BAB I
masih banyak orang yang berkecimpung dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia
belum memahami istilah yang digunakannya. Kondisi seperti ini sering menimbulkan
hambatan dalam berbagai kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Berikut ini
dikemukakan uraian beberapa istilah yang tinggi frekwensi pemakaiannya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.
umum dapat dikemukakan bahwa bentukan kata dengan menggunakan imbuhan per-an
membentuk arti entitas proses kegiatan dan hasil yang dilakukan berkaitan dengan kata
dasarnya. Dari uraian ini dapat dikemukakan bahwa makna yang esensial dari kata
pelajaran adalah entitas seluruh proses kegiatan mengajar dan pelajar.
Berdasarkan uraian ketiga istilah tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
a. Pemakaian istilah pembelajaran bahasa Indonesia tepat apabila yang ingin
dikemukakan adalah proses dan hasil belajar yang dilakukan oleh orang atau
siswa yang belajar bahasa Indonesia.
b. Pemakaian istilah pembelajaran bahasa Indonesia tepat apabila yang
dikemukakan adalah proses kegiatan dan hasil yang dikerjakan oleh orang yang
mengajar bahasa Indonesia.
c. Pemakaian istilan Pelajaran Bahasa Indonesia tepat apabila yang ingin
dikemukakan adalah keseluruahn entitas proses dan kegiatan berkaitan dengan
mengajar dan belajar bahasa Indonesia.
pertama ini berlangsung secara alamiah, terjadi pada setiap anak dalam kehidupan yang
normal, tidak disadari oleh anak bahwa dia sedang belajar bahasa. Bahasa yang
dipelajari secara tidak disadari itu adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang atau
masarakat di sekelilingnya. Sebagai ilustrasi misalnya Rakhma seorang anak yang lahir
dan dibesarkan di Jawa. Bahasa yang pertama kali dia dengar kemudian dia pelajari dan
kuasai adalah bahasa Jawa. Oleh karena itu, bahasa pertama Rakhma adalah bahasa
Jawa. Bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak
setelah dia belajar dan menguasai bahasa pertama. Proses belajar bahasa kedua ini bisa
terjadi secara alamiah dan bisa juga terjadi secara disengaja melalui kegiatan belajar
bahasa di sekolah. Dalam ilustrasi kasus Rakhma, setelah Rakhma belajar dan
menguasai bahasa Jawa dia mulai belajar menguasai bahasa Indonesia di sekolah.
Bahasa Indonesia bagi Rakhma adalah bahasa kedua Pengertian bahasa pertama dan
bahasa kedua tidak berhubungan dengan karakteristik suatu bahasa melainkan
berhubungan dengan urutan waktu belajar dan menguasai suatu bahasa seorang anak
secara individual. Oleh karena itu, konsep bahasa pertama dan bahasa kedua bersifat
relatif subyektif, artinya pengertian istilah bahasa pertama dan bahasa kedua itu
berkaitan dengan sorang anak dengan bahasa yang dipelajarinya. Bagi Rakhma bahasa
Jawa adalah bahasa pertamanya dan bahasa Indonesia sebagai bahasa keduanya, tetapi
bagi Edward, seorang anak yang lahir dan dibesarkan di Medan kemudian mengikuti
kedua orang tuanya pindah ke Solo, bahasa Indonesia adalah bahasa pertama karena
sejak usia dini bahasa yang dipelajari dan dikuasai oleh Edward adalah bahasa
Indonesia. Sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa Jawa karena setelah dia
menguasai bahasa Indonesia dia mulai belajar dan menguasai bahasa Jawa karena
bahasa yang digunakan oleh lingkungan tempat tinggalnya yang baru, Solo , adalah
bahasa Jawa. Pemakaian istilah bahasa pertama dan bahasa kedua juga dikaitkan dengan
seberapa kuat penguasaan seorang anak terhadap bahasanya. Pada umumnya
penguasaan bahasa pertama seorang anak lebih kuat jika dibandingkan dengan
penguasaan bahasa keduanya. Namun di dalam kenyataan di masyarakat biasa juga
terjadi penguasaan seseorang terhadap bahasa keduanya lebih kuat dari pada
penguasaan bahasa pertamanya. Kasusnya seperti yang terjadi pada seorang anak
bernama Baiq Sulistiani, seorang anak yang dilahirkan di salah satu desa di Lombok
6
menjadi bahasa resmi di suatu negara biasanya berdasarkan kepentingan politis baik
kepentingan politis dalam rangka melancarkan jalannya pemerintahan di dalam negeri,
maupun kepentingan politis dalam menegakkan eksistensi negara di dunia inter-
nasional. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi
Negara.
Pembahasan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan sebagai Bahasa
Resmi Negara telah dilakukan pada Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselenggarkan pada tanggal 25-28 Februari 1975 di Jakarta. Dalam seminar tersebut
dirumuskan fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional dan
sebagai Bahasa Resmi
Sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
(1) Lambang kebanggaan nasional
(2) Lambang identitas nasional
(3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budayanya
(4) Alat berhubungan antar budaya, antar daerah di Indonesia
Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Resmi Negara, Bahasa Indonesia berfungsi
sebagai berikut.
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun
sebagai Bahasa Resmi sangat penting bagi pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam
menyusun kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia, penyusun kurikulum harus
memperhatikan fungsi-fungsi Bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun
sebagai Bahasa Resmi. Penyusun kurikulum harus menyadari bahwa pembelajaran
bahasa Indonesia tidak hanya mendidik agar siswa mampu berbahasa Indonesia saja,
tetapi lebih dari itu pembelajaran bahasa Indonesia harus menanamkan rasa
8
manusia yang unggul yang mampu menghadapi berbagai tantangan jaman. Namun
dalam realitas pembelajaran mungkin saja apa yang telah dituangkan dalam dokumen
kurikulum tersebut tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini sangat mungkin terjadi
karena adanya berbagai kendala di lapangan, seperti belum terpenuhinya standar
kompetensi guru, sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, kondisi sosial
ekonomi siswa yang tidak mendukung proses pembelajaran dan sebagainya. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran kurikulum yang ideal tersebut mesti
disesuaikan dengan kenyataan aktual di lapangan. Kurikulum yang disesuaikan dengan
kenyataan aktual di lapangan ini sering disebut sebagai kurikulum aktual.
Disamping konsep kurikulum ada konsep silabus. Para pelaksana pendidikan
sering mengacaukan pengertian dua konsep ini. Mereka menyamakan konsep kurikulum
dengan silabus.Tentu penyamaan ini tidak tepat. Silabus adalah rencana pembelajaran
pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/ pembelajaran , kegiatan pembelajaran ,
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Silabus merupakan penjabaran dari kurikulum. Dibandingkan dengan
kurikulum, silabus lebih bersifat operasional. Ada empat pertanyaan pokok yang mesti
diperhatikan dalam menyusun silabus, yaitu (1) kemana arah pembelajaran akan
dilasanakan? Jawaban pertanyaan ini menunjukkan tujuan yang akan dicapai. Tujuan itu
itu dirumuskan dalam kompetensi yang dikuasai oleh siswa. (2) Apa yang kita berikan
kepada siswa agar mereka dapat menguasai kompetensi yang diinginkan? Jawaban
pertanyaan ini menunjukkan bahan atau materi pembelajaran . (3) Bagaimana cara
menyapaikan materi pembelajaran agar siswa menguasainya dan bisa mengusai
kompetensi yang diinginkan? Jawaban pertanyaan ini menunjukkan metode, teknik, dan
media pembelajaran yang dipilih untuk menyajikan materi pelajaran. (4) Bagaimana
cara kita mengetahui bahwa siswa tekah menguasai materi pelajaran dan telah
mennguasai kompetensi yang diinginkan? Jawaban terhadap pertanyaan ini
menunjukkan program evaluasi pembelajaran .
Konsep berikutnya adalah Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana
Pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana mengajar yang berisi prosedur dan
pengorganisasian satu unit materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
10
yang diinginkan. Dalam model KTSP satu unit materi pembelajaran ini dirumuskan
dalam satu kompetensi. Cakupan suatu Rencana pembelajaran paling luas meliputi 1
(satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu)
kali pertemuan atau lebih. RPP memuat seluruh KD, indikator yang akan dicapai,
materi yang akan dipelajari, langkah pembelajaran , waktu, media dan sumber belajar
serta penilaian untuk setiap KD. Ada beberapa istilah yang pernah digunakan untuk
menyebut RPP, antara lain Rencana Pelajaran, Model Satuan Pelajaran, Satuan Acara
Pelajaran, Skenario pembelajaran , Desain pembelajaran , Prosedur Pengembangan
Sistem Instraksional. Istilah-istilah itu mengacu pada pengertian yang sama yaitu
rencana pembelajaran .
sependapat dengan pandangan ini menyebutkan belajar bahasa pertama dengan istilah
language acquisition (pemerolehan bahasa).
SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL
PENDEKATAN, METODE,
DAN TEKNIK PBI
EVALUASI
Error:PROSES
Reference
PBI source not found
EVALUASI PBI
GURU BI
SISWA
isu” setiap ganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ganti pula kurikulum pendidikan
di sekolah”. Isu demikian ini seakan-akan memandang bahwa pergantian kurikulum
merupakan hal yang begitu saja dilakukan karena seorang pemimpin pengambil
kebijakan dalam dunia pendidikan menghendaki sesuatu yang baru sehingga mengganti
begitu saja kurikulum. Pandangan demikian tidaklah relevan dengan kepentingan
pengembangan pendidikan.
Perubahan kurikulum pendidikan, termasuk juga kurikulum pembelajaran
bahasa Indonesia, adalah suatu keniscayaan. Kurikulum merupakan landasan, pedoman,
pemberi dan pembimbing arah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru
di sekolah. Dalam pengertian ini, kurikulum merupakan salah satu komponen kegiatan
pendidikan dan pembelajaran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran . Agar
pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat berkembang secara dinamis, kurikulum
yang digunakan juga harus berkembang sesuai dengan tuntuan kehidupan masyarakat
dan perkembangan jaman. Secara umum pengembangan suatu kurikulum dialaksanakan
dengan memperhatikan beberapa pemikiran sebagai berikut.
a. Realitas kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan baik ideologi,
politik, sosial , maupun ekonomi yang selalu berkembang. Pendidikan dan
pembelajaran harus mampu mengakomodasikan kebutuhan tuntutan masyarakat
yang terus berkembang itu.
b. Globalisasi sebagai dampak kemajuan dan perkembangan IPTEK yang sangat
cepat terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi serta kemajuan
dalam didang transportasi.
c. Evaluasi dan kenyataan empiris pendidikan dan pembelajaran yang sedang
berlangsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat .
d. Kebutuhan siswa dalam mengembangkan potensi dan kompetensinya sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologinya.
dalam semester/ tahunan) maupun untuk penyajian jangka pendek (topik yang disajikan
dalam jam-jam pertemuan) dan berkaitan dengan model perencanaan pembelajaran
yang disusun oleh guru. Perencanaan-perencanaan pembelajaran itu harus mempunyai
konsitensi internal terkait dengan kompenen-komponen penting dalam pembelajaran ,
yaitu:
a) Tujuan pembelajaran , baik tujuan umum (goal) maupun tujuan khusus
(objective);
b) Metode, materi, media, dan pengalaman belajar (learning experiences).
c) Evaluasi keberhasilan belajar siswa. (Robert M. Gagne, Leslie J. Brigs, 1989)
Ada berbagai macam model perencanaan pembelajaran yang pernah
disarankan digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pada umunya model-
model itu diperkenalkan dan disarankan digunakan bersama dengan kurikulum yang
digunakan. Misalnya pada waktu digunakan Kurikulum 1975 dipakai perencanaan
pembelajaran model PPSI, pada waktu digunakan Kurikulum 1984 dipakai
perencanaan pembelajaran model MSP, Kurikulum 1994 memperkenalkan model
SP disamping MSP. Kurikulum 2004 memperkenalkan model RPP yang terus
digunakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Model-model
perencanaan pembelajaran itu ada yang menggunakan bentuk uraian adapula yang
menggunakan bentuk metrik. Sehubungan dengan komponen-komponen
perencanaan sebagaimana dikemukakan di atas, model perencanaan pembelajaran
apapun yang digunakan haruslah mampu menjawab tiga pertanyaan sebagi berikut.
a. Kemana saya mengarahan pelajaran ini?
Jawaban pertanyaan ini menyarankan tujuan pembelajaran , kompetensi apa
yang dipunyai oleh siswa setelah selesai mengikuti proses belajar mengajar.
Apabila kita hubungkan dengan KTSP, rumusan tujuan ini diturunkan dari SK
yang telah ditetapkan. Dalam tingkat operasional tujuan ini dirumuskan
berdasarkan KD dan indikator.
b. Bagaimana saya dapat mengarahkan proses pembelajaran ? (bagaimana
mencapai tujuan yang telah ditetapkan)
17
Jawaban pertanyaan ini menyarakan pemilihan metode dan teknik, materi dan
pengalaman belajar siswa yang dimplementasikan serta kondisi pembelajaran
yang diperlukan.
c. Bagaimana saya mengetahui bahwa tujuan pembelajaran sudah tercapai atau
belum? Jawaban pertanyaan ini menyarakan caara-cara mengevaluasi
keberhasilan belajar siswa. (Mager, 1968).
Berikut ini dikemukakan isu-isu sehubungan dengan komponen-komponen
perencanaan pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas.
f. pendekatan proses
g. pendekatan pembelajaran otentik
h. pendekatan pembelajaran kooperatif
i. pendekatan berbasis tugas/kerja.
Istilah pendekatan dalam uraian di atas bisa disamakan artinya dengan istilah
metode dan teknik pembelajaran . Beberapa ahli ahli pembelajaran bahasa
membedakan antara pendekatan, metode, dan teknik.
Metode pembelajaran berbahasa berhubungan erat dengan media pembelajaran
karena keberhasilan penggunaan suatu metode sering ditentukan oleh beberapa hal yang
berkaitan dengan media pembelajaran . Hal-hal tersebut antara lain:
a. tersedia atau tidaknya media pembelajaran
b. efektivitas penggunaan
c. kemampuan guru dan siswa menggunakan atau mengoperasikan
d. kemampuan guru mencari, memilih, dan membuat media pembelajaran
e. Pemeliharaan dan perbaikan media pembelajaran jika terjadi kerusakan
Media pembelajaran bahasa Indonesia baik elektronik maupun cetak cukup banyak
tersedia. Hal yang perlu diingat adalah bahwa media pembelajaran tidak selalu dan
tidak harus peralatan yang canggih-canggih seperti laptop, LCD, handicam, dan
sebagainya. Kreativitas guru untuk mencari dan membuat sendiri media pembelajaran
sangat diperlukan dalam pengadaan media.
dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 “Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak-anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”. Dalam Bab IV Pasal
8 dikemukakan bawa”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmanai dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikann nasional”. Selanjutnya dalam Bab III, Pasal 7 disebutkan bahwa
“Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofersionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesonalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Demikianlah hendaknya guru dan dosen yang professional, termasuk guru dan dosen
pelajaran Bahasa Indonesia. Namun pertanyaan yang senantiasa timbul adalah
bagaimakah kondisi guru-guru kita sekarang ini? Jawaban pertanyaan ini berkaitan
dengan isu yang telah tersebar luas bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan dan pembelajaran di Indonesia adalah kurang atau rendahnya
kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya. Dikatakan sebagian besar guru-guru
kita, termasuk guru Bahasa Indonesia kurang profesional. Mereka kurang menguasai
materi isi substansi pelajaran yang dibinanya, kurang menguasai bagaimana cara-cara
24
merupakan hak asasi manusia sebagaimana dikemukakan di atas disadari benar oleh
bangsa dan negara Indonesia. Dalam UUD 1945, Bab XIII Pasal 31 dinyatakan sebagai
berikut.
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produkasi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan unthjuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Diharapkan dengan telah dikeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur
standar sarana dan prasarana tersebut, perencanaan, pengadaan , pemeliharan sarana dan
prasarana pendidikan dapat benar-benar dilakukan. Harapan ini bukan harapan yang
hampa karena mulai Tahuan Anggaran 2009 pemerintah Indonesia mengalokasikan
20% dari APBN dan APBD untuk bidang pendidikan. Apabila ini benar-benar terealisir
tentu alasan kekurangan dana tidak relevan lagi untuk dijadikan alasan terabaikannya
sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia.
BAB II
LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
28
1.1.Hakikat Linguistik
Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman suatu istilah khusus dalam suatu
bidang ilmu adalah dengan melihat maknanya di dalam kamus, terutama kamus khusus
dalam bidang ilmu yang bersangkutan. Disamping itu, untuk memperdalam dan
memperluas pengertian yang diperoleh dapat pula digunakan kamus umum. Tentunya
kamus-kamus yang digunakan mestilah kamus-kamus yang mempunyai kredibiltas
yang tinggi yang secara luas telah dikenal dikalangan bidang ilmu yang bersangkutan.
Dalam Dictionary of Language and Linguistics (1976) yang disusun oleh R.R.K.
Hartmann, M.A.,D.Comm.,Transl.Dip. dan F.C. Stirk, M.A.,Ph.D. pengertian
linbguistik dikemukakan sebagai berikut.
Hal-hal pokok yang dikemukakan dalam pengertian di atas adalah sebagai beerikut.
a. Linguistik adalah suatu bidang ilmu yang subyek kajiannya bahasa. Subyek disini
dalam arti obyek yang dikaji.
b. Dalam mengkaji bahasa tersebut para ahli ilmu bahasa (linguist) mempelajari
bahasa sebagai kemampuan manusia untuk berkomunikasi, sebagai ekspresi
individual, sebagai warisan bersama suatu masyarakat bahasa, sebagai teks lisan
maupun tulis, dan sebagainya;
c. Ada berbagai pendekatan terhadap bahasa. Keadaan ini menyebabkan adanya
berbagai aliran Linguistik yang berkembang, masing-masing dengan teknik dan
metodologi observasi bahasa, klasifikasi dan penjelasan terhadap bahasa;
c. Cabang-cabang utama Linguistik adalah fonologi, grammar atau tata bahasa yang
terdiri dari morfologi dan sintaksis, dan leksikologi;
d. Linguistik Umum atau disebut juga Linguistik Teoritis memberikan konsep-konsep
teoritis dan apparatus/perangkat alat dan kerangka umum untuk linnguistik
deskriptif, Linguistik historis, linguistic komparatif, dan berbagai macam studi
Linguistik yang lain, termasuk dialektologi.Untuk menyebut berbagai hal di atas
termasuk kedalamnya juga fonetik dan semantik digunakan istilah Linguistic
Sciences.
Selanjutnya dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), Linguistik
didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of
grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include
sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational
linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Hal pokok yang dikemukakan dalam pengertian Linguistik dalam kamus di atas adalah
bahwa Linguistik adalah:
a.Studi atau kajian tentang bahasa dan strukturnya. Termasuk ke dalam struktur bahasa
itu adalah tatabahasa (grammar), tatakalimat (syntax), dan fonetik (phonetics).
b. Cabang-cabang Linguistik yang spesifik adalah SosioLinguistik, Dialektologi,
PsikoLinguistik, Linguistik Komputasional, Linbguistik Komparatif, dan Linguistik
Struktural
30
bahasa dengan bagaimana kita berpikir tentang dunia di sekitar kita? Para linguist
mengkaji bahasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Berdasarkan jawab-jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut secara garis
besar kita dapat membedakan antara Linguistik yang berfokus pada kajian tentang
struktur bahasa dan tata bahasa (linguistic structure and grammar) dan Linguistik
berfokus pada bidang-bidang kajian yang bersifat nonLinguistik (nonlinguistic factors).
Secara garis besar kita juga dapat membedakan bidang-bidang kajian Linguistik
menjadi tiga subbidang, yaitu (1) Linguistik yang mengkaji bentuk-bentuk atau struktur
bahasa (study of language forms), (2) linguisti yang mengkaji makna dalam bahasa
(study of language meaning), dan (3) Linguistik yang mengkaji pemakaian bahasa
dalam konteks (language in context).
Subbidang Linguistik pertama yang mengkaji struktur bahasa. fokus kajiannya
adalah pada kenyataan bahwa dalam menggunakan bahasanya, masyarakat pemakai
bahasa selalu mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasanya. Hasil kajian terhadap
struktur bahasa ini adalah deskripsi sistem kaidah atau tata bahasa (grammar) bahasa
tersebut. Kajian yang mendalam terhadap sistem kaidah bahasa telah melahirkan
cabang-cabang Linguistik berikut. Fonologi (phonology), kajian tentang segala hal
yang berkaitan dengan bunyi bahasa. Kajian ini meliputi fonetik (phonetic) yang
mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan oleh alat-alat ucap (articulator)
dan fonemik (phonemic) yang mempelajari bagaimana bunyi-bunyi itu bisa
membedakan arti. Morfologi (morphology), kajian tentang struktur internal kata dan
pembentukan kata. Sintaksis (syntax), kajian tentang penyusunan kalimat.
Subbidang Linguistik yang kedua (study of language meaning) mengkaji makna
dalam bahasa. Berbahasa dalam berkomunikasi bukan hanya mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa dalam struktur tertentu sesuai dengan kaidahnya, melainkan juga menyampaikan
sesuatu yang berkaitan dengan realita dunia. Berbahasa juga berkaitan dengan
bagaimana pemakai bahasa menggunakan struktur logika berpikir dalam menyampaikan
suatu maksud. Hal-hal inilah yang menjadi fokus kajian subbidang Linguistik yang
kedua. Studi yang mendalam terhadap makna dalam bahasa telah melahirkan cabang
Linguistik: Semantik (semantics) yang mengkaji makna kata (lexical meaning), mana
dalam kombinasi kata atau frasa (phraseology), dan makna dalam kalimat (meaning of
32
sentence) Subbidang Linguistik yang ketiga mengkaji makna dalam konteks (language
in context). Pemakain bahasa selalu terjadi dalam konteks tertentu. Unsur-unsur
konteks pemakain bahasa itu adalah: penutur-mitra tutur serta hubungannya, tempat,
waktu, topik tuturan, dan suasana. Fokus kajian subbidang Linguistik yang ketiga
adalah proses bagaimana makna tuturan itu disimpulkan dari konteks pemakaian
bahasa. Studi yang mendalam mengenai hal ini melahirkan cabang Linguistik
Pragmatik (pragmatics) yang mengkaji bagaimana tuturan-tuturan digunakan dalam
tindak berbahasa dan peranan konteks serta pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
nonlinuistik dalam penyampaian makna komunikasi.
Bidang-bidang kajian Linguistik juga bisa dibedakan berdasarkan keluasan
bahasa yang menjadi obyek kajiannya. Pertama adalah Linguistik Umum (general
linguistics) yang mengkaji bahasa secara universal, yaitu bahasa manusia. Pada
dasarnya makhluk manusia mempunyai ciri-ciri fisik maupun psikis yang sama. Dilihat
dari fisiknya manusia mempunyai anatomi tubuh dan anggota badan yang sama.
Berkaitan dengan bahasa, semua manusia mempunyai mulut, hidung beserta perangkat
alat-alat ucap (articulator) seperti dua buah bibir, gigi, lidah, tekak, anak tekak,
kerongkongan. Dengan articulator ini setiap manusia yang normal bisa menghasilkan
bunyi-bunyi bahasa. Disamping sebagai articulator, hidung dan mulut dengan perangkat
alat di dalamnya itu, sebenarnya mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Disamping
mempunyai anatomi tubuh dan anggota badan yang sama, semua manusia mempunyai
psikis (mental) dengan aspek-aspek yang sama, yaitu pikiran, perasaan, dan
kemauan/keinginan. Oleh adanya kesamaan ciri-ciri fisik dan psikis ini maka dapat
dikaji adanya ciri dan perangkat bahasa yang bersifat universal yang menunjukkan
kesamaan-kesamaan misalnya, kesamaan pada kaidah-kaidah sistematika struktur,
sistem tata bunyi, sistem tata pembentukan kata, sistem tata penyusunan kalimat, sistem
pengaturan lambang kebahasaan dan tata makna. Uversalitas kaidah sistematika struktur
bahasa dan sistem semiotika serta pengaturan tata kalimat disebabkan oleh eksistensi
bahasa sebagai suatu sistem tanda yang khas. Sedangkan universalitas ciri-ciri semantik
disebabkan oleh adanya keutuhan kondisi dunia yang obyektif, serta adanya refleksi
tentang keduniawian dalam kesadaran manusia, dan transformasi keduniawian ke dalam
praktek-kehidupan sosial yang nyata. Universalitas dalam tata kalimat disebabkan oleh
33
Kegiatan Linguistik klasik di India telah dikerjakan kira-kira 1200 tahun SM. Pada
masa-masa awalnya kegiatan ini didorong oleh kepentingan untuk membacakan dan
menginterpretasikan teks Veda secara benar. Pada waktu itu performansi lisan teks
Veda distandarisasi dan disajikan pada upacara-upacara ritual keagamaan. Untuk
kepentingan kegiatan itu juga dikerjakan pemisahan dan penguraian gabungan kata-kata
dalam bahasa Sanskrta ke dalam kata-kata, stem, unit-unit fonetik. Kegiatan ini
memberikan dorongan bagi perkembangan morfologi dan fonetik. Melalui
perkembangan beberapa decade kemudian, pada kira-kira 600 tahun SM disusun alfabet
Brahmi yang sistematis. Dalam bidang semantic ahli tata bahasa Sanskrta awal,
Sakatayana, kira-kira 500 tahun SM mengemukakan bahwa verba (kata kerja)
representasi secara ontologis kategori-kategori awal dan bahwa semua nouns (kata
benda) secara etimologis diturunkan dari tindakan. Kemudian, Yaska, seorang ahli
etimologi mengemukakan bahwa makna melekat pada kalimat dan bahwa makna kata
ditentukan dari pemakaiannya dalam kalimat. Ia juga mengemukakan adanya 4 kategori
kata, yaitu nouns, verba, pre-verba dan partikel/dalam variasi-variasi. Ahli tata bahasa
yang lain, Panini, menyangkal pendapat Yaska bahwa kalimat itu yang utama dalam
menentukan makna kata. Panini mengemukakan tata bahasa untuk menyusun semantik
dari akar morfofonemik. Dengan mentranscanding teks-teks ritual untuk memikirkan
bahasa dalam kehidupan sebahari-hari, Panini menggolongkan seperangkat kaidah
aphoristic (semacam syair atau kalimat pendek yang puitis, berisi pesan-pesan/ajaran)
yang komprehensif dari kira-kira 4000 kaidah, yaitu:
Memasukkan semantik struktur argument verba ke dalam peranan tematik;
Menggunakan kaidah-kaidah morfofonemik untuk menyusun bentuk verba dan
bentuk nomina, yang 7 kasus (case)-nya disebut karaka untuk menyusun morfologi.
Mengambil struktur morfologis dan memikirkan proses fonologis untuk memperoleh
bentuk fonologi yang final. Aliran Panini juga memberikan daftar 2000 akar verba
yang membentuk obyek dengan menerapkan ketiga kaidah tersebut, daftar bunyi-
bunyii bahasa, dan daftar 260 kata yang tidak ditrurunkan dari kaidah.
Setelah Panini, masih ada beberapa ahli Linguistik klasik India yang
mengemukakan berbagai tinjauan terhadap karya Panini. Hasil kajian ahli-ahli ini telah
memperkaya khasanah Linguistik klasik India. Dalam perkembangan Linguistik modern
37
di Eropa banyak ahli bahasa yang mempelajari pikiran-pikiran para ahli Linguistik lasik
India, terutama pikiran-pikiran Panini.
Linguistik klasik di Eropa dikerjakan di Yunani dan Romawi kira-kira abad 5 SM
dengan tokoh-tokohnya yang utama Plato, Aristoteles, Socrates. Pada masa klasik ini
studi bahasa masih merupakan bagian dari filsafat. Persoalan mendasar yang menjadi
perdebatan di antara ahli-ahli filsafat pada masa itu adalah hakekat dan asal-usul bahasa.
Perdebatan mengenai hal ini banyak dikemukakan dalam karya-karya awal Plato.
Masalah mendasar yang diperdebatkan adalah apakah bahasa itu buatan manusia
semacam sosial artefak, ataukah asal usul bahasa itu bersifat supernatural dalam arti
bahwa bahasa bukan hasil rekayasa manusia sepenuhnya . Dalam bukunya yang
berjudul Cratylus, Plato menyatakan pandangannya yang bersifat naturalistik menganai
asal usul bahasa. Menurut Plato bahasa itu muncul dalam proses natural, bersifat
independent dari pemakainya. Bahasa itu adalah physe , sesuai dengan realitas yang
nyata dalam kehidupan manusia. Pandangannya ini didasarkan pada proses gabungan
kata. Makna keseluruhan gabungan kata itu biasanya berhubungan dengan makna
unsur-unsurnya, walaupun pada akhirnya Plato juga mengakui adanya sedikit peranan
konvensi. Pandangan Plato mengenai hakikat bahasa itu melahirkan aliran naturalism.
Tokoh yang lain, Aristoteles mengemukakan pandangan tentang asal usul makna
yang berbeda dengan pandangan Plato. Aristoteles mendukung pandangan bahwa asal-
usul makna kata itu adalah konvensional. Menurut Arisroteles, bahasa adalah thesei ,
sesuatu yang tidak sesuai atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope. Bahasa
itu bersifat arbitraris. Pandangan Aristoteles mengenai hakikat bahasa ini melahirkan
aliran konvensionalis. Dalam bukunya yang berjudul Categories, Aristoteles
menjelaskan apa yang dimaksud dengan sinonim atau kata-kata univocal, apa yang
dimaksud dengan homonim atau kata-kata equivocal, apa yang dimaksud dengan
paronim atau kata-kata dominative (kata-kata yang menunjukkan adanya kekuasaan).
Berdasarkan strukurnya, Aristoteles membedakan dua jenis kata, yaitu kata-kata yang
tidak dibentuk dalam komposisi atau struktur tertentu (meja, kursi, rumah, pergi,
merah, beli, dsb) dan kata-kata yang dibentuk dalam komposisi atau struktur (kuda itu
berlari kencang, orang berkelai, dsb.) Selanjutnya, dalam bukunya berjudul de
Interpretatiore, Aristoteles menganalisis kategori proposisi dan menarik satu seri
38
kesimpulan dasar tentang isu-isu yang selalu timbul dalam mengklasifikasi dan
menentukan bentuk-bentuk Linguistik dasar, seperti term-term sederhana dan proposisi,
kata benda (nouns) dan kata kerja (verb), negasi, jumlah proposisi yang sederhana,
penelitian mengenai penghilangan tengah (excluded middle), dan peneltitian tentang
proposisi modal.
Konsep-konsep Linguistik klasik Yunani yang lain dikemukakan oleh kaum
Stoics, kira-kira 4 abad SM. Mereka mengkaji tata bahasa fonetik dan etimologi sebagai
level kajian yang berbeda. Dalam bidang fonetik dan fonologi berhasil menentukan
artikulator untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Dikemukakan juga bahwa
silabel/suku kata (syllable) merupakan struktur yang penting dalam memahami
organisasi tuturan. Salah satu hal yang sangat penting yang dikemukakan oleh kaum
Stoics dalam studi bahasa adalah definisi istilah-istilah (terms) tanda-tanda Linguistik
(linguistics sign terms) yang ternyata kemudian diadopsi oleh Ferdinand de Sassure
(seorang tokoh dalam Linguistik modern) seperti istilah “signifiant” dan “signifie”.
Disamping tokoh-tokoh Yunani klasik dan kaum Stoic sebagaimana
dikemukakan di atas, dalam Linguistik klasik Yunani masih ada aliran lain lagi yaitu
aliran Alexandrian yang juga banyak mengemukakan konsep-konsep Linguistik yang
pengaruhnya masih dirasakan dalam perkembangan linguistic modern. Di antaranya
adalah konsep tentang jenis kata (part of speech). Ahli-ahli tata bahasa aliran
Alexandrian mengkaji bunyi-bunyi bahasa dan prosodi dan berhasil mendefinisikan
jenis kata beserta maknanya, seperti nouns, verba, ajectiva, numeral, dan sebagainya.
Mereka juga mengemukakan peranan analogi dalam bahasa. Menurut kaum
Alexandrian bahasa dan terutama morfologi didasarkan pada analogi atau paradigma.
Salah seorang tokoh Alexandrian yang penting adalah Dionysius Thrax yang menyusun
buku tata bahasa Tekhne grammatike, kira-kira 100 tahun SM. Dalam tata bahasa
tersebut dikemukakan uraian tentang 8 jenis kata serta uraian yang mendetil tentang
morfologi, struktur kasus (case structures), pungtuasi, dan prosodi bahasa Yunani.
Linguistik modern mulai berkembang di Eropa kira-kira mulai permulaan abad
19. Studi yang dilaksanakan masih dalam perspektif filologi dengan kajian Linguistik
secara diakronis. Awal berkembangnya Linguistik modern itu ditandai dengan
munculnya beberapa ahli ilmu bahasa, seperti Jacob Grim yang menemukan pergeseran
39
konsonan dalam pengucapan, yang diterkenal dengan Hukum Grimm (1822); Karl
Verner yang membuat Hukum Verner; August Schleicher yang menyusun “pohon
kekerabatan bahasa”, dan Johannes Schmidt yang mengembangkan teori gelombang
kekerabatan bahasa pada tahun 1872. Disamping pengaruh dari beberapa ahli bahasa
dengan gagasan-gagasannya sebagaimana dikemukakan, kebangkitan Linguistik
modern di Eropa juga karena pengaruh yang besar buku The Sanskrit Language oleh
Sir William Jones (1786). Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa ada persamaan
antara bahasa Sanskrta dan bahasa Persian dengan bahasa Yunani, Latin, Ghotic, dan
Celtic. Berdasarkan pandangan William Jones ini kemudian berkembang linguistic
komparatif. Dalam abad 19 kegiatan Linguistik di Eropa banyak didominasi oleh
Linguistik komparatif yang mengkaji bahasa-bahasa Indo-Eropa untuk menemukan
akar-akar yang sama/umum (common roots) di antara bahasa-bahasa itu serta
mempelajari perkembangannya. Pada tahun 1870 ahli-ahli bahasa Neogrammarian
berhasil mengemukakan teori untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara bahasa
berdasarkan metode komparatif. Berdasarkan teori ini, bahasa-bahasa di dunia dapat
dikelompokkan kedalam rumpun-rumpun bahasa sebagai berikut.
1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik rumpun-
rumpun bahasa sebagai berikut., Slavis, Roman Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia,
Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
40
Ahli bahasa yang sangat besar pengaruhnya dalam Linguistik modern adalah Ferdinand
de Saussure. Gagasan-gagasan Ferdinand de Saussure yang disampaikan dalam kuliah-
kuliahnya disusun oleh para mahasiswanya dalam sebuah buku yang berjudul Cours de
linguitique generate diterbitkan pada tahun 1916 setelah Ferdinand de Saussure
meninggal. Menurut de Saussure obyek studi linnguistik haruslah bahasa itu sendiri ,
bukan fakta-fakta sejarah, bukan psikologi, bukan sosiologi yang dikaitkan dengan
bahasa. Studi Linguistik harus dilaksanakan secara sinkronis tidak dilaksanakan secara
diakronis dengan perspektif filologis seperti dilaksanakan oleh ahli-ahli ilmu bahasa
klasik. Pandangan Ferdinand de Saussure inilah yang merupakan dasar ilmu bahasa
struktural yang berkembang sejak awal abad 20. Berkembangnya gagasan Linguistik
structural pada awal abad 20 tersebut tidak lepas dari “mainstream structural-ism”pada
masa itu yang berkembang dalam berbagai bidang ilmu antara lain psikologi (gestalt
psychology), teori sastra dan seni (formal method).Dasar-dasar Linguistik struktural
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dengan cepat mendapat tanggapan yang
baik dari para ahli di berbagai negara di Eropa bahkan juga di Amerika. Di Rusia
berkembang aliran Kazan yang dipelopori oleh N.V. Krushevski dan I.A. Baudoin de
Courtena. Di Swis murid-murid Ferdinand de Saussure, antara lain Meillet, C. Bally, S.
O. Kartsevskii, terus mengembangkan pikiran-pikiran gurunya. Di Cekoslowakia pada
tahun 1920-an, berkembang linguistic aliran Praha (Prague Linguiastics School) dengan
tokoh-tokohnya antara lain N.S. Trubetskoi, Roman Jakobson, J. Vachek. Agak berbeda
dengan pandangan Linguistik yang berkembang di awal abad 20 pada waktu itu yaitu
struktural deskriptif, tokoh-tokoh aliran Praha ini masih banyak dipengeruhi oleh tradisi
kajian filologi Eropa. Dua hal yang penting dikemukakan oleh aliran Praha. Pertama
bahwa bahasa adalah sistem dari sistem, artinya bahasa merupakan suatu sistem yang di
dalamnya terdapat sejumlah element pendukung sistem tersebut. Elemen tersebut juga
merupakan suatu sistem yang didukung oleh sejumlah unsur pula. Keseluruan sistem
bahasa berkembang secara dinamis. Kedua, yang merupakan prestasi utama aliran
Praha ini adalah penyusunan teori fonologi. Pada tahun 1930-an pusat kajian Linguistik
struktural di Eropa bergeser dari Praha ke Kopenhagen (Denmark) dengan Aliran
Kopenhagen(Copenhagen School) dengan tokoh-tokohnya antara lain L.Hjelmslev,
V.Brondal. dan H.Uldall. Salah satu topik penting yang dikaji aliarn Kopenhagen ini
41
dalam bahasa yang dikemukakan oleh Bloomfield ini tidak saja mewarnai
perkembangan Linguistik tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembelajaran bahasa.
Pada tahun 1951 salah seorang murid E.Sapir bernama Z.Harris menerapkan teori
struktural kedalam analisis segmen bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Methods in
Structural Linguistics (1951). Z. Harris mencoba menghubungkan struktur morfologis,
sintaksis, dan wacana seperti yang dikerjakan kaum strukturalis dalam analisis
fonologis. Z.Harris adalah linguist yang pertama kali mengemukakan studi analisis
wacana (discourse analysis) yang sekarang telah berkembang sebagai salah satu cabang
Linguistik terapan. Analisis wacana yang dikemukakaan Z. Harris masih terbatas pada
mengkaji hubungan struktur antar unsur dalam discourse saja.
Perkembangan Linguistik pada tahun 1950-an yang penting adalah lahirnya teori
tranformasi yang dikemukakan oleh Noams Chomsky sebagaimana dikemukakan dalam
bukunya yang berjudul Syntactic Structure, terbit pada tahun 1957. Dasar utama kajian
teori transformasi ada pada tataran kalimat. Menurut N. Chomsky setiap kalimat
mempunyai dua tataran, yaitu tataran wujud struktur permukaan (surface structure) dan
wujud tataran struktur dalam (deep structure). Struktur dalam suatu kalimat adalah
dasar kalimat tersebut dan disebut sebagai kalimat dasar atau kalimat inti (kernel
sentence). Struktur luar merupakan wujud tuturan secara fisik yang dapat didengar bila
diucapkan dan dapat dibaca apabila dituliskan. Struktur luar tidak selalu sama dengan
struk dalam karena adanya proses transformasi. Karena itu adanya proses transformasi
tersebut maka dapat dibedakan dua wujud kalimat yaitu kalimat dasar atau kalimat inti
dan kalimat transformasi. Teori transformasi ini mendapat kritikan dari berbagai linguist
pada masa itu. N. Chomsky kemudian memperbaikinya sebagaimana dikemukakan
dalam bukunya yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax , terbit pada tahun 1965.
Teori transformasi versi perbaikan ini disebut sebagai standard theory. Dalam
perkembangan berikutnya, pada tahun 1968 N. Chomsky mengemukakan teori extended
standard theory yang merupakan pengembangan dari standard theory. N. Chomsky
terus mengembangkan teorinya. Pada tahun 1970 terbit bnukunya berjudul Generative
Semantics. Pada tahun 1980 N. Chomsky mengemukakan teorinya yang disebut
government and binding theory.
43
Disamping Linguistik yang mengkaji substansi bahasa itu sendiri, baik secara
makro (makroLinguistik, mengkaji secara menyeluruh struktur bahasa) maupun secara
mikro( mikroLinguistik, mengkaji salah satu aspek struktur bahasa), pada awal abad 20
juga mulai berkembang Linguistik interdipliner antara lain SosioLinguistik dan
PsikoLinguistik. SosioLinguistik adalah cabang Linguistik interdisipliner antara
Sosiologi dan Linguistik. Cabang Linguistik ini mengkaji pengaruh semua aspek
kehidupan masyarakat (termasuk di dalamnya antara lain norma-norma budaya, struktur
masyarakat, lapisan masyarakat berdasarkan kekuatan ekonominya, dan sebagainya)
terhadap cara-cara penggunaan bahasa dan sebaliknya pengaruh penggunaan bahasa
terhadap masyarakat. Hal-hal yang yang dikaji antara lain mengenai variasi bahasa yang
terjadi antar kelompok masyarakat yang dipisahkan oleh variable-variabel sosial, antara
lain ethnis, agama, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender dan sebagainya.
SosioLinguistik juga mengkaji variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor geografi
(dialek) dan yang disebabkan variasi lapisan masyarakat (sosiolek). Istilah
SosioLinguistik pertama kali digunakan oleh Thomas Callan Hodson dalam makalah
yang ditulisnya pada tahun 1939. Disamping istilah SosioLinguistik, digunakan juga
istilah Sosiologi Bahasa (Sociology of Language). Dalam berbagai hal SosioLinguistik
saling tumpang tindih dengan kajian Pragmatik. Secara historis studi Sosiolingistik
berhubungan erat dengan Linguistik Antropologi. SosioLinguistik mulai berkembang
pada tahun 1960-an, dengan tokoh-tokohnya antara lain Fishman, Willianm Labov,
Basil Bernstein, Roger T. Bell. Di antara tokoh-tokoh ini William Labov dipandang
sebagai pendiri SosioLinguistik.
Cabang Linguistik interdisipliner yang lain adalah PsikoLinguistik yang
merupakan interdisiplin antara Psikologi dan Linguistik. Cabang Linguistik ini
mengkaji faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia
menguasai, menggunakan dan memahami bahasa. Cakupan kajiannya meliputi proses
kognitif yang memungkinkan pemakai bahasa menyusun kalimat-kalimat yang
gramatikal dari kosa kata dan struktur gramatika bahasanya, juga proses yang
memungkinkan pemakaian bahasa memahami tuturan, kata-kata, dan sebagainya.
Proses kognitif ini berkaitan dengan proses menghubungkan makna dengan lambang-
lambang bunyi dan proses memahami piranti gramatikal untuk menyusun kalimat.
44
PsikoLinguistik juga mempelajari proses belajar bahasa pada anak-anak pada waktu
mereka belajar menguasai bahasa pertamanya serta mengkaji proses belajar bahasa
kedua pada orang dewasa. Ada dua aliran psikologi yang mendasari kajian
PsikoLinguistik. Pertama, aliran psikologi Behaviorisme yang memandang berbahasa
adalah perilaku yang terbangun melalui proses “conditioning” dalam jalinan stimulus-
respon. Tokoh aliran ini adalah B.F. Skinner yang menerbitkan bukunya berjudul
Verbal Behavior (1957). Kedua, aliran mentalis yang memandang bahwa manusia
mempunyai kemampuan secara “innate” untuk menguasai bahasa. Kemampuan yang
bersifat “innate” ini merupakan akses untuk masuk ke dalam apa yang disebut sebagai
“universal grammar” sehingga setiap manusia dapat menguasai bahasanya. Teori
“innate” dikemukakan oleh Noam Chomsky dalam artikelnya yang dimuat dalam jurnal
Language pada tahun 1959. Dalam artikel tersebut Noam Chomsky mengeritik
pandangan B.F. Skinner dalam Verbal Behavior. Teori “innate” sendiri juga mendapat
kritikan daril ahli-ahli ilmu bahasa yang lain.
berdasarkan teori tata bahasa tradisional yang bersumber dari tata bahasa Yunani Latin
sebagaimana yang ditulis oleh Dionysius Thrax dalam bukunya Tekhne grammatike,
kira-kira 100 tahun SM. Dalam tata bahasa tersebut dikemukakan uraian tentang jenis
kata dalam bahasa Yunani Latin. Joanes Roman menerapkan penjenisan kata bahasa
Yunani Latin ini untuk mendeskripsikan jenis kata bahasa Melayu. Istilah-istilah dalam
bahasa Yunani Latin dicarikan padanannya dalam bahasa Belanda. Menurut Joanes
Roman jenis kata dalam bahasa Melayu adalah (1) namen atau benda, (2)voornamen
atau kata ganti, (3) woorden atau kata kerja, (4) bijwoorden atau kata keterangan, (5)
voorzettingen atau kata depan, (6) koppelingen atau kata sambung, dan (7) inwurpen
atau kata seru (Kridalaksana, 2002:4). Pada tahun 1736 George Henrik Werendly
menerbitkan bukunya berjudul Maleische Spraakkunstst. Sebagaimana halnya dengan
Joanes Roman, George Henrik Werndly juga menggunakan dasar-dasar tata bahasa
Yunani Latin dalam menyusun bukunya tersebut. Berikutnya, pada tahun 1812 William
Marsden menerbitkan buku tata bahasa yang berjudul A Grammar of the Malay
Language. Pada tahun 1852 John Crawfurd menerbitkan bukunya berjudul A Grammar
and Dictionary of the Malay Language. Sebagaimana disebutkan dalam judulnya, buku
tersebut merupakan gabungan kamus bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu. Pada
tahun 1857, Raja Ali Haji, seorang bangsawan Melayu yang juga seorang budayawan
dan sastrawan Melayu yang terkenal menerbitkan bukunya berjudul Bustanul Katibin
dan segera disusul penerbitan bukunya yang kedua berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa
pada tahun 1859. Dua buah buku tersebut menarik karena disusun oleh “pemilik”
bahasa dan budaya Melayu sendiri. Selanjutnya pada tahun 1882 J.J. de Hollander
menerbitkan bukunya berjudul Handleiding bij de Boefening der Maleische Taal en
Letterkunde.Tujuh tahun kemudian Gert van Wijk menerbitkan buku berjudul
Spraakleer der Maleische Taal. Pada tahun 1910 Koewatin Sasrasoeganda menerbitkan
bukunya berjudul Kitab jang Menjatakan Djalan Bahasa Melajoe yang disusun
berdasarkan buku van Wijk berjudul Spraakleer der Maleiche Taal terbit tahun 1889.
Buku Kitab yang Menyatakan Djalan Bahasa Melajoe ini merupakan buku tata bahasa
pendidikan yang banyak digunakan sebagai acuan dan sumber bahan pembelajaran
bahasa Malayu pada waktu itu. Sebagaimana buku-buku tata bahasa Melayu yang sudah
diterbitkan sebelumnya buku Koewatin Sasrasoeganda ini juga disusun berdasarkan
47
tradisi Linguistik Yunani Latin. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa
Melayu oleh Ch van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan
Moh. Taib Sultan Ibrahim dengan menggunakan ortografi Latin. Sebelumnya ejaan
yang digunakan untuk menulislkan naskah-naskah bahasa Melayu adalah ejaan huruf
Arab Jawi. Pada tahun 1915 Ch. Van Ophujsen menerbitkan buku berjudul Maleische
Spraakhunst . Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Melayu oleh T.W. Kamil dengan
judul “Tata Bahasa Melayu”. dan merupakan buku panduan bagi pemakai bahasa
Melayu pada masa itu. Pada tahun 1914 R.O. Winsted menerbitkan buku berjudul
Malay Grammar.
tersebut telah dicetak ulang lebih dari 20 kali dan pada tahun 1970 buku Tatabahasa
Baru Bahasa Indonesia 1, telah dicetak ulang ke 30 kali. Sampai dengan tahun 1976
buku itu dicetak ulang yang ke 40 kali. Sedangkan buku Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia 2, sampai dengan tahun 1970, dicetak ulang yang ke 26, dan pada tahun 1978
dicetak ulang yang ke 28. Sementara itu ada dua buah buku tatabahasa Indonesia yang
disusun oleh sarjana Belanda, yaitu Beknopte Grammatica van de Bahasa
Indonesia,yang disusun oleh Fokker diterbitkan tahun 1950 dan buku Tatabahasa
Indonesia yang disusun oleh C.A. Mees diterbitkan tahun 1953. Ada juga buku
tatabahasa Indonesia yang ditulis bersama oleh orang Indonesia dan Belanda, yaitu buku
Tatabahasa Indonesia I, II, oleh Poedjawijatna dan Zoetmulder, terbit tahun 1955.
Masih ada lagi buku tatabahasa Indonesia yang penting disebutkan yaitu buku Kaidah
Bahasa Indonesia I, II yang disusun oleh Slamet Muljana, terbit tahun 1956.
Pada tahun 1960-an kegiatan penelitian bahasa, penulisan karya-karya ilmiah
tentang kebahasaan mulai dilaksanakan oleh para ahli bahasa Indonesia. Samsuri
meneliti sistem fonologi bahasa Jawa serta ejaannya. Hasil penelitiannya dipublikasikan
pada tahun 1960. Pada tahun itu juga TW Kamil dan Sugeng Sukarso menulis karya
ilmiah tentang morfem-morfem produktif. Pada tahun 1964 Ramlan menulis artikel
tentang Immediate Constituent Analysis. Pada tahun 1964 itu pula Ramlan menerbitkan
bukunya berjudul Morfologi. Buku yang khusus membahas pembentukan kata dalam
bahasa Indonesia ini mendapat sambutan yang baik dari kalangan pendidikan, terbukti
sampai dengan tahun 1979 buku ini dicetak ulang 7 kali. Pada tahun 1970 Gorys Keraf
menerbitkan bukunya berjudul Tatabahasa Indonesia: Untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Buku tatabahasa pendidikan ini juga segera mendapat sambutan yang luas dari kalangan
pendidikan, terbukti sampai awal tahun 1980-an buku ini mengalami cetak ulang
beberapa kali.
Memasuki tahun 1970-an kegiatan Linguistik Indonesia semakin semarak berkat
peranan yang sangat besar Pusat Bahasa suatu lembaga pemerintah di bawah
Kementerian Pendidikan Nasional yang bertugas dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Berbagai penelitian bahasa dan penelitian sastra
disponsori oleh Pusat Bahasa. Objek penelitiannya bukan hanya bahasa Indonesia saja,
melainkan juga bahasa-bahasa daerah di seluruh Indonesia misalnya penelitian
50
Fonologi Bahasa Karo (1972), Morfologi Bahasa Simalungun (1972), Sintaksis Bahasa
Simalungun (1977) oleh H.G. Tarigan. Penelitian-penelitian semacam ini masih terus
dilaksanakan pada dekade tahun 1980-an. Sementara itu dalam dekade tahun 1970-an
itu masih berkembang pula pemikiran-pemikiran penyusunan tatabahasa Indonesia.
Kegiatan yang penting berkaitan dengan penyusunan tatabahasa Indonesia ini antara
lain Lokakarya Penyusunan Tatabahasa Indonesia pada tanggal 11-15 November 1975
di Bandung. Lokakarya tersebut menghasilkan buku Pedoman Penulisan Tatabahasa
Indonesia. Masih membahas soal tatabahasa Indonesia, pada tanggal 20 Oktober 1979
diselenggarakan simposium tata bahasa tentang kata majemuk.
Disamping penelitian-penelitian bahasa, ada dua peristiwa yang penting dalam
perkembangan Linguistik Indonesia terjadi pada waktu itu. Pertama, didirikannya
organisasi Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) pada tanggal 15 November 1975.
Organisasi ini merupakan wadah bagi para ahli bahasa dan pemerhati masalah-masalah
kebahasaan di Indonesia. Kehadirian MLI mendapat sambutan yang baik sekali dari
kalangan bahasawan di Indonesia. Ini terbukti dalam waktu yang singkat segera berdiri
47 cabang MLI di seluruh Indonesia tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia
mulai dari Unsyah Kuala di Banda Aceh sampai di Universitas Cenderawasi di Papua.
Melalui MLI para ahli bahasa Indonesia menyampaikan dan mendiskusikan hasil-hasil
penelitiannya, pemikiran-pemikirannya tentang masalah-masalah kebahasaan di
Indonesia. Untuk itu MLI menyelenggarakan Kongres Linguistik Nasional setiap tiga
tahun sejak tahun 1982. Melalui Musyawarah Nasional MLI yang diselenggarakan di
Surakarta pada tanggal 5 September 2007 KLN yang semula diadakan tiga tahun sekali
diperpendek menjadi dua tahun sekali. Untuk mendorong para anggota MLI
melaksanakan penelitian, menulis artikel, dan meningkatkan komunikasi ilmiah baik di
kalangan MLI maupun yang lain, MLI menerbitkan jurnal Linguistik Indonesia yang
terbit dua kali setahun. Kedua, peristiwa yang penting dalam perkembangan Linguistik
Indonesia pada tahun 1975 adalah dilaksanakanya Seminar Politik Bahasa Nasional
yang diselenggarkan pada tanggal 25-28 Februari 1975. Keputusan yang sangat penting
dalam seminar tersebut adalah ditetapkannya kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah, dan Bahasa Asing di Indonesia
51
Linguistik Indonesia semakin berkembang pada dekade 1980-an. Pada masa ini
perhatian para ahli bahasa Indonesia semakin luas tidak hanya pada penyusunan tata
bahasa Indonesia untuk kepentingan pengajaraan saja. Pemikiran tentang teori-teori
Linguistik, terutama penerapan dan pengembangan teori-teori Linguistik yang baru
banyak dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa Indonesia. Pada tahun 1980 Samsuri
memperkenalkan Linguistik transformasional dalam bukunya berjudul Analisa Bahasa.
Selain dalam buku tersebut, upaya Samsuri memperkenalkan aliran transformasional ini
dikemukakan juga dalam makalahnya berjudul “Aliran Transformasional 1957-
1965”yang disajikan dalam Simposium Linguistik 1985 di Universitas Atmajaya
Jakarta. Selain Samsuri, ahli bahasa yang lain yaitu Riga Adiwoso juga menyajikan
makalah tentang Linguistik transformasional, berjudul “Transformasional 1965-Kini”
Perkembangan Linguistik transformasional di Indonesia semakin nyata dengan
diterbitkannya dua buah buku oleh J.D. Parera pada tahun 1988 berjudul “Morfologi”
dan “Sintaksis” yang disusun berdasarkan Linguistik transformasional. Penyusunan
buku Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia yang diterbitkan bersamaan dengan Kongres
Bahasa Indonesia V pada tahun 1988, rupanya juga menggunakan teori Linguistik
transformasional sebagai salah satu landasan teoritisnya. Perkembangan Linguistik
Indonesia pada dekade tahun 1980-an tidak hanya ditandai dengan berkembangnya
linnguistik transformasional saja. Para penganut aliran Linguistik yang selama ini sudah
dikenal di Indonesia seperti aliran Linguistik tradisional, aliran lingnuistik struktural,
aliran lingistik blomfieldian juga masih melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Hal ini
antara lain bisa dilihat dari tulisan-tulisan para linguis Indonesia anggota MLI yang
dihimpun dalam dua buah buku berjudul“Penyelidikan Bahasa dan Perkembangan
Wawasannya” diterbitkan oleh MLI pada tahun 1993. Perkembangan Linguistik
Indonesia pada tahun 1990-an semakin semarak dengan berkembangnya cabang-cabang
Linguistik interdisipliner seperti Pragmatik, SosioLinguistik, PsikoLinguistik, Analisis
Wacana. Ahli bahasa Indonesia yang memperkenalkan Pragmatik dalam Linguistik
Indonesia antara lain Bambang Kaswanti Purwo dalam disertasinya tentang Deiksis
dalam Bahasa Indonesia pada tahun 1984. Disamping itu penerjemahan buku-buku
pragamatik ke dalam bahasa Indonesia seperti “Prinsip-prinsip Pragmatik” oleh
Geoffry Leech yang diterjemahkan Oleh M.D.D. Oka, “Analisis Wacana” oleh Gillian
52
Brown dan George Yull, semakin memantabkan perkembangan kajian pragmatik dalam
Linguistik Indonesia. Sementara itu Linguistik interdisipliner seperti SosioLinguistik,
PsikoLinguistik juga mulai berkembang. Pada tahun 1988 Sri Utari Subyakto-Nababan
menerbitkan bukunya berjudul “PsikoLinguistik:Suatu Pengantar”, dan pada tahun
2000 Soenjono Dardjowidjojo menerbitkan hasil penelitian pemerolehan bahasa dengan
judul “Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia”. Ini adalah penelitian
longintudinal pemerolehan bahasa anak dan menarik sekali karena subjek
penelitiannya , Echa, adalah cucu Soenjono Dardjoidjojo sendiri. Cabang Linguistik
yang lain yang juga merupakan Linguistik interdisipliner yang berkembang di Indonesia
adalah Sosiolingistik. Cabang Linguistik ini mengkaji bahasa dan hubungannya dengan
berbagai faktor sosial termasuk berbagai variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor
strata masyarakat, faktor sosial politik, gender, dan sebagainya. Beberapa buku
mengenai SosioLinguistik antara lain “SosioLinguistik” karya Chaedar Alwasilah terbit
tahun 1985, “SosioLinguistik” karya Mansoer Pateda terbit tahun 1987, “Sosiologi
Bahasa” karya Suwito terbit tahun 1987, “SosioLinguistik”karya Sumarsono terbit
2002. Pada tahun-tahun berikutnya dunia Linguistik Indonesia terus berkembang
dengan berbagai kegiatan. KLN yang diselenggarakan oleh MLI setiap dua tahun sekali
selalu mendapat sambutan yang antusias dari ahli-ahli bahasa Indonesia, para pemerhati
bahasa Indonesia dan bahasa daerah di Indonesia, para guru bukan saja guru bahasa
Indonesia tetapi juga guru-guru mata pelajaran selain bahasa Indonesia.
Indonesia yang menulis tatabahasa Melayu, antgara lain Raja Ali Haji dan Koeswatin
Sasrasoeganda.
3. Kegiatan Linguistik Indonesia sesudah Sumpah Pemuda semakin berkembang.
Penulisan berbagai tatabahasa masih banyak dikerjakan dengan nama tatabahasa
Indonesia. Nama tatabahasa Melayu sudah tidak digunakan lagi. Penulisan
tatabahasa Indonesia tersebut sebagian besar dikerjakan oleh orang Indonesia. Hanya
beberapa saja orang asing (Belanda) yang menulis tatabahasa Indonesia, antara lain
Fokker, C.A. Mees, dan Zoetmoelder.
4. Disamping penulisan berbagai tatabahasa Indonesia, kegiatan Linguistik sesudah
Sumpah Pemuda semakin berkembang dengan berbagai penelitian bahasa-bahasa
daerah di Indonesia, pengenalan faham-faham Linguistik yang baru serta
penerapannya dalam bahasa Indonesia, dilaksanakannya berbagai seminar dan
simposium bahasa.
5. Kegiatan Linguistik Indonesia berkembang pesat berkat peranan Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa (terkenal dengan nama Pusat Bahasa) yang
memfasilitasi berbagai penelitian bahasa dan kegiatan-kegiatan kebahasaan yang
lain. Disamping Pusat Bahasa juga organisasi Masyarakat Linguistik Indonesia
(MLI) sangat besar peranannya dalam mendorong perkembangan Linguistik
Indonesia.
pengantar untuk menyajikan seluruh mata pelajaran di sekolah mulai dari jenjang
pendidikan TK sampai perguruan tinggi. Siswa yang tidak menguasai bahasa Indonesia
akan mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengikuti pelajaran. Mungkin saja anak
telah mampu berbahasa Indonesia sebelum masuk sekolah. Namun kemampuan
berbahasa Indonesia mereka pada umumnya terbatas pada kemampuan berkomunikasi
sederhana sehari-hari. Kemampuan yang demikian jelas tidak memadai untuk mengikuti
pelajaran. Siswa memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang lebih tinggi dari
pada kemampuan sederhana dalam percakapan sehari-hari. Dalam mengikuti proses
pebelajaran di sekolah dan bahkan dalam kehidupannya kelak di masyarakat, mereka
memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang memungkin-kannya dapat
memahami wacana-wacana berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulis yang lebih
kompleks dibandingkan dengan wacana percakapan sederhana dalam komunikasi
sehari-hari. Mereka juga memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang
memungkinkannya untuk dapat mengemukakan pikiran, perasaan, dan keinginannya
yang lebih kompleks dibandingan dengan penyampaian maksud dalam percakapan
sederhana dalam komunikasi sehari-hari.
Disamping untuk kepentingan yang bersifat praktis, agar siswa mampu
berbahasa Indonesia untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah mempunyai tujuan yang bersifat
ideologis dan politis bagi warga negara Indonesia. Secara ideologis bahasa Indonesia
merupakan salah satu pilar penyangga nasionalisme bangsa Indonesia karena bahasa
Indonesia adalah Bahasa Nasional. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
dapat ditanamkan rasa nasionalisme kepada siswa sebagai bangsa Indonesia. Secara
politis bahasa Indonesia adalah Bahasa Negara atau Bahasa Resmi. Melalui
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dapat ditanamkam rasa bertanggung jawab
sebagai warganegara Indonesia. Memang tidak mudah memberikan jawaban yang
memuaskan bagi orang-orang awam dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan
dan pembelajaran bahasa Indonesia. Bahkan kadang-kadang juga tidak mudah
memberi-kan jawaban untuk meyakinkan orang-orang dari kalangan yang seharusnya
memahami betapa pentingnya pembelajaran bahasa Indonesia.
55
yang lain.
4.Bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
5.Ajarkan bahasa dan jangan ajarkan tentang bahasa.
Thesis-thesis aliran struktural tersebut pada dasarnya mengemukakan dua hal yang
penting, pertama tentang hakikat bahasa yang dikemukakan dalam thesis 1, 2, 3 dan 4,
kedua tentang konsep pe bahasa yang dikemukakan dalam thesis 5. Dengan kelima
thesis tersebut aliran struktural memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang mendasar yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa walaupun belum
sepenuhnya. Tesis 1 dan 2 memberikan arahan bagi guru tentang bahasa yang akan
diajarkannya. Kemudian thesis 3 dan 4, dapat memberikan arahan kepada guru dalam
mengembangkan materi pelajaran bahasa yang tepat sesuai dengan bahasa yang
diajarkannya. Selanjutnya, thesis 5 memberikan arahan kepada guru dalam
mengembangkan metode dan teknik yang tepat untuk mengajarkan bahasa.
Peran Linguistik dalam pembelajaran bahasa seperti yang dikemukakan oleh
Bloomfield dengan aliran strukturalnya itu dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan karakteristik
bahasa dan pembelajaran bahasa Indonesia. Thesis 1 yang menyatakan bahwa hakikat
bahasa itu pertama-tama adalah lisan dan bukan tulisan tidak berarti bahwa bahasa tulis
tidak penting. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia pembentukan kompetensi bahasa
meliputi kompetensi berbahasa lisan, yaitu berbicara dan menyimak, serta kompetensi
bahasa tulis, yaitu membaca dan menulis. Dalam kurikulum bahasa Indonesia
dikemukakan bahwa Kompetensi Dasar (KD) berbahasa Indonesia meliputi 4 aspek
yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Selanjutnya, thesis yang
menyatakan bahwa bahasa itu adalah seperti apa dan bagaimana penutur asli bahasa itu
berbahasa, bukan seperti yang dipikirkan oleh seseorang bagaimana dia harus
berbahasa, tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Penerapan thesis ke 2 dalam pembelajaran bahasa Indonesia memerlukan
pemikiran yang kritis. Masalah pertama adalah bahwa siapa yang dapat disebutkan
sebagai penutur asli bahasa Indonesia masih belum dapat dikatakan secara pasti. Ada
pendapat yang menyataan bahwa penutur asli bahasa Indonesia adalah suku Melayu
yang bertempat tinggal di daerah Propinsi Riau dan Propinsi Riau Kepulauan dengan
59
alasan bahwa bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu. Pendapat ini tidak dapat
diterima karena walaupun bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu namun dalam
perkembangannya sampai sekarang ini bahasa Indonesia tidak sama dengan bahasa
Melayu yang digunaan dikedua daerah tersebut. Apabila penyebutan penutur asli dalam
thesis kedua tersebut dimaksudkan untuk mengetahui variasi bahasa yang akan
diajarkan, maka dalam pembelajaran bahasa Indonesian variasi yang diajarkan adalah
variasi bahasa Indonesia baku. Deskripsi bahasa Indonesia baku ini dapat dilihat dalam
buku Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI) , Kamus Besar Bahasa Indonesia
KBBI, buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan EYD, dan buku Pedoman
Pembentukan Istilah. Namun ada hal penting yang memerlukan perhatian para ahli
bahasa Indonesia mengenai deskripsi bahasa Indonesia ini. Buku-buku TTBI, KBBI,
EYD, Pedoman Pembentukan Istilah, belum memuat deskripai bahasa lisan secara
lengkap. Unsur-unsur bahasa lisan, terutama unsur supra segmental seperti tekanan,
irama, dan intonasi belum dideskripsikan. Penerapan thesis ketiga dalam pembelajaran
bahasa Indonesia berkaitan dengan kenyataan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
kedua bagi sebagai besar anak Indonesia. Bahasa pertama meraka adalah bahasa daerah.
Kondisi ini berpengaruh terhadap proses belajar bahasa Indonesia. Uraian lebih lanjut
mengenai hal ini dikemukakan dalam pembahasan penerapan Linguistik kontrastif
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Selanjutnya, penerapan thesis keempat dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilaksanakan dengan memberi ksempatan
sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam
berbagai kesempatan baik di dalam maupun di luar kelas. Materi pelajaran disusun
dengan memberikan latihan-latihan baik latihan berbahasa lisan maupun latihan
berbahasa tulis. Thesis kelima yang menyatakan bahwa yang harus diajarkan adalah
bahasa bukan tentang bahasa perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Kritik yang tajam terhadap pembelajaran bahasa Indoneisa yang
dikemukakan oleh berbagai pihak selama ini, berkaitan dengan isi thesis kelima itu.
pembelajaran bahasa Indonesia terlalu banyak mengajarkan tentang bahasa dari pada
mengajarkan bahasa. Akibatnya tujuan pembelajaran bahasa agar siswa mempunyai
kompetensi komunikasi berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulis belum dapat
dicapai. Kondisi ini sangat terasa pada waktu pembelajaran bahasa Indonesia
60
mengorganisasian materi pelajaran yang diambil dari deskripsi bahasa yang akan
diajarkan. Deskripsi bahasa dapat disusun berdasarkan rekaman pemakaian bahasa
lisan, seperti percakapan dalam berbagai komunikasi, pidato, ceramah, diskusi, dan
sebagainya. Deskripsi ini bermanfaat untuk menyusun materi pembelajarn bahasa yang
bertujuan agar siswa menguasai kemampuan berbahasa dalam komunikasi sehari-hari.
Deskripsi bahasa dapat juga disusun berdasarkan corpus data dari pemakaian bahasa
secara tulis seperti surat kabar, majalah, dan berbagai macam teks tertulis yang lain.
Deskripsi ini bermanfaat untuk menyusun materi pembelajaran bahasa yang bertujuan
agar siswa berkompetensi bahasa lebih lanjut dari berbahasa sehari-hari.
Peranan Linguistik dalam pembelajaran bahasa semakin besar dengan
berkembangnya Linguistik kontrastif, yaitu cabang Linguistik yang mengkaji
persamaan dan perbedaan karakteristik antara bahasa pertama dan bahasa kedua yang
akan diajarkan. Berdasarkan hasil observasi yang mendalam terhadap proses
pembelajaran bahasa, ahli-ahli ilmu bahasa kontrastif mengemukakan beberapa hal
sebagai berikut.
1. Setiap bahasa mempunyai sistemnya sendiri yang berbeda dengan bahasa yang
lain.
2. Walaupun setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda dengan bahasa lain
ada kemungkinan adanya unsur yang sama antara bahasa pertama dan bahasa
kedua, terutama pada bahasa yang serumpun.
3. Dalam mempelajari bahasa kedua, unsur-unsur bahasa yang sama antara kedua
bahasa akan mudah dipelajari, sedangkan unsur-unsur yang berbeda akan sulit
dipelajari.
4. Dalam mempelajari bahasa kedua siswa cenderung mentransfer unsur-unsur
bahasa petama ke dalam bahasa kedua.
Robert Lado, salah seorang linguist Amerika dalam bukunya yang bertajuk
Linguistics Across Cultures: Applied Lingistics for Language Teachers yang diterbitkan
pada tahun 1957 mengemukakan pentingya studi komparasi antara bahasa pertama dan
bahasa kedua untuk mengetahui unsur-unsur yang sama dan yang berbeda kedua bahasa
tersebut. Dari deskripsi komparasi itu dapat diprediksi bagian-bagian mana dari bahasa
kedua yang akan menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam mempelajarinya. Disamping
62
itu, deskripsi komparasi itu sangat berguna pula bagi pembelajaran bahasa kedua
sebagai dasar menyusun kurikulum, silabus, dan rencana program pembelajaran , dan
sebagai dasar menyeleksi dan mengorganisasi materi pelajaran serta sangat berguna
untuk mendiagnose kesulitan anak.
Studi komparasi berdasarkan Linguistik konstrastif sebagaimana dikemukakan di
atas dapat memberikan manfaat jika diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Bagi sebagian besar anak-anak Indonesia, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua.
Bahasa pertama mereka adalah bahasa daerah atau dialek bahasa Indonesia tempat
mereka dilahirkan dan dibesarkan pada masa kanak-kanaknya. Tentu ada perbedaan
dan persamaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau dialek bahasa
Indonesia. Ketika mereka belajar bahasa Indonesia ada kecenderungan mentransfer
unsur-unsur bahasa daerahnya kedalam bahasa Indonesia.Unsur-unsur bahasa daerah
yang ditrasfer ke dalam bahasa Indonesia ini terjadi baik dalam tataran bunyi, kosa kata,
maupun gramatika serta unusur-unsur suprasegmental seperti tekanan, irama, dan
intonasi. Transfer unsur-unsur yang sama antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia
tidak akan menimbulkan masalah. Sebaliknya transfer unsur-unsur yang tidak sama
antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia akan menyebabkan timbulnya kesalahan
berbahasa dalam berbahasa Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan studi
komparasi kontrastif antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah anak dan
mendeskripsikannya secara teliti unsur-unsur yang sama dan yang berbeda antara
kedua bahasa. Berdasaran deskripsi ini dapat diperkirakan kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa Indonesia.
BAB III
KURIKULUM, SILABUS, DAN PERENCANAAN
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
fungsi bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi Negara bagi
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembelajaran bahasa Indonesia
membawa misi utama menanamkan, menumbuhkan, membina, dan mengembangkan
jiwa nasionalisme anak-anak Indonesia agar menjadi generasi bangsa yang mencintai
tanah airnya, tegas dan jelas jati dirinya sebagai bangsa Indonesia, bermartabat
ditengah-tengah pergaulan antar bangsa di era global sekarang dan di masa-masa yang
akan datang. pembelajaran bahasa Indonesia juga ikut bertanggung jawab dalam
mendidik anak-anak Indonesia isi agar menjadi warga negara yang menyadari
kewajiban dan haknya serta mampu melaksanakannya secara bertanggungnjawab.
Disamping membawa dua misi utama tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia
mempunyai tanggung jawab membina dan mengembangkan kemampuan berbahasa
Indonesia masyarakat Indonesia pada umumnya khususnya para generasi muda yang
sedang menempuh pendidikan formal di berbagai jenjang dan jenis sekolah.
Agar pembelajaran bahasa Indonesia dapat merealisasikan misi utamanya serta
tanggung jawabnya sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran bahasa Indonesia
harus dilaksanakan secara professional, dengan landasan filosofis, politis, pegagogis,
dan Linguistik. Landasan filosofis pembelajaran bahasa Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan landasan
politis pembelajaran bahasa Indonesia adalah UUD Tahun 1945 beserta seluruh
peraturan perundangan yang bersumber dari UUD Tahun 1945. Landasan pedagogis
pembelajaran bahasa Indonesia adalah teori pembelajaran bahasa dan belajar bahasa.
Sedangkan landasan Linguistik pembelajaran bahasa Indonesia adalah gagasan dan
pandangan yang berkembang dalam Linguistik, baik Linguistik umum (general
linguistics) maupun Linguistik terapan (applied linguistics), khususnya PsikoLinguistik
dan SosioLinguistik. Pemikiran-pemikiran ini harus menjadi dasar untuk mengelola
pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk maksud itulah maka perangkat-perangkat
pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari kurikulum, silabus, dan perencanaan
program pembelajaran , buku teks, media pembelajaran , disusun berdasarkan
pandangan-pandangan tersebut. Berikut ini dikemukakan uraian tentang setiap
perangkat pembelajaran tersebut.
64
kelas saja melainkan juga meliputi semua kegiatan baik yang terjadi di kelas maupun di
luar kelas yang memberikan berbagai pengalaman kepada anak.
Untuk memahami pengertian kurikulum secara lebih komprehensif, berikut ini
dikemukakan berbagai pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian kurikulum;
Good 1959
A general overall plan of the content or specific materials of
instructions that the school should offer the student by way of
qualifying him from graduation or certification or for entrance into
professional or vocational field.
Taba (1962)
A curriculum is a plan for learning.
Tanner and Tanner (1975)
The planned and guided learning experiences and intended
outcomes, formulated through the systematic reconstruction of
knowledge and experience, under the aupices of the school, for the
leaner’s continuous and willful growth in person-sosial competence.
Schubert (1987)
Pratt (1980)
Curriculum as a written document that systematically describes
goals planned, objectives, content, learning activities, evaluation
procedures and so forth.
Grundy (1987)
Curriculum as a programme of activities (by teachers and pupils)
designed so that pupils will attain so far as possible certain educational
and other schooling ends or objectives.
Hass (1987)
Provides a broader definition, stating that a curriculum includes “all
of the experiences that individual learners have in a program of
education whose purpose is to achieve broad goals and related
specific objectives, which is planned in terms of a framework of
theory and research or past and present professional practice” (p.5).
Definisi kurikulum yang dikemukakan oleh sepuluh orang ahli pendidikan tersebut
di atas, barulah sebagian kecil dari berpuluh-puluh definisi kurikulum yang disampaikan
oleh ahli-ahli pendidikan yang lain.
Sesuai dengan pengertian kurikulum sebagaimana dikemukakan dalam berbagai
definisi oleh para ahli pendidikan tersebut, dalam pendidikan dan pembelajaran di
Indonesia pengertian kurikulum secara formal didefinisikan dalam berbagai dokumen
resmi pemerintah sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 20. Th.2003 tentang Sisdiknas
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penye-
lenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Pedoman Penyusunan KTSP
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
68
Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas hal yang pertama yang dikerjakan oleh
penyusun dan pengembang kurikulum pada umumnya adalah menentukan tujuan
kurikulum. Bagi pengembang kurikulum pelajaran bahasa Indonesia tentunya
merumuskan atau menentukan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang selaras
dengan tujuan Pendidikan Nasional. Selanjutnya pengembangan komponen-komponen
kurikulum juga harus senantiasa mengacu pada tujuan kurikulum.
tidak baik bagi perkembangan anak karena mereka akan selalu bergantung pada pihak
lain yang akan memberi ganjaran. Berbeda halnya apabila motivasi itu timbul dari
dalam diri siswa. Mereka belajar dan bekerja bukan karena keinginan untuk
memperoleh hadiah rewards dari siapapun, melainkan karena dorongan dari dirinya
sendiri. Mereka akan merasa puas apabila berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik. Kepuasan batin karena berhasil mengerjakan tugas inilah yang merupakan
rewards baginya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
kurikulum berdasarkan pendekatan humanis ini antara lain adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan dan pengembangan kurikulum didasarkan pada kebutuhan siswa agar
mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Suatu yang harus senantiasa diperhatikan oleh pengembang kurkulum adalah bahwa
sangat penting bagi anak untuk bisa berpikir dan berperasaan yang baik terhadap diri
mereka sendiri.
c. Kurikulum harus bisa menjadikan siswa percaya bahwa mereka bisa merancang
tujuan belajarnya sendiri dan mampu mencapainya.
d. Kegiatan belajar yang dirancang dalam kurikulum harus berpusat pada anak (student
centered).
Pendekatan apapun yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum, jawaban
terhadap beberapa pertanyaan ang dikemukakan oleh Jack C.Richard 2002; 1 dapat
memberikan kerangka framework untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran
bahasa.
a. Prosedur-prosedur apa yang dapat digunakan untuk menentukan isi program
pembelajaran bahasa
b. Apa kebutuhan siswa
c. Dapatkah kebutuhan siswa itu ditentukan
d. Apa factor-faktor konteks yang perlu dipikirkan dalam merencanakan program
pembelajaran bahasa
e. Apakah hakikat sasaran dan tujuan dalam pembelajaran bahasa dan bagaimana hal
itu dikembangkan
f. Faktar-faktor apa saja yang tercakup dalam perencanaan silkabus dan unit-unit
organisasi satuan pelajaran
73
g. Bagaimana pembelajaran bahasa yang baik yang dapat digunakan dalam suatu
program pembelajaran bahasa
h. Isu-isu apa saja yang tercakup dalam seleksi, adaptasi, dan perencanaan materi
pelajaran
i. Bagaimana seseorang dapat mengukur efektivitas suatu orogram pembelajaran
bahasa
1. 3 Pengorganisasian Kurikulum
Berdasarkan cara mengorganisasikannya dikenal beberapa model kurikulum
sebagai berikut.
a. Separated curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan menyajikan setiap
mata pelajaran secara terpisah. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri disajikan
terlepas dari mata pelajaran yang lain.
b. Integrated curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan memadukan
beberapa mata pelajaran. Materi beberapa mata pelajaran diintegrasikan dalam
suatu tema tertentu. Model integrated curriculum dengan model tematik ini banyak
digunakan di pendidikan dasar terutama di kelas-kelas awal.
c. Correlared curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan menyajikan materi
suatu mata pelajaran dikorelasikan dengan materi pelajaran yang lain. Model
correlated curriculum ini banyak digunakan dalam pendidikan tingkat menengah.
Berdasarkan definisi-definisi beserta konsep-konsep yang dikemukakan di
dalamnya, dapat dikemukakan hakikat pengertian kurikulum meliputi konsep-konsep
sebagai berikut;
1) Kurikulum sebagai produk dari suatu kegiatan.
Kurikulum sebagai produk berwujud dokumen tertulis, beserta perangkat-perangkat
pembelajaran yang disusun berdasarkan dokumen tersebut, antara lain silabus, rencana
program pembelajaran , buku teks, berbagai media pembelajaran cetak maupun
elektronik. Berdasarkan konsep ini dapat dikemukakan bahwa hakikat Kurikulum
Bahasa Indonesia adalah suatu dokumen tertulis beserta perangkat pembelajaran
bahasa Indonesia, antara lain silabus pembelajaran bahasa Indonesia, Rencana
Program pembelajaran bahasa Indonesia, buku teks Bahasa Indonesia , dan berbagai
media pembelajaran bahasa Indonesia. Pemahaman terhadap kurikulum sebagai
74
produk ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain konsep-konsep yang hendak
disajikan dapat dirumuskan secara kongkrit. Dengan rumusan yang jelas, guru-guru
dapat lebih mudah mengembangkan kurikulum dalam menyusun berbagai perangkat
pembelajaran , seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran . Walaupun
demikian pandangan kurikulum sebagai produk mempunyai beberapa kelemahan, antara
lain pandangan ini membatasi jumlah dan jenis mata pelajaran.
2) Kurikulum sebagai program studi
Kurikulum sebagai program studi antara lain berwujud; sejumlah mata pelajaran
dengan kompetensi-kompetensi yang merupakan tujuan agar dikuasai siswa; pokok-
pokok materi pelajaran beserta sejumlah pengalaman yang disajikan dalam setiap
pelajaran; cara-cara pengelolaan pelaksanaan program, dan evaluasi proses serta
produk untuk mengatahui efektivitas dan hasil belajar siswa. Pandangan kurikulum
sebagai program studi mempunyai kelebihan antara lain memberikan keluwesan dalam
menetukan jumlah dan jenis mata pelajaran, dapat dengan mudah merancang kegiatan
belajar siswa dalam berbagai ‘setting’situasi sekolah. Kelemahan pandangan ini antara
lain menyiratkan bahwa kurikulum mampu mangakomodasikan semua yang harus
dipelajari siswa, suatu hal yang tidak mungkin.
3) Kurikulum sebagai kegiatan belajar.
Kurikulum sebagai kegiatan belajar berwujud segala hal yang diharapkan dipelajari
siswa untuk menguasai kompentensi yang merupakan tujuan pembelajaran ; materi
pelajaran yang berupa isi, gagasan, generalisasi konsep yang disajikan. Pandangan ini
mempunyai kelebihan, antara lain bahwa kurikulum mengemukakan konsep yang
kongkrit tentang apa saja yang akan dipelajari siswa dalam rangka menguasai
kompetensi untuk mencapai tujuan belakjar yang telah ditentukan. Kelebihan yang lain
adalah guru lebih mudah mengelola kegiatan pembelajaran karena cakupan kegiatan
belajar sudah jelas. Kelemahan pandangan ini antara lain kurikulum menjadi sangat
kompleks karena luasnya apa yang dimaksudkan dengan kegiatan belajar.
4) Kurikulum sebagai pengalaman-pengalaman siswa.
Kurikulum sebagai pengalaman siswa berwujud kegiatan yang direncanakan dila-
kukan siswa untuk memperoleh berbagai pengalaman. Dengan pengalaman-pengalaman
itu diharapkan siswa akan menguasai kompetensi baik kompetensi yang berkaitan
75
dikenal adanya kegiatan intra kurikuler, kegiatan kokurikuler , dan kegiatan ekstra
kurikuler.
Kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia yang sekarang digunakan adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan kurikulum
operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP di tingkat pendidikan dasar dan menengah didasarkan
pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Panduan Pengembangan KTSP yang disusun oleh BSNP. Standar Isi (SI) adalah ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dirumuskan dalam persyaratan kompetensi
lulusan, kompetensi bahan kajian mata pelajaran yang harus dicapai oleh siswa, dan
silabus pembelajaran pada setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. SKL
merupakan kualifikasi lulusan yang meliputi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai
dengan standar nasional yang ditentukan. SKL meliputi kompetensi seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam menentukan kelulusan siswa pada masing-masing satuan pendidikan. Para guru
setiap mata pelajaran, termasuk guru mata pelajaran bahasa Indonesia harus memahami
SI dan SKL tersebut.
Penyusunan KTSP dikerjakan oleh masing-masing sekolah (guru, kepala sekolah)
bekerja sama dengan komite sekolah, tokoh-tokoh masyarakat, ahli pendidikan,
pengamat pendidikan, para ahli dari Perguruan Tinggi. Dengan keterlibatan berbagai
pihak ini diharapkan KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat, kondisi dan situasi lingkungan setempat.
Standar Isi (SI) dan (SKL)yang dijadikan sebagai dasar penyusunan KTSP untuk
semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya
dikembangkan dengan berbasis kompetensi (competence based curriculum). Khusus
untuk pembelajaran bahasa Indonesia digunakan juga pendekatan komunikasi
(Communicative Language Teaching). Pendekatan kompetensi dan pendekatan
komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengutamakan proses
pembelajaran yang berpusat pada pembentukan kompetensi komunikasi berbahasa
Indonesia. Berdasarkan SI dan SKL mata pelajaran bahasa Indonesia dikembangkan
77
kompetensi dasar (KD) dan materi pokok mata pelajaran bahasa Indonesia. Ketrampilan
Dasar dan materi pokok tersebut berpusat pada pembentukan kompetensi trampil
berbahasa yaitu trampil berwicara, menyimak, membacas, dan menulis, serta
pembentukan kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam berbahasa Indonesia.
Berkaitan dengan kompetensi berbahasa dalam pendekatan komunikatif Jack C.
Richard dan Theodore S.(1986) mengemukakan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai
berikut.
a. Sangat mengutamakan makna.
b. Materi dialog yang digunakan berpusat pada fungsi komunikasi bahasa. Dialog
tersebut tidak perlu dihafalkan siswa.
c. Konteks pemakaian bahasa merupakan hal yang sangat utama.
d. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
e. Membangun komunikasi yang efektif.
f. Latihan yang bersifat “drilling” boleh dipakai tetapi hanya terbatas saja
(peripherally).
g. Materi pengucapan dan bertutur diutamakan.
h. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menolong siswa dalam berkomunikasi
dapat digunakan untuk pembelajaran sesuai dengan umur dan interes siswa.
i. Sejak awal dilatih langsung berkomunikasi. Apabila mungkin diupayakan
pemanfaatan “native speaker” .
j. Penerjemahan boleh digunakan bila siswa memerlukan dan menguntungkan
mereka.
k. Bila diinginkan membaca dan menulis dapat dilakukan sedini mungkin.
l. Materi sistem bahasa (gramatika) dapat dipelajari dengan baik melalui proses
berkomunikasi.
m. Kemampuan berkomunikasi dengan ketepatan dan kesesuaian pemakaian siatem
gramatika merupakan tujuan utama.
n. Variasi bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan materi
dan metode pembelajaran .
o. Urutan penyajian materi pelajaran ditentukan dengan memperhatikan isi, fungsi,
dan makna komunikasi.
78
pendidikan dan pembelajaran . Komponen tujuan ini memduduki posisi sentral dalam
sistem kurikulum. Artinya, pengembangan komponen-komponen kurikulum yang lain
semuanya mengacu pada komponen tujuan. Seluruh kegiatan proses pendidikan dan
pembelajaran dilaksanakan agar siswa dapat mencapai tujuan tersebut. Walaupun
demikian, tidak berarti bahwa komponen tujuan menjadi satu-satunya orientasi. Teori
pendidikan dan pembelajaran yang berkembang sekarang memandang bahwa
disamping komponen tujuan, proses yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu juga
sangat penting.
Kurikulum pendidikan di Indonesia adalah salah satu komponen dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus selaras
dengan kebijakan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dalam Sistem Pendidikan
Nasional sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyusunan dan perumusan komponen-komponen
kurikulum dilaksanakan dengan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
kerangka berfikir demikian ini, maka perumusan komponen tujuan dalam kurikulum
harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Tujuan
pendidikan nasional telah dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pemahaman terhadap tujuan pendidikan nasional ini sangat penting bagi para
pengambil kebikajan dalam dunia pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah, para
pelaksana pendidikan dalam bergai bidang seperti pengembang kurikulum, guru, dosen,
penyusun buku pelajaran, dan sebagaimya. Dua hal sangat mendasar yang dikemukakan
dalam tujuan pendidikan nasional tersebut, yaitu (1) berkembangnya potensi siswa, dan
(2) kualitas manusia Indonesia yang diinginkan. Hal yang pertama, mengamanatkan
kepada semua pemikir dan pelaksana pendidikan agar merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi semua kegiatan pendidikan dengan fokus pada kepentingan
pengembangan potensi siswa. Hal yang kedua mengemukakan kualitas manusia
Indonesia yang diinginkan, yaitu manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
80
SD/MI/SDLB/Paket A
1. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2. Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.
4. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi di lingkungan sekitarnya.
5. Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis,dan
kreatif.
6. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif dengan bimbingan
guru/pendidik.
7. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.
8. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan
sehari-hari.
9. Menujukkan kemampuan mengenlai gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar.
10. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.
11. Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air
Indonesia.
12. Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal.
13. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar aman, dan memanfaatkan
waktu luang.
14. Berkomunikasi secara jelas dan santun.
15. Berkerjasama dalam kelompok, tolong menolong, dan menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya.
16. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis.
17. Menunjukkan ketrampilan menyimak, berbicara, menulis, dan berhitung.
82
Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang berkaitan
dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja.
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Menunjukkan sikap percaya diri.
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, susku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup nasional.
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkunghan sekitar dan sumber-sumber
lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpkir logis, kritis, dan kreatif.
8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mendiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
10. Mendeskripsi gejala alam dan sosial.
11. M emanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab.
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15. Menerpkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.
16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarkat.
18. Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19. Menunjukkan kegemaran membaca, dan menulis naskah pendek sederhana.
20. Menunjukkan ketrampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
83
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam perbgaulan masyarakat.
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
21. Menunjukkan ketrampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan
estetis.
22. Menunjukkan ketrampilan menuyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam
bahasa Indonesia dan Inggris.
23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang
berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
SMK/MAK
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkem-
bangan remaja.
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan serta
memperbaiki kekurangannya.
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan,
dan pekerjaannya.
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial.
5. Mengharai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global.
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis,
kreatif, dan inovatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
mengambil keputusan.
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk memberda-
yakan diri.
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang ter-
baik.
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial.
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
85
2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,
keperluan, dan keadaan.
4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
tertentu dari suatu matapelajaran. Berikut ini dikemukakan SKL-MP pada satuan
pendidikan tersebu
SD/MI
Mendengarkan
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan,
pengumuman, bertita, deskripsi berbagai
peristiwa dan benda sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng puisi, cerita,
drama, panerita, dan drama.tun, dan cerita rakyat.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalammkegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana,
wawancara,percakapan sederhana, percakapan telpun, diskusi, pidato,
deskripsimperistiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita,
pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra
untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa
petunjuk, teks panjang dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi,
dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.
Menulis
Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat
pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, paraphrase,
serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
SMP/MTs
Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian
berita radio/TV, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan
berbagai karya sastra berbentuk dongeng, puisi, drama, novel remaja, syair,
kutipan, dan synopsis novel.
88
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengunkapkan pikiran, perasaan, iformasi,
pengalaman, pendqapat dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi
lporan, diskusi, prorokoler, dan pidato serta dalam berbagai karya sastra
berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai bentuk
wacana tulis, dan berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerita pendek, drama,
novel remaja, antologi puisi, novel dari berbagai angkatan.
Menulis
Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengingkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan,
surat dnias, petunjuk, rqangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan
baris,resensi, karangan, karya ilmiah sederhana, pidato, surat pembaca, dan
berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, drama, dan cerpen.
SMA/MA
Program IPA dan IPS
Mendengarkan
Memahamai wacana lisan dalam kegiatan penyampaian berita, laporan, saran,
bercertia, berpidato, wawancara, diskusi, seminar, dan pembacaan karya sastra
berbentuk puisi, cerita rakyat, drakma, cerpen,dan novel.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi hasil
penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis teks non
sastra berbentuk grafik, table, artikel, tajuk rencana, teks pidato, serta teks
89
sastra berbentuk puisi, hikayat, novel, biografi, puisi kontemporer, karya sastra
berbagai angkatan dan kmarya sastra Mekayu Klasik.
Menulis
Menggunakan berbaghaio wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narqasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi, teks pidato, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkuman,
ringkasan, notulen,laporan, resensi, karya ilmiah, dan berbagai karya sastra
berbentuk puisi, cerpen, drama, kritik, dan esei.
Program Bahasa
Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan pidato, ceramah/khotbah, wawancara,
diskusi, dialog, penyampaian berita, presentasi laporan.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan pengalaman dalam kegitatan presentasi hasil penelitian, laporan
pembacaan buku, dan presentasi program, bercerita, wawancara, diskusi,
seminar, debat, dan pidato tanpa teks.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berbetuk
esei, artikel, dan biografi.
Menulis
Mengungkapkan pikiran dan informasi dalam wacana tulis dalam bentuk
wacana deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi,
ringkasan/rangkuman, laporan, karya ilmiah, makalah, serta surat lanaran.
Kebahasaan
Memahami dan menggunakan berbagai komponen kebahasaan, baik fonologi,
morfologi, maupun sintyaksis dalam wacana lisan dan tulis.
Sastra Indonesia SMA
Khusus untuk Program Bahasa
Mendengarkan
90
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk mengapresisi karya sastra
berbentuk novel, cerita pendek, hikayat, dan drama.
Menulis
Menggunakan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatanapresiatif yang
menghasilkan transformasi karya sastra, kritik dan esei, dan berbagai kerya
sastra berbentuk puisi, drama, serta transliterasi transkripsi naskah lama
berhuruf Arab Melayu.
Kesastraan
Menguasai komponen kesastraan, genre sastra dan perkembangannya untuk
mengapresiasi karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan drama.
SMK/MA
Tingkat Semenjana
Mendengarkan
Memahamai wacana lisan dalam kegiatan penyampaian dan penerimaan
informasi yang berkaitan dengan kehdupan sehari-hari.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengnungkapkan oikiran, perasaan, dan
penyampaian informasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai wacana tulis
berupa teks, grafik, table yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Menulis
91
Standar Kompetensi Lulusan untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan tujuan yang
bersifat umum. Artinya, rumusan tujuan tersebut masih perlu dikembangkan menjadi
rumusan tujuan yang lebih operasional. Oleh karena itu, SKL MP dijabarkan menjadi
Standar Kompetensi SK pada masing-masing Kelas dalam satuan pendidikan yang
bersangkutan SD/MI, SMP/SMTs.,SMA/MA. Selanjutnya SK pada masing-masing
kelas itu dijabarkan menjadi tujuan yang lebih operasional lagi yang disebut dengan
Kompetensi Dasar KD yaitu kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus
dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan
oleh siswa untuk standar kompensi tertentu dari suatu matapelajaran. Pengembangan
Standar Kompetensi Lulusan menjadi sejumlah Standar Kompetensi di setiap Kelas dan
menjabarkannya lagi menjadi sejumlah Kompetensi Dasar dilakukan pada waktu
penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada masing-masing satuan
pendidikan (SD/MI, SMP/MTs/, SMA/MA, SMK/MAK).
Secara hirarki berbagai level tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam Sistem
Pendidikan Nasional dapat dikemukakan dalam bagan berikut ini
TUJUAN
PENDIDIKAN NASIONAL
TUJUAN PENDIDIKAN
PADA SETIAP SATUAN PENDIDIKAN
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SATUAN
PENDIDIKAN (SKL SP)
Beberapa prinsip pemilihan butir-butir materi pelajaran bahasa Indonesia yang akan
dikemukakan dalam kurikulum antara lain sebagai berikut.
1. Pemilihan butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia harus mengacu pada
rumusan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Standar
Kompetensi dalam setiap Kelas dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia yang merupakan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan
demikian materi pelajaran tidak terlepas dari tujuan pelajaran.
2. Butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia yang dipilih harus memenuhi kriteria
relevansi (relevance), konsistensi (consistence), dan kecukupan (eduquacy). Kriteria
relevansi mengacu pada kesesuaian dengan kepentingan pencapaian tujuan pelajaran
sebagaimana dikemukakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan pada masing-masing satuan pendidikan. Kriteria konsistensi
mengacu pada keajegan hubungan antara bahan ajar dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Artinya, setiap kali memilih butir-butir materi baik fakta-fakta,
konsep, dan prinsip yang berkaitan dengan struktur, makna, maupun fungsi bahasa
Indonesia, selalu memperhatikan dan mengaitkan pemilihan butir-butir materi itu
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kriteria kecukupan mengacu pada
kedalaman dan keluasan butir-butir materi yang dipilih untuk masing-masing standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Dua hal yang dapat digunakan untuk
memperkirakan keluasan dan kedalaman materi ini, yaitu kepentingan atau kebu-
tuhan siswa pada setiap satuan pendidikan dan alokasi waktu/jam pelajaran pada
satuan pendidikan.
3. Butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia harus bermakna bagi siswa baik
selama mengikuti pendidikan di sekolah maupun nanti dalam kehidupan di
masyarakat. Oleh karena itu pemilihan butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia
harus memperhatikan kebutuhan dan kondisi siswa pada setiap satuan pendidikan.
Agar diperoleh informasi yang komprehensif tentang kebutuhan siswa tersebut, perlu
diadakan analisis kebutuhan dalam berbahasa Indonesia yang meliputi aspek
ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), aspek-aspek
kebahasan (tata bahasa dan kosa kata), latar belakang sosial budaya siswa, bahasa
96
pertama siswa, serta kemampuan berbahasa Indonesia siswa yang diperoleh pada
jenjang-jenjang pendidikan terdahulu.
4. Pemilihan butir-butir materi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus
memperhatikan aspek fisibilitas yaitu keterlaksanaannya materi dipelajari siswa
berkaitan dengan berbagai hal seperti sumber-sumber bahan pelajaran yang tersedia,
kemampuan guru yang akan mengajarkan materi itu, kondisi siswa, alokasi waktu
dalam kurikulum, sarana dan prasaranan pembelajaran , dan sebagainya.
5. Butir-butir materi pelajaran bahasa Indonesia harus diambil dari suasana pemakaian
santai dalam kehidupan sehari-hari, suasana resmi, dan kenyataan pemakaian bahasa
Indonesia dalam masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahasa
Indonesia mempunyai berbagai variasi bahasa baik berdasarkan geografi daerah
pemakaian (dialeks geografi), lapisan masyarakat pemakainya (dialek sosial dan
sebagainya. Disamping itu bahasa Indonesia juga mengenal variasi baku dan tidak
baku. Variasi yang dipilih sebagai materi pelajaran bahasa Indonesia adalah variasi
bahasa baku dengan pertimbangan-pertimbngan sebagai berikut.
a. Variasi bahasa Indonesia baku merupakan variasi bahasa Indonesia yang
paling luas daerah pemakainannya baik secara geografis di Indonesia, maupun
lapisan masyarakat dengan latar belakang sosial budayanya.
b. Variasi bahasa Indonesia baku adalah variasi bahasa yang ditetapkan sebagai
Baha Resmi Negara. Seluruh kegiatan penyelenggaraan kehidupan bernegara
dilaksanakan dalam bahasa Indonesia baku.
c. Variasi bahasa Indonesia baku adalah variasi bahasa Indonesia yang
ditetapkan sebagai Bahasa Nasional. Oleh karena itu penyebarannya sangat luas
baik secara geografis maupun sosiologis, politis, ekonomi, dan budaya di
Indonesia.
d. Variasi bahasa Indonesia paling banyak digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam berbagai media baik cetak (surat kabar, majalah,jurnal),
maupun elektronik televisi, radio, internet).
e. Variasi bahasa Indonesia tidak baku (dialek geografi, dialek sosial, register)
akan dikuasai oleh siswa secara “alamiah” di lingkungannya masing-masing.
97
BERBICARA
MEMBACA MENULIS
MENDENGARKAN
KEMAMPUAN BERNALAR
KEBAHASAAN DAN
KOSA KATA
itu. Pada waktu membuat tanggapan terhadap suatu artikel, serentak teralisir aspek
ketrampilan membaca dan ketrampilan menulis.
Realisasi ketrampilan berbahasa itu semua juga selalu ditentukan oleh kemampuan
bernalar. Kemampuan bernalar berperan besar dalam memilih dan menyusun proposisi
sehingga terbentuk suatu pernyataan yang sistematis dan logis yang kemudian
direalisasikan dalam bentuk berbahasa lisan atau berbahasa tulis. Pemakaian bahasa
dalam semua peristiwa komunikasi (berwujud ketrampilan berbahasa baik lisan maupun
tulis) hanya bisa dilakukan bila seseorang menguasai aspek kebahasaan dan kosa kata.
Aspek kebahasaan berwujud struktur bahasa yang berupa sistem kaidah gramatika/tata
bahasa (langue). Setiap pemakai bahasa harus mempunyai kompetensi bahasa
(mengetahui dan menguasai sistem gramatika) serta harus pula mempunyai kompetensi
performansi bahasa (mampu menggunakannya dalam berbagai realisasi pemakaian
bahasa) baik dalam berbahasa lisan maupun tulis. Agar dapat menggunakan bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis, siswa harus menguasa
sistem tata bahasa Bahasa Indonesia yang meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis,
dan wacana dalam bahasa Indonesia. pembelajaran bahasa Indonesia perlu
menyajikan materi tata bahasa. Persoalan yang sering menjadi perdebatan di kalangan
ahli penngajaran bahasa Indonesia antara lain persoalan memilih unsur-unsur tata
bahasa yang akan diajarkan serta bagaimana mengajarkannya. Kritik yang selama ini
ditujukan pada pembelajaran bahasa bahasa Indonesia adalah bahwa pembelajaran
bahasa Indonesia tidak mengajarkan bagaimana berbahasa Indonesia, melainkan
mengajarkan tentang bahasa Indonesia. pembelajaran materi tata bahasa Indonesia
disajikan dalam bentuk pembelajaran teori tata bahasa, disajikan dalam jam pertemuan
tersendiri, terlepas dari pemakaian bahasa. Akibatnya siswa mungkin mengetahui teori
tentang tata bahasa Indonesia tetapi tidak mampu menggunakannya dalam praktek
berbahasa. Keadaan ini tidak boleh terjadi. Pemilihan materi tata bahasa dan cara
mengajarkannja harus selalu dikaitkan dengan pemakainannya dalam berkomunikasi
baik lisan maupun tulis. Hal ini akan dibahas dalam pokok uraian mengembangkan
materi pelajaran dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia.
Disamping penguasaan kaidah kebahasaan dan kemampuan bernalar yang baik,
realisasi pemakaian bahasa dalam keempat ketrampilan berbahasa Indonesia tersebut
100
juga memerlukan penguasaan kosa kata. Yang dimaksudkan dengan kosa kata dalam
pembelajaran bahasa adalah pengetahuan tentang kata dan makna kata yang dimiliki
oleh seseorang baik dalam bahasa lisan maupun tulis serta kemampuan mengguna-
kannya baik dalam memproduksi tuturan maupun memahami tuturan production and
comprehension.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan peta aspek-aspek pembelajaran
bahasa Indonesia, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, kebahasaan, kosa
kata, dan penalaran. Keempat aspek tersebut dikemukakan dalam berbagai rumusan
SKL MP, SK Kelas, dan KD pada setiap satuan pendidikan. Pemilihan materi pelajaran
untuk setiap aspek pembelajaran bahasa Indonesia didasarkan pada SKL MP, SK
Kelas, dan KD. Pada level ini materi yang dipilih masih berupa pokok-pokoknya.
Sedangkan pengembangannya dikemukakan dalam penyusunan Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Program RPP.
c. Memilih Materi
Sebagaimana dikemukakan dalam uraian butir b di atas materi yang dipilih dalam
tahapan penyusunan kurikulum barulah pokok-pokok materi saja. Pemilihan materi
didasarkan pada hasil pemetaan pengajararan bahasa Indonesia serta pemahaman
terhadap SKL MP, SK Kelas, dan KD. Materi pokok itu meliputi:
1. Teori Bahasa dan Sastra Indonesia.
Teor–teori dasar dalam bahasa dan sastra Indonesia, misalnya teori tentang fonologi,
bahasa Indonesia, morfologi bahasa Indonesia , sintaksis bahasa Indonesia ,
semantik, bahasa Indonesia, apresiasi sastra , puisi, novel, cerpen, drama. Dalam
pelaksanaan materi itu tidak diajarkan tersendiri secara teoritis melainkan diajarkan
dalam konteks pemakaian bahasa dan apresiasi sastra melui keempat ketrampilan
berbahasa.
2. Konsep-konsep Bahasa Indonesia
Konsep-konsep yang penting dalam pemakaian bahasa dalam berbagai tindak tutur
baik transaksional maupun interaksional; tindak lokusi, ilokusi, perlokusi; jenis dan
fungsi tindak tutur; konteks pemakaian bahasa; kesantunan bahasa; maksim tutur;
variasi bahasa; dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pembelajaran konsep-konsep
101
karakteristik sesuatu yang diukur menurut aturan yang ditetapkan. Hasil proses
pengukuran adalah angka yang menggambarkan kondisi hal yang diukur. Misalnya,
seseorang ingin mengukur panjang dan lebar sebidang tanah. Sesuai dengan
karakteristik bidang tanah alat ukur yang tepat untuk mengetahui panjang dan
lebarnya adalah meteran. Selain meteran masih ada bermacam-macam alat ukur
yang lain yang dapat digunakan untuk mengetahui panjang dan lebar sebidang
tanah atau sesuatu yang mempunyai bidang permukaan, antara lain langkah, depa,
jengkal, mil, dan sebagainya. Di antara alat-alat itu ada yang sudah distandarisasi
dan ada pula yang tidak distandarisasi. Alat ukur yang sudah distandarisasi antara
lain meteran, mil. Sedang yang tidak bisa distandarisasi antara lain langkah,
jengkal, dan depa. Hasil yang diperoleh dengan mengenakan alat pengukur
terhadap panjang dan lebar sebidang tanah itu berupa angka, misalnya panjang
tanah 50 m, dan lebar tanah 30 m. Contoh lain misalya seseorang ingin mengetahui
berat sekarung beras. Untuk mengukur berat suatu benda alat ukur yang digunakan
bukan meteran melainkan timbangan dengan satuan ukuran kilogram (kg) atau
pon/pound. Setelah sekarung beras ditimbang misalnya diketahui beratnya 100 kg.
Contoh yang lain lagi, misalnya seseorang ingin mengetahui volume air yang
disimpan di kaleng. Alat untuk mengukur volume adalah takaran dengan satuan
ukuran liter/l. Setelah diukur misalnya diketahui volume air di kaleng itu adalah 20
liter.
Pengukuran tidak hanya dilakukan terhadap benda-benda yang dapat diamati
dengan panca indera saja, melainkan juga dapat dilakukan terhadap sesuatu yang
bersifat abstrak misalnya gejala atau kondisi mental, seperti kemampuan kognitif,
sikap, ketrampilan berpikir dan sebagainya. Pengukuran yang demikian ini banyak
dilakukan dalam dunia pendidikan dengan tujuan untuk memperoleh informasi
tentang kompetensi kognitif siswa, sikap siswa terhadap sesuatu, ketrampilan
mengerjakan sesuatu. Alat ukur yang digunakan bermacam-macam, antara lain tes,
kuesner (questionare).skala sikap, tugas melakukan suatu tindakan. Tes adalah
seperangkat pertanyaan tentang sesuatu yang harus dikerjakan atau dijawab oleh
testee (orang/siswa) yang dites. Jawaban yang dikemukakan oleh testee mempunyai
kemungkinan benar atau salah. Kuesener adalah seperangkat pernyataan tentang
106
Indonesia yang terjaga keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat
antarsubstansi di semua jenis dannjenjang satuan pendidikan
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi
kurikulum mendorong siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Berdasarkan prinsip ini, pengembangan kurikulum bahasa Indonesia mestilah
memperhatikan kemajuan IPTEK.dan seni. Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai
Bahasa Resmi Negara dan Bahasa Nasional, bahasa Indonesia mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam perkembangannya
sekarang ini bahasa Indonesia menunjukkan kemampuannya sebagai bahasa IPTEK
dan seni. Ribuan buku dari berbagai bidang IPTEK dan seni telah ditulis dalam
bahasa Indonesia. Demikian pula ribuan buku-buku dari berbagai bidang IPTEK dan
seni berbahasa asing yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Dengan
kondisi peranan bahasa Indonesia seperti ini pengembangan kurikulum bahasa
Indonesia harus dikerjakan sedemikian rupa supaya siswa meyakini kemampuan
bahasa Indonesia sebagai bahasa IPTEK dan seni. Topik-topik materi dan
pengembangannya dilakukan dengan menonjolkan kemampuan bahasa Indonesia
sebagai bahasa IPTEK dan seni. Demikiam pula pengorganisasian pembelajaran
dilaksanakan dengan pendekatan, metode, dan teknik yang sarat IPTEK.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengemabangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholder) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan ketrampilan pribadi, ketrampilan berpikir,
ketrampilan sosial, ketrampilan akademik, dan ketrampilan vokasional merupakan
keniscayaan.
Mengacu pada prinsip ini, pengembangan kurikulum bahasa Indonesia
dilakukan dengan focus pada pembinaan kompetensi komunikasi (communicative
competence siswa dalam empat ketrampilan berbahasa, yaitu mendengarkan,
111
berbicara, menulis, dan membaca, dan kemampuan bernalar yang logis. Kompetensi
inilah yang diperlukan oleh siswa untuk memasuki dunia kerja apabila mereka nanti
telah selesai mengikuti pendidikan di satuan pendidikan tertentu. Menurut Canale
and Swain (1980) kompetensi komunikasi ini didukung oleh penguasaan tiga unsur
utama, yaitu kompetensi gramatika grammatical competence: words and rules;
kompetensi sosioLinguistik sociolinguistic competence; appropriateness;kompetensi
kewacanaan; discourse competence dan kompetensi strategic competence:
appropriate use of communication strategies Pengembangan kurikulum bahasa
Indonesia memperhatikan keempat unsur kompetensi komunikasi itu dalam
mengembangkan komponen-komponen kurikulum.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan demensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikkan.
Prinsip ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengembangan
kurikulum bahasa Indonesia. Beberapa hal berikut ini perlu pemikiran yang
sungguh-sungguh.
1) Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang dan jenis satuan
pendidikan adalah agar siswa trampil berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi
(menguasai kompetensi komunikasi) baik secara lisan maupun tulis.
2) Sebagai media komunikasi bahasa Indonesia adalah suatu entitas yang utuh. Agar
siswa trampil berbahasa Indonesia sehingga menguasai kompetensi komunikasi
mereka harus mempelajari bahasa Indonesia seutuhnya, baik struktur, makna,
maupun fungsinya.
3) Berkaitan dengan apa yang dikemukakan dalam butir 1) dan 2) di atas pertanyaan
yang dihadapi dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia adalah
seberapa banyak substansi bahasa Indonesia yang diajarkan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan.
4) Apa yang dikemukakan dalam butir 3) di atas secara langsung berkaitan dengan
seleksi, gradasi, dan organisasi materi pelajaran bahasa Indonesia di setiap satuan
pendidikan.
112
5) Keluasan dan kedalaman materi pelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang dan
jenis pendidikan ditentukan dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa
dan kebutuhannya dalam berkomunikasi baik di sekolah maupun di masyarakat.
Tentunya semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin luas dan dalam materi
yang disajikan karena dapat diasumsikan bahwa kebutuhan berkomunikasi yang
semakin kompleks. Model spiral dalam pengembangan kurikulum kiranya cocok
untuk digunakan dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan siswa dan berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalau berkembang serta
arah pengembangan manusia seutuhnya.
Prinsip ini sangat relevan dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pada
dasarnya belajar bahasa termasuk belajar bahasa Indonesia terjadi sepanjang hayat,
karena disatu sisi orang selalu menggunakan bahasa dalam sepanjang hayatnya dan
di sisi yang lain bahasa secara dinamis hidup dan berkembang bersama masyarakat
pemakainya. Belajar bahasa Indonesia di satuan pendidikan formal hanyalah satu
episode masa belajar bahasa dalam kehidupan seseorang. Pengembangan kurikulum
bahasa Indonesia haruslah memperhatikan kenyataan ini sehingga apa yang diajarkan
di sekolah tidak terlepas dari apa yang terjadi dalam masyarakat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan moto Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Prinsip ini sesuai dengan Politik Bahasa Nasional yang merupakan kebijakan
nasional dalam mengatur kebahasaan di Indonesia, antara lain dalam menetapkan
kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa di Indonesia yamng meliputi bahasa Indonesia,
bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
113
Nasional dan bahasa Resmi Negara. Bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi antar
warga etnis daerah dan bahasa pendukung kebudayaan daerah. Bahasa asing sebagai
bahasa komunikasi internasional. Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia mestilah
memperhatikan kedudukan dan fungsi masing-masing bahasa tersebut sehingga dalam
praktek pembelajaran tidak harus terjadi friksi antatra pembelajaran bahasa Indonesia
dengan bahasa daerah dan bahasa asing.
produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang
ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam
rangka mencapai SK dan KD. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi
pembelajaran , kegiatan pembelajaran , indikator pencapaian kompetensi, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar. Bertitik tolak dari pengertian ini dapat dikemukakan
bahwa silabus pembelajaran bahasa Indonesia adalah rencana pembelajaran bahasa
Indonesia yang mencakup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran
bahasa Indonesia, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran , indikator pencapaian
kompetensi yang telah ditentukan untuk penguasaan setiap materi pokok pelajaran
bahasa Indonesia, sumber-sumber belajar baik buku teks pelajaran bahasa Indonesia
maupun buku-buku referensi untuk kebahasaan dan kesasteraan, serta berbagai sumber
lainnya yang relevan dengan proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Bertitik tolak dari pengertian ini dapat dikemukakan bahwa silabus pembelajaran
bahasa Indonesia adalah garis-garis besar program pembelajaran bahasa Indonesia
yang mencakup butir-butir sebagai berikut.
(1) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran bahasa Indonesia
yang merupakan tujuan pembelajaran .
(2) Materi pelajaran yang berupa garis besar ringkasan topi-topik pelajaran.
(3) Kegiatan pembelajaran .
(4) Indikator pencapaian kompetensi yang telah ditentukan untuk penguasaan setiap
materi pokok pelajaran bahasa Indonesia.
(5) Sumber-sumber belajar baik buku teks pelajaran bahasa Indonesia maupun buku-
buku referensi untuk kebahasaan dan kesasteraan, serta berbagai sumber lainnya
yang relevan dengan proses pembelajaran bahasa Indonesia.
(6) Evaluasi pembelajaran baik proses maupun hasil belajar sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi yang telah ditentukan.
2.2 Pengembangan Silabus
Implementasi kurikulum dalam proses belajar mengajar dilaksanakan dengan
silabus yang dikembangkan dari kurikulum oleh para guru, baik secara individual
116
maupun secara berkelompok. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh pengembang silabus.
2.2.1 Tujuan Penyusunan Silabus
Secara umum tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa Idonesia adalah
tersusunnya secara garis besar program pembelajaran bahasa Indonesia yang berisi
ringkasan topik-topik utama materi pelajaran serta berbagai informasi lain sebagaimana
dikemukakan dalam uraian tentang pengertian silabus pembelajaran bahasa Indonesia
pada butir 2.1. Secara khusus tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia adalah berkaitan dengan kepentingan para pihak yang terlibat dalam
pembelajaran bahasa Indonesia sebagi berikut.
1. Dari kepentingan guru
Dilihat dari kepentingan guru tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia adalah tersusunnya secara garis besar program pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru dalam berbagai hal sebagai berikut.
a. Sebagai cetak biru (blue print) yang memberikan gambaran secara utuh mata
pelajaran Indonesia kepada guru-guru sehingga mereka dapat mengetahui dan
memahami secara komprehensif mata pelajaran yang diampunya.
b. Sebagai dasar penyusunan perencanaan program pembelajaran (RPP).
c. Sebagai sumber pemilihan topik dan pengembangan isi materi pelajaran.
d. Sebagai pemandu arah (road map) dalam pelaksanaan pembelajaran ,
e. Sebagai dasar penyusunan instrumen dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran .
f. Sebagai perangkat pembelajaran yang digunakan oleh guru mengkomunikasikan
kepada siswanya hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran , misalnya:
a) mengapa mereka harus mempelajari pokok-pokok materi pelajaran seperti
yang disajikan dalam silabus,
b) bagaimana kegiatan belajar-mengajar akan dilaksanakan, apa yang harus
dikerjakan siswa dalam proses belajar-mengajar;
c) kapan dilaksanakan ulangan (UTS,UAS) dan informasi-informasi yang
lain.
2. Dari kepentingan siswa
117
c) Para orang tua siswa mengetahui bagaimana proses belajar mengajar yang akan
dialami oleh anak-anak mereka di sekolah.
d) Orang tua siswa mengetahui kompetensi beserta dampak pengiring apa saja yang
akan diperoleh anak-anak mereka setelah mengikuti proses belajar mengajar
bahasa Indonesia.
e) Pengetahuan dan pemahaman orang tua siswa terhadap hal-hal yang
dikemukakan dalam butir-butir di atas sangat bermanfaat bagi mereka dalam
membantu anak-anak mereka belajar baik di sekolah maupun di rumah.
2.2.2 Komponen Silabus Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sesuai dengan uraian yang dikemukakan dalam butir 2.2 bahwa penyusunan
silabus mata pelajaran bahasa Indonesia, dimaksudkan agar semua pihak (guru, murid,
orang tua siswa), sejak awal memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang
pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk maksud itu, perlu disusun suatu silabus yang
dapat memberikan informasi yang lengkap. Secara substansial kelengkapan informasi
dalam silabus dikemukakan dalam komponen-komponen silabus sebagai kerikut.
1. Identitas Mata Pelajaran
Komponen identitas mata pelajaran adalah seperangkat pengenal mata pelajaran
sebagaimana dikemukakan dalam kurikulum. Untuk mata pelajaran bahasa
Indonesia, misalnya di SMA, komponen ini terdiri dari informasi sebagai berikut.
a. Nama Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
b. Kelas : IX (misalnya)
c. Semester : 1 (misalnya)
d. Alokasi Waktu : 8 X 45 menit
2. Tujuan pembelajaran
Komponen tujuan pembelajaran ini telah dirumuskan dalam kurikulum sehingga
dalam pengembangan silabus guru atau pengembang silbus yang lain tinggal
mengutip dari kurikulum. Dalam Pedoman Pengembangan Silabus yang diterbitkan
oleh BSNP dikemukakan komponen tujuan ini terdiri dari:
a. Standar Kompetensi (SK)
b. Kompetensi Dasar (KD)
c. Indikator yang dikembangkan dari KD
119
3. Materi pembelajaran
Komponen materi pembelajaran terdiri dari pokok-pokok atau topik-topik yang
dikembangkan dengan mengacu pada KD yang ditentukan. Karena KD
dikembangkan berdasarkan SK,maka materi pembelajaran tentu sesuai pula dengan
SK. Topik-topik materi pelajaran dikembangkan untuk mencapai SK sebagai tujuan
pembelajaran . Pengembangan topik-topik tersebut secara lebih rinci dilaksanakan
pada waktu menyusun RPP.
4. Kegiatan pembelajaran
Komponen kegiatan pembelajaran terdiri dari dari berbagai kegiatan siswa dan guru
dalam seluruh proses pembelajaran . Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan
berpedoman pada beberapa pandangan tentang teori belajar, teori belajar bahasa,
berbagai pendekatan dalam pembelajaran bahasa. di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Cara belajar siwa aktif (CBSA)/ student active learning
b. Psikologi Behaviorisme
c. Psikologi Konstruktivisme
d. Pendekatan Komunikatif
e. Pendekatan Konstekstual
f. Teori Pragmatik
g. Analisis wacana
h. pembelajaran secara PAKEM
5. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi pembelajaran terdiri dari dua macam, yakni (1) evaluasi
produk untuk mengetahui hasil belajar yang berupa pencapaian tujuan
pembelajaran yang berupa kompetensi dasar yang telah ditentukan, (2) evaluasi
proses pembelajaran untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pembelajaran . Di
dalamnya di kemukakan beberapa hal sebagai berikut.
a. Jenis penilaian
b. Bentuk penilaian
c. Instrumen penilaian
d. Analisis hasil penilaian
120
e. Skala penilaian.
6. Komponen Sumber Belajar dan Media pembelajaran
Komponen ini mengemukakan berbagai macam sumber belajar antara lain, buku
teks pelajaran bahasa Indonesia, buku-buku penunjang pelajaran bahasa Indonesia,
buku-buku referensi seperti Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar
bahasa Indonesia, buku-buku karya sastra Indonesia, buku-buku kritik dan esei
tentang sastra Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Pedoman
pembentukan Istilah, dan sebagainya. Dikemukakan pula berbagai media penunjang
pembelajaran seperti LCD, komputer, tape recorder, handy cam, dan sebagainya.
2.2.3 Dasar-dasar Pengembangan Silabus pembelajaran bahasa Indonesia
Silabus pembelajaran bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan
beberapa teori sebagai berikut.
a. Linguistik Deskriptif
Prinsip-prinsip dalam Linguistik deskriptif digunakan sebagai dasar mendeskrip-
sikan bahasa Indonesia. Deskripsi bahasa Indonesia yang akurat sangat berguna
sebagi sumber bahan pelajaran tempat menyeleksi dan mengambil topik-topik
bahan pelajaran yang akan disusun dalam silabus. Deskripsi bahasa Indonesia yang
akurat juga sangat berguna untuk menyusun urutan pengorganisasian topik dengan
mempertimbangkan tingkat kekompleksan dan kesulitan mempelajarinya. Deskripsi
bahasa dapat disusun berdasarkan rekaman pemakaian bahasa lisan, seperti
percakapan dalam berbagai komunikasi, pidato, ceramah, diskusi, dan sebagainya.
b. PsikoLinguistik
PsikoLinguistik meneliti dan membahas tiga bidang yang penting dalam pemakaian
bahasa, yaitu: (1) Pemahaman (comprehension), bidang kajian PsikoLinguistik
yang meneliti proses mental yang terjadi dalam diri manusia sehingga bisa mende-
ngarkan, memahami, dan mengingat apa yang mereka dengarkan. (2) Penuturan
(production) ,bidang kajian PsikoLinguistik yang meneliti proses mental yang
terjadi pada diri manusia sehingga bisa menuturkan sesuatu apa yang ingin mereka
sampaikan. (3) Pemerolehan (acquisition) bidang kajian PsikoLinguistik yang
mene-liti bagaimana proses yang terjadi dalam diri manusia ketika
121
dipakai oleh masyarakatnya dan sebaliknya suatu bahasa dikatakan ‘mati’ apabila sudah
tidak dipakai lagi oleh masyarakatnya.
e. Pragmatik
Salah satu subbidang Linguistik yang sangat penting yang harus dipahami oleh guru
bahasa Indonesia adalah Pragmatik. Subbidang Linguistik ini mengkaji peranan konteks
dalam menentukan makna pada pemakaian bahasa. Menurut pandangan Pragmatik,
pemakaian bahasa dalam berkomunikasi hanya bisa berlangsung dengan baik apabila
partisipan, para pelaku komunikasi memahami konteks komunikasi. Pemahaman secara
formal kalimat-kalimat berdasarkan unsur-unsur strukturnya saja dalam pemakaian
bahasa belum cukup karena makna kalimat yang diucapkan oleh para pelaku itu
ditentukan oleh konteksnya. Makna kalimat secara gramatikal belum memberikan
kepastian maksud yang disampaikan oleh penuturnya. Kepastian makna itu baru jelas
apabila kalimat itu dipahami dalam konteksnya. Kemampuan memahami makna yang
dimasudkan oleh penutur dalam suatu peristiwa komunikasi disebut sebagai
kemampuan pragmatik (pragmatic competence). Konteks komunikasi itu meliputi topik,
tempat, waktu, suasana, hubungan peran penutur dengan mitra tuturnya. Oleh karena
tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa baik
secara lisan maupun tulis dalam berbagai konteks komunikasi, maka guru bahasa perlu
memahami bagaimana pemakaian bahasa dalam konteks komunikasi tersebut.
Geoffrey Leech dalam bukunya berujudul The Principal of Pragmatic yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M.D.D. Oka dengan tajuk Prinsip-
Prinsip Pragmatik 1993, mengemukakan delapan postulat sebagai berikut.
1. Representasi semantik atau bentuk logikal suatu kalimat berbeda dengan representasi
pragmatiknya.
2. Semantik diatur oleh kaidah gramatikal; pragmatik umum dikendalikan oleh prinsip
retoris.
3. Kaidah-kaidah tata bahasa pada dasarnya bersifat konvensional; prinsip-prinsip
pragmatik umum pada dasarnya bersifat nonkonvensional, yaitu dimotivasi oleh
tujuan-tujuan percakapan.
4. Pragmatik umum mengaitkan makna atau arti gramatikal suatu tuturan utterance
dengan daya pragmatik (pragmatic power) atau daya ilokusi tuturan tersebut.
123
orang itu tidak sama, maka intensitas proses belajar pada setiap orang juga tidak sama.
Demikianlah, walupun informasi atau peristiwa yang diterima dari lingkungannya sama
hasil belajar yang diperoleh masing-masing orang tidak sama. Berikut ini beberapa
konsep dasar teori belajar Kontruktivisme.
1) Belajar adalah proses mental pada diri masing-masing individu yang bersifat unik.
Setiap individu adalah pembelajar yang bersifat unik dengan kebtutuhan dan latar
belakang yang berbeda-beda.
2) Oleh karena pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial, maka setiap
individu tidak bisa terlepas dari lingkungannya. Bahkan dalam proses belajar dia
sebenarnya memperoleh kemanfaatan dari lingkungnannya sebagai bagian integral
dari proses belajarnya.
3) Melalui interaksi dengan dengan anak-anak yang sebayanya, lebih-lebih lagi dengan
orang-orang yang dewasa dan lebih berpengetahuan, serta dengan dunia di
sekitarnya, seorang anak dapat menguasai makna-makna sosial dan mampu
menggunakannhya dalam berpartisipasi secara aktif di masyarakatnya
4) Proses belajar terjadi dengan adanya interaksi antara pengalaman-pengalaman yang
baru dengan ide/gagasan/pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya.
5) Belajar adalah suatu proses yang aktif. Oleh larena itu dalam proses belajar mengajar
harus diciptakan situasi dan kondisi yang mendorong siswa untuk secara aktif terlibat
dalam seluruh proses pembelajaran .
6) Individu pembelajar membangun pengetahuannya dari pengalaman-pengalaman baru
yang diperolehnya melalui dua proses yaitu proses akomodasi (accommodation) dan
proses asimilasi (assimilation). Dalam proses asimilasi pembelajar menyatukan
pengetahuan-pengetahuan yang baru diperolenya kedalam struktur pengetahuan
(framework) yang sudah dipunyainya tanpa mengubah struktur pengetahuan yang sudah
duimilikinya itu. Karakteristik pengetahuan dan pengalaman baru yang masuk sama
dengan karakteristik pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai dan tersusun
dalam framework struktur mentalnya. Proses asimilasi ini memperkaya perbendaharaan
pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan. Dalam proses akomodasi pembelajar
mengubah konstruksi pengetahuan (reframing) yang sudah dipunyainya untuk
mewadahi pengetahuan-pengetahuan yang baru. Pengubahan ini dilakukan karena
126
adanya karakteristik yang tidak sama antara pengetahuan dan pengalaman yang baru
dengan struktur pengatahuan atau framework yang sudah ada. Pengubahan ini akan
memperbaiki framework dan memeperkaya pengetahuan yang bersangkutan. Dalam
kehidupan seseorang, terutama dalam masa awal pertumbuhan pada masa anak-anak
sampai dewasa, peristiwa asimilasi dan akomodasi dalam proses belajar ini akan selalu
terjadi.
2.2.4 Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Penyusunan Silabus
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Silabus pembelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu perangkat pembe-
lajaran yang dikembangkan berdasarkan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pengembang silabus harus memahami benar kurikulum bahasa
Indonesia pasa satuan pendidikan yang bersangkutan. Berikut ini dikemukakan
beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia.
1. Visi , Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan
Pemahaman terhadap visi, misi, dan tujuan pendidikan ini penting sekali agar silabus
Bahasa Indonesia yang disusun nanti dapat memberi konstribusi secara maksimal
terhadap seluruh proses pendidikan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum bahasa Indonesia pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu dipahami dalam kurikulum itu antara lain adalah (a) landasan
filosofis, politis, dan kultural kurikulum bahasa Indonesia, (b) tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia yang di dalam KTSP dirumuskan dengan SK dan KD, (c) materi
dan sumber belajar, (d) pengorganisasian dan kegiatan pembelajaran , (e) penilaian,
(f) alokasi waktu.
3. Karakteristik siswa di jenis, jenjang dan kelas yang akan menerima pelajaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan karakteristik siswa ini antara lain
(1) tingkat perkembangan fisik dan psikologis siswa, 2 komposisi siswa dalam kelas
dari perspektif gender, (3 ) bahasa pertama yang dikuasai siswa, (4) kebutuhannya,
(5) motivasinya, (6) kemampuannya berbahasa Indonesia, (7) latar belakang sosial
budaya, (8) lingkungannya.
4. Substansi Materi Pelajaran
127
alokasi waktu untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia di setiap jenis dan jenjang
sekolah sebagai berikut
Satuan Pen-
didikan I II III IV V VII
Kelas
SD/MI - - - 5 5 5
SMP/MTs 4 4 4
SMA/MA 4 4 4
SMA 4 5 5
Program
Bahasa
Memuat KD hasil Memuat materi Memuat alter- Memuat Memuat Memuat Memu-
penjabaran dari SK pembelajaran hasil natif penga- indikasi jenis ben- alokasi at jenis
yang telah dirumus- penjabaran masing- laman belajar ketercapaian tuk dan waktu sumber
kan dalam SI. masing KD yang siswa yang KD yang macam yang di- baha/ala
telah dirumuskan
terpilih yang telah penilaian perlukan t yang
dapat dipa-kai dirumuskan yang akan untuk diguna-
untuk men-capai dalam SI digunakan mengua- kan.
pengua-saan KD untuk me- sai
lihat hasil masing-
belajar masing
KD.
KURIKULUM BAHASA
INDONESIA
SILABUS BAHASA
INDONESIA
Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs mengemukakan bahwa lesson (planning) adalah
perencanaan pembelajaran (instructional design) pada tingkatan yang paling detail
atau rinci. Tentu apabila dibandingkan dengan perencanaan pembelajaran yang lain
yakni silabus dan kurikulum. Diingatkan oleh Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs
bahwa sebelum penulisan kedalam deskripasi yang mendetail, penyusun RPP harus
berpikir melengkapi orienyasinya (mengenai mata pelajaran yang diampunya) secara
menyeluruh yang akan berguna dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran
dengan seting yang tepat.
Ada beberapa dokumen formal yang menyebutkan RPP, antara lain
sebagai berikut.
(1) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, pasal 20 yang menyatakan bahwa “Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran , materi belajar, metode pembelajaran , sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar.
(2) Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menyatakan
bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa
untuk mencapai KD.
Berdasarkan pandangan-pandangan dan informasi tentang RPP di atas dapat
dikemukakan bahwa RPP pada hakikatnya adalah desain pembelajaran (instructional
design) yang berisi rancangan pembelajaran secara rinci (detail) untuk satu topik
materi pelajaran dengan KD yang telah ditentukan, menunjukkan langkah-langkah
penyajian pembelajaran serta pengorganisasian proses pembelajaran , digunakan oleh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas pada jam pelajaran yang terjadwal
dengan alokasi waktu yang ditentukan dalam struktur kurikulum satuan pendidikan
tertentu. RPP merupakan program pembelajaran yang bersifat operasional dalam
pengertian bahwa RPP lah yang secara langsung digunakan oleh guru menyajikan pem-
blajaran di kelas. Sebagai suatu perencanaan pembelajaran , RPP mempunyai kompo-
nen yang sama dengan silabus. Namun isi setiap komponen dalam RPP tidak sama
dengan isi komponen silabus, dalam arti bahwa isi komponen RPP sangat spesifik untuk
135
satu topik tertentu, dengan satu KD tertentu, untuk disajikan di kelas tertentu, dalam jam
pelajaran tertentu, oleh guru tertentu. Oleh karena itu RPP bersifat operasional praktis.
3.2 Fungsi RPP Bahasa Indonesia
Sebagaimana halnya dengan kurikulum dan silabus, fungsi RPP adalah sebagai
pemandu arah (road map) kegiatan pembelajaran bagi guru bahasa Indonesia dalam
mengelola proses belajar mengajar. Dengan RPP bahasa Indonesia yantg baik, guru
bahasa Indonesia dapat mengelola proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelasnya
secara atraktif menarik dan menantang), aktif, inovatif, kreatif, efektif dan efisien, serta
menyenangkan melalui langkah-langkah mengajar yang pasti, dengan materi yang jelas
di setiap langkahnya. Dengan demikian guru bahasa Indonesia akan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, tidak ragu-ragu, dengan cepat dapat memfasilitasi
siswanya memecahkan malah-masalah yang dihadapi dalam memahami materi
pelajaran.
Paul R. Burden dan David M. Byrd dalam bukunya bertajuk Method for Effective
Teaching (1999) mengemukakan manfaat RPP bagi guru adalah sebagai berikut.
Planning can help you to do the following;
Give you sense of direction, and through this, a feeling of confidence and
security. Planning can help you stay on course and reduce your anxiety about
instruction.
Organize, sequence, and become familiar with course content.
Collect and prepare related instructional materials, and plan to use various
types of instructional media. This planning will help when ordering
instructional supplies.
Use a variety instructional strategies and activities over time.
Prepare to interact with student during instruction. This my include preparing
a list of important questions or guidelines for a cooperative group activity.
Incorporate techniques to motivate students to learn in each lesson.
Take into account individual differences and the diversity of students when
selecting objectives, content, strategies, materials, and requirenments.
Arrange for appropriate requirenments and evaluation of student performance.
Become a reflective decicion make about curriculum and instruction.
Provide a substitute teachers and members of teaching team with a specific
plan to follow if you are absent.
Show others members of teaching team what you are doing and how you are
doing it.
Satisfy administrative requirenments. Teachers are often required tp turn in
their weekly plans for review by their principal.
Use written plans are resources for future planning.
136
Hampir semua manfaat RPP yang dikemukakan oleh Paul R. Burden dan David M.
Byrd tersebut dilihat dari kepentingan guru. Namun tentu RPP tidak hanya bermanfaat
bagi guru saja, melainkan juga sangat bermanfaat bagi siswa. Manfaat itu antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Sejak awal jam pelajaran siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya, untuk apa
dia mempelajari topik itu, bagaimana mereka mempelajarinya, bagaimana jalannya
pelajaran pada jam itu.
b. Siswa yakin bahwa gurunya siap bersama mereka melaksanakan pelajaran bahasa
Indonesia pada hari dan jam pelajaran itu.
c. Siswa lebih mudah mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun psikologis
untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia pada hari dan jam pelajaran itu.
d. Siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran karena merasa tertantang oleh
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang direncanakan.
e. Siswa merasa lebih siap mengikuti proses pembelajaran karena mengetahui
langkah-langkah atau tahapan-tahapan proses pembelajaran yang akan
ditempuh selama berlangsungnya pembelajaran .
3.3 Komponen-komponen RPP
Berkaitan dengan komponen perencanaan pelaksanaan pembelajaran , Robert M.
Gagne dan Leslie J. Briggs dalam bukunya bertajuk “Prinsiples of Instructional
Design” (1988) mengemukakan sebagi berikut.
What ever planning a lesson, a topic, or an entire course, it
is necessary to achieve internal consistency among three
important components of instruction:
(1) objectives or goals;
(2) methods, materials, media, and learning experiences or
exercices; and
(3) evaluation of the success of the learners.
b. “How sill I get there” (how to achieve b.Select methods, materials, exercise
the target) will implement this instructional
event and learning conditions
appropriate for each subordinate
capability.
Ahli pembelajaran yang lain, Walter Dick dan Lou Carey dalam bukunya pertajuk The
Systematic Design of Instruction (1990) mengemukakan 9 komponen rencana
pembelajaran dengan pendekatan sistem sebagai berikut.
1. Identify instructional goal (Mengidentifikasi tujuan pembelajaran )
Komponen pertama dalam menyusun perencanaan pembelajaran adalah menentu-
kan tujuan pembelajaran yaitu kompetensi apa yang kita inginkan dikuasai oleh
siswa setelah mereka selesai mengikuti pembelajaran. Perumusan tujuan pembela-
jaran ini dapat diambil dari daftar tujuan pembelajaran hasil dari analisis kebutuhan
138
instrument dalam asesmen tersebut harus sesuai dengan indikator atau tujuan
instruksional khusus yang telah dirumuskan.
6. Develop an instructional strategy (Mengembangkan strategi pembelajaran )
Dengan informasi-informasi yang telah dikemukakan dalam 5 komponen pada
tahapan di atas, selanjutnya disusun strategi pembelajaran yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Strategi pembelajaran yang akan
diguanakan meliputi strategi pra pembelajaran, strategi pelaksanaan penyampaian
informasi pembelajaran, strategi praktik dan pemberian masukan, tes, serta kegiatan-
kegiatan lanjutan. Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya didasakan pada
hasil-hasil penelitian pembelajaran yang mutakhir, ilmu-ilmu yang mutakhir
tentang proses belajar, materi pelajaran yang diajarkan, dan karakteristik siswa yang
akan mengikuti pembelajaran .
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat digunakan beberapa strategi antara
lain : pendekatan komunikatif, pendekatan whole language, pendekatan fungsional,
metode langsung, pendekatan siswa aktif, pendekatan konstruktivisme.
7. Develop and/or select instruction (Mengembangkan atau memilih kegiatan
pembelajaran )
Strategi pembelajaran yang telah dipilih digunakan sebagai dasar untuk berbagai
hal antara lain untuk mengembangkan materi pelajaran, merencanakan berbagai
kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran di kelas, menyusun item tes,
mengembangkan materi untuk pembelajaran remidi, menyusun tugas-tugas untuk
kegiatan pengayaan, dan sebagainya.
8. Design and conduct the formative evaluation (Mendesain dan melaksanakan
evaluasi formatif)
Setelah seluruh draf rencana pembelajaran selesai disusun, kegiatan dalam kom-
ponen berikutnya adalah menyusun seperangkat alat evaluasi pembelajaran dan
melaksanakan kegiatan evaluasi formatif untuk memperoleh data yang berguna
dalam mengembangkan pembelajaran. Ada tiga macam evaluasi formatif yaitu
evaluasi perorangan, evaluasi kelompok, dan evaluasi proses pembelajaran itu
sendiri/evaluasi lapangan. Masing-masing evaluasi ini memberikan informasi yang
berbeda yang semuanya berguna untuk mengembangkan pembelajaran .
140
Revise
Instruction
Conduct
Instructional
Analysis
141
Identify Entry
Behaviors,
Characteristics Design
and
Conduct
Sumative
Evaluation
Walter Dick dan Lou Carey dalam The Systematic Design of Instruction (1990) halaman 3
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau
semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
142
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.
6 Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaiankompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar.
8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar
atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai
pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik
digunakan untuk siswa kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi
danmemfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran .
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik
melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
143
-an
Kutip Rumuskan Topik diambil Pilih metode dan Tuliskan Tulis prosedur Tulis
dari Sesuai dari silabus, teknik pembela- kegiatan dan in-strumen sumber
kuriku- dengan KD dikembangkan jaran yang relevan pembelajar penilaian ha-sil belajar
lum/sila materi pelajar- dengan memper- -an pada dan proses yang
-bus an yang dapat hatikan:karakteris- langkah pembelajaran relevan
digunakan tik siswa, karateris- pendahu- dengan
mencapai tu- tik KD, materi luan, inti, materi
juan pembela- pembelajaran , dan dan penu- pembe-
jaran indikator. tup lajaran
BAB IV
PENDEKATAN (APPROACH), METODE (MET5HOD) , DAN TEKNIK
(TECHNIQUE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Sejak beberapa puluh dekade yang lalu sampai sekarang para ahli pembelajaran
bahasa menghadapi berbagai problematika untuk menemukan suatu sistem yang efektif
dalam melaksanakan pembelajaran bahasa. Berbagai penelitian telah dilaksanakan
dengan memanfaatkan teori-teori dari bergai bidang ilmu seperti linguistik, psikologi,
sosiologi, antropologi, teori belajar, dan teori belajar bahasa. Hasil-hasil dari berbagai
penelitian, perdebatan akadmis, pemikiran-pemikiran yang mendalam yang dilakukan
para ahli pembelajaran bahasa dan para ahli dari berbagai bidang ilmu yang tertarik
masalah bahasa dan pembelajarannya, telah memperkaya pandangan tentang pembe-
lajaran bahasa dan aspek-aspeknya. Pandangan-pandangann tersebut telah memperkaya
pengetahuan dan banyak memberikan inspirasi para ahli pembelajaran bahasan guru-
guru bahasa sampai sekarang ini. Namun demikian bukanlah berarti bahwa masalah
pembelajaran bahasa telah selesai. Yang terjadi adalah sebaliknya, masih banyak isu-
isu problematika pembelajaran bahasa yang masih terus menjadi perdebatan baik di
kalangan para ahli pembelajaran bahasa, maupun di kalangan para praktisi
pembelajaran bahasa.
Masalah pokok yang menjadi pusat problematika pembelajaran bahasa adalah
masalah metodologi pembelajaran. Para ahli pembelajaran bahasa memusatkan
kajiannya untuk memecahkan berbagai problematika dalam pembelajaran bahasa
tersebut pada masalah metodologi pembelajaran. H.H. Stern dalam bukunya bertajuk
Fondamental Cincepts of Language Teaching (1983) mengemukakan
“For over a century, language educators have attempted to solve the
problem of language teaching by focusing attention almost
exclusively on the teaching method”.
147
Adalah suatu hal yang ironis bahwa perdebatan tentang metodologi pembelajaran
bahasa itu antara lain disebakan belum jelasnya apa yang dimaksudkan dengan istilah
“metode” itu sendiri. Even the generic term “method” is not unequivocal, demikian
H.H. Stern mengatakan (1983: 452).
Disamping konsep metode, dalam metodologi pembelajaran bahasa ada konsep
pendekatan approach dan teknik technique. Ketiga konsep tersebut, yaitu pendekatan,
metode, dan teknik saling berkaitan dalam hubungan yang bersifat hirarkis. Pendekatan
menempati urutan posisi yang tertinggi, kemudian metode, dan yang terbawah teknik.
Masing-masing mempunyai pengertian sendiri. Masih ada satu lagi konsep yang
diperkenalkan dalam perkembangan pembelajaran sekarang ini, yaitu konsep prosedur
procedure. Dalam urutan konsep-konsep tersebut, prosedur berada di antara metode
dan teknik, sehingga urutannya adalah pendekatan-metode-prosedur-teknik. Berikut ini
dikemukakan uraian masing-masing konsep tersebut dan perannya dalam pembelajaran
bahasa Indonesia.
148
Beberapa hal yang dikemukakan dalam kritik tersbut antara lain bahwa Edward M.
Anthony;
b. tidak mengemukakan peranan siswa dan guru dalam metode;
c. tidak mengemukakan peranan materi pembelajaran dan bentuknya yang diharapkan
nanti dikuasai siswa;
150
b. Pandangan fungsional
c. Pandangan Interaksional
Menurut pandangan ini bahasa adalah wahana untuk merealisasikan hubungan
interpersonal dan untuk performansi transaksi sosial antar individu. Bahasa dipandang
sebagai alat untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial. Penelitian
banyak dilakukan untuk mengembangkan pendekatan interaksiona pada pembelajaran
bahasa. Kajian kebahasaan yang dikerjakan untuk pembelajaran bahasa antara lain
analisis interaksi, analisis percakapan, dan etnometodologi.Teori interaksional berfo-
kus pada analisis pergantian tutur, perilaku interaksi, negosiasi dalam percakapan.
Materi pembelajaran menurut teori interasional ini dipilih dan diorganisasikan berda-
sakan kaidah-kaidah pertukaran percakapan dan interaksi, atau didasarkan pada
kecenderungan pembelajar sebagai pelaku interaksi.
dikuasai dan baru kemudian dikuasai setelah menguasai struktur yang mudah. Namun
dalam proses pembelajaran tidak berarti bahwa yang diajarkan dulu hanya struktur
yang mudah-mudah saja karena dalam praktek berbahasa struktur yang sulit sering
harus digunakan serentak dengan struktur yang mudah.
3) Hipotesis Monitor
Hipotesis ini mengemukakan bahwa penguasaan kompetensi berbahasa yang
diperoleh secara tidak disadari melalui proses pemerolehan, mengawali penguasaan
bahasa (kedua) dan merupakan dasar bagi kelancaran berbahasa selanjutnya. Sedangkan
kaidah-kaidah gramatika yang dikuasai melalui proses belajar secara sadar digunakan
oleh pembelajar untuk mengedit atau memperbaiki pemakaian kaidah-kaidah berbahasa
yang tidak tepat dalam berkomunikasi. Proses mengedit pemakaian kaidah-kaidah
bahasa dalam pemakaian bahasa oleh pembelajar ini disebut sebagai monitor. Oleh
karena itu hipotesis ini disebut dengan istilah Hipotesis Monitor. Masing-masing
pembelajar menggunakan cara dan tingkat keketatan monitor yang berbeda-beda. Ada
pembelajar yang sangat memperhatikan pemakaian bahasanya, sangat ketat memonitor
setiap tuturan yang diucapkannya sehingga pamakaian bahasanya justru kelihatan tidak
lancar. Sebaliknya ada juga pembelajar bahasa yang kurang memperhatikan tuturan
yang diucapkannya. Apabila dia ingin membetulkan tuturannya, pembetulan itu pun
didasarkan pada perasaannya tentang pemakaian yang benar. Pembelajaran bahasa
hendaknya mendorong pembelajar untuk menggunakan monitornya apabila memang
diperlukan sehingga pemakaian bahasanya lancar dan tidak menimbulkan salah
pengertian.
4) Hipotesis Input (Input Hyphothesis)
Hipotesis input ini berkaitan dengan bagaimana pembelajar mengembangkan
penguasaan kopmpetensi bahasanya dari waktu ke waktu. Menurut hipotesis ini input
yang diperoleh pembelajar harus sedikit lebih tinggi dari level/tingkat kompetensi yang
dimilikinya. Apabila kompetensi yang sudah dikuasai itu digambarkan dengan “tingkat
i”, maka ia harus menerima input yang komprehensif pada “tingkat i +1” .Ini berarti
bahwa proses penguasaan kompetensi itu terjadi apabila pembelajar menerima input
lebih tinggi sedikit dari kompetensi bahasa yang telah dikuasainya. Walaupun demikian,
sebenarnya yang lebih penting daripada hipotesis ini adalah kejelasan pesan komunikasi
156
yang disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu disamping memberikan input
sebagaimana dimaksudkan oleh hipotesis ini guru harus tetap menciptakan situasi yang
mendorong pembelajar untuk menggunakan bahasanya secara komunikatif.
5) Hipotesis Efektifitas Penyaring (The effective filter )
Hipotesis ini mengemukakan bahwa motivasi belajar, kepercayaan diri (self-
confidence), dan kegairahan dalam belajar semuanya merupakan factor-faktor yang
mempengaruhi proses pembelajar dalam menguasai kompetensi berbahasanya.
Berdasarkan hipotesis-hipotesis tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai
berikut.
a. Kondisi dan proses sangat penting dalam belajar bahasa.
b. Dalam level proses , Krashen membedakan antara acquisition (pemerolehan)
dan learning (belajar). Proses pemerolehan bahasa terjadi pada anak-anak
yang belajar bahasa pertamanya. Pada orang dewasa kedua proses itu bisa
terjadi pada waktu mempelajari bahasa kedua.
c. Acquisition mengacu pada proses pemerolehan kaidah bahasa melalui
pemakaian bahasa dalam komunikasi yang terjadi secara alamiah. Pembelajar
“tidak menyadari” proses yang terjadi pada penguasaan kaidah-kaidah
gramatika itu.
d. Learning mengacu pada kegiatan belajar kaidah baha secara formal , terjadi
dalam proses yang disadari oleh pembelajar.
e. Penguasaan kaidah yang diperoleh melalui belajar hanya dapat digunakan
sebagai monitor (mengawasi, mengoreksi,menilai).
f. Monitor adalah semacam tempat peyimpanan kaidah-kaidah bahasa yang
diperoleh melalui proses belajar secara formal, digunakan untuk memper-
baiki/mengedit tuturan-tuturan yang dikuasai melalui acquisition.
g. Krashen juga menunjukkan perlunya konteks agar terjadi proses acquisition.
Kondisi tersebut merupakan input (masukan)bagi pembelajar.
h. Input harus bersifat komprehensif, sedikit di atas level kompetensi pembelajar
saat itu, menarik dan relevan, secara gramatikal tidak perlu berurutan, dalam
jumlah yang cukup, dan dialami dalam kondisi yang menantang dan
menggairahkan.
157
Hal-hal yang penting yang dikemukakan oleh E.M.Anthony tersebut adalah (1) metode
merupakan perencanaan yang menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran secara
berurutan, (2) tidak ada bagian-bagian dalam perencanaan tersebut yang saling
kontradiksi, (3) semuanya didasarkan pada pendekatan yang dipilih, (4) metode bersifat
prosedural.
Dalam kaitannya dengan pendekatan, metode merupakan penerapan prinsip-prinsip
linguistik, teori belajar bahasa dan pembelajaran bahasa, asumsi-asumsi pedagogis,
serta asumsi-asumsi teoritis yang lain dalam menyusun perencanaan pembelajaran
bahasa. Kegiatan-kegiatan dalam penyusunan perencanaan yang menyeluruh untuk
menyajikan materi pembelajaran itu yang meliputi (1) perumusan tujuan
pembelajaran, (2) pemilihan serta pengorganisasian materi pembelajaran , (3) pemi-
lihan strategi pembelajaran ,(4) penentuan langkah-langkah penyajian materi pem-
belajaran , (5) pemilihan media dan sumber belajar, (6) pengelolaan berbagai kegiatan
pembelajaran , serta (6) penilaian hasil dan proses pembelajaran , semuanya dilakukan
berdasarkan pada pendekatan yang dipilih. Dengan demikian metode tidak lepas dari
pendekatan.
metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru. Kedua, pandangan yang
menganggap bahwa metode memang penting dalam pembelajaran. Namun metode
bukanlah segala-galnya, dalam arti bahwa metode tidak mutlak menentukan keber-
hasilan pembelajaran. Justru yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran
adalah siswa dengan segala karakteristik, motivasi belajar, dan latar belakang
kehidupannya. Ketiga, pandangan yang menganggap bahwa metode bukanlah penentu
keberhasilan pembelajaran. Faktor yang menentukan keberhasilan adalah guru.
Ungkapan yang populer dalam kalangan pendidik berkaitan dengan peranan metode
dalam pembelajaran ini antara lain: “Tidak ada metode yang baik atau yang jelek,
yang ada adalah guru yang pandai mengajar atau tidak pandai mengajar”. Atau
ungkapan yang lain lagi:”Metode apapun ditangan guru yang pandai mengajar,
pembelajaran tentu akan berhasil.” Ketiga pandangan tersebut tidak proporsional.
Metode, siswa, guru adalah komponen-komponen dalam sistem pebelajaran disamping
komponen yang lain. Dalam pendekatan sistem, masing-masing komponen
pembelajaran mempunyai fungsi dan peranan yang ikut menentukan keberhasilan
implementasi sistem itu mencapai tujuan yang telah ditentukan. Disamping itu, ada
hubungan yang bersifat interdependensi antara komponen-komponen tersebut. Oleh
karena itu apabila terjadi kondisi yang tidak menguntungkan dalam satu komponen
sehingga komponen tersebut tidak berfungsi secara optimal, hal itu akan berpengaruh
terhadap komponen yang lain. Pada akhirnya keseluruhan sistem itu akan terganggu
sehingga tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Pemilihan suatu metode dalam suatu pembelajaran , termasuk pula pembelajaran
bahasa Indonesia, mesti didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang menjamin
kelancaran proses pembelajaran . Faktor-faktor yang merupakan dasar pertimbangnan
pemilihan suatu metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Standar Kompotensi (SK) bahasa Indonesia pada jenjang dan jenis satuan
pendidikan;
2) Kompetensi Dasar (KD) bahasa Indonesia pada kelas, jenjang, dan jenis satuan
pendidikan;
3) Indikator yang dikembangkan sesuai dengan KD yang telah dirumuskan;
161
4) Tujuan pembelajaran ;
5) Materi pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan Tujuan pembelajaran dan
KD;
6) Karakteristik siswa dengan latar belakang kebahasaan dan faktor sosio budayanya;
7) Kompetensi dan kesukaan guru bahasa Indonesia;
8) Kondisi dan lingkungan sekolah serta sarana dan prasarana yang tersedia.
Guru yang berpengalaman tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam
memperhatikan kedelapan faktor tersebut untuk memilih metode. Ada faktor-faktor
yang keberadaannya sudah pasti, yaitu faktor 1) dan 2). Ada faktor yang harus
dikembangkan oleh guru, yaitu faktor 3), 4), dan 5). Ada faktor yang harus diidenti-
fikasi oleh guru, yaitu faktor 6) dan 8). Dan akhirnya faktor 8) guru sendiri yang paling
mengetahui bagaimana kemampuannya.
Pada praktek pembelajaran sehari-hari implementasi, metode dalam pembela-
jaran akan terlihat dalam teknik pengorganisasian materi pembelajaran , penyajian
materi pembelajaran , pengelolaan kelas, peranan siswa dalam proses pembelajaran,
peranan guru dalam proses pembelajaran . Contoh implementasi metode dalam
kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari adalah sebagai sebagai berikut.
Misalnya penggunaan Metode Komunikatif (sering disebutkan dengan Pendekatan
Komunikatif) digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan
Dasar.
Kelas VI SD, Semester I
Mendengarkan
Standar Kompetensi (SK)
Memahami teks dan cerita anak yang dibacakan.
Kompetensi Dasar (KD) :
1. Menulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks bacaan.
2. Mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat dari ceritera yang dibacakan
Tujuan pembelajaran :
1. Siswa dapat mengemukakan secara tertulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks
yang dibacaka
162
2. Siswa dapat mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat dari ceritera yang
dibacakan.
Materi pembelajaran
a. Memilih cerita anak sebagai materi pelajaran yang akan dibacakan dengan
memperhatikan (1) kesesuaian isi cerita dengan tingkat perkembangan siswa, (2)
panjang pendek teks bacaan sesuai dengan waktu jam pertemuan, (3) kelengkapan
unsur-unsur instrinsik ceritera,(4) format ceritera yang memungkinkan pelibatkan
lebih dari satu siswa dalam sekali pembacaan, misalnya ada dialog antar tokoh cerita,
dan (5) pemakaian bahasanya.
b. Mengorganisi materi pelajaran dengan (1) mengembangkan shemata siswa yang
terkait dengan isi cerita melalui diskusi kelas, dengan memberi kesempatan kepada
sebanyak-banyaknya siswa mengemukakan pikirannya,(2) menugasi dua atau tiga
orang siswa bersama-sama membacakan cerita dan membacakan dialog yang ada,
(3) pembacaan cerita bisa dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan kondisi kelas
dengan kelompok siswa pembaca yang berbeda (4) selama pembacaan cerita,
masing-masing anak mendengarkan dengan baik-baik serta mencatat hal-hal yang
penting yang diceritakan, mencatat nama-nama tokoh cerita, watak, latar, dan tema
cerita.
c. Mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 4-5 orang. Setelah selesai pembacaan cerita, masing-masing kelompok
mediskusikan hasil mendengarkan cerita. Setelah selesai diskusi, masing-masing
kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas.
d. Selama proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, organisator, dan
motivator yang aktif dalam membimbing siswa.
filologi, Wenzi mengkaji analisi naskah, dan Yinyun mempejari fonologi. Bidang
Fangyan mempelajari dalek, dan bidang Shiming mempelajari etimologi. Di India
pembelajaran bahasa dapat diperkirakan telah dimulai bersama dengan studi bahasa
kira-kira 1200 SM. Tujuan pembelajaran bahasa pada jaman itu adalah agar siswa
mampu membaca dan menginterpretasikan teks Veda. Tokoh yang penting adalah
Panini yang menyusun buku tata bahasa yang lebih mementingkan pemakaian bahasa
teks ritual untuk bahasa sehari-hari. Di dunia Barat pembelajaran bahasa dapat
diperkirakan telah dimulai bersama dengan studi bahasa di Yunani dan Romawi kira-
kira 500 SM dengan tokoh-tokohnya Aristoteles, Plato. Setelah melalui masa waktu
yang cukup lama, pada akhir abad 18 dan awal abad 19 pembelajaran bahasa di Eropa
mulai bergairah. Beberapa ahli pembelajaran bahasa di Jerman, antara lain Johann
Seidenstuker, Karl Plotz, H.S. Ollendorf, dan Johan Meidinger mengembangkan metode
pembelajaran bahasa yang terkenal dengan nama Metode Tatabahasa dan Terjemahan
(The Grammar-Trannnnnnslation Method) (Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers,
1986: 3). Dalam perkembangan selanjutnya para ahli pembelajaran bahasa di Eropa
dan Amerika mengembangkan beberapa metode pembelajaran bahasa yang dikenal
sampai sekarang. Berikut ini dikemukakan secara garis besar metode-metode
pembelajaran bahasa yang tentunya bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa fokus Metode Tatabahasa dan Terjemahan
berubah. Pembelajaran pengetahuan tentang kaidah-kaidah tatabahasa serta latihan-
latihan terjemahan tetap dipandang sebagai cara yang terbaik untuk dapat menguasai
bahasayang dipelajari siswa. Dalam perkembangannya Metode Tatabahasa dan
Terjemahan ini banyak mendapatkan kritik yang tajam. Salah satu kritik yang tajam
adalah yang mengatakan bahwa sebenarnya Metode Tatabahasa dan Terjemahan ini
menjadikan siswa ‘to know everything about something rather than the thing itself’.
Kritik ini sama dengan yang sering dilontarkan terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia selama ini yang lebih banyak mengajarkan pengetahuan tentang bahasa
Indonesia daripada mengajarkan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia.
pembelajaran bahasa itu dilaksanakan., mereka secara pasif menerima begitu saja apa
yang diajarkan dan dilatihkan olh gurunya.
Peran Guru Dalam Metode Tatabahasa dan Terjemahan
Guru memegang peranan yang aktif dalam seluruh proses pembelajaran. Pusat
kegiatan pembelajaran adalah guru. Bersama dengan buku teks yang telah dipilih
sebagai buku utama, guru merupakan satu-satunya sumber informasi pelajaran bagi para
siswanya. Guru menyusun perencanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan
silabus yang telah ditentukan. Selanjutnya menyampaikan pelajaran di kelas dengan
teknik ceramah untuk menjelaskan unsur-unsur tatabahasa yang telah direncanakan
untuk diajarkan pada jam pertemuan itu dan dilanjutkan dengan latihan-latihan
penggunaan kaidah-kaidah tersebut.
Pengorganisasian Materi pembelajaran
Materi pembelajaran disajikan dalam satuan-satuan perencanaan pembelajaran.
Setiap satuan perencanaan pembelajaran menyajikan beberapa butir kaidah tatabahasa
yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain frekwensi pemakaian
kaidah, kerumitan dan kekompleksan kaidah, tingkat perkembangan siswa sesuai
dengan jenjang satuan pendidikannya. Guru menjelaskan berbagai istilah tatabahasa
seperti subyek, predikat, obyek, keterangan, kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat
majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, kalimat tunggal, inversi, asimilasi,
nasalisasi, intonasi, tekanan, vocal, konsonan, diftong, dan sebagainya disertai dengan
contoh-contoh. Para siswa diharuskan menghafalkan pengertian berbagai istilah tersebut
dan berlatih menggunakannya. Disamping materi tatabahasa, dalam setiap perencanaan
pembelajaran harus juga disertai latihan-latihan penerjemahan, baik dari bahasa kedua
kedalam bahasa pertama maupun sebaliknya. Kosa kata diajarkan berdasarkan teks
bacaan yang dipilih sebagai bahan pembelajaran membaca. Guru menyusun daftar
kata-kata baru bagi siswa atau kata-kata sulit yang dimuat dalam teks dan
menerjemahkannya dalam bahasa pertama siswa. Siswa diharuskan menghafalkan arti
kata-kata tersebut.
2.3.2 Metode Langsung (Direct Method)
Para ahli pembaharu pembelajaran bahasa, terutama di Eropa, pada tahun-tahun
antara 19850-1900 berusaha agar pembelajaran bahasa bisa lebih efektif daripada yang
167
terjadi selama itu. Mereka tidak puas dengan Metode Tatabahasa dan Terjemahan yang
dipandang tidak efektif baik secara umum, baik teori maupun praktek. Dipicu oleh
ketidakpuasan terhadap Metode Tatabahasa dan Terjemahan ini mereka mengemukakan
metode pembelajaran bahasa yang dikenal dengan nama Metode Langsung (Direct
Method). Disamping ketidakpuasan terhadap Metode Tatabahasa dan Terjemahan,
kelahiran Metode Langsung juga didorong oleh respon para pembaharu pembelajaran
bahasa pada waktu itu terhadap perlunya pembelajaran bahasa yang lebih baik yang
sesuai dengan kebutuhan jaman baru yakni kebangkitan dunia industri dan perdagangan
internasional (H.H.Stern 1986: 456-457).
Asumsi Teoritis yang Mendasari
1) Proses belajar bahasa kedua dapat dianalogikan dengan proses belajar bahasa
pertama.
2) pembelajaran bahasa mestilah didasarkan pada pengamatan terhadap proses anak
belajar bahasa yang berlangsung secara alamiah.
3) Menurut prinsip-prinsip psikologis ada hubungan langsung antara bentuk dan makna.
Karena itu pembelajaran bahasa menekankan hubungan antara bentuk bahasa (kata,
kalimat) dengan berbagai objek, orang, dan hal-hal yang terdapat dalam lingkungan
pembelajar.
Tujuan Penggunaan Metode Langsung
Metode Langsung mengutamakan penguasaan kompetensi berbahasa lisan yang
digunakan dalam percakapan sehari-hari sebagai tujuan pembelajaran. Dalam hal
tujuan pembelajaran ini Metode Langsung berbeda sama sekali dengan Metode Tata-
bahasa dan Terjemahan yang mengutamakan kemampuan berbahasa tulis agar siswa
dapat membaca dan memahami karya-karya sastra. Oleh karena itu, Metode Langsung
tidak mementingkan berbagai latihan menggunakan kaidah-kaidah bahasa dan latihan-
latihan menerjemahkan sebagaimana yang dilaksanakan dalam metode Tatabahasa dan
Terjemahan. Metode Langsung mengutamakan latihan-latihan berbahasa dengan
menggunakan berbagai teks yang disusun dengan menggunakan ragam bahasa lisan.
Menurut pandangan ahli-ahli Metode Langsung, penguasaan kaidah-kaidah tatabahasa
akan dengan sendirinya terjadi pada siswa melalui pemakaian bahasa sehari-hari.
168
3) Seorang guru bahasa harus cekatan dalam mengelola kelasnya, terutama dalam
memilih strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa terlibat
dalam tanya-jawab kelas.
Peranan Siswa dalam Metode Langsung
1) Dalam proses pembelajaran siswa dipandang sebagai obyek pembelajaran , dalam
arti pihak yang harus diajari dan dilatih oleh gurunya.
2) Siswa tidak mempunyai peran dalam menentukan apa yang akan dipelajarinya.
Semua materi pelajaran telah disiapkan oleh gurunya, mereka tinggal ikut saja apa
yang ditugaskan oleh gurunya.
3) Pada dasarnya siswa bersifat pasif, kecuali dalam hal melakukan kegiatan
mendengarkan penjelasan guru, melakukan tanya jawab, dan kegiatan-kegiatan yang
telah dirancang oleh gurunya.
Perorganisasian dan Penyajian Materi pembelajaran
1) Materi pelajaran dikemas dalam bentuk teks yang pendek saja dalam bahasa target
dengan ragam bahasa sehari-hari.
2) Teks digunakan sebagai basis pembelajaran bahasa. Hal-hal baru, atau yang
dianggap sulit oleh siswa dijelaskan oleh guru dengan menggunakan bahasa target.
Untuk itu guru menggunakan cara-cara seperti demonstrasi, menunjukkan benda atau
obyeknya, menggunakan gambar, menggunakan paraphrase dalam bahasa target,
sinonim, dan konteks. Harus dihindari pemakaian bahasa pertama siswa.
3) Untuk memperdalam dan memperluas pemahaman makna teks guru mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang isi teks tersebut.
4) Untuk latihan praktis penggunaan bahasa, siswa ditugasi membaca nyaring teks.
5) Siswa didorong untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap kaidah-kaidah
tatabahasa yang digunakan dalam teks.
6) Berkaitan dengan teknik penyajian materi pembelajaran , ada beberapa petunjuk
yang dikemukakan oleh Jack C. Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 10)
sebagai berikut.
Never translate : demonstrate
Never explain : act
Never make a speech : ask questions
Never imate mistakes : correct
170
dipandang sebagai bagian dari logika, oleh karena itu menurut pandangan linguistik
tradisional studi tatabahasa mestilah dilaksanakan dengan pendekatan logika mentalis.
Berbeda dengan pandangan linguistik tradisional, aliran linguistik struktural
berpandangan bahwa bahasa merupakan perilaku manusia yang yang berlangsung
dalam proses jalinan antara stimulus dan respon sebagaimana yang terjadi pada proses
berperilaku yang lain pada diri manusia. Prinsip-prinsip linguistik struktural yang
mendasari Metode Audiolingual adalah sebagai berikut.
1) Bahasa adalah ucapan dan bukan tulisan;
2) Bahasa adalah seperti apa dan bagaimana penutur asli bahasa itu berbahasa, bukan
seperti yang dipikirkan oleh seseorang bagaimana dia harus berbahasa.
3) Setiap bahasa mempunyai sistem sendiri yang berbeda dengan sistem bahasa
yang lain.
4) Bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
5) Belajar bahasa asing pada dasarnya adalah proses pembentukan kebiasaan yang
berlangsung secara mekanis. Kebiasaan yang baik akan terbentuk melalui pemberian
respon yang benar tidak membiarkan pembelajar membuat kesalahan.
6) Belajar bahasa asing pada dasarnya adalah proses pembentukan kebiasaan yang
berlangsung secara mekanis. Kebiasaan yang baik akan terbentuk melalui pemberian
respon yang benar tidak membiarkan pembelajar membuat kesalahan.
7) Bahasa adalah perilaku verbal. Kemampuan secara otomatis dalam berbicara dan
memahami tuturan dapat dipelajari dengan melalui pembentukan kebiasaan.
Tujuan Penggunaan Metode Audiolingual
Tujuan penggunaan metode Audiolingual adalah pembentukan kompetensi
berbahasa lisan, yaitu berbicara dan mendengarkan. Oleh karena itu fokus utama
pembelajaran bahasa adalah latihan-latihan pembentukan ketrampilan berbicara dan
mendengarkan. Sementara itu, ketrampilan membaca dan menulis secara gradual
diajarkan mengikuti pembelajaran kemampuan berbahasa lisan. Siswa dikatakan telah
menguasai ketrampilan berbahasa lisan, apabila dia sudah dapat berbicara dengan
pengucapan (pronounciation) dan penggunaan kaidah tatabahasa secara tepat dan
cermat, serta mampu merespon apa yang diucapkan mitra tuturnya dalam berbagai
peristiwa dan situasi komunikasi secara cepat, tepat, dan cermat pula.
172
pelaksanaan latihan. Hal inilah yang sering menimbulkan “kejengkelan dan kebosanan”
siswa dalam mengikuti pelajaran.
Organisasi dan Penyajian Materi pembelajaran
Beberapa prinsip dalam mengorganisasi dan menyajikan materi pembelajaran antara
lain sebagai berikut.
1) Ajarkan bahasa dan jangan ajarkan tentang bahasa.
2) Materi pembelajaran disusun dalam teks berbentuk dialog dengan topik-topik
kehidupan seharai-hari yang menarik siswa. Dalam teks dialog dimasukkan butir-
butir kaidah tatabahasa yang akan dilatihkan. Dengan menghafalkan dialog-dialog
dan latihan-latihan kaidah kemungkinan pembelajar membuat kesalahan dapat
dibatasi.
3) Ketrampilan berbahasa berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis dapat
dipelajari lebih efektif bila dilaksanakan dalam bahasa target , yaitu bahasa yang
sedang dipelajari. Ketrampilan berbahasa lisan diajarkan lebih dahulu sebelum
ketrampilan berbahasa tulis.
4) Analogi memberikan dasar yang lebih kuat dalam belajar bahasa daripada analisis
struktur bahasa. termasuk kedalam anlogi ini adalah proses generalisasi dan
pemilahan.
5) Penjelasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan diberikan setelah siswa belajar
menggunakan kaidah-kaidah tersebut dalam berbagai konteks dan dapat
menggunakan kemampuan persepsi analogi.
6) Latihan-latihan aural-oral atau pemakaian bahasa lisan diperlukan untuk memberikan
dasar bagi pembentukan kemampuan membaca dan mendengarkan.
7) Latihan-latihan memungkinkan siswa membentuk analogi.
8) pembelajaran kaidah tatabahasa dilaksanakan secara induktif, tidak secara deduktif.
9) Makna kata-kata sebagaimana yang dimaksudkan oleh native speaker hanya dapat
dipelajari dalam konteks linguistik dan budaya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
melibatkan pembelajaran aspek kuktural masyarakat bahasa yang dipelajari. Jack C.
Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 58) mengemukakan prosedur penyajian
materi pembelajaran dengan Metode Audiolingual sebagai berikut.
175
5) Sedini mungkin dalam proses pembelajaran siswa didorong untuk berani berko-
munikasi dalam bahasa target.
6) Komunikasi yang efektif sangat diutamakan.
7) Pada tahap-tahap awal pembelajaran , kekurangsempurnaan siswa dalam meng-
gunakan usur-unsur tatabahasa, mengucapkan bunyi-bunyi bahasa ditoleransi
selama maksud komunikasi masih bisa dipahami. Perbaikan terhadap berbagai
kesalahan berbahasa dilaksanakan secara alamiah terintegratif dalam seluruh
proses pembelajaran .
8) Penggunaan bahasa pertama siswa, penerjemahan, dan penjelasan tentang
struktur bahasa boleh saja dilakukan apabila dipandang perlu oleh guru karena
menguntungkan proses pembelajaran .
9) Apabila guru menghendaki pembelajaran membaca dan menulis dapat dilak-
sanakan sejak tahap awal pembelajaran dengan catatan bahwa semua pembe-
lajaran ketrampilan berbahasa (termasuk membaca dab menulis) harus berbasis
kemampuan berkomunikasi.
10) Kelancaran berbahasa, keberterimaan tuturan dalam berkomunikasi sangat
diutamakan.
Peranan Guru dalam Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam Pembelajaran Berbahasa
Komunikatif. Berikut ini dikemukakan beberapa tugas guru mulai dari menyusun RPP
melaksanakan pembelajaran di kelas dan melaksanakan evaluasi pembelajaran .
1) Menyusun RPP berdasarkan kurikulum dan silabus yang digunakan di satuan
pendidikan yang bersangkutan. Proses penyusunan RPP ini dilakukan dengan sangat
memperhatikan karakteristik Pembelajaran Berbahasa Komunikatif.
2) Mengadakan analisis kebutuhan siswa (need analysis) berkaitan dengan bahasa
dalam kegiatan komunikasi. Kegiatan ini dapat dilakukan secara informal
berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan para siswa dan dapat pula dilakukan
secara formal, misalnya dengan kuesener yang disusun khusus untuk maksud itu.
3) Berperan sebagai inspirator, motivator, fasilitator bagi siswanya agar termotivasi ikut
berperan secara aktif melakukan interaksi komunikatif dengan sesama teman di
kelasnya.
181
4) Ikut sebagai partisipan dalam berbagai kegiatan berbahasa di kelasnya dan sekali gus
sebagai nara sumber bagi siswa untuk memperoleh penjelasan, klarifikasi mengenai
hal-hal yang belum dipahami oleh siswa.
5) Dalam posisinya sebagai partisipan ini guru dapat secara langsung memonitor dan
mendorong seluruh siswa agar aktif berpartisipasi dalam kegiatan komunikasi.
Peranan Siswa dalam Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
Fokus utama Pembelajaran Berbahasa Komunikatif adalah kompetensi komu-
nikasi. Sejak awal pembelajaran siswa dimotivasi, didorong agar berani berkomunikasi
dalam bahasa target. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran , sejak
penyusunan RPP sampai dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran
Berbahasa Komunikatif memberikan peran yang penting kepada siswa. Mereka tidak
dipandang sebagai obyek pembelajaran , melainkan sebagai subyek yang belajar.
Beberapa kegiatan berikut ini mencerminkan peranan siswa dalam Pembelajaran
Berbahasa Komunikatif.
1) Memberikan pendapatnya tentang topik-topik apa saja yang menarik bagi mereka
untuk dipakai sebagai bahan diskusi, wawancara, saling tukar informasi (information
sharing), penyampaian pendapat, dan bentuk-bentuk latihan berkomunikasi yang
lain.
2) Berperan aktif dalam berbagai bentuk latihan berkomunikasi, misalnya sebagai nara
sumber atau sebagai pewawancara, sebagai moderator dalam diskusi kelompok,
sebagai pemateri dalam seminar kelas, sebagai pembanding dalam seminar kelas,
sebagai penceramah, sebagai pelaku dalam bermain peran, sebagai redaksi majalah
dinding atau majalah sekolah, peran-peran yang lain dalam berbagai variasi kegiatan
latihan berkomunikasi.
Organisasi dan Penyajian Materi pembelajaran
Di kalangan para ahli Pembelajaran Berbahasa Komunikatif tidak ada perbedaan
pandangan tentang fokus dan tujuan pembelajaran bahasa, yaitu menciptakan kondisi
pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengembangkan potensinya menguasai
kompetensi komunikasi. Problema yang timbul adalah apa materi pembelajaran yang
perlu dipelajari oleh siswa, bagaimana materi pembelajaran itu disusun, bagaimana
menyajikannya dalam proses pembelajaran, apa media yang dapat menunjang proses
182
b. Latihan penuturan secara lisan (oral) untuk setiap tuturan dalam dialog
dilaksanakan pada jam pertemuan pada hari itu juga. Biasanya didahnului deng
an model yang dikemukakan oleh guru.
c. Tanya -jawab dilakukan berdasarkan dialog dan situasinya.
d. Diadakan tanya-jawab yang berkaitan dengan pengalaman pribadi siswa yang
berhubungan dengan tema dialog.
e. Mempelajari salah satu ekspresi komunikasi dasar dalam dialog atau
mempelajari salah satu kaidah tatabahasa dengan contoh fungsi. Diharapkan
guru memberikan contoh-contoh lain tentang pemakaian ekspresi komunikasi
dasar dan kaidah tatabahasa besertafungsinya yang baru saja dipelajari siswa
itu.
f. Siswa menemukan sendiri generalisasi atau kaidah yang mendasari fungsi
ekspresi atau struktur tatabahasa. Ini paling tidak meliputi empat hal-hal :
bentuk-bentuk lisan dan tulisnya, posisinya dalam tuturan, formal atau informal
tuturan itu, dan bagi struktur tatabahasa menemukan sendiri fungsi dan
maknanya.
g. Pemahaman lisan dan aktivitas menafsirkan (dua sampai lima kegiatan
bergantrung pada level pembelajaran , pengetahuan bahasa siswa, dan factor-
faktor lain yang terkait).
h. Kegiatan memproduksi tuturan, meneruskan contoh atau bimbingan sampai
dengan aktivitas komunikasi bebas.
i. Mengkopi dialog atau modul yang dipakai sebagai bahan pelajaran, apabila
materi-materi itu tidak ada dalam buku teks di kelas.
j. Pemberian contoh pekerjaan rumah
k. Evaluasi pembelajaran (lisan saja).
nama yang sering digunakan adalah Pendekatan Natural. Dalam hal ini Pendekatan
Natural sama dengan Metode Natural (Jack C. Richard 1986 :128). Sebagaimana
tercermin dalam kata natural, Pendekatan Natural ini menggunakan prinsip-prinsip
dasar sesuai dengan prinsip-prinsip alamiah proses belajar bahasa yang terjadi pada
anak-anak ketika memperoleh kompetensi bahasa pertamanya. Ahli pembelajaran
bahasa tokoh Pendekatan Natural ini adalah S.D. Krashen dan T.D. Terrell yang
menulis buku tentang Pendekatan Natural bertajuk “The Natural Approach” diterbitkan
tahun 1983. T.D.Terrell adalah seorang guru bahasa Spanyol yang mengajar di
California. Bersama dengan teman-teman guru bahasa yang lain T.D. Terrell
mengadakan berbagai percobaan melaksanakan pembelajaran bahasa Spanyol di kelas
rendah (elementary class) sampai ke kelas lanjut (edvanced) dengan Pendekatan
Natural. Percobaan melaksanakan pembelajaran dengan Pendekatan Natural ini diker-
jakan pula untuk pembelajaran bahasa yang lain. Terrell bekerja sama edengan
Stephen Krashen seorang ahli linguistik terapan di University of Southern California
dalam mengelaborasi teori yang mendasari Pendekatan Natural. Dapat dikatakan bahwa
Pendekatan Natural ini adalah pendekatan pembelajaran bahasa yang memadukan
pengalaman praktis guru bahasa yang bertahun-tahun mengajar bahasa dengan teori
yang dikembangkan melalui penelitian ilmiah yang dikerjakan oleh ahli ilmu bahasa
terapan dalam pembelajaran bahasa.
Asumsi Teoritis yang Mendasari
Pendekatan Natural memandang fungsi utama bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Proses berkomunikasi selalu melibatkan pesan, partisipan, dan media
komunikasi. Partisipan terdiri dari pengirim pesan dan penerima pesan. Dalam
kehidupan sehari-hari, partisipan komunikasi adalah penutur dan mitra tutur yang
berperan sebagai pelaku komunikasi dan disebut dengan istilah komunikan. Proses
komunikasi bisa terjadi secara searah, dua arah, dan bisa multi arah bergantung pada
berbagai hal antara lain jenis dan sifat peristiwa komunikasi, topik komunikasi, jumlah
peserta komunikasi, peran para peserta peristiwa komunikasi, karakteristik peserta
komunikasi. Pesan komunikasi dikemas dan disampaikan dengan bahasa sebagai sarana
komunikasi yang paling efektif. Proses komunikasi dipandang berhasil apabila pesan
yang disampaikan oleh penutur bisa ditangkap dan dipahami oleh mitra turturnya.
185
Pendekatan Natural menggunakan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi itu sebagai
dasar teoritis. Beberapa konsep teoritis berkaitan dengan fungsi komunikatif bahasa
dalam Pendekatan Natural adalah sebagai berikut.
1) Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai sarana berkomunikasi. Oleh karena itu fokus
utama pembelajaran bahasa adalah mengembangkan penguasaan kompetensi
komunikasi para siswa.
2) Makna adalah hal yang sangat utama dalam bahasa, peran kosakata dan maknanya
dalam bahasa sangat penting. Menurut pandangnan Pendekatan Natural hakikat
bahasa itu adalah leksikonnya.
3) Berkaitan dengan pentingnya peran kosa kata ini dalam Pendekatan Natural, Terrell
mengutip pendangan Dwight Bollinger yang menyatakan sebagai berikut.
The quantity of information in the lexicon far outweighs that in any
other part of the language, and if there is anything to the notion of
redundancy it should be easier to reconstruct a message containing
just words than one containing just the syntactic relations. The
significant fact is the subordinate role of grammar. The most
important thing is to get the words in.
Sesuai dengan asumsi teoritis yang mendasari Pendekatan Natural serta tujuan
penggunaan Pendekatan Natural berikut ini dikemukakan beberapa karakteristik
Pendekatan Natural.
a) Fokus utama Pendekatan Natural adalah pembinaan kompetensi komunikasi.
b) Kemampuan menyampaikan pesan-pesan komunikasi secara jelas sangat
diutamakan, tidak harus dengan kaidah-kaidahh tatabahasa yang akurat. Walau-pun
demikian, Pendekatan Natural tetap memperhatikan pembelajaran kaidah bahasa
yang dilaksanakan secara bertahap.
187
efektif ini, guru diharapkan tidak menugasi siswa untuk berbicara sebelum mereka
siap untuk itu, tidak mengoreksi kesalahan berbahasa siswa, serta memberikan materi
pelajaran yang menarik bagi siswa.
c) Guru dalam Pendekatan Natural berperan sebagai derigen yang memainkan orchestra
pembelajaran dengan meramu dan memainkan berbagai kegiatan kelas, melibatkan
siswa dalam berbagai kelompok yang bervariasi jumlah anggotanya, memilih isi
materi pelajaran dan konteks yang bervariasi. Materi pelajaran dipilih bukan
berdasarkan persepsi guru, melaikan berdasarkan kebutuham siswa.
Peranan Siswa dalam Pendekatan Natural
Pendekatan Natural memberikan layanan pembelajaran bahasa sesuai dengan
karakteristik siswa. Asumsi dasar berkaitan dengan bagaimana siswa belajar bahasa ini
adalah bahwa siswa jangan belajar berbahasa dalam arti berbahasa yang biasa. Artinya
dalam belajar berbahasa siswa bisa secara longgar dalam mengikuti kegiatan
komunikasi yang sebenarnya. Kondisi dan karakteristik siswa sendirilah yang akan
menentukan jumlah dan jenis pengalaman, dan kelancaran berbicara yang
ditunjukkannya nanti. Dengan kata lain, siswa diberi kesempatan untuk belajar bahasa
sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing.
Siswa mempunyai empat tanggung jawab yang penting dalam pembelajaran , yaitu:
a) Memberitahukan tujuan yang spesifik mereka sehingga kegiatan akuisisi bahasa
dapat difokuskan pada topik-topik dan situasi yang relevan dengan kebutuhan
mereka.
b) Berperanan aktif dalam menentukan input yang yang bermakna. Mereka belajar dan
menggunakan teknik-teknik percakapan dengan input yang teratur.
c) Menentukan sendiri kapan mereka mulai berbicara dalam bahasa target dan kapan
meningkatkannya.
d) Apabila diberikan latihan-latihan pengnuasaan struktur tatabahasa, siswa
memutuskan bersama dengan gurunya mengenai lama waktu mengerjakan latihan-
latihan tersebut, serta menyelesaikan dan mengoreksi hasilnya secara mandiri.
d) Sesuai dengan hipothesis filter yang digunakan sebagai salah satu dasar teoritis
Pendekatan Natural, materi pembelajaran yang dipilih sesuai dengan kebutuhan
siswa didesain untuk menciptakan filter efektif yang rendah dengan menciptakan:
situasi pembelajaran yang menarik, penuh keakraban, dan rileks;
memberikan kosa kata yang luas yang berguna untuk mengembangkan
kompetensi komunikasi personal;
menghindari fokus pembelajaran pada kaidah gramatika, karena apabila
input yang diberikan bervariasi dan dapat menunjang tercapainya tujuan
komunikasi dengan sendirinya kaidah-kaidah gramatika itu telah tersajikan
dalam input.
e) Proses pembelajaran dikelola sedikian rupa agar siswa memfokuskan belajarnya
pada kemampuan untuk berkomunikasi yang bermakna, bukan pada penguasaan
kaidah-kaidah tatabahasa.
190
sebagaimana dikemukakan dalam kamus kita memperoleh dasar untuk memahami kata
yang telah menjadi istilah dalam bidang ilmu tertentu.
Edward M. Anthony dalam artikelnya berjudul Approach, Method, and Tecknique,
yang dimuat dalam jurnal English Language Teaching (Januari 1963) mengemukakan
pengertian teknik sebagai berikut.
A technique is implementational that is which actually take
place in a classroom. It is a particular trick, stratagem, or
contrivance used to accomplish an immediate objective.
Technique must be consistent with a method, and therefore in
harmony with an approach as well.
Sesuai dengan pengertian kata technique yang dikemukakan dalam berbagai kamus
sebagaimana disebutkan di atas, serta pengertian technique yang dikemukakan oleh
E.M. Athony tersebut, dapat dikemukakan pokok-pokok pengertian sebagai berikut.
1) Teknik adalah wujud dari kegiatan implementasi. Dalam kaitannya dengan konsep
tentang metode dan pendekatan, yang dimaksudkan dengan implementasi ini adalah
implementasi pembelajaran di kelas yang dirancang berdasarkan metode dan pende-
katan tertentu. Dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini wujud
rancangan pembelajaran yang diimplementasikan di kelas itu tidak lain adalah RPP
yang disusun berdasarkan silabus dan kurikulum pada satuan pendidikan (KTSP)
tertentu.
2) Teknik adalah kiat-kiat khusus, cara yang spesifik, gaya mengajar, ketrampilan
menggunakan berbagai media pembelajaran , ketrampilan menggunakan retorika,
pada waktu melaksanakan pembelajaran di kelas. Oleh karena kondisi dan situasi
kelas berbeda-beda, karakteristik siswa di kelas berbeda-beda, karakteristik dan
kemampuan guru juga berbeda-beda, maka teknik itu bersifat situasional dan
individual. Artinya, dalam melaksanakan pembelajaran dengan kurikulum, silabus,
dan RPP yang sama seorang guru dapat menggunakan teknik yang berbeda-beda di
antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
3) Teknik pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan jangka pendek. Dalam
sistem pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini, tujuan jangka pendek diru-
muskan dalam RPP sesuai dengan indikator pencapaian KD sebagaimana disebutkan
192
dalam silabus. Istilah yang pernah digunakan untuk menyebutkan tujuan jangka
pendek ini adalah Tujuan Instruksional Khusus.
4) Teknik-teknik apapun yang digunakan oleh guru pada waktu mengimplementasikan
RPP di kelas harus senantiasa dalam koridor metode dan pendekatan pembelajaran
yang dipilih. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini diguna-
kan pendekatan dan metode komunikatif. RPP disusun berdasarkan berdasarkan
pendekatan dan metode komunikatif. Maka teknik-teknik yang digunakan oleh guru
dalam mengimplementasikan RPP di kelas juga sejalan dengan karakteristik
pendekatan dan metode komunikatif.
pembelajaran membaca kritis. Sejak menyusun RPP, guru telah menggunakan prinsip-
prinsip metode ceramah, implementasi di kelas dilaksanakan dengan prosedur metode
ceramah. Demikian pula evalasi hasil belajarsiswa dan evaluasi proses pembelajaran
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip Metode Ceramah.
Hakikat Teknik Ceramah
Ceramah pada hakikatnya adalah memberitahukan, menyampaikan, menerangkan
atau menjelaskan sesuatu kepada kepada audien. Ceramah sebagai teknik pembelajaran
adalah cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan, memberitahukan, dan
menjelaskan materi pelajaran kepada siswa-siswanya di kelas secara verbal, pada jam
pelajaran tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Dalam menguraikan,
menjelaskan materi pelajaran guru dapat menggunakan berbagai media pembelajaran
yang sesuai.
Karakteristik Teknik Ceramah
1) Proses belajar mengajar berpusat pada guru.
2) Siswa lebih bersifat pasif dalam arti menerima apa yang diceramahkan oleh
gurunya dengan mendengarkan dan mencatat materi pelajaran yang diceramahkan.
3) Cenderung pada komunikasi searah, yaitu dari guru ke siswa.
4) Baik digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya besar.
5) Cocok untuk menyampaikan materi pelajaran yang bersifat informatif.
6) Mudah digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang disebabkan oleh
kurangnya sarana pembelajaran seperti buku teks, buku referensi, media
pembelajaran , serta sumber belajar.
7) Kurang sesuai untuk digunakan menyampaikan materi pelajaran yang
memerlukan penalaran tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, evaluasi, membuat
inferensi dan memikirkan tindak lanjut, serta berfikir yang kompleks.
8) Memerlukan kepiawaian guru dalam membangkitkan dan mempertahankan perhatian
siswa.
9) Jika penjelasan, uraian dilakukan terlalu lama, siswa sulit mempertahankan
konsentrasinya terhadap pelajaran.
Tujuan Penggunaan Teknik Ceramah
194
d) Menyusun review isi setiap epidose ceramah serta menyapaikannya sebelum mulai
dengan episode selanjutnya.
e) Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan seperti komputer, LCD,
gambar-gambar, barang-barang yang diperkirakan berguna untuk membantu
menjelaskan kosep-konsep. Pemilihan media didasarkan pada efektivitasnya bagi
proses pembelajaran .
f) Menggunakan bahasa yang komunikatif, dengan meperhatikan:
ragam bahasa Indonesia yang digunakan adalah ragam bahasa setengah resmi;
gunakan kalimat-kalimat efektif, hindarkan kalimat yang ambigu, hindarkan
kalimat-kalimat komnpleks yang berlebihan;
pilihan kosa kata, ungkapan, disesuaikan dengan tingkat perkembangnan siswa;
gunakan intonasi, tekanan, irama berbicara yang wajar, dengan memperhatikan
penekanan pada bagian-bagian yang penting;
berbicara lancar, tidak berbelit-belit.
g) Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dengan dengan cara-cara antra lain:
Mengatur tempat duduk siswa sedemikian rupa sehingga lebih menunjang
terjadinya interaksi multi arah;
memperhatikan seluruh siswa, pandangan mata guru merata pada setiap siswa,
selingi humor yang mendidik, gunakan alat-alat peraga yang relevan;
libatkan siswa selama penyampaian materi ceramah misalnya dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk: bertanya, menyatakan pendapat tentang sesuatu,
menebak apa yang terjadi pada episode berikutnya, dan sebagainya.
Peranan Siswa dalam Teknik Ceramah
Selama proses pembelajaran berlangsung siswa mendengarkan apa yang
disampaikan oleh gurunya, mencatat hal-hal yang penting dari materi yang dijelaskan
oleh guru, mengajukan pertanyaan mengenai hal yang belum dipahaminya, melakukan
tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Siswa tidak dilibatkan dalam penyusunan
perencanaan pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran berada dalam kendali guru.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan Teknik Ceramah ini
sebagai pembelajaran yang berpusat pada guru.
196
-----------------------------------------------------------
BAB V
A. EVALUASI
203
Evaluasi berasal dari kata bahasa Inggris ‘evaluation’ noun, yang berarti peniliaian,
penaksiran,, dan kata evaluate verb yang berarti menilai, menaksir (Kamus Inggris-
Indonesia, John M. Echols dan Hassan Shadilly, 1987). Dalam Kamus Longman
Dictionary of Contemporary English, 1978, kata evaluate verb berarti to calculate the
value or degrees of. Kemudian ada kata evaluation yang merupakan bentuk noun dari
kata evaluate. Arti suatu kata atau istilah dalam kamus, adalah arti yang bersifat leksikal
yang bersifat umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Walaupun demikian arti kata
dalam kamus dapat dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami arti kata yang
menjadi istilah dalam bidang ilmu tertentu. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat
tentang arti evaluasi dalam pendidikan dan pembelajaran.
http://en.wikipidea.org/wiki/educational-evaluation
http:H:/What is evaluation.htm
evaluasi diagnostik ini dapat diadakan tindakan-tindakan tertentu terhadap siswa antara
lain pembelajaran remidi, pengayaan, pengelompokan siswa, dan sebagainya.
Evaluasi ini dilaksanakan akhir periode waktu program pembelajaran sesuai dengan
kalender akamik yang telah ditentukan untuk unit waktu semester, tahun pelajaran, dan
akhir program satuan pendidikan tertentu (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK).
Dengan evaluasi sumatif ini dapat diketahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan dalam program pembelajaran untuk satu semester, satu tahun
ajaran, dan akhir program satuan pendidikan. Informasi dari evaluasi sumatif ini dapat
digunakan untuk dasar menentukan kenaikan kelas, penentuan posisi siswa di kelasnya,
dan untuk menentukan kelulusan. Evaluasi sumatif ini menguji penguasaan siswa secara
menyeluruh terhadap materi pembelajaran yang diprogramkan untuk satu periode waktu
dalam kalender akademik. Oleh karena itu, materi evaluasi sumatif idealnya mencakupi
seluruh materi pelajaran yang diprogramkan untuk disajikan dalam satuan waktu dalam
kalender akademik itu. Hal ini berbeda dengan materi evaluasi formatif yang hanya
meliputi satu topik yang disajikan dalam satu atau beberapa kali pertemuan. Dalam
pengertian yang demikian ini Ujian Nasional termasuk dalam evaluasi sumatif.
Beberapa masalah sering terjadi dalam pelaksanaan evaluasi sumatif antara laian
adalah sebagai berikut.
a. Penentuan pihak yang akan melaksanakan evaluasi sumatif. Ada beberapa pandang-
an berkaitan dengan pihak yang akan melaksanakan sumatif, yaitu (1) sekolah adalah
208
institusi yang paling berhak melaksanakan evaluasi sumatif karena sekolah adalah
institusi yang melaksanakan program pembelajaran, (2) pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk evaluasi tingkat nasional (UN),
Dinas Pendidikandan Kebudayaan untuk tingkat kabupaten dan kota, karena
pemerintah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan secara nasional, (3) guru
pengampu mata pelajaran dengan alas an bahwa gurulahyang paling bertangngjawab
terhadap keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
b. Penyusunan instrument untuk evaluasi. Berkaitan dengan instrument evaluasi ini
paling tidak ada dua masalah utama yaitu, (1) penentuan jenis instrument (tes,
kuesioner, tugas, dan sebagainya), (2) cakupan materi berkaitan dengan kedalaman
dan keluasannya sesuai dengan evaluasi untuk akhir semester atau untuk akhir
program satuan pendidikan.
c. Pengelolaan pelaksanaan evaluasi, terutama apabila evaluasi itu berifat nasional,
seperti UN.
B. ASESMEN/PENILAIAN
2.1 Pengertian Penilaian/Asesmen (Assessment)
Istilah asesmen berasal dari bahasa Inggris assessment (noun) yang berarti taksiran,
penaksiran; penilaian. Dan kata assess(verb) yang berarti menaksir, menilai (Kamus
Inggris-Indonesia, John M. Echols dan Hassan Shadilly, 1987). Dalam Kamus Longman
Dictionary of Contemporary English, 1978, kata assess verb berarti to calculate the
value of property or the amount of income for tax purposes; to judge the quality or
worth of. Kemudian ada kata assessment (noun yang berarti the act of assessing ; the
value or amount at which something is calculated; judgement or opinion; Didalam
Merriam-Webster Online Dictionary (2005) dikemukakan bahwa kata assessment
berasal dari akar kata assess yang berarti
to determine the rate or amount of (as a tax)
to impose (as a tax) according to an established rate b: to subject to a tax,
charge, or levy
to make an official valuation of (property) for the purposes of taxation
209
dari beberapa arti kata assessment dalam kamus online tersebut yang paling tepat untuk
digunakan dalam penilaian pembelajaran adalah arti to determine the importance, size,
or value of (assess a problem).
Sebagaimana dikemukakan di atas arti kata atau istilah dalam kamus, adalah arti
leksikal yang bersifat umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Untuk memperoleh
pemahaman yang lebih tepat dengan konteks pembelajaran bahasa, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat tentang arti asesmen dalam pendidikan dan pembe-
lajaran. Kata asesmen yang dipinjam dari bahasa Inggris itu sama artinya dengan kata
penilaian dalam bahasa Indonesia. Uraian selanjutnya dalam buku ini akan
menggunakan istilah penilaian untuk menggantikan istilah asesmen. Untuk memper-
oleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang konsep penilaian berikut ini
dikemukakan pendapat dari kalangan ahli pembelajaran.
Masnur Muslich (2009 :6, mengutip pendapat Stufflebeam Sinkfield)
Penilaian atau asesmen merupakan istilah umum yang mencakup
semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja
individu peserta didik atau kelompok. Penilaian adalah suatu
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan
karakteristik seseorang atau sesuatu.
5) Kumpulan hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai kegiatan asesmen
baik formatif maupun sumatif yang didokumentasikan dalam file siswa secara
individual, sangat berguna bagi guru untuk mengikuti perkembangan belajar
siswanya serta pengambilan keputusan suatu kebijakan, misalnya kenaikan kelas,
dan kelulusan.
Bagi Orang Tua Siswa
1) Sebagai informasi kemajuan belajar putranya. Informasi ini sangat penting agar
orang tua bisa lebih peduli dengan pendidikan putra-putranya.
2) Sebagai masukan bagi orang tua siswa untuk digunakan dasar membimbing
putra-putranya dalam belajar di rumah.
3) Sebagai dasar orang tua siswa nenberi masukan bagi perbaikan program
pembelajaran di sekolah.
2.4 Kriteria Pengolahan Hasil Asesmen
Pengolahan hasil pengukuran untuk kepentingan asesmen (penilaian) dikerjakan
dengan macam criteria penilaian sebagai berikut.
1) Penilaian criteria norma (Norm-referenced criterion)
Penilaian criteria morma digunakan untuk mengolah skor yang diperoleh dari
pengukuran dengan cara membandingkan skor yang diperoleh siswa secara
individual dengan skor siswa yang lain. Caranya dengan mencari rata-rata skor
seluruh siswa dalam kelas, jumlah seluruh skor siswa dibagi dengan jumlah siswa.
Posisi seorang siswa dalam kelas dilihat dengan cara membandingkan skor yang
diperolehnya dengan askor rata-rata kelas. Hasil pengolahan skor siswa dengan
kriteria norma ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk
menentukan rangking siswa dalam mata pelajaran, untuk dasar pengelompkan
siswa. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa posisi seorang siswa yang
ditentukan dengan criteria norma 8ini hanya berlaku dalam kelompok atau kelasnya
saja.
2) Penilaian kriteria acuan (referenced criterion )
Penilaian criteria acuan, sering juga disebut kriteria patokan, digunakan untuk
mengolah skor yang diperoleh dari pengukuran dengan cara membandingkan skor
setiap siswa dengan criteria khusus, misalnya standar performansi. Konsep yang
213
sangat penting dalam pengolahan hasil belajar siswa dengan criteria acuan ini
adalah konsep ketuntasan belajar (matery learning). Secara kuantitatif standar itu
ditunjukkan dengan angka tertentu. Misalnya angka 8 dalam skala 0-10, atau angka
80 dalam skala 0-100. Sisa yang memperoleh skor > 8 dalam skla 0-10, atau
memperoleh skor > 80 dikatakan telah tuntas (mastery), sedangkan siswa yang
memperoleh skor dibawah 8 untuk sakala 0-10 atau mendapat skor di bawah 80
untuk skala 0-100 dikatakn belum tuntas. Karena penentuanya adalah angka, maka
sebenarnya bagaimana performasi seorang siswa berperilaku dalam mata pelajaran
itu kurang atau tidak dipersoalkan.
Dalam naskah Diklat Sawangan sebagaimana dimuat dalam file: /// G:/Penilaian
Berbasis Kelas < Sawangan.htm dikemukakan pengertian penilaian berbasis kelas
sebagai berikut.
Interviu Lisan Guru bertanya kepada siswanya tentang latar 1. Suasana informal danrileks;
belakang pribadinya, aktivitasnya, 2. Dilaksanakan bererapa hari berturut
kegemarannya membaca, serta interesnya setiap siswa.
3. Catatan observasi berdasarkan pedoman
interviu .
1. Sisa mengemukakan laporan lisan
Menceriterakan Siswa menceritetrakan kembali ide-ide 2. Dapat diskjore berdasarkan isi atau
kembali cerita atau pokok atau unsure-unsur lain dari ceritera unsur kebahasaannya
bacaan yang didenngarnya atau dibacanya. 3. Dapat menggunakan rubric atau skala
penilaian
C. PENGUKURAN
3.1 Pengertian Pengukuran ( Measurement)
Pengukuran adalah proses mengukur sesuatu dengan menggunakan alat ukur.
Apabila yang diukur itu benda yang bersifat fisik, lazimnya pengukuran dilakukan
untuk mengetahui panjang, lebar, berat, tinggi, rendah, besar, kecil, panas, dingin dan
karakteristiknya benda-benda yang diukur itu. Pengukuran juga bisa dilakukan
terhadap hal-hal yang tidak bersifat fisik, misalnya perilaku manusia berkaitan dengan
kemampuan kognitifnya, motivasinya, sikapnya terhadap sesuatu, ketrampilannya.
Pengukuran lazimnya dikerjakan dengan menggunakan alat-alat ukur tertentu
Misalnya untuk mengukur benda-benda yang bersifat fisik digunakan alat ukur
meteran, liter, gram, deajat, wat, langkah, depa, dan sebagainya. Untuk mengukur hal-
hal yang tidak bersifat fisik digunakan alat-alat ukur test, tugas, dan sebagainya. Alat-
alat pengukur untuk benda-benda yang bersifat fisi itu ada yang sudah distandarisasi,
misalnya meteren, gram, liter, derajat dan ada yang belum distandarisasi misalnya
langkah, depa, kepal, dansebagainya. Alat-alat ukur untuk hal-hal yang tidak bersifat
fisik ada yang sudah distandarisasi misalnya test standar untuk mengukur IQ, test
standar untuk mengukur kemampuan psikologis (psiko test) dan sebagainya. Hasil-
hasil pengukuran dikemukakan dengan angka dan dengan pernyataan. Hasil
pengukuran yang berujud angka dianggap dapat memberikan informasi yang lebih
akurat daripada yang hasil pengukuran berbentuk pernyataan. Anggapan ini
didasarkan pada proses pengolahan atau penghitungan dengan menggunakan berbagai
model analisis statistik yang menghasilkan angka dipandang lebih akurat dan obyektif
daripada proses pengolahan yang nonstatistik yang menghasilkan pernyataan. Berikut
ini dikemukakan beberapa pendapat tentang pengertian pengukuran.
Istilah measurement (penilaian) berasal dari bahasa Inggris. Dalam kamus Inggris-
Indonesia, yang disusun oleh John M. Echols dan Hassan Shadilly,(1987) dikemu-
kakan kata measurement (noun) berarti ukuran. Dikemukakan juga kata measure
(noun) juga berarti ukuran, takaran, kadar. Bisa juga berarti mengukur. Dalam Kamus
Longman Dictionary of Contemporary English, (1978) diikemukakan kata
measurement noun yang berarti the act of measuring; length, height, etc. found by
219
yang diukur meliputi keberhasilan belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sesuai dengan ketiga ranah tersebut, instrumen pengukuran yang digunakan dapat
dikategorikan sebagai berikut.
3.4.1 Instrumen Pengukuran Kognitif
Instrumen pengukuran ranah kognitif yang populer dan banyak digunakan di
kalangan para guru adalah tes. Dalam pembelajaran yang dimaksudkan dengan tes
adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh testi (orang yang dites) atau tugas-tugas
melakukan suatu tindakan yang harus dikerjakan oleh testi. Jawaban atau hasil
mengerjakan tugas diperiksa dengan rubrik atau skore penilaian berdasarkan
indikator hasil kerja yang ditentukan. Berikut ini dikemukakan beberapa macam tes
yang biasa digunakan dalam ranah kognitif.
1) Tes uraian atau esei
Tes ini berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh teste dengan uraian menggu-
nakan kata-kata dan kalimnatnya sendiri. Testee mempunyai kebebasan yang luas
dalam menjawab pertanyaan dengan menjelaskan, mengklarifikasi, menguraikan dan
mengemukakan pandangannya tentang hal yang ditanyakan.
2) Tes melengkapi
Tes ini berupa pernyataan (statement) tentang suatu konsep yang belum lengkap.,
Tuga testee adalah melengkapi pernyataan tersebut dengnan kata-kata dan
kalimatnya sendiri. Kelengkapan pernyataan itu bervariasi dari beberapa kata, frasa,
sampai dengan kalimat.
3) Tes memilih jawaban yang disediakan
Tes ini berupa pertanyaan yang dilengkapi dengan pilihan jawaban dengan beberapa
model, antara lain:
memilih salah satu jawaban dari sejumlah kemungkinan jawaban yang
disediakan (multiple choice test);
membenarkan atau menyalahkan suatu pernyataan (true-false test);
memasangkan konsep-konsep yang disediakan, berdasarkan karakteristik-nya
(matching test)
4) Tes menyusun makalah
Tes ini berupa tugas menyusun makalah dengan topik yang telah ditentukan.
223
Bedanya dengan tes esei adalah bahwa pada tes penyusunan makalah ini siswa/ testi
tidak menjawab pertanyaan, tetapi menyusun makalah. Tes penyusunan makalah
jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan tes esei.
suatu hal, baik yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
pembelajaran.
3.4.3 Instrumen Pengukuran Psikomotor
Ranah psikomotor dalam taksonomi Bloom mengacu pada ketrampilan motorik,
perilaku fisik yang dapat diamati pada diri seseorang ketika dia mengerjakan tugas
atau menyelesaikan pekerjaan yang bersifat fisik. Instrumen pengukuran untuk
ketrampilan motorik adalah observasi langsung terhadap siswa/testi ketika dia
mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Agar observasi dapat dilaksanakan
dengan lebih cermat, guru dapat menggunakan kamera video yang dapat merekam
sekaligus gambar dan bunyi.
yang menyebutkan bahwa penilaian adalah “Penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur ketercapaian hasil belajar peserta didik”
Berdasarkan acuan yang dipilih, proses penilaian itu menentukan status siswa dalam
program pembelajaran, seperti naik kelas atau tinggal kelas, lulus atau tidak lulus, tuntas
atau belum tuntas, di atas atau di bawah rata-rata kelas, dan sebagainya. Berdasarkan
statusnya itu, dipikirkan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap siswa,
misalnya diberi pengayaan (enrichment) atau diberi remidi (remedial treatment).
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
-
227