Anda di halaman 1dari 23

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Khusus Tentang Hipotermi

1. Definisi Hipotermi

Beberapa definisi hipotermi dari beberapa sumber :

a. Hipotermi adalah suhu dibawah 36,5ºC, yang terbagi atas :

hipotermi ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5ºC,

hipotermi sedang yaitu suhu antara 32 - 36ºC, dan hipotermi

berat yaitu suhu tubuh <32ºC. (Yunanto & Ari, 2014:89).

b. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia merupakan awal

penyakit yang berakhir kematian. ( Indarso F 2014 )

c. Hipotermi yaitu suatu kondisi dimana suhu tubuh inti turun

sampai dibawah 35 ͦ c. ( Sandra M.T, 2014 )

d. Hipotermi adalah suatu kondisi dimana tubuh bayi teraba

dingin, bayi tampak lesu serta kurang aktif bergerak dan

ditunjang dengan pemeriksaan suhu aksilla dibawah batas

normal yaitu 36,5 ͦ c yang jika tidak di tangani segera dapat

berakhir dengan kematian.

2. Klasifikasi Hipotermia

a. Hipotermia spintas

Yaitu penurunan suhu tubuh 1 – 2 ͦ c sesudah lahir. Suhu tubuh

akan menjadi normal kembali setelah bayi berumur 4 – 8 jam,

bila suhu ruang di atur sebaik – baiknya. Hipotermi sepintas ini


12

terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama,

ruang tempat bersalin yang dingin, dan bayi dimandikan terlalu

cepat ( kurang dari 4 – 6 jam sesudah lahir ).

b. Hipotermi akut

Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6 –

12 jam, terdapat pada bayi dengan BBLR, diruang tempat

bersalin yang dingin, incubator yang cukup panas. Terapinya

adalah segeralah masukkan bayi kedalam incubator yang

suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan

telanjang supaya dapat di awasi secara teliti. Gejala bayi

lemah, gelisa, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta

kedua kaki dingin.

c. Hipotermi sekunder

Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu

lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis,

syndrome gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang

berat, hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan

mengobati penyebab. Misalnya : pemberian antibiotika, larutan

glukosa, oksigen dan sebagainya.

d. Cold injuri

Yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruangan

dingin ( lebih dari 12 jam ). Gejala : lemah, tidak mau minum,

badan dingin, suhu berkisar sekitar 29,5 ͦ c – 35 ͦ c, tidak bayak


13

bergerak, oedema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan

muka, seolah – olah dalam keadaan sehat, pengerasan

jaringan sub kutis. Pengobatan : memanaskan secara perlahan

– lahan, antibiotika, pemberian larutan glukosa 10 % dan

kortikosteroid ( Sukarni, 2015 )

3. Etiologi Hipotermi

Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling

bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap

hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa

stabilisasi yaitu 6 – 12 jam pertama setelah lahir. Misalnya bayi

baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu

plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup

hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera di mandikan.

BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa

mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk

menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan

panas.

a. Penurunan produksi panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan dam system

endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh,

sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya

pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun

pituitaria.
14

b. Mekanisme kehilangan panas melalui kulit

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar,

dan tubuh kehilangan panas. Sebagian besar pembentukan

panas dalam tubuh dihasilkan oleh organ dalam terutama di

hati, otak, jantung, dan otot rangka selama berolahraga.

Kemudian panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan

yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian dibuang ke udara

dan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu, laju kehilangan

panas hampir seluruhnya ditentukan oleh 2 faktor, yaitu :

1). Seberapa cepat panas yang dapat dikonduksi dari tempat

asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit.

2). Seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari

kulit ke lingkungan.

Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat

terjadi secara :

a) Konduksi

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat

perbedaan suhu antara kedua objek. Kehilangan panas

terjadi saat kontak langsung antara kulit BBL dengan

permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas

yang terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas

yang dingin. Seperti pada waktu proses penimbangan.

Bayi yang diletakkan di atas meja, tempat tidur atau


15

timbangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan

panas tubuh melalui konduksi.

b) Konveksi

Transper panas terjadi secara sederhana dari selisih

suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang

dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan

panas disini dapat berupa ; bayi yang diletakkan di dekat

pintu/jendela terbuka, incubator dengan jendela yang

terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke

rumah sakit.

c) Radiasi

Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke

objek yang dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang

hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin.

Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan

yang dingin atau suhu incubator yang dingin. Bayi akan

mengalami kehilangan panas melalui cara ini meski

benda yang lebih dingin tersebit tidak bersentuhan

lansung dengan tubuh bayi.

d) Evaporasi

Cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi.

Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan

kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas


16

dapat berupa BBL yang basah setelah lahir, karena

menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi

setelah lahir dan bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi

setelah bayi dimandikan. ( Irsandi 2015 ).

c. Kegagalan Termoregulasi

Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah

kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin dari pada

lingkungan di dalam uterus. Kegagalan termoregulasi secara

umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan

fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia

untrauterine / saat persalinan / post partum, defek neurologic

dan paparan obat prenatal ( analgesic/anastesi ) dapat

menekan respon neurologic bayi dalam mempertahankan suhu

tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam

pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.

Setelah lahir, suhu tubuh bayi dapat turun sangat cepat.

Bayi aterm yang sehat akan berusaha mempertahankan suhu

tubuhnya dalam kisaran normal. Namun, jika bayi bermasalah

saat lahir oleh kondisi di bawah ini, stress tambahan akibat

hipotermia dapat membehayakan :

1) Asfiksia berat

2) Resusitasi ekstensif

3) Pengeringan setelah keahiran yang terlambat


17

4) Gawat nafas

5) Hipoglikemia

6) Sepsis

7) Bayi premature. ( Rahmawati, 2014 )

4. Patofisiologi Hipotermi

Bagan Patofisologi Hipotermi

Kulit bayi
Terpapar dingin

Shivering Non Shivering


Thermoregulation Thermoregulation

Menggigil /
Stimulasi
Gemetar
Saraf simpatis

Panas di Hipotalamus
Distribusikan
Keseluruh tubuh

Memicu serabut
Simpatik Mengeluarkan
norepinefren

Tidak berhasil Berhasil

Panas di Proses oksidasi lemak


HIPOTERMI Distribusikan Coklat ( NST ) &
Keseluruh tubuh Vasokontraksi perifer

Tidak berhasil Berhasil

(Sukarni 2015)
18

Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh

akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :

1). Shivering thermoregulation/ST

Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar

secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk

menghasilkan panas.

2). Non – Shivering thermoregelation/NST

Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi

system saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolic

dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat.

Peningkatan metabolism jaringan lemak coklat akan

meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.

a). Vasokonstriksi perifer

Mekanisme ini juga distimulasi oleh system saraf simpatis,

kemudian system saraf perifer akan memicu otot sekitar

arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi

vasokontraksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran

darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas

yang tidak berguna.

Pada bayi respon fisiologis terhadap paparan dingin

adalah dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau

jaringan adipose coklat. Pada BBL, NST ( proses oksidasi

jaringan lemak coklat ) adalah jalur yang utama dari suatu


19

peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi

atas paparan dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan

harus di hindarkan oleh karena dapat menimbulkan efek

samping serta gangguan – gangguan metabolic yang

berat. Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik,

suhu tubuh bayi rata – rata akan turun 0,1 ͦ c – 0,3 ͦ c

setiap menitnya, sedangkan LeBlanc (2009) menyebutkan

bahwa suhu tubuh bayi akan turun 2 ͦ c dalam setengah

jam pertama kehidupan. WHO Consultative Group on

Thermal Control menyebutkan bahwa BBL yang tidak

mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya akan

turun 2 ͦ c – 4 ͦ c dalam 10 – 20 menit kemudian setelah

kelahiran. (Sukarni 2015)

5. Tanda dan Gejala Hipotermi

a. Berikut beberapa gejala bayi terkena hipotermi, yaitu :

1) Suhu tubuh bayi turun dari normalnya

2) Bayi tidak mau minum atau menetek

3) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja

4) Tubuh bayi terasa dingin

5) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit

tubuh mengeras (sklerema)

6) Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat

7) Lebih diam dari biasanya


20

8) Hilang kesadaran

9) Pernafasannya cepat

10) Denyut nadinya lemah

11) Gangguan penglihatan

12) Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi

(Syaifuddin, 2010)

b. Berikut adalah tanda – tanda terjadinya hipotermia

1) Tanda – tanda hipotermi sedang

a) Aktifitas berkurang

b) Tangisan lemah

c) Kulit berwarna tidak rata ( cutis malviorata )

d) Kemampuan menghisap lemah

e) Kaki teraba dingin

f) Jika hipotermi berlanjut akan timbul cidera dingin

2) Tanda – tanda hipotermi berat

a) Aktifitas berkurang

b) Bibir dan kuku kebiruan

c) Pernafasan lambat

d) Bunyi jantung lambat

e) Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia

f) Resiko untuk kematian bayi


21

3) Tanda –tanda stadium lanjut hipotermi

a) Muka , ujung kaki dan tangan berwarna merah terang

b) Bagian tubuh lainnya pucat

c) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada

punggung, kaki dan tangan (sklerema). (Rukiyah dan

Yulianti,2013)

6. Diagnosis Hipotermi

Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu

baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat

bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi

awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan

melalui aksilla, rectal atau kulit. Untuk mengukur suhu hipotermia

diperlukan thermometer ukuran rendah ( low reading thermometer

) yang dapat mengukur sampai 25 ͦ C. ( Kosim, Soleh, dkk. 2010 )

7. Komplikasi Hipotermi

Hipotermi dapat meyebabkan komplikasi, seperti peningkatan

konsumsi oksigen, apneu, penurunan kemampuan pembekuan

darah dan paling sering terlihat hipoglikemia. Pada bayi

premature, stress dingin dapat menyebabkan penurunan sekresi.

Membiarkan bayi dingin meningkatkan mortalitas dan morbiditas. (

Fraser Diane M, Margareth A, 2009 )


22

8. Faktor yang mempengaruhi Hipotermi

Adapun beberapa faktor – faktor yang menyebakan/

mempengaruhi Hipotermi menurut Sudarti dan Fauziah, 2013

adalah :

a. Kesalahan perawatan bayi segera setelah lahir

b. Bayi dipisahkan dengan ibunya setelah lahir

c. BBLR

d. Kondisi ruangan yang dingin

e. Prosedur penghangatan yang adekuat

f. Asfiksia dan Hipoksia

9. Penanganan serta pencegahan Hipotermi Bayi Baru Lahir

Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan

keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari

tubuh. Untuk itu, BBL haruslah di rawat dalam lingkungan suhu

netral ( Neutral Thermal Environment/NTE ). NTE adalah rentang

suhu eksternal, dimana metabolism dan konsumsi oksigen berada

pada tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat

mempertahankan suhu tubuh normal.

Namun , pada bayi – bayi yang mengalami hipotermi maka harus

ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan hipotermi pada

bayi, yaitu :

a. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali

meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera


23

menghangatkan bayi di dalam incubator atau melalui

penyinaran lampu.

b. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh

setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui pans tubuh

ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak

kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap

hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada dalam satu pakaian

(merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai metode

kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar

berkancing depan.

c. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat

yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi

tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi

hangat

d. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga

bayi harus diberi ASI sedikit – sedikit sesering mungkin. Bila

bayi tidak meghisap, diberi infuse glukosa 10 % sebanyak 60 –

80 ml/kg per hari.

e. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi

stabil. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin,

ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda

memandikan bayi.
24

1) Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat

˃2500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan

bayi ditunda selama ± 24 jam setelah kelahiran. Pada saat

memandikan bayi, gunakanlah air hangat.

2) Pada bayi lahir dengan resiko ( tidak termaksud criteria di

atas ). Keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat

lahir ˂2000 gram, sebaiknya bayi jangan di mandikan,

ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik

yaitu bila suhu tubuh bayi stabil, bayi sudah lebih kuat dan

dapat menghisap ASI dengan baik. (Ronaldo 2009)

f. Pencegahan

Sepuluh langkah proteksi termal untuk mencegah

terjadinya hipotermia pada bayi baru lahir :

Langkah 1 : Ruang melahirkan yang hangat

Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus

cukup hangat dengan suhu ruang antara 25 ͦ c – 28 ͦ c serta

bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, ataupun

dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang

diperlukan untuk pertolongan BBL sudah di siapkan.

Langkah ke 2 : Pengeringan segera

Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan

tubuhnya, dan segera mengganti kain yang basah dengan kain

yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan dipermukaan


25

yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera

dibungkus dengan pakaian hangat.

Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit

Kontak kuit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif

untuk mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi –

bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu merupakan

tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan

lingkungan suhu yang tepat

Langkah ke 4 : Pemberian ASI

Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan

dalam jam – jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini

dan dalam jumlah yang mengcukupi akan sangat menunjang

kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses

termoregulasi pada BBL.

Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi

Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam

kemudian ( paling tidak setelah 6 jam ) yaitu setelah keadaan

bayi stabil. Tindakan memandikan bayi segera setelah akan

menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi.

Menimbang bayi juga dapat ditunda beberapa saat kemudian

dan dianjurkan pada saat menimbang, timbangan yang

digunakan diberi alas kain hangat


26

Langakah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi adekuat

Kurang lebih 25 % kehilangan panas dapat terjadi melalui

kepala bayi sehingga BBL perlu beberapa lapis pakaian serta

selimut dan diberi topi untuk mencegah kehilangan panas

tersebut.

Langkah ke 7 : Rawat gabung

Bayi – bayi yang dilahirkan di rumah ataupun dirumah

sakit, perlu dijadikan satu dalam tempat tidur yang sama

dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam ruangan yang

cukup hangat. Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI

on demand, serta mengurangi resiko terjadinya infeksi

nosokomial pada bayi – bayi yang lahir di rumah sakit.

Langkah ke 8 : Transportasi hangat

Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke

bagian lain di lingkungan rumah sakit seperti ruang rawat bayi

atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga

kehangatan bayi selama dalam perjalanan.

Langkah ke 9 : Resusitasi hangat

Perlu waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar

tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangat penting karena bayi –

bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat

menghasilkan panas yang cukup efesien sehingga mempunyai

resiko tinggi menderita hipotermia.


27

Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat

Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta

perawat bayi ( dokter, bidan, perawat dan lain – lain ), perlu

dilatih dan diberikan pemahaman tentang prinsip – prinsip

serta prosedur yang benar tentang rantai hangat. Keluarga dan

anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu

diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya

menjaga agar bayinya tetap hangat. (Kosim, Soleh, dkk. 2010 )

B. Tinjaun Tentang Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah

yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan

pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan,

keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk

mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien.

2. Tahapan Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidan terdiri dari tujuh langkah yang dimulai

dari pegkajian dan analisa data dasar serta diakhiri dengan

evaluasi asuhan kebidanan yang meliputi :

a. Pengkajian dan analisa data dasar

Pada langkah pertama ini lakukan pengkajian dengan

mengumpulkan semua data yang diperlukan secara lengkap

yaitu :
28

1) Anamnesis

2) Pemeriksaan fisik

3) Pemeriksaan penunjang

b. Merumuskan Diangnosa/ Masalah Actual

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap

diangnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar

atas data – data yang telah dikumpulkan diinterpretasi

sehingga dapat merumuskan diagnose dan masalah yang

spesifik.

c. Identifikasi Diangnosa / Masalah Potensial

Pada langkah ini menginterpretasi diagnose / masalah

potensial yang mungkin terjadi atau yang akan dialami oleh

klien bila tidak mendapatkan penanganan yang dilakukan

melalui pengamatan cermat, observasi secara akurat dan

persiapan untuk segala sesuatu yang terjadi.

d. Tindakan Segera atau Kolaborasi

Menggambarkan sifat proses manajemen kebidanan

secara terus menerus, tidak hanya dalam pemberian

pelayanan dasar tetapi bidan dapat melakukan tindakan

emergensi sesuai dengan kewenangannya, kolaborasi

maupun konsultasi untuk menyelamatkan ibu dan janin. Bidan

mengevaluasi setiap keadaan klien untuk menentukan

tindakan selanjutnya
29

e. Rencana Asuhan Kebidanan

Pengembangan suatu rencana kegiatan tindakan

komprehensif yang ditentukan pada langkah sebelumnya,

juga diantisipasi diagnose dan masalah yang didasari atas

rasional tindakan yang relevan dan diakui kebenarannya,

sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya

dikerjakan atau tidak oleh bidan. Agar efektifnya rencana

tersebut harus ada persetujuan oleh bidan dank lien yang

telah didiskusikan.

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

yang dilakukan pada langkah – langkah sebelumnya.

Langkah ini masalah yang telah didentifikasikan atau

diantisipasi. Pada langkah ini informasi / data yang tidak

lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh

tidak hanya meliputi apa yang sudah didentifikasi dari kondisi

klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari

kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut,

seperti apa yang diperkirakan terjadi berikutnya.

f. Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan

Penatalaksanaan asuhan langsung secara efesien dan

aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan

atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan

lainnya.
30

g. Evaluasi Asuhan Kebidanan

Langkah akhir manajemen kebidanan adalah evaluasi,

namun sebenarnya evaluasi ini dilakukan pada setiap langkah

manajemen kebidanan. Bidan harus mengetahui sejauh mana

keberhasilan asuhan kebidanan yang diberikan pada klien.

3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Pengertian dokumentasi menurut Ellen Thomas ( 1994 )

adalah catatan penting tentang interaksi antara tenaga

kesehatan, pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan yang

mencatat tentang hasil pemeriksaan, prosedur, pengobatan pada

pasien serta respon terhadap semua kegiatan yang telah

dilakukan.

Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat

menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa

yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir

secara sistematis didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :

S ( Subjektif ) : Menggambarkan pendokumentasian hasil

pengumpulan data pada klien melalui

anamnesis sebagai langkah I Varney.

O ( Objektif ) : Menggambarkan pendokumentasian hasil

pengumpulan data klien melalui anamnesis

sebagai langkah I Varney


31

A ( Analisis ) : Menggambarkan pendokumentasian hasil

analisis

P ( Penatalaksanaan ) : Menggambarkan pendokumentasian dan

tindakan serta evaluasi perencanaan

assessment

Alur pikir badan Pencatatan dari asuhan

Proses kebidanan

Asuhan kebidanan Pendokumentasian

5 langkah Soap Notes


7 langkah dari
kompeten
helen verney Subyektif
si bidan
Obyektif
1. Pengumpulan
Data
data
2. Merumuskan
diagnosa
3. Antisipasi
diagnosa/masala
h potensial Analisa
Analisa
4. Tindakan
segera/kolabora
si asuhan
kebidanan

5. Rencana Penatalaksa
Penatalak
tindakan asuhan naan
sanaan
kebidanan a. Konsul
Implemen b. Tes lab
Implementasi
tasi
c. Rujukan
d.
7. Evaluasi Evaluasi Pendidikan/
konseling
e. Follow up
32

( Rahmatang, dkk. 2014 )

C. Tinjauan Tentang Kewenangan Bidan

1. Undang – undang Permenks

Pasal 11 ayat (2) Permenkes 1464/2010 Bidan dalam

memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk :

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termaksud

resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini,

injeksi vitamin K, perawatan bayi baru lahir pada masa

neonatal ( 0 – 28 hari ) dan perawatan tali pusat.

b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera

merujuk

c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra

sekolah

f. Pemberian konseling dan penyuluhan

g. Pemberian surat keterangan kelahiran

h. Pemberian surat keterangan kematian

2. Standar Asuhan Kebidanan

Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir


33

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk

memastikan pernafasan spontan mencegah asfiksia,

menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk

sesuai kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani

hipotermi and mencegah hipoglikemia dan infeksi.

Penanganan hipotermi :

a) Letakkan bayi pada ada ibu sehingga terjadi kontak kulit

antara keduanya

b) Sarangkan ibu untuk sering memberikan ASI

c) Jaga agar ruangan tetap hangat dan bebas asap

d) Selimuti ibu

e) Berikan minum yang hangat untuk ibu

f) Periksa suhu tubuh bayi setip jam

g) Jika suhu tubuh bayi tidak naik segera rujuk, pertahankan

kontak kulit bayi dengan kulit ibu.

Tujuannya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan

membantu dimulainya pernafasan segera mencegah hipotermi,

hipoglikemi dan infeksi. (Musyahida, 2015)

Anda mungkin juga menyukai