Isi Buku AMP
Isi Buku AMP
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari
harapan, ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu
228 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah
mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003 yaitu
307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka tertinggi jika
dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka
(58), and Philipina (230). Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) tidak
jauh berbeda, saat ini kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup (SDKI, 2007) dan terjadi stagnasi penurunan bila kita bandingkan
dengan SDKI 2003 (35 per 1000 kelahiran hidup).AKB di Indonesia
masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota
ASEAN, yaitu Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per
1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand
(20 per 1.000).
3. Batasan
3.1. Audit Maternal Perinatal/Neonatal Tingkat Kabupaten/Kota
Pengertian Audit Maternal Perinatal/Neonatal tingkat Kabupaten/
Kota adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau
kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan
atau kematian serupa di masa yang akan datang. Analisis pemberian
Stillbirth atau lahir-mati, adalah bayi dengan berat lahir lebih dari
500 gram atau umur kehamilan lebih 22 minggu yang dilahirkan
tanpa tanda-tanda kehidupan. Lahir mati dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu lahir mati dengan tanda maserasi dan lahir mati tanpa tanda
maserasi (masih tampak segar).
1. Pengertian
Pengertian audit maternal perinatal/neonatal tingkat kabupaten/kota
adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan
ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian
serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus
menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua pihak yang
terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit dilakukan,
harus ditekankan kembali kepada pihak yang terkait bahwa Audit
Maternal dan Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota ini tidak dapat
digunakan untuk kepentingan hukum (digunakan untuk bukti dalam
persidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya untuk
kajian terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga harus jelas tercantum
dalam laporan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota yang
dibuat.
Faktor yang sangat besar pengaruhnya dalam kegiatan audit ini adalah
keakuratan data. Untuk menjamin perolehan data yang akurat dan jujur,
salah satu hal yang harus dikerjakan adalah penekanan kepada individu
dan institusi yang terlibat bahwa proses Audit Maternal Perinatal/Neonatal
Kabupaten/Kota akan menerapkan prinsip kerahasiaan individu dan
institusi pada saat dilakukannya penilaian atau kajian kasus. Identitas
individu kasus dan petugas kesehatan dan institusi hanya akan diketahui
sampai tingkat Koordinator Audit Maternal Perinatal/Neonatal di
Kabupaten/Kota. Dasar terjadinya kematian dan kesakitan maternal dan
perinatal/neonatal seharusnya dapat diungkap tanpa harus membuka
identitas pihak yang terkait kepada asesor. Adapun umpan balik untuk
kepentingan pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan tetap dapat
diberikan kepada pihak yang bersangkutan karena identitas pihak yang
terkait diketahui oleh Koordinator AMP Kabupaten/Kota.
2. Azas
Dalam melaksanakan kegiatan AMP Kabupaten/Kota ini, terdapat
beberapa prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip
atau azas yang mutlak harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:
Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat dicegah pada kematian / kesakitan maternal
dan perinatal/neonatal:
a. Masalah yang berhubungan dengan pasien, seperti: situasi pribadi, keluarga, lingkungan
(komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan perilaku keluarga.
b. Masalah manajemen pelayanan, seperti: transport, hambatan pembiayaan untuk mendapat
layanan kesehatan, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani keadaan
emergensi, kurangnya petugas, ketersediaan obat, alat, dan sarana kesehatan
c. Masalah pemberian layanan kesehatan, seperti: penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
pemantauan, rujukan, pemantauan lanjutan, serta komunikasi antara pasien dan petugas maupun
antar petugas yang memberi layanan kesehatan.
Diperlukan :
a. Pencatatan dan pelaporan kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/ neonatal yang
menyeluruh
b. Pengisian rekam medis yang lengkap, benar dan tepat di institusi pelayanan kesehatan
(termasuk bidan di desa)
c. Pelacakan sebab kematian oleh petugas puskesmas dengan cara otopsi verbal
d. Identifikasi faktor-faktor non-medis termasuk informasi rujukan dan masalah sosial
ekonomi keluarga
3.2.1. Pelindung
Pelindung kegiatan AMP adalah Bupati/Walikota setempat. Tugas
Pelindung adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi
para pihak yang terkait dalam kegiatan AMP baik sebagai Tim
Manajemen, Tim Pengkaji, maupun Komunitas Pelayanan.
3.2.2.3 Sekretariat
Sekretariat yang berkedudukan di Kabupaten/Kota
terdiri dari beberapa orang staf KIA Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang penunjukannya diusulkan oleh
Koordinator Tim Manajemen. Sekretariat bertugas
membantu Koordinator Tim Manajemen dalam bidang
administrasi, termasuk menjadi notulis dalam
pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan
memfasilitasi pelaksanaan pertemuan AMP.
Kematian
Fasilitas Masyarakat
Pengkajian kasus
Pelaporan
6. Tindak lanjut
Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan
AMP, akan dilakukan pembelajaran dan pembinaan yang ditujukan
untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan maternal dan Perinatal/
Neonatal. Pembahasan mengenai tindak lanjut secara rinci akan dibahas
di Bab V.
1. Pendahuluan
Untuk menjamin semua kasus kesakitan dan kematian terlaporkan,
diharapkan semua bidan di desa mengisi PWS KIA, formulir LB3 dan
register kohort ibu serta kohort bayi secara berkesinambungan yang
nantinya akan direkapitulasi di tingkat puskesmas. Selain itu, kematian
yang terjadi di RS, baik swasta maupun pemerintah, diharapkan akan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Alur dari pencatatan
dan pelaporan dalam kegiatan AMP ini dapat dilihat pada bagan
mekanisme kerja pada bab sebelumnya.
Untuk kegiatan pencatatan dan pelaporan telah dikembangkan beberapa
instrumen yaitu:
1) Formulir pemberitahuan kematian maternal individual (masyarakat,
Bidan di desa, BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmM.
2) Formulir pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal individual
(masyarakat, BdD, BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmP
3) Formulir daftar kematian maternal di fasilitas kesehatan (puskesmas
dan RS) / Formulir DKM
4) Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di fasilitas kesehatan
(puskesmas dan RS)/ Formulir DKP
5) Formulir daftar rekapitulasi kematian maternal di tingkat kabupaten
(rekapitulasi dari puskesmas dan RS) / Formulir RKM
6) Formulir daftar rekapitulasi kematian Perinatal/Neonatal di tingkat
Kabupaten/Kota (rekapan dari puskesmas dan RS) / Formulir RKP
4. Alur Pelaporan
4.1. Formulir Pemberitahuan Kematian Maternal (PKmM) dan
Formulir Pemberitahuan Kematian Perinatal/Neonatal (PKmP)
Formulir ini selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh Bidan desa/
RB/Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah terjadinya
kematian (untuk daerah sulit diperlukan mekanisme tersendiri,
mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun Internet).
Begitu laporan kematian diterima Puskesmas Kecamatan, Bidan
Koordinator/Bidan yang ditunjuk dapat segera melakukan
pengumpulan data menggunakan Formulir OVM/OVP serta
melaporkan hal tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila
kematian terjadi di fasilitas kesehatan (kecuali RS), Bidan
4.3. Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian
akan dikirimkan ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berasal dari:
- Bidan Koordinator untuk kematian terjadi di bidan di desa,
BPS, RB, dan Puskesmas
- Bidan RS untuk kematian yang terjadi di RS Pemerintah dan
Swasta, formulir akan diisi oleh bidan RS
Semua formulir OVM dan OVP yang telah terisi akan dikiimkan
ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Daftar kematian
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/K
Kabupaten/
ota
Kota
RMM&RMP
RMM&RMP
RMMP&RMPP
RMMP&RMPP
Pertemuan Tim
Pertemuan Tim
Pengkaji AMP
Pengkaji AMP
1. Persiapan
1.1. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota
Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota yang terdiri dari: (1) Tim
Manajemen, (2) Tim Pengkaji, dan (3) Komunitas Pelayanan
dilakukan terlebih dahulu dan ditetapkan dengan surat keputusan
dari Bupati/ Walikota. Pembentukan tim AMP dibuat berdasarkan
jabatan, bukan perorangan. Namun demikian, SK dibuat atas nama
perorangan. Bila pemegang jabatan tersebut diganti, maka harus
diterbitkan SK baru bagi pejabat penggantinya. Masa kerja Tim AMP
Kabupaten/Kota ditentukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
1.2. Orientasi Tim AMP Kabupaten/Kota
Sebelum dilaksanakannya kegiatan AMP Kabupaten, perlu dilakukan
orientasi terlebih dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini
(baik Tim Manajemen maupun Tim Pengkaji) mengenai filosofi dan
pengertian AMP, mekanisme kerja, metodologi serta tugas-tugas
pelaksana. Juga diperlukan pelatihan pengisian format untuk
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang melibatkan
seluruh komponen Tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan
Komunitas Pelayanan.
