Anda di halaman 1dari 45

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

MATA PELAJARAN : Geografi


Kelas : XII IPS
Semester : Ganjil/Genap

SMA NEGERI 1 MAYONG


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019/2020
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah : SMA N1 Mayong


Mata Pelajaran : Geografi
Kelas/Semester : XII IPS/GANJIL
Tahun Pelajaran : 2019/2020
Materi : Pola Keruangan Desa dan Kota
Alokasi Waktu : 3x45 menit (2 pertemuan)

A. Kompetensi Inti
KI SPIRITUAL (KI 1) DAN KI SOSIAL (KI 2)
Kompetensi Sikap Spiritual yang ditumbuhkembangkan melalui keteladanan,
pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata
pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta didik, yaitu berkaitan dengan
kemampuan menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
Sedangkan pada Kompetensi Sikap Sosial berkaitan dengan perilaku jujur,
disiplin, tanggung jawab, kerjasama, responsive (kritis), pro-aktif (kreatif) dan
percaya diri, serta dapat berkomunikasi dengan baik.
KI PENGETAHUAN (KI 3) KI KETERAMPILAN (KI 4)
KI3 : Kompetensi Pengetahuan, yaitu
KI4 : Kompetensi Keterampilan, yaitu
memahami, menerapkan, Mengolah, menalar, dan menyaji
menganalisis pengetahuan faktual, dalam ranah konkret dan ranah abstrak
konseptual, prosedural berdasarkan terkait dengan pengembangan dari
rasa ingintahunya tentang ilmu yang dipelajarinya di sekolah secara
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, mandiri, dan mampu menggunakan
dan humaniora dengan wawasan metoda sesuai kaidah keilmuan
kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah

B. Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

3.2 Menganalisis struktur keruangan  Menjelaskan struktur keruangan serta


desa dan kota, interaksi desa dan perkembangan desa dan kota.
kota, serta kaitannya dengan usaha  Menganalisis pola dan faktor-faktor
pemerataan pembangunan. interaksi desa dan kota.
 Menjelaskan usaha pemerataan
pembangunan di desa dan kota.
 Menganalisis dampak perkembangan
kota terhadap masyarakat desa dan kota.
 Merancang laporan tentang pola
keruangan desa, pola keruangan kota, dan
interaksinya

4.2 Membuat makalah tentang usaha  Membuat laporan tentang pola


pemerataan pembangunan di desa keruangan desa, pola keruangan kota,
dan kota yang dilengkapi dengan dan interaksinya
peta, bagan, table, grafik, dan/atau  Menyajikan laporan tentang pola
diagram. keruangan desa, pola keruangan kota,
dan interaksinya dilengkapi peta,
tabel, grafik, dan/atau diagram
 Membuat makalah tentang usaha
pemerataan pembangunan di desa dan
kota yang dilengkapi dengan peta,
bagan, tabel, grafik, dan/atau diagram

C. Tujuan Pembelajaran
Melalui pembelajaran Inquiry Learning, metode diskusi, kerja kelompok, tanya
jawab, penugasan, dan presentasi, Anda dituntut mampu menjelaskan kondisi
pedesaan, pola keruangan desa sehingga pemahaman Anda akan semakin luas dan
terintegrasi, tidak hanya tampilan fisik dari desa semata, tetapi juga interaksinya, serta
dapat melaporkan hasilnya melalui tulisan dan presentasi, sehingga Anda dapat
menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang Anda anut melalui belajar Geografi,
mengembangakan sikap jujur, peduli, dan bertanggungjawab sebagai karakter positif
serta dapat mengembangkan budaya literasi, kemampuan berpikir kritis,
berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkreasi (4C). Selain itu, peserta didik diharapkan
dapat menganalisis struktur keruangan kota, interaksi desa dan kota, serta kaitannya
dengan usaha pemerataan pembangunan (KD 3) dan membuat makalah tentang usaha
pemerataan pembangunan di desa dan kota yang dilengkapi dengan peta, bagan, tabel,
grafik, dan/atau diagram (KD 4) serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia (KI 2 / Karakter)
D. Materi Pembelajaran
1. Pola Keruangan Desa(Terlampir)
2. Pola Keruangan Kota (Terlampir)
3. Interaksi Desa dan Kota (Terlampir)

E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Saintifik
Model : Discovery/Inquiry Learning
Metode : Ceramah, Diskusi kelompok dan penugasan

F. Media Pembelajaran
1. Gambar-gambar mengenai pola keruangan desa dan kota
2. Video mengenai permasalahan di desa dan kota
3. Power point
4. LCD Proyektor

G. Sumber Belajar

1) Anjayani, Ani dan Tri Haryanto. 2009. Geografi: Untuk Kelas XII SMA/MA.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
2) Bahpari dan Mulya. 2010. Geografi Seri Buku Soal untuk SMA/MA Kelas XII.
Jakarta: Erlangga.
3) Endarto, Danang, dkk. 2009. Geografi untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
4) Prasongko, Eko Titis dan Rudi Hendrawansyah. 2009. Geografi untuk
SMA/MA kelas XII. Jakarta :Erlangga,
5) Utoyo, Bambang. 2009. Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia untuk
SMA/MA Program IPS. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.

H. Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan I : Indikator Pencapaian Kompetensi


3.2.1 Pola Keruangan Desa
Tahapan Kegiatan Waktu
Pendahu  Orientasi a) Guru mengajak peserta didik untuk berdoa
luan sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-
masing sebelum memulai pelajaran. 15
b) Guru mengecek kehadiran peserta didik di kelas menit
 Apersepsi a) Guru memberitahu peserta didik materi yang
akan dipelajari.
b) Guru mengecek sejauh mana pengetahuan
peserta didik terhadap materi yang akan
disampaikan

 Motivasi
a) Guru memberikan semangat kepada peserta
didik agar giat belajar
b) Memberikan motivasi tentang manfaat
mempelajari pola keruangan desa.

Kegiatan  Stimulasi a) Melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan , 65


Inti ( Memberi ide , atau konsepsi awal yang diperoleh dari menit
stimulus ) kehidupan sehari – hari mengenai pola
keruangan desa.
b) Mengamati video/ peta / gambar yang disajikan
pada slide projektor di kelas mengenai pola
keruangan desa.
c) Guru menjelaskan materi pola keruangan desa

 Problem a) Problem Statement (Mengidentifikasi Masalah)


Statement Peserta didik diberikan kesempatan untuk
(Mengident bertanya mengenai pola keruangan desa dan
ifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya
Masalah)
b) Guru memberikan masalah mengenai pola
keruangan desa yang terdekat dengan
lingkungan tempat tinggal peserta didik

 Data
collecting - Menyelesaikan tugas secara individu namun
(mengmpul dapat berdiskusi dengan teman sebangku yang
kan data ) diberikan dalam pembelajaran untuk merangsang
atau menguji jawabannya sendiri mengenai pola
keruangan desa

 Data - Melakukan diskusi dengan teman semeja


Processing mengenai pola keruangan desa dan berbagai
( mengolah faktor yang mempengaruhinya
data )

- Peserta didik diminta untuk mempresentasikan


 Verification
hasil pemikirannya untuk proses tukar
pengalaman dengan peserta didik yang lain

 Generalizati - Guru dan peserta didik bersama-sama


on menyimpulkan hasil diskusi yang telah
dilakukan peserta didik mengenai pola
( Menyimpul keruangan desa
kan )
Penutup a) Guru merefleksi hasil diskusi peserta didik 10
yang masih kurang sempurna. menit
b) Guru bersama-sama peserta didik
menyimpulkan apa yang dimaksud dengan
pola keruangan desa
c) Guru memberikan kesempatan lagi kepada
peserta didik untuk bertanya tentang materi
yang belum dimengerti.
d) Guru menyampaikan materi yang akan
dibahas pada pertemuan selanjutnya pola
keruangan kota .
e) Guru menutup pelajaran dengan memberi
salam.

Pertemuan II : Indikator Pencapaian Kompetensi


3.2.2 Pola Keruangan Kota
Tahapan Kegiatan Waktu
Pendahu  Orientasi a) Guru mengajak peserta didik untuk berdoa
luan sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-
masing sebelum memulai pelajaran. 15 menit
b) Guru mengecek kehadiran peserta didik di
kelas

 Apersepsi
a) Guru meriview pembelajaran sebelumnya
mengenai pola keruangan desa
b) Guru memberitahu peserta didik materi yang
akan dipelajari mengenai pola keruangan kota
dan interaksi desa dengan kota
c) Guru mengecek sejauh mana pengetahuan
peserta didik terhadap materi yang akan
disampaikan mengenai pola keruangan kota
dan interaksi antara desa dengan kota.
 Motivasi
a) Guru memberikan semangat kepada peserta
didik agar giat belajar
b) Memberikan motivasi tentang manfaat
mempelajari pola keruangan kota dan interaksi
desa dengan kota dalam kehidupan kita sehari-
hari.
Kegiatan  Stimulasi a) Melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan , 65 menit
Inti ( Memberi ide , atau konsepsi awal yang diperoleh dari
stimulus ) kehidupan sehari – hari mengenai daerah
perkotaan
b) Mengamati video/ peta / gambar yang disajikan
pada slide projektor di kelas yang memiliki
perbedaan dan perbandingan sehingga peserta
didik diharapkan dapat membedakannya
c) Guru menjelaskan materi pola keruangan kota
dilanjutkan dengan interaksi desa dengan kota.

 Problem a) Peserta didik diberikan kesempatan untuk


Statement bertanya mengenai pola keruangan kota dan
(Mengidentifikasi interaksi desa dengan kota.
Masalah)
b) Guru memberikan masalah mengenai
bagaimana struktur keruangan kota seta
perkembangannya. Siswa diminta untuk
mengidentifikasi penyebab dan dampak yang
dirasakan dengan terjadinya perkembangan
kota tersebut.
c) Siswa diminta berdiskusi dengan teman
sebangkunya namun hasilnya individu

 Data collecting - Menyelesaikan tugas secara mandiri yang


(mengmpulkan diberikan dalam pembelajaran .dengan mencari
data ) dan membaca dari berbagai referensi.

 Data - Melakukan diskusi bersama teman sebangku


Processing mengenai bagaimana struktur keruangan kota
( mengolah serta perkembangan kota serta dampak dari
data ) adanya interaksi desa dan kota.

 Verification - Peserta didik mendiskusikan hasil


pengamatannya dan memverifikasi hasil
pengamatannya dengan data-data atau teori pada
buku sumber melalui kegiatan menambah
keluasan dan kedalaman sampai kepada
pengolahan informasi yang bersifat mencari
solusi dari berbagai sumber sehingga membentuk
satu persepsi.
 Generalization (
Menyimpulkan - Guru dan peserta didik bersama-sama mengecek
) pekerjaan peserta didik serta menyimpulkan hasil
diskusi yang telah dilakukan peserta didik.
Penutup a) Guru merefleksi hasil diskusi peserta didik 10 menit
yang masih kurang sempurna.
b) Guru bersama-sama peserta didik
menyimpulkan bagaimana pola keruangan kota
c) Guru memberikan kesempatan lagi kepada
peserta didik untuk bertanya tentang materi
yang belum dimengerti.
d) Guru menyampaikan materi yang akan dibahas
pada pertemuan selanjutnya mengenai
pengembangan wilayah .
e) Guru menutup pelajaran dengan memberi
salam.

Penilaia Tekni Rubri Instru Remedial Pengayaan


n k k men ( < KKM) ( >KKM)
Penila Penila Penilai
ian ian an
Sikap : 1) Pembelajaran ulang 1) Belajar kelompok
Obser 2) Pemberian bimbingan 2) Belajar mandiri
vasi secara khusus 3) Pembelajaran berbasis
Pengetah :Tes 3) Pemberian tugas-tugas tema
uan tertulis Terlampir latihan secara khusus
Keteram :Unjuk 4) Pemanfaatan tutor sebaya
pilan kerja
Diskus
i

Surakarta , September 2018

Guru Pamong Mahasiswa Magang 3

Supriyanto, S.Pd. M.Pd Dwi Komariyah Nandina Happy Pratiwi


NIP. K5414019 K5415040

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd


NIP. 19560420 198303 1 003
LAMPIRAN 1 (RUBRIK PENILAIAN)

A. Penilaian perkembangan sikap spiritual siswa dalam bentuk jurnal

Jurnal Perkembangan Sikap


Nama sekolah : SMA Negeri 3 Surakarta
Kelas/Semester : XII/Ganjil
Tahun Pelajaran 2018/2019

No. Waktu Nama Siswa Catatan Perilaku Butir Sikap Keterangan

5 dst

B. Penilaian Pengetahuan
a. Kisi-Kisi Soal

KD Materi Indikator Bentuk Jumlah


Soal Soal

3.2 1. Pola  Peserta Uraian 1


Menganalisis
persebaran didik dapat singkat
pola persebaran
dan interaksi permukiman menjelaskan
spasial antara
desa tentang pola
desa dan kota
untuk persebaran
pengembangan
permukima
ekonomi
daerah. n desa

 Peserta
1
2. Struktur ruang didik dapat
kota menjelaskan
struktur
ruang kota

 Peserta
didik dapat
3. Interaksi menjelaskan 1

spasial antara interaksi


desa dan kota spasial
untuk antara desa
pengembanga dan kota
n ekonomi
daerah

a) Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan pola persebaran permukiman desa!
2. Jelaskan struktur ruang kota!
3. Jelaskan interaksi spasial yang terjadi antara desa dan kota!

b) Kunci Jawaban
1. Pola pemukiman di pedesaan dibedakan menjadi 3, yaitu:

 Pola Mengelompok (Nucleated Agricultural


Village Community) Pola mengelompok
dapat terlihat dari rumah-rumah penduduk
yang terletak menggerombol ber-dekatan
dengan tanah pertanian yang jauh dari pe-
rumahannya.

 Pola Memanjang/Linear (Line Village


Community) Pola memanjang dapat terlihat
dari rumah-rumah penduduk membentuk
suatu deretan memanjang yang terletak di
kanan dan kiri sungai atau jalan raya. Tanah
pertanian biasanya terletak di belakang
perumahannya.
 Pola Menyebar (Open Country or Tride
Center Community) Pola menyebar dapat
terlihat dari rumah-rumah penduduk yang
tersebar di daerah pertaniannya. Antara
perumahan yang satu dengan yang lainnya
terdapat jalur lalu lintas untuk keperluan
bidang perdagangan.

Daldjoeni (1987) mengemukakan bahwa ditinjau dari pola tata guna


lahannya, ada empat bentuk perdesaan yang banyak dijumpai di Indonesia.
Keempat bentuk desa tersebut adalah sebagai berikut.
 Bentuk desa linear atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau
alur sungai. Pola semacam ini dapat dijumpai di daerah dataran, terutama
dataran rendah. Tujuan utama bentuk desa yang linear atau memanjang
adalah mendekati prasarana trans-portasi (jalan atau alur sungai) sehingga
memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa.

 Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai.


 Bentuk desa terpusat. Bentuk desa semacam ini banyak dijumpai di
wilayah pegunungan. Wilayah pegunungan biasanya dihuni oleh
penduduk yang berasal dari keturunan yang sama sehingga antara sesama
warga masih merupakan saudara atau kerabat.

 Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu. Bentuk semacam


ini banyak dijumpai di wilayah dataran rendah dan memiliki fasilitas
umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, seperti
mata air, danau, waduk, dan fasilitas-fasilitas lainnya.

2. Struktur ruang kota


Struktur ruang kota atau tata ruang kota dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Inti kota, yaitu pusat kegiatan dari kota itu(ekonomi, politik,
kebudayaan, pendidikan, dan hiburan).
b. Selaput inti kota, lokasi pusat kota yang berada di pinggir (luar)inti
kota yang merupakan perluasan atau pemekaran, yang pada akhirnya
membentuk sentralisasi, nukleasi, desentralisasi, dan segresi.
c. Kota satelit, adalah suatu daerah yang mempunyai sifat perkotaan
yang memberi daya dukung bagi kehidupan kota dan berfungsi
sebagai kota produksi.
d. Suburban, adalah suatu daerah di sekitar pusat kota yang berfungsi
sebagai daerah permukiman dan manufaktur (pabrik). Di suburban
menurut W.T Martin terdapat kelompokmasyarakat yang relative kecil
dan berdiam dekat pusat kota.

Struktur ruang kota menurut Bintarto, dibagi menjadi wilayah-wilayah


zona interaksi yaitu :
a. City diartikan sebagai pusat kota.
b. Suburban (subdaerah perkotaan)
c. Suburban fringe (tepi daerah subperkotaan)
d. Urban fringe (daerah perkotaan paling luar)
e. Rural urban fringe (daerah batas kota dan desa)
f. Rural (daerah pedesaan)

3. Interaksi spasial antara desa dan kota


Istilah interaksi wilayah (spatial interaction) menurut Ullman mencakup
berbagai gerak mulai dari barang, penumpang, migran, uang informasi,
sehingga konsepnya sama dengan geography of circulation. Ullman juga
mengemukakan terdapat tiga faktor utama yang mendasari atau
memengaruhi interaksi antar wilayah.
1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional
comlementary).
2. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi (interventing opportunity).
3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial
transfer ability).
C. Penilaian Keterampilan

Rubrik Penilaian Keterampilan (menyampaikan pendapat)

No Nama Peserta Pemahaman Kemampuan Jumlah Nilai


Didik Materi Mengemukakan
Pendapat

1-4 1-4

dst

Keterangan:
1) Skor rentang antara 1-4
1= kurang
2= cukup
3= baik
4= amat baik
2) Nilai = jumlah skor/2

Indikator

1) Pemahaman Materi
Kemampuan peserta didik dalam menggunakan kecakapannya untuk memahami
materi yang disampaikan oleh guru.
2) Kemampuan mengemukakan pendapat
Menunjukkan kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapat yang
logis ketika guru mengajukan pertanyaan di kelas.

D. Penilaian Pengayaan
KD Materi Indikator Bentuk Penilaian

3.2 Menganalisis Pola persebaran Peserta didik Penugasan


pola persebaran dan permukiman di dapat mencari
interaksi spasial desa dan struktur peta tematik yang
antara desa dan ruang di perkotaan menampilkan pola
kota untuk beserta interaksi persebaran
pengembangan antara keduanya permukiman di
ekonomi daerah yang berpengaruh desa dan kota
terhadap serta dapat
perkembangan menyampaikan
ekonomi daerah pendapat meraka
berdasarkan
informasi yang
terdapat di peta
tersebut

Tugas
1. Pergilah ke desa terdekat (bila wilayah Anda merupakan kawasan perkotaan), namun
jika Anda tinggal di desa pergilah ke balai desa! Lihatlah peta monografi dari desa
tersebut. Perhatikan pola persebaran permukiman yang tampak! Termasuk jenis pola
permukiman apakah yang ada di desa tersebut? Mengapa bisa demikian? Tulislah hasil
analisis Anda dalam bentuk laporan observasi, dan serahkan kepada bapak atau ibu
guru untuk dinilai!
2. Jelaskan dan analisislah bagaimana usaha pemerataan pembangunan di kota?
Lengkapilah hasil analisis Anda dengan peta, bagan, tabel, grafik, dan atau diagram.
Kemudian buatlah kliping dengan penerapan pengetahuan dasar geografi pada
kehidupan!

LAMPIRAN 2 (MATERI)

MODUL

POLA KERUANGAN DESA


KELAS XII

1. Pengertian Desa
Desa menurut asal katanya berasal dari bahasa Sanskerta ”dhesi”, yang berarti
tanah kelahiran. Jadi, desa tidak hanya dilihat kenampakan sebutan desa fisiknya saja
tetapi juga dimensi sosial budayanya. Desa yang berarti tanah kelahiran selain
menunjukkan tempat atau daerah juga menggambarkan kehidupan sosial budaya dan
kegiatan penduduknya. Di Indonesia, istilah desa itu sendiri berbeda-beda di berbagai
wilayah. Sebagian besar istilah tersebut umumnya sesuai dengan bahasa daerah yang
digunakan oleh penduduk setempat. Pada masyarakat Sunda, istilah desa diidentikkan
dengan gabungan beberapa kampung atau dusun. Dalam bahasa Padang atau
masyarakat Minangkabau (Sumatra Barat) dikenal istilah nagari, sedangkan
masyarakat Aceh menyebutnya dengan kata gampong. Di Propinsi Sumatra Utara,
masyarakat Batak menyebut desa dengan istilah Uta atau Huta. Adapun di kawasan
Sulawesi, seperti di Minahasa, masyarakat menyebutnya dengan istilah wanus atau
wanua.
Sutardjo Kartohadikusumo (1953), mengemukakan bahwa secara
administratif desa diartikan sebagai suatu kesatuan hukum dan di dalamnya bertempat
tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1979, desa adalah suatu wilayah yang
ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang di dalamnya
merupakan kesatuan hukum yang memiliki organisasi pemerintahan terendah
langsung di bawah camat, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
(otonomi) dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Adapun kelurahan
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang memiliki
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat yang tidak berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
Pengertian desa kemudian diterangkan kembali dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu sebagai berikut.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memi-liki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten
Kawasan perdesaan adalah kawasan yang memiliki kegiatan utama pertanian,
pengelolaan sumber daya alam, kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa peme-rintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Menurut R. Bintarto pengertian desa adalah suatu perwujudan atau kesatuan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis, politis, dan
kultural dalam hubungannya dan adanya pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah
lain. Dalam arti luas pengertian desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa, dengan
ciri-ciri antara lain memiliki pergaulan hidup yang saling nengenal satu sama lain
(kekeluargaan), ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap
kebiasaan, serta cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor alam, seperti iklim, keadaan alam, dan kekayaan alam. (Paul H. Landis)
Desa merupakan keseluruhan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah
terbatas. (William Ogburn dan M.F. Nimkoff)
Desa merupakan kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian
dengan batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 sampai 1.000 are. (S.D. Misra)

2. Karakteristik Wilayah Perdesaan


Wilayah perdesaan pada umumnya masih diasosiasikan sebagai daerah yang
berlokasi di daerah pedalaman, jauh dari lingkungan perkotaan, dan memiliki
keterikatan yang kuat terhadap kehidupan tradisional. Dalam masyarakat desa berlaku
keteraturan kehidupan sosial yang mencakup kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan,
politik, dan hukum yang sesuai dengan lingkungan hidup setempat.
Dilihat dari karakteristik wilayahnya, kawasan perdesaan masih lebih bersifat
alamiah, belum banyak tersentuh oleh teknologi modern dan perkembangan
pembangunan. Selain sebagai lahan permukiman penduduk, sebagian wilayah desa
terdiri atas lahan pertanian, perkebunan, atau tertutup oleh hutan alami, baik itu
wilayah desa yang terletak di wilayah pantai, dataran rendah, maupun dataran tinggi.
Adapun kota sebagian besar wilayahnya tertutup oleh kawasan permukiman
penduduk, gedung-gedung perkantoran, fasilitas sosial, kawasan industri, dan
kawasan lainnya.
Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada umumnya
bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih didominasi oleh pengaruh
lingkungan alam. Dengan kata lain, pengaruh lingkungan atau kondisi alam setempat
masih sangat kuat mewarnai tatanan dan pola hidup penduduk desa. Hubungan
antarwarga masyarakat desa sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong.
Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita semua pihak.
Menurut para ahli sosiologi, hubungan masyarakat semacam ini dikenal dengan
istilah gemeinschaft (paguyuban).
Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (DITJEN BANGDES), ciri-
ciri desa antara lain sebagai berikut.

 Perbandingan manusia dengan lahan (man and land ratio) cukup besar, artinya
lahan-lahan di perdesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang menempatinya sehingga kepadatan penduduknya masih rendah
dan lapangan pekerjaan penduduk masih bertumpu pada sektor agraris.
 Hubungan antarwarga masyarakat desa masih sangat akrab dan sifat-sifat
masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
 Sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan sebagian besar masih sangat
sederhana, seperti berupa jalan batu, jalan aspal sederhana, tidak beraspal,
bahkan jalan setapak. Sarana perhubungan atau transportasi yang umum
dijumpai antara lain angkutan perdesaan, ojeg, alat transportasi perairan, seperti
perahu sederhana atau rakit, bahkan di beberapa tempat masih ada yang
menggunakan kuda dan sapi.
Secara khusus, beberapa karakteristik sosial masyarakat desa menurut Soerjono
Soekanto (1982) antara lain sebagai berikut.

 Warga masyarakat perdesaan memiliki hubungan kekerabatan yang kuat


karena umumnya berasal dari satu keturunan. Oleh karena itu, biasanya dalam
satu wilayah perdesaan, antara sesama warga masyarakatnya masih memiliki
hubungan keluarga atau saudara.
 Corak kehidupannya bersifat gemeinschaft, yaitu diikat oleh sistem
kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa merupakan masyarakat
yang bersifat face to face group artinya antarsesama warga saling mengenal.
 Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris (pertanian, perkebunan,
peternakan, maupun perikanan).
 Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional sehingga sebagian besar
hasilnya masih diperuntukkan bagi kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence
farming).
 Sifat gotong royong masih cukup tampak dalam kehidupan sehari-hari
penduduk desa.
 Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang peranan penting
dan memiliki kharisma besar di masyarakat sehingga dalam musyawarah atau
proses pengambilan keputusan, orang-orang tersebut sering kali dimintai saran
atau petuah.
 Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang norma- norma agama
yang cukup kuat.
Seiring dengan perjalanan waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta
teknologi, tentu saja saat ini banyak desa yang telah mengalami perubahan.
Komunikasi dengan wilayah kota pun mulai tampak terjalin, dan penduduk desa
makin menyadari bahwa komunikasi dengan perkotaan itu sangat penting.
Masyarakat desa membutuhkan suplai dari kota dan kota pun sesungguhnya
membutuhkan suplai dari desa. Hubungan antara desa dan kota diwujudkan dalam
beberapa bentuk kegiatan tukar-menukar per-dagangan setiap komoditas.

Beberapa ciri kehidupan di desa antara lain:

a. mempunyai wilayah sendiri,


b. mempunyai sistem masyarakat sendiri,
c. kehidupannya sangat erat dengan lingkungan alam,
d. sifat gotong royong masih tertanam kuat pada warga masyarakat desa,
e. masyarakat desa merupakan suatu paguyuban (gemeinschaft) yaitu gaya
hidup berdasarkan ikatan kekeluargaan yang kuat,
f. struktur ekonominya bersifat agraris,
g. jumlah penduduk tidak terlalu banyak dan luas daerah tidak terlalu besar,
h. proses sosial berjalan lambat,
i. kehidupannya bersifat tradisional,
j. tata pemerintahan dipimpin oleh kepala desa yang dipilih oleh rakyatnya,
dan
k. masyarakat desa pada umumnya masih memegang norma-norma agama
secara kuat.
Sumber: Dokumen Haryana, 2006

3. Pola Permukiman Desa


Bentuk persebaran desa yang terdapat di permukaan bumi berbeda satu sama
lain. Hal ini sangat bergantung pada keadaan alamiah wilayahnya. Sebagai contoh,
bentuk desa yang terletak di wilayah pegunungan tentunya sangat berbeda
dibandingkan dengan di kawasan pantai. Pola persebaran ini berkaitan erat dengan
kondisi tata ruang di desa itu sendiri.

Ciri-ciri pola tata ruang di perdesaan antara lain sebagai berikut.

 Tempat untuk memberi kehidupan kepada manusia cukup luas.


 Wilayah perdesaan dekat dengan areal pertanian.
 Di daerah subur, pola penyebarannya cenderung mengelompok.
 Pola penyebaran desa di daerah kurang subur cenderung memencar.
 Perdesaan umumnya dekat dengan sumber air.
 Perdesaan terlihat hijau karena banyak tanaman pertanian.
 Daerah perdesaan umumnya berlokasi di daerah pedalaman.
 Masyarakatnya berhubungan erat dengan kondisi alam yang berpengaruh
terhadap tata kehidupan desa.
 Kondisi alam yang berpengaruh erat dengan masyarakat perdesaan antara lain
tanah, tata air, iklim, dan hujan.
 Udara perdesaan masih segar karena belum terkena polusi. Beberapa contoh pola
persebaran dan permukiman desa antara
lain sebagai berikut.

 Pola desa mengikuti bentuk alur sungai, dengan tujuan memudahkan


transportasi dan mencari air.
 Pola desa mengikuti bentuk tepi pantai, dengan tujuan memudahkan dalam
mencari ikan dan hasil laut lainnya.
 Pola desa berkelompok di daerah pertanian, dengan tujuan memudahkan
perjalanan ke tegalan atau sawah, baik untuk mengolah ataupun mengawasi
areal pertanian.
 Pola desa terpencar-pencar, biasanya dikarenakan keadaan alam yang berbeda-
beda. Hal ini bertujuan mencari tempat yang dekat dengan air, tanah yang subur,
kaya mineral, iklim yang cocok dan daerah yang aman.
Pola pemukiman di pedesaan dibedakan menjadi 3, yaitu:
Pola Mengelompok (Nucleated Agricultural Village Community) Pola
mengelompok dapat terlihat dari rumah-rumah penduduk yang terletak
menggerombol ber-dekatan dengan tanah pertanian yang jauh dari pe-
rumahannya.

Pola Memanjang/Linear (Line Village Community) Pola memanjang dapat


terlihat dari rumah-rumah penduduk membentuk suatu deretan memanjang yang
terletak di kanan dan kiri sungai atau jalan raya. Tanah pertanian biasanya
terletak di belakang perumahannya.

Pola Menyebar (Open Country or Tride Center Community) Pola menyebar


dapat terlihat dari rumah-rumah penduduk yang tersebar di daerah pertaniannya.
Antara perumahan yang satu dengan yang lainnya terdapat jalur lalu lintas untuk
keperluan bidang perdagangan.

Daldjoeni (1987) mengemukakan bahwa ditinjau dari pola tata guna


lahannya, ada empat bentuk perdesaan yang banyak dijumpai di Indonesia.
Keempat bentuk desa tersebut adalah sebagai berikut.
 Bentuk desa linear atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau
alur sungai. Pola semacam ini dapat dijumpai di daerah dataran, terutama
dataran rendah. Tujuan utama bentuk desa yang linear atau memanjang
adalah mendekati prasarana trans-portasi (jalan atau alur sungai) sehingga
memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa.

 Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai.

 Bentuk desa terpusat. Bentuk desa semacam ini banyak dijumpai di


wilayah pegunungan. Wilayah pegunungan biasanya dihuni oleh
penduduk yang berasal dari keturunan yang sama sehingga antara sesama
warga masih merupakan saudara atau kerabat.
 Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu. Bentuk semacam

ini banyak dijumpai di wilayah dataran rendah dan memiliki fasilitas


umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, seperti
mata air, danau, waduk, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
4. Unsur-Unsur Desa
Secara umum, desa merupakan permukiman penduduk yang terletak di luar
kota dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya di bidang agraris.
Kebanyakan orang sering menyebutnya dengan kampung.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, persentase penduduk


Indonesia di perkotaan adalah 42,0%. Ini berarti, persentase penduduk yang tinggal di
perdesaan masih lebih tinggi, yaitu 58% dari jumlah penduduk Indonesia.
Kebanyakan penduduk perdesaan bekerja di bidang pertanian, sehingga dapat
dikatakan bahwa desa-desa di Indonesia pada umumnya berfungsi sebagai desa
agraris. Mengapa bidang pertanian menjadi andalan mata pencaharian penduduk di
desa? Bagaimana menurutmu?

Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu desa menurut R. Bintarto dalam
bukunya Pengantar Geografi Desa, adalah sebagai berikut.

 Daerah, dalam arti suatu kawasan perdesaan tentunya memiliki wilayah sendiri
dengan berbagai aspeknya, seperti lokasi, luas wilayah, bentuk lahan, keadaan
tanah, kondisi tata air, dan aspek-aspek lainnya.
 Penduduk dengan berbagai karakteristik demografis masyarakatnya, seperti
jumlah penduduk, tingkat kelahiran, kematian, persebaran dan kepadatan, rasio
jenis kelamin, komposisi penduduk, serta kualitas penduduknya.
 Tata Kehidupan, berkaitan erat dengan adat istiadat, norma, dan karakteristik
budaya lainnya.

Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan hidup (living unit). Kemajuan
desa dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut terutama yang berkaitan dengan faktor
usaha manusia (human efforts) dan tata geografi (geographical setting).
Kemajuan dan kemakmuran desa ditentukan oleh usaha penduduk desa selain
tata geografinya. Desa yang memiliki banyak sumber daya alam tetapi penduduknya
tidak cukup mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan semangat membangun
mengakibatkan desa kurang maju. Sebaliknya, meskipun desa memiliki sumber daya
alam terbatas tetapi penduduknya terampil, berpengetahuan, dan bersemangat dalam
membangun desa sehingga mampu mengatasi hambatan alam dan geografis wilayah
maka desa akan cepat maju.
Letak suatu desa pada umumnya jauh dari pusat keramaian. Desa yang terletak
di perbatasan kota mempunyai kemungkinan lebih berkembang dibanding desa-desa di
pedalaman. Unsur letak menentukan besar kecilnya isolasi suatu desa terhadap desa
lain. Desa yang terletak jauh dari kota memiliki lahan yang luas. Penggunaan lahan
lebih banyak untuk pertanian tanaman pokok dan tanaman perdagangan daripada
untuk gedung-gedung atau perumahan.
Desa memiliki fungsi penting bagi perkembangan daerah sekitarnya. Fungsi
desa sebagai berikut:
 Dalam interaksi desa-kota, desa berfungsi sebagai daerah dukung
(hinterland) atau daerah penyuplai bahan makanan pokok, seperti padi,
jagung, ketela, kacang, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, dan daging
hewan.
 Desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan
tenaga kerja (man power) ditinjau dari sisi potensi ekonomi.
 Dari sisi kegiatan kerja (occupation), desa dapat berfungsi sebagai desa
agraris, desa manufaktur, desa industri, dan desa nelayan.
Kebanyakan desa di Pulau Jawa berfungsi sebagai desa agraris. Meskipun
demikian, beberapa desa sudah menunjukkan perkembangan baru, yaitu munculnya
industri-industri kecil yang disebut industri perdesaan (rural industries).
Desa mempunyai peran pokok di bidang ekonomi karena menjadi daerah
produksi pangan dan komoditas ekspor. Peran penting desa dalam produksi pangan
berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Selain itu, peningkatan jumlah dan
kualitas komoditas, seperti kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkih, teh, dan karet
juga penting untuk meningkatkan ekspor dan devisa negara. Penduduk desa nelayan
banyak menghasilkan bahan pangan protein tinggi, seperti ikan dan udang. Mereka
memenuhi kebutuhan ikan dan udang dalam negeri serta untuk komoditas ekspor.

5. Potensi Desa
Potensi desa adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki dan kemu-
ngkinan untuk dikembangkan dalam wilayah otonomi desa.
a. Potensi Fisik
1) Flora dan fauna
Di desa masih banyak lahan yang dapat dikembangkan untuk usaha di
bidang pertanian. Berbagai jenis tanaman pangan dan hewan ternak banyak
dibudidayakan di daerah perdesaan. Hal itu merupakan upaya pemenuhan
kebutuhan pangan di daerah perdesaan maupun di perkotaan.
2) Air
Di pedesaan, air yang tersedia di alam digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya desa memiliki potensi air yang
bersih dan melimpah. Dari dalam tanah, air diperoleh melalui penimbaan,
pemompaan, atau mata air. Air digunakan penduduk desa untuk keperluan
minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lain. Secara kuantitas dan
kualitas, air di perdesaan dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan air
penduduknya.
3) Iklim dan Angin
Iklim dan angin mempunyai peranan penting bagi desa agraris karena
angin dapat dimanfaatkan sebagai penggerak kincir angin untuk pengairan.
Iklim berpengaruh terhadap pola bercocok tanam untuk penyediaan bahan
pangan. Iklim dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Pada ketinggian tertentu,
suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi pengembangan
tanaman dan pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan buah, tempat
rekreasi, dan tempat peristirahatan.
4) Lahan
Lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga
sebagai sumber bahan tambang dan mineral. Lahan memiliki jenis tanah
yang menjadi media bagi tumbuhnya tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah
aluvial cocok bagi tanaman padi, jagung, dan kacang, jenis tanah berkapur
cocok bagi tanaman jati dan tebu. Pada lahan juga dimungkinkan terjadi
eksploitasi bahan tambang seperti batu bara, batu kapur, pasir kuarsa, batu
marmer, dan sebagainya.
b. Potensi Nonfisik
 Penduduk Desa
Masyarakat desa merupakan kelompok sosial dengan hubungan yang erat
dengan solidaritas tinggi. Hal itu merupakan kekuatan dalam membangun
wilayah perdesaan .
 Lembaga dan organisasi desa
Lembaga atau organisasi sosial merupakan suatu badan perkumpulan yang
membantu masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari. Lembaga sosial
serta lembaga pendidikan sebagai potensi positif bagi pembangunan desa.
Masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong-royong sebagai kekuatan
untuk ber-produksi dan pelaksanaan pembangunan. Contohnya: Koperasi
Unit Desa (KUD), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), dan lain
sebagainya.
 Aparatur desa
Aparat desa bertugas menjaga kelancaran administrasi desa dan
menggerakkan sumber daya manusia di desa. Contoh: kepala desa, kepala
dusun, kepala adat, dan lain-lain.

Sumber: Dokumen Haryana, 2006


Potensi yang dimiliki oleh setiap desa sesungguhnya berbeda. Mengapa
demikian? Karena ada perbedaan lingkungan geografis dan keadaan penduduknya.
Selain itu, luas lahan, jenis tanah, dan tingkat kesuburan juga tidak sama. Sumber air
dan tata air yang berlainan menyebabkan corak kehidupannya juga berbeda.

Keadaan dan tata kehidupan penduduk desa memengaruhi karakteristik dan


tingkat kemajuan desa. Sebutan desa tradisional, desa swadaya, desa swakarya
(sedang berkembang), dan desa swasembada (maju) menunjukkan tingkat kemajuan
desa. Faktor apakah yang menentukan kemajuan desa? Faktor-faktor yang
menentukan kemajuan desa sebagai berikut.

 Potensi DesaPotensi desa mencakup sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Penduduk desa dan pamong (aparatur) desa merupakan sumber daya
manusia yang sangat menentukan kemajuan desa.
 Interaksi dengan Daerah Lain
Interaksi dapat terjadi antara desa dengan desa, serta desa dengan kota.
Perkembangan komunikasi dan transportasi memudahkan interaksi desa dengan
daerah lain sehingga desa semakin maju.

 Lokasi Desa
Lokasi desa berkaitan dengan letak desa terhadap daerah di sekitarnya. Desa
akan lebih berkembang apabila lokasinya berdekatan dengan daerah yang lebih
maju.

Pada waktu lalu, orang beranggapan bahwa modernisasi hanya berlaku di


daerah kota. Anggapan itu tentu saja tidak benar, pembangunan sarana dan prasarana
transportasi dan komunikasi menyebabkan perdesaan semakin maju. Pembangunan
jalan dan jumlah kendaraan bermotor yang semakin banyak di pedesaan telah
meningkatkan interaksi desa kota.

Perkembangan jaringan telepon serta jangkauan siaran radio dan televisi di desa
telah meningkatkan komunikasi antara penduduk desa dan penduduk kota.
Penggunaan kompor gas dan mesin cuci banyak membantu para ibu di desa untuk
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Dengan demikian, terjadi perubahan
kehidupan penduduk desa akibat pengaruh modernisasi.

Apakah modernisasi desa menjadi tujuan dari pembangunan desa? Untuk


menjawabnya, ada baiknya kamu perlu mengetahui tujuan pembangunan desa
sebagai berikut.
 Menempatkan penduduk desa dalam kedudukan yang sama dengan penduduk
kota. Artinya, tidak ada perbedaan status antara penduduk desa dengan penduduk
kota.
 Mengusahakan peningkatan kehidupan penduduk desa yang sejahtera atas dasar
keadilan dan rasional.
 Meningkatkan kreativitas penduduk desa dalam menghadapi masalah dan
kesulitan hidup.
6. Mata Pencaharian
Aktivitas penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terkait dengan mata
pencaharian penduduk tersebut. Hal ini mencerminkan aktivitas yang dominan pada
desa tersebut. Suatu desa yang sebagian besar penduduknya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan, maka desa itu disebut sebagai desa nelayan.
Bagaimanakah jika sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di
bidang pertanian, perindustrian, kerajinan, peternakan, atau di bidang lainnya?
Tentunya kamu dapat mengidentifikasikan desa-desa tersebut. Berikut klasifikasi
desa berdasarkan mata pencahariannya:
a. Desa Agraris
Desa agraris adalah desa yang mayoritas penduduknya hidup dari sektor agraris
atau pertanian. Faktor yang menentukan terbentuknya desa agraris adalah iklim
yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
b. Desa Industri
Desa industri terbentuk karena penduduknya sebagian besar mela-kukan kegiatan
industri kecil, terutama yang berhubungan dengan ke-giatan pertanian.
c. Desa Nelayan
Desa nelayan terbentuk di se-panjang pantai, penduduknya hidup dari hasil
melaut serta hasil pertanian budi daya rumput laut.

Perkembangan dan Kemampuan Masyarakat untuk Mengelola Potensi


Desa

Daerah-daerah perdesaan memiliki masalah dan potensi yang berbeda-beda. Ada


desa yang telah mampu mengembangkan potensinya searah pembangunan, ada pula yang
belum. Di luar Jawa, yaitu di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Papua masih terdapat
desa yang penduduknya belum menetap (selalu berpindah). Mereka menjalankan usaha
pertanian berpindah-pindah dan hidup berkelompok dalam masyarakat kecil yang
terpencar-pencar. Masyarakat tersebut disebut masyarakat suku terasing. Desa tempat
tinggal suku-suku terasing belum dapat disebut desa melainkan disebut pradesa.

Potensi perdesaan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam pembangunan


desa, yaitu sebagai berikut.

 Lahan pertanian yang luas terutama di desa-desa luar Pulau Jawa dan Bali, merupakan
sumber daya alam yang potensial.
 Rasa swadaya, gotong royong, dan kekeluargaan di kalangan masyarakat perdesaan yang
sangat kuat.
 Di desa masih terdapat pemimpin informal (tak resmi) yang berwibawa dan disegani oleh
masyarakat, seperti kepala adat dan para ulama.
 Tanah-tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan secara maksimal juga merupakan
sumber daya alam yang potensial.
7. Tipe-tipe Desa Berdasarkan Perkembangan Masyarakatnya
Kamu tentunya sudah pernah mendengar mengenai desa tradisional, swadaya,
swakarya, dan swasembada. Desa-desa tersebut merupakan perkembangan desa dari
yang masih sangat tradisional sampai desa yang sudah maju. Desa tertinggal
merupakan desa yang masih sangat bergantung pada alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Desa seperti ini merupakan desa yang sangat terisolasi dan ada
di wilayah pedalaman berupa suku-suku terasing. Contohnya: suku Kubu.

Berdasarkan perkembangan masyarakatnya, desa dibedakan sebagai berikut.

a. Desa Tradisional
Desa tradisional adalah desa yang kehidupan masyarakatnya masih sangat
tergantung pada alam sekitarnya. Letak desa ini biasanya agak terisolir
yang didiami oleh suku terasing, penduduknya cenderung tertutup atau
kurang berkomunikasi dengan daerah lain.

b. Desa Swadaya
Desa swadaya adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri. Penduduknya masih jarang dan kurang
berkomunikasi dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuan yang
diperoleh sebagai hasil interaksi dengan wilayah lainnya berjalan lambat.

Ciri-ciri pokok desa swadaya antara lain:

1) lokasinya terpencil;
2) penduduknya jarang;
3) produktivitas tanah rendah;
4) daerah berupa bukit atau bergunung-gunung;
5) sebagian besar penduduk hidup bertani;
6) tingkat pendidikan masyarakat rendah;
7) masih terikat oleh kebiasaan kebudayaan adat;
8) kegiatan ekonomi masyarakat ditujukan untuk memenuhi ke-butuhan
sendiri;
9) memiliki lembaga-lembaga yang sangat sederhana.
c. Desa SwakaryaDesa swakarya adalah desa yang masyarakatnya sudah
lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Selain untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi yang dihasilkan penduduk sudah
mulai dijual ke daerah lain. Desa swakarya mulai mengadakan kontak atau
hubungan dengan warga daerah lain, walaupun intensitasnya masih sedikit.
Ciri-ciri pokok desa swakarya antara lain sebagai berikut.

a) Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh sehingga


memungkinkan penduduk untuk mencoba cara-cara baru dalam
mengatasi kesulitan.
b) Sudah mulai mempergunakan alat-alat dan teknologi.
c) Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walaupun letaknya masih
jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Telah memiliki
tingkat perekonomian, sarana pendidikan, jalur lalu lintas, dan
prasarana lain yang agak maju. Di Indonesia, sebagian besar desanya
masih termasuk dalam kategori desa swakarya.
d. Desa Swasembada
Desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua
potensi yang ada secara optimal. Masyarakat desa ini sudah mulai meng-
adakan interaksi atau hubungan dengan masyarakat luar untuk melakukan
tukar-menukar barang dengan wilayah lain. Hasil dari interaksi tersebut
menyebab-kan masyarakat yang tinggal di desa swasembada mampu
menyerap tek-nologi baru untuk memanfaatkan sum-ber daya yang
dimiliki, sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan baik.

Ciri-ciri pokok desa swasembada adalah sebagai berikut.


1. Banyak berlokasi di ibu kota kecamatan, sekitar ibu kota kabupaten,
atau di sekitar ibu kota provinsi yang tidak termasuk wilayah
kelurahan.
2. Memiliki tingkat perekonomian yang lebih maju, administrasi
pemerintahan desa teratur, lembaga-lembaga desa telah berfungsi, dan
pemerintahan desa berjalan lancar.
3. Memiliki fasilitas-fasilitas yang cukup memadai. Misalnya, jalur
transportasi, teknik produksi, pemasaran hasil produksi, prasarana
pengairan, sarana pendidikan, kesehatan, dan penerangan.
4. Ikatan adat dan kebiasaan adat sudah tidak berpengaruh lagi pada
kehidupan masyarakat.
5. Lembaga sosial, ekonomi, dan kebudayaan sudah dapat menjaga
kelangsungan hidupnya.
6. Alat-alat teknis yang digunakan penduduk untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya sudah lebih modern.
7. Penduduknya padat dengan mata pencarian yang bermacam-macam.
Pembangunan Desa

Pembangunan wilayah perdesaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dengan proses pembangunan nasional beserta hasilnya sehingga dapat dirasakan oleh
seluruh warga negara Indonesia, termasuk masyarakat yang tinggal di desa. Proses
pembangunan hendaknya menciptakan kesejahteraan dan dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, tidak hanya yang tinggal di kawasan perkotaan saja, tetapi selayaknya juga
menjangkau ke pelosok-pelosok perdesaan.

Pembangunan desa memiliki peranan penting dalam pem-bangunan nasional


karena hal-hal sebagai berikut.

1. Wilayah Indonesia sebagian besar terdiri atas daerah perdesaan. Hal ini berarti
bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di desa. Karena itu
pembangunan hendaknya lebih berorientasi ke wilayah perdesaan.
2. Desa merupakan tempat sebagian besar penduduk yang bermata pencarian
dibidang pertanian dan menghasilkan bahan makanan.
3. Desa merupakan satuan administrasi pemerintahan terkecil, yaitu administrasi
pemerintahan desa.
4. Desa memiliki potensi sumber daya alam yang cukup banyak untuk modal
pembangunan, baik itu dalam sektor pertanian, perkebunan, kehutanan,
maupun pertambangan.
5. Desa memiliki sumber daya manusia yang cukup banyak untuk melaksanakan
pembangunan. Namun yang perlu diperhatikan adalah faktor kualitas sumber
daya manusianya, sebab apalah artinya jumlah penduduk yang banyak jika
tidak ditunjang dengan kualitas yang memadai, baik berhubungan dengan ilmu
pengetahuan, keterampilan, tingkat produktivitas, dan kesehatan.
Beberapa masalah yang berkaitan erat dengan pembangunan desa, antara lain
sebagai berikut.

a. Lingkungan desa yang meliputi perumahan, penyediaan air bersih,


kesehatan lingkungan, dan penerangan belum memadai.
b. Adanya pemuda putus sekolah dan penganggur yang tidak atau kurang
memiliki keterampilan untuk mengolah sumber daya alam di desanya.
c. Masih ada daerah-daerah perdesaan yang mengalami kekurangan pangan
dan kekurangan gizi.
d. Masih ada desa-desa yang terpencil, berpenduduk jarang, dan terpencar-
pencar, serta taraf hidupnya rendah.
e. Struktur dan aparat pemerintahan desa serta lembaga penyalur aspirasi
masyarakat perdesaan belum berfungsi dengan baik.
f. Penyediaan modal untuk kegiatan usaha masyarakat perdesaan belum
mencukupi, khususnya untuk golongan ekonomi lemah.
g. Pola penggunaan, pemilikan, dan penguasaan tanah yang belum
mencerminkan jaminan pemerataan pendapatan.
h. Kurangnya koordinasi antarlembaga masyarakat yang ada di perdesaan
dalam melaksanakan pembangunan.
i. Tidak seimbangnya jumlah penduduk dengan luas areal pertanian.
j. Tidak seimbangnya jumlah penduduk dengan luas desa.
k. Kurangnya prasarana desa menyebabkan desa tidak dapat berkembang
dengan baik.
l. Beberapa desa di daerah pinggiran kota kewalahan menerima penduduk
yang berurbanisasi sehingga timbul masalah baru, seperti meningkatnya
angka kejahatan, pengangguran, dan rumah liar.
m. Kurang serasinya hubungan antarlembaga pemerintahan desa.
Faktor-faktor yang menghambat pembangunan desa yaitu sebagai berikut.
1) Penyebaran penduduk di Indonesia belum merata (65% ber-mukim di
Pulau Jawa yang luasnya ± 7% dari luas seluruh Indonesia). Hal ini
mengakibatkan daerah yang padat penduduknya kurang memiliki
tanah garapan.
2) Perbedaan adat kebiasaan dan perbedaan tingkat sosial ekonomi di
setiap desa.
3) Mayoritas penduduk desa bermata pencarian petani dan buruh tani.
Apabila laju perkembangan penduduknya tinggi dan lapangan kerja di
desa semakin sempit akan mengakibatkan terjadinya urbanisasi.
4) Struktur desa bersifat dualistis, yaitu sebagian sudah mengalami
pengaruh kehidupan kota dan sebagian lagi masih tradisional.
5) Tingkat kehidupan masyarakat desa masih sangat rendah.
Beberapa usaha untuk mengurangi faktor-faktor penghambat pembangunan
desa, yaitu sebagai berikut.

a) Menyelenggarakan tempat permukiman baru dengan cara transmigrasi.


b) Memperluas dan menyempurnakan jaringan pemasaran hasil produksi
dari desa.
c) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa.
d) Meningkatkan usaha penerangan ke daerah perdesaan melalui berbagai
media yang langsung berkaitan dengan kegiatan produksi perdesaan dan
kesejahteraan sosial, termasuk keluarga berencana.
e) Memperluas fasilitas kesehatan perdesaan, terutama dengan
pembangunan Puskesmas, penyediaan air minum, dan jamban keluarga.
f) Menyediakan dan memperluas lapangan kerja baru di desa. Perluasan
lapangan kerja itu dengan jalan mengembangkan sektor industri kecil,
kerajinan rakyat, dan pertanian.
g) Melaksanakan pembangunan di daerah yang tergolong daerah minus,
seperti desa pantai dan desa yang terbelakang.
h) Meningkatkan dan menyempurnakan aparatur pemerintahan desa, baik
struktural, operasional, maupun kualitas personal sehingga mampu
melaksanakan fungsinya sebagai administrator tunggal di desa.
i) Mengembangkan dan meningkatkan efektivitas Koperasi Unit Desa
(KUD) sebagai wadah kegiatan pembangunan desa di bidang ekonomi.
j) Mengembangkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat desa dengan
mengefektifkan Lembaga Sosial Desa (LSD) sebagai wadah kegiatan
pembangunan desa di bidang sosial.
Faktor-faktor yang menguntungkan bagi pembangunan desa, yaitu sebagai
berikut.

a. Dalam masa pembangunan, masyarakat desa memiliki nilai-nilai positif dan


merupakan potensi yang penting sebab sumber tenaga kerja dan sumber
kekayaan alam yang berlimpah ruah berada di desa.
b. Aktivitas produksi dan sumber pendapatan negara sebagian besar berada di
desa.
c. Dalam bimbingan dan pengembangan masyarakat desa, perencanaan, contoh,
dan suri teladan memegang peranan penting sebab masyarakat desa terdiri atas
orang-orang yang masih berjiwa lugu, sederhana, dan menjunjung tinggi asas
kejujuran.

MODUL
POLA KERUANGAN KOTA
KELAS XII
1. Pengertian Kota
Menurut Bintarto, kota adalah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur alami dan nonalami, gejalanya berupa kepadatan penduduk yang tinggi, struktur
sosial ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan yang materialistik.
2. Unsur-unsur Kota
Unsur-unsur perkotaan antara lain sebagai berikut :
a. Unsur-unsur fisik, antara lain topografi, kesuburan tanah, dan iklim
b. Unsur-unsur social, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keserasian dan
ketenangan hidup warga kota.
c. Unsur-unsur ekonomi, yaitu fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan pokok
penduduk perkotaan
d. Unsur-unsur budaya, yaitu seni dan budaya yang dapat memberikan semangat dan
gairah hidup penduduk perkotaan.
3. Potensi kota
Potensi yang dimiliki suatu kota, anatar lain sebagai berikut:
a. Potensi sosial, yang adanya badan-badan atau yayasan-yayasan sosial, organisasi
pemuda, dan lain-lain
b. Potensi ekonomi, yaitu adanya pasar-pasar, bank-bank, stasiun, dan kompleks
pertokoan yang menunjang sistem perekonomian kota
c. Potensi politik, yaitu adanya aparatur kota yang menjalankan tugas-tugasnya baik
aparatur sipil maupun militer.
d. Potensi budaya, yaitu adanya bentuk-bentuk budaya yang ada antara lain di bidang
pendidikan (gedung sekolah, kampus), gedung kesenian, dan kegiatan lain yang
menyemarakkan kota.
4. Struktur Ruang Kota
Struktur ruang kota atau tata ruang kota dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
e. Inti kota, yaitu pusat kegiatan dari kota itu(ekonomi, politik, kebudayaan,
pendidikan, dan hiburan).
f. Selaput inti kota, lokasi pusat kota yang berada di pinggir (luar)inti kota yang
merupakan perluasan atau pemekaran, yang pada akhirnya membentuk
sentralisasi, nukleasi, desentralisasi, dan segresi.
g. Kota satelit, adalah suatu daerah yang mempunyai sifat perkotaan yang memberi
daya dukung bagi kehidupan kota dan berfungsi sebagai kota produksi.
h. Suburban, adalah suatu daerah di sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai
daerah permukiman dan manufaktur (pabrik). Di suburban menurut W.T Martin
terdapat kelompokmasyarakat yang relative kecil dan berdiam dekat pusat kota.
Struktur ruang kota menurut Bintarto, dibagi menjadi wilayah-wilayah zona
interaksi yaitu :
g. City diartikan sebagai pusat kota.
h. Suburban (subdaerah perkotaan)
i. Suburban fringe (tepi daerah subperkotaan)
j. Urban fringe (daerah perkotaan paling luar)
k. Rural urban fringe (daerah batas kota dan desa)
l. Rural (daerah pedesaan)
5. Klasifikasi Kota
Klasifikasi kota berdasarkan karakteristik dinamika fungsional dikemukakan
oleh Taylor sebagai berikut:
a. Tahap awal/infantil (the infantile stage)
Belum terlihat adanya pembagian yang jelas mengenai daerah-daerah
pemukiman dengan daerah-daerah perdagangan. Selain itu juga belum terlihat
adanya perbedaan kawasan permukiman kelas bawah dan kelas atas. Bangunan-
bangunan yang ada masih tidak teratur.
b. Tahap muda/juvenile(the juvenile stage)
Mulai terlihat adanya proses-proses pengelompokan pertokoan pada
bagian\bagian kota tertentu. Kawasan permukiman kelas menengah keatas sudah
mulai brmunculan dipinggir kota dan munculnya kawasan pabrik.
c. Tahap dewasa
Mulai terlihat adanya gejala-gejala segregasi fungsi-fungsi (pemisahan fungsi-
fungsi). Sudah mulai terlihat adanya perbedaan antara permukiman kelas atas dan
kelas bawah.
d. Tahap ketuaan (the senile stage)
Ditandai adanya pertumbuhan yang terhenti (cessation of growth), kemunduran
dari beberapa distrik dan kesejahteraan ekonomi penduduknya menunjukkan
gejala-gejala penurunan. Kondisi-kondisi ini terlihat di daerah-daerah industri.
Menurut Houston, berdasarkan karakteristik pertumbuhannya, kota dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, sebagai berikut:
a. Stadium pembentukan inti kota (nuclear phase)
Stadium ini merupakan tahap pembentukan CBD (Central Business Distric).
Pada masa lalu ini baru diritis pembangunan gedung-gedung utama sebagai
penggerak kegiatan perekonomian.
b. Stadium formatif (formative phase)
Tahap ini mulai menunjukkan ciri-ciri yang berbeda dengan tahap pertama
pada awal abad 19. Hal ini timbul sebagai akibat dari revolusi industri yang
meledak dikawasan eropa barat. Perkembangan industri pada saat itu mulai meluas
dan perkembangan teknologi juga masuk ke sector-sektor lain seperti sector
transportasi, komunikasi, serta perdagangan.
c. Stadium modern (modern phase)
Stadium ini mulai pada abad ke 20 sejalan dengan makin majunya teknik
elektronika.
Klasifikasi kota menurut tingkat perkembangannya oleh Lewis Mumford meninjau
pertumbuhan suatu kota melalu enam fase, yaitu sebagai berikut :
a. Fase Eopolis
Dalam tahap ini dicerminkan oleh adanya kehidupan masyarakat yang semakin
maju, walaupun kondisi kehidupannya masih didasarkan pada kegiatan pertanian,
pertambangan, dan perikanan.
b. Fase Polis
Tahap ini ditandai oleh adanya pasar yang cukup besar, sementara itu beberapa
kegiatan industri yang cukup besar mulai bermunculan dibeberapa bagian kota.
c. Fase Metropolis
Dalam tahap ini kota sudah mulai tumbuh besar. Fungsi-fungsi perkotaannya
terlihat mendominasi kota-kota kecil lainnya yang berada di sekitar kota dan
daerah-daerah belakangnya (hinterland).
d. Fase Megapolis
Tahap ini ditandai oleh adanya tingkah laku manusia yang hanya berorientasi
pada materi. Standarisasi produk lebih diutamakan daripada usaha-usaha kerajian
tangan.
e. Fase Tiranipolis
Pada tahap ini ukuran dan tolak ukur budaya adalah apa yang tampak secara
fisik (display). Masalah uang atau materi dan ketidakacuhan mengenai segala
aspek kehidupan mewarnai tingkah laku penduduknya.
f. Fase Nekropolis
Tahap ini disebut sebagai tahap kemunduran dari suatu kota. Hal ini ditandai
dengan kemunduran pelayanan kota beserta fungsi-fungsinya, dan menunjukkan
gejala-gejala lehancuran yang disebabkan karena adanya peperangan, kelaparan,
dan wabah penyakit yang melanda hebat.

Klasifikasi kota menurut jumlah penduduk sebagai berikut :


a. Kota kecil, jumlah penduduk antara 20.000-50.000 jiwa
b. Kota sedang, jumlah penduduk 50.000-100.000 jiwa
c. Kota besar, jumlah antara 100.000-1.000.000 jiwa
d. Kota metropolitan, jumlah antara 1.000.000 – 5.000.000 jiwa
e. Kota megapolitan, jumlah lebih dari 5.000.000 jiwa.
6. Teori Pola Keruangan Kota
a. Teori Konsentris
Teori ini dikemukakan oleh Ernest W. Burgess. Dalam teori ini kota dibagi dalam
lima zone yaitu pusat kota disebut Central Bussiness District (CBD), zona
peralihan (transitional zone), kawasan pemukiman kaum buruh/kelas rendah,
kawasan pemukiman golongan menengah dan commuters zone

1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel
restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini
sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini
dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah
di luarnya.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni
oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah,
ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah
susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini
workingmen's homes.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks
perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-
rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan
kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di
kota dan tinggal di pinggiran.

b. Teori Sektoral
Teori ini dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini menyatakan bahwa unit
kegiatan diperkotaan membentuk sector-sektor yang sifatnya lebih bebas. Sector-
sektor yang menjadi bagian dari suatu kota dapat berkembang sendiri-sendiri tanpa
banyak dipengaruhi oleh pusat kota.

Susunan kota menurut teori sector :


1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel,
bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
3. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
4. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
5. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas
yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.

c. Teori Inti Ganda


Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman. Menurut teori ini tidak ada
ukuran yang teratur dari zone-zoe seperti dalam teori zone konsentris, tetapi
merupakan inti yang berdiri sendiri.
Harris dan Ullman menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess
karena antar kawasan kota seolah berdiri sendiri. Sruktur ruang kota tidaklah
sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-
urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota terdapat tempattempat tertentu
yang befungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru.
Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu
wilayah perkotaan, misalnya kompleks atau wilayah perindustrian, kompleks
perguruan tinggi, dan
kota-kota kecil di sekitar kota besar. Menurut teori ini struktur ruang kota adalah
sebagai berikut (Gambar 4.13)
1. Pusat kota atau Central Business District(CBD).
2. Kawasan niaga dan industri ringan.
3. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (sub-urban) kawasan industri.
Di Indonesia, struktur ruang kota ditandai dengan pemanfaatan lahan yang
tidak tertata dengan baik sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan,
seperti permasalahan permukiman, pembuatan trotoar, drainase, jalan raya, dan
perindustrian.

7. Pola Interaksi Wilayah Desa dan Kota

Istilah interaksi wilayah (spatial interaction) menurut Ullman mencakup berbagai


gerak mulai dari barang, penumpang, migran, uang informasi, sehingga konsepnya sama
dengan geography of circulation. Ullman juga mengemukakan terdapat tiga faktor utama yang
mendasari atau memengaruhi interaksi antar wilayah.
1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional comlementary).
2. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi (interventing opportunity).
3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability).
Untuk mengukur kekuatan interaksi dari berbagai wilayah, termasuk interaksi desa-
kota digunakan rumus berikut. :
Interaksi =

Keterangan
PK1 : jumlah penduduk daerah 1
PK2 : jumlah penduduk daerah 2

JK1–2 : jarak antara kedua daerah


Apabila dirunut hingga ke akarnya interaksi antarwilayah muncul karena perbedaan
sumber daya alam. Di satu pihak ada wilayah yang surplus, sedangkan pada wilayah lainnya
kekurangan sumber daya alam dan sebaliknya sehingga mendorong terjadinya interaksi antar
wilayah.
Faktor lain yang memengaruhi pola interaksi antar wilayah adalah adanya kemudahan
pemindahan dalam ruang, baik proses pemindahan manusia, barang, maupun informasi yang
meliputi hal-hal berikut ini.
1. Jarak mutlak dan jarak relatif antar tiap-tiap wilayah.
2. Biaya angkut atau transport untuk memindahkan manusia, barang dan informasi dari satu
tempat ke tempat lain.
3. Kemudahan dan kelancaran prasarana transportasi antar wilayah, seperti kondisi jalan,
relief wilayah, jumlah kendaraan sebagai sarana tranportasi dan sebagainya.
Dalam proses pembangunan hubungan atau interaksi antara kota dengan desa sangat
erat. Eratnya hubungan antara kota dengan desa dapat dilihat dari peran desa dalam
pengembangan kota.
1. Desa sebagai pusat penghasil dan pensuplai bahan mentah dan baku untuk pembangunan
di kota.
2. Desa menyediakan tenaga kerja yang berperan dalam pembangunan kota.
3. Desa menjadi daerah pemasaran produk-produk hasil industri di kota.
Demikian sebaliknya, kota turut punya peran besar sehingga muncul interaksi antara
desa dengan kota.
1. Kota menyediakan pusat-pusat pelatihan bagi peningkatan keterampilan penduduk desa.
2. Kota menghasilkan barang-barang siap pakai yang dimanfaatkan di desa.

3. Kota menjadi pusat informasi yang bermanfaat bagi desa.


4. Kota menjadi pusat permodalan yang dibutuhkan masyarakat desa.
Interaksi positif akan terjalin bila menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Interaksi positif antara desa dengan kota terwujud dalam halhal berikut ini.
1. Terpenuhinya kebutuhan desa dan kota, meliputi produk dan bahan baku yang mendukung
proses pembangunan.
2. Terpenuhinya kebutuhan terampil baik bagi desa maupun kota. Desa menghasilkan tenaga
kerja bagi industri di kota, sedangkan kota menghasilkan tenaga terdidik yang berperan
dalam kemajuan desa.
3. Berlangsungnya proses pembangunan yang seimbang antara desa dan kota

Kelengkapan sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor yang mendorong
penduduk desa banyak berpindah menuju kota. Pergerakan atau perpindahan penduduk
dari desa ke kota disebut urbanisasi.
a. Faktor penarik urbanisasi (dari kota/pull factor)
 Tersedia banyak lapangan kerja, baik disektor formal maupun informal
 Sarana dan prasarana pendidikan lengkap sehingga kesempatan untuk
melanjutkan sekolah lebih tinggi.
 Upah pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan di desa
 Fasilitas hiburan dan pelayanan lebih memadai dan lebih lengkap
 Sarana dan prasarana transportasi lebih baik dan lengkap
b. Faktor pendorong urbanisasi(dari desa)/push factor
 Alih fungsi lahan pertanian di desa sehingga lahan pertanian semakin sempit
 Lapangan kerja yang tersedia di desa sangat terbatas
 Upah pekerjaan lebih murah
 Fasilitas sosial kurang lengkap
 Tekanan adat istiadat masih ketat.
c. Dampak negative urbanissasi bagi kota :
 Penduduk di kota bertambah padat
 Tingkat pengangguran, tunawisma, dan gelandangan meningkat
 Terjadi kemacetan lalu lintas
 Meningkatnya kriminalitas
 Timbulnya permukiman kumuh (slum area)
d. Dampak positif urbanisasi bagi kota:
 Pembangunan dapat berjalan cepat
 Tersedianya banyak tenaga kerja
e. Dampak negative urbanisasi bagi desa
 Desa kekurangan tenaga kerja
 Pembangunan desa terhambat
 Produktivitas pertanian menurun karena tenaga kerja banyak yang pindah ke
kota.
8. Teori-teori Interaksi
Berikut ini beberapa teori interaksi yaitu :
a. Teori Analisis Gravitasi (Gravitiy Analysis)
W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi mengukur kekuatan interaksi keruangan
antara dua wilayah atau lebih menggunakan rumus yang diadaptasi dari rumus model
gravitasi Newton.. Berdasarkan hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa
kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan
memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut.
Untuk mengukur kekuatan interaksi antarwilayah digunakan formulasi sebagai
berikut.

Kekuatan interaksi antarwilayah ditentukan oleh jarak antarwilayah dan jumlah


penduduk antarwilayah tersebut, tetapi yang paling besar pengaruhnya adalah jumlah
penduduk.

b. Teori Titik Henti (Breaking Point Theory)


Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari
Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi
garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau
wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga
dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industry atau pusat
pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda
jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.
Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan
(atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus
dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan
satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang
penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit
penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut.

c. Teori Analisa Arus


Penentuan batas wilayah secara fungsional didasarkan pada arah dan intensitas
arus penduduk sehingga semakin dekat jarak unit/bagian yang satu dengan
unit/bagian yang lain arus migrasinya kuat, semakin jauh jaraknya semakin kurang.
Untuk mengetahui kekuatan antarkota berdasarkan jaringan jalan digunakan rumus
indeks konektivitas yang dikemukakan oleh K.J Kansky yaitu :

Sumber Pustaka:
Anjayani, Ani dan Tri Haryanto. 2009. Geografi: Untuk Kelas XII SMA/MA. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Bahpari dan Mulya. 2010. Geografi Seri Buku Soal untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta:
Erlangga.
Endarto, Danang, dkk. 2009. Geografi untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Prasongko, Eko Titis dan Rudi Hendrawansyah. 2009. Geografi untuk SMA/MA kelas
XII. Jakarta :Erlangga,
Utoyo, Bambang. 2009. Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia untuk SMA/MA
Program IPS. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai