Penggerakan bersama terdiri dari satu motor yang menggerakkan beberapa mekanisme atau
mesin, melalui suatu poros tunggal atau ganda yang terletak pada bantalan-bantalan tertentu.
Poros-poros tersebut dilengkapi dengan pulley-pulley dan sabuk transmisi yang berfungsi
menghubungkan pulley poros gerak dengan pulley poros mekanismenya.
Penggerakan dengan sistem ini dapat dilihat pada gambar 1.
Meskipun biaya investasinya rendah, sistim penggerakan ini jarang digunakan. Hal tersebut
disebabkan karena :
1. Semua mekanismenya akan berhenti secara serentak, apabila motornya mengalami
gangguan.
2. Efisiensinya rendah.
3. Memerlukan ruang cukup luas.
4. Keamanan operasinya tidak terjamin.
5. Terlalu banyak bearing, ban jalan dan pulley.
Pada penggerakan tunggal, sebuah motor listrik menggerakkan sebuah mesin produksi seperti
terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Penggerak Tunggal
Teori elektromagnetis yang diperoleh dari motor listrik akan menghasilkan putaran pada
suatu mekanisme. Putaran ini dapat dikatakan “mantap” apabila besarannya konstan, dan dalam
kondisi “sentara” apabila besarannya berupa yaitu pada saat pengasutan, pengereman atau pada
saat terjadinya perubahan beban.
Pada keadaan mantap torsi motor hanya dipakai untuk mengatasi torsi lawan, sedangkan pada
keadaan sentara dipakai untuk mengatasi torsi lawan dan torsi dinamis.
+ω
TM TL
TL TM
ω ω
-T +T
TL TM
TM TL
ω ω
Loaded cage
Eamty cage
-ω
I Mengangkat beban + + +
II Mengrem - + +
III Pembalikan putaran - + -
IV Menurunkan beban + + -
Karena torsi bebannya konstan dan tidak tergantung kecepatannya (dalam gambar dilukiskan
sebagai garis lurus pada kwadran I-IV dan II-III), serta dengan menganggap gaya gesekannya
kecil, maka torsi bebannya dapat disebut sebagai torsi yang disebabkan oleh gravitasi atau torsi
aktip.
Bentuk kedua dari beban adalah yang dinamakan “gesekan kering” (dry friction). Beban ini
termasuk beban dengan torsi pasip yang hampir tidak tergantung pada kecepatan, dan
mempunyai torsi awal yang relatip besar seperti terlihat pada gambar 5.
Jenis beban ketiga yaitu beban dengan “gesekan pekat” (viscous friction) yaitu dimana besarnya
torsi beban yang berbanding langsung dengan kecepatannya.
Beban jenis ini dapat dilihat pada gambar 6.
+ω
TL
-T
+T
TL
-ω
Gambar 5 Beban Gesek Kering
+ω
TL
-T
+T
-ω
Contoh beban dengan gesekan pekat adalah mesin penggulung dan penghalus kertas (calendering
machine, rem eddy current, generator dc penguatan terpisah dengan beban tetap. Beban keempat
adalah beban yang torsinya berbanding lurus dengan kwadrat kecepatannya atau sering disebut
beban jenis kipas yang terlihat pada gambar 7.
Contoh beban jenis ini adalah : pompa centrifugal; baling-baling kapal laut dan lain-lain.
Beban kelima adalah beban yang torsinya berbanding terbalik dengan kecepatannya atau beban
hyperbolis yang terlihat pada gambar 7. Contoh dari beban jenis ini adalah; mesin bor, mesin
bubut, mesin giling dan lain-lain.
+ω
TL
-T
+T
Beban Kipas
+ω
-T
+T
-ω
Beban Hyperbolis
Dalam praktek beban-beban yang ada biasanya termasuk salah satu dari beban tersebut diatas
dengan beberapa perubahannya.
2.2. Torsi Beban Yang Tergantung Pada Posisi Selama Beban Bergerak
Telah kita bahas pada bagian sebelum ini beberapa torsi beban yang berubah sebagai
fungsi kecepatannya. Akan tetapi torsi beban yang tidak hanya tergantung pada kecepatan, tetapi
juga tergantung pada posisi beban selama bergerak, dapat kita jumpai juga pada pesawat
pengangkat dan sistem transportasi.
Sebagai contoh adalah gesekan kereta bebeban pada bidang miring seperti pada gambar-
8.
Gambar 8 Gaya-Gaya Pada Beban Yang Bergerak Pada Bidang Miring
Gaya gesekan:
FG = Wsin W tan (2-1)
G
( kecil) = W 1000 (kg)
Dimana:
W = Berat kereta kg
G = Kecuraman yang dinyatakan dalam kenaikan alat dalam meter pada jarak rel sepanjang
1000 meter.
Secara empiris gaya gesekan pada belokan ditentukan sebesar:
700
FC = R . W (kg)
R : Radius belokan
Pada mekanisme pesawat pengangkat dimana tidak dilengkapi dengan penyeimbang tali (pada
gambar 9), torsi beban tidak hanya tergantung dari berat bebannya saja tetapi juga tergantung
dari pada berat tali. Berat tali tersebut tergantung pada posisi kedua sangkar yang dinyatakan
sebagai berikut:
2x
Fr = Wr (1 - h ) (kg) (2-2)
Dimana :
Fr = Gaya gesekan tali
W = Berat total tali (kg)
X = Tinggi sangkar dariposisi yang terendah
Motor Load
TM TL
Persamaan dasar torsinya dinamakan juga persamaan gerak motor beban adalah sebagai
berikut:
dω
TM = TL + J dt (2-3)
Dimana:
TM dan TL diukur dalam N – m,
J = momen inersia sistem penggerakan dalam Kg-m2.
= kecepatan sudut dalam Radian/dt.
TM = torsi motor
TL = torsi beban
Dari persamaan diatas dapat diturunkan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
dω
a. Jika TM > TL maka dt > 0 terjadi percepatan
dω
b. Jika TM < TL maka dt < 0 terjadi perlambatan
dω
c. Jika TM = TL maka dt = 0 terjadi kesetimbangan
Atau berjalan dengan kecepatan tetap dan apabila diam maka juga tetap diam.
Pernyataan-pernyataan diatas hanya berlaku apabila T2 adalah torsi pasip dan apabila bebannya
mempunyai torsi yang aktip maka akan berlaku sebaliknya.
Sebagai contoh adalah apabila kita menjalankan motor dari suatu pesawat pengangkat pada saat
pesawat pengangkat tersebut menurunkan beban. Pada kondisi ini TM > TL akan tetapi terjadi
perlambatan atau untuk kasus TM > TL akan terjadi percepatan, apabila motor dijalankan untuk
menaikkan beban, akan tetapi bebannya tetap turun terus.
Torsi dinamis mempunyai arah yang menentang arah kecepatan pada saat terjadi percepatan dan
mempunyai arah yang tetap meskipun terjadi perlambatan, sehingga persamaan (2-3) dapat
dituliskan sebagai berikut:
dω
± TM = ± TL + J dt (2-4)
1 TL1
TL . L . η = . M (2-5)
TL1 ωL 1 TL
= TL . ω M η = 1η
dimana:
TL = Torsi beban
TL1 = Torsi beban yang diacu ke poros motor
ωM
1 = ωL = Perbandingan transmisi.
= Efisiensi transmisi
Jika transmisinya terdiri dari n bagian seperti pada gambar -11, maka berlaku hubungan:
TL1 1 1
= TL . x i1i 2 ...i n x η1 η 2 ...η n (2-6)
TL
J21
JN ω N
ω2
TM J12
ω1 In
JM ω M I2
I1
τ1 ω 2M ω 2M ω12 ω 22 ω 2n
2 = JM 2 + J1 2 + J2 2 ……… + Jn 2
2 2 2
ω1 ω2 ωn
J1 = JM + J1 ω M + J2 ω M + ……… + Jn ωM
J1 J2 Jn
2 2 2
= JM + 11 + (i1i 2 ) + ……… + (i1i 2 ...i n ) (2-7)
2.3.3. Gaya dan torsi gerak lurus yang diacu ke poros yang berputar
Beberapa diantara mesin-mesin produksi (sebagai contoh : pesawat angkat; cranes; dan
mesin serut) mempunyai mekanisme yang berputar dan gerak lurus.
Pada gambar-12 diperlihatkan sistem penggerakan yang dimaksud. Apabila masa yang bergerak
lurus mempunyai kecepatan V meter/detik dan kecepatan motor M rad/det, maka:
1 TL1
Fr x V . η = . M (2-8)
ωM
\
v
dimana Fr adalah gaya gesekan yang disebabkan oleh beban karena adanya gaya gravitasi W.
= adalah efisiensi transmisi.
TL1 Fr V
Torsi beban yang diacu = ωM η (2-9)
Masa gerak lurus diacu kegerak berputar berdasarkan pada daya kinetiknya yang tetap.
mV 2 ω 2M
2 = J1 2
V
2
V V
2
g
J1 = m ω M = . ωM (2-10)
Contoh 2 – 1:
Turunkan persaman gerak dari sistem penggerakkan yang terdiri dari motor, sepasang roda gigi,
torsi dinamis, hoist load, beban gesekan kering dan pekat serta beban kipas seperti terlihat pada
gambar 13.
Penyelesaian:
Semua bagian-bagian mekanismenya direferensikan ke poros motor.
1 1 J 1'
Torsi dinamis = 2 . J1 1 = 2 . . m
2
J 1' w1
= J1 w m
Beban kerekan = Disini torsi bebannya konstan sebesar Tlh = W . r dan torsi dinamisnya Jlh
ekivalen dengan daya kinetis yang tersimpan pada beban.
1 ω12 1 W
2 . Jlh x = 2 . g . V2
w v
2
g
Jlh = . w1
w1
Tlh = Tlh w m
2
w1
Torsi dinamis ekialen Jlh = Jlh w m
2
Td1 w1
Torsi Ekivalennya . Td w m
Tv1 w1
Torsi ekivalennya = Tv w m
2
w1
= K1 w m . m
Fan: Torsi bebannya sebanding dengan kwadrat kecepatan
2 2
Tf ω1 = K2 . ω1
Tf1 w1
Torsi ekivalen = Tf w m
3 2
w1 ωm
= K2 w m .
Sehingga persamaan kecepatannya menjadi sebagai berikut:
w v
2
ω 2m
g
Tm = J1 . C +
2
wm + W . r . C + K1 C2 m + K2 C3
Dimana:
w1
C = wm
2.3.4. Torsi dan massa gerak lurus yang mempunyai kecepatan berubah-ubah
Pada berbagai mesin tertentu, yang merubah kecepatan berputar menjadi kecepatan
linear dengan crank shaft, kecepatan dan percepatan dari massa yang bergerak akan berubah
besarnya.
Daya kinetis yang tersimpan pada massa terebut akan berubah dari No.1 sampai
maksimum. Jika diacu kesisi crank shaft maka momen inersianya menjadi sebagai berikut:
mV 2
J1 = ω 2 (2-11)
Dimana:
m = Massa dari benda yang bergerak linear
= Kecepatan sudut dari crank shaft.
Dengan melihat gambar dapat ditentukan persamaan:
v cos β v cos β
r. = cos {90 - (α β)} = sin (α β)
r . ω . sin (α β)
v = cos β (2-12)
Dimana:
r
= sin ( 1 . sin )
-1
Harga tergantung posisi crank pin.
Dengan memasukkan harga v pada persamaan (2-12) diperoleh:
mr 2 . sin 2 (α β)
J1 = cos 2 β (2-13)
Dan selanjutnya berlaku untuk menurunkan torsi beban yang diacu ke poros motor sebagai
berikut:
TL1 . m = F . v
TL1 F. v F . ω . r sin (α β)
= wm = η . cos β . ω m
F . r sin (α β) F . r sin (α β)
ωm η . i. cos β
. cos
= ω = (2-14)
Dimana:
F = adalah gaya gesekan pada massa yang bergerak lurus
i = perbandingan transmisi wm/w
= Effisiensi transmisi
Pada mekanisme yang menggunakan crank shaft, momen inersianya berubah-ubah sebagai
fungsi , sehingga persamaan geraknya mempunyai bentuk yang komplek.
1
Jika tenaga kinetik pada crank shaft Ek = 2 . J . 2, maka daya dinamisnya menjadi:
d (E K ) dω ω 2 dJ dα
Pdin = dt . J x = dt + 2 . dα . dt
dω ω 3 dJ
= J . . dt + 2 . dα (2-15)
dα
Dimana: dt =
dα ω 2 dJ
= J . dt + 2 . dα (2.16)
dα ω 2 dJ
TM – TL = J dt + 2 . dα (2.17)
d 1
P = dt ( 2 . J . 2)
4 π2 dN
= J x 3600 . N . dt (2-17)
A 1800
J = N x π2
2
(2-18)
dω d (ω)
J dt + J dt + TL + TL - TM + TM = 0 (2-19)
dω
Tetapi, J dt + TL - TM = 0 (2-20)
Sehingga:
d (ω)
J dt + TL - TM = 0 (2-21)
Jika kenaikan torsinya diasumsikan cukup kecil dan daya dinyatakan sebagai fungsi linear
terhadap perubahan kecepatannya, maka:
dTM
TM = dω . (2-22)
dTL
TL = dω . (2-23)
dTL dTM
dω dω
. ()0 e-1/J t (2-25)
Harga ()0 adalah harga awal deviasi kecepatan sistim penggerakkan dapat dikatakan stabil
apabila bagian exponennya negatip.
