Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

MISDIAGNOSIS HEMORRHAGIC ANTE PARTUM (HAP)

OLEH:
Fitri Rahmaniani, S.Ked
Riefni Silara Dini, S.Ked
Syarifah Ardiani Putri, S.Ked
Debora Jessica S, S.Ked
Hanissa Nifa Simanjuntak, S.Ked
Lisdiana Putri, S.Ked
Ayu Retno Lestari, S.Ked
Azuhra Annisa, S.Ked

Pembimbing :
Dr. dr. Donel Suhaimi, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, karena


atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “MISDIAGNOSIS HEMORRHAGIC ANTE PARTUM (HAP)”.
Penulis menyusun laporan kasus ini untuk memahami lebih dalam mengenai
perdarahan antepartum dan penegakan diagnosisnya, dan juga pengaplikasian
teori dalam klinis sehari-hari serta sebagai salah satu syarat dalam menempuh
ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada dokter pembimbing di Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Riau - Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau –
DR. dr. Donel Suhaimi, Sp.OG(K) atas saran dan bimbingannya dalam
menyempurnakan penulisan laporan kasus ini.
Penulis sadar pembuatan laporan kasus ini memiliki kekurangan. Saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.

Pekanbaru, Agustus 2021

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar belakang........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................18

3.1 Hipertensi dalam Kehamilan..............................................................18

3.1.1 Definisi.....................................................................................18

3.1.2 Klasifikasi................................................................................18

3.1.3 Epidemiologi ...........................................................................18

3.1.4 Faktor Risiko............................................................................19

3.1.5 Etiopatogenesis........................................................................19

3.2 Preeklamsia........................................................................................21

3.2.1 Faktor Risiko............................................................................22

3.2.2 Preeklamsia Berat....................................................................22

3.2.3 Tatalaksana Preeklamsia..........................................................23

3.2.4 Komplikasi Preeklamsia..........................................................28

3.3 Malposisi dan Malpresentasi..............................................................29

3.3.1 Penyebab..................................................................................29

3.3.2 Insiden......................................................................................29
iii

3.3.3 Tipe Posisi Kepala...................................................................30

3.3.4 Diagnosis..................................................................................30

3.4 Letak Lintang.....................................................................................34

3.4.1 Etiologi.....................................................................................35

3.4.2 Diagnosis..................................................................................35

3.4.3 Beberapa cara janin lahir spontan............................................36

3.4.4 Penanganan..............................................................................36

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................45

5.1 Simpulan............................................................................................45

5.2 Saran...................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46
iv

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1 Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklamsia berat.................. 28


Tabel 3.2 Diagnosa Malposisi......................................................................... 32
Tabel 3.3 Diagnosa Malpresentasi.................................................................. 33
v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Teori invasi trofoblas abnormal................................................. 20


Gambar 3.2 Algoritma Manajemen Ekspektatif............................................ 27
Gambar 3.3 Posisi Kepala Janin..................................................................... 30
Gambar 3.4 Posisi UUK Lintang................................................................... 31
Gambar 3.5 Posisi UUK depan/oksiput......................................................... 31
6

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Solusio Plasenta


3.1.1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni anak lahir.1

Gambar 3.1 Solusio Plasenta2


3.1.2. Klasifikasi
1. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau kurang 1/6 bagian.
Jumlah darah yang keluar ±250 mL. Darah yang keluar seperti haid, bervariasi
dari sedikit sampai yang banyak. Gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta
previa kecuali warna darah yang kehitaman.1
2. Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang lepas melebihi 25% tetapi tidak sampai 50%. Jumlah
darah yang keluar lebih dari 250 mL tetapi belum mencapai 1000 mL. Gejala
yang timbul seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung
janin lebih cepat, hipotensi dan takikardi.1
7

Gambar 3.2 Solusio plasenta sedang2

3. Solusio plasenta berat


Luas plasenta yang lepas melebihi 50%. Jumlah darah yang keluar mencapai
1000 mL atau lebih. Keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hamper
semua janinnya telah meninggal.1

Gambar 3.3 Solusio plasenta berat2

3.1.3. Etiologi
Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat

beberapa keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau

menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor resiko, antara lain : usia

ibu dan paritas yang tinggi beresiko lebih tinggi, pernah solusio plasenta (10-
8

25%), ketuban pecah preterm/korioamnionitis (2,4-3,0%), sindroma pre-eklamsia

(2,1-4,0%), hipertensi kronik, merokok/nikotin, merokok dan hipertensi kronik

atau preeclampsia, pecandu kokain, mioma dibelakang plasenta, gangguan sistem

pembekuan darah berupa single-gene mutation/tombofilia (meningkat sampai

dengan 7 kali).1

3.1.4. Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula

dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat

implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan.

Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)

yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Perdarahan tersebut dapat

menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan tipi yang tetap melekat

pada myometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali proses terdiri

atas pembentukan hematom yang bisa mengakibatkan pelepasan yang lebih luas,

kompresi, kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Dalam

beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya

arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi

penyimpanan nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi

janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta

lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang merembes keluar

merembes antara selaput ketuban dan myometrium untuk selanjutnya keluar

melalui serviks ke vagina (revealed haemorrhage). Perdarahan tidak bias berhenti

karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit

pembuluh arteria spiralis yang terputus.1


9

Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian

sel karena iskemia dan hipoksia dan desidua :

1) Pada pasien dengan korioamniotis, misalnya ketuban pecah prematur, terjadi

pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari angensin yang

infeksius dan menginduksi pembentukan dan penumoukan sitokinesis, eisikanoid,

dan bahan-bahan oksidan lainnya seperti superoksida. Salah satu kerja sitotoksis

dari endotoksin adalah terbentuknya NOS (nitric oxide synthase) yang

berkemampuan menghasilkan NO (nitric oxide) yaitu suatu vasodilator kuat dan

menghambat agregasi trombosit.

2) Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya

meningkatkan pembentukan trombosit dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-

eklampsia dan solusio plasenta.

3) Pada pasien dengan penyakit trombofilia dimana ada kecendrungan pembekuan

berakhir dengan pembentukan thrombosis didalam desidua basalis yang

mengakibatkan iskemia dan hipoksia.

4) Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada

endothelium vascular yang berakhir dengan pembentukan trombosit pada vena

atau menyebabkan kerusakan pada arteri spiralis yang memasok dari ke plasenta

dan menjadi sebab lain dari solusio plasenta.

5) Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokontriksi yang bias

menyebabkan iskemia pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark,

obstruksi stress, apoptosis, dan nekrosis, semua ini dapat berpotensi merusak

hubungan uterus dan plasenta yang berujung pada solusio plasenta.


10

3.1.5. Diagnosis
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat

ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda

klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang

berwarna tua keluar melalui vagina ( 80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus

tegang terus-menerus mirip his partus prematurus.1

Dalam banyak hal diagnosis bisa di tegakkan dalam gelaja dan tanda klinik

yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada uterus,

dan pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada

pemeriksaan dengan KTG. Namun, adakalanya pasien datang dengan gejala mirip

persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak, dengan

perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis defenitif hanya bisa

ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya

hematoma retroplasenta.1

Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya

dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG

tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasma yang

normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasma pada solusio plasenta.

Kompleksitas gambaran normal retroplasma kompleksitas vaskular rahim sendiri,

desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan

hasil pemeriksaan positif palsu. Disamping itu, solusio plasenta sulit dibedakan

dengan plasenta itu sendiri pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa

membantu karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan

berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi

hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.1


11

Penggunaan Collor doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta di

mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif, sedangkan pada kompleksitas lain,

baik kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun hipoekoik seperti mioma

dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif. Pada kontraksi uterus

terdapat sirkulasi aktif didalamnya, pada mioma sirkulasi aktif terdapat lebih

banyak pada bangian perferi dari pada di bagian tengah nya. Pulsed Wavie

Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang berguna untuk menegakkan diagnosis

solusio plasenta, berhubung hasil pemeriksaan tidak konsisten.1

MMRI bisa mendeteksi darah darah melalui deteksi methemoglobin, tetapi

dalam situasi darurat seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah perangkat

diagnosis yang tepat. Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu

bisa melewati plasenta dalam keadaan dimana terdapat gangguan fisiologi dan

keutuhan anatomik dari plasenta. Peningkatan kadar MSAFP tanpa sebab lain

yang menigkatkan kadarnya terdapat pada solusio plasenta. Adapun sebab-sebab

lain yang dapat meningkatkan MSAFP adalah kehamilan dengan kelainan-

kelainan kromosom, nrural tube defect, juga pada perempuan beresiko rendah

terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan, plasenta previa, ancaman

