Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ARISTA AYU SAFITRI

KELAS : XII MIA 6

Kritik Prakmatik pada puisi "Aku Ingin"


Karya : Sapardi Djoko Damono

Puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono ini sungguh menggetarkan jiwa pembaca.
Kisah cinta yang dramatis dengan kesederhanaan yang menghiasinya. Puisi ini terdiri atas dua
bait yang masing-masing ada tiga larik. Pada bait pertama larik pertama terdapat sajak
berbunyi “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:” bisa diartikan dengan seorang anak
manusia yang mencintai seseorang dengan ketulusan dan apa adanya. Dia memberikan
cintanya tanpa mengharapkan balasan. Dilihat dari kata-kata yang dituangkan dalam puisi ini
sangatlah romantis yang membuat pembaca tidak bosan untuk membecanya berulang-ulang.

            Pada larik kedua terdapat sajak yang berbunyi “Dengan kata yang tak sempat
diucapkan” bisa diartikan bahwa kata masih dipendam. Cinta sejati tidak perlu diungkapkan
lewat kata-kata atau sajak atau janji manis. Cinta sejati bisa dirasakan dengan tindakan nyata
yang lebih bisa mempersembahkan bunga-bunga kasih yang sesungguhnya.

Pada larik ketiga terdapat sajak yang berbunyi “Kayu kepada api yang menjadikannya
debu”. “Kayu” bisa diartikan sebagai “seorang laki-laki”, sedangkan “api” bisa diartikan
sebagai “seorang perempuan” atau bisa jadi sebaliknya. Manusia diciptakan berpasangan. Api
membutuhkan kayu agar bisa bertahan. Api bisa menyala ketika bersatu dengan kayu. Seorang
perempuan bisa menikmati kebahagiaan ketika bersama terlebih lagi bersatu dengan seorang
laki-laki yang dicintai, begitu pula sebaliknya. Kayu tulus berkorban demi cintanya kepada api.
Kayu rela mengorbankan dirinya tanpa mengungkapkan pengorbannya yang begitu besar pada
api. Sepasang kekasih itu bisa menikmati bunga-bunga cinta saat bersatu seperti bersatunya
kayu dan api yang menjadikannya debu.

Pada bait kedua larik pertama terdapat sajak yang berbunyi “Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana:” yang merupakan perulangan dari larik pertama yang bisa diartikan dengan
seorang anak manusia yang mencintai seseorang dengan ketulusan dan apa adanya. Dia
memberikan cintanya tanpa mengharapkan balasan. Perulangan ini mempertegas bahwa cinta
sejati adalah cinta yang tulus tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Pada larik kedua terdapat sajak yang berbunyi “Dengan isyarat yang tak sempat
disampaikan” yang bisa diartikan bahwa cinta sejati tidak perlu disampaikan dengan isyarat.
Cinta sejati bisa dirasakan dengan tindakan nyata yang indahnya lebih merasuk ke dalam
sanubari. Benih-benih cinta pun bersemi menjadi bunga-bunga kebahagiaan yang harum
semerbak.

Pada larik ketiga terdapat sajak yang berbunyi “Awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada” bisa diartikan seperti larik ketiga. “Awan” bisa diartikan sebagai seorang
laki-laki, sedangkan “hujan” bisa diartikan sebagai seorang perempuan, atau bisa jadi
sebaliknya. Awan tulus berkorban demi cintanya kepada hujan. Awan  rela berkorban tanpa
mengungkapkan betapa besar pengorbanannya. Awan hanya ingin hujan bisa terus berlangsung
dan tetap bertahan sampai waktu yang memisahkan mereka. Hujan bisa bertahan ketika
bersatu dengan awan. Setelah mereka bersatu, mereka siap menerima apapun yang terjadi,
termasuk sebuah perpisahan. Sudah menjadi hukum alam bahwa setiap pertemuan pasti ada
perpisahan.

Pada bait kedua bisa juga dimaknai bahwa terdapat suatu kekontrasan menuju sebuah
keabadian. ‘Sederhana’ yang mengungkapkan cinta dengan kata dan isyarat, tidak dengan
perhiasan mewah. Akan tetapi, ‘kesederhanaan’ ini kontras dengan ‘tiada’ yang bisa diartikan
dengan ‘nol’ atau ‘kosong’, yakni keabadian yang berarti pertemuan dengan Tuhan.

Sekali lagi, puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono ini bisa diartikan cinta kepada
Tuhan, cinta kepada sesama manusia, atau cinta kepada alam. Cinta kepada Tuhan yang
dimaksud adalah pesan bahwa orang yang ingin menyatu dengan Tuhan harus bisa
mengosongkan dirinya dengan duniawi.

Adapun puisi ini diartikan sebagai cinta kepada sesama manusia. Cinta itu sederhana.
Cinta berasal dari perasaan yang merupakan anugerah dari Tuhan yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Tidak ada orang yang bisa menolak datangnya cinta. Cinta sejati tidak perlu
diungkapkan lewat kata-kata indah atau janji manis. Cinta sejati juga tidak perlu disampaikan
lewat isyarat. Cinta sejati butuh bukti nyata melalui tindakan. Cinta sejati itu tulus. Ketika kita
mencintai seseorang, kita rela berkorban agar dia bahagia. Kita berkorban tanpa memedulikan
kelanjutan yang akan kita alami, walaupun harus berhadapan dengan kesulitan. Ketulusan ini
mencerminkan kesederhanaan cinta.
Meskipun demikian, puisi ini memiliki kelebihan yaitu menggunakan kata yang
sederhana sehingga mudah dipahami dan mempunyai makna yang mendalam. Tak heran jika
semua orang terbawa suasana karena membaca puisi ini. Akan tetapi, puisi juga memiliki
kekurangan yaitu tak semua kata dapat dipahami dengan baik, karena ada beberapa kata yang
mungkin pembaca akan mengalami kesusahan dalam memahami perumpamaan seperti
“Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu” dan
“Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”.

Oleh karena itu, berhadapan dengan puisi tersebut kita diharapkan untuk bisa mencintai
seseorang dengan ketulusan dan apa adanya. Semoga dengan membaca ouisiini kita dapat
mengerti bahwa cinta sejati bisa dirasakan dengan tindakan nyata.

Anda mungkin juga menyukai