Bagian exponennya akan tetap negatip apabila:
dTL dTM
dω dω > 0 (2-26)
Atau dengan kata lain penurunan kecepatan sistim harus diimbangi dengan TM – TL > 0 dan
kenaikan kecepatan harus diimbangi dengan TM – TL < 0
1 1
Pada gambar diperlihatkan torsi beban TL yang menghasilkan operasi stabil dan TL tidak stabil.
Stabilitas sistim dapat dilihat dengan mudah dengan mengasumsikan perubahan kecil kecepatan
dari titik kestabilannya.
Kenaikan kecepatan harus diimbangi oleh kenaikan torsi beban melebihi torsi motornya sehingga
kecepatan motor tersebut menurun dan kembali ke kondisi semula, dan sistim pada keadaan
stabil.
Dan apabila pada kondisi tersebut TM – TL > 0 maka kecepatannya akan bertambah terus dan
sistim penggerakannya tidak stabil.
Pada gambar 17 diperlihatkan 7 kemungkinan kerakteristik motor-beban yang beroperasi pada
keadaan stabil dan tidak stabil..
7 kemungkinan kestabilan operasi motor-beban.
(a), (b) dan (c) - stabil
(d), (e) dan (f) - tidak stabil
(g) - Netral (intermediate)
Contoh:
Suatu motor yang mempunyai sistem kendali yang baik, mempunyai kopel TM = a + b, dimana
a dan b adalah konstanta positip. Motor ini dipakai untuk menggerakkan beban dengan torsi
dinyatakan sebagai TL = c2 + d, c dan d adalah juga konstanta-konstanta positip. Momen inersia
total adalah J.
(a) Turunkan hubungan antara konstanta a, b, c, dan d agar motor dapat start dengan beban dan
mempunyai kecepatan setimbang.
(b) Hitunglah kecepatan setimbangnya.
(c) Apakah sistem tersebut stabil pada kecepatan (b)?
(d) Carilah percepatan awal sistem.
(e) Carilah percepatan maksimum dari sistem.
Penyelesaian:
(a) Pada = 0, TM = b, TL = d,
sehingga motor hanya dapat mengasut (start) bila b > d.
Kondisi setimbang tercapai bila TM = TL.
a + b = c 2 + d.
c 2 - a - (b - d) = 0
a a 2 4c (b - d)
= 2c
Mempunyai harga berhingga, bila a2 + 4c (b - d) > 0, dan tanda positip di muka agar-agar
atau: a2 / a2 + 4c (b - d)
4c (b - d) < 0
Jika c < 0 akan salah, karena c adalah konstanta positip, sehingga hanya tanda positip di
muka akar saja yang dapat memberikan harga positip dimuka akar saja yang dapat
memberikan harga positip berhingga untuk suatu kesetimbangan kecepatan.
Bila a 2 4c (b - d > 0
a a 2 4c (b - d)
(b) Kecepatan setimbangnya = = 2c
dTL dTM
(c) dω = 2c dan dω = a
Kecepatan setimbangnya dikatakan stabil apabila
dTL dTM
dω > dω atau 2c > a.
Sehingga percepatannya
dω aω - cω 2 b - d
A = dt = J
a - 2cω a
J = 0 ---------- = 2c
a 2 / 2c - a 2 / 4c b d
Amax = J
a 2 - 4c (b d)
= 4cJ
PM = Pdin + PL (2-27)
Dimana:
PM, Pdin dan PL adalah daya motor, daya dinamis dan daya beban.
Daya dinamis diturunkan dari percepatan sudut.