persalinan prematur, dan hambatan pertumbuhan janin. Pada perumpuan yang

mengalami persalinan prematur dalam trimestr ketiga dengan solusio plasenta

dijumpai kenaikan MSAFP dengan sensitifitas 67% bila tanpa perdarahan dan

dengan sensitivitas 100% bila disertai perdarahan. Nilai normal negatif (negatif

predictive value) pada keadaan ini bisa mencapai 94% pada tanpa perdarahan dan

100% pada perdarahan.1


12

Uji coba Kleihauer-betke untuk mendeteksi darah atau hemoglobin janin

dalam darah ibu tidak merupakan uji coba yang berguna pada diagnosis solusio

plasenta karena perdarahan pada solusio plasenta kebanyakan berasal dari

belakang plasenta, bukan berasal dari ruang intervillus dimana darah janin

berdekatan sekali dengan darah ibu.1

3.1.6. Komplikasi
1. Konsumtif Koagulopati

Salah satu penyebab tersering konsumtif koagulopati dibidang obstetri


adalah solusio plasenta. Hipofibrinogenemia (<150 mg/dL) diikuti peningkatan
kadar degradasi produk fibrin, D Dimer dan penurunan faktor koagulasi lainnya
ditemukan pada 30% kasus solusio plasenta.2

Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan


tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protrombin menjadi thrombin. Thrombin yang terbentuk dipakai
untuk mengubah fibrinogen menjagi fibrin untuk membentuk lebih banyak
bekuan darah terutama solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila
pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan
darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang
semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain.
Akibat lain dari pembekuan darah intravascular ialah terbentuknya plasmin dari
plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan
fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk jaringan. Karena
kemampuan fibrinolysis dari fibrin yang terbentuk intravaskulah oleh plasmin
berfaedah menghancurkan bekuan-bekuan darah dalam pembuluh darah kecil
dengan demikian berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Namun di
lain pihak penghancuran fibrin penghancuran fibrin oleh plasmin memicu
perombakan lebih banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku.
Dengan jalan ini pada solusio plasenta berat dimana telah terjadi perdarahan
melebihi 2000 mL dapat dimengerti kalau akhirnya akan terjadi kekurangan
13

fibrinogen dalam darah sehingga persediaan fibrinogen lambar laun mencapai titik
kritis (≤150 mg/100 mL darah) dan terjadi hipofibrinogemia.1

2. Kegagalan fungsi ginjal

Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok


hipovolemik yang berlama-lama terlambat atau tidak memperoleh penanganan
yang sempurna. Curah jantung yang menurun dan kekejangan pembuluh darah
ginjal akibat tekanan intrauterine yang meninggi keduanya menyebabkan perfusi
ginjal menjadi sangat menurun dan menyebabkan anoksia. Pembekuan darah
intravascular dalam ginjal memberi kontribusi tambahan kepada pengurangan
perfusi ginjal selanjutnya. Penyakit hipertensi akut atau kronik yang sering
bersama atau bahkan sebagai penyebab solusio plasenta berperan memperburuk
fungsi ginjal pada waktu yang sama. Keadaan yang umum terjadi adalah nekrosis
tubulus-tubulus ginjal secara akut yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal
secara akut yang menyebabkan kegagalan funsi ginjal (acute tubular renal
failure). 1

3. Couvelaire Uterus

Perdarahan retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela


serabut miometrium dan bahkan sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam
jaringan pengikat ligamentum latum, ke bawah perisalping dank e dalam ovarium
bahkan bisa mengalir sampai ke rongga peritonei. Keadaan miometrium yang
telah mengalami infiltrasi darah ini dilaporkan jarang mengganggu kontraksinya
sampai menjadi atonia.1
14

Gambar 3.4 Couvelaire uterus2


4. Sindroma Sheehan

Terdapat beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah


menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan
nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.1

