Abstract
The rapid development of the times has positive and negative impacts on life.
Moral and spiritual degradation is one of the negative impacts that emerge like
humans living without a clear purpose. Resulting in high crime both drug abuse,
juvenile delinquency and so on. These problems make humans a cause as well as
those responsible for solving them. Meanwhile conceptually the problem is
closely related to personality problems or in Islam is called morals. The purpose
of this study is to describe and review the concepts of Sufism and its relevance in
everyday life. This research is a Library Research Because of that the data source
is in the form of library materials such as books, journals and scientific articles.
In accordance with the type, the data collection in this study uses library research
methods which are analysis using the method of description and data analysis .
The results of research this is maqamat and ahwal shown are by Abu Nasr al-
Sarraj, the author of Al-Luma’ Reference Complete Science of Sufism. The
relevance of the concepts of Sufism to present life is that these concepts will
become a guideline for achieving a true approach to God.
Keyword: The Concept, Sufism, Its Relevance in Life.
Abstrak
Pesatnya perkembangan zaman memiliki dampak positif dan negatif pada
kehidupan. Kerusakan moral dan spiritual adalah salah satu dampak negatif yang
muncul seperti manusia yang hidup tanpa tujuan yang jelas. Menghasilkan
kejahatan tinggi baik penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja dan sebagainya.
Masalah-masalah ini membuat manusia sebagai penyebab serta mereka yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Sementara itu secara konseptual
masalah terkait erat dengan masalah kepribadian atau dalam Islam disebut akhlak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan meninjau konsep
tasawuf dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini adalah
penelitian perpustakaan. Karena itu sumber datanya berupa bahan pustaka seperti
buku, jurnal dan artikel ilmiah. Sesuai dengan jenisnya, pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dianalisis
menggunakan metode deskripsi dan analisis data. Hasil penelitian ini adalah
Relevansi konsep Sufisme dengan kehidupan sekarang adalah bahwa konsep-
konsep ini akan menjadi pedoman untuk mencapai pendekatan yang benar kepada
Tuhan.
Kata kunci: Konsep, Sufisme, Relevansinya dalam Kehidupan.
PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang lebih
menekankan pada dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Tasawuf adalah ilmu
yang mulia karena berkaitan dengan ma`rifah kepada Allah Ta`ala dan mahabbah
kepada-Nya. Dan tasawuf adalah ilmu yang paling utama secara mutlak. Lahirnya
tasawuf bersamaan dengan timbulnya agama Islam itu sendiri, maka dari itu ilmu
tasawuf tidak lepas dari pengaruh Al-Qur`an dan hadits. Lahirnya tasawuf sebagai
fenomena ajaran Islam, diawali dari ketidakpuasan terhadap praktek ajaran Islam
yang cenderung formalis dan legalis serta banyaknya penyimpangan-
penyimpangan atas nama hukum agama. Selain itu tasawuf juga sebagai gerakan
moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, moral, dan ekonomi yang ada di
dalam umat Islam.
Tasawuf sebagai fenomena ajaran dapat dilihat dari banyaknya orang yang
berminat mempelajari ilmu tasawuf dari buku-buku tasawuf, banyaknya halaqah,
seminar dan kajian-kajian tentang tasawuf, baik dilingkungan akademik maupun
non-akademik. Adapun tasawuf sebagai gerakan moral tentunya mengandung
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang disebut sebagai nilai-nilai sufistik.
Nilai-nilai sufistik disini adalah segala sesuatu yang mengandung makna nuansa
ajaran tasawuf.
Inti untuk mencapai tasawuf adalah beriman kepada Allah, menyerahkan
diri kepada-Nya, mengamalkan amalan yang sholeh dan menjauhi serta
meninggalkan semua larangan-larangan Allah. Kajian Tasawuf merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di
Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslimin
Indonesia, terbukti dengan semakin meraknya kajian Islam. Oleh sebab itu,
bukanlah suatu hal yang mengherankan, jika hingga sekarang, warna dan nuansa
tasawuf masih tetap merupakan warna yang dominan di dalam corak Islam
Indonesia.
METODE
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Menurut analisa Prof. Dr. H.M. Athoullah Ahmad, MA., bahwa obyek
pembicaraan Ilmu Tasawuf itu meliputi tentang akal dan ma’rifat kemudian
membahas mengenai hati dan riyadhah (latihan dalam spiritual). Adapun
status Ilmu Tasawuf yaitu menuntun sesuai dengan petunjuk, dan membuang
apa yang tidak sesuai dengan tuntunan yang berlaku. kemudian sekuat tenaga
menuju ke jalan Ilahi.6
6
M. Athoullah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Serang: Sengpho, 2007), cet. I,
hal. 119.
dan meninggalkan segala larangan-Nya, namun tidak sedalam kajian yang
dikaji oleh ilmu tasawuf. Kajian-kajian yang dikaji oleh ilmu selain tasawuf
hanya sebagai pengantar kepada seorang manusia untuk menuju kesuksesan
sebagai seorang hamba.
7
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Ahlak Tasawuf Pengenalan,
Pemahaman dan Pengaplikasiannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 24.
8
Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan,
(Jakarta: As-Salam Sejahtera, 2012). hal. 41.
Oleh karena itu, Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid
jika dilihat dari sudut pandang bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi
terapan rohaniyah dari Ilmu Kalam. Jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Selain itu, Ilmu Tasawuf juga
berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan kalam.
Jika tidak dimbangi oleh kesadaran rohaniyah, Ilmu Kalam dapat bergerak
kearah yang lebih liberal dan bebas.
9
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),
hal. 82.
10
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, op.cit., hal. 25.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan
badan agar tercipta keserasian diantara keduanya. Pembahasan tentang
jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana
hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan yang
dimuculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi dan hal itu
menyebabkan mental seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya
tidak terkendali. 11
Sementara cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari
yang paling ringan sampai yang paling berat, dari orang yang merasa
terganggu ketentraman hatinya hingga orang yang sakit jiwa. Gejala
umum yang tegolong pada orang yang kurang sehat dapat dilihat dalam
beberapa segi, antara lain: 12
a. Perasaan, yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, gelisah, takut yang
tidak masuk akal, rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
b. Pikiran, gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi
pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh disekolah, pemalas, pelupa,
suka membolos, tidak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya.
c. Kelakuan, pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras
kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang
lain, membunuh, dan sebagainya, yang menyebabkan orang lain
menderita dan haknya teraniaya.
d. Kesehatan, jasmaninya dapat terganggu bukan adanya penyakit yang
betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak
tentram. Penyakit ini disebut psikosomatik dan gejala yang sering
terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, sering masuk angin, tekanan
darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas, sering pingsan (kejang),
bahkan sakit kepala yang lebih berat seperti lumpuh sebagian anggota
badan, lidah kaku, dan sebagainya yang penting adalah penyakit
jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.
11
H. Rus’an, Imam Al-Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin, (Semarang: Wicaksana, 1984).
hal. 24.
12
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad Rofi’
Utsmani dari Madkhal Ila Al-Tashawwuf Al-Islam (Bandung: Pustaka. 1418 H), hal. 140.
Menurut sebagian ahli tasawuf, An-Nafs (jiwa) adalah roh dan jasad
melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruh-
pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang
dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak
sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan qalbu
(hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan
jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.13
C. Tujuan Tasawuf
Esensi tasawuf bermuara pada hidup zuhud (tidak mementingkan
kemewahan duniawi). Tujuan hal ini dalam rangka dapat berhubungan
langsung dengan Tuhan, dengan perasaan benar-benar berada di hadirat
Tuhan. Para sufi menganggap ibadah yang diselenggarakan dengan cara
formal (mahdhoh) belum merasa cukup karena belum memenuhi kebutuhan
spiritual kaum sufi.15 Dalam pandangan Sayyid Nur bin Sayyid Ali
bahwasanya sufisme diadakan dengan tujuan sebagai berikut:16
1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.
13
Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan Falsafi; Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok:
Pustaka Iman, 2009), hal. 51.
14
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal. 62.
15
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. V, hal. 206.
16
Sayyid Nur bin Sayyid Ali, Al-Tasawwufu Syar’i, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 2000),
hal. 17.
2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.
3. Mengisi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.
4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menstabilkan akidah persahabatan ketuhanan (shuhbah Ilahiyyah), dengan
maksud Allah SWT melihat hamba-hambaNya dengan meliputi mereka
dari segala arah ilmu, kekuasaan, pendengaran, dan penglihatan-Nya.
6. Menggapai kekuatan iman yang dahulu pernah dimiliki para sahabat
Rasulullah SAW, dan menyebarkan ilmu-ilmu syari’at. Serta, mampu
mengembalikan kepemimpinan mendunia secara global, baik peta politik
maupun ekonomi, serta dapat menyelamatkan bangsa-bangsa yang ada
dari alienasi dan kehancuran.
Oleh karena itu, bagi ahli tasawuf tidak mempunyai tujuan lain dalam
bertaqarrub kepada Allah SWT kecuali dengan tujuan untuk mencapai
”ma’rifat billah” yakni mengenal Allah dengan sebenar benarnya dan
tersingkapnya dinding (hijab) yang membatasi diri dengan Allah SWT. Bagi
para sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat
beribadah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan
ma’rifatullah. 17 Dengan ma’rifatullah akan melahirkan malu berbuat maksiat
karena Allah, cinta kepada Allah karena mengharap ridha-Nya, dan rindu
(sabilurroja’) kepada-Nya.
18
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 63.
19
Aboebakar, Pendidikan Sufi Sebuah Upaya Mendidik Akhlak Manusia, (Solo: CV.
Ramahani, 2015), hal. 121.
20
Jamil Muhammad, Cakrawala Tasawuf: Sejarah Pemikiran dan Kontekstualitas, (Ciputat:
GP Press, 2004), hal. 94.
21
Abdul Mustaqim, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), hal. 46.
pemarah dan sifat-sifat tercela yang lain. Tindakan Takhalli ini dapat
menyucikan dan menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji, dengan taat lahir
dan taat batin.22
Mempelajari tasawuf membawa manfaat yang sangat banyak dalam
kehidupan ini, baik secara individu, masyarakat, bangsa dan negara. Para sufi
sangat menyadari betul akan siapa dirinya dan bagaimana posisinya dihadapan
Tuhan dan mereka sudah mampu menguasai hawa nafsu mereka, sehingga
dengan demikian segala apa yang mereka lakukan selalu berada dalam koridor
kepada Tuhan, ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT. Dengan penuh
keridhaan, kecintaan dan mereka pun diridhai dan dicintai oleh Allah, bahkan
Allah SWT mengundang mereka kesebuah perjamuan yang sangat indah.
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al- Fajr [89]: 27-30).23
22
Zahri Mustofa, Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976), hal. 87.
23
Abdul Mustaqim, op.cit., hal.63.
ruang lingkup Tasawuf
tujuan Tasawuf
manfaat mempelajari Tasawuf
hubungan dengan ilmu lain
aplikasi dalam kehidupan