Koordinasi
RS tempat Form PKmM/PKmP DinKes DinKes
meninggal tempat Mengirim RMM/RMP tempat
meninggal RMMP/RMPP domisili
Mengirim OVM/OVP
Puskesmas
Meminta isi form RMMP/RMPP
RS/Fasilitas wilayah domisili
kesehatan ibu/bayi
P k ji
Meninggal di Rumah (Masyarakat)
Tim Pengkaji
1. Pendahuluan
Sesi pembelajaran adalah salah satu mata rantai penting yang merupakan
umpan balik kepada komunitas pelayanan atas kajian yang dilakukan
pada suatu kasus kematian. Dalam AMP ini, tidak diperkenankan untuk
membuka identitas (naming), menyalahkan seseorang atau institusi
(blaming), maupun melakukan sesuatu yang berpotensi mempermalukan
seseorang atau institusi (shaming). Menghukum seseorang atau institusi
pada dasarnya melanggar seluruh prinsip untuk tidak melakukan naming,
blaming, dan shaming. Seseorang atau institusi yang terbukti atau dapat
dianggap secara sengaja telah melanggar ketentuan, peraturan, atau
kesepakatan yang sudah diberlakukan sehingga mengakibatkan kematian
maternal/perinatal/neonatal, akan mendapat pembinaan dan pembelajaran
secara individual. Jika pembelajaran atau pembinaan tersebut tidak
memberikan dampak, maka akan dilakukan tindakan lanjutan sesuai
dengan mekanisme setempat. Seseorang atau institusi yang terbukti atau
sepatutnya dapat dianggap tidak tahu, tidak berdaya (karena faktor di
luar dirinya membuatnya kehilangan kemampuan untuk patuh terhadap
ketentuan, peraturan, dan kesepakatan), atau tindakannya dilakukan tanpa
kesengajaan untuk melanggar, akan mendapat pembelajaran yang
difokuskan pada akar permasalahannya. Oleh karena itu Penanggung
Jawab AMP Kabupaten/ Kota perlu mengupayakan adanya kesepakatan
dan kekuatan hukum tentang mekanisme pembinaan dan pembelajaran
apa saja yang akan diberlakukan bila terjadi kesengajaan pelanggaran
1. Indikator
1.1. Indikator input
a. Ketersediaan surat Penetapan dari Bupati atau Walikota tentang
pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota. Ketersediaan formulir
pengumpulan data di setiap fasilitas pelayanan kesehatan
Maternal-Perinatal/Neonatal
b. Prosentase pengkaji internal yang telah dilatih sebagai pengkaji
(pengkaji yang sudah dilatih/3 orang pengkaji). Tim pengkaji
minimal dalam 1 Kabupaten/Kota ditetapkan sebanyak 3 orang
yang terdiri dari 1 orang Spesialis Kebidanan/Kandungan atau
1 orang Spesialis Anak, 1 bidan senior dan kompeten dan 1 orang
dari program. Bila tidak ada dokter spesialis, maka dapat diganti
dengan dokter umum yang kompeten.
c. Prosentase bidan puskesmas yang telah dilatih AMP (jumlah
bidan koordinator yang sudah dilatih dibagi dengan jumlah
Puskesmas). Bidan koordinator sebaiknya adalah bidan yang
2. Target
Target adalah besarnya pencapaian indikator yang ditetapkan untuk
dicapai dalam kurun waktu tertentu. Besaran pencapaian itu ditetapkan
4. Supervisi fasilitatif
Supervisi fasilitatif dilakukan oleh Tim AMP Provinsi kepada Tim AMP
Kabupaten/Kota, dan Tim AMP Pusat kepada Tim AMP Provinsi. Tujuan
dilakukannya supervisi fasilitatif adalah: (1) Mengidentifikasi hambatan
dan kesulitan yang dihadapi oleh Tim yang disupervisi dalam melakukan
rangkaian kegiatan AMP, (2) Memberikan bantuan teknis, (3)
Menghimpun bahan-bahan yang diperlukan bagi penyusunan laporan
berkala AMP.
Pelindung
Sebagai Pelindung kegiatan AMP ini adalah Bupati/Walikota setempat.
Tugas dari Pelindung adalah:
• Membentuk tim AMP Kabupaten/Kota
• Menerbitkan Surat-surat Keputusan/Penugasan yang diperlukan
untuk masing-masing anggota tim.
• Mengalokasikan dana untuk kegiatan AMP agar dapat berjalan secara
berkesinambungan
Penanggung Jawab
Penanggung Jawab Tim AMP Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugas dari Penanggung Jawab adalah:
• Memfasilitasi Koordinator dalam penyelenggaraan AMP
• Mengkomunikasikan kebutuhan dana pelaksanaan AMP Kabupaten/
Kota ke Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota)
• Mengalokasikan dana yang tersedia dengan efektif dan efisien untuk
pelaksanaan AMP
Sekretariat AMP
Terdiri dari beberapa orang staf KIA Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Tugas
Sekretariat AMP adalah:
• Membantu Koordinator dalam pelaksanaan AMP
Emboli 1100
¾ Emboli pulmonal 1110
¾ Emboli cairan ketuban 1120
Tidak diketahui
¾ Kematian di rumah 1210
¾ Tidak diketahui (bukan kematian di rumah) 1220
PERTANYAAN KETERANGAN
Nomor kasus Isikan nomor kasus pada kolom yang tersedia.
