Anda di halaman 1dari 8

DEDAP DURHAKA

Desa yang sekarang bernama desa Dedap Kecamatan Putri Puyu Kabupaten kepulauan
Meranti yang dulunya pada masa awal membangun sebuah desa terdapat hazanah cerita
yang harus diceritakan sebagai pedoman hidup. Cerita ini bermula dari keluarga miskin
yang terdiri dari kepala keluarga bernama Ujang dan isterinya Topang serta anaknya
Dedap atau panggilan manja oleh ibunya adalah Panggang karena Dedap suka makan
makanan yang di panggang.

Ekonomi yang lemah dan hasil kebun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari membuat
Dedap yang sudah tumbuh dewasa bersama temannya harus pergi ke hutan belantara
Pulau Padang untuk mencari rotan dan berburu.

Disuatu hari Dedap dan alang pergi ke hutan berburu kekah dan burung dengan membawa
sumpitan yang biasa dilakukannya. Di tengah hutan cuaca menjadi mendung dan gelap,
tidak lama kemudian gerimis mulai berjatuhan, Dedap dan alang bersiap membuat tempat
berlindung dengan daun pinang hutan dan terperangkap dalam hujan yang deras.

Dedap dan Alang tidak bisa berbuat apa-apa lagi yang dilakukan hanya bisa termenung,
dalam khayalan Dedap teringat akan kecantikan si lindung Bulan. Hujan semakin deras hari
semakin malam Alang mengajak Dedap pulang meski tidak mendapatkan hasil perburuan.

Tiba di rumah dengan tubuh basah kuyup Dedap mebersihkan tubuhnya dan mengantikan
pakaiannya. Di malam itu Dedap tidak bisa memejamkan mata karena selalu terbayang si
Lindung Bulan gadis desa yang cantik jelita tinggal di desa tanjung padang putri Batin
Tenggoro yang juga orang kaya di Tanjung Padang.

Keesokan harinya Dedap segera berangkat ke Tanjung padang untuk menyatakannya cinta
kepada gadis pujaan hatinya. Tiba disana Dedap berkeliling mencari si Lindung Bulan,
terlihat dikeramaian tempat membuat anyaman atap dari daun rumbia si Lindung Bulan
tertawa bahagia bersama teman-temannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Dedap
dan dia pun menyatakan cintanya kepada si Lindung Bulan.
Dengan tersipu malu si Lindung Bulan menerima cinta Dedap, betapa bahagianya yang
dirasakan oleh Dedap pada hari itu. Dengan hati yang berbunga-bunga Dedap kini menjadi
anak yang ceria dan rajin menolong Orang tua, patuh, taat dan tidak pernah membantah
kata-kata orang tuanya.

Dedap kembali ingin berjumpa si Lindung Bulan untuk mengobati kerinduannya dengan
menggunakan sampan. Tiba Tanjung Padang Dedap melintasi di kediaman Batin Tenggoro
untuk melihat si Lindung Bulan, ternyata si Lindung Bulan menunggu kedatangan Dedap
selama ini.

Bagaikan pungguk merindukan bulan mereka pun bercumbu mesra. Masyarakat yang
melihat pasangan kekasih itu mulai menjadi bahan pembicaraan sehingga terdengar oleh
Jelutung pemuda Tanjung Padang yang juga menyimpan rasa terhadap si Lindung Bulan.
Jelutung menyuruh anak kecil untuk bisa bertemu empat mata dengan Dedap.

Dengan berat hati si Lindung Bulan pulang karena dia tidak rela melepaskan Dedap
sendirian untuk bertemu dengan Jelutung. Di suatu tempat tersembunyi Dedap bertemu
Jelutung yang sombong, angkuh dan kasar cara memperlakukannya sehingga Dedap
dipukul oleh Jelutung dan teman-temannya. Dedap dalam keadaan babak belur diancam
oleh Jelutung agar tidak mengganggu si Lindung Bulan lagi.

Dedap pulang dengan perasaan gundah gulana karena kecewa cintanya terhalang dan
tergores luka yang tidak mungkin dilupakan. Dedap yang dulu periang sekarang berubah
menjadi anak yang pendiam, suka termenung sendiri. Waktu terus berlalu, Dedap sudah
tidak kuat lagi mengurung diri dirumah dan timbul rasa ingin bunuh diri begitu juga yang
dirasakan oleh si Lindung Bulan.

Dedap yang kecewa merasa hina dan tidak berdaya membuat Dedap ingin merantau
dinegeri orang untuk bisa merubah nasibnya. Dedap pun mengutarakan keinginannya
kepada kedua orang tuanya. Di malam hari Dedap menemui ayah dan ibunya. Dedap pun
berkata. “Wahai ibu dan ayah. Telah lama aku ingin merantau untuk mengadu nasib di
negeri orang, jika aku jadi orang yang berhasil pasti aku akan pulang”. “Berat rasanya hati
ini melepaskan engkau anak semata wayangku”. Jawab Ibu. “lagi pula nak, disini maupun
ditempat orang tidak ada bedanya”. Kata ayahnya pula.

Kembali Dedap menjawab. “Tapi keadaan disini dengan suasana disana berbeda, jika disini
kita masih malu mengerjakan sesuatu, tetapi di rantauan akan lebih gigih karena rasa rindu
akan halaman kampung mendorong semangat untuk mencari rezeki yang lebih”.

Perdebatan berlangsung lama antara anak dan orang tuanya, sehingga ibu dan ayahnya
merelakan Dedap pergi merantau. Dengan berbekalkan nasehat dan petuah dari ibu dan
ayahnya, Dedap nekad pergi berlayar dengan menggunakan kapal tongkang yang sudah
biasa singgah di desanya untuk membeli rotan dan hasil hutan serta membawa penumpang
yang hendak pergi ke singapura dan melaka (malaysia).

Dedap yang masih berumur 12 tahun pergi merantau tanpa membawa uang tetapi hanya
perbekalan makanan kesukaan Dedap yang dimasak oleh ibunya berupa panggang kukah
(sejenis burung yang dipanggang) dan pais keluang (sejenis kelelawar berukuran besar
yang dibungkug menggunakan upih daun pinang dan dipanggang). Di dalam kapal Dedap
mencoba membantu pekerjaan seperti memasak, mencuci piring, menimba air,
mengangkat barang serta melayani penumpang yang memerlukan bantuan.

Tanpa disadari ada saudagar cina yang kaya selalu memperhatikan Dedap, sehingga dia
mulai tertarik untuk mempekerjakan Dedap di toko barang pecah belah miliknya yang
berada di Singapura. Dedap yang teringat akan nasehat orang tuanya bahwa apabila di
negeri orang jangan lupa mencari Induk Semang (pengganti orangtua/ jadi anak angkat)
dedap pun setuju ajakan dari Saudagar Cina tersebut. Tiba di singapura saudagar cina
membawa Dedap ke tempat usahanya, disana Dedap diberi syarat dan ketentuan
disamping itu juga gaji perbulan serta makan, tempat tinggal serta pakaian Dedap
ditanggung oleh Saudagar Cina. Setelah menyetujui segala persyaratan yang diberikan oleh
saudagar cina, dedap pun mulai bekerja sebagaimana semestinya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun usaha Saudagar Cina
makin maju dan makin berkembang. Karena kerja keras dan kejujurannya, Dedap diangkat
menjadi orang kepercayaan Saudagar Cina. Saudagar Cina yang telah tua dan tidak bisa lagi
mengurus segala urusan untuk kelancaran usahanya sehingga memaksa untuk
mengumpulkan kelurganya termasuk Dedap dengan tujuan membicarakan tentang
pembagian harta. Gaji Dedap yang terkumpul selama 8 tahun akan dibagikan serta Dedap
mendapatkan 1/3 dari harta kekayaan Saudagar Cina dan 2/3 untuk keluarga Saudagar
Cina.

Sudah hampir 10 tahun lamanya Dedap merantau, timbul dibenaknya rasa ingin pulang
kekampung halaman. Meskipun saudagar cina kembali mengajak Dedap untuk tetap tinggal
dan melanjutkan usahanya tetap saja ditolak oleh Dedap.

Beberapa waktu yang tidak lama Dedap yang sudah memiliki kapal tongkang sendiri
membuat pekerjaan dengan Saudagar Tinggi sehingga Dedap merubah namanya dengan
panggilan Saudagar Muda. Setelah 3 bulan menjalin hubungan kerja yang baik bersama
Saudagar Tinggi dan usahanya pun mendapat keuntungan yang besar. Saudagar Tinggi
berniat untuk menjodohkan Dedap dengan anaknya yang bernama Putri linggi.

Keinginan Dedap pun tercapai untuk segera mendapatkan pendamping hidup. Akhirnya
diadakan acara pernikahan antara Dedap dan Putri Linggi yang berlangsung selama
seminggu dengan beraneka ragam acara. Sebagai pengantin baru, Saudagar Tinggi
menghadiahkan sebuah kapal pesiar yang dibuat seperti layaknya sebuah istana untuk
berbulan madu.

Setelah beberapa bulan berlayar sampai memasuki Selat Bengkalis, kapal tersebut harus
berlabuh di Tanjung Sekodi karena menunggu air pasang baru bisa masuk ke Selat
Bengkalis. Dari kejauhan seorang anak buah kapal melihat perahu kecil menuju ke kapal
pesiar dan berusaha merapat. Ternyata didalam perahu kecil ada seorang wanita cantik
yang dengan sengaja diantar oleh nelayan untuk meminta bantuan, dengan alasan bahwa
perbekalan air minum di kapalnya yang berada di sebalik pulau Bengkalis telah habis.

Dedap pun mulai menunjukkan kebolehannya sebagai pelaut sejati dengan menjatuhkan
lingkaran rotan saga ke air laut dan menyuruh wanita itu mengambil dan meminumnya, di
dalam lingkaran rotan saga tersebut air laut bisa berubah menjadi air tawar yang bisa
diminum. Wanita itu pun tertarik atas kebolehan Dedap sehingga dia mulai menggoda
Dedap karena wanita itu adalah Sri Jawa yang selalu mengejar Saudagar Muda yang
menjadi targetnya.

Dedap pun tergoda sehingga Sri Jawa dijadikannya istri yang kedua, sementara putri linggi
tidak bisa berbuat banyak karena Putri Linggi sedang hamil. Beberapa hari kemudian
Dedap memerintahkan agar berlayar masuk ke Selat Bengkalis karena dihati Dedap ingin
menjenguk orang tuanya tetapi tidak diberitahu kepada siapapun tentang niatnya itu.
Selain dari itu Dedap ingin menunjukkan kepada semua orang di kampungnya bahwa
Dedap yang dulunya selalu dihina dan dicaci maki. Keangkuhan dan kesombongan mulai
timbul di benak Dedap.

Setelah kapal Dedap berlabuh di salah satu muara sungai. Dedap memerintahkan 2 orang
anak buah kapal untuk mengambil air taawar untuk perbekalan minum. Dengan waktu
yang tidak begitu lama, tersebar kabar keseluruh kampung tentang kepulangan Dedap
yang sudah kaya raya dan terdengar oleh kedua orang tuanya.

Mendengar berita tersebut orang tua Dedap bersiap-siap untuk bertemu anak semata
wayangnya yang sudah lama dirindukannya. Dengan membawa masakan kesukaan Dedap
yaitu Panggan kukah dan Pais Keluang, langsung saja kedua orang tuanya turun kelaut.
Didalam perahu kecil kedua orang tuanya terbayang betapa gagah dan tampan Dedap.

Apabila perahu kecil mendekat kapal Pesiar, kedua orang tuanya yang sudah tua, kulit
berkedut dan berpakain kumuh dimatanya berkaca-kaca tanda kerinduan bercampur
kebahagian sehingga menjadi salah tingkah. Datang anak buah kapal menanyakan maksud
kedatangan orang tua ini. Ibu Dedap menjawab. “Kami ingin menemui anak kami Si dedap”.
Anak buah kapal kembali menjawab. ”Bapak dan Ibu sabar ya! Saya akan beritahu kepada
tuan Saudagar Muda dulu”.
Dengan bantuan Ali yang juga penduduk sekitar, ibu dan ayah Dedap berangkat untuk
menemui anaknya yang selama ini disangka telah mati karena sudah bertahun lamanya
tidak memberi kabar.

Dedap yang masih memperlihatkan keangkuhannya berdiri ditepi kapalnya, sang ibu pun
berteriak memanggil Dedap : “Dedap, Dedap anakku! Ini ibumu dan ayahmu datang nak!”.
Dedap yang sebenarnya sudah tahu kedatangan orang tuanya dan mendengar panggilan
untuknya tetapi Dedap berpura-pura tidak tahu.

Dedap yang melihat orang tuanya datang dan semakin mendekat, lalu Dedap berpaling
kebelakang sambil bercerita dengan istrinya. Sementara istrinya mengetahui orang tua itu
memanggil suaminya itu Dedap, istri Dedap pun menyuruh Dedap untuk menjawab.
“Perempuan tua itu memanggil dirimu Dedap dan dia mengaku sebagai orang tua mu”. Kata
Putri lingga. “Ah, engkau jangan percaya! Tidak mungkin ibuku seperti itu.”

Ali yang bersama orang tuanya berkata. ”Wahai Saudagar Muda! Bukankah kamu bernama
Dedap?” Dedap menjawab dengan mata melotot “Ada apa?”. “ini ibu dan ayahmu mau
menyongsong kedatangan anaknya dengan membawa makanan.” Kata Ali. “ Tidak! Mereka
bukan orang tuaku”. Jawab Dedap dengan lancang.

“Benar nak ini orang tuamu, tidak ingatkah kamu ketika kamu ingin merantau, kami
menyiapkan kamu makanan kesukaanmu nak” . Kata ibunya sambil memberinya makanan
kesukaan Dedap, tetapi Dedap malah menolak makanan itu sehingga makanan tersebut
jatuh beserta ibunya.

“Benar Dedap! Kami orang tuamu, cobalah engkau lihat dengan baik-baik Dedap” Kata
ayahnya beriba-iba. “Tidak mungkin! Orang tuaku sudah mati”. Jawab Dedap yang sedang
malu pada istrinya karena keadaan orang tuanya. “tidak Dedap, kami masih hidup, karena
dilanda penderitaan yang berkepanjangan sehingga membuat kami menjadi begini”. Kata
ibunya sambil menangis.

“Dedap, ini aku Ali, teman dekat rumahmu. Ingatlah Dedap mereka memang orang tuamu”
kata Ali. “Bang! bang! Barangkali benar itu orang tua abang”. Kata istri Dedap. “Tidak!
Orang tuaku telah mati, mereka ini orang gelandangan yang melihat aku telah kaya dan
mengaku sebagai orang tuaku”.

Pertengkaran yang semakin memuncak itu menyebabkan semakin banyak orang


berdatangan. Dedap yang ingin menjauhkan diri dari kerumunan orang banyak, akan tetapi
sang ibu yang sangat rindu akan si Dedap bergantung memegang celana Dedap dan
berkata.” Aku ini ibu yang mengandung dan menyusukanmu.” “Dusta, bangsat tidak tahu
diuntung”. Seru Dedap sambil menolak ibunya sehingga tersungkur.

Ali datang membantu sang ibu berdiri dan berkata. “sabarlah ibu, jika dia tidak mengakui,
apa boleh buat”. “atau engkau bukan anakku?” Kata ibunya yang sedang marah. “Ya! Aku
bukan anakmu” jawab Dedap. “Coba engkau perlihatkan ada bekas luka besar dibetis
kirimu karena terkena kaca sewaktu kamu masih kecil”. Kata sang ibu yang makin marah.

Sejenak Dedap berdiam diri, istrinya pun berkata “Memang benar apa yang dikatakan ibu
itu”. “Kalau tidak percaya, mari kita sama-sama saksikan” kata ibunya. “mengakulah bang,
tidak perlu malu”. Kata istrinya. “Menurut kami lebih baik Saudagar Muda mengakui bahwa
mereka orang tuamu yang sebenarnya”. Kata salah seorang anak buah kapalnya.

“Mana mungkin kalian semua lebih tahu dari pada aku, tidak mungkin aku yang setampan
dan sekaya ini memiliki orang tua sejelek dan sebangsat mereka”. Bentak Dedap. “tidak
ingatkah engkau ketika ingin merantau aku bekali kau dengan panggang kukah dan pais
keluang”. Kata ibunya sambil menangis. “jika dia tidak mau mengaku, tidak perlu dipaksa”.
Kata ayahnya.

“Memang aku tidak akan mengakui kalian orang tuaku, karena orang tuaku telah mati,
kalian ini bangsat, penipu dan hanya mengharapkan harta kekayaanku, pergi! Pergi kalian
dari sini!”. Seru Dedap sambil menolak ayah dan ibunya turun dari kapal.

Mengalami perlakuan Dedap yang durhaka itu kedua insan yang malang pulang dengan
kekecewaan yang mendalam. Tiba di muara sungai, sang ibupun mengadahkan tangan
seraya berdoa kepada Tuhan : “Wahai Tuhan Yang Maha Kuasa dengarkanlah pengaduan
hambamu ini. Engkau Yang Mengetahui. Aku yang telah mengandung anakku selama 9
bulan dengan bersusah payah dan telah melahirkanya dengan menyambung nyawa serta
aku korbankan air susuku untuk membesarkannya. Kami pelihara dia dengan penuh kasih
sayang”. “Tidakkah aku relakan air susuku yang dihisap oleh Dedap bertahun-tahun”. Kata
sang ibu murka sambil mengoyangkan kedua susunya dan mengangkat kelangit.
“Engkau timpakan malapetaka yang maha dahsyat kepada anakku Dedap Durhaka. Engkau
Yang Maha Perkasa dan Maha Adil”. Siap ibunya berdoa, tibalah angin kencang disertai
kilat dan petri menyambar, kapal pesiar bagaikan istana berjalan ikut berputar-putar
dibawa angin kencang dan hampir karam serta menenggelamkan perahu kecil milik orang
tuanya yang sampai saat ini di muara sungai Desa Dedap terdapat beting yang hampir
menutupi muara tersebut.

Dedap pun berseru memohon ampun pada ibunya tetapi ibunya tidak peduli. Sang ayah
yang merasa kasihan atas musibah yang menimpa Dedap menyuruh istrinya agar
mengampuni Dedap. Angin semakin kencang kapal Dedap bersama 12 orang penumpang
tenggelam ditelan lautan. Setelah beberapa lama tepat pada tenggelamnya kapal Dedap
timbullah pulau yang bernama Pulau Dedap dan beberapa tahun kemudian di atas pulau
tersebut tumbuh pohon pelam atau mangga bercabang 2. Cabang yang pertama tumbuh
mengarah kelaut dan buahnya terasa asam dan cabang satunya lagi mengarah ke darat dan
buahnya terasa manis.

Buah mangga yang terasa asam menggambarkan ibunya yang terlanjur sakit hati tidak mau
mengampuni anaknya sedangkan buah mangga yang terasa manis tersebut
menggambarkan ayah Dedap yang masih punya rasa belas kasihan dan mau mengampuni
anaknya.

Anda mungkin juga menyukai