Anda di halaman 1dari 227

1

BAB I

BEBERAPA ISTILAH DAN KERANGKA

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Dalam Bab I ini dikemukakan beberapa istilah dan kerangka (frame)


pembelajaran bahasa Indonesia. Istilah-istilah atau terminologi tersebut memuat
pengertian-pengertian tertentu yang penting artinya untuk memahami, membina, dan
mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia. Disamping istilah-istilah tersebut,
perlu pula dipahami bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dalam suatu
kerangka yang dirancang dengan memperhatikan seluruh aspek kegiatan pembelajaran.
Berikut ini pertama-tama akan dikemukakan uraian tentang berbagai istilah yang tinggi
frekwensi pemakainnya dalam berbagai kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
Kemudian akan dibahas kerangka pembelajaran bahasa Indonesia sebagai suatu
sistem

1. Peristilahan dalam Pe mbelajaran Bahasa Indonesia


Peristilahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam sistem ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, setiap bidang ilmu mengembangkan istilah-istilah yang
khusus digunakan dalam bidang ilmu tersebut. Demikian pula halnya dalam bidang
pembelajaran bahasa Indonesia. Setiap istilah memuat suatu pengertian atau makna
tertentu yang disepakati oleh para ahli dan siapa saja yang berkentingan dalam bidang
pembelajaran bahasa Indonesia. Pemahaman terhadap makna suatu istilah serta
ketaatan untuk mengikuti kesepakatan makna istilah-istilah itu sangat penting agar
komunikasi ilmiah dapat berjalan dengan lancar sehingga terhindar adanya kekacauan
dan kesalahpahaman. Idealnya setiap istilah memang harus memuat makna yang pasti,
tidak tumpang tindih dengan makna istilah yang lain. Namun kenyataannya tidak selalu
demikian. Dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia masih ada beberapa istilah
yang ambigu. Idealnya setiap orang yang berkecimpung dalam bidang ilmu, termasuk di
bidang pembelajaran bahasa Indonesia memahami makna istilah yang digunakan serta
taat terhadap kesepakatan akan makna dan pemakaiannya. Namun dalam kenyataannya
2

masih banyak orang yang berkecimpung dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia
belum memahami istilah yang digunakannya. Kondisi seperti ini sering menimbulkan
hambatan dalam berbagai kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Berikut ini
dikemukakan uraian beberapa istilah yang tinggi frekwensi pemakaiannya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia.

1.1 pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa Indonesia, Mata


Pelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia ketiga istilah ini, pembelajaran bahasa
Indonesia, pembelajaran bahasa Indonesia, dan Pelajaran Bahasa Indonesia sering
digunakan dalam berbagai komunikasi ilmiah, misalnya dalam penulisan laporan
penelitian, penulisan makalah dalam berbagai seminar dan loka karya tentang
pembelajaran bahasa Indonesia, penulisan artikel dalam berbagai jurnal pendidikan dan
pembelajaran . Juga dalam pembicaraan dan pembahasan tentang berbagai hal tentang
pembelajaran bahasa Indonesia di kalangan para guru bahasa Indonesia, ketiga istilah
tersebut sering digunakan. Sebagaimana lazimnya pemakaian istilah dalam bidang ilmu,
pemakaian istilah-istilah dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya
memudahkan dan memperlancar komunikasi ilmiah dan kegiatan praktis sehari-hari
dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia. Namun yang terjadi tidaklah selalu
demikian. Pemakaian ketiga istilah tersebut, terutama istilah pembelajaran bahasa
Indonesia dan istilah pembelajaran bahasa Indonesia sering kacau pemakaiannya.
Kedua istilah ini sering digunakan saling menggantikan untuk maksud yang sama. Pada
hal masing-masing istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda. Perbedaan yang
mendasar antara kedua istilah ini adalah pada kata pembelajaran dan kata
pembelajaran . Kata pembelajaran dalam istilah pembelajaran bahasa Indonesia
berasal dari kata belajar yang memperoleh imbuhan pe-an, dengan urutan deretan
morfologis : belajar-pembelajar- pembelajaran . Kata belajar berasal dari bentukan
ber+ajar yang menjadi berajar. Kemudian bunyi r pada awalan ber- mengalami
peristiwa perubahan bunyi menjadi l sehingga kata berajar berubah menjadi belajar.
Dengan menggunakan awlan pe- dari kata belajar dibentuk kata pebelajar yang
mengalami proses morfofonemik menjadi pembelajar yang berarti orang yang belajar.
3

Bandingkan dengan kata pembaca, penulis, pembawa, pembeli, pengantar yang


semuanya berarti orang yang melakukan kegiatan sebagaimana disebutkan kata
kerjanya. Dengan menambahkan akhiran –an kemudian dibentuk kata pembelajaran
yang berarti seluruh proses kegiatan serta hasilnya yang dilakukan dan dialami oleh
pembelajar yaitu orang yang belajar. Bandingkan dengan kata, penulisan, pembawaan,
pembelian, pengantaran. Dari uraian ini dapatlah dikemukakan bahwa makna yang
esensial dari istilah pembelajaran bahasa Indonesia adalah proses dan kegiatan yang
dialami pembelajar serta hasilnya. Kata lain pembelajar adalah siswa atau murid. Kata
pembelajaran dalam istilah pembelajaran bahasa Indonesia berasal dari kata ajar yang
dibentuk dengan imbuhan pe-an dengan urutan deretan morfologis ajar-pengajar-
pembelajaran . Bermula dari kata ajar dibentuk dengan awalan pe- menjadi peajar
kemudian mengalami proses morfofonemik menjadi pengajar yang berarti orang yang
mengajar. Secara umum dapat dikatakan bahwa awal pe- yang digunakan untuk
membentuk kata dengan kata asal kata benda, kata kerja, kata sifat akan membentuk arti
orang yang melakukan pekerjaan atau alat untuk melakukan hal yang disebutkan kata
dasarnya. Bandingkan dengan kata pengawal, pengukur, pemotong, pembersih,
pemutih. Dari kata bentukan pengajar kemudian diturunkan kata pembelajaran dengan
menggunakan akhiran –an yang berarti proses dan kegiatan serta hasil yang dilakukan
oleh pengajar. Secara umum dapat dikatakan bahwa akhiran –an yang digunakan
bersama-sama dengan awalan pe- untuk membentuk kata dengan kata asal kata benda,
kata kerja, kata sifat akan membetuk arti proses dan kegiatan serta hasil sebagaimana
yang disebutkan oleh kata asalnya. Bandingkan dengan kata pengawalan, pengukuran,
pemotongan, pembersihan, pemutihan. Dari uraian ini dapat dikemukakan bahwa
makna yang esensial dari kata pembelajaran adalah proses dan hasil kegiatan yang
dilakukan oleh pengajar. Kata lain pengajar adalah guru. Berikutnya adalah kata
pelajaran dalam istilah Pelajaran Bahasa Indonesia. Kata pelajaran dalam istilah ini
berasal dari kata ajar yang mendapat imbuhan per-an menjadi perajaran. Kemudian
terjadi perubahan bunyi r- menjadi l sehingga kata perajaran berubah menjadi
pelajaran. Urutan morfologis pembentukan kata pelajaran adalah ajar-pelajar-
pelajaran. Kata pelajaran berarti seluruh entitas proses dan kegiatan serta hasil
mengajar. Bandingkan dengan kata perancangan, peraturan, pertimbangan. Secara
4

umum dapat dikemukakan bahwa bentukan kata dengan menggunakan imbuhan per-an
membentuk arti entitas proses kegiatan dan hasil yang dilakukan berkaitan dengan kata
dasarnya. Dari uraian ini dapat dikemukakan bahwa makna yang esensial dari kata
pelajaran adalah entitas seluruh proses kegiatan mengajar dan pelajar.
Berdasarkan uraian ketiga istilah tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
a. Pemakaian istilah pembelajaran bahasa Indonesia tepat apabila yang ingin
dikemukakan adalah proses dan hasil belajar yang dilakukan oleh orang atau
siswa yang belajar bahasa Indonesia.
b. Pemakaian istilah pembelajaran bahasa Indonesia tepat apabila yang
dikemukakan adalah proses kegiatan dan hasil yang dikerjakan oleh orang yang
mengajar bahasa Indonesia.
c. Pemakaian istilan Pelajaran Bahasa Indonesia tepat apabila yang ingin
dikemukakan adalah keseluruahn entitas proses dan kegiatan berkaitan dengan
mengajar dan belajar bahasa Indonesia.

1.2 Bahasa Pertama, Bahasa Kedua, Bahasa Ibu


Ketiga istilah ini juga sering digunakan dalam berbagai komunikasi ilmiah dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Misalnya dalam diskusi tentang pembelajaran bahasa
Indonesia bagi orang Indonesia. Beberapa pertanyaan seperti : Apakah Pembajaran
Bahasa Indonesia di Indonesia merupakan pembelajaran bahasa pertama ataukah
pembelajaran bahasa kedua? Apakah bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama
ataukah bahasa kedua bagi anak-anak Indonesia? Apakah bahasa Indonesia itu
merupakan bahasa ibu bagi anak-anak Indonesia? Jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan ini tentu berkaitan dengan apa yang dimaksudkan dengan istilah bahasa
pertama, bahasa kedua, bahasa ibu (first language, second language, mother tongue).
Istilah bahasa pertama, bahasa kedua, bahasa ibu behubungan dengan masa atau waktu
dipelajari dan dikuasainya suatu bahasa oleh seorang anak dalam perkembangan
kehidupannya (child development). Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali
dipelajari dan dikuasai oleh anak. Proses belajar dan menguasai bahasa ini terjadi pada
waktu-waktu awal perkembangan anak yang umumnya disebut masa usia dini atau usia
balita. Beberapa ahli teori belajar bahasa menyebutkan bahwa proses menguasai bahasa
5

pertama ini berlangsung secara alamiah, terjadi pada setiap anak dalam kehidupan yang
normal, tidak disadari oleh anak bahwa dia sedang belajar bahasa. Bahasa yang
dipelajari secara tidak disadari itu adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang atau
masarakat di sekelilingnya. Sebagai ilustrasi misalnya Rakhma seorang anak yang lahir
dan dibesarkan di Jawa. Bahasa yang pertama kali dia dengar kemudian dia pelajari dan
kuasai adalah bahasa Jawa. Oleh karena itu, bahasa pertama Rakhma adalah bahasa
Jawa. Bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak
setelah dia belajar dan menguasai bahasa pertama. Proses belajar bahasa kedua ini bisa
terjadi secara alamiah dan bisa juga terjadi secara disengaja melalui kegiatan belajar
bahasa di sekolah. Dalam ilustrasi kasus Rakhma, setelah Rakhma belajar dan
menguasai bahasa Jawa dia mulai belajar menguasai bahasa Indonesia di sekolah.
Bahasa Indonesia bagi Rakhma adalah bahasa kedua Pengertian bahasa pertama dan
bahasa kedua tidak berhubungan dengan karakteristik suatu bahasa melainkan
berhubungan dengan urutan waktu belajar dan menguasai suatu bahasa seorang anak
secara individual. Oleh karena itu, konsep bahasa pertama dan bahasa kedua bersifat
relatif subyektif, artinya pengertian istilah bahasa pertama dan bahasa kedua itu
berkaitan dengan sorang anak dengan bahasa yang dipelajarinya. Bagi Rakhma bahasa
Jawa adalah bahasa pertamanya dan bahasa Indonesia sebagai bahasa keduanya, tetapi
bagi Edward, seorang anak yang lahir dan dibesarkan di Medan kemudian mengikuti
kedua orang tuanya pindah ke Solo, bahasa Indonesia adalah bahasa pertama karena
sejak usia dini bahasa yang dipelajari dan dikuasai oleh Edward adalah bahasa
Indonesia. Sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa Jawa karena setelah dia
menguasai bahasa Indonesia dia mulai belajar dan menguasai bahasa Jawa karena
bahasa yang digunakan oleh lingkungan tempat tinggalnya yang baru, Solo , adalah
bahasa Jawa. Pemakaian istilah bahasa pertama dan bahasa kedua juga dikaitkan dengan
seberapa kuat penguasaan seorang anak terhadap bahasanya. Pada umumnya
penguasaan bahasa pertama seorang anak lebih kuat jika dibandingkan dengan
penguasaan bahasa keduanya. Namun di dalam kenyataan di masyarakat biasa juga
terjadi penguasaan seseorang terhadap bahasa keduanya lebih kuat dari pada
penguasaan bahasa pertamanya. Kasusnya seperti yang terjadi pada seorang anak
bernama Baiq Sulistiani, seorang anak yang dilahirkan di salah satu desa di Lombok
6

Tengah. Lingkungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya menggunakan bahasa Sasak


untuk berkomunikasi sehari-hari. Dengan sendirinya sejak usia dini Baiq Sulistiani
belajar dan menguasai bahasa Sasak. Oleh karena itu bahasa pertamanya adalah Bahasa
Sasak. Ketika berusia 4 tahun Baiq Sulistiani mengikuti orang tuanya pindah ke
Surabaya. Di lingkungan yang baru, di Surabaya, masyarakat menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Pada awal-awal tinggal di Surabaya keluarga Baiq
Sulistiani masih menggunakan bahasa Sasak untuk berkomunikasi sehari-hari. Tetapi
lama-kelamaan keluarga ini sedikit demi sedikit meninggalkan bahasa Sasak dan beralih
ke bahasa Indonesia. Akhirnya bahasa Sasak ditinggalkan sama sekali oleh keluarga
Baiq Sulistiani dan menggantinya dengan bahasa Indonesia. Sejak awal tiba di Surabaya
Baiq Sulistiani belajar bahasa Indonesia dari lingkungan sekitarnya dari pelajaran
bahasa Indonesia di Sekolah. Jadi bahasa kedua Baiq Sulistiani adalah bahasa
Indonesia. Setelah 8 tahun tinggal di Surabaya, penguasaan bahasa kedua Baiq
Sulistiani jauh lebih kuat dibandingkan dengan penguasaanya terhadap bahasa
pertamanya. Ini disebabkan oleh karena penguasaannya terhadap bahasa Sasak tidak
bisa berkembang dengan tidak adanya pajanan bahasa Sasak baik di lingkuangan
keluarga maupun di masyarkat sekitarnya.
Bahasa pertama disebut juga dengan istilah bahasa ibu (mother tongue). Tidak
dapat dikemukakan dengan pasti secara ilmiah dasar digunakannya istilah bahasa ibu
untuk menyebutkan bahasa pertama. Hal yang mungkin dapat digunakan sebagai dasar
untuk menyebutkan bahasa pertama sebagai bahasa ibu adalah kenyataan bahwa orang
yang paling awal dan dekat hubungannya dengan anak baik secara biologis, fisik,
maupun psikologis adalah ibu. Dari ibulah pertama-tama seorang bayi mendengar dan
belajar bahasa.

1.3 Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi


Istilah bahasa nasional (national language) dan bahasa resmi (official language)
berkaitan dengan status suatu bahasa dalam suatu negara. Penetapan suatu bahasa
menjadi bahasa nasional biasanya berdasarkan pada peranan suatu bahasa dalam sejarah
kehidupan bangsa itu serta berdasarkan kepentingan membangun nasionalisme
(national building) bangsa yang bersangkutan. Sedangkan penetapan suatu bahasa
7

menjadi bahasa resmi di suatu negara biasanya berdasarkan kepentingan politis baik
kepentingan politis dalam rangka melancarkan jalannya pemerintahan di dalam negeri,
maupun kepentingan politis dalam menegakkan eksistensi negara di dunia inter-
nasional. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi
Negara.
Pembahasan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan sebagai Bahasa
Resmi Negara telah dilakukan pada Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselenggarkan pada tanggal 25-28 Februari 1975 di Jakarta. Dalam seminar tersebut
dirumuskan fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional dan
sebagai Bahasa Resmi
Sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
(1) Lambang kebanggaan nasional
(2) Lambang identitas nasional
(3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budayanya
(4) Alat berhubungan antar budaya, antar daerah di Indonesia
Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Resmi Negara, Bahasa Indonesia berfungsi
sebagai berikut.
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun
sebagai Bahasa Resmi sangat penting bagi pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam
menyusun kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia, penyusun kurikulum harus
memperhatikan fungsi-fungsi Bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun
sebagai Bahasa Resmi. Penyusun kurikulum harus menyadari bahwa pembelajaran
bahasa Indonesia tidak hanya mendidik agar siswa mampu berbahasa Indonesia saja,
tetapi lebih dari itu pembelajaran bahasa Indonesia harus menanamkan rasa
8

nasionalisme di kalangan para siswa. pembelajaran bahasa Indonesia harus mampu


membangkitkan rasa cinta dan bangga terhadap Bahasa Indonesia. pembelajaran
bahasa Indonesia juga harus dilaksanakan untuk membina kemampuan siswa
menggunakan Bahasa Indonesia dalam berbagai kepentingan berkomunikasi baik secara
lisan maupun tulis.

1.4 Kurikulum, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP)


Kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran harus benar-benar
dipahami oleh setiap guru, termasuk guru pelajaran bahasa Indonesia. Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru yang professional, guru harus mengetahui,
memahami, dan menguasai kurikulum di lembaga pendidikan tepatnya mengajar.
Dalam pendidikan formal di sekolah kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran dan
isi mata-mata pelajaran itu yang disajikan dalam proses belajar mengajar. Lebih luas
dari pengertian ini, kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar secara formal di sekolah
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian ini dapat dikemukakan
bahwa dalam pembelajaran formal di sekolah kurikulum mempunyai komponen
sebagai berikut.
1. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai masing-masing mata pelajaran.
2. Isi dan bahan pelajaran
3. Pedoman penyelenggaraan pembelajaran
4. Evaluasi
Agar para penyelenggara pendidikan di sekolah dapat senantiasa mempelajari
dan memahami kurikulum serta dapat menggunakannya dalam kegitan pembelajaran ,
kurikulum tersebut harus ditulis dalam suatu dokumen resmi. Guru masing-masing mata
pelajaran harus mempunyai dokumen ini dan menggunakannya sebagai pedoman dalam
mengelola kegiatan pembelajaran mata pelajaran yang diampunya. Kurikulum yang
tertulis yang merupakan dokumen resmi ini sering disebut sebagi kurikulum ideal. Apa
yang dirumuskan dalam kurikulum tersebut adalah suatu kondisi yang terbaik yang
diinginkan untuk diterapkan dalam pembelajaran agar siswa menjadi sumberdaya
9

manusia yang unggul yang mampu menghadapi berbagai tantangan jaman. Namun
dalam realitas pembelajaran mungkin saja apa yang telah dituangkan dalam dokumen
kurikulum tersebut tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini sangat mungkin terjadi
karena adanya berbagai kendala di lapangan, seperti belum terpenuhinya standar
kompetensi guru, sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, kondisi sosial
ekonomi siswa yang tidak mendukung proses pembelajaran dan sebagainya. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran kurikulum yang ideal tersebut mesti
disesuaikan dengan kenyataan aktual di lapangan. Kurikulum yang disesuaikan dengan
kenyataan aktual di lapangan ini sering disebut sebagai kurikulum aktual.
Disamping konsep kurikulum ada konsep silabus. Para pelaksana pendidikan
sering mengacaukan pengertian dua konsep ini. Mereka menyamakan konsep kurikulum
dengan silabus.Tentu penyamaan ini tidak tepat. Silabus adalah rencana pembelajaran
pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/ pembelajaran , kegiatan pembelajaran ,
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Silabus merupakan penjabaran dari kurikulum. Dibandingkan dengan
kurikulum, silabus lebih bersifat operasional. Ada empat pertanyaan pokok yang mesti
diperhatikan dalam menyusun silabus, yaitu (1) kemana arah pembelajaran akan
dilasanakan? Jawaban pertanyaan ini menunjukkan tujuan yang akan dicapai. Tujuan itu
itu dirumuskan dalam kompetensi yang dikuasai oleh siswa. (2) Apa yang kita berikan
kepada siswa agar mereka dapat menguasai kompetensi yang diinginkan? Jawaban
pertanyaan ini menunjukkan bahan atau materi pembelajaran . (3) Bagaimana cara
menyapaikan materi pembelajaran agar siswa menguasainya dan bisa mengusai
kompetensi yang diinginkan? Jawaban pertanyaan ini menunjukkan metode, teknik, dan
media pembelajaran yang dipilih untuk menyajikan materi pelajaran. (4) Bagaimana
cara kita mengetahui bahwa siswa tekah menguasai materi pelajaran dan telah
mennguasai kompetensi yang diinginkan? Jawaban terhadap pertanyaan ini
menunjukkan program evaluasi pembelajaran .
Konsep berikutnya adalah Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana
Pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana mengajar yang berisi prosedur dan
pengorganisasian satu unit materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
10

yang diinginkan. Dalam model KTSP satu unit materi pembelajaran ini dirumuskan
dalam satu kompetensi. Cakupan suatu Rencana pembelajaran paling luas meliputi 1
(satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu)
kali pertemuan atau lebih. RPP memuat seluruh KD, indikator yang akan dicapai,
materi yang akan dipelajari, langkah pembelajaran , waktu, media dan sumber belajar
serta penilaian untuk setiap KD. Ada beberapa istilah yang pernah digunakan untuk
menyebut RPP, antara lain Rencana Pelajaran, Model Satuan Pelajaran, Satuan Acara
Pelajaran, Skenario pembelajaran , Desain pembelajaran , Prosedur Pengembangan
Sistem Instraksional. Istilah-istilah itu mengacu pada pengertian yang sama yaitu
rencana pembelajaran .

1.5 Belajar Bahasa dan pembelajaran Bahasa


Secara konseptual istilah belajar bahasa dan pembelajaran bahasa berhubungan
antara satu dengan yang lain. Keduanya berkaitan dengan upaya menguasai bahasa.
Istilah pembelajaran bahasa mengedepankan arti seluruh proses kegiatan serta
hasilnya yang dilakukan dan dialami oleh pembelajar yaitu orang yang belajar bahasa.
Kegiatan dalam pembelajaran bahasa dirancang dan dilaksanakan sedemikian rupa
agar terjadi proses belajar pada diri pembelajar. pembelajaran bahasa dilaksanakan
secara formal di sekolah dengan program yang telah terstruktur disusun berdasarkan
kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran . Istilah belajar bahasa
(language learning) mengemukakan proses yang dilakukan oleh pembelajar dalam
menguasai bahasa. Proses belajar bahasa itu bisa dilaksanakan secara formal di sekolah
dan bisa dilaksanakan secara informal di masyarakat. Kegiatan informal ini berlangsung
secara alamiah, tanpa ada program yang terstruktur yang khusus disusun untuk itu.
Belajar bahasa yang terjadi secara informal ini sering dihubungkan dengan proses
belajar bahasa yang terjadi pada anak-anak dalam belajar bahasa pertama. Anak-anak
belajar bahasa pertama secara alamiah, terjadi dengan sendirinya dalam pertumbuhan
dan perkembangan mereka. Para ahli psikologi perkembangan memandang bahwa
proses belajar bahasa pertama itu sebagai proses biologis (biological proses)
perkembangan anak menuju kedewasaanya. Beberapa ahli teori belajar bahasa yang
11

sependapat dengan pandangan ini menyebutkan belajar bahasa pertama dengan istilah
language acquisition (pemerolehan bahasa).

2. Kerangka pembelajaran bahasa Indonesia


Agar memperoleh wawasan yang menyeluruh tentang pembelajaran bahasa
Indonesia perlu kiranya memahami kerangka (frame) pembelajaran bahasa Indonesia.
Salah satu sudut pandang untuk melihat dan memahami pembelajaran bahasa
Indonesia secara komprehensif adalah pendekatan sistem. Berdasarkan pandangan ini
pembelajaran bahasa Indonesia dapat dipahami sebagai suatu sistem yang terdiri dari
sejumlah komponen yang saling berhubungan dan bersama-sama mengarah pada tujuan
yang telah ditetapkan. Secara skematis sistem itu dapat digambarkan sebagai berikut

SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL

POLITIK BAHASA KEBIJAKAN PENGELO- BIDANG ILMU YANG LPTK


NASIONAL LAAN PENDIDIKAN RELEVAN:
NASIONAL LINGUISTIK DESKRIPTIF
PSIKOLINGUISTIK
SOSIOLINGUISTIK
TEORI BELAJAR BAHASA
TEORI PEMBELAJARAN
TUJUAN PBI BAHASA

PENDEKATAN, METODE,
DAN TEKNIK PBI

MATERI , MEDIA PBI

EVALUASI
Error:PROSES
Reference
PBI source not found
EVALUASI PBI
GURU BI

SISWA

Skema sistem pembelajaran bahasa Indonesia

2.1 Landasan pembelajaran bahasa Indonesia


Sesuai dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
dan Bahasa Negara, Pembeljajaran Bahasa Indonesia mempunyai landasan ideologi,
politis, dan praktis yang kuat sebagai berikut.
12

a. Sumpah Pemuda tahun 1928


b. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36
c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
e. Undang-Undang Nomor Guru dan Dosen
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Standar Pendidikan
Nasional.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang
pelaksanaan SI dan SKL
Landasan kultural dan sejumlah peraturan perundangan tersebut di atas
memberikan landasan perundangan yang sangat kuat bagi pelaksanaan pembelajaran
bahasa Indonesia. Pernyataan secara eksplisit dalam Sumpah Pemuda 1928 bahwa
“kami poetera dan poeteri Indonesia menjoenjoenng bahasa persatoean bahasa
Indonesia “memberikan dasar ideologis dan politis bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Ideologis dalam arti paham atau keyakinan akan kebenaran yang masuk akal
(commonsensical) yang mendasari dan memberi inspirasi bagi kehidupan. Bahasa
Indonesia sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah keyakinan yang mendasari dan
memberikan inspirasi bagi kehidupan bangsa Indonesia. Sejak Sumpah Pemuda tahun
1928 itu bahasa Indonesia menjadi ideologi kebangsaan Bangsa Indonesia untuk
membangun negara Bangsa Indonesia yang berbudaya dan bermartabat. Pernyataan
secara eksplisit dalam UUD 1945 bahwa “Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia”
memberikan dasar politik yang kuat bagi bahasa Indonesia dan pembelajaran bahasa
Indonesia. Politik dalam arti keberlangsungan kehidupan Negara Indonesia. Bahasa
Indonesia menjadi perangkat politik kehidupan Negara Indonesia. Seluruh tata
administrasi kehidupan Negara Indonesia berlangsung dalam Bahasa Indonesia.
pembelajaran bahasa Indonesia menjaga eksistensi Bahasa Indonesia sehingga tetap
13

menjalankan fungsi politiknya. Sejumlah perundangan yang lain merupakan dasar


kebijakan pelaksanaan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Negara Indonesia
dan merupakan dasar pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.

2.2 Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia


Pada hakikatnya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia meliputi tujuan yang
bersifat ideologis, tujuan yang bersifat politis, dan tujuan yang bersifat praktis. Tujuan
yang bersifat ideologis adalah tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan
dengan penanaman , pengembangan, penguatan, dan pemeliharaan ideologi kebangsaan
Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Sebagaimana dikemukakan dalam butir 3.1
bahasa Indonesia merupakan ideologi kebangsaan Indonesia. Bahasa Indonesia
menyatukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam etnis, budaya, adat istiadat,
bahasa, agama dan keyakinan kedalam satu kesatuan yang kita sebut sebagai Bangsa
Indonesia. Posisi Bahasa Indonesia sebagai ideologi kebangsaan bangsa Indonesia ini
tidak dipunyai oleh bahasa asing dan pembelajaran nya, misalnya Bahasa Inggris,
Bahasa Arab atau bahasa asing lainnya bagi Bangsa Indonesia. Demikian pula posisi
ini tidak dipunyai oleh bahasa-bahasa daerah dan pembelajaran nya di Indonesia.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang bersifat ideologis dimaksudkan untuk
menjaga eksistensi Bahasa Indonesia sebagai ideologi kebangsaan Indonesia tersebut.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang bersifat politis berkaitan dengan posisi
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan untuk menjaga, memelihara, dan
mengembangkan Bahasa Indonesia agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal
sebagai Bahasa Resmi negara. Sebagaimana halnya dengan tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia yang bersifat ideologis, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang
bersifat politis ini juga tidak dipunyai oleh tujuan pembelajaran bahasa asing, misalnya
bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Juga tidak dipunyai oleh tujuan pembelajaran
bahasa daerah.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang bersifat praktis berkaitan dengan
pembinaan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia dalam berbagai kepentingan
berkomunuikasi baik secara transaksional maupun interaksional. Kemampuan berbahasa
14

ini meliputi ketrampilan berbicara, ketrampilan mendengarkan, ketrampilan membaca,


dan ketrampilan menulis, edan ketrampilan bernalar. Penguasaan kelima ketrampilan ini
mesti didukung oleh pengetahuan dan penguasaan sistem Bahasa Indonesia yang
meliputi tata bahasa bahasa Indonesia , diksi dan kosa kata serta ejaan dan tanda baca
bahasa Indonesia. Disamping itu, kemampuan berkomunikasi dalam kelima ketrampilan
berbahasa itu harus didukung pula dengan pengetahuan dan penguasaan fungsi bahasa
dalam berbagai tindak tutur berbahasa Indonesia. Tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia yang bersifat praktis ini berlaku pula bagi pembelajaran bahasa asing dan
bahasa daerah di Indonesia.
Pembahasan tentang tujuan pembelajaran bahasa Indonesia selama ini baik yang
dilakukan dalam berbagai forum seminar dan loka karya maupun yang dituliskan dalam
berbagai berbagai jurnal dan surat kabar hanya tujuan yang bersifat praktis saja.
Walaupun ini tidak salah, tentu pembahasan yang hanya terbatas seperti itu akan bisa
mengakibatkan “terlupakannya” tujuan yang bersifat ideologis dan politis. Jika hal ini
tidak disadarai bukan tidak mungkin pembelajaran bahasa Indonesia yang hanya untuk
kepentingan praktis akan dipinggirkan oleh pembelajaran bahasa asing dengan alasan
nilai praktisnya lebih tinggi pembelajaran bahasa asing dari pada pembelajaran
bahasa Indonesia. Jika hal ini terjadi akibatnya akan meminggirkan Bahasa Indonesia,
melemahkan kedudukannya sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi Negara.
Gejala-gejala ini sudah kelihatan seperti adanya kemunduran kebanggan berbahasa
Indonesia. Akibat selanjutnya adalah makin terkikisnya rasa nasionalisme Bangsa
Indonesia di tengah-tengah kehidupan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Apabila hal ini
terjadi Bangsa Indonesia benar-benar kehilangan identitasnya, kehilangan jati dirinya,
terombang-ambing dalam gelombang globalisasi dimasa sekarang dan di masa-masa
yang akan datang.
2.3 Kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia
Selama kurun hampir 40 tahun sejak tahun 1968 pengembahngan pendidikan di
Indonesia telah menggunakan dan mengganti kurikulum pendidikan nasional sebanyak
6 kali, yakni Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,
Kurikulum 2004, Kurikulum 2006/KTSP. Masih ada lagi Kurikulum Suplemen 1994
yang dikenalkan tahun 1999. Karena berkali-kali ganti kurikulum ini pernah tersebar
15

isu” setiap ganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ganti pula kurikulum pendidikan
di sekolah”. Isu demikian ini seakan-akan memandang bahwa pergantian kurikulum
merupakan hal yang begitu saja dilakukan karena seorang pemimpin pengambil
kebijakan dalam dunia pendidikan menghendaki sesuatu yang baru sehingga mengganti
begitu saja kurikulum. Pandangan demikian tidaklah relevan dengan kepentingan
pengembangan pendidikan.
Perubahan kurikulum pendidikan, termasuk juga kurikulum pembelajaran
bahasa Indonesia, adalah suatu keniscayaan. Kurikulum merupakan landasan, pedoman,
pemberi dan pembimbing arah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru
di sekolah. Dalam pengertian ini, kurikulum merupakan salah satu komponen kegiatan
pendidikan dan pembelajaran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran . Agar
pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat berkembang secara dinamis, kurikulum
yang digunakan juga harus berkembang sesuai dengan tuntuan kehidupan masyarakat
dan perkembangan jaman. Secara umum pengembangan suatu kurikulum dialaksanakan
dengan memperhatikan beberapa pemikiran sebagai berikut.
a. Realitas kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan baik ideologi,
politik, sosial , maupun ekonomi yang selalu berkembang. Pendidikan dan
pembelajaran harus mampu mengakomodasikan kebutuhan tuntutan masyarakat
yang terus berkembang itu.
b. Globalisasi sebagai dampak kemajuan dan perkembangan IPTEK yang sangat
cepat terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi serta kemajuan
dalam didang transportasi.
c. Evaluasi dan kenyataan empiris pendidikan dan pembelajaran yang sedang
berlangsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat .
d. Kebutuhan siswa dalam mengembangkan potensi dan kompetensinya sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologinya.

2.4 Desain pembelajaran bahasa Indonesia


Isu desain perencanaan pembelajaran berkaitan dengan penyajian mata pelajaran
baik secara menyeluruh untuk jangka panjang (seluruh materi yang akan disajikan
16

dalam semester/ tahunan) maupun untuk penyajian jangka pendek (topik yang disajikan
dalam jam-jam pertemuan) dan berkaitan dengan model perencanaan pembelajaran
yang disusun oleh guru. Perencanaan-perencanaan pembelajaran itu harus mempunyai
konsitensi internal terkait dengan kompenen-komponen penting dalam pembelajaran ,
yaitu:
a) Tujuan pembelajaran , baik tujuan umum (goal) maupun tujuan khusus
(objective);
b) Metode, materi, media, dan pengalaman belajar (learning experiences).
c) Evaluasi keberhasilan belajar siswa. (Robert M. Gagne, Leslie J. Brigs, 1989)
Ada berbagai macam model perencanaan pembelajaran yang pernah
disarankan digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pada umunya model-
model itu diperkenalkan dan disarankan digunakan bersama dengan kurikulum yang
digunakan. Misalnya pada waktu digunakan Kurikulum 1975 dipakai perencanaan
pembelajaran model PPSI, pada waktu digunakan Kurikulum 1984 dipakai
perencanaan pembelajaran model MSP, Kurikulum 1994 memperkenalkan model
SP disamping MSP. Kurikulum 2004 memperkenalkan model RPP yang terus
digunakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Model-model
perencanaan pembelajaran itu ada yang menggunakan bentuk uraian adapula yang
menggunakan bentuk metrik. Sehubungan dengan komponen-komponen
perencanaan sebagaimana dikemukakan di atas, model perencanaan pembelajaran
apapun yang digunakan haruslah mampu menjawab tiga pertanyaan sebagi berikut.
a. Kemana saya mengarahan pelajaran ini?
Jawaban pertanyaan ini menyarankan tujuan pembelajaran , kompetensi apa
yang dipunyai oleh siswa setelah selesai mengikuti proses belajar mengajar.
Apabila kita hubungkan dengan KTSP, rumusan tujuan ini diturunkan dari SK
yang telah ditetapkan. Dalam tingkat operasional tujuan ini dirumuskan
berdasarkan KD dan indikator.
b. Bagaimana saya dapat mengarahkan proses pembelajaran ? (bagaimana
mencapai tujuan yang telah ditetapkan)
17

Jawaban pertanyaan ini menyarakan pemilihan metode dan teknik, materi dan
pengalaman belajar siswa yang dimplementasikan serta kondisi pembelajaran
yang diperlukan.
c. Bagaimana saya mengetahui bahwa tujuan pembelajaran sudah tercapai atau
belum? Jawaban pertanyaan ini menyarakan caara-cara mengevaluasi
keberhasilan belajar siswa. (Mager, 1968).
Berikut ini dikemukakan isu-isu sehubungan dengan komponen-komponen
perencanaan pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas.

2.5 Materi Pelajaran Bahasa Indonesia


Secara sosiolinguistis, pada kenyataannya bahasa Indonesia tidaklah satu. Artinya,
Bahasa Indonesia mempunyai bermacam-macam variasi bahasa. Variasi bahasa
berdasarkan daerah/regional pemakaiannya disebut dengan dialek geografis, misalnya
Bahasa Indonesia dialek Jakarta, dialek Ambon, Dialek Menado, dialek Banjar, dialek
Melayu (Sumatra Utara dan Riau) dsb. Variasi bahasa berdasarkan suasana
pemakainnya disebut variasi bahasa baku yang dipakai dalam suasana yang formal dan
variasi bahasa percakapan sehari-hari yang dipakai dalam suasana yang tidak formal.
Variasi bahasa berdasarkan lapisan masyarakat pemakainya disebut variasi-variasi
sosiolek, misalnya bahasa di kalangan lapisan masyarakat bawah, masyarakat
berpendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa berdasarkan jenis/macam pekerjaan kita
disebut register misalnya bahasa yang digunakan di bidang orang-orang yang bekerja di
dunia kedokteran, orang-orang yang bekerja di bidang hukum,dan sebagainya.
Berhubung dengan berbagai macam variasi bahasa tersebut, sebagaimana
direkomendasikan Kongres Bahasa Indonesia IX 28-31 Oktober 2008 yang lalu, bentuk-
bentuk pemakaian Bahasa Indonesia yang kita ajarkan sebagai materi pelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah adalah bentuk-bentuk pemakaian bahasa dari variasi bahasa baku.
Bentuk-bentuk bahasa dari variasi berdasarkan dialek geografi, dialek sosial, register,
tidak diajarkan di kelas. Bentuk-bentuk pemakaian bahasa dari berbagai variasi ini akan
dapat diperoleh siswa dalam berbagai pemakaian bahasa di mayarakatnya.

2.6 Metode dan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia


18

Sejak dekade delapan puluhan orientasi pembelajaran mulai berkembang ke


arah orientasi yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran
yang dikenal dengan sistem belajar siswa aktif (Student Active Learning). Dalam sistem
ini kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered). Siswa diposisikan
sebagai subyek yang melaksanakan proses belajar. Sistem pembelajaran secara
konvensional yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (Teacher Centered)
mulai ditinggalkan. Metode pembelajaran bahasa yang menempatkan siswa sebagai
pusat proses belajar mengajar dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Siswa bersama-sama dengnan guru merencanakan peembelajaran. Dengan
demikian pembelajaran akan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga menjadi
menarik bagi siswa.
b. Siswa sebagai pembelajar senantiasa mengevaluasi dan memonitor kemauan
belajarnya.
c. Belajar kelompok diutamakan, setiap siswa menjadi anggota kelompok dan
belajar berinteraksi satu sama lain baik dengan teman dalam kelompoknya
maupun dari kelompok lain.
d. Siswa bisa menjadi tutor bagi temannya.
e. Siswa belajar dari guru, dari siswa yang lain, dan dari berbagai sumber belajar
lainnya. (Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, 1986).
Disamping sistem pembelajarn yang berorientasi pada aktivitas siswa sebagai
pembelajar, orientasi metode pembelajaran yang berkembang sekarang adalah
pembelajaran yang memberdayakan siswa agar dapat mengembangkan potensinya
untuk membangun dan menemukan sendiri pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan
berbahasanya. Filsafat belajar yang mendasari pemikiran ini adalah filsafat
konstruktivisme. Pendekatan dan metode pembelajaran yang berbasis konstruktivisme
adalah:
a. pendekatan kontekstual
b. pendekatan pendidikan ketrampilan hidup
c. pendekatan cara belajar siswa aktif
d. pendekatan inkuiri
e. pendekatan pemecahan masalah
19

f. pendekatan proses
g. pendekatan pembelajaran otentik
h. pendekatan pembelajaran kooperatif
i. pendekatan berbasis tugas/kerja.
Istilah pendekatan dalam uraian di atas bisa disamakan artinya dengan istilah
metode dan teknik pembelajaran . Beberapa ahli ahli pembelajaran bahasa
membedakan antara pendekatan, metode, dan teknik.
Metode pembelajaran berbahasa berhubungan erat dengan media pembelajaran
karena keberhasilan penggunaan suatu metode sering ditentukan oleh beberapa hal yang
berkaitan dengan media pembelajaran . Hal-hal tersebut antara lain:
a. tersedia atau tidaknya media pembelajaran
b. efektivitas penggunaan
c. kemampuan guru dan siswa menggunakan atau mengoperasikan
d. kemampuan guru mencari, memilih, dan membuat media pembelajaran
e. Pemeliharaan dan perbaikan media pembelajaran jika terjadi kerusakan
Media pembelajaran bahasa Indonesia baik elektronik maupun cetak cukup banyak
tersedia. Hal yang perlu diingat adalah bahwa media pembelajaran tidak selalu dan
tidak harus peralatan yang canggih-canggih seperti laptop, LCD, handicam, dan
sebagainya. Kreativitas guru untuk mencari dan membuat sendiri media pembelajaran
sangat diperlukan dalam pengadaan media.

2.7 Evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia


Evaluasi pembelajaran merupakan bagian integral dari proses pembelajaran .
Artinya setiap program pembelajaran tentu melaksanakan kegiatan evaluasi yang
meliputi evaluasi terhadap implementasi program pembelajaran serta evaluasi hasil
belajar siswa sebagai siswa. Oleh karena itu, karakteristik evaluasi pembelajaran
secara komprehensif berkaitan erat dengnan karakteristik program pembelajaran . Isu-
isu aktual dalam pembelajaran bahasa Indonesia berkaitan dengan evaluasi
pembelajaran antara lain tujuan evaluasi, apa yang dievaluasi, untuk apa evaluasi
dilakukan, kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakuka evaluasi, bagaimana
melakukan evaluasi, dan sebagainya.
20

Sebagaimana dikemukakan dalam uraian pada butir 4, kurikulum pembelajaran


bahasa Indonesia yang digunakan di sekolah sekarang ini adalah KTSP mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum operasional pendidikan yang
disusun oleh masing-masing satuan pendidikan dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kompetensi
(Competence Based Curriclum) dan pendekatan komunikasi (Communicative
Language Teaching). Pendekatan ini mengutamakan proses pembelajaran yang
berpusat pada pembentukan kompetensi komunikasi berbahasa Indonesia. Berdasarkan
SI dan SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia dikembangkan kompetensi dasar (KD)
dan materi pokok mata pelajaran bahasa Indonesia. Ketrampilan Dasar dan materi
pokok tersebut berpusat pada pembentukan kompetensi trampil berbahasa yaitu
trampil berwicara, menyimak, membacas, dan menulis, serta pembentukan kemampuan
bernalar logis dan sistematis dalam berbahasa Indonesia. Implementasi program
pembelajaran beorientasi pada prinsip-prisip konstruktivisme yang mengutamakan
pemberdayaan siswa menguasai kompetensi berkomunikasi berbahasa Indonesia. Frasa
kunci dalam pendekatan penyusunan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia serta
implementasinya dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah kompetensi
berkomunikasi berbahasa Indonesia. Penguasaan kompetensi berkomunikasi
berbahasa Indonesia tersebut menjadi target siswa dan guru dalam proses belajar
mengajar.
Sesuai dengan prinsip penyusunan kurikulum dan proses pembelajaran
sebagaimana dikemukakan di atas, evaluasi yang tepat digunakan untuk pembelajaran
bahasa Indonesia adalah evaluasi otentik yang dikenal dengan Authentic Assessment.
Evaluasi ini mengutamakan pemerolehan data yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan belajar siswa. Kegiatan dan instrumen evaluasi yang digunakan
bermacam-macam antara lain:
a. Hasil karya siswa yang berupa karangan siswa dalam berbagai jenis seperti laporan
pengamatan, ringkasan bacaan, laporan pandangan mata suatu peristiwa, artikel, esei,
cerpen, puisi, dsb.
b. Rekaman unjuk kerja siswa pada waktu belajar baik dalam kelas maupun
dalam kelompok belajarnya seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan,
21

mengemukakan pendapat atau gagasan dalam diskusi kelas/kelompok, menanggapi


pendapat orang lain dalam diskusi kelas/kelompok, berpidato, membaca puisi, dsb.
c. Tes tertulis baik tes formatif maupun sumatif.
d. Penugasan baik tugas individual maupun kelompok.
Data-data yang diperoleh dari berbagai kegiatan evaluasi dengan macam-macam
intrumen tersebut di atas dikumpulkan dan disimpan dalam file masing-masing anak.
Isu aktual yang muncul setiap tahun adalah isu tentang Ujian Akhir Nasional
(UAN). Masalah yang muncul berkaitan dengan UAN ini antara lain adalah sebagai
bererikut.
a. Apakah dengan melaksanakan KTSP sekarang ini masih relevan mengadakan
UN?
b. Siapakah sebenarnya yang tepat melaksanakan UN? Masing-masing daerah
(popinsi, kabupaten, kota) ataukah masing-masing sekolah?
c. Untuk apa dilaksanakan UN?
d. Mata pelajaran apa saja yang di-UN-kan?
e. Bagaimana model dan kualitas soal-soal UN?
f. Bagaimana menentukan batas kelulusannya?
g. Bagaimana penyikapan terhadap hasil UN?
h. Seberapa luas materi pelajaran yang di-UN-kan?
Disamping masalah-masalah di atas, UN untuk mata pelajaran bahasa Indonesia
masih ada bebarapa masalah lagi antara lain sebagai berikut.
a. Dapatkah seluruh aspek kompetensi berbahasa Indonesia di-UN-kan?
Selama
ini hanya aspek kemampuan membaca saja yang diujikan.
b. Apakah model soal pilihan ganda seperti yang selama ini digunakan UN
memadai untuk menguji kompetensi berbahasa Indonesia?
Polemik mengenai masalah-masalah di atas terus berkembang. Masing-masing pihak
yang setuju dan yang tidak setuju mengemukakan argumentasi masing-masing.
Argumentasi-argumentasi ada yang berdasar pada alasan formal dengan menyebutkan
peraturan perundangan yang berlaku, ada yang berdasar pada alasan-alsan akademik,
ada yang berdasar pada alasan-alasan praktis terkait dengan dana.
22

Terlepas dari polemik yang terus berkembang mengenai UN tersebut di atas,


kegiatan evaluasi itu sendiri tetap merupakan kegiatan yang harus dikerjakan oleh guru.
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia harus menguasai teori evaluasi bahasa, mampu
menyusun berbagai macam instrument evaluasi, mampu melaksanakn evaluasi baik
formatif maupun sumatif, mengolah hasil evaluasi dan memanfaatkannya bagi
peningkatan pelaksanaan tugasnya.

2.8 Tentang Guru Bahasa Indonesia


Kiranya kita sepakat bahwa guru adalah sosok yang sangat penting perannya
dalam proses belajar mengajar. Guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang
pendidikan sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Lebih-lebih
pada proses belajar mengajar Bahasa Indonesia. Kurikulum apapun yang digunakan,
model perencanaan pembelajaran apapun (instruction design) yang digunakan,
metode, teknik dan media pembelajaran apapun yang digunakan untuk menyajikan
pelajaran, keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran sangat ditentukan oleh
guru. Dalam proses belajar mengajar secara tradisional guru adalah segala-galanya di
kelasnya. Artinya gurulah yang aktif dan yang merupakan pusat proses belajar
mengajar. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru adalah model pengguna bahasa
bagi murid-muridnya. Guru yang menyusun skenario pembelajaran serta sebagai
sumber belajar di kelasnya. Walaupun pengelolaan proses belajar mengajar secara
konvensional yang berpusat pada guru saat sekarang ini telah ditinggalkan dan bergeser
kearah pengelolaan proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa, guru tetap
merupakan sosok yang sangat strategis perannya dalam pengelolaan proses belajar
mengajar. Dalam pengelolaan proses belajar mengajar Bahasa Indonesia sekarang ini
guru Bahasa Indonesia berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, peneliti,
pendorong kreativitas dan pengembang wawasan para siswa, pengevaluasi proses dan
hasil belajar siswa, model pengguna Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta
menjadi sumber belajar (walaupun bukan satu-satunya seumber belajar) bagi murid-
muridnya. Berhubung dengan perannya yang sangat penting ini, guru Bahasa Indonesia
dituntut agar menjadi guru yang profesional. Untuk itu sebagaimana dikemukakan
23

dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 “Guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak-anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”. Dalam Bab IV Pasal
8 dikemukakan bawa”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmanai dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikann nasional”. Selanjutnya dalam Bab III, Pasal 7 disebutkan bahwa
“Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofersionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesonalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Demikianlah hendaknya guru dan dosen yang professional, termasuk guru dan dosen
pelajaran Bahasa Indonesia. Namun pertanyaan yang senantiasa timbul adalah
bagaimakah kondisi guru-guru kita sekarang ini? Jawaban pertanyaan ini berkaitan
dengan isu yang telah tersebar luas bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan dan pembelajaran di Indonesia adalah kurang atau rendahnya
kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya. Dikatakan sebagian besar guru-guru
kita, termasuk guru Bahasa Indonesia kurang profesional. Mereka kurang menguasai
materi isi substansi pelajaran yang dibinanya, kurang menguasai bagaimana cara-cara
24

mengajar menarik dan menyenangkan, dan cenderung terbelenggu rutinitas yang


monoton dalam melaksanakan tugasnya. Kondisi guru seperti itu antara lain
disebabkan oleh riwayat dan latar belakang pendidikannya. Banyak guru yang kurang
memperoleh pendidikan yang layak sebagai bekal untuk melaksanakan tugasnya.
Mutu lembaga-lembaga pendidikan guru tempat mereka menempuh pendidikan serta
proses pembelajaran /perkuliahnnya sangat memprihatinkan. Ada juga di antara para
guru yang kurang professional itu sejak awal sebenarnya kurang berminat menjadi
guru. Mereka terpaksa masuk lembaga pendidikan guru (LPTK) karena berbagai
alasan misalnya ketidakmampuan secara akademik untuk masuk ke pendidikan non
guru, keterbatasan biaya/ekonomi lemah, daripada tidak melanjutkan sekolah,
mengikuti kehendak orang tua, dan sebagainya. Karena hal-hal tersebut, masuk ke
LPTK bagi mereka bukanlah pilihan pertama. Oleh karena itu input LPTK sebenarnya
bukanlah lulusaan terbaik dari sekolah menengah. Alhamdulillah kondisi seperti itu
pada tahun-tahun terkahir ini sudah mulai berubah. Semakin besarnya kuota
pengangkatan guru baru menjadi PNS, kesempatan untuk memperoleh pendidikan
lanjut bagi para guru baik studi di dalam maupun di luar negeri, serta peningkatan
kesejahteraan guru yang selalu diupayakan oleh Pemerintah menjadikan guru sebagai
profesi yang diminati. Kualitas akademik calon mahasiswa yang ingin masuk LPTK
sebagaimana tercermin dalam hasil SPMB/UMPTN semakin baik.

2.9 Lingkungan Masyarakat Lingungan Masyarakat

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


Bagian III Pasal 8 menyebutkan bahwa ” Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” .Pasal ini
tegas sekali menyatakan hak masyarakat untuk ikut dalam penyelenggaraan pendidikan.
Konsekwensi dari hak ini adalah adanya tanggung jawab masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan memang merupakan kebutuhan setiap orang
kapan pun dan dimanapun. Dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan hak asasi
manusia. Pendidikan menjadikan manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Oleh
karena itu, agar menjadi bangsa yang bermartabat bangsa tersebut harus menempatkan
pedidikan sebagai prioritas utama dalam pengembangan bangsa. Pendidikan yang
25

merupakan hak asasi manusia sebagaimana dikemukakan di atas disadari benar oleh
bangsa dan negara Indonesia. Dalam UUD 1945, Bab XIII Pasal 31 dinyatakan sebagai
berikut.

(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;


(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdasakan bangsa yang ditatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh
persen anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional;
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.
Dalam pasal-pasal di atas jelas sekali tugas dan kewajiban negara dalam
penyelenggaraan pendidikan. Namun, masalah-masalah pendidikan tidak bisa hanya
diserahkan penyelesaiannya kepada pemerintah saja. Pendidikan adalah juga tanggung
jawab keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu masalah-masalah pendidikan juga
merupakan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Untuk merealisakian tanggung
jawab ini telah diatur meknisme pembentukan lembaga-lembaga masyarakat yang
memikirkan keterlibatan masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan yaitu Dewan
Pendidikan di tingkat Kabupaten /Kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan
pendidikan. Pembentukan lembaga-lembaga ini merupakan realisasi UU RI No.25 tahun
2000 tentang Progam Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004. Keberadaan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini telah mengacu kepada undang-undang
nomor 25 tahun 2000 tentang Progam Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-
2004, dan sebagai implementasi dari undang-undang tersebut telah diterbitkan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002
tentang dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
26

2.10 Sarana dan Prasarana


Berbagai media baik cetak maupun elektronik sering memuat berita atau
menayangkan kondisi sarana dan prasaran pendidikan di tanah air yang sangat
memprihatinkan. Berita tentang gedung sekolah yang roboh karena dimakan usia dan
tak pernah mendapatkan perbaikan yang berarti, ruang kelas yang jebol karena
bangunannya telah lapuk, bangku-bangku atau kursi tempat duduk yang telah reot, dan
sarana-sarana pendidikan lain yang keadaannya tidak layak lagi hampir setiap hari
dimuat atau ditayangkan di TV. Apa yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad
dalam puisinya pada waktu memperingati hari guru menggambarkan betapa
memilukannya dunia pendidikan di tanah air kita terutama dilihat dari tersedianya
sarana dan prasarana pendidikan. Kondisi bangunan sekolah serta sarana belajar yang
memprihatinkan itu sangat bertentangan dengan niat pemerintah untuk meningkatkan
layanan pendidikan kepada masyarakat, serta keinginan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi putera-puteranya. Usaha untuk meningkatkan sarana dan
prasarana sekolah memang sudah dilaksanakan oleh pemerintah. Masyarakan juga telah
ikut pula memikirkannya. Tetapi apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah dan
masyarakat ini masih belum bisa berarti banyak dalam memperbaikai sarana dan
prasarana pendidikan tersebut. Alasan yang dikemukakan selalu berkaitan dana. Dana
yang trersedia belum mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk membiayai
pembangunan dan perbaikan gedung sekolah dan kebutuhan sarana pendidikan yang
lain.
Pemerintah memang sudah berusaha mengatasi masalah sarana dan prasarana
pendidikan kita dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Stadar
Nasional Pendidikan. Disebutkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 8 bahwa
standar sarana prasarana adalah standar naqsional pendidikan yang berkaitan mriteria
minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta
sumber belajar yang lain, yang duperlukaqn untuk menunjang proses pembelajaran ,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.Selanjutnya dalam Bab VII
Standar Sarana dan Prasarana dikemukakan sebagai berikut.
27

(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produkasi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan unthjuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Diharapkan dengan telah dikeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur
standar sarana dan prasarana tersebut, perencanaan, pengadaan , pemeliharan sarana dan
prasarana pendidikan dapat benar-benar dilakukan. Harapan ini bukan harapan yang
hampa karena mulai Tahuan Anggaran 2009 pemerintah Indonesia mengalokasikan
20% dari APBN dan APBD untuk bidang pendidikan. Apabila ini benar-benar terealisir
tentu alasan kekurangan dana tidak relevan lagi untuk dijadikan alasan terabaikannya
sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia.

BAB II
LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
28

Dalam bab ini akan dikemukakan pembahasan tentang bagaimana peranan


Linguistik dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk itu pertama-tama akan
dikemukakan selintas uraian tentang hakikat Linguistik dan perkembangannya dari
waktu ke waktu serta perkembangan lingustik Indonesia. Berikutnya akan dibahas
hubungan antara Linguistik dan pembelajajaran bahasa serta manfaatnya bagi
pembelajaran bahasa Indonesia. Selanjutnya, akan dibahas perlunya para guru bahasa
Indonesia memahami konsep-konsep tersebut untuk meningkatkan kompetensinya
sebagai guru Bahasa Indonesia yang profesional.

1. Hakikat Linguistik dan Perkembangannya

1.1.Hakikat Linguistik

Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman suatu istilah khusus dalam suatu
bidang ilmu adalah dengan melihat maknanya di dalam kamus, terutama kamus khusus
dalam bidang ilmu yang bersangkutan. Disamping itu, untuk memperdalam dan
memperluas pengertian yang diperoleh dapat pula digunakan kamus umum. Tentunya
kamus-kamus yang digunakan mestilah kamus-kamus yang mempunyai kredibiltas
yang tinggi yang secara luas telah dikenal dikalangan bidang ilmu yang bersangkutan.
Dalam Dictionary of Language and Linguistics (1976) yang disusun oleh R.R.K.
Hartmann, M.A.,D.Comm.,Transl.Dip. dan F.C. Stirk, M.A.,Ph.D. pengertian
linbguistik dikemukakan sebagai berikut.

