ACARA III
TEKNOLOGI PENYINARAN PRODUK PASCA PANEN
Oleh :
Nama : Ghena Sekar Kinanti
NIM : A1D019166
Kelas : C
1
DAFTAR ISI
Halaman
i
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
alpha). Studi tersebut menyimpulkan bahwa hanya elektron yang memiliki
karakteristik paling unggul ditinjau dari efisiensi, keamanan, dan kepraktisan. Daya
penetrasi sinar ultra violet sangat terbatas, sinar X dinilai kurang praktis dan kurang
efisien. Netron memiliki daya penetrasi yang kuat dan efektif membunuh bakteri,
akan tetapi berpotensi menyebabkan bahan yang disinari menjadi radioaktif
sehingga dilarang penggunaannya.
B. Tujuan
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka tujuan dari pembuatan
makalah mengenai teknologi penyinaran produk pasca panen ini yaitu:
1. Mengetahui manfaat dari teknologi penyinaran produk pasca panen
2. Mengetahui teknik penyinaran radioaktif
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan penyinaran radioaktif pada bahan
pangan
4. Mendapat wawasan mengenai dampak penyinaran radioaktif pada bahan
pangan bagi kesehatan manusia
C. Rumusan Masalah
Dari tujuan yang telah disampaikan diatas maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa manfaat dari teknologi penyinaran produk pasca panen?
2. Teknik apa saja yang digunakan untuk penyinaran radioaktif bagi produk
pasca panen?
3. Apa kelebihan dan kekurangan penyinaran radioaktif pada produk pasca
panen atau bahan pangan?
4. Apa dampak dari penyinaran radioaktif bagi kesehatan manusia?
2
II. PEMBAHASAN
3
mengurangi kerugian dan mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.
Iradiasi pangan adalah proses penyinaran makanan dengan mengendalikan sumber
radiasi pengion seperti emisi sinar gamma yang dipancarkan oleh radioisotop
kobalt-60 dan cesium-137 atau, elektron energi tinggi dan sinar-X yang dihasilkan
oleh mesin sumber.
a. Manfaat Dari Teknologi Penyinaran Produk Pasca Panen
Perkembangan pemanfaatan zat radioaktif pada zaman modern ini
sangat berkembang dengan pesat seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan teknologi dalam pemanfaatannya. Kecelakaan nuklir atau
kebocoran nuklir adalah hal yang paling ditakutkan dibalik manfaaat energi
nuklir bagi manusia. Kecelakaan nuklir ini memiliki dampak jangka pendek
dan jangka panjang yang berbahaya bagi manusia. Dampak kesehatan,
ekonomi, sosial dan psikologis dapat terjadi bagi manusia yang tertimpa.
Sebenarnya mekanisme pertahan tubuh manusia dapat melindungi diri dari
kerusakan sel akibat radiasi maupun pejanan zat kimia berbahaya lainnya.
Namun radiasi pada jumlah tertentu tidak bisa ditoleransi oleh mekanisme
pertahanan tubuh itu. Proses ionisasi pada sel-sel tubuh karena proses
radiasi dapat merusak sel-sel dan organ tubuh yang menimbulkan berbagai
manifestasi. Kanker tiroid adalah jenis yang paling umum dari tumor padat
manusia yang terkait dengan paparan radiasi eksternal pengion, terutama
jika terjadi pada neonatus, bayi dan anak.
Irradiasi yang dilakukan bertujuan untuk menghambat atau
mencegah terjadinya kerusakan pada bahan makanan, mempertahankan
kualitas bahan, menghindari terjadinya keracunan dan mempermudah
penanganan serta penyimpanan, produk pasca panen yang awet ditandai
dengan berkurangnya jumlah mikroba yang ada pada produk pasca panen
tersebut. Selama proses irradiasi, bahan makanan tersebut akan menyerap
radiasi sinar gamma. Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari
mikroba atau serangga kontaminan. Sehingga organisme kontaminan tidak
mampu memperbaiki DNA-nya yang rusak sehingga pertumbuhannya akan
4
terhambat. Pada irradiasi bahan makanan ini, dosis irradiasi tidak cukup
besar untuk menyebabkan bahan makanan menjadi radioaktif.
Manfaat dari irradiasi makanan adalah suatu teknik pengawetan
makanan dengan menggunakan radiasi ionisasi secara terkontrol untuk
membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau untuk mempertahankan
kesegaran bahan makanan. Sinar gamma yang digunakan memiliki energi
yang tinggi untuk menyebabkan ionisasi. Penyinaran atau irradiasi disebut
proses dingin karena dalam penggunaannya, bahan irradiasi disebut juga
dengan sterilisasi dingin (cold sterilitization) (Hudaya, 2008).
Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam peningkatan
produktivitas pangan adalah teknologi nuklir yang dikembangkan di Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) –Badan Tenaga Nuklir
Nasional. Teknologi Nuklir di bidang pertanian khususnya pangan
ditujukan untuk iradiasi pangan dan makanan, dan pemuliaan mutasi
tanaman pangan. Beberapa komoditas pertanian dapat dipertahankan
kualitas dan kesegarannya dengan iradiasi.
Teknik nuklir adalah teknik yang berhubungan dengan penggunaan
sinar radiasi yang dihasilkan unsur radioaktif, antara lain sinar alfa, beta,
dan gamma. Sinar-sinar tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai
bidang, pertanian, peternakan, pengawetan makanan, hidrologi, industri,
dan kedokteran. Pada akhirnya, pemanfaatan teknologi nuklir akan dapat
meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Khusus
dalam bidang pertanian, manfaat sinar radioaktif sangat besar, yaitu sebagai
berikut (Rachmawati, 2012 serial online):
1. Mutasi tanaman (untuk menemukan varietas unggul).
Salah satu cara untuk mendapatkan rangkaian sifat yang baik yaitu
dengan mengubah faktor pembawa sifat (gen). Perubahan gen yang
dapat menyebabkan perubahan sifat makhluk hidup dan diwariskan
disebut mutasi. Sinar radioaktif yang biasanya digunakan untuk mutasi
adalah sinar gamma yang dipancarkan dari radioaktif Cobalt-60. Mutan
tanaman pangan telah dilepas sebagai varietas unggul baru yang
5
berkontribusi pada produksi pangan nasional diantaranya padi (Atomita
1, Atomita 2, Atomita 3, Atomita 4, Situgintung, Cilosari, Woyla,
Meraoke, Kahayan, Winongo, Diah Suci, Yuwono dan Mayang,
Gilirang, Cimelati, dan Mira-1), kedelai (Muria, Tengger, Meratus,
Rajabasa, Mitani, Mutiara), sedangkan untuk gandum masih dalam
pengujian lapangan.
2. Pemberantasan hama tanaman.
Penggunaan sinar radioaktif untuk pemberantasan hama tidak untuk
mematikan hama tetapi untuk memandulkan hama (male sterile).
Sejumlah serangga jantan diradiasi dengan sinar gamma dalam dosis
tertentu sehingga mengalami kemandulan (steril). Sperma yang
dihasilkan tidak dapat membuahi sel telur. Cara ini dikenal dengan
istilah teknik jantan mandul. Dengan penggunaan teknik ini, maka
populasi hama akan menurun secara lambat dan bertahap tanpa
mengganggu ekosistem. Contoh pemanfaatan teknologi nuklir sebagai
salah satu alternatif pengendalian Oryctes rhinoceros (Coleoptera:
Scarabaeidae)
3. Pengawetan makanan.
Dilakukan agar bahan makanan yang disimpan tidak mudah rusak.
Pengawetan makanan secara tradisional seperti pengeringan,
pemanasan, dan pengasapan masih memiliki kekurangan karena pada
jenis makanan tertentu sifat makanan dapat berubah, ditumbuhi jamur,
dan dapat diserang serangga. Penemuan cara pengawetan dengan teknik
iradiasi dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi pada makanan.
Berkas sinar elektron juga sangat efektif dimanfaatkan untuk
pengendalian bakteri atau parasit yang ada dalam makanan. Proses
pemanfaatan berkas sinar elektron untuk iradiasi makanan tidak akan
mengubah makanan menjadi zat radioaktif, dan tidak pula meninggalkan zat
radioaktif dalam makanan. Pemanfaatan berkas sinar elektron untuk iradiasi
makanan bukanlah teknologi baru, teknologinya sudah dikembangkan
selama 50 tahun yang lalu, dan pemanfaatannya sudah diadopsi oleh 35
6
negara, termasuk oleh negara maju seperti Amerika dan Kanada. Bahkan
institusi PBB, FAO dan WHO telah menganjurkan pemanfaatan teknologi
iradiasi ini untuk menurunkan kerugian makanan pasca panen yang
disebabkan oleh serangga, busuk dan kontaminasi bakteri ataupun
mikroorganisme dalam makanan.
Sebagai catatan penting, lembaga makanan dan obat-obatan
pemerintah Amerika, Food and Drag Administration (FDA) menganggap
dan meregulasikan iradiasi makanan sebagai suatu aditif pada makanan.
FDA telah menyetujui proses iradiasi untuk beberapa produk makanan,
meliputi iradiasi untuk menghambat pertumbuhan kecambah pada kentang
putih, iradiasi untuk pengawetan sayuran, buah-buahan, rempah-rempah,
atau iradiasi pada daging mentah beku dari peternakan ayam, sapi dan babi.
Akhir-akhir ini beberapa negara telah melaporkan kesuksesannya dalam
memasarkan makan yang telah diiradiasi. Kecenderungan ini memberikan
peluang keberhasilan pemasaran makanan yang telah diiradiasi di masa
mendatang. Di Amerika Utara, iradiasi terhadap bumbu rempah telah
menjadi fenomena biasa, dan bahkan telah menjadi persyaratan terhadap
pemasaran beberapa produk tersebut. Para pakar dari WHO, FAO dan IAEA
telah menyimpulkan bahwa iradiasi makanan dengan dosis kurang dari 10
kilo Grey (10 kGy) tidak akan menimbulkan masalah khusus pada nutrisi
makanan dan kondisi mikrobiologinya. Pemanfaatan pokok dari proses
iradiasi bahan makanan adalah:
1. Iradiasi untuk menghambat perkembangan bakteri (misalnya bakteri E-
coli) yang ada pada makanan itu sendiri
2. Iradiasi untuk mengendalikan bakteri dan parasit yang ada pada
makanan segar, seperti buah, sayuran, daging dan seafood.
3. Iradiasi untuk disinfeksi pada kemasan makanan dan daging
4. Iradiasi untuk mengendalikan kerugian akibat serangga yang ada pada
buah dan biji-bijian
5. Iradiasi untuk menghambat pertumbuhan kecambah pada kentang dan
bawang merah/putih
7
6. Iradiasi untuk menghambat pematangan buah-buahan seperti pisang
7. Iradiasi untuk mengeliminasi atau menghilangkan mikroba pada herbal
dan bumbu rempah
8
kontaminasi, pengemasan, pengendalian kapasitas maksimum kemasan,
sealing, proses iradiasi, penanganan keselamatan, observasi, dan uji
laboratorium. Dalam proses tersebut perlu diperhatikan beberapa hal
tentang bagaimana memilih dan menggunakan kemasan dengan bahan
material polimer cocok dengan teknik iradiasi, bagaimana meningkatkan
efektivitas iradiasi terhadap bahan pangan,bagaimana mempertahankan
keutuhan produk pangan, bahkan selama penyimpanan dan bagaimana
mencegah terjadinya rekontaminasi terhadap produk pangan selama
penyimpanan.Teknik iradiasi ini juga bisa dikombinasikan dengan
penambahan bahan kimia, deep-freezing, penyimpanan dingin, modified
atmosphere storage(MAP) dan penanganan dengan panas. Kombinasi
iradiasi dengan sinar gamma dan pencelupan dalam air panas berhasil
mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan buah persik.
Penyimpanan bekuyang dikombinasi dengan iradiasi gamma juga berhasil
mereduksi bakteri patogen pada bahan pangan.
Terdapat beberapa tantangan dalam prosesiradiasi bahan pangan:
1. Teknik iradiasi dapat menginduksi dan menyebabkan perubahan kimia
pada material packaging selama proses iradiasi, sehingga menimbulkan
pemecahan senyawa penyusun material packaging pada produk.
2. Material packaging untuk pre-packedirradiated foods dapat memberikan
produk radiolisis (RP) kepada produk pangan.
3. Regulator menetapkan aturan tentang penggunaan material polimer
untuk bahan kemasan pre-packed foods untuk iradiasi,yaitu bahan
material tersebut harus dievaluasi kesesuaiannya sebelum digunakan
secara komersial.
4. Terbatasnya metode atau cara untuk menilai kecocokan dan keamanan
material packaging untuk digunakan pada teknik iradiasi
9
teknologi iradiasi gamma untuk pengawetan dan sterilisasi memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya: (1) Prosesnya efektif, yaitu karena sinar
gamma memiliki daya tembus tinggi untuk mencapai target penyinaran; (2)
Tidak menimbulkan residu apa pun pada produk yang diiradiasi sehingga
aman untuk dikonsumsi; (3) Dapat menggantikan proses fumigasi
menggunakan bahan kimia beracun, seperti ethylene oxide; (4) Dapat
menggantikan methyl bromide, yaitu bahan kimia pencemar lingkungan dan
perusak ozon dalam kendali infiltrasi serangga pada bebijian; dan (5)
Merupakan proses dingin sehingga tidak merusak/mengurangi nutrisi
makanan yang diiradiasi.
Selain itu, faktor yang mendorong penggunaan teknologi ini adalah
jumlah pangan yang busuk karena gangguan mikroorganisme atau serangga
sehingga terbuang percuma yang masih cukup tinggi, terutama di negara
berkembang seperti Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa teknologi
pengawetan yang ada belum mampu mengatasi persoalan tersebut.
Diperkirakan bahwa jumlah bahan pangan yang busuk dan tidak bisa
dimanfaatkan dinegara berkembang berkisar antara 20- 40%, bahkan untuk
kasus tertentu dapat mencapai 60 – 70% pada kondisi tropis(Harian
Kompas, bisnis keuangan, 29 Sept. 2013).Untuk kasus di Indonesia saat ini
dengan penanganan seadanya, buah-buahan menjadi produk yang memiliki
losses cukup tinggi yakni mencapai 30%. Artinya, dari 100 buah yang
dipanen, hanya 70 buah yang layak dijual. Faktor lain yaitu perdagangan
pada era globalisasi saat ini menuntut tingginya kualitas produk pertanian
maupun makanan jadi yang akan diekspor. Berbagai negara menerapkan
“low microbal contaminant threshold” yang bisa dicapai dengan
pemanfaatan iradiator. Iradiasi berbagai produk pertanian seperti kakao,
rempah-rempah dan produk perikanan laut telah terbukti secara aman
mengurangi jumlah mikro organisme pembusuk dan patogen.
Aplikasi teknologi iradiasi untuk pengawetan hasil pertanian dapat
memperkuat ketahanan pangan nasional. Salah satu aspek ketahanan
pangan adalah aspek ketersediaan pangan. Dalam aspek ketersediaan
10
pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas
produksi dan daya saing pangan nasional. Berikut kelebihan dan
kekurangan iradiasi :
1. Kelebihan iradiasi
- Tidak meninggalkan residu bahan kimia
- Tidak menyebabkan perubahan suhu
- Tidak perlu dikarantina setelah proses(produk dapat langsung
dimakan)
- Daya tembus tinggi sehingga efek penetrasi sinar gama merata
hingga kebagian dalam produk
2. Kelemahan iradiasi
- Biaya operasional mahal
- Butuh prasarana dan sarana yang harganya mahal – Perlu tenaga
yang terlatih dan professional
- Kemungkinan terkena radiasi bagi tenaga operasional
mengakibatkan kemandulan.
- Melemahkan atau mematikan metabolisme pasca panen
Setiap bahan pangan yang diproses dengan teknologi iradiasi harus
sudah melai uji keamanan sebelum dilepas kepada masyarakat. Uji
keamanan makanan iradiasi untuk konsumsi manusia dikenal dengan istilah
wholesomeness test mencakup uji toksikologi, uji kandungan nutrisi makro
dan mikro serta uji mikrobiologik dan sensorik. Efektivitas proses radiasi
pada bahan pangan bergantung pada beberapa faktor antara lain adalah
faktor intrinsik bahan seperti pH, kadar air, suhu, kandungan gizi makro
(protein, karbohidrat, lemak) dan mikro (vitamin & mineral), aktivitas air
(Aw), dan sifat lainnya dari produk; kondisi lingkungan radiasi (jenis
sumber, oksigen, dan suhu); dosimetri dan penentuan dosis disesuaikan
dengan tujuan iradiasi bahan pangan seperti untuk menghambat pertunasan,
menunda pematangan, disinfestasi serangga, dekontaminasi mikroba
patogen, sterilisasi komersial dan sterilisasi mutlak.
1. Aspek fisiko–kimia
11
Proses penyinaran bahan pangan dengan menggunakan radiasi pengion
merupakan proses ”dingin” karena itu tidak menimbulkan kenaikan
suhu yang berarti pada bahan yang disinari. Energi yang diserap oleh
bahan pangan atau makanan dengan cara tersebut jauh lebih rendah
daripada energi yang diserap makanan pada saat dipanaskan dengan
demikian perubahan karakteristik kimia dari bahan pangan yang
diawetkan dengan radiasi, secara kuantitatif lebih sedikit daripada yang
dipanaskan. Perubahan karakteristik kimia karena pengaruh radiasi
meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan juga bergantung pada
jumlah dan komposisi bahan. Perubahan tersebut dapat ditekan dengan
mengatur suhu dan kadar air bahan, serta menghilangkan oksigen- udara
di dalam pengemas. Pengujian produk radiolisis yang terbentuk akibat
radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode fisika, kimia dan
Polymer Chain Reaction atau PCR.
2. Aspek gizi
Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa iradiasi dapat
menimbulkan perubahan kimia bahan pangan. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran masyarakat bahwa iradiasi bisa mempengaruhi nilai gizi
bahan pangan yang diawetkan dengan teknik tersebut. Dari hasil
penelitian terbukti bahwa sampai dosis 1 kGy penurunan nilai gizi
makanan yang diiradiasi tidak nyata. Iradiasi bahan pangan pada dosis
sedang (1-10 kGy) dapat menurunkan kandungan nutrisi unsur mikro
apabila udara dan suhu serta kondisi selama proses tidak diatur dengan
baik. Perubahan nilai gizi dapat dicegah dengan cara meradiasi bahan
pangan pada suhu rendah dalam kemasan vakum. Beberapa jenis
vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D cukup tahan terhadap
radiasi, tetapi vitamin A, B, C dan E sangat peka. Pada umumnya,
penurunan kadar vitamin bahan pangan akibat iradiasi tidak berbeda
dengan yang diawetkan dengan cara pemanasan. Dalam beberapa hal,
penurunan kadar vitamin akibat pemanasan lebih tinggi daripada yang
diiradiasi misalnya pada proses sterilisasi daging babi. Sterilisasi panas
12
menyebabkan kadar thiamin, niacin dan pridoksin secara berturut-turut
menurun sebesar 80, 35 dan 16%, sedangkan dengan sterilisasi radiasi
dengan dosis 45 kGy pada suhu -79oC (dalam CO2 padat) secara
berturut-turut penurunannya adalah 15, 22 dan 2%.
3. Aspek toksikologi
Dalam proses pengawetan dengan radiasi, uji toksikologi tetap
dilakukan walaupun hasil analisis kimia tidak menunjukkan adanya
senyawa dalam bahan pangan yang dapat membahayakan kesehatan. Uji
toksikologi pada bahan pangan yang diiradiasi dengan dosis di atas 10
kGy merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
legalisasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum
produk tersebut dapat dikonsumsi masyarakat luas. Uji coba dilakukan
baik pada hewan maupun manusia sebagai relawan untuk meyakinkan
keamanannya. Uji toksikologi terhadap bahan pangan iradiasi dilakukan
dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan kompleks bila dibandingkan
dengan pengujian bahan pangan yang diproses secara konvensional. Hal
ini karena sejak awal keamanan makanan iradiasi masih terus menjadi
bahan perdebatan publik. Akan tetapi, banyak hasil pengujian yang
dilakukan oleh para peneliti yang bergabung di dalam International
Food Irradiation Project (IFIP) yang berpusat di Karlshruhe
membuktikan bahwa penerapan teknologi iradiasi untuk bahan pangan
jauh lebih aman dibandingkan teknik fisika lain.
4. Aspek kemasan
Persyaratan yang berlaku dalam pemilihan bahan pengemas yang akan
digunakan sebagai pembungkus makanan atau bahan pangan yang akan
diiradiasi harus tetap diperhatikan. Bahan dan teknik pengemasan
merupakan faktor yang tidak kalah penting, karena mutu bahan pangan
yang diiradiasi sangat bergantung pada kekuatan bahan pengemas. Pada
saat ini, bahan pengemas yang ”flexible” lebih disukai daripada wadah
yang dibuat dari kaleng, khususnya untuk terutama sebagai pembungkus
makanan siap saji yang diiradiasi. Bahan pengemas tersebut umumnya
13
dibuat secara khusus bersifat tahan terhadap radiasi, suhu -79oC, kedap
udara, serta tidak mudah terkelupas, sehingga mampu mempertahankan
mutu makanan di dalamnya untuk jangka panjang pada suhu kamar (28-
30oC).
14
Jay, 1996). Radiasi pengion pada dosis sedang, yaitu 1-5 kGy, sudah mampu
menekan dan sekaligus mengeliminasi pertumbuhan bakteri patogen karena
kerusakan molekul asam deoksiribonukleat (DNA) dalam inti sel, tanpa
berakibat negatif pada kualitas sensori dan nutrisi bahan pangan yang
disinari (T Murray, 1983).
Adapun sumber radiasi yang digunakan selama proses pengawetan
bahan pangan seperti Cs-137 dan Co-60 yang dapat menghasilkan sinar
gamma, mesin berkas elektron dan mesin generator sinar-X. Residu zat
radioaktif tidak terjadi pada bahan pangan yang diiradiasi, karena selama
proses berlangsung sumber radiasi terkungkung rapat di dalam kapsul yang
berlapis sehingga tidak terjadi kontak langsung antara bahan pangan yang
diiradiasi dengan sumber radiasi (J. Diehl , 1990).
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh iradiasi pangan yaitu saat
dalam kondisi tidak adanya oksigen, radiolosis pada lemak memudahkan
pembelahan ikatan interatomik pada molekul lemak, sehingga akan
memproduksi sejumlah komponen karbondioksida, alkana, alkena dan
aldehid. Selain itu, lemak merupakan komponen yang sangat mudah
mengalami oksidasi oleh radikal bebas yang dapat menghasilkan peroksida,
komponen karbonil, alkohol dan lactone. Sehingga konsekuensi dari iradiasi
pangan pada produk pangan yang tinggi lemak adalah timbulnya ketengikan
yang dapat merusak kualitas sensoris produk pangan tersebut. Untuk
meminimalisirnya, pangan berlemak tinggi harus dikemas secara vacuum
dan dikondisikan dalam suhu beku selama proses iradiasi berlangsung.
Protein tidak secara signifikan terdegradasi pada dosis iradiasi
rendah yang diterapkan pada industri pangan. Dengan alasan inilah iradiasi
dosis rendah tidak dapat menonaktifkan enzim yang terdapat dalam pangan
yang cacat (food spoilage), karena hampir semua enzim dapat bertahan
hingga dosis 10 kGy. Di sisi lain, sejumlah besar molekul karbohidrat yang
berperan dalam membangun struktur bahan pangan mengalami
depolimerisasi atau kerusakan akibat iradiasi. Depolimerisasi ini berdampak
pada berkurangnya kekuatan gelling (gelling power) pada struktur
15
karbohidrat. Selain pada pangan tinggi lemak, Vitamin A, E dan B1
(thiamin) juga sensitif terhadap iradiasi pangan. Kehilangan nutrisi pada
pangan dapat terjadi selama proses iradiasi apabila udara tidak dikeluarkan
atau dihilangkan.
Apabila produk tersebut dikonsumsi oleh manusia dalam skala
panjang maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kekukrangan
nutrisi bagi tubuh manusia. Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas hidup dan berperan untuk meningkatkan ketahanan
fisik dan produktivitas kerja. Tanpa mengabaikan arti penting dari faktor
lain, nutrisi merupakan faktor penentu kualitas sumber daya manusia yang
pokok, karena unsur nutrisi tidak hanya sekedar mempengaruhi derajat
kesehatan dan ketahanan fisik, tetapi juga menentukan kualitas daya pikir
atau kecerdasan intelektual yang sangat esensial bagi kehidupan manusia.
Oleh karena produkvitas sangat tergantung pada nilai asupan nutrisi
makanan dan asupan makanan tergantung pada tingkat pendapatan maka
tingkat pendapatan yang rendah dinilai memiliki peranan penting dan
bersifat timbal balik, artinya tingkat pendapatan yang rendah akan
menyebabkan kurang nutrisi dan individu yang kurang nutrisi akan
berakibat atau melahirkan kemiskinan. Dengan status nutrisi yang rendah
akan sulit untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu
yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat kesehatan yang prima,
serta cerdas, padahal keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan
oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas (Syarief, 1997;
Stein, 2010).
16
III. KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Safitri, R., & Fitri, L. (2010). Kajian Pemanfaatan Radiasi Sinar Gamma (Co-60)
Pada Sistem Pengawetan Makanan Studi Kasus Pada Serbuk
Cabai. Sigma, 13(2), 115-122.
Sakya, A. T. (2016). Peningkatan Ketersediaan Nutrisi Mikro Pada Tanaman:
Upaya Mengurangi Malnutrisi pada Manusia. Caraka Tani: Journal of
Sustainable Agriculture, 31(2), 118-128.
19