Anda di halaman 1dari 19

EFEK PERUBAHAN KONSTANTA DAN

KOEFISIEN ARAH
PADA FUNGSI LINIER DALAM KONSEP
EKONOMI
A. Perubahan Konstanta pada Fungsi Linier jika koefisien arah positif :
Bila Y = f(X) = a + mX dimana Y,X = variabel; a = konstanta; m = koefisien arah.
Jika terjadi perubahan pada konstanta “a” sebesar Δa maka persamaan di atas
menjadi: Y’ = a + mX + Δa = (a + Δa) +mX sehingga intercept (konstanta) fungsi
yang baru sekarang menjadi: a + Δa.

Atau dari gambar disamping:


a2 = a0 + Δa dimana Δa > 0
a1 = a0 – Δa dimana Δa < 0

Bila Δa > 0 maka konstanta yg baru menjadi


lebih besar dari semula sehingga dalam
gambar garis Y2 akan akan lebih tinggi
(berada di atas) garis Y0 sejarak vertikal
besarnya Δa.
Bila Δa < 0 maka konstanta yg baru menjadi
lebih kecil dari semula sehingga dalam
gambar garis Y1 akan akan lebih rendah
(berada di bawah ) garis Y0 sejarak vertikal
besarnya Δa.
B. Perubahan Konstanta pada Fungsi Linier jika koefisien arah negatif:
Bila Y = f(X) = a - mX dimana Y,X = variabel; a = konstanta; m = koefisien arah.
Jika terjadi perubahan pada konstanta “a” sebesar Δa maka persamaan di atas
menjadi: Y’ = a - mX + Δa = (a+ Δa) – mX sehingga intercept (konstanta) fungsi
yang baru sekarang menjadi: a + Δa.
Atau dari gambar disamping:
a2 = a0 + Δa dimana Δa > 0
a1 = a0 – Δa dimana Δa < 0
Bila Δa > 0 maka konstanta yg baru menjadi
lebih besar dari semula sehingga dalam
gambar garis Y2 akan akan lebih tinggi
(berada di atas) garis Y0 sejarak vertikal
besarnya Δa.
Bila Δa < 0 maka konstantanya sekarang
menjadi lebih kecil dari semula sehingga
dalam gambar garis Y0 akan akan lebih rendah
(berada di bawah ) garis Y0 sejarak vertikal
besarnya Δa.

Kesimpulan: Karena yang berubah adalah konstanta (intercept)


saja, maka garis baru akan sejajar dengan garis semula dengan
jarak vertikal sebesar Δa
Contoh Penerapannya Dalam Konsep Ekonomi:

1. Efek Pengenaan Pajak Penjualan

Pada umumnya bila suatu komoditas dikenakan pajak penjualan


maka harga yang diterima konsumen akan menjadi lebih mahal
(tinggi) daripada harga sebelum komoditas tersebut terkena
pajak.

Jika fungsi penawaran barang dari produsen adalah P=f(Q),


maka kalau pemerintah mengenakan pajak penjualan sebesar
Rp T,- per unit barang yang ditawarkan produsen tersebut,
maka fungsi penawaran (fungsi harga) produsen tersebut
menjadi: P =f(Q) + T
dimana P = harga/ unit; Q =jumlah yang ditawarkan dan
T = pajak penjualan per unit barang
 Bila produsen tidak dikenakan pajak penjualan maka titik
keseimbangan pasar terjadi di Eo dengan jumlah dan harga
sebesar Qo dan Po.
 Bila produsen tersebut dikenakan pajak penjualan Rp T,-/unit
maka titik keseimbangan sekarang di E1 dengan jumlah dan
harga sekarang sebesar Q1 dan P1.
 Adanya pajak penjualan
tersebut telah menaikkan
harga jual dari Po ke P1
sehingga Q keseimbangan
berkurang dari Qo
menjadi Q1.
Contoh:
Pasar barang X memiliki fungsi permintaan dan penawaran pasar
sebagai berikut:
Fungsi Permintaan (Dd) : P = 28 – 1,6Q
Fungsi Penawaran (Ss) : 2P = 1,6Q + 8 atau P = 4 + 0,8Q
Maka harga keseimbangan pasar dan jumlah keseimbangan pasar dapat
dicari sebagai berikut: Permintaan = Penawaran
28 – 1,6Q = 4 + 0,8Q
28 – 4 = 2,4Q
Q = 10
Pada Q = 10 maka P = 28 – 1,6 (10) = 12
Jadi pada kondisi keseimbangan pasar barang X memiliki tingkat harga
keseimbangan Rp 12,- per unit dan jumlah keseimbangannya 10 unit.

Sekarang bila produsen barang X tersebut dikenai pajak penjualan


sebesar Rp 2,40 perunitnya maka fungsi penawaran setelah pajak
berubah menjadi:
P = 0,8Q + 4 + 2,40 atau P = 6,40 + 0,8Q
maka keseimbangan pasar barang X setelah pajak adalah :
Permintaan = Penawaran atau 28 – 1,6Q = 0,8Q + 6,40
21,60 = 2,4Q
Q = 9 dan P = 13,6
Setelah produsen tersebut dikenai pajak penjualan maka harga
keseimbangan pasar naik dari Rp 12 jadi
Rp 13,6; sementara jumlah keseimbangan
turun dari 10 unit menjadi 9 unit.
Konsumen menanggung beban pajak
penjualan sebanyak :
= kenaikan harga X jmlhbarang stlh pajak
= (13,6 – 12)x9 = Rp 14,40.
Pajak yang diterima pemerintah dari
produsen: adalah
= pajak penjualan X jmlh brg stlh pjk
= Rp 2,40 x 9 = Rp 21,60.
Jadi sebenarnya beban pajak yang
ditanggung produsen adalah:
Rp (21,60 – 14,40) = Rp 7,20.
1. Produsen barang X mempunyai fungsi penawaran barang yang dijualnya
sebagai berikut P = - 400 + 4Q ; sementara fungsi permintaan yang
dihadapinya adalah : P = 800 – 2Q
dimana P = harga perunit, Q = jumlah barang. Jika produsen barang X
dikenakan pajak penjualan sebesar Rp 60,- perunit. Pertanyaan :
a) berapakah harga dan jumlah keseimbangan pasar saat sebelum dan
sesudah dikenakan pajak penjualan tersebut?
b) gambarkan kondisi keseimbangan pasar pasar saat sebelum dan sesudah
dikenakan pajak penjualan dalam satu susunan salib sumbu?
c) berapakah beban pajak yang ditanggung konsumen dan produsen?
d) berapakah pajak yang dibayarkan produsen X kepada pemerintah?

2. Fungsi permintaan dan penawaran barang A adalah:


Fungsi permintaan: P = 140 – 0,5Q; dan
Fungsi penawaran : P = 15 + 0,75Q
dimana P = harga perunit, Q = jumlah barang.
Pertanyaan :
a) berapakah harga dan jumlah keseimbangan pasarnya?
b) Setelah produsen barang A dikenakan pajak maka harga pasarnya naik Rp 5,-
Berapakah besarnya pajak penjualan tersebut?
c) Setelah produsen barang A dikenakan pajak penjualan, berapa besar
turunnya kuantitas keseimbangan pasarnya?
d) Gambarkan kondisi keseimbangan pasar pasar saat sebelum dan sesudah
dikenakan pajak penjualan?
e) Berapakah beban pajak yang ditanggung konsumen dan produsen?
f) Berapakah pajak yang dibayarkan produsen X kepada pemerintah?

3. Produsen barang X mempunyai fungsi penawaran barang yang dijualnya :


Q – 5P = -20 ; sementara fungsi permintaannya: 8Q – 140 = - 5P;
dimana P = harga perunit, Q = jumlah barang.
Jika produsen barang X dikenakan pajak penjualan sebesar Rp 1,2,- perunit.
a) berapakah harga dan jumlah keseimbangan pasar saat sebelum dan sesudah
dikenakan pajak penjualan tersebut?
b) gambarkan kondisi keseimbangan pasar pasar saat sebelum dan sesudah
dikenakan pajak penjualan dalam satu susunan salib sumbu?
c) berapakah beban pajak yang ditanggung konsumen dan produsen?
d) berapakah pajak yang dibayarkan produsen X kepada pemerintah?
2. Efek Pemberian Subsidi Penjualan

Bila produsen diberi subsidi penjualan oleh pemerintah maka


kemampuan efektif dari produsen tersebut dalam melakukan
penawaran barang yang dijualnya akan meningkat. Oleh karena itu
harga barang bersubsidi akan lebih murah daripada barang yang
tidak bersubsidi.
Jika fungsi penawaran produsen:
P = a + mQ dan bila pemerintah
memberi subsidi penjualan Rp s,-
per unit barang yang ditawarkan
Maka fungsi penawaran
produsen setelah subsidi adi:
P= a + mQ-s
dimana P = harga/ unit;
Q = jumlah barang yg ditawarkan
s = subsidi per unit barang
Contoh:
Pasar barang X memiliki fungsi permintaan dan penawaran pasar sebagai
berikut:
Fungsi Permintaan (Dd) : P = 28 – 1,6Q
Fungsi Penawaran (Ss) : 2P = 1,6Q + 8 atau P = 4 + 0,8Q

Bila produsen barang tersebut diberikan subsidi oleh pemerintah sebesar


Rp 1,20 maka fungsi penawaran setelah subsidi adalah :
P = f(Q) – S atau P = 0,8Q + 4 – 1,20.
Maka keseimbangan pasar setelah adanya subsidi adalah:
Permintaan = Penawaran
28 – 1,6Q = 0,8Q + 4 – 1,20
sehingga diperoleh Q = 10,5 dan P = 11,2.

Jadi setelah adanya subsidi penjualan kepada produsen X sebesar Rp 1,20


perunit X yang dijual maka harga keseimbangan sekarang turun dari Rp
12,- perunit menjadi Rp 11,2,- dan kuantitas keseimbangan naik dari 10
unit menjadi 10,5 unit.
Latihan 1:
Pasar barang Z memiliki fungsi permintaan dan penawaran pasar sebagai
berikut:
Fungsi Permintaan (Dd) : P = 28 – 1,6Q
Fungsi Penawaran (Ss) : 4P = 3,2Q + 16

Bila produsen barang tersebut diberikan subsidi oleh pemerintah sebesar


Rp 1,20

a) berapakah harga dan jumlah keseimbangan pasar saat sebelum dan


sesudah dikenakan subsidi tersebut?
b) gambarkan kondisi keseimbangan pasar pasar saat sebelum dan
sesudah dikenakan subsidi dalam satu susunan salib sumbu?
Latihan 2:
Pasar barang Z memiliki fungsi permintaan dan penawaran pasar sebagai
berikut:
Fungsi Permintaan (Dd) : P = 28 – 1,6Q
Fungsi Penawaran (Ss) : P = 6,4 Q + 16

Bila produsen barang tersebut diberikan subsidi oleh pemerintah sebesar


Rp 2,40

a) berapakah harga dan jumlah keseimbangan pasar saat sebelum dan


sesudah dikenakan subsidi tersebut?
b) gambarkan kondisi keseimbangan pasar pasar saat sebelum dan
sesudah dikenakan subsidi dalam satu susunan salib sumbu?
 Pada fungsi yang mempunyai koef arah positif: Y = f(X) = a + mX Persamaan (1)
dimana Y,X = variabel; a = konstanta; m = koefisien arah = ΔY/ΔX.
 Jika terjadi kenaikan pada koefisien arah “m” sebesar Δm, maka persamaan (1)
berubah menjadi: Y’ = a + (m + Δm)X , sehingga koefisien arah dari fungsi yang
baru sekarang adalah: m+Δm
 Jika terjadi penurunan koefisien arah “m” sebesar Δm, maka persamaan (1)
menjadi: Y” = a + (m - Δ m)X, sehingga koefisien arah dari fungsi yang baru
sekarang adalah: m – Δm
 Bila terjadi kenaikan koefisien arah

maka garis Yo akan bergeser ke Y’;


sedangkan penurunan koefisien arah
garis Yo akan bergeser ke Y”.
 Pada harga Y yang sama di Yo maka:

kenaikan koefisien arah menyebabkan


nilai X turun dari X0 ke X’, dan
penurunan koefisien arah menyebabkan
nilai X naik dari X0 ke X”.
 Pada fungsi yang mempunyai koef arah negatif: Y = f(X) = a - mX Persamaan (2)
dimana Y,X = variabel; a = konstanta; m = koefisien arah = ΔY/ΔX.
 Jika terjadi kenaikan pada koefisien arah “m” sebesar Δm, maka persamaan (2)
di atas berubah menjadi : Y’ = a - (m + Δm)X , sehingga koefisien arah dari
fungsi yang baru sekarang adalah : (m + Δm).
 Jika terjadi penurunan koefisien arah “m” sebesar Δm, maka persamaan di atas
menjadi sebagai berikut Y” = a - (m - Δm)X , sehingga koefisien arah dari
fungsi yang baru sekarang menjadi sebagai berikut : (m - Δm).
 Bila terjadi kenaikan koefisien arah
maka garis Yo akan bergeser ke Y’;
sedangkan penurunan koefisien arah
garis Yo akan bergeser ke Y”.
 Pada harga Y yang sama di Yo maka:
kenaikan koefisien arah menyebabkan
nilai X turun dari X0 ke X’, dan
penurunan koefisien arah menyebabkan
nilai X naik dari X0 ke X”.

Kesimpulan: kenaikan koefisien arah


selalu diidentikkan dengan semakin
curamnya sebuah garis; dan penurunan
koefisien arah selalu diidentikkan dengan
semakin landainya sebuah garis.
Contoh Penerapannya Dalam Konsep Ekonomi:

1) Bila diketahui fungsi konsumsi sebagai berikut : C = 1000 + 0,8Yd;


Yd = Y – T; dan T = tY;
C = besarnya konsumsi; Yd = pendapatan nasional disposibel;
Y = pendapatan nasional; T = pajak penghasilan;
t = tarif pajak penghasilan.
(Catatan : Pendapatan nasional disposibel adalah pendapatan nasional setelah dikurangi pajak).
Bila tarif pajaknya 0% maka besarnya pajak atau T = 0 sehingga Yd = Y;
maka fungsi konsumsi: C = 1000 + 0,8 Y.
Jika tarif pajak penghasilannya sebesar 15% maka fungsi pajaknya adalah T = 0,15Y
sehingga fungsi konsumsi menjadi: C = 1000 + 0,8 (Y – 0,15Y)
maka: C = 1000 + 0,8Y – 0,12Y
C = 1000 + 0,68Y

Jadi setelah adanya kenaikan


tarif pajak penghasilan maka lereng (koef arah)
fungsi konsumsi akan menjadi lebih kecil yaitu
dari 0,8 menjadi 0,68 (atau terjadi penurunan
nilai koef garis), maka garis fungsi konsumsi
setelah ada pajak 15% akan menjadi lebih landai
dari garis konsumsi pada saat pajak=0. Kedua
garis konsumsi tersebut akan berputar (berotasi)
pada intercept (konstanta) sebesar 1000.
Efek pengenaan pajak ini akan menyebabkan
pengurangan tingkat konsumsi.
2) Sebuah produk mempunyai fungsi biaya : TC = a + mQ
Dimana: a = TFC dan m = AVC, sehingga TC = TFC + AVC(Q)

Jika biaya tetap (TFC) sebesar Rp 6000 dan biaya variabel perunitnya (AVC)
sebesar Rp 20,- maka fungsi biaya totalnya (TC ) menjadi:
TC = 6000 + 20Q
Bila produk tersebut dijual seharga Rp 40,- perunitnya maka kondisi Break
Even perusahaan tercapai pada saat:
TR = TC dimana: TR = P.Q
40Q = 6000 + 20Q
40Q – 20Q = 6000
20 Q = 6000 maka Q = 300
Sekarang bila biaya variabel perunitnya naik Rp 5,- maka fungsi biaya
totalnya (TC ) adalah : TC’ = 6000 + (20 + 5)Q atau TC = 6000 + 25Q.
Kondisi break even setelah adanya kenaikan biaya variabel adalah:
TR = TC’
40Q = 6000 + 25Q
40Q – 25Q = 6000
15Q = 6000 maka Q = 400
Jadi kenaikan biaya variabel perunit sebesar Rp 5,- pada harga
jual yang tetap Rp 40,-, maka untuk mencapai kondisi break
even perusahaan harus memproduksi jumlah output lebih
banyak atau jumlah produksi harus ditingkatkan dari 300
menjadi 400 unit.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai