2649 8902 1 PB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Konsep-Konsep Tasawuf dan Relevansinya dalam Kehidupan

Arrasyid Arrasyid
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: arrasyid350@gmail.com

Abstract
The rapid development of the times has positive and negative impacts on life. Moral and spiritual
degradation is one of the negative impacts that emerge like humans living without a clear
purpose. Resulting in high crime both drug abuse, juvenile delinquency and so on. These problems
make humans a cause as well as those responsible for solving them. Meanwhile conceptually the
problem is closely related to personality problems or in Islam is called morals. The purpose of this
study is to describe and review the concepts of Sufism and its relevance in everyday life. This research
is a Library Research Because of that the data source is in the form of library materials such as books,
journals and scientific articles. In accordance with the type, the data collection in this study uses
library research methods which are analysis using the method of description and data analysis . The
results of research this is maqamat and ahwal shown are by Abu Nasr al-Sarraj, the author of Al-
Luma’ Reference Complete Science of Sufism , which maqamat that there are seven, namely:
repentance, wara, ascetic, fakir, patient, trust, and pleasure. The ahwal are muraqabah , mahabbah,
khauf, raja', syauq,' uns, tuma'ninah, musyahadah , and sure. The relevance of the concepts of
Sufism to present life is that these concepts will become a guideline for achieving a true approach to
God.

Keyword: The Concept, Sufism, Its Relevance in Life.

Abstrak
Pesatnya perkembangan zaman memiliki dampak positif dan negatif pada kehidupan. Kerusakan
moral dan spiritual adalah salah satu dampak negatif yang muncul seperti manusia yang hidup tanpa
tujuan yang jelas. Menghasilkan kejahatan tinggi baik penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja
dan sebagainya. Masalah-masalah ini membuat manusia sebagai penyebab serta mereka yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Sementara itu secara konseptual masalah terkait erat
dengan masalah kepribadian atau dalam Islam disebut akhlak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan dan meninjau konsep tasawuf dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini adalah Penelitian Perpustakaan Karena itu sumber datanya berupa bahan pustaka
seperti buku, jurnal dan artikel ilmiah. Sesuai dengan jenisnya, pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dianalisis menggunakan metode deskripsi dan
analisis data. Hacyl penelitian ini adalah maqamat dan ahwal yang diperlihatkan oleh Abu Nasr al-
Sarraj, penulis Al-Luma 'Referensi Lengkap Ilmu Sufisme, yang maqamat itu ada tujuh, yaitu:
pertobatan, wara, pertapa, fakir, pasien, kepercayaan, dan kesenangan. Ahwal adalah muraqabah,
mahabbah, khauf, raja ', syauq,' uns, tuma'ninah, musyahadah, dan tentu saja. Relevansi konsep
Sufisme dengan kehidupan sekarang adalah bahwa konsep-konsep ini akan menjadi pedoman untuk
mencapai pendekatan yang benar kepada Tuhan.

Kata kunci: Konsep, Sufisme, Relevansinya dalam Kehidupan.


Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
Pendahuluan bukanlah hal yang baru dalam dunia
Tasawuf adalah jalan atau cara tasawuf. Sejak tasawuf ada maka konsep
untuk mendekatkan diri kepada Allah inipun tentunya hadir. Melihat pada masa
SWT. dengan cara mempraktekan konsep- sekarang apakah masih relevan konsep
konsep yang ada dalam tasawuf. Konsep- tersebut dengan zaman sekarang sehingga
konsep yang ada dalam tasawuf bisa dipraktekan oleh siapapun yang ingin
mengarahkan manusia atau sufi untuk merasakan kedekatan dan pengalaman
berada sedekat mungkin dengan Allah spiritual dengan Tuhan. Maka, oleh sebab
SWT. Tasawuf juga merupakan rangkaian itu, penting kiranya untuk mengetahui
eksperimen jiwa dalam menempuh jalan bagaimana maqamat dan ahwal dalam
penyucian dan penempaan rohani yang tasawuf dan relevannsinya dengan
dituntun oleh kerinduan kepada Allah. kehidupan sekarang ini.
Dalam tasawuf ada maqamat dan ahwal. Penelitian ini adalah penelitian
Maqamat adalah konsep dalam tasawuf kepustakaan (librabry research) penelitian
yang menunjukkan kedudukan spiritual yang dilaksanakan dengan literatur
seorang sufi di mata Allah. Maqamat ini (kepustakaan) maka sumber-sumber yang
sifatnya tentu sangat subjketif, Karena penulis gunakan adalah buku-buku yang
berdasarkan pengalaman spiritual memuat tentang tasawuf, catatan maupun
masing-masing sufi. Begitupun dengan laporan penelitian terdahulu. Dengan
ahwal umumnya buku-buku tasawuf menggunakan metode deskripsi,
memiliki subjektifitas sendiri dalam interpretasi dan analisis. yakni metode
merumuskan kondisi spiritual atau ahwal. dalam bentuk deskripsi agar penulis
Baik maqamat maupun ahwal mampu memahami dan memberikan
adalah konsep tasawuf yang bisa dicapai gambaran yang jelas mengenai
dan dirasakan oleh semua orang, jika ia permasalahan yang terkait dengan
step by step mengikuti alur maqamat yang penelitian ini. Dan metode analisis
dihadirkan dalam kajian tasawuf. Setelah digunakan agar penulisan ini lebih
manusia bisa melewati step by step sistematis pada permasalahan yang akan
maqamat tasawuf maka Allah akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun
memberi ia kondisi-kondisi spiritual sumber data penelitian ini adalah sumber
tentang pengalaman dengan Tuhan. Selain data primer dan sember data sekunder.
itu, konsep-konsep tasawuf ini, atau Adapun sumber data primernya buku-
tepatnya maqamat dan ahwal ini, tentu buku yang memuat tentang tasawuf.

49
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

Seperti antara lain; kitab Al-Luma’: dalam wushul kepada-Nya dengan macam
Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Adapun upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan
sumber data sekundernya adalah karya- pencarian dan ukuran tugas. Masing-
karya lain yang berkaitan dengan masing berada dalam tahapannya sendiri
penelitian ini. ketika dalam kondisi tersebut, serta
tingkah laku riyadhah menuju kepada-
Maqamat Tasawuf Nya.3 Berdasarkan penjelasan di atas
Maqamat adalah bentuk jamak dari sederhananya maqamat adalah kedudukan
kata maqam. Secara etimologi berarti atau posisi seseorang hamba di hadapan
tempat berdiri, stasiun, tempat, lokasi, Allah yang ia istiqamah pada kedudukan
posisi, atau tingkatan. Adapun secara tersebut dan berusaha untuk
terminologi maqamat diartikan sebagai meningkatkannya hingga mencapai
tempat atau martabat seorang hamba di derajat puncak.
hadapan Allah pada saat ia berdiri Adapun maqamat tersebut yaitu:
menghadap kepada-Nya. Ia merupakan 1. Taubat
proses training, melatih diri dalam hidup Maqamat pertama dalam
keruhanian (riyadhah), latihan memerangi tasawuf adalah taubat, "pertaubatan".4
hawa nafsu (mujahadah), dan melepaskan Secara etimologi taubat berasal dari
kegiatan dunia untuk semata-mata kata taba, yatubu, taubatan artinya
berbakti kepada Allah.1 Adapun menurut kembali.5 Taubat berarti berpaling dari
al-Hujwiri (w. 465 H /1072 M), dosa, untuk menghilangkan segala
maqamatmerupakan keberadaan seseorang keprihatinan duniawi.6 Taubat juga
di jalan Allah. Lalu, ia memenuhi berarti kembali dari sesuatu yang
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dicela oleh syara menuju sesuatu yang
dengan maqam itu serta menjaganya dipuji oleh-Nya.7 Menurut Qamar
hingga ia mencapai kesempurnaannya, Kailani dalam bukunya Fi al-
sejauh berada dalam kekuatan manusia.2
3Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah
Sedangkan menurut Imam al-Qusyairy al- Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf,terj. Mohammad Luqman
Hakiem, (Surabaya: Risalah Gusti, 2014), hlm. 23.
Naisabury menjelaskan maqam adalah 4Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of

Islam, (America: The Universit y of North Carolina Press,


tahapan adab (etika) seorang hamba 1975), hlm. 109.
5Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter

Mulia, (Jakarta: Rajawali Oers, 2013), hlm. 171.


1Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi 6Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of

Tasawuf: Meniti Jalan Menuju Tuhan…, hlm. 93. Islam…, hlm. 23.
2Media Zainul Bahri, Tasawuf Mendamaikan 7Bachrun Rif’I dan Hasan Mud’is, Filsafat
Dunia, (Jakarta: Gapprint, 2010), hlm. 84–85. Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 202.

50
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
Tashawwuf al-Islami, yang dikutip dari memberikan komentarnya yang
buku Ilmu Tasawuf karangan M. dimaksud dengan wara’, yaitu
Solihin dan Rosihon Anwar taubat meninggalkan hal-hal yang syubhat
adalah rasa penyesalan yang sungguh- dan yang tidak pasti (tidak
sungguh dalam hati disertai dikehendaki), yakni meninggalkan
permohonan ampun serta hal-hal yang tidak berfaedah.”10
meninggalkan segala perbuatan yang Sedangkan menurut Fethullah Gulen
menimbulkan dosa.8 Adapun menurut wara’ adalah menghindari segala hal
Fethullah Gulen taubat adalah yang tidak pantas, tidak sesuai, dan
bertawajuh kepada Allah dengan tidak perlu, serta berhati-hati terhadap
penuh penyesalan dan rasa perih di hal-hal yang diharamkan dan
dalam hati seraya mengakui semua dilarang. Wara juga berarti
kesalahan, meratap dalam penyesalan, menghindari segala bentuk syubhat
dan tekad untuk meninggalkan karena takut terperosok dalam hal
kesalahan yang lalu.9Berdasarkan yang haram. Semua ini sesuai dengan
penjelasan di atas sederhananya taubat sebuah kaidah yang berbunyi,
adalah menyesali kesalahan dengan “Tinggalkanlah yang meragukanmu
meminta ampun kepada Allah dengan menuju yang tidak meragukanmu.”11
berkomitmen tidak akan 3. Zuhud
mengulanginya lagi. Secara etimologi zuhud berarti
2. Wara’ tidak ingin kepada sesuatu yang
Secara harfiah wara’ artinya bersifat keduniawian.12 Adapun secara
saleh, menjauhkan diri dari perbuatan terminologi, menurut Ibnu Qayyim al-
dosa. Kata ini selanjutnya Jauziyah zuhud adalah perjalanan hati
mengandung arti menjauhi hal-hal dari kampung dunia dan
yang tidak baik. Al-Ustaz al-Imam r.a menempatkannya di akhirat.13Sebuah
berkata, “yang dimaksud wara’ adalah
10Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-
meninggalkan hal-hal yang syubhat.” Qusyairi an-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah: Sumber Kajian
Ilmu Tasawuf, terj. Umar Faruq, (Jakarta: Pustaka Amani,
Adapun Ibrahim bin Adham juga 2007), hlm. 146.
11Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk

Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui


8M. Solihin, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…,hlm. 107.
12Mahmud Yunus, Kamus Arab,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm. 78.
9Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk (Jakarta:Hidakarya Agung, 1990), hlm. 362.
13Ibnu Qayyim al-Jauziyah,Madarijus Salikin:
Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui
Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme, terj. Fuad Syaifudin Pendakian Menuju Allah Penjabaran Konkrit “Iyyaka Na’budu
Nur, (Jakarta: Republika, 2013), hlm. 25.

51
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

perjalanan tentunya membutuhkan butuh atau orang miskin. Sedangkan


bekal agar bertenaga sehingga dalam pandangan sufi fakir adalah
perjalanan dapat dinikmati. Bekal tidak meminta lebih dari apa yang
inilah sebagai modal manusia untuk telah ada pada diri kita. Tidak
bisa bertahan dalam hidup ini meminta rezeki kecuali hanya untuk
sehingga bisa menjalani hidup dengan dapat menjalankan kewajiban-
tenang dan bahagia sehingga fokus kewajiban. Tidak meminta
mencapai akhirat.Adapun Ibnu sungguhpun tak ada pada diri kita,
Taimiyyah berpendapat bahwa zuhud kalau diberi diterima. Tidak meminta
itu berarti meninggalkan apa-apa yang tetapi tidak menolak.16 Fethullah
tidak bermanfaat untuk kepentingan Gulen mengartikan bahwa fakir
akhirat.14 Sedangkan HAMKA sebagai adalah kesadaran atas kebutuhan
tokoh Tasawuf Modern berpendapat kepada Allah semata dan hidup dalam
bahwa Zuhud akan dunia itu adalah kesadaran atas kecukupan pada
sudi miskin, sudi kaya, sudi tidak makhluk.17 Yahya bin Mu’adz ketika
beruang sepeser juga, sudi jadi ditanya tentang hakikat kefakiran ia
miliuner, tetapi harta itu tidak menjadi menjawab bahwa seseorang tidak
sebab buat dia melupakan Tuhan, atau butuh lagi selain Allah, dan tanda
lalai dari kewajiban.15Dengan kefakiran adalah tidak adanya harta
demikian dapat dipahami, bahwa benda.18
zuhud adalah hati dan pikiran tetap 5. Sabar
tenang bersama dunia sehingga tidak Sabar secara bahasa adalah
menganggu hubungan dengan Allah. menahan atau bertahan, bertahan dan
Sederhananya zuhud yaitu kedekatan menahan diri dari rasa gelisah, cemas
dengan dunia tidak menganggu dan amarah, menahan lidah dari keluh
kedekatan dengan Allah. kesah, menahan anggota tubuh dari
4. Fakir
15HAMKA,Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat

Secara harfiah fakir biasanya dengan Kita Ada di dalam Diri Kita, (Jakarta: Republika
Penerbit, 2015), hlm. 263
diartikan sebagai orang yang berhajat, 16Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter

Mulia…,hlm. 173.
17Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk

Wa Iyyaka Nasta’in,”terj. Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui
al-Kautsar, 2017), hlm. 195. Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…,hlm. 297.
14Bachrun Rif’I dan Hasan Mud’is, Filsafat 18Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah
Tasawuf…, hlm. 207. Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 335.

52
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
kekacauan.19 Menurut Fethullah Gulen Turab an-Nakhsyabi seperti yang
sabar adalah tabah menjalani dikutib oleh Abu Nashr as-Sarraj
penderitaan dan nestapa ketika berpendapat bahwa tawakkal adalah
menghadapi berbagai kejadian yang mengabdikan diri untuk beribadah,
sulit untuk dihadapi dan sulit untuk hati hanya terkait dengan Allah SWT.
dihindari. Abu Muhammad Ahmad al- dan tenang dalam kecukupan. Jika
Jurairy menjelaskan bahwa sabar diberi akan bersyukur, jika tidak diberi
adalah keadaan tidak membedakan tetap bersabar dan rela dengan takdir
keadaan bahagia atau menderita, yang telah ditentukan.22 Ketika Ibnu
disertai dengan ketentraman pikiran Atha’ ditanya hakikat tawakkal, ia
dalam keduanya. Bersikap sabar menjelaskan, “tawakkal adalah
adalah mengalami kedamaian ketika hendaknya hasrat yang mengebu-gebu
menerima cobaan, meskipun dengan terhadap perkara duniawi tidak
adanya kesadaran akan beban muncul dalam dirimu, meskipun
penderitaan.”20 engkau sangat membutuhkannya, dan
6. Tawakkal bahwa hendaknya engkau senantiasa
Tawakkal berasal dari kata bersikap qana’ah dengan Allah,
wakalah yang berarti at-Tafwidl meskipun engkau tergantung pada
(penyerahan) dan al-I’timad kebutuhan-kebutuhan duniawi itu.”23
(penyandaran). Seperti kalimat: 7. Ridha
wakkala Amruhu Ilaa Fulaanin (ia Ridha artinya rela menerima
menyerahkan dan menyandarkan apapun yang telah ditentukan dan
urusannya kepada seseorang). Jadi, ditakdirkan Tuhan kepadanya.
secara etimologi tawakkal adalah Kerelaan mereka dalam menerima
menyandarkan hati sepenuhnya hanya semata-mata karena Tuhan. Orang
kepada wakil yang Maha Mewakili yang telah memiliki sifat “ridha” tidak
dan Maha Haq (Allah).21 Adapun akan mudah bimbang atau kecewa
secara terminologi menurut Abu atas pengorbanan yang dialaminya,
tidak merasa menyesal dalam hidup
19Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin:
Pendakian Menuju Allah Penjabaran Konkrit “Iyyaka Na’budu kekurangan, tidak iri hati atas
Wa Iyyaka Nasta’in”…, hlm. 259.
20Imam al-Qusyairy, Risalah Qusyairyah: Induk

Ilmu Tasawuf…, hlm. 211. 22Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan


21As-Sayid Abu Bakar Ibn Muhammad Syata,
Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 106.
Menapak Jejak Kaum Sufi, terj. Nur Kholis Aziz dan Hamim, 23Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah
(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hlm. 80. Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 181.

53
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

kelebihan-kelebihan yang telah dzikir tersebut.27Al-Haal (kondisi rohani),


didapat oleh orang lain, karena menurut banyak orang merupakan arti
mereka kuat berpegang pada aqidah yang intuitif dalam hati, tanpa adanya
yang berkaitan dengan qadha dan unsur sengaja, usaha menarik dan usaha
qadhar yang semuanya itu dari lainnya, dan rasa senang atau sedih,
Tuhan.24 Dalam literatur lain ridha leluasa atau tergenggam, rindu atau
adalah ketenangan hati dan berontak, rasa takut atau sukacita. Maka
ketentraman jiwa terhadap ketetapan setiap al-haal merupakan karunia, dan
dan takdir Allah SWT. serta setiap maqam adalah upaya. Pada al-haal
kemampuan menyikapinya dengan datang dari Wujud itu sendiri, sedang al-
tabah, termasuk terhadap derita, maqam diperoleh melalui upaya
nestapa, dan kesulitan yang muncul perjuangan.28 Baiknya amal merupakan
darinya yang dirasakan oleh jiwa.25 hasil dari baiknya ahwal (keadaan
Ibnu Ujaibah berkata bahwa ridha spiritual). Sedangkan baiknya ahwal
adalah menerima kehancuran dengan muncul setelah mengapai tahap
wajah tersenyum, atau bahagianya kemampuan spiritual (maqam-maqam).29
hati ketika ketetapan terjadi, atau tidak Adapun ahwal tasawuf tersebut
memilih-milih apa yang telah diatur yaitu:
dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang 1. Muraqabah (Mawas Diri)
dada dan tidak mengingkari apa-apa Menurut Imam al-Qusyairy an-
yang datang dari Allah.”26 Naisabury secara bahasa muraqabah
adalah mengamati tujuan. Sedangkan
Ahwal Tasawuf secara terminologi muraqabah yaitu
Kata ahwal merupakan bentuk keyakinan seorang sufi dengan
jamak dari haal artinya sesuatu dari kalbunya bahwasanya Allah SWT.
kejernihan dzikir yang bertempat dalam melakukan pengamatan kepadanya
hati, atau hati berada dalam kejernihan dalam gerak dan diamnya sehingga
membuat ia mengamati pekerjaan dan
24Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf,
(Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979), hlm. 71–72.
25Muhammas Fethullah Gulen,Tasawuf Untuk 27Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan
Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 88.
Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…, hlm. 197. 28Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah
26Syaikh ‘Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf…,
Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 24.
hlm. 251–252. 29Syaikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari, Kitab al-

Hikam: Petuah-petuah Agung Sang Guru, terj. Ismail


Ba’adillah, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), hlm. 58.

