Aku adalah makhluk biasa yang mempunyai rasa cinta dan rasa
suka pada seseorang. Sebenarnya, tak salah jika kita mencintai
seseorang. Tapi, kenapa Dimas sampai sebegitu benci padaku yang
menyukainya. Sampai saat ini aku tak menemukan jawaban atas
rasa pesaran tersebut. Namun aku tak mau ambil pusing. Sudah
cukup bagiku merasakan cinta ini, mengagumi sosoknya dari jauh
dan yang terpenting Dimas bahagia dan baik-baik saja maka aku
pun turut bahagia. Cinta tak dapat dipaksakan, cinta juga tak harus
memiliki dan cinta tetaplah cinta yang hanya bisa dinilai oleh hati.
“Mika, kamu baik-baik saja, kan? Dari tadi ku perhatikan kamu
melamun terus. Apa ada masalah sahabatku?” ujar Putri dengan
suara pelan karena kami sedang berada di kelas dan dosen sedang
memberikan penjelasan. Aku hanya menggeleng lalu tersenyum
kecil dan mengalihkan pandanganku ke sebelah kanan depan. Aku
menatap sosok Dimas dari belakang punggungnya.
Setelah Dimas dan teman-teman yang lain sudah pada keluar, aku
menceritakan semua yang ku rasakan, aku yang tak bisa
menghilangkan perasaan pada Dimas, aku yang bingung kenapa
Dimas terlihat sangat tidak menyukaiku dan sangat terganggu jika
aku mempunyai perasaan suka padanya. “Begitulah, Put. Aku hanya
berharap saat ini Dimas, Dita dan teman-teman yang lain
menyangka kalau aku sudah benar-benar melupakan Dimas dan tak
lagi menyukainya,”. “Aku doakan itu Mika. Kagum deh padamu yang
sanggup menghadapi perasaan seperti ini. Menyimpan dan
menahan perasaan hingga sekarang. Aku akan bantu mencari tahu
kenapa Dimas bersikap seperti itu padamu, sahabatku ini kan gadis
yang cantik, lucu, baik hati dan pintar. Bila dibandingkan dengan si
Dita yang jahat itu, kamu lebih segalanya dari dia. Sebelum kejadian
yang gara-gara Dita itu, Dimas kan baik-baik saja padamu seperti
biasa, duduk berdekatan dengan kita, dan masih ngobrol. Mungkin
ada sesuatu hal yang membuat Dimas berubah seolah membencimu
seperti ini,”
Aku mencari sosok Putri karena tak melihatnya di ruang kuliah ini
padahal ranselnya sudah ada. Kulangkahkan kaki menuju halaman
belakang kampus yang menjadi tempat bermain anak futsal.
Ternyata Putri sedang ada di sana duduk berdua dengan Dimas. Aku
melangkah dengan mengendap-endap mendekati arah belakang
mereka dan mendengarkan pembicaraan mereka.“Jadi begitulah
sebabnya kenapa aku marah sekali saat tahu Mika benar-benar
jatuh cinta padaku juga, Putri. Aku telah berusaha membunuh rasa
cintaku kepadanya setelah tahu kenyataan pahit itu. Aku tak
menyangka ternyata Mika juga memiliki perasaan padaku. Aku
sangat marah, aku tak ingin takdir ini!” kata Dimas terbata-terbata
menjelaskan pada Putri sambil menyeka matanya yang berair. “Aku
mengerti Dimas jika kamu bertindak seolah membenci Mika, agar
dia juga membenci dan melupakanmu. Tapi, caramu tidak berhasil
karena Mika tetap mencintaimu. Menurutku sebaiknya kamu bilang
padanya jika kamu terkena HIV, aku yakin Mika mengerti dan tak
akan memandang negatif tentang dirimu,”