The field of study the subyect of which is language. Linguist study


language as man’s ability to communicate, as individual expression,
as the common heritage of a speech community, as spoken sound, as
written text, etc. Such different approaches to language have in fact
led to the development of linguistics school and theoretical model,
each with it’s own techniques and method of observing, classifying
and explaining the facts of human speech. The major branches of
lingnuistics knowledge include phonology, grammar (morphology and
syntax) and lexicography. General Linguistics or Theoretical
Linguistics provides the theoreticasl concepts and apparatus and
common framework for, descriptive, historical, comparative,
empirical and other types of linguistics studies, including
dialectology. The term Linguistics Science is use to incoperate the
above as well as phonetics and semantic.
29

Hal-hal pokok yang dikemukakan dalam pengertian di atas adalah sebagai beerikut.
a. Linguistik adalah suatu bidang ilmu yang subyek kajiannya bahasa. Subyek disini
dalam arti obyek yang dikaji.
b. Dalam mengkaji bahasa tersebut para ahli ilmu bahasa (linguist) mempelajari
bahasa sebagai kemampuan manusia untuk berkomunikasi, sebagai ekspresi
individual, sebagai warisan bersama suatu masyarakat bahasa, sebagai teks lisan
maupun tulis, dan sebagainya;
c. Ada berbagai pendekatan terhadap bahasa. Keadaan ini menyebabkan adanya
berbagai aliran Linguistik yang berkembang, masing-masing dengan teknik dan
metodologi observasi bahasa, klasifikasi dan penjelasan terhadap bahasa;
c. Cabang-cabang utama Linguistik adalah fonologi, grammar atau tata bahasa yang
terdiri dari morfologi dan sintaksis, dan leksikologi;
d. Linguistik Umum atau disebut juga Linguistik Teoritis memberikan konsep-konsep
teoritis dan apparatus/perangkat alat dan kerangka umum untuk linnguistik
deskriptif, Linguistik historis, linguistic komparatif, dan berbagai macam studi
Linguistik yang lain, termasuk dialektologi.Untuk menyebut berbagai hal di atas
termasuk kedalamnya juga fonetik dan semantik digunakan istilah Linguistic
Sciences.
Selanjutnya dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), Linguistik
didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of
grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include
sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational
linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Hal pokok yang dikemukakan dalam pengertian Linguistik dalam kamus di atas adalah
bahwa Linguistik adalah:
a.Studi atau kajian tentang bahasa dan strukturnya. Termasuk ke dalam struktur bahasa
itu adalah tatabahasa (grammar), tatakalimat (syntax), dan fonetik (phonetics).
b. Cabang-cabang Linguistik yang spesifik adalah SosioLinguistik, Dialektologi,
PsikoLinguistik, Linguistik Komputasional, Linbguistik Komparatif, dan Linguistik
Struktural
30

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah disebutkan


bahwa Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah, dalam arti bahwa
Linguistik mempunyai objek kajian (ontologis) yang jelas, yaitu bahasa “alamiah” yang
digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam kajiannya Linguistik menggunakan metode ilmiah (epistemologis) dalam
menentukan sumber datanya, mengupulkan dan menganalisis data, serta merumuskan
temuan-temuannya. Linguaistik mengemukakan bahwa siapapun yang berkepentingan
bisa mengambil manfaat (aksiologis) temuan-temuannya. Istilah Linguistik untuk
menyebut ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah itu baru dikenal pada
pertengahan abad 19. Sebelum itu istilah yang digunakan adalah filologi (philology).
Kajian yang banyak dilakukan pada masa itu adalah sejarah bahasa dan tradisi
kesastraan, dan perbandingan bahasa. Pada pertengahan abad 18 telah digunakan istilah
linguist yang berarti orang yang belajar bahasa.
Adalah suatu kenyataan bahwa sebagai makhluk sosial manusia senantiasa hidup
bersama-sama dalam suatu komunitas masyarakat manusia. Kehidupan bersama itu
dijalin melalui komunikasi antara individu-individu anggotanya dengan menggunakan
berbagai media komunikasi. Ada beberapa macam media untuk berkomunikasi seperti
bahasa, isyarat dengan bunyi-bunyian, cahaya, simbol-simbol dengan menggunaan
berbagai seperti dedaunan, bunga-bungaan dan sebagainya. Di antara media-media
komunikasi itu yang paling efektif adalah bahasa. Demikian pentingnya bahasa dalam
masyarakat manusia sehingga dapat dikatakan bahwa suatu masyarakat manusia tidak
akan ada tanpa bahasa. Sebaliknya dapat pula dikatakan bahwa bahasa itu ada bila ada
masyarakat manusia yang menggunakannya.
Sejak awal perkembangannya, para ahli ilmu bahasa (linguist) berhadapan
dengan beberapa pertanyaan yang mendasar, seperti: Apakah hakikat bahasa itu?
Apakah bahasa itu hanya dimiliki oleh manusia ataukah juga dimiliki oleh makhluk-
makhluk lain? Mengapa begitu banyak bahasa di dunia ini? Adakah aspek-aspek bahasa
yang bersifat universal? Bagaimana kaidah-kaidah bahasa digunakan oleh pemakai
suatu bahasa? Bagaimana mereka bisa mengatahui dan menguasai kaidah-kaidah
tersebut? Bagaimana manusia memperoleh kemampuan menggunakan bahasanya?
Adakah hubungan antara bahasa dengan pikiran? Bagaimana hubungan antara struktur
31

bahasa dengan bagaimana kita berpikir tentang dunia di sekitar kita? Para linguist
mengkaji bahasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Berdasarkan jawab-jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut secara garis
besar kita dapat membedakan antara Linguistik yang berfokus pada kajian tentang
struktur bahasa dan tata bahasa (linguistic structure and grammar) dan Linguistik
berfokus pada bidang-bidang kajian yang bersifat nonLinguistik (nonlinguistic factors).
Secara garis besar kita juga dapat membedakan bidang-bidang kajian Linguistik
menjadi tiga subbidang, yaitu (1) Linguistik yang mengkaji bentuk-bentuk atau struktur
bahasa (study of language forms), (2) linguisti yang mengkaji makna dalam bahasa
(study of language meaning), dan (3) Linguistik yang mengkaji pemakaian bahasa
dalam konteks (language in context).
Subbidang Linguistik pertama yang mengkaji struktur bahasa. fokus kajiannya
adalah pada kenyataan bahwa dalam menggunakan bahasanya, masyarakat pemakai
bahasa selalu mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasanya. Hasil kajian terhadap
struktur bahasa ini adalah deskripsi sistem kaidah atau tata bahasa (grammar) bahasa
tersebut. Kajian yang mendalam terhadap sistem kaidah bahasa telah melahirkan
cabang-cabang Linguistik berikut. Fonologi (phonology), kajian tentang segala hal
yang berkaitan dengan bunyi bahasa. Kajian ini meliputi fonetik (phonetic) yang
mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan oleh alat-alat ucap (articulator)
dan fonemik (phonemic) yang mempelajari bagaimana bunyi-bunyi itu bisa
membedakan arti. Morfologi (morphology), kajian tentang struktur internal kata dan
pembentukan kata. Sintaksis (syntax), kajian tentang penyusunan kalimat.
Subbidang Linguistik yang kedua (study of language meaning) mengkaji makna
dalam bahasa. Berbahasa dalam berkomunikasi bukan hanya mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa dalam struktur tertentu sesuai dengan kaidahnya, melainkan juga menyampaikan
sesuatu yang berkaitan dengan realita dunia. Berbahasa juga berkaitan dengan
bagaimana pemakai bahasa menggunakan struktur logika berpikir dalam menyampaikan
suatu maksud. Hal-hal inilah yang menjadi fokus kajian subbidang Linguistik yang
kedua. Studi yang mendalam terhadap makna dalam bahasa telah melahirkan cabang
Linguistik: Semantik (semantics) yang mengkaji makna kata (lexical meaning), mana
dalam kombinasi kata atau frasa (phraseology), dan makna dalam kalimat (meaning of
32

sentence) Subbidang Linguistik yang ketiga mengkaji makna dalam konteks (language
in context). Pemakain bahasa selalu terjadi dalam konteks tertentu. Unsur-unsur
konteks pemakain bahasa itu adalah: penutur-mitra tutur serta hubungannya, tempat,
waktu, topik tuturan, dan suasana. Fokus kajian subbidang Linguistik yang ketiga
adalah proses bagaimana makna tuturan itu disimpulkan dari konteks pemakaian
bahasa. Studi yang mendalam mengenai hal ini melahirkan cabang Linguistik
Pragmatik (pragmatics) yang mengkaji bagaimana tuturan-tuturan digunakan dalam
tindak berbahasa dan peranan konteks serta pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
nonlinuistik dalam penyampaian makna komunikasi.
Bidang-bidang kajian Linguistik juga bisa dibedakan berdasarkan keluasan
bahasa yang menjadi obyek kajiannya. Pertama adalah Linguistik Umum (general
linguistics) yang mengkaji bahasa secara universal, yaitu bahasa manusia. Pada
dasarnya makhluk manusia mempunyai ciri-ciri fisik maupun psikis yang sama. Dilihat
dari fisiknya manusia mempunyai anatomi tubuh dan anggota badan yang sama.
Berkaitan dengan bahasa, semua manusia mempunyai mulut, hidung beserta perangkat
alat-alat ucap (articulator) seperti dua buah bibir, gigi, lidah, tekak, anak tekak,
kerongkongan. Dengan articulator ini setiap manusia yang normal bisa menghasilkan
bunyi-bunyi bahasa. Disamping sebagai articulator, hidung dan mulut dengan perangkat
alat di dalamnya itu, sebenarnya mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Disamping
mempunyai anatomi tubuh dan anggota badan yang sama, semua manusia mempunyai
psikis (mental) dengan aspek-aspek yang sama, yaitu pikiran, perasaan, dan
kemauan/keinginan. Oleh adanya kesamaan ciri-ciri fisik dan psikis ini maka dapat
dikaji adanya ciri dan perangkat bahasa yang bersifat universal yang menunjukkan
kesamaan-kesamaan misalnya, kesamaan pada kaidah-kaidah sistematika struktur,
sistem tata bunyi, sistem tata pembentukan kata, sistem tata penyusunan kalimat, sistem
pengaturan lambang kebahasaan dan tata makna. Uversalitas kaidah sistematika struktur
bahasa dan sistem semiotika serta pengaturan tata kalimat disebabkan oleh eksistensi
bahasa sebagai suatu sistem tanda yang khas. Sedangkan universalitas ciri-ciri semantik
disebabkan oleh adanya keutuhan kondisi dunia yang obyektif, serta adanya refleksi
tentang keduniawian dalam kesadaran manusia, dan transformasi keduniawian ke dalam
praktek-kehidupan sosial yang nyata. Universalitas dalam tata kalimat disebabkan oleh
33

adanya tujuan berbahasa, yaitu menyajikan tujuan berkomunikasi yang menentukan


fitur-fitur umum struktur tuturan dalam semua bahasa. Universalitas dalam sistem tata
bunyi disebabkan terutama oleh struktur dan fungsi alat-alat ucap yang sama pada
semua manusia.
Bidang Linguistik yang kedua berdasarkan keluasan bahasa yang dikajinya
adalah Linguistik Khusus, yang mengkaji satu bahasa tertentu serta perwujudannya
dalam tuturan. Berbeda dengan Linguistik Umum yang mengkaji adanya ciri-ciri
properti bahasa yang menunjukkan adanya kesamaan pada semua bahasa, Linguistik
Khusus ini mengkaji kekhasan pada properti suatu bahasa. Dari hasil kajiannya dapat
dikemukakan bahwa setiap bahasa menunjukkan adanya kekhasan kaidah-kaidah
fonetik, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan stilistikanya. Penentuan bahasa
nasional dan sejarah bahasa didasarkan pada adanya kekhasan kaidah-kaidah fonetik,
semantik, sintaksis, leksikon, dan stilistika tersebut.
Dalam perkembangnnya, Linguistik tidak hanya mengkaji masalah-masalah
kebahasaan saja, melainkan juga masalah-masalah yang bersifat nonlinnguistik
(nonlinguistic factors) namun berkaitan dengan bahasa. Kajian ini telah melahirkan
cabang-cabang Linguistik sebagi berikut.
 Linguistik Terapan (Applied linguistic) yang mengkaji isu-isu yang terkait
dengan hahasa, seperti politik kebahasaan, perencanaan bahasa, dan
pembelajaran bahasa.
 BioLinguistik (BioLinguistik) yang mengkaji sistem komunikasi pada binatang
baik yang alamiah, maupun pembelajaran manusiahasil pada binatang.
 Linguistik Klinis (Clinical linguistic) yang mengaplikasikan teori-teori Linguistik
pada bidang patologi bahasa.
 Linguistik Komputasi (Computational linguistic) yang mengkaji implementasi
komputasi pada struktur bahasa.
 Linguistik Perkembangan (Developmental linguistic) yang mengkaji perkem-
bangan kemampuan berbahasa pada individu, terutama pemerolehan bahasa pada
masa anak-anak.
 Linguistik Evolusi (Evolusionary linguistics) yang mengkaji asal dan perkem-
bangan bahasa pada manusia
34

 Linguistik Historis (Historical linguistics) disebut juga Linguistik Diakronis yang


mengkaji perubahan bahasa sepanjang waktu.
 Geografi bahasa (Language geography) yang mengkaji distribusi geografis dan
fitur-fitur bahasa.
 Tipologi Linguistik (Linguistics typology) yang mengkaji properti-properti yang
umum pada bahasa-bahasa yang tidak berhubungan yang mungkin bisa mem-
berikan bukti-bukti yang cukup akan adanya kemampuan berbahasa yang
bersifat “innate” (bawaan genetika) pada manusia.
 NeuroLinguistik (Neurolinguistics) yang mengkaji struktur dalam otak manusia
yang mendasari tatabahasa dan komunikasi.
 PsikoLinguistik (Psycholinguistics) yang mengkaji proses kognitif dan repre-
sentasi yang mendasari pemakaian bahasa.
 SosioLinguistik (Sociolinguistics) yang mengkaji variasi bahasa dan hubung-
annya dengan faktor-faktor sosial.
 Stilistika (Stylistics) yang mengkaji factor-faktor linguistic menempatkan waca-
na dalam konteks.
Berdasarkan kajian-kajian yang dilaksanakan para linguist baik yang berfokus
pada kajian tentang struktur bahasa dan tata bahasa (linguistic structure and grammar)
maupun Linguistik yang berfokus pada bidang-bidang kajian yang bersifat non-
Linguistik (nonlinguistic factors), kita dapat mengelompokkan cabang-cabang
Linguistik sebagsi berikut.
1. Cabang Linguistik yang mengkaji struktur internal bahasa itu sendiri, disebut
mikroLinguistik (microlinguistics) yang meliputi fonologi terdiri dari fonetik dan
fonemik, grammar terdiri dari morfologi dan sintaksis, leksikologi, semantik,
stilistika dan tipologi.
2. Cabang Linguistik yang mengkaji sejarah perkembangan bahasa yang melputi
sejarah bahasa, sejarah perbandingan tata bahasa (grammar), dan etimologi.
3. Cabang Linguistik yang mengkaji fungsi bahasa dalam masyarakat, atau meta-
Linguistik (metalinguistics) yang meliputi dialektologi, geografi Linguistik, dan
sosioLinguistik.
35

4. Cabang Linguistik yang bersifat interdisipliner yang meliputi psikoLinguistik,


sosioLinguistik, dan neuroLinguistik.

1.2 Selintas Perkembangan Linguistik


Sejarah perkembangan Linguistik secara garis besar dapat dilihat dalam dua
periode, yaitu periode klasik dan periode modern. Linguistik pada masa periode klasik
telah dikerjakan oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan diberbagai belahan dunia yaitu di Cina,
India, dan di Yunani Romawi jauh sebelum Masehi. Di Cina, kegiatan Linguistik telah
dikerjakan sejak jaman dinasti Han (kiran-kira 3000 tahun SM). Pada jaman itu ilmu
filologi klasik Cina yang dikenal dengan Xiaoxue memperkenalkan 3 bidang studi
filologi yaitu Xungu bidang yang mempelajari “exegesis”, Wenzi kegiatan analisis
naskah, dan Yinyun yang mempelajari perihal bunyi dalam bahasa. Pqada jaman itu juga
telah disusun kamus bahasa Cina yang disebut Shuowenzi yang merupakan kamus yang
pertama bahasa Cina. Pada jamannya kamus ini merupakan kamus yang praktis dan
banyak diikuti oleh ahli-ahli kamus pada jaman-jaman berikutnya. Pada jaman dinasti
Han juga diperkenalkan studi tentang dialek yang disebut Fangyan, dan studi etimologi
yang dikenal dengan Shiming. Pada jaman Cina klasik ini juga telah diperkenalkan
kajian tentang hubungan antara ming (kata /nama) dengan realitas. Aliran yang disebut
Ming Jia (kira-kira tahun 479-221 SM) mengemukakan bahwa kata atau nama mengacu
pada tiga kenyataan, yaitu kata yang mengacu pada kenyataan universal (kuda, gunung,
pohon), kata yang mengacu pada eksistensi individual (Abdulah, I Made Gosong,
Anastasia Baan), dan kata yang mengacu pada hal-hal yang tidak terbatasi (barang,
keperluan, alat-alat). Studi filologi pada jaman Cina Klasik mencapai puncak
kejayannnya pada jaman dinasti Qing. Ahli filologi yang terkenal pada jaman itu
adalahy Duan Yucai dan Wang Niansun. Namun, ahli filologi Cina Klasik yang terbesar
adalah Zhang Binglin peletak dasar-dasar linguistic Cina modern. Linguistik Cina
modern dimulai pada abad 19 dengan dihasilkannya tata bahasa Cina modern yang
disusun dengan model tata bahasa Latin (bersifat preskriptif ) oleh Ma Jianzhong.
Tokoh-tokoh Linguistik Cina modern yang lain adalah Y.R. Chao, Luo Chyangpei, Li
Funggui, dan Wang Li.
36

Kegiatan Linguistik klasik di India telah dikerjakan kira-kira 1200 tahun SM. Pada
masa-masa awalnya kegiatan ini didorong oleh kepentingan untuk membacakan dan
menginterpretasikan teks Veda secara benar. Pada waktu itu performansi lisan teks
Veda distandarisasi dan disajikan pada upacara-upacara ritual keagamaan. Untuk
kepentingan kegiatan itu juga dikerjakan pemisahan dan penguraian gabungan kata-kata
dalam bahasa Sanskrta ke dalam kata-kata, stem, unit-unit fonetik. Kegiatan ini
memberikan dorongan bagi perkembangan morfologi dan fonetik. Melalui
perkembangan beberapa decade kemudian, pada kira-kira 600 tahun SM disusun alfabet
Brahmi yang sistematis. Dalam bidang semantic ahli tata bahasa Sanskrta awal,
Sakatayana, kira-kira 500 tahun SM mengemukakan bahwa verba (kata kerja)
representasi secara ontologis kategori-kategori awal dan bahwa semua nouns (kata
benda) secara etimologis diturunkan dari tindakan. Kemudian, Yaska, seorang ahli
etimologi mengemukakan bahwa makna melekat pada kalimat dan bahwa makna kata
ditentukan dari pemakaiannya dalam kalimat. Ia juga mengemukakan adanya 4 kategori
kata, yaitu nouns, verba, pre-verba dan partikel/dalam variasi-variasi. Ahli tata bahasa
yang lain, Panini, menyangkal pendapat Yaska bahwa kalimat itu yang utama dalam
menentukan makna kata. Panini mengemukakan tata bahasa untuk menyusun semantik
dari akar morfofonemik. Dengan mentranscanding teks-teks ritual untuk memikirkan
bahasa dalam kehidupan sebahari-hari, Panini menggolongkan seperangkat kaidah
aphoristic (semacam syair atau kalimat pendek yang puitis, berisi pesan-pesan/ajaran)
yang komprehensif dari kira-kira 4000 kaidah, yaitu:
 Memasukkan semantik struktur argument verba ke dalam peranan tematik;
 Menggunakan kaidah-kaidah morfofonemik untuk menyusun bentuk verba dan
bentuk nomina, yang 7 kasus (case)-nya disebut karaka untuk menyusun morfologi.
 Mengambil struktur morfologis dan memikirkan proses fonologis untuk memperoleh
bentuk fonologi yang final. Aliran Panini juga memberikan daftar 2000 akar verba
yang membentuk obyek dengan menerapkan ketiga kaidah tersebut, daftar bunyi-
bunyii bahasa, dan daftar 260 kata yang tidak ditrurunkan dari kaidah.
Setelah Panini, masih ada beberapa ahli Linguistik klasik India yang
mengemukakan berbagai tinjauan terhadap karya Panini. Hasil kajian ahli-ahli ini telah
memperkaya khasanah Linguistik klasik India. Dalam perkembangan Linguistik modern
37

di Eropa banyak ahli bahasa yang mempelajari pikiran-pikiran para ahli Linguistik lasik
India, terutama pikiran-pikiran Panini.
Linguistik klasik di Eropa dikerjakan di Yunani dan Romawi kira-kira abad 5 SM
dengan tokoh-tokohnya yang utama Plato, Aristoteles, Socrates. Pada masa klasik ini
studi bahasa masih merupakan bagian dari filsafat. Persoalan mendasar yang menjadi
perdebatan di antara ahli-ahli filsafat pada masa itu adalah hakekat dan asal-usul bahasa.
Perdebatan mengenai hal ini banyak dikemukakan dalam karya-karya awal Plato.
Masalah mendasar yang diperdebatkan adalah apakah bahasa itu buatan manusia
semacam sosial artefak, ataukah asal usul bahasa itu bersifat supernatural dalam arti
bahwa bahasa bukan hasil rekayasa manusia sepenuhnya . Dalam bukunya yang
berjudul Cratylus, Plato menyatakan pandangannya yang bersifat naturalistik menganai
asal usul bahasa. Menurut Plato bahasa itu muncul dalam proses natural, bersifat
independent dari pemakainya. Bahasa itu adalah physe , sesuai dengan realitas yang
nyata dalam kehidupan manusia. Pandangannya ini didasarkan pada proses gabungan
kata. Makna keseluruhan gabungan kata itu biasanya berhubungan dengan makna
unsur-unsurnya, walaupun pada akhirnya Plato juga mengakui adanya sedikit peranan
konvensi. Pandangan Plato mengenai hakikat bahasa itu melahirkan aliran naturalism.
Tokoh yang lain, Aristoteles mengemukakan pandangan tentang asal usul makna
yang berbeda dengan pandangan Plato. Aristoteles mendukung pandangan bahwa asal-
usul makna kata itu adalah konvensional. Menurut Arisroteles, bahasa adalah thesei ,
sesuatu yang tidak sesuai atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope. Bahasa
itu bersifat arbitraris. Pandangan Aristoteles mengenai hakikat bahasa ini melahirkan
aliran konvensionalis. Dalam bukunya yang berjudul Categories, Aristoteles
menjelaskan apa yang dimaksud dengan sinonim atau kata-kata univocal, apa yang
dimaksud dengan homonim atau kata-kata equivocal, apa yang dimaksud dengan
paronim atau kata-kata dominative (kata-kata yang menunjukkan adanya kekuasaan).
Berdasarkan strukurnya, Aristoteles membedakan dua jenis kata, yaitu kata-kata yang
tidak dibentuk dalam komposisi atau struktur tertentu (meja, kursi, rumah, pergi,
merah, beli, dsb) dan kata-kata yang dibentuk dalam komposisi atau struktur (kuda itu
berlari kencang, orang berkelai, dsb.) Selanjutnya, dalam bukunya berjudul de
Interpretatiore, Aristoteles menganalisis kategori proposisi dan menarik satu seri
38

kesimpulan dasar tentang isu-isu yang selalu timbul dalam mengklasifikasi dan
menentukan bentuk-bentuk Linguistik dasar, seperti term-term sederhana dan proposisi,
kata benda (nouns) dan kata kerja (verb), negasi, jumlah proposisi yang sederhana,
penelitian mengenai penghilangan tengah (excluded middle), dan peneltitian tentang
proposisi modal.
Konsep-konsep Linguistik klasik Yunani yang lain dikemukakan oleh kaum
Stoics, kira-kira 4 abad SM. Mereka mengkaji tata bahasa fonetik dan etimologi sebagai
level kajian yang berbeda. Dalam bidang fonetik dan fonologi berhasil menentukan
artikulator untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Dikemukakan juga bahwa
silabel/suku kata (syllable) merupakan struktur yang penting dalam memahami
organisasi tuturan. Salah satu hal yang sangat penting yang dikemukakan oleh kaum
Stoics dalam studi bahasa adalah definisi istilah-istilah (terms) tanda-tanda Linguistik
(linguistics sign terms) yang ternyata kemudian diadopsi oleh Ferdinand de Sassure
(seorang tokoh dalam Linguistik modern) seperti istilah “signifiant” dan “signifie”.
Disamping tokoh-tokoh Yunani klasik dan kaum Stoic sebagaimana
dikemukakan di atas, dalam Linguistik klasik Yunani masih ada aliran lain lagi yaitu
aliran Alexandrian yang juga banyak mengemukakan konsep-konsep Linguistik yang
pengaruhnya masih dirasakan dalam perkembangan linguistic modern. Di antaranya
adalah konsep tentang jenis kata (part of speech). Ahli-ahli tata bahasa aliran
Alexandrian mengkaji bunyi-bunyi bahasa dan prosodi dan berhasil mendefinisikan
jenis kata beserta maknanya, seperti nouns, verba, ajectiva, numeral, dan sebagainya.
Mereka juga mengemukakan peranan analogi dalam bahasa. Menurut kaum
Alexandrian bahasa dan terutama morfologi didasarkan pada analogi atau paradigma.
Salah seorang tokoh Alexandrian yang penting adalah Dionysius Thrax yang menyusun
buku tata bahasa Tekhne grammatike, kira-kira 100 tahun SM. Dalam tata bahasa
tersebut dikemukakan uraian tentang 8 jenis kata serta uraian yang mendetil tentang
morfologi, struktur kasus (case structures), pungtuasi, dan prosodi bahasa Yunani.
Linguistik modern mulai berkembang di Eropa kira-kira mulai permulaan abad
19. Studi yang dilaksanakan masih dalam perspektif filologi dengan kajian Linguistik
secara diakronis. Awal berkembangnya Linguistik modern itu ditandai dengan
munculnya beberapa ahli ilmu bahasa, seperti Jacob Grim yang menemukan pergeseran
39

konsonan dalam pengucapan, yang diterkenal dengan Hukum Grimm (1822); Karl
Verner yang membuat Hukum Verner; August Schleicher yang menyusun “pohon
kekerabatan bahasa”, dan Johannes Schmidt yang mengembangkan teori gelombang
kekerabatan bahasa pada tahun 1872. Disamping pengaruh dari beberapa ahli bahasa
dengan gagasan-gagasannya sebagaimana dikemukakan, kebangkitan Linguistik
modern di Eropa juga karena pengaruh yang besar buku The Sanskrit Language oleh
Sir William Jones (1786). Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa ada persamaan
antara bahasa Sanskrta dan bahasa Persian dengan bahasa Yunani, Latin, Ghotic, dan
Celtic. Berdasarkan pandangan William Jones ini kemudian berkembang linguistic
komparatif. Dalam abad 19 kegiatan Linguistik di Eropa banyak didominasi oleh
Linguistik komparatif yang mengkaji bahasa-bahasa Indo-Eropa untuk menemukan
akar-akar yang sama/umum (common roots) di antara bahasa-bahasa itu serta
mempelajari perkembangannya. Pada tahun 1870 ahli-ahli bahasa Neogrammarian
berhasil mengemukakan teori untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara bahasa
berdasarkan metode komparatif. Berdasarkan teori ini, bahasa-bahasa di dunia dapat
dikelompokkan kedalam rumpun-rumpun bahasa sebagai berikut.
1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik rumpun-
rumpun bahasa sebagai berikut., Slavis, Roman Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia,
Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
40

Ahli bahasa yang sangat besar pengaruhnya dalam Linguistik modern adalah Ferdinand
de Saussure. Gagasan-gagasan Ferdinand de Saussure yang disampaikan dalam kuliah-
kuliahnya disusun oleh para mahasiswanya dalam sebuah buku yang berjudul Cours de
linguitique generate diterbitkan pada tahun 1916 setelah Ferdinand de Saussure
meninggal. Menurut de Saussure obyek studi linnguistik haruslah bahasa itu sendiri ,
bukan fakta-fakta sejarah, bukan psikologi, bukan sosiologi yang dikaitkan dengan
bahasa. Studi Linguistik harus dilaksanakan secara sinkronis tidak dilaksanakan secara
diakronis dengan perspektif filologis seperti dilaksanakan oleh ahli-ahli ilmu bahasa
klasik. Pandangan Ferdinand de Saussure inilah yang merupakan dasar ilmu bahasa
struktural yang berkembang sejak awal abad 20. Berkembangnya gagasan Linguistik
structural pada awal abad 20 tersebut tidak lepas dari “mainstream structural-ism”pada
masa itu yang berkembang dalam berbagai bidang ilmu antara lain psikologi (gestalt
psychology), teori sastra dan seni (formal method).Dasar-dasar Linguistik struktural
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dengan cepat mendapat tanggapan yang
baik dari para ahli di berbagai negara di Eropa bahkan juga di Amerika. Di Rusia
berkembang aliran Kazan yang dipelopori oleh N.V. Krushevski dan I.A. Baudoin de
Courtena. Di Swis murid-murid Ferdinand de Saussure, antara lain Meillet, C. Bally, S.
O. Kartsevskii, terus mengembangkan pikiran-pikiran gurunya. Di Cekoslowakia pada
tahun 1920-an, berkembang linguistic aliran Praha (Prague Linguiastics School) dengan
tokoh-tokohnya antara lain N.S. Trubetskoi, Roman Jakobson, J. Vachek. Agak berbeda
dengan pandangan Linguistik yang berkembang di awal abad 20 pada waktu itu yaitu
struktural deskriptif, tokoh-tokoh aliran Praha ini masih banyak dipengeruhi oleh tradisi
kajian filologi Eropa. Dua hal yang penting dikemukakan oleh aliran Praha. Pertama
bahwa bahasa adalah sistem dari sistem, artinya bahasa merupakan suatu sistem yang di
dalamnya terdapat sejumlah element pendukung sistem tersebut. Elemen tersebut juga
merupakan suatu sistem yang didukung oleh sejumlah unsur pula. Keseluruan sistem
bahasa berkembang secara dinamis. Kedua, yang merupakan prestasi utama aliran
Praha ini adalah penyusunan teori fonologi. Pada tahun 1930-an pusat kajian Linguistik
struktural di Eropa bergeser dari Praha ke Kopenhagen (Denmark) dengan Aliran
Kopenhagen(Copenhagen School) dengan tokoh-tokohnya antara lain L.Hjelmslev,
V.Brondal. dan H.Uldall. Salah satu topik penting yang dikaji aliarn Kopenhagen ini
41

adalah topik tentang universal grammar. Mereka mengembangkan dasar-dasar teori


untuk memecahkan problema universal grammar. Hal yang penting juga dikemukakan
oleh aliran Kopenhagen ini adalah pandangannya bahasa itu merupakan sistem
hubungan-hubungan yang sesungguhnya (system of pure relations). Pandangannya
tentang universal grammar ini menarik perhatian linguist-linguist generasi berikutnya,
antara lain Noam Chomsky.
Linguistik Struktural di Amerika mulai berkembang pada permulaan aba 20,
dengan diterbitkannya jurnal ilmiah dalam bidang Linguistik yang berjudul
International Journal of American Linguistics pada tahun 1917. Tokoh-tokoh Linguist
Amerika pada masa itu antara lain F.Boas, E. Sapir, L. Bloomfield. Mereka meneliti
bahasa-bahasa Indian dan berhasil mendeskripsikan sistem fonem, morfem, struktur
kalimat bahasa-bahasa tersebut. Franz Boas (1858-1942) bersama dengan ahli-ahli
Linguistik yang lain berhasil menerbitkan buku Handbook of American Indian
Languages pada tahun 1922 Berdasarkan hasil studi bahasa-bahasa Indian Amerika
yang dijadikan obyek penelitiannya, di dalam buku tersebut F.Boaz mengemukakan
uraian tentang struktur bahasa Indian dalam hal fonetik, kategori semantik, serta proses
gramatikal dalam mengungkapkan makna.
Pada tahun 1921 E.Sapir menerbitkan bukunya yang berjudul Language. Buku
tersebut merupakan hasil dari penelitian lapangan dengan data-data yang melimpah
tentang bahasa Indian dan dikerjakan dengan sangat brilian. Pada tahun 1933
Bloomfield menerbitkan buku yang juga berjudul Language. Buku ini merupakan buku
yang pertama-tama menyajikan secara sistematis uraian tentang pendekatan deskriptif
yang baru dan menjadi rujukan yang standar bagi generasi linguist berikutnya sampai
sekarang. Bloomfield juga mengemukakan pandangannya bahwa berbahasa itu
merupakan perilaku manusia yang yang berlangsung dalam proses jalinan antara
stimulus dan respon sebagaimana yang terjadi pada proses berperilaku yang lain pada
diri manusia. Pandangan Bloomfield ini jelas sejalan dengan psikologi
behaviorisme.Penelitian Bloomfield dan kaum bloomfieldian (para pegikut pandangan –
pandangann Bloomfield dalam ilmu bahasa) dilakukan berdasarkan kenyataan fakta-
fakta struktur bahasa yang diteliti itu sendiri. Oleh karena itu kaum bloomfieldian
disebut juga kaum strukturalis. Lebih dari 20 tahun pandangan behaviorisme struturalis
42

dalam bahasa yang dikemukakan oleh Bloomfield ini tidak saja mewarnai
perkembangan Linguistik tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembelajaran bahasa.
Pada tahun 1951 salah seorang murid E.Sapir bernama Z.Harris menerapkan teori
struktural kedalam analisis segmen bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Methods in
Structural Linguistics (1951). Z. Harris mencoba menghubungkan struktur morfologis,
sintaksis, dan wacana seperti yang dikerjakan kaum strukturalis dalam analisis
fonologis. Z.Harris adalah linguist yang pertama kali mengemukakan studi analisis
wacana (discourse analysis) yang sekarang telah berkembang sebagai salah satu cabang
Linguistik terapan. Analisis wacana yang dikemukakaan Z. Harris masih terbatas pada
mengkaji hubungan struktur antar unsur dalam discourse saja.
Perkembangan Linguistik pada tahun 1950-an yang penting adalah lahirnya teori
tranformasi yang dikemukakan oleh Noams Chomsky sebagaimana dikemukakan dalam
bukunya yang berjudul Syntactic Structure, terbit pada tahun 1957. Dasar utama kajian
teori transformasi ada pada tataran kalimat. Menurut N. Chomsky setiap kalimat
mempunyai dua tataran, yaitu tataran wujud struktur permukaan (surface structure) dan
wujud tataran struktur dalam (deep structure). Struktur dalam suatu kalimat adalah
dasar kalimat tersebut dan disebut sebagai kalimat dasar atau kalimat inti (kernel
sentence). Struktur luar merupakan wujud tuturan secara fisik yang dapat didengar bila
diucapkan dan dapat dibaca apabila dituliskan. Struktur luar tidak selalu sama dengan
struk dalam karena adanya proses transformasi. Karena itu adanya proses transformasi
tersebut maka dapat dibedakan dua wujud kalimat yaitu kalimat dasar atau kalimat inti
dan kalimat transformasi. Teori transformasi ini mendapat kritikan dari berbagai linguist
pada masa itu. N. Chomsky kemudian memperbaikinya sebagaimana dikemukakan
dalam bukunya yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax , terbit pada tahun 1965.
Teori transformasi versi perbaikan ini disebut sebagai standard theory. Dalam
perkembangan berikutnya, pada tahun 1968 N. Chomsky mengemukakan teori extended
standard theory yang merupakan pengembangan dari standard theory. N. Chomsky
terus mengembangkan teorinya. Pada tahun 1970 terbit bnukunya berjudul Generative
Semantics. Pada tahun 1980 N. Chomsky mengemukakan teorinya yang disebut
government and binding theory.
43

Disamping Linguistik yang mengkaji substansi bahasa itu sendiri, baik secara
makro (makroLinguistik, mengkaji secara menyeluruh struktur bahasa) maupun secara
mikro( mikroLinguistik, mengkaji salah satu aspek struktur bahasa), pada awal abad 20
juga mulai berkembang Linguistik interdipliner antara lain SosioLinguistik dan
PsikoLinguistik. SosioLinguistik adalah cabang Linguistik interdisipliner antara
Sosiologi dan Linguistik. Cabang Linguistik ini mengkaji pengaruh semua aspek
kehidupan masyarakat (termasuk di dalamnya antara lain norma-norma budaya, struktur
masyarakat, lapisan masyarakat berdasarkan kekuatan ekonominya, dan sebagainya)
terhadap cara-cara penggunaan bahasa dan sebaliknya pengaruh penggunaan bahasa
terhadap masyarakat. Hal-hal yang yang dikaji antara lain mengenai variasi bahasa yang
terjadi antar kelompok masyarakat yang dipisahkan oleh variable-variabel sosial, antara
lain ethnis, agama, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender dan sebagainya.
SosioLinguistik juga mengkaji variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor geografi
(dialek) dan yang disebabkan variasi lapisan masyarakat (sosiolek). Istilah
SosioLinguistik pertama kali digunakan oleh Thomas Callan Hodson dalam makalah
yang ditulisnya pada tahun 1939. Disamping istilah SosioLinguistik, digunakan juga
istilah Sosiologi Bahasa (Sociology of Language). Dalam berbagai hal SosioLinguistik
saling tumpang tindih dengan kajian Pragmatik. Secara historis studi Sosiolingistik
berhubungan erat dengan Linguistik Antropologi. SosioLinguistik mulai berkembang
pada tahun 1960-an, dengan tokoh-tokohnya antara lain Fishman, Willianm Labov,
Basil Bernstein, Roger T. Bell. Di antara tokoh-tokoh ini William Labov dipandang
sebagai pendiri SosioLinguistik.
Cabang Linguistik interdisipliner yang lain adalah PsikoLinguistik yang
merupakan interdisiplin antara Psikologi dan Linguistik. Cabang Linguistik ini
mengkaji faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia
menguasai, menggunakan dan memahami bahasa. Cakupan kajiannya meliputi proses
kognitif yang memungkinkan pemakai bahasa menyusun kalimat-kalimat yang
gramatikal dari kosa kata dan struktur gramatika bahasanya, juga proses yang
memungkinkan pemakaian bahasa memahami tuturan, kata-kata, dan sebagainya.
Proses kognitif ini berkaitan dengan proses menghubungkan makna dengan lambang-
lambang bunyi dan proses memahami piranti gramatikal untuk menyusun kalimat.
44

PsikoLinguistik juga mempelajari proses belajar bahasa pada anak-anak pada waktu
mereka belajar menguasai bahasa pertamanya serta mengkaji proses belajar bahasa
kedua pada orang dewasa. Ada dua aliran psikologi yang mendasari kajian
PsikoLinguistik. Pertama, aliran psikologi Behaviorisme yang memandang berbahasa
adalah perilaku yang terbangun melalui proses “conditioning” dalam jalinan stimulus-
respon. Tokoh aliran ini adalah B.F. Skinner yang menerbitkan bukunya berjudul
Verbal Behavior (1957). Kedua, aliran mentalis yang memandang bahwa manusia
mempunyai kemampuan secara “innate” untuk menguasai bahasa. Kemampuan yang
bersifat “innate” ini merupakan akses untuk masuk ke dalam apa yang disebut sebagai
“universal grammar” sehingga setiap manusia dapat menguasai bahasanya. Teori
“innate” dikemukakan oleh Noam Chomsky dalam artikelnya yang dimuat dalam jurnal
Language pada tahun 1959. Dalam artikel tersebut Noam Chomsky mengeritik
pandangan B.F. Skinner dalam Verbal Behavior. Teori “innate” sendiri juga mendapat
kritikan daril ahli-ahli ilmu bahasa yang lain.

2.Perkembangan Linguistik Indonesia


Berdasarkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, secara
garis besar Linguistik Indonesia dapat kita pilah menjadi dua dekade, yaitu dekade
sebelum Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan dekade sesudahnya. Dipilihnya
Sumpah Pemuda tahun 1928 sebagai titik pemisah perkembangan Linguistik Indonesia
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Sumpah Pemuda tahun 1928 tersebut
merupakan peristiwa yang sangat penting bagi bahasa Indonesia yaitu diikrarkannya
bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Dalam kongres tersebut dibahas berbagai hal
yang berkaitan dengan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia (Hindia
Belanda). Dengan pemisahan ini dapat dilihat bagaimana perkembangan Linguistik
Indonesia secara luas. Sumpah Pemuda yang salah satu ikrarnya menyatakan bahwa
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dapat
dipandang sebagai lahirnya bahasa Indonesia.
Idealnya pemisahan masa waktu perkembangan Linguistik didasarkan pada
peristiwa-peristiwa tentang kegiatan Linguistik itu sendiri. Misalnya mulai
dikembangkannya teori Linguistik tertentu; adanya berbagai kegiatan
45

ilmiah( penelitian, seminar-seminar, penulisan berbagai artikel yang dimuat dalam


jurnal, dan sebagainya) berkaitan dengan pro dan kontra terhadap pandangan teoritis
tertentu; diterbitkannya buku yang memuat teori baru hasil dari suatu penelitian yang
mendorong lahirnya aliran Linguistik yang baru; diterbitkannya buku-buku pelajaran
bahasa yang didasarkkan pada teori Linguistik tertentu. Dalam melihat perkembangan
Linguistik di Indonesia yang dikemukakan dalam buku ini dasar pemisahan tersebut
tidak sepenuhnya digunakan karena tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi Linguistik
di Indonesia.

1.3.1 Lingusitik Indonesia Sebelum Sumpah Pemuda


Sebagaimana diketahui bahwa Bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu yang
merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Melayu pada masa
kolonialisme Belanda mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena perannya
sebagai “bahasa resmi” yang digunakan Pemerintah Kolonial Belanda berhubungan
dengan raja-raja di Hindia Belanda pada waktu itu. Bahasa Melayu juga digunakan
untuk kepentingan birokrasi pemerintahan Hindia Belanda dalam berhubungan dengan
rakyat pribumi. Disamping sebagai bahasa birokrasi bahasa Melayu pada masa itu juga
menjadi bahasa perhubungan dalam dunia perdagangan (lingua franca) antar suku-suku
bangsa di Hindia Belanda, sehingga penyebaran bahasa Melayu hampir merata di
daerah-daerah yang merupakan pusat-pusat perdagangan pada jaman itu. Peranan
bahasa Melayu sebagai bahasa birokrasi pemerintah Hindia Belanda dan sebagai bahasa
perdagangan ini mendorong perlunya orang belajar bahasa Melayu.
Kepentingan pembelajaran bahasa Melayu inilah yang mendorong lahirnya
kegiatan Linguistik di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu. Kegiatan Linguistik
yang dilaksanakan bukanlah kegiatan penelitian bahasa atau pengkajian terhadap teori
Linguistik tertentu, melainkan kegiatan kebahasaan untuk kepentingan pembelajaran
bahasa Melayu. Kegiatan yang paling banyak dilaksanakan adalah penyusunan buku
tata bahasa (grammar) bahasa Melayu. Pada tahun 1653 disusun buku tata bahasa
Melayu yang pertama berjudul “Grond ofte Kort Berichvan de Malaysche Tale, Vervat
in Rwee Deelen : Het eerste handelende van de letters ende Haren aenhangh, Het
Andere, van de Deelen eener Redene” oleh Joanes Roman. Buku tata bahasa ini disusun
46

berdasarkan teori tata bahasa tradisional yang bersumber dari tata bahasa Yunani Latin
sebagaimana yang ditulis oleh Dionysius Thrax dalam bukunya Tekhne grammatike,
kira-kira 100 tahun SM. Dalam tata bahasa tersebut dikemukakan uraian tentang jenis
kata dalam bahasa Yunani Latin. Joanes Roman menerapkan penjenisan kata bahasa
Yunani Latin ini untuk mendeskripsikan jenis kata bahasa Melayu. Istilah-istilah dalam
bahasa Yunani Latin dicarikan padanannya dalam bahasa Belanda. Menurut Joanes
Roman jenis kata dalam bahasa Melayu adalah (1) namen atau benda, (2)voornamen
atau kata ganti, (3) woorden atau kata kerja, (4) bijwoorden atau kata keterangan, (5)
voorzettingen atau kata depan, (6) koppelingen atau kata sambung, dan (7) inwurpen
atau kata seru (Kridalaksana, 2002:4). Pada tahun 1736 George Henrik Werendly
menerbitkan bukunya berjudul Maleische Spraakkunstst. Sebagaimana halnya dengan
Joanes Roman, George Henrik Werndly juga menggunakan dasar-dasar tata bahasa
Yunani Latin dalam menyusun bukunya tersebut. Berikutnya, pada tahun 1812 William
Marsden menerbitkan buku tata bahasa yang berjudul A Grammar of the Malay
Language. Pada tahun 1852 John Crawfurd menerbitkan bukunya berjudul A Grammar
and Dictionary of the Malay Language. Sebagaimana disebutkan dalam judulnya, buku
tersebut merupakan gabungan kamus bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu. Pada
tahun 1857, Raja Ali Haji, seorang bangsawan Melayu yang juga seorang budayawan
dan sastrawan Melayu yang terkenal menerbitkan bukunya berjudul Bustanul Katibin
dan segera disusul penerbitan bukunya yang kedua berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa
pada tahun 1859. Dua buah buku tersebut menarik karena disusun oleh “pemilik”
bahasa dan budaya Melayu sendiri. Selanjutnya pada tahun 1882 J.J. de Hollander
menerbitkan bukunya berjudul Handleiding bij de Boefening der Maleische Taal en
Letterkunde.Tujuh tahun kemudian Gert van Wijk menerbitkan buku berjudul
Spraakleer der Maleische Taal. Pada tahun 1910 Koewatin Sasrasoeganda menerbitkan
bukunya berjudul Kitab jang Menjatakan Djalan Bahasa Melajoe yang disusun
berdasarkan buku van Wijk berjudul Spraakleer der Maleiche Taal terbit tahun 1889.
Buku Kitab yang Menyatakan Djalan Bahasa Melajoe ini merupakan buku tata bahasa
pendidikan yang banyak digunakan sebagai acuan dan sumber bahan pembelajaran
bahasa Malayu pada waktu itu. Sebagaimana buku-buku tata bahasa Melayu yang sudah
diterbitkan sebelumnya buku Koewatin Sasrasoeganda ini juga disusun berdasarkan
47

tradisi Linguistik Yunani Latin. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa
Melayu oleh Ch van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan
Moh. Taib Sultan Ibrahim dengan menggunakan ortografi Latin. Sebelumnya ejaan
yang digunakan untuk menulislkan naskah-naskah bahasa Melayu adalah ejaan huruf
Arab Jawi. Pada tahun 1915 Ch. Van Ophujsen menerbitkan buku berjudul Maleische
Spraakhunst . Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Melayu oleh T.W. Kamil dengan
judul “Tata Bahasa Melayu”. dan merupakan buku panduan bagi pemakai bahasa
Melayu pada masa itu. Pada tahun 1914 R.O. Winsted menerbitkan buku berjudul
Malay Grammar.

1.3.2 Linguistik Indonesia Sesudah Sumpah Pemuda


Beberapa tahun kemudian setelah terbitnya berbagai buku tata bahasa Melayu
oleh para ahli bahasa Melayu baik orang Belanda maupun pribumi, tepatnya pada
tanggal 28 Oktober 1928 dideklarasikan Sumpah Pemuda oleh tokoh-tokoh pemuda
pergerakan nasional Indonesia. Pernyataan Sumpah Pemuda itu sebagaimana naskah
aslinya ditulis dengan ejaan Van Ophujsen adalah sebagai berikut ;
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe,
tanah Indonesia.
Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa
Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa
Indonesia.
Sumpah Pemuda tanggal 28 0ktober 1928 sesungguhnya adalah peristiwa
politik, yaitu politik perjuangan para pemuda, tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan
Indonesia dalam berjuang membebaskan diri dari belenggu kolonialis pada masa itu.
Tiga pernyataan dalam Sumpah Pemuda tersebut memberikan jiwa nasionalisme kepada
bangsa Indonesia pada masa-masa awal kebangkitannya. Walaupun bukan merupakan
peristiwa Linguistik, namun isi Sumpah Pemuda, terutama sumpah nomor 3 yang
48

mengikrarkan bahasa persatuan di kalangan pemuda dan umumnya (Bangsa Indonesia)


merupakan pemicu semangat untuk mengembangkan bahasa Indonesia. Semangat
Sumpah Pemuda inilah yang mendorong berbagai kegiatan kebahasaan di Indonesia,
antara lain diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo pada
tahun 1935. Dalam kongres tersebut dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa
Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia (Hindia Belanda). Salah satu
keputusan kongres yang penting adalah pengakuan bahwa bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu. Pengakuan ini memang berdasarkan kenyataan sejarah dan kenyataan
empiris bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Namun dalam
perkembangannya kemudian bahasa Indonesia memperoleh berbagai pengaruh dari
bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan dari bahasa-bahasa Asing sehingga bahasa
Indonesia sekarang ini tidak sama dengan bahasa Melayu. Peristiwa yang sangat penting
dalam perkembangan bahasa Indonesia setelah Kongres Bahasa di Solo adalah
ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 saat disahkannya UUD 1945 sebagai Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Resmi ini dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36.
Setelah Konggres Bahasa Indonesia di Solo itu kegiatan kebahasaan di Indonesia
masih diwarnai oleh kegiatan penulisan buku tata Bahasa Indonesia, baik oleh penulis-
penulis Indonesia (orang Indonesia) maupun penulis asing (orang Belanda). Hal yang
menarik adalah bahwa penulis buku-buku tersebut selalu menyebutkan dalam judul
bahwa buku yang dituliskan itu adalah buku tata Bahasa Indonesia. Pada tahun 1942
Soetan Moehammad Zain menerbitkan bukunya berjudul Djalan Bahasa Indonesia
yang segera disusul oleh penerbitan buku B.R. Motik berjudul Ilmu Saraf Indonesia
pada tahun 1944. Selanjutnya pada tahun 1946 diterbitkan buku Tatabahasa Indonesia
oleh Husain Munaf. Penulis buku tatabahasa Indonesia berikutnya adalah Sutan Takdir
Alisyahbana (STA). Bukunya berjudul Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia 1
diterbitkan pada tahun 1949 dan Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia 2 terbit pada tahun
1950. Dua buah buku STA ini sangat luas penyebarannya dan dapat diprediksikan
sangat besar pengaruhnya dalam dunia pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini terbukti
dari berulang-ulangnya buku tersebut dicetak ulang. Sampai dengan awal 1970-an buku
49

tersebut telah dicetak ulang lebih dari 20 kali dan pada tahun 1970 buku Tatabahasa
Baru Bahasa Indonesia 1, telah dicetak ulang ke 30 kali. Sampai dengan tahun 1976
buku itu dicetak ulang yang ke 40 kali. Sedangkan buku Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia 2, sampai dengan tahun 1970, dicetak ulang yang ke 26, dan pada tahun 1978
dicetak ulang yang ke 28. Sementara itu ada dua buah buku tatabahasa Indonesia yang
disusun oleh sarjana Belanda, yaitu Beknopte Grammatica van de Bahasa
Indonesia,yang disusun oleh Fokker diterbitkan tahun 1950 dan buku Tatabahasa
Indonesia yang disusun oleh C.A. Mees diterbitkan tahun 1953. Ada juga buku
tatabahasa Indonesia yang ditulis bersama oleh orang Indonesia dan Belanda, yaitu buku
Tatabahasa Indonesia I, II, oleh Poedjawijatna dan Zoetmulder, terbit tahun 1955.
Masih ada lagi buku tatabahasa Indonesia yang penting disebutkan yaitu buku Kaidah
Bahasa Indonesia I, II yang disusun oleh Slamet Muljana, terbit tahun 1956.
Pada tahun 1960-an kegiatan penelitian bahasa, penulisan karya-karya ilmiah
tentang kebahasaan mulai dilaksanakan oleh para ahli bahasa Indonesia. Samsuri
meneliti sistem fonologi bahasa Jawa serta ejaannya. Hasil penelitiannya dipublikasikan
pada tahun 1960. Pada tahun itu juga TW Kamil dan Sugeng Sukarso menulis karya
ilmiah tentang morfem-morfem produktif. Pada tahun 1964 Ramlan menulis artikel
tentang Immediate Constituent Analysis. Pada tahun 1964 itu pula Ramlan menerbitkan
bukunya berjudul Morfologi. Buku yang khusus membahas pembentukan kata dalam
bahasa Indonesia ini mendapat sambutan yang baik dari kalangan pendidikan, terbukti
sampai dengan tahun 1979 buku ini dicetak ulang 7 kali. Pada tahun 1970 Gorys Keraf
menerbitkan bukunya berjudul Tatabahasa Indonesia: Untuk Sekolah Lanjutan Atas.
Buku tatabahasa pendidikan ini juga segera mendapat sambutan yang luas dari kalangan
pendidikan, terbukti sampai awal tahun 1980-an buku ini mengalami cetak ulang
beberapa kali.
Memasuki tahun 1970-an kegiatan Linguistik Indonesia semakin semarak berkat
peranan yang sangat besar Pusat Bahasa suatu lembaga pemerintah di bawah
Kementerian Pendidikan Nasional yang bertugas dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Berbagai penelitian bahasa dan penelitian sastra
disponsori oleh Pusat Bahasa. Objek penelitiannya bukan hanya bahasa Indonesia saja,
melainkan juga bahasa-bahasa daerah di seluruh Indonesia misalnya penelitian
50

Fonologi Bahasa Karo (1972), Morfologi Bahasa Simalungun (1972), Sintaksis Bahasa
Simalungun (1977) oleh H.G. Tarigan. Penelitian-penelitian semacam ini masih terus
dilaksanakan pada dekade tahun 1980-an. Sementara itu dalam dekade tahun 1970-an
itu masih berkembang pula pemikiran-pemikiran penyusunan tatabahasa Indonesia.
Kegiatan yang penting berkaitan dengan penyusunan tatabahasa Indonesia ini antara
lain Lokakarya Penyusunan Tatabahasa Indonesia pada tanggal 11-15 November 1975
di Bandung. Lokakarya tersebut menghasilkan buku Pedoman Penulisan Tatabahasa
Indonesia. Masih membahas soal tatabahasa Indonesia, pada tanggal 20 Oktober 1979
diselenggarakan simposium tata bahasa tentang kata majemuk.
Disamping penelitian-penelitian bahasa, ada dua peristiwa yang penting dalam
perkembangan Linguistik Indonesia terjadi pada waktu itu. Pertama, didirikannya
organisasi Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) pada tanggal 15 November 1975.
Organisasi ini merupakan wadah bagi para ahli bahasa dan pemerhati masalah-masalah
kebahasaan di Indonesia. Kehadirian MLI mendapat sambutan yang baik sekali dari
kalangan bahasawan di Indonesia. Ini terbukti dalam waktu yang singkat segera berdiri
47 cabang MLI di seluruh Indonesia tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia
mulai dari Unsyah Kuala di Banda Aceh sampai di Universitas Cenderawasi di Papua.
Melalui MLI para ahli bahasa Indonesia menyampaikan dan mendiskusikan hasil-hasil
penelitiannya, pemikiran-pemikirannya tentang masalah-masalah kebahasaan di
Indonesia. Untuk itu MLI menyelenggarakan Kongres Linguistik Nasional setiap tiga
tahun sejak tahun 1982. Melalui Musyawarah Nasional MLI yang diselenggarakan di
Surakarta pada tanggal 5 September 2007 KLN yang semula diadakan tiga tahun sekali
diperpendek menjadi dua tahun sekali. Untuk mendorong para anggota MLI
melaksanakan penelitian, menulis artikel, dan meningkatkan komunikasi ilmiah baik di
kalangan MLI maupun yang lain, MLI menerbitkan jurnal Linguistik Indonesia yang
terbit dua kali setahun. Kedua, peristiwa yang penting dalam perkembangan Linguistik
Indonesia pada tahun 1975 adalah dilaksanakanya Seminar Politik Bahasa Nasional
yang diselenggarkan pada tanggal 25-28 Februari 1975. Keputusan yang sangat penting
dalam seminar tersebut adalah ditetapkannya kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah, dan Bahasa Asing di Indonesia
51

Linguistik Indonesia semakin berkembang pada dekade 1980-an. Pada masa ini
perhatian para ahli bahasa Indonesia semakin luas tidak hanya pada penyusunan tata
bahasa Indonesia untuk kepentingan pengajaraan saja. Pemikiran tentang teori-teori
Linguistik, terutama penerapan dan pengembangan teori-teori Linguistik yang baru
banyak dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa Indonesia. Pada tahun 1980 Samsuri
memperkenalkan Linguistik transformasional dalam bukunya berjudul Analisa Bahasa.
Selain dalam buku tersebut, upaya Samsuri memperkenalkan aliran transformasional ini
dikemukakan juga dalam makalahnya berjudul “Aliran Transformasional 1957-
1965”yang disajikan dalam Simposium Linguistik 1985 di Universitas Atmajaya
Jakarta. Selain Samsuri, ahli bahasa yang lain yaitu Riga Adiwoso juga menyajikan
makalah tentang Linguistik transformasional, berjudul “Transformasional 1965-Kini”
Perkembangan Linguistik transformasional di Indonesia semakin nyata dengan
diterbitkannya dua buah buku oleh J.D. Parera pada tahun 1988 berjudul “Morfologi”
dan “Sintaksis” yang disusun berdasarkan Linguistik transformasional. Penyusunan
buku Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia yang diterbitkan bersamaan dengan Kongres
Bahasa Indonesia V pada tahun 1988, rupanya juga menggunakan teori Linguistik
transformasional sebagai salah satu landasan teoritisnya. Perkembangan Linguistik
Indonesia pada dekade tahun 1980-an tidak hanya ditandai dengan berkembangnya
linnguistik transformasional saja. Para penganut aliran Linguistik yang selama ini sudah
dikenal di Indonesia seperti aliran Linguistik tradisional, aliran lingnuistik struktural,
aliran lingistik blomfieldian juga masih melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Hal ini
antara lain bisa dilihat dari tulisan-tulisan para linguis Indonesia anggota MLI yang
dihimpun dalam dua buah buku berjudul“Penyelidikan Bahasa dan Perkembangan
Wawasannya” diterbitkan oleh MLI pada tahun 1993. Perkembangan Linguistik
Indonesia pada tahun 1990-an semakin semarak dengan berkembangnya cabang-cabang
Linguistik interdisipliner seperti Pragmatik, SosioLinguistik, PsikoLinguistik, Analisis
Wacana. Ahli bahasa Indonesia yang memperkenalkan Pragmatik dalam Linguistik
Indonesia antara lain Bambang Kaswanti Purwo dalam disertasinya tentang Deiksis
dalam Bahasa Indonesia pada tahun 1984. Disamping itu penerjemahan buku-buku
pragamatik ke dalam bahasa Indonesia seperti “Prinsip-prinsip Pragmatik” oleh
Geoffry Leech yang diterjemahkan Oleh M.D.D. Oka, “Analisis Wacana” oleh Gillian
52

Brown dan George Yull, semakin memantabkan perkembangan kajian pragmatik dalam
Linguistik Indonesia. Sementara itu Linguistik interdisipliner seperti SosioLinguistik,
PsikoLinguistik juga mulai berkembang. Pada tahun 1988 Sri Utari Subyakto-Nababan
menerbitkan bukunya berjudul “PsikoLinguistik:Suatu Pengantar”, dan pada tahun
2000 Soenjono Dardjowidjojo menerbitkan hasil penelitian pemerolehan bahasa dengan
judul “Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia”. Ini adalah penelitian
longintudinal pemerolehan bahasa anak dan menarik sekali karena subjek
penelitiannya , Echa, adalah cucu Soenjono Dardjoidjojo sendiri. Cabang Linguistik
yang lain yang juga merupakan Linguistik interdisipliner yang berkembang di Indonesia
adalah Sosiolingistik. Cabang Linguistik ini mengkaji bahasa dan hubungannya dengan
berbagai faktor sosial termasuk berbagai variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor
strata masyarakat, faktor sosial politik, gender, dan sebagainya. Beberapa buku
mengenai SosioLinguistik antara lain “SosioLinguistik” karya Chaedar Alwasilah terbit
tahun 1985, “SosioLinguistik” karya Mansoer Pateda terbit tahun 1987, “Sosiologi
Bahasa” karya Suwito terbit tahun 1987, “SosioLinguistik”karya Sumarsono terbit
2002. Pada tahun-tahun berikutnya dunia Linguistik Indonesia terus berkembang
dengan berbagai kegiatan. KLN yang diselenggarakan oleh MLI setiap dua tahun sekali
selalu mendapat sambutan yang antusias dari ahli-ahli bahasa Indonesia, para pemerhati
bahasa Indonesia dan bahasa daerah di Indonesia, para guru bukan saja guru bahasa
Indonesia tetapi juga guru-guru mata pelajaran selain bahasa Indonesia.

