Anda di halaman 1dari 9

Accelerat ing t he world's research.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN


SIKAP PASIEN DENGAN TINDAKAN
MEMBELI OBAT SENDIRI TANPA
RESEP DOKTER (SWAMEDIKASI)
ANTI...
Edi Kurniawan

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PENGARUH FAKT OR SOSIODEMOGRAFI T ERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP T ENTANG PEN…


Hardani Hardani

Buku Prosiding Kongres XX & Pert emuan Ilmiah Tahunan Ikat an Apot eker Indonesia
ani pahriyani

FAKT OR-FAKT OR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SEKOLAH DASAR DESA S…
Put ra A P R I A D I Siregar
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN DENGAN TINDAKAN
MEMBELI OBAT SENDIRI TANPA RESEP DOKTER (SWAMEDIKASI)
ANTIBIOTIKA PADA APOTEK SWASTA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MATARAM
TAHUN 2014

Oleh : Muthawip Al Jihani


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Tenggara Barat
Jalan Selaparang No. 40 Cakranegara Kota Mataram
Email : al_jihani@yahoo.com

Abstrak

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) tahun 2013 di


Indonesia terdapat sejumlah 103.860 atau 35,2% dari 294.959 Rumah Tangga di
Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi, dengan proporsi tertinggi di DKI
Jakarta (56,4%) dan terendah di Nusa Tenggara Timur (17,2%). Jumlah fasilitas
Apotek swasta yang tersebar di Kota Mataram hingga Desember 2013 sebanyak 100
unit dan terbagi dalam 11 wilayah kerja Puskesmas di Kota Mataram, dimana 21
apotek diantaranya tersebar di wilayah kerja Puskesmas Mataram, semua Apotek
tersebut menyelenggarakan swamedikasi untuk melayani kebutuhan pasien akan obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap
pasien dengan tindakan membeli obat sendiri tanpa resep dokter ( swamedikasi )
Antibiotika pada Apotek swasta di wilayah kerja Puskesmas Mataram Tahun 2014
Jenis penelitian ini menggunakan metode observasi analitik dan dari segi waktu
merupakan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien yang
membeli obat antibiotika tanpa resep dokter di wilayah kerja Puskesmas Mataram
sebanyak 87 pasien dan diwawancarai dengan menggunakan metode accidental
sampling kemudian diuji statistik dengan Regresi Logistic Binary.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan pasien
dengan tindakan swamedikasi antibiotika (p = 0.00 atau p < 0.05) dan ada hubungan
antara sikap pasien dengan tindakan swamedikasi antibiotika (p = 0.00 atau p < 0.05)
dan pada uji pengetahuan dan sikap didapatkan kekuatan hubungan terhadap
tindakan dengan OR = 1,40. Disarankan bagi instansi terkait untuk lebih
meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada apotek – apotek swasta dalam
penjualan obat – obat keras secara bebas khususnya obat – obat antibiotika dan
pemberian informasi lebih lanjut kepada pasien tentang penggunaan, indikasi, dan
kerugian dari swamedikasi obat – obat keras khususnya obat – obat antibiotika oleh
petugas – petugas apotek

