113-File Utama Naskah-238-1-10-20161007
113-File Utama Naskah-238-1-10-20161007
Riki Ristanto1
Prodi Keperawatan Poltekkes RS. Dr. Soepraoen Malang
rikiristanto1983@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang: Kondisi hipoglikemia yang berat merupakan keadaan kegawat daruratan yang
memerlukan deteksi dini dan penangan segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ tubuh.
Penangannan keadaan hipoglikemia pasien dengan diabetes tipe 2 sangat diperlukan. Tujuan dari
studi ini adalah untuk mengidentifikasi upaya pencegahan terjadinya hipoglikemia. Metodologi :
Peneliti menggunakan pendekatan kajian pustaka dalam penelitian ini. Peneliti mengumpulkan dan
menyaring artikel berbasis elektonik yang berhubungan dengan pencegahan hipoglikemia pada
sumber Sagepub, NCBI, Creative Commons Attribution License, Elsevier, BioMed Central, and
CPD Module, using ScienceDirect dan Google. Penyaringan artikel didasarkan pada bentuk artikel
dan tahun publikasi. Peneliti menggunakan literature dengan kriteria format fulltext dan terbit
antara tahun 2010 sampai dengan 2015. Analisis dilakukan dengan komparasi topic utama pada
setiap artikel dan menarik kesimpulan secara umum terhadap topic utama yang teridentifikasi.
Hasil: prinsip dasar penanggulangan hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 meliputi
monitor kadar gula darah secara mandiri secara intensif, peningkatan pengetahuan tentang upaya
pencegahan hipoglikemia dan pelibatan keluarga dalam rangkaian pengobatan.
Kesimpulan: peningkatan aktitifitas pendidikan kesehatan dalam rangka pencegahan hipoglikemia
di komunitas serta penguatan terhadap pasien merupakan tugas utama perawat.
(insulin, sulfonilurea, nateglinide, repaglinida) otak tidak memiliki cadangan glukosa. Gejala
(Cander,et al, 2012). Hipoglikemi berulang yang muncul saat terjadi hipoglikemia dapat
akan memunculkan fenomena hypoglycemic dikategorikan sebagai gejala neuroglikopenik
unawareness yaitu kondisi glukosa darah yang dan neurogenik (otonom). Gejala
rendah tetapi penderita tidak merasa apa-apa. neuroglikopenik merupakan dampak langsung
Fenomena ini terjadi akibat menurunnya dari defisit glukosa pada sel-sel neuron sistem
ambang hipoglikemia seorang penderita DM saraf pusat, meliputi perubahan perilaku,
tipe-2sehingga penderita tidak akan merasakan pusing, lemas, kejang, kehilangan kesadaran,
gejala awal hipoglikemia, yang tentunya akan dan apabila hipoglikemia berlangsung lebih
membahayakan penderita(Seaquistet al, 2013). lama dapat mengakibatkan terjadinya kematian.
Pada DM tipe 2 didapatkan kejadian Gejala neurogenik (otonom) meliputi berdebar-
hipoglikemia berat terjadi 3 – 72 episode per debar, tremor, dan anxietas (gejala adrenergik)
100 pasien per tahun.Kondisi itulah yang dan berkeringat, rasa lapar, dan paresthesia
menyebabkan hipoglikemia memiliki efek yang (gejala kolinergik). Gejala-gejala yang dialami
fatal bagi penyandang diabetes melitus, di mana pada kejadian hipoglikemia pada penderita
2% – 4% kematian penderita diabetes mellitus diabetes bukan hanya mengganggu kesehatan
disebabkan oleh hipoglikemia (Desouza, Bolli, pasien, namun juga mengganggu kehidupan
& Fonseca, 2010). Hipoglikemia merupakan psikososial dari pasien tersebut. Hipoglikemia
factor penyulit dalam pengendalian kadar gula juga dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
darah penderita diabetes mellitus. Meskipun menetap (Cryer, 2012; Seaquist et al, 2013;
pasien dengan diabetes tipe 2 sering dianggap Zhao et al, 2012). Pada umumnya hipoglikemia
berada pada risiko yang lebih rendah untuk dapat dicegah walaupun hipoglikemia dapat
hipoglikemia, data dari Kesehatan Nasional US terjadi secara tiba-tiba dan tidak
dan Survei Wellness pada 2006-2008 terduga.Insidens hipoglikemia dapat dihindari
menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari dengan meningkatkan pemantauan gula darah
2.000 peserta survey pengguna obat anti (Zhao et al, 2012). Untuk menghindari
diabetic oral yang mengalami gejala hipoglikemia berat sebenarnya tubuh sudah
hipoglikemia dengan prevalensi 12% -30% dibekali suatu sensor hipoglikemia. Pada
(Williamset al, 2012). Jumlah penderita keadaan hipoglikemia ringan, tubuh akan
hipoglikemia pada diabetes di Indonesia senada memberikan gejala dan tanda sehingga
dengan prevalensi diabetes di Indonesia yaitu penderita akan bertindak (misalnya minum air
1,1% secara nasional dan 5,7% pada penduduk gula). Dengan melakukan tindakan sederhana
perkotaan di Indonesia. Prevalensi diabetes tersebut penderita akan terhindar dari efek
tersebut berbeda – beda di berbagai provinsi hipoglikemia berat. Walaupun demikian gejala
dan prevalensi diabetes di daerah perkotaan di dan tanda hipoglikemia harus dicatat dan selalu
Jawa Tengah sebesar 7,8%(UKK Endokrinologi ditanyakan kepada penderita.Edukasi terhadap
Anak dan Remaja, 2010). Hipoglikemia perlu pasien dan penggunaan regimenterapi insulin
dicegah pada pasien diabetes yang yang mendekati fisiologis dapat mengurangi
mendapatkan terapi pengendalian kadar glukosa frekuensi hipoglikemia (Seaquistet al, 2013).
darah karena dapat menyebabkan kematian Manajemen pencegahan hipoglikemia
apabila kadar gula darah tidak segera membutuhkan pendekatan yang
ditingkatkan (Zhao et al, 2012).Kadar gula terintegrasiyang seringkali tergantung pada
darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia pengetahuan pasien,sikap dan kemampuan,
dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Hal komunikasidokter, dan hambatan system medis
tersebut disebabkan karena glukosa adalah satu- atau tingkat social ekonomi (Williamset al,
satunya sumber energi otak dan hanya dapat 2012). Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
diperoleh dari sirkulasi darah karena jaringan untuk mengkaji lebih lanjut tentang pencegahan
59 Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 3, Nomor 3, April 2015, hlm. 57-63
seimbang, Ketidakpatuhan diet (asupan Endokrinologi Anak dan Remaja (2010), upaya-
makanan tidak mencukupi, melewatkan makan) upaya pencegahan dari hipoglikemia
dan kegiatan fisik berlebihan yang tidak diantaranya adalah gunakan regimen insulin
sefisiologis mungkin sesuai dengan pola
direncanakan merupakan salah satu penyebab
kehidupan penderita melalui penyesuaian dosis
terjadinya hipoglikemia berulang (Hsu et al, insulin berdasarkan pola makan dan jenis
2013; Zhao et al, 2012).Untuk mencegah kegiatan (olah raga), edukasi tentang teknik
hipoglikemia pada malam hari maka pasien penyuntikan insulin, masa kerja insulin,
perlu diedukasi untuk selalu menjaga kadar gula monitoring kadar glukosa secara mandiri,
tengah malam diusahakan sekitar 120-180 penyesuaian dosis insulin dan obat diabetik oral
mg/dL (7-10 mmol/L). Pasien juga disarankan berdasarkan profil glukosa darah, edukasi
pasien dan orang sekitarnya untuk waspada
untuk mengkonsumsi makanan pada malam hari
terhadap gejala dan tanda hipoglikemik,
adalah karbohidrat yang lambat dicerna seperti memberikan informasi mengenai pengaruh
susu, roti, pisang, apel dan protein. Semua anak liburan dan olah raga pada pasien, dukungan
dan remaja penderita diabetes harus membawa psikologis untuk meningkatkan rasa percaya
permen atau tablet glukosa yang siap dimakan disi pasien. Self-monitor glukosa darah
sewaktu-waktu bila terjadi hipoglikemia merupakan salah satu upaya pencegahan yang
(Seligman et al, 2010; UKK Endokrinologi dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien.
Monitor glukosa darah menggunakan sampel
Anak dan Remaja, 2010). Melibatkan dukungan glukosa perifer merupakan bagian penting dari
keluarga mengingat pengobatan pasien dengan self-management pada pasien diabetes terutama
DM tipe 2 merupakan pengobatan yang seumur untuk pasien yang
hidup, maka sangat diperlukan adanya memilikiepisodehipoglikemia. Upaya self-
dukungan manajemen diri yang mencakup monitor glukosa darahmenuntut pasien untuk
pelatihan terhadap anggota keluarga yang memiliki alat penghitung kadar glukosa darah
secara pribadi, mampu untuk menggunakannya
berperan terhadap perawatan pasien (Sarkar et
dan mampu menginterpretasikan hasil
al, 2010; Seaquistet al, 2013). Tidak bisa pengukurannya (Seaquist et al, 2013).
dipungkiri bahwa keluarga juga memiliki andil Pemantauan glukosa darah memberikan
yang besar terhadap keberhasilan pengobatan evaluasi segera tentang kadar glukosa darah,
pasien dengan DM tipe 2.Tidak hanya hasilnya dapat digunakanuntuk memandu
membantu mengontrol dalam penggunaan obat- penentuan terapidanuntuk mendeteksi
obatan antidiabetik, tetapi juga membantu hipoglikemia, serta memberikan umpan balik
pada kontrol glikemik yang telah dilakukan
dalam pengontrolan diet dan pola aktivitas
sebelumnya (Shafieeetal, 2012). Pemeriksaan
pasien. Selain itu keluarga juga dapat kadar glukosadarah setelah kegiatan ekstradan
memberikan informasi mengenai pengaruh kemudian 2 jam berikutnya selalu dianjurkan
liburan dan olah raga pada pasien sekaligus karena hipoglikemiasering terjadi setelah
memberikan dukungan psikologis untuk melakukan aktivitas(Cryer, 2009;Hicks, 2013,
meningkatkan rasa percaya diri pasien Seaquist et al, 2013). Upaya self-monitor
glukosa darah dapat membantu membatasi
(Seaquistet al, 2013).
efektivitas klinis dalam meningkatkan kontrol
glikemik pada pasien diabetes tipe 2 dengan
PEMBAHASAN menggunakan obat oral, penentuan diet, dan
Pencegahan hipoglikemia memerlukan gaya hidup pasien sehari-hari (Clar et al, 2010).
pertimbangan dari beberapa prinsip, termasuk: Menurut Czupryniak et al (2014), adanya
1) self-management pasien diabetes; 2) self- penurunan kejadian hipoglikemia dengan
monitor glukosa darah; 3) penggunaan insulin adanya upaya self-monitor glukosa darah,
atau obat antidiabetik lain dengan benar; 4) karena pasien dapat menggunakan alat ini untuk
pertimbangan adanya faktor risiko mendeteksi episode asimtomatik dan juga untuk
hipoglikemia; dan 5) dukungan dan bimbingan mengkonfirmasi gejala hipoglikemia yang
dari petugas kesehatan profesional (Fisher, berulang. Dengan demikian, ketika glukosa
2010; Shafieeet al, 2012). Menurut UKK darah dapat terkontrol dengan baik, risiko
61 Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 3, Nomor 3, April 2015, hlm. 57-63
hipoglikemia dapat dicegah dan dikurangi. hidup sehari-hari, dan mencapai kontrol
Upaya kedua untuk mencegah terjadinya metabolik yang baik sehingga terhindar dari
hipoglikemia adalah pendidikan kesehatan pada komplikasi hipoglikemia (Seaquist et al, 2013).
pasien diabetes. Terbatasnya pengetahuan Proses edukasi dapat dilakukan menggunakan
pasien tetang hipoglikemia telah berbagai macam metode maupun media yang
terbuktimenjadi penghalang untukmelakukan disesuaikan dengan kondisi pasien (Fisher,
manajemen diri secara memadai 2010; Shafiee et al, 2012). Pada era teknologi
dariregimenpengobatan, dengan informasi kesehatan, maka upaya edukasi dan
kurangpemahaman instruksiobat, dosis, waktu, promosi kesehatan utamanya tentang
dan peringatan, yang dapat pencegahan hipoglikemia dapat dilakukan
menyebabkanpeningkatan risiko untuk dengan media informasi digital. Penggunaan
hipoglikemia (Sarkar et al, 2010; Punthakee et portal internet maupun sosial media dapat
al, 2012). Oleh karena itu pendidikanpada memberikan informasi yang mampu
pasien diabetesmerupakan upaya mendasar menjangkau masyarakat luas sekaligus dapat
dalam pengobatan(Yong etal, 2015). Menurut diakses kapanpun juga (Sarkar et al, 2010).
Shafieeetal (2012), pendidikan self- Dengan memanfaatkan teknologi informasi
management terbukti efektifdalam mengubah yang telah ada diharapkan dapat memberikan
perilaku dengan memberikan pengaruh kesempatan yang seluas-luasnya kepada untuk
positifpada hasil akhir dari proses manajemen mengetahui segala informasi tentang penyakit
penyakit diabetes. Pendidikan dalam kelompok dan komplikasinya serta upaya-upaya untuk
terstruktur yang ditambah dengan pendidikan mencegah terjadinya komplikasi tersebut.
individu secara intensif memiliki manfaat Pembentukan sistem dukungan pada pasien
positif dalam mencegah dan mengatasi diabetes merupakan intervensi penting ketiga
hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 2. dalam pecegahan terjadinya hipoglikemia
Menurut hasil penelitian Farida dkk. (2014), berulang. Penderita maupun keluarga harus
dijelaskan bahwa adanya hubungan yang disadarkan bahwa DM tipe-2 merupakan suatu
signifikan antara pengetahuan dan kemampuan life long disease yang keberhasilan
pasien untuk mencegah hipoglikemia. pengelolaannya sangat bergantung pada
Pengetahuan yang baik akan berdampak pada kemauan penderita dan keluarganya untuk
kemampuan pasien untuk menentukan tindakan hidup dengan gaya hidup yang sehat (Seaquist
terbaik bagi kondisi kesehatannya. Penelitian et al, 2013). Pembentukan sistem pendukung
lain menunjukkan peningkatan pengetahuan (termasuk pasien, keluarga, dan tim perawatan
terkait diabetes adalah kunci untuk mewujudkan profesional) juga diperlukan untuk memberikan
gejala hipoglikemia. Namun, meskipun manajemen diabetes tipe-2 secara holistik
pengenalan risiko dan keparahan episode terkait (Yong et al, 2015). Wang et al (2014) dalam
gejala meningkat, hipoglikemia merupakan penelitiannya, menjelaskan bahwa adanya
komplikasi umum. Dengan demikian, perhatian suport fisik dan psikologis oleh tim perawatan
ditujukan untuk pendidikan manajemen diri dapat memberikan dampak positif pada pasien
yang lebih baik, untuk meminimalkan DM tipe-2 melalui intevensi edukasi yang
komplikasi, dengan memastikan kontrol berkelanjutan dan monitoring dalam jangka
metabolik yang memadai (Giordaet al, 2014). panjang. Selain itu juga diperlukan dukungan
Diharapkan proses edukasi tersebut dari keluarga, untuk memantau komplikasi
menimbulkan pengertian dan pemahaman jangka pendek dan jangka panjang, untuk
mengenai penyakit dan komplikasinya. Selain deteksi dini dan pengelolaan hipoglikemia
itu pengetahuan akan hipoglikemia juga sangat (Shafieeet al, 2012). Dukungan ini bertujuan
penting untuk disampaikan. Mulai dari definisi untuk mengurangi kecemasan pasien dengan
hipoglikemia, bagaimana tanda dan gejalanya, meningkatkan spiritualitas, perasaan positif dan
dan pertolongan pertama yang dapat dilakukan harapan, serta ketenangan dalam pikiran.
ketika mengalami hipoglikemia. Sehingga Dukungan terbaik untuk individu dalam bentuk
pasien mampu mengembangkan sikap positif motivasi diri. Pasien yang memiliki dukungan
terhadap penyakit yang tercermin dalam pola positif memiliki ketenangan pikiran dalam
Ristanto, Pencegahan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus 62