Anda di halaman 1dari 17

TUGAS 1 PERENCANAAN KONSTRUKSI BANGUNAN LAUT 2

Dosen Pembimbing:
Ir. Murdjito, M.Sc

Disusun oleh:
Anallenian Selviana (04311840000003)
Widi Utami (04311840000068)
Bella Rossa Aliani (04311840000000)

Departemen Teknik Kelautan


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-Nya sehingga laporan “Tugas 1
Perencanaan Konstruksi Bangunan Laut 2” dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan ini
dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Perencanaan Konstruksi Bangunan Laut 2.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Kami
merasa sangat berterimakasih kepada Ir. Murdjito, M.Sc selaku dosen mata kuliah
Perencanaan Konstruksi Bangunan Laut 2, karena dengan bantuan Beliau, kami dapat
mengatasi hambatan-hambatan dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Kami juga berharap pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Penulis mohon maaf
atas kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini baik disengaja ataupun tidak. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, 15 April 2021


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin bertambahnya tahun, kegiatan eksploitasi migas yang awalnya dilakukan di
onshore mulai bergeser ke eksploitasi di offshore. Kegiatan eksploitasi migas yang
pertama dimulai Ketika dilakukan pembangunan bangunan laut pertama kali di Teluk
Mexico. Bangunan lepas pantai merupakan suatu konstruksi bangunan yang diinstallasi di
lepas pantai untuk menunjang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Fungsi utama
dari bangunan lepas pantai adalah mampu mendukung bangunan di atasnya serta fasilitas
yang digunakan untuk menunjang kegiatan tersebut.
Bangunan lepas pantai sendiri dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu
bangunan lepas pantai terpancang (Fixed Platform) dan bangunan lepas pantai terapung
(Floating Platform). Bangunan lepas pantai terpancang biasanya digunakan untuk
kegiatan yang terbatas pada laut dangkal, sedangkan untuk bangunan terapung biasanya
digunakan untuk laut dalam. Jacket Platform, Coisson Platform, Concrete Gravity
Platform merupakan contoh tipe bangunan lepas pantai terpancang. Sedangkan contoh
untuk bangunan lepas pantai terapung adalah FPSO, FSO, FSRU, Semi-Submersible,
Drilling Ship, Tension Leg Platform, Jack-Up Rig Platform. Pemilihan penggunaan jenis
bangunan apung tersebut juga didasarkan beberapa pertimbangan lainnya sehingga
kegiatan offshore dapat berjalan secara aman dan menekan biaya Capex dan Opex.
Seiring berkembangnya zaman, kegiatan yang berkembang pesat pada sektor offshore
menyebabkan cadangan minyak semakin menipis. Hal ini mendorong engineer untuk
melakukan ekploitasi di daerah marginal. Kegiatan ekploitasi di daerah marginal kurang
begitu dilirik karena pengusaha migas beranggapan bahwa biaya yang dibutuhkan sangat
besar tetapi hasil yang didaptkan tidak memuaskan. Oleh karena itu, pada tugas PKBL 2
ini akan membahas mengenai teknologi bangunan lepas pantai yang dapat menjadi
alternatif untuk pengembangan eksploitasi di daerah marginal.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam laporan tugas ini adalah sebagai
berikut:
1. Bangunan Lepas Pantai Jenis Apakah yang Dipilih untuk Eksploitasi Migas di
Daerah Marginal?
2. Bagimanakan Design Spiral untuk Bnagunan Lepas Pantai yang Dipilih?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan tugas ini adalah sebagai berikut:
1. Bangunan Lepas Pantai Jenis Apakah yang Dipilih untuk Eksploitasi Migas di
Daerah Marginal?
2. Bagimanakan Design Spiral untuk Bnagunan Lepas Pantai yang Dipilih?
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Bangunan Lepas Pantai (Offshore Structure)


Peningkatan jumlah masyarakat mengakibatkan peningkatan pada kebutuhan energi
juga. Oleh sebab itu dilakukan ekspansi dan eksplorasi lebih lanjut di lautan untuk
mencari sumber energi di laut. Dari sanalah muncul suatu bangunan/struktur yang dapat
berdiri kokoh di laut untuk mengeksploitasi sumber-sumber energi didalamnya seperti
minyak maupun gas alam. Lepas pantai memiliki arti yaitu suatu bagian dari lautan yang
permukaan dasarnya berada di bawah pasang surut terendah atau bagian lautan yang
berada di luar daerah gelombang pecah (breaker zone) ke arah laut. Ciri-ciri bangunan
lepas pantai adalah:
1. Beroperasi di daerah sekitar sumur minyak atau daerah pertambangan yang
terbatas.
2. Struktur tidak dibangun langsung dilapangan tetapi komponen-komponennya
dibuat di darat lalu kemudian diangkut dan dirakit langsung dilapangan.
3. Beroperasi dilapangan (dilaut) untuk periode waktu yang lama sehingga bangunan
harus mampu bertahan dalam kondisi cuaca baik maupun kondisi cuaca buruk
yang mungkin terjadi selama beroperasi
Adapun klasifikasi pekerjaan pada anjungan lepas pantai yang dibagi kedalam 5
(lima) bagian, yaitu:
1. Exploration
Exploration adalah suatu kegiatan untuk mencari sumber minyak di bawah dasar laut
untuk dapat mengetahui/memperkirakan didaerah mana saja yang terkandung
cadangan minyak di perut bumi
2. Exploratory Drilling
Setelah ditemukan daerah yang memiliki kandungan minyak lalu akan dilakukan
pengeboran. Pengeboran ini dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya minyak
terkandung didalam lapisan tanah.
3. Development Drilling
Setelah dilakukan pengeboran di lokasi yang telah diketahui mengandung minyak,
minyak kemudia diambil untuk diambil sampelnya.
4. Production Operations
Selanjutnya hasil drilling diolah dan dipisahkan sesuai dengan fasenya masing-
masing.
5. Transportation
Dalam fase transportasi ini biasanya untuk laut dangkal, minyak diangkut ke darat
dengan menggunakan barge atau pipa panjang. Sedangkan untuk laut dalam
penyimpanan dan transportasi minyak disimpan dalam kapal tanker.

Bangunan lepas pantai dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, antara lain :
1. Menurut cara operasinya (type of operations)
 Bangunan yang digunakan untuk pengambilan minyak atau gas.
 Bangunan yang digunakan untuk penambangan. Bangunan ini digunakan untuk
mengambil bijih-bijih tambang di dasar laut.
 Struktur yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga gelombang.
 Struktur yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga thermal seperti OTEC.
2. Menurut bentuk konfigurasinya.
 Struktur kendaraan (vessel type structures), struktur jenis ini biasanya adalah
kapal laut yang dimodifikasi sehingga mempunyai sistem propulsi (propulsion)
dan dapat berpindah tempat dengan cepat. Struktur jenis ini dipakai untuk
pengoperasian di laut dalam.
 Struktur barge, Struktur jenis ini tidak mempunyai sistem propulsi sehingga untuk
memindahkannya harus ditarik dengan menggunakan kapal.
 Struktur platform, sebagian besar dari struktur yang digunakan untuk eksplorasi
atau produksi minyak di laut dangkal atau laut menengah adalah struktur dari jenis
ini.
3. Menurut fungsinya
 Bangunan eksplorasi, digunakan untuk pengeboran minyak atau gas alam.
 Bangunan produksi, digunakan untuk pengambilan minyak atau gas alam dari
sumur minyak yang ditemukan.
 Bangunan hibrid, digunakan untuk pengeboran maupun pengambilan minyak atau
gas alam.
4. Menurut material bangunan
 Platform baja, seluruhnya terbuat dari baja.
 Platform beton, bagian dasar terbuat dari beton
 Platform hibrid, gravity platform yang terdiri dari bagian dasar yang terbuat dari
beton dan rangka baja. Bagian dasar tersebut menyokong deck yang terbuat dari
baja.
5. Menurut Mobilitas

Gambar 2.1 Perbedaan jenis-jenis Offshore Structure


Sumber : Marine Structural Design Calculation (El-Reddy, 2014)

a. Bangunan tetap (fixed structures): digunakan pada laut dangkal dan laut
menengah (intermediate water) dan dipancang ke dasar perairan.
b. Bangunan terapung (flooting structures) : dapat digunakan pada semua
kedalaman laut dan terutama untuk laut dalam. Floating structure sendiri dapat
dikategorikan menjadi beberapa jenis seperti, Semi Submersible, Tension Leg
Platform, Spar, FPSO, FSO, dll.

