TORSI
1. Pendahuluan
Torsi, atau puntir, adalah momen yang bekerja terhadap sumbu memanjang
(longitudinal) dari elemen struktur. Torsi terjadi karena beban yang bekerja mempunyai
eksentrisitas terhadap sumbu memanjang elemen struktur. Adapun bentuk deformasi pada
elemen struktur akibat torsi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Elemen struktur beton bertulang dapat saja memikul gaya torsi ini dan sering bekerja
bersamaan dengan momen lentur dan geser. Contoh elemen struktur yang dapat mengalami
momen torsi antara lain adalah balok ujung dari panel lantai, balok tepi (sprendel beam) yang
memikul beban dari satu sisi, balok keliling dari bukaan/lubang lantai, dan tangga melingkar.
Sebagai contoh dapat pula dilihat pada Gambar 2. Momen torsi sering kali menyebabkan
tegangan geser yang cukup besar sehingga menimbulkan retak-retak pada penampang beton.
Besarnya kerusakan yang dikibatkan oleh torsi biasanya tidak terlalu mengkhawatirkan.
Walaupun demikian, pada kasus-kasus tertentu pengaruh torsi ini dapat lebih menentukan
dalam perencanaan dibandingkan pengaruh beban-beban lainnya. Oleh karena itu,
berkurangnya integritas akibat torsi pada elemen struktur harus dihindari dengan memberikan
penulangan torsi yang memadai.
Gambar 2. Unsur-unsur beton bertulang dengan torsi (Wang dan Salmon, 1985)
Pelat
P
(a) (b)
P
P
(c) (d)
dV = v dA
d/2
(a)
(b)
x
(c)
Gambar 4. Tegangan torsi di dalam penampang-penampang homogen
Momen torsi elastis (Te) yang bekerja pada sumbu netral dapat dihitung sebagai berikut:
= rv dA r r dA r dA v
౪ ౪
Te
(1)
Tegangan geser akibat momen torsi pada penampang lingkaran dalam keadaan elastis tersebut
sama dengan perkalian regangan geser dengan modulus gesernya. Tegangan geser ini
sebanding dengan jarak dari sumbu netral (titik berat lingkaran). Dari persamaan (1)
diperoleh:
vte =
(2)
dimana:
Te = momen torsi elatis
r = jari-jari elemen
J = momen inersia polar
vte = tegangan geser elastis akibat momen torsi.
Pada penampang lingkaran, torsi biasanya tidak menimbulkan warping pada penampang, atau
penampang lintang batang yang semula datar akan tetap rata dan hanya berputar terhadap
sumbu batang.
Pada saat elemen lingkaran mulai plastis, tegangan pada bagian cincin plastis terluar
menjadi konstan sedangkan tegangan pada cincin dalamnya masih elastis. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 5. Selanjutnya, apabila semua bagian penampang sudah plastis, maka b = 0
(lihat Gambar 5) dan tegangan gesernya dapat dirumuskan sebagai:
vtf = (5)
dimana:
tp = momen torsi batas
vtf = tegangan geser nonlinier, indeks f menunjukkan kerutuhan.
Vte, vtf
Cincin plastis
Inti elastis
O b r
Keterangan :
Vte, vtf = tegangan geser torsional
r = jari-jari lubang
Pada penampang batang yang berbentuk tidak bulat, masalah torsi menjadi rumit karena
torsi akan mengakibatkan penampang yang sebelumnya datar menjadi tidak rata atau berkeluk
(bentuk berubah keluar bidang), atau sebutan lainnya adalah terpilin (warping). Momen torsi
akan mengakibatkan tegangan geser baik dalam aksial maupun dalam arah transversal.
Sebagai contoh, distribusi tegangan akibat torsi pada penampang persegi (panjang y dan tebal
x) dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Vte
+ τmaks
A +
Te
x - +
- B
-
y
Tegangan maksimum terjadi pada titik-titik tengah sisi yang terbesar, yaitu titik A dan
B, dan dihitung dengan persamaan berikut (Wang dan Salmon, 1985):
τmaks = మ
(6)
dengan α adalah parameter yang bergantung pada rasio y/x (sisi panjang terhadap sisi
pendek). Nilai α dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Adapun untuk penampang T, L dan I (lihat Gambar 4.c), distribusi tegangan geser torsi
pada penampang tersebut dapat didekati dengan membagi-bagi penampang ke dalam
beberapa bagian persegi dan dengan menganggap bahwa setiap bagian mempunyai
perbandingan y/x yang besar sehingga nilai α adalah 1/3. Tegangan geser maksimum vte
terjadi pada titik tengah dari sisi panjang penampang yang mempunyai tebal yang terbesar
(xm), sehingga:
ౣ
vte = భ య (7)
∑
య
dimana x dan y adalah tebal dan sisi dari masing-masing bagian persegi.
2. Teori Analogi Rangka Batang yang merupakan modifikasi analogi rangka batang untuk
desain sengkang geser menjadi metode yang dapat diterapkan untuk mencari sengkang
torsional.
miring dan daerah yang diarsir pada Gambar 5(b) memperlihatkan daerah beton tertekan yang
sudah tidak datar lagi dan membentuk sudut θ terhadap penampang melintang datar semula.
Nawi (1985) menjelaskan bahwa teori lentur miring ini mengidealisasikan daerah
tertekan sebagai tinggi yang seragam. Retak pada ketiga permukaan lain dari penampang
melintang dianggap tersebar merata, dimana sengkang tertutup pada permukaan ini menahan
gaya melalui aksi pasak (dowel) dengan beton. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang yang
terlentur miring dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut, ditunjukkan poligon gaya
yang meliputi tahanan geser beton Fc, gaya aktif tulangan baja memanjang pada daerah
tertekan TL dan gaya blok tekan Cc.
Gambar 6. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang lentur miring; (a) semua gaya yang
bekerja pada bidang miring pada keadaan runtuh ; (b) vektor-vektor gaya pada
daerah tertekan.
Momen torsi Tc dari gaya geser Fc yang dihasilkan oleh luas tegangan tekan yang diarsir pada
Gambar 6 dapat dinyatakan dengan :
Atau :
Tc = √2 Fc (0,8x) (10.b)
dimana x adalah sisi yang terpendek pada balok. Selanjutnya untuk memperoleh nilai Fc yang
dinyatakan dengan tegangan internal pada beton, k1f , dan konstanta torsional geometris
penampang, k2 x2 y, menghasilkan persamaan berikut:
x yf
,
√
Tc = (11)
Selanjutnya gaya pasak Fx dan Fy diasumsikan sebanding dengan luas penampang melintang
tulangan-tulangan tersebut. Gaya pasak Fx dan Fy diasumsikan sebanding dengan luas
penampang melintang tulangan-tulangan tersebut. Apabila telah diperoleh perbandingan
tahanan torsional yang dihasilkan oleh gaya pasak Qx dan Qy dengan tahanan torsi dari:
∑ F x
, ∑ F y
, ∑ F
x
, ∑ T 0
Dimensi x1 dan x2 berturut-turut adalah dimensi dari as ke as yang terpendek dan yang
terpendek dari sengkang tertutup segiempat; dimensi x0 dan y0 adalah dimensi dari as ke as
padanannya, yaitu tulangan memanjang pada pojok-pojok sengkang. Dengan demikian
diperoleh persamaan kekuatan torsi (Ts) yang dihasilkan oleh tulangan memanjang dan
sengkang tertutup, yaitu:
= α
భ భ ౪ ౯
Ts (12.a)
dimana :
= 0,66 0,33 భ
α1 (12.b)
భ
atas sengkang-sengkang sebagai batang diagonal tarik dan suatu jalur beton yang bersudut 45°
dengan arah retak sebagai batang-batang tekang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Pada Gambar 7 di atas, aliran geser pada dinding penampang kotak adalah τt, dimana τ
adalah tegangan geser dan F adalah gaya tarik pada masing-masing tulangan longitudinal
yang terletak pada sudut-sudut balok. Persamaan keseimbangan gaya dapat ditulis sebagai
berikut:
4F = (13)
= 2x y
ౢ ౯ ౪ ౯
Tn (17)
Untuk kondisi tulangan geser (sengkang) melintang dan tulangan longitudinal yang
= 2 x y
volumenya sama, momen tahanan torsional (Tn) pada keadaan gagal (failure) adalah:
౪ ౯
Tn (18)
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa ada kemiripan persamaan momen tahanan
torsional (Tn) yang dikembangkan dengan teori lentur miring, yaitu persamaan (12.a), dengan
yang dikembangkan menggunakan teori analogi rangka batang ruang, yaitu persamaan (18).
Tegangan geser akibat torsi pada thin walled tube akan timbul di sepanjang tebal
elemen dan dapat diasumsikan bernilai konstan mengingat tipisnya ketebalan dindingnya.
Demikian juga dengan nilai aliran geser (shear flow, q), yaitu q = vt, harus selalu konstan di
sekitar penampang. Selanjutnya besarnya tegangan geser dapat dihitung sebagai berikut:
v =
(19)
dimana :
Ao = luasan yang dibatasi oleh garis pusat (centerline) dinding pipa (mm2)
t = tebal dinding pipa (mm)
T = momen torsi (N.mm)
v = tegangan geser torsi (MPa)
= 0,33√f
dengan nilai fcr menurut pasal 13.4.2.2 SNI 03-2847-2002 adalah:
fcr (20.b)
Dari persamaan (19) telah diperoleh besarnya tegangan geser akibat torsi pada pipa dinding
tipis, yaitu:
v =
Hubungan antara v dan T pada penampang selain pipa dinding tipis dapat diturunkan
dari teori elastik maupun plastik. Akan tetapi hasil yang diperoleh umumnya bersifat
kompleks sehingga perlu pendekatan. Salah satu cara pendekatan yang ditempuh adalah
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 11
T o r s i Teknik Sipil Uncen
dengan menggunakan prinsip bahwa sebagian besar torsi ditahan oleh tegangan geser di
sekitar tepi luar penampang. Dengan demikian, penampang aktual dapat dimodelkan sebagai
pipa dinding tipis ekuivalen dengan dimensi luar sama dengan penampang aktual, tetapi
mempunyai dinding setebal tc, yang tebalnya dihitung sebagai berikut:
tc = (21)
dimana:
tc = tebal dinding pipa ekuivalen, mm.
Acp = luasan yang dibatasi oleh tepi luar penampang, mm2 (lihat Gambar 8).
pcp = keliling penampang, mm (lihat Gambar 8).
(bw + 2hw) ≤ (bw + 8hf)
berongga
hf hf
h
hw hw
lw = hw ≤ 4hf
b bw bw
Gambar 8. Defenisi Acp dan pcp
Nilai Ao pada persamaan (19) dapat dihitung berdasarkan dimensi luar dan ketebalan
dinding pipa ekuivalen dan dapat didekati dengan persamaan berikut:
Ao =
A (22)
Anggap nilai v pada persamaan (23) tersebut sama dengan vcr dan fcr pada persamaan (20.a)
dan (20.b). Demikian juga dengan nilai T pada persamaan (23) sama dengan Tr. Dengan
demikian diperoleh:
Vcr = (24.a)
Tr = v
(24.b)
Substitusi nilai vcr = fcr = 0,33√f [dari persamaan (20.b)] ke persamaan (24.b) akan
menghasilkan:
= 0,33√f
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr (25)
Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.1 dinyatakan bahwa pengaruh tosri (puntir) pada balok
dapat diabaikan jika momen puntir terfaktor (Tu) kurang dari 0,25 Tr dikali faktor reduksi
kekuatan (φ). Dengan demikian diperoleh hubungan sebagai berikut:
(26)
ౙ౦
Contoh Soal 1
Diketahui suatu balok dengan ukuran penampang dan penulangan seperti pada gambar
berikut. Mutu beton: f’c = 25 MPa. Hitunglah berapa torsi yang dapat menyebabkan
keretakan pada penampang balok tersebut.
2 D22
500 mm
4 D22
300 mm
Penyelesaian
Torsi yang dapat menyebabkan keretakan pada penampang balok dihitung dengan persamaan
berikut:
= 0,33√f
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr
dimana :
Acp = 300 × 500 = 150000 mm2
pcp = 2 (300 + 500) = 1600 mm
maka :
= 0,33×√25 23203125 N. mm
మ
Tr
= 23,230 kN.m
Contoh Soal 2
Balok beton dengan ukuran penampang b = 350 mm dan h = 700 mm memikul momen torsi
(Tu) sebesar 12,5 kN.m. Mutu beton f′c = 25 MPa. Periksa apakah pengaruh torsi perlu
diperhitungkan terhadap balok tersebut atau tidak !!
Penyelesaian
Acp = bh 350 700 245000 mm
pcp = 2
b h 2
350 700 2100 mm
′ ౙ ౙ౦మ
≤
ౙ౦
Tu
A
f
= qs tan θ
Dari Gambar 9 (b) diperoleh keseimbangan gaya vertikal pada elemen sudut, yaitu:
(28)
substitusi nilai q dari persamaan (27) ke persamaan (28) menghasilkan:
A
f
s tan θ
= (29.a)
tan θ
౬౪ ౬
= (29.b)
Tegangan tekan T
Avt×fv
diagonal (q)
Tulangan geser qs
Tulangan
longitudinal qs tanθ
Garis retak
Luas = S
s
θ s
s
Ni/2
Dt
Dt
Vt
θ
Ni/2 Nt
(c) Gaya pada retak diagonal
Gambar 9. Retak yang terjadi akibat torsi menurut Analogi Rangka Ruang
Kebutuhan tulangan geser untuk menahan torsi dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.6
ditentukan berdasarkan persamaan (29.b), yaitu:
౬౪
= (30.a)
౯౬
atau:
౬౪ ౯౬
Tn = (30.b)
dimana:
Avt = luas tulangan geser yang dibutuhkan untuk menahan torsi, mm2.
Ao = 0,85 Aoh, dengan Aoh dapat ditentukan berdasarkan Gambar 10.
fyv = tegangan leleh tulangan geser, MPa.
θ = sudut retak.
Sudut retak (θ) tidak boleh lebih kecil dari 30° dan lebih besar dari 60°. Nilai θ boleh diambil
sebesar :
(a) 45° untuk komponen struktur non-prategang atau komponen struktur prategang yang
besarnya kurang daripada yang ditentukan pada butir (b) berikut;
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 15
T o r s i Teknik Sipil Uncen
(b) 37,5° untuk komponen struktur prategang dengan gaya prategang efektif tidak kurang
dari 40% kuat tarik tulangan longitudinal.
Sengkang tertutup
berongga
Aoh = Luas penampang yang dibatasi tulangan geser terluar, yaitu daerah yang diarsir
ph = keliling batas terluar daerah yang diarsir
Gambar 10. Defenisi Aoh dan ph
Tinjau kembali Gambar 9(c). Sesuai dengan prinsip keseimbangan gaya pada sistem
rangka (truss), gaya vertikal Vt dapat diuraikan menjadi gaya horisontal (Nt) dan diagonal
(Dt). Komponen gaya diagonal ditahan oleh beton bertulang sedangkan komponen gaya
horisontal ditahan oleh tulangan longitudinal. Selanjutnya diperoleh:
Nt = At ft = q × cotθ × ph (31)
౬౪ ౬
dari persamaan (28) diperoleh: q =
(32.a)
dari persamaan (31) diperoleh: At = ౪
(32.b)
Substitusi nilai q dari persamaan (32.a) ke persamaan (32.b) menghasilkan persamaan untuk
menentukan luas tulangan longitudinal untuk menahan torsi (At), yaitu:
p
౬ cot θ
౬౪ ౬
౬౪
At = (33)
౪ ౪
Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.7, luas tulangan longitudinal tambahan yang
dibutuhkan untuk menahan torsi dihitung berdasarkan persamaan (33) tersebut, yaitu:
p
౯౬ cot θ
౬౪
At =
(34)
౯ౢ
dimana:
At = luas tulangan longitudinal torsi, mm2.
ph = keliling daerah yang dibatasi oleh centerline sengkang tertutup, mm (Gambar 10).
fyl = tegangan leleh tulangan longitudinal, MPa.
T ≥ Tu
Tulangan yang dibutuhkan untuk menahan torsi ditentukan berdasarkan:
(35)
Artinya kapasitas torsi penampang harus lebih besar atau sama dengan beban torsi terfaktor.
Tulangan yang dibutuhkan untuk torsi tersebut harus ditambahkan pada tulangan yang
dibutuhkan untuk menahan momen lentur (tulangan longitudinal) dan untuk menahan geser
(tulangan geser/sengkang). Dengan demikian, tulangan torsi merupakan tulangan longitudinal
dan tulangan geser yang ditambahkan.
Retak akibat torsi terjadi jika momen torsi telah mencapai Tr, yaitu:
= 0,33√f
ౙ౦ మ
ౙ౦
Tr dari persamaan (25)
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.1, pengaruh torsi untuk komponen struktur non-
prategang dapat diabaikan jika momen torsi terfaktor Tu kurang dari 0,25 Tr, yaitu:
ᇲ ౙ ౙ౦ మ
≤
ౙ౦
Tu dari persamaan (26)
atau untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau tekan aksial :
ౙ౦
1
ᇲ ౙ మ
౫
≤
ౝ ᇲ ౙ
Tu (36)
ౙ౦
dimana φ untuk geser dan torsi adalah 0.75. Apabila kondisi tersebut tercapai, maka
diperlukan tulangan torsi pada penampang. Untuk kondisi tersebut, menurut SNI 03-2847-
2002, dimensi penampang melintang elemen struktur haruslah memenuhi persyaratan berikut:
a. untuk Penampang Solid
౫ ౫ మ ≤ ౙ ౙ
,
(37)
౫
, ౫ మ ≤ ౙ
ᇲ ౙ
(38)
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 13.6.3.5, tulangan yang dibutuhkan untuk torsi
ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
౫
≥
Tn dari persamaan (35)
Adapun kebutuhan tulangan geser/sengkang tambahan untuk menahan torsi per meter panjang
balok menurut adalah (lihat pasal 13.6.3.6 SNI 03-2847-2002):
A
౯౬
θ
= dari persamaan (30.a)
Kebutuhan tulangan longitudinal tambahan untuk menahan torsi menurut (lihat pasal 13.6.3.7
SNI 03-2847-2002):
p cot θ
౬౪ ౯౬
At = dari persamaan (34)
౯ౢ
Selanjutnya luas tulangan torsi minimal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut (lihat
pasal 13.6.5.2 dan pasal 13.6.5.3 SNI 03-2847-2002):
a. Luas total tulangan geser / sengkang per meter panjang balok (s = 1000 mm):
A
A ≥ dan A
A ≥
ᇲ ౙ
౯౬
(39)
౯౬
A
A ≥ p
ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬
౯ౢ ౯ౢ
(40.a)
౬౪
dan:
≥ ౯౬
(40.b)
Tegangan leleh tulangan torsi (fy) harus kurang dari 400 MPa. Jarak (spasi) tulangan
geser torsi (s) diatur dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.6.6.1, yaitu:
≤ dan s ≤ 300 mm.
s
2. Untuk komponen struktur yang menderita momen torsi keserasian, yaitu pada balok
statis tak tentu yang mampu melakukan redistribusi momen.
a. Apabila momen torsi terfaktor Tu < (Tr / 4), maka momen torsi dapat diabaikan.
b. Apabila momen torsi terfaktor Tu > (Tr / 4), maka balok harus dirancang untuk
menahan momen torsi terfaktor.
c. Apabila momen torsi terfaktor Tu > Tr, maka pada balok tersebut harus dilakukan
redistribusi momen.
Contoh Soal 3
Diketahu denah pelat-balok seperti terlihat pada gambar berikut, dimana pelat menumpu pada
salah satu sisi balok, demikian juga balok menumpu pada kolom (tumpuan jepit). Ukuran
balok 300 mm × 500 mm dengan bentang 4 m, sedangkan tebal pelat 120 mm dengan bentang
3 m. Akibat pembebanan yang bekerja, balok memikul momen terfaktor merata di sepanjang
bentangnya sebesar Mu - = 3 kN.m/m′. Periksa apakah balok harus direncanakan memikul
momen puntir atau tidak, apabila mutu beton f’c = 25 MPa.
I
Balok
Balok
I 4,0 m 4,0 m
0,3m
3,0 m
Potongan I-I
Penyelesaian
Mengingat balok yang ditinjau merupakan balok statis tak tentu, maka torsi yang terjadi
merupakan momen torsi keserasian (torsi kompatibilitas). Momen torsi yang terjadi pada
ujung-ujung balok dihitung sebagai berikut:
File: Tobok SM Aritonang. Doc. 19
T o r s i Teknik Sipil Uncen
120 mm
500 mm
300 mm 380 mm
ౙ౦ √25
౨ ᇲ ౙ మ
,
మ
=
Contoh Soal 4
Contoh soal ini mirip dengan Contor Soal No. 3, tetapi momen terfaktor merata di sepanjang
bentang sebesar Mu - = 15 kN.m/m′. Periksa apakah balok harus direncanakan memikul
momen puntir atau tidak !.
Penyelesaian
Perhitungan momen torsi keserasian yang terjadi pada ujung-ujung balok:
Tu = 15 × (L/2) = 15 × (4/2) = 30 kN.m
Dari penyelesaian Soal Nomor 3 telah diperoleh:
Acp = 220600 mm2
pcp = 2480 mm
maka:
√f √25
ౙ౦ మ ,
మ
ౙ౦
Tr =
√25
౨ ᇲ ౙ ౙ౦ మ ,
మ
ౙ౦
=
Redistribusi
momen
3m
-30 +30
30 – 24,528 = + 5,472 → 0,5 × 5,472 = 2,736 +2,736
-24,528 +32,736
Momen torsi pada balok yang ditinjau sebelumnya sebesar Mu- = 30 kN.m (momen negatif).
Mengingat balok hanya mampu memikul momen negatif sebesar Tr = 24,528 kN.m, maka
sisanya yang sebesar 5,472 kN.m akan didistribusikan ke momen positif dan momen negatif
di ujung balok yang lain. Dengan demikian, ujung kanan balok akan menahan momen torsi
tambahan sebesar 2,736 kN.m, sehingga total momen torsi yang dipikul balok adalah 32,736
kN.m.
Contoh Soal 5
Balok tepi dari suatu struktur gedung dengan bentang 6 m mendukung pelat kanopi dari beton
dengan bentang pelat 2,5 m. Ukuran penampang balok: b = 300 mm; h = 500 mm. Tebal pelat
120 mm. Selain berat sendiri pelat, pada pelat juga bekerja beban hidup merata sebesar 2,5
kN/m2. Rencanakanlah balok tepi tersebut terhadap lentur, geser dan torsi, apabila ditentukan
mutu beton f’c = 25 MPa, tulangan lentur fy = 320 MPa, dan tulangan geser fyv = 240 MPa.
Berat beton γc = 24 kN/m3. Balok tersebut terlindung dari cuaca, dan anggap tidak ada beban
angin dan gempa yang bekerja pada struktur gedung.
6,0 m
I
Balok
Kolom
Pelat beton 2,5 m
2,5 m
0,3m
Potongan I-I
Penyelesaian
Perhitungan Gaya-Gaya Dalam
1. Momen lentur balok
a. Beban mati
Berat pelat = 0,12 × 2,5 × 24 = 7,2 kN/m
Berat balok = 0,3 × 0,5 × 24 = 3,6 kN/m +
qD = 10,8 kN/m
b. Beban hidup
Beban hidup qL = 2,5 × 2,5 = 6,25 kN/m
Beban perlu: qu = 1,2 qD + 1,6 qL = 1,2 10,8 1,6 6,25 22,96 kN/m
ଵ ଵ
Momen di tumpuan : Mu(-) = q୳ Lଶ 22,96 6ଶ 75,14 kN. m
ଵଵ ଵଵ
ଵ ଵ
Momen di lapangan : Mu(+) = ଵ
q୳ Lଶ ଵ
22,96 6ଶ 51,66 kN. m
2. Gaya geser balok
ଵ ଵ
Vu = q୳ L 22,96 6 68,88 kN 68880 N
ଶ ଶ
q
a = 30,736 2,5 96,05 kN. m
Momen torsi untuk 2 tumpuan :
Tu =
౫ ౫ మ ≤ ౙ ౙ
ᇲ
,
maka:
,
= 4,268 MPa
ౙ = 0,75× ×,
ᇲ ౙ √
= 5,625 MPa
berarti dimensi penampang melintang balok sudah memenuhi syarat SNI 03-2847-2002.
, ,
ρ =
1 1
, 1 1
0,0042
,
c =
, 50,2 mm
Kontrol regangan:
εy =
0,0016
,,
= 113,499 kN.m
Mr = % M 0,8 113,499 90,799 kN. m
diperoleh: Mr = 90,799 kN.m > Mu = 75,14 kN.m (OK)
Jadi tulangan longitudinal di tumpuan: tulangan tarik 3 D19 dan tulangan tekan 2 D19
(ditambahkan).
,
,
ρ = 1
1
1
1
0,0028
,
Periksa apakah diperlukan tulangan torsi atau tidak, syarat perlu tulangan torsi jika:
ᇲ ౙ ౙ౦మ
ౙ౦
Tu >
A
, ల
౯౬ θ °
=
= 1698,7 mm2
Pada perhitungan tulangan geser sebelumnya, telah digunakan tulangan geser ∅10 – 200 mm,
dengan luas tulangan tulangan geser per meter:
మ ! మ
భ భ
ర ర
Avs = =
2
= 785 mm
Luas tulangan geser dan torsi: Avs + Avt = 785 + 1698,7 = 2843,7 mm2
Syarat luas tulangan geser minimal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut :
"! #
# ౯౬ #
= = 416,67 mm2
55,2 mm;
మ ! మ
భ భ
ర ర
౬౩ $౬౪ #,
s =
160 mm;
s ≤
s ≤ 300 mm;
jadi digunakan tulangan geser: ∅10 – 50 mm.
= 1630,75 mm2
Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh luas tulangan longitudinal untuk memikul
lentur: Ast = 3 D19 + 2 D19 = 5 D19
Luas tulangan longitudinal lantur dan torsi: At + Ast = 1630,75 + 1416,9 = 3047,6 mm2
Syarat luas tulangan longitudinal yang harus disediakan dihitung sebagai berikut :
A A ≥ p
ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬
౯ౢ ౯ౢ
౬౪
dan:
≥
౯౬
p 1280
ᇲ ౙ ౙ౦ ౬౪ ౯౬ × √ ,
౯ౢ ౯ౢ
=
1,698
౬౪ ,
=
0,21
౯౬
=
0,21 (OK)
౬౪
diperoleh :
= 1,698 > ౯౬
5,75 ≈ 6 tulangan
౪ ,
n = భ =భ
మ మ
ర ర
Dengan demikian digunakan tulangan longitudinal torsi 6 D19 yang dipasang pada sisi-sisi
balok, yaitu 3 D19 di sisi kanan balok, dan sisanya di sisi kiri balok.
I II
5 D19 2 D19 5 D19
0,5 m
3 D19
2 D19 2 D19
∅ 10-50 ∅ 10-50
500 mm 4 D19 500 mm 4 D19
2 D19 2 D19
3 D19
300 mm 300 mm
Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung, SNI 03-2847-2002, Bandung.
Nawi, E.G., 1998, Beton Bertulang, Suatu Pendekatan Dasar, terjemahan oleh Suryoatmono,
B., Refika Aditama, Bandung.
Imran, I., 1997, Catatan Kuliah Struktur Beton II, Penerbit ITB, Bandung.
Purwono, R., Tavio, Imran, I., Raka, I.G., 2007, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002), ITS Press,
Surabaya.
Priyosulistyo, H., 2010, Perancangan dan Analisis Struktur Beton Bertulang I, Biro Penerbit
Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Yogyakarta.
Wang, C.K., and Salmon, C.G., 1985, Reinforced Concrete Design, 4th Ed.,Harper & Row
Publisher, Inc. New York.