Dari paparan perkembangan lingistik Indonesia sebagaimana telah disampaikan di mua


dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.
1. Perkembangan Linguistik Indonesia secara garis besar dapat dilihat dari dua masa
waktu, yaitu masa sebelum Sumpah Pemuda 28 Oktober dan masa sesudahnya.
Digunakannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai batas waktu perkembangan
dengan pertimbangan bahwa bahasa Indonesia lahir pada peristiwa tersebut.
2. Kegiatan Linguistik Indonesia sebelum Sumpah Pemuda sebagian besar berupa
penulisan tatabahasa Melayu yang dimaksudkan untuk kepentingan belajar bahasa
Melayu baik yang dilaksanakan di sekolah maupun diluar sekolah. Hampir semua
penulis tatabahasa Melayu tersebut adalah orang Belanda. Hanya beberapa saja orang
53

Indonesia yang menulis tatabahasa Melayu, antgara lain Raja Ali Haji dan Koeswatin
Sasrasoeganda.
3. Kegiatan Linguistik Indonesia sesudah Sumpah Pemuda semakin berkembang.
Penulisan berbagai tatabahasa masih banyak dikerjakan dengan nama tatabahasa
Indonesia. Nama tatabahasa Melayu sudah tidak digunakan lagi. Penulisan
tatabahasa Indonesia tersebut sebagian besar dikerjakan oleh orang Indonesia. Hanya
beberapa saja orang asing (Belanda) yang menulis tatabahasa Indonesia, antara lain
Fokker, C.A. Mees, dan Zoetmoelder.
4. Disamping penulisan berbagai tatabahasa Indonesia, kegiatan Linguistik sesudah
Sumpah Pemuda semakin berkembang dengan berbagai penelitian bahasa-bahasa
daerah di Indonesia, pengenalan faham-faham Linguistik yang baru serta
penerapannya dalam bahasa Indonesia, dilaksanakannya berbagai seminar dan
simposium bahasa.
5. Kegiatan Linguistik Indonesia berkembang pesat berkat peranan Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa (terkenal dengan nama Pusat Bahasa) yang
memfasilitasi berbagai penelitian bahasa dan kegiatan-kegiatan kebahasaan yang
lain. Disamping Pusat Bahasa juga organisasi Masyarakat Linguistik Indonesia
(MLI) sangat besar peranannya dalam mendorong perkembangan Linguistik
Indonesia.

3.Linguistik dan pembelajaran bahasa Indonesia


Tidak jarang guru bahasa Indonesia mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang
pembelajaran bahasa Indonesia dari orang-orang yang kurang memahami
pembelajaran bahasa Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain: untuk apa
bahasa Indonesia diajarkan di sekolah? Bukankah anak-anak sudah dapat berbicara
dalam bahasa Indonesia? Di jenjang pendidikan mana bahasa Indonesia diajarkan? Guru
bahasa Indonesia diharapkan mampu meberikan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan tersebut. pembelajaran bahasa Indonesia diberikan di sekolah dengan
tujuan agar para siswa mampu berbahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulis.
Kemampuan berbahasa Indonesia ini penting sekali bagi siswa untuk mengikuti seluruh
kegiatan pembelajaran di sekolah karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
54

pengantar untuk menyajikan seluruh mata pelajaran di sekolah mulai dari jenjang
pendidikan TK sampai perguruan tinggi. Siswa yang tidak menguasai bahasa Indonesia
akan mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengikuti pelajaran. Mungkin saja anak
telah mampu berbahasa Indonesia sebelum masuk sekolah. Namun kemampuan
berbahasa Indonesia mereka pada umumnya terbatas pada kemampuan berkomunikasi
sederhana sehari-hari. Kemampuan yang demikian jelas tidak memadai untuk mengikuti
pelajaran. Siswa memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang lebih tinggi dari
pada kemampuan sederhana dalam percakapan sehari-hari. Dalam mengikuti proses
pebelajaran di sekolah dan bahkan dalam kehidupannya kelak di masyarakat, mereka
memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang memungkin-kannya dapat
memahami wacana-wacana berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulis yang lebih
kompleks dibandingkan dengan wacana percakapan sederhana dalam komunikasi
sehari-hari. Mereka juga memerlukan kemampuan berbahasa Indonesia yang
memungkinkannya untuk dapat mengemukakan pikiran, perasaan, dan keinginannya
yang lebih kompleks dibandingan dengan penyampaian maksud dalam percakapan
sederhana dalam komunikasi sehari-hari.
Disamping untuk kepentingan yang bersifat praktis, agar siswa mampu
berbahasa Indonesia untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah mempunyai tujuan yang bersifat
ideologis dan politis bagi warga negara Indonesia. Secara ideologis bahasa Indonesia
merupakan salah satu pilar penyangga nasionalisme bangsa Indonesia karena bahasa
Indonesia adalah Bahasa Nasional. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
dapat ditanamkan rasa nasionalisme kepada siswa sebagai bangsa Indonesia. Secara
politis bahasa Indonesia adalah Bahasa Negara atau Bahasa Resmi. Melalui
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dapat ditanamkam rasa bertanggung jawab
sebagai warganegara Indonesia. Memang tidak mudah memberikan jawaban yang
memuaskan bagi orang-orang awam dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan
dan pembelajaran bahasa Indonesia. Bahkan kadang-kadang juga tidak mudah
memberi-kan jawaban untuk meyakinkan orang-orang dari kalangan yang seharusnya
memahami betapa pentingnya pembelajaran bahasa Indonesia.
55

Disamping pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan eksistensi


pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas, guru bahasa guru
bahasa Indonesia juga menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang secara langsung
berkaitan dengan substansi pembelajaran bahasa Indonesia. Pertanyaan–pertanyaan itu
antara lain: apakah hakikat bahasa Indonesia jika dilihat dari pembelajaran bahasa?
Apa tujuan pembelajaran bahasa ? Variasi bahasa Indonesia yang mana yang akan
kita ajarkan? Apakah kita mengajarkan struktur bahasa ataukah mengajarkan makna
dan fungsi bahasa? Apakah seluruh materi bahasa Indonesia baik struktur maupun
fungsi bahasa itu kita ajarkan? Bagaimana kita menyeleksi, menggradasi dan
mengorganisasi materi bahasa Indonesia yang kita ajarkan? Apakah tidak terjadi
pengulangan-pengulangan materi pelajaran jika bahasa Indonesia diajarkan di semua
jenjang pendidikan ? Siapa yang layak menjadi guru bahasa Indonesia? Pertanyaan-
pertanyaan di atas berkaitan dengan teori bahasa/Linguistik dan peranannya dalam
pembelajaran bahasa, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu guru
bahasa Indonesia perlu memahami peranan Linguistik dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.
Meskipun studi ilmu bahasa di Eropa telah dilaksanakan pada jaman Romawi
dan Yunani Kuno dan pembelajaran bahasa dapat diprediksi telah dilaksanakan pula
pada jaman itu, masalah hubungan Linguistik dan pembelajaran bahasa serta peranan
Linguistik dalam pembelajaran bahasa, relatif belum lama dikaji oleh para ahli
pembelajaran bahasa. Para ahli bahasa pada umumnya hanya melaksanakan studi
bahasa saja dan tidak mengkaji pembelajaran bahasa. Itulah sebabnya literatur-
literatur dalam bidang Linguistik sama sekali tidak berbicara tentang pembelajaran
bahasa. Sementara itu, para ahli pembelajaran bahasa menerima begitu saja hasil-hasil
studi bahasa sebagai sumber pengembangan materi pelajaran. Para ahli pembelajaran
bahasa pada umumnya hanya membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
aspek-aspek psikologi dan metodologi pembelajaran bahasa. Baru pada akhir abad 19
beberapa ahli pembelajaran bahasa mulai mengkaji peranan Linguistik dalam
pembelajaran bahasa. Diantaranya adalah F.Gouin, seorang ahli pembelajaran bahasa
dari Perancis yang menulis buku berjudul L’art d’enseigner et de’etudier les langues
dan diterjemahan kedalam bahasa Inggris oleh H. Swen dan V. Betis dengan judul The
56

art of Teaching and Studying Languages. Dalam buku tersebut dikemukakan


pandangannya tentang teori psikologi belajar bahasa dan ilmu bahasa yang dapat
melandasi pembelajaran bahasa. Menurut pandangan F.Gouin pernyataan verbal dalam
berbahasa itu berkaitan erat dengan pikiran tentang peristiwa nyata yang terjadi. Anak-
anak dan pemakai bahasa pada umumnya menuangkan apa yang dilihat dan dipikirkan
kedalam tuturannya. Jadi, pemakai bahasa tidak pernah mengungkapkan sesuatu dengan
kata-kata itu tanpa berpikir. Pikiran dan penuturannya tidak terjadi secara acak
melainkan berlangsung secara teratur. Pernyataan secara verbal dalam berbagai tuturan
itu tidak terjadi dalam kata melainkan dalam kalimat. Kalimat-kalimat diucapkan untuk
mengungkapkan peristiwa-peristiwa. Dalam pengungkapan tersebut digunakan kata
kerja (verb). F.Gouin berpendapat bahwa kata kerja lebih penting dari pada kata benda.
Teori bahasa yang dikembangkannya itu diterapkan dalam pembelajaran bahasa
dengan menekankan pentingnya hubungan antara pikiran, makna, dan tindakan
berbahasa. Penyusunan makna atau semantic ordering dari unsur-unsur yang akan
dipelajari anak, secara teoritis linguistis dapat dibenarkan dan secara pedagogis akan
sangat menolong anak dalam mempelajari unsur-unsur tersebut. F. Gouin berpendapat
bahwa kalimat adalah unit bahasa yang lebih penting dan bermanfaat dalam
pembelajaran bahasa dibandingkan dengan kata.
Guru bahasa Indonesia perlu mengetahui dan memahami apa yang dikemukakan
oleh F.Gouin tersebut. Salah satu kelemahan pembelajaran bahasa Indonesia selama
ini adalah kurangnya perhatian terhadap fungsi bahasa dalam berpikir. Hal ini terlihat
dalam kurikulum dan silabus pembelajaran bahasa Indonesia, serta berbagai rencana
program pembelajaran yang disusun oleh para guru. Kurangnya perhatian terhadap
pembinaan kemampuan berpikir dalam berbahasa Indonesia ini juga dapat dilihat dari
berbagai buku teks bahasa Indonesia.
Ahli pembelajaran bahasa yang lain pada akhir abad 19 adalah Breul guru besar
bahasa Jerman di Universitas Oxford. Ia berpendapat pentingnya fonetik untuk
pembelajaran pengucapan (pronunciation). Guru bahasa harus menguasai teori fonetik
dan trampil dalam pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang diajarkannya. Di samping itu
guru bahasa harus dapat memilih unsur-unsur bahasa sebagai materi pelajaran dan
harus dapat menjelaskan mengapa suatu unsur dipilih sebagai materi pelajaran.
57

Sampai dengan awal abad 20 pandangan-pandangan tentang peranan Linguistik dalam


pembelajaran bahasa tidak banyak berkembang. Para ahli pembelajaran bahasa tidak banyak
mendiskusikan hal-hal yang berkitan dengan teori bahasa, deskripsi bahasa, serta sumbangan
Linguistik terhadap pembelajaran bahasa. Mereka lebih banyak membahas aspek-aspek
metodologi dan organisasi pembelajaran dari pada membahas aspek Linguistik dalam
pembelajaran bahasa. Pada awal abad 20 hanya dikenal seorang ahli pembelajaran bahasa, yaitu
H.E. Palmer yang membahas hubungan antara Linguistik dan pembelajaran bahasa serta
konstribusi Linguistik terhadap pembelajaran bahasa. Teori bahasa yang dikembangkannya serta
hubungan dan peranan Linguistik terhadap pembelajaran bahasa dikemukakan dalam bukunya
yang bertajuk The Scientific Study and Teaching of Language yang terbit pada ahun 1917. Namun
pandangan Palmer ini tidak mendapat sambutan dan tanggapan para ahli pembelajaran bahasa.
Para ahli pembelajaran bahasa pada masa itu sepertinya lebih tertarik untuk membahas masalah-
masalah kebahasaan dalam pembelajaran bahasa dengan pendekatan pedagogis.
Peranan Linguistik dalam pembelajaran bahasa mulai mendapat perhatian yang
besar dari para ahli bahasa dan pembelajaran bahasa di Amerika mulai tahun 1940-an.
Timbulnya perhatian terhadap peranan Linguistik dalam pembelajaran bahasa itu
pada mulanya didorong oleh kepentingan praktis belajar bahasa. Pada masa perang
dunia kedua, tahun 1940-an, banyak tentara Amerika yang ditugaskan di berbagai
belahan dunia. Agar dapat melaksananakan tugasnya dengan baik tentara–tentara itu
perlu mempelajari bahasa lokal tempat mereka ditugaskan. Untuk maksud itulah, para
ahli bahasa dan peembelajaran bahasa Amerika menganalisis bahasa-bahasa lokal dan
menyusun bahan pelajaran yang didasarkan pada hasil analisis tersebut. Pada masa itu
aliran Linguistik yang berkembang di Amerika adalah aliran Linguistik struktural
dengan tokohnya L. Bloomfield. Oleh karena itu, pandangan-pandangan Bloomfield
(Linguistik struktural) banyak mendasari analisis bahasa untuk kepentingan
pembelajaran bahasa. Hal ini dapat kita lihat dalam thesis yang mereka kemukakan
sebagai berikut.
1.Bahasa adalah ucapan dan bukan tulisan;
2.Bahasa adalah seperti apa dan bagaimana penutur asli bahasa itu berbahasa, bukan
seperti yang dipikirkan oleh seseorang bagaimana dia harus berbahasa.
3.Setiap bahasa mempunyai sistem sendiri yang berbeda dengan sistem bahasa
58

yang lain.
4.Bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
5.Ajarkan bahasa dan jangan ajarkan tentang bahasa.
Thesis-thesis aliran struktural tersebut pada dasarnya mengemukakan dua hal yang
penting, pertama tentang hakikat bahasa yang dikemukakan dalam thesis 1, 2, 3 dan 4,
kedua tentang konsep pe bahasa yang dikemukakan dalam thesis 5. Dengan kelima
thesis tersebut aliran struktural memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang mendasar yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa walaupun belum
sepenuhnya. Tesis 1 dan 2 memberikan arahan bagi guru tentang bahasa yang akan
diajarkannya. Kemudian thesis 3 dan 4, dapat memberikan arahan kepada guru dalam
mengembangkan materi pelajaran bahasa yang tepat sesuai dengan bahasa yang
diajarkannya. Selanjutnya, thesis 5 memberikan arahan kepada guru dalam
mengembangkan metode dan teknik yang tepat untuk mengajarkan bahasa.
Peran Linguistik dalam pembelajaran bahasa seperti yang dikemukakan oleh
Bloomfield dengan aliran strukturalnya itu dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan karakteristik
bahasa dan pembelajaran bahasa Indonesia. Thesis 1 yang menyatakan bahwa hakikat
bahasa itu pertama-tama adalah lisan dan bukan tulisan tidak berarti bahwa bahasa tulis
tidak penting. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia pembentukan kompetensi bahasa
meliputi kompetensi berbahasa lisan, yaitu berbicara dan menyimak, serta kompetensi
bahasa tulis, yaitu membaca dan menulis. Dalam kurikulum bahasa Indonesia
dikemukakan bahwa Kompetensi Dasar (KD) berbahasa Indonesia meliputi 4 aspek
yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Selanjutnya, thesis yang
menyatakan bahwa bahasa itu adalah seperti apa dan bagaimana penutur asli bahasa itu
berbahasa, bukan seperti yang dipikirkan oleh seseorang bagaimana dia harus
berbahasa, tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Penerapan thesis ke 2 dalam pembelajaran bahasa Indonesia memerlukan
pemikiran yang kritis. Masalah pertama adalah bahwa siapa yang dapat disebutkan
sebagai penutur asli bahasa Indonesia masih belum dapat dikatakan secara pasti. Ada
pendapat yang menyataan bahwa penutur asli bahasa Indonesia adalah suku Melayu
yang bertempat tinggal di daerah Propinsi Riau dan Propinsi Riau Kepulauan dengan
59

alasan bahwa bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu. Pendapat ini tidak dapat
diterima karena walaupun bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu namun dalam
perkembangannya sampai sekarang ini bahasa Indonesia tidak sama dengan bahasa
Melayu yang digunaan dikedua daerah tersebut. Apabila penyebutan penutur asli dalam
thesis kedua tersebut dimaksudkan untuk mengetahui variasi bahasa yang akan
diajarkan, maka dalam pembelajaran bahasa Indonesian variasi yang diajarkan adalah
variasi bahasa Indonesia baku. Deskripsi bahasa Indonesia baku ini dapat dilihat dalam
buku Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI) , Kamus Besar Bahasa Indonesia
KBBI, buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan EYD, dan buku Pedoman
Pembentukan Istilah. Namun ada hal penting yang memerlukan perhatian para ahli
bahasa Indonesia mengenai deskripsi bahasa Indonesia ini. Buku-buku TTBI, KBBI,
EYD, Pedoman Pembentukan Istilah, belum memuat deskripai bahasa lisan secara
lengkap. Unsur-unsur bahasa lisan, terutama unsur supra segmental seperti tekanan,
irama, dan intonasi belum dideskripsikan. Penerapan thesis ketiga dalam pembelajaran
bahasa Indonesia berkaitan dengan kenyataan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
kedua bagi sebagai besar anak Indonesia. Bahasa pertama meraka adalah bahasa daerah.
Kondisi ini berpengaruh terhadap proses belajar bahasa Indonesia. Uraian lebih lanjut
mengenai hal ini dikemukakan dalam pembahasan penerapan Linguistik kontrastif
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Selanjutnya, penerapan thesis keempat dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilaksanakan dengan memberi ksempatan
sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam
berbagai kesempatan baik di dalam maupun di luar kelas. Materi pelajaran disusun
dengan memberikan latihan-latihan baik latihan berbahasa lisan maupun latihan
berbahasa tulis. Thesis kelima yang menyatakan bahwa yang harus diajarkan adalah
bahasa bukan tentang bahasa perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Kritik yang tajam terhadap pembelajaran bahasa Indoneisa yang
dikemukakan oleh berbagai pihak selama ini, berkaitan dengan isi thesis kelima itu.
pembelajaran bahasa Indonesia terlalu banyak mengajarkan tentang bahasa dari pada
mengajarkan bahasa. Akibatnya tujuan pembelajaran bahasa agar siswa mempunyai
kompetensi komunikasi berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulis belum dapat
dicapai. Kondisi ini sangat terasa pada waktu pembelajaran bahasa Indonesia
60

menggunakan Kurikulum Bahasa Indonesia Tahun 1975. Menyadari akan kelemahan


ini, para ahli bahasa dan pembelajaran bahasa Indonesia berusaha memperbaiki
kondisi pembelajaran bahasa dengan berbagai upaya. Sejak tahun 1984 dikembangkan
kurikulum yang menekankan pada pembinaan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia terus
dilakukan oleh para ahli pembelajaran bahasa Indonesia. Pada tahun 1994 disusun
kurikulum bahasa Indonesia yang sangat tegas mementingkan pembentukan
kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis dalam bahasa Indonesia.
Upaya ini dilanjutkan terus dengan menyusun kurikulum bahasa Indonesia berbasis
kompetensi pada tahun 2004. Prinsip kurikulum berbasis kompetensi ini digunakan
terus sebagai dasar pengembangan kurikulum bahasa Indonesia pada tahun 2006
sampai dengan saat ini dengan dikembangkannya kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP).
Ahli ilmu bahasa yang juga mengemukakan pentingnya peranan ilmu bahasa
dalam pembelajaran bahasa adalah Carles Fries, seorang linguist yang banyak
mengadakan penelitian untuk pembelajaran bahasa kedua. Sebagaimana halnya
Bloomfield, Carles Fries juga seorang tokoh ilmu bahasa struktural. Namun dalam
beberapa hal, terdapat pebedaan pandangan antara Bloomfield dan Carles Fries. Sesuai
dengan thesisnya bahwa bahasa itu adalah kebiasaan, Bloomfield mengemukakan agar
dalam pembelajaran bahasa siswa dilatih berulang-ulang untuk menguasai struktur
bahasa sehingga penguasaan struktur bahasa itu menjadi bagian dari kebiasaan siswa.
Supaya latihan dapat dilakukan dengan intensif maka jumlah siswa dalam kelas harus
kecil saja. Bloomfield juga menekankan pembelajaran bahasa pada penguasaan bahasa
lisan sesuai dengan thesisnya bahwa bahasa itu adalah lisan bukan tulisan. Carles Fries
tidak menolak apa yang dikemukakan oleh Bloomfield dengan thesisnya itu. Namun
bagi Carles Fries konstribusi Linguistik pada pembelajaran bahasa bukan pada apa
yang dikemukakan dalam thesis tersebut, melainkan pada deskripsi bahasa yang
dihasilkan dari penelitian terhadap bahasa yang akan diajarkan. Deskripsi bahasa itu
menjadi sumber bahan pelajaran serta dasar untuk mengorganisasikan bahan pelajaran.
Disamping itu, konstribusi Linguistik terhadap pembelajaran bahasa adalah
penggunaan konsep-konsep Linguistik sebagai dasar menyeleksi, menggradasi, dan
61

mengorganisasian materi pelajaran yang diambil dari deskripsi bahasa yang akan
diajarkan. Deskripsi bahasa dapat disusun berdasarkan rekaman pemakaian bahasa
lisan, seperti percakapan dalam berbagai komunikasi, pidato, ceramah, diskusi, dan
sebagainya. Deskripsi ini bermanfaat untuk menyusun materi pembelajarn bahasa yang
bertujuan agar siswa menguasai kemampuan berbahasa dalam komunikasi sehari-hari.
Deskripsi bahasa dapat juga disusun berdasarkan corpus data dari pemakaian bahasa
secara tulis seperti surat kabar, majalah, dan berbagai macam teks tertulis yang lain.
Deskripsi ini bermanfaat untuk menyusun materi pembelajaran bahasa yang bertujuan
agar siswa berkompetensi bahasa lebih lanjut dari berbahasa sehari-hari.
Peranan Linguistik dalam pembelajaran bahasa semakin besar dengan
berkembangnya Linguistik kontrastif, yaitu cabang Linguistik yang mengkaji
persamaan dan perbedaan karakteristik antara bahasa pertama dan bahasa kedua yang
akan diajarkan. Berdasarkan hasil observasi yang mendalam terhadap proses
pembelajaran bahasa, ahli-ahli ilmu bahasa kontrastif mengemukakan beberapa hal
sebagai berikut.
1. Setiap bahasa mempunyai sistemnya sendiri yang berbeda dengan bahasa yang
lain.
2. Walaupun setiap bahasa mempunyai sistem yang berbeda dengan bahasa lain
ada kemungkinan adanya unsur yang sama antara bahasa pertama dan bahasa
kedua, terutama pada bahasa yang serumpun.
3. Dalam mempelajari bahasa kedua, unsur-unsur bahasa yang sama antara kedua
bahasa akan mudah dipelajari, sedangkan unsur-unsur yang berbeda akan sulit
dipelajari.
4. Dalam mempelajari bahasa kedua siswa cenderung mentransfer unsur-unsur
bahasa petama ke dalam bahasa kedua.
Robert Lado, salah seorang linguist Amerika dalam bukunya yang bertajuk
Linguistics Across Cultures: Applied Lingistics for Language Teachers yang diterbitkan
pada tahun 1957 mengemukakan pentingya studi komparasi antara bahasa pertama dan
bahasa kedua untuk mengetahui unsur-unsur yang sama dan yang berbeda kedua bahasa
tersebut. Dari deskripsi komparasi itu dapat diprediksi bagian-bagian mana dari bahasa
kedua yang akan menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam mempelajarinya. Disamping
62

itu, deskripsi komparasi itu sangat berguna pula bagi pembelajaran bahasa kedua
sebagai dasar menyusun kurikulum, silabus, dan rencana program pembelajaran , dan
sebagai dasar menyeleksi dan mengorganisasi materi pelajaran serta sangat berguna
untuk mendiagnose kesulitan anak.
Studi komparasi berdasarkan Linguistik konstrastif sebagaimana dikemukakan di
atas dapat memberikan manfaat jika diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Bagi sebagian besar anak-anak Indonesia, bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua.
Bahasa pertama mereka adalah bahasa daerah atau dialek bahasa Indonesia tempat
mereka dilahirkan dan dibesarkan pada masa kanak-kanaknya. Tentu ada perbedaan
dan persamaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atau dialek bahasa
Indonesia. Ketika mereka belajar bahasa Indonesia ada kecenderungan mentransfer
unsur-unsur bahasa daerahnya kedalam bahasa Indonesia.Unsur-unsur bahasa daerah
yang ditrasfer ke dalam bahasa Indonesia ini terjadi baik dalam tataran bunyi, kosa kata,
maupun gramatika serta unusur-unsur suprasegmental seperti tekanan, irama, dan
intonasi. Transfer unsur-unsur yang sama antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia
tidak akan menimbulkan masalah. Sebaliknya transfer unsur-unsur yang tidak sama
antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia akan menyebabkan timbulnya kesalahan
berbahasa dalam berbahasa Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan studi
komparasi kontrastif antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah anak dan
mendeskripsikannya secara teliti unsur-unsur yang sama dan yang berbeda antara
kedua bahasa. Berdasaran deskripsi ini dapat diperkirakan kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa Indonesia.

BAB III
KURIKULUM, SILABUS, DAN PERENCANAAN
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

pembelajaran bahasa Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis


dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan kedudukan dan
63

fungsi bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Resmi Negara bagi
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembelajaran bahasa Indonesia
membawa misi utama menanamkan, menumbuhkan, membina, dan mengembangkan
jiwa nasionalisme anak-anak Indonesia agar menjadi generasi bangsa yang mencintai
tanah airnya, tegas dan jelas jati dirinya sebagai bangsa Indonesia, bermartabat
ditengah-tengah pergaulan antar bangsa di era global sekarang dan di masa-masa yang
akan datang. pembelajaran bahasa Indonesia juga ikut bertanggung jawab dalam
mendidik anak-anak Indonesia isi agar menjadi warga negara yang menyadari
kewajiban dan haknya serta mampu melaksanakannya secara bertanggungnjawab.
Disamping membawa dua misi utama tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia
mempunyai tanggung jawab membina dan mengembangkan kemampuan berbahasa
Indonesia masyarakat Indonesia pada umumnya khususnya para generasi muda yang
sedang menempuh pendidikan formal di berbagai jenjang dan jenis sekolah.
Agar pembelajaran bahasa Indonesia dapat merealisasikan misi utamanya serta
tanggung jawabnya sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran bahasa Indonesia
harus dilaksanakan secara professional, dengan landasan filosofis, politis, pegagogis,
dan Linguistik. Landasan filosofis pembelajaran bahasa Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan landasan
politis pembelajaran bahasa Indonesia adalah UUD Tahun 1945 beserta seluruh
peraturan perundangan yang bersumber dari UUD Tahun 1945. Landasan pedagogis
pembelajaran bahasa Indonesia adalah teori pembelajaran bahasa dan belajar bahasa.
Sedangkan landasan Linguistik pembelajaran bahasa Indonesia adalah gagasan dan
pandangan yang berkembang dalam Linguistik, baik Linguistik umum (general
linguistics) maupun Linguistik terapan (applied linguistics), khususnya PsikoLinguistik
dan SosioLinguistik. Pemikiran-pemikiran ini harus menjadi dasar untuk mengelola
pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk maksud itulah maka perangkat-perangkat
pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari kurikulum, silabus, dan perencanaan
program pembelajaran , buku teks, media pembelajaran , disusun berdasarkan
pandangan-pandangan tersebut. Berikut ini dikemukakan uraian tentang setiap
perangkat pembelajaran tersebut.
64

KURIKULUM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Bab VII, Bahasa Pengantar Pasal 33, ayat (1) dinyatakan “Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional”. Ini berarti
bahwa seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah dilaksanakan dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kompetensi berbahasa Indonesia untuk
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis sangat diperlukan bagi siswa disemua
jenjang dan jenis pendidikan agar dapat mengikuti seluruh proses kegiatan belajar
mengajar. Siswa yang tidak menguasai atau kurang menguasai bahasa Indonesia
sehingga kompetensi berbahasa Indonesianya rendah, akan mengalami kesulitan belajar.
Akibatnya mereka akan tertinggal dalam berbagai pelajaran sehingga perkembangan
intelektual, sosial, dan emosional mereka tidak bisa optimal. Jalan utama untuk
membina kompetensi berbahasa Indonesia siswa adalah pembelajaran bahasa
Indonesia. Sebenarnya dalam sistem pendidikan di Indonesia ada kondisi yang
menguntungkan bagi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu oleh karena bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar semua
mata pelajaran, dapat dikatakan bahwa semua mata pelajaran ikut membina
kemampuan berbahasa Indonesia para siswa. Dengan demikian kompetensi berbahasa
Indonesia siswa berkembang lintas pelajaran, dan lintas jenjang pendidikan. Namun,
yang paling bertanggung jawab dalam pembinaan kompetensi berbahasa Indonesia
siswa adalah pembelajaran bahasa Indonesia pada setiap jenjang dan jenis sekolah.
Agar pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
perlu disusun kurikulum bahasa Indonesia yang dapat digunakan sebagai dasar dan
pengarah (guided) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk itu diperlukan
pemahaman yang cukup tentang apa kurikulum dan bagaimana menyusun kurikulum
bahasa Indonesia. Agar diperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai
kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia dan bagaimana menyusun kurikulum bahasa
Indonesia berikut ini akan dikemukakan uraian tentang hakikat kurikulum, komponen
kurikulum, fungsi kurikulum, dan pengembangan kurikulum bahasa Indonesia

1.1 Hakikat Kurikulum


65

Konsep dalam dunia pendidikan dan pembelajaran yang paling banyak


dibicarakan di kalangan para ahli serta yang paling banyak menimbulkan berbagai
pendapat dan pandangan yang saling berbeda adalah konsep tentang kurikulum. Begitu
pula di kalangan masyarakat pada umumnya, konsep tentang kurikulum ini dipahami
berbeda-beda. Setiap orang punya pendangan sesuai dengan pemahamnya sendiri.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pengertian kurikulum mengacu pada pelajaran
tertentu, sedangkan ahli yang lain berpendapat bahwa pengertian kurikulum itu
mengacu kepada seluruh pelajaran di sekolah, bahkan mengacu pada seluruh
lingkungan pendidikan baik di dalam maupun di luar sekolah yang menyajikan berbagai
pengalaman kepada siswa. Terlepas dari berbagai pandangan yang berbeda-beda tentang
kurikulum, para ahli pendidikan dan pembelajaran sependapat bahwa kurikulum
adalah unsur kunci dalam proses pendidikan dan pembelajaran . Cakupan konsepnya
begitu luas dan menyentuh berbagai hal yang mesti dipahami oleh mereka yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pembelajaran .
Salah satu cara untuk memahami suatu kata atau istilah adalah dengan menelusuri
makna kata atau istilah itu secara etimologis. Dilihat dari penelusuran secara etimolgis,
istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin curere yang dalam bahasa Inggris berarti a
race cource; a place for running; a chariot; a course in general; applied particularly to
the course of sudy in university (Webster Dictionary 1856) Dalam kamus Webster yang
terbit tahun 1955 dikemukakan pengertian kurikulum itu ‘a course esp.a specified fixed
course of study, as in school or college, as one leading to degree; the whole body of
courses offered in educational institution, or department there of. Dalam kamus
Longman Dictionary of Contemporary English tahun 1978 kurikulum berarti a course
of study offered in school, college, etc.Dalam kamus An English-Indonesian Dictionary
tahun 1975 oleh John M. Echols dan Hassan Shadily kurikulum berarti rencana
pelajaran. Pengertian kurikulum sebagaimana dikemukakan dalam berbagai kamus
kamus di atas, semuanya mengacu pada pelajaran (course of stydy) di sekolah.
Pengertian ini bersifat khusus, artinya pengertian itu hanya mengacu pada makna
kurikulum dalam pelajaran formal di sekolah. Pengertian yang khusus ini akan bersifat
sempit bila pelajaran di sekolah itu dibatasi pada pelaksanakan pelajaran di dalam
kelas. Dalam pengertian yang luas, kurikulum tidak hanya mengacu pada pelajaran di
66

kelas saja melainkan juga meliputi semua kegiatan baik yang terjadi di kelas maupun di
luar kelas yang memberikan berbagai pengalaman kepada anak.
Untuk memahami pengertian kurikulum secara lebih komprehensif, berikut ini
dikemukakan berbagai pendapat para ahli pendidikan tentang pengertian kurikulum;
Good 1959
A general overall plan of the content or specific materials of
instructions that the school should offer the student by way of
qualifying him from graduation or certification or for entrance into
professional or vocational field.

Taba (1962)
A curriculum is a plan for learning.
Tanner and Tanner (1975)
The planned and guided learning experiences and intended
outcomes, formulated through the systematic reconstruction of
knowledge and experience, under the aupices of the school, for the
leaner’s continuous and willful growth in person-sosial competence.

Connelly and Clandinin (1988)


Curriculum is often taken to mean a course of study. When we set our
imaginations free from the narrow notion that a course of study is a
series of textbooks or specific outline of topics to be covered and
objectives to be attained, broader more meaning full notions emerge.
A curriculum can be come one’s life course of action. It can mean the
paths we have followed and the paths we intended to follow. In this
broad sense, curriculum can be viewed as person’s life experience.

Schubert (1987)

Curriculum as the contents of a subject, concepts and tasks to be


acquired, planned activities, the desired learning outcomes and
experiences, product of culture and an agenda to reform society.

Pratt (1980)
Curriculum as a written document that systematically describes
goals planned, objectives, content, learning activities, evaluation
procedures and so forth.

Goodlad and Su (1992)


Curriculum as a plan that consists of learning opportunities for a
specific time frame and place, a tool that aims to bring about
behaviour changes in students as a result of planned activities and
67

includes all learning experiences received by students with the


guidance of the school.

Grundy (1987)
Curriculum as a programme of activities (by teachers and pupils)
designed so that pupils will attain so far as possible certain educational
and other schooling ends or objectives.

Hass (1987)
Provides a broader definition, stating that a curriculum includes “all
of the experiences that individual learners have in a program of
education whose purpose is to achieve broad goals and related
specific objectives, which is planned in terms of a framework of
theory and research or past and present professional practice” (p.5).

John Kerr and taken up by Vic Kelly 1983


All the learning which is planned and guided by the school, whether it
is
carried on in groups or individually, inside or outside the school.

Definisi kurikulum yang dikemukakan oleh sepuluh orang ahli pendidikan tersebut
di atas, barulah sebagian kecil dari berpuluh-puluh definisi kurikulum yang disampaikan
oleh ahli-ahli pendidikan yang lain.
Sesuai dengan pengertian kurikulum sebagaimana dikemukakan dalam berbagai
definisi oleh para ahli pendidikan tersebut, dalam pendidikan dan pembelajaran di
Indonesia pengertian kurikulum secara formal didefinisikan dalam berbagai dokumen
resmi pemerintah sebagai berikut.
Undang-undang Nomor 20. Th.2003 tentang Sisdiknas
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penye-
lenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Pedoman Penyusunan KTSP
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
68

Apabila kita cermati, definisi-definisi kurikulum tersebut menunjukkan adanya


beberapa persamaan pengertian. Namun kita juga dapat melihat adanya penekanan-
penekanan pada ha-hal tertentu pada masing-masing definisi. Beberapa konsep yang
dikemukakan dalam definisi-definisi tersebut antara lain
1) Perencanaan pelajaran
2) Program studi
3) Sejumlah mata pelajaran
4) Isi materi pelajaran yang diajarkan di sekolah
5) Tujuan yang hendak dicapai
6) Panduan melaksanakan pembelajaran di sekolah
7) Pengalaman yang diperoleh siswa dalam program pendidikan baik di dalam
maupun di luar kelas dan luar lingkungnan sekolah.
Disamping konsep-konsep di atas, beberapa definisi mengemukakan konsep
tentang
1) Evaluasi
2) Di dalam dan di luar sekolah
3) Dokumen tertulis
1.2 Pendekatan Kurikulum
Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menyusun dan mengim-
plementasikan serta menilai kurikulum, yaitu Pendekatan Behavioral (Behavioral
Approach) Pendekatan Mangerial ( Managerial Approach) ,Penekatan Sistem ( System
Approach), dan Pendekatan Humanistik ( Humanistics Approach)
Penyusunan kurikulum dapat menggunakan salah satu atau lebih pendekatan-
pendekatan tersebut. Pengertian masing-masing pendekatan itu adalah sebagai berikut.
1.2.1 Pendekatan Behavioral
Penyusunan kurikulum berdasarkan Pendekatan Behavioral dimulai dengan
penyusunan rancang bangun (curriculum design) terlebih dahulu. Di dalamnya
dikemukakan komponen-komponen kurikulum, yaitu tujuan kurikulum, pokok-pokok
materi pelajarn, kegiatan pembelajaran , dan evaluasi. Pertama-tama yang ditetapkan
dalam rancang bangun itu adalah komponen tujuan kurikulum, yaitu tujuan
69

institusional, tujuan umum, dan tujuan instruksional yang menggambarkan kompetensi


yang ingin dicapai. Kemudian komponen kedua yaitu pokok-pokok materi pelajaran
disusun dengan memperhatikan relevansinya dengan tujuan kurikulum yang telah
ditetapkan. Dengan demikian pokok-pokok materi pelajaran tidak terlepas dari tujuan
kurikulum. Berikutnya dirancang komponen kegiatan pembelajaran yang harus juga
relevan dengan tujuan kurikulum. Kegiatan pembelajaran ini sangat penting untuk
memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa agar mereka dapat
mengembangkan potensinya. Komponen yang terakhir yang dirancang adalah evaluasi
produk dan hasil pembelajaran . Desain kurikulum ini digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan kurikulum lebih lanjut, baik berupa kurikulum lokal, silabus, maupun
rencana program pembelajaran yang lebih bersifat operasional.

1.2.2 Pendekatan Managerial


Pendekatan Managerial ini sangat menekankan pentingnya pengelolaan
kurikulum dan implementasinya dalam kegiatan pembelajaran . Pimpinan pendidikan
yang mempunyai hak sebagai pengambil kebijakan, seperti Kepala Sekolah atau Kepala
Dinas Pendidikan di tingkat Kabupaten atau Kota Madya adalah pemimpin dalam
bidang pendidikan dan pembelajaran . Tentunya, mereka juga pemimpin dalam bidang
kurikulum (curriculum leader) yang sekaligus juga sebagai pemimpin pembelajaran .
Mereka ini dapat dipandang sebagai Manager Pendidikan di wilayahnya. Dialah yang
menentukan kebijakan dan prioritas pendidikan, memikirkan berbagai inovasi
pendidikan, menentukan arah pembaharuan, merancang dan mengorganisasi
penyusunan kurikulum. Namun dalam kenyataannya yang terjadi tidak selalu demikian.
Karena pemikiran dan perhatiannya lebih banyak pada masalah-masalah implementasi,
administrasi pengelolaan pendidikan, maka perhatian terhadap pengembangan
kurikulum itu sendiri termasuk perhatian terhadap pengembangan substansi materi
pelajaran, serta metodologi pembelajaran , kurang sekali. Sering kali para manager
pendidikan ini menangani masalah-masalah kurikulum seperti layaknya menangani
administrasi sekolah yang berkaitan dengan dana dan sarana prasarana sekolah. Untuk
mengatasi kelemahan pendekatan ini perlu adanya suatu institusi, atau seorang ahli
teknologi pendidikan yang bertindak sebagai penasehat (supervisor) kurikulum. Dalam
70

struktur kepemimpin sekolah di satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan


SMK/MAK biasanya ditunjuk seorang guru sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum yang bertugas membantu Kepala Sekolah memikirkan segala hal yang
terkait dengan masalah kurikulum. Beberapa tugas Supervisor Kurikulum ini antara lain
adalah sebqagai berikut.
a. Membantu memikirkan tujuan pendidikan di sekolah.
b. Bersama-sama dengan para guru, orang tua siswa, dan pemangku kepentingan
pendidikan (stakeholders) yang lain merancang kurikulum sekolah.
c. Menyusun program pembelajaran untuk setiap kelas
d. Menyusun petunjuk guru untuk pelaksanaan kurikulum di setiap kelas.
e. Membantu guru mengatasi berbagai kesulitan dalam penerapan kurikulum di
kelasnya.
f. Menyusun kalender pendidikan dan jadwal pelajaran.
g. Mengadakan observasi kelas untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan.
h. Menyusun perangkat evaluasi kurikulum dan pembelajaran .
i. Mendorong para guru untuk lebih inovatif dalam mengimplentasikan kurikulum.

1.2.3 Pendekatan Sistem


Pendekatan Sistem dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum berdasar pada
prinsip-prinsip teori sistem sebagai berikut.
a. Tujuan merupakan hal yang pokok dalam setiap sistem dan ditentukan lebih dahulu
sebelum suatu sistem dibangun.
b. Sistem dibangun untuk digunakan mencapai tujuan yang dikehendaki.
c. Sistem merupakan suatu konstruksi atau komposisi yang terdiri dari sejumlah unsur
atau komponen.
d. Komponen-komponen dalam suatu sistem saling berhubungan satu sama lain dalam
rangkaian yang bersifat interdependensif.
e. Masing-masing komponen mempunyai fungsi dan peran sendiri yang menunjang
peran dan fungsi sistem sebagai suatu keutuhan.
71

Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas hal yang pertama yang dikerjakan oleh
penyusun dan pengembang kurikulum pada umumnya adalah menentukan tujuan
kurikulum. Bagi pengembang kurikulum pelajaran bahasa Indonesia tentunya
merumuskan atau menentukan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang selaras
dengan tujuan Pendidikan Nasional. Selanjutnya pengembangan komponen-komponen
kurikulum juga harus senantiasa mengacu pada tujuan kurikulum.

1.2.4 Pendekatan Humanistik


Pendekatan humanistik berdasar pada perkembangan konsep diri siswa. Menurut
pandangan humanistik pikiran dan perasaan serta kesadaran anak terhadap dirinya
sendiri yang disebut dengan istilah konsep diri ( self consept) merupakan faktor yang
menentukan perkembangan anak. Pikiran dan perasaan yang positif terhadap diri
sendiri, meliputi juga pemahaman akan kekuatan dan kekurangan dirinya sendiri.
Pikiran dan perasaan yang postif terhadap diri sendiri membangkitkan keyakinan bahwa
kekuatan diri itu dapat dikembangkan melalui belajar. Belajar itu sendiri pada
hakikatnya adalah proses yang tidak pernah berhenti. Belajar berlangsung seumur hidup
dan merupakan proses kemajuan diri ke arah puncak perkembangan diri yang di dalam
segi tiga Maslow disebut dengan istilah aktualisasi diri (self actualization). Aktualisasi
diri ini menurut teori Maslow adalah merupakan puncak kebutuhan manusia.
Menurut pandangan humanistik, seorang anak belajar oleh karena adanya
dorongan dalam batin dirinya sendiri. Anak akan memperoleh kepuasan yang
merupakan ganjaran (reward) bagi dan dari dirinya sendiri karena buah hasil dari
usahanya. Dalam hal rewards ini pandangan humanistik berbeda dengan pandangan
behaviorisme. Kaum behaviorist berpandangan bahwa rewards dari luar diri siswa
akan efektif membangkitkan motivasi anak untuk belajar. Reward dari luar ini bisa
berupa pujian, uang, barang, medali, dan sebagainya yang dijanjikan akan diberikan
kepada siswa apabila dia bisa berhasil mengerjakan sesuatu. Kaum humanist
berpendapat bahwa reward dari luar siswa hanya membangkitkan motivasi luar
(extrinsic motivation) pada siswa. Mereka akan termotivasi untuk belajar atau
mengerjakan sesuatu apabila ada janji akan mendapatkan ganjaran. Apabila ini terus-
menerus terjadi akibatnya siswa tergantung pada ganjaran. Keadaan seperti ini jelas
72

tidak baik bagi perkembangan anak karena mereka akan selalu bergantung pada pihak
lain yang akan memberi ganjaran. Berbeda halnya apabila motivasi itu timbul dari
dalam diri siswa. Mereka belajar dan bekerja bukan karena keinginan untuk
memperoleh hadiah rewards dari siapapun, melainkan karena dorongan dari dirinya
sendiri. Mereka akan merasa puas apabila berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik. Kepuasan batin karena berhasil mengerjakan tugas inilah yang merupakan
rewards baginya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
kurikulum berdasarkan pendekatan humanis ini antara lain adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan dan pengembangan kurikulum didasarkan pada kebutuhan siswa agar
mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Suatu yang harus senantiasa diperhatikan oleh pengembang kurkulum adalah bahwa
sangat penting bagi anak untuk bisa berpikir dan berperasaan yang baik terhadap diri
mereka sendiri.
c. Kurikulum harus bisa menjadikan siswa percaya bahwa mereka bisa merancang
tujuan belajarnya sendiri dan mampu mencapainya.
d. Kegiatan belajar yang dirancang dalam kurikulum harus berpusat pada anak (student
centered).
Pendekatan apapun yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum, jawaban
terhadap beberapa pertanyaan ang dikemukakan oleh Jack C.Richard 2002; 1 dapat
memberikan kerangka framework untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran
bahasa.
a. Prosedur-prosedur apa yang dapat digunakan untuk menentukan isi program
pembelajaran bahasa
b. Apa kebutuhan siswa
c. Dapatkah kebutuhan siswa itu ditentukan
d. Apa factor-faktor konteks yang perlu dipikirkan dalam merencanakan program
pembelajaran bahasa
e. Apakah hakikat sasaran dan tujuan dalam pembelajaran bahasa dan bagaimana hal
itu dikembangkan
f. Faktar-faktor apa saja yang tercakup dalam perencanaan silkabus dan unit-unit
organisasi satuan pelajaran
73

g. Bagaimana pembelajaran bahasa yang baik yang dapat digunakan dalam suatu
program pembelajaran bahasa
h. Isu-isu apa saja yang tercakup dalam seleksi, adaptasi, dan perencanaan materi
pelajaran
i. Bagaimana seseorang dapat mengukur efektivitas suatu orogram pembelajaran
bahasa
1. 3 Pengorganisasian Kurikulum
Berdasarkan cara mengorganisasikannya dikenal beberapa model kurikulum
sebagai berikut.
a. Separated curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan menyajikan setiap
mata pelajaran secara terpisah. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri disajikan
terlepas dari mata pelajaran yang lain.
b. Integrated curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan memadukan
beberapa mata pelajaran. Materi beberapa mata pelajaran diintegrasikan dalam
suatu tema tertentu. Model integrated curriculum dengan model tematik ini banyak
digunakan di pendidikan dasar terutama di kelas-kelas awal.
c. Correlared curriculum, yaitu kurikulum yang didesain dengan menyajikan materi
suatu mata pelajaran dikorelasikan dengan materi pelajaran yang lain. Model
correlated curriculum ini banyak digunakan dalam pendidikan tingkat menengah.
Berdasarkan definisi-definisi beserta konsep-konsep yang dikemukakan di
dalamnya, dapat dikemukakan hakikat pengertian kurikulum meliputi konsep-konsep
sebagai berikut;
1) Kurikulum sebagai produk dari suatu kegiatan.
Kurikulum sebagai produk berwujud dokumen tertulis, beserta perangkat-perangkat
pembelajaran yang disusun berdasarkan dokumen tersebut, antara lain silabus, rencana
program pembelajaran , buku teks, berbagai media pembelajaran cetak maupun
elektronik. Berdasarkan konsep ini dapat dikemukakan bahwa hakikat Kurikulum
Bahasa Indonesia adalah suatu dokumen tertulis beserta perangkat pembelajaran
bahasa Indonesia, antara lain silabus pembelajaran bahasa Indonesia, Rencana
Program pembelajaran bahasa Indonesia, buku teks Bahasa Indonesia , dan berbagai
media pembelajaran bahasa Indonesia. Pemahaman terhadap kurikulum sebagai
74

produk ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain konsep-konsep yang hendak
disajikan dapat dirumuskan secara kongkrit. Dengan rumusan yang jelas, guru-guru
dapat lebih mudah mengembangkan kurikulum dalam menyusun berbagai perangkat
pembelajaran , seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran . Walaupun
demikian pandangan kurikulum sebagai produk mempunyai beberapa kelemahan, antara
lain pandangan ini membatasi jumlah dan jenis mata pelajaran.
2) Kurikulum sebagai program studi
Kurikulum sebagai program studi antara lain berwujud; sejumlah mata pelajaran
dengan kompetensi-kompetensi yang merupakan tujuan agar dikuasai siswa; pokok-
pokok materi pelajaran beserta sejumlah pengalaman yang disajikan dalam setiap
pelajaran; cara-cara pengelolaan pelaksanaan program, dan evaluasi proses serta
produk untuk mengatahui efektivitas dan hasil belajar siswa. Pandangan kurikulum
sebagai program studi mempunyai kelebihan antara lain memberikan keluwesan dalam
menetukan jumlah dan jenis mata pelajaran, dapat dengan mudah merancang kegiatan
belajar siswa dalam berbagai ‘setting’situasi sekolah. Kelemahan pandangan ini antara
lain menyiratkan bahwa kurikulum mampu mangakomodasikan semua yang harus
dipelajari siswa, suatu hal yang tidak mungkin.
3) Kurikulum sebagai kegiatan belajar.
Kurikulum sebagai kegiatan belajar berwujud segala hal yang diharapkan dipelajari
siswa untuk menguasai kompentensi yang merupakan tujuan pembelajaran ; materi
pelajaran yang berupa isi, gagasan, generalisasi konsep yang disajikan. Pandangan ini
mempunyai kelebihan, antara lain bahwa kurikulum mengemukakan konsep yang
kongkrit tentang apa saja yang akan dipelajari siswa dalam rangka menguasai
kompetensi untuk mencapai tujuan belakjar yang telah ditentukan. Kelebihan yang lain
adalah guru lebih mudah mengelola kegiatan pembelajaran karena cakupan kegiatan
belajar sudah jelas. Kelemahan pandangan ini antara lain kurikulum menjadi sangat
kompleks karena luasnya apa yang dimaksudkan dengan kegiatan belajar.
4) Kurikulum sebagai pengalaman-pengalaman siswa.
Kurikulum sebagai pengalaman siswa berwujud kegiatan yang direncanakan dila-
kukan siswa untuk memperoleh berbagai pengalaman. Dengan pengalaman-pengalaman
itu diharapkan siswa akan menguasai kompetensi baik kompetensi yang berkaitan
75

dengan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan tertentu. Dalam pelaksanaannya bisa


saja siswa melaksanakan kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman yang
belum disebutkan dalam perencanaan. Kelebihan dari padangan ini antara lain
kurikulum ini berfokus pada proses belajar dan siswa yang belajar, tidak pada guru yang
mengajar. Siswa akan lebih tertarik pada apa yang dipelajarinya karena memberikan
pengalaman yang sesuai dengan interest mereka. Kelemahan kurikulum menurut
pandangan ini adalah bahwa kurikulum menjadi sangat komples dan tidak terfokus.
Berdasarkan berbagai pengertian kurikulum sebagaimana dikemukakan di atas,
baik pengertian yang dikemukakan dalam berbagai definisi kurikulum oleh para ahli
pendidikan, maupun pengertian yang terkandung dalam definisi menurut kurikulum
dokumen formal di Indonesia, dapat dikemukakan bahwa hakikat kurikulum dalam
pendidikan dan pembelajaran di Indonesia mencakupi hal-hal sebagai berikut.
a. Kurikulum berisi rencana pelajaran yang memuat sejumlah mata pelajaran, di
ataranya adalah mata pelajaran bahasa Indonesia.
b. Pengertian kurikulum juga mengacu pada satu mata pelajaran sehingga dapat
disebutkan kurikulum bahasa Indonesia, kurikulum matematika, kurikulum IPA,
kurikulum IPS, dan sebagainya.
c. Dalam dokumen kurikulum secara tertulis dikemukakan tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta evaluasi proses dan hasil pembelajaran pada masing-masing mata
pelajaran, termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia
d. Kurikulum digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran .
e. Kurikulum disusun masing-masing satuan pendidikan, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SMK, dan sebagainya sehingga bisa disebutkan Kurikulum SD/MI,
Kurikulum SMP/MTs, Kurikulum SMA/MA.
f. Berkaitan dengan butir b) dan e) dapat disebutkan adanya kurikulum Bahasa
Indonesia SD/MI, kurikulum bahasa Indonesia SMP/Mts, kurikulum bahasa
Indonesia SMA/MA dan sebagainya menurut jenis dan jenjang pendidikannya.
g. Kurikulum memuat pengalaman-pengalaman yang disajikan dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas, baik pengalaman-pengalaman yang
sudah direncanakan dalam kurikulum maupun yang belum direncanakan, sehingga
76

dikenal adanya kegiatan intra kurikuler, kegiatan kokurikuler , dan kegiatan ekstra
kurikuler.
Kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia yang sekarang digunakan adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan kurikulum
operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP di tingkat pendidikan dasar dan menengah didasarkan
pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Panduan Pengembangan KTSP yang disusun oleh BSNP. Standar Isi (SI) adalah ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dirumuskan dalam persyaratan kompetensi
lulusan, kompetensi bahan kajian mata pelajaran yang harus dicapai oleh siswa, dan
silabus pembelajaran pada setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. SKL
merupakan kualifikasi lulusan yang meliputi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai
dengan standar nasional yang ditentukan. SKL meliputi kompetensi seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan digunakan sebagai pedoman penilaian
dalam menentukan kelulusan siswa pada masing-masing satuan pendidikan. Para guru
setiap mata pelajaran, termasuk guru mata pelajaran bahasa Indonesia harus memahami
SI dan SKL tersebut.
Penyusunan KTSP dikerjakan oleh masing-masing sekolah (guru, kepala sekolah)
bekerja sama dengan komite sekolah, tokoh-tokoh masyarakat, ahli pendidikan,
pengamat pendidikan, para ahli dari Perguruan Tinggi. Dengan keterlibatan berbagai
pihak ini diharapkan KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat, kondisi dan situasi lingkungan setempat.
Standar Isi (SI) dan (SKL)yang dijadikan sebagai dasar penyusunan KTSP untuk
semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya
dikembangkan dengan berbasis kompetensi (competence based curriculum). Khusus
untuk pembelajaran bahasa Indonesia digunakan juga pendekatan komunikasi
(Communicative Language Teaching). Pendekatan kompetensi dan pendekatan
komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengutamakan proses
pembelajaran yang berpusat pada pembentukan kompetensi komunikasi berbahasa
Indonesia. Berdasarkan SI dan SKL mata pelajaran bahasa Indonesia dikembangkan
77

kompetensi dasar (KD) dan materi pokok mata pelajaran bahasa Indonesia. Ketrampilan
Dasar dan materi pokok tersebut berpusat pada pembentukan kompetensi trampil
berbahasa yaitu trampil berwicara, menyimak, membacas, dan menulis, serta
pembentukan kemampuan berpikir logis dan sistematis dalam berbahasa Indonesia.
Berkaitan dengan kompetensi berbahasa dalam pendekatan komunikatif Jack C.
Richard dan Theodore S.(1986) mengemukakan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai
berikut.
a. Sangat mengutamakan makna.
b. Materi dialog yang digunakan berpusat pada fungsi komunikasi bahasa. Dialog
tersebut tidak perlu dihafalkan siswa.
c. Konteks pemakaian bahasa merupakan hal yang sangat utama.
d. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
e. Membangun komunikasi yang efektif.
f. Latihan yang bersifat “drilling” boleh dipakai tetapi hanya terbatas saja
(peripherally).
g. Materi pengucapan dan bertutur diutamakan.
h. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menolong siswa dalam berkomunikasi
dapat digunakan untuk pembelajaran sesuai dengan umur dan interes siswa.
i. Sejak awal dilatih langsung berkomunikasi. Apabila mungkin diupayakan
pemanfaatan “native speaker” .
j. Penerjemahan boleh digunakan bila siswa memerlukan dan menguntungkan
mereka.
k. Bila diinginkan membaca dan menulis dapat dilakukan sedini mungkin.
l. Materi sistem bahasa (gramatika) dapat dipelajari dengan baik melalui proses
berkomunikasi.
m. Kemampuan berkomunikasi dengan ketepatan dan kesesuaian pemakaian siatem
gramatika merupakan tujuan utama.
n. Variasi bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan materi
dan metode pembelajaran .
o. Urutan penyajian materi pelajaran ditentukan dengan memperhatikan isi, fungsi,
dan makna komunikasi.
78

p. Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk berbahasa.


q. Penguasaan kompetensi berbahasa akan terbentuk melalui mencoba, berlatih
terus walupun bisa terjadi kesalahan-kesalahan .
r. Tujuan utama pembelajaran kemampuan berkomunikasi adalah kelancaran dan
keberterimaan dalam bertutur.
s. Siswa diharapkan banyak-banyak berinteraksi berbahasa dengan sesama teman
baik pasangan dialog maupun kelompoknya.
t. Guru tidak dapat mengetahui secara pasti bahasa /variasi bahasa apa yang akan
digunakan berkomunikasi oleh siswa.
u. Motivasi intrinsik akan terbangun melalui apa yang akan dikomunikasikan
dengan bahasa.
1.4 Komponen Kurikulum
Komponen kurikulum yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah elemen atau
unsur-unsur kunci yang membangun sebuah kurikulum. Berdasarkan berbagai definisi
serta pengertian kurikulum baik yang disampaikan oleh para ahli pendidikan dan
pembelajaran , maupun yang dikemukakan dalam definisi kurikulum menurut Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikemukakan
bahwa komponen-komponen kurikulum terdiri dari; (a) tujuan yang ingin dicapai, (b)
materi yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan, (c) pengalaman belajar dan (d)
evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai. Keempat komponen ini saling
berhubungan satu sama lain dalam jalinan hubungan yang besifat interdepensi dan
bersama-sama membentuk suatu sistem. Oleh karena itu, kondisi dan “perilaku” suatu
komponen akan berpengaruh terhadap komponen lainnya. Misalnya, ketidakjelasan
rumusan komponen tujuan akan menyulitkan pemilihan materi dan pengalaman belajar,
menyulitkan pengorganisasiannya, dan akhirnya akan menyulikan juga proses evaluasi
untuk mengetahui tingkat ketercapain tujuan yang direncanakan. Berikut ini
dikemukakan uraian masing-masing komponen kurikulum tersebut.
1.4.1 Tujuan
Komponen tujuan kurikulum berisi rumusan kondisi psikologis yang meliputi
keimanan dan ketakwaan, intelektual, sosial, dan emisional serta kondisi fisik yang
dikehendaki untuk dicapai oleh siswa setelah mereka selesai mengikuti kegiatan
79

pendidikan dan pembelajaran . Komponen tujuan ini memduduki posisi sentral dalam
sistem kurikulum. Artinya, pengembangan komponen-komponen kurikulum yang lain
semuanya mengacu pada komponen tujuan. Seluruh kegiatan proses pendidikan dan
pembelajaran dilaksanakan agar siswa dapat mencapai tujuan tersebut. Walaupun
demikian, tidak berarti bahwa komponen tujuan menjadi satu-satunya orientasi. Teori
pendidikan dan pembelajaran yang berkembang sekarang memandang bahwa
disamping komponen tujuan, proses yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu juga
sangat penting.
Kurikulum pendidikan di Indonesia adalah salah satu komponen dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus selaras
dengan kebijakan pendidikan nasional yang telah ditetapkan dalam Sistem Pendidikan
Nasional sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyusunan dan perumusan komponen-komponen
kurikulum dilaksanakan dengan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
kerangka berfikir demikian ini, maka perumusan komponen tujuan dalam kurikulum
harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Tujuan
pendidikan nasional telah dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pemahaman terhadap tujuan pendidikan nasional ini sangat penting bagi para
pengambil kebikajan dalam dunia pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah, para
pelaksana pendidikan dalam bergai bidang seperti pengembang kurikulum, guru, dosen,
penyusun buku pelajaran, dan sebagaimya. Dua hal sangat mendasar yang dikemukakan
dalam tujuan pendidikan nasional tersebut, yaitu (1) berkembangnya potensi siswa, dan
(2) kualitas manusia Indonesia yang diinginkan. Hal yang pertama, mengamanatkan
kepada semua pemikir dan pelaksana pendidikan agar merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi semua kegiatan pendidikan dengan fokus pada kepentingan
pengembangan potensi siswa. Hal yang kedua mengemukakan kualitas manusia
Indonesia yang diinginkan, yaitu manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
80

a. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa;


b. Berakhlak mulia;
c. Sehat jasmani dan rokhani;
d. Berilmu;
e. Cakap;
f. Kreatif;
g. Mandiri;
h. Demokratis;
i. Bertanggung jawab.
Perumusan komponen tujuan kurikulum pada semua jenis dan jenjang
pendidikan harus mengacu pada tercapainya kualitas manusia Indonesia yang diinginkan
itu.
Kurikulum disusun untuk setiap satuan pendidikan, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK, SLB dan sebagainya serta digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran di setiap satuan pendidikan tersebut. Dalam kurikulum setiap satuan
pendidikan tersebut disajikan sejumlah mata pelajaran, diantaranya mata pelajaran
bahasa Indonesia. Untuk setiap mata pelajaran ini disusun pula kurikulum mata
pelajaran. Perumusan tujuan kurikulum setiap mata pelajaran harus mengacu pada
tujuan pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Di dalam Permendiknas
Nomor 22 Th. 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
dikemukakan tujuan pendidikan di setiap satuan pendidikan sebagai berikut.
1. Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A/SMP/MTs/ SMPLB/ Paket
B , bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Pendidikan Menengah, yang meliputi SMA/MA, SMALB/Paket C, bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
81

Secara terinci tujuan pendidikan di setiap satuan pendidikan tersebut dijabarkan


menjadi sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa atau siswa setelah
menyelesaikan pendidikannya di satuan pendidikan yang bersangkutan. Kompetensi-
kompetensi itu disebut sebagai Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pedidikan (SKL-
SP). Adapun SKL-SP selengkapnya adalah sebagai berikut.

SD/MI/SDLB/Paket A
1. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2. Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.
4. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi di lingkungan sekitarnya.
5. Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis,dan
kreatif.
6. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif dengan bimbingan
guru/pendidik.
7. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.
8. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan
sehari-hari.
9. Menujukkan kemampuan mengenlai gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar.
10. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan.
11. Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air
Indonesia.
12. Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal.
13. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar aman, dan memanfaatkan
waktu luang.
14. Berkomunikasi secara jelas dan santun.
15. Berkerjasama dalam kelompok, tolong menolong, dan menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya.
16. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis.
17. Menunjukkan ketrampilan menyimak, berbicara, menulis, dan berhitung.
82

Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang berkaitan
dengan pembelajaran bahasa Indonesia.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja.
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3. Menunjukkan sikap percaya diri.
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, susku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup nasional.
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkunghan sekitar dan sumber-sumber
lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpkir logis, kritis, dan kreatif.
8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mendiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
10. Mendeskripsi gejala alam dan sosial.
11. M emanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab.
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15. Menerpkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.
16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarkat.
18. Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19. Menunjukkan kegemaran membaca, dan menulis naskah pendek sederhana.
20. Menunjukkan ketrampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
83

21. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.


Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang
berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
SMA/MA/SMALB/Paket C
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkem-
bangan remaja.
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta
memperbaiki kekurangannya.
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan
dan pekerjaannya.
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial.
5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global.
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis,
kreatif, dan inovatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
pengambilan keputusan.
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberda-yaan
diri.
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
10. Menunjukkan kemampuan menganalisi dan memecahkan masalah kompleks.
11. Menunjukkan kemampuan mnenganalisis gejala alam dan sosial.
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
13. Berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya.
15. Mengapresiasi karya seni dan budaya.
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan
lingkungan.
18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.
84

19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam perbgaulan masyarakat.
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
21. Menunjukkan ketrampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan
estetis.
22. Menunjukkan ketrampilan menuyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam
bahasa Indonesia dan Inggris.
23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang
berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia.

SMK/MAK
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkem-
bangan remaja.
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan serta
memperbaiki kekurangannya.
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan,
dan pekerjaannya.
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial.
5. Mengharai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global.
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis,
kreatif, dan inovatif.
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam
mengambil keputusan.
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk memberda-
yakan diri.
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang ter-
baik.
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks.
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial.
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
85

13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara secara


demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya.
15. Mengapresiasi kegiatan seni dan budaya.
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan
lingkungan.
18. Berkomunikasi lisan secara efektif dan santun.
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat.
20. Menghatrgai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
21. Menunjukkan ketrampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan
estetis.
22. Menunjukkan ketrampilan menuyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam
bahasa Indonesia dan Inggris.
23. Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk
memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi
sesuai dengan kejuruannya.
Catatan Butir-butir yang bercetak miring merupakan butir SKL SP yang
berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan pada masing-masing satuan pendidikan
sebagaimana dikemukakan di atas dilakukan dengan memberikan sejumlah mata
pelajaran, di antaranya mata pelajaran bahasa Indonesia.
Dengan memperhatikan tujuan Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan pada
masing-masing satuan pendidikan, dan Standar Kompetensi Lulusan pada setiap satuan
pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, komponen tujuan kurikulum bahasa
Indonesia di semua jenis dan jenjang pendidikan dirumuskan sebagai berikut.
1. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
(nasional) dan bahasa negara.
86

2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,
keperluan, dan keadaan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk mening-katkan


kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.

4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).

5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan


kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa.

6. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya


dan intelektual manusia Indonesia.
Rumusan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia ini adalah rumusan tujuan
pada semua lembaga pendidikan. Oleh karena itu, rumusan ini dapat disebut sebagai
rumusan tujuan institusional. Selanjutnya rumusan tujuan institusional ini dijabarkan
menjadi tujuan yang lebih operasional yang menggambarkan kompetensi berbahasa
Indonesia yang akan dicapai siswa setelah menyelesaikan studinya di satuan pendidikan
tertentu. Di dalam Permendiknas Nomor 22 Th. 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dikemukakan rumusan Standar Kompetensi Lulusan
Mata Pelajaran (SKL-MP) untuk bahasa Indonesia pada setiap jenis dan jenjang satuan
pendidikan. Yang dimaksudkan dengan Kompetensi Lulusan adalah kemampuan yang
dapat dilakukan atau ditampilkan lulusan suatu satuan pendidikan yang meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
SKL MP dijabarkan menjadi Standar Kompetensi SK pada masing-masing
Kelas dalam satuan pendidikan yang bersangkutan SD/MI, SMP/SMTs.,SMA/MA.
Selanjutnya SK pada masing-masing kelas itu diajabarkan menjadi tujuan yang lebih
operasional lagi yang disebut dengan Kompetensi Dasar (KD) yaitu kompetensi
minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum
yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar kompensi
87

tertentu dari suatu matapelajaran. Berikut ini dikemukakan SKL-MP pada satuan
pendidikan tersebu
SD/MI
Mendengarkan
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan,
pengumuman, bertita, deskripsi berbagai
peristiwa dan benda sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng puisi, cerita,
drama, panerita, dan drama.tun, dan cerita rakyat.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalammkegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana,
wawancara,percakapan sederhana, percakapan telpun, diskusi, pidato,
deskripsimperistiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita,
pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra
untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa
petunjuk, teks panjang dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi,
dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.

Menulis
Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat
pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, paraphrase,
serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
SMP/MTs
Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian
berita radio/TV, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan
berbagai karya sastra berbentuk dongeng, puisi, drama, novel remaja, syair,
kutipan, dan synopsis novel.
88

Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengunkapkan pikiran, perasaan, iformasi,
pengalaman, pendqapat dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi
lporan, diskusi, prorokoler, dan pidato serta dalam berbagai karya sastra
berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama.

Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai bentuk
wacana tulis, dan berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerita pendek, drama,
novel remaja, antologi puisi, novel dari berbagai angkatan.
Menulis
Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengingkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam bentuk buku harian, surat pribadi, pesan singkat, laporan,
surat dnias, petunjuk, rqangkuman, teks berita, slogan, poster, iklan
baris,resensi, karangan, karya ilmiah sederhana, pidato, surat pembaca, dan
berbagai karya sastra berbentuk pantun, dongeng, puisi, drama, dan cerpen.

SMA/MA
Program IPA dan IPS
Mendengarkan
Memahamai wacana lisan dalam kegiatan penyampaian berita, laporan, saran,
bercertia, berpidato, wawancara, diskusi, seminar, dan pembacaan karya sastra
berbentuk puisi, cerita rakyat, drakma, cerpen,dan novel.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi hasil
penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis teks non
sastra berbentuk grafik, table, artikel, tajuk rencana, teks pidato, serta teks
89

sastra berbentuk puisi, hikayat, novel, biografi, puisi kontemporer, karya sastra
berbagai angkatan dan kmarya sastra Mekayu Klasik.
Menulis
Menggunakan berbaghaio wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narqasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi, teks pidato, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkuman,
ringkasan, notulen,laporan, resensi, karya ilmiah, dan berbagai karya sastra
berbentuk puisi, cerpen, drama, kritik, dan esei.
Program Bahasa
Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan pidato, ceramah/khotbah, wawancara,
diskusi, dialog, penyampaian berita, presentasi laporan.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan pengalaman dalam kegitatan presentasi hasil penelitian, laporan
pembacaan buku, dan presentasi program, bercerita, wawancara, diskusi,
seminar, debat, dan pidato tanpa teks.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berbetuk
esei, artikel, dan biografi.
Menulis
Mengungkapkan pikiran dan informasi dalam wacana tulis dalam bentuk
wacana deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi,
ringkasan/rangkuman, laporan, karya ilmiah, makalah, serta surat lanaran.
Kebahasaan
Memahami dan menggunakan berbagai komponen kebahasaan, baik fonologi,
morfologi, maupun sintyaksis dalam wacana lisan dan tulis.
Sastra Indonesia SMA
Khusus untuk Program Bahasa
Mendengarkan
90

Memahami wacana lisan dalam kegiatan apresiasi terhadap pementasan drama


dan pembacaan puisi.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan membahas serta mengapresiasi berbagai karya sastra berbentuk
puisi, prosa, dan drama.

Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk mengapresisi karya sastra
berbentuk novel, cerita pendek, hikayat, dan drama.
Menulis
Menggunakan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatanapresiatif yang
menghasilkan transformasi karya sastra, kritik dan esei, dan berbagai kerya
sastra berbentuk puisi, drama, serta transliterasi transkripsi naskah lama
berhuruf Arab Melayu.
Kesastraan
Menguasai komponen kesastraan, genre sastra dan perkembangannya untuk
mengapresiasi karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan drama.
SMK/MA
Tingkat Semenjana
Mendengarkan
Memahamai wacana lisan dalam kegiatan penyampaian dan penerimaan
informasi yang berkaitan dengan kehdupan sehari-hari.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengnungkapkan oikiran, perasaan, dan
penyampaian informasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami berbagai wacana tulis
berupa teks, grafik, table yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Menulis
91

Menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk pengungkapkan pikiran,


perasaan, dan penyampaian informasi dalam bentuk teks, grafik, dan table yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Tingkat Madia
Mendengarkan
Memahami wacana lisan dalam kegiatan penyampaian dan penerimaan informasi yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan
penyampaian informasi berkaitan dengan pekerjaan.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis
berupa teks grafik, dan table yang berkaitan dengan pekerjaan.
Menulis
Menggunakan berbagai wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan penyampaian informasi dalam bentuk teks, grafik, tabel yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Tingkat Unggul
Mendengarkan
Memahamai wacana lisan dalam kegiatan penyampaian dan penerimaan
informasi yang berkaitan dengan ilmiah sederhana.
Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
penyampaian informasi yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah sederhana.
Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berupa
teks, grafik, dan tabel yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah sederhana.
Menulis
Menggunakan berbagai wacana tulis untuk menngungkapkan pikiran perasaan,
dan penyapaian informasi dalam bentuk teks, grafik, dan tabel yang berkaitan
dengan kegiatan ilmiah sederhana.
92

Standar Kompetensi Lulusan untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan tujuan yang
bersifat umum. Artinya, rumusan tujuan tersebut masih perlu dikembangkan menjadi
rumusan tujuan yang lebih operasional. Oleh karena itu, SKL MP dijabarkan menjadi
Standar Kompetensi SK pada masing-masing Kelas dalam satuan pendidikan yang
bersangkutan SD/MI, SMP/SMTs.,SMA/MA. Selanjutnya SK pada masing-masing
kelas itu dijabarkan menjadi tujuan yang lebih operasional lagi yang disebut dengan
Kompetensi Dasar KD yaitu kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus
dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan
oleh siswa untuk standar kompensi tertentu dari suatu matapelajaran. Pengembangan
Standar Kompetensi Lulusan menjadi sejumlah Standar Kompetensi di setiap Kelas dan
menjabarkannya lagi menjadi sejumlah Kompetensi Dasar dilakukan pada waktu
penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada masing-masing satuan
pendidikan (SD/MI, SMP/MTs/, SMA/MA, SMK/MAK).
Secara hirarki berbagai level tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam Sistem
Pendidikan Nasional dapat dikemukakan dalam bagan berikut ini

TUJUAN
PENDIDIKAN NASIONAL

TUJUAN PENDIDIKAN
PADA SETIAP SATUAN PENDIDIKAN
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SATUAN
PENDIDIKAN (SKL SP)

TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA


93

INDONESIA PADA SEMUA SATUAN PENDIDIKAN


TUJUAN INSTITUSIONAL

TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


DI MASING-MASING SATUAN PENDIDIKAN
DISEBUT STANDAR KOMPETENSI LULUSAN MATA PELAJARAN
( SKL MP) MERUPAKAN TUJUAN KURIKULER

TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


YANG BERSIFAT OPERASIONAL DISEBUT
KOMPETENSI DASAR ( KD )JABARAN DARI SKL MP

TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA UNTUK SETIAP TOPIK MATERI PELAJARAN
YANG DIPILIH UNTUK SETIAP ( KD) DISEBUT INDIKATOR

Bagan hirarki tujuan pembelajaran bahasa Indonesia


1.4.2 Materi Pelajaran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia baik tujuan umum, tujuan
institusional, maupun tujuan yang lebih operasional sebagaimana dikemukakan dalam
Standar Kompetensi Lulusan di setiap jenjang dan jenis satuan pendidikan, dalam setiap
kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia dikemukakan isi materi/bahan pelajaran.
Adapun bentuk atau wujud materi/bahan pelajaran bahasa Indonesia yang dikemukakan
dalam kurikulum adalah berupa pokok-pokok materi pelajaran. Sedangkan pengem-
bangan materi pelajaran ini dalam bentuk selengkapnya untuk disajikan dalam
pembelajaran di kelas dikemukakan dalam silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran atau RPP. Sekali lagi, di dalam kurikulum hanya dikemukakan pokok-
pokok materi saja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa materi pelajaran bahasa Indonesia terdiri
dari pengetahuan tentang bahasa Indonesia, kemampuan berbahasa Indonesia dan
mengapresiasi sastra Indonesia, dan sikap terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Pengetahuan tentang bahasa dan sastra Indonesia meliputi fakta-fakta, konsep,dan
prinsip yang berkaitan dengan struktur, makna, dan fungsi bahasa Indonesia.
Kemampuan berbahasa Indonesia meliputi kemampuan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis (composition). Kemampuan mengapresiasi sastra terdiri dari
94

kemampuan menikmati dan menghargai karya-karya sastra serta kemampuan


menghasilkan berbagai macam karya sastra seperti puisi, novel, cerpen, drama.
Isu materi pelajaran juga berkait dengan apa yang akan diajarkan dan bagaimana
mengorganisasikannya.. Kritik yang sangat luas terhadap pelajaran bahasa Indonesia
adalah bahwa selama ini pembelajaran bahasa Indonesia lebih mengutamakan pada
pembelajaran tentang pengetahuan struktur bahasa (struktur tata bahasa) daripada
pembelajaran berbahasa. Sesuai dengan pendekatan kompetensi dan pendekatan
komunikatif seharusnya materi yang diajarkan dalam pembelajaran bahasa adalah
materi yang berguna bagi pembentukan kompetensi berbahasa dalam berbagai peristiwa
komunikasi. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa semestinya berpusat pada
ketrampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis serta materi-materi untuk
membentuk kemampuan berpikir logis sistematis, berpikir kritis dan kreatif.
Sehubungan dengan KTSP, materi pelajaran Bahasa Indonesia diturunkan dari SI yang
telah ditentukan. Pengorganisasian materi pelajaran Bahasa Indonesia, seyogyanya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diajarkan hendaknya berguna
bagi komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian
materi (khususnya materi kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi
sehari-hari, misalnya pengetahuan tatabahasa yang sangat linguistis.
b. Kebutuhan berbahasa nyata siswa harus menjadi prioritas guru. Bahan-bahan
pelajaran disarankan bersifat otentik
c. Siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa, baik
lisan maupun tulis, serta mampu mengungapkan gagasan melalui bahasa.
d. Kelas diaharapkan menjadi masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang
produktif. Guru diharapkan sebagai pemicu kegiatan berbahasa lisan dan tulis.
e. Tugas-tugas pembelajaran bahasa dijalankan secara bervariasi, berselang-
seling, dan diperkaya baik materi maupun kegiatannya. Harus diingat bahwa
kegiatan berbahasa sifatnya tidak terbatas.

1.4.3 Prinsip-prinsip Pemilihan Materi Pelajaran Bahasa Indonesia


95

Beberapa prinsip pemilihan butir-butir materi pelajaran bahasa Indonesia yang akan
dikemukakan dalam kurikulum antara lain sebagai berikut.
1. Pemilihan butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia harus mengacu pada
rumusan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Standar
Kompetensi dalam setiap Kelas dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia yang merupakan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan
demikian materi pelajaran tidak terlepas dari tujuan pelajaran.
2. Butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia yang dipilih harus memenuhi kriteria
relevansi (relevance), konsistensi (consistence), dan kecukupan (eduquacy). Kriteria
relevansi mengacu pada kesesuaian dengan kepentingan pencapaian tujuan pelajaran
sebagaimana dikemukakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan pada masing-masing satuan pendidikan. Kriteria konsistensi
mengacu pada keajegan hubungan antara bahan ajar dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Artinya, setiap kali memilih butir-butir materi baik fakta-fakta,
konsep, dan prinsip yang berkaitan dengan struktur, makna, maupun fungsi bahasa
Indonesia, selalu memperhatikan dan mengaitkan pemilihan butir-butir materi itu
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kriteria kecukupan mengacu pada
kedalaman dan keluasan butir-butir materi yang dipilih untuk masing-masing standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Dua hal yang dapat digunakan untuk
memperkirakan keluasan dan kedalaman materi ini, yaitu kepentingan atau kebu-
tuhan siswa pada setiap satuan pendidikan dan alokasi waktu/jam pelajaran pada
satuan pendidikan.
3. Butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia harus bermakna bagi siswa baik
selama mengikuti pendidikan di sekolah maupun nanti dalam kehidupan di
masyarakat. Oleh karena itu pemilihan butir-butir materi bahasa dan sastra Indonesia
harus memperhatikan kebutuhan dan kondisi siswa pada setiap satuan pendidikan.
Agar diperoleh informasi yang komprehensif tentang kebutuhan siswa tersebut, perlu
diadakan analisis kebutuhan dalam berbahasa Indonesia yang meliputi aspek
ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), aspek-aspek
kebahasan (tata bahasa dan kosa kata), latar belakang sosial budaya siswa, bahasa
96

pertama siswa, serta kemampuan berbahasa Indonesia siswa yang diperoleh pada
jenjang-jenjang pendidikan terdahulu.
4. Pemilihan butir-butir materi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus
memperhatikan aspek fisibilitas yaitu keterlaksanaannya materi dipelajari siswa
berkaitan dengan berbagai hal seperti sumber-sumber bahan pelajaran yang tersedia,
kemampuan guru yang akan mengajarkan materi itu, kondisi siswa, alokasi waktu
dalam kurikulum, sarana dan prasaranan pembelajaran , dan sebagainya.
5. Butir-butir materi pelajaran bahasa Indonesia harus diambil dari suasana pemakaian
santai dalam kehidupan sehari-hari, suasana resmi, dan kenyataan pemakaian bahasa
Indonesia dalam masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahasa
Indonesia mempunyai berbagai variasi bahasa baik berdasarkan geografi daerah
pemakaian (dialeks geografi), lapisan masyarakat pemakainya (dialek sosial dan
sebagainya. Disamping itu bahasa Indonesia juga mengenal variasi baku dan tidak
baku. Variasi yang dipilih sebagai materi pelajaran bahasa Indonesia adalah variasi
bahasa baku dengan pertimbangan-pertimbngan sebagai berikut.
a. Variasi bahasa Indonesia baku merupakan variasi bahasa Indonesia yang
paling luas daerah pemakainannya baik secara geografis di Indonesia, maupun
lapisan masyarakat dengan latar belakang sosial budayanya.
b. Variasi bahasa Indonesia baku adalah variasi bahasa yang ditetapkan sebagai
Baha Resmi Negara. Seluruh kegiatan penyelenggaraan kehidupan bernegara
dilaksanakan dalam bahasa Indonesia baku.
c. Variasi bahasa Indonesia baku adalah variasi bahasa Indonesia yang
ditetapkan sebagai Bahasa Nasional. Oleh karena itu penyebarannya sangat luas
baik secara geografis maupun sosiologis, politis, ekonomi, dan budaya di
Indonesia.
d. Variasi bahasa Indonesia paling banyak digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam berbagai media baik cetak (surat kabar, majalah,jurnal),
maupun elektronik televisi, radio, internet).
e. Variasi bahasa Indonesia tidak baku (dialek geografi, dialek sosial, register)
akan dikuasai oleh siswa secara “alamiah” di lingkungannya masing-masing.
97

6. Pemilihan butir-butir materi pelajaran bahasa Indonesia perlu memperhatikan


aspek validitas secara linguistis. Artinya, butir-butir materi yang dipilih itu dapat
diertanggungjawabkan secara ilmiah menurut kaidah-kaidah Linguistik baik
Linguistik murni (general linguistics) maupun Linguistik terapan (applied
linguistics).
7. Butir-butir materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang dilih harus
memberikan kemungkinan yang luas kepada siswa untuk mengkajinya baik secara
individual maupun kelompok, serta mudah pengembangnnya oleh guru pada waktu
menyusun silabus dan RPP.

1.4.4 Prosedur Pemilihan Materi Pelajaran Bahasa Indonesia


Pemilihan materi pelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan prosedur
sebagai berikut.
a. Langkah pertama dalam memilih materi pelajaran adalah memahami secara
mendalam tujuan-tujuan pelajaran bahasa Indonesia baik tujuan umum, tujuan
institusional, maupun tujuan yang bersifat operasional yang dirumuskan dalam
Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran (SKL-MP) Bahasa dan Sastra
Indonesia, Standar Kompetensi setiap Kelas , dan Kompetensi Dasar yang
dijabarkan dari SKL-MP dan SK Kelas. Untuk memperoleh wawasan yang lebih
komprehensif tentang tujuan pelajaran bahasa Indonesia perlu pula dipahami hirarki
tujuan sebagaimana dikemukakan dalam uraian 2.2.
b. Pemetaan aspek tujuan pembelajaran bahasa Indonesia
Yang dimaksudkan dengan pemetaan aspek tujuan pembelajaran bahasa Indonesia
adalah kegiatan mengindentifikasi dan memahami aspek-aspek tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia kemudian mendeskripsikannya. Untuk melaksanakan kegiatan ini
perlu lebih dahulu dipahami secara komprehensif bahwa pembelajaran bahasa
Indonesia adalah suatu kesatuan yang di dalamnya terdapat berbagai aspek. Berikut
ini dikemukakan gambaran peta aspek-aspek pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia serta hubungan antara aspek-aspek
98

BERBICARA

MEMBACA MENULIS

MENDENGARKAN

KEMAMPUAN BERNALAR

KEBAHASAAN DAN
KOSA KATA

Peta Aspek-aspek pembelajaran bahasa dan Sastra


Indonesia

Dalam bagan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran bahasa Indonesia


sebagai suatu keutuhan yang terdiri dari aspek ketrampilan berbicara, ketrampilan
medengarkan, ketrampilan membaca, ketrampilan menulis, aspek kebahasaan, kosa
kata, dan kemampuan bernalar. Aspek kebahasaan terdiri dari aspek bunyi (fonologi),
pembentukan kata (morfologi), penyusunan kalimat (sintaksis), makna. Aspek berbicara
dan mendengarkan merupakan aspek ketrampilan berbahasa lisan, sedangkan aspek
membaca dan menulis merupakan ketrampilan bahasa tulis. Ketrampilan bernalar
adalah kemampuan berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
Sebenarnya, keberadaan keempat ketrampilan berbahasa tersebut serta aspek
kebahasaan, kosa kata, dan kemampuan bernalar adalah dalam diri pemakai bahasa,
yaitu dalam struktur mental pemakai bahasa. Realisasinya dalam pemakaian bahasa juga
berada dalam diri pemakai bahasa. Oleh karena itu, keempat ketrampilan berbahasa itu
hakikatnya adalah satu. Namun, realisasinya dalam pemakaian berbahasa pada waktu
terjadi peristiwa komunikasi bisa berupa salah satu dari empat ketrampilan berbahasa
itu. Bisa juga terjadi dalam suatu peristiwa komunikasi, ketrampilan berbahasa yang
terealisir lebih dari satu. Misalnya pada waktu mengikuti kegiatan berdiskusi,
ketrampilan mendengarkan dan ketrampilan berbicara serentak muncul dalam diskusi
99

itu. Pada waktu membuat tanggapan terhadap suatu artikel, serentak teralisir aspek
ketrampilan membaca dan ketrampilan menulis.
Realisasi ketrampilan berbahasa itu semua juga selalu ditentukan oleh kemampuan
bernalar. Kemampuan bernalar berperan besar dalam memilih dan menyusun proposisi
sehingga terbentuk suatu pernyataan yang sistematis dan logis yang kemudian
direalisasikan dalam bentuk berbahasa lisan atau berbahasa tulis. Pemakaian bahasa
dalam semua peristiwa komunikasi (berwujud ketrampilan berbahasa baik lisan maupun
tulis) hanya bisa dilakukan bila seseorang menguasai aspek kebahasaan dan kosa kata.
Aspek kebahasaan berwujud struktur bahasa yang berupa sistem kaidah gramatika/tata
bahasa (langue). Setiap pemakai bahasa harus mempunyai kompetensi bahasa
(mengetahui dan menguasai sistem gramatika) serta harus pula mempunyai kompetensi
performansi bahasa (mampu menggunakannya dalam berbagai realisasi pemakaian
bahasa) baik dalam berbahasa lisan maupun tulis. Agar dapat menggunakan bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis, siswa harus menguasa
sistem tata bahasa Bahasa Indonesia yang meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis,
dan wacana dalam bahasa Indonesia. pembelajaran bahasa Indonesia perlu
menyajikan materi tata bahasa. Persoalan yang sering menjadi perdebatan di kalangan
ahli penngajaran bahasa Indonesia antara lain persoalan memilih unsur-unsur tata
bahasa yang akan diajarkan serta bagaimana mengajarkannya. Kritik yang selama ini
ditujukan pada pembelajaran bahasa bahasa Indonesia adalah bahwa pembelajaran
bahasa Indonesia tidak mengajarkan bagaimana berbahasa Indonesia, melainkan
mengajarkan tentang bahasa Indonesia. pembelajaran materi tata bahasa Indonesia
disajikan dalam bentuk pembelajaran teori tata bahasa, disajikan dalam jam pertemuan
tersendiri, terlepas dari pemakaian bahasa. Akibatnya siswa mungkin mengetahui teori
tentang tata bahasa Indonesia tetapi tidak mampu menggunakannya dalam praktek
berbahasa. Keadaan ini tidak boleh terjadi. Pemilihan materi tata bahasa dan cara
mengajarkannja harus selalu dikaitkan dengan pemakainannya dalam berkomunikasi
baik lisan maupun tulis. Hal ini akan dibahas dalam pokok uraian mengembangkan
materi pelajaran dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia.
Disamping penguasaan kaidah kebahasaan dan kemampuan bernalar yang baik,
realisasi pemakaian bahasa dalam keempat ketrampilan berbahasa Indonesia tersebut
100

juga memerlukan penguasaan kosa kata. Yang dimaksudkan dengan kosa kata dalam
pembelajaran bahasa adalah pengetahuan tentang kata dan makna kata yang dimiliki
oleh seseorang baik dalam bahasa lisan maupun tulis serta kemampuan mengguna-
kannya baik dalam memproduksi tuturan maupun memahami tuturan production and
comprehension.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan peta aspek-aspek pembelajaran
bahasa Indonesia, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, kebahasaan, kosa
kata, dan penalaran. Keempat aspek tersebut dikemukakan dalam berbagai rumusan
SKL MP, SK Kelas, dan KD pada setiap satuan pendidikan. Pemilihan materi pelajaran
untuk setiap aspek pembelajaran bahasa Indonesia didasarkan pada SKL MP, SK
Kelas, dan KD. Pada level ini materi yang dipilih masih berupa pokok-pokoknya.
Sedangkan pengembangannya dikemukakan dalam penyusunan Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Program RPP.

c. Memilih Materi
Sebagaimana dikemukakan dalam uraian butir b di atas materi yang dipilih dalam
tahapan penyusunan kurikulum barulah pokok-pokok materi saja. Pemilihan materi
didasarkan pada hasil pemetaan pengajararan bahasa Indonesia serta pemahaman
terhadap SKL MP, SK Kelas, dan KD. Materi pokok itu meliputi:
1. Teori Bahasa dan Sastra Indonesia.
Teor–teori dasar dalam bahasa dan sastra Indonesia, misalnya teori tentang fonologi,
bahasa Indonesia, morfologi bahasa Indonesia , sintaksis bahasa Indonesia ,
semantik, bahasa Indonesia, apresiasi sastra , puisi, novel, cerpen, drama. Dalam
pelaksanaan materi itu tidak diajarkan tersendiri secara teoritis melainkan diajarkan
dalam konteks pemakaian bahasa dan apresiasi sastra melui keempat ketrampilan
berbahasa.
2. Konsep-konsep Bahasa Indonesia
Konsep-konsep yang penting dalam pemakaian bahasa dalam berbagai tindak tutur
baik transaksional maupun interaksional; tindak lokusi, ilokusi, perlokusi; jenis dan
fungsi tindak tutur; konteks pemakaian bahasa; kesantunan bahasa; maksim tutur;
variasi bahasa; dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pembelajaran konsep-konsep
101

tersebut tidak diajarkan sebagai pengetahuan melainkan disajikan dalam praktek


berbahasa melalui keempat ketrampilan berbahasa.
3. Generalisasi dalam Kegiatan Berbahasa
Menyusun kesimpulan umum dari teks yang dibaca atau yang didengarkan;
menceriterakan kembali isi bacaan; menyusun sinopsis novel; merangkum berita di
koran; menyusun paraphrase puisi; dan sebagainya.
4. Prinsip-prinsip dalam Kegiatan Berbahasa.
Menemukan kalimat topik dalam paragraf; menemukan tema cerpen, novel,
dongeng; memilih ragam bahasa yang tepat sesuai dengan konteks komunikasi; dan
sebagainya.
5. Prosedur dalam Kegiatan Berbahasa
Langkah-langkah dalam menulis berbagai wacana, deskripsi, narasi, eksposisi,
argumentasi; langkah-langkah membaca puisi; langkah-langkah bermain peran;
mementaskan drama; dan sebagainya
6. Fakta dalam Kegiatan Berbahasa.
Mencari informasi dalam bacaan; mencari informasi dari berbagai mass media baik
cetak maupun elektronik, mengumpulkan bahan-bahan untuk menulsis,
mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat laporan; dan sebagainya.
7. Istilah dalam Bahasa dan Sastra Indonesia
Berbagai istilah yang digunakan dalam Bahasa Indonesia dan sastra Indonesia,
misalnya paragraf, wacana, out line, kohesi, preposisi, konjungsi, asimilasi,
nasalisasi, plot, latar, tokoh, perwatakan, sajak, rima, bait, dan sebagainya.
8. Contoh/ilustrasi
Contoh pemakaian bahasa Indonesia dalam berbagai wacana ; contoh pemakaian
bahasa Indonesia dalam berbagai surat; contoh out line, contoh puisi dari berbagai
angkatan Sastra Indonesia; cerpen, naskah drama, dan sebagainya.
9. Definisi
Penjelasan tentang berbagai pengertian istilah yang digunakan dalam berbagai
bentuk pemakaian bahasa apresiasi sastra, seperti talk show, penyaji, pemakalah
utama, pembanding, resensi, bedah buku, dan sebagainya.
102

1.5 Pengorganisasian pembelajaran bahasa Indonesia


Pengorganisasian pembelajaran adalah komponen kurikulum yang berupa kegiatan
memilih, mengolah, mengembangkan, dan menyajikan pokok-pokok materi pelajaran
yang telah ditentukan dalam kurikulum dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini meliputi:
a. Pemilihan pedekatan (approach), metode (method), dan teknik (technique)
pembelajaran .
b. Menyusun desain silabus dan perencanaan program pembelajaran ;
c. Melaksanakan proses belajar mengajar di kelas;
d. Melakukan evaluasi baik evaluasi proses, maupun evaluasi hasil belajar siswa.
Pendekatan, metode, dan teknik merupakan perangkat untuk membangun sejumlah
pengalaman belajar siswa (learning experiences) dalam rangka mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan. Pengalaman belajar adalah interaksi antara siswa sebagai
pembelajar (yang melakukan kegiatan belajar) dengan kondisi eksternal dan lingkungan.
Secara komprehensif dapat dikatakan bahwa wujud kondisi eksternal pembelajaran
bahasa Indonesia adalah keseluruhan program pembelajaran yang didesain untuk
satuan pendidikan tempat anak itu mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
Sedangkan lingkungan belajar dalam pembelajaran bahasaIndonesia meliputi
lingkungan masyarakat pengguna bahasa Indonesia, lingkungan sekolah dengan segala
sarana dan prasarana penunjang proses kegiatan semua pembelajaran , termasuk
pembelajaran bahasa Indonesia. Pengalaman belajar yang berupa interaksi antara siswa
dengan kondisi eksternal dan lingkungan tersebut harus direncanakan dalam program
pembelajaran yang memungkinkan anak mengalamai proses belajar. Proses ini akan
terjadi bila siswa secara aktif terlibat langsung dalam proses pembelajaran . Pelibatan
ini bukan terjadi secara kebetulan (by accident) melainkan melalui perencanaan (by
design). Oleh karena itu, dalam mengelola kegiatan pembelajaran guru harus
mengembangkan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif
dalam seluruh proses belajar mengajar. Tyler, R. W. dalam bukunya yang klasik tentang
kurikulum, bertajuk Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949) mengemu-
kakan prisip-prinsip dalam mengembangkan pengalaman belajar siswa sebagai berikut.
103

a. Pengalaman belajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mempraktekkan perilaku yang diinginkan.
b. Pengalaman belajar hendaknya dapat memberikan kepuasan kepada siswa bilamana
dia telah berhasil memperolehnya. Kepuasan yang diperoleh anak setelah berhasil
menguasai pengalaman belajar tertentu akan merupakan reward baginya. Reward
ini akan menjadikan siswa tetap bersemangat untuk belajar. Sebaliknya apabila
pencapaian penguasaan suatu pengalaman belajar tidak bisa memberikan kepuasan
kepada siswa akan berdampak kurang bewrsemangatnya siswa untuk belajar lebih
lanjut.
c. Pengalaman belajar harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Ini
berarti bahwa guru harus dapat memilih pengalaman-pengalaman belajar yang
dirasakan oleh siswanya sebagai “berguna”. Disamping itu guru hendaknya
menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang terdahulu yang sudah dikuasai
anak sebagai titik tolak dalam memberikan pengetahuan dan pengalaman yang
baru.
d. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran (objective) dapat digunakan
beberapa pengalaman belajar. Oleh karena itu, hendaknya guru jangan hanya
terpaku pada satu pengalaman belajar saja.
e. Kebalikan dari apa yang dikemukakan dalam butir d) satu pengalaman belajar
dapat juga digunakan untuk mencapai lebih dari satu tujuan pembelajaran ,
terutama tujuan yang lebih berasifat operasional. Sementara siswa menguasai
pengetahuan dari pengalaman belajar yang diperolehnya untuk satu tujuan
pembelajaran mereka bisa mengintegrasikan pengetahuannya dengan bidang-
bidang lain yang relevan sehingga bisa lebih memuaskan mereka.

1.6 Evaluasi Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia


Salah satu isu yang selalu menarik perhatian semua pemangku kepentingan
pendidikan adalah isu penyempurnaan kurikulum, perbaikan kurikulum, dan perubahan
kurikulum. Isu ini selalu menarik perhatian karena semua pihak memandang bahwa
104

kurikulum adalah komponen pendidikan dan pembelajaran yang sangat penting.


Tentunya tidak menafikan bahwa komponen-komponen pendidikan yang lain (guru,
siswa, sarana dan prasarana) juga mempunyai kedudukan yang penting. Ditinjau dari
pelaksanaan proses belajar mengajar, kurikulum merupakan komponen yang secara
operasional langsung terkait dengan proses tersebut. Demikian juga halnya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Kegiatan guru bahasa Indonesia dalam menyusun
perencanaan pembelajaran , mengimplementasikannya di kelas, serta mengevaluasi
proses dan hasil belajar siswa, semuanya didasarkan pada kurikulum. Oleh karena itu,
perubahan apapun yang dilakukan terhadap suatu kurikulum tentu berpengaruh
langsung terhadap seluruh kegiatan pembelajaran . Inilah sebabnya maka semua
pemangku kepentingan dalam pendidikan sangat peduli terhadap penyempurnaan atau
perubahan kurikulum. Sementara itu, kurikulum memang harus disikapi secara dinamis
karena pendidikan dan pembelajaran yang dilaksanakan melalui kurikulum memang
bersifat dinamis. Oleh karena itu, perubahan dan penyempurnaan kurikulum adalah
suatu keniscayaan. Namun demikian, perubahan ataupun penyempurnaan tidak boleh
dilaksanakan begitu saja, melainkan harus didasarkan pada pertimbangan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pertimbangan untuk mengubah atau menyempurnaan suatu
kurikulum ditentukan setelah mengadakan evaluasi terhadap kurikulum tersebut.
Berikut ini dikemukakan pembahasan tentang berbagai hal berkaitan dengan evaluasi
kurikulum.
1.6.1 Pengertian Evaluasi Kurikulum Bahasa Indonesia
Pengertian evaluasi kurikulum tentu berkaitan dengan pengertian evaluasi dalam
pendidikan pada umumnya. Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif
mengenai pengertian evaluasi kurikulum perlu dipahami beberapa konsep dasar tentang
evaluasi dalam bidang pendidikan dan pengertian kurikulum. Tentang pengertian
kurikulum secara panjang lebar telah dikemukakan dalam butir 1.1.
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan pengertian evaluasi dalam bidang
pendidikan, yaitu konsep pengukuran, penilaian, dan evaluasi itu sendiri. Ketiga konsep
tersebut saling berhubungan. Masing-masing konsep diuraikan berikut ini.
a. Pertama, konsep pengukuran yaitu suatu proses penetapan angka terhadap suatu
benda, gejala, atau keadaan tertentu dengan menggunakan alat ukur sesuai dengan
105

karakteristik sesuatu yang diukur menurut aturan yang ditetapkan. Hasil proses
pengukuran adalah angka yang menggambarkan kondisi hal yang diukur. Misalnya,
seseorang ingin mengukur panjang dan lebar sebidang tanah. Sesuai dengan
karakteristik bidang tanah alat ukur yang tepat untuk mengetahui panjang dan
lebarnya adalah meteran. Selain meteran masih ada bermacam-macam alat ukur
yang lain yang dapat digunakan untuk mengetahui panjang dan lebar sebidang
tanah atau sesuatu yang mempunyai bidang permukaan, antara lain langkah, depa,
jengkal, mil, dan sebagainya. Di antara alat-alat itu ada yang sudah distandarisasi
dan ada pula yang tidak distandarisasi. Alat ukur yang sudah distandarisasi antara
lain meteran, mil. Sedang yang tidak bisa distandarisasi antara lain langkah,
jengkal, dan depa. Hasil yang diperoleh dengan mengenakan alat pengukur
terhadap panjang dan lebar sebidang tanah itu berupa angka, misalnya panjang
tanah 50 m, dan lebar tanah 30 m. Contoh lain misalya seseorang ingin mengetahui
berat sekarung beras. Untuk mengukur berat suatu benda alat ukur yang digunakan
bukan meteran melainkan timbangan dengan satuan ukuran kilogram (kg) atau
pon/pound. Setelah sekarung beras ditimbang misalnya diketahui beratnya 100 kg.
Contoh yang lain lagi, misalnya seseorang ingin mengetahui volume air yang
disimpan di kaleng. Alat untuk mengukur volume adalah takaran dengan satuan
ukuran liter/l. Setelah diukur misalnya diketahui volume air di kaleng itu adalah 20
liter.
Pengukuran tidak hanya dilakukan terhadap benda-benda yang dapat diamati
dengan panca indera saja, melainkan juga dapat dilakukan terhadap sesuatu yang
bersifat abstrak misalnya gejala atau kondisi mental, seperti kemampuan kognitif,
sikap, ketrampilan berpikir dan sebagainya. Pengukuran yang demikian ini banyak
dilakukan dalam dunia pendidikan dengan tujuan untuk memperoleh informasi
tentang kompetensi kognitif siswa, sikap siswa terhadap sesuatu, ketrampilan
mengerjakan sesuatu. Alat ukur yang digunakan bermacam-macam, antara lain tes,
kuesner (questionare).skala sikap, tugas melakukan suatu tindakan. Tes adalah
seperangkat pertanyaan tentang sesuatu yang harus dikerjakan atau dijawab oleh
testee (orang/siswa) yang dites. Jawaban yang dikemukakan oleh testee mempunyai
kemungkinan benar atau salah. Kuesener adalah seperangkat pernyataan tentang
106

sesuatu hal yang disampaikan kepada responden untuk diminta pendapatnya,


saran-saranya, atau pertimbangannya. Kuesener bisa juga berupa seperangkat
pertanyaan yang disampaikan kepada responden, namun jawabannya tidak
diperhitungkan sebagai jawaban yang benar atau salah.
b. Kedua, konsep penilaian yaitu suatu pernyataan tentang kondisi, kualitas,
tingkatan sesuatu yang dibuat berdasarkan analisis sejumlah informasi, fakta, atau
data yang dikumpulkan untuk keperluan penilaian itu. Dalam pengertian ini
penilaian berhubungan erat dengan pengukuran, dalam arti bahwa hasil yang
diperoleh dari proses pengukuran digunakan sebagai dasar untuk mengadakan
penilaian. Dengan menggunakan acuan tertentu hasil pengukuran digunakan untuk
menentukan kondisi, kualitas benda, gejala, atau kondisi mental. Pernyataan yang
digunakan untuk penilaian itu antara lain: baik-tidak baik, lulus-tidak lulus, kasar-
halus, sederhana-kompleks, dan sebagainya. Dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran penilaian dapat dilakukan terhadap semua aspek, seperti keberhasilan
siswa dalam belajar, kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, kinerja tata
administrasi sekolah, kurikulum dan perangkat pembelajaran nya (silabus, RPP,
media pembelajaran ), sarana dan prasarana sekolah, dan sebagainya.
c. Ketiga, konsep evaluasi yaitu suatu proses penilaian yang sistematis mencakup
pemberian nilai, atribut, apresiasi berdasarkan seujumlah fakta, iformasi yang valid
dan reliabel. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
mengambil suatu kebijakan, memberikan solusi pemecahan masalah berkaitan
dengan hal yang dievaluasi. Proses evaluasi dilaksanakan secara sistematis, di
dalamnya tercakup kegiatan pengukuran dan penilaian karena evaluasi pada
dasarnya adalah kegiatan mengukur dan menilai. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa evaluasi lebih luas dari pada pengukuran dan penilaian. Dalam pemakaian
bahasa sehari-hari istilah evaluasi dan penilaian itu sering digunakan secara
bergantian dalam konteks yang sama. Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran
evaluasi dapat dilakukan terhadap semua aspek, seperti keberhasilan siswa dalam
belajar, kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, kinerja tata administrasi
sekolah, kurikulum dan perangkat pembelajaran nya (silabus, RPP, media
pembelajaran ), sarana dan prasarana sekolah, dan sebagainya.
107

Berdasarkan konsep pengukuran, penilaian, dan evaluasi sebagaimana


dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa evaluasi kurikulum bahasa Indonesia
pada dasarnya adalah upaya mengumpulkan data yang valid, relevan, dan dalam jumlah
yang cukup tentang substansi kurikulum, implementasi kurikulum, dan hasil yang
dicapai dalam kurikulum bahasa Indonesia, yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan prosedur ilmiah. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
parameter yang ditentukan untuk mengetahui efektivitas, efisiensi, dan relevansi
kurikulum. Hasil analisis tersebut digunakan untuk mengambil keputusan pengambilan
kebijakan atau tindakan yang akan dilakukan terhadap kurikulum bahasa Indonesia.
Dari pembahasan yang dikemukakan di atas dapat dikemukakan konsep-konsep
yang terkandung dalam evaluasi kurikulum bahasa Indonesia sebagai berikut.
a. Evaluasi kurikulum bahasan Indonesia dilaksanakan secara sistematis sesuai dengan
prosedur ilmiah.
b. Evaluasi kurikulum bahasa Indonesia didasarkan pada sejumlah data atau informasi
yang valid, cukup, dan relevan dengan tujuan evaluasi.
c. Dalam evaluasi kurikulum bahasa Indonesia terkandung konsep pengukuran dan
penilaian.
d. Evaluasi kurikulum bahasa Indonesia dapat dilaksanakan terhadap substansinya,
implementasinya, atau produknya.
e. Evaluasi kurikulum bahasa Indonesia dapat dilaksanakan secara menyeluruh, dan
dapat pula dilakukan terhadap salah satu komponennya saja.
f. Hasil evaluasi kurikulum bahasa Indonesia digunakan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan tindakan terhadap kurikulum bahasa Indonesia.
1.7 Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Bahasa Indonesia
Kurikulum Bahasa Indonesia di semua jenjang dan jenis pendidikan merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu landasan
filosofis, politis, sosio budaya kurikulum bahasa Indonesia harus mengacu pada
landasan filosofis, politis, dan sosio budaya kurikulum pendidikan nasional Indonesia.
Agar kebijakan ini dapat dijaga maka pengembangan kurikulum bahasa Indonesia
harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum pendidikan nasional Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional telah
108

menerbitkan Permendiknas No. 22 Th.2006 tentang Standar Isi untuk Satuan


Pendidikan Dasar dan Menengah yang di dalamnya dimuat Prinsip Pengembangan
Kurikulum. Selengkapnya prinsip-prinsip pengembangan kurikulum pendidikan
nasional adalah sebagai berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan
lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral
untuk mengembangkan potensinya agar menjadi manusia yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tersebut pengembangan potensi siswa disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntutan lingkungan.
Berdasarkan prinsip ini pengembang kurikulum bahasa Indonesia harus
memfokuskan pengembangan kurikulum bahasa Indonesia pada potensi, perkem-
bangan, dan kebutuhan anak dalam berbahasa Indonesia. Pada dasarnya semua siswa
mempunyai potensi berbahasa. Dalam konteks pembelajaran , potensi ini bisa
berkembang maksimal apabila siswa memperoleh pajanan exsposure berbahasa
Indonesia dalam proses pembelajaran . Oleh karena itu, kurikulum bahasa Indonesia
harus dikembangkan sedemikian rupa agar supaya guru dapat menggunakannya
untuk melaksanakan pembelajara bahasa yang kaya exsposure sehingga mampu
mendorong anak mengembangkan potensi berbahasa ini menjadi kompetensi
berbahasa. Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia juga harus memperhatikan
perkembangan bahasa siswa. Bagi sebagian besar siswa, bahasa Indonesia adalah
bahasa kedua, sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah mereka masing-
masing. Mereka mulai belajar bahasa Indonesia setelah menguasai bahasa daerahnya.
Kondisi ini berpengaruh pada perkembangan penguasaan bahasa Indonesia siswa.
Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia perlu memperhatikan kondisi
perkembangan bahasa siswa yang demikian ini. Untuk daerah-daerah tertentu, dan di
lingkungan masyarakat berpendidikan banyak siswa yang menguasai bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama. Ketika mereka mulai masuk sekolah di TK , atau
di SD/MI mereka sudah bisa berbahasa Indonesia. Kondisi ini tentu perlu
109

diperhatikan dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia di SD/MI. Tingkat


penguasaan bahasa Indonesia para siswa SMP/MTs, SMA/MA, serta SMK/MAK di
berbagai daerah juga berbeda-beda. Kondisi ini juga harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum bahasa Indonesia di daerah yang bersangkutan. Hal yang
juuga sangat penting yang harus diperhatikan dalam pengembangvan kurikulum
bahasa Indonesia adalah kebutuhan siswa akan penguasaan bahasa Indonesia. Siswa
dijenjang dan jenis pendidikan apa saja mereka membutuhkan pembelajaran yang
dapat mengembangkan kompetensi berkomunikasi communicative competence
dengan bahasa Indonesia. Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia harus
difokuskan pada kebutuhan siswa menguasai kompetensi komukasi ini.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik siswa, kondisi
daerah dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya
dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna
dan tepat antarsubstansi.
Berkaitan dengan prinsip ini perlu dipahami benar kenyataan bahwa masyarakat
pemakai bahasa Indonesia adalah masyarakat yang multikulktural yang terdiri dari
berbagai suku/etnis dengan bahasa, budaya, serta adat-istiadat, agama dan keyakinan
masing-masing. Kondisi masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang multikultural
ini harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia. Misalnya
dalam mengembangkan komponen materi pembelajaran , perlu dipikirkan topik-
topik dan tema pembelajaran yang sebisa mungkin mengakomodasi aspirasi
daerah /lokal dan nasional. Disamping itu pengembangan kurikulumm bahasa
Indonesia hendaknya dilakukan dengan melihat secara integral pembelajaran bahasa
di sekolah mulai dari SD/MI, SPM/MTs, sampai dengan SMA/MA, SMK/MAK.
Para pengembang kurikulumm di semua jenjang dan jenis pendidikan hendaknya
bekerja bersama dalam menyusun topik-topik materi pelajaran sesuai dengan
prinsip-prinsip pedagogis dan linguistis untuk setiap jenjang dan jenis satuan
pendidikan. Dengan demikian dapat diharapkan tersusunnya kurikulum bahasa
110

Indonesia yang terjaga keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat
antarsubstansi di semua jenis dannjenjang satuan pendidikan
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi
kurikulum mendorong siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Berdasarkan prinsip ini, pengembangan kurikulum bahasa Indonesia mestilah
memperhatikan kemajuan IPTEK.dan seni. Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai
Bahasa Resmi Negara dan Bahasa Nasional, bahasa Indonesia mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam perkembangannya
sekarang ini bahasa Indonesia menunjukkan kemampuannya sebagai bahasa IPTEK
dan seni. Ribuan buku dari berbagai bidang IPTEK dan seni telah ditulis dalam
bahasa Indonesia. Demikian pula ribuan buku-buku dari berbagai bidang IPTEK dan
seni berbahasa asing yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Dengan
kondisi peranan bahasa Indonesia seperti ini pengembangan kurikulum bahasa
Indonesia harus dikerjakan sedemikian rupa supaya siswa meyakini kemampuan
bahasa Indonesia sebagai bahasa IPTEK dan seni. Topik-topik materi dan
pengembangannya dilakukan dengan menonjolkan kemampuan bahasa Indonesia
sebagai bahasa IPTEK dan seni. Demikiam pula pengorganisasian pembelajaran
dilaksanakan dengan pendekatan, metode, dan teknik yang sarat IPTEK.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengemabangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholder) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan ketrampilan pribadi, ketrampilan berpikir,
ketrampilan sosial, ketrampilan akademik, dan ketrampilan vokasional merupakan
keniscayaan.
Mengacu pada prinsip ini, pengembangan kurikulum bahasa Indonesia
dilakukan dengan focus pada pembinaan kompetensi komunikasi (communicative
competence siswa dalam empat ketrampilan berbahasa, yaitu mendengarkan,
111

berbicara, menulis, dan membaca, dan kemampuan bernalar yang logis. Kompetensi
inilah yang diperlukan oleh siswa untuk memasuki dunia kerja apabila mereka nanti
telah selesai mengikuti pendidikan di satuan pendidikan tertentu. Menurut Canale
and Swain (1980) kompetensi komunikasi ini didukung oleh penguasaan tiga unsur
utama, yaitu kompetensi gramatika grammatical competence: words and rules;
kompetensi sosioLinguistik sociolinguistic competence; appropriateness;kompetensi
kewacanaan; discourse competence dan kompetensi strategic competence:
appropriate use of communication strategies Pengembangan kurikulum bahasa
Indonesia memperhatikan keempat unsur kompetensi komunikasi itu dalam
mengembangkan komponen-komponen kurikulum.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan demensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikkan.
Prinsip ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengembangan
kurikulum bahasa Indonesia. Beberapa hal berikut ini perlu pemikiran yang
sungguh-sungguh.
1) Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang dan jenis satuan
pendidikan adalah agar siswa trampil berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi
(menguasai kompetensi komunikasi) baik secara lisan maupun tulis.
2) Sebagai media komunikasi bahasa Indonesia adalah suatu entitas yang utuh. Agar
siswa trampil berbahasa Indonesia sehingga menguasai kompetensi komunikasi
mereka harus mempelajari bahasa Indonesia seutuhnya, baik struktur, makna,
maupun fungsinya.
3) Berkaitan dengan apa yang dikemukakan dalam butir 1) dan 2) di atas pertanyaan
yang dihadapi dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia adalah
seberapa banyak substansi bahasa Indonesia yang diajarkan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan.
4) Apa yang dikemukakan dalam butir 3) di atas secara langsung berkaitan dengan
seleksi, gradasi, dan organisasi materi pelajaran bahasa Indonesia di setiap satuan
pendidikan.
112

5) Keluasan dan kedalaman materi pelajaran bahasa Indonesia di setiap jenjang dan
jenis pendidikan ditentukan dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa
dan kebutuhannya dalam berkomunikasi baik di sekolah maupun di masyarakat.
Tentunya semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin luas dan dalam materi
yang disajikan karena dapat diasumsikan bahwa kebutuhan berkomunikasi yang
semakin kompleks. Model spiral dalam pengembangan kurikulum kiranya cocok
untuk digunakan dalam pengembangan kurikulum bahasa Indonesia.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan siswa dan berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalau berkembang serta
arah pengembangan manusia seutuhnya.
Prinsip ini sangat relevan dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pada
dasarnya belajar bahasa termasuk belajar bahasa Indonesia terjadi sepanjang hayat,
karena disatu sisi orang selalu menggunakan bahasa dalam sepanjang hayatnya dan
di sisi yang lain bahasa secara dinamis hidup dan berkembang bersama masyarakat
pemakainya. Belajar bahasa Indonesia di satuan pendidikan formal hanyalah satu
episode masa belajar bahasa dalam kehidupan seseorang. Pengembangan kurikulum
bahasa Indonesia haruslah memperhatikan kenyataan ini sehingga apa yang diajarkan
di sekolah tidak terlepas dari apa yang terjadi dalam masyarakat.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan moto Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Prinsip ini sesuai dengan Politik Bahasa Nasional yang merupakan kebijakan
nasional dalam mengatur kebahasaan di Indonesia, antara lain dalam menetapkan
kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa di Indonesia yamng meliputi bahasa Indonesia,
bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
113

Nasional dan bahasa Resmi Negara. Bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi antar
warga etnis daerah dan bahasa pendukung kebudayaan daerah. Bahasa asing sebagai
bahasa komunikasi internasional. Pengembangan kurikulum bahasa Indonesia mestilah
memperhatikan kedudukan dan fungsi masing-masing bahasa tersebut sehingga dalam
praktek pembelajaran tidak harus terjadi friksi antatra pembelajaran bahasa Indonesia
dengan bahasa daerah dan bahasa asing.

2. SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


Konsep silabus diperkenalkan di Pendidikan Dasar dan Menengah serta
Pendidikan Kejuruan sejak dilaksanaknnya Kurikulum Berbasis Kompetensi atau
dikenal pula dengan nama Kurikulum 2006. Dalam perkembangan kurikulum
kerikutnya yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan konsep silabus masih terus
digunakan, bahkan semakin dimantabkan. Di kalangan Perguruan Tinggi, konsep
silabus sudah lama dikenal. Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang
silabus dalam pembelajaran bahasa Indonesia, berikut ini dikemukakan uraian (1)
hakikat pengertian silabus, (2) komponen silabus (3) kegunaan silabus, dan (4)
pengembangan silabus.

2.1 Pengertian Silabus


Secara etimolgis istilah silabus (syllabus) berasal dari bahasa Latin “list” berarti
garis besar (outline) dan ringkasan (summary) topik-topik yang akan disajikan dalam
suatu program pendidikan. Silabus berarti juga “label” atau “table of content’ daftar isi
topik-topik yang disajikan dalam suatu program pendidikan..Dalam kamus AS Hornby
(1984) kata syllabus berarti outline or summary of a course; programme of school
studies. Selanjutnya, dalam Kamus “The Amarican Heritage Dictionary dikemukakan
pengertian silabus sebagai “an outline of course of sudy”. Pengertian silabus
sebagaimana dikemukakan dalam beberapa kamus tersebut masih bersifat umum
artinya pengertian silabus yang dikemukakan dalam kamus-kamus tersebut masih belum
mendalam karena, kamus-kamus tersebut bukanlah kamus dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran . Walaupun demikian, pengertian-pengertian tersebut telah memberikan
dasar untuk memahami pengertian silabus.
114

Dalam bukunya bertajuk Instructional Design (1987) Yanic Yalden


mengemukakan bahwa silabus sebagai “summary of the content to which learners will
be exposed" ringkasan isi materi pembelajaran yang akan disajikan pada siswa.
Kemudian Hutchinson and Waters (1987:80) dalam pembahasannya mengenai
pembelajaran bahasa mendifinisikan silabus sebagai
“At its simplest level a syllabus can be described as a statement of
what is to be learnt. It reflect of language and linguistic
performance.

Dalam pengertian yang sederhana, silabus dapat dikemukakan sebagai suatu


pernyataan tentang apa yang harus dipelajari oleh siswa. Dalam pembelajaran bahasa,
apa yang harus dipelajari oleh siswa itu meliputi aspek kebahasaan dan aspek
performansi bahasa.
Dari beberapa sumber tersebut dapat dikemukakan bahwa pada hakikatnya
pengertian silabus dalam bidang pendidikan dan pembelajaran adalah garis besar pro-
gram pembelajaran yang berisi ringkasan topik-topik yang akan disajikan di sekolah.
Disamping ringkasan topik, dalam silabus juga dikemukakan berbagai informasi yang
lain tentang pembelajaran seperti informasi tentang tujuan yang hendak dicapai dalam
masing-masing topik, metode dan teknik pembelajaran , pokok-pokok materi pelajaran,
sumber-sumber belajar, dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran . Topik-topik
materi pelajaran serta informasi apa saja yang mesti dikemukakan dalam silabus
hendaknya perlu dipahami benar-benar oleh pengembang silabus/para guru, bahwa
silabus yang mereka susun itu pertama-tama adalah untuk kepentingan siswa. Tentu
juga untuk kepentingan para guru sendiri agar mereka dapat mengelola kegiatan belajar-
mengajar secara sistematis dan terarah.
Pengertian silabus sering dikacaukan dengan pengertian kurikulum karena
keduanya merupakan program pembelajaran . Keduanya mengemukakn tujuan, materi,
metode, dan evaluasi pembelajaran . Tentu saja pengacauan ini tidak boleh terjadi.
Silabus merupakan produk pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, silabus baru bisa
disusun setelah ada kurikulum.
Dalam buku “Pedoman Pengembangan Silabus” yang diterbitkan oleh BSNP
Kemendiknas dikemukakan bahwa istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu
115

produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari SK dan KD yang
ingin dicapai, dan materi pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam
rangka mencapai SK dan KD. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup SK, KD, materi
pembelajaran , kegiatan pembelajaran , indikator pencapaian kompetensi, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar. Bertitik tolak dari pengertian ini dapat dikemukakan
bahwa silabus pembelajaran bahasa Indonesia adalah rencana pembelajaran bahasa
Indonesia yang mencakup Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran
bahasa Indonesia, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran , indikator pencapaian
kompetensi yang telah ditentukan untuk penguasaan setiap materi pokok pelajaran
bahasa Indonesia, sumber-sumber belajar baik buku teks pelajaran bahasa Indonesia
maupun buku-buku referensi untuk kebahasaan dan kesasteraan, serta berbagai sumber
lainnya yang relevan dengan proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Bertitik tolak dari pengertian ini dapat dikemukakan bahwa silabus pembelajaran
bahasa Indonesia adalah garis-garis besar program pembelajaran bahasa Indonesia
yang mencakup butir-butir sebagai berikut.
(1) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran bahasa Indonesia
yang merupakan tujuan pembelajaran .
(2) Materi pelajaran yang berupa garis besar ringkasan topi-topik pelajaran.
(3) Kegiatan pembelajaran .
(4) Indikator pencapaian kompetensi yang telah ditentukan untuk penguasaan setiap
materi pokok pelajaran bahasa Indonesia.
(5) Sumber-sumber belajar baik buku teks pelajaran bahasa Indonesia maupun buku-
buku referensi untuk kebahasaan dan kesasteraan, serta berbagai sumber lainnya
yang relevan dengan proses pembelajaran bahasa Indonesia.
(6) Evaluasi pembelajaran baik proses maupun hasil belajar sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi yang telah ditentukan.
2.2 Pengembangan Silabus
Implementasi kurikulum dalam proses belajar mengajar dilaksanakan dengan
silabus yang dikembangkan dari kurikulum oleh para guru, baik secara individual
116

maupun secara berkelompok. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh pengembang silabus.
2.2.1 Tujuan Penyusunan Silabus
Secara umum tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa Idonesia adalah
tersusunnya secara garis besar program pembelajaran bahasa Indonesia yang berisi
ringkasan topik-topik utama materi pelajaran serta berbagai informasi lain sebagaimana
dikemukakan dalam uraian tentang pengertian silabus pembelajaran bahasa Indonesia
pada butir 2.1. Secara khusus tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia adalah berkaitan dengan kepentingan para pihak yang terlibat dalam
pembelajaran bahasa Indonesia sebagi berikut.
1. Dari kepentingan guru
Dilihat dari kepentingan guru tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia adalah tersusunnya secara garis besar program pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru dalam berbagai hal sebagai berikut.
a. Sebagai cetak biru (blue print) yang memberikan gambaran secara utuh mata
pelajaran Indonesia kepada guru-guru sehingga mereka dapat mengetahui dan
memahami secara komprehensif mata pelajaran yang diampunya.
b. Sebagai dasar penyusunan perencanaan program pembelajaran (RPP).
c. Sebagai sumber pemilihan topik dan pengembangan isi materi pelajaran.
d. Sebagai pemandu arah (road map) dalam pelaksanaan pembelajaran ,
e. Sebagai dasar penyusunan instrumen dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran .
f. Sebagai perangkat pembelajaran yang digunakan oleh guru mengkomunikasikan
kepada siswanya hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran , misalnya:
a) mengapa mereka harus mempelajari pokok-pokok materi pelajaran seperti
yang disajikan dalam silabus,
b) bagaimana kegiatan belajar-mengajar akan dilaksanakan, apa yang harus
dikerjakan siswa dalam proses belajar-mengajar;
c) kapan dilaksanakan ulangan (UTS,UAS) dan informasi-informasi yang
lain.
2. Dari kepentingan siswa
117

Dilihat dari kepentingan siswa tujuan penyusunan silabus pembelajaran bahasa


Indonesia adalah tersusunnya secara garis besar program pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Artinya, program pembelajaran tersebut memberikan kesempatan kepada
siswa untuk secara aktif terlibat dalam seluruh proses belajar mengajar.
Disamping tujuan tersebut, dilihat dari kepentingan siswa penyusunan silabus
pembelajaran bahasa Indonesia juga dimaksudkan agar:
Para siswa mengetahui profil pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang akan
diikutinya dalam semester dan tahun pelajaran yang bersangkutan.
a) Sejak awal semester para siswa dapat mengetahui dan memahami apa saja yang
akan mereka pelajari. Hal ini penting bagi para siswa di SD (kelas-kelas tinggi),
SMP, dan SMA.
b) Siswa memahami mengapa mereka mempelajari topik-topik yang akan disajikan
dalam pelajaran yang akan diikutinya.
c) Siswa mengetahui kegiatan belajar apa saja yang akan dilakukannya dalam
mengikuti pelajaran.
d) Para siswa mengetahui kompetensi apa saja beserta dampak pengiringnya yang
akan mereka peroleh setelah mengikuti proses belajar mengajar.
3. Dari kepentingan orang tua siswa
Dilihat dari kepentingan orang tua siswa, tujuan penyusunan silabus pembelajaran
bahasa Indonesia adalah tersusunnya secara garis besar program pembelajaran yang
memenuhi harapan para orang tua siswa agar anaknya memperoleh kompetensi
berbahasa Indonesia untuk berbagai kepentingan berkomunikasi baik secara lisan
maupun tulis.
Disamping tujuan tersebut, penyusunan silabus pembelajaran bahasa Indonesia
juga dimaksudkan agar para orang tua siswa memperoleh hal-hal sebagai berikut.
a) Sejak awal para orang tua dapat mengetahui dan memahami perspektif
pembelajaran bahasa Indonesia, kompetensi, dan hasil belajar apa saja yang akan
diperoleh anak-anak mereka setelah selesai mengikuti proses belajar mengajar
Bahasa dan Sastra Indonesia.
b) Para orang tua siswa dapat mengetahui dan memahami mengapa anak-anak
mereka perlu memperoleh pelajaran bahasa Indonesia.
118

c) Para orang tua siswa mengetahui bagaimana proses belajar mengajar yang akan
dialami oleh anak-anak mereka di sekolah.
d) Orang tua siswa mengetahui kompetensi beserta dampak pengiring apa saja yang
akan diperoleh anak-anak mereka setelah mengikuti proses belajar mengajar
bahasa Indonesia.
e) Pengetahuan dan pemahaman orang tua siswa terhadap hal-hal yang
dikemukakan dalam butir-butir di atas sangat bermanfaat bagi mereka dalam
membantu anak-anak mereka belajar baik di sekolah maupun di rumah.
2.2.2 Komponen Silabus Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sesuai dengan uraian yang dikemukakan dalam butir 2.2 bahwa penyusunan
silabus mata pelajaran bahasa Indonesia, dimaksudkan agar semua pihak (guru, murid,
orang tua siswa), sejak awal memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang
pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk maksud itu, perlu disusun suatu silabus yang
dapat memberikan informasi yang lengkap. Secara substansial kelengkapan informasi
dalam silabus dikemukakan dalam komponen-komponen silabus sebagai kerikut.
1. Identitas Mata Pelajaran
Komponen identitas mata pelajaran adalah seperangkat pengenal mata pelajaran
sebagaimana dikemukakan dalam kurikulum. Untuk mata pelajaran bahasa
Indonesia, misalnya di SMA, komponen ini terdiri dari informasi sebagai berikut.
a. Nama Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
b. Kelas : IX (misalnya)
c. Semester : 1 (misalnya)
d. Alokasi Waktu : 8 X 45 menit
2. Tujuan pembelajaran
Komponen tujuan pembelajaran ini telah dirumuskan dalam kurikulum sehingga
dalam pengembangan silabus guru atau pengembang silbus yang lain tinggal
mengutip dari kurikulum. Dalam Pedoman Pengembangan Silabus yang diterbitkan
oleh BSNP dikemukakan komponen tujuan ini terdiri dari:
a. Standar Kompetensi (SK)
b. Kompetensi Dasar (KD)
c. Indikator yang dikembangkan dari KD
119

3. Materi pembelajaran
Komponen materi pembelajaran terdiri dari pokok-pokok atau topik-topik yang
dikembangkan dengan mengacu pada KD yang ditentukan. Karena KD
dikembangkan berdasarkan SK,maka materi pembelajaran tentu sesuai pula dengan
SK. Topik-topik materi pelajaran dikembangkan untuk mencapai SK sebagai tujuan
pembelajaran . Pengembangan topik-topik tersebut secara lebih rinci dilaksanakan
pada waktu menyusun RPP.
4. Kegiatan pembelajaran
Komponen kegiatan pembelajaran terdiri dari dari berbagai kegiatan siswa dan guru
dalam seluruh proses pembelajaran . Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan
berpedoman pada beberapa pandangan tentang teori belajar, teori belajar bahasa,
berbagai pendekatan dalam pembelajaran bahasa. di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Cara belajar siwa aktif (CBSA)/ student active learning
b. Psikologi Behaviorisme
c. Psikologi Konstruktivisme
d. Pendekatan Komunikatif
e. Pendekatan Konstekstual
f. Teori Pragmatik
g. Analisis wacana
h. pembelajaran secara PAKEM
5. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi pembelajaran terdiri dari dua macam, yakni (1) evaluasi
produk untuk mengetahui hasil belajar yang berupa pencapaian tujuan
pembelajaran yang berupa kompetensi dasar yang telah ditentukan, (2) evaluasi
proses pembelajaran untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pembelajaran . Di
dalamnya di kemukakan beberapa hal sebagai berikut.
a. Jenis penilaian
b. Bentuk penilaian
c. Instrumen penilaian
d. Analisis hasil penilaian
120

e. Skala penilaian.
6. Komponen Sumber Belajar dan Media pembelajaran
Komponen ini mengemukakan berbagai macam sumber belajar antara lain, buku
teks pelajaran bahasa Indonesia, buku-buku penunjang pelajaran bahasa Indonesia,
buku-buku referensi seperti Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar
bahasa Indonesia, buku-buku karya sastra Indonesia, buku-buku kritik dan esei
tentang sastra Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Pedoman
pembentukan Istilah, dan sebagainya. Dikemukakan pula berbagai media penunjang
pembelajaran seperti LCD, komputer, tape recorder, handy cam, dan sebagainya.
2.2.3 Dasar-dasar Pengembangan Silabus pembelajaran bahasa Indonesia
Silabus pembelajaran bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan
beberapa teori sebagai berikut.
a. Linguistik Deskriptif
Prinsip-prinsip dalam Linguistik deskriptif digunakan sebagai dasar mendeskrip-
sikan bahasa Indonesia. Deskripsi bahasa Indonesia yang akurat sangat berguna
sebagi sumber bahan pelajaran tempat menyeleksi dan mengambil topik-topik
bahan pelajaran yang akan disusun dalam silabus. Deskripsi bahasa Indonesia yang
akurat juga sangat berguna untuk menyusun urutan pengorganisasian topik dengan
mempertimbangkan tingkat kekompleksan dan kesulitan mempelajarinya. Deskripsi
bahasa dapat disusun berdasarkan rekaman pemakaian bahasa lisan, seperti
percakapan dalam berbagai komunikasi, pidato, ceramah, diskusi, dan sebagainya.

b. PsikoLinguistik
PsikoLinguistik meneliti dan membahas tiga bidang yang penting dalam pemakaian
bahasa, yaitu: (1) Pemahaman (comprehension), bidang kajian PsikoLinguistik
yang meneliti proses mental yang terjadi dalam diri manusia sehingga bisa mende-
ngarkan, memahami, dan mengingat apa yang mereka dengarkan. (2) Penuturan
(production) ,bidang kajian PsikoLinguistik yang meneliti proses mental yang
terjadi pada diri manusia sehingga bisa menuturkan sesuatu apa yang ingin mereka
sampaikan. (3) Pemerolehan (acquisition) bidang kajian PsikoLinguistik yang
mene-liti bagaimana proses yang terjadi dalam diri manusia ketika
121

belajar/memperoleh bahasanya sehingga mereka menguasai (memperoleh


kompetensi) bahasa baik baha-sa pertamanya maupun bahasa keduanya. Hasil-hasil
kajian dalam bidang-bidang itu akan sangat berguna bagi guru sebagai referensi
pada waktu menyusun silabus pelajaran bahasa Indionesia.
c. Linguistik Kontrastif
Linguistik kontrastif mengkaji persamaan dan perbedaan antara bahasa pertama
siswa dan bahasa kedua yang akan diajarkan. Diprediksikan siswa akan mengalami
kesulitan dalam mempelajari unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa
pertamanya. Sedangkan unsur-unsur yang sama akan memudahkan mereka belajar
kedua karena tinggal mentrasfer saja unsur-unsur tersebut dari bahasa pertamanya ke
dalam bahasa kedua. Bagi sebagai besar masyarakat Indonesia posisi bahasa Indonesia
adalah sebagai bahasa kedua. Bahasa pertama mereka adalah bahasa daerah. Walaupun
bahasa Indonesia serumpun dengan bahasa-bahasa daerah di Indonesia dapat kita lihat
adanya perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah di Indonesia. Tentu
ada juga persamaan-persamaannya. Untuk mengetahui secara akurat persamaan dan
perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah tersebut diperlukan studi
lingnuistik kontrastif antara keduanya.
d. SosioLinguistik
SosioLinguistik meneliti dan membahas hubungan antara bahasa dan masyarakat
dengan tujuan (1) memperoleh pemahaman yang baik bagaimana struktur bahasa dan
bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi, (2) menemukan dan menjelaskan bagai-
mana struktur sosial dapat dipahami dengan baik melalui studi bahasa, serta bagaimana
fitur-fitur bahasa memberikan ciri khusus pada susunan sosial (3) mempelajari kondisi
sosial masyarakat untuk memahami berbagai variasi bahasa yang tumbuh dan berkem-
bang dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Hubungan antara bahasa dan masyarakat pemakainya sangat erat. Bahasa ada
dalam masyarakat pemakainya dan berbagai kegiatan kehidupan suatu masyarakat
sebagian besar dilaksanakan dengan bahasa. Oleh karena itu, cirri-ciri suatu bahasa
selalu dikaitkan dengan masyarakatnya. Sebaliknya, karakter suatu masyarakat
terscermin dalam bahasanya. Suatu bahasa dikatakan ‘hidup’ apabila bahasa itu masih
122

dipakai oleh masyarakatnya dan sebaliknya suatu bahasa dikatakan ‘mati’ apabila sudah
tidak dipakai lagi oleh masyarakatnya.

e. Pragmatik
Salah satu subbidang Linguistik yang sangat penting yang harus dipahami oleh guru
bahasa Indonesia adalah Pragmatik. Subbidang Linguistik ini mengkaji peranan konteks
dalam menentukan makna pada pemakaian bahasa. Menurut pandangan Pragmatik,
pemakaian bahasa dalam berkomunikasi hanya bisa berlangsung dengan baik apabila
partisipan, para pelaku komunikasi memahami konteks komunikasi. Pemahaman secara
formal kalimat-kalimat berdasarkan unsur-unsur strukturnya saja dalam pemakaian
bahasa belum cukup karena makna kalimat yang diucapkan oleh para pelaku itu
ditentukan oleh konteksnya. Makna kalimat secara gramatikal belum memberikan
kepastian maksud yang disampaikan oleh penuturnya. Kepastian makna itu baru jelas
apabila kalimat itu dipahami dalam konteksnya. Kemampuan memahami makna yang
dimasudkan oleh penutur dalam suatu peristiwa komunikasi disebut sebagai
kemampuan pragmatik (pragmatic competence). Konteks komunikasi itu meliputi topik,
tempat, waktu, suasana, hubungan peran penutur dengan mitra tuturnya. Oleh karena
tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa baik
secara lisan maupun tulis dalam berbagai konteks komunikasi, maka guru bahasa perlu
memahami bagaimana pemakaian bahasa dalam konteks komunikasi tersebut.
Geoffrey Leech dalam bukunya berujudul The Principal of Pragmatic yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M.D.D. Oka dengan tajuk Prinsip-
Prinsip Pragmatik 1993, mengemukakan delapan postulat sebagai berikut.
1. Representasi semantik atau bentuk logikal suatu kalimat berbeda dengan representasi
pragmatiknya.
2. Semantik diatur oleh kaidah gramatikal; pragmatik umum dikendalikan oleh prinsip
retoris.
3. Kaidah-kaidah tata bahasa pada dasarnya bersifat konvensional; prinsip-prinsip
pragmatik umum pada dasarnya bersifat nonkonvensional, yaitu dimotivasi oleh
tujuan-tujuan percakapan.
4. Pragmatik umum mengaitkan makna atau arti gramatikal suatu tuturan utterance
dengan daya pragmatik (pragmatic power) atau daya ilokusi tuturan tersebut.
123

5. Padanan-padanan gramatikal (grammatical correspondences) ditunjukkan dengan


kaidah-kaidah pemetaan (mappings); padanan-padanan pragmatik pragmatics
correspondences ditunjukkan dengan masalah-masalah dan pemecahannya.
6. Corak utama penjelasan gramatikal bersifat formal; corak utama penjelasan
pragmatik bersifat fungsional.
7. Tata bahasa bersita ideasional (ideationa)l ; pragamtik bersaifat interpersonal dan
tekstual.
8. Pada umumnya tata bahasa dapat diperikan berdasarkan kategori-kategori diskret
(discrete) dan pasti (determinate) ; pragmatik dapat diperikan berdasarkan nilai-
nilai yang sinambung (continuous) dan tidak pasti (indeterminate)
f. Teori Belajar
Adalah suatu kenyataan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Hampir semua
kemampuan atau kompetensi baik yang bersifat fisik maupun psikologis diperoleh
manusia melalui proses belajar. Memang ada kemampuan-kemampuan yang yang
sangat dasar yang dipunyai manusia sejak awal kehidupannya (misalnya kemampuan
bayi menangis, menetek) diperoleh melalui insting. Pada masa-masa awal kehidupan
anak, sebagian besar proses belajar tersebut berjalan sekan-akan tidak mereka sadari
Semakin bertambah usianya, semakin berkembang baik jasmani maupun rohaninya
semakin banyak yang mereka pelajari dan semakin besar kesadarannya akan proses
belajar yang dilakukannya.Teori belajar memberikan penjelasan bagaimana proses
belajar yang terjadi pada manusia. Ada tiga teori belajar utama yang besar
pengaruhnya terhadap pemahaman bagaimana proses belajar yang terjadi pada
manusia, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
Teori Behaviorisme berpandangan bahwa semua perilaku yang dikuasai oleh
manusia adalah hasil dari proses belajar. Proses itu terjadi melalui jalinan hubungan
antara stimulus yang diberikan oleh lingkungan di sekitarnya dengan respon yang
diberikan oleh si pembelajar terhadap stumulus yang diterimanya itu. Inti pandangan
teori belajar teori Behaviorisme ini adalah adanya input yang masuk ke dalam diri si
pembelajar sebagai stimulus yang disambut dengan output yang keluar dari diri si
pembelajar sebagai respon. Jalinan hubungan antara stimulus dan respon inilah yang
mendorong terjadinya perubahan perilaku si pembelajar. Perubahan inilah yang
124

menandai bahwa si pembelajar mengalami proses belajar. Gage, Berliner (1984)


mengemukakan paling tidak ada lima prinsip dalam teori belajar Behaviorisme, yaitu
(1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3)
Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in
Operant Learning; (6) The Elimination of Responses.

Teori Kognitivisme berpandangan bahwa manusia adalah makhluk berpikir.


Manusia bertindak aktif dalam proses belajar segala sesuatu dalam kehidupannya.
Mereka tidak hanya pasif menerima stimulus dari luar dirinya dan kemudian
meresponnya saja, melainkan secara aktif mengolah stimulus yang diterimanya itu
melalui proses mental yang kompleks mulai dari menerima, informasi, mengiden-
tifikasi, mengkategorisasi, mengklasifikasi, mencari korelasi, menyusun inferensi,
mengorganisasi, dan menyimpan dalam memorinya sebagai bagian dari penge-
tahuannya.Teori belajar Kognitivisme mengkaji bagaimana proses berpikir yang
merupakan proses mental yang komples itu terjadi dalam diri manusia. Beberapa hal
yang berkaitan dengan proses berfikir itu antara lain (1) bagaimana manusia menerima
berbagai informasi dari lingkungannya, (2) bagaimana manusia mempersepsi berbagai
hal yang terjadi di sekitarnya, (3) bagaimana manusia memasukkan berbagai informasi
itu ke dalam gudang ingatannya, (4) bagaimana proses pengolahan berbagai informasi
itu sehingga menjadi bagian dari pengetahuannya, (5) bagaimana manusia menyimpan
hasil proses berfikirnya, (6) bagaimana manusia menemukan kembali sesuatu yang telah
dipelajari dan dikuasainya itu bila diperlukan untuk sesuatu kepentingan.
Teori belajar Konstruktivisme merupakan perkembangan lebih lanjut teori belajar
Kognitivisme.Sebagaimana halnya Kognitivisme, fokus utama teori belajar
Konstruktivisme adalah proses mental yang terjadi pada diri pembelajar pada waktu
terjadi proses belajar. Teori Konstruktivisme berpandangan bahwa dalam belajar terjadi
proses interaksi antara informasi dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari
lingkungannya dengan gagasan, idea atau pandangan-pandangan yang telah dipunyai-
nya. Melalui proses interaksi itu terbentuklah pengetahuan dan penadangannya sendiri
yang merupakan hasil belajarnya. Dengan proses belajar seperti ini manusia
membahgun atau mengkonstruk pemahaman dan pengetahuannya. Oleh karena
pengalaman-pengalaman atau gagasan-gagasan yang telah dipunyai oleh masing-masing
125

orang itu tidak sama, maka intensitas proses belajar pada setiap orang juga tidak sama.
Demikianlah, walupun informasi atau peristiwa yang diterima dari lingkungannya sama
hasil belajar yang diperoleh masing-masing orang tidak sama. Berikut ini beberapa
konsep dasar teori belajar Kontruktivisme.
1) Belajar adalah proses mental pada diri masing-masing individu yang bersifat unik.
Setiap individu adalah pembelajar yang bersifat unik dengan kebtutuhan dan latar
belakang yang berbeda-beda.
2) Oleh karena pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial, maka setiap
individu tidak bisa terlepas dari lingkungannya. Bahkan dalam proses belajar dia
sebenarnya memperoleh kemanfaatan dari lingkungnannya sebagai bagian integral
dari proses belajarnya.
3) Melalui interaksi dengan dengan anak-anak yang sebayanya, lebih-lebih lagi dengan
orang-orang yang dewasa dan lebih berpengetahuan, serta dengan dunia di
sekitarnya, seorang anak dapat menguasai makna-makna sosial dan mampu
menggunakannhya dalam berpartisipasi secara aktif di masyarakatnya
4) Proses belajar terjadi dengan adanya interaksi antara pengalaman-pengalaman yang
baru dengan ide/gagasan/pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya.
5) Belajar adalah suatu proses yang aktif. Oleh larena itu dalam proses belajar mengajar
harus diciptakan situasi dan kondisi yang mendorong siswa untuk secara aktif terlibat
dalam seluruh proses pembelajaran .
6) Individu pembelajar membangun pengetahuannya dari pengalaman-pengalaman baru
yang diperolehnya melalui dua proses yaitu proses akomodasi (accommodation) dan
proses asimilasi (assimilation). Dalam proses asimilasi pembelajar menyatukan
pengetahuan-pengetahuan yang baru diperolenya kedalam struktur pengetahuan
(framework) yang sudah dipunyainya tanpa mengubah struktur pengetahuan yang sudah
duimilikinya itu. Karakteristik pengetahuan dan pengalaman baru yang masuk sama
dengan karakteristik pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai dan tersusun
dalam framework struktur mentalnya. Proses asimilasi ini memperkaya perbendaharaan
pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan. Dalam proses akomodasi pembelajar
mengubah konstruksi pengetahuan (reframing) yang sudah dipunyainya untuk
mewadahi pengetahuan-pengetahuan yang baru. Pengubahan ini dilakukan karena
126

adanya karakteristik yang tidak sama antara pengetahuan dan pengalaman yang baru
dengan struktur pengatahuan atau framework yang sudah ada. Pengubahan ini akan
memperbaiki framework dan memeperkaya pengetahuan yang bersangkutan. Dalam
kehidupan seseorang, terutama dalam masa awal pertumbuhan pada masa anak-anak
sampai dewasa, peristiwa asimilasi dan akomodasi dalam proses belajar ini akan selalu
terjadi.
2.2.4 Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Penyusunan Silabus
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Silabus pembelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu perangkat pembe-
lajaran yang dikembangkan berdasarkan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pengembang silabus harus memahami benar kurikulum bahasa
Indonesia pasa satuan pendidikan yang bersangkutan. Berikut ini dikemukakan
beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan silabus pembelajaran bahasa
Indonesia.
1. Visi , Misi, dan Tujuan Satuan Pendidikan
Pemahaman terhadap visi, misi, dan tujuan pendidikan ini penting sekali agar silabus
Bahasa Indonesia yang disusun nanti dapat memberi konstribusi secara maksimal
terhadap seluruh proses pendidikan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum bahasa Indonesia pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu dipahami dalam kurikulum itu antara lain adalah (a) landasan
filosofis, politis, dan kultural kurikulum bahasa Indonesia, (b) tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia yang di dalam KTSP dirumuskan dengan SK dan KD, (c) materi
dan sumber belajar, (d) pengorganisasian dan kegiatan pembelajaran , (e) penilaian,
(f) alokasi waktu.
3. Karakteristik siswa di jenis, jenjang dan kelas yang akan menerima pelajaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan karakteristik siswa ini antara lain
(1) tingkat perkembangan fisik dan psikologis siswa, 2 komposisi siswa dalam kelas
dari perspektif gender, (3 ) bahasa pertama yang dikuasai siswa, (4) kebutuhannya,
(5) motivasinya, (6) kemampuannya berbahasa Indonesia, (7) latar belakang sosial
budaya, (8) lingkungannya.
4. Substansi Materi Pelajaran
127

Substansi materi pelajaran mengacu pada pengetahuan kebahasaan, kesasteraan,


ketrampilan berbahasa, kemampuan mengapresiasi sastra, yang diharapkan dikuasai
oleh siswa setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran . Keluasan, kedalaman,
dan keaktualan materi pelajaran disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Disamping itu juga perlu dipelajari cara-cara dan
organisasi materi, serta penyajiannya nanti dalam silabus.
5. Sarana dan prasarana penunjang pembelajaran
Dalam mempeajari sarana prasarana pembelajaran ini ada beberapa hal yang
penting dikaji yaitu, (1) sumber belajar dan ketersediaannya,(2) media pembelajaran
serta ketersediaannya, (3) kemampuan mengoprasikan media pembelakaran yang
tersedia, (4 lingkungan sekolah baik lingkungan alam di sekitar sekolah maupun
lingkungan sosial budaya masyarakatnya.
6. Metode dan Teknik pembelajaran
Mempelajari berbagai metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
melaksana-kan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, antara lain metode
langsung (direct method), metode komunikatif, communication approach), metode
lamiah (natural approach), dan sebagainya. Strategi pembelajaran yang dapat
digunakan, antara lain ceramah, metode tanya jawab, diskusi kelas, diskusi
kelompok, penugasan, discovery, inquiri, bermain peran, dan sebagainya. Pemilihan
metode dan strategi apa yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal seperti (1) karakteristik topik pelajaran yang disajikan,
(2) tujuan pelajaran yang hendak dicapai (3) kondisi siswa, (4) tersedianya media
pembelajaran (5) lingkungan baik di dalam maupun di luar kelas (6) kemampuan
guru.
7. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran bahasa Indonesia dan mata-
mata pelajaran yang lain telah dikemukakan dalam kurikulum. Alokasi waktu dapat
digunakan sebagai salah satu acuan untuk menentukan keluasan dan kedalaman
materi yang dikemukakan dalam silabus. Didalam Permendiknas Nomor 22 Th.2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dikemukakan
128

alokasi waktu untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia di setiap jenis dan jenjang
sekolah sebagai berikut

Satuan Pen-
didikan I II III IV V VII
Kelas

SD/MI - - - 5 5 5

SMP/MTs 4 4 4

SMA/MA 4 4 4

SMA 4 5 5
Program
Bahasa

Catatan ; pembelajaran di kelas I,II,dan III dilaksanakan secara tematik


Untuk SMK/MAK mata pelajaran Bahasa Indonesia diberi alokas waktu
192 jam selama program 3 tahun dengan 38 minggu dalam satu tahun
pelajaran

2.3 Format Penyusunan Silabus


Pada dasarnya ada tiga format yang dapat digunakan dalam penyusunan silabus
pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu format uraian, format matrik atau kolom, dan
format gabungan antara format uraian dan format kolom. Berikut ini dikemukakan
contoh-contoh format tersebut.
Format Uraian
1. Identifikasi
a. Nama Sekolah : Tulikan nama sekolah
b. Mata Pelajara : Bahasa Indonesia
c. Kelas : (Isi di kelas berapa pelajaran Bahasa
Indonesia disajikan)
d. Semester : Semester berapa silabus ini digunakan)
e. Tujuan pembelajaran : Rumuskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Dalam KTSP rumusan tujuan ini dapat
dikembangkan dari Standar Kompetensi Lulusan
Mata Pelajaran (SK-MP) yang sudah dirumuskan
f. Alokasi Waktu : Tuliskan alokasi waktu yang disediakan
sebagaimana disebutkan dalam kurikulum. Alokasi
waktu untuk setiap mata pelajaran telah
129

dikemukakan dalam SI Permendiknas No.22. Tahun


2006
2. Kompetensi Dasar : Rumuskan Kompetensi Dasar untuk setiap
aspek pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis.
Perumusan KD ini beorientasi pada SK yang telah
dikemukan dalam SI Permendikna No. 22 Tahun
2006. Apabila dalam kurikulum satuan pendidikan
tertentu telah dirumuskan KD yang berorientasi pada
SK, rumusan KD tersebut dapat dikutip untuk
dituliskan dalam silabus.
3. Materi Pelajaran : Tuliskan topik materi pelajaran yang
dirancang untuk mencapai KD yang telah
dirumuskan.
4. Kegiatan pembelajaran : Tuliskan pengalaman belajar apa saja
yang dikembangkan untuk mencapai KD.
Tuliskan juga bagaimana kegiatan
pembelajaran itu diorganisir.
5. Indikator Pencapaian : Tuliskan indikator pencapaian
6. Evaluasi pembelajaran : Tuliskan evaluasi yang akan dilaksanakan sesuai
dengan indikator yang telah dirumuskan.
Kemukakan jenis dan bentuk evaluasi serta
intrumen yang akan digunakan.
7. Sumber Belajar : Dirjen Pendidikan Menejemen Pendidikann Dasar
dan Menengah Atas, Departemen Pendidikan
Nasional Tuliskan sumber belajar apa saja yang
akan digunakan, misalnya buku teks, buku-buku
referensi untuk bahasa Indonesia dan sastra
Indonesia, buku-buku karya sastra, dan sebagainya.
Kemukakan juga media pembelajaran yang akan
digunakan, misalnya radio, tape recorder, computer,
laptop, handy cam, dan sebagainya.
Format Matrik
Format metrik atau kolom menggunakan kolom-kolom untuk menyajikan
komponen-komponen silabus beserta uraian isi masing-masing komponen tersebut.
Buku Pedoman Penyusunan Silabus yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan
Menejemen Pendidikann Dasar dan Menengah Atas, Departemen Pendidikan Nasional
mengemukakan format matrik untuk penulisan silabus sebagai berikut.
Nama Sekolah : Diisi temapat siswa belajar
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Program : Diisi kelas berapa SK tersebur harus dicapai
melalui proses pembelajaran .
Semester : Diisi semester berapa SK tersebut harus dicapai
130

melalui proses pembelajaran .


SK : Diisi semester berapa SK tersebut harus dicapai
melalui proses pembelajaran .

No Kompetensi Dasar Materi Pelajaran Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi Sumber


. pembelajaran Waktu belajar

Memuat KD hasil Memuat materi Memuat alter- Memuat Memuat Memuat Memu-
penjabaran dari SK pembelajaran hasil natif penga- indikasi jenis ben- alokasi at jenis
yang telah dirumus- penjabaran masing- laman belajar ketercapaian tuk dan waktu sumber
kan dalam SI. masing KD yang siswa yang KD yang macam yang di- baha/ala
telah dirumuskan
terpilih yang telah penilaian perlukan t yang
dapat dipa-kai dirumuskan yang akan untuk diguna-
untuk men-capai dalam SI digunakan mengua- kan.
pengua-saan KD untuk me- sai
lihat hasil masing-
belajar masing
KD.

Dikutip dari Buku Pedoman Penyusunan Silabus yang


dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Menejemen Pendidikann
Dasar dan Menengah Atas, Departemen Pendidikan Nasional,
2008.

Masing-masing format mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan format


uraian antara lain memberikan kelelusaan untuk mengembangkan informasi pada setiap
komponen, terutama komponen materi pembelajaran , komponen kegiatan
pembelajaran , komponen evaluasi. Sedangkan kelemahannya mendorong guru atau
penyusun silabus untuk berpanjang-panjang dalam mengemujkakan informasi pada
masing-masing komponen sehingga kurang terfokus. Kelebihan format matrik adalah
mendorong guru/penyusun silabus lebih memokujskan perhatiannya pada informasi-
informasi yang penting sehingga dalam mengembangkan komponen-komponen silabus
dapat lebih terfokus. Sedangkan kelemahannya adalah kurang jelasnya isi komponen
yang dikembangkan karena keterbatsan ruang penulisan pada kolom.
Pemilihan format apa yang digunakan diserahkan pada guru atau
penyusun silabu sebagai berikut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih format antara lain adalah sebagai berikut.
1) Beban guru bahasa Indonesia, baik yang berupa tugas mengajar maupun
tugas-tugas administrasi.
131

2) Kesepakatan antara para guru Bahasa Indonesia di suatu daerah dalam


memilih model format.
3) Kesukaan guru terhadap format tertentu.

C. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)
Kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan trilogi
perencanaan pembelajaran. Setiap guru, termasuk guru bahasa Indonesia harus
memahami, menguasai, dan dapat menerapkan ketiga perencanaan tersebut dalam
proses pembelajaran. Kurikulum bahasa Indonesia pada satuan pendidikan tertentu
merupakan perencanaan pembelajaran yang tertinggi dalam hirarki trilogi perencanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan tersebut. Berdasarkan kurikulum bahasa Indo-
nesia itu dikembangkan silabus pembelajaran bahasa Indonesia yang berupa garis
besar rencana pembelajaran bahasa Indonesia pada suatu jenjang, jenis satuan
pendidikan tertentu yang mencakup SK, KD, materi pembelajaran , kegiatan
pembelajaran , indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Dari silabus pembelajaran bahasa Indonesia ini kemudian dikembangkan lagi
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan perencanaan pembelajaran
untuk satu topik dengan satu kompetensi dasar (KD) tertentu.
Hubungan antara kurikulum, silabus, dan RPP bahasa Indonesia yang bersifat
hirarkis tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.

KURIKULUM BAHASA
INDONESIA

SILABUS BAHASA
INDONESIA

RPP BAHASA INDONESIA

Bagan hubungan yang bersifat hirarkis antara


Kurikulum, silabus, dan RPP
132

Untuk memperoleh pemahaman tentang RPP berturut-turut berikut ini dikemukakan


pembahasan tentang pengertian RPP, fungsi RPP, komponen RPP, dan langkah-langkah
pengembangan RPP.
3.1 Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Berdasarkan strukturnya, frasa rencana pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat
unsur bawahan langsung (immediate constituent) yang mendukungnya, yaitu rencana
dan pelaksanaan pembelajaran . Rencana berarti pemikiran yang sungguh-sungguh,
logis, dan sistematis untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang jelas.
Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu proses kegiatan menciptakan kondisi dan
situasi yang mendorong si pembelajar mengembangkan potensinya dalam bidang
tertentu sehingga mencapai kompetensi yang diinginkan sebagai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan. Berdasarkan pengertian-pengertian ini dapat dikemukakan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pemikiran yang
sungguh-sungguh, logis, dan sistematis tentang proses kegiatan menciptakan situasi dan
kondisi yang memfasilitasi dan mendorong siswa belajar bahasa Indonesia untuk
mencapai kompetensi dasar yang diinginkan seperti terrumuskan dalam indikator
sebagai tujuan pembelajaran . Dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia
pernah dipakai bermacam-macam istilah utnuk menyebut RPP. Istilah-istilah itu antara
lain rencana pelajaran, persiapan mengajar, prosedur pengembangan sistem
instruksional (PPSI), model satuan pelajaran (MSP), satuan pelajaran (SP)satuan
acara pelajaran (SAP). Semua istilah itu pada dasarnya mempunyai arti yang sama,
yakni rencana pembelajaran (insrructional design).
Paul R. Burden dan David M. Byrd dalam bukunya bertajuk Method for Effective
Teaching (1999) menyebut RPP dengan istilah planning for instruction dengan
pengertian sebagai berikut.
“Planning for instruction referes to decicion that made about organizing,
implementing, and evaluating instruction”.
Hal utama yang dikemukakan dalam pengertian perencanaan pembelajaran menurut
Paul R. Burden dan David M. Byrd ini adalah bahwa dalam perencanaan pembelajaran
itu ada tiga kegiatan utama yakni menyusun atau mengorganisasi (organizing)
133

pembelajaran , mengimplementasikan atau menerapkan/melaksanakan (implementing)


pembelajaran , dan mengevaluasi pembelajaran (evaluating instruction).
Selanjutnya dikatakan juga sebagai berikut.
“When making planning decicions, you also need to concider who is
to do what, when and in what order instructional events will occur,
where the events will take place, the amount of instructional time to
be used, and resources and material to be used. Planning decicions
also deal with issues such as content to be covered, instructional
strategies, lesson delivery behaviors, istructional media, classroom
management, classroom climate, and student evaluation.

Beberapa hal yang perlu dipikirkan dalam menyusun perencanaan pembelajaran


menurut Paul R. Burden dan David M. Byrd adalah:
1) peranan guru dan murid;
2) urutan penyapaian materi dalam perinstiwa pembelajaran ;
3) jenjang dan jenis satuan pembelajaran ;
4) alokasi waktu yang disediakan;
5) materi dan sumber belajar;
6) keluasan dan kedalaman materi;
7) strategi pembelajaran ;
8) perilaku penyajian pelajaran;
9) media pelajaran;
10) pengelolaan dan suasana kelas;
11) evaluasi siswa.
Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs dalam bukunya bertajuk “Prinsiples of
Instructional Design” (1988) menyebut perencanaan pelaksanaan pembelajaran
dengan istilah lesson planning yang disebutnya sebagai:
“Thus the lesson is the level at which instruction is designed in detail”
Selanjutnya dikemukakan pula tentang lesson planning sebagai berikut.

“Before launching into a description of the many details a lesson


designer must keep in mind, we provide a general orientation
which my help in giving the individual lesson a proper setting.
134

Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs mengemukakan bahwa lesson (planning) adalah
perencanaan pembelajaran (instructional design) pada tingkatan yang paling detail
atau rinci. Tentu apabila dibandingkan dengan perencanaan pembelajaran yang lain
yakni silabus dan kurikulum. Diingatkan oleh Robert M. Gagne dan Leslie J. Briggs
bahwa sebelum penulisan kedalam deskripasi yang mendetail, penyusun RPP harus
berpikir melengkapi orienyasinya (mengenai mata pelajaran yang diampunya) secara
menyeluruh yang akan berguna dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran
dengan seting yang tepat.
Ada beberapa dokumen formal yang menyebutkan RPP, antara lain
sebagai berikut.
(1) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, pasal 20 yang menyatakan bahwa “Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran , materi belajar, metode pembelajaran , sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar.
(2) Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang menyatakan
bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa
untuk mencapai KD.
Berdasarkan pandangan-pandangan dan informasi tentang RPP di atas dapat
dikemukakan bahwa RPP pada hakikatnya adalah desain pembelajaran (instructional
design) yang berisi rancangan pembelajaran secara rinci (detail) untuk satu topik
materi pelajaran dengan KD yang telah ditentukan, menunjukkan langkah-langkah
penyajian pembelajaran serta pengorganisasian proses pembelajaran , digunakan oleh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas pada jam pelajaran yang terjadwal
dengan alokasi waktu yang ditentukan dalam struktur kurikulum satuan pendidikan
tertentu. RPP merupakan program pembelajaran yang bersifat operasional dalam
pengertian bahwa RPP lah yang secara langsung digunakan oleh guru menyajikan pem-
blajaran di kelas. Sebagai suatu perencanaan pembelajaran , RPP mempunyai kompo-
nen yang sama dengan silabus. Namun isi setiap komponen dalam RPP tidak sama
dengan isi komponen silabus, dalam arti bahwa isi komponen RPP sangat spesifik untuk
135

satu topik tertentu, dengan satu KD tertentu, untuk disajikan di kelas tertentu, dalam jam
pelajaran tertentu, oleh guru tertentu. Oleh karena itu RPP bersifat operasional praktis.
3.2 Fungsi RPP Bahasa Indonesia
Sebagaimana halnya dengan kurikulum dan silabus, fungsi RPP adalah sebagai
pemandu arah (road map) kegiatan pembelajaran bagi guru bahasa Indonesia dalam
mengelola proses belajar mengajar. Dengan RPP bahasa Indonesia yantg baik, guru
bahasa Indonesia dapat mengelola proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelasnya
secara atraktif menarik dan menantang), aktif, inovatif, kreatif, efektif dan efisien, serta
menyenangkan melalui langkah-langkah mengajar yang pasti, dengan materi yang jelas
di setiap langkahnya. Dengan demikian guru bahasa Indonesia akan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, tidak ragu-ragu, dengan cepat dapat memfasilitasi
siswanya memecahkan malah-masalah yang dihadapi dalam memahami materi
pelajaran.
Paul R. Burden dan David M. Byrd dalam bukunya bertajuk Method for Effective
Teaching (1999) mengemukakan manfaat RPP bagi guru adalah sebagai berikut.
Planning can help you to do the following;
 Give you sense of direction, and through this, a feeling of confidence and
security. Planning can help you stay on course and reduce your anxiety about
instruction.
 Organize, sequence, and become familiar with course content.
 Collect and prepare related instructional materials, and plan to use various
types of instructional media. This planning will help when ordering
instructional supplies.
 Use a variety instructional strategies and activities over time.
 Prepare to interact with student during instruction. This my include preparing
a list of important questions or guidelines for a cooperative group activity.
 Incorporate techniques to motivate students to learn in each lesson.
 Take into account individual differences and the diversity of students when
selecting objectives, content, strategies, materials, and requirenments.
 Arrange for appropriate requirenments and evaluation of student performance.
 Become a reflective decicion make about curriculum and instruction.
 Provide a substitute teachers and members of teaching team with a specific
plan to follow if you are absent.
 Show others members of teaching team what you are doing and how you are
doing it.
 Satisfy administrative requirenments. Teachers are often required tp turn in
their weekly plans for review by their principal.
 Use written plans are resources for future planning.
136

Hampir semua manfaat RPP yang dikemukakan oleh Paul R. Burden dan David M.
Byrd tersebut dilihat dari kepentingan guru. Namun tentu RPP tidak hanya bermanfaat
bagi guru saja, melainkan juga sangat bermanfaat bagi siswa. Manfaat itu antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Sejak awal jam pelajaran siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya, untuk apa
dia mempelajari topik itu, bagaimana mereka mempelajarinya, bagaimana jalannya
pelajaran pada jam itu.
b. Siswa yakin bahwa gurunya siap bersama mereka melaksanakan pelajaran bahasa
Indonesia pada hari dan jam pelajaran itu.
c. Siswa lebih mudah mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun psikologis
untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia pada hari dan jam pelajaran itu.
d. Siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran karena merasa tertantang oleh
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang direncanakan.
e. Siswa merasa lebih siap mengikuti proses pembelajaran karena mengetahui
langkah-langkah atau tahapan-tahapan proses pembelajaran yang akan
ditempuh selama berlangsungnya pembelajaran .
3.3 Komponen-komponen RPP
Berkaitan dengan komponen perencanaan pelaksanaan pembelajaran , Robert M.
Gagne dan Leslie J. Briggs dalam bukunya bertajuk “Prinsiples of Instructional
Design” (1988) mengemukakan sebagi berikut.
What ever planning a lesson, a topic, or an entire course, it
is necessary to achieve internal consistency among three
important components of instruction:
(1) objectives or goals;
(2) methods, materials, media, and learning experiences or
exercices; and
(3) evaluation of the success of the learners.

Dikemukakannya bahwa perencanaan pembelajaran apapun baik perencanaan pembe-


lajaran untuk satu topik tertentu yang paling detil, maupun untuk perencanaan keselu-
ruhan pembelajaran (berupa kuriklulum dan silabus) perlu adanya konsistensi internal
antara tiga komponen pembelajaran yakni:
(1) tujuan
137

(2) metode, materi, media, dan pengalaman belajar siswa; dan


(3) evaluasi keberhasilan siswa.
Tiga komponen penting dalam perencanaan pembelajarn tersebut oleh Robert M.
Gagne dan Leslie J. Briggs disebut sebagai “anchor point” (mata jangkar) desain
pembelajaran /perencanaan pembelajaran . Penyusun perencanaan pembelajaran akan
sangat tertolong apabila selama proses penyusunan perencanaan pembelajaran dia
senantiasa mengingat anchor point desain perencaan pembelajaran tersebut.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa untuk memudahkan ingatan tentang anchor point
desain pembelajaran tersebut penyusun perencanaan pembelajaran dapat mengguna-
kan tiga pertanyaan pemandu sebagai berikut.

Question How to Answer the Question

a. “Where I am going?” (in this lesson) a. State the performance


Objective for the lesson, showing what
the student can do when they
has mastered this lesson.

b. “How sill I get there” (how to achieve b.Select methods, materials, exercise
the target) will implement this instructional
event and learning conditions
appropriate for each subordinate
capability.

c. “How will I know when I’ve arrived?” c. Administer an appropriate test


(achieve success) or other appraisal of student
performance to determine when
student have achieved the
objective.

Ahli pembelajaran yang lain, Walter Dick dan Lou Carey dalam bukunya pertajuk The
Systematic Design of Instruction (1990) mengemukakan 9 komponen rencana
pembelajaran dengan pendekatan sistem sebagai berikut.
1. Identify instructional goal (Mengidentifikasi tujuan pembelajaran )
Komponen pertama dalam menyusun perencanaan pembelajaran adalah menentu-
kan tujuan pembelajaran yaitu kompetensi apa yang kita inginkan dikuasai oleh
siswa setelah mereka selesai mengikuti pembelajaran. Perumusan tujuan pembela-
jaran ini dapat diambil dari daftar tujuan pembelajaran hasil dari analisis kebutuhan
138

siswa berdasarkan kurikulum yang berlaku. Bisa juga dirumuskan berdasarkan


pengalaman-pengalaman guru melihat kesulitan belajar yang dialami siswanya.
2. Conduct an instruction analysis (Melaksanakan analisis pembelajaran )
Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran , kegiatan berikutnya adalah mentu-
kan tipe-tpe belajar apa saja yang dipersyaratkan bagi siswa. Tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan dianalisis untuk menentukan kompetensi subordinasi
(subordinate skills) apa saja yang harus dipelajari siswa dan prosedur subordinasi
apa saja yang harus dilakukan berikutnya.

3. Identify entry behaviors and characteristics (Mengidentifikasi karakteristik dan


kompetensi yang sudah dikuasai oleh siswa)
Disamping mengindentifikasi kompetensi subordinasi dan langkah-langkah
mengajarnya, seterusnya perlu mengidentifikasi kompetensi khusus yang harus
dikuasi lebih dahulu oleh siswa untuk memulai mengikuti pelajaran. Identifikasi ini
tidak dilakukan dengan mendaftar seluruh kompetensi yang dapat dikuasai oleh
siswa, melainkan hanya kompetensi yang spefisifik yang harus dikuasai lebih dulu
supaya bisa mulai mengikuti pembelajaran .
4. Write performance objective (Merumuskan tujuan pembelajaran khusus)
Berdasarkan analisis pembelajaran dan pernyataan kompetensi yang harus dikuasai
terlebih dahulu oleh siswa agar bisa mengikuti pelajaran, kegiatan berikutnya adalah
merumuskan secara spesifik apa yang akan dikuasai oleh siswa setelah mereka
selesai mengikuti pelajaran, ( kurang lebih sama dengan indikator dalam KTSP atau
tujuan instruksional khusus dalam Kurikulum 1994). Perumusan indikator atau
tujuan instruksional khusus ini diturunkan dari kompetensi hasil dari analisis
pembelajaran. Indikator atau tujuan instruksional khusus ini mengemukakan kom-
petensi apa saja yang harus dikuasai, kondisi dimana kompetensi itu harus
ditunjukkan, dan kriteria keberhasilan siswa.
5. Develop criterion-reference test items (Mengembangkan butir-butir tes patokan)
Berdasakan rumusan indikakor atau tujuan instruksional khusus, kemudian disusun
assessment untuk mengevaluasi kompetensi yang dicapai oleh siswa. Butir-butir
139

instrument dalam asesmen tersebut harus sesuai dengan indikator atau tujuan
instruksional khusus yang telah dirumuskan.
6. Develop an instructional strategy (Mengembangkan strategi pembelajaran )
Dengan informasi-informasi yang telah dikemukakan dalam 5 komponen pada
tahapan di atas, selanjutnya disusun strategi pembelajaran yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Strategi pembelajaran yang akan
diguanakan meliputi strategi pra pembelajaran, strategi pelaksanaan penyampaian
informasi pembelajaran, strategi praktik dan pemberian masukan, tes, serta kegiatan-
kegiatan lanjutan. Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya didasakan pada
hasil-hasil penelitian pembelajaran yang mutakhir, ilmu-ilmu yang mutakhir
tentang proses belajar, materi pelajaran yang diajarkan, dan karakteristik siswa yang
akan mengikuti pembelajaran .
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat digunakan beberapa strategi antara
lain : pendekatan komunikatif, pendekatan whole language, pendekatan fungsional,
metode langsung, pendekatan siswa aktif, pendekatan konstruktivisme.
7. Develop and/or select instruction (Mengembangkan atau memilih kegiatan
pembelajaran )
Strategi pembelajaran yang telah dipilih digunakan sebagai dasar untuk berbagai
hal antara lain untuk mengembangkan materi pelajaran, merencanakan berbagai
kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran di kelas, menyusun item tes,
mengembangkan materi untuk pembelajaran remidi, menyusun tugas-tugas untuk
kegiatan pengayaan, dan sebagainya.
8. Design and conduct the formative evaluation (Mendesain dan melaksanakan
evaluasi formatif)
Setelah seluruh draf rencana pembelajaran selesai disusun, kegiatan dalam kom-
ponen berikutnya adalah menyusun seperangkat alat evaluasi pembelajaran dan
melaksanakan kegiatan evaluasi formatif untuk memperoleh data yang berguna
dalam mengembangkan pembelajaran. Ada tiga macam evaluasi formatif yaitu
evaluasi perorangan, evaluasi kelompok, dan evaluasi proses pembelajaran itu
sendiri/evaluasi lapangan. Masing-masing evaluasi ini memberikan informasi yang
berbeda yang semuanya berguna untuk mengembangkan pembelajaran .
140

9. Revise instruction (Revisi pembelajaran )


Komponen berikutnya adalah revisi pembelajaran. Komponen ini berupa kegiatan
merevisi pembelajaran berdasarkan data yang diperoleh dari evaluasi formatif.
Informasi/data evaluasi informatif ini dianalisis, disimpulkan dan dinterpretasikan
untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam mencapai tujuan pembe-
lajaran yang telah ditentukan. Hasil analisis dan interpretasi dari evaluasi formatif
digunakan juga untuk meninjau kembali komponen-komponen perencanaan
pembelajaran seperti validitas komponen analisis pembelajaran, asumsi kompetensi
awal dan karakteristik siswa, perumusan tujuan instruksional khusus, strategi
pembelajaran .

10. Conduct sumative evaluation (Mengadakan evaluasi sumatif)


Evaluasi sumatif diadakan setelah seluruh kegiatan proses pembelajaran selesai
dilaksanakan oleh sekolah, termasuk evaluasi formatif dalam setiap kali selesai
penyajian satu topik materi pelajaran. Pelaksanaan evaluasi sumatif dilakukan pihak
atau istitusi evaluator independen. Oleh karena itu, sebenarnya evaluasi sumatif ini
bukan merupakan bagian integral dari perencanaan pembelajaran yang harus
disusun oleh guru. Evaluasi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh
guru adalah evaluasi formatif.
Dari sepuluh komponen perencanaan pembelajaran sebagaimana dikemukakan
di atas, komponen nomor 1 sampai dengan komponen nomor 9 merupakan komponen
langsung perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang penyusunannya dikerjakan
oleh guru pengampu mata pelajaran. Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia
penyusunannya dikerjakan oleh guru bahasa Indonesia. Penyusunan dan pelaksanaan
kesembilan komponen tersebut mencerminkan langkah-langkah pengembangan dan
penggunaan RPP. Walter Dick dan Lou Carey menggembarkannya dalam bagan
sebagai berikut.

Revise
Instruction
Conduct
Instructional
Analysis
141

Develop Develop and Design


Identify Write
Criterion Sekect and
instructional Performance
Reference Instructional Conduct
goal Objective
Test Items Materials Formative

Identify Entry
Behaviors,
Characteristics Design
and
Conduct
Sumative
Evaluation
Walter Dick dan Lou Carey dalam The Systematic Design of Instruction (1990) halaman 3

Sebagaimana telah dikemukakan di muka, Dokumen formal Kementerian


Pendidikan Nasional yang menjelaskan RPP adalah Permendiknas Nomor 41, Tahun
2007, tentang Standar Proses. Di dalamnya dikemukakan berbagai hal yang penting
tentang RPP sebagai salah satu unsur dalam Standar Proses disamping kurikulum dan
silabus. Kompon-komponen RPP yang disebutkan di dalam Permendiknas tersebut
pada dasarnya tidak berbeda dengan berbagai pendapat tentang komponen desain
pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pendidikan dan pembelajaran
yang telah diemukakan di atas. Berbagai pandangan para ahli tersebut diharapkan
dapat lebih memperdalam pemahaman dan memperluas persepsi para guru, terutama
guru bahasa Indonesia mengenai RPP, komponen-komponen RPP dan pengem-
bangannya. Berikut ini dikemukakan komponen-komponen RPP yang dikemukakan
dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun2007.
Komponen RPP adalah :
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran,
jumlahpertemuan.

2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau
semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
142

4. Indikator pencapaian kompetensi


ngetahuan, sikap, dan Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat
diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator
pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur,yang mencakup peketerampilan.

5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.

6 Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaiankompetensi.

7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar.

8. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar
atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai
pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik
digunakan untuk siswa kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.

9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi
danmemfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran .
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik
melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
143

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas


pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

10. Penilaian hasil belajar


Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.

11. Sumber belajar


Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran , dan
indikator pencapaian kompetensi.

3.4 Langkah-langkah Penyusunan RPP bahasa Indonesia


Penyusunan RPP bahasa Indonesia dilakukan dengan mengembangkan isi kompo-
nen-komponennya. Komponen pertama, yaitu Identitas Mata Pelajaran guru mengisinya
sesuai dengan faktanya. Untuk komponen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
guru tinggal mengutip dari Standar Isi dan Silabus. Untuk komponen Indikator
pencapaian kompetensi, materi ajar, serta metode pembelajaran guru harus mengem-
bangkannya sendiri. Demikian pula untuk komponen Kegiatan pembelajaran, kompo-
nen Penilaian Hasil Belajar guru harus mengembangkannya sendiri. Agar dapat
memberikan isi materi yang diperlukan guru bahasa Indonesia harus menguasai
substansi materi pada satuan pendidikan tempat RPP itu digunakan. Untuk memu-
dahkan pelaksanaan pengerjaannya, sebelum mulai menulis hendaknya guru
menyiapkan beberapa hal yang penting, antara lain (1) kurikulum dan silabus bahasa
Indonesia, (2) buku-buku teks pelajaran bahasa Indonesia, (3) buku-buku rujukan
misalnya buku Tata-bahasa Baku Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
buku EYD, buku Pedoman Pembentukan Istilah, buku-buku kritik dan esei sastra
Indonesia, berbagai macam karya sastra Indonesia, dan (4) buku-buku metodologi
pembelajaran bahasa.
Segaimana dalam pengembangan silabus, penyusunan RPP dapat dilakukan
dengan memilih model format uraian atau model format metrik. Namun sesuai dengan
karakteristik RPP yang diantaranya menyajikan perencanaan yang mentail, sangat
disarakan untuk menggunakan model format uraian.
144

Berikut ini dikemukakan model-model format penyusunan RPP bahasa Indonesia


sebagai berikut.
1. Format Uraian
A. Identitas
Nama Sekolah ; tulis nama sekolah
Mata Pelajaran : bahasa Indonesia
Semester : tulis semester berapa RPP ini digunakan
Standar Kompetensi : tulis SK yang sesuai dari kurikulum/silabus
Kompetensi Dasar : tulis KD yang sesuai dari kurikulum/silabus
Indikator : tulis indikator, kembangkan sesuai dengan KD
Alokasi Waktu : ….. x … menit (… pertemuan)
B. Tujuan pembelajaran
C. Materi pembelajaran
D. Metode pembelajaran
E. Kegiatan pembelajaran
Langkah-langkah :
Pertemuan 1
a. Kegiatan Awal
b. Kegiatan Inti
c. Kegiatan Penutup
Pertemuan 2
a. Kegiatan Awal
b. Kegiatan Inti
c. Kegiatan Penutup
F. Sumber Belajar ( Buku, Bahan ajar dan Alat )
G. Penilaian ( berisi teknik penilaian , Bentuk instrumen dan Rubriks penilaian.
Catatan:
1. Jumlah pertemuan bisa lebih dari 1kali pertemuan, misalnya 2 atau 3 kali,
bergantung pada keluasan topik yang disajikan. Namun sebaiknya untuk satu topik
tidak lebih dari 3 kali pertemuan.
2. Indikator tidak wajib (optional) disebutkan dalam RPP. Wajib disebutkan dalam
silabus
2. Model Metrik
Identitas
Nama Sekolah ; tulis nama sekolah
Mata Pelajaran : bahasa Indonesia
Semester : tulis semester berapa RPP ini digunakan
Standar Kompetensi : tulis SK yang sesuai dari kurikulum/silabus
Kompetensi Dasar : tulis KD yang sesuai dari kurikulum/silabus
Indikator : tulis indikator, kembangkan sesuai dengan KD
Alokasi Waktu : ….. x … menit (… pertemuan)

Komp- Tujuan Materi Metode dan Teknik Langkah- Penilaian Sumber


tensi pembelajar pembelajaran langkah Belajar
Dasar an Pembelajar
145

-an
Kutip Rumuskan Topik diambil Pilih metode dan Tuliskan Tulis prosedur Tulis
dari Sesuai dari silabus, teknik pembela- kegiatan dan in-strumen sumber
kuriku- dengan KD dikembangkan jaran yang relevan pembelajar penilaian ha-sil belajar
lum/sila materi pelajar- dengan memper- -an pada dan proses yang
-bus an yang dapat hatikan:karakteris- langkah pembelajaran relevan
digunakan tik siswa, karateris- pendahu- dengan
mencapai tu- tik KD, materi luan, inti, materi
juan pembela- pembelajaran , dan dan penu- pembe-
jaran indikator. tup lajaran

Masing-masing format mempunyai kelebihan dan kekurangan. Format uraian


mempunyau kelebihan dalam memberikan ruang yang cukup kepada guru untuk
mengemukakan isi masing-masing komponen silabus. Kelemahannya adalah adanya
sedikit kesulitan dalam membaca silabus untuk mengikuti konsistenasi isi antara
komponen-komponen silabus. Sebaliknya, format metrik mempunyai kelebihan
memudahkan guru untuk membaca silabus dalam melihat konsistensi isi antar
komponen. Kelemahannya, tidak cukup ruang untuk mengemukakan isi masing-masing
komponen. Pemilihan format apa yang digunakan diserahkan pada guru atau penyusun
RPP. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih format antara lain
adalah sebagai berikut.
1) Beban guru bahasa Indonesia, baik yang berupa tugas mengajar maupun tugas-
tugas administrasi.
2) Kesepakatan antara para guru Bahasa Indonesia di suatu daerah dalam memilih
model format.
3) Kesukaan guru terhadap format tertentu.
4) Disarankan dalam menyusun silabus sebaiknya menggunakan format metrik karena
uraian isi dalam komponen silabus tidak perlu terlalu luas. Sedanngkan dalam
penyusunan RPP sebaiknya menggunakan format uraian karena uraian isi
komponen dalam RPP perlu lebih rinci.
146

BAB IV
PENDEKATAN (APPROACH), METODE (MET5HOD) , DAN TEKNIK
(TECHNIQUE) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Sejak beberapa puluh dekade yang lalu sampai sekarang para ahli pembelajaran
bahasa menghadapi berbagai problematika untuk menemukan suatu sistem yang efektif
dalam melaksanakan pembelajaran bahasa. Berbagai penelitian telah dilaksanakan
dengan memanfaatkan teori-teori dari bergai bidang ilmu seperti linguistik, psikologi,
sosiologi, antropologi, teori belajar, dan teori belajar bahasa. Hasil-hasil dari berbagai
penelitian, perdebatan akadmis, pemikiran-pemikiran yang mendalam yang dilakukan
para ahli pembelajaran bahasa dan para ahli dari berbagai bidang ilmu yang tertarik
masalah bahasa dan pembelajarannya, telah memperkaya pandangan tentang pembe-
lajaran bahasa dan aspek-aspeknya. Pandangan-pandangann tersebut telah memperkaya
pengetahuan dan banyak memberikan inspirasi para ahli pembelajaran bahasan guru-
guru bahasa sampai sekarang ini. Namun demikian bukanlah berarti bahwa masalah
pembelajaran bahasa telah selesai. Yang terjadi adalah sebaliknya, masih banyak isu-
isu problematika pembelajaran bahasa yang masih terus menjadi perdebatan baik di
kalangan para ahli pembelajaran bahasa, maupun di kalangan para praktisi
pembelajaran bahasa.
Masalah pokok yang menjadi pusat problematika pembelajaran bahasa adalah
masalah metodologi pembelajaran. Para ahli pembelajaran bahasa memusatkan
kajiannya untuk memecahkan berbagai problematika dalam pembelajaran bahasa
tersebut pada masalah metodologi pembelajaran. H.H. Stern dalam bukunya bertajuk
Fondamental Cincepts of Language Teaching (1983) mengemukakan
“For over a century, language educators have attempted to solve the
problem of language teaching by focusing attention almost
exclusively on the teaching method”.
147

Pertanyaan yang mendasar dalam metodolgi ini adalah bagaimanakah metode


pembelajaran bahasa yang efektif yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dapat kebu-
tuhan siswa tersebut, dapat mengembangkan potensi siswa secara maksimal dalam
berbahasa. Berbagai metode pembelajaran bahasa telah lama dikenal oleh para guru,
misalnya Metode Tatabahasa dan Terjemahan (Grammar and Translation Method),
Metode Langsung (Direct Method), Metode Audiolingual (Audiolimngual Method),
Metode Komunikatif (Communicative Approach), Metode Alamiah (Natural
Approach), dan sebagainya. Namun, sebagian besar guru tidak selalu dapat memahami
metode-metode itu secara jelas, sehingga pemakaian suatu metode dalam permbelajaran
tidak selalu seperti apa yang dimaksudkan oleh metode-metode tersebut. Hal ini antara
lain disebakan oleh karena dasar-dasar yang melandasi metode-metode itu sendiri tidak
jelas. H.H. Stern ( 1983 : 452) mengatakan sebagai berikut.
The names of many of the methods are familiar enough; yet the method
themselves are not easay to grasp, because there names have not been
applied in a consistent and ambiguous way. What constites a particular
method is not always clear.

Adalah suatu hal yang ironis bahwa perdebatan tentang metodologi pembelajaran
bahasa itu antara lain disebakan belum jelasnya apa yang dimaksudkan dengan istilah
“metode” itu sendiri. Even the generic term “method” is not unequivocal, demikian
H.H. Stern mengatakan (1983: 452).
Disamping konsep metode, dalam metodologi pembelajaran bahasa ada konsep
pendekatan approach dan teknik technique. Ketiga konsep tersebut, yaitu pendekatan,
metode, dan teknik saling berkaitan dalam hubungan yang bersifat hirarkis. Pendekatan
menempati urutan posisi yang tertinggi, kemudian metode, dan yang terbawah teknik.
Masing-masing mempunyai pengertian sendiri. Masih ada satu lagi konsep yang
diperkenalkan dalam perkembangan pembelajaran sekarang ini, yaitu konsep prosedur
procedure. Dalam urutan konsep-konsep tersebut, prosedur berada di antara metode
dan teknik, sehingga urutannya adalah pendekatan-metode-prosedur-teknik. Berikut ini
dikemukakan uraian masing-masing konsep tersebut dan perannya dalam pembelajaran
bahasa Indonesia.
148

A. PENDEKATAN (APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN BAHASA


INDONESIA
1. Pengertian Pendekatan
Sebagaimana telah dikemukanan dalam Bab I, bahwa peristilahan dalam suatu
bidang ilmu serta pemahaman terhadap maknanya oleh siapa saja yang bergerak dalam
bidang ilmu tersebut sangat penting. Setiap istilah seharusnya memuat suatu pengertian
atau makna tertentu yang jelas dan pasti, tidak tumpang tindih dengan makna istilah
yang lain. Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam bidang pembelajaran
bahasa Indonesia masih ada beberapa istilah yang maknanya belum jelas benar dan
belum pasti sehingga pemahaman dan pemakaian istilah tersebut sering menimbulkan
kesalahpahaman. Di antara istilah-istilah yang demikian ini yang paling sering
digunakan adalah istilah pendekatan, metode, dan teknik dalam pembelajaran . Ketiga
istilah tersebut, terutama istilah pendekatan dan metode, digunakan saling bergantian
untuk menyebut maksud yang sama. Misalnya kita mengenal penyebutan Metode
Tatabahasa dan Terjemahan, Grammar and Translation Method, Metode Langsung
Direct Method, Metode Audiolingual Audiolingual Method, Pendekatan Oral dan
Situasional Oral Approah and Sitguasional Lnguage Teaching, Pendekatan Alamiah,
The Natural Approach. Demikian juga antara istilah metode dan teknik, sering
digunakan secara tidak tepat. Dalam menyusun RPP guru-guru bahasa Indonesia sering
menggunakan istilah metode untuk kegiatan pembelajaran yang seharusnya disebut
teknik , misalnya Metode Diskusi, Metode Ceramah dan Tanya-jawab.
Ahli pembelajaran bahasa yang pertama kali mengemukakan perbedaan pengertian
antara pendekatan, metode, dan teknik adalah Edward M. Anthony dalam artikelnya
berjudul Approach, Method, and Tecknique, yang dimuat dalam jurnal English
Language Teaching (Januari 1963). Tentang pendekatan dikemukakan oleh Edward M.
Anthony sebagai berikut.
“I view an approach - any approach- as a set of correlative
assumptions dealing with the nature of language and the nature of
language teaching and learning. An approach is axiomatic. It describes
tahe nature of the subject matter to be taught. It states point of view, a
phylosophy, an article of faith-something which one believe but cannot
necessarily prove. It is often unarguable except in term of the
effectiveness of the nethods which grow out of it.”
149

Pokok-pokok pengertian yang penting mengenai pendekatan menurut Edward M.


Anthony di atas adalah sebagai berikut.
a) Pendekatan adalah seperangkat asumsi yang saling berhubungan tentang hakikat
pembelajaran bahasa dan belajar bahasa.
b) Pendekatan bersifat aksiomatis dalam arti kebenarannya tidak diperdebatkan lagi.
c) Pendekatan menggambarkan hakikat suatu mata pelajaran yang diajarkan.
d) Pendekatan mengemukakan titik pandang, filosofi, dan kebenaran suatu hal yang
diyakini oleh seseorang serta tidak perlu dibuktikan lagi.
e) Pendekatan sering tidak berlandaskan argument kecuali efektifitas metode yang
dikembangkan berdasarkan pendekatan tersebut.
Ahli pembelajaran bahasa yang lain yang juga membahas masalah pendekatan
dan metode pembelajaran adalah Jack C. Richard dan Theodore S. Rogers dalam
bukunya bertajuk Approaches and Methods in Language Teaching (1986).
Dikemukakan dalam buku tersebut bahwa pandangan M. Anthony tentang pendekatan,
metode, dan teknik dalam pembelajaran telah memberikan uraian secara sederhana
dan komprehensif. Pandangan tersebut berguna untuk membedakan hubungan antara
prinsip-prinsip teoritis yang mendasari praktek kegiatan pembelajaran dan kegiatan
pembelajaran yang diturunkan dari teori-teori tersebut. Walupun demikian pandangan
M. Anthony tentang pendekatan, metode, dan teknik tersebut masih terdapat keku-
rangan karena kurang memberikan perhatian terhadap hakikat metode. Kritik J. Richard
dan Theodore S. Rogers itu dikemukakan sebagai berikut.
“Nothing is said about the roles of teachers and learnes assumed in
a method, for example, nor about the roles of instructional materials
or the form they are expected to take. It fails to account on how an
approach may be realized in a method, or for how method and
tecknique are related”

Beberapa hal yang dikemukakan dalam kritik tersbut antara lain bahwa Edward M.
Anthony;
b. tidak mengemukakan peranan siswa dan guru dalam metode;
c. tidak mengemukakan peranan materi pembelajaran dan bentuknya yang diharapkan
nanti dikuasai siswa;
150

d. tidak mengemukakan bagaimana pendekatan direalisasikan ke dalam metode;


e. tidak mengemukakan bagaimana metode dihubungkan dengan teknik.
Kritik tersebut tidak semuanya benar. Dalam artikelnya M. Anthony mengem-
ukakan contoh bagaimana penerapan konsep-konsep teoritis suatu pendekatan ke dalam
metode dalam pembelajaran bahasa. Contoh penerapan pendekatan aural-oral aural-
oral approach kedalam metode sebagai berikut.
Asums-asumasi yang mendasari suatu pendekatan.
Asumsi-asumsi Linguistik
1. Bahasa bersifat manusiawi, aural-oral, bermakna secara simbolis.
2. Setiap bahasa mempunyai unsur yang berasifat unik.
3. Struktur suatu bahasa dapat dideskripsikan secara sistematik dan bermanfaat
walaupun deskripsi tersebut berbeda-beda setiap level dan untuk berbagai tujuan.
4. Oleh karena bahasa itu bersifat oral (lisan) maka dengan sendirinya ujud bahasa itu
pertama-tama adalah ucapan sedangkan tulisan adalah manifestasi bahasa yang
kedua. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa bahasa lisan lebih penting dari
pada tulisan. Masing-masing wujud bahasa itu, lisan maupun tulis, mempunyai
karakteristik sendiri.
Kedua asumsi yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan belajar bahasa.
1. Wujud bahasa yang pertama yaitu lisan (berbicara dan mendengarkan) diajarkan
lebih dahulu daripada wujud bahasa yang kedua yaitu tulisan (membaca dan
menulis).
2. Dalam pembelajaran lisan, kemampuan memahami tuturan lisan (mendengarkan)
lebih efisien diajarkan lebih dahulu sebelum pembelajaran memproduksi tuturan
(berbicara).
3. Dalam pembelajaran bahsa tulis (membaca dan menulis), membaca lebih dahulu
diajarkan daripada menulis karena sebelum bisa menghasilkan tulisan anak lebih
dahulu harus kenal dulu dengan tulisan.
4. Pembelajaran apresiasi sastra juga dilaksanakan dengan urutan memahami suatu
karya sastra baru kemudian menghasilkan karya sastra.
5. Prosedur pembelajaran berdasarkan asumsi bahwa:
a. bahasa adalah kebiasaan,
151

b. kebiasaan dibentuk melalui pengulangan-pengulangan perilaku yang dibiasakan


itu,
c. perilaku berbahasa dibentuk juga melalui pengulangan-pengulangan berbagai
bentuk tuturan.
6. Suatu asumsi mungkin saja tidak bisa diterima untuk digunakan semua pembelajaran
bahasa karena setiap bahasa mempunyai sistem strukturnya sendiri yang bersifat
unik. Dalam hal pembelajaran bahasa kedua, perlu diadakan perbandingan antara
bahasa pertama dan bahasa kedua untuk mengetahui unsur-unsur yang sama dan
yang berdeda antara bahasa pertama dan kedua. Berdasarkan deskripsi tersebut
dapat diprediksikan bagian-bagian mana dari bahasa kedua yang akan menimbukan
kesulitan bagi anak pada waktu mempelajarinya.
Dari contoh penerapan pendekatan aural-oral untuk metode sebagaimana
dikemukakan di atas dapat kita ketahui penerapan prinsip-prinsip teori ilmu bahasa,
teori pembelajaran bahasa dan belajar bahasa ke dalam prosedur pembelajaran.
Memang contoh tersebut belum mengemukakan secara rinci bagaima praktek
pembelajaran, mulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran, implementasi peren-
canaan pembelajaran tersebut dikelas, sampai bagaimana proses evaluasi hasil belajar
siswa dan evaluasi proses pembelajaran nya.

2. Pandangan Linguistik yang Mendasari Pendekatan dan Metode Pembelajaran


Bahasa
a. Pandangan Struktural

Linguistik yang mendasari pandangan ini adalah Linguistik Struktural. Menurut


teori ini bahasa adalah suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan
secara struktural untuk mengkodekan makna. Studi Linguistik dilaksanakan untuk
mendeskripsikan struktur bahasa tersebut. Linguistik strukturalis berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri yang dipunyai oleh bahasa itu sendiri.
Salah satu tokohnya adalah Ferdinand de Saussure. Beberapa konsepnya yang penting
adalah:
1) Telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan
diakronik (telaah bahasa sepanjang masa/berdasarkan pandangan kesejarahan),
152

2) Perbedaan langue dan parole


Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi
verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan
parole sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda
dari yang satu dengan orang lain.
3) Perbedaan signifian dan signifie.
Signifian adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam
alam pikiran (bentuk), sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna
yang ada dalam pikiran kita (makna).
4. Hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam
suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan
paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang
bersangkutan.Target pembelajaran bahasa adalah penguasaan terhadap unsur-unsur
sistem tersebut, yang terdiri dari unit-unit fonologis (fonem), unit-unit gramatika
(frasa, klausa, kalimat), perangkat untuk mengoperasikan gramatika (penambahan,
penggeseran, penggabungan, transformasi), dan untur-unsur leksikal (kata-kata
fungsi, dan kata-kata pembentuk struktur. Metode pembelajaran bahasa yang
menggunakan Ilmu Bahasa Strktural ini antara lain: Direct Method, Audio Visual
Method, Total Physical Response, dan Silent Way

b. Pandangan fungsional

Pandanngan ini berdasarkan pada Linguistik Fungsional. Menurut pandangan


aliran ini fungsi gramatika dalam pemakaian bahasa meliputi tiga bidang yang disebut
metafungsi, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual.
Ideational metafunction diibagi dua macam, yaitu experiential function dan logical
function. Fungsi experiential mengorganisasi pengalaman dan memahami dunia kita.
Ini adalah potensi bahasa untuk menafsirkan segala yang kita alami dan melihat unsur-
unsurnya. Ini juga merupakan potensi bahasa untuk membedakan elemen itu kedalam
proses, partisipan dalam proses itu, dan konteks terjadinya proses. Fungsi logical
153

function adalah mengorganisasikian penalaran berdasarkan pengalaman yang kita


peroleh. Ini adalah potensi bahasa untuk menafsirkan sesuatu yang ada. Fungsi
interpersonal adalah fungsi bahasa untuk menjalin interaksi antar penutur yang
direalisasikan dalam berbagai tindak tutur. Ini adalah fungsi bahasa dalam pemakaian
bahasa sehari-hari sebagaimana kita lihat dalam berbagai percakapan antara dua orang
penutur atau lebih. Fungsi tekstual bahasa adalah fungsi bahasa untuk menyampaikan
berbagai macam informasi oleh penutur kepada mitra tutur yang bersifat transaksional.

c. Pandangan Interaksional
Menurut pandangan ini bahasa adalah wahana untuk merealisasikan hubungan
interpersonal dan untuk performansi transaksi sosial antar individu. Bahasa dipandang
sebagai alat untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial. Penelitian
banyak dilakukan untuk mengembangkan pendekatan interaksiona pada pembelajaran
bahasa. Kajian kebahasaan yang dikerjakan untuk pembelajaran bahasa antara lain
analisis interaksi, analisis percakapan, dan etnometodologi.Teori interaksional berfo-
kus pada analisis pergantian tutur, perilaku interaksi, negosiasi dalam percakapan.
Materi pembelajaran menurut teori interasional ini dipilih dan diorganisasikan berda-
sakan kaidah-kaidah pertukaran percakapan dan interaksi, atau didasarkan pada
kecenderungan pembelajar sebagai pelaku interaksi.

3. Pandangan Ilmu Belajar Bahasa yang Mendasari Pendekatan Pembelajaran


Bahasa
Teori belajar bahasa yang mendasari pendekatan pembelajaran bahasa dapat
digunakan untuk merespon dua pertanyaan pokok berikut ini.
1) Bagaimana proses psikolinguistik dan kognitif yang terjadi dalam belajar bahasa?
Respon terhadap pertanyaan ini dapat diberikan oleh teori belajar yang menekankan
pada proses, antara lain habit formation (pembentukan kebiasaan); induction
(induksi), inferencing (inferensi), hypothesis testing (testing hipothesis),
generalization (generalisasi)
2) Apa kondisi yang diperlukan agar proses belajar bahasa tersebut bisa dibang-
kitkan? Respon terhadap pertanyaan ini dapat diberikan oleh teori belajar yang
154

menekankan pada kondisi mengutamakan hakikat konteks fisik dan manusiawi


tempat terjadinya proses belajar bahasa.
Teori belajar berkaitan dengan metode pada level pendekatan dapat menekankan salah
satu atau kedua pandangan teori belajar tersebut.
Salah satu teori belajar bahasa yang sangat luas pengaruhnya dalam pembelajaran
bahasa adalah Teori Monitor yang dikemukakan oleh Stephen D. Krashen. Beberapa
prinsip belajar bahasa menurut Teori Monitor adalah sebagai berikut.
1) Pemilahan antara pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa (The
acquisition and learning distinction)
Penguasaan kompetensi berbahasa dapat dicapai dengan dua macam cara yaitu
melalui proses pemerolehan (acquisition) dan proses pembelajaran (learning). Proses
pemerolehan berlangsung sebagaimana terjadi pada anak-anak ketika mereka
mengalami proses menguasai bahasa pertamanya. Proses penguasaan ini berlangsung
secara tidak disadari (subconscious), dalam arti bahwa dalam proses penguasaan
tersebut anak atau pembelajar tidak menyadari kaidah-kaidah gramatika. Mereka lebih
mengembangkan kepekaan perasaan untuk berbahasa yang benar. Sedangkan proses
belajar (learning language) bahasa berlangsung sebaliknya. Dalam proses belajar
bahasa, anak atau pembelajar menyadari bahwa dirinya sedang belajar menguasai
bahasa. Proses belajar bahasa ini biasanya terjadi pada belajar bahasa kedua. Pembelajar
menyadari perlunya mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah bahasa target agar dapat
menggunakannya dalam berbagai peristiwa berbahasa, mampu menjelaskan kaidah-
kaidah bahasa tersebut dan menggunakannya untuk menilai apakah pemakaian suatu
kaidah benar atau salah. Karena proses balajar bahasa berlangsung seperti demikian ini
dapatlah dikatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar menguasai
pengetahuan tentang bahasa agar dapat menggunakannya. Dalam proses menguasai
kompetensi berbahasa, pembelajar dewasa bisa menempuh cara pemerolehan bahasa
maupun cara belajar bahasa.
2) Hipotesis urutan alamiah (The natural order hyphothesis)
Hipotesis ini mengemukakan bahwa proses penguasaan struktur gramatika yang
terjadi pada urutan yang dapat diprediksikan. Ada struktur gramatika yang mudah
dikuasai dan terjadi pada awal proses belajar dan ada pula struktur gramatika yang sulit
155

dikuasai dan baru kemudian dikuasai setelah menguasai struktur yang mudah. Namun
dalam proses pembelajaran tidak berarti bahwa yang diajarkan dulu hanya struktur
yang mudah-mudah saja karena dalam praktek berbahasa struktur yang sulit sering
harus digunakan serentak dengan struktur yang mudah.
3) Hipotesis Monitor
Hipotesis ini mengemukakan bahwa penguasaan kompetensi berbahasa yang
diperoleh secara tidak disadari melalui proses pemerolehan, mengawali penguasaan
bahasa (kedua) dan merupakan dasar bagi kelancaran berbahasa selanjutnya. Sedangkan
kaidah-kaidah gramatika yang dikuasai melalui proses belajar secara sadar digunakan
oleh pembelajar untuk mengedit atau memperbaiki pemakaian kaidah-kaidah berbahasa
yang tidak tepat dalam berkomunikasi. Proses mengedit pemakaian kaidah-kaidah
bahasa dalam pemakaian bahasa oleh pembelajar ini disebut sebagai monitor. Oleh
karena itu hipotesis ini disebut dengan istilah Hipotesis Monitor. Masing-masing
pembelajar menggunakan cara dan tingkat keketatan monitor yang berbeda-beda. Ada
pembelajar yang sangat memperhatikan pemakaian bahasanya, sangat ketat memonitor
setiap tuturan yang diucapkannya sehingga pamakaian bahasanya justru kelihatan tidak
lancar. Sebaliknya ada juga pembelajar bahasa yang kurang memperhatikan tuturan
yang diucapkannya. Apabila dia ingin membetulkan tuturannya, pembetulan itu pun
didasarkan pada perasaannya tentang pemakaian yang benar. Pembelajaran bahasa
hendaknya mendorong pembelajar untuk menggunakan monitornya apabila memang
diperlukan sehingga pemakaian bahasanya lancar dan tidak menimbulkan salah
pengertian.
4) Hipotesis Input (Input Hyphothesis)
Hipotesis input ini berkaitan dengan bagaimana pembelajar mengembangkan
penguasaan kopmpetensi bahasanya dari waktu ke waktu. Menurut hipotesis ini input
yang diperoleh pembelajar harus sedikit lebih tinggi dari level/tingkat kompetensi yang
dimilikinya. Apabila kompetensi yang sudah dikuasai itu digambarkan dengan “tingkat
i”, maka ia harus menerima input yang komprehensif pada “tingkat i +1” .Ini berarti
bahwa proses penguasaan kompetensi itu terjadi apabila pembelajar menerima input
lebih tinggi sedikit dari kompetensi bahasa yang telah dikuasainya. Walaupun demikian,
sebenarnya yang lebih penting daripada hipotesis ini adalah kejelasan pesan komunikasi
156

yang disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu disamping memberikan input
sebagaimana dimaksudkan oleh hipotesis ini guru harus tetap menciptakan situasi yang
mendorong pembelajar untuk menggunakan bahasanya secara komunikatif.
5) Hipotesis Efektifitas Penyaring (The effective filter )
Hipotesis ini mengemukakan bahwa motivasi belajar, kepercayaan diri (self-
confidence), dan kegairahan dalam belajar semuanya merupakan factor-faktor yang
mempengaruhi proses pembelajar dalam menguasai kompetensi berbahasanya.
Berdasarkan hipotesis-hipotesis tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai
berikut.
a. Kondisi dan proses sangat penting dalam belajar bahasa.
b. Dalam level proses , Krashen membedakan antara acquisition (pemerolehan)
dan learning (belajar). Proses pemerolehan bahasa terjadi pada anak-anak
yang belajar bahasa pertamanya. Pada orang dewasa kedua proses itu bisa
terjadi pada waktu mempelajari bahasa kedua.
c. Acquisition mengacu pada proses pemerolehan kaidah bahasa melalui
pemakaian bahasa dalam komunikasi yang terjadi secara alamiah. Pembelajar
“tidak menyadari” proses yang terjadi pada penguasaan kaidah-kaidah
gramatika itu.
d. Learning mengacu pada kegiatan belajar kaidah baha secara formal , terjadi
dalam proses yang disadari oleh pembelajar.
e. Penguasaan kaidah yang diperoleh melalui belajar hanya dapat digunakan
sebagai monitor (mengawasi, mengoreksi,menilai).
f. Monitor adalah semacam tempat peyimpanan kaidah-kaidah bahasa yang
diperoleh melalui proses belajar secara formal, digunakan untuk memper-
baiki/mengedit tuturan-tuturan yang dikuasai melalui acquisition.
g. Krashen juga menunjukkan perlunya konteks agar terjadi proses acquisition.
Kondisi tersebut merupakan input (masukan)bagi pembelajar.
h. Input harus bersifat komprehensif, sedikit di atas level kompetensi pembelajar
saat itu, menarik dan relevan, secara gramatikal tidak perlu berurutan, dalam
jumlah yang cukup, dan dialami dalam kondisi yang menantang dan
menggairahkan.
157

B. METODE (METHOD) DALAM


PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

2.1 Pengertian Metode (Method)


Dalam Kamus Bahasa Inggris “Longman Dictionary of Contemporary English,
Tahun 1978” kata method berarti (1) “ a way or manner”, dan (2) the use of an
orderly system or arrangement. Dalam kamus Inggris-Indonesia Tahun 2005, oleh
John M. Echols dan Hassan Shadily, kata method berarti cara. Dalam kamus Webters
Dictionary 1913 dikemukakan pengertian method sebagai berikut.
1. An orderly procedure or process; regular manner of doing
anything; hence, manner; way; mode; as, a method of teaching
languages; a method of improving the mind.
2. Orderly arrangement, elucidation, development, or classification clear
and lucid exhibition; systematic arrangement peculiar to an individual.
3. Classification; a mode or system of classifying natural objects
according to certain common characteristics; as, the method of .
Usage: {Method}, {Mode}, {Manner}. Method implies arrangement;
mode, mere action or existence. Method is a way of reaching a given end
by a series of acts which tend to secure it; mode relates to a single
action, or to the form which a series of acts, viewed as a whole, exhibits.
Manner is literally the handling of a thing, and has a wider sense,
embracing both method and mode. An instructor may adopt a good
method of teaching to write; the scholar may acquire a bad mode of
holding his pen; the manner in which he is corrected will greatly affect
his success or failure.

Selanjutnya dalam kamus “The American Heritage® Dictionary of the English


Language” edisi keempat copyright ©2000 penerbit Houghton Mifflin Company, yang
disempurnakan pada tahun 2009.diterbitkan oleh Houghton Mifflin Company,
dikemukakan pengertia metode sebagai berikut.
1. A means or manner of procedure, especially a regular and systematic
way of accomplishing something: a simple method for making a pie
crust; mediation as a method of solving disputes
2. Orderly arrangement of parts or steps to accomplish an end: random
efforts that lack method.
158

3. The procedures and techniques characteristic of a particular discipline


or field of knowledge: This field course gives an overview of
archaeological method.
4. Method a technique of acting in which the actor recalls emotions and
reactions from past experience and uses them in identifying with and
individualizing the character being portrayed.
5. These nouns refer to the plans or procedures followed to accomplish a
task or attain a goal. Method implies a detailed, logically ordered plan.
6. System suggests order, regularity, and coordination of methods.

Dari berbagai kamus tersebut di atas dapat dikemukakan hakikat pengertian


yang terkandung dalam istilah metode sebagai berikut.
a. Metode sama dengan cara atau jalan untuk melakukan sesuatu kegiatan.
b. Susunan dari bagian-bagian atau langkah-langnkah yang teratur, tertib untuk menca-
pai suatu tujuan.
c. Dalam istilah metode terkandung pengertian prosedur atau proses yang teratur, tertib,
gaya yang teratur dalam mengerjakan sesuatu.
d. Metode juga mengandung pengertian susunan yang teratur tertib dan sistematis.
e. Metode juga berarti uraian yang jelas, perkembangan, klasifikasi yang jelas.
f. Istilah metode juga mengnandung makna prosedur dan teknik dalam mengerjakan
suatu tugas.
g. Metode berarti perencanaan atau prosedur yang diikuti untuk mengerjakan tugas
atau mencapai suatu tujuan. Metode merupakan perencanaan yang mendetil dan
logis.
Hendaknya perlu dipahami bahwa arti suatu kata atau istilah yang dikemuka-
kan dalam kamus umum sebagaimana dikemukakan di atas belum memberikan arti
yang operasional komprehensif dalam konteks bidang ilmu istilah tersebut. Walaupun
demikian arti yang dikemukakan dalam kamus tersebut dapat memberikan gambaran
umum arti kata atau istilah yang bersangkutan.
Edward M. Anthony dalam artikelnya berjudul Approach, Method, and Tecknique,
yang dimuat dalam jurnal English Language Teaching (Januari 1963) mengemukakan
pengertian metode sebagai berikut.
“Method is an overall plan for the orderly presentation of
language material, no part of which contradicts, and all of
159

which is based upon, the selected approach. An approach is


axiomatic, a method is procedural.”

Hal-hal yang penting yang dikemukakan oleh E.M.Anthony tersebut adalah (1) metode
merupakan perencanaan yang menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran secara
berurutan, (2) tidak ada bagian-bagian dalam perencanaan tersebut yang saling
kontradiksi, (3) semuanya didasarkan pada pendekatan yang dipilih, (4) metode bersifat
prosedural.
Dalam kaitannya dengan pendekatan, metode merupakan penerapan prinsip-prinsip
linguistik, teori belajar bahasa dan pembelajaran bahasa, asumsi-asumsi pedagogis,
serta asumsi-asumsi teoritis yang lain dalam menyusun perencanaan pembelajaran
bahasa. Kegiatan-kegiatan dalam penyusunan perencanaan yang menyeluruh untuk
menyajikan materi pembelajaran itu yang meliputi (1) perumusan tujuan
pembelajaran, (2) pemilihan serta pengorganisasian materi pembelajaran , (3) pemi-
lihan strategi pembelajaran ,(4) penentuan langkah-langkah penyajian materi pem-
belajaran , (5) pemilihan media dan sumber belajar, (6) pengelolaan berbagai kegiatan
pembelajaran , serta (6) penilaian hasil dan proses pembelajaran , semuanya dilakukan
berdasarkan pada pendekatan yang dipilih. Dengan demikian metode tidak lepas dari
pendekatan.

2.2 Peranan Metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia


Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari sering guru tidak
menyadari benar metode apa yang digunakannya. Mereka lebih memperhatikan
bagaimana menyusun berbagai perangkat pembelajaran , yaitu silabus dan RPP dengan
langkah-langkah sesuai dengan berbagai pedoman dalam kurikulum. Tentu hal ini tidak
menjadi masalah selama guru tersebut memahami pedoman tersebut karena pedoman
itu disusun dengan memperhatikan semua aspek pembelajaran termasuk di dalamnya
aspek metode.
Paling tidak ada tiga sikap terhadap peranan metode dalam pembelajaran .
Pertama, pandangan yang menganggap bahwa metode mempunyai peranan yang sangat
menentukan keberhasilan pembelajaran . Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran ,
berarti gagal atau berhasilnya pembelajaran, sangat ditentukan oleh tepat atau tidaknya
160

metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru. Kedua, pandangan yang
menganggap bahwa metode memang penting dalam pembelajaran. Namun metode
bukanlah segala-galnya, dalam arti bahwa metode tidak mutlak menentukan keber-
hasilan pembelajaran. Justru yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran
adalah siswa dengan segala karakteristik, motivasi belajar, dan latar belakang
kehidupannya. Ketiga, pandangan yang menganggap bahwa metode bukanlah penentu
keberhasilan pembelajaran. Faktor yang menentukan keberhasilan adalah guru.
Ungkapan yang populer dalam kalangan pendidik berkaitan dengan peranan metode
dalam pembelajaran ini antara lain: “Tidak ada metode yang baik atau yang jelek,
yang ada adalah guru yang pandai mengajar atau tidak pandai mengajar”. Atau
ungkapan yang lain lagi:”Metode apapun ditangan guru yang pandai mengajar,
pembelajaran tentu akan berhasil.” Ketiga pandangan tersebut tidak proporsional.
Metode, siswa, guru adalah komponen-komponen dalam sistem pebelajaran disamping
komponen yang lain. Dalam pendekatan sistem, masing-masing komponen
pembelajaran mempunyai fungsi dan peranan yang ikut menentukan keberhasilan
implementasi sistem itu mencapai tujuan yang telah ditentukan. Disamping itu, ada
hubungan yang bersifat interdependensi antara komponen-komponen tersebut. Oleh
karena itu apabila terjadi kondisi yang tidak menguntungkan dalam satu komponen
sehingga komponen tersebut tidak berfungsi secara optimal, hal itu akan berpengaruh
terhadap komponen yang lain. Pada akhirnya keseluruhan sistem itu akan terganggu
sehingga tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Pemilihan suatu metode dalam suatu pembelajaran , termasuk pula pembelajaran
bahasa Indonesia, mesti didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang menjamin
kelancaran proses pembelajaran . Faktor-faktor yang merupakan dasar pertimbangnan
pemilihan suatu metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Standar Kompotensi (SK) bahasa Indonesia pada jenjang dan jenis satuan
pendidikan;
2) Kompetensi Dasar (KD) bahasa Indonesia pada kelas, jenjang, dan jenis satuan
pendidikan;
3) Indikator yang dikembangkan sesuai dengan KD yang telah dirumuskan;
161

4) Tujuan pembelajaran ;
5) Materi pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan Tujuan pembelajaran dan
KD;
6) Karakteristik siswa dengan latar belakang kebahasaan dan faktor sosio budayanya;
7) Kompetensi dan kesukaan guru bahasa Indonesia;
8) Kondisi dan lingkungan sekolah serta sarana dan prasarana yang tersedia.
Guru yang berpengalaman tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam
memperhatikan kedelapan faktor tersebut untuk memilih metode. Ada faktor-faktor
yang keberadaannya sudah pasti, yaitu faktor 1) dan 2). Ada faktor yang harus
dikembangkan oleh guru, yaitu faktor 3), 4), dan 5). Ada faktor yang harus diidenti-
fikasi oleh guru, yaitu faktor 6) dan 8). Dan akhirnya faktor 8) guru sendiri yang paling
mengetahui bagaimana kemampuannya.
Pada praktek pembelajaran sehari-hari implementasi, metode dalam pembela-
jaran akan terlihat dalam teknik pengorganisasian materi pembelajaran , penyajian
materi pembelajaran , pengelolaan kelas, peranan siswa dalam proses pembelajaran,
peranan guru dalam proses pembelajaran . Contoh implementasi metode dalam
kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari adalah sebagai sebagai berikut.
Misalnya penggunaan Metode Komunikatif (sering disebutkan dengan Pendekatan
Komunikatif) digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Satuan Pendidikan
Dasar.
Kelas VI SD, Semester I
Mendengarkan
Standar Kompetensi (SK)
Memahami teks dan cerita anak yang dibacakan.
Kompetensi Dasar (KD) :
1. Menulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks bacaan.
2. Mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat dari ceritera yang dibacakan
Tujuan pembelajaran :
1. Siswa dapat mengemukakan secara tertulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks
yang dibacaka
162

2. Siswa dapat mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat dari ceritera yang
dibacakan.
Materi pembelajaran
a. Memilih cerita anak sebagai materi pelajaran yang akan dibacakan dengan
memperhatikan (1) kesesuaian isi cerita dengan tingkat perkembangan siswa, (2)
panjang pendek teks bacaan sesuai dengan waktu jam pertemuan, (3) kelengkapan
unsur-unsur instrinsik ceritera,(4) format ceritera yang memungkinkan pelibatkan
lebih dari satu siswa dalam sekali pembacaan, misalnya ada dialog antar tokoh cerita,
dan (5) pemakaian bahasanya.
b. Mengorganisi materi pelajaran dengan (1) mengembangkan shemata siswa yang
terkait dengan isi cerita melalui diskusi kelas, dengan memberi kesempatan kepada
sebanyak-banyaknya siswa mengemukakan pikirannya,(2) menugasi dua atau tiga
orang siswa bersama-sama membacakan cerita dan membacakan dialog yang ada,
(3) pembacaan cerita bisa dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan kondisi kelas
dengan kelompok siswa pembaca yang berbeda (4) selama pembacaan cerita,
masing-masing anak mendengarkan dengan baik-baik serta mencatat hal-hal yang
penting yang diceritakan, mencatat nama-nama tokoh cerita, watak, latar, dan tema
cerita.
c. Mengelompokkan siswa kedalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 4-5 orang. Setelah selesai pembacaan cerita, masing-masing kelompok
mediskusikan hasil mendengarkan cerita. Setelah selesai diskusi, masing-masing
kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam diskusi kelas.
d. Selama proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator, organisator, dan
motivator yang aktif dalam membimbing siswa.

2.3 Beberapa Metode pembelajaran Bahasa


Sejarah perkembangan teori pembelajaran bahasa telah berlangsung dari abad ke
abad. Di dunia Timur pembelajaran bahasa dapat diperkirakan telah mulai dipikirkan
bersama dengan pemikiran-pemikiran tentang bahasa pada jaman pemerintahan dinasti
Han, kira-kira 3000 SM. Pada jaman itu studi bahasa meliputi tiga bidang, yaitu
Xiaoxue, Fangyan, dan Shiming. Xiaoxue terdiri dari tiga kajian, yaitu Xungu mengkaji
163

filologi, Wenzi mengkaji analisi naskah, dan Yinyun mempejari fonologi. Bidang
Fangyan mempelajari dalek, dan bidang Shiming mempelajari etimologi. Di India
pembelajaran bahasa dapat diperkirakan telah dimulai bersama dengan studi bahasa
kira-kira 1200 SM. Tujuan pembelajaran bahasa pada jaman itu adalah agar siswa
mampu membaca dan menginterpretasikan teks Veda. Tokoh yang penting adalah
Panini yang menyusun buku tata bahasa yang lebih mementingkan pemakaian bahasa
teks ritual untuk bahasa sehari-hari. Di dunia Barat pembelajaran bahasa dapat
diperkirakan telah dimulai bersama dengan studi bahasa di Yunani dan Romawi kira-
kira 500 SM dengan tokoh-tokohnya Aristoteles, Plato. Setelah melalui masa waktu
yang cukup lama, pada akhir abad 18 dan awal abad 19 pembelajaran bahasa di Eropa
mulai bergairah. Beberapa ahli pembelajaran bahasa di Jerman, antara lain Johann
Seidenstuker, Karl Plotz, H.S. Ollendorf, dan Johan Meidinger mengembangkan metode
pembelajaran bahasa yang terkenal dengan nama Metode Tatabahasa dan Terjemahan
(The Grammar-Trannnnnnslation Method) (Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers,
1986: 3). Dalam perkembangan selanjutnya para ahli pembelajaran bahasa di Eropa
dan Amerika mengembangkan beberapa metode pembelajaran bahasa yang dikenal
sampai sekarang. Berikut ini dikemukakan secara garis besar metode-metode
pembelajaran bahasa yang tentunya bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.

2.3.1 Metode Tatabahasa dan Terjemahan (Grammar and Translation Metho


Asumsi Teori Yang Mendasari
1) Bahasa adalah suatu sistem kaidah yang meliputi kaidah tentang hal bunyi,
(fonologi) kaidah pembentukan kata (morfologi), kaidah penyusunan kalimat
(sintaksis), dan kaidah makna.
2) Belajar bahasa adalah aktivitas mental dalam mempelajari kaidah, menghafalkan
kaidah, serta fakta-fakta bahasa.
3) Dalam pembelajaran bahasa kedua, disamping mempelajari dan menghafalkan
kaidah serta menghafalkan fakta-fakta bahasa, pembelajaran dilaksanakan dengan
latihan menterjemahkan dari bahasa pertama kedalam bahasa kedua dan sebaliknya.
164

4) Bahasa pertama digunakan sebagai media pembelajaran dan digunakan sebagai


referensi dalam mempelajari kaidah bahasa kedua.
Tujuan Penggunaan Metode
Pada masa-masa awal perkembangannya, tujuan pembelajaran bahasa dengan
metode Tatabahasa dan Terjemahan ini adalah agar siswa dapat membaca karya-karya
sastra. Disamping itu tujuan pembelajaran bahasa juga untuk melatih penalaran dan
melatih kedisiplinan mental siswa. Dalam perkembangan selanjutnya diharapkan
dengan penguasaan kaidah-kaidah bahasa siswa dapat menggunakan bahasa yang
dipelajarinya untuk berkomunikasi. Seorang ahli pembelajaran bahasa dari Jerman
bernama Ploetz menyatakan dalam bukunya bertajuk Schulgrammatik mengemukakan
sebagai berikut.
‘thorough control of the language without one-side attention on
theory grammatical theory, leadingto fluent comprehension on
French writing as well as to the independent use of the
language in speech and writing (H.H.Stern 1986)

Walaupun demikian, tidak berarti bahwa fokus Metode Tatabahasa dan Terjemahan
berubah. Pembelajaran pengetahuan tentang kaidah-kaidah tatabahasa serta latihan-
latihan terjemahan tetap dipandang sebagai cara yang terbaik untuk dapat menguasai
bahasayang dipelajari siswa. Dalam perkembangannya Metode Tatabahasa dan
Terjemahan ini banyak mendapatkan kritik yang tajam. Salah satu kritik yang tajam
adalah yang mengatakan bahwa sebenarnya Metode Tatabahasa dan Terjemahan ini
menjadikan siswa ‘to know everything about something rather than the thing itself’.
Kritik ini sama dengan yang sering dilontarkan terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia selama ini yang lebih banyak mengajarkan pengetahuan tentang bahasa
Indonesia daripada mengajarkan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia.

Karakteristik Metode Tatabahasa dan Terjemahan


165

1) Pembelajaran ketrampilan berbahasa tulis ( membaca dan menulis) merupakan


fokus utama program pembelajaran. Sedangkan ketrampilan berbahasa lisan
(berbicara dan mendengarkan) kurang diperhatikan.
2) Materi pembelajaran yang utama adalah kaidah-kaidah tatabahasa dengan unit
dasar pembelajaran kalimat. Disamping sebagai unit dasar pembelajaran , kalimat
juga digunakan sebagai dasar latihan berbahasa.
3) Pembelajaran tatabahasa dilaksanakan secara deduktif. Kaidah-kaidah tatabahasa
diperkenalkan dan dijelaskan kepada siswa. Kemudian dilanjutkan dengan latihan-
latihan terjemahan dari bahasa kedua kedalam bahasa pertama dan sebaliknya.
4) Pembelajaran kosa kata dilaksanakan dengan membuat daftar kosa kata secara
bilingual, artinya daftar kata itu berisi kata dan terjemahannya dalam bahasa
pertama. Disamping itu juga digunakan kamus. Siswa juga ditugasi menghafalkan
kosa kata beserta maknanya.
5) Pembelajaran kaidah-kaidah tatabahasa, kosa kata disajikan dalam teks yang
terpilih untuk maksud tersebut.
6) Kemampuan menerjemahkan dengan cermat dan tepat merupakan tuntutan yang
harus dipenuhi oleh siswa.
7) Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa ibu/bahasa pertama siswa.

Peran Siswa Dalam pembelajaran


Metode Tatabahasa dan Terjemahan memperlakukan siswa sebagai obyek pembe-
lajaran. Mereka harus diberitahu materi pelajaran yang berupa kaidah-kaidah
tatabahasa, diajar untuk memahami kaidah-kaidah itu, dilatih dengan berbagai bentuk
latihan penggunaan kaidah-kaidah tatabahasa, latihan-latihan menterjemahkan dari
bahasa kedua kedalam bahasa pertama dan sebaliknya. Kecermatan dalam
penerjemahan serta ketepatan pemakaian kaidah-kaidah tatabahasa sangat diutamakan.
Siswa tidak mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan materi-materi
pembelajaran , karena kateri-materi tersebut telah ditentukan oleh guru sesuai dengan
kurikulum. Siswa juga tidak mempunyai kesempatan menentukan bagaimana
166

pembelajaran bahasa itu dilaksanakan., mereka secara pasif menerima begitu saja apa
yang diajarkan dan dilatihkan olh gurunya.
Peran Guru Dalam Metode Tatabahasa dan Terjemahan
Guru memegang peranan yang aktif dalam seluruh proses pembelajaran. Pusat
kegiatan pembelajaran adalah guru. Bersama dengan buku teks yang telah dipilih
sebagai buku utama, guru merupakan satu-satunya sumber informasi pelajaran bagi para
siswanya. Guru menyusun perencanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan
silabus yang telah ditentukan. Selanjutnya menyampaikan pelajaran di kelas dengan
teknik ceramah untuk menjelaskan unsur-unsur tatabahasa yang telah direncanakan
untuk diajarkan pada jam pertemuan itu dan dilanjutkan dengan latihan-latihan
penggunaan kaidah-kaidah tersebut.
Pengorganisasian Materi pembelajaran
Materi pembelajaran disajikan dalam satuan-satuan perencanaan pembelajaran.
Setiap satuan perencanaan pembelajaran menyajikan beberapa butir kaidah tatabahasa
yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain frekwensi pemakaian
kaidah, kerumitan dan kekompleksan kaidah, tingkat perkembangan siswa sesuai
dengan jenjang satuan pendidikannya. Guru menjelaskan berbagai istilah tatabahasa
seperti subyek, predikat, obyek, keterangan, kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat
majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, kalimat tunggal, inversi, asimilasi,
nasalisasi, intonasi, tekanan, vocal, konsonan, diftong, dan sebagainya disertai dengan
contoh-contoh. Para siswa diharuskan menghafalkan pengertian berbagai istilah tersebut
dan berlatih menggunakannya. Disamping materi tatabahasa, dalam setiap perencanaan
pembelajaran harus juga disertai latihan-latihan penerjemahan, baik dari bahasa kedua
kedalam bahasa pertama maupun sebaliknya. Kosa kata diajarkan berdasarkan teks
bacaan yang dipilih sebagai bahan pembelajaran membaca. Guru menyusun daftar
kata-kata baru bagi siswa atau kata-kata sulit yang dimuat dalam teks dan
menerjemahkannya dalam bahasa pertama siswa. Siswa diharuskan menghafalkan arti
kata-kata tersebut.
2.3.2 Metode Langsung (Direct Method)
Para ahli pembaharu pembelajaran bahasa, terutama di Eropa, pada tahun-tahun
antara 19850-1900 berusaha agar pembelajaran bahasa bisa lebih efektif daripada yang
167

terjadi selama itu. Mereka tidak puas dengan Metode Tatabahasa dan Terjemahan yang
dipandang tidak efektif baik secara umum, baik teori maupun praktek. Dipicu oleh
ketidakpuasan terhadap Metode Tatabahasa dan Terjemahan ini mereka mengemukakan
metode pembelajaran bahasa yang dikenal dengan nama Metode Langsung (Direct
Method). Disamping ketidakpuasan terhadap Metode Tatabahasa dan Terjemahan,
kelahiran Metode Langsung juga didorong oleh respon para pembaharu pembelajaran
bahasa pada waktu itu terhadap perlunya pembelajaran bahasa yang lebih baik yang
sesuai dengan kebutuhan jaman baru yakni kebangkitan dunia industri dan perdagangan
internasional (H.H.Stern 1986: 456-457).
Asumsi Teoritis yang Mendasari
1) Proses belajar bahasa kedua dapat dianalogikan dengan proses belajar bahasa
pertama.
2) pembelajaran bahasa mestilah didasarkan pada pengamatan terhadap proses anak
belajar bahasa yang berlangsung secara alamiah.
3) Menurut prinsip-prinsip psikologis ada hubungan langsung antara bentuk dan makna.
Karena itu pembelajaran bahasa menekankan hubungan antara bentuk bahasa (kata,
kalimat) dengan berbagai objek, orang, dan hal-hal yang terdapat dalam lingkungan
pembelajar.
Tujuan Penggunaan Metode Langsung
Metode Langsung mengutamakan penguasaan kompetensi berbahasa lisan yang
digunakan dalam percakapan sehari-hari sebagai tujuan pembelajaran. Dalam hal
tujuan pembelajaran ini Metode Langsung berbeda sama sekali dengan Metode Tata-
bahasa dan Terjemahan yang mengutamakan kemampuan berbahasa tulis agar siswa
dapat membaca dan memahami karya-karya sastra. Oleh karena itu, Metode Langsung
tidak mementingkan berbagai latihan menggunakan kaidah-kaidah bahasa dan latihan-
latihan menerjemahkan sebagaimana yang dilaksanakan dalam metode Tatabahasa dan
Terjemahan. Metode Langsung mengutamakan latihan-latihan berbahasa dengan
menggunakan berbagai teks yang disusun dengan menggunakan ragam bahasa lisan.
Menurut pandangan ahli-ahli Metode Langsung, penguasaan kaidah-kaidah tatabahasa
akan dengan sendirinya terjadi pada siswa melalui pemakaian bahasa sehari-hari.
168

Karakteristik Metode Langsung


Jack C. Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 9-10) mengemukakan karakteristik
Metode Langsung sebagaimana yang mereka amati dalam pelaksanaan pembelajaran
di Amerika sebagai berikut.
1) Pelaksanaan pembelajaran di kelas sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan
bahasa target, yaitu bahasa yang sedang diajarkan.
2) Hanya kalimat-kalimat dan kosa kata yang banyak ditgunakan dalam pemakaian
bahasa sehari-hari saja yang diajarkan.
3) Kemampuan berbahasa lisan (berbicara dan mendengarkan) diajarkan dengan
tahapan-tahapan kemajuan yang disusun secara hati-hati melalui pertukaran tanya
jawab antara guru dan siswa.
4) Jumlah siswa di kelas kecil saja sehingg pembelajaran dapat berlangsung secara
intensif.
5) Kaidah-kaidah tatabahasa diajarkan secara induktif.
6) Materi-materi pelajaran yang baru diperkenalkan secara lisan.
7) Kosa kata kongkrit diajarkan melalui cara-cara demonstrasi, menunjukkan benda
atau objeknya, dan gambar-gambar. Sedangkan kosa kata abstrak diajarkan dengan
melalui asosiasi gagasan.
8) Kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan diajarkan. Tentunya dengan
materi bahasa sehari-hari.
9) Sangat memperhatikan pengucapan dan pemakaian kaidah-kaidah bahasa secara
benar.
10) Materi pembelajaran berbasis teks yang disusun untuk kepentingan pembelajaran
Peran Guru Dalam Metode Langsung
1) Sebagaimana dalam Metode Tatabahasa dan Terjemahan, guru memegang peranan
yang sangat penting dalam Metode Langsung. Guru sebagai tokoh sentral dalam
kelasnya dan bertindak sebagai instruktur bagi siswanya.
2) Guru bertindak sebagai contoh pemakai bahasa target. Idealnya guru bahasa adalah
“native speaker” (pembicara asli). Apabila seorang guru bahasa bukan pembicara
asli bahasa yang diajarkannya ia harus mempunyai kompetensi berbahasa yang bagus
mendekati kompetensi berbahasa native speaker.
169

3) Seorang guru bahasa harus cekatan dalam mengelola kelasnya, terutama dalam
memilih strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa terlibat
dalam tanya-jawab kelas.
Peranan Siswa dalam Metode Langsung
1) Dalam proses pembelajaran siswa dipandang sebagai obyek pembelajaran , dalam
arti pihak yang harus diajari dan dilatih oleh gurunya.
2) Siswa tidak mempunyai peran dalam menentukan apa yang akan dipelajarinya.
Semua materi pelajaran telah disiapkan oleh gurunya, mereka tinggal ikut saja apa
yang ditugaskan oleh gurunya.
3) Pada dasarnya siswa bersifat pasif, kecuali dalam hal melakukan kegiatan
mendengarkan penjelasan guru, melakukan tanya jawab, dan kegiatan-kegiatan yang
telah dirancang oleh gurunya.
Perorganisasian dan Penyajian Materi pembelajaran
1) Materi pelajaran dikemas dalam bentuk teks yang pendek saja dalam bahasa target
dengan ragam bahasa sehari-hari.
2) Teks digunakan sebagai basis pembelajaran bahasa. Hal-hal baru, atau yang
dianggap sulit oleh siswa dijelaskan oleh guru dengan menggunakan bahasa target.
Untuk itu guru menggunakan cara-cara seperti demonstrasi, menunjukkan benda atau
obyeknya, menggunakan gambar, menggunakan paraphrase dalam bahasa target,
sinonim, dan konteks. Harus dihindari pemakaian bahasa pertama siswa.
3) Untuk memperdalam dan memperluas pemahaman makna teks guru mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang isi teks tersebut.
4) Untuk latihan praktis penggunaan bahasa, siswa ditugasi membaca nyaring teks.
5) Siswa didorong untuk memperoleh pemahamannya sendiri terhadap kaidah-kaidah
tatabahasa yang digunakan dalam teks.
6) Berkaitan dengan teknik penyajian materi pembelajaran , ada beberapa petunjuk
yang dikemukakan oleh Jack C. Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 10)
sebagai berikut.
 Never translate : demonstrate
 Never explain : act
 Never make a speech : ask questions
 Never imate mistakes : correct
170

 Never speak with single word : use sentences


 Never speak too much : make students speak much
 Never use the book : use your lesson plan
 Never jump around : follow your plan
 Never go too fast : keep the pace of student
 Never speak too slowly : speak normally
 Never speak too loudly : speak normally
 Never be impatient : take it easy

2.3.3 Metode Audiolingual (The Audiolingual Method)


Sampai dengan pertengahan abad 20 metode pembelajaran bahasa yang utama
adalah Metode Tatabahasa dan Terjemahan serta Metode Langsung. Kedua metode ini
mulai berkembang dan digunakan dalam sistem pembelajaran di Eropa, dan juga
beberapa negara di luar Eropa. Di Indonesia Metode Tatabahasa dan Terjemahan mulai
dikenal sejak jaman kolonial dan masih terus digunakan pada tahun-tahun awal
kemerdekaan. Sampai sekarang pengaruh Metode Tatabahasa dan Terjemahan ini masih
terasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Sementara di Eropa
berkembang Metode Tatabahasa dan Terjemahan serta Metode Langsung, di Amerika
berkembang Metode Audiolingual. Mulai pada tahun 1960-an Metode Audiolingual ini
berkembang pesat dan pengaruhnya dalam dunia pendidikan bahasa menyebar ke
seluruh dunia, termasuk ke Eropa dan menggeser Metode Tatabahasa dan Terjemahan
serta Metode Langsung. Ada beberapa nama yang digunakan untuk menyebut metode
Audiolingual, yaitu Aural-Oral Method, New Key, Audiolingual Habit Theory, dan
Functional Skills Strategy. Namun nama yang kemudian populer untuk menyebut
metode ini adalah The Audio Lingual Method yang di Indonesia dikenal dengan Metode
Audiolingual.
Asumsi Teoritis yang Mendasari
Metode Audiolingual berdasarkan pada linguistik struktural yang berkembang di
Amerika mulai awal abad 20 dengan ditandai terbitnya jurnal International Journal of
American Linguistics pada tahun 1917. Tokoh-tokohnya antara lain F.Boas, E.Sapir,
dan L. Bloomfiel. Aliran linguistik struktural ini mulai berkembang karena ketidak-
puasan para ahli ilmu bahasa pada waktu itu terhadap Linguistik tradisional. Menurut
pandangan linguistik tradisional, studi linguistik adalah bagian dari filsafat. Tatabahasa
171

dipandang sebagai bagian dari logika, oleh karena itu menurut pandangan linguistik
tradisional studi tatabahasa mestilah dilaksanakan dengan pendekatan logika mentalis.
Berbeda dengan pandangan linguistik tradisional, aliran linguistik struktural
berpandangan bahwa bahasa merupakan perilaku manusia yang yang berlangsung
dalam proses jalinan antara stimulus dan respon sebagaimana yang terjadi pada proses
berperilaku yang lain pada diri manusia. Prinsip-prinsip linguistik struktural yang
mendasari Metode Audiolingual adalah sebagai berikut.
1) Bahasa adalah ucapan dan bukan tulisan;
2) Bahasa adalah seperti apa dan bagaimana penutur asli bahasa itu berbahasa, bukan
seperti yang dipikirkan oleh seseorang bagaimana dia harus berbahasa.
3) Setiap bahasa mempunyai sistem sendiri yang berbeda dengan sistem bahasa
yang lain.
4) Bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
5) Belajar bahasa asing pada dasarnya adalah proses pembentukan kebiasaan yang
berlangsung secara mekanis. Kebiasaan yang baik akan terbentuk melalui pemberian
respon yang benar tidak membiarkan pembelajar membuat kesalahan.
6) Belajar bahasa asing pada dasarnya adalah proses pembentukan kebiasaan yang
berlangsung secara mekanis. Kebiasaan yang baik akan terbentuk melalui pemberian
respon yang benar tidak membiarkan pembelajar membuat kesalahan.
7) Bahasa adalah perilaku verbal. Kemampuan secara otomatis dalam berbicara dan
memahami tuturan dapat dipelajari dengan melalui pembentukan kebiasaan.
Tujuan Penggunaan Metode Audiolingual
Tujuan penggunaan metode Audiolingual adalah pembentukan kompetensi
berbahasa lisan, yaitu berbicara dan mendengarkan. Oleh karena itu fokus utama
pembelajaran bahasa adalah latihan-latihan pembentukan ketrampilan berbicara dan
mendengarkan. Sementara itu, ketrampilan membaca dan menulis secara gradual
diajarkan mengikuti pembelajaran kemampuan berbahasa lisan. Siswa dikatakan telah
menguasai ketrampilan berbahasa lisan, apabila dia sudah dapat berbicara dengan
pengucapan (pronounciation) dan penggunaan kaidah tatabahasa secara tepat dan
cermat, serta mampu merespon apa yang diucapkan mitra tuturnya dalam berbagai
peristiwa dan situasi komunikasi secara cepat, tepat, dan cermat pula.
172

Karakteristik Metode Audiolingual


Sesuai dengan asumsi teoritis dan tujuan penggunaan Metode Audiolingual,
karakteristik metode ini adalah sebagai berikut.
1) Metode Audiolingual adalah metode pembelajaran bahasa yang berbasis utama
linguistik.
2) Metode Audiolingual berbasis psikologi behaviorisme.
3) Oleh karena bahasa adalah kebiasaan, belajar bahasa adalah untuk membentuk
kebiasaan yang dilakukan dengan berbagai macam latihan-latihan drill secara terus-
menerus.
4) Mengutamakan pembentukan kemampuan berbahasa lisan. Kemampuan berbahasa
tulis dilatihkan mengikuti latihan dan perkembangan penguasaan berbahasa lisan.
5) Ketrampilan berbahasa diajarkan dalam urutan : mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
6) Seluruh kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam bahasa target.
Peranan Guru dalam Metode Audiolingual
Guru memegang peranan sentral dalam seluruh proses pembelajaran , mulai dari
menyusun perencanaan pembelajaran , melaksanakan pembelajaran di depan kelas,
sampai dengan melaksanakan evaluasi pembelajaran . Demikian pentingnya peranan
guru dalam Metode Audiolingual sehingga metode ini disebut sebagai metode dominasi
guru, dalam arti bahwa guru mendominasi seluruh proses pembelajaran . Keberhasilan
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh guru. Secara rinci peranan guru adalah
sebagai berikut.
1) Guru sebagai model pemakai bahasa target. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
guru bahasa Indonesia harus menguasai dan dapat berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar.
2) Menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan dan memonitor seluruh
kegiatan latihan selama pembelajaran .
3) Mengarahkan, mengontrol, dan mengatur irama pembelajaran agar tidak menyim-
pang dari perencanaan yang sudah disusun.
4) Senantiasa memperhatikan performasi siswa dalam berbahasa dan segera
memerbaiki kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswanya.
173

5) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan menyusun latihan-latihan


yang bervariasi sehingga siswa tidak bosan.
6) Memperbanyak interaksi komunikasi dalam bahasa target dengan siswanya.
7) Mendorong siswa agar mau dan berani menggunakan bahasa target dalam berbagai
peristiwa dan situasi komunikasi
Agar dapat melaksanakan perannya dengan baik, Menurut N. Brooks dalam
bukunya bertajuk Language and Language Learning: Theory and Practice (1964) guru
perlu memperoleh latihan-latihan agar dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut.
 Introduce, sustain, and harmonize the learning of the four skills in this
order: hearing, speaking, reading, and writing;
 Use –and not use- English (bahasa daerah dalam hal pembelajaran
bahasa Indonesia I.S.) in the language classroom.
 Models in various types of language behavior that the student is to
learn.
 Teach a spoken language in dialogue form.
 Direct choral response by all parts in the class.
 Teach the use of structure in pattern practice.
 Guide the student in chooshing and learning and vocabulary.
 Show how words relate to meaning in the target language.
 Get the individual student to talk.
 Reward trials by the student in such a way that learning is reinforced.
 Teach short story and other literary forms.
 Establish and maintain a cultural island.
 Formalize in the first day the rules according to which the language
class is to be conducted, and enforce them.

Peranan Siswa Dalam Metode Audiolingal


Dalam penggunaan Metode Audiolingal ini siswa dipandang sebagai obyek
pembelajaran. Mereka dipandang sebagai makhluk yang dapat dilatih dengan prinsip-
prinsip menurut psikologi behaviorisme: pembentukan perilaku dengan jalinan
stimulus-respon, penguatan (reinforcement) dengan ganjaran dan hukuman (reward and
punishment). Siswa harus disiplin berlatih dengan berbagai variasi latihan pemakaian
bahasa yang sudah disusun oleh guru. Dalam hal melaksanakan latihan-latihan inilah
siswa-siswa aktif. Karena bentuk latihan, materi latihan, cara berlatih, irama latihan
sudah disusun oleh guru, siswa tidak dalam posisi ikut menentukan materi latihan dan
174

pelaksanaan latihan. Hal inilah yang sering menimbulkan “kejengkelan dan kebosanan”
siswa dalam mengikuti pelajaran.
Organisasi dan Penyajian Materi pembelajaran
Beberapa prinsip dalam mengorganisasi dan menyajikan materi pembelajaran antara
lain sebagai berikut.
1) Ajarkan bahasa dan jangan ajarkan tentang bahasa.
2) Materi pembelajaran disusun dalam teks berbentuk dialog dengan topik-topik
kehidupan seharai-hari yang menarik siswa. Dalam teks dialog dimasukkan butir-
butir kaidah tatabahasa yang akan dilatihkan. Dengan menghafalkan dialog-dialog
dan latihan-latihan kaidah kemungkinan pembelajar membuat kesalahan dapat
dibatasi.
3) Ketrampilan berbahasa berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis dapat
dipelajari lebih efektif bila dilaksanakan dalam bahasa target , yaitu bahasa yang
sedang dipelajari. Ketrampilan berbahasa lisan diajarkan lebih dahulu sebelum
ketrampilan berbahasa tulis.
4) Analogi memberikan dasar yang lebih kuat dalam belajar bahasa daripada analisis
struktur bahasa. termasuk kedalam anlogi ini adalah proses generalisasi dan
pemilahan.
5) Penjelasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan diberikan setelah siswa belajar
menggunakan kaidah-kaidah tersebut dalam berbagai konteks dan dapat
menggunakan kemampuan persepsi analogi.
6) Latihan-latihan aural-oral atau pemakaian bahasa lisan diperlukan untuk memberikan
dasar bagi pembentukan kemampuan membaca dan mendengarkan.
7) Latihan-latihan memungkinkan siswa membentuk analogi.
8) pembelajaran kaidah tatabahasa dilaksanakan secara induktif, tidak secara deduktif.
9) Makna kata-kata sebagaimana yang dimaksudkan oleh native speaker hanya dapat
dipelajari dalam konteks linguistik dan budaya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
melibatkan pembelajaran aspek kuktural masyarakat bahasa yang dipelajari. Jack C.
Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 58) mengemukakan prosedur penyajian
materi pembelajaran dengan Metode Audiolingual sebagai berikut.
175

1) Student first hear a model dialogue (either readby the teacher or on


tape) containing the key of structures that are the focus on the
lesson.They repeat each line of the dialogue, individually and in
chorus. The teacher pays attention to pronounciation, intonation,
and fluency.Correction on mistakes of pronounciation or grammar
are direct and immediate Yhe dialogue is memorized gradually, line
by line. A line may be broken down into several phrases if
necessary.The dialogue is read in chorus, one half saying one
speaker’s part and the other half responding. The student don not
cosult their book throughout this phase.
2) The dialogue is adapted to the students’ interest or situation, through
changing certain key words or phrases. This is act out by the
students.
3) Certain key structures from the dialogue are selected and used as the
bassis for pattern drills of different kinds. This are first practiced in
chorus and then individually. Some grammatical explanation my be
offered at this point, but this is kept to on an absolute minimum.
4) The student my refer, to their textbook, and follow-up reading,
writing, or vocabulary activities base on the dialogue my be
introduced. At the beginning level, writing is purely imitative and
consists of little more than cpying out sentences /that have been
practiced. As proficiency increases student may write out variations
of structural items that they have practiced or write short
compositions on given topics whit the help of framing questions,
which willguide their use of language.
5) Follow- up activites may take place in the language laboratory,
where fu5ther dialogue and drill work and carred out.

2.2.4 Pembelajaran Berbahasa Komunikatif (Communicative Language Teaching)


Dalam berbagai literatur pembelajaran bahasa, para ahli ada yang menyebutnya
dengan nama Metode Komunikatif (Communicative Method) dan ada pula yang
menyebutnya dengan nama Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach). Di
Indonesia para ahli dan guru-guru bahasa Indonesia menyebutnya Pendekatan Komu-
nikatif. Para ahli pembelajaran bahasa di Eropa dan Amerika ada yang menyebut
dengan Communicative Method dan ada pula yang menyebut Communicative
Approach. Diskusi dikalangan para ahli pembelajaran bahasa masih sering terjadi
untuk menyebut metode ataukah pendekatan, masing-masing mempunyai argumenya
sendiri. Untuk mengakomodasi maksud-maksud yang dikehendaki dua nama tersebut,
dalam uraian ini akan digunakan istilah Communicative Language Teaching
176

( Pembelajaran Bahasa Komunikatif) yang dikemukakan oleh Jack C. Richard dalam


bukunya bertajuk Approaches and Methods in Language Teaching (1986).
Pembelajaran Bahasa Komunikatif mulai dikenal tahun 1960-an di Inggris
ketika para ahli pembelajaran bahasa Inggris berusaha menemukan suatu metode
pembelajaran bahasa yang lebih efektif, sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa, tidak
membosankan siswa dalam belajar bahasa, dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Pada
waktu itu metode pembelajaran bahasa yang digunakan di Inggris adalah Situational
Language Teaching. Berdasarkan metode ini bahasa diajarkan dengan latihan-latihan
menguasai struktur gramatika dasar (basic structures) dalam aktivitas berbasis situasi
yang bermakna. Para ahli pembelajaran bahasa pada waktu itu mengkritik bahwa
metode Situational Language Teaching tidak mempunyai landasan teori linguistik yang
jelas. Kritik semacam ini juga diarahkan kepada Metode Audiolingual di Amerika pada
masa itu.
Berkembangnya Pembelajaran Berbahasa Komunikatif juga didorong oleh kritik
terhadap teori Noam Chomsky tentang kompetensi berbahasa (language competence).
Tentang kompetensi berbahasa ini Chomsky (1965: 3) mengemukakan sebagai berikut.
Linguistic theory is concerned primarily with an ideal speaker-listener,
in a completely homogenous speech- community, who knows its language
perfectly and is unaffected by such grammatically irrelevant conditions
as memory limitations, distractions, shift of attention and interest, and
errors (random or characteristic) in applying his knowledge of the
language in actual performance
Menurut Chomsky, fokus kajian linguistik adalah mempelajari bagaimana
pembicara-pendengar dalam suatu masyarakat bahasa yang sepenuhnya homogin
mengetahui dan menguasai bahasanya dengan sempurna (menguasai kompetensi
bahasa/language competence;IS) sehingga ketika menerapkan pengetahuan kebaha-
saannya dalam performansi actual (kompetensi performansi/language performance;IS)
mereka tidak terpengaruh oleh kondisi-kondisi seperti keterbatasan memori, gangguan,
pergeseran perhatian dan kepentingan, dan kesalahan berbahasa (random atau khas).
Pandangan Chomsky ini dikritik oleh D. Hymes (1972) dalam artikelnya bertajuk “ On
Communicative Competence”. Menurut D.Hymes language competence yang berisi
pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah gramatika itu saja belum cukup bagi
pemakai bahasa untuk membangun interaksi sosial melalui bahasa yang alamiah dalam
177

masyarakat. Language competence baru sebagian dari keseluruhan kompetensi yang


harus dipunyai oleh pemakai bahasa agar bisa melakukan kegiatan berkomunikasi
dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. D. Hymes mengemukakan untuk
melaksanakan proses komunikasi kompetensi yang diperlukan penutur suatu bahasa
bukan hanya language competence saja, melainkan juga kompetensi komunikasi
(communicative competence).

Asumsi Teoritis yang Mendasari


Pembelajaran Berbahasa Komunikasi menggunakan prinsip-prinsip linguistik
yang menkaji bahasa sebagai komunikasi (language as communication). Berkaitan erat
dengan kajian bahasa sebagai komunikasi adalah kajian tentang fungsi-fungsi bahasa
dalam komunikasi. Disamping prinsip-prinsip linguistik, Pembelajaran Berbahasa
Komunikasi juga menggunakan prinsip-prinsip teori belajar bahasa. Beberapa konsep
asumsi teoritis yang mendasari Pembelajaran Berbahasa Komunikasi adalah sebagai
berikut.
1) Bahasa adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengekspresikan makna.
2) Fungsi utama bahasa adalah untuk membangun interaksi dan komunikasi di antara
pemakai bahasa yantg bersangkutan;
3) Strktuktur bahasa mencerminkan fungsinya serta pemakaiannya dalam komunikasi;
4) Unit-unit utama bahasa bukan hanya unsur-unsur gramatikanya saja, melainkan
juga kategori fungsi dan makna komunikasi sebagaimana yang dikemukakan dalam
wacana.
5) Penguasaan kompetensi komunikasi terdiri atas empat pilar kompetensi utama, yaitu:
a) kompetensi gramatikal (grammatiacal competence) yang berupa penguasaan
kaidah-kaidah tatabahasa dan penguasaan kosa kata bahasa yang bersangkutan,
b) kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang terdiri dari
pemahaman terhadap konteks sosial tempat terjadinya peristiwa berkomunikasi
yang meliputi pemahaman terhadap hubungan peran antar partisipan, pertukaran
informasi antar mereka, tujuan komunikasi yang hendak dicapai di antara
partisipan,
178

c) kompetensi kewacanaan (discourse competence) yang terdiri dari kemampuan


menginterpretasikan pesan-pesan dan bagaimana pesan-pesan itu disampaikan
dalam keutuhan wacana,
d) kompetensi strategi komunikasi (strategy competence) yang berupa kemampuan
menggunakan strategi untuk membuka komunikasi, mempertahankan
komunikasi, mengakhiri komunikasi, mengulang atau memperbaiki jika terjadi
kesalahan dalam berkomunikasi (Canale and Swain, 1980)
6) Fungsi utama bahasa untuk membangun interaksi dan komunikasi terdiri dari:
a) fungsi instrumental (instrumental function) : fungsi bahasa sebagai alat untuk
memeproleh sesuatu;
b) fungsi regulatori (regulatory function): fungsi bahasa untuk mengontrol
perilaku orang lain;
c) fungsi interkasional (interactional function): fungsi bahasa untuk menciptakan
interaksi dengan orang lain;
d) fungsi personal (personal function): fungsi bahasa untuk mengekspresikan
perasaan, kemauan,dan berbagai makna berkaitan dengan suasana hati yantg
bersifat personal;
e) fungsi heuristik (heuristic function) : fungsi bahasa untuk belajar dan
menemukan apa saja yang ingin dipelajari;
f) fungsi imaginative (imaginative function): fungsi bahasa untuk menciptakan
karya-karya imajinatif;
g) fungsi representational (representational function): fungsi bahasa untuk
menyampaikan informasi.(Hymes, 1975)
7) Fungsi bahasa secara garis besar meliputi fungsi:
a) Fungsi transaksional (transactional function) yaitu fungsi bahasa untuk
menyampaikan informasi;
b) Fungsi interaksional (interactional function) yatiu fungsi bahasa untuk
membangun interaksi dan mempertahankan hubungan sosial.(Gillian Brown
and George Yull (1985)
Tujuan Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
179

Tujuan secara umum penggunaan Pembelajaran Berbahasa Komunikatif adalah


mengembangkan potensi siswa dalam berbahasa sehingga mereka dapat melaksanakan
komunikasi untuk berbagai tujuan dan peristiwa komunikasi baik dengan bahasa lisan
maupun tulis. Untuk itu siswa harus menguasai kompetensi bahasa yang dipelajarinya,
menguasai kompetensi sosiolinguistik, kompetensi keawanaan, dan kompetensi
strategi komunikasi. Oleh karena itu tujuan Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
adalah agar siswa menguasai keempat pilar komunikaasi tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mempunyai berbagai macam
kepentingan untuk membangun relasi antar sesamanya baik untuk saling tukar
menukar informasi maupun untuk mengemukakan apa yang dirasakan, diinginkan dan
dimaui kepada orang lain. Oleh karena itu, secara khusus tujuan penggunaan
Pembelajaran Berbahasa Komunikatif adalah agar siswa mampu menjalin hubungan
komunikasi untuk berbagai kepentingan dan tujuan dalam kehidupan sehari-hari agar
siswa berhasil dalam berkomunikasi ini.
Karakteristik Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
Sesuai dengan tujuan pemakaian Pembelajaran Berbahasa Komunikatif serta
asumsi-asumsi teoritis yang mendasarinya, karakteristik berikut ini dikemukakan
beberapa karakteristiknya.
1) Seluruh proses pembelajaran didesain untuk menciptakan situasi yang mendo-
rong siswa mengembangkan kemapuan berkomunikasi.
2) Belajar bahasa pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran unsur-unsur tatabahasa, kosa kata, bunyi bahasa, serta unsur-
unsur suprasegmental seperti lagu, intonasi, tekanan, irama, volume suara
diarahkan untuk kepentingan pengembangan kemampuan berkomunikasi.
3) Makna adalah hal yang utama, sedangkan struktur adalah pendukung makna.
Oleh karena itu, pembelajaran struktur bahasa dan kosa kata selalu dikaitkan
dengan makna.
4) Makna selalu dipahami dalam konteks komunikasi. Oleh karena itu, bentuk-
bentuk latihan-latihan penguasaan kemampuan berkomunikasi selalu dikemas
dalam konteks komunikasi yang alamiah.
180

5) Sedini mungkin dalam proses pembelajaran siswa didorong untuk berani berko-
munikasi dalam bahasa target.
6) Komunikasi yang efektif sangat diutamakan.
7) Pada tahap-tahap awal pembelajaran , kekurangsempurnaan siswa dalam meng-
gunakan usur-unsur tatabahasa, mengucapkan bunyi-bunyi bahasa ditoleransi
selama maksud komunikasi masih bisa dipahami. Perbaikan terhadap berbagai
kesalahan berbahasa dilaksanakan secara alamiah terintegratif dalam seluruh
proses pembelajaran .
8) Penggunaan bahasa pertama siswa, penerjemahan, dan penjelasan tentang
struktur bahasa boleh saja dilakukan apabila dipandang perlu oleh guru karena
menguntungkan proses pembelajaran .
9) Apabila guru menghendaki pembelajaran membaca dan menulis dapat dilak-
sanakan sejak tahap awal pembelajaran dengan catatan bahwa semua pembe-
lajaran ketrampilan berbahasa (termasuk membaca dab menulis) harus berbasis
kemampuan berkomunikasi.
10) Kelancaran berbahasa, keberterimaan tuturan dalam berkomunikasi sangat
diutamakan.
Peranan Guru dalam Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam Pembelajaran Berbahasa
Komunikatif. Berikut ini dikemukakan beberapa tugas guru mulai dari menyusun RPP
melaksanakan pembelajaran di kelas dan melaksanakan evaluasi pembelajaran .
1) Menyusun RPP berdasarkan kurikulum dan silabus yang digunakan di satuan
pendidikan yang bersangkutan. Proses penyusunan RPP ini dilakukan dengan sangat
memperhatikan karakteristik Pembelajaran Berbahasa Komunikatif.
2) Mengadakan analisis kebutuhan siswa (need analysis) berkaitan dengan bahasa
dalam kegiatan komunikasi. Kegiatan ini dapat dilakukan secara informal
berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan para siswa dan dapat pula dilakukan
secara formal, misalnya dengan kuesener yang disusun khusus untuk maksud itu.
3) Berperan sebagai inspirator, motivator, fasilitator bagi siswanya agar termotivasi ikut
berperan secara aktif melakukan interaksi komunikatif dengan sesama teman di
kelasnya.
181

4) Ikut sebagai partisipan dalam berbagai kegiatan berbahasa di kelasnya dan sekali gus
sebagai nara sumber bagi siswa untuk memperoleh penjelasan, klarifikasi mengenai
hal-hal yang belum dipahami oleh siswa.
5) Dalam posisinya sebagai partisipan ini guru dapat secara langsung memonitor dan
mendorong seluruh siswa agar aktif berpartisipasi dalam kegiatan komunikasi.
Peranan Siswa dalam Pembelajaran Berbahasa Komunikatif
Fokus utama Pembelajaran Berbahasa Komunikatif adalah kompetensi komu-
nikasi. Sejak awal pembelajaran siswa dimotivasi, didorong agar berani berkomunikasi
dalam bahasa target. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran , sejak
penyusunan RPP sampai dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran
Berbahasa Komunikatif memberikan peran yang penting kepada siswa. Mereka tidak
dipandang sebagai obyek pembelajaran , melainkan sebagai subyek yang belajar.
Beberapa kegiatan berikut ini mencerminkan peranan siswa dalam Pembelajaran
Berbahasa Komunikatif.
1) Memberikan pendapatnya tentang topik-topik apa saja yang menarik bagi mereka
untuk dipakai sebagai bahan diskusi, wawancara, saling tukar informasi (information
sharing), penyampaian pendapat, dan bentuk-bentuk latihan berkomunikasi yang
lain.
2) Berperan aktif dalam berbagai bentuk latihan berkomunikasi, misalnya sebagai nara
sumber atau sebagai pewawancara, sebagai moderator dalam diskusi kelompok,
sebagai pemateri dalam seminar kelas, sebagai pembanding dalam seminar kelas,
sebagai penceramah, sebagai pelaku dalam bermain peran, sebagai redaksi majalah
dinding atau majalah sekolah, peran-peran yang lain dalam berbagai variasi kegiatan
latihan berkomunikasi.
Organisasi dan Penyajian Materi pembelajaran
Di kalangan para ahli Pembelajaran Berbahasa Komunikatif tidak ada perbedaan
pandangan tentang fokus dan tujuan pembelajaran bahasa, yaitu menciptakan kondisi
pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengembangkan potensinya menguasai
kompetensi komunikasi. Problema yang timbul adalah apa materi pembelajaran yang
perlu dipelajari oleh siswa, bagaimana materi pembelajaran itu disusun, bagaimana
menyajikannya dalam proses pembelajaran, apa media yang dapat menunjang proses
182

pembelajaran agar siswa dapat menguasai kompetensi komunikasi tersebut. Masalah-


masalah tersebut menjadi isu sentral di kalangan ahli Pembelajaran Berbahasa
Komunikatif. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok pikiran berkaitan dengan materi
pembelajaran , penyusunan dan penyajiannya.
1) Materi pembelajaran yang digunakan dalam Pembelajaran berbahasa Komunikatif
sangat luas dan bervariasi, berbentuk latihan pemakaian bahasa dalam berbagai
peristiwa komunikasi untuk fungsi-fungsi sebagai berikut.
a. Transaksional, antara lain: menyampaikan informasi tentang berbagai hal,
menyampaikan makalah dalam seminar kelas; berpidato; menyampaikan laporan;
menyampaikan pendapat dalam diskusi; bercerita, menjelaskan sesuatu, mendes-
kripsikan kejadian, tempat, gagasan, dan sebagainya.
b. Interaksional, antara lain: menyampaikan pertanyaan untuk mengklarifikasi suatu
kejadian, percakapan yang melibatkan dua orang atau lebih dengan berbagai
macam topik (kesehatan, lingkungan hidup, pergaulan remaja, kegemaran, dan
sebagainya).
2) Pembelajaran kaidah-kaidah tatabahasa, kosa kata, bunyi bahasa serta aspek-aspek
bahasa yang lain sejak awal dilaksanakan secara terintegrasi dalam berbagai latihan
komunikasi, baik dalam fungsi transaksional maupun iunteraksional.
3) Latihan-latihan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dan unsur-unsur supra segmental
bahasa (lagu, intonasi, tekanan, irama,volume) boleh dilakukan bila guru
memandang perlu.
4) Materi pembelajaran dapat disusun dalam buku teks yang digunakan sebagai
sumber bahan utama.
5) Salah satu contoh penyajian pembelajaran dengan pembelajaran Berbahasa
Komunikatif disampaikan oleh Finocchiaro dan Brumfit sebagai berikut.
a. Penyajian dialog singkat atau beberapa dialog mini. Sebelumnya siswa
dimotivasi (berhubungan dengan situasi dialog dan kemungkinan pengalaman
berkomunikasi mereka) dan diskusi tentang fungsi dan situasi-orang, peranan,
latar, topik, formal atau informal bahasa yang digunakan sesuai dengan fungsi
dan situasi dialog. Di tingkat-tingkat awal dapat digunakan bahasa pertama
siswa apabila seluruh siswa mempunyai bahasa pertama yang sama.
183

b. Latihan penuturan secara lisan (oral) untuk setiap tuturan dalam dialog
dilaksanakan pada jam pertemuan pada hari itu juga. Biasanya didahnului deng
an model yang dikemukakan oleh guru.
c. Tanya -jawab dilakukan berdasarkan dialog dan situasinya.
d. Diadakan tanya-jawab yang berkaitan dengan pengalaman pribadi siswa yang
berhubungan dengan tema dialog.
e. Mempelajari salah satu ekspresi komunikasi dasar dalam dialog atau
mempelajari salah satu kaidah tatabahasa dengan contoh fungsi. Diharapkan
guru memberikan contoh-contoh lain tentang pemakaian ekspresi komunikasi
dasar dan kaidah tatabahasa besertafungsinya yang baru saja dipelajari siswa
itu.
f. Siswa menemukan sendiri generalisasi atau kaidah yang mendasari fungsi
ekspresi atau struktur tatabahasa. Ini paling tidak meliputi empat hal-hal :
bentuk-bentuk lisan dan tulisnya, posisinya dalam tuturan, formal atau informal
tuturan itu, dan bagi struktur tatabahasa menemukan sendiri fungsi dan
maknanya.
g. Pemahaman lisan dan aktivitas menafsirkan (dua sampai lima kegiatan
bergantrung pada level pembelajaran , pengetahuan bahasa siswa, dan factor-
faktor lain yang terkait).
h. Kegiatan memproduksi tuturan, meneruskan contoh atau bimbingan sampai
dengan aktivitas komunikasi bebas.
i. Mengkopi dialog atau modul yang dipakai sebagai bahan pelajaran, apabila
materi-materi itu tidak ada dalam buku teks di kelas.
j. Pemberian contoh pekerjaan rumah
k. Evaluasi pembelajaran (lisan saja).

2.3.5.Pendekatan Natural (Natural Approah)


Pendekatan Natural merupakan salah satu metode pembelajaran bahasa yang
pengaruhnya juga cukup signifikan dalam pembelajaran bahasa. Para ahli pembela-
jaran bahasa ada yang menyebutnya dengan Pendekatan Natural dan ada juga yang
menyebutnya Metode Natural (Natural Method). Dalam perkembangan selanjutnya
184

nama yang sering digunakan adalah Pendekatan Natural. Dalam hal ini Pendekatan
Natural sama dengan Metode Natural (Jack C. Richard 1986 :128). Sebagaimana
tercermin dalam kata natural, Pendekatan Natural ini menggunakan prinsip-prinsip
dasar sesuai dengan prinsip-prinsip alamiah proses belajar bahasa yang terjadi pada
anak-anak ketika memperoleh kompetensi bahasa pertamanya. Ahli pembelajaran
bahasa tokoh Pendekatan Natural ini adalah S.D. Krashen dan T.D. Terrell yang
menulis buku tentang Pendekatan Natural bertajuk “The Natural Approach” diterbitkan
tahun 1983. T.D.Terrell adalah seorang guru bahasa Spanyol yang mengajar di
California. Bersama dengan teman-teman guru bahasa yang lain T.D. Terrell
mengadakan berbagai percobaan melaksanakan pembelajaran bahasa Spanyol di kelas
rendah (elementary class) sampai ke kelas lanjut (edvanced) dengan Pendekatan
Natural. Percobaan melaksanakan pembelajaran dengan Pendekatan Natural ini diker-
jakan pula untuk pembelajaran bahasa yang lain. Terrell bekerja sama edengan
Stephen Krashen seorang ahli linguistik terapan di University of Southern California
dalam mengelaborasi teori yang mendasari Pendekatan Natural. Dapat dikatakan bahwa
Pendekatan Natural ini adalah pendekatan pembelajaran bahasa yang memadukan
pengalaman praktis guru bahasa yang bertahun-tahun mengajar bahasa dengan teori
yang dikembangkan melalui penelitian ilmiah yang dikerjakan oleh ahli ilmu bahasa
terapan dalam pembelajaran bahasa.
Asumsi Teoritis yang Mendasari
Pendekatan Natural memandang fungsi utama bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Proses berkomunikasi selalu melibatkan pesan, partisipan, dan media
komunikasi. Partisipan terdiri dari pengirim pesan dan penerima pesan. Dalam
kehidupan sehari-hari, partisipan komunikasi adalah penutur dan mitra tutur yang
berperan sebagai pelaku komunikasi dan disebut dengan istilah komunikan. Proses
komunikasi bisa terjadi secara searah, dua arah, dan bisa multi arah bergantung pada
berbagai hal antara lain jenis dan sifat peristiwa komunikasi, topik komunikasi, jumlah
peserta komunikasi, peran para peserta peristiwa komunikasi, karakteristik peserta
komunikasi. Pesan komunikasi dikemas dan disampaikan dengan bahasa sebagai sarana
komunikasi yang paling efektif. Proses komunikasi dipandang berhasil apabila pesan
yang disampaikan oleh penutur bisa ditangkap dan dipahami oleh mitra turturnya.
185

Pendekatan Natural menggunakan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi itu sebagai
dasar teoritis. Beberapa konsep teoritis berkaitan dengan fungsi komunikatif bahasa
dalam Pendekatan Natural adalah sebagai berikut.
1) Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai sarana berkomunikasi. Oleh karena itu fokus
utama pembelajaran bahasa adalah mengembangkan penguasaan kompetensi
komunikasi para siswa.
2) Makna adalah hal yang sangat utama dalam bahasa, peran kosakata dan maknanya
dalam bahasa sangat penting. Menurut pandangnan Pendekatan Natural hakikat
bahasa itu adalah leksikonnya.
3) Berkaitan dengan pentingnya peran kosa kata ini dalam Pendekatan Natural, Terrell
mengutip pendangan Dwight Bollinger yang menyatakan sebagai berikut.
The quantity of information in the lexicon far outweighs that in any
other part of the language, and if there is anything to the notion of
redundancy it should be easier to reconstruct a message containing
just words than one containing just the syntactic relations. The
significant fact is the subordinate role of grammar. The most
important thing is to get the words in.

4) Teori pembelajaran bahasa yang mendasari Pendekatan Natural adalah Teori


Monitor yang dikembangkan oleh Stepen Krashen. Beberapa tesis Teori Monitor
adalah sebagai berikut.
a) Dalam level proses Teori Monitor membedakan antara acquisition (peme-
rolehan) dan learning (belajar). Proses pemerolehan bahasa terjadi pada anak-
anak yang belajar bahasa pertamanya. Pada orang dewasa kedua proses itu bisa
terjadi pada waktu mempelajari bahasa kedua.
b) Acquisition mengacu pada proses pemerolehan kaidah bahasa melalui pemakaian
bahasa dalam komunikasi yang terjadi secara alamiah. Pembelajar “tidak
menyadari” proses yang terjadi pada penguasaan kaidah-kaidah gramatika itu.
c) Learning mengacu pada kegiatan belajar kaidah baha secara formal, terjadi
dalam proses yang disadari oleh pembelajar.
d) Penguasaan kaidah yang diperoleh melalui belajar hanya dapat digunakan
sebagai monitor (mengawasi, mengoreksi,menilai).
186

e) Monitor adalah semacam tempat peyimpanan kaidah-kaidah bahasa yang dipe-


roleh melalui proses belajar secara formal, digunakan untuk memper-
baiki/mengedit tuturan-tuturan yang dikuasai melalui acquisition.
f) Krashen juga menunjukkan perlunya konteks agar terjadi proses acquisition.
Kondisi tersebut merupakan input (masukan) bagi pembelajar.
g) Input harus bersifat komprehensif, sedikit di atas level kompetensi pembelajar
saat itu, menarik dan relevan, secara gramatikal tidak perlu berurutan, dalam
jumlah yang cukup, dan dialami dalam kondisi yang menantang dan
menggairahkan.
Tujuan Penggunaan Pendekatan Natural
Pendekatan Natural yang didesain untuk pembelajar awal (beginners) dalam
menguasai bahasa bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan potensinya dalam
berkomunikasi sehingga mereka menguasai kompetensi komunikasi setingkat lebih
tinggi dari pembelajar awal, yaitu pembelajar menengah (intermediate). Pada tingkatan
menengah ini diharapkan pembelajar telah mampu dalam hal-hal sebagai berikut.
a) Melaksanakan fungsi dan perannya dalam berkomunikasi dengan bahasa target
secara memadai.
b) Memahami apa yang disampaikan oleh mitra tuturnya dalam bahasa target,
walupun mungkin dengan meminta penjelasan mengenai hal-hal terentu yang
belum dipahaminya benar (klarifikasi).
c) Mampu menyampaikan gagasannya dan keinginan-keingannya dalam bahasa
target.
Karakteristik Pendekatan Natural

Sesuai dengan asumsi teoritis yang mendasari Pendekatan Natural serta tujuan
penggunaan Pendekatan Natural berikut ini dikemukakan beberapa karakteristik
Pendekatan Natural.
a) Fokus utama Pendekatan Natural adalah pembinaan kompetensi komunikasi.
b) Kemampuan menyampaikan pesan-pesan komunikasi secara jelas sangat
diutamakan, tidak harus dengan kaidah-kaidahh tatabahasa yang akurat. Walau-pun
demikian, Pendekatan Natural tetap memperhatikan pembelajaran kaidah bahasa
yang dilaksanakan secara bertahap.
187

c) Kemampuan berbicara secara lancar tidak dapat diajarkan secara langsung.


Kelancaran berbicara itu akan muncul dengan sendirinya pada waktunya setelah
siswa menguasai kompetensi linguistik atau akaidah tatabahasa melalui pemahaman
input materi pembelajaran .
d) Struktur bahasa bersifat bersifat kompleks dan hirarkis, dikuasai siswa melalui
pemberian input yang bersisi kaidah tatabahasa dengan rumusan I+1. Artinya, materi
baru yang diajarkan harus satu level lebih tinggi sedikit daripada level kompetensi
penguasaan yang sudah dipunyai siswa.
e) Bahasa dipandang sebagai wahana untuk menyampaikan makna dan pesan
komunikasi.
f) Siswa dikatakan telah menguasai kompetensi komunikasi apabila dia telah mampu
memahami pesan komunikasi yang disampaikan dalam bahasa target.
g) Fokus utama pembelajaran ketrampilan berbahasa adalah ketrampilan menyimak
dan membaca. Kemampuan menyimak dikuasai lebih dahulu diikuti kemapuan
membaca.
h) Menggunakan lat-alat bantu visual dalam mengembangnkan pemahaman

Peranan Guru dalam Pendekatan Natural


Jac C. Richard dan Theodore S. Rodgers (1986 : 137-138) menyemukakan bahwa
guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam Pendekatan Natural mulai dari
menyusun RPP, melaksanakan pembelajaran di kelas, sampai dengan mengevaluasi
pembelajaran. Ada tiga peranan central guru dalam Pendekatan Natural, yaitu:
a) Guru berperan sebagai sumber utama input yang bermakna dalam bahasa target. Jam
pertemuan di kelas terutama digunakan untuk memberikan input bagi proses
pemerolehan bahasa (acquisition), dan guru merupakan generator (pembangkit)
utama penghasil input. Dalam perannya ini guru diharapkan mampu menciptakan
aliran input bahasa sambil memberikan berbagai berbagai petunjuk nonbahasa untuk
membantu siswa dalam memahami dan menginterpretasi input.
b) Guru dalam Pendekatan Natural berperan dalam menciptakan suasana kelas yang
menarik, akrab, dan sesedikit mungkin adanya filter yang efektif dalam belajar
berbahasa. Dalam hal mengupayakan agar sesedikit mungkin adanya filter yang
188

efektif ini, guru diharapkan tidak menugasi siswa untuk berbicara sebelum mereka
siap untuk itu, tidak mengoreksi kesalahan berbahasa siswa, serta memberikan materi
pelajaran yang menarik bagi siswa.
c) Guru dalam Pendekatan Natural berperan sebagai derigen yang memainkan orchestra
pembelajaran dengan meramu dan memainkan berbagai kegiatan kelas, melibatkan
siswa dalam berbagai kelompok yang bervariasi jumlah anggotanya, memilih isi
materi pelajaran dan konteks yang bervariasi. Materi pelajaran dipilih bukan
berdasarkan persepsi guru, melaikan berdasarkan kebutuham siswa.
Peranan Siswa dalam Pendekatan Natural
Pendekatan Natural memberikan layanan pembelajaran bahasa sesuai dengan
karakteristik siswa. Asumsi dasar berkaitan dengan bagaimana siswa belajar bahasa ini
adalah bahwa siswa jangan belajar berbahasa dalam arti berbahasa yang biasa. Artinya
dalam belajar berbahasa siswa bisa secara longgar dalam mengikuti kegiatan
komunikasi yang sebenarnya. Kondisi dan karakteristik siswa sendirilah yang akan
menentukan jumlah dan jenis pengalaman, dan kelancaran berbicara yang
ditunjukkannya nanti. Dengan kata lain, siswa diberi kesempatan untuk belajar bahasa
sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing.
Siswa mempunyai empat tanggung jawab yang penting dalam pembelajaran , yaitu:
a) Memberitahukan tujuan yang spesifik mereka sehingga kegiatan akuisisi bahasa
dapat difokuskan pada topik-topik dan situasi yang relevan dengan kebutuhan
mereka.
b) Berperanan aktif dalam menentukan input yang yang bermakna. Mereka belajar dan
menggunakan teknik-teknik percakapan dengan input yang teratur.
c) Menentukan sendiri kapan mereka mulai berbicara dalam bahasa target dan kapan
meningkatkannya.
d) Apabila diberikan latihan-latihan pengnuasaan struktur tatabahasa, siswa
memutuskan bersama dengan gurunya mengenai lama waktu mengerjakan latihan-
latihan tersebut, serta menyelesaikan dan mengoreksi hasilnya secara mandiri.

Pengorganisasian dan Penyajian Mareri pembelajaran


189

Materi pembelajaran dalam Pendekatan Natural dipilih, disusun dan disajikan


dengan prinsip-prinsip sebagai beerikut.
a) Disesain silabus dan prosedur penyajian materi pembelajaran disusun untuk
mengembangkan dasar-dasar kompetensi berkomunikasi baik secara lisan maupun
tulis.
b) Tujuan pembelajaran untuk setiap satuan pelajaran bahasa (language course)
dirumuskan dari salah satu dari empat ketrampilan dasar yaitu (1) ketrampilan dasar
komunikasi personal oral, (2) ketrampilan dasar komunikasi personal tulis, (3)
ketrampilan belajar akademik oral, (4) ketrampilan belajar akademis tulis.
c) Tujuan pembelajaran untuk setiap satuan pelajaran bervariasi menurut kebutuhan
siswa dan interes kushus mereka. Sesuai dengnan kebutuhan siswa tersebut dalam
satuan pembelajaran didesain situasi pembelajaran dengan topik-topik pendek
yang akan dibicarakan oleh siswa dalam bahasa target. Mengenai hal ini, Krashen
dan Terrell (1986:71) mengemukakan sebagai berikut.
The goal of Natural Approach class are based on an assessment
of student needs. We determine the situations in which their use
the target language and it sorts of topics they will have to
communicate information about.

d) Sesuai dengan hipothesis filter yang digunakan sebagai salah satu dasar teoritis
Pendekatan Natural, materi pembelajaran yang dipilih sesuai dengan kebutuhan
siswa didesain untuk menciptakan filter efektif yang rendah dengan menciptakan:
 situasi pembelajaran yang menarik, penuh keakraban, dan rileks;
 memberikan kosa kata yang luas yang berguna untuk mengembangkan
kompetensi komunikasi personal;
 menghindari fokus pembelajaran pada kaidah gramatika, karena apabila
input yang diberikan bervariasi dan dapat menunjang tercapainya tujuan
komunikasi dengan sendirinya kaidah-kaidah gramatika itu telah tersajikan
dalam input.
e) Proses pembelajaran dikelola sedikian rupa agar siswa memfokuskan belajarnya
pada kemampuan untuk berkomunikasi yang bermakna, bukan pada penguasaan
kaidah-kaidah tatabahasa.
190

C. TEKNIK (TECHNIQUE) PEMBELAJARAN BAHASA


INDONESIA
Berbeda dengan pengertian konsep tentang pendekatan dan metode, konsep
teknik dalam pembelajaran bahasa Indonesia tidak banyak menimbulkan perbedaan
pengertian dan pemahaman. Di kalangan para ahli dan guru-guru bahasa,Indonesia
pengertian teknik pembelajaran diartikan sebagai kiat, cara, taktik, trik-trik yang
khusus yang dilakukan untuk mencapai tujuan instruksional khusus yang dirumuskan
sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang teknik pembelajaran bahasa Indonesia, berikut ini
dikemukakan uraian tentang pengertian teknik dan jenis-jenis teknik yang bisa digu-
nakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
3.1. Pengertian Teknik (Technique) Pembelajaran
Di dalam kamus Langman Dictionary of Contemporary English (1981) kata
technique berarti (1) the manner in which a subject is treated by writer, artis, etc;
method of artistic expression used in writing, music, art, etc; method or manner of play;
(2) skills in art or some specialist activity. Kata kunci pengertian kata technique dalam
kamus tersebut adalah the manner (cara, gaya, sikap), method (metode), skills
(ketrampilan). Dalam kamus An English-Indonesian Language Dictionary (2005), kata
technique berarti teknik. Dalam kamus The American Heritage Dictionary of the
English Language, Fourth Edition copyright 2000 by Houghton Mifflin Company.
Updated in 2009. istilah technique berarti the systematic procedure by which a complex
or scientific task is accomplishsed. The way in which the fundamentals, as of artistic
work, are handled; Skill or command in handling such fundamentals .Kata kunci
pengertian technique dalam kamus tersebut adalah the systematic procedure ( prosedure
yang sistematis), the way (jalan); skills or command (ketrampilan atau kekuasaan).
Berdasarkan arti kata teknik dalam berbagai kamus tersebut dapat dikemukakan bahwa
kata teknik mengandung pengertian : cara, gaya, ketrampilan menangani sesuatu,
prosedur yang sistematis dalam melaksanakan sesuatu.
Arti kata dalam kamus memang masih bersifat umum belum dikaitkan dengan
bidang ilmu tertentu. Walaupun demikian, dengan memahami suatu kata atau istilah
191

sebagaimana dikemukakan dalam kamus kita memperoleh dasar untuk memahami kata
yang telah menjadi istilah dalam bidang ilmu tertentu.
Edward M. Anthony dalam artikelnya berjudul Approach, Method, and Tecknique,
yang dimuat dalam jurnal English Language Teaching (Januari 1963) mengemukakan
pengertian teknik sebagai berikut.
A technique is implementational that is which actually take
place in a classroom. It is a particular trick, stratagem, or
contrivance used to accomplish an immediate objective.
Technique must be consistent with a method, and therefore in
harmony with an approach as well.

Sesuai dengan pengertian kata technique yang dikemukakan dalam berbagai kamus
sebagaimana disebutkan di atas, serta pengertian technique yang dikemukakan oleh
E.M. Athony tersebut, dapat dikemukakan pokok-pokok pengertian sebagai berikut.
1) Teknik adalah wujud dari kegiatan implementasi. Dalam kaitannya dengan konsep
tentang metode dan pendekatan, yang dimaksudkan dengan implementasi ini adalah
implementasi pembelajaran di kelas yang dirancang berdasarkan metode dan pende-
katan tertentu. Dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini wujud
rancangan pembelajaran yang diimplementasikan di kelas itu tidak lain adalah RPP
yang disusun berdasarkan silabus dan kurikulum pada satuan pendidikan (KTSP)
tertentu.
2) Teknik adalah kiat-kiat khusus, cara yang spesifik, gaya mengajar, ketrampilan
menggunakan berbagai media pembelajaran , ketrampilan menggunakan retorika,
pada waktu melaksanakan pembelajaran di kelas. Oleh karena kondisi dan situasi
kelas berbeda-beda, karakteristik siswa di kelas berbeda-beda, karakteristik dan
kemampuan guru juga berbeda-beda, maka teknik itu bersifat situasional dan
individual. Artinya, dalam melaksanakan pembelajaran dengan kurikulum, silabus,
dan RPP yang sama seorang guru dapat menggunakan teknik yang berbeda-beda di
antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
3) Teknik pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan jangka pendek. Dalam
sistem pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini, tujuan jangka pendek diru-
muskan dalam RPP sesuai dengan indikator pencapaian KD sebagaimana disebutkan
192

dalam silabus. Istilah yang pernah digunakan untuk menyebutkan tujuan jangka
pendek ini adalah Tujuan Instruksional Khusus.
4) Teknik-teknik apapun yang digunakan oleh guru pada waktu mengimplementasikan
RPP di kelas harus senantiasa dalam koridor metode dan pendekatan pembelajaran
yang dipilih. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia sekarang ini diguna-
kan pendekatan dan metode komunikatif. RPP disusun berdasarkan berdasarkan
pendekatan dan metode komunikatif. Maka teknik-teknik yang digunakan oleh guru
dalam mengimplementasikan RPP di kelas juga sejalan dengan karakteristik
pendekatan dan metode komunikatif.

3.2 Beberapa Teknik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian di muka, teknik pembelajaran
adalah kiat-kiat khusus, cara yang spesifik, gaya mengajar seorang guru pada waktu
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan pengertian ini dapat
dikatakan tentu banyak sekali teknik yang digunakan oleh guru pada waktu mengajar di
kelas. Walaupun memang demikian yang terjadi di kelas, berbagai kiat, cara,
penggunaan berbagai media pembelajaran , gaya mengajar, retorika, dan sebagainya
tersebut dapat dimasukkan dalam beberapa teknik pembelajaran yang sedah dikenal
selama ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
3.2.1 Teknik Ceramah
Teknik Ceramah merupakan teknik penyajian materi pembelajaran yang paling
populer di kalangan guru-guru dan paling sering digunakan oleh mereka. Teknik
pembelajaran ini diperkirakan sudah digunakan dalam pembelajaran di Cina, India,
Yunani-Romawi sejak berabad-abad yang lalu.Teknik Ceramah sering disebut juga
dengan Metode Ceramah. Penyebutan dengan istilah Tehnik Ceramah dilakukan
apabila penggunaannya dalam pembelajaran terbatas sebagai trik atau kiat untuk
menjelaskan suatu hal dalam pembelajaran . Misalnya dalam pembelajaran membaca
kritis. Guru menggunakan teknik ceramah untuk menjelaskan langkah-langkah
membaca kritis sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Penyebutan dengan
istilah Metode Ceramah dilakukan apabila seluruh proses pembelajaran dilaksanakan
dengan langkah-langkah berdasarkan prinsip-prinsip Metode Ceramah. Misalnya dalam
193

pembelajaran membaca kritis. Sejak menyusun RPP, guru telah menggunakan prinsip-
prinsip metode ceramah, implementasi di kelas dilaksanakan dengan prosedur metode
ceramah. Demikian pula evalasi hasil belajarsiswa dan evaluasi proses pembelajaran
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip Metode Ceramah.
Hakikat Teknik Ceramah
Ceramah pada hakikatnya adalah memberitahukan, menyampaikan, menerangkan
atau menjelaskan sesuatu kepada kepada audien. Ceramah sebagai teknik pembelajaran
adalah cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan, memberitahukan, dan
menjelaskan materi pelajaran kepada siswa-siswanya di kelas secara verbal, pada jam
pelajaran tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Dalam menguraikan,
menjelaskan materi pelajaran guru dapat menggunakan berbagai media pembelajaran
yang sesuai.
Karakteristik Teknik Ceramah
1) Proses belajar mengajar berpusat pada guru.
2) Siswa lebih bersifat pasif dalam arti menerima apa yang diceramahkan oleh
gurunya dengan mendengarkan dan mencatat materi pelajaran yang diceramahkan.
3) Cenderung pada komunikasi searah, yaitu dari guru ke siswa.
4) Baik digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya besar.
5) Cocok untuk menyampaikan materi pelajaran yang bersifat informatif.
6) Mudah digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang disebabkan oleh
kurangnya sarana pembelajaran seperti buku teks, buku referensi, media
pembelajaran , serta sumber belajar.
7) Kurang sesuai untuk digunakan menyampaikan materi pelajaran yang
memerlukan penalaran tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, evaluasi, membuat
inferensi dan memikirkan tindak lanjut, serta berfikir yang kompleks.
8) Memerlukan kepiawaian guru dalam membangkitkan dan mempertahankan perhatian
siswa.
9) Jika penjelasan, uraian dilakukan terlalu lama, siswa sulit mempertahankan
konsentrasinya terhadap pelajaran.
Tujuan Penggunaan Teknik Ceramah
194

Tujuan penggunaan teknik ceramah dalam pembelajaran bahasa Indonesia


adalah sebagai berikut.
1) Agar siswa mengetahui informasi tentang berbagai aspek bahasa dan sastra Indonesia
berkaitan dengan bentuk, fungsi, dan maknanya. untuk membangun kemampuna
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara lisan dan tulis.
2) Memperkaya skemata tentang bahasa dan sastra Indonesia dan pengetahuan umum
(knowledge of the world) siswa dengan berbagai konsep sesuai dengan tingkat
perkembangnnya.
3) Agar siswa memahami berbagai aspek bahasa dan sastra Indonesia untuk
membangun kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara lisan dan
tulis, serta meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra Indonesia.
4) Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dan pemahamannya tentang berbagai
aspek bahasa dan sastra Indonesia dalam berbagai peristiwa komunikasi.
5) Meningkatkan kemampuan penalaran siswa dalam melihat hubungan-hubungan antar
fakta, seperti hubungan sebab-akibat, hubungan pengaruh, perbandingan, membuat
kesimpulan.
Peranan Guru dalam Teknik Ceramah
Guru mempunyai peranan yang sangat strategis dalam penggunaan Teknik
Ceramah. Guru adalah tokoh sentral dalam proses pembelajaran. Gurulah yang
merancang skenario pembelajaran dan sekaligus menjadi pemain utama dalam pembe-
lajaran. Agar guru dapat melaksanakan Teknik Ceramah ini dengan baik berikut ini
beberapa hal yang perlu dipikirkan.
a) Menyiapkan materi pelajaran yang akan diceramahkan dengan sungguh-sungguh.
Persiapan materi ini meliputi (1) materi untuk kegiatan apersepsi, (2) materi inti, (3)
materi ilustrasi atau contoh, (4) materi pengayaan, (5) materi evaluasi.
b) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam ceramah dan menyapaikannya kepada
siswa sebelum ceramah dimulai.
c) Memikirkan cara-cara untuk menarik perhatian siswa dan mempertahankannya
agar dapat berkonsentrasi terus mengikuti ceramah. Misalnya mengatur alur ceramah
dengan episode-episode dan suspen yang tepat..
195

d) Menyusun review isi setiap epidose ceramah serta menyapaikannya sebelum mulai
dengan episode selanjutnya.
e) Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan seperti komputer, LCD,
gambar-gambar, barang-barang yang diperkirakan berguna untuk membantu
menjelaskan kosep-konsep. Pemilihan media didasarkan pada efektivitasnya bagi
proses pembelajaran .
f) Menggunakan bahasa yang komunikatif, dengan meperhatikan:
 ragam bahasa Indonesia yang digunakan adalah ragam bahasa setengah resmi;
 gunakan kalimat-kalimat efektif, hindarkan kalimat yang ambigu, hindarkan
kalimat-kalimat komnpleks yang berlebihan;
 pilihan kosa kata, ungkapan, disesuaikan dengan tingkat perkembangnan siswa;
 gunakan intonasi, tekanan, irama berbicara yang wajar, dengan memperhatikan
penekanan pada bagian-bagian yang penting;
 berbicara lancar, tidak berbelit-belit.
g) Menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dengan dengan cara-cara antra lain:
 Mengatur tempat duduk siswa sedemikian rupa sehingga lebih menunjang
terjadinya interaksi multi arah;
 memperhatikan seluruh siswa, pandangan mata guru merata pada setiap siswa,
selingi humor yang mendidik, gunakan alat-alat peraga yang relevan;
 libatkan siswa selama penyampaian materi ceramah misalnya dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk: bertanya, menyatakan pendapat tentang sesuatu,
menebak apa yang terjadi pada episode berikutnya, dan sebagainya.
Peranan Siswa dalam Teknik Ceramah
Selama proses pembelajaran berlangsung siswa mendengarkan apa yang
disampaikan oleh gurunya, mencatat hal-hal yang penting dari materi yang dijelaskan
oleh guru, mengajukan pertanyaan mengenai hal yang belum dipahaminya, melakukan
tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Siswa tidak dilibatkan dalam penyusunan
perencanaan pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran berada dalam kendali guru.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan Teknik Ceramah ini
sebagai pembelajaran yang berpusat pada guru.
196

3.1.2 Teknik Diskusi


Teknik Diskusi merupakan salah satu teknik pembelajaran yang sudah banyak
dikenal oleh para guru. Di kalangan para guru, Teknik Diskusi sering disebut juga
dengan Metode Diskusi. Penyebutan-penyebutan ini kiranya tidak perlu dirisaukan. Bisa
disebut dengan Teknik Diskusi bila pemakaiannya digunakan untuk membahas sebagian
materi dalam suatu perencanaan program pembelajaran . Bisa disebut Metode Diskusi
bila seluruh seluruh perencanaan program pembelajaran untuk satu topik dengan KD ,
tujuan pembelajaran , dan indikator pencapai9an tujuan didesain dengan caara diskusi.
Hakikat Teknik Diskusi
Diskusi sebagai suatu teknik pembelajaran adalah pengelolaan kegiatan
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran , mulai dari merencanakan topik-topik yang akan
didiskusikan, merumuskan tujuan diskusi, merancang format diskusi, menentukan
pemeran diskusi, merancang tata tertib diskusi, merumuskan hasil diskusi, dan
melaporkan hasil diskusi. Teknik Diskusi menempatkan siswa sebagai sentral aktivitas
pembelajaran . Oleh karena itu, pembelajaran dengnan Teknik Diskusi dapat dikatakan
sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered
learning).
Teknik Diskusi berkaitan erat dengan teknik pembelajaran yang lain, di antaranya
teknik Pemecahan Masalah (problem solving). Juga dapat dikombinasikan dengan
teknik Discovery , teknik Penugasan, teknik Proyek, dan sebagainya. Teknik Diskusi
digunakan sebagai salah satu kegiatan dalam pembelajaran yang dilakukan dengan
teknik-teknik tersebut. Misalnya dalam pembelajaran dengan teknik proyek, teknik
diskusi digunakan pada waktu merancang proyek, melporkan hasil proyek.
Karakteristik Teknik Diskusi
a) Proses pembelajaran berpusat pada siswa.
b) Siswa terlibat secara aktif mulai dari perencanaan pembelajaran sampai dengan
implementasinya di kelas.
c) Bila menggunakan format diskusi kelas, teknik diskusi cocok digunakan untuk kelas
yang jumlah siswanya kecil.
d) Cocok digunakan untuk menyajikan topik-topik yang atual dan problematik.
197

e) Tidak cocok digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya besar.


f) Memerlukan keahlian guru dalam mengelola kelas misalnya dalam menjaga agar
diskusi tetap pada alur masalah, menjaga agar diskusi tidak didominasi oleh siswa-
siswa tertentu, menjaga agar diskusi tidak menjasi ajang bertengkar, mengelola
waktu diskusi, mengevaluasi hasil belajar perseorangan siswa.
Tujuan Penggunaan Teknik Diskusi
Tujuan penggunaan teknik Diskusi adalah menciptakan kodisi dan situasi
pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengembangkan potensi-potensinya sebagai
berikut.
a) Siswa agar mampu berpikir kritis.
b) Siswa berani mengemukakan pendapat, gagasannya walau mungkin berbeda dan
bahkan bertentangnan dengan pendapat orang lain.
c) Siswa mampu menghargai pendapat orang lain walaupun mungkin tidak sama dan
bahkan ber tentanngan dengan pendapatnya sendiri.
d) Siswa bersikap santun dalam mengemukakan pendapatnya atau menanggapi
pendapat orang lain.
e) Siswa mampu mengendalikan diri untuk tidak mengambil kesempatan orang lain
dalam berbicara, mengemukakan pendapat, bertanya, dan sebagainya.
f) Siswa dapat bekerja sama dalam memecahkan masalah.
g) Siswa bersikap demokratis.
h) Siswa berjiwa toleran terhadap sesamanya.
Peranan Guru dalam Teknik Diskusi
Guru memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
Teknik Diskusi mulai dari menyusun rencanan pelaksanaan pembelajaran, mengim-
plementasikannya di kelas, sampai dengan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa
dan proses pembelajaran. Berikut ini beberapa peranan guru dalam pembelajaran
dengan teknik Diskusi.
a) Guru bertindak sebagai inspirator, fasilitator, dan organisator bagi siswa-siswanya.
b) Memilih topik diskusi yang menarik dan menantang berdasarkan materi yang telah
ditentukan dalam KTSP dan silabus satuan pendidikan yang bersangkutan.
c) Merangcang format diskusi sesuai dengan topik diskusi dan kondisi kelasnya.
198

d) Apabila melaksanakan diskusi kelompok, guru mengelompokkan siswanya dengan


pertimbangan-pertimbangan tertentu, antara lain kemampuan individual siswa dan
perspektif jender.
e) Guru sebagai sumber belajar utama tempat siswa bertanya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan topik diskusi yang belum mereka pahami.
f) Memotivasi siswa siswa agar berani berbicara mengemukakan pendapatnya, atau
menanggapi pendapat siswa lain.
g) Menjaga agar diskusi tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu.
h) Memberikan pencerahan menganai hal-hal yang belum dipahami oleh sebagian besar
siswanya.
i) Membimbing siswa agar pelaksanaan diskusi berjalan lancar, terarah, dan tidak
menjadikan forum diskusi tempat bertengkar.
Peranan Siswa dalam Teknik Diskusi
pembelajaran dengan Teknik Diskusi termasuk salah satu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered learning). Siswa terlibat secara aktif dalam
seluruh proses pembelajaran . Berikut ini beberapa peranan siswa dalam pembelajaran
dengan Teknik Diskusi.
a) Bersama-sama dengan guru memilih topik diskusi berdasarkan KTSP dan silabus
pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
b) Bersama-sama dengan guru merancang format diskusi yang sesuai dengan topik
yang telah ditentukan.
c) Membuat tata tertib diskusi baik untuk diskusi kelas maupun diskusi kelompok.
d) Menentukan pemeran diskusi seperti moderator, sekretaris, pelapor, dan sebagainya.
e) Berperan aktif dalam diskusi dengan menyapaikan pertanyaan, pendapat sendiri,
menyanggah pendapat anggota diskusi yang lain, menyusun laporan kelompok, dan
sebagainya.
f) Bersikap santun dalam mengemukakan pendapatnya sendiri dan bersikap santun
dalam menanggapi pendapat orang lain.
g) Bersikap demokratis, mengutamakan kebersamaan dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya
199

3.1.3 Teknik Discovery


Teknik Discovery merupakan teknik pembelajaran yang banyak digunakan di
sekolah-sekolah, terutama di sekolah-sekolah yang guru-gurunya mempunyai semangat
inovatif. Mereka tidak puas dan terpaku dengan penggunaan teknik-teknik
pembelajaran yang konvensional seperti teknik ceramah saja. Guru-guru mencari dan
mencobakan teknik-teknik pembelajaran yang efektif sesuai dengan topik yang diajar-
kan serta kondisi siswa dan lingkungan kelas serta sekolahnya.
Hakikat Teknik Discovery
Discovery berarti penemuan atau proses yang dilakukan untuk menemukan.
Sebagai teknik pembelajaran, Teknik Discovery adalah teknik pembelajaran untuk
menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk
secara aktif mengembangkan kompetensinya dalam proses pembelajaran. Dengan
kompetensinya itu mereka menemukan sendiri pemahamannya terhadap suatu pro-
blema atau menemukan sendiri jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada mereka. Para penganjur Teknik Discovery berpendapat bahwa pengetahuan dan
pemahaman yang diperoleh siswa sendiri melalui proses kognitif yang sistematis, bisa
bertahan lama dalam ingatan siswa dan mereka dapat menggunakannya untuk
memecahkan problema yang relevan dalam kehidupannya. Konsep psikologi klasik
“learning by doing” serta prinsip-prinsip psikologi modern “constructivisme” diyakini
banyak mendasari teknik pembelajaran Discovery.
Karakteristik Teknik Discovery
1) Pembelajaran berpusat pada siswa.
2) Pembentukan pengetahuan dan pemahaman yang baru dengan memanfaatkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya.
3) Proses belajar akan terjadi melalui klasifikasi dan pembentukan schemata.
4) Untuk memfasilitasi proses belajar perlu diberikan pengalaman-pengalaman dan
konteks yang dapat memotivasi siswa.
5) Ingatan siswa akan meningkat dan kuat karena pembentukan ingatan yang baru
selalu dilakukan dengan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya.
200

6) Siswa dilatih menemukan dan memangun pemahamannya sendiri atau mengalami


proses mental untuk membangun pemahamannya sendiri tentang sesuatu konsep.
Tujuan Penggunaan Teknik Diskusi
Tujuan penggunaan teknik Discovery adalah menciptakan kodisi dan situasi
pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengembangkan potensi-potensinya agar:
1) mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif;
2) mampu memecahkan masalah dengan penalaran yang logis, sistematis, dan terarah;
3) mempunyai ingatan jangka panjang yang kuat dan tentang berbagai pengetahuan dan
konsep dan dapat menggunakannya untuk memecahkan berbagai problema yang
dihadapi dalam kehidupannya;
4) mempunyai jiwa mandiri dan rasa percaya diri untuk membangun citra diri yang baik
(self concept);
5) berani bertanggung jawab atas apa yang diperolehnya;
6) mempunyai rasa ingin tahu yang besar yang dapat menjadi modal untuk
mengembangkan diri;
Peranan Guru dalam Teknik Discovery
Berikut ini beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan teknik Discovery
a) Guru bertindak sebagai inspirator, fasilitator, dan organisator bagi siswa-siswanya.
b) Memilih topik yang menarik dan menantang berdasarkan materi yang telah
ditentukan dalam KTSP dan silabus satuan pendidikan yang bersangkutan.
c) Membimbing siswa merumuskan masalah berkaitan topik yang telah ditentukan.
d) Membimbing siswa dalam merangcang langkah-langnkah kegiatan mencarai
jawaban masalah-masalah yang telah dirumuskan.format diskusi sesuai dengan topik
diskusi dan kondisi kelasnya.
e) Apabila kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok, guru mengelom-
pokkan siswanya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, antara lain
kemampuan individual siswa dan perspektif jender.
f) Guru sebagai sumber belajar utama tempat siswa bertanya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan topik dan masalah yang diteliti yang belum mereka pahami.
g) Memotivasi siswa siswa agar berani berbicara mengemukakan pendapatnya, atau
menanggapi pendapat siswa lain dalam mendiskusikan hasil kajiannya.
201

h) Menjaga agar proses meneliti, mengkaji masalah didominasi oleh siswa-siswa


tertentu.
i) Memberikan pencerahan menganai hal-hal yang belum dipahami oleh sebagian besar
siswanya.
Peranan Siswa dalam Teknik Discovery
Sebagaimana dikemukakan di muka, dalam pembelajaran dengan teknik
Discovery ini siswa merupakan pusat pembelajaran. Siswa aktif berperan sebagai
subyek pelaku dalam proses pembelajaran. Berikut ini beberapa peranan siswa.
a) Bersama-sama dengan guru memilih topik yang akan dikaji. Pemilihan topik
berdasarkan KTSP dan silabus pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
b) Merumuskan masalah berkaitan dengan topik pembelajaran dengan bimbingan guru
c) Bersama-sama dengann guru merancang format penelitian yang sesuai dengan
masalah yang telah ditentukan.
d) Menyusun instrumen untuk mengumpulkan data, mengelompokkan dan
mengnklasifikasi data, menganalisis data, dan membuat simpulan.
e) Menyusun laporan temuan yang kan disajikan dalam diskusi.
f) Berperan aktif dalam diskusi dengan menyapaikan pertanyaan, pendapat sendiri,
menyanggah pendapat anggota diskusi yang lain, menyusun laporan kelompok, dan
sebagainya.

-----------------------------------------------------------

Approaches, Methods, Procedures, and Techniques

BAB V

EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab III, program pembelajaran Bahasa


Indonesia baik pada level kurikulum, silabus, maupun RPP memuat empat komponen
202

utama, yaitu tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode/teknik, media pembelajaan,


dan evaluasi pembelajaran. Keempat komponen pembelajaran itu saling berhubungan
dalam jalinan yang bersifat interdependensif. Pengembangan substansi isi masing-
masing komponen dilakukan dengan konsisten dalam menjaga keterkaitan dan
keutuhan program. Komponen pertama tujuan pembelajaran, merupakan arah kemana
pembelajaran dilaksanakan. Komponen kedua materi pelajaran, dipilih dan diorgani-
sasikan untuk mencapai tujuan yang telah yang telah ditentukan. Komponen ketiga,
metode/teknik dan mendia pembelajaran yang mengemukakan prosedur dan cara-cara
pengelolaan dan penyajian materi pelajaran. Komponen keempat, evaluasi pembelajaran
yang mengemukan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan untuk melihat apakah
tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa, dan melihat efektifitas serta efisiensi
program pembelajaran.
Ada tiga konsep yang penting dalam evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia,
yaitu evaluasi (evaluation), penilaian (assessment) dan pengukuran (measurement).
Ketiga konsep tersebut masing-masing mempunyai pengertian sendiri, dan dalam
konteks evaluasi pembelajaran ketiganya saling berhubungan. Namun, dalam
pelaksanaan pembelajaran, sering terjadi ketidaktepatan penggunaannya sehingga bisa
menimbulkan kesalahpahaman. Disamping ketiga konsep tersebut, ada beberapa istilah
yang sering digunakan dalam konteks evaluasi pembelajaran, yaitu istilah ujian,
ulangan, kuis, tugas akhir, dan sbagainya. Di antara istilah-istilah itu yang paling
populer di kalangan guru-guru dan birokrasi pendidikan, bahkan di kalangan masyarakat
pada umumnya adalah istilah ujian. Ujian Akhir Nasional (UN) kemudian berubah
menjadi Ujian Nasional (UN), Ujian Tengah Semeter (UTS), Ujian Akhir Semeter
(UAS) adalah istilah-istilah yang sangat akrab di telinga masyarakat.

Bab V ini akan menyajikan uraian tentang evaluasi pembelajaran bahasa


Indonesia dan konsep-konsep yang sangat erat hubungannya dengan evaluasi yaitu
konsep assessment (asesmen/penilaian) dan measurement (pengukuran).

A. EVALUASI
203

1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi berasal dari kata bahasa Inggris ‘evaluation’ noun, yang berarti peniliaian,
penaksiran,, dan kata evaluate verb yang berarti menilai, menaksir (Kamus Inggris-
Indonesia, John M. Echols dan Hassan Shadilly, 1987). Dalam Kamus Longman
Dictionary of Contemporary English, 1978, kata evaluate verb berarti to calculate the
value or degrees of. Kemudian ada kata evaluation yang merupakan bentuk noun dari
kata evaluate. Arti suatu kata atau istilah dalam kamus, adalah arti yang bersifat leksikal
yang bersifat umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Walaupun demikian arti kata
dalam kamus dapat dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami arti kata yang
menjadi istilah dalam bidang ilmu tertentu. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat
tentang arti evaluasi dalam pendidikan dan pembelajaran.

Paul R. Burden and David M.Byrd (1999:333)

Evaluation is process in with the teacher uses information derived

from many sources to arrive at a value judgment. Evaluation my be


based on measurement data, but also my be based on other type of data
such as questionnaires, direct observation, written or oral performance
ratings, or interviews.

Brian K. Lynch (1966 : 1)

Evaluation is defined here as the systematic attempt to gether


information in order tomake judgement or decicion. As such,
evaluative information can be both qualitative and quantitative
form, and can be gathered through different method such as
observation or the administrative of pencil-and-paper test

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang


Standar Nasional Pendidikan.

Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan,


dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pda setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungja-waban penyelenggaraan
pendidikan.
204

http://en.wikipidea.org/wiki/educational-evaluation

A systematic, rigorous, and meticulous application of scientific


methods to assess the design, implementation, improvement or
outcomes of a program.

http:H:/What is evaluation.htm

Evaluation is the process of determining significance or worth,


usually by careful appraisal and study. Evaluation is the analysis
and comparison of actual progress vs. prior plans, oriented
toward improving plans for future implementation. It is part of a
continuing management process consisting of planning,
implementation, and evaluation; ideally with each following the
other in a continuous cycle until successful completion of the
activity. Evaluation is the process of determining the worth or
value of something. This involves assigning values to the thing or
person being evaluated.

Masnur Muslich (2011: 6)

Evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat


atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan evaluasi di
dalamnya ada kegiatan untuik menilai suatu program, sehingga
adaunsur judgement tentang nilai suatu program, oleh karenanya
ada unsur subyektif
Dari berbagai pengertian evaluasi sebagaimana dikemukakan di atas dapat
dikemukakan beberapa pokok pengertian evaluasi sebagai berikut.
1) Proses kegiatan menggunakan berbagai macam informasi untuk membuat pertim-
bangan nilai;
2) Proses penentuan nilai value judgement;
3) Kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan.
4) Aplikasi metode ilmiah untuk menilai implementasi, pengembangan program, dan
hasil pencapaian program.
5) Bagian dari proses manajemen yang berkelanjutan yang terdiri atas perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
205

6) Analisis dan perbandingan antara kemajuan yang dicapai sekarang dengan


perencnaan yang telah disusun, diorientasikan pada pengembangan perencanaan dan
implemlementasinya di masa mendatang.
7) Penilaian yang sistematik

1.2 Tujuan Evaluasi


Evaluasi dapat dilaksanakan terhadap program pembelajaran secara menyeluruh,
dapat juga dilaksanakan terhadap salah satu aspek atau komponen program
pembelajaran, misalnya evaluasi kurikulum dan silabus, evaluasi RPP, evaluasi hasil
belajar siswa, evaluasi kinerja guru, dan sebagainya. Secara khusus, tujuan masing-
masing evaluasi tersebut berda-beda sesuai dengan karakteristik aspek-aspek yang
dievaluasi. Dalam pelaksanaan program pembelajaran, evaluasi yang sangat penting
adalah evaluasi belajar siswa. Hasil evaluasi belajar siswa menerminkan tingkat
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Oleh karena
pada hakikatnya seluruh program pembelajaran itu dilaksanakan untuk melayani siswa
agar dapat secara maksimal mengembangkan potensinya untuk mencapai tujuan
pembelajaran, maka hasil evaluasi belajar siswa sangat penting artinya bagi evaluasi
secara menyeluruh dan evaluasi pada aspek-aspek program pembelajaran. Disamping
evaluasi belajar siswa, evaluasi kurikulum, silabus, dan RPP juga sangat penting, karena
perangkat-perangkat pembelajaran tersebut merupakan dasar dan sekaligus pengarah
(road map) bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Evaluasi berkelanjutan
terhadap perangkat-perangnkat pembelajaran itu (continuous evaluation) sangat
bermanfaat bagi perbaikan perangkat-perangkat pembelajaran tersebut.
1.2.1 Tujuan Evaluasi Belajar Siswa
Secara umum tujuan evaluasi belajar siswa adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang tekah ditentukan. Dalam
konteks pembelajaran bahasa Indonesia tujuan evaluasi belajar siswa adalah untuk
mengetahui tingkat keberhasilkan siswa dalam mencapai Standar Kompetensi (SK)
bahasa Indonesia,yang dijabarkan menjadi sejumlah Kompetensi Dasar bahasa
Indonesia serta dijabarkan lagi menjadi sejumlah indikator.
206

Secara khusus, tujuan evaluasi belajar siswa dalam pembelajaran bahasa


dikemukakan oleh Paul R. Burden and David M.Byrd (1999:3) adalah sebagai
berikut.

1) Screening and identification (Penyaringan dan Identifikasi): Identifikasi pemenuhan


syarat untuk program-program bahasa yang bersifat khusus dan program pembelajaran
bahasa untuk mendukung program pendukung bidang-bidang khusus.
2) Placement (penempatan): Identifikasi kemampuan berbahasa dan penguasaan isi
bidang-bidang khusus agar dapat memberikan rekomendasi program pendidikan yang
tepat bagi siswa.
3) Reclassification or exit (Pengklasifikasian ulang) : untuk menentukan apakah
kemampuan berbahasa dan kemampuan penguasaan bidang-bidang khusus
diperlukan untuk memperoleh keuntungan dari pembelajaran di kelompok0-
kelompok dalam kelaasnya.
4) Monitoring student progress (Memonitor kemajuan siswa): untuk meriview bahasa
siswa dan pengnuasaan isi bidang-bidang khusus.
5) Program evaluation (Program Evaluasi) : untuk menentukan efektivitas prigram-
program pembelajaran baik yang bersifat nasionakl maupun local.
6) Accountability (Pertanggungjawaban) : untuik mejamin pencapaian siswa terhadap
tujuan-tujuan pembelajaran atau standar yang ditentukan.

1.2.2 Macam-macam Evaluasi Belajar Siswa


Sesuai dengan tujuan evaluasi sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dibedakan
tiga macam evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut.
a. Evaluasi diagnostik ( diagnostic evaluation)

Evaluasi ini dilaksanakan pada awal pembelajaran untuk mengetahui kompetensi


komunikasi berbahasa Indonesia siswa secara individual. Kompetensi komunikatif
meliputi empat aspek, yaitu penguasaan aspek kebahasaan, aspek sosiolinguistik, aspek
kewacanaan, dan aspek strategi komunikasi. Tes diagnostic ini juga dimaksudkan untuk
mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai materi pelajaran sebelumnya yang
sangat penting sebagai modal untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Berdasarkan hasil
207

evaluasi diagnostik ini dapat diadakan tindakan-tindakan tertentu terhadap siswa antara
lain pembelajaran remidi, pengayaan, pengelompokan siswa, dan sebagainya.

b. Evaluasi formatif (formative evaluation)

Evaluasi ini dilaksanakan secara periodik selama pelaksanaan pembelajaran


(ongoing evaluation). Lazimnya dilaksanakan setelah beberapa kali pertemuan yang
direncananakan untuk satu topik materi pelajaran selesai disajikan. Dengan evaluasi
formatif ini guru dapat mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh
siswanya, mengetahui bagian-bagian materi pelajaran yang menyulitkan siswa.
Informasi-informasi ini merupakan balikan bagi guru (feedback) untuk memperbaiki
program pembalajaran.

c. Evaluasi sumatif (summative evaluation)

Evaluasi ini dilaksanakan akhir periode waktu program pembelajaran sesuai dengan
kalender akamik yang telah ditentukan untuk unit waktu semester, tahun pelajaran, dan
akhir program satuan pendidikan tertentu (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK).
Dengan evaluasi sumatif ini dapat diketahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan dalam program pembelajaran untuk satu semester, satu tahun
ajaran, dan akhir program satuan pendidikan. Informasi dari evaluasi sumatif ini dapat
digunakan untuk dasar menentukan kenaikan kelas, penentuan posisi siswa di kelasnya,
dan untuk menentukan kelulusan. Evaluasi sumatif ini menguji penguasaan siswa secara
menyeluruh terhadap materi pembelajaran yang diprogramkan untuk satu periode waktu
dalam kalender akademik. Oleh karena itu, materi evaluasi sumatif idealnya mencakupi
seluruh materi pelajaran yang diprogramkan untuk disajikan dalam satuan waktu dalam
kalender akademik itu. Hal ini berbeda dengan materi evaluasi formatif yang hanya
meliputi satu topik yang disajikan dalam satu atau beberapa kali pertemuan. Dalam
pengertian yang demikian ini Ujian Nasional termasuk dalam evaluasi sumatif.
Beberapa masalah sering terjadi dalam pelaksanaan evaluasi sumatif antara laian
adalah sebagai berikut.
a. Penentuan pihak yang akan melaksanakan evaluasi sumatif. Ada beberapa pandang-
an berkaitan dengan pihak yang akan melaksanakan sumatif, yaitu (1) sekolah adalah
208

institusi yang paling berhak melaksanakan evaluasi sumatif karena sekolah adalah
institusi yang melaksanakan program pembelajaran, (2) pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk evaluasi tingkat nasional (UN),
Dinas Pendidikandan Kebudayaan untuk tingkat kabupaten dan kota, karena
pemerintah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan secara nasional, (3) guru
pengampu mata pelajaran dengan alas an bahwa gurulahyang paling bertangngjawab
terhadap keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
b. Penyusunan instrument untuk evaluasi. Berkaitan dengan instrument evaluasi ini
paling tidak ada dua masalah utama yaitu, (1) penentuan jenis instrument (tes,
kuesioner, tugas, dan sebagainya), (2) cakupan materi berkaitan dengan kedalaman
dan keluasannya sesuai dengan evaluasi untuk akhir semester atau untuk akhir
program satuan pendidikan.
c. Pengelolaan pelaksanaan evaluasi, terutama apabila evaluasi itu berifat nasional,

seperti UN.

B. ASESMEN/PENILAIAN
2.1 Pengertian Penilaian/Asesmen (Assessment)
Istilah asesmen berasal dari bahasa Inggris assessment (noun) yang berarti taksiran,
penaksiran; penilaian. Dan kata assess(verb) yang berarti menaksir, menilai (Kamus
Inggris-Indonesia, John M. Echols dan Hassan Shadilly, 1987). Dalam Kamus Longman
Dictionary of Contemporary English, 1978, kata assess verb berarti to calculate the
value of property or the amount of income for tax purposes; to judge the quality or
worth of. Kemudian ada kata assessment (noun yang berarti the act of assessing ; the
value or amount at which something is calculated; judgement or opinion; Didalam
Merriam-Webster Online Dictionary (2005) dikemukakan bahwa kata assessment
berasal dari akar kata assess yang berarti
 to determine the rate or amount of (as a tax)
 to impose (as a tax) according to an established rate b: to subject to a tax,
charge, or levy
 to make an official valuation of (property) for the purposes of taxation
209

 to determine the importance, size, or value of (assess a problem)


 to charge (a player or team) with a foul or penalty

dari beberapa arti kata assessment dalam kamus online tersebut yang paling tepat untuk
digunakan dalam penilaian pembelajaran adalah arti to determine the importance, size,
or value of (assess a problem).
Sebagaimana dikemukakan di atas arti kata atau istilah dalam kamus, adalah arti
leksikal yang bersifat umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Untuk memperoleh
pemahaman yang lebih tepat dengan konteks pembelajaran bahasa, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat tentang arti asesmen dalam pendidikan dan pembe-
lajaran. Kata asesmen yang dipinjam dari bahasa Inggris itu sama artinya dengan kata
penilaian dalam bahasa Indonesia. Uraian selanjutnya dalam buku ini akan
menggunakan istilah penilaian untuk menggantikan istilah asesmen. Untuk memper-
oleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang konsep penilaian berikut ini
dikemukakan pendapat dari kalangan ahli pembelajaran.
Masnur Muslich (2009 :6, mengutip pendapat Stufflebeam Sinkfield)
Penilaian atau asesmen merupakan istilah umum yang mencakup
semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja
individu peserta didik atau kelompok. Penilaian adalah suatu
pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan
karakteristik seseorang atau sesuatu.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang


Standar Nasional Pendidikan.

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi


untuk mengukur ketercapaian hasil belajar peserta didik.

J. Michael O’Malley and Lorrent Valdez Pierce (1996:4)

We use the term (authentic) assessment to describe the multiple


forms of assessment that reflect student learning, achievement,
motivation, and attitudes on instructionally-relevant classroom
activities
Dari berbagai informasi tentang pengertian yang terkadung dalam konsep asesmen
atau penilaian, dapat dikemukakan beberapa pokok pengertian tentang penilaian seba-
gai berikut.
210

1) Konsep penilaian adalah menaksir atau menilai.


2) Penilaian mengandung maksud pertimbangan atau pendapat, tentunya ada sifat
subyektif.
3) Proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur ketercapaian
hasil belajar peserta didik.
4) Proses menentukan nilai atau values suatu kegiatan.

5) Menentukan pentingnya, nilainya, ukuran sesuatu.

6) Penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan


karakteristik seseorang atau sesuatu
2.2 Tujuan Asesmen
Dalam program pembelajaran, termasuk juga program pembelajaran bahasa
Indonesia, kegiatan asesmen dilaksanakan pada aspek kegiatan belajar siswa., terutama
berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa. Asesmen tidak dilakukan
terhadap kompoenen sistem pebelajaran yang lain seperti kurikulum, sarana prasarana,
pengorganisasian dan penyajian materi pembelajaran. Kegiatan untuk memeriksa
komponen-komponen itu adalah evaluasi. Tujuan asesmen hasil belajar siswa adalah
sebagai berikut.
1) Menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan.
2) Menentukan posisi siswa dalam kelasnya, misalnya untuk pengelompokan
berdasarkan penguasaan materi pelajaran (rendah, rata-rata, di atas rata-rata).
Pengelompokan ini akan membantu guru dalam memberikan layanan pada siswanya.
3) Mengetahui kondisi siswa secara individual berkaitan dengan ketuntasan penguasaan
materi pelajaran. Ini penting sebagai dasar memberikan layanan belajar kepada siswa
misalnya dengan program remedial, pengayaan, dan sebagainya.
4) Memperoleh informasi kemajuan belajar siswa dari waktu ke waktu untuk didoku-
mentasikan bagi setiap siswa. Dokumnetasi ini sangnat perlu untuk menentukan
status siswa misalnya, naik atau tinggal kelas, lulus atau tidak lulus, dasar
pengelompokan siswa, dasar pemberian layanan siswa dan sebagainya.
211

5) Untuk menyeleksi penerimaan siswa mengikuti program-program khusus, misalnya


program jurnaslitik, program teater, program penulisan karya kreatif, dan sebagainya.
6) Untuk menyeleksi penerimaan siswa masuk di satu jenjang pendidikan tertentu.
2.3 Manfaat Asesmen
Proses penilaian hasil belajar siswa yang dilaksanakan dengan benar sangat be-
manfaat bagi semua pemangku (stake houlder) pembelajaran di sekolah. Manfaat itu
adalah sebagai berikut.
a. Bagi Siswa
1) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar. Jika
hasilnya kurang memuaskan mereka akan berusaha memperbaikinya. Sebaliknya
jika hasil belajarnya baik, siswa merasa puas dan mendorong mereka untuk
mempertahankan dan bahkan meningnkatkan prestasi belajarnya.
2) Siswa berlatih bertanggtungjawab terhadap apa yang dikerjakannya. Hasil
belajar yang dicapainya adalah tanggung jawabnya dalam mengikuti proses
belajar. Guru, wali kelas, teman-teman sekelas, guru bimbingan konseling dan
lain-lain adalah pihak-pihak yang memfasilitasi belajarnya, bukan pihak yang
bertanggungjawab secara langsung terhadap hasil belajarnya.
3) Hasil belajar siswa dapat menjadi salah satu input pembentuk kesadaran diri (self
conseft) siswa dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Rasa perca-ya diri
untuk berprestasi, keberanian untuk bekerja keras agar berhasil dalam berusaha,
dapat didorong oleh nilai (grade) hasil belajar.
Bagi Guru
1) Berguna bagi guru sebagai salah satu input untuk menyempurnakan program
pembelajaran serta implementasinya. Dengan mempelajari hasil-hasil belajar
siswanya, guru dapat mengetahui komponen silabus dan RPP yang perlu
disempurnakan.
2) Sebagai dasar guru mengelompokkan siswa dalam berbagai macam komposisi
siswa sesuai dengan kepentingan pembelajaran.
3) Sebagai dasar melaksanakan program pengayaan dan program remedial.
4) Berguna bagi guru untuk dasar memberikan layanan pembelajaran secara
individual kepada siswa-siswanya.
212

5) Kumpulan hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai kegiatan asesmen
baik formatif maupun sumatif yang didokumentasikan dalam file siswa secara
individual, sangat berguna bagi guru untuk mengikuti perkembangan belajar
siswanya serta pengambilan keputusan suatu kebijakan, misalnya kenaikan kelas,
dan kelulusan.
Bagi Orang Tua Siswa
1) Sebagai informasi kemajuan belajar putranya. Informasi ini sangat penting agar
orang tua bisa lebih peduli dengan pendidikan putra-putranya.
2) Sebagai masukan bagi orang tua siswa untuk digunakan dasar membimbing
putra-putranya dalam belajar di rumah.
3) Sebagai dasar orang tua siswa nenberi masukan bagi perbaikan program
pembelajaran di sekolah.
2.4 Kriteria Pengolahan Hasil Asesmen
Pengolahan hasil pengukuran untuk kepentingan asesmen (penilaian) dikerjakan
dengan macam criteria penilaian sebagai berikut.
1) Penilaian criteria norma (Norm-referenced criterion)
Penilaian criteria morma digunakan untuk mengolah skor yang diperoleh dari
pengukuran dengan cara membandingkan skor yang diperoleh siswa secara
individual dengan skor siswa yang lain. Caranya dengan mencari rata-rata skor
seluruh siswa dalam kelas, jumlah seluruh skor siswa dibagi dengan jumlah siswa.
Posisi seorang siswa dalam kelas dilihat dengan cara membandingkan skor yang
diperolehnya dengan askor rata-rata kelas. Hasil pengolahan skor siswa dengan
kriteria norma ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk
menentukan rangking siswa dalam mata pelajaran, untuk dasar pengelompkan
siswa. Hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa posisi seorang siswa yang
ditentukan dengan criteria norma 8ini hanya berlaku dalam kelompok atau kelasnya
saja.
2) Penilaian kriteria acuan (referenced criterion )
Penilaian criteria acuan, sering juga disebut kriteria patokan, digunakan untuk
mengolah skor yang diperoleh dari pengukuran dengan cara membandingkan skor
setiap siswa dengan criteria khusus, misalnya standar performansi. Konsep yang
213

sangat penting dalam pengolahan hasil belajar siswa dengan criteria acuan ini
adalah konsep ketuntasan belajar (matery learning). Secara kuantitatif standar itu
ditunjukkan dengan angka tertentu. Misalnya angka 8 dalam skala 0-10, atau angka
80 dalam skala 0-100. Sisa yang memperoleh skor > 8 dalam skla 0-10, atau
memperoleh skor > 80 dikatakan telah tuntas (mastery), sedangkan siswa yang
memperoleh skor dibawah 8 untuk sakala 0-10 atau mendapat skor di bawah 80
untuk skala 0-100 dikatakn belum tuntas. Karena penentuanya adalah angka, maka
sebenarnya bagaimana performasi seorang siswa berperilaku dalam mata pelajaran
itu kurang atau tidak dipersoalkan.

2.5 Asesmen Otentik


Isu aktual yang berkembang dalam dasa warsa terakhir ini tentang asesmen dalam
pebelajaran, termasuk dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah asesmen autentik.
Sering juga disebut dengan istilah penilaian berbasis kelas (PBK), asesmen
alternative. Para ahli pembelajaran bahasa serta guru-guru bahasa memandang bahwa
model-model yang digunakan dalam evaluasi, asesmen, dan pengukuran dalam
pembelajaran bahasa selama ini, tidak sesuai lagi dengan hakikat tujuan pmbelajaran
bahasa yang sebenarnya yaitu penguasaan kompetensi komunikasi (communicative
competence). Hasil-hasil asesmen yang dilakukan dengan menggunakan instrument
pengukuran yang berupa tes diskrit tidak memberikan gambaran yang utuh tentang
kemampuan berbahasa siswa. Apalagi bila tes yang digunakan itu model tes pilihan
ganda (multiple choice). Terlepas dari hasil jawaban siswa benar atau salah, jawaban itu
tidak berkaitan dengan kemampuan komunikasi yang diukur. Menjawab pertanyaan
dengan memilih satu kemungkinan jawaban yang benar, lain sama sekali dengan
kemampuan menyampaikan informasi, mengemukakan pendapat, mengemukakan
perintah, harapan, janji dan tindak-tindak berbahasa yang lain. Kompetensi komunikatif
tidak bisa diukur dengan pertanyaan model pilihan ganda. Untuk menguji penguasaan
kompetensi komunikasi, pertanyaan yang diperlukan adalah model-model pertanyaan
yang dapat menguji (1) kemampuan siswa berpikir analitis, (2) kemampuan siswa
mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari,(3) kemampuan berpikir kritis dan
214

kreatif, (4) kemampuan bekerja secara kolaboratif,(5) ketrampilan menyampikan


pikiran, perasaan, kemauan, dan keinginannya secara lisan maupun tulis.

Ketidakpuasan terhadap model-model asesmen dalam pembelajaran bahasa


sebagaimana dikemukakan di atas, mendorong para ahli pembelajaran bahasa dan guru-
guru bahasa mencari asesmen alternatif yang dipandang sesuai dengan tujuan
pembelajaran bahasa yang sesungguhnya. Model alternative tersebut adalah asesmen
autentik atau disebut juga penilaian berbasis kelas (PBK)
2.5.1 Pengertian Asesmen Otentik
J. Michael O”Malley dan Lorraine Valdez Pierce dalam bukunya bertajuk Authentic
Assessment for English Language Learner (1996:4) mengemukakan pengertian asesmen
otentik sebagai berikut.

“We use the term authentic assessment to describe the multiple


forms of assessment that reflect student learning, achievement,
motivation, and attitude on instructionally-relevant classroom
activities”

Di dalam http://educ6040fall 10.wikispace.com dikemukakan pengertian asesmen


autentik sebagai berikut.
“Authentic assessment is a method of evaluation in which students
perform real-life tasks to demonstrate their ability to apply relevant
knowledge and skills. An authentic assessment typically includes a
task for students to complete and a rubric which indicates how the
task will be graded. Criterion-reference , a term typically associated
with authentic assessment, stresses the ability of authentic
assessment to evaluate a specific test or specific area of content
material. In other words, authentic assessment directly assesses a
student's mastery of certain knowledge and skills. Authentic
assessment is unique to the individual experience of each student.”
Di dalam file:///G:/Authentic Assessment.Overview.htm dikemukakan pengertian
asesmen otentik sebagai berikut.

Authentic assessment aims to evaluate students' abilities in 'real-


world' contexts. In other words, students learn how to apply their
skills to authentic tasks and projects. Authentic assessment does not
encourage rote learning and passive test-taking. Instead, it focuses
215

on students' analytical skills; ability to integrate what they learn;


creativity; ability to work collaboratively; and written and oral
expression skills. It values the learning process as much as the
finished product.

Dalam naskah Diklat Sawangan sebagaimana dimuat dalam file: /// G:/Penilaian
Berbasis Kelas < Sawangan.htm dikemukakan pengertian penilaian berbasis kelas
sebagai berikut.

“Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan


informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar
siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga
didapatkan potret/profil kemampuan siswa sesuai dengan daftar
kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas
dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar.
Penilaian dapat dilakukan baik dalam suasana formal maupun
informal, di dalam kelas, di luar kelas, terintegrasi dalam kegiatan
belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang khusus”

Dari berbagai sumber yang mengemukakan pengertian asesmen otentik


sebagaimana dikemukakan di atas dapat dikemukakan beberapa pokok pengertian
asesmen otentik sebagai berikut.

1) Berbagai bentuk asesmen yang menggambarkan belajar siswa, pencapaiannya,


motivasinya, dan sikapnya terhadap kegiatan kelas yang relevan dengan
pembelajaran
2) Siswa mengerjakan tugas-tugas seperti dalam kehidupan yang sebenarnya.
3) Siswa menunjukkan kemampuannya menerapkan pengetahuan dan ketram-pilannya
yang relevan.
4) Menggunakan analisis hasil belajar siswa dengan kriteria acuan (criterion reference).
5) Secara langsung menilai ketuntasan siswa dalam belajar pengetahuan dan ketram-
pilan tertentu.
6) Menguji kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk
mengerjakan tugas-tugas yang otentik, sesuai dengan kehidupan nyata.
7) Proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai
terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya.
216

8) Terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar.

2.5.2 Karakteristik Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Bahasa


Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian-uraian di muka, tujuan pembe-
lajaran bahasa adalah pembentukan kompetensi komunikasi. Dilihat dari tujuan ini,
model asesmen otentik sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran bahasa.
Berikut ini dikemukakan karakteristik asesmen otentik yang sangat relevan dengan
pembelajaran bahasa yang bertujuan pembinaan kompetensi komunikasi.

1) Menggunakan berbagai jenis instrument, baik tes maupun nontes.


2) Pengukuran berpusat di kelas, dilakukan sepanjang proses pembelajaran, terpadu
dengan kegiatan pembelajaran.

3) Menguji kemampuan siswa dalam konteks “dunia nyata”.


4) Menguji penguasaan bahasa secara kompehensif, menyeluruh, holistik.
5) Menekankan pada proses pembelajaran dan perkembangan hasil belajar siswa
sehingga mencapai ketuntasan belajar.
6) Menggunakan criteria acuan (criterion-reference evaluation).

2.5.3 Macam-macam Asesmen Otentik


Ada beberapa macam instrumen asesmen otentik yang dapat digunakan dalam
pembelajaran bahasa. Hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memilih, meng-
gunakan instrumen-instrumen itu adalah kepentingannya bagi tujuan pembelajaran
bahasa, yaitu siswa menguasai kompetensi komunikasi. Artinya, substansi dan rumusan
instrument, implementasinya dalam pelaksanaan pengujian, dan pengolahan hasil
pengujian selalu didasarkan pada kepentingan pembinaan kompetensi komunikasi.
J. Michael O”Malley dan Lorraine Valdez Pierce (1996: 12) mengemukakan macam-
macam instrument asesmen otentik sebagai berikut

Asesmen Deskripsi Keuntungan


217

Interviu Lisan Guru bertanya kepada siswanya tentang latar 1. Suasana informal danrileks;
belakang pribadinya, aktivitasnya, 2. Dilaksanakan bererapa hari berturut
kegemarannya membaca, serta interesnya setiap siswa.
3. Catatan observasi berdasarkan pedoman
interviu .
1. Sisa mengemukakan laporan lisan
Menceriterakan Siswa menceritetrakan kembali ide-ide 2. Dapat diskjore berdasarkan isi atau
kembali cerita atau pokok atau unsure-unsur lain dari ceritera unsur kebahasaannya
bacaan yang didenngarnya atau dibacanya. 3. Dapat menggunakan rubric atau skala
penilaian

1. Siswa menghasilkan dokumen tulisan.


Siswa menyusun karangan deskripsi, narasi, 2. Dapat diskore isinya atau juga
kebahasaannya.
Contoh karangan ekspositori, persuasi, atau makalah
3. Penyekoran bisa menggunakan rubrik
(writing) atau skala penilaian.
1. Siswa membuat presentasi lisan, atau
laporan tertulis, atau kedua-duanya.
Proyek/Pameran Siswa mengerjakan proyek dalam bidang 2. Dapat diobservasi ketrampilan
bahasa dan sastra sendiri atau berkelompok berbahasanya dan ketrampilan
bernalarnya.
3. Dapat diskore dengan rubrik atau skala
penilaian
1. Siswa membuata laporan lisan atau
tertulis atau kedua-duanya.
2. Dapat diobservasi laporan lisan, tulis,
dan ketrampila bernalar.
Eksperimen Siswa mengadakan percobaan atau 3. Dapat diskor dengan rubric atau skala
penilaian
/Demostrasi demontrasi dengan materi bahasa atau sastra.
1. Siswa membuat jawaban tertulis
2. Biasanya dinilai substansinya dan
penalarannya.
3. Dapat diskore dengan rubrik atau skala
penilaian
Menyusun jawaban Suswa menjawab pertanyaan terbuka
(open-ended question). 1. Berlatar lingnkungan kelas
2. Memerlukan sedikit waktu
3. Catatan observasi atau skala penilaian

1. Integrasi informasi dari berbagai


Observasi Guru Guru mengobservasi perhatian dan sumber
responnya terhadap materi pelajaran, 2. Memberikan gambaran menyeluruh
performansi dan belajar siswa.
interaksinya dengan siswa yang lain.
3. Keterlibatan dan komitmen siswa kuat.

Portofolio Fokus pada kumpulan hasil kerja siswa


4. Siswa mengadakan asesmen diri (self
untuk menunjukan kemajuan siswa dari assessment)
waktu ke waktu
218

C. PENGUKURAN
3.1 Pengertian Pengukuran ( Measurement)
Pengukuran adalah proses mengukur sesuatu dengan menggunakan alat ukur.
Apabila yang diukur itu benda yang bersifat fisik, lazimnya pengukuran dilakukan
untuk mengetahui panjang, lebar, berat, tinggi, rendah, besar, kecil, panas, dingin dan
karakteristiknya benda-benda yang diukur itu. Pengukuran juga bisa dilakukan
terhadap hal-hal yang tidak bersifat fisik, misalnya perilaku manusia berkaitan dengan
kemampuan kognitifnya, motivasinya, sikapnya terhadap sesuatu, ketrampilannya.
Pengukuran lazimnya dikerjakan dengan menggunakan alat-alat ukur tertentu
Misalnya untuk mengukur benda-benda yang bersifat fisik digunakan alat ukur
meteran, liter, gram, deajat, wat, langkah, depa, dan sebagainya. Untuk mengukur hal-
hal yang tidak bersifat fisik digunakan alat-alat ukur test, tugas, dan sebagainya. Alat-
alat pengukur untuk benda-benda yang bersifat fisi itu ada yang sudah distandarisasi,
misalnya meteren, gram, liter, derajat dan ada yang belum distandarisasi misalnya
langkah, depa, kepal, dansebagainya. Alat-alat ukur untuk hal-hal yang tidak bersifat
fisik ada yang sudah distandarisasi misalnya test standar untuk mengukur IQ, test
standar untuk mengukur kemampuan psikologis (psiko test) dan sebagainya. Hasil-
hasil pengukuran dikemukakan dengan angka dan dengan pernyataan. Hasil
pengukuran yang berujud angka dianggap dapat memberikan informasi yang lebih
akurat daripada yang hasil pengukuran berbentuk pernyataan. Anggapan ini
didasarkan pada proses pengolahan atau penghitungan dengan menggunakan berbagai
model analisis statistik yang menghasilkan angka dipandang lebih akurat dan obyektif
daripada proses pengolahan yang nonstatistik yang menghasilkan pernyataan. Berikut
ini dikemukakan beberapa pendapat tentang pengertian pengukuran.
Istilah measurement (penilaian) berasal dari bahasa Inggris. Dalam kamus Inggris-
Indonesia, yang disusun oleh John M. Echols dan Hassan Shadilly,(1987) dikemu-
kakan kata measurement (noun) berarti ukuran. Dikemukakan juga kata measure
(noun) juga berarti ukuran, takaran, kadar. Bisa juga berarti mengukur. Dalam Kamus
Longman Dictionary of Contemporary English, (1978) diikemukakan kata
measurement noun yang berarti the act of measuring; length, height, etc. found by
219

measuring. Disamping kata measurement dikemukakan juga kata measure yang


mempunyai beberapa makna sebagai berikut.
 a system for calculating amount, size, weight, etc.
 a mount in a such a system;
 an instrument or apparatus use for calculating amount, length, height,etc;
 a certain amount;
 an action taken to gain a certain end;
 law suggested in Parliement;
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat dengan konteks pembelajaran
bahasa, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat tentang arti pengukuran dalam
pendidikan dan pembelajaran.
Masnur Muslich (2009 :6, mengutip pendapat Guilford)

“Pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala


menurut aturan tertentu. Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi
berdasarkan pada klasifikasi unjuk kerja atau kemampuan peserta
didik dengan menggunakan suatu standar.”

Paul R. Burden and David M.Byrd (1999:333)

“Measurement is the process used to obtain quantifiable data that


relates a specific student behavior. For instance, a paper-and-pencil
test is used a means to measure the achievement of student.
Measurement typically focuses on specific traits and uses numbers to
precicely ditermin the degree to which the student possesses the trait.”

Soewasono, dkk. (1986:57)

Mengukur dapat didefinisikan sebagai menerapkan alat ukur


(instrument) terhadap obyek tertentu. Hasil pengukuran dapat berupa
angka, lambang (kurva, diagram, warna) atau dapat pula berupa
deskripsi tentang status obyek yang kita ukur. Dalam praktek, biasanya
kita hanya menaruh perhatian pada aspek-aspek tertentu dari suatu
obyek.

Berdasarkan berbagai informasi tentang pengukuran sebagaimana disam-paikan di


atas, dapat dikemukakan beberapa pokok pebngertian pengukuran sebagai berikut.
1) istilah pengukuran mengandung makna ukuran, takaran, kadar;
220

2) sistem menghitung ukuran, jumlah, kualitas, dan sebagainya;


3) menerapkan alat ukur terhadap objek tertentu;
4) hasil pengukuran dapat berupa angka-angka, dapat pula deskripsi status hal yang
diukur;
5) proses yang digunakan untuk memperoleh data yang dapat dihitung (dengan
angka) yang berhubungan dengan perilaku murid yang khas;
6) proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu;
7) menggunakan angka untuk menentukan secara tepat tingkatan hal yang diukur.

3.2 Tujuan Pengukuran


Dalam konteks pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia,
pengukuran dilaksanakan dalam aspek kegiatan belajar siswa, terutama berkaitan
dengan pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa. Tujuannya adalah untuk
memperoleh data tentang pencapaian tujuan pembelajaran belajar siswa, baik tujuan
pembelajaran pada tingkat satuan pelajaran (RPP), tujuan pada tingkat silabus, maupun
tujuan pada tingkat kurikulum satuan pendidikan. Data hasil pengukuran merupakan
salah satu informasi utama dalam proses penilaian keberhasilan belajar siswa.
3.3 Karakteristik Instrumen Pegukuran
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap baik atu tidaknya hasil pengukuran,
antara lain mutu alat ukur, cara dan prosedur mengukur, pelaksanaan proses
pengukuran, dan sebagainya. Salah satu faktor yang sejak awal penyusunan instrument
pengukuran harus dikendalikan adalah faktor mutu insrumen pengukuran. Ada tiga
konsep yang menentukan mutu instrument pengukuran, yaitu validitas (validity),
reliabilitas (reliability), dan praktikalitas (practicality). Ketiga konsep itu dibahas dalam
uraian berikut ini.
Validitas
Konsep validitas mengacu pada pengertian sejauh mana kesesuaian antara
instrumen pengukuran itu dengan hal yang diukur. Konsep validitas meliputi isi
(content), disebut validitas isi, dan bentuk (construct) disebut validitas bentuk. Validitas
isi meliputi (a) seberapa luas instrument pengukuran mencakupi keluasan substansi
materi (subject matter) yang diukur, (2) seberapa sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang diukur. Validitas isi ini terutama berkaitan dengan tes buatan guru untuk
221

kepentingan pembelajaran sehari-hari. Untuk menentukan validitas isi ini dapat


dilakukan dengan menyejajarkan tujuan-tujuan pembelajaran dengan pertanyaan-
pertanyaan/tes yang digunakan. Validitas bentuk berkaitan dengan struktur
pertanyaan/tes, antara lain (1) pemakaian bahasa dalam perumusan pertanyaan-
pertanyaan/tes, (2) apabila menggunakan tes pilihan ganda, bagaimana kesejajaran
panjang pendek perumusan pilihan jawaban yang disediakan, (3) berapa hal yang
ditanyakan dalam satu pertanyaan (seharusnya satu pertanyaan menanyakan satu hal
saja).
Realibiltas
Konsep ralibilitas bermaitan dengan konsistensi atau keajegan hasil pengukuran.
Semakin konsisten hasil pengukuran berarti semakin tinggi tingakt realibiltas instrument
pengukuran tersebut. Cara melihat realibiltas ini antara lain dengan membandingkan
hasil beberapa kali pengukuran dengan suatu instrument terhadap
testee yang nenpunyai karakteristik sama, dalam kondisi dan situasi yang sama. Apabila
hasil pengukuran-pengukuran itu secara umum menunjukkan hasil yang sama, maka
instrmen pengukuran itu dikatakan reliabilitasnya tinggi. Reliabilitas suatu instrument
pengukuran dapat juga dilihat dengan menbandingkan hasil pegukuran instrument
pengukuran itu dengan hasil pengukuran instrument lain yang ekuivalen terhadap testee
yang sama.
Praktikalitas (practicality)
Praktikalitas instrument pengukuran berkaitan dengan kepraktisan, mudah atau
sulitnya, penggunaan intrumen pengukuran itu sehubungan dengan waktu, sarana
prasarana penyelenggaraannya, biaya, dan pengolahan hasil pemngukurannya.
Instrumen pengukuran berupa test esei mungkin mudah dipersiapkan oleh guru, tetapi
memerlukan waktu yang lama mengoreksinya, sehingga tidak praktis.
Sebaliknyapenggunaan tes pilihan ganda, mudah mengoreksinya tetapi memerlukan
waktu yang lama mempersiapkannya.
3.4 Jenis-jenis Instrumen Pengukuran
Sebagaimana dikemukakan dalam uraian butir 1.2 pengukuran dalam pembe-
lajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia, adalah pengukuran
keberhasilan belajar siswa. Mengacu pada taksonomi Bloom, keberhasilan belajar siswa
222

yang diukur meliputi keberhasilan belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sesuai dengan ketiga ranah tersebut, instrumen pengukuran yang digunakan dapat
dikategorikan sebagai berikut.
3.4.1 Instrumen Pengukuran Kognitif
Instrumen pengukuran ranah kognitif yang populer dan banyak digunakan di
kalangan para guru adalah tes. Dalam pembelajaran yang dimaksudkan dengan tes
adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh testi (orang yang dites) atau tugas-tugas
melakukan suatu tindakan yang harus dikerjakan oleh testi. Jawaban atau hasil
mengerjakan tugas diperiksa dengan rubrik atau skore penilaian berdasarkan
indikator hasil kerja yang ditentukan. Berikut ini dikemukakan beberapa macam tes
yang biasa digunakan dalam ranah kognitif.
1) Tes uraian atau esei
Tes ini berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh teste dengan uraian menggu-
nakan kata-kata dan kalimnatnya sendiri. Testee mempunyai kebebasan yang luas
dalam menjawab pertanyaan dengan menjelaskan, mengklarifikasi, menguraikan dan
mengemukakan pandangannya tentang hal yang ditanyakan.
2) Tes melengkapi
Tes ini berupa pernyataan (statement) tentang suatu konsep yang belum lengkap.,
Tuga testee adalah melengkapi pernyataan tersebut dengnan kata-kata dan
kalimatnya sendiri. Kelengkapan pernyataan itu bervariasi dari beberapa kata, frasa,
sampai dengan kalimat.
3) Tes memilih jawaban yang disediakan
Tes ini berupa pertanyaan yang dilengkapi dengan pilihan jawaban dengan beberapa
model, antara lain:
 memilih salah satu jawaban dari sejumlah kemungkinan jawaban yang
disediakan (multiple choice test);
 membenarkan atau menyalahkan suatu pernyataan (true-false test);
 memasangkan konsep-konsep yang disediakan, berdasarkan karakteristik-nya
(matching test)
4) Tes menyusun makalah
Tes ini berupa tugas menyusun makalah dengan topik yang telah ditentukan.
223

Bedanya dengan tes esei adalah bahwa pada tes penyusunan makalah ini siswa/ testi
tidak menjawab pertanyaan, tetapi menyusun makalah. Tes penyusunan makalah
jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan tes esei.

3.4.2 Instrumen Pengukuran Afektif


Pengukuran aspek afektif tidak mudah dilaksanakan jika dibandingkan dengan
pengulkuran ranah kognitif dan psikomotorik. Afektif berkaitan dengan kondisi
batiniah, perasaan, dan sikap seseorang. Tujuan pembelajaran ranah afektif tidak bisa
dicapai dengan satu atau dua topik materi pembelajaran yang dusajikan dalam satu, dua
atau tiga kali pertemuan kelas (class meeting) saja, melainkan dicapai setelah proses
pembelajaran beberapa kali pertemuan kelas dengan sekian topik materi pelajaran,
mungkin setelah satu semester , satu tahun, bahkan setelah selesai pembelajaran di satu
satuan pendidikan. Walaupun demikian, tujuan afektif harus diukur juga, dari waktu ke
waktu, dalam sepanjang waktu proses pembelajaran.
Instrumen pengukuran ranah afektif antara lain sebagai berikut.
1) Deskripisi diri
Tes ini berupa tugas menyusun deskripsi diri oleh siswa/testi. Isi deskripsi diri antara
lain tentang (1) identitas diri, (2) cita-citanya, (3) kegemarannya, (4) kebiasaan
kehidupan sehari-hari, (5) mata pelajaran yang disenanginya,(6) mata pelajaran yang
tidak atau kurang disenanginya, (7) kegiatan ekstra kurikuler yang diikutinya, (8)
kebiasaan belajarnya, (9) pandangannya terhadap keberhasilan belajar, dan terhadap
kegagalan belajar, (10) pandangannya terhadap teman-temannya, gurunya, kelasnya,
dan sekolahnya.
2) Wawancara
Wawancara dilaksanakan oleh guru terhadap siswa dengan topik–topik yang
berkaitan dengan materi mata pelajaran maupun topik-topik lainnya seperti upacara-
upacara untuk memperingati hari-hari bersejarah nasaional, upacara-upacara untuk
memperingati hari-hariraya keagamaan, dan topik-topik lannya.
3) Memilih salah satu pernyatan
Intrumen ini berupa tugas memilih satu atau lebih pernyataan-pernyataan tentang
224

suatu hal, baik yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
pembelajaran.
3.4.3 Instrumen Pengukuran Psikomotor
Ranah psikomotor dalam taksonomi Bloom mengacu pada ketrampilan motorik,
perilaku fisik yang dapat diamati pada diri seseorang ketika dia mengerjakan tugas
atau menyelesaikan pekerjaan yang bersifat fisik. Instrumen pengukuran untuk
ketrampilan motorik adalah observasi langsung terhadap siswa/testi ketika dia
mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Agar observasi dapat dilaksanakan
dengan lebih cermat, guru dapat menggunakan kamera video yang dapat merekam
sekaligus gambar dan bunyi.

D. HUBUNGAN EVALUASI, PENILAIAN, DAN PENGUKURAN DALAM


PEMBELAJARAN BAHASA
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, evaluasi, penilaian, dan pengukuran
merupakan tiga konsep yang sangat erat hubungannya. Evaluasi sebagai kegiatan
menggunakan berbagai macam informasi untuk membuat pertimbangan dalam proses
penentuan kualitas, efektivitas, efisiensi pelaksanaan, relevansi program, dan
keberhasilan program pembelajaran secara umum, baru bisa dilakukan dengan baik
bila tersedia informasi cukup. Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk proses
evaluasi itu terutama diperoleh dari kegiatan penilaian. Dengan demikian adanya
informasi hasil dari proses penilaian marupakan syarat utama (required) untuk dapat
melakukan evaluasi. Selanjutnya, penilaian sebagai kegiatan mengumpulkan dan
mengolah informasi untuk menaksir, menilai, dan membuat pernyataan tentang nilai
serta status ketercapaian hasil beajar siswa, baru bisa dilakukan setelah ada informasi
yang diperlukan untuk itu. Informasi yang diperlukan untuk kegiatan penilaian tersebut
diperoleh dari proses pengukuran. Jadi, dapat dikatakan bahwa penilaian bisa
dilakukan setelah ada hasil dari proses pengukuran. Sedangkan di sisi lain, hasil dari
proses pengukuran itu sendiri belum bermakna apa-apa sebelum digunakan dalam
proses penilaian. Selanjutnya, hasil proses penilaian belum banyak gunanya sebelum
digunakan dalam proses evaluasi sebagai proses kegiatan pengendalian, penjaminan,
225

dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan. Hubungan


antara ketiga konsep tersebut dapat divisualisaikan dalam gambar berikut ini.
Evaluasi
Penilaian
Pengukuran

Hubungan antara evaluasi, penilaian, dan pengukuran

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tentang pengertian evaluasi,


penilaian, dan pengukuran, serta hubungan di antara ketiga konsep tersebut, dapat
dikemukakan bahwa masing-masing konsep tersebut telah mempunyai pengertian
sendiri-sendiri. Kegiatannya pun dilaksanakan dengan tujuan sendiri-sendiri. Namun,
di kalangan ahli pembelajaran dan guru-guru ada yang tidak membedakan antara
evaluasi dan penlilaian. Kedua konsep tersebut danggap sama saja, dan istilah evaluasi
digunakan bergantian dengan istilah penilaian. Tentu, secara akademik hal ini tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Dilihat dari bidang garapannya, evaluasi merupakan kegiatan yang paling luas jika
diabndingkan dengan penilaian dan pengukuran. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh
komponen sistem pendidikan dan pembelajaran, meliputi kurikulum, silabus, RPP,
media pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran, dana, kompetensi guru, siswa
dan hasil belajarnya, kondisi lingkungan sekolah, dan sebagainya. Semua itu dilakukan
dalam rangka “kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan
terhadap berbagai komponen pendidikan pda setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungja-waban penyelenggaraan pendidikan”
sebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Bidang garapan penilaian lebih banyak pada terfokus pada proses pembelajaran
siswa, terutama pada proses pengumpulan dan pengolahan informasi tentang hasil
pengukuran ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hal ini sesuai
dengan pengertian penilaian yang dikemuakakan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
226

yang menyebutkan bahwa penilaian adalah “Penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur ketercapaian hasil belajar peserta didik”
Berdasarkan acuan yang dipilih, proses penilaian itu menentukan status siswa dalam
program pembelajaran, seperti naik kelas atau tinggal kelas, lulus atau tidak lulus, tuntas
atau belum tuntas, di atas atau di bawah rata-rata kelas, dan sebagainya. Berdasarkan
statusnya itu, dipikirkan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan terhadap siswa,
misalnya diberi pengayaan (enrichment) atau diberi remidi (remedial treatment).

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
-
227

Anda mungkin juga menyukai