Anda di halaman 1dari 13

TUGAS DOKUMENTASI KEBIDANAN

MANAJEMEN KEBIDANAN VARNEY

.     

OLEH:

Chica Reksa Surya Priyani (2015201004)

DOSEN: Titin Ifayanti, M.Biomed

STIKES ALIFAH PADANG

T.A 2019/2020
MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY

A. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan


sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan
logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan
menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen
kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun
secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang
benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat,
efektif dan efisien.

B. Standar 7 langkah Varney, yaitu :

Langkah 1 : Pengkajian

Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk
memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang

Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter


dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan
menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan
kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau
tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang
komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan
sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya
dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat,
lengkap dan akurat.

Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan

Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan


interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan
diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah
keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan
dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan
sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial


berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada
langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah
potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi
tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa
potesial tidak terjadi
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk


dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan
dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi
kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan
juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani
baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera
yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat
rujukan.

Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan


oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang
berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada
masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau
masalahpsikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh
bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga
akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan
dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid
berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan
asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

Langkah VI: Implementasi

Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien.
Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan
tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi
dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka
keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang
menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan
biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien

Langkah VII: Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi
dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta
berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut
berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada
klien dan situasi klinik
Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu
Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi :
pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi,
intervensi, evaluasi.

Langkah I: Pengkajian

Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem
tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE)
ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara
lain:
1. Data Subyektif

1) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE).
Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun
>35 tahun.
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala
yang berhubungan dengan pre eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan
bengkak.
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi
dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan
penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul
dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan
dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah
pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT
untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur
kehamilan setelah 20 minggu.

6) Riwayat keluarga berencana


Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui
penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak
indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
7) Riwayat perkawinan
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE,
meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan
psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam
kehamilan.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Perlu dikaji mengenai :
Pola nutrisi
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau
mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan
berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre
eklampsi.
Pola aktifitas dan latihan
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup,
dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang.
Pola persepsi kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan
dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE.
Pola persepsi kognitif
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang
pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE,
kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan
sekarang.
Pola pertahanan diri
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat
penyakitnya.
9) Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah
satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data
bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima
kehamiannya.

10) Pengetahuan pasien


Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre
eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan.

2. Data Obyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai

1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat
ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas
tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau
menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan
BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan
normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai
beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum
terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan
berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki
maupun jari tangan.
4) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak
sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna
mendeteksi adanya gawat janin.
3. Data Penunjang
1) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine
yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.

Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan

a. Diagnosa Nomenklatur
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian
yaitu ;
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah
kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena
kondisi ibu.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial

Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre
eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan
tekanan darah
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan

Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu
tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter
untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi.

Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh

Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan


dan disusun secara prioritas yaitu :
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan
pemeriksaan laboratorium.

Langkah VI : Implementasi

Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:


1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut
penaganan persalinannya.
Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan
penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan
berkolaborasi.
LangkahVII:Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan


mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah
dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi
CONTOH KASUS

Pada tanggal 13 november 2010 jam 07.00 WIB, Ny”X” datang ke


BPS (Bidan Praktik Swasta) Bidan “S” dengan keluhan perut kenceng-
kenceng, mules-mules, serta mengeluarkan darah segar pada jalan lahir.
Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata Ny”X” sudah mengalami
pembukaan 7 dan bagian terendah janin adalah letak kepala. Bidan
mendiagnosa bahwa Ny”X” mengalami plasenta previa (Placenta
Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir).
Segera bidan melakukan pertolongan pertama pada Ny’X” dan bayinya. Lalu
Bidan memberi saran pada keluarga Ny”X” untuk merujuk Ny”X”. Karena
kondisi bahaya Ny”X”. Kelurga menyetujui, dan akhirnya segera Bidan
merujuk Ny”X” dengan menggunakan mobil Bidan. Diperjalanan Ny”X”
mengalami pembukaan lengkap, sehingga mau tidak mau bidan harus
melakukan pertolongan persalinan untuk Ny”X” dalam mobil. Beberapa saat
kemudian bayi Ny”X” dapat lahir tetapi Ny”X” mengalami HPP (perdarahan
post partum). Bidan sudah melakukan pertolongan pada Ny”X” tapi Ny”X”
tidak dapat diselamatkan.  Keluarga Ny”X” meminta pertanggung jawaban
Bidan karena nyawa Ny”X” tidak bisa diselamatkan. Keluarga Ny “X”
menganggap Bidan tidak mempunyai keahlian di dalam bidang kebidanan.
Mendengar hal ini, warga disekitar BPS (Bidan Praktik Swasta) Bidan “S”
menuntut agar bidan “S”di pindahkan dari lingkungan mereka supaya tidak
terjadi hal yang sama untuk ke dua kalinya. para warga tersebut sudah tidak
mempunyai kepercayaan lagi pada bidan “S” untuk menolong persalinan.
Dan pada akhirnya kasus ini di bawa ke meja hijau oleh keluarga Ny
”X”. Pada kasus ini, kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada Bidan “S”
karena Bidan telah memberikan pertolongan semaksimal mungkin pada
Ny”X” dan bayinya. Keluarga Ny”X” pun tidak terlalu tanggap dengan
keadaan Ny”X”. Mereka telat membawa Ny”x” untuk ke BPS (Bidan
Praktik Swasta). 

Anda mungkin juga menyukai