Farmakologi
- Karbamazepin 100 – 600 mg/hari
- Baklofen 60 – 80 mg/hari
- Lamotrigin100 – 400 mg/hari
- Pregabalin 150 – 300 mg/hari
- Gabapentin 1200 – 3600 mg/hari
- Fenitoin 200 – 400 mg/hari
- Topiramat 150 – 300 mg/hari
Pemeriksaan Fisik Trigeminal Neuralgia
Pemeriksaan fisik umumnya tidak menunjukan
penemuan apapun, kecuali dilakukan setelah
nyeri muncul. Setelah nyeri muncul dapat
terjadi penurunan fungsi sensorik pada
daerah nyeri. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan harus mencangkup pemeriksaan
telinga, mulut, gigi, dan temporomandibular
joint untuk menyingkirkan penyebab nyeri
wajah lainnya.
Pemeriksaan Penunjang Trigeminal Neuralgia
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
ronsen pada sendi temporomandibular atau
modalitas imaging lainnya seperti CT Scan
atau MRI, terutama jika pada pasien terdapat
abnormalitas dari pemeriksaan fisik telinga,
hidung, tenggorokan, mulut, atau didapatkan
defisit neurologis.
PATHWAY
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
BELL’S PALSY
Bell’s palsy adalah kelumpuhan akut yang terjadi
pada bagian saraf wajah yang tidak diketahui
penyebabnya .
DEFENISI
Bell’s palsy (paralisis fasial) adalah
kondisi yang diakibatkan oleh kerusakan
saraf kranial ketujuh bagian perifer pada
satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau
paralisis otot fasial. Paralisis bell
menunjukkan tipe paralisis tekanan yang
menyebabkan penyimpangan wajah, peningkatan
lakrimasi (mata berair), dan sensasi yang
sangat menyakitkan pada wajah, di belakang
telinga, dan mata. Pasien mungkin mengalami
kesulitan berbicara dan tidak mampu
untukmakan pada sisi yang sakit. (Baughman &
Hackley, 2000)
BELL’S PALSY ;ANATOMI
Nervus fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari serabut saraf
eferen (motorik dan otonom) dan aferen (sensorik). Komponen motorik
nervus fasialis dibentuk oleh inti motorik nervus fasialis yang terletak
di ventrolateral tegmentum pontis.
Jika ditinjau dari letak lesinya, tidak semua gejala dan tanda tersebut muncul.
Terdapat lima letak lesi yang dapat memberikan petunjuk munculnya gejala dan tanda
Bell’s palsy yaitu bila
● lesi setinggi meatus akustikus internus menyebabkan kelemahan seluruh otot
wajah ipsilateral, gangguan pendengaran berupa tuli dan gangguan keseimbangan.
● Pada lesi yang terletak setinggi ganglion genikulatum akan terjadi kelemahan
seluruh otot wajah ipsilateral serta gangguan pengecapan, lakrimasi dan
salivasi.
● Sementara itu lesi setinggi nervus stapedius menyebabkan kelemahan seluruh otot
wajah ipsilateral, gangguan pengecapan dan salivasi serta hiperakusis.
● Selanjutnya pada lesi setinggi kanalis fasialis (diatas persimpangan dengan
korda timpani tetapi dibawah ganglion genikulatum) akan terjadi kelemahan
seluruh otot wajah ipsilateral, gangguan pengecapan dan salivasi.
● Yang terakhir, lesi yang terletak setinggi foramen stylomastoid akan
menyebabkan kelemahan seluruh otot wajah ipsilateral. (Yuwono & Yudawijaya,
2016)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. fasialis sebagai
berikut :
• Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan
rangsang lebih 3,5mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n.fasialis
ireversibel.
• Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada nervus fasialis
kiri dan kanan.
• Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.
• Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah
Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula),
rasa asam dan rasa pahit (pil kina). Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit
dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap
pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya
• Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang di letakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan
kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter; berkurang atau mengeringnya air mata
menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. Genikulatum.
PENATALAKSANAAN
• Istirahat terutama pada keadaan akut
Terapi Kortikosteroid (Prednison)
Terapi ini dapat diberikan untuk menurunkan radang dan edema, yang pada ganglionnya
mengurangi kompresi vascular dan memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf
tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk mengurangi penyakit
semakan berat, mengurangi nyeri, dan membantu mencegah atau menimbulkan denervasi.
Nyeri wajah dikontrol dengan analgetik
Kompres panas pada sisi wajah yang sakit dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan
dan aliran darah sampai ke otot tersebut.
Stimulasi listrik
Fisioterapi
OPERASI
Komplikasi Bells Palsy
● Pemeriksaan Fisik
● B1 (Breathing)
● B2 (Blood)
● B3 (Brain)
● B4 (Bladder)
● B5 (Bowel)
● B6 (Bone)
● Diagnosa Keperawatan
ASUHAN ○ Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh (00002)
KEPERAWATAN (Domain 2 Nutrisi Kelas 1
Makan)
;DIAGNOSA ○ Defisiensi pengetahuan
(00126) (Domain 5
Salah satu etiologi hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun
yang menyerang myelin saraf perifer. ( myelin merupakan subtansi yang ada disekitar atau
menyelimuti akson-akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls syaraf.
Guillain Barre Syndrome belum diketahui secara pasti, tetapi respon alergi atau respon
autoimun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrome tersebut berasal
dari virus. Paling banyak pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan
atau gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis.
Manifestasi Klinis Sindrom guillain-Barre
Sindrom Guillain Barre adalah kondisi heterogen dengan
manifestasi mulai dari yang ringan hingga yang parah. Kelemahan
pada ekstremitas bawah (berkembang kurang lebih secara
simetris) terjadi selama berjam- jam hingga berhari-hari hingga
berminggu-minggu, biasanya memuncak sekitar hari keempat
belas. Paresthesia (mati rasa dan kesemutan) sering terjadi,
dengan kelumpuhan biasanya mengikuti di ekstremitas. Hipotonia
(tonus otot berkurang) dan arefleksia (kurangnya refleks) adalah
manifestasi yang umum.
Manifestasi Klinis Sindrom guillain-Barre
• BI (Breathing)
• B2 (Blood)
• B3 (Brain)
• Status mental
Pemeriksaan Penunjang Sindrom guillain-Barre
• Darah lengkap : Terlihatnya leukositosis pada fase awal
• Foto rontgen : Melihat perkembangan tanda-tanda dari gangguan
pernapasan, seperti atelaktasis, pneumonia
• Pemeriksaan Fungsi Paru : untuk menunjukkan adanya penurunan
kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.(Nurarif amin,
2016)
• CSF (cerebrospinal fluid) melalui pungsi lumbal : untuk melihat adanya
kenaikan protein dan jumlah sel. Profil CSF dapat menunjukkan hasil
normal pada 48 jam pertama . Kenaikan akan terjadi pada akhir minggu
kedua sampai mencapai puncak dalam 4 - 6 minggu.
• Electromyogram (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV) : NCV
akan menganalisa kecepatan impuls dan EMG akan merekam aktivitas
otot sehingga mampu mendeteksi kelemahan reflek dan respon saraf.
(Wahyu, 2018)
Komplikasi Sindrom guillain-Barre
Komplikasi yang paling serius adalah kegagalan pernafasan, yang
terjadi saat kelumpuhan berlanjut ke saraf yang menginervasi area
toraks. Pemantauan sistem pernapasan secara konstan dengan
memeriksa kecepatan dan kedalaman pernapasan memberikan
informasi tentang perlunya intervensi segera, termasuk intubasi
dan ventilasi mekanis. Infeksi saluran pernapasan atau saluran
kemih (ISK) dapat terjadi. Imobilisasi akibat kelumpuhan dapat
menyebabkan masalah seperti ileus paralitik, atrofi otot,
trombosis vena dalam, emboli paru, kerusakan kulit,dll
Pathway
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
“BOTULISM”
Botulism merupakan intoksikasi seperti halnya
dengan tetanus. Penyakit ini merupakan
penyakit paralisis gawat yang disebabkan oleh
racun (toksin) yang menyerang saraf yang
diproduksi bakteri Clostridium botulinum.
Etiologi
Botulisme jarang terjadi tetapi merupakan jenis
keracunan makanan yang paling serius. Ini
disebabkan oleh absorpsi gastrointestinal (GI)
dari neurotoxin yang diproduksi oleh
Clostridium botulinum
PATHWAY
Manifestasi klinis
• Mual, muntah, sakit perut, konstipasi,
kembung.
• Pada sistem saraf pusat biasanya sakit kepala,
pusing, inkoordinasi otot, kelemahan,
ketidakmampuan untuk berbicara atau menelan,
diplopia, kesulitan bernapas, kelumpuhan,
delirium, koma
• Penglihatan kabur, kelopak mata terkulai, mulut
kering, kelemahan tungkai bawah, dan vertigo
Pelaksanaan medis
Pelaksanaan medis
• Karena risiko terbesar botulism adalah kegagalan
respirasi, pengobatan terutama diarahkan pada
upaya pencegahan dan penanganan penyulir ini.
Paralis bulbar diobati dengan trakeostomi secara dini.
Paralis otot pernapasan menunjukkan kebutuhan
akan ventilasi buatan melalui lubang trakeostomi.
Antioksin yang spesifik mungkin efektif untuk
mengurangi angka kematian akibat botulisme jenis E.
Semua jenis botulism sebaiknya diberikan antitoksin
multivalent karena jenis botulism tidak dapat
dipastikan hanya dari sumber makanan
Pemeriksaan penunjang
• Diagnosis yang pasti dapat dilakukan jika
toksin botulinum diidentifikasi dalam makanan,
perut atau isi usus, muntah atau kotoran. Racun
kadang-kadang ditemukan dalam darah dalam
kasus akut. Toksin botulinum dapat dideteksi
dengan berbagai teknik, termasuk tes
imunosorben terkait enzim (ELISAs), tes
elektrokimia (ECL)
Pengkajian
• Diagnosis Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
2. Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot
di lidah
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan menelan
4. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan lidah
tidak dapat digerakkan
6. Gangguan citra tubuh berhubungan kelemahan otot
facialis
7. Risiko jatuh berhubungan dengan pengelihatan kabur dan
berbayang
Evidance based :
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan pada
masalah hambatan mobilitas fisik adalah
perlunya dilakukan peningkatan latihan
kekuatan. Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh (Pradana, 2016) mengatakan bahwa untuk
meningkatkan kekuatan otot perlu dilakukan
latihan kekuatan, yang bertujuan untuk
memperbaiki fungsi neurologis dan mencegah
terjadinya kontraktur atau kekakuan otot dengan
terapi fisik dan tehnik-tehnik lain.
TETANUS
Definisi
Menurut (Prajogi & Hartawan, 2019), tetanus adalah suatu
toksemia akut oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin)
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, bermanifestasi
dengan kekakuan otot dan spasme periodik dan berat.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang
membahayakan nyawa, namun dapat dicegah dengan imunisasi,
dan dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang
yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi tetapi
tidak memperoleh imunitas yang cukup karena tidak melakukan
booster secara berkala.
Etiologi
Gangguan neurologis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin
yang dihasilakan oleh Clostridium tetani.
Kuman ini mengeluarakan toxin yang bersifat neurotoksik
(tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf
perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif.
Berbentuk batang. Terdapat di tanah, kotoran manusia dan
binatang sebagai spora, debu, instrumen lain. spora
bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (>40 tahun).
Manifestasi klinis
Menurut (Lubis & Lubis, 2017), berdasarkan luas dan lokasi neuron yang
terlibat, penyakit tetanus terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
• Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat kadar fosfat dalam serum meningkat
Pengkajian
• Identitas
• Keluhan utama
• Riwayat pengobatan
• Riwayat psikososial
Penatalaksanaan
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum
- kesadaran
- tanda-tanda vital
• Sistem pernapasan
• Sistem persarafan
Diagnosis Keperawatan
2
ETIOLOGI
3
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada
sifilis sekunder adalah ruam makulopapular
difus yang biasanya terjadi enam minggu
setelah lesi primer timbul. Lesi yang lokalisata
dapat timbul pada telapak tangan dan kaki
berupa papula dan plak simetris disertai
skuama kolaret yang disebut Biette’s collarette.
Lesi biasanya tidak gatal, meskipun rasa gatal
dapat timbul pada sekitar 40% pasien. Pada
sifilis sekunder koinfeksi HIV dapat terjadi
perubahan gambaran klinis berupa ruam kulit
yang tidak khas, keterlibatan organ dalam yang
lebih progresif, dan berkembang lebih cepat
menjadi neurosifilis.
4
KOMPLIKASI Bentuk komplikasi yang ditimbulkan
dari neurosifilis dapat berupa neurosifilis
dini yang terdiri dari neurosifilis
asimtomatik dan neurosifilis meningeal
serta neurosifilis lanjut yang terdiri dari
neurosifilis parenkimatosa dan gumatosa.
Pada neurosifilis asimtomatik tidak
ditemukan tanda dan gejala kerusakan
sistem saraf pusat. Neurosifilis asimtomatik
dapat mengawali perkembangan neurosifilis
ke arah simtomatik dengan puncak kejadian
12-18 bulan setelah terinfeksi. Pada
neurosifilis meningeal didapatkan tanda dan
gejala meningitis seperti demam, nyeri
kepala, kaku kuduk, kejang, delirium dan
kelumpuhan saraf kranialis.
5
PATHWAY
6
PATHWAY
7
PATHWAY
8
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologi pada neurosifilis berbeda
dengan terapi yang diberikan untuk sifilis. Benzatin penisilin
tidak direkomendasikan untuk terapi neurosifilis karena
konsentrasinya pada LCS terlalu rendah untuk membunuh
Treponema pallidum. Terapi yang direkomendasikan oleh CDC
untuk neurosifilis asimtomatik dan simtomatik adalah
pemberian penisilin G kristalin dalam akua 18-24 juta unit per
hari yang diberikan 3-4 juta unit setiap 4 jam intravena (IV)
selama 10-14 hari.
ASUHAN KEPERAWATAN
NEUROSIFILIS
10
INTERVENSI KEPERAWATAN
11
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
Nyeri akut b.d nyeri tajam dan Hasil yang diharapkan setelah Pemberian analgesic:
samar pada kaki (Domain 12, kelas dilakukan tindakan keperawatan Observasi
1) …x24 jam nyeri dapat teratasi 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
Definisi: Pengalaman sensori Kriteria hasil : nyeri sebelum mengobati pasien
danemosional tidak menyenangkan 2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
berkaitan dengan kerusakan jaringan 1. Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi obat analgesic yang diresepkan
actual atau potensial, atau yang 2. Menggunakan analgesik yang 3. Cek adanya riwayat alergi obat
digambarkan sebagai kerusakan direkomendasikan Terapeutik
(International Association for the 3. Menggambarkan faktor penyebab 1.Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang
study of pain); awitan yang tiba- tiba dapat membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan
atau lambat dengan intensitas ringan nyeri
hingga berat, dengan berakhrinya 2.Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan
dapat diantisipasi atau diprediksi, dan pengkajian ketidaknyamanan pasien dan
dengan durasi kurang dari 3 bulan mengimplementasikan rencana
monitor
Batasan karakteristik: 3. Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya
efek samping
• Diaphoresis Edukasi
• Perilaku distraksi 1. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
• Perilaku ekspresif 2. Ajarkan penggunan teknik non farmakologi
• Ekspresi wajah nyeri Kolaborasi
• Fokus pada diri sendiri Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk penurunan nyeri
12
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
13
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
Gangguan menelan b.d kelemahan Status menelan : fase oral Terapi menlan
otot lidah (Domain 2, kelas 1, kode Aktivitas-aktivitas :
diagnosis 00103) Setelah dilakukan asuhan perawatan Observasi
Definisi : fungsi abnormal mekanisme 3x24 jam, - Monitor berat badan
menelan yang dikaitkan dengan status menelan klien dapat meningkat - Monitor tanda-tanda kelemahan selama makan, minum
deficit struktur atau fungsi oral, faring dari 1 menjadi 4 dengan dan menelan
atau esofagus - Monitor pergerakan lidah pasien selama makan
kriteria hasil: Terapeutik/tindakan mandiri
Batasan Karakteristik : - Bantu pasien untuk duduk tegak (sebisa mungkin
1. Mampu mempertahankan makanan mendekati 90 derajat) untuk makan/latihan makan
1.Mengunyah tidak efisien di mulut Sediakan permen tusuk/loli untuk meningkatkan
2.Pembentukan lobus terlalu lambat 2. Pembentukan bolus sesuai pada kekuatan lidah
3.Kerja lidah tidak efektif pada waktunya - Instruksikan pasien untuk meraih sisa makanan pada
pembentukan lobus 3. Kemampuan mengunyah bibir atau dagu dengan lidah
meningkat - Bantu pasien menyingkirkan makanan sisa di bibir dan
Kondisi terkait : 4. Pengantaran lobus ke hipofaring dagu jika pasien tidak mampu menjulurkan lidahnya
Gangguan neuromuskular disesuaikan dengan reflek menelan Edukasi
- Ajarkan pasien untuk mengucapkan kata “ash” untuk
meningkatkan elevasi langit- langit halus, jika
memungkinkan
Kolaborasi
- Konsultasikan dengan terapis dan/atau dokter untuk
meningkatkan konsistensi makanan pasien secara
bertahap
14
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
Kerusakan Integritas kulit b.d Integritas jaringan: kulit dan Pengecekan Kulit
terbentuknya ulkus membrane mukosa Aktivitas- aktivitas:
(Domain 11, Kelas 2, Kode Kriteria hasil: Observasi
diagnosis 00046) • Suhu kulit normal • Monitor warna dan suhu kulit
Definisi: • Elastisitas, tekstur dan • Monitor kulit untuk adanya kelebihan dan
Kerusakan pada epidermis dan ketebalan kulit normal kelembaban
atau dermis • Tidak adanya jaringan parut • Monitor infeksi pada daerah edema
Batasan karakteristik • Integritas kulit normal • Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema,
• Nyeri akut drainase
• Gangguan integritas kulit • Monitor warna dan suhu kulit
• Kemerahan • Dokumentasikan perubahan membran mukosa
Terapeutik
• Lakukan langkah-langkah-langkah untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Edukasi
• Ajarkan anggota keluarga mengenai tanda tanda
kerusakan kulit degan tepat
15
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
17
DIAGNOSIS OUTCOME INTERVENSI
Risiko jatuh b.d gangguan Fungsi sensori : penglihatan Peningkatan komunikasi : kurang penglihatan
pengelihatan Aktivitas-aktivitas
Setelah dilakukan asuhan perawatan Observasi
(domain 11, kelas 2, kode diagnosis 3x24 jam, fungsi sensori penglihatan - Monitor impilkasi terhadap fungsional pasien dengan
00155) klien dapat meningkat dari 1 menjadi penglihatan yang kurang (misalnya risiko cidera)
4 dengan Terapeutik/tindakan mandiri
Definisi : peningkatan rentan jatuh, - Sediakan ruang dengan pencahayaan yang memadai
yang dapat menyebabkan bahaya kriteria hasil: - Berikan alat bantu untuk hidup sehari hari
fisik dan gangguan kesehatan - Beri pengganti penglihatan (misalnya huruf braile, jam
1. ketajaman pandangan tidak tangan yang bias bersuara)
Factor Risiko : terganggu Edukasi
1. penurunan kekuatan ekstremitas 2. lapangan pandang tidak terganggu - Bantu pasien meningkatkan stimulasi indera-indera lainnya
bawah 3. penglihatan ganda tidak ada (misalnya menikmati aroma rasa dan tekstur)
2. kesulitan gaya berjalan 4. pandangan kabur tidak ada Kolaborasi
3. hambatan mobilitas - Bantu orang tua, keluarga, pendidik dan pengasuh yang
terlibat dengan klien untuk mendapatkan kebutuhan-
Kondisi terkait : kebutuhan terkait berbagai informasi
gangguan visual - Bantu orang tua, keluarga, pendidik dan pengasuh untuk
mengembangkan system
komunikasi fungsional dan reliabel
18
EVIDENCE BASED
19