Posisi sudut poros pada keadaan tertentu dianggap sebagai sudut listirk antara titik tersebut
dengan acuannya yang berputar dengan kecepatan sinkron. Sudut dianggap sama dengan sudut
torsi atau sudut daya. Bila beban mendadak dikenakan dan kecepatan rotornya turun, percepatan
sudutnya menjadi negatip sehingga daya dinamisnya sebagai berikut:
d 2δ
Pdin = Pj dt 2 (2-28)
2
Pj = J . . poles (2-29)
d 2δ dδ
Pj dt 2 + Pd dt + P () = PL (2-30)
Dimana:
Pd adalah daya peredam per unit perubahan kecepatan. Dengan mengabaikan peredam dan
diasumsikan mesin dan rotor silinder persamaan (2-30) menjadi:
d 2δ
Pj dt 2 + Pm sin = PL (2-31)
VE
Dimana Pm = X S dimana V, E dan XS adalah tegangan catu, Emf dan reaktansi sinkron. Dari
persamaan (2-31) diperoleh:
d 2δ PL - Pm sin δ
2
dt = Pj
d 2 δ dδ PL - Pm sin δ dδ
dt ( dt ) = (
2
Pj ) dt
1 d dδ PL - Pm sin δ dδ
2 . dt ( dt )2 = ( Pj ) dt
dδ 2 (PL - Pm sin δ
dt Pj
= . df
dimana 0 adalah sudut beban sebelum gangguan atau pada t = 0. Juga pada saat berjalan
dδ
kecepatan sinkronnya t = 0, dt = 0.
Mesin tersebut akan stabil bila tidak berubah pada saat kecepatan sinkronnya tercapai dan titik
dδ
kesetimbangannya adalah dt = 0.
dδ
Jadi kriteria stabilitasnya dt = 0
2 (PL - Pm sin δ
Pj
0 .d=0
(P L - Pm sin δ) d δ 0
0 (2-32)
Marilah kita tinjau motor sinkron yang mempunyai kurva sudut daya pada gambar 18.
Mula-mula motor berbeban PL1, titik operasinya di A sesuai dengan sudut 0. Bila beban pada
porosnya berubah mendadak menjadi PL2, sudut dayanya berubah menjadi yang
mengembalikan ke kecepatan sinkronnya.
Sistim akan stabil bila:
i t
(P L2 - Pm sin δ) d δ (P L2 - Pm sin δ) d δ
0 i =0 (2-33)
i t
0
(PL 2 - Pm sin δ) d δ (P
i
m sin δ - PL2 ) d δ
Luas A1 = Luas A2
Cara penurunan stabilitas sentara diatas dinamakan stabilitas kesamaan luasan (equal criteria of
stability). Metode kesamaan luas diatas memberikan petunjuk sederhana, tidak tergantung
apakah kecepatan sinkronnya sudah tercapai atau tidak.
Dari gambar 19 dapat dilihat bahwa apabila :
(i) Luas A2 > Luas A1 motor pada keadaan sinkron dan stabil.
(ii) Luas A2 = Luas A1 titik operasi stabil.
(iii) Luas A2 < A1 motor kehilangan sinkronisasinya
Perlu diperhatikan bahwa untuk menurunkan stabilitas sentara penggunaan motor osnkron
sebagai penggerak, daya peredamnya diabaikan.
Contoh 2-2i
Sebuah motor sinkron dihubungkan dengan jala-jala tak terhingga dipakai untuk menggerakkan
beban yang sesuai dengan kapasitasnya, pada sudut torsi 30°. Apabila bebannya tiba-tiba
( 2 PL1 - PM sin δ ) d δ
Luasan A1 = 30
45
(0,707 - sin δ ) d δ
= PM 30
= 0,026 PM
(180 45 )
(P M sin δ 2 PL1 ) d δ
Luasan A2 = 45
( cos δ) =
135
45
PM (δ ) 3ππ/
- 0,707 π/4
= 0,304 PM
(P LS - Pm sin δ ) d δ
Luas A1 = 30
π
= (B = 30°) x 180 PLS + Pm (cos B – cos 30°)
π
Luasan A1 = Pm [ 180 (B = 30°) sin B + (cos B – cos 30°)]
(150 δS )
(P m sin δ B - PLS ) d δ
Luasan A2 = δS
π
= Pm [2 cos B 180 (TL - 2B) sin B]
π
180 (150° - B) sin B = 0,866 + cos B
B = 60,5°
Oleh karenanya, maka beban yang dapat ditambahkan dengan aman ke poros dengan tiba-tiba
adalah 0,74 beban nominalnya.