Anda di halaman 1dari 23

PERENCANAAN KONSTRUKSI

Metode statika akan dibicarakan sebelum masalah pembebanan dan penulangan.


Analisis statika menggunakan software struktur STAADPro 2000.

Metode Analisis Statika

Teori Dasar Cangkang dan STAAADPro 2000


 Sebagian besar konstruksi bangunan keairan adalah berupa pelat atau pelat lengkung
yang sering disebut dengan cangkang.
 Pada seluruh struktur keairan, misalnya diversion tunnel, spillway, abutment, retaining
wall, shaft, bangunan penyadap, pembilas, pengelak, intake, dan lain lain semuanya
merupakan struktur pelat dan cangkang (bukan kolom ataupun balok).

 Idealisasi balok atau kolom tidak mungkin dilakukan pada struktur lengkung. Dalam hal
ini idealisasi dan analogi yang paling tepat dan paling mendekati kenyataan ialah
cangkang.
 Hal ini berbeda dengan konstruksi gedung yang sering berupa balok, kolom dan pelat,
atau konstruksi jembatan yang terdiri dari pelat dan balok.

 Cangkang (shell) ialah suatu struktur bidang lengkung yang mempunyai ketebalan h yang
jauh lebih kecil dibandingkan bentang x dan bentang y, yaitu h << a dan h << b. Besarnya
radius r struktur cangkang bervariasi dari 0 –  .
 Pada radius r = , cangkang datar biasanya disebut pelat (plate).
 Pada radius r dan =360 cangkang bisa disebut pipa seperti pada struktur tunnel.
Sehingga selanjutnya pelat atau cangkang dapat disebut dengan cangkang saja.

Gambar 1. Cangkang dengan  = 180

 Struktur cangkang memiliki keunikan dibanding struktur balok dan kolom karena hanya
menerima momen M dan gaya normal N, gaya lintang/geser Q ada namun relatif kecil.

 Pada cangkang besarnya gaya geser diabaikan karena tinggi/ ketebalannya kecil
dibandingkan dengan bentang arah x atau arah y.
 Pada cangkang yang menerima gaya normal dan momennya dominan, seperti struktur
shaft, maka perhitungan struktur betonnya dapat dianalogikan dengan konsep perhitungan
kolom eksentrisitas besar.
 Sedangkan untuk cangkang yang gaya normalnya dominan dapat digunakan konsep
perhitungan kolom eksentrisitas kecil. Dan untuk cangkang yang momen lenturnya
dominan maka dapat digunakan prinsip perhitungan balok bertulangan tunggal atau
rangkap. Perhitungan tegangan cangkang ialah per m2.

Konsep Analisis Tegangan


 Pada elemen tiga dimensi, tegangan yang terjadi pada ke-6 sisi kubus bisa digambarkan
dengan 6 buah komponen tegangan, yaitu 3 buah tegangan normal x, y, z, dan tiga
buah tegangan geser xy=yx, xz=zx, yz=zy.
Tegangan-tegangan ini disebut tegangan ruang.

Gambar 2. Elemen kontinum tiga dimensi dengan tegangan sumbu lokal (1,2,3)

 Tegangan pada struktur tipis seperti pelat dan cangkang direduksi menjadi 3 buah
komponen tegangan saja, yaitu tegangan normal x, y dan tegangan geser xy.

Tegangan pada Struktur Cangkang


 Untuk memudahkan penggambaran tentang tegangan, diambil struktur pelat yang hanya
mempunyai lentur 1 arah yaitu x saja. Pada setiap penampang pelat, aksi dari beban
menyebabkan timbul pola deformasi dimana ada serat tarik yang bertambah panjang dan
ada serat tekan yang bertambah pendek.
P

z
y

x
h

Gambar 3. Pelat terlentur satu arah (ke arah sumbu y)

 Pada daerah tengah balok ada serat yang tidak mengalami perpanjangan atau
perpendekan yang disebut sumbu netral. y
(tekan)
x
(tekan)
z
y

x y
y (tekan) (tarik)
(tekan)
x
y x
(tarik) (tarik)
Gambar 4. Tegangan pada elemen pelat atau cangkang (dominan terlentur ke arah sumbu y)
 Tegangan dalam elemen pada arah x dan y inilah yang nantinya digunakan sebagai dasar
perencanaan struktur cangkang.

Komputasi Analisis Struktur Dengan STAADPro 2000

Metode Elemen Hingga

 Bila suatu kontinum benda pejal dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil,
maka bagian kecil ini dinamakan elemen hingga atau biasa disebut elemen saja. Proses
pembagian kontinum utuh menjadi beberapa elemen disebut diskretisasi.

Gambar 5. Pembagian (diskretisasi) pada elemen cangkang

 Adanya beban akan memberikan pengaruh berupa deformasi (atau regangan) pada
kontinum tadi, juga disertai terjadinya tegangan dalam dan reaksi pada titik (joint)
tertahan (restrained). Hasil tegangan, regangan dan perpindahan yang diperoleh dari
metode elemen hingga merupakan nilai pendekatan, bukan nilai eksak.

 Berikut adalah gambar elemen cangkang beserta aturan penomoran dan derajat
kebebasannya:
Gambar 6. Aturan penomotran titik nodal elemen cangkang

 Metode elemen hingga didasarkan pada perpindahan titik nodal (nodal displacement
based), {d} tergantung DOF (degree of freedom)-nya:
 u1 
v 
 1
w1 
  w
 1 
 1 
  v1 1
 d   ... 
u 
 4 u1
 v4 
w  1
 4
 4 
 
 4 
Gambar 6. Derajat kebebasan / DOF (degree of freedom) elemen cangkang pada program STAADPro 2000

 Nilai regangan ditentukan dari perkalian antara matriks [B] dan matrik perpindahan {d}:
[] = [B] {d}
dengan [B] ialah operator tegangan-perpindahan.
[] = [D] . {}
dengan matriks [D] ialah:
 
E 1    0 
 D    1  0 
(1   ).(1  2)  1  2 
 0 0 
 2 

 Matriks kekakuan elemen dapat diturunkan dengan persamaan:


K= [B]T.[D].[B] dr ds dt
 Matriks kekakuan elemen tersebut selanjutnya dirakit berdasarkan penomoran nodalnya
menjadi matriks kekakuan struktur cangkang.
 Dengan demikian, tegangan dan regangan dapat ditentukan, selanjutnya nilai momen
lentur M dan gaya normal N dapat dicari. Sehingga dengan mudah hasil M dan N tersebut
dimasukkan sebagai data perhitungan struktur beton bertulang.

STAADPro 2000

 Untuk mendapatkan gaya dalam, yaitu M, D dan N tanpa melalui proses komputasi yang
rumit dan perkalian matriks yang panjang, dewasa ini telah dikembangkan berbagai paket
program bantu jadi dalam bidang analisis struktur (structural analysis software)
diantaranya yaitu paket program terkenal SAP2000 oleh Berkeley University Inc. dan
STAADPro 2000 oleh Research Engineers, Inc.
 Output yang dihasilkan akan relatif sama dengan metode elemen hingga konvensional
karena memang software yang ada menggunakan metode elemen hingga yang telah
disempurnakan.
 Selanjutnya untuk semua komponen Bendungan Langsa dipergunakan STAADPro 2000
dengan analisis cangkang (shell analysis).
 Selanjutnya dilakukan Run Analysis, sehingga didapatkan suatu gambar stress analysis
dari program STAADPro2000.
 Hasil bidang momen nantinya tidak berbentuk bidang satu arah seperti pada portal, tetapi
berbentuk ruang. Untuk memudahkan penggambaran, besarnya gaya dalam ditunjukkan
dengan luasan bidang kontur tegangan. Garis kontur yang berhubungan menunjukkan
nilai tegangan dan atau gaya dalam yang sama. Warna yang sama menunjukkan nilai
tegangan dalam suatu interval (range) yang sama.
 Hasil ringkasan (summary) dari momen lentur Mx dan My dan gaya normal Fx dan Fy
pada nilai maksimum saja -dari elemen tertentu- yang diperoleh dari output STAADPro
2000 berupa tabel-tabel.
 Hasil gaya dalam pada tabel tersebut dimasukkan pada spreadsheet desain beton
bertulang menurut kriteria desain yang ada akan menghasilkan penulangan cangkang baik
arah x maupun penulangan arah y (tidak diperoleh begitu saja dari As=0.002 b.h).

Perencanaan Beton Bertulang

Peraturan SK-SNI-T-1991-03
 Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami perubahan dan
pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI ’71), PBI ’89 dan yang terakhir
ialah Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T-15-1991-03.
Pembaharuan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mengimbangi pesatnya laju ilmu
pengetahuan dan teknologi beton bertulang.
 Perbedaan antara keduanya yaitu, PBI ’71 merupakan perkembangan dari PBI ’55 dari
pemerintah Belanda dan berbasis metode elastik atau cara n (metode tegangan kerja),
mulai diperkenalkan sebagian kecil perhitungan metode kekuatan batas (ultimit) sebagai
alternatif, serta diperkenalkan juga dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa.
 SK-SNI-T-15-1991-03 memberikan ketentuan-ketentuan baru antara lain: (1) Metode
kekuatan batas (ultimit) lebih diutamakan sebagai perhitungan perencanaan, sedangkan
metode elastis (cara n) sebagai alternatif; (2) konsep hitungan keamanan dan beban yang
lebih realistik dihubungkan dengan tingkat daktilitas struktur; (3) Tata cara perhitungan
geser dan puntir pada keadaan ultimit (batas); (4) Menggunakan satuan SI dan notasi
disesuaikan dengan yang dipakai di kalangan internasional; (5) Ketentuan detail
penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen struktur; (6) Mengetengahkan
beberapa ketentuan yang belum tersedia pada peraturan sebelumnya, misalnya mengenai
bangunan tahan gempa, beton prategang, pracetak, komposit, cangkang, pelat lipat dan
lain-lain.
 Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut di atas diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi
yang harus diikuti dan berkekuatan hukum dalam pengendalian perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang, lengkap dengan segala sanksi yang diberlakukan.
Perencanaan Elemen Balok dan Pelat

