Disusun oleh:
dr. Averina Octaxena Aslani
Pembimbing:
dr. Diki Permana
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan mini project yang berjudul “Gambaran
Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus tipe 2 melalui Pendekatan “CERDIK” di Poli
Umum UPT Puskesmas Telukjambe”. Penyusunan penelitian ini merupakan
syarat untuk menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di UPT
Puskesmas Telukjambe.
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................. 6
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... 7
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 8
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 9
1.3 Pertanyaam Penelitian ........................................................................ 9
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
1.5.1 Bagi Peneliti ....................................................................................... 10
1.5.2 Bagi Pelayanan ................................................................................... 10
1.5.3 Bagi Pendidikan .................................................................................. 10
3
2.1.5.2.4 Terapi Farmakologis ........................................................................... 23
2.1.5.2.5 Algoritma Pengobatan DM tipe 2....................................................... 25
2.1.5.2.6 Kriteria Pengendalian DM .................................................................. 25
2.1.6 Pencegahan ......................................................................................... 25
2.1.6.1 Pencegahan Primer ............................................................................. 25
2.1.6.2 Pencegahan Sekunder ......................................................................... 26
2.1.6.3 Pencegahan Tersier ............................................................................. 26
4
5.8 Gambaran Kecukupan Istirahat Responden ....................................... 35
5.9 Gambaran Pengelolaan Stres Responden ........................................... 35
5
DAFTAR TABEL
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Intensitas Aktivitas Fisik Pasien DM Tipe 2 ..... 34
6
DAFTAR GAMBAR
7
BAB I
PENDAHULUAN
Faktor risiko terjadinya DM tipe-2 dibagi menjadi faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Salah satu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi adalah obesitas. Data menunjukkan bahwa 80% pasien DM
Tipe-2 mengalami obesitas. Status gizi seseorang dapat dinilai dengan
mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar perut (LP). Menurut
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), seseorang dikatakan kelebihan berat
badan jika IMT>25kg/m2. Kelebihan berat badan terjadi akibat kelebihan gizi
dan kurangnya aktivitas fisik. Kelebihan gizi timbul akibat kelebihan asupan
makanan dan minuman kaya energi, kaya lemak jenuh, gula, dan garam yang
tidak diimbangi dengan asupan pangan bergizi, seperti sayuran dan buah-
buahan.4 Nilai LP >90cm pada laki-laki dan LP >80cm pada perempuan dapat
dikatakan sebagai kondisi obesitas sentral. Obesitas sentral dapat meningkatkan
resistensi insulin yang dapat mendasari DM tipe-2.5
8
Menurut Persatuan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun 2015, deteksi
dini risiko DM perlu dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi yaitu
kelompok dengan kelebihan berat badan yang disertai dengan satu atau lebih
faktor risiko seperti faktor keturunan DM, aktivitas fisik kurang, hipertensi,
dislipidemia, riwayat diabetes melitus gestasional, riwayat penyakit
kardiovaskular, dan riwayat prediabetes.6
Pengukuran IMT dan LP telah menjadi standar kegiatan dalam program
deteksi dini risiko DM di Pos Bina Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu
PTM) sesuai dengan Pedoman Manajemen PTM oleh Kemenkes tahun 2019.7
Pendataan IMT di Posbindu dilakukan untuk menjaring masyarakat yang
memiliki risiko DM Tipe-2 untuk dilakukan intervensi sebagai upaya
pencegahan terjadinya DM Tipe-2. Oleh karena itu, penyampaian informasi
mengenai pengertian, faktor risiko, dan pencegahan DM Tipe-2, serta
pengukuran IMT dan LP sebagai deteksi dini risiko DM Tipe-2.
9
1) Mengetahui indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah (TD), gula
darah sewaktu (GDS), dan lingkar perut (LP) pasien DM dengan
pendekatan “Cek kesehatan berkala”
10
1.5.3 Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk bahan
pembelajaran mahasiswa ataupun bahan ajar dosen mengenai pola
hidup pasien DM di lapangan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multipel di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga
14
gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut
incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim
alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
glukosidase adalah akarbosa.
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
SGLT-2 (Sodium Glucose co- Transporter) pada bagian convulated
tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran
SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada
glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2
inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
15
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan seperti6:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
16
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).6
•Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
•Toleransi Glukosa Terganggu (TGT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl
dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
•Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
•Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4% (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis DM dan Prediabetes
2.1.5 Penatalaksanaan
2.1.5.1 Penatalaksanaan Umum6
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertama, yang meliputi:
a) Riwayat penyakit:
Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan berat badan.
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh
tentang perawatan DM secara mandiri.
17
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani.
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktus urogenital.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal,
mata, jantung dan pembuluh darah, kaki,saluran pencernaan, dll.
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi.
b) Pemeriksaan Fisik:
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan jantung.
Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanya deformitas).
Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka,
hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
18
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe
lain.
c) Evaluasi Laboratorium:
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO.
Pemeriksaan kadar HbA1c
d) Penapisan Komplikasi
Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein(LDL), dan
trigliserida.
Tes fungsi hati
Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
Tes urin rutin
Albumin urin kuantitatif
Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
Elektrokardiogram.
Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung
kongestif).
Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang
baru terdiagnosis DM tipe 2. Penapisan komplikasi dilakukan di
Pelayanan Kesehatan Primer. Bila fasilitas belum tersedia,
penderita dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau
Tersier.
19
2.1.5.2.1 Edukasi
20
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.6
A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama
dengan orang sehat yaitu <2300 mg perhari. Penyandang
DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual.
Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber
karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat
adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber
bahan makanan.
Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal.
21
Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor
yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Beberapa cara perhitungan
berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus
Broca yang dimodifikasi:
o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan
wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal: BB ideal •} 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa
Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT berdasarkan WHO:
o BB Kurang <18,5
o BB Normal 18,5-22,9
o BB Lebih ≥23,0
◊ Dengan risiko 23,0-24,9
◊ Obes I 25,0-29,9
◊ Obes II ≥30
22
total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa
darah sebelum latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas
seharihari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun
dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-
70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang.6
23
a. Insulin
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang
utama dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat
antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia
oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose combination,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua
macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia oral. Kombinasi obat antihiperglikemia
oral dengan insulin dimulai dengan pemberian insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin
kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang
tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak
sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin
basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian
dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara
perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa
24
darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu
diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial,
sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati.
25
penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan untuk kelompok
masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa.6
2.1.6.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis
DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian
kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko
penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal.
Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari
pencegahan sekunder. Program penyuluhan memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program
pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.6
2.1.6.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup
yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai
disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.6
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis
DM tipe 2 di UPT Puskesmas Telukjambe. Populasi terjangkau penelitian ini
adalah pasien yang terdiagnosis DM tipe 2 yang berobat ke Poli Umum UPT
Puskesmas Telukjambe pada rentang 14 Juni-31 Juli 2021. Adapun yang menjadi
sampel penelitian yakni populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Data diperoleh dari pengisian lembar kuesioner yang telah disiapkan oleh
peneliti. Responden dipilih secara langsung berdasarkan karakteristik yang dituju
sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi (purposive sampling). Responden
yang memenuhi kriteria akan diberikan penjelasan sesuai protokol dan dimintakan
persetujuannya untuk ikut dalam penelitian ini.
Besar sampel =
= 56
Keterangan:
28
Peneliti menetapkan deviat baku alfa sebesar 5% sehingga nilai =1,96 dengan
presisi 10%. Nilai P yang digunakan adalah prevalensi penyakit diabetes melitus
di Karawang Barat tahun 2018 yaitu sebesar 17,72%. Setelah dilakukan
perhitungan hasil yang didapatkan adalah 56,01 sehingga jumlah sampel minimal
yang dibutuhkan adalah 56 responden.
29
BAB IV
KERANGKA PEMIKIRAN
-Ekonomi
- Akses
Pengetahuan Sikap Karakteristik individu Persepsi
thd.
yankes
-Masalah
pribadi
Rokok,
aktivitas fisik Dukungan
IMT, TD, GDS, LP
sosial
Diet seimbang,
istirahat, stress
30
4.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional
No. Istilah Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
31
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai gambaran pola
hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di poli umum UPT Puskesmas Telukjambe.
