Anda di halaman 1dari 16

KONSEP TASAWUF

Dina Akmalia Farkhati


Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
e-mail: dinafarka2908@gmail.com

Abstract
The rapid development of the times has positive and negative impacts on life.
Moral and spiritual degradation is one of the negative impacts that emerge like
humans living without a clear purpose. Resulting in high crime both drug abuse,
juvenile delinquency and so on. These problems make humans a cause as well as
those responsible for solving them. Meanwhile conceptually the problem is
closely related to personality problems or in Islam is called morals. The purpose
of this study is to describe and review the concepts of Sufism and its relevance in
everyday life. This research is a Library Research Because of that the data source
is in the form of library materials such as books, journals and scientific articles.
In accordance with the type, the data collection in this study uses library research
methods which are analysis using the method of description and data analysis .
The results of research this is maqamat and ahwal shown are by Abu Nasr al-
Sarraj, the author of Al-Luma’ Reference Complete Science of Sufism. The
relevance of the concepts of Sufism to present life is that these concepts will
become a guideline for achieving a true approach to God.
Keyword: The Concept, Sufism, Its Relevance in Life.

Abstrak
Pesatnya perkembangan zaman memiliki dampak positif dan negatif pada
kehidupan. Kerusakan moral dan spiritual adalah salah satu dampak negatif yang
muncul seperti manusia yang hidup tanpa tujuan yang jelas. Menghasilkan
kejahatan tinggi baik penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja dan sebagainya.
Masalah-masalah ini membuat manusia sebagai penyebab serta mereka yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Sementara itu secara konseptual
masalah terkait erat dengan masalah kepribadian atau dalam Islam disebut akhlak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan meninjau konsep
tasawuf dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini adalah
penelitian perpustakaan. Karena itu sumber datanya berupa bahan pustaka seperti
buku, jurnal dan artikel ilmiah. Sesuai dengan jenisnya, pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dianalisis
menggunakan metode deskripsi dan analisis data. Hasil penelitian ini adalah
Relevansi konsep Sufisme dengan kehidupan sekarang adalah bahwa konsep-
konsep ini akan menjadi pedoman untuk mencapai pendekatan yang benar kepada
Tuhan.
Kata kunci: Konsep, Sufisme, Relevansinya dalam Kehidupan.
PENDAHULUAN
Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang lebih
menekankan pada dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Tasawuf adalah ilmu
yang mulia karena berkaitan dengan ma`rifah kepada Allah Ta`ala dan mahabbah
kepada-Nya. Dan tasawuf adalah ilmu yang paling utama secara mutlak. Lahirnya
tasawuf bersamaan dengan timbulnya agama Islam itu sendiri, maka dari itu ilmu
tasawuf tidak lepas dari pengaruh Al-Qur`an dan hadits. Lahirnya tasawuf sebagai
fenomena ajaran Islam, diawali dari ketidakpuasan terhadap praktek ajaran Islam
yang cenderung formalis dan legalis serta banyaknya penyimpangan-
penyimpangan atas nama hukum agama. Selain itu tasawuf juga sebagai gerakan
moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, moral, dan ekonomi yang ada di
dalam umat Islam.
Tasawuf sebagai fenomena ajaran dapat dilihat dari banyaknya orang yang
berminat mempelajari ilmu tasawuf dari buku-buku tasawuf, banyaknya halaqah,
seminar dan kajian-kajian tentang tasawuf, baik dilingkungan akademik maupun
non-akademik. Adapun tasawuf sebagai gerakan moral tentunya mengandung
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang disebut sebagai nilai-nilai sufistik.
Nilai-nilai sufistik disini adalah segala sesuatu yang mengandung makna nuansa
ajaran tasawuf.
Inti untuk mencapai tasawuf adalah beriman kepada Allah, menyerahkan
diri kepada-Nya, mengamalkan amalan yang sholeh dan menjauhi serta
meninggalkan semua larangan-larangan Allah. Kajian Tasawuf merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di
Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslimin
Indonesia, terbukti dengan semakin meraknya kajian Islam. Oleh sebab itu,
bukanlah suatu hal yang mengherankan, jika hingga sekarang, warna dan nuansa
tasawuf masih tetap merupakan warna yang dominan di dalam corak Islam
Indonesia.
METODE

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (librabry research) penelitian yang


dilaksanakan dengan literatur (kepustakaan) maka sumber-sumber yang penulis
gunakan adalah buku-buku yang memuat tentang tasawuf, catatan maupun
laporan penelitian terdahulu. Dengan menggunakan metode deskripsi, interpretasi
dan analisis yakni metode dalam bentuk deskripsi agar penulis mampu memahami
dan memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang terkait
dengan penelitian ini. Dan metode analisis digunakan agar penulisan ini lebih
sistematis pada permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun
sumber data penelitian ini adalah sumber data primer dan sember data sekunder.
Adapun sumber data primernya buku-buku yang memuat tentang tasawuf.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf

Tasawuf berasal dari bahasa Arab "tashawwafa-yatashawwafu" yang


berarti (menjadi) berbulu yang banyak, yaitu menjadi seorang sufi atau orang
yang menyerupainya dengan ciri khas pakaiannya yang terbuat dari bulu
domba/wol (suf),1 walaupun kenyataannya tidak semua ahli sufi pakaiannya
menggunakan wol. Sebagian ulama menyatakan bahwa para sufi diberi nama
sufi karena kesucian (shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka.
Ada pula yang berpendapat bahwa seorang sufi disebut sufi dikarenakan
mereka berada di baris terdepan (shaff) dihadapan Allah SWT melalui
pengangkatan keinginan mereka kepada-Nya. Ada juga yang mengambil dari
istilah ash-hab al-Shuffah, yakni para sahabat Nabi yang tinggal di
kamar/serambi-serambi masjid.2
Tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka mensucikan
diri dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia yang
menyebabkan lalai dari Allah SWT, untuk kemudian memusatkan
perhatiannya hanya ditujukan kepada Allah SWT. Senada dengan apa yang
disampaikan oleh Syekh Abul ‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin
Isa Zarruq Al-Fasi, seorang ulama sufi, Ia mengatakan:
1
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 804.
2
Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang: A-Empat, 2015), hal. 1
ِ ْ‫ح ْالقُلُو‬
ُ‫ب َواِ ْف َرا ِدهَا هللِ تَ َعالَى َع َّما ِس َواه‬ ِ ُ‫ف ِع ْل ٌم ق‬
ِ ‫ص َد اِل ِ صْ اَل‬ ُ ‫َص ُّو‬
َ ‫الت‬
Artinya, “Ilmu tasawuf adalah ilmu yang dimaksudkan untuk memperbaiki
hati dan menyendirikannya (hati) hanya untuk Allah swt dari selain-Nya”.
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf
adalah ilmu yang menerangkan tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang
dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-
sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan
meninggalkan larangan-larangan Allah dan melakukan perintah-perintah
Allah SWT.3
Tasawuf atau sufisme merupakan istilah yang lazim dipergunakan
untuk mistisme dalam Islam dengan tujuan pokok memperoleh hubungan
langsung dengan Tuhan. Dalam hal ini pokok-pokok ajaran yang dimaksud
ialah ajaran yang tersirat dari Nabi Muhammad SAW yang didiskusikan
dengan para sahabatnya tentang apa-apa yang diperolehnya dari malaikat
Jibril berkenaan dengan pokok-pokok ajaran Islam, yakni iman, islam, dan
ihsan yang mana ketiga sendi ini selanjutnya diimplementasikan dalam
pelaksanaan tasawuf.4
B. Ruang Lingkup Tasawuf
Ilmu tasawuf yang pada dasarnya bila dipelajari secara esensial
mengandung empat unsur, yaitu:5
1. Metaphisica, yaitu hal-hal yang di luar alam dunia atau bisa juga dikatakan
sebagai ilmu ghaib. Di dalam Ilmu Tasawuf banyak dibicarakan tentang
masalah-masalah keimanan tentang unsur-unsur akhirat, dan cinta seorang
sufi terhadap Tuhannya.
2. Ethica, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang baik dan buruk dengan
melihat pada amaliah manusia. Dalam Ilmu Tasawuf banyak sekali unsur-
unsur etika, dan ajaran-ajaran akhlak (hablumminallah dan
hablumminannas).
3
Ibid., hal. 2.
4
K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 4.
5
Mohammad Saifullah al-Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tashawuf, (Surabaya: Terbit
Terang, tt.), hal. 29.
3. Psikologia, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam
pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi
modern ditujukan dalam menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa
orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi dalam tasawuf
memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri, yakni diarahkan terhadap
penyadaran diri sendiri dan menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya
untuk kemudian memperbaiki menuju kesempurnaan nilai pribadi yang
mulia.
4. Aesthetica, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk
meresapkan seni dalam diri, haruslah ada keindahan dalam diri sendiri.
Sedangkan puncak keindahan itu adalah cinta. Jalan yang ditempuh untuk
mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah tafakur, merenung
hikmah-hikmah ciptaan Allah. Dengan begitu akan tersentuh kebesaran
Allah dengan banyak memuji dan berdzikir kehadirat-Nya. Oleh karena
itu, dengan senantiasa bertafakur dan merenungkan segala ciptaan Allah,
maka akan membuahkan pengenalan terhadap Allah (ma’rifat billah) yang
merupakan kenikmatan bagi ahli sufi. Hal ini bersumber pada mahabbah,
rindu, ridho melalui tafakur, dan amal-amal shalih.

Menurut analisa Prof. Dr. H.M. Athoullah Ahmad, MA., bahwa obyek
pembicaraan Ilmu Tasawuf itu meliputi tentang akal dan ma’rifat kemudian
membahas mengenai hati dan riyadhah (latihan dalam spiritual). Adapun
status Ilmu Tasawuf yaitu menuntun sesuai dengan petunjuk, dan membuang
apa yang tidak sesuai dengan tuntunan yang berlaku. kemudian sekuat tenaga
menuju ke jalan Ilahi.6

Kajian Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang erat dengan ilmu-ilmu


lainnya, terutama ilmu keislaman. Tasawuf adalah suatu kajian keilmuan
yang mengantarkan seorang hamba untuk lebih seksama dalam mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Kedekatan seorang hamba dengan Allah SWT
merupakan kajian utama yang dituju oleh ilmu lainnya untuk dapat
mengantarkan manusia sebagai hamba yang mematuhi segala perintah-Nya

6
M. Athoullah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf, (Serang: Sengpho, 2007), cet. I,
hal. 119.
dan meninggalkan segala larangan-Nya, namun tidak sedalam kajian yang
dikaji oleh ilmu tasawuf. Kajian-kajian yang dikaji oleh ilmu selain tasawuf
hanya sebagai pengantar kepada seorang manusia untuk menuju kesuksesan
sebagai seorang hamba.

Ruang lingkup tasawuf mencakup berbagai aspek dalam Islam yang


berkaitan dengan dimensi spiritual, mistik, dan pengalaman batiniah. Tasawuf
merupakan cabang dalam agama Islam yang menekankan pengembangan dan
pemurnian jiwa serta hubungan individu dengan Tuhan.

Berikut ini beberapa ruang lingkup utama dalam tasawuf:

Penekanan pada hubungan pribadi dengan Tuhan: Tasawuf


menekankan pentingnya hubungan pribadi antara individu dan Tuhan.
Melalui praktik spiritual seperti meditasi, dzikir, dan introspeksi, seorang sufi
berusaha untuk memperdalam hubungannya dengan Tuhan serta mencapai
kesatuan spiritual.

Pemurnian jiwa dan akhlak: Tasawuf mengajarkan pemurnian jiwa


melalui pengendalian diri, penolakan terhadap hawa nafsu, dan peningkatan
kualitas akhlak. Sufi berupaya untuk mencapai kesalehan dalam tindakan dan
perilaku mereka, mengembangkan sifat-sifat seperti kesabaran, kasih sayang,
kerendahan hati, dan kejujuran.

Penekanan pada pengalaman batiniah: Tasawuf menekankan


pengalaman langsung dengan Tuhan melalui ekstase spiritual, pengalaman
mistik, dan pengetahuan batin. Sufi berusaha untuk mencapai pengenalan diri
yang mendalam dan pemahaman intuitif tentang hakikat Tuhan dan alam
semesta.
Guru dan murid: Tasawuf memiliki tradisi penting dalam sistem guru
dan murid. Seorang murid tasawuf belajar langsung dari seorang guru yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman spiritual yang lebih dalam. Guru ini
membimbing muridnya dalam praktik-praktik spiritual, memberikan nasihat,
dan membantu murid dalam perjalanan spiritual mereka.

Simbolisme dan metafora: Tasawuf sering menggunakan simbolisme


dan metafora dalam mengungkapkan realitas spiritual. Metafora seperti cinta
sebagai api, pencarian sebagai perjalanan, dan hubungan antara pencipta dan
ciptaan sebagai hubungan antara kekasih dan kekasihnya sering digunakan
dalam puisi dan tulisan-tulisan sufistik.

Kehidupan dalam dunia: Tasawuf mengajarkan bahwa individu dapat


mencapai kedekatan dengan Tuhan tidak hanya melalui praktik-praktik
spiritual, tetapi juga melalui kehidupan sehari-hari. Sufi diharapkan untuk
mengamalkan nilai-nilai Islam dalam hubungan dengan orang lain,
memperhatikan kewajiban sosial, dan menjalani kehidupan yang bermanfaat
bagi masyarakat.

Tasawuf memiliki sejarah yang panjang dan bercabang-cabang dalam


berbagai tradisi sufi. Ruang lingkupnya mencakup banyak aspek yang
membentuk pendekatan dan praktik spiritual sufi. Namun, penting untuk
dicatat bahwa tasawuf bisa memiliki variasi dalam interpretasi dan praktik di
antara berbagai kelompok sufi.

Berikut merupakan keterkaitan atau hubungan Ilmu Tasawuf dengan


ilmu-ilmu yang lain, diantaranya dengan ilmu kalam, fikih, jiwa dan ilmu
filsafat.

1. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam


Ilmu Kalam merupakan disiplin ilmu ke-Islaman yang banyak
mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam Ilmu Kalam terkesan
tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah) sebagai contoh ilmu tauhid
menerangkan bahwa Allah bersifat sama’ (mendengar), qudrah (kuasa),
hayat (hidup), dan sebagainya.7 Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan
iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan
dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan
jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman,
seperti dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan
sebab terkadang seseorang mengetahui batasan-batasan kemunafikan,
tetapi tetap saja melaksanakannya. Allah SWT berfirman:
‫َأسلَ ْمنَا ولَ َّما يَ ْد ُخ ِل ٱِإْل ميَٰن ىِف‬ ِٰ ِ ِ َ‫قَال‬
ُ َ ْ ۟ ‫اب ءَ َامنَّا ۖ قُل مَّلْ ُتْؤ منُوا۟ َولَكن قُولُ آو‬
ُ ‫ٱَأْلعَر‬
ْ ‫ت‬
ِ ‫َأع ٰملِ ُكم َشيـًٔا ۚ ِإ َّن ٱللَّه َغ ُف‬ ِ ِ
‫يم‬
ٌ ‫ور َّرح‬
ٌ َ ْ ْ َ ْ ‫ُقلُوبِ ُك ْم ۖ َوِإن تُطيعُوا۟ ٱللَّهَ َو َر ُسولَهُۥ اَل يَلْت ُكم ِّم ْن‬

Artinya: “Orang-orang arab badui berkata, “kami telah beriman.”


Katakanlah,”Kamu belum beriman, tetapi katakanlah,’kami telah berislam
(tunduk).”karena iman itu belum masuk kedalam hatimu” (Qs Al-Hujurat
[49] : 14).

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kalam, Ilmu Tasawuf berfungsi sebagai


pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Selain itu, Ilmu
Tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam
perdebatan-perdebatan kalam. Dalam dunia islam Ilmu Kalam cenderung
menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional, disamping
muatan naqliah. Disinilah Ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan
rohaniah sehingga Ilmu Kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman
belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara
qalbiyah (hati).8

7
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Ahlak Tasawuf Pengenalan,
Pemahaman dan Pengaplikasiannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 24.
8
Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan,
(Jakarta: As-Salam Sejahtera, 2012). hal. 41.
Oleh karena itu, Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid
jika dilihat dari sudut pandang bahwa Ilmu Tasawuf merupakan sisi
terapan rohaniyah dari Ilmu Kalam. Jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Selain itu, Ilmu Tasawuf juga
berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan kalam.
Jika tidak dimbangi oleh kesadaran rohaniyah, Ilmu Kalam dapat bergerak
kearah yang lebih liberal dan bebas.

2. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Fikih


Fiqih asal kata dari fiqhi (faham), tegasnya ilmu cara memahamkan
syari’at, hukum, larangan, dan suruhan, wajib dan haram.9 Biasanya
pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari taharah (tata cara
bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqih lainya. Namun, pembahasan
ilmu fiqih tentang taharah atau lainya tidak secara langsung terkait dengan
pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, taharah akan terasa lebih
bermakna jika disertai pemahaman rohaniahnya.10 Segala yang tersebut itu
adalah mengenai ilmu zahir. Maka disamping itu dengan sendirinya
timbulah ilmu batin.
Disinilah pangkal Ilmu Tasawuf, Ilmu Tasawuf berhasil memberikan
corak batin terhadap Ilmu Fiqih, corak batin yang dimaksud adalah ikhlas
dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini mampu
menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih
karena pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa
perjalanan rohaniah. Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin
ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya,
dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap ilmu ini sangat
beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya.

3. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa

9
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),
hal. 82.
10
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, op.cit., hal. 25.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan
badan agar tercipta keserasian diantara keduanya. Pembahasan tentang
jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana
hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan yang
dimuculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi dan hal itu
menyebabkan mental seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya
tidak terkendali. 11
Sementara cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari
yang paling ringan sampai yang paling berat, dari orang yang merasa
terganggu ketentraman hatinya hingga orang yang sakit jiwa. Gejala
umum yang tegolong pada orang yang kurang sehat dapat dilihat dalam
beberapa segi, antara lain: 12
a. Perasaan, yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, gelisah, takut yang
tidak masuk akal, rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
b. Pikiran, gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi
pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh disekolah, pemalas, pelupa,
suka membolos, tidak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya.
c. Kelakuan, pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras
kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang
lain, membunuh, dan sebagainya, yang menyebabkan orang lain
menderita dan haknya teraniaya.
d. Kesehatan, jasmaninya dapat terganggu bukan adanya penyakit yang
betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak
tentram. Penyakit ini disebut psikosomatik dan gejala yang sering
terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, sering masuk angin, tekanan
darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas, sering pingsan (kejang),
bahkan sakit kepala yang lebih berat seperti lumpuh sebagian anggota
badan, lidah kaku, dan sebagainya yang penting adalah penyakit
jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.

11
H. Rus’an, Imam Al-Ghazali Mutiara Ihyaa’ Ulumuddin, (Semarang: Wicaksana, 1984).
hal. 24.
12
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Terj. Ahmad Rofi’
Utsmani dari Madkhal Ila Al-Tashawwuf Al-Islam (Bandung: Pustaka. 1418 H), hal. 140.
Menurut sebagian ahli tasawuf, An-Nafs (jiwa) adalah roh dan jasad
melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruh-
pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang
dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak
sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan qalbu
(hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan
jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.13

4. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Filsafat


Dengan tasawuf yang artinya adalah pembersihan batin, jelaslah oleh
kita sekarang dari mana dasar tempatnya dan kemana tujuannya. Yang
berjalan dalam tasawuf adalah perasaan, sedang filsafat kepada fikiran.
Seseorang tidak akan dapat memahami cacat yang ada pada suatu ilmu
kecuali apabila dia telah memahami benar-benar ilmu tersebut dengan
sempurna, paling tidak ia harus dapat menyamai seorang ahli yang paling
banyak ilmunya dalam hal pokok-pokok dasar filsafat, selanjutnya
dilampaui dan diatasinya ilmu itu, hal mana para ahli yang paling banyak
pengetahuan itu telah banyak mengetahui mana-mana yang baik dan
mana-mana yang buruk ilmunya itu.14

C. Tujuan Tasawuf
Esensi tasawuf bermuara pada hidup zuhud (tidak mementingkan
kemewahan duniawi). Tujuan hal ini dalam rangka dapat berhubungan
langsung dengan Tuhan, dengan perasaan benar-benar berada di hadirat
Tuhan. Para sufi menganggap ibadah yang diselenggarakan dengan cara
formal (mahdhoh) belum merasa cukup karena belum memenuhi kebutuhan
spiritual kaum sufi.15 Dalam pandangan Sayyid Nur bin Sayyid Ali
bahwasanya sufisme diadakan dengan tujuan sebagai berikut:16
1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.

13
Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan Falsafi; Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok:
Pustaka Iman, 2009), hal. 51.
14
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal. 62.
15
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. V, hal. 206.
16
Sayyid Nur bin Sayyid Ali, Al-Tasawwufu Syar’i, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 2000),
hal. 17.
2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit-penyakit kalbu.
3. Mengisi diri (tahalli) dengan akhlak Islam yang mulia.
4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menstabilkan akidah persahabatan ketuhanan (shuhbah Ilahiyyah), dengan
maksud Allah SWT melihat hamba-hambaNya dengan meliputi mereka
dari segala arah ilmu, kekuasaan, pendengaran, dan penglihatan-Nya.
6. Menggapai kekuatan iman yang dahulu pernah dimiliki para sahabat
Rasulullah SAW, dan menyebarkan ilmu-ilmu syari’at. Serta, mampu
mengembalikan kepemimpinan mendunia secara global, baik peta politik
maupun ekonomi, serta dapat menyelamatkan bangsa-bangsa yang ada
dari alienasi dan kehancuran.

Oleh karena itu, bagi ahli tasawuf tidak mempunyai tujuan lain dalam
bertaqarrub kepada Allah SWT kecuali dengan tujuan untuk mencapai
”ma’rifat billah” yakni mengenal Allah dengan sebenar benarnya dan
tersingkapnya dinding (hijab) yang membatasi diri dengan Allah SWT. Bagi
para sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat
beribadah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan
ma’rifatullah. 17 Dengan ma’rifatullah akan melahirkan malu berbuat maksiat
karena Allah, cinta kepada Allah karena mengharap ridha-Nya, dan rindu
(sabilurroja’) kepada-Nya.

D. Manfaat Tasawuf dan Aplikasinya dalam Kehidupan


Sufisme atau tasawuf merupakan buah peradaban Islam yang sangat
tua, namun mengalami revitalisasi di era modern ini. Kehadirannya semakin
bermakna ketika ia mampu menjadi “oase di padang pasir” bagi masyarakat
modern yang mengalami krisis spiritual. Dalam bentuk tarekat tertentu atau
dalam bentuk yang sudah termodifikasi, tasawuf menjadi obat penyakit
modernisasi dengan segala dampak negatifnya.
Setiap orang yang beragama Islam tentunya ingin dekat dengan
Tuhannya Allah SWT. Ada begitu banyak jalan untuk bisa dekat dengan Allah
SWT, salah satunya adalah dengan jalan tasawuf. Tasawuf dengan ajaran
kerohanian dan akhlak mulianya semakin memainkan peranan penting. Ia
17
Syaikh Muhammad Nawawi, Nasho’ihul ‘Ibad, (ttp.: Syirkah al-Nur Asiya, tt.), hal. 57.
yang dahulu dituduh penyebab kemunduran Islam, dan disikapi secara negatif
oleh beberapa pakar Islam, seperti Faslur Rahman dan al-Faruqi, kini makin
mendapatkan tempat dalam masyarakat modern. Bahkan ia menjadi solusi
yang dinantikan bagi problematika masyarakat modern.
Kehidupan masyarakat saat ini perlahan lahan mulai tumbuh dan
mengembangkan sifat-sifat materialistik dan hedonisme. Gejala ini ditandai
dengan menjadikan materi sebagai tolak ukur untuk mencapai kesuksesan dan
kebahagiaan. Masyarakat berlomba-lomba mencari dan mendapatkan materi
sebanyak-banyaknya.18 Dorongan seperti ini memberikan dampak
kecenderungan masyarakat bertindak tanpa kontrol demi mendapatkan apa
yang diinginkan dengan menghalalkan segala cara tanpa memperdulikan
sesama, hilangnya kepedulian sosial, kecenderungan individualistis,
materialistis, kapitalis dan hedonis.19
Tasawuf dalam kehidupan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam menuntaskan permasalahan dan penyakit sosial yang ada, amalan yang
terdapat dalam ajaran tasawuf akan membimbing seseorang dalam
mengarungi kehidupan dunia menjadi manusia yang arif, bijaksana dan
profesional dalam kehidupan bermasyarakat dan memberikan nilai-nilai
spiritual dan sosial yang jelas.20 Saat ini, sufisme tidak hanya dipraktikkan
oleh penduduk desa, petani, dan orang-orang yang tidak berpendidikan, tetapi
juga dipraktekkan oleh kaum urban, elit nasional, dan orang-orang
berpendidikan.
Manfaat yang diberikan untuk membersihkan jiwa dan penyakit sosial
tersebut dalam ajaran tasawuf dapat dilakukan dengan salah satu cara yaitu
takhalli.21 Pengertian takhalli sendiri yaitu tahapan mengisi dan berhias diri
dengan sikap- sikap terpuji. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari
maksiat lahir dan maksiat batin yang mengotori hati manusia. Contohnya
seperti iri dan dengki, buruk sangka, sombong, membanggakan diri, pamer,

18
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 63.
19
Aboebakar, Pendidikan Sufi Sebuah Upaya Mendidik Akhlak Manusia, (Solo: CV.
Ramahani, 2015), hal. 121.
20
Jamil Muhammad, Cakrawala Tasawuf: Sejarah Pemikiran dan Kontekstualitas, (Ciputat:
GP Press, 2004), hal. 94.
21
Abdul Mustaqim, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), hal. 46.
pemarah dan sifat-sifat tercela yang lain. Tindakan Takhalli ini dapat
menyucikan dan menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji, dengan taat lahir
dan taat batin.22
Mempelajari tasawuf membawa manfaat yang sangat banyak dalam
kehidupan ini, baik secara individu, masyarakat, bangsa dan negara. Para sufi
sangat menyadari betul akan siapa dirinya dan bagaimana posisinya dihadapan
Tuhan dan mereka sudah mampu menguasai hawa nafsu mereka, sehingga
dengan demikian segala apa yang mereka lakukan selalu berada dalam koridor
kepada Tuhan, ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT. Dengan penuh
keridhaan, kecintaan dan mereka pun diridhai dan dicintai oleh Allah, bahkan
Allah SWT mengundang mereka kesebuah perjamuan yang sangat indah.
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al- Fajr [89]: 27-30).23

22
Zahri Mustofa, Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976), hal. 87.
23
Abdul Mustaqim, op.cit., hal.63.
ruang lingkup Tasawuf
tujuan Tasawuf
manfaat mempelajari Tasawuf
hubungan dengan ilmu lain
aplikasi dalam kehidupan

Anda mungkin juga menyukai