Analisis Penampang Lentur dan Syarat Regangan

 Momen tahanan (nominal) Mn adalah kopel momen hasil perkalian antara gaya tarik
dalam yang disumbang oleh baja, Ts atau gaya tekan yang disumbang oleh blok tekan
beton, Cc dengan jarak lengan z. Momen tahanan Mn ini akan melawan momen dari luar
(ultimit) Mu yang dihasilkan oleh statika.
 Untuk tujuan penyederhanaan Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang
sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Bentuk ini telah disetujui oleh SK-SNI-
T-15-1991-03 pasal 3.3.2 ayat 7.
 Bentuk ini telah digunakan secara luas karena mudah dalam menggunakannya baik untuk
keperluan perencanaan dan analisis.
 Regangan tekan lentur beton c’ yang disyaratkan SK-SNI-T-15-1991-03 yaitu sebesar
0.003, sedangkan regangan leleh baja ialah fy/E.
Cc= 0.85 fc'.ab
a
c

h d - a/2

Ts1= As1.fy
b

Gambar 1. Blok tekan tegangan ekivalen Whitney

 Berdasarkan bentuk empat persegi panjang, seperti tampak pada Gambar 1, gaya tarik
baja Ts ditentukan sebesar luas baja tarik As dikalikan dengan mutu baja fy, sedangkan
intensitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar 0.85 fc’ dan dianggap bekerja
pada daerah tekan pada bidang a kali b sehingga menghasilkan gaya tekan sebesar Cc
yaitu 0.85 dikalikan dengan mutu beton fc’ dan luasan bidang a dikalikan dengan b,
dengan a ditentukan dengan rumus:
a = 1 . c
dengan c = jarak serat tekan terluar ke garis netral,
1= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton.
 Standar SK-SNI-T-15-1991-03 menetapkan nilai 1 diambil sama dengan 30-0.008(fc’-
30) dan tidak boleh kurang dari 0.65.
 Menurut keseimbangan horisontal, besarnya Ts harus sama dengan Cc, Ts = Cc:
As.fy = 0.85 fc’ ab
Maka: a = As.fy .
0.85 fc’ b
 Besarnya momen nominal tahanan Mn ialah salah satu gaya Cc atau Ts tersebut dikalikan
dengan z yaitu d-a/2.

Mn = Cc . z = 0.85 fc’ ab (d-a/2)


= Ts . z = As. fy . (d-a/2)
Kekuatan Persyaratan

 Penerapan faktor keamanan sangat penting untuk menghindari resiko keruntuhan. Dalam
hal ini ada dua pengamanan yang dipergunakan.
 Pertama, mengalikan momen ultimit luar Mu atau beban rencana dengan suatu faktor
beban yang besarnya lebih dari 1, misalnya sebesar 1.2 untuk faktor beban mati dan 1.6
untuk faktor beban hidup. Hal ini diatur dalam SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.2.2 ayat 1
persamaan (3.2.-1) yaitu:U=1.2D+1.6L
 Kedua, mengalikan momen nominal tahanan Mn dengan suatu faktor reduksi yang
besarnya lebih kecil dari 1 yang biasa disebut MR.
 Besarnya nilai faktor reduksi  ditentukan oleh SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 2.2.3 ayat 2.
Lentur tanpa beban aksial = 0.80
Geser dan puntir = 0.60
Tarik aksial, tanpa atau dengan lentur = 0.80
Tekan aksial, tanpa atau dengan lentur (persegi)= 0.65
Tekan aksial, tanpa atau dengan lentur (bulat) = 0.70
Tumpuan pada beton = 0.70
 Dengan demikian kapasitas momen MR sama dengan momen nominal tahanan Mn
dengan faktor .
MR =  Mn

Pembatasan Penulangan Tarik

 Kehancuran dengan diawali dengan hancurnya beton di daerah tekan tidak boleh terjadi
karena beton akan runtuh tiba-tiba. Hal ini disebut over-reinforced (kelebihan tulangan).
Untuk itu SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.3 menetapkan pembatasan luas penulangan
baja tarik tidak boleh melebihi 0.75 kali luas baja tarik keadaan imbang (balanced) yang
diperlukan untuk menjamin kehancural daktail, sehingga:

 < 0.75 b

dengan  ialah rasio penulangan antara luas tulangan As dibagi luas beton b kali d dan b
ialah rasio tulangan dalam keadaan seimbang.

 SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.5 juga memberikan batas minimal rasio tulangan sebagai
berikut:
min = 1.4/fy

 Sedangkan untuk pelat, Asminimum = 0.002bh menurut SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.16.12.


Desain Balok Bertulangan Tunggal

 Untuk merencanakan balok bertulangan tunggal, ditinjau kembali gambar berikut:


Cc= 0.85 fc'.ab
a

h d - a/2

Ts1= As1.fy
b

Gambar 2. Kopel Ts atau Cc dengan lengan z.


 Tentukan besarnya luas tulangan As yang akan dicoba. Besarnya tinggi blok tekan a dapat
diperoleh dengan:
a = As.fy .
0.85 fc’ b
 Besarnya Mn dapat diketahui dengan rumus:
Mn = As. fy . (d-a/2)
 Besarnya momen ultimit luar Mu harus lebih kecil dari MR =  Mn. Bila MR lebih kecil
dari Mu, maka besarnya As dan atau dimensi balok harus diubah sampai didapatkan nilai
MR yang lebih besar dari Mu.

Desain Pelat Bertulangan Tunggal

 Untuk merencanakan pelat bertulangan tunggal, konsep balok diadopsi dengan mengeset
lebar balok menjadi 1000 mm dan tinggi balok diperpendek membentuk pelat tipis
sehingga perlu ditinjau gambar berikut:
Cc= 0.85 fc'.ab

h d - a/2

Ts= As.fy
b

Gambar 3. Kopel Ts atau Cc dengan lengan z pada pelat.

 Tentukan besarnya luas tulangan As yang akan dicoba. Besarnya tinggi blok tekan a dapat
diperoleh dengan:
a = As . fy .
0.85 fc’ 1000
Besarnya Mn dapat diketahui dengan rumus:
Mn = As. fy . (d-a/2)
 Besarnya momen ultimit luar Mu harus lebih kecil dari MR =  Mn. Bila MR lebih kecil
dari Mu, maka besarnya As dan atau dimensi balok harus diubah sampai didapatkan nilai
MR yang lebih besar dari Mu.
Desain Balok Bertulangan Rangkap

 Apabila momen nominal yang dapat ditahan, Mn, yang dimiliki balok bertulangan
tunggal tidak memadai maka diperlukan penulangan tekan As’. Pada balok bertulangan
rangkap, momen nominal Mn yang dapat ditahan diperoleh dari kopel baja tarik Ts1 dan
beton tekan Cc serta kopel baja tarik Ts2 dan baja tekan Cs.

 Analisis penampang untuk balok bertulangan rangkap dapat dilihat pada gambar berikut:
Cc= 0.85 fc'.ab Cs= As’.fy

d’
a
c
h d +
d - a/2

Ts1 = As1 . fy Ts2 = As2 . fy


b

Gambar 4. Kopel Ts1–Cc lengan (d-a/2), kopel Ts2–Cs lengan (d-d’)

 Tentukan besarnya luas tulangan As1 yang akan dicoba. Besarnya tinggi blok tekan a
dapat diperoleh dengan:
Ts1 = Cc
As1 . fy = 0.85 fc’ a.b

a = As1 . fy .
0.85 fc’ b

 Besarnya MR1 dapat diketahui dengan rumus:


MR1 =  Mn1
= 0.85 fc’ a.b. (d-a/2)

 Apabila momen ultimit luar Mu lebih kecil dari MR1, maka perhitungan yang dilakukan
cukup dengan cara desain balok bertulangan tunggal.
 Apabila Mu lebih besar dari MR1, maka sisanya harus dipikul oleh momen nominal yang
kedua, MR2:
MR2 = Mu - MR1
= As2.fy (d-d’) = As’.fy (d-d’)
 Menurut keseimbangan horisontal, Ts2 = Cs, sehingga As’ = As2.
Jadi besarnya tulangan tekan As’ dapat ditentukan:

As’ = MR2 .
fy . (d-d’)
Perencanaan Elemen Kolom

Klasifikasi Elemen Kolom

 Elemen kolom dapat diklasifikasikan menurut bentuk penampangnya antara lain:


penampang persegi, penampang bulat, dan komposit. Sedangkan menurut dimensinya
dibagi menjadi pedestal, kolom pendek dan kolom panjang/langsing.
 Sedangkan menurut eksentrisitas bebannya dibedakan menjadi kolom dengan
eksentrisitas besar (kombinasi antara gaya aksial dan momen lentur) dan kolom dengan
eksentrisitas kecil (gaya aksial lebih dominan).
 Menurut arah lenturannya dibedakan antara lain: kolom lentur satu arah (uniaxial
bending) dan kolom lentur dua arah (biaxial bending). Menurut jenis kehancurannya
kolom dibagi menjadi kolom dengan jenis keruntuhan tekan dan kolom dengan
keruntuhan tarik.

Analisis Kolom Pendek dengan Eksentrisitas Kecil

 Pada kolom pendek efek tekuk (buckling) diabaikan, sehingga tidak diperlukan faktor
perbesaran momen. Pada kasus eksentrisitas kecil, momen Mu yang terjadi sangat kecil
dibandingkan dengan gaya aksial Pu sehingga momen diabaikan.
Analisis penampang untuk kasus ini menjadi:
Ts1= As1.fy

Pu
h Cc= 0.85 fc'. (Ag – As )

Ts2 = As2.fy
b

Gambar 4. Kolom pendek dengan eksentrisitas kecil.

 Besarnya gaya nominal yang bisa ditahan beton ialah:

Pn = 0.85 fc’. (Ag – As)+ (As1 + As2). fy


= 0.85 fc’ (bh – As) + As . fy

dengan :

Pn = gaya tekan nominal yang bisa ditahan (kN)


Ag = luas kotor penampang kolom (mm2)
As = luas penulangan baja (mm2)
Penampang Kolom Bertulangan Seimbang (balanced)

 Keadaan keseimbangan dalam kolom dapat bervariasi. Kolom dengan momen yang
dominan dibandingkan dengan gaya tekan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan
kolom yang lebih dominan gaya tekannya.
 Kolom dengan Mu yang dominan menunjukkan kecenderungan untuk mempunyai pola
kehancuran pada daerah tarik baja sebagaimana balok. Sedangkan kolom dengan Pu yang
dominan menunjukkan kecenderungan untuk mempunyai jenis pola kehancuran pada
daerah tekan beton.
 Pada gaya tekan Pnb (gaya normal pada saat balance) tertentu dan atau eksentrisitas eb
(eksentrisitas pada saat balance) yang tertentu pula terdapat keseimbangan antara dua
keadaan tersebut.
 Regangan beton pada keadaan seimbang b dapat dicari melalui kesetimbangan berikut:

e
b

Cs= As’.fy
d’
a
c Cc= 0.85 fc'.ab
h d d - a/2

d”

Ts= As . fy
b

Gambar 5. Regangan pada keadaan seimbang (balanced)

 Perbandingan segitiga di atas menghasilkan:


cb 0.003

d fy
 0.003 dengan Es = 2 . 105 Mpa
Es
600 . d
didapatkan: c b  600  fy

 Keseimbangan gaya horisontal menghasilkan


Pnb = Cs + Cc – Ts dengan Cc = 0.85 fc’ ( . cb) b
Cs = As’ . fy
Ts = As . fy
 Keseimbangan momen menghasilkan

Pnb . eb = Cc (d – a/2 – d”) + Cs (d – d’ – d”) + Ts . d”

Kolom Persegi Berjenis Kehancuran Tarik


 Apabila nilai eksentrisitas yang terjadi e = Mu/Pu lebih besar dari eb atau nilai Pn perlu
= Pu/ lebih kecil dari Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah kehancuran tarik pada
baja (s > y maka fs = fy ).

Analisis serta empiris menghasilkan besar gaya nominal yang dapat ditahan kolom:
  h  2.e   h  2.e 
2
 d  
Pn  0.85 fc'.b.d.       2.m.. 1   
  2d   2d   d 
 

fy As
dengan m  0.85 . fc' dan   b .d

Kolom Persegi Berjenis Kehancuran Tekan

 Apabila nilai eksentrisitas yang terjadi e = Mu/Pu lebih kecil dari eb atau nilai Pn perlu =
Pu/ lebih besar dari Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah kehancuran tekan pada
baja dan beton (s’ > y maka fs’ = fy ).

Analisis serta empiris menghasilkan besar gaya nominal yang dapat ditahan kolom:
   
   
As '.fy  b .h .fc' 
Pn  
 e   3. h . e 
  0.5    1 .18 
 d  d'   d2 

Desain kolom persegi

 Untuk merencanakan kolom persegi, perlu ditinjau kembali gambar berikut:

Cc= 0.85 fc'.ab Cs= As’.fy

d’
a
c
h d +
d - a/2

d”

Ts1 = As1 . fy Ts2 = As2 . fy


b

Gambar 6. Kolom dengan kopel Cc, Cs dan Ts

 Tentukan besarnya luas tulangan tarik As1 yang akan dicoba. Besarnya As2 dapat
diperkirakan sebesar 50 % As1.
Hitung c dalam keadaan seimbang, cb serta ab:
600 . d
cb 
600  fy ; ab =  . cb
Hitung fs’:
 c b  d '
f s '  0.003 . 2.10 5
cb
Gunakan fs’ bila fs’ < fy, sedangkan bila fs’ > fy maka gunakan fs’=fy.
Hitung besarnya  Pnb:

Pnb= 0.65.(0.85 fc' ab.b + As'. fs' - As.fy)

 Apabila e > eb atau Pu/ < Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah kehancuran
tekan pada baja dan beton.

Gunakan rumus:
  h  2.e   h  2.e 
2
 d  
Pn  0.85 fc'.b.d.       2.m.. 1   
  2d   2d   d 
 

Apabila e < eb atau Pu/ > Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah
kehancuran tekan pada baja dan beton.

Gunakan rumus:    
 As '.fy   b .h .fc '

Pn    
 e   3. h . e 
  0 .5    1.18 
 d  d'   d2 

 Apabila besar gaya tekan ultimit luar Pu lebih kecil dari  Pn, maka As dan As’ yang
dicobakan bisa digunakan. Bila  Pn lebih kecil dari Pu, maka besarnya As, As’ dan atau
dimensi kolom harus diubah sampai didapatkan nilai  Pn yang lebih besar dari Pu.
 Semua elemen struktur keairan seperti bendungan, pelimpah, terowongan, penyadap,
pengambilan dapat menggunakan pendekatan asumsi balok bertulangan tunggal,
bertulangan rangkap ataupun kolom dengan mengeset nilai lebar b sama dengan 1000
mm karena perhitungan beton dilakukan per m panjang.
 Asumsi dan pendekatan yang diambil dapat berbeda-beda tergantung gaya dalam yang
dominan. Sebagai contoh, pada perhitungan shaft gaya normal lebih dominan, maka
asumsi kolom lebih mendekati. Pada perhitungan abutment momen lebih dominan serta
lebih jelas arahnya, maka asumsi balok bertulangan rangkap lebih sesuai. Sedangkan
pada terowongan, momen positif dan negatif bisa terjadi di semua penampang tergantung
kombinasi pembebanannya, maka pendekatan balok bertulangan tunggal (yang dipasang
rangkap) lebih akurat.
Kolom Langsing

 Keruntuhan kolom dapat terjadi karena kehilangan stabilitas lateral akibat tekuk. Apabila
panjang kolom bertambah atau dimensi kolom mengecil maka kemungkinan kolom
runtuh karena tekuk semakin besar.
 Dengan demikian terjadi suatu transisi dari kolom pendek ke kolom panjang (langsing)
yang tersefinisi dengan menggunakan perbandingan panjang efektif (k.lu) dengan jari-jari
girasi kolom ( r ). Tinggi lu adalah panjang tak tertumpu (unsupported length), dan k
adalah faktor yang tergantung pada kondisi tumpuan ujung kolom. Dan selanjutnya k.lu/r
disebut angka kelangsingan.
 SK-SNI-T-15-1991-03 mensyaratkan pengaruh kelangsingan komponen struktur tekan
boleh diabaikan bila:
k.l u M
a).  34  12. 1b , untuk struktur yang ditahan terhadap goyangan lateral
r M 2b
k.l u
b).  22 , untuk struktur yang tidak ditahan terhadap goyangan lateral.
r

 Prosedur perhitungan kolom langsing dilakukan sebagai berikut:


Langkah pertama, yaitu menghitung momen inersia Ig, modulus elastisitas Ec, d,
dan radius girasi r.
bh 3
Ig  (mm 4 )
12
E c  4700 fc' (MPa )
Ig
r  0,3 h (mm)
A
1,2 M D
d 
1,2 . M D  1,6 M L
 Selanjutnya, menentukan nilai kekakuan kolom EIk dan kekakuan balok EIb :
E c .I g
EI k 
2,5 . 1   d 
E c .I g
EI b 
5 . 1   d 
 Kemudian dapat dihitung faktor kekangan ujung atas A dan ujung bawah B:
EI
 k
Lk
A 
EI
 b
Lb
EI k

Lk
B 
EI
 b
Lb
 Sehingga dapat dihitung nilai k baik dari nomogram maupun dengan persamaan:
k  0,7  0,05.  A   B 
diambil k yang terkecil
k  0,85  0,05 . min
 Persamaan di atas adalah untuk kolom dengan pengaku, sedangkan untuk kolom tanpa
pengaku persamaan k adalah sebagai berikut:
20   min
k 1   min , untuk  min  2
20
k  0,9. 1   min , untuk  min  2
 Akhirnya dilakukan klasifikasi kolom, apakah termasuk kolom panjang(langsing) atau
bukan:
k.l u M k.l u
 34  12. 1b , atau  22 , termasuk kolom langsing.
r M 2b r
 Apabila persyaratan di atas terpenuhi, maka prosedur kolom langsing harus dilakukan.
Setelah itu dihitung nilai Cm, P kritis yang mengakibatkan tekuk, Pc serta Pu dari statika
atau dari software STAADPro.
M
C m  0,6  0,4 1b  0,4
M 2b
 2 EI
Pc 
 k.l u  2
Faktor perbesaran momen bisa dicari:
Cm
b  1
Pu
1
.Pc
1
s  1
1
P u

. P c

 Momen yang ada dari statika Mu = M2b dikalikan dengan faktor perbesaran momen,
sehingga:
Mc   b .M 2 b   s .M 2s
Desain dan Pembebanan Struktur

Konstruksi Pelimpah

Beban Mati dan Beban Hidup

 Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat bangunan termasuk segala
unsur tambahan yang merupakan satu kesatuan dengannya. Berat jenis bahan-bahan
bangunan dapat dilihat pada tabel berikut :

Bahan Bangunan Berat Jenis (t/m3)


Beton bertulang 2,40
Beton biasa, tumbuk 2,20
Baja tulangan 7,85
Pasangan batu kali 2,20
Pasir padat 2,10
Air 1,00

Kondisi pembebanan

 Kondisi pembebanan pada konstruksi dibagi menjadi dua kondisi:


1. Kondisi Normal (Pembebanan untuk jangka panjang) ialah:
Beban-beban yang bekerja sbb:
a. Beban Mati
b. Beban Hidup
c. Gaya Tekanan Air
2. Kondisi Gempa/Kondisi Banjir (Pembebanan untuk jangka pendek), sbb:
a. Beban Gempa
b. Beban mati
c. Beban Hidup
d. Gaya tekan air dinamis
e. Beban akibat banjir
f. Pembebanan khusus selama konstruksi
Koefisien gempa menggunakan peta zona gempa Indonesia yang diterbitkan
oleh LITBANG. SDA.

Tekanan tanah

a. Tekanan Tanah Aktif (normal)


Tekanan tanah aktif dihitung untuk menghitung stabilitas konstruksi.
Koefisien tekanan aktif dihitung dengan metode Coulomb berikut :

Pa = 1/2 .  . H2 . Ka
cos2 (   )
Ka = sin(   ).sin(   )
cos2  . cos(   )[1  ]^2
cos(   ) cos(   )
dengan:
Pa : tekanan tanah aktif (t/m)
Ka : koefisien tekanan tanah aktif
 : berat isi tanah (t/m3)
H : tinggi dinding penahan (m)
 : sudut geser dalam dari tanah timbunan ()
 : sudut geser antara tanah dan permukaan dinding penahan (/3 ).
 : sudut antara dinding penahan

b. Tekanan Tanah Aktif (gempa)

cos 2 (  o   )
Kea = sin(   ).sin(  o   )
coso. cos 2  . cos(    o)(1 
cos(    o) cos(   )
o = tg -1 . K

K = Kh/(1-Kv)
Kh = Koefisien gempa
 = /2
q
+

x Pa Pav

Pah

 N

N

c) Tekanan Air

Tekanan air yang diperhitungkan untuk konstruksi ialah sebagai berikut:

Tekanan Air (kondisi normal)


Pw = 1/2. w . H2

dengan :
w = berat jenis air (t/m3)
Pw = tekanan air normal (ton)
H = tinggi air (m)

Tekanan Air ( kondisi gempa)


Pd = 7/12 . Kh . w . H2
dengan:
w = berat jenis air (t/m3)
Pd = tekanan air dinamis (ton)
Kh = koefisien gempa
H = tinggi air (m)

Analisa Stabilitas

a) Stabilitas terhadap guling

f =
 Mv > 1,5 (Kondisi Normal)
 Mh
> 1,2 (Kondisi Gempa)

e =
 Mv  Mh  B / 2  < B/6 (Kondisi Norma)
V
< B/3 (Kondisi gempa)
b) Stabilitas geser

Sf =
V . f > 1,5 (Kondisi Normal)
H
> 1,2 (Kondisi gempa)
c) Stabilitas terhadap daya dukung
Untuk e < B/6   12 =
V (1 
6.e
)
B ..L B
2V
Untuk e > B/6   max = 3 . L. ( B / 2  e)

d) Stabilitas terhadap floatation

Sf = V > 1,5 (Kondisi Normal)


U

dengan:

 Mv = Momen tahan (t.m)


 Mh = Momen guling (t.m)
V = Beban Vertikal (ton)
H = Beban Horisontal (ton)
U = Uplift (ton)
f = Koefisien geser antara beton dan batuan (0.6)
B = Lebar konstruksi
L = Panjang konstruksi
Salah satu contoh tipe pembebanan Spillway:

Dinding penahan (Retaining Wall) yang tertinggi:


qAir = w . H = 1000 kg/m3 . 9.78 m = 9780 kg/m2
q tanah = wet . H = 1837. kg/m3. 11.66 m = 21419.42 kg/m2
qh = 1 t/m3 . H = 1000 kg/m3 .11.66 m = 11660 kg/m2

9.78 m
11.66 m

9780 kg/m2

6.5 m
21419.42 kg/m2 11660 kg/m2

Struktur Pelimpah (Spillway):


qAir = w . H1 = 1000 kg/m3 . 5 m = 5000 kg/m2
qAir = w . H2 = 1000 kg/m3 . 8 m = 8000 kg/m2
q uplift1 = w . [(1+1) + (H2 – H1)/3] = 1000 kg/m3. (2+(8-5)/3) m = 3670 kg/m2
q uplift2 = w . (1+1) = 1000 kg/m3. [(8-5)/3] m = 1670 kg/m2
q tanah = wet . H = 1837. kg/m3. 2 m = 3674 kg/m2

5000 kg/m2
1000 kg/m2

5m

8000 kg/m2

2m

9m

3670 kg/m2 1670 kg/m2


Dengan pembebanan di atas didapatkan hasil analisis tegangan pada Pelimpah
(spillway) dengan software STAADPro2000, masing-masing adalah Mx dan My sebagai
berikut:

Gambar 1. Kontur Tegangan untuk Momen arah Sumbu Y (MY)

Gambar 2. Kontur Tegangan untuk Momen arah Sumbu X (MX)


Contoh Perhitungan Penulangan Spillway

Perhitungan pelat beton yang dibebani oleh gaya tekan dan momen lentur
menggunakan rumus pendekatan balok rangkap dengan b= 1000 mm.

Base Slab untuk Spillway (pelat no 183 Akibat My):

fc’ = 17.5 Mpa (N/mm2)


fy = 400 Mpa (N/mm2)
Mu = 898.26 kNm = 898260000 Nmm
b= 1000 mm
h=1000 mm
d’=100 mm
d=900 mm
Cs= As'.fy
Cc= 0.85 fc'.ab
a

h
d-a/2 d-d'

Ts1= As1.fy Ts2= As2.fy


b

Coba

As1 = 2500 mm2


As1.fy 2500 . 400
a    67.227 mm
0.85.fc'.1000 0.85 . 15 . 1000

Mn1 untuk kopel 1 = 0.85 fc' a.b (d - a/2)


= 0.85. 17.5 . 67.227 . 1000 (900-67.227/2)
= 866386555 < 898260000 Nmm
Mn1 < Mu, maka tulangan tunggal tidak memadai, perlu tulangan rangkap !

Sisa Momen yang harus dipikul kopel 2 :


Mu - MR2 =898260000- 866386555 = 256438445.38 Nmm

Mu  M R 2 256438445.38
As'  As2    801.37 mm 2
fy. d  d ' 400.  900  100
dipakai D16 – 250 (804 mm2).

As = As1+ As2 = 2500 + 801.37 = 3,301.37 mm2


dipakai D22 – 100 (3800 mm2).
Retaining wall untuk Spillway (pelat no 74 Akibat Mx):

fc’ = 17.5 Mpa (N/mm2)


fy = 400 Mpa (N/mm2)
Mu = 693.519 kNm = 693519000 Nmm
b= 1000 mm
h=1000 mm
d’=100 mm
d=900 mm

Cs= As'.fy
Cc= 0.85 fc'.ab
a

h
d-a/2 d-d'

Ts2= As2.fy
Ts1= As1.fy
b

Coba
As1 = 543 mm2
As1.fy 543 . 400
a    14.602 mm
0.85.fc'.1000 0.85 . 15 . 1000

Mn1 untuk kopel 1 = 0.85 fc' a.b (d - a/2)


= 0.85. 17.5 . 14.602 . 1000 (900-14.602/2)
= 465394257 < 693519000 Nmm
Mn1 < Mu, maka tulangan tunggal tidak memadai, perlu tulangan rangkap !

Sisa Momen yang harus dipikul kopel 2 :


Mu - MR2 = 693519000 – 465394257 = 657,430,742.52 Nmm

Mu  M R 2 657430742. 52
As'  As2    801.74 mm 2
fy. d  d ' 400 .  900  100 
dipakai D16 – 250 (804 mm2).

As = As1+ As2 = 534 + 801.74 = 1344.74mm2


dipakai D19 – 200 (1418 mm2).

Anda mungkin juga menyukai