Selama pandemi COVID-19 berlangsung, tidak banyak pasien yang berobat ke
poli umum UPT Puskesmas Telukjambe, sehingga populasi terjangkau dapat
dikatakan sedikit dari jumlah yang diharapkan. Populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi akan dijadikan sebagai responden pada penelitian ini.
Setelah dilakukan seleksi kriteria eksklusi, didapat jumlah akhir sampel sebanyak
13 orang.
33
5.5 Gambaran Status Perokok Responden
Berdasarkan tabel 5.5, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
(85%) tidak merokok, sedangkan sisa nya sebanyak 15% responden merokok.
(Tabel 5.5)
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Status Perokok Pasien DM Tipe 2
Rokok Frekuensi Presentase
Ya 2 15%
Tidak 11 85%
Total 13 100%
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kelengkapan Komponen Diet Seimbang Pasien DM Tipe 2
Diet Seimbang Frekuensi Presentase
Variasi terpenuhi 7 54%
Variasi tidak terpenuhi 6 46%
Total 13 100%
34
5.8 Gambaran Kecukupan Istirahat Responden
Berdasarkan tabel 5.8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
(92%) beristirahat cukup yaitu sekitar 6-8 jam setiap harinya. Sementara itu,
sekitar 8% responden atau sebanyak 1 orang memiliki waktu istirahat yang kurang
tiap harinya. (Tabel 5.8)
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kecukupan Istirahat Pasien DM Tipe 2
Istirahat Cukup Frekuensi Presentase
Cukup 12 92%
Kurang 1 8%
Lebih 0 0%
Total 13 100%
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa IMT pasien DM berada pada
normal dan gemuk. Hasil ini didukung oleh studi dari Adnan dkk. yang
menunjukkan bahwa IMT penderita DM tipe 2 di rawat jalan RS Tugurejo
Semarang sebanyak 37,8% memiliki IMT normal (18,5-24,9) dan 51,4%
overweitgh (25-29,9) dan sisa sebagian kecil nya underweight dan obesitas.9
Penelitian dari Wang dkk. juga menunjukkan hal yang serupa yaitu sebagian besar
(69,4%) responden memiliki IMT normal dan disusul IMT overweight (26,7%).10
Dari penelitian ini didapatkan bahwa tekanan darah responden sebagian
besar (77%) berada diatas batas normal yang didominasi dengan hipertensi tingkat
1. Hasil ini didukung oleh studi Wiardani dkk. yang menunjukkan bahwa rata-rata
35
tekanan darah penderita DM tipe 2 adalah 154/96 mmHg yang tergolong sebagai
hipertensi tingkat 1.11 Hasil penelitian ini juga didukung oleh studi Nazarina dkk.
dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pasien diabetes di Indonesia
memiliki rerata tekanan darah diatas normal.12
Penelitian ini menunjukkan bahwa lingkar perut pasien DM tipe 2
melebihi batas normal yang dapat disimpulkan sebagai obesitas sentral. Hasil
penelitian ini didukung oleh studi dari Wiardani dkk. yang menyimpulkan bahwa
sebanyak 57,1% responden pada studinya yang mengalami obesitas abdominal
dari hasil pengukuran lingkar perut.11
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar gula darah sebagian besar
pasien DM diatas 200 mg/dl. Belum banyak penelitian di Indonesia mengenai
gambaran kadar GDS pasien DM tipe 2, namun hasil penelitian ini dapat
didukung oleh studi dari Rachmawati dkk. yang menunjukkan bahwa pasien DM
di poliklinik penyakit dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang menunjukkan rata-
rata pasien tidak teratur melakukan kontrol gula darah.13 Hal ini yang dapat
berkontribusi menyebabkan gula darah pasien menjadi tidak termonitoring untuk
berada pada nilai normal akibat tidak mendapat penatalaksanaan
berkesinambungan yang tepat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2
tidak merokok, namun tidak diteliti lebih lanjut apakah pasien-pasien yang tidak
merokok ini pernah merokok sebelumnya atau tidak. Sejauh ini belum ada
penelitian mengenai status perokok pasien DM tipe 2, namun sudah banyak studi
yang menunjukkan bahwa pengonsumsian rokok pada pasien DM tipe 2 akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta tentunya mempercepat perburukan
klinis dan terjadinya komplikasi.14
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 69% responden melakukan
aktivitas fisik sedang dan sebagian kecil aktivitas fisik ringan. Hasil penelitian ini
didukung oleh studi dari Anastasya dan Ida yang meneliti mengenai gambaran
aktivitas fisik pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit PMI Bogor dengan hasil
sebanyak 51% subjek beraktivitas fisik sedang dan kurang dari setengahnya
36
(33%) beraktivitas fisik ringan yaitu cenderung melakukan aktivitas sedentari,
sisanya beraktivitas fisik berat (16%).15
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyak pasien DM
(46%) yang komponen diet seimbangnya belum terpenuhi, serupa dengan studi
dari Triyana dkk.yang menunjukkan 20 dari 31 responden (64%) memiliki diet
yang belum sesuai dengan komponen diet seimbang pasien DM.16
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM beristirahat
cukup yaitu sekitar 6-8 jam setiap harinya. Sampai saat ini belum banyak studi
mengenai gambaran cukup tidaknya waktu istirahat pasien DM, namun sudah ada
studi yang menjelaskan bahwa durasi tidur dibawah 7 jam atau diatas 8 jam
berhubungan dengan meningkatnya prevalensi DM.17
Penellitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2
mengendalikan stres dengan baik, didukung oleh studi dari Astuti mengenai
gambaran mekanisme koping stress pada pasien DM di Puskesmas Sambit
Ponorogo yang menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki
mekanisme koping baik.18 Studi dari Livana dkk, dengan menggunakan kuisioner
Depression Anxiety Stress Scale, menunjukkan bahwa pada pasien DM sebagian
besar mengalami stress ringan19, mungkin inilah yang dapat mendukung mengapa
pasien DM mampu mengendalikan stress yang diterima yaitu karena tingkat stress
pun terbatas pada kondisi ringan.
37
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang gambaran pola hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 di poli umum UPT Puskesmas Telukjambe didapatkan hasil sebagai
berikut:
Pasien DM tipe 2 memiliki IMT normal dan gemuk.
Pasien DM tipe 2 sebagian besar memiliki tekanan darah diatas normal
dengan hipertensi tingkat 1 mendominasi.
Hampir seluruh pasien DM tipe 2 mengalami obesitas sentral.
Kadar GDS pasien DM tipe 2 ada yang dalam batas normal dan ada yang
masih diatas normal.
Hampir seluruh pasien DM tipe 2 tidak merokok.
Pasien DM tipe 2 sebagian besar rutin melakukan aktivitas fisik intensitas
sedang.
Pemenuhan komponen nutrisi diet seimbang pasien DM tipe 2 ada yang
terpenuhi dan ada yang belum terpenuhi.
Pasien DM tipe 2 memiliki waktu istirahat yang cukup.
Pasien DM tipe 2 mengelola stress dengan baik.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pasien DM Tipe 2
Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan para pasien DM
mendapat pemahaman mengenai kondisi kesehatan dan pola hidup
pasien DM pada umumnya sehingga para pasien DM dapat
termotivasi untuk berobat/kontrol secara rutin dan menerapkan
pola hidup yang lebih baik untuk mencegah dampak buruk
(komplikasi) lebih lanjut yang mungkin terjadi.
6.2.2 Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran pemecahan masalah
untuk puskesmas agar lebih meningkatkan pelayanan kepada
pasien DM terutama dalam promosi kesehatan mengenai
pencegahan primer, sekunder, maupun tersier pada penyakit DM
tipe 2. Karena pola hidup sangat berkontribusi (sebagai faktor
risiko) dalam progresifitas penyakit DM tipe 2.
39
DAFTAR PUSTAKA
41