2.2 FPSO (Floating Production, Storage, and Offloading)


FPSO (Floating Production Storage and Offloading) merupakan salah satu bangunan
laut terapung di industri lepas pantai yang difungsikan sebagai sarana produksi sekaligus
sebagai sarana penyimpanan. Fasilitas di atas geladak dirancang untuk menerima
hidrokarbon dari platform terdekat atau instalasi bawah laut, kemudian memprosesnya
dan sekaligus menyimpannya di dalam tangki-tangki pada lambungnya sebelum produk
minyaknya ditransfer ke kapalkapal tanker pengangkut melalui pipeline untuk
didistribusikan (Gambar 2.1). Konsep FPSO (Floating Production Storage and
Offloading) pada dasarnya diperkenalkan untuk menggantikan sistem kombinasi
anjungan produksi dengan fasilitas penyimpanan terapung atau Floating Storage
Offloading (FSO).
Gambar 2.1 Proses Produksi, Penyimpanan dan Pemindahan Minyak
Pemilihan FPSO dan FSO efektif untuk daerah terpencil atau laut dalam dimana
penggunaan pipa dasar laut tidak efektif terutama dari sisi biaya mengingat jauhnya dan
panjangnya pipa dari fasilitas pengolahan ke terminal darat. Hal ini dapat memberikan solusi
yang ekonomis untuk ladang minyak yang lebih kecil yang dapat habis dalam beberapa tahun
dan terbatasnya biaya instalasi pipa. Selanjutnya, setelah cadangan minyak di lading tersebut
habis, FPSO dapat dipindahkan ke lokasi lading minyak yang baru. Seiring dengan realita
bahwa kebutuhan terhadap FPSO dan FSO semakin meningkat, pembangunannya dapat
berupa bangunan baru maupun melalui proses modifikasi atau konversi dari kapal tanker
yang sudah ada. Pemilihan kapal tanker yang sesuai untuk konversi menjadi FPSO dapat
berdasarkan informasi desain dasar (kriteria desain, metodologi dan code), umur dan kondisi
kapal serta proses operasional dan perawatan (Lloyd Register, 2003).

2.3 Semi-Submersible
Sebuah platform yang semi-submersible adalah khusus kapal laut yang digunakan
dalam peran lepas pantai termasuk sebagai offshore drilling rig, kapal keselamatan,
platform produksi minyak, dan crane angkat berat. Mereka memiliki stabilitas dan
seakeeping kapal yang baik , lebih baik daripada kapal bor. Pengeboran lepas pantai di
kedalaman air lebih dari sekitar 520 meter mengharuskan pengoperasian dilakukan dari
kapal apung, karena struktur tetap tidak praktis. Awalnya pada awal tahun 1950-an, kapal
monohull seperti CUSS I digunakan, tetapi ternyata memiliki gerakan angkat, pitch, dan
yaw yang signifikan dalam gelombang besar, dan industri membutuhkan platform
pengeboran yang lebih stabil.
Sebuah semi-submersible memperoleh sebagian besar daya apungnya dari pemberat,
ponton kedap air yang terletak di bawah permukaan laut dan aksi gelombang. Kolom
struktural menghubungkan ponton dan dek operasi. Dek operasi dapat ditempatkan tinggi
di atas permukaan laut karena stabilitas desain kapal yang baik , dan oleh karena itu
dijauhkan dari gelombang.
Dengan struktur lambungnya yang terendam pada aliran yang dalam, semi-
submersible tidak terlalu terpengaruh oleh beban gelombang dibandingkan kapal biasa.
Namun, dengan area bidang air yang kecil, semi-submersible sensitif terhadap perubahan
beban, dan oleh karena itu massa onboardnya harus dipangkas untuk menjaga stabilitas.
Berbeda dengan kapal selam , kapal semi selam tidak didukung dengan bertumpu di dasar
laut .
Kapal semi-submersible dapat berubah dari draft dalam menjadi dangkal dengan
deballasting (menghilangkan air pemberat dari lambung kapal), sehingga menjadi kapal
permukaan. Biasanya mereka dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain dalam
konfigurasi ini. Kapal angkat berat menggunakan kemampuan ini untuk menenggelamkan
sebagian besar strukturnya, menempatkannya di bawah kapal terapung lain, dan
kemudian mengangkat kapal lain sebagai kargo.

Gambar 2.2 Deepsea Delta semi-submersible drilling rig in the North Sea

Gambar 2.3 Perbandingan semi-submersible laut dalam dan kapal bor


2.4 Daerah Marginal
Seperti diketahui bahwa daerah marginal adalah daerah yang rendah potensi dan
produktivitasnya. Dari sisi kesuburan tanah, baik kesuburan kimia, fisik maupun biologi
tanah, juga rendah. Daerah marginal dapat diartikan sebagai daerah yang memiliki mutu
rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan
tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya
tambahan yang harus dibelanjakan. Meskipun istilah marjinal sering digunakan dalam
arti subjektif untuk daerah yang kurang ideal, pada dasarnya istilah ini adalah istilah
ekonomi  yang ditentukan oleh konteks ekonomi lokal. Jadi, apa yang merupakan lahan
marjinal bervariasi menurut lokasi dan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Tanah
marjinal tidak sepenuhnya tidak berguna untuk kepentingan manusia.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Menentukan daerah
marginal dan lokasi Platform

Menganalisis kondisi
lingkungan pada daerah
marginal

Membandingkan platform
dan memilih platform yang
tepat untuk lokasi tersebut

Melakukan Analisis Design


Spiral

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Laporan Tugas


BAB IV
PEMBAHASAN

Studi Kasus
Adapun study case yang diberikan pada kajian literature dan studi konseptusl fasilitas
untuk pengembangan ladang minyak dan gas lepas pantai adalah sebagai berikut :
1. Produksi maksimum 20.000 barel oil per day
2. Kedalamsn maksimum 60 m,
3. 1 tahun:
- Hs : 1.25 m
- Tp : 4 detik
- Arus :2 knot
- Angin : 20 kn
100 tahunan:
- Hs : 2.75 m
- Tp : 6.5 detik
- Arus :3 kn
- Angin :50 kn
4. Lokasi 50 mil laut dari pantai.
4.2 Perbandingan dan Pemilihan Platform
Berdasarkan kondisi Study Case yang telah dijabarkan di atas, maka penggunaan
floating platform dirasa tepat dalam kondisi tersebut. Hal ini karena apabila
menggunakan fixed platform maka akan membutuhkan biaya yang besar karena untuk
fixed platform perlu berdiri dan dipancang pada seabed sehingga tentunnya diperlukan
penambahan material seiring dengan penambahan kedalaman. Selain itu, semakin
kedalaman bertambah, semakin besar pula sistem pengaku yang dibutuhkan agar
periode natural struktur tetap berada dibawah periode gelombang (untuk mencegah
terjadinya resonansi).
Agar lebih tepat dan lebih spesifik jenis floating platform apa yang tepat untuk
study case tersebut, kami mencoba membandingkan beberapa floating platform. Untuk
jenis floating platform yang dipilih adalah FPSO (Floating Production Storage and
Offloading), Semi-Submersible, atau Jack Up.
4.2.1 FPSO
FPSO (floating production, storage, dan offloading system) terdiri dari
struktur monohull besar, pada umumnya (tetapi tidak selalu) berbentuk kapal,
dilengkapi dengan fasilitas pengolahan minyak dan gas bumi. Platform ini
ditambat ke lokasi untuk waktu yang lama, dan tidak benar-benar mengebor
minyak atau gas. Beberapa varian dari aplikasi ini, yang disebut FSO (floating
storage offloading) atau FSU (floating storage unit), yang digunakan secara
eksklusif untuk tujuan penyimpanan, dan hanya memiliki peralatan proses yang
sangat sedikit.
Kelebihan FPSO adalah:
- Mudah untuk mobilisasi
- Merupakan platform untuk produksi dan memiliki storage
- Stabilitas tinggi
- Olah gerak yang baik
4.2.2 Semi-Submersible
Platform semacam ini dapat digunakan untuk eksplorasi dan pengeboran di
kedalaman air laut yang dalam. Ponton diberi dukungan floatation ekstra. Platform
jenis ini digunakan secara luas jenis manufaktur kelautan ini sebagai rig tenang
untuk pengeboran survei untuk produk minyak bumi lepas pantai.
Semi-submersible digunakan untuk proses pengeboran dan produksi pada
ladang minyak, dan selanjutnya proses pengangkutan yang diangkut ke bagian
darat menggunakan kapal tanker/pipa bawah laut. Adapun beberapa pertimbangan
mengapa kami memilih bangunan Semi-Submersible, yaitu:
- Mobilitas tinggi,
- Respon gerak yang baik,
- Mudah ditempatkan di atas lokasi sumur untuk pengeboran,
- Sebagian besar riser fleksibel karena tidak ada sistem ventilasi cuaca,
menjaga platform tetap di tempatnya,
- Stabil dalam kondisi laut lepas,
- Tidak lebih banyak biaya,
- Kecepatan derek cepat,
- Area kerja yang luas dari ukuran dek platform yang luas,
- Platform kerja tinggi jauh dari aksi gelombang
Bangunan juga harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan untuk dapat
beroperasi, diantaranya yaitu :
● DNVGL-ST-N001, oleh DNV GL, biro klasifikasi internasional.
Membahas tentang standar operasi di bidang kelautan.
● ISO 19901-1:2015, berjudul “Petroleum and natural gas industries —
Specific requirements for offshore structures — Part 1: Metocean
design and operating considerations”
● DNVGL-OS-C201 “Structural design of offshore units - WSD
method”

