Anda di halaman 1dari 29

T o r s i Teknik Sipil Uncen

TORSI

1. Pendahuluan
Torsi, atau puntir, adalah momen yang bekerja terhadap sumbu memanjang
(longitudinal) dari elemen struktur. Torsi terjadi karena beban yang bekerja mempunyai
eksentrisitas terhadap sumbu memanjang elemen struktur. Adapun bentuk deformasi pada
elemen struktur akibat torsi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Deformasi pada penampang pejal (solid)


berbentuk lingkaran

Elemen struktur beton bertulang dapat saja memikul gaya torsi ini dan sering bekerja
bersamaan dengan momen lentur dan geser. Contoh elemen struktur yang dapat mengalami
momen torsi antara lain adalah balok ujung dari panel lantai, balok tepi (sprendel beam) yang
memikul beban dari satu sisi, balok keliling dari bukaan/lubang lantai, dan tangga melingkar.
Sebagai contoh dapat pula dilihat pada Gambar 2. Momen torsi sering kali menyebabkan
tegangan geser yang cukup besar sehingga menimbulkan retak-retak pada penampang beton.
Besarnya kerusakan yang dikibatkan oleh torsi biasanya tidak terlalu mengkhawatirkan.
Walaupun demikian, pada kasus-kasus tertentu pengaruh torsi ini dapat lebih menentukan
dalam perencanaan dibandingkan pengaruh beban-beban lainnya. Oleh karena itu,

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 1


T o r s i Teknik Sipil Uncen

berkurangnya integritas akibat torsi pada elemen struktur harus dihindari dengan memberikan
penulangan torsi yang memadai.

Gambar 2. Unsur-unsur beton bertulang dengan torsi (Wang dan Salmon, 1985)

2. Tipe Beban Torsi


Wang dan Salmon (1985) menjelaskan bahwa torsi pada suatu sistem struktur dapat
dibedakan dalam dua tipe, yaitu:
a. Torsi Keseimbangan, atau disebut juga sebagai torsi statis tertentu (statically
determinate torsion), yaitu apabila momen torsi yang terjadi karena dibutuhkan untuk
keseimbangan struktur dan dapat ditentukan dengan statika saja;
b. Torsi Kompatibilitas, atau disebut juga torsi statis tak tentu (statically indeterminate
torsion), dimana momen torsi ini tidak dapat ditentukan dari statika saja dan rotasi
(puntir) dibutuhkan untuk kompatibilitas (keserasian) deformasi antara elemen-elemen
struktur yang saling berhubungan, seperti balok spandrel, pelat atau kolom.
Untuk lebih jelasnya, ilustrasi dari kedua tipe torsi ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Pelat
P

(a) (b)

P
P

(c) (d)

Gambar 3. Perbandingan dari torsi keseimbangan (kasus a dan b) dan


torsi kompabilitas (kasus c dan d)

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 2


T o r s i Teknik Sipil Uncen

3. Tegangan Torsi dalam Penampang Homogen


Pada umumnya penampang balok beton yang mengalami torsi berbentuk segi-empat.
Penampang ini biasanya berupa penampang balok T dan L. Sementara itu, penampang
lingkaran jarang digunakan pada kontruksi beton biasa. Tinjau Gambar 4 berikut, dimana
ditunjukkan suatu elemen struktur dengan bahan homogen yang memikul momen torsi T.
Akibatnya, pada penampang timbul tegangan geser v pada penampang.

dV = v dA

d/2
(a)

(b)

x
(c)
Gambar 4. Tegangan torsi di dalam penampang-penampang homogen

Momen torsi elastis (Te) yang bekerja pada sumbu netral dapat dihitung sebagai berikut:

=  rv dA   r  r dA   r  dA  v
౪౛ ౪౛ 
Te   
(1)

Tegangan geser akibat momen torsi pada penampang lingkaran dalam keadaan elastis tersebut
sama dengan perkalian regangan geser dengan modulus gesernya. Tegangan geser ini
sebanding dengan jarak dari sumbu netral (titik berat lingkaran). Dari persamaan (1)
diperoleh:


౛  ౛

vte =  
(2)

dimana:
Te = momen torsi elatis
r = jari-jari elemen
J = momen inersia polar
vte = tegangan geser elastis akibat momen torsi.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 3


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Momen inersia polar (J) dihitung sebagai:


π   
 
J =  (3)

Substitusi nilai J ke dalam persamaan (2) akan menghasilkan:


 

  
vte =  
 (4)


Pada penampang lingkaran, torsi biasanya tidak menimbulkan warping pada penampang, atau
penampang lintang batang yang semula datar akan tetap rata dan hanya berputar terhadap
sumbu batang.
Pada saat elemen lingkaran mulai plastis, tegangan pada bagian cincin plastis terluar
menjadi konstan sedangkan tegangan pada cincin dalamnya masih elastis. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 5. Selanjutnya, apabila semua bagian penampang sudah plastis, maka b = 0
(lihat Gambar 5) dan tegangan gesernya dapat dirumuskan sebagai:
  

vtf = (5)

dimana:
tp = momen torsi batas
vtf = tegangan geser nonlinier, indeks f menunjukkan kerutuhan.

Vte, vtf

Cincin plastis

Inti elastis
O b r

Keterangan :
Vte, vtf = tegangan geser torsional
r = jari-jari lubang

Gambar 5. Distribusi tegangan geser akibat torsi pada penampang


lingkaran (Nawi, 1985)

Pada penampang batang yang berbentuk tidak bulat, masalah torsi menjadi rumit karena
torsi akan mengakibatkan penampang yang sebelumnya datar menjadi tidak rata atau berkeluk
(bentuk berubah keluar bidang), atau sebutan lainnya adalah terpilin (warping). Momen torsi
akan mengakibatkan tegangan geser baik dalam aksial maupun dalam arah transversal.
Sebagai contoh, distribusi tegangan akibat torsi pada penampang persegi (panjang y dan tebal
x) dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 4


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Vte
+ τmaks
A +
Te
x - +
- B
-
y

