsung lebih dari
kecil dan efisien. Kemajuan teknologi telah menciptakan banyak jenis pekerjaan
di sektor publik menjadi usang dan dibutuhkan sejumlah hal baru. Gerakan
80
secara drastis sepanjang lebih dari tiga dekade. Berbagai pengaruh dalam
oleh pemerintahan daerah, misalnya peluang yang sama bagi semua klas warga
yang sangat tinggi, berkurangnya bantuan federal, dan krisis ekonomi nasional.
Sehingga para pejabat lokal harus mencari pendekatan baru (new approachs)
kepada councilors melakukan tiga hal, yakni to set long-term goals; to function
effectively as group; dan to work more effectively with the administrative staff.
pendekatan ”cutback management” atau ”doing more with less” melalui tiga hal
pembuatan keputusan.
di akhir tahun 1980an. Menurut West, at al (1993), seperti dikutip Watson dan
disurvei telah menerapkan teknik manajemen ini. Terdapat tiga tugas utama
masyarakat yang sudah bersifat nyata dan berjangka panjang, diperlukan tiga
individu yang dipilih oleh warga sebagai pejabat politik (political office),
Salah satu tulisan yang sangat menarik dan relevan dengan penelitian ini
Entrepreneur: The Case of City Managers. Dalam tulisan Teske dan Schneider
(1994) seperti dikutip oleh Watson dan Hassett (2003) menyebutkan bahwa
managers berhadapan dengan dua kondisi berbeda, yakni (1) kondisi internal (an
internal world) yang terbatas pada kebutuhan manajemen local bureaucracy; dan
83
lingkungan politik, hukum, dan lingkungan ekonomi dimana suatu daerah berada.
pegawai sektor publik untuk bekerja lebih efisien. Bagi entrepreneurial managers
menjadi perhatian dan diminati para akademisi dan praktisi administrasi publik,
terutama dalam membentuk sikap publik. Konsep tentang sentimen warga ini
dapat dipahami melalui teori yang disebut sebagai teori sinisisme (theory of
cynicism). Konsep sinisisme sering ditemui dalam kajian-kajian tentang trust dan
social capital.
dalam pemerintahan daerah adalah bagian dari teori domain publik (public
84
domain theory) yang memiliki karakterisitik dari segi tujuan (purposes), kondisi
domain publik ini akan menemui resiko-resiko, baik yang disadari atau tidak
yang ”tidak jelas” yang berasal dari luar teori domain publik tersebut. Namun
tidak berarti bahwa manajemen dalam konteks ini tidak dapat belajar manajemen
dari sektor swasta, ataupun sebaliknya. Apa yang tidak dapat dialihkan adalah
daerah tercerminkan oleh beberapa asumsi antara lain: (1) pemerintahan daerah
dilandasi oleh pilihan lokal (local choice); (3) organisasi pemerintahan daerah
Karakteristik dari kondisi yang dimaksud bahwa pada dasarnya otoritas lokal
memiliki area (wilayah), yang mana menunjukkan nama dan identitasnya, area
agar tercapai efektivitas dan efisiensi. Otoritas lokal terkait dengan lingkungan
biasanya dinilai memalui prosedur tertentu yang disebut elections. Otoritas lokal
daerah tidak hanya dituntut agar memenuhi prinsip ekonomis, efektif, dan efisien
birokrasi pemerintahan daerah ini terasa penting, mengingat posisi dan peran
yang inovatif. Oleh karena itu, pada bagian ini disajikan beberapa pandangan
dari para pemikir administrasi publik terkait dengan perspektif dan pendekatan
dalam memahami birokrasi pemerintahan daerah tersebut. Selain itu, juga akan
Mainstream pertama ini menyebutkan penguasa yang kuat harus dilayani oleh
para pembantu (aparat) yang cerdas dan dapat dipercaya (loyal). Konsep
maka harus memiliki organ aparatur yang solid, kuat, profesional, dan kokoh.
dilayani. Mainstream kedua ini menyebutkan bahwa birokrasi itu ada karena
pula dilihat dari perspektif teoritik mengenai birokrasi. Dalam perspektif teori
Weber (1922). Prinsip-prinsip birokrasi Weber yang identik dengan teori birokrasi
klasik ini adalah salah satu teori utama yang berpengaruh terhadap semua organ
birokrasi rasional dianut oleh hampir sebagian besar pemerintahan, baik yang
dasar kaidah-kaidah otoritas hukum, bukan karena sebab lain, seperti otoritas
tradisional ataupun otoritas kharismatik. Oleh karena itu, Weber menyusun lima
kayakinan dasar agar tercipta otoritas hukum yang menjadi dasar adanya
birokrasi rasional. Kelima keyakinan dasar otoritas hukum Weber seperti dikutip
(2) Hukum adalah sistem aturan yang abstrak yang diterapkan pada kasus
(3) Orang yang menjalankan otoritas itu harus mentaati tatanan inpersonal
(4) Orang menaati hukum adalah karena mereka sebagai anggota organisasi
menyusun sebuah model birokrasi ideal yang berisi ciri-ciri khusus yaitu hirarki
sistem pengaturan hak dan kewajiban pada pejabat, hubungan pribadi yang
bersifat impersonal, dan seleksi pegawai atas dasar kompetensi teknis. Menurut
untuk mencapai dan menerapkan nilai-nilai yang dianggap baik. Birokrasi yang
yang lain, yang tidak dapat menimbulkan efisiensi alias pemborosan disebut
teori birokrasi rasional Weber ini menjadi salah satu referensi utama teori
atas keberhasilan keseluruhan (the whole). Untuk itu, pemisahan orang berdasar
hirarki dan otoritas. Ini semua merupakan ciri dasar organisasi pasca-birokrasi
yang memandang setiap anggota organisasi sebagai manusia yang utuh, dan
Birokrasi dapat juga dilihat dari perspektif peran dan fungsi spesifik
peran dan fungsi spesifik birokrasi dalam sistem politik pemerintahan dapat
dilihat dalam beberapa aspek, meliputi: petama, birokrasi berperan dalam proses
proses ini birokrasi berperan seperti interest group dan pressure group.
89
pada lembaga legislatif, maka institusi birokrasi yang terkait dengan suatu
sebuah kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan. Peran ini sangat
karena apa yang dihasilkan oleh institusi legislatif masih bersifat global.
sebagai eksekutor dari sebuah keputusan politik. Agar keputusan politik yang
lahir, teori dan konsep awal birokrasi, peran dan fungsi spesifik birokrasi dalam
sistem politik pemerintahan, maka selanjutnya disajikan teori dan konsep yang
menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa birokrasi itu bekerja dalam sebuah
dalam suatu sistem pemerintahan (daerah)? Jawaban atas pertanyaan ini, salah
Agencies Do and Why They Do It, bahwa melalui perspektif organisasi, maka
level); (2) tingkatan manajerial (managers level); dan (3) tingkatan eksekutif
(executives level).
budaya birokrasi dari sudut pandang apa tindakan dan mengapa tindakan
tersebut dilakukan oleh para “operator” (street level bureaucracy). Dalam analisis
ini disebutkan terdapat alasan-alasan yang melatari tindakan yang diambil oleh
para pegawai pada tingkatan ini. Alasan-alasan yang melatari tindakan yang
dimaksud meliputi terkait dengan tujuan formal organisasi, situasi yang dihadapi
berada, dan alasan pendirian suatu organisasi. Kombinasi dari alasan (faktor-
dalam melihat dan bereaksi terhadap dunia birokrasi. Budaya organisasi ini pula
manajerial tidak dibentuk oleh keharusan dalam bertindak secara rutin sepanjang
hari sebagaimana tindakan para operator. Lalu bagaimana cara para manajer
level) birokrasi pemerintahan, para pejabat organisasi yang ada pada tingkatan
keseluruhan. Pejabat yang ada pada tingkatan eksekutif memiliki otonomi dan
Sehingga pejabat pada tingkatan eksekutif pada dasarnya memiliki tujuan ganda
yakni menjaga organisasi agar tetap eksis dan selalu menjamin posisi dan
jabatan yang dipegangnya. Untuk itu, pejabat eksekutif selalu mencoba dan
pada proses kerjanya jelas terukur dan memiliki kinerja hasil (output) yang jelas
dan terukur pula. Contoh tipe organisasi ini adalah organisasi perbankan dan
yakni organisasi di mana kinerja prosesnya dapat terukur tetapi kinerja outpunya
tidak mudah diukur. Organisasi pemerintahan yang termasuk tipe ini antara lain
organisasi pemerintahan yang memiliki ciri-ciri kinerja prosesnya yang jelas dan
terukur, tetapi outpunya tidak jelas dan juga tidak terukur. Contoh organisasi
yang terakhir adalah coping organizations, yakni tipe organisasi yang memiliki
ciri-ciri kinerja prosesnya tidak jelas dan sulit untuk diukur tetapi hasil dan
dampaknya jelas serta terukur. Organisasi yang termasuk dalam kelompok tipe
daerah dikemukakan oleh Muttalib dan Khan (1982). Dalam bukunya berjudul:
Menurut Muthalib dan Khan (1982), isu-isu yang terkait dengan local
pelayanan publik di tingkat lokal, yang disebut dengan local civil service. Hal ini
yang menyebabkan posisi pegawai sipil lokal (local civil servants) menjadi sangat
vital. Dengan kata lain local civil servants dapat diibaratkan sebagai spinal cord
Khan (1982) memandang bahwa terdapat beberapa isu krusial dalam perbaikan
performa local bureaucracy. Namun demikian, dalam konteks penelitian ini hanya
mengungkap isu-isu yang menyangkut: (1) status and image public; (2) pattern of
local civil service; (3) elite of local bureaucracy; dan (4) bureaucracy and
democracy.
Isu tentang status and image public dari pelayanan sipil lokal menurut
Muthalib dan Khan (1982:205) dapat dilihat dari tiga dimensi, yakni pertama,
Mesir dan India. Kedua, dimensi money yakni berhubungan dengan masalah
ditawarkan adalah pemerintah pusat harus ikut terlibat seperti yang dialami di
terjadinya kompetisi antar sektor publik, semipublik, dan swasta. Daya tarik yang
rendah, gaji pegawai yang kecil, dan jalur karir yang terbatas. Masalah-masalah
kemajuan teknologi
Isu mengenai pola pelayanan sipil daerah (pattern of local civil service)
menurut Muthalib dan Khan (1982:206) terbagi dua pendekatan yaitu pola
pendekatan legalitas hukum ini terdiri tiga jenis yaitu (1) berdasarkan Undang-
Undang Dasar seperti di Perancis, Jepang, Srilanka, dan Amerika Serikat; (2)
berdasarkan hukum sekunder seperti di Inggris dan Amerika Serikat; dan (3)
itu pola pendekatan profesionalisme meliputi tiga jenis pula yaitu (1) berdasarkan
pelayanan, kompetensi dan esprit de corp; dan (3) pembentukan komite atau
Isu berikutnya adalah isu elite of local bureaucracy dalam pelayanan sipil
daerah. Menurut Muthalib dan Khan (1982:216), bahwa isu elite of local
bureaucracy terdiri atas dua pola yang dianut. Pola pertama adalah pola
eksekutif lokal yang independen dari pengaruh politik dimana elit birokrasi lokal
diangkat dan dikontrol oleh pemerintah pusat. Contoh yang menerapkan pola
pertama ini adalah di Perancis dan India dengan model Chief Executive Officer
(CEO). Pola kedua adalah pola eksekutif lokal yang merupakan elit birokrasi
yang dipilih oleh local council. Contoh penerapan pola kedua ini dapat dilihat di
Amerika Serikat, Jerman, Inggris dengan City Manager dan Chief Executive.
dan demokrasi, menurut Muthalib dan Khan (1982:224) tiada lain adalah
menyangkut hubungan antara pejabat yang dipilih (elected officials) dan pejabat
95
karir (permanent functionaries). Pola hubungan antara pejabat politik yang dipilih
dengan pejabat karir profesional yang diseleksi saling terkait dengan tradisi
demokrasi yang dianut oleh suatu negara. Bagi negara-negara yang menganut
tradisi demokrasi yang kuat atau memiliki legislatif lokal yang kuat (strong local
dewan. Negara-negara yang menganut tradisi demokrasi yang kuat ini adalah
local council), biokrasi menjadi lebih dominan dan badan legislatif lemah
demokrasi. Dampak positif pola tradisi demokrasi yang lemah ini karena
ketergantungan pada pemerintah pusat sangat tinggi dan kuat dalam mengontrol
birokrasi. India adalah salah satu negara penganut tradisi demokrasi yang lemah.
unsur pokok tersebut memiliki fungsi yang khas. Pada Gambar 3 mencerminkan
pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah juga memiliki visi dan misi yang
menjadi rangkaian tujuan yang lebih konkrit yang akan dicapai dalam jangka
waktu tertentu. Personel atau pegawai yang mengisi ini disebut aparatur
96
organisasi. Mereka inilah yang memiliki peran vital dalam menentukan apakah
visi dan misi organisasi bisa terwujud. Oleh karena itu aparatur yang mengisi
Pemilihan dan seleksi dilakukan untuk menjamin kualitas aparatur yang sesuai
organisasi.
anggaran, bahan dan alat, insentif, serta fasilitas lainnya yang dibutuhkan.
Tahapan yang terakhir, namun tak kalah pentingnya dan sangat vital adalah
unsur leadership.
TUJUAN NEGARA/DAERAH
melakukan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien dan ekonomis, serta
terarah. Tanpa kepemimpinan bisa jadi yang tercipta ialah kerja yang saling
bertabrakan atau mungkin tidak saling berhubungan satu sama lain atau malah
(2007:134), bahwa birokrasi tak akan bisa sempurna sehingga birokrasi harus
disekelilingnya dan tak boleh puas dalam keangkuhan hidup di atas menara
gading. Birokrasi bukanlah institusi absolut yang sakral dan tak boleh
sendiri. Dengan kata lain, bahwa birokrasi harus fleksibel dan kontekstual sesuai
Jika ada perubahan bentuk pemerintah daerah, hal itu terjadi karena fase
daerah kabupaten/kota.
(council) dan Kepala Daerah (mayor). Namun, pada UU No. 22 Tahun 1999,
perangkat daerah dan tidak mencakup DPRD yang disebut sebagai Badan
Legislatif Daerah. Kondisi ini disebut sebagai tidak taat asas, karena hanya DPR
yang mempunyai fungsi legislatif dan menjadi bagian dari Badan Legislatif
merupakan bagian dari Badan Eksekutif daerah yang memiliki fungsi pengaturan,
DPRD dan badan eksekutif daerah bagi Kepala Daerah dan perangkat daerah.
daerah sebagai terjemahan dari local government atau local authority dalam
terdiri atas DPRD kabupaten/kota dan Kepala Daerah beserta perangkat daerah
lainnya. Bupati atau Walikota sebagai Kepala Daerah hanya menjalankan tugas
desentralisasi secara bulat dan tidak menerima tugas dekonsentrasi. Baik Bupati
atau Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota adalah lembaga politik karena proses
pengisiannya melalui cara dipilih (elected) secara demokratis dan terbuka bagi
partai politik.
dalam pengertian organ dan fungsi. Di mana dijelaskan dalam Muluk (2009:10)
99
yakni council (DPRD) dan mayor (gubernur, bupati atau walikota), di mana
pemerintah daerah.
meliputi: (1) the strong mayor-council form; (2) the weak mayor-council form; (3)
the council-manager plan; (4) the commission form. Kemudian Norton yang
dikutip oleh Supriyono (2007:730) juga menambahkan bentuk the strong mayor-
council with chief administrative or chief executive officer plan. Chief executive
(multi atau general puspose local authority) ataupun melaksanakan suatu fungsi
berbentuk the strong mayor-council with chief executive officer. Hal ini tampak
padanan mayor dan DPRD sebagai perwujudan dari council. Mengenai fungsi
fungsi pemerintahan.
pengisian seperti ini untuk birokrat daerah otonom dimaksudkan untuk menjamin
netralitas birokrasi. Perangkat daerah ini terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas
Daerah, dan lembaga teknis daerah lainnya yang dibentuk sesuai dengan
satu elemen pemerintahan daerah yang sangat penting dengan sejumlah alasan,
sebagai berikut:
diembannya.
(3) Organisasi perangkat daerah adalah wadah bagi pemerintah daerah untuk
berbagai aspek seperti visi, misi, tujuan, tugas pokok dan fungsi, serta beban
pelayanan?
dalam salah satu karya dari Watson (1999) yang berjudul “Innovative
pasti masalah-masalah pada aras lokal. Demikian halnya masalah yang dihadapi
masyarakat sudah barang tentu berbeda sehingga harus pula ditangani dengan
Dalam hal ini Supriyono (2007), menjelaskan bahwa otonomi yang luas
sesuai dengan local choice dan local voice masyarakatnya. Pemerintah daerah
memiliki peran besar (strong public sector) di bidang pelayanan publik, termasuk
karena itu, kondisi ini kiranya mendorong pemerintah daerah untuk selalu
mencari teknik dan strategi yang efektif untuk menjalankan fungsi pelayanan
dua konsep inovasi yaitu Expansive Learning Theory (ELT) dan Socio Cultural
dan situasi yang baru, karenanya diperlukan pengembangan dan praktek yang
baru melalui alih teknologi (technology transfer). Bagian penting dari pandangan
ini adalah memadukan antara pandangan lama dan baru dalam melaksanakan
perlu dipadukan agar diperoleh hasil yang optimal, dari perspektif ELT siklus
lebih komunitas, baik di tingkat nasional, tingkat regional, hingga di tingkat lokal.
(unitary state), karena hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah
nasional.
dan daerah. Desain kebijakan inovatif ini perlu dikomunikasikan dengan berbagai
dengan baik. Desain dan strategi inovasi yang diperlukan adalah dalam hal
regional (meso) dan di tingkat lokal (mikro) dalam bentuk program dan kegiatan
sebelumnya.
oleh Perangkat Daerah (local bureaucracy) dibawah kendali Kepala Daerah dan
Sekretaris Daerah. Dalam hal ini diperlukan kinerja berbagai institusi Perangkat
efisiensi atau nilai-nilai manajerial. Efisiensi yang dimaksud termasuk dalam hal
yakni nasional (macro), regional (meso) dan lokal (micro). Namun menurut
pemerintahan suatu negara, juga mendapat pengaruh dari tiga arena institusi
Terdapat reaksi yang cukup kuat dari individu ataupun kelompok dari
dalam arena institusi legislatif terkait dengan perumusan kebijakan yang inovatif.
Hal ini terjadi terutama pada negara-negara dengan sistem pemerintahan yang
oprasional, secara teknis suatu kebijakan dan program yang inovatif juga sangat
yang semestinya tersedia jika ingin inovasi di sektor publik berlangsung sukses.
culture) yang mendukung dan mendorong lahirnya inovasi; (2) dukungan politik
manajer-manajer publik yang luar biasa dan memiliki dukungan politik yang kuat
107
di dalam organisasi. Ketiga, inovasi lahir hanya dari organisasi yang menyadari
Economic and Social Affairs (UNDESA), pada tahun 2006 menyatakan bahwa
umumnya inovasi dalam pemerintahan adalah ide kreatif yang di mana jika
bersifat mendesak. Inovasi adalah pelaksanaan ide baru dan cara baru untuk
mencapai suatu hasil dalam melakukan pekerjaan. Inovasi dapat juga sebagai
yang sudah ada atau mengubah secara signifikan atau meninggalkan cara-cara
tradisional dalam melakukan sesuatu. Prinsipnya inovasi dalam konteks ini terdiri
atas new products, new policies and programs, new approaches, and new
processes.
SOP yang baru oleh organisasi publik dimaksudkan untuk mengatasi masalah
jawaban atau solusi yang efektif, kreatif dan unik untuk menjawab masalah-
masalah baru atau solusi baru untuk masalah-masalah lama. UNDESA (2006:6)
(3) Process innovation, yaitu inovasi proses di mana fokus pada peningkatan
bisnis. Padahal kajian inovasi dikembangkan seiring dengan upaya menjaga dan
mengandalkan semata comparative advantage dan pada saat yang sama situasi
kompetisi kurang tampak maka konsep inovasi kurang berkembang dengan baik.
Hal yang sama juga terjadi pada organisasi publik yang tidak mengkhawatirkan
organisasi sektor publik kurang tertantang karena berada dalam iklim yang
hidupnya. Maka wajar jika konsep inovasi kurang berkembang dalam sektor
administrasi publik.
proses pelayanan publik. Hubungan inovasi dan upaya perbaikan ini menurut
posisi dan relevansi konsep inovasi, baik sebagai nilai maupun sebagai strategi
dalam evolusi pemikiran adminisrasi publik. Salah satu sumber dari artikel yang
Innovation for the Managerial and Post-Managerial Era: Promises and Realities
administrasi publik.
dilihat pada Tabel 8 yang disajikan pada halaman berikut. Kemudian Vigoda-
administrasi publik yakni (1) classic public administration canon; (2) new public
tercermin pada Tabel 8 beriktu ini menunjukkan bahwa pada dasarnya konsep
organisasi. Inovasi didominasi oleh top menajer sehingga inovasi lebih bersifat
Evolution
Essential Classic Public
Questions New Public Post-Managerial
Administration
Management Doctrine Avenues
Canons
1 2 3 4
Q1. What is A threat to old, reliable New ways to respond to New ways to create
innovation? mechanisms citizens as client and social and psychological
produce public goods well-being, economic
surpluses, and political
stability combined
Q4. What are the Maintaining the power of Improving the operative Transforming the cultural
primary goals of bureaucracy and its power of bureaucracy sphere of public
innovation? centrality in policymaking through better managerial organizations, increasing
and implementing skills and the triumph of global policy and
process professionalism over management learning
politicization and emulation
111
Evolution
Essential Classic Public
Questions New Public Post-Managerial
Administration
Management Doctrine Avenues
Canons
Q5. Who are the The private sector and Citizens as Citizens as owners and
key beneficiaries social elites clients/customers the global bank of policy
of innovation? and managerial
knowledge, the
community as a whole
Q6. How to Ultimately top down, and First, top down by Top down, bottom-up,
portray the flow only when innovation professional managers and reliance on extra-
of innovation serves political interests who the empower a organizational source,
ideas? bottom-up channel learning, and emulation
process
Q7. Primary Top managers, if at all Managers and employees Managers, employees,
players in the who improve their and extra-organizational
innovation understanding of the players (i.e., the private
process? needs of citizens as sector, the third sector,
clients transnational policy
makers and academics)
Q8. How to Almost no need; classic- Intensive contacts whit the Intensive global contacts
achieve style bureaucracies don’t private sector and whit international
innovation? really need innovation improved learning from innovators,
and see themselves as successful innovators in benchmarking, learning
islands of stability and business firms (PPPs- and emulation of policy
conservatism public private partnership) programs
Q9. How the Lack of formal tools and Output and outcome Output and outcome
evaluate absence of standard measure and the measures as well as
innovation? criteria development of input and process
performance indicators measures in a
(PIs) comparative international
view
Q10. What are Higher standard of living Encouraging competition Global human progress,
the moral to vast population and according to liberal policy learning, and more
justifications for better services to the less ideological economy, equal distribution of
innovation? able increased efficiency and knowledge, practices,
the saving of public money and goods across
nations
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa semua orang memecahkan masalah
dan kreatif. Teori adaptasi-inovasi ini pertama kali dikembangkan oleh Kirton
112
(1979) seperti dikutip oleh Stum (2009:67) sehingga disebut atau “Kirton’s
Adaption-Innovation Theory”, biasa disingkat Teori KAI. Teori KAI ini menyatakan
bahwa dalam pengembangan inovasi, seseorang bisa diposisikan pada dua hal
better” yaitu melakukan hal-hal yang lebih baik. Menurut Stum (2009)
daripada mencari masalah; (2) selalu mencari solusi suatu masalah dengan
bekerja terperinci; (4) selalu taat aturan; (5) sensitif terhadap kohesi
orang-orang yang lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ciri-ciri
yang melekat pada innovators yakni (1) tampak tidak disiplin dan selalu bekerja
dengan pendekatan dari sudut tak terduga; (2) memperlakukan sarana lebih kecil
dalam mengejar tujuan; (3) mampu merinci tugas-tugas dalam waktu yang
singkat; (4) memberikan dinamika untuk perubahan revolusionir dan dalam waktu
tertentu; dan (5) memiliki keraguan dan rendah diri setiap menemukan ide-ide
baru.
capacity building) yang dikembangkan oleh M.S. Grindle. Pada tahun 1997,
kapasitas itu menyangkut tiga dimensi yakni (1) dimensi sumberdaya manusia
kapasitas tersebut memiliki fokus penekanan tertentu dan jenis-jenis usaha yang
gambaran lebih rinci dari masing-masing dimensi, fokus dan jenis usaha yang
mendukungnya.
kemampuan teknis. Agar selalu tersedia aparatur yang profesioanl dan memiliki
teknis yang diinginkan, maka beberapa kegiatan yang harus dilakukan antara
lain: training, pemberian gaji/upah, lingkungan kerja yang kondunsif dan sistim
pada sistim manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-
114
tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan
(institutuional reform) yang perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistem dan
institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam hal ini aktivitas
yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan “aturan main” dari sistim
ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta
beberapa ahli. Menurut Fiszbein (1997) dalam Keban (2000:7) dan Soeprapto
(2004:13), bahwa kapasitas bisa dilihat pada: (1) kapasitas tenaga kerja (labor);
dalam Keban (2000:9) juga merumuskan bahwa kapasitas itu memiliki tiga
dimensi, yaitu: (1) individu; (2) organisasi; dan (3) jaringan (networking).
Nampaknya disini dimensi aspek jaringan ini sangat penting karena melalui
dimensi ini individu dan organisasi dapat belajar mengembangkan diri dan
mengelola inovasi sangat ditentukan oleh tiga kunci faktor strategis (three core
115
dan perilaku yang dapat dipelajari, dipraktekkan dan digunakan untuk mencapai
kinerja organisasi yang tinggi. Pemimpin yang kredibel adalah pemimpin yang
memiliki visi yang jelas, yang menjadi arah kemana organisasi melangkah. Visi
teams). Tim manajemen yang kuat dalam konteks ini adalah struktur birokrasi
pemerintah daerah yang profesional, yang bekerja menurut fungsi dan tugas
berinovasi.
116
kompetensi dan skil sehingga bisa profesional dalam bekerja; (3) sistem/struktur
mendukung program inovasi; dan (4) pengelolaan pengaruh dari luar (managing
inovasi pemerintahan dari Kim, et al (2007) ini dapat disimak pada gambar
berikut ini.
Government innovation
(adoption+implementation)
Diffusion of innovation
Government
performance
kepemimpinan yang inovatif. Unsur yang menentukan kualitas dari tim kerja
struktur tim, sistem berbagi pengetahuan, sistem reward dan evaluasi. Dimensi
terhadap anggaran bagi program yang baru dan mengelola jaringan. Kapasitas
kinerja pemerintahan.
organisasi dan kecenderungan untuk berinovasi. Burns dan Stalker (1961) dan
lima tipe organisasi. Kelima tipe organisasi tersebut meliputi; (1) simple structure;
Organization
Key Features Innovative Potential
Archetype
Simple An organic type centrally Entrepreneurial and often highly
structure controlled by one person but can Innovative, continually searching for
respond quickly to changes in the high-risk environments.
environment, e.g. small start-ups Weaknesses are the vulnerability
in high-technology. to individual misjudgment and
resource limits on growth.
inovasi dalam teori organisasi dapat dilihat dalam tiga perspektif yaitu the
perspective.
Conceptualization State and objectively State and objectively Innovations are subject to
of an innovation defined objects of defined objects of reinventions and
practices practices reconfigurations.
Innovations are perceived
Conceptualization Simple linear with Simple linear with focus Complex process
of the innovative focus on the on the adoptions stage
process adoptions stage
bersifat interaktif.
Pengetahuan
Tataran Kemampuan
INDIVIDU Kompetensi
Kepemimpinan
Tataran Sumberdaya Birokrasi
KELEMBAGAAN Pengambil Innovative
Keputusan
SIM
Kerangka
Tataran Aturan
SISTEM Kebijakan
Pendukung
dan sistem imformasi manajemen (SIM). Pada tataran proses interaktif (sistem),
121
yang harus dipahami adalah mengenai kerangka aturan yang tersedia dan
untuk meningkatkan keunggulan dalam bersaing, telah ada kajian yang cukup
panjang yang dimulai sejak berdirinya administrasi sebagai ilmu. Hal ini telah
yang sulit ditiru oleh organisasi lainnya. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan
dalam gerakan ini adalah Peter M. Senge (1990) dengan bukunya (the fifth
beragam, dan dari banyak perspektif. Menurut Rogers (2003:12), salah satu
penulis buku inovasi terkemuka, menjelaskan bahwa inovasi adalah sebuah ide,
praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu (satu unit) tertentu dan
Inovasi sebagai salah satu ciri nilai fleksibilitas organisasi bukan hanya
sekedar melakukan sesuatu yang baru, menemukan sesuatu yang baru, atau
mempunyai ide lebih dahulu; (2) tahap evaluasi terhadap gagasan yang akan
dari konsep menjadi realitas yang menghasilkan sesuatu; dan (4) tahap
meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik
yang sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang
tersedia sebelumnya. Dapat pula dijelaskan bahwa sebuah inovasi dapat berupa
produk atau jasa yang baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur
publik. Pemahaman ini dikemukakan oleh Cohen dan Elmicke (1998:2-3) yang
inovasi tidak akan bisa berkembang dalam kondisi status quo. Walaupun tidak
disimpulkan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) seperti dikutip oleh Osborne
123
berikut:
(1) Relative Advantage atau keuntungan relatif, yakni sebuah inovasi harus
sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi
sifat kompatibel atau kesesuaian dengan inovasi yang digantinya. Hal ini
dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta merta dibuang begitu saja,
selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi
(3) Complexity atau kerumitan, artinya dengan sifatnya yang baru, maka
sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka
(4) Triability atau kemungkinan dicoba, artinya inovasi hanya bisa diterima
apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih
harus melewati fase “uji publik”, dimana setap orang atau pihak mempunyai
(5) Observability atau kemudahan diamati, artinya bahwa sebuah inovasi harus
perbedaan antara inovasi di sektor publik dan di sektor swasta. Perbedaan ini
124
yang dimiliki oleh sebuah organisasi dan dapat dibandingkan meliputi dimensi
publik yang telah ditetapkan. Sektor bisnis pada dimensi struktur organisasi lebih
seringkali terjadi konflik. Dari aspek isu manajemen, pada sektor bisnis beberapa
Pasar yang terus berubah Kebijakan baru dan atau yang berubah
karena siklus politik
Struktur Ukuran organisasi yang Sistem organisasi yang kompleks,
Pengorganisasian Bervariasi kadang konflik satu sama lain
Inovasi memakan biaya besar, dihitung dari Keuntungan dari inovasi sangat sulit
selisih keuntungan penjualan diukur
125
Pegawai didorong untuk membuat perbaikan Inovasi kadang dilihat sebagai ancaman,
atas produk yang dihasilkan juga sebagai diadopsi untuk perbaikan
pelayanan publik
Sumber Fleksibel dan luas mulai dari konsultan, Sumber pengetahuan sangat banyak.
pengetahuan asosiasi perdagangan, dan peneliti Relatif kaku, hanya beberapa bagian dari
sektor publik sektor publik yang emanfaatkan
universitas
process meliputi semua keputusan, kegiatan, dan dampak melalui proses yaitu
(1) recognition of a need or problem; (2) through research; (3) development; (4)
empat tahapan dari proses inovasi (steps in the innovation process) yakni:
(1) Idea creation - new product or process idea arise from spontaneous,
benefits
(4) Final application - the new product or service is produced and marketed or
organisasi diawali melalui proses penciptaan ide dari suatu produk atau proses
yang baru yang bisa muncul dari spontanitas, kreativitas, kecerdasan dan
pengelolaan informasi. Ide baru tentang produk atau proses tersebut diuji coba
teoritik proses pengembangan inovasi bisa juga dilihat dari pandangan Eggers &
empat fase atau tahapan, yakni (1) tahap penemuan dan mengungkap gagasan-
gagasan inovasi (idea generation and discovery); (2) tahap menyeleksi gagasan
inovasi tersebut (idea selection); (3) tahap implementasi terhadap ide inovasi
yang terseleksi (idea implementation); (4) tahap difusi inovasi yakni tahap
Eggers & Singh (2009) ini pada dasarnya merupakan siklus inovasi yang sangat
inovasi pemerintahan daerah dalam kajian ini menjadi perhatian serius dari
Mulgan dan Albury (2003:2). Hal tersebut dapat disimak dalam pernyataannya
seperti berikut:
Makna dari apa yang dinyatakan oleh Mulgan dan Albury di atas, bahwa
inovasi seharusnya menjadi inti dari seluruh aktivitas di sektor publik. Inovasi
berarti meningkatkan daya tanggap terhadap harapan warga dan kebutuhan para
biaya.
sektor publik harus melakukan inovasi. Beberapa alasan tersebut meliputi: (1)
kebutuhan dan ekspektasi publik yang terus meningkat; (2) untuk memasukkan
ICT secara penuh, karena hal ini telah terbukti meningkatkan efisiensi dan
Terkait dengan tipologi inovasi sektor publik ini menurut Halvorsen (2005:5),
kebijakan.
(4) System innovation (inovasi sistem), adalah sistem baru atau perubahan
mendasar dari sistem yang ada dengan mendirikan organisasi baru atau
pemerintah.
129
Lebih lanjut Halvorsen (2005) menjelaskan pula bahwa inovasi itu sendiri
adalah merupakan kreasi dan implementasi dari proses, produk, layanan, dan
efisiensi, efektivitas atau kualitas hasil. Oleh karena itu inovasi telah berkembang
jauh dari pemahaman awal yang hanya mencakup inovasi dalam produk
(products & services) dan proses semata. Inovasi produk atau layanan berasal
dari perubahan bentuk dan desain produk atau layanan, sementara inovasi
dimaksudkan oleh Mulgan dan Albury tersebut dapat dilihat secara visual pada
mengungkapkan adanya taksonomi inovasi yang terdiri dari enam jenis inovasi.
dalam buku yang sama, memberi penjelasan bahwa jenis inovasi yang pertama
organizational innovation, merupakan jenis inovasi yang telah lama dikenal dan
organisasi sektor publik, maka digunakan jenis atau kategori berikutnya, yakni
kesuksesan suatu inovasi dijalankan dalam organisasi publik. Untuk itulah, pada
bagian ini diuraikan beberapa pandangan tentang strategi dan faktor-faktor yang
menghambat dalam proses inovasi. Terkait dengan proses inovasi ini, Behn
(1) Diffusion, yakni proses inovasi yang sifatnya tidak disengaja (unintentional),
(2) Transfer, yakni pertukaran ide-ide secara informal dan diparaktekkan oleh
kolega dalam suatu profesi (pekerjaan) yang sama atau area kebijakan,
friends will tell friends about how they are getting better approach”.
(3) Propagation, yakni suatu upaya berupa pemikiran atau perencanaan yang
diluar organisasi, atau level pemerintahan yang lebih tinggi) untuk membuat
dari orang (pihak) lain. Hal ini seringkali disebut sebagai “the we ought to
(4) Replication, yakni suatu usaha sadar yang dilakukan oleh organisasi
praktek yang telah sukses dan dapat diadopsi. Jenis sering disebut dengan
ungkapan “the we want to learn from others who know how to get better
approach”.
Dalam salah satu makalah yang diliris oleh NESTA (2008: 11), telah
dan organisasi sektor publik lainnya dapat secara mandiri menghasilkan inovasi.
(1) Jenis organisasi atau rantai penyediaan pelayanan (the type of agency or
(4) Ukuran dan hirarki organisasi (the size and hierarchy of the organization);
rural location);
(6) Kebijakan organisasi yang berkaitan dengan manusia secara umum (the
paling tidak dapat dilihat dari tiga perspektif yang saling melengkapi, yakni (1) the
utama dengan prinsip the principal agents dalam melakukan inovasi; (2) the
tanpa resistensi. Banyak dari kasus inovasi diantaranya justru terkendala oleh
berikut.
Reluctance to close
down failing
Culture programmes or Over-reliance on
of risk aversion organisation high performers as
sources of
innovation
Delivery Technologies
pressures and NO available but
administrative INNOVATION constraing culture or
burders organizational
arrangements
Short-term No rewards or
budgets and Poor skills in active incentives to
planning horizons risk or change innovate or adopt
management innovations
risk aversion adalah budaya yang tidak menyukai resiko. Hal ini berkenaan
dengan sifat inovasi yang memiliki segala resiko, termasuk resiko kegagalan.
biasanya karakter unit kerja di sektor publik pada umumnya tidak memiliki
135
pekerjaanya.
publik hanya menjadi pengikut (followers). Ketika figur atau pemimpin tersebut
hilang dan digantikan oleh figur lainnya, maka yang terjadi adalah stagnasi dan
kemacetan kerja. Selain itu, hambatan anggaran yang periodenya terlalu pendek,
tidak fleksibel. Sejalan dengan itu juga, biasanya penghargaan atas karya-karya
inovatif masih sangat sedikit. Sangat disayangkan hanya sedikit apresiasi yang
Gambar 9, pada dasarnya menyangkut dua hal, yakni (1) faktor-faktor inovasi
yang bersumber dari individu, baik pegawai maupun pemimpinnya; dan (2)
perlu pula dipahami bahwasanya terdapat faktor-faktor kritis yang lain. Faktor-
Muluk (2008:49) bahwa inovasi sektor publik bukanlah sebuah kondisi yang
dapat sukses dijalankan dengan sebatas niat saja apalagi terjadi dengan
sendirinya.
tersebut antara lain: (1) kepemimpinan yang mendukung inovasi yakni kemauan
politik yang kuat, penguatan mandat (peraturan daerah), membangun visi dan
136
misi sistem inovasi; (2) pengembangan budaya inovasi; (3) tersedianya pegawai
terdidik dan terlatih (4) pengembangan tim inovasi yang memiliki kinerja inovasi
dan jaringan inovasi; dan (5) orientasi kinerja yang terukur. Tanpa kehadiran
faktor-faktor ini maka terjadinya inovasi pemerintahan daerah akan menjadi sulit
urusan pemerintahan dalam konteks penelitian ini mengacu pada dua undang-
undang yakni UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
pada prinsipnya telah memberi ruang yang cukup lebar bagi daerah untuk
berkreasi dan berinovasi baik secara politik maupun administrasi. Ruang politik
dan administrasi yang cukup lebar tersebut juga sudah digunakan oleh beberapa
perkembangannya, inovasi ini telah lama menjadi topik para ahli di antaranya
oleh Korten (1976), Rogers (1983) dan Wood, et al (1998) dan menemui
dan (Muluk, 2008). Kemudian konsep inovasi ini dikembang pula oleh para
ilmuwan dan peneliti bidang administrasi publik sebagai instrumen alternatif dan
persoalan di sektor publik yang semakin kompleks. Hal ini dapat dilihat dari
pendidikan sebagai urusan wajib dan bersifat pelayanan dasar bagi masyarakat.
Berdasarkan pada fokus pertama dari penelitian ini yakni proses pengembangan
program inovasi dalam urusan pendidikan, maka fokus kajian dilakukan dalam
konteks pemerintahan daerah yang memiliki dua fungsi dan wewenang yakni
fungsi mengatur dan fungsi mengurus (Hossein, 2009) dan (Muluk, 2009). Fungsi
daerah terhadap kebijakan dan program yang berkaitan dengan program inovasi
di sektor publik yang dikembangkan oleh Mugan & Albury (2003) dan Muluk
(2008). Dalam kajian inovasi sektor publik dikenal ada lima tipologi inovasi yakni
inovasi kebijakan, dan inovasi sistem. Selain itu terdapat pula kategorisasi level
inovasi yakni dimulai dari level inkremental, radikal, dan transformatif (sistemik).
Sementara itu konsep tentang kriteria dari suatu program inovasi didasarkan
pada konsep best practices sebagai dasar inovasi yang dikembangkan oleh
Prasojo, et al (2004) yakni memiliki dampak positif dan nyata (impact), kemitraan
tipologi inovasi dan kategorisasi level inovasi serta kriteria program inovasi inilah
yang dijadikan sebagai alat analisis kajian untuk memahami lebih dalam
pemerintahan daerah yang efektif dan efisien. Beberapa konsep kapasitas yang
ditampilkan antara lain konsep capacity building dari Grindle (1997) dan model of
penghambat yang dimaksud dikemukakan oleh Mulgan dan Albury (2003) yang
penghambat yang terkait dengan karakteristik dari institusi dan organisasi yang
dan eksternal), dan budaya organisasi yang cenderung resisten terhadap hal-hal
baru.
TIPOLOGI PROGRAM
INOVASI
Mulgan & Albury (2003), Prasojo (2004),
& Muluk (2008),
PENGEMBANGAN INOVASI
PEMERINTAHAN DAERAH YANG EFEKTIF, EFISIEN & PROFESIONAL
Gambar 10: Model Konseptual (Conceptual Model) Inovasi Penyelenggaraan Urusan Pendidikan
BAB III
Pada bagian ini dipaparkan analisis dan deskripsi latar sosial masyarakat
Gowa. Gowa sering menjadi model kehidupan kebudayaan dan kehidupan adat
sosiologi adalah sebuah kelompok dengan anggota individu yang hingga kini ciri
utamanya adalah bahasa atau mungkin juga ragam yang digunakannya untuk
141
142
Masyarakat Kabupaten Gowa dilihat dari segi populasinya, saat ini sudah
berjumlah 594.423 jiwa. Etnis mayoritas masyarakat adalah etnis Makassar atau
1.883,33 Km2 atau sama dengan 3,01 persen dari luas wilayah Provinsi
bukit, yaitu sekitar 72,26 persen yang meliputi sembilan kecamatan yakni
dataran rendah dengan topografi tanah yang datar meliputi sembilan Kecamatan
maka wajar jika mata pencaharian pokok masyarakat Gowa adalah berladang
adalah berlayar mengarungi lautan, baik sebagai pedagang antar pulau maupun
sebagai nelayan penangkap ikan. Hal tersebut sesuai dengan data Survei
banyak digeluti adalah sektor pertanian yaitu 42,81 persen dibanding dengan
10 tahun keatas tidak pernah sekolah, 21,45 persen yang masih sekolah, dan
64,24 persen sudah tidak bersekolah lagi. Bila dilihat dari pendidikan yang
tidak/belum tamat SD, 23,67 persen tamat SD, 15,94 persen tamat SLTP, 18,16
143
hingga S3.
bersekolah, dan 43,16 persen tidak bersekolah lagi. Selain itu, hanya 13,49
bertambah dari tahun ke tahun, namun sebaliknya, jumlah guru justru cenderung
mengalami penurunan. Pada tahun 2008, jumlah guru SD sebanyak 1.594 orang,
6. Peringkat Provinsi 16 15 15 15 15 14 14
masyarakat masih homogen dari sisi etnis; (2) kondisi masih agraris dan rural;
144
masyarakat seperti ini, tentu dapat menjadi dasar (modal sosial) untuk semakin
sosial masyarakat tersebut bisa menjadi penghambat jika tidak dilakukan dengan
pemerintah daerah terutama Kepala Daerah dan DPRD Kabupaten Gowa dalam
ditelusuri jejaknya sejak Nusantara ini masih terdiri atas berbagai kerajaan yang
ada pada beberapa abad yang lalu. Terutama jejak sejarah pemerintahan di
daerah ini dapat ditelusuri sejak pemerintahan Kerajaan Gowa berkuasa pada
abad ke XVI yang lalu. Oleh karena daerah Kabupaten Gowa adalah pusat
Kerajaan Gowa yang sangat terkenal terutama ketika dipimpin oleh Sultan
Hasanuddin, Raja Gowa ke XVI yang terkenal dengan gelar Ayam Jantan dari
Timur.
Gowa adalah salah satu daerah otonom yang terbentuk melalui UU No. 44
berdasarkan UUDS Tahun 1950 dan UU Darurat No. 2 Tahun 1957, maka
kembali Daerah Gowa dalam wadah NKRI dan ditetapkan pula sebagai Daerah
No. 2 Tahun 1957 dan menegaskan bahwa Gowa sebagai Daerah Tingkat II
Andi Ijo Karaeng Lalolang sebagai Kepala Daerah. Kepala Daerah ini memimpin
12 (dua belas) daerah bawahan Distrik yang dibagi menjadi 4 (empat) lingkungan
samarnya jejak sejarah Gowa di masa lampau, terutama yang berkaitan dengan
aspek kelautan pada daerah Barombong dan sekitarnya. Hal ini mengingat,
Gowa justru pernah menjadi sebuah Kerajaan Maritim yang berjaya di Indoneia
No. 51 Tahun 1971, maka praktis wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa
(dua) buah Kecamatan yaitu Kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Parangloe.
Daerah Tingkat II sejak tahun 1957 sampai sekarang telah mengalami 12 (dua
daerah Kabupaten Gowa ini terbentang diatas luas wilayah 1.883,33 Km2 atau
Kabupaten Gowa berada pada 12°38.16' Bujur Timur dan 5°33.6' Bujur
12°33.19' hingga 13°15.17' Bujur Timur dan 5°5' hingga 5°34.7' Lintang Selatan.
Kabupaten yang berada pada bagian Selatan dari Provinsi Sulawesi Selatan ini
berupa wilayah dataran rendah dengan topografi tanah yang datar meliputi pula
Selatan.
perekonomian ini dapat dilihat dari angka PDRB atas harga belaku tahun 2009-
Data angka PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009-2010, seperti
pada Tabel 3.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 sektor (lapangan usaha)
PDRB, pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 44,61% dan pada tahun
pertanian, sektor lainnya yang berkontribusi besar dalam PDRB adalah sektor
jasa-jasa (pemerintahan umum dan swasta), dimana pada tahun 2009 peranan
pada tahun 2010 sebesar 21,74% dan pada tahun 2011 meningkat menjadi
22,19%.
150
nanpaknya mulai bergeser ke sektor ekonomi modern yakni sektor jasa-jasa. Hal
perkotaan sebelah Utara dan Barat. Aktivitas ekonomi yang sangat tinggi
seperti pada grafik di atas, pendapatan perkapita Kabupaten Gowa tahun 2013
berada pada posisi Rp. 12.080.574, 00 pertahun. Artinya bahwa jika angka itu
25.982,15 perhari. Sangat berbeda ketika tahun 2005, enam tahun yang lalu,
151
pendapatan perkapita masih berada pada posisi Rp. 3.693.650,00 atau Rp.
diinginkan pada akhir periode perencanaan suatu daerah. Visi juga sangat terkait
potensinya yang dideskripsikan secara jelas dan ringkas yang dapat dicapai
dalam kurun waktu tertentu melalui implementasi rencana strategis yang telah
ditetapkan.
Bertitik tolak dari nilai filosofi itu pula yang mendasari pembangunan
Kabupaten Gowa untuk mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai dalam perspektif
visi mewujudkan:
tersebut, telah ditetapkan pula misi pembangunan jangka panjang daerah, yaitu:
152
Strategi untuk pelaksanaan visi dan misi jangka panjang daerah tersebut,
didasakan atas prioritas permasalahan dan isu-isu strategis yang dihadapi pada
setiap periode. Demikian halnya pada tahapan yang kedua lima tahunan kali ini
Dalam RPJMD tahun 2010-2015, visi yang ingin dicapai Kabupaten Gowa
adalah
berikut:
sumber daya yang berdaya saing kuat, bercita-cita menempatkan diri sebagai
makna bahwa Kabupaten Gowa dengan segenap potensi dan sumber daya
yang berdaya saing kuat, bercita-cita menempatkan diri sebagai daerah yang
153
tersebut merupakan hal yang perlu secara terus menerus dipertahankan dan
menunjukkan bahwa IPM Kabupaten Gowa sebesar 70,0 yang tergolong dalam
program dan kegiatan yang terbaik dalam mencapai lompatan angka IPM yang
terbesar diantara daerah kabupaten dan kota lainnya. Oleh karena itu,
misi jangka menengah daerah. Misi adalah rumusan umum mengenai sejumlah
upaya yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan visi yang ada. Pernyataan
misi merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilakukan sesuai visi yang
telah ditetapkan agar tujuan pembangunan dapat terlaksana dan berhasil dengan
visi di atas, maka dirumuskan pula misi Kabupaten Gowa sebagai berikut:
nilai-nilai budaya lokal yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-
kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi spirit dan motivasi dalam proses
155
disepakati secara bersama karena hal tersebut yang akan mendorong setiap
akan eksistensi dan jati diri setiap anggota atau kelompok masyarakat. Di
samping itu, nilai ini juga amat mementingkan semangat saling introspeksi
pembangunan daerah.
(3) Siri’ na Pacce adalah nilai yang membentuk harga diri yang lahir dari
kesadaran bahwa harga diri tersebut hanya dapat dijaga jika terbina sikap
Oleh karena itu, setiap komponen masyarakat harus saling mendukung dan
(4) Toddopuli adalah nilai yang membentuk keteguhan, konsistensi dalam sikap
secara profesional.
(1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak
diukur dengan :
dengan :
pembangunan.
(4) Meningkatnya penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik, yang diukur
dengan :
pengarusutamaan gender.
(5) Semakin optimalnya pengelolaan sumber daya alam yang mengacu pada
lingkungan.
158
salah satu elemen pokok dari kebijakan desentralisasi. Dalam UU No. 32 Tahun
(policy making) dan mengurus (policy executing) atas fungsi-fungsi tersebut yang
otonom, memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi
pemerintahan daerah Kabupaten Gowa terdiri atas urusan wajib dan urusan
lokal yang dimiliki. Komposisi urusan pemerintahan Kabupaten Gowa baik yang
1. Pendidikan 1. Perdagangan
2. Kesehatan 2. Energi & Sumber Daya Mineral
3. Lingkungan Hidup 3. Pariwisata
4. Pekerjaan Umum 4. Kelautan & Perikanan
5. Panataan Ruang 5. Pertanian
6. Perencanaan Pembangunan 6. Kehutanan
7. Perhubungan 7. Industri
8. Kependudukan & Catatan Sipil 8. Ketransmigrasian
9. KB & Keluarga Sejahtera
10. Sosial
11. Kesatuan Bangsa & Politik dalam
Negeri
12. Otonomi Daerah, Pemerintahan
Umum, Administrasi Keuangan
Daerah, Perangkat Daerah,
Kepegawaian & Persandian
13. Komunikasi & Informasi
14. Pemberdayaan Masyarakat & Desa
15. Perumahan
16. Kepemudaan & Olah Raga
17. Penanaman Modal
18. Koperasi & UKM
19. Ketenagakerjaan
20. Ketahanan Pangan
21. Pemberdayaan Perempuan &
Perlindungan Anak
22. Pertanahan
23. Kebudayaan
24. Statistik
25. Kearsipan
26. Perpustakaan
Sumber: Perda Kabupaten Gowa No. 3 Tahun 2008
daerah Kabupaten Gowa yang bersifat urusan wajib dan urusan pilihan
sarana dan prasarana, serta sumber daya kepegawaian. Dukungan sumber daya
tersebut dapat berasal baik dari pemerintah pusat maupun disediakan oleh
unsur utama yaitu council (DPRD) dan mayor (Kepala Daerah). DPRD adalah
pembuatan kebijakan (policy making) dan Kepala Daerah atau Bupati adalah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya pada pasal 1 (ayat) 3 dan 4
pemerintahan daerah.
Tahun 2004 tersebut, tercermin secara jelas dalam struktur pemerintahan daerah
Kabupaten Gowa saat ini. Sebagaimana nampak pada gambar dibawah ini yang
161
Keterangan:
Garis komando
BUPATI DPRD
Garis koordinasi
WAKIL BUPATI
Garis pertanggungjawaban
SETDA
STAF AHLI (unsur staf)
INSPEKTORAT BAPPEDA
(unsur pengawas) (unsur perencana)
KECAMATAN
KELURAHAN
tersebut antara lain: (1) unsur pelaksana yakni Dinas Daerah; (2) unsur
penunjang yakni LTD; (3) unsur perencana yakni Bappeda; (4) unsur pengawas
yakni Inspektorat; (5) unsur staf yakni Sekretariat Daerah; (6) unsur pelayanan
162
seperti KPUD); dan (8) Unsur staf ahli serta (9) Kecamatan dan Kelurahan
adalah lembaga politik, anggotanya dipilih (elected) secara langsung oleh rakyat
dan dimungkinkan keterlibatan partai politik. DPRD dan Kepala Daerah memiliki
DPRD dan Kepala Daerah serta Perangkat Daerah adalah unsur penyelenggara
direvisi, menempatkan DPRD dan Kepala Daerah dalam posisi yang berhadap-
komposisi anggota DPRD Kabupaten Gowa dapat kita lihat pada tabel berikut.
163
Tabel 18. Keadaan Anggota DPRD Kabupaten Gowa Periode 2009-2014 dan
2014-2019 menurut Partai Politik
1. Partai Golkar 9 9
2. PAN 5 5
3. PKS 2 3
*
4. PDK 8 -
5. PPP 4 6
6. PKB 1 1
*
7. Partai Kedaulatan 1 -
8. Partai Patriot* 1 -
9. Partai Gerindra 1 8
10. PDIP 2 4
11. Partai Hanura 3 1
12. Partai Demokrat 6 5
13. Persatuan Pembangunan* 2 -
**
14. Partai Nasdem - 3
Total 45 45
Sumber: Gowa Dalam Angka (2012) & KPUD (2014)
Keterangan: *Partai Tidak Lolos Pemilu 2014 & **Partai Baru Ikut Pemilu 2014
anggota DPRD Kabupaten Gowa periode 2009-2014 dan 2014-2019 tidak lagi
terdapat partai politik yang begitu dominan dalam perolehan kursi. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa Pemilu 2009 terdapat 13 partai politik dan Pemilu
2014 terdapat 10 partai politik yang meloloskan wakilnya untuk duduk sebagai
Golkar selalu mendominasi hingga 50% kursi anggota DPRD. Dominasi partai
Golkar tersebut terjadi karena Kabupaten Gowa sejak lama merupakan salah
anggota DPRD Kabupaten Gowa dilihat dari aspek tingkat pendidikan dan jenis
kelamin. Seperti pada data tabel berikut ini menunjukkan bahwa terdapat 20
orang anggota DPRD yang memiliki tingkat pendidikan sarjana dan 3 orang yang
164
Sementara itu jika dilihat dari aspek keterwakilan gender maka dapat
daerah otonom pada tingkatan kabupaten disebut Bupati dan pada umumnya
seorang Bupati didampingi oleh seorang Wakil Bupati. Pasangan Bupati dan
Sejak berdiri pada tahun 1957 daerah otonom Kabupaten Gowa telah
pejabat Kepala Daerah tersebut? Untuk itu ditampilkan tabel yang memuat daftar
periode kepemerintahannya.
Tabel 20. Pejabat Kepala Daerah Kabupaten Gowa Sejak Tahun 1957
Bupati yang dijabat oleh Ichsan Yasin Limpo dan Wakil Bupati dijabat oleh Abbas
Alauddin. Periode pemerintahan kali ini adalah periode kedua bagi Bupati
sekarang. Sementara wakilnya merupakan pejabat yang baru saja dilantik pada
karena meninggal dunia. Kemudian Bupati saat ini adalah Kepala Daerah yang
kesebelas dan juga menjadi Kepala Daerah yang pertama kali dipilih langsung
melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak daerah otonom
pengisiannya atas dasar pengangkatan (appointed). Jadi tidak berasal dari partai
politik tetapi berasal dari pejabat karir PNS. Perangkat daerah adalah salah satu
dan posisi yang sangat penting dan strategis. Perangkat daerah menjadi penting
dan strategis karena menjadi instrumen utama sebagai wadah bagi pemerintah
yang diembannya.
yang disebut Perangkat Daerah. Aturan terhadap Perangkat Daerah ini tentu
mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 41 Tahun 2007 yang
daerah. Keempat jenis peraturan daerah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Peraturan Daerah No.6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
(2) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
(3) Peraturan Daerah No.8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
(4) Peraturan Daerah No.9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
daerah Kabupaten Gowa diatur dalam Perda Kabupaten Gowa No. 6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Gowa.
merupakan unsur staf pemerintah daerah Kabupaten Gowa yang memiliki tugas
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Dalam tugas dan kewajibannya,
(5) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Dalam struktur organisasi dan tata kerja Sekretariat Daerah terdiri dari
beberapa jabatan yakni: (a) Sekretaris Daerah; (b) Asisten Pemerintahan dan
daerah Kabupaten Gowa terbagi dalam beberapa bagian. Kemudian bagian dari
masing-masing asisten tersebut terdiri dari beberapa sub bagian yang dibentuk
atas 46 jabatan struktural dengan rincian 9 (sembilan) jabatan eselon (II), dan 11
169
jabatan eselon (III), serta 26 jabatan eselon (IV). Selain jabatan-jabatan struktural
itu, juga dilengkapi dengan kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari
beberapa staf ahli yang memiliki keahlian dan spesialisasi yang dibutuhkan
kelompok jabatan fungsional dimaksud terdapat 5 (lima) jabatan staf ahli yang
bidang tugasnya.
Para staf ahli tersebut bereselon II(B) dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris Daerah. Kelima jabatan staf ahli yang dimaksud di atas, yakni: (a) Staf
ahli bidang hukum dan politik; (b) Staf ahli bidang pemerintahan; (c) Staf ahli
bidang pembangunan; (d) Staf ahli bidang kemasyarakatan dan SDM; dan (e)
Perda Kabupaten Gowa No. 6 Tahun 2008. Sekretariat DPRD Kabupaten Gowa
dan Reses; (4) Bagian Humas dan Dokumentasi, dan (5) Bagian Keuangan.
Sekretaris Daerah. Sekretaris Dewan adalah jabatan eselon II(B) yang diangkat
Pemerintah No. 38 Tahun 2007. Dinas Daerah Kabupaten Gowa telah diatur
dalam Perda Kabupaten Gowa No. 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
(4) Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Dalam struktur organisasi Dinas Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang
Dinas. Juga terdiri dari Sekretaris Dinas, Bidang-bidang, Sub-sub bagian, Seksi-
seksi pada masing-masing bidang yang ada. Selain itu terdapat pula unit
pelaksana teknis dinas (UPTD) dan kelompok jabatan fungsional yang dapat
perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsinya bersifat lebih teknis.
171
Perangkat daerah ini disebut dengan Lembaga Teknis Daerah (LTD). LTD ini
berkedudukan sebagai unsur pendukung yan sifatnya lebih spesifik dan teknis,
yang dapat berbentuk Badan, Kantor, dan Rumah Sakit. Di mana penentuan
badan atau kantor disesuaikan dengan analisis beban tugas yang harus
dilakukan sebelumnya.
Di Kabupaten Gowa, LTD di atur dalam Perda No. 8 Tahun 2008 tentang
Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah. Perda ini menyatakan bahwa LTD
yang bersifat spesifik. Perangkat daerah yang berjenis LTD dalam melaksanakan
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Kepada Badan, Kantor dipimpin oleh Kepala Kantor, dan Rumah Sakit dipimpin
oleh Direktur Rumah Sakit. Masing-masing unit LTD tersebut terdiri atas
beberapa jabatan struktural (eselon). Selain Kepala Badan, Kepala Kantor, dan
Direktur Rumah Sakit serta setiap unit LTD dilengkapi pula oleh jabatan
struktural lainnnya yakni Sekretaris, Bidang, dan Sub Bagian serta Sub Bidang.
pengawasan.
Sekretariat terdiri dari beberapa Sub Bagian. Inspektur Pembantu Wilayah dapat
saja terdiri dari beberapa unit, tergantung pada kebutuhan organisasi. Jika dilihat
Kabupaten Gowa, maka selain ketersedian struktur dan anggaran yang tepat,
dibutuhkan pula sumber daya aparatur yang memadai, baik aspek kuantitas
maupun kualitasnya. Sumber daya aparatur ini memiliki peran yang sangat
direncanakan. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus mampu terpenuhi
daya aparatur atau pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara
173
keseluruhan berjumlah 9.422 orang. PNS tersebut terbagi kedalam tiga unit kerja
yakni (1) tenaga guru berjumlah 5.304 orang (56,3%); (2) tenaga kesehatan
berjumlah 1.131 orang (12%); dan (3) tenaga teknis berjumlah 2.987 orang
(1,3%); (2) golongan II berjumlah 2.334 orang (24,7%); (3) golongan III berjumlah
4.642 orang (49,2%); dan (4) Golongan IV berjumlah 2.348 orang (24,8%).
Tabel 22. Keadaan Aparatur Daerah (PNS) Kabupaten Gowa Menurut Unit
Kerja dan Golongan pada Tahun 2011
Golongan
Unit Kerja Jml
I II III IV
Tenaga Guru
Laki-laki 15 327 855 795 1.922
Perempuan 1 571 1.522 1.218 3.312
Jumlah 16 898 2.377 2.013 5.304
Tenaga Kesehatan
Laki-laki 1 100 166 12 279
Perempuan - 371 446 35 852
Jumlah 1 471 612 47 1.131
Tenaga Teknis
Laki-laki 79 662 967 209 1.917
Perempuan 2 303 686 79 1.070
Jumlah 81 965 1.653 288 2.987
Data yang tersedia dalam tabel diatas menunjukkan kepada kita bahwa
pertama, jumlah aparatur daerah atau PNS setara dengan 1,5% dari 659.513
jiwa jumlah penduduk Kabupaten Gowa saat ini. Kedua, penyebaran PNS
sebagai tenaga guru jauh lebih tinggi daripada persentasi PNS yang bertugas
unit kerja lainnya. Ketiga, data ini juga menggambarkan bahwa aparatur daerah
pemerintahan lainnya.
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan Jml
Laki-Laki Perempuan
SD / Sederajat 140 9 149
SLTP / Sederajat 148 18 166
SLTA / Sederajat 1.123 1.245 2.368
Diploma I 57 155 212
Diploma II 312 910 1.222
Diploma III / Akademi 226 505 731
Sarjana (S1) 1.900 2.276 4.176
Master (S2) 208 109 317
Doktor (S3) 1 2 3
aparatur atau PNS Kabupaten Gowa dapat kita ukur salah satunya dari tingkat
oleh tabel diatas bahwa dari 9.422 pegawai terdapat 4.496 orang (47,7%)
Sementara pegawai yang berpendidikan diploma (I, II, dan II) berjumlah 2.165
orang (23%) dan sisanya yakni 2.689 (29,3%) hanya berpendidikan SLTA, SLTP
dan SD. Kemudian keadaan pegawai dari aspek jender atau jenis kelamin,
175
kelamin perempuan berjumlah 5.227 orang (55,47%) dan pegawai yang berjenis
Gowa seperti tertera diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara
umum kualitas dan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dapat dikatakan cukup
karena paling tidak secara akademik sebagian besar dari pegawai yakni sekitar
dan sarjana).
pada umumnya disubsidi dari pemerintah ke daerah otonom atau subsidi daerah
otonom (SDO) dapat berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) serta dana subsidi lainnya. Sejumlah anggaran yang telah
diserahkan tersebut, menjadi hak dan kewajiban untuk diatur dan diurus oleh
pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan tugas dan fungsi pelayanan dan
Jumlah
No. Uraian
APBD TA. 2011 APBD TA. 2012
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 48.715.102.208 54.171.034.817
Hasil Pajak Daerah 12.900.000.000 19.618.000.000
Hasil Retribusi Daerah 28.804.494.000 27.777.226.609
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
4.193.800.000 3.629.000.000
yang Dipisahkan
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah
2.816.808.208 3.146.808.208
yang Sah
2. Dana Perimbangan 547.018.138.174 669.263.979.583
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan
24.934.284.174 28.063.512.583
Pajak
Dana Alokasi Umum (DAU) 470.823.554.000 586.415.307.000
Dana Alokasi Khusus (DAK) 51.260.300.000 54.785.160.000
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang
3. 100.214.631.681 97.952.330.241
Sah
Pendapatan Hibah 12.500.000.000 -
Dana Darurat - -
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi
20.348.712.081 25.048.712.081
dan Pemerintah Daerah Lainnya
Dana Penyesuaian dan Otonomi
46.632.456.000 46.632.456.000
Khusus
Bantuan Keuangan dari
20.733.463.600 26.271.162.160
Provinsi/Pemerintah Daerah Lainnya
Jumlah Pendapatan Daerah 695.947.872.063 821.387.344.641
bersumber dari pemerintah pusat. Seperti data pada tabel diatas menunjukkan
besar jumlahnya yakni sebesar 78% dan sisanya yakni 15% sumbernya berasal
mencermati kontribusi PAD yang masih sangat rendah dan dana subsidi dari
pemerintah pusat masih sangat tinggi, maka tidaklah salah jika dikatakan bahwa
Kabupaten Gowa dalam tujuh tahun terakhir yakni tahun 2006 hingga 2012.
diatas tiada lain dimaksudkan untuk mengetahui kondisi keuangan daerah dari
daerah maka dapat pula diketahui kapasitas keuangan daerah dalam merespon
kompleks.
BAB IV
METODE PENELITIAN
penelitian kualitatif atau naturalistic inquiry adalah suatu cara penelitian yang
yang ada. Mengacu pula pada pandangan menurut Nasution (1996:18) bahwa
”....meanings are constantly changing, and are produced and reproduced in each
social situation with slightly different nuances and significances depending on the
178
179
bahwa metode penelitian kualitatif lebih pada pemberian makna (meanings) dan
secara khusus. Dalam konteks penelitian ini, proses pemaknaan (meanings) dan
berkembang sesuai dengan situasi masalah penelitian di lapangan. Hal ini sesuai
dengan sifat pendekatan kualitatif yang fleksibel, yang mengikuti pola pikiran
Menurut Moleong (2005:237), melalui penetapan fokus suatu penelitian, ada dua
hal yang dicapai oleh peneliti, yaitu: (1) membatasi studi dengan maksud untuk
bisa membatasi bidang penelitian (enquiry); (2) peneliti mengetahui secara pasti
bahwa data yang telah dikumpulkan adalah relevan dan mendukung fokus
penelitian.
urusan pendidikan.
180
dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu juga dijadikan pertimbangan
pemerintahan daerah dan non pemerintahan daerah yang ada kaitannya dengan
berikut:
(1) Kabupaten Gowa termasuk salah satu daerah otonom yang cukup matang
(2) Kabupaten Gowa adalah salah satu daerah otonom yang pernah menjadi
(3) Kabupaten Gowa memiliki letak geografis dan administratif yang sangat
Data yang digunakan pada penelitian terdiri dari data primer dan
(1) Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai
data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan
Kabupaten Gowa.
(2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini data
lebih banyak diperoleh melalui dokumen yang dirilis oleh BPS dan
Bappeda, seperti Gowa Dalam Angka dan Data Statistik Kabupaten Gowa.
Menurut Lincoln dan Guba (1985) dan Moleong (2005) bahwa sumber
dapat juga berupa data tambahan seperti dokumen, arsip laporan dan lain-lain.
183
Sumber data dalam penelitian ini meliputi manusia (informan), peristiwa dan
(1) Manusia sebagai informan, pada penelitian kualitatif posisi sumber data
diminta peneliti, tetapi informan bisa lebih memiliki arah dan selera dalam
menyajikan informasi yang dimiliki. Karena posisi ini, sumber data yang
Informan penelitian pada tabel di atas ditentukan melalui dua cara, yaitu:
(a) key person atau purposive sampling, yakni penunjukkan informan kunci
informasi obyek yang akan diteliti; dan (b) penunjukkan informan dengan
(2) Tempat dan peristiwa, tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai
dengan konteks dan setiap situasi sosial selalu melibatkan pelaku, tempat
konteks penelitian ini adalah akivitas yang terekam oleh peneliti dari
(3) Dokumen, Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat
situasi dan kondisi pada masa lampau yang sangat berkaitan erat dengan
kondisi peristiwa yang saat ini sedang dipelajari. Menurut Moloeng (2005)
yang berkaitan dengan aktivitas dan kondisi yang diperlukan sehingga bisa
memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan. Terhadap para informan digali
terlebih dahulu melakukan janji kepada para informan. Hal ini dilakukan
mengingat informan seringkali sibuk dengan aktivitas dan tugas rutinitas yang
waktu dan tempat wawancara, seringkali peneliti masih harus menunggu atau
menarik, yakni ada keengganan beberapa informan yang tidak ingin direkam
Esolon IV ke bawah. Namun, justru sebaliknya yang terjadi pada informan seperti
pimpinan SKPD yang diwakili oleh Sekretaris Dinas, Pimpinan DPRD diwakili
oleh Wakil Ketua DPRD, dan informan dari tokoh masyarakat serta stakeholders
yang lain. Para informan ini justru sangat antusias dalam memberi informasi
terkait dengan kebijakan dan program inovasi yang mereka anggap sukses
wawancara berupa informasi dan data ini betul-betul hanya untuk digunakan
dan informasi yang bersumber dari bahan yang tertulis, catatan suatu peristiwa
atau record yang diperoleh pada saat melakukan penelitian. Data-data sekunder
ini diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan masalah yang diteliti.
Data-data sekunder yang dibutuhkan terdiri dari beberapa jenis, yakni dokumen
Pada dasarnya data hasil studi dokumentasi ini digunakan sebagai data
juga melakukan penelusuran data sekunder dan informasi dari laporan hasil
penelitian pihak lain dan media informasi baik cetak (nasional dan lokal) maupun
media informasi online terutama melalui website resmi yang dimiliki pemerintah
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena, peneliti itu sendiri diasumsikan memiliki
diteliti, dan kesiapan peneliti memasuki obyek penelitian, baik secara akademik
dibalik informasi dan fenomena sosial yang ditemui di lapangan. Tidak ada suatu
instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi
kecuali manusia. Seperti dikatakan oleh Lincoln dan Guba (1985), bahwa para
data utama.
Alasan peneliti sendiri sebagai instrumen utama, karena antara lain: (1)
makna interaksi yang berbeda; (3) manusia dapat mengapresiasi dan menilai
alasan lain; (4) semua instrumen berbasis nilai (value based) dan berinteraksi
dengan nilai-nilai lokal tetapi hanyalah manusia dalam suatu posisi untuk
antar variabel melalui pengujian hipotesis, karena dalam penelitian ini penulis
kebutuhan analisis data penelitian, akan digunakan teknik analisis data Model
14 berikut ini.
pendekatan linier yang tetap. Seorang peneliti masuk dengan teks atau gambar
dan keluar dengan laporan atau narasi. Selama dalam spiral analisis, peneliti
Prosedur Contoh
Laporan
Penyajian, Matriks, Pohon,
Visualisasi Proposisi
Deskripsi, Konteks,
Klasifikasi, Kategori,
Penafsiran Perbandingan
Refleksi,
Pembacaan, Menulis Catatan
Memoing Seluruh Pertanyaan
Mengorganisasikan
Manajemen File,
Data Unit
Pengumpulan Data
(Teks, gambar)
data primer dan sekunder maupun data yang dalam bentuk teks dan gambar.
Pada tahapan kedua, akan dilakukan proses membaca (reading) dan membuat
pertanyaan penelitian. Pada tahapan ketiga, dilakukan deskripsi atas data yang
penelitian.
190
empat fokus penelitian yakni (1) proses pengembangan program inovasi; (2)
jenis-jenis program inovasi; (3) kapasitas inovasi pemerintahan daerah; dan (4)
konsep inovasi, seperti telah ditampilkan pada Bab II sebelumnya, sebagai alat
narasi (teks), bagan (pohon analisis) dan tabel matriks. Berdasarkan tahapan
analisis dalam pembahasan hasil penelitian yang divisualisasi dalam bentuk teks
Menurut Lincoln dan Guba (1985), Nasution (1988), dan Moleong (2005)
(1) Uji credibility atau validitas internal, yaitu uji kepercayaan data hasil penelitian
data apa saja yang telah diperoleh dan data mana saja yang dirasa masih
kurang. Data yang telah lengkap diarsip dan dibukukan (dicatat) secara
tersebut diambil. Pada tahapan ini, peneliti membuat laporan yang terurai
secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Gunanya agar orang lain
dan situasi sosial yang lain. Dalam rangka mendapatkan derajat validitas
eksternal maka data didasarkan pada konteks empiris setting penelitian yaitu
perspektif “emic” yang diterima oleh peneliti dan “etic” yakni perspektif yang
(3) Uji dependability (reliabilitas), yaitu suatu penelitian dikatakan reliabel jika
Pada uji dependability ini, peneliti harus mampu menunjukkan ”jejak aktivitas
memasuki lokasi, sumber data, analisis data, uji keabsahan data, sampai
hasil penelitian benar atau salah, peneliti akan senantiasa berkonsultasi dan
serta penafsirannya. Untuk hal ini, peneliti akan menyediakan sejumlah data
mentah, hasil analisis data dan catatan tentang proses yang digunakan.
(4) Uji confirmability (obyektivitas), yaitu suatu penelitian dikatakan obyektif jika
menyangkut kepastian asal usul data, logika penarikan data, dan penilaian
Research Focus
Proses Pengembangan Inovasi,
Jenis Program Inovasi, Kapasitas
Inovasi Pemerintahan Daerah
Penyusunan
Proposisi-Proposisi
Implikasi Penelitian:
Teoritis & Praktis
BAB V
Pada Bab V ini merupakan bagian yang menyajikan hasil penelitian dan
wawancara yang bersumber dari para informan, dan informasi dari berbagai
konsep serta hasil penelitian terdahulu. Di mana kajian teori, konsep dan hasil
penelitian terdahulu tentu yang berkaitan dan relevan dengan topik penelitian
sebagaimana telah disajikan pada Bab II, yang pada akhirnya tersusun proposisi-
urusan pendidikan, maka pada bagian berikut ini diuraikan aspek-aspek dengan
dalam urusan pendidikan; (2) penyelenggara urusan pendidikan; (3) program dan
kegiatan serta alokasi anggaran urusan pendidikan; dan (3) satuan pendidikan
sekolah. Setelah kemudian disajikan pula beberapa data dan informasi dari
ditentukan secara jelas dan rinci pada bagian lampiran peraturan pemerintah
secara jelas dan rinci berdasarkan sub bidang kewenangan. Kewenangan dalam
urusan pendidikan terbagi dalam 6 (enam) sub bidang kewenangan yakni: (a)
197
kebijakan, (b) pembiayaan, (c) kurikulum, (d) sarana dan prasarana, (e) pendidik
(1) Sub Bidang Kebijakan, terdiri dari sub sub bidang kebijakan dan standar.
Pada sub sub bidang kebijakan dan standar, pemerintah daerah memiliki
kabupaten/kota.
198
sesuai kewenangannya.
pendidikan pada pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar; dan (e)
pendidikan dasar
(5) Sub Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pada sub bidang ini,
perundang-undangan.
(6) Sub Bidang Pengendalian Mutu Pendidikan terdiri dari 4 (empat) sub sub
kabupaten/kota.
pendidikan nonformal.
mutu, meliputi: (a) Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan anak usia dini,
mutu; dan (d) Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan
yakni Dinas Pendidikan, Olah Raga dan Pemuda. Dinas ini secara legalitas
diatur dalam Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Kabupaten Gowa. Tugas pokok Dinas ini adalah
asas otonomi dan tugas pembatuan di bidang pendidikan, olah raga dan
pemuda.
201
Sementara itu, fungsi dari Dinas Pendidikan, Olah Raga dan Pemuda ini
(6) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai tugas dan
fungsinya.
Dalam Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2008 di atas diatur pula mengenai
Susunan dan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan, Olah Raga dan Pemuda,
yang meliputi: (1) Kepala Dinas; (2) Sekretariat yang melingkupi Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan, serta Sub
Kependidikan, dan Seksi Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar; (4) Bidang
Sarana dan Prasarana Pendidikan Non Formal dan Prasekolah; (6) Bidang Olah
Pemuda Kabupaten Gowa dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar ini
mengenai Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Strutural pada Dinas
Pendidikan, Olah Raga dan Pemuda. Kepala Dinas memiliki beberapa fungsi
yakni: (a) perumusan kebijakan teknis Dinas; (b) penyusunan rencana strategik
lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
pendidikan;
sasaran dapat dicapai sesuai dengan program kerja dan ketentuan yang
berlaku;
pengembangan karier;
(9) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
dan fungsinya;
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Kepala Dinas didukung oleh
lingkup Dinas.
kegiatan sub bagian; dan (d) penyelenggaraan evaluasi program dan kegiatan
sub bagian.
dan perlengkapan;
tugas;
kepegawaian;
dan pelaporan;
(10) Menilai prestasi kerja para Kepala Sub Bagian dalam rangka pembinaan
masalah;
pendidikan.
mutu pendidikan.
Selain Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga sebagai unsur utama
pula institusi atau lembaga lain yang memiliki peran penting dalam
Sekolah secara nasional diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pasal 25, menyatakan bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang
pada intinya menjelaskan bahwa kedua institusi tersebut memiliki peran penting
Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai mitra strategis dan sejajar bagi
Pendidikan berjumlah 11 orang yang berasal dari beragam latar belakang, yakni
dua orang pakar pendidikan, dua orang penyelenggara pendidikan, dua tokoh
pengusaha lokal, satu orang ulama (tokoh Muslim), satu tokoh masyarakat adat,
satu orang dari organisasi profesi, satu aktivis LSM, dan satu tokoh perempuan..
pendidikan yang dibuat oleh pihak pemerintah daerah dan sekolah. Dalam
konteks ini pula Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memberi pertimbangan
Pada bagian awal telah diuraikan visi dan misi pemerintah daerah
Kabupaten Gowa. Dalam pernyataan visi dan misi tersebut jelas nampak adanya
visi dan misi SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten
Pranata Sosial yang Kuat dan Berwibawa untuk Menciptakan Luaran dan
Hasil yang Handal”. Selanjutnya rumusan misi dinas ini tersusun dalam
dan misi tersebut maka dijabarkanlah beberapa program dan kegiatan dalam
Sumber: Peraturan Bupati Gowa No. 16 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2013
sebagaimana telah ditetapkan dalam RKPD Kabupaten Gowa untuk tahun 2013.
Program Pendidikan Anak Usia Dini; (2) Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar; (3) Program Pendidikan Menengah; (4) Program Pendidikan Non Formal;
Manajemen Pelayanan Pendidikan; (8) Program Dana Alokasi Khusus; dan (9)
honor dan Satuan Tugas pendidikan, renovasi ruangan dan pemasangan paving
untuk SD dan SMP, pembangunan laboratorium dan ruang untuk praktikum bagi
gratis. Program wajib belajar pendidikan dasar ini akan menggunakan anggaran
belajar pendidikan dasar ini bersifat fisik dan pengadaan fasilitas, kecuali yang
pendidikan menengah inipun masih lebih banyak yang bersifat fisik dan hanya
dua kegiatan yang bersifat nonfisik yakni menyangkut kegiatan akreditasi dan
(paket A, B, dan C). Kegiatan yang bersifat fisik adalah pembangunan gedung
(TK Borongara, MIS Parambe, dan anak prasekolah), rehabilitasi gedung (TK
alat bermain. Ada juga kegiata lainnya yakni pelaksanaan hari anak nasional,
dan pelaksanaan hari aksara nasional, serta biaya operasional bantuan alat
praktikum bantuan dari Jerman. Keseluruhan kegiatan pendidikan non formal ini
dibandingkan dengan kegiatan yang bersifat non fisik dan pengadaan barang.
tenaga kependidikan ini terdiri dari 12 jenis kegiatan. Jenis-jenis kegiatan yang
Berkelanjutan, pembinaan KKG SD, MGMP SMP MKPS, dan MKKS. Selain itu
terdapat pula kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan sertifikasi guru dan
terakhir kegiatan workshop bagi guru bidang studi tingkat SMA dan SMK.
33,931,200,000. Kemudian dari sifat kegiatan yang dirancang dalam program ini
214
siswa, guru, pengawas dan kepla sekolah yang berprestasi. Kegiatan pembinaan
kreativitas siswa teladan SMA/SMK, ikut serta dalam olimpiade sains nasional
(OSN) untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Kegiatan operasional UASBN SD dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 21,000,000,000. Anggaran dari alokasi
DAK ini biasanya berkaitan dengan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh SKPD
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Hal ini dibenarkan oleh salah
yang anggarannya salah satunya bersumber dari pemerintah pusat dalam bentuk
dalam RKPD, khususnya untuk SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah
indikator tersebut meliputi: (1) Angka Partisipasi Sekolah (APS); (2) Rasio
Ketersedian Sekolah/Penduduk Usia Sekolah; (3) Rasio Guru & Murid; (4) Angka
Putus Sekolah (DO); (5) Fasilitas Sekolah Kondisi Baik; (6) Capaian Layanan
PAUD; dan (7) Jumlah Guru Kualifikasi S1 / Diploma IV. Ketujuh indikator
tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada tampilan Tabel 29 berikut ini.
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2011 dan Gowa Dalam Angka
Tahun 2012
(APS) menurut tingkatan pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2010 dan
91,15% tahun 2010 dan 91,85% tahun 2011. Indikator APS tersebut memberikan
makna bahwa jumlah penduduk pada usia yang seharusnya sudah bersekolah
pada tingkatan pendidikan dasar (SD/MI) sudah mencapai 94,41% pada tahun
2010 dan 94,97% tahun 2011. Hal ini berarti masih terdapat penduduk pada usia
217
sekolah tersebut yang tidak bersekolah sekitar 5,59% pada tahun 2010 dan 5,3%
pada tahun 2011. Demikian halnya APS pada tingkatan pendidikan menengah
(SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK), bermakna juga bahwa pada tahun 2010 hanya
bersekolah dan tahun 2011 sudah meningkat menjadi 91,85%. Sebaliknya masih
terdapat sekitar 8,85% pada tahun 2010 dan 8,15% penduduk yang tidak
berada pada angka 1 : 43,93 untuk tahun 2010 dan 1 : 44,23 tahun 2011. Hal ini
dua tahun tersebut. Kemudian tergambar pula indikator berdasarkan rasio antara
ketersediaan guru dengan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu. Rasio
antara guru dan murid ini akan memberikan makna tentang kondisi ideal antara
guru yang memberi pengajaran dengan murid sekolah pada jenjang pendidikan
tertentu.
pada tahun 2010 hanya 0,20% dan tahun berikutnya 0%. Sementara untuk
pendidikan menengah pada tahun 2010 masih ada sekitar 0,10% dan tahun
sekolah berdasarkan tabel... di atas terdapat 418 unit sekolah pada tahun 2010
dan tahun 2011 menjadi 419 unit untuk jenjang pendidikan dasar. Sedangkan
untuk jenjang pendidikan menengah tahun 2010 terdapat 118 unit dan tahun
2011 meningkat menjadi 122 unit, serta untuk sekolah pada tingkatan PAUD,
(S1) dan atau Diploma IV (Akta IV) pada semua jenjang pendidikan. Menurut
218
data Tabel 28 pada tahun 2010 baru sekitar 69,66% guru yang memenuhi
indikator tersebut. Kemudian pada tahun 2011 sudah meningkat menjadi 74,73%
guru yang berkualifikasi S1 dan atau pendidikan Diploma IV. Dengan demikian
berarti bahwa sampai tahun 2011 masih terdapat sekitar 25% guru di Kabupaten
Gowa yang belum berkualifikasi ijasah S1 dan atau Diploma IV (Akta IV).
pendidikan ini dapat dinilai dalam beberapa jenis indikator meliputi: (1) Angka
Partisipasi Kasar (APK); (2) Angka Partsipasi Murni (APM); (3) angka kelulusan;
dan (4) angka yang melanjutkan kejenjang sekolah yang lebih tinggi.
sekolah SD (sederajat), angka partisipasi kasar (APK) pada tahun 2010 berada
pada 116,00% dan meningkat menjadi 16,65% pada tahun berikutnya. Untuk
tingkatan sekolah SMP (sederajat), APK mencapai 97,66% pada tahun 2010 dan
(sederajat) nilai APK tahun 2010 mencapai 94,23% dan setahun kemudian
mengalami peningkatan. Hal tersebut bermakna bahwa dari tahun 2010 ke tahun
2011 terjadi peningkatan rasio jumlah penduduk yang memiliki usia bersekolah
Indikator Capaian
Tingkat Angka Angka
Tahun Angka Angka
Sekolah Partisipasi Kasar Partisipasi Murni
Kelulusan Melanjutkan
(APK) (APM)
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2011 dan Gowa Dalam Angka
Tahun 2012
tertentu. Oleh karena itu, berdasarkan Tabel 30 bahwa APM pada jenjang
mencapai 83,70% untuk tahun 2010 dan menjadi 84,20 pada tahun 2011.
Selanjutnya APM untuk tingkatan sekolah SMA (sederajat) pada tahun 2010
hanya 68,90% menjadi 71,20% pada tahun berikutnya. Nilai indikator APM yang
Kabupaten Gowa jika dilihat dari indikator APM pada masing-masing jenjang
sekolah.
angka melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi. Seperti nampak pada
pernah mancapai 100% yakni pada tahun 2011. Selanjutnya indikator angka
melanjutkan kejenjang sekolah lebih tinggi dapat disimak bahwa untuk murid SD
tahun 2010 dan pada tahun 2011 angka melanjutkan mencapai 99,83%.
untuk tahun 2010 dan meningkat manjadi 91,25% pada tahun berikutnya.
pendidikan, siapa penyelenggara urusan pendidikan, dan apa saja yang menjadi
yang berkaitan dengan unit penyelenggara pendidikan atau yang juga disebut
dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pengertian ini
dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
terutama jalur pendidikan formal bisa dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 17
bentuk dan jenis satuan pendidikan anak usia dini (PAUD) jalur pendidikan
formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) atau
bentuk lain yang sederajat (Pasal 63). Kemudian mengenai bentuk satuan
pendidikan dasar jalur formal yang pada umumnya berbentuk SD, MI, SMP, MTs,
dan bentuk lain yang sederajat (Pasal 68). Bentuk dan jenis satuan pendidikan
menengah biasanya berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang
Perlu juga dikemukakan bahwa satuan pendidikan yang ada selama ini
negeri dan sekolah swasta. Adapun yang dimaksud sebagai sekolah negeri
yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (daerah), mulai dari sekolah
tinggi. Sementara itu sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh
yayasan pendidikan.
faktor yang antara satu dengan lainnya saling terkait dan mendukung untuk
sekolah terdiri dari komponen masukan (input), proses (process), dan keluaran
bagi sistem sekolah. Komponen input inilah yang berproses dalam bentuk
juga memiliki visi dan misi yang ingin diwujudkan melalui proses manajemen
sekolah. Sekolah yang tedapat di Kabupaten Gowa pada umumnya memiliki visi
visi: Menjadi Sekolah yang Unggul Dalam Prestasi Luhur Dalam Budi
(5) Mewujudkan warga sekolah yang sehat jasmani, rohani, sejahtera lahir
Selain itu, pada tingkatan pendidikan dasar pun misalnya di SMP Negeri
Prestasi, Imtaq dan Iptek serta Menyiapkan Peserta Didik yang Mandiri,
Terampil dan Berkarya. Adapun misi SMP Negeri 1 Tinggimoncong ini adalah:
berwawasan profesional.
yang profesional.
yang memiliki potensi dibidang IMTAQ dan IPTEK; (2) Membentuk sumber daya
manusia yang aktif, kreatif, inovatif sesuai dengan perkembangan zaman. Dan
berdasarkan jumlah sekolah, jumlah guru, dan jumlah murid pada masing-
masing tingkatan sekolah, maka berikut ini disajikan tabel yang berisi tentang
SMA / SMK
64 64 1.389 1.350 12.319 11.971
/ MA
pada tahun 2010 adalah 899 unit. Kemudian tahun 2011 jumlah sekolah ini
bertambah menjadi 925 unit. Berarti terjadi peningkatan jumlah sekolah sekitar
26 unit dalam masa tersebut. Peningkatan jumlah sekolah terutama terjadi pada
sekolah TK/PAUD yakni dari 209 pada tahun 2010 menjadi 218 tahun berikutnya
dan pada sekolah SMP/MTs pada tahun 2010 hanya 139 kemudian menjadi 155
unit pada tahun 2011, serta sekolah SLB juga ada penambahan dari 4 sekolah
mengajar pada satuan pendidikan sekolah tertentu. Terkait hal ini pada Tabel 5.4
Gowa untuk tahun 2010 dan 2011. Tahun 2010 jumlah guru secara keseluruhan
adalah 8.650 orang dan pada tahun 2011 menjadi 8.704 orang. Jumlah guru ini
sudah termasuk guru yang mengajar di sekolah negeri maupun di sekolah yang
Murid adalah kelompok peserta didik yang terdaftar dan aktif mengikuti
karakteristiknya merupakan salah satu komponen input baku dalam suatu sistem
satuan pendidikan sekolah. Menurut data Tabel 5.4 di atas pada tahun 2010
jumlah murid di Kabupaten Gowa terdapat 119.157 murid sekolah yang terdaftar
terjadi peningkatan jumlah murid menjadi 142.091 orang. Hal ini berarti dari
tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi penambahan murid sekolah sebanyak 22.934
dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, diperoleh gambaran
bervariasi menurut tingkatan pendidian yang dijalani. Berikut ini pada Tabel 31
akan disajikan rincian kebutuhan biaya pendidikan yang dirinci menurut, kategori
daerah (terpencil dan kota) untuk setiap anak didik pada tiap tingkatan sekolah.
226
yang disajikan di atas pada dasarnya adalah data yang berhubungan proses
pemerintahan daerah, berikut ini beberapa data dan informasi yang diperoleh
peneliti di lapangan.
menuturkan bahwa:
pendidikan, yakni Wakil Ketua DPRD Gowa yang kini jadi anggota DPRD
bernama Kepala Daerah (Bupati) dan DPRD. Oleh karena itu, mekanisme
Ketika dikonfirmasi siapa saja yang terlibat dalam proses politik tersebut,
bahwa pada tahap ini, stakeholder’s tetap dilibatkan tetapi hanya terbatas hanya
pada saat hearing dan sosialisasi program saja. Hal tersebut terjadi karena
Satuan Pendidikan
SEKOLAH
yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah Kabupaten Gowa saat ini. Pada
dalam dua alur proses yakni pertama, alur horisontal yang memberikan
inovasi. Pada alur horisontal ini yang terjadi sebetulnya adalah proses
operasional ini pada dasarnya adalah proses menjalankan kebijakan daerah atau
229
pemerintahan daerah Kabupaten Gowa, maka dapat dilihat dalam dua tahapan
proses yaitu proses politik dan proses manajerial. Pertama yakni proses politik,
pada institusi Kepala Daerah dan DPRD yang dipilih melalui mekanisme
daerah masih didominasi oleh pihak pemerintah daerah dalam hal ini pihak
Dispora sebagai leading sector dan pihak komisi bidang pendidikan dalam
lembaga DPRD. Atas dasar kenyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa,
inovasi dalam urusan pendidikan (SPAS, Pendidikan Gratis, PDEP dan Satgas
disebut proses manajerial. Dalam proses manajerial ini Bupati sebagai Kepala
pendidikan dibantu oleh instrumen perangkat daerah yakni Dinas Pendidikan dan
Pemuda Olah Raga (Dispora) dan UPTD terkait (Satuan Pendidikan). Dalam
konteks ini, posisi Dispora dibawah kendali seorang Kepala Dinas dapat
fakta yang tergambar dari penyajian hasil penelitian sebelumnya, bahwa fungsi-
program SPAS, Pendidikan Gratis, PDEP, dan Satgas Pendidikan. Dalam proses
belum juga sepenuhnya memiliki nilai inovasi yang kuat (lemah). Hal ini nampak
dari proses implementasi kebijakan dan program dilapangan yang masih lebih
pemerintah. Salah satu misi untuk menuju tercapainya visi tersebut adalah
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berbasis pada pemenuhan hak-
hak dasar masyarakat. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan rumusan
visi dan misi tersebut adalah meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Oleh karena itulah, maka pemerintah daerah Kabupaten Gowa menyadari bahwa
231
salah satu aspek pembangunan yang harus diprioritaskan untuk mencapai tujuan
dan sasaran meningkatkan capaian IPM adalah fokus pada pelayanan publik di
dilakukan oleh lembaga yang bernama The Fajar Institute Pro Otonomi (FIPO).
Pada tahun 2010, FIPO memberikan penghargaan Fajar Institute Pro Otonomi
berbagai kebijakan dan program inovatif yang telah dilakukan dalam bidang
pendidikan.
Terdapat empat kebijakan dan program inovatif yang telah dirancang dan
tersebut adalah (1) Pengembangan Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS); (2)
Pembebasan Biaya Sekolah bagi Siswa SD-SMA (wajar 12 tahun); (3) Sistem
Pembelajaran Berbasis Cinema Class atau Program D’Emba Education; dan (4)
diluncurkan pada tahun 2005 oleh pemerintah daerah Kabupaten Gowa, diawal
kepemimpinan Bupati Ichsan Yasin Limpo dan Wakil Bupati Abdul Razak
Badjidu. Ide pengembangan pendidikan anak saleh ini muncul dari bupati sendiri,
sebagai respon terhadap adanya fakta bahwa saat itu masih ada anak-anak
yang sudah memasuki usia sekolah belum dapat membaca dan menulis Latin
serta masih banyak pula anak-anak sekolah yang belum bisa dan lancar
membaca Alquran. Hal ini dibenarkan oleh informan yakni Kabid Pendidikan Non
Formal dan Pra Sekolah, yang berinial StR. yang waktu itu belum menjabat
Jadi nampak bahwa program SPAS ini menjadi terobosan awal dari
bupati yang baru terpilih. Terobosan ini muncul karena adanya kenyataan sosial
mana keluarga miskin tersebut rata-rata memiliki anak berusia sekolah yang
belum mampu membaca baik Latin maupun Alquran. Dengan kata lain bahwa
SPAS ini adalah sarana pendidikan untuk anak-anak putus sekolah, atau bagi
Oleh karena itu, sebagai program terobosan dari Bupati Gowa, program
pengembangan SPAS perlu digali lebih jauh bagaimana gambaran utuh dari
program SPAS ini dikembangkan dan hal-hal yang menonjol sehingga program
SPAS ini dapat dikategorikan sebagai program unggulan yang bernilai inovasi.
233
khusus yakni baca tulis Latin dan Alquran, melalui jalur pendidikan nonformal.
pendidikan SPAS ini didasarkan pada kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,
dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat.
Dimana pada saat itu, tahun 2005, indikator Angka Melek Huruf (AHM) hanya
mencapai 78% (Gowa Dalam Angka, 2010). Indikator AHM ini menunjukkan
bahwa hanya 78% dari jumlah penduduk berusia produktif (15 tahun ke atas
yang memiliki kemampuan baca tulis dan sebaliknya masih tersisa sekitar 22%
penduduk berusia produktif (15 tahun ke atas) yang mengalami buta aksara.
Bahkan daerah Kabupaten Gowa waktu itu termasuk satu dari tiga kabupaten
Selanjutnya informan Bapak SpM. Sekretaris Dispora pada saat itu juga
........Pada tahun 2005, kami alokasikan sebesar Rp. 8,6 Miliar anggaran
untuk program mengetasan buta aksara di daerah ini. Tetapi perlu
diketahui bahwa anggaran itu, tidak seluruhnya untuk SPAS saja, karena
ada juga beberapa organisasi lain seperti organisasi perempuan, LSM
pemerhati pendidikan, dan kelompok Majelis Taqlim ikut
menyelenggarakan program akselerasi buta aksara ini..... (Wawancara, 2
Oktober 2013)
diketahui bahwa ada perhatian dan komitmen politik yang tinggi dari pemerintah
daerah terutama Bupati Kabupaten Gowa untuk mengatasi masalah yang dialami
dalam bidang pendidikan yakni tingginya buta aksara. Terbukti misalnya dari
program SPAS ini menjadi wewenang Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah
ini berasal dari warga setempat, yang kemudian dilegitimasi oleh pemerintah
Gambar 18. Salah Satu Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) Kelurahan
Bontonompo Sungguminasa Kabupaten Gowa
pengajar atau guru sanggar sebanyak dua atau tiga orang di setiap sanggar.
236
Tenaga pengajar ini berasal dari warga setempat. Status tenaga pengajar ini
diangkat menjadi pegawai tidak tetap (pegawai honorer) daerah. Karena mereka
insentif setiap bulan dari anggaran daerah yang dialokasikan khusus untuk
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Di mana orang yang ditunjuk dalam
SPAS ini cukup banyak, pengelola tingkat desa saja ada 300 orang di mana
miskin yang berusia 6-13 tahun. Mereka diberikan pelajaran membaca huruf
Latin dan hijriyah (Al Quran) dengan waktu belajar pukul 16:00-18:00 WITA yang
diakhiri dengan shalat berjamaah bagi anak – anak. Dan juga mata pelajaran
lainnya agar mereka bisa meneruskan ke sekolah formal jika memenuhi syarat
diperuntukkan bagi orang tua yang belum dapat baca tulis Latin dan Al Quran.
Hal ini dipaparkan oleh Yunus (2012:17) melalui makalahnya dalam salah satu
Jenis materi yang diajarkan oleh guru atau tutor kepada santri SPAS tidak
hanya menyangkut pengetahuan dan keterampilan baca tulis tetapi juga materi
237
yang terkait dengan pendidikan akhlak yang Islami. Demikiam pula dari segi
santri SPAS itu sendiri, ternyata tidak hanya diikuti oleh anak-anak yang masih
berusia 6-13 tahun tetapi juga diikuti oleh orang dewasa. Santri yang sudah
dewasa adalah mereka yang kebanyakan orang tua dari santri SPAS juga. Hal
inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari program SPAS ini dalam
oleh 700 orang santri. Diantara 700 orang santri yang mengikuti ujian tersebut
sebenarnya terdapat 200 orang santri yang merupakan anak putus Sekolah
tetap disamakan dengan yang lainnya. Hasil ujian perdana dari SPAS ini
akhirnya meluluskan ke 700 santri yang telah mengikuti ujian. Kemudian mereka
diberikan ijasah yang disetarakan dengan ijasah program Paket A. Ujian perdana
SPAS ini dipantau langsung dan sekaligus dilakukan evaluasi terhadap program
2007, program SPAS ini sudah mendapat apresiasi dari pemerintah pusat.
pemerintah daerah Kabupaten Gowa dinilai memiliki komitmen yang tinggi dalam
Pada tahun 2009, program Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) ini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Selain itu, juga untuk menjaga
diajarkan selama ini di SPAS tidak mengalami perubahan. Kecuali syarat usia
bagi santri yang berubah, jika sebelumnya santri SPAS berumur 6-13 tahun,
maka setelah terintegrasi dengan PAUD usia santri berubah menjadi 6 tahun
program yang benar-benar baru muncul ketika dicanangkan pertama kali oleh
Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo, pada tahun 2005. Program SPAS belum
pada periode lalu merupakan program yang bernuansa inovasi. Para informan
Komisi 4 DPRD Gowa, yakni Bapak MkS. yang membidangi masalah pendidikan
adalah memiliki kebaruan atau sesuatu baru dan belum. Demikian halnya suatu
masyarakat setempat. Hal lain yang didapatkan dari hasil wawancara dengan
informan Mks. di atas adalah secara tersirat anggota DPRD dari Komisi 4 ini,
bahwa:
Gowa bernada diplomatis, tetapi secara tegas bahwa DPRD secara institusi akan
pada saat pembahasan RKPD untuk disahkan dan ditetapkan dalam suatu
peraturan daerah dan penetapan alokasi anggarannya dalam APBD. DPRD tidak
terlibat dalam proses perencanaan karena hal tersebut merupakan wilayah kerja
murni gagasan dari pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Gowa tanpa
daerah.
Penilaian yang senada dengan dua keterangan dari informan MkS. dan
informan RmS. juga muncul dari informan lainnya yakni seorang pemerhati
pendidikan dan berprofesi sebagai wartawan media lokal. Informan ini pernah
program SPAS merupakan salah satu program pemerintah daerah yang memiliki
nilai inovasi karena memberi kontribusi nyata dalam mendukung misi pemerintah
The Fajar Institute Pro Otonomi (FIPO). Lembaga FIPO yang didirikan oleh
Koran Harian Fajar pada tahun 2008 yang lalu. FIPO ini adalah lembaga
dari pemerintah pusat dalam bentuk penghargaan Aksara Anugerah Utama dan
lembaga lain seperti FIPO yang menilai bahwa program SPAS adalah program
kritikan adalah dari pihak DPRD dan para pemerhati pendidikan (LSM). Informan
dari Ketua Komisi 4 DPRD Kabupaten Gowa yang berinisial MkS. Misalnya
Kemudian kritikan terhadap program SPAS ini juga muncul dari kalangan
pemerhati pendidikan (LSM). Misalnya dari informan KrB. Informan aktivis LSM
kemitraan dalam pengembangan program SPAS ini. Tidak hanya pebisnis tetapi
(Muhamadyah dan NU), organisasi profesi (PGRI) dan juga organisasi pemuda
pendidikan yang digunakan oleh satuan pendidikan sekolah. Oleh karena itu,
47, 48, dan 49 dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut telah mengatur tentang
masyarakat pada Pasal 2 Ayat 1 tersebut adalah (a) penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat; (b) peserta didik, orang tua atau wali
peserta didik; dan (c) pihak lain selain yang dimaksud dalam poin (a) dan poin
(b). Makna pihak lain disini adalah pihak yang mempunyai perhatian dan peranan
diuraikan pula bahwa jenis biaya pendidikan (Pasal 3) meliputi: (a) biaya satuan
biaya pribadi peserta didik. Pada jenis biaya pendidikan, yang menjadi tanggung
jawab peserta didik, orang tua/wali adalah pendanaan menyangkut biaya pribadi
peserta didik (Pasal 47). Menurut penjelasan dalam lampiran PP ini bahwa
makna dari biaya pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
No. 48 Tahun 2008 adalah agar dipahami tentang adanya pedoman dasar
244
saat ini. Termasuk kebijakan dan program pembebasan biaya sekolah yang
dengan istilah BOS. Hingga kini, kebijakan mengenai BOS yang anggarannya
bersumber dari APBN dan BOSDA yang anggarannya dari APBD, masih
akses pendidikan bagi warganya. Daerah tidak hanya terpaku pada kebijakan
BOS dan BOSDA tersebut, tetapi dikreasikan dalam bentuk program yang
pembebasan biaya sekolah bagi siswa- siswa atau program pendidikan gratis ini,
kebijakan pengelolaan program tersebut. Selain itu disajikan pula hal-hal apa
saja yang dapat menjadi jastifikasi sehingga program pendidikan gratis dinilai
perhatian dan respon dari berbagai pihak. Perhatian dan respon muncul dari
245
lainnya. Perhatian dan respon dari banyak pihak tersebut tentu bervariasi dan
berbeda-beda. Mulai dari respon yang sangat positif melalui apresiasi yang tinggi
sampai pada respon yang bersifat sebaliknya dan berpandangan kritis terhadap
progran tersebut. Untuk memahami lebih jauh program tersebut, pada bagian ini
dikemas dalam wujud program pendidikan gratis di Kabupaten Gowa saat ini.
Gowa dipayungi oleh Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2008 tentang
pembebasan biaya sekolah bagi siswa-siswa sekolah atau dengan istilah yang
lebih populer disebut sebagai “program pendidikan gratis”, pada dasarnya sudah
......dulu sebelum adanya Perda No. 4 tahun 2008 dan Perbud No. 8
tahun 2008 tentang pendidikan gratis, kita sudah menerapkan program
pendidikan gratis dengan membebaskan siswa (orang tua) dari biaya-
biaya sekolah di tingkat SD dan SMP. Anggaran yang digunakan untuk
program tersebut berasal dari anggaran BOS pendidikan gratis yang
dicanangkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2005. Dana BOS pusat
dihitung per siswa dan penyalurannya langsung kesekolah masing-
masing. Namun khusus SMA di Kabupaten Gowa baru tahun 2007 bisa
direalisasi melalui BOS Daerah (BOSDA). Dimana waktu itu, dialokasikan
melalui APBD sebesar Rp. 35.000 perbulan untuk setiap siswa.....
(Wawancara, 2 Oktober 2013)
246
gratis mulanya didasarkan pada kebijakan pemerintah pusat sejak tahun 2005 di
masa awal pemerintahan Presiden SBY-JK. Tujuan dari kebijakan ini adalah
siswa miskin yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Kebijakan pemerintah
sampai pada SD dan SMP saja tetapi dikembangkan sampai pada tingkat SMA.
Kebijakan perluasan cakupan BOS sampai tingkat SMA oleh pemerintah daerah
disebut BOS Daerah (BOSDA) karena dananya berasal dari APBD. Misalnya
kebijakan pemerintah daerah kabupaten Gowa pada tahun 2007, alokasi BOSDA
dalam APBD untuk jenjang SMA nilainya sebesar Rp 35,000 perbulan untuk
setiap siswa. Saat ini alokasi BOSDA untuk tingkat SMA perbulan bagi setiap
siswa tentu sudah berbeda karena jenis kebutuhan juga mengalami perubahan.
BOSDA kabupaten Gowa adalah komponen biaya tambahan bagi BOS program
selama ini. Demikian halnya dana sharing dari provinsi atau BOSDA provinsi
pula secara nasional, dana pendidikan gratis 60% subsidi pemerintah pusat
dalam bentuk Dana BOS dan 40% adalah Dana BOSDA yang menjadi kewajiban
berdiri sendiri. Akan tetapi merupakan program yang terintegrasi dan rangkaian
dari program pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah provinsi dan
kebijakan program gratis ini melalui Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 11
baru disahkan dan ditetapkan pada tahun berikutnya, yakni Peraturan Daerah
dimulai sejak Juli 2008 melalui Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2008 tersebut.
Bupati Gowa No. 8 Tahun 2008 yang mengatur tentang penyelengaraan program
gratis di Gowa adalah tindak-lanjut dari kebijakan pendidikan gratis versi provinsi
sebagian dana untuk realisasi progran pendidikan gratis merupakan dana yang
berasal dari pemerintahan yang lebih tinggi (provinsi dan pusat). Hal inidiperkuat
pula oleh Bupati Ichsan Yasin Limpo yang pernah menyatakan bahwa pada
(Kompas, 22/1/2009).
248
bersumber dari APBN dan BOSDA yang berasal dari APBD kabupaten Gowa
serta dukungan dana sharing dari provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011
Dana BOS yang dikucurkan dari pemerintah pusat berjumlah Rp 48,01 miliar
untuk membiayai 82.251 siswa SD dan 26.956 siswa SMP, sementara dana
sebagai dana pendamping BOS SD dan SMP serta untuk membiayai operasional
siswa SMA yang berjumlah 16.662 siswa. Jika ditotal dana BOS yang digunakan
untuk pendidikan gratis dari tiga sumber yakni dana BOSDA kabupaten, BOSDA
provinsi (dana sharing) dan dana BOS dari pemerintah pusat, maka jumlahnya
gratis di kabupaten Gowa ditunjang oleh Perda No. 4 Tahun 2008 dan Perbup
No. 8 Tahun 2008. Kedua jenis peraturan tersebut tentu saja menjadi legitimasi
perda dan perbup tersebut menjadi penanda bahwa kebijakan pendidikan gratis
salah seorang informan yakni Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gowa yakni Bpk.
bahwa:
yang dikemas dalam bentuk program pendidikan gratis, yang diinisiasi oleh
bupati Gowa mendapat political supporting yang cukup besar dari lembaga politik
DPRD. Namun demikian, tetap mendapat catatan dari DPRD bahwa disamping
mutu sumber daya pendidikan yang dimiliki. Sumber daya pendidikan ini terdiri
dari sarana dan prasarana sekolah, ruang kelas, guru, pengelola satuan
menyatakan bahwa:
kabupaten Gowa dapat dilihat penerapannya pada satuan pendidikan atau unit
gratis tersebut. Untuk membuktikan lebih jauh, perlu kiranya disajikan beberapa
fakta realisasi program pendidikan gratis yang sudah dirasakan oleh masyarakat
Kecamatan Somba Opu yang memiliki 386 siswa. Berdasarkan informasi yang
apapun mulai dari uang pendaftaran, iuran bulanan, buku pelajaran, Lembar
Kerja Siswa (LKS), uang ujian, kegiatan ekstrakurikuler, uang infaq termasuk
seorang siswa yang sempat peneliti temui bernama Nurul Alifah dan Nur Azizah
......di sini enggak ada pungutan sama sekali, semuanya gratis, walaupun
sekolahnya bertaraf internasional, kita (siswa sekolah sekelas) seminggu
sekali menggunakan fasilitas laboratorium komputer tanpa dikenakaan
biaya......(Wawancara, 15 November 2013).
karena berdasarkan data yang peneliti peroleh, sekolah ini didukung oleh dana
BOS sebesar Rp 153,24 juta pertahun, ditambah dana pendidikan dari APBD
kabupaten Gowa sebesar Rp 100 juta pertahun dan dana pembuatan LKS
150 juta ketika sekolah ini menjadi juara terbaik ke-2 tingkat nasional untuk
251
ini, seluruh siswa tidak dimintai uang pungutan apapun, bahkan sebanyak 30
ribu pertahun. Seorang informan dari orang tua siswa bernama Ibu Muliyana,
yang masih menumpang dirumah orang tuanya, suaminya hanya buruh harian
terlaksana berkat adanya dukungan dana BOS sebesar Rp 546,63 juta pertahun,
penerapan SSN sebesar Rp 120 juta pada tahun 2008. Meskipun ada
pendidikan gratis, tetapi SDN Bontokamase tetap berbagai prestasi telah diraih
sekolah yang memiliki 12 kelas ini, antara lain juara lomba Matematika se-Sulsel
pertahun dan biaya pendidikan SSN dari APBD sebesar Rp 50 juta pertahun. Di
sekolah yang memiliki 940 siswa, seluruh siswa tidak dikenakan biaya baik
252
.......selain dana BOS yang dikucurkan setiap tahunnya, sekolah ini juga
mendapat bantuan dana pembinaan penerapan SSN sebesar Rp. 100
juta pertahun. Siswa-siswa sama sekali tidak dibebankan biaya sekolah,
akibatnya setelah program ini jalan, peminat masuk disekolah ini semakin
banyak.... (Wawancara, 21 November 2013)
sehingga kegiatan belajar-mengajar untuk tiga kelas dialihkan pada siang hingga
sore hari. Kapasitas ruang kelas di sekolah ini sebanyak 24 ruangan, sementara
ditorehkan sekolah ini antara lain juara 1 Pramuka tingkat Provinsi Sulsel, juara
Olimpiade Sain Nasional untuk pelajaran IPA, Matematika dan Biologi tingkat
membludak dari 300 siswa menjadi 845 siswa, karena itulah di sekolah ini telah
karena ruang kelas yang tersedia 7 kelas, sementara siswa sebanyak 10 kelas, 3
kelas dilakukan jam pelajaran pada sore hari. Penerapan sekolah gratis di
sehingga total dana yang diterima sekolah ini mencapai Rp 354,9 juta pertahun.
yang tegas tentang larangan berbagai pungutan oleh pihak sekolah yang
253
Dalam perda yang disahkan pada 28 Maret 2008 ini kepala sekolah atau
guru termasuk komite sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apa
pun kepada orangtua siswa, minimal 14 jenis pungutan yang dilarang dan
tertuang dalam perda yakni (1) permintaan bantuan pembangunan, (2) bantuan
dengan alasan dana sharing, (3) pembayaran buku, (4) iuran Pramuka, (5)
pembayaran lembar kerja siswa, (6) uang perpisahan, (7) uang foto, (8) uang
ujian, (9) uang ulangan/semester, (10) uang pengayaan/les, (11) uang rapor, (12)
uang penulisan ijazah, (13) uang infak dan (14) serta segala jenis pungutan yang
sanksi berat baik administrasi maupun pidana. Sebagai contoh seorang kepala
sekolah yang melanggar akan dicopot dari jabatannya dan dikembalikan sebagai
guru biasa, bagi guru atau tenaga administrasi yang terbukti melakukan
sementara bagi guru kontrak atau honorer yang melakukan pungutan akan
hadirnya perda yang mengatur secara tegas tentang larangan berbagai pungutan
tersebut telah menjadi momok menakutkan bagi pihak sekolah. Buktinya perda
ini telah “memakan korban” di mana hingga tahun 2010 sebanyak 27 guru dan
kepala sekolah telah dicopot dari jabatanya dan diberhentikan dari kegiatan
tidak memungut biaya apapun dari siswa, tetapi lebih memaksimalkan anggaran
254
yang diterima dari BOS, dana APBD kabupaten dan bantuan dana dari provinsi.
karena tidak ada program dari Dispora setempat yang memberikan makanan
tambahan.
orang tua dari berbagai jenis pembiayaan sekolah telah diuraikan di atas.
biaya sekolah yang dikemas dalam bentuk program pendidikan gratis diprakarsai
oleh Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo. Kebijakan ini adalah salah satu bentuk
political will dan komitmen bupati sebagai kepala daerah dan kepala
Program pendidikan gratis tersebut tentu tidak lahir begitu saja tetapi dilatari oleh
adanya fakta bahwa akses masyarakat terhadap pendidikan masih minim dan
(pengaturan) dalam wujud peraturan daerah yang diajukan kepada DPRD untuk
dibahas, disetujui dan disahkan. Maka terbitlah Peraturan Daerah (Perda) No. 4
kebijakan tersebut bupati juga menerbitkan Peraturan Bupati Gowa No. 8 Tahun
bentuk peraturan daerah dan peraturan bupati sebagaimana pada poin pertama
dan kedua, diianggap masih memiliki titik lemah karena nampaknya belum
diterbitkanlah Perda No. 10 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar. Perda No. 10
tahun 2009 ini pada prinsipnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dan orang tua/wali siswa terhadap
proses pendidikan anaknya. Bahkan dalam perda ini, diatur tentang sanksi bagi
Peraturan Bupati Gowa No. 8 tahun 2008. Tanggung jawab pengurusan dan
pelaksanaan program ini, tentu terletak pada perangkat daerah yang mengurusi
urusan pendidikan yakni Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. SKPD
Dispora inilah yang mengelola menurut tugas pokok dan fungsi dari bidang-
bidang yang terkait, agar program pendidikan gratis ini dapat terealisasi secara
efektif.
menunjuk pegawai tata usaha atau seorang guru untuk menjadi bendahara.
Bendahara inilah kemudian yang mengurusi dana pendidikan gratis yang sudah
tingkatan sekolah, baik sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah daerah
program yang berdiri sendiri. Dalam pengertian bahwa program ini merupakan
pusat.
relevansinya adalah untuk meningkatkan akses masyarakat (orang tua dan anak)
materi pelajaran oleh siswa-siswa maupun kualitas cara dan metode mengajar
tujuan pokoknya untuk peningkatan kualitas guru dan peserta anak didik dalam
tradisi dan budaya lokal masyarakat Gowa. Sementara secara etimologi istilah
Punggawa D’Emba itu sendiri rupanya diambil dari istilah bahasa Makassar,
yakni istilah Punggawa berarti pemimpin atau orang yang memiliki pengaruh
kekuasaan dan istilah D’Emba memiliki makna Daeng Emba yaitu sebuah nama
dari seorang tokoh lokal yang memiliki pengaruh dan dihormati karena
daerah di dalam negeri dan luar negeri yang dianggap sukses dalam
daerah (Bupati), pihak Dispora, dan anggota DPRD yang membidangi masalah
pendidikan.
tentu saja tidak berjalan mulus. Sehingga program ini tidak secara langsung
pihak (orang) yang ahli dan profesional. Tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
pemerintah daerah. Oleh karena itu dibuka peluang bagi keterlibatan pihak di
tahun 2009. Pada saat itu anggaran yang dikucurkan untuk program ini sebesar
kecamatan.
yang diperoleh peneliti, untuk tahun anggaran 2010 telah dikucurkan anggaran
sebesar Rp. 2.497.000.000,- lebih besar sekitar 25% dari anggaran sebelumnya.
Pada tahun 2010 jumlah sekolah yang menjadi sasaran adalah sebanyal 25
kecamatan.
kecamatan. Demikian pula pada tahun 2012 ketika penelitian ini sedang
dengan Keputusan Buati yang mengatur tentang sekolah mana saja sebagai
Gowa tersebut menjadi dasar hukum bagi SKPD Dispora dan sekolah-sekolah
tersebut, sejak dicanangkan tahun 2009 sampai tahun 2012 kenyataannya selalu
bertambah. Target cakupan sekolah hingga tahun 2012 sudah berjumlah 225
sekolah. Namun jumlah tersebut belum mancapai 50% dari total jumlah sekolah
telah menargetkan bahwa pada tahun 2015, 100% dari seluruh sekolah yang
D’Emba Education Program dari aspek legitimasi politik tidak menjadi persoalan,
karena diakui oleh pihak DPRD bahwa ini adalah salah satu program yang
sangat strategis untuk mendorong agar kualitas pendidikan bisa menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, posisi DPRD sebagai lembaga yang memiliki fungsi
strategis tersebut.
aspek legitimasi politik, dan berapa anggaran yang dibutuhkan, maka berikut ini
Program (PDEP) ini berjalan tentu berkaitan dengan aspek teknis dari model
bahwa:
yang berbasis pada teknologi audio visual menciptakan suasana baru di dalam
baru bagi sistem pendidikan di kabupaten Gowa. Sehingga wajar jika pihak
program ini nantinya. Oleh karena itu, hal yang pertama kali ketika program
bagaimana sistem pembelajaran dengan model yang baru ini. Pelatihan ini
dilakukan selama tiga hari. Pada setiap pelatihan masing-masing sekolah yang
untuk melakukan diseminasi yakni melakukan pelatihan yang sama kepada guru-
mengikuti pelatihan mendapatkan materi pelatihan antara lain: (1) format moving
class; (2) model cinema class; (3) penggunaan perangkat audio visual; dan (4)
PDEP harus menyiapkan satu ruangan khusus yang menjadi persyaratan utama
kegiatan cinema class yang telah difasilitasi dan dilengkapi dengan perangkat
difokuskan pada mata pelajaran yang masuk dalam Ujian Akhir Nasional. Untuk
SD kelas 4-5-6 (Matematika, Sains, Bahasa Indonesia & Bahasa Inggris); untuk
SMP kelas 1-2-3 (Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Biologi, Fisika,
dan Kimia); untuk SMU kelas 1-2-3 (Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa
Konsep materi mata pelajaran tersebut dibuat oleh guru sekolah yang
telah ditunjuk dalam suatu tim sedangkan inputnya ke dalam software dibuat
oleh i-Solution sebagi mitra dalam pembelajaran audio visual tersebut. Konsep
pembelajaran ini juga melatih siswa untuk berani tampil berbicara di depan
umum. Pembelajaran dalam cinema class memuat dua materi yakni materi inti
(mata pelajaran) dan materi Punggawa D’Emba (materi muatan lokal tentang
etika, adat istiadat di Gowa). Durasi materi inti sesuai dengan jam pelajaran
setiap mata pelajaran sedangkan durasi materi Punggawa D’Emba berkisar 15-
20 menit.