5. Kematian janin, kelahiran premature dan kematian perinatal


6. Solusio plasenta berulang

Dilaporkan dapat terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita


solusio plasenta sebelumnya.1

3.1.7. Tatalaksana

Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat

inap di rumah sakit berfasilitas cukup. Ketika masuk segera lakukan pemeriksaan

darah lengkap termasuk Hb dan golongan darah sertah gambaran pembekuan drah

dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin

parsial, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam

plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonik berguna terutama untuk membedakan

dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.1

Manakala diagnosis belum jelas dan janin hidup tanpa tanda-tanda gawat

janin, observasi yang ketat dengan kesiangan dan fasilitas yang bias segera

diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan. Persalinan

mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominam bergantung pada

banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau belum, dan

tanda-tanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi

sesuai keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia

kehamilan serta keadaan ibu dan janinnya. Bilamana janin masih hidup dan cukup
15

bulan, dan bilamana persalinan pervaginam belum ada tanda-tandanya, umumnya

dipilih persalinan melalui bedah sesar darurat. Pada perdarahan yang cukup

banyak segera dilakukan resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan

kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat untuk mengendalikan

perdarahan dan menyelamatkan ibu sambil mengharapkan semoga janin juga bisa

terselamatkan. Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulus partus

pada kasus yang ringan atau janin telah mati, atau langsung dengan bedah sesar

pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.1

Penanganan ekspektatif pada kehamilan preterm berfaedah bagi janin,

tetapi ummnya persalinan preterm tidak terhindarkan baik spontan sebagai

komplikasi solusio plasenta maupun atas indikasi obstetrik yang timbul setelah

beberapa hari dalam rawatan. Terhadap pemberian tokolisis masih terdapat silang

pendapat di samping keberhasilan yang belum menjanjikan.1

Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan

pervaginam kecuali adanya perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi

darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang mengkehendaki

persalinan dilakukan perabdominal. Hemostasis pada tempat implantasi plasenta

bergantung sekali kepada kekuatan kontraksi myometrium secara farmakologik

atau masase agar kontraksi myometrium diperkuat dan mencegah perdarahan yang

hebat pascasalin sekalipun pada keadaan masih ada gangguan koagulasi. Harus

diingat bahwa koagulopati berat merupakan faktor resiko tinggi bagi bedah sesar

berhubung kecendrungan perdarahan dan berlangsung terus pada tempat insisi

baik pada abdomen maupun uterus.1

3.1.8. Prognosis
16

Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk bagi ibu hamil dan

lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio

plasenta ringan masih mempunyai prognosis baik bagi ibu dan janin karena tidak

ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai

prognosis yang lebih buruk terutama pada janinnya karena mortalitas dan

morbilitas perinatal yang tinggi di samping morbilitas ibu, yang lebih berat.

Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk baik terhadap ibu lebih-

lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati

dan mortalitas maternal meningkatakibat salah satu komplikasi. Pada solusio

plasenta sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada kecepatan dan

ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak

dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbilitas

dan mortilitas maternal dan perinatal.1

3.2 Plasenta Previa


3.2.1. Definisi
3.2.2. Klasifikasi
3.2.3. Epidemiologi
3.2.4. Etiologi
3.2.5. Patofisiologi
3.2.6. Diagnosis
3.2.7. Komplikasi
3.2.8. Tatalaksana
3.2.9. Prognosis

3.3 IUFD
3.3.1. Definisi
3.3.2. Etiologi
17

3.3.3. Diagnosis
3.3.4. Pengelolaan
3.3.5. Pencegahan

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Kesimpulan
1. Diagnosis pada kasus ini di tegakkan sesuai gejala dan tanda klinik, yaitu
perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio plasenta dapat
terjadi IUFD akibat gangguan perfusi plasenta.
2. Faktor resiko utama pada kasus ini sehingga terjadinya solusio plasenta yaitu
usia dan multiparitas.
3. Tatalaksana kasus terminasi kehamilan sudah tepat yaitu secara pervaginam
mengingat pasien yang sudah inpartu kala II dengan his adekuat dan janin
yang IUFD.
5.2 Saran
1. Resiko rekurensi terjadinya solusio plasenta pada pasien ini meningkat
sehingga beresiko untuk kehamilan berikutnya . Untuk penundaan kehamilan
atau pencegahan kehamilan metode kontrasepsi yang baik pada pasien adalah
metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi, sterilisasi, atau kontap.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik TMA. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam :


Sarwono P. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta : Bina Pustaka; 2016. Hal
503-13
2. Leveno KJ, Alexander JM, Bloom SL, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW.
Williams manual of pregnancy complications. 23 edition. Texas : McGraw-
Hill; 2013. P.188-93

Anda mungkin juga menyukai