4.2.3 Jack-Up
Jack-up platform adalah salah satu yang paling cocok untuk tujuan tersebut.
Jack-up platform didesain sedemikian rupa sehingga dapat menahan beban untuk
jangka waktu yang telah direncanakan. Jack-up platform diibaratkan seperti kapal
yang memiliki kaki yang panjang sehingga dapat berdiri di tempat yang telah
ditentukan. Ketika jack-up mencapai tujuan lokasinya, legsnya akan turun,
sementara hullnya akan bergerak naik agar air di bawahnya dapat bergerak.
Platform yang paling umum digunakan di dunia adalah jack-up. Mereka dapat
digunakan untuk pengeboran hingga kedalaman 500 kaki.
Kelebihan Jack Up adalah sebagai berikut:
- Sangat stabil karena kakinya bertumpu di dasar laut
- Bebas dari gerak lonjak
- Dapat dimobilisasikan

4.4 Konsep Dasar Merancang Struktur Bangunan Apung


Setelah mendapatkan data lokasi dan lingkungan yang dibutuhkan, selanjutnya
adalah menentukan jenis floating offshore apa yang harus digunakan. dalam hal ini kami
memilih FPSO karena selain bisa digunakan untuk produksi, FPSO ini juga mmemiliki
storage sehingga dapat menekan biaya penyimpanan. Selain itu, FPSO juga dapat
dipindahkan sehingga menurangi biaya decommissioning dan sangat cocok untuk daerah
operasional marginal. Dalam hal yang mendesak dan penting, FPSO juga dapat
melepaskan turret mooring/riser dan berpindah ke tempat yang aman dan dapat
disambungkan Kembali.

4.4.1 Fungsi Operasional


Fungsi operasional ini berkaitan dnegan proses produksi dan penyimpanannya. Selain
memiliki fasilitas produksi, FPSO juga memiliki fasilitas storage sehingga sangat cocok
untuk operasional di daerah marginal.

4.4.2 Rencana Operasi


Setelah menentukan fungsi operasional dari struktur, langkah selanjutnya yaitu kita
menenukan rencana operasi. Rencana operasi ini berkaitan dengan struktur akan
digunkan di kedalaman berapa, seberapa lama struktur digunakan, jumlah produksi
minyak, dan lain-lain. Kami memilih lokasi Blok Migas Bukit Tua yang berada di
utara lepas pantai madura memiliki kapasitas cadangan sebesar 65 juta barel minyak
dan 110 miliar kaki kubik gas.
Adapun secara detailnya adalah sebagai berikut:
 Kedalaman
Kedalaman air laut untuk di daerah operasioanalnya adalah ±57 meter.
 Kapasitas Proccesing FPSO
Kapasitas processing FPSO adalah sebesar 7.200 bopd.
 Kapasitas Storage
Kapasitas storage yang akan dibuat adalah sebesar 300.000 barel minyak yang telah
datang.
 Kapasitas Offloading FPSO
Untuk kegiatan transfer FPSO ini sendiri akan dilakukan dari FPSO ke tanker.
Untuk pengambilan dilakukan selama 27 hari sekali dengan tanker dengan side by
side atau ship to ship operation.
 Durasi/Umur Operasi
Perkiraan umur operasi didasarkan pada jumlah akumulasi migas pada lapangan
yang akan dilakukan ekploitasi tersebut. Pada lapangan migas yang telah kami pilih
memiliki cadangan sebesar 65 juta barel minyak, dengan kapasitas proses per
harinya sebesar 7.200 bopd, maka dapat diperkirakan kurang lebih umur operasinya
adalah 3 tahun. Oleh karena itu, kami mendesain berdasarkan Design
Condition/Design Limit State bahwa umur bangunan dapat mencapai 10 tahun
return period.

