Idealisasi balok atau kolom tidak mungkin dilakukan pada struktur lengkung. Dalam hal
ini idealisasi dan analogi yang paling tepat dan paling mendekati kenyataan ialah
cangkang.
Hal ini berbeda dengan konstruksi gedung yang sering berupa balok, kolom dan pelat,
atau konstruksi jembatan yang terdiri dari pelat dan balok.
Cangkang (shell) ialah suatu struktur bidang lengkung yang mempunyai ketebalan h yang
jauh lebih kecil dibandingkan bentang x dan bentang y, yaitu h << a dan h << b. Besarnya
radius r struktur cangkang bervariasi dari 0 – .
Pada radius r = , cangkang datar biasanya disebut pelat (plate).
Pada radius r dan =360 cangkang bisa disebut pipa seperti pada struktur tunnel.
Sehingga selanjutnya pelat atau cangkang dapat disebut dengan cangkang saja.
Struktur cangkang memiliki keunikan dibanding struktur balok dan kolom karena hanya
menerima momen M dan gaya normal N, gaya lintang/geser Q ada namun relatif kecil.
Pada cangkang besarnya gaya geser diabaikan karena tinggi/ ketebalannya kecil
dibandingkan dengan bentang arah x atau arah y.
Pada cangkang yang menerima gaya normal dan momennya dominan, seperti struktur
shaft, maka perhitungan struktur betonnya dapat dianalogikan dengan konsep perhitungan
kolom eksentrisitas besar.
Sedangkan untuk cangkang yang gaya normalnya dominan dapat digunakan konsep
perhitungan kolom eksentrisitas kecil. Dan untuk cangkang yang momen lenturnya
dominan maka dapat digunakan prinsip perhitungan balok bertulangan tunggal atau
rangkap. Perhitungan tegangan cangkang ialah per m2.
Gambar 2. Elemen kontinum tiga dimensi dengan tegangan sumbu lokal (1,2,3)
Tegangan pada struktur tipis seperti pelat dan cangkang direduksi menjadi 3 buah
komponen tegangan saja, yaitu tegangan normal x, y dan tegangan geser xy.
z
y
x
h
Pada daerah tengah balok ada serat yang tidak mengalami perpanjangan atau
perpendekan yang disebut sumbu netral. y
(tekan)
x
(tekan)
z
y
x y
y (tekan) (tarik)
(tekan)
x
y x
(tarik) (tarik)
Gambar 4. Tegangan pada elemen pelat atau cangkang (dominan terlentur ke arah sumbu y)
Tegangan dalam elemen pada arah x dan y inilah yang nantinya digunakan sebagai dasar
perencanaan struktur cangkang.
Bila suatu kontinum benda pejal dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil,
maka bagian kecil ini dinamakan elemen hingga atau biasa disebut elemen saja. Proses
pembagian kontinum utuh menjadi beberapa elemen disebut diskretisasi.
Adanya beban akan memberikan pengaruh berupa deformasi (atau regangan) pada
kontinum tadi, juga disertai terjadinya tegangan dalam dan reaksi pada titik (joint)
tertahan (restrained). Hasil tegangan, regangan dan perpindahan yang diperoleh dari
metode elemen hingga merupakan nilai pendekatan, bukan nilai eksak.
Berikut adalah gambar elemen cangkang beserta aturan penomoran dan derajat
kebebasannya:
Gambar 6. Aturan penomotran titik nodal elemen cangkang
Metode elemen hingga didasarkan pada perpindahan titik nodal (nodal displacement
based), {d} tergantung DOF (degree of freedom)-nya:
u1
v
1
w1
w
1
1
v1 1
d ...
u
4 u1
v4
w 1
4
4
4
Gambar 6. Derajat kebebasan / DOF (degree of freedom) elemen cangkang pada program STAADPro 2000
Nilai regangan ditentukan dari perkalian antara matriks [B] dan matrik perpindahan {d}:
[] = [B] {d}
dengan [B] ialah operator tegangan-perpindahan.
[] = [D] . {}
dengan matriks [D] ialah:
E 1 0
D 1 0
(1 ).(1 2) 1 2
0 0
2
STAADPro 2000
Untuk mendapatkan gaya dalam, yaitu M, D dan N tanpa melalui proses komputasi yang
rumit dan perkalian matriks yang panjang, dewasa ini telah dikembangkan berbagai paket
program bantu jadi dalam bidang analisis struktur (structural analysis software)
diantaranya yaitu paket program terkenal SAP2000 oleh Berkeley University Inc. dan
STAADPro 2000 oleh Research Engineers, Inc.
Output yang dihasilkan akan relatif sama dengan metode elemen hingga konvensional
karena memang software yang ada menggunakan metode elemen hingga yang telah
disempurnakan.
Selanjutnya untuk semua komponen Bendungan Langsa dipergunakan STAADPro 2000
dengan analisis cangkang (shell analysis).
Selanjutnya dilakukan Run Analysis, sehingga didapatkan suatu gambar stress analysis
dari program STAADPro2000.
Hasil bidang momen nantinya tidak berbentuk bidang satu arah seperti pada portal, tetapi
berbentuk ruang. Untuk memudahkan penggambaran, besarnya gaya dalam ditunjukkan
dengan luasan bidang kontur tegangan. Garis kontur yang berhubungan menunjukkan
nilai tegangan dan atau gaya dalam yang sama. Warna yang sama menunjukkan nilai
tegangan dalam suatu interval (range) yang sama.
Hasil ringkasan (summary) dari momen lentur Mx dan My dan gaya normal Fx dan Fy
pada nilai maksimum saja -dari elemen tertentu- yang diperoleh dari output STAADPro
2000 berupa tabel-tabel.
Hasil gaya dalam pada tabel tersebut dimasukkan pada spreadsheet desain beton
bertulang menurut kriteria desain yang ada akan menghasilkan penulangan cangkang baik
arah x maupun penulangan arah y (tidak diperoleh begitu saja dari As=0.002 b.h).
Peraturan SK-SNI-T-1991-03
Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami perubahan dan
pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI ’71), PBI ’89 dan yang terakhir
ialah Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T-15-1991-03.
Pembaharuan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mengimbangi pesatnya laju ilmu
pengetahuan dan teknologi beton bertulang.
Perbedaan antara keduanya yaitu, PBI ’71 merupakan perkembangan dari PBI ’55 dari
pemerintah Belanda dan berbasis metode elastik atau cara n (metode tegangan kerja),
mulai diperkenalkan sebagian kecil perhitungan metode kekuatan batas (ultimit) sebagai
alternatif, serta diperkenalkan juga dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa.
SK-SNI-T-15-1991-03 memberikan ketentuan-ketentuan baru antara lain: (1) Metode
kekuatan batas (ultimit) lebih diutamakan sebagai perhitungan perencanaan, sedangkan
metode elastis (cara n) sebagai alternatif; (2) konsep hitungan keamanan dan beban yang
lebih realistik dihubungkan dengan tingkat daktilitas struktur; (3) Tata cara perhitungan
geser dan puntir pada keadaan ultimit (batas); (4) Menggunakan satuan SI dan notasi
disesuaikan dengan yang dipakai di kalangan internasional; (5) Ketentuan detail
penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen struktur; (6) Mengetengahkan
beberapa ketentuan yang belum tersedia pada peraturan sebelumnya, misalnya mengenai
bangunan tahan gempa, beton prategang, pracetak, komposit, cangkang, pelat lipat dan
lain-lain.
Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut di atas diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi
yang harus diikuti dan berkekuatan hukum dalam pengendalian perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang, lengkap dengan segala sanksi yang diberlakukan.
Perencanaan Elemen Balok dan Pelat
Momen tahanan (nominal) Mn adalah kopel momen hasil perkalian antara gaya tarik
dalam yang disumbang oleh baja, Ts atau gaya tekan yang disumbang oleh blok tekan
beton, Cc dengan jarak lengan z. Momen tahanan Mn ini akan melawan momen dari luar
(ultimit) Mu yang dihasilkan oleh statika.
Untuk tujuan penyederhanaan Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang
sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Bentuk ini telah disetujui oleh SK-SNI-
T-15-1991-03 pasal 3.3.2 ayat 7.
Bentuk ini telah digunakan secara luas karena mudah dalam menggunakannya baik untuk
keperluan perencanaan dan analisis.
Regangan tekan lentur beton c’ yang disyaratkan SK-SNI-T-15-1991-03 yaitu sebesar
0.003, sedangkan regangan leleh baja ialah fy/E.
Cc= 0.85 fc'.ab
a
c
h d - a/2
Ts1= As1.fy
b
Berdasarkan bentuk empat persegi panjang, seperti tampak pada Gambar 1, gaya tarik
baja Ts ditentukan sebesar luas baja tarik As dikalikan dengan mutu baja fy, sedangkan
intensitas tegangan beton tekan rata-rata ditentukan sebesar 0.85 fc’ dan dianggap bekerja
pada daerah tekan pada bidang a kali b sehingga menghasilkan gaya tekan sebesar Cc
yaitu 0.85 dikalikan dengan mutu beton fc’ dan luasan bidang a dikalikan dengan b,
dengan a ditentukan dengan rumus:
a = 1 . c
dengan c = jarak serat tekan terluar ke garis netral,
1= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton.
Standar SK-SNI-T-15-1991-03 menetapkan nilai 1 diambil sama dengan 30-0.008(fc’-
30) dan tidak boleh kurang dari 0.65.
Menurut keseimbangan horisontal, besarnya Ts harus sama dengan Cc, Ts = Cc:
As.fy = 0.85 fc’ ab
Maka: a = As.fy .
0.85 fc’ b
Besarnya momen nominal tahanan Mn ialah salah satu gaya Cc atau Ts tersebut dikalikan
dengan z yaitu d-a/2.
Penerapan faktor keamanan sangat penting untuk menghindari resiko keruntuhan. Dalam
hal ini ada dua pengamanan yang dipergunakan.
Pertama, mengalikan momen ultimit luar Mu atau beban rencana dengan suatu faktor
beban yang besarnya lebih dari 1, misalnya sebesar 1.2 untuk faktor beban mati dan 1.6
untuk faktor beban hidup. Hal ini diatur dalam SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.2.2 ayat 1
persamaan (3.2.-1) yaitu:U=1.2D+1.6L
Kedua, mengalikan momen nominal tahanan Mn dengan suatu faktor reduksi yang
besarnya lebih kecil dari 1 yang biasa disebut MR.
Besarnya nilai faktor reduksi ditentukan oleh SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 2.2.3 ayat 2.
Lentur tanpa beban aksial = 0.80
Geser dan puntir = 0.60
Tarik aksial, tanpa atau dengan lentur = 0.80
Tekan aksial, tanpa atau dengan lentur (persegi)= 0.65
Tekan aksial, tanpa atau dengan lentur (bulat) = 0.70
Tumpuan pada beton = 0.70
Dengan demikian kapasitas momen MR sama dengan momen nominal tahanan Mn
dengan faktor .
MR = Mn
Kehancuran dengan diawali dengan hancurnya beton di daerah tekan tidak boleh terjadi
karena beton akan runtuh tiba-tiba. Hal ini disebut over-reinforced (kelebihan tulangan).
Untuk itu SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.3 menetapkan pembatasan luas penulangan
baja tarik tidak boleh melebihi 0.75 kali luas baja tarik keadaan imbang (balanced) yang
diperlukan untuk menjamin kehancural daktail, sehingga:
< 0.75 b
dengan ialah rasio penulangan antara luas tulangan As dibagi luas beton b kali d dan b
ialah rasio tulangan dalam keadaan seimbang.
SK-SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.5 juga memberikan batas minimal rasio tulangan sebagai
berikut:
min = 1.4/fy
h d - a/2
Ts1= As1.fy
b
Untuk merencanakan pelat bertulangan tunggal, konsep balok diadopsi dengan mengeset
lebar balok menjadi 1000 mm dan tinggi balok diperpendek membentuk pelat tipis
sehingga perlu ditinjau gambar berikut:
Cc= 0.85 fc'.ab
h d - a/2
Ts= As.fy
b
Tentukan besarnya luas tulangan As yang akan dicoba. Besarnya tinggi blok tekan a dapat
diperoleh dengan:
a = As . fy .
0.85 fc’ 1000
Besarnya Mn dapat diketahui dengan rumus:
Mn = As. fy . (d-a/2)
Besarnya momen ultimit luar Mu harus lebih kecil dari MR = Mn. Bila MR lebih kecil
dari Mu, maka besarnya As dan atau dimensi balok harus diubah sampai didapatkan nilai
MR yang lebih besar dari Mu.
Desain Balok Bertulangan Rangkap
Apabila momen nominal yang dapat ditahan, Mn, yang dimiliki balok bertulangan
tunggal tidak memadai maka diperlukan penulangan tekan As’. Pada balok bertulangan
rangkap, momen nominal Mn yang dapat ditahan diperoleh dari kopel baja tarik Ts1 dan
beton tekan Cc serta kopel baja tarik Ts2 dan baja tekan Cs.
Analisis penampang untuk balok bertulangan rangkap dapat dilihat pada gambar berikut:
Cc= 0.85 fc'.ab Cs= As’.fy
d’
a
c
h d +
d - a/2
Tentukan besarnya luas tulangan As1 yang akan dicoba. Besarnya tinggi blok tekan a
dapat diperoleh dengan:
Ts1 = Cc
As1 . fy = 0.85 fc’ a.b
a = As1 . fy .
0.85 fc’ b
Apabila momen ultimit luar Mu lebih kecil dari MR1, maka perhitungan yang dilakukan
cukup dengan cara desain balok bertulangan tunggal.
Apabila Mu lebih besar dari MR1, maka sisanya harus dipikul oleh momen nominal yang
kedua, MR2:
MR2 = Mu - MR1
= As2.fy (d-d’) = As’.fy (d-d’)
Menurut keseimbangan horisontal, Ts2 = Cs, sehingga As’ = As2.
Jadi besarnya tulangan tekan As’ dapat ditentukan:
As’ = MR2 .
fy . (d-d’)
Perencanaan Elemen Kolom
Pada kolom pendek efek tekuk (buckling) diabaikan, sehingga tidak diperlukan faktor
perbesaran momen. Pada kasus eksentrisitas kecil, momen Mu yang terjadi sangat kecil
dibandingkan dengan gaya aksial Pu sehingga momen diabaikan.
Analisis penampang untuk kasus ini menjadi:
Ts1= As1.fy
Pu
h Cc= 0.85 fc'. (Ag – As )
Ts2 = As2.fy
b
dengan :
Keadaan keseimbangan dalam kolom dapat bervariasi. Kolom dengan momen yang
dominan dibandingkan dengan gaya tekan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan
kolom yang lebih dominan gaya tekannya.
Kolom dengan Mu yang dominan menunjukkan kecenderungan untuk mempunyai pola
kehancuran pada daerah tarik baja sebagaimana balok. Sedangkan kolom dengan Pu yang
dominan menunjukkan kecenderungan untuk mempunyai jenis pola kehancuran pada
daerah tekan beton.
Pada gaya tekan Pnb (gaya normal pada saat balance) tertentu dan atau eksentrisitas eb
(eksentrisitas pada saat balance) yang tertentu pula terdapat keseimbangan antara dua
keadaan tersebut.
Regangan beton pada keadaan seimbang b dapat dicari melalui kesetimbangan berikut:
e
b
Cs= As’.fy
d’
a
c Cc= 0.85 fc'.ab
h d d - a/2
d”
Ts= As . fy
b
Analisis serta empiris menghasilkan besar gaya nominal yang dapat ditahan kolom:
h 2.e h 2.e
2
d
Pn 0.85 fc'.b.d. 2.m.. 1
2d 2d d
fy As
dengan m 0.85 . fc' dan b .d
Apabila nilai eksentrisitas yang terjadi e = Mu/Pu lebih kecil dari eb atau nilai Pn perlu =
Pu/ lebih besar dari Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah kehancuran tekan pada
baja dan beton (s’ > y maka fs’ = fy ).
Analisis serta empiris menghasilkan besar gaya nominal yang dapat ditahan kolom:
As '.fy b .h .fc'
Pn
e 3. h . e
0.5 1 .18
d d' d2
d’
a
c
h d +
d - a/2
d”
Tentukan besarnya luas tulangan tarik As1 yang akan dicoba. Besarnya As2 dapat
diperkirakan sebesar 50 % As1.
Hitung c dalam keadaan seimbang, cb serta ab:
600 . d
cb
600 fy ; ab = . cb
Hitung fs’:
c b d '
f s ' 0.003 . 2.10 5
cb
Gunakan fs’ bila fs’ < fy, sedangkan bila fs’ > fy maka gunakan fs’=fy.
Hitung besarnya Pnb:
Apabila e > eb atau Pu/ < Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah kehancuran
tekan pada baja dan beton.
Gunakan rumus:
h 2.e h 2.e
2
d
Pn 0.85 fc'.b.d. 2.m.. 1
2d 2d d
Apabila e < eb atau Pu/ > Pnb maka jenis keruntuhan yang terjadi ialah
kehancuran tekan pada baja dan beton.
Gunakan rumus:
As '.fy b .h .fc '
Pn
e 3. h . e
0 .5 1.18
d d' d2
Apabila besar gaya tekan ultimit luar Pu lebih kecil dari Pn, maka As dan As’ yang
dicobakan bisa digunakan. Bila Pn lebih kecil dari Pu, maka besarnya As, As’ dan atau
dimensi kolom harus diubah sampai didapatkan nilai Pn yang lebih besar dari Pu.
Semua elemen struktur keairan seperti bendungan, pelimpah, terowongan, penyadap,
pengambilan dapat menggunakan pendekatan asumsi balok bertulangan tunggal,
bertulangan rangkap ataupun kolom dengan mengeset nilai lebar b sama dengan 1000
mm karena perhitungan beton dilakukan per m panjang.
Asumsi dan pendekatan yang diambil dapat berbeda-beda tergantung gaya dalam yang
dominan. Sebagai contoh, pada perhitungan shaft gaya normal lebih dominan, maka
asumsi kolom lebih mendekati. Pada perhitungan abutment momen lebih dominan serta
lebih jelas arahnya, maka asumsi balok bertulangan rangkap lebih sesuai. Sedangkan
pada terowongan, momen positif dan negatif bisa terjadi di semua penampang tergantung
kombinasi pembebanannya, maka pendekatan balok bertulangan tunggal (yang dipasang
rangkap) lebih akurat.
Kolom Langsing
Keruntuhan kolom dapat terjadi karena kehilangan stabilitas lateral akibat tekuk. Apabila
panjang kolom bertambah atau dimensi kolom mengecil maka kemungkinan kolom
runtuh karena tekuk semakin besar.
Dengan demikian terjadi suatu transisi dari kolom pendek ke kolom panjang (langsing)
yang tersefinisi dengan menggunakan perbandingan panjang efektif (k.lu) dengan jari-jari
girasi kolom ( r ). Tinggi lu adalah panjang tak tertumpu (unsupported length), dan k
adalah faktor yang tergantung pada kondisi tumpuan ujung kolom. Dan selanjutnya k.lu/r
disebut angka kelangsingan.
SK-SNI-T-15-1991-03 mensyaratkan pengaruh kelangsingan komponen struktur tekan
boleh diabaikan bila:
k.l u M
a). 34 12. 1b , untuk struktur yang ditahan terhadap goyangan lateral
r M 2b
k.l u
b). 22 , untuk struktur yang tidak ditahan terhadap goyangan lateral.
r
. P c
Momen yang ada dari statika Mu = M2b dikalikan dengan faktor perbesaran momen,
sehingga:
Mc b .M 2 b s .M 2s
Desain dan Pembebanan Struktur
Konstruksi Pelimpah
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat bangunan termasuk segala
unsur tambahan yang merupakan satu kesatuan dengannya. Berat jenis bahan-bahan
bangunan dapat dilihat pada tabel berikut :
Kondisi pembebanan
Tekanan tanah
Pa = 1/2 . . H2 . Ka
cos2 ( )
Ka = sin( ).sin( )
cos2 . cos( )[1 ]^2
cos( ) cos( )
dengan:
Pa : tekanan tanah aktif (t/m)
Ka : koefisien tekanan tanah aktif
: berat isi tanah (t/m3)
H : tinggi dinding penahan (m)
: sudut geser dalam dari tanah timbunan ()
: sudut geser antara tanah dan permukaan dinding penahan (/3 ).
: sudut antara dinding penahan
cos 2 ( o )
Kea = sin( ).sin( o )
coso. cos 2 . cos( o)(1
cos( o) cos( )
o = tg -1 . K
K = Kh/(1-Kv)
Kh = Koefisien gempa
= /2
q
+
x Pa Pav
Pah
N
N
c) Tekanan Air
dengan :
w = berat jenis air (t/m3)
Pw = tekanan air normal (ton)
H = tinggi air (m)
Analisa Stabilitas
f =
Mv > 1,5 (Kondisi Normal)
Mh
> 1,2 (Kondisi Gempa)
e =
Mv Mh B / 2 < B/6 (Kondisi Norma)
V
< B/3 (Kondisi gempa)
b) Stabilitas geser
Sf =
V . f > 1,5 (Kondisi Normal)
H
> 1,2 (Kondisi gempa)
c) Stabilitas terhadap daya dukung
Untuk e < B/6 12 =
V (1
6.e
)
B ..L B
2V
Untuk e > B/6 max = 3 . L. ( B / 2 e)
dengan:
9.78 m
11.66 m
9780 kg/m2
6.5 m
21419.42 kg/m2 11660 kg/m2
5000 kg/m2
1000 kg/m2
5m
8000 kg/m2
2m
9m
Perhitungan pelat beton yang dibebani oleh gaya tekan dan momen lentur
menggunakan rumus pendekatan balok rangkap dengan b= 1000 mm.
h
d-a/2 d-d'
Coba
Mu M R 2 256438445.38
As' As2 801.37 mm 2
fy. d d ' 400. 900 100
dipakai D16 – 250 (804 mm2).
Cs= As'.fy
Cc= 0.85 fc'.ab
a
h
d-a/2 d-d'
Ts2= As2.fy
Ts1= As1.fy
b
Coba
As1 = 543 mm2
As1.fy 543 . 400
a 14.602 mm
0.85.fc'.1000 0.85 . 15 . 1000
Mu M R 2 657430742. 52
As' As2 801.74 mm 2
fy. d d ' 400 . 900 100
dipakai D16 – 250 (804 mm2).