Gambar 6. Distribusi tegangan ntorsi murni pada penampang persegi

Tegangan maksimum terjadi pada titik-titik tengah sisi yang terbesar, yaitu titik A dan
B, dan dihitung dengan persamaan berikut (Wang dan Salmon, 1985):
౛
τmaks =   మ
(6)

dengan α adalah parameter yang bergantung pada rasio y/x (sisi panjang terhadap sisi
pendek). Nilai α dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai α (Wang dan Salmon, 1985)


y/x 1,0 1,2 1,5 2,0 2,5 3,0 5 ∞
α 0,208 0,219 0,231 0,246 0,256 0,267 0,290 0,333

Adapun untuk penampang T, L dan I (lihat Gambar 4.c), distribusi tegangan geser torsi
pada penampang tersebut dapat didekati dengan membagi-bagi penampang ke dalam
beberapa bagian persegi dan dengan menganggap bahwa setiap bagian mempunyai
perbandingan y/x yang besar sehingga nilai α adalah 1/3. Tegangan geser maksimum vte
terjadi pada titik tengah dari sisi panjang penampang yang mempunyai tebal yang terbesar
(xm), sehingga:
 ౣ
vte = భ య (7)
∑  

dimana x dan y adalah tebal dan sisi dari masing-masing bagian persegi.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 5


T o r s i Teknik Sipil Uncen

4. Torsi pada Elemen Beton Bertulang


Selama ini analisis torsi pada material beton bertulang didasarkan atas dua teori, yaitu:
1. Teori Elastisitas Klasik, yaitu teori yang menggunakan rumus matematis (St. Venant,
1853);
2. Teori Plastisitas, yang menggunakan analogi timbunan pasir (Nadai, 1931)
Berdasarkan hasil eksperimen, perilaku beton terhadap torsi lebih baik didekati dengan teori
plastisitas. Oleh karena itu, pembahasan torsi pada material beton bertulang umumnya
menggunakan pendekatan plastis.
Torsi pada struktur beton biasanya selalu disertai dengan geser dan lentur. Menurut
Nawi (1985), kapasitas beton sederhana dalam menahan gaya torsi apabila dikombinasikan
dengan beban-beban lain – seperti gaya geser, gaya normal, momen lentur – dalam banyak hal
lebih kecil daripada apabila hanya menahan gaya torsi yang sama tanpa dikombinasikan
dengan gaya lainnya. Sebagai akibatnya pada elemen beton tersebut harus diberikan
penulangan untuk menahan torsi.
Dengan adanya penulangan horizontal dan vertikal untuk menahan bagian dari momen
torsi ini menyebabkan adanya elemen baru dalam penyusunan gaya-gaya dan momen-momen
dalam penampang. Perumusannya sebagai berikut:
Tn = Tc + Ts (8)
atau:
Ts = Tn – Tc (9)
dimana:
Tn = kekuatan torsi nominal total yang diperlukan pada penampang, termasuk
penulangannya
Tc = kekuatan torsi nominal beton sederhana
Ts = kekuatan torsi yang disumbangkan oleh tulangan
Tulangan yang berkontribusi dalam memberikan kekuatan torsi Ts adalah tulangan
memanjang dan tulangan sengkang tertutup. Untuk menghitung besarnya Ts ini perlu
dilakukan analisis terhadap sistem gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang
elemen struktur yang telah terpilin (warping) pada keadaan batas keruntuhan. Pendekatan
yang dapat dilakukan adalah (Nawi, 1985):
1. Teori Lentur Miring yang berdasarkan atas pendekatan deformasi datar untuk
penampang datar yang mengalami lentur dan torsi.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 6


T o r s i Teknik Sipil Uncen

2. Teori Analogi Rangka Batang yang merupakan modifikasi analogi rangka batang untuk
desain sengkang geser menjadi metode yang dapat diterapkan untuk mencari sengkang
torsional.

4.1. Teori Lentur Miring


Pada saat elemen beton memikul momen torsi, aksi lawan dari tulangan transversal
dalam bentuk tulangan pengikat tertutup adalah sama seperti tulangan sengkang dalam
melawan gaya geser akibat lentur. Sebelum beton mengalami retak, peran tulangan belum ada
atau masih sedikit. Akan tetapi setelah beton retak, tulangan memikul bagian yang banyak
dari momen torsi, dimana sumbangan dari beton hanya 40% dari kekuatan torsi dari
penampang beton tanpa tulangan. Namun demikian, menurut teori lentur miring, pola
keruntuhan tetap merupakan keruntuhan dengan pola lentur miring, seperti terlihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Lentur miring akibat torsi: (a) lentur tanpa torsi;


(b) lentur dengan torsi (Nawi, 1985)

Teori lentur miring meninjau perilaku deformasi internal deretan penampang di


sepanjang balok yang mengalami torsi terpilin (warping). Gambar 5(a) memperlihatkan
penampang balok yang mengalami momen lentur Mu, dimana bidang keruntuhan penampang
balok tetap datar setelah melentur. Selanjutnya jika momen torsi Tu bekerja bersamaan dengan
momen lentur Mu, dan beban tersebut melebihi batas keruntuhan, maka kombinasi beban
tersebut mengakibatkan terjadinya permukaan lentur yang miring. Garis netral penampang

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 7


T o r s i Teknik Sipil Uncen

miring dan daerah yang diarsir pada Gambar 5(b) memperlihatkan daerah beton tertekan yang
sudah tidak datar lagi dan membentuk sudut θ terhadap penampang melintang datar semula.
Nawi (1985) menjelaskan bahwa teori lentur miring ini mengidealisasikan daerah
tertekan sebagai tinggi yang seragam. Retak pada ketiga permukaan lain dari penampang
melintang dianggap tersebar merata, dimana sengkang tertutup pada permukaan ini menahan
gaya melalui aksi pasak (dowel) dengan beton. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang yang
terlentur miring dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut, ditunjukkan poligon gaya
yang meliputi tahanan geser beton Fc, gaya aktif tulangan baja memanjang pada daerah
tertekan TL dan gaya blok tekan Cc.

Gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang lentur miring; (a) semua gaya yang
bekerja pada bidang miring pada keadaan runtuh ; (b) vektor-vektor gaya pada
daerah tertekan.

Momen torsi Tc dari gaya geser Fc yang dihasilkan oleh luas tegangan tekan yang diarsir pada
Gambar 6 dapat dinyatakan dengan :

× lengan momennya terhadap gaya Fv (lihat Gambar 6)


୊
Tc =
ୡ୭ୱ ସହ°
(10.a)

Atau :
Tc = √2 Fc (0,8x) (10.b)

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 8


T o r s i Teknik Sipil Uncen

dimana x adalah sisi yang terpendek pada balok. Selanjutnya untuk memperoleh nilai Fc yang
dinyatakan dengan tegangan internal pada beton, k1f , dan konstanta torsional geometris
penampang, k2 x2 y, menghasilkan persamaan berikut:

x  yf
,
√
Tc = (11)

Selanjutnya gaya pasak Fx dan Fy diasumsikan sebanding dengan luas penampang melintang
tulangan-tulangan tersebut. Gaya pasak Fx dan Fy diasumsikan sebanding dengan luas
penampang melintang tulangan-tulangan tersebut. Apabila telah diperoleh perbandingan
tahanan torsional yang dihasilkan oleh gaya pasak Qx dan Qy dengan tahanan torsi dari:

∑ F x
, ∑ F y
, ∑ F
x
, ∑ T 0

   
   

Dimensi x1 dan x2 berturut-turut adalah dimensi dari as ke as yang terpendek dan yang
terpendek dari sengkang tertutup segiempat; dimensi x0 dan y0 adalah dimensi dari as ke as
padanannya, yaitu tulangan memanjang pada pojok-pojok sengkang. Dengan demikian
diperoleh persamaan kekuatan torsi (Ts) yang dihasilkan oleh tulangan memanjang dan
sengkang tertutup, yaitu:

= α
భ భ ౪ ౯

Ts (12.a)
dimana :
= 0,66  0,33 భ

α1 (12.b)

Sehingga momen tahanan torsi nominal total adalah:


Tn = Tc + Ts [lihat pers. (8)]

x  yf  0,66  0,33 భ 


,  భ భ ౪ ౯
√ భ 
= (12.c)

4.2. Teori Analogi Rangka Batang Ruang


Perencanaan terhadap torsi dalam SNI 03-2847-2002 dikembangkan atas dasar analogi
rangka ruang pada pipa dinding tipis (thin walled tube). Teori ini menggunakan anggapan
bahwa balok yang dibebani oleh torsi berperilaku serupa dengan pipa berdinding tipis, dimana
aliran geser konstan pada penampang melintang dindingnya dan bagian inti penampang solid
diabaikan. Tegangan geser di sepanjang dinding elemen diasumsikan bernilai konstan
mengingat tipisnya ketebalan dinding dari thin walled tube.
Menurut Nawi (1985), analogi rangka batang ruang merupakan perluasan dari model
yang digunakan dalam desain sengkang penahan geser. Akibat tidak-datarnya bentuk
penampang yang mengalami momen torsi, maka digunakan rangka batang ruang yang terdiri

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 9


T o r s i Teknik Sipil Uncen

atas sengkang-sengkang sebagai batang diagonal tarik dan suatu jalur beton yang bersudut 45°
dengan arah retak sebagai batang-batang tekang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Gaya-gaya pada permukaan beton kotak berlubang dengan


analogi rangka batang (Nawi, 1985)

Pada Gambar 7 di atas, aliran geser pada dinding penampang kotak adalah τt, dimana τ
adalah tegangan geser dan F adalah gaya tarik pada masing-masing tulangan longitudinal
yang terletak pada sudut-sudut balok. Persamaan keseimbangan gaya dapat ditulis sebagai
berikut:
4F = (13)

Momen yang terjadi akibat gaya-gaya aliran geser adalah:


Tn = (14)
Apabila At adalah luas penampang melintang sengkang, fy adalah kekuatan leleh sengkang
dan s adalah jarak antara sengkang, maka:
= (15)
Selanjutnya jika Al adalah luas total empat batang tulangan longitudinal yang terletak di
sudut-sudut balok, maka:
F = (16)

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 10


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Penyelesaian dari persamaan-persamaan (13), (14), (15), dan (16) menghasilkan:

= 2x y 
ౢ  ౯  ౪ ౯
Tn (17)
౥  ౥

Untuk kondisi tulangan geser (sengkang) melintang dan tulangan longitudinal yang

= 2 x  y
volumenya sama, momen tahanan torsional (Tn) pada keadaan gagal (failure) adalah:
 ౪ ౯
Tn (18)


Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa ada kemiripan persamaan momen tahanan
torsional (Tn) yang dikembangkan dengan teori lentur miring, yaitu persamaan (12.a), dengan
yang dikembangkan menggunakan teori analogi rangka batang ruang, yaitu persamaan (18).
Tegangan geser akibat torsi pada thin walled tube akan timbul di sepanjang tebal
elemen dan dapat diasumsikan bernilai konstan mengingat tipisnya ketebalan dindingnya.
Demikian juga dengan nilai aliran geser (shear flow, q), yaitu q = vt, harus selalu konstan di
sekitar penampang. Selanjutnya besarnya tegangan geser dapat dihitung sebagai berikut:

v =  ౥
(19)

dimana :
Ao = luasan yang dibatasi oleh garis pusat (centerline) dinding pipa (mm2)
t = tebal dinding pipa (mm)
T = momen torsi (N.mm)
v = tegangan geser torsi (MPa)

4.3. Perilaku Torsi Sebelum Retak Terjadi


Retak torsi diagonal akan terjadi pada saat tegangan tarik utama mencapai kekuatan
tarik beton (fcr), dimana besarnya tegangan geser yang menyebabkan retak diagonal pada
beton adalah:
vcr = fcr (20.a)

= 0,33√f  
dengan nilai fcr menurut pasal 13.4.2.2 SNI 03-2847-2002 adalah:
fcr (20.b)
Dari persamaan (19) telah diperoleh besarnya tegangan geser akibat torsi pada pipa dinding
tipis, yaitu:

v =  ౥

Hubungan antara v dan T pada penampang selain pipa dinding tipis dapat diturunkan
dari teori elastik maupun plastik. Akan tetapi hasil yang diperoleh umumnya bersifat
kompleks sehingga perlu pendekatan. Salah satu cara pendekatan yang ditempuh adalah
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 11
T o r s i Teknik Sipil Uncen

dengan menggunakan prinsip bahwa sebagian besar torsi ditahan oleh tegangan geser di
sekitar tepi luar penampang. Dengan demikian, penampang aktual dapat dimodelkan sebagai
pipa dinding tipis ekuivalen dengan dimensi luar sama dengan penampang aktual, tetapi
mempunyai dinding setebal tc, yang tebalnya dihitung sebagai berikut:
 
 
tc = (21)

dimana:
tc = tebal dinding pipa ekuivalen, mm.
Acp = luasan yang dibatasi oleh tepi luar penampang, mm2 (lihat Gambar 8).
pcp = keliling penampang, mm (lihat Gambar 8).
(bw + 2hw) ≤ (bw + 8hf)
berongga

hf hf

h
hw hw

lw = hw ≤ 4hf
b bw bw
Gambar 8. Defenisi Acp dan pcp

Nilai Ao pada persamaan (19) dapat dihitung berdasarkan dimensi luar dan ketebalan
dinding pipa ekuivalen dan dapat didekati dengan persamaan berikut:

Ao = 
A (22)

Substitusi nilai tc dan Ao ke dalam persamaan (19) menghasilkan:


  

 
 
v =    (23)
  

Anggap nilai v pada persamaan (23) tersebut sama dengan vcr dan fcr pada persamaan (20.a)
dan (20.b). Demikian juga dengan nilai T pada persamaan (23) sama dengan Tr. Dengan
demikian diperoleh:
 
 
Vcr = (24.a)

 
Tr = v 
(24.b)

Substitusi nilai vcr = fcr = 0,33√f   [dari persamaan (20.b)] ke persamaan (24.b) akan
menghasilkan:

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 12


T o r s i Teknik Sipil Uncen

= 0,33√f  
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr (25)

Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.1 dinyatakan bahwa pengaruh tosri (puntir) pada balok
dapat diabaikan jika momen puntir terfaktor (Tu) kurang dari 0,25 Tr dikali faktor reduksi
kekuatan (φ). Dengan demikian diperoleh hubungan sebagai berikut:

   dengan φ = 0.75 (untuk geser dan torsi)


 ᇲ ౙ ౙ౦ మ
Tu ≤

(26)
ౙ౦

Contoh Soal 1
Diketahui suatu balok dengan ukuran penampang dan penulangan seperti pada gambar
berikut. Mutu beton: f’c = 25 MPa. Hitunglah berapa torsi yang dapat menyebabkan
keretakan pada penampang balok tersebut.

2 D22

500 mm

4 D22

300 mm
Penyelesaian
Torsi yang dapat menyebabkan keretakan pada penampang balok dihitung dengan persamaan
berikut:

= 0,33√f  
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr

dimana :
Acp = 300 × 500 = 150000 mm2
pcp = 2 (300 + 500) = 1600 mm
maka :

= 0,33×√25 23203125 N. mm


Tr
= 23,230 kN.m

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 13


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Contoh Soal 2
Balok beton dengan ukuran penampang b = 350 mm dan h = 700 mm memikul momen torsi
(Tu) sebesar 12,5 kN.m. Mutu beton f′c = 25 MPa. Periksa apakah pengaruh torsi perlu
diperhitungkan terhadap balok tersebut atau tidak !!

Penyelesaian
Acp = bh  350  700  245000 mm
pcp = 2 b  h  2  350  700  2100 mm

 =    8932291,67 N. mm  8,932 kN. m


 ′ ౙ ౙ౦ మ ,√  మ
 ౙ౦  

Pengaruh torsi diperhitungkan apabila:

 
 ′ ౙ ౙ౦మ

 ౙ౦
Tu

diperoleh: Tu = 12,5 kN.m > 8,932 kN.m


Berarti momen torsi harus diperhitungkan dan kekuatan lentur balok terhadap torsi harus
diperiksa.

4.1.4. Perilaku Torsi Setelah Retak Terjadi


Apabila balok yang dibebani torsi telah mengalami retak, maka torsi selanjutnya akan
ditahan oleh tegangan tekan diagonal yang mengelilingi balok dengan sudut sebesar θ. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 9. Setelah terjadi retak, ketahanan penampang beton terhadap torsi
disumbangkan oleh tulangan geser/sengkang tertutup (Vt), tulangan longitudinal (Nt) dan
tegangan tekan diagonal (Dt), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9 (c). Komponen
tangensial dari tegangan tekan diagonal merupakan aliran geser (shear flow, q), dan
diperlukan untuk menahan/ menyeimbangi gaya torsi. Aliran geser q dihitung sebagai:

 ౥
q = (27)

A
f
= qs tan θ
Dari Gambar 9 (b) diperoleh keseimbangan gaya vertikal pada elemen sudut, yaitu:
(28)
substitusi nilai q dari persamaan (27) ke persamaan (28) menghasilkan:

A
f
s tan θ

 ౥
= (29.a)

tan θ
౬౪ ౬
 ౥
= (29.b)

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 14


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Tegangan tekan T
Avt×fv
diagonal (q)
Tulangan geser qs
Tulangan
longitudinal qs tanθ
Garis retak
Luas = S

s
θ s
s

s = jarak antar tulangan geser


(b) Unsur penahan retak
(a) Retakan akibat torsi

Ni/2
Dt
Dt
Vt
θ
Ni/2 Nt
(c) Gaya pada retak diagonal

Gambar 9. Retak yang terjadi akibat torsi menurut Analogi Rangka Ruang

Kebutuhan tulangan geser untuk menahan torsi dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.6
ditentukan berdasarkan persamaan (29.b), yaitu:
౬౪ ౤
= (30.a)
  ౥ ౯౬ 

atau:
 ౥ ౬౪ ౯౬ 

Tn = (30.b)


dimana:
Avt = luas tulangan geser yang dibutuhkan untuk menahan torsi, mm2.
Ao = 0,85 Aoh, dengan Aoh dapat ditentukan berdasarkan Gambar 10.
fyv = tegangan leleh tulangan geser, MPa.
θ = sudut retak.
Sudut retak (θ) tidak boleh lebih kecil dari 30° dan lebih besar dari 60°. Nilai θ boleh diambil
sebesar :
(a) 45° untuk komponen struktur non-prategang atau komponen struktur prategang yang
besarnya kurang daripada yang ditentukan pada butir (b) berikut;
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 15
T o r s i Teknik Sipil Uncen

(b) 37,5° untuk komponen struktur prategang dengan gaya prategang efektif tidak kurang
dari 40% kuat tarik tulangan longitudinal.

Sengkang tertutup

berongga
Aoh = Luas penampang yang dibatasi tulangan geser terluar, yaitu daerah yang diarsir
ph = keliling batas terluar daerah yang diarsir
Gambar 10. Defenisi Aoh dan ph

Tinjau kembali Gambar 9(c). Sesuai dengan prinsip keseimbangan gaya pada sistem
rangka (truss), gaya vertikal Vt dapat diuraikan menjadi gaya horisontal (Nt) dan diagonal
(Dt). Komponen gaya diagonal ditahan oleh beton bertulang sedangkan komponen gaya
horisontal ditahan oleh tulangan longitudinal. Selanjutnya diperoleh:
Nt = At ft = q × cotθ × ph (31)
౬౪ ౬
dari persamaan (28) diperoleh: q =   
(32.a)

  ౞
dari persamaan (31) diperoleh: At = ౪
(32.b)

Substitusi nilai q dari persamaan (32.a) ke persamaan (32.b) menghasilkan persamaan untuk
menentukan luas tulangan longitudinal untuk menahan torsi (At), yaitu:

 p  ౬  cot  θ
౬౪ ౬
  ౞ ౬౪ 
At = (33)
 ౪    ౪

Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.7, luas tulangan longitudinal tambahan yang
dibutuhkan untuk menahan torsi dihitung berdasarkan persamaan (33) tersebut, yaitu:

p
౯౬ cot  θ
౬౪ 
At = 
(34)
౯ౢ

dimana:
At = luas tulangan longitudinal torsi, mm2.
ph = keliling daerah yang dibatasi oleh centerline sengkang tertutup, mm (Gambar 10).
fyl = tegangan leleh tulangan longitudinal, MPa.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 16


T o r s i Teknik Sipil Uncen

5. Perencanaan Tulangan Torsi


Dalam perencanaan elemen struktur terhadap torsi, dasar perencanaan yang digunakan
dalam SNI 03-2847-2002 adalah analogi pipa dinding tipis dan analogi rangka ruang.

 T ≥ Tu
Tulangan yang dibutuhkan untuk menahan torsi ditentukan berdasarkan:
(35)
Artinya kapasitas torsi penampang harus lebih besar atau sama dengan beban torsi terfaktor.
Tulangan yang dibutuhkan untuk torsi tersebut harus ditambahkan pada tulangan yang
dibutuhkan untuk menahan momen lentur (tulangan longitudinal) dan untuk menahan geser
(tulangan geser/sengkang). Dengan demikian, tulangan torsi merupakan tulangan longitudinal
dan tulangan geser yang ditambahkan.
Retak akibat torsi terjadi jika momen torsi telah mencapai Tr, yaitu:

= 0,33√f  
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr dari persamaan (25)

Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.1, pengaruh torsi untuk komponen struktur non-
prategang dapat diabaikan jika momen torsi terfaktor Tu kurang dari 0,25 Tr, yaitu:

  ᇲ ౙ ౙ౦ మ


ౙ౦
Tu dari persamaan (26)

atau untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau tekan aksial :

ౙ౦
1
  ᇲ ౙ  మ


ౝ  ᇲ ౙ
Tu (36)
ౙ౦

dimana φ untuk geser dan torsi adalah 0.75. Apabila kondisi tersebut tercapai, maka
diperlukan tulangan torsi pada penampang. Untuk kondisi tersebut, menurut SNI 03-2847-
2002, dimensi penampang melintang elemen struktur haruslah memenuhi persyaratan berikut:
a. untuk Penampang Solid

౫  ౫౞ మ  ≤  ౙ  ౙ


,  
(37)
౥౞

b. untuk Penampang Berongga

౫ 
, ౫ ౞ మ  ≤  ౙ

     ᇲ ౙ

(38)
౥౞

(catatan : defenisi Aoh dan ph dapat dilihat pada Gambar 10)

Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.5, tulangan yang dibutuhkan untuk torsi
ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
౫


Tn dari persamaan (35)

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 17


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Adapun kebutuhan tulangan geser/sengkang tambahan untuk menahan torsi per meter panjang
balok menurut adalah (lihat pasal 13.6.3.6 SNI 03-2847-2002):

A
౤ 
 ౥ ౯౬
 θ
= dari persamaan (30.a)

Kebutuhan tulangan longitudinal tambahan untuk menahan torsi menurut (lihat pasal 13.6.3.7
SNI 03-2847-2002):

p    cot  θ
౬౪ ౯౬

At = dari persamaan (34)
౯ౢ

Selanjutnya luas tulangan torsi minimal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut (lihat
pasal 13.6.5.2 dan pasal 13.6.5.3 SNI 03-2847-2002):
a. Luas total tulangan geser / sengkang per meter panjang balok (s = 1000 mm):

A
A ≥ dan A
A ≥  
ᇲ ౙ  
 ౯౬
(39)
౯౬

b. Luas total tulangan longitudinal (untuk tulangan lentur dan torsi):

A
A ≥    p 
 ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬
 ౯ౢ  ౯ౢ
(40.a)
౬౪ 
dan: 
≥  ౯౬
(40.b)

Tegangan leleh tulangan torsi (fy) harus kurang dari 400 MPa. Jarak (spasi) tulangan
geser torsi (s) diatur dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.6.6.1, yaitu:
౞
≤ dan s ≤ 300 mm.

s

Untuk tulangan longitudinal torsi, tulangan tersebut didistribusikan di sekeliling perimeter


dalam sengkang tertutup. Diameter tulangan longitudinal torsi (D) harus ≥ s/24, tetapi tidak
kurang dari 10 mm. Spasi maksimum tulangan longitudinal torsi adalah 300 mm.
Dalam kaitannya dengan tipe torsi pada sistem struktur, yaitu torsi keseimbangan dan
torsi keserasian, maka perencanaan komponen struktur terhadap torsi dapat mengacu pada
ketentuan berikut (Priyosulistyo, 2010):
1. Untuk komponen struktur yang menderita momen torsi keseimbangan, yaitu pada balok
statis tertentu yang tidak dapat melakukan redistribusi momen.
a. Apabila momen torsi terfaktor Tu < (Tr / 4), maka momen torsi dapat diabaikan.
b. Apabila momen torsi terfaktor Tu > (Tr / 4), maka balok harus dirancang untuk
menahan momen torsi terfaktor.
c. Apabila momen torsi terfaktor Tu > Tr, maka dimensi penampang balok harus
diubah.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 18


T o r s i Teknik Sipil Uncen

2. Untuk komponen struktur yang menderita momen torsi keserasian, yaitu pada balok
statis tak tentu yang mampu melakukan redistribusi momen.
a. Apabila momen torsi terfaktor Tu < (Tr / 4), maka momen torsi dapat diabaikan.
b. Apabila momen torsi terfaktor Tu > (Tr / 4), maka balok harus dirancang untuk
menahan momen torsi terfaktor.
c. Apabila momen torsi terfaktor Tu > Tr, maka pada balok tersebut harus dilakukan
redistribusi momen.

Contoh Soal 3
Diketahu denah pelat-balok seperti terlihat pada gambar berikut, dimana pelat menumpu pada
salah satu sisi balok, demikian juga balok menumpu pada kolom (tumpuan jepit). Ukuran
balok 300 mm × 500 mm dengan bentang 4 m, sedangkan tebal pelat 120 mm dengan bentang
3 m. Akibat pembebanan yang bekerja, balok memikul momen terfaktor merata di sepanjang
bentangnya sebesar Mu - = 3 kN.m/m′. Periksa apakah balok harus direncanakan memikul
momen puntir atau tidak, apabila mutu beton f’c = 25 MPa.

I
Balok

Pelat beton 3,0 m

Balok

I 4,0 m 4,0 m

Pelat beton 0,12 m


0,5 m

0,3m
3,0 m

Potongan I-I

Penyelesaian
Mengingat balok yang ditinjau merupakan balok statis tak tentu, maka torsi yang terjadi
merupakan momen torsi keserasian (torsi kompatibilitas). Momen torsi yang terjadi pada
ujung-ujung balok dihitung sebagai berikut:
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 19
T o r s i Teknik Sipil Uncen

Tu = 3 × (L/2) = 3 × (4/2) = 6 kN.m


Perhitungan lebar efektif pelat (lebar pelat yang diperhitungkan sebagai pemikul momen

< 4×t  4  120  480 mm


puntir):

< h t  500 120  380 mm


bef
bef
Nilai bef yang menentukan adalah yang terkecil, yaitu : bef = 380 mm. Selanjutnya tampang
efektif balok dapat dilihat pada gambar berikut.

120 mm

500 mm

300 mm 380 mm

Acp = (300 × 500) + (380 × 120) = 220600 mm2


pcp = (2 × 500) + (2 × 300) + (2 × 380) + 120 = 2480 mm


ౙ౦    √25   
౨  ᇲ ౙ మ
,    మ
   
=

= 6132101,85 N. mm  6,132 kN. m


ౙ౦

diperoleh : Tu = 6 kN.m < (Tr / 4) = 6,132 kN.m


Kesimpulan: momen puntir dapat diabaikan, sehingga pada balok tidak perlu dipasang
tulangan puntir.

Contoh Soal 4
Contoh soal ini mirip dengan Contor Soal No. 3, tetapi momen terfaktor merata di sepanjang
bentang sebesar Mu - = 15 kN.m/m′. Periksa apakah balok harus direncanakan memikul
momen puntir atau tidak !.

Penyelesaian
Perhitungan momen torsi keserasian yang terjadi pada ujung-ujung balok:
Tu = 15 × (L/2) = 15 × (4/2) = 30 kN.m
Dari penyelesaian Soal Nomor 3 telah diperoleh:
Acp = 220600 mm2
pcp = 2480 mm

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 20


T o r s i Teknik Sipil Uncen

maka:

√f     √25  
 ౙ౦ మ ,
 మ
 ౙ౦  
Tr =

= 24528407,3 N. mm  24,528 kN. m

   √25  
౨  ᇲ ౙ ౙ౦ మ ,
 మ
 ౙ౦  
=

= 6132101,85 N. mm  6,132 kN. m


diperoleh :
Tu > Tr → untuk balok keserasian perlu dilakukan redistribusi momen;
Tu > (Tr / 4) → balok dirancang untuk menahan momen torsi terfaktor, sehingga perlu
tulangan puntir.
Proses redistribusi momen pada balok dapat dilihat pada gambar berikut.

Redistribusi
momen
3m
-30 +30
30 – 24,528 = + 5,472 → 0,5 × 5,472 = 2,736 +2,736
-24,528 +32,736

Momen torsi pada balok yang ditinjau sebelumnya sebesar Mu- = 30 kN.m (momen negatif).
Mengingat balok hanya mampu memikul momen negatif sebesar Tr = 24,528 kN.m, maka
sisanya yang sebesar 5,472 kN.m akan didistribusikan ke momen positif dan momen negatif
di ujung balok yang lain. Dengan demikian, ujung kanan balok akan menahan momen torsi
tambahan sebesar 2,736 kN.m, sehingga total momen torsi yang dipikul balok adalah 32,736
kN.m.

Contoh Soal 5
Balok tepi dari suatu struktur gedung dengan bentang 6 m mendukung pelat kanopi dari beton
dengan bentang pelat 2,5 m. Ukuran penampang balok: b = 300 mm; h = 500 mm. Tebal pelat
120 mm. Selain berat sendiri pelat, pada pelat juga bekerja beban hidup merata sebesar 2,5
kN/m2. Rencanakanlah balok tepi tersebut terhadap lentur, geser dan torsi, apabila ditentukan
mutu beton f’c = 25 MPa, tulangan lentur fy = 320 MPa, dan tulangan geser fyv = 240 MPa.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 21


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Berat beton γc = 24 kN/m3. Balok tersebut terlindung dari cuaca, dan anggap tidak ada beban
angin dan gempa yang bekerja pada struktur gedung.

6,0 m
I
Balok

Kolom
Pelat beton 2,5 m

2,5 m

Pelat beton 0,12 m


0,5 m

0,3m

Potongan I-I

Penyelesaian
Perhitungan Gaya-Gaya Dalam
1. Momen lentur balok
a. Beban mati
Berat pelat = 0,12 × 2,5 × 24 = 7,2 kN/m
Berat balok = 0,3 × 0,5 × 24 = 3,6 kN/m +
qD = 10,8 kN/m
b. Beban hidup
Beban hidup qL = 2,5 × 2,5 = 6,25 kN/m
Beban perlu: qu = 1,2 qD + 1,6 qL = 1,2  10,8 1,6  6,25 22,96 kN/m
ଵ ଵ
Momen di tumpuan : Mu(-) = q୳ Lଶ  22,96  6ଶ 75,14 kN. m
ଵଵ ଵଵ
ଵ ଵ
Momen di lapangan : Mu(+) = ଵ଺
q୳ Lଶ ଵ଺
 22,96  6ଶ 51,66 kN. m
2. Gaya geser balok
ଵ ଵ
Vu = q୳ L  22,96  6 68,88 kN 68880 N
ଶ ଶ

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 22


T o r s i Teknik Sipil Uncen

qD(pelat) = 0,12  6  24  17,28 kN/m


3. Momen torsi balok

qL(pelat) = 2,5  2,5  6,25 kN/m


diperoleh: qu(pelat) = 1,2  17,28  1,6  6,25  30,736 kN/m

q
 a =  30,736  2,5  96,05 kN. m
Momen torsi untuk 2 tumpuan :
 
 
Tu =

 96,05  48,03 kN. m


Momen torsi untuk 1 tumpuan :


Tu =

Pemeriksaan Dimensi Balok terhadap Puntir


Tulangan longitudinal balok direncanakan D19, sedangkan tulangan geser ∅12. Selimut

Tinggi efektif tulangan : d = 500  40  12  0,5  19  438,5 mm


beton (p) = 40 mm (untuk balok tersebut terlindung dari cuaca).

Syarat untuk komponen struktur dengan penampang solid:

 ౫   ౫౞ మ  ≤   ౙ    ౙ 
  ᇲ

,  ౥౞

Aoh = 500  2  40!  300  2  40!  92400 mm


dimana:

= 2  "#500  2  40$  #300  2  40$%  1280 mm

f b d   25  300×438,5  548125 N  548,125 kN


ph
  
   
Vc =

maka:

 ౫   ౫౞ మ  = ×,    , మ 


   
,×  ల 

,  ౥౞

= 4,268 MPa

  ౙ   = 0,75× ×,  
 ᇲ ౙ   √
 

= 5,625 MPa

diperoleh:  ౫  , ౫ ౞ మ  <   ౙ  


     ᇲ ౙ

(OK)
౥౞

berarti dimensi penampang melintang balok sudah memenuhi syarat SNI 03-2847-2002.

Perencanaan Tulangan Longitudinal di Tumpuan


Mu = 75,14 kN.m
Menentukan batasan dimana rasio tulangan dapat dipilih, dimana β1 = 0,85.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 23


T o r s i Teknik Sipil Uncen

,    ,


 , 
ρb    0,0368
 
 

=

ρmaks = 0,75ρ = 0,028


  √

ρmin =  
 

 0,0039

dan tidak lebih kecil dari:


, ,
ρmin =   0,0043



Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan:




  15,058
,   ,

m =
 
,×
Rn = 
   ,  1,302 MPa



 
, , 

ρ = 
1  1  
  , 1  1 

  0,0042

karena ρ = 0,0042 < ρmin = 0,0043, maka dipilih: ρ = ρmin = 0,0043


As(perlu) = ρbd  0,0043  300  438,5  565,6 mm

digunakan tulangan : 3 D19 (As terpasang = 850,155 mm2)


Pemeriksaan kekuatan balok:
Ts = A f  850,155  320  272049,6 N
  

,
a = ,
 ,
   42,6 mm


 
,
c = 
 ,  50,2 mm

Kontrol regangan:


εy = 

  0,0016
  ,,

εs ε   0,003  0,023 ε  0,0016


 ,

berarti tulangan telah leleh (ok).


Menghitung kekuatan nominal balok:
 
Mn = T "d 
a#  272049,6 "438,5 
 42,6#  113499093 N. mm

= 113,499 kN.m
Mr = % M  0,8  113,499  90,799 kN. m
diperoleh: Mr = 90,799 kN.m > Mu = 75,14 kN.m (OK)
Jadi tulangan longitudinal di tumpuan: tulangan tarik 3 D19 dan tulangan tekan 2 D19
(ditambahkan).

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 24


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Perencanaan Tulangan Longitudinal di Lapangan


Mu = 51,66 kN.m
Menghitung luas tulangan (As) yang diperlukan:
m = 15,058
  ,×
Rn = 
 
,  0,895 MPa


    
,
, 
ρ = 1 1  1 1   0,0028

, 

karena ρ = 0,0028 < ρmin = 0,0043, maka dipilih: ρ = ρmin = 0,0043


As(perlu) = ρbd  0,0043  300  438,5  565,6 mm
digunakan tulangan : 3 D19 (As terpasang = 850,155 mm2)
Jadi tulangan longitudinal di lapangan: tulangan tarik 3 D19 dan tulangan tekan 2 D19
(ditambahkan).

Perencanaan Tulangan Geser


Gaya geser ultimit terfaktor (Vu) dihitung sebagai berikut:
Vu = 68,88 kN  68880 N
  ,

= ,
 91,84 kN.

Kemampuan balok beton dalam menahan geser dihitung sebagai berikut :


  
Vc = f b d
  
 
 25  300×438,5  548125 N  548,125 kN
0,5Vc = 0,5  548,125 274,06 kN

diperoleh : < 0,5Vc, sehingga tidak perlu diberi tulangan geser. Walaupun demikian, pada


balok tetap digunakan tulangan geser minimal, coba menggunakan ∅ 10 mm.


,
Spasi tulangan geser : S ≤ d/2 =  219,25 mm ; dan s ≤ 600 mm.


Jadi digunakan tulangan geser: ∅10 – 200 mm.

Perencanaan Tulangan Geser Torsi


Momen torsi untuk 1 tumpuan: Tu = 48,03 kN.m
 ,
Tn =   64,04 kN. m
 ,

Acp = 300 × 500 = 150000 mm2


pcp = 2 × (300 + 500) = 1600 mm

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 25


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Periksa apakah diperlukan tulangan torsi atau tidak, syarat perlu tulangan torsi jika:

 
 ᇲ ౙ ౙ౦మ
 ౙ౦
Tu >

  =    4394531,25 N. mm  4,394 kN. m


 ᇲ ౙ ౙ౦మ . √  మ
 ౙ౦  

   = 4,394 kN.m, maka perlu tulangan torsi.


 ᇲ ౙ ౙ౦ మ

Karena Tu = 48,03 kN.m >

Aoh = 500  2  40  300  2  40  92400 mm


ౙ౦

Ao = 0,85 Aoh = 0,85 × 92400 = 78540 mm2


Kebutuhan tulangan geser tambahan untuk menahan torsi per meter panjang dihitung dengan
persamaan berikut:

A 
౤ ,  ల 
 ౥ ౯౬  θ       °
=

= 1698,7 mm2
Pada perhitungan tulangan geser sebelumnya, telah digunakan tulangan geser ∅10 – 200 mm,
dengan luas tulangan tulangan geser per meter:
  మ !   మ 
భ భ
ర ర
 
Avs = =
2
= 785 mm
Luas tulangan geser dan torsi: Avs + Avt = 785 + 1698,7 = 2843,7 mm2
Syarat luas tulangan geser minimal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut :

A  A  ≥ dan A  A  ≥ # 


ᇲ ౙ "! "!
 ౯౬ ౯౬

ᇲ ౙ "! √ # 


 ౯౬  
= = 390,62 mm2

"! # 
# ౯౬ # 
= = 416,67 mm2

diperoleh: A  A   2843,7 mm >  390,62 mm


ᇲ ౙ "!
 ౯౬
(OK)

dan: A  A   2843,7 mm > #   416,67 mm


"!
(OK)
౯౬

Jarak tulangan geser total dihitung sebagai berikut:

  55,2 mm;
  మ !   మ 
భ భ
ర ర
౬౩ $౬౪ #,
s =

  160 mm;
౞ 
s ≤  

s ≤ 300 mm;
jadi digunakan tulangan geser: ∅10 – 50 mm.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 26


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Perencanaan Tulangan Lentur Torsi


Kebutuhan tulangan longitudinal (lentur) tambahan untuk menahan torsi dihitung dengan:

p  ౯౬  cot  θ =  1280×  cot  45°


౬౪   , 
At =
 ౯ౢ  

= 1630,75 mm2
Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh luas tulangan longitudinal untuk memikul
lentur: Ast = 3 D19 + 2 D19 = 5 D19

= 5×  π  19   1416,9 mm




Luas tulangan longitudinal lantur dan torsi: At + Ast = 1630,75 + 1416,9 = 3047,6 mm2
Syarat luas tulangan longitudinal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut :

A  A  ≥    p 
 ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬
 ౯ౢ  ౯ౢ

౬౪ 
dan: 
≥ 
౯౬

  p    1280 
 ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬  × √  , 
 ౯ౢ  ౯ౢ    
=

= 976,56 − 1630,75 = − 654,19 mm2

diperoleh : A  A   3047,6 mm >    p  (OK)


 ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬
 ౯ౢ  ౯ౢ

 1,698
౬౪  ,

= 

 0,21
 
 ౯౬
= 

 0,21 (OK)
౬౪ 
diperoleh :

= 1,698 >  ౯౬

Jumlah tulangan longitudinal torsi yang dibutuhkan :

 5,75 ≈ 6 tulangan
౪  ,
n = భ =భ
 మ    మ
ర ర

Dengan demikian digunakan tulangan longitudinal torsi 6 D19 yang dipasang pada sisi-sisi
balok, yaitu 3 D19 di sisi kanan balok, dan sisanya di sisi kiri balok.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 27


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Gambar Penulangan Balok

I II
5 D19 2 D19 5 D19

0,5 m

2 D19 5 D19 2 D19


I II
∅ 10-50
6m

3 D19

2 D19 2 D19
∅ 10-50 ∅ 10-50
500 mm 4 D19 500 mm 4 D19

2 D19 2 D19

3 D19
300 mm 300 mm

Potongan I-I Potongan II-II


Penulangan balok di tumpuan Penulangan balok di lapangan

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 28


T o r s i Teknik Sipil Uncen

Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung, SNI 03-2847-2002, Bandung.

Nawi, E.G., 1998, Beton Bertulang, Suatu Pendekatan Dasar, terjemahan oleh Suryoatmono,
B., Refika Aditama, Bandung.
Imran, I., 1997, Catatan Kuliah Struktur Beton II, Penerbit ITB, Bandung.

Purwono, R., Tavio, Imran, I., Raka, I.G., 2007, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002), ITS Press,
Surabaya.

Priyosulistyo, H., 2010, Perancangan dan Analisis Struktur Beton Bertulang I, Biro Penerbit
Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Yogyakarta.

Wang, C.K., and Salmon, C.G., 1985, Reinforced Concrete Design, 4th Ed.,Harper & Row
Publisher, Inc. New York.

File: Tobok SM Aritonang. Doc. 29

Anda mungkin juga menyukai