Anda di halaman 1dari 18

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik observasional dengan metode cross

sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan

terhadap kpatuhan minum obat pada penderita TB Paru di puskesmas Cakranegara.

Pengambilan data penelitian berupa data primer dari hasil wawancara menggunakan

kuisioner pada pasien TB Paru di Puskesmas Cakranegara dari periode Agustus s/d

November 2020. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil kriteria inklusi dan eksklusi

didapatkan 30 sampel penelitian yang memenuhi kriteria.

5.1.1 Karakteristik Umum Penderita TB Paru di Puskesmas Cakranegara Kota Mataram

Pada penelitian ini, karakteristik umum subjek penelitian yang digunakan oleh

peneliti meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, lama pengobatan, dan fase

pengobatan. Pada penelitian ini didapatkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan

jenis kelamin lebih banyak pria yaitu 17 orang (56.7%) dan 13 orang wanita (43.3%).

Mayoritas usia subjek penelitian berada pada usia produktif yaitu 18 orang dengan

rentang usia 18-44 tahun (60%) dan 12 orang dengan rentang usia 45-65 tahun (40%)

(Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Variabel Karakteristik N (%)


Jenis Kelamin Pria 17 56.7

Wanita 13 43.3
Usia 18-44 tahun 18 60

45-65 tahun 12 40
Pendidikan Tidak sekolah 3 10.0

SD 7 23.3

Tamat SMP 2 6.7

Tamat SMA 14 46.7

Tamat sarjana 4 13.3


Pekerjaan Tidak bekerja/IRT 8 26.7

Petani 6 20.0

Pegawai swasta 3 10.0

Wiraswasta 12 40.0

Dll 1 3.3
Lama pengobatan 2 minggu s/d 2 bulan 20 66.66

>2 bulan s/d 6 bulan 10 33.33

>6 bulan - -
Fase pengobatan Fase awal/ intensif 20 66.66

Fase lanjutan 10 33.33


Pada karakteristik umum berdasarkan pendidikan diperoleh mayoritas subjek

penelitian tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) yaitu sebanyak 14 orang (46.7%)

diikuti dengan SD (Sekolah Dasar) sebanyak 7 orang (23.3%), tamat sarjana 4 orang

(13.3%), tidak sekolah 3 orang (10.0%), dan tamat SMP (Sekolah Menengah Atas) 2

orang (6.7%). Untuk karakteristik berdasarkan pekerjaan mayoritas subjek penelitian

wiraswasta yaitu sebanyak 12 orang (40%) diikuti dengan tidak bekerja /IRT sebanyak 8

orang (26.7%), petani sebanyak 6 orang (20.0%), pegawai swasta 3 orang (10.0%), dan

dan lain-lain sebanyak 1 orang (3.3%). Pada karakteristik umum berdasarkan lama

pengobatan mayoritas subjek penelitian menjalankan pengobatan selama 2 minggu s/d 2

bulan yaitu sebanyak 20 orang (66.66%) dan lama pengobatan selama >2bulan s/d 4

bulan sebanyak 10 orang (33.33%). Sedangkan berdasarkan fase pengobatan mayoritas

subjek penelitian berada pada fase awal/intensif yaitu sebanyak 20 orang (66.66%) dan

fase lanjutan sebanyak 10 orang (33.33%) (Tabel 5.1).

5.1.2 Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Kepatuhan


Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pengetahuan,

Sikap, Tindakan, dan Kepatuhan.

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)


Pengetahuan

Baik 22 73.33333

Cukup 5 16.66667

Kurang 3 10

Sikap

Baik 16 53.33333

Cukup 13 43.33333

Kurang 1 3.33333
Tindakan

Baik 17 56.66667

Cukup 10 33.33333

Kurang 3 10
Kepatuhan

Patuh 21 70

Tidak Patuh 9 30

5.1.3 Uji Korelasi Pengetahuan. Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru dengan

Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Cakranegara Kota Mataram

Pada penelitian ini dilakukan pengujian korelasi antara variabel pengetahuan, sikap dan

tindakan dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru dengan menggunakan uji korelasi
spearman (data ordinal-ordinal). Pada uji korelasi, r dikatakan sangat lemah apabila didapatkan

nilai 0.00 – 0.199, lemah apabila 0.20 – 0.399, sedang apabila 0.40 – 0.599, kuat apabila 0.60 –

0.799, dan sangat kuat apabila 0.80 – 1.00. Untuk uji koefisien kontingensi, suatu data dikatakan

memiliki korelasi signifikan secara statistik jika p<0.05 dan dikatakan tidak signifikan bila

p>0.05.

Tabel 5.3 Hubungan Variabel dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru di

Puskesmas Cakrenegara

Variabel bebas Variabel terikat P-Value r

(Kepatuhan)
Patuh Tidak

Patuh
Pengetahuan 0,079 0,325

Baik 17 5

Cukup 4 1

Kurang 0 3
Sikap 0,000 0,625

Baik 16 0

Cukup 5 8

Kurang 0 1
Tindakan 0,000 0,656

Baik 16 1

Cukup 5 5

Kurang 0 3
P signifikansi bila P<0.05. r dikatakan memiliki korelasi sangat lemah bila r 0,0-<0,2, lemah bila

r 0,2-<0,4, sedang bila r 0,4-<0,6, kuat bila r 0,6-<0,8, dan sangat kuat bila r 0,8-1,0.
5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum

Obat di Puskesmas Cakranegara Kota Mataram

Pengetahuan penderita tentang TB Paru dinilai dengan menggunakan 9 pertanyaan

mengenai : penyebab TB Paru, gejala dan tanda TB Paru, cara pengobatan TB Paru, kemana

mencari pengobatan TB Paru, cara penularan TB Paru, dan cara pencegahan TB Paru.

Berdasarkan hasil uji korelasi antara pengetahuan dengan kepatuhan dengan menggunakan

uji analisis sSpearman menunjukkan tidak didapatkan hubungan signifikan antara

pengetahuan terhadap kepatuhan dengan nilai P= 0,079 dan r = 0,325 (Tabel 5.3)

Hal tersebut tidak sesuai dengan teori Lawrence Green dimana pengetahuan menjadi

salah satu faktor predisposisisi untuk mencapai suatu perilaku patuh dalam pengobatan.

Penelitian ini juga dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Pakistan dengan

jumlah subjek penelitian 1064 orang yang menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki

korelasi yang bermakna dengan kepatuhan (Mushtaq et al., 2010). Pada penelitian lain yang

dilakukan di negara Afrika daerah Moroccan dengan subjek penelitian sebesar 290 pasien TB

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

kepatuhan pengobatan TB. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien tidak patuh pada

pengobatan TB sebagian besar merupakan pasien dengan pengetahuan yang sangat kurang.

Penyebab dari hasil penelitian tersebut salah satunya akibat kurangnya kualitas komunikasi

antara petugas kesehatan dan pasien (Tachfouti et al., 2012).

Perbedaan signifikansi korelasi pada penelitian ini dengan 2 penelitian sebelumnya dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkontribusi mempengaruhi kepatuhan yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Dimana perilaku kesehatan adalah tanggapan dan tindakan

seseorang terhadap sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

lingkungan. Disebutkan juga dalam Lawrence Green bahwa kualitas hidup seseorang dapat

dipengaruhi oleh kesehatannya, sedangkan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu

predisposing factors (pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap apa yang dilakukan, serta

beberapa faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan, status sosial

dan ekonomi), enabling factor (ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan), dan

reinforcing factor (dukungan dari lingkungan sosialnya). Dimana ketiga faktor tersebut

secara bersamaan dan berkesinambungan mempengaruhi perilaku. Kepatuhan minum obat

termasuk dalam perilaku kesehatan tersebut (Notoatmojo, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini sesuai dengan penelitian pada pasien TB

Paru rawat jalan di Jakarta yang dilakukan oleh Sari, Mubasyiroh dan Supardi, 2017 dimana

dilakukan penelitian terhadap 33 orang yang datanya diambil dari data primer menggunakan

kuisioner dan subjek penelitian tersebut mengkonsumsi obat anti tuberkulosis kategori 1

yang diobservasi pengobatannya selama 6-8 bulan. Hasil penelitian tersebut didapatkan

hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan (p=0,619) (Sari,

Mubasyiroh dan Supardi, 2017). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Mweemba et al.,

2010 di Lusaka, Zambia dengan melibatkan 104 responden dewasa dengan rentang usia 18-

66 tahun. Hasil dari penelitian ini juga didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan kepatuhan (r=0,12, p=0,12), dimana hal ini menujukkan bahwa

pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan (Mweemba et al., 2010). Penelitian oleh

Mweemba et al., 2010 mengatakan bahwa pengetahuan bukan merupakan determinan


langsung terhadap kepatuhan, dimana sikap memediasi hubungan antara pengetahuan dan

kepatuhan (Mweemba et al., 2010).