54
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
hukum-hukum-Nya.30 Adapun perlindungan, penjagaan dan
menurut Abu Nasrh as-Sarraj perhatian-Nya yang dilimpahkan
muraqabah adalah pengetahuan dan kepadanya.33 Rabiah al Adawiyyah al-
keyakinan seorang hamba, bahwa Basriyyah (wafat 185 H / 801 M)
Allah SWT. selalu Melihat apa yang dianggap sebagai Sufi pertama yang
ada dalam hati dan nuraninya dan menyatakan cintanya kepada Allah
Maha Mengetahui. Maka dalam dan mengemukakan teori
kondisi ini ia terus meneliti dan komprehensif tentang Cinta Ilahi.34
mengkoreksi bersitan-bersitan hati Cinta bagi Rabi’ah sukar didefinisikan,
atau pikiran-pikiran tercela yang karena cinta berisi perasaan kerinduan
hanya akan menyibukkan hati kepada yang dicinta. Meski demikian,
sehingga lupa mengingat Tuhannya.31 Rabi’ah telah membuat rumusan
2. Mahabbah (Cinta) analisis melalui serangkaian kata-
Sahl bin Abdullah tentang katanya yang sangat terkenal, sebagai
mahabbah berpendapat bahwa berikut:
mahabbah adalah kecocokan hati Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
dengan Allah SWT. dan senantiasa Cinta karena diriku dan cinta karena
cocok dengan-Nya, serta SAW. dengan Diri-Mu
senantiasa mencintai yang sangat Cinta karena diriku

mendalam untuk selalu berdzikir Adalah keadaanku yang senantiasa

(mengingat) Allah SWT. dan mengingat-Mu

menemukan manisnya bermunajat Cinta karena Diri-Mu

kepada Allah SWT.32 Kondisi spiritual Adalah Keadaan-Mu menyingkapkan

mahabbah bagi seorang hamba adalah tabir hingga Engkau kulihat


Bagiku, tidak ada puji untuk ini dan
melihat dengan kedua matanya
itu.
terhadap nikmat yang Allah
Tapi sekalian puji hanya bagiMu
karuniakan kepadanya, dan dengan
selalu35
hati nuraninya ia melihat kedekatan
Allah dengannya, segala 33Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan
Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 119.
34Hassan Abu Hanieh, Sufism and Sufi Orders:
30Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah God’s Spiritual Paths: Adaptation and Renewalin the
Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 218. Context of Modernization,(Jordan: Friedrich-Ebert-
31Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan Stiftung , 2011), hlm. 70.
Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 113. 35Asfari dan Otto Sukatno, Mahabbah Cinta:
32Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan Mengarungi Samudera Cinta Rabi’ah al-Adawiyah,
Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 119–120 (Yogyakarta: Pustaka Hati, 2018), hlm. 52.

55
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

jika Allah tak meliriknya sehingga


3. Khauf (Takut) mendekat pada-Nya.
Khauf dalam tasawuf adalah 4. Raja’ (harapan)
hadirnya perasaan takut ke dalam diri Raja’ atau harapan adalah
seorang salik (orang yang menuju memerhatikan kebaikan dan berharap
Tuhan) karena dihantui oleh perasaan dapat mencapainya, melihat berbagai
dosa dan ancaman yang akan bentuk kelembutan dan nikmat Allah,
menimpanya. Seorang yang berada dan memenuhi diri dengan harapan
dalam khauf akan merasa lebih takut demi masa depan serta hidup demi
kepada dirinya sendiri, sebagaimana meraih harapan tersebut.38 Dzun Nun
ketakutannya kepada musuhnya. Saat al-Mishry saat menjelang ajalnya
khauf menghampirinya, ia merasa berkata: janganlah kalian
tentram dan tenang karena kondisi memperdulikan aku, sebab aku telah
hatinya semakin dekat dengan terpersona oleh kelembutan Allah
Tuhan.36 Al-Junaid pernah ditanya SWT. kepada diriku.” Adapun Yahya
mengenai takut ia menjawab, “takut bin Mu’adz berkata, “wahai Tuhanku,
adalah datangnya deraan dalam setiap anugerahkanlah untukku yang
hembusan nafas.” Dzun Nuun al- termanis dalam hati berupa harapan
Mishri juga berkomentar tentang kepada-Mu. Kata-kata paling sedap
takut, “manusia akan tetap berada di yang keluar dari lidahku berupa
jalan selama takut tidak tercabut dari pujian kepada-Mu. Saat yang
kalbu, sebab jika telah hilang dari kuanggap paling berharga adalah saat
kalbu mereka, maka mereka akan aku akan berjumpa dengan-Mu.39
tersesat.” Adapun Hatim al-Asham Raja’ menuntut tiga perkara,
juga menjelaskan, “setiap sesuatu ada yaitu (1) Cinta kepada apa yang
perhiasannya dan perhiasan ibadah diharapkannnya. (2) Takut
adalah takut. Tanda takut adalah harapannya itu hilang. (3) Berusaha
membatasi keinginan.”37 Dengan untuk mencapainya.40 Raja’ terbagi
demikian, khauf adalah kondisi menjadi tiga tingkatan; pertama,
spiritual di mana seorang sufi takut
38Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian
Tematik…, hlm. 64.
36Bachrun Rif’i dan Hasan Mud’is, Filsafat 39Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah
Tasawuf…, hlm. 224. Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 135.
37Imam al-Qusyairy an-Naisabury, Risalah 40M. Solihin, dan Rosihon Anwar, Ilmu
Qusyairyah: Induk Ilmu Tasawuf…, hlm. 126. Tasawuf…, hlm. 85

56
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
berharap kepada Allah (fillah). Kedua, diliputi oleh cinta, kelembutan,
berharap keluasan rahmat Allah. keindahan, serta kasih sayang yang
Ketiga, berharap pahala Allah. luar biasa, sehingga sangat sulit untuk
5. ‘Uns (Suka Cita) dilukiskan.43 Dengan demikian ‘Uns
‘Uns yaitu keadaan spiritual adalah kondisi spiritual di mana
seorang sufi yang merasa intim tau seorang sufi merasakan kesukacitaan
akrab dengan Tuhannya, karena telah hati atau kebahagiaan hati karena bisa
merasakan kedekatan dengan-Nya. akrab dengan Tuhan.
‘Uns adalah keadaan spiritual ketika 6. Yakin
qalbu dipenuhi rasa cinta, keindahan, Yakin dalam terminologi sufi
kelembutan, belas kasih, dan yaitu sebuah kepercayaan yang kuat
pengampunan Allah.41 ‘Uns (bersuka dan tak tergoyahkan tentang
cita) dengan Allah bagi seorang hamba kebenaran pengetahuan yang dimiliki,
adalah tingkatan paripurna karena penyaksiannya dengan
kesuciannya dan kejernihan dzikirnya, segenap jiwanya dan dirasakan oleh
sehingga ia merasa cemas dan gelisah seluruh ekspresinya, serta disaksikan
dengan segala sesuatu yang oleh segenap eksistensinya.44 Adapun
melupakannya untuk mengingat definisi lain dari yakin yaitu selamat
Allah. Maka pada saat itulah ia sangat dari keraguan dan syubhat, serta
bersuka cita dengan Allah SWT.42 penguasaan atas pengetahuan yang
Seseorang yang berada pada kondisi akurat, tepat, dan benar, tanpa
spiritual ‘Uns akan merasakan mengandung keraguan sama sekali.45
kebahagiaan, kesenangan, Menurut al-Junaid yakin merupakan
kegembiraan, serta sukacita yang kemantapan ilmu yang tidak dapat
meluap-luap. Kondisi spiritual seperti diubah dan tidak pula diganti serta
ini dialami oleh seorang sufi ketika tidak berubah apa yang ada di dalam
merasakan kedekatan dengan Allah. hati. Yakin membuat seorang sufi siap
Yang mana, hati dan perasaannya
43Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf

dan Psikologi: Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik


41Fahruddin, “Tasawuf sebagai upaya Abraham Maslow, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.
Membersikan Hati Guna Mencapai Kedekatan dengan 53–54.
44Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf
Allah,” Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim, Vol. 14, No. 1,
dan Psikologi: Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik
2016, hlm. 80, dalam https://jurnal.upi.edu/file/05,
Abraham Maslow, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.
diakses pada hari Sabtu, 09 Maret 2019, jam 21.04 WIB. 57.
42Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan
Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 135.

57
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

mengemban beban dan mengahadapi pada seluruh jati diri, ego, diri, dan
bahaya serta mendorongnya untuk kebersamaannya dengan Allah al-Haqq
maju terus ke depan. Jika yakin tidak SWT.47
disertai ilmu, maka ia membawanya
kepada kerusakan, sedangkan ilmu Relevansi Tasawuf dengan Zaman
menyuruhnya untuk mundur ke Sekarang
belakang, dan jika ilmu tidak disertai Setiap orang yang beragama Islam
yakin, maka pelakunya tidak mau tentunya ingin dekat dengan Tuhannya
bergerak dan tidak mau berusaha.46 Allah SWT. Ada begitu banyak jalan
Para sufi biasanya membahas untuk bisa dekat dengan Allah SWT, salah
yakin dalam tiga bagian:pertama, Ilm satunya adalah dengan jalan tasawuf. J.
al-yaqin: yaitu pencapaian iman dan Spencer Trimingham penulis buku The
ketundukan terkuat yang Sufi Orders in Islam berpendapat bahwa
berhubungan dengan hal-hal yang setiap orang mungkin baginya untuk
ingin dicapai dengan memperhatikan memiliki pengalaman langsung dengan
dalil-dalil dan petunjuk yang Tuhan jikalau ia mau untuk menempatkan
jelas.Kedua, ‘Ain al-yaqin: yaitu dirinya untuk mempraktekan ajaran
pencapaian makrifat melampaui tasawuf.48 Ini artinya siapa saja bisa
batasan definisi yang dilakukan oleh memiliki pengalaman dengan Tuhan,
ruh melalui penyingkapan, tanpa terkecuali. Dalam jurnal yang ditulis
musyahadah, persepsi dan oleh Arif Zamhari mengatakan bahwa
kesadaran.Ketiga, Haqq al-yaqin: yaitu tradisi sufi telah tumbuh secara signifikan
anugerah berupa kebersamaan di dunia Muslim modern, termasuk
(ma’iyyah) yang mengandung banyak Indonesia. Saat ini, sufisme tidak hanya
rahasia, tanpa tirai dan penghalang, dipraktikkan oleh penduduk desa,
yang melampaui imajinasi manusia petani,dan orang-orang yang tidak
serta tanpa kammiyyah ataupun berpendidikan, tetapi juga dipraktekkan
kaifiyyah. Sebagian sufi menafsirkan oleh kaum urban, elit nasional, dan orang-
yang satu ini sebagai fana’ sang hamba orang berpendidikan. Apalagi, sudah

45Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk 47Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk

Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui
Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…,hlm. 225. Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…, hlm. 229.
46Ibnu Qayyim, Madarijus Salikin: Pendakian 48J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in

Menuju Allah Penjabaran Konkrit “Iyyaka Na’budu Wa Iyyaka Islam, (London: Oxford University Press, 1971), hlm. 1.
Nasta’in…, hlm. 352–353.

58
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
mengalami inovasi yang signifikan dalam Melihat kepada maqamat-
hal prakteknya dan organisasi.49 maqamat tasawuf dinilai relevan dengan
Pentingnya ajaran tasawuf dalam perkembangan zaman. Mulai dari taubat,
kehidupan sehari-hari karena tidak lepas wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakkal dan
dari adanya dua unsur yang saling ridha. taubat dalam tasawuf yang
melengkapi, yaitu unsur lahir dan unsur menghendaki manusia agar senantiasa
batin. Unsur lahir diwakili oleh syari’ah, memperbaiki diri dari kekhilafan-
sementara unsur batin diwakili oleh kekhilafan yang terjadi senantiasa
haqiqah. Syari’ah merupakan pintu masuk istighfar dan muhasabbah diri. Dalam
untuk menuju haqiqah, dan haqiqah kajian sufistik, ada tiga syarat taubat yang
merupakan tujuan dari pelaksanaan harus dipenuhi: pertama, dia harus
syri’ah.50 Perbedaan antara syari’ah dan mengehentikan maksiatnya. Kedua, dia
haqiqah dapat diibaratkan seperti kulit harus menyesali perbuatan yang terlanjur
dan isi atau lingkaran dan titik tengahnya. dilakukannya. Ketiga, dia harus berniat
Rene Guenon, seorang tokoh ternama dengan sungguh-sungguh untuk tidak
dalam mistisisme Kristen yang kemudian mengulangi perbuatan itu kembali.51 Titik
masuk Islam melalui pendekatan sufisme, puncak atau klimak dari bertaubat adalah
dia mengatkan bahwa antara syari’ah dan awbah, setelah melalui fase taubah dan
haqiqah tidak dapat dipisahkan. Demikian inabah. Taubah adalah taubat karena takut
pula dengan Abu A’li al-Daqqaq juga akan siksa Allah. Inabah adalah taubat
mengatakan bahwa antara syari’ah dan karena mengharap pahala Allah.
haqiqah tidak dapat dipisahkan dalam Sedangkan awbah adalah bertaubat karena
Islam. Ia menggambarkan dengan ayat, Allah, tak berharap mendapat surga atau
bahwa ayat “iyyaka na’bud“ sebagai ayat dijauhkan dari neraka.52 Dengan demikian
yang berkonotasi syari’ah, sementara maqamat taubat merupakan jenjang
“iyyaka nasta’in“ sebagai ayat yang pertama untuk menuju kedekatan hakiki
berkonotasi haqiqah. dengan Tuhan. Pada tahap ini seorang sufi
dikehendaki untuk membersihkan dirinya
49Arif Zamhari, “Socio-Structural Innovations In
Indonesia’s Urban Sufism The Case Study Of The Majelis dari prilaku yang menimbulkan dosa dan
Dzikir And Shalawat Nurul Mustafa,” Journal Of Indonesian
Islam, Volume 07, Number 01, June 2013, hlm. 119, dalam rasa bersalah.
http://jiis.uinsby.ac.id/index.php/JIIs/article/view/122,
diakses pada hari Sabtu, 09 Maret, 2019, jam 20.35 WIB.
50 Hasan Mu’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: 51Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf,
Pustaka Setia, 2010), Hlm.56. (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hlm. 195.

59
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

Begitu halnya dengan wara’, dipancarkan lewat hatinya yang bersih.53


melihat perkembangan zaman yang Dari penjelasan di atas dapat dipahami
semakin hari semakin banyak ditemukan bahwa maqamat wara’ adalah kedudukan
hal-hal yang kejelasannya diragukan, spiritual hamba yang menjauhkan diri
maka adanya wara’ hendaknya dari hal-hal syubhat dan tidak berfaedah
menjadikan sufi khususnya dan manusia demi mendapatkan kedekatan dengan
umumnya untuk waspada dan berhati- Tuhan.
hati bahkan meninggalkan perkara- Demikian dengan zuhud, zuhud
perkara syubhat. Sikap menjauhi diri dari zaman modern adalah zuhud semangat
yang syubhat ini sejalan dengan hadits berjuang, yang menghendaki manusia
Nabi yang artinya: “Barangsiapa yang agar bisa mengapai dunia, namun hal itu
dirinya terbebas dari syubhat, maka sama sekali tak melalaikan kedekatannya
sesungguhnya ia telah terbebas dari yang dengan Tuhan. Menurut Ibnu ‘Athaillah
haram.” (H.R. Bukhari). Hadits tersebut al-Sakandariada dua tanda seseorang
menunjukkan bahwa syubhat lebih dekat yang zuhud terhadap dunia, yaitu tanda
pada yang haram. Kaum sufi menyadari ketika memiliki harta dan tanda ketika
benar bahwa setiap makanan, minuman, tidak memilikinya. Ketika memiliki harta,
pakaian, dan sebagainya yang haram seorang zahid selalu mendahulukan orang
dapat memberi pengaruh bagi orang yang lain, dan ketika tidak tidak memilikinya,
memakan, meminum dan memakannya. ia selalu bersikap lapang dan menerima.
Orang yang demikian akan keras hatinya, Orang yang mendahulukan kepentingan
sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari orang lain berarti mensyukuri nikmat
Tuhan. Hal ini dipahami dari hadits Nabi keberadaan, dan orang yang merasa
yang menyatakan bahwa setiap makanan lapang ketika tidak punya berarti
yang haram yang dimakan oleh manusia mensyukuri nikmat ketiadaan. Itulah
akan menyebabkan noda hitam pada hati buah pemahaman dan makrifat. Sebab,
yang lama-kelamaan hati menjadi keras. anugerah Allah tidak hanya berupa
Hal ini sangat ditakuti oleh para sufi yang pemberian harta, Dia tidak memberipun
senantiasa mengharapkan Nur Illahi yang merupakan salah satu bentuk anugerah-
Nya. Bahkan, ketika tidak memberi,
52Owobo,50 Komik Sufi: Cara Asyik Menyimak
Kisah Hikmah, dan Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Zaman, 2014),
hlm. 46. 53Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter

Mulia…,hlm. 172–173.

60
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
nikmat-Nya menjadi lebih sempurna.54 tidak meminta apapun kepada seseorang,
Maqamat zuhud ini bisa dikatakan baik secara lahir maupun batin. Kedua,
sebagai kedudukan spiritual yang orang yang tidak memiliki apapun.
menghendaki agar seorang sufi meraih Namun ia tidak meminta kepada
kedekatan kepada Allah dengan jalan siapapun, tidak mencari dan juga tidak
hidup di dunia tanpa ternodai dan memberi isyarat atas kefakirannya. Ketiga,
terpengaruh sedikitpun. tidak memiliki apa-apa. Jika ia
Fakir dalam tasawuf bukan berarti membutuhkan sesuatu ia akan
fakir harta atau tidak butuh pada harta, mengungkapkannya kepada sebagian
melainkan fakir yang dimaksud adalah temannya yang ia kenal, yang mana bila ia
butuh akan Allah, sehingga selalu mengungkapkan kepadanya ia akan
mengantungkan segala kehidupan pada merasa senang.56 Dari penjelasan di atas
Allah. Ibrahim bin Ahmad al-Khawwash dapat dipahami bahwa maqamat tasawuf
berkata: “kefakiran itu selendang adalah sebuah kedudukan spiritual
kemuliaan, pakaian para rasul, jubbah penghambaan seorang sufi bahwa yang
orang-orang sholeh, mahkota orang-orang dibutuhkannya hanyalah Allah semata.
yang bertakwa, perhiasan orang-orang Dalam menjalani kehidupan
mukmin, harta jarahan perang orang- begitu akan banyak hal suka dan duka
orang arif, harapan para murid, benteng- yang kita temukan sabar sangat
benteng orang yang taat, penjara orang- diperlukan sepanjang manusia hidup
orang yang berdosa, penghapus kejelekan, maka akan selalu ada cobaan
pelipatganda kebaikan, pengangkat kuasa, menghampirinya maka selama itu pula
kemuliaan (karamah) bagi orang-orang maka sabar akan selalu relevan dengan
baik yang menjadi Wali-Nya. Kefakiran kehidupan manusia, sebagai benteng
adalah simbol orang-orang saleh dan pertahanan dalam menjalani ketaatan
kebiasaan orang-orang yang bertaqwa.55 pada Allah, menghindari kedurhakaan
Menurut Abu Nasrh as-Sarraj maqamat dan bertahan dari segala macam cobaan.
fakir memiliki tiga tingkatan: pertama, Untuk mengklasifikasikan makna dan
orang yang tidak memiliki apa-apa dan derajat kesabaran maka sabar dibagi
menjadi tiga tingkat yaitu: pertama, sabar
54Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari, Terapi Makrifat
Misteri Berserah Kepada Allah, (Jakarta: Zaman, 2011), hlm. dalam menghindari kedurhakaan dengan
143.
55Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan
Lengkap Ilmu Tasawuf, terj. Wasmukan dan Samson 56Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’: Rujukan
Rahman, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), hlm. 98–99. Lengkap Ilmu Tasawuf…, hlm. 99–100.

61
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

memerhatikan peringatan, tetap teguh halnya seorang anak bersama ibunya.


keimanan dan waspada hal yang haram Seorang anak tidak akan mencurahkan
dan menghindari kedurhakaan karena segala urusannya kecuali kepada ibunya.
malu.Kedua, sabar dalam ketaatan dengan Ketiga, tingkatan yang paling tinggi, yaitu
menjaga ketaatan itu secara terus- engkau bersama Allah, sebagaimana
menerus, memeliharanya dengan halnya orang yang sakit di hadapan
keikhlasan dan berdasarkan ilmu. Ketiga, dokternya.58 Adapun perbedaan antara
sabar dalam musibah dengan tingkatan-tingkatan ini adalah bahwa
memerhatikan pahala yang baik, pada tingkatan pertama, kadang-kadang
menunggu rahmat datang, menganggap dalam pikirannya terdetik sebuah
musibah sebagai hal kecil dan menghitung kecurigaan. Pada tingkatan kedua, tidak
nikmat-nikmat masa lampau.57 ada kecurigaan, akan tetapi dia akan
Hidup tidak cukup dengan Do,a selalu bergantung pada ibunya ketika dia
saja tawakkal menjadi bagian dari sedang membutuhkan sesuatu. Adapun
tercapainya apa yang kita minta kepada pada tingkatan ketiga, tidak ada
Allah. Tawakkal dalam tasawuf kecurigaan dan ketergantungan pada
merupakan semangat juang dalam yang lain, karena dirinya telah fana dan
kehidupan manusia, agar senantiasa setiap waktu dia melihat apa yang
berusaha dulu, setelah itu serahkan dilakukan Allah terhadapnya.59 Dengan
hasilnya kepada Allah, hal ini tentunya demikian dapat dipahami bahwa maqamat
sesuai dengan karekteristik masyarakat tawakkal adalah kedudukan spiritual
modern yang cenderung giat bekerja, seorang sufi yang menghendaki adanya
namun mengantungkan hasilnya kepada ketergantungan dan mewakilkan segala
Allah SWT. Al-Ghazali dan Ibnu Ujaibah urusan hanya pada Allah semata.
membagi tawakal ke dalam tiga tingkatan: Tujuan dalam hidup ini salah
pertama, tingkatan yang paling rendah, satunya mendapatkan ridha Allah.
yaitu engkau bersama Allah, sebagaimana Penting untuk memiliki sifat ridha
halnya muwakkil (orang yang mewakilkan) kiranya, dikarenakan lika-liku kehidupan
bersama wakilnya yang baik dan ramah. yang jika tidak ada keridhaan di
Kedua, tingkatan pertengahan, yaitu dalamnya maka yang akan muncul adalah
engkau bersama Allah, sebagaimana
58Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf…,
hlm. 265.
57Bachrun Rif’i dan Hasan Mud’is, Filsafat 59Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf…,
Tasawuf…, hlm. 213. hlm. 266.

62
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
rasa berkeluh kesah, msyarakat modern seorang sufi dalam perjalanannya
yang saat ini berpatokan pada mendekat pada Allah, tentu adalah
kemampuan akalnya jika tidak memiliki sebuah kondisi spiritual yang diimpi-
keridahan dalam hidup maka gejala stress impikan oleh seorang sufi untuk bisa
akan menghampiri dirinya. Dzun Nun al- merasakannya. Hal sebagai sebuah kondisi
Mishri menyatakan, “tanda-tanda ridha yang singgah dalam kalbu, merupakan
ada tiga: (1) tindakan sang hamba efek dari peningkatan maqamat
meninggalkan keinginannya karena seseorang. Secara teoritis, memang bisa
mengutamakan keinginan Allah SWT. dipahami bahwa kapanpun seorang
sebelum ia melakukan sesuatu. (2) hamba mendekat kepada Allah dengan
Pengetahuan sang hamba bahwa yang cara berbuat kebajikan, ibadah, riyadhah,
terbaik adalah yang dipilih oleh Allah dan mujahadah, maka Allah akan
setelah ia melakukan sesuatu. (3) Tidak memanifestasikan diri-Nya dalam kalbu
gelisah serta tetap mencintai Allah ketika hamba tersebut.62 Kondisi seperti ini tentu
sang hamba berada di tengah musibah.60 akan tetap relevan dengan kehidupan
Buah dari ridha adalah munculnya manusia selama manusia masih beragama,
kesenangan dan ketenangan menakjubkan pengalaman dengan Tuhan tentu adalah
yang berembus dari keridhaan Allah SWT. hal yang diinginkan, apalagi itu adalah
yang berpadu secara langsung dengan sebuah pemberian atau anugerah dari
besarnya cita-cita dan harapan yang Tuhan.
dimiliki seorang hamba.61 Dari paparan Sedangkan hal kata jamak dari
di atas dapat disimpulkan bahwa ahwal artinya suasana atau keadaan yang
maqamat ridha adalah kedudukan menyelimuti kalbu, yang diciptakan
spiritual di mana seorang sufi hanya sebagai hak prerogatif Allah dalam hati
melihat kebahagiaan segala apa yang setiap hambanya, tidak ada sufi yang
terjadi padanya karena adanya rasa rela mampu merubah keadaan tersebut
pada dirinya. apabila dating saatnya, atau
Adapun ahwal tasawuf atau memperhatikannya apabila pergi.63
kondisi spiritual yang dirasakan oleh Intinya adalah diperkenalkan dengan
maksud sebagai bagian pentinnya tasawuf
60Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk
Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui
Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…, hlm. 202. 62Media Zainul Bahri, Tasawuf Mendamaikan
61Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk
Dunia…,hlm. 90.
Kita Semua: Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Melalui 63Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:

Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme…,, hlm. 201. Rajawali Pers, 2002), hlm. 177.

63
El-Afkar Vol. 9 Nomor. 1, Januari-Juni 2020

yang tujuannya perjalanan spiritual baik menjadi suatu pedoman untuk mencapai
itu pemahaman tentang Allah, kedekatan yang hakiki dengan Tuhan, dan
keridhaanya, cintanya. bisa menjadi acuan untuk meneliti lebih
mendalam lagi mengenai tasawuf.
Kesimpulan
Maqamat dan ahwal adalah dua hal Referensi
yang berbeda namun memiliki hubungan. 1. Al-Sakandari, Ibnu ‘Athaillah.2011.
Terapi Makrifat Misteri Berserah Kepada
Dikatakan berbeda karena maqamat
Allah. Jakarta: Zaman
adalah kedudukan spiritual seorang 2. --------. 2012.Kitab al-Hikam: Petuah-
petuah Agung Sang Guru, terj. Ismail
hamba yang diupayakan dengan
Ba’adillah. Jakarta: Khatulistiwa
sungguh-sungguh dan komitmen yang Press.
3. Al-Yamani, Syekh Yahya ibn
kuat serta istiqamah sehingga mencapai
Hamzah.2012. Pelatihan Lengkap
puncak dari maqamat tersebut. Adapun Takiyatun Nafs: Memandu Anda
Membersihkan Hati dan Menumbuhkan
ahwal adalah kondisi spiritual seorang
Jiwa Mulia Agar Hidup Lebih Berhasil
sufi yang memiliki pengalaman dengan dan Lebih Bahagia.Terj. Maman
Abdurrahman Assegaf. Jakarta:
Tuhan yang ia tidak diusahakan namun
Zaman.
merupakan sebuah pemberian dari Tuhan. 4. Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim.2017.
Madarijus Salikin: Pendakian Menuju
Maqamat dan ahwal adalah konsep Allah Penjabaran Konkrit “Iyyaka
subjektif yang masing-masing sufi Na’budu Wa Iyyaka Nasta’in.” Terj.
Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-
memiliki pandangannya tersendiri dan Kautsar.
jumlah kuantitasnya. Dalam paper ini 5. An-Naisabury, Imam al-Qusyairy.
2014. Risalah Qusyairyah: Induk Ilmu
maqamat dan ahwal yang ditampilkan Tasawuf. Terj. Mohammad Luqman
adalah menurut Abu Nashr as-Sarraj Hakiem. Surabaya: Risalah Gusti.
6. --------. 2007.Risalah Qusyairiyah:
pengarang kitab Al-Luma’: Rujukan Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, terj. Umar
Lengkap Ilmu Tasawuf, yang mana Faruq. Jakarta: Pustaka Amani.
7. As-Sarraj, Abu Nashr as-Sarraj. 2002.
maqamat itu ada 7 yaitu: taubat, wara, Al-Luma’: Rujukan Lengkap Ilmu
zuhud, fakir, sabar, tawakal, dan ridha. Tasawuf. Terj. Wasmukan dan Samson
Rahman. Surabaya: Risalah Gusti.
Adapun ahwal adalah muraqabah, 8. Asfari, dan Otto Sukatno. 2018.
mahabbah, khauf, raja’, syauq, ‘uns, Mahabbah Cinta: Mengarungi Samudera
Cinta Rabi’ah al-Adawiyah. Yogyakarta:
tuma’ninah, musyahadah, dan yakin. Pustaka Hati.
Adapun relevansi konsep-konsep tasawuf 9. Bahri, Media Zainul. 2010. Tasawuf
Mendamaikan Dunia. Jakarta:
dengan kehidupan sekarang adalah Gapprint.
bahwasanya konsep-konsep tersebut akan

64
Arrasyid Arrasyid
KONSEP-KONSEP TASAWUF DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
10. Fahruddin. 2016. “Tasawuf sebagai 23. Tohir, Moenir Nahrowi. 2012.
upaya Membersikan Hati Guna Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti
Mencapai Kedekatan dengan Allah.” Jalan Menuju Tuhan. Jakarta: PT as-
Jurnal Pendidikan Agama Islam Salam Sejahtera.
Ta’lim.Vol. 14. No. 1. Dalam 24. Trimingham, J. Spencer.1971. The Sufi
https://jurnal.upi.edu/file/05. Orders in Islam. London: Oxford
11. Gulen, Muhammad Fethullah. University Press.
2013.Tasawuf Untuk Kita Semua: 25. Yunus, Mahmud. 1990.Kamus Arab.
Menapaki Bukit-bukit Zamrud Kalbu Jakarta:Hidakarya Agung.
Melalui Istilah-istilah dalam Praktik 26. Zahri, Mustafa. 1979.Kunci Memahami
Sufisme. Terj. Fuad Syaifudin Nur. Ilmu Tasawuf. Surabaya, PT Bina Ilmu.
Jakarta: Republika. 27. Zamhari, Arif. 2013. “Socio-Structural
12. HAMKA. 2015.Tasawuf Modern: Innovations in Indonesia’s Urban
Bahagia itu Dekat dengan Kita Ada di Sufism The Case Study of The Majelis
dalam Diri Kita. Jakarta: Republika Dzikir and Shalawat Nurul Mustafa.”
Penerbit. Journal Of Indonesian Islam. Volume 07.
13. Hanieh, Hassan Abu. 2011.Sufism and Number 01. June. Dalam
Sufi Orders: God’s Spiritual Paths: http://jiis.uinsby.ac.id/index.php/JII
Adaptation and Renewalin the Context of s/article/view/122.
Modernization. Jordan: Friedrich-Ebert- 28. Zaprulkhan. 2016. Ilmu Tasawuf:
Stiftung. Sebuah Kajian Tematik. Jakarta:
14. Isa, Syaikh Abdul Qadir. 2005.Hakekat Rajawali Pers.
Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press, 2005.
15. Muhammad, Hasyim.2002. Dialog
Antara Tasawuf dan Psikologi: Telaah
atas Pemikiran Psikologi Humanistik
Abraham Maslow. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
16. Nata, Abuddin. 2013.Akhlak Tasawuf
dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali
Pers.
17. Nata, Abuddin. 2002. Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: Rajawali Pers.
18. Owobo. 2014. 50 Komik Sufi: Cara
Asyik Menyimak Kisah Hikmah, dan
Ajaran Tasawuf. Jakarta: Zaman.
19. Rif’I, Bachrun, dan Hasan Mud’is.
2010. Filsafat Tasawuf. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
20. Solihin, M,dan Rosihon Anwar. 2008.
Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka
Setia.
21. Syata, As-Sayid Abu Bakar Ibn
Muhammad. 1997. Menapak Jejak
Kaum Sufi. Terj. Nur Kholis Aziz dan
Hamim. Surabaya: Dunia Ilmu.
22. Schimmel, Annemarie. 1975.Mystical
Dimensions of Islam. America: The
University of North Carolina Press.

65

Anda mungkin juga menyukai