263
berbaris dan mencium tangan guru sebelum masuk kelas; siswa mempunyai
penting karena menyangkut pembentukan akhlak mulia bagi anak didik. Mereka
diajarkan tentang pesan dan nasehat bagaimana etika bergaul dengan orang
lain.
aspek yang bersifat teknis operasional dari materi pembelajaran. Oleh karena itu,
fasilitas gratis bila ada updating materi. Materi yang menjadi konten dari sistem
ini terdiri atas dua bagian yakni (a) materi inti adalah materi sudah disediakan
oleh pihak I-solution dan (b) materi yang mengandung muatan nilai-nilai lokal
adalah materi yang disiapkan oleh sekolah/guru. Pihak I-solution siap menerima
saran dari guru-guru terkait materi yang disajikan dalam bentuk software, jika
Website ini hanya dapat diakses oleh sekolah yang menerapkan PDEP. Melalui
website ini guru dapat memperoleh info terbaru tentang pendidikan dan
264
rumah atau PR tidak lagi diadakan. Meskipun demikian tidak berarti bahwa guru
biasanya, karena guru tidak lagi menggunakan waktu banyak untuk membaca
dan menulis materi pelajaran di papan tulis. Guru justru lebih banyak waktu
untuk menjelaskan konten dari materi pelajaran dan lebih interaktif dalam
mengajar diwarnai oleh suasana yang lebih rileks dan fokus pada suatu materi
tertentu.
peneliti bahwa:
audio visual seperti yang disampaikan oleh informan di atas memberi konfirmasi
dan senada dengan keterangan dari salah seorang anggota Dewan Pendidikan
kabupaten Gowa yakni Dr. Salam, yang dirilis melalui media cetak (Fajar, 2012)
antara lain (1) melalui media audio visual memberikan pesan yang dapat
diterima secara lebih merata oleh siswa; (2) sangat bagus untuk menerangkan
265
suatu proses; (3) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; (4) lebih realisitis,
siswa didik.
informasi dan komunikasi melalui teknik audio visual yang memiliki banyak
kelas yang didesain khusus untuk metode cinema class. Sumber daya tenaga
komputer dan teknologi informasi. Selain itu, beberapa mata pelajaran menurut
beberapa guru dan anak didik kelihatannya masih lebih efektif jika menggunakan
model konvensional.
266
Program (PDEP) sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil beberapa inti sari
merupakan bagian dari bukti komitmen pemerintah daerah dan DPRD dalam
visual atau cinema edutainmnet. Metode dan sistem pembelajaran ini benar-
benar menjadi hal baru dan berbeda dengan metode pembelajaran konvensional
selama ini.
dikemas dalam bentuk Satuan Tugas (Satgas) Pendidikan atau Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Pendidikan. Pembetukan Satgas Pendidikan ini masih
itu dibentuk dan dijalankan, sebaiknya di awal penyajian kiranya urgen untuk
daerah merupakan bagian atau salah satu perangkat daerah yang membantu
dinyatakan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bahwa Satpol PP merupakan
bagian perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi penegakan peraturan
kerja Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sudah diatur pula
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.
pemerintahan daerah menjadi sangat strategis yang dilandasi oleh dua aturan
telah didorong melalui program pendidikan gratis yang ditopang oleh Perda
Pendidikan Gratis dan Wajib Belajar. Selain itu, pemerintah daerah juga telah
perda di bidang pendidikan tersebut terasa belum maksimal. Oleh karena itu
Meskipun kerjasama antar SKPD bukanlah hal yang baru, namun kerjasama
antara Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olah Raga melalui pembentukan Satgas Pendidikan adalah terobosan yang tidak
hanya inspiratif -thinking out of the box- melainkan juga secara metodik
Dalam ketentuan umum pasal (1) dari Permendagri No. 33 Tahun 2008
tersebut istilah kerjasama dimaknai sebagai pola hubungan kerja yaitu rangkaian
prosedur dan tata kerja antar perangkat daerah yang membentuk suatu
kebulatan pola kerja dalam rangka optimalisasi hasil kerja. Selanjutnya pada
pasal (2) ditegaskan pula beberapa prinsip yang harus dipegang dalam pola
hubungan kerja antar perangkat daerah, antara lain: (a) saling membantu dan
perangkat daerah; (c) saling memberi manfaat; dan (d) saling mendorong
kerja antar perangkat daerah tentu memiliki tujuan strategis bagi keberhasilan
kewenangan dari Dinas Dikpora. Sebagai contoh dari fungsi penegakan perda
Satgas Pendidikan adalah perda pendidikan gratis dan perda wajib belajar yang
antara lain menyangkut orang tua yang sengaja tidak menyekolahkan anaknya
diancam hukuman penjara enam bulan atau denda Rp. 50 juta. Termasuk juga
mendisiplinkan para siswa yang bolos sekolah dan tenaga pendidik yang selalu
tidak on time datang mengajar di sekolah menjadi bagian dari fungsi Satgas
Pendidikan.
dimulai sejak tahun 2009. Di mana pada awalnya Satgas Pendidikan ini hanya
270
kebutuhan dan efektivitas dari implementasi kebijakan ini akhirnya mulai tahun
sampai tahun 2012 Satpol PP telah melakukan rekrutmen sebanyak 525 tenaga
Hal yang berbeda dari kebijakan Satgas Pendidikan ini adalah aspek
dan dikembangkan melalui dua pola rekruitmen yakni formal dan informal. Pola
rekrutmen formal dilaksakan melalui skema verifikasi yang dilakukan oleh Satpol
Satgas Pendidikan adalah menyediakan fasilitas antar jemput gratis bagi guru-
guru yang alamat rumah tempat tinggalnya lebih dari 1,5 kilometer dari sekolah
razia bagi anak sekolah yang berkeliaran di luar sekolah pada saat jam pelajaran
dengan maksud bahwa satgas ini dapat juga berfungsi untuk membantu
ketertiban lingkungan sekolah. Selain itu, Satgas Pendidikan saat ini membuka
layanan akses untuk complaint system melalui SMS ke nomor 0811414222 atau
271
0811417240. Fasilitas layanan SMS ini bisa diakses oleh warga yang hendak
orang tua siswa, Pak Rahim yang sedang menjemput anaknya, menuturkan
ternyata memang sangat fungsional. Sehingga wajar jika pada umumnya warga
terutama para orang tua siswa sangat mendukung dan berharap agar
dapat disebut sebagai langkah preventif untuk menekan angka bolos sekolah.
Sehingga secara nyata berimbas pada daftar kehadiran siswa dan tenaga
Satgas Pendidikan berada dalam struktur dan dikelola serta dibawah koordinasi
272
dari Satgas Pendidikan ini masih belum pasti. Oleh karena itu, Bupati Gowa
kerjasama atau pola hubungan kerja antar SKPD (perangkat) khususnya Satuan
Polisi Pamong Praja dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Hal ini
menjadi terobosan tidak hanya inspiratif –thinking outside of the box- tetapi juga
kehadiran satgas ini sangat relevan untuk mendorong meningkatnya kualitas dan
dan informal. Mekanisme rekrutmen secara formal melalui skema verifikasi yang
dilakukan oleh Satpol PP dan Dinas Dikpora Kabupaten Gowa. Sementara pola
calon pelamar.
273
bagian ini, penyajian fokus pada bagaimana kapasitas inovasi yang dimiliki oleh
dan program inovatif dalam urusan pendidikan yang relevan dengan pemenuhan
kapasitas inovasi adalah pemimpin yang tentu saja menguasai pengetahuan dan
pengetahuan yang mendalam dan wawasan yang luas tidaklah cukup efektif
dalam pengembangan inovasi, jika tidak disertai dengan komitmen yang tinggi
inovatif hanya fokus pada kepasitas kepemimpinan kepala daerah (Bupati) Gowa
dilihat dan diukur melalui sejauhmana komitmen dan kemauan politik (political
will) bupati dalam memberikan public service dan menyediakan public goods
kepada warganya. Selain itu, kapasitas kepemimpina inovatif bupati akan ditinjau
pula dilihat dari aspek visi-misi pengembangan inovasi yang dibangun, langkah-
komitmen dan political will dari Bupati Gowa. Pertama, bahwa komitmen dan
political will Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sudah sangat nampak ketika baru
saja selesai dilantik bersama Wakil Bupati Abd Razak Badjidu untuk periode
275
itu setelah pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gowa berlangsung, maka
berbagai kalangan masyarakat yang hadir. Di antara isi ”kontrak politik” tersebut
sanggar anak saleh. Program sanggar anak saleh inilah yang kemudian dikenal
dengan Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS). Pengembangan SPAS ini pula
”kontrak politik” tersebut juga berisi pemberian secara gratis buku wajib kepada
2.846 anak SD yang berasal dari keluarga miskin. Sesuai dengan komitmen
dalam ”kontrak politik”, hanya dalam jangka waktu satu tahun, pengembangan
154 unit SPAS dan pemberian buku gratis pada anak SD dari keluarga miskin
Kedua, komitmen dan political will yang tinggi oleh Bupati Gowa tercermin
Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2008 tentang Pendidikan Gratis. Setelah itu,
yang masih rendah yang diakibatkan oleh proses pembelajaran yang belum
efektif maka Bupati Gowa mengambil langkah-langkah antara lain studi banding,
dan sistem pendidikan yang sudah maju. Program studi banding yang dipelopori
oleh bupati dengan menyertakan pihak terkait (DPRD, Dinas Dikpora dan dewan
sistem pembelajaran yang berbasis pada audio visual (cinema class). Metode
terobosan kebijakan yang cukup inovatif yakni kerja sama antar perangkat
daerah yakni Satpol PP dan Dinas Dikpora dengan membentuk Satpol (Satgas)
Tentu peran dari Bupati Gowa tidak hanya pada fase memunculkan
gagasan dan ide untuk mengembangkan kebijakan dan program inovasi dalam
di atas. Namun bupati juga sangat aktif dan paling terdepan dalam sosialisasi
melalui salah satu informan yakni Sekretaris Dinas Dikpora, Bpk SkM. yang
secara teknis operasional dapat terealisasi secara efektif, maka tetap melibatkan
pihak di luar institusi bupati. Terutama para stakeholder yang konsen dalam
Kapasitas kepemimpinan inovatif seorang bupati bisa juga dinilai dari visi-
diperoleh fakta bahwa Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo bersama Wakil Bupati
Abd Razak Badjidu adalah kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar,
kepala daerah (Pilkada) secara langsung pada 27 Juni 2005. Pasangan kepala
daerah ini merupakan kepala daerah pertama di Gowa yang dipilih melalui
pemelihan kepala daerah secara langsung. Sejak masa kampanye calon kepala
daerah waktu itu, Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sudah menyatakan bahwa
dan daya beli masyarakat. Dari sini sudah nampak adanya visi yang kuat dari
278
Atas dasar visi dan misi pembangunan manusia yang bertumpu pada
bidang pendidikan inilah yang diterjemahkan ke dalam visi dan misi daerah
yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi daerah Gowa tersebut, yakni
kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada pemenuhan hak-hak dasar
Daerah (RKPD) Kabupaten Gowa tahun 2010. Dalam kebijakan RKPD ini
Peningkatan mutu dan produksi pertanian; (5) Peningkatan kualitas dan akses
komitmen politik yang kuat dalam pelayanan (urusan) pendidikan. Apalagi jika
dilihat kembali program kerja dan alokasi anggaran yang cukup besar bagi sektor
pendidikan. Hal ini dibenarkan oleh informan Wakil Ketua DPRD Gowa, Bapak
peneliti bahwa:
pengalokasian anggaran yang lebih dari 20% APBD untuk menunjang program-
makna bahwa komitmen dan political will pemerintah daerah telah mendapat
legitimasi politik dari lembaga DPRD. Selain itu, hal yang penting lainnya adalah
Terobosan kebijakan dan program pemerintah daerah tidak berhenti hanya pada
kepemimpinan inovatif yang dimiliki oleh Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo
adalah pertama, kepemimpinan Bupati Gowa saat ini, memiliki komitmen dan
poltical will yang sudah buktikan ketika baru saja terpilih sebagai bupati untuk
periode 2005-2010. Sejak saat itu bupati sebagai kepala daerah dan kepala
Gambar 20. Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo dan Tim Ahli Program
Punggawa D’Emba Education
membangun visi dan misi yang benar-benar relevan dengan kebutuhan dasar
281
seperti tercermin dalam RPJMD Kabupaten Gowa. Visi dan misi tersebut
program inovasi yang dimaksud, juga ditopang oleh kebijakan alokasi anggaran
yang cukup besar yakni lebih dari 20% dari APBD Kabupaten Gowa.
dukungan dan legiltimasi politik dari lembaga DPRD. Karena hal yang terkait
inovatif yang dimiliki oleh Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sebagaimana yang
menjadi penting, karena apalah artinya sebuah kebijakan dan program inovatif
yang digagas oleh seorang kepala daerah (bupati) tanpa ditunjang oleh adanya
tenaga kerja yang berada paling di depan dan mengetahui bagaimana aspek
itulah pada bagian berikut ini disajikan fakta-fakta yang terkait dengan
apa yang dimaksud dengan frase kualitas tenaga kerja pendukung inovasi pada
pemaparan ini. Pemaparan pada bagian ini, yang hendak diuraikan tiada lain
pemerintah daerah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan aparatur non
PNS, baik aparatur yang berada pada posisi jabatan struktural maupun aparatur
Kabupaten Gowa yang diberi tugas dan bekerja pada instansi Dinas Dikpora.
pemerintah daerah sebagai pelaksana teknis dari program inovasi dalam urusan
Dinas Dikpora terdiri dua jenis yakni pengelola program dan tenaga tutorial atau
kelurahan berjumlah 308 orang dengan penempatkan dua orang disetiap desa
adalah mereka yang telah ditunjuk sebagai tenaga tutorial. Tenaga tutorial dari
program SPAS ini berjumlah 462 orang. Mereka tersebar dan ditempatkan di
seluruh desa dan kelurahan. Di setiap desa dan kelurahan ditunjuk tiga orang
tenaga tutorial. Para tenaga tutorial SPAS ini adalah orang yang berasal dari
desa dan kelurahan setempat di mana SPAS itu berada. Jadi berbeda dengan
yang berasal dari Dinas Dikpora yang berstatus PNS. Pengelola program pada
kecamatan hanya diisi oleh satu PNS dan dua pengelola lainnya berasal dari non
PNS. Dengan melibatkan pihak non PNS dalam pengelolaan dan pengajaran
siapa pengelola program dan tenaga pengajarnya. Namun yang tak kalah lebih
penting adalah kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pengelola dan
tenaga tutorial tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Terkait dengan hal ini,
yang baru pertama kali dilakukan dan tentu saja memiliki perbedaan dengan
satuan pendidikan lain (TK, SD, SMP, dan SMA) yang sudah memiliki standar
formal dan baku. Itulah sebabnya seluruh pengelola program harus mengikuti
diklat agar memiliki kapasitas berupa keterampilan dan pengetahuan yang cukup
tidak membentuk tim kerja atau pengelola khusus untuk menerapkan program
dibentuk tim pelaksana oleh Bupati yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Manajemen. Tim pengarah adalah Bupati, Wakil Bupati, dan Kepala Bappeda.
Tim pengarah ini memiliki tugas memberikan arahan terhadap tim pelaksana
program tingkat kabupaten terdiri penanggung jawab yakni Kepala Dinas Dikpora
dan unsur pelaksana terdiri atas ketua, sekretaris, dan bendahara, serta seksi
data dan monitoring. Tim manajemen tingkat sekolah terdiri atas Kepala
demikian, karena tim manajemen sekolah memiliki tugas cukup banyak meliputi:
(1) memverifikasi kesesuaian jumlah dana yang diterima dengan data siswa
yang tersedia dan jika jumlah dana yang diterima melebihi yang semestinya
maka kelebihan dana itu harus dikembalikan ke tim manajemen kabupaten; (2)
melayani dan menangani komplain dari masyarakat; dan (6) membuat laporan
pendidikan gratis di tingkat sekolah begitu banyak, tentu dalam hal ini yang
inovasi tersebut. Untuk itulah, maka salah satu tugas dari tim manajemen
buku yang berisi aturan dan petunjuk teknis pelaksanaan program. Akibatnya
inovasi metode pembelajaran ini adalah sesuatu yang benar-benar baru dan
Tidak hanya aspek konsep dan teknis mengajar tetapi juga dari aspek fasilitas
ruang kelas harus berubah dari situasi sebelumnya. Sehingga dengan demikian,
komponen guru di setiap tingkatan sekolah telah dibekali knowledge dan skill
bagi guru-guru ini segera dilakukan, yakni tahun 2009 ketika pertama kali
Pembelajaran ala Cinema Edutainment. Pelatihan ini difasilitasi oleh pihak ketiga
yakni I-Solution sebagai mitra dan konsultan ahli dari program inovasi metode
pembelajaran tersebut.
Gambar 21. Instruktur dan Peserta Pelatihan Punggawa D’Emba Education Program
(PDEP)
hingga 2012, pelatihan yang bertujuan membangun kapasitas para guru dalam
kaitan dengan metode pembelajaran ala cinema edutainment telah diikuti oleh
225 sekolah dari semua tingkatan sekolah. Pada tahun 2009 diikuti oleh 20
sekolah (8 SD, 6 SMP, 6 SMU), tahun 2010 diikuti oleh 25 sekolah (13 SD, 6
SMP, 6 SMU), tahun 2011 diikuti oleh 100 sekolah (71 SD, 23 SMP, 6 SMU),
dan tahun 2012 diikuti oleh 80 sekolah (57 SD, 19 SMP, 4 SMA). Mengenai
karena dalam program inovasi pembentukan Satgas Pendidikan ini lebih pada
perubahan pada aspek kelembagaan, baik dari sisi struktur kelembagaan sendiri
maupun pada sisi fungsi dan tugas yang diembannya. Sebagaimana sudah
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang salah satu tujuan strategisnya
yakni mengubah persepsi dan stima negatif di mata masyarakat. Persepsi dan
stigma negatif yaitu petugas yang cenderung represif dan kasar serta dianggap
oleh ketersediaan sumber daya aparatur (pamong) yang mampu memahami dan
(pamong) yang mengembang fungsi dan tugas baru sebagai anggota Satgas
PP lainnya.
2009 hingga tahun 2011 anggota Satgas Pendidikan masih diisi oleh anggota
Satpol PP. Dengan kata lain bahwa dalam rentang waktu tersebut anggota
Satgas Pendidikan diisi oleh personil lama dan tentu saja masih memiliki cara
ini. Padahal fungsi dan tugas mereka sudah berubah, dimana membutuhkan
tersebut. Oleh sebab itu, sejak tahun 2012, Satpol PP telah merekrut anggota
baru sejumlah 525 orang yang berstatus sebagai tenaga honorer daerah.
Perekrutan anggota yang baru tersebut dilakukan agar mereka memiliki kualitas
publik untuk suksesnya program yang berorientasi pada peningkatan akses dan
melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) teknis dan fungsional. Diklat teknis dan
290
fungsional bagi anggota baru pada dasarnya adalah program yang sudah rutin
dilakukan di kalangan anggota Satpol PP. Namun, orientasi diklat bagi anggota
baru Satgas Pendidikan berbeda dengan orientasi diklat yang rutin dilakukan
oleh Satpol PP. Perbedaan yang dimaksudkan adalah orientasi diklat yang tidak
hanya menyangkut aspek metode diklat itu sendiri tetapi juga aspek materi, yang
kepemimpinan inovatif yang dimiliki oleh bupati dan bagaimana kapasitas dari
kabupaten Gowa untuk menopang kebijakan dan program inovatif yang sedang
fakta dan data empiris yang diramu dari berbagai sumber di lapangan
ini adalah pernyataan yang terkait dengan penentuan jumlah alokasi dana untuk
besaran alokasi dana pada tiap program kerja pemerintah tersebut umumnya
politik ini harus dilalui untuk memperoleh pengesahan (legitimasi politik) dari
bagian dari kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) suatu
telah melalui proses politik dan telah dinyatakan dalam APBD kabupaten Gowa.
menarik bahwa pemerintah daerah secara lugas menyadari dan meyakini bahwa
suatu kebijakan dan program inovasi pemerintah daerah harus didukung oleh
yang dimiliki menjadi salah satu variabel yang dianggap menentukan sukses
tidaknya dari kebijakan dan program inovatif yang dicanangkan. Atas dasar
salah satu pendorong utama suksesnya program inovasi, maka setiap tahun
alokasi dana untuk program inovasi urusan pendidikan selalu ditingkatkan, tidak
menjadi salah satu faktor kunci dalam memicu keberhasilan program inovasi
bidang pendidikan di kabupaten Gowa juga datang dari salah seorang informan,
yakni Bapak RmS. Wakil Ketua DPRD tersebut menuturkan kepada peneliti
bahwa:
sebagai pejabat politik daerah tentang kapasitas anggaran sebagai faktor kunci
implementasi kebijakan dan program inovasi, memberi makna dalam dua hal,
Gowa dapat terlaksana dengan baik, maka harus mendapat alokasi dana yang
memadai. Alokasi dana yang memadai artinya tersedianya dana yang mampu
audio visual karena program ini berbasis cinema edutainment. Tidak hanya biaya
supporting of policy terhadap program pendidikan gratis oleh provinsi Sulsel dan
program wajib belajar 12 tahun yang dibiayai oleh dana BOS pemerintah pusat.
Program inovasi pendidikan gratis ini tanpa alokasi dana yang cukup maka tidak
rendah, sehingga mereka kehilangan akses yang cukup dan kesempatan untuk
berbasis anggaran ini merupakan salah satu solusi alternatif utama untuk
dan program inovasi pemerintah daerah secara tersirat telah diakui oleh lembaga
DPRD meskipun hal itu hanya dinyatakan oleh seorang informan yang
berkedudukan sebagai Wakil Ketua DPRD. Oleh karena itu lembaga DPRD yang
memiliki fungsi budgeting telah memberi garansi untuk terus mendukung secara
dan program inovasi di bidang pendidikan tersebut. Dukungan politik dari institusi
tahun anggaran.
294
yang dimaksud adalah tentang besaran alokasi dana untuk program inovasi
anggaran untuk pendidikan gratis ditetapkan dan tertuang dalam APBD sebesar
Rp 4.032.050.000.
Hal yang penting pula selain besaran alokasi anggaran yang ditemukan
dari satu sumber saja yakni pemerintah daerah melalui APBD. Sementara itu,
pembiayaan dari pihak lain seperti pihak swasta. Kecuali bantuan-bantuan yang
sifatnya nonfinansial ada yang berasal dari pihak swasta setempat seperti
miliki.
dengan DPRD dan jaringan kerjasama antara pemerintah daerah kabupaten dan
pemerintah daerah provinsi. Termasuk juga jaringan yang terbangun antar SKPD
antara institusi pemerintah daerah dengan institusi swasta (private sector) dan
terbentuk dan aktif selama ini merupakan jenis jaringan yang bersifat eksternal
empiris yang dapat dideskripsikan dalam dua bagian yakni deskripsi yang
yang bisa disimak dari beberapa hasil wawancara dengan informan antara lain
daerah (Dinas Dikpora) di atas sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh
Wakil Ketua DPRD Bapak RmS, informan ini juga menyampaikan pendapatnya
hubungan koordinasi yang efektif sehingga terbangun jaringan yang erat dalam
nampak juga pengertian yang sama antara kedua institusi pemerintahan daerah
kategori kebijakan dan program yang bersifat prioritas dan unggulan atau
jaringan kerjasama antar SKPD yakni Dinas Dikpora dan Satpol Pamong Praja.
dengan kebijakan dan program inovasi pendidikan, satgas juga ditujukan untuk
daerah dan lembaga DPRD kabupaten Gowa, maka penting pula disajikan
dimaksud terletak pada adanya garis politik dan latar belakang politik yang
sangat kuat antara Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo dan Gubernur Sulawesi
Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Kedua pemimpin daerah tersebut memiliki garis
politik dan latar belakang politik yang sama yakni keduanya pejabat teras Partai
Golkar. Syahrul Yasin Limpo adalah seorang Ketua DPD Partai Golkar dan
Ichsan Yasin Limpo adalah Bendahara DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan.
Kemudian secara geopolitik, sejak lama kabupaten Gowa sudah menjadi salah
satu daerah lumbung suara Partai Golkar. Selain hubungan yang kuat karena
latar belakang politik yang sama, yang tak kalah penting untuk dicermati adalah
kental secara garis politik dan hubungan primordial antara pemimpin daerah
299
jaringan pemerintahan daerah. Fakta ini dibenarkan oleh informan Wakil Ketua
Selain jaringan yang terbangun karena adanya relasi politik dan relasi
Gubernur Sulawesi Selatan yang sudah berlangsung sejak 2008 yang lalu.
Komiten bersama ini secara tegas terlihat pada sisi kebijakan anggaran melalui
Provinsi Sulawesi Selatan No. 4 Tahun 2009. Kedua kebijakan politik atau
sharing anggaran tersebut, sebesar 40% dibebankan kepada APBD provinsi dan
pihak ketiga. Stakeholders eksternal dari pihak ketiga yang dimaksud dalam
300
untuk turut serta aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan
daerah. Misalnya terkait dengan adanya keluhan, kritik, saran dan aspirasi
penting, menjadikan kedua lembaga ini menjadi mitra yang strategis bagi pihak
masyarakat, baik kebijakan dan program yang diambil oleh pemerintah daerah
dan Komite Sekolah cukup diperhitungkan oleh pihak pemerintah daerah, DPRD,
dan pihak sekolah. Berdasarkan fakta yang dijumpai oleh peneliti dilapangan,
sejak pada tahap rancangan kebijakan sedang dilakukan. Pada tahapan ini, baik
secara pribadi maupun lembaga, pemerintah daerah (Dispora) dan DPRD secara
dengan komponen biaya pembelajaran tertentu. Dalam hal ini, Komite Sekolah
tidak hanya terlibat dalam pelaksanaan tetapi juga mengawasi jalannya program-
program tersebut agar tidak keluar dari rencana dan ketentuan yang sudah ada.
organisasi profesi seperti PGRI sifatnya kurang lebih sama dengan yang diterjadi
berhimpunnya pegawai yang berprofesi sebagai guru, juga dilibatkan dan diberi
sekolah adalah aktor utama dan mereka yang paling memahami bagaimana
empirik selama ini sudah diajak dan diundang oleh pihak pemerintah daerah dan
kabupaten Gowa. Pihak perguruan tinggi yang sudah terlibat diantaranya adalah
UNHAS dan UNM Makasaar dan bahkan juga melibatkan perguruan tinggi dari
sebagai anggota atau staf ahli bidang pengembangan sumberdaya manusia oleh
pemerintah daerah.
Pakar Pendidikan Kabupaten Gowa. Mereka yang berasal dari UNHAS, UNM,
dan UM Malang. Salah satu diantara anggota Dewan Pakar Pendidikan tersebut
adalah Dr. Salam, M.Pd, akademisi yang berasal dari UNM. Fungsi dan fungsi
303
yang diamanatkan kepada dewan pakar pendidikan ini meliputi: (1) membantu
terhadap seluruh proses implementasi kebijakan dan program inovasi yang telah
direncanakan; dan selanjutnya hasil dari seluruh pelaksanaan tugas dan fungsi
dengan pihak pengusaha dan rekanan pihak swasta pada dasarnya sudah
dari pihak ketiga ini sudah terbentuk jaringan kemitraan dengan pihak SKPD
proyek tertentu. Meskipun demikian sifat dan jenis jaringan kemitraan pada
kenyataannya bisa berbeda-beda. Hal ini tergantung pada jenis pekerjaan itu
pihak ketiga atau rekanan swasta yang nampak sangat menonjol adalah pada
Pihak ketiga atau rekanan swasta yang menjadi mitra pada program inovasi ini
tidak hadir begitu saja, tetapi melalui proses tender sebagaimana biasanya
pengembangan PDEP ini yakni I-Solution. Rekanan I-Solution ini adalah sebuah
perusahaan swasta yang juga telah lama menjadi mitra usaha dari PT. Telkom.
visual atau cinema education. Disamping itu I-Solution juga menjadi konsultan
teknologi informasi.
terutama LSM-LSM lokal yang fokus dan konsen terhadap kebijakan dan
pelayanan pendidikan di kabupaten Gowa. Kelompok LSM lokal yang selama ini
bermitra dengan pemerintah daerah antara lain: The Gowa Center, Yayasan
Baruga Cipta, Wakil, dan Yayasan Kesejahteraan Gowata. LSM-LSM lokal ini
satu daerah sasaran dari program ACCESS tersebut adalah kabupaten Gowa.
LSM lokal tidak secara khusus diajak bermitra oleh pemerintah daerah (Dispora).
kelompok LSM lokal sudah sejak lama yakni tepatnya di awal periode pertama
305
daerah Gowa tersebut ditunjuk sebagai mitra pemerintah daerah dan DPRD.
Fungsi kelompok LSM tersebut adalah untuk ikut melakukan fungsi monitoring
kabupaten Gowa.
internal pemerintahan daerah nampaknya memiliki sifat yang lebih kuat karena
jaringan itu berfungsi sejak pada tahap perencanaan sampai pada proses
pengawasan berlangsung.
306
pendidikan belum terwujud secara efektif. Terutama fakta ini dapat dilihat pada
masih sangat terbatas. Selanjutnya pada bagian berikut ini akan diuraikan
regulasi yang dimaksud berkaitan dengan jenis regulasi seperti regulasi yang
terdapat 3 (tiga) jenis yakni: (1) Perda Kabupaten Gowa No. 4 Tahun 2008
tentang Pendidikan Gratis; (2) Perda Kabupaten Gowa No. 10 tentang Wajib
Belajar; dan (3) Peraturan Bupati Gowa No. 8 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
hanya ada 2 (dua) jenis yakni: (1) Keputusan Bupati Gowa No. 288/VIII/2011
307
dan (2) Keputusan Bupati Gowa No. 173/I/2012 tentang Susunan Dewan Pakar
Pendidikan. Kelima jenis regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah baik
terlaksana dilapangan.
(dissemination system of the knowledge and skill) bagi sesama pegawai dalam
penyelenggaraan program tertentu. Serta belum ada pula aturan khusus tentang
dalam sistem evaluasi, peneliti juga tidak menemukan adanya aturan khusus
program inovasi bidang pendidikan ini diakui oleh beberapa informan yang
peneliti temui. Misalnya penyataan dari informan Sekretaris Dispora, Bapak SpM,
daerah.
bahwa: pertama, regulasi yang bersifat pengaturan hanya terdapat 3 (tiga) jenis
yakni perda tentang pendidikan gratis, perda tentang wajib belajar dan perbup
yang berprestasi, bentuk apresiasinya belum juga diatus secara baku. Tetapi
pejabat dan pegawai yang berkinerja tinggi tetap dijadikan pertimbangan sebagai
syarat untuk kenaikan pangkat dan untuk promosi pada jabatan-jabatan tertentu
budaya inovasi ini menjadi bagian akhir dari penyajian secara empirik penelitian
Selanjutnya pada bagian berikut ini disajikan gambaran sederhana dalam bentuk
urusan pendidikan tidak terlepas dari konteks kebijakan desentralisasi yang telah
berlangsung kurang lebih satu dekade. Dalam hal inilah peneliti berusaha
pungutan pendidikan; dan (3) aspek kualitas yakni keterbatasan tenaga pendidik
angka buta aksara dan angka putus sekolah. Fenomena yang disebutkan
tersebut sudah eksis sekitar 10 tahun yang lalu dan menjadi pemicu utama
untuk mengatasinya.
Model empirik (existing model) yang dikonstruksi pada bagian ini tentu
saja mengacu pada masalah penelitian dan fokus penelitian yang telah
jenis program inovasi yang telah dikembangkan dalam urusan pendidikan; dan
dan program inovasi dalam urusan pendidikan. Untuk itu, berikut ini akan
urusan pendidikan berdasarkan pada fakta lapangan hasil penelitian (das sein).
Gowa, maka dapat dilihat dalam dua tahapan proses yaitu proses politik dan
proses manajerial. Pertama yakni proses politik, yang secara normatif dalam
311
kewenangan fungsi mengatur ini dalam prakteknya melekat pada institusi Kepala
Daerah dan DPRD yang dipilih melalui mekanisme pemilihan (election). Terkait
rencana program kerja daerah masih didominasi oleh pihak pemerintah daerah
dalam hal ini pihak Dispora sebagai leading sector dan pihak komisi bidang
pendidikan dalam lembaga DPRD. Atas dasar kenyataan tersebut maka dapat
disebut proses manajerial. Dalam proses manajerial ini Bupati sebagai Kepala
pendidikan dibantu oleh instrumen perangkat daerah yakni Dinas Pendidikan dan
Pemuda Olah Raga (Dispora) dan UPTD terkait (Satuan Pendidikan). Dalam
konteks ini, posisi Dispora dibawah kendali seorang Kepala Dinas dapat
312
fakta yang tergambar dari penyajian hasil penelitian sebelumnya, bahwa fungsi-
program SPAS, Pendidikan Gratis, PDEP, dan Satgas Pendidikan. Dalam proses
belum juga sepenuhnya memiliki nilai inovasi yang kuat (lemah). Hal ini nampak
dari proses implementasi kebijakan dan program dilapangan yang masih lebih
kepemimpinan Bupati Ichsan Yasin Limpo yang tampil sebagai inisiator utama
dimaksudkan untuk mengurangi tingginya angka jumlah buta aksara ketika itu.
(sederajat) yang bertujuan untuk menjamin agar semua anak yang sudah masuk
kategori anak usia sekolah memiliki akses yang sama terhadap dunia
pendidikan.
yang meliputi: (1) Pengembangan Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS); (2)
daerah mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Apresiasi yang diterima oleh
pemerintah daerah ini tidak hanya berasal dari pihak pemerintah (pusat) saja
tetapi juga berasal dari pihak non pemerintah. Apresiasi dari pihak pemerintah
(pusat) berupa penghargaan, yakni (1) Aksara Anugrah Pratama Tahun 2005; (2)
Aksara Anugrah Madyah Tahun 2006; (3) Aksara Anugrah Pratama Tahun 2007;
pemberian Otonomi Award dari lembaga yang bernama The Fajar Institute Pro
Otonomi (FIPO). Lembaga FIPO ini adalah lembaga independen yang didirikan
oleh perusahaan penerbit media lokal yang bernama Harian Fajar pada tanggal
16 Juni 2008 di Makassar. Lembaga ini fokus dan berkomitmen pada kemajuan
terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu FIPO mengambil inisiatif
dan peranan untuk mendorong pemerintah kabupaten dan kota untuk berinovasi
dalam ranah (1) pelayanan publik; (2) pengembangan ekonomi; (3) performa
politik lokal, dan (4) lingkungan hidup. Keempat ranah pilar inilah yang dijadikan
daerah di Sulawesi Selatan. Hingga saat ini, setiap tahun kepada daerah otonom
314
kabupaten dan kota yang memiliki kinerja terbaik pada setiap indikator parameter
2009 dan 2010 berhasil mendapatkan prestasi tertinggi dari FIPO dalam ranah
inovasi program, survei publik terhadap program, dan existing data terkait
daerah yang masuk nominasi. Dengan demikian daerah ini dianggap berhasil
kebijakan dan program inovatif yang telah dilakukan dalam bidang pendidikan.
pendidikan tersebut berlangsung. Uraian singkat ini tentu saja berkaitan dengan
desentralisasi diakui selalu ada ruang kreativitas bagi daerah untuk berinovasi.
diinisiasi oleh Bupati Ichsan Yasin Limpo. Bupati sebagai kepala daerah dan
daerah yakni DPRD. Bupati sebagai Kepala Daerah dan DPRD adalah organ
jamak dilakukan oleh setiap daerah, termasuk yang dilaksanakan oleh Bupati
dan DPRD Gowa dalam rangka pembahasan rencana program kerja tahunan
masing program.
oleh instrumen perangkat daerah yakni Dinas Pendidikan dan Pemuda Olah
Raga (Dispora) dan UPTD terkait (Satuan Pendidikan). Dalam konteks ini, posisi
Sekolah tidak hanya berpredikat sebagai obyek (sasaran program) tetapi juga
bagian yang sangat penting dalam mencapai maksud dan tujuan kebijakan dan
antara lain, yakni (1) kapasitas kepemimpinan inovatif; (2) kapasitas aparatur
di Kabupaten Gowa.
kepemimpinan Kepala Daerah dalam konteks ini Bupati Ichsan Yasin Limpo
bersumber dari APBD dan APBN sangat menonjol dan memiliki posisi strategis
Kabupaten Gowa. Kondisi ini tentu saja menjadi catatan tersendiri dari temuan
317
pemerintahan daerah.
yang faktor yang paling menonjol adalah terkait faktor ketersediaan tim kerja
secara regular dan juga sudah ada pelatihan khusus untuk pengembangan
program Punggawa D’Emba Education, namun hal ini dinilai belum cukup.
Selain itu, ketersediaan regulasi juga masih dinilai masih belum optimal.
Regulasi masih sangat terbatas, yang ada hanya mengatur kebijakan dan
program kerja bidang pendidikan seperti wajib belajar dan pendidikan gratis
secara umum. Belum ada regulasi yang secara khusus mengatur tentang
Gowa, maka berikut ini ditampilkan Gambar 22 tentang kerangka kerja dari
LATAR BELAKANG:
Fonomena Utama: URUSAN WAJIB PENDIDIKAN
Aksesibiitas Masih Lemah UU No. 32/2004 & UU No. 23/2014
Biaya Pendidikan Tinggi
Kualitas Pembelajaran Masih
Rendah
Akibatnya:
ABA tinggi yakni: 2005 (22%), 2010
(18,09%,) & 2013 (16,39)
Indeks pendidikan rendah yakni: INOVASI PEMERINTAHAN DAERAH
2010 (69,79) & 2013 ( 71,78) DALAM URUSAN PENDIDIKAN DI
IPM rendah yakni: 2005 (67,42/16), KABUPATEN GOWA
2010 (70,67/15) & 2013 (72,12/15)
Gambar 22: Model Empirik (Existing Model) Inovasi Penyelenggaraan Urusan Pendidikan
319
Pembahasan pada bagian ini tentu dilakukan dengan tetap konsisten dan
pada Bab I dan IV, yakni: (1) proses pengembangan program inovasi
inovasi pemerintahan daerah dalam urusan pendidikan; dan yang terakhir (4)
penelitian sebelumnya, pada bagian ini juga dibangun proposisi penelitian, baik
dikonstruksi dari hasil analisis yang mengawinkan antara teori dan konsep
pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan DPRD sebagai pejabat politik yang
oleh Perangkat Daerah (local bureaucracy) dibawah kendali Kepala Daerah dan
Sekretaris Daerah. Dalam hal ini diperlukan kinerja berbagai institusi Perangkat
efisiensi atau nilai-nilai manajerial. Efisiensi yang dimaksud termasuk dalam hal
Sekaitan dengan proses inovasi kebijakan ini, Mulgan & Albury (2003)
inisiatif dan arah kebijakan baru. Hal Ini berarti bahwa setiap kebijakan (publik)
yang dikeluarkan pada prinsipnya harus memuat sesuatu yang baru. Kedua,
Walker (1969) seperti dikutip oleh Suwarno (2008) berpandangan bahwa “Policy
innovation is a policy which is new to the states adopting it, no matter how old the
program may be or how many other states may have adopted it”. Bermakna
bahwa inovasi kebijakan adalah sebuah kebijakan yang baru bagi negara yang
kebijakan. Terakhir, masih menurut Mulgan & Albury (2003) mengaskan bahwa
“Policy to foster innovation and its diffusion” yang bermakna bahwa suatu
(daerah), selalu mendapat pengaruh dari tiga arena institusi yang berbeda, yakni
suatu pemerintahan merupakan bagian dari hasil dari proses legislasi yang
bahwa program inovasi yang dilaksakana tentu tidak terlepas dari kontrol aturan-
aturan hukum yang diciptakan oleh lembaga hukum (lembaga pengadilan); dan
dibuat dengan tujuan inovasi belangsung secara efektif, efisien dan ekonomis.
Dengan kata lain, bahwa pada tingkatan operasional, secara teknis suatu
kebijakan dan program yang inovatif juga sangat ditentukan oleh kemampuan
semestinya tersedia jika ingin inovasi di sektor publik berlangsung sukses. Ketiga
yang mendukung dan mendorong lahirnya inovasi; (2) dukungan politik (political
adanya respon atau tanggapan terhadap krisis yang terjadi dalam organisasi.
dukungan politik yang kuat di dalam organisasi. Skenario ketiga, suatu inovasi
lahir hanya dari organisasi yang menyadari dan menangkap adanya peluang
untuk melakukannya.
dimulai sejak tahun 2005 (10 tahun) yang lalu. Ketika itu, berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan adanya tiga aspek masalah yang menjadi motivasi dan
dalam dunia pendidikan di Kabupaten Gowa, yakni: (1) aspek aksesibilitas yakni
pembiayaan yakni terciptanya pola pungutan pendidikan; dan (3) aspek kualitas
yakni keterbatasan sarana dan tenaga pendidik yang kompeten. Ketiga masalah
323
tersebutlah yang diyakini oleh pemerintah daerah ketika itu yang menjadi
penyebab utama dari fakta berikut, yakni (1) rendahnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Kabupaten Gowa; (2) makin tingginya angka buta aksara; dan (3)
Yasin Limpo untuk periode 2005-2010 tampil sebagai inisiator utama untuk
ini dimaksudkan untuk mengurangi tingginya angka jumlah buta aksara ketika itu.
(sederajat) yang bertujuan untuk menjamin agar semua anak yang sudah masuk
kategori anak usia sekolah memiliki akses yang sama terhadap dunia
pendidikan.
Kabupaten Gowa, yakni (1) Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS); (2)
dan (4) Satuan Polisi (Satpol) atau Satuan Tugas (Satgas) Pendidikan. Keempat
lembaga yang bernama The Fajar Institute Pro Otonomi (FIPO). Pada tahun
2010, FIPO memberikan penghargaan Fajar Institute Pro Otonomi Award kepada
sejalan apa yang dikembangkan oleh FIPO setelah melakukan monitoring dan
(1) Inovasi lahir dari inisiatif pemerintah daerah sendiri atas potensi wilayah
bersangkutan.
325
(3) Inovasi didorong oleh implementasi kebijakan dan program pemerintah yang
pemerintah pusat.
penerima Grand Award dalam bidang pelayanan publik tidak lahir dan tidak
datang begitu saja. Gagasan dari kebijakan dan program inovasi itu muncul tidak
terlepas dari adanya fenomena dan problem yang terjadi dalam dunia pendidikan
politik pemerintahan.
daerah lain. Otonomi daerah menyediakan ruang ”manuver politik” bagi daerah
publik, ruang yang sangat luas untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengelola
era reformasi.
pemerintahan tertentu, baik yang dirinci maupun yang dirumuskan secara umum.
pengertian organ, fungsi dan daerah otonom. Dalam pengertian organ, local
government berarti pemerintah daerah, yakni DPRD (council) dan kepala daerah
327
dan kondisi obyektif masyarakat yang berada dalam wilayah tertentu (Hoessein,
pasal 7 ayat (2) point (a), PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
function) terhadap urusan pendidikan berada pada Kepala Daerah (Bupati) dan
pendidikan ini, perangkat daerah yang terkait adalah Dinas Pendidikan dan UPT
Peraturan Bupati menjadi kewenangan Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sebagai
rasional yang dikembangkan oleh oleh Rondinelli dan Cheema (1983), yang
dan teknisnya.
sejumlah efisiensi dalam penyediaan pelayanan dan barang publik (public goods
and services).
20010-2015.
urusan pendidikan dapat dilihat dalam pernyataan Visi dan Misi sebagaimana
Gowa, Visi yang ingin dicapai adalah “Terwujudnya Gowa yang Handal dalam
Makna dari frase “Gowa yang handal dalam peningkatan kualitas hidup
sumber daya yang berdaya saing kuat, bercita-cita menempatkan diri sebagai
daerah yang handal dalam peningkatan kualitas kesehatan dan mutu pendidikan
masyarakat tersebut, dapat dicapai melalui salah satu Misi daerah yakni
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat”. Atas dasar Visi dan Misi daerah yang
dijadikan sebagai agenda utama dalam rencana pembangunan daerah saat ini.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan derajat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gowa yang masih berada pada posisi
pada Visi dan Misi daerah yang lebih berorientasi pada tercapainya kualitas
sumber daya manusia dengan indikator IPM, maka secara konseptual salah satu
Yasin Limpo memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap peningkatan kualitas
kerja inovatif dalam rumpung bidang atau urusan pendidikan. Selanjutnya akan
331
proses pengembangan inovasi melalui empat fase atau tahapan, yakni (1) tahap
discovery); (2) tahap menyeleksi gagasan inovasi tersebut (idea selection); (3)
(4) tahap difusi inovasi yakni tahap penyebaran inovasi (idea diffusion). Keempat
tahapan ini pada dasarnya adalah siklus inovasi yang sangat berperan dalam
Gowa.
inovasi dalam bidang pendidikan. Misalnya saja pada tahap awal proses yaitu
gagasan inovasi juga tidak berlangsung. Tetapi gagasan inovasi program yang
dihasilkan dari kegiatan studi banding dikemas dalam bentuk program dengan
membuat nomenklatur yang berbeda dengan program yang sama di daerah lain.
Setelah itu baru ke tahap implementasi program yang didahului oleh proses
332
politik yakni proses pembahasan dan penetapan oleh eksekutif (Bupati) dan
pilihan inovasi pemerintahan daerah, yang perlu diingat adalah tidak bermain
dalam inovasi yang sama dengan daerah lain. Konsepsi ini perlu dikembangkan
daerah umumnya selalu mengikuti pola yang sama dalam menerapkan perilaku
baru dalam pelayanan publik. Oleh karena itulah menurut Noor (2013:112)
dapat memberikan keuntungan dari berbagai aspek seperti (1) dari aspek
pembiayaan; (2) inovasi yang tidak mengganggu segi kehidupan sehari-hari; (3)
inovasi tersebut sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada di masyarakat;
bentuk program pemerintah daerah juga berkaitan dengan aspek legal atau
program pembangunan. Terkait hal ini, menurut Shafritz & Russel (1999) dan
Rosembloom & Kravchuk (2005), jika mengacu pada studi teori administrasi
perspektif politik; (2) perspektif hukum (legal), dan (3) perspektif manajerial
(administrasi).
fakta bahwa keempat jenis program inovasi urusan pendidikan yakni SPAS,
dilakukan melalui mekanisme politik antara institusi Kepala Daerah (Bupati) dan
daerah itu merupakan bagian teori domain publik (public domain theory), yang
oleh beberapa asumsi antara lain: (1) pemerintahan daerah sebagai institusi
politik (political institution); (2) pemerintahan daerah selalu dilandasi oleh pilihan
lokal (local choice); (3) organisasi pemerintahan daerah tidak bertujuan tunggal
choice; (4) legitimasi otoritas lokal didapat melalui election, karena proses
dalam pemerintahan daerah tiada lain adalah bagian dari kekuasaan mengatur
pendidikan di Kabupaten Gowa telah dibentuk tiga jenis peraturan yakni (1)
Perda Kabupaten Gowa No. 4 Tahun 2008 tentang Pendidikan Gratis; (2) Perda
Kabupaten Gowa No. 10 tentang Wajib Belajar; dan (3) Peraturan Bupati Gowa
Gowa adalah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dispora) dan secara
lain pun bisa terlibat dalam urusan pendidikan melalui model kerjasama antar
berada pada level top manajer, yang mana jika dilhat dalam struktur organisasi
pemerintahan daerah, top manajer itu berada pada seorang Kepala Daerah
disebut elemen the strategic apex. Artinya dalam pemerintahan daerah adalah
Bupati dan Wakil Bupati, serta DPRD, karena mereka inilah yang berada pada
335
pula jika mengacu pada pandangan Wilson (1989) mereka pucuk pimpinan yang
berada pada level eksekutif (the executive level). Tingkatan organisasi yang
pemerintahan daerah.
Dispora sebagai penyelenggara urusan pendidikan. Hal diatur dalam Perda No. 7
Tahun 2008 tentang Susunan dan Struktur Dispora, yang meliputi: (1) Kepala
Dinas; (2) Sekretariat yang melingkupi Sub Bagian Umum dan Kepegawaian,
Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan, serta Sub Bagian Keuangan; (3)
Seksi Pembinaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan, dan Seksi Sarana dan
Non Formal dan Prasekolah; (6) Bidang Olah Raga dan Pemuda yang
dan (7) Kelompok Jabatan Fungsional. Selanjutnya mengenai tupoksi dan rincian
tugas dari setiap jabatan dalam struktur Dispora ditegaskan dalam Perbup No.
336
26 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan
Menciptakan Luaran dan Hasil yang Handal”. Untuk mewujudkan Visi tersebut,
Selain Dispora sebagai unsur utama dan memiliki tugas pokok secara
Gowa, terdapat pula institusi non struktural yang memiliki peran penting dalam
Sekolah secara nasional diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pasal 25, menyatakan bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang
menjelaskan bahwa kedua institusi tersebut memiliki peran penting dalam upaya
Pendidikan dan DPRD. Posisi ini menjadikan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah sebagai mitra strategis dan sejajar bagi pemerintah daerah dan sekolah
Pendidikan berjumlah 11 orang yang berasal dari beragam latar belakang, yakni
dua orang pakar pendidikan, dua orang penyelenggara pendidikan, dua tokoh
pengusaha lokal, satu orang ulama (tokoh Muslim), satu tokoh masyarakat adat,
satu orang dari organisasi profesi, satu aktivis LSM, dan satu tokoh perempuan..
pendidikan yang dibuat oleh pihak pemerintah daerah dan sekolah. Dalam
konteks ini pula Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memberi pertimbangan
adalah satuan pendidikan yang disebut sekolah. Satuan pendidikan ini adalah
formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
pasal 1 dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tersebut juga dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terutama jalur pendidikan formal bisa dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 17
bentuk dan jenis satuan pendidikan anak usia dini (PAUD) jalur pendidikan
formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) atau
bentuk lain yang sederajat (Pasal 63). Kemudian mengenai bentuk satuan
pendidikan dasar jalur formal yang pada umumnya berbentuk SD, MI, SMP, MTs,
dan bentuk lain yang sederajat (Pasal 68). Bentuk dan jenis satuan pendidikan
menengah biasanya berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang
Perlu juga dikemukakan bahwa satuan pendidikan yang ada selama ini
negeri dan sekolah swasta. Adapun yang dimaksud sebagai sekolah negeri
yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (daerah), mulai dari sekolah
faktor yang antara satu dengan lainnya saling terkait dan mendukung untuk
sekolah terdiri dari komponen masukan (input), proses (process), dan keluaran
(followers) saja. Kekhawatiran atas kondisi ini adalah ketika figur atau pemimpin
tersebut hilang dan digantikan oleh figur lainnya, maka yang terjadi adalah
stagnasi dan kemacetan kerja. Selain itu, hambatan anggaran yang periodenya
jika hanya sedikit apresiasi yang layak atas prestasi pegawai atau unit yang
berinovasi.
bagi sistem sekolah. Komponen input inilah yang berproses dalam bentuk
sekolah adalah berupa hasil dalam jumlah lulusan atau alumni yang memiliki
PENGATURAN PENGURUSAN
Proses Politik Proses Manajerial
induktif dalam model spiral, yakni dimulai dari beragam informasi dan data
khusus yakni proses pengembangan inovasi itu berlangsung dalam dua proses
yaitu proses politik (pengaturan) dan proses manajerial (pengurusan. Setelah itu
lebih mengerucut pada tema yang lebih abstrak yaitu proses pengembangan
341
pendidikan.
sebagai berikut:
Jika pada bagian Sub Bab 5.2.1 di atas dilakukan pembahasan terhadap
inovasi dalam suatu organisasi pemerintahan. Menurut Eggers & Singh (2009:9)
termasuk pemerintahan daerah dapat ditinjau dari empat sumbu, yakni (1) mitra
dampak; (3) mitra eksternal (external partners) yaitu inovasi melalui partnership
dan networked government; dan (4) inovasi bisa bersumber dari warga (citizens)
yaitu inovasi pemerintahan yang lahir karena pemerintah sangat responsif dan
Gowa dengan menggunakan pandangan Eggers & Singh (2009) di atas, maka
dapat dikatakan bahwa semua jenis program inovasi bersumber dari mitra
gagasan dan inisiatif murni dari Bupati Gowa, setelah melakukan kegiatan studi
banding di daerah lain. Misalnya progran SPAS merupakan salah satu dari janji
343
kampanye politik Bupati ketika Pilkada Gowa 2005, yang kemudian dijadikan
tingginya angka buta aksara ketika itu. Program SPAS ini terbukti terealisasi
hingga akhir periode 2005-2010, di mana tersebar diseluruh desa dan kelurahan.
Seperti halnya dengan program inovasi yang lainnya juga lahir karena digagas
Jika dilihat dari sisi jenis inovasi apa yang telah dikembangkan di
Albury (2003) dan Muluk (2008) yang membagi inovasi dalam beberapa tipologi
inovasi sektor publik yakni tipe inovasi yang berkaitan dengan produk layanan,
inovasi yang berkaitan dengan sistem. Demikian pula derajat keinovasian suatu
derajat atau level inovasi bisa diihat, apakah suatu inovasi termasuk kategori
berdasarkan deskripsi dari program inovasi yang dikaji pada penelitian ini dapat
(wajar 12 tahun); (3) Punggawa D’Emba Education Program (PDEP) yaitu sistem
pembelajaran berbasis cinema class; dan (4) Satuan Tugas (Satgas) Pendidikan.
Keempat program inovasi tersebut mungkin saja saat ini tidak lagi menjadi hal
yang baru dan sudah dianggap sebagai program yang biasa-biasa saja.
saja bisa dinilai wajar saja, karena faktanya implementasi program tersebut
sudah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Semua program inovasi
hasil penelitian bahwa program Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) itu
sudah berlangsung sejak tahun 2005. Sementara program Pendidikan Gratis itu
Education (PDEP) serta Satpol Pendidikan sudah dilaksanakan sejak tahun 2010
yang lalu.
Terkait dengan data hasil penelitian di atas, ada baiknya jika dipahami
dengan melihat ulang makna konsep inovasi itu sendiri. Konsep inovasi secara
umum dapat dipahami dalam konteks perubahan perilaku. Inovasi biasanya erat
Pengertian inovasi sendiri sangat beragam, dan dari banyak perspektif. Menurut
bahwa inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh
mengatakan bahwa inovasi berkaitan dengan ide yang baru, praktek dan obyek
yang masih baru terutama bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam
pengertian bahwa keempat jenis program inovasi tersebut bisa jadi sudah
diterapkan di daerah lain, walaupun dengan bentuk dan nama yang berbeda
daerah setempat program seperti SPAS, Pendidikan Gratis, PDEP, dan Satgas
hasil dari adopsi atau mereflikasi program inovasi di daerah dan negara lain
Menurut Sherwood (2002), bahwa inovasi sebagai salah satu ciri nilai
menemukan sesuatu yang baru, atau membawa suatu gagasan yang baru
(2002:2), inovasi sebagai suatu proses memerlukan empat tahapan yakni: (1)
tahap pengajuan gagasan yaitu mempunyai ide lebih dahulu; (2) tahap evaluasi
sungguh-sungguh terwujud.
adanya fakta tentang pengembangan inovasi di Kabupaten Gowa tentu hal ini
terbuka dengan hal-hal baru. Keterbukaan terhadap ide dan praktek yang baru
sifat fleksibilitas. Kondisi ini tentu menjadi hal yang menarik, oleh karena
meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik
yang sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang
tersedia sebelumnya. Dapat pula dijelaskan bahwa sebuah inovasi dapat berupa
produk atau jasa yang baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur
publik. Pemahaman ini dikemukakan oleh Cohen dan Elmicke (1998:2-3) yang
(policy implementation).
inovasi tidak bisa berkembang dalam kondisi status quo. Walaupun tidak ada
oleh Rogers’s dan Shoemaker (1971) seperti dikutip oleh Osborne dan Brown
dengan inovasi yang lain atau inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai
bertentangan dengan nilai-nilai dan tradisi yang sudah dianggap baik pada
(3) Complexity atau kerumitan, artinya dengan sifatnya yang baru, maka
sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka
(4) Triability atau kemungkinan dicoba, artinya inovasi hanya bisa diterima
apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih
harus melewati fase “uji publik”, dimana setap orang atau pihak mempunyai
(5) Observability atau kemudahan diamati, artinya bahwa sebuah inovasi harus
dapat diamati, terutama pada sisi bagaimana sebuah inoasi beroperasi dan
Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) pertama kali diluncurkan pada tahun
Bupati Ichsan Yasin Limpo dan Wakil Bupati Abdul Razak Badjidu. Ide
pengembangan pendidikan anak saleh ini muncul dari Bupati sendiri, sebagai
respon terhadap adanya fakta bahwa saat itu masih ada anak-anak yang sudah
memasuki usia sekolah belum dapat membaca dan menulis Latin serta masih
banyak pula anak-anak sekolah yang belum bisa dan lancar membaca Alquran
yang baru terpilih ketika tahun 2005. Terobosan ini muncul karena adanya
berusia sekolah yang belum mampu membaca baik Latin maupun Alquran.
Dengan kata lain bahwa SPAS ini adalah sarana pendidikan untuk anak-anak
348
putus sekolah dan juga bagi mereka yang tidak berhasil melanjutkan sekolah
khusus yakni baca tulis Latin dan Alquran, melalui jalur pendidikan nonformal.
pendidikan SPAS ini didasarkan pada kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,
dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat.
pengajar atau guru sanggar sebanyak dua atau tiga orang di setiap sanggar.
Tenaga pengajar tersebut berasal dari warga setempat. Status tenaga pengajar
ini diangkat sebagai pegawai tidak tetap (pegawai honorer) daerah. Karena
mendapat insentif setiap bulan dari anggaran daerah yang dialokasikan khusus
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Di mana orang yang ditunjuk dalam
SPAS ini cukup banyak, pengelola tingkat desa saja ada 300 orang di mana
miskin yang berusia 6-13 tahun. Mereka diberikan pelajaran membaca huruf
Latin dan hijriyah (Al Quran) dengan waktu belajar pukul 16:00-18:00 WITA yang
diakhiri dengan shalat berjamaah bagi anak – anak. Dan juga mata pelajaran
lainnya agar mereka bisa meneruskan ke sekolah formal jika memenuhi syarat
diperuntukkan bagi orang tua yang belum dapat baca tulis Latin dan Al Quran.
Hal ini dikemukan oleh Yunus (2012:17) dalam salah satu seminar inovasi
Jenis materi yang diajarkan oleh guru atau tutor kepada santri SPAS tidak
hanya menyangkut pengetahuan dan keterampilan baca tulis tetapi juga materi
yang terkait dengan pendidikan akhlak yang Islami. Demikiam pula dari segi
santri SPAS itu sendiri, ternyata tidak hanya diikuti oleh anak-anak yang masih
berusia 6-13 tahun tetapi juga diikuti oleh orang dewasa. Santri yang sudah
dewasa adalah mereka yang kebanyakan orang tua dari santri SPAS juga. Hal
inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari program SPAS ini dalam
2007, program SPAS ini sudah mendapat apresiasi dari pemerintah pusat.
pemerintah daerah Kabupaten Gowa dinilai memiliki komitmen yang tinggi dalam
Pada tahun 2009, program Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS) ini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Selain itu, juga untuk menjaga
diajarkan selama ini di SPAS tidak mengalami perubahan. Kecuali syarat usia
bagi santri yang berubah, jika sebelumnya santri SPAS berumur 6-13 tahun,
maka setelah terintegrasi dengan PAUD usia santri berubah menjadi 6 tahun
memiliki nilai inovasi karena memberi kontribusi nyata dalam mendukung misi
bernama The Fajar Institute Pro Otonomi (FIPO). Lembaga FIPO yang didirikan
oleh Koran Harian Fajar pada tahun 2008 yang lalu adalah lembaga bersifat
dari pemerintah pusat dalam bentuk penghargaan Aksara Anugerah Utama dan
lembaga lain seperti FIPO yang menilai bahwa program SPAS adalah program
pebisnis tetapi juga organisasi masyarakat yang masih eksis seperti ormas
pembentukan karakter, jadi tidak hanya bertujuan secara kuantitatif yakni untuk
menurunnya jumlah (angka) buta aksara dan buta baca Al-quran, tetapi yang
jauh penting adalah tujuan yang bersifat kualitatif yakni pembentukan mental,
orang tua dari berbagai jenis pembiayaan sekolah sebagaiman telah diuraikan
pada Bab V tentang deskripsi hasil penelitian. Mencermati hal tersebut, peneliti
dalam bentuk program Pendidikan Gratis diprakarsai oleh Bupati Gowa Ichsan
352
Yasin Limpo. Kebijakan ini adalah salah satu bentuk political will dan komitmen
tentu tidak lahir begitu saja tetapi dilatari oleh adanya fakta bahwa akses
(pengaturan) dalam wujud Peraturan Daerah yang diajukan kepada DPRD untuk
dibahas, disetujui dan disahkan. Maka terbitlah Peraturan Daerah (Perda) No. 4
kebijakan tersebut bupati juga menerbitkan Peraturan Bupati Gowa No. 8 Tahun
bentuk peraturan daerah dan peraturan bupati sebagaimana pada poin pertama
dan kedua, diianggap masih memiliki titik lemah karena nampaknya belum
diterbitkanlah Perda No. 10 Tahun 2009 tentang Wajib Belajar. Perda No. 10
tahun 2009 ini pada prinsipnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dan orang tua/wali siswa terhadap
proses pendidikan anaknya. Bahkan dalam perda ini, diatur tentang sanksi bagi
Peraturan Bupati Gowa No. 8 tahun 2008. Tanggung jawab pengurusan dan
353
pelaksanaan program ini, tentu terletak pada perangkat daerah yang mengurusi
urusan pendidikan yakni Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. SKPD
Dispora inilah yang mengelola menurut tugas pokok dan fungsi dari bidang-
bidang yang terkait, agar program Pendidikan Gratis ini dapat terealisasi secara
efektif.
krwenangan untuk menunjuk pegawai tata usaha atau seorang guru untuk
tingkatan sekolah, baik sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah daerah
maupun sekolah swasta yang dimiliki oleh pihak swasta/non pemerintah. Dan
sendiri. Dalam pengertian bahwa program ini merupakan program yang bersifat
dan anak) terhadap pelayanan pendidikan yang lebih terjangkau, murah dan
materi pelajaran oleh siswa-siswa maupun kualitas cara dan metode mengajar
tujuan pokoknya untuk peningkatan kualitas guru dan peserta anak didik dalam
tradisi dan budaya lokal masyarakat Gowa. Sementara secara etimologi istilah
Punggawa D’Emba itu sendiri rupanya diambil dari istilah bahasa Makassar,
yakni istilah Punggawa berarti pemimpin atau orang yang memiliki pengaruh
kekuasaan dan istilah D’Emba memiliki makna Daeng Emba yaitu sebuah nama
dari seorang tokoh lokal yang memiliki pengaruh dan dihormati karena
daerah di dalam negeri dan luar negeri yang dianggap sukses dalam
daerah (Bupati), pihak Dispora, dan anggota DPRD yang membidangi masalah
pendidikan.
tentu saja tidak berjalan mulus. Sehingga program ini tidak secara langsung
pihak (orang) yang ahli dan profesional. Tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
pemerintah daerah. Oleh karena itu dibuka peluang bagi keterlibatan pihak di
antara lain: (1) melalui media audio visual memberikan pesan yang dapat
diterima secara lebih merata oleh siswa; (2) sangat bagus untuk menerangkan
suatu proses; (3) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; (4) lebih realisitis,
siswa didik.
informasi dan komunikasi melalui teknik audio visual yang memiliki banyak
kelas yang didesain khusus untuk metode cinema class. Sumber daya tenaga
komputer dan teknologi informasi. Selain itu, beberapa mata pelajaran menurut
beberapa guru dan anak didik kelihatannya masih lebih efektif jika menggunakan
model konvensional.
356
(PDEP) sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil beberapa inti sari dari
daerah dan DPRD dalam memberikan pelayanan dasar yang maksimal di bidang
visual atau cinema edutainmnet. Metode dan sistem pembelajaran ini benar-
benar menjadi hal baru dan berbeda dengan metode pembelajaran konvensional
selama ini.
dikemas dalam bentuk Satuan Tugas (Satgas) Pendidikan atau Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Pendidikan. Pembetukan Satgas Pendidikan ini masih
itu dibentuk dan dijalankan, sebaiknya di awal penyajian kiranya urgen untuk
357
daerah merupakan bagian atau salah satu perangkat daerah yang membantu
dinyatakan secara tegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), bahwa Satpol PP merupakan
bagian perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi penegakan peraturan
kerja Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sudah diatur pula
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.
pemerintahan daerah menjadi sangat strategis yang dilandasi oleh dua aturan
telah didorong melalui program Pendidikan Gratis yang ditopang oleh Perda
Pendidikan Gratis dan Wajib Belajar. Selain itu, pemerintah daerah juga telah
perda di bidang pendidikan tersebut terasa belum maksimal. Oleh karena itu
Meskipun kerjasama antar SKPD bukanlah hal yang baru, namun kerjasama
antara Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olah Raga melalui pembentukan Satgas Pendidikan adalah terobosan yang tidak
hanya inspiratif -thinking out of the box- melainkan juga secara metodik
Dalam ketentuan umum pasal (1) dari Permendagri No. 33 Tahun 2008
tersebut istilah kerjasama dimaknai sebagai pola hubungan kerja yaitu rangkaian
prosedur dan tata kerja antar perangkat daerah yang membentuk suatu
kebulatan pola kerja dalam rangka optimalisasi hasil kerja. Selanjutnya pada
pasal (2) ditegaskan pula beberapa prinsip yang harus dipegang dalam pola
hubungan kerja antar perangkat daerah, antara lain: (a) saling membantu dan
perangkat daerah; (c) saling memberi manfaat; dan (d) saling mendorong
kerjasama atau pola hubungan kerja antar SKPD (perangkat) khususnya Satuan
Polisi Pamong Praja dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga. Hal ini
menjadi terobosan tidak hanya inspiratif –thinking outside of the box- tetapi juga
kehadiran satgas ini sangat relevan untuk mendorong meningkatnya kualitas dan
dan informal. Mekanisme rekrutmen secara formal melalui skema verifikasi yang
dan mengubah wajah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) itu sendiri yang
360
Secara teoritis menurut Eggers & Singh (2009:9), sebuah inovasi dalam
pemerintahan bisa berasal dari empat sumber, yakni (1) External partners
lebih tinggi (pusat dan provinsi); (2) Citizens (engage citizen-customers), artinya
bahwa inovasi pemerintahan daerah bisa muncul karena keterlibatan warga dan
dalam suatu organisasi pemerintahan daerah (SKPD dan DPRD); dan (4)
Jika mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh Eggers & Singh di
program inovasi tersebut murni gagasan dari Bupati Gowa yang kemudian
program inovasi yang berbasi sumberdaya lokal; (2) Program Pendidikan Gratis
bersumber dari external partners, karena kedua program inovasi ini gagasan
361
awalnya karena hasil kegiatan studi banding ke daerah lain. Program Pendidikan
dan BOSDA yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi dan pusat. Punggawa
tersebut di atas dapat digali melalui beberapa strategi inovasi, yaitu: (1)
pihak ekternal; dan (5) open source, strategi pemerintah dengan membuka
antara lain: (1) Diffusion, yakni proses inovasi yang sifatnya tidak disengaja
menyimpulkan bermanfaat untuk di coba. Hal ini sering disebut dengan “the
somehow people will learn how to get better approach”. (2) Transfer, yakni
362
pertukaran ide-ide secara informal dan diparaktekkan oleh suatu jaringan antara
wilayah kerja. Biasanya disebut “the friends will tell friends about how they are
getting better approach”. (3) Propagation, yakni suatu upaya berupa pemikiran
atau perencanaan yang telah disiapkan terlebih dahulu (mungkin oleh inovator-
inovator, individu diluar organisasi, atau level pemerintahan yang lebih tinggi)
mentransfer inovasi dari orang (pihak) lain. Hal ini seringkali disebut sebagai “the
we ought to help people learn how to get better approach”. (4) Replication, yakni
suatu usaha sadar yang dilakukan oleh organisasi (individu di dalam organisasi)
yang bekerja keras untuk memperbaiki, dengan mencari secara aktif terhadap
ide-ide, kebijakan, program, dan praktek yang telah sukses dan dapat diadopsi.
Jenis strategi replikasi ini sering disebut dengan ungkapan “the we want to learn
Jika mengacu pada hasil kajian ini, nampaknya strategi yang relevan
& Singh (2009) dan Behn (2008). Hal ini diperkuat pandangan dari Sumarto
menyimpulkan bahwa pada dasarnya strategi yang paling tepat digunakan oleh
replikasi adalah tindakan yang harus didorong agar reformasi terjadi secara lebih
363
meluas dan cepat. Melalui replikasi, terjadi akselerasi yang tidak semahal jika
perubahan dimulai dari nol. Sehingga kemungkinan sukses replikasi lebih besar
jika dibandingkan dengan memulakan suatu inisiatif tanpa referensi sama sekali.
induktif dalam model spiral, yakni dimulai dari beragam informasi dan data
empirik tentang jenis-jenis inovasi apa saja yang telah dan sedang
pada tema yang lebih umum dan abstrak yaitu jenis-jenis program inovasi yang
pendidikan. Gambar 24 ini dapat juga dimaknai sebagai bentuk visualisasi dari
pemerintah daerah. Di mana setiap jenis program inovasi memiliki dampak, yakni
sekolah-sekolah
364
program yang dikembangkan kemudian dianalisis dengan teori dan konsep dari
Proposisi Minor 4: Program inovasi urusan pendidikan bisa dinilai dari segi
dampak positif, keterlibatan aktor-aktor, pemberdayaan
masyarakat, keberlanjutan, konteks lokal, dan dapat
ditransfer serta direplikasi/imitasi oleh daerah lain.
aparatur pelaksana program inovasi; (c) kapasitas anggaran program inovasi. (d)
pemimpin yang tentu saja menguasai pengetahuan dan berwawasan yang luas
366
mendalam dan wawasan yang luas tidaklah cukup efektif dalam pengembangan
inovasi, jika tidak disertai dengan komitmen yang tinggi dan kemampuan untuk
organisasinya.
inovatif dilihat dan diukur melalui sejauhmana komitmen dan kemauan politik
(political will) bupati dalam memberikan public service dan menyediakan public
goods kepada warganya. Selain itu, kapasitas kepemimpina inovatif Bupati akan
ditinjau pula dilihat dari aspek visi-misi pengembangan inovasi yang dibangun,
komitmen dan political will dari Bupati Gowa. Pertama, bahwa komitmen dan
political will Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sudah sangat nampak ketika baru
saja selesai dilantik bersama Wakil Bupati Abd Razak Badjidu untuk periode
itu setelah pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gowa berlangsung, maka
berbagai kalangan masyarakat yang hadir. Di antara isi ”kontrak politik” tersebut
367
sanggar anak saleh. Program sanggar anak saleh inilah yang kemudian dikenal
dengan Sanggar Pendidikan Anak Saleh (SPAS). Pengembangan SPAS ini pula
”kontrak politik” tersebut juga berisi pemberian secara gratis buku wajib kepada
2.846 anak SD yang berasal dari keluarga miskin. Sesuai dengan komitmen
dalam ”kontrak politik”, hanya dalam jangka waktu satu tahun, pengembangan
154 unit SPAS dan pemberian buku gratis pada anak SD dari keluarga miskin
Kedua, komitmen dan political will yang tinggi oleh Bupati Gowa tercermin
Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2008 tentang Pendidikan Gratis. Setelah itu,
yang masih rendah yang diakibatkan oleh proses pembelajaran yang belum
efektif maka Bupati Gowa mengambil langkah-langkah antara lain studi banding,
dan sistem pendidikan yang sudah maju. Program studi banding yang dipelopori
368
oleh bupati dengan menyertakan pihak terkait (DPRD, Dinas Dikpora dan dewan
sistem pembelajaran yang berbasis pada audio visual (cinema class). Metode
terobosan kebijakan yang cukup inovatif yakni kerja sama antar perangkat
daerah yakni Satpol PP dan Dinas Dikpora dengan membentuk Satpol (Satgas)
Tentu peran dari Bupati Gowa tidak hanya pada fase memunculkan
gagasan dan ide untuk mengembangkan kebijakan dan program inovasi dalam
di atas. Namun bupati juga sangat aktif dan paling terdepan dalam sosialisasi
Kapasitas kepemimpinan inovatif seorang bupati bisa juga dinilai dari visi-
diperoleh fakta bahwa Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo bersama Wakil Bupati
Abd Razak Badjidu adalah kepala daerah yang diusung oleh Partai Golkar,
kepala daerah (Pilkada) secara langsung pada 27 Juni 2005. Pasangan kepala
daerah ini merupakan kepala daerah pertama di Gowa yang dipilih melalui
pemelihan kepala daerah secara langsung. Sejak masa kampanye calon kepala
daerah waktu itu, Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo sudah menyatakan bahwa
dan daya beli masyarakat. Dari sini sudah nampak adanya visi yang kuat dari
Atas dasar visi dan misi pembangunan manusia yang bertumpu pada
bidang pendidikan inilah yang diterjemahkan ke dalam visi dan misi daerah
yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi daerah Gowa tersebut, yakni
kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada pemenuhan hak-hak dasar
Daerah (RKPD) Kabupaten Gowa tahun 2010. Dalam kebijakan RKPD ini
Peningkatan mutu dan produksi pertanian; (5) Peningkatan kualitas dan akses
370
komitmen politik yang kuat dalam pelayanan (urusan) pendidikan. Apalagi jika
dilihat kembali program kerja dan alokasi anggaran yang cukup besar bagi sektor
pendidikan.
Fakta-fakta hasil kajian ini, di mana peran dan kontribusi Bupati sebagai
pemimpin pemerintahan daerah sangat menonjol dan strategis, hal ini rupanya
sangat relevan dengan hasil kajian dari Evans (2010) yang melakukan kajian
yang berbeda. Hasil kajian Evans kemudian dirangkum dalam tulisan “Building
the Capacity for Local Government Innovationm: Case studies from the
memiliki agenda reformasi untuk inovasi; (e) dukungan dari pemimpin politik dan
komunikasi yang efektif; (g) keterlibatan warga lokal; dan (h) tersedianya
Demikian pula hasil kajian ini juga relevan dengan hasil temuan Capuno
tahun, pemerintah daerah berhasil melakukan inovasi dalam berbagai sektor; (b)
yang diterima; (d) faktor kritis lain selain faktor kepemimpinan adalah faktor
terwujudnya visi dan misi suatu daerah. Personel atau pegawai yang mengisi ini
dalam menentukan apakah visi dan misi organisasi bisa terwujud. Oleh karena
itu aparatur yang mengisi bangunan organisasi itu harus melalui sebuah proses
mewujudkan visi dan misi organisasi (Rohdewohld dikutip oleh Said (2007).
Menurut Girndle (1997), Fiszbein (1997) dan D.Eade (1998) dalam Keban
mewujudkan visi misi dan program suatu organisasi termasuk program yang
teknis yang dimilikinya. Agar selalu tersedia aparatur yang profesioanl dan
memiliki teknis yang diinginkan, maka beberapa kegiatan yang harus dilakukan
antara lain: training, pemberian gaji/upah, lingkungan kerja yang kondunsif dan
yang berkualitas menjadi penting, karena apalah artinya sebuah kebijakan dan
program inovatif yang digagas oleh seorang Kepala Daerah (Bupati) tanpa
ditunjang oleh adanya tenaga kerja yang berada paling di depan dan mengetahui
dilapangan.
pemerintah daerah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan aparatur non
373
PNS, baik aparatur yang berada pada posisi jabatan struktural maupun aparatur
Kabupaten Gowa yang diberi tugas dan bekerja pada instansi Dispora.
pernyataan yang terkait dengan penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap
alokasi dana pada tiap program kerja pemerintah tersebut umumnya melalui
politik ini harus dilalui untuk memperoleh pengesahan (legitimasi politik) dari
bagian dari kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) suatu
telah melalui proses politik dan telah dinyatakan dalam APBD kabupaten Gowa.
Hal yang penting pula selain besaran alokasi anggaran yang ditemukan
dari satu sumber saja yakni pemerintah daerah melalui APBD. Sementara itu,
374
pembiayaan dari pihak lain seperti pihak swasta. Kecuali bantuan-bantuan yang
sifatnya nonfinansial ada yang berasal dari pihak swasta setempat seperti
miliki.
pemerintah daerah.
antara institusi pemerintah daerah dengan institusi swasta (private sector) dan
terbentuk dan aktif selama ini merupakan jenis jaringan yang bersifat eksternal
jaringan kerjasama antar SKPD yakni Dinas Dikpora dan Satpol Pamong Praja.
dengan kebijakan dan program inovasi pendidikan, satgas juga ditujukan untuk
daerah dan lembaga DPRD kabupaten Gowa, maka penting pula disajikan
dimaksud terletak pada adanya garis politik dan latar belakang politik yang
sangat kuat antara Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo dan Gubernur Sulawesi
Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Kedua pemimpin daerah tersebut memiliki garis
politik dan latar belakang politik yang sama yakni keduanya pejabat teras Partai
Golkar. Syahrul Yasin Limpo adalah seorang Ketua DPD Partai Golkar dan
Ichsan Yasin Limpo adalah Bendahara DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan.
Kemudian secara geopolitik, sejak lama kabupaten Gowa sudah menjadi salah
satu daerah lumbung suara Partai Golkar. Selain hubungan yang kuat karena
latar belakang politik yang sama, yang tak kalah penting untuk dicermati adalah
internal pemerintahan daerah nampaknya memiliki sifat yang lebih kuat karena
jaringan itu berfungsi sejak pada tahap perencanaan sampai pada proses
pengawasan berlangsung.
pendidikan belum terwujud secara efektif. Terutama fakta ini dapat dilihat pada
masih sangat terbatas. Selanjutnya pada bagian berikut ini akan diuraikan
terdapat 3 (tiga) jenis yakni: (1) Perda Kabupaten Gowa No. 4 Tahun 2008
tentang Pendidikan Gratis; (2) Perda Kabupaten Gowa No. 10 tentang Wajib
Belajar; dan (3) Peraturan Bupati Gowa No. 8 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan
hanya ada 2 (dua) jenis yakni: (1) Keputusan Bupati Gowa No. 288/VIII/2011
dan (2) Keputusan Bupati Gowa No. 173/I/2012 tentang Susunan Dewan Pakar
Pendidikan. Kelima jenis regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah baik
terlaksana dilapangan.
Gowa. Pada disisi lain, nampaknya tidak ditemukan adanya regulasi yang secara
pegawai dalam penyelenggaraan program tertentu. Serta belum ada pula aturan
tersebut. Demikian halnya dalam sistem evaluasi, peneliti juga tidak menemukan
influences).
di daerahnya. Selain itu, yang dominan juga adalah faktor kapasitas anggaran
Pendidikan Gratis, di mana profil program ini sangat berbasis pada anggaran.
380
Kapasitas dukungan politik nampaknya juga sangat kuat, terutama karena Bupati
Gowa berasal dari Partai Golkar yang memiliki kursi terbanyak di DPRD dan juga
adanya klan primordial dengan Syahrul Yasin Limpo Gubernur Sulawesi Selatan.
dalam analisis model spiral, yakni dimulai dari beragam informasi dan data
tema yang lebih spesifik tentang dimensi-dimensi kapasitas inovasi dan terakhir
mengerucut pada tema yang lebih umum dan abstrak yaitu kapasitas inovasi
pengembangan program inovasi pemerintahan daerah yang efektif. Hal ini dapat
didukung oleh kepemimpinan yang memiliki komitmen dan kemauan politik kuat,
visi dan misi inovasi yang jelas, kepemiminan yang stabil dan motif inovasi yang
organisasi untuk inovasi dalam wujud perencanaan strategis, RPJMD & RPJPD,
tersedianya regulasi yang cukup sebagai dasar hukum inovasi, tim kerja
Sumber: Diadaptasi dari hasil kajian disertasi ini (2016), Muluk (2008) dan Kim,
et al (2007)
disertasi ini dengan hasil kajian penelitian terdahulu. Perbandingan hasil kajian
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai ahli dan peneliti administrasi
383
Tabel 37. Matriks Hasil Kajian Penelitian Terdahulu dan Kontribusi Hasil
Kajian Disertasi Ini
10. Tomi Tura, Satu Fokus pada potensi Pengembangan inovasi Mendukung konsep
Pekkarinen, Lea konflik dalam inovasi pemerintahan daerah inovasi pelayanan
Hennala & Vesa pelayanan publik. dlm urusan pendidikan publik tapi tidak fokus
Harmaakorpi Mengungkap beragam lebih pada inovasi pada potensi konflik
pelayanan publik
(2011) tekanan yang didalamnya, juga
berkaitan dengan
mempengaruhi derajat pelayanan dasar. mendukung
Clashes as inovasi & diwujudkan Pengembangan bagaimana beralih
Potential for sebagai benturan program inovasi urusan dari cara lama ke
Innovation in Public (clashes) & menjadi pendidikan tidak cara baru yg
Service Sector saling bertolak belakang mengalami benturan difasilitasi secara
Reform (controversies) antara baik konsep maupun terbuka
berfikir cara lama & cara teknis operasinya
baru. Tetapi benturan karena didasarkan pd
masalah dan
tersebut dapat menjadi kebutuhan dasar
dasar yang kuat masyarakat.
(platform) bagi inovasi
untuk dianalisis dan
difasilitasi secara
terbuka.
Pada bagian ini dikemukakan model yang seharusnya (das sollen) yang
dibangun dari hasil diskursus antara kenyataan (das sein) bagaimana program
teori dan konsep inovasi pemerintahan dalam perspektif adminisrasi publik, yang
pemerintahan daerah dalam mewujudkan visi misi dan tujuan daerah yakni
inovasi pemerintahan daerah yang dikembangkan oleh Kirton (1976), Muthalib &
Ali Khan (1982), Rondinelli & Cheema (1983), Rogers (1983), Smith BC. (1985),
Turner & Hulme (1997), Grindle MS. (1997), Wood, et al (1998), Farzmand A.
Borins (2008), Eggers & Singh (2009), Hoessein (2009), Muluk (2008 &
2004 dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan
diuaraikan sejak awal, bahwasanya ide dan gagasan kebijakan dan program
Ichsan Yasin Limpo. Bupati sebagai Kepala Daerah dan Kepala Kepemerintahan
strategis harus melalui mekanisme politik. Mekanisme politik ini terkait dengan
Daerah (DPRD). Bupati sebagai Kepala Daerah dan DPRD adalah organ
jamak dilakukan oleh setiap daerah, termasuk yang dilaksanakan oleh Bupati
dan DPRD Gowa dalam rangka pembahasan rencana program kerja tahunan
masing program.
Pendidikan dan Pemuda Olah Raga (Dispora). Dalam konteks ini, posisi Dispora
operasional yang diperankan oleh Dispora khusunya pada unit struktur Bidang,
maka dapat dilihat dalam dua tahapan proses yaitu proses politik dan proses
kewenangan fungsi mengatur ini dalam prakteknya melekat pada institusi Kepala
Daerah dan DPRD yang dipilih melalui mekanisme pemilihan (election). Terkait
dengan hal ini, berdasarkan kajian teoritis dan konseptual serta pengalaman dari
disebut proses manajerial. Dalam proses manajerial ini Bupati sebagai Kepala
Pemuda dan Olah Raga (Dispora) dan UPTD terkait (Satuan Pendidikan). Dalam
390
konteks ini, posisi Dispora dibawah kendali seorang Kepala Dinas dapat
urusan pendidikan ini, nampaknya belum juga sepenuhnya memiliki nilai inovasi
yang kuat (lemah). Oleh karena itu, jika mengacu pada kajian teori dan
didasari oleh kebutuhan atau masalah nyata yang dirasakan masyarakat; (2)
banding pemda dan diadopsi dengan strategi reflikasi (imitasi) terhadap program
konteks lokal. Program inovasi urusan pendidikan harus berdampak nyata bagi
kualitas pembelajaran makin baik pula dan buktinya ABA semakin berkurang,
(3) System dan struktur yakni membangunan struktur yang kuat, sistem berbagi
pengetahuan, reward system dan sistem evaluasi; dan (4) Memiliki kemampuan
yang tinggi tetapi juga harus berlangsung secara efektif, efisien dan profesional.
Hal terakhir yang menjadi rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah
masih adanya faktor penghambat yakni tim kerja aparatur pemda pelaksana
program inovasi dan regulasi yang masih kurang mendukung keberadaan dan
model rekomendasi dari disertasi ini, berikut disajikan Gambar 27 tentang model
Gambar 27: Model Rekomendasi (Recommended Model) Inovasi Penyelenggaraan Urusan Pendidikan
Tabel 38: Matriks Perbandingan Praktek Inovasi Pemerintahan Daerah 393
Aspek Inovasi Kab. Gowa Kab. Jembrana Kab. Sragen Kab. Banyuwangi Kab. Solok Prov. Gorontalo
Fokus Inovasi Peningkatan Inovasi Bidang Inovasi Pelayanan Inovasi Strategi & Inovasi Penerapan Tata Kapasitas Manajemen
Akses & Kualitas Pendidikan, Bidang Terintegrasi: Pemben- Kebijakan Pem- Kelola Kepemerintahan Kewirausahaan
Pelayanan Bidang Kesehatan, & Bidang tukan BPTPM Sragen bangunan Daerah yang Baik Pemerintah Daerah
Pendidikan Perekonomian
Deskripsi Peningkatan aksesibilitas Bidang Pendidikan: BPTPM adalah Badan Melalui strategi pro Praktek tata kelola Pemprov Gorontalo
masyarakat & kualitas pembebasan biaya sekolah, Perizinan Terpadu & growth, pro job, pro poor, Pemerintahan (good mengalokasikan dana
pelayanan pendidikan perbaikan gedung sekolah, Penanaman Modal diatur pro environment. Pemda governance) Kab. Solok besar untuk
didorong melalui berbagai beasiswa pendidikan & oleh Perda No.5/2011. Banyuwangi ditujukan utk pembe- pengembangan sumber
pengembangan program insentif kesejahteraan guru, BPTPM ini ditujukan untuk mengembangkan nahan aparatur daya aparatur karena
inovasi melalui Sanggar sekolah kajian. Bidang memberi kemudahan program2 inovasi yakni pemerintahan melalui: Pos pembangunan SDM
Pendidikan Anak Saleh Kesehatan: JKJ berbasis layanan perizinan dgn Gerakan Masyarakat Pelayanan Satu Pintu merupakan salah satu
(SPAS) yang terintegrasi Asuransi. Dana bergulir; prinsip dipercaya, cepat, Pemberantasan Tributa & (Posyantu). Pola program prioritas
jadi PAUD, Pendidikan pemberian alat kerja ke mudah, murah, transparan, Pengangkatan Murid Partisipatif, Revol-ving pemerintah provinsi
Gratis (komplementer BOS) kelompok masyarakat; melalui one stop service. Putus Sekolah (Gempita Fund, LAKIP, Dana Gorontalo.Ada tiga
dgn membebaskan biaya pelatihan dan penempatan Sehingga pelayanan Perpus), Banyuwangi Alokasi Umum Nagari agenda dalam
sekolah siswa SD-SMA kerja di kapal pesiar; perizinan tidak terpencar Digital Society(B-Diso), (DAUN), Partisi-pasi melakukan energizing
(negeri/swasta), Program pelatihan dan pemagangan disetiap SKPD tetapi Lahir Procot Pulang Bawa Masyarakat, Pakta bureaucracy di Gorontalo
Punggawa D’Emba kerja di Jepang; info bursa terintegrasi. BPTPM juga Akta, Refomasi Biro-krasi, Integritas, Sistem Penga- (1) program minsetting
Education utk perbaikan tenaga kerja pada Dinas memberi informasi ke Larangan Mall, E- daan Barang & Jasa, Giro mengubah pola pikir yg
kualitas pembelajaran Kependudukan, pemberian masyarakat secara jelas tttg Banyuwangi Tourisme, to Giro (G to G), lebih entrepreneurial; (2),
berbasis audio visual bagi dana talangan kepada KUD kepastian target waktu, Taman Publik Berasis IT, Performance Agreement, membangun landasan
matapelajaran & bermuatan untuk membeli gabah petani; prosedur & biaya. BPTPM Pendampingan Petani, Anggaran Berbasis utk memotivasi pegawai;
nilai2 lokal & Satuan Polisi pemberian dana talangan Sragen ini melayani 72 jenis Bank Sampah, Ruang Kinerja, & Tunjangan dan (3) menata sistem
Pendidikan meningkatkan kepada petani cengkeh; dan pelayanan perizinan & 2 Terbuka Hijau (RTH). Daerah. Keberhasilan organisasi pemerintah
kedisiplinan proses belajar pembebasan PBB areal jenis pelayanan non- Tercipta pemerintah praktek tersebut diukur provinsi agar fleksibel utk
mengajar di sekolah2. pertanian. APBD Jembrana perizinan. Reformasi wirausaha Banyuwangi menurut indikator efisiensi tumbuhnya nilai2
Kapasistas Bupati Gowa & kecil maka strategi efisiensi birokrasi pelayanan (entrepreneurship efektifitas pelayanan, IPM, kewirausahaan
besarnya anggaran sangat anggaran dilakukan. perizinan. government) partisipasi & akuntabilitas (entrepreneurship
dominan dalam inovasi. kinerja pemda. government)
393
394
Aspek Inovasi Kab. Gowa Kab. Jembrana Kab. Sragen Kab. Banyuwangi Kab. Solok Prov. Gorontalo
Inisiasi Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
(Bupati Gowa IYL) sejak (Bupati I Gede Winasa) (Bupati Untung Wiyono) (Bupati Abdullah Azwar (Bupati Gamawan
(Gubernur Fadel Muh)
tahun 2006 sejak tahun 2002 sejak tahun 2003 Anas) sejak tahun 2010 Fauzi) sejak tahun 1997
sejak tahun 2004
Lokus Eksternal Pemerintah Eksternal Pemerintah Internal & Eksternal Internal & Eksternal Internal Pemerintah Internal & Eksternal
Daerah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Daerah Pemerintah Daerah
Keberlanjutan Komitment politik yg kuat Strategi efisiensi penggu- Pelembagaan program Jaminan keberlanjutan Kegiatan mengukur Butuh pelembagaan
& Replikasi Bupati berikutnya sangat naan anggaran berbagai inovasi sudah ada kebijkan & program keberhasilan dilakukan kapasitas kepemim-
menentukan & proses sektor pembangunan utk melalui Perda No.5/2011 inovasi pelembagaan oleh KPK utk memberi pinan kepala daerah
pelembagaan program mendanai program2 ttg Badan Perizinan melalui Perbup No. gambaran kepada Kab yg inovatif, bervisi
inovasi sudah dilakukan inovasi dilakukan Terpadu & Penanaman 4/2014 yang harus Solok dan daerah lain wirausaha, memiliki
melalui Perda Perda No. mengingat APBD kecil. Modal. Peningkatan ditingkatkan menjadi dlm melakukan berbagai komitmen tinggi &
4/2008 ttg Pendidikan Political Will & komitmen kapasitas aparatur Perda. Komitmen & membangun budaya
macam praktek good
Gratis & Perda No. 10 pemimpin selanjutnya pemda dalam memberi kemitraan dgn berbagai inovasi birokrasi
governance. Daerah lain
/2009 ttg Program Wajib penting jaminan lanjutan pelayanan terintegrasi. perusahaan & industri pemerintah. Tidak
yang baru memulai
Belajar & tertuang dalam program inovasi. Daerah Model one stop service melalui CSR utk hanya direplikasi oleh
praktek tata kelola
RPJMD & RPJMP. lain sudah banyak yang sudah menjadi program mendukung program banyak daerah tapi
pemerintahan yg baik
Peluang replikasi daerah mereplikasi praktek nasional dalam inovasi. juga jadi obyek studi
bisa belajar bagaimana
lain terbukti dgn adanya program inovasi di Kab. pelayanan perizinan administrasi publik &
prakteknya yg sudah
studi banding ke daerah Jembrana. pusat & daerah pemerintahan yang
dilakukan di Kab. Solok.
ini. entrepreneurship
Sumber: Hasil kajian Disertasi (2016) & sumber lain seperti Holidin (2016), Muhammad (2007), KPK (2006), dan Prasojo, Dkk (2004).
394
395
Fokus
No. Hasil Penelitian Proposisi Penelitian Implikasi Teoritis
Penelitian
1. Proses pengem- Proses politik merupakan proses Proposisi Minor 1. Belum sepenuhnya
bangan program perumusan kebijakan atau fungsi sesuai dengan
inovasi pengaturan dilakukan oleh Proses pengembangan Farazmand (2004)
pemerintahan institusi Pemerintah Daerah dan program inovasi urusan bahwa Innovation is key
daerah dalam DPRD. Proses perumusan pendidikan hanya to sound governance,
penyelenggaraan kebijakan tentang program inovasi berlangsung inovatif jika and innovation in policy
urusan ini adalah inisiatif murni dari melalui perumusan dan and administration is
pendidikan Pemda (Bupati) Gowa diwakili pembentukan kebijakan central to sound
Dispora sebagai leading sector daerah (Perda /Perbup) governance as well.
urusan pendidikan kemudian yang berfungsi mengatur
dibahas bersama dengan DPRD program inovasi secara Sesuai pandangan
(Komisi Bidang Pendidikan). demokratis, partisipatif,dan Mulgan & Albury (2003),
responsif program inovasi harus
Fakta menunjukkan bahwa proses didukung oleh Policy
perumusan kebijakan atau innovation is new policy
pembentukan Peraturan Daerah Proposisi Minor 2. direction and initiatives;
(Perda) hanya diikuti Dispora Innovations in the policy-
(Eksekutif) dan Komisi Bidang Pproses pengembangan making process; & Policy
Pendidikan (DPRD). Sementara program inovasi urusan to foster innovation and
itu Dewan Pendidikan, Tim Ahli pendidikan yang hanya its diffusion.
Pendidikan, dan forum LSM lokal berlangsung dengan
hanya diterlibat sebatas dengar inovatif jika didukung oleh Sesuai pandangan
pendapat (hearing) terkait dengan proses implementasi Roberts (1999), tentang
program inovasi. Melihat fakta kebijakan (Perda) yang Innovation by legislative
tersebut nampaknya proses politik inovatif pula dengan prinsip design and Innovation
pengembangan program inovasi efektifitas, efisiensi, by management design
tidak ditemukan adanya sesuatu ekonomis dan profesional Sesuai pandangan
yang baru atau bersifat terobosan. Watson (1999), proses
Padahal pengembangan program inovasi berlangsung
inovasi seharusnya didukung efektif jika terdapat
dengan proses politik dalam Political support and
perumusan kebijakan (Perda) Administrative
yang bernilai inovasi pula. competence, kecuali
Proses manajerial/administrasi syarat Organizational
merupakan tahap implementasi culture belum
kebijakan (Perda) atau fungsi sepenuhnya terpenuhi.
pengurusan yang dilakukan oleh Tidak sesuai dengan
pemerintah daerah (Bupati) Gowa pandangan Eggers &
dibantu oleh perangka daerah Singh (2009) tentang
(birokrasi lokal). proses pengembangan
Fakta menunjukkan bahwa proses inovasi meliputi tahap:
manajerial /administrasi ini Idea generation and
pengembangan program inovasi discovery; Idea selection;
urusan pendidikan dilaksanakan Idea implementation; and
sepenuhnya oleh struktur Idea diffusion, kecuali
birokrasi Dispora dan UPTD tahap 2 dan 3 yang
terkait. Secara teknis operasioal sudah terlaksana.
proses pengembangan
dilaksanakan oleh Unit Sekolah
396
Fokus
No. Hasil Penelitian Proposisi Penelitian Implikasi Teoritis
Penelitian
dan melibatkan pihak ketiga yakni
masyarakat dan konsultan mitra
(swasta) dalam program inovasi
tertentu.
Program SPAS dan Satgas
Pendidikan lebih banyak
melibatkan partisipasi masyarakat
di desa karena program ini
memang didesain berbasis
masyarakat lokal. Program
Punggawa D’Emba Education
(PDEP) melibatkan pihak ketiga
sebagai mitra konsultan dan
program Pendidikan Gratis
sepenuhnya dilakukan oleh
Dispora dan Sekolah sementara
masyarakat (Ortu) melalui Komite
Sekolah berfungsi mengawasi
realisasi program tersebut.
2. Tipologi program Terdapat empat jenis program Proposisi Minor 3. Sesuai pandangan
inovasi inovasi urusan pendidikan di Eggers & Singh (2009)
pemerintahan Kabupaten Gowa yang ditemukan Jika tipologi program bahwa sumber inovasi
daerah dalam sekaligus sebagai obyek kajian, inovasi pemerintahan organisasi pemerintahan
penyelenggaraan yakni Sanggar Pendidikan Anak diadopsi melalui strategi meliputi empat sumber
urusan pendidikan Saleh (SPAS), Pendidikan Gratis, replikasi/imitasi, maka yaitu internal partners;
Punggawa D’Emba Education program inovasi external partners;
(PEDP) dan Satgas Pendidikan. pemerintahan daerah employees; and citizens.
Keempat program ini diinisiasi bersifat inkremental & Strategi Replicate salah
pada waktu yg tidak bersamaan. modifikasi harus memiliki satu cara inovasi yang
SPAS dimulai 2006, Pendidikan nilai perbaikan terhadap bersumber dari badan-
Gratis (2008), PDEP (2009) & kualitas pelayanan publik. badan pemerintahan lain
Satgas Pendidikan (2009). dan organisasi swasta
Jenis program inovasi bersifat Proposisi Minor 4: Relevan dengan Prasojo
inkremental atau komplementer (2004 & 2006) yang
terhadap program pemerintahan Program inovasi urusan mengembangkan
Provinsi/Pusat. Misalnya Program pendidikan bisa dinilai dari parameter best practices
Pendidikan Gratis merupakan segi dampak positif dan dasar inovasi versi UN
keberlanjutan dari program nyata, keterlibatan aktor- Habitat yaitu inisiatif
Pendidikan Gratis tingkat provinsi aktor, pemberdayaan yang memiliki
Sulsel dan komplementer masyarakat, keberlanjutan, outstanding contributions
terhadap program BOS pusat & konteks lokal, dan dapat ( impact, partnership,
BOSDA (provinsi). Program SPAS ditransfer dan and sustainability)
bernuansa politik karena janji direplikasi/imitasi oleh
politik Bupati ketika Pilkada 2005 daerah lain Sesuai pandangan
tetapi bisa direalisasikan. Mulgan & Albury (2003)
dan Muluk (2008) bahwa
Keempat program inovasi teori inovasi memiliki tiga
merupakan hasil studi banding level yaitu incremental
pemda dan diadopsi dengan level; radical level; &
strategi reflikasi (tiruan) terhadap systemic/ transformative
program yang mirip di daerah lain level. Program inovasi
397
Fokus
No. Hasil Penelitian Proposisi Penelitian Implikasi Teoritis
Penelitian
dengan tetap memperhatikan pada kajian ini berada
karakterisitik kebutuhan konteks pada level incremental
lokal
Sesuai pandangan
Jenis-jenis program inovasi Sumarto, S. Hetifah
urusan pendidikan sudah memilki (2004) bahwa public
dampak nyata bagi meningkatnya sector innovation
akses masyarakat terhadap penekanannya pada nilai
pelayanan pendidikan (sekolah) perbaikan (improvement)
dan kualitas pembelajaran tehadap pelayanan
meningkat pula dan sebagai bukti publik agar lebih
semakin berkurang angka buta berkualitas, ramah dan
huruf aksara, indeks pendidikan responsive
makin meningkat sehingga IPM
Gowa juga makin meningkat.
3. Kapasitas inovasi Terdapat lima unsur kapasitas Proposisi Minor 5: Sesuai pandangan
pemerintahan pemerintahan daerah Kabupaten Gabris, et al (2009) tiga
daerah dalam Gowa yang memiliki pengaruh Program inovasi urusan strategis inti yakni:
pengembangan terhadap pengembangan program pendidikan yang ditentukan Leadership crediblity;
program inovasi inovasi urusan pendidikan. Kelima oleh dominasi kapasitas Strong management
urusan pendidikan unsur kapasitas tersebut adalah kepemimpinan Bupati dan teams; and Governing
(1) Kepemimpinan Bupati Gowa; ketersediaan anggaran board functioning
(2) Aparatur pelaksana program; (APBD/APBN) bisa
(3) Anggaran; (4) Jaringan berlangsung efektif untuk Belum sepenuhnya sesuai
(internal/eksternal) pemerintahan; jangka pendek dan jangka dengan Grindle (1997)
(5) Regulasi tentang program panjang jika didukung oleh mengenai Dimensions
inovasi urusan pendidikan. tersedianya kapasitas and focus of capacity
pemerintahan daerah secara
Kapasitas Kepemimpinan Bupati Belum sepenuhnya sesuai
komprehensif yang meliputi
Gowa sangat dominan dan dengan Kim, et al (2007)
tiga dimensi kapasitas yakni
kesuksesan program inovasi tentang Model of mana-
kepemimpinan yang inovatif,
memiliki ketergantungan terhadap gement capacity and
kualitas aparatur (tim kerja),
kapasitas anggaran (APBD dan government innovation
struktur dan sistem yang
APBN) yang sangat tinggi. kuat, dan kemampuan Relevan dengan
mengelola pengaruh pandangan Brown (2008)
Unsur kapasitas inovasi
eksternal (politik dan bahwa kebijakan inovasi
pemerintahan daerah lainnya
jaringan) tingkat lokal (micro) harus
seperti aparatur pelaksana,
jaringan pemerintahan dan dalam bingkai desain
regulasi pendukung program kebijakan inovasi regional
inovasi nampaknya belum optimal Proposisi Minor 6: (meso) dan desain
keberadaannya. Meskipun sudah kebijakan inovasi nasional
Penyelenggaraan peme- (macro).
ada upaya berupa diklat khusus rintahan daerah urusan
kompetensi bagi aparatur yg pendidikan adalah bagian Relevan dengan
terlibat pada program inovasi yng tak terpisahkan dari pandangan Concidine
PDEP anggota satpol pendidikan pelaksanaan urusan (2009) mengenai teori
dan pengajar SPAS yg berasal pemerintahan secara Networking innovation
dari masyarakat sekitar. nasional sehingga pengem- inside government
Kapasitas jaringan internal bangan program inovasi
pemerintahan antara pemerintah yang efektif harus didukung
daerah dan DPRD, pemerintah kebijakan dan program
daerah Kabupaten Gowa dan dalam urusan pendidikan
tingkat provinsi & pusat
398
Fokus
No. Hasil Penelitian Proposisi Penelitian Implikasi Teoritis
Penelitian
Provinsi Sulsel sangat kuat dalam
mendukung pengembangan
program inovasi urusan
pendidikan.
4. Pembuatan model Secara empirik, Bupati Gowa IYL Proposisi Mayor: Sesuai pandangan
empirik (existing menggagas program inovasi Mulgan & Albury (2003);
model) dan model (SPAS; Pendidikan Gratis; Pengembangan program Roberts (1999); Watson
rekomendasi Punggawa D’Emba Education inovasi urusan pendidikan (1999); Muluk (2008);
(recommended (PDEP); dan Satgas Pendidikan). harus didukung oleh proses Eggers & Singh (2009)
model) inovasi Pengembangan program inovasi politik dan proses manajerial dan Sumarto, (2004);
pemerintahan menghantar Gowa meraih / administrasi inovatif pula, serta relevan dengan
daerah dalam Ototomi Award dari FIPO institute. program inovasi bisa Gabris, et al (2009) dan
penyelenggaraan bersumber dari mitra internal Brown (2008)
urusan pendidikan Proses melalui mekanisme politik dan eksternal pemerintahan
dan manajerial belum inovatif, yg bersifat inkremental
program inovasi belum dengan proses adopsi &
berdampak signifikan dan strategi replikasi/imitasi,
berkelanjutan, kapasitas inovasi pengembangan program
topdown dominasi Bupati & inovasi pemerintahan
sangat tergantung anggaran. daerah dapat berlangsung
efektif jangka pendek dan
Direkomendasikan pengembang-
jangka panjang jika
an inovasi proses politik
didukung oleh kapasitas
demokratis, partisipatif, responsif
kepemimpinan yang inovatif,
dan proses manajerial secara
kualitas aparatur (tim kerja),
efektif, efisien dan profesional,
struktur dan sistem yang
program inovasi berdampak
kuat, dan kemampuan
jangka pengdek/panjang, yang
mengelola pengaruh
didukung oleh kapasitas inovasi
eksternal (politik dan
pemerintah daerah
jaringan) serta terbingkai
dalam desain kebijakan dan
program inovasi secara
nasional
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
pokok yang disajikan merupakan penjelasan terhadap fokus penelitian pada Bab
urusan pendidikan baik ditinjau dari sisi proses politik yakni proses
Pendidikan, dan forum LSM lokal hanya diterlibat sebatas pada saat
399
400
program tersebut.
bahwa:
401
(b) Keempat program ini diinisiasi pada waktu yang tidak bersamaan.
politik Bupati ketika Pilkada 2005 tetapi kemudian program ini bisa
direalisasikan.
diuraikan bahwa:
pendidikan.
6.1.4 Secara empirik, Bupati Gowa IYL, sejak tahun 2006 telah mulai
program inovasi ini menghantar Gowa meraih Ototomi Award 2010 dan
2011 dari Fajar Institutr Pro Otonomi (FIPO). Faktanya dalam dalam
inovatif pula. Program inovasi bisa bersumber dari mitra internal dan
6.2 Saran
hasil penelitian dan pembahasannya, yang sudah dirumuskan dalam empat poin
di atas.
6.2.1 Disarankan untuk memahami bahwa apapun jenis inovasi yang akan
urusan pendidikan yang belum sepenuhnya inovatif, untuk hal ini maka
Implikasi penelitian ini diuraikan dalam dua sisi, yakni implikasi teoritis
dan implikasi praktis yang muncul dari penyajian hasil penelitian dan
Secara umum yang bisa dilihat pada penelitian ini adalah bahwa secara
empirik memberi bukti perbedaan nyata antara inovasi sektor publik dan sektor
karakter khas inovasi di sektor publik (organisasi pemerintahan) antara lain (a)
inovasi sektor publik lebih didorong oleh siklus politik yang memunculkan
kebijakan yang baru atau berubah; (b) inovasi dipengaruhi oleh organisasi lebih
kompleks dan berkecenderungan untuk konflik satu sama lain; (c) biasanya
lebih mengemuka, sehingga novasi pun tidak dapat dilakukan tanpa adanya
program. Hal ini tentu relevan dengan pandangan Mulgan & Albury (2003),
program inovasi harus didukung oleh policy innovation is new policy direction and
Demikian halnya dengan hasil penelitian ini juga sudah sejalan dengan
dan administrasi adalah pusatnya. Jika tanpa inovasi kebijakan dan administrasi,
governance bisa jadi masuk ke kondisi yang busuk dan tidak efektif, kehilangan
Sebaliknya jika dilihat dari pandangan dari Eggers & Singh (2009) tentang proses
generation and discovery; idea selection; idea implementation; and idea diffusion,
nampak belum seluruhnya sesuai, kecuali proses pada idea implementation dan
(2009) bahwa salah satu sumber inovasi organisasi pemerintahan adalah mitra
kerja pemerintah daerah. Relevan juga dengan pandangan Eggers & Singh
peniruan sebagai salah satu cara inovasi yang bersumber dari badan-badan
pemerintahan lain dan atau organisasi swasta. Hasil penelitian jugar relevan
dengan Prasojo (2004 & 2006) yang mengembangkan parameter best practices
sebagai dasar inovasi versi UN Habitat yaitu segala inisiatif yang memiliki
berupa dampak positif dan nyata, dilakukan dengan metode kemitraan, dan
Relevan juga dengan pandangan Mulgan & Albury (2003) dan Muluk
(2008) bahwa suatu inovasi dapat dilihat pada tiga level inovasi yaitu
pada level inovasi inkremental jika inovasi tersebut sudah mampu membawa
perubahan-perubahan kecil terhadap proses atau layanan yang ada dan ini yang
umumnya terjadi terutama pada sektor publik. Jika menilai jenis inovasi yang
program inovasi pada tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi (provinsi dan
publik karena dapat diterapkan secara terus menerus dan mendukung rajutan
sepenuhnya terpenuhi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan
Jika mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Kirton (1979), atau
inovasi yang diadaptasi oeh pemerintah daerah (Bupati). Hal ini didasarkan pada
409
melakukan hal-hal yang lebih baik. Menurut Stum (2009) karakteristik dari
masalah; (2) selalu mencari solusi suatu masalah dengan mencoba dan
(4) selalu taat aturan; (5) sensitif terhadap kohesi kelompok/tim; dan (6)
inovasi oleh pemerintah daerah dalam urusan pendidikan bisa dikatakan sebagai
differently” yaitu orang-orang yang lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang
Kabupaten Gowa tidak sepenuhnya sesuai dengan ciri-ciri yang melekat pada
innovators yakni (1) tampak tidak disiplin dan selalu bekerja dengan pendekatan
dari sudut tak terduga; (2) memperlakukan sarana lebih kecil dalam mengejar
tujuan; (3) mampu merinci tugas-tugas dalam waktu yang singkat; (4)
dan (5) memiliki keraguan dan rendah diri setiap menemukan ide-ide baru.
hari, semakin banyak akademisi dan praktisi pemerintahan yang meyakini bahwa
inovasi adalah salah satu instrumen alternatif untuk mengatasi berbagai masalah
publik yang makin kompleks. Berkaitan dengan hal tersebut, implikasi praktis dari
penelitian ini yang perlu ditindaklanjuti adalah perlunya grand design secara
410
program inovasi. Hal ini terkait dengan hasil penelitian yang menunjukkan masih
lemahnya kapasitas organisasi pemerintah daerah terutama jika dilihat dari tiga
institutional reform. Lebih khusus lagi jika mengacu pada model manajemen
penelitian disertasi ini, penulis beharap agar hal tersebut bisa bermanfaat dan
berguna serta menjadi sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang memiliki
lainnya.
sangat terbatas cakupan dan ruang lingkupnya, maka untuk para peneliti
berikutnya supaya bisa lebih mendalami pada dimensi lainnya, misalnya dimensi
menghambat inovasi, dan terutama yang terkait dengan kapasitas inovasi yang
Abdul Wahab, Solichin. 2002. Masa Depan Otonomi Daerah: Kajian Sosial,
Ekonomi, dan Politik untuk Menciptakan Sinergi dalam Pembangunan
Daerah. Surabaya: SIC.
Ajibola, M.A. 2008. “Innovation and Curriculum Development for Basic Education
in Nigeria: Policy Priorities and Challenges of Practice and
Implementation”. Research Journal of International Studies (Issue 8,
November). pp. 51-58.
Albrow, Martin. 2004. Birokrasi. Penerjemah M. Rusli Karim dan Totok Daryanto,
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Al Gore. 1993. Creating a Government That Works Better & Cost Less: the
Report of the National Performance Review. A Plume Book.
Alguezaui, Salma & Raffaele Filieri. 2010. “Investigating the Role of Social
Capital in Innovation: Sparse versus Dense Network”: Journal of
Knowledge Management: Volume 14 No. 6 2010, pp. 891-909.
Anthony, Scott D. 2013. The Little Black Book of Innovation: Bagaimana Inovasi
Bekerja. Jakarta: Alex Media Komputindo.
412
413
Black, Julia. Lodge M. & Thatcher, Mark (eds.). 2005. Regulatory Innovation: A
Comparative Analysis. Cheltenhen UK: Edward Elgar.
Bowman, Ann O‟M & Richard C. Kearney. 2003. State and Local Government:
the Essentials. Second edition. New York: H.M. Company.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Caiden E. Gerald. 1991. Administrative Reform Comes of Age. New York 19:
Walter de Gruyter.
Carrera, Leandro & Dunleavy, Patrick. 2010. Productivity Change in the Public
Sector: Innovation, New Public Management and Cultural Resistance to
"Digital Era Governance" in Uk Social Security. Department of
Government, London School of Economics and Political Science.
Cohen, Steven & William Elmicke. 1998. Tools for Innovators: Creative Strategis
for Managing Public Sector Organizations. San Francisco: Jossey-Bass.
Denhardt, J.V. & Denhardt, R.B. 2003. The New Public Service: Serving Not
Steering. New York: M.E. Sharpe.
Eggers, William D. & Singh, Shalabh Kumar. 2009. The Public Innovator‟s
Playbook: Nurturing bold ideas in government. Deloitte. Harvard Kennedy
School of Government.
Eko, Sutoro. 2007. Daerah Budiman: Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun
Kesejahteraan. (IRE) Yogyakarta.
Evans, Mark, 2010. Building the Capacity for Local Government Innovation.
Australian Centre for Excellence in Local Government„s (ACELG).
Ezzy, Douglas. 2003. Qualitative Analysis: Practice and Innovation. Crows Nest:
Allen & Unwin.
Gabris, Gerald T., Kimberly Nelson and Curtis H.Wood. 2009. Managing For
Innovation in Local Government: Three Core Strategic Factors. The
Radford University Governmental and Nonprofit Assitency Centre.
Gibson, J. L., Ivancevich, J.M. & Donnelly, Jr. J, 1996. Organisasi, Perilaku,
Struktur dan Proses. Penerjemah: Nunuk Adiarni. Jakarta: Bina Aksara.
Hoessein, B, Maksum, R.I, Riduansyah, M, & Hanafi, Puji Nur, 2005. Naskah
Akademik Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Jakarta: PKPAD & Kota, Fisip UI.
Holidin, Defny, Desy Hariyati, & Eka Sri Sunarti. 2016. Reformasi Birokrasi dalam
Transisi. Jakarta: Prenadamedia Group.
IGI. 2012. Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan: Belajar dari Kabupaten
Gowa dalam Mengemas Pendidikan. Fisipol UGM. Melalui
www.igi.fisipol.ugm.ac.id
Jha, S.N. & Mathur, P.C. (Eds.). 1999. Decentraliztion and Local Politics;
Reading in Indian Government and Politics-2. London: Sage Publications.
………., 2011. Difusi Inovasi Daerah: Hasil Monitoring dan Evaluasi Kinerja
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan dalam Rangka Otonomi Awards
2011. Makassar: The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO).
……….., 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah; Solusi Kebutuhan Lokal dan
Tantangan Global. Jakarta: Rineka Cipta.
............, 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan
Isu. Yogyakarta: Gava Media.
Kim, Seok Eun, Jung Wook Lee & Byong Seob Kim. 2007. The Quality of
Management and Government Innovation: An Empirical Study. A paper
for presentation at the 9th Public Management Research Conference,
University of Arizona, October 25-27.
Kim, Soonhee. 2009. Managerial Leadership, the Climate for Creativity, and a
Culture of Innovation and Performance-Driven in Local Government. Draft
Paper Prepared for the PMRA Conference, Oct 1-2, Columbus, Ohio.
Koch, Per & Johan Hauknes, 2005. On innovation in the Public Sector – Today
and Beyond. Publin Report No. D20. Oslo: NIFU STEP.
418
Lincoln, Y. and Guba, E, 1985. Naturalistic Inquiry. New York: Sage Publication.
Mulgan, G. & Albury, D. 2003. Innovation in the Public Sector. Working paper
version 1.9, October, Strategy Unit UK Kabinet Office.
419
Muttalib, M.A. & M.A. Ali Khan. 1982. Theory of Local Government. New Delhi:
Stereling Publishers.
OECD. 2005. Guidelines for Collecting and Interpreting Innovation Data. Oslo
Manual: European Communities.
Osborne, Stephen P. & Kerry Brown. 2005. Managing Change and Innovation in
Public Service Organizations. New York: Routledge.
Osborne, David & Ted Gaebler, 1992. Reinventing Government: How the
Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector. Reading MA:
Addison-Wesley.
Pekkarinen, Satu., Tomi Tura., Lea Hennala & Vesa Harmaakorpi. 2011.
“Clashes as Potential for Innovation in Public Service Sector Reform”:
International Journal of Public Sector Management: Vol. 24 No. 6, pp.
507-532
…………, Kabupaten Gowa. 2013. Gowa Dalam Angka 2013. Biro Pusat
Statistik.
420
………… No. 10 Tahun 2009 tentang Program Wajib Belajar. Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Gowa.
Prasojo, Eko, Teguh Kurniawan & Azwar Hasan. 2004. Reformasi Birokrasi
Dalam Praktek: Kasus di Kabupaten Jembrana. Jakarta: PKPAD & Kota.
Fisip-UI.
Prasojo, Eko dan Teguh Kurniawan. 2006. ”Bebas Iuran Sekolah dan JKJ:
Inovasi Pro Masyarakat Miskin di Kabupaten Jembrana”. Jurnal PSPK,
Edisi VIII. Hal. 100-113.
Saleh, Choirul & M.R. Khairul Muluk. 2006. “New Public Service dan
Pemerintahan Lokal Partisipatif”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. Vol.
VI, No.1, September 2005-Februari 2006.
Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning
Organization. New York: Currency Doubleday.
Setiono, Budi. 2002. Jaring Birokrasi: Tinjauan dari Aspek Politik dan
Administrasi. Bekasi: Gugus Press.
Shafritz, Jay M & E.W. Russel. 1999. Introducing Public Administration. Second
edition. New York: Longman.
Shafritz, Jay M., et al. 2004. Classics of Public Administration. Fifth edition. USA:
Thomson & Wadsworth.
Shah, Anwar. 2005. Public Sector Delivery. Washington DC: World Bank
Siddiquee, Noore Alam. 2007. “Public Service Innovations, Policy Transfer and
Governance in the Asia-Pacific Region: The Malaysian Experience”.
JOAAG, Vol. 2. No: 1. h. 81-91.
Sherwood, Dennis, 2002. Smart Things to Know about Innovation & Creativity.
Jakarta: Alex Media Komputindo.
Sun, Miantao. 2010. “Education System Reform in China after 1978: Some
Practical Implications”: International Journal of Educational Management:
Vol. 24 No. 4, pp. 314-329.
Thoha, Miftah, 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Tribun Timur, 2010. Inovasi Pendidikan Kab. Gowa: Perkuatan Mutu Pendidikan
Gratis, tanggal 13 Maret 2010.
Vigoda-Gadot, Eran, Aviv Shoham, Nitza Schwabsky, & Ayalla Ruvi. 2005.
“Public Sector Innovation for the Managerial and Post-Managerial Era:
Promises and Realities in a Globalizing Public Administration”.
International Public Management Journal. 8 (1) p. 57-81.
Weber, Max. 1946. ”Bureaucracy” in Shafritz, Jay M. Hyde Albert C & Parkers
Sandra J. 2004. Classics of Public Administration. Fifth Edition,
Thomson Wadsworth.
Wood, J.M., Wallace, J., Zeffane, R.M., Schermerhom, J.R., Hunt, J.G., &
Osborn, R.N. 1998. Organisational Behaviour: An Asia - Pacific
Perspective. Brisbane: John Wiley & Sons.