5.2.2 Hubungan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat di

Puskesmas Cakranegara Kota Mataram

Berdasarkan hasil uji korelasi antara sikap dengan kepatuhan dengan menggunakan uji

analisis spearman menunjukkan hubungan yang bermakna dan signifikan antara sikap

terhadap kepatuhan dengan nilai p=0,000 dan r=0,625 yang menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya tingkat sikap maka tingkat kepatuhan juga meningkat (Tabel 5.3).

Penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Hendesa, Tjekyan dan Pariyana, 2018 di RS Paru Kota Palembang Tahun

2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observastional yang dilakukan di RS

Paru Kota Palembang dari bulan Oktober-November dengan minimal sampel 62 orang.

Dalam penelitian tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan sikap pasien

TB Paru dengan kepatuhan berobat (p=0,213 dan OR=1,909 (95% CI: 0,687-5,305). Pada

penelitian tersebut dijelaskan tidak adanya hubungan dapat terjadi akibat dari faktor ekonomi

yang rendah sehingga responden tidak siap untuk bertindak disebabkan karena kurangnya

biaya (Hendesa, Tjekyan and Pariyana, 2018). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Elita

I, Yohanes S, 2019 di Jember dengan melibatkan 21 subjek penelitian. Hasil uji korelasi

antara sikap dan kepatuhan penelitian tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan

antara sikap terhadap kepatuhan dengan p= 0,321 dan r= 0,228 (Elita Ismi Mientarini,

Yohanes Sudarmanto, 2019).


Pada penelitian ini didapatkan sampel yang mempunyai sikap baik sebagian besar

memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Hasil yang dilakukan oleh peneliti ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan di Lusaka, Zambia dengan melibatkan 104 responden dewasa

dengan rentang usia 18-66 tahun yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

sikap penderita TB Paru dengan kepatuhan minum obat (Mweemba et al., 2010). Penelitian

lain yang dilakukan Wahyuni et al., 2018 di 7 Puskesmas di kota Medan dengan melibatkan

100 responden penderita TB Paru dewasa menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara sikap dengan kepatuhan pengobatan. Hal ini dibuktikan dengan sikap yang baik akan

meningkatkan kepatuhan pengobatan 3,7 kali lebih patuh dibandingkan dengan pasien yang

memiliki sikap kurang baik (Wahyuni et al., 2018).

Hasil dari domain sikap pada penelitian ini didukung oleh teori dari Notoatmojo (2014)

yang mengatakan bahwa sikap (attitude), merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus objek yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi atau bertindak terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

aspek sikap memiliki banyak pengaruh terhadap perilaku kesehatan termasuk kepatuhan

pengobatan. Oleh karena itu sangat penting untuk menemukan cara memperbaiki sikap guna

meningkatkan kepatuhan pasien. Implikasi dari penelitian ini adalah pentingnya bagi petugas

kesehatan khususnya pemegang program TB Puskesmas beserta kadernya untuk lebih

memahami sikap individu pasien. Peningkatan sikap yang positif salah satunya dapat

ditingkatkan dengan memberikan konseling yang baik untuk pasien TB Paru. Temuan pada

penelitian ini juga setuju dengan apa yang disarankan pada sebuah penelitian di Botswana

dalam Mweemba et al., 2010 dimana tingkat sikap yang tinggi itu akan mengarah pada
kesesuaian perilaku pencarian kesehatan (health seeking behavior) dan persepsi yang

seharusnya didorong dan ditingkatkan pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan terhadap

pengobatan TB (Mweemba et al., 2010).

5.1.4 Hubungan Tindakan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat

di Puskesmas Cakranegara Kota Mataram

Berdasarkan hasil uji korelasi antara tindakan dengan kepatuhan dengan menggunakan

uji analisis spearman menunjukkan hubungan yang bermakna dan signifikan antara tindakan

terhadap kepatuhan dengan nilai P= 0,000 dan r=0,656 yang menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya tingkat tindakan maka tingkat kepatuhan juga meningkat (Tabel 5.3).

Penelitian ini selaras dengan penelitian di India yang dilakukan oleh Grace,

Gopalakrishnan dan Umadevi, 2018 pada 20 desa di daerah Tamil, Nadu dengan subjek

penelitian berjumlah 400 orang. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang bermakna dan signifikan secara statistik antara tindakan dengan kepatuhan pengobatan

pada pasien TB (Grace, Gopalakrishnan dan Umadevi, 2018). Adanya korelasi antara

tindakan dengan kepatuhan ini juga selaras dengan teori perilaku yang dikemukakan oleh

Notoatmojo 2014 yang mengatakan bahwa perilaku manusia merupakan tindakan atau

aktifitas dari manusia itu sendiri. Menurut Notoatmojo 2014 juga mengatakan bahwa

perilaku terbentuk dalam 3 domain sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu pengetahuan, sikap

dan tindakan. Selain itu seorang ahli psikologi Skinner (1938) dalam Wawan dan Dewi

(2011) merumuskan bahwa perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut (Wawan

dan Dewi, 2011).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian seseorang

tersebut mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang di ketahui, proses

selanjutnya diharapkan seseorang akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang

diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan kesehatan atau dapat dikatakan

perilaku kesehatan (Notoatmojo S, 2014). Hasil dari penelitian ini menunjukkan tindakan

yang baik dari penderita TB Paru memiliki kepatuhan pengobatan yang baik juga. Hal ini

menggambarkan kebutuhan yang dirasakan untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh

stimulus yang memengaruhi persepsi seseorang dan akibatnya secara tidak langsung akan

memengaruhi perilaku kesehatannya salah satunya adalah kepatuhan terhadap pengobatan

TB Paru.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penelitian hubungan pengetahuan,

sikap dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru dengan kepatuhan minum obat di Puskesmas

Cakranegara Kota Mataram pada Tahun 2020, dapat ditarik kesimpulan :

- Tidak ada hubungan yang bermakna dan signifikan antara pengetahuan penderita TB

Paru dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di Puskesmas Cakranegara

dengan kekuatan korelasi secara statistik lemah.

- Adanya hubungan yang bermakna dan signifikan antara sikap penderita TB Paru

dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di Puskesmas Cakranegara.

- Adanya hubungan yang bermakna dan signifikan antara tindakan penderita TB Paru

dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di Puskesmas Cakranegara.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman peneliti, penelitian ini diharapkan mampu

dikembangkan lebih terutama mengenai jumlah sampel agar data yang didapatkan lebih

bervariasi. Pada penelitian berikutnya, peneliti diharapkan mampu meminimalisir faktor-

faktor perancu yang dapat menyebabkan bias seperti lebih memperhatikan lagi kriteria

inklusi dan eksklusi yang sekiranya akan mempengaruhi variabel penelitian. Penelitian ini

juga diharapkan dapat dikembangkan lebih luas terkait faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kepatuhan minum obat. Penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara

aspek pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan. Namun, ini tidak menutup kemungkinan

adanya pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan. Untuk itu, petugas kesehatan juga tetap

harus memberikan edukasi tentang penyakit tuberkulosis kepada pasien dan juga keluarga

pasien untuk mencegah penularan dari penyakit tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil

penelitian ini diharapkan kepada Petugas Puskesmas Cakranegara perlu melakukan


monitoring, evaluasi dan konseling secara berkala kepada penderita TB Paru dan keluarganya

guna meningkatkan pengetahuan,sikap dan tindakan penderita TB Paru sehingga diharapkan

kepatuhan minum obat akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Cramer, J. A. et al. (2008) ‘Medication Compliance and Persistence’, Value in Health, 11(1),

pp. 44–47.
Dinkes NTB (2019) ‘Profil Kesehatan NTB 2018’, Journal of Chemical

Information and Modeling, 53(9), pp 1689-1699. doi:

10.1017/CBO9781107415324.004. available at : https://dinkes.ntbprov.go.id/profil-

kesehatan/

Elita Ismi Mientarini, Yohanes Sudarmanto, M. H. (2019) ‘HUBUNGAN PENGETAHUAN

DAN SIKAP TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERKULOSIS

PARU FASE LANJUTAN DI KECAMATAN UMBULSARI JEMBER’, 8(1), pp.

40–46.

Farhat, M. R. et al. (2013) ‘Genomic analysis identifies targets of convergent positive

selection in drug resistant Mycobacterium tuberculosis’, Nature Genetics,

45(10), pp. 1183–1189. doi: 10.1038/ng.2747

Farihatun, S. dan Machmud, P. B. (2018) ‘Determinant Factors of Drop Out (Do) Among Multi

Drugs Resistance Tuberculosis (Mdr Tb) Patients At Jakarta Province in 2011 To

2015’, Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease, 7(3), p. 87. doi:

10.20473/ijtid.v7i3.7793.Available at :

https://scholar.ui.ac.id/en/publications/determinant-factors-of-drop-out

doamong-multidrugs-resistance-t

Fitriani. S. 2011. Promosi Kesehatan. Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Grace, G. A., Gopalakrishnan, S. and Umadevi, R. (2018) ‘Knowledge, attitude and practices

regarding pulmonary tuberculosis in a rural area of Tamil Nadu, India: a cross


sectional study’, International Journal Of Community Medicine And Public Health,

5(9), p. 4055. doi: 10.18203/2394-6040.ijcmph20183595.

Green, L. W., dan M. W. Kreuter. 2005. Health program planning: An educational and

ecological approach. 4th ed. Boston: McGraw Hill.

Hapsari, P. N. F. dan Isfandiari, M. A. (2017) ‘Hubungan Sosioekonomi Dan Gizi Dengan

Risiko Tuberkulosis Pada Penderita Dm Tipe 2’, Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2),

pp. 185–194.doi: 10.20473/jbe.v5i2.2017.185-194.

Hendesa, A., Tjekyan, R. . S. and Pariyana (2018) ‘Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan

Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat pada Pasien Tuberkulosis Paru di RS

Paru Kota Palembang Tahun 2017’, Kedokteran Sriwijaya.

Hsu, N.-C. et al. (2013) ‘Noncancer Palliative Care’, American Journal of Hospice and

Palliative Medicine®, 30(4), pp. 334–338. doi: 10.1177/1049909112449068.

Irianti et al. (2012) ‘Anti-Tuberculosis’, Current Bioactive Compounds, 2(1), pp.

105–105. doi: 10.2174/1573407210602010105.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) ‘Pedoman Nasional Pengendalian

Tuberkulosis Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364’,

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (Pengendalian Tuberkulosis), p.

110 . Available at: http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman

Nasional Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, RI (2017) ‘Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indoesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang

Penanggulangan Tuberkulosis’, Dinas Kesehatan, p. 163.

Mushtaq, M. U. et al. (2010) ‘Knowledge, attitudes and practices regarding tuberculosis in two

districts of Punjab, Pakistan’, International Journal of Tuberculosis and Lung

Disease, 14(3), pp. 303–310.

Mweemba, P. et al. (2010) ‘Knowledge, attitudes and compliance with Tuberculosis treatment,

Lusaka, Zambia’, Medical Journal of Zambia, 35(4). doi:

10.4314/mjz.v35i4.56064.

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian.Jakarta : Ghalia Indonesia

Notoatmojo, S. (2010) Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta

Pandia, P. et al. (2019) ‘The relationship between concordance behaviour with treatment

compliance and quality of life of patients with pulmonary tuberculosis in

medan’, Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 7(9), pp.

1536–1539. doi: 10.3889/oamjms.2019.321.

Sari, I. D., Mubasyiroh, R. and Supardi, S. (2017) ‘Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan

Kepatuhan Berobat pada Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Jakarta Tahun 2014’,

Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 26(4), pp. 243–248. doi:

10.22435/mpk.v26i4.4619.243-248.

Serafino, R. L. dan Med, T. (2013) ‘Tuberculosis 2: Pathophysiology and microbiology of

pulmonary tuberculosis’, South Sudan Medical Journal, 6(1), pp. 10–12.


Surya, B. D. (2012) ‘Drugs Supervisor Activeness Correlated With Motivation and

Tuberculosis Medication’, Social Support. Available at:

http://repository.unair.ac.id/56545/.

Syahdrajat, T. (2019) "Panduan Penelitian untuk Skripsi Kedokteran & Kesehatan," Rizky

Offset.

Tachfouti, N. et al. (2012) ‘The impact of knowledge and attitudes on adherence to tuberculosis

treatment: A case-control study in a moroccan region’, Pan African Medical Journal,

12(1). doi: 10.11604/pamj.2012.12.52.1374.

Wahyuni, A. S. et al. (2018) ‘Relationship of attitudes and perceptions with adherence in

treatment of pulmonary tuberculosis patients in Medan, Indonesia’, Asian Journal of

Pharmaceutical and Clinical Research, 11(Special Issue  1), pp. 222–224. doi:

10.22159/ajpcr.2018.v11s1.26612.

WHO (2019) Guidelines on tuberculosis infection prevention and control 2019, Who.doi:

10.1017/CBO9781107415324.004. available at

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329368/9789241565714 eng.pdf?ua=1

Anda mungkin juga menyukai