Sebagai contoh, bila ibu hamil mengalami eklampsia dan komplikasinya adalah
perdarahan otak dan henti jantung maka penyebab primer (yang mendasari)
obstetrik adalah eklampsia dan penyebab akhir kematian adalah perdarahan
otak dan modus untuk meninggal adalah henti jantung. Perlu sekali untuk dapat
mengenali penyebab primer obstetrik karena hal ini dapat menunjukkan area
dimana program untuk mencegah kematian dapat difokuskan.
Gunakan daftar berikut ini untuk memandu diskusi atau membantu berpikir
mengenai kematian pada kasus yang dikaji. Setelah mendiskusikan kasus
bersama tim pengkaji, upayakan untuk menjawab pertanyaan berikut ini. Apakah
ada ‘faktor yang dapat dihindarkan’, kehilangan peluang’ dan ‘asuhan yang
tidak memenuhi standar’? Bila jawabannya adalah ‘ya’, jelaskan lebih lanjut.
Bila ada, tentukan juga dimana terjadinya kegagalan sistem administrasi/
kesehatan dan masalah apa yang ditemukan pada asuhan/layanan medis.
Masalah pribadi
Masalah keluarga
Masalah masyarakat
Masalah transportasi
3. ASUHAN/LAYANAN MEDIK
“Pelayanan substandar
Istilah pelayanan substandar telah digunakan dalam laporan ini guna
mengikutsertakan tidak hanya kegagalan pelayanan klinis, namun juga
beberapa faktor yang mendasari yang mungkin menjadi penyebab
rendahnya kualitas pelayanan kepada pasien. Termasuk di dalamnya
adalah situasi yang terkait dengan pasien, atau keluarganya, yang
mungkin berada di luar kendali petugas kesehatan yang merawat. Selain
itu, turut diperhitungkan juga kekurangan sumber daya manusia;
kegagalan administrasi pelayanan persalinan dan fasilitas penunjang
seperti pelayanan anestesi, radiologi dan patologi. Istilah ini lebih dipilih
dibandingkan istilah ‘faktor yang dapat dihindarkan’ yang digunakan
sebelumnya dalam laporan di Inggris dan Wales sampai dengan tahun
1979 dan juga digunakan dalam laporan di Skotlandia serta Irlandia
Utara. Istilah ‘faktor yang dapat dihindarkan’ dahulu seringkali
disalahartikan, dan diterjemahkan bahwa menghindari faktor-faktor
tersebut akan dapat mencegah kematian. “Substandar” dalam konteks
laporan berarti bahwa pelayanan yang didapat oleh pasien, atau
pelayanan yang tersedia, berada di bawah standar yang, menurut para
penulis, seharusnya diberikan kepada pasien dalam triennium ini.”
Abortus 500
¾ Abortus septik 510
¾ Trauma uterus 520
¾ Penyakit trofoblastik 530
¾ Komplikasi dari terminasi kehamilan yang legal 540
Sepsis pada kehamilan 600
¾ Infeksi cairan amnion dengan ruptur membran (ketuban 610
pecah dini/KPD)
¾ Infeksi cairan amnion dengan membrane utuh 620
¾ Sepsis perperalis pasca persalinan normal 630
¾ Sepsis perperalis pasca seksio sesar 640
¾ Sepsis perperalis pasca persalinan normal dengan partus 650
lama
¾ Sepsis perperalis pasca seksio sesar setelah partus lama 660
¾ Lain-lain - Sebutkan 670
Emboli 1100
¾ Emboli pulmonal 1110
¾ Emboli cairan ketuban 1120
Sistem Organ
Syok hipovolemik 110
¾ Setelah perdarahan postpartum 120
¾ Setelah perdarahan antepartum 130
¾ Setelah hamil ektopik 140
1. Syok septik
¾ Setelah abortus 210
¾ Setelah kehamilan hidup 220
¾ Setelah infeksi yang tak terkait kehamilan 230
2. Gagal napas
¾ Sindrom gangguan napas dewasa (Adult respiratory distress 310
syndrome)
¾ Pneumoni (termasuk infeksi TBC, atau infeksi lain) 320
¾ Gagal napas akut 330
3. Gagal jantung
¾ Edem paru 410
¾ Cardiac arrest 420
4. Gagal jantung-paru akut karena emboli paru 1400
5. Gagal ginjal
¾ Nekrosis tubuler akut 510
¾ Nekrosis meduler akut 520
7. Kompikasi serebral
¾ Perdarahan intraserebral 710
¾ Edem otak yang menyebabkan herniasi 720
¾ Meningitis/infeksi (termasuk malaria) 730
¾ Emboli otak 740
¾ Mati otak setelah terjadinyahipoksia 750
8. Metabolik
¾ Ketoasidosis maternal 810
¾ Krisis tiroid 820
¾ Lain-lain 830