Anda di halaman 1dari 20

1

3.8 Perhitungan Rembesan dan Stabilitas Cofferdam


3.8.1 Perhitungan Rembesan pada Tubuh Cofferdam
Baik tubuh bendungan maupun pondasinya diharuskan mampu mempertahankan
diri terhadap gaya–gaya yang di timbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir
melalui celah–celah antara butiran–butiran tanah pembentuk tubuh bendungan dan
pondasi tersebut. Metode untuk menentukan besarnya rembesan pada bendungan
urugan ada beberapa macam diantaranya adalah metode Dupuit, Schaffernak,
Casagrande, dan Taylor (Christady, 1992).
L. Cassagrande (1932) memberikan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh
bendungan yang berasal dari pengujian model. Parabola AB berawal dari titik A’ seperti
yang diperlihatkan pada gambar, dengan A’A = 0,3 x AD. Pada modifikasi ini, nilai d
yang digunakan dalam persamaan akan merupakan jarak horizontal antara titik E dan C.

Gambar 3.28. Hitungan rembesan cara cassagrande


Sumber : Christady, 1992

Persamaan diperoleh dengan didasarkan pada anggapan cara Dupuit dimana


gradien hidrolik (i) sama dengan dz / dx . Casagrande menyarankan hubungan ini
melalui pendekatan pada kondisi dalam kenyataannya. Dalam gambar di atas
dz
i = (3-17)
ds
Untuk kemiringan sebelah hilir  lebih besar dari 30o, deviasi dari anggapan
Dupuit menjadi kenyataan. Di dasarkan pada persamaan, debit rembesan q  kiA .

Pada segitiga BCF :


dz
i = = sin ; A  BF x 1  a sin  (3-18)
ds
maka,
2

q dz
= k z  ka sin 2  (3-19)
ds
atau
H s

  a sin  ds
2
z dz = (3-20)
a sin a

dimana s adalah panjang dari kurva A’BC

Penyelesaian dari persamaan di atas menghasilkan :


H2
a 2  2 as  = 0 (3-21)
sin 2 
diperoleh :
 H2 
= s   s  
2
a (3-22)
 sin 2  
Dengan kesalahan sebesar kira – kira 4 – 5 %, s dapat dianggap merupakan garis
lurus A’C, maka,
s = (d 2  H 2 ) (3-23)
kombinasi persamaan memberikan
a = (d 2  H 2 ) - (d 2  H 2 ctg 2 ) (3-24)
besarnya debit rembesan dapat ditentukan dengan persamaan
q = ka sin 2  (3-25)

3.8.1.1 Penggambaran Garis Rembesan Secara Grafis


Jika bentuk dan posisi garis rembesan paling atas B1B2ES pada potongan
melintang bendungan diketahui, besarnya rembesan air dapat dihitung. Bentuk garis
rembesan kecuali dapat ditentukan secara analitis, dapat juga ditentukan secara grafis
atau dari pengamatan laboratorium dari sebuah model bendungan sebagai prototype,
ataupun juga secara analogi elektris.
Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa pengamatan meunjukkan bahwa
garis rembesan yang melalui bendungan berbentuk kurva parabolis. Akan tetapi,
penyimpangan kurva terjadi pada daerah hulu dan hilirnya. Bentuk parabola rembesan
BB2ERAV disebut juga parabola dasar. Penggambaran secara grafis didasarkan pada
sifatkhusus dari kurva parabola. Untuk itu harus diketahui satu titik pada parabola (titik
B) dan posisi fokus F dari parabolanya. Menurut Cassagrande, letak titik B (x, z)
dengan z = H adalah pada permukaan air di hulu bendungan dengan jarak 0,3 kali B 1D1
diihitung dari titik B1 atau BB1 = 0,3 D1B1.
3

Gambar 3.29. Parabola rembesan secara grafis


Sumber : Christady, 1992
Posisi fokus F dari parabolanya biasanya dipilih pada perpotongan batas
terendah garis aliran (yang dalam hal ini adalah garis horizontal) dan permukaannya.
Perlu diperhatikan bahwa sebelum parabola dapat digambarkan, parameter p harus
diketahui terlebih dahulu. Dari geometri gambar
FV = HV = p (3-26)
dan
HC = 2p + x (3-27)
jadi
(x2  z 2 ) = x + 2p (3-28)
dan
p =
1
2
 (x2  z 2 )  x (3-29)
Pada x = d dan z = H, maka
p =
1
2
 (d 2  H 2 )  d  (3-30)

Dari persamaan , p dapat dihitung. Untuk menggambar parabola dasar,


persamaan dapat diubah menjadi
z2  4 p2
x = (3-31)
4p
Dengan p yang diketahui nilai x untuk berbagai nilai z dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (4-38).

3.8.1.2 Penggambaran Parabola Dasar Untuk Kemiringan Hilir > 30o


4

Perpotongan parabola dasar dengan permukaan hilir bendungan titik R dihitung


menurut cara A. Casagrande, yaitu sebesar (a + a) dengan a = FS. Perhatikan bahwa
panjang a adalah panjang SR dengan :
RS a
= c (3-32)
RF a  a
adalah fungsi dari , dimana  adalah sudut kemiringan bendungan bagian hilir.
FA  p; FV  p / 2 (3-33)
FS  a; SR  a (3-34)

Gambar 3.30. Kemiringan sudut dengan variasi drainasinya


Sumber : Christady, 1992

Pada bendungan yang terlihat pada, Gambar 3.22air dapat keluar melalui sisi
luar bagian hilir bendungannya. Bila di bagian hilir dibangun sistem drainasi pada kaki
bendungannya, seperti yang diperlihatkan pada gambar, maka besarnya sudut
kemiringan seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.22 (a) dan 3.22 (b) di bawah
dari permukaan air keluar berturut–turut akan sama dengan 90o dan 135o. Bila
bangunan drainasi seperti pada Gambar 3.22 (c), sudut kemiringan dari permukaan
air keluar adalah 180o.

Gambar 3.31. Grafik nilai c (casagrande, 1937)


Sumber : Christady, 1992
5

Nilai c untuk berbagai macam adiberikan oleh Casagrande untuk sembarang


kemiringan adari 30o sampai 180o. Dengan diketahuinya sudut ayang berasal dari
gambar penampang potongan bendungan, nilai c dapat ditentukan dari Gambar 3.23.
Adapun persamaan untuk menghitung besarnya a adalah
a = (a + a) c (3-35)
Dari nilai a ini, kemudian dapat ditentukan posisi titik S, dimana tinggi ordinat
S = h.

3.8.1.3 Penggambaran Parabola Dasar Untuk Kemiringan Hilir  a< 30o


Posisi titik S dapat ditentukan secara grafis. Prosedur grafis Schafferank untuk
menentukan panjang a adalah sebagai berikut (Gambar 3.23) :

Gambar 3.32. Penggambaran parabola rembesan untuk < 30o


Sumber : Christady, 1992

1. Gambarkan kemiringan hilir bendungan ke arah atas


2. Gambarkan garis vertikal AC lewat titik B
3. Gambarkan setengah lingkaran OJC dengan diameter OC
4. Gambarkan garis horizontal BG
5. Dengan O sebagai pusat dan OG sebagai jari – jari, gambarkan bagian lingkaran
GJ
6. Dengan C sebagai pusat dan CJ sebagai jari – jari, gambarkan bagian lingkaran
JS
7. Ukur panjang OS yang merupakan panjang a

3.8.1.4 Cara Menggambar Jaring Arus Pada Struktur Bendungan Tanah


PadaGambar 3.24 memperlihatkan potongan tubuh bendungan dengan koefisien
permeabilitas yang homogen pada seluruh penampangnya. Untuk menggambarkan
jaring arusnya, maka prosedur berikut dapat diikuti :
a) Gambarkan garis freatis dengan cara yang telah dipelajari. Perhatikan bahwa garis
AB merupakan garis ekuipotensial dan BC garis aliran. Tinggi energi tekanan pada
sembarang titik pada garis freatis adalah 0. Jadi, selisih tinggi energi total antara dua
garis ekuipotensial harus sama dengan selisih elevasi antara titik – titik dimana garis
6

ekuipotensial berpotongan dengan garis freatis. Karena kehilangan tinggi tekanan


antara dua garis ekuipotensial berdekatan sama, maka dapat ditentukan penurunan
ekuipotensialnya (Nd). Kemudian di hitung nilai h = h/Nd.
b) Gambarkan garis tinggi tekanan pada penampang melintang bendungannya. Titik
potong dari garis – garis tinggi tekanan dan garis freatis merupakan titik kedudukan
garis ekuipotensial.
c) Gambarkan garis jaring arusnya, dengan mengingat garis ekuipotensial dan garis
aliran berpotongan tegak lurus.
d) Debit rembesan yang lewat tubuh bendungan ditentukan dengan menggunakan

Nf
persamaan q  K . h . L .
Nd

Gambar 3.33. Penggambaran jaring arus pada bendungan


Sumber : Christady, 1992

Perhitungan penentuan formasi garis depresi pada cofferdam hulu


Diketahui:
H = 19,00 m
l1 = 5,076 m
l2 = 12,940 m
7

0,3. l1 = 0,3 x 5,076


= 1,523 m
d = l2 + 0,3. l1
= 12,940 + 1,523 = 14,463
Y0 = (H2 + 0,3. l12) 0.5-0,3. l1
= (19,002 + 0,3. 5,0762) 0.5-0,3. l1
= 9,42
2.Y0 = 2.Y0
= 2 x 9,42
= 18,83
Y02 = 9,422
=88,651
0,5. Y0 = 0,5 x 9,42
= 4,708
Y = (19,15x + 9,57)1/2
X = (Y2-91,679)/19,15

Penyesuaian rumus teoritis menurut Cassagrande:


tga = 3,73
a = 75,00
a+ a = Y0/(1- cos 1,274)
= 9,57/(1-0,29)
a = a + a - a
= 4,46 m

Maka akan di dapat garis depresi seperti pada tabel perhitungan Tabel 3.30.
Tabel 3.35. Persamaan garis depresi cofferdam hulu
No X Y
1 -4,787 0,000
2 -4,774 0,500
3 -4,735 1,000
4 -4,670 1,500
5 -4,579 2,000
6 -4,461 2,500
7 -4,317 3,000
8 -4,148 3,500
9 -3,952 4,000
10 -3,730 4,500
11 -3,482 5,000
12 -3,208 5,500
13 -2,908 6,000
14 -2,581 6,500
15 -2,229 7,000
16 -1,850 7,500
17 -1,445 8,000
18 -1,015 8,500
19 -0,558 9,000
8

20 -0,075 9,500
21 0,435 10,000
22 0,970 10,500
23 1,531 11,000
24 2,119 11,500
25 2,732 12,000
26 3,372 12,500
27 4,038 13,000
28 4,730 13,500
29 5,448 14,000
30 6,192 14,500
31 6,962 15,000
32 7,758 15,500
33 8,581 16,000
34 9,429 16,500
35 10,304 17,000
36 11,205 17,500
37 12,132 18,000
38 13,085 18,500
39 14,064 19,000
Sumber: Hasil perhitungan

Perhitungan debit rembesan :


Nd =5
Nf =6
k = 5 × 10-8 m/dt
H = 19,00 m
L = 315 m
q = (Nf / Nd) x k x H
= (6 / 5 ) x 5 × 10-8 x 19,00
= 0,00000114 m3/dt
Q =qxL
= 0,00000114 x315
= 0,000359 m3/dt
= 0,395 lt/dt.
9
10

3.8.2. Perhitungan Stabilitas pada Lereng Cofferdam


3.8.2.1. Stabilitas Lereng Cofferdam
Dalam banyak kasus, untuk membangun sebuah bendungan urugan diharapkan
mampu membuat perhitungan stabilitas talud guna memeriksa keamanan talud alamiah,
talud galian, dan talud timbunan yang didapatkan. Faktor yang perlu dilakukan dalam
pemeriksaan tersebut adalah menghitung dan membandingkan tegangan geser yang
terbentuk sepanjang permukaan retak yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari
tanah yang bersangkutan (Das, BM; 1994).

3.8.2.2. Analisis Stabilitas Talud Metode Irisan Fellenius

Gambar 3.35. Sketsa sederhana analisis stabilitas lereng metode fellenius


(Sumber : Das, BM; 1994)

Analisis stabilitas dengan menggunakan metode irisan, dapat dijelaskan dengan


memperhatikan Gambar 3.26 dengan AC merupakan lengkungan lingkaran sebagai
permukaan bidang longsor percobaan. Tanah yang berada di atas bidang longsor
percobaan di bagi dalam beberapa irisan tegak. Lebar dari tiap–tiap irisan tidak harus
sama. Perhatikan suatu satuan tebal tegak lurus irisan melintang talud seperti gambar.
Gaya–gaya yang bekerja pada irisan tertentu ditunjukkan dalam Gambar 3.26.Wn adalah
berat irisan. Gaya–gaya Nr dan Tr adalah komponen tegak dan sejajar dari reaksi R. Pn
dan Pn+1adalah gaya normal yang bekerja pada sisi–sisi irisan. Demikian juga, gaya
geser yang bekerja pada sisi irisan adalah Tn dan Tn+1. Untuk memudahkan, tegangan air
pori di anggap sama dengan nol. Gaya Pn dan Tn adalah sama besar dengan resultan
Pn+1, dan Tn+1, dan juga garis–garis kerjanya segaris.
11

Gambar 3.36. Irisan untuk analisis stabilitas lereng metode fellenius


Sumber : Das, BM; 1994

Untuk pengamatan keseimbangan


Nr = Wn. cos n (3-36)
Gaya geser perlawanan dapat dinyatakan sebagai berikut
 f ( L n ) 1
Tr =  d ( L n )   (c   tan  ) Ln (3-37)
Fs Fs
Tegangan normal  dalam persamaan di atas adalah sama dengan
Nr Wn cos  n
= (3-
Ln L n

38)
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik O adalah
sama dengan momen gaya perlawanan terhadap titik O, atau
n p n p
1 Wn cos  n 
 Wn r sin  n =   c  tan   (Ln )(r ) (3-
n 1 n 1 Fs  L n 
39)
atau
n p

 (c L
n 1
n  Wn cos  n tan  )
Fs = n p (3-40)
W
n 1
n sin  n

bn
Dimana Ln pada persamaan di atas sama dengan dengan bn = lebar
cos  n

potongan irisan ke-n.

Perhatikan bahwa harga n bisa negatif atau positif. Harga n positif bila talud
bidang longsor yang merupakan sisi bawah dari irisan, berada pada kwadran yang sama
dengan talud maka tanah yang merupakan sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan
12

angka keamanan yang minimum yaitu angka keamanan untuk lingkaran kritis beberapa
percobaan dibuat dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba.

3.8.2.3. Analisis Stabilitas Talud Metode Irisan Bishop


Pada tahun 1995, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti
daripada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya–gaya pada
sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya – gaya yang bekerja pada irisan nomor n, yang
ditunjukkan dalam Gambar 3.27, digambarkan dalam Gambar 3.27 (a). Sekarang,
misalkan Pn – Pn+1 = P; Tn – Tn+1 = T. Juga, kita dapat menulis bahwa
 tan   c Ln
Tr = N r tan( d )  c d Ln  N r    (3-41)
 Fs  Fs

Gambar 3.37. Metode irisan bishop yang disederhanakan; (a) gaya – gaya yang bekerja
pada irisan nomor n, (b) poligon gaya untuk keseimbangan
Sumber : Das, BM; 1994

Pada Gambar 3.32. (b) menunjukkan poligon gaya untuk keseimbangan dari irisan
nomor n. Jumlahkan gaya dalam arah vertikal.
 N r tan  c Ln 
Wn + T = N r cos  n     sin  n (3-42)
 F s Fs 
atau,
c Ln
Wn  T  sin  n
Fs
Nr = (3-43)
tan  sin  n
cos  n 
Fs
Untuk keseimbangan blok ABC (Gambar 3.27), ambil momen terhadap O
n p n p

W
n 1
n r sin  n = T r
n 1
r (3-

44)
13

dengan,
1 1
Tr = (c   tan  ) Ln = (c Ln  N r tan  ) (3-45)
Fs Fs
Dengan memasukkan persamaan (3-42) dan (3-43) ke persamaan (3-45), maka
didapatkan :
n p
1
 (cb
n 1
n  Wn tan   T tan  )
m ( n )
Fs = (3-46)
n p

W n 1
n sin  n

dengan
tan  sin  n
m (n ) = cos  n  (3-47)
Fs
Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan T = 0, maka persamaan berubah
menjadi :
n p
1
 (cb
n 1
n  Wn tan  )
m ( n )
Fs = (3-
n p

W
n 1
n sin  n

48)

Gambar 3.38. Variasi m (n ) dengan tan  / Fs dan  n


Sumber : Das, BM; 1994
14

Perhatikan bahwa Fs muncul pada kedua sisi dari persamaan (2-47). Oleh karena
itu, cara coba–coba perlu dilakukan untuk mendapatkan harga F s. Gambar
3.29menunjukkan variasi dari m (n ) dengan tan  / Fs untuk bermacam – macam harga
n .
Seperti pada metode irisan sederhana, beberapa bidang longsor harus diselidiki
untuk mendapatkan bidang longsor yang paling kritis yang akan memberikan angka
keamanan minimum.

3.8.2.4. Analisis Stabilitas dengan Metode Irisan dengan Rembesan Tetap


Pada Gambar 3.30 menunjukkan sebuah talud dengan rembesan yang tetap.
Untuk potongan nomor n, tekanan air pori rata – rata pada dasar potongan adalah sama
dengan u n  hn  w . Gaya total yang disebabkan oleh tekanan air pori pada dasar
potongan nomor n adalah sama dengan u n Ln .

Gambar 3.39. Stabilitas talud dengan rembesan yang tetap


Sumber : Das, BM; 1994

Jadi persamaan (4-45) untuk metode irisan yang sederhana akan disempurnakan
untuk menentukan
n p

  c L
n 1
n  (Wn cos  n  u n Ln ) tan 
Fs = n p (3-49)
W
n 1
n sin  n

Begitu juga persamaan (2-57) untuk metode irisan yang disederhanakan


menurut Bishop akan disempurnakan ke persamaan berikut
15

n p
1
 c b
n 1
n  (Wn  u n bn ) tan  
m ( ) n
Fs = (3-
n p

W
n 1
n sin  n

50)
Perlu diperhatikan bahwa Wn dalam persamaan (3-48) dan (3-49) adalah berat
total irisan. Dengan menggunakan metode irisan dan bermacam–macam asumsi yang
lain, Bishop, Margenstern (1960) dan Spencer (1967) memberikan grafik (chart) untuk
menentukan angka keamanan dari talud yang sederhana dengan memperhitungkan
pengaruh tekanan air pori.
16

PERHITUNGAN STABILITAS LERENG


Kondisi Normal

Data :
γ dry = 1,93458 t/m3
γ wet = 1,07 t/m3
γ sat = 2,07 t/m3
γw= 1 t/m3
o
φ= 36
C= 0,15 t/m2
17

Normal Hulu
18

Normal Hilir
19

Kosong Hulu
20

Kosong Hilir

Anda mungkin juga menyukai