4.4.3 Syarat Operasi


 Mooring System
Single Point Mooring (SPM) merupakan suatu struktur terapung yang berada
di lepas pantai yang secara garis besar memiliki 2 fungsi, yaitu untuk penambatan
FPSO dengan sumur/reservoir dan untuk terminal interkoneksi antara FPSO dengan
tanker. Salah satu kelebihan SPM adalah mampu menangani kapal dengan ukuran
berapapun bahkan kapal yang tidak memiliki fasilitas penunjang.
Turret Mooring memungkinkan FPSO untuk berputar. Pada sistem ini, riser
dan umblical yang diakomodasikan dapat lebih banyak lagi. Turret mooring dapat
berupa external turret atau internal turret. External turret memungkinkan kapal
untuk bergerak 360 derajat. Kelebihan dari sistem ini adalah dapat dioperasikan
untuk kondisi lingkungan ekstrem, dapat terpasang secara permanen maupun tidak.
Tower mooring merupakan sistem mooring dimana pada sistem ini FPSO
dihubungkan ke tower dengan suatu permanent wishbone. Keuntungannya adalah
transfer fluida yang sederhana, dengan menggunakan jumper hoses dari tower ke
FPSO.
 Jenis FPSO
Jenis FPSO ini dapat berupa jenis bangunan FPSO baru atau jenis bangunan
hasil fari konversi kapal laut. Untuk jenis bangunan FPSO baru, dapat memiliki
model seperti kapal atau model silinder. Untuk saat ini model silinder sangat
diminati dan banyak dikembangkan karena memiliki kelebihan yaitu olah gerak
yang stabil, equilibrium, stabilitas dan kekuatan memanjang yang lebih baik. Akan
tetapi, biaya yang diperlukan sangat mahal. FPSO konversi menawarkan kelebihan
pada sektor biaya yang tergolong murah. Tipe lainnya yang sedang dikembangkan
adalah jenis MOPU (Mobile Offshore Production Unit) yang merupakan inovasi
gabungan antara Jack-Up dengan FPSO.
 Cargo Offloading System
Merupakan system untuk menyalurkan kargo minyak dari FPSO ke kapal
transporter. System ini dapat berupa tandem offloading, single point mooring, atau
side to side.

4.4.4 Konsep Perancangan FPSO Yang Dipilih


Rancangan desain yang kami buat tentu saja menyesuaikan dengan syarat operasi yang
telah dibahas sebelumnya.
 Design Elemen
1. FPSO Konversi
Pada desain FPSO yang kami pilih adalah degan melakukan konversi dari kapal
tanker menjadi FPSO. Hal ini kami pilih dengan pertimbangan biaya,
mengingat di daerah Indonesia metoceannya tidak terlalu ekstrem dan biayanya
lebih murah.
2. Dimensi FPSO
Karena kapasitas FPSO sekitar 194400 barel maka kami merancang untuk
- Panjang = 230 meter
- Lebar = 40 meter
- Tinggi = 20 meter
3. Single Point Mooring
Jenis mooring yang kami pilih yaitu berupa SPM karena memiliki kelebihan
selain untuk sistem tambat juga berfungsi sebagai terminal interkoneksi.
4. Side to Side
Untuk pengambilan minyak dari FPSO ke kapal tanker/sistem offloading yang
kami pilih adalah dengan menggukan side to side. Pada tipe ini dilakukan
dengan mensejajakan sisi dari FPSO dengan kapal tanker.

 Cost Plan
Menurut studi literatur yang telah kami lakukan, mengutip dari detikfinance pada
saat melakukan wawancaranya dengan VP Shipping Pertamina, M Yudhie bahwa
konversi dari tanker ke FPSO memerlukan biaya sebesar US $21 juta.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9689987/Pengenalan_Bangunan_Lepas_Pantai_KL4121_Bala
pan_I_Definisi_Bangunan_Lepas_Pantai
https://finance.detik.com/energi/d-1986237/pertamina-habiskan-us-21-juta-sulap-tanker-
menjadi-fso
https://oilandgasmanagement.net/offshore-platform/
https://www.nsenergybusiness.com/projects/sne-oil-field-development/
https://www.offshore-technology.com/projects/sne-deepwater-oil-field/
https://studylibid.com/doc/3491/sistem-offloading-antara-fpso-dan-tanker
Kabir Sadeghi, Muhammad Khidre Musa. 2019. “SEMISUBMERSIBLE PLATFORMS:
DESIGN AND FABRICATION: AN OVERVIEW”

Anda mungkin juga menyukai