Kata kunci : pengetahuan, sikap, tindakan,


Pendahuluan

Menurut Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana


swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit
tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi boleh dilakukan
untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut ( Depkes, RI. 2011)
Menurut data World Health Organization (WHO) lebih dari 60% dari
populasi dunia melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat
modern. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Pan American Health Organization
(PAHO) tentang “Drug Classification: Prescription and OTC (Over The Counter)
Drugs”, terdapat hasil survei yang dilakukan oleh The World Self Medication
Industry (WSMI) di 14 negara. Survei tersebut menunjukkan bahwa swamedikasi
meningkat jumlahnya pada populasi penduduk yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi. Pengetahuan yang lebih tentang obat dan pengobatan juga membuat kelompok
penduduk tersebut tidak terlalu terpengaruh pada iklan dan promosi obat. Studi lain
tentang swamedikasi dan kapabilitas konsumen yang dilakukan oleh The Latin
American Industry for Responsible Self-medication (ILAR) pada tahun 2004,
menunjukkan hasil yang serupa.
Berdasarkan studi pendahuluan di beberapa Apotek swasta Kota Mataram dalam
lingkup wilayah kerja Puskesmas Mataram diketahui penjualan obat obat antibiotika
tanpa resep dokter atau swamedikasi sebesar 18 % dengan amoxicillin sebagai
antibiotika yang paling banyak dibeli yaitu sebesar 51% dan sisanya antara lain
Ampisilin, Cefadroxil, Ciprofloxacin.
Tujuan penelitian ini untuk meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap
pasien dengan tindakan membeli obat sendiri tanpa resep dokter (Swamedikasi)
antibiotika di Apotek swasta wilayah kerja Puskesmas Mataram Tahun 2014.

Metode
Penelitian ini menggunakan rancang bangun penelitian dengan menggunakan
metode “ observasi analitik “. Menurut waktunya merupakan penelitian “ cross
sectional “ yaitu penelitian yang dilakukan pada saat itu menurut waktu tertentu dan
dilakukan sekali saja terhadap obyek ( Arikunto, 1997 ) . Populasi dari penelitian ini
adalah seluruh pasien yang membeli obat antibiotika tanpa resep dokter terhitung dari
Tanggal 1-30 Maret Tahun 2014 sejumlah 655 pasien dari 21 Apotek swasta di
wilayah kerja Puskesmas Mataram dan untuk mencari proporsi besar sampel di
masing masing apotek di wilayah kerja Puskesmas Mataram digunakan rumus
proporsi sampel (Sugiyono, 2009). Analisa data dilakukan dengan dengan
menggunakan alat uji Regresi Logistic Binary (Ali muhidin. 2007.).

Hasil dan pembahasan

1. Karakteristik responden
Karakteristik responden penelitian pada pada apotek swasta di wilayah kerja
puskesmas mataram dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden pada Apotek swasta di
wilayah kerja Puskesmas Mataram Tahun 2014.
Karakteristik Responden Frekuensi (F) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki – Laki 55 63,2
Perempuan 32 36,8
Umur ( tahun )
<20 11 12,6
21 – 30 26 29,9
31 – 40 20 23,0
41 – 50 15 17,2
51 – 60 7 8,0
> 60 8 9,2
Tingkat Pendidikan
SMA 54 62,1
DIPLOMA 5 5,7
S1 25 58,7
S2 3 3,4
Pekerjaan
Guru 4 4,6
IRT 11 12,6
PNS 21 24,1
Mahasiswa 18 20,7
Swasta 33 37,9

Dari karateristik responden didapatkan bahwa 63,2% pasien yang melakukan


swamedikasi adalah laki – laki, 29,9% pasien yang berumur 21 – 30 tahun yang
paling banyak melakukan swamedikasi, tingkat pendidikan tertinggi SMA 62,1%,
dan yang berprofesi sebagai pegawai swasta 37,9% yang paling banyak melakukan
swamedikasi.
2. Analisis univariat
Untuk mengetahui jumlah responden menurut pengetahuan, sikap, dan tindakan
terhadap swamedikasi antibiotika dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Pengetahuan pasien tentang swamedikasi antibiotika


Pengetahuan
Baik 9 10,3
Cukup 53 60,9
Kurang 25 28,7

Dari tabel diatas terlihat bahwa responden sebagian besar berpengetahuan


cukup yaitu 53 responden (57.2%), berpengetahuan baik 25 responden (28.7 %), dan
9 responden (10.3%) berpengetahuan kurang mengenai swamedikasi antibiotika.
Tabel 2.2 Sikap pasien tentang swamedikasi antibiotika
Sikap
Baik 11 12,6
Cukup 9 77,0
Kurang 67 10,3

Dari tabel diatas terlihat bahwa responden sebagian besar memiliki sikap yang
cukup dalam melakukan swamedikasi antibiotika yaitu 67 responden (77.0%), sikap
baik 11 responden responden (12.6 %), dan 9 responden (10.3%) memiliki sikap
kurang mengenai swamedikasi antibiotika.
Tabel 2.3 Tindakan pasien terhadap swamedikasi antibiotika
Tindakan
Baik 64 73,6
Tidak baik 23 26,4

Dari tabel diatas terlihat bahwa responden sebagian besar melakukan tindakan
yang baik terhadap swamedikasi antibiotika yaitu 64 responden (73.6%), dan
responden yang melakukan tindakan yang tidak baik terhadap swamedikasi
antibiotika 23 responden (26.4 %).

3. Analisis Bivariat
Distribusi pengetahuan dan sikap pasien terhadap tindakan membeli obat
sendiri tanpa resep dokter (swamedikasi) antibiotika disajikan pada table tabel 3.
Tabel 3. Distribusi pengetahuan dan sikap pasien terhadap tindakan membeli
obat sendiri tanpa resep dokter (swamedikasi) antibiotika
Tindakan swamedikasi
Tidak baik baik
Pengetahuan pasien Kurang 6 (26 %) 3 (4,7%)
Cukup 11 (48%) 42 (65,7%)
Baik 6 (26 %) 19 (29,6%)
Sikap Pasien Kurang 2 (8,8 %) 7 (11%)
Cukup 18 (78,2 %) 49 (76,5 %)
Baik 3 (13 %) 8 (12,5 %)

Tabel 3 diatas memperlihatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan


tindakan swamedikasi terhadap 87 responden. Tingkat pengetahuan kurang dan
tindakan swamedikasi yang tidak baik terlihat pada 6 orang responden (26%), tingkat
pengetahuan kurang dan tindakan baik sebanyak 3 orang (47%), tingkat pengetahuan
cukup dan tindakan yang tidak baik sebanyak 11 orang (48%)., tingkat pengetahuan
yang cukup dengan tindakan yang baik sebanyak 42 orang (65.7%), tingkat
pengetahuan baik dengan tindakan yang tidak baik sebanyak 6 orang (26%), tingkat
pengetahuan baik dengana tindakan yang baik sebanyak 19 orang (29.6%).
Hasil analisis dengan menggunakan uji wilcoxon menghasilkan nilai
signifikansi (p) sebesar 0.00 atau p < α (0.05). artinya ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan dengan tindakan swamedikasi antibiotika.
Hubungan antara tingkat sikap dengan tindakan swamedikasi terhadap 87
responden. Tingkat sikap kurang dan tindakan swamedikasi yang tidak baik terlihat
pada 2 orang responden (8.8%), tingkat sikap kurang dan tindakan baik sebanyak 7
orang (11%), tingkat sikap cukup dan tindakan yang tidak baik sebanyak 18 orang
(78.2%)., tingkat sikap yang cukup dengan tindakan yang baik sebanyak 49 orang
(76.5%), tingkat sikap baik dengan tindakan yang tidak baik sebanyak 3 orang (13%),
tingkat sikap baik dengan tindakan yang baik sebanyak 8 orang (12.5%).
Hasil analisis dengan menggunakan uji wilcoxon menghasilkan nilai
signifikansi (p) sebesar 0.00 atau p < α (0.05). Artinya ada hubungan yang signifikan
antara sikap responden dengan tindakan swamedikasi antibiotika.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rizan M (2011)
di desa Moahudu Gorontalo, bahwa paling banyak responden yang memiliki
pengetahuan cukup sebanyak 38 (55,9%) responden, responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 23 (33,8%) responden, dan paling sedikit responden yang
memiliki pengetahuan kurang sebanyak 8 (10,3%) responden. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan
swamedikasi (p=0.03).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di Desa
Moahudu sudah baik karena mereka sudah mengerti bagaimana cara swamedikasi
yang baik tanpa perlu ke dokter. Semakin tinggi tingkat pengetahuan responden
terhadap swamedikasi maka semakin baik masyarakat dalam melakukan swamedikasi
sehingga semakin rendah terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena
keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya.
Berdasarkan hasil uji analisis Regresi Logistic Binary didapatkan hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan yang mana responden dengan
pengetahuan baik memiliki nilai signifikasi p=0.027, dan cukup dengan p=0.022 atau
p<α 0.05, sedangkan pada responden dengan pengetahuan yang kurang p=0.568 atau
p>0.05 tidak signifikan. Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap
dengan tindakan responden baik itu sikap baik responden p=0.522, sikap cukup
responden p=0.653, sikap kurang p=0.280 yang mana signifikansinya lebih besar dari
0.05 (p=0.05). Secara keseluruhan hubungan tingkat pengetahuan dan sikap
responden terhadap tindakan swamedikasi antibiotika signifikansi model 0.000 < 0.05
berarti secara umum, model signifikan dari pengetahuan dan sikap responden
terhadap tindakan swamedikasi antibiotika.
Hal ini menunjukkan bahwa swamedikasi masyarakat cukup baik, namun
masih banyak masyarakat yang belum mengaplikasikan sikap mereka pada saat
melakukan swamedikasi. Karena masih banyak responden yang pada saat melakukan
swamedikasi kurang membaca label yang tertera pada kemasan obat yang
dikonsumsi. Juga kurang bertanya pada apoteker/petugas apotek tentang obat yang di
konsumsi. Jadi masih mungkin akan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error). Ini berarti bahwa tingginya tingkat pendidikan tidak menjamin masyarakat
untuk tidak melakukan swamedikasi antibiotika.
Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo (1997) bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh 3 faktor yaitu : faktor predisposisi (predisposising factor) yang
mencakup pengetahuan dan sikap, faktor enabling (enabling factor) yang mencakup
fasilitas atau sarana dan ketenagaan dengan karakteristiknya dan faktor pendorong
(reinforcing factor) yang mencakup dukungan pimpinan.
Menurut Allport dalam buku Soekidjo (1996) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behavior)
Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting.
Sikap akan terwujud dalam tindakan tergantung dari pada situasi saat itu serta
mengacu pada pengalaman orang lain disekitarnya, sehingga mudah atau sulit sekali
berperilaku atau bertindak sejalan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang
disekelilingnya.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Kesimpulan
Dari 87 responden, 53 responden atau (57.2 %) memiliki pengetahuan baik, 25
responden atau (28.7 %) pengetahuan cukup, dan 9 responden (10.3 %) pengetahuan
kurang. Responden yang memiliki sikap baik dalam tindakan membeli obat sendiri
tanpa resep dokter (swamedikasi) sebanyak 11 responden (12.6 %), 67 responden atau
(77 %) memiliki sikap yang cukup, dan 9 responden (10.3 %) memiliki sikap yang
kurang. Responden melakukan tindakan yang baik dengan swamedikasi antibiotika
yaitu 64 responden (73.6%), dan yang tidak baik 23 responden (26.4 %).
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap pasien memiliki
hubungan yang signifikan terhadap tindakan swamedikasi antibiotika.

Saran
Diharapkan kepada Instansi terkait dalam hal ini Balai Pengawasan Obat dan
Makanan serta Dinas Kesehatan Kota Mataram untuk lebih meningkatkan
pengawasan dan pembinaan kepada Apotek swasta dalam penjualan obat – obat
antibiotika secara bebas, serta diharapkan ada komunikasi dan interaksi antara
Apoteker atau petugas apotek dengan pasien untuk memberikan informasi, manfaat,
dan kerugian dari pembelian antibiotika tanpa resep dokter.

Daftar Pustaka

Ali Muhidin, Sambas. 2007, Analisis Korelasi, Regresi Dan Jalur Dalam Penelitian.
Bandung : CV Pustaka Setia
Arikunto, Suharsini. 1997, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Depkes RI, 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013.
Depkes RI. Jakarta

Notoatmodjo, Sukidjo. 1996, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


Yogyakarta : Andi Offset.
Notoatmodjo